MENINGITIS PURULENTA
PENDAHULUAN
Meningitis bakterialis(purulenta) adalah suatu peradangan selaput otak
yang disebabkan oleh bakteri patogen. Keadaan ini harus ditangani sebagai
keadaan emergensi(2). Infeksi ini disertai dengan frekuensi komplikasi akut dan
risiko morbiditas kronis yang tinggi. Insiden meningitis bakteri cukup tinggi
sehingga penyakit ini harus dimasukkan pada diagnosis banding bayi demam yang
memperagakan status mental berubah, iritabilitas atau bukti adanya disfungsi
neurologis lain(1).
ETIOLOGI
Selama usia bulan pertama, bakteri yang menyebabkan meningitis pada
bayi normal merefleksikan flora ibu atau lingkungan bayi tersebut (yaitu,
streptokokus grup B, basili enterik gram-negatif, dan Listeria monocytogeneses).
Meningitis bakteri pada anak usia 2 bulan sampai 12 tahun biasanya
karena H. infulenzae tipe b, Streptococcus pneumoniae, atau Neisseria
meningitidis. Perubahan pertahanan hospes karena cacat anatomik atau defisit
imun menambah risiko meningitis dari patogen yang kurang lazim seperti
Pseudomonas aeruginosa, Staphyclococcus aureus, Staphylococcus epidermis,
Salmonella dan L. Monocytogeneses(1)..
EPIDEMIOLOGI
Faktor risiko utama untuk meningitis adalah respons imunologi terhadap
patogen spesifik yang lemah yang terkait dengan umur muda. Risiko terbesar pada
bayi antara umur 1 dan 12 bulan; 95% kasus terjadi antara umur 1 bulan dan 5
tahun, tetapi meningitis dapat terjadi pada setiap umur. Cara penyebaran mungkin
dari kontak orang ke orang melalui sekresi atau tetesan saluran pernapasan.
Infeksi sistemik lain juga dapat disertai dengan kenaikan risiko meningitis(1)..
Wabah meningitis meningokokus bisa terjadi dalam suatu lingkungan, misalnya
perkemahan militer, asrama mahasiswa atau sekumpulan orang yang berhubungan
dekat. (3)
PATOLOGI
Eksudat meningeal yang kekentalannya bervariasi dapat disebarkan sekitar
vena serebral, sinus venosus, lengkungan otak, dan serebelum serta dalam sulkus,
fisura sylvian, sisterna basalis dan medula spinalis. Ventrikulitis dengan bakteria
dan sel radang dalam cairan ventrikel mungkin ada, seperti mungkin efusi
subdural dan kadang-kadang, empiema. Infiltrat radang perivaskuler dapat juga
ada, dan membrana ependimal dapat terganggu. Perubahan vaskuler dan parenkim
serebral ditandai dengan infiltrat polimorfonuklear yang meluas sampai daerah
subintima arteri-arteri dan vena-vena kecil, vasospasme, vaskulitis, trombosis
vena korteks kecil, penyumbatan sinus venosus besar, arteritis nekrotikans
menyebabkan perdarahan subrakhnoid, dan jarang nekrosis korteks serebri bila
tidak ada trombosis yang dapat dikenali yang telah diuraikan pada autopsi. Infrak
serebral merupakan sekuele penyumbatan vaskuler yang lazim karena radang,
vasospasme dan trombosis. Ukuran infark berkisar dari mikroskopik sampai
keterlibatan seluruh hemisfere.
Radang saraf dan radiks spinal menimbulkan tanda-tanda meningeal, dan
radang saraf kranial menghasilkan neuropati saraf kranial, optikus, okulomotorius,
fasialis dan auditorius. Kenaikan tekanan intrakranial juga menghasilkan
kelumpuhan saraf okulomotor karena adanya kompresi lobus temporalis saraf saat
herniasi tentorial. Kelumpuhan saraf abdusens dapat merupakan tanda kenaikan
tekanan intrakranial bukan setempat.
Kenaikan tekanan intrakranial adalah karena kematian sel (edema otak
sitotoksik), kenaikan permeabilitas kapiler vaskuler akibat-sitokin (edema serebral
vasogenik), dan mungkin kenaikan tekanan hidrostatik (edema otak interstisal)
pasca penyerpan kembali CSS yang tersumbat pada vilus arakhnoideus atau
obstruksi aliran cairan ke dalam atau keluar dari bentrikel. Sekresi hormon anti
diuretik yang tidak tepat dapat menghasilkan retensi air berlebihan, sehingga
menambah risiko kenaikan tekanan intrakranial.
Hidrosefalus adalah komplikasi meningitis akut yang tidak lazim yang
terjadi pada masa neonatus. Paling sering hidrosealus ini mempengaruhi bentuk
komunikasi hidrosefalus karena penebalan melekat vili arakhnoid sekeliling
sisterna pada dasar otak. Dengan demikian mengganggu resorpsi CSS normal.
Kurang lazim, hidrosefalus obstruktif terjadi pasca-fi-brosis dan gliosis
aqueduktus Sylvii atau foramena Magendie dan Luschka.
Kenaikan kadar protein CSS sebagian karena kenaikan permeabilitas
vaskuler sawar darah otak dan kehialgan cairan yang kaya-albumin dari kapiler
dan vena yang melewati selasubdural. Transudasi terus-menerus yang dapat
berakibat efusi subrudal, ditemukan pada fase lanjut meningitis bakteri akut.
Hipoglikorrakhia (kadar glukosa CSS berkurang) adalah karena penurunan
pengangkatan glukosa oleh jaringan otak. Yang terakhir ini dapat menyebabkan
asidosis laktat lokal.
Cedera pada korteks serebri dapat karena pengaruh penyumbatan vaskuler
setempat atau difus (infark, nekrosis), hipoksia, invasi bakteri (serebritis),
ensefalopati toksik (asidosis laktat), kenaikan tekanan intrakranial, ventrikulitis
dan transudasi (efusi subdural). Hasilnya manifestasi gangguan kesadaran, kejang-
kejang, hidrosefalus, defisit saraf kranial, defisit motorik dan sensoris, dan
kemudian retardasi psikomotor yang dapat dijelaskan oleh satu faktor patologi
atau lebih yang dibahas sebelumnya(1)..
PATOGENESIS
Meningitis bakteri paling sering akibat dari penyebaran mikroorganisme
hematogen dari tempat infeksi yang jauh; bakteremia biasanya mendahului
meningitis atau terjadi bersamaan. Kolonisasi bakteri nasofaring dengan
kemungkinan mikroorganisme patogen merupakan sumber bakteremia yang
lazim. Mungkin ada pengidap organisme yang berkolonisasi lama tanpa penyakit
atau, lebih mungkin, invasi cepat pasca-kolonisasi baru. Sebelum atau bersama
infeksi virus saluran pernapasan atas dapat memperbesar patogenisitas meningitis
penghasil bakteri.
H. influenzae tipe b dan meningokokus melekat pada reseptor sel epitel
mukosa dengan pili Pasca-perlekatan pada sel epitel, bakteria menerobos mukosa
dan masuk sirkulasi. N. Meningitidis dapat diangkut melewati permukaan mukosa
dalam vakuola fagosit pasca-penelanan oleh sel epitel. Ketahanan hidup bakteri
dalam aliran darah diperkuat oleh kapsul bakteri besar yang mengganggu
opsonofagositosis dan disertai dengan bertambahnya virulensi. Cacat
perkembangan terkait hospes pada opsonofagositosis bakteri juga turut
menyebabkan bakteremia. Pada hospes nonium muda cacat mungkin karena tidak
adanya antibodi IgM atau IgG antikapsul yang dibentuk sebelumnya, sedang
penderita imunodefisien berbagai defisiensi komponen komplemen atau sistem
properdin dapat mengganggu opsonofagositosis yang efektif. Aktivasi langsung
sistem properdin tidak tergantung antibodi merupakan satu mekanisme yang
menetralkan pengaruh defisiensi antibodi dan sifat-sifat antifagosit kapsul bakteri.
Disfungsi limpa juga dapat mengurangi opsonofagositosis oleh sistem
retikuloendotelial.
Bakteri masuk ke CSS melalui pleksus khoroideus ventrikel lateralis dan
meningen. Kemudian bakteri bersirkulasi ke CSS ekstraserebral dan sela
subarakhnoid dan dengan cepat memperbanyak diri karena kadar komplemen dan
antibodi CSS tidak cukup untuk menahan proliferasi bakteri. Faktor kemotaktik
kemudian mendorong respons radang lokal yang ditandai dengan infiltrasi sel
polimorfonuklear. Adanya lipopolisakarida dinding sel bakteri (endotoksin)
bakteri gram negatif (H. influenzae tipe b, N. Meningitidis) dan komponen-
komponen dinding sel pneumokokus (asam teikhoat, peptidoglikan) merangsang
respons radang yang mencolok dengan memproduksi lokal faktor nekrosis tumor,
interleukin-1, prostaglandin E, dan mediator radang sitokin lain. Respons radang
berikutnya, secara langsung terkait dengan adanya mediator radang ini, ditandai
oleh infiltrasi neutrofil, kenaikan permeabilitas vaskuler, perubahan sawar darah-
otak, dan trombosis vaskuler. Radang akibat-sitokin berlebihan berlanjut sesudah
CSS telah disterilkan dan diduga sebagian menyebabkan sekuele radang kronis
meningitis purulenta.
Meningitis mungkin jarang menyertai invasi bakteri dari fokus inteksi
yang berdekatan, misalnya, sinusitis paranasal, otitis media, mastoiditis, selulitis
orbita, saluran sinus dermal, osteomielitis kranial atau vertebral, trauma tembus
kranial, atau meningomielokel. Meningitis dapat terjadi selama endokarditis,
pneumonia atau tromboflebitis. Meningitis dapat juga akibat luka bakar berat,
kateter tetap, atau peralatan yang terkontaminasi(1)..
MANIFESTASI KLINIS
Mulainya meningitis akut mempunyai dua pola dominan. Mulai
mendadak, dengan cepat manifestasi syok progresif, purpura, koagulasi
intravaskuler tersebar, dan kadar kesadaran mengurang progresif, dramatis dan
sering menunjukkan sepsis meningokokus mematikan dengan meningitis;
manifestasi ini dapat berkembang menjadi kematian pada 24 jam. Meningitis H.
influenzae tipe b atau pneumokokus kruang lazim datang sebagai ingeksi yang
dengan cepat menjelek. Lebih lazim, meningitis karena H. infulenzae tipe b atau
pneumokokus, dan beberapa kasus meningitis meningokokus, didahului dengan
beberapa hari gejala-gejala saluran pernapasan atas atau gastrointestinal.
Tanda-tanda dan gejala-gejala meningitis yang terkait dengan tanda-tanda
nonspesifik disertai dengan infeksi sistemik atau bakteremia dan manifestasi
spesifik iritasi meningeal dengan radang SSS. Tanda-tanda nonspesifik adalah
demam (ada pada 90-95%), anoreksia dan makanan jelek, gejala infeksi saluran
pernapasan atas, mialgia, artralgia, takikardia, hipotensi dan berbagai tanda-tanda
kulit, seperti petekie, purpura, atau ruam makulat eritematosa. Iritasi meningeal
tampak sebagai kaku kuduk, nyeri pinggan, tanda Kernig (fleksi sendi pinggul 90
derajat dengan nyeri pada ekstensi kaki berikutnya), dan tanda Brudzinski (fleksi
lutut dan pinggul yang tidak disengaja setelah fleksi leher saat telentang). Pada
beberapa anak, terutama pada mereka yang usianya kurang dari 12-18 bulan,
tanda-tanda ini tidak nyata. Kenaikan tekanan intrakranial dikesankan oleh nyeri
kepala, muntah fontanela cembung atau diastasis (pelebaran) sutura, paralis saraf
okulomotor atau abdusens, hipertensi dengan bradikardia, apnea dan
hiperventilasi, sikap dekortikasi atau deserebrasi, stupor, koma, atau tanda-tanda
herniasi. Papil edema tidak lazim pada meaningitis yang tidak terkomplikasi dan
akan mengesankan proses lebih kronis, seperti adanya abses intrakrnial, empiema
subdural, atau penyumbatan sinus venosus dura. Tanda-tanda neurologis setempat
biasanya karena penyumbatan vaskuler. Neuropati kranial saraf okuler,
okulomotorius, abdusen, fasialis, dan auditorius juga dapat karena radang
setempat. Keseluruhan, sekitar 10-20% anak dengan meningitis bakteria
mempunyai tanda-tanda setempat. Frekuensi ini bertambah sampai >30% pada
meningitis pneumokokus, karena bakteri ini cenderung merangsang respons
radang yang paling hebat.
Kejang-kejang (setempat atau menyeluruh) karena serebritis, infark, atau
gangguan elektrolit, ditemukan pada 20-30% penderita dengan meningitis.
Mereka lebih sering ditemukan pada penerita dengan meningitis H. influenzae
dan pneumokokus daripada mereka dengan infeksi meningokokus. Kejang-kejang
yang terjadi pada saat datang atau dalam 4 hari pertama dari mulainya biasanya
tidak berarti prognostik. Kejang-kejang yang menetap sesudah hari ke-4 sakit dan
mereka yang sukar diobati dihubungkan dengan prognosis yang jelek.
Perubahan status mental dan tingkat kesadaran yang berkurang adalah
lazim pada penderita dengan meningitis dan mungkin karena kenaikan tekanan
intrakranial tekanan intrakranial, serebritis atau hipotensi; menifestasi termasuk
iritabilitas, letargi, stupor, kurang kesadaran dan koma. Penderita koma
mempunyai prognosis yang jelek; tanda ini ditemukan lebih sering pada infeksi
pneumokokus atau meningokokus daripada pada meningitis karena H.
Influenzae(1).
KOMPLIKASI
Selama pengobatan, komplikasi meningitis karena pegnaruh infeksi CSS
atau sistemik adalah lazim. Komplikasi neurologis termasuk kejang-kejang,
kenaikan tekanan intrakranial, kelumpuhan saraf kranial, stroke, trombosis sinus
venosus dura, dan efusi subdura.
Kumpulan cairan dalam sela subdural terjadi pada 10-30% penderita
meningitis dan tidak bergejala 85-90% penderita. Efusi subdural terutama lazim
pada bayi. Efusi subdural bergejala dapat menyebabkan pencembungan fontanela,
pelebaran sutura, pembesaran lingkaran kepala, muntah, kejang-kejang, demam
dan hasil transiluminasi kranial abnormal. Namun banyak dari manifestasi ini juga
ada pada penderita meningitis tanpa efusi subdural.
Trombositosis, eosinofilia dan anemia dapat timbul selama terapi untuk
meningitis. Anemia dapat karena hemolisis dan paling sering ditemukan pada
penyakit H. influenzae. Pilihan lain, anemia dapat karena supresi sumsum tulang.
Koagulasi intravaskuler tersebar (DIC) paling sering disertai dengan pola
penyajian progresif cepat dan ditemukan paling sering pada penderita dengan
syok dan purpura (purpura fulminan). Kombinasi endotoksemia dan hipotensi
berat mencetuskan kakade koagulasi; bersama trombosis yang sedang berjalan
dapat menimbulkan gangren perifer simetris(1).
DIAGNOSIS BANDING
Disamping, H. influenzae tipe b, S. pneumoniae, dan N. Meningitidis,
sejumlah mikroorganisme lain dapat menyebabkan infeksi SSS menyeluruh
dengan manifestasi klinis yang serupa. Organisme ini adalah: bakteria yang
kurang khas, seperti tuberkulosis, Nocardia, sifilis, dan penyakit Lyme; jamur,
seperti organisme ini yang endemik pada daerah geografi khusus (Coccidioides,
Histoplasma dan Blastomyces) dan organisme yang menyebabkan infeksi pada
hospes yang terganggu (Candida, Cryptococcus dan Aspergillus); parasit seperti
Toxoplasma gondii dan Cysticerus; dan paling sering, virus. Penyakit noninfeksi
dapat juga menimbulkan radang SSS menyeluruh. Gangguan ini relatif tidak
lazim dibanding dengan infeksi dan meliputi: keganasan, sindrom vaskuler
kolagen, dan pemajanan pada toksin.
Infeksi SSS setempat juga dapat dirancukan dengan meningitis. Contoh
infeksi in adalah abses otak dan inefksi parameningeal, seperti empiema subdural.
Menentukan etiologi spesifik dipermudah dengan pemeriksaan CSS yang teliti
dengan pewarna khusus (Kinoyoun karbol fukhisin untuk mikobakteria, tinta Cina
untuk jamur), sitologi, deteksi antigen (pengobatan bakteri sebagian,
Cryptococcus), serelogi (sifilis) dan biakan virus (enterovirus, HIV). Uji
diagnostik lain yang kemungkinan bermanfaat adalah CT atau gambaran resonansi
magnetik (magnetic resoannce omaging = MRI ) otak, biakan darah, uji serologis
dan mungkin biopsi otak. Meningoensefalitis virus akut adalah infeksi yang
paling mungkin dirancukan dengan meningitis bakteri. Walaupun pada umunya,
anak dengan meningoensefalitis virus tampak kurang sakit, daripada mereka yang
dengan meningitis bakteri, kedua jenis infeksi mempunyai suatu spektrum
keparahan. Beberapa anak dengan meningitis bakteri dapat nemapakkan tanda-
tanda dan gejala-gejala relatif ringan, sedang beberapa yang dengan
meningoensefalitis virus dapat sakit berat(1).
DIAGNOSIS
Anamnesis
Seringkali didahului infeksi saluran nafas atas atau saluran cerna, seperti
demam, batuk, pilek, diare, dan muntah(2).
Pemeriksaan fisik
Gangguan kesadaran dapat berupa penurunan kesadaran atau iritabilitas.
Dapat juga ditemukan ubun-ubun yang menonjol, kaku kuduk atau
rangsangan meningeal lain, kejang, dan defisit neurologik fokal. Tanda
rangsangan meningeal mungkin tidak ditemukan pada anak berusia kurang
dari 1 tahun(2).
Pemeriksaan cairan serebrospinal
Diagnosis pasti meningitis dibuat berdasarkan gejala klinis dan hasil
analisa cairan serebrospinal dari pungsi lumbal(4).
Pemeriksaan radiologi(4): o X-foto dada: untuk mencari kausa meningitiso CT Scan kepala: dilakukan bila didapatkan tanda-tanda kenaikan
tekanan intrakranial dan lateralisasi
Pemeriksan lain(4): o Darah: LED, lekosit, hitung jenis, biakano Air kemih: biakano Uji tuberkulino Biakan cairan lambung
PENGOBATAN
Terapi Antibiotik Awal
Pendekat terapeutik pada penderita dengan dugaan meningitis bakteri
tergantung pada sifat manifestasi awal penyakit. Anak dengan penyakit yang
menjelek dengan cepat selama kurang dari 24 jam, bila tidak ada kenaikan
tekanan intraktranial, harus mendapat antibiotik segera sesudah dilakukan PL. Jika
ada tanda-tanda kenaikan tekanan intrakranial, harus mendapat antibiotik segera
sesudah dilakukan PL. Jika ada tanda-tanda kenaikan tekanan intrakranial atau
penemuan-penemuan neurologis fokal, antibiotik harus diberikan tanpa
melakukan PL dan sebelum melakukan sken CT. Kenaikan tekanan intrakranial
harus diobati secara persamaan. Pengobatan segera kegagalan sistem banyak
organ yang menyertai, seperti syok dan sindrom distres respirasi dewasa, juga
terindikasi.
Penderita yang mempunyai perjalanan subakut yang lebih berlarut-larut
dan menjadi sakit selama masa 1 sampai 7 hari harus juga dievaluasi untuk tanda-
tanda kenaikan tekanan intraktanial dan defisit neurologis fokal. Nyeri kepala
unilateral, edema papil, dan tanda-tanda kenaikan tekanan intrakranial lain
memberi kesan lesi fokal seperti abses otak, atau epidural, atau empiema subdural.
Tetapi antibiotik harus dimulai sebelum PL atau skening CT. Jika tidak nyata ada
kenaikan tekanan intrakranial, PL harus dilakukan.
Pilihan terapi awal (empirik) untuk meningitis pada bayi dan anak
imunokompeten harus didasarkan pada kerentanan antibiotik H. influenzae tipe b,
S. Pneumoniae, dan N. meningitidis. Antibiotik harus mencapai kadar bakterisid
pada CSS. Sefalosporin generasi ketiga, seftriakson atau sefotaksim, mewakili
terapi baku sekarang untuk meningitis bakteri. Dosis seftriakson 100mg/kg/24 jam
diberikan setiap 6 jam. Kedua obat mencapai kadar bakterisid tinggi pada CSS;
sebenarnya semua penderita mengalami sterilisasi CSS dalam 24 jam. Penderita
yang alergi terhadap antibiotik beta laktam harus diobati dengan kloramfenikol,
100 mg/kg/24 jam, diberikan setiap 6 jam. Walaupun kloramfenikol adalah
bakterisotatik terhadap banyak bakteri, obat ini bakterisid terahdap H. influenzae
tipe b, S. pneumoniae dan N. meningitis. Penggunaan kloramfenikol sekarang
dicadangkan untuk penderita yang tidak dapat mentoleransi sefalosporin karena
kadar serum perlu dipantau selama terapi dan kloramfenikol mempunyai
kemungkinan pengaruh yang merugikan seperti anemia aplastik, sindrom bayi
abu-abu seperti syok, dan supresi sumsum tulang tergantung dosis.
Jika infeksi L. Monocytogeneses dicurigai, seperti pada bayi umur 1-2
bulan atau penderita dengan defisiensi limfosit-T. Ampisilin harus diberikan
bersama dengan seftriakson atau sefotaksim karena semua sefalosporin tidak aktif
melawan L. Monocytogenes. Trimetroprim-sulfametoksazol adalah obat pengganti
untuk L. Monocytogeneses.
Jika penderita adalah terganggu imun dan dicurigai meningitis gram-
negatif, terapi awal dapat memasukkan seftazidin dan aminoglikosid(1).
Lama Terapi Antibiotik
Meningitis H. influenzae tipe b tidak terkomplikasi harus diobati selama
total 7-10 hari. Sesudah oenentuan bahwa organisme sensitif pada ampisilin dan
tidak menghasilkan β-laktamase, terapi antimikroba awal dapat diubah ke
ampisilin.
Jika S. pneumoniae dibiakan dari CSS, isolat harus diuji untuk resistensi
penisilin. Resistensi relatif terhadap penisilin (MIC 0,1-1,0 μg/mL) ada pada 5-
25% isolat S. pneumoniae, dan organisme yang sangat resisten (MIC > 2,0
μg/mL) ditemukan pada sejumlah kecil penderita. Meningitis yang disebabkan
oleh isolat S. pneumoniae yang relatif resisten dapat diobati dengan sefotaksim
atau seftriakson, sedang kloramfenikol adalah obat pilihan untuk organisme yang
sangat resisten jika organisme sensitif terhadap antibiotik. Jika ada juga yang
resisten terahadap kloramfenikol, vankomisin adalah obat pilihan. Terapi untuk
meningitis pneumokokus sensitif-penisilin tidak terkomplikasi harus diselesaikan
dengan penisilin intravena 300.000 U/kg/24 jam, diberikan setiap 4-6 jam selama
10-14 hari.
Penisilin intravena 300.000 U/Kg/24 jam selama 5-7 hari merupakan
pengobatan pilihan untuk meningitis N. meningitidis tidak terkomplikasi. Terapi
berhasil dengan satu atau dua dosis antibiotik telah diperagakan di negara yang
belum maju. Jarang isolat meningokokus menunjukkan resistensi terhadap
penisilin relatif (0,25-0,5 μg/mL) dan absolut (> 250 μg/mL) dan organisme ini
mungkin memerlukan terapi selingan.
Penderita yang mendapat antibiotik intravena atau oral sebelum PL dan
tidak mempunyai patogen yang dapat dikenali (pada pewarnaan Gram, biakan,
atau deteksi antigen) tetapi mempunyai bukti infeksi bakteri akut atas dasar profil
CSS-nya harus terus mendapat terapi dengan seftriakson atau sefotaksim selama
7-10 hari. Jika tanda-tanda setempat ada atau anak tidak berespons terhadap
pengobatan, fokus parameningeal mungkin ada dan sken CT harus dilakukan.
PL ulangan rutin tidak terindikasi pada penderita meningitis terkomplikasi
karena H, influenzae tipe b, N. meningitidis atau S. pneumoniae. Pemeriksaan CSS
ulangan terindikasi pada beberapa neonatus, pada meningitis basil gram-negatif,
dan pada mereka yang tidak berespons terhadap terapi antimikroba biasa dalam
48-72 jam. Perbaikan pada profil CSS ditunjukkan oleh kenaikan kadar glukosa
CSS dan penampakan sel limfosit-monosit; walaupun pewarnaan Gram dapat
tetap positif pada saat ini, CSS seharusnya steril.
Meningitis karena E. coli atau P. areuginosa memerlukan terapi dengan
sefalosporin generasi ketiga yang aktif melawan isolat in vitro. Kebanyakan isolat
E. coli akan sensitif terhadap sefotaksim atau seftriakson, sedangkan kebanyakan
isolat P. aeruginosa akan sensitif terahadap seftazidin. Meningitis basil gram-
negatif harus diobati selama tiga minggu atau selama sekurang-kurangnya 2
minggu sesudah sterilisasi CSSm, yang dapat terjadi sesudah 2-10 hari
pengobatan.
Efek samping terapi antibiotik meningitis adalah flebitis, demam obat,
ruam, muntah, kandidiasis oral, dan diare, seftriakson dapat menyebabkan
pseudolitihiasis kandung empedu reversibel, dapat dideteksi dengan ultrasonografi
abdomen. Pseudolithiasis ini biasanya tidak bergejala tetapi dapat menimbulkan
muntah dan nyeri kuadran kanan atas(1).
Perawatan(4)
� Pada waktu kejang:
o Longgarkan pakaian, bila perlu dibuka
o Hisap lendir
o Kosongkan lambung untuk menghindari muntah dan aspirasi
o Hindarkan penderita dari rudapaksa (misalnya jatuh)
� Bila penderita tidak sadar lama:
o Beri makanan melalui sonde
o Cegah dekubitus dan pnemonia ortostatik dengan merubah posisi penderita sesering mungkin, minimal ke kiri dan ke kanan setiap 6 jam
o Cegah kekeringan kornea dengan boorwater/salep antibiotika
� Bila mengalami inkontinensia urin lakukan pemasangan kateter
� Bila mengalami inkontinensia alvi lakukan lavement
� Pemantauan ketat:
o Tekanan darah
o Pernafasan
o Nadi
o Produksi air kemih
o Faal hemostasis untuk mengetahui secara dini ada DIC
� Fisioterapi dan rehabilitasi.
PENCEGAHAN
Vaksinasi dan profilaksis antibiotik kontak yang rentan dan beresiko
menggambarkan dua cara pengurangan kemungkinan meningitis bakteri yang
tersedia. Ketersediaannya dan pemakaian setiap pendekatan ini berbeda untuk
setiap tiga penyebab utama meningitis bakteri pada anak(1).
PRONOGSIS
Pengenalan yang tepat, terapi antibiotic segera, dan perawatan pendukung
telah menurunkan mortalitas meningitis bakteri sesudah masa neonates sampai 1-
8%. Angka mortalitas tertinggi yang diamati adalah pada meningitis
pneumokokus. Sekuele perkembangan saraf berat dapat terjadi pada 10-20%
penderita yang sembuh dari meningitis bakteri, dan sebanyak 50% mempunyai
beberapa morbiditas neurobehaviour meskipun tidak kentara. Pronigsis adalah
jelek pada bayi sebelum umur 6 bulan dan pada mereka yang pada CSSnya
mengandung lebih dari 106 CFU bakteri/mL. Mereka yang dengan kejang-kejang
yang terjadi lebih dari 4 hari dalam terapi, atau penderita dengan koma atau tanda
neurologis pada saat dating, juga cenderung mempunyai sekuele yang lebih lama.
Yang menarik adalah tidak ada korelasi yang baik antara lamanya gajala sebelum
diagnosis meningitis dan hasil akhir.
Skuele neurologis yang paling sering adalah kehilangan pendengaran,
retardasi mental, kejang-kejang, penundaan dalam penerimaan bahasa, gangguan
penglihatan, dan masalah perilaku.
Kehilangan pendengaran sensorial merupakan sekuele meningitis yang
paling lazim. Kehilangan pendengaran ini adalah kerena labirintitis pasca-infeksi
kokhlear dan terjadi pada sebanyak 30% penderita meningitis pneumokokus, 10%
meningitis meningokokus, dan 5-20% dari mereka yang menderita meningitis H.
influenzae tipe b. Kehilangan pendengaran dapat juga karena radang langsung
saraf pendengaran. Terapi tambahan dengan deksametason dapat mengurangi
insiden kehilangan pendengaran berat. Tanpa memandang agen bakteri, tipe terapi
antibiotic, atau penggunaan deksametason, semua penderita meningitis bakteri
harus dilakukan penilaian audiologi yang teliti sebelum atau segera sesudah keluar
dari rumah sakit. Penilaian yang sering pada penderita rawat jalan terindikasi
untuk semua penderita yang menderita deficit pendengaran(1).
DAFTAR PUSTAKA
1. Behrman Kleigman Arvin : Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, edisi 18.
2. Pusponegoro D Hardiono, dkk : Standar Pelayanan Medis Keseshatan
Anak, Penerbit buku IDAI, edisi 1, 2004.
3. http://www.kalbe.co.id
4. http://www.pediatrik.com