8/13/2019 129850938-75986292-iugr-atonia
1/25
II. TINJAUAN PUSTAKA
A.
Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT) atau Intrauterine GrowthRestriction (IUGR)
1.DefinisiPertumbuhan janin terhambat adalah janin dengan berat badan
kurang dari atau sama dengan 10 persentil, atau lingkaran perut kurang atau
sama dengan 5 persentil atau FL/AC > 24. Biometri tidak berkembang
setelah 2 minggu.
Janin kecil masa kehamilan (KMK) adalah janin yang berat
badannya sama atau kurang dari 10 persentil atau yang lingkaran perutnya
sama atau kurang dari 5 persentil (Himpunan Fetomaternal POGI, 2006).
Empat puluh persen pertumbuhan janin terhambat (PJT) karena
perfusi plasenta yang menurun atau insufisiensi utero-plasenta.Dua puluh
persen hambatan pertumbuhan karena potensi tumbuh yang kurang karena
kelainan genetik atau kerusakan lingkungan.PJT tidak selalu KMK dan
begitu sebaliknya.KMK yang disebabkan oleh PJT hanya mencapai 15
persen (Himpunan Fetomaternal POGI, 2006).
2.Klasifikasi PJTa. Tipe I Simetris : Ukuran badannya secara proporsional kecil, gangguan
pertumbuhan terjadi sebelum usia kehamilan 20 minggu, dan sering
disebabkan oleh kelainan kromosom atau infeksi. Jika terjadi pada
awal kehamilan saat hiperplasia, jumlah sel berkurang secara
permanen dan memiliki prognosis buruk. Penampilan klinisnya
proporsional dengan gangguan yang sama pada panjang dan beratnya
sehingga indeks ponderal normal.
b. Tipe II Asimetris : Ukurannya badannya tidak proporsional, gangguanpertumbuhan janin terjadi pada kehamilan trimester III, dan sering
disebabkan oleh insufisiensi plasenta. Jika gangguan terjadi pada
kehamilan lanjut saat hipertrofi, ukuran selnya berkurang, dan
prognosis lebih baik. Lingkaran perut janin dengan gangguan ini
8/13/2019 129850938-75986292-iugr-atonia
2/25
5
berukuran kecil dengan skeletal dan kepala normal sehingga indeks
ponderal abnormal (Himpunan Fetomaternal POGI, 2006).
3.Faktor Risiko PJTa. Lingkungan Sosioekonomi rendah
b. Riwayat PJT dalam keluargac. Riwayat Obstetri yang burukd. Berat badan sebelum hamil dan selama kehamilan rendahe. Komplikasi obstetrik dalam kehamilanf. Komplikasi medik dalam kehamilan (Himpunan Fetomaternal POGI,
2006).
4.Faktor-faktor risiko PJT yang terdeteksi sebelum hamil:a. Riwayat PJT sebelumnya
b. Riwayat Penyakit Kronisc. Riwayat APS (Antiphospholipid Syndrome)d. Indeks Massa Tubuh rendahe. Maternal Hipoksia (Himpunan Fetomaternal POGI, 2006).
5.FaktorFaktor risiko PJT yang terdeteksi selama kehamilana. Peninggian MSAFP/hCG
b. Riwayat makan obat-obatan tertentu (Coumarin, hydantoin)c. Perdarahan pervaginamd. Kelainan plasentae. Partus prematurusf. Kehamilan gandaf. Kurangnya pertambahan berat badan selama kehamilan (Himpunan
Fetomaternal POGI, 2006).6.Etiologi
a. Maternal : hipertensi dalam kehamilan, penyakit jantung sianosis, DMkelas lanjut, hemoglobinopati, penyakit autoimun, malnutrisi,
merokok, narkotik, kelainan uterus, trombofili.
b. Plasenta dan tali pusat : sindroma twin-twin transfusion, kelainanplasenta, solusio plasenta kronik, plasenta previa, kelainan insersi tali
pusat, kelainan tali pusat, kembar.
8/13/2019 129850938-75986292-iugr-atonia
3/25
6
c. Infeksi : HIV, cytomegalovirus, rubella, herpes, toksoplasmosis, sifilis.g. Kelainan Kromosom/ genetic : trisomi 13, 18, dan 21, triploidi,
sindrom turner, penyakit metabolik (Himpunan Fetomaternal POGI,
2006).
IUGR atau PJT dicurigai atau didiagnosis jika terdapat janin kecil
namun, sehat atau merupakan konsekuensi dari berbagai kondisi. Kondisi
abnormal tersebut antara lain dapat berupa kondisi maternal seperti
hipertensi kronik, pre-gestasional diabetes, penyakit kardiovaskuler,
penyalahgunaan senyawa tertentu, kondisi autoimun, dan lain-lain.
Kondisi fetal dapat berupa infeksi, malformasi, aberasi kromosom, dan
lain-lain. Kondisi plasenta dapat berupa chorioangioma, plasenta
sirkumvalata, confined placenta mosaicsm, vaskulopati obliteratif pada
pijakan plasenta, dan lain-lain. Etiologi tersering adalah berasal dari
kondisi plasenta (Mandruzzato et al., 2008). Adapun yang merincinya
lebih banyak yaitu menurut Peleg et al. (1998) pada tabel 2.1.
Tabel 2.1. Etiologi Intrauterine Growth Restriction
Etiologi PJT atau IUGR
Insufisiensi Plasenta
Unexplained Peningkatan kadar alpha- fetoprotein
maternal
Idiopatik
Preeklampsia
Penyakit Kronik Maternal
Pneyakit kardiovaskuler
Diabetes
Hipertensi
Plasentasi Abnormal
Abruptio placentaePlacenta previa
Infark
Circumvallate placenta
Placenta accreta
Hemangioma
Kelainan Genetik
Family history
Trisomi 13, 18 and 21
Triploidi
Turner's syndrome (beberapa kasus)
Malformasi janin
8/13/2019 129850938-75986292-iugr-atonia
4/25
8/13/2019 129850938-75986292-iugr-atonia
5/25
8
IUGR dengan pre-eklampsia diketahui memiliki hubungan dengan
AT1 receptor agonist autoantibodies (AT1-AAs). Autoantibodi ini tampak
menembus plasenta ke tali pusat dan masuk ke tubuh janin. Autoantibodi
ini menyebabkan kegagalan plasentasi dengan meningkatkan mekanisme
apoptosis. Autoantibodi ini banyak didapatkan pada trofoblas dan tali
pusat. Reaksi imunitas oleh AT1-AAs ini menyebabkan reaksi imunologis
dan aktivasi imun berupa reactive oxygen species (ROS) dan reaksi
apoptosis, serta aktivasi TNF, antiangiogenic factors. Pada janin yang
mengalami IUGR, konsentrasi AT1-AAs ini tinggi dibandingkan wanita
normotensif tanpa penyulit. Pada janin, autoantibodi ini akan
meningkatkan reaksi imunitas pada hepar sehingga perkembangannya
abnormal serta pada ginjal. Selain itu, janin akan mengalami gangguan
tumbuh IUGR (Irani et al., 2009).
8.DiagnosisDiagnosis suspek PJT dilakukan jika terdapat satu atau lebih tanda-tanda
di bawah ini:
a. TFU 3 cm atau di bawah normalb. Pertambahan berat badan < 5 kg pada UK (usia kehamilan) 24 minggu
atau < 8 kg pada UK 32 minggu (untuk ibu dengan BMI < 30)
c. Estimasi berat badan < 10 persentild. HC/AC > 1e. AFI (amniotic fluid index) 5 cm atau kurangf. Sebelum UK 34 minggu plasenta grade 3g. Ibu merasa gerakan janin berkurang (Himpunan Fetomaternal POGI,
2006).
8/13/2019 129850938-75986292-iugr-atonia
6/25
9
Gambar 2.2 Grafik Pertumbuhan Janin (Dikutip dari: Peleg et al.,1998).
Diagnosis PJT dapat dilihat dari berat badan yang kurang dari 10
persentil. Hal ini dapat diajukan pada grafik pertumbuhan janin pada
gambar 2.2.
9.Cara Diagnosisa. Palpasi : akurasi pemeriksaan ini terbatas dan membutuhkan
pemeriksaan biometri janin
b. Pengukuran Tinggi Fundus Uteri (TFU) akurasi pengukuran untukmendeteksi janin KMK terbatas dengan sensitivitas 56-86 persen dan
spesifisitas 80-93 persen. Pengukuran TFU serial dapat meningkatkan
sensitivitas dan spesifisitas pengukuran TFU.
c. Estimasi berat janin atau estimation of fetal weight (EFW) danabdominal circumference (AC) lebih akurat untuk diagnosis KMK.
8/13/2019 129850938-75986292-iugr-atonia
7/25
10
d. Pengukuran volume air ketuban, Doppler, KTG, dan BPS lemah dalammendiagnosis PJT (Himpunan Fetomaternal POGI, 2006).
Pemeriksaan pada pre-eclampsia: Pemeriksaan IUGR pada
preeclampsia dapat menggunakan Doppler arteri yang dibarengi dengan
pemeriksaanPlacental growth factor (PlGF) dansoluble fms-like tyrosine
kinase 1 (sFlt1) pada sirkulasi ibu. Keduanya terbukti berbeda
dibandingkan ibu preeclampsia dan ibu normotensif. PIGF merupakan
faktor angiogenik plasenta yang pada preeclampsia lebih rendah
dibandingkan ibu normotensif. Kadar sFlt1 pada ibu preeclampsia jauh
lebih tinggi dibandingkan ibu normotensif. Hal ini merupakan faktor
penghambat. Sedangkan, IUGR yang terjadi secara umum dikarenakan
kurangnya nutrisi ibu baik sebelum hamil dan saat hamil (Crispi et al.,
2008).
10.Pemantauan Fungsional Janina. Penilaian volume air ketuban
Penilaian ini menggunakan USG secara semikukuantitatif dengan skor
4 kuadran atau pengukuran diameter vertikal kantong amnion
terbesar.Volume normal tidak menyingkirkan PJT. PJT yang disertai
oligohidramnion akan meningkatkan angka kematian perinatal 50 kali
lebih tinggi yang dianggap sebagai indikasi terminasi kehamilan pada
janin viabel. AFI < 5 cm dan diameter kantong < 2 cm memiliki
b. Penilaian kesejahteraan janinKesejahteraan janin dinilai dengan mengukur BPS
c. Pengukuran Doppler Velocimetryd.
Pemeriksaan pembuluh darah arteri (Doppler)
e. Pemeriksaan pembuluh darah vena (Doppler) (Himpunan FetomaternalPOGI, 2006).
f. Non stress test(Himpunan Fetomaternal POGI, 2006).Non stress test dapat dilakukan jika terjadi perubahan pola gerak atau
gerakan janin yang tidak biasa, saat plasenta dicurigai tidak berfungsi
adekuat, dan dalam keadaan risiko tinggi. Tes ini menggunakan
kardiotokografi. Cara melakukannya adalah dengan memasangkan
8/13/2019 129850938-75986292-iugr-atonia
8/25
11
sabuk untuk mendengar denyut jantung janin (Djj) dan satu buah lagi
untuk mengukur kontraksi. Gerakan, denyut jantung, dan reaktivitas
jantung dari adanya gerakan diukur dalam 20-30 menit. Jika janin tidak
bergerak, tidak selalu terdapat masalah, mungkin janin tidur.
Penggugah dapat dilakukan pada janin untuk membangunkan janin.Tes
ini umumnya dapat dilakukan pada usia kehamilan 28 minggu ke atas
(APA, 2006).
Profil Biofisik(biophysic score)
Kesejahteraan janin dapat dinilai dengan menggunakan skor
biofisik. Pemeriksaan ini menggunakan alat bantu ultrasonografi. Skor
biofisik memiliki 4 komponen yaitu : gerakan napas janin, gerakan
anggota tubuh janin dan tonus otot janin, denyut jantung janin reaktif
dengan NST, dan pengukuran volume cairan amnion semikuantitatif.
Penilaian ini dilakukan dalam 20-30 menit. Skor yang dapat dihasilkan
memiliki rentang 0-10 (Manning, 2011).
Gambar 2.3. Gambaran Status Skor Biofisik dan Keadaan Janin (Dikutip
dari: Manning, 2011).
8/13/2019 129850938-75986292-iugr-atonia
9/25
12
Gerakan janin dinilai dari gerakan satu episode fleksi dan ekstensi anggota gerak
atau gerakan tulang belakang. Gerakan napas dinilai dari gerakan dada dalam
inspirasi dan ekspirasi atau gambaran mengembang dan menguncup badan janin
(rongga dada). Volume cairan amnion atau amniotic fluid volume secara semi
kuantitatif adalah dengan mengukur jarak vertikal kantong gestasi ke fetus di
keempat kuadran uterus kemudian dijumlahkan. Umbilicus menjadi tolak ukur
pembagi uterus. Jika jumlahnya kurang dari 5 cm, hasilnya merupakan
oligohidramnion (Manning, 2011). Pemeriksaan ini dapat dinilai dengan
ketentuan pada table 2.2. berikut ini.
Tabel 2.2. Skor Biofisik Janin
Variabel Biofisik Normal (skor=2) Abnormal (skor=0)FBM (fetal body
movement)/gerakan
napas janin
Sedikitnya 1 episode (inspirasi
dan ekspirasi) gerakan napas
selama 30 detik dalam
observasi selama 30 menit
Tidak ada gerakan atau
episode yang > 30 detik
dalam 30 menit
Gross Body
movement /
gerakan tubuh janin
Sedikitnya 3 gerakan tubuh
atau anggota gerak terpisah
dalam 30 menit (gerakan aktif
berlanjut dianggap sama
dengan gerakan-gerakan
tunggal)
Dua atau kurang dari
episode tubuh/anggota
gerak dalam 30 menit
Tonus janin Sedikitnya 1 episode ekstensi
aktif dan kembali ke fleksi
dari anggota-anggota gerak
janin atau trunkus; gerakan
membuka dan menutup tangan
juga dianggap
Baik ekstensi lambat
dengan pengembalian
setengah fleksi atau
gerakan anggota gerak
dengan ekstensi penuh;
tidak adanya gerakan janin
Denyut jantung
janin reaktif (DJJ)
reaktif atau reactivefetal heart rate
(NST reaktif)
Sedikitnya 2 episode
akselerasi >15 kali per menit
dan sedikitnya 15 detik saatterdapat gerakan janin dalam
30 menit
Kurang dari 2 episode
akselerasi dari DJJ atau
akselerasi < 15 kali permenit
Volume Cairan
Amnion Kualitatif
atau amniotic fluid
volume qualitative
Sedikitnya 1 jarak kantong
yang diukur minimal berjarak
2 cm pada 2 bidang
perpendikuler
Baik tidak ada gambaran
jarak kantong atau jarak
kantong < 2 cm pada 2
bidang perpendikuler
(Dikutip dari: Manning, 2011).
BPS atau tes biofisik ini dilakukan untuk menentukan adanya kemungkinan
asfiksia janin. BPS dilakukan tergantung indikasi ibu maupun janin. Tes ini
8/13/2019 129850938-75986292-iugr-atonia
10/25
13
dilakukan hanya jika telah mencapai usia kehamilan yang mungkin diintervensi
atau pada pusat-pusat yang memungkinkan penanganan janin setelah lahir,
umumnya setelah janin berusia 26 minggu. Tes ini umumnya tidak dilakukan
hingga terdapat gambaran klinis baik dari maternal (seperti pre-eclampsia) atau
janin (seperti IUGR). Pada kehamilan dengan diabetes, tes ini dilakukan pada usia
kehamilan 28 minggu (diabetes kelas I) dan pada usia 32 minggu (gestasional
diabetics), meskipun tidak ada tanda komplikasi. Tabel 2.3 menerangkan berbagai
interpretasi hasil tes biofisik janin beserta rekomendasi manajemen kasus tersebut
(Manning, 2011).
Tabel 2.3 Interpretasi Skor Profil Biofisik Janin dan Rekomendasi
Manajemen Klinis
(Dikutip dari : Manning, 2011)
11.Dampak PJTMorbiditas perinatal yang mungkin terjadi antara lain prematuritas,
oligohidramnion, DJJ yang abnormal, peningkatan angka section caecarea,
asfiksia intrapartum, skor APGAR rendah, hipoglikemia, hipokalsemia,
polisitemia, hiperbilirubinemia, hipotermia, apneu, kejang, dan infeksi.
Skor Hasil Tes Interpretasi Manajemen
10/10; 8/10
(cairan normal);
8/8 tanpa NST
Sangat jarang risiko
asfiksia janin
Intervensi pada obstetri saja
dan faktor ibu, tidak ada
indikasi janin
8/10 (cairan
abnormal)
Kemungkinan
kelainan kronis pada
janin
Tentukan adanya kelainan
fungsi jaringan ginjal dan
keintakan ketuban; Jika ya,
lahirkan sesuai indikasi
janin6/10 (cairan
cukup)
Equivocal test, ada
kemungkinan janin
asfiksia
Jika usia janin matang,
lahirkan; jika imatur, ulangi
tes dalam 24 jam, jika
8/13/2019 129850938-75986292-iugr-atonia
11/25
14
Mortalitas perinatal dapat terjadi dengan pengaruh beberapa faktor antara
lain derajat keparahan PJT, saat terjadinya PJT, umur kehamilan dan
penyebab dari PJT. Pola kecepatan pertumbuhan bayi KMK
bervariasi.Pertumbuhan tinggi badan dan berat bayi preterm KMK yang
PJT lebih tertinggal dibandingkan dengan bayi preterm appropriate for
gestasional age(AGA) yang tidak PJT.
12.Manajemen PJT
Gambar 2.4. Pengelolaan PJT (Dikutip dari : Peleg et al., 1998).
8/13/2019 129850938-75986292-iugr-atonia
12/25
15
A. Atonia Uteri1. Definisi
Ketidakmampuan uterus untuk berkontraksi sebagaimana mestinya setelah
plasenta lahir. Perdarahan postpartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi
serat-serat myometrium terutama yang berada disekitar pembuluh darah yang
mensuplai darah pada tempat perlengketan plasenta. Atonia uteri terjadi ketika
myometrium tidak dapat berkontraksi (Wiknjosastro,2002).
Atonia uteri merupakan kegagalan kontraksi uterus dan gagal retraksi
sehingga penekanan pembuluh darah dan pengendalian kehilangan darah gagal.
Hal ini dapat disebabkan separasi plasenta yang tidak sempurna, retensio
plasenta atau membran, partus precipitatus, partus lama, polihidramnion,
kehamilan ganda, plasenta previa, dan abruptio, anestesi umum, dan kesalahan
penanganan kala tiga serta penuhnya vesica urinaria. Faktor kehamilan dahulu
seperti paritas yang tinggi menyebabkan peningkatan jaringan parut pada
uterus, juga riwayat seksio sesarea. Active management of the third stage of
labour (AMTSL) dengan uterotonika oksitosin merupakan penanganan yangefektif biaya dan dapat mencegah kejadian sebesar 60 % (Stanford, 2009).
2. Etiologi dan Faktor Risikoa. Uterus yang terlalu meregang seperti (Overdistensi uterus): gemeli,
makrosomia, polihidramnion, kelainan atau tumor fetus
b. Umur yang terlalu muda atau terlalu tuac. Multipara dengan jarak kelahiran pendekd. Partus lama
8/13/2019 129850938-75986292-iugr-atonia
13/25
16
e. Hipertensi dalam kehamilanf. Anemiag. Penggunaan oksitosin yang berlebihan dalam persalinan (induksi atau
augmentasi)
h. Riwayat pengeluaran plasenta secara manuali. Riwayat Sectio Caecarea
( JHPIEGO, POGI, JNKPR (2007) , (Wiknjosastro, 2002)
3. Manifestasi klinisa. Uterus tidak berkontraksi dan lembekb. Perdarahan segera setelah anak lahir (post partum primer)
4. Pencegahan atonia uteriPemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan
pospartum lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat
tersebut sebagai terapi. Manajemen aktif kala III dapat mengurangi jumlah
perdarahan dalam persalinan, anemia, dan kebutuhan transfusi darah.
Kegunaan utama oksitosin sebagai pencegahan atonia uteri yaitu onsetnya
yang cepat, dan tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi
tetani seperti ergometrin. Pemberian oksitosin paling bermanfaat untuk
mencegah atonia uteri. Pada manajemen kala III harus dilakukan pemberian
oksitosin setelah bayi lahir. Aktif protokol yaitu pemberian 10 unit IM, 5 unit IV
bolus atau 10-20 unit per liter IV drip 100-150 cc/jam.
Analog sintetik oksitosin, yaitu karbetosin, saat ini sedang diteliti sebagai
uterotonika untuk mencegah dan mengatasi perdarahan pospartum dini.
Karbetosin merupakan obat long-acting dan onset kerjanya cepat, mempunyai
waktu paruh 40 menit dibandingkan oksitosin 4-10 menit. Penelitian di Canada
membandingkan antara pemberian karbetosin bolus IV dengan oksitosin drip
pada pasien yang dilakukan operasi sesar. Karbetosin ternyata lebih efektif
dibanding oksitosin.
5. Manajemen atonia uteri
8/13/2019 129850938-75986292-iugr-atonia
14/25
17
Manajemen atonia uteri dapat dilihat pada gambar 2.3 dan gambar 2.4
untuk penatalaksanaan perdarahan postpartum secara umum (Bobak, 2004).
a. ResusitasiApabila terjadi perdarahan pospartum banyak, maka penanganan
awal yaitu resusitasi dengan oksigenasi dan pemberian cairan cepat,
monitoring tanda-tanda vital, monitoring jumlah urin, dan monitoring
saturasi oksigen. Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch perlu
dilakukan untuk persiapan transfusi darah.
b. Masase dan kompresi bimanualMasase dan kompresi bimanual akan menstimulasi kontraksi uterus
yang akan menghentikan perdarahan.
8/13/2019 129850938-75986292-iugr-atonia
15/25
18
Gambar 2.4. Skema penatalaksanaan atonia uteri (Dikutip dari: Saifuddin, 2002)
8/13/2019 129850938-75986292-iugr-atonia
16/25
8/13/2019 129850938-75986292-iugr-atonia
17/25
20
Gambar 2.5. Skema Penatalaksanaan perdarahan postpartum (Dikutip dari: Mose, 2010)
8/13/2019 129850938-75986292-iugr-atonia
18/25
21
Pemijatan fundus uteri segera setelah lahirnya plasenta (maksimal 15 detik)
1. Jika uterus berkontraksiEvaluasi, jika uterus berkontraksi tapi perdarahan uterus berlangsung, periksa
apakah perineum, vagina dan serviks mengalami laserasi dan jahit atau rujuk segera
2. Jika uterus tidak berkontraksi maka :Bersihkanlah bekuan darah atau selaput ketuban dari vagina dan serviks
Pastikan bahwa kandung kemih telah kosong
c. Teknik KBI (Kompresi Bimanual Interna)1. Pakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril, dengan lembut masukkan
tangan (dengan cara menyatukan kelima ujung jari) ke intraktus dan ke dalam vagina
itu.
2. Periksa vagina & serviks. Jika ada selaput ketuban atau bekuan darah pada kavumuteri mungkin uterus tidak dapat berkontraksi secara penuh.
3. Letakkan kepalan tangan pada fornik anterior tekan dinding anteror uteri sementaratelapak tangan lain pada abdomen, menekan dengan kuat dinding belakang uterus
ke arah kepalan tangan dalam.
Gambar 2.6. Kompresi bimanual internal (Dikutip dari: Bobak, 2004)
8/13/2019 129850938-75986292-iugr-atonia
19/25
22
.
4. Tekan uterus dengan kedua tangan secara kuat. Kompresi uterus ini memberikantekanan langsung pada pembuluh darah di dalam dinding uterus dan juga merang-
sang miometrium untuk berkontraksi.
5. Evaluasi keberhasilan:a) Jika uterus berkontraksi dan perdarahan berkurang, teruskan melakukan KBl
selama dua menit, kemudian perlahan-lahan keluarkan tangan dari dalam
vagina. Pantau kondisi ibu secara melekat selama kala empat.
b) Jika uterus berkontraksi tapi perdarahan terus berlangsung, periksa perineum,vagina dari serviks apakah terjadi laserasi di bagian tersebut. Segera lakukan si
penjahitan jika ditemukan laserasi.
c) Jika kontraksi uterus tidak terjadi dalam waktu 5 menit, ajarkan keluarga untukmelakukan kompresi bimanual eksternal kemudian teruskan dengan langkah-
langkah penatalaksanaan atonia uteri selanjutnya. Minta tolong keluarga untuk
mulai menyiapkan rujukan.
Alasan: Atonia uteri seringkali bisa diatasi dengan KBl, jika KBl tidak berhasil dalam
waktu 5 menit diperlukan tindakan-tindakan lain.
6.
Berikan 0,2 mg ergometrin IM (jangan berikan ergometrin kepada ibu denganhipertensi)
7. Menggunakan jarum berdiameter besar (ukuran 16 atau 18), pasang infus danberikan 500 ml larutan Ringer Laktat yang mengandung 20 unit oksitosin.
8. Pakai sarung tangan steril atau disinfeksi tingkat tinggi dan ulangi KBI.9. Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu sampai 2 menit, segera lakukan rujukan
Berarti ini bukan atonia uteri sederhana. Ibu membutuhkan perawatan gawat-
darurat di fasilitas kesehatan yang dapat melakukan tindakan pembedahan dan
transfusi darah.
10.Dampingi ibu ke tempat rujukan. Teruskan melakukan KBI hingga ibu tiba di tempatrujukan. Teruskan pemberian cairan IV hingga ibu tiba di fasilitas rujukan:
a) Infus 500 ml yang pertama dan habiskan dalam waktu 10 menit.b) Kemudian berikan 500 ml/jam hingga tiba di tempat rujukan atau hingga jumlah
cairan yang diinfuskan mencapai 1,5 liter, dan kemudian berikan 125 ml/jam.
c) Jika cairan IV tidak cukup, infuskan botol kedua berisi 500 ml cairan dengantetesan lambat dan berikan cairan secara oral untuk asupan
8/13/2019 129850938-75986292-iugr-atonia
20/25
23
d. Kompresi Bimanual Eksternal1. Letakkan satu tangan pada abdomen di depan uterus, tepat di atas simfisis
pubis.
Gambar 2.7. Kompresi bimanual eksternal (Dikutip dari: Bobak, 2004)
2. Letakkan tangan yang lain pada dinding abdomen (dibelakang korpus uteri),usahakan memegang bagian belakang uterus seluas mungkin.
3. Lakukan gerakan saling merapatkan kedua tangan untuk melakukan kompresipembuluh darah di dinding uterus dengan cara menekan uterus di antara kedua
tangan tersebut.
http://2.bp.blogspot.com/-XJgCl00olD8/TgLB3PNsrdI/AAAAAAAAACY/akY_KXNTiPI/s1600/Untitled-4.jpg8/13/2019 129850938-75986292-iugr-atonia
21/25
24
Masase fundus uteri segera sesudah
plasenta lahir(maksimal 15 detik)
ya
Uterus berkontrakasi ? Evaluasi Rutin
-Evaluasi / bersihkan bekuan darah / selaput ketuban
- Kompresi Bimanual Interna(KBI),5mnt
tidak
-Anjurkan keluarga melakukan kompresi bimanual eksterna
-Keluarkan tangan (KBI) secara hati-hari
-Suntikan metilergometrin 0,2 mg IM
-Pasang infus RL + 20 IU oksitosin, 20 tpm
-Lakukan lagi KBI
Uterus berkontrakasi ?-Pertahankan KBI selama 1-2 menit
-Keluarkan tangan secara hati-hati
-Lakukan pengawasan kala IV
Uterus berkontrakasi ? Pengawasan kala IV
tidak
ya
tidak
ya
-Rujuk siapkan laparotomy
-Lanjutkan pemberian infus + 20 IU oksitosin minimal 500cc/jam
hingga mencapai tempat rujukan
-Selama perjalanan dapt dilakukan kompresi aorta abdominal
atau kompresi bimanual eksterna
Ligase arteri uterine dan/atau hipogastrik
B-lynch metod
Perdarahan
Histerektomi
Pertahankan uterus
Tetap
8/13/2019 129850938-75986292-iugr-atonia
22/25
25
Gambar 2.8. Skema Penanganan Atonia Uteri (Dikutip dari: Dinkes Deli Serdang, 2005)
e. UterotonikaOksitosin merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus posterior hipofisis.
Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya meningkat seiring dengan
meningkatnya umur kehamilan dan timbulnya reseptor oksitosin. Pada dosis rendah
oksitosin menguatkan kontraksi dan meningkatkan frekuensi, tetapi pada dosis tinggi
menyebabkan tetani. Oksitosin dapat diberikan secara IM atau IV, untuk perdarahan aktif
diberikan lewat infus dengan ringer laktat 20 IU/mL, jika sirkulasi kolaps bisa diberikan
oksitosin 10 IU intramiometrikal (IMM). Efek samping pemberian oksitosin sangat sedikit
ditemukan yaitu nausea dan vomitus, efek samping lain yaitu intoksikasi cairan jarang
ditemukan.
Metilergonovin maleat (pospargin) merupakan golongan ergot alkaloid yang dapat
menyebabkan tetani uteri setelah 5 menit pemberian IM. Dapat diberikan secara IM 0,25
mg, dapat diulang setiap 5 menit sampai dosis maksimum 1,25 mg, dapat juga diberikan
Berhenti
8/13/2019 129850938-75986292-iugr-atonia
23/25
8/13/2019 129850938-75986292-iugr-atonia
24/25
27
masuk. Uterine packing diberikan jika tidak tersedia fasilitas operasi atau kondisi pasien
tidak memungkinkan dilakukan operasi.
g. OperatifBeberapa penelitian tentang ligasi arteri uterina menghasilkan angka keberhasilan
80-90%. Pada teknik ini dilakukan ligasi arteri uterina yang berjalan disamping uterus
setinggi batas atas segmen bawah rahim. Jika dilakukan SC, ligasi dilakukan 2-3 cm dibawah
irisan segmen bawah rahim. Untuk melakukan ini diperlukan jarum atraumatik yang besar
dan benang cutgut yang sesuai. Arteri dan vena uterina diligasi dengan melewatkan jarum 2-
3 cm medial vasa uterina, masuk ke miometrium keluar di bagian avaskular ligamentum
latum lateral vasa uterina. Saat melakukan ligasi hindari rusaknya vasa uterina dan ligasi
harus mengenai cabang asenden arteri miometrium, untuk itu penting untuk menyertakan
2-3 cm miometrium.
Jahitan kedua dapat dilakukan jika langkah diatas tidak efektif dan jika terjadi
perdarahan pada segmen bawah rahim. Dengan menyisihkan vesika urinaria, ligasi kedua
dilakukan bilateral pada vasa uterina bagian bawah, 3-4 cm dibawah ligasi vasa uterina atas.
Ligasi ini harus mengenai sebagian besar cabang arteri uterina pada segmen bawah rahim
dan cabang arteri uterina yang menuju ke servik, jika perdarahan masih terus berlangsung
perlu dilakukan bilateral atau unilateral ligasi vasa ovarian.
g.1 Ligasi arteri Iliaka Interna
Identifikasi bifurkasiol arteri iliaka, tempat ureter menyilang, untuk
melakukannya harus dilakukan insisi 5-8 cm pada peritoneum lateral paralel dengan
garis ureter. Setelah peritoneum dibuka, ureter ditarik ke medial kemudian dilakukan
ligasi arteri 2,5 cm distal bifurkasio iliaka interna dan eksterna. Klem dilewatkan
dibelakang arteri, dan dengan menggunakan benang non absobable dilakukan dua ligasi
bebas berjarak 1,5-2 cm. Hindari trauma pada vena iliaka interna. Identifikasi denyut
arteri iliaka eksterna dan femoralis harus dilakukan sebelum dan sesudah ligasi.
Risiko ligasi arteri iliaka adalah trauma vena iliaka yang dapat menyebabkan
perdarahan. Dalam melakukan tindakan ini dokter harus mempertimbangkan waktu dan
kondisi pasien.
8/13/2019 129850938-75986292-iugr-atonia
25/25
28
g.2 Teknik B-Lynch
Teknik B-Lynch dikenal juga dengan brace suture, ditemukan oleh Christopher
B Lynch 1997, sebagai tindakan operatif alternative untuk mengatasi perdarahan
pospartum akibat atonia uteri.
g.3 Histerektomi
Histerektomi peripartum merupakan tindakan yang sering dilakukan jika terjadi
perdarahan pospartum masif yang membutuhkan tindakan operatif. Insidensi mencapai
7-13 per 10.000 kelahiran, dan lebih banyak terjadi pada persalinan abdominal
dibandingkan vaginal.