MAKALAH
FISIKA FARMASI
DISTRIBUSI
NAMA : MOH AGUS SALIM
NIM : 2 1 1 7 4 2
AKADEMI FARMASI TADULAKO FARMA PALU
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1 Latar Belakang
Ahli Farmasi mengetahui bahwa air adalah pelarut yang baik untuk
garam, gula dan senyawa sejenis, sedang minyak mineral dan benzene biasanya
merupakan pelarut untuk zat yang biasanya hanya sedikit larut dalam air.
Penemuan empiris ini disimpulkan dalam pernyataan like dissolve like. Kelarutan
bergantung pada pengaruh kimia, listrik, struktur yang menyebabkan interaksi
timbal balik zat pelarut dan zat terlarut
Satu hal penting dari fenomena distribusi adalah sifat senyawa obat itu
agar dapat melalui membran sel yang terdiri dari lipoprotein atau suatu lapisan
hidrofil dan hidrofob.
Koefisien partisi merupakan bagian yang sangat penting dalam
pembuatan obat. Khusunya untuk membuat obat dalam. Obat yang kita ciptakan
harus tepat sasaran dan dengan mengetahui koefisien partisi dapat ditetapkan cara
obat masuk ke dalam liposom. Obat supaya mudah larut dalam lipid harus bersifat
non polar atau lipofilik. Koefisien partisi tidak hanya perlu diperhatikan dalam
pembuatan obat dalam. Dalam pembuatan obat luar atau topikal, koefisien partisi
juga merupakan hal yang sangat penting dan perlu diperhatikan.
Pada percobaan ini dilakukan penentuan koefisien partisi dengan cara
mencampurkan dua zat yang tidak larut apabila di campurkan yaitu minyak dan
air serta penambahan zat yang akan di uji koefisien partisinya yaitu asam borat
dan asam benzoat
2 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum fenomena distribusi ini yakni untuk
menentukan koefisien partisi suatu zat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1 Dasar Teori
Fenomena distribusi adalah suatu fenomena dimana distribusi suatu
senyawa antara dua fase cair yang tidak saling bercampur, tergantung pada
interaksi fisik dan kimia antara pelarut dan senyawa terlarut dalam dua fase yaitu
struktur molekul. (Anonim, 2013)
Faktor-faktor yang mempengaruhi fenomena distribusi adalah pengaruh
sifat kelarutan bahan obat terhadap distribusi menunjukkan antara lain bahwa
senyawa yang larut baik dalam bentuk lamak terkonsentrasi dalam jaringan yang
mengandung banyak lemak sedangkan sebaliknya zat hidrofil hampir tidak
diambil oleh jaringan lemak karena itu ditentukan terutama dalam ekstrasel
(Ernest, 1999 ).
Pengaruh distribusi telah disebut pengaruh obat artinya membawa bahan obat
terarah kepada tempat kerja yang diinginkan dari segi terapeutik kita
mengharapkan distribusi dapat diatur artinya konsentrasi obat pada tempat kerja
lebih besar dari pada konsentrasi di tempat lain pada organisme, walaupun
demikian kemungkinan untuk mempengaruhi pada distribusi dalam bentuk hal
kecil, pada kemoterapi tumor ganas sebagian dicoba melalui penyuntikan atau
infus sitostatika ke dalam arteri memasok tumor untuk memperoleh kerja yang
terarah (Ernest, 1999)
Koefisien partisi minyak-air adalah suatu petunjuk sifat lipofilik atau
hidrofobik dari molekul obat. Lewatnya obat melalui membran lemak dan
interaksi dengan makro molekul pada reseptor kadang-kadang berhubungan baik
dengan koefisien partisi oktanol/air dari obat (Martin, 1999)
Koefisien partisi (P) menggambarkan rasio pendistribusian obat kedalam
pelarut sistem dua fase, yaitu pelarut organik dan air. Bila molekul semakin larut
lemak, maka koefisien partisinya semakin besar dan difusi trans membran terjadi
lebih mudah. Tidak boleh dilupakan bahwa organisme terdiri dari fase lemak dan
air, sehingga bila koefisien partisi sangat tinggi ataupun sangat rendah maka hal
tersebut merupakan hambatan pada proses difusi zat aktif (Ansel, 1989)
Suatu pengukuran lipofilisitas obat dari suatu indikasi dari kemampuannya
untuk melewati membran sel adalah koefisien partisi minyak/air dalam sistem-
sistem seperti oktanol/air dan kloroform/air. Koefisien partisi didefinisikan
sebagai perbandingan obat yang tidak terion antar fase organik dan fase air pada
kesetimbangan. (Lachman,L.,1986)
Koefisien partisi tergantung pada suhu, bukan merupakan fungsi
konsentrasi absolute zat atau volume kedua fase tersebut (Martin, 1990)
Koefisien partisi dari obat juga tergantung pada polaritas dan ukuran dari
molekul. Obat dengan momen dipol yang tinggi, walaupun tidak terionisasi,
mempunyai kelarutan dalam lemak rendah, dan oleh karena itu sedikit
terpenetrasi. Ionisasi bukan saja mengurangi kelarutan dalam lemak sangat besar
tetapi juga menghalangi perlintasan melewati membran yang bermuatan
Umumnya koefisien partisi lemak / air dari suatu molekul merupakan indeks yang
berguna dalam kecenderungan untuk absorpsi oleh difusi pasif (Gandjar, 2007).
Pelarut secara umum dibedakan atas dua pelarut, yaitu pelarut air dan
bukan air. Salah satu ciri penting dari pelarut tetapan dielektriknya (E), yaitu gaya
yang bekerja antara dua muatan itu dalam ruang hampa dengan gaya yang bekerja
pada muatan itu dalam dua pelarut. Tetapan ini menunjukkan sampai sejauh mana
tingkat kemampuan melarutkan pelarut tersebut. Misalnya air dengan tetapan
dielektriknya yang tinggi (E = 78,5) pada suhu 25oC, merupakan pelarut yang baik
untuk zat-zat yang bersifat polar, tetapi juga merupakan pelarut yang kurang baik
untuk zat-zat non polar. Sebaliknya, pelarut yang mempunyai tetapan dielektrik
yang rendah merupakan pelarut yang baik untuk zat non polar dan merupakan
pelarut yang kurang baik untuk zat berpolar (Rifai, 1995).
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi distribusi zat dalam larutan,
yaitu :
1. Temperatur, kecepatan berbagai reaksi bertambah kira-kira 2 atau 3 tiap
kenaikan suhu 10oC.
2. Kekuatan Ion, semakin kecil konsentrasi suatu larutan maka laju distribusi
makin kecil.
3. Konstanta Dielektrik, efek konstanta dielektrik terhadap konstanta laju
reaksi ionik diekstrapolarkan sampai pengenceran tak terbatas, yang
pengaruh kekuatan ionnya 0. Untuk reaktan ion yang kekuatannya
bermuatan berlawanan maka laju distribusi reaktan tersebut adalah positif
dan untuk reaktan yang muatannya sama maka laju distribusinya negatif.
4. Katalisis, katalisis dapat menurunkan laju – laju distribusi (Katalis
negatif). Katalis dapat juga menurunkan energi aktivitas denganss
mengubah mekanisme reaksi sehingga kecepatan bertambah.
5. Katalis Asam Basa Spesifik, laju distribusi dapat dipercepat dengan
penambahan asam atau basa. Jika laju peruraian ini terdapat bagian yang
mengandung konsentrasi ion hidrogen atau hidroksi.
6. Cahaya Energi, cahaya seperti panas dapat memberikan keaktifan yang
diperlukan untuk terjadi reaksi. Radisi dengan frekuensi yang sesuai
dengan energi yang cukup akan diabsorbsi untuk mengaktifkan molekul –
molekul (Cammarata, 1995).
7. Beberapa pengukuran koefisien partisi dilakukan dengan menggunakan
partisi air dan n-oktanol, karena n-oktanol dalam banyak hal menyerupai
membrane biologis dna juga merupakan model yang baik pada
kromatografi fase terbalik. Beberapa obat mengandung gugus-gugus yang
mudah mengalami ionisasi. Oleh Karen itu koefisien partisi obat-obat ini
pada pH tertentu sulit diprediksi terlebih jika melibatkan lebih dari 1
gugus yang mengalami ionisasi. Meskipun demikian, sering kali, salah
satu gugus dalam satu molekul obat lebih mudah mengalami ionisasi
daripada gugus yang lain pada pH tertentu (Gholib, ibnu, 2007)
Pada umumnya obat-obat bersifat asam lemah atau basa lemah. Jika obat
tersebut dilarutkan dalam air sebagian akan terionisasi. Besarnya fraksi obat yang
terionkan tergantung pada pH larutannya. Obat-obat yang tidak terionkan lebih
mudah larut dalam lipida, sebaliknya yang dalam bentuk ion kelarutannya kecil
atau bahkan praktis tidak larut. Dengan demikian pengaruh pH sangat besar
terhadap kecepatan absorpsi obat yang bersifat asam lemah atau basa lemah
(Sardjoko, 1987).
2 Uraian Bahan
1. 1. Air suling (Ditjen POM,1979)
Nama resmi : Aqua destillata
Nama lain : Aquadest, air suling
Rumus molekul : H2O
Berat molekul : 18,02
Bobot jenis : 1,00 gr/cm3
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, dan
tidak berasa
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai pelarut, media distribusi
1. 2. Asam benzoat (Ditjen POM,1979)
Nama resmi : Acidum bonzoicum
Nama lain : Asam benzoat
Rumus molekul : C7H6O2
Berat molekul : 122,12
Pemerian : Hablur halus dan ringan, tidak berwarna, tidak
berbau
Kelarutan : Larut dalam kurang lebih 350 bagian air, dalam
kurang lebih 3 bagian etanol (95 %) P. Dalam 8 bagian kloroform P, dalam 3
bagian eter P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Khasiat : Antiseptikum ekstern
Kegunaan : Sebagai sampel
1. 3. Asam borat (Ditjen POM 1979)
Nama resmi : Acidum boricum
Nama lain : Asam borat
Rumus molekul : H3BO3
Berat molekul : 61,83
Pemerian : Hablur, serbuk hablur putih atau sisik mengkilap, tidak
berwarna, tidak berbau, rasa agak asam dan pahit kemudian manis
Kelarutan : Larut dalam 20 bagian air, dalam 3 bagian air
mendidih, dalam 6 bagian etanol (95 %) P dan dalam 3 bagian gliserol P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Khasiat : Antiseptikum ekstern
Kegunaan : Sebagai sampel
Penetapan kadar : 1 ml natrium hidroksida setara dengan 61,83 mg
H3BO3
1. 4. Fenolftalein (Ditjen POM 1979)
Nama resmi : Phenolphtalein
Nama lain : Fenolftalein
Rumus molekul : C20H14O4 /318,00
Pemerian : Serbuk hablur, putih atau putih kekuningan lemah, tidak
berbau, stabil di udara
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, larut dalam, agak sukar larut
dalam eter
Perubahan warna : tidak berwarna dalam suasana asam dan alkali lemah dan
memberikan warna merah dalam larutan alkali kuat
Range pH : 8,3 – 10,0
Kegunaan : Sebagai indicator
1. 5. Minyak kelapa (Ditjen POM 1979)
Nama resmi : Oleum cocos
Nama lain : Minyak kelapa
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, kuning pucat,
bau khas tidak tengik.
Kelarutan : Larut dalam 2 bagian etanol (95 %) P, sangat mudah larut
dalam kloroform P dan dalam eter
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai pelarut, media distribusi
1. 6. Natrium hidroksida (Ditjen POM, 1979 )
Nama resmi : Natrii hydroxidum
Nama lain : Natrium hidroksida
Rumus molekul : NaOH
Berat molekul : 40,00
Pemerian : Bentuk batang, butiran, massa hablur atau keping, kering,
keras, rapuh, putih, mudah meleleh basah, sangat alkalis dan korosif, segera
menyerap CO2.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air dan dalam etanol (95 %) P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai larutan penitrasi
3 Prosedur Kerja (Anonim, 2013)
Menentukan koefisien partisi
Timbang 100 mg asam borat, lalu dimasukkan dalam erlenmeyer 250 ml
Larutkan dengan aquadest, kemudian dicukupkan volume larutan hingga
100 ml dengan aquadest
Ambil 25 ml dari larutan tersebut, masukkan dalam corong pisah,
tambahkan 25 ml minyak kelapa
Kocok selama beberapa menit campuran di dalam corong pisah, diamkan
selama 10-15 menit hingga kedua cairan memisah satu sama lain
Buka tutup corong pisah, lalu pisahkan air dari minyak dengan
menampung dalam erlenmeyer
Tambahkan indikator fenoftalein sebanyak 3 tetes ke dalam erlenmeyer
Titrasi larutan dengan titran larutan baku NaOH 0,1 N sampai terjadi
perubahan warna indikator dari bening menjadi merah muda
Ambil 25 ml larutan no. 2 di atas, kemdian
Ulangi prosedur di atas untuk asam benzoate
Hitung koefisien partisi
Titrasi larutan dengan titran larutan baku NaOH 0,1 N samai terjadi
perubahan warna dari bening menjadi merah muda
Ambil 25 ml dari larutan no. 2 di atas, kemudian
Ulangi prosedur di atas untuk asam benzoate
Hitung koefisien partisi
BAB III
METODE KERJA
1 Alat
Adapun alat-alat yang digunakan dalam percobaan fenomena distribusi
antara lain batang pengaduk, buret 50 ml, corong, corong pisah 250 ml,
erlenmeyer 25 ml, erlenmeyer 50 ml, gelas kimia 250 ml, gelas ukur 25 ml, gelas
ukur 50 ml, klem, penyangga corong pisah, pipet tetes, statif dan timbangan
analitik.
2 Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan pada percobaan fenomena
distribusi ini antara lain aquades, asam benzoat, asam borat, indikator
fenofltalein, kertas timbang, larutan baku NaOH 0,1 N, minyak kelapa, dan tissu.
3 Langkah Kerja
1. Menentukan koefisien partisi
ditimbang asam borat sebanyak 100 mg
dimasukkan dalam erlenmeyer 250 ml,
dilarutakan dengan aquadest sebanyak 100 ml,
diambil 25 ml dari larutan tersebut, kemudian dimasukkan dalam corong
pisah,
ditambahkan 25 ml minyak kelapa. kemudian, dikocok selama 5 menit
campuran di dalam corong pisah,
diamkan selama 10-15 menit hingga kedua cairan memisah satu sama lain.
dipisahkan air dari minyak dan ditampung dalam erlenmeyer
ditambahkan indikator fenolftalein sebanyak 3 tetes ke dalam erlenmeyer,
dititrasi dengan larutan baku NaOH 0,1 N sampai terjadi perubahan warna
dari bening menjadi merah muda.
diambil 25 ml larutan asam borat yang telah dicukupkan dengan aquadest,
kemudian ulangi prosedur kerja menggunakan asam benzoate,
dihitung koefisien partisinya.
2. Menentukan koefisien tanpa partisi
Dalam percobaan menentukan koefisien tanpa partisi, percobaan dilakukan tanpa
menggunakan minyak kelapa dan corong pisah, tetapi hanya diberikan indikator
PP dan dititrasi dengan NaOH 0,1 N dan erlemeyer. Cara kerjanya :
ditimbang asam borat sebanyak 100 mg,
dimasukkan dalam erlenmeyer,
dilarutkan dengan aquadest kemudian dicukupkan volumenya hingga 100
ml,
diambil 25 ml dari larutan tersebut kemudian, dimasukkan ke dalam
erlenmeyer.
ditambahkan dengan indikator fenolftalein sebanyak 3 tetes
dititrasi dengan NaOH 0,1 N sampai terjadi perubahan warna dari bening
menjadi merah muda.
diambil larutan yang telah dicukupkan dengan aquadest sebanyak 25 ml,
lakukan pengerjaan dengan menggunakan asam benzoate
dihitung koefisien tanpa partisinya.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
1 Hasil dan Perhitungan
SampelVtitran Konsentrasi
Partisi Tanpa partisi CA CB
Asam borat 6,5ml 0,75 ml 183,84 1593,24
Asam benzoate 0,8 ml 2,1 ml 10,18 3,88
v Perhitungan
Asam Borat
Dik : N = 0,1 N
Vtitran partisi = 6,5 ml
Vtitran tanpa partisi = 0,75 ml
Bst = 61,83 mg
Bs = 100 mg
Fp = 4
Fk = 0,1
Dit : a. % kadar partisi (CB)
b. % kadar tanpa partisi (CA)
Penyelesaian
1. CB= % kadar =
=
= 1593,24 %
1. CA = % kadar =
=
=
= 183,83 %
K =
=
= 7,67
Asam benzoat
Dik : N = 0,1 N
Vtitran partisi = 0,8 ml
Vtitran tanpa partisi = 2,1 ml
Bst = 12,21 mg
Bs = 100 mg
Fp = 4
Fk = 1
Dit : a. % kadar partisi (CB)
b. % kadar tanpa partisi (CA)
a. CB = % kadar =
=
=
= 3,88 %
CA= % kadar =
=
=
= 10,18 %
K =
=
= 0,62
2 Pembahasan
Fenomena distribusi adalah suatu fenomena dimana distribusi suatu senyawa
antara dua fase cair yang tidak saling bercampur, tergantung pada interaksi fisik
dan kimia antara pelarut dan senyawa terlarut dalam dua fase yaitu struktur
molekul. Sedangkan, Koefisien partisi adalah perbandingan konsentrasi
kesetimbangan zat dalam dua pelarut yang berbeda yang tidak bercampur. Faktor
yang mempengaruhi koefisien partisi adalah konsentrasi zat terlarut dalam pelarut
1 dan pelarut 2, dirumuskan :
K =
Dimana K adalah koefisien partisi, C1 adalah kadar zat dalam pelarut 1 dan C2
adalah kadar zat dalm pelarut 2.
Pada percobaan menentukan koefisien partisi. Pertama-tama timbang asam borat
sebanyak 100 mg, kemudian masukkan kedalam erlenmeyer 250 ml, larutakan
dengan aquadest sebanyak 100 ml, kemudian ambil 25 ml dari larutan tersebut,
masukkan larutan tersebut ke dalam corong pisah, dan tambahkan 25 ml minyak
kelapa. Setelah itu, dikocok selama 5 menit campuran di dalam corong pisah,
diamkan selama 10-15 menit hingga kedua cairan memisah satu sama lain.
Selanjutnya buka tutup corong pisah, pisahkan air dari minyak dengan
menampung air dalam erlenmeyer, tambahkan indikator fenolftalein sebanyak 3
tetes ke dalam erlenmeyer, titrasi larutan dengan larutan baku NaOH 0,1 N sampai
terjadi perubahan warna dari bening menjadi merah muda, kemudian diambil 25
ml larutan asam borat yang telah dicukupkan dengan aquadest, kemudian ulangi
prosedur kerja menggunakan asam benzoate, lalu dihitung koefisien partisinya,
dengan menggunakan rumus :
=
Alasan penggunaan air dan minyak kelapa dalam percobaan dengan
menggunakan partisi, karena, kedua pelarut ini tak dapat larut satu sama lain
tetapi sampel asam borat dapat larut dalam minyak dan air . Hal ini disebabkan
karena air merupakan pelarut polar sedangkan minyak kelapa merupakan pelarut
non polar dan karena pada minyak terdapat karbon sehingga menyebabkan bentuk
streokimianya simetris sehingga tidak memiliki momen dipol.
Alasan dimana asam borat dan asam benzoat ditambahkanke dalam
minyak kelapa dan air kemudian dimasukkan ke dalam corong pisah kemudian
seterlah itu di lakukan pengocokan, kareana agar zat dapat mengadakan
keseimbangan antara yang larut dalam air dan yang larut dalam minyak kelapa.
Pada percobaan ini dilakukan pengocokan selama 5 menit agar gugus polar dan
non polar dari asam borat maupun dari asam benzoat dapat bereaksi dengan air
dan minyak sehingga dapat dilihat pada pelarut mana kelarutannya paling besar.
Tujuan dari campuran dalam corong pisah didiamkan selama 10-15 menit,
karena agar pemisahan antara minyak dan air bisa sempurna. Alasan mengapa
yang dilakukan titrasi hanya pada fase air saja. dikarenakan bila lapisan minyak
yang dititrasi maka akan terjadi reaksi saponifikasi (penyabunan).
Metode titrasi yang digunakan dalam percobaan ini adalah alkalimetri yang
dilakukan berdasarkan reaksi netralisasi yaitu sampel asam yang dititrasi dengan
titran basa akan bereaksi sempurna dengan semua asam sehingga dapat diperoleh
titik akhir titrasi dengan melihat perubahan warna larutan dari bening menjadi
merah muda.
Dalam percobaan menentukan koefisien tanpa partisi tidak menggunakan
minyak kelapa dan corong pisah, tetapi hanya menggunakan air yang diberikan
indikator fenoftalein dan dititrasi dengan NaOH 0,1 N. Hal yang di lakukan
Pertama-tama adalah timbang asam borat sebanyak 100 mg, masukkan kedalam
erlenmeyer, larutkan dengan aquadest hingga 100 ml, ambil 25 ml dari larutan
tersebut , masukkan kedalam erlenmeyer, tambahkan indikator fenolftalein 3 tetes
dan dititrasi dengan NaOH 0,1 N sampai warna larutan berubah dari bening
menjadi merah muda.ambil larutan yang telah dicukupkan dengan aquadest
sebanyak 25 ml, lakukan pengerjaan dengan menggunakan asam benzoate,
kemudian hitung koefisien tanpa partisinya, dengan menggunakan rumus:
=
Dari percobaan yang telah dilakukan diperoleh data sebagai berikut, volume titran
asam borat sebelum partisi 0,75 dan sesudah partisi 6,5 sedangkan volume titran
asam benzoate yakni, sebelum partisi 2,1 dan sesudah partisi 0,8, konsentrasi(%)
asam borat yakni CA 183,84 dan CB 1593,24 dan konsentrasi(%) dari asam
benzoate yakni CA 10,18 dan CB 3,88, koofisien partisi asam borat yakni 7,67
dan asam benzoate 0,62
Pada percobaan ini terdapat kesalahan dalam penentuan koefisien partisi dari
asam borat dimana hasilnya yakni 7,67 yang diperoleh tidak sesuai dengan
literatur yang menyatakan K dar asam borat harus kurang dari 1. Hal ini mungkin
disebabkan karena
Sampel tidak terdispersi dengan baik dalam kedua pelarut.
Larutan dalan corong pisah belum berpisah dengan baik saat pengambilan
air untuk titrasi.
Kesalahan dalam menitrasi.
Sampel yang tidak larut sempurna.
BAB V
PENUTUP
1 Kesimpulan
Dari percobaan dapat disimpulkan
Koefisien partisi dari asam borat yakni 7,67 hal ini tidak sesuai dengan
literature yang menyatakan koefisien partisi harusnya K<1, hal ini
dikarenakan beberapa faktor kesalahan yakni, Sampel tidak terdispersi
dengan baik dalam kedua pelarut, Larutan dalan corong pisah belum
berpisah dengan baik saat pengambilan air untuk titrasi, Kesalahan dalam
menitrasi, Sampel yang tidak larut sempurna.
Koefisien partisi dari asam benzoate yakni 0,62
2 Saran
Sebaiknya dalam melakukan percobaan harus lebih teliti agar hasil
yang diperoleh sesuai yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2013. Penuntun Praktikum Farmasi Fisika I. Universitas Muslim
Indonesia: Makassar
Ditjen POM, (1979), “Farmakope Indonesia”, edisi III, Depkes RI, Jakarta
Lachman, L., dkk., (1994), ”Teori dan Praktek Farmasi Industri II”, Edisi
III, diterjemahkan oleh Siti suyatmi, UI Press, Jakarta, 78
Martin, Alfred. 1990. Farmasi Fisika 1. Universitas Indonesia Press;
Jakarta.
Ernest. 1999 . Dinamika Obat. ITB. Bandung.
Golib, Ibnu, 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Cammarata, s., 1995, Farmasi FisIka, UI-Press, Jakarta.
Rivai, H., 1995, Azas Pemeriksaan Kimia, UI-Press, Jakarta.
Gandjar, I., G. & Abdul, R. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar.
Yogyakarta
Ansel, H., C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta : Universitas
Indonesia Press.
Sardjoko. 1987. Pedoman kuliah rancangan obat. Yogyakarta: PAU
Bioteknologi Yogyakarta. Universitas Gadjah Mada.
Top Related