17 Universitas Kristen Petra
4. PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA
4.1. Tinjauan Umum Perusahaan
PT X merupakan perusahaan yang bergerak di bidang industri mebel
kayu dan berorientasi ekspor. Perusahaan didirikan pada tahun 1989 dan berlokasi
di Kecamatan Beji, Kabupaten Pasuruan. Visi dari PT X adalah “Menjadi market
leader di bidang industri mebel.” Misi dari PT X adalah “Menciptakan produk
mebel bermutu dengan desain yang dapat diterima pasar.” Perusahaan memiliki
beberapa kebijakan agar dapat mencapai tujuan dari visi dan misi tersebut, yaitu
menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan pelanggan, fokus pada
kepuasan pelanggan, melakukan peningkatan berkelanjutan, optimalisasi
pemanfaatan sumber daya, dan tata kelola perusahaan dengan baik.
PT X menggunakan sistem make to order dan mass production dalam
melakukan proses produksi untuk memenuhi permintaan pelanggan. Jadi, produk
furniture bisa dipesan sesuai dengan keinginan dan spesifikasi dari customer itu
sendiri atau juga bisa dipesan sesuai dengan model yang dimiliki oleh perusahaan.
Produk yang dihasilkan perusahaan meliputi tempat tidur (bed), tempat tidur bayi
(crib), meja (table), dan casegood. Saat ini, PT X membuat produk furniture
untuk memenuhi permintaan ekspor dari perusahaan-perusahaan di Amerika,
yaitu JC Penny dan MFI.
4.2. Proses Produksi
Beberapa tahapan proses produksi yang harus dilalui dalam membuat
produk furniture (bed, casegood, crib, dan table) di PT X adalah sebagai berikut:
a. Penyiapan bahan baku dan pengeringan
Pada tahap ini, material dasar yang didapat dengan kualitas dan umur
kayu yang sesuai dengan ketentuan konsumen serta material-material
pendukung lainnya disiapkan. Material kayu kemudian dikeringkan dengan
tujuan agar material kayu tersebut nantinya tidak akan menyusut karena
mengandung kelebihan kadar air.
18 Universitas Kristen Petra
b. Recompos Lumber (RCL)
RCL merupakan proses untuk mempersiapkan bahan baku produksi
yang berupa kayu solid. Ada beberapa macam proses yang dilakukan pada
proses RCL, yaitu memotong bahan kayu yang solid dengan menggunakan
mesin cross cutting pada sisi panjang. Setelah itu, kayu yang telah dipotong
tersebut diratakan permukaannya sehingga didapatkan ketebalan kayu yang
diinginkan dengan menggunakan mesin double planner kemudian kayu
tersebut dibelah pada sisi lebar menjadi beberapa kayu. Proses yang terakhir
adalah proses compos, yaitu proses penggabungan kayu solid. Setelah itu,
kayu yang telah digabungkan akan diproses lebih lanjut pada area pembuatan
komponen.
c. Material Panel Preparation (MPP)
MPP memiliki proses yang hampir sama dengan proses RCL, tetapi
yang membedakan adalah bahan baku yang diolah berupa panel. Pertama-
tama proses yang dilakukan yaitu memotong bahan baku veneer dengan
menggunakan mesin guillotine dan kemudian veneer yang telah dipotong
tersebut dijahit dengan menggunakan mesin kuper zig zag untuk
mendapatkan ukuran veneer yang telah ditetntukan.
Proses selanjutnya adalah memotong bahan baku panel dengan
menggunakan mesin giben kemudian panel yang telah dipotong dihaluskan
permukaannya dengan menggunakan mesin calibrating sander. Veneer yang
telah disambung dilapiskan pada panel yang telah dihaluskan dengan
menggunakan mesin hot press. Selanjutnya komponen tersebut dipotong pada
keempat sisinya (memotong allowance dari dimensi komponen) sehingga
didapatkan dimensi panjang dan lebar sesuai dengan yang diinginkan dengan
menggunakan mesin double end tenoner. Setelah dipotong, proses yang
terakhir adalah pembentukan sudut pada keempat sisi komponen dengan
menggunakan mesin edge bending.
d. Pembuatan komponen
Proses-proses pada pembuatan komponen yaitu proses pembentukan
komponen dengan menggunakan mesin moulding atau CNC. Proses
selanjutnya adalah pemotongan material sesuai dengan bentuk yang
19 Universitas Kristen Petra
diinginkan untuk komponen-komponen pembentuknya kemudian dilakukan
proses pengeboran pada komponen-komponen yang sudah dipotong. Proses
pengeboran yang dilakukan dibagi menjadi dua macam, yaitu proses drill dan
proses mortising. Perbedaan proses drill dengan mortising adalah hasil yang
didapatkan. Hasil yang dibuat berbentuk bulat untuk proses drill dan oval
untuk proses mortising.
e. Sanding dan assembly
Proses sanding merupakan proses penghalusan permukaan produk,
yang dilakukan setelah proses pembuatan komponen. Selanjutnya, proses
yang dilakukan yaitu proses assembly, yang mana pada proses ini dilakukan
penggabungan antara komponen-komponen sehingga menjadi sebuah produk.
f. Finishing
Proses finishing merupakan proses pemberian lapisan terakhir pada
permukaan produk yang sudah melewati proses assembly agar produk
memiliki warna yang sesuai dengan keinginan konsumen dan memberikan
lapisan pelindung agar produk tidak mudah rusak. Ada beberapa tahapan
yang dilakukan, yaitu proses pengecatan yang kemudian dihaluskan dan
dilakukan proses sealer untuk menutup pori-pori. Setelah itu, produk
dihaluskan kembali dan kemudian dilakukan pewarnaan yang pertama (top
coat) yang dilanjutkan dengan pewarnaan kedua. Proses yang terakhir yaitu
pemberian warna yang sesuai dengan color panel dan pemberian lapisan
(plow coat) supaya warna tidak hilang.
g. Packing
Proses packing dilakukan setelah produk melalui proses finishing
dan sudah dilakukan pemasangan perlengkapan pendukung produk seperti rel
drawer, engsel, handle, dan sebagainya. Proses packing dilakukan dengan
memasukkan produk ke dalam karton box dan kemudian disimpan di
warehouse.
4.3. Proses Inspeksi
Proses inspeksi dilakukan dengan tujuan untuk menjaga kualitas dari
produk yang dihasilkan, dengan melakukan inspeksi terhadap bahan baku
20 Universitas Kristen Petra
(material), proses produksi, dan produk jadi. Proses inspeksi yang dilakukan oleh
pihak perusahaan adalah sebagai berikut:
a. Inspeksi bahan baku
Inspeksi bahan baku ini dilakukan pada bagian penerimaan bahan
baku dari gudang oleh seorang operator, yang mana inspeksi dilakukan
terhadap semua bahan baku secara random sesuai dengan sampling plan.
Inspeksi bahan baku dilakukan dengan mengukur dimensi bahan, konstruksi,
pengecekan secara visual (warna, kelengkapan dan jumlah dari bahan baku
yang diterima), dan tingkat kekeringan atau moisture content (MC) dari kayu
solid. Peralatan yang digunakan adalah MC meter (untuk mengukur MC kayu
solid), gloss meter (untuk mengukur tingkat kilat warna cat).
b. Inspeksi RCL (Recompose Lumber)
Inspeksi RCL dilakukan oleh operator dengan memberi tanda
menggunakan kapur pada bagian yang terjadi cacat dan mencatat kecacatan
yang terjadi di lembar check sheet. Inspeksi ini dilakukan pada bagian akhir
dari proses RCL. Inspeksi RCL yang dilakukan adalah mengukur moisture
content (MC) bahan baku, kesesuaian bahan (bahan tidak bengkok, tidak
terjadi crack compos, dan tidak terjadi penyimpangan material) dan warna,
kesesuaian dimensi. Peralatan yang digunakan adalah MC meter (untuk
mengukur moisture content), meter tape (untuk mengukur kesesuaian
dimensi). Inspeksi dilakukan terhadap setiap produk untuk pengecekan secara
visual dan kecacatan produk, sedangkan untuk kesesuaian dimensi dilakukan
pengecekan terhadap 10 buah komponen per tipe produk.
c. Inspeksi MPP (Material Panel Preparation)
Inspeksi MPP dilakukan oleh operator dengan memberikan tanda
atau tulisan berupa kapur dan mencatat kecacatan yang terjadi di lembar
check sheet. Inspeksi ini dilakukan pada bagian akhir dari proses MPP.
Inspeksi MPP yang dilakukan adalah mengukur dimensi komponen dengan
menggunakan meter tape, tampilan permukaan, dan pengecekan secara visual
(tidak terjadi scratch, dents, roll mark, gelombang, chipping, bercak lem,
bercak lem veneer (penetrasi), getah, veneer renggang, veneer gelembung,
veneer terkelupas, bor sudah sesuai). Inspeksi dilakukan terhadap setiap
21 Universitas Kristen Petra
produk untuk pengecekan secara visual dan kecacatan produk, sedangkan
untuk kesesuaian dimensi dilakukan pengecekan terhadap 3 buah komponen
per tipe produk.
d. Inspeksi whitewood
Inspeksi whitewood merupakan proses inspeksi yang dilakukan pada
bagian akhir dari proses pembuatan komponen, sanding, dan assembly.
Proses inspeksi tersebut dilakukan oleh operator dengan memberikan tanda
atau tulisan berupa kapur dan mencatat kecacatan yang terjadi di lembar
check sheet. Inspeksi yang dilakukan, yaitu mengukur kesesuaian dimensi
(menggunakan meter tape), MC komponen (menggunakan MC meter), dan
pengecekan secara visual (tidak terjadi roll mark, gelombang, open grain,
crack, chipping, scratch, dents, gap joint, gap assy, screw up, hati kayu).
Inpeksi dilakukan secara random untuk pengukuran MC dan kesesuaian
dimensi, sedangkan pengecekan secara visual dan kecacatan produk
dilakukan terhadap setiap produk.
e. Inspeksi finishing
Inspeksi finishing dilakukan oleh operator dengan memberikan stiker
kertas pada bagian yang terjadi cacat dan mencatat kecacatan yang terjadi
pada lembar check sheet. Inspeksi ini dilakukan pada bagian akhir dari proses
finishing. Inspeksi yang dilakukan yaitu menggunakan sistem 100% inspeksi
dan dilakukan terhadap setiap produk. Inspeksi yang dilakukan adalah
pengecekan tampilan warna (membandingkan dengan color panel),
kesesuaian gloss (menggunakan gloss meter), pengecekan secara visual
(warna cat harus rata, tidak terjadi orange peel, blushing, saging, dust spray,
lengket, kotor, veneer gelembung, veneer renggang, bercak lem, bercak lem
veneer (penetrasi), getah, glue line, veneer terkelupas, roll mark, gelombang,
open grain, crack, chipping, scratch, dents, screw up, hati kayu, gap assy,
gap joint, dan blue stain). Kecacatan yang muncul di finishing tidak hanya
disebabkan oleh proses-proses finishing itu sendiri, tetapi juga disebabkan
oleh proses-proses sebelumnya.
22 Universitas Kristen Petra
f. Inspeksi produk jadi
Inspeksi produk jadi dilakukan untuk memeriksa produk secara
keseluruhan sebelum produk di-packing. Inspeksi dilakukan terhadap setiap
produk yang ada dengan melakukan pengukuran terhadap tampilan produk
dan kesesuaian warna (membandingkan dengan color panel dan gambar
produk), pengecekan setting hardware, konstruksi, dan pengecekan secara
visual (tidak terjadi scratch, dents, crack, foam, sheen, rough, dirty).
g. Inspeksi akhir
Inspeksi akhir dilakukan untuk memeriksa produk secara keseluruhan
setelah produk di-packing. Inspeksi dilakukan secara random sesuai dengan
sampling plan yang ada. Inspeksi yang dilakukan adalah pengecekan secara
visual atau tampilan warna (membandingkan dengan color panel),
pengecekan packaging system, pengecekan kelengkapan dan kesesuaian
komponen. Selain itu, dilakukan pengecekan terhadap kelengkapan,
kesesuaian, dan fungsi hardware, serta pengecekan dimensi dan konstruksi
dari produk (menggunakan meter tape).
4.4. Jenis Kecacatan
Jenis kecacatan yang ada pada proses finishing adalah sama untuk semua
produk, baik produk bed, crib, table, maupun casegood. Kecacatan yang ada pada
proses finishing merupakan kecacatan yang ditimbulkan oleh proses finishing itu
sendiri dan kecacatan yang ditimbulkan dari proses-proses sebelumnya. Daftar
jenis kecacatan produk beserta karakteristik kualitas yang dilanggar dan
keterangan untuk setiap jenis kecacatan pada proses finishing dapat dilihat pada
Tabel 4.1.
23 Universitas Kristen Petra
24 Universitas Kristen Petra
25 Universitas Kristen Petra
4.5. Metode DMAIC
Metode DMAIC digunakan untuk menurunkan persentase produk cacat
yang tinggi di proses finishing, di mana persentase produk cacat tersebut sebesar
24,52% dan tidak sesuai dengan target yang ada. Produk yang akan diamati pada
proses finishing adalah produk bed, crib, table, dan casegood yang berarti semua
produk akan diamati dan diturunkan persentase kecacatannya. Hal tersebut
dikarenakan persentase kecacatan untuk produk bed, crib, table, dan casegood
tidak memiliki perbedaan yang besar antara satu dengan yang lainnya. Berikut ini
merupakan tahapan metode DMAIC dalam menurunkan persentase produk cacat
di proses finishing.
4.5.1. Define
Pada tahap ini dilakukan penentuan sasaran dan tujuan perbaikan, yaitu
untuk menurunkan persentase produk cacat pada proses finishing di PT X. Obyek
yang diamati adalah seluruh produk yang dihasilkan pada proses finishing. Selama
ini persentase produk cacat pada proses finishing masih tinggi dan tidak sesuai
dengan target yang ada. Penggunaan metode DMAIC dilakukan dengan tujuan
agar persentase produk cacat dan persentase kecacatan produk yang tinggi dapat
mengalami penurunan secara terus menerus sehingga kualitas produk menjadi
lebih baik serta dapat memuaskan konsumen.
Langkah selanjutnya adalah membuat digaram SIPOC (suppliers, inputs,
processes, outputs, dan customers) dari proses pembuatan produk bed, crib, table,
dan casegood. Produk bed, crib, table, dan casegood pada dasarnya memiliki
proses produksi yang sama antara yang satu dengan yang lainnya, yang berbeda
hanyalah bentuk dan banyaknya komponen dari produk yang dihasilkan.
Pembuatan diagram SIPOC bertujuan untuk mendefinisikan proses-proses kunci
beserta pelanggan yang berkaitan dengan pembuatan produk furniture sehingga
dapat diketahui proses-proses yang berkaitan yang dapat memungkinkan
terjadinya cacat di proses finishing. Berikut ini merupakan diagram SIPOC dari
pembuatan produk furniture.
26 Universitas Kristen Petra
Supplier Inputs Processess Outputs Customers
Diagram SIPOC Proses Pembuatan Produk Furniture
Pemasok bahan
furniture
(dalam negeri dan luar
negeri)
Bahan furniture (kayu,
veneer, MDF, PB/
Plywood, cat, karton
box, bor, screw)
Penyiapan bahan baku
dan pengeringan
Recompos Lumber
(RCL)
Material Panel
Preparation (MPP)
Pembuatan
komponen
Sanding dan
assemblingFinishingPacking
Produk furniture (bed,
crib, table, casegood)
sesuai persyaratan
pelanggan
MFI
JC Penny
Gambar 4.1. Diagram SIPOC Produk Furniture
4.5.2. Measure
Tahap ini dilakukan dengan mengukur dan menganalisis permasalahan
dari data yang ada. Beberapa hal yang dilakukan pada tahap ini, yaitu:
Menentukan Critical to Quality (CTQ).
Melakukan pengumpulan data yang digunakan untuk mengukur kinerja proses
finishing.
Melakukan pengukuran kinerja proses finishing awal (menentukan besarnya
DPO, DPMO, SQL).
4.5.2.1. Penentuan Critical to Quality (CTQ)
CTQ merupakan semua atribut yang sangat penting karena berkaitan
langsung dengan kebutuhan dan kepuasan customer, yang biasanya berupa elemen
dari produk, proses, ataupun aktivitas yang berdampak langsung pada kepuasan
customer. Pada proses finishing, CTQ ditentukan berdasarkan kesesuaian antara
kualitas produk furniture dengan standar kualitas produk yang diinginkan oleh
customer. Customer menginginkan produk tersebut memiliki kualitas yang baik
27 Universitas Kristen Petra
dengan tidak terdapat cacat sama sekali pada produk yang diterimanya. Oleh
karena itu, CTQ ditentukan dengan melakukan brainstorming bersama pihak
Quality Assurance (QA) perusahaan, di mana CTQ harus meliputi semua jenis
kecacatan yang terjadi pada proses finishing.
Semua jenis kecacatan tersebut sangat penting terhadap kualitas produk,
yang berpotensi untuk menyebabkan terjadinya produk cacat. Jika salah satu jenis
kecacatan saja terdapat pada produk, maka produk tersebut akan dilakukan rework
atau dilakukan reject sesuai dengan tingkat cacat yang terjadi. Hal tersebut
dilakukan agar customer merasa puas dan tidak memberikan komplain kepada
perusahaan yang berkaitan dengan kualitas produk. Customer akan memberikan
komplain jika kualitas produk yang diterima tidak sesuai dengan standar kualitas
produk yang diinginkan oleh customer, di mana ketidaksesuaian kualitas produk
dengan standar kualitas customer merupakan semua jenis kecacatan yang telah
ditentukan oleh perusahaan.
Proses finishing memiliki CTQ atau jenis ketidaksesuaian (kecacatan)
sebanyak 28, yaitu warna tidak sesuai, warna tidak rata, orange peel, blushing,
saging, dust spray, lengket, kotor, veneer gelembung, veneer renggang, bercak
lem, bercak lem veneer (penetrasi), getah, glue line, veneer terkelupas, roll mark,
gelombang, open grain, crack, chipping, scratch, dents, screw up, hati kayu, gap
assy, gap joint, gloss tidak sesuai, dan blue stain. Jadi, banyaknya CTQ potensial
yang dapat menyebabkan kegagalan pada proses finishing adalah 28.
4.5.2.2. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan merekap data sesuai keperluannya.
Data yang dibutuhkan dan dikumpulkan yaitu data jenis kecacatan berdasarkan
produk dari bulan Januari sampai bulan Desember tahun 2009 pada proses
finishing. Data kecacatan yang diambil dibedakan berdasarkan jenis produk
karena produk yang diamati ada empat macam, yaitu produk bed, crib, table, dan
casegood. Data kecacatan dari keempat produk tersebut menunjukkan bahwa jenis
kecacatan yang terdapat pada keempat produk tersebut adalah sama. Data-data
jenis kecacatan untuk tiap produk dapat dilihat pada Lampiran 1.
28 Universitas Kristen Petra
4.5.2.3. Pengukuran Kinerja Proses Finishing Awal (Menentukan Besarnya
DPO, DPMO, SQL)
Kapabilitas proses produksi diperoleh melalui pengukuran banyaknya
produk cacat yang dihasilkan. Perhitungan DPO, DPMO, dan SQL yang
menunjukkan kinerja proses finishing saat ini dapat dilakukan dengan mengetahui
jumlah produk cacat. Jumlah CTQ potensial penyebab cacat adalah sebanyak 28.
Perhitungan tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan program Microsoft
Excel. Berdasarkan data kecacatan yang telah dikumpulkan selama tahun 2009,
jumlah produk cacat ditemukan sebanyak 102.427 buah dari 417.707 jumlah
produk yang diperiksa pada proses finishing secara keseluruhan (walaupun dalam
satu produk terdapat beberapa kecacatan). Jadi, persentase produk cacat secara
total pada proses finishing sebelum improve adalah sebesar 24,52%.
Besarnya DPO dapat dihitung dengan menggunakan rumus 2.1. Berikut
ini merupakan contoh cara perhitungan DPO pada proses finishing secara
keseluruhan.
CTQdiproduksiyangUnit
cacatJumlahDPO
28417.707
102.427
DPO
10,00875759DPO
Besarnya DPMO dapat dihitung dengan menggunakan rumus 2.3.
Berikut ini merupakan contoh cara perhitungan DPMO pada proses finishing
secara keseluruhan.
000.000.1DPODPMO
000.000.110,00875759 DPMO
8757,5912DPMO
Perhitungan SQL dilakukan dengan menggunakan rumus 2.4 dan
program Microsoft Excel. Berikut ini merupakan contoh cara perhitungan SQL
pada proses finishing secara keseluruhan.
5,110
106
6
DPMOSQL
29 Universitas Kristen Petra
5,110
8757,5912106
6
SQL
88,3SQL
Perhitungan kinerja proses finishing pada tingkat output untuk tiap
bulannya selama tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 4.2. Sedangkan hasil
perhitungan DPO, DPMO, SQL untuk tiap produk pada proses finishing dapat
dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.2. Perhitungan Kinerja Proses Finishing Tahun 2009
Bulan Jumlah
Produksi
Jumlah
Produk Cacat DPMO SQL
Januari 17.900 4.731 9439,3456 3,85
Februari 32.972 9.270 10040,9872 3,82
Maret 29.395 8.126 9872,9133 3,83
April 32.911 6.703 7273,9466 3,94
Mei 33.024 9.261 10015,4433 3,83
Juni 36.066 9.583 9489,5469 3,85
Juli 43.823 9.943 8103,2139 3,90
Agustus 37.964 11.411 10734,7939 3,80
September 31.283 5.820 6644,4121 3,98
Oktober 39.044 7.946 7268,3566 3,94
November 38.597 8.139 7531,1183 3,93
Desember 44.728 11.494 9177,6963 3,86
Total 417.707 102.427 8757,5912 3,88
Tabel di atas menunjukkan bahwa tingkat DPMO dan kapabilitas sigma
pada proses finishing sangat berfluktuasi tiap bulannya. Kapabilitas sigma paling
tinggi yang pernah dicapai terjadi pada bulan september, dengan SQL sebesar
3,98. Sedangkan kapabilitas sigma paling rendah terjadi pada bulan Agustus,
dengan SQL sebesar 3,80. Kapabilitas sigma dari proses finishing masih belum
stabil dan cenderung untuk turun selama beberapa bulan terakhir. Seharusnya
tingkat sigma yang ada memiliki kecenderungan meningkat dan tingkat DPMO
memiliki kecenderungan menurun, sehingga kinerja proses finishing menjadi
lebih baik dan dapat dikendalikan.
30 Universitas Kristen Petra
Tabel 4.3. Perhitungan DPO, DPMO, SQL Tiap Produk pada Proses
Finishing Tahun 2009
Jenis
Produk
Jumlah
Produksi
Jumlah
Produk Cacat DPMO SQL
Casegood 132.374 33.660 9081,4122 3,86
Bed 166.181 40.446 8692,3294 3,88
Crib 103.385 25.172 8695,6522 3,88
Table 15.767 3.149 7132,8906 3,95
Total 417.707 102.427 8757,5912 3,88
Tabel di atas menunjukkan bahwa produk table memiliki SQL paling
tinggi karena jumlah produksi table sangat sedikit jika dibandingkan dengan
produk-produk lainnya. Sedangkan SQL paling rendah dimiliki oleh produk
casegood.
Perhitungan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa proses finishing
secara keseluruhan sebelum improve memiliki nilai DPMO sebesar 8757,5912
dan kapabilitas sigma sebesar 3,88.
4.5.3. Analyze
Tahap analyze dilakukan dengan melakukan pencarian penyebab dan
akar masalah terjadinya cacat pada proses finishing, berdasarkan data-data yang
telah didapatkan pada tahap define dan measure. Ada beberapa langkah yang
dilakukan dalam melakukan pencarian penyebab akar masalah tersebut, yaitu
membuat pareto chart dan diagram sebab akibat (fishbone).
4.5.3.1. Pembuatan Pareto Chart
Pareto chart dibuat dengan tujuan untuk mengetahui dan menentukan
jenis kecacatan tertinggi dan yang paling penting sehingga perlu ditangani terlebih
dahulu, dengan menggunakan software Minitab. Pareto chart untuk masing-
masing produk dapat dilihat pada Lampiran 3. Melalui pembuatan pareto chart
dari masing-masing produk pada proses finishing, dapat diketahui bahwa
kecacatan tertinggi dari keempat jenis produk adalah crack. Jenis kecacatan yang
muncul berdasarkan prinsip pareto juga tidak jauh berbeda antara produk satu
dengan produk lainnya.
31 Universitas Kristen Petra
Oleh karena itu, jenis kecacatan tertinggi yang terjadi pada proses
finishing dapat diketahui dari pembuatan pareto chart jumlah kecacatan pada
proses finishing secara keseluruhan. Pareto chart tersebut dibuat berdasarkan data
kecacatan untuk semua produk (bed, crib, table, casegood) pada proses finishing
selama tahun 2009 dan dapat dilihat pada Gambar 4.4.
Berdasarkan prinsip pareto untuk jumlah kecacatan pada proses
finishing, ada 13 jenis kecacatan yang terpilih untuk diteliti lebih lanjut, yaitu
crack, chipping, veneer gelembung, gelombang, roll mark, dust spray, blushing,
dents, veneer renggang, gap joint, open grain, saging, warna tidak rata. Setelah
mengetahui jenis-jenis kecacatan tertinggi yang terjadi pada proses finishing,
maka langkah selanjutnya yang akan dilakukan adalah mencari akar masalah
untuk setiap jenis kecacatan tertinggi tersebut dengan menggunakan fishbone
diagram.
Gambar 4.2. Pareto Chart Jumlah Kecacatan Secara Total
dari Proses Finishing
4.5.3.2. Pembuatan Diagram Sebab Akibat (Fishbone Diagram)
Langkah selanjutnya adalah pencarian akar masalah dan penyebab
terjadinya kecacatan untuk setiap jenis kecacatan yang terpilih dari prinsip pareto.
Pencarian akar penyebab terjadinya kecacatan dapat dilakukan dengan membuat
32 Universitas Kristen Petra
diagram sebab akibat, sehingga dengan mengetahui faktor-faktor penting yang
menyebabkan terjadinya jenis kecacatan tersebut maka kecacatan tersebut dapat
dikurangi. Berikut ini merupakan fishbone diagram dari 13 jenis kecacatan yang
terpilih:
a. Analisis akar penyebab crack
Fishbone diagram yang berisi akar penyebab terjadinya kecacatan
crack dapat dilihat pada Gambar 4.3. Fishbone diagram tersebut
menunjukkan bahwa terdapat tiga faktor utama penyebab terjadinya
kecacatan crack, yaitu machine, method, dan measurement. Penyebab
terjadinya kecacatan jika ditinjau dari sisi machine adalah tekanan assembly
yang terlalu besar sehingga menyebabkan terjadinya crack pada bagian
sambungan. Tekanan assembly yang terlalu besar dikarenakan kurangnya
pelatihan sehingga operator salah melakukan setting tekanan angin untuk
assembly dan pemakaian tekanan angin yang tidak tentu sehingga
mengakibatkan tekanan assembly berubah sewaktu-waktu menjadi besar atau
kecil. Hal tersebut dikarenakan operator menggunakan alat penyembur angin
untuk membersihkan diri dari debu pada saat menjelang jam istirahat atau jam
pulang kerja serta rusaknya kompresor angin yang tak terduga.
Penyebab terjadinya kecacatan jika dilihat dari sisi measurement,
yaitu ketidaksesuaian ukuran bor dengan ukuran double round tenoner.
Ketidaksesuaian dimensi bor dan double round tenoner tersebut dikarenakan
kurangnya peelatihan sehingga operator melakukan kesalahan dalam
melakukan setting mesin. Penyebab terjadinya kecacatan dari sisi method,
yaitu penumpukan WIP yang terlalu tinggi pada saat dipindahkan
menggunakan hand pallet atau forklift. Penumpukan WIP yang terlalu tinggi
dikarenakan operator tidak mematuhi aturan penumpukan yang ada dan
kurangnya pemberitahuan mengenai aturan penumpukan.
33 Universitas Kristen Petra
Crack
Measurement
Machine Method
Ketidaksesuaian ukuran bor dengan
ukuran double round tenoner
Setting bor dan double round
tenoner tidak tepat
Operator salah melakukan setting
mesin bor dan double round tenoner
Kurang pelatihan
Tekanan assembly
terlalu besar
Operator salah melakukan
setting mesin assembly table
Kurang pelatihan
Pemakaian tekanan angin
yang tidak tentu
Penumpukan WIP terlalu tinggi pada saat
dipindahlan menggunakan hand pallet atau forklift
Operator tidak menaati aturan
tinggi penumpukan
Kurangnya pemberitahuan
mengenai aturan penumpukan
Gambar 4.3. Fishbone Diagram Penyebab Kecacatan Crack
b. Analisis akar penyebab chipping
Fishbone diagram yang berisi akar penyebab terjadinya kecacatan
chipping dapat dilihat pada Gambar 4.4. Fishbone diagram tersebut
menunjukkan bahwa terdapat tiga faktor utama penyebab terjadinya
kecacatan chipping, yaitu method, machine, dan man. Penyebab terjadinya
kecacatan jika ditinjau dari sisi method, yaitu kurangnya pelatihan dan kurang
pengawasan sehingga operator kurang tepat dalam memberikan lem untuk
dempul. Sedangkan dari sisi man, penyebab terjadinya kecacatan yaitu
operator kurang teliti dalam memilah bahan baku.
Penyebab terjadinya kecacatan jika dilihat dari sisi machine, yaitu
pisau moulding atau double planner tumpul yang diakibatkan oleh operator
tidak menaati jadwal penggantian pisau. Selain itu, penyebab terjadinya
kecacatan dikarenakan speed moulding atau double planner yang terlalu
cepat. Speed moulding atau double planner yang terlalu cepat tersebut
dikarenakan kurangnya pelatihan dan pengawasan sehingga menyebabkan
operator kurang terampil dan ceroboh dalam melakukan setting mesin.
34 Universitas Kristen Petra
Chipping
Method
Machine Man
Proses pendempulan
tidak sempurna
Pemberian lem untuk dempul
yang kurang
Operator kurang tepat dalam
memberikan lem
Kurang pelatihan dan
kurang pengawasan
Operator kurang teliti dalam
memilah bahan baku
Pisau moulding/planner
sudah tumpul
Pisau sudah saatnya
diganti tetapi tidak diganti
Operator tidak menaati
jadwal penggantian pisau
Speed moulding/planner terlalu cepat
Operator kurang terampil dan
ceroboh dalam melakukan setting
mesin moulding/planner
Kurang pelatihan
Kurang pengawasan
Gambar 4.4. Fishbone Diagram Penyebab Kecacatan Chipping
c. Analisis akar penyebab venner gelembung
Fishbone diagram yang berisi akar penyebab terjadinya kecacatan
veneer gelembung dapat dilihat pada Gambar 4.5. Fishbone diagram tersebut
menunjukkan bahwa terdapat tiga faktor utama penyebab terjadinya
kecacatan veneer gelembung, yaitu method, machine, dan material. Penyebab
terjadinya kecacatan jika ditinjau dari sisi material, yaitu hasil sanding
calibration tidak rata yang diakibatkan oleh tidak adanya jadwal rutin
pembersihan conveyor mesin sanding calibration dan tekanan sanding
calibration tidak sesuai standar.
Penyebab terjadinya kecacatan jika dilihat dari sisi method, yaitu
penimbangan olesan lem yang tidak sesuai dengan standar. Penimbangan
yang tidak sesuai standar tersebut dikarenakan kurangnya pelatihan dan
operator kurang teliti atau ceroboh dalam menimbang lem. Selain itu,
penyebab dari sisi method adalah pemberian lem yang terlalu cepat sehingga
lem kering sebelum masuk mesin hot press. Hal tersebut dikarenakan
operator tidak mengetahui kapan waktu menyiapkan bahan yang tepat,
sehingga lem kering lebih cepat. Penyebab terjadinya kecacatan dari sisi
machine, yaitu temperatur hot press kurang yang diakibatkan oleh boiler
dibersihkan tanpa sepengetahuan bagian hot press dan olesan lem yang tidak
rata dikarenakan tidak ada jadwal rutin pembersihan roll glue spreader
sehingga roll glue spreader kotor. Selain itu, penyebab terjadinya kecacatan
dari sisi machine, yaitu tekanan hot press kurang dan waktu press tidak sesuai
35 Universitas Kristen Petra
standar. Tekanan hot press yang kurang dikarenakan bocornya silinder
hidrolic di luar perkiraan meskipun sudah ada jadwal maintenance. Waktu
press tidak sesuai standar dikarenakan kurangnya pelatihan sehingga operator
salah melakukan setting mesin hot press.
Venner gelembung
Material Method
Machine
Penimbangan olesan lem
tidak sesuai standar
Operator kurang teliti atau
ceroboh dalam menimbang lem
Kurang pelatihan
Lem kering sebelum
masuk mesin hot press
Operator tidak tahu kapan waktu
menyiapkan bahan yang tepat
Tidak ada petunjuk
Hasil sanding
calibration tidak rata
Conveyor kotor
Tidak ada jadwal rutin
pembersihan
Olesan lem tidak rata
Roll glue spreader kotor
Tidak ada jadwal rutin pembersihan
Diameter roll glue
spreader tidak rata
Temperatur hot
press kurang
Boiler dibersihkan tanpa
sepengetahuan bagian hot press
Waktu press tidak sesuai standar
Tekanan hot press kurang
Bocornya silinder hidrolic
Sudah ada jadwal maintenance,
kerusakan di luar kendali
Operator salah melakukan
setting mesin hot press
Kurang pelatihan
Gambar 4.5. Fishbone Diagram Penyebab Kecacatan Veneer Gelembung
d. Analisis akar penyebab gelombang
Fishbone diagram yang berisi akar penyebab terjadinya kecacatan
gelombang dapat dilihat pada Gambar 4.6. Fishbone diagram tersebut
menunjukkan bahwa terdapat tiga faktor utama penyebab terjadinya
kecacatan gelombang, yaitu method, machine, dan man. Penyebab terjadinya
kecacatan jika ditinjau dari sisi method, yaitu cara memasukkan material ke
dalam mesin yang salah dikarenakan operator kurang terampil dan ceroboh.
Penyebab terjadinya kecacatan dari sisi man, yaitu operator kurang terampil
dalam menggunakan orbital sander dan operator salah melakukan setting
mesin double planner.
Penyebab terjadinya kecacatan jika ditinjau dari sisi machine, yaitu
conveyor mesin sanding kotor dan tekanan mesin sanding tidak sesuai
standar. Conveyor kotor dikarenakan tidak ada jadwal pembersihan conveyor
mesin sanding. Tekanan mesin sanding tidak sesuai standar dikarenakan
kerusakan kompresor angin yang tak terduga meskipun sudah ada jadwal
maintenance dan pemakaian tekanan angin yang tidak tentu. Tekanan angin
yang tidak tentu dikarenakan operator menggunakan alat penyembur angin
36 Universitas Kristen Petra
untuk membersihkan diri dari debu pada saat menjelang jam istirahat atau jam
pulang kerja.
Gelombang
Machine
Tekanan mesin sanding
tidak sesuai standarConveyor mesin sanding kotor
Man
Operator kurang terampil dalam
menggunakan orbital sander
Kerusakan kompresor
angin yang tak terduga
Tidak ada jadwal rutin pembersihan
Method
Cara memasukkan material ke
dalam mesin yang salah
Operator kurang
terampil dan ceroboh
Operator salah melakukan
setting mesin double planner
Kurang pelatihan
Pemakaian tekanan angin
yang tidak tentu
Gambar 4.6. Fishbone Diagram Penyebab Kecacatan Gelombang
e. Analisis akar penyebab roll mark
Fishbone diagram yang berisi akar penyebab terjadinya kecacatan roll
mark dapat dilihat pada Gambar 4.7. Fishbone diagram tersebut
menunjukkan bahwa terdapat satu faktor utama penyebab terjadinya
kecacatan roll mark, yaitu machine. Faktor penyebab terjadinya kecacatan
jika ditinjau dari sisi machine yaitu mesin wide belt sander meghilangkan
ketebalan kayu terlalu banyak. Hal tersebut dikarenakan dimensi produk
variatif pada proses moulding yang diakibatkan oleh setting moulding tidak
tepat dan berubah-ubah. Setting yang tidak tepat dikarenakan kurangnya
pelatihan sehingga menyebabkan operator kurang terampil dalam melakukan
setting mesin moulding.
Roll mark
Machine
Mesin sanding menghilangkan
(memakan) ketebalan kayu
terlalu banyak
Dimensi produk variatif pada
proses moulding
Setting moulding tidak tepat
dan berubah-ubah
Operator kurang terampil dalam
melakukan setting mesin moulding
Kurang pelatihan
Gambar 4.7. Fishbone Diagram Penyebab Kecacatan Roll Mark
37 Universitas Kristen Petra
f. Analisis akar penyebab dust spray
Fishbone diagram yang berisi akar penyebab terjadinya kecacatan
dust spray dapat dilihat pada Gambar 4.8. Fishbone diagram tersebut
menunjukkan bahwa terdapat empat faktor utama penyebab terjadinya
kecacatan dust spray, yaitu method, machine, man, dan material. Penyebab
terjadinya kecacatan jika ditinjau dari sisi man, yaitu operator tidak mengikuti
aturan cara spray yang benar. Penyebab terjadinya kecacatan dari sisi
material yaitu kurangnya pengontrolan viskositas cat untuk cat sisa hari
kemarin sehingga menyebabkan cat terlalu kental.
Penyebab terjadinya kecacatan jika ditinjau dari sisi machine, yaitu
tekanan spray gun tidak sesuai standar dikarenakan kerusakan kompresor
yang tak terduga meskipun sudah ada jadwal maintenance dan pemakaian
tekanan angin yang tidak tentu. Tekanan angin yang tidak tentu dikarenakan
operator menggunakan alat penyembur angin untuk membersihkan diri dari
debu pada saat menjelang jam istirahat atau jam pulang kerja. Penyebab
terjadinya kecacatan dari sisi method, yaitu jarak spray yang terlalu jauh dan
setelan spray gun kurang tepat meskipun sudah ada standar dalam melakukan
setting spray gun.
Dust spray
Material
Operator tidak mengikuti
aturan cara spray yang benar
Man
MachineMethod
Cat terlalu kental
Viskositas cat tidak sesuai karena cat
yang dipakai adalah cat sisa hari kemarin
Kurang pengontrolan
Jarak spray terlalu jauh
Operator kurang terampil dan teledor dalam
menyemprot cat (tidak sesuai standar)
Setelan spray gun kurang tepat
(terlalu kecil)
Sudah ada standar, tetapi operator kurang
terampil dalam melakukan setting spray gun
Kurang pelatihanTekanan angin kurang
Pemakaian angin yang tidak tentu
Kerusakan kompresor angin
yang tak terduga
Gambar 4.8. Fishbone Diagram Penyebab Kecacatan Dust Spray
g. Analisis akar penyebab blushing
Fishbone diagram yang berisi akar penyebab terjadinya kecacatan
blushing dapat dilihat pada Gambar 4.9. Fishbone diagram tersebut
38 Universitas Kristen Petra
menunjukkan bahwa terdapat dua faktor utama penyebab terjadinya
kecacatan blushing, yaitu method dan environment. Penyebab terjadinya
kecacatan jika ditinjau dari sisi environment,yaitu kurang sinar matahari atau
suhu yang dingin. Penyebab terjadinya kecacatan dari sisi method, yaitu
pemberian retarder pada saat sudah terjadi blushing yang dikarenakan
operator kurang memiliki kesadaran untuk melakukan pemberhentian
pemakaian spray gun pada saat terjadi pergantian cuaca dari panas ke dingin.
Penyebab terjadinya kecacatan dari sisi method adalah setelan spray gun
kurang tepat dikarenakan kurangnya pelatihan.
Blushing
Environment
Method
Setelan spray gun kurang tepat
(terlalu besar)
Kurang sinar matahari atau
suhu dingin
Pemberian retarder pada saat
sudah terjadi blushing
Sudah ada standar, tetapi operator kurang
terampil dalam melakukan setting spray gun
Kurang pelatihan
Operator kurang peka terhadap
perubahan kondisi cuaca
Gambar 4.9. Fishbone Diagram Penyebab Kecacatan Blushing
h. Analisis akar penyebab dents
Fishbone diagram yang berisi akar penyebab terjadinya kecacatan
dents dapat dilihat pada Gambar 4.10. Fishbone diagram tersebut
menunjukkan bahwa terdapat tiga faktor utama penyebab terjadinya
kecacatan dents, yaitu man, machine, dan method. Penyebab terjadinya
kecacatan jika ditinjau dari sisi man yaitu operator tidak memberikan
pengaman karton antar tumpukan komponen dan operator kurang berhati-hati
dalam mengambil dan meletakkan komponen.
Penyebab terjadinya kecacatan jika ditinjau dari sisi method, yaitu
operator kurang terampil dan asal-asalan dalam menumpuk WIP pada saat
dipindahkan menggunakan hand pallet atau forklift. Penyebab terjadinya
39 Universitas Kristen Petra
kecacatan dari sisi machine, yaitu assembly table kotor karena operator tidak
membersihkan assembly table pada saat akan digunakan.
Dents
Operator tidak memberikan pengaman karton
antar tumpukan komponen sesuai kebutuhan
Man
MachineMethod
Assembly table kotor
Operator tidak membersihkan assembly
table pada saat akan digunakan
Operator kurang berhati-hati dalam
meletakkan dan mengambil komponen
Cara penumpukan barang kurang bagus dan
kurang teratur pada saat WIP dipindahkan, baik
memakai forklift atau handpallet
Operator kurang terampil dan asal-
asalan dalam menumpuk
Gambar 4.10. Fishbone Diagram Penyebab Kecacatan Dents
i. Analisis akar penyebab veneer renggang
Fishbone diagram yang berisi akar penyebab terjadinya kecacatan
veneer renggang dapat dilihat pada Gambar 4.11. Fishbone diagram tersebut
menunjukkan bahwa terdapat dua faktor utama penyebab terjadinya
kecacatan veneer renggang, yaitu machine dan method. Penyebab terjadinya
kecacatan jika ditinjau dari sisi method, yaitu proses penjahitan yang kurang
presisi. Hal tersebut dikarenakan kondisi stopper mesin jahit veneer kurang
bagus atau tidak lurus.
Penyebab terjadinya kecacatan jika ditinjau dari sisi machine, yaitu
pisau potong veneer tidak lurus karena mesin guillotine sudah tua dan tidak
bagus. Selain itu, penyebab terjadinya kecacatan yaitu pisau potong veneer
tumpul karena operator tidak menaati jadwal penggantian pisau.
40 Universitas Kristen Petra
Venner renggang
Method
Machine
Pisau potong veneer tidak lurus
Proses penjahitan kurang presisi
Mesin guillotine sudah tua
dan tidak bagus
Pisau potong veneer tumpul
Pisau sudah saatnya diganti
tetapi tidak diganti
Operator tidak menaati jadwal
penggantian pisau
Kondisi stopper mesin jahit
veneer kurang bagus (tidak lurus)
Gambar 4.11. Fishbone Diagram Penyebab Kecacatan Veneer Renggang
j. Analisis akar penyebab gap joint
Kecacatan gap joint terjadi karena proses finger joint yang tidak
benar, yang mana proses finger joint tersebut tidak dilakukan sendiri oleh
perusahaan melainkan disubkontrakkan kepada pihak lain. Jadi, analisis akar
penyebab terjadinya kecacatan gap joint tidak bisa dilakukan karena
kecacatan gap joint terjadi ketika disubkontrakkan kepada pihak lain.
k. Analisis akar penyebab open grain
Fishbone diagram yang berisi akar penyebab terjadinya kecacatan
open grain dapat dilihat pada Gambar 4.12. Fishbone diagram tersebut
menunjukkan bahwa terdapat dua faktor utama penyebab terjadinya
kecacatan open grain, yaitu man dan method. Penyebab terjadinya kecacatan
jika ditinjau dari sisi man, yaitu operator kurang optimal dan teliti dalam
memilah bahan baku. Penyebab terjadinya kecacatan dari sisi method yaitu
proses filler kurang maksimal dikarenakan viskositas cairan filler terlalu
encer. Hal tersebut dikarenakan operator tidak mengaduk cairan filler
sebelum dipakai.
41 Universitas Kristen Petra
Open grain
Man
Method
Proses filler tidak maksimal
Viskositas filler terlalu encer
Operator tidak mengaduk
cairannya sebelum dipakai
Operator kurang optimal dan teliti dalam
melakukan pemilahan bahan baku
Gambar 4.12. Fishbone Diagram Penyebab Kecacatan Open Grain
l. Analisis akar penyebab saging
Fishbone diagram yang berisi akar penyebab terjadinya kecacatan
saging dapat dilihat pada Gambar 4.13. Fishbone diagram tersebut
menunjukkan bahwa terdapat dua faktor utama penyebab terjadinya
kecacatan saging, yaitu material dan method. Penyebab terjadinya kecacatan
jika ditinjau dari sisi material yaitu cat terlalu encer. Hal tersebut dikarenakan
viskositas cat terlalu rendah dan operator tidak mengontrol viskositas cat
setelah dilakukan penambahan retarder.
Penyebab terjadinya kecacatan jika ditinjau dari sisi method, yaitu
jarak spray terlalu dekat dan pengecatan terlalu tebal. Pengecatan terlalu tebal
dikarenakan cara spray yang salah oleh operator sehingga terjadi pengulangan
spray pada satu tempat. Selain itu, penyebab terjadinya kecacatan dari sisi
method yaitu setelan spray gun kurang tepat karena operator kurang terampil
dalam melakukan setting spray gun meskipun sudah ada standar.
42 Universitas Kristen Petra
Saging
Jarak spray terlalu dekat
Method
Material
Operator kurang terampil dan ceroboh dalam
menyemprot cat (tidak sesuai standar)
Pengecatan terlalu tebal
Pengulangan spray beberapa kali
pada satu tempat
Cara spray yang salah oleh operator
Setelan spray gun kurang tepat
(terlalu besar) sehingga cat basah
Sudah ada standar, tetapi operator kurang
terampil dalam melakukan setting spray gun
Kurang pelatihan
Cat terlalu encer
Viskositas cat terlalu rendah
Operator kurang kontrol
Setelah penambahan retarder, operator
tidak mengontrol viskositas cat
Gambar 4.13. Fishbone Diagram Penyebab Kecacatan Saging
m. Analisis akar penyebab warna tidak rata
Fishbone diagram yang berisi akar penyebab terjadinya kecacatan
warna tidak rata dapat dilihat pada Gambar 4.14. Fishbone diagram tersebut
menunjukkan bahwa terdapat tiga faktor utama penyebab terjadinya
kecacatan warna tidak rata, yaitu material, man, dan method. Penyebab
terjadinya kecacatan jika ditinjau dari sisi method, yaitu cara spray yang salah
karena operator kurang terampil dan ceroboh dalam menyemprot cat.
Penyebab terjadinya kecacatan jika ditinjau dari sisi man yaitu
operator tergesa-gesa dalam menyemprot cat dan operator tidak mengaduk cat
sebelum dipakai. Sedangkan penyebab terjadinya kecacatan dari sisi material
yaitu cat terlalu pekat dikarenakan operator kurang kontrol sehingga
viskositas cat tidak sesuai standar dan operator kurang ahli dan teliti dalam
mencampur cat.
43 Universitas Kristen Petra
Warna tidak rata
Material
Cat terlalu pekat
Man
Operator tergesa-gesa dalam
menyemprot cat
Viskositas cat tidak sesuai
standar
Operator kurang kontrol
Cara spray yang salah
Method
Operator tidak mengaduk cat sebelum dipakaiOperator kurang terampil dan
ceroboh dalam menyemprot cat
Operator kurang ahli dan teliti dalam
mencampur cat
Gambar 4.14. Fishbone Diagram Penyebab Kecacatan Warna Tidak Rata
4.5.4. Improve
4.5.4.1. Usulan Perbaikan
Setelah mengetahui akar penyebab untuk setiap jenis kecacatan yang
diamati, langkah selanjutnya adalah menentukan suatu usulan perbaikan untuk
setiap penyebab yang ada. Penentuan usulan perbaikan dilakukan dengan
melakukan brainstorming bersama pihak perusahaan, yaitu bagian quality
assurance dan bagian produksi PT X. Brainstorming tersebut bertujuan untuk
mendapatkan usulan perbaikan yang tepat dan dapat diterapkan oleh perusahaan
sehingga dapat mengurangi persentase produk cacat pada proses finishing. Hasil
dari brainstorming atas usulan perbaikan untuk masing-masing penyebab dapat
dilihat pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4. Usulan Perbaikan untuk Tiap Jenis Kecacatan dan Faktor Penyebab
Jenis
Kecacatan Faktor Penyebab Usulan Perbaikan
Crack
Operator salah melakukan setting
mesin bor dan double round tenoner
Pelatihan & skill education, perketat
pengawasan
Operator salah melakukan setting
assembly table Pelatihan & skill education
Pemakaian tekanan angin yang tidak
tentu Check list mesin assembly table
Operator tidak menaati aturan tinggi
penumpukan WIP pada saat
dipindahkan
Pengecatan tembok dengan dua warna yang
berbeda & perketat pengawasan,
pembuatan papan kayu sebagai tanda (sign)
batas maksimal tinggi penumpukan barang
di atas pallet
Kurangnya pemberitahuan mengenai
aturan penumpukan Skill education
44 Universitas Kristen Petra
Tabel 4.4. Usulan Perbaikan untuk Tiap Jenis Kecacatan dan
Faktor Penyebab (sambungan)
Jenis
Kecacatan Faktor Penyebab Usulan Perbaikan
Chipping
Operator kurang tepat dalam
memberikan lem untuk dempul
Skill education
Perketat pengawasan
Speed moulding/planner terlalu
cepat
Pelatihan & skill education
Perketat pengawasan
Check list mesin moulding & double planner
Pisau moulding/planner tumpul Penggantian pisau
Operator kurang teliti dalam
memilah bahan baku
Skill education (pemberitahuan standar
bahan baku yg baik & tdk baik)
Perketat pengawasan
Veneer
gelembung
Conveyor mesin sanding
calibration kotor Jadwal inspeksi
Tekanan sanding calibration
tidak standar Check list mesin sanding calibration
Penimbangan olesan lem tidak
sesuai standar Skill education, perketat pengawasan
Lem kering sebelum masuk
mesin hot press
Pembuaan tool tambahan pada mesin hot
press sehingga operator dapat mengetahui
waktu penyiapan bahan yang tepat
Operator salah melakukan setting
mesin hot press
Pelatihan & skill education, perketat
pengawasan
Temperatur hot press kurang
Pembuatan alat (lampu sirine) yang dapat
mendeteksi jika temperatur turun di luar
standar
Tekanan hot press kurang Check list mesin hot press
Roll glue spreader kotor Jadwal inspeksi
Diameter roll glue spreader tidak
rata Pembubutan roll glue spreader
Gelombang
Conveyor mesin wide belt sander
kotor Jadwal inspeksi
Tekanan mesin wide belt sander
tidak sesuai standar Check list mesin wide belt sander
Cara memasukkan material ke
dalam mesin yang salah
Pelatihan & skill education
Pemberian gambar cara memasukkan
material yang benar dan salah
Operator kurang terampil dalam
menggunakan orbital sander Pelatihan & skill education
Operator salah melakukan setting
mesin double planner
Pelatihan & skill education, perketat
pengawasan
Roll mark
Operator kurang tepat dalam
melakukan setting mesin
moulding
Pelatihan & skill education, perketat
pengawasan
Check list mesin moulding
Dust spray
Operator tidak mengikuti aturan
cara spray yang benar Skill education
Viskositas cat tidak sesuai karena
cat sisa kemarin Jadwal pengecekan viskositas
45 Universitas Kristen Petra
Tabel 4.4. Usulan Perbaikan untuk Tiap Jenis Kecacatan dan
Faktor Penyebab (sambungan)
Jenis
Kecacatan Faktor Penyebab Usulan Perbaikan
Dust Spray
Setelan spray gun kurang tepat
(terlalu kecil)
Pelatihan & skill education
Perketat pengawasan
Jarak spray terlalu jauh
Pelatihan & skill education, perketat
pengawasan, pembuatan tool tambahan pada
spray gun
Tekanan angin kurang Check list spray booth
Blushing
Pemberian retarder pada saat
sudah terjadi blushing
Skill education
Pemberhentian pemakaian spray gun pada
saat terjadi pergantian cuaca dari panas ke
dingin
Setelan spray gun kurang tepat
(terlalu besar)
Pelatihan & skill education
Perketat pengawasan, check list spray booth
Dents
Operator tidak memberikan
pengaman karton antar tumpukan
komponen sesuai standar
Skill education, perketat pengawasan
Menyediakan pengaman dengan jumlah yang
banyak
Operator kurang berhati-hati
dalam mengambil dan
meletakkan komponen
Skill education
Perketat pengawasan
Operator kurang terampil dan
asal-asalan dalam menumpuk
Skill education
Jadwal inspeksi
Assembly table kotor Skill education, perketat pengawasan
Check list assembly table
Venner
renggang
Kondisi stopper mesin jahit
venner kurang bagus (tidak lurus)
Penggantian stopper yang lama dengan
stopper yang baru
Mesin guillotine sudah tua dan
tidak bagus Penggantian mesin
Pisau potong veneer tumpul Penggantian pisau
Open grain
Operator kurang optimal dalam
memilah dan memilih bahan
baku
Skill education (pemberian standar bahan
baku yg baik dan tidak)
Perketat pengawasan
Operator tidak mengaduk cairan
filler sebelum dipakai
Perketat pengawasan
Skill education (Pengadukan cairan filler
sebelum dipakai)
Saging
Setelan spray gun kurang tepat
(terlalu besar)
Pelatihan & skill education
Perketat pengawasan, check list spray booth
Jarak spray terlalu dekat
Pelatihan & skill education
Perketat pengawasan, pembuatan tool
tambahan pada spray gun
Cara spray yang salah oleh
operator
Pelatihan & skill education
Perketat pengawasan
Viskositas cat terlalu rendah Jadwal pengecekan viskositas
46 Universitas Kristen Petra
Tabel 4.4. Usulan Perbaikan untuk Tiap Jenis Kecacatan dan
Faktor Penyebab (sambungan)
Jenis
Kecacatan Faktor Penyebab Usulan Perbaikan
Saging
Operator tidak mengontrol
viskositas setelah dilakukan
penambahan retarder
Jadwal pengecekan viskositas
Warna
tidak rata
Viskositas cat tidak sesuai
standar Jadwal pengecekan viskositas
Operator kurang ahli & teliti
dalam mencampur cat
Skill education, training, & perketat
pengawasan
Cara spray yang salah oleh
operator
Pelatihan & skill education
Perketat pengawasan
Operator tergesa-gesa dalam
menyemprot cat
Skill education
Perketat pengawasan
Operator tidak mengaduk cat
sebelum dipakai
Skill education & perketat pengawasan
Pengadukan cat sebelum dipakai
Gap joint
Pengembalian produk yang cacat ke pihak
subkontrak
Berdasarkan usulan-usulan perbaikan di atas, maka usulan perbaikan
yang tepat dan dapat diterapkan oleh perusahaan untuk mengurangi persentase
produk cacat pada proses finishing, yaitu:
Training
Skill education
Jadwal inspeksi
Membuat check list mesin
Mengganti pisau
Mengganti stopper mesin jahit veneer
Membuat gambar standar cara memasukkan material ke dalam mesin
Membuat jadwal pengecekan viskositas
Membuat form penggantian pisau
Membubut roll glue spreader
Merancang dan membuat tool tambahan yang dapat mendeteksi terjadinya
penurunan temperatur mesin hot press
Merancang dan membuat tool tambahan pada mesin hot press sehingga
operator dapat mengetahui waktu penyiapan bahan yang tepat
Memperketat pengawasan
47 Universitas Kristen Petra
Mengganti mesin guillotine
Mengadakan pengecekan internal terhadap kualitas produk yang dilakukan
sebelum loading di proses finishing
Mengecat tembok dengan dua warna yang berbeda
Merancang dan membuat tool tambahan pada spray gun
Membuat papan kayu sebagai tanda (sign) batas maksimal tinggi penumpukan
barang di atas pallet
Setelah membuat usulan-usulan perbaikan yang dapat mengurangi
tingkat kecacatan dengan melakukan brainstorming, langkah selanjutnya adalah
menentukan implementasi perbaikan, di mana ada tiga faktor yang menjadi
pertimbangan dalam mengambil keputusan apakah suatu solusi atau usulan
perbaikan dapat diterapkan saat ini atau tidak. Tiga faktor tersebut adalah waktu,
biaya, dan kemudahan. Waktu merupakan faktor yang menentukan kecepatan
perusahaan untuk menerima pengembalian ekonomis dari usaha yang dilakukan.
Biaya merupakan salah satu faktor yang penting karena untuk melakukan suatu
usulan perbaikan pasti dibutuhkan biaya, tetapi besarnya biaya tergantung dari
usulan perbaikan itu sendiri. Kemudahan merupakan faktor yang menentukan
solusi atau usulan perbaikan tersebut mudah untuk dilaksanakan atau tidak.
Setelah mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
pengambilan suatu keputusan, maka langkah selanjutnya adalah
mempertimbangkan usulan perbaikan, apakah suatu usulan perbaikan dapat
diimplementasikan saat ini atau tidak. Pertimbangan usulan perbaikan dilakukan
dengan bertanya kepada pihak produksi untuk setiap usulan perbaikan,
berdasarkan tiga faktor yang telah ditentukan. Setiap faktor akan diisi dengan
angka “1” untuk usulan perbaikan yang mudah dilaksanakan, tidak membutuhkan
waktu yang lama, dan membutuhkan biaya yang sedikit. Setiap faktor akan diisi
dengan angka “3” untuk usulan perbaikan yang tidak mudah dilaksanakan,
membutuhkan waktu yang lama, dan membutuhkan biaya yang besar, sedangkan
akan diisi dengan angka”2” jika usulan perbaikan berada di antara angka “1” dan
“3”. Angka dari tiga faktor tersebut akan dijumlahkan dan hasil penjumlahan
tersebut merupakan nilai untuk setiap usulan perbaikan.
48 Universitas Kristen Petra
Hasil wawancara dengan pihak produksi untuk penilaian setiap usulan
perbaikan yang ada berdasarkan tiga faktor dapat dilihat pada Lampiran 4. Usulan
perbaikan dengan jumlah angka yang paling kecil akan diimplementasikan
terlebih dahulu, sedangkan usulan perbaikan dengan jumlah angka yang paling
besar akan diimplementasikan paling terakhir atau tidak dapat diimplementasikan
saat ini. Pengurutan usulan perbaikan berdasarkan jumlah angka dari kecil ke
besar dapat dilihat pada Lampiran 5.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak produksi dan penilaian yang
telah dilakukan, didapatkan usulan perbaikan yang dapat diimplementasikan saat
ini dan usulan perbaikan yang tidak dapat diimplementasikan saat ini. Semua
usulan perbaikan yang dapat diimplementasikan saat ini atau tidak dapat dilihat
pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5. Pengelompokan Usulan Perbaikan Berdasarkan Waktu
Pengimplementasian
Usulan Perbaikan yang Dapat
Diimplementasikan Saat Ini
Usulan Perbaikan yang Tidak Dapat
Diimplementasikan Saat Ini
a. Skill education
b. Jadwal inspeksi
c. Membuat check list mesin
d. Mengganti pisau
e. Membuat form penggantian pisau
f. Mengganti stopper mesin jahit veneer
g. Membuat gambar standar cara memasukkan
material ke dalam mesin
h. Membuat jadwal pengecekan viskositas
i. Merancang dan membuat tool tambahan
yang dapat mendeteksi terjadinya
penurunan temperatur mesin hot press
j. Merancang dan membuat tool tambahan
pada mesin hot press sehingga operator
dapat mengetahui waktu penyiapan bahan
yang tepat
k. Memperketat pengawasan
l. Mengadakan pengecekan internal terhadap
kualitas produk yang dilakukan sebelum
loading di proses finishing
m. Membubut roll glue spreader
n. Membuat papan kayu sebagai tanda (sign)
batas maksimal tinggi penumpukan barang
di atas pallet
a. Training
b. Mengganti mesin guillotine
c. Mengecat tembok dengan dua warna
yang berbeda
d. Merancang dan membuat tool tambahan
pada spray gun
49 Universitas Kristen Petra
Berikut ini merupakan penjelasan mengenai usulan-usulan perbaikan
yang dapat dilakukan saat ini:
a. Skill education
Pemberian skill education akan dilakukan oleh kepala bagian kepada
para pengawas, dan kemudian pengawas akan memberikan pengarahan atau
skill education kepada para operator di bagiannya masing-masing. Pemberian
skill education tersebut berupa briefing yang dilakukan setiap awal shift
selama 15 sampai 30 menit, tergantung dari permasalahan dan topik yang
akan dibahas. Briefing ini akan dilakukan 2 kali dalam 1 minggu, setiap hari
senin dan kamis yang akan dilakukan secara rutin tiap bulannya. Pemberian
skill education ini akan dilakukan di setiap bagian, yaitu RCL (Recompos
Lumber), MPP (Material Panel Preparation), Komponen, Sally (Sanding dan
Assembly), finishing, dan mixing.
Materi yang disampaikan ada yang berbeda dan ada yang sama antara
satu bagian dengan bagian yang lainnya. Selain menyampaikan materi dan
permasalahan yang ada, operator juga dapat melakukan tanya jawab atau
sharing tentang permasalahan yang mereka hadapi. Jika terjadi permasalahan,
kepala bagian akan memberitahu pengawas yang berkaitan dengan
permasalahan tersebut, dan pengawas akan memberikan pengarahan langsung
(pelatihan secara singkat) kepada operator yang bersangkutan di lantai
produksi untuk menghindari terjadinya kesalahan yang sama. Pada saat
briefing, operator dan pengawas akan diberitahu dan diingatkan mengenai
titik-titik potensial terjadinya kecacatan sehingga operator akan lebih berhati-
hati terhadap titik-titik potensial tersebut. Panduan mengenai titik-titik
potensial terjadinya kecacatan dapat dilihat pada Lampiran 6. Selain itu, di
setiap bagian produksi akan diberlakukan aturan larangan penggunaan alat
penyembur angin pada waktu jam kerja, yang mana alat tersebut hanya boleh
digunakan 5 menit sebelum jam istirahat atau sebelum jam pulang kerja.
Materi yang disampaikan merupakan poin-poin penting penyebab
terjadinya kecacatan di setiap bagian produksi.
50 Universitas Kristen Petra
Bagian MPP
Pada bagian MPP, materi yang akan diberikan dan dibahas adalah cara
setting mesin hot press yang benar, standar tinggi penumpukan (maksimal
1,5 meter), cara menimbang lem dan standar lem untuk mesin hot press
(110-120 gr/m2), cara memasukkan material ke dalam mesin yang benar,
pemberian pengaman antar tumpukan komponen, mengambil dan
meletakkan komponen dengan hati-hati, dan selalu memperhatikan dan
melaksanakan IK dengan baik dan benar.
Bagian RCL
Pada bagian RCL, materi yang akan diberikan dan dibahas adalah cara
setting mesin double planner yang benar, standar tinggi penumpukan
(maksimal 1,5 meter), pemberian pengaman antar tumpukan komponen,
mengambil dan meletakkan komponen dengan hati-hati, dan selalu
memperhatikan dan melaksanakan IK dengan baik dan benar.
Bagian Komponen
Pada bagian komponen, materi yang akan diberikan dan dibahas adalah
cara setting mesin bor, mesin moulding, mesin double round tenoner yang
benar. Selain itu, pemberitahuan mengenai standar tinggi penumpukan
(maksimal 1,5 meter), pemberian pengaman antar tumpukan komponen,
mengambil dan meletakkan komponen dengan hati-hati, dan selalu
memperhatikan dan melaksanakan IK dengan baik dan benar.
Bagian Sally
Pada bagian sally, materi yang akan diberikan dan dibahas adalah cara
setting mesin assembly table yang benar, standar tinggi penumpukan
(maksimal 1,5 meter), pemberian pengaman antar tumpukan komponen,
mengambil dan meletakkan komponen dengan hati-hati, dan selalu
memperhatikan dan melaksanakan IK dengan baik dan benar. Selain itu,
cara penggunaan orbital sander yang benar, cara memasukkan material ke
dalam mesin yang benar, cara penumpukan WIP di atas hand pallet atau
forklift yang benar, selalu membersihkan assemby table sebelum
digunakan, pengadukan cairan filler sebelum digunakan, standar dan cara
pemberian lem untuk dempul, dan standar pemilahan bahan baku.
51 Universitas Kristen Petra
Bagian finishing
Pada bagian finishing, materi yang akan diberikan dan dibahas adalah cara
setting spray booth yang benar, cara spray yang benar (tidak boleh ada
pengulangan berkali-kali pada satu tempat, spray cat harus rata, dan
dimulai dari bagian paling bawah ke atas), standar jarak spray (15-20 cm),
tidak boleh tergesa-gesa dalam menyemprot cat, pengadukan cat sebelum
dipakai, dan pemberhentian penggunaan spray gun pada saat terjadi
pergantian cuaca dari panas ke dingin sehingga tidak terjadi blushing.
Bagian mixing
Pada bagian mixing, materi yang akan diberikan dan dibahas adalah
pemberitahuan standar viskositas cat, cara dan standar pencampuran cat
yang benar. Selain itu, operator juga harus melakukan jadwal pengecekan
viskositas, penambahan retarder pada cat ketika terjadi perubahan cuaca
dari panas ke dingin, serta pemberitahuan standar pemberian retarder.
Operator akan selalu diingatkan untuk bekerja dengan baik dan
diharapkan untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama, dengan
dilakukannya pemberian skill education.
b. Membuat jadwal inspeksi
Jadwal inspeksi dibuat untuk inspeksi conveyor yang kotor pada
mesin wide belt sander dan mesin sanding calibration, inspeksi roll glue
spreader, dan pengontrolan pada saat pemindahan barang dari proses
whitewood ke proses finishing. Pembuatan jadwal inspeksi tersebut
dikarenakan operator tidak memiliki jadwal rutin untuk melakukan semua hal
tersebut. Oleh karena itu, usulan perbaikan yang diajukan adalah membuat
jadwal inspeksi. Jadwal inspeksi conveyor mesin wide belt sander dan mesin
sanding calibration dapat diketahui dengan melakukan pengamatan selama
lima hari.
Data-data yang mendukung penentuan waktu jadwal inspeksi mesin
wide belt sander dapat dilihat pada Lampiran 7, sedangkan untuk mesin
sanding calibration dapat dilihat pada Lampiran 8. Berdasarkan data dan
pengamatan yang dilakukan selama lima hari tersebut, conveyor mesin wide
belt sander dan conveyor mesin sanding calibration akan kotor setiap kurang
52 Universitas Kristen Petra
lebih 1 jam sekali. Oleh karena itu, saran yang diusulkan yaitu melakukan
inspeksi setiap 1 jam sehingga kebersihan conveyor mesin wide belt sander
dan mesin sanding calibration dapat terjaga dengan baik. Inspeksi tersebut
akan dilakukan oleh operator yang bertugas di mesin-mesin tersebut.
Pengecekan roll glue spreader akan dilakukan setiap pagi dan setiap
kali mesin hot press akan digunakan. Jika roll glue spreader kotor, maka
operator harus membersihkan roll glue spreader terlebih dahulu sebelum
digunakan. Selain itu, pengecekan secara rutin juga akan dilakukan setiap kali
barang berupa WIP akan dipindahkan dari proses whitewood ke finishing.
Pengecekan yang dilakukan adalah cara penumpukan apakah sudah benar dan
tertata dengan rapi, tinggi penumpukan apakah sudah sesuai dengan
ketentuan yang ada, dan apakah sudah dilakukan pemberian pengaman antar
tumpukan komponen agar tidak terjadi benturan dan goresan pada barang.
Hal tersebut merupakan faktor-faktor penting yang berpotensi untuk
menyebabkan kecacatan. Pengecekan penumpukan barang pada saat akan
dipindahkan tersebut akan dilakukan oleh pengawas yang bertugas.
Setelah melakukan inspeksi conveyor, operator akan mengisi check
list mesin wide belt sander dan mesin sanding calibration. Check list mesin
sanding calibration dapat dilihat pada Lampiran 9. Check list mesin wide belt
sander dapat dilihat pada Lampiran 10. Inspeksi roll glue spreader dilakukan,
operator dengan mengisi check list mesin hot press, yang dapat dilihat pada
Lampiran 11. Hal tersebut dikarenakan roll glue spreader merupakan
gabungan dari mesin hot press.
c. Membuat check list mesin
Selama ini, kegiatan pengecekan kualitas hasil proses apakah sudah
terlaksana atau tidak, tidak dapat diketahui. Hal tersebut dikarenakan tidak
ada data yang mendukung telah terlaksanakannya proses pengecekan tersebut.
Oleh karena itu, diusulkan untuk membuat form checklist mesin dengan
tujuan untuk memastikan bahwa operator telah melakukan pengecekan
terhadap kualitas hasil proses sesuai dengan ketentuan perusahaan. Jadwal
pengecekan tersebut disesuaikan dengan mesin atau proses yang diperiksa.
Selain itu, form checklist mesin juga dibuat dengan tujuan agar dilakukan
53 Universitas Kristen Petra
pengecekan secara rutin terhadap faktor-faktor penting dari suatu mesin yang
berpotensi menyebabkan kecacatan, sehingga proses dapat terkendali dengan
baik. Salah satu contoh faktor mesin yang penting adalah tekanan, di mana
tekanan mesin dapat berubah sewaktu-waktu karena pemakaian tekanan angin
yang tidak tentu, dan sebagainya. Pembuatan form checklist mesin ini
bertujuan agar tekanan mesin yang tidak tentu tersebut dapat dikontrol.
Sebagian besar pengecekan terhadap hasil proses dan mesin tersebut
akan dilakukan setiap 1 jam sekali. Poin-poin pengecekan yang akan
dilakukan merupakan faktor-faktor dari mesin dan kualitas hasil proses sesuai
dengan standar. Operator yang bertugas akan melakukan pengecekan terlebih
dahulu terhadap poin-poin yang ada pada check list tersebut, sebelum mengisi
check list. Alasan pembuatan check list mesin adalah untuk menghindari
terjadinya hal-hal di luar dugaan atau perkiraan sehingga hal-hal yang tak
terkendali tersebut dapat diketahui terlebih dahulu sebelum terjadi kecacatan
dalam jumlah yang banyak. Jika ada faktor-faktor yang berada di luar
keadaan normal, maka operator dapat mengambil tindakan dengan mematikan
mesin dan mencari solusi dari permasalahan yang ada.
Tidak semua proses akan dibuatkan check list, melainkan hanya
proses-proses yang merupakan titik potensial terjadinya kecacatan yang akan
dibuatkan check list. Check list mesin moulding dapat dilihat pada Lampiran
12. Check list mesin double planner dapat dilihat pada Lampiran 13. Check
list mesin assembly table dapat dilihat pada Lampiran 14. Check list spray
booth dapat dilihat pada Lampiran 15. Check list tersebut akan diberikan oleh
operator kepada kepala bagian di bagiannya masing-masing setiap akhir shift.
d. Mengganti pisau
Penggantian pisau pada mesin harus dilakukan karena jika pisau
tersebut tidak diganti dapat menimbulkan kecacatan pada produk.
Penggantian pisau akan dilakukan jika ada tanda-tanda bahwa pisau mulai
tumpul. Pisau yang akan diganti, yaitu:
Penggantian pisau mesin moulding
Pisau mesin moulding akan diganti ketika model produk berubah karena
bentuk pisau moulding mengikuti model dari produk yang akan dibuat.
54 Universitas Kristen Petra
Tetapi jika model produk tidak berubah, operator akan mengganti pisau
setiap 3 hari sekali, padahal ketentuan dari perusahaan untuk mengganti
pisau adalah setiap 2 hari sekali. Ketentuan perusahaan mengenai waktu
penggantian pisau setiap 2 hari sekali apakah sudah tepat atau tidak dapat
diketahui dengan membuat control chart. Jika pisau tidak diganti tepat
pada waktunya, maka pisau akan tumpul dan menyebabkan terjadinya
kecacatan chipping. Oleh karena itu, pengamatan akan dilakukan untuk
mengetahui waktu penggantian pisau moulding yang tepat.
Pengamatan dilakukan selama 1 shift, yaitu shift pertama dengan
mengambil sampel sebanyak 10 buah setiap 30 menit. Pengambilan
sampel sebanyak 10 buah dikarenakan menyesuaikan dengan sistem
sampling yang dilakukan oleh perusahaan. Data yang akan digunakan
yaitu jumlah jenis kecacatan chipping pada komponen yang dihasilkan dari
mesin moulding. Dalam pengambilan data, faktor lain pada mesin yang
memungkinkan terjadinya kecacatan chipping, yaitu speed sudah sesuai
dengan standar yang ada. Control chart data kecacatan untuk pengamatan
hari pertama, kedua, dan ketiga dapat dilihat pada Gambar 4.15.
Gambar 4.15. C-Chart untuk Chipping pada Mesin Moulding
55 Universitas Kristen Petra
UCL dan LCL yang didapatkan pada pembuatan control chart hari
pertama akan digunakan sebagai patokan dalam pembuatan control chart
pada hari kedua dan ketiga. Jadi, pembuatan control chart di atas
menggunakan batas UCL dan LCL yang didapatkan dari data pengamatan
hari pertama. Control chart di atas menunjukkan bahwa data pengamatan
sudah mulai menunjukkan tanda-tanda untuk keluar dari batas kendali
pada awal hari ketiga sampai pada sampel ke-4, selanjutnya semua data
sudah berada di luar batas kendali.
Berdasarkan pengamatan dan pembuatan control chart yang telah
dilakukan, dapat disimpulkan bahwa pisau akan tumpul setelah kurang
lebih 2 hari pemakaian. Oleh karena itu, perusahaan sebaiknya melakukan
penggantian pisau mesin moulding setiap 2 hari sekali sesuai dengan
ketentuan perusahaan yang sudah ada. Penggantian pisau mesin moulding
tersebut dilakukan pada saat pergantian shift, sehingga tidak mengganggu
jadwal produksi. Hal tersebut dikarenakan proses penggantian pisau
membutuhkan waktu selama kurang lebih 1 jam. Penggantian pisau
dilakukan oleh operator yang bertugas di bagian mesin tersebut.
Penggantian pisau mesin double planner
Selama ini perusahaan melakukan penggantian pisau mesin double planner
setiap 1 minggu sekali, padahal ketentuan dari pihak perusahaan untuk
mengganti pisau adalah setiap 2 hari sekali. Ketentuan perusahaan
mengenai waktu penggantian pisau setiap 2 hari sekali apakah sudah tepat
atau tidak dapat diketahui dengan membuat control chart. Jika pisau tidak
diganti tepat pada waktunya, maka pisau akan tumpul dan menyebabkan
terjadinya kecacatan chipping. Oleh karena itu, pengamatan akan
dilakukan untuk mengetahui waktu penggantian pisau double planner yang
tepat.
Pengamatan dilakukan selama 1 shift, yaitu shift pertama dengan
mengambil sampel sebanyak 5 buah setiap 30 menit. Pengambilan sampel
sebanyak 5 buah dikarenakan menyesuaikan dengan sistem sampling yang
dilakukan oleh perusahaan. Data yang akan digunakan yaitu jumlah jenis
kecacatan chipping pada komponen yang dihasilkan dari mesin double
56 Universitas Kristen Petra
planner. Dalam pengambilan data, faktor lain pada mesin yang
memungkinkan terjadinya kecacatan chipping, yaitu speed sudah sesuai
dengan standar yang ada. Berikut ini merupakan gambar control chart data
kecacatan untuk pengamatan hari pertama, kedua, dan ketiga.
Gambar 4.16. C-Chart untuk Chipping pada Mesin Double Planner
UCL dan LCL yang didapatkan pada pembuatan control chart hari
pertama akan digunakan sebagai patokan dalam pembuatan control chart
pada hari kedua dan ketiga. Jadi, pembuatan control chart di atas
menggunakan batas UCL dan LCL yang didapatkan dari data pengamatan
hari pertama. Control chart di atas menunjukkan bahwa data pengamatan
sudah mulai menunjukkan tanda-tanda untuk keluar dari batas kendali
pada awal hari ketiga sampai pada sampel ke-7, selanjutnya semua data
sudah berada di luar batas kendali.
Berdasarkan pengamatan dan pembuatan control chart yang telah
dilakukan, dapat disimpulkan bahwa pisau akan tumpul setelah kurang
lebih 2 hari pemakaian. Oleh karena itu, perusahaan sebaiknya melakukan
penggantian pisau mesin double planner setiap 2 hari sekali sesuai dengan
ketentuan perusahaan yang sudah ada. Penggantian pisau mesin double
planner tersebut dilakukan pada saat pergantian shift, sehingga tidak
57 Universitas Kristen Petra
mengganggu jadwal produksi karena proses penggantian pisau
membutuhkan waktu selama kurang lebih 1 jam. Penggantian pisau
dilakukan oleh operator yang bertugas di bagian mesin tersebut.
Penggantian pisau mesin guillotine
Penggantian pisau mesin guillotine sebaiknya dilakukan setiap 1 minggu
sekali. Namun selama ini pihak perusahaan melakukan penggantian pisau
setiap 2 minggu sekali. Untuk mengetahui dengan pasti kapan pisau harus
diganti, maka pengamatan harus dilakukan dengan mengecek apakah pisau
masih tajam atau sudah tumpul. Pengecekan pisau tersebut dilakukan
secara bersama-sama dengan pihak maintenance pada pagi hari sebelum
kerja. Setelah pihak maintenance melakukan pengecekan, selanjutnya
pihak maintenance memberitahu tentang kondisi pisau apakah masih tajam
atau sudah tumpul dan kemudian hasil yang didapatkan tersebut dicacatat.
Data hasil pengecekan pisau dapat dilihat pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6. Data Kondisi Pisau Mesin Guillotine Selama Pengamatan
Waktu Pengecekan Kondisi Pisau
Hari ke-1 Tidak tumpul
Hari ke-2 Tidak tumpul
Hari ke-3 Tidak tumpul
Hari ke-4 Tidak tumpul
Hari ke-5 Tidak tumpul
Hari ke-6 Tidak tumpul
Hari ke-7 Tidak tumpul
Hari ke-8 Tumpul
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, pisau mesin guillotine akan
tumpul setelah digunakan selama 1 minggu (7 hari). Oleh karena itu,
penggantian pisau seharusnya dilakukan setiap 7 hari sekali sehingga dapat
mengurangi terjadinya kecacatan veneer renggang. Penggantian pisau
tersebut dilakukan oleh operator mesin guillotine.
e. Membuat form penggantian pisau
Selama ini bagian produksi tidak memiliki form penggantian pisau
sehingga operator di bagian produksi sering lupa kapan penggantian pisau
58 Universitas Kristen Petra
terkahir kali dilakukan. Oleh karena itu, usulan perbaikan yang diajukan yaitu
membuat form penggantian pisau. Pembuatan form penggantian pisau ini juga
bertujuan untuk mendukung terlaksananya jadwal penggantian pisau dengan
tepat. Penggantian pisau akan dilakukan oleh operator dan diawasi oleh
pengawas yang bertugas. Setelah melakukan penggantian pisau, operator
kemudian mengisi form penggantian pisau yang akan disetujui oleh kepala
bagian produksi. Form penggantian pisau dapat dilihat pada Lampiran 17.
Pembuatan form penggantian pisau bertujuan agar operator dapat
mengetahui kapan pisau harus diganti berdasarkan data yang telah diisi pada
form penggantian pisau. Jika operator tidak mengganti pisau sesuai dengan
ketentuan waktu penggantian pisau yang ada, maka hal tersebut dapat
diketahui dengan melihat form penggantian pisau dan kepala bagian produksi
dapat memberikan peringatan atas kelalaian yang telah dilakukan oleh
operator serta pengawas yang bertugas.
f. Mengganti stopper mesin jahit veneer
Selama ini perusahaan mengganti stopper mesin jahit veneer ketika
stopper sudah mulai rusak atau tidak lurus. Padahal umur ekonomis dari
stopper mesin jahit veneer adalah 6 bulan. Oleh karena itu, usulan perbaikan
yang diajukan yaitu mengganti stopper mesin jahit veneer setiap 6 bulan
sekali sesuai dengan umur ekonomisnya. Umur ekonomis diketahui dengan
bertanya kepada supplier dari mesin jahit veneer. Wawancara dengan
supplier dapat dilakukan atas bantuan pihak perusahaan bagian pembelian
melalui telepon. Penggantian pisau dilakukan oleh operator mesin jahit
veneer.
g. Membuat gambar standar cara memasukkan material ke dalam mesin
Pembuatan gambar cara memasukkan material ke dalam mesin yang
benar bertujuan agar operator dapat mengetahui dan melakukannya dengan
baik sesuai keentuan dan standar yang ada. Pembuatan gambar tersebut
bertujuan agar operator tidak hanya diberitahu secara lisan melainkan juga
secara visual sehingga operator akan selalu ingat dan tidak akan lalai. Gambar
tersebut akan ditempel di mesin wide belt sander (WBS). Selama ini, pada
mesin WBS belum terdapat gambar tersebut sehingga operator masih sering
59 Universitas Kristen Petra
salah dalam memasukkan material ke dalam mesin yang mengakibatkan
kecacatan pada produk. Jika operator memasukkan material ke dalam mesin
dengan cara yang salah, maka akan berakibat menimbulkan kecacatan
gelombang.
Desain gambar cara memasukkan material ke dalam mesin wide belt
sander dan mesin sanding calibration yang benar dapat dilihat pada Gambar
4.17. Penempatan gambar pada mesin dapat dilihat pada Gambar 4.18.
Gambar 4.17. Desain Gambar Cara Memasukkan Material ke Dalam
Mesin yang Benar
Gambar 4.18. Foto Mesin Sebelum dan Setelah Ditempel Gambar Cara
Memasukkan Material ke Dalam Mesin yang Benar
60 Universitas Kristen Petra
h. Membuat jadwal pengecekan viskositas
Pembuatan jadwal pengecekan viskositas cat dilakukan karena
pengecekan viskositas yang lama hanya dilakukan setelah pencampuran cat
selesai dilakukan. Selama ini operator di bagian mixing tidak pernah
melakukan pengecekan viskositas setelah dilakukan penambahan retarder
sehingga mengakibatkan kecacatan saging. Operator juga tidak pernah
mengecek viskositas cat pada pagi hari untuk cat sisa kemarin sehingga
mengakibatkan timbulnya kecacatan dust spray. Oleh karena itu, usulan
perbaikan yang diajukan yaitu membuat jadwal pengecekan viskositas, yang
mana jadwal pengecekan viskositas dibagi menjadi tiga macam yaitu
pengecekan viskositas cat setelah dilakukan pencampuran cat, pengecekan
viskositas setelah dilakukan penambahan retarder, dan pengecekan viskositas
cat di bagian finishing setiap pagi sebelum dimulainya jam kerja untuk cat
sisa hari kemarin. Jika viskositas cat tidak sesuai dengan standar yang ada,
maka operator mixing segera mengambil tindakan perbaikan.
Form pengecekan viskositas juga dibuat dengan tujuan untuk
menghindari kelalaian operator dalam melakukan pengecekan viskositas pada
saat pencampuran cat selesai dilakukan. Form pengecekan viskositas dapat
dilihat pada Lampiran 16. Semua kegiatan pengecekan viskositas dilakukan
oleh operator bagian mixing. Operator mixing akan mengecek viskositas cat
yang tidak terpakai dan merupakan sisa cat hari kemarin pada pagi hari di
bagian finishing, mengecek viskositas ketika ditambah retarder dan setelah
dilakukan pencampuran cat.
i. Merancang dan membuat tool tambahan yang dapat mendeteksi terjadinya
penurunan temperatur mesin hot press
Salah satu penyebab terjadinya kecacatan veneer gelembung adalah
temperatur mesin hot press yang berada di bawah standar yang diakibatkan
boiler untuk menghasilkan panas dibersihkan tanpa sepengetahuan bagian
produksi. Hal tersebut mengakibatkan banyak terjadinya kecacatan veneer
gelembung karena operator tidak mengetahui terjadinya penurunan
temperatur tersebut. Selama ini, penunjuk temperatur pada mesin hot press
bukan berupa digital dan terletak di tempat yang sulit dilihat oleh operator
61 Universitas Kristen Petra
sehingga operator tidak mengetahui jika terjadi penurunan temperatur. Oleh
karena itu, usulan perbaikan yang diajukan yaitu membuat suatu alat yang
dapat mendeteksi terjadinya penurunan temperatur di bawah standar.
Alat tambahan tersebut akan ditempatkan pada tempat yang dapat
dilihat dengan mudah pada mesin hot press dan terdiri dari penunjuk
temperatur mesin hot press berupa digital yang dihubungkan dengan sirine.
Sirine ini berupa lampu yang akan menyala dan tidak berbunyi. Jika
temperatur menunjukkan angka di bawah 100oC (kondisi tidak normal), maka
sirine akan menyala secara otomatis dan operator dapat langsung mematikan
mesin. Hal tersebut bertujuan untuk mencegah terjadinya kecacatan veneer
gelembung akibat temperatur mesin hot press yang kurang. Pembuatan alat
tambahan tersebut juga bertujuan agar operator dapat melakukan pencegahan
terjadinya kecacatan akibat temperatur di bawah standar. Alat tersebut akan
dibuat oleh bagian listrik perusahaan. Berikut ini merupakan foto alat
tambahan
Gambar 4.19. Foto Mesin Hot Press Sebelum Ditambah Alat Tambahan yang
Dapat Mendeteksi Terjadinya Penurunan Temperatur
62 Universitas Kristen Petra
Gambar 4.20. Foto Mesin Hot Press Setelah Ditambah Alat Tambahan yang
Dapat Mendeteksi Terjadinya Penurunan Temperatur
j. Merancang dan membuat tool tambahan pada mesin hot press sehingga
operator dapat mengetahui waktu penyiapan bahan yang tepat
Proses penyiapan bahan pada mesin hot press merupakan salah satu
titik penting terjadinya kecacatan. Proses penyiapan bahan di mesin hot press
yaitu pertama-tama memasukkan panel ke dalam roll glue spreader, di mana
permukaan panel akan terlapisi dengan lem. Selanjutnya, operator
menyiapkan veneer yang telah dijahit di atas conveyor, kemudian operator
meletakkan panel yang telah terolesi dengan lem tersebut di atas veneer yang
telah tersedia di atas conveyor. Setelah itu, operator menutupi bagian atas
panel tersebut dengan veneer. Jadi, panel tersebut akan dilapisi veneer pada
bagian atas dan bagian bawah permukaan yang kemudian akan dilakukan
proses pengepresan setelah bahan disiapkan. Jika operator menyiapkan bahan
terlalu cepat, maka lem pada panel dan veneer akan kering pada saat proses
press, sehingga menyebabkan kecacatan veneer gelembung.
Selama ini, waktu penyiapan bahan dilakukan oleh operator
berdasarkan perkiraan operator sendiri. Jadi, tidak ada waktu pasti kapan
operator harus menyiapkan bahan supaya lem tidak kering dan juga tidak ada
petunjuk yang menunjukkan kapan operator harus mulai menyiapkan bahan
atau tidak. Oleh karena itu, usulan perbaikan yang diajukan yaitu membuat
suatu alat tambahan pada mesin hot press. Alat tambahan tersebut berupa
63 Universitas Kristen Petra
sirine yang dihubungkan dengan timer waktu pengepresan. Waktu
pengepresan adalah 2,5 menit. Waktu penyiapan bahan yang tepat sehingga
lem tidak kering adalah 1 menit setelah pengepresan dimulai. Waktu
penyiapan bahan yang tepat tersebut didapatkan dari supplier lem.
Alat tambahan berupa sirine akan menyala setelah waktu pengepresan
berjalan 1 menit. Jadi, ketika sirine menyala, operator harus mulai
menyiapkan bahan dan operator memiliki waktu 1,5 menit untuk menyiapkan
bahan di atas conveyor sebelum conveyor mulai berjalan. Pembuatan alat
tambahan tersebut bertujuan agar operator tidak mengira-ngira waktu
penyiapan bahan yang tepat, sehingga lem tidak akan kering sebelum masuk
mesin hot press. Pembuatan alat tambahan tersebut dilakukan oleh bagian
listrik perusahaan yang ahli dalam membuat alat tersebut. Foto alat tambahan
untuk waktu penyiapan bahan sebelum dan setelah ditambahkan pada mesin
hot press dapat dilihat pada Gambar 4.21 dan Gambar 4.22.
Gambar 4.21. Foto Mesin Hot Press Sebelum Ditambah Alat Tambahan
untuk Mengetahui Waktu Penyiapan Bahan
64 Universitas Kristen Petra
Gambar 4.22. Foto Mesin Hot Press Setelah Ditambah Alat Tambahan untuk
Mengetahui Waktu Penyiapan Bahan
k. Memperketat pengawasan
Perketat pengawasan yang dilakukan oleh pengawas bertujuan untuk
meningkatkan pengontrolan terhadap kerja operator. Selama ini pengontrolan
terhadap kerja operator yang dilakukan oleh pengawas sangat kurang. Salah
satu cara para pengawas untuk meningkatkan pengontrolannya yaitu dengan
membuat form pengecekan penggunaan instruksi kerja mesin. Pembuatan
form pengecekan penggunaan instruksi kerja mesin bertujuan agar pengawas
dapat melakukan pengontrolan lebih ketat terhadap apa yang dilakukan oleh
operator dalam wilayahnya masing-masing. Selain itu, pengawas juga dapat
mengecek apakah operator benar-benar telah melakukan pekerjaannya sesuai
dengan instruksi kerja yang ada atau tidak. Fungsi lain dari form ini adalah
agar operator dapat mengetahui langkah-langkah apa saja yang harus dilalui
dalam melaksanakan proses produksi dan agar operator tidak mengabaikan IK
sehingga kecacatan dapat berkurang. Kegunaan dari form tersebut yang
paling penting adalah agar operator dapat melakukan setting mesin dengan
benar dan sesuai dengan ketentuan yang ada, sehingga tidak terjadi salah
setting mesin.
Pengawasan yang dilakukan tidak hanya untuk aktivitas-aktivitas yang
ada dalam IK saja, melainkan aktivitas-aktivitas di luar IK dan merupakan
aktivitas yang berpengaruh terhadap kualitas produk juga harus dijaga atau
65 Universitas Kristen Petra
dikontrol lebih ketat. Hal-hal yang memerlukan pengawasan secara lebih
ketat oleh pengawas di luar aktivitas yang termasuk dalam IK yaitu cara
pemberian lem untuk dempul, pemilahan bahan baku, penimbangan olesan
lem roll glue spreader, jarak spray, pemberian pengaman antar tumpukan
komponen, proses mengambil dan meletakkan komponen, pengadukan cairan
filler sebelum dipakai, cara spray, proses pencampuran cat, pengadukan cat
sebelum dipakai, dan hal-hal penting lainnya.
Form pengecekan penggunaan instruksi kerja mesin hanya
diberlakukan pada mesin-mesin tertentu saja yang merupakan titik potensial
terjadinya kecacatan. Form pengecekan penggunaan instruksi kerja mesin
hanya untuk mesin bor, mesin double round tenoner, mesin assembly table,
mesin moulding, mesin double planner, mesin hot press, dan spray booth.
Form pengecekan penggunaan instruksi kerja mesin ini akan diisi oleh
pengawas pada bagiannya masing-masing ketika operator melakukan
aktivitas sesuai dengan instruksi kerja yang ada. Penggunaan form ini yaitu
dengan cara melakukan pengecekan dengan memberi tanda (“√”) atau tanda
(“x”) setelah kegiatan yang tertulis di IK telah dilakukan.
Form pengecekan penggunaan instruksi kerja mesin bor dapat dilihat
pada Lampiran 18. Form pengecekan penggunaan instruksi kerja mesin
double round tenoner dapat dilihat pada Lampiran 19. Form pengecekan
penggunaan instruksi kerja mesin assembly table dapat dilihat pada Lampiran
20. Form pengecekan penggunaan instruksi kerja mesin moulding dapat
dilihat pada Lampiran 21. Form pengecekan penggunaan instruksi kerja
mesin double planner dapat dilihat pada Lampiran 22. Form pengecekan
penggunaan instruksi kerja mesin hot press dapat dilihat pada Lampiran 23.
Form pengecekan penggunaan instruksi kerja mesin spray booth dapat dilihat
pada Lampiran 24.
l. Mengadakan pengecekan internal terhadap kualitas produk yang dilakukan
sebelum loading di proses finishing
Pengadaan pengecekan (quality control) terhadap kualitas barang
yang dilakukan sebelum loading di proses finishing bertujuan untuk
menghindari terjadinya kecacatan yang masuk ke finishing dan terlanjur
66 Universitas Kristen Petra
diproses lebih lanjut. Kecacatan yang terlanjur terproses menyebabkan
banyaknya rework yang harus dilakukan dan kecacatan tersebut tidak hanya
berasal dari proses finishing itu sendiri, melainkan juga berasal dari proses-
proses sebelumnya. Oleh karena itu, usulan perbaikan yang diajukan yaitu
membuat sistem pengecekan kualitas produk yang dilakukan oleh operator
bagian finishing sendiri sebelum proses loading.
Produk akan diperiksa apakah terjadi kecacatan, baik sesuai dengan
yang tertulis pada check sheet atau tidak. Kecacatan yang menjadi kriteria
dalam pemeriksaan adalah scratch, dents, roll mark, gelombang, dan
kecacatan lainnya. Jika terjadi kecacatan, maka operator akan mengisi check
sheet dan memberikan tanda berupa kapur pada bagian yang cacat tersebut
yang selanjutnya akan dilakukan proses rework oleh operator. Chek sheet
sebelum proses loading di finishing dapat dilihat pada Lampiran 25.
Pemeriksaan produk sebelum proses loading tersebut bertujuan agar
kecacatan yang terjadi di finishing dapat berkurang terutama untuk kecacatan
yang disebabkan oleh proses-proses sebelum proses finishing.
m. Membubut roll glue spreader
Pembubutan roll glue spreader dilakukan untuk meratakan diameter
roll glue spreader sehingga menjadi sama dan rata, sehingga lem yang
dioleskan dapat rata di semua permukaan. Selama ini, roll glue spreader tidak
rata sehingga menyebabkan lem tidak teroles dengan rata di seluruh
permukaan roll glue spreader. Pembubutan roll glue spreader bertujuan agar
kecacatan yang terjadi dapat berkurang, terutama kecacatan veneer
gelembung. Pembubutan roll glue spreader dilakukan oleh operator yang ahli
dalam membubut dengan menggunakan mesin bubut yang dimiliki oleh
perusahaan dan diawasi oleh pengawas.
n. Membuat papan kayu sebagai tanda (sign) batas maksimal tinggi
penumpukan barang di atas pallet
Selama ini, operator di bagian produksi tidak memiliki patokan tinggi
penumpukan dalam menumpuk barang di atas pallet. Padahal perusahaan
memiliki ketentuan mengenai tinggi penumpukan yaitu maksimal 1,5 meter.
Karena tidak adanya patokan tinggi penumpukan barang, operator selalu
67 Universitas Kristen Petra
mengira-ngira tinggi penumpukan pada saat operator menumpuk barang di
atas pallet dan melanggar ketentuan tinggi penumpukan yang ada. Oleh
karena itu, usulan perbaikan yang diajukan yaitu membuat papan kayu
sebagai tanda batas maksimal tinggi penumpukan barang. Pada papan kayu
tersebut terdapat tanda berupa garis, yang mana garis tersebut merupakan
batas tinggi penumpukan.
Papan kayu tersebut dapat dipindah-pindahkan sesuai dengan
keinginan dan keperluan operator. Papan kayu tersebut ditempatkan pada
bagian sally dan jumlah papan yang dibuat adalah sebanyak 6 buah.
Pembuatan papan kayu sebanyak 6 buah tersebut didapatkan dari wawancara
dan pendapat dari kepala bagian sally. Ketika operator selesai menumpuk
barang, operator harus mengambil papan kayu tersebut untuk mengukur
tinggi barang yang ditumpuk. Operator dapat mengetahui kesalahan tinggi
penumpukan yang melebihi standarnya yaitu dengan membandingkan tinggi
tumpukan barang atau komponen yang ada di atas pallet dengan batas garis
yang ada di papan kayu. Jika tinggi tumpukan barang melebihi batas garis,
maka operator harus mengurangi barang yang ditumpuk sehingga tinggi
tumpukan barang lebih kurang atau sama dengan batas garis pada papan
kayu. Sebaliknya jika tinggi tumpukan barang lebih rendah dari batas garis
yang ada pada papan kayu, maka operator sudah dapat melakukan
pemindahan barang menggunakan pallet.
Usulan perbaikan pembuatan papan kayu tersebut sangat efektif
karena pengawas dapat mengontrol tinggi penumpukan tanpa menggunakan
alat ukur dan mengukurnya terlebih dahulu untuk mengetahui apakah tinggi
penumpukan telah melewati batas penumpukan yang ada atau tidak. Foto
papan kayu yang digunakan sebagai tanda batas maksimal tinggi
penumpukan barang dapat dilihat pada Gambar 4.23.
68 Universitas Kristen Petra
Gambar 4.23. Foto Papan Kayu Sebagai Tanda Batas Maksimal Tinggi
Penumpukan Barang
Selain usulan perbaikan yang dapat diimplementasikan saat ini, ada
beberapa usulan perbaikan yang tidak dapat diimplementasikan saat ini karena
berbagai macam faktor. Usulan perbaikan yang tidak dapat diimplementasikan
saat ini, yaitu:
a. Training
Training dilakukan untuk meningkatkan kemampuan dan keahlian
(skill) para operator. Training akan diberikan oleh pengawas atau kepala
bagian kepada operator yang bersangkutan. Sebaiknya training dilakukan
setiap 3 bulan sekali karena setiap 3 bulan akan dilakukan pengecekan apakah
operator borongan tersebut memiliki kualitas yang baik atau tidak. Jika
kualitas kemampuan dari operator borongan tidak sesuai dengan harapan,
maka akan dilakukan penggantian operator borongan. Jadi, usulan perbaikan
yang diajukan yaitu melakukan training setiap 3 bulan sekali. Selain itu,
setiap 3 bulan sekali akan dilakukan skill map, yang mana operator akan
dinilai oleh pengawas.
Pada skill map tersebut terdapat kriteria-kriteria untuk seorang
operator di tiap bagian yang akan menjadi acuan untuk training yang akan
69 Universitas Kristen Petra
dilakukan. Materi training akan disesuaikan dengan hasil penilaian untuk tiap
operator karena tiap operator memiliki kekurangan yang berbeda-beda antara
yang satu dengan yang lainnya. Training tidak bisa diimplementasikan saat
ini karena masih belum dilakukan skill map dan belum terjadi pergantian
operator borongan, tetapi setidaknya usulan perbaikan ini dapat diterapkan
oleh perusahaan.
b. Mengecat tembok dengan dua warna yang berbeda
Pengecatan tembok dengan dua warna yang berbeda dilakukan untuk
mencegah terjadinya penumpukan melebihi standar maksimal 1,5 meter. Jadi,
usulan perbaikan yang diajukan yaitu mengecat tembok dengan dua warna
yang berbeda dan perbedaan warna tersebut setinggi batas penumpukan yaitu
1,5 meter. Warna pertama dicat pada tembok setinggi 1,5 meter lebih 15-20
cm, setelah itu baru diaplikasikan warna kedua di atas cat warna pertama.
Warna cat pertama dengan warna cat yang kedua harus kontras, misal warna
putih dengan warna hitam.
Pengecetan tembok tersebut tidak bisa dilakukan saat ini karena tidak
adanya waktu luang (jadwal produksi sangat padat) dan jika dilakukan
pengecatan, maka akan mengganggu kegiatan produksi. Selain itu, biaya yang
dikeluarkan juga tidak sedikit. Pengecatan tembok ini memang tidak bisa
diimplementasikan saat ini, tetapi setidaknya usulan perbaikan ini dapat
diterapkan oleh perusahaan.
c. Mengganti mesin guillotine
Penggantian mesin dilakukan karena mesin guillotine sudah tua dan
kondisi mesin sudah tidak bagus lagi yang menyebabkan terjadinya kecacatan
veneer renggang. Oleh karena itu, usulan perbaikan yang diajukan yaitu
mengganti mesin guillotine dan perusahaan seharusnya mempertimbangkan
penggantian mesin ini karena kecacatan yang diakibatkan tidak sedikit dan
sering muncul. Usulan perbaikan ini tidak bisa dilakukan saat ini karena
harga mesin yang mahal, tetapi setidaknya usulan perbaikan ini dapat
diterapkan oleh perusahaan.
70 Universitas Kristen Petra
d. Membuat dan merancang tool tambahan pada spray gun
Selama ini perusahaan memiliki ketentuan dalam menyemprot cat
yaitu dengan jarak 15-20 cm. Operator melakukan spray dengan jarak sesuai
dengan perkiraan operator itu sendiri. Oleh karena itu, usulan perbaikan yang
direncanakan yaitu membuat suatu alat tambahan pada spray gun sehingga
operator dapat mengetahui jarak yang tepat dan tidak melebihi atau kurang
dari standar jarak yang ada. Alat tambahan tersebut berupa batang plastik atau
batang kayu sepanjang 19 cm yang dililitkan dengan kawat besar sepanjang
3-4 cm, kawat tersebut akan dikaitkan dengan spray gun menggunakan kawat
kecil. Alat tambahan tersebut diletakkan pada sisi kanan dari spray gun
dengan jarak 3-4 cm (berupa kawat besar). Pemberian jarak 3-4 cm itu
bertujuan agar tidak terkena semprotan spray yang keluar dari spray gun.
Penempatan batang di sisi sebelah kanan spray gun adalah untuk
menghindari pengecatan yang menghadap ke atas atau ke bawah. Jika batang
diletakkan pada sisi bagian bawah, batang tersebut akan terkena bidang spray
ketika spray gun menghadap ke atas. Sedangkan jika batang diletakkan pada
bagian atas, maka batang tersebut akan terkena bidang spray ketika spray gun
menghadap ke bawah. Oleh karena itu, penempatan batang tersebut tepat
pada lubang keluarnya spray di sebelah kanannya. Tetapi alat tambahan ini
memiliki kekurangan, yaitu tidak bisa digunakan untuk menyemprot cat pada
produk lemari atau produk lainnya yang bentuknya berupa cekungan. Alat ini
hanya bisa digunakan untuk menyemprot cat pada produk dengan bidang
yang datar, seperti bagian belakang kasur dan sebagainya. Maka dari itu, alat
tambahan tersebut dibuat fleksibel, sehingga batang dapat diputar menghadap
ke belakang. Hal tersebut bertujuan untuk memudahkan operator dalam
menyemprot cat pada produk yang tidak memungkinkan digunakannya alat
tambahan tersebut.
Desain alat tambahan pada spray gun tersebut dapat dilihat pada
Gambar 4.24. Batang tersebut akan dikaitkan dengan kawat sepanjang 3-4 cm
dan dililitkan menggunakan kawat kecil pada spray gun. Usulan ini tidak bisa
diimplementasikan saat ini karena operator membutuhkan waktu penyesuaian
penggunaan alat yang agak lama dan biaya yang dikeluarkan juga tidak
71 Universitas Kristen Petra
sedikit. Tetapi setidaknya usulan perbaikan ini dapat diterapkan oleh
perusahaan.
Gambar 4.24. Desain Gambar Alat Tambahan pada Spray Gun
4.5.4.2. Implementasi
Langkah selanjutnya adalah mengimplementasikan usulan-usulan
perbaikan yang telah dibahas sebelumnya dan dapat diterapkan saat ini. Proses
pengimplementasian usulan-usulan perbaikan tersebut dilakukan selama 3 minggu
mulai dari tanggal 22 April 2010 sampai dengan tanggal 12 Mei 2010. Proses
Batang
berupa Kawat
berupa
72 Universitas Kristen Petra
implementasi selalu diawasi, sehingga proses implementasi dapat berjalan sesuai
dengan yang direncanakan dan sesuai dengan usulan-usulan yang telah diberikan.
Semua usulan perbaikan langsung dilaksanakan pada tanggal 22 April,
tetapi hanya ada satu usulan perbaikan yang baru dilaksanakan tanggal 28 April
yaitu usulan perbaikan pembuatan papan kayu sebagai batas maksimal tinggi
penumpukan. Sebelum proses implementasi dimulai, usulan-usulan perbaikan
yang ada telah diberitahukan kepada kepala bagian produksi dan form-form yang
berkaitan dengan usulan perbaikan juga diberikan kepada kepala bagian produksi
sesuai dengan areanya masing-masing. Waktu proses pengimplementasian usulan-
usulan perbaikan tersebut juga diberitahukan kepada kepala bagian produksi.
Pada minggu pertama proses implementasi berjalan, operator dan
pengawas masih belum terbiasa dalam mengisi form-form yang ada, baik untuk
form check list mesin, form penggantian pisau, maupun form pengecekan
penggunaan instruksi kerja mesin. Setelah proses implementasi berjalan selama 1
minggu, operator dan pengawas sudah mulai terbiasa untuk mengisi form-form
yang ada. Pengawas juga sudah mulai memperketat pengawasan terhadap kinerja
para operator, dengan adanya form pengecekan penggunaan instruksi kerja mesin
dan pengawas juga mengontrol para pekerja setiap saat secara bergantian dari satu
mesin ke mesin lainnya sesuai dengan area pengawasannya masing-masing dan
pengawas juga lebih memperhatikan poin-poin penting yang sudah diberitahukan
untuk diawasi secara lebih ketat.
Usulan perbaikan skill education dilakukan seminggu 2 kali, yaitu setiap
hari senin dan kamis selama ± 30 menit di awal shift dan skill education tersebut
dilakukan pada saat proses implementasi dimulai. Penggantian pisau sudah
dilakukan sesuai dengan jadwal penggantian yang sudah ditentukan, sedangkan
stopper langsung diganti ketika proses implementasi dimulai. Jadwal inspeksi dan
jadwal pengecekan viskositas sudah dilakukan sesuai dengan usulan yang
diberikan. Tool tambahan serta gambar pada mesin dan papan kayu sudah ada
pada saat proses implementasi dimulai, roll glue spreader sudah dibubut ketika
proses implementasi dimulai. Pengecekan internal terhadap kualitas produk yang
dilakukan sebelum loading di proses finishing juga telah dilakukan pada hari
pertama proses implementasi dimulai.
73 Universitas Kristen Petra
4.5.4.3. Pengukuran Kinerja Proses Finishing Setelah Improve (Menentukan
Besarnya DPO, DPMO, SQL)
Setelah dilakukan proses implementasi terhadap usulan-usulan perbaikan
yang ada selama 3 minggu, maka langkah selanjutnya adalah melakukan
pengukuran kinerja setelah improve berdasarkan data setelah implementasi. Data
hasil implementasi dapat dilihat pada Lampiran 26. Pengukuran kinerja setelah
proses implementasi tersebut meliputi pengukuran persentase produk cacat, DPO,
DPMO, dan SQL. Berdasarkan data kecacatan yang telah dikumpulkan setelah
proses implementasi mulai dari tanggal 22 April sampai dengan tanggal 12 Mei
tahun 2010, jumlah produk cacat ditemukan sebanyak 5.178 buah dari 23.774
jumlah produk secara keseluruhan yang diperiksa pada proses finishing (dalam
satu produk hanya terdapat satu kecacatan). Jadi, persentase produk cacat secara
total pada proses finishing setelah improve adalah sebesar 21,78%.
Besarnya DPO dapat dihitung dengan menggunakan rumus 2.1. Berikut
ini merupakan contoh cara perhitungan DPO pada proses finishing secara
keseluruhan setelah improve.
CTQdiproduksiyangUnit
cacatJumlahDPO
28774.32
5.178
DPO
60,00777860DPO
Besarnya DPMO dapat dihitung dengan menggunakan rumus 2.3.
Berikut ini merupakan contoh cara perhitungan DPMO pada proses finishing
secara keseluruhan setelah improve.
000.000.1DPODPMO
000.000.160,00777860 DPMO
7778,6057DPMO
Perhitungan SQL dilakukan dengan menggunakan rumus 2.4 dan
program Microsoft Excel. Berikut ini merupakan contoh cara perhitungan SQL di
proses finishing secara keseluruhan setelah improve.
5,110
106
6
DPMOSQL
74 Universitas Kristen Petra
5,110
7778,6057106
6
SQL
92,3SQL
Hasil perhitungan DPO, DPMO, dan SQL untuk produk bed dan
casegood dapat dilihat pada Tabel 4.7. Pengukuran hanya dilakukan pada produk
bed dan casegood karena jenis produk yang dihasilkan pada saat proses
implementasi hanya dua jenis produk tersebut.
Tabel 4.7. Perhitungan Kinerja Proses Finishing Setelah Implementasi
Jenis
Produk
Jumlah
Produksi
Jumlah
Produk Cacat DPMO SQL
Bed 15.036 3.121 7413,1608 3,94
Casegood 8.738 2.057 8407,4486 3,89
Total 23.774 5.178 7778,6057 3,92
Perhitungan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa proses finishing
secara keseluruhan setelah improve memiliki nilai DPMO sebesar 7778,6057 dan
kapabilitas sigma sebesar 3,92.
4.5.4.4. Perbandingan Persentase Kecacatan, DPMO, SQL antara Sebelum
dan Setelah Proses Implementasi
Perbandingan persentase kecacatan dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui apakah telah terjadi penurunan jumlah kecacatan atau jumlah produk
cacat setelah pengimplementasian usulan perbaikan. Perbandingan proporsi atau
persentase kecacatan tersebut dilakukan dengan melakukan uji proporsi melalui
Minitab. Pengujian dengan menggunakan two proportion test dengan tingkat
kesalahan sebesar 5% tersebut dilakukan untuk mengetahui apakah telah terjadi
penurunan persentase kecacatan ataupun persentase produk cacat yang signifikan
antara sebelum dan setelah proses implementasi atau tidak. Berikut ini merupakan
hipotesis pengujiannya dengan α = 0,05:
H0: р1 = р2
H1: р1 > р2
75 Universitas Kristen Petra
р1 : Proporsi kecacatan sebelum implementasi
р2 : Proporsi kecacatan setelah implementasi
Berikut ini merupakan contoh hasil uji proporsi menggunakan Minitab
untuk kecacatan total pada proses finishing:
Test and CI for Two Proportions
Sample X N Sample p
1 102427 417707 0,245213
2 5178 23774 0,217801
Estimate for p(1) - p(2): 0,0274116
95% CI for p(1) - p(2): (0,0220051; 0,0328181)
Test for p(1) - p(2) = 0 (vs not = 0): Z = 9,94 P-Value = 0,000
X merupakan jumlah produk cacat dan N merupakan jumlah produk yang
diperiksa. Berdasarkan uji proporsi di atas, maka dapat dilihat bahwa P-value
yang didapatkan sebesar 0,000, di mana P-value < α sehingga tolak H0. Hal ini
berarti bahwa persentase produk cacat yang terjadi sebelum implementasi lebih
besar daripada persentase produk cacat yang terjadi setelah implementasi,
sehingga dapat disimpulkan bahwa telah terjadi penurunan persentase produk
cacat secara signifikan. Hasil pengujian perbandingan persentase kecacatan total
yang terjadi di finishing dapat dilihat pada Tabel 4.8.
Tabel 4.8. Perbandingan Persentase Kecacatan Total
Keterangan Sebelum
Implementasi (before)
Setelah
Implementasi (after)
Jumlah produk cacat 102.427 5.178
Jumlah produk yang diperiksa 417.707 23.774
Persentase produk cacat 24,52% 21,78%
Berdasarkan hasil pengujian, dapat disimpulkan bahwa penurunan
persentase produk cacat secara keseluruhan pada proses finishing terjadi secara
signifikan, yaitu sebesar 2,74%.
Selain melakukan pengujian penurunan persentase produk cacat secara
keseluruhan, juga dilakukan pengujian penurunan persentase kecacatan antara
sebelum dan setelah proses implementasi untuk tiap jenis kecacatan tertinggi
76 Universitas Kristen Petra
berdasarkan prinsip pareto. Hasil pengujian perbandingan persentase kecacatan
untuk tiap jenis kecacatan yang sering terjadi di proses finishing dapat dilihat pada
Tabel 4.9.
Tabel 4.9. Perbandingan Persentase Kecacatan untuk Jenis Kecacatan Tertinggi
Jenis
Kecacatan
Persentase Kecacatan Penurunan Persentase
Kecacatan
Sebelum
Implementasi
Setelah
Implementasi Nilai Keterangan
Warna tidak
rata 0,74% 0,56% 0,18% Signifikan
Blushing 1,45% 1,23% 0,22% Signifikan
Saging 0,80% 0,55% 0,25% Signifikan
Dust spray 1,47% 1,21% 0,26% Signifikan
Veneer
gelembung 2,11% 1,81% 0,30% Signifikan
Veneer
renggang 0,95% 0,75% 0,20% Signifikan
Roll mark 1,65% 1,39% 0,26% Signifikan
Gelombang 1,75% 1,52% 0,23% Signifikan
Open grain 0,90% 0,71% 0,19% Signifikan
Crack 4,39% 4,05% 0,34% Signifikan
Chipping 2,23% 1,92% 0,31% Signifikan
Dents 1,32% 1,11% 0,21% Signifikan
Gap joint 0,92% 0,74% 0,18% Signifikan
Hasil pengujian di atas menunjukkan bahwa usulan perbaikan yang telah
diimplementasikan pada tahap improve telah berhasil menurunkan persentase
kecacatan untuk tiap jenis kecacatan yang paling sering terjadi di proses finishing
secara signifikan.
Selain dilakukan perbandingan persentase kecacatan, juga dilakukan
perbandingan nilai DPMO dan SQL pada proses finishing. Perbandingan nilai
DPMO dan SQL proses finishing antara sebelum dan setelah proses implementasi
dapat dilihat pada Tabel 4.10.
77 Universitas Kristen Petra
Tabel 4.10. Perbandingan DPMO dan SQL Proses Finishing
Keterangan
DPMO SQL
Sebelum
Implementasi
(before)
Sesudah
Implementasi
(after)
Sebelum
Implementasi
(before)
Sesudah
Implementasi
(after)
Bed 8692,3294 7413,1608 3,88 3,94
Casegood 9081,4122 8407,4486 3,86 3,89
Total 8757,5912 7778,6057 3,88 3,92
Berdasarkan tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai DPMO pada
proses finishing secara keseluruhan mengalami penurunan dari 8757,5912
menjadi 7778,6057. Sedangkan SQL proses finishing secara keseluruhan
mengalami peningkatan dari 3,88 menjadi 3,92, di mana terjadi peningkatan level
sigma sebesar 0,04.
Penerapan metode DMAIC six sigma telah berhasil meningkatkan kinerja
proses finishing. Hal ini ditunjukkan dengan terjadinya penurunan persentase
produk cacat pada proses finishing secara signifikan dan peningkatan level sigma.
Penurunan persentase produk cacat serta peningkatan kualitas produk
dikarenakan implementasi usulan perbaikan yang ada. Beberapa usulan perbaikan
yang secara signifikan berpengaruh terhadap turunnya persentase produk cacat
pada proses finishing adalah pemberian skill education, perketat pengawasan,
pelaksanaan jadwal pengecekan viskositas, pengecekan rutin terhadap mesin
dengan mengisi checklist mesin, pembuatan tool tambahan yang dapat mendeteksi
terjadinya penurunan temperatur mesin hot press, pembuatan tool tambahan pada
mesin hot press sehingga operator dapat mengetahui waktu penyiapan bahan yang
tepat, pelaksanaan jadwal penggantian pisau dan stopper dengan tepat, pembuatan
papan kayu sebagai tanda (sign) batas maksimal tinggi penumpukan barang di
atas pallet, pengecekan internal terhadap kualitas produk yang dilakukan sebelum
loading di proses finishing.
4.5.5. Control
Control merupakan tahap di mana hasil-hasil setelah implementasi yang
menunjukkan peningkatan kualitas produk di proses finishing setelah
implementasi dipertahankan dan dikontrol. Pengontrolan hasil implementasi
78 Universitas Kristen Petra
tersebut dilakukan dengan mengontrol kinerja proses yang ada, yaitu dengan tetap
melaksanakan usulan-usulan perbaikan yang telah diterapkan pada proses
implementasi. Usulan-usulan perbaikan tersebut dapat meningkatkan kualitas
produk serta menurunkan persentase produk cacat yang terjadi di proses finishing.
Oleh karena itu, usulan-usulan perbaikan tersebut harus tetap dilakukan dan
dimonitor pelaksanaannya sehingga kinerja proses dapat terkontrol dan hasil
setelah implementasi dapat dipertahankan yaitu persentase produk cacat tidak
meningkat. Rancangan perbaikan sistem pengendalian kualitas yang harus
dilakukan dan distandarisasikan serta didokumentasikan, yaitu:
a. Pelaksanaan skill education di tiap bagian produksi seminggu 2 kali, setiap hari
senin dan kamis selama 15-30 menit di awal shift. Perbaikan tersebut diusulkan
untuk ditambahkan ke dalam job description kepala bagian dan pengawas di
setiap bagian produksi.
b. Pelaksanaan jadwal inspeksi sesuai dengan ketentuan yang sudah dibuat.
Jadwal inspeksi pembersihan conveyor setiap pagi dan setelah itu setiap 1 jam
sekali diusulkan untuk ditambahkan ke dalam Instruksi Kerja (IK) mesin
sanding calibration, mesin wide belt sander. Jadwal inspeksi pembersihan roll
glue spreader setiap kali mesin hot press akan ditambahkan ke dalam IK mesin
hot press.
c. Penggantian pisau mesin moulding dan double planner setiap 2 hari sekali,
penggantian pisau mesin guillotine setiap 1 minggu sekali, serta mengisi form
penggantian pisau sehingga jadwal penggantian pisau dapat terpantau. Selain
itu, penggantian stopper mesin jahit veneer setiap 6 bulan sekali. Penggantian
pisau tersebut diusulkan untuk ditambahkan ke dalam IK mesin moulding,
mesin double planner, dan mesin guillotine.
d. Pelaksanaan pengecekan rutin terhadap mesin dengan mengisi check list mesin
yang ada. Pengecekan rutin terhadap mesin dan hasil proses tersebut diusulkan
untuk ditambahkan ke dalam IK setiap mesin yang ada.
e. Pelaksanaan jadwal pengecekan viskositas yang telah ditentukan. Pengecekan
viskositas setiap selesai melakukan pencampuran cat, setiap pagi hari, dan
setiap melakukan penambahan retarder oleh operator mixing diusulkan untuk
ditambahkan ke dalam IK bagian mixing.
79 Universitas Kristen Petra
f. Perketat pengawasan oleh pengawas yang bertugas terhadap kinerja operator
dan melakukan pengecekan penggunaan instruksi kerja mesin. Perbaikan
tersebut diusulkan untuk ditambahkan ke dalam job description setiap
pengawas.
g. Pengecekan internal terhadap kualitas produk yang dilakukan sebelum loading
di proses finishing. Pengecekan terhadap kualitas barang tersebut diusulkan
untuk ditambahkan ke dalam quality plan departemen finishing, yang mana
ditambahkan proses pengecekan barang sebelum proses finishing dan setting
warna dimulai.
h. Pengecekan tinggi penumpukan barang di atas pallet dengan membandingkan
tinggi tumpukan dengan papan kayu yang ada tanda batas maksimal tinggi
penumpukan. Perbaikan tersebut diusulkan untuk ditambahkan ke dalam IK
setiap mesin atau proses karena pada bagian akhir setiap proses akan dilakukan
penumpukan barang.
i. Operator harus berhati-hati dalam bekerja, terutama dalam mengambil dan
meletakkan komponen sehingga tidak menimbulkan benturan pada komponen.
Perbaikan tersebut diusulkan untuk ditambahkan ke dalam IK setiap mesin atau
proses.
j. Cara memasukkan material ke dalam mesin sanding sesuai dengan gambar
standar cara memasukkan material yang ditempel di mesin. Perbaikan tersebut
diusulkan untuk ditambahkan ke dalam IK mesin wide belt sander dan mesin
sanding calibration.
k. Operator menyiapkan bahan di mesin hot press ketika lampu sirine untuk
waktu penyiapan bahan menyala. Perbaikan tersebut diusulkan untuk
ditambahkan ke dalam IK mesin hot press.
l. Operator harus melakukan penghentian mesin hot press ketika sirine untuk
temperatur yang ada di mesin hot press menyala. Perbaikan tersebut diusulkan
untuk ditambahkan ke dalam IK mesin hot press.
m. Pemeriksaan barang di setiap proses dengan pengambilan sampel sesuai
dengan quality plan masing-masing departemen, yaitu departemen RCL, MPP,
komponen, sally (sanding & assembly), dan finishing.
80 Universitas Kristen Petra
Sebagian besar usulan perbaikan ditambahkan ke dalam Instruksi Kerja
(IK) mesin. IK tersebut ditempel di mesin untuk memudahkan operator dalam
melihat instruksi kerja yang ada, serta memudahkan pengawas dalam mengontrol
kinerja operator apakah sudah sesuai dengan instruksi yang ada dalam IK atau
tidak.
Top Related