PEMANFAATAN KOTORAN BOS TAURUS MENJADI
BAHAN DASAR PEMBUATAN PARFUMPROPOSAL PENELITIAN ILMIAHDiajukan untuk memenuhi mata pelajaran Penelitian Ilmiah
Disusun oleh:
Charlene Gunawan/XI MIA 4/6
Shierly Angela/XI MIA 4/20
SMA SANTA ANGELA
BANDUNG
2018-2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pewangi adalah produk yang semakin diminati oleh masyarakat saat ini,
salah satunya adalah pewangi pakaian/badan. Pewangi yang beredar di
masyarakat umumnya spray. Produk yang memiliki wewangian yang khas
dan menarik memang sangat digemari oleh masyarakat. Namun sayangnya,
parfum tidak hanya memberikan aroma harum, tetapi juga mengandung bahan
kimia yang membahayakan kulit. Mengutip The Globe and Mail, laporan itu
memaparkan, ada beberapa parfum mengandung lilial. Lilial adalah bahan
kimia yang bersifat menyebabkan alergi atau alergen yang mungkin memicu
efek seperti estrogen di tubuh. Riset menurut ahli gizi holistik dan naturopati,
Michelle Schoffro Cook mengatakan terdapat 500 lebih bahan kimia
berbahaya yang menjadi bahan dasar pembuatan wewangian di parfum.
Kebanyakan berasal dari bahan kimia sintetis yang diperoleh dari bahan
petrokimia, dan telah terbukti mengandung neurotoxin (racun yang bisa
merusak pembuluh darah atau syaraf otak), dan terdapat juga kandungan
karsinogen (bahan yang dianggap sebagai penyebab kanker).
Pada penelitian kali ini, peneliti mencoba untuk membuat parfum ramah
lingkungan berbahan dasar kotoran sapi, yang dianggap sebagai limbah bagi
masyarakat. Latar belakang utama dari penelitian ini adalah kotoran sapi yang
merupakan limbah yang sangat berbahaya bagi manusia dan makhluk hidup
lainnya. Dampak yang ditimbulkan oleh limbah kotoran sapi
adalah adanya pencemaran karena gas metan menyebabkan bau yang tidak
sedap bagi lingkungan sekitar. Gas metan ini adalah salah satu gas yang
bertanggung jawab terhadap pemanasan global dan perusakan ozon, dengan
laju 1 % per tahun dan terus meningkat. Tinja dan urine dari hewan yang
tertular dapat sebagai sarana penularan penyakit, misalnya saja penyakit
anthrax melalui kulit manusia yang terluka atau tergores. Saat ini, mayoritas
dari masyarakat hanya memanfaatkan kotoran sapi sebagai bahan dasar
pembuatan pupuk kompos saja. Padahal sebenarnya, kotoran sapi dapat diolah
lebih lanjut sehingga menjadi sebuah parfum. Namun, belum banyak
masyarakat yang tahu bahwa kotoran sapi dapat dijadikan bahan dasar
pembuatan parfum. Alasan selanjutnya adalah penggunaan parfum sudah
semakin meluas. Parfum bukan saja digunakan oleh kaum perempuan, bahkan
kaum lelaki pun suka menggunakannya. Secara tidak langsung, parfum sudah
menjadi bagian dari kebutuhan. Peminat parfum yang semakin tinggi
menyebabkan harga yang semakin tinggi juga, terutama parfum yang memiliki
merek tertentu. Karena itu, peneliti memilih kotoran sapi sebagai bahan dasar
pembuatan parfum. Selain dapat mengurangi limbah pencemaran, kotoran sapi
juga mudah didapat dan tidak perlu biaya. Selain itu, kotoran sapi juga kaya
akan lignin. Dari lignin inilah dapat diesktrak menjadi vanillin.
Penelitian oleh Dwi Nailul Izzah dan Rintya Miki Aprianti, murid dari
SMA Muhammadiyah 1 Babat, pada tahun 2013 dalam menciptakan parfum
berbahan dasar kotoran sapi dilatarbelakangi oleh populasi sapi yang terbilang
banyak. Menurut mereka, pengharum dari kotoran sapi dibuat dengan biaya
yang sangat murah, yaitu Rp 21.000,00 yang bisa menghasilkan kemasan yang
berisi 255 mililiter dan sebagai pembandingnya adalah produk pengharum
yang biasa beredar di pasaran dijual seharga Rp 39.900,00 untuk kemasan 275
gram.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apakah kotoran sapi dapat dijadikan sebagai bahan dasar pembuatan
parfum?
1.2.2 Bagaimana proses pembuatan parfum dari kotoran sapi?
1.2.3 Bagaimana kualitas parfum yang dihasilkan?
1.2.4 Apakah kandungan dari parfum tersebut aman untuk digunakan dan
harganya pun terjangkau?
1.2.5 Apakah parfum tersebut dapat diminati oleh banyak masyarakat?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Untuk mengetahui apakah kotoran sapi dapat dijadikan bahan dasar
pembuatan parfum
1.3.2 Untuk mengetahui proses pembuatan parfum dari kotoran sapi
1.3.3 Untuk mengetahui kualitas dari parfum tersebut
1.3.4 Untuk mengetahui tingkat keamanan parfum dengan harga yang
terjangkau
1.3.5 Untuk mengetahui apakah parfum tersebut diminati oleh banyak
masyarakat
1.4 Manfaat penelitian
1.4.1 Bagi peneliti :
1.4.1.1 Menambah pengetahuan mengenai pemanfaatan kotoran sapi
menjadi parfum
1.4.1.2 Menambah pengalaman bagi peneliti dalam menciptakan sesuatu
yang baru
1.4.1.3 Menambah refrensi untuk peneliti selanjutnya dalam pembuatan
parfum berbahan dasar kotoran sapi
1.4.2 Bagi masyarakat :
1.4.2.1 Meminimalisir limbah kotoran sapi di lingkungan masyarakat
1.4.2.2 Mengenalkan bahwa kotoran sapi dapat dijadikan sebagai bahan
dasar parfum
1.4.2.3 Alternatif bagi masyarakat yang belum bisa menjangkau harga
parfum di pasaran
1.4.2.4 Memiliki nilai ekonomis atau nilai jual
1.5 Hipotesis
1.5.1 Kotoran sapi mengandung lignin yang dapat dijadikan bahan dasar
pembuatan parfum
1.5.2 Proses pembuatan parfum cukup sulit dimulai dari fermentasi hingga
diesktrak menjadi aroma melati
1.5.3 Kualitas parfum yang dihasilkan baik karena memiliki aroma yang
sedap
1.5.4 Kandungan parfum sangat aman untuk digunakan karena 100% berasal
dari bahan-bahan yang alami dan harganya pun tidak mahal
1.5.5 Parfum tersebut akan diminati masyarakat karena selain harganya yang
terjangkau, kualitas, dan keamananya pun terjamin
1.6 Sistematika Penulisan Laporan
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penelitian
1.4 Manfaat Penelitian
1.5 Hipotesis
1.6 Sistematika Penulisan
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Teori yang mendasari topik penelitian (didukung footnote/ cat.kaki)
2.2 dst.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian
3.2 Jenis Penelitian
3.3 Subjek Penelitian
3.4 Variabel Penelitian
3.5 Waktu Penelitian
3.6 Tempat Penelitian
3.7 Alat dan Bahan
3.8 Langkah Kerja
3.9 Teknik Pengumpulan Data
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.2 Pembahasan
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Limbah Peternakan
Limbah peternakan adalah buangan yang meliputi semua kotoran yang
dihasilkan dari usaha peternakan yang bersifat padat, cair, maupun gas. Limbah
peternakan merupakan salah faktor yang harus diperhatikan pada usaha
peternakan, selain bibit ternak, pakan, kandang, penyakit ternak dan panen.
Dikatakan demikian karena tidak jarang suatu peternakan diminta untuk menutup
usahanya oleh warga masyarakat sekitar karena limbahnya dituding telah
mencemari lingkungan.
Total limbah yang dihasilkan peternakan tergantung dari spesies ternak,
besar usaha, tipe usaha dan lantai kandang. Kotoran sapi yang terdiri dari feses
dan urin merupakan limbah ternak yang terbanyak dihasilkan. Limbah peternakan
mengandung nutrisi atau zat padat yang potensial untuk mendorong kehidupan
jasad renik yang memberikan dampak terhadap lingkungan. Selain melalui
air, limbah peternakan sering mencemari lingkungan secara biologis yaitu sebagai
media untuk berkembang biaknya lalat. Kandungan air manure antara 27-86 %
merupakan media yang paling baik untuk pertumbuhan dan perkembangan larva
lalat, sementara kandungan air manure 65-85 % merupakan media yang optimal
untuk bertelur lalat.
Gambar 2.1 limbah peternakanSumber: kantinpustaka.blogspot.com
Adanya limbah peternakan dalam keadaan keringpun dapat mengakibatkan
pencemaran lingkungan yaitu dengan menimbulkan debu. Pencemaran udara di
lingkungan penggemukan sapi yang paling hebat ialah sekitar pukul 18.00,
kandungan debu pada saat tersebut lebih dari 6000 mg/m3, jadi sudah melewati
ambang batas yang dapat ditolelir untuk kesegaran udara di lingkungan (3000
mg/m3).
Dampak limbah peternakan secara umum dibagi 2, yaitu dampak bagi
kesehatan dan dampak bagi lingkungan, yang diuraikan sebagai berikut:
a. Dampak limbah peternakan bagi kesehatan
1. Penduduk yang tinggal di dekat peternakan besar menghirup
berbagai jenis gas yang terbentuk akibat dekomposisi manure. Bau
yang menusuk disertai dengan senyawa yang membahayakan,
misalnya gas dr lagoon (H2S) membahayakan meskipun dalam
konsentrasi rendah. Efeknya antara lain seperti gangguan
tenggorokan.
b. Dampak limbah bagi peternakan bagi lingkungan
1. Terjadi eutrofikasi yang mengakibatkan penurunan oksigen dalam
air, binatang di dalam air pun bisa mati.
2. Pencemaran
2.2 Kotoran Sapi
Umumnya tujuan para peternak dalam beternak sapi adalah untuk
mendapatkan daging sapi atau susu sapi. Selain menghasilkan daging atau susu,
beternak sapi juga menghasilkan produk lain berupa kotoran. Menurut Setiawan
Gambar 2.2 kotoran sapiSumber: bandung.pojoksatu.id
(1999), ada tiga pilihan untuk memanfaatkan kotoran ternak yaitu : menggunakan
kotoran ternak untuk pupuk, penghasil biogas, dan bahan pembuat bio arang. Zat-
zat yang terkandung dalam kotoran ternak dapat dimanfaatkan kembali dengan
menggunakan kotoran ternak sebagai pupuk kandang. Kandungan unsur hara
dalam kotoran yang penting untuk tanaman adalah unsur nitrogen (N), fosfor (P),
dan kalium (K). Dalzel et al (1987) dalam Outerbridge (1991) menyatakan bahwa
kotoran ternak merupakan bahan organik dengan nilai C/N rendah. Oleh karena
itu kotoran ternak dapat dicampur dengan limbah tanaman yang memiliki C/N
yang tinggi untuk dijadikan kompos yang baik. Seekor sapi dapat menghasilkan
kotoran antara 8-10 kg/harinya. Kotoran sapi akan menimbulkan masalah bila
tidak dimanfaatkan dan ditangani dengan baik. Hal tersebut tentu tidak dapat
dibiarkan begitu saja, karena selain mengganggu dan mengotori lingkungan, juga
sangat berpotensi untuk menimbulkan penyakit bagi masyarakat sekitarnya.
Ternak ruminansia seperti sapi mempunyai sistem pencernaan khusus
yang menggunakan mikroorganisme dalam sistem pencernaannya yang berfungsi
untuk mencerna selulosa dan lignin dari rumput atau tumbuhan hijau lain yang
memiliki serat yang tinggi. Karena itu kotoran sapi masih memiliki banyak
kandungan mikroba yang ikut terbawa pada feses yang dihasilkan. Hasil analisis
yang dilakukan oleh Bai et al. (2012), menyebutkan bahwa total mikroba kotoran
sapi mencapai 3.05 x 1011 cfu/gr dan total fungi mencapai 6.55 x 104 .
Komposisi mikroba dari kotoran sapi mencakup ± 60 spesies bakteri (Bacillus sp.,
Vigna sinensis, Corynebacterium sp., dan Lactobacillus sp.), jamur (Aspergillus
dan Trichoderma), ± 100 spesies protozoa dan ragi (Saccharomyces dan Candida).
Bakteri yang terdapat pada kotoran sapi mayoritas jenis bakteri fermentor
selulosa, hemiselulosa, dan pektin. Kotoran sapi terdiri dari serat tercerna,
beberapa produk terekskresi berasal dari empedu (pigmen), bakteri usus, dan
lendir. Kotoran sapi merupakan bahan organik yang secara spesifik berperan
meningkatkan ketersediaan fosfor dan unsur-unsur mikro, mengurangi pengaruh
buruk dari alumunium, menyediakan karbondioksida pada kanopi tanaman,
terutama pada tanaman dengan kanopi lebat dimana sirkulasi udara terbatas.
Kotoran sapi banyak mengandung hara yang dibutuhkan tanaman seperti nitrogen,
fosfor, kalium, kalsium, magnesium, belerang dan boron (Brady, 1974, dalam
Sudarkoco, 1992). Kotoran sapi mempunyai C/N rasio yang rendah yaitu 11, hal
ini berarti dalam kotoran sapi banyak mengandung unsur nitrogen (N).
Kandungan hara kotoran sapi antara lain air (80%), bahan organik (16%), N
(0,3%), P2O5 (0,2%), K2O (0,15%), CaO (0,2%), dan nisbah C/N(20-25%).
2.3 Parfum
Parfum atau minyak wangi adalah wewangian yang dihasilkan dari proses
ekstraksi bahan-bahan aromatik yang digunakan untuk memberikan aroma wangi
bagi tubuh, obyek benda ataupun ruangan. Proses ekstraksi tersebut menghasilkan
minyak esensial yang memiliki aroma wangi yang sangat pekat. Kebayakan
parfum dihasilkan dari ekstraksi tumbuh-tumbuhan seperti bunga, akar, daun atau
kayu tapi ada juga yang berasal dari hewan seperti musk (kasturi) yang dihasilkan
dari kelenjar rusa, namun pada konteks nya di jaman sekarang musk pada parfum
sudah diganti dengan senyawa sintetik, karena adanya pelarangan keras atas
perburuan rusa yang merupakan satwa yang dilindungi. Parfum yang biasa dijual
tidak terdiri dari sepenuhnya minyak esensial murni, melainkan telah melewati
proses pencampuran dan pengenceran, campuran tersebut terdiri dari minyak
esensial itu sendiri, air destilasi dan alkohol.
Parfum sudah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu - kata "parfum" berasal
dari bahasa Latin "per fume" yang artinya "melalui asap". Salah satu kegunaan
parfum tertua berupa bentuk pembakaran dupa dan herbal aromatik yang
digunakan dalam upacara keagamaan, seringkali untuk aromatic gums, kemenyan
dan mur, dikumpulkan dari pohon. Mesir adalah yang pertama memasukkan
Gambar 2.3 parfumSumber: parfumlarispriawanita.wordpress.com
parfum ke budaya mereka diikuti oleh Cina kuno, Hindu, Israel, Carthaginians,
Arab, Yunani, dan Romawi. Di Mesir pula botol parfum pertama digunakan
sekitar 1000 SM.
Minyak parfum perlu diencerkan dengan pelarut karena minyak murni
(alami atau sintetis) mengandung konsentrat tinggi dari komponen volatil yang
mungkin akan mengakibatkan reaksi alergi dan kemungkinan cedera ketika
digunakan langsung ke kulit atau pakaian. Pelarut juga menguapkan minyak
esensial, membantu mereka menyebar ke udara. Porsi minyak esensial dalam
parfum menentukan tingkatan parfum dan juga ketahanan wangi yang akan terus
tercium. Berikut tingkatan parfum yang umum saat ini, antara lain ekstrak parfum
(20% -40% senyawa aromatik), eau de parfum (10-30% senyawa aromatik), eau
de toilette (5-20% senyawa aromatik), dan eau de cologne (2-5% senyawa
aromatik).
Semakin tinggi jumlah persentase senyawa aromatik, maka intensitas dan
aroma parfum dapat bertahan lebih lama. Perfumeries yang berbeda menetapkan
jumlah yang berbeda dari minyak untuk masing-masing parfum mereka. Oleh
karena itu, meskipun konsentrat minyak parfum dalam pengenceran eau de
parfum (EDP) selalu akan lebih tinggi daripada parfum yang sama dalam bentuk
eau de toilette (EDT) di dalam kisaran yang sama, jumlah yang sebenarnya dapat
bervariasi antara masing-masing Perfumeries. Sebuah parfum EDT dari sebuah
Perfumeries mungkin lebih kuat daripada EDP dari Perfumeries yang lain.
2.4 Lignin
Gambar 2.4 ligninSumber: icfar.ca
Lignin adalah suatu polimer yang komplek dengan bobot molekul tingi
yang tersusun atas unit-unit fenilpropana. Lignin termasuk ke dalam kelompok
bahan yang polimerisasinya merupakan polimerisasi cara ekor
(endwisepolymerization), yaitu pertumbuhan polimer terjadi karena satu monomer
bergabung dengan polimer yang sedang tumbuh. Polimer lignin merupakan
polimer bercabang dan membentuk struktur tiga dimensi. Di alam keberadaan
lignin pada kayu berkisar antara 25-30%, tergantung pada jenis kayu atau faktor
lain yang mempengaruhi perkembangan kayu. Pada kayu, lignin umumnya
terdapat di daerah lamela tengah dan berfungsi pengikat antar sel serta
menguatkan dinding sel kayu. Kulit kayu, biji, bagian serabut kasar, batang dan
daun mengandung lignin yang berupa substansi kompleks oleh adanya lignin dan
polisakarida yang lain. Kadar lignin akan bertambah dengan bertambahnya umur
tanaman. Lignin bersifat tidak larut dalam kebanyakan pelarut organik. Lignin
yang melindungi selulosa bersifat tahan terhadap hidrolisa yang disebabkan oleh
adanya ikatan alkil dan ikatan eter. Pada suhu tinggi, lignin dapat mengalami
perubahan struktur dengan membentuk asam format, metanol, asam asetat, aseton,
vanilin dan lain-lain. Sedangkan bagian lainnya mengalami kondensasi
(Judoamidjojo et al., 1989). Lignin mempunyai bobot molekul yang rendah di
dalam kayu namun menjadi makromolekul yang mempunyai bobot molekul lebih
tinggi ketika terlarut. Bobot molekul ini menjadi salah satu faktor penting yang
mempengaruhi fungsi fisik dari lignin. Bobot molekul lignin tidak seragam,
karena dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain proses isolasi lignin, degradasi
makromolekul selama proses isolasi, efek kondensasi dan ketidakteraturan sifat
lignin dalam larutan.
Isolasi Lignin
Terdapat empat metode pemisahan lignin. Pertama yaitu lignin diekstrak
dengan asam, lignin dihidrolisa dan diekstrak dari kayu, lignin diubah menjadi
turunannya yang larut dan keempat menggunakan bantuan enzim. Yang termasuk
turunan lignin antara lain lignosulfonat, lignin kraft, lignin alkali, dan lignin
etanol. Lignosulfonat dihasilkan dengan mereaksikan kayu pada suhu tinggi
dengan larutan yang mengandung SO2 dan ion hidrogen sulfit. Adapun lignin kraft
dan lignin alkali dihasilkan dengan mereaksikan kayu dengan NaOH atau
campuran NaOH dengan Na2S pada suhu 170oC. Lignin etanol adalah lignin yang
dihasilkan dari pemanasan kayu dengan etanol pada suhu pengolahan pulp. Lignin
merupakan bahan yang tidak diinginkan dalam pembuatan pulp dan kertas karena
menyebabkan masalah selama proses pembuatan pulp khususnya pada proses
bleaching. Adapun metode pemisahan lignin dari lindi hitam adalah dengan cara
penguapan, pengendapan, dan ultra filtrasi.
2.5 Penelitian
Penelitian merupakan upaya mencari dan membuktikan kebenaran secara
ilmiah. Penelitian dikatakan ilmiah apabila dalam cara kerjanya menunjukkan ciri-
ciri keilmuan tertentu, yaitu rasional, empiris dan sistematis. Rasional artinya,
penelitian itu dilakukan dengan cara-cara yang terjangkau oleh penalaran
manusia. Empiris artinya, cara-cara yang dilakukan dapat diamati oleh indera
manusia. Sistematis artinya, penelitian menggunakan langkah-langkah tertentu
yang bersifat logis. Dari langkah keilmuan tersebut diperoleh suatu hasil atau
temuan penelitian yang terpercaya. James H. Mc, Milan, (2001 : 11) menjelaskan
bahwa suatu investigasi dikatakan penelitian apabila mengandung karakteristik
objektif, akurat, dapat dibuktikan, menjelaskan , kenyataan empiris, logis, dan
sesuai kondisi nyata. Keberadaan ukuran-ukuran tersebut menunjukkan derajat
keilmiahan suatu penelitian. Penelitian dibagi menjadi 2, yaitu:
a. Penelitian kuantitatif adalah penelitian ilmiah yang sistematis terhadap
bagian-bagian dan fenomena serta hubungan-hubungannya. Tujuan
penelitian kuantitatif adalah mengembangkan dan menggunakan model-
model matematis, teori-teori dan/atau hipotesis yang berkaitan dengan
fenomena alam. Proses pengukuran adalah bagian yang sentral dalam
penelitian kuantitatif karena hal ini memberikan hubungan yang
fundamental antara pengamatan empiris dan ekspresi matematis dari
hubungan-hubungan kuantitatif.
b. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menekankan pada kualitas
atau hal yang terpenting dari sifat suatu barang / jasa. Penelitian kualitatif
dieksplorasi dan diperdalam dari suatu fenomena social atau suatu
lingkungan social yang terdiri atas pelaku, kejadian, tempat dan waktu.
Penelitian kualitatif dilakukan dikarenakan peneliti ingin mengekspor
fenomena – fenomena yang tidak dapat dikuantifikasikan yang bersifat
deskriftif seperti proses suatu langkah kerja, formula suatu barang dan
jasa, tata cara suatu budaya dan sebagainya. Denzin dan Lincoln
(Moleong, 2007:5), menyatakan bahwa : penelitian kualitatif merupakan
penelitian yang menggunakan latar belakang alamiah, dengan maksud
menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan
berbagai metode.
2.5 Distilasi
Distilasi (penyulingan) adalah sebuah metode yang digunakan untuk
memisahkan bahan kimia berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan
menguap atau volatilitas bahan. Dalam penyulingan ini, campuran zat didihkan
sehingga menguap dan uap tersebut kemudian didihkan kembali ke dalam bentuk
cairan. Zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap lebih dulu.
Distilasi pertama kali ditemukan oleh kimiawan Yunani sekitar abad
pertama masehi yang akhirnya perkembangannya dipicu terutama oleh tingginya
permintaan akan spritus. Hypathia dari Alexandria dipercaya telah menemukan
rangkaian alat untuk distilasi dan Zosimus dari Alexandria-lah yang telah berhasil
menggambarkan secara akurat tentang proses distilasi pada sekitar abad ke-4.
Bentuk modern distilasi pertama kali ditemukan oleh ahli-ahli kimia islam pada
masa kekhalifahan Abbasiah, terutama oleh Al-Razi pada pemisahan alkohol
menjadi senyawa yang relatif murni melalui alat alembik, bahkan desain ini
Gambar 2.4 distilasiSumber: temukanpengertian.com
menjadi semacam inspirasi yang memungkinkan rancangan distilasi skala mikro,
The Hickman Stillhead dapat terwujud. Tulisan oleh Jabir Ibnu Hayyan (721-815)
yang lebih dikenal dengan Ibnu Jabir menyebutkan tentang uap anggur yang dapat
terbakar. Ia juga telah menemukan banyak peralatan dan proses kimia yang
bahkan masih banyak dipakai sampai saat kini. Kemudian teknik penyulingan
diuraikan dengan jelas oleh Al-Kindi (801-873).
Salah satu penerapan terpenting dari metode distilasi adalah pemisahan
minyak mentah menjadi bagian-bagian untuk penggunaan khusus seperti untuk
transportasi, pembangkit listrik, pemanas, dan lainnya. Udara didistilasi menjadi
komponen-komponen seperti oksigen untuk penggunaan medis dan helium untuk
pengisi balon. Distilasi juga telah digunakan sejak lama untuk pemekatan alkohol
dengan penerapan panas terhadap larutan hasil fermentasi untuk menghasilkan
minuman suling.
Ada beberapa jenis distilasi, antara lain distilasi sederhana, distilasi
fraksionasi, distilasi uap, dan distilasi vakum yang dijelaskan sebagai berikut:
a. Distilasi sederhana
Pada distilasi sederhana, dasar pemisahannya adalah perbedaan titik
didih yang jauh atau dengan salah satu komponen bersifat volatil. Jika
campuran dipanaskan maka komponen yang titik didihnya lebih
rendah akan menguap lebih dulu. Selain perbedaan titik didih, juga
perbedaan kevolatilan, yaitu kecenderungan sebuah substansi untuk
menjadi gas. Distilasi ini dilakukan pada tekanan atmosfer. Aplikasi
distilasi sederhana digunakan untuk memisahkan campuran air dan
alkohol.
b. Distilasi fraksionasi
Fungsi distilasi fraksionasi adalah memisahkan komponen-komponen
cair, dua atau lebih, dari suatu larutan berdasarkan perbedaan titik
didihnya. Distilasi ini juga dapat digunakan untuk campuran dengan
perbedaan titik didih kurang dari 20 °C dan bekerja pada tekanan
atmosfer atau dengan tekanan rendah. Aplikasi dari distilasi jenis ini
digunakan pada industri minyak mentah, untuk memisahkan
komponen-komponen dalam minyak mentah.
Perbedaan distilasi fraksionasi dan distilasi sederhana adalah adanya
kolom fraksionasi. Di kolom ini terjadi pemanasan secara bertahap
dengan suhu yang berbeda-beda pada setiap platnya. Pemanasan yang
berbeda-beda ini bertujuan untuk pemurnian distilat yang lebih dari
plat-plat di bawahnya. Semakin ke atas, semakin tidak volatil
cairannya.
c. Distilasi uap
Distilasi uap digunakan pada campuran senyawa-senyawa yang
memiliki titik didih mencapai 200 °C atau lebih. Distilasi uap dapat
menguapkan senyawa-senyawa ini dengan suhu mendekati 100 °C
dalam tekanan atmosfer dengan menggunakan uap atau air mendidih.
Sifat yang fundamental dari distilasi uap adalah dapat mendistilasi
campuran senyawa di bawah titik didih dari masing-masing senyawa
campurannya. Selain itu distilasi uap dapat digunakan untuk campuran
yang tidak larut dalam air di semua temperatur, tapi dapat didistilasi
dengan air. Aplikasi dari distilasi uap adalah untuk mengekstrak
beberapa produk alam seperti minyak eucalyptus dari eucalyptus,
minyak sitrus dari lemon atau jeruk, dan untuk ekstraksi minyak
parfum dari tumbuhan.
d. Distilasi vakum
Distilasi vakum biasanya digunakan jika senyawa yang ingin didistilasi
tidak stabil, dengan pengertian dapat terdekomposisi sebelum atau
mendekati titik didihnya atau campuran yang memiliki titik didih di
atas 150 °C. Metode distilasi ini tidak dapat digunakan pada pelarut
dengan titik didih yang rendah jika kondensornya menggunakan air
dingin, karena komponen yang menguap tidak dapat dikondensasi oleh
air. Untuk mengurangi tekanan digunakan pompa vakum atau
aspirator. Aspirator berfungsi sebagai penurun tekanan pada sistem
distilasi ini.
2.6 Fermentasi
Fermentasi merupakan suatu cara untuk mengubah substrat menjadi
produk tertentu yang dikehendaki dengan menggunakan bantuan mikroba.
Bioteknologi berbasis fermentasi sebagian besar merupakan proses produksi
barang dan jasa dengan menerapkan teknologi fermentasi atau yang menggunakan
mikroorganisme untuk memproduksi makanan dan minuman seperti: keju,
yoghurt, minuman beralkohol, cuka, sirkol, acar, sosis, kecap, dll. Produk-produk
tersebut biasanya dimanfaatkan sebagai minuman atau makanan. Bioteknologi
fermentasi, teknologi fermentasi merupakan teknologi yang menggunakan
mikroba untuk memproduksi makanan dan minuman.
Fermentasi dibedakan menjadi fermentasi aerob dan fermentasi anaerob.
Fermentasi aerob adalah fermentasi yang memerlukan oksigen untuk mengubah
substrat gula menjadi dan hasil akhirnya asam piruvat dan karbondioksida (CO2).
Fermentasi anaerob adalah fermentasi yang tidak memerlukan oksigen, gula akan
diubah menjadi asam piruvat, kemudian asetaldehida dan akhirnya menjadi
alkohol; etanol atau methanol dan asam laktat.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar fermentasi berjalan dengan
lancar, antara lain:
a. Aseptis: terbebas dari kontaminan
b. Volume kultur relatif konstan (tidak bocor atau menguap)
c. Kadar oksigen terlarut harus memenuhi standar
d. Kondisi lingkungan seperti: suhu, pH harus terkontrol.
e. Komposisi medium pertumbuhan harus mencukupi kebutuhan mikroba.
f. Penyiapan inokulum harus murni.
g. Sifat fermentasi
h. Prinsip kultivasi mikroba dalam sistem cair
i. Desain bioreaktor (fermenter)
j. Desain medium
k. Instrumentasi dan pengendalian proses dalam bioreaktor
l. Tenik pengukuran
m. Pemindahan massa dan energi
n. Peningkatan skala
o. Fermentasi substrat padat
p. Kultur biakan murni (isolat)
q. Tahap produksi akhir
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian
Penelitian yang peneliti lakukan adalah penelitian kualitatif karena
penelitian ini menghasilkan langkah kerja untuk memanfaatkan kotoran
sapi menjadi bahan dasar pembuatan parfum.
3.2 Jenis Penelitian
3.2.1 Studi Pustaka
Studi pustaka adalah segala usaha yang dilakukan oleh peneliti
untuk menghimpun informasi yang relevan dengan topik atau
masalah yang akan atau sedang diteliti. Informasi itu dapat
diperoleh dari buku-buku ilmiah, laporan penelitian, karangan-
karangan ilmiah, tesis dan disertasi, peraturan-peraturan, ketetapan-
ketetapan, buku tahunan, ensiklopedia, dan sumber-sumber tertulis
baik tercetak maupun elektronik lain. Tujuan dari studi pustaka ini
adalah untuk mencari tahu tentang kotoran sapi dan menambah
wawasan peneliti tentang belalang kayu. Refrensi / sumber pustaka
yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian orang lain,
buku-buku dan internet, seperti Wikipedia.
3.2.2 Melakukan eksperimen
Percobaan atau disebut juga eksperimen (dari Bahasa Latin: ex-
periri yang berarti menguji coba) adalah suatu set tindakan dan
pengamatan, yang dilakukan untuk mengecek atau menyalahkan
hipotesis atau mengenali hubungan sebab akibat antara gejala.
Dalam penelitian ini, sebab dari suatu gejala akan diuji untuk
mengetahui apakah sebab (variabel bebas) tersebut memengaruhi
akibat (variabel terikat). Tujuan dari eksperimen adalah untuk
membuktikan hipotesis dengan didukung oleh bukti yang nyata dan
kadang, untuk mendapatkan hasil yang pasti, eksperimen bisa
dilakukan lebih dari satu kali. Peneliti akan mencari cara agar dapat
mengubah kotoran sapi menjadi parfum yang berkualitas.
3.3 Subjek Penelitian
3.3.1 Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari
obyek/subyek yang memiliki kuantitas dan karakteristik tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya. Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah
kotoran sapi.
3.3.2 Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi tersebut, ataupun bagian kecil dari anggota populasi
yang diambil menurut prosedur tertentu sehingga dapat mewakili
populasinya. Dalam penelitian ini yang menjadi sampel adalah +- 1
kg kotoran sapi.
3.4 Variabel Penelitian
3.4.1 Variabel bebas
Variabel bebas adalah variabel yang menyebabkan atau
memengaruhi, yaitu faktor-faktor yang diukur, dimanipulasi, atau
dipilih oleh peneliti untuk menentukan hubungan antara fenomena
yang diamati. Dalam penelitian ini, variabel bebasnya adalah
massa dari kotoran sapi yang peneliti pakai dan lamanya
fermentasi yang dilakukan.
3.4.2 Variabel terikat
Variabel terikat adalah faktor-faktor yang diobservasi dan diukur
untuk menentukan adanya pengaruh variabel bebas, yaitu faktor
yang muncul, atau tidak muncul, atau berubah sesuai dengan yang
diperkenalkan oleh peneliti. Dalam penelitian ini, variabel
terikatnya adalah wangi parfum, ketahanan wangi parfum, warna
cairan parfum, dan banyaknya parfum yang dihasilkan.
3.4.3 Variabel kontrol
Variabel kontrol adalah variabel yang dinetralisasi yang
diidentifikasi sebagai variabel kontrol atau variabel kontrol adalah
variabel yang diusahakan untuk dinetralisasi oleh peneliti. Dalam
penelitian ini, variabel kontrolnya adalah jenis sapi yang diambil
kotorannya, jenis cairan yang dicampur dengan kotoran sapi, ragi
yang digunakan untuk fermentasi, dan lamanya fermentasi
dilakukan.
3.5 Waktu Penelitian
September-Oktober 2018
3.6 Tempat Penelitian
Laboratorium kimia SMA SANTA ANGELA BANDUNG
3.7 Alat dan Bahan
Alat Jumlah
Baskom 4 buah
Lap 1 buah
Alat destilasi 1 set
Botol parfum 1 buah
Tabel 3.1 Alat
Bahan Jumlah
Kotoran sapi +/- 1 kg
Cairan antiseptik secukupnya
Air kelapa secukupnya
Ragi/bakteri secukupnya
Air secukupnya
Tabel 3.2 Bahan
3.8 Langkah Kerja
Berupa poin-poin
1. Kotoran sapi dilarutkan dalam air
2. Setelah encer, diperas melalui tiga tahapan sehingga menghasilkan ¼
liter air
3. Difermentasi dengan ragi selama 3 hari
4. Campurkan dengan cairan anti-septik dan air kelapa.
5. Distilasi untuk memisahkan kandungan zat
6. Hasil penyulingan dimasukkan ke dalam botol parfum
Berupa alur kerja
3.9 Teknik Pengumpulan Data
3.9.1 Observasi
Observasi adalah proses pengamatan dan pencatatan secara
sistematis mengenai gejala-gejala yang diteliti. Observasi adalah
salah satu metode pengumpulan data dengan mengamati atau
meninjau secara cermat dan langsung di lokasi penelitian untuk
mengetahui kondisi yang terjadi atau membuktikan kebenaran dari
sebuah desain penelitian.
3.9.1.1 Lembar Observasi
Tahapan Alur kerja Alat dan Bahan Pengamatan
Persiapan
Alat: baskom
Bahan: air, kotoran sapi
Kotoran sapi
Larutkan dalam air
Alat: lap, baskom
Bahan: -
Pembuatan
Alat: baskom
Bahan: ragi
Alat: baskom
Bahan: antiseptik, air
kelapa
Alat: alat distilasi
Bahan: -
Kotoran sapi encer
Diperas
¼ liter air hasil perasan
¼ liter air hasil perasan
Fermentasi dengan ragi
Air fermentasi
Campur dengan antiseptik dan air kelapa
Air campuran
Distilasi
Cairan parfum
Review atau
evaluasi
produk
1. Wangi parfum
tepat
2. Ketahanan wangi
3. Bau kotoran sapi
hilang
4. Warna parfum
menarik
3.9.2 Questioner/Angket
Angket adalah teknik pengumpulan data dengan cara mengajukan
pertanyaan tertulis untuk dijawab secara tertulis pula oleh
responden. Angket merupakan kumpulan pertanyaan-pertanyaan
yang tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari
responden tentang diri pribadi atau hal-hal yang ia ketahui.
Lingkarilah/silanglah angka yang sesuai dengan pendapat kalian!
Skala linked 1-4
1 tidak sesuai 3 sesuai
2 kurang sesuai 4 sangat sesuai
3.9.3 Wawancara
No Pernyataan Skala
1 Parfum memiliki wangi
yang harum
1 2 3 4
2 Wangi parfum tahan
lama
1 2 3 4
3 Bau kotoran sapi sudah
hilang
1 2 3 4
4 Parfum memiliki
tampilan yang menarik
1 2 3 4
Wawancara merupakan percakapan antara dua orang atau lebih dan
berlangsung antara narasumber dan pewawancara. Tujuan dari
wawancara adalah untuk mendapatkan informasi yang tepat dari
narasumber yang terpercaya.
3.9.3.1 Pertanyaan Wawancara
1. Menurut Anda, parfum yang kami buat memiliki wangi apa?
2. Apakah wangi parfum sesuai dengan selera Anda?
3. Apa saran yang dapat Anda berikan untuk mengembangkan
produk kami?
4. Menurut Anda, apakah produk yang kami buat layak untuk
dijual di pasaran?
5. Menurut Anda, apakah produk yang kami buat akan laku jika
dijual di pasaran?
Top Related