BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Epidemiologi
Gastritis merupakan proses inflamsi pada lapisan mukosa dan sub mukosa
lambung. Secara garis besar gastritis dapat dibagi menjadi beberapa macam
berdasarkan pada manifestasi klinis, gambaran histologi yang khas, distribusi
anatomi dan kemungkinan patogenesis gastritis. Berdasarkan pada manifestasi
klinik, gastritis dapat dibagi menjadi akut dan kronik. Pasien dan keluarga dengan
penyakit gastritis membutuhkan pengawasan diet makanan setelah pulang dari
rumah sakit dan sangat mudah terkena bila tidak mematuhi tentang
penatalaksanaan diet dirumah.
Karsinoma lambung merupakan bentuk neoplasma lambung yang paling
sering terjadi dan merupakan sekitar 5% semua kematian kanker. Laki-laki lebih
banyak beresiko terkena penyakit ini setelah berumur 40 tahun. Kurang dari 25%
terjadi pada seseorang yang berusia dibawah 50 tahun. Kanker lambung lebih
banyak menyerang laki-laki daripada perempuan karena orang yang beresiko
terserang kanker lambung adalah perokok dan peminum alkohol, orang –orang
yang bekerja di pertambangan batubara,pabrik pengolahan nikel, asbes, karet dan
industri pengolahan kayu. Kebanyakan dari mereka berusia diatas 55 tahun.
Kanker lambung belum diketahui penyebabnya secara pasti. Faktor
genetik tampaknya menjadi sangat penting, karena kanker lambung banyak
menyerang orang dengan golongan darah A. Gejala-gejala yang sering timbul
pada penderita kanker lambung adalah perasaan setelah makan, anoreksia dan
penurunan berat badan.
Berbagai pemeriksaan perlu dilakukan pada penderitakanker lambung.
Asuhan keperawatan perlu diterapkan pada tahap post-op. Dan kelompok akan
memaparkan asuhan keperawatan bagi penderita kanker lambung.
1
1.2 Tujuan Penulisan
1. Tujuan Instruksional Umum
Mahasiswa memperoleh pemahaman tentang gastritis dan kanker lambung.
2. Tujuan Instruksional Khusus
Mahasiswa memperoleh gambaran nyata tentang :
a. Definisi gastritis dan kanker lambung
b. Etiologi gastritis dan kanker lambung
c. Patofisiologi gastritis dan kanker lambung
d. Manifestasi klinis gastritis dan kanker lambung
e. Komplikasi gastritis dan kanker lambung
f. Pemerikasan diagnosis gastritis dan kanker lambung
g. Asuhan keperawatan pada klien dengan gastritis dan kanker lambung
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Gastritis
Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa
lambung. Terdapat 2 jenis gastritis yang paling sering terjadi yaitu Gastritis
Superficial Akut dan Gastritis Atrofik Kronis. Gastritis superficial akut
merupakan penyakit yang sering ditemukan, biasanya bersifat jinak dan dapat
hilang dengan sendirinya. Hal ini terjadi sebagai respons mukosa lambung
terhadap berbagai iritan local. Gastritis kronik disebabkan oleh gastritis akut yang
berulang sehingga terjadi iritasi mukosa lambung yang berulang-ulang dan terjadi
penyembuhan yang tidak sempurna. Gastritis atrofik kronis dapat diklasifikasikan
sebagai tipe A atau tipe B. Tipe A atau sering disebut sebagai gastritis autoimun)
diakibatkan oleh perubahan sel parietal yang menimbulkan atrofi dan inflitrasi
seluler. Selain itu gastritis atrofik kronis merupakan penyakit autoimun yang
disebabkan oleh adanya autoantibodi terhadap sel parietal kelnjar lambung dan
faktor intrinsik serta berkaitan dengan tidak adanya sel parietal dan chief cell yang
menurunkan sekresi asam dan menyebabkan tingginya kadar gastrin. Dalam
keadaan sangat berat tidak terjadi produksi faktor intrinsik.
Gastirits kronis tipe B disebut juga gastritis antral karena umumnya
mengenai daerah antrum dan pilorus dan lebih sering terjadi daripada gastritis
kronis tipe A. Bentuk gastritis ini memiliki sekresi asam yang normal dan tidak
berkaitan dengan anemia pernisiosa( anemia yang terjadi akibat kekurangan
viamin B12). Kadar gastrin serum yang rendah sering terjadi. Penyebab utama
gastritis kronis tipe B adalah infeksi kronis oleh H. Pylori. Faktor etiologis
lainnya adalah asupan alkohol yang berlebihan, merokok, dan reflux empedu
kronis dengan kofaktor H. Pylori.
2.1.1 Etiologi
a. Infeksi H.Pylori : Keberadaan bakteri ini dalam mukosa lambung
menyebabkan lapisan lambung melemah dan rapuh sehingga asam
lambung dapat menembus lapisan tersebut.
3
b. Obat-obat NSAIDs atau Non-Steroidal Anti Inflamatory Drug (seperti
aspirin) : penggunaan jenis obat-obatan ini yang tidak sesuai aturan dapat
mengubah permeabilitas sawar epitel sehingga memungkinkan difusi balik
HCL yang mengakibatkan kerusakan jaringan pada mukosa lambung
terutama pembuluh darah.
c. Diet dan life style yang tidak sehat : alkohol berlebih, terlalu sering
memakan makanan yang mengandung nitrat (bahan pengawet) atau terlalu
asam (cuka), kafein seperti pada teh dan kopi serta kebiasaan merokok
dapat memicu terjadinya gastritis. Karena bahan-bahan tersebut bila terlalu
sering kontak dengan dinding lambung akan memicu sekresi asam
lambung berlebih sehingga dapat mengikis lapisan mukosa lambung.
d. Refluks empedu kronis : Bile (empedu) adalah cairan yang membantu
mencerna lemak-lemak dalam tubuh. Cairan ini diproduksi oleh hati.
Ketika dilepaskan, empedu akan melewati serangkaian saluran kecil dan
menuju ke usus kecil. Dalam kondisi normal, sebuah otot sphincter yang
berbentuk seperti cincin (pyloric valve) akan mencegah empedu mengalir
balik ke dalam lambung. Tapi jika katup ini tidak bekerja dengan benar,
maka empedu akan masuk ke dalam lambung dan mengakibatkan
peradangan dan gastritis.
e. Kelainan autoimun : Autoimmune atrophic gastritis terjadi ketika sistem
kekebalan tubuh menyerang sel-sel sehat yang berada dalam dinding
lambung. Hal ini mengakibatkan peradangan dan secara bertahap
menipiskan dinding lambung, menghancurkan kelenjar-kelenjar penghasil
asam lambung dan menganggu produksi faktor intrinsic seperti sel parietal
dan chief cell.
f. Stress : Kemudian stress psikologis maupun fisiologis yang lama dapat
menyebabkan gastritis. Stress seperti syok, sepsis, dan trauma
menyebabkan iskemia mukosa lambung. Iskemia mukosa lambung
mengakibatkan peningkatan permeabilitas mukosa akibatnya terjadi difusi
balik H+ ke dalam mukosa. Mukosa tidak mampu lagi menahan asam
berlebih menyebabkan edema lalu rusak.
4
2.1.2 Patofisiologi
H. Pylori termasuk bakteri yang tidak tahan asam, namun bakteri jenis
ini dapat mengamankan dirinya pada lapisan mukosa lambung. Keberadaan
bakteri ini dalam mukosa lambung menyebabkan lapisan lambung melemah
dan rapuh sehingga asam lambung dapat menembus lapisan tersebut. Dengan
demikian baik asam lambung maupun bakteri menyebabkan luka atau tukak.
Sistem kekebalan tubuh akan merespon infeksi bakteri H. Pylori tersebut
dengan mengirimkan butir-butir leukosit, sel T-killer, dan pelawan infeksi
lainnya. Namun demikian semuanya tidak mampu melawan infeksi H. Pylori
tersebut sebab tidak bisa menembus lapisan lambung. Akan tetapi juga tidak
bisa dibuang sehingga respons kekebalan terus meningkat dan tumbuh.
Polymorph mati dan mengeluarkan senyawa perusak radikal superoksida pada
sel lapisan lambung. Nutrisi ekstra dikirim untuk menguatkan sel leukosit,
namun nutrisi itu juga merupakan sumber nutrisi bagi H. Pylori. Akhirnya,
keadaan epitel lambung semakin rusak sehingga terbentuk ulserasi superfisial
dan bisa menyebabkan hemoragi (perdarahan). Dalam beberapa hari gastritis
dan bahkan tukak lambung akan terbentuk
Gambar 1.2 Role of H. Pylori in gastritis (Nobel committee,2007)
5
Pengaruh efek samping obat-obat NSAIDs atau Non-Steroidal Anti
Inflamatory Drug seperti aspirin juga dapat menimbulkan gastritis. Obat
analgesik anti inflamasi nonsteroid (AINS) seperti aspirin, ibuprofen dan
naproxen dapat menyebabkan peradangan pada lambung dengan cara
mengurangi prostaglandin yang bertugas melindungi dinding lambung. Jika
pemakaian obat - obat tersebut hanya sesekali maka kemungkinan terjadinya
masalah lambung akan kecil. Tapi jika pemakaiannya dilakukan secara terus
menerus atau pemakaian yang berlebihan dapat mengakibatkan gastritis dan
peptic ulcer. Pemberian aspirin juga dapat menurunkan sekresi bikarbonat
dan mukus oleh lambung, sehingga kemampuan faktor defensif terganggu.
Alkohol berlebih, terlalu sering memakan makanan yang
mengandung nitrat (bahan pengawet) atau terlalu asam (cuka), kafein seperti
pada teh dan kopi serta kebiasaan merokok dapat memicu terjadinya
gastritis. Karena bahan-bahan tersebut bila terlalu sering kontak dengan
dinding lambung akan memicu sekresi asam lambung berlebih sehingga
dapat mengikis lapisan mukosa lambung.
Kemudian stress psikologis maupun fisiologis yang lama dapat
menyebabkan gastritis. Stress seperti syok, sepsis, dan trauma menyebabkan
iskemia mukosa lambung. Iskemia mukosa lambung mengakibatkan
peningkatan permeabilitas mukosa akibatnya terjadi difusi balik H+ ke dalam
mukosa. Mukosa tidak mampu lagi menahan asam berlebih menyebabkan
edema lalu rusak.
6
2.1.3 Manifestasi Klinis Gastritis
Manifestasi klinis pada gastritis dapat bervariasi diantaranya :
a. Perih atau sakit seperti terbakar pada perut bagian atas yang dapat menjadi
lebih baik atau lebih buruk ketika makan
b. Mual
c. Muntah berlebih
d. Kehilangan selera
e. Kembung
f. Terasa penuh pada perut bagian atas setelah makan
g. Distress epigstrik yang tidak jelas
2.1.4 Komplikasi Pada Gastritis
Komplikasi yang timbul pada Gastritis yaitu
a. Perdarahan berupa hemotemesis dan melena
b. Hypovolemik
c. Hypoglikemia
d. Terjadi ulkus
e. Anemia pernisiosa
f. Aklorhidria
g. Penyempitan antrum pylorus
h. Perforasi
2.1.5 Pemeriksaan Diagnostik untuk Gastritis
a. Pemeriksaan darah
Tes ini digunakan untuk memeriksa apakah terdapat H. Pylori dalam
darah. Hasil tes yang positif menunujukkan bahwa pasien pernah kontak dengan
bakteri pada suatu waktu dalam hidupnya tapi itu tidak menunjukkan bahwa
pasien tersebut terkena infeksi. Tes darah dapat juga dilakukan untuk memeriksa
anemia yang terjadi akibat perdarahan lambung karena gastritis.
b. Uji napas urea
7
Suatu metode diagnostik berdasarkan prinsip bahwa urea diubah oleh
urease H. Pylori dalam lambung menjadi amoniak dan karbondioksida (CO2). CO2
cepat diabsorbsi melalui dinding lambung dan dapat terdeteksi dalam udara
ekspirasi.
c. Pemeriksaan feces
Tes ini memeriksa apakah terdapat bakteri H. Pylori dalam feses atau
tidak. Hasil yang positif dapat mengindikasikan terjadinya infeksi. Pemeriksaan
juga dilakukan terhadap adanya darah dalam feses. Hal ini menunjukkan adanya
pendarahan dalam lambung.
d. Endoskopi saluran cerna bagian atas
Dengan tes ini dapat terlihat adanya ketidaknormalan pada saluran cerna
bagian atas yang mungkin tidak terlihat dari sinar-x. Tes ini dilakukan dengan
cara memasukkan sebuah selang kecil yang fleksibel(endoskop) melalui mulut
dan masuk ke dalam esofagus, lambung dan bagian atas usus kecil. Tenggorokan
akan terlebih dahulu dianestesi sebelum endoskop dimasukkan untuk memastikan
pasien merasa nyaman menjalani tes ini. Jika ada jaringan dalam saluran cerna
yang terlihat mencurigakan, dokter akan mengambil sedikit sampel(biopsy) dari
jaringan tersebut. Sampel itu kemudian akan dibawa ke laboratorium untuk
diperiksa. Tes ini memakan waktu kurang lebih 20 sampai 30 menit. Pasien
biasanya tidak langsung disuruh pulang ketika tes ini selesai, tetapi harus
menunggu sampai efek dari anestesi menghilang kurang lebih satu atau dua jam.
Hampir tidak ada resioko akibat tes ini. Komplikasi yang sering terjadi adalah rasa
tidak nyaman pada tenggorokan akibat menelan endoskop.
e. Rontgen saluran cerna bagian atas
Tes ini akan melihat adanya tanda-tanda gastritis atau penyakit pencernaan
lainnya. Biasanya akan diminta menelan cairan barium terlebih dahulu sebelum
dirontgen. Cairan ini akan melapisi saluran cerna dan akan terlihat lebih jelas
ketika di rontgen.
f. Analisis Lambung
Tes ini untuk mengetahui sekresi asam dan merupakan tekhnik penting
untuk menegakkan diagnosis penyakit lambung. Suatu tabung nasogastrik
dimasukkan ke dalam lambung dan dilakukan aspirasi isi lambung puasa untuk
8
dianalisis. Analisis basal mengukur BAO( basal acid output) tanpa perangsangan.
Uji ini bermanfaat untuk menegakkan diagnosis sindrom Zolinger- Elison(suatu
tumor pankreas yang menyekresi gastrin dalam jumlah besar yang selanjutnya
akan menyebabkan asiditas nyata).
g. Analisis stimulasi
Dapat dilakukan dengan mengukur pengeluaran asam maksimal (MAO,
maximum acid output) setelah pemberian obat yang merangsang sekresi asam
seperti histamin atau pentagastrin. Tes ini untuk mengetahui teradinya aklorhidria
atau tidak.
2.1.6 Penatalaksaan Medis
Terapi gastritis sangat bergantung pada penyebab spesifiknya dan
mungkin memerlukan perubahan dalam gaya hidup, pengobatan atau, dalam kasus
yang jarang, pembedahan untuk mengobatinya.
a. Terapi terhadap asam lambung
Antasida : Antasida merupakan obat bebas yang dapat berbentuk cairan
atau tablet dan merupakan obat yang umum dipakai untuk mengatasi
gastritis ringan. Antasida menetralisir asam lambung dan dapat
menghilangkan rasa sakit akibat asam lambung dengan cepat.
Penghambat asam : Ketika antasida sudah tidak dapat lagi mengatasi rasa
sakit tersebut, dokter kemungkinan akan merekomendasikan obat seperti
cimetidin, ranitidin, nizatidin atau famotidin untuk mengurangi jumlah
asam lambung yang diproduksi.
Penghambat pompa proton : Cara yang lebih efektif untuk mengurangi
asam lambung adalah dengan cara menutup “pompa” asam dalam sel-sel
lambung penghasil asam. Penghambat pompa proton mengurangi asam
dengan cara menutup kerja dari “pompa-pompa” ini. Yang termasuk obat
golongan ini adalah omeprazole, lansoprazole, rabeprazole dan
esomeprazole. Obat-obat golongan ini juga menghambat kerja H. pylori.
Cytoprotective agents : Obat-obat golongan ini membantu untuk
melindungi jaringan-jaringan yang melapisi lambung dan usus kecil. Yang
termasuk ke dalamnya adalah sucraflate dan misoprostol. Jika meminum
9
obat-obat AINS secara teratur (karena suatu sebab), dokter biasanya
menganjurkan untuk meminum obat-obat golongan ini. Cytoprotective
agents yang lainnya adalah bismuth subsalicylate yang juga menghambat
aktivitas H. pylori.
b. Terapi terhadap H. pylori
Terdapat beberapa regimen dalam mengatasi infeksi H. pylori. Yang paling
sering digunakan adalah kombinasi dari antibiotik dan penghambat pompa proton.
Terkadang ditambahkan pula bismuth subsalycilate. Antibiotik berfungsi untuk
membunuh bakteri, penghambat pompa proton berfungsi untuk meringankan rasa
sakit, mual, menyembuhkan inflamasi dan meningkatkan efektifitas antibiotik.
Terapi terhadap infeksi H. pylori tidak selalu berhasil, kecepatan untuk
membunuh H. pylori sangat beragam, bergantung pada regimen yang digunakan.
Akan tetapi kombinasi dari tiga obat tampaknya lebih efektif daripada kombinasi
dua obat. Terapi dalam jangka waktu yang lama (terapi selama 2 minggu
dibandingkan dengan 10 hari) juga tampaknya meningkatkan efektifitas. Untuk
memastikan H. pylori sudah hilang, dapat dilakukan pemeriksaan kembali setelah
terapi dilaksanakan. Pemeriksaan pernapasan dan pemeriksaan feces adalah dua
jenis pemeriksaan yang sering dipakai untuk memastikan sudah tidak adanya H.
pylori. Pemeriksaan darah akan menunjukkan hasil yang positif selama beberapa
bulan atau bahkan lebih walaupun pada kenyataanya bakteri tersebut sudah hilang.
2.1.7 Asuhan Keperawatan pada Gastritis
A. Pengkajian
- Biodata : nama, umur, jenis kelamin, agama, ras, suku bangsa, dan lain-lain
- Riwayat kesehatan / data subyektif
- Keluhan pada sistem pencernaan
Anoreksia
Nausea
Vomitus
Hematemesis ( frekuensi, durasi, lokasi )
- Kebiasaan makan / pola makan
- Riwayat penggunaan obat
- Tingkat stress yang meningkat
10
- Gaya hidup : perokok, alkohol, kafein
- Psikososial : Kaji kecemasan, pola tidur dan istirahat
- Keluhan ketidak nyamanan pada epigastrik / abdominal, tenderness
- Pemeriksaan fisik
Keterbatasan aktivitas
Perubahan TTV
Tanda-tanda distensi : merintih kesakitan keletihan
Pemeriksaan abdomen : - Tenderness, diare, epigastrik
- Bising usus meningkat
- Distensi
Status nutrisi : - Berat badan
- Warna kulit
- Turgor kulit
B. Diagnosa Keperawatan
No
Masalah Kepera-watan
Intervention(NIC)
Goal Statements
(NOC)Rasional
1 Nyeri 1. Catat keluhan nyeri,termasuk lokasi,lamanya,inten-sitas (0-10)
2. Kaji ulang faktor yang meningkatkan atau menurunkan nyeri
3. Catat petunjuk nyeri non-verbal, contoh gelisah, menolak bergerak, berhati-hati dengan abdomen, takikardi, berkeringat. Selidiki ketidaksesuaian antara petunjuk verbal dan non-verbal.
4. Berikan makan sedikit tapi sering sesuai indikasi untuk
Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri berkurang dan klien akan menunjukkan perasaan nyaman.
1. Nyeri tidak selalu ada tetapi bila ada harus di bandingkan dengan gejala nyeri pasien sebelumnya dimana dapat membantu mendiagnosa etiologi pendarahan dan terjadinya komplikasi2. Membantu dalam membuat diagnosa dan kebutuhan terapi.3. Petunjuk non-verbal dapat berupa fisiologis dan psikologis dan dapat digunakan dalam menghubungkan petunjuk verbal untuk mengidentifikasi luas / beratnya masalah4. Makanan mempunyai efek penetralisir asam juga menghancurkan kandungan gaster. Makan sedikit mencegah distensi dan haluaran gastrin.5. Makanan khusus yang menyebabkan distres bermacam-
11
pasien.5. Identifikasi dan
batasi makanan yang menimbulkan ketidaknyamanan.
6. Bantu latihan rentang gerak aktif-pasif.
7. Berikan perawatan oral sering dan tindakan kenyamanan, misalnya pijatan punggung, perubahan posisi.
Kolaborasi:1. Berikan dan lakukan
perubahan diet.2. Gunakan susu biasa
daripada susu cream, bila susu dimungkinkan
3. Berikan obat, sesuai indikasi, misalnya :a. Analgesik , misalnya morfin sulfatb. Aseraminofen (tylenol)c. Antasidad. Antipolinergik, misalnya belladonna, atropin
macam antara individu. Penelitian menujukkan merica berbahaya dan kopi (termasuk decafein) dapat menimbulkan dispepsia.6. Menurunkan kekakuan sendi, meminimalkan nyeri / ketidaknyamanan.7. Nafas bau karena tertahannya skret mulut menimbulkan tak nafsu makan dan dapat meningkatkan mual. Gingifitis dan masalah gigi dapat meningkat.Kolaborasi :1. Pasien mungkin dipuasakan pada awalnya. Bila masukkan oral dimungkinkan, pilihan makanan akan tergantung pada diagnosa dan etiologi perdarahan.2. Lemak pada susu biasa dapat menurunkan sekresi gaster; namun kalsium dan kandungan protein (khususnya susu skim) meningkatkannya.3. a. Mungkin pilihan narkotik untuk menghilangkan nyeri akut / hebat dan menurukan aktivitas peristaltik. Catatan : Demerol telah dihubungkan dengan pengikatan insiden mual / muntah.b.Meningkatkan kenyamanan dan istirahat.c.Menurunkan keasaman gaster dengan absorpsi atau dengan menetralisir kimia. Evaluasi tipe antasida dalam gambaran kesehatan total, misalnya pembatasan natrium.d.Diberikan pada waktu tidur untuk menurunkana motilitas gster, menekan produksi asam, memperlambat penggosongan gaster, dan menghilangkan nyeri nonkturnal sehubungan dengan ulkus gaster.
2. Kekurangan 1. Catat karakteristik Setelah 1. Membantu dalam
12
volume cairan
muntah dan/atau diare2. Awasi masukan dan haluaran dan hubungkan dengan perubahan berat badan. Ukur kehilangan darah atau cairan melalui muntah, penghisapan gaster dan defekasi.3. Pertahankan tirah baring mencegah muntah dan tegangan pada saat defekasi. Jadwalkan aktifitas untuk memberikan periode istirahat tanpa gangguan, hilangkan rasa berbahaya4. Tinggikan kepala tempat tidur selama pemberian antasida.5. Catat tanda pendarahan baru setelah berhentinya pendarahan awal.Kolaborasi :1. Berikan cairan
sesuai indikasi.2. Masukkan atau
pertahankan selang NG pada perdarahan akut.
3. Berikan obat sesuai indikasi :
a. Simetedin, ranitidine, famotidin, nizatidin.
b. Sukralfat (carafatec. Antasida, misal :
Amphojel, Maalox, Mylanta, riopan.
d. Belladonna, atropine.
e. Fenobarbitalf. Antiemetic,
missal : metoklopramid,
dilakukan intervensi kebutuhan pasien akan vairan akan terpenuhi
membedakan penyebab distress gaster. Kandungan empedu kuning kehijauan menunjukkan bahwa pylorus terbuka. Kandungan fekal menunjukkan obstruksi usus. Darah merah cerah menunjukkan adanya perdarahan arterial akut, mungkin karena ulkus gaster. Darah merah gelap mungkin darak lama yang tertahan dalam gaster dan usus atau perdarahan vena dari varises. Penampilan gelap diduga karena sebagian darah tercena. Makanan yang tidak tercena, menunjukkan obstruksi atau tumor gaster.2. Memberikan pedoman untuk penggantian cairan.3. Muntah meningkatkan tekanan intraabdominal dan dapat mencetuskan perdarahan lanjut.4. Mencegah refluks gaster dan aspirasi antacid dimana dapat menyebabkan komplikasi paru serius.5. Meningkatnya kepenuhan atau distensi abdominal, mual atau muntah baru dan diare baru dapat menunjukkan perdarahan ulang.Kolaborasi :
1. Penggantian cairan tergantung pada derajat hipovolemia dan lamanya perdarahan (akut atau kronis). Tambahan volume (albumin) dapat diinfuskan sampai golongan darah dan pencocokkan dapat ditransfusikan dan pendonoran darah dapat dimulai. Kurang dari 80%-90% perdarahan gaster dikontrol oleh resusitasi cairan dan management medic.2. Memberikan kesempatan untuk menghilangkan sekresi iritan gaster, darah, dan bekuan menurunkan mual atau muntah dan memudahkan endoskopi
13
proklorperazing. Tambahan vitamin
B12h. Antibiotik
diagnostic.3. a.penghambat histamine H2 menurunkan produksi asam gaster, meningkatkan ph gaster, dan menurunkan iritasi pada mukosa gaster penting untuk penyembuhan juga pencegahan pembentukan lesib. agen anti ulkus menurunkan sekrsi asam gaster dan meningkatkay produksi mucus pelindung berguna dalam pengobatan dan pencegahan absorpsi beberapa obat, missal : telfilin, digoksin, fenitoin, tetrasiklin, amitriptilin.c. antacid (diberikan peroral atau selang) dapat digunakan untuk mempertahankan pH gaster pada tingkat 4,5 atau lebih tinggi untuk menurunkan resiko perdarahan ulang. Antacid menghambat absorpsi gaster terhadap antagonis histamine dan kemudian tidak diberikan ke dalam 1 jam setelah pemberian oral menghambat histamined. Antikolinergik dapat digunakan untuk menurunkan motilitas gaster, khususnya pada penyakit ulkus peptic setelah pemberian perdarahan akut diatasi.e. Sedative ringan dapat diberikan untuk meningkatkan istirahat, menurunkan intensitas perdarahan, dan menghilangkan nyeri. Catatan : digunakan denagn hati-hati untuk menghindari tanda-tanda hipovolemiaf. menghilangkan mual dan menceah muntahg. pada gastrirtis atropik samar, factor instrinsik yang perlu untuk absorpsi B12 dari saluran GI tidak disekresi dan individu dapat mengalami anemia pernisiosa.
14
h. mungkin digaunakan bila infeksi menyebabkan gastritis kronis atau ulkus. Catatan: neomycin atau laktulosa dapat digunakan pada varises esophagus untuk menghambat pemecahan bakteri terhadap pelepasan darah pada usus untuk menurunkan resiko enselofati.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
1. Pertahankan potensial selang NG. jangan mengembalikan posisi selang bila terjadi perubahan nutrisi. Peringatkan pasien agar membatasi makan es batu. Berikan perawatan oral teratur, sering, termasuk minyak untuk bibir. Auskultasi bunyi usus dan catat pasase flatus.2. Awasi toleransi terhadap masukkan cairan dan makanan, catat distensi abdomen, laporkan peningkatan nyeri atau kram, mual atau muntah.3. Hindari susu atau makanan tinggi karbohidrat pada diet. Catat berat badan dan bandingkan dengan saat berikutnya.Kolaborasi :1. Berikan cairan IV, hiperalimentasi, dan lemak sesuai indikasi.2. Awasi pemeriksaan laboratorium missal HB dan elektrolit.3. Kemajuan toleransi diet, kemajuan dari cairan jernih sampai diet halus dengan makan jumlah kecil.Berikan sesuai indikasi.
Kebutuhan nutrisi akan terpenuhi setelah dilakukan perawatan
1. Memberikan istirahat pada traktus GI selama pascaoperasi akiut sampai kembali berfungsi normal. Catatan: Meskipun distensi gaster dapat menyebabkan stress pada jahitan / kemungkinan ruptur puntung ( Billiroth II), selang perlu dikembalikan ke posisi oleh dokter untuk mencegah cedera pada area operasi.2. Komplikasi paralitik ileus, obstruksi, pengosongan lambung lambat, dan dilatasi gaster dapat terjadi, kemungkinan memasukkan ulang selang NG.
3. Dapat memacu sindrom dumping (rujuk DK: Kurang Pengetahuan [Kebutuhan Belajar], hal. 469).Kolaborasi :1. Memenuhi sampai masukan
oral dapat dimulai.2. Indikator kebutuhan cairan /
nutrisi dan keefektifan terapi dan terjadinya komplikasi.
3. Biasanya selang NG diklem untuk periode waktu tertentu bila peristaltik kembali, untuk menentukan toleransi. Setelah selang NG dilepas, pemasukkan ditingkatkan secara bertahap untuk mencegah iritasi gaster atau distensi.
a. Mengontrol sindrom dumping, meningkatkan pencernaan dan absorpsi nutrien.
15
a. Antikolernegik, contoh atropine, propantelin bromide(proBanthine)b. Tambahan vitamin yang dapat larut dalam lemak termasuk B12, kalsiumc. Tambahan protein.d. Enzim pancreas,garam empedue. Trigliserida rantai sedang.
b.Pengangkatan lambung mencegah absorpsi B12
(sehubungan dengan kehilangan faktor intriksik) dan dapat menimbulkan anemia, termisiosa. Selain itu pengosongan cepat lambung menurunkan absorbsi kalsium.c.Protein tambahan dapat membantu perbaikkan dan penyembuhan jaringan.d.Meningkatkan proses pencernaan.e. Meningkatkan aabsorpsi lemak dan vitamin larut dalam lemak untuk mencegah masalah malabsorpsi
2.2 Gastric Cancer ( Kanker Lambung)
Gambar 1.1 kanker lambung
Terdapat tiga bentuk umum karsinoma lambung. Karsinoma ulseratif
merupakan jenis yang paling sering dijumpai dan harus dibedakan dari ulkus
peptikum jinak. Karsinoma polipoid tampak seperti kembang kol yang menonjol
ke dalam lumen dan dapat berasal dari polip adenomatosa. Karsinoma infiltratif
dapat menembus seluruh ketebalan dinding lambung dan dapat menyebabkan
terbentuknya ”lambung botol kulit” (linitis plastica) yang tidak lentur.
Early gastric cancer (tumor ganas lambung dini). Berdasarkan hasil
pemeriksaan radiologi, gastroskopi dan pemeriksaan histopatologis dapat dibagi
16
atas: :
1. Tipe I (pritrured type)
Tumor ganas yang menginvasi hanya terbatas pada mukosa dan sub
mukosa yang berbentuk polipoid. Bentuknya ireguler permukaan tidak rata,
perdarahan dengan atau tanpa ulserasi.
2. Tipe II (superficial type)
Dapat dibagi atas 3 sub tipe:
II.a. (Elevated type)
Tampaknya sedikit elevasi mukosa lambung. Hampir seperti tipe I,terdapat
sedikit elevasi dan lebih meluas dan melebar.
II.b. (Flat type)
Tidak terlihat elevasi atau depresi pada mukosa dan hanya terlihat
perubahan pada warna mukosa.
II.c. (Depressed type)
Didapatkan permukaan yang iregular dan pinggir tidak rata (iregular)
hiperemik / perdarahan.
3. Type III. (Excavated type)
Menyerupai Bormann II (tumor ganas lanjut) dan sering disertai
kombinasi seperti II c.
Advanced gastric cancer (tumor ganas lanjut). Menurut klasifikasi
Bormann dapat dibagi atas :
1. Bormann I.
Bentuknya berupa polipoid karsinoma yang sering juga disebut sebagai
fungating dan mukosa di sekitar tumor atropik dan iregular.
2. Bormann II
Merupakan Non Infiltrating Carsinomatous Ulcer dengan tepi ulkus serta
mukosa sekitarnya menonjol dan disertai nodular. Dasar ulkus terlihat nekrotik
dengan warna kecoklatan, keabuan dan merah kehitaman. Mukosa sekitar ulkus
tampak sangat hiperemik.
3. Bormann III.
17
Berupa infiltrating Carsinomatous type, tidak terlihat bats tegas pada dinding
dan infiltrasi difus pada seluruh mukosa.
4. Bormann IV
Berupa bentuk diffuse Infiltrating type, tidak terlihat batas tegas pada dinding
dan infiltrasi difus pada seluruh mukosa.
2.2.1 Etiologi
Mayoritas penyebabnya adalah gastritis kronis, makanan yang tinggi
nitrat dan bersifat karsinogenik, riwayat ulkus peptikum dapat memicu terjadinya
kanker lambung.
2.2.2 Patofisiologi
Pada stadium awal, karsinoma gaster sering tanpa gejala karena lambung
masih dapat berfungsi normal. Gejala biasanya timbul setelah massa tumor cukup
membesar sehingga bisa menimbulkan gangguan anoreksia, dan gangguan
penyerapan nutrisi di usus sehingga berpengaruh pada penurunan berat badan
yang akhirnya menyebabkan kelemahan dan gangguan nutrisi. Bila kerja usus
dalam menyerap nutrisi makanan terganggu maka akan berpengaruh pada zat besi
yang akan mengalami penurunan yang akhirnya menimbulkan anemia dan hal
inilah yang menyebabkan gangguan pada perfusi jaringan penurunan pemenuhan
kebutuhan oksigen di otak sehingga efek pusing sering terjadi.
Pada stadium lanjut bila sudah metastase ke hepar bisa mengakibatkan
hepatomegali. Tumor yang sudah membesar akan menghimpit atau menekan saraf
sekitar gaster sehingga impuls saraf akan terganggu, hal ini lah yang
menyebabkan nyeri tekan epigastrik.
Adanya nyeri perut, hepatomegali, asites, teraba massa pada rektum, dan
kelenjar limfe supraklavikuler kiri (Limfonodi Virchow) yang membesar
menunjukkan penyakit yang lanjut dan sudah menyebar. Bila terdapat ikterus
obstruktiva harus dicurigai adanya penyebaran di porta hepatik.
18
Gastritis kronis Riwayat ulkus peptikum Chronic Bile reflux
Stadium awal
Stadium lanjut
2.2.3 Manifestasi Klinis
Gejala awal dari kanker lambung sering tidak pasti, karena kebanyakan
tumor dimulai di kurvaktura kecil yang hanya menyebabkan sedikit gangguan
fungsi lambung. Gejala awal yang mungkin timbul antara lain :
a. Penurunan berat badan atau kelelahan, biasanya disebabkan oleh kesulitan
makan atau ketidakmampuan menyerap beberapa vitamin dan mineral.
Biasanya diakibatkan oleh disfagia (bila tumor terletak dekat kardia),
muntah( obstriksi pilorus dapat terjadi bila tumor berada dekat saluran
keluar lambung) dan anoreksia.
b. Anemia, bisa diakibatkan oleh perdarahan yang bertahap. Penderita juga
bisa mengalami muntah darah yang banyak(hematemesis) atau
mengeluarkan tinja hitam (melena)
c. Pada stadium awal, tumor lambung yang kecil bisa menyebar (metastasis)
ke tempat yang jauh. Penyebaran tumor bisa menyebabkan pembesaran
19
Sel pada mukosa lambung bermetastasis
Kanker lambung
Anoreksia
Tumor semakin besar
Penurunan BB
Menghimpit saraf gaster menimbulkan nyeri epigastrik
Hepatomegali Limfonodi Virchow Ikterus Obstruktiva
hati, sakit kuning(jaundice), asites, serta pengeroposan tulang sehingga
bisa terjadi patah tulang. Bila kanker bertambah besar akan teraba adanya
massa pada dinding perut.
2.2.4 Komplikasi
Kanker lambung bermetastasis paling sering ke hati, paru, tulang, dan
otak. Kanker lambung juga menyebar ke kelenjar getah bening.
Macam-macam komplikasi yang terjadi:
a. Perforasi : dapat terjadi perforasi akut dan perforasi kronik.
b. Hematemesis: Hematemesis masif dan melena dapat menimbulkan anemia.
c. Obstruksi : terjadi pada bagian bawah lambung dekat daerah pilorus
d. Adhesi : jika tumor mengenai dinding lambung dapat terjadi perlengketan
dan infiltrasi dengan organ sekitarnya dan menimbulkan keluhan
nyeri perut.
e. Perotonitis :terjadi sebagai akibat dari kebocoran isi dari organ abdomen ke
dalam rongga perut.
2.2.5 Pemeriksaan Diagnostik
a. Sitologi Eksfoliatif : atau pengumpulan sel-sel dengan cara bilas lambung
dengan larutan garam normal merupakan tekhnik untuk mengetahui keganasan
yang tidak dapat langsung dilihat melalui gastroskop. Sel-sel ganas eksfoliatif
lebih mudah terlepas dibandingkan dengan dengan sel-sel yang normal. Larutan
yang terkumpul sebaiknya disimpan dalam es dan segera dibawa ke laboratorium
untuk dianalisis. Bilasan sitologik memiliki keakuratan sekitar 90% untuk
menegakkan diagnosis kanker lambung.
b. Pemeriksaan rontgen dengan menggunakan barium(upper GI tract) :Berguna
untuk menandai perubahan di permukaan lambung namun jarang bisa menemukan
kanker lambung yang kecil pada stadium awal. Pada individu berusia lebih dari 40
tahun memerlukan pemeriksaan sinar-x lengkap terhadap saluran GI.
c. Endoskopi : Pemeriksaan ini paling baik dilakukan karena
- memungkinkan dokter melihat lambung secara langsung
- bisa mencari adanya H. Pylori
- bisa mengambil contoh jaringan untuk pemeriksaan mikroskopis.
20
d. CT scan : Pemeriksaan ini lebih efektif untuk menentukan gangguan pada
batasan jaringan atau pada jaringan-jaringan yang berdekatan.
e. Karena metastase sering terjadi sebelum tanda peringatan ada, pemindai
tormografi computer, pemindai tulang, dan pemindai hepar dilakukan dalam
menentukan luasnya metastasis.
e.Biopsi : Pengambilan contoh jaringan tubuh yang hidup untuk mikroskopis di
laboratorium.
f. Teknik kromatografi per endoskopi : Untuk melihat lebih jelas adanya jaringan
kanker. Ada dua teknik kromatografi per endoskopi yaitu :
-Dengan memakai zat biru metilen, daerah kanker mengambil/mangisap warna
sehingga lebih biru dibanding mukosa normal
-Dengan pencahayaan NBI(Narrow Band Imaging) yaitu teknologi pewarnaan
pembuluh darah kailer mukosa saluran cerna dengan pencahayaan tanpa sinar
merah. Dengan NBI pembuluh darah terlihat biru. Akan sangat jelas terlihat
gambaran kapiler bahkan arteriole dan venule. Dengan teknik ini daerah kanker
kehilangan gambaran pembuluh darah, dengan demikian lokasi biopsy menjadi
lebih terarah.
Gambar 1.2 Alat Kromatografi
2.2.6 Penatalaksanaan Medis
1.Bedah
Diperlukan gastrektomi sebagai tindakan kuratif. Suatu tindakan reseksi
pada lambung baik keseluruhan lambung maupun sebagian. Kemudian diperlukan
tindakan kolostomi. Kolostomi adalah suatu operasi untuk membentuk suatu
hubungan buatan antara colon dengan permukaan kulit pada dinding perut.
Hubungan ini dapat bersifat sementara atau menetap selamanya. (llmu Bedah,
Thiodorer Schrock, MD, 1983). Digunakan untuk memudahkan eliminasi hasil
metabolisme. Komplikasi kolostomi yang dapat terjadi :
a. Prolaps : merupakan penonjolan mukosa colon 6 cm atau lebih dari permukaan kulit.
b. lritasi Kulit : Hal ini terutama pada colostomy sebelah kanan karena
21
feces yang keluar mengandung enzim pencernaan yang bersifat iritatif. Juga terjadi karena cara membersihkan kulit yang kasar, salah memasang kantong dan tidak tahan akan plaster.
c. Diare : Makin ke proksimal colostominya makin encer feces yang keluar. Pada sigmoid biasanya normal.
d. Stenosis Stoma : Kontraktur lumen terjadi penyempitan dari celahnya yang akan mengganggu pasase normal feses.
2.Radiasi
Pengobatan dengan radiasi memperlihatkan kurang berhasil.
3. Kemoterapi
Pada tumor ganas dapat dilakukan pemberian obat secara tunggal atau kombinsi
kemoterapi. Di antara obat yang di gunakan adalah 5 FU, trimetrexote, mitonisin
C, hidrourea, epirubisin dan karmisetin dengan hasil 18 – 30 %.
2.2.7 Asuhan Keperawatan pada gastric cancer
1. Pengkajian :
a. Persepsi kesehatan-pemeliharaan kesehatan:
Apakah ada riwayat kanker pada keluarga
Lingkungan tempat tinggal klien dan life style
Tingkat pengetahuan dan kepedulian pasien
b. Nutrisi metabolic
Jenis, frekuensi dan jumlah makanan/minuman yang dikonsumsi sehari
Adanya mual, muntah, anorexia, ketidakmampuan memenuhi kebutuhan
nutrisi
Adanya kebiasaan merokok, alkohol dan konsumsi obat-obatan tertentu.
c. Eliminasi
Pola BAK dan BAB: frekuensi, karakteristik, ketidaknyamanan, masalah
pengontrolan
Adanya mencret bercampur darah, diare dan konstipasi
Warna feses, bentuk feses, dan bau
d. Aktivitas dan latihan
Kebiasaan aktivitas sehari hari, olahraga dan kenyamanan
e. Tidur dan istirahat
Adanya gejala susah tidur/insomnia
22
f. Persepsi kognitif
Gangguan pengenalan (orientasi) terhadap tempat, waktu dan orang
g. Persepsi dan konsep diri
Penilaian klien terhadap dirinya sendiri
h. Peran dan hubungan dengan sesama
Klien hidup sendiri/keluarga
Klien merasa terisolasi
i. Mekanisme koping dan toleransi terhadap stess
Mekanisme koping yang digunakan dan respon emosional klien
2. Diagnosa Keperawatan
a. Pre-Operasi
No.Nursing
diagnosis
Goal statements
(NOC)Intervention (NIC)
1. Nyeri
berhubungan
dengan
proses
pertumbuhan
sel-sel
kanker
Nyeri
berkurang
sampai hilang
setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
1. Kaji karakteristik nyeri, lokasi, frekfensi
untuk mengetahui tingkat nyeri sebagai
evaluasi untuk intervensi selanjutnya
2. Kaji faktor penyebab timbul nyeri (takut ,
marah, cemas) agar bisa menentukan
tindakan untuk mengurangi nyeri
3. Ajarkan tehnik relaksasi tarik nafas dalam
untuk mengatasi rasa nyeri
4. Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian analgetik karena analgetik efektif
untuk mengatasi nyeri
2. Kecemasan
berhubungan
dengan
rencana
pembedahan
Kecemasan
dapat
diminimalkan
setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
1. Jelaskan setiap tindakan yang akan
dilakukan terhadap pasien agar pasien
kooperatif dalam segala tindakan
2. Beri kesempatan pada pasien untuk
mengungkapkan perasaan akan
ketakutannya untuk mengurangi kecemasan
3. Evaluasi tingkat pemahaman pasien /
orang terdekat tentang diagnosa medik agar
23
intervensinya yang tepat
4. Akui rasatakut/ masalah pasien dan dorong
mengekspresikan perasaan karena dukungan
memampukan pasien memulai membuka/
menerima kenyataan penyakit dan
pengobatan
3. Perubahan
nutrisi
kurang dari
kebutuhan
tubuh
berhubungan
dengan
mual,
muntah dan
tidak nafsu
makan.
Kebutuhan
nutrisi dapat
terpenuhi
setelah
dilakukan
keperawatan
1. Hidangkan makanan dalam porsi kecil tapi
sering dan hangat karena makanan yang
hangat menambah nafsu makan.
2. Kaji kebiasaan makan klien. Jenis
makanan yang disukai akan membantu
meningkatkan nafsu makan klien.
3. Ajarkan teknik relaksasi yaitu tarik napas
dalam untuk merelaksasikan dan mengurangi
mual.
4. Timbang berat badan bila memungkinkan.
Untuk mengetahui kehilangan berat badan.
5. Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian vitamin. Untuk mencegah
kekurangan karena penurunan absorsi
vitamin larut dalam lemak
4. Intoleransi
beraktivitas
berhubungan
dengan
kelemahan
fisik.
Klien
menunjukkan
peningkatan
toleransi dalam
beraktivitas
yang ditandai
dengan tidak
mengeluh
lemas, klien
beraktivitas
secara bertahap.
1. Sediakan waktu istirahat yang cukup.
Istirahat akan memberikan energi yang
cukup dan membantu dalam proses
penyembuhan.
2. Kaji keluhan klien saat beraktivitas.
3. Kaji kemampuan klien dalam beraktivitas.
Untuk menentukan aktivitas yang boleh
dilakukan.
4. Bantu memenuhi kebutuhan klien
24
b. Post-Operasi
No.Nursing
diagnosis
Goal
statements
(NOC)
Intervention (NIC)
1. Ketidakefektifan
pola nafas b.d
adanya
pengaruh
anastesi.
Pola nafas
kembali
efektif
setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan.
Hasil yang
diharapkan :
- Suara nafas
vesikuler
- Bunyi nafas
bersih, tidak
ada suara
tambahan
1. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya
bunyi nafas misalnya mengi, krekels,
ronchi.
2. Kaji/pantau frekuensi pernafasan, catat
rasio inspirasi/ekspirasi.
3. Catat adanya derajat dyspnea misalnya
keluhan “lapar udara”, gelisah, ansietas,
distress pernafasan, penggunaan otot bantu.
4. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman
misalnya peninggian kepala tempat tidur,
duduk pada sandaran tempat tidur.
5. Pertahankan polusi lingkungan minimum
misalnya: debu, asap dan bulu bantal yang
berhubungan dengan kondisi individu.
6. Dorong/bantu latihan nafas abdomen atau
bibir.
7. Observasi karakteristik batuk misalnya
menetap, batuk pendek, basah. Bantu
tindakan untuk memperbaiki keefektifan
upaya batuk.
8. Tingkatkan masukan cairan antara
sebagai pengganti makanan..
2. Nyeri
berhubungan
dengan interupsi
tubuh sekunder
terhadap
Nyeri
berkurang
sampai
hilang setelah
dilakukan
1. Kaji karakteristik nyeri, lokasi, frekfensi
sebagai evaluasi untuk intervensi
selanjutnya
2. Kaji faktor penyebab timbul nyeri (takut ,
marah, cemas)
25
prosedur invasif
atau intervensi
operasi.
tindakan
keperawatan.
3. Ajarkan tehnik relaksasi tarik nafas
dalam untuk mengatasi rasa nyeri
4. Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian analgetik
3. Perubahan
nutrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh
berhubungan
dengan status
puasa.
Nutrisi
pasien
terpenuhi
setelah
dilakukan
keperawatan.
Mual
berkurang
sampai
dengan
hilang.
1. Hidangkan makanan dalam porsi kecil
tapi sering dan hangat. Makanan yang
hangat menambah nafsu makan.
2. Kaji kebiasaan makan klien. Jenis
makanan yang disukai akan membantu
meningkatkan nafsu makan klien.
3. Ajarkan teknik relaksasi yaitu tarik napas
dalam untuk merelaksasikan dan
mengurangi mual.
4. Timbang berat badan bila
memungkinkan. Untuk mengetahui
kehilangan berat badan.
5. Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian vitamin untuk mencegah
kekurangan karena penurunan absorsi
vitamin larut dalam lemak
4. Resiko tinggi
infeksi
berhubungan
dengan
peningkatan
kerentanan
sekunder
terhadap
prosedur
invasive.
Infeksi tidak
terjadi
setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan.
1. Observasi tanda-tanda vital, adanya
demam, menggigil, berkeringat.Sebagai
indikator adanya infeksi/terjadinya sepsis.
2. Observasi daerah luka operasi, adanya
rembesan, pus, eritema sebagai deteksi dini
terjadinya proses infeksi.
3. Berikan informasi yang tepat, jujur pada
pasien/orang terdekat untuk memberikan
dukungan emosi dan membantu mengurangi
ansietas.
4. Kolaborasi dengan medik untuk terapi
26
antibiotik. Membantu menurunkan
penyebaran dan pertumbuhan bakteri.
5. Kecemasan
berhubungan
dengan
ketidakpastian
tentang hasil
pengobatan
kanker
Kecemasan
dapat
diminimalkan
setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan.
1. Jelaskan setiap tindakan yang akan
dilakukan terhadap pasien
2. Beri kesempatan pada pasien untuk
mengungkapkan perasaan akan
ketakutannya. Untuk mengurangi
kecemasan
3. Evaluasi tingkat pemahaman pasien /
orang terdekat tentang diagnosa medik
untuk memilih intervensi yang tepat
4. Akui rasa takut/ masalah pasien dan
dorong mengekspresikan perasaan.
Dukungan memampukan pasien memulai
membuka/ menerima kenyataan penyakit
dan pengobatan
6. Gangguan
konsep diri
berhubungan
dengan
kehilangan
Gangguan
konsep diri
teratasi
setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan.
Klien dapat
percaya diri
dengan
keadaan
penyakitnya.
1. Kaji respon, reaksi keluarga dan pasien
terhadap penyakit dan penanganannya.
Untuk mempermudah dalam proses
pendekatan.
2. Kaji hubungan antara pasien dan anggota
keluarga dekat. Karena support keluarga
membantu dalam proses penyembuhan.
3. Libatkan semua orang terdekat dalam
pendidikan dan perencanaan perawatan di
rumah.Dapat memudahkan beban terhadap
penanganan dan adaptasi di rumah.
4. Berikan waktu/dengarkan hal-hal yang
menjadi keluhan.
c. Perawatan pasca kolostomi
27
Pengkajian
1. Keadaan stoma :
2. Apakah ada perubahan eliminasi tinja :
3. Apakah ada gangguan rasa nyeri :
4. Apakah kebutuhan istirahat dan tidur terpenuhi
5. Bagaimana konsep diri pasien
6.Apakah ada gangguan nutrisi
Diagnosa Keperawatan
1. Potensial terjadinya gangguan eliminasi tinja (konstipasi atau diare)
2. Gangguan rasa nyaman nyeri
3. Gangguan rasa nyaman
4. Gangguan istirahat dan tidur
5. Potensial gangguan nutrisi sehubungan dengan ketidaktahuan terhadap kebutuhan makanan
6. Gangguan konsep diri (gambaran diri, peran)
7. Potensial ggn integritas kulit
8. Disfungsi seksualitas
9. Potensial terjadinya infeksi
10. Keterbatasan aktivitas
Intervensi
1. Agar pasien dapat BAB dengan teratur :
- Hindari makan makanan berefek laksatif
- Hindari makan makanan yang menyebabkan konstipasi (makanan keras)
- Kolaborasi dengan ahli gizi masalah menu makanan
- Kontrol makanan yang dibawa dari rumah
- Berikan minum yang cukup (2-3 1t/hari)
- Pola makan yang teratur (3 kali sehari)
2. Agar rasa nyeri dapat berkurang :
- Catat pemberian medikasi pada saat intra operatif
- Evaluasi rasa nyeri dan karakteristiknya
- Beri pengertian pada klien agar rasa nyeri diterima sebagai suatu yang wajar dlm batas tertentu
- Berikan analgetik sebagai tindakan kolaborasi
3. Agar klien dapat tidur/istirahat yang cukup :
28
- Jelaskan, stoma tidak akan terbuka pada saat tidur
- Amati faktor lingkungan yang mempersulit tidur
- Amati faktor psikologis yang mempersulit tidur
4. Agar kebutuhan nutrisi terpenuhi :
- Bekerja sama dengan ahli gizi untuk menu makanan
- Berikan gizi yang adekuat sesuai dengan kebutuhan
- Berikan motivasi agar tidak merasa takut menghabiskan makanannya
5. Agar tidak terjadi gangguan konsep diri :
- Berikan dorongan semangat yang membesarkan hati
- Hindari sikap asing pada keadaan penyakit pasien
- Arahkan agar klien mampu merawat diri sendiri
- Beri penjelasan agar klien dapat menerima keadaan dan beradaptasi terhadap stomanya
- Hindarkan perilaku yang membuat pasien tersinggung (marah, jijik, dll)
6. Agar tidak terjadi gangguan integritas kulit :
- Lakukan teknik perawatan baik (bersih)
- Lindungi kulit dengan pelindung kulit (vaselin / skin barier) disekitar stoma
- Letakan alas (kasa) yang dapat menyerap aliran feces
29
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Lambung merupakan sebuah kantung muskuler yang letaknya antara
esophagus dan usus halus, sebelah kiri abdomen di bawah diafragma. Lambung
merupakan saluran yang dapat mengembang karena adanya gerakan peristaltik,
tekanan organ lain, tekanan organ lain dan postur tubuh.
Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa
lambung yang bersifat akut, kronis, difus atau local. Penyebab kanker lambung
dimungkinkan disebabkan oleh karsinogen nitrat. Faktor lain yang mempengaruhi
kanker lambung antara lain inflamasi lambung, anemia pernisiosa,
aklorhidria(tidak adanya asam klorida), ulkus lambung, bakteri H. Pylori dan
keturunan.
30
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddart. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 Vol. 2. Jakarta
EGC.
Block, Joycer M and Esther Matassarin. 1993.Medical Surgical Nursing. A
Psychophy siologic Approach, Fourt Edition Book 2. Philladelpia : WB
Sounders Company.
Carpenito, Lynda Juall. 2000.Diagnosa Keperawatan.Aplikasi pada praktek
klinik. Ed. 6. Jakarta : EGC.
Ingnatavius, Donna D. M. Linda Waikman. 1995. Medikal Surgical Nursing.A.
Nursing Proces Approcah. 2nd Edition. Philladelpia : WB Sounder
company.
Price, Sylvia A and Wilson, Lorraine M. 1988. Patofisiologi. Konsep Klinik
Proses-proses Penyakit. Jakarta : EGC.
A.K. Muda, Ahmad, (2003). Kamus Lengkap Kedokteran.Edisi Revisi. Jakarta :
Gitamedia Press.
Juall Carpenito, lynda RN,(1999). Diagnosa dan Rencana Keperawatan. Ed 3.
Jakarta : Media Aesculappius.
31