BAB 1. TUJUAN DAN METODOLOGI
1.1 Tujuan
Tujuan dilaksanakan praktikum ini adalah untuk mengetahui sifat – sifat
bakteri dan jumlah bakteri yang ada dalam produk hortikultura baik yang sudah
diperlakukan maupun yang belum diperlakukan.
1.2 Metodologi
1.2.1 Tempat dan Waktu
Waktu pelaksanaan praktikum Teknologi Panen dan Pascapanen
dilaksanakan pada hari kamis pagi pukul 07.00 WIB – selesai tanggal 13
Desember 2012. Tempat pelaksanaannya bertempat di Laboratorium Jurusan
Hama Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Jember.
3.2 Alat dan Bahan
1. Buah-Buahan, seperti : Mangga, Apel, Tomat
2. Sayuran, seperti : Sawi dan Kubis
3. Timbangan
4. Vortex
5. Mortar dan alu
6. Tabung Reaksi
7. Gelas Ukur
8. Larutan Aqua
9. Petridish
3.3 Cara Kerja
a. Mengamati Na (Bakteri)
1. Menimbang 1 gram sayur atau buah
2. Menggerus sayur atau buah sampai halus, kemudian memasukkan 100 ml
kemudian dikocok menggunakan vortex
3. Mengambil 1 ml dari suspensi larutan induk, kemudian menuangkan kedalam
tabung reaksi yang berisi 9 ml aquades, kemudian divortex lagi.
4. Mengambil 1 ml kemudian menuang pada petridish dengan menambahkan Na
5. Mengisolasi pada ruang isolasi selama 24 jam
6. Mengamati jumlah koloni dengan menggunakan alat
7. Mengamati sifat bakteri dengan mengambil sedikit koloni dari contoh bahan
dari masing-masing kelompok dengan meletakkan contoh koloni tersebut
dalam deglas kemudian diberi larutan setelah itu disentuh dengan jarum ose.
BAB 2. HASIL DAN PEMBAHASAN
2.1 Hasil
No Bahan Jumlah koloni Sifat
bakteri
keterangan
1 2 Rata-rata
1 Mangga 33.000 53.000 433.000 Negatif
2 Apel 102.000 85.000 93.500 Negatif
3 Tomat 41.000 6000 23.500 Negatif
4 Sawi 136.000 93.000 114.000 Negatif
5 Kubis 106.000 100.000 103.000 Negatif
2.1 Pembahasan
Konsep segitiga penyakit, yang secara umum dikenal di dunia penyakit
tanaman, berlaku juga dalam penyakit pascapanen. Hal ini sangat menentukan
berat ringannya tingkat keparahan penyakit pascapanen. Faktor penentu tingkat
keparahan penyakit pascapanen tersebut berperan penting dalam menentukan
timbul dan berkembangnya penyakit pascapanen, baik selama di penyimpanan
maupun di pemasaran. Penyakit pascapanen sangat menentukan kelangsungan
produk tanaman setelah di panen, sehingga perlu diketahui macam faktor yang
berperanan dalam menentukan keparahan penyakit pascapanen tersebut (Agrios,
1997).
Aktivitas mikroba pada komoditi sayur dan buah dipengaruhi oleh
faktor-faktor lingkungannya. Perubahan dari lingkungan dapat mengakibatkan
perubahansifat morfologi dan fisiologi mikroba. Faktor lingkungan meliputi
faktor-faktor biotik dan faktor abiotik (fisika dan kimia).
Faktor Biotik
Di dalam alam jarang sekali ditemukan mikroba yang hidup sebagai
biakanmurni, tetapi selalu berada dalam asosiasi dengan jasad-jasad lain. Antar
jasad dalam satu populasi atau antar populasi jasad yang satu dengan yang lain
saling berinteraksi.
1. Interaksi dalam satu populasi mikroba
Interaksi antar jasad dalam satu populasi yang sama ada dua macam,
yaitu adalah interaksi positif maupun negatif. Interaksi positif menyebabkan
meningkatnya kecepatan pertumbuhan sebagai efek sampingnya. Meningkatnya
kepadatan populasi, secara teoritis yaitu meningkatkan kecepatan pertumbuhan.
Interaksi positif disebut juga kooperasi. Sebagai contoh adalah pertumbuhan satu
sel mikroba yang menjadi koloni atau pertumbuhan pada fase lag (fase adaptasi).
Interaksi negatif tersebut menyebabkan turunnya kecepatan pertumbuhan dengan
meningkatnya kepadatan populasi. Misalnya populasi mikroba yang ditumbuhkan
dalam substrat terbatas,atau adanya produk metabolik yang meracun. Interaksi
negatif disebut juga kompetisi.
2. Interaksi antar berbagai macam populasi mikroba
Apabila terdapat dua populasi yang berbeda berasosiasi, maka akan
timbul berbagai macam dari interaksi. Interaksi tersebut menimbulkan pengaruh
positif, negatif, ataupun tidak ada pengaruh antar populasi mikroba yang satu
dengan yang lain.
Faktor Abiotik
1. Suhu
Pertumbuhan mikroba memerlukan kisaran suhu tertentu. Kisaran suhu
pertumbuhan dibagi menjadi tiga yaitu suhu minimum, suhu optimum, dan suhu
maksimum. Suhu minimum adalah suhu terendah tetapi mikroba masih dapat
hidup. Suhu optimum adalah suhu paling baik untuk pertumbuhan mikroba. Suhu
maksimum adalah suhu tertinggi untuk kehidupan mikroba.
2. Kandungan air (pengeringan)
Setiap mikroba pasti memerlukan kandungan air bebas tertentu untuk
hidupnya,biasanya diukur dengan parameter AW (water activity) atau kelembaban
relatif. Mikroba pada umumnya yaitu dapat tumbuh pada AW 0,998-0,6. bakteri
umumnya memerlukan AW 0,900,999. Bakteri umumnya memerlukan AW atau
kelembaban tinggi lebih dari 0,98 tetapi bakteri halofil hanya memerlukan AW
0,75. Mikroba yang dapat tahan kekeringan adalah yang dapat membentuk spora,
konidia atau dapat juga membentuk kista. Penghitungan jumlah mikroba dapat
dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Penghitungan jumlah mikroba
secara langsung terdiri dari beberapa cara antara lain menggunakan chamber
counting, cara pengecatan dan pengamatan mikroskop, dan menggunakan filter
membran. Sedangkan penghitungan jumlah mikroba secara tidak langsung antara
lain menggunakan sentrifuse, berdasarkan kekeruhan, menggunakan elektronik
counter, berdasar kananalisa kimia, berdasarkan berat kering, menggunakan cara
pengenceran,menggunakan cara MPN (Most Probable Number), Berdasarkan
jumlah koloni(Total Plate Count) (Suryanti, 2003).
Menurut Darkuni (2011) pertumbuhan bakteri pada umumnya akan
dipengaruhi oleh factor lingkungan. Pengaruh ini akan memberikan gambaran
yang mempertlihatkan peningkatan jumlah sel yang berbeda dan pada akhirnya
memberikan gambaran pula terhadap kurva pertumbuhannya. Sedangkan menurut
Tarigan (1998) kebutuhan mikroorganisme untuk pertumbuhan dapat dibedakan
menjadi dua kategori, yaitu kebutuhan fisik dan kebutuhan kimiawi atau kemis.
Aspek-aspek fisik dapat mencakup suhu, Ph dan tekanan osmotic. Sedangkan
kebutuhan meliputi air, sumber karbon, nitrogen oksigen, mineral-mineral dan
factor penumbuh (Sudjono, 2000).
Hal ini sesuai dengan pendapat Hastuti (2007) bahwa terdapat beberapa
factor abiotic yang dapat mempengaruhi pertumbuhan bakteri antara lain suhu,
kelembapan, cahaya, pH, AW dan nutrisi. Apabila factor-faktor abiotic tersebut
memenuhi syarat, sehingga optimum untukpertumbuhan bakteri, maka bakteri
dapat tumbuh dan berkembang biak. Pertumbuhan bakteri juga dapat terganggu
apabila kondisi fisika kimia tidak memenuhi syarat. Selain itu dari factor fisika
kimia, pertumbuhan bakteri juga dapat terganggu dengan kehadiran mikroba
lainnya yang bersifat inhibitor, contohnya adalah jamur. Jamur antagonis akan
menghambat pertumbuhan koloni bakteri dengan membentuk zona antibiotis atau
mematikan secara langsung dengan cara menyelimuti pertumbuhan koloni
pathogen (Bustamam, 2006).
Kemampuan mikroba patogen untuk memulai terjadinya penyakit sangat
tergantung pada sejumlah faktor, yang secara umum dipertalikan dengan mikroba
inang, lingkungan, yang dikenal sebagai segitiga penyakit. Masing-masing faktor
tersebut saling memengaruhi dan akan menimbulkan makin parahnya penyakit
pascapanen (Amiarsi, 1996).
Mikroba patogen dijumpai sangat banyak, baik selama buah berada di
tanaman maupun di dalam ruang simpan. Meskipun demikian, hanya beberapa
jenis patogen yang mampu tumbuh dan berkembang, dan menimbulkan kerusakan
pada produk pascapanen. Perkembangan patogen pascapanen sangat dipengaruhi
oleh kondisi lingkungan, khususnya suhu, pH, nutrisi, dan kandungan air, yang
harus tersedia. Selain itu, patogen pascapanen harus bekerja sama dengan enzim
yang dihasilkannya untuk menguraikan jaringan inang, yang mengakibatkan
keluarnya nutrisi yang sesuai bagi pertumbuhan patogen dari jaringan yang terurai
tersebut (Murtiningsih, 1994).
Pada praktikum penghitungan jumlah mikroba pada sayuran yang telah
dilakukan dan setelah diinkubasikan pada suhu ruang maka diperoleh hasil bahwa
pada sayuran bayam terdapat banyak sekali jumlah mikrobia baik itu jamur
maupun bakteri. Dari praktikum yang telah dilakukan dengan menggunakan
bahan media NA yaitu untuk menumbuhkan bakteri dan media PDA untuk
menumbuhkan jamur masing-masing dengan tiga ulangan dan diinkubasikan
selama 48 jam pada suhu ruang.kita dapat menghitung jumlah mikroba yang telah
diinkubasikan tersebut dengan menggunakan alat penghitung koloni mikroba atau
koloni counter (elektronik counter).
Buah dan sayuran mengandung air dalam jumlah yang banyak dan juga
nutrisi yang mana sangat baik bagi pertumbuhan mikroorganisme. Buah yang
baru dipanen sebenarnya telah dilabuhi oleh berbagai macam mikroorganisme
(mikroflora) dari yang tidak menyebabkan suatu dari pembusukan sampai yang
menyebabkan pembusukan.
Mikroorganisme pembusuk akan dapat tumbuh apabila suatu kondisinya
memungkinkan seperti adanya pelukaan-pelukaan, kondisi suhu dan kelembaban
yang sesuai dan sebagainya. Adanya mikroorganisme pembusuk pada buah dan
sayuran adalah merupakan faktor pembatas utama di dalam memperpanjang masa
simpan buah dan sayuran. Mikroorganisme pembusuk yang menyebabkan susut
pascapanen buah dan sayuran secara umum disebabkan oleh jamur dan bakteri.
Infeksi awal dapat terjadi selama pertumbuhan dan perkembangan produk tersebut
masih dilapangan akibat adanya kerusakan mekanis selama operasi pemanenan,
atau melalui kerusakan fisiologis akibat dari kondisi penyimpanan yang tidak
baik. Pembusukan pada buah-buahan umumnya sebagai akibat infeksi jamur
sedangkan pada sayur-sayuran lebih banyak diakibatkan oleh bakteri. Hal ini
diperkirakan disebabkan oleh pH yang rendah (kurang dari 4,5) atau keasamannya
yang tinggi dibandingkan dengan sayuran yang pH nya rata-rata lebih besar dari
5.
Infeksi mikroorganisme terhadap produk dapat terjadi semasih buah dan
sayuran tersebut tumbuh dilapangan, namun bila mikroorganisme tersebut tidak
tumbuh dan berkembang, yaitu hanya berada di dalam jaringan. Bila kondisinya
memungkinkan terutama yaitu setelah produk tersebut dipanen dan mengalami
penanganan dan penyimpanan lebih lanjut, maka mikroorganisme tersebut segera
dapat tumbuh dan berkembang dan menyebabkan pembusukan yang serius.
Infeksi mikroorganisme di atas di namakan infeksi laten. Contoh mikroorganisme
yang melakukan infeksi laten adalah Colletotrichum spp yang menyebabkan
pembusukan pada buah mangga, pepaya dan pisang. Ada pula mikroorganisme
yang hanya berlabuh pada bagian permukaan produk namun belum mampu
menginfeksi. Infeksi baru dilakukan bila ada pelukaan-pelukaan akibat operasi
pemanenan, pasca panen dan pendistribusiannya.
Ada pula mikroorganisme seperti bakteri pembusuk Erwinia carotovora
dan Pseudomonas marginalis (penyebab penyakit busuk lunak) pada sayuran
dapat menghasilkan enzim yang mampu melunakkan jaringan dan setelah jaringan
tersebut lunak baru infeksi dilakukan. Jadi jenis mikroorganisme ini tidak perlu
menginfeksi lewat pelukaan, namun infeksi akan sangat jauh lebih memudahkan
bila ada pelukaan – pelukaan.
Pada praktikum yang telah dilakukan pada saat melakukan isolasi, media
agar setelah dilakukan isolasi tidak diletakkan dengan cara terbalik sehingga
menyebabkan terjadinya suatu penguapan sehingga uap netes pada media yang
menyebabkan koloni menyebar. Seharusnya cara meletakkan dari media tersebut
dibaik dulu agar uap air tidak menetes pada media. Sifat bakteri yang ditemukan
pada koloni buah dan sayur termasuk bakteri gram negatif. Mengamati sifat
bakteri tersebut dengan mengambil sedikit koloni dari contoh bahan dari masing-
masing kelompok dengan meletakkan contoh koloni tersebut dalam deglas
kemudian diberi larutan setelah itu disentuh dengan jarum ose. Bola lengket
termasuk sifat bakteri gram negatif. Pada umumnya, sifat bakteri gram negatif
banyak terdapat pada produk holtikultura, tetapi bakteri tersebut tidak terlalu
berpengaruh terhadap gangguan kesehatan pada orang yang mengonsumsi, tetapi
sebelum dikonsumsi sebaiknya buah dan sayur dibersihkan dahulu.
Pada acara praktikum ini bahan yang diamati yaitu buah mangga, apel,
tomat, sawi, dan kubis dengan parameter jumlah koloni bakteri dan jamur. Rata-
rata jumlah koloni yang terbanyak yaitu pada buah manga yaitu sebesar 433.000,
yang kedua pada sayuran sawi yaitu sebesar 114.000, yang ketiga padasayuran
kubis yaitu sebesar 103.000, yang keempat pada buah apel yaitu sebesar 93.500
dan yang terakhir pada sayuran tomat yaitu 23.500 dengan sifat bakteri kesemua
bahan tersebut yaitu sifat bakterinya negative. Bila diamati dari kedua komoditi
tersebut yaitu buah dan sayuran, komoditi sayuran jauh lebih rentan terkena
bakteri pada pascapanen dibandingkan komoditi dari buah-buahan. Beragamnya
tingkat kerentanan buah dan sayur terhadap penyakit pasca panen dipertalikan
dengan salah satu atau gabungan dari beberapa hal berikut :
pH, nutrisi, dan status air inang
Ketahanan secara umum dari buah dan sayur terhadap serangan bakteri
penyebab busuk lunak, terutama ditentukan oleh tingkat keasaman jaringan.
Beberapa jenis buah dan sayur, seperti cabai, mentimun, dan beberapa jenis buah,
sangat rentan terhadap serangan bakteri busuk lunak.
Tingkat kelembaban
Kerentanan banyak buah dan sayur terhadap serangan patogen akan makin
meningkat ketika jaringan membengkak karena tingginya kandungan air atau
cairan di dalam sel.
Penghambat pertumbuhan mikroba dan enzim pektolisis
Di dalam jaringan buah dan sayur telah diketahui adanya dua jenis
penghambat pertumbuhan mikroba patogen, yaitu senyawa yang belum dibentuk
dan penghambat yang disintesis oleh inang karena adanya tanggap terhadap
infeksi dan kerukan lainnya, atau yang dikenal dengan nama ”fitoaleksin”.
Peningkatan kerentanan inang karena pemasakan
Peningkatan kerentanan buah dan sayur terhadap penyakit pascapanen
selama dalam simpanan, dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu adalah penurunan
kemampuan jaringan inang untuk menyintesis penghambat mikroba, seperti 6-
metoksimelein dan asam benzoat karena umur produk dalam simpanan.
Peningkatan kelenturan selaput dinding sel karena lepasnya nutrisi dan air ke
dalam ruang antar sel dan peningkatan kerentanan dinding sel tanaman terhadap
serangan enzim pengurai pathogen.
DAFTAR PUSTAKA
Agrios, G.N. 1997. Plant Pathology 4th ed. New York: Academic Press.
Amiarsi,D., E. Sitorus, dan Sjaifullah. 1996. Pengaruh Teknik Penyimpanan terhadap Mutu Buah Salak Lumut. Jurnal Hortikultura Vol. 6 (4): 392-401.
Hendri, Bustaman. 2006. Seleksi Mikroba Rizosfer Antagonis Terhadap Bakteri Ralstolnia solanacearum Penyebab Penyakit Layu Pada Bakteri Pada Tanaman Jahe Di Lahan Tertindas. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia vol.8 (1).
Murtiningsih. 1994. Inventarisasi Penyakit Pascapanen Buah Salak dan Cara Pengendaliannya. Jurnal Hortikultura Vol. 6 (1): 95-99.
Suryanti, Dwi. 2003. Penyakit Pasca Panen. Yogyakarta: Kanisius .
Sudjono. 2000. Mikroorganisme Pengganggu Pascapanen.Jakarta: Gramedia.