BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Dalam tahap pertumbuhan gigi dan perkembangan oklusi, khususnya periode transisi
pergantian gigi sulung menjadi gigi permanen terdapat banyak faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan lengkung gigi. Kebiasaan merupakan faktor penting yang menjadi penyebab
dan berkembangnya penyakit dalam rongga mulut. Seringkali, kebiasaan dilakukan tanpa
disadari yang ternyata dapat merusak atau membahayakan bagian rongga mulutnya.1
Orang tua menemukan banyak kebiasaan dan perilaku anak-anak mereka yang
mengganggu. Bila orangtua tidak mengambil sikap berlebihan, maka si anak akhirnya akan
menghentikan kebiasaannya tersebut dengan sendirinya. Umumnya kebiasaan anak akan
menghilang ketika anak mencapai usia sekolah, namun dampak dari kebiasaan buruk ini akan
berpengaruh pada perkembangan rongga mulut, seperti pada jaringan keras (gigi dan tulang
alveolar), jaringan pendukung gigi (gingival dan ligamentum periodontal) maupun mukosa
mulut lainnya (lidah, bibir, pipi, palatum, dan lain-lain).2,3
Kebiasaan anak muncul dalam berbagai kondisi. Dalam kondisi ringan, beberapa
perilaku tidak mengganggu aktivitas normal sehari-hari dan karenanya bukan merupakan
gangguan kejiwaan. Namun, kondisi ringan dari perilaku tersebut dapat berkembang untuk
menyebabkan melemahnya fungsi fisik atau psikologis.4
Kebiasaan dapat timbul sebagai suatu cara bagi anak untuk tetap menyibukkan diri
bila merasakan sesuatu yang kurang menyenangkan baginya. Tetapi pada sebagian besar
anak, kebiasaan tersebut biasanya dilakukan untuk menenangkan diri ketika ia merasa
tertekan, sedang stres, bosan, lelah, frustasi dan tidak nyaman ataupun saat ia sedang tertidur
lelap.5
1
Dalam perkembangan dan pertumbuhannya, banyak anak memiliki kebiasaan tertentu
dalam berperilaku. Ada kebiasaan yang bersifat sementara, tetapi ada juga kebiasaan yang
tidak mudah dihilangkan. Beberapa kebiasaan anak harus tetap diperhatikan karena dapat
bertahan lama bila tidak ditangani segera, bahkan akan mengganggu fungsi optimal anak,
dimana dapat mengakibatkan interaksi sosial negatif misalnya dihindari oleh teman-teman
dan anggota keluarga. Kebiasaan buruk yang bertahan selama perkembangan anak,
menyebabkan gangguan pada perkembangan struktur mulut seperti maloklusi. Maloklusi
bukan penyakit, melainkan keadaan morfologi yang menyimpang dari oklusi normal dan
standar estetika pada kelompok etnik tertentu.4,5,6
Kebiasaan abnormal dapat mempengaruhi pertumbuhan yang normal dari rahang,
mengganggu pertumbuhan cranial, dan fisiologi oklusi. Pola kebiasaan dapat mengganggu
otot yang terkait dengan pertumbuhan tulang yang salah, gigi malposisi, cara bernafas yang
salah, gangguan berbicara, gangguan otot-otot wajah dan psikologis. Kebiasaan seperti
mengisap ibu jari, menggigit bibir, menjulurkan lidah di antara gigi-gigi, bernafas melalui
mulut, dan bruxism merupakan kebiasaan yang dapat menimbulkan terjadinya anomali letak
gigi dan hubungan rahang. Kebiasaan ini harus segera dihentikan apabila gigi permanen
pertama sudah nampak erupsi di mulut. Aktivitas orofasial yang abnormal merupakan
penyebab maloklusi yang paling sering ditemui.1,6
I.2. Rumusan Masalah
Adapun masalah yang timbul sebagai berikut:
1. Apakah sajakah macam-macam kebiasaan buruk pada anak?
2. Apa sajakah faktor yang mempengaruhi kebiasaan buruk pada anak?
3. Bagaimana pencegahan dan penanganan kebiasaan buruk pada anak?
2
I.3 Tujuan
1. Memberi pemaparan mengenai berbagai macam kebiasaan buruk dan dampaknya dalam
rongga mulut anak.
2. Menguraikan berbagai faktor yang mempengaruhi kebiasaan buruk dalam rongga mulut
anak.
3. Memberi uraian mengenai penanganan kebiasaan buruk dalam rongga mulut anak, baik
pada jaringan lunak maupun jaringan keras rongga mulut.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Kebiasaan Buruk Pada Anak
II.1.1 Pengertian Oral Habit
Dalam Kamus Dorland kebiasaan didefenisikan sebagai sesuatu bersifat permanen
dan konstan yang menunjukkan aktifitas berulang secara otomatis disebabkan oleh proses
alami yang kompleks dimana melibatkan kontraksi otot yang dapat berefek pada fungsi
mastikasi, respirasi, fonetik, dan estetik.4,5
Kebiasaan normal menyebabkan konstruksi fungsi dentofasial dan memegang peranan
penting dalam perkembangan wajah normal dan fisiologi oklusal. Sebaliknya, kebiasaan
buruk dapat menyebabkan gangguan dalam pola perkembangan dentofasial. Setiap kebiasaan
dapat menyebabkan tekanan abnormal pada struktur dentofasial yang menyebabkan
malformasi pada struktur dan hubungan interstruktural.3
II.1.2 Perkembangan Oral habit
Oral habit sering kali ditemukan pada anak-anak sejak berusia satu bulan. Hal ini
tidak akan menyebabkan masalah yang berarti dalam rongga mulut saat itu, karena pada
dasarnya tubuh dapat memberikan respon terhadap rangsangan dari luar sejak masih dalam
kandungan. Respon tersebut merupakan pertanda bahwa perkembangan psikologis anak
sudah dimulai, terlihat dari tingkah laku spontan atau reaksi berulang. Permasalahan akan
muncul ketika kebiasaan tersebut terus berlanjut hingga anak mulai memasuki usia sekolah
dimana kebiasaan ini terus dilakukan karena orang tua kurang memperhatikan anaknya. Jika
kebiasaan tersebut dihentikan sebelum masa erupsi gigi permanen, hal tersebut tidak akan
4
memberikan efek jangka panjang. Namun jika kebiasaan tersebut berkelanjutan maka dapat
terjadi keadaan openbite anterior, posterior crossbites, dan maloklusi lainnya.1,5,7
Menurut Christensen dan Fields, oral habit dideteksi pada usia 3-6 tahun melalui
pemeriksaan klinis yang merupakan masalah penting karena pada usia ini oral habit dianggap
abnormal. 1
Perkembangan oral habit terbagi menjadi 3 periode yaitu periode mengisap, periode
menggigit, dan periode multiple transfer. Periode mengisap berkembang sejak bayi masih
trimester ketiga dalam kandungan ibu. Kebiasaan ini dilakukan berkembang untuk melatih
sistem neuromuskular dimana merupakan perkembangan sistem sempurna yang ditemukan
sejak lahir sehingga fase mulut pada bayi yang baru lahir terpenuhi dengan baik. Keahlian
mengisap jari ini dimulai sejak minggu ke-19 karena otak bayi telah mencapai jutaan saraf
motorik sehingga ia mampu membuat gerakan sadar tersebut. Masa transisi dari periode
mengisap ke periode menggigit terjadi dalam periode yang singkat dan disebut sebagai
periode transisi. Periode menggigit berkembang sejak usia pra-sekolah (4-5 tahun) dan
berakhir pada usia sekolah (6-12 tahun).3,4,5
II.1.3 Macam-macam Oral habit Pada Anak
Ada beberapa macam kebiasaan buruk pada anak, di antaranya adalah mengisap ibu
jari atau jari tangan (thumb or finger sucking), mengisap bibir atau menggigit bibir (lip
sucking or lip biting), mengisap botol susu (bottle sucking), menjulurkan lidah (tongue
thrusting), bernafas melalui mulut (mouth breathing), dan bruksisme (bruxism).3,4,7
II.1.3.1 Kebiasaan mengisap ibu jari (Thumb or finger sucking)
A. Gambaran Umum Thumb/Finger Sucking
5
Oral habit telah berkembang sejak bayi masih dalam kandungan ibunya yaitu refleks
mengisap ibu jari, dimana lama-kelamaan akan menjadi kebiasaan yang menyenangkan
baginya karena merasa sangat nyaman sehingga dapat membuatnya tertidur. Apabila
kebiasaan ini tetap bertahan hingga tumbuhnya gigi permanen maka akan dapat menimbulkan
masalah dengan lengkung gigi dan pertumbuhannya dalam mulut.5,6
Thumb/finger sucking adalah sebuah kebiasaan dimana anak menempatkan jari atau
ibu jarinya di belakang gigi, kontak dengan bagian atas mulut, mengisap dengan bibir, dan
gigi tertutup rapat.5,6
Gambar 1. Kebiasaan thumb and finger sucking.Sumber : http://travel.okezone.com/read/2009/12/29/196/289072/ayo-cegah-anak-mengisap-jempol. Accessed
Jul 2013
Kebiasan mengisap ibu jari merupakan satu-satunya gerakan yang dilakukan pada saat
bayi baru lahir untuk mendapatkan makanan. Mengisap ibu jari pada tahun-tahun pertama
haruslah dipandang sebagai hal yang normal dan belum perlu untuk dicegah. Karena kalau
dicegah, akan menyebabkan kekacauan perkembangan psikologi anak, sedangkan akibat
yang ditimbulkan terhadap gigi dan rahang belum dapat dipastikan.1,6
Mengisap ibu jari merupakan sebuah perilaku, bukan sebuah gangguan. Seiring
pertambahan usia, diharapkan kebiasaan buruk tersebut akan hilang dengan sendirinya.
Kebiasaan ini sering ditemukan pada anak-anak usia muda dan bisa dianggap normal pada
masa bayi dan akan menjadi tidak normal jika berlanjut sampai masa akhir anak-anak . Hal ini
6
sering terjadi dalam masa pertumbuhan, sebanyak 25-50% pada anak-anak yang berusia 2
tahun dan hanya 15-20% pada anak-anak yang berusia 5-6 tahun.(4,5,6)
B. Etiologi Thumb/Finger Sucking
Kebiasaan mengisap jari dapat disebabkan oleh hal-hal berikut : Orangtua terlambat
memberi minum susu pada anak yang sudah berusia 1-2 tahun sehingga anak mencari benda-
benda lain untuk dimasukkan ke dalam mulutnya. Kurang eratnya jalinan kasih sayang antara
orang tua dengan anaknya sehingga anak mencari perhatian dengan melakukan hal-hal yang
tidak disukai orang tuanya. Anak mengalami gangguan emosi, misalnya merasa sedih dan
kesepian sehingga mencari ketenangan dengan cara mengisap jarinya.6
Bayi kurang puas mengisap susu dari ibu. Hal ini mungkin terjadi karena hanya sedikit
ASI yang keluar akibat adanya gangguan kesehatan pada ibu, sehingga tidak mencukupi
kebutuhan si anak. Mungkin ibu terlalu sibuk bekerja di luar rumah. Selain itu ada juga ibu
yang memang tidak ingin menyusui bayinya karena takut bentuk buah dadanya menjadi jelek.
Sebagai gantinya bayi diberi susu botol dengan bentuk puting susu ibu, sehingga gerak
fisiologis otot-otot bibir, lidah dan pipi tidak normal. Pada saat bayi mengisap susu ibunya,
bibir akan menempel pada susu ibu dan tumbuh perasaan nyaman. Tetapi jika bayi mengisap
susu dari dot yang tidak sesuai maka perasaan tersebut sama sekali tidak ada. Apalagi kalau
lubang dot terlalu besar maka kebiasaan mengisap dari mulut bayi sama sekali berkurang
sehingga mencari kepuasan dan kenikmatan dengan mengisap sesuatu, dimana yang paling
mudah yaitu ibu jari. 4
Hampir 80% bayi mempunyai kebiasaan mengisap ibu jari atau jari lainnya. Biasanya
keadaan ini terjadi sampai bayi berusia sekitar 18 bulan. Akan tetapi, kadang-kadang masih
dijumpai pada anak usia prasekolah bahkan sampai berumur 4 tahun ke atas. Secara alami ia
mulai menggunakan otot bibir dan mulut. Ketidakpuasan mengisap ASI dapat membuat anak
7
suka mengisap jari tangannya sendiri. Jika kebiasaan ini berlanjut dapat berakibat
pertumbuhan gigi berubah posisi.6
C. Akibat Thumb/Finger Sucking
Kebiasaan mengisap jari atau benda-benda lain dalam waktu yang berkepanjangan
dapat menyebabkan maloklusi. Dari faktor-faktor penyebab maloklusi, yang paling
menentukan tingkat keparahan adalah intensitas, frekuensi, dan durasi pengisapan. Maloklusi
yang terjadi juga ditentukan oleh jari mana yang diisap, dan bagaimana meletakkan jarinya
pada waktu mengisap yang menimbulkan adanya tekanan ke arah atas gigi depan, dan bagian
bawah jari akan menekan lidah sehingga mendorong gigi bawah dan bibir sedangkan dagu
terdesak ke dalam. Akibatnya anak dapat memiliki profil muka yang cembung akibat gigi
depan yang maju. Anak yang terbiasa menghisap jempol atau menghisap dot umumnya lebih
besar kemungkinan untuk memiliki wajah yang kurang proporsional saat remaja hingga
dewasa, dibandingkan dengan anak yang diberi ASI dalam periode waktu yang cukup lama
dan tidak pernah memiliki kebiasaan menghisap jari atau dot.4,5
Gambar 2. Kebiasaan mengisap ibu jari menyebabkan openbite anteriorSumber : http://apotek-tunas.blogspot.com/2008/11/rapikan-gigi-sejak-dini.html.
Accessed on Jul 2013D. Penanganan Thumb/Finger Sucking
Perawatan psikologis 2,7
8
Bila kebiasaan ini menetap setelah anak berumur 4 tahun, maka orang tua disarankan
untuk mulai melakukan pendekatan kepada anak agar dapat menghilangkan kebiasaan
buruknya tersebut, antara lain28 :
a) Mengetahui penyebab. Ketahui kebiasaan anak sehari-hari termasuk cara anak
beradaptasi terhadap lingkungan sekitar. Faktor emosional dan psikologis dapat menjadi
faktor pencetus kebiasaan mengisap ibu jari.
b) Menguatkan anak. Menumbuhkan rasa ketertarikan pada anak untuk menghentikan
kebiasaan tersebut. Orang tua diingatkan untuk tidak memberikan hukuman pada anak
karena anak akan makin menolak untuk menghentikan kebiasaan ini.
c) Mengingatkan anak. Buat semacam agenda atau kalender yang mencatat keberhasilan
anak untuk tidak mengisap ibu jari.
d) Berikan penghargaan. Orang tua dapat memberikan pujian dan hadiah yang disenangi si
anak, bila anak sudah berhasil menghilangkan kebiasaannya.
Perawatan eksta oral 2,7
Perawatan ekstra oral yang dapat dilakukan pada anak yang memiliki kebiasaan
mengisap ibu jari atau jari tangan lainnya, antara lain17,20 :
a) Ibu jari atau jari diolesi bahan yang tidak enak (pahit) dan tidak berbahaya, misalnya
betadine. Ini diberikan pada waktu-waktu anak sering memulai kebiasaannya mengisap
ibu jari.
b) Ibu jari diberi satu atau dua plester anti air.
II.1.3.2. Mengisap Bibir/Menggigit Bibir (Lip Sucking/Lip Biting)
A. Gambaran Umum Lip Sucking/Lip Biting
9
Kebiasaan buruk pada anak-anak
sering dihubungkan dengan keadaan
psikologis penderitanya. Kebiasaan yang sering
dilakukan pada anak usia 4-6 tahun ini, dapat merubah kedudukan gigi depan atas ke arah
depan, sedang gigi depan bawah ke arah dalam. Gigi yang protrusi akibat dari kebiasaan
mengisap bibir bawah sejak kecil menyebabkan anak sering menjadi bahan pembicaraan
teman-temannya, sehingga secara psikologis anak merasa kurang percaya diri. Oleh sebab itu,
intensitas mengisap bibir bawah juga semakin
meningkat. 3,5
Gambar 5. Kebiasaan lip sucking/lip bitingSumber : Palmer, B. The importance of breastfeeding as it relates to the total health
section B Missouri J. 2002
B. Etiologi Lip Sucking/Lip Biting
Beberapa faktor penyebab yang menjadi etiologi dari kebiasaan mengisap bibir atau
menggigit bibir adalah 2,7 :
a) Stress : Cobalah untuk mencari tahu apa yang mungkin membuat anak stress dan bantu
mereka untuk menghadapinya. Dalam hal ini orang tua harus berperan aktif mencari tahu
tentang sebab-sebab kebiasaan mengisap bibir pada anaknya. Berikan kesempatan anak
untuk berbicara mengenai hal-hal yang mungkin mengkhawatirkan mereka, melakukan
kontak mata, dan aktif mendengarkan.
10
b) Variasi atau sebagai pengganti dari kebiasaan mengisap ibu jari atau jari. Hal ini
dilakukan untuk memuaskan insting mengisap si anak karena mengisap memiliki efek
menyenangkan, menenangkan, dan sering membantu anak untuk bisa tertidur.
C. Akibat Lip Sucking/Lip Biting
Kebiasaan mengisap atau menggigit bibir bawah akan mengakibatkan hipertonicity
otot-otot mentalis. Kebiasaan buruk dapat menjadi faktor utama atau merupakan faktor yang
kedua. Kebiasaan mengisap bibir yang menjadi faktor utama akan terdapat overjet yang besar
dengan gigi anterior rahang atas condong ke labial dan gigi anterior rahang bawah condong
ke lingual diikuti perbedaan skeletal yang ringan. Kebiasaan mengisap bibir mengakibatkan
overjet normal. Kebiasaan mengisap bibir sebagai faktor kedua biasanya terjadi disebabkan
oleh perbedaan sagital, seperti retrognatik mandibula. Inklinasi gigi incisivus rahang atas bisa
normal dan jarak antara gigi rahang atas dan rahang bawah terjadi setelah proses adaptasi.3,6
D. Penanganan Lip Sucking/ Lip Biting
Penanganan yang dapat dilakukan untuk menghilangkan kebiasaan mengisap bibir
atau menggigit bibir pada anak-anak antara lain2.3 :
a) Myotherapi (latihan bibir)
Memanjangkan bibir atas menutupi incisivus rahang atas dan menumpangkan bibir
bawah dengan tekanan di atas bibir atas
Memainkan alat tiup
b) Orang tua harus berperan aktif mencari tahu tentang sebab-sebab yang membuat anak
stress. Konsultasi dengan seorang psikiater merupakan salah satu hal yang dapat
membantu dalam menghilangkan kebiasaan buruk ini.
II.1.3.3 Menjulurkan Lidah (Tongue thrusting)
11
A. Gambaran Umum Tongue thrusting
Sejak tahun 1958, istilah tongue thrust atau menyodorkan lidah telah dijelaskan dan
dibahas dalam pembicaraan dan diskusi dalam bidang kedokteran gigi serta dipublikasikan
oleh banyak penulis. Telah dicatat bahwa sejumlah besar anak-anak pada usia sekolah
memiliki kebiasaan menyodorkan lidah. Menurut literatur baru-baru ini, sebanyak 67-95%
dari anak-anak yang berusia 5-8 tahun melakukan kebiasaan tongue thrust dalam jangka
waktu yang lama akan berhubungan dengan masalah orthodontik atau gangguan pengucapan.
Pada satu negara, kira-kira 20-80% pasien orthodontik memiliki beberapa bentuk kasus
tongue thrust.3,7
Kebiasaan mendorong lidah sebetulnya bukan merupakan kebiasaan tetapi lebih
berupa adaptasi terhadap adanya gigitan terbuka misalnya karena mengisap jari. Kebiasaan
menjulurkan lidah biasanya dilakukan pada saat menelan. Pola menelan yang normal adalah
gigi pada posisi oklusi, bibir tertutup, dan lidah berkontak dengan palatum. Ada 2 bentuk
penelanan dengan menjulurkan lidah, yaitu1,3,7 :
a) Penelanan dengan menjulurkan lidah sederhana, biasanya berhubungan dengan
kebiasaan mengisap jari.
b) Menjulurkan lidah kompleks, berhubungan dengan gangguan pernafasan kronis, bernafas
melalui mulut, tonsillitis atau faringitis.
Kebiasaan tongue thrusting, yaitu suatu kebiasaan menjulurkan lidah ke depan dan
menekan gigi-gigi seri pada waktu istirahat, selama berbicara atau menelan. Adanya
kebiasaan menjulurkan lidah ke depan ini memungkinkan terjadinya ketidakseimbangan otot-
otot di sekitar lengkung gigi dan otot-otot mulut, sehingga dapat mempengaruhi posisi gigi.
Gigi depan atas akan maju ke depan dan terjadi gigitan terbuka. Dan apabila menekan lidah
ke pipi sambil menggigitnya maka dapat menyebabkan gigi belakang menjadi miring ke arah
dalam. Terjadi penyimpangan pola menelan dan berbicara yang tidak normal.
12
Pada umumnya penderita tongue thrust menampilkan ciri tertentu pada ekspresi wajah
pada saat menelan, yaitu bibir menutup dan otot-otot sekeliling mulut tegang pada posisi
istirahat kedua bibir dan lidah menutupi permukaan gigi-gigi bawah atau lidah menjulur ke
depan, bernapas melalui mulut, dan mengisap ibu jari. Kebiasaan menjulurkan lidah ini
biasanya timbul karena adanya pembesaran amandel atau tonsil, lengkung gigi atas yang
menyempit, lidah yang besar, atau karena aspek psikologis.1,7
B. Etiologi Tongue thrusting
Sebenarnya, tidak ada penyebab spesifik dari masalah tongue thrust ini. Namun
diduga hal-hal yang dapat menyebabkan tongue thrust tersebut antara lain yaitu3,5,6 :
1. Jenis puting susu buatan yang diberikan pada bayi.
2. Kebiasaan mengisap ibu jari. Walaupun mengisap jari tidak dilakukan lagi, akan tetapi
telah terbentuk openbite maka lidah sering terjulur ke depan untuk mempertahankan
penutupan bagian depan selama proses penelanan.
3. Alergi, hidung tersumbat, atau obstruksi pernapasan sehingga bernafas melalui mulut
yang menyebabkan posisi lidah turun di dasar mulut.
4. Tonsil yang besar, adenoid, atau infeksi tenggorokan yang menyebabkan kesulitan pada
saat menelan. Pangkal lidah membesar ketika tonsil mengalami inflamasi, sehingga
untuk mengatasinya mandibula secara refleks turun ke bawah, memisahkan gigi, dan
menyediakan ruangan yang lebih untuk lidah dapat terjulur ke depan selama menelan,
agar didapat posisi yang lebih nyaman.
5. Ukuran lidah yang abnormal atau macroglossia, dapat mengubah keseimbangan tekanan
lidah dengan bibir dan pipi sehingga incisivus bergerak ke labial.
6. Faktor keturunan, misalnya sudut garis rahang.
7. Kelainan neurologis dan muskular serta kelainan fisiologis lainnya.
8. Frenulum lingual yang pendek (tongue tied).
13
C. Akibat Tongue thrusting
Kebiasaan menjulurkan lidah ke depan, memungkinkan terjadinya ketidakseimbangan
otot-otot di sekitar lengkung gigi dan otot-otot mulut, sehingga dapat mempengaruhi posisi
gigi. Gerakan menelan dengan posisi lidah menjulur akan menimbulkan maloklusi pada gigi
anak seperti gigi-gigi seri atas dan bawah terdorong ke arah bibir (protrusi) dan terjadi gigitan
terbuka (open bite).4
Jika anak biasa menjulurkan lidah, bibir akan menjadi sedemikian kencang, tetapi
tidak dapat melakukan prosedur penelanan mekanis sampai bibir-bibir membuka rongga
mulut. Dalam mekanisme penelanan yang normal, lidah berada di atap mulut dan ketika anak
menelan, maka lidah akan melebar dan ikut memberi gaya ekspansi transversal pada segmen-
segmen bukal. Tongue thrust merupakan akibat lanjut dari anak yang mempunyai kebiasaan
mengisap ibu jari, meski tidak semua anak yang mengisap ibu jari melakukan tongue thrust.
Diagnosa tongue thrust dapat diketahui oleh dokter gigi dengan alat khusus untuk memeriksa
tongue thrust, yaitu dengan alat Linguometer yang dimasukkan ke dalam mulut pasien.5
Beberapa masalah yang ditimbulkan akibat tongue thrust, antara lain 2,3 :
a) Anterior openbite merupakan kasus yang paling umum terjadi akibat tongue thrust.
Dalam kasus ini, bibir depan tidak menutup dan anak sering membiarkan mulutnya
terbuka dengan posisi lidah lebih maju daripada bibir. Secara umum, lidah yang
berukuran besar biasanya disertai menjulurkan lidah. Openbite anterior pada umumnya
mengakibatkan gangguan estetik, pengunyahan maupun gangguan dalam pengucapan
kata-kata yang mengandung huruf “s”, “z”, dan “sh”.
b) Anterior thrust. Gigi incisivus atas sangat menonjol dan gigi incisivus bawah tertarik ke
dalam oleh bibir bawah. Jenis ini paling sering terjadi disertai dengan dorongan
M.mentalis yang kuat.
14
c) Unilateral thrust. Secara karakteristik, ada gigitan terbuka pada satu sisi.
d) Bilateral thrust. Gigitan anterior tertutup namun gigi posterior dari premolar pertama ke
molar dapat terbuka pada kedua sisinya. Kasus seperti ini pada umumnya sangat sulit
untuk dikoreksi.
e) Bilateral anterior openbite, dimana hanya gigi molar yang berkontak. Pada kasus ini
ukuran lidah yang besar juga mempengaruhi.
f) Closed bite thrust menunjukkan protrusi ganda yang berarti gigi-gigi rahang atas maupun
rahang bawah mengalami gigitan yang terbuka lebar.
Gambar 6. Kebiasaan tongue thrustSumber : Palmer, B. The importance of breastfeeding as it relates to the total health section B Missouri J. 2002
D. Penanganan Tongue thrusting
Penanganan yang bisa dilakukan untuk menghilangkan kebiasaan menyodorkan lidah
pada anak-anak adalah 1,2 :
a) Terapi bicara
b) Latihan myofunctional
Menarik bibir bawah pasien. Sementara bibir menjauh dari gigi, pasien diminta untuk
menelan. Jika pasien biasa menyodorkan lidahnya, bibir akan menjadi sedemikian kencang
seolah berusaha untuk menarik jari-jari yang menarik bibir pada saat pasien berusaha
menelan. Pasien yang menyodorkan lidah tidak dapat melakukan prosedur penelanan
mekanis sampai bibir-bibir membuka rongga mulut.
15
c) Latihan lidah
Berlatih meletakkan posisi lidah yang benar saat menelan. Pasien harus belajar
melakukan “klik”. Prosedur ini mengharuskan pasien meletakkan ujung lidah pada atap mulut
dan menghentakkannya lepas dari palatum untuk membuat suara klik. Posisi lidah pada
palatum selama aktivitas ini kira-kira seperti posisi jika menelan dengan tepat. Pasien juga
diminta membuat suara gumaman dimana pasien akan mengisap udara ke dalam atap
mulutnya di sekeliling lidah. Selama latihan ini, lidah secara alamiah meletakkan dirinya ke
atap anterior palatum. Selanjutnya pasien akan meletakkan ujung lidah di posisi ini dan
menelan. Latihan ini dilakukan terus-menerus sampai gerakan otot-otot menjadi lebih mudah
dan lebih alamiah.
II.1.3.4 Bernapas melalui mulut (Mouth breathing)
A. Gambaran Umum Mouth breathing
Kebiasaan bernapas melalui mulut dapat diamati pada orang-orang yang juga
melakukan kebiasaan menjulurkan lidah (mendorong gigi dengan lidah sehingga
menyebabkan terjadinya gigitan terbuka di anterior. Gingivitis juga dapat terlihat pada orang
dengan kebiasaan ini. Perubahan-perubahan pada gingiva, meliputi eritema, edema,
pembesaran gingiva, dan mengkilatnya permukaan gingiva di daerah yang cenderung
menjadi kering. Regio maksila anterior adalah daerah yang sering terlibat. Efek merusak pada
kebiasaan ini biasanya karena iritasi pada daerah yang mengalami kekeringan atau dehidrasi
pada permukaannya. 1
Anak yang bernapas melalui mulut biasanya berwajah sempit, gigi depan atas maju ke
arah labial, serta bibir terbuka dengan bibir bawah yang terletak di belakang insisivus atas.
Karena kurangnya stimulasi muskular normal dari lidah dan karena adanya tekanan berlebih
pada kaninus dan daerah molar oleh otot orbicularis oris dan buccinator, maka segmen bukal
16
dari rahang atas berkontraksi mengakibatkan maksila berbentuk V dan palatal tinggi.
Sehingga anak dengan kebiasaan ini biasanya berwajah panjang dan sempit.6
B. Etiologi Mouth breathing
Kebiasaan bernapas melalui mulut ini dipicu oleh tersumbatnya hidung sebagai
saluran pernapasan normal. Hal ini dapat terjadi karena adanya kelainan anatomi hidung atau
penyakit-penyakit hidung, antara lain polip hidung, sinusitis, rhinitis kronis dan pembesaran
tonsil di belakang hidung. Pada beberapa orang, kebiasaan ini biasanya disertai lemahnya
tonus bibir atas.2,5
Pernapasan mulut terjadi karena seseorang tidak mampu untuk bernafas melalui
hidung akibat adanya obstruksi pada saluran pernafasan atas. Kebiasaan ini disebabkan oleh
penyumbatan rongga hidung, yang dapat mengganggu pertumbuhan tulang di sekitar mulut
dan rahang, wajah menjadi sempit dan panjang, dan gigi bisa jadi “tonggos”. Pernafasan
mulut menghasilkan suatu model aktivitas otot wajah dan otot lidah yang abnormal. Bernafas
melalui mulut menyebabkan mulut sering terbuka sehingga terdapat ruang untuk lidah berada
di antara rahang dan terbentuklah openbite anterior. 2,3
Kegagalan hidung untuk berfungsi sebagai saluran pernafasan utama, akan
menyebabkan tubuh secara otomatis beradaptasi dengan menggunakan mulut sebagai saluran
untuk bernafas. Kegagalan ini biasanya disebabkan oleh karena adanya hambatan atau
obstruksi pada saluran pernafasan atas. Obstruksi pada saluran pernafasan atas dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu 1,7 :
1. Faktor psikologis, meliputi anak-anak yang mengalami kecemasan, rasa sakit dan
frustasi, anak-anak dengan retardasi mental, anak-anak yang mengalami trauma
kecelakaan.
2. Faktor lokal, merupakan penyebab terjadinya pernafasan mulut yang disebabkan oleh
keadaan dari gigi dan mulut, meliputi : pencabutan gigi sulung yang terlalu cepat,
17
kehilangan gigi permanen, adanya gangguan oklusal, seperti kontak prematur antara gigi
atas dan bawah, adanya mahkota atau tumpatan yang tinggi.
3. Faktor sistemik, meliputi 1,7 :
a. Gangguan endokrin (merupakan penyebab secara tidak langsung). Kelainan endokrin
pascalahir dapat menyebabkan percepatan atau hambatan pertumbuhan muka,
mempengaruhi derajat pematangan tulang, penutupan sutura, resorpsi akar gigi
sulung, dan erupsi gigi permanen.
b. Defisiensi nutrisi, akibat konsumsi nutrisi yang tidak adekuat atau konsumsi nutrisi
yang tidak efisien. Nutrisi yang baik ikut menentukan kesehatan seorang anak, nutrisi
yang kurang baik mempunyai dampak yang menyerupai penyakit kronis. Penyakit
kronis pada anak-anak dapat mengubah keseimbangan energi yang diperlukan untuk
pertumbuhan. Pada anak yang menderita penyakit kronis hampir semua energi yang
didapatkan kadang-kadang kurang mencukupi untuk beraktivitas dan bertumbuh.
c. Gangguan temporomandibular.
d. Infeksi, meliputi : hiperplasia adenoid dan tonsil. Hiperplasia adenoid dan tonsil
biasanya disebabkan oleh karena paparan yang rekuren terhadap infeksi tonsil
(tonsillitis). Tipe infeksi bisa virus seperti influenza, parainfluenza, dan rhinovirus,
maupun bakteri seperti betahemolitik, streptococcus, staphylococcus, pneumococcus,
dan hemophilococcus.
4. Rhinitis alergi merupakan penyakit yang sering dijumpai di masyarakat. Salah satu
penyebab obstruksi jalan nafas hidung pada anak adalah alergi rhinitis, yaitu mukosa
hidung akan mengalami pembengkakan dan selanjutnya menutup aliran udara.
Kebanyakan rhinitis alergi dapat disebabkan oleh adanya partikel-partikel di udara,
rokok, makanan, dan binatang.7
18
C. Akibat Mouth Breathing
Kebiasaan bernafas melalui mulut dapat menyebabkan udara yang masuk kemulut
menjadikan vasokonstriksi (pengecilan pembuluh darah) dari pembuluh kapiler di oral
mukosa sehingga memudahkan terkenanya infeksi dan dapat menyebabkan gingivitis
(peradangan gusi). Selain itu juga menyebabkan bau mulut pada orang yang bernafas melalui
mulut karena adanya plak yang melekat pada gigi dan lidah. Akibat lain yang ditimbulkan
yaitu rahang atas sempit, gigi belakang atas miring ke arah dalam, gigi depan atas tonggos
(protrusif) dan terjadi gigitan depan terbuka (openbite).1,5,6
Gambar 7. Akibat mouth breathingtSumber: http://atlantagentledental.com/articles/airway/. Accessed on Agustus 2013
Pembesaran jaringan adenoid nasofaring pada anak-anak merupakan faktor yang
sering berperan dalam obstruksi nasal. Jaringan adenoid telah ada setelah umur 6-12 bulan
yang kemudian akan membesar dan kemudian pada umur 2-3 tahun, hampir separuh
nasofaring ditempati oleh jaringan adenoid. Sebelum pubertas, jaringan adenoid akan mulai
mengecil secara perlahan-lahan. Biasanya, pertumbuhan fasial (dengan meningkatnya jarak
antara basis krani dan palatum) cukup untuk memenuhi jalannya udara pernafasan. Jika
ekspansi terjadi, apakah dengan adanya pembesaran abnormal jaringan adenoid, reduksi laju
pertumbuhan tinggi wajah posterior, atau dengan adanya kombinasi kedua hal tersebut, maka
jalan nafas akan menjadi inadekuat. Anak dengan keadaan seperti ini akan bernafas melalui
mulut.6,7
19
Anak-anak yang secara alami disusui pada bulan pertama kelahiran kemungkinan
besar bernafas dari hidung, begitupun berkurangnya menyusui ASI merupakan salah satu
faktor yang memberi kontribusi terjadinya pernafasan oral atau oronasal. Penelitian yang
dilakukan oleh Leite et al yang menganalisis 100 anak-anak berusia antara 2 dan 11 tahun
membuktikan bahwa botol susu merupakan salah satu penyebab pernafasan oral sebesar 40%.
Beberapa akibat yang dapat ditimbulkan oleh kebiasaan bernafas melalui mulut pada
anak-anak antara lain 2,3 :
a) Bibir rahang atas dan rahang bawah tidak menutup sempurna
Pada bibir penderita pernafasan mulut nampak agak terbuka untuk memungkinkannya
bernafas. Adaptasi mulut untuk pernafasan mulut yang kronis dapat terjadi perubahan dimana
bibir atas dan bibir bawah berada dalam posisi terbuka, akibatnya penderita akan mengalami
kesulitan dalam menelan makanan yang masuk ke dalam mulut.
b) Adenoid facies
Hal ini ditandai dengan penyempitan lengkung rahang atas, hipertrofi dan keringnya
bibir bawah, hipotonus bibir atas dan tampak memendek, tampak adanya overbite yang nyata.
Dikarenakan adanya fungsi yang abnormal, penderita pernafasan mulut memiliki
karakteristik seperti postur mulut terbuka, lubang hidung mengecil dan kurang berkembang,
arkus faring tinggi dan pasien tampak seperti orang bodoh.
Gambar 8. Anak dengan wajah adenoid. Ciri khas anak yang bernafas melalui mulutSumber : http://www.entkent.com/tonsils-adenoids.html. Accessed on Agustus 2013
20
Akibat dari fungsi yang abnormal ini, anak-anak yang bernafas dengan mulut beresiko
mengembangkan suatu tipe perkembangan wajah yang disebut “wajah adenoid” atau sindrom
muka panjang. Individu ini dapat ditandai dengan posisi mulut yang terbuka, nostril yang
kecil dan kurang berkembang, bibir atas yang pendek, “gummy smile”, ketinggian muka
vertikal yang meningkat pada 1/3 wajah bagian bawah, ketinggian dentoalveolar yang
berlebihan, dan palatum yang dalam. Selain itu terjadi gingivitis marginal anterior di sekitar
gigi anterior.
c) Maloklusi
d) Gigitan terbuka (openbite)
Pada pernafasan mulut, posisi mandibula lebih ke distal mengakibatkan gigi incisivus
bawah beroklusi dengan rugae palatum. Ketidakteraturan gigi geligi juga dapat ditemui pada
maksila yang kurang berkembang, utamanya pada segmen anteromaksiler serta lengkung
basal yang sempit.
D. Perawatan Mouth Breathing
Orangtua harus segera mencari penyebabnya dan membawa si anak ke poliklinik
telinga, hidung, dan tenggorokan (THT) untuk mengetahui ada tidaknya kelainan saluran
pernapasan seperti terjadinya sumbatan hidung, alergi, adenoid membesar, tonsil membesar,
polip hidung, septum bengkok. Apabila tidak ditemukan kelainan atau kelainan tersebut dapat
disembuhkan, tetapi kebiasaan buruk masih tetap dilakukan, tahap selanjutnya orangtua perlu
bekerjasama dengan dokter gigi. Dokter gigi akan membuat alat ortodonti untuk menutup
jalan napas melalui mulut. Lambat-laun si anak akan berusaha bernapas melalui hidungnya
kembali.2,4
Perawatan untuk menghentikan pernafasan mulut pada anak dilakukan sesuai dengan
penyebab terjadinya obstruksi pernafasan atas. Penyebab obstruksi nasal pada anak dapat
21
ditentukan melalui pemeriksaan riwayat menyeluruh dan fisik, yang meliputi Rhinoscopy
anterior dan Nasopharingoscopy. Sebagian pasien mendapat pemeriksaan PA dan
Sepalometri lateral untuk melihat obstruksi pernafasan atas. Prosedur seperti tonsilektomi,
adenoidektomi, dan perawatan alergi dapat membantu mengembalikan pola pertumbuhan
yang normal dan postur lidah lebih ke belakang sehingga erupsi gigi geligi anterior tidak
terganggu. Pilihan perawatan yang dapat dilakukan untuk penanganan kebiasaan bernafas
melalui antara lain 3,4,7:
a) Adenoidektomi merupakan perawatan yang paling umum untuk obstruksi nasal akibat
pembesaran adenoid. Adenoidektomi merupakan suatu operasi pengambilan adenoid
yang mengalami pembesaran untuk mendapatkan ukuran yang normal.
b) Medikasi antibiotik dan steroid topikal diindikasi bila obstruksi tersebut disebabkan oleh
karena infeksi, misalnya pada rinosinusitis kronis. Antibiotik juga bisa digunakan pada
pembesararan adenoid untuk menurunkan inflamasi lokal. Kortikosteroid yang
digunakan biasanya deksametasone 0,6 mg/kg untuk menurunkan gejala pada infeksi
bakteri. Antibiotik parenteral yakni ceftriakxone 100 mg/kg perhari untuk jangka 8-10
hari.
c) Rhinitis alergi dapat dirawat dengan antihistamin, antihistamin non-sedatif, semprotan
nasal anti-inflamasi, semprotan nasal steroid, dekongestan nasal topical dan dekongestan.
Antihistamin yang sering digunakan adalah etanolamin, etilendiamin, alkilamin,
fenotiazin, dan agen lain seperti siproheptadin, hidroksizin, dan piperazin. Efek samping
antihistamin yang sering terlihat adalah rasa ngantuk, kehilangan nafsu makan,
konstipasi, efek antikolinergik seperti kekeringan membran mukosa dan kesulitan
berkemih.
22
Keterlibatan ahli ortodontik diperlukan bila terjadi perkembangan wajah yang
abnormal atau pernafasan mulut telah mengakibatkan wajah adenoid, dimana terjadi
crossbite, dan malposisi gigi yang haru dikoreksi dengan tindakan orthodontik.
II.1.3.5 Bruksisme (Bruxism)
A. Gambaran Umum Bruxism
Bruksisme atau yang paling sering dikenal dengan istilah kerot (tooth grinding) adalah
mengatupkan rahang atas dan rahang bawah yang disertai dengan grinding (mengunyahkan)
gigi-gigi atas dengan gigi-gigi bawah. Bruksisme adalah kebiasaan bawah sadar (sering tidak
disadari) walaupun ada juga yang melakukannya ketika tidak tidur. Bruksisme dapat
dilakukan dengan tekanan keras sehingga menimbulkan suara yang keras, tapi dapat juga
tanpa suara yang berarti. Jika bruksisme dilakukan dengan tekanan kerot yang keras, akan
terjadi keausan gigi yang parah dan berlangsung dalam waktu cepat.1
Bruksisme biasa terjadi pada anak. Kebiasaan ini biasanya muncul pada malam hari,
dan berlangsung dalam periode waktu yang lama, sehingga dapat menyebabkan gigi sulung
dan gigi permanen abrasi. Kebiasaan ini timbul pada masa gigi-geligi sedang tumbuh. Dan
jika bertahan hingga anak dewasa biasanya disertai dengan adanya stres emosional,
parasomnia, trauma cedera otak, ataupun cacat neurologis, dengan komplikasi erosi gigi,
sakit kepala, disfungsi sendi temporomandibular, dan nyeri pada otot-otot pengunyahan. 3,7
Bruxism adalah kebiasaan buruk berupa menggesek-gesek gigi-gigi rahang atas dan
rahang bawah, bisa timbul pada masa anak-anak maupun dewasa. Bruxism didefinisikan
sebagai gerakan mengerat dan gerakan grinding dari gigi yang bersifat non-fungsional. Istilah
ini dalam literatur sering disebut dengan beberapa istilah yang lain, yaitu neuralgia
traumatic, occlusal habit neurosis, dan parafungsional. Pasien yang mengalami bruxism
(bruxer), biasanya tidak menyadari kebiasaan buruk yang dimilikinya tersebut, walaupun
23
bruxism kadang-kadang diikuti dengan suara yang mengganggu, namun pasien yang
bersangkutan seringkali baru mengetahui kebiasaan yang dimilikinya itu dari orang tua atau
teman tidurnya. Bruxism dapat juga terjadi pada siang hari, misalnya pada saat individu yang
bersangkutan mengalami stress, namun bruxism yang paling parah adalah bruxism yang
terjadi pada malam hari.5.6
Bruxism pada malam hari terjadi selama tidur dan anak biasanya tidak menyadari
masalah ini. Kejadian ini biasanya singkat, berlangsung 8-9 detik, dengan terdengar suara
grinding. Bruxism pada siang hari terutama terkait dengan mengepalkan dari gigi dan
umumnya tidak menghasilkan suara terdengar.
Gambar 9. Akibat bruxismSumber:http:// www.nidcr.nih.gov/OralHealth/
OralHealthInformation/ ChildrensOralHealth/
OralConditionsChildrenSpecialNeeds.htm. Accessed on Jul 2013
Berdasarkan tipe gerakannya, ada bruxism yang memperlihatkan gerakan grinding
dan ada juga yang memperlihatkan gerakan static clenching, lebih banyak pada perempuan
daripada laki-laki yang menggrinding giginya, tetapi laki-laki dan perempuan yang
melakukan clenching jumlahnya sama.
B. Etiologi Bruxism
Pada beberapa individu kebiasaan bruksisme bersifat herediter. Anak-anak yang
memiliki orangtua dengan kebiasaan bruksisme lebih cenderung melakukan kerot daripada
anak-anak yang orang tuanya tidak mengerot. 1
Hubungan antara kondisi emosional dan tegangan otot sepertinya lebih mudah untuk
dipahami. Peningkatan tegangan otot masseter berhubungan langsung dengan kondisi stres
24
harian. Pada anak-anak, kadang kebiasaan ini timbul pada masa gigi-geligi sedang tumbuh.
Berikut adalah empat penyebab terjadinya bruxism, antara lain2,7 :
1. Faktor psikologis
Etiologi dari bruxism termasuk kebiasaan, stress emosional (misalnya respon terhadap
kecemasan, ketegangan, kemarahan, atau rasa sakit), parasomnia (gangguan tidur yang
muncul pada ambang batas antara saat terjaga dan tidur, misalnya gangguan mimpi buruk dan
gangguan berjalan sambil tidur). Menurut beberapa penelitian yang dianggap berkaitan
dengan manifestasi dari bruxism, antara lain gangguan kepribadian, meningkatnya stress,
adanya depresi, dan kepekaaan terhadap stress.
2. Faktor morfologi
Oklusi gigi geligi dan anatomi skeletal orofasial dianggap terkait dalam penyebab dari
bruxism. Perbedaan oklusal, gangguan oklusal yang bentuknya dapat berupa trauma oklusal
ataupun tonjol yang tajam, gigi yang maloklusi secara historis dianggap sebagai penyebab
paling umum dari bruxism. Disharmoni lokal antara bagian-bagian sistem alat kunyah yang
berdampak pada peningkatan tonus otot di region tersebut juga dipandang sebagai salah satu
etiologi yang hingga saat ini masih dapat diterima banyak kalangan.
3. Faktor patofisiologis
Bruxism kemungkinan terjadi akibat kelainan neurologis yaitu ketidakmatangan
sistem neuromuskular mastikasi, perubahan kimia otak, alkohol, trauma, penyakit, dan obat-
obatan. Hal ini berpotensi sistemik menyebabkan aktivitas parafunctional melalui alergi
makanan, kekurangan gizi, dan disfungsi endokrin. Penyelidikan efek gangguan gizi dan
endokrin bersama dengan parasit pencernaan pada fungsi otot mastikasi, serat kepekaan
terhadap trigeminal sampai potensi alergi kemungkinan berguna untuk penelitian di masa
depan baik temporomandibular disorders dan hiperaktivitas otot mastikasi.
25
Faktor neurokimia tertentu, yaitu obat-obatan. Efek samping dari obat yang akan
menimbulkan bruxism adalah Amfetamin yang digunakan dalam mengatasi gangguan
attention-deficit/hyperactivity (ADHD) seperti methylphenidate dan pemakaian jangka
panjang Serotonin. Selain itu, bruxism ditemukan lebih sering pada pecandu narkoba berat
serta perokok.
4. Temporomandibular Disorders (TMD)
Penderita TMD cenderung memiliki insiden bruxism yang lebih tinggi dari gangguan
psikologis seperti stress, kecemasan, dan depresi. Faktor-faktor ini dapat menyebabkan
kebiasaan parafunctional. Gabungan dari dua atau lebih faktor etiologi yang diperlukan untuk
menyebabkan terjadinya bruxism, tetapi besarnya faktor-faktor tidak penting dalam kaitannya
dengan besarnya bruxism.
C. Akibat Bruxism
Bruxism dapat menyebabkan aus permukaan gigi-gigi pada rahang atas dan rahang
bawah, baik itu gigi susu maupun gigi permanen. Lapisan email yang melindungi permukaan
atas gigi hilang, sehingga dapat timbul rasa ngilu pada gigi-gigi tersebut. Bila kebiasaan ini
berlanjut terus dan berlangsung dalam waktu lama, dapat menyebabkan kerusakan pada
jaringan periodontal, terjadi pada pasien dengan bentuk tonjol yang curam, luka pada
periodonsium, pulpitis, kadang-kadang disertai peningkatan derajat mobilitas gigi yang
terlibat, maloklusi, patahnya gigi akibat tekanan yang berlebihan, dan kelainan pada sendi
temporomandibular joint.2,3
Bruksisme dapat mengakibatkan hal-hal seperti: (1) sakit pada otot pengunyahan,
sakit kepala, dan sakit pada telinga; (2) gangguan bentuk gigi, karena bruksisme
menyebabkan mahkota gigi menjadi pendek dan hilang nilai estetikanya. Email menipis
akibat aktivitas grinding sehingga dentin menjadi terbuka; (3) Kadang terlihat adanya jejas
26
atau tanda yang tidak rata pada tepi lidah; (4) gigi menjadi lebih sensitif dan terasa ngilu
terhadap dingin, tekanan, dan stimulus lainnya; (5) fraktur gigi dan tambalan. Tekanan besar
yang dihasilkan oleh aktivitas bruksisme dapat menyebabkan patahnya gigi dan pecahnya
tambalannya; (6) terjadi kegoyangan gigi; (7) ketidaknyamanan dan nyeri pada sendi TMJ
yang biasanya dirasakan ketika mengunyah atau berbicara. 2,3
D. Penanganan Bruxism
Ada 3 macam pendekatan untuk menanggulangi pasien dengan bruksisme.
Pendekatan perilaku biasanya diawali oleh dokter giginya melalui penjelasan dan
menyadarkan pasien akan kebiasaan yang dilakukannya. Dapat pula dianjurkan pada pasien
untuk mendapatkan terapi perilaku yang spesifik, seperti hipnosis, biofeedback, dan
semacamnya. Pendekatan secara emosional dapat diawali dengan cara bimbingan psikologi.
Hal ini bertujuan agar pasien dapat mengelola stresnya. Pendekatan interseptif meliputi
menawarkan peralatan night guard atau bite guard (splin stabilisasi maksila) untuk
melindungi permukaan gigi dan untuk mengurangi atau untuk menyebarkan tekanan yang
terbentuk di sistem muskuloskeletal akibat bruksisme. Ada beberapa kenyataan bahwa
peralatan tersebut secara signifikan menurunkan kebiasaan bruksisme pada beberapa
individu. Terapi dengan menggunakan splin gigitan (night guard) secara signifikan
mengurangi tingkat bruksisme ketika splin tersebut dipakai, tapi jika splin dilepas, bruksisme
kembali terjadi. Pada penerapannya, night guard dipakai lebih banyak untuk bruksisme yang
dilakukan malam hari dibanding dengan kebiasaan parafungsi siang hari. Dari hasil suatu
penelitian disebutkan bahwa tekanan kunyah pada saat tidur 6 kali lebih besar daripada
tekanan kunyah pada saat terjaga. Penelitian-penelitian selanjutnya membuktikan bahwa
respons pasien-pasien bruksisme terhadap terapi oklusal dengan alat splin sangat
bervariasi.1,5,7
27
Biasanya kasus-kasus bruxism terlambat didiagnosa karena penderita tidak menyadari
bahwa mereka memiliki kebiasaan tersebut. Untuk perawatan kasus ini dokter gigi akan
membuatkan alat tertentu yang didesain dan dibuat khusus sesuai dengan susunan gigi-geligi
pasien, alat ini disebut night-guard dan digunakan saat tidur pada malam hari. Alat ini akan
membentuk batas antara gigi-gigi rahang atas dan rahang bawah sehingga tidak akan saling
beradu. Pemakaian alat ini akan mencegah kerusakan yang lebih jauh pada gigi-geligi dan
membantu pasien dalam menghentikan kebiasaan buruknya. Bila penyebab utama dari
bruxism adalah stres, maka melakukan konsultasi dengan psikolog merupakan salah satu hal
yang dapat membantu dalam menghilangkan kebiasaan buruk ini.4,6
Penyesuaian oklusal berperan penting dalam perawatan bruksisme jika terdapat
kontak prematur, khususnya jika oklusal prematur tersebut berkaitan dengan restorasi gigi
yang kurang baik. Terapi oklusal, bahkan setelah digabungkan dengan bimbingan psikologis
dan terapi perilaku, mungkin tidak efektif pada sebagian pasien. Pada pasien yang tidak
berespons terhadap perawatan di atas, pemakaian night guard hanya bermanfaat untuk
menanggulangi efek destruksi bruksisme. 1
Penanganan yang dapat dilakukan untuk menghilangkan kebiasaan bruxism pada
anak-anak adalah4.6,7 :
a) Penggunaan Night-guard
Perawatan untuk kasus ini dokter gigi akan membuatkan alat tertentu yang didesain
dan dibuat khusus sesuai dengan susunan gigi-geligi pasien, alat ini disebut night-guard dan
digunakan saat tidur pada malam hari. Alat ini akan membentuk batas antara gigi-gigi rahang
atas dan rahang bawah sehingga tidak akan saling beradu. Pemakaian alat ini akan mencegah
kerusakan yang lebih jauh pada gigi-geligi dan membantu pasien dalam menghentikan
kebiasaan buruknya.
28
Gambar 10. Night-guardSumber : http://www.majdalani-dental-lab.com/4-3.html. Accessed on 30th Jan 2011
b) Bila penyebab utama dari bruxism adalah stress. Cobalah untuk mencari tahu apa yang
mungkin membuat anak stress dan membantu mereka menghadapinya. Konsultasi dengan
psikolog merupakan salah satu hal yang dapat membantu dalam menghilangkan kebiasaan
buruk ini.
II.1.3.6 Nail Biting
A. Etiologi Nail Biting
Nail biting atau kebiasaan menggigit-gigit kuku. Kebiasaan menggigit kuku
merupakan salah satu kebiasaan yang sering dilakukan. Selain menggigit-gigit kuku, pasien
biasanya juga menggigit jaringan di sekitar kuku dan menimbulkan luka oleh karena itu
kebiasaan ini digolongkan dalam kebiasaan masokistik. Kebiasaan menggigit kuku dapat
terjadi karena tekanan emosional yang terjadi pada pasien. Jika tidak dihentikan kebiasaan ini
dapat menimbulkan beberapa kelainan, baik kelainan ortodontik maupun kelainan yang
lainnya.
B. Gambaran umum nail bitting
Beberapa tanda klinis yang terlihat pada pasien dengan kebiasaan menggigit kuku
adalah rotasi gigi, atrisi pada ujung incisal gigi, dan protrusi incisivus maksila. Kelainan
ortodontik tersebut dapat terjadi karena tekanan yang disebabkan oleh kebiasaan menggigit
kuku (Tanaka et al., 2008).
C. Akibat Nail bitting
29
Kebiasaan mengigit kuku dapat mengganggu perkembangan gigi-geligi dan
menyebabkan kelainan ortodontik. Selain itu kebiasaan menggigit kuku juga dapat
menyebabkan resorbsi akar bagian apikal jika seseorang sedang melakukan perawatan
ortodonsia. Hal ini dapat terjadi karena gaya yang didapat dari proses menggigit kuku akan
diteruskan oleh kawat ortodontik ke gigi-gigi lain dan menekan jaringan pendukung gigi.
Kerusakan periodonsium juga dapat terjadi walaupun orang yang melakukan kebiasaan
menggigit kuku tidak sedang melakukan perawatan ortodonsi. Gaya yang diakibatkan oleh 20
kebiasaan menggigit kuku juga dapat membuat gigi menjadi rotasi dan malposisi (Tanaka
dkk., 2008).
D. Perawatan
Kunci penghentian kebiasaan ini adalah motivasi pasien. Beberapa hal dapat
dilakukan untuk dapat menghilangkan kebiasaan menggigit kuku adalah memberikan perasa
tertentu pada kuku (misal rasa asam), memakai sarung tangan dan kaus kaki, melakukan
kesibukan tertentu sehingga kebiasaan tersebut dapat terlupakan (misalnya olahraga), dan
memotong kuku secara berkala (Tanaka dkk., 2008).
DAFTAR PUSTAKA
1. Ratna Sri. Pemakaian lip Bumper pada anak dengan kebiasaan jelek menggigit
bibir bawah dan menghisap ibu jari. Dental Journal Kedokteran Gigi FKG-UHT
Vol 1 No 2 Februari 2007.
2. Dunia Anak. “Menghentikan Kebiasaan Buruk Anak”. Available from:
http://duniaanak.rawins.com. Accessed: 2013 Juli.
3. Ilmu Kesehatan Gigi. “Kebiasaan-kebiasaan buruk anak terhadap gigi anak”.
Available from: http://ilmukesehatangigi.com. Accessed: 2013 Juli.
30
4. Prevention Indonesia. “Menyelamatkan si kecil dari kebiasaan buruk yang
merusak gigi”. Available from: http://preventionindonesia.com. Accessed: 2013
Agustus.
5. Heriyanto, Eddy. “Kebiasaan Buruk dan gigi berjejal”. Available from:
http://kedokterangigiuniversitashasanuddinmakassar.com. Accessed: 2013 Juli.
6. Dentist. Dampak kebiasaan anak menghisap ibu jari dan perawatan
ortodontiknya. Available from: gadisdentist.blogspot.com/2012/09/dampak-
kebiasaan-anak-menghisap-ibu.html. Accessed : 2013 Agustus.
7. Kebiasaan Buruk dan Penatalaksanaannya. Available from:
http://id.scribd.com/doc/109049806/kebiasaan-buruk. Accessed: 2013 Agustus.
REFERAT PEDODONSIA
KEBIASAAN BURUK PADA ANAK-ANAK
31
DISUSUN OLEH :
Yuan Cahya Mei (2012-16-010)
Albert Ariyanto (2012-16-011)
Algiri Alan (2012-16-012)
PEMBIMBING : drg. LANNY SETIABUDI
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS PROF. DR. MOESTOPO (BERAGAMA)
JAKARTA
2014
32
Top Related