Vol 3 No 1 Juli 2022 - Jurnal Untan
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
3 -
download
0
Transcript of Vol 3 No 1 Juli 2022 - Jurnal Untan
JURNAL ALPHAEUCLIDEDU
JURNAL KEILMUAN MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
SURAT KEPUTUSAN DEKAN FKIP UNIVERSITAS TANJUNGPURA
NOMOR : 2922/UN22.6/PI/2021 TANGGAL 1 JULI 2021
Pelindung:
Dekan FKIP Universitas Tanjungpura
Penanggung Jawab:
Unit Penelitian Pengembangan Penerbitan dan Publikasi Ilmiah (UP4I)
FKIP Untan
Pemimpin Redaksi (Editorial In Chief)
Dr. Dede Suratman, M.Si
Sekretaris Redaksi (Managing Editorial)
Dona Fitriawan, M.Pd
Editor (Section Editorial)
1. Prof. Dr. Nanang Priatna, M.Pd (Universitas Pendidikan Indonesia)
2. Prof. Dr. Suradi, M.S (Universitas Negeri Makassar)
3. Drs. Asep Nursangaji, M.Pd (Universitas Tanjungpura)
4. Dr. Sugiatno, M.Pd (Universitas Tanjungpura)
5. Dr. Mohamad Riβfat, M.Pd (Universitas Tanjungpura)
6. Dr. Hamdani, M.Pd (Universitas Tanjungpura)
7. Fredi Ganda Putra, M.Pd (UIN Raden Intan Lampung)
8. Dr. Nurfadilah Siregar, M.Pd (Universitas Tanjungpura)
9. Revi Lestari Pasaribu, M.Si (Universitas Tanjungpura)
Penyunting Ahli (Reviewers)
1. Prof. Dr. Toto Nusantara, M.Si (Universitas Negeri Malang)
2. Prof. Dr. Edy Sahputra, M.Pd (Universitas Negeri Medan)
3. Prof. Dr. Heris Hendriana, M.Pd (IKIP Siliwangi)
4. Dr. Yulis Jamiah, M.Pd (Universitas Tanjungpura)
5. Dr. Agung Hartoyo, M.Pd (Universitas Tanjungpura)
6. Drs. Edy Yusmin, M.Pd (Universitas Tanjungpura)
7. Drs. Ade Mirza, M.Pd (Universitas Tanjungpura)
8. Dr. Bistari, M.Pd (Universitas Tanjungpura)
9. Drs. Dian Ahmad, M.Pd (Universitas Tanjungpura)
10. Drs. Romal Ijuddin, M.Pd (Universitas Tanjungpura)
PENGANTAR
Puji syukur Kami haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas terbitnya
Jurnal Pendidikan Matematika yang bernama Jurnal AlphaEuclidEdu pada edisi Juli
2022. Jurnal AlphaEuclidEdu mencakup bidang matematika dan pendidikan
matematika dengan rincian: 1) Belajar dan Pembelajaran Matematika ; 2) Media dan
Sumber Belajar Matematika; 3) Kurikulum Matematika; 4) Evaluasi Pembelajaran
Matematika; 5) Profesi Pendidik Matematika; 6) Matematika Untuk Ekonomi; 7)
Statistika; 8) Geometri; 9) Aljabar; 10) Analisis; 11) Kalkulus; 12) Trigonometri; 13)
Operasi Riset.
Jurnal AlphaEuclidEdu diterbitkan oleh Program Studi Pendidikan Matematika
yang diprakasai oleh UP4I (Unit Penelitian Pengembangan Penerbitan dan Publikasi
Ilmiah) FKIP Universitas Tanjungpura. Tentunya juga jurnal ini diterbitkan atas
partisipasi semua pihak yang turut berkonstribusi, khususnya para penulis yang telah
mempercayakan tulisannya dimuat pada jurnal ini. Terbitnya jurnal ini merupakan
berkat kerja sama yang baik para Tim Editor dan Para Reviewer.
Kami percaya bahwa Tuhan Yang Maha Esa senantiasa membalas semua
kebaikan yang dilakukan semua pihak dalam atensinya sebagai amal bakti untuk
memajukan kualitas pendidikan serta mengembangkan kebiasan menulis dalam
nuansa ilmiah. Akhirnya, kami berharap kritik dan saran yang bermanfaat agar jurnal
ini mampu memberikan konstribusi yang lebih baik di masa mendatang.
Pontianak, 31 Juli 2022
Tim Editor
DAFTAR ISI
Volume 3, Nomor 1, Juli 2022
COVER .................................................................................................................................. i
SURAT KEPUTUSAN .......................................................................................................... ii
PENGANTAR ....................................................................................................................... iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................................... iv
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN WINDOW SHOPING DALAM
MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA PADA MATERI BANGUN RUANG
SISI LENGKUNG β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦ ....................................................................................... 1
Sri Ratna Nengsih
ANALISIS RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) DENGAN
PENDEKATAN SAINTIFIK MATA PELAJARAN MATEMATIKA β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦ ............ 10
Jeremy Silvius, Mohamad Rifβat, Zubaidah R
IMPLEMENTASI PENGGUNAAN MODUL TRIGONOMETRI DENGAN
PENDEKATAN PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP MINAT BELAJAR SISWA
KELAS X β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦ ................................................................................................... 18 Indah Nopita Sari, Krisdianto Hadiprasetyo, Erika Laras Astutiningtyas
ANALISIS MISKONSEPSI SISWA PADA MATERI TRIGONOMETRI
MENGGUNAKAN METODE CERTAINTY OF RESPONSE INDEX TERMODIFIKASI DI
SMA β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦ ......................................................................................................... 27
Muhammad Dwiki Annadzili, Halini, Dede Suratman
KEMAMPUAN SISWA DALAM PROSES PEMECAHAN MASALAH BANGUN DATAR
SEGI EMPAT BERDASARKAN TAHAPAN VAN HIELE β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦ .......................... 36
Ferry Gunawan, Agung Hartoyo, Rustam
EKSPLORASI ETNOMATEMATIKA KERAJINAN ANYAMAN βBELUNGKURβ PADA
MASYARAKAT DUSUN PENJULUNG KECAMATAN TELUK KERAMAT
KABUPATEN SAMBAS β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦ ............................................................................ 42
Zea, Hamdani, Romal Ijuddin
KAJIAN ETNOMATEMATIKA ALAT MUSIK SENGGAYONG DI DESA PANGKALAN
BUTON KECAMATAN SUKANDA KABUPATEN KAYONG UTARA β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦.................................................................................................................... 50 Kharina Shima A. Simanjuntak, Zubaidah R, Silvia Sayu
RANCANGAN MEDIA PEMBELAJARAN PROGRAM LINIER BERBASIS
ANDROID MENGGUNAKAN PROGRAM LECTORA INSPIRE DI SEKOLAH
MENENGAH ATAS β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦ ................................................................................ 59 Yeni Dian Utami, Edy Yusmin, Ade Mirza
PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN BERBASIS WEBLOG PADA
MATERI PROGRAM LINIER KELAS XI β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦ ............................................. 68
Andre, Bistari, Rustam
ETNOMATEMATIKA DALAM TRADISI PERNIKAHAN ADAT SUKU DAYAK
KALIS DI KECAMATAN KALIS KABUPATEN KAPUAS HULU
β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦.................................................................................................................... 77
Konstansia Katlin Stevani, Agung Hartoyo, Munaldus
PENYUSUNAN BOOKLET SCAFFOLDING MENGGUNAKAN TEORI POLYA
MATERI TRIGONOMETRI β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦ .................................................................... 89
Nuriska Indriantie, Muhammad Rifβat, Dede Suratman
AKTIVITAS BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
PADA MASA PANDEMI COVID-19 β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦ ..................................................... 100
Suci Aprilia, Zubaidah R, Dona Fitriawan
PENDESKRIPSIAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA
DALAM PEMECAHAN MASALAH MATERI STATISTIKA PADA KELAS
VIIIβ¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦ ............................................................................................................. 108
Viktorianus Ipik, Yulis Jamiah, Ahmad Yani T
KEMAMPUAN NUMERIK SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS DALAM
PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS ........................................................................ 117
Umi Nur Haafidah, Hamdani, Dian Ahmad
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 06/11/2022; Resived: 01/07/2022; Accepted: 29/07/2022
1
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN WINDOW SHOPING
DALAM MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA
PADA MATERI BANGUN RUANG SISI LENGKUNG
Sri Ratna Nengsih SMPN 1 Mempawah Hilir Kabupaten Mempawah
Email: [email protected]
Abstract
This study aims to improve student learning activities in the material of Constructing
Curved Side Spaces for class IX A SMPN 1 Mempawah Hilir, after learning
mathematics by applying the window shopping learning model. This research is a
classroom action research consisting of 2 cycles, with the help of 29 students' learning
activity observation sheets (behavior). Each cycle consists of four stages, namely:
planning, implementation, observation and reflection stages. Based on the results of
data analysis, there was an increase in student interest in learning, this indicates that
by applying the window shopping learning model teaching and learning activities are
carried out in accordance with the expected goals. Student activity changes from not
doing to doing.
Keywords: Window Shopping, Activities, Building space
1. Pendahuluan
Proses pembelajaran Matematika adalah proses interaksi antara guru dan siswa yang
melibatkan pengembangan pola berpikir dan mengolah informasi pada suatu lingkungan
belajar yang sengaja diciptakan guru dengan berbagai metode dan model, tujuannya
adalah: (1) keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan,
(2) program belajar matematika tumbuh dan berkembang dalam suasana yang kondusif
secara optimal, dan siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara aktif, efektif dan
efisien. Upaya untuk mencapai tujuan tersebut tentu saja dipengaruhi oleh beberapa
faktor, baik dari dalam maupun dari luar diri siswa itu sendiri. Proses pembelajaran
matematika yang baik adalah proses pembelajaran yang melibatkan siswa secara
mental, emosi, fisik serta sosial (Siti Wasfiyah, 2011: 1). Metode, model, dan strategi
pembelajaran yang disesuaikan dengan materi belajar siswa, memegang peranan penting
untuk mewujudkan proses pembelajaran matematika yang baik tersebut.
Salah satu materi yang dipelajari di kelas IX semester genap adalah Bangun
Ruang sisi Lengkung. Menurut Silabus Matematika SMP Kurikulum K 13 (Tim Diknas,
2018: hal 109) diungkapkan bahwa: 3.7. Membuat generalisasi luas permukaan dan
volume berbagai bangun ruang sisi lengkung (tabung, kerucut, dan bola) dan 4.7.
Menyelesaikan masalah kontekstual yang berkaitan dengan luas permukaan dan volume
bangun ruang sisi lengkung (tabung, kerucut, dan bola), serta gabungan beberapa bangun
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 06/11/2022; Resived: 01/07/2022; Accepted: 29/07/2022
2
ruang sisi lengkung. Pengalaman penulis dalam melaksanakan pembelajaran yang dapat
melibatkan mental, emosi, fisik serta sosial adalah dengan pembelajaran kooperatif
(cooperativ learning). Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang
memberikan kesempatan pada siswa untuk berperan aktif selama pembelajaran.
Pembelajaran ini akan menciptakan siswa untuk aktif dalam bekerja sama dengan
kelompoknya sehingga terjadi aktifitas berpikir, diskusi bersama.
Proses pembelajaran siswa secara aktif baik fisik, mental maupun emosi, dalam
kondisi yang kondusif akan mengakibatkan hasil belajar yang baik (Suharsimi Arikunto,
2015: 18). Namun kenyataan dari pengalaman penulis, harapan agar pembelajaran dapat
berlangsung dengan baik serta aktif bagi siswa, nampaknya belumlah terjadi secara
maksimal pada siswa kelas IXA SMP Negeri 1 Mempawah Hilir. Hal ini disebabkan
karena rendahnya aktivitas belajar siswa. Temuan terhadap rendahnya aktivitas belajar
siswa di peroleh dari beberapa sumber data, yaitu : (1) angket yang diisi siswa ; (2)
hasil ulangan harian; (3) wawancara dengan 3 perwakilan siswa; (4) catatan jurnal guru
(5) Supervisi kepala sekolah . Kelima sumber data tersebut mengungkapkan beberapa
penyebab yang terkait dengan aktivitas belajar siswa.
Berdasarkan hasil ulangan harian pertama tanggal 20 Januari 2020 menunjukkan
beberapa hal dapat dipaparkan sebagai berikut. Hasil Ulangan Harian pertama nilai yang
didapat siswa rata-ratanya (64,34) masih di bawah KKM yang diinginkan (75) . Dari 29
siswa hanya 9 orang yang mencapai KKM (31,03%), sedangkan yang belum mencapai
KKM 20 orang siswa (68,97 %). Skor tertinggi 100 dan terendah 25. Terlihat adanya
selisih nilai yang cukup jauh antara nilai tertinggi dan terendah. Skor tertinggi dicapai
oleh siswa yang aktif dan besemangat dalam proses belajar mengajar, sedangkan siswa
yang nilainya terendah adalah siswa yang memang dalam pembelajaran tidak
bersemangat dalam beraktivitas, pada saat guru menjelaskan sibuk sendiri, dan kurang
dapat bekerjasama.
Sedangkan ketuntasan kelas 75 %, skor rata-rata tes tersebut perlu upaya khusus
agar mendekati atau melebihi ketuntasan kelas. Jangkauan data dari nilai tertinggi 100
dan terendah 25 masih cukup jauh. Maknanya data hasil belajar pra penelitian tersebut
menggambarkan rentang data yang cukup tinggi, sehingga terjadi jarak yang cukup jauh
antar siswa yang memperoleh nilai tertinggi dengan siswa yang memperoleh nilai
terendah.
Sedangkan berdasarkan hasil wawancara terhadap 6 perwakilan siswa kelas
IXA, yakni 1 kelompok atas jelaskan alasan, 1 kelompok tengah jelaskan alasan dan 1
kelompok bawah jelaskan alasan mengatakan bahwa Kegiatan Belajar Mengajar sulit
dipahami dan kurang bervariasi. Siswa pertama yang mewakili kelompok atas
mengungkapkan bahwa: (1) guru yang mengajar sudah baik, (2) kurang bervariasi,
siswa yang mewakili kelompok tengah mengatakan bahwa : (1) guru mengajar sudah
baik, (2) membosankan, sedangkan siswa yang mewakili kelompok bawah mengatakan
bahwa : (1) matematika itu sulit, (2) kurang bervariasi, (3) membosankan.
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 06/11/2022; Resived: 01/07/2022; Accepted: 29/07/2022
3
Dari catatan jurnal peneliti selaku guru selama 1 bulan pembelajaran dikelas
ditemukan beberapa hal antara lain: (1) siswa kurang konsentrasi dalam
pembelajaranartinya pada awal atau sekita 15 menit masih fokus selanjutnya sibuk
sendiri kurang memperhatikan penjelasan guru, (2) dalam mengerjakan tugas kelompok
kurang bertanggung jawab hanya mengharapkan teman yang pandai saja, tidak mau
bertanya dan menjawab karena takut salah dan takut ditertawakan teman.
Berdasarkan hasil diskusi dengan teman sejawat, guru matematika senior dan
guru mata pelajaran lain/serumpun guru IPA yang mengajar di kelas IXA mengatakan
bahwa perlu perbaikan pada pemilihan metode, model dan media yang digunakan dalam
proses pembelajaran sehingga siswa tidak merasa jenuh dan membosankan. Kondisi ini
terlihat karena pada saat guru menyampaikan materi ternyata siswa memperhatikan
pada awal pembelajaran saja selanjutnya ada yang berbicara dengan temannya, ada yang
seing keluar kelas dengan alasan ke toilet untuk menghindari pembelajaran yang mereka
anggap sulit dan jika diajukan pertanyaan hanya beberapa orang saja yang menjawab,
apalagi jika diberikan kesempatan untuk bertanya, tidak ada yang mau bertanya.
Memperhatikan beberapa pemaparan di atas dapat diungkapkan hasil
pembelajaran dan aktivitas belajar siswa masih rendah disebabkan beberapa hal.
Pertama kurang terlibat dalam proses belajar mengajar, kedua tidak mau/malu untuk
merespon pertanyaan guru, pembelajaranterasa membuat jenuh/bosan dan keempat
metode, model dan media mengajar kurang bervariasi. Menyimak keempat penyebab
tersebut perlu adanya perbaikan/perubahan dalam pembelajaran yang dapat melibatkan
seluruh siswa dalam proses pembelajaran, dapat meningkatkan tanggung jawab setiap
siswa, menyenangkan dan menghilangkan kesenjangan yang pintar dengan tidak pintar.
Untuk mengatasi masalah tersebut ada dalam model pembelajaran kooperatif
tipe Window Shopping. Untuk menghadapi pembelajaran abad 21, siswa harus dibekali
dengan kecakapan abad 21 yaitu (1). Communication 92) Collaboration (3). Critical
Thinking and Problem solving (4). Creative dan Inovative. Kemampuan yang perlu
dicapai siswa tidak hanya LOTS (lower order thinking skills), MOTS (middle order
thinking skills) tetapi harus juga ada HOTS (higher order thinking skills) yang
disarankan dalam implementasi Kurikulum 2013. Untuk mengatasi masalah tersebut
ada dalam model pembelajaran kooperatif tipe Window Shopping. Pembelajaran
menggunakan model Window Shopping ini memerlukan kemampuan untuk berdiskusi,
berpikir dan berbagi.
Model pembelajaran kooperatif tipe Window Shopping ini memberikan kepada
siswa waktu untuk berdiskusi, berpikir dan berbagi baik dalam kelompok maupun antar
kelompok. Dengan serangkaian tindakan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan,
pengamatan sampai dengan melakukan refleksi yang diharapkan dapat meningkatkan
aktivitas belajar siswa pada materi Bangun Ruang Sisi Lengkung. Menurut Dienes
(dalam Ruseffendi, 1980: 134), setiap konsep matematika dapat difahami dengan
mudah apabila kendala utama yang menyebabkan anak sulit memahami dapat dikurangi
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 06/11/2022; Resived: 01/07/2022; Accepted: 29/07/2022
4
atau dihilangkan. Tujuan dari penerapan model pembelajaran ini adalah untuk
meningkatkan aktivitas belajar siswa pada materi Bangun Ruang Sisi Lengkung di kelas
IXA SMP Negeri 1 Mempawah Hilir.
Kajian Pustaka
Model Pembelajaran adalah seluruh rangkaian kegiatan penyajian materi ajar
yang meliputi segala aspek sebelum, sedang dan sesudah pembelajaan yang dilakukan
guru serta segala fasilitas yang terkait dan digunakan langsung atau tidak langsung
dalam proses belajar mengajar. Menurut Ruseffendi model pembelajaran adalah sebagai
suatu desain yang menggambarkan proses rincian dan penciptaan situasi lingkungan
yang memungkinkan siswa berinteraksi sehingga terjadi perubahan atau perkembangan
pada diri siswa. (Bistari, 2015: 293).
Window Shopping adalah aktivitas melihat-lihat, baik melihat barang-barang
yang di toko maupun ditempat lain. Sebagai contoh, ketika jalan-jalan di mall sambil
melihat-lihat barang di balik etalase. Orang yang melakukan cuci mata di pertokoan
mungkin merasa senang hanya dengan membayangkan membeli barang-barang atau
sekedar mengetahui harga barang tersebut. Model Pembelajaran Window Shopping
merupakan model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk bejalan-jalan mengamati
hasil pekerjaan kelompok lain yang di sajikan diding kelas, kemudian siswa mencatat
hasil kerja kelompok tersebut sebagai hasil kunjungan mereka.
Model Pembelajaran Window Shopping ini memberikan pola pembelajaran
secara berkelompok sehingga membentuk sikap kerja sama yang aktif antar sesama
siswa. Disamping itu juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk menjadi tutor
sebaya yang berperan dalam menjelaskan kepada seluruh pengunjung yang mengamati
hasil kerja mereka. Window Shopping merupakan suatu cara untuk menilai dan
mengingat apa yang telah siswa pelajari. Window Shopping adalah suatu model
pembelajaran yang mampu meningkatkan daya emosional siswauntuk menemukan daya
ingat jika sesuatu yang ditemukan itu dilihat secara langsung.
Menurut Oemar Hamalik (Bistari, 2015: 31) aktivitas adalah segala kegiatan
yang dilakukan dalam proses interaksi (guru dan siswa) dalam rangka mencapai tujuan
pembelajaran. Sedangkan Slameto (Bistari, 2015: 31) menyatakan bahwa aktivitas
adalah keterlibatan dalam bentuk sikap, pikiran, perhatian dan aktivitas dalam
pembelajaran guna menunjang keberhasilanproses belajar mengajar dan memperoleh
manfaat dari kegiata tersebut. Dan Herman Hudoyo (Bistari, 2015: 32) disebutkan
bahwa dalam diri siswa terdapat prinsip aktif keinginan untuk berbuat dan bekerja
sendiri. Prinsip ini yang dapat mengendalikan siswa. Dengan kata lain, untuk
mengendalikan(mengarahkan) siswa, dibutuhkan suatu aktivitas. Berdasarkan beberapa
pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa aktivitas kegiatan belajar dalam bentuk
fisik maupun non fisik yang tidak dapat menghindar dari situasi. Aktivitas yang
dianggap ringan oleh seseorang apabila sudah menjadi kebiasaan.
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 06/11/2022; Resived: 01/07/2022; Accepted: 29/07/2022
5
Menurut Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana (2009: 23) bahwa aktivitas belajar
merupakan suatu proses kegiatan pembelajaran peserta didik, yang melibatkan baik
jasmani maupun rohani sehingga ekselerasi perubahan tingkah lakunya dapat terjadi
secara cepat, tepat dari aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor. Sedangkan menurut
Syaiful BD (Bistari, 2015: 33) mengungkapkan bahwa yang dimaksud aktivitas belajar
adalah kegiatan dalam pembelajaran dengan memaksimalkan fungsi anggota tubuh serta
kognitif, yang dipengaruhi situasi. Adapun pengoptimalan panca indra dan kognitif
yang dimaksud seperti mendengarkan, memandang, meraba, membau, mencicipi,
menulis, membaca, mengamati, mengingat, praktek dan sebagainya. Herman Hudoyo
(Bistari,2015:33) bahwa aktivitas belajar merupakan suatu kegiatan pembelajaran yang
dialami siswa dengan pengkondisisan yang diprogramkan oleh guru. Kalau perhatian
sudah tertuju pada keaktifan belajar siswa maka hal ini disebut berpusat pada siswa.
Bangun ruang sisi lengkung adalah bangun ruang yang punya bagian berupa
lengkungan, baik itu di selimut atau permukaan bidangnya. Bangun ruang sisi
lengkung ada 3, yaitu tabung, kerucut dan bola.
2. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas IXA genap di SMP Negeri 1
Mempawah Hilir sebanyak 29 orang. Materi pelajaran yang digunakan dalam penelitian
ini adalah materi kelas IX Semester genap tentang Bangun Ruang Sisi Lengkung.
Kompetensi Dasar
3.7
4.7
Membuat generalisasi luas permukaan dan volume berbagai bangun ruang sisi lengkung
(tabung, kerucut, dan bola)
Menyelesaikan masalah kontekstual yang berkaitan dengan luas permukaan dan volume
bangun ruang sisi lengkung (tabung, kerucut, dan bola), serta gabungan beberapa
bangun ruang sisi lengkung
Berikut ini adalah langkah-langkah pelaksanaan penelitian yang telah penulis lakukan.
Pemetaan KD
Pemetaan KD dilakukan untuk menentukan materi yang sesuai untuk diterapkan dalam model
pembelajaran Window Shooping. Berdasarkan hasil telaah KD yang ada di kelas IX semester
genap, penulis memilih materi Bangun Ruang Sisi Lengkung yang terdapat pada Kd 3.7 dan 4.7
Analisis Target Kompetensi
Hasil analisis target kompetensinya sebagai berikut.
Perumusan Indikator Pencapaian Kompetensi
Kompetensi Dasar Indikator
3.7 Membuat generalisasi
luas permukaan dan
volume berbagai
bangun ruang sisi
lengkung (tabung,
3.7.1 Mengidentifikasi definisi tabung, kerucut dan bola
dan contoh-contoh benda yang memiliki benuk
tabung, kerucut dan bola.
3.7.2 Mengidentifikasi unsur-unsur tabung, kerucut dan
bola
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 06/11/2022; Resived: 01/07/2022; Accepted: 29/07/2022
6
Kompetensi Dasar Indikator
kerucut, dan bola)
4.7 Menyelesaikan masalah
kontekstual yang
berkaitan dengan luas
permukaan dan volume
bangun ruang sisi
lengkung (tabung,
kerucut, dan bola), serta
gabungan beberapa
bangun ruang sisi
lengkung
3.7.3 Mengidentifikasi rumus luas permukaan tabung,
kerucut dan bola
3.7.4 Mengidentifikasi rumus volume tabung, kerucut
dan bola
3.7.5 Menghitung luas selimut tabung, kerucut dan bola
4.7.1 Menyajikan hasil pembelajaran tentang bangun ruang
sisi lengkung (tabung, kerucut, dan bola), serta
gabungan beberapa bangun ruang sisi lengkung
4.7.2 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan
bangun ruang sisi lengkung (tabung, kerucut, dan
bola).
Pemilihan Model Pembelajaran
Model pembelajaran yang dipilih adalah model pembelajaran Window Shopping.
Merencanakan kegiatan pembelajaran sesuai dengan Model Pembelajaran Window
Shopping. Pengembangan desain pembelajaran dilakukan dengan merinci kegiatan
pembelajaran yang dilakukan sesuai dengan sintaks Window Shopping. Berikut ini
adalah rencana kegiatan pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan model window
Shopping.
No Kegiatan
Kegiatan Inti
1 Siswa di buat dalam bentuk berkelompok
2 Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari
3 Guru membagikan tugas yang berbeda kepada tiap kelompoknya
dengan cara di undi
4 Memberikan kesempatan kepada tiap kelompok untuk membaca dan
mempelajari materi pembelajaran
5 Secara berkelompok siswa mengerjakan soal yang di berikan guru.
Hasil penyelesaian ditulis pada selembar whiteboard
6 Hasil pekerjaan dipajang di dinding kelas
7 Setiap kelompok berbgi peran ada yang menjadi anggota kelompok
dan ada yang menjadi pengunjung dikelompok lain
8 Setelah selesai sesuai waktu yang ditentukan, masing-masing anggota
yang berkeliling kembali kekelompok masing-masing dan berbagi
informasi berdasarkan hasil kunjungannya
9 Guru berkeliling untuk mengecek hasil pekerjaan dan melihat hal-hal
yang perlu diperbaiki
Penutup
1 Guru melakukan Konfirmasi berupa umpan balik dan koreksi hasil
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 06/11/2022; Resived: 01/07/2022; Accepted: 29/07/2022
7
kerja tiap-tiap kelompok
2 Guru melakukan evaluasi/penilaian baik secara kelompok maupun
individu
Dalam model pembelajaran window shopping ini siswa dibuat santai ada yang
bertugas menjaga kelompoknya(penjual) dan ada juga yang berjalan-jalan(pembeli).
Mereka bisa berjalan-jalan sambil belajar. Yang mana siswa yang bejalan-jalan
kekelompok lain mempunyai tugas untuk memberikan masukan dan pertanyaan tentang
materi yang dibahas. Model pembelajaran Window Shopping juga mudah dipahami,
akitivitas belajar bisa ditingkatkan, nilai sikap ada kerjasama dan toleransi tidak ada
perbedaan antara yang pintar dengan yang kurang dan dapat juga meningkatkan
keterampilan.
Penyusunan Perangkat Pembelajaran
Penyusunan perangkat pembelajaran terdiri dari : RPP, bahan Ajar, LKPD dan lembar
observasi penilaian keterampilan.
Media dan Instrumen Media pembelajaran yang digunakan dalam Best Practice
ini adalah (a) Lembar Kerja Peserta Didik, (b) Bahan ajar tentang Bangun Ruang Sisi
Lengkung Instrumen yang digunakan dalam praktik baik ini ada 2 macam yaitu lembar
observsi mengamati proses pembelajaran dan lembar observasi untuk melihat aktivitas
belajar siswa. Waktu dan tempat kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 10 Februari
2020 bertempat di kelas IXA SMP Negeri 1 Mempawah Hilir.
3. Hasil dan Pembahasan
Hasil yang dapat diilaporkan diuraikan sebagai berikut: (a) Proses pembelajaran yang
dilakukan dengan menerapkan model pembelajaran window shopping) berlangsung
aktif. Siswa menjadi lebih aktif dalam pembelajaran, termasuk mengajukan pertanyaan
dan memberian jawaban dalam kegiatan pembelajaran karena semua kegiatan yng
mereka lakukan dicatat pada lembar observasi. Aktifitas pembelajaran yang dirancang
sesuai sintak Window Shopping dapat meningkatkan peran serta siswa lebih aktif selama
proses pembelajaran; (b) Penerapan model pembelajaran Window shopping dapat
meningkatkan pemahaman siswa dan berpikir kritis ketika dihadapkan dalam bertanya
maupun menjawab setiap pertanyaan dari siwa lain. Disamping itu juga membekali
siswa dengan kemampuan dalam pemecahan masalah; (c) Penerapan model
pembelajaran Window shopping dapat meningkatkan hasil belajar.
Dalam pembelajaran sebelumnya yang dilakukan penulis tanpa pembelajaran
abad 21 suasana kelas cenderung sepi dan serius. Siswa cenderung bekerja sendiri-
sendiri bagi siswa yang memahami matematika (pintar) sedangkan yang kemampuan
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 06/11/2022; Resived: 01/07/2022; Accepted: 29/07/2022
8
kurang cenderung pasif, hanya mengharapkan yang lebih pandai dalam kemapuan
matematikanya. Fokus guru adalah bagaimana dapat menyelesaikan target kurikulum.
Kurang peduli pada aktivitas dan proses berpikir siswa. Pengetahuan yang diperoleh
siswa adalah apa yang diajarkan oleh guru. Berbeda kondisinya dengan saat penelitian,
pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran window shopping ini dalam
pembelajaran ini siswa lebih aktif dalam berdiskusi dan menyampaikan informasi yang
menuntut kemampuan berpikir kritis.
Sebelum menerapkan Window shopping penulis melaksanakan
pembelajaran hanya terpaku pada teacher center. Sehingga siswa yang merasa
tidak menyukai matematika semakin kurang tertarik untuk belajar dan
menganggap matematika itu sulit, kurang bervariasi, dan membosankan. Dengan
menerapkan Window shopping siswa tak hanya belajar dari buku teks, tetapi juga
saling berbagi informasi sesama teman baik dalam kelompok sendiri maupun
dengan kelompok yang lain.
Kendala yang Dihadapi
Masalah yang dihadapi terutama adalah siswa belum terbiasa siswa belajar
dengan model Window Shopping Beberapa siswa masih belum terbiasa untuk berdiskusi
dalam kelompoknya, rasa tidak percaya diri dalam bertanya maupun menjawab.
Masalah lainnya adalah guru belum maksimal dalam memperhatikan dan membimbing
semua kelompok yang ada di dalam kelas.
Cara Mengatasi Kendala
Agar siswa yakin bahwa model pembelajaran indow Sopping dapat membantu
mereka lebih aktif dan menguasai materi pembelajaran, guru memberi penjelasan
sekilas tentang apa, bagaimana, mengapa, dan manfaat belajar berorientasi pada
keterampilan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking skills), serta manfaat
mempelajari tentang Bangun Ruang Sisi Lengkung. Pemahaman dan kesadaran akan
pentingnya HOTS serta aplikasi dari materi Bangun Ruang Sisi Lengkung yang
dipelajari akan membuat siswa termotivasi untuk mengikuti pembelajaran. Selain itu,
kesadaran bahwa belajar bukan sekadar menghafal teori dan konsep akan membuat
siswa mau belajar sesuai dengan tuntutan pembelajaran abad 21.
Kekurangmampuan guru untuk memperhatikan serta membimbing seluruh
kelompok dapat diatasi dengan memilih beberapa siswa yang diatas rata- rata kelas
untuk dapat membantu kelompok lain yang merasa memiliki kesulitan dalam
menyelesaikan permasalahan yang diberikan. Dengan demikian rasa malu atau tidak
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 06/11/2022; Resived: 01/07/2022; Accepted: 29/07/2022
9
percaya diri beberapa siswa dapat teratasi dikarenakan adanya tutor sebaya yang dapat
mengakomodir kesulitan mereka dalam belajar.
4. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.
Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Window Shopping layak
dijadikan pembelajaran berorientasi abad 21 karena dapat meningkatkan aktivitas siswa
dalam melakukan transfer pengetahuan, berpikir kritis, dan pemecahan masalah.
Dengan penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) secara sistematis
dan cermat, pembelajaran dengan model pembelajaran Window Shopping yang
dilaksanakan tidak sekadar berorientasi HOTS, tetapi juga mengintegrasikan PPK,
literasi, dan kecakapan abad 21. Penerapan model pembelajaran Window Shopping
dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
5. Referensi
Bistari, (2015). Mewujudkan Penelitian Tindakan Kelas (Kenaikan Pangkat Bagi
Guru). Pontianak. PT. Ekadaya Multi Inovasi
Hajar Siti, (2018). Penerapan Model {embelajaran Window shopping untuk
meningkatkan kemampuan koneksi matematis dan minat belajar
siswa.Diploma Thesis UIN Sunan Gunung Jati Bandung.
http://digilib.uinsgd.ac.id/id/eprint/14878 . Diprint 8 Oktober 2020.
Permendikbud no.37, (2018). Tentang Perubahan atas peraturan menteri Pendidikan
dan Kebudayaan nomor 24 tahun 2016 tentang kompetensiInti dan
Kompetensi dasar Pebelajaran pada kurikulum 2013 pada pendidikan Dasar
dan pendidikan Menengah. Jakarta
Salamah, Umi, (2012). MATEMATIKA untuk kelas VII SMP dan MTs. Solo: PT Tiga
Serangkai Pustaka Mandiri.
Suharsimi Arikunto, (2015). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
Tim Creative, (2012).Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa dan Hasil Belajar
Matematika Pada Konsep Barisan dan Deret Melalui Model Pembelajaran
Tipe NHT(Numbered Head Together) di SMP Negeri 1 Sukaresmi Kelas IX-E
Semester Genap Tahun Pelajaran 2010/2011. Diprint Februari 2016.
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 28/09/2021; Resived: 11/06/2022; Accepted: 30/07/2022
10
ANALISIS RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK
MATA PELAJARAN MATEMATIKA
Jeremy Silvius1, Mohamad Rifβat2, Zubaidah R3
1,2,3Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Tanjungpura Pontianak
Email: [email protected]
Abstract
This.study aims to.describe in full the.scientific approach Lesson Plan made by mathematics teachers at
SMP 1 Samalantan as preparation material for teaching. This.research.method is.descriptive qualitative.,
while.the.type.of.research.used.is.descriptive.research. The subject in this study involved 1 mathematics
teacher who had used a scientific approach to lesson plans. The.object.of.this.research.is.the.
teacher's.lesson plans. The.data collection tools that the researcher used were
in.the.form.of.an.observation. sheet.for teacher Lesson Plan.with.a.scientific.approach.and.an
observation sheet for implementing teacher Lesson.Plan.with.a scientific.approach. The research results
that have been obtained show.the.following. (1) the.percentage.value of.the results of
the.Lesson.Plan.content is 97.56% in.the.very good.category.in accordance with.the guidelines for the
teacher's Lesson Plan observation sheet used; (2) the presentation of the results of observing
the.implementation.of Lesson Plan.using the.observation.sheet on the. Implementation.of the.teacher's
Lesson Plan in the classroom got a score of 2.07, in the range of 1 - 4 with sufficient categories so that it
was identified that the ability.of.teachers.in.the learning.process.using a scientific.approach.was still not
effective.
Keywords: Lesson Plan, Scientific Approach, Mathemartics Learning
1. Pendahuluan
Pendidikan.adalah suatu pekerjaan yang disadari dan diatur untuk menciptakan
lingkungan belajar dan ukuran pembelajaran dengan tujuan agar siswa dapat secara aktif
mengembangkan kemampuannya untuk memiliki kekuatan, ketenangan, pengetahuan,
pribadi yang terhormat, dan kemampuan yang mereka butuhkan, masyarakat, bangsa,
dan negara (Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003). Sebagai asal
perspektif pada menyelenggarakan pendidikan, terdapat delapan Standar Nasional
Pendidikan (SNP) yang digunakan, yaitu Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Panduan
Isi, Prinsip Siklus, Prinsip Evaluasi, Prinsip Guru dan Tenaga Kerja Sekolah, Dinas dan
Yayasan. Asas, Adat Pengurus, serta budaya Pembiayaan (Kemendikbud 2013:12).
Meskipun demikian, seiring dengan pelaksanaan rencana pendidikan tahun
2013, telah dibuat empat Standar Nasional Pendidikan yang terdiri dari SKL, Norma Isi,
Pokok Siklus, dan Pedoman Penilaian. Seperti yang ditunjukkan oleh E. Kosasih (2014:
7), untuk menumbuhkan kemampuan noneksklusif ini, program pendidikan 2013
menciptakan dua jenis pendidikan, tepatnya 1) ukuran pembelajaran pribadi yang
menghasilkan informasi serta kemampuan langsung atau dampak Informatif yang
dimaksudkan, dan 2 ) suatu tindakan pembelajaran menyimpang yang menghasilkan
perubahan pada siswa atau dikenal sebagai dampak berkelanjutan.
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 28/09/2021; Resived: 11/06/2022; Accepted: 30/07/2022
11
Mengingat Permendikbud No. 65 Tahun 2013 tentang Siklus Standar untuk
Sekolah Dasar dan menengah.telah menunjukkan perlunya interaksi pembelajaran yang
diarahkan oleh standar pendekatan saintifik. atau ilmiah. Cara logis untuk menghadapi
pembelajaran mencakup lima pertemuan pembelajaran utama, yaitu memperhatikan,
mengajukan pertanyaan, mengumpulkan data/menguji, bermitra/berpikir, dan
menyampaikan (Kemendikbud, 2013: 35). Metodologi logis dalam program pendidikan
2013 disebut juga dengan pendekatan saintifik. Belajar dengan
pendekatan.saintifik.tidak hanya memandang hasil belajar sebagai tahap terakhir.
Meskipun demikian, sistem pembelajaran dipandang sebagai hal yang vital. Oleh karena
itu, Dirjen Dikmen. (2014:6) mengatakan bahwa pembelajaran dengan metodologi logis
menekankan pada kemampuan mengukur. Pertemuan dengan guru yang mengampun
mata pelajaran matematika di SMP Negeri 1 Samalantan, disadari bahwa instruktur
dalam menyelesaikan pembelajaran pada umumnya akan benar-benar mengatur
pembelajaran di ruang belajar. Pengajar hanya mengungkapkan materi yang akan
diperiksa dan mengklarifikasi contoh pertanyaan sedangkan peserta didik. hanya
menyimak. Pelaksanaan tayangan pendidik dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) berisi latihan yang tidak sesuai RPP, salah satunya adalah mencermati tindakan.
Dimana dalam kegiatan penelitian, peserta didik harus diberikan kesempatan untuk
mengajukan pertanyaan selama pembelajaran.
Untuk mengatasi dampak pembelajaran, penting bagi seorang guru matematika
untuk membuat contoh rencana. Menata rencana merupakan langkah awal sebelum
sistem pembelajaran terjadi (Abdul Majid, 2009: 22); (Fitriawan & Wardah, 2021);
(Sulistyowati & Fitriawan, 2022). Memahami persiapan memainkan peran penting
dalam melayani kebutuhan penyesuaian peserta didiki. Tanpa pengaturan yang hati-hati,
penemuan yang terjadi tidak akan benar-benar terbentuk. RPP adalah rencana
pembelajaran yang kemajuannya mengacu pada Kemampuan Esensial (KD) tertentu
dalam program/jadwal pendidikan. RPP dibuat sebagai pembantu instruktur dalam
mengajar sehingga pelaksanaannya dapat lebih terarah. Dari perbincangan yang
diutarakan di atas, peneliti. tertarik untuk mengarahkan sebuah penelitian. berjudul
βAnalisis Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan Pendekatan Saintifik pada
Mata Pelajaran Matematika di SMP Negeri 1 Samalantanβ.
2. Metode Penelitian
Penelitian.ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif. Uraian tersebut
dilakukan melalui pengamatan secara langsung, yaitu melalui analisis terhadap hasil
pengujian yang dilaksanakannoleh subjek penelitian. Jenis eksplorasi yang digunakan
dalam penelitian ini. bersifat kualitatif. Objek dari penelitian. ini adalah RPP yang
dibuat oleh guru matematika di SMP Negeri 1 Samalantan. Subjek dalam penelitian. ini
adalah para pendidik matematika.yang telah menerapkan pendekatan. saintifik.
ditambah dengan 1 pengajar di SMP Negeri 1 Samalantan.
Pada prosedur penelitian.yang dilakukan terdiri dari tahap penyusunan, tahap
pelaksanaan, dan tahap terakhir. Langkah demi langkah dilakukan sesuai dengan
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 28/09/2021; Resived: 11/06/2022; Accepted: 30/07/2022
12
tahapan-tahapan pelaksanaan, selanjutnya melaksanaan seluruh kegiatan yang sudah
disiapkan, dan bagian tahap terakhir adalah membuat laporan hasil yang
dilakukan.setelah.latihan pemeriksaan dan penelusuran informasi selesai.
Kegiatan yang dilakukann selama persiapan meliputi : melakukan pra-riset di
Smp Negeri 1 Samalantan, meminta persetujuan ketua untuk penelitian langsung,
memimpin pertemuan dengan guru. mata pelajaran matematika, membuat rencana
penelitian dan membuat instrumen penelitian sebagai Lembar Persepsi yang
diidentifikasi dengan RPP, dan Lembar Observasi mengenai keterlaksanaan RPP.
Susunan pelaksanaan kegiatan penelitian dilaksanakan yakni : melakukan
wawancara dengan. guru mata. pelajaran matematika. yang telah menerapkan RPP
dengan pendekatan saintifik untuk menentukan waktu penelitian ; menganalisis RPP
guru dengan mengunakan lembar observasi mengenai RPP guru dengan pendekatan
saintifik ; mengamati proses pembelajaran dengan lembar observasi keterlaksanaan RPP
dengan pendekatan saintifik mengolah dan menganalisis data hasil penelitian.
Sedangkann kegiatan yang dilakukann pada tahap akhir antara lain : membuat
kesimpulan untuk menjawabrrumusan masalah dan menyusun laporan penelitian.
3. Hasil dan Pembahasan
Hasil analisis jawaban peneliti mengetahui kelengkapan RPP guru dan
keterlaksanaan dalam mendidik dan mengambil tindakan dilihat dalam proses belajar
mengajar dilihat dari lembar observasi yang telah di buat. Berikut ini hasil analisis
berdasarkan perolehan temuan di lapangan dan dipaparkan dapat dilihat dalam tabel:
Tabel 1. Kelengkapan RPP Guru
Materi Komponen RPP RPP milik HZ
Pythagoras Identitas mata pelajaran Ada
KI dan KD Ada
Tujuan Ad
Materi Ada
Alat/media/sumber
belajar
Ada
Metode Ada
Scenario pembelajaran Ada
Penilaian Ada
Pada komponen identitas mata pelajaran, sudah ada pada RPP, tetapi di bagian
materi pokok/sub materinya belum dicantumkan dibagian komponen indentitas mata
pelajaran. Menurut peneliti seharusnya hal ini harus disesuaikan dengan aturan
Permendikbud No. 81 A Tahun 2013 bahwa dalam merumuskan identitas mata
pelajaran harus meliputi; satuan. Pendidikan, kelas./semester, materi pelajaran, materi
pokok/sub materi, jumlah pertemuan/alokasi. waktu.
Rumus penulisan KD dan Indikator dalam RPP guru sudah ada sesuai format
dalam Permendikbud Nomor 81 A Tahun 2013. Dalam RPP, penulisan KD dan
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 28/09/2021; Resived: 11/06/2022; Accepted: 30/07/2022
13
indikator digabungkan sesuai pedoman pelaksanaan, walaupun biasanya dipisahkan .
Indikator adalah perilaku yang dapat diukur atau diamati untuk menunjukkan
pencapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan subjek penelitian.
Rumusan.indikator.sesuai.dengan KD, dirumuskan.dengan menggunakan kata kerja
operasional (KKO) untuk menemukan, membaca dan mengungkapkan.apa yang dapat
diamati dan diukur, yang meliputi sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Menurut.Mulyasa.(2007:205), bahwa indikator. adalah gambaran kompetensi dasar
yang menunjukkan tanda-tanda, tindakan dan tanggapan yang dilakukan oleh siswa.
Indikator dirumuskan dalam kata kerja operasional yang.dapat diukur dan diamati,
sehingga dapat digunakan sebagai dasar untuk mengembangkan alat penilaian.
Rencana tujuan pembelajaran sampai saat ini sudah ada dalam RPP, namun
belum sepenuhnya sesuai dengan KD.dan Indikator. Menurut peneliti, tujuan
pembelajaran dalam RPP.harus mengandung komponen ABCD. Bagaimanapun, dalam
desain ilustrasi pendidik hanya memasukkan komponen ABC sebagaimana adanya.
Istilah ABCD merupakan pemadatan yang biasa diucapkan oleh seorang pendidik
dalam membuat susunan ilustrasi agar lebih mudah diartikulasikan. Kata ABCD dapat
diperjelas sebagai berikut: (1) Audience, khususnya penonton atau anggota, untuk
situasi ini apa yang dimaksud dengan audience.dalam.latihan pembelajaran di sekolah,
khususnya peserta.didik.yang berperan sebagai mata pelajaran dan artikel dalam latihan
pembelajaran, (2 ) Behavior, khususnya kemampuan yang biasa dicapai
peserta.didik.setelah mengikuti sistem pembelajaran. Menyusun Perilaku dalam target
pembelajaran umumnya ditulis sebagai kata tindakan. Misalnya memesan,
memperkenalkan, merujuk, mengklarifikasi, menyetel, dll, (3) Condition, yaitu keadaan
atau kondisi, (4) Degree, yaitu derajat prestasi peserta.didik yang diharapkan setelah
mengikuti suatu langkah langkah pembelajaran. Berdasarkan tujuan pembelajaran yang
terdapat dalam RPP βsetelah mengikuti suatu rangkaian
latihan.pembelajaran.peserta.didik.dapat memahami rumus dari teorema Pythagorasβ
kalimat yang memuat unsur ABCD yaitu; Aβ peserta didikβ, B β memahami rumus dari
teorema Pythagoras, C β setelah mengikuti serangkaian kegiatan pembelajaran, dan D β
dengan benar/baik/tepatβTetapi di dalam RPP guru tidak ada mencantumkan unsur D.
Dalam Kunandar (2011: 271), diutarakan bahwa dalam tujuan pembelajaran diperjelas
apa yang menjadi sasaran pembelajaran dan pengambilan tujuan diambil dari petunjuk-
petunjuk.
Pada komponen materi ajar sudah ada tetapi belum memuat fakta, prinsip,
konsep dan prosedur. Menurut peneliti, seharusnya dalam pembuatan RPP pada bagian
materi ajar harus memuat keempat aspek tersebut berikut ini penjelasan mengenai; (1)
Fakta, khususnya semua jenis kesempatan, pada kenyataannya, yang dapat
dikomunikasikan sebagai peristiwa, (2) Prinsip, khususnya sebagai perhatian utama
yang signifikan yang menggabungkan saran, resep atau model ideal yang diidentifikasi
dengan ide yang dididik, (3) Konsep, menjadi hal-hal khusus melalui pemahaman yang
berasal dari akibat-akibat dari pertimbangan-pertimbangan seperti definisi, pengertian,
dsb. (4) Prosedur, yaitu langkah-langkah yang efisien atau berurutan dalam
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 28/09/2021; Resived: 11/06/2022; Accepted: 30/07/2022
14
menyelesaikan suatu tindakan. Pasalnya, RPP hanya memasukkan fokus materi.
Sebagaimana dikemukakan oleh Mulyasa (2007: 225), bahwa bahan ajar adalah bahan
ajar yang harus dirasakan oleh peserta didik untuk memperoleh informasi. Menurut
Susilo (2007:122), bahan ajar merupakan topik super yang harus diperhatikan oleh
peserta didik sebagai metode untuk mencapai kemampuan esensial yang akan dievaluasi
dengan menggunakan instrumen penelitian yang didalangi tergantung pada penanda
prestasi belajar. Materi yang dilatihkan harus diakui apakah itu menggabungkan realitas,
ide, standar, sistem, atau campuran lebih dari satu materi.
Pada komponen pemilihan sumber belajar, alat/media belajar sudah ada dalam
RPP. Sumber belajar yang terdapat di dalam RPP yaitu : 1) Kementerian Pendidikan
dan kebudayaan 2017. Buku Siswa Mata Pelajaran Matematika. Jakarta : kementerian
dan kebudayaan, 2) Kementerian Pendidikan dan kebudayaan 2017. Buku Guru Mata
Pelajaran Matematika. Jakarta : kementerian dan kebudayaan, 3) modul/bahan ajar, 4)
internet, 5) sumber lain yang relevan. Adapun alat/media yang terdapat didalam RPP
guru yaitu laptop. format penulisan alat/media/sumber belajar sesuai dengan
Permendikbud No.81 A tahun 2013. Pada komponen skenario pembelajaran sudah ada
terdapat dalam RPP. Disamakan dengan kondisi dan situasi peserta didik
pada.setiap.mata.pelajaran. Hal.tersebut.sesuai dengan.Permendikbud Nomor 81 A
tahun.2013. RPP ini menggunakan pendekatan saintifik, merumuskan model
pembelajaran Discovery Learning (pembelajaran penemuan), dan merumuskan metode
pembelajaran diskusi dan penugasan.
Pada komponen skenario pembelajaran sudah ada terdapat dalam RPP. Di dalam
skenario pembelajaran ini sudah menempatkan kegiatan pendahuluan, inti inti, dan
penutup. Hal ini sesuai penilaian Mulyasa (2008; 185), bahwa pelaksanaan
pembelajaran terdiri dari tiga latihan, yaitu kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup.
Latihan pembelajaran menggunakan pendekatan ilmiah (5M) untuk menjadi perhatian
khusus, mengajukan pertanyaan, mengumpulkan data, bermitra, dan menyampaikan,
sesuai dengan aturan PAIKEM. Pembelajaran PAIKEM adalah model pembelajaran di
rumah yang berfungsi, inventif, imajinatif, bertenaga, dan menyenangkan. Standar
PAIKEM dapat diperjelas sebagai berikut: (1) Adanya siklus mengalami, menyiratkan
bahwa peserta didik terlibat secara efektif baik secara aktual, intelektual maupun
batiniah. (2) adanya siklus korespondensi, menyiratkan bahwa latihan pembelajaran
memungkinkan korespondensi antara pendidik dan peserta didik. (3) terdapat siklus
kerjasama, yang menyiratkan bahwa latihan pembelajaran terjadi dalam berbagai cara,
di mana interaksi korespondensi antara pendidik dan peserta.didik, peserta didik.dan
instruktur, peserta. didik. dan peserta. didik.. (4) adanya interaksi refleksi, khususnya
latihan pembelajaran yang memungkinkan peserta didik untuk mengevaluasi kembali
apa yang telah mereka lakukan.
Definisi Konfigurasi Penilaian yang dibuat oleh pendidik HZ adalah sesuai
dengan pengaturan rencana evaluasi. Dalam Kunandar (2011:269) dikemukakan bahwa
metode dan instrumen survei siklus dan hasil belajar hendaknya disesuaikan dengan
petunjuk pencapaian keterampilan dan mengacu pada pedoman penilaian. Dari hasil
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 28/09/2021; Resived: 11/06/2022; Accepted: 30/07/2022
15
pemeriksaan yang telah digambarkan, penilaian telah dilengkapi dengan instrumen-
instrumen yang sesuai dengan petunjuk-petunjuk dan struktur serta strategi evaluasi
telah dimasukkan. Konfigurasi penilaian mencerminkan evaluasi yang bonafide dengan
alasan bahwa struktur dan metode penilaian dalam semua rencana ilustrasi terdiri dari
bagian persepsi dan tes yang disusun, penilaian seperti portofolio dan tugas, jenis
instrumen dan komponen. Maka mengingat akibat dari pemeriksaan informasi
pencerahan dan penyelidikan informasi menyinggung bagian-bagian dari pemenuhan
rencana ilustrasi yang dibuat oleh instruktur di atas, maka cenderung beralasan bahwa
rencana contoh aritmatika untuk kelas VIII semester 2 tahun 2020/2021 tahun akademik
yang digunakan oleh HZ sesuai dengan Standar Kurikulum 2013.
Tabel 2. Keterlaksanaan RPP dalam Proses Pembelajaran ASPEK PENILAIAN PROSES PEMBELAJARAN SKOR
KEGIATAN PENDAHULUAN
Memberikan salam dan mengajak berdoa 3
Memberikan apresepsi terkait materi 0
Memotivasi peserta didik 0
Menyampaikan tujuan belajar 1
Membagi.peserta.didik.menjadi.beberapa.kelompok. 0
KEGIATAN INTI
Peserta.didik.diberikan permasalahan yang berhubungan dengan materi
(Mengamati )
4
Guru memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mengajukan
pertanyaan (Menanya )
4
Guru meminta Peserta didik untuk mengumpulkan informasi dengan
melakukan percobaan berdiskusi atau mencari informasi dari sumber-sumber
lain (Mengumpulkan informasi )
4
Guru meminta peserta didik menganalisa informasi yang sudah dikumpulkan
dari kegiatan yang sedang berlangsung. (Mengasosiasikan)
2
Guru meminta peserta didik menympulkanan pelajaran secara lisan
(Mengkomunikasikan)
0
KEGIATAN PENUTUP
Melakukan refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan 0
Memberikan PR kepada peserta didik 4
Memberikan arahan agar peserta didik mempelajari materi selanjutnya di
rumah
4
Memberikan salam penutup 3
Total 29
Rata-rata 2,07
Persepsi pendidik HZ dilakukan untuk.melihat.bagaimana.kemampuan
instruktur dalam mengawal pembelajaran dengan.pendekatan.saintifik. Aspek yang
diamati selama pembelajaran adalah 14 aspek. Pada proses pembelajaran terdapat tiga
kegiatan pembelajaraan antara lain kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup. Kegiatan
pembelajaran ini diamati melalui grup whatsapp, dimana guru menyampaikan materi
pelajaran atau pun memberi tugas kepada peserta didik. Pada kegiatan pendahuluan,
pendidik mempersiapkan peserta.didik.secara mental dan sebenarnya untuk mengikuti
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 28/09/2021; Resived: 11/06/2022; Accepted: 30/07/2022
16
sistem pembelajaran, dalam pelaksanaan pembelajaran pengajar hanya memberikan
kabar gembira dan tidak mempersilahkan peserta didik untuk bertanya (skor 3), dalam
menjalankan aktivitas pembelajaran guru tidak memberikan apresepsi terkait materi
(skor 0), di sini guru juga tidak membujuk siswa untuk mengambil bagian dalam sistem
pembelajaran (skor 0), guru kurang dalam menyampaikan atau menjelaskan tujuan
pembelajaran atau keterampilan penting yang harus diselesaikan (skor 1), dan guru tidak
membagi peserta didik ke dalam kumpulan laporan terkini (skor 0).
Pada kegiatan inti, guru memberikan kebebasan kepada.peserta.didik.untuk
memperhatikan hal-hal yang terkait dengan materi yang akan diajarkan (skor 4),
peserta.didik.juga diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan terkait materi yang
telah mereka perhatikan (skor 4), guru juga meminta peserta didik untuk
mengumpulkan data dengan memimpin tes, memeriksa atau mencari data dari berbagai
sumber yang ada (skor 4), pendidik cukup dalam menunjukkan kenyataan dalam
melakukan latihan karena instruktur meminta peserta didik memecah data yang telah
dikumpulkan dari latihan lanjutan (skor 2), guru juga tidak ada meminta peserta didik
untuk menyimpulkan pelajaran sacara lisan (skor 1).
Pada kegiatan penutup, guru dan peserta didik tidak memikirkan latihan
pembelajaran yang telah selesai (skor 1, guru.juga memberikan.PR atau tugas kepada
peserta didik (skor 4), gurubmemberikan arahan agar peserta didik mempelajari materi
selanjutnya di rumah (skor 4) dan guru juga memberikan salam penutup sebagai bentuk
akhir dari proses pembelajaran (skor 3). Berdasarkan Tabel 2 dari 14 perspektif yang
dilihat dengan skor paling ekstrim pada setiap sudut pandang adalah 4, skor total adalah
29, untuk mengetahui skor normal kemampuan guru dalam.mengelola pembelajaran,
maka dapat dihitung dengan cara π πΎπΊπ =ππ’πππβ π πππ π‘ππ‘ππ π¦πππ ππππππππβ
π‘ππ‘ππ ππ πππ π¦πππ ππππππ‘π Diperoleh
π πΎπΊπ =29
14= 2,07, , berdasarkan perkiraan skor normal pada jangkauan 1-4, terlacak
bahwa kapasitas pendidik untuk mengawasi pembelajaran dengan
pendekatan.saintifik.adalah 2,07 sehingga dapat diidentifikasi kemampuan proses
pembelajaran dengan pendekatan saintifik termasuk dalam.kategori.cukup, sehingga
pengelolahan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik masih.belum
efektif, karena pada Proses pembelajaran yang dilakukan guru HZ hanya mengunakan
Whatsapp, sehingga dalam pelaksanaan pembelajaran hanya sebatas pemberian tugas
saja dan Peserta Didik hanya di arahkan untuk belajar mandiri dengan mempelajari
materi dari Buku pelajaran, Link materi dari sumber lain seperti Youtube dan lain-lain.
4. Kesimpulan
Mengingat konsekuensi penelitian.dan pembahasan.hanya sebagai keterbatasan
penelitian, cenderung tertutup sebagai berikut: (1) Hasil penyelidikan RPP
menunjukkan bahwa rencana ilustrasi matematika dimanfaatkan oleh pendidik HZ
sebagai pedoman pembelajaran untuk kelas VIII semester 2 Tahun Pelajaran 2020/2021
sesuai program pendidikan 2013. RPP pendidik HZ adalah 97,56. Penyebabnya antara
lain: a. RPP tersebut sesuai dengan aturan penyusunan RPP yang mengacu pada
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 28/09/2021; Resived: 11/06/2022; Accepted: 30/07/2022
17
interaksi standar dan metodologi logis; b. RPP mengacu pada standar dan kemajuan
RPP, antara lain: 1) RPP saat ini memiliki keterkaitan dan keterkaitan antara KI, KD,
Indikator, Evaluasi, Materi dan Latihan Pembelajaran. Hal ini terlihat dari detail
indikator yang sesuai KD, bahkan KD yang diubah menjadi indikator; 2) RPP disusun
berdasarkan silabus, hal ini terlihat dari pembagian waktu dalam RPP yang dicatat
sesuai dengan jadwal. (2) Keterlaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan saintifik tergolong cukup di SMP Negeri 1 Samalantan dengan konsekuensi
perolehan nilai wajar dari pelaksanaan sistem pembelajaran sebesar 2,07. Sehingga
dapat dimaklumi bahwa sistem pembelajaran yang menggunakan
pendekatan.saintifik.belum efektif, mengingat sistem pembelajaran yang dilakukan oleh
pengajar HZ hanya menggunakan Whatsapp, sehingga dalam pelaksanaan pembelajaran
hanya sebatas pada pemberian tugas dan peserta didik hanya di arahkan untuk belajar
mandiri dengan mempelajari materi dari Buku pelajaran, Link materi dari sumber lain
seperti Youtube dan lain-lain.
5. Referensi
Abdul, Majid. 2009. Perencanaan Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosda.
Fitriawan, D., & Wardah. (2021). The Implementation Of Blended Learning Based
Model E-Learning Moodle. 10(2), 1001β1007.
Sulistyowati, E., & Fitriawan, D. (2022). Pemanfaatan Media Pembelajaran E-Learning
di Era New Normal. Seminar Nasional Pendidikan Ekonomi FKIP UM Metro,
1(1), 21β27.
E. Mulyasa. 2007. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Kemendikbud. 2013. Permendikbud No. 65 Tentang Standar Proses Pendidikan Dasar
dan Menengah. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Kosasih, E. 2014. Strategi Belajar dan Pembelajaran Implementasi Kurikulum 2013.
Bandung: Yrama Widya.
Kunandar. 2011. Langkah Mudah Penelitian Tindakan kelas Sebagai Pengembangan
Profesi Guru. Jakarta: Rajawali Pres.
Susilo. 2007. Panduan Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: Pustaka Book
Publisher.
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 07/06/2022; Resived: 27/06/2022; Accepted: 30/07/2022
18
IMPLEMENTASI PENGGUNAAN MODUL TRIGONOMETRI DENGAN
PENDEKATAN PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP MINAT
BELAJAR SISWA KELAS X
1*Indah Nopita Sari, 2Krisdianto Hadiprasetyo, 3Erika Laras Astutiningtyas 1,2,3Pendidikan Matematika FKIP Universitas Bangun Nusantara Sukoharjo
Email: [email protected], [email protected], [email protected]
Abstract
This research includes descriptive research with a qualitative approach. The subjects in this
study were mathematics teachers, and class X students of SMK Bina Patria 1 Sukoharjo in the 2021/2022 academic year. The object of this research is the implementation of the use of a
trigonometry module with a guided discovery approach to students' interest in learning. Data
collection techniques using interviews and questionnaires. From the results of research conducted, students' interest in learning obtained an average percentage on the aspect of
feeling happy of 70.44% including the "high" criteria, on the interest aspect getting a
percentage of 85.42% including the "very high" criteria, on the involvement aspect obtained a percentage of 73.44% included in the "high" criteria. In the aspect of independence, the
percentage of 86.72% is included in the "very high" criteria. All aspects accumulated to obtain
a percentage of 79.01% which is included in the "high" criteria. So it can be interpreted that
the student's response to the implementation of the use of the module is good and increases student interest in learning so that the module is well used for learning mathematics. However,
there are some obstacles, namely students still need adjustments when they first use the module
and there are slight revisions or improvements in certain parts in order to produce a better module, making it easier for readers to use it.
Keyword: module, guided discovery, interest in learning
1. Pendahuluan Penerapan kurikulum 2013 terutama pada mata pelajaran matematika cukup
sulit (Fussalam et al., 2018), dikarenakan dalam pelaksanakannya perlu persiapan yang
matang mulai dari guru harus menentukan model atau metode mengajar yang paling
tepat. Begitupun, siswa harus siap dalam memahami pelajaran yang diajarkan dengan
desain pembelajaran. Setiap siswa mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dalam
memahami, mengartikan, dan menganalisis rumus- rumus matematika(Kholiq, 2020).
sehingga tidak heran jika banyak siswa yang mengeluh ketika belajar matamatika.
Sebab itu hal tersebut menjadi tugas guru untuk mendesain pembelajaran dikelas yang
menarik, sehingga tujuan pembelajaran dan proses memaknai belajar oleh siswa bisa
tercapai.
Pengamatan yang dilakukan di SMK Bina Patria 1 Sukoharjo mempelajari
berbagai mata pelajaran khususnya pelajaran matematika, dimana peserta didik
menganggap matematika adalah pelajaran sulit. Hal ini didukung dengan hasil ulangan
harian pada materi barisan dan deret aritmatika di kelas X TKR 1 dengan rata-rata
sebesar 49,06 yang termasuk pada kriteria βtidak tuntasβ. SMK Bina Patria 1 Sukoharjo
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 07/06/2022; Resived: 27/06/2022; Accepted: 30/07/2022
19
masih menggunakan sumber belajar paket matematika dan referensi internet yang belum
disesuaikan dengan kemampuan diri siswa, menjadikan mudah bosan dan sulit
memahami arti di dalam paket matematika.
Minat belajar adalah kehendak, keinginan, atau dorongan dalam diri siswa
untuk belajar mengembangkan dirinya. Dalam hal ini, siswa dituntut berpikir secara
abstrak. Namun kenyantaan dalam perkembangan tidak terjadi secara mendadak,
ataupun langsung sempurna, tetapi hal itu terjadi secara bertahap-tahap. Oleh karena itu,
siswa masih memerlukan bantuan alat peraga atau media pembelajaran yang mampu
menjembatani cara berpikir siswa terarah.
Di antara cabang matematika materi yang dianggap sulit yaitu Trigonometri.
Materi mengenai trigonometri sangat luas, adapun materi yang dikaji pada trigonometri
yaitu mempelajari perbandingan sudut, relasi antar sudut, konversi koordinat kartesius
ke kutub, aturan sinus dan cosinus, luas segitiga, dan jumlah dan selisih sinus dan
cosinus. . Berdasarkan data dari hasil ulangan harian pada tahun sebelumnya,
didapatkan hasil bahwa nilai dari beberapa siswa pada materi trigonometri kurang
memuaskan(Hamidah & Setiawan, 2019).
Modul adalah salah satu media pembelajaran dalam bentuk tertulis atau cetak
yang disusun secara sistematis, memuat materi pembelajaran, metode, tujuan
pembelajaran berdasarkan kompetensi dasar atau indikator pencapaian kompetensi,
petunjuk kegiatan belajar mandiri (Self Introductional) dan memberikan kesempatan
kepada siswa untuk menguji diri sendiri melalui latihan soal yang disajikan dalam
modul tersebut(Nurhasanah & Sobandi, 2016). Metode penemuan terbimbing
menempatkan guru sebagai fasilitator sehingga guru membimbing siswa hanya jika
diperlukan saja(Andarwati & Hernawati, 2013). Model pembelajaran penemuan
terbimbing ini diharapkan dapat menciptakan interaksi antara siswa dan guru dalam
menemukan konsep-konsep yang baru. Diharapkan siswa dapat mengetahui kesalahan
dan mampu memperbaiki pekerjaannya sendiri, dengan begitu siswa tidak mudah
melupakan dan terus mengembangkan dirinya.
2. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan Penelitian Deskriptif Kualitatif. Penelitian ini
mendeskripsikan suatu populasi, kondisi atau kejadian secara sistematis dan akurat.
Penelitian ini yang dilakukan dengan setting tertentu yang ada di dalam kehidupan riil
(alamiah) dengan maksud menginvestigasi dan memahami fenomena: apa yang terjadi,
mengapa terjadi, dan bagaimana terjadinya?(Fadli, 2021).
Menurut Kriyantono dalam (Akhmad, 2015), penelitian deskriptif kualitatif
yaitu suatu teknik yang menggambarkan dan menginterpretasikan arti data-data yang
telah terkumpul dengan memberikan perhatian dan merekam sebanyak mungkin aspek
situasi yang diteliti pada saat itu, sehingga memperoleh gambaran secara umum dan
menyeluruh tentang keadaan sebenarnya.
Objek dalam penelitian adalah siswa kelas X TKR di SMK Bina Patria 1
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 07/06/2022; Resived: 27/06/2022; Accepted: 30/07/2022
20
Sukoharjo yang terdiri dari 32 siswa. Tempat penelitian beralamatkan Gamping, Joho,
Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah 57513.
Teknik pengumpulan data menggunakan angket dan wawancara. dimana
angket dan wawancara disesuikan dengan indikator minat belajar siswa. Instrument
yang digunakan terdiri dari 20 butir pernyataan negatif dan positif dan 6 pertanyaan
pada wawancara yang digunakan untuk menentukan minat belajar siswa. Langkah
pertama dalam penelitian ini adalah menyusun modul trigonometri yang telah divalidasi
oleh salah satu dosen Pendidikan matematika Universitas Veteran Bangun Nusantara
dan guru matematika SMK Bina Patria 1 Sukoharjo, langkah kedua penyebaran modul
trigonometri saat kegiatan belajar mengajar siswa dikelas, langkah terakhir siswa
mengisi angket respon minat belajar siswa dan mewawancari guru matematika
mengenai perkembangan minat belajar siswa selama menggunakan modul trigonometri.
Jenis instrument dalam penelitian ini adalah menggunakan likert scale, yaitu
jawaban yang dipilih oleh responden terdiri dari 4 (empat) pilihan tingkatan yaitu :
sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Jawaban responden akan
dikonversikan ke dalam bentuk angka 1-4 sebagaimana dapat lihat pada tabel 1.
Tabel 1. Penilaian Likert Scale
Hasil skor penilaian jawaban siswa tersebut kemudian dicari rata-rata nya dan
dikonversikan ke pertanyaan untuk menentukan minat belajar siswa saat menggunakan
modul trigonometri. Berikut tabel kriteria minat analisis rata- rata ditampilkan :
Tabel 2. Kriteria Tingkat Minat Belajar Siswa
Teknik trialngulalsi yalng digunalkaln dallalm penelitialn ini aldallalh
trialngulalsi dengaln metode. Triangulasi metode menurut Patton (dalam Moleong
2017: 331) terdapat dua strategi, yaitu: (1) pengecekan derajat kepercayaan penemuan
hasil penelitian beberapa teknik pengumplan data dan (2) pengecekan derajat
kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama.
Skor Skor Jawaban
4 Sangat Setuju
3 Setuju
2 Tidak Setuju
1 Sangat Tidak Setuju
Skor Kualitas Kriteria
85% β€P Sangat Tinggi
70% β€P< 85% Tinggi
50% β€P< 70% Sedang
P < 50% Rendah
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 07/06/2022; Resived: 27/06/2022; Accepted: 30/07/2022
21
3. Hasil dan Pembahasan
Langkah awal dalam penelitian ini adalah mengembangkan modul trigonometri
dengan pendekatan penemuan terbimbing dimana modul ini disesuiakan dengan
karateristik siswa. Pengembangn Modul Trigonometri dalam penelitian ini
menggunakan model Borg and Gall dalam (Tarigan et al., 2019) yang disederhakan
menjadi 4 tahap : tahap analisis kebutuhan, tahap perencanaan modul, validasi, dan
revisi. Data hasil penelitian dan pengembangan Modul Trigonometri yang dilakukan
sebagai berikut :
Tahap analisis kebutuhan
Kegiatan dilakukan dengan cara mengamati langsung ke sekolah dan
wawancara guru matematika yang bersangkutan. Analisis yang dilakukan meliputi :
analisis media, analisis kurikulum, analisis karateristik siswa. Data yang diperoleh
media yang digunakan buku paket dan beberapa referensi internet yang belum
disesuaikan dengan karateristik siswa sehingga siswa mudah bosan dan kurang nyaman
memahami materi.
Tahap perencanaan modul
Setelah evalusi dilakukan pada tahap analisis kebutuhan, peneliti mulai
merancang modul dengan hasil sebagai berikut.
Perencanaan sistematis dan materi
Materi disajikan sesuai indikator indikator yang memperhatikan kompetensi
atau sub kompetensi. Bahan ajar yang dipilih yaitu bahan ajar modul trigonometri,
materi aturan sinus, cosinus dan luas segitiga karena selain dianggap sulit dalam materi
ini peserta didik juga harus dapat membayangkan suatu teori dalam kehidupan sehari-
hari, dengan adanya gambar akan membantu peserta didik untuk lebih memahami
materi tersebut.
Pendekatan yang digunakan dalam mengembangkan modul ini adalah
penemuan terbimbing karena dengan menggunakan pendekatan tersebut peserta didik
menemukan konsep materi sendiri dengan bantuan pendidik sehingga tidak hanya
paham terhadap materi namun dapat membuat daya ingat mengenai materi lebih lama.
Pembuatan modul
Tahap penyusunan modul trigonometri dimulai dari pembuatan materi modul
dengan menggunakan pendekatan penemuan terbimbing dan penambahan gambar-
gambar yang sesuai pada modul.
Bagian pembuka
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 07/06/2022; Resived: 27/06/2022; Accepted: 30/07/2022
22
Gambar 1. Tampilan Sampul Depan Modul
Pada bagian pembuka, peneliti telah mengembangkan desain sampul depan
menggunakan coreldraw 2018 serta font Arial Black size 48 dan Times New Roman size
18, Layout kertas size A4. Bagian ini terdiri dari sampul depan modul, daftar isi,
kompetensi inti, kompetensi dasar, indikator, tujuan pembelajaran, kata kunci.
Bagian isi materi
Gambar 2. Tampilan isi materi modul
Pada bagian ini, materi diketik menggunakan Software Microsoft Word dengan
Font Times New Roman Size 12. Gambar-gambar yang ditampilkan dalam modul
pembelajaran dari referensi internet dan aplikasi Canva. Layout kertas A4. Bagian isi
modul berisi materi seputar trigonometri khususnya aturan sinus, cosinus, dan luas
segitiga. Modul juga berisi kegiatan percobaan, contoh soal, dan soal-soal uji
kompetensi yang akan mengukur sejauh mana pemahaman peserta didik terhadap materi
trigonometri.
Bagian penutup
Gambar 3. Tampilan penutup modul
Bagian penutup, peneliti menggunakan Software Microsoft Word dengan Font
Times New Roman Size 12, Layout kertas A4. Bagian ini terdiri dari dari daftar pustaka.
Validasi modul
Modul yang telah selesai dibuat selanjutnya divalidasi oleh para ahli yaitu
dosen dan praktisi pendidikan yang akan menilai kualitas modul baik dari segi isi,
design, serta bahasa yang digunakan. Hasil dari validasi modul dapat dilihat pada tabel.
Tabel 3. Tabel Penilaian Hasil Validasi
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 07/06/2022; Resived: 27/06/2022; Accepted: 30/07/2022
23
No Aspek Analisis Validator
1 2
1. Kelayakan Isi
Total
skor 39 40
Rata-rata 3,54 3,36
P 3,45
Kriteria Valid
2. Kelayakan Bahasa
Total
skor 33 36
Rata-rata 3,3 3,6
P 3,45
Kriteria Valid
3. Kelayakan penyajian
Total
skor 36 33
Rata-rata 4 3,67
P 3,84
Kriteria Valid
4.
Pendekatan
Penemuan
Total
skor 12 12
Terbimbing Rata-rata 4 4
P 4
Kriteria Valid
5. Kelayakan
kegrafisan
Total
skor 41 43
Rata-rata 3,73 3,9
P 3,82
Kriteria Valid
Hasil rata-rata penilaian kelayakan isi yang dinilai oleh validator ahli diperoleh
3,45 dengan kriteria βvalidβ, pada aspek kelayakan penyajian diperoleh hasil rata-rata
3,45 dengan kriteria βvalidβ, pada aspek kelayakan Bahasa diperoleh hasil rata-rata 4
dengan kriteria βvalidβ, pada aspek kelayakan kegrafisan diperoleh hasil rata-rata 3,82
dengan kriteria βvalidβ, dan aspek penilaian penemuan terbimbing diperoleh hasil rata-
rata 4 dengan kriteria βvalidβ. Berdasarkan hasil yang diperoleh modul dinyatakan valid
sehingga modul layak untuk digunakan.
Revisi Modul
Modul trigonometri yang telah divalidasi oleh para ahli, memperoleh hasil
valid maka dalam tahap ini tidak ada revisi modul pembelajaran. Modul trigonometri
layak digunakan untuk siswa.
Implementasi
Setelah modul selesai divalidasi oleh para ahli dan dievaluasi sehingga hasilnya
dinyatakan valid selanjutnya modul diberikan kepada peserta didik di kelas X TKR 1 di
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 07/06/2022; Resived: 27/06/2022; Accepted: 30/07/2022
24
SMK Bina Patria 1 Sukoharjo. Dalam satu kelas berisi 32 siswa yang bersedia mengisi
angket tersebut dan melakukan wawancara kepada guru matematika kelas 10.
Minat belajar siswa dalam penelitian ini diukur melalui 4 aspek yaitu perasaan
senang, ketertarikan, keterlibatan siswa, dan kemandirian. Berdasarkan hasil penelitian
dari respon siswa yang terdapat 4 aspek dengan dihitung persentase setiap aspeknya
akan disajikan melalui tabel dibawah ini:
Tabel 4. Tabel Hasil Penelitian
No Aspek Persentase
1 Perasaan senang 70,44%
2 Ketertarikan 85,42%
3 Keterlibatan siswa 73,44%
4 kemandirian 86,72%
Pada tabel 4 ada 1 sampai 4 aspek yaitu perasaan senang, ketertarikan,
keterlibatan siswa, dan kemandirian. Dapat dilihat bahwa indikator yang memiliki
persentase tertinggi adalah kemandirian sebesar 86,72% dari 4 pernyataan yaitu tekun
dalam belajar matematika sendiri dirumah, belajar menggunakan modul trigonometri
membuat saya tekun dalam belajar matematika, modul trigonometri membantu saya
mengatasi kemalasan, dan saya selalu disiplin dan rajin belajar saat menggunakan
modul trigonometri dalam pembelajaran. Kebanyakan dari 4 pernyataan tersebut
mempunyai kriteria βSangat tinggiβ pada pernyataan positif tersebut. Sedangkan
persentase terendah adalah perasaan senang sebesar 70,44% dari 6 pernyataan yaitu
matematika sulit bagi saya saat menggunakan buku paket karena terlalu banyak rumus,
guru kurang menyenangkan, sehingga saya menjadi malas belajar matematika, belajar
menggunakan modul trigonometri tidak membuat saya bosan, belajar menggunakan
modul trigonometri menyenangkan, saya senang mencoba mengerjakan soal pada
modul trigonometri, Lebih menyenangkan menggunakan modul trigonometri daripada
buku paket matematika. Dari 6 pernyataan tersebut mempunyai kriteria βsedangβ
sehingga siswa saat belajar matematika kurang menyenangkan.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan modul
trigonometri dengan pendekatan penemuan terbimbing dapat meningkatkan minat
belajar siswa. Dari hasil angket respon siswa sebesar 79,01% yang termasuk pada
kriteria βtinggiβ. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara variabel berjalan satu
arah, artinya semakin tinggi minat belajar siswa, maka semakin tinggi hasil belajar
siswa, begitupun sebaliknya. Sehingga apabila minat belajar siswa mengalami
penurunan, maka hasil belajar siswa pun akan mengalami penurunan. Hal tersebut
sesuai dengan hasil penelitian ada tingkatan minat belajar siswa saat menggunakan
modul trigonometri dengan pendekatan penemuan terbimbing, sehingga dapat menjadi
bahan acuhan untuk materi yang lain.
Evaluasi
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 07/06/2022; Resived: 27/06/2022; Accepted: 30/07/2022
25
Pada tahap evaluasi, tahap terakhir dimana produk yang dikembangkan berupa
modul dengan pendekatan penemuan terbimbing pada materi trigonometri khususnya
bab aturan sinus, cosinus, dan luas segitiga mempunyai kriteria dapat meningkatkan
minat belajar siswa.
4. Kesimpulan Implementasi penggunaan modul trigonometri dengan pendekatan penemuan
terbimbing terhadap minat belajar siswa kelas X TKR 1 di SMK Bina Patria 1
Sukoharjo tahun pelajaran 2021/2022 baik dan efektif digunakan meskipun ada
beberapa kendala yaitu siswa masih perlu penyesuaian saat pertama kali menggunakan
modul. maka dapat diartikan bahwa respon siswa terhadap implementasi penggunaan
modul baik dan meningkatkan minat belajar siswa sehingga modul baik digunakan
untuk pembelajaran matematika.
5. Referensi
Akhmad, K. A. (2015). Pemanfaatan Media Sosial bagi Pengembangan Pemasaran
UMKM (Studi Deskriptif Kualitatif pada Distro di Kota Surakarta). Duta.Com,
9(September),454.http://journal.stmikdb.ac.id/index.php/dutacom/article/view/
17
Andarwati, D., & Hernawati, K. (2013). Pengembangan Lembar Kegiatan Siswa ( LKS
) Berbasis Penemuan Terbimbing Berbantuan Geogebra Untuk Membelajarkan
Topik Trigonometri Pada Siswa Kelas X SMA. Prosiding, 1.
Fadli, M. R. (2021). Memahami desain metode penelitian kualitatif. Humanika, 21(1),
33β54. https://doi.org/10.21831/hum.v21i1.38075
Fussalam, Y. E., Inggris, P. B., Muhammadiyah, S., & Bungo, M. (2018). Implementasi
Kurikulum 2013 (K13) Smp Negeri 2 Sarolangun. Jurnal Muara Pendidikan,
3(1), 45β55. http://ejournal.stkip-mmb.ac.id/index.php/mp/article/view/49
Hamidah, N., & Setiawan, W. (2019). Analisis Minat Belajar Siswa Sma Kelas Xi Pada
Materi Trigonometri. Journal on Education, 1(2), 457β463.
https://www.jonedu.org/index.php/joe/article/view/96
Kholiq, M. (2020). Meningkatkan Efektifitas Pembelajaran Melalui Penerapan Model
Pembelajaran Penemuan Terbimbing Berbantuan LKS Siswa. Journal of
Classroom Action Research, 2(1), 40β46.
https://doi.org/10.29303/jcar.v2i1.404
Moleong, Lexy J. 2017. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya Offset.
Nurhasanah, S., & Sobandi, A. (2016). Minat Belajar Sebagai Determinan Hasil Belajar
Siswa. Jurnal Pendidikan Manajemen Perkantoran, 1(1), 128.
https://doi.org/10.17509/jpm.v1i1.3264
Tarigan, I. P., Siagian, S., & Sitompul, H. (2019). Pengembangan Modul Pembelajaran
Dasar Tata Rias Berbasis Metakognisi Pada Jurusan Pendidikan Kesejahteraan
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 07/06/2022; Resived: 27/06/2022; Accepted: 30/07/2022
26
Keluarga (Pkk). Jurnal Teknologi Informasi & Komunikasi Dalam Pendidikan,
5(2), 153β165. https://doi.org/10.24114/jtikp.v5i2.12595
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 03/07/2022; Resived: 27/07/2022; Accepted: 31/07/2022
27
ANALISIS MISKONSEPSI SISWA PADA MATERI TRIGONOMETRI
MENGGUNAKAN METODE CERTAINTY OF RESPONSE INDEX
TERMODIFIKASI DI SMA
Muhammad Dwiki Annadzili1; Halini2; Dede Suratman3
1,2,3Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Untan Pontianak
Email: [email protected]
Abstract
The research purpose is to analyze the misconceptions by using the certainty of response index modified in trigonometric equations at class XI State Senior High
School 9 Pontianak. that Research method used in this research was a case study. The
subjects in this research were seven students of class XI IPA 1 and IPA 2 of State Senior High School 9 Pontianak. The instruments used in this research were
diagnostic tests and interview guidelines. From the result of the study, obtained 8 out
of 32 students had computation misconceptions, 9 out of 32 students had generalized misconceptions, 1 out of 32 students had specialization misconceptions, and 1 out of
32 students had theoretical misconceptions. Misconceptions experienced are caused
by students are students' associative thinking, incomplete reasoning, wrong intuition,
stages of student cognitive development, and student abilities. Generalizing misconceptions are the most common misconceptions experienced by students, the
cause of this misconception is wrong intuition and the stage of students' cognitive
development.
Keywords: Misconception, Trigonometry, Certainty of Response Index Modified
1. Pendahuluan
Trigonometri merupakan ilmu matematika yang penting dikehidupan sehari-hari.
Marwanta mengungkapkan bahwa trigonometri merupakan bagian dari matematika
yang mempelajari tentang keterkaitan antara sudut dan sisi dalam segitiga. (Marwanta,
2009). Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan Ayu dalam penelitiannya
terhadap siswa kelas 11 SMK di Cimahi, terdapat nilai matematika pada materi
Perbandingan Trigonometri dari 34 siswa di kelas terdapat 3 orang nilainya mencapai
KKM, sehingga dapat dikatakan bahwa materi trigonometri merupakan materi yang
sulit untuk dipahami oleh siswa. (Ayu, L.S & Zanthy, L.S, 2020). Untuk mendapatkan
data yang valid, peneliti melakukan pra riset pada siswa kelas 11 IPA 4 SMA Negeri 9
Pontianak pada tanggal 7 oktober 2021. Adapun hasil tes dalam pra-riset yang telah
dilakukan oleh peneliti yaitu terdapat beberapa kesalahan dari hasil pengerjaan siswa,
hal tersebut diduga berasal dari kesalahan dalam memahami konsep oleh siswa terhadap
soal yang diberikan. Seperti pada gambar 1 di bawah ini.
Gambar 1. Jawaban Siswa terhadap soal nomor 2
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 03/07/2022; Resived: 27/07/2022; Accepted: 31/07/2022
28
Gambar 1. di atas menunjukkan bahwa siswa salah dalam mentransformasikan
nilai tan (2x β 35) = 1, menjadi 2 tan x β 35 = 1, lalu menjadi 2 tan x = 1 + 35. Yang
seharusnya tetap dan angka 1 diubah terlebih dahulu ke nilai trigonometrinya.
Hasil penelitian yang dilakukan Syahrianah Syahran dan Anisa ditemukan
beberapa kekeliruan yang dialami siswa dalam menemukan penyelesaian dari soal-soal
trigonometri yaitu: a) keliru dalam memahami fakta; b) keliru dalam memahami
konsep; c) keliru dalam memahami operasi; dan d) keliru dalam memahami prinsip.
(Syahran, Syahrianah & Anisa, 2019). kekeliruan dalam memahami konsep selanjutnya
disebut sebagai miskonsepsi.
Miskonsepsi yang dialami siswa adalah kesalahan konsepsi dari siswa dalam
memahami sebuah materi ataupun pelajaran, sehingga terjadi kesalahan yang tak
terhindarkan oleh siswa dalam memahami atau menyelesaikan sebuah permasalahan
yang guru berikan.
Hasan, Bagayoko & Kelley mengungkapkan bahwa miskonsepsi merupakan
pemahaman yang tidak sesuai dengan pemahaman yang telah diterima di lapangan dan
pemahaman yang tidak sesuai tersebut dapat mengganggu penerimaan ilmu
pengetahuan baru (dalam Asbar, 2017).
Miskonsepsi yang dialami siswa terbagi dalam beberapa bentuk miskonsepsi.
Adapun menurut ashlock terdapat 3 bentuk, yaitu: 1) miskonsepsi perhitungan, bentuk
miskonsepsi yang didasarkan pembentukan pola yang salah dalam perhitungan.
miskonsepsi ini dapat berupa kekeliruan dalam pengoperasian baik dalam perhitungan
maupun penggunaan notasi; 2) miskonsepsi penggeneralisasian, bentuk miskonsepsi ini
berasal dari pernyataan umum yang berlebih terkait suatu alasan dan penarikan
kesimpulan sebelum mendapat informasi yang lebih untuk menyimpulkan sesuatu; dan
3) miskonsepsi penspesialisasian, yaitu pemahaman tentang suatu konsep yang
dianggap sama dengan konsep yang lain berbeda atau menganggap bahwa suatu konsep
dapat digunakan disituasi yang berbeda. (Dalam Ridho, M. H, 2020). Sedangkan
menurut Das Salirawati juga terdapat 3 miskonsepsi yaitu: 1) miskonsepsi
klasifikasional, merupakan kekeliruan dalam pengklasifikasian fakta yang ada ke dalam
bagan-bagan yang terorganisir; 2) miskonsepsi korelasional, merupakan kekeliruan
dalam pemaknaan terhadap kejadian khusus yang saling berkaitan, atau berupa dugaan
seperti bentuk formulasi prinsip yang umum; dan 3) miskonsepsi teoritikal, merupakan
kesalahan dalam memahami suatu kejadian atau fakta ke dalam sistem yang
terorganisir. (Das Salirawati, 2011).
Miskonsepsi-miskonsepsi di atas terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa
faktor. Adapun faktor penyebab miskonsepsi yang berasal dari siswa menurut Suparno
adalah prakonsepsi, pemikiran asosiatif siswa, pemikiran humanistik, alasan yang tidak
lengkap, intuisi yang salah, tahap perkembangan kognitif siswa, kemampuan siswa, dan
minat belajar siswa. (Suparno, 2013)
Berdasarkan penjelasan-penjelasan yang sudah dipaparkan didapat bahwa,
materi trigonometri adalah materi yang sukar untuk dipahami oleh siswa, sehingga besar
kemungkinan terjadinya miskonsepsi pada materi tersebut. Peneliti melakukan
penelitian ini untuk mengetahui apa saja miskonsepsi yang akan dialami siswa pada
materi trigonometri beserta penyebabnya.
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 03/07/2022; Resived: 27/07/2022; Accepted: 31/07/2022
29
2. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif.
Bentuk penelitian berupa studi kasus. Kasus yang diteliti ialah miskonsepsi siswa dan
faktor penyebabnya. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas 11 IPA SMA Negeri 9
Pontianak dan objek penelitian ini adalah miskonsepsi yang terjadi pada siswa terkait
materi trigonometri.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa hasil tes dan wawancara.
Tes yang digunakan merupakan tes diagnostik yang terdiri dari 4 soal yaitu 2 soal
tentang persamaan trigonometri dan 2 soal tentang persamaan kuadrat trigonometri. soal
yang diberikan berupa uraian. Sedangkan wawancara dilakukan untuk mencari faktor
penyebab terjadinya miskonsepsi pada siswa menggunakan pedoman wawancara semi-
terstruktur. Wawancara dilakukan kepada 7 siswa yang dipilih berdasarkan perhitungan
dan pengelompokkan dengan menggunakan metode cri termodifikasi.
Instrumen divalidasi oleh salah satu dosen pendidikan matematika FKIP Untan
dan dua guru matematika SMA Negeri 9 Pontianak. Setelah proses validasi, dilakukan
uji coba sebanyak 2 kali di SMA Negeri 6 Pontianak, dengan hasil instrumen soal yang
telah valid dengan tingkat kesukaran sedang. Proses analisis data dilakukan sebanyak 3
tahapan sesuai dengan pendapat miles & huberman bahwa tahapan analisis data terbagi
menjadi 3, yaitu: 1) reduksi data; 2) penyajian data; dan 3) penarikan kesimpulan.
(Miles, B. Mathew & Michael Huberman, 1992).
Reduksi data dalam penelitian ini ialah peneliti memilah siswa paham konsep,
tidak paham konsep, dan miskonsepsi. Setelah itu data disajikan dalam bentuk tabel.
Setelah data disajikan dilakukan penyimpulan yang sesuai dengan tabel yang telah
disajikan.
3. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Hasil Penelitian
Uji CRI Termodifikasi dalam penelitian ini dilakukan terhadap 32 siswa sebagai
responden untuk mengklasifikasikan siswa yang paham konsep, tidak paham konsep,
dan miskonsepsi. Berikut klasifikasi hasil tes dengan yang telah dilakukan:
Tabel 1. Data Klasifikasi Hasil Tes dengan CRI Termodifikasi
No. Soal Paham Konsep Miskonsepsi Tidak Paham Konsep
Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase
1 5 15,63 % 9 28,12 % 18 56,25 %
2 2 6,25 % 6 18,75 % 24 75 %
3 4 12,5 % 5 15,63 % 23 71,87 % 4 1 3,12 % 2 6,25 % 29 90,63 %
Rata-rata 9,38 % 17,18 % 73,44 %
Berdasarkan data pada tabel 1 di atas, rata-rata siswa masuk kategori
miskonsepsi disetiap soal memiliki persentase sebesar 17,18%, paham konsep
persentasenya sebesar 9,38%, dan tidak paham konsep sebesar 73,44%. Hal ini
menandakan bahwa banyak siswa kurang memahami materi persamaan trigonometri.
Untuk mengetahui bentuk miskonsepsi dan penyebabnya, dilakukan wawancara
kepada subjek penelitian dengan kode AA, SN, ASS, RA(1), RDS, MKA, dan SMA.
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 03/07/2022; Resived: 27/07/2022; Accepted: 31/07/2022
30
Wawancara dilakukan secara offline di SMA Negeri 9 Pontianak dan secara online
melalui chat WhatsApp. Berdasarkan hasil wawancara didapat hasil sebagai berikut:
Tabel 2. Bentuk Miskonsepsi Siswa
No Kode
Siswa
Bentuk Miskonsepsi
Perhitungan Penggeneralisasian Penspesialisasian Teoritikal
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 AA β β - - - - β - - - - - - - - -
2 RSC β β - - - β β - - - β - - - - - 3 RDS β - - β - β - - - - - - - - - -
4 RA(1) β - β - - - β - - - - - - - - -
5 RA(2) β - - - - - - - - - - - - - - -
6 MRA β - - - - - - - - - - - - - - - 7 SN β - - - - - - - - - - - - β - -
8 SMA - β - - - β - - - - - - - - - -
9 MKA - - - - β - - - - - - - - - - - 10 ASS - - - - β β - - - - - - - - - -
11 ND - - - - - - β - - - - - - - - -
12 NF - - - - - - β - - - - - - - - -
Total 7 3 1 1 2 4 5 0 0 0 1 0 0 1 0 0 Total Siswa 8 9 1 1
Keterangan :
Total Siswa = Dihitung berdasarkan baris β = Siswa mengalami miskonsepsi
- = siswa tidak mengalami miskonsepsi
Berdasarkan tabel 2 di atas, terdapat dua bentuk miskonsepsi pada soal nomor 1,
yaitu miskonsepsi perhitungan dan miskonsepsi penggeneralisasian. Miskonsepsi yang
sering dialami siswa terhadap soal nomor 1 adalah miskonsepsi perhitungan yaitu
sebanyak 7 orang siswa, sedangkan miskonsepsi penggeneralisasian sebanyak 2 orang
siswa. Pada soal nomor 2, terdapat 3 bentuk miskonsepsi, yaitu miskonsepsi
perhitungan, miskonsepsi penggeneralisasian, dan miskonsepsi teoritikal. Terdapat
siswa yang mengalami 2 bentuk miskonsepsi di soal nomor 2 yaitu SMA dan RSC,
yang mana keduanya mengalami miskonsepsi perhitungan dan penggeneralisasian. Pada
soal nomor 3 juga terdapat 3 bentuk miskonsepsi diantaranya adalah miskonsepsi
perhitungan, miskonsepsi penggeneralisasian, dan miskonsepsi penspesialisasian.
Terdapat siswa yang mengalami 2 bentuk miskonsepsi di soal nomor 3 yaitu RA(1)
yang mengalami miskonsepsi perhitungan dan penggeneralisasian serta RSC yang
mengalami miskonsepsi penggeneralisasian dan penspesialisasian. Sedangkan soal
nomor 4 hanya terdapat 1 bentuk miskonsepsi, yaitu miskonsepsi perhitungan.
Secara keseluruhan siswa yang mengalami miskonsepsi sebagai berikut; 1)
miskonsepsi perhitungan sebanyak 8 orang siswa; 2) miskonsepsi penggeneralisasian
sebanyak 9 orang siswa; 3) miskonsepsi penspesialisasian sebanyak 1 orang siswa; dan
4) miskonsepsi teoritikal sebanyak 1 orang siswa. Adapun penyebab dari miskonsepsi pada
tiap butir soal sebagai berikut:
Tabel 3. Penyebab Miskonsepsi Siswa
No Kode Penyebab Miskonsepsi
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 03/07/2022; Resived: 27/07/2022; Accepted: 31/07/2022
31
Siswa PA ATL IS TPKS KS
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 AA - - - - - - - - β - β - - β - - - - - -
2 RSC - - β - β - - - - β β - - β - - - - - -
3 RDS - - - - β - - - - β - - β - β - - - -
4 RA(1) - - - - - - β - β - - - - - - - - - - -
5 RA(2) - - - - - - - - - - - - - - - - β - - -
6 MRA - - - - β - - - - - - - - - - - - - - -
7 SN - β - - - - - - β - - - - - - - - - - -
8 SMA - - - - - β - - - β - - - - - - - - - -
9 MKA - - - - - - - - - - - - β - - - - - - -
10 ASS - - - - - - - - β β - - - - - - - - - -
11 ND - - - - - - - - - - β - - - - - - - - -
12 NF - - - - - - - - - - β - - - - - - - - -
Total Siswa 2 5 9 4 1
Keterangan :
Total Siswa = Dihitung berdasarkan baris
PA = Pemikiran Asosiatif Siswa ATL = Alasan yang Tidak Lengkap
IS = Intuisi yang Salah
TPKS = Tahap Perkembangan Kognitif Siswa KS = Kemampuan Siswa
β = Penyebab Miskonsepsi
- = Bukan Penyebab Miskonsepsi
Berdasarkan tabel 3 di atas, secara keseluruhan, miskonsepsi yang disebabkan oleh
pemikiran asosiatif terdapat 2 orang siswa yaitu SN dan RSC, miskonsepsi yang disebabkan
oleh alasan yang tidak lengkap terdapat 5 orang siswa (RSC, RDS, MRA, SMA, dan RA(1)), miskonsepsi yang disebabkan oleh intuisi yang salah terdapat 9 orang siswa (AA, RA(1), SN,
ASS, SMA, RSC, RDS, ND, dan NF). miskonsepsi yang disebabkan oleh tahap perkembangan
kognitif siswa terdapat 4 orang siswa (MKA, RSC, RDS, dan AA), sedangkan miskonsepsi yang disebabkan oleh kemampuan siswa terdapat 1 orang siswa (RA(2)).
Apabila tabel 2 dan tabel 3 dihubungkan, akan didapat bahwa penyebab terjadinya
miskonsepsi perhitungan adalah alasan yang tidak lengkap, intuisi yang salah, tahap
perkembangan kognitif siswa, dan kemampuan siswa, penyebab terjadinya miskonsepsi penggeneralisasian adalah intuisi yang salah dan tahap perkembangan kognitif siswa, sedangkan
penyebab terjadinya miskonsepsi penspesialisasian dan teoritikal adalah pemikiran asosiatif
siswa. Sehingga dapat direkap kedalam tabel berikut:
Tabel 4. Rekap Bentuk Miskonsepsi Siswa dan Penyebabnya
No Bentuk Miskonsepsi Penyebab Miskonsepsi
1 Miskonsepsi Perhitungan
Salah dalam mengoperasikan soal (kemampuan siswa)
Salah langkah dalam pengerjaan soal
(intuisi yang salah) Mengabaikan tanda negatif
(alasan yang tidak lengkap)
Salah dalam memfaktorkan
(tahap perkembangan kognitif siswa) Salah dalam memasukkan angka
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 03/07/2022; Resived: 27/07/2022; Accepted: 31/07/2022
32
(intuisi yang salah)
2 Miskonsepsi
Penggeneralisasian
Salah dalam menyimpulkan soal
(intuisi yang salah / tahap perkembangan kognitif siswa) Salah dalam menentukan himpunan penyelesaian
(intuisi yang salah)
Salah anggapan ketika melihat soal
(intuisi yang salah) fokus 1 kuadran saja
(intuisi yang salah)
3 Miskonsepsi
Penspesialisasian
Menganggap bahwa batas interval merupakan bagian dari rumus periodik
(pemikiran asosiatif)
4 Miskonsepsi Teoritikal Menggunakan rumus lain untuk persamaan lain
(pemikiran asosiatif)
Berdasarkan tabel 4 di atas, didapat bahwa terdapat 4 miskonsepsi yaitu
miskonsepsi perhitungan, miskonsepsi penggeneralisasian, miskonsepsi teoritikal, dan
miskonsepsi penspesialisasian. Dari keempat miskonsepsi di atas, miskonsepsi
perhitungan yang memiliki penyebab yang paling banyak dari miskonsepsi yang
lainnya, diantaranya kurang teliti, salah dalam perhitungan, salah memasukkan angka,
salah dalam langkah pengerjaan, dan salah dalam memfaktorkan soal.
Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis soal dan wawancara, ditemukan 4 jenis miskonsepsi
yaitu miskonsepsi perhitungan, penggeneralisasian, penspesialisasian, dan teoritikal.
Dari keempat bentuk miskonsepsi tersebut, yang merupakan miskonsepsi terbanyak
yang dialami oleh siswa adalah miskonsepsi penggeneralisasian dan miskonsepsi
perhitungan, yaitu berjumlah 9 siswa dan 8 siswa. Sedangkan miskonsepsi
penspesialisasian dan teoritikal masing-masing berjumlah 1 siswa. Adapun penyebab
terjadinya miskonsepsi sebagai berikut.
Penyebab dari miskonsepsi perhitungan ialah siswa kurang teliti dalam
pengerjaan, salah dalam mengoperasikan seperti berhitung atau memfaktorkan soal, dan
salah dalam langkah pengerjaan. Hal ini sejalan dengan pendapat ashlock (2008)
tentang miskonsepsi perhitungan yaitu βbentuk miskonsepsi yang didasarkan
pembentukan pola yang salah dalam perhitungan. Pengalaman siswa yang seringkali
keliru dalam menyelesaikan soal yang berkaitan dengan perhitungan akan menyebabkan
pola baru yang keliru pada diri siswaβ (Ridho, M.H, 2020).
Miskonsepsi penggeneralisasian disebabkan oleh siswa yang salah dalam
menyimpulkan jawaban akhir dan salah dalam anggapan awal terhadap soal. Hal ini
sejalan dengan pendapat ashlock (2008) tentang miskonsepsi penggeneralisasian yaitu
βmiskonsepsi penggeneralisasian, bentuk miskonsepsi ini berasal dari pernyataan umum
yang berlebih terkait suatu alasan dan penarikan kesimpulan sebelum mendapat
informasi yang lebih untuk menyimpulkan sesuatuβ. (Ridho, M.H, 2020).
Miskonsepsi penspesialisasian disebabkan oleh siswa yang salah dalam
memahami dimana siswa menganggap interval pada soal merupakan substitusi dari
rumus periodik. Hal ini sejalan dengan pendapat ashlock (2008) tentang miskonsepsi
penspesialisasian yaitu βmiskonsepsi yang merupakan pemahaman tentang suatu konsep
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 03/07/2022; Resived: 27/07/2022; Accepted: 31/07/2022
33
yang dianggap sama dengan konsep yang lain berbeda atau menganggap bahwa suatu
konsep dapat digunakan disituasi yang berbedaβ. (Ridho, M.H, 2020).
Miskonsepsi teoritikal adalah miskonsepsi yang terjadi karena kesalahan siswa
dalam mempelajari suatu materi, disini siswa salah dalam mengerti bahwa rumus
periodik cosinus itu π₯ = πΌ + π. 180 dimana yang seharusnya itu merupakan rumus
periodik untuk tangen. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Das Salirawati tentang
miskonsepsi teoritikal, βyaitu kesalahan dalam memahami suatu kejadian atau fakta ke
dalam sistem yang terorganisir.β (Das Salirawati, 2011).
Berdasarkan hasil analisis dari keempat soal, siswa yang dikatakan tidak
memahami konsep dengan baik untuk keempat soal masing-masing berjumlah 18 dari
32 siswa (56,25%) terhadap soal nomor 1, 24 dari 32 siswa (75%) terhadap soal nomor
2, 23 dari 32 siswa (71,87%) terhadap soal nomor 3, dan 30 dari 32 siswa (93,75%)
terhadap soal nomor 4.
Hal tersebut menandakan bahwa siswa mengalami kesulitan dalam memahami
materi persamaan trigonometri, baik persamaan biasa maupun berbentuk kuadrat.
Setelah dilakukan wawancara, didapat bahwa hal tersebut disebabkan oleh proses
pembelajaran yang dilakukan secara daring, sehingga siswa kurang mampu untuk
memahami konsep dengan baik, dikarenakan penjelasan guru yang cepat dan waktu jam
mata pelajaran yang singkat. Adapun siswa mengatakan bahwa trigonometri merupakan
materi yang sulit, dikarenakan terdapat banyak hafalan baik dalam sudut istimewa
maupun dalam rumus-rumus trigonometri tersebut.
4. Simpulan dan Saran
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, didapat kesimpulan bahwa
terdapat 4 bentuk miskonsepsi yang dialami oleh siswa kelas XI IPA pada materi
persamaan trigonometri yaitu, miskonsepsi perhitungan, penggeneralisasian, teoritikal,
dan penspesialisasian. Dimana dalam jawaban siswa terhadap soal yang diberikan
terdapat banyak kekeliruan terhadap perhitungan, serta dalam jawaban siswa terdapat
penyimpulan beberapa soal yang keliru, misalnya dalam penggunaan rumus,
menentukan sudut dan sebagainya.
Dari keempat bentuk miskonsepsi yang ditemui, miskonsepsi yang sering
dialami siswa adalah miskonsepsi penggeneralisasian dan miskonsepsi perhitungan,
dimana jumlah siswa yang mengalami miskonsepsi penggeneralisasian dan perhitungan
masing-masing berjumlah 9 dari 32 siswa dan 8 siswa dari 32 siswa. Sedangkan
miskonsepsi penspesialisasian dan teoritikal masing-masing berjumlah 1 siswa dari 32
siswa.
Penyebab miskonsepsi yang dalam penelitian ini adalah pemikiran asosiatif
siswa, alasan yang tidak lengkap, intuisi yang salah, tahap perkembangan kognitif
siswa, dan kemampuan siswa. Berdasarkan analisis cri, siswa yang dikategorikan paham
konsep memiliki persentase sebesar 9,38%, miskonsepsi memiliki persentase sebesar
16,41%, dan tidak paham konsep memiliki persentase sebesar 74,21%. Berdasarkan analisis data yang ditunjang dengan hasil wawancara didapat bahwa siswa
kelas XI IPA 1 dan XI IPA 2 mengalami miskonsepsi dikarenakan situasi saat ini dimana jam
mata pelajaran yang terbatas dan penjelasan guru yang begitu cepat. Sehingga siswa sulit untuk memahami materi, apalagi materi trigonometri adalah materi yang memiliki banyak hafalan,
serta tingkat kepedulian dalam belajar siswa yang relatif kurang seperti bertanya, tidak mau
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 03/07/2022; Resived: 27/07/2022; Accepted: 31/07/2022
34
mencari sumber lain seperti buku atau youtube ketika mereka tidak memahami materi yang
dijelaskan guru. Dan mengandalkan google saat diberikan pekerjaan rumah atau latihan soal
oleh guru.
Saran Penyampaian materi hendaknya lebih diperjelas agar mempermudah siswa untuk
memahami konsep dari materi trigonometri, siswa diberikan trik untuk menghafal
rumus maupun menjawab soal terkait materi trigonometri, agar miskonsepsi dapat
terkurangi dan terhindari. Untuk penelitian tentang miskonsepsi selanjutnya sebaiknya
menggunakan soal pilihan ganda saja, namun tetap menggunakan alasan dari siswa
dalam menjawab soal, karena jika menggunakan uraian, cara pengerjaan saja sudah
cukup untuk melihat pengerjaan siswa, tetapi akan sulit jika siswa menjawab soal
dengan mengasal.
Bentuk dan penyebab miskonsepsi yang ditemukan dalam penelitian ini dapat
dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam kegiatan belajar mengajar terutama pada
konsep yang sering terjadi miskonsepsi.
5. Referensi
Asbar. (2017). Analisis Miskonsepsi Siswa Pada Persamaan dan Pertidaksamaan
Linear Satu Variabel dengan Menggunakan Three Tier Test. Makassar :
FMIPA Universitas Negeri Makassar.
Ashlock. (2008). Misconception and Error Patterns.
(http://ptgmedia.pearsoncmg.com/images/9780135009109/downloads/Ashlock
_Ch1_MisconceptionsandErrorPatterns.pdf.).
Ayu, L.S & Zanthy, L.S. (2020). Analisis Kesalahan Siswa SMK Kelas XI Dalam
Menyelesaikan Soal Trigonometri. Siliwangi : IKIP Siliwangi.
(http://journal.stkip-andi-matappa.ac.id/index.php/histogram/index).
Marwanta, Suprijanto, H. Sigit, Muniarti, S., Herynugroho, Sajaka, K.A., & Soetoyiono,
H. (2009). Matematika untuk SMA Kelas XI. Jakarta: Yudhistira. ISBN : 9780-
979-019-349-9.
Miles, B. Mathew & Michael Huberman. (1992). Analisis Data Kualitatif Buku Sumber
Tentang Metode-metode Baru. Jakarta: UIP.
Paul, Suparno. (2013). Miskonsepsi & Perubahan Konsep dalam Pendidikan Fisika.
Jakarta: Grasindo.
Ridho, M.H. (2020). Mengatasi Miskonsepsi Siswa Melalui Strategi Konflik Kognitif
Pada Materi Teorema Phytagoras di Kelas VIII SMP Negeri 2 Pontianak.
Pontianak : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tanjungpura.
Saleem Hasan, D. Bagayoko, & E. L. Kelley. (1999). βMisconceptions and The
Certainty of Response Index (CRI)β. Phys. Educ.34(5).
Salirawati, Das. (2011). Pengembangan Instrumen Pendeteksi Miskonsepsi Kimia pada
Peserta Didik SMA (Lutfia Afifatul Ainiyah, 2016). Disertasi. PPsUNY.
Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta.
(http://journal.student.uny.ac.id/ojs/index.php/pmath/article/view/681).
Syahrianah Syahran, & Anisa (2019) βIdentifikasi Kesalahan Siswa Dalam
Menyelesaikan Soal Trigonometri Di Kelas XI MIA SMA Negeri 3 Alangka
Rayaβ. Jurnal Pendidikan, vol. 20, no. 1, June 2019, pp. 35-50,
doi:10.52850/jpn.v20i1.897.
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 03/07/2022; Resived: 27/07/2022; Accepted: 31/07/2022
35
Yanto, Esra (2021). Analisis Miskonsepsi Siswa Pada Soal Operasi Penjumlahan dan
Pengurangan Bilangan Pecahan dengan Metode Certainty of Response Index
(CRI) Termodifikasi di Kelas VII SMP Negeri 14 Pontianak. Pontianak :
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tanjungpura.
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 02/05/2022; Resived: 26/06/2022; Accepted: 31/07/2022
36
KEMAMPUAN SISWA DALAM PROSES PEMECAHAN
MASALAH BANGUN DATAR SEGI EMPAT BERDASARKAN
TAHAPAN VAN HIELE
Ferry Gunawan1, Agung Hartoyo2, Rustam3
1,2,3Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Untan Pontianak
Email: [email protected]
Abstract
This study aims to determine and describe problem solving abilities based on the stages of
thinking about rectangular flat shapes. The technique utilized is expressive subjective. The
subjects in this study were seventeen students selected at random with the highest scores being
selected by three grade VII understudies of SMP Negeri 2 Pemangkat. The data collection
technique used is a test that will be given to the selected subject based on problem solving based
on Van Hiele's thinking. The results of describing the data show that there are three subjects
who are in the Visualization stage, they know the name of the rectangular shape from the visual
form without knowing the nature and conditions of the shape, for the analysis stage the three
subjects have not reached, students cannot explain and determine the nature of the requested
shape and for the stage of abstraction there are no students who reach this stage, judging by the
results of their answers that students have not been able to define a rectangular shape in
indonesian itself and have not been ready to decide similar properties between one shape and
another.
Keywords: Ability, Problem Solving Process, Van Hiele Thinking Stage
1. Pendahuluan
Matematika adalah salah satu mata pelajaran utama yang..diajarkan di semua
tingkat pelatihan di sekolah, mulaiiiidari pendidikan dasar, sekolah menengahppertama
hingga pendidikan lanjutan. Ini karena matematika memegang peranan penting dalam
kehidupan sehari-hari, terutama dalam pekerjaan sehari-hari. Hal ini ditegaskan oleh
Hendrian dan Soemarmo (2014: 1), yang menyatakan bahwa "setiap orang dalam
hidupnya akan berhubungan dengan ilmu pengetahuan, mulai dari struktur dasar dan
kompleks hingga struktur yang sangat kacau" Cocroft (Ehan, 1983:1-5) aritmatika
tersebut harus diajarkan kepada siswa karena:1. Selalu berhubungan dengan kehidupan
2. segala mata pelajaran mengharapkan mata pelajaran matematika yang cocok. 3. ini
adalah tata cara surat menyurat yang padat, padat, dan jelas. 4. Dapat dimanfaatkan
dalam berbagai cara pemberian data. 5. Meningkatkan kemampuan berpikir logis,
akurasi dan berpikir spasial.
Berdasarkan eksplorasi yang dipimpin oleh Yeo (Wijayanti, 2016) di Singapura
yang menganalisis kesulitan yang dialami siswa kelas VII dalam menangani soal
bilangan, kesulitan yang dirasakan siswa saat menyelesaikan soal matematika adalah
sebagai berikut: Dinyatakan sulit dalam hal demikian . Masalah (kurangnya pemahaman
terhadap masalah itu diangkat), (b) penentuan strategi solusi yang tepat (kurang
pemahaman tentang pengetahuan strategis), (c) pembuatan model matematika (tidak
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 02/05/2022; Resived: 26/06/2022; Accepted: 31/07/2022
37
dapat menukar) masalah ke dalam bentuk matematika), dan (d) Melakukan prosedur
matematika yang benar (tidak dapat menggunakan matematika yang benar). Seperti
yang dikemukakan oleh Slameto (2013: 54-72), βKesulitan ini dapat disebabkan oleh
dua variabel, yaitu faktor internal misalnya fisik, mental dan kegelisahan, dan faktor
eksternal seperti lingkungan keluarga, sekolah, dan lingkungan setempat.β
Hal ini sesuai Van de Walle (Abdussakir, 2013: 269), βPara peneliti, perencana,
spesialis, desainer, dan insinyur rumah merupakan profesi yang rutin menggunakan
geometri. Berikut beberapa contohnya. Dalam. kehidupan sehari-hari, matematika
digunakan. Untuk mengatur rumah, pembibitan, atau kecantikan. Masing-masing
masalah yang ditemui pada aktivitas sehari-hari tidak diterima seutuhnya diucapkan
masalah. Munandir (Deddy, 2008: 17) mengungkapkan ada. βsesuatu masalah dapat
diartikan sebagai suatu,situasi, bagaimana seorang di minta menyelesaikan masalah
yang tidak dapat dijelaskan, dan tidak memahami pengaturannya". pegertian menurut
pendapat ahlai dari pemecahan masalah adalah suatu masalah yang akan di selesaikan
oleh seseorang atau kelompok dengan cara mereka tersendiri. Dalam kesempatan
tertentu itu mungkin menjadi masalah bagi.seseorang tetapi belum menjadi masalah
bagi.individu lainnya. waktu tersebut bakal benar masalah bagi pribadi saati ini, tetepi
bisa jadi bukan jadi masalah lagi bagi individu pada saat yang berbeda, karena halmini
disebabkan ka rena..individu tersebut sudah menemukan jawaban. atau pemecahan dari
masalah yang ia hadapi dari keadaan tersebut.
Karena suatu imasalah, memaksa akan seseorang untuk berusaha mencari suatu
solusi untuk menyelesaikannya. Untuk seseorang yang menyelesaiakan segala bentuk
usaha agar bisa memecahkan masalah yang iya hadapi, dengan usaha berpikir,
meramalkan (menduga), usaha namun usaha seseorang dalam menangani suatu
perhatian utama mungkin tidak sama satu sama lain. Sebagaimana ditunjukkan oleh
Dahar (Kusumawati, 2010: 32) βmengungkapkan. bahwa βberpikir kritis adalah suatu
jenis tindakan manusia yang menggabungkan ide-ideddan keputusan-keputusan yang
telah diperoleh, dan bukan benar-benar untuk suatu keahlian adatβ. Polyaa(Lambertus,
2010:34). ) mengungkap "berpikir kritis adalah jenis pekerjaan untuk mengamati jalan
keluar dari masalah yang dihadapi dan untuk mencapai tujuan yang tidak dapat dicapai
segera".
Dilihat dari penilaian yang cukup mumpuni di atas, cenderung dapat disimpulkan
bahwa berpikir kritis adalah suatu pendekatan untuk menelusuri jalan keluar dari
susunan keadaan (isu) yang dihadapi, sehingga dapat mencapai sesuatu yang akan
memakan waktu. Bagi siswa, pemikiran kritis harus dipertimbangkan dalam menangani
masalah, siswa tidak boleh luar biasa untuk memiliki pilihan untuk menangani masalah
ini dan menjadi terampil dalam memilih dan mengenali pertanyaan dan ide yang
relevan, mencari spekulasi, meramu strategi untuk selesai, dan tergantung pada
kemampuan yang mereka miliki sekarang. peserta didik.
Menurut Mayberry (1983:58) Latar belakang sejarah hipotesis Van Hiele
dikemukakan oleh seorang analis dan guru Belanda Pierre Van Hiele dan Dina Van
Hiele-Geklof. Mereka memiliki pengalaman individu tentang tantangan yang dimiliki
siswa dalam belajar berhitung. Van Hiele adalah seorang instruktur sains Belanda yang
berkonsentrasi pada ujian lapangan terkemuka, dengan pemeriksaan dan percakapan,
kemudian, pada saat itu, hasil eksplorasinya ditulis dalam makalahnya pada tahun 1954.
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 02/05/2022; Resived: 26/06/2022; Accepted: 31/07/2022
38
Penggalian Van Hiele mendorong beberapa tujuan sehubungan dengan bagian kemajuan
mental anak-anak dalam mendapatkan matematika. Standar Van Hiele adalah standar
tentang tingkat pertimbangan siswa dalam ujian matematika.
2. Metode Penelitian
Menurut Sugiyono (2017:3), teknik pemeriksaan merupakan strategi logis untuk
mendapatkan informasi dengan tujuan dan latihan tertentu. Alasan penelitian ini adalah
untuk menggambarkan kapasitas siswa dalam proses berpikir kritis pada materi cetakan
tingkat bangun datar segi empat berdasarkan Tahapan Berpikir Van Hiele di Kelas 7
Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Pemangkat. Teknik yang digunakan dalam
eksplorasi ini adalah elucidating.
Seperti yang ditunjukkan oleh Sugiyono (2017: 3) prosedur eksplorasi adalah
teknik yang dihitung untuk mendapatkan data dengan target dan aktivitas yang eksplisit.
Motivasi di balik ulasan ini adalah untuk menggambarkan kemampuan siswa dalam
proses berpikir kritis pada materi segi empat ditinjau dari tahap spekulasi Van Hiele di
kelas VII Sekolah menengah pertama Negeri 2 Pemangkat. teknik digunakan dalam
penyelidikan ini menarik. Gambaran yang dipakai dalam penelitian ini adalah studi
kasus. pendapat yang diungkapkan Arikunto, (2013: 2) pada penelitian mendeskrifsikan,
semuanya benar-benar bergantung pada tempat ilmuwan yang merupakan instrumen
pemeriksaan utama sehingga diperlukan persepsi yang ditanamkan.
Subjek Penelitian
Mata pelajaran eksplorasi adalah mata pelajaran yang direncanakan untuk
direnungkan oleh para analis (Arikunto, 2010:188). Subjek dalam ulasan ini adalah
siswa kelas VII Sekolah Menengah Pertama Negri 2 Pemangkat yang berjumlah 32
0rang. Pengambilan kelas VII sebagai subjek tergantung pada otorisasi dari sekolah dan
siswa telah memperoleh bentuk tingkat bangun datar segi empat di tingkat sekolah
menengah Objek
Objek Penelitian
Objek penelitiannadalah segala sesuatu yang menjadi titik fokus persepsi dengan
alasan bahwa analis membutuhkan data (Arikunto, 2009:20). Tahapan Perkembangan
Refleks Hiele pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Pemangkat.
Prosedur Penelitian
Langkah-langkah untuk melakukan pencarian ini adalah sebagai berikut: a.
Tahap Persiapan 1) Observasi Subyek Penelitian di SMP Negeri 2 Pemangkat 2)
Penyusunan Skripsi Penelitian Berdasarkan Pemikiran Van Haele Tahap 3) Melakukan
Workshop Desain Penelitian Evaluasi Desain Penelitian Evaluasi Berdasarkan Hasil
Workshop 5) Menyiapkan alat penelitian berupa pilihan ganda untuk mendeteksi
Mendeskripsikan kemampuan siswa dalam proses penyelesaian masalah pada materi
planar segi empat berdasarkan tahapan refleksi VanmHiele di kelas VII Sekolah
Menengah Pertama Negeri 2 Pemangkat dengan langkah isi sebagai berikut: 6)
Menyusun soal kisi-kisi sesuai kemampuan siswa dalam proses penyelesaian masalah
tentang segiempat bahan konstruksi menurut tahapan pemikiran Van Hiele. 7)
Menyusun soal-soal untuk menguji kemampuan siswa dalam proses penyelesaian
segiempat menurut tahapan berpikir Van Hiele. 8) Membuat alternatif jawaban utama
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 02/05/2022; Resived: 26/06/2022; Accepted: 31/07/2022
39
Kemempuan siswa dalam proses penyelesaian soal pada bangun datar segi empat
berdasarkan adegan yang diberikan oleh Van Hiele. 9) Melaksanakan arahan
thinkkoran. 10) Validitas Alat Penelitian 11) Memodifikasi Studi Validasi Alat
Berdasarkan Hasil 12) Uji Coba Alat Penelitian 13) Analisis Hasil Penelitian Data
Publik Alat Uji Coba.
3. Hasil dan Pembahasan
Hasil Penelitian
Efek samping dari eksplorasi dan percakapan ini bergantung pada informasi
yang telah diproleh di kelas VII C SMP Negeri 2 Pemangkat. Penelitian ini
dilaksanakan pada tanggal 21 April 2021. Data yang diproleh meliputi data hasil tes
kemampuan siswa dalam proses berpikir kritis pada materi bentuk tingkat yang ditinjau
dari fase-fase penalaran van Hiele.
Hasil tes kemampuan siswa dalam proses pemecahan masalah pada materi
bangun datar segi empat berdasarkan tahapan berpikir van hiele berdasarkan 3 tahapan
yang terdiri dari beberapa indikator yang sudah di tentukan dan digunakan. Pencapaian
tahapan pada tes soal berikut:
Data hasil tes tahapan berpikir siswa
Pada penelitian ini dalam menentukan sampel penelitian untuk dilakukan tes
berdasarkan tahapan berpikir van hiele di pilih secara acak. Pengujian tidak teratur
adalah prosedur pemeriksaan di mana semua orang dalam populasi baik secara mandiri
atau bersama-sama ditawarkan kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai individu
uji. Pada penelitian ini dari 17 s iswa kelas VII C SMP Negeri 2 Pemangkat di bagi
menjadi tiga tahapan yaitu a. tahapan visualisasi, b. tahapan analisis, dan c. tahapan
abstraksi. Peneliti mengambil sebanyak 3 orang siswa dengan tahapan berbeda dengan
sekor tertinggi untuk di jadikan sampel dalam penelitian ini.
Sebuah Informasi Hasil dan Jawaban Penyelidikan pada soal nomor 1 dan 2
(Tahap Visualisasi)
Berikut di sajikan hasil jawan dan analisis siswa pada tahapan visualisasi dari
setiap subjek.
Gambar 1 Efek Lanjutan Jawaban Siswa Soal Nomor 1 dan 2 Mata Pelajaran DR
Berdasarkan Gambar 4.1 untuk soal pertama subjek DR dapat menyatakan nama
bangun segi empat dengan gambar yang sesuai dan pada soal kedua subjek DR sudah
dapat menyatakan bangun segi empat tetapi subjek DR menyebutkan nama bangun lain
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 02/05/2022; Resived: 26/06/2022; Accepted: 31/07/2022
40
seperti segi lima dan garis lurus yang tidak diminta. Subjek DR belum memahami
definisi dari bangun segi empat terlihat dari jawabannya.
Gambar 2. Efek samping dari Balasan untuk Pertanyaan Nomor 1 dan 2 Subjek EV
Berdasarkan Gambar 4.2. pada soal pertama subjek EV dapat menentukan
nama bangun segiempat kecuali gambar no 2 subjek EV masih keliru dalam
menentukan gambar belah ketupat dan layang-layang, selanjutnya pada soal kedua
subjek EV dapat menentukan bangun segi empat dan bukan segi empat dari gambar
yang di berikan dengan tepat.
Gambar 3. Efek samping dari Jawaban Siswa Nomor 1 dan 2 Mata Pelajaran LB
Berdasarkan gambar, pada soal pertama perhatikan subjek LB dapat
menentukan nama bangun dengan sesuai dan pada soal kedua subjek LB dapat
membedakan bangun segi empat dan yang bukan bangun segi empat dari gambar lalu
menyebutkan nama bangun yang di minta dengan sesuai gambar.
Dari soal 1 dan 2 untuk subjek LB, DR, dan EV dapat menjawab soal terlihat
dari gambar hasil jawaban mereka, jadi untuk subjek LB, DR, dan EV proses
pemecahan masalah mereka sudah berada pada tahapan visualisasi. Dari soal 3, 4, dan 5
untuk subjek LB, EV, dan DR dapat dilihat dari gambar hasil jawaban mereka untuk
proses menjawab saol pada tahapan analisis mereka di tahapan transisi dimana mereka
masih belum sampai pada perses pemecahan masalah pada tahapan analisis. Dari soal 6
dan 7 untuk subjek LB, EV, dan DR dilihat dari gambar hasil jawaban mereka
menjawab salah, jadi mereka belum mencapai proses pemecahan masalah pada tahapan
abstraksi.
4. Kesimulan
Berdasarkan penelusuran informasi yang diperoleh dari uji kapasitas siswa
dalam proses berpikir kritis pada materi bangun datar segi empat berdasarkan tahapan
spekulasi Van Hiele di kelas VII SMP Negeri 2 Pemangkat, siswa berpikir kritis
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 02/05/2022; Resived: 26/06/2022; Accepted: 31/07/2022
41
berdasarkan hipotesis Van Hiele adalah sebagian besar masih dalam tahap persepsi.
Tujuan umum dibuat dari kesimpulan dari masalah yang menyertainya.
Tahapan berpikir siswa pada tahap visualisasi dilihat dari jawaban Diamati
bahwa siswa melihat segi empat dari kualitas struktur visual tanpa mengenal sifat-
sifat.yang tidak tepat dalam membedakan bangun segi empat. Tahapan berpikir siswa
pada tahap analisis dilihat dari hasil jawan diproleh bahwa siswa belum dapat memberi
nama bangun segi empat tersebut. Siswa belum bisa menjelaskan konsep bentuk secara
lebih eksplisit, misalnya menjelaskan konsep bentuk berdasarkan banyak sisi, banyak
titik, atau dilihat dari ukurannya. Namun, meskipun siswa mengetahui sifat-sifat bentuk
persegi panjang, mereka tidak dapat mengaitkan bentuk.
Tahapan spekulasi siswa pada tahap refleksi dilihat dari tanggapan yang
diperoleh bahwa siswa belum memiliki pilihan untuk mengkarakterisasi segiempat
dengan bahasanya sendiri, belum memiliki pilihan untuk memahami bahwa banyaknya
bentuk persegi, khususnya berbagai bentuk persegi yang dapat ditarik, tidak terbatas,
tidak memiliki pilihan untuk memilih bentuk. segiempat sesuai dengan properti yang
benar secara numerik dan tidak memiliki opsi untuk menghubungkan properti serupa
antara satu bentuk ke bentuk lainnya.
5. Referensi
Abdurahman, M. (2003). PendahuluanBBagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta:pPT.
Rineka.Cipta.
Abdussakir. (2011). Pembelajaran Geometri sesuai Teori Van Hiele. Diunduh di
https://abdussakir.wordpress.com/2011/02/09/ppembelajarangeometri-sesuai-teori-van
hielelengkap/index.php.
Arikunto, S. (2013). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Edisi Revisi.
Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Deddy, S. (2008). Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan
Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematika Siswa Sekolah Menengah
Pertama. Tesis FPMIPA UPI [tidak diterbitkan], Universitas Pendidikan
Indonesia.
Ehan. (1983)..Kesulitan.Belajar Matematika. [online] Diunduh dari https://file.upi.
edu//direktori/fip/jur.pend.luarbiasa.
John Van de Walle. (2006). Matematika Sekolah Dasar dan Menengah Jilid 2. Edisi
Keenam. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Lambertus. (2011). Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah Terdapat
Kemampuan.Pemecahan.Masalah, Komunikasi dan Representasi Matematis
Siswa SMP [Disertasi], [tidak diterbitkan], FMIPA Universitas Pendidikan
Indonesia.
Slameto. (2013). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta, CV.
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 02/03/2022; Resived: 24/05/2022; Accepted: 31/07/2022
42
EKSPLORASI ETNOMATEMATIKA KERAJINAN ANYAMAN
βBELUNGKURβ PADA MASYARAKAT DUSUN PENJULUNG
KECAMATAN TELUK KERAMAT KABUPATEN SAMBAS
Zea1, Hamdani2, Romal Ijuddin3
1,2,3Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Untan Pontianak Email:[email protected]
Abstract
The purpose of this study is to identify the mathematical concepts involved in the craft of
weaving belungkur in the Penjulung Hamlet community in Teluk Keramat district, Sambas
Regency. The research method used was a descriptive exploratory ethnographic method. The subjects of this study were 2 weaving belungkur artisans. The data in this study are the
results of interviews, observations, and recordings. The results obtained from this study are
that the numbers mentioned in regional languages include one meaning one, dua' meaning two, tige meaning three, ammpat meaning four, limma' meaning five, annam meaning six,
tujoh meaning seven, lapan meaning eight, semilan meaning nine. and sepuloh meaning
ten. The results of the study also found that the shape of the curved surface was in the form of a rectangle and at the edges of the bend there was also a triangular shape.
Measurements using the limbs such as the length of the hand is dapa' and finger is kilan.
All the results obtained can be integrated into learning math at school.
Keywords: Exploration, Ethnomathematics, Belungkur Weaving Craft
1. Pendahuluan
Indonesia adalah negara dengan banyak pulau dan kaya akan budaya. Setiap
daerah di Indonesia pasti memiliki keunikan budayanya masing-masing. Menurut
Sarinah (2019, h.11), budaya atau budaya adalah βsuatu cara hidup yang
dikembangkan dan dimiliki bersama oleh sekelompok orang dan diwariskan dari
generasi ke generasiβ.
Kita bisa melihat budaya Indonesia dalam hal permainan tradisional, ritual
adat, nilai-nilai sosial, bahasa dan kerajinan tangan. Budaya ini akan diwariskan
kepada keturunannya. Warisan budaya yang ada di lingkungan sekitar merupakan
pengalaman bagi setiap orang. Pengalaman diperoleh dari lingkungan dengan melihat,
mendengar, merasakan, atau...dengan kata...lain dengan...menggunakan indera...yang
dimilikinya (Saputra, 2019); (Sari et al., 2021).
Vardiansyahn(2008, h.3) mengatakan: βPengalaman membuat seseorang
mengetahui, dan hasil dari mengetahui ini adalah pengetahuan. Keterampilan yang
dapat diturunkan dari generasi ke generasi melindungi keterampilan yang masyarakat
yang berkelanjutan menenun. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
mengayam diartikan sebagai susunan yang tumpang tindih dan berpotongan (bilah,
daun pandan, dll) (seperti membuat tikar dan keranjang). Kebanyakan orang tua akan
mengajarkan anak-anaknya untuk belajar menenun, agar budaya tersebut tidak
berhenti sampai di sini, dan akan terus diwariskan kepada generasi yang akan datang,
seperti mengajari anak belajar mengayam tikar, dia pasti bisa, dan mengayam tikar
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 02/03/2022; Resived: 24/05/2022; Accepted: 31/07/2022
43
menjadi bisnisnya. Pengetahuan. Oleh karena itu, pengalaman diperoleh dari aktivitas
yang dialami setiap hari.
Menerapkan kegiatan sehari-hari dalam pembelajaran khususnya
pembelajaran matematika sangatlah penting bagi dunia pendidikan. Karena
pengalaman siswa pertama dan terutama diperoleh dari lingkungan sehari-hari, kita
dapat menghubungkan kegiatan sehari-hari ini dengan pembelajaran. Memudahkan
siswa dalam memahami pembelajaran.
Menurut Wahyuni dkk. (2013, h.2), etnomatematika adalah salah satu orang
yang dapat bekerja antara kelas budaya dan matematika. Fajar et al (2018)
mendefinisikan etnomatematika sebagai kebiasaan yang digunakan oleh suatu
kelompok budaya dalam kegiatan matematika. Kajian matematika dalam budaya
perlu dikembangkan sedemikian rupa sehingga dapat memberikan gambaran
masyarakat budaya dalam hal peran matematika dalam budaya mereka (Haran, 2019);
(Fitriawan & Wardah, 2021). Etnomatematika merupakan pandangan kompleks dan
dinamis yang menggambarkan dampak budaya penggunaan matematika dalam
penerapannya (Hartoyo, Agung 2012). Unsur-unsur matematis seperti bentuk motif
jalinan, dan lain-lain, juga hadir dalam jalinan nilai etnomatematika yang berbeda.
Etnomatematika dalam kerajinan anyaman ini dapat digunakan sebagai sumber
belajar dan dapat membuat belajar lebih menarik (Isnaini, Lailan 2019); (Fitriawan et
al., 2020).
Salah satunya adalah pengenalan sekolah yang lebih menyenangkan terkait
dengan kelas sehari-hari pada pemeliharaan lokal (Mulok). Hal ini menunjukkan
bahwa ada hubungan antara pendidikan mulsa dan matematika Jika kelas mulsa fokus
pada kerajinan tangan, khususnya tikar, hasil jalinan dapat digunakan dalam
pembelajaran matematika. Dengan demikian sekolah membantu melestarikan budaya
tradisional daerah tersebut. Menurut Hartomo (2012, h. 29); (Sulistyowati &
Fitriawan, 2022), guru sering lupa bahwa siswa sudah memiliki informasi dari atau di
dalam masyarakat. Pengetahuan informal ini harus diketahui guru sebelum
memperkenalkan matematika ke sekolah. Pengetahuan informal dimiliki oleh siswa
dari..masyarakat di mana mereka tinggal.
Pada..sekelompok.masyarakat.yang tinggal di kawasan Teluk Keramat,
khususnya..di Desa Puringan, Dusun Penjulung, terdapat sejenis kerajinan tangan
berupa kerajinan daun pandan. Kerajinan ini digunakan sebagai perbekalan sehari-
hari atau untuk acara-acara tertentu. Kerajinan Bentkur. Belungkur adalah nama
Melayu untuk karpet sambas. Belungkur adalah kerajinan anyaman yang terbuat dari
daun pandan berbentuk persegi panjang dan digunakan sebagai perlengkapan sehari-
hari atau untuk acara-acara tertentu seperti alas makan, alas duduk, alas jemur padi
dan alas tidur. Kerajinan belungkur adalah kerajinan anyaman daun pandan yang
berbentuk persegi dan persegi panjang.
Kerajinan belungkur merupakan budaya tradisional masyarakat yang turun
temurun, karena hasil alam berupa daun pandan, sehingga menurut masyarakat
Puringan pengolahan bahan tersebut menjadi bermanfaat. Namun di era sekarang ini
banyak anak muda yang tidak mau belajar menenun, dikhawatirkan budaya menenun
perlahan akan hilang. Dalam proses pembuatan kerajinan anyaman belungkur,
masyarakat Melayu Sambas tepatnya di Kecamatan Teluk Keramat, Desa Puringan,
Dusun Penjulung biasanya membutuhkan waktu yang cukup lama, tergantung dari
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 02/03/2022; Resived: 24/05/2022; Accepted: 31/07/2022
44
besar kecilnya belungkur. Semakin besar, semakin lama waktu yang dibutuhkan.
Begitu pula sebaliknya jika ukuran belungkur kecil maka waktu pembuatannya relatif
lebih singkat. Berikut ini adalah gambar kerajinan belungkur yang dibuat oleh
masyarakat di Dusun Penjulung Desa Puringan.
Gambar 1 Kerajinan Anyaman Belungkur
Gambar 1 menunjukkan penggunaan matematika informal dalam motif
kerajinan belungkur. Motif dalam matematika formal menyerupai bentuk geometri
persegi panjang. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti bermaksud untuk
melakukan penelitian yang berjudul βEtnomatematika Eksplorasi Kerajinan Anyaman
Belungkur Pada Masyarakat Dusun Penjulung Kecamatan Teluk Keramat Kabupaten
Sambasβ.
2. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dan pendekatan
etnografi. Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
deskriptif eksploratif. Subyek penelitian ini adalah 2 pengrajin belungkur, Hadimah
(57 tahun) dan Sauimah (55 tahun). Pengrajin ini berlatar belakang etnis Melayu dan
tinggal di Desa Penjulung di Desa Puringan Kecamatan Teluk Karamat Kabupaten
Sambas. Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian dimulai dengan
penyusunan alat penelitian berupa pedoman wawancara dan lembar observasi.
Validasi alat penelitian. Meninjau perangkat penelitian berdasarkan hasil
validasi. Mengelola surat perizinan untuk penelitian. Tetapkan jadwal untuk
penelitian. Pengamatan subjek. Wawancara dengan subyek penelitian. Lihat dan
ambil stoknya. Menyiapkan laporan penelitian. Metode pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah teknik survei langsung yaitu observasi dan
metode komunikasi langsung yaitu wawancara. Selain itu, observasi dan wawancara
dijelaskan. Triangulasi digunakan untuk memperoleh data observasi dan wawancara
yang reliabel.
3. Hasil dan Pembahasan
Hasil Penelitian
Data konsep matematika yang terkandung dalam kerajinan anyaman belungkur
diperoleh berdasarkan pengumpulan data yang diteliti di Dusun Penjulung Desa
Puringan Kecamatan Teluk Keramat Kabupaten Sambas. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk memperjelas konsep matematika yang terlibat dalam proses pembuatan
kerajinan anyaman belungkur oleh pengrajin di kecamatan Teluk keramat Kabupaten
Sambas. Secara keseluruhan, proses pembuatan kerajinan anyaman belungkur melalui
empat tahapan yaitu persiapan, mengolah bahan, proses menganyam, dan pasca
menganyam.
Tahap persiapan
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 02/03/2022; Resived: 24/05/2022; Accepted: 31/07/2022
45
Ditahap persiapan, pertama-tama siapkan perlengkapan/alat yang digunakan
dalam membuat belungkur. Alat-alat dalam membuat belungkur yaitu parang,
penggaus, sudup, jarum, dan lading. Proses pengambilan dun linsing dengancara
ditebas. Kemudian daun linsing dibawa pulang kerumah untuk dibuang durinya.
Setelah dibuang duri dijemur. Kemudian daun dipilih dibagi 2 bagian yaitu yang
panjangnya 1 dapaβ dan 1 dapaβ .
Mengambil daun linsing di hutan
Proses pengambilan daun linsing dengan cara ditebas menggunakan parang.
Kemudian daun linsing dibawa pulang.
Membuang duri
Tahap selanjutnya yaitu dibersihkan duri tengah dan duri pinggirnya.
Kemudian potong ujungnya disamakan daun satu ke satunya.
Menjemur daun linsing
Kemudian setelah semua bahan diratakan tahap selanjutnya yaitu menjemur
daun tersebut. Daun tersebut dijemur selama 2 hari. Setelah daun linsing kering
dipilih dibagi 2 bagian yaitu yang panjangnya 1 dapaβ dan 1 dapaβ.
Menggaus daun
Daun yang sudah kering kemudian di gaus. Menurut masyarakat di Dusun
Penjulung Desa Puringan pengertian dari gaus adalah proses meluruskan dan
menghaluskan daun.
Melipat daun
Tahap mengolah bahan yang terakhir yaitu melipat daun dan menyamakan
ukuran. Daun yang sudah siap untuk dianyaman disebut bilaβ.
Proses menganyam
Proses menganyam belungkur pertama-tama yaitu najiβ. Yang dimaksud
dengan najiβ adalah proses awal mula menganyam belungkur. Najiβ mulai ditengah,
bilaβ dianyam berpotongan seperti x dan dijalin dengan pola yang diinginkan.
Menganyam dimulai dari tengah kemudian ke kiri atau ke kanan. Najiβ dibuat dengan
lebar satu kilan dan panjangnya mengikuti panjang daun dan dilebihkan satu kilan.
Pasca menganyam
Belungkur adalah sebuah kerajinan anyaman yang terbuat dari linsing.
Belungkur dapat digunakan untuk alas tidur, alass makan dan meneria tamu. Hal ini
dikarenakan bahannya halus dan nyaman untuk alas duduk. Belungkur ini juga cocok
digunakan untuk alas tidur saat cuaca panas karena bahannya sejuk. Belungkur juga
dapat digunakan untuk alas jenazah. Menentukan ukuran belungkur yang dibuat
masyarakat di Dusun Penjulung Desa Puringan menggunakan satuan ukur yang
digunakan kilan. Satu kilan kurang lebih 20 senti (cm). Ukuran yang digunakan ini
adalah tangan orang dewasa.
Pembahasan
Menghitung-membilang
Menghitung-membilang merupakan kegiatan yang dilakukan oleh komunitas
pengrajin dalam menentukan jumlahnya. Membilang merupakan akibat dari kegiatan
menghitung. Aktivitas membilang dilakukan ketika membuat motif anyaman
belungkur. Motif dibuat menggunakan bilangan berulang dan penyebutan bilangan
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 02/03/2022; Resived: 24/05/2022; Accepted: 31/07/2022
46
asli. Penyebutan bilangan antaranya satu artinya satu, duaβ artinya dua, tige artinya
tiga, ampat artinya empat, limmaβ artinya lima, annam artinya enam, tujoh artinya
tujuh, lapan artinya delapan, semilan artinya sembilan dan sepulloh artinya sepuluh.
Penentuan lokasi
Penentuan lokasi dalam proses menganyam belungkur terdiri dari penentuan
posisi motif yang akan dibuat. Motif harus ditempatkan pada posisi yang benar.
Penempatan motif yang salah akan menyebabkan motif yang dihasilkan pada
permukaan menjadi tidak simetris. Kegiatan di mana topik ini ditempatkan
mengandung konsep sistem koordinat kartesius. Selain konsep koordinat kartesius,
kegiatan menempatkan motif juga erat kaitannya dengan konsep simetri, karena letak
motif diletakkan pada anyaman belungkur.
Mengukur
Mengukur saat pengerjaan belungkur terdapat dalam proses penentuan
panjang, lebar dan waktu. Gunakan alat yang tidak standar untuk mengukur panjang
dan lebar bahan untuk membuat belungkur. Alat ukur yang digunakan adalah bentuk
anggota badan yaitu tangan dengan satuan ukur dapaβ' dan kilan. Ukuran dapaβ bisa
lebih besar dari ukuran kilan. Secara resmi, satu kilan adalah 20 cm, satu kilan
adalah delapan kilan yaitu 160 cm.
Mendesain
Mendesain di kerajinan anyaman belungkur merupakan matematika terapan
yang dilakukan oleh masyarakat di Dusun Penjulung Desa Puringan. Dalam
mendesain motif anyaman belungkur, masyarakat menyimpan desain tersebut dalam
pikiran mereka. Sehingga tidak ditemukan coretan apapun yang dilakukan oleh
pengrajin. Dalam mendesain motif kerajinan anyaman belungkur, konsep matematika
yang relevan adalah konsep simetri. Konsep simetri terlihat dari hasil motif yang
serupa dan memiliki ukuran yang sama. segitiga dalam motif anyaman belungkur.
Menjelaskan
Menjelaskan proses kerajinan anyaman belungkur merupakan kegiatan dimana
para perajin menyampaikan informasi dan pengetahuan tentang menganyam
belungkur. Kegiatan menjelaskan telah diturunkan dari generasi ke generasi, dan
pengetahuan tentang anyaman belungkur masih ada sampai sekarang. Menyampaikan
informasi dan ilmu menganyam.
Tabel 1. Konsep Matematika pada kerajinan anyaman belungkur
No. Gambar Konsep Matematika
1.
Persegi
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 02/03/2022; Resived: 24/05/2022; Accepted: 31/07/2022
47
2.
Segitiga
Tabel 2. Satuan panjang yang digunakan pengrajin belungkur
No. Satuan Gambar Konversi
1. Dapaβ
160 cm
2. Kilan
20 cm
Tabel 3. Konsep matematika terkait aktivitas pengrajin belungkur
No. Aktivitas yang
dilakukan
Konsep
matematika
Aktvitas etnomatematika
1. Membuat motif Bilangan asli Menghitung-membilang (motif
dibuat menggunakan bilangan
berulang dan penyebutan bilangan asli. Penyebutan bilangan
antaranya satu artinya satu, duaβ
artinya dua, tige artinya tiga,
ampat artinya empat, limmaβ artinya lima, annam artinya enam,
tujoh artinya tujuh, lapan artinya
delapan, semilan artinya sembilan dan sepulloh artinya sepuluh).
2. Meletakkan motif Sistem Penentuan lokasi (Motif harus
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 02/03/2022; Resived: 24/05/2022; Accepted: 31/07/2022
48
koordinat
kartesius dan
simetri
ditempatkan pada posisi yang
benar. Penempatan motif yang
salah akan menyebabkan pola yang dihasilkan pada permukaan
menjadi tidak simetris.)
3. Menentukan jarak
antar motif
Jarak antara
dua benda
dalam bidang
datar
Penentuan lokasi (Jarak antar
motif juga penting untuk menciptakan motif yang simetris.
Jarak antara motif pertama dan
motif berikutnya harus sama)
4. Mengukur bahan yang
sudah siap dianyam
Pengukuran Mengukur (bahan yang sudah
siap dianyam dibagi menjadi 2,
bagian yang pertama 1 dapaβ
dan bagian kedua 1 dapaβ)
5. Mengukur proses
menajiβ
Pengukuran Mengukur (najiβ dibuat dengan
lebar satu kilan dan panjangnya
mengikuti panjang daun)
6. Mengukur panjang dan
bukaβ belungkur
Pengukuran Mengukur (mengukur panjang dan
bukaβ belungkur yaitu dengan
menggunakan kilan
7. Menentukan berapa
lama pengeringan daun
dan berapa proses
menganyam
Pengukuran Mengukur (daun linsing dijemur
selama 2 hari. Waktu yang digunakan dalam membuat
kerajinan anyaman belungkur 2-3
malam sudah jadi)
8. Membuat motif Bangun datar
(persegi
panjang)
Mendesain (bentuk permukaan belungkur yaitu berbentuk persegi
panjang)
9. Membuat permukaan
tepi anyaman belungkur
Bangun datar
(segitiga)
Mendesain (dibagian tepi
belungkur juga terdapat segitiga)
10. Mengajarkan cara
membuat anyaman
belungkur
Bilangan asli Menjelaskan (pada saat mengajarkan cara membuat
belungkur dilakukan penyebutan
bilangan asli)
Rencana pelaksanaan pembelajaran menggunakan konsep matematika dalam
kerajinan belungkur
Berdasarkan hasil penelitan, sebagai bentuk kontribusi peneliti membuat
contoh rencna pelaksanaan pembelajaran kemudian dibaagian kegiatan inti dibuat
soal atau LKPD yang menggunakan konsep matematika yang digunakan adalah
konsep bangun segi empat yang terdapat dalam kerajinan anyaman belungkur yaitu
bentuk permukaan belungkur (konsep persegi dan persegi panjang).
4. Kesimpulan
Konsep matematika yang terlibat dalam proses menganyam belungkur adalah
Konsep mengukur dalam Proses menganyam belungkur dapat dilihat di pengukuran
bahan yang akan digunakan untuk membuat belungkur. Konsep mengukur juga
terdapat pada proses menajiβ (saat memulai anyaman) dibuat dengan lebar 1 kilan.
Pengukuran menggunakan tangan yaitu dapa' dan jari-jari yaitu seperti kilan. Konsep
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 02/03/2022; Resived: 24/05/2022; Accepted: 31/07/2022
49
bilangan asli dalam kerajinan anyaman belungkur dapat ditemukan dalam penciptaan
motif, pengajaran cara menganyam belungkur dan referensi angka dalam
penghitungan bilaβ.
Penyebutan bilangan antaranya satu artinya satu, duaβ artinya dua, tige
artinya tiga, ampat artinya empat, limmaβ artinya lima, annam artinya enam, tujoh
artinya tujuh, lapan artinya delapan, semilan artinya sembilan dan sepulloh artinya
sepuluh. Konsep geometri 2 dimensi pada kerajinan anyaman belungkur terlihat pada
bentuk motif dan menentukan bentuk permukaan belungkur. Bentuk permukaannya
persegi. Bentuk permukaan meliputi bidang, persegi, persegi panjang, dan segitiga.
Kegiatan menempatkan motif pada kerajinan anyaman belungkur dengan
menggunakan sistem koordinat dan simetri. Implimentasi konsep matematika
kerajinan anyaan belungkur diimplementasikan dalam pembelajaran matematika
berbentuk rencana pelaksanaan pembelajaran kemudian dalam kegiatan inti dalam
bentuk soal atau LKPD pada materi ajar luas bangun datar.
5. Referensi
Fitriawan, D., Hartoyo, A., Yusmin, E., Mirza, A., & Siregar, N. (2020). Workshop on
Assistance in Curriculum Development β Merdeka Belajar Kampus Merdeka β at
Nahdlatul Ulama University , West Kalimantan. 3.
Fitriawan, D., & Wardah. (2021). The Implementation Of Blended Learning Based
Model E-Learning Moodle. 10(2), 1001β1007.
Haran, Agustina. (2019). Etnomatematika Dalam Merangkai Manik Masyarakat Dayak
Kayaan Kapuas Hulu. Pontianak: FKIP UNTAN.
Hartoyo, Agung. (2012). Eksplorasi Etnomatematika Pada Budaya Masyarakat
Dayak Perbatasan Indonesia- Malaysia Kabupaten Sanggau
KALBAR. Jurnal Penelitian Pendidikan. Vol 13: 14- 23.
Sarinah. (2019). Ilmu Sosial Budaya Dasar (Diperguruan Tinggi). Yogyakarta:
DEEPUBLISH.
Sari, M., Yusmin, E., & T, A. Y. (2021). Kemampuan representasi matematis siswa
pada materi segitiga 1 1,2,3. Jurnal Alpha Euclid Edu, 2(1), 122β128.
Sulistyowati, E., & Fitriawan, D. (2022). Pemanfaatan Media Pembelajaran E-Learning
di Era New Normal. Seminar Nasional Pendidikan Ekonomi FKIP UM Metro,
1(1), 21β27.
Vardiansyah, Dani. (2008). Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Jakarta:
PT.INDEKS.
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 03/07/2022; Resived: 24/07/2022; Accepted: 31/07/2022
50
KAJIAN ETNOMATEMATIKA ALAT MUSIK SENGGAYONG
DI DESA PANGKALAN BUTON KECAMATAN SUKADANA
KABUPATEN KAYONG UTARA
Kharina Shima A. Simanjuntak1, Zubaidah R2, Silvia Sayu3
1,2,3Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Untan Pontianak
Email: [email protected]
Abstract This study aims to reveal ethnomathematical activities and mathematical concepts on
senggayong musical instruments in Pangkalan Buton Village, Sukadana District, North
Kayong Regency. The method used is descriptive method. While the form of research is a form of qualitative research. The subjects in this study are people who are considered to be
able to assist in providing information and data about senggayong musical instruments,
namely the makers, players, and conservationists of senggayong musical instruments. Data collection techniques using observation, interviews, and documentation. Data analysis
techniques based on Miles & Huberman, namely data reduction, data presentation, as well
as drawing conclusions and verification. The results of data analysis show that there are
ethnomathematical activities and mathematical concepts on senggayong musical instruments, namely counting activities that occur when counting the bamboo to be used,
activities of measuring each piece of bamboo used, designing activities of making
senggayong musical instruments, activities of determining a meaningful location in taking Bamboo that is suitable for making senggayong musical instruments is bamboo that is
exposed to sunlight, the activity of playing a senggayong musical instrument and the
activity of explaining the process in making and playing the instrument. Then the mathematical concepts that were found based on the shape and beat of the senggayong
musical instrument, namely in the form of a geometric shape of a tube shape and its beat,
the concepts of arithmetic sequences and geometric sequences were obtained.
Keywords: ethnomathematical studies, senggayong musical instruments, mathematical
concepts
1. PENDAHULUAN
Budaya adalah suatu norma yang memiliki unsur-unsur nilai penting juga
mendasar dan dekat sama kehidupan manusia kemudian diwariskan dari generasi ke
generasi. Justru, banyak di antara budayawan yang percaya bahwa sumber daya budaya
bukan hanya sebagai warisan, melainkan menjadi pusaka bagi bangsa Indonesia
(Tanudirjo, 2003). Pendidikan dan budaya merupakan dua unsur yang tidak dapat
dipisahkan dengan kehidupan sehari-hari, sebab budaya dan pendidikan adalah
kebutuhan mendasar tiap-tiap pribadi yang berlaku di masyarakat. Daoed Joesoef
(dalam Putri, 2017) mengungkapkan kebudayaan dapat disebut dengan secara
keseluruhan yang berhubungan dengan budaya. Pada pembahasan ini budaya dapat
ditilik dari tiga sudut pandang, ialah pertama budaya yang universal yakni terikat pada
nilai-nilai umum yang sudah ada dan diakui oleh masyarakat sekitar kemudian searah
pada perkembangan kehidupan masyarakat dan ilmu pengetahuan serta teknologi.
Kedua, budaya nasional, adalah nilai-nilai yang sudah ada dan ditaati oleh seluruh
rakyat Indonesia. Ketiga, budaya lokal yang nyata dan ada pada kehidupan rakyat pada
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 03/07/2022; Resived: 24/07/2022; Accepted: 31/07/2022
51
daerah tertentu atau setempat. Sardjiyo dan Pannen (2005) menyampaikan bahwa suatu
model pembelajaran yang lebih mementingkan serta memprioritaskan aktivitas
peserta didik dengan segala macam latar belakang budaya yang dipunya disebut
dengan pembelajaran berbasis budaya. Pembelajaran berbasis budaya ini mendorong
pembelajaran dengan kerangka berpikir yang erat berkaitan dengan kelompok budaya
oleh karena itu pembelajaran berbasis budaya membentuk menjadi pembelajaran yang
menarik banyak perhatian siswa serta menyenangkan (Marsigit, 2015).
Kajian yang menelaah tentang matematika dapat diapilikasikan pada
kehidupan sehari-hari secara kontekstual ialah etnomatematika. Hal ini disetujui
Wahyuni (2013) yang menyampaikan salah satu diantara yang bisa menyambungkan
budaya serta pendidikan matematika ialah etnomatematika.
Di indonesia etnomatematika pada kenyataannya ialah ilmu pengetahuan yang
sudah ada sejak lama sejak ada ilmu matematika, jadi etnomatematika bukanlah ilmu
pengetahuan yang baru (Putri, 2017). Namun penelaahan mengenai etnomatematika
disadari setelah para ilmuan mempublikasikan nama etnomatematika sehingga bagian
dari matematika. Selesai itu, etnomatematika tubuh berkembang menjadi kajian dengan
ilmu yang berkaitan. Wahyuni (2015) mengartikan etnomatematika ialah metode-
metode spesifik dipakai pada komunitas budayawan maupun kelompok lainnya pada
daerah sekitarnya pada suatu yang berkaitan dengan kegiatan- kegiatan bertema
matematika.
Kegiatan didalamnya terlaksana pengabstraksi pada berbagai pengalaman
nyata di kehidupan sehari-hari ke dalam matematika atau sebaliknya dinamakan
aktivitas matematika. Aktivitas matematika yaitu mengelompokkan, berhitung,
merancang bangunan, berhitung, membuat pola, memblilan, menentukan lokais,
permaianan menjelaskan dan sebagiannya.
Indonesia mempunyai banyak keragaman budaya, ras, suku bangsa, bahasa,
dan hal lainnya. Keragaman setiap daerah di Indonesia mempunyai pola dan budaya
masing-masing dengan karakterisitiknya, seperti pakaian adat, bentuk rumah, kesenian,
bahasa dan tradisi lainnya.
Satu diantaranya adalah alat musik senggayong. Senggayong adalah seni
musik yang muncul di daerah Kabupaten Ketapang serta Kayong Utara. Musik
senggayong ini telah lama berkembang di Desa Pangkalan Buton Kecamatan Sukadana
Kabupaten Kayong Utara. Alat musik senggayong merupakan alat musik yang berasal
dari bambu berbentuk semacam kentongan.
Gambar 1 Alat musik Senggayong (Sumber: Kharina)
Cara menggunakan atau memainkan alat ini adalah dengan saling dipukulkan.
Menurut Nurhamad (dalam Purna, 2019), senggayong pada Kabupaten Kayong Utara
terletak di Desa Pampang Harapan, Desa Pangkalan Buton diolah dengan buluh (
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 03/07/2022; Resived: 24/07/2022; Accepted: 31/07/2022
52
bambu) tertentu. Alat musik senggayong terbagi atas tiga kelompok bambu dan tiapnya
teridri atas 2 bambu.
Alat musik senggayong memiliki banyak potensi untuk dikaji terutama pada
konsep-konsep matematika. Selanjutnya, alat musik senggayong memiliki nilai-nilai
kehidupan, yaitu nilai lingkungan, nilai kerbersamaan, serta nilai kegembiraan. Hal
tersebut diteliti dan dikembangkan dengan memahami aktivitas etnomatematika yang
terdapat pada alat musik senggayong menjadi media dalam mempelajari matematika.
Ketika mendesain alat musik senggayong ini ada hal dapat dilihat dari
beberapa unsur geometri, karena ketika mendesain alat musik senggayong ini
diperlukan bentuk dan ukuran yang harus sesuai dan bagian-bagian yang harus simetris.
Sehingga sangat penting untuk mencermati dengan baik bentuk visual yang kemudian
memberikan pengaruh pada suaranya. Ciri khas dan keindahannya tersebut karena
bunyi yang dihasilkan oleh alat musik senggayong ini. Ditambah, alat musik
senggayong ini mempunyai irama yang ritme musik atau berulang. Pengkaji ingin
menelaah dan mengembangkan hal tersebut agar memahami pola ritme yang ada pada
alat musik senggayong ini. Kemudian, di aspek penalaran, aktivitas bermusik dengan
senggayong ini dibutuhkan penalaran logis untuk mendapatkan hasil irama yang baik.
Dari hal yang sudah disebutkan maka didapat suatu hubungan bahwa matematika
berkaitan dengan alat musik senggayong ini.
Berkaitan dengan etnomatematika, penelitian terdahulu yang relavan dengan
penelitian ini yaitu penelitian Sofia Indriani Lubis (2018) dalam penelitiannya yang
berjudul βEksplorasi Etnomatematika Pada Alat Musik Gordang Sambilanβ
menemukan bahwa didalam alat musik terdapat unsur dan konsep matemetika, yaitu
konsep geometri seperti kerucut dan tabung dalam bentuk gordang sambilan.
Kemudian sejalan dengan penelitian Rinni Sari Darmayanthi (2020) yang berjudul
βEtnomatematika Dalam Tari Jepin Tali Bui Masyarakat Melayu Pontianakβ yang
menemukan bahwa terdapat aktivitas Masyarakat Melayu Pontianak dalam Tari Jepin
Tali Bui yang mengandung konsep matematika dan etnomatematika yang dipraktikkan
masyarakat Melayu Pontianak dapat dikembangkan dalam berbagai pokok bahasan
atau materi matematika.
Berdasarkan Pemaparan diatas, pengkaji ingin melakukan penelitian yang
berjudul βEtnomatematika Pada Alat Musik Senggayong di Desa Pangkalan Buton
Kecamatan Sukadana Kabupaten Kayong Utaraβ. Peneliti ingin menggali konsep-
konsep matematika yang ada pada alat musik senggayong.
2. METODE PENELITIAN
Metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan jenis penelitian
kualitatif. Menurut Moloeng (2017, h.6) penelitian kualitatif merupakan penelitian
yang bertujuan untuk memahami fenomena tentang apa yang terjadi oleh subjek
penelitian secara menyeluruh serta dengan metode deskripsi dalam bentuk kata-kata
dan bahasa, di suatu konteks yang alamiah.
Pendekatan yang digunakan merupakan pendekatan etnografi. Etnografi ialah
salah satu jenis penelitian kualitatif, yang melaksanakan studi kepada kelompok
budaya dalam kondisi yang alamiah (Creswell) (dalam Sugiyono, 2017, h.5). Kemudian
lokasi penelitian terletak di Desa Pangkalan Buton Kecamatan Sukadana Kabupaten
Kayong Utara.
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 03/07/2022; Resived: 24/07/2022; Accepted: 31/07/2022
53
Berdasarkan pendapat Bungin (2015, h.269), subjek penelitian merupakan
informan penelitian dan bertujuan untuk memperoleh sebanyak-banyaknya data dan
informasi yang akan digunakan untuk analisis. Subjek dalam penelitian ini ialah
budayawan di Desa Pangkalan Buton Kecamatan Sukadana Kabupaten Kayong Utara,
pemain dan pelestari musik senggayong serta masyarakat kayong khususnya di Desa
Pangakalan Buton.
Sedangkan objek penelitian merupakan wujud logis guna memperoleh data
dan tujuan serta fungsi tertentu tentang berbagai hal objek, valid, dan reliable
(Sugiyono, 2014, h.13). Kemudian objek penelitian ini adalah alat musik senggayong
yang dilihat dari sudut pandang budaya dan matematikanya.
Prosedur penelitian ini terbagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap persiapan, tahap
pelaksanaan, dan tahap akhir. Pada tahap persiapan, langkah-langkahnya, yaitu
menyiapkan instrumen penelitian berupa lembar observasi dan pedoman wawancara,
memvalidasi instrumen penelitian berupa lembar observasi dan pedoman wawancara,
melakukan revisi instrumen penelitian yang sudah divalidasi, apabila terdapat
kesalahan, mengurus perizinan ke Desa Pangkalan Buton untuk melakukan penelitian,
menentukan waktu penelitian sebagai patokan dalam melaksanakan penelitian. Pada
tahap pelaksanaan, langkah-langkahnya, yaitu melakukan observasi terhadap alat musik
senggayong, melakukan wawancara kepada pemain, pelestari dan masyarakat Kayong
Utara khususnya di Desa Pangakalan Buton. Pada tahap akhir, langkah-langkahnya,
yaitu menganalisis data hasil penelitian yang telah diperoleh, menarik kesimpulan, dan
menyusun laporan penelitian.
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan observasi,
wawancara serta dokumentasi. Analisis data yang digunakan menurut Miles &
Huberman ialah mereduksi, menyajikan serta menyimpulkan data.
3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bersumber pada pengambilan data yang dilakukan waktu penelitian di Desa
Pangkalan Buton Kecamatan Sukadana Kabupaten Kayong Utara, didapat data tentang
unsur-unsur pada alat musik senggayong. Penelitian ini bertujuan untuk
mengungkapkan aktivitas etnomatematika dan menggali konsep-konsep matematika
yang ada pada alat musik senggayong. Dalam pengambilan data yang dilaksanakan
dengan cara observasi dan wawancara. Observasi dan wawancara dilakukan pada
tanggal 05 oktober 2021, 07 oktober 2021, dan 11 oktober 2021. Diperoleh hasil
sebagai berikut.
Hasil Penelitian
Berlandaskan hasil observasi serta wawancara yang telah dilakukan, diketahui
bahwa ada banyak pukulan dalam memainkan alat musik senggayong. Pukulan yang
paling mudah dan sering dilakukan oleh masyarakat desa Pangkalan Buton yaitu
pukulan hujan deras, anjing nyalak, dan ten tair. Sebenarnya ada lebih dari 20 jenis lagu
atau pukulan yang dapat dimainkan, tetapi ketiga tersebut yang paling mudah dipelajari
dan dimainkan oleh pemulaBerikut adalah beberapa pukulan dalam memainkan alat
musik senggayong.
Tabel 1 pukulan dalam memainkan alat musik senggayong No. Nama pukulan Bentuk pukulan
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 03/07/2022; Resived: 24/07/2022; Accepted: 31/07/2022
54
1 Hujan Deras
2 Anjing Nyalak
3 Ten Tair
Jika diamati setiap pukulan tersebut membentuk sebuah pola dalam
memainkannya. Artinya konsep matematika yang terkait pada pukulan alat musik
senggayong tersebut adalah pola barisan dalam matematika. Berikut adalah tabel
tahapan dalam membuat dan memainkan alat musik senggayong yang mengandung
aktivitas etnomatematika dan konsep matematika.
Tabel 2. Kegiatan dalam membuat dan memainkan alat musik senggayong
yang mengandung aktivitas etnomatematika dan konsep matematika
No. Jenis kegiatan Aktivitas mendasar Konsep matematika
1. Aktivitas
mempersiapkan alat digunakan
Menjelaskan Sudut, bangun datar
persegi
2. Mempersiapkan bahan yang digunakan
Menjelaskan Bangun ruang tabung
3. Memilih bambu yang cocok
Menjelaskan dan penentuan lokasi
4. Menebang dan memotong bambu menjadi 6 potong bagian
Menjelaskan dan menghitung
Bangun ruang tabung
5. Membentuk alat musik senggayong
Mendesain dan mengukur Pengukuran satuan
tidak baku, tabung setengah bagian
6. Mengatur bunyi yang
dihasilkan
Menjelaskan
7. Waktu dalam membuat alat musik senggayong
Menghitung Menentukan lama waktu
8. Memainkan alat musik
senggayong
Bermain Pola barisan
Pembahasan
Berdasarkan dari hasil analisis dan penyajian data yang telah dilakukan oleh
peneliti maka diperoleh aktivitas etnomatematika dan konsep matematika yang
terkandung pada alat musik senggayong. Pada alat musik senggayong tersebut
ditemukan bahwa ada berbagai aktivitas matematika berbasis budaya dan konsep-
konsep matematika yang dilakukan oleh masyarakat dalam membuat dan memainkan
alat musik senggayong.
Aktivitas Etnomatematika Yang Terdapat Pada Alat Musik Senggayong
Aktivitas matematika berlandas budaya yang juga disebut etnomatematika
adalah sebuah pendekatan yang dapat dipergunakan untuk menguraikan kedudukan
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 03/07/2022; Resived: 24/07/2022; Accepted: 31/07/2022
55
matematika dalam masyarakat. Aktivitas etnomatematika yang terdapat pada alat
musik senggayong, yaitu aktivitas menghitung/membilang, aktivitas mengukur,
aktivitas mendesain, aktivitas penentuan lokasi, aktivitas bermain serta aktivitas
menjelaskan.
Bishop (1988) mengungkapkan bahwa aktivitas manusia yang bertautan pada
objek budaya dalam wujud ketiga serta berkaitan di dalam aktivitas manusia adalah
fenomena matematika yang terbagi atas enam kegiatan fundamental.
Konsep Matematika Yang Terkandung Pada Alat Musik Senggayong
Konsep matematika yang terkandung pada alat musik senggayong yaitu
konsep geometri dan bangun ruang. Berdasarkan pada penelitian Sofia Indriani Lubis
(2018), menemukan bahwa didalam alat musik terdapat unsur dan konsep matematika.
Menurut Hammond (2002, h.22) menyampaikan bahwa tiap-tiap budaya
mempunyai perhitungan, susunan, dan dasar matematika, yang memperlihatkan suatu
yang fundamental serta penting mengenai dasar-dasar matematika. Berikut adalah
konsep-konsep matematika yang terkandung dalam alat musik senggayong, dilihat
berdasarkan:
Bentuk alat musik senggayong
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan, ditemukan
bahwa pembuatan alat musik senggayong memiliki konsep matematika, salah satunya
dilihat dari bentuk alat musik senggayong. Hasil observasi pada alat musik senggayong
diketahui bahwa bentuk fisik alat musik senggayong terdapat jenis bentuk geometri
bangun ruang yaitu berbentuk tabung.
Gambar 2 Ukuran Tinggi Alat Musik Senggayong (sumber:Kharina)
Berdasarkan hasil pengukuran langsung, diketahui bahwa alat musik
senggayong mempunyai ukuran tinggi yang terbagi atas 2, yaitu tinggi A artinya tinggi
dari alas bambu (bagian bawah) sampai ujung bambu (bagian atas) alat musik
senggayong sedangkan tinggi B adalah tinggi dari alas bambu (bagian bawah) sampai
bagian terpotong (bagian tengah) alat musik senggayong. Bentuk alat musik
senggayong menyerupai ruang tiga dimensi tabung.
Selanjutnya dilakukan pengukuran keliling alas/atap, luas selimut, serta
volume tabung alat musik senggayong. Hasil perhitungan tabung alat musik
senggayong dapat ditunnjukkan sebagai berikut.
Tabel 3 Hasil Pengukuran Tabung Alat Musik Senggayong
Alat musik senggayong
Tinggi A (cm)
Tinggi B (cm)
Diameter (cm)
Jari-
jari (cm)
Keliling (cm)
Luas Selimut B (ππ2)
Volume
B (ππ3)
1 36 13,5 3,7 1,85 11,618 156,843 145,079
2 37 14 3,7 1,85 11,618 162,652 150,453
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 03/07/2022; Resived: 24/07/2022; Accepted: 31/07/2022
56
3 41 16 3,5 1,75 11 176 154
4 41,5 17 3,5 1,75 11 187 163,625
5 46,5 19 3,4 1,7 10,676 202,844 172,417
6 48 20 3,4 1,7 10,676 213,52 181,492
Ketukan dalam memainkan alat musik senggayong
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan ditemukan
bahwa pada saat memainkan alat musik senggayong terdapat beberapa konsep
matematika yang terkandung didalamnya. Ketukan pada anak senggayong
menghasilkan suara atau nada lebih tinggi dari induk dan kaul karena ruas bambu anak
lebih kecil dari induk dan kaul. Begitu juga ketukan yang dihasilkan pada induk, suara
atau nadanya lebih tinggi dari kaul karena ruas bambu induk lebih kecil dari kaul.
Artinya semakin kecil ruas pada bambu semakin tinggi nada yang dihasilkan.
Hasil observasi ketukan pada alat musik senggayong diperoleh konsep barisan
aritmatika dan barisan geometri. Barisan aritmatika adalah suatu barisan dengan
selisih/beda suku yang berurutan selalu tetap. Bentuk umum barisan aritmatika adalah
π, π + π, π + 2π, π + 3π, β¦ , π + (π β 1)π, ππππππ ππ β ππβ1 = π π πβπππππ ππ =
ππβ1 + π = π + (π β 1)π. Sedangkan barisan geometri adalah suatu barisan dengan
rasio tetap untuk setiap dua suku yang berdekatan. Bentuk umum barisan geometri
adalah ππ = πππβ1. (Sofia Indriani Lubis, 2018).
Berdasarkan tabel diketahui bahwa alat musik senggayong membentuk
barisan aritmatika dimana selisih (beda) dua suku yang berurutan tetap dan
membentuk barisan geometri dimana rasio dua suku yang berdekatan tetap.
Tabel 4. Barisan pada pukulan alat musik senggayong
No. Nama Pukulan
Pola
Pukulan Anak
Pola
Pukulan Induk
Pola
Pukulan Kaul
Barisan Penjelasan
1 Hujan
Deras
1,1,1,1,1
,1,..dst
1,1,1,1,1,
1β¦dst
1,1,1,1,1,
1β¦dst
Aritmatika
dan geometri.
Pola tersebut termasuk
barisan aritmatika karena tiap-tiap sukunya
memiliki selisih yang
sama yaitu 0. Dan juga termasuk barisan
geometri karena tiap-tiap
sukunya memiliki rasio yang sama yaitu 1.
2 Anjing
Nyalak 1,1,1,1,1 ,5,1,1,1, 1,1,5β¦d
St
1,1,1,1,1,
5,1,1,1,1, 1,5β¦dst
1,1,1,1,1,
5,1,1,1,1, 1,5β¦dst
Hanya
merupakan
pola
berulang tak hingga
Bilangannya berpola tapi
tidak membentuk
barisan atau deret.
Karena tidak memiliki beda atau rasio yang
sama dari suku ke n
dengan suku ke n-1. 3 Ten Tair 1,4,1,4,1 4,1,4,1,4, 1,4,4,1,1, Hanya Bilangannya berpola tapi ,4β¦dst 1β¦dst 4,41β¦dst merupakan tidak membentuk pola barisan atau deret.
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 03/07/2022; Resived: 24/07/2022; Accepted: 31/07/2022
57
berulang Karena tidak memiliki tak hingga beda atau rasio yang sama dari suku ke n dengan suku ke n-1.
4. SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat aktivitas etnomatematika yang
ditemukan pada alat musik senggayong, yaitu: (1) Aktivitas membilang/menghitung
terjadi pada saat menghitung bambu yang akan digunakan, aktivitas mengukur setiap
potong bambu yang digunakan, aktivitas mendesain yakni pembuatan alat musik
senggayong, menentukan lokasi bermakna dalam pengambilan bambu yang cocok untuk
membuat alat musik senggayong adalah bambu yang terkena sinar matahari, aktivitas
bermain alat musik senggayong dan aktivitas menjelaskan proses dalam pembuatan alat
musik senggayong serta memainkan alat musik senggayong; (2) Hasil penelitian ini
juga menunjukan bahwa pembuatan alat musik senggayong memiliki konsep
matematika, salah satunya dilihat dari bentuk alat musik senggayong. Hasil observasi
dalam alat musik senggayong ditemukan bahwa bentuk fisik alat musik senggayong
terdapat jenis bentuk geometri bangun ruang yaitu berbentuk tabung. Kemudian
ditemukan bahwa pada saat memainkan alat musik senggayong terdapat beberapa
konsep matematika yang terkandung didalamnya. Hasil observasi ketukan pada alat
musik senggayong diperoleh konsep barisan aritmatika dan barisan geometri.
Saran Berikut saran berdasarkan penelitian ialah sebagai: (1) Diharapkan peneliti
selanjutnya bisa menggali lebih dalam konsep matematika yang terkandung pada alat musik senggayong khususnya pukulan-pukulan yang ada pada alat musik senggayong, serta menerapkannya sebagai bahan ajar atau bahan peraga dalam melaksanakan pembelajaran di kelas; (2) Diharapkan alat musik senggayong dapat dikembangkan penelitiannya dalam membuat perangkat pembelajaran matematika berbasis Budaya diberbagai sekolah sebagai salah satu sarana dalam melestarikan alat musik tradisional dari Indonesia; (3) Diharapkan penelitian selanjutnya lebih mengungkapkan etnomatematika pada alat musik senggayong berdasarkan objek langsung dan tidak langsung.
5. REREFENSI
Bishop, A.J. 1988. Mathematics Enculturation: A Cultural Perspective on
Mathematics Education. Dordrect: Kluwer.
Hammond, Tracy. (2000). Ethnomathematics: Concept Definition and Research
Perspectives. New York: Columbia University.
Marsigit. (2015). Pendekatan Saintifik dan Implementasinya dalam Kurikulum 2013.
Makalah, Workshop Implementasi Pendekatan Saintifik dalam Pelaksanaan
Kurikulum 2013. Yogyakarta: LPPMP UNY.
Putri, L.I, (2017). Eksplorasi Etnomatematika Kesenian Rebana Sebagai Sumber
Belajar Matematika pada Jenjang MI. Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar. 4(1).
Sardjiyo & Pannen, P. (2005). Pembelajaran Berbasis Budaya: Model Inovasi
Pembelajaran dan Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jurnal
pendidikan, 6(2), 83-98.
S. I. Lubis, A. Mujib, dan H. Siregar, βEksplorasi Etnomatematika pada Alat Musik
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 03/07/2022; Resived: 24/07/2022; Accepted: 31/07/2022
58
Gordang Sambilan,β vol. 1, no. November, hal. 1β10, 2018.
Tanudirjo, D. A. (2003). Warisan Budaya untuk Semua: Arah Kebijakan Pengelola
Warisan Budaya Indonesia di Masa Mendatang. Makalah disampaikan pada
Kongres Kebudayaan V, Bukittinggi, 19-23.
Wahyuni, I. (2015). Eksplorasi Etnomatematika Masyarakat Sidoarjo. Fenomena
(Jurnal Penelitian Islam Indonesia), 15(2), 225-238.
Wirawan, Aji Purna. (2019). Kajian Intraestetik Dan Ekstraestetik Musik Senggayong
Di Desa Pangkalan Buton Kecamatan Sukadana Kabupaten Kayong Utara.
Universitas Tanjungpura Pontianak
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 08/03/2022; Resived: 02/05/2022; Accepted: 31/07/2022
59
RANCANGAN MEDIA PEMBELAJARAN PROGRAM LINEAR
BERBASIS ANDROID MENGGUNAKAN PROGRAM LECTORA
INSPIRE DI SEKOLAH MENENGAH ATAS
Yeni Dian Utami1, Edy Yusmin2, Ade Mirza3
1,2,3Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Untan Pontianak
Email: [email protected]
Abstrack
This study aims to produce an Android-based linear programming learning media using Lectora Inspire that is feasible and effective for use in the learning process. This research is
motivated by learning that must go hand in hand with technological developments and students
have other learning resources not necessarily from the teacher, namely by using Android. This research is a research and development using a 4D model. The stages used are only up to
Development. The subjects in this study were three material experts, three media experts and
the responden of 24 students of grade IX. The object of the study is the product of the Android-based linear program learning media design using the Lectora Inspire program. The data
collection instrument in this study to use a questionnaire. The result showed that the product
made obtained an average score of 4.69 in the very eligible category based on material
experts and an average score of 4.33 in the very eligible category based on media esperts Meanwhile, for students responses, obtained an average score of 4.19 was obtained in the
eligible category. So the Android-based linear programming learning media using Lectora
Inspire is feasible to use.
Keyword: Learning Media, based on Android, Lectora Inspire
1. PENDAHULUAN Setiap aspek kehidupan sekarang harus berhadapan dan berjalan beriringan
dengan perkembangan teknologi, baik aspek ekonomi, ketahanan negara, militer maupun
pendidikan. Pada industri pendidikan, teknologi menempati posisi yang penting terutama
pada aspek pembelajaran. Pada proses pembelajaran terdapat siswa, pendidik dan media.
Media memiliki peran sebagai alat bantu komunikasi antara siswa dan guru. Media
pembelajaran semakin penting seiring dengan diterapkannya sistem pembelajaran jarak
jauh, sehingga media seperti ppt, video pembelajaran dan lain-lain harus dibuat menjadi
media yang lebih menarik dan efektif serta tepat guna. Guru memiliki peran untuk
merancang media pembelajaran yang menarik agar tujuan pembelajaran tercapai. Media
pembelajaran bisa dirancang oleh guru guna memudahkan siswa dalam belajar. Hal itu
seperti dikemukakan oleh Wina (2016) bahwa guru bisa menjadi perancang pembelajaran.
Proses belajar yang dilakukan sekarang lebih banyak di rumah dibandingkan di
sekolah hal itu dikarenakan adanya Covidβ19, sehingga penyampaian materi yang
dilakukan guru kurang optimal. Akibat banyak belajar tersebut, maka siswa harus mencari
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 08/03/2022; Resived: 02/05/2022; Accepted: 31/07/2022
60
sendiri materi-materi yang ada. Agar bisa mencari materi yang baik, siswa harus
memanfaatkan teknologi. Pemanfaatan di bidang teknologi adalah salah satu loncatan
untuk meningkatkan kualitas pendidikan saat ini. Kualitas pendidikan tidak dapat
dipisahkan dari peran guru, yaitu guru harus menyiapkan materi dan merancang media
pembelajaran yang bisa diakses siswa di rumah atau di mana saja. Pemanfaatan teknologi
sekarang yang bisa diakses siswa dimana saja yaitu menggunakan smarthphone.
Penggunaan smarthphone terbanyak yaitu berbasis Android (Fitriawan, 2004).
Media pembelajaran menurut Gagneβ dan Briggs yang dikutip Arsyad (2019)
mencakup alat yang digunakan secara fisik untuk menyampaikan isi materi yang terdiri
dari buku, perekam, kaset, film, slide (gambar berbingkai), foto, gambar, grafik, televisi,
dan komputer. Media pembelajaran merupakan wadah untuk menyampaikan pesan
pembelajaran yang berhubungan juga dengan model pengajaran langsung, yaitu bagaimana
guru bertindak sebagai informan, dalam hal ini guru harus memiliki media yang tepat. Ada
banyak aplikasi untuk merancang media pembelajaran, seperti Microsoft Powerpoint dan
Lectora Inspire. Diantara kedua aplikasi tersebut, Lectora Inspire memiliki banyak
kelebihan yaitu Lectora bisa memungkinkan orang non-programmer mengembangkan atau
merancang konten e- learning dengan cara yang mudah karena menyediakan banyak
template (Fitriawan et al., 2013).
Menurut Tompo (2016) Lectora Inspire adalah perangkat lunak Authoring Tool
untuk mengembangkan konten e-learning yang dikembangkan perusahaan Australia,
Lectora dibuat oleh Trivantis Corporation yang didirikan oleh Timothy D. Loudermik.
Lectora Inspire bisa digunakan sebagai pembuat konten situs web atau pelatihan online,
konten e-learning, game yang mengedukasi serta presensi interaktif. Hasil dari rancangan
yang dilakukan di Lectora Inspire, bisa dibuat dalam bentuk apk. Android. Pada Lectora
Inspire terdapat menu-menu yang mempermudah user diantaranya (1) menu yang dapat
menambahkan tombol secara otomatis, (2) terdapat menu yang dapat membuat dan
mengolah latihan soal, (3) terdapat template yang lengkap sebagai dasar pembuatan media
pembelajaran, (4) tersedia menu untuk mengkonversikan rancangan yang dibuat ke bentuk
Android (Fitriawan et al., 2021).
Berdasarkan pengalaman peneliti ketika PLP II (Pengenalan Lapangan
Persekolahan) salah satu materi pembelajaran yang diberikan yaitu materi program linear.
Pada materi tersebut terdapat siswa yang kesulitan untuk memahami dan mempelajarinya.
Hal ini dibuktikan dengan nilai yang diterima oleh mayoritas siswa dibawah KKM.
Pembelajaran yang dilakukan pihak sekolah yaitu menggunakan Google Classroom dan
guru memberikan materi yang dibuat dengan powerpoint. Presentasi powerpoint yang
digunakan hanya menampilkan teks dan gambar. Hal itu membuat sebagian besar peserta
didik kurang mengerti dalam memahami materi program linear jika hanya tulisan saja
tanpa adanya video untuk menjelaskan materi lebih lanjut. Oleh karenanya, pendidik
memerlukan hadirmya sebuah media pembelajaran yang didalamnya ada tulisan, video dan
kuis yang bisa langsung diisi oleh siswa, serta dapat digunakan siswa dimana saja. Aplikasi
yang dapat digunakan untuk membuat media pembelajaran tersebut yaitu Lectora Inspire.
Berdasarkan pemaparan tersebut, peneliti akan membuat rancangan sebuah media
pembelajaran program linear dengan bantuan Lectora Inspire dan menghasilkan suatu
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 08/03/2022; Resived: 02/05/2022; Accepted: 31/07/2022
61
aplikasi yang dapat dipergunakan di manapun agar siswa memiliki sumber belajar yang
lain, tidak hanya melalui guru. Media pembelajaran yang bisa digunakan di mana saja atau
bersifat mobile, yakni media pembelajaran bisa diakses atau diunduh di Android dan dapat
digunakan tanpa adanya jaringan internet atau offline. Media pembelajaran berbasis
Android merupakan sebuah trobosan baru di industri pendidikan, media pembelajaran ini
kerap kali telah berbentuk sebuah aplikasi yang terdapat materi dan bahan belajar. Pada
hakekatnya media pembelajaran berbasis Android adalah sebuah aplikasi untuk belajar
yang dapat diunduh pada ponsel berbasis Android (Rifβat & Fitriawan, 2020).
2. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian pengembangan. Metode research
and development (R&D) pada penelitian ini yaitu metode untuk menghasilkan sebuah
produk tertentu dan menguji keefektifan produknya setelah dilakukannya validasi dan revisi
dari para ahli materi maupun media. Model pengembangan yang peneliti gunakan adalah
model 4D (Define, Design, Development, and Dissemination) dari Thiagarajan. Kelebihan
model 4D yaitu uraiannya lebih lengkap dan sistematis, serta dalam pengembangan
terdapat penilaian para ahli. Pada penelitian ini yang ditekankan ialah upaya untuk
menciptakan sesuatu, kemudian mengujinya, memperbaikinya, sampai hasil yang
diperoleh sesuai yang diinginkan.
Prosedur pengembangan model 4D yaitu:
Tahap Define Bertujuan untuk menganalisis kebutuhan pengembangan, persyaratan pengembangan
produk untuk memenuhi persyaratan pengguna. Tahap definisi dilakukan dengan (a)
analisis kurikulum, (b) analisis siswa, (c) analisis material, dan (d) penetapan tujuan.
Tahap Design
Dilakukan untuk merancang media atau bahan ajar. Rancanganproduk perlu dilakukan
validasi sebelum dilanjutkan ke tahap selanjutnya. Hasil validasi dapat dijadikan acuan
sebagai perbaikan produk. Desain awal pada media pembelajaran dirancang langsung dari
Lectora Inspire. Langkah-langkah yang dilakukan dalam pembuatan media yaitu (a)
membuat desain tampilan, (b) mendesain halaman petunjuk penggunaan, (c) menentukan
Kompetensi Inti, Kompetensi Dasar, serta tujuan pembelajaran, (d) mendesain sajian
materi, (e) tampilan video, dan (f) mendesain profil penulis.
Tahap Development
Bertujuan untuk menghasilkan media pembelajaran yang layak. Tahapan yang dilakukan
yaitu: (a) Produk yang telah dibuat dan telah berbentuk aplikasi di Android, selanjutnya
dilakukan validitas oleh ahli materi dan media. (b) Produk diperbaiki berdasarkan masukan
dari para ahli. (c) Produk yang telah diperbaiki kemudian diujicobakan ke siswa untuk
mengetahui responnya.
Tahap Disseminate
Tahap ini adalah fase pengujian produk secara luas. Pada penelitian ini tahap tersebut tidak
dilaksanakan dikarenakan penelitian ini terbatas hanya pada respon siswa untuk mengetahui
kelayakan produk.
Subjek penilaian kelayakan yaitu ahli materi dan ahli media. Selain itu dilakukan
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 08/03/2022; Resived: 02/05/2022; Accepted: 31/07/2022
62
uji respon ke murid kelas XI di SMA Islam Bawari Pontianak. Objek penilaian di penelitian
ini yaitu produk rancangan media pembelajaran program linear berbasis Android.
Ada dua jenis data dipenelitian ini yaitu: (1) Data kualitatif ialah data yang
berkaitan dengan proses rancangan media pembelajaran berupa masukan atau saran dari ahli
materi dan ahli media. (2) Data kuantitatif ialah data utama yang berkaitan dengan penilaian
kelayakan mengenai media pembelajaran dari ahli materi, ahli media dan respon peserta
didik mengenai produk yang telah dirancang.
Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu angket. Angket ialah
sebuah cara pengumpulan data dilakukan dengan memberikan responden beberapa
pertanyaan atau pernyataan tertulis yang harus diisi. (Sugiyono, 2018, h.199). Angket
dapat dipakai sebagai alat ukur kelayakan media yang dibuat berdasarkan aspek materi dan
media. Aspek materi terdiri atas kesesuaian, kualitas isi, tujuan, dan kualitas intruksional.
Sedangkan aspek media terdiri atas kemudahan penggunaan dan navigasi, keindahan, serta
kualitas teknis. Angket digunakan untuk memperoleh data ahli materi, ahli media dan siswa,
sebagai dasar untuk memperbaiki produk/media pembelajaran yang dibuat. Penilaian
pernyataan dalam skala Likert (skala 5). Alternatif jawaban yang digunakan yaitu: SK
(Sangat Kurang)/ STS (Sangat Tidak Setuju) = 1, K (Kurang)/ TS (Tidak Setuju) = 2, C
(Cukup)/ RG (Ragu-ragu) = 3, B (Baik)/ S (Setuju) = 4, dan SB (Sangat Baik)/ SS (Sangat
Setuju) = 5.
Teknik analisis data yang digunakan adalah data kualitatif yang kemudian
dianalisis secara deskriptif dan data kuantitatif yang diperoleh dari angket penilaian. Untuk
mendapatkan penilaian terhadap media pembelajaran, maka data kualitatif tersebut
dianalisis dengan cara menghitung skor rata-rata.
Rerata nilai yang didapatkan tersebut dikonversikan kembali menjadi kategori
kelayakan media pembelajaran sebagai berikut:
Tabel 1. Kategori kelayakan media
Skala Rumus Rentang Klasifikasi
5 οΏ½Μ οΏ½ > ππ + 1,8 ππ΅i 4, 21 β 5,00 Sangat Layak
4 ππ + 0,6 ππ΅π < οΏ½Μ οΏ½ β€ ππ + 1,8 ππ΅π 3,41 β 4,20 Layak
3 ππ β 0,6 ππ΅π < οΏ½Μ οΏ½ β€ ππ + 0,6 ππ΅π 2,61 β 3,40 Kurang Layak
2 ππ β 1,8 ππ΅π < οΏ½Μ οΏ½ β€ ππ β 0,6 ππ΅π 1,81 β 2,60 Tidak Layak
1 οΏ½Μ οΏ½ β€ ππ β 1,8 ππ΅π 0 β 1,80 Sangat Tidak Layak
(Eko Putra Widoyoko, 2016)
3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian
Penelitian ini menghasilkan sebuah produk yaitu media pembelajaran program
linear berbasis Android menggunakan Lectora Inspire. Rancangan media pembelajaran ini
memiliki beberapa tahapan yaitu:
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 08/03/2022; Resived: 02/05/2022; Accepted: 31/07/2022
63
Define (pendefinisian), pada tahap ini dilakukan analisis pada siswa yang berkaitan
kebutuhan awal atau analisis awal, analisis kurikulum dan analisis materi. Analisis peserta
didik yaitu kebanyakan peserta didik memiliki kecenderungan berhubungan dengan
smarthphone. Pada pandemi sekarang, smartphone merupakan hal yang sangat dibutuhkan
dalam hal belajar. pandemi menyebabkan peserta didik lebih banyak belajar mandiri. Hal
ini mengindifikasi bahwa diperlukannya sebuah media pembelajaran di smartphone bisa
digunakan siswa secara mandiri. Android menjadi pilihan terbaik dikarenakan berdasarkan
dari hasil observasi di SMA Islam Bawari di kelas XI MIA semua siswa merupakan
pengguna smartphone yang berbasis Android. Pada analisis kurikulum peneliti menganalisis
kurikulum yang digunakan dalam pendidikan matematika sekolah menengah atas.
Kurikulum K13 saat ini sedang digunakan. Kompetensi Inti meliputi KI 1-4 sedangkan
materi program linear terletak pada KD 3.2 dan 4.2. Analisis materi dilakukan dengan
mempelajari literatur yang berisi materi matematika dari berbagai sumber baik dari buku
Matematika SMA, web, serta jurnal. Bahan ajar yang digunakan yaitu materi program linear
pada kurikulum 2013. Materi yang digunakan yaitu materi program linear, hal ini
berdasarkan pengalaman peneliti ketika PLP II, yaitu siswa kesulitan dalam memahami
program linear.
Design (perancangan), tahap design dilakukan dengan mengumpulkan referensi,
merancangg isi, melakukan desain tombol menu, tulisan dan layout. Tahap design
semuanya dilakukan pada aplikasi Lectora Inspire, mulai dari perancangan background,
tampilan pembuka, materi, contoh, latihan, video, serta author. Berikut merupakan
tampilan media pembelajaran di Lectora Inspire.
Gambar 2. Tampilan beranda
dalam bentuk portrait
Gambar 3. Tampilan beranda
dalam bentuk landscape
Gambar 4. Tampilan menu petunjuk icon
Gambar 5. Tampilan materi
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 08/03/2022; Resived: 02/05/2022; Accepted: 31/07/2022
64
Gambar 6. Tampilan pembuatan latihan
Setelah pembuatan rancangan yang dilakukan di Lectora Inspire selesai,
selanjutnya dipublish dalam bentuk html, sebelum dibuild menjadi apk. Produk dalam
bentuk html tersebut diubah ke bentuk.apk menggunakan website two apk builder, agar file
aplikasi yang dihasilkan bisa digunakan di smarthphone yang berbasis Android.
Development (Pengembangan), aplikasi yang telah berbentuk apk dalam Android
kemudian divalidasi dan diperbaiki sesuai saran ahli materi dan media. Validasi dilakukan
oleh tiga orang ahli materi dan tiga orang ahli media. Setelah dilakukan tahapan validasi,
produk tersebut direvisi sesuai saran dari validator. Produk yang sudah diperbaiki tersebut
kemudian diujicobakan pada siswa untuk mengetahui respon melalui angket yang sudah
dibagikan.
Kelayakan Media Pembelajaran Program Linear berbasis Android
Kelayakan media pembelajaran atau aplikasi βPromathβ yang telah dibuat dapat
diketahui dari tahapan validitas para ahli. Penilaian materi dinilai oleh tiga validator yaitu
satu orang dosen Pendidikan Matematika FKIP Universitas Tanjungpura dan dua orang
guru matematika di SMA Islam Bawari dengan hasil penilaiannya sebagai berikut.
Tabel 2. Hasil penilaian ahli materi
Validator Jumlah
skor
Rerata
skor
Aspek penilaian 1 2 3 Kategori
Kesesuaian 19 19 20 58 4,83 Sangat layak
Kualitas isi dan tujuan 30 35 30 95 4,52 Sangat layak
Kualitas instruksional
15
15
14
44
4,89
Sangat layak
Total 64 69 64 197 4,69 Sangat Layak
Berdasarkan tabel di atas terlihat aspek kesesuaian memperoleh skor rerata 4.83
yang dapat dikategorikan sangat layak, sedangkan aspek kualitas isi dan tujuan diperoleh
hasil penilaian dengan skor rerata 4,52 yang dapat dikategorikan sangat layak, kemudian
aspek kualitas intruksional didapatkan hasil penilaian dengan skor rerata 4,89 yang dapat
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 08/03/2022; Resived: 02/05/2022; Accepted: 31/07/2022
65
dikategorikan sangat layak. Tabel 3. Hasil penilaian ahli media
Aspek penilaian Validator Jumlah skor Rerata skor Kategori
1 2 3
Kemudahan
penggunaan navigasi
23
22
23
68
4,53
Sangat layak
Aesthetic atau
keindahan
20 22 21 63 4,2 Layak
Kualitas teknis 8 9 8 25 4,17 Layak
Total 51 53 52 156 4,33 Sangat Layak
Berdasarkan tabel tersebut diperoleh bahwa hasil penilaian aspek kemudahan
penggunaan navigasi dengan skor rerata 4,43 yang termasuk dalam kategori sangat layak,
sedangkan aspek keindahan diperoleh hasil penilaian dengan skor rerata 4,2 yang termasuk
kategori layak dan aspek kualitas teknis diperoleh skor rata-rata 4,17 yang termasuk
kategori layak.
Respon peserta didik mengenai media pembelajaran program linear berbasis
Android menggunakan Lectora Inspire dilakukan setelah produk direvisi. Berikut tabel
rekapitulasi hasil rata- rata penilaian.
Tabel 4. Rekapitulasi penilaian siswa
Aspek penilaian Jumlah skor Skor rata-rata Kategori
Kemudahan penggunaan
navigasi
306
4,25
Sangat layak
Kejelasan sajian 602 4,18 Layak
Aesthetic atau keindahan 416 4, 33 Sangat layak
Kualitas instruksional 192 4 Layak
Total 1.516 4,19 Layak
Pembahasan
Produk yang dibuat dalam penelitian ini yakni suatu media pembelajaran
program linear berbasis Android. Kelayakan media pembelajaran tersebut didapat dari
hasil validasi para ahli ahli. Berdasarkan penjelasan dari beberapa teori tentang kelayakan
yaitu teori dari Walker & Hess dan teori Thorn yang dikutip oleh Arsyad (2019) bahwa
kriteria tentang media pembelajaran dapat dibagi menjdi dua kategori yaitu aspek materi
dan aspek media. Aspek materi yang terdiri dari segi kesesuaian, kualitas isi dan tujuan,
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 08/03/2022; Resived: 02/05/2022; Accepted: 31/07/2022
66
serta kualitas instruksional dinilai atau divalidasi oleh ahli materi. Aspek media yang terdiri
dari segi kemudahan penggunaaan dan navigasi, segi aesthetic atau keindahan, dan segi
kualitas teknis yang divalidasi oleh ahli media.
Validasi yang dilakukan oleh ahli materi mengenai media pembelajaran yang
dibuat diperoleh kategori βsangat layakβ disertai dengan beberapa saran/masukan untuk
perbaikan. Selanjutnya validasi yang dilakukan oleh ahli media tentang kemudahan
penggunaan navigasi, keindahan dan kualitas teknis, masuk dalam kategori βsangat
layakβ, juga disertai beberapa saran/masukan yang dapat dijadikan sebagai pedoman untuk
revisi produk yang dibuat. Dari penilaian ahli materi dan ahli media maka didapat skor rata-
rata penilaian para ahli yaitu sebesar 4,51 dengan kategori sangat layak.
Setelah tahap validasi dan revisi dari para ahli selesai, selanjutnya yang dilihat
adalah respon peserta didik terhadap media pembelajaran yang dibuat. Respon peserta
didik terhadap media pembelajaran dapat berupa respon positif maupun negatif. Respon
siswa yang positif dapat digunakan sebagai ukuran apakah siswa merasa lebih nyaman
dengan media pembelajaran yang digunakan.
Media pembelajaran yang sudah direvisi berdasarkan saran dari para ahli
selanjutnya diuji cobakan ke peserta didik Islam Bawari kelas XI MIA yang berjumlah 24
orang. Dilaksanakannya uji coba untuk mengetahui pendapat peserta didik mengenai
produk yang dibuat melalui angket yang telah diberikan. Angket yang diberikan sebanyak
15 indikator penilaian. Respon peserta didik terhadap media pembelajaran yang dibuat
masuk dalam kategori layak.
Menurut penilaian ahli materi, ahli media dan penilaian oleh siswa dapat
disimpulkan yakni media pembelajaran program linear berbasis Android yang bernama
Promath βSangat Layakβ dipergunakan untuk media pembelajaran siswa kelas XI pada
materi program linear serta media pembelajaran ini bisa digunakan siswa di luar jam
pelajaran atau bersifat mandiri.
Kelebihan produk yang dibuat atau aplikasi Promath ini yaitu bersifat offline,
disajikan dalam bentuk Android sehingga mudah dibawa kemana saja, video pembelajaran
di aplikasi ditampilkan dengan layar penuh, fitur latihan soal dilengkapi dengan feedback
jawaban benar, dan layar aplikasi bisa diperbesar. Kekurangan aplikasi Promath yaitu
hanya mencakup materi program linear (dengan subbab pengertian program linear, model
matematika dan nilai optimum), terdapat bagian dari aplikasi yang belum maksimal,
latihan soal belum bisa diperbarui secara berkala karena tidak terhubung ke internet, dan
ketepatan background aplikasi bergantung pada smarthphone yang digunakan.
4. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap media pembelajaran
program linear berbasis Android, dapat disimpulkan yaitu produk yang dihasilkan berupa
aplikasi pembelajaran yang dapat dijalankan di Android dengan kategori layak sehingga bisa
digunakan peserta didik untuk bahan ajar tambahan materi program linear. Saran
Saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini yaitu: bagi peneliti selanjutnya
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 08/03/2022; Resived: 02/05/2022; Accepted: 31/07/2022
67
disarankan untuk memperbanyak standar kelayakan dari berbagai teori dan sumber. Media pembelajaran yang akan dibuat selanjutnya harus bisa menyesuaikan semua tipe smarthphone, dan melakukan uji coba pada banyak sekolah. 5. Referensi Arsyad, A. (2019). Media Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers. Fitriawan, D. (2004). Strategi Reorientasi Kurikulum Pendidikan Matematika Di Era
Revolusi Industri 4.0. Jurnal Pengabdi, 4, 300. Fitriawan, D., Kusmayana, T. A., & Iswahyudi, G. (2013). Ekperimental Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray Dengan Metode Problem Solving Pada Pokok Bahasan Persamaan Garis Lurus Ditinjau Dari Kategori Multiple Intelligences Peserta Didik Kelas VIII Smp Negeri Di kabupaten Karanganyar. c, 113β122. http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/s2math/article/viewFile/3487/2422
Fitriawan, D., Siregar, N., Pasaribu, R. L., & Tanjungpura, U. (2021). Problematika dalam menilai sikap peserta didik pada pembelajaran daring. Prosiding Seminar Nasional RCI, 2019β2022.
Rifβat, M., & Fitriawan, D. (2020). Enhancing Visual Abilities in Solving Mathematics Problems. 2(1).
Sugiyono. (2018). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Tompo, B. (2016). Membuat Aplikasi dan Media Pembelajaran Interaktif with Lectora Inspire 16.
Widoyoko, E. P. (2016). Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Wina, S. (2016). Media Komunikasi Pembelajaran. Jakarta: Kencana.
Yogyakarta: Penerbit Ikatan Guru Indonesia (IGI) DIY.
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 04/03/2022; Resived: 22/04/2022; Accepted: 31/07/2022
68
PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN BERBASIS
WEBLOG PADA MATERI PROGRAM LINEAR KELAS XI
Andre1, Bistari2, Rustam3
1,2,3Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Untan Pontianak
Email: [email protected]
Abstract
This study aims to produce a weblog on linear programming material that is suitable for use in
the learning process. This research is a research and development (Research and Development)
using the ADDIE model (Analysis, Design, Development, Implementation, and Evaluation). The
test subjects in this study were 25 students of class XI SMAS Mujahidin Pontianak, while the
object of this research was a weblog with linear programming material. The appropriateness of
the learning media was assessed by media experts, material experts, and teachers before a
limited trial was carried out by students.learning media weblog that has been developed
according to material experts is obtained with a percentage of 75% with a decent category,
according to media experts it is obtained a percentage of 77.5% with a very decent category,
and according to the teacher's assessment a percentage of 82.5% with a very decent category.
Meanwhile, for student responses, the percentage is 81.4% with a very decent category. Based
learning media weblog on linear programming material is feasible to use in learning.
Keywords: Learning Media, Weblog Based, Linear Programming
1. Pendahuluan
Pendidikan merupakan satu diantara aspek kehidupan yang sangat penting
perannya dalam menghasilkan suatu kepribadian manusia yang berkualitas dan
berwawasan tinggi. Pendidikan hadir sebagai wadah dalam membentuk pribadi
seseorang agar menjadi lebih baik. Hal ini dikarenakan pendidikan dapat membentuk
seseorang memiliki kecerdasan intelektual dan kecerdasan spiritual serta keterampilan
lainnya. E-Learning adalah suatu sistem pembelajaran yang diterapkan tanpa harus tatap
muka secara langsung antara guru dengan peserta didik dengan memanfaatkan teknologi
yang terus berkembang saat ini. Penggunaan E-Learning yang sangat praktis dan
gampang dilihat dimana saja dan kapan saja sehingga para siswa dapat dengan mudah
menambah pengetahuan nya ketika diluar kelas atau dirumah.
Berdasarkan pengalaman peneliti ketika mengikuti PLP II pada saat pandemi
Covid-19, media pembelajaran yang digunakan pada saat itu adalah google classroom
dan youtube. Penggunaan google classroom memiliki kekurangan dimana pengguna
harus menginstal aplikasi tersebut terlebih dahulu ketika harus digunakan pada
smartphone. Kapasitas penyimpanan smartphone ini sangat penting sebab banyaknya
aplikasi yang ter-instal, akan berdampak pada penuhnya penyimpanan smartphone dan
berdampak pada kinerja smartphone. Penggunaan classroom dalam pembelajaran masih
sering mengalami hambatan dimana kita harus mendownload terlebih dahulu materi
maupun video yang dikirim oleh guru. Hal ini akan menghambat proses pembelajaran
apabila memori handphone peserta didik penuh. Tampilan classroom juga terlihat
kurang menarik sehingga mengurangi minat peserta didik ketika belajar melalui
classroom.
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 04/03/2022; Resived: 22/04/2022; Accepted: 31/07/2022
69
Pada 2 Maret 2021, peneliti melakukan pra riset dalam bentuk pemberian
angket atau kuesioner kepada peserta didik kelas XI IPA di SMAS Mujahidin
Pontianak. Hasil dari pemberian angket kepada peserta didik didapat bahwa hampir
seluruh peserta didik memiliki smartphone. Siswa lebih senang mencari materi
pembelajaran melalui smartphone daripada membuka buku, hal ini dikarenakan
penggunaan internet lebih praktis dari pada buku. Dengan digunakannya media
pembelajaran berbasis Weblog, ini akan memudahkan peserta didik dalam mengakses
media pembelajaran ketika siswa lupa membawa buku atau bosan ketika membaca
buku.
Berdasarkan hasil pra riset yang dilakukan peneliti maka perlu dikembangkan
media yang lebih efektif dengan menggunakan perantara pembelajaran berbasis Weblog
karena Cholid, Elmunsyah, Patmanthara, (2016, h. 962) menyatakan bahwa
pembelajaran berbasis Web (Web Based Learning / WBL) kemudian menggunakan
fasilitas internet yang ada di sekolah, peserta didik dapat mengakses lewat smartphone
berbasis android dan PC atau laptop untuk menampilkan media Web based learning
untuk sumber belajar yang telah dibuat dengan menggunakan software berbasis Web
yang dapat diakses menggunakan Web browser secara online.
Berdasarkan permasalahan diatas, hal itu tentunya bisa diatasi dengan
menggunakan media pembelajaran berbasis weblog dikarenakan media ini dapat
menampilkan materi maupun video tanpa harus didownload terlebih dahulu, selain itu
media pembelajaran berbasis weblog dapat dibuat semenarik mungkin dan banyak fitur
yang tersedia sehingga memudahkan pengguna dalam mengembangkan media
pembelajaran weblog. Selain itu, penggunaan Weblog sebagai media pembelajaran
mempunyai kelebihan dari media pembelajaran lainnya, salah satunya siswa dapat lebih
mandiri dalam belajar sebab saat di sekolah terdapat keterpakuan ketika pembelajaran
mengakibatkan materi tidak dapat tersalurkan sepenuhnya bagi guru serta masih
susahnya siswa memahami isi materi.
Salah satu media pembelajaran yang dapat diterapkan pada proses
pembelajaran yang dipergunakan oleh pengajar pada pembelajaran matematika yaitu
media pembelajaran berbasis Weblog. Menurut Darusalam (dalam Danang Setyadi &
Qohar, 2017, h. 1) mengemukakan bahwa penerapan media pembelajaran berbasis
Weblog bisa menurunkan suasana yang statis serta bisa menghasilkan tahap
pembelajaran yang efektif, menarik, interaktif serta bisa meningkatkan semangat belajar
siswa.
Peneliti menerapkan materi program linear dalam pengembangan media
pembelajaran. Hal ini dikarenakan peneliti menemukan sejumlah siswa yang masih
kesusahan apabila memahami materi program linear. Siswa sulit ketika mengemukakan
model matematika dari soal cerita yang diserahkan, selain itu siswa juga kesusahan
menemukan titik potong dari garis 1 dan 2. Terdapat banyak penelitian sudah dihasilkan
untuk mengembangkan media pembelajaran weblog agar memudahkan saat
pembelajaran seperti penelitian oleh Endar Hartono, Nicolas Indrato, dan Dena Tri
Amanda.
Dapat dilihat pada penelitian yang telah dihasilkan sebelumnya, hal baru pada
penelitian ini terdapat bagian media weblog yang sudah dilengkapi hosting gratis
sehingga sudah bisa dilihat menggunakan internet setiap saat dan disemua tempat.
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 04/03/2022; Resived: 22/04/2022; Accepted: 31/07/2022
70
Selain itu, weblog yang dikembangkan dibuat semenarik mungkin dengan pokok
bahasan berbeda.
2. Metode Penelitian
Bentuk penelitian yang diterapkan di penelitian ini yaitu R & D (Research and
Development). Sugiyono (2018, h. 297) menyatakan bahwa metode penelitian serta
pengembangan yaitu suatu metode penelitian yang bisa diterapkan supaya menciptakan
suatu produk tertentu dan selanjutnya produk itu diuji tingkat keefektifannya. sehingga
tahapan pengembangan yang diterapkan pada penelitian pengembangan ini yaitu model
ADDIE. Model ini dikembangkan oleh Dick and Carry saat tahun 1996. Model ADDIE
ini merupakan kependekan dari Analisis, Desain, Development, Implementasi, dan
Evaluasi (Siswono, 2019, h. 237).
Instrument untuk mengumpulkan data penelitian ini akan memakai lembar
penilaian kelayakan dan lembar angket respon. Data yang diperlukan pada penelitian
dan pengembangan ini yaitu data kuantitatif serta data kualitatif. Teknik mengumpulkan
data di penelitian yaitu dengan memanfaatkan angket.
Rumus untuk mendapatkan rata-rata skor yang didapat dari lembar penilaian
kelayakan dan lembar angket respon adalah :
οΏ½Μ οΏ½ =βπ₯
π
(Djaali & Pudji Muljono, 2008, h. 31)
Skor yang diperoleh dari perhitungan diatas, kemudian dikelompokkan
menurut kategori kualitas penilaian berikut.
Tabel 1. Kategori Kualitas Penilaian Produk
Nilai Interval Kriteria
4 3,25 β€ οΏ½Μ οΏ½ β€ 4 Sangat Baik
3 2,5 β€ οΏ½Μ οΏ½ < 3,25 Baik
2 1,75 β€ οΏ½Μ οΏ½ < 2,5 Kurang Baik
1 1 β€ οΏ½Μ οΏ½ < 1,75 Tidak Baik
(Widoyoko, 2015, h. 69)
Selanjutnya, suatu produk dapat dikategorikan layak ketika rata-rata dari setiap
penilaian minimal mendapat kategori baik. Selanjutnya untuk lebih jelasnya kelayakan
produk juga diolah menggunakan perhitungan menurut Sudjana (2005, h. 50) sebagai
berikut.
π =π
πΓ 100%
Hasil pengolahan data yang diperoleh dari perhitungan diatas, kemudian
dikelompokkan menurut kategori sebagai berikut.
Tabel 2. Kategori Kelayakan Produk
Nilai Interval Kriteria
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 04/03/2022; Resived: 22/04/2022; Accepted: 31/07/2022
71
(4) 76%β 100% Sangat Layak
(3) 56%β 75% Layak
(2) 40%β 55% Kurang Layak
(1) 0%β 39% Tidak Layak
(Radyan, 2012, h. 7)
3. Hasil Penelitian Dan Pembahasan
Hasil Penelitian
Hasil utama dalam penelitian ini yaitu media pembelajaran berbasis weblog
menggunakan materi program linear kelas XI. Penelitian ini menggunakan prosedur
pengembangan model ADDIE yang terdiri dari 5 tahap, yaitu Analisis, Desain,
Development, Implementasi, dan Evaluasi.
Analisis
Tahapan ini diawali dengan melakukan analisis kebutuhan supaya mendapatkan
informasi sehingga menghasilkan suatu media pembelajaran yang sama dengan yang
diinginkan oleh siswa. Akibatnya siswa bisa mudah paham dengan pembelajaran.
Analisis kebutuhan dimulai dengan mewawancarai salah satu guru matematika serta
menyerahkan angket respon untuk peserta didik di kelas XI SMAS Mujahidin
Pontianak.
Desain
Tahapan desain merupakan tahapan merancang media pembelajaran berbasis
weblog dan digunakan untuk peserta didik pada materi program linear serta cocok pada
hasil analisis yang sudah dibuat. Tahapan ini meliputi perancangan materi, pembuatan
bagan alir (flowchart), pembuatan desain secara menyeluruh (storyboard), serta
pembuatan instrumen pengumpul data serta validasi instrumen pengumpul data.
Development
Tahapan development dimulai dengan penyusunan media pembelajaran berbasis
weblog bersumber pada storyboard dan flowchart yang sudah dirancang. Proses
pengembangan media pembelajaran berbasis weblog menggunakan blogger. Media
yang nanti dihasilkan terdapat sejumlah menu-menu yaitu: menu home, menu materi,
menu soal, menu video, dan menu about us dengan link yaitu: https://fkipuntan-
matematika.blogspot.com. Adapun desain produk yang telah dikembangkan.
Menu Home
Menu home adalah menu yang menampilkan tampilan awal dari media
pembelajaran berbasis weblog dan petunjuk dalam menggunakan media ini. Adapun
bentuk menu home bisa diamati.
Gambar 1 Bentuk menu home
Menu Materi
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 04/03/2022; Resived: 22/04/2022; Accepted: 31/07/2022
72
Menu materi adalah suatu menu yang menampilkan materi yang nanti dipelajari peserta
didik, adalah materi program linear. Mengenai bentuk menu materi bisa diamati melalui
Gambar 2.
Gambar 2 Bentuk menu materi
Menu Video
Menu video adalah menu yang memperlihatkan video penjelasan tentang
materi dan soal yang berkaitan dengan materi program linear, supaya peserta didik akan
mudah dalam mencerna materi program linear. Mengenai bentuk menu video bisa
diamati.
Gambar 3 Tampilan menu video
Menu Soal
Menu soal yaitu menu yang memperlihatkan latihan soal untuk peserta didik. Soal
tersebut berbentuk pilihan ganda yang berjumlah 5 butir. Mengenai bentuk menu soal bisa
diamati.
Gambar 4 Bentuk menu soal
Menu About Us
Menu about us adalah menu yang menampilkan profil dari pengembang media
pembelajaran berbasis weblog. Adapun Bentuk menu about us bisa.
Gambar 5 Bentuk menu about us
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 04/03/2022; Resived: 22/04/2022; Accepted: 31/07/2022
73
Apabila media pembelajaran yang dikembangkan selesai dibuat, setelah itu
dilakukan penilaian kelayakan media pembelajaran berbasis weblog bagi ahli materi,
ahli media, dan guru matematika. Hasil penilaian kelayakan dapat dilihat:
Hasil Validasi Ahli Materi
Tabel 3. Data hasil analisis kualitas materi
No. Aspek Penilaian Jumlah Skor Rata-rata Keterangan
1 Isi 15 3 Baik
2 Penyajian 15 3 Baik
Skor Total 30 3 Baik
Setelah mengetahui kualitas materi, maka dilanjutkan dengan menganalisis
tingkat kelayakan materi sebagai berikut.
π =π
πΓ 100%
π =30
40Γ 100%
π = 75% Dari perhitungan diatas, maka diperoleh nilai persentase sebesar 75% sehingga
materi pada media pembelajaran berbasis weblog ini dapat dikategorikan βlayakβ.
Hasil validasi Ahli Media
Tabel 4. Data hasil analisis kualitas media
No. Aspek Penilaian Jumlah Skor Rata-rata Keterangan
1 Tampilan 15 3 Baik
2 Kemudahan Navigasi 16 3,2 Baik
Skor Total 31 3,1 Baik
Setelah mengetahui kualitas media, maka dilanjutkan dengan menganalisis
tingkat kelayakan media sebagai berikut.
π =π
πΓ 100%
π =31
40Γ 100%
π = 77,5%
Dari perhitungan diatas, maka diperoleh nilai persentase sebesar 77,5% sehingga
media pembelajaran berbasis weblog ini dapat dikategorikan βsangat layakβ.
Hasil Validasi Guru
Tabel 5. Data hasil analisis penilaian guru
No. Aspek Penilaian Jumlah Skor Rata-rata Keterangan
1 Materi 13 3,25 Sangat Baik
2
3
Tampilan
Kemudahan Navigasi
12
8
3
4
Baik
Sangat baik
Skor Total 33 3,3 Sangat Baik
Setelah mengetahui kualitas media, maka dilanjutkan dengan menganalisis
tingkat kelayakan media sebagai berikut.
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 04/03/2022; Resived: 22/04/2022; Accepted: 31/07/2022
74
π =π
πΓ 100%
π =33
40Γ 100%
π = 82,5% Dari perhitungan diatas, maka diperoleh nilai persentase sebesar 82,5% sehingga
media pembelajaran berbasis weblog ini dapat dikategorikan βsangat layakβ.
Implementasi
Implementasi merupakan tahap yang dilakukan setelah media pembelajaran
berbasis weblog direvisi sesuai saran maupun komentar dari validator ahli media,
validator ahli materi, dan dilakukan penyempurnaan terhadap media weblog sehingga
didapatkan produk akhir. Tahap implementasi dilakukan dengan melakukan ujicoba
terbatas pada beberapa peserta didik di SMAS Mujahidin Pontianak pada hari Senin, 25
Oktober 2021.
Respon peserta didik mengenai media didapat sebab melibatkan 25 orang
peserta didik kelas XI MIPA 1. Hasil implementasi dapat dilihat pada tabel.
Tabel 6. Data hasil angket respon peserta didik
No. Aspek Penilaian Jumlah Skor Rata-rata Keterangan
1 Kemenarikan 328 3,28 Sangat Baik
2
3
Kemudahan
Kejelasan
239
247
3,19
3,29
Baik
Sangat baik
Skor Total 814 3,256 Sangat Baik
Selanjutnya, tingkat kelayakan media sebagai berikut.
π =π
πΓ 100%
π =814
1000Γ 100%
π = 81,4% Dari perhitungan diatas, maka diperoleh nilai persentase sebesar 81,4% sehingga
media pembelajaran berbasis weblog ini dapat dikategorikan βsangat layakβ.
Evaluasi
Evaluasi yaitu tahapan paling akhir dari langkah pengembangan model ADDIE.
Evaluasi bisa diterapkan pada semua tahapan pengembangan, evaluasi dilakukan secara
menyeluruh dan diterapkan pada akhir dari kegiatan pengembangan. Evaluasi paling
akhir ini digunakan agar melihat respon peserta didik tentang media yang sudah
dikembangkan lalu diperoleh kesimpulan dari media yang sudah dikembangkan layak
atau tidak untuk diterapkan. Evaluasi ini merupakan evaluasi formatif, karena tujuannya
untuk kebutuhan revisi.
Pembahasan
Penelitian ini berjudul pengembangan media pembelajaran berbasis weblog dan
bermaksud supaya bisa menciptakan media pembelajaran berbasis weblog pada materi
program linear. Supaya terwujudnya keinginan tersebut mengakibatkan media
pembelajaran berbasis weblog ini dikembangkan melalui penerapan model ADDIE yang
melalui berbagai langkah, yakni analisis (analysis), desain (design), pengembangan
(development), implementasi (implementation), serta evaluasi (evaluation).
Pada tahapan analisis, peneliti memperoleh data melalui pihak sekolah
menggunakan wawancara bersama guru matematika dan pemberian angket kepada
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 04/03/2022; Resived: 22/04/2022; Accepted: 31/07/2022
75
siswa di SMAS Mujahidin Pontianak. Hal ini bertujuan untuk memperoleh data awal
yang digunakan sebagai acuan untuk melakukan pengembangan produk.
Tahap desain, pada tahap ini produk dirancang dengan segala komponen yang
diperlukan secara terperinci dari desain produk. Desain produk diawali dengan
pembuatan flowchart dilanjutkan dengan pembuatan storyboard. Pada tahapan
pengembangan, peneliti memulai pembuatan media, contohnya mengumpulkan bahan,
penentuan materi berdasarkan KD, merancang gambar, dan video yang kemudian
ditampilkan ke bagian media. Setelah dilakukan pengembangan media, kemudian
peneliti melakukan penilaian kelayakan oleh para ahli untuk mendapatkan saran dari
validator sebelum pada akhirnya diimplementasikan. Dari hasil penialain kelayakan dari
ahli materi diperoleh kategori materi layak dengan persentase 75 %. Dari hasil penilaian
kelayakan ahli media diperoleh kategori sangat layak dengan persentase 77,5 %. Dan
dari penilaian guru matematika diperoleh media weblog secara keseluruhan sangat layak
dengan persentase 82,5 %. Melalui saran atau revisi yang diberikan tersebut dilakukan
perbaikan sebelum produk hasil pengembangan diimplementasikan. Setelah proses
perbaikan berdasarkan saran selesai dilakukan dan berdasarkan hasil validasi maka
produk yang telah dikembangkan siap untuk diimplementasikan.
Tahap implementasi, pada tahap ini produk yang telah divalidasi diterapkan
dilapangan. Proses penerapan dilakukan dengan melakukan uji coba terbatas pada
beberapa peserta didik. Subyek yang digunakan pada proses uji coba terbatas beberapa
peserta didik adalah 25 orang. Uji coba diterapkan supaya tahu respon dari siswa
mengenai media yang telah dikembangkan memakai angket, angket terdiri dari 4 skala
penilaian yaitu 4 (sangat baik), 3 (baik), 2 (kurang baik), dan 1 (tidak baik). Angket
yang diserahkan itu terdapat 10 poin pernyataan dan diserahkan untuk siswa kelas XI
MIPA 1. Dari respon siswa diperoleh produk dengan kategori sangat layak dengan
persentase 81,4%.
Tahapan akhir yang diterapkan pada penelitian ini yaitu evaluasi. Evaluasi ini
diterapkan pada tahapan akhir bermaksud agar bisa mengukur kelayakan media yang
dikembangkan melalui tahapan implementasi. Saat tahapan ini, peneliti mengadakan
evaluasi berkenaan media yang sudah dikembangkan berlandaskan menurut hasil
penilaian kelayakan media bagi ahli materi, ahli media, guru matematika, serta respon
peserta didik. Saran atau revisi yang telah diberikan tersebut ditindaklanjuti sehingga
diakhir penelitian diperoleh hasil produk akhir media pembelajaran berbasis weblog
untuk siswa di SMAS Mujahidin Pontianak yang dapat diakses pada link sebagai
berikut :https://fkipuntan-matematika.blogspot.com.
4. Simpulan dan Saran
Simpulan
Media pembelajaran berbasis weblog untuk siswa smas mujahidin Pontianak
dikembangkan sesuai dengan prosedur ADDIE dan produk yang dihasilkan mempunyai
kualitas baik dan layak untuk dipakai.
Produk telah diuji kelayakannya bagi ahli materi, ahli media, dan guru
matematika. Hasil penilaian ahli materi diperoleh kategori layak dengan jumlah
persentase 75 %. Hasil penilaian ahli media diperoleh kategori sangat layak dengan
jumlah persentase 77,5 %. Selain itu, produk juga telah di uji kelayakannya oleh guru
matematika dan diperoleh kategori sangat layak dengan jumlah persentase 82,5 %.
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 04/03/2022; Resived: 22/04/2022; Accepted: 31/07/2022
76
Respon dari siswa mengenai media pembelajaran berbasis weblog yang sudah
dikembangkan adalah sangat baik dan sangat layak dengan jumlah persentase 81,4 %.
Saran
Pembahasan materi pelajaran hanya terdapat satu pokok bahasan, sehingga bagi
peneliti lain bisa mengembangkan media pembelajaran berbasis weblog dengan pokok
bahasan berbeda. Media juga bisa dibuat lebih menarik lagi agar dapat menarik minat
siswa dalam mempelajari materi program linear. Untuk siswa diharapkan bisa
mempelajari media pembelajaran berbasis weblog ini secara mandiri untuk meningkat
pemahaman siswa.
5. Referensi
Cholid, A. A., Elmunsyah, H., Patmanthara, S. (2016). Pengembangan Model Web
Based Pada Mata Pelajaran Jaringan Dasar Paket Keahlian TKJ Pada SMKN
Se-Kota Malang. Jurnal Pendidikan : Teori, Penelitian, dan Pengembangan, 1(5),
961-970.
Dick, W., Carey, L., & Carey. J.O. 1996. The Systemic Design of Instruction. Boston:
Allyn and Bacon. S.
Djaali & Pudji Muljono. (2008). Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Jakarta:
Grasinndo.
Setyadi, D & Qohar, A. B. D. (2017). Pengembangan Media Pembelajaran Matematika
Berbasis Web pada Materi Barisan dan Deret. Kreano: Jurnal Matematika
Kreatif-Inovatif, 8(1): 1-7.
Siswono, T. Y. E. (2019). Paradigma Penelitian Pendidikan: Pengembangan Teori dan
Aplikasi Pendidikan Matematika. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sugiyono. (2018). Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Widoyoko, Eko Putro. (2015). Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian. Yogyakarta:
Pustaka Belajar.
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 02/03/2022; Resived: 12/04/2022; Accepted: 31/07/2022
77
ETNOMATEMATIKA DALAM TRADISI PERNIKAHAN ADAT
SUKU DAYAK KALIS DI KECAMATAN KALIS KABUPATEN
KAPUAS HULU
Konstansia Katlin Stevani1, Agung Hartoyo2, Munaldus3
1,2,3Pendidikan Matematika FKIP Universitas Tanjungpura Pontianak
Email: [email protected]
Abstract
This study aims to describe the implementation of the stages of the traditional marriage
tradition of the Dayak Kalis tribe in Nanga Danau village, Kalis sub-district, Kapuas Hulu district, and to find out of what mathematical activities are include in the implementation of the
stages of the traditional wedding tradition. The form of research used is qualitative research
with an ethnographic approach. The subjects in this study consisted of three subjects, the first
being the traditional chief at the hamlet level, the second subject at the village level, and the third being an elder traditional leader. Data collection techniques used are interview,
documentation, and observation techniques. The data collection tools used were interview
guides, observation guidelines, cellphone cameras and voice recorders. The result and analysis of the data obtained from this study are (1) At the stage of the Situtukang Babaβ and Paseset
activities there is an activity to explain. (2) At the stage of Baru-Baru there are activities to
explain, determine location, and count. And the mathematical concepts contained in it are the
concepts of counting, the concept of logic, the concept of multiplication, and the concept of multiples.
Keywords: Ethnomathematics, Tradition, Traditional Weddings, Dayak Kalis Tribe
1. Pendahuluan
Indonesia merupakan negara yang besar yang terbentang dari Sabang sampai
Merauke. Tercatat hingga Juli 2017 jumlah pulau yang namanya telah dibakukan PBB
berjumlah 16.056 pulau. Deputi Kedaulatan Maritim Kemenko Bidang Kemaritiman
(2017) Arif Havas Oegroseno, mencatat pulau yang masuk dalam daerah Kedaulatan
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebanyak 17.504 pulau, dan yang masih
membutuhkan proses pemeriksaan ulang dan konfirmasi berjumlah 1.448 pulau. Serta
mempunyai 300 lebih kelompok atau suku bangsa, tahun 2010 1.340 suku bangsa
tersebar disemua bagian Indonesia berdasarkan sensus BPS. Keberagaman suku di
Indonesia berakibat pada banyak nya budaya yang dimiliki, karena tiap-tiap suku
memiliki budayanya masing-masing.
Tradisi pernikahan merupakan salah satu budaya turun temurun yang pasti
dilaksanakan di tiap-tiap suku. Tradisi pernikahan yang dilakukan oleh suku adat
tertentu memiliki adat istiadat dan ciri khas nya masing-masing. Tak terkecuali dengan
masyarakat Dayak di Kalimantan Barat, suku Dayak yang menetap di kalimantan Barat
diantaranya adalah Dayak kalis. Terletak pada desa Nanga Danau di kecamatan Kalis
Kabupaten Kapuas Hulu yang masih melaksanakan tradisi pernikahan berdasarkan adat
istiadat.
Undang-Undang Republik Indonesia tahun 1974 Nomor 1 menengaskan bahwa
βpernikahan ialah hubungan lahir batin antara satu laki-laki dan satu perempuan sebagai
suami istri dengan tujuan membangun keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan abadi
78
berlandaskan pada Ketuhanaan Yang Maha esaβ. Sedangkan menurut Kitab Hukum
Kanonik 1983, kanon 1055 perkawinan bermakna sebagai perjanjian antara satu laki-
laki dan satu perempuan untuk membangun hidup bersama. Berdasarkan dua definisi di
atas, peneliti mengambil pengertian bahwa suatu perkawinan merupakan kesepakatan
yang dilakukan secara bersama oleh satu laki-laki dan satu perempuan untuk hidup
bersama untuk membentuk keluarga di dalam Tuhan.
Berdasarkan hasil tanya jawab awal yang dilakukan dengan satu orang tokoh
adat AJ (52 tahun) pada tanggal 2 Januari 2021 didapatkan informasi bahwa rangkaian
pernikahan adat suku Dayak Kalis terdiri dari tiga tahap yaitu situtukang babaβ, paseset
dan baru-baru. Situtukang babaβ adalah acara dimana datang nya keluarga pihak pria ke
keluarga pihak wanita untuk βmemintaβ calon mempelai wanita kepada keluarga pihak
wanita. Jika pihak wanita menerima, maka akan dibahas penentuan jadwal pertunangan.
Setelah situtukang babaβ diterima, acara selanjutnya adalah paseset atau tunangan.
Pada acara ini pihak pria datang untuk meminang mempelai wanita dengan membawa
hantaran berupa perlengkapan sehari-hari berupa, kain sarung, handuk, pakaian dalam,
perlengkapan mandi, dan lain-lain. Pada acara ini juga akan dibahas berapa lama masa
tunang, dan kapan pernikahan akan dilangsungkan. Acara selanjutnya adalah baru-baru
atau pesta perkawinan. Pesta perkawinan merupakan upacara inti dalam pernikahan adat
suku Dayak Kalis, pada acara ini akan dibahas mengenai pembayaran pakain atau mas
kawin oleh keluarga pria kepada keluarga wanita. Pakain yang harus dibayar pria sesuai
dengan besarnya pakain orang tua atau keturunannya, dan setiap barang pakain berupa
tawaq, tempayan, uang perak terdiri dari pakain 2,4 dan 8 (Kitab Hukum Suku Dayak
Kalis, pasal 94). Nilai-nilai tersebut mengandung unsur kelipatan, dimana delapan
merupakan kelipatan dua dari empat, dan empat kelipatan dua dari dua.
Matematika merupakan suatu ilmu yang penerapannya erat dengan kehidupan
sehari-hari. Konteks ini bersesuaian dengan pendapat Unodiaku (dalam Setiyawan,
2019) tentang eksplorasi Etnomatematika Pernikahan (Kawiaβa) Masyarakat Binongko
mengatakan bahwa matematika ialah ilmu pengetahuan mengenai jarak dan angka serta
ilmu yang menyokong pelaksanaan keseharian manusia. Hal ini menegaskan bahwa
matematika itu ada bahkan sangat dekat dengan kita. Namun kenyataannya matematika
saat ini sering dianggap sebagai mata pelajaran yang sangat sukar oleh siswa.
Pernyataan ini diperkuat oleh analisis Stacey (2011) pada hasil studi Programme for
International Student Assessment (PISA) yang memperlihatkan bahwa kurang mampu
nya siswa Indonesia menggunakan konsep matematika dalam mengerjakan soal yang
berkaitan dengan keseharian manusia (Sari, 2020: 4). Oleh sebab itu dapat dipahami
bahwa materi matematika apa saja yang siswa pelajari jika penyajian nya tidak terkait
dengan aktivitas langsung dan budayanya condong sukar dipelajari oleh kebanyakan
siswa. Hilbert dan Carpenter (dalam Agung) mengatakan bahwa hal tersebut disebabkan
edukasi matematika di sekolah lebih bersifat baku dan kerap berbeda dengan yang
didapati sehari-hari.
Penerapan pembelajaran kontekstual dalam dunia pendidikan terutama dalam
pembelajaran matematika penting dilakukan. Hal ini dikarenakan matematika bukan
hanya sekedar mata pelajaran yang dilatih di sekolah, namun juga berperan dalam cara
pengerjaan kehidupan sehari-hari seperti dalam transaksi jual beli. Namun yang terjadi
di sekolah, dalam pembelajaran matematika guru belum menyinggung semua aspek dan
belum seutuhnya menyangkutkan siswa untuk memberikan gagasan yang didapatkan
dari keadaan sekitar (Maulana, 2014). Guru juga belum punya pilihan yang banyak
untuk menyuguhkan konsep matematika yang cocok dengan pandangan para ahli
79
etnomatematika yang seharusnya dapat mencermati kegiatan dari latar budaya berbeda
yang kemudian diintegrasikan ke dalam kelas. Hal ini dikarenakan bahan ajar yang
digunakan umumnya bersumber dari buku teks berdasarkan kurikulum yang berlaku
(Remillard, 2005). Oleh karena itu, penting dilakukan pelaksanaan pembelajaran
matematika dengan menyangkutkan pengetahuan yang diperoleh siswa dari keadaan
sekitar.
Sejarah awal matematika menceritakan manusia pada zaman Mesir Kuno
mengalami kesulitan menggunakan angka untuk mengukur suatu area, sehingga
masyarakat mencoba menggunakan bentuk persegi panjang yang dibentuk menyerupai
area yang akan diukur untuk mengukur area tersebut (Berlinghoff, 2004: 155). Temuan
ini memperlihatkan adanya keterkaitan yang erat antara matematika dan kehidupan
sehari-hari. Keterkaitan dua hal tersebut dikenal dengan sebutan etnomatematika.
DβAmbrosio (dalam Turmudi, 2018: 38) secara etimologis mengidentifikasikan
bahwa etnomatematika merupakan cara, mode atau gaya, seni dan teknik untuk belajar
memahami, untuk mengerjakan, memecahkan berbagai masalah lingkungan alam,
lingkungan sosial, lingkungan budaya dan lingkungan khayal. Penggunaan kata
etnomatematika ini menurut Turmudi (2018: 39) diambil DβAmbrosio dari bahasa
Yunani yang terdiri dari kata βtechneβ yang artinya seni atau teknik, cara-cara mode
atau gaya. Sedangkan kata βmathemaβ berarti belajar, menjelaskan, memahami,
mengatasi dengan beberapa kenyataan, yang terakhir adalah kata βethnoβ yang berarti
kawasan alam, kawasan sosial, kawasan tradisi, dan kawasan yang imajinasi.
Etnomatematika mula-mula dipublikasikan DβAmbrosio pada 1985, DβAmbrosio
(dalam Wicaksono, 2019: 3) menyatakan bahwa matematika yang ada di sekolah,
bertentangan dengan ini kami menyebut etnomatematika yakni matematika yang
dilakukan di antara anggota budaya, orang dengan umur tertentu, kelas profesional dan
sebagainya.
Sedangkan menurut Bishop (dalam Barta dan Shokey, 2006: 79) menyatakan
bahwa etnomatematika di kelas adalah kawasan di mana guru dan murid menghargai
tradisi dan tradisi terikat dengan kurikulum. DβAmbrosio (dalam Fajriyah, 2018: 115)
menyebutkan tujuan etnomatematika adalah untuk mengetahui jikalau terdapat cara-cara
yang lain dalam melakukan matematika dengan meninjau pengetahuan akademik yang
dikembangkan oleh pelbagai bidang masyarakat serta dengan meninjau ajaran yang
berbeda di mana tradisi yang berbeda merembukkan penerapan matematika mereka
(cara mengelompokkan, berhitung, mengukur, membentuk bangunan atau alat, bermain
dan lainnya).
Penelitian terdahulu tentang pernikahan adat dan kaitannya dengan matematika
diantaranya pernah dilakukan oleh Yoanna ( 2017) yang mengkaji pernikahan adat
Yogyakarta, terdapat aktivitas explaining, designing, measuring, playing, location, dan
counting. Setiyawan, dkk (2019) tentang pernikahan masyarakat Binongko,
menghasilkan konsep: (a) rasio, (b) proporsi, (c) perkalian, (d) kelipatan, (e) relasi dan
fungsi, (f) bilangan ganjil, (g) penjumlahan, (h) pembagian, (i) bentuk lingkaran, (j)
bentuk persegi panjang, (k)bentuk segi enam, (l) bentuk trapesium, dan (m) bentuk
tabung. Nurhasanah (2019) tentang penentuan uang adat dalam perkawinan adat
Lampung, terdapat kegiatan membilang, kegiatan menghitung (konsep perbandingan,
konsep nilai mutlak, dan nilai mutlak). Berangkat dari pandangan di atas, dan menilik
beberapa penelitian serupa yang mengangkat tentang pernikahan dan kaitannya dengan
matematika peneliti merasa tertarik meneliti aspek-aspek matematis yang termuat dalam
tradisi pernikahan adat Suku Dayak Kalis.
80
2. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan etnografi.
Karena tujuannya adalah untuk mendeskripsikan pelaksanaan tradisi pernikahan adat
Dayak Kalis dan untuk mengetahui aspek-aspek matematika apa saja yang termuat di
dalamnya. Afrizal (2014: 13) dalam buku nya mendefinisikan metode penelitian
kualitatif sebagai βmetode penelitian ilmu-ilmu sosial yang menggumpulkan dan
mengkaji data berupa ucapan (perkataan maupun tulisan) dan gerak-gerik manusia serta
peneliti tidak berupaya melakukan perhitungan atau menyatakan jumlah data kualitatif
yang telah diperoleh dan tidak membedah angka-angkaβ. Creswll (dalam Wicaksono,
2019: 24) mengartikan etnografi sebagai tata cara penelitian kualitatif untuk
mengilustrasikan, menelaah, dan menguraikan unsur-unsur dari sebuah kumpulan
tradisi seperti pola perilaku, keyakinan dan bahasa yang beranak cucu dari waktu ke
waktu.
Subjek penelitian ada tiga orang yang paham betul mengenai pernikahan adat
suku Dayak Kalis, subjek pertama adalah bapak Gerardus Guntur ketua adat tingkat
dusun, subjek kedua bapak Timbang ketua adat tingkat desa dan subjek ketiga bapak
Jawit tokoh masyarakat yang dituakan dan sering memimpin kegiatan upacara adat.
Tahap penelitian ada tiga yaitu persiapan, pelaksanaan dan penarikan kesimpulan.
Bagian Persiapan yaitu; mempersiapkan instrumen penelitian yaitu pedoman
pengamatan atau observasi dan pedoman tanya jawab, pemeriksaan ulang instrumen
penelitian oleh dosen pemeriksa, melakukan perubahan instrumen penelitian sesuai
dengan hasil pemeriksaan ulang oleh dosen pemeriksa, menetapkan waktu penelitian.
Tahap pelaksanaan yaitu; melakukan pengamatan pada pernikahan adat suku Dayak
Kalis, dan melaksanakan tanya jawab terhadap subjek penelitian. Terakhir adalah
meyusun laporan penelitian.
Cara pengumpulan data yang dipakai yaitu pengamatan, tanya jawab serta
dokumentasi. perangkat penghimpunan data yang digunakan yaitu petunjuk pengamatan
dan tanya jawab, kemudian telepon selular yang berfungsi untuk merekam dan
pengarsipan. Panduan tanya jawab berisi pertanyaan-pertanyaan berdasarkan indikator
penelitian yang telah diperiksa dan disahkan oleh dosen pemeriksa.
Penguraian data yang digunakan menurut Miles dan Huberman yaitu; reduksi
data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Reduksi data adalah proses
pengerucutan hal-hal yang berguna untuk penelitian. Data yang direduksi adalah
pertanyaan hasil tanya jawab dengan subjek penelitian. Pengerucutan pertanyaan
dilakukan sebanyak tiga kali sampai data benar-benar sesuai dengan pertanyaan
penelitian. Hasil reduksi data kemudian disajikan dalam bentuk tulisan kata-kata dan
disajikan kedalam tabel, dari hasil penyajian data peneliti menarik kesimpulan
berdasarkan pertanyaan penelitian.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Berdasarkan penghimpunan data didapatkan informasi mengenai tahapan
pelaksanaan tradisi pernikahan adat yaitu situtukang babaβ, paseset dan baru-baru.
Situtukang babaβ merupakan pertemuan antara keluarga pria dan wanita, dalam
pertemuan ini keluarga kedua belah pihak membahas mengenai hari pertunangan.
Keluarga menyamakan pendapat mengenai persiapan pertunangan dan kapan
pertunangan dilaksanakan.
81
Paseset atau pinta tanya merupakan kegiatan pertunangan antara pria dan
wanita. Kegiatan ini dilakasanakan di kediaman calon mempelai wanita. Kegiatan
paseset diawali dengan sambutan pihak pria.
Gambar 1 Sambutan pihak pria
Gambar di atas merupakan penyampaian kata sambutan dari pihak pria yang
disampaikan oleh saudara mempelai pria, ibu mempelai dan mempelai pria.
Gambar 2 Sambutan pihak wanita
Gambar di atas merupakan penyampaian kata sambutan dari pihak wanita yang
disampaikan oleh kakek dari mempelai, paman dari ibu mempelai dan paman dari
almarhum bapak mempelai.
Gambar 3 Kata sambutan dari kepala desa
Gambar di atas merupakan kata sambutan yang disampaikan oleh kepala desa
Nanga Danau, dalam sambutan ini kepala desa menyampaikan bahwa pernikahan adat
saat ini masih memiliki kedudukan kuat dan diakui. Namun pengakuan ini hanya
terbatas pada cakupan wilayah adat. Sehingga calon mempelai juga harus menikah
secara agama untuk mendapatkan surat perkawinan yang diakui oleh negara.
Gambar 4 Kegiatan paseset
Gambar di atas merupakan pelaksanaan kegiatan paseset, pada kegiatan ini
mempelai wanita dan pria secara bergantian ditanyai mengenai kesungguhan dan
kesediaan untuk selalu bersama dalam keadaan senang dan susah apabila sudah
berumah tangga nanti.
82
Gambar 5 Uraian adat perkawinan oleh pengurus adat
Uraian adat ini disampaikan oleh ketua komplek dan toa banua. Adat
perkawinan yang di sampaikan adalah ukuran adat yang harus dibayar jika kedua
mempelai berpisah. Disampaikan juga bahwa pembayaran adat jumlah nya tidak sama
tergantung siapa yang meninggalkan, dan hal ini akan di bicarakan ketika kegiatan
baru-baru dilaksanakan. Selanjutnya adalah rangkaian kegiatan dalam pelaksanaan
baru-baru.
Gambar 4. 1 Kegiatan antat siantat
Gambar di atas merupakan kegiatan antat siantat, mereka menggunakan
pakaian adat lengkap, berjalan bersama rombongan keluarga menuju tempat baru-baru
dilaksanakan.
Gambar 7 Kegiatan mamborang baras tatamui
Gambar di atas merupakan kegiatan mamborang baras tatamui yang dilakukan
oleh petugas yang ditunjuk. Kegiatan ini petugas mendoakan mempelai sembari
menghamburkan beras dengan menyebutkan angka satu sampai tujuh dan satu sampai
dua belas. Angka satu sampai tujuh diakhiri dengan doa supaya hal-hal yang tidak baik
sakit penyakit menjauh. Angka satu sampai dua belas diakhiri dengan doa agar
kesehatan, rezeki dan hal-hal yang baik agar dimudahkan untuk datang.
Gambar 8 Maajok bawi
Gambar di atas merupakan kegiatan maajok bawi atau menombak babi. Babi
diletakkan ditanah, tangan dan kaki nya diikat. Kemudian kedua mempelai menombak
babi menggunakan bulis. Menombak babi saat baru-baru merupakan syarat pernikahan
adat bahwa kedua mempelai akan menyatukan hati, jiwa dan raga dalam rumah tangga.
83
Gambar 9 Sisialo
Sisialo merupakan penyambutan mempelai, mereka disambut dengan makanan
dan minuman sebelum memasuki rumah.
Gambar 10 Mempelai disauti
Gambar di atas merupakan kegiatan manyauti. Kedua mempelai bersama dengan
kedua pendamping nya duduk di atas gong yang disusun kemudian dilapisi dengan kain.
Mereka duduk menghadap arah matahari terbit, di belakang mereka petugas manyauti,
petugas memegang ayam, daun kakas, daun balik angin, daun tatawar dan daun burung
bano. Alat-alat itu disatukan dan digenggam, petugas berdoa sambil mengayunkan alat
manyauti sebanyak tujuh kali ke hilir. Wujud doa nya adalah supaya mereka terhindar
dari segalah hal yang tidak baik, dijauhkan dari penyakit. Kemudian dibalas dengan
mengayunkan alat manyauti ke hulu sebanyak dua belas kali. Sambil berdoa supaya
mereka dimudahkan rejeki nya, diberi kehidupan yang baik, kehidupan yang
menyenangkan, serta mempunyai anak dan keturunan yang banyak.
Gambar 11 Sijaratan manik
Gambar di atas merupakan kegiatan sijaratan manik. Gelang manik yang telah
dicampur dengan darah ayam kemudian di pasangkan ke tangan mempelai oleh petugas
yang telah ditunjuk. Petugas memegang masing-masing ujung gelang manik dengan
kedua tangan, meletakkannya dibawah tangan mempelai. Membilang angka satu sampai
tujuh kemudian berdoa supaya kehidupan rumah tangga mereka dijauhkan dari segala
hal yang tidak baik. Dilanjutkan dengan meletakkan gelang manik di atas tangan
mempelai, membilang angka satu sampai dua belas. Kemudian berdoa supaya hal-hal
yang baik datang kepada mereka, dimudahkan rejeki, diberikan kesehatan, dan tidak
terceraikan. Setelah gelang manik dipasang, mempelai diminta untuk menggigit parang,
setelah digigit parang itu diletakkan di kepala sebagai bentuk pengeras semangat.
Gambar 12 Mempelai menyirih dan merokok
84
Mempelai kemudian dibuatkan sirih dan rokok, mempelai wanita menghisap
rokok dan mempelai pria memakan sirih. Kemudian secara bersamaan sirih dan rokok
ditukar, mempelai wanita harus menghabiskan sisa sirih yang dimakan mempelai pria.
Sebaliknya mempelai pria harus menghabiskan sisa rokok yang dihisap mempelai
wanita.
Gambar 13 Pembayaran pakain kepada orang tua wanita
Gambar di atas merupakan kegiatan pembayaran pakain dan penyerahan pakain
beserta dengan perangkat tunang yang diserahkan oleh perwakilan mempelai pria
kepada orangtua wanita.
Gambar 14 Pemaparan adat
Gambar di atas merupakan kegiatan pemaparan adat yang disampaikan oleh
ketua adat tingkat desa. Beliau menjelaskan mengenai adat perkawinan apabila terjadi
perceraian. Apabila suami menceraikan istrinya ia dikenakan adat sebesar 170 buaβ dan
adat palayuan tilino 60 buaβ. Jika diuangkan 1 buaβ sama dengan Rp.75.000.
Sedangkan apabila istri menceraikan suaminya maka ia harus membayar adat sebesar
170 buaβ dan perangkat tunang harus dikembalikan. Palayuan tilino atau pelayuan
manusia hanya berlaku jika suami menceraikan istri.
Gambar 15 Kegiatan siajarang
Siajarang dalam bahasa Indonesia berarti mengajari atau menasehati, pada
kegiatan ini masing-masing perwakilan keluarga mempelai diminta untuk memberikan
pengajaran mengenai kehidupan berumah tangga.
Gambar 16 Kegiatan buka sabah
Buka sabah merupakan adat pelengkap yang terdiri dari satu buah tempayan
besar atau kecil yang berisi geram. Mulut tempayan ditutup dengan piring atau
mangkok, dan di atas piring atau mangkok diletakkan kain panjang yang masih baru.
Buka sabah merupakan puncak kegiatan adat setelah segala ritual adat selesai
85
dilaksanakan, sebagai bentuk penghargaan tuan rumah kepada sanak saudara dan tamu
undangan yang hadir. Pada kegiatan ini dipilih dua belas orang sanak saudara untuk
minum geram bersama menggunakan mangkok yang telah disediakan.
Pembahasan
Pelaksanaan pernikahan adat Suku Dayak Kalis dibagi dalam 3 tahap yaitu, situtukang
babaβ, paseset, dan baru-baru.
Situtukang babaβ
Merupakan pertemuan antara keluarga pria dan wanita, dalam pertemuan ini keluarga
kedua belah pihak membahas mengenai hari pertunangan. Keluarga menyamakan
pendapat mengenai persiapan pertunangan dan kapan pertunangan dilaksanakan.
Paseset atau pinta tanya
Merupakan kegiatan pertunangan antara pria dan wanita. Kegiatan ini dilakasanakan
pada malam hari di kediaman calon mempelai wanita dan dipimpin oleh pembawa acara
yang telah ditunjuk untuk memandu kegiatan. Kegiatan ini diawali dengan (1) kata
sambutan keluarga pria, (2) kata sambutan keluarga wanita, (3) kata sambutan kepala
desa atau yang mewakili, (4) kegiatan inti paseset, (5) pemaparan adat perkawinan.
Baru-baru
Merupakan pesta perkawinan, baru-baru dimulai dengan rangkaian kegiatan sebagai
berikut; (1) antat siantat, (2) mamborang baras tatamui, (3) maajok bawi, (4) sisialo,
(6) mempelai disauti, (7) sijaratan manik, (8) pembayaran pakain, (9) pemaparan adat
perkawinan, (10) siajarang, (11) buka sabah.
Aspek Matematis dalam Pernikahan Adat Suku Dayak Kalis
Kegiatan situtukang babaβ dan paseset terdapat aktivitas menjelaskan. Aspek
matematis yang termuat dalam kegiatan baru-baru adalah membilang dan menghitung,
menentukan lokasi dan menjelaskan. Konsep matematika yang terkait dengan aspek
matematis membilang muncul pada saat, petugas adat mendoakan mempelai dan
kemudian membilang angka 1 sampai 7 kemudian dibalas dengan membilang angka 1
sampai 12
Tabel 1 Penyebutan angka dalam bahasa kalis
Angka Penyebutan Dalam Bahasa
Indonesia
Penyebutan Dalam Bahasa
Dayak Kalis
1 Satu Sera
2 Dua Dua
3 Tiga Talu
4 Empat Ampat
5 Lima Lima
6 Enam Anam
7 Tujuh Tuju
8 Delapan Lapan
9 Sembilan Sambilan
10 Sepuluh Sapuloβ
86
Tabel di atas merupakan penyebutan angka dalam masyarakat Dayak Kalis.
Aktivitas menghitung muncul pada saat pembayaran pakain dengan konsep kelipatan.
Mas kawin yang harus dibayar laki-laki kepada perempuan adalah sebesar 2 balangaβ
dimana 1 balangaβ senilai dengan Rp. 1.500.000, Jadi kelipatan bilangan 1.500.00
adalah 1.500.00 π₯ π, dengan π anggota bilangan asli. Sehingga pakain atau mas kawin
yang harus dibayar pria adalah sebesar Rp. 3.000.000.
Selanjutnya adalah konsep perkalian muncul saat pemaparan adat mengenai
jumlah adat yang harus apabila suami meninggalkan istrinya. βjika suami meninggalkan
istrinya maka ia harus membayar 170 buaβ ditambah adat palayuan sebesar 60 buaββ.
Jika diubah ke dalam bentuk matematika maka 170 buaβ + 60 buaβ= ... jika diketahui 1
buaβ= Rp. 75.000 maka besar jumlah adat yang harus dibayar suami kepada istrinya
adalah
(170 Γ 75.000) + (60 Γ 75.000) = 12.750.000 + 4.500.000
= 17.250.000 Penyelesaian soal di atas sesuai dengan sifat distributif perkalian terhadap
penjumlahan (π + π) Γ π = (π Γ π) + (π Γ π) jika π = 75.000, π = 170, π = 60 maka
(π + π) Γ π = (π Γ π) + (π Γ π) (170 + 60) Γ 75.000 = (170 Γ 75.000) + (60 Γ 75.000)
= 12.750.000 + 4.5000
= 17.250.000 Implikasi muncul pada saat pernyataan pengurus adat saat membahas mengenai
adat perceraian yaitu βjika suami meninggalkan istrinya maka ia harus membayar 170
buaβ ditambah adat palayuan sebesar 60 buaββ dan βjika istri meninggalkan suaminya
maka ia harus membayar sebesar 170 buaββ. Pernyataan βia harus membayar sebesar
170 buaββ merupakan konsekuensi logis dari pernyataan βistri meninggalkan
suaminyaβ. Misalkan π adalah pernyataan βistri meninggalkan suaminyaβ dan π adalah
pernyataan βia harus membayar sebesar 170 buaββ. Maka π dan π dapat dituliskan
π βΉ π
Selanjutnya adalah biimplikasi, biimplikasi muncul saat pengambilan keputusan
mengenai diadakan atau tidaknya buka sabah yang mana buka sabah ini merupakan
salah satu komponen dari pakain ambor yang diadakan apabila ibu mempelai wanita
pada saat menikah dahulu menggunakan pakain ambor maka anak perempuannya juga
harus menggunakan pakain ambor. Misalkan π adalah pernyataan βdilaksanakannya
pakain ambor pada pernikahan mempelai wanitaβ dan π adalah pernyataan βpernikahan
ibu mempelai wanita melaksanakan pakain amborβ. Maka π dan π dapat dituliskan
dalam bentuk:
π βΊ π
4. SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pernikahan adat suku Dayak Kalis terdiri dari tiga tahap; situtukang babaβ,
paseset, baru-baru. Situtukang babaβ merupakan tahapan dimana keluarga kedua belah
pihak berkumpul untuk membahas mengenai rencana pertunangan atau paseset, kapan
paseset dilaksanakan, alat yang harus disiapkan, biaya yang harus disiapkan.
Paseset merupakan kegaiatan pertunangan yang dilaksanakan dikediaman
calon mempelai wanita. Kegiatan dalam paseset adalah (1) kata sambutan keluarga pria,
87
(2) kata sambutan keluarga wanita, (3) kata sambutan kepala desa atau yang mewakili,
(4) kegiatan inti paseset, (5) pemaparan adat perkawinan.
Baru-baru merupakan pesta perkawinan, kegiatannya sebagai berikut; (1) antat
siantat, (2) mamborang baras tatamui, (3) maajok bawi, (4) sisialo, (6) mempelai
disauti, (7) sijaratan manik, (8) pembayaran pakain, (9) pemaparan adat perkawinan,
(10) siajarang, (11) buka sabah.
Aktivitas matematika dalam pernikahan adat suku Dayak kalis ialah aktivitas
menjelaskan, menentukan lokasi, membilang dan menghitung. Konsep matematika yang
ditemukan ialah konsep membilang, konsep kelipatan, konsep perkalian dan konsep
logika.
Saran
Supaya penelitian ini dapat dilanjutkan untuk dikembangkan supaya dapat
digunakan dalam pembelajaran matematika disekolah. Saran lainnya adalah agar tradisi
pernikahan adat Suku Dayak Kalis ini tetap dilaksanakan dan anak-anak muda dapat
diajarkan bagaimana cara memimpin upacara pernikahan adat beserta dengan makna-
makna dalam pernikahan adat tersebut.
5. REFERENSI
Afrizal. (2014). Metode penelitian kualitatif. Jakarta: RajaGrafindo Persada
Badan Pusat Statistik. (2010). Jumlah suku Indonesia. Jakarta (tidak diterbitkan).
Diunduh di http://indonesia.go.id.
Barta, J. & Shockey, T. (2006). The mathematical ways of an aboriginal people: the
Northen Ute. Journal of Mathematics and Culture, 1(1), 79-89.
Berlinghoff. (2004). Math through the ages: A gentle history for teachers and others. A
Joint Publication of oxton House Publisher and The Mathematical Association
of America.
Fajriyah, E. (2018). Peran etnomatematika terkait konsep matematika dalam
mendukung literasi. Prosiding Seminar Nasional Matematika, 1(2018), 114-119.
Diunduh di http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/prisma/.
Hartoyo, A. (2011). Etnomatematika pada budaya masyarakat perbatasan Indonesia
Malaysia, Jurnal Pendidikan Matematika dan IPA, 2(1). Diunduh di
http://jurnal.untan.ac.id.
Kementrian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Indonesia. (2017). Jumlah
pulau Indonesia. Jakarta (tidak diterbitkan). Diunduh di
http://maritim.go.id/pbb-verifikasi-16-056-nama-pulau-indonesia/.
Krisnawati, Y. (2017). Kajian etnomatematika terhadap tradisi pernikahan Yogyakarta
oleh masyarakat di kecamatan Minggir, Sleman, DIY, dalam rangka penentuan
aspek-aspek matematis yang dapat di gunakan dalam pembelajaran matematika
di SMP. [Skripsi]. Diunduh di http://repository.usd.ac.id.
Maulana, A. (2014). Penerapan etnomatematikanpada pembelajaran matematika
tingkat SMP. Jakarta: Universitas Negeri Jakarta
Remillard, J. (2005). Examining key concepts in research on teachersβ use of
mathematics Curricula, Journal review of educational research. Diunduh di
http://doi.org./10.3102/00346543075002211.
Republik Indonesia. (1974). Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Jakarta (tidak diterbitkan). Diunduh di http://kemenag.go.id.
88
Sari, K. (2020). Eksplorasi etnomatematika pada permainan engset melayu sambas dan
aplikasinya dalam pembelajaran matematika. [Skripsi]. Pontianak. FKIP
Universitas Tanjungpura.
Satori, D. & Komariah, A. (2010). Metodologi penelitian kualitatif. Cetakan ke 2.
Bandung: Alfabeta
Setiyawan, W.O.N. (2019). Eksplorasi etnomatematika pernikahan (kawiaβa)
masyarakat binongko, Jurnal Pembelajaran Matematika, 4(2). Diunduh di
http://ojs.uho.ac.id.
Turmudi. (2018). Kajian etnomatematika: Belajar matematika dengan melibatkan unsur
budaya. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika Etnomatnesia.
Diunduh di
http://jurnal.ustjogja.ac.id/index.php/etnomatnesia/article/view/2292.
Wicaksono, R. W. (2019). Eksplorasi etnomatematika pada seni pencak silat kepulauan
riau sebagai sumber penyusunan bahan ajar matematika. [Skripsi]. Diunduh di
http://repository.umrah.ac.id
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 02/03/2022; Resived: 02/05/2022; Accepted: 31/07/2022
89
PENYUSUNAN BOOKLET SCAFFOLDING MENGGUNAKAN
TEORI POLYA MATERI TRIGONOMETRI
Nuriska Indriantie, Muhammad Rifβat, Dede suratman Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Untan Pontianak
Email: [email protected]
Abstract
This research aims to compile a scaffolding booklet using Polya's theory of trigonometric subject. The method of this research is a research and development (R&D) method with a 4-D development model. The research subject are the student of class X MIA 1 SMAN 6 Pontianak. Data collection tools used are unstructured interviews and questionnaires. Data analysis is viewed from the results of the questionnaire assessment, how to develop booklets and booklets. From this research, it was found that the clarity of how to solve trigonometric problems in textbooks used in schools is still not clear, because the completeness of the fourth polya step,
namely at the stage of re-examining, does not exist and there are still students who do not understand how to solve the problems given. The preparation of this booklet is to improve and clarify how to solve the problems in the book. The completeness of the polya steps that did not exist before came into existence and the stages of solving Polya's problems become complete in the booklet. Students who do not understand the explanations in the textbooks will at least understand enough when given an explanation of how to solve problems in the booklet. Keywords: Development, Problem Solving Steps, Polya
1. PENDAHULUAN Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan disekolah peneliti
menemukan ketidakpahaman siswa dalam memahami isi dari buku ajar kemendikbud
revisi 2017 materi trigonometri. Dari hasil observasi yang telah dilakukan ketika siswa
diminta untuk membaca dan memahami isi dari buku ajar Kemendikbud revisi 2017
matematika materi trigonometri, masih terjadi ketidakpahaman siswa untuk
menjelaskan dan menyelesaikan maksud dari materi tersebut. Salah satu penjelasan
pada buku ajar yang digunakan oleh guru dan membuat siswa kebingungan dalam
memahami materi trigonometri yaitu sebagai berikut.
Gambar 1. Penyajian Materi Buku Ajar
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 02/03/2022; Resived: 02/05/2022; Accepted: 31/07/2022
90
Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa tanda yang menyatakan segitiga
tersebut siku-siku tidak ada dan sudut alpha yang terletak di sudut C tidak ditulis
sehingga ini menjadi kekeliruan yang dilakukan siswa. Terkadang beberapa siswa sulit
untuk membedakan sisi depan sudut, sisi samping sudut dan sisi miring dari segitiga
siku-siku ketika dihadapkan pada sebuah gambar segitiga siku-siku yang berbeda dari
buku ajar yang digunakan oleh siswa. Hal ini terjadi karena konsep awal yang ada pada
buku ajar masih kurang jelas untuk bisa dipahami oleh beberapa siswa. Kurangnya
variasi gambar yang ada pada segitiga siku-siku juga membuat siswa merasa
kebingungan. Padahal pada segitiga tersebut bisa diperjelas dengan gambar serta
penjelasan yang membuat siswa bisa lebih memahami konsep awal sebelum lanjut ke
materi selanjutnya. Seperti sisi depan merupakan sisi yang berhadapan dengan sudut Ξ±,
sisi samping merupakan sisi yang berdampingan dengan sudut Ξ± sedangkan sisi miring
merupakan sisi yang terpanjang dari segitiga siku-siku tersebut.
Hal tersebut mengakibatkan siswa mengalami kebingungan disebabkan
pengetahuan awal siswa terbatas pada konteks perbandingan trigonometri segitiga siku-
siku yang terdapat didalam buku ajar sehingga siswa cenderung hanya menghafal rumus
di dalam memahami materi trigonometri. Selain itu, didalam proses penyelesaian yang
terdapat didalam contoh soal pada buku ajar tersebut, hampir semua penyelesaian yang
terdapat didalam contoh soal dikerjakan secara prosedural tanpa memperhatikan
keaktifan siswa dalam memahami materi tersebut. Semua jawaban dan langkah-langkah
penyelesaian tersebut ditulis dengan benar tanpa menguji pengetahuan yang telah
didapat oleh siswa sebelumnya. Selain itu cara penyelesaian soal yang terdapat didalam
buku ajar masih kurang jelas seperti munculnya gambar tanpa penjelasan kenapa
gambar segitiga tersebut bisa muncul.
Pemecahan masalah merupakan bagian integral dari semua pembelajaran
matematika, sehingga pemecahan masalah tidak bisa lepas dari pembelajaran
matematika (National Council of Teachers of Mathematics, 2000: 52). (Noor, 2014:
253) mengemukakan bahwa βkemampuan pemecahan masalah dalam matematika
adalah kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah matematika dengan
memperhatikan proses menemukan jawaban berdasarkan langkah-langkah pemecahan
masalahβ. Namun, kenyataannya di lapangan belum sesuai dengan apa yang diharapkan.
Informasi didapatkan dari hasil wawancara peneliti pada tanggal 28 Juli 2020 di SMA
Negeri 6 Pontianak dengan seorang guru matematika yang bernama Ibu Rumida, S.Pd,
yang mengatakan bahwa: βSiswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal.
Apabila diberikan soal yang berbeda dengan soal sebelumnya, kebanyakan siswa sulit
mengerjakan soal tersebut. Siswa sulit mengidentifikasi masalah, sehingga tidak tahu
apa yang diketahui dan ditanyakan dalam soal. Sehingga untuk melanjutkan ke tahap
selanjutnya siswa tidak tahu dikarenakan pada proses awal siswa tidak mengerti. Selain
itu dalam mengerjakan soal, siswa tidak memahami konsep melainkan hanya menghafal
rumus saja. Dalam menyelesaikan soal siswa langsung tertuju pada algoritma atau
rumus, bahkan siswa lebih memilih untuk menggunakan rumus yang lebih singkat
dibandingkan dengan rumus yang lebih panjang. Sehingga yang lebih dipentingkan oleh
siswa adalah hasil atau jawaban akhir, sedangkan prosesnya tidak jarang diabaikan oleh
siswa baik secara sengaja ataupun tidak disengaja dan kebanyakan siswa juga tidak
mengecek kembali jawabannya.β
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 02/03/2022; Resived: 02/05/2022; Accepted: 31/07/2022
91
Berdasarkan informasi tersebut, diketahui bahwa siswa di SMAN 6 Pontianak
mengalami kesulitan dalam menyelesaikan atau memecahkan soal trigonometri. Masih
terdapat siswa yang merasa kesulitan pada saat menyelesaikan soal ketika diberikan soal
yang berbeda dari soal yang sebelumnya, kebanyakan siswa sulit dalam
mengerjakannya. Menurut beliau, hasil belajar siswa juga masih membutuhkan
remedial. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengatasi siswa yang kesulitan
dalam menyelesaikan soal adalah dengan menggunakan strategi pembelajaran yang
tepat. Menurut Marlina (2013: 44) menetapkan empat langkah yang dapat dilakukan
agar siswa lebih terarah dalam menyelesaikan masalah yaitu memahami masalah,
merencanakan penyelesaian, melaksanakan penyelesaian dan memeriksa kembali.
Pemecahan masalah menurut Polya merupakan strategi pembelajaran yang bisa
digunakan pada cara penyelesaian soal. Tahapan penyelesain soal berdasarkan langkah
Polya adalah: penyajian masalah ke dalam bentuk yang mudah dipahami, menyatakan
masalah ke dalam bentuk yang lebih tertata sehingga dapat dijadikan acuan, menyusun
perkiraan kerja dan langkah kerja yang sesuai, melakukan uji coba mengenai perkiraan
untuk mendapatkan hasilnya, melakukan pengecekkan terhadap hasil tersebut. Tahapan
penyelesaian berdasarkan langkah Polya pada dasarnya adalah mempelajari metode
ilmiah atau cara berpikir secara teratur, logis, dan teliti. Tujuannya adalah untuk
mendapatkan kecakapan dalam menyelesaikan masalah secara rasional, lugas, dan
tuntas.
Selain strategi, penggunaan media juga diperlukan untuk membantu guru
dalam menyampaikan suatu pembelajaran. Media pembelajaran adalah segala sesuatu
yang dapat digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi dalam proses belajar
mengajar sehingga dapat merangsang perhatian siswa dalam belajar (Arsyad, 2016: 10).
Sedangkan diketahui juga bahwa guru hanya sekedar menggunakan buku ajar sebagai
sumber referensi pembelajaran dan belum pernah menggunakan media. Maka dari itu,
pembelajaran dengan mengembangkan media dapat menjadi solusi dari kurangnya
ketersediaan media yang digunakan guru.
Berdasarkan permasalahan yang telah diungkapkan, maka peneliti berminat
untuk menyusun suatu media yang dapat mengembangkan materi trigonometri dan
diharapkan dapat memberikan solusi untuk permasalahan yang terjadi serta
meningkatkan kualitas pembelajaran. Media yang akan dikembangkan oleh peneliti
adalah media berbasis cetakan yaitu booklet scaffolding. Menurut Pralisaputri dkk
(2016: 148), βbooklet adalah sebuah buku kecil yang memiliki paling sedikit lima
halaman tetapi tidak lebih dari empat puluh delapan halaman diluar hitungan sampulβ.
Struktur isi booklet sama seperti buku (pendahuluan, isi, penutup), tetapi yang
membedakannya hanya pada penyajiannyanya yang lebih singkat dari pada buku.
Pemilihan booklet scaffolding sebagai media pembelajaran yang akan disusun
dikarenakan dengan adanya booklet ini diharapkan dapat menyampaikan informasi
dengan lebih jelas, berisi tulisan, gambar dan warna sehingga dapat menarik perhatian
siswa. Menurut Damayanti, N. M. (2016: 89) pemberian scaffolding kepada siswa tidak
hanya bisa terjadi diluar kelas namun bisa diberikan pada saat pembelajaran
berlangsung, hal ini dilakukan untuk menjaga kemampuan-kemampuan yang telah
dimiliki oleh siswa.
Berdasarkan uraian yang telah disampaikan sebelumnya, maka rumusan
masalah khusus pada penelitian ini adalah sebagai berikut: (a) bagaimana hasil
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 02/03/2022; Resived: 02/05/2022; Accepted: 31/07/2022
92
penilaian angket oleh guru dan siswa berkaitan dengan kejelasan cara penyelesaian soal
perbandingan trigonometri segitiga siku-siku pada buku ajar yang digunakan di
sekolah?; (b) bagaimana cara mengembangkan booklet scaffolding cara penyelesaian
soal perbandingan trigonometri segitiga siku-siku?; (c) bagaimana booklet yang disusun
dengan cara memberikan scaffolding berdasarkan ketidakjelasan cara penyelesaian soal
menggunakan teori polya materi perbandingan trigonometri segitiga siku-siku?
Dari rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini secara khusus
adalah untuk mengetahui: (a) hasil penilaian angket oleh guru dan siswa berkaitan
dengan kejelasan cara penyelesaian soal perbandingan trigonometri segitiga siku-siku
pada buku ajar yang digunakan di sekolah?; (b) cara mengembangkan booklet
scaffolding cara penyelesaian soal perbandingan trigonometri segitiga siku-siku?; (c)
booklet yang disusun dengan cara memberikan scaffolding berdasarkan ketidakjelasan
cara penyelesaian soal menggunakan teori polya materi perbandingan trigonometri
segitiga siku-siku?.
2. METODE PENELITIAN Berdasarkan tujuan penelitian yang dipaparkan, penelitian ini menggunakan
metode penelitian dan pengembangan (R&D) yang menghasilkan produk
pengembangan berupa booklet Sugiyono (2016:26) mengemukakan metode penelitian
dan pengembangan (R&D) adalah metode penelitian yang digunakan untuk
menghasilkan rancangan produk baru, menguji keefektifan produk yang telah ada, serta
mengembangkan dan menciptakan produk baru.
Rancangan penelitian pengembangan yang digunakan adalah model
pengembangan 4-D. Menurut Thiagarajan (dalam Sugiyono, 2016: 37) menyatakan
bahwa tahapan penelitian dan pengembangan atau yang dikenal dengan 4-D, yang
merupakan perpanjangan dari Define (Pendefinisian), Design (Perancangan),
Development (Pengembangan), and Dessemination (Penyebaran). Tahap define
(pendefinisian) berisi mengenai aktivitas untuk mengimplementasikan produk yang
akan dikembangkan, beserta spesifikasinya. Tahap define dimana berisi kegiatan
analisis kebutuhan yang dilaksanakan melalui penelitian. Design (perencanaan) berisi
mengenai aktivitas untuk membuat rancangan produk yang telah ditentukan.
Development (pengembangan) berisi mengenai aktivitas membuat rancangan menjadi
produk dan menguji validitas produk secara berulang sampai diperoleh produk yang
sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan. Dissemination (penyebaran) berisi mengenai
aktivitas menyebarkan produk yang telah diuji untuk digunakan oleh orang lain. Akan
tetapi, karena adanya kendala sehingga model pengembangan 4-D hanya sampai pada
tahap ketiga yaitu tahap development saja.
Subjek pada penelitian ini adalah guru dan siswa. Peran guru dan siswa dalam
penelitian ini adalah diminta untuk menilai buku ajar dan booklet. Sehingga selanjutnya
dapat diketahui kelemahan dan kekuatannya. Siswa yang digunakan adalah siswa kelas
X MIA 1 SMA Negeri 6 Pontianak. Pemilihan subjek pada penelitian ini menggunakan
teknik Purposive Random Sampling. Adapun buku yang akan digunakan pada penelitian
ini adalah Buku Matematika untuk SMA/MA/SMK/MAK Kelas X yang diterbitkan
oleh Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud tahun 2017.
Teknik yang digunakan dalam mengumpulkan data yaitu teknik secara tidak
langsung. Adapun media yang digunakan pada teknik pengumpulan ini berupa
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 02/03/2022; Resived: 02/05/2022; Accepted: 31/07/2022
93
wawancara dan angket (kuesioner). Pada dasarnya kuesioner merupakan teknik
pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pernyataan tertulis
kepada responden untuk dijawabnya. Dalam penelitian ini wawancara dilakukan
terhadap salah satu guru mata pelajaran matematika kelas X SMA Negeri 6 Pontianak
dan beberapa siswa. Secara umum tujuan wawancara ini adalah analisis awal untuk
mengetahui permasalahan dan hambatan yang terjadi pada guru dalam proses
pembelajaran.
Prosedur atau langkah-langkah penelitian pada penelitian ini yaitu:
Tahap Pendefinisian (define)
Pada tahap pendefinisian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang
permasalahan yang ada di lapangan dan untuk membantu mengembangkan media
pembelajaran yang ada sebelumnya. Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap ini
adalah sebagai berikut:
Analisis awal
Tahap ini dilakukan untuk mempelajari masalah yang dihadapi guru dalam
menentukan alternatif media pembelajaran yang lebih efektif dan efesien. Yang
dilakukan pada tahap ini alah melakukan prariset, wawancara terhadap guru yang ada di
SMAN 6 Pontianak.
Identifikasi kebutuhan
Identifikasi kebutuhan dilakukan untuk mempelajari kebutuhan siswa melalui
kompetensi yang dipelajari. Adapun identifikasi yang dilakukan pada tahap ini adalah:
(1) Identifikasi kompetensi dasar, dan indikator yang akan dicapai; (2) Identifikasi
materi utama yang dipeoleh siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran. Pada tahap ini
peneliti menyusun instrument penelitian berupa angket berdasarkan buku ajar,
memberikan angket kepada guru dan siswa, dan menganalisis angket yang telah diisi
oleh guru dan siswa serta melakukan wawancara.
Tahap Perancangan (design)
Tahap ini dilakukan untuk merancang suatu produk pengembangan
berdasarkan permasalahan yang didapat di lapangan pada saat tahap sebelumnya.
Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap ini adalah sebagai berikut:
Pemilihan media dan format
Pada tahap ini, pemilihan media merupakan langkah penentuan media yang
tepat dengan karakteristik materi. Artinya tahap ini bertujuan untuk mengoptimalkan
penggunaan media pembelajaran. Pemilihan format dimaksudkan untuk merancang
materi pembelajaran yang disampaikan, strategi yang digunakan dan sumber
pembelajaran. format yang dipilih adalah yang memenuhi kriteria menarik,
memudahkan dan membantu dalam pembelajaran. Sehingga peneliti memilih booklet
sebagai media pembelajaran yang akan disusun.
Desain awal
Pada tahap ini peneliti menyusun booklet. Booklet disusun dengan desain awal
yang dibuat semenarik mungkin dan menampilkan warna yang menarik agar siswa
tertarik untuk mempelajari materi. Pembuatan desain terlebih dahulu harus sesuai
dengan kompetensi dasar (KD), indikator pembelajaran, serta tujuan pembelajaran.
Booklet yang dibuat terdiri dari 3 bagian yaitu bagian awal berisi halaman sampul
(cover), kata pengantar, daftar isi dan karakteristik buku yang digunakan. Bagian isi
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 02/03/2022; Resived: 02/05/2022; Accepted: 31/07/2022
94
memuat penyelesaian soal yang telah dikembangkan. Serta bagian penutup memuat
daftar pustaka dan biodata peneliti.
Tahap Pengembangan (development)
Tahap ini bertujuan untuk merevisi booklet yang akan disusun dengan
melaksanakan evaluasi sebelum menjadi produk yang valid. Pada tahap ini peneliti
menyusun angket kelengkapan langkah Polya dan pemahaman cara penyelesaian soal
berdasarkan booklet. Setelah itu peneliti memberikan angket tersebut kepada guru dan
siswa untuk dinilai kembali. Setelah mendapatkan hasil, angket tersebut dianalisis untuk
melihat kejelasan pada booklet.
Produk Akhir Penulis melakukan revisi akhir berdasarkan data angket, dimana data tersebut
diperoleh dari angket yang telah dikerjakan oleh guru dan siswa untuk memperbaiki
produk sehingga dihasilkan produk akhir.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini dilihat dari kelengkapan langkah polya dan
pemahaman cara penyelesian soal. peneliti memberikan angket respon kepada 2 orang
guru dan 23 orang siswa kelas X SMA Negeri 6 Pontianak Adapun hasil angket respon
siswa terhadap kelengkapan langkah polya pada buku ajar dan booklet adalah sebagai
berikut. Tabel 1. Hasil Angket Respon siswa terhadap Kelengkapan Langkah Polya
Soal Pernyataan
Skala Penilaian buku ajar
Skala Penilaian booklet
Ada Tidak Ada
Ada Tidak ada
1 Pada cara penyelesaian soal terdapat langkah menuliskan apa yang diketahui pada jawaban
95,7 % 3,3 % 100% -
Pada cara penyelesaian soal terdapat langkah menuliskan apa yang ditanyakan
pada jawaban.
91,3 % 8,7 % 100% -
Pada cara penyelesaian soal terdapat langkah merencanakan atau menuliskan rumus untuk menyelesaikan masalah
82,6 % 17,6 % 100% -
Pada cara penyelesaian soal terdapat langkah menyelesaikan atau melakukan perhitungan pada jawaban
95,7 % 3,3 % 100% -
Pada cara penyelesaian soal terdapat langkah memeriksa kembali pada jawaban
30,4 % 69,6 % 100% -
2 Pada cara penyelesaian soal terdapat
langkah menuliskan apa yang diketahui pada jawaban
91,3 % 8,7 % 100% -
Pada cara penyelesaian soal terdapat langkah menuliskan apa yang ditanyakan pada jawaban.
91,3 % 8,7 % 100% -
Pada cara penyelesaian soal terdapat langkah merencanakan atau menuliskan
100 % - 100% -
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 02/03/2022; Resived: 02/05/2022; Accepted: 31/07/2022
95
Soal Pernyataan
Skala Penilaian buku ajar
Skala Penilaian booklet
Ada Tidak Ada
Ada Tidak ada
rumus untuk menyelesaikan masalah
Pada cara penyelesaian soal terdapat langkah menyelesaikan atau melakukan perhitungan pada jawaban
91,3 % 8,7 % 100% -
Pada cara penyelesaian soal terdapat langkah memeriksa kembali pada jawaban
26,1 % 73,9 % 100% -
3 Pada cara penyelesaian soal terdapat
langkah menuliskan apa yang diketahui pada jawaban
87 % 13 % 100% -
Pada cara penyelesaian soal terdapat langkah menuliskan apa yang ditanyakan
pada jawaban.
78,3 % 21,7 % 100% -
Pada cara penyelesaian soal terdapat langkah merencanakan atau menuliskan rumus untuk menyelesaikan masalah
87 % 13 % 100% -
Pada cara penyelesaian soal terdapat langkah menyelesaikan atau melakukan perhitungan pada jawaban
78,3 % 21,7 % 100% -
Pada cara penyelesaian soal terdapat langkah memeriksa kembali pada jawaban
17,4 % 82,6 % 100% -
4 Pada cara penyelesaian soal terdapat langkah menuliskan apa yang diketahui
pada jawaban
95,7 % 3,3 % 100% -
Pada cara penyelesaian soal terdapat langkah menuliskan apa yang ditanyakan pada jawaban.
82,6 % 17,4 % 100% -
Pada cara penyelesaian soal terdapat langkah merencanakan atau menuliskan rumus untuk menyelesaikan masalah
87 % 13 % 100% -
Pada cara penyelesaian soal terdapat langkah menyelesaikan atau melakukan perhitungan pada jawaban
91,3 % 8,7 % 100% -
Pada cara penyelesaian soal terdapat langkah memeriksa kembali pada jawaban
60,9 % 39,1 % 100% -
Hasil angket respon guru terhadap kelengkapan langkah polya pada buku ajar
dan booklet adalah sebagai berikut.
Tabel 2. Hasil Angket Respon Guru terhadap Kelengkapan Langkah Polya
Langkah Pemecahan Masalah
Contoh Soal
4.3 4.4 4.5 4.6
1 Buku ajar ADA ADA ADA ADA
Booklet ADA ADA ADA ADA
2 Buku ajar ADA ADA ADA ADA
Booklet ADA ADA ADA ADA
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 02/03/2022; Resived: 02/05/2022; Accepted: 31/07/2022
96
3 Buku ajar ADA ADA ADA ADA
Booklet ADA ADA ADA ADA
4 Buku ajar
TIDAK ADA
TIDAK ADA
TIDAK ADA
TIDAK ADA
Booklet ADA ADA ADA ADA
Hasil angket respon siswa terhadap pemahaman cara penyelesaian soal pada
buku ajar dan booklet adalah sebagai berikut.
Tabel 3. Hasil Angket Respon Siswa terhadap Pemahaman Cara Penyelesaian Soal
Contoh Soal Jumlah
Indikator Penilaian
Kesimpulan
Sangat
Paham
Cukup
Paham
Tidak
Paham
4.3 Buku ajar 13
12.4 % 69.2 % 18. 4 %
Booklet 40,5 % 59,2 % -
4.4 Buku ajar 11
17 % 66 % 17 %
Booklet 43 % 57 % -
4.5 Buku ajar 7
10.5 % 60.9 % 31.7 %
Booklet 49,1 % 50,9 % -
4.6 Buku ajar 5
1.7 % 63. 5 % 34. 8 %
Booklet 33,9 % 66,1 % -
Hasil angket respon guru terhadap pemahaman cara penyelesaian soal pada
buku ajar dan booklet adalah sebagai berikut. Tabel 4. Hasil Angket Respon Guru terhadap Pemahaman Cara Penyelesaian Soal
Selain angket, peneliti juga melakukan wawancara kepada empat orang siswa.
Wawancara ini dilakukan untuk mengetahui apakah siswa paham,cukup paham atau
tidak paham dengan cara penyelesaian yang diberikan pada buku ajar dan booklet. Dari
hasil wawancara masih terdapat siswa yang tidak paham dengan cara penyelesaian soal
yang ada dibuku ajar sedangkan pada booklet sudah tidak terdapat siswa tyang tidak
paham dengan cara penyelesaian soal.
Pembahasan
Kejelasan yang dimaksud dalam penelitian ini apabila cara penyelesaian soal
memuat dua aspek yaitu kelengkapan langkah polya dan pemahaman cara penyelesaian
soal. Fokus penelitian pada kelengkapan langkah polya adalah pada tahap memeriksa
Contoh Soal Jumlah
Indikator Penilaian
Kesimpulan
Sangat
Paham
Cukup
Paham
Tidak
Paham
4.3 Buku ajar 13
69,2 % 19,2 % 11,51 %
Booklet 80,8 % 19,2 % -
4.4 Buku ajar 11
72,7 % 18,2 % 9,1 %
Booklet 81,8 % 18,2 % -
4.5 Buku ajar 7
42,9 % 21,4 % 35,7 %
Booklet 85,7 % 14,3 % -
4.6 Buku ajar 5
40 % 60 % -
Booklet 40 % 60 % -
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 02/03/2022; Resived: 02/05/2022; Accepted: 31/07/2022
97
kembali kebenaran jawaban. Dari 23 orang siswa yang menjawab angket yang telah
diberikan tentang kelengkapan langkah polya rata-rata siswa menjawab tidak ada
langkah memeriksa kembali kebenaran pada cara penyelesaian soal yang ada dibuku
ajar. Padahal pada kemampuan pemecahan masalah tahap memeriksa kembali
diperlukan siswa untuk memeriksa kebenaran dari hasil perhitungan yang telah
dikerjakan siswa serta memeriksa langkah-langkah penyelesaiannya apakah sudah
sesuai atau belum.
Dari hasil penelitian yang sudah dilakukan pada contoh soal 4.3 tahapan
memeriksa kembali, sebanyak 16 orang siswa menjawab tidak ada langkah memeriksa
kembali pada cara penyelesaian soal yang ada dibuku ajar. Persentase siswa yang
menjawab tidak adanya langkah memeriksa kembali yaitu 69,6%. Pada contoh soal 4.4
tahapan memeriksa kembali, sebanyak 17 orang menjawab tidak adanya langkah
memeriksa kembali pada cara penyelesaian soal yang ada dibuku ajar. Persentase siswa
yang menjawab tidak adanya langkah memeriksa kembali yaitu 73,9%. Pada contoh
soal 4.5 tahapan memeriksa kembali, sebanyak 19 orang menjawab tidak adanya
langkah memeriksa kembali pada cara penyelesaian soal yang ada dibuku ajar.
Persentase siswa yang menjawab tidak adanya langkah memeriksa kembali yaitu 82,6%.
Dan pada contoh soal 4.6 sebanyak 9 orang menjawab tidak adanya langkah memeriksa
kembali pada cara penyelesaian soal yang ada dibuku ajar. Persentase siswa yang
menjawab tidak adanya langkah memeriksa kembali yaitu 39,1%. Sedangkan dari dua
orang guru mata pelajaran matematika yang telah mengisi angket tentang kelengkapan
langkah polya yang terdapat pada buku ajar. Kedua guru tersebut menilai memang tidak
adanya langkah memeriksa kembali kebenaran jawaban dalam buku ajar.
Pada pemahaman yang terdapat dibuku ajar, dari empat contoh soal dan cara
penyelesaian soal yang ada masih banyak sekali siswa yang tidak paham. Pada soal
pertama, dari 13 indikator yang diberikan sebanyak 18,4% siswa masih tidak paham.
Pada soal kedua dari 11 indikator yang diberikan sebanyak 17% siswa tidak paham.
Pada soal ketiga, dari 7 indikator yang diberikan sebanyak 31,7% siswa tidak paham.
Pada soal keempat, dari 5 indikator yang diberikan sebanyak 34,8% siswa tidak paham.
Dari hasil wawancara, komentar siswa Komentar dari siswa pun beragam
mulai dari penjelasan terlalu panjang dan cara penyelesaian digabung dengan
penjelasan. Ada juga siswa yang menyatakan bahwa mengapa cara penyelesaian soal
tersebut menggunakan variabel k. Kelengkapan Langkah Polya Pada Booklet dari 23
orang siswa semuanya menjawab pada lembar angket yang diberikan bahwa tahapan-
tahapan polya pada booklet itu terpenuhi atau lengkap. Mulai dari langkah memahami
masalah yaitu dengan adanya panduan untuk menuliskan apa yang diketahui dan
ditanyakan dari soal, merencanakan penyelesaian yaitu dengan cara membuat gambar
atau mencari data yang diperlukan untuk menjawab soal, melaksanakan perencanaan
atau melakukan perhitungan dari data-data yang telah diperoleh dari soal tersebut serta
memeriksa kembali perhitungan yang telah dilakukan untuk menguji kebenaran
jawaban yang telah dilakukan. Berdasarkan data yang diperoleh peneliti
mengembangkan kelengkapan langkah polya pada tahap keempat yaitu tahapan
memeriksa kembali. Tahapan polya memeriksa kembali sangat diperlukan oleh siswa
agar mereka tidak keliru dalam menjawab soal dan memastikan apakah jawaban mereka
sudah benar atau belum.
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 02/03/2022; Resived: 02/05/2022; Accepted: 31/07/2022
98
Pada pemahaman cara penyelesaian soal yang terdapat dalam booklet,
persentase pemahaman siswa terhadap cara penyelesaian soal yang ada didalam booklet
mengalami peningkatan. 23 siswa yang diberikan angket pemahaman terhadap cara
penyelesaian soal yang ada pada booklet, tidak ada siswa yang menjawab tidak paham
dengan cara penyelesaian soal yang diberikan. Pada soal pertama, dari 13 indikator yang
diberikan 40,5% siswa menjawab sangat paham, 59.2% siswa cukup paham. Pada soal
kedua dari 11 indikator yang diberikan sebanyak 43% siswa sangat paham, 57% siswa
cukup paham. Pada soal ketiga, dari 7 indikator yang diberikan sebanyak 49,1% siswa
sangat paham, 50,9% siswa cukup paham. Pada soal keempat, dari 5 indikator yang
diberikan sebanyak 33,9% siswa sangat paham, 66,1% siswa cukup paham. Hasil
wawancara mengenai cara penyelesaian soal pada booklet dengan beberapa siswa,
sudah tidak terdapat lagi siswa yang tidak paham.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan
sebelumnya, penyusunan booklet ini berdasarkan kejelasan yang ada dibuku ajar.
Kekurangan yang terdapat dibuku ajar diperbaiki didalam booklet. Kelengkapan
langkah polya pada buku ajar sebelumnya tidak adanya langkah memeriksa kembali
kebenaran jawaban menjadi ada langkah memeriksa kembali kebenaran jawaban
didalam booklet. Sehingga kelengkapan langkah polya menjadi lengkap yaitu terdapat
empat tahapan polya. Sedangkan pada pemahaman cara penyelesaian soal yang ada
dibuku ajar awalnya siswa βtidak pahamβ menjadi βcukup pahamβ dengan cara
penyelesaian soal yang terdapat pada booklet.
4. SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan
sebelumnya, secara umum dapat disimpulkan bahwa penyusunan booklet scaffolding
menggunakan teori polya dengan menggunakan metode penelitian dan pengembangan.
Rancangan penyusunan booklet scaffolding menggunakan metode deskriptif.
Adapun hasil dari rumusan masalah yang sudah ditentukan dapat disimpulkan
sebagai berikut: (1) Kejelasan cara penyelesaian soal perbandingan trigonometi segitiga
siku-siku pada buku ajar yang digunakan disekolah masih belum jelas dimana indikator
kejelasan yang dimaksudkan adalah adanya kelengkapan langkah polya pada cara
penyelesaian soal dan pemahaman siswa terhadap cara penyelesaian soal pada buku
ajar. Dari empat soal yang diberikan didalam buku ajar tidak terdapat langkah polya
keempat yaitu pada tahapan memeriksa kembali. Sedangkan pada pemahaman siswa
terhadap cara penyelesaian yang diberikan pada buku ajar masih terdapat siswa yang
tidak paham dengan penjelasan yang diberikan pada buku ajar; (2) Cara
mengembangkan booklet ini dilihat dari kelengkapan langkah polya dan pemahaman
siswa terhadap cara penyelesaian yang diberikan didalam buku ajar. Penyusunan
booklet ini adalah untuk memperbaiki dan memperjelas cara penyelesaian soal yang
dibutuhkan siswa sehingga dari siswa yang tidak paham dengan penjelasan yang ada
didalam buku ajar menjadi paham ketika diberikan penjelasan cara penyelesaian soal
didalam booklet. Kelengkapan yang tidak ada sebelumnya pada buku ajar yaitu pada
tahapan memeriksa kembali kebenaran jawaban yang diberikan menjadi ada dan semua
tahapan pemecahan masalah Polya menjadi terpenuhi dan lengkap mulai dari langkah
memahami masalah hingga langkah memeriksa kembali jawaban; (3) Booklet yang
disusun adalah berupa produk booklet, hasil penelitian berdasarkan ketidakjelasan cara
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 02/03/2022; Resived: 02/05/2022; Accepted: 31/07/2022
99
penyelesaian soal pada buku ajar. Kelengkapan langkah polya yang tidak ada
sebelumnya sudah ada dan tahapan pemecahan masalah Polya sudah lengkap didalam
booklet. Siswa yang tidak paham dengan penjelasan yang ada didalam buku ajar sudah
minimal cukup paham ketika diberikan penjelasan cara penyelesaian soal didalam
booklet.
5. REFERENSI
Arsyad, A. (2017). Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Damayanti, N. M. (2016). Praktik Pemberian Scaffolding oleh Mahasiswa Pendidikan
Matematika pada Mata Kuliah Strategi Belajar Mengajar (SBM) Matematika.
LIKHITAPRAJNA: Jurnal Ilmiah Fakultas Keguruan dan Ilmu
PendidikanUniversitas Wisnuwardhana, 18 (1), 85-89.
Kemendikbud. (2017). Matematika SMA/MA/SMK/MK Kelas X. Jakarta: Kemendikbud.
Marlina, L. (2013). Penerapan Langkah Polya Dalam Menyelesaikan Soal Cerita
Keliling dan Luas Persegi Panjang. Jurnal Elektronik Pendidikan Matematika
Tadulako, Volume 1 (1): 44-52.
National Council of Teachers of Mathematics. (2000). Principles and Standards for
School Mathematics.
Noor, A. J. (2014). KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA
DALAM. 2, 250β259
Pralisaputri, K.R., Soegiyanto, H., & Muryani, C. (2016). Pengembangan Media
Booklet Berbasis Sets pada Materi Pokok Mitigasi dan Adaptasi Bencana Alam
Untuk Kelas X SMA (Eksperimen Pada Siswa Kelas X SMA Negeri 8 Surakarta
Tahun Ajaran 2014/2015). Jurnal GeoEco, 2 (2), 147-154.
Sugiyono. (2016). Metode Penelitian & Pengembangan Research and Development.
Bandung; Alfabeta.
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 17/02/2022; Resived: 27/06/2022; Accepted: 31/07/2022
100
AKTIVITAS BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN
MATEMATIKA PADA MASA PANDEMI COVID-19
Suci Aprilia1, Zubaidah R2, Dona Fitriawan3
1,2,3Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Untan Pontianak
Email: [email protected]
Abstract.
This study aims to find out how students' learning activities in learning mathematics
during the covid-19 pandemic at SMK Negeri 03 Pontianak. The research method
used is descriptive with the type of qualitative research. The research subjects were
37 students of class XI Accounting 2 who took part in mathematics lessons during the covid-19 pandemic. The results of data analysis showed that student learning
activities in learning mathematics during the pandemic at SMK Negeri 03
Pontianak were in the "quite active" category. With three indicators which include
studentβs writing activities in learning mathematics during covid-19 pandemic at
SMK Negeri 03 Pontianak were in the βquite activeβ category, studentβ drawing
activities in learning mathematics during the covid-19 pandemic at SMK Negeri 03
Pontianak were in the βquite activeβ category, and studentsβ motor activities in
learning mathematics during the covid-19 pandemic at SMK Negeri 03 Pontianak
were in the βquite activeβ category.
Keywords: Student Learning Activities, Mathematics Learning, Learning During
the Covid-19 Pandemic
1. Pendahuluan
Pendidikan merupakan bagian dari aspek terpenting dalam meningkatkan
kualitas sumber daya manusia. Pendidikan tidak dapat dipisahkan dari setiap aspek
kehidupan manusia selama manusia masih hidup maka proses pendidikan terus
berlangsung dengan terus berkembangnya pemikiran manusia karena Pendidikan akan
membantu manusia untuk dapat memperoleh pengetahuan serta membentuk pemikiran
yang logis.
Menurut Rusman (2015:21) βPada hakikatnya pembelajaran merupakan interaksi baik
interaksi yang dilakukan antara siswa dan guru secara langsung maupun secara tidak
langsungβ. Menurut Sardiman A.M (2011:97) selama kegiatan pembelajaran siswa
perlu ikut aktif dalam pembelajaran. Siswa harus berupaya aktif dalam menggali
pengetahuan sedangkan guru bertindak sebagai pemimpin dan fasilitator selama
pembelajaran akan mengatur dan mengorganisasi siswa agar proses pembelajaran
berjalan dengan baik.
Aktivitas belajar yang baik adalah kondisi dimana siswa ikut melibatkan diri
secara aktif dalam mengelola serta merespon berbagai informasi yang disampaikan guru
selama pembelajaran. Siswa yang ikut aktif selama pembelajaran dapat dilihat pada
kegiatan berikut ini: mengerjakan laporan tugas, mendengarkan pendapat orang lain,
berdiskusi, membantu teman yang kesulitan dan lain-lainnya (Susanto, 2016).
Menurut Paul B.Diedrich (Sardiman A.M, 2011) aktivitas belajar siswa
memiliki 8 indikator yaitu visual activities (aktivitas visual), listening activities
(aktivitas mendengarkan), oral activities (aktivitas lisan), writing activities (aktivitas
101
menulis), drawing activities (aktivitas menggambar), motor activities (aktivitas
motorik), mental activities (aktivitas mental) serta emotional activities (Aktivitas
Emosional).
Menurut Sardiman (2011:96) aktivitas belajar adalah asas atau prinsip yang
penting dalam interaksi belajar mengajar. Karena pada dasarnya, learning by doing.
Tidak akan terjadi proses belajar jika tidak didukung aktivitas karena jika tidak
didukung aktivitas proses belajar tidak dapat berjalan dengan baik. Begitu pula pada
pembelajaran matematika sangat menuntut aktivitas belajar siswa.
Pembelajaran matematika menuntut siswanya untuk dapat aktif pada proses
pembelajaran agar dapat memahami berbagai rumus, konsep soal dan penjelasan yang
guru karena jika siswa tidak dilibatkan secara aktif selama pembelajaran matematika,
maka akan sulit bagi mereka untuk memahami dan memproses berbagai pertanyaan
yang diajukan oleh guru.
Namun hal itu sangat bertolak belakang dengan kenyataan dilapangan.
Berdasarkan pengamatan yang peneliti lakukan sewaktu melaksanakan Praktek
Pengalaman Lapangan (PPL) di SMK Negeri 03 Pontianak masih banyak siswa yang
tidak peduli dengan aktivitas belajarnya selama pembelajaran matematika. Mereka
hanya mengharapkan guru selama pembelajaran tanpa mau berusaha ikut aktif. Fakta ini
sejalan dengan pendapat Turmudi (2008) yang mengatakan bahwa pembelajaran
matematika yang diajarkan selama ini hanya disampaikan guru secara informatif.
Sehingga mengakibatkan siswa kurang melibatkan diri selama pembelajaran
matematika berlangsung. Ditambah lagi dengan terjadinya perubahan sistem
pembelajaran yang dilaksanakan dari sistem tatap muka dikelas menjadi pembelajaran
daring (Online) yang diakibatkan terjadinya pandemi Covid-19 di Indonesia sejak bulan
maret tahun 2020 (Fitriawan & Wardah, 2021).
Berdasarkan wawancara yang dilaksanakan dengan bapak Saidin Sona, M.Pd
selaku guru matematika di SMK Negeri 03 Pontianak diketahui selama ini pembelajaran
matematika yang berlangsung pada masa pandemi Covid-19 di SMK Negeri 03
Pontianak dilaksanakan secara daring melalui aplikasi Google Classroom. Bapak
Saidin Sona, M.Pd juga mengatakan bahwa pada saat pembelajaran matematika
berlangsung hanya beberapa siswa saja yang yang melakukan aktivitas belajar
(Fitriawan & Wardah, 2021).
Berdasarkan pemaparan diatas, peneliti merasa perlu dilakukan penelitian yang
bertujuan untuk mengetahui aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran matematika
pada masa pandemi covid-19 di SMK Negeri 03 Pontianak, dengan harapan
memberikan informasi dari aktivitas belajar yang dilakukan siswa. Hal ini yang
membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul βAktivitas belajar
siswa dalam pembelajaran matematika pada masa pandemi Covid-19 di SMK Negeri 03
Pontianakβ.
2. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode deskriptif
dengan jenis penelitian kualitatif. Subjek penelitian ini yaitu 37 orang siswa kelas XI
Akuntansi 2 di SMK Negeri 03 Pontianak yang mengikuti pembelajaran matematika
pada masa pandemi Covid-19. Teknik pengumpulan data yang digunakan pada
penelitian ini yaitu observasi dan wawancara.
Prosedur pada penelitian ini meliputi tiga tahap yakni: tahap persiapan, tahap
pelaksanaan dan tahap akhir.
102
Tahap Persiapan
Tahap persiapan pada prosedur penelitian meliputi: 1) menyiapkan instrument
penelitian 2) melakukan validasi instrument penelitian dengan validator; 3) merivisi
instrument yang sudah divalidasi, apabila terdapat kesalahan; 4) menyiapkan perizinan
penelitian yang akan dilakukan di SMK Negeri 03 Pontianak.
Tahap Pelaksanaan
Tahap persiapan pada prosedur penelitian meliputi: 1) melakukan observasi
terhadap siswa yang berada di kelas XI Akuntansi 2 SMK Negeri 03 Pontianak; 2)
melakukan wawancara dengan siswa dikelas XI Akuntansi 2 SMK Negeri 03 Pontianak
Tahap Akhir
Tahap akhir pada prosedur penelitian meliputi: 1) Menganalisis data yang sudah
diperoleh; 2) menyimpulkan kesimpulan; 3) menyusun laporan
3. Hasil Penelitian Dan Pembahasan
Hasil Penelitian
Setelah melakukan pengumpulan data di SMK Negeri 03 Pontianak. Diperoleh hasil
peneliti:
Tabel 1. Kategori Aktivitas Belajar Siswa Berdasarkan Observasi Pertemuan I
Indikator Sub-Indikator
Persentase
Sub-
Indikator
Persentase
Indikator Kategori
Aktivitas
Menulis
Menulis Ucapan dan jawaban salam 40
53 Kurang
Aktif
Mengisi Absen 83
Menulis pertanyaan yang ingin
diajukan 33
Menulis jawaban dari pertanyaan
yang diajukan oleh guru/teman 37
Menulis jawaban dari LKS yang
diberikan guru 73
Aktivitas
Menggambar
Menggambar grafik dari soal LKS
yang diberikan guru 62 62
Cukup
Aktif
Aktivitas
Motorik
Mengerjakan soal dari LKS yang
diberikan guru 62
59 Cukup
Aktif Memberikan kesimpulan 62
Mengerjakan Soal evaluasi yang
diberikan guru 56
Rata-Rata 58
Kategori Cukup Aktif
Dari tabel 1 rata-rata aktivitas belajar siswa dari masing-masing kategori yaitu
aktivitas menulis sebesar 53% dengan kategori βKurang Aktifβ, aktivitas menggambar
sebesar 62% dengan kategori βCukup Aktifβ, dan aktivitas motorik sebesar 59% dan
kategorinya βCukup Aktifβ Sehingga rata-rata aktivitas belajar siswa dari ketiga
kategori tersebut sebesar 58% dan kategorinya βCukup Aktifβ.
103
Tabel 2. Kategori Aktivitas Belajar Siswa berdasarkan Observasi Pertemuan II
Indikator Sub-Indikator
Persentase
Sub-
Indikator
Persentase
Indikator Kategori
Aktivitas
Menulis
Menulis Ucapan dan jawaban salam 37
51 Kurang
Aktif
Mengisi Absen 77
Menulis pertanyaan yang ingin
diajukan 33
Menulis jawaban dari pertanyaan
yang diajukan oleh guru/teman 37
Menulis jawaban dari LKS yang
diberikan guru 72
Aktivitas
Menggambar
Menggambar grafik dari soal LKS
yang diberikan guru 65 65
Cukup
Aktif
Aktivitas
Motorik
Mengerjakan soal dari LKS yang
diberikan guru 65
60 Cukup
Aktif Memberikan kesimpulan 59
Mengerjakan Soal evaluasi yang
diberikan guru 57
Rata-Rata 59
Kategori Cukup Aktif
Dari tabel 2 rata-rata aktivitas belajar siswa dari masing-masing kategori yaitu
aktivitas menulis yaitu sebesar 51% dan kategorinya βKurang Aktifβ, aktivitas
menggambar sebesar 65% dan kategorinya βCukup Aktifβ, dan aktivitas motorik
sebesar 61% dan kategorinya βCukup Aktifβ Sehingga rata-rata aktivitas belajar siswa
dari ketiga kategori tersebut sebesar 59% dan kategorinya βCukup Aktifβ.
Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Observasi Aktivitas Belajar Siswa
No
Indikator
Aktivitas Belajar
Siswa
Persentase (%) Rata-Rata
Indikator
Aktivitas Belajar
Siswa
Kategori
Aktivitas
Belajar
Siswa
Pertemuan
I
Pertemuan
II
1 Aktivitas Menulis 53 51 52 Cukup Aktif
2 Aktivitas
Menggambar 62 65 64 Cukup Aktif
3 Aktivitas Motorik 59 60 60 Cukup Aktif
Rata-Rata Aktivitas Belajar Siswa 59 Cukup Aktif
Dari hasil pengamatan yang dilakukan, diperoleh aktivitas belajar siswa pada
pertemuan pertama dan kedua selama pembelajaran matematika secara daring
menggunakan aplikasi Google Classroom di kelas XI AKUNTANSI 2 pada materi
sistem persamaan linier dua variabel sub materi menentukan penyelesaian dari sistem
persamaan linier dua variabel dengan menggunakan metode grafik didapatkan rata-rata
104
aktivitas belajar siswa 59% sehingga dapat diidentifikasi aktivitas belajar siswa pada
matematika termasuk dan kategorinya βCukup Aktifβ.
Pembahasan
Dari hasil analisis data yang sudah dipaparkan, maka diperoleh rata-rata
persentase aktivitas belajar siswa sebesar 59% dan kategorinya βCukup Aktifβ.
Persentase tertinggi pada pertemuan pertama dan kedua diperoleh dari kategori aktivitas
menggambar yaitu dengan persentase sebesar 62% pada pertemuan pertama dan 65 %
pada pertemuan kedua, sedangkan untuk rata-rata persentase terendah diperoleh dari
kategori aktivitas menulis yaitu dengan persentase 53% untuk pertemuan pertama dan
51% untuk pertemuan. Kemudian pada kategori aktivitas motorik memperoleh
persentase sebesar 59% untuk pertemuan pertama dan 60% pada pertemuan kedua.
Berikut uraian untuk setiap indikator aktivitas belajar siswa:
Aktivitas menulis siswa diamati selama pembelajaran matematika yang
berlangsung melalui aplikasi Google Classroom dan didapatkan rata-rata persentase
pada aktivitas menulis siswa sebesar 52% dengan kategori βCukup Aktifβ. Rata-rata
persentase pada aktivitas menulis siswa pada pertemuan pertama mencapai 53% dan
kategorinya βKurang Aktifβ dengan indikator sebagai berikut:
Menulis ucapan dan jawaban salam memperoleh persentase 40%. Hal tersebut
disebabkan karena siswa hanya menuliskan jawaban salam saja dan banyak siswa yang
tidak menuliskan ucapan dan jawaban salam dikarenakan siswa membiarkan teman-
temannya saja yang menjawab salam.
Mengisi absensi memperoleh persentase 83%. Hal tersebut disebabkan karena
siswa banyak yang terlambat dalam mengisi absensi dengan alasan notifikasi dari Hp
yang terlambat muncul, kendala jaringan dan ada juga yang terlambat membuka Hp
dikarenakan bangun kesiangan.
Menulis pertanyaan yang ingin diajukan memperoleh persentase 33% hal ini
disebabakan karena tidak ada satupun siswa yang menuliskan pertanyaan yang ingin
diagajukan, dengan alasan sudah paham jadi tidak ada yang ingin ditanyakan dan ada
juga siswa yang ingin bertanya tetapi merasa malu, dan ada juga yang sudah membahas
sama teman-teman melalui chat selama pembelajaran berlangsung.
Menuliskan jawaban dari pertanyaan yang diajukan oleh guru/teman
memperoleh persentase 37%. Hal ini disebabkan hanya ada dua orang siswa yang dapat
menuliskan jawaban dari pertanyaan yang diajukan, untuk siswa yang tidak menjawab
pertanyaan mereka memberikan alasan masih bingung, dan ada juga yang tidak melihat
pertanyaan yang diajukan karena fokus mempelajari materi yang diberikan.
Menuliskan jawaban LKS yang diberikan guru memperoleh persentase 73%. Hal
tersebut disebabkan karena sebagian besar siswa sudah menulis jawaban dari LKS yang
diberikan guru, tetapi beberapa siswa ada yang tidak menuliskan jawaban LKS yang
diberikan guru dikarenakan siswa tersebut sedang mengerjakan tugas dari guru lain saat
pembelajaran matematika berlangsung dan ada juga yang sama sekali tidak melihat
LKS saat pembelajaran matematika berlangsung.
Rata-rata persentase pada aktivitas menulis siswa pada pertemuan kedua
mencapai 51% dan kategorinya βKurang Aktifβ. Dengan indikator sebagai berikut:
Menuliskan ucapan dan jawaban salam memperoleh persentase 37%. Hal
tersebut disebabkan karena siswa ada yang tidak menuliskan ucapan salam, siswa
tersebut hanya menuliskan jawaban salam dan sebagian siswa juga tidak menuliskan
ucapan dan jawaban salam dengan alasan bangun kesiangan, tidak ada notifikasi Google
Classroom yang masuk ke Hp dan ada juga yang melihat teman-temannya sudah
105
menuliskan jawaban salam sehingga merasa tidak perlu menuliskan jawaban salam
karena sudah ramai yang menuliskan jawaban salam
Mengisi absensi memperoleh persentase 77%. Hal tersebut disebabkan karena
siswa ada yang terlambat atau bahkan tidak mengisi absen dengan alasan tidak ada
notifikasi Google Classroom yang masuk ke Hp, kendala jaringan, dan ada juga yang
bangun kesiangan.
Menuliskan pertanyaan yang ingin diajukan memperoleh persentase 33%. Hal
tersebut disebabkan karena tidak ada satupun siswa yang menuliskan pertanyaan yang
ingin diajukan dengan alasan sudah paham, sudah dibahas dengan teman-teman melalui
chat dan ada juga yang malu untuk bertanya.
Menuliskan jawaban dari pertanyaan yang diajukan oleh guru/teman
memperoleh persentase 37%. Hal ini disebabkan hanya dua orang saja yang menuliskan
jawaban dari pertanyaan yang diajukan, dan banyak siswa yang tidak menjawab dengan
alasan biar teman yang lain saja yang menjawab, dan ada juga siswa yang bingung
dalam menuliskan jawaban pertanyaan yang diajukan.
Menuliskan jawaban LKS yang diberikan guru memperoleh persentase 72%. Hal
tersebut disebabkan karena sebagian besar siswa sudah menulis jawaban dari LKS
diberikan guru, tetapi ada beberapa siswa yang tidak menuliskan jawaban dari LKS
yang diberikan guru dengan alasan sedang mengerjakan tugas dari guru lain bahkan ada
siswa yang sengaja tidak membuka LKS yang diberikan pada Google Classroom.
Hasil ini didukung oleh hasil penelitian dari Aliwanto (2017) yang berjudul
Analisis Aktivitas Belajar yang menyatakan bahwa aktivitas siswa saat menulis
memiliki persentase 63,88% yang dikategorikan βCukup Aktifβ.
Aktivitas menggambar siswa diamati selama pembelajaran matematika yang
berlangsung melalui aplikasi Google Classroom dan didapatkan rata-rata persentase
pada aktivitas menggambar siswa sebesar 64% dan kategorinya βCukup Aktifβ. Rata-
rata persentase pada aktivitas menggambar siswa untuk pertemuan pertama mencapai
62% dan kategorinya βCukup Aktifβ. Pada indikator menggambar grafik dari LKS yang
diberikan memperoleh persentase 62%. Hal tersebut disebabkan karena siswa ada yang
tidak menggambar grafik dari LKS yang diberikan, ada juga siswa yang menggambar
sebagian saja karena masih mengalami kendala di bagian menentukan titik potong pada
grafik.
Rata-rata persentase pada aktivitas menggambar siswa untuk pertemuan kedua
mencapai 65% dan kategorinya βCukup Aktifβ. Pada indikator menggambar grafik dari
LKS yang diberikan memperoleh persentase 65%. Hal tersebut disebabkan karena
beberapa siswa ada yang tidak menggambar grafik dari LKS yang diberikan, ada juga
siswa yang menggambar sebagian saja karena masih mengalami kendala di bagian
menentukan titik-titiknya dan kesulitan menggambarnya karena tidak menggunakan
buku kotak-kotak.
Hasil ini didukung oleh hasil penelitian dari Aliwanto (2017) yang berjudul
Analisis Aktivitas Belajar yang menyatakan bahwa aktivitas menggambar menggambar
mencapai persentase sebesar 60,67% dengan kategori βCukup Aktifβ.
Aktivitas menulis siswa diamati selama pembelajaran matematika yang
berlangsung melalui aplikasi Google Classroom dan didapatkan rata-rata persentase
untuk aktivitas motorik siswa sebesar 60% dengan kategori βCukup Aktifβ Rata-rata
persentase pada aktivitas motorik siswa pada pertemuan pertama mencapai 59% dan
kategorinya βKurang Aktifβ. Dengan indikator sebagai berikut:
106
Mengerjakan soal dari LKS yang diberikan guru memperoleh persentase 62%.
Hal tesebut disebabkan karena beberapa siswa ada yang tidak mengerjakan soal dari
LKS yang diberikan guru dikarenakan siswa ada yang mengerjakan tugas dari guru lain
saat pembelajaran matematika berlangsung dan ada juga yang sama sekali tidak melihat
LKS selama pembelajaran matematika berlangsung
Memberikan kesimpulan memperoleh persentase 56%. Hal tersebut disebabkan
karena siswa banyak yang tidak memberikan kesimpulan dengan alasan terlambat buka
Google Classroom, Tidak membuka Hp dan ada juga siswa yang masih bingung dalam
memberikan kesimpulan.
Mengerjakan soal evaluasi pembelajaran memperoleh persentase 60%. Hal
tersebut disebakan karena siswa banyak yang tidak mengerjakan soal evaluasi
pembelajaran dengan alasan jaringan, bahkan ada siswa yang hanya mengisi absensi
lalu melanjutkan tidurnya.
Rata-rata persentase pada aktivitas motorik siswa pada pertemuan kedua
mencapai 60% dan kategorinya βCukup Aktifβ. Dengan indikator sebagai berikut:
Mengerjakan soal dari LKS yang diberikan guru memperoleh persentase 65%.
Hal tersebut disebabkan karena beberapa siswa ada yang tidak mengerjakan soal dari
LKS yang diberikan guru dikarenakan ada siswa yang mengerjakan tugas dari guru lain
saat pembelajaran matematika berlangsung dan ada juga yang sama sekali tidak melihat
LKS selama pembelajaran matematika berlangsung.
Memberikan kesimpulan memperoleh persentase 59%. Hal tersebut disebabkan
karena siswa banyak yang tidak memberikan kesimpulan dengan alasan Hp mati, tidak
tahu dikarenakan tidak membuka HP, dan mengalami kesulitan membuat kata-kata
kesimpulan.
Mengerjakan soal evaluasi pembelajaran yang memberikan guru diperoleh
persentase 57%. Hal tersebut disebabkan karena siswa banyak yang tidak mengerjakan
soal evaluasi pembelajaran dengan alasan mengantar jemput adik ke sekolah, kendala
jaringan, bahkan ada siswa yang hanya mengisi absensi lalu melanjutkan tidurnya.
Hasil ini didukung oleh hasil penelitian dari Aliwanto (2017) yang berjudul
Analisis Aktivitas Belajar yang menyatakan bahwa aktivitas motorik siswa memiliki
persentase 54,16% dan dikategorikan βCukup Aktifβ.
Hasil penelitian yang didapatkan ini didukung oleh hasil penelitian dari Mila
Karmila (2020) yang berjudul Korelasi Antara Aktivitas Belajar Siswa Selama Belajar
Di Rumah Di masa Pandemi Covid-19 Dengan Hasil Belajar Siswa Kelas II Di Sekolah
Dasar Negeri 28 Pontianak Utara dan didapatka aktivitas belajar siswa memiliki
kategori βCukup Baikβ dan hasil penelitian dari AAn Hasanah dkk (2020) yang berjudul
Analisis Aktivitas Belajar Daring Mahasiswa Pada Pandemi Covid-19. dan didapatkan
aktivitas belajar daring yang dilakukan oleh mahasiswa FTK UIN Sunan Gunung Djati
Bandung pada pandemi covid-19 memiliki kategori βCukup Baikβ.
4. Simpulan Dan Saran
Simpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan yang sudah dipaparkan, maka didapatkan
kesimpulan bahwa aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran matematika pada masa
pandemi Covid-19 di SMK Negeri 03 Pontianak berada pada kategori βCukup Aktifβ.
Dengan simpulan secara khusus, sebagai berikut: (1) Aktivitas menulis siswa
pada pembelajaran matematika di masa pandemi Covid-19 di SMK Negeri 03 Pontianak
berada pada kategori βCukup aktifβ; (2) Aktivitas menggambar siswa pada
107
pembelajaran matematika di masa pandemi Covid-19 di SMK Negeri 03 Pontianak
berada pada kategori βCukup aktifβ; (3) Aktivitas motorik siswa pada pembelajaran
matematika di masa pandemi Covid-19 di SMK Negeri 03 Pontianak berada pada
kategori βCukup aktifβ.
Saran
Adapun saran yang dapat peneliti berikan berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan, yakni: (1) Guru diharapkan dapat meningkatkan kedisiplinan siswa dalam
melaksanakan pembelajaran matematika, agar siswa dapat disiplin selama pembelajaran
matematika berlangsung; (2) Siswa disarankan untuk memaksimalkan aktivitas
belajarnya selama pembelajaran matematika, sehingga aktivitas belajar siswa bisa
masuk kategori βAktifβ; (3) Untuk penelitian selanjutnya, diharapkan agar dapat
menyempurnakan lagi dan memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ada.
5. Referensi
Aliwanto. 2017. Analisis Aktivitas Belajar Siswa. Jurnal Vol 3. Nomor 1.
Fitriawan, D., & Wardah. (2021). The Implementation Of Blended Learning Based
Model E-Learning Moodle. 10(2), 1001β1007.
Hamalik, Oemar. 2015. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta. Bumi Aksara
Hasanah, Aan. 2020. Analisis Aktivitas Belajar Daring Mahasiswa Pada Masa Pandemi
Covid-19.
Mila Karmila, dkk. 2020. Korelasi Aktivitas Belajar Siswa Dirumah Dengan Hasil
Belajar Siswa Kela II Sekolah Dasar. Vol 9. Nomor 11.
Rusman 2015. Pembelajaran Tematik Terpadu. Jakarta: Rajawali Pers
Sardiman. 2009. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta. Rajagrafindo
Persada.
Susanto, Ahmad 2013. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta:
Kencana Pranadamedia Group.
Turmudi. (2008). Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika
(Berparadigma Eksploratif dan Investigatif). Jakarta: PT Leuser Cita Pustaka.
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 21/09/2021; Resived: 27/01/2022; Accepted: 31/07/2022
108
PENDESKRIPSIAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA
DALAM PEMECAHAN MASALAH MATERI STATISTIKA
PADA KELAS VIII
Viktorianus Ipik1, Yulis Jamiah2, Ahmad Yani T3
1,2,3Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Untan Pontianak
Email : [email protected]
Abstract
This article is the result of a qualitative descriptive analysis to describe and describe
students' mathematical reasoning abilities in problem solving in class VIII G SMP Negeri 3 Sungai Raya. The research subjects were 32 students. Data collection tools are in the form of
mathematical reasoning tests on statistical material, especially in the sub-material of data
presentation and data concentration steps as well as interview guidelines. The results of data
analysis showed that based on the category of upper, middle and lower level of reasoning ability, it was classified as moderate because there were 2 students (6.25%) in the upper level
reasoning category, then there were 18 students (56.25). %) in the intermediate level reasoning
category. , and 12 students (37.5%) were included in the lower-level reasoning category. Students with upper level abilities are able to fulfill indicators of applying numerical
mathematics, check the validity of a contradiction, and provide reasons or evidence for the
accuracy of the arrangement, students with intermediate abilities are able to meet indicators of applying numerical mathematics and provide reasons or evidence for the accuracy of settings,
students with high level abilities bottom height can only meet the indicators of applying
numerical mathematics.
Keywords: Mathematical Reasoning, Problem Solving.
1. PENDAHULUAN
Aritmatika adalah ilmu luas yang mendasari peningkatan inovasi saat ini, sains
juga mengambil peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan secara efektif
mendorong penalaran manusia. UNESCO yang dikutip oleh Zulmaulida (2012)
menyatakan bahwa belajar sains mengacu pada aturan siswa beradaptasi secara efektif
dan βFiguring Out How To Learnβ yang seluk-beluknya terkandung dalam empat
andalan sekolah, untuk lebih spesifiknya: 1) Learning To Know, 2) Learning To Do, 3)
Learning To Be, 4) Learning To Live Together. Keempat kolom tersebut secara sinergis
membentuk dan mengonstruksi sikap persekolahan di Indonesia.
Sumarmo (2010) menambahkan bahwa aritmatika pada dasarnya memiliki dua
judul kemajuan, yaitu spesifik mengumpulkan kebutuhan saat ini dan kebutuhan masa
depan,yang dimaksudkan untuk membimbing aritmatika mencari cara memahami ide
dan pemikiran numerik yang kemudian diharapkan untuk mengatasi pernyataan
numerik dan sains lainnya, sedangkan yang tersirat dari persyaratan masa depan adalah
bahwa pembelajaran matematika membutuhkan kemampuan untuk menalar secara
cerdas, sengaja pada dasarnya hati-hati, mengembangkan kepercayaan diri, dan
perasaan keunggulan dalam rutinitas ide matematika, sama seperti menumbuhkan sikap
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 21/09/2021; Resived: 27/01/2022; Accepted: 31/07/2022
109
berkepala dingin dan transparan yang merupakan dasar dalam mengelola masa depan
yang terus berkembang.
Para ilmuwan telah memberikan banyak pertimbangan yang tidak hanya berpusat
pada pemahaman siswa tentang ide, tetapi juga kemampuan nalar, berpikir, menangani
masalah mereka menggunakan aritmatika. Henningsen dan Stein (Ramdhani, 2012)
menganggap interaksi numerik sebagai istilah berpikir dan penalaran numerik tingkat
signifikan. Beberapa bagian dari penalaran numerik permintaan yang lebih tinggi adalah
pemikiran kritis numerik, pemikiran, korespondensi, dan asosiasi (NCTM, 2000).
Berpikir numerik sangat penting selama waktu yang dihabiskan untuk belajar
matematika. Karena matematika adalah ilmu yang dihasilkan dari proses berpikir.
Menurut Ruseffendi (2006) aritmatika dibingkai karena spekulasi manusia yang
diidentikkan dengan pikiran, siklus, dan pemikiran. Soedjadi (2000) menyatakan bahwa
βMatematika adalah informasi tentang pemikiran yang sah dan informasi tentang
konstruksi yang koherenβ.
Tujuan pembelajaran IPA menurut Kemendikbud tahun 2013 adalah (1)
mengembangkan kapasitas keilmuan, khususnya kemampuan siswa tingkat yang tidak
dapat disangkal, (2) membentuk kapasitas siswa dalam menangani suatu masalah secara
metodis, (3) mendapatkan hasil belajar yang tinggi, (4) mempersiapkan siswa dalam
menuangkan pikiran. pemikiran, terutama dicatat sebagai hard copy makalah logis dan
(5) pembinaan pribadi siswa.
Seperti yang diungkapkan oleh Wahyuddin (Minarti, 2012), kemampuan untuk
menggunakan pemikiran berguna untuk mendapatkan matematika dan menjadi bagian
yang sangat tahan lama dari keterlibatan numerik dengan setiap tingkat kelas.
Sementara itu, menurut Suryadi (Minarti, 2012) latihan numerik yang dianggap
merepotkan oleh siswa antara lain mendemonstrasikan, menangani masalah yang
membutuhkan pemikiran numerik, menemukan spekulasi atau tebakan, dan menemukan
hubungan antara kenyataan yang diberikan.
Mengingat wacana dengan Ibu Herlina S.Pd salah satu pendidik matematika di
SMP Negeri 3 Sungai Raya, belum ada eksplorasi di sekolah yang mengkaji
kemampuan berpikir numerik siswa dalam mengerjakan soal. Selain itu, mengingat
tindakan wawasan lapangan (PPL) yang dilakukan oleh pencipta di SMP Negeri 3
Sungai Raya pada bulan Juli-September 2019 kemampuan berpikir numerik siswa
dalam berpikir kritis masih sangat rendah, terutama pada materi statistika. Banyak siswa
tidak memahami konsep numerik secara efektif. Berdasarkan tugas sehari-hari mereka
dalam menangani masalah cerita faktual, siswa masih bingung untuk memahami
pentingnya masalah dan mengubah masalah menjadi bahasa numerik atau model
numerik.
Kemampuan berpikir siswa memiliki berbagai pergantian peristiwa. Ada siswa
yang memiliki kemajuan berpikir yang baik, ada juga yang tidak.siswa yang memiliki
peningkatan kemampuan berpikir yang baik antara lain akan menunjukkan
kemampuannya untuk berpikir secara cerdas, mendasar, dan metodis. Sementara itu,
siswa yang memiliki kemampuan berpikir yang belum matang tidak berpikir secara
rasional, secara mendasar atau metodis. Meski ini merupakan sesuatu yang khas, yang
terkendala adalah siswa yang kemampuan berpikirnya kurang berkembang.
Hasil belajar dapat diperkirakan melalui berbagai macam tes hasil belajar yang
ditunjukkan dengan kemampuan yang akan ditaksir. Dalam tinjauan ini kapasitas yang
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 21/09/2021; Resived: 27/01/2022; Accepted: 31/07/2022
110
akan diestimasi adalah kapasitas berpikir numerik. Dengan demikian, uji coba hasil
belajar tuntas merupakan uji coba kemampuan berpikir numerik. Estimasi konsekuensi
estimasi kemampuan berpikir numerik merencanakan untuk menentukan derajat
kemampuan berpikir numerik. Aturan untuk menghitung nilai kapasitas berpikir
numerik yang digunakan oleh Suherman dan Sukjaya (Riyanto, 2011) dan ditentukan
dengan menggunakan persamaan mean dan standar deviasi adalah sebagai berikut: (1)
Kelompok berpikir tinggi: nilai β₯ x +1.S; (2) Kelompok berpikir sedang : x -.S β€
bernilai < x +1; (3) Kelompok berpikir rendah: nilai < x - 1.S dengan Data: x : hasil tes
kemampuan berpikir numerik normal dan S: simpangan baku hasil tes kemampuan
berpikir numerik
Hal tersebut diperjelas dalam arsip pedoman Kepala Jendral Pendidikan Dasar dan
Menengah Nomor 506/C/PP/2004 (Asrawati, 2012) mengenai pokok-pokok pemikiran
yang harus dipenuhi yang mengacu pada penanda-penanda berpikir tersebut sesuai
dengan berikut: 1) menerapkan matematika numerik, 2) Memberikan alasan atau bukti
untuk keakuratan pengaturan, 3) Menggambar dari pernyataan, 4) Memeriksa
keabsahan suatu pertentangan.
Polya (1973) mengembangkan model berpikir kritis, strategi, atau heuristik yang
terdiri dari fase-fase berpikir kritis, khususnya (1) memahami masalah (understanding
the issue); (2) membuat kesepakatan penyelesaian (formulating a arrangement); (3)
melaksanakan rencana berpikir kritis (menyelesaikan pengaturan); dan (4) berpikir
kembali. Memahami masalah mengacu pada membedakan realitas, ide, atau data saat ini
yang diharapkan untuk menangani masalah tersebut. Membuat pengaturan mengacu
pada pengembangan model numerik dari suatu masalah. Melaksanakan pengaturan
menyinggung penyempurnaan model numerik. Sementara itu, melihat ke dalam
diidentikkan dengan benar-benar melihat kelayakan atau kebenaran jawaban.
Melalui penjelasan di atas, cenderung dianggap bahwa dalam menangani masalah
numerik diperlukan kemampuan berpikir numerik yang memerlukan tingkat deduksi
seperti penalaran fundamental, penalaran dasar, dan penalaran inventif. Hal ini diyakini
dapat membantu tujuan pembelajaran IPA di sekolah untuk mencapai kapasitas normal.
2. METODE PENELITIAN
Studi ini merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mendeskripsikan dan
menggambarkan kemampuan penalaran matematis siswa dalam berpikir kritis, maka
strategi yang digunakan adalah teknik subjektif yang menarik. Subyek yang digunakan
adalah siswa kelas VIII G SMP Negeri 3 Sungai Raya sebanyak 32 siswa. Pilihan mata
pelajaran pertemuan tergantung pada nilai yang paling penting dari masing-masing
kategori kemampuan penalaran matematis tingkat atas, menengah, dan bawah.
Informasi yang diperlukan dikumpulkan melalui perangkat sebagai tes kapasitas
berpikir numerik dan pertemuan.
Metode pemeriksaan yang dilakukan terdiri tiga fase:
Fase Persiapan; (a) Permohonan persetujuan dari kepala SMP Negeri 3 Sungai Raya
untuk memimpin penelitian di sekolah tersebut; (b) Tentukan kesepakatan dengan
instruktur matematika dalam hal kesempatan untuk digunakan untuk penelitian; (c)
Mendorong instrumen eksplorasi; (d) Persetujuan instrumen eksplorasi; (e) Modifikasi
instrumen tergantung masukan dari validator (master teacher).
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 21/09/2021; Resived: 27/01/2022; Accepted: 31/07/2022
111
Fase Pelaksanaan; (a) Uji coba tes soal terlebih dahulu di sekolah yang sama, tetapi
beda dengan kelas yang akan di teliti. Misal subyek penelitiannya di kelas VIII G, uji
coba tes soal di kelas VIII F; (b) Validasi tes soal kepada guru bidang studi matematika;
(c) Revisi soal tes berdasarkan masukan validator (guru bidang studi matematika); (d)
Menawarkan tes kepada siswa kelas VIII G SMP Negeri 3 Sungai Raya; (e) Semua
siswa kelas VIII G SMP Negeri 3 Sungai Raya menjawab soal tes kemampuan berpikir
yang dibagikan oleh peneliti; (f) Mengumpulkan siswa ke dalam 3 derajat kemampuan
berpikir, khususnya kelompok kemampuan berpikir tingkat atas, kelompok kemampuan
tingkat menengah dan kelompok kemampuan berpikir tingkat bawah; (g) Memimpin
wawancara dengan tiga siswa yang menangani pertemuan tersebut, setiap pertemuan
terdiri dari satu orang.
Fase Analisis Informasi; (a) Melakukan pemeriksaan informasi kuantitatif hasil tes
kemampuan berpikir numerik siswa; (b) Gambarkan konsekuensi dari tes kemampuan
berpikir numerik; (c) Memimpin investigasi informasi subjektif dari hasil tes
kemampuan berpikir numerik siswa; (d) Menggambarkan efek samping dari
penyelidikan kuantitatif dan pemeriksaan subjektif dari hasil tes kapasitas berpikir
numerik; (e) Pimpin percakapan tergantung pada pemeriksaan informasi kuantitatif dan
subjektif; (f) Menjadikan tujuan sebagai jawaban atas persoalan dalam eksplorasi dan
gagasan.
3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada kelas VIII di SMP Negeri 3 Sungai Raya pada
tanggal 22 Februari 2021 sampai 1 Maret 2021. Melalui metode pengujian yang
digunakan tergantung pada pengujian purposive dan pemikiran pengajar mata pelajaran
yang bersangkutan, kelas VIII G dipilih sebagai kelas contoh. Pada kelas contoh ini
akan diberikan perlakuan berupa tes kemampuan berpikir numerik pada materi terukur.
Kemudian, pada saat itu, tes kemampuan berpikir numerik siswa diberi skor dan dari
skor itu analis mengambil 3 siswa dilakukan penskoran dan dari skor tersebut peneliti
mengambil 3 orang siswa perwakilan kelompok penalaran matematis tingkat atas,
menengah, dan bawah sesuai dengan intruksi dari guru mata peajaran yang
bersangkutan. selanjutnya akan dipaparkan data hasil penelitian yang meliputi hasil
pekerjaan yang disusun dan efek samping dari siswa bertemu hanya untuk menjawab
perincian masalah pernah yang disajikan.
Pendeskripsian kemampuan penalaran matematis siswa tingkat atas, menengah,
dan bawah dalam pemecahan masalah materi statistika.
Dari hasil tinjauan ini diperoleh kumpulan informasi, khususnya informasi tes
kemampuan berpikir numerik. Informasi dari hasil review ini adalah sebagai pemikiran
siswa yang ragam informasinya menggunakan instrumen sebagai soal tes penggambaran
lebih dari 4 soal sebagai soal gambaran dengan skor antara o sampai 4. Efek samping
dari skor kapasitas berpikir numerik dapat diperkenalkan pada tabel.
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 21/09/2021; Resived: 27/01/2022; Accepted: 31/07/2022
112
Tabel 1. Deskripsi Hasil Analisis Tes
Keterangan Nilai
Total skor
Rata-rata skor
Skor terbesar Skor terkecil
Jumlah nilai
Rata-rata nilai
Nilai terbesar Nilai terkecil
Standar deviasi
222
6,94
12 3
1750
54,69
80 35
11,38
Untuk menentukan kemampuan berpikir siswa pada materi terukur, sangat baik
dapat ditemukan dalam penanda berpikir yang kemudian diberi skor yang merupakan
informasi siswa sebagai petunjuk otoritas berpikir.
Selain itu, dilihat dari hasil perhitungan nilai normal (rata-rata) 54,69 dan
simpangan baku 11,38, maka model pengumpulan kemampuan berpikir numerik yang
digunakan adalah sebagai berikut:
Tabel 2. Kriteria Pengelompokan Kemampuan Penalaran Matematis
Tingkat kemampuan penalaran Kriteria
Atas nilaiβ₯66,07
Menengah 43,31β€nilai<66,07
Bawah Nilai<43,31
Berdasarkan tabel di atas, dibuat hasil pengkategorian siswa berdasarkan tingkat
kemampuan penalaran matematis antara lain:
Tabel 3. Hasil Kategorisasi siswa Berdasarkan Tingkat Kemampuan Penalaran Matematis.
Tingkat Kemampuan
Penalaran
Total Siswa Presentase
Atas 2 6,25%
Menengah 18 56,25%
Bawah 12 37,5%
Total 32 100%
Dilihat dari susunan derajat kemampuan berpikir numerik pada tabel, maka
kumpulan kemungkinan selanjutnya untuk setiap klasifikasi ditampilkan pada tabel 4.4
sebagai berikut.
Tabel 4. Hasil Perencanaan Calon Subjek
Kelompok Total Siswa
Atas 1
Menengah 1
Bawah 1
Total 3
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 21/09/2021; Resived: 27/01/2022; Accepted: 31/07/2022
113
Subyek yang dipilih dalam ulasan ini adalah sebagai berikut: (a) satu orang siswa
dengan kemampuan penalaran tingkat atas; (b) satu orang siswa dengan kemampuan
penalaran tingkat menengah; (c) satu orang siswa dengan kemampuan penalaran tingkat
bawah. Berdasarkan tabel tingkat kemampuan penalaran matematis atas berjumlah 2
orang, kemudian kemampuan penalaran tingkat menengah berjumlah 18 orang dan
kemampuan penalaran matematis tingkat bawah berjumlah 12 orang. Subjek penelitian
yang dipilih pada ulasan ini menambahkan hingga 3 siswa tergantung pada hasil tes
yang telah diisi oleh siswa dan dikusi bersama guru matematika untuk perwakilan
tingkatan kelompok penalaran matematis. Tabel berikut menyajikan hasil analisis data
kemampuan penalaran matematis siswa pada 4 indikator penalaran matematis dalam
pemecahan masalah.
Tabel 4.5 hasil kemampuan penalaran matematis siswa dalam pemecahan
masalah
Kode Indikator Kemampuan Penalaran Matematis
Siswa 1 2 3 4
SPA β β β -
SPM β β - -
SPB β - - -
Keterangan:
(β) : menyatakan bahwa subjek penelitian memenuhi indikator kemampuan
penalaran matematis.
(-) : menyatakan bahwa subjek penelitian belum memenuhi indikator kemampuan
penalaran matematis.
Pembahasan
Berdasarkan konsekuensi dari penyelidikan informasi yang telah dilakukan
dibagian ini akan dibahasa temuan-temuan penelitian tentang kemampuan penalaran
matematis siswa dalam pemecahan masalah. Peneliti memberikan tes kemampuan
penalaran matematis sebanyak 4 butir soal dimana soal no 1-3 setiap soalnya terdapat
indikator menerapkan matematika numerik, memeriksa keabsahan suatu pertentangan,
dan menggambar dari pernyataan. Dan untuk soal no 4 terdapat indikator memberikan
alasan atau bukti untuk keakuratan pengaturan, kemudian hasil tes kemampuan
penalaran matematis siswa diberi skor dan dari skor tersebut peneliti mengambil
perwakilan 3 orang siswa kelompok penalaran matematis tingkat atas, menengah, dan
bawah sesuai dengan kriteria menurut Suherman dan Sukjaya dan sesuai dengan diskusi
penilaian pendidik aritmatika yang harus dipenuhi . hal ini tergantung pada efek
samping dari tes dan pertemuan yang telah diarahkan selama peninjauan.
Deskripsi Kelompok Kemampuan Penalaran Matematis Tingkat Atas
Mengingat hasil pemikiran, diperoleh bahwa, siswa yang kategori penalaran
matematis tingkat atas (SPA) rata-rata menjawab soal no 1-4 dengan benar. Walaupun
ada sedikit langkah-langkah pengerjaan tidak dituliskan secara detail seperti membuat
kesimpulan diakhir jawaban dan kurang paham menentukan letak median dalam soal
bentuk tabel sehingga terlihat siswa kemampuan penalaran tingkat atas mencari letak
median dengan cara manual, tetapi rata-rata siswa tidak memberikan lembar jawaban
yang kosong. Berdasarkan pembahasan tersebut, bahwa SPA diketahui tidak dapat
memberikan kesimpulan diakhir jawaban. dalam arsip pedoman Kepala Jendral
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 21/09/2021; Resived: 27/01/2022; Accepted: 31/07/2022
114
Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 506/C/PP/2004 (Asrawati, 2012) mengenai
pokok-pokok pemikiran yang harus dipenuhi yang mengacu pada penanda-penanda
berpikir tersebut sesuai dengan berikut: 1) menerapkan matematika numerik, 2)
Memberikan alasan atau bukti untuk keakuratan pengaturan, 3) Menggambar dari
pernyataan, 4) Memeriksa keabsahan suatu pertentangan. Dan berdasarkan tabel 4.5 di
atas subjek SPA dapat memenuhi 3 indikator kemampuan penalaran matematis. Hal ini
sejalan dengan penelitian Elfrida Ardhiyanti, bahwa siswa kemampuan penalaran
matematis tingkat atas dapat memenuhi 3 indikator kemampuan penalaran matematis.
berdasarkan hasil wawancara, subjek SPA memahami semua soal dan mengetahui
konsep untuk mengerjakan, tetapi subjek SPA tidak dapat membuat kesimpulan diakhir
jawaban dan tidak paham menentukan letak median soal statitika dalam bentuk tabel
makanya subjek SPA menentukan letak median dengan cara manual.
Deskripsi Kelompok Kemampuan Penalaran Matematis Tingkat Menengah
Mengingat hasil pemikiran, diperoleh bahwa, siswa yang kategori penalaran
matematis tingkat menengah (SPM) rata-rata menjawab 3 soal dengan benar walau
dengan langkah penyelesaian tidak secara detail. Pada soal nomor 2 subjek SPM
kesulitan dalam memahami arti soal dan kebingungan dalam mentranslate atau
mengartikan soal berbentuk cerita kedalam bahasa matematika sehingga salah dalam
pengerjaannya, disoal no 2 diketahui rata-rata setelah dikurang nilai budi menjadi 79,
tetapi subjek SPM menjawabnya rata-rata setelah ditambah nilai budi menjadi 79 jadi
tidak sesuai dengan apa yang diketahui disoal dan apa yang di jawab sehingga
menyebabkan kesalahan dalam perhitungan dan subjek SPM tidak dapat menyimpulkan
suatu pernyataan diakhir jawaban. dalam arsip pedoman Kepala Jendral Pendidikan
Dasar dan Menengah Nomor 506/C/PP/2004 (Asrawati, 2012) mengenai pokok-pokok
pemikiran yang harus dipenuhi yang mengacu pada penanda-penanda berpikir tersebut
sesuai dengan berikut: 1) menerapkan matematika numerik, 2) Memberikan alasan atau
bukti untuk keakuratan pengaturan, 3) Menggambar dari pernyataan, 4) Memeriksa
keabsahan suatu pertentangan. Dan berdasarkan tabel 4.5 diatas subjek SPM dapat
memenuhi 2 indikator kemampuan penalaran matematis. Hal ini sejalan dengan
penelitian Siti Kuswardani, bahwa siswa kemampuan penalaran matematis tingkat
menengah dapat memenuhi 2 indikator kemampuan penalaran matematis. Berdasarkan
hasil wawancara, subjek SPM kesulitan dalam mengerjakan soal nomor 2 karena tidak
bisa mengubah soal cerita ke dalam model matematika dengan benar dan tidak dapat
membuat kesimpuan diakhir jawaban.
Deskripsi Kelompok Kemampuan Penalaran Matematis Tingkat Bawah Mengingat hasil pemikiran, diperoleh bahwa siswa yang kategori penalaran
matematis tingkat bawah (SPB) rata-rata menjawab 2 soal dengan benar. Pada proses
pengerjaan yang dilakukan berhenti pada saat memeriksa kesahihan suatu argumen atau
proses perhitungan yang dikerjakan tidak dapat diselesaikan meskipun konsep/prinsip
yang di terapkan telah sesuai. dalam arsip pedoman Kepala Jendral Pendidikan Dasar
dan Menengah Nomor 506/C/PP/2004 (Asrawati, 2012) mengenai pokok-pokok
pemikiran yang harus dipenuhi yang mengacu pada penanda-penanda berpikir tersebut
sesuai dengan berikut: 1) menerapkan matematika numerik, 2) Memberikan alasan atau
bukti untuk keakuratan pengaturan, 3) Menggambar dari pernyataan, 4) Memeriksa
keabsahan suatu pertentangan. Dan berdasarkan tabel 4.5 diatas subjek SPB dapat
memenuhi 1 indikator kemampuan penalaran matematis. Hal ini sejalan dengan
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 21/09/2021; Resived: 27/01/2022; Accepted: 31/07/2022
115
penelitian Siti Kuswardani, bahwa siswa kemampuan penalaran matematis tingkat
bawah dapat memenuhi 1 indikator kemampuan penalaran matematis. Berdasarkan hasil
wawancara, siswa menjawab bukan dengan konsekuensi dari renungan mereka sendiri,
melainkan dengan meniru yang dibuat oleh teman mereka dan subjek SPB kelihatan
asal-asal dalam mengerjakan soal tes kemampuan penalaran matematis.
Berdasarkan pengamatan dilapangan, diduga yang menyebabkan hanya 2 siswa
yang tergolong berkemampuan penalaran matematis tingkat atas adalah pengenalan
pertanyaan yang diberikan tidak berubah, sehingga saat siswa diberikan soal bervariatif
siswa kebingungan atau kesulitan dalam menyeesaikan soal tersebut. Untuk mengetahui
lebih banyak informasi luar dan dalam tentang masalah yang dilihat oleh siswa, para
analis juga memimpin pertemuan singkat dengan instruktur di bidang konsentrasi terkait
setelah mendapatkan konsekuensi dari kemampuan berpikir numerik siswa yang tidak
terlalu ideal, terutama pada pertanyaan nomor 2, subjek SPM dan SPB tidak tepat dalam
menjawab pertanyaan, tidak seperti yang ditunjukkan oleh informasi yang diungkapkan.
menyadari apa yang ditanyakan dan apa yang dijawab. Pendidik merasa bahwa siswa
masih kesulitan dalam menjawab pertanyaan yang berfluktuasi, terutama dalam
menyelesaikan pertanyaan yang tidak sama dengan pertanyaan yang biasa mereka
lakukan. Hal ini dikarenakan siswa yang apatis dalam mencoba untuk berlatih soal,
siswa terlalu fokus pada apa yang diberikan oleh guru. Demikian juga, siswa malas
untuk membaca pertanyaan lebih dari sekali sehingga siswa kadang-kadang tidak
memahami pentingnya pertanyaan tetapi telah bekerja tanpa intuisi secara inovatif dan
tidak bijaksana dalam menanggapi pertanyaan.
4. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Mengingat percakapan yang telah digambarkan, akhir yang dapat disampaikan
adalah bahwa penggambaran kemampuan berpikir numerik siswa dalam mengerjakan
soal-soal terukur di SMP Negeri 3 Sungai Raya dinamakan menengah. Akhir dari
rencana masalah tertentu adalah sebagai berikut: (1) Siswa yang berkemampuan
penalaran matematis tingkat atas mampu memenuhi indikator untuk menerapkan
matematika numerik, memeriksa keabsahan suatu pertentangan, memberikan alasan
atau bukti untuk keakuratan pengaturan, tetapi tidak dapat memenuhi indikator
menggambar dari pernyataan; (2) Siswa yang berkemampuan penalaran matematis
tingkat menengah mampu memenuhi indikator menerapkan matematika numerik,
memberikan alasan atau bukti untuk keakuratan pengaturan, tetapi tidak dapat
memenuhi indikator memeriksa keabsahan suatu pertentangan dan menggambar dari
pernyataan; (3) Siswa yang berkemampuan penalaran tingkat bawah hanya dapat
memenuhi indikator menerapkan matematika numerik, tetapi tidak dapat memenuhi
indikator memeriksa keabsahan suatu pertentangan, menggambar dari pernyataan, dan
memberikan alasan atau bukti untuk keakuratan pengaturan.
Saran
Mengingat hasil eksplorasi yang didapat dan kekurangan dalam tinjauan ini, para
ahli memberikan ide-ide berikut: (1) Siswa hendaknya meningkatkan kemampuan
bernalarnya, khususnya dalam bidang sains, dengan terus belajar dan dengan melakukan
praktik berpikir kritis numerik yang dapat menumbuhkan kemampuan berpikir numerik;
(2) Kemampuan berpikir siswa sangat menarik dalam pembelajaran aritmatika dalam
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 21/09/2021; Resived: 27/01/2022; Accepted: 31/07/2022
116
menangani masalah berpikir kritis sehingga guru harus fokus pada hal ini dalam
pembelajaran IPA. Pendidik dapat mengembangkan pengajaran dari pertanyaan latihan
berpikir kritis untuk melatih kemampuan berpikir numerik siswa; (3) Dalam hal
melakukan ujian perbandingan, sudah sepatutnya menggunakan berbagai bahan dan
juga dapat menumbuhkan informasi yang diidentifikasi dengan kemampuan berpikir
numerik dengan berbagai atribut.
5. REFERENSI
Asrawati, Nur. 2012. Investigasi Penalaran Matematis dan Kemampuan Komunikasi
Setelah Menerapkan Strategi Cooperative Think-Talk-Write Setting Berbasis
Gender pada Siswa Kelas X SMK Kartika XX-1 Wirabuana Makassar.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, (2013). Mengenai norma ukuran pelatihan esensial
dan opsional. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Minarti, Eva Dwi. 2012. Pemanfaatan Model Generatif untuk Meningkatkan
Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematika di SMP. Dalil. Tidak
diterbitkan. Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Jakarta.
Mipa. Jilid 18.Nomor 2.
NCTM, 2000. Standar dan prinsip untuk Matematika Sekolah. Reston, VA.
PΓ³lya, G. 1973. Petunjuk untuk Memecahkannya (Edisi kedua). New Jersey: Pers
Universitas Princeton.
Ramdhani, Sendi. 2012. Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Problem Possing
Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa.
Riyanto, Bambang. 2011. Mengerjakan Kemampuan Penalaran dan Prestasi Matematika
dengan Pendekatan Konstruktivisme Pada Siswa SMA. Buku Harian
Pendidikan Matematika. Jilid 5, No. 2 Juli 2011.
Zulmaulida, Rahmi. 2012. Pengaruh Pembelajaran dengan Pendekatan Proses Berpikir
Reflektif Terhadap Peningkatan Kemampuan Koneksi dan Berpikir Kritis
Skripsi. Tidak dipublikasikan. Jakarta: Program Pascasarjana Universitas
Pendidikan Jakarta.
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 07/03/2022; Resived: 17/05/2022; Accepted: 31/07/2022
117
KEMAMPUAN NUMERIK SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS
DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS
Umi Nur Haafidah1, Hamdani2, Dian Ahmad3
1,2,3Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Untan Pontianak
Email: [email protected]
Abstrack
The importance of problem solving skills is based on the results of the Trends in
International Mathematics and Science Study (TIMSS) survey which means that students' mathematical problem solving abilities in Indonesia are still in a very
low category. Where one factor in the low problem solving ability of students is
the low numerical ability of students. Based on these results, researchers are interested in revealing deeper results regarding students' numerical abilities in
solving mathematical problems. Thus, this study was conducted with the aim of
knowing students' numerical abilities in solving mathematical problems. The
method used in this research is descriptive method. With the form of descriptive quantitative research, the subjects in this study were students of class XII MIA
MA Khulafaur Rasyidin and the object of this research was numerical ability in
solving mathematical problems. The data collection technique used a test technique with the data analysis technique used, namely the average percentage.
The results of data analysis showed that the numerical ability of students in
solving mathematical problems was included in the medium category with the
percentage obtained at 58.428%. Which means that overall there are still students who are not fast and careful in doing arithmetic calculations when
solving problem solving problems properly.
Keywords: Numerical Ability, Mathematical Problem Solving
1. PENDAHULUAN
Matematika adalah suatu mata pelajaran yang dipelajari siswa disekolah serta
kehidupan nyata sehari-hari, sehingga matematika mempunyai bagian penting dalam
pembentukan paradigma berpikir seseorang. Berhubungan dengan pernyataan tersebut
Hendriana (2014) menyatakan bahwa, matematika mempunyai bagian penting dalam
membentuk paradigma berpikir orang yang berpengetahuan serta penting pada rakyat
dimasa depan, sebab hal ini bisa membentuk seseorang menjadi lebih terbuka, mental
yang luwes, serta bisa menyesuaikan diri di banyak keadaan berbeda pada setiap
permasalahan. Itupula yang menyebabkan matematika diklaim menjadi sumber generasi
yang maju serta mampu menghadapi perubahan.
Berdasarkan pendapat Setiawan (2015) guna memajukan taraf pendidikan,
sekolah diminta agar mempersiapkan siswa agar mempunyai beragam kepiawaian
termasuk dalam pelajaran matematika, sehingga para perserta didik mampu menjadi
manusia yang lebih bermutu serta dapat berkompetisi. Satu diantaranya ialah
kemampuan pemecahan masalah matematis. Ruseffendi (2006) memaparkan bahwa
kemampuan pemecahan masalah matematika begitu signifikan, tidak hanya untuk orang
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 07/03/2022; Resived: 17/05/2022; Accepted: 31/07/2022
118
yang belajar atau mau belajar matematika nanti, melainkan bagi orang-orang yang
menggunakannya pada bidang penelitian lainnya dikeseharian.
National Council of Teachers Mathematics (2000) pemecahan masalah diartikan
sebagai cara mengimplementasikan ilmu yang sudah didapat dulu pada kondisi sekarang
serta berlainan. Sementara itu, Suherman (2001) medefinisikan kemampuan pemecahan
masalah seumpama dengan komponen penting pada kurikulum matematika sebab pada
teknik pengerjaannya siswa mendapat pengetahuan pada penerapan dan kemampuan
yang sudah dipunya agar diaplikasikan pada masalah yang tidak rutin.
Diluar dari pentingnya kemampuan pemecahan masalah ini, beralaskankan pada
survey Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) empat tahun
terakhir, satu diantara indikator kognitif yang dievaluasi ialah kemampuan siswa dalam
memecahkan masalah non rutin. Dalam kesertaan pertama kali tahun 1999, Indonesia
mendapat nilai rata-rata 403, tahun 2003 mendapat nilai rata-rata 411, tahun 2007
mendapat nilai rata-rata 411, dan tahun 2011 mendapat nilai rata-rata 386. Sementara itu
tahun 2015 terjadi peningkatan Indonesia dengan menduduki posisi ke 45 dari 50 negara
dengan poin 397 (Puspendik, 2016). Perolehan nilai rata-rata yang ditentukan oleh
TIMSS ialah 500. Pernyataan tersebut berarti kedudukan Indonesia pada ke ikut
sertaannya terusmenerus mendapat nilai dibawah rata-rata yang sudah di tentukan. Hal
tersebut juga mengartikan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika peserta
didik masih berada pada kategori yang sangat rendah.
Diantara penyebab rendahnya kemampuan pemecahan masalah peserta didik
ialah rendahnya kemampuan atau keterampilan numerik peserta didik (Bedilius, dkk,
2018). Sementara itu, kemampuan numerik yang rendah ini dikarenakan oleh kurang
sadarnya peserta didik tentang pentingnya mempunyai kemampuan numerik yang bisa
menunjuang kemampuan penyelesaian masalah-masalah matematika pada
kesehariannya dalam kehidupan serta keengganan siswa untuk berlatih soal-soal yang
bisa meningkatkan kemampuan numeriknya (Cahya, dkk, 2020:94). Sedangkan menurut
penjelasan Nurhafiza (2020: 71) Kemampuan numerik bermanfaat dalam pemecahan
masalah pada pembelajaran matematika dan sangat diperlukan karena jika siswa
memiliki kemampuan numerik baik, tidak mengherankan dalam matematika juga baik.
Kemampuan numerik pada dasarnya adalah kemampuan khusus untuk hitung
menghitung. Leoni (2008:1), kemampuan numerik adalah kemampuan yang
berhubungan dengan kemampuan berhitung dan angka. Suparlan (2009) menartikan
kemampuan numerik sebagai kemampuan untuk memecahkan masalah matematika
yang mampu melakukan tugas-tugas aritmatika. Astuti, dkk (2013), kemampuan
numerik berarti kemampuan ketepatan dan kecepatan dalam penerapan fungsi
aritmatika dasar. dengan demikian, daya kamputasi merupakan keterampilan yang
berkaitan dengan ketepatan dan kecepatan dalam menyelesaikan masalah matematika,
termasuk enumerasi..
Rendahnya kemampuan numerik serta kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa MA Khulafaur Rasyidin dapat diketahui berdasarkan hasil wawancara
dengan seorang guru matematika yang menyampaikan bahwa siswa MA Khulafaur
Rasyidin masih kesulitan memecahkan masalah matematika yang didalamnya terdapat
angka-angka dan pengerjaan hitung dengan cepat dan tepat. Guru tersebut juga
menambahkan bahwa dalam kesehariannya siswa lumayan sulit memahami dan
menyelesaiakan latihan-latihan matematika, siswa masih kesusahan ketika menentukan
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 07/03/2022; Resived: 17/05/2022; Accepted: 31/07/2022
119
rencana penyelesaian masalah bahkan susah berpikir logis, sitematis, serta menalar
mengenai angka-angka.
Penyampaian ini disuport dengan prariset yang dilaksanakan guna melihat
kemampuan siswa dalam memecahkan maslah matematika yang ditujukan kepada 5
siswi kelas X putri MIA MA Khulafaur Rasyidin secara acak pada tanggal 23 februari
2021. Disajikan soal matematika sebagai berikut: Erik membagikan sejumlah uangnya
pada Mo, Jo, dan Flo dengan Mo menerima 5/8 bagian. Jo menerima 0,25 bagian dan
Flo menerima Rp 7.500. Berapa banyak jumlah uang erik yang dibagikan pada Mo, Jo,
dan Flo? (Philip Carter (2010), Bagian Soal tes pemecahan masalah numerik No.4 hal
69). Berdasarkan Prariset yang di lakukan terhadap 5 siswa kelas X putri MIA MA
Khulafaur Rasyidin terdapat 4 siswa dengan penyelesaian benar dan 1 siswa dengan
penyelesaian tidak benar. Dari 5 Hasil pekerjaan siswa, diambil 2 hasil pekerjaan yang
berbeda dalam menentukan strategi penyelesaiannya. Hasil penyelesaian siswa
menmperlihatkan kesusahan siswa ketika menentukkan rencana penyelesaian yang tepat
bahkan terdapat siswa yang belum mengerti apasaja yang diketahui dan apasaja yang
ditanyakan. Fakta tersebut menunjukkan terdapat keterkaitan antara kemampuan
pemecahan masalah matematis siswa jika ditinjau dari kemampuan numerik siswa.
Dalam hal ini Jelatu (2019) memaparkan bahwa orang yang mempunyai
kemampuan numerik tinggi, umumnya mempunyai proses berpikir yang sistematis
ketika menyelesaikan masalah, serta dapat menyeleksi juga mengatur informasi, serta
dapat melaksanakan perhitungan atau operasi matematika dengan lebih lengkap.
Sehingga menunjang kemampuan siswa ketika memahami masalah, menalar serta
menganalisis setiap permasalahan matematika.
Berdasarkan pemaparan diatas, maka peneliti berkeinginan agar dapat
mengetahui kemampuan numerik siswa dalam pemecahan masalah matematis siswa
secara lebih jauh tepatnya di kelas X MA Khulafaur Rasyidin. Oleh sebab itu, peneliti
melaksanakan sebuah penelitian yang berjudul : βKemampuan Numerik Siswa Sekolah
Menengah Atas Dalam Pemecahan Masalah Matematis Pada Kelas X MA Khulafaur
Rasyidin.β .
2. METODE PENELITIAN
Metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Muliawan (2014: 84)
mendefinisikan metode deskriptif merupakan metode penelitian yang didalamnya
memaparan atau menggambarkan sesuatu. Dengan bentuk penelitian yang digunakan
pada penelitian ini ialah deskriptif kuantitatif. Berdasarkan pendapat Syamsudin, dkk
(2011), penelitian deskriptif kuantitatif merupakan penelitian dengan tujuan
memaparkan fakta fenomena dengan melibatkan angka-angka dalam menjelaskan
karakteristik suatu kelompok atau individu. Penelitian ini memilih siswa kelas XII MIA
MA Khulafaur Rasyidin sebagai subjek penelitian serta kemampuan numerik dalam
pemecahan masalah matematis sebagai objek penelitian. Untuk memperoleh data
penelitian, maka menurut Arikunto (2010; h.61) ada tiga tahapan penelitian serta
langkah-langkah pada setiap tahap yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai
berikut:
Tahap persiapan atau pembuatan rancangan penelitian
Adapun langkah-langkah pada tahap persiapan terdiri dari: 1) merancang kisi-kisi,
Soal Tes, dan Pedoman Penskoran sebagai instrument penelitian. 2) melaksanakan
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 07/03/2022; Resived: 17/05/2022; Accepted: 31/07/2022
120
validitas instrument penelitian. 3) melaksanakan revisi instrument penelitian. 4)
melaksanakan uji coba soal.
Tahap pelaksanaan penelitian Adapun langkah-langkah pada tahap pelaksanaan penelitian terdiri dari: 1) tes
kemampuan numerik dalam kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada
subjek. 2) menilai hasil tes sesuai pedoman penskoran. 3) menganalisis jawaban subjek
dengan mengubah nilai rata-rata yang diperoleh kebentuk persentase. 4)
mendeskripsikan hasil pengolahan data sesuai kategori kemampuan pendapat Arikunto.
Adapun tingkat kemampuan ini ditentukan dengan kriteria:
Persentase Kategori
81% - 100% Sangat Tinggi
61% - 80% Tinggi
41% - 60% Sedang
21% - 40% Rendah
0% - 20% Sangat Rendah
Keterangan:
ππππ πππ‘ππ π = ππππ π¦πππ ππππππππβ π ππ π€π
ππππ ππππ ππππ
(Modifikasi dari Arikunto, 2008: 35).
Tahap pembuatan laporan penelitian Tahap terakhir yang dilaksanakan pada penelitian ini ialah dengan membuat
laporan penelitian.
Cara mengumpulkan data dalam penelitian ini ialah tes dengan analisis data
menggunakan rata-rata persentase hasil tes. Muliawan (2014; h.191) memaparkan
bahwa cara mengumpulkan data dengan memakai teknik tes atau ujian merupakan
metode mengumpukan data dengan subjek yang diteliti diminta menyelesaikan soal
yang sitetapkan oleh peneliti. Dengan alat untuk mengumpukan data yang dipakai pada
penelitian ini adalah berupa soal tes.
3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Berlandaskan data yang didapat selama kegiatan saat penelitian pada tanggal 19
Agustus 2021 di kelas XI MIA MA Khulafaur Rasyidin dengan tujuan untuk
mengelompokkan siswa sesuai kategori kemampuan numerik siswa dalam pemecahan
masalah matematis.
Tabel 1. Kemampuan Numerik Dalam Pemecahan Masalah Matematis Siswa
NO Kode Siswa Total Skor Rata-rata Persentase Kategori
1 A1, A5, A14 98 32.67 15% Sangat Tinggi
2 A3, A9, A11 72 3.13 15% Tinggi
3 A2, A4, A6, A7, A8, A10,
A12, A13, A16, A18, A19 202 18.36 55% Sedang
4 A15, A17, A20 37 12.33 15% Rendah
5 - 0 0 0% Sangat
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 07/03/2022; Resived: 17/05/2022; Accepted: 31/07/2022
121
Rendah
Jumlah 20 siswa 409 20,45 58,428% Sedang
Berdasarkan Tabel 1, terlihat siswa yang mempunyai tingkat kemampuan numerik
dalam pemecahan masalah kategori sangat tinggi sebanyak 3 siswa atau 15%, tingkat
kemampuan numerik dalam pemecahan masalah kategori tinggi sebanyak 3 siswa atau
15%, tingkat kemampuan numerik dalam pemecahan masalah kategori sedang 11 siswa
atau 55% dan 3 siswa atau 15% lainnya memiliki tingkat kemampuan numerik dalam
pemecahan masalah kategori rendah. Sementara itu, secara umum diperoleh bahwa
siswa kelas XII MIA MA Khulafaur Rasyidin termasuk dalam kategori sedang dengan
peroleh rata-rata 20,45 atau 58,428%.
Secara keseluruhan hasil penelitian ini memyatakan bahwa kemampuan numerik
siswi MIA MA Khulafaur Rasyidin dalam pemecahan masalah matematis tergolong
cukup baik yang artinya siswa MA Khulafaur Rasyidin mampu dengan cepat dan
cermat dalam melakukan perhitungan aritmatika saat menyelesikan soal problem
solving dengan cukup baik.
Pembahasan
Kemampuan numerik siswa dalam pemecahan masalah yang dibahas pada
penelitian ini ialah tentang kemampuan numerik siswa mulai dari kecermatan siswa
dalam melakukan perhitungan-perhitungan untuk melihat sebaik apa siswa mampu
memahami suatu ide serta konsep yang dituliskan dalam bentuk angka, dan semudah
apa siswa untuk berpikir secara logis mengenai bilangan untuk dapat merencanakan
penyelesaian masalah yang baik serta menyelesaikan masalah dengan angka-angka
secara cepat dan tepat dalam pemecahan masalah berdasarkan empat tahapan
pemecahan masalah yang dikemukakan Polya.
Berdasarkan analisis data pada penelitian ini, kemampuan numerik seseorang
ketika memecahan masalah matematis yang dilaksanakan masing-masing peserta didik
bervariasi. Pernyataan ini erat kaitannya dengan proses berpikir peserta didik yang
berbeda-beda. Menurut Mirza (2008), berdasarkan prinsipnya cara berfikir ialah milik
individu, masig-masing individu memiliki prosesnya sendiri dalam memahami sesuatu.
Kemampuan numerik seseorang yang bervariasi ketika pemecahan masalah ini sejalan
dengan pendapat Cahyo (2020; h.13) pada penelitiannya ia mengatakan bahwa terdapat
siswa yang mempunyai kemampuan numerik tinggi dan rendah, dengan siswa yang
memiliki kemampuan numerik tinggi cenderung menghitung dengan lebih baik
dibandingkan peserta didik yang mempunyai kemampuan numerik rendah akan
mengalami kesulitan saat berhitung. Maka, bisa disimpulkan bahwa, peserta didik yang
mendapat nilai tes tinggi adalah siswa yang mempunyai kemampuan numerik tinggi dan
peserta didik yang mendapat nilai tes rendah adalah siswa yang mempunyai
kemampuan numerik rendah.
Tinggi rendahnya kemampuan numerik kemampuan numerik ketika pemecahan
masalah matematis dalam penelitian ini diperoleh berlandaskan total skor dari setiap
aspek pada tes yang diberikan, diantaranya: 1) Aspek Kecepatan siswa dalam
memecahkan Masalah, 2) Aspek Kecermatan siswa dalam memahami masalah, 3)
Aspek Kecermatan siswa dalam merencanakan penyelesaian masalah, 4) Aspek
Kecermatan dalam menyelesaikan Masalah, 5) Aspek memeriksa kembali hasil yang
diperoleh.
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 07/03/2022; Resived: 17/05/2022; Accepted: 31/07/2022
122
Peserta didik yang mempunyai kemampuan numerik tinggi dalam pemecahan
masalah matematis cenderung bisa memecahkan masalah yang diberikan dengan waktu
yang cukup singkat. Maka, dengan demikian Siswa yang mempunyai kemampuan
numerik rendah dalam pemecahan masalah matematis cenderung dapat memecahkan
masalah yang diberikan dengan waktu yang cukup lama. Pernyataan tersebut berkaitan
dengan penelitian Laras (2020) yang memaparkan bahwa kemampuan numerik bisa
dilihat berdasarkan tes yang bisa digunakan sebagai tes kecepatan guna menguji
kemampuan dasar berhitung. Berdasarkan total hasil penelitian dicapai secara
keseluruhan bahwa kemampuan numerik siswa dalam pemecahan masalah matematis
pada aspek kecepatan siswa dalam memecahkan masalah tergolong kategori rendah
dengan rata-rata skor 2,2 atau 28% yang berarti secara keseluruhan rata-rata siswa
mampu memecahkan masalah dengan kecepatan rata-rata 54 menit atau kisaran waktu
30 menit sampai 60 menit untuk dua soal pemecahan masalah matematis dengan hasil
akhir tepat pada sebgian soal dan kurang tepat pada sebagian lainnya.
Selain cenderung dapat memecahkan masalah dengan lebih cepat siswa yang
mempunyai kemampuan numerik tinggi dalam pemecahan masalah matematis juga
cenderung lebih mampu mengidentifikasi semua unsur yang dibutuhkan dalam
pemecahan masalah dengan sangat cermat, teliti. Begitu pula sebaliknya pada siswa
yang memiliki kemampuan numerik rendah cenderung lebih kurang cermat dan teliti
dalam mengidentifikasi semua unsur yang dibutuhkan dalam pemecahan masalah.
Hal ini dapat dilihat berdasarkan ke-4 aspek kecermatan dalam pemecahan
masalah sebagai berikut: 1) Kecermatan dalam memahami masalah yang dimaksud
dalam penelitian ini ialah kecermatan dan ketelitian siswa serta kesanggupan siswa
dalam memahami ide-ide serta konsep-konsep yang dinyatakan dalam bentuk angka
pada masalah yang diberikan dengan cermat sehingga Siswa yang memenuhi aspek
kecermatan dalam memahami masalah ialah siswa yang bisa menentukan apa yang
diketahui dan ditanyakan beserta unsur-unsur yang dibutuhkan untuk memecahkan dua
soal pemecahan masalah matematis yang diberikan dengan tepat. 2) Kecermatan dalam
merencanakan penyelesaian masalah yang dimaksud dalam penelitian ini ialah
kecermatan dan ketelitian siswa serta kesanggupan siswa dalam berfikir secara logis
mengenai bilangan pada masalah yang diberikan untuk dapat merencanakan
penyelesaian masalah yang diberikan dengan cermat sehingga siswa yang memenuhi
aspek kecermatan dalam merencanakan penyelesaian masalah ialah siswa dapat
menentukan prosedur dan rumus-rumus yang digunakan secara tepat. 3) Kecermatan
dalam menyelesaikan masalah sesuai rencana yang dimaksud dalam penelitian ini ialah
kecermatan dan ketelitian siswa serta kesanggupan siswa dalam menyelesaikan masalah
sesuai rencana dengan perhitungan aritmatika secara cermat sehingga siswa yang
memenuhi aspek kecermatan dalam menyelesaikan masalah sesuai rencana ialah siswa
yang dapat menerapkan prosedur dan rumus-rumus yang direncanakan secara tepat
sehingga memperoleh hasil yang tepat pula. 4) Kecermatan dalam memeriksa kembali
hasil yang diperoleh yang dimaksud dalam penelitian ini ialah kecermatan dan ketelitian
siswa serta kesanggupan siswa dalam memeriksa kembali hasil yang diperoleh dengan
cermat sehingga siswa yang memenuhi aspek kecermatan dalam memeriksa kembali
hasil yang diperoleh ialah siswa yang dapat melakukan pemeriksaam kembali dari hasil
yang diperoleh dan memberikan kesimpulan secara tepat.
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 07/03/2022; Resived: 17/05/2022; Accepted: 31/07/2022
123
Secara umum dapat disimpulkan bahwa pengkategorian tinggi ataupun rendahnya
siswa yang mempunyai kemampuan numerik dalam pemecahan masalah matematis
pada aspek kecepatan dalam memecahkan masalah turut dipengaruhi oleh ke-4 aspek
kecermatan dalam pemecahan masalah lainnya. Sejalan dengan hal itu, Menurut Cahyo
dalam Laras (2020; h.13) Kemampuan numerik ialah keterampilan khusus
dimatematika, sehingga kemampuan numerik berpengaruh pada kemampuan siswa
untuk memahami serta memecahkan masalah matematika yang memerlukan
keterampilan penalaran tingkat lanjut, termasuk keterampilan memecahan masalah.
Kemampuan pemecahan masalah adalah kemampuan dasar seseorang untuk
mememecahkan masalah yang memerlukan pemikiran logis, kritis, serta sistematis.
Bagi yang sudah mempunyai kemampuan berhitung diartikan sudah bisa berfikir logis
dan dapat bernalar dengan angka. Oleh karena itu, membantu pemikiran yang sistematis
dan logis ketika memecahkan masalah (Bedilius, 2018; h.155).
Sementara itu Jelatu (2019) memaparkan bahwa seseorang dengan keterampilan
numerik yang tinggi, mempunyai cara berpikir yang sistematis dalam memecahkan
masalah secara umum, kemampuan untuk menyaring dan mengelola informasi, dan
kemampuan untuk melaksanakan perhitungan serta operasi matematika yang kompleks.
Untuk menolong siswa menalar, memahami dan mengkaji masalah matematika. Selain
itu seseorang dengan keterampilan numerik rendah meyatakankan tingkat kapasistas
orang tersebut dalam menggunakan atau mengatur angka ketika memecahkan masalah
dengan benar, terlebih mereka juga megatakan bahwa kemampuan berhitung rendah
dapat berakibat pada mental individu, kesehatan fisik, prospek pekerjaan, serta status
ekonomi suatu negara (Adelamola dalam Bedilius, 2018; h.155).
Berdasarkan hasil analisis tes kemampuan numerik siswa dalam pemecahan
masalah matematis secara keseluruhan diperoleh bahwa siswa kelas XII MIA MA
Khulafaur Rasyidin termasuk dalam kategori sedang dengan peroleh rata-rata 20,45 atau
58,428%. Yang artinya secara keseluruhan masih ada sebagian siswa yang belum
mampu memahami ide-ide serta konsep-konsep yang dituliskan dalam bentuk angka,
berfikir logis mengenai bilangan untuk dapat memutuskan rencana yang harus dipakai
serta membuat pemodelan matematika, melakukan perhitungan aritmatika,
menyelesaikan masalah sesuai rencana secara cermat, serta memeriksa kembali hasil
yang diperoleh serta menarik kesimpulan dengan baik sehingga siswa mampu
memecahkan masalah yang diberikan dengan waktu yang kurang cepat. Hal ini juga
berarti bahwa siswa yang memiliki kemampuan numerik dapat ketahui dalam proses
pemecahan masalah matematisnya. Hasil penelitian ini didukung oleh Bedilius (2018;
h.155), berdasarkan hasil peneilitannya yang menyatakan bahwa semakin baik
kemampuan numerik seseorang maka semakin baik pula kemampuan pemecahan
masalahnya.
Walaupun secara garis besar kemampuan numerik siswa dalam pemecahan masalah
matematis tergolong cukup baik, namun hal tersebut juga menyatakan bahwa masih
terdapat siswa yang memiliki kemampuan numerik rendah dalam pemecahan masalah
matematis. Hal ini sejalan dengan hasil wawancara dengan seorang guru matematika
yang memaparkan bahwa siswa MA Khulafaur Rasyidin masih kesulitan memecahkan
masalah matematika yang didalamnya terdapat angka-angka dan pengerjaan hitung
dengan cepat dan tepat. Sementara itu, kemampuan numerik yang rendah ini
diakibatkan kurangnya kesadaran siswa mengenai pentingnya mempunyai kemampuan
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 07/03/2022; Resived: 17/05/2022; Accepted: 31/07/2022
124
numerik yang bisa menunjang proses pemecahan masalah-masalah matematika
dikehidupan sehari-hari dan keengganan siswa untuk membiasakan diri mengerjakan
soal-soal yang bisa meningkatkan kemampuan numeriknya (Cahya, dkk, 2020:94).
4. SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Kemampuan numerik siswa dalam pemecahan masalah matematis MIA MA
Khulafaur Rasyidin termasuk dalam kategori sedang dengan persentase yang diperoleh
sebesar 58,428%. Yang artinya secara keseluruhan siswa masih ada yang kurang cepat
dan cermat dalam melakukan perhitungan aritmatika saat menyelesikan soal problem
solving dengan baik.
Saran
Berdasarkan keterbatasan yang ada dalam penelitian ini,maka peneliti
meemberikan beberapa saran untuk penelitian selanjutnya sebagai berikut : 1) pada saat
penelitian di harapkan peneliti lebih menyiapkan diri untuk proses pengambilan,
pengumpulan, dan segala sesuatunya agar penelitian bisa dilakukan dengan lebih baik.
2) untuk mengukur kemampuan numerik siswa dalam pemecahan masalah matematis
sebaiknya dengan perencanaan waktu dan kondisi yang dipersiapkan dengan sebaik-
baiknya sehingga pelaksanan penelitian tidak terlalu mengulur waktu dan peneliti dapat
memantau secara langsung pelaksanaan tes guna mengukur kemampuan numerik siswa
dalam pemecahan masalah matematis dengan baik. 3) pada saat penelitian di harapkan
peneliti masih perlu melakukan wawancara untuk penelitian selanjutnya agar
mendapatkan hasil serta kesimpulan yang lebih akurat. 4) bagi peneliti lainnya,
diharapkan agar melaksanakan penelitian lebih lanjut menggunakan tes dengan materi
yang lebih luas.
5. REFERENSI
Arikunto, Suharsini. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Praktik Edisi Revisi. Jakarta: PT
Rineka Cipta
Astuti, dkk. (2013). Pengaruh Pendekatan Matematika Realistik Terhadap Prestasi
Belajar Matematika ditinjau dari Kemampuan Numerik. Jurnal Pendidik Dasar.
3(1).
Bedilius, dkk. (2018). Hubungan Antara Kemampuan Numerik Dengan Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematis Siswa Di Pedesaan. Jurnal Matematika dan
Pembelajaran, p-ISSN: 2354-6883 ; e-ISSN: 2581-172X. Volume 6, No 2,
December 2018 (148-160).Retrived from :
https://doi.org/10.24252/mapan.2018v6n2a2.
Carter, P (2005). The Complete Book Of Intelligence Test. England: Wiley
Cahya, dkk. (2020). Pengembangan Instrumen Kemampuan Numerik dan Hasil Belajar
Matematika Materi Pengolahan Data Siswa Kelas V SD. Jurnal Pendidikan Dasar
Indonesia, Vol 4. No 2, ISSN: 2613-9553
Cahyo, T. D., Masykuri, M., & Ashadi. (2016). Kontribusi Kemampuan Numerik dan
Kreativitas Terhadap Prestasi Belajar Siswa Pada Materi Pokok Hidrolisis Kelas
XI MIA dan MIA 5 SMA Negeri 2 Karanganyar Tahun Pelajaran 2015/ 2016.
Jurnal Penelitian Kimia (JPK), 5(2), 81-88. Retrieved from
http://Jurnal.fkip.uns.ac.idindex.php/kimia/article/view/8374/6145.
Vol 3 No 1 Juli 2022
Jurnal AlphaEuclidEdu
Received: 07/03/2022; Resived: 17/05/2022; Accepted: 31/07/2022
125
Hendriana, H. (2014). Membangun Kepercayaan Diri Siswa Melalui Pembelajaran
Matematika Humanis. Jurnal Pengajaran Matematika Dan Ilmu Pengetahuan
Alam, 19(1), 52. https://doi.org/10.18269/jpmipa.v19i1.424
Jelatu, S., Mon, M.E., dan San, S. (2019). Relasi Antara Kemampuan Numerik dengan
Prestasi Belajar Matematika. Lectura: Jurnal Pendidikan. Vol. 10, No. 1
Leoni, A. (2008). Super Tes IQ. Tangerang: PT Tangga Pustaka.
Mika, Laras. (2020). Identifikasi Kemampuan Numerik Siswa Pada Kesetimbangan
Kimia di SMA Negeri 12 Banda Aceh. Skripsi. Aceh: Universitas Islam Negri Ar-
Raniyi.
Muliawan, Jasa Ungguh. (2014). Metodologi Penelitian Pendidikan. Yogyakarta: Gava
Media.
Muri, Nurhafiza. (2020). Pengaruh Kemampuan Verbal, Kemampuan Numerik dan
Kemampuan Komunikasi Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Bakara Kabupaten
Enrekang. Skripsi. Makasar: Universitas Muhammadiyah Makassar.
NCTM. 2000. Principles Standars for School Mathematic. USA : NCTM inc.
Puspendik. (2016). TIMSS Infographic. (Online). (puspendik.kemendikbud.go.id).
Diakses tanggal 26 Februari 2018.
Setiawan, W. (2015). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematika Siswa
SMP dengan Menggunkan Model Penemuan Terbimbing. P2MSTKIP Siliwangi,
2(1).
Suherman, E. (2001). Strategi pembelajaran matematika kontemporer. Bandung: JICA-
UPI.
Suparlan, A. J. (2009). Pengaruh minat dan kecerdasan numerik terhadap prestasi
belajar matematika siswa. EduMa, 1(2), 129β137. Retrieved from
https://anzdoc.com/pengaruh-minat-dan-kecerdasan-numerik-terhadap-prestasi-
bela.html.
Syamsudin, dkk. 2011. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa. Bandung: PT. Remaja
Rosdaka.Affifuddin. (2009). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: CV.
Pustaka Setia.