Membuahkan Hasil Nyata:
Hubungan antara Modalitas Penyaluran Dana dan Kinerja
Setiap tahunnya, lebih dari 20%
produk domestik bruto Aceh
bersumber pada pertanian. Oleh
karena itu, BRR menempatkan
bidang ini pada prioritas yang
tinggi. Lahan pertanian seluas
70 ribu hektare direhabilitasi
atau dicetak baru dalam kurun
4 tahun. Foto: BRR/Arif Ariadi
Dukungan Eksternal yang Murah HatiPeta bantuan dalam program rekonstruksi Aceh dan Nias termasuk unik karena
pemerintah Indonesia hanya menyumbang sekitar sepertiga (tepatnya 31 persen) dari
total dana rekonstruksi. Dari dana US$ 6,7 miliar yang dijanjikan, US$ 4,6 miliar berasal
dari berbagai donor bilateral dan multilateral, LSM internasional, dan masyarakat.
Sumbangan bantuan donor yang sangat luar biasa besarnya ini bukan karena tidak
bersedianya pemerintah Indonesia, yang mengeluarkan uang dalam jumlah sangat
besar, yaitu US$ 2,1 miliar, tetapi lebih merupakan bukti niat baik masyarakat dalam dan
luar negeri. Indonesia beruntung menerima dukungan global yang murah hati karena
skala bencana kembar ini sungguh luar biasa sehingga benar-benar di luar kemampuan
Indonesia untuk menanggulanginya sendiri. Tanpa bantuan itu, usaha pemulihan bisa
lebih lama lagi, kalaupun itu mungkin dilakukan.
Seperti dalam setiap situasi yang ada banyak donor, ada banyak cara untuk
menyalurkan dana. Satu hal yang mengejutkan bertalian dengan komposisi bantuan di
Aceh dan Nias adalah banyaknya LSM yang datang dengan membawa sendiri dana dalam
jumlah yang besar. Lebih banyak dana bantuan yang mengalir melalui 992 lembaga
donor dan pelaksana yang bekerja di lapangan daripada yang melalui pemerintah.20
Sekitar separuh dari dana bantuan disalurkan melalui LSM, banyak di antaranya
Bagia
n 4.
Mem
buah
kan
Hasil
Nya
ta:
Hubu
ngan
ant
ara
Moda
litas P
enya
luran
Dan
a da
n Ki
nerja
61
beroperasi sebagai pelaksana dan penyandang dana yang sekaligus mendukung LSM-
LSM yang lebih kecil dalam soal dana. Pada gilirannya hal ini menjadi struktur paralel
yang mendukung program rekonstruksi. BRR hanya bisa mengawasi dari jauh melalui
serangkaian rapat dan forum-forum koordinasi.
Para pelaku yang menyalurkan dana tersebut mempunyai beragam pengalaman
dalam hal pencairan dana maupun pelaksanaannya. Mereka juga memberikan hasil
yang berbeda-beda dengan beragam tingkat efektivitas. Bagian-bagian dalam bab
ini berisi analisis tentang efektivitas metode penyaluran dana yang berbeda-beda.
Kesimpulan ditarik dari pengalaman kami memimpin rekonstruksi di Aceh dan Nias, dan
oleh karena itu boleh jadi tidak selalu tepat digunakan secara umum. Setiap rekonstruksi
pascabencana selalu unik dan harus ditangani sesuai dengan keadaannya. Terlebih lagi,
kesimpulan ini didasarkan pada penilaian yang subjektif yang mungkin saja berbeda
dengan cara orang lain melihat realitas yang sama. Namun, kami telah berusaha sebaik
mungkin untuk menarik kesimpulan dan menyampaikannya.
Mendekati Fase Akhir RekonstruksiMenjelang berakhirnya mandat, BRR menyiapkan transisi dana pemerintah Indonesia
ke badan-badan pemerintah yang lain. Mandat BRR hanya empat tahun lamanya, dari
16 April 2005 sampai 16 April 2009, sedangkan menurut Rencana Induk dan revisi
Rencana Induk, keseluruhan usaha rekonstruksi diharapkan makan waktu lima tahun
mulai dari akhir fase darurat pada 26 Maret 2005. Mengingat hal ini, BRR berencana untuk
menyelesaikan semua proyek fisiknya pada akhir 2008, dan perlahan-lahan memasuki
masa transisi menuju penutupan dalam bulan-bulan pertama pada 2009.
Strategi BRR dapat dijalankan dengan baik, seperti tecermin dalam besarnya (96
persen) pencairan dana di bawah kendali pemerintah. Dari US$ 2,1 miliar yang
dialokasikan pada BRR antara 2005 dan 2008, sebanyak US$ 2,0 miliar sudah terpakai.
Dari hasil ini Dewan Perwakilan Rakyat berkesimpulan bahwa BRR sudah melaksanakan
mandatnya dan harus ditutup sesuai jadwal pada 16 April 2009. Tidak akan ada
perpanjangan mandat. Sebagai persiapan, mulai Januari 2009, pekerjaan dan pelaksanaan
yang berhubungan dengan rekonstruksi yang dibiayai oleh pemerintah dipindahkan
ke departemen terkait dan pemerintah setempat di bawah koordinasi Bappenas, sama
seperti sebelum BRR didirikan.
Di pihak lain status dari proyek-proyek donor dan LSM amat bervariasi dan tidak
mudah untuk dibuat ringkasannya. Beberapa di antaranya telah hampir menyelesaikan
proyeknya jauh sebelum 2008 berakhir, seperti pemerintah Jepang dan Jerman.
Sedangkan lainnya masih berkutat dalam pelaksanaan. MDF adalah salah satu contoh
lembaga yang mengundurkan masa baktinya dari 2010 ke 2012 untuk memberikan waktu
yang cukup untuk penyelesaian proyek-proyeknya.
62
KEUA
NGAN
: Tuju
h Ku
nci
Peng
elolaa
n Da
na B
antu
an ya
ng E
fekt
if
Gambar 4.1 Mekanisme Penyaluran Dana
Mekanisme Penyaluran Dana Seperti disebutkan di bagian sebelumnya, BRR menyiapkan tiga mekanisme penyaluran
dana atau modalitas, untuk mengakomodasi berbagai keperluan para donor. Ketiganya
secara singkat dirangkum di bawah ini:
On-budget/on-treasury(a) . Di sini, para donor memakai sistem dan peraturan dana
pemerintah untuk menyalurkan dananya. Donor multilateral seperti Bank Dunia
dalam kapasitasnya sebagai administrator MDF dan ADB–keduanya adalah bank
tanpa kemampuan untuk melaksanakan secara langsung–memilih modalitas ini, dan
juga beberapa donor bilateral yang besar.
On-budget/off-treasury.(b) Dana disalurkan di luar Bendahara Negara (KPPN), tetapi
penyalurannya dilaporkan di dalam sistem anggaran nasional. Dengan mekanisme
ini, dana pada mulanya tidak disahkan di dalam dokumen anggaran. Penyaluran
dilakukan langsung dari rekening pemerintah pendonor ke rekening pemerintah
Indonesia, yaitu pada bank yang ditunjuk, dan dari sana pembayaran akan dikucurkan
ke badan pelaksana. Sesudah pengadaan barang atau jasa dilakukan, dana yang
Dan
aPe
rwal
ian
Sum
ber
Pend
anaa
nPe
nyal
uran
Dan
aB
adan
Pela
ksan
aPr
oyek
Lembaga danKomunitas
PemerintahAsing
On-Budget/Ontreasury
RANTF
Off-Budget/Off Treasury
On-Budget/Off treasury
DonorMultilateral
BRR & Satker Pemerintah lainnya Lembaga Pelaksana Lain & LSM
PROYEK REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI
Mekanisme off-budgetMekanisme on-budget
PemerintahIndonesia
Bagia
n 4.
Mem
buah
kan
Hasil
Nya
ta:
Hubu
ngan
ant
ara
Moda
litas P
enya
luran
Dan
a da
n Ki
nerja
63
dicairkan dibuatkan pengesahan anggaran melalui daftar isian proyek anggaran
(DIPA). Mekanisme ini digunakan oleh pemerintah Jepang dan Jerman.
Off-budget/off-treasury(c) : Apabila donor tidak menggunakan sistem anggaran
pemerintah Indonesia ataupun menyalurkan dana dari KPPN. Mekanisme ini
dipakai oleh semua lembaga nonpemerintah dan oleh beberapa pemerintah
asing. Donor multilateral seperti ADB dan Bank Dunia yang terkait dengan MDF
juga menggunakan mekanisme ini untuk melengkapi bantuan yang diberikan
melalui mekanisme on-budget. Recovery Aceh-Nias Trust Fund (RANTF), sebuah danad
perwalian yang ditangani oleh BRR dan mewakili donor dari individu, masyarakat dan
pemerintah asing, juga memakai modalitas ini.
Diagram di Gambar 4.1. Memberikan gambaran menyeluruh tentang apa yang
dikerjakan para pelaku sesuai dengan modalitas penyaluran dana yang mereka inginkan.
Efektivitas Pelaku yang Memakai Modalitas On-Budget/On- Treasury
Sejak Deklarasi Paris diumumkan, donor multilateral dan bilateral lebih banyak
menyalurkan bantuan melalui mekanisme on-budget sejalan dengan pelaksanaant
lima prinsip Deklarasi Paris tentang efektivitas bantuan. Mekanisme on-budget
mempromosikan kepemilikan, sinkronisasi, harmonisasi, mengelola untuk memperoleh
hasil dan tanggung jawab bersama dana bantuan dengan mengizinkan pemerintah mitra
untuk memformulasi dan melaksanakan rencana rekonstruksinya sendiri atau rencana
pembangunannya, dengan memakai metode prioritas, perencanaan, dan pelaksanaannya
sendiri.
Dari sudut pandang BRR, dana bantuan on-budget/on- treasury adalah dukungany
eksternal paling fleksibel. Dana tersebut merupakan “dana yang bisa diprogram” yang
bisa diatur untuk mendukung dan melengkapi dana domestik anggaran badan bantuan
tersebut. Oleh karenanya dana jenis ini selalu selaras dengan program rekonstruksi
secara menyeluruh. Kadang-kadang, dana donor on-budget dialokasikan untuk mengisit
kekosongan sektoral atau daerah yang tidak mempunyai dana. Hal ini berbeda
dengan bantuan off-budget, dana biasanya dikaitkan dengan proyek khusus. Realokasit
dana ke proyek lain di dalam atau di luar sektor atau program semula biasanya tidak
dimungkinkan.
Pengalaman-pengalaman Donor dengan Modalitas Ini
Dua donor besar yang memakai modalitas on-budget/on-treasury selama rekonstruksiy
Aceh dan Nias adalah MDF dan ADB. Gabungan sumbangan kedua donor multilateral
berjumlah lebih dari US$ 1 miliar. Donor lain yang menggunakan modalitas ini adalah
pemerintah Italia, yang mengonversi pinjaman pemerintah menjadi bantuan asing
(grant).
64
KEUA
NGAN
: Tuju
h Ku
nci
Peng
elolaa
n Da
na B
antu
an ya
ng E
fekt
if
Baik Bank Dunia, sebagai pengurus dan partner terpercaya MDF maupun ADB,
adalah bank pembangunan yang mempunyai kaitan sejarah yang panjang dengan
pemerintah Indonesia. Pada awalnya, Bank Dunia dan proyek ETESP dari ADB mengalami
hambatan yang sama dalam bidang sumber daya manusia dan material. Tapi ketika
program rekonstruksi hampir selesai terdapat perbedaan mencolok antara keduanya.
ETESP mencapai tingkat pencairan dana yang tinggi sebesar 83 persen pada akhir 2008
sedangkan proyek on-budget MDF sebesar 65 persen (Gambar 4.3.).t
Kinerja ADB yang luar biasa adalah karena berbagai terobosan yang mereka ciptakan
untuk mempercepat proses, sambil tetap mempertahankan standar tanggung jawab dan
efektivitas yang tinggi.
Terobosan Apa yang Membuat ADB Sukses?
Tinjauan Pascapelaksanaan (i)
Tinjauan pascapelaksanaan adalah terobosan inovatif yang sangat membantu
percepatan proyek ADB. Menurut butir-butir dalam persetujuan pemberian bantuan,
diperlukan persetujuan ADB untuk semua subproyek. Akan tetapi, disepakati pula
bahwa persetujuan ini dapat dilakukan setelah subproyek itu dikerjakan. Subproyek
bisa langsung dikerjakan segera setelah pemerintah Indonesia (yang diwakili oleh BRR)
menyetujui kontrak. Apabila dalam tinjauan pascapelaksanaan terdapat prosedur baku
yang tidak dijalankan, ADB tidak akan membiayai kontrak tersebut dan karena itu dana
yang sudah dikeluarkan harus ditanggung oleh pemerintah Indonesia. Persetujuan awal
dari ADB hanya diperlukan untuk tiga subproyek pertama dalam sektor yang disepakati
dan untuk subproyek bernilai di atas US$ 500 ribu.
Tinjauan pascapelaksanaan adalah jalan keluar
yang dimungkinkan karena kepercayaan yang
diberikan oleh ADB pada pemerintah Indonesia.
Dengan terobosan ini, pekerjaan proyek jauh
dipercepat sedangkan ADB sebagai donor tetap
terlindungi dari risiko penyelewengan. Ini adalah
mekanisme brilian. Kedua pihak sama-sama
untung, meningkatkan laju pengerjaan proyek
tanpa menghilangkan tali kendali. Dengan
mengandalkan sistem pengadaan barang dan
jasa pemerintah Indonesia-pada hakikatnya, dana
yang disalurkan bukan hanya “on-budget” tetapi
juga “on- procurement”–ADB dengan demikian
membantu memperdayakan unit-unit pelaksana
pemerintah Indonesia di Aceh dan Nias. Hal ini
0
Gambar 4.3 Besaran Pencairan Dana ADB dan MDF Desember 2008
100
MDF ADB
200
300
400
500
600
700
800
10
200
300
400
500
600
700
800
65%
83%
US$
Jut
a
Komitmen
Pencairan
Bagia
n 4.
Mem
buah
kan
Hasil
Nya
ta:
Hubu
ngan
ant
ara
Moda
litas P
enya
luran
Dan
a da
n Ki
nerja
65
pada gilirannya akan mengembangkan kemampuan mereka dalam mengerjakan proyek
yang sama di hari esok.
Ketika ditanya apakah keputusan untuk memakai tinjauan pascapelaksanaan adalah
keputusan yang baik, Pieter Smidt, Kepala ADB Extended Mission di Sumatera (EMS)
menjawab, “Tentu saja ada risiko bila Anda memakai tinjauan pascapelaksanaan. Ada
beberapa kasus Satker tidak mengikuti prosedur yang telah digariskan oleh pemerintah
sendiri dan karena itu ADB tidak dapat mendanai kontrak-kontrak tersebut. Kami terpaksa
mengumumkan bahwa ada tiga sampai empat juta dollar yang tidak dapat dibayarkan
sebagai dana ETESP dan jumlah ini bisa lebih besar karena kami belum selesai melakukan
tinjauan … tetapi (tinjauan pascapelaksanaan) adalah keputusan yang baik. Keputusan
yang baik.”21
Walaupun uang yang tak dicairkan karena tidak memenuhi syarat tersebut akhirnya
harus dibayar oleh pemerintah Indonesia, kami di pihak BRR menganggap hal itu sebagai
biaya yang pantas dalam berbisnis. Dilihat dari konteks yang lebih luas, manfaat yang
diperoleh karena pelaksanaan proyek yang cepat, jauh lebih besar dari biaya yang
dikeluarkan. Saat ini, banyak sudah yang menikmati hasil dari cepatnya pelaksanaan itu,
sedangkan momentum pemulihan tetap dipertahankan dengan laju yang tinggi.
Pertukaran Hutang Italia“Italia telah menyetujui sebuah kesepakatan yang dimulai pada 2005 dengan pemerintah Indonesia untuk
mendanai tujuh proyek di Aceh di bawah sebuah perjanjian penukaran hutang bilateral. Ketujuh proyek tersebut, dengan nilai lebih dari Rp 150 miliar (US$ 13,6 juta), mencakup konstruksi pembangunan sebuah pelabuhan perikanan, tiga sistem irigasi dan dua ruas jalan, dan sebuah insentif senilai Rp 49,96 miliar untuk suatu kontribusi pendukung rencana pengentasan kemiskinan milik pemerintah dengan nama Program Keluarga Harapan (PKH).
Di bawah persetujuan 2005 tersebut, Italia akan menghapuskan US$ 24,2 juta dan 5,7 juta euro (US$ 7,8 juta)hutang Indonesia dalam kurun waktu lima tahun untuk digunakan sebagai pendanaan proyek rekonstruksi negara di Aceh, yang kini masih mencoba bangkit dari bencana tsunami 2004. Sejauh ini Italia sudah menghapus US$ 5 juta dan 10,74 juta euro melalui pendanaan sepuluh proyek selama kurun waktu 2006-2008.
Sebuah skema penukaran hutang mengizinkan sebuah negara untuk menggeser alokasi anggaran belanja yang seharusnya digunakan untuk membayarhutang asing dan menggunakannya untuk membiayai aktivitas lainnya, dengan persetujuan sang pemberi pinjaman. Aktivitas tersebut dapat mencakup konstruksi prasarana, proyek kesehatan dan pendidikan, atau program pemberdayaan sosial.”
Sumber: The Jakarta Post, 10 Januari 2009
66
KEUA
NGAN
: Tuju
h Ku
nci
Peng
elolaa
n Da
na B
antu
an ya
ng E
fekt
if
Pendelegasian Wewenang (Desentralisasi) (ii)
Prinsip lain yang tampak dalam kiprah ADB adalah manfaat desentralisasi dan
kehadiran di lapangan. Inisiatif ADB untuk membuka kantor cabang EMS (extended
mission in Sumatera) sungguh membawa manfaat yang besar. Dengan wewenang untuk
mengambil keputusan, kantor cabang tanggap dan cepat menyesuaikan diri dengan
tuntutan-tuntutan di lapangan. Waktu untuk mempersiapkan proyek, menilai, dan
melaksanakannya dikurangi seminimum mungkin.
Tak dapat disangkal, kecepatan merupakan elemen terpenting dalam rekonstruksi
pascabencana. Korban bencana perlu kembali ke kehidupan normal secepat mungkin.
Lebih lama mereka menunggu, lebih mahal biaya sosial dan ekonominya. Waktu adalah
kemewahan dalam pascabencana. Oleh karena itu perencanaan terperinci sering
terpinggirkan. Niat kuat untuk tetap bekerja cepat harus dipertahankan.
Walaupun orang tahu bahwa kecepatan merupakan elemen penting dalam
penanganan pascabencana, pada praktiknya lebih sulit dilakukan daripada diucapkan.
Ketika waktu sudah berlalu dan berita tentang bencana mulai surut, serta kebutuhan
pokok telah sampai ke tangan korban, adalah manusiawi untuk bersikap “business as
usual”. Dorongan untuk bekerja dalam keterdesakan sedikit demi sedikit menghilang. ”
Dana Multi-DonorDana Multi-Donor untuk Aceh dan Nias (MDF) dibentuk oleh Bank Dunia dan beberapa badan donor lainnya
atas permintaan pemerintah Indonesia pada April 2005. MDF adalah sebuah trust fund yang diatur oleh Bank Dunia sebagai trustee dan terdiri atas dana terkumpul senilai US$ 691,92 juta yang disumbangkan oleh 15 donor: Komisi Eropa, Belanda, Inggris, Bank Dunia, Swedia, Denmark, Norwegia, Jerman, Kanada, Belgia, Finlandia, Bank Pembangunan Asia (ADB), Amerika Serikat, Selandia Baru, dan Irlandia.
Proposal proyek untuk MDF pada awalnya dikaji oleh BRR, tapi persetujuan harus diberikan oleh sebuah komite pengarah yang dipimpin bersama oleh pejabat dari BRR, Bank Dunia, dan Komisi Eropa sebagai donor terbesar. Karena itu, tidak seperti proyek yang didanai oleh ADB, proyek-proyek MDF tidak dapat dimulai sebelum mendapatkan persetujuan dari komite pengarah untuk koordinasi operasi sehari-hari, Komite pengarah didukung oleh sebuah sekretariat.
MDF memberikan sebuah cara yang mudah untuk mengumpulkan sumber-sumber donor dana bantuan dan membebaskan para donor dari kerepotan membuka berbagai rekening bank dan membentuk berbagai program. Ini secara signifikan mengurangi biaya transaksi penyerahan bantuan. Di antara keuntungan MDF adalah integrasi penuh dengan anggaran belanja pemerintah Indonesia, persiapan untuk laporan tepat dan sesuai waktu akan penyerapan riil yang diambil dari sistem akuntansi pemerintah, dan pengaturan fidusia yang baik untuk menjamin integritas penggunaan dana.
Bagia
n 4.
Mem
buah
kan
Hasil
Nya
ta:
Hubu
ngan
ant
ara
Moda
litas P
enya
luran
Dan
a da
n Ki
nerja
67
Rutinitas datang kembali dan aktivitas dilakukan normal
perti biasa.
Salah satu cara terbaik untuk mempertahankan tingkat
gensi yang tinggi adalah dengan melakukan desentralisasi.
merintah, donor, dan pelaku rekonstruksi yang lain
rus mendelegasikan wewenangnya ke tingkat paling
wah sejauh mereka mampu mengerjakannya. Walaupun
endelegasikan kewenangan risikonya jelas, manajemen
kal untuk rekonstruksi mempunyai banyak keunggulan.
sempatan berinteraksi dan berkolaborasi antara pelaku
konstruksi dan penduduk yang terkena bencana, besar
kali pada tingkat lokal. Dibekali dengan informasi langsung
ntang apa yang terjadi lapangan, masalah apa yang
rlu diselesaikan, aspirasi masyarakat dan kesempatan
emilah-milah di antara sekian banyak pilihan, manajemen
kal biasanya lebih cepat dan lebih jitu dalam mengambil
putusan dibandingkan dengan keputusan yang diambil dari
ak jauh. Kewenangan di tingkat lokal juga menghilangkan
strasi yang mungkin timbul akibat rantai pengambilan
putusan yang berlapis-lapis dari organisasi yang
sentralisasi dan kaku. Oleh karena itu, keputusan ADB untuk
endelegasikan wewenang pada kantor EMS sangat masuk
al.
Hal ini sangat kontras dengan struktur terpusat yang
pakai oleh banyak donor. Pengambilan keputusan diambil
Jakarta, jauh dari hiruk-pikuk di Aceh-Nias, sedangkan
kerjaan rekonstruksi pascabencana ini hanyalah satu dari
nyak “proyek pembangunan” dalam agenda mereka. Jauh
ri suasana darurat yang sehari-hari dijumpai di Aceh dan
as, kurangnya insentif untuk bekerja keras dan cepat seperti
dituntut oleh pekerjaan jenis rekonstruksi pascabencana,
pejabat-pejabat ini tidak memiliki perasaan mendesak seperti yang dirasakan oleh
mereka yang di lapangan. Proses pengambilan keputusan tetap saja melalui saringan
administrasi dan teknis yang ketat yang sering menghambat pelaksanaan. Akhirnya,
kantor mereka di Indonesia sering kurang memiliki wewenang atau kepercayaan diri
untuk mengambil keputusan, bahkan keputusan yang sebenarnya bisa diambil di
lapangan sekalipun, dan harus menunggu instruksi dari kantor pusat mereka. Sering
kali, proyek yang akan dikerjakan, dan juga waktu untuk menyusunnya menjadi sia-sia
apabila kantor pusat mereka tidak sependapat dengan pertimbangan-pertimbangan
yang disampaikan oleh kantor mereka di Indonesia, walaupun kantor pusat mereka
belum tentu tahu tentang apa yang terjadi di lapangan dan karena itu melihatnya dengan
Rut
sep
S
urg
Pem
har
baw
me
lok
Kes
rek
sek
ten
per
me
lok
kep
jara
frus
kep
ters
me
aka
H
dip
di J
pek
ban
dar
Nia
ditu
Bank Pembangunan AsiaBank Pembangunan Asia (Asian Development
Bank, ADB) adalah salah satu yang pertama memberikan respons atas tsunami yang terjadi dengan memberikan dana bantuan yang signifikan bagi program rehabilitasi dan rekonstruksi yang dibentuk pada 7 April 2005. ADB menyetujui sebuah paket pendukung bagi rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh dan Nias, yang mencakup Proyek Dukungan Keadaan Darurat Gempa Bumi dan Tsunami (Earthquake and Tsunami Emergency Support Project, ETESP) senilai US$ 290 juta, kontribusi pada MDF sebesar US$ 10 juta, dan dana bantuan Proyek Pelayanan Air Bersih dan Kesehatan Masyarakat (Community Water Services and Health Project, CWSHP) sebesar US$ 16,4 juta.
ETESP adalah proyek dana bantuan terbesar sepanjang sejarah ADB dan digunakan untuk memulihkan layanan publik kunci dan membangun kembali prasarana dan mendorong bangkitnya lagi aktivitas ekonomi swasta. Meskipun ETESP disetujui sebelum pembentukan resmi BRR, setelah didirikannya BRR, semua subproyek ETESP dirancang dan dilaksanakan dalam koordinasi dekat bersama BRR sebagai pemimpin rekonstruksi secara keseluruhan. ETESP didanai melalui Dana Tsunami Asia (Asian Tsunami Fund, ATF), sebuah trust fund yang dibentuk oleh ADB setelah tsunami untuk mengumpulkan kontribusi dari ADB dan donor-donor bilateral dan multilateral lainnya.
68
KEUA
NGAN
: Tuju
h Ku
nci
Peng
elolaa
n Da
na B
antu
an ya
ng E
fekt
if
perspektif yang berbeda. Keperluan untuk menyampaikan informasi dari kantor mereka
di Indonesia ke kantor pusat juga menambah keterlambatan.
Pemakaian Rekening “Imprest” (iii)
Untuk mempercepat pembayaran, ADB membuat rekening “imprest” di Bank Indonesia
khusus untuk proyek mereka dengan plafon US$ 29 juta yang dikelola dan dimonitor oleh
BRR, serta didukung oleh sebuah kantor manajemen proyek. Departemen-departemen
terkait diberi akses pada subrekeningnya supaya mereka dapat menggunakan dana
tersebut untuk pelaksanaan subproyek. Rekening ini diisi kembali sebagai kompensasi
bila ada dana yang telah dipakai oleh penerima manfaat. Untuk transaksi di bawah US$
100 ribu, cukup diserahkan pernyataan pembelanjaan, atau statement-of-expenditure,
selama kondisi-kondisi yang diperlukan untuk prosedur itu terpenuhi.
Struktur Baru Mendukung UrgensiSaat mengelola sebuah rekonstruksi pascabencana, penting bagi pemerintah dan juga donor untuk mengadopsi
struktur yang kondusif terhadap rasa urgensi yang tinggi ini. Sebuah struktur baru mungkin adalah jalan yang terbaik. Budaya organisasional pemerintah dan donor besar umumnya telah terbentuk untuk menghadapi tantangan pembangunan yang dapat ditebak dan umum dengan jangka waktu yang lebih panjang. Tingkat kecepatan pengambilan keputusan umumnya lambat dan tingkat energi jarang sekali tinggi. Struktur organisasional juga dirancang untuk memfokuskan perhatian ahli pada masalah-masalah teknis dan fungsional yang sempit, terkadang dengan mengorbankan tujuan yang lebih besar. Membangun rasa urgensi yang tinggi dalam organisasi sebesar ini dapat menjadi hal yang sangat sulit dilakukan (Kotter, 1996).
Pendirian BRR sebagai badan pemerintah ad hoc yang lepas mandiri dari badan kementerian mana pun menyediakan suatu stuktur otonomi persis yang diperlukan, tingkat energi dan rasa urgensi yang tinggi dapat dipertahankan hingga detik terakhir. Struktur organisasi datar dengan suasana kerja yang lebih informal yang diadopsi oleh BRR ini juga mendorong pertukaran informasi secara bebas. Para staf terhindar dari pengotak-ngotakan organisasional dan sebaliknya bekerja sama dalam masalah-masalah yang saling terkait untuk mencapai tujuan bersama.
Tingkat perputaran dan perpindahan karyawan yang tinggi dapat diperkirakan akan terjadi dalam lingkungan kerja yang penuh tekanan dan serba cepat ini. Dan memang, sebuah badan dengan masa hidup terbatas seperti BRR tidak dapat diharapkan untuk menghasilkan jalur karier yang stabil. BRR lebih mendekati sebuah organisasi sukarelawan dibanding sebuah badan pemerintah. Setiap individu harus menyadari saatnya untuk berhenti bila kontribusi mereka tidak lagi diperlukan atau stres berlebihan membuat mereka tidak lagi efektif bekerja.
Extended Mission in Sumatera, sebuah unit organisasi lincah yang terpisah dari struktur organisasi utama ADB adalah contoh baik sebuah organisasi ad hoc yang efektif di pihak donor. Dengan kapasitas dan otoritas yang mencukupi, badan ini dapat cepat merespons dan mengambil keputusan tegas akan berbagai permasalahan perencanaan dan pelaksanaan subproyek ETESP tanpa terkendala struktur yang membatasi dalam organisasi bank tersebut.
Bagia
n 4.
Mem
buah
kan
Hasil
Nya
ta:
Hubu
ngan
ant
ara
Moda
litas P
enya
luran
Dan
a da
n Ki
nerja
69
Mekanisme ini sangat membantu mempercepat
pencairan dana bantuan ADB (ADB 2006). Karena
ebagian besar transaksi dilakukan dengan rekening
imprest”, pembayaran langsung hanya perlu diatur untuk
pembayaran kontrak yang benar-benar besar jumlahnya.
Efektivitas Pelaku yang Memakai Modalitas On-budget/Off Treasury
Kebaikan modalitas on-budget/off-treasury adalah bahway
donor mempunyai kemampuan sendiri untuk melaksanakan
pekerjaan. Ini meringankan beban dalam pelaksanaan dari
pemerintah mitra, yang sumber dayanya pada umumnya
erbatas serta tersebar di sektor-sektor dan daerah-daerah
yang tertimpa bencana. Kekurangan modalitas ini adalah
pemerintah mitra tidak bisa berbuat banyak dalam soal
alokasi dana atau pekerjaan proyek. Lembaga-lembaga
donor biasanya datang dengan pemahaman sendiri tentang
enis proyek yang akan didanainya dan bagaimana proyek
ni harus dikerjakan.
Menonjolnya nama donor merupakan sebab utama
mengapa modalitas ini disenangi oleh donor tertentu
dibanding pengaturan secara multilateral. Dengan sistem
bilateral dan off-treasury, hasil bantuan lebih tampak,yy
dapat dihitung dan langsung diketahui siapa donornya. Ini
bisa berguna untuk laporan ke pembayar pajak di negara
asal mereka dan kepada pers. Sementara itu, dengan
memasukkan penyaluran bantuan dalam laporan anggaran
pemerintah, mereka menyelaraskan proyek-proyek mereka
dengan tujuan pemerintah mitra.
Sebab lain mengapa donor bilateral besar lebih
menyenangi modalitas ini dibanding dengan
mengumpulkan dana mereka ke dalam suatu dana
perwalian seperti MDF adalah karena penggabungan dana
eperti itu hampir tidak ada faedahnya bagi pendonor
aksasa. Menggabungkan dana kedalam satu wadah
mengurangi biaya transaksi dalam bentuk informasi,
koordinasi, administrasi, dan berbagai biaya akses melalui
usaha bersama dan pembagian beban secara merata di
antara para pemberi donor. Dengan menggabungkan
umber daya yang ada, para donor bisa menghasilkan
p
s
“i
p
EM
d
p
p
te
y
p
a
d
je
in
m
d
b
d
b
a
m
p
d
m
m
p
s
ra
m
k
u
a
s
Mengurangi Biaya Transaksi Melalui Kerja Sama
Biaya transaksi bukanlah satu-satunya faktor yang dipertimbangkan dalam memutuskan apakah berdiri sendiri atau bergabung dengan sebuah trust fund, juga bukan faktor yang mungkin paling penting. Namun begitu, ada gunanya mengamati sebuah diskusi teori singkat.
Tapscott dan Williams (2006) mengajukan sebuah cara baru untuk menginterpretasikan teorema Coase terkenal yang pertama diajukan oleh pemenang Nobel Ronald Coase: “Haruslah ada sebuah keseimbangan antara biaya-biaya transaksi yang harus dibayar sebuah perusahaan dan kesempatan untuk melakukan semuanya secara mandiri.” Hanya jika biaya melakukan hal-hal secara mandiri lebih tinggi dari melaksanakannya dalam kemitraan dengan yang lainnya, akan lebih baik perusahaan tersebut untuk bekerja sama.
Diaplikasikan pada mekanisme penyaluran dana dalam konteks rekonstruksi pascabencana, kami menyimpulkan aksioma berikut ini: “Selama biaya transaksi dalam menjalankan hal secara mandiri melebihi biaya melakukannya secara kerja sama dalam dana yang dikumpulkan, posisi donor akan lebih baik dengan bergabung.”
Aksioma ini terbukti dalam realita. Pemerintah dan para donor mendapatkan manfaat atas berkurangnya biaya transaksi saat sumber-sumber bantuan pemerintah digabungkan, seperti di bawah BRR, atau seperti yang terjadi pada “one-stop-shop” terintegrasi Tim Terpadu. Dalam kontras, seperti kasus beberapa donor nontradisional di Aceh-seperti Kuwait dan Arab Saudi yang memutuskan untuk tidak menyalurkan dana mereka melalui jalur multilateral atau skema pemberian bantuan multidonor-biaya transaksi yang dihasilkan baik oleh para donor maupun BRR (dengan menghabiskan waktu pengelolaan yang sempit pada kunjungan bilateral, dll) sangat tinggi relatif terhadap kontribusi yang mereka berikan.
70
KEUA
NGAN
: Tuju
h Ku
nci
Peng
elolaa
n Da
na B
antu
an ya
ng E
fekt
if
dampak lebih besar yang tidak mungkin dilakukan oleh para pendonor kecil bila
kontribusinya lebih tersebar. Tapi manfaat ini tidak menarik bagi pendonor besar yang
mampu menyiapkan, mengevaluasi, menyetujui, dan mengerjakan proyeknya sendiri
dalam skala yang amat besar. Bagi pendonor jenis ini, bergabung ke dalam dana
perwalian tidak mengurangi ongkos transaksi tetapi bahkan dapat menambahnya karena
adanya usaha tambahan yang terkait dengan kolaborasi.
Kinerja
Pemerintah Jerman dan Jepang adalah dua di antara pendonor lain yang memilih
modalitas ini.
Pemerintah Jerman(i)
Biasanya, bantuan bilateral dari Jerman dilaksanakan melalui proyek dan program
bantuan. Untuk rekonstruksi Aceh dan Nias, Jerman memberi bantuan khusus sebesar
€ 170 juta, dari jumlah tersebut € 35 juta diberikan melalui German Agency for
Technical Cooperation (GTZ) dan € 135 juta sisanya diberikan melalui German Bank for
Reconstruction and Development (KfW).
Proyek-proyek yang dilaksanakan termasuk rekonstruksi dan perbaikan pelayanan
kesehatan di Aceh, rehabilitasi dan rekonstruksi sekolah kejuruan, sekolah menengah
Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK) dibangun KfW di Banda
Aceh, 22 Agustus 2008.
Foto: BRR/Arif Ariadi
Bagia
n 4.
Mem
buah
kan
Hasil
Nya
ta:
Hubu
ngan
ant
ara
Moda
litas P
enya
luran
Dan
a da
n Ki
nerja
71
ke atas, perumahan dan tempat permukiman,
odernisasi sekolah kejuruan, dukungan
tuk pemerintah lokal, dan rekonstruksi dan
ngembangan sistem mikrofinansial.
Pemerintah Jepang(ii)
Bantuan bilateral Jepang ke program pemulihan
eh-Nias sejumlah ¥ 14,6 miliar, yang dialokasikan
15 proyek yang diatur oleh Japanese International
operation System (JICS) sebagai badan pelaksana ((
ri Japanese International Cooperation Agency
CA).
Proyek yang dilaksanakan termasuk bantuan
tuk pusat-pusat pelatihan kejuruan, sekolah dan
iversitas, rehabilitasi kegiatan penangkapan ikan,
konstruksi rumah yatim piatu, jalan, pasar, klinik
sehatan, obat-obatan, serta pemulihan pengadaan
bersih dan sistem sanitasi.
Secara umum, proyek-proyek bantuan bilateral
ri Jerman dan Jepang berjalan baik, mendekati
nyelesaian pada akhir 2008. Tentu saja ada
berapa hambatan seperti bisa diprediksi
tuk bantuan sebesar itu. Kesalahpahaman
ntang peranan BRR pada bulan-bulan pertama
engganggu koordinasi; ketidakpastian mengenai
osedur pembebasan bea masuk menunda
ngeluaran peralatan sekolah dari Jerman senilai
32 juta,22 sedangkan masalah pembebasan tanah
engancam dibatalkannya proyek rehabilitasi pasar
empat yang dibiayai oleh Jepang.23 Namun,
lepas dari kesulitan-kesulitan kecil tersebut,
aksanaan pada umumnya berjalan lancar.
Efektivitas Pelaku yang Memakai Modalitas Off-Budget/Off- Treasury
Menjamurnya Lembaga-lembaga Bantuan
Keuntungan memakai modalitas off-budget ialah pelaksanaannya yang cepat, sebabt
badan bantuan tidak harusmengikuti siklus anggaran nasional yang lama dan ketat.
Namun, karena secara hukum lembaga-lembaga bantuan tidak bertanggung jawab
kepada pemerintah Indonesia, sulit untuk memonitor dan mengevaluasi sumbangan-
ke a
mo
unt
pen
(ii)
B
Ace
ke
Coo
dar
(JIC((
P
unt
uni
rek
kes
air
S
dar
pen
beb
unt
ten
me
pro
pen
Rp
me
set
terl
pel
Efe
Menghilangkan Kebingungan Para Donor
Kepala BRR, Kuntoro Mangkusubroto, mengatakan dalam sebuah wawancara bahwa para donor sebelumnya sering bingung harus berbicara dengan siapa jika ingin terlibat dalam rekonstruksi pascatsunami. "Sepertinya ada kebingungan di antara pihak-pihak yang ingin turut terlibat dalam usaha rekonstruksi mengenai badan pemerintah mana yang harus mereka hubungi."
"Selalu ada pertanyaan tentang bagaimana caranya turut mengambil bagian dalam proses rekonstruksi. Contohnya, pertanyaan yang kami terima dari pemerintah Jerman. Mereka bingung karena mereka terbiasa menghubungi kementerian di Jakarta sebelum datang ke Banda Aceh."
Sebagai tanggapan, Mangkusubroto mengatakan bahwa ia meminta pemerintah Jerman untuk datang langsung kepadanya atau badan yang dipimpinnya, BRR. "Jika menyangkut koordinasi, kewenangan atas semua aktivitas rekonstruksi di Aceh dan Nias, saya selalu mendorong badan-badan internasional atau LSM untuk pergi langsung ke Banda Aceh. Tidak perlu lagi ke Jakarta."
Menurut Mangkusubroto, satu-satunya badan yang kelihatannya masih bingung adalah JICA dari Jepang. "Kelihatannya mereka tidak mendapat informasi yang cukup menyangkut BRR. Saya harap bahwa begitu mereka mengerti bahwa BRR adalah satu-satunya badan yang telah diberikan kewenangan oleh pemerintah atas pembangunan kembali Aceh dan Nias, mereka akan datang kepada kami untuk mendiskusikan program mereka di Aceh dan Nias."
Sumber: The Jakarta Post, 11 Juni 2005
72
KEUA
NGAN
: Tuju
h Ku
nci
Peng
elolaa
n Da
na B
antu
an ya
ng E
fekt
if
sumbangan mereka. Dalam kasus Aceh dan Nias, lebih sulit lagi karena ada 992 LSM,
badan-badan PBB dan donor bilateral yang memakai off-budget, umumnya mempunyait
sumber dana sendiri. Karenanya mereka tidak terdorong untuk berkerja sama sehingga
kemungkinan besar sumber daya akan berlebih dan mubazir serta kegiatan akan
tumpang-tindih.
Untungnya, meskipun banyak sekali pelaku yang terlibat, sebagian besar dana bantuan
terkonsentrasi hanya pada beberapa LSM dan donor besar, sehingga koordinasi lebih
mudah daripada yang dibayangkan. Ada 15 pelaku utama mencakup 80 persen dari
seluruh dana rekonstruksi. Penyumbang off-budget terbesar termasuk USAID, badan-t
badan PBB, dan Palang Merah Internasional.
Badan-badan Koordinasi
Seperti dikatakan pada bagian sebelumnya, dalam mengoordinasi kegiatan off-budget,t
BRR memakai dua jenis rapat untuk keharmonisan kegiatan dan menyelaraskan proyek
untuk kepentingan rakyat Aceh dan Nias:
Forum Koordinasi untuk Aceh dan Nias (CFAN)(a)
CFAN adalah forum koodinasi tingkat tinggi untuk berkoordinasi, dengan menyertakan
semua mitra pemulihan, baik pemerintah maupun LSM, untuk membicarakan kemajuan
Menteri Keuangan Sri Mulyani
berbicara di depan para peserta
CFAN 3. Jakarta, 24 April 2007.
Foto: BRR/Arif Ariadi
Bagia
n 4.
Mem
buah
kan
Hasil
Nya
ta:
Hubu
ngan
ant
ara
Moda
litas P
enya
luran
Dan
a da
n Ki
nerja
73
kolektif dan tantangan-tantangan serta untuk menyediakan wadah yang kritis untuk
berbagi informasi dan menciptakan strategi untuk terus maju.
Lokakarya Persetujuan Catatan Konsep Proyek (PCN (b) Workshop).
Untuk koordinasi kegiatan LSM yang lebih baik, BRR mengharuskan pembuatan catatan
konsep proyek (PCN) oleh pengusul proyek. Proyek-proyek LSM tidak bisa bekerja tanpa
terlebih dulu mendapat persetujuan BRR. Lokakarya Persetujuan PCN adalah rapat tingkat
operasional yang diadakan untuk membicarakan dan menetapkan kelayakan proyek
yang diusulkan. Kriteria yang dipakai untuk mengevaluasi proyek termasuk penyelerasan
dengan masterplan dan pandangan sektoral, keikutsertaan masyarakat setempat dan
kelangsungan proyek.
Pada tahap awal pemulihan, lokakarya diadakan seminggu sekali, kemudian setiap
tiga minggu. Akhirnya, ketika jumlah proyek menurun selewat pertengahan 2008, rapat
diadakan sekali sebulan. Rata-rata 40 sampai 50 proyek dapat ditinjau pada setiap
lokakarya. Sebanyak 44 lokakarya yang diadakan BRR, sekitar 1.700 proyek yang ditinjau,
1.540 di antaranya disetujui.
Kinerja
Kinerja proyek yang menyalurkan dana dengan cara off-budget cukup berhasil. Darit
komitmen sebanyak Rp 3,38 triliun, Rp 2,67 triliun (79 persen) sudah dicairkan pada akhir
2008. Sebagian besar dari proyek yang belum selesai sudah berada pada tahap akhir,
dengan 106 (56 persen) dari 190 proyek akan selesai pada 2009.
Pertemuan CFAN Pertemuan CFAN terpusat kepada pencarian solusi masalah-masalah besar yang dihadapi selama masa kerja.
CFAN 1 (Oktober 2005). Membahas kendala serta tantangan. Pendirian Tim Terpadu, sebuah tim antarbadan yang menyatukan berbagai jasa pemerintah dalam satu tempat, merupakan buah hasil yang penting dari pertemuan pertama ini.
CFAN 2 (Mei 2006). Berfokuskan kepada lokalisasi dan pendirian Sekretaris Bersama.
CFAN 3 (April 2007). Diselenggarakan saat pertengahan mandat BRR, pertemuan ini berfokuskan kepada isu tematik dan persiapan laporan tengah masa yang terkonsolidasi.
CFAN 4 (Februari 2009). Pertemuan terakhir, CFAN perayaan yang meliputi pengakuan hasil prestasi, konsolidasi atas pelajaran yang didapatkan, dan masukan bagi kelanjutan koordinasi pasca-BRR.
74
KEUA
NGAN
: Tuju
h Ku
nci
Peng
elolaa
n Da
na B
antu
an ya
ng E
fekt
if
KesimpulanSeperti pepatah Sichuan yang dipopulerkan oleh Deng Xiaoping, “Tidak soal apakah
kucingnya putih atau hitam. Selama dia dapat menangkap tikus, dia adalah kucing yang
baik.” Para donor boleh memilih mekanisme penyaluran dana yang berbeda-beda, tetapi
pada akhirnya mereka bertanggung jawab akan hasilnya. Alasan utama dalam memilih
satu di antara modalitas yang lain adalah efektivitas kinerjanya. Apa pun modalitas yang
dipilih, yang penting buat penyumbang dan penerimanya adalah hasil akhir.
Bagia
n 4.
Mem
buah
kan
Hasil
Nya
ta:
Hubu
ngan
ant
ara
Moda
litas P
enya
luran
Dan
a da
n Ki
nerja
75
Meraih dan Mempertahankan Akuntabilitas
Usaha mikro, kecil, dan
menengah (UMKM) di Aceh
kembali menggeliat dalam
waktu yang sangat singkat.
Tidak hanya mendapatkan
bantuan dana pendampingan,
UMKM tersebut juga
mendapatkan bantuan pelatihan
atau konsultasi pengelolaan
bisnis yang baik.
Foto: BRR/Arif Ariadi
Membangun KepercayaanAWALNYA, BRR harus berjuang untuk membentuk kredibilitas dan kepercayaan.
Ketika proses rekonstruksi dan rehabilitasi bergerak maju dan lebih banyak tanggung
jawab datang menghampiri, akuntabilitas muncul sebagai faktor yang kian penting dalam
mempertahankan kredibilitas dan kepercayaan.
Tak seperti sebagian besar badan-badan pemerintah, BRR adalah badan yang dibuat
untuk bertindak cepat dalam kondisi darurat. Faktor penting bagi efektivitas BRR adalah
adanya kapasitas badan ini untuk mampu bersikap responsif, fleksibel, dan berorientasi
pada solusi.
Bab sebelumnya menyorot sejumlah terobosan yang memungkinkan BRR untuk
melakukan pekerjaan mereka dengan lancar. Kebijakan-kebijakan serta prosedur-
prosedur terobosan ini amat bermakna sepanjang ada akuntabilitas dari lembaga
ini untuk mematuhi peraturan-peraturan terkait yang memperbolehkan terobosan
tersebut. Akuntabilitas menjadi lebih efektif ketika organisasi memiliki tanggung jawab
terhadap operasional dan efektivitas program-program dan lembaga-lembaga di bawah
pengawasannya. Memperlihatkan akuntabilitas mensyaratkan pengumpulan informasi
mengenai pencapaian yang akurat dan dilaporkan secara terbuka.
Bagia
n 5.
Mer
aih d
an M
empe
rtaha
nkan
Aku
ntab
ilitas
77
Mandat yang diberikan kepada badan ini menguraikan bahwa BRR memiliki
akuntabilitas secara hukum untuk pelaporan finansial bagi penggunaan dana APBN
yang digunakan. Lembaga ini juga bertanggung jawab atas pencatatan dan koordinasi
atas hasil-hasil rekonstruksi yang diterapkan oleh organisasi lainnya baik internasional
maupun nasional. Kerangka kerja akuntabilitas BRR memerlukan rancangan khusus
guna mewujudkan kebutuhan para mitra yang beragam di dalam struktur peraturan
pembiayaan publik pemerintah RI kepada siapa BRR harus bertanggung jawab. BRR
harus menciptakan kerangka kerja yang mengandung modalitas yang layak dan pilihan
penyaluran dana untuk mempercepat pemberian asupan dan pemberian bantuan bagi
pihak-pihak penerima manfaat yang harus segera ditolong.
Sebagai tambahan, mandat sistem akuntabilitas yang diemban BRR menempatkannya
di jajaran lembaga kementerian, BRR juga ditempatkan serta melaksanakan sistem
akuntabilitas nonmandat yang dikembangkan dari sistem mandat. Sistem-sistem
akuntabilitas nonmandat memiliki bonus tambahan dalam memfasilitasi koordinasi kerja
BRR.
Setiap sistem akuntabilitas memiliki alat dan metode untuk penggunaannya. Bab ini
mendiskusikan sistem pelaporan dan alat yang digunakan BRR untuk memungkinkan
penggunaan akuntansi, hasil-hasil program rekonstruksi, dan pencapaian-pencapaian
yang jelas dan akurat.
Sebuah Catatan mengenai Kepatuhan dan Efektivitas
Pandangan atas kepatuhan terhadap akuntabilitas berakar dari sejarah, teori, serta
praktik dari pemerintah RI. Pandangan mengenai akuntabilitas beranggapan bahwa
operasi yang benar adalah setiap langkah terdokumentasikan dengan baik dan dilakukan
menurut peraturan yang ada untuk memastikan dana digunakan secara benar dan untuk
menyediakan catatan yang lengkap dan akurat mengenai apa yang sudah dicapai.
Akuntabilitas finansial adalah bentuk kepatuhan terhadap akuntabilitas, karena
hal ini berkaitan dengan cara pemerintah menggunakan serta memperlakukan dana
mereka. Apakah dana sudah disalurkan secara jujur? Sudahkah pemerintah bertindak
sesuai dengan harapan? Sudahkah pemerintah memenuhi harapan dengan mematuhi
peraturan? Akuntabilitas finansial bisa diukur melalui kepatuhan terhadap peraturan-
peraturan.
Amatlah penting untuk dipahami, hingga hari ini, belum ada kerangka kerja yang
mengatur manajemen bencana nasional yang bisa akuntabel. BRR karenanya dimintai
akuntabilitasnya terhadap peraturan-peraturan yang diciptakan di bawah kondisi normal,
kebalikan terhadap mandat yang diberikan pada mereka untuk bisa bereaksi secara cepat
dan fleksibel. Sebagai organisasi baru, BRR tidak memiliki prosedur sebelumnya yang
78
KEUA
NGAN
: Tuju
h Ku
nci
Peng
elolaa
n Da
na B
antu
an ya
ng E
fekt
if
Kerangka Kerja Hukum
Tipe Laporan Mekanisme Dana IndikatorSumber
InformasiDiberikan
kepada
Presiden PenggantiUU (Perppu)No.2/2005
Finansial
Laporan Anggaran (terdiri atas):1.LRA2. Neraca3. Catatanatas LaporanKeuangan
On-budget/on- treasury &on-budget/off- reasury
• Tingkat Penyaluran • Status Finansial
Laporan Satkerdan KPPN
• Presiden melalui Depkeu•Kewajiban auditoleh BPK
Kinerja
Laporan Kinerja
Semua mekanismedana (On-budget/on-treasury;on -budget/off-treasury,& off-budget/off-treasury Outputs
(Indikator Kinerja)
Laporan SatkerKPPN dan RAN Database
Presiden melalui Depkeu
LAKIPOn-budget/off- treasury Satker dan KPPN MenPAN
Tabel 5.1 Sistem Tanggung Jawab Mandat
sudah siap untuk dijalankan; prosedur-prosedur ini dibuat sepanjang bulan-bulan awal
operasi, di masa BRR berupaya mengarahkan tanggapan guna memenuhi kebutuhan
masyarakat yang terkadang sejumlah peraturan yang diciptakan untuk situasi normal
dapat mengganjal. Dalam kondisi seperti ini, kepatuhan terhadap kerangka kerja hukum
ternyata justru berfungsi untuk membatasi efektivitas organisasi dan waktu untuk
merespons dengan cepat.
Akuntabilitas kinerja berkaitan dengan output, hasil kerja, dan outcome, hasil akhir,
yang diproduksi dari masukan. Apakah organisasi telah mencapai hasil yang diinginkan?
Apakah organisasi telah mampu mencapai target pencapaian yang jelas? Untuk
menciptakan akuntabilitas atas hasil kerja, kita harus membingkai harapan kita dalam arti
hasil-bukan peraturan, regulasi, atau proses. Dalam pengertian ini, akuntabilitas kinerja
bukanlah akuntabilitas dalam bentuk kepatuhan (Behn, 2001). Model yang lebih sesuai
dalam konteks rekonstruksi adalah akuntabilitas yang efektif. Efektivitas adalah alat ukur
terhadap tujuan pencapaian. Program yang efektif mencapai tujuan-tujuan yang telah
ditetapkan jauh sebelumnya (Wolf and Hassel, 2001). Rencana Induk dan revisinya jelas
merinci harapan-harapan dari rekonstruksi, karenanya tanggung jawab pencapaian bisa
diukur dengan membandingkan hasil keluaran dibandingkan rincian harapan-harapan.
Cara ini adalah kebalikan dari mengukur proses yang digunakan untuk menciptakan hasil.
Bagia
n 5.
Mer
aih d
an M
empe
rtaha
nkan
Aku
ntab
ilitas
79
Akuntabilitas MandatSistem-sistem akuntabilitas adalah cara untuk membuat lembaga-lembaga pemerintah
akuntabel terhadap pencapaian mereka atau melesetnya target pencapaian mereka, dan
untuk penggunaan atau penyalahgunaan dana. Sistem ini membatasi jangkauan BRR
bisa menyimpang dari tanggung jawab mereka sebagaimana yang sudah ditetapkan
oleh Peraturan Presiden Pengganti Undang-Undang No. 2/2005. Dengan beragam
jenis modalitas dan jalur penyaluran dana yang tersedia bagi donor, BRR akuntabel
atas penggunaan dana on-budget APBt N juga terhadap kontribusi dana bilateral
dan multilateral, dan atas pencatatan hasil dana off-budget yang dikelola oleht LSM.
Akuntabilitas mandat BRR terdiri atas dua komponen: finansial dan kinerja.
Akuntabilitas Finansial
Lingkup mandat BRR termasuk manajemen atas mekanisme dana bukan saja kegiatan
rekonstruksi terpusat yang didanai pemerintah RI, melainkan juga dana yang dicairkan
dan diterapkan oleh LSM internasional, dalam negeri, dan donor. BRR bertanggung jawab
secara hukum atas pelaporan finansial dari penggunaan dana on-budget. Bagi proyek-
proyek off-budget, BRR mengandalkan pada mekanisme para mitra untuk melaporkant
keberhasilan finansial mereka.
Bagian ini mengulas laporan pembiayaan proyek-proyek on-budget yang berada dit
bawah tanggung jawab mandat BRR.
Peran Satker di dalam Proses Pertanggungjawaban (a)
BRR melaporkan ribuan proyek yang diterapkan dengan menggunakan dana
pemerintah Indonesia dengan cara menelusuri pencairan dana proyek. Hal ini dilakukan
melalui satuan kerja atau Satker. Satker bertanggung jawab dalam menerapkan dan
melaksanakan proyek-proyek BRR di tingkat kabupaten dan berada di garis depan dalam
melihat pencairan dana.
Sepanjang masa kerja BRR ada lebih dari 900 Satker di seluruh NAD dan Nias. BRR
membuat sistem dan prosedur pelaporan finansial yang ketat bagi pelaksanaan proyek.
Satker di lokasi melaporkan langsung kepada Deputi Keuangan dan Perencanaan. Semua
Satker harus dimintai akuntabilitasnya atas pekerjaan mereka. Sistem akuntabilitas
langsung ini memungkinkan BRR untuk mengawasi penggunaan dana tanpa melewati
administrasi yang berlapis-lapis. Hal ini menciptakan sistem akuntabilitas yang jauh lebih
sederhana.
BRR memonitor sistem ini untuk memastikan agar lembaga itu melaksanakan tugas
sesuai dengan mandat yang diberikan. Setiap Satker melapor secara berkala setiap bulan
kepada Direktorat Akuntansi di bawah Deputi Keuangan dan Perencanaan yang secara
bergiliran memeriksa pengeluaran lalu mengonsolidasikan laporan kepada semua Satker.
BRR melengkapi laporan finansial bulanan yang sudah dikonsolidasikan. Rekonsiliasi
dilakukan dengan Kantor Pelayanan dan Perbendaharaan Negara-Khusus (KPPN-K) untuk
80
KEUA
NGAN
: Tuju
h Ku
nci
Peng
elolaa
n Da
na B
antu
an ya
ng E
fekt
if
Gambar 5.2 Jalur Pelaporan Finansial Organisasi BRR
Gambar 5.1 Struktur Finansial Satker
memungkinkan penghitungan waktu dan perbedaan pencatatan. Laporan disesuaikan
menurut peraturan dan diberikan kepada seluruh partisipan; untuk memastikan
integritas. Setelah laporan diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), laporan-laporan
ini lalu dibuka untuk memperoleh masukan publik.
KETUA SATKER
PPK PEJABAT SPM BENDAHARA
BBerwenang g unttukk
MMen dandatanga ini
konkonkontratratrak ak ak atastastas nana namamama
pempemerierintantahh
MemMemMemberberberikaikaikan on on otortortorisaisaisasisisi
penpenpengelgelgeluaruaruarananan
angangggargarg anan
pempemerierintantahh
BBerwenang g unttukk
MMemproses se itiap
pempempembaybaybayaraaraarannn
ataatas os otortorisaisasisi
PPKPPKPPK dada dan sn sn sesuesuesuaiaiai
aloaloalokaskaskasi ai ai anggnggnggaraaraarannn
pempemp erierintantahh
BeBerwrwenenanangg g ununtutukk
MMemiliilikiki kkewenangan
untuntuntukuk uk menmenmengelgelgelolaolaola
dandana oa operperasiasionaonal dl dariari
SatSatkerker
RegionalI
RegionalII
RegionalIII
RegionalIV
RegionalV
RegionalVI
Kepala Bapel BRR
Deputi Keuangan Deputi Operasi
Deputi Sektoral
Deputi Sektoral
Deputi Sektoral
Deputi Sektoral
Deputi Sektoral
Deputi Sektoral
Deputi Sektoral
SATKER SATKER SATKER SATKER
Bagia
n 5.
Mer
aih d
an M
empe
rtaha
nkan
Aku
ntab
ilitas
81
Menurut peraturan finansial publik, Satker harus mematuhi
peraturan Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Proses
nternal, struktur, dan akuntabilitas sebuah Satker diatur
oleh Peraturan Menteri No.66/2005. Meskipun begitu, dalam
konteks penerapan BRR, terdapat sejumlah perbedaan bila
dibandingkan dengan Satker-Satker biasa.
Menurut perubahan yang signifikan tentang peraturan
pengadaan barang dan jasa publik Indonesia, Satker-Satker
BRR diizinkan untuk menunjuk petugas nonsipil untuk menjadi
komite penawaran.24 Tanggung jawab fidusia terletak pada
kepala Satker yang akan melapor secara bergilir kepada
Direktur Keuangan BRR. Pengadaan dilakukan oleh komite
penawaran independen yang ditunjuk oleh Satker. Komite
penawaran ditugaskan untuk mengadakan penyediaan
makanan dan jasa sesuai dengan hukum pemerintah RI
mengenai pengadaan.25 Kotak Akuntansi untuk Pembayaran
Tender menjelaskan sistem akuntabilitas untuk pembayaran
penawaran.
Perbedaan lain adalah, pelaku atau pekerja rekonstruksi
Satker-Satker harus dikontrak hanya selama satu tahun,
dan para pekerja itu sering berasal dari beragam lembaga
pemerintah dan departemen. Tiap kepala Satker dikontrak
untuk menghasilkan hasil kerja yang spesifik dalam satu masa
periode fiskal. Kontrak harus diperbarui atau diselesaikan
di akhir setiap periode fiskal, sementara imbalan diberikan
berdasarkan pencapaian target. Menjelang selesainya proyek, Satker menyerahterimakan
seluruh hasil kerja proyek, dokumen, operasional (contoh: furnitur, peralatan, kendaraan)
dan aset tetap (contoh: jalanan, jembatan, pusat kesehatan) yang dibangun sebagai
bagian proyek BRR, lalu, seluruh karyawan harus disudahi masa kerjanya.
Konsekuensi yang kurang menguntungkan dari kontrak-kontrak jangka pendek
tahunan ini adalah dampak dari memori kelembagaan setiap Satker. Berasal dari beragam
badan pemerintah, karyawan baru Satker belum terbiasa untuk segera bertindak dalam
mengerjakan kebutuhan rekonstruksi dan rehabilitasi. Ketika personel Satker mulai
membina mental siap bertindak, masa periode kontrak yang terbatas mengakhiri
keterlibatan mereka dalam proses rekonstruksi, mengganggu akumulasi dan akulturasi
pengetahuan.
Laporan Finansial (b)
Pencatatan yang lengkap dan akurat seluruh transaksi finansial diperlukan untuk
memperlihatkan bagaimana uang yang berasal dari pembayar pajak digunakan.
p
in
o
k
d
p
B
k
k
D
p
p
m
m
T
p
S
d
p
u
p
d
Akuntansi untuk Pembayaran Tender
Satker, menggunakan technical assistance di mana perlu, mengulas keputusan panitia lelang dan menandatangani kontrak dengan pemenang lelang. BRR membangun dan menerapkan proses verifikasi pembayaran:
Pembayaran pertama biasanya dilakukan pada saat penandatanganan kontrak dan dikeluarkannya surat perintah kerja (SPK). Di Aceh kontrak ini diulas oleh KPPN–K.
Pembayaran wajib ditinjau oleh Satker untuk melihat kemajuan fisik tentang hasil kerja kontraktor, kemudian surat verifikasi dikeluarkan setelah membuktikan kemajuan hasil kerja, yang lalu menjadi dasar bagi kontraktor untuk mengeluarkan faktur (invoice).
KPPN-K saat menerima faktur merujuk kepada database kontraktor, mengulas otorisasi dan verifikasi serta memeriksa apakah masih ada dana yang tersedia guna mengakomodasi pembayaran.
82
KEUA
NGAN
: Tuju
h Ku
nci
Peng
elolaa
n Da
na B
antu
an ya
ng E
fekt
if
Definisi tentang transaksi finansial termasuk aliran dana dari APBN, pembelanjaan,
dan juga uang yang dihutang atau dipinjamkan. Berdasarkan periode, transaksi finansial
seharusnya sesuai dengan jumlah anggaran, kecuali bila ada perubahan yang disetujui
sebelumnya.
Saat didirikannya, BRR diberikan mandat dengan Perppu No.2/2005 untuk memberikan
laporan keuangan kementerian/lembaga, sama dengan jajaran kementerian lain.
Laporan pertanggungjawaban finansial mengikuti sistem akuntansi nasional bagi seluruh
pengeluaran dalam APBN, sesuai standar akuntansi pemerintahan (SAP) pemerintah
RI. SAP terdiri atas standar akuntansi yang ada dan dimodifikasi pada 2005 agar bisa
lebih diterima secara meluas. BRR harus menyerahkan laporan finansial pertengahan
tahun, tahunan, dan final kepada Kementerian Keuangan. Kementerian Keuangan
mengonsolidasikan seluruh laporan keuangan kementerian dan provinsi secara bergilir
untuk menciptakan laporan pertanggungjawaban finansial nasional.
Laporan finansial BRR terdiri atas sejumlah komponen. Yang pertama adalah laporanYY
realisasi anggaran (LRA). LRA merinci pencairan dana yang dibuat dibandingkan
dengan komitmen anggaran yang sudah dinyatakan. Laporan ini penting dalam melihat
kapasitas penggunaan yang mencakup dan saling berkaitan dari sebuah organisasi
sepanjang periode waktu kerjanya. Kedua adalah neraca, yang merupakan cuplikan dari
status finansial berdasarkan waktu tertentu. Komponen terakhir adalah catatan atas
laporan keuangan (CALK). Dua komponen pertama memberikan gambaran mengenai
progres gambaran angka, sedangkan CALK memberikan naratif pada angka untuk
membantu menjelaskan
dan mengklarifikasi status
finansial.
Target-target Finansial (c)
Di awal BRR, dana
dialokasikan kepada
kelompok-kelompok
sektoral oleh DPR-RI dimulai
pada akhir 2005, dengan
berkonsultasi dengan BRR,
Bappenas, dan pemerintah
setempat. Perkiraan
rekonstruksi dan rehabilitasi
kerusakan digunakan sebagai
dasar untuk melakukan
alokasi-alokasi. Setelah
ulasan tengah tahun pada
Juni 2007 dan analisis lebih
jauh terhadap permintaan,
Tabel 5.2. Alokasi Rehabilitasi dan Rekonstruksi per Sektor (Jutaan Rp)
SektorRencana Induk *
Alokasi 2005
Revisi Alokasi Rencana Induk (2008)Termasuk Mekanisme Pendanaan dan Rehabilitasi
Aceh-Nias
APBN Non-APBN Total
Perumahan 579.021 880.454 1.089.411 1.969.865
Infrastruktur 2.208.505 1.423.710 696.452 2.120.162
Masalah Sosial 1.566.021 415.866 1.146.557 1.562.423
Pembangunan Ekonomi
161.182 324.181 482.407 806.588
Pembangunan Institusi
657.096 203.183 300.997 504.180
Manajemen 0 223.846 139.362 363.208
TOTAL 5.171.825 3.417.240 3.855.186 7.272.426
*Alokasi yang dibentuk DPR-RI pada 2005.
Bagia
n 5.
Mer
aih d
an M
empe
rtaha
nkan
Aku
ntab
ilitas
83
Rencana Induk diperbaiki untuk menutup biaya US$ 7,2 miliar dari sebelumnya
US$ 5,2 miliar. Rencana Induk di tahap ini dianggap mewakili kepentingan komunitas
Aceh sepenuhnya. Hasil alokasi dana menurut sektor diperlihatkan di Tabel 5.2.
Peran Audit(d)
Laporan finansial tahunan BRR wajib diaudit oleh BPK. Laporan evaluasi independen
terhadap akurasi pernyataan finansial BRR, dengan objektif menyediakan pendapat bagi
laporan organisasi.
Awal 2006, BRR menyerahkan laporan finansial berkala kepada
BPK, BPK lalu memberikan opini terhadap setiap laporan.26
Audit dilakukan untuk mengevaluasi validitas dan
eliabilitas tentang informasi yang disediakan oleh sistem
organisasi, proses, atau proyek-proyek dan juga menilai sistem
inansial. Sebuah audit memastikan suatu pihak jujur dengan
menggunakan kejujuran sebagai target dan nilai yang bisa
diukur, menggunakan kepatuhan dengan SAP sebagai alat ukur
dari kejujuran. Setiap perselisihan atau hal yang tidak akurat
harus dibahas dan diperbaiki. Biasanya, sebuah audit akan
menunjukkan kesalahan akuntansi yang sederhana. Sementara
tu, di saat lain, bisa juga menunjukkan isu yang lebih serius
seperti penipuan yang mungkin bisa terlihat selama masa audit
berlangsung.
Sebagaimana disebutkan di bab-bab sebelumnya, BRR harus
bekerja cepat di bawah sejumlah kendala dari peraturan-
peraturan umum, yang dirancang bagi kondisi normal, dan
karenanya tidak dapat mengakomodasi konteks pascabencana.
Setelah proses audit laporan finansial BRR 2006, BPK
mengeluarkan pendapat “tidak memberikan pendapat (TMP)”
dalam pengkajian BRR trust fund dan mekanisme penyaluran danad
bagi proyek-proyek tertentu dan menyimpulkan proyek-proyek
tu tidak mematuhi peraturan yang ada. Proyek-proyek tersebut
adalah Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pemukiman Berbasis
Komunitas (ReKompak) yang didanai melalui Unit Manajemen
Proyek; beasiswa bagi kelanjutan pendidikan perawatan
kesehatan di NAD yang disalurkan melalui BRR dan Jurusan
Akademi Keperawatan dari Unsyiah; dan Rekening Komite
Beasiswa Banda Aceh.
Pandangan mengenai ketidakpatuhan berkenaan dengan
pendapat bahwa BRR Trust Fund, ReKompak, dan Rekening Komite
Beasiswa Banda Aceh telah menyimpang dari peraturan normal.
b
p
k
S
m
d
b
it
a
K
P
k
A
B
p
B
BRR Trust FundSeperti disebut di Bab 3, BRR Trust Fund
account dibuat berdasarkan surat otorisasi dari Menteri Keuangan yang memungkinkan dana yang belum digunakan untuk disalurkan ke tahun berikutnya dengan tujuan untuk mengadakan dana bagi proyek-proyek yang tertunda. Proyek-proyek yang didanai melalui trust fund tidak diberikan pengecualian standar nasional dari tanggung jawab dan transparansi; BRR mempertahankan komitmennya untuk mematuhi standar hukum. Rekening dana perwalian ini dibuat untuk menyediakan kecepatan, ketahanan serta fleksibilitas dari proyek-proyek di kawasan pascabencana. Rekening serupa didirikan untuk mempercepat proses pendanaan pascabencana dalam kasus pemulihan gempa bumi Yogyakarta.
B
re
o
fi
m
d
d
h
m
it
s
Pendapat (Opini) BPKUntuk setiap laporan finansial, BPK memberikan
salah satu dari pendapat berikut:
WTP – Wajar Tanpa Pengecualian •
WDP – Wajar Dengan Pengecualian •
TMP – Tidak Memberikan Pendapat •
TW – Tidak Wajar •
84
KEUA
NGAN
: Tuju
h Ku
nci
Peng
elolaa
n Da
na B
antu
an ya
ng E
fekt
if
Kondisi ini dirancang dalam merespons kebutuhan rekonstruksi: di kasus pertama,
kebutuhan untuk menjaga dana anggaran yang tersisa dari satu tahun ke yang lain bila
diperlukan dana tambahan di tahun berikutnya, sementara di kasus kedua dan ketiga ada
keperluan akan mekanisme penyaluran dana yang cepat.
Saat itu, peraturan yang ada tidak bisa berfungsi di saat diperlukan tindakan darurat
semasa rekonstruksi berlangsung. Kepatuhan mendapatkan prioritas yang lebih rendah
dibandingkan dengan kebutuhan akan pengerjaan tempo singkat dan fleksibilitas dalam
melaksanakan respons pascabencana.
Kabapel BRR Kuntoro
Mangkusubroto (tengah)
didampingi Deputi Keuangan
dan Perencanaan, Amin Subekti
(kiri), menyaksikan Kepala
kantor perwakilan BPK di Banda
Aceh, Ir. Abdul Rifal Saleh,
menandatangani hasil-hasil Audit
BPK. Banda Aceh, 20 November
2008. Foto: BRR/Arif Ariadi
Opini Jumlah OrganisasiJumlah dana (Rp
juta)Persentasi dari
Dana
WTP 17 89.373.031,22 11,79%
WDP 31 18.279.991,67 2,41%
TMP 37 649.066.668,52 85,66%
TW 1 1.016.011,82 0,13%
Total 86 757.735.703,23 100%
Tabel 5.3 Opini BPK untuk Jajaran Kementerian 2007
Sumber: BPK 2009
Bagia
n 5.
Mer
aih d
an M
empe
rtaha
nkan
Aku
ntab
ilitas
85
Dalam menjaga akuntabilitas kepatuhan, kerangka kerja untuk menjaga akuntabilitas
harus disesuaikan agar sesuai dengan konteks pascabencana. Dalam kondisi seperti
itu, perubahan dari prosedur normal tidak selalu berarti penyalahgunaan. Perubahan
esensial perlu dilakukan. Pendapat BPK mengenai laporan finansial BRR pada 2006
mengimplikasikan prosedur standar pemerintah RI dalam melakukan audit tidak sesuai
diterapkan dalam konteks pascabencana. Setelah pergeseran paradigma sesuai konteks
pascabencana, audit BPK terhadap penggunaan dana BRR Trust Fund mengindikasikand
tidak adanya masalah yang signifikan.
Pada 2007, BRR adalah satu dari 17 di luar 86 jajaran kementerian yang menerima opini
”wajar tanpa pengecualian (WTP)” terhadap laporan keuangan dari BPK (.). Mayoritas
jajaran kementerian (31 badan) menerima ”wajar dengan pengecualian (WDP)” atau
”tidak memberikan pendapat (TMP)” (37 badan). Kontras dengan BRR, banyak dari 17
badan yang menerima WTP sudah lama dibentuk dan mengelola jumlah aset dan dana
yang relatif kecil, sama dengan kira-kira 12 persen dari total APBN (BPK 2009).
Memperoleh WTP atas laporan BRR merupakan pencapaian yang luar biasa, terutama
mengingat badan ini harus mengelola jumlah dana terbesar (US$ 2 miliar untuk
rekonstruksi) dibanding badan-badan lainnya.
Akuntabilitas Kinerja
Komitmen dana oleh pemerintah dan nonpemerintah harus terwujud menjadi hasil
nyata. Sebagaimana dinyatakan pada mandat, BRR diminta bertanggung jawab atas
keberhasilannya di Aceh dan Nias. Untuk mengukur efektivitas kerja BRR, Rencana Induk
yang telah direvisi menguraikan sejumlah target hasil rekonstruksi. Sebagai badan yang
setara dengan kementerian, BRR bertanggung jawab secara hukum untuk melaporkan
hasil kerja tentang penyaluran dana yang disalurkan melalui mekanisme on-budget. Lebih
jauh lagi, peran ganda BRR sebagai badan koordinasi mewajibkan badan ini untuk juga
melaporkan hasil kerja dari penggunaan dana off-budget.
* KPI belum dicapai ketika masa kerja BRR dialihkan ke Rencana Kerja Pemerintah 2009 (lebih
lanjut lihat Bagian 7).
Tabel 5.4 94% dari Keseluruhan Key Performance Indicators (KPI) Telah Tercapai
Sub Sektor
Kategori Pencapaian Persentase
BIRU HIJAU KUNING JINGGA MERAH Total Keseluruhan> 100% 76-99% 51-75% 26%-50% <25%
Infrastruktur 59 6 2 1 3 71
Pengembangan Kelembagaan 106 3 2 111
Pembangunan Ekonomi 125 6 5 8 7 151
Perumahan dan Permukiman 40 2 1 2 45
Agama, Sosial dan Budaya 265 12 8 5 9 299
Persentase 87,89% 4,28% 2,36% 2,36% 3,10% 100.00%
86
KEUA
NGAN
: Tuju
h Ku
nci
Peng
elolaa
n Da
na B
antu
an ya
ng E
fekt
if
Tabel 5.5 KPI yang Tercapai pada Sektor Perumahan dan Permukiman
Sub Sektor
Kategori Pencapaian Persentase
BIRU HIJAU KUNING JINGGA MERAH Total Keseluruhan> 100% 76-99% 51-75% 26%-50% <25%
Administrasi Pertanahan
20 1 1 2 24
Perumahan 3 3
Perencanaan Tata Ruang
17 1 19
Total 40 2 1 2 46
Target Kinerja(i)
Di Bab 2, kita membahas perubahan dibuat terhadap Rencana Induk untuk
mengakomodasi kebutuhan lapangan dengan lebih baik. Rencana Induk yang direvisi
berfungsi menjadi kompas untuk mengukur hasil kerja melalui indikator kinerja utama
(key performance indicators-KPI) yang sudah ditetapkan. Indikator-indikator yang telah
ditetapkan ini mencakup pengukuran akuntabilitas pencapaian yang bisa diterima dan
dianggap efektif dari segi upaya oleh BRR dan mitranya. Secara keseluruhan, terdapat 678
KPI di lima sektor-sektor utama.
Sebagai tambahan melaksanakan evaluasi paruh waktu (mid-term review-MTR), BRR
melaksanakan inventarisasi mengukur kemajuan di setiap sektor. Tabel 5.4. adalah contoh
hasil dari proses inventarisasi di dalam sektor perumahan dan tempat tinggal.
Pada awalnya, ditetapkan pencapaian BRR yang dianggap memuaskan adalah bila
mencapai 85-100 persen dari Indeks Kinerja Utama (IKU) keseluruhan. Pada Desember
2008, 94 persen dari KPI Rencana Induk telah tercapai. Inventarisasi KPI memperlihatkan
bahwa melewati proses pencairan dana yang menyakitkan menghalangi dan menggeser
pendekatannya untuk meningkatkan koordinasi, BRR berhasil untuk menjalankan upaya
rekonstruksi sesuai dengan target dari revisi Rencana Induk pemerintah RI.
Proses Pelaporan Pencapaian (ii)
Seperti telah disebut di awal, Satker memainkan peran kunci dalam melaporkan
progres pelaksanaan proyek. Satker bertindak sebagai perpanjangan tangan BRR di lokasi
untuk memonitor dan mencatat output atas dana t on-budget saat digunakan. Sementara t
untuk hasil penggunaan dana off-budget, IKU dicapai oleh t LSM dan mitra pelaksana yang
lain dimonitor melalui RANdatabase.
Laporan Pencapaian(iii)
Menurut Perppu No.2/2005, BRR harus melaporkan laporan akuntabilitas kinerja
tengah tahun, tahunan, dan final. Laporan akuntabilitas kinerja adalah laporan inklusif
Bagia
n 5.
Mer
aih d
an M
empe
rtaha
nkan
Aku
ntab
ilitas
87
(terbuka/menyeluruh/mencakup seluruhnya) mencakup hasil kerja yang didanai seluruh
mekanisme jalur penyaluran dana. Karena standar nasional bagi laporan hasil kerja hanya
cocok bagi proyek-proyek dengan dana on-budget, BRR ditugaskan untuk membuat t
format laporan yang bisa menunjukkan laporan hasil kerja on dan off-budget. Format
laporan kinerja yang dibuat BRR mencakup perbandingan kemajuan IKU dibandingkan
dengan target dari revisi Rencana Induk. Dalam pelaksanaannya, BRR hanya melaporkan
hasil kerja dari semua partisipan rekonstruksi, bukan hasil akhir.
Membuat laporan pencapaian ini bukanlah tanpa tantangan. Ketika keluaran dari
proyek-proyek on-budget dapat diukur dengan mudah dan setara dengan IKU revisi t
Rencana Induk, sedangkan bagi IKU proyek-proyek off-budget memiliki kisah yang t
berbeda. Tak ada standar yang dapat diterima secara meluas bagi laporan progres dari
off-budget. RANdatabase adalah kunci dalam pencatatan pencapaian finansial dan hasil
kerja, awalnya tidak menerapkan revisi Rencana Induk; belakangan, ketika para mitra
diminta untuk melaporkan IKU mereka, mereka kerap melakukannya sesuai dengan
IKU yang berbeda dari apa yang didefinisikan oleh Rencana Induk. Lebih jauh lagi,
akurasi RANdatabase harus tergantung kepada pelaporan oleh mitra-mitra rekonstruksi.
Sementara Satker di lapangan melaporkan progres pelaksanaan menurut standar
pemerintah, contohnya IKU revisi Rencana Induk. Standar yang berbeda bagi pengukuran
IKU mempersulit proses pelaporan BRR, dan sebagai akibatnya mengompromi
kelengkapan serta akurasi laporan.
LAKIP(iv)
Laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (LAKIP) adalah standar pelaporan
nasional setingkat kementerian dan pemerintah daerah. LAKIP melaporkan hasil
kerja yang dihasilkan oleh dana on-budget. Sebagai standar nasional bagi pelaporan
pencapaian, format LAKIP adalah salah satu yang dapat diikuti oleh BRR untuk kegiatan-
kegiatan on-budget. LAKIP dilaporkan setiap tahun kepada Kementerian Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara.
Pengalaman di Aceh dan Nias menunjukkan bahwa LAKIP, sistem pelaporan tanggung
jawab nasional, terlalu sempit bagi lingkup tujuan-tujuan rekonstruksi; sehingga gagal
untuk memasukkan komponen off-budget yang memiliki dampak signifikan pada t
keseluruhan hasil. Pemerintah RI tidak memiliki sistem akuntabilitas yang terintegrasi
bagi hasil on dan off-budget. Sementara BRR yang pertama dari jajaran kementerian yang
diberikan mandat untuk melaporkan hasil kerja dana on dan off-budget, BRR juga bukant
yang terakhir. Sistem akuntabilitas yang terintegrasi dapat mengatasi hasil kerja dari on
dan off-budget dengan standar pencatatan dan pelaporan yang adil diperlukan padat
tingkat nasional.
Penghargaan (v)
Ketika meninjau LAKIP yang dilaporkan, Kementerian Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara membandingkan pencapaian dari setiap badan dengan sejumlah
target yang sudah ditetapkan sebelumnya. Di 2006, BRR menerima penghargaan untuk
88
KEUA
NGAN
: Tuju
h Ku
nci
Peng
elolaa
n Da
na B
antu
an ya
ng E
fekt
if
pencapaiannya di peringkat satu, sebagaimana diperlihatkan dalam LAKIP. Pada 2007,
meski BRR tidak menerima peringkat setinggi badan yang lain, BRR masih memperoleh
penghargaan karena melaporkan LAKIP mereka tepat waktu.
Nilai Tambah Sistem AkuntabilitasBRR menyediakan sistem akuntabilitas bagi partisipan dalam program rekonstruksi
dan rehabilitasi di Aceh dan Nias yang bahkan melampaui hukum Indonesia. Sistem
akuntabilitas ini juga menciptakan transparansi dalam proses rekonstruksi bersama.
Transparansi berkaitan dengan keterbukaan. Hal ini menyangkut kemampuan melihat
keputusan-keputusan yang dibuat serta bagaimana keputusan-keputusan itu diambil,
seperti halnya bagaimana dan kapan keputusan-keputusan itu diterapkan setelah
disetujui. Akses terhadap informasi juga penting bagi terjadinya transparansi. Paragraf
berikut memberikan contoh mengenai sistem informasi yang transparan yang diterapkan
BRR untuk menciptakan transparansi pada hasil-hasil kerjanya selama empat tahun.
Pangkalan Data Pemulihan Aceh-Nias
Sebagaimana disebut dalam Bagian 2, Pangkalan Data Pemulihan Aceh-Nias,
RAN Database, dibuat di akhir 2005 untuk mendaftarkan dan memonitor donor dan
program-program LSM, dan untuk memonitor progres fisik serta penerapan finansial
off-budget. Pembangunan-pembangunan dibuat pada sistem memungkinkan terjadinya
pemantauan terhadap komitmen dan penyaluran dana setara dengan output yang
dihasilkan oleh dana dan badan-badan penerapan. Sistem informasi yang padat karya
dan saling tumpang-tindih menciptakan keraguan mengenai akurasi dan kelengkapan
data. Untuk mengatasi hambatan-hambatan, Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) dan
Direktorat Akuntansi dan Manajemen Aset mengambil kegiatan-kegiatan sosialisasi,
atau outreach, untuk menambah tingkat kepatuhan dan memastikan badan-badan
mengonfirmasikan data yang mereka kumpulkan. Saat BRR mengakhiri masa tugasnya,
RANdatabase mencapai tingkat kepatuhan 92 persen dan hampir 70 persen dari
badan-badan yang tercatat telah mengonfirmasikan keberhasilan mereka.27 Pada 2008
RANdatabase menerima penghargaan bergengsi untuk kategori teknologi dari Future
Governance Asia Pacific Consortium.
Sistem Manajemen Aset dan Informasi SIMAS/ SABMN(i)
Sistem Manajemen Aset dan Informasi, SIMAS, dibuat oleh BRR sebagai aplikasi
pendukung bagi sistem manajemen yang sudah ada yang dikenal sebagai Sistem
Akuntabilitas Barang Milik Negara (SABMN), yang dimiliki oleh Menkeu. SABMN mencatat
informasi yang penting seperti lokasi, nomor kontak, tipe-tipe aset, dan pengguna setiap
aset. Rincian ini mengonfirmasikan keberadaan dari aset dan kondisi aset (berdasarkan
pada 11 klasifikasi).
Bagia
n 5.
Mer
aih d
an M
empe
rtaha
nkan
Aku
ntab
ilitas
89
Pada 2008 SIMAS dikembangkan lebih jauh. Sistem ini mengintegrasikan
data dari RANdatabase, untuk membantu BRR (UNDP-MDF) memverifikasikan
pertanggungjawaban keberadaan aset untuk diserahterimakan kepada pemerintah
setempat secara transparan dan dengan cara yang akuntabel. SIMAS menyediakan Dinas
Pengelola Keuangan dan Kekayaan Aceh Tingkat I dan II (DPKKA), Departemen Pekerjaan
Umum Tingkat Provinsi (Tingkat I dan II), Bappeda dan Arsip Provinsi dan Nasional dengan
akses berdasarkan referensi geografis, database aset yang sudah diverifikasikan lewat
foto, dan bisa digunakan bagi manajamen aset dan pelaporan.
SIMBADA and SIMDA(ii)
Karena SIMAS dirancang untuk memfasilitasikan penyerahterimaan aset-aset BRR di
bawah kerangka kerja peraturan Menkeu, maka hanya dapat digunakan bagi tingkatan
DPKKA nasional dan provinsi. Karena itu, untuk mengidentifikasikan kebutuhan DPKKA
tingkat provinsi dan distrik serta departemen sektoral distrik atau dinas, BRR membuat
sistem SIMBADA untuk perencanaan aset dan manajemen dan sistem SIMDA untuk
tingkatan manajemen perencanaan keuangan kabupaten/kota. Pada tingkatan provinsi
dan distrik, manajemen perencanaan finansial dan aset diatur oleh Kementerian Dalam
Negeri.28 Baik sistem SIMBADA maupun SIMDA mematuhi peraturan-peraturan ini dan
berpotensi memberikan alat perencanaan finansial dan aset yang terkomputerisasi,
untuk meningkatkan kemampuan pemerintah setempat dalam membuat rencana dan
membangun anggaran, beroperasi dan menjaga aset-aset publik yang mereka terima.
Pengalihan SIMAS ke otoritas
NAD setempat, 29 Oktober 2008.
Foto: BRR/Arif Ariadi
90
KEUA
NGAN
: Tuju
h Ku
nci
Peng
elolaa
n Da
na B
antu
an ya
ng E
fekt
if
Kesimpulan Penting bagi BRR untuk menciptakan dan mempertahankan akuntabilitas kepada para
partisipan dan penerima bantuan dana. Sebagaimana dibahas di atas, hal ini berkaitan
dengan akuntabilitas finansial dan juga kinerja. Dengan kata lain, BRR harus mampu
menjawab apa pun yang menjadi kebutuhan kegiatan-kegiatan mereka.
Untuk hal ini, BRR harus mampu mengukur kemajuannya berhadap-hadapan dengan
target-target mereka. Menetapkan target sejak awal dan disetujui bersama oleh para
partisipan, penting untuk menyediakan alat ukur bagi pencapaian dan tanggung
jawab BRR sepanjang masa tugasnya. Target-target ini, beserta IKU yang relevan untuk
mengukur pencapaian dari target-target tersebut, ditetapkan pada Rencana Induk dan
disempurnakan dalam revisi Rencana Induk.
Secara rinci, pelaporan tepat waktu dari BRR mengenai pencapaian kerja dan
finansialnya dengan jelas mengindikasikan kemajuannya kepada donor dan
memperlihatkan hubungan BRR dengan target-targetnya. Audit dan inisiatif antikorupsi
membantu kecepatan dan kepercayaan atas proses-proses pelaporan ini untuk
memuaskan para mitra dan bagi keuntungan BRR sendiri.
Proses-proses ini membantu pelacakan BRR yang berhasil, menjelaskan dan
bertanggung jawab untuk penggunaan dana serta pencapaian kerja kepada para mitra
dan penerima bantuan—sebagai indikasi dari tanggung jawab. Akhirnya, layak dicatat,
upaya untuk memperlihatkan akuntabilitas BRR menghasilkan nilai tambah, dengan
memproduksi sumber informasi yang bisa digunakan para pelaku.
Ada sejumlah pelajaran yang dapat dipetik dari pengalaman di Aceh dan Nias.
Akuntabilitas bagi tujuan dengan skala sebesar ini haruslah mencakup semua
partisipan dan mengakomodasi konteks. Tanggung jawab BRR atas dana on dan off-
budget dan hasilnya akan diperkuat oleh keberadaan sistem akuntabilitas nasional t
yang terintegrasi untuk mengukur efektivitas. Sedangkan konteks pascabencana
memerlukan kerangka akuntabilitas kerja yang dapat mengakomodasi kebutuhan
untuk pelaksanaan yang cepat dan memungkinkan fleksibilitas untuk merespons
kebutuhan yang senantiasa berubah.
Bagia
n 5.
Mer
aih d
an M
empe
rtaha
nkan
Aku
ntab
ilitas
91
Menjaga Integritas dalam Proses Rehabilitasi dan Rekonstruksi
BRR menempatkan penegakkan
anti-korupsi pada prioritas yang
sangat tinggi dalam Pemulihan
Aceh-Nias. Satuan Anti Korupsi
(SAK) BRR menjadi ujung
tombaknya. Foto: BRR/Arif Ariadi
Satu Insiden, Sederetan Konsekuensi Mematikan
HARI itu menunjukkan pukul 15:27, 15 Januari, 2009. Pesawat US Airways bernomor
penerbangan 1549 baru saja meninggalkan landasan Bandara Internasional LaGuardia,
di New York menuju Charlotte, Carolina Utara. Pesawat jenis Airbus 320 menukik setinggi
3.000 kaki (914 meter) ketika sang pilot, Kapten ”Sully” Sullenberger, membuat panggilan
darurat.
”Di sini Kaktus 1549, menabrak burung-burung, daya pendorong kedua mesin kami
rusak,” Kapten Sully memberi tahu menara kontrol LaGuardia. ”Kami kembali menuju
LaGuardia.”
Menara pengawas segera membuat persiapan untuk mengamankan landasan bagi
pendaratan darurat, namun kurang dari satu menit kemudian, Kapten Sullenberger
melaporkan pesawat tak akan mampu mencapai LaGuardia lagi.
”Kami tak mungkin kembali. Kami mendarat di Sungai Hudson.”
Ketika awak menara pengawas bertanya apakah Sullenberger mau mencoba mencapai
bandara lain yang jaraknya sekitar enam mil di New Jersey, pilot itu menjawab, ”Tidak
mungkin. Kami mendarat di Hudson.”
Bagia
n 6.
Men
jaga
Inte
grita
s dala
m P
rose
s Reh
abilit
asi
dan
Reko
nstru
ksi
93
Dengan kejituan membuat keputusan di saat yang tepat, meski dalam kondisi darurat,
pilot beserta awak pesawat mampu mengadakan pendaratan dengan selamat di Sungai
Hudson. Kondisi pesawat tetap utuh, 155 penumpang dan awaknya selamat.
Bukti-bukti awal mengindikasikan insiden itu disebabkan oleh tabrakan pesawat
dengan sejumlah burung. Seorang penumpang yang duduk di bagian kelas
eksekutif melaporkan ia melihat sekelompok burung menabrak pesawat. Dua radar
FAA menangkap target yang kurang terlihat jelas di jalur mesin yang konsisten
dengan kelompok burung yang digambarkan, sementara baik pilot maupun kopilot
mengonfirmasikan telah melihat sekawanan burung menabrak pesawat tak lama setelah
meninggalkan landasan LaGuardia.29
Insiden serupa ini telah memberikan pelajaran berharga bagi kita semua.
Meski gangguan kecil, seperti seekor burung, mungkin saja menghentikan mesin
secanggih Airbus 320. Sesuatu hal yang tidak dapat diantisipasi mungkin saja
meruntuhkan sebuah organisasi yang kokoh. Dalam sebuah kasus yang digambarkan
majalah Time sebagai “kejahatan abad ini”, Nick Leeson (28 tahun) telah menjadi pelaku
tunggal yang menyebabkan kebangkrutan tempatnya bekerja, Barings Bank, yang
merupakan bank tertua di Inggris Raya. Didirikan pada 1762, bank itu telah membantu
membiayai perang-perang Napoleon, pembelian negara bagian Louisiana, dan
pembangunan Kanal Erie. Barings Bank lalu bangkrut akibat akumulasi kerugian yang
mencapai US$ 1,4 miliar berawal dari serangkaian kegiatan dagang oleh satu orang. Pada
3 Maret 1995, Barings dijual seharga £ 1,00 kepada ING, bank raksasa Belanda.
Dalam kasus lain yang juga banyak disorot, kejatuhan Enron-yang pernah tercatat
sebagai salah satu dari US Fortune Top Ten Company-telah menyebabkan firma akuntansi
global Arthur Andersen dipaksa berhenti beroperasi, sementara reputasinya pun hancur.
Para auditor Andersen telah gagal dalam menyingkapkan penipuan manajemen yang
dilakukan oleh para direktur Enron. Nasib perusahaan itu berakhir ketika sejumlah
pekerjanya menghancurkan setumpuk kertas kerja berhubungan dengan Enron, dan
sebagai akibatnya, menghancurkan sejumlah bukti penting. Ribuan pekerja perusahaan
itu di seluruh dunia menjadi korban akibat kejatuhan perusahaan pada 2001 (Dickstein
dan Flast, 2009).
Rangkaian insiden yang mengakibatkan jatuhnya Penerbangan 1549, Barings,
dan Arthur Andersen adalah contoh-contoh dari risiko operasional yang akut. Risiko
operasional yang akut seharusnya dihindari sebisa mungkin, dengan tolok ukur yang
diletakkan pada tempatnya agar siaga saat kita terlelap di malam hari.
Dari awal, praktik manajemen BRR telah dilengkapi sarana untuk meminimalisasi risiko-
risiko tersebut. Prosedur-prosedur harus diletakkan pada tempatnya untuk mengatasi
kondisi saat risiko muncul. Tugas ini sungguh tak mudah: program rekonstruksi yang
dipimpin oleh BRR amatlah rumit, melibatkan ribuan proyek bernilai jutaan dollar. Selalu
ada ruang bagi terjadinya kesalahan, mulai dari kesalahan yang tidak disengaja saat
94
KEUA
NGAN
: Tuju
h Ku
nci
Peng
elolaa
n Da
na B
antu
an ya
ng E
fekt
if
memberikan pengarahan dana hingga penipuan proyek, dari pengadaan yang tidak
efisien hingga kehancuran reputasi. Insiden-insiden ini dapat mengarah kepada krisis
yang menjadi besar. Bayangkan, sebagai contoh, sejauh apa kehancuran yang dapat
dialami oleh BRR bila ada kasus korupsi dan dilakukan oleh jajaran pekerja seniornya?
Kepercayaan para pemangku kepentingan terhadap BRR pasti akan hilang, reputasi BRR
pun pasti hancur.
Untuk memandu, mengelola, dan menjaga integritas organisasinya, BRR perlu
menciptakan sejumlah praktik prosedural. Dengan kata lain, badan ini perlu mengelola
integritas organisasinya.
Yang dimaksud sebagai integritas di sini adalah kesetiaan pada prinsip-prinsip moral
dan etika; keluhuran karakter moral; dan kejujuran. Definisi kedua tentang integritas
adalah keadaan ketika sesuatu menjadi utuh, keseluruhan, atau tanpa cacat, sebagai
contoh, ”menjaga integritas sebuah kekaisaran atau menjaga integritas sebuah kapal”.
Sebuah organisasi dengan integritas adalah sebuah organisasi yang kokoh yang mampu
menantang bahaya dan risiko yang mungkin dihadapi sepanjang perjalanan.
Bab ini membahas bagaimana BRR mengatasi tantangan-tantangan.
Membangun Integritas Proses Bisnis Dalam membangun integritas organisasi BRR, hal pertama yang perlu dilakukan adalah
membangun lingkungan operasional serta bisnis yang bisa diterima oleh komunitas
internasional yang akan menyalurkan jumlah dana yang signifikan melalui program
rekonstruksi dan rehabilitasi. Firma-firma konsultan global yang terkenal, McKinsey &
Company dan Ernst & Young, dilibatkan untuk membantu terbentuknya model bisnis BRR
dan meletakkan sistem manajemen serta akuntansi pada tempatnya. Keahlian mereka
membantu membimbing BRR menuju adopsi sistem yang transparan dan memasukkan
dukungan unsur checks and balances bagi integritas badan ini.
Menjaga integritas melalui proses bisnis BRR sangat menantang karena sejumlah
alasan, antara lain:
Jumlah besar pengadaan dan kontrak yang diberikan kepada benda-benda dan jasa, 1.
sebagian diberikan atas dasar nonkompetisi berkenaan dengan kondisi darurat;
Lokasi-lokasi penerapan proyek yang terpencil;2.
Rendahnya tingkat kepercayaan dunia internasional karena adanya anggapan umum 3.
mengenai Indonesia sebagai salah satu negara yang paling rawan korupsi di seluruh
dunia, sebagaimana hasil tinjauan oleh Transparency International (TI) dan organisasi-
organisasi internasional lainnya
Untuk mengatasi isu-isu ini serta menjaga integritas dari proses bisnisnya saat
BRR harus menghadapi sejumlah tantangan, badan ini harus membangun sejumlah
mekanisme bagi terjadinya checks and balances. Mekanisme yang digunakan termasuk di
Bagia
n 6.
Men
jaga
Inte
grita
s dala
m P
rose
s Reh
abilit
asi
dan
Reko
nstru
ksi
95
Gambar 6.1 Struktur Integritas BRR
antaranya audit baik secara internal maupun eksternal, sebagaimana inisiatif antikorupsi.
Pengaturan audit yang efisien lintas badan dan sektor publik amatlah penting untuk
menjamin pengelolaan yang baik, transparansi, serta tentu saja integritas. Pengaturan
audit sektor publik mencakup baik fungsi audit eksternal (terpisah dari bagian eksekutif
dan kewajiban melapor kepada bagian legislatif serta fungsi audit internal (hanya
melapor kepada bagian eksekutif ). Kedua tipe audit ini memiliki fungsi yang berbeda
namun saling melengkapi.
Eksternal audit berfungsi sebagai mekanisme bagian luar yang bertanggung jawab
dalam membantu pertanggungjawaban BRR secara hukum kepada publik. Audit internal
berfungsi sebagai semacam pengawasan mandiri yang membantu kepatuhan badan
pada peraturan dan juga legislatif kepada pejabat yang berwenang. Audit internal
dilakukan oleh BRR sendiri bersama dengan BPKP. Hal ini dianggap sebagai bagian dari
sistem kontrol internal BRR, sebuah sistem yang juga membantu mengidentifikasikan
kemungkinan/kesempatan untuk meningkatkan praktik manajemen.
Ringkasnya, mekanisme dan jalur yang digunakan BRR untuk menjamin integritas
antara lain:
Audit internal, dilakukan oleh:1.
Badan Pengawasan BRR
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan ( BPKP)
Gerakan antikorupsi, dilakukan oleh Satuan Antikorupsi BRR2.
Audit eksternal, dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).3.
Satuan Antikorupsi (SAK) BRR menjalankan fungsi audit internal dan eksternal.
SAK menerima dugaan atau keluhan, selanjutnya mengadakan penyidikan internal,
melaporkan kegiatan ilegal bila
ditemukan sesuai dengan ketentuan
hukum yang dijalankan para penegak
hukum. Bagian akhir dari mandat
membedakannya dari audit internal.
Awalnya, SAK melapor langsung
kepada direktur dari Badan Pelaksana
BRR (belakangan kewajiban bagi
pengawasan SAK bergeser ke bagian
Dewan Pengawas). SAK diberikan akses
yang luas ke seluruh area operasional
BRR, sehingga badan ini dapat
memonitor pelaksanaan rehabilitasi
dan rekonstruksi antarorganisasi,
dengan penekanan pada akuntansi
terhadap dana berjumlah besar dan
aset-aset yang terlibat.
Dewan
PenasihatKepala Bapel
Dewan
Pengawas
Badan
Pemeriksa
Keuangan (BPK)
Badan Pengawasan
Keuangan dan
Pembangunan
(BPKP)
DeputiDeputi
Pengawasan
Satuan Anti
Korupsi (SAK)
Komunitas dan Pemegang Kepentingan Lain
Badan Rehabilitasi & Rekonstruksi NAD-Nias (BRR)
96
KEUA
NGAN
: Tuju
h Ku
nci
Peng
elolaa
n Da
na B
antu
an ya
ng E
fekt
if
Gambar 6.1 menggambarkan struktur integritas BRR. Mencakup kesadaran publik
mengenai komunitas dan partisipan lainnya di dalam NAD dan Nias sebagai faktor.
Integritas PersonaliaSejak awal disadari bahwa menjaga integritas serta memiliki sikap tegas melawan
korupsi adalah penting bagi reputasi BRR serta kemampuan badan ini untuk berfungsi
secara efektif. Memelihara integritas ditanamkan di dalam semangat pembuatan setiap
rencana manajemen risiko BRR.
Sebagaimana disebutkan di awal, penting bagi BRR untuk membangun kerangka
kerja yang meyakinkan dan menjaga integritas. Tanpa adanya kerangka kerja semacam
itu, tidak akan mungkin BRR menjalankan
mandatnya dengan seharusnya, terutama
seluruh pencarian penting atas benda-
benda yang diperlukan publik dan layanan
bagi kawasan korban tsunami.
Kebijakan-kebijakan serta peraturan-
peraturan yang baik adalah kunci untuk
membangun kerangka kerja dari bawah ke
atas, menciptakan transparansi dan efisiensi,
dan karenanya mampu mengelola risiko.
BRR mampu mengungkapkan peraturan
serta kebijakan yang konsisten, sesuai
dengan kebutuhan untuk membangun niat
politik serta memastikan peraturan dan
kebijakan tersebut dilaksanakan. Hal ini
amat penting; budaya dan kinerja badan-
badan pemerintah, terutama badan-badan
ad hoc seperti Bc RR, sangat dipengaruhi
oleh kebijakan dan peraturan yang berlaku.
Kebijakan dan peraturan yang buruk
menyebabkan perilaku yang tidak konsisten
serta mengganggu dan berakibat hasil akhir
yang buruk pula.
Meski BRR dibuat sebagai badan setingkat
kementerian, badan ini berada di luar
sistem lingkup kerja/perekrutan negara.
Perekrutan dan kompensasi bagi pekerja dan pejabat BRR dilakukan dengan cara serupa
dengan sektor firma swasta yang berfungsi baik, daripada sebuah badan pemerintah yang
birokratis. Sebagai imbal balik, BRR memberi kompensasi berdasarkan pasar. Para pekerja
Pakta Integritas Karyawan BRRSetiap calon karyawan BRR bersedia untuk taat kepada dan untuk
menandatangani Pakta Integritas sepanjang dua halaman dengan lampiran delapan halaman. Selain gaji yang disepakati, halaman pertama secara spesifik menyebutkan 28 hal terkait dengan keuangan yang mesti disepakati oleh para calon karyawan.
Para calon berjanji untuk tidak meminta ataupun menerima uang atau kompensasi lain
untuk hadir di pertemuan•
sebagai honorarium•
sebagai hadiah, sogokan atau bonus•
untuk subsidi transpor •
untuk subsidi kegiatan •
sebagai subsidi beras, dan•
untuk 22 hal lain yang dirinci secara spesifik di halaman • pertama dari Pakta Integritas
Kerangka hukum dan peraturan-perundangan yang mengatur tata pemerintahan yang baik serta prinsip antikorupsi dari BRR, selanjutnya diatur dalam lampiran delapan halaman.
Bagia
n 6.
Men
jaga
Inte
grita
s dala
m P
rose
s Reh
abilit
asi
dan
Reko
nstru
ksi
97
harus mematuhi kode integritas profesional, termasuk wajib melaksanakan pernyataan
“deklarasi integritas dan kepatuhan”, yang juga disebut sebagai “Pakta Integritas”. Pakta
Integritas yang merupakan bagian dari kontrak kerja seluruh pekerja. Perjanjian itu
menggariskan sejumlah tindakan yang berkaitan dengan definisi korupsi, yang harus
dihindari oleh para pekerja.
Ringkasnya, pemerintah RI memberikan otorisasi bagi BRR untuk menawarkan imbalan
yang lebih tinggi daripada apa yang biasa dibayarkan oleh badan-badan pemerintah.
Namun, sebagai konsekuensinya, para pekerja yang baru direkrut itu harus berjanji
untuk tidak menerima uang atau kompensasi (di luar gaji) untuk kegiatan-kegiatan yang
berkaitan dengan pekerjaan yang kerap diterima oleh para birokrat. Tipe kompensasi
ini cenderung mencegah tindak korupsi, konflik kepentingan, serta perilaku yang tidak
patut.
Korupsi di dalam birokrasi Indonesia sangat dikenal dan terdokumentasikan.
Transparency International, telah mempublikasikan negara-negara yang menempati
peringkat korupsi di indeks persepsi korupsi selama lebih dari 14 tahun, menurut “tingkat
yang korupsi dianggap ada di antara pejabat negara dan politisi”. Survei pada 2007
terhadap 179 negara, menempatkan Indonesia pada peringkat 143 di 20 persen paling
bawah.
Integritas personalia yang dihadapi BRR terdiri atas tiga hal:
Bagaimana mencegah korupsi sepanjang pengadaan, manajemen, dan (a)
penggunaan barang-barang serta jasa-jasa bernilai miliaran dollar di kawasan-
kawasan yang terkena dampak tsunami di Aceh dan Nias;
Bagaimana membangun dan menjaga kejujuran di semua aspek operasional BRR(b)
dan
Bagaimana membangun kembali dengan “lebih baik”. Tsunami tak hanya menelan(c)
korban nyawa melainkan juga meruntuhkan infrastruktur ekonomi, sosial, dan
pemerintahan. Bisa dimaklumi, pemerintah belum berpengalaman dan tidak
siap untuk mengatasi bencana berskala luar biasa besar. Tak ada organisasi yang
disiplin serta fungsional dalam memobilisasi sumber daya yang dibutuhkan
pada tingkatan nasional atau lokal. Kapasitas lokal di Aceh telah dilemahkan
oleh perang saudara selama hampir 30 tahun, dan akibat bencana tsunami,
infrastruktur pemerintah juga ikut hancur. Keadaan ini bukanlah lingkungan
yang kondusif dalam membangun kekuatan integritas, justru sebaliknya.
Memperkenalkan komunitas yang telah lama tidak berfungsi dengan baik ini
dengan kemungkinan menjadi kaya adalah resep menuju korupsi.
BRR berhasil menangkal terjadinya korupsi di kawasan-kawasan terpencil yang menjadi
korban tsunami di Aceh dan Nias dikarenakan komitmen BRR terhadap integritas sebagai
alat pelaksanaan manajemen risiko. Menjaga integritas BRR mencakup beragam insiatif
yang keras untuk mencegah korupsi, pengukuran tanggung jawab, standar etika yang
tinggi, dan kejujuran dalam melaporkan serta pelaksanaan seluruh aspek usaha.
98
KEUA
NGAN
: Tuju
h Ku
nci
Peng
elolaa
n Da
na B
antu
an ya
ng E
fekt
if
Penegakan Integritas BRR adalah satu-satunya lembaga di pemerintah Indonesian yang memiliki organisasi
audit internal dan unit Satuan Antikorupsi (SAK). Setiap unit adalah bagian penting
dari implementasi BRR, namun keduanya memiliki fungsi yang berbeda. Audit internal
melapor kepada manajemen tapi tidak memiliki peran penyidikan, sementara SAK
melapor kepada Dewan Pengawas,
dan melaksanakan investigasi serta
angkah-langkah yang diperlukan
untuk melaporkan tindak korupsi
kepada pejabat yang berwenang.
SAK bekerja sama dengan organisasi
udit internal, institusi pemerintah
erta organisasi publik yang lain dalam
menjalankan fungsinya. Termasuk di
ntara organisasi-organisasi ini LSM-
LSM seperti Transparency International
ndonesia (TII), kelompok-kelompok
universitas serta institusi-institusi
nternasional seperti UNDP, Bank
Pembangunan Asia, dan Bank Dunia.
Sosialisasi budaya antikorupsi
oleh KPK bagi aparat
pemerintahan di Simeulue,
14 November 2006.
Foto: BRR/Ira Damayanti
d
la
u
k
S
a
se
m
a
L
In
u
in
P
Faktor ke-1 Berhasilnya Integritas
BRR diciptakan dengan misi khusus sebagai badan terfokus yang setingkat dengan kementerian, dan yang diberikan fleksibilitas dalam organisasinya serta masa kerja yang terbatas empat tahun untuk melaksanakan mandatnya. BRR bertugas untuk merehabilitasi dan merekonstruksi wilayah Aceh dan Nias yang dilanda bencana, sesuai dengan Rencana Induk yang dikembangkan lewat proses mufakat..
Bagia
n 6.
Men
jaga
Inte
grita
s dala
m P
rose
s Reh
abilit
asi
dan
Reko
nstru
ksi
99
Sebagai tambahan dari para pemangku kepentingan di atas, Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) bekerja sama dengan SAK sebagai mitra kerja untuk mendampingi
langsung program rehabilitasi dan rekonstruksi dan untuk memastikan SAK sendiri
tetap bersih. Kerja sama ini bermaksud tidak hanya menindaklanjuti terjadinya atau
dugaan adanya korupsi dalam pelaksanaan program rehabilitasi dan rekonstruksi oleh
BRR, melainkan juga menyediakan pendidikan serta sosialisasi bagi tindakan preventif
antikorupsi. SAK juga membangun kemitraan kerja dengan Badan Pengawasan Keuangan
dan Pembangunan (BPKP).30 Kerja sama ini memungkinkan dukungan dari staf ahli dari
BPKP untuk mendampingi SAK di lapangan.
Lebih jauh lagi, SAK membangun hubungan dengan institusi-institusi pemerintah yang
memiliki otoritas untuk mengejar kasus-kasus korupsi, termasuk Komisi Pemberantasan
Korupsi, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), pemerintah daerah, dan kepolisian.
Institusi-institusi pemerintah ini dapat menyediakan dukungan serta jalur-jalur yang
diperlukan dalam kasus SAK ingin memburu sebuah kasus kriminal.
Tiga Tujuan Utama SAK
Pendekatan yang digunakan oleh SAK dan mandat yang diberikan kepadanya untuk
menghilangkan korupsi dalam program pemulihan digambarkan oleh tiga objektif
prinsipil: pencegahan, penyidikan, dan pendidikan.
Pencegahan, tujuan pertama, mensyaratkan niat politik yang fleksibel dan lingkungan
kerja yang bisa meminimalisasi
praktik korupsi. Tujuan ini
memerlukan dan menerima
komitmen dari manajemen serta
karyawan BRR untuk menghindari
keterlibatan dalam korupsi.
Dalam melaksanakan tujuan
kedua, penyidikan, unit SAK
memfokuskan kepada verifikasi
apakah proses yang beragam
dari program rehabilitasi dan
rekonstruksi memenuhi standar
pelaksanaan otoritas (kewenangan)
yang ditetapkan oleh BRR. SAK
memusatkan titik perhatian pada
pengadaan barang-barang dan
jasa-jasa tertentu. Tujuan ini juga
melakukan investigasi atas dugaan
adanya korupsi yang dilaporkan
oleh komunitas.
2005 2006 2007 2008 2009
Gambar 6.2 Pergerakan Fokus Sasaran Kerja SAK dari Waktu ke Waktu
Pencegahan
Pendidikan
Penyelidikan
100
KEUA
NGAN
: Tuju
h Ku
nci
Peng
elolaa
n Da
na B
antu
an ya
ng E
fekt
if
Sejak didirikannya pada September
2005, unit SAK menerima lebih dari
1.500 keluhan dari beragam partisipan
menyangkut beragam hal (Tabel 6.1.),
melalui beragam metode laporan keluhan
(Tabel 6.2.). Mulai dari awal 2006, ketika
kontraktor pembangunan perumahan
mulai bertambah, jumlah keluhan yang
terdaftar ikut meningkat. Pada 2008,
pengadaan perumahan adalah sumber
dari sebagian besar keluhan. Ketika
laporan ini ditulis, nyaris 90 persen
dari 1.500 keluhan telah diinvestigasi
sementara sisanya masih diinvestigasi dan
diproses.
Dari 1.537 keluhan yang dilaporkan, 910
di antaranya, atau 60 persen, ditanggapi
sebagai kasus formal.
Pendidikan, tujuan ketiga SAK adalah
upaya berkelanjutan sejak berdirinya
BRR di 2005. SAK memainkan peran
penting dalam memperkenalkan peran
pelaksanaan kewenangan yang baik, yang
kerap digambarkan sebagai memiliki
empat prinsip fundamental: partisipasi,
tanggung jawab, prediktabilitas, dan
transparansi. Dalam program edukasi,
SAK bekerja sama dengan organisasi-
organisasi yang relevan di bidang masing-
masing untuk mendorong agar komunitas
mengerti dan menolak praktik korupsi.
Sebagaimana disebutkan pada bagian awal, SAK membangun kemitraan kerja
dengan BPKP yang memungkinkan para karyawan BPKP untuk mendukung SAK. Pada
Desember 2008, 22 orang staf BPKP mendampingi SAK dalam menjalankan tiga misinya:
pencegahan, pendidikan, dan penyidikan. Sebagai tambahan, sejumlah karyawan BPKP
membantu SAK dengan menyediakan pemeliharaan data serta laporan manajemen
informasi.
SAK terus memperbaiki prosedur dan praktik kerja BRR, banyak di antaranya memiliki
kekurangan dan potensi untuk disalahgunakan. Dalam melaksanakan tugasnya SAK
berhasil menghentikan sejumlah upaya penipuan saat proses penawaran dan mencegah
terjadinya kerugian finansial yang signifikan.
Jenis KeluhanJumlah Keluhan
2005-2006 2007 2008 Total
Proses Pelanggaran Pengadaan 531 191 87 809
Pelanggaran Administrasi 9 5 0 14
Pelanggaran Pakta Integritas 21 5 1 27
Indikasi Korupsi, Kolusi, danNepotisme
120 38 8 166
Hambatan Pelaksanaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi
134 20 0 154
Pelanggaran Kewajiban Pembayarankepada Bendahara Negara
2 2 0 4
Tindakan Umum Kriminalitas 4 5 0 9
Lain-lain 255 30 59 344
Total 1.076 296 155 1.527
Metode Laporan Keluhan Jumlah Keluhan
2005-2006 2007 2008 Total
Surat 775 185 83 1.043
Faksimili 8 2 1 11
Email (Surat Elektronik) 13 23 1 37
SMS 92 11 5 108
Kunjungan ke Kantor SAK 78 47 11 136
Telepon 8 1 1 10
Media Massa 102 27 53 182
Total 1.076 296 155 1.527
Tabel 6.1 Jenis Keluhan yang Diterima oleh Satuan Anti-Korupsi (SAK),
September 2005 - Desember 2008
Tabel 6.2 Sumber Keluhan yang Diterima oleh SAK,
September 2005 - Desember 2008
Bagia
n 6.
Men
jaga
Inte
grita
s dala
m P
rose
s Reh
abilit
asi
dan
Reko
nstru
ksi
101
Laporan Proaktif Dugaan Pelanggaran Integritas
BRR telah menggariskan kebijakan-kebijakan dan peraturan yang
elas untuk menjaga integritas dan mengesampingkan godaan
praktik korupsi. Satu dari kebijakan-kebijakan ini adalah untuk
berlaku proaktif dalam melaporkan dugaan adanya korupsi terhadap,
dan melalui kerja sama dengan, BPKP, BPK, KPK, kepolisian serta
badan-badan penegak hukum lainnya.
Dengan lebih dari 96 persen bantuan pemulihan pascatsunami
datang dari komunitas internasional, BRR memiliki tugas fidusia
yang sangat besar, baik secara hukum maupun moral, kepada donor
ndonesia dan kepada penduduk Aceh dan Nias.
Di bawah amendemen Hukum 31/99 mengenai “A“ ntikorupsi”,
partisipasi publik diizinkan dalam upaya antikorupsi Indonesia,
BRR lalu berada di dalam wewenangnya untuk melaporkan
korupsi sementara penegak hukum, termasuk kepolisian, Mahkamah Agung dan
hakim, diizinkan untuk menerima informasi mengenai korupsi dari semua pihak,
termasuk pihak-pihak yang identitasnya tetap dirahasiakan.31
Sejumlah langkah untuk membuka informasi dari pihak pejabat BRR
diperlukan di bawah hukum dan peraturan pemerintah RI, di antaranya adalah
Hukum No. 28/99, “Penyelenggara negara yang bersih dan bebas dari korupsi,
kolusi, dan nepotisme”. Di bawah hukum ini, penyelenggara negara diharuskan untuk
melaporkan kekayaan mereka saat mereka dilantik, sepanjang masa tugas dan di saat
usai tugas. Hukum ini menetapkan mekanisme bagi komisi investigasi, yang diwujudkan
dalam bentuk Komisi Pemberantasan Korupsi. Pejabat pemerintah wajib menjalankan
hukum ini termasuk pejabat negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, fungsi
yuridis, ditambah pejabat-pejabat lain yang berfungsi dan memiliki kewajiban utama
yang berhubungan dengan pemerintahan termasuk pejabat BRR.
Semua dugaan korupsi ditanggapi dengan serius, namun korupsi yang terjadi di
saat tekanan ekonomi serta pemulihan dalam situasi bencana alam akan memperoleh
hukuman yang lebih keras. Di bawah Hukum No. 28/99, pejabat pemerintah wajib
diinvestigasi, dituntut, dan dihukum. Hukuman mati mungkin diterapkan bagi mereka
yang terbukti melakukan korupsi lebih dari satu kali, mereka yang terlibat di dalam
kasus-kasus penggelapan uang dan yang mengambil keuntungan dari bencana
nasional, negara saat keadaan darurat, atau krisis ekonomi.
LP
je
p
b
d
b
d
y
In
p
B
Faktor ke-2 Berhasilnya Integritas
BRR merekrut staf profesional yang memiliki kualifikasi yang sesuai dan kemudian mengontraknya selama jangka waktu pendek dengan kompensasi pasar untuk membantu BRR dalam pelaksanaan mandat rehabilitasi dan rekonstruksinya yang amat besar. Hal tersebut adalah suatu strategi sumber daya manusia yang memungkinkan BRR mengikat, menggunakan, dan melepaskan.
102
KEUA
NGAN
: Tuju
h Ku
nci
Peng
elolaa
n Da
na B
antu
an ya
ng E
fekt
if
Ulasan Evaluasi Integritas yang KetatBRR mengadopsi sistem yang ketat serta berkesinambungan untuk mengulas sistem
integritas mereka. Badan ini dimonitor oleh bagian audit internal dan evaluasi BPKP
yang berkala. Setiap tahun, BRR wajib untuk diulas oleh auditor eksternal dari pihak
pemerintah. Pernyataan pertanggungjawaban BRR pada 2007 menerima “wajar tanpa
pengecualian” dari BPK.
Sebagai tambahan, BRR wajib atas ulasan dan evaluasi yang independen dan berkala
atas sistem integritasnya yang menyeluruh, termasuk sejumlah kecenderungan ke arah
pernyataan yang menyesatkan atau fakta-fakta yang salah diinterpretasikan. Pada akhir
2006, BRR membuat nota kesepahaman dengan Transparency International Indonesia (TII)
yang bertujuan meningkatkan integritas dari rehabilitasi dan rekonstruksi di Aceh dan
Nias. Kegiatan konkret yang pertama yang dilakukan di bawah nota kesepahaman adalah
undangan dari BRR kepada TII untuk mengadakan evaluasi, lengkap dengan rekomendasi,
dari Sistem Integritas BRR. Evaluasi ini dilakukan oleh TII dengan masukan teknis dari
Kantor Pusat TI di Berlin dan dengan dukungan dari donor bilateral di Inggris dan Amerika
Serikat. Hasil laporan dilengkapi pada Mei 2007 dan dirilis untuk publik. Laporan ini
menyediakan gambaran yang berguna mengenai sistem-sistem kunci di lokasi, termasuk
rekomendasi TI mengenai bagaimana sistem-sistem ini bisa ditingkatkan lebih lanjut.
Saat evaluasi ini dilakukan, pimpinan BRR mengindikasikan bahwa semua rekomendasi
harus dilakukan, sebuah komitmen yang ditekankannya kembali saat hasil-hasil evaluasi
dirilis. Satu dari laporan rekomendasi tersebut berhubungan dengan Satuan Antikorupsi,
SAK.
Sejak didirikannya di September 2005, unit ini telah menjadi bagian dari Badan
Pelaksana (Bapel) BRR dan melapor kepada Kepala Bapel. TII menganjurkan agar SAK
ditempatkan secara langsung di bawah otoritas Dewan Pengawas, karena menyadari
langkah ini memerlukan dukungan formal Dewan Pengawas. Pertemuan bersama antara
Dewan Pengawas dan Bapel BRR dilakukan pada pertengahan Juni di kantor BRR di
Jakarta untuk menimbang rekomendasi sepenuhnya. Setelah diskusi yang rinci mengenai
implikasi serta protokoler tentang transfer, Dewan Pengawas menyetujui perubahan
yang direkomendasikan. Sejak 27 Juni 2007, SAK mulai melapor kepada Dewan Pengawas
bukan lagi ke Bapel BRR.
Perubahan itu memperluas kapasitas Dewan Pengawas melalui keahlian SAK
yang sudah ada, sementara memungkinkan Bapel BRR berkonsentrasi secara lebih
ketat terhadap kepatuhan finansial dan nonfinansial. Secara keseluruhan kondisi ini
menghasilkan dasar yang lebih kuat dalam meningkatkan kepercayaan publik pada
integritas tentang program rehabilitasi serta rekonstruksi di Aceh dan Nias.
Bagia
n 6.
Men
jaga
Inte
grita
s dala
m P
rose
s Reh
abilit
asi
dan
Reko
nstru
ksi
103
Mengakhiri Perjalanan dan Meninggalkan Warisan Abadi
Suasana Kota Banda Aceh di
malam hari menunjukkan geliat
kehidupan yang menjanjikan.
Sebuah pertanda bangkitnya
kehidupan masyarakat yang
lebih baik dari sebelumnya.
Foto: BRR/Arif Ariadi
Pilihan Strategis: Menutup atau Memperpanjang BRR?
SEPANJANG empat tahun bekerja menghadang tantangan-tantangan besar,
dinamis, dan kompleks serta menggapai banyak pencapaian telah memberikan banyak
pilihan tentang bagaimana BRR harus mengakhiri semuanya. Dari segi legal, Pasal 26
Undang-Undang BRR dengan tegas mengatakan bahwa BRR bekerja selama empat
tahun dan bisa diperpanjang melalui keputusan presiden. Cermin dari manajemen yang
berorientasi pada rencana dan bersifat dinamis, maka sejak November 2007, proses
transisi dan pembubaran mulai dilakukan.
Tentu banyak alasan mengapa ada keinginan memperpanjang BRR. Pertama, saat
keputusan harus diambil, sepuluh persen mandat yang tertuang di masterplan belum
selesai. Kemudian, banyak yang berpendapat bahwa penyaluran dana yang terus
bertambah selama empat tahun telah menciptakan momentum pertumbuhan ekonomi
di Aceh yang lama tertidur, dan bahwa pembubaran BRR bisa merusak momentum ini.
Kemampuan BRR melayani pemerintah nasional dan masyarakat internasional juga
dianggap terlalu berharga untuk dihentikan.
Bagia
n 7.
Men
gakh
iri P
erjal
anan
dan
Men
ingga
lkan
Waris
an A
badi
105
Gambar 7.1 Dampak Dana Otonomi Khusus pada Pendapatan Aceh
Terlebih lagi, mitra-mitra rekonstruksi dan rehabilitasi, terutama BRR telah bersusah
payah untuk membuat banyak program pengembangan kemampuan bagi pemerintah
pusat dan lokal, kemampuan pemerintah lokal untuk menangani program pembangunan
skala besar yang sedang berjalan masih dipertanyakan. Aceh adalah penerima dana
terbesar dari pemerintah pusat menyusul keputusan untuk mengalokasi dua persen dari
total dana alokasi umum (DAU) nasional sebagai dana otonomi khusus ke Aceh sebagai
pengakuan atas perdamaian yang dicapai setelah perjanjian di Helsinki. Walaupun
demikian, dalam manajemen keuangan dan segi pengeluaran, kinerja Aceh masih
termasuk di antara yang terendah.
Dalam evaluasi mereka terhadap manajemen keuangan publik (public financial
management, t PFM) Aceh, Bank Dunia menemukan bahwa kemampuan manajemen
keuangan sangat berbeda di tingkat provinsi. Aceh Utara memperoleh angka tertinggi
untuk pemerintah lokal (69 persen), 14 daerah lain mencatat angka yang kecil
(Gambar 7.2.). Pemerintah provinsi mencatat angka yang sedang/cukup dapat diterima.
Angka rata-rata adalah 41 persen, umumnya menunjukkan kelemahan utama dalam
bidang akuntansi, pelaporan, manajemen uang kontan, dan audit eksternal. (Gambar
7.3.).
Angka-angka PFM dari penelitian Bank Dunia didukung oleh data BPK untuk
kemampuan belanja pemerintah provinsi pada 2008. Pada tahun itu, Pemerintah Provinsi
Aceh mencairkan hanya 35 persen dari anggaran mereka (Gambar 7.4.).
01999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
2
4
6
8
10
12
14
16
18
Total pendapatan dengan dana otonomi khusus Total pendapatan tanpa dana otonomi khusus
Trili
un
ru
pia
h (
ha
rga
-ha
rga
ko
nst
an
20
06
)
Tambahan akibat UUPA
106
KEUA
NGAN
: Tuju
h Ku
nci
Peng
elolaa
n Da
na B
antu
an ya
ng E
fekt
if
Gambar 7.2 Skor Manajemen Keuangan Umum untuk 21 Pemerintah Lokal dan Pemerintah Provinsi
Sumber: Bank Dunia 2007
0
20
40
60
80
100
Gambar 7.3 Skor Manajemen Keuangan Publik Rata-rata
Berdasarkan Bidang Strategis
100
80
60
40
20
0
Aceh
Uta
ra
Ban
da A
ceh
Aceh
Bes
ar
Aceh
Tim
ur
Lang
sa
Sim
eulu
e
Sing
kil
NAD
Gay
o Lu
es
Pidi
e
Saba
ng
Aver
age
A Te
ngga
ra
Aceh
Sel
atan
Bire
un
A Ta
mia
ng
Aceh
Bar
at
Aceh
Ten
gah
Nag
ari R
aya
Lhok
seum
awe
Aceh
Bar
at D
aya
Ben
er M
eria
h
Aceh
Jay
a
Dalam melaksanakan proyek, BRR memiliki
keunggulan dibandingkan dengan instansi
pemerintah lain karena dapat melaksanakan
proyeknya pada permulaan tahun, sesuatu
yang jarang terjadi. Biasanya proyek
pemerintah baru mulai ditenderkan pada
Maret atau April setiap tahun. Anggaran
pemerintah lokal lebih jelek lagi, karena
mekanisme politik DPRD, biasanya disetujui
pada pertengahan tahun, jadi sisa hanya
enam bulan untuk pelaksanaan.
Di sisi lain, manajemen BRR, didukung
oleh berbagai pemangku kepentingan,
yakin bahwa menutup BRR adalah jalan
terbaik. Banyak alasan yang mendukung
pilihan ini. Berdasarkan catatan BRR, lebih
dari 90 persen indikator kinerja utama
(key performance indicators, KPI) pekerjaan
rekonstruksi dan rehabilitasi dalam Rencana
Induk sudah selesai pada akhir tahun
fiskal 2008, jadi BRR telah mencapai tujuan
An
gk
a %
PEDOMAN PEMBERIAN ANGKA
81-100% Bagus sekali/Sangat dapat diterima
61-80% Bagus/Secara garis besar dapat diterima
41-60% Sedang/Sebagian dapat diterima
21-40% Lemah/Sebagian besar tidak dapat diterima
0-20% Sangat lemah/tidak dapat diterima
KERANGKKA KERJA
MASALAH PPERATURAA AN
PERENCANAAN &AN
ANGGAGG RAN
MANAJEANAJEMMEN EN DANA
PENGANGADAAN
(BARANG/JAG/JASA)
AKUNTTANTT SI &
PELAPPOORANAUDIT INNTERNAL
HUTANGTT PUBLIKPUB &
INVENVESTATT SI
MANAJEAJEMMEN AEN SET
AUDIT EKSTKS ERNAL &
KEKELIRURUAN
Bagia
n 7.
Men
gakh
iri P
erjal
anan
dan
Men
ingga
lkan
Waris
an A
badi
107
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
NADD
Sum
ater
a U
taraa
Sum
ater
a Se
lata
nnSu
mat
era
Bar
aatatR
iauu
Kep
ulau
an R
iauu
Kep
. Ban
gka
Bel
itungg
Jam
bbbibiLa
mpu
nggB
engk
uluu
DK
I Jak
arttaa
Jaw
a B
araaatat
Jaw
a Te
ngahh
TTJa
wa
Tim
uururD
IYog
yaka
rttaa
YYB
ante
nnB
allii
Kal
iman
tan
Bar
aaatatK
alim
anta
nTi
muurur
Kal
iman
tan
Sela
tann
Kal
iman
tan
Teng
ahhTT
Sula
wes
i Uta
raaaSu
law
esi T
engg
arTT
aaSu
law
esi T
enga
hhTT
Sula
wes
i Bar
aatatSu
law
esi S
elat
annG
oron
taloooo
NTTT
NTBBBB
Papu
aaaaPa
pua
Bar
aatatM
aluk
uuM
aluk
u U
tarraa
Gambar 7.4 Laju Penyerapan Anggaran Pemerintah Provinsi sampai 30 November 2008
Sumber: BPK, Menunaikan Amanat Konstitusi, 2009
tanggap darurat secara memuaskan. Program berikutnya adalah pekerjaan pembangunan
yang lebih biasa/normal sifatnya sehingga tidak harus menyertakan BRR.
Terlebih lagi memperpanjang mandat BRR bertolak belakang dengan kebijakan
desentralisasi pemerintah. Perpanjangan BRR dapat mengganggu kebijakan pemerintah
di Aceh, berdampak buruk pada pertimbangan-pertimbangan mengenai anggaran,
dan mematikan motivasi pegawai pemerintah di tingkat provinsi dan juga distrik.
Keberadaannya akan mengurangi modal sosial, kepercayaan, dan pelayanan publik
yang partisipatif dalam sistem demokrasi di Aceh karena BRR pada hakikatnya adalah
badan pemerintah pusat. Sementara itu, kapasitas sumber daya BRR, kompetensinya
dan kemampuan dasarnya untuk melanjutkan operasinya akan tergerus bila mandatnya
diperpanjang, karena setelah berhasil mencapai tujuan personal dan tujuan organisasinya
staf kunci BRR akan mencari kesempatan mengembangkan karier di tempat lain. Biaya
transaksi untuk melaksanakan anggaran pembangunan menjadi lebih besar apabila
pemerintah provinsi dan BRR terlibat.
Setelah melalui perdebatan panjang, pada Oktober 2008, DPRD secara resmi
memberikan rekomendasi kepada pemerintah untuk membubarkan BRR pada April 2009.
108
KEUA
NGAN
: Tuju
h Ku
nci
Peng
elolaa
n Da
na B
antu
an ya
ng E
fekt
if
Gambar 7.5 Elemen-elemen untuk Strategi Transisi
s
Tidak ada preseden di Indonesia untuk suatu strategi transisi dan bubar secara efektif
bagi sebuah badan ad hoc pemerintah. Sebaliknya, banyak sekali contoh badan c ad hoc
yang hidup terus, misalnya Badan Koordinasi Keluarga Berencana, Badan Koordinasi
Penanaman Modal dan baru-baru ini Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang
walaupun secara resmi sudah ditutup, menjelma menjadi mini-BPPN yang dinamakan
Perusahaan Pengelola Aset yang bertugas menyelesaikan pekerjaan pendahulunya. BRR
harus inovatif apabila ia benar-benar mau ditutup.
Mengingat hal ini, BRR membuat sebuah strategi berdasarkan kerangka konseptual.
BRR memakai kerangka besar ini untuk menyiasati transisi dan strategi untuk mengakhiri
mandatnya, dengan memperhatikan semua tingkatan dari beragam pemangku
kepentingan. Bila pelimpahan proyek dan program berkenaan dengan kegiatan dan
pelaksanaan menahun, pihak donor diajak berbicara tentang mekanisme yang tepat
untuk melaksanakannya tergantung pada modalitas pelaksanaan pemerintah lokal atau
nasional.
Keadaan
Sekarang
Masalah
-MasalahTindakan Hasil
Partisipasi
Organisasi
Pelatihan
Keterlibatan
Pemangku
Kepentingan
Kepemilikan &
Kesinambungan
Kementerian
Tingkat T Nasional
merintah Provinsi/Pe i/
Harapan H Gubernurr
Pemerintah Tingkat
Distrik/Bupati atauD
Wali Kota
Kekurangan
eahlian & SumberKe r
Daya Manusia
Dialog Langsung
Manajemen aset
dan peralatan
Dialog kebijakan
proyek & kepemilikan
program
Manajemen aset
dan peralatan
Rencana untuk
sarana
Program
Pengembangan
Kemampuan
Kemauan /politik/
organisasi untuk
menyetujui program
Pemilik baru aset-aset, P
proyek-proyek dansprogram-program telah p
menetapkan peranannya m
dan sarana-sarananya
Penerima aset, proyek P
dan program-program
mempunyai kapasitas
yang diperlukan untuk y
mengelola
Bagia
n 7.
Men
gakh
iri P
erjal
anan
dan
Men
ingga
lkan
Waris
an A
badi
109
Museum Tsunami merupakan
salah satu proyek yang didanai
BRR. Mendekati akhir 2008,
para kontraktor bekerja keras
menyelesaikan proyek selama
BRR masih berfungsi, 13 Oktober
2008. Foto: BRR/Arif Ariadi
Prinsip-prinsip Umum DipakaiSeperti disebutkan dalam bab-bab sebelumnya, pembentukan BRR benar-benar
pertama kali bagi pemerintah Indonesia. BRR adalah lembaga pemerintah pusat yang
berlokasi di tingkat provinsi, dengan fungsi ganda untuk membuat anggarannya sendiri
serta mengoordinasi pekerjaan dari beragam badan internasional.
BRR telah berhasil melalui tahap tinggal landas yang sulit. Pencapaian yang nyata
menunjukkan bahwa BRR sangat berhasil. Meskipun demikian, tahap paling sulit masih
berada di depan: proses mendarat ke bumi. Setinggi apa pun pencapaian sebuah
i i bil d d k dil k k h l i b i k lorganisasi, apabila pendaratan darurat terpaksa dilakukan hal itu berarti kegagalan. OOl hleh
karena itu, semua aspek fase akhir harus diukur dengan hati-hati untuk memastikan
“pendaratan” yang mulus. Dalam hal BRR, ini berarti keterlibatan intens dari beragam
pemangku kepentingan untuk menghindari kekacauan informasi atau semacamnya.
Penutupan BRR bukan saja berarti dibubarkannya banyak proyek.32 Tapi juga berarti
surutnya inisiatif tingkat tinggi dari pemerintah nasional, sesuatu yang mungkin menjadi
model untuk intervensi ad hoc di masa depan ketika pemerintah ditantang oleh agenda c
nasional yang besar yang tidak mampu ditangani dengan mekanisme yang biasa.
110
KEUA
NGAN
: Tuju
h Ku
nci
Peng
elolaa
n Da
na B
antu
an ya
ng E
fekt
if
Gambar 7.6 Elemen-elemen Pokok dari Pembubaran dan Transisi
Strategi transisi harus diformulasikan agar pelimpahan pekerjaan dapat berjalan
dengan mulus, terutama mengingat belum diselesaikannya 10 persen dari mandat BRR.
Dalam hal ini, transisi dan bubar kurang lebih seperti dua sisi dari mata uang yang sama.
Transisi dan pembubaran harus menjawab tiga elemen penting: pertanggungjawaban,
bagaimana menangani proyek yang sudah selesai, dan bagaimana melimpahkan proyek
yang belum selesai.
Sebenarnya, titik tolak yang baik sudah tersedia seperti dituangkan dalam peraturan-
peraturan tentang BRR terutama pasal 26 yang menyatakan bahwa bila BRR ditutup,
manajemen dan pelaksanaan program pemerintah akan dilimpahkan ke mekanisme
normal. Dengan kata lain, dilimpahkan melalui departemen terkait dan pemerintah
lokal. Pembagian tanggung jawab antara departemen terkait (pemerintah pusat)
dan pemerintah lokal selanjutnya didefinisikan oleh PP 38/2007 tentang Pembagian
Kewenangan antara Pusat dan Daerah. Pemerintah pusat bertanggung jawab
atas infrastruktur nasional, seperti jalan tingkat nasional, sedang pemerintah lokal
bertanggung jawab atas infrastruktur daerah seperti jalan lokal. Khusus untuk Aceh,
undang-undang yang mengatur Aceh (LOGA) juga berlaku. Prinsip-prinsip LOGA sejalan
dengan PP 38/2007. Perbedaannya adalah LOGA diberi otonomi lebih besar pada tingkat
provinsi dibanding dengan tingkat kabupaten yang lebih rendah.
Strategi pembubaran dan transisi juga terdapat dalam PP 2/2006 mengenai
Penatausahaan Hibah dan Pinjaman Luar Negeri. Peraturan ini mengatur bahwa semua
bantuan asing harus disalurkan melalui pemerintah pusat sebelum dikirim ke pemerintah
lokal melalui mekanisme on granting dan on lending.33 Akan tetapi, peraturan-peraturan
tentang pelaksanaan mekanisme on granting ini belum dibentuk. Juga sebagian besar
pemerintah lokal belum mampu menangani administrasi bantuan asing dengan baik.
Kedua peraturan pemerintah, PP 2/2006 dan PP 38/2007, berlaku untuk pekerjaan
proyek apa pun modalitas penyaluran dana yang dipakai, dengan sedikit perbedaan
Penyelesaian Mandat BRR
Pertanggungjawaban
Perlakuan Terhadap Proyek-Proyek yang Sudah Selesai
Perlakuan TerhadapProyek-Proyek yang Belum Selesai
Bagia
n 7.
Men
gakh
iri P
erjal
anan
dan
Men
ingga
lkan
Waris
an A
badi
111
antara berbagai jenis proyek. Untuk proyek yang disalurkan melalui pemerintah misalnya,
on-budget/on-treasury dan y on-budget/off-treasury, prinsip ini berlaku tanpa kecuali. yy
Seperti sudah dikatakan, proyek-proyek jenis ini biasanya didanai oleh pemerintah
maupun badan-badan bilateral dan multilateral.
Akan tetapi beberapa penyesuaian berlaku untuk proyek off-budget/off-treasury yang y
dilaksanakan langsung oleh badan-badan seperti PBB, Palang Merah, dan LSM. Seperti
disebutkan di Bab 6, BRR, meskipun ikut dalam proses penyetujuan dan pendanaan
proyek-proyek seperti ini (yaitu bertindak sebagai Balai Kliring untuk pelimpahan aset
mereka), memainkan peran yang lebih kecil pada proyek-proyek off-budget/off-treasury.
Dari segi waktu, strategi transisi dibagi kedalam tiga fase utama: fase persiapan
sebelum November 2008, periode yang disebut fase soft closing yang memungkinkan
BRR menyelesaikan urusannya dan melapor ke Presiden dan DPR, dan fase terakhir grand
closing, Presiden akan membubarkan usaha koordinasi dan rehabilitasi pemulihan yang
sangat berhasil.
Penyerahan Proyek yang Sudah SelesaiSecara sederhana, BRR membuat aset untuk dipakai orang. Tidak ada aset yang dibuat
hanya untuk keperluan BRR semata. Demikian juga, BRR mengoordinasi dan mencatat
aset yang dibuat dengan off-budget/off-treasury melalui LSM internasional dan nasional. y
Penyerahan aset tersebut adalah “akhir permainan”.
Di samping tanggung jawab BRR untuk mengalihkan aset yang sudah selesai ke
penerima manfaat, ia mempunyai tanggung jawab tambahan untuk memastikan bahwa
pengakuan aset dialamatkan kepada pemberi dan penyandang dana aset tersebut.
DonorPenyaluran
DanaPeranan BRR
Penerima Proyek-Proyek yang Sudah
Selesai
Penanggung Jawab berikutnya atas Proyek-
Proyek yang Belum Selesai
MDF, ADB,PemerintahIndonesia
On-budget on-treasury
• Melaksanakan• Pelimpahan aset
• Pemerintah lokal• Departemen terkait
• Pemerintah lokal untukpendanaan rupiah
• Departemen terkait untukpendanaan eksternal
Jerman (KfW), Jepang (JICS)
On-budget off-treasury
Menyetujui proyek• Data-data di anggaran
pemerintah sesudah proyek selesai
• Balai Kliring untuk aset
• Pemerintah lokal• Departementerkait
• Pemerintah lokal untukpendanaan rupiah
• Departemen terkait untukpendanaan eksternal
PBB, Palang Merah, LSM
Off-budget off-treasury
• Menyetujui proyek• Balai Kliring untuk aset
• Pemerintah lokal• Departemen lerkait
Dilakukan oleh badan atau mitra pelaksana
Tabel 7.1 Strategi Transisi dari Berbagai Pelaku
112
KEUA
NGAN
: Tuju
h Ku
nci
Peng
elolaa
n Da
na B
antu
an ya
ng E
fekt
if
Gambar 7.7 Tanggal-tanggal Penting Jadwal Transisi
1 JAN 2008 31 DES 2008
• MenyusunKeputusan Presiden tentang penyesuaian master plan
• PengumumanRKP 2009
•MenyusunKeputusanPresiden tentang Pedoman PMT & kelanjutan RR
•PengumumanRKAKL 2009
•Penanda-tangananMoU antaraKementerianterkait dan Donor
•Evaluasi RKAKL2009
•PengumumanDepartementerkait 2009 & Kelompok Kerja Pemerintah Lokal
•PenyelesaianPembayaranProyek
•Finalisasi AP3D•Menulis Laporan
Kelompok Kerja
Laporan Keuangan pendahuluan
Proses Penutupan BRR
Audit oleh udBPK
30 JUN 2008
Persiapan akhirKeputusanPresiden tentang penyesuaianPerpresPerubahanRencana Induk
Persetujuan BPKP ataspertanggungjawaban BRR
10 AGU 2008
Persiapan akhirKeputusanPresiden tentang Pedoman PMT & kelanjutan rehab-rekon
1 NOV 2008
Penyelesaiankonstruksi fisikprogram & proyek
27 FEB 2009
Penyerahan Laporan Kinerja & Keuangan yang belum diaudit
3 APR 2009
Penyerahan Laporan Kinerja& Keuangan yang sudah diaudit kepada Presiden
16 APR 2009
Persiapan akhirKeputusan Presiden tentang pembubaran BRR
Klariikasi Dana BPK
Koordinasi tentang kelanjutan nasi tentang kerehab-rrekon oleh appenas,Ba
Pelaksanaan oleh Departemennaan oleh DepTerkait & Pemerintah Lokalt & Pemerinta
Konstruksi fisik BRR did Aceh-Nias selesai
Aset tidak hanya dibuat dan diserahkan begitu saja; ada prosedur dan peraturan yang
harus diikuti. Prosedur ini bersifat resmi dan memberikan rincian tentang bagaimana
penyerahan harus dilakukan. Hukum yang mancakup manajemen, pemeliharaan,
dan penyerahan aset negara adalah Hukum Keuangan Negara 17/03 dan Hukum
Kebendaharaan Negara 01/04. Menteri Keuangan mengeluarkan dua peraturan
pelaksanaan tentang delegasi wewenang, yaitu Peraturan Menteri Keuangan 96/07 dan
Peraturan Menteri Keuangan 62/08 tentang Prosedur-prosedur untuk Manajemen BRR
tentang Aset Milik Negara.
Untuk menaati pedoman-pedoman ketat yang digariskan undang-undang, BRR
mengadakan persiapan-persiapan untuk memastikan penyelesaian transisi aset
berlangsung dengan baik. Langkah pertama adalah mengadakan identifikasi aset dan
verifikasi keberadaannya. Diperlukan data dasar aset seperti biaya konstruksi, sumber
dana, dan pemakai fasilitas.
Penutupan
Awal
Penutupan
Akhir
Bagia
n 7.
Men
gakh
iri P
erjal
anan
dan
Men
ingga
lkan
Waris
an A
badi
113
Ketika sistem data BRR dibuat, tidak terpikirkan bahwa akan diperlukan sumber data
bersifat rahasia untuk mencatat barang-barang on-budget dant off-budget. Kebutuhan
ini hanya disadari kemudian. Kalau saja BRR sadar tentang apa yang bakal diperlukan
kemudian dalam proses rekonstruksi dan rehabilitasi, pendekatan manajemen sumber
data akan berbeda. Kenyataannya, bermacam-macam jenis data dipakai termasuk
sistem untuk off-budget dan lainnya untuk t on-budget. Ini berarti bahwa pengumpulan
dan verifikasi data dasar adalah pekerjaan yang padat karya dan merupakan proses yang
rumit.
Kebijakan BRR untuk proyek yang sudah selesai dan aset yang dihasilkannya akan
diserahkan ke pemerintah kabupaten sebagai pilihan dan penerima pertama. Pilihan
kedua, penerima adalah pemerintah provinsi. Apabila gagal diberikan kepada kedua
penerima ini dalam periode mandat BRR (April 2005-April 2009), aset akan diserahkan
kepada departemen terkait yang relevan, dan Departemen Keuangan sebagai pihak
penerima tahap terakhir.
Aset negara dari donor bilateral dan multilateral dan juga LSM internasional dan
nasional harus ada surat penyerahan resmi yang ditandatangani ke BRR. BRR kemudian
memberikan kepada penerima aset ini surat resmi penyerahan yang telah ditandatangani.
Pengalihan aset-aset ke
pemerintahan setempat di
Nias dan Nias Selatan. Ketika
sistem data BRR dibangun,
belum terduga bahwa BRR akan
memerlukan basis data tersendiri
yang dapat merekam pokok-
pokok on-budget dan off-budget.
Kebutuhan ini baru muncul
belakangan, 28 Februari 2008.
Foto: BRR/Bodi CH
114
KEUA
NGAN
: Tuju
h Ku
nci
Peng
elolaa
n Da
na B
antu
an ya
ng E
fekt
if
Gambar 7.8 Peranan BRR sebagai Balai Kliring untuk Aset
Beberapa aset hasil pekerjaan rehabilitasi dan rekonstruksi tidak diserahkan kepada
pemerintah provinsi maupun kabupaten. Aset ini adalah aset yang dikategorikan
oleh undang-undang negara sebagai kepemilikan strategis nasional seperti bandara,
pelabuhan, dan jalan-jalan utama. Kepemilikan dan juga kelanjutan operasional dan
tanggung jawab pemeliharaannya diserahkan langsung ke departemen terkait.
Semua aset yang dibuat melalui program dan proyek yang diperoleh atau dibangun di
bawah pengawasan mandat rekonstruksi dan rehabilitasi BRR, baik dari on-budget (t APBN,
DIPAPP , pinjaman, hibah) maupun dana off-budget (LSM internasional, donor, LSM nasional) t
dianggap sebagai aset nasional yang akan dikelola oleh Menteri Keuangan (Direktorat
Jenderal Manajemen Aset).
Dalam menyerahkan aset-aset ini, Wakil Ketua Keuangan dan Perencanaan BRR
(Direktorat Manajemen Aset) bertanggung jawab atas:
Inventarisasi aset1. off-budget (memvalidasi keberadaan, kelengkapan,t
fungsionalitas, dan kepemilikan);
Mengoptimalkan penggunaan aset oleh badan-badan pemerintah yang relevan2.
Memastikan bahwa dokumentasi lengkap dan sah 3.
Strategi BRR adalah membuat inventaris aset on dan off-budget bersama-sama dengan
tim pemerintah kabupaten/kota (Pemda TK II34dan Kantor Wilayah BRR). Hasil inventaris
BRR Regional
LSSMM
PeemmeerinntahhInndoonnessia && DDonooor
Angggaaraan NNeggarraa
Deputi Sektoral
DirektoratAkuntansidan Manajemen Aset
BBBiiillliiikkk KKKllliiirriiinnggg BBBRRRRRR
Pemerintah Lokal/Daerah
/Departemen Terkait/Badan
Komunitas Masyarakat
Usaha Milik Pemerintah
Bagia
n 7.
Men
gakh
iri P
erjal
anan
dan
Men
ingga
lkan
Waris
an A
badi
115
aset tingkat distrik diperiksa oleh tim provinsi (pemerintah lokal provinsi, BRR, dan Kanwil
I DJKN35) dan untuk persiapan pelimpahan kepada pemerintah provinsi.
Bila dirasakan ada masalah dengan aset tersebut, aset kemudian dibukukan dan
diserahkan dari pemerintah kabupaten/kota kepada Tim Penuntasan BRR (terdiri atas
Kantor Regional BRR, Kedeputian Sektor dan Direktorat Akuntansi dan Manajemen Aset)
untuk dicarikan penyelesaiannya kemudian diserahkan kembali kepada pemerintah
kabupaten/kota untuk penyerahan awal.
Sistem Manajemen Aset yang Terkomputerisasi
Seperti sudah disebutkan ada beragam sistem data yang dibuat oleh divisi dan seksi-
seksi yang bekerja di bawah divisi. Melihat ke belakang, seharusnya sistem data dibuat
berbeda, tetapi ketika penekanan dan tuntutannya adalah pelaksanaan yang mendesak
untuk rakyat yang tak mempunyai rumah, makanan dan pekerjaan, sumber data tidaklah
prioritas utama.
Sumber untuk data aset inventaris on-budget adalah sistem akuntansi Departement
Keuangan (SABMN) yang mencatat pengeluaran BRR dan diaudit oleh berbagai badan
audit yang lain (BPK, BPKP, dan pengaudit eksternal).
Sumber informasi aset off-budget adalah laporan donor/LSM ke sumber datat
RAN milik BRR yang dicocokkan dengan nota konsep proyek (PCN), kontrak-kontrak
dan dokumen lain dari pihak donor/LSM sendiri pada laporan akhir mereka ke BRR.
Pertanggungjawaban dan verifikasi kepemilikan aset didukung oleh UNORC.36
Satu tugas utama yang timbul dari konsolidasi adalah penggabungan data. Karena
setiap indikator kinerja utama bisa mempunyai beberapa input dari beragam sumber, sulitt
mengabungkan catatan keuangan karena beragamnya sumber pendanaan dari setiap
input–on-budget/on-treasury, yy on-budget/off-treasury, dan yy off-budget/off-treasury.
Sebuah sistem informasi dan manajemen aset (SIMAS) dibuat dengan bantuan AusAID
dan GTZ untuk membantu pelimpahan aset publik ke pemerintah lokal. Sistem ini
memetakan aset berdasarkan platform sistem informasi geografis (GIS) untuk mencatat
aset beserta: pencitraan satelitnya, peta geospasial setiap aset, dan informasi berupa teks
dari setiap aset.
SIMAS menggabungkan sejumlah sumber data yang ada (seperti disebutkan di atas)
yang dipakai untuk laporan keuangan dan catatan operasional aset on dan off-budget
yang dikembangkan oleh berbagai divisi dan seksi di dalam divisi BRR. Ia memasukkan
hasil-hasil dari inventarisasi, referensi-geo, aset foto, dan pencitraan satelit dari publik on
dan off-budget.
SIMAS memfasilitasi usaha-usaha BRR untuk mencatat eksistensi dan georeferensi dari
setiap on dan off-budget aset tetap secara transparan dan bertanggung jawab untuk t
dilimpahkan ke pemerintah lokal. SIMAS bersama dengan sistem akuntansi pemerintah
116
KEUA
NGAN
: Tuju
h Ku
nci
Peng
elolaa
n Da
na B
antu
an ya
ng E
fekt
if
(SABMN/SIMBADA) memberi informasi operasional dan pemeliharaan berikut pada
pemakai akhir:
Departemen Keuangan
Kantor Gubernur
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Manajemen Aset (Kanwil I DJKN)
Kantor Wali Kota/Kabupaten dan Dinas Keuangan dan Kekayaan Daerah
Kantor Wali Kota/Kabupaten dan Kantor Provinsi Pekerjaan Umum
Bappeda,37 dan
Departemen-departemen Sektor Operasional pada Tingkat Distrik dan Provinsi,
terutama Kesehatan dan Pendidikan.
Sesudah invetarisasi, validasi dan penyerahan pendahuluan dilakukan baik untuk aset
on dan off-budget dan hasil konsolidasi melalui sistem SIMt AS, penyerahan formal dari BRR
kepada pengendali sistem akan dilakukan pada akhir mandat BRR pada April 2009.
Penyerahan Proyek-proyek yang Belum SelesaiWalaupun sebagian besar mandat sudah tercapai dan komitmen terlaksana, beberapa
proyek dan komitmen dana perlu diteruskan selama 2009. Situasi unik ini timbul dari
persimpangan antara keharusan taat hukum untuk menutup BRR pada 16 April 2009 dan
keharusan meneruskan pekerjaan di lapangan.
Dalam hubungan ini, BRR harus mempertimbangkan beberapa skenario penyerahan:
Apa yang harus dilakukan terhadap proyek yang akan memakan waktu bertahun-
tahun dan akan selesai jauh sesudah BRR ditutup dan bagaimana pendanaannya?
Bagaimana BRR merangkum dan menilai usaha kolektif semua kontributor dengan
mandat target rekonstruksi dan rehabilitasi?
Jenis persoalan apa yang akan disisakan atau kegiatan yang mungkin akan
ditinggalkan sesudah BRR ditutup, dan bagaimana cara menangani dan
mendanainya dalam situasi normal?
Ketika BRR bersiap menutup kantornya, proyek portofolio mereka bisa dikategorikan
sebagai berikut dalam hubungannya dengan skenario pelimpahan: proyek tahun jamak
(dari IRFF, APBN, dan sumber keuangan lain); proyek-proyek yang selesai pada atau sekitar
31 Desember 2008 seperti rencana; aset off-budget yang dibuat oleh LSM bilateral dan
internasional dan nasional; dan proyek-proyek yang masuk ke kuartal pertama 2009
ditambah dengan sejumlah kecil proyek-proyek yang dihapus dari program empat tahun
rekonstruksi dan rehabilitasi BRR, termasuk proyek yang belum selesai terutama karena
soal-soal kontrak, kualitas atau pertikaian antarpenerima manfaat.
Bagia
n 7.
Men
gakh
iri P
erjal
anan
dan
Men
ingga
lkan
Waris
an A
badi
117
Gambar 7.9 Pembuatan Anggaran 2009
222 M (RM) 415 M (RM)
3.673 T
1.788 T (PHLN) 1.663 T (RM)
RKP 2009
Deconsentrations Fund/Tugas Perbantuan
Apa yang Harus Dilakukan dengan Proyek-proyek Tahun Jamak? 38
Proyek-proyek yang “memang direncanakan tidak selesai” adalah proyek-proyek tahun
jamak yang dilaksanakan melebihi satu tahun anggaran dan tak dapat diselesaikan
dalam masa mandat BRR. Orang dapat berkesimpulan bahwa dari namanya saja “tahunan”
adalah proyek yang besar dan masuk kategori “proyek infrastruktur besar dan strategis”.
Pendanaan proyek-proyek menahun berasal dari beragam sumber: pemerintah Indonesia
(melalui APBN), MDF (ditangani oleh Bank Dunia).
ADB, AFD39 dan JBIC.40 Proyek-proyek ini memerlukan kewenangan dan mekanisme
baru untuk menyelesaikan proyek sesudah penutupan BRR.
Untuk menghadapi soal ini, pemerintah menyiapkan sebuah anggaran untuk periode
transisi dalam tahun fiskal 2009. Ini akan didanai melalui tiga jalur sebagai berikut:
BRR : untuk biaya-biaya umum dan administrasi serta
proyek diselesaikan
Pemerintah Lokal : untuk kelanjutan proyek didanai oleh pemerintah
Indonesia
Departemen Terkait : untuk kelanjutan proyek yang didanai oleh hibah
dan pinjaman
Biaya Umum & Administrasi
Penyelesaian Rekonstruksi BRR
Penerusan Pekerjaan Rekonstruksi oleh Departemen dan Pemerintah
Lokal
Kementrian/Lembaga Pemerintah Daerah
DINAS DINAS DINAS DINAS DINAS DINAS
Dinas di Bawah Pemerintah Lokal Aceh dan Nias
Catatan untuk Kementerian/LembagaDiatur dengan Peraturan Pemerintah PP No. 8 Tahun 2006Badan Pelaksana adalah kementerian/lembaga yang relevan
118
KEUA
NGAN
: Tuju
h Ku
nci
Peng
elolaa
n Da
na B
antu
an ya
ng E
fekt
if
BRR mengadakan persetujuan dengan MDF untuk bersama-sama mendanai
pembangunan infrastruktur yang besar dan aset strategis melalui dua jalan: Program IRFF
(Infrastructure Reconstruction Financing Facility) yang didanai oleh MDF dan dikelola
oleh Bank Dunia, dan Proyek IREP (Infrastructure Reconstruction Enabling Project) yang
mendukung IRFF dengan penekanan pada pengembangan kapasitas pada tingkat lokal.
Program IRFF ini adalah program kemitraan tunggal yang paling penting yang
pernah dilakukan oleh BRR dalam arti program ini berkonsentrasi pada proyek-proyek
infrastruktur yang besar dan merupakan program sektoral terbesar yang pernah
dilaksanakan oleh BRR di samping proyek perumahan dan permukiman. Proyek-proyek
IRFF secara kolektif mencakup 34 persen dari semua proyek infrastruktur pada 2008 dan
30 persen dari semua proyek selama BRR berdiri.
Pelaksanaan program IRFF yang penuh dengan negosiasi yang kompleks dan
berlarut-larut, ditambah dengan modalitas pengadaan barang/jasa yang jelimet, telah t
memperlambat subproyek infrastruktur yang akan didanai.
Proyek tersebut dimaksudkan untuk menyuntik dana sebesar US$ 300 juta ke usaha-
usaha rekonstruksi dan rehabilitasi yang didanai bersama oleh pemerintah Indonesia
dan MDF serta dikelola oleh Bank Dunia. Pengalokasian dananya adalah 70 persen oleh
pemerintah Indonesia (senilai US$ 200 juta) dan 30 persen oleh MDF (senilai US$ 100
juta).
Program IRFF dicetuskan pada Januari 2006 dan dalam waktu enam bulan nota konsep
proyek (PCN) dibuat untuk proyek-proyek prioritas dan terpilih. Proyek-proyek ini akan
menjadi penting dan terpandang bagi rakyat Aceh dan Nias. Harapannya adalah bahwa
pengerjaan konstruksi proyek akan dimulai pada Januari 2007.
Karena negosiasi yang berlarut-larut, pengambilan keputusan tingkat tinggi yang
memerlukan persetujuan dari kantor pusat Bank Dunia di Washington DC, perubahan
personel di kantor Bank Dunia di Jakarta dan tertundanya modalitas pengadaan barang/
jasa Bank Dunia, perjanjian hibah baru ditandatangani pada 15 Januari 2007 dan 18 bulan
setelah PCN dikeluarkan barulah konsultan desain dan pengawasan mulai bekerja.
Sementara itu, karena siklus anggaran pemerintah Indonesia dan tekanan masyarakat
untuk melakukan sesuatu, BRR terpaksa menggunakan dana mitranya yang dialokasikan
untuk program ini. Apabila BRR gagal menggunakan dana ini, aliran anggaran ini akan
terputus pada akhir tahun dan alokasi dana tadi akan hangus. Pada hakikatnya, BRR
memakai dana mitranya (sekitar US$ 15l juta) untuk mendanai proyek-proyek prioritas
dan mendesak di bawah program yang memakai dana pemerintah Indonesia 100 persen.
Hal ini mengakibatkan terganggunya rasio pendanaan 70 persen pemerintah Indonesia,
30 persen MDF. Urutan peristiwa ini terlihat di Gambar 7.9.
Ini berarti bahwa BRR harus menegosiasikan pengaturan pendanaan yang baru dengan
MDF melalui sekretariat dan badan pengawasnya, yaitu Bank Dunia. Negosiasinya
kemudian menjadi berlarut-larut dan sampai 31 Desember 2008, yaitu tanggal
Bagia
n 7.
Men
gakh
iri P
erjal
anan
dan
Men
ingga
lkan
Waris
an A
badi
119
Gambar 7.10 Jadwal Proyek IRFF
pelimpahan, perubahan perjanjian hibah masih belum dilaksanakan 41—hal ini terjadi
meskipun adanya persetujuan antara semua pihak (Bank Dunia, MDF, Departemen
Keuangan, Bappenas, dan departemen terkait) pada 3 Juli 2008 tentang pengaturan
keuangan dan konsep Perubahan Persetujuan Hibah No. 2.
Mekanisme pendanaan merupakan landasan untuk penyerahan proyek-proyek
tahunan ke departemen terkait, seperti Pekerjaan Umum, dan setiap penundaan dalam
pengaturan ini akan menghambat persiapan akhir untuk pelimpahan.
BRR mengusulkan pengaturan pendanaan transisi yang diterima oleh semua pihak
pada Juli 2008 untuk membuat mekanisme yang memastikan pendanaan proyek-proyek
tahunan sampai selesai. Rasio 70 persen ke 30 persen diganti menjadi:
Pemerintah Indonesia = US$ 126,5 juta atau 55 persen
MDF = US$ 99,91 juta atau 45 persen
Dana ini berlaku pada proyek-proyek berikut (total 59 paket):
Pelabuhan - 5 Paket
Air & Sanitasi - 8 Paket
Pengadaan Air - 5 Paket
Jalan Raya - 8 Paket
Jalan Provinsi - 10 Paket
Jalan Distrik - 23 Paket
Proyek IRFF yang 100 persen dibiayai oleh pemerintah Indonesia
US$ 151 Juta US$ 226 Juta
Proyek IRFF
JAN 2006200Diskusi dimulai
JUNI 2006I 200PCN terbit
DES 2007S 200
15 JAN 2007AN 20Perjanjian Hibah ditandatanganig
OKT 2007T 200Konsultan
dimobilisasiobilisa
DES 2008200
120
KEUA
NGAN
: Tuju
h Ku
nci
Peng
elolaa
n Da
na B
antu
an ya
ng E
fekt
if
Demikian pula, ada strategi-strategi tersendiri dalam berurusan dengan proyek-proyek
tahunan dari ADB, AFD, dan JBIC. BRR terlibat penuh dalam menyusun proyek-proyek
anggaran pendanaan 2009 dengan departemen terkait.
Transisi proyek-proyek infrastruktur ini setiap saat dinegosiasikan dengan departemen
terkait, Departemen Pekerjaan Umum mengambil peran utama sebagai badan pelaksana
untuk sebagian besar program/proyek dan Bappenas menjadi badan pelaksana untuk
program-program ADB dan proyek-proyek yang erat kaitannya dengan Departemen
Pekerjaan Umum.
Semua proyek infrastruktur yang didanai oleh MDF/ADB/AFD/JBIC ada di bawah satu
badan pelaksana di Departemen Pekerjaan Umum dengan Unit Manajemen Proyek (PMU)
yang didedikasikan penuh tambahan pula, beberapa dari mereka akan mempunyai Unit
Pelaksana Proyek (PIU) yang berdedikasi di departemen terkait lain, misalnya semua
proyek pelabuhan IRFF akan dikelola oleh Departemen Perhubungan melalui sebuah PIU.
Pengaturan untuk Proyek-proyek Bank Pembangunan Asia (ADB)
Program pelimpahan ADB relatif lebih santai dengan dialog yang konstruktif dan
terbuka selama masa transisi.
Gambar 7.11 Pengaturan Transisi
PROYO EK MDFDILIMPAHKAN KE
(KEMENTERIAN/LEMBAGA)
Proyek Sistem Administrasi Pertanahan Aceh (RALAS)
Dukungan terhadap Daerah Miskin dan Terkebelakang
Proyek Pengembangan dan Penghidupan Nias (Nias LEDP)
Fasilitas Pendanaan Pengembangan Ekonomi (EDFF)
Pemulihan dan Perencanaan Berbasis Kecamatan Nias
Program Pemberdayaan Rekonstruksi Infrastruktur
Fasilitas Pendanaan Rekonstruksi Infrastruktur
Proyek Rekonstruksi dan Rehabilitasi Berbasis Komunitas Pemukiman (ReKompak)
Pemulihan Komunitas melalui Pemulihan Kota (UPP)
Badan Pertanahan Nasional (BPN)
Departemen Pengembangan Daerah Terkebe-lakang (KPDT)
Departemen Dalam Negeri
Departemen Pekerjaan Umum
Bagia
n 7.
Men
gakh
iri P
erjal
anan
dan
Men
ingga
lkan
Waris
an A
badi
121
ADB melaksanakan proyek-proyek dengan bekerja sama
BRR senilai US$ 294,50 juta; ini di luar kontribusi ADB
ke MDF sebesar US$ 10 juta. Kontribusi ini dialokasikan
kepada berbagai area seperti tertera di Tabel 7.2. di
samping ini.
Pengaturan transisi diberikan kepada Bappenas yang
akan menjadi badan pelaksana dan wadah untuk kantor
manajemen proyek. Hanya sebagian dari program
yang belum selesai pada saat BRR ditutup. Program ini
mencakup pembangunan jalan dan jembatan, pengadaan
air bersih di daerah pedalaman serta sanitasi, pendidikan,
dan komponen fidusia.
Jalan dan jembatan diklasifikasikan sebagai infrastruktur
dan oleh karena itu akan dilaksanakan oleh Departemen
Pekerjaan Umum, yang sudah ditunjuk sebagai badan
pelaksana untuk proyek-proyek MDF. Satuan kerja akan
didirikan untuk proyek-proyek ADB. Pengadaan air bersih
untuk daerah pedalaman dan sanitasi akan dilaksanakan
oleh Departemen Kesehatan. PIU lain akan didirikan dan
yang akan melapor ke PMU di Bappenas. Komponen pendidikan akan dilaksanakan oleh
Departemen Pendidikan Nasional, PIU tambahan akan didirikan dan melapor ke PMU di
Bappenas. Bappenas akan mempertahankan PIU untuk Komponen Pengawasan Fidusia.
Pengaturan-pengaturan untuk Proyek-proyek Agence Française de Développement (AFD) dan Japan Bank for International Cooperation (JBIC)
Seperti ADB, pelimpahan proyek-proyek ini relatif lancar karena mereka diklasifikasi
sebagai infrastruktur dan dilimpahkan kepada Badan Pelaksana Departemen Pekerjaan
Umum di bawah kendali PMU yang baru didirikan.
Manajemen Risiko – Memastikan Bahwa Proses Tetap pada Jalurnya
Pada tahun terakhirnya BRR memperkenalkan manajemen risiko untuk memonitor dan
mengevaluasi proses menuju transisi dan pembubaran. Model manajemen risiko berikut
dipakai (Gambar 7.13.). Sejak Juli 2008, diadakan rapat manajemen dua mingguan yang
melibatkan setiap orang di BRR untuk mengevaluasi keadaan terkini dengan memakai
model transisi dan manajemen.
KomponenAlokasi
(US$ Juta)
1 Pertanian 35,0
2 Perikanan 28,0
3 Pengusaha Kecil & Mikro 15,0
4 Kesehatan 13,0
5 Pengadaan Air Pedesaan & Sanitasi 7,0
6 Pendidikan 17,5
7 Perumahan 70,8
8 Irigasi 30,0
9 Perencanaan Ruang & Lingkungan 17,0
10 Jalan dan Jembatan 37,0
11 Listrik 9,7
12 (a) Pengawasan Pengelolaan Anggaran (AFT) 11,0
(b) Pengawasan Pengelolaan (Belanda 3,5
Total 294,5
Tabel 7.2 Alokasi-alokasi Proyek ADB ETESP
122
KEUA
NGAN
: Tuju
h Ku
nci
Peng
elolaa
n Da
na B
antu
an ya
ng E
fekt
if
BRR mengevaluasi empat bidang manajemen risiko:
Risiko Operasional 1.
Mempertahankan komitmen terhadap kualitas–Balai Kliring melaporkan
kesulitan-kesulitan yang dijumpai.
BRR harus memastikan bahwa segala sesuatu selesai pada waktunya dan
dilaksanakan pada masa BRR masih berdiri.
Risiko Keuangan2.
Melapor–memastikan ketaatan pada pertanggungjawaban (dibahas lengkap di
Bab 5).
Audit–menyiapkan auditor dengan waktu yang cukup untuk melihat semua
catatan dan memfasilitasi jalan keluar untuk persoalan-persoalan audit (dibahas di
Bab 6).
Pendanaan–menerima
janji-janji bantuan, dan
mengubahnya menjadi
komitmen dan pencairan
dana untuk mencapai tujuan-
tujuan (seperti diulas secara
mendalam di Bab 1 dan 2)
Risiko Legal 3.
Pengadaan–memastikan
ketaatan baik sebelum
penilaian dan sesudah
pelaksanaan, semua tunduk
pada pedoman pengadaan
(barang/jasa) pemerintah
Indonesia yang telah
dimodifikasi oleh presiden
untuk dilaksanakan BRR.
Lingkungan–memastikan
ketaatan pada semua
pedoman yang ada.
Risiko Politik4.
Internasional–BRR harus
memastikan dialog dan
forum yang terbuka untuk
memastikan suara-suara pihak donor didengar dan sebaliknya bahwa pandangan-
pandangan pemerintah Indonesia dan strategi-strateginya diberi tempat pada
tingkat yang sesuai.
Nasional–BRR harus mempertimbangkan implikasi-implikasi dari lingkungan
politik antara pemerintah pusat dan pemerintah provinsi. Ada beberapa
Gambar 7.13 Model Manajemen Risiko
PemahamanEvaluasi
Prioritas
Iden
titas
Pengelolaan
Meninjau Kembali
Bagia
n 7.
Men
gakh
iri P
erjal
anan
dan
Men
ingga
lkan
Waris
an A
badi
123
persilangan pendapat dan BRR harus mengidentifikasi hal itu dan melakukan
manuver di antara konflik-konflik tersebut.
Lokal–Karena kebijakan desentralisasi dan otonomi khusus pemerintah, BRR
berada dalam situasi harus meladeni perbedaan-perbedaan persepsi tentang
bagaimana kebijakan-kebijakan ini dimengerti pada tingkat lokal. Transisi yang
mulus, bersih, dan efektif mempunyai risiko yang besar karena pemerintah
provinsi terutama mempunyai visi yang berbeda tentang pasca-BRR dengan
pemerintah pusat dan bahkan dalam BRR sendiri. Terlebih lagi, pemerintah lokal
berusaha memakai pendekatan selektif dalam menerima aset-aset yang sudah
selesai, menunda-nunda keputusan tentang siapa yang akan mengelola proyek
tersebut sesudah pelimpahan kepemilikan
Kesimpulan dan Pencapaian Sejak awal ditetapkan bahwa BRR punya waktu empat tahun untuk melaksanakan
mandatnya. Pasal-pasal yang jelas menyebutkan masa akhir berdirinya BRR penting
untuk mencegah agar lembaga ad hoc ini tidak akan berdiri lagi setelah dibubarkan.c
Keterlibatan BRR setelah fase rekonstruksi selesai akan sangat merugikan kepemilikan
pemerintah lokal. Transisi yang menyeluruh dan strategi penutupan harus diformulasikan.
Investasi yang dibuat oleh mitra dari seluruh dunia perlu dipelihara dalam jangka
panjang untuk memungkinkan pemulihan ekonomi Aceh dan Nias. Pada fase akhir
berdirinya, BRR memulai dialog teknis dan politik yang tidak pernah terjadi sebelumnya
dengan pihak mitra pada tingkat internasional, nasional, dan lokal untuk memastikan
transisi yang mulus, bersih, dan efektif. Departemen terkait dan pemerintah lokal
diikutkan dalam mendesain proyek, mengidentifikasi dan mendesain mekanisme
pendanaan, dan organisasi pelaksanaan proyek untuk proyek-proyek yang akan selesai
sesudah 2008.
Mengidentifikasi strategi untuk program-program yang akan diserahkan ke mitra-mitra
pemerintah lokal atau pusat dan lembaga-lembaga terkait hanyalah langkah pertama
dalam melestarikan hasil fisik rekonstruksi. Penyerahan pengetahuan, pengendapan
memori lembaga, dan proses-proses yang diambil BRR untuk melaksanakan dan
mengoordinasi sama pentingnya, kalau tidak demikian maka pelajaran yang sudah
diperoleh akan sia-sia. Selama rekonstruksi, BRR memberikan kesempatan untuk
belajar sambil mengalami melalui partisipasi mitra lokal dalam proses tersebut.
Dibukanya kantor-kantor BRR di daerah, misalnya, membuka jalan untuk kolaborasi dan
pengikutsertaan pemerintah lokal. Pertukaran pengetahuan yang diperoleh dalam proses
ini adalah batu loncatan untuk mengelola pembangunan ini.
Pada semua tahap proses bisnis yang dipakai BRR, termasuk pembuatan proses
bisnisnya, membuat mekanisme koordinasi, melaksanakan program-program dan
proyek-proyek, mengelola keuangannya dan akhirnya mendesain dan melaksanakan
124
KEUA
NGAN
: Tuju
h Ku
nci
Peng
elolaa
n Da
na B
antu
an ya
ng E
fekt
if
transisi dan strategi untuk bubar, BRR meminta tuntunan dan petunjuk dari badan-badan
ternama di dunia, perusahaan-perusahaan konsultan dan para ahli untuk memastikan
manajemennya mendapat nasihat terbaik sebelum mengambil keputusan final. Hal ini
memastikan bahwa BRR akan memelihara integritasnya dan akuntabilitasnya selama BRR
berdiri, meninggalkan warisan yang abadi.
Bagia
n 7.
Men
gakh
iri P
erjal
anan
dan
Men
ingga
lkan
Waris
an A
badi
125
Catatan1. Menurut Koalisi Evaluasi Tsunami-Tsunami Evaluation Coalition (TEC)-jumlah
janji pemberian dana untuk Aceh kurang dari US$ 9,0 miliar janji pemberian dana saat Hurricane Mitch di 1998, dan US$ 8,2 juta janji pemberian dana untuk Afghanistan periode 2004–2007 serta US$ 9,4 miliar bagi Irak di 2004 (TEC 2006). Irak memperoleh hampir US$ 15 miliar dari OfficialDevelopment Aid dari para anggota OECD DAC sebagai pembebasan hutang di 2005, sementara hanya setengah dari jumlah ini yang terwujud menjadi dana untuk tsunami di tahun yang sama. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)mengimbau bantuan untuk tsunami adalah yang terbesar ketiga setelahPBB mengimbau untuk Sudan (2005) dan Irak (2003).
2. Berdasarkan penilaian Bank Dunia terhadap pendapatan kotor per kapita, 2007.
3. Indonesia ditangguhkan membayar hutang sebesar US$ 2,7 miliar.Pembayaran hutang, yang jatuh tempo pada 2005, ditunda selama lima tahun dengan masa tenggang satu tahun. Pemerintah Indonesia beserta parlemen setuju bahwa US$ 2,1 miliar akan dialokasikan untuk rekonstruksi di tahun anggaran 2005 sedangkan sisa US$ 600 miliar dialokasikan kelain tempat.
4. Wawancara bersama kontributor, 2008.5. Laporan Scanteam mengenai Multi-Donor Trust Funds di seluruh dunia.
Perserikatan Bangsa-Bangsa maupun Bank Dunia bertindak sebagaipengurus.
6. Institute of Development Studies, http://www.ids.ac.uk7. Dalam praktiknya, kelengkapan dan akurasi dari RANdatabase berkatian
dengan kedisiplinan para mitra untuk melaporkan perkembangan terkini dalam database tersebut; memantau aliran dana dan hasil fisikmenimbulkan pekerjaan tambahan bagi sistem yang sudah padat karya. Awalnya rendah, tingkat kepatuhan pelaporan mencapai 92 persen pada Desember 2008.
8. www.niasisland.com, 2006. 9. BBC News Asia, “Aceh Restoration ‘Close to Zero,” 9 Mei 2005.10. Keputusan KPPN No. 13/2003 mengenai mekanisme anggaran.11. Menurut peraturan perpajakan, hibah asing dibebaskan dari pajak selama
digunakan oleh penerima yang ditentukan atau diserahkan ke pemerintah saat proyeknya selesai, namun akan terkena pajak apabila selanjutnya diserahkan ke sektor swasta.
12. BRR 200813. “Kapasitas serap” adalah istilah yang dipakai dalam ekonomi pembangunan
untuk menggambarkan kapasitas ekonomi untuk menyerap tambahan danadari luar yang berasal dari investasi asing atau bantuan.
14 Tidak semua dana yang tak terpakai dipindahkan, hanya dana yang terkait pada proyek yang belum selesai. Alokasi untuk pengeluaran rutinadministrasi pada umumnya tidak dipindahkan.
15 No. S - 9255/Pb/2006 22 Desember 2006
126
KEUA
NGAN
: Tuju
h Ku
nci
Peng
elolaa
n Da
na B
antu
an ya
ng E
fekt
if
16 Perdirjen No. 03 /PB/200717 Perdirjen No. 70/PB/2007/0/200518 Dengan peraturan ini, hanya barang dan jasa yang diberikan oleh kontraktor
utama dari dana rekonstruksi bantuan asing yang mendapat pembebasandari pajak pertambahan nilai (PPN). Pembebasan pajak tak berlaku bagi subkontraktor dan proyek-proyek yang dibiayai oleh hibah dalam negeri.
19 WFP Shipping Service, Project Appraisal Document II, June 2006.20 Hanya LSM yang terdaftar dalam Pusdatin yang masuk dalam hitungan ini.
Angka sebenarnya lebih tinggi21 Wawancara oleh kontributor, Desember 2008.22 Serambi Indonesia, 16 October 200823 Serambi Indonesia, 30 September 2007.24 Melalui amendemen terhadap Peraturan Presiden No. 70/05.25 Sebagaimana diuraikan di dalam Keppres 80/03, dan disetujui oleh
Peraturan Presiden No. 70/05 untuk pengadaan dari Barang-barang danJasa-jasa.
26 BPK memulai audit laporan finansial dari jajaran kementerian pada 2006.Sebelumnya, BPK hanya meninjau laporan pertanggungjawaban finansial nasional oleh Menteri Keuangan.
27 Meski telah berupaya untuk menjangkau seluruh organisasi, kebanyakanpartisipan telah melengkapi program-program mereka di Aceh dan Nias,menjadikannya sulit bagi Pusdatin Outreach Team untuk mengontak mereka dan meminta konfirmasi.
28 Permendagri No. 17/2007 (SIMBADA- Aset) dan Permendagri No. 59/2007(SIMDA - Finansial).
29 CNN, www.cnn.com, 17 Januari 2009.30 BPKP adalah aparat negara yang melapor langsung kepada presiden dan
bertanggung jawab atas audit dari kegiatan yang spesifik didanai olehanggaran pemerintah pusat dan provinsi. BPKP telah menciptakan sebuah“strategi antikorupsi nasional” berdasarkan studi yang berlangsung selamadua tahun tentang korupsi di Indonesia.
31 Hukum No. 20/2001 mengembangkan hukum antikorupsi awal di 1999.32 Definisi ADB (Pedoman Laporan Penyelesaian Proyek ): Sebuah proyek
dianggap selesai bila fasilitas dan komponen-komponennya padadasarnya telah selesai dan siap dioperasikan (terlepas dari selesainyapertanggungjawaban keuangannya).Definisi Bank Dunia (Pedoman Fasilitas Lingkungan Global): Sebelum proyek ditutup, diadakan kunjungan akhir ke lapangan untuk memonitor keadaan.Kunjungan ini boleh ditiadakan apabila proyek tersebut sudah pernahdimonitor dan terbukti telah mengikuti peraturan-peraturan secara baik.Definisi Bank Dunia (Pemulihan Tsunami di Sri Lanka): Sebuah fasilitas yang baru dibangun atau direnovasi telah mencapai tahap akhir, terkadang disebut penempatan bermanfaat, bila dianggap layak untuk penempatan secara penuh dan operasi aktif yang total.
33 On granting adalah sebuah proses hibah yang diterima oleh pemerintah gpusat dihibahkan lagi ke pemerintah lokal yang melaksanakan proyek. On lending adalah mekanisme serupa yang diberlakukan pada pinjaman.
34 Pemerintah Lokal Tingkat Distrik.
127
35 Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bendahara Nasional pada tingkat provinsi.
36 Kantor Koordinator Pemulihan PBB.37 Badan perencanaan tingkat provinsi.38 BRR mendefinisikan proyek tahunan sebagai proyek-proyek yang sudah
dimulai atau ditenderkan dan dikontrak oleh BRR, tetapi sesuai rencana,akan dilaksanakan sesudah BRR ditutup pada 16 April 2009.
39 Agence Française de Développement (AFD)40 Japan Bank for International Cooperation (JBIC)41 Ringkasan tentang penilaian MDF dapat diperoleh dari Dr. Kuntoro
Mangkusubroto’s “Appraising the MDF’s Contribution to the Reconstructionof Aceh and Nias” yang disampaikan kepada rapat Dewan Pengarah MDF pada 18 Desember 2008 di Jakarta.
128
KEUA
NGAN
: Tuju
h Ku
nci
Peng
elolaa
n Da
na B
antu
an ya
ng E
fekt
if
Bagian 1Bappenas. The Master Plan for the Rehabilitation and Reconstruction of Aceh
and Nias – Main Book. Jakarta: Bappenas, Jakarta, 2005.
Harford, T, Hadjimichael, B and Klein, M. The Supply of Aid: How Are DonorsGiving, and to Whom?, Public Policy for the Private Sector. http://rru.worldbank.org (2004): Note Number 276 pp 1-4.
Hurley R. Managing Yourself: The Decision to Trust’, Harvard Business Review, September 2006.
Kim, W.C and Mauborgne, R. ‘Fair Process: Managing in the KnowledgeEconomy’, Harvard Business Review, July-August 1997.
Masyrafah, Harry and McKeon, Jock. Post-Tsunami Aid Effectiveness inAceh: Proliferation and Coordination in Reconstruction. Washington DC:Wolfhensohn Center for Development, 2008.
Scanteam. Review of Post-Crisis Multi-Donor Trust Funds. Olso: Scanteam, 2007
TEC. Joint Evaluation of the International Response to the Indian Ocean Tsunami: Synthesis Report. London: Tsunami Evaluation Coalition, 2006.
Transparency International. Corruption Perception Index 2004.
Bagian 2Acharya, Fuzzo, and Moore 2004 as cited in Masyrafah, H and McKeon, M.
Post-Tsunami Aid Effectiveness in Aceh: Proliferation and Coordination inReconstruction, Washington DC: Wolfhensohn Center for Development, 2008.
Acharya, Lima, and Moore. Proliferation and fragmentation: Transactions costs and the value of aid. The Journal of Development Studies 42(1), (2006):1–21.
Bappenas and International Community. Indonesia: Preliminary Damage and Loss Assessment; The December 26, 2004 Natural Disaster, Indonesia:Bappenas, 2005.
Birdsall (2005) as cited by Roodman, D. Competitive Proliferation of Aid Projects:A Model, Center for Global Development Working Paper Number 89 ( June2006).
Cialdini, R. Harnessing the Science of Persuasion, Harvard Business Review 79 no. 9 (2001).
Conger, J. A. The Necessary Art of Persuasion, Harvard Business Review 76 w(1998): 84-96.
Bibliografi
129
Hayek cited by Petsoulas, Christian. Hayek’s Liberalism and Its Origins: His Ideaof Spontaneous Order and the Scottish Enlightenment.Routledge, 2001-2.
Masyrafah, Harry and McKeon, Jock. Post-Tsunami Aid Effectiveness in Aceh: Proliferation and Coordination in Reconstruction. Washington DC:Wolfhensohn Center for Development, 2008.
Roodman, D. Competitive Proliferation of Aid Projects: A Model, Center for Global Development Working Paper, Number 89, June 2006.
TEC. Joint Evaluation of the International Response to the Indian OceanTsunami: Synthesis Report. London: Tsunami Evaluation Coalition, 2006.
Bagian 3BRR and International Partners. Aceh and Nias One Year After the Tsunami,
December 2005.
Emerson Communications Consultant. BRR NAD Aceh Reflections in the Media,January 2006.
Nazara, Suahasil and Resosudarmo, Budy. Aceh-Nias Reconstruction and Rehabilitation: Progress and Challenges at the End of 2006, ADBIDiscussion Paper, June 29, 2007.
Tuckman, Bruce. Development seqyunce in small group, Psychological Bulletin63 (1965): 384-399.
Zeithaml, Valarie A., Berry Leonard L. and Parasuraman A. The Nature andDeterminants of Customer Expectations of Service, Journal of the Academy of Marketing Science no. 21 Winter (1993): 1-12.
Bagian 4Masyrafah, Harry and McKeon, Jock. Post-Tsunami Aid Effectiveness in
Aceh: Proliferation and Coordination in Reconstruction. Washington DC:Wolfhensohn Center for Development, 2008
Kotter, John P. Leading Change, Harvard Business School Press, January 15,1996.
Tapscott, Don and Williams, Anthony D. Wikinomics: How Mass Collaboration Changes Everything. Penguin Portfolio, 2006.
Bagian 5Behn, Robert D. Rethinking Democratic Accountability, Brookings Institution
Press, 2001
Wolf, Patrick J. and Hassel, Bryan C. Effectiveness and Accountability (Part 1): Alternatives to the Compliance Model,Progressive Policy Institute publication.Progressive Policy Institute, May (2001): 53-76.
Bagian 6Dickstein, Dennis I. and Flast, Robert H. No Excuses, A Business Process
Approach to Managing Operational Risk, Wiley Publishing, January 2009.
130
KEUA
NGAN
: Tuju
h Ku
nci
Peng
elolaa
n Da
na B
antu
an ya
ng E
fekt
if
Daftar Singkatan
Singkatan Inggris Indonesia
ADB Asian Development Bank Bank Pembangunan Asia
AIPRD Australia-Indonesia Partnership forReconstruction and Development
Kemitraan Australia-Indonesia untukRekonstruksi dan Pembangunan
APBD Government of Indonesia’s Regional Annual Budget
Anggaran Pendapatan dan BelanjaDaerah
APBN Government of Indonesia’s National Annual Budget
Anggaran Pendapatan dan BelanjaNegara
ASEAN Association of South East Asia Nations
Perhimpunan Negara-Negara AsiaTenggara
Bakornas (PBP)
National Coordination Agency (for Disaster Mitigation and Refugees),now has became National Agency for Disaster Mitigation
Badan Koordinasi Nasional (Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi), sekarang bernama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
Bapel Executing Agency Badan Pelaksana
Bappeda Agency for the Planning of RegionalDevelopment
Badan Perencanaan PembangunanDaerah
Bappenas National Development Planning Agency
Badan Perencanaan PembangunanNasional
BLM Direct Community Assistance Bantuan Langsung Masyarakat
BPK Supreme Audit Agency Badan Pemeriksa Keuangan
BPS Statistic Center Bureau Badan Pusat Statistik
BRR Agency for the Rehabilitation and Reconstruction of the Regions and Community of Nanggroe AcehDarussalam and the Nias Island of theProvince of North Sumatera
Badan Rehabilitasi dan RekonstruksiWilayah dan Kehidupan MasyarakatProvinsi Nanggroe Aceh Darussalamdan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara
CFAN Coordination Forum for Aceh and Nias Forum Koordinasi untuk Aceh danNias
Dana Otsus Special Autonomy Fund Dana Otonomi Khusus
DAU General Allocation Fund Dana Alokasi Umum
DIPA Issuance of Spending Authority Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran
Dirjen Directorate General Direktorat Jenderal
DPR House of Representative Dewan Perwakilan Rakyat
DPRD House of Regional Representative Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
131
Singkatan Inggris Indonesia
DRR disaster risk reduction pengurangan risiko bencana
ETESP Earthquake and Tsunami Emergency Sector Project funded by AsianDevelopment Bank (ADB)
Proyek Sektor Bantuan DaruratGempa Bumi dan Tsunami yang dibiayai oleh Asian Development Bank(ADB)
GAM Free Aceh Movement Gerakan Aceh Merdeka
GDP Gross Domestic Product Produk Domestik Bruto (PDB)
GOI Government of Indonesia Pemerintah Republik Indonesia
Inpres Presidential Instruction Instruksi Presiden
INTOSAI International Organization of Supreme Audit Institutions
Organisasi Tertinggi BPK-BPK se-Dunia
IREP Infrastructure ReconstructionEnabling Program
Program Pemampuan Rekonstruksi Prasarana
IRFF Infrastructure ReconstructionFinancing Facilitiy
Sarana Pendanaan RekonstruksiPrasarana
JICS Japan International CooperationSystem
Badan Jepang mengenai Sistem Kerja Sama Internasional
K/L Ministry/Institution Kementerian Negara/Lembaga
Kabapel Head of Implementing Agency Kepala Badan Pelaksana
KfW Kreditanstalt fur Wrederaubau is aGerman Development Bank acting as the funding management manager onbehalf of German Government.
Kreditanstalt fur Wrederaubau adalahBank Pembangunan Jerman yang berperan sebagai pengelola dana atas nama pemerintah Jerman.
KPI Key Performance Indicator Indikator Kinerja Utama
KKN Corruption, Collusion, and Nepotism Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
KPA Budget Authority Officer Kuasa Pengguna Anggaran
KP4D The Village Committee for Housing and Settlement DevelopmentAcceleration
Komite Percepatan PembangunanPerumahan dan Permukiman Desa
KPK Corruption Eradication Commission Komisi Pemberantasan Tindak PidanaKorupsi
KPPN Office for State Services and Treasury Kantor Pelayanan danPerbendaharaan Negara
KPPN-K Special Office for State Services and Treasury
Kantor Pelayanan dan Perbendaharaan Negara-Khusus
LAKIP Performance Accountability Report Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
LOGA Law on Governing Aceh Undang-Undang Pemerintahan Aceh(UUPA)
LSM Non-governmental Organization (NGO) Lembaga Swadaya Masyarakat
132
KEUA
NGAN
: Tuju
h Ku
nci
Peng
elolaa
n Da
na B
antu
an ya
ng E
fekt
if
Singkatan Inggris Indonesia
MAK Account Code in Indonesian Budgetary System
Mata Anggaran Kegiatan
MDF Multi-Donor Fund Dana Multi-Donor
MenPAN Ministry of State Apparatus Empowerement
Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
MOF Ministry of Finance Departemen Keuangan (Depkeu)
MTR Mid-Term Review Evaluasi Paruh Waktu
MPR People’s Consultative Assembly Majelis Permusyawaratan Rakyat
NAD Nanggroe Aceh Darussalam Nanggroe Aceh Darussalam
NISM Nias Islands Stakeholder Meeting Pertemuan pemangku kepentinganKepulauan Nias
NGO Non-Governmental Organization Organisasi nonpemerintah/ Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
PAD Regional Income Pendapatan Asli Daerah
PBB United Nations (UN) Perserikatan Bangsa-Bangsa
PCN Project Concept Note Nota-Konsep Proyek
PDB Gross National Product (GNP) Produk Domestik Bruto
PDRB Regional Gross Domestic Product Produk Domestik Regional Bruto
Pemda Regional Government Pemerintah Daerah
Pemkab District Government Pemerintah Kabupaten
Pemprov Province Government Pemerintah Provinsi
Perpres Presidential Regulation Peraturan Presiden
Perppu Government Regulation in Lieu of Law Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
PHLN Foreign Soft Loans/ grant Pinjaman/Hibah Luar Negeri
PMT Exit Strategy Pengakhiran Masa Tugas
PMU Project Management Unit Unit Manajemen Proyek
PNPM National Programme of Community Development
Program Nasional Pengembangan Masyarakat
PP Government Regulation Peraturan Pemerintah
PPK Contract Preparation Officer Pejabat Pembuat Komitmen
PSD Basic Infrastructure and Facilities Prasarana dan Sarana Dasar
PU Public Works Pekerjaan Umum
Pusdatin Center for Data and Information Pusat Data dan Informasi
RAND Recovery Aceh-Nias Database Basis-data Pemulihan Aceh-Nias
RANTF Recovery Aceh-Nias Trust Fund Dana Perwalian Pemulihan Aceh-Nias
ReKompak Community-based Rehabilitation andReconstruction of Settlements
Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pemukiman Berbasis Komunitas
133
Singkatan Inggris Indonesia
RI Republic of Indonesia Republik Indonesia
RKP Government Work Plan Rencana Kerja Pemerintah
RM Pure Indonesian State Budget Rupiah Murni
Rp Rupiah (Indonesian currency) Rupiah
RPJM Mid-term Development Plan Rencana Pembangunan JangkaMenengah
SAK Anti-corruption Unit Satuan Antikorupsi
Satker Project Implementing Unit Satuan Kerja
Satkorlak Unit for Coordinating Implementersof Disaster and Displaced PersonsManagement
Satuan Koordinasi PelaksanaPenanggulangan Bencana danPenanganan Pengungsi
Satlak Implementer Unit Satuan Pelaksana
SK Decree Surat Keputusan
SP2D Fund Disbursement Order Letter Surat Perintah Pencairan Dana
SPM Management Control System Sistem Pengendalian Manajemen
TA Fiscal YearYY Tahun Anggaran
TNI Indonesian National Army Tentara Nasional Indonesia
UKM Small and Medium Enterprise (SME) Usaha Kecil dan Menengah
UN United Nations Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
UNDP United Nations Development Programme
Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
UNORC United Nations Office of the RecoveryCoordinator for Aceh and Nias
Badan Perserikatan Bangsa-BangsaKoordinator Pemulihan khusus untuk Aceh dan Nias
UU Law Undang-Undang
UUPA Law on the Governing of Aceh Undang-Undang tentangPemerintahan Aceh
Wanrah Advisory Board Dewan Pengarah
Wanwas Supervisory Board Dewan Pengawas
WB World Bank Bank Dunia
134
KEUA
NGAN
: Tuju
h Ku
nci
Peng
elolaa
n Da
na B
antu
an ya
ng E
fekt
if
LEMBAR FAKTA
Tabel LF.2 Kebutuhan PendanaanRekonstruksi 2005-2009
TahunAnggaran
RevisiRencana Induk
PerPres47/2008
Komitmen Donor
Off-Budget
On-Budget Komitmen Pemerintah
APBN Kebutuhan On-Budget
(APBN)
Komitmen On-Budget
(APBN)
KekuranganOn-Budget
(APBN) (Non-APBN) RM PHLN
1 2 4 5 6 7 8 9 = (8 - 7)
2005 66.993.387,00 10.472.599,00 2.497.146,00 - 2.497.146,00 2.497.146,00 -
2006 4.727.294,00 6.954.455,00 937.591,00 7.892.046,00 7.892.046,00 -
2007 1.278.811,00 7.842.029,00 3.286.635,00 11.128.664,00 11.128.664,00 -
2008 7.390.948,00 7.523.541,00 2.487.540,00 10.011.081,00 7.000.401,00 (3.010.680,00)
2009 7.390.948,00 3.834.851,00 - 3.834.851,00 - (3.834.851,00)
TOTAL 66.993.387,00 31.630.599,00 28.652.022,00 6.711.766,00 35,363.788,00 28.518.257,00 (6.845.531,00)
Tabel LF.1 Penaksiran Awal Kerusakan dan Kerugian (Sumber: Bappenas 2005)
Dampak Total Kekayaan
Kerusakan Kerugian Total Pribadi Umum
Sektor Sosial 1.674,9 65,8 1.740,7 1.440,6 300,1
Perumahan 1.398,3 38,8 1.437,1 1.408,4 28,7
Pendidikan 110,8 17,6 128,4 9 119,4
Kesehatan 82,5 9,4 91,9 23,2 68,6
Budaya dan Agama 83,4 83,4 83,4
Infrastruktur 636 240,8 876,8 325,9 550,8
Trasportasi 390,5 145,4 535,9 165,8 370,1
Komunikasi 18,9 2,9 21,8 8,6 13,2
Energi 67,8 0,1 67,9 1,1 66,9
Air Bersih & Sanitasi 26,6 3,2 29,8 18,3 11,4
Pengendalian Banjir, Irigasi dan Perlindungan Laut
132,1 89,1 221,2 132,1 89,1
Sektor Produktif 351,9 830,2 1.182,1 1.132 50,1
Pertanian dan Peternakan 83,9 140,9 224,8 194,7 29,9
Perikanan 101,5 409,4 510,9 508,5 2,5
Perusahaan 166,6 280 446,6 428,9 17,7
Lintas Sektor 257,6 394,4 652 562,9 89,1
Lingkungan 154,5 154,5 548,9
Pemerintahan dan Administrasi 89,1 89,1 89,1
Perbankan dan Keuangan 14 14 14
Dampak Total 2.920,4 1.531,2 4.451,6 3.461,4 9.90,1
136
KEUA
NGAN
: Tuju
h Ku
nci
Peng
elolaa
n Da
na B
antu
an ya
ng E
fekt
if
Tabel LF. 3 – Pendanaan Tahunan untuk Program Rehabilitasi dan Rekonstruksi di Aceh dan Nias
SektorRencana
Induk
APBN
2005 2006 2007 2008 2009 Total
5.384.900 64.399 2.259.255 3.264.490 1.752.436 847.645 8.188.225
Infrastruktur 21.208.700 96.042 1.827.479 2.884.490 3.413.532 5.018.964 13.240.507
Sosial 14.564.000 152.055 1.223.192 1.399.755 882.908 209.649 3.867.559
PengembanganEkonomi
1.499.200 24.631 964.253 1.104.581 235.942 685.425 3.014.832
PengembanganInstitusi 6.111.000
28.075 898.421 719.135 133.227 110.751 1.889.609
Manajemen 49.461 465.410 866.899 689.175 10.825 2.081.770
Total 48.767.800 414.663 7.638.014 10.239.350 7.107.220 6.883.260 32.282.507
Gambar LF.1– Perincian Presentase Komitmen dari Kelompok Pelaku Rekonstruksi
(Miliar US$)
Lem
bar F
akta
137
Tabel LF.4 – Alokasi dan Realisasi Proyek MDF per Desember 2008 (Sumber: MDF 2009)
No ProyekLembaga
MitraLembaga Pelaksana
Proyek On-Budget
1 Reconstruction of Aceh Land Administration System Project (RALAS) Bank Dunia BPN
2Community Recovery Through The Kecamatan Development Project(KDP)
Bank Dunia Departemen Dalam Negeri
3 Community Recovery Through the Urban Poverty Program (UPP) Bank Dunia Departemen Pekerjaan Umum
4Community-Based Settlement Rehabilitation and ReconstructionProject (REKOMPAK)
Bank Dunia Departemen Pekerjaan Umum
5 Infrastructure Reconstruction Enabling Program Bank Dunia BRR/ Departemen Pekerjaan Umum
6 Nias Kecamatan-Based Recovery and Planning Project Bank Dunia Departemen Dalam Negeri
7 Support for Poor and Disadvantaged Areas Bank DuniaKementrian Pengembangan DaerahTertinggal
8 Infrastructure Reconstruction Financing Facility World Bank BRR/ Departemen Pekerjaan Umum
Proyek Off-Budget
9 Technical Support for Badan Rehabilitasi Rekonstruksi (BRR) NAD-Nias UNDP UNDP/BRR
10 Tsunami Recovery Waste Management Programme UNDP UNDP/Dinas
11Support to Strengthen the Role and Capacity of CSOs in the Recovery of Aceh
UNDP UNDP
12 Capacity Building for Local Resource-based Rural Roads UNDP ILO
13 Sea Delivery and Logistics Program WFP WFP
14 Aceh Forest and Environment Project Bank DuniaLeuser International Foundation/ Fauna and Flora International
15 Tsunami Recovery Port Redevelopment Programme UNDP UNDP
16 Banda Aceh Flood Mitigation Project Bank Dunia Muslim Aid
17 Lamno-Calang Road Maintenance Project UNDP UNDP
18 Aceh Government Transformation Programme UNDP UNDP
Total Alokasi ke Proyek-Proyek
Disaster Risk Reduction-Aceh
Economic Development Financing Facility
Aceh Government Transformation Programme
Sustainable Recovery of Smallholder Farmers Livelihoodsand Improved Forest Conservation in Aceh
Nias Livelihoods and Economic Development Program
Sea Delivery and Logistics Program
Support for Poor and Disadvantaged Areas
Total Realisasi ke Proyek
Total Dana yang Belum Teralokasi dan Belum Dikomitmenkan
Total Dana yang Belum Teralokasi ke Proyek Baru**
Total Kontribusi oleh Donor
* Realisasi di tabel ini dapat mengacu pada dana yang telah dialihkan ke Lembaga Pelaksana walaupun belum dibelanjakan** Total dana belum teralokasi dapat berfluktuasi tergantung nilai tukar, nilai investasi dan biaya administrasi, pernilaian, dan pengawasan
138
KEUA
NGAN
: Tuju
h Ku
nci
Peng
elolaa
n Da
na B
antu
an ya
ng E
fekt
if
US$ juta
Alokasi Realisasi*Persentase
Teralokasi(%)Proyek dimulai Proyek diakhiri
28,50 11,70 41 Jun ‘05 Des ‘08
64,70 64,70 100 Ags ‘05 Des ‘08
17,96 17,90 100 Ags ‘05 Des ‘09
85,00 81,66 96 Okt ‘05 Feb ‘09
42,00 14,13 34 Jul ‘06 Sep ‘09
25,75 10,15 39 Nov ‘06 Des ‘09
25,00 4,08 16 Feb ‘07 Jun ‘10
100,00 19,57 20 Jul ‘06 Des ‘09
22,48 22,48 100 Jul ‘05 Mei ‘09
24,41 19,43 80 Sep ‘05 Des ‘10
6,00 6,00 100 Des ‘05 Feb ‘10
11,80 11,80 100 Jan ‘06 Des ‘09
24,70 24,70 100 Mar ‘06 Feb ‘10
17,53 8,42 48 Feb ‘06 Jun ‘10
3,78 3,78 100 Des ‘05 Des ‘07
4,50 2,05 46 Apr ‘06 Jun ‘09
1,46 1,46 100 Okt ‘06 Des ‘07
9,92 9,92 100 Mei ‘08 Des ‘09
515,49 333,92 65
9,87
50,00
4,06
4,99
20,00
0,33
0,60
89,85
89,23
179,08
691.92
Lem
bar F
akta
139
Tabel LF.5– Realisasi ADB per Desember 2008
Sektor Alokasi Komitmen Kontrak Pembayaran
USD (000) USD (000) % USD (000) % USD (000) %
Pertanian 35.000 36.505 104,30% 31,940 91,26% 31,555 90%
Perikanan 30.000 36.783 122,61% 25,747 85,82% 25,656 86%
UKM 13.500 14.377 106,49% 13,877 102,79% 5,944 44%
Kesehatan 13.000 14.236 109,51% 10,803 83,10% 9,392 72%
Pendidikan 16.000 21.035 131,47% 11,041 69,01% 11,174 70%
Pengadaan Air Bersih 7.000 7.636 109,09% 6,005 85,78% 4,949 71%
Perumahan 73.000 74.636 102,24% 67,671 92,70% 49,348 68%
Irigasi 30.000 35.321 117,74% 29,669 98,90% 27,577 92%
Tata Ruang 16.000 16.055 100,34% 15,980 99,87% 11,170 70%
Jalan dan Jembatan 37.000 45.721 123,57% 32,683 88,33% 24,177 65%
Listrik 9.500 11.900 125,26% 9,347 98,39% 8,922 94%
Pengawasan Fidusier 14.500 14.500 100,00% 12,318 84,95% 10,831 75%
Total 294.500 328.704 111,61% 267,080 90,69% 220,695 75%
Gambar LF.2 – Perbandingan Tingkat Realisasi Anggaran melalui Mekanisme Penyaluran Dana yang Berbeda
US$US$US$ 66 6,7 M7 M7 Millillilliariariar
OnOn-BBUDUDGEGETT(DaD(Da(Da(Danananana PPemPemPemPem ierierierieri tntantantantah)h)h)h)h)
On-TREASURY
Off-TREASURY
Total Dana : US$ 3,0 MiliarGoI : US$ 2,1 MiliarDonor : US$ 0,9 Miliar(MDF, WB, ADB, IDB, JBIC)DB, JBIC)
Total Realisasi:
Total funds : US$ 0,32 Milliar(JICS and KfW)
Total Realisasi:
Total Dana : US$ 0,34 Miliar(PBB, LSM, Swasta, dan lain-lain)a, dan lain-lain)
Pencairan Total:
US$ 2,5 Miliar(~83%)
US$ 0,29 Mlliar(~90%)
US$ 2,7 Miliar(~79%)
OfOff-f BUBUDGDGETET(Da(Da(Da(Danananana NNonNonNonNon P-Pe-Pe-Pe-Pemermermermeri tintintintint h)ah)ah)ah)ah)
Tidak dapatditerapkan
140
KEUA
NGAN
: Tuju
h Ku
nci
Peng
elolaa
n Da
na B
antu
an ya
ng E
fekt
if
Tabel LF. 7 - GOI`s Annual Disbursement Rates Amount to 96%
No Anggaran Kategori RM (Rupiah Murni)
1 DIPA 2005 Realisasi 414.662.762.597,00
2 DIPA-L 2006 Realisasi 2.082.482.891.058,00
3 DIPA 2006 Realisasi 4.746.492.669.712,00
4 Trust Fund BRR Realisasi 1.948.851.905.202,00
5 DIPA 2007 Realisasi 5.212.003.413.219,00
Total 14.404.493.641.788,00
No DIPA Kategori RM (Rupiah Murni)
6 DIPA-L 2008 Realisasi 2.154.096.450.550.00
7 DIPA 2008 Realisasi 3.685.356.419.040,00
Total 5.839.452.869.590,00
+23,83 T
UntUntUntntukkuk 20020020099, 9, PemPemerierintantaah Ih Indonndonesenesiaia telteltelahahah menmmene lgalgalgal kokaokaoka iksiksiksikananan ddandandana sa sa s bebeebeebesarsarsar RRpRp Rpp2 82 82.82.83 t3 t3 t3 t ilrilrilriliiuniuniun (R(R (R(( M)M)M) )) tuntuntu kukuk penpenpen lyelyelesaesaianian kke ke igiagiatantan re rekkonkonstrstr kuksuksiii
96%
113%
20.243.946.511.378,00
Tabel LF 6. Jumlah Komitmen dan Realisasi melalui Tiga Mekanisme Penyaluran Dana
(dalam jutaan)
MEKANISME PENYALURAN DANA & SUMBER DANA
KOMITMEN REALISASI%
(US$) (US$)
ON-BUDGET & ON-TREASURY
- Pemerintah Indonesia 2.100,00 2,024.30 96,40%
- BILATERAL & MULTILATERAL 920,15 471,00 51.19
ON-BUDGET & OFF-TREASURY
- BILATERAL & MULTILATERAL 321,14 288,00 89,68%
OFF-BUDGET & OFF-TREASURY
- BILATERAL & MULTILATERAL 1.169,54 654,00 55,92%
- LSM, Swasta, dan lain-lain 2.209,17 2.022,00 91,53%
TOTAL 6.720,00 5.459,30 81,24%
Lem
bar F
akta
141
Tabel LF.8 – 94% dari Indikator Kinerja Utama (KPI) Telah Tercapai per Desember 2008
BIDANG
KATEGORI PERSENTASE PENCAPAIAN
BIRU HIJAU KUNING JINGGA MERAHTOTAL
> 100% 76-99% 51-75% 26%-50% <25%
INFRASTRUKTUR 59 6 2 1 3 71
KELEMBAGAAN 106 3 2 111
PEREKONOMIAN 125 6 5 8 7 151
PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN 40 2 1 2 45
SOSIAL KEMASYARAKATAN 265 12 8 5 9 299
PERSENTASE 87,89% 4,28% 2,36% 2,36% 3,10% 100,00%
Tabel LF.9 - Indikator Kinerja Utama yang Telah Tercapai di Sektor Perumahan dan Permukiman
BIDANG
KATEGORI PERSENTASE PENCAPAIAN
BIRU HIJAU KUNING JINGGA MERAHTOTAL
> 100% 76-99% 51-75% 26%-50% <25%
PERTANAHAN 20 1 1 2 24
PERUMAHAN 3 3
TATA RUANG 17 1 19
TOTAL 40 2 1 2 46
Tabel LF.10 - Indikator Kinerja Utama yang Telah Tercapai di Sektor Infrastruktur
BIDANG
KATEGORI PERSENTASE PENCAPAIAN
BIRU HIJAU KUNING JINGGA MERAHTOTAL
> 100% 76-99% 51-75% 26%-50% <25%
BANGUNAN PUBLIK 6 6
ENERGI DAN KELISTRIKAN 16 1 2 19
Infrastructure Reconstruction Enabling Project (IREP)
5 5
JALAN DAN JEMBATAN 1 2 2 1 6
PEMELIHARAAN INFRASTRUKTUR 7 7
TRANSPORTASI 5 1 6
POS DAN TELEKOMUNIKASI 7 1 1 9
SUMBERDAYA AIR 7 7
TERMINAL DAN LLAJ 5 1 6
TOTAL 59 6 2 1 3 71
142
KEUA
NGAN
: Tuju
h Ku
nci
Peng
elolaa
n Da
na B
antu
an ya
ng E
fekt
if
Tabel LF.11 – Indikator Kinerja Utama yang Telah Tercapai di Sektor Pembangunan Ekonomi
BIDANG
KATEGORI PERSENTASE PENCAPAIAN
BIRU HIJAU KUNING JINGGA MERAHTOTAL
> 100% 76-99% 51-75% 26%-50% <25%
INDUSTRI 13 13
KEHUTANAN DAN LINGKUNGAN 14 1 2 1 18
KETENAGAKERJAAN 6 1 7
PARIWISATA 9 1 10
PERDAGANGAN 20 1 1 22
PERIKANAN 20 2 2 3 28
PERKEBUNAN 9 1 2 12
PERTANIAN 20 2 2 24
PETERNAKAN 14 1 1 2 18
TOTAL 125 6 5 8 7 152
Tabel LF.12 - Indikator Kinerja Utama yang Telah Tercapai di Sektor Pembangunan Kelembagaan
BIDANG
KATEGORI PERSENTASE PENCAPAIAN
BIRU HIJAU KUNING JINGGA MERAHTOTAL
> 100% 76-99% 51-75% 26%-50% <25%
HUKUM 19 2 21
KEAMANAN, KETERTIBAN DAN KETAHANAN MASYARAKAT
57 1 1 59
KELEMBAGAAN DAERAH 30 1 31
TOTAL 106 3 2 111
Tabel LF.13 - Indikator Kinerja Utama yang Telah Tercapai di Sektor Agama, Sosial, Budaya
BIDANG
KATEGORI PERSENTASE PENCAPAIAN
BIRU HIJAU JINGGA MERAHTOTAL
> 100% 76-99% 51-75% 26%-50% <25%
AGAMA 18 5 3 2 2 30
BUDAYA 32 1 1 34
KESEHATAN 34 34
PEMBINAAN OLAH RAGA 25 25
PEMUDA 9 1 2 12
PENDIDIKAN 72 5 4 3 2 86
PERAN PEREMPUAN DAN ANAK 30 1 31
SOSIAL 45 2 47
Total 265 12 8 5 9 299
Lem
bar F
akta
143
Gambar LF.4 - Proses Pengumpulan Aset Off-Budget per Desember 2008
* - termasuk lembaga pelaksana tingkat satu seperti kontraktor
Total1021024 L4 Lembembagaaga**
(Pe(P(Pe(Pe ddndandanaanaa &n&&n& P lPPelPelaksaksaksanaananaana))))))
PCNPCNN+/- Rp.34 T
Realisasiasiil+/- Rp.27 Tp
TinTindakdak La Lanjunjutt513513513 Le Le Lembambambagagaga
AseAset tt termermasuasuk Kk KPIPI363363363 Le Le Lembambambagagaga
DihDihubuubungingi317317317 Le Le Lembambambagagagaa
Mengisi formulir aset dalam proses86 8686 LemLemLembagbaggaa
TidTidagag g MenMengisgisii ForForFormulmumuliririr AseAseAsettt9393 LemLembagbagaa
TidTidTidak ak aka bisbisbisa da dihuihubunbungigi36 Lembaga
AsetAsetAset tid tidtidak taak ttermaermasuk suk KPIPKPI
150 LeL bmbagga
EstEstimasi NonN Aset +/-+/-+/ Rp Rp Rp 13.13.13 10.1010 T T T
Estimasi Aset +/+/+/-+/+// RRpRp Rp Rp 1414.14.14 9090.90.90.90 TT T T
73, 83% Nilai Aset RpRpRp.111111.000000 TTT
Sudah menyerahkan forforformulmulmulirir ir aseaseasett t
148148148148 LeLeLe Lembambambambagagagagag
18,000,000,000,00
16,000,000,000,00
14,000,000,000,00
12,000,000,000,00
10,000,000,000,00
8,000,000,000,00
6,000,000,000,00
4,000,000,000,00
2,000,000,000,00
0
Gambar LF.3 - Nilai Aset On-Budget per Desember 2008
ASETOPERASIONAL
ASETPROGRAM
PERUMAHAN BELUMSELESAI
TOTAL ASET
ASET PUBLIK
ASET NON-PUBLIK
TOTAL ASET
BELUM SERAH TERIMA
135.839.230.828
-
135.839.230.828
135.839.230.828
9.505.213.815,1
-
9.505.213.815,1
5.339.202.652.,3
-
4.546.164.852,2
4.546.164.852,2
-
3.262.221.801,6
-
3.262.221.801,6
3.262.221.801,6
12.903.274.847,0
4.546.164.825,2
17.449.439.672,0
8.737.263.684,9
144
KEUA
NGAN
: Tuju
h Ku
nci
Peng
elolaa
n Da
na B
antu
an ya
ng E
fekt
if
Gambar LF.6 - Struktur Organisasi BRR Menjelang Penutupan
KepKepalaalaBadBadBadBadBadananananan PelPelPelPelPelaksaksaksaksaksanaanaanaana
WakWakil il KepKepalaalaKBadBadBadBadBadananananan PelPelPelPelPelaksaksaksaksaksanaanaaanaanaeeeee
SekSekSeS retretariarissBadBadan an PelPelaksaksanaan
DepDepDeputiutiuti PePe Pengangangawaswaswasanananti Pengawasan
DepDepDeputiutiutii Ke KeK uanuannganganga da dan n PerPerencencanaanaanan
StaStaS f Af Ahlihlih iBadBadanan PelPelaksaksanaana
PenPene asiasihathataBadBadanan PelPelaksaksanaana
StaStStaS f Kf KhushusususKepKepalaala Ba Bapelpel
DepDeputiuti Ag Agamaama,SosSosSosialialial B, B, Budaudaudayayaya
DepDeputiuti Ek Ekonoonomimi dandandan Us Us Usahaahaaha
Deputi Perumahan dan
PerPermukmukimaimannDeputi OpperasiO
Depputi Pendidilan,Kesehatan dan
PerPeran an PerPerempempuanuan
DepDeputi Infrastruktur dan Lingkungan
HidHidupup
Deputi Kelembagaan dan
HRDHRD
KepKepalaala Ka Kantontorr PPerPerPer kwakwakwa ilailila In In I
KepKepalaala Ka Kantontorr PerPerPerwakwakwakilalilailan IIn In II
KepKepalaala Ka Kantontor r PPerPePer kwakwakakililaila In In IIIIIII
KepKepalaala Ka Kantontorr PPerPerPerwakkwakwa ililaila Vn Vn V
KepKepalaala Ka Kantontorr PerPerPerwakwakwakilailai Vn Vn Vn III
Gambar LF.5 - Nilai Aset Off-Budget per Desember 2008
Lem
bar F
akta
145
Deputi Keuangan dan Perencanaan
Wakil Deputi Keuangan dan Perencanaan
Direktur Hubungan Donor Internasional
Direktur Keuangan
Kepala Keuangan Kepala Pelaporan dan Pertanggung Jawaban
Kepala Pengawasan dan Evaluasi
Kepala Serah Terima Aset
Kepala Akutansi Aset
Kepala Akutansi dan Keuangan
Kepala PendanaanKepala HubunganPemerintah Pusat
Direktur Pelaporan dan Hubungan Pemerintah Pusat
Direktur Akutansi dan Managemen Aset
Tim Pengakhiran Masa Tugas (PMT)
Gambar LF. 7 Bagan Organisasi Deputi Keuangan dan Perencanaan BRR menjelang Penutupan
146
KEUA
NGAN
: Tuju
h Ku
nci
Peng
elolaa
n Da
na B
antu
an ya
ng E
fekt
if
Tabel LF.14 – Undang-Undang dan Peraturan
UU / Peraturan Nomor Tanggal Explanations
Peraturan Presiden No. 47/2008 4-Juli-2008Peraturan Presiden tentang Revisi terhadap Peraturan Presiden No. 30/2005 (Rencana Induk)
Keputusan Presiden No. 86/M/2006 29-Agustus-2006 Salinan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 86/M /2006
Peraturan Presiden No. 76 /2006 19-Juli-2006Peraturan Presiden tentang Revisi terhadap Peraturan Presiden No. 34 /2005 mengenai Struktur Organisasi, Rencana Kerja, danPertanggungjawaban Keuangan BRR NAD-Nias
Peraturan Presiden No. 8 /2006 20-Maret-2006Peraturan Presiden No. 8 /2006 tentang Perubahan Keempat atas Keputusan Presiden No. 80 /2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
Peraturan Presiden No. 83/2005 18-Januari-2006Peraturan Presiden No. 83 /2005 tentang Badan Koordinasi NasionalPenanganan Bencana
Undang-Undang UU No. 10 /2005 18-November-2005Undang-Undang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah pengganti UUNo. 2 /2005 tentang BRR Wilayah dan Kehidupan Masyarakat ProvinsiNAD-Nias menjadi Undang-Undang
Peraturan Presiden No. 69 /2005 18-November-2005Peraturan Presiden tentang Peran Serta Lembaga/Perorangan Asing dalam rangka Hibah untuk Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Provinsi NAD-Nias
Peraturan Presiden No. 70 /2005 18-November-2005Peraturan Presiden tentang Perubahan Ketiga atas Keputusan Presiden No. 80 /2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
Surat KeputusanSekretariat DewanPengarah BRR
KEP. 34 /MENKO/POLHUKAM/06/2005
14-Juli-2005
Keputusan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan KeamananSelaku Ketua Dewan Pengarah Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalamdan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara tentang Pembent
Peraturan Presiden No. 34 /2005 29-April-2005
Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 34 /2005 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja serta Hak Keuangan Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Provinsi NAD danKepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara
Keputusan Presiden NO 63/M /2005 29-April-2005
Keanggotaan Dewan Pengarah dan Dewan Pengawas serta Pejabat Badan Pelaksana Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan KehidupanMasyarakat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan NiasProvinsi Sumatera Utara
Peraturan Presiden No. 30/2005 18-April-2005Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan KehidupanMasyarakat Provinsi NAD dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara
Peraturan PemerintahPengganti Undang-Undang
No. 2/2005 15-April-2005Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Provinsi NAD dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara
SK Deputi Bidang Otonomi Daerah danPengembangan Regional
KEP.003/D.3/04/2005 1-April-2005Pembentukan Sekretariat Tim Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah Aceh dan Nias Sumatera Utara
InPres No.1/2005 2-Maret-2005
Kegiatan Tanggap Darurat dan Perencanaan serta Persiapan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana Alam Gempa Bumi dan Gelombang Tsunami di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Provinsi Sumatera Utara
SK Deputi Bidang Otonomi Daerah danPengembangan Regional(Revisi)
Kep.001/D.3/02/2005 11-Februari-2005Pembentukan Sekretariat Tim Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat Aceh dan Sumatera Utara
SK Meneg. PPN/Ketua Bappenas
Kep.001/M.PPN/01/2005 10-Jan-2005Pembentukan Tim Koordinasi Perencanaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat Aceh dan Sumatera Utara
Keputusan Presiden Kepres No. 80 Tahun2003
3 November 2003 Keputusan Presiden tentang pedoman pelaksanaan pengadaaan barang/jasa pemerintah
Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 21-November-2001Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Undang-Undang No.18/2001 9-Agustus-2001Otonomi Khusus Bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh Sebagai ProvinsiNanggroe Aceh Darussalam
SK Meneg. PPN/KepalaBappenas
Kep.007/M.PPN/02/2005 1-Februari-2001Pembentukan Tim Koordinasi Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyakarat Aceh dan Sumatra Utara (R3MAS)
Lem
bar F
akta
147