1 INVAGINASI
PENDAHULUAN
Invaginasi ialah suatu keadaan, sebagian usus masuk ke dalam usus berikutnya.
Biasanya bagian proksimal masuk ke distal, jarang terjadi sebaliknya. Bagian usus yang
masuk disebut intussusceptum dan bagian yang menerima intussuscepturn dinamakan
intussuscipiens . Oleh karena itu, invaginasi disebut juga intussusception. Pemberian nama
invaginasi bergantung hubungan antara intussusceptum dan intussuscipiens, misalnya ileo-
ileal menunjukkan invaginasi hanya melibatkan ileum saja. Ileo-colica berarti ileum sebagai
intussusceptum dan colon sebagai intussuscipiens. Kombinasi lain dapat terjadi seperti ileo-
ileo colica, colo-colica dan appendical-colica.
Ileo-colica yang paling banyak ditemukan (75%), ileoileocolica 15%, lain-lain 10%,
paling jarang tipe appendicalcolica1. Invaginasi sering dijumpai pada umur 3 bulan - 2 tahun,
paling banyak 5 - 9 bulan. Prevalensi penyakit diperkirakan 1 - 2 penderita di antara 1000
kelahiran hidup. Anak lelaki lebih banyak daripada perempuan, 3 : 1 2 . Pada umur 5 - 9 bulan
sebagian besar belum diketahui penyebabnya. Penderita biasanya bayi sehat, menyusui, gizi
baik dan dalam pertumbuhan optimal. Ada yang menghubungkan terjadinya invaginasi
karena gangguan peristaltik, 10% didahului oleh pemberian makanan padat dan diare3.
Diare dan invaginasi dihubungkan dengan infeksi virus, karena pada pemeriksaan
tinja dan kelenjar limfa mesenterium, terdapat adenovirus bersama-sama invaginasi4.
Invaginasi pada umur 2 tahun ke atas, biasanya bersama-sama divertikel Meckel, polip,
hemangioma dan limfosarkoma. Infeksi parasit sering juga menyertai invaginasi anak besar 2.5.
Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah Ciawi Anastasia Marcella (406100097)Periode 19 September – 26 November 2011
2 INVAGINASI
1.1. DEFINISI
Invaginasi disebut juga intususepsi adalah suatu keadaan dimana segmen usus masuk
ke dalam segmen lainnya; yang bisa berakibat dengan obstruksi / strangulasi. Umumnya
bagian yang proksimal (intususeptum) masuk ke bagian distal (intususipien).
1.2. INSIDENSI
Insidens penyakit ini tidak diketahui secara pasti, masing – masing penulis
mengajukan jumlah penderita yang berbeda – beda. Kelainan ini umumnya ditemukan pada
anak – anak di bawah 1 tahun dan frekuensinya menurun dengan bertambahnya usia anak.
Umumnya invaginasi ditemukan lebih sering pada anak laki – laki, dengan perbandingan
antara laki – laki dan perempuan tiga banding dua. Insidens pada bulan Maret – Juni
meninggi dan pada bulan September – Oktober juga meninggi. Hal tersebut mungkin
berhubungan dengan musim kemarau dan musim penghujan dimana pada musim – musim
tersebut insidens infeksi saluran nafas dan gastroenteritis meninggi. Sehingga banyak ahli
yang menganggap bahwa hypermotilitas usus merupakan salah satu faktor penyebab.
1.3. ETIOLOGI
Terbagi dua :
1. Idiophatic
2. Kausal
Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah Ciawi Anastasia Marcella (406100097)Periode 19 September – 26 November 2011
3 INVAGINASI
I. Idiophatic
Menurut kepustakaan 90 – 95 % invaginasi pada anak dibawah umur satu tahun tidak
dijumpai penyebab yang spesifik sehingga digolongkan sebagai “infatile idiphatic
intussusceptions”. Pada waktu operasi hanya ditemukan penebalan dari dinding ileum
terminal berupa hyperplasia jaringan folikel submukosa yang diduga sebagai akibat infeksi
virus. Penebalan ini merupakan titik awal (lead point) terjadinya invaginasi.
II. Kausal
Pada penderita invaginasi yang lebih besar (lebih dua tahun) adanya kelainan usus
sebagai penyebab invaginasi seperti : inverted Meckel’s diverticulum, polip usus, leiomioma,
leiosarkoma, hemangioma, blue rubber blep nevi, lymphoma, duplikasi usus.
Gross mendapatkan titik awal invaginasi berupa : divertikulum Meckel, polip,
duplikasi usus dalam feses penderita invaginasi. dan lymphoma pada 42 kasus dari 702 kasus
invaginasi anak.
Ein’s dan Raffensperger, pada pengamatannya mendapatkan “Specific leading
points” berupa eosinophilik, granuloma dari ileum, papillary lymphoid hyperplasia dari ileum
hemangioma dan perdarahan submukosa karena hemophilia atau Henoch’s purpura.
Lymphosarcoma sering dijumpai sebagai penyebab invaginasi pada anak yang berusia diatas
enam tahun. Invaginasi dapat juga terjadi setelah laparotomi, yang biasanya timbul setelah
dua minggu pasca bedah, hal ini terjadi akibat gangguan peristaltik usus, disebabkan
manipulasi usus yang kasar dan lama, diseksi retroperitoneal yang luas dan hipoksia lokal.
1.4. FAKTOR – FAKTOR YANG DIHUBUNGKAN DENGAN TERJADINYA
INVAGINASI
Penyakit ini sering terjadi pada umur 3 – 12 bulan, di mana pada saat itu terjadi
perubahan diet makanan dari cair ke padat, perubahan pemberian makanan ini dicurigai
sebagai penyebab terjadi invaginasi. Invaginasi kadang – kadang terjadi setelah / selama
enteritis akut, sehingga dicurigai akibat peningkatan peristaltik usus. Gastroenteritis akut
yang dijumpai pada bayi, ternyata kuman rotavirus adalah agen penyebabnya, pengamatan 30
kasus invaginasi bayi ditemukan virus ini dalam fesesnya sebanyak 37 %.
Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah Ciawi Anastasia Marcella (406100097)Periode 19 September – 26 November 2011
4 INVAGINASI
1.5. JENIS INVAGINASI
Jenis invaginasi dapat dibagi menurut lokasinya pada bagian usus mana yang terlibat,
pada ileum dikenal sebagai jenis ileo ileal. Pada kolon dikenal dengan jenis colo colica dan
sekitar ileo caecal disebut ileocaecal, jenis – jenis yang disebutkan di atas dikenal dengan
invaginasi
tunggal dimana dindingnya terdiri dari tiga lapisan. Jika dijumpai dindingnya terdiri dari lima
lapisan, hal ini sering pada keadaan yang lebih lanjut disebut jenis invaginasi ganda, sebagai
contoh adalah jenis – jenis ileo – ileo colica atau ileo - colo colica.
1.6. PATOLOGI
Pada invaginasi dapat berakibat obstruksi strangulasi. Obstruksi yang terjadi secara
mendadak ini, akan menyebabkan bagian apex invaginasi menjadi oedem dan kaku, jika hal
ini telah terjadi maka tidak mungkin untuk kembali normal secara spontan. Pada sebagian
besar kasus invaginasi keadaan ini terjadi pada daerah ileo – caecal. Apabila terjadi obstruksi
sistem limfatik dan vena mesenterial, akibat penyakit berjalan progresif dimana ileum dan
mesenterium masuk kedalam caecum dan colon, akan dijumpai mukosa intussusseptum
menjadi oedem dan kaku. Mengakibatkan obstruksi yang pada akhirnya akan dijumpai
keadaan strangulasi dan perforasi usus.
Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah Ciawi Anastasia Marcella (406100097)Periode 19 September – 26 November 2011
5 INVAGINASI
1.7. GAMBARAN KLINIS
Secara klasik perjalanan suatu invaginasi memperlihatkan gambaran sebagai berikut :
Anak atau bayi yang semula sehat dan biasanya dengan keadaan gizi yang baik, tiba – tiba
menangis kesakitan, terlihat kedua kakinya terangkat ke atas, penderita tampak seperti kejang
dan pucat menahan sakit, serangan nyeri perut seperti ini berlangsung dalam beberapa menit.
Diluar serangan, anak / bayi kelihatan seperti normal kembali. Pada waktu itu sudah terjadi
proses invaginasi. Serangan nyeri perut datangnya berulang – ulang dengan jarak waktu 15 –
20 menit, lama serangan 2 – 3 menit. Pada umumnya selama serangan nyeri perut itu diikuti
dengan muntah berisi cairan dan makanan yang ada di lambung, sesudah beberapa kali
serangan dan setiap kalinya memerlukan tenaga, maka di luar serangan si penderita terlihat
lelah dan lesu dan tertidur sampai datang serangan kembali. Proses invaginasi pada mulanya
belum terjadi gangguan pasase isi usus secara total, anak masih dapat defekasi berupa feses
biasa, kemudian feses bercampur darah segar dan lendir, kemudian defekasi hanya berupa
darah segar bercampur lendir tanpa feses. Karena sumbatan belum total, perut belum
kembung dan tidak tegang, dengan demikian mudah teraba gumpalan usus yang terlibat
Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah Ciawi Anastasia Marcella (406100097)Periode 19 September – 26 November 2011
6 INVAGINASI
invaginasi sebagai suatu massa tumor berbentuk bujur di dalam perut di bagian kanan atas,
kanan bawah, atas tengah atau kiri bawah.
Tumor lebih mudah teraba pada waktu terdapat peristaltik, sedangkan pada perut
bagian kanan bawah teraba kosong yang disebut “dance’s sign” ini akibat caecum dan kolon
naik ke atas, ikut proses invaginasi. Pembuluh darah mesenterium dari bagian yang terjepit
mengakibatkan gangguan venous return sehingga terjadi kongesti, oedem, hiperfungsi goblet
sel serta laserasi mukosa usus, ini memperlihatkan gejala berak darah dan lendir, tanda ini
baru dijumpai sesudah 6 – 8 jam serangan sakit yang pertama kali, kadang – kadang sesudah
12 jam. Berak darah lendir ini bervariasi jumlahnya dari kasus ke kasus, ada juga yang
dijumpai hanya pada saat melakukan colok dubur. Sesudah 18 – 24 jam serangan sakit yang
pertama, usus yang tadinya tersumbat partial berubah menjadi sumbatan total, diikuti proses
oedem yang semakin bertambah, sehingga pasien dijumpai dengan tanda – tanda obstruksi,
seperti perut kembung dengan gambaran peristaltik usus yang jelas, muntah warna hijau dan
dehidrasi.
Oleh karena perut kembung maka massa tumor tidak dapat diraba lagi dan defekasi
hanya berupa darah dan lendir. Apabila keadaan ini berlanjut terus akan dijumpai muntah
feses, dengan demam tinggi, asidosis, toksis dan terganggunya aliran pembuluh darah arteri,
pada segmen yang terlibat menyebabkan nekrosis usus, ganggren, perforasi, peritonitis
umum, shock dan kematian. Pemeriksaan colok dubur didapati:
- Tonus sphincter melemah, mungkin invaginat dapat diraba berupa massa seperti portio.
- Bila jari ditarik, keluar darah bercampur lendir.
Perlu perhatian bahwa untuk penderita malnutrisi gejala – gejala invaginasi tidak
khas, tanda - tanda obstruksi usus berhari – hari baru timbul, pada penderita ini tidak jelas
tanda adanya sakit berat, defekasi tidak ada darah, invaginasi dapat mengalami prolaps
melewati anus, hal ini mungkin disebabkan pada pasien malnutrisi tonus yang melemah,
sehingga obstruksi tidak cepat timbul. Suatu keadaan disebut dengan invaginasi atipikal, bila
kasus itu gagal dibuat diagnosa yang tepat oleh seorang ahli bedah, meskipun keadaan ini
kebanyakan terjadi karena ketidaktahuan dokter dibandingkan dengan gejala tidak lazim pada
penderita.
Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah Ciawi Anastasia Marcella (406100097)Periode 19 September – 26 November 2011
7 INVAGINASI
1.8. DIAGNOSIS
Untuk menegakkan diagnosa invaginasi didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan
fisik, laboratorium dan radiologi. Gejala klinis yang menonjol dari invaginasi adalah suatu
trias gejala yang terdiri dari :
1. Nyeri perut yang datangnya secara tiba – tiba, nyeri bersifat serangan –serangan., nyeri
menghilang selama 10 – 20 menit, kemudian timbul lagi serangan baru.
2. Teraba massa tumor di perut bentuk bujur pada bagian kanan atas, kanan bawah, atas
tengah, kiri bawah atau kiri atas.
3. Buang air besar campur darah dan lendir
Bila penderita terlambat memeriksakan diri, maka sukar untuk meraba adanya tumor,
oleh karena itu untuk kepentingan diagnosis harus berpegang kepada gejala trias invaginasi.
Mengingat invaginasi sering terjadi pada anak berumur di bawah satu tahun, sedangkan
penyakit disentri umumnya terjadi pada anak – anak yang mulai berjalan dan mulai bermain
sendiri maka apabila ada pasien datang berumur di bawah satu tahun, sakit perut yang
bersifat kolik sehingga anak menjadi rewel sepanjang hari / malam, ada muntah, buang air
besar campur darah dan lendir maka pikirkanlah kemungkinan invaginasi.
1.9. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pada pemeriksaan darah rutin ditemukan peningkatan jumlah leukosit ( leukositosis >
10.000/mm3 ).
1.10. PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Foto polos abdomen : didapatkan distribusi udara didalam usus tidak merata, usus
terdesak ke kiri atas, bila telah lanjut terlihat tanda – tanda obstruksi usus dengan gambaran
“air fluid level”. Dapat terlihat “ free air “ bilah terjadi perforasi. Barium enema : dikerjakan
untuk tujuan diagnosis dan terapi, untuk diagnosis dikerjakan bila gejala – gejala klinik
meragukan, pada barium enema akan tampak gambaran cupping, coiled spring appearance.
Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah Ciawi Anastasia Marcella (406100097)Periode 19 September – 26 November 2011
8 INVAGINASI
1.11. DIAGNOSA BANDING
- Gastro – enteritis, bila diikuti dengan invaginasi dapat ditandai jika dijumpai perubahan
rasa sakit, muntah dan perdarahan.
- Divertikulum Meckel, dengan perdarahan, biasanya tidak ada rasa nyeri.
- Disentri amoeba, disini diare mengandung lendir dan darah, serta adanya obstipasi, bila
disentri berat disertai adanya nyeri di perut, tenesmus dan demam.
- Enterokolitis, tidak dijumpai adanya nyeri di perut yang hebat.
- Prolapsus recti atau Rectal prolaps, dimana biasanya terjadi berulang kali dan pada colok
dubur didapati hubungan antara mukosa dengan kulit perianal, sedangkan pada invaginasi
didapati adanya celah.
1.12. PENATALAKSANAAN
Keberhasilan penatalaksanaan invaginasi ditentukan oleh cepatnya pertolongan
diberikan, jika pertolongan sudah diberikan kurang dari 24 jam dari serangan pertama maka
akan memberikan prognosis yang lebih baik. Penatalaksanaan penanganan suatu kasus
invaginasi pada bayi dan anak sejak dahulu mencakup dua tindakan penanganan yang dinilai
berhasil dengan baik :
1. Reduksi dengan barium enema
2. Reduksi dengan operasi
Sebelum dilakukan tindakan reduksi, maka terhadap penderita : dipuasakan, resusitasi cairan,
dekompressi dengan pemasangan pipa lambung. Bila sudah dijumpai tanda gangguan pasase
usus dan hasil pemeriksaan laboratorium dijumpai peninggian dari jumlah leukosit maka saat
ini antibiotika berspektrum luas dapat diberikan. Narkotik seperti Demerol dapat diberikan
(1mg/ kg BB) untuk menghilangkan rasa sakit.
Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah Ciawi Anastasia Marcella (406100097)Periode 19 September – 26 November 2011
9 INVAGINASI
Reduksi Dengan Barium Enema
Telah disebutkan pada bab terdahulu bahwa barium enema berfungsi dalam
diagnostik dan terapi. Barium enema dapat diberikan bila tidak dijumpai kontra indikasi
seperti :
- Adanya tanda obstruksi usus yang jelas baik secara klinis maupun pada foto abdomen
- Dijumpai tanda – tanda peritonitis
- Gejala invaginasi sudah lewat dari 24 jam
- Dijumpai tanda – tanda dehidrasi berat
- Usia penderita diatas 2 tahun
Hasil reduksi ini akan memuaskan jika dalam keadaan tenang tidak menangis atau
gelisah karena kesakitan oleh karena itu pemberian sedatif sangat membantu. Kateter yang
telah diolesi pelicin dimasukkan ke rektum dan difiksasi dengan plester, melalui kateter
bubur barium dialirkan dari kontainer yang terletak 3 kaki di atas meja penderita dan aliran
bubur barium dideteksi dengan alat floroskopi sampai meniskus intussusepsi dapat
diidentifikasi dan dibuat foto. Meniskus sering dijumpai pada kolon transversum dan bagian
proksimal kolon descendens. Bila kolom bubur barium bergerak maju menandai proses
reduksi sedang berlanjut, tetapi bila kolom bubur barium berhenti dapat diulangi 2 – 3 kali
dengan jarak waktu 3 – 5 menit. Reduksi dinyatakan gagal bila tekanan barium dipertahankan
selama 10 – 15 menit tetapi tidak dijumpai kemajuan. Antara percobaan reduksi pertama,
kedua dan ketiga, bubur barium dievakuasi terlebih dahulu.
Reduksi barium enema dinyatakan berhasil apabila :
- Rectal tube ditarik dari anus maka bubur barium keluar dengan disertai massa feses dan
udara.
- Pada floroskopi terlihat bubur barium mengisi seluruh kolon dan sebagian usus halus, jadi
adanya refluks ke dalam ileum.
- Hilangnya massa tumor di abdomen.
- Perbaikan secara klinis pada anak dan terlihat anak menjadi tertidur serta norit test positif.
Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah Ciawi Anastasia Marcella (406100097)Periode 19 September – 26 November 2011
10 INVAGINASI
Penderita perlu dirawat inap selama 2 – 3 hari karena sering dijumpai kekambuhan
selama 36 jam pertama. Keberhasilan tindakan ini tergantung kepada beberapa hal antara
lain, waktu sejak timbulnya gejala pertama, penyebab invaginasi, jenis invaginasi dan teknis
pelaksanaannya.
Reduksi Dengan Tindakan Operasi
1. Memperbaiki keadaan umum
Tindakan ini sangat menentukan prognosis, janganlah melakukan tindakan operasi
sebelum terlebih dahulu keadaan umum pasien diperbaiki. Pasien baru boleh dioperasi
apabila sudah yakin bahwa perfusi jaringan telah baik, hal ini ditandai apabila produksi urine
sekitar 0,5 – 1 cc/kg BB/jam. Nadi kurang dari 120 x/menit, pernafasan tidak melebihi 40
x/menit, akral yang tadinya dingin dan lembab telah berubah menjadi hangat dan kering,
turgor kulit mulai membaik dan temperature badan tidak lebih dari 38o C. Biasanya perfusi
jaringan akan baik apabila setengah dari perhitungan dehidrasi telah masuk, sisanya dapat
diberikan sambil operasi berjalan dan pasca bedah.
Yang dilakukan dalam usaha memperbaiki keadaan umum adalah :
a. Pemberian cairan dan elektrolit untuk rehidrasi (resusitasi).
b. Tindakan dekompresi abdomen dengan pemasangan sonde lambung.
c. Pemberian antibiotika dan sedatif.
Suatu kesalahan besar apabila buru – buru melakukan operasi karena takut usus
Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah Ciawi Anastasia Marcella (406100097)Periode 19 September – 26 November 2011
11 INVAGINASI
menjadi nekrosis padahal perfusi jaringan masih buruk. Harus diingat bahwa obat anestesi
dan stress operasi akan memperberat keadaan umum penderita serta perfusi jaringan yang
belum baik akan menyebabkan bertumpuknya hasil metabolik di jaringan yang seharusnya
dibuang lewat ginjal dan pernafasan, begitu pula perfusi jaringan yang belum baik akan
mengakibatkan oksigenasi jaringan akan buruk pula. Bila dipaksakan kelainan – kelainan itu
akan irreversible.
2. Tindakan untuk mereposisi usus
Tindakan selama operaasi tergantung kepada penemuan keadaan usus, reposisi
manual dengan cara “milking” dilakukan dengan halus dan sabar, juga bergantung pada
keterampilan dan pengalaman operator. Insisi operasi untuk tindakan ini dilakukan secara
transversal (melintang), pada anak – anak dibawah umur 2 tahun dianjurkan insisi transversal
supraumbilikal oleh karena letaknya relatif lebih tinggi. Ada juga yang menganjurkan insisi
transversal infraumbilikal dengan alasan lebih mudah untuk eksplorasi malrotasi usus,
mereduksi invaginasi dan tindakan apendektomi bila dibutuhkan. Tidak ada batasan yang
tegas kapan kita harus berhenti mencoba reposisi manual itu. Reseksi usus dilakukan apabila :
pada kasus yang tidak berhasil direduksi dengan cara manual, bila viabilitas usus diragukan
atau ditemukan kelainan patologis sebagai penyebab invaginasi. Setelah usus direseksi
dilakukan anastomosis ”end to end”, apabila hal ini memungkinkan, bila tidak mungkin maka
dilakukan “exteriorisasi” atau enterostomi.
Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah Ciawi Anastasia Marcella (406100097)Periode 19 September – 26 November 2011
12 INVAGINASI
1.13. Perawatan Pasca Operasi
Pada kasus tanpa reseksi Nasogastric tube berguna sebagai dekompresi pada saluran
cerna selama 1 – 2 hari dan penderita tetap dengan infus. Setelah oedem dari intestine
menghilang, pasase dan peristaltik akan segera terdengar. Kembalinya fungsi intestine
ditandai dengan menghilangnya cairan kehijauan dari nasogastric tube. Abdomen menjadi
lunak, tidak distensi. Dapat juga didapati peningkatan suhu tubuh pasca operasi yang akan
turun secara perlahan. Antibiotika dapat diberikan satu kali pemberian pada kasus dengan
reduksi. Pada kasus dengan reseksi perawatan menjadi lebih lama.
Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah Ciawi Anastasia Marcella (406100097)Periode 19 September – 26 November 2011
13 INVAGINASI
DAFTAR PUSTAKA
1. Singleton EH. X—Ray Diagnosis of The Alimentary Tract in Infants and Children, 2nd ed.
Philadelhia—London—Toronto: WB Saunders Co. 1977; pp 244—6.
2. Kempe CH, Silver HK and OBrien D. Current Pediatrics Diagnosis and Treatment, 4th ed.
London: Balliere, Tindal Cassel 1976; pp 206—7.
3. Saing H. Common Surgical Paeddiatrics Emergencies. Medical Progress 1985; 12:25—8.
4. Ravitch MM and McCune RM. Intussusception in Infants and Children. J Pediatr. 1950;
37:153—72.
5. Pascoe DJ and Crosman M. Quick Reference to Pediatric Emergencies. Philadelphia,
Toronto: JB Lippincott Co. 1973; pp 142.
6. Ling JT. Intussusception in Infants and With Emphasis on The Recognition of Cases with
Complications. Radiology. 1954; 62:505—10.
7. Gierup J, Jorulf H and Livadities A. Management of ilntussusceptum in Infants and
Children: A Survey Based on 288 Consecutive Cases. Pediatr. 1972; 50:535—40.
8. Schapiro. Clinical Radiology of The Pediatric Abdominal and Gastrointestinal Tract.
Baltimor-Tokyo—London: University Park Press. 1976; pp 242—3.
9. Jennings C and Kellaher J. Intussusception: Influence of Age on Reducibility. Pediatric
Radiology. 1984; 14:292‚4.
10.Black JA. Pediatric Emergencies 1st ed. London‚Boston‚Sydney
Wellington‚Durban‚Toronto: Butterworth& 1979; pp 381‚2.
11. Dejong, W. Sjamsuhidajat, R. (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta 2005:penerbit buku
kedokterean ECG.
Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah Ciawi Anastasia Marcella (406100097)Periode 19 September – 26 November 2011