Vol 3 No 1 Juli 2022 - Jurnal Untan

131
Vol 3 No 1 Juli 2022

Transcript of Vol 3 No 1 Juli 2022 - Jurnal Untan

Vol 3 No 1 Juli 2022

JURNAL ALPHAEUCLIDEDU

JURNAL KEILMUAN MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

SURAT KEPUTUSAN DEKAN FKIP UNIVERSITAS TANJUNGPURA

NOMOR : 2922/UN22.6/PI/2021 TANGGAL 1 JULI 2021

Pelindung:

Dekan FKIP Universitas Tanjungpura

Penanggung Jawab:

Unit Penelitian Pengembangan Penerbitan dan Publikasi Ilmiah (UP4I)

FKIP Untan

Pemimpin Redaksi (Editorial In Chief)

Dr. Dede Suratman, M.Si

Sekretaris Redaksi (Managing Editorial)

Dona Fitriawan, M.Pd

Editor (Section Editorial)

1. Prof. Dr. Nanang Priatna, M.Pd (Universitas Pendidikan Indonesia)

2. Prof. Dr. Suradi, M.S (Universitas Negeri Makassar)

3. Drs. Asep Nursangaji, M.Pd (Universitas Tanjungpura)

4. Dr. Sugiatno, M.Pd (Universitas Tanjungpura)

5. Dr. Mohamad Ri’fat, M.Pd (Universitas Tanjungpura)

6. Dr. Hamdani, M.Pd (Universitas Tanjungpura)

7. Fredi Ganda Putra, M.Pd (UIN Raden Intan Lampung)

8. Dr. Nurfadilah Siregar, M.Pd (Universitas Tanjungpura)

9. Revi Lestari Pasaribu, M.Si (Universitas Tanjungpura)

Penyunting Ahli (Reviewers)

1. Prof. Dr. Toto Nusantara, M.Si (Universitas Negeri Malang)

2. Prof. Dr. Edy Sahputra, M.Pd (Universitas Negeri Medan)

3. Prof. Dr. Heris Hendriana, M.Pd (IKIP Siliwangi)

4. Dr. Yulis Jamiah, M.Pd (Universitas Tanjungpura)

5. Dr. Agung Hartoyo, M.Pd (Universitas Tanjungpura)

6. Drs. Edy Yusmin, M.Pd (Universitas Tanjungpura)

7. Drs. Ade Mirza, M.Pd (Universitas Tanjungpura)

8. Dr. Bistari, M.Pd (Universitas Tanjungpura)

9. Drs. Dian Ahmad, M.Pd (Universitas Tanjungpura)

10. Drs. Romal Ijuddin, M.Pd (Universitas Tanjungpura)

PENGANTAR

Puji syukur Kami haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas terbitnya

Jurnal Pendidikan Matematika yang bernama Jurnal AlphaEuclidEdu pada edisi Juli

2022. Jurnal AlphaEuclidEdu mencakup bidang matematika dan pendidikan

matematika dengan rincian: 1) Belajar dan Pembelajaran Matematika ; 2) Media dan

Sumber Belajar Matematika; 3) Kurikulum Matematika; 4) Evaluasi Pembelajaran

Matematika; 5) Profesi Pendidik Matematika; 6) Matematika Untuk Ekonomi; 7)

Statistika; 8) Geometri; 9) Aljabar; 10) Analisis; 11) Kalkulus; 12) Trigonometri; 13)

Operasi Riset.

Jurnal AlphaEuclidEdu diterbitkan oleh Program Studi Pendidikan Matematika

yang diprakasai oleh UP4I (Unit Penelitian Pengembangan Penerbitan dan Publikasi

Ilmiah) FKIP Universitas Tanjungpura. Tentunya juga jurnal ini diterbitkan atas

partisipasi semua pihak yang turut berkonstribusi, khususnya para penulis yang telah

mempercayakan tulisannya dimuat pada jurnal ini. Terbitnya jurnal ini merupakan

berkat kerja sama yang baik para Tim Editor dan Para Reviewer.

Kami percaya bahwa Tuhan Yang Maha Esa senantiasa membalas semua

kebaikan yang dilakukan semua pihak dalam atensinya sebagai amal bakti untuk

memajukan kualitas pendidikan serta mengembangkan kebiasan menulis dalam

nuansa ilmiah. Akhirnya, kami berharap kritik dan saran yang bermanfaat agar jurnal

ini mampu memberikan konstribusi yang lebih baik di masa mendatang.

Pontianak, 31 Juli 2022

Tim Editor

DAFTAR ISI

Volume 3, Nomor 1, Juli 2022

COVER .................................................................................................................................. i

SURAT KEPUTUSAN .......................................................................................................... ii

PENGANTAR ....................................................................................................................... iii

DAFTAR ISI .......................................................................................................................... iv

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN WINDOW SHOPING DALAM

MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA PADA MATERI BANGUN RUANG

SISI LENGKUNG ………………… ....................................................................................... 1

Sri Ratna Nengsih

ANALISIS RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) DENGAN

PENDEKATAN SAINTIFIK MATA PELAJARAN MATEMATIKA ………………… ............ 10

Jeremy Silvius, Mohamad Rif’at, Zubaidah R

IMPLEMENTASI PENGGUNAAN MODUL TRIGONOMETRI DENGAN

PENDEKATAN PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP MINAT BELAJAR SISWA

KELAS X ………………… ................................................................................................... 18 Indah Nopita Sari, Krisdianto Hadiprasetyo, Erika Laras Astutiningtyas

ANALISIS MISKONSEPSI SISWA PADA MATERI TRIGONOMETRI

MENGGUNAKAN METODE CERTAINTY OF RESPONSE INDEX TERMODIFIKASI DI

SMA ………………… ......................................................................................................... 27

Muhammad Dwiki Annadzili, Halini, Dede Suratman

KEMAMPUAN SISWA DALAM PROSES PEMECAHAN MASALAH BANGUN DATAR

SEGI EMPAT BERDASARKAN TAHAPAN VAN HIELE ………………… .......................... 36

Ferry Gunawan, Agung Hartoyo, Rustam

EKSPLORASI ETNOMATEMATIKA KERAJINAN ANYAMAN β€œBELUNGKUR” PADA

MASYARAKAT DUSUN PENJULUNG KECAMATAN TELUK KERAMAT

KABUPATEN SAMBAS ………………… ............................................................................ 42

Zea, Hamdani, Romal Ijuddin

KAJIAN ETNOMATEMATIKA ALAT MUSIK SENGGAYONG DI DESA PANGKALAN

BUTON KECAMATAN SUKANDA KABUPATEN KAYONG UTARA ………………….................................................................................................................... 50 Kharina Shima A. Simanjuntak, Zubaidah R, Silvia Sayu

RANCANGAN MEDIA PEMBELAJARAN PROGRAM LINIER BERBASIS

ANDROID MENGGUNAKAN PROGRAM LECTORA INSPIRE DI SEKOLAH

MENENGAH ATAS ………………… ................................................................................ 59 Yeni Dian Utami, Edy Yusmin, Ade Mirza

PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN BERBASIS WEBLOG PADA

MATERI PROGRAM LINIER KELAS XI ………………… ............................................. 68

Andre, Bistari, Rustam

ETNOMATEMATIKA DALAM TRADISI PERNIKAHAN ADAT SUKU DAYAK

KALIS DI KECAMATAN KALIS KABUPATEN KAPUAS HULU

………………….................................................................................................................... 77

Konstansia Katlin Stevani, Agung Hartoyo, Munaldus

PENYUSUNAN BOOKLET SCAFFOLDING MENGGUNAKAN TEORI POLYA

MATERI TRIGONOMETRI ………………… .................................................................... 89

Nuriska Indriantie, Muhammad Rif’at, Dede Suratman

AKTIVITAS BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

PADA MASA PANDEMI COVID-19 ………………… ..................................................... 100

Suci Aprilia, Zubaidah R, Dona Fitriawan

PENDESKRIPSIAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA

DALAM PEMECAHAN MASALAH MATERI STATISTIKA PADA KELAS

VIII………………… ............................................................................................................. 108

Viktorianus Ipik, Yulis Jamiah, Ahmad Yani T

KEMAMPUAN NUMERIK SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS DALAM

PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS ........................................................................ 117

Umi Nur Haafidah, Hamdani, Dian Ahmad

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 06/11/2022; Resived: 01/07/2022; Accepted: 29/07/2022

1

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN WINDOW SHOPING

DALAM MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA

PADA MATERI BANGUN RUANG SISI LENGKUNG

Sri Ratna Nengsih SMPN 1 Mempawah Hilir Kabupaten Mempawah

Email: [email protected]

Abstract

This study aims to improve student learning activities in the material of Constructing

Curved Side Spaces for class IX A SMPN 1 Mempawah Hilir, after learning

mathematics by applying the window shopping learning model. This research is a

classroom action research consisting of 2 cycles, with the help of 29 students' learning

activity observation sheets (behavior). Each cycle consists of four stages, namely:

planning, implementation, observation and reflection stages. Based on the results of

data analysis, there was an increase in student interest in learning, this indicates that

by applying the window shopping learning model teaching and learning activities are

carried out in accordance with the expected goals. Student activity changes from not

doing to doing.

Keywords: Window Shopping, Activities, Building space

1. Pendahuluan

Proses pembelajaran Matematika adalah proses interaksi antara guru dan siswa yang

melibatkan pengembangan pola berpikir dan mengolah informasi pada suatu lingkungan

belajar yang sengaja diciptakan guru dengan berbagai metode dan model, tujuannya

adalah: (1) keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan,

(2) program belajar matematika tumbuh dan berkembang dalam suasana yang kondusif

secara optimal, dan siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara aktif, efektif dan

efisien. Upaya untuk mencapai tujuan tersebut tentu saja dipengaruhi oleh beberapa

faktor, baik dari dalam maupun dari luar diri siswa itu sendiri. Proses pembelajaran

matematika yang baik adalah proses pembelajaran yang melibatkan siswa secara

mental, emosi, fisik serta sosial (Siti Wasfiyah, 2011: 1). Metode, model, dan strategi

pembelajaran yang disesuaikan dengan materi belajar siswa, memegang peranan penting

untuk mewujudkan proses pembelajaran matematika yang baik tersebut.

Salah satu materi yang dipelajari di kelas IX semester genap adalah Bangun

Ruang sisi Lengkung. Menurut Silabus Matematika SMP Kurikulum K 13 (Tim Diknas,

2018: hal 109) diungkapkan bahwa: 3.7. Membuat generalisasi luas permukaan dan

volume berbagai bangun ruang sisi lengkung (tabung, kerucut, dan bola) dan 4.7.

Menyelesaikan masalah kontekstual yang berkaitan dengan luas permukaan dan volume

bangun ruang sisi lengkung (tabung, kerucut, dan bola), serta gabungan beberapa bangun

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 06/11/2022; Resived: 01/07/2022; Accepted: 29/07/2022

2

ruang sisi lengkung. Pengalaman penulis dalam melaksanakan pembelajaran yang dapat

melibatkan mental, emosi, fisik serta sosial adalah dengan pembelajaran kooperatif

(cooperativ learning). Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang

memberikan kesempatan pada siswa untuk berperan aktif selama pembelajaran.

Pembelajaran ini akan menciptakan siswa untuk aktif dalam bekerja sama dengan

kelompoknya sehingga terjadi aktifitas berpikir, diskusi bersama.

Proses pembelajaran siswa secara aktif baik fisik, mental maupun emosi, dalam

kondisi yang kondusif akan mengakibatkan hasil belajar yang baik (Suharsimi Arikunto,

2015: 18). Namun kenyataan dari pengalaman penulis, harapan agar pembelajaran dapat

berlangsung dengan baik serta aktif bagi siswa, nampaknya belumlah terjadi secara

maksimal pada siswa kelas IXA SMP Negeri 1 Mempawah Hilir. Hal ini disebabkan

karena rendahnya aktivitas belajar siswa. Temuan terhadap rendahnya aktivitas belajar

siswa di peroleh dari beberapa sumber data, yaitu : (1) angket yang diisi siswa ; (2)

hasil ulangan harian; (3) wawancara dengan 3 perwakilan siswa; (4) catatan jurnal guru

(5) Supervisi kepala sekolah . Kelima sumber data tersebut mengungkapkan beberapa

penyebab yang terkait dengan aktivitas belajar siswa.

Berdasarkan hasil ulangan harian pertama tanggal 20 Januari 2020 menunjukkan

beberapa hal dapat dipaparkan sebagai berikut. Hasil Ulangan Harian pertama nilai yang

didapat siswa rata-ratanya (64,34) masih di bawah KKM yang diinginkan (75) . Dari 29

siswa hanya 9 orang yang mencapai KKM (31,03%), sedangkan yang belum mencapai

KKM 20 orang siswa (68,97 %). Skor tertinggi 100 dan terendah 25. Terlihat adanya

selisih nilai yang cukup jauh antara nilai tertinggi dan terendah. Skor tertinggi dicapai

oleh siswa yang aktif dan besemangat dalam proses belajar mengajar, sedangkan siswa

yang nilainya terendah adalah siswa yang memang dalam pembelajaran tidak

bersemangat dalam beraktivitas, pada saat guru menjelaskan sibuk sendiri, dan kurang

dapat bekerjasama.

Sedangkan ketuntasan kelas 75 %, skor rata-rata tes tersebut perlu upaya khusus

agar mendekati atau melebihi ketuntasan kelas. Jangkauan data dari nilai tertinggi 100

dan terendah 25 masih cukup jauh. Maknanya data hasil belajar pra penelitian tersebut

menggambarkan rentang data yang cukup tinggi, sehingga terjadi jarak yang cukup jauh

antar siswa yang memperoleh nilai tertinggi dengan siswa yang memperoleh nilai

terendah.

Sedangkan berdasarkan hasil wawancara terhadap 6 perwakilan siswa kelas

IXA, yakni 1 kelompok atas jelaskan alasan, 1 kelompok tengah jelaskan alasan dan 1

kelompok bawah jelaskan alasan mengatakan bahwa Kegiatan Belajar Mengajar sulit

dipahami dan kurang bervariasi. Siswa pertama yang mewakili kelompok atas

mengungkapkan bahwa: (1) guru yang mengajar sudah baik, (2) kurang bervariasi,

siswa yang mewakili kelompok tengah mengatakan bahwa : (1) guru mengajar sudah

baik, (2) membosankan, sedangkan siswa yang mewakili kelompok bawah mengatakan

bahwa : (1) matematika itu sulit, (2) kurang bervariasi, (3) membosankan.

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 06/11/2022; Resived: 01/07/2022; Accepted: 29/07/2022

3

Dari catatan jurnal peneliti selaku guru selama 1 bulan pembelajaran dikelas

ditemukan beberapa hal antara lain: (1) siswa kurang konsentrasi dalam

pembelajaranartinya pada awal atau sekita 15 menit masih fokus selanjutnya sibuk

sendiri kurang memperhatikan penjelasan guru, (2) dalam mengerjakan tugas kelompok

kurang bertanggung jawab hanya mengharapkan teman yang pandai saja, tidak mau

bertanya dan menjawab karena takut salah dan takut ditertawakan teman.

Berdasarkan hasil diskusi dengan teman sejawat, guru matematika senior dan

guru mata pelajaran lain/serumpun guru IPA yang mengajar di kelas IXA mengatakan

bahwa perlu perbaikan pada pemilihan metode, model dan media yang digunakan dalam

proses pembelajaran sehingga siswa tidak merasa jenuh dan membosankan. Kondisi ini

terlihat karena pada saat guru menyampaikan materi ternyata siswa memperhatikan

pada awal pembelajaran saja selanjutnya ada yang berbicara dengan temannya, ada yang

seing keluar kelas dengan alasan ke toilet untuk menghindari pembelajaran yang mereka

anggap sulit dan jika diajukan pertanyaan hanya beberapa orang saja yang menjawab,

apalagi jika diberikan kesempatan untuk bertanya, tidak ada yang mau bertanya.

Memperhatikan beberapa pemaparan di atas dapat diungkapkan hasil

pembelajaran dan aktivitas belajar siswa masih rendah disebabkan beberapa hal.

Pertama kurang terlibat dalam proses belajar mengajar, kedua tidak mau/malu untuk

merespon pertanyaan guru, pembelajaranterasa membuat jenuh/bosan dan keempat

metode, model dan media mengajar kurang bervariasi. Menyimak keempat penyebab

tersebut perlu adanya perbaikan/perubahan dalam pembelajaran yang dapat melibatkan

seluruh siswa dalam proses pembelajaran, dapat meningkatkan tanggung jawab setiap

siswa, menyenangkan dan menghilangkan kesenjangan yang pintar dengan tidak pintar.

Untuk mengatasi masalah tersebut ada dalam model pembelajaran kooperatif

tipe Window Shopping. Untuk menghadapi pembelajaran abad 21, siswa harus dibekali

dengan kecakapan abad 21 yaitu (1). Communication 92) Collaboration (3). Critical

Thinking and Problem solving (4). Creative dan Inovative. Kemampuan yang perlu

dicapai siswa tidak hanya LOTS (lower order thinking skills), MOTS (middle order

thinking skills) tetapi harus juga ada HOTS (higher order thinking skills) yang

disarankan dalam implementasi Kurikulum 2013. Untuk mengatasi masalah tersebut

ada dalam model pembelajaran kooperatif tipe Window Shopping. Pembelajaran

menggunakan model Window Shopping ini memerlukan kemampuan untuk berdiskusi,

berpikir dan berbagi.

Model pembelajaran kooperatif tipe Window Shopping ini memberikan kepada

siswa waktu untuk berdiskusi, berpikir dan berbagi baik dalam kelompok maupun antar

kelompok. Dengan serangkaian tindakan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan,

pengamatan sampai dengan melakukan refleksi yang diharapkan dapat meningkatkan

aktivitas belajar siswa pada materi Bangun Ruang Sisi Lengkung. Menurut Dienes

(dalam Ruseffendi, 1980: 134), setiap konsep matematika dapat difahami dengan

mudah apabila kendala utama yang menyebabkan anak sulit memahami dapat dikurangi

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 06/11/2022; Resived: 01/07/2022; Accepted: 29/07/2022

4

atau dihilangkan. Tujuan dari penerapan model pembelajaran ini adalah untuk

meningkatkan aktivitas belajar siswa pada materi Bangun Ruang Sisi Lengkung di kelas

IXA SMP Negeri 1 Mempawah Hilir.

Kajian Pustaka

Model Pembelajaran adalah seluruh rangkaian kegiatan penyajian materi ajar

yang meliputi segala aspek sebelum, sedang dan sesudah pembelajaan yang dilakukan

guru serta segala fasilitas yang terkait dan digunakan langsung atau tidak langsung

dalam proses belajar mengajar. Menurut Ruseffendi model pembelajaran adalah sebagai

suatu desain yang menggambarkan proses rincian dan penciptaan situasi lingkungan

yang memungkinkan siswa berinteraksi sehingga terjadi perubahan atau perkembangan

pada diri siswa. (Bistari, 2015: 293).

Window Shopping adalah aktivitas melihat-lihat, baik melihat barang-barang

yang di toko maupun ditempat lain. Sebagai contoh, ketika jalan-jalan di mall sambil

melihat-lihat barang di balik etalase. Orang yang melakukan cuci mata di pertokoan

mungkin merasa senang hanya dengan membayangkan membeli barang-barang atau

sekedar mengetahui harga barang tersebut. Model Pembelajaran Window Shopping

merupakan model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk bejalan-jalan mengamati

hasil pekerjaan kelompok lain yang di sajikan diding kelas, kemudian siswa mencatat

hasil kerja kelompok tersebut sebagai hasil kunjungan mereka.

Model Pembelajaran Window Shopping ini memberikan pola pembelajaran

secara berkelompok sehingga membentuk sikap kerja sama yang aktif antar sesama

siswa. Disamping itu juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk menjadi tutor

sebaya yang berperan dalam menjelaskan kepada seluruh pengunjung yang mengamati

hasil kerja mereka. Window Shopping merupakan suatu cara untuk menilai dan

mengingat apa yang telah siswa pelajari. Window Shopping adalah suatu model

pembelajaran yang mampu meningkatkan daya emosional siswauntuk menemukan daya

ingat jika sesuatu yang ditemukan itu dilihat secara langsung.

Menurut Oemar Hamalik (Bistari, 2015: 31) aktivitas adalah segala kegiatan

yang dilakukan dalam proses interaksi (guru dan siswa) dalam rangka mencapai tujuan

pembelajaran. Sedangkan Slameto (Bistari, 2015: 31) menyatakan bahwa aktivitas

adalah keterlibatan dalam bentuk sikap, pikiran, perhatian dan aktivitas dalam

pembelajaran guna menunjang keberhasilanproses belajar mengajar dan memperoleh

manfaat dari kegiata tersebut. Dan Herman Hudoyo (Bistari, 2015: 32) disebutkan

bahwa dalam diri siswa terdapat prinsip aktif keinginan untuk berbuat dan bekerja

sendiri. Prinsip ini yang dapat mengendalikan siswa. Dengan kata lain, untuk

mengendalikan(mengarahkan) siswa, dibutuhkan suatu aktivitas. Berdasarkan beberapa

pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa aktivitas kegiatan belajar dalam bentuk

fisik maupun non fisik yang tidak dapat menghindar dari situasi. Aktivitas yang

dianggap ringan oleh seseorang apabila sudah menjadi kebiasaan.

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 06/11/2022; Resived: 01/07/2022; Accepted: 29/07/2022

5

Menurut Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana (2009: 23) bahwa aktivitas belajar

merupakan suatu proses kegiatan pembelajaran peserta didik, yang melibatkan baik

jasmani maupun rohani sehingga ekselerasi perubahan tingkah lakunya dapat terjadi

secara cepat, tepat dari aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor. Sedangkan menurut

Syaiful BD (Bistari, 2015: 33) mengungkapkan bahwa yang dimaksud aktivitas belajar

adalah kegiatan dalam pembelajaran dengan memaksimalkan fungsi anggota tubuh serta

kognitif, yang dipengaruhi situasi. Adapun pengoptimalan panca indra dan kognitif

yang dimaksud seperti mendengarkan, memandang, meraba, membau, mencicipi,

menulis, membaca, mengamati, mengingat, praktek dan sebagainya. Herman Hudoyo

(Bistari,2015:33) bahwa aktivitas belajar merupakan suatu kegiatan pembelajaran yang

dialami siswa dengan pengkondisisan yang diprogramkan oleh guru. Kalau perhatian

sudah tertuju pada keaktifan belajar siswa maka hal ini disebut berpusat pada siswa.

Bangun ruang sisi lengkung adalah bangun ruang yang punya bagian berupa

lengkungan, baik itu di selimut atau permukaan bidangnya. Bangun ruang sisi

lengkung ada 3, yaitu tabung, kerucut dan bola.

2. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas IXA genap di SMP Negeri 1

Mempawah Hilir sebanyak 29 orang. Materi pelajaran yang digunakan dalam penelitian

ini adalah materi kelas IX Semester genap tentang Bangun Ruang Sisi Lengkung.

Kompetensi Dasar

3.7

4.7

Membuat generalisasi luas permukaan dan volume berbagai bangun ruang sisi lengkung

(tabung, kerucut, dan bola)

Menyelesaikan masalah kontekstual yang berkaitan dengan luas permukaan dan volume

bangun ruang sisi lengkung (tabung, kerucut, dan bola), serta gabungan beberapa

bangun ruang sisi lengkung

Berikut ini adalah langkah-langkah pelaksanaan penelitian yang telah penulis lakukan.

Pemetaan KD

Pemetaan KD dilakukan untuk menentukan materi yang sesuai untuk diterapkan dalam model

pembelajaran Window Shooping. Berdasarkan hasil telaah KD yang ada di kelas IX semester

genap, penulis memilih materi Bangun Ruang Sisi Lengkung yang terdapat pada Kd 3.7 dan 4.7

Analisis Target Kompetensi

Hasil analisis target kompetensinya sebagai berikut.

Perumusan Indikator Pencapaian Kompetensi

Kompetensi Dasar Indikator

3.7 Membuat generalisasi

luas permukaan dan

volume berbagai

bangun ruang sisi

lengkung (tabung,

3.7.1 Mengidentifikasi definisi tabung, kerucut dan bola

dan contoh-contoh benda yang memiliki benuk

tabung, kerucut dan bola.

3.7.2 Mengidentifikasi unsur-unsur tabung, kerucut dan

bola

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 06/11/2022; Resived: 01/07/2022; Accepted: 29/07/2022

6

Kompetensi Dasar Indikator

kerucut, dan bola)

4.7 Menyelesaikan masalah

kontekstual yang

berkaitan dengan luas

permukaan dan volume

bangun ruang sisi

lengkung (tabung,

kerucut, dan bola), serta

gabungan beberapa

bangun ruang sisi

lengkung

3.7.3 Mengidentifikasi rumus luas permukaan tabung,

kerucut dan bola

3.7.4 Mengidentifikasi rumus volume tabung, kerucut

dan bola

3.7.5 Menghitung luas selimut tabung, kerucut dan bola

4.7.1 Menyajikan hasil pembelajaran tentang bangun ruang

sisi lengkung (tabung, kerucut, dan bola), serta

gabungan beberapa bangun ruang sisi lengkung

4.7.2 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan

bangun ruang sisi lengkung (tabung, kerucut, dan

bola).

Pemilihan Model Pembelajaran

Model pembelajaran yang dipilih adalah model pembelajaran Window Shopping.

Merencanakan kegiatan pembelajaran sesuai dengan Model Pembelajaran Window

Shopping. Pengembangan desain pembelajaran dilakukan dengan merinci kegiatan

pembelajaran yang dilakukan sesuai dengan sintaks Window Shopping. Berikut ini

adalah rencana kegiatan pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan model window

Shopping.

No Kegiatan

Kegiatan Inti

1 Siswa di buat dalam bentuk berkelompok

2 Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari

3 Guru membagikan tugas yang berbeda kepada tiap kelompoknya

dengan cara di undi

4 Memberikan kesempatan kepada tiap kelompok untuk membaca dan

mempelajari materi pembelajaran

5 Secara berkelompok siswa mengerjakan soal yang di berikan guru.

Hasil penyelesaian ditulis pada selembar whiteboard

6 Hasil pekerjaan dipajang di dinding kelas

7 Setiap kelompok berbgi peran ada yang menjadi anggota kelompok

dan ada yang menjadi pengunjung dikelompok lain

8 Setelah selesai sesuai waktu yang ditentukan, masing-masing anggota

yang berkeliling kembali kekelompok masing-masing dan berbagi

informasi berdasarkan hasil kunjungannya

9 Guru berkeliling untuk mengecek hasil pekerjaan dan melihat hal-hal

yang perlu diperbaiki

Penutup

1 Guru melakukan Konfirmasi berupa umpan balik dan koreksi hasil

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 06/11/2022; Resived: 01/07/2022; Accepted: 29/07/2022

7

kerja tiap-tiap kelompok

2 Guru melakukan evaluasi/penilaian baik secara kelompok maupun

individu

Dalam model pembelajaran window shopping ini siswa dibuat santai ada yang

bertugas menjaga kelompoknya(penjual) dan ada juga yang berjalan-jalan(pembeli).

Mereka bisa berjalan-jalan sambil belajar. Yang mana siswa yang bejalan-jalan

kekelompok lain mempunyai tugas untuk memberikan masukan dan pertanyaan tentang

materi yang dibahas. Model pembelajaran Window Shopping juga mudah dipahami,

akitivitas belajar bisa ditingkatkan, nilai sikap ada kerjasama dan toleransi tidak ada

perbedaan antara yang pintar dengan yang kurang dan dapat juga meningkatkan

keterampilan.

Penyusunan Perangkat Pembelajaran

Penyusunan perangkat pembelajaran terdiri dari : RPP, bahan Ajar, LKPD dan lembar

observasi penilaian keterampilan.

Media dan Instrumen Media pembelajaran yang digunakan dalam Best Practice

ini adalah (a) Lembar Kerja Peserta Didik, (b) Bahan ajar tentang Bangun Ruang Sisi

Lengkung Instrumen yang digunakan dalam praktik baik ini ada 2 macam yaitu lembar

observsi mengamati proses pembelajaran dan lembar observasi untuk melihat aktivitas

belajar siswa. Waktu dan tempat kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 10 Februari

2020 bertempat di kelas IXA SMP Negeri 1 Mempawah Hilir.

3. Hasil dan Pembahasan

Hasil yang dapat diilaporkan diuraikan sebagai berikut: (a) Proses pembelajaran yang

dilakukan dengan menerapkan model pembelajaran window shopping) berlangsung

aktif. Siswa menjadi lebih aktif dalam pembelajaran, termasuk mengajukan pertanyaan

dan memberian jawaban dalam kegiatan pembelajaran karena semua kegiatan yng

mereka lakukan dicatat pada lembar observasi. Aktifitas pembelajaran yang dirancang

sesuai sintak Window Shopping dapat meningkatkan peran serta siswa lebih aktif selama

proses pembelajaran; (b) Penerapan model pembelajaran Window shopping dapat

meningkatkan pemahaman siswa dan berpikir kritis ketika dihadapkan dalam bertanya

maupun menjawab setiap pertanyaan dari siwa lain. Disamping itu juga membekali

siswa dengan kemampuan dalam pemecahan masalah; (c) Penerapan model

pembelajaran Window shopping dapat meningkatkan hasil belajar.

Dalam pembelajaran sebelumnya yang dilakukan penulis tanpa pembelajaran

abad 21 suasana kelas cenderung sepi dan serius. Siswa cenderung bekerja sendiri-

sendiri bagi siswa yang memahami matematika (pintar) sedangkan yang kemampuan

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 06/11/2022; Resived: 01/07/2022; Accepted: 29/07/2022

8

kurang cenderung pasif, hanya mengharapkan yang lebih pandai dalam kemapuan

matematikanya. Fokus guru adalah bagaimana dapat menyelesaikan target kurikulum.

Kurang peduli pada aktivitas dan proses berpikir siswa. Pengetahuan yang diperoleh

siswa adalah apa yang diajarkan oleh guru. Berbeda kondisinya dengan saat penelitian,

pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran window shopping ini dalam

pembelajaran ini siswa lebih aktif dalam berdiskusi dan menyampaikan informasi yang

menuntut kemampuan berpikir kritis.

Sebelum menerapkan Window shopping penulis melaksanakan

pembelajaran hanya terpaku pada teacher center. Sehingga siswa yang merasa

tidak menyukai matematika semakin kurang tertarik untuk belajar dan

menganggap matematika itu sulit, kurang bervariasi, dan membosankan. Dengan

menerapkan Window shopping siswa tak hanya belajar dari buku teks, tetapi juga

saling berbagi informasi sesama teman baik dalam kelompok sendiri maupun

dengan kelompok yang lain.

Kendala yang Dihadapi

Masalah yang dihadapi terutama adalah siswa belum terbiasa siswa belajar

dengan model Window Shopping Beberapa siswa masih belum terbiasa untuk berdiskusi

dalam kelompoknya, rasa tidak percaya diri dalam bertanya maupun menjawab.

Masalah lainnya adalah guru belum maksimal dalam memperhatikan dan membimbing

semua kelompok yang ada di dalam kelas.

Cara Mengatasi Kendala

Agar siswa yakin bahwa model pembelajaran indow Sopping dapat membantu

mereka lebih aktif dan menguasai materi pembelajaran, guru memberi penjelasan

sekilas tentang apa, bagaimana, mengapa, dan manfaat belajar berorientasi pada

keterampilan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking skills), serta manfaat

mempelajari tentang Bangun Ruang Sisi Lengkung. Pemahaman dan kesadaran akan

pentingnya HOTS serta aplikasi dari materi Bangun Ruang Sisi Lengkung yang

dipelajari akan membuat siswa termotivasi untuk mengikuti pembelajaran. Selain itu,

kesadaran bahwa belajar bukan sekadar menghafal teori dan konsep akan membuat

siswa mau belajar sesuai dengan tuntutan pembelajaran abad 21.

Kekurangmampuan guru untuk memperhatikan serta membimbing seluruh

kelompok dapat diatasi dengan memilih beberapa siswa yang diatas rata- rata kelas

untuk dapat membantu kelompok lain yang merasa memiliki kesulitan dalam

menyelesaikan permasalahan yang diberikan. Dengan demikian rasa malu atau tidak

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 06/11/2022; Resived: 01/07/2022; Accepted: 29/07/2022

9

percaya diri beberapa siswa dapat teratasi dikarenakan adanya tutor sebaya yang dapat

mengakomodir kesulitan mereka dalam belajar.

4. Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.

Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Window Shopping layak

dijadikan pembelajaran berorientasi abad 21 karena dapat meningkatkan aktivitas siswa

dalam melakukan transfer pengetahuan, berpikir kritis, dan pemecahan masalah.

Dengan penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) secara sistematis

dan cermat, pembelajaran dengan model pembelajaran Window Shopping yang

dilaksanakan tidak sekadar berorientasi HOTS, tetapi juga mengintegrasikan PPK,

literasi, dan kecakapan abad 21. Penerapan model pembelajaran Window Shopping

dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

5. Referensi

Bistari, (2015). Mewujudkan Penelitian Tindakan Kelas (Kenaikan Pangkat Bagi

Guru). Pontianak. PT. Ekadaya Multi Inovasi

Hajar Siti, (2018). Penerapan Model {embelajaran Window shopping untuk

meningkatkan kemampuan koneksi matematis dan minat belajar

siswa.Diploma Thesis UIN Sunan Gunung Jati Bandung.

http://digilib.uinsgd.ac.id/id/eprint/14878 . Diprint 8 Oktober 2020.

Permendikbud no.37, (2018). Tentang Perubahan atas peraturan menteri Pendidikan

dan Kebudayaan nomor 24 tahun 2016 tentang kompetensiInti dan

Kompetensi dasar Pebelajaran pada kurikulum 2013 pada pendidikan Dasar

dan pendidikan Menengah. Jakarta

Salamah, Umi, (2012). MATEMATIKA untuk kelas VII SMP dan MTs. Solo: PT Tiga

Serangkai Pustaka Mandiri.

Suharsimi Arikunto, (2015). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.

Tim Creative, (2012).Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa dan Hasil Belajar

Matematika Pada Konsep Barisan dan Deret Melalui Model Pembelajaran

Tipe NHT(Numbered Head Together) di SMP Negeri 1 Sukaresmi Kelas IX-E

Semester Genap Tahun Pelajaran 2010/2011. Diprint Februari 2016.

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 28/09/2021; Resived: 11/06/2022; Accepted: 30/07/2022

10

ANALISIS RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK

MATA PELAJARAN MATEMATIKA

Jeremy Silvius1, Mohamad Rif’at2, Zubaidah R3

1,2,3Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Tanjungpura Pontianak

Email: [email protected]

Abstract

This.study aims to.describe in full the.scientific approach Lesson Plan made by mathematics teachers at

SMP 1 Samalantan as preparation material for teaching. This.research.method is.descriptive qualitative.,

while.the.type.of.research.used.is.descriptive.research. The subject in this study involved 1 mathematics

teacher who had used a scientific approach to lesson plans. The.object.of.this.research.is.the.

teacher's.lesson plans. The.data collection tools that the researcher used were

in.the.form.of.an.observation. sheet.for teacher Lesson Plan.with.a.scientific.approach.and.an

observation sheet for implementing teacher Lesson.Plan.with.a scientific.approach. The research results

that have been obtained show.the.following. (1) the.percentage.value of.the results of

the.Lesson.Plan.content is 97.56% in.the.very good.category.in accordance with.the guidelines for the

teacher's Lesson Plan observation sheet used; (2) the presentation of the results of observing

the.implementation.of Lesson Plan.using the.observation.sheet on the. Implementation.of the.teacher's

Lesson Plan in the classroom got a score of 2.07, in the range of 1 - 4 with sufficient categories so that it

was identified that the ability.of.teachers.in.the learning.process.using a scientific.approach.was still not

effective.

Keywords: Lesson Plan, Scientific Approach, Mathemartics Learning

1. Pendahuluan

Pendidikan.adalah suatu pekerjaan yang disadari dan diatur untuk menciptakan

lingkungan belajar dan ukuran pembelajaran dengan tujuan agar siswa dapat secara aktif

mengembangkan kemampuannya untuk memiliki kekuatan, ketenangan, pengetahuan,

pribadi yang terhormat, dan kemampuan yang mereka butuhkan, masyarakat, bangsa,

dan negara (Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003). Sebagai asal

perspektif pada menyelenggarakan pendidikan, terdapat delapan Standar Nasional

Pendidikan (SNP) yang digunakan, yaitu Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Panduan

Isi, Prinsip Siklus, Prinsip Evaluasi, Prinsip Guru dan Tenaga Kerja Sekolah, Dinas dan

Yayasan. Asas, Adat Pengurus, serta budaya Pembiayaan (Kemendikbud 2013:12).

Meskipun demikian, seiring dengan pelaksanaan rencana pendidikan tahun

2013, telah dibuat empat Standar Nasional Pendidikan yang terdiri dari SKL, Norma Isi,

Pokok Siklus, dan Pedoman Penilaian. Seperti yang ditunjukkan oleh E. Kosasih (2014:

7), untuk menumbuhkan kemampuan noneksklusif ini, program pendidikan 2013

menciptakan dua jenis pendidikan, tepatnya 1) ukuran pembelajaran pribadi yang

menghasilkan informasi serta kemampuan langsung atau dampak Informatif yang

dimaksudkan, dan 2 ) suatu tindakan pembelajaran menyimpang yang menghasilkan

perubahan pada siswa atau dikenal sebagai dampak berkelanjutan.

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 28/09/2021; Resived: 11/06/2022; Accepted: 30/07/2022

11

Mengingat Permendikbud No. 65 Tahun 2013 tentang Siklus Standar untuk

Sekolah Dasar dan menengah.telah menunjukkan perlunya interaksi pembelajaran yang

diarahkan oleh standar pendekatan saintifik. atau ilmiah. Cara logis untuk menghadapi

pembelajaran mencakup lima pertemuan pembelajaran utama, yaitu memperhatikan,

mengajukan pertanyaan, mengumpulkan data/menguji, bermitra/berpikir, dan

menyampaikan (Kemendikbud, 2013: 35). Metodologi logis dalam program pendidikan

2013 disebut juga dengan pendekatan saintifik. Belajar dengan

pendekatan.saintifik.tidak hanya memandang hasil belajar sebagai tahap terakhir.

Meskipun demikian, sistem pembelajaran dipandang sebagai hal yang vital. Oleh karena

itu, Dirjen Dikmen. (2014:6) mengatakan bahwa pembelajaran dengan metodologi logis

menekankan pada kemampuan mengukur. Pertemuan dengan guru yang mengampun

mata pelajaran matematika di SMP Negeri 1 Samalantan, disadari bahwa instruktur

dalam menyelesaikan pembelajaran pada umumnya akan benar-benar mengatur

pembelajaran di ruang belajar. Pengajar hanya mengungkapkan materi yang akan

diperiksa dan mengklarifikasi contoh pertanyaan sedangkan peserta didik. hanya

menyimak. Pelaksanaan tayangan pendidik dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

(RPP) berisi latihan yang tidak sesuai RPP, salah satunya adalah mencermati tindakan.

Dimana dalam kegiatan penelitian, peserta didik harus diberikan kesempatan untuk

mengajukan pertanyaan selama pembelajaran.

Untuk mengatasi dampak pembelajaran, penting bagi seorang guru matematika

untuk membuat contoh rencana. Menata rencana merupakan langkah awal sebelum

sistem pembelajaran terjadi (Abdul Majid, 2009: 22); (Fitriawan & Wardah, 2021);

(Sulistyowati & Fitriawan, 2022). Memahami persiapan memainkan peran penting

dalam melayani kebutuhan penyesuaian peserta didiki. Tanpa pengaturan yang hati-hati,

penemuan yang terjadi tidak akan benar-benar terbentuk. RPP adalah rencana

pembelajaran yang kemajuannya mengacu pada Kemampuan Esensial (KD) tertentu

dalam program/jadwal pendidikan. RPP dibuat sebagai pembantu instruktur dalam

mengajar sehingga pelaksanaannya dapat lebih terarah. Dari perbincangan yang

diutarakan di atas, peneliti. tertarik untuk mengarahkan sebuah penelitian. berjudul

β€œAnalisis Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan Pendekatan Saintifik pada

Mata Pelajaran Matematika di SMP Negeri 1 Samalantan”.

2. Metode Penelitian

Penelitian.ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif. Uraian tersebut

dilakukan melalui pengamatan secara langsung, yaitu melalui analisis terhadap hasil

pengujian yang dilaksanakannoleh subjek penelitian. Jenis eksplorasi yang digunakan

dalam penelitian ini. bersifat kualitatif. Objek dari penelitian. ini adalah RPP yang

dibuat oleh guru matematika di SMP Negeri 1 Samalantan. Subjek dalam penelitian. ini

adalah para pendidik matematika.yang telah menerapkan pendekatan. saintifik.

ditambah dengan 1 pengajar di SMP Negeri 1 Samalantan.

Pada prosedur penelitian.yang dilakukan terdiri dari tahap penyusunan, tahap

pelaksanaan, dan tahap terakhir. Langkah demi langkah dilakukan sesuai dengan

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 28/09/2021; Resived: 11/06/2022; Accepted: 30/07/2022

12

tahapan-tahapan pelaksanaan, selanjutnya melaksanaan seluruh kegiatan yang sudah

disiapkan, dan bagian tahap terakhir adalah membuat laporan hasil yang

dilakukan.setelah.latihan pemeriksaan dan penelusuran informasi selesai.

Kegiatan yang dilakukann selama persiapan meliputi : melakukan pra-riset di

Smp Negeri 1 Samalantan, meminta persetujuan ketua untuk penelitian langsung,

memimpin pertemuan dengan guru. mata pelajaran matematika, membuat rencana

penelitian dan membuat instrumen penelitian sebagai Lembar Persepsi yang

diidentifikasi dengan RPP, dan Lembar Observasi mengenai keterlaksanaan RPP.

Susunan pelaksanaan kegiatan penelitian dilaksanakan yakni : melakukan

wawancara dengan. guru mata. pelajaran matematika. yang telah menerapkan RPP

dengan pendekatan saintifik untuk menentukan waktu penelitian ; menganalisis RPP

guru dengan mengunakan lembar observasi mengenai RPP guru dengan pendekatan

saintifik ; mengamati proses pembelajaran dengan lembar observasi keterlaksanaan RPP

dengan pendekatan saintifik mengolah dan menganalisis data hasil penelitian.

Sedangkann kegiatan yang dilakukann pada tahap akhir antara lain : membuat

kesimpulan untuk menjawabrrumusan masalah dan menyusun laporan penelitian.

3. Hasil dan Pembahasan

Hasil analisis jawaban peneliti mengetahui kelengkapan RPP guru dan

keterlaksanaan dalam mendidik dan mengambil tindakan dilihat dalam proses belajar

mengajar dilihat dari lembar observasi yang telah di buat. Berikut ini hasil analisis

berdasarkan perolehan temuan di lapangan dan dipaparkan dapat dilihat dalam tabel:

Tabel 1. Kelengkapan RPP Guru

Materi Komponen RPP RPP milik HZ

Pythagoras Identitas mata pelajaran Ada

KI dan KD Ada

Tujuan Ad

Materi Ada

Alat/media/sumber

belajar

Ada

Metode Ada

Scenario pembelajaran Ada

Penilaian Ada

Pada komponen identitas mata pelajaran, sudah ada pada RPP, tetapi di bagian

materi pokok/sub materinya belum dicantumkan dibagian komponen indentitas mata

pelajaran. Menurut peneliti seharusnya hal ini harus disesuaikan dengan aturan

Permendikbud No. 81 A Tahun 2013 bahwa dalam merumuskan identitas mata

pelajaran harus meliputi; satuan. Pendidikan, kelas./semester, materi pelajaran, materi

pokok/sub materi, jumlah pertemuan/alokasi. waktu.

Rumus penulisan KD dan Indikator dalam RPP guru sudah ada sesuai format

dalam Permendikbud Nomor 81 A Tahun 2013. Dalam RPP, penulisan KD dan

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 28/09/2021; Resived: 11/06/2022; Accepted: 30/07/2022

13

indikator digabungkan sesuai pedoman pelaksanaan, walaupun biasanya dipisahkan .

Indikator adalah perilaku yang dapat diukur atau diamati untuk menunjukkan

pencapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan subjek penelitian.

Rumusan.indikator.sesuai.dengan KD, dirumuskan.dengan menggunakan kata kerja

operasional (KKO) untuk menemukan, membaca dan mengungkapkan.apa yang dapat

diamati dan diukur, yang meliputi sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

Menurut.Mulyasa.(2007:205), bahwa indikator. adalah gambaran kompetensi dasar

yang menunjukkan tanda-tanda, tindakan dan tanggapan yang dilakukan oleh siswa.

Indikator dirumuskan dalam kata kerja operasional yang.dapat diukur dan diamati,

sehingga dapat digunakan sebagai dasar untuk mengembangkan alat penilaian.

Rencana tujuan pembelajaran sampai saat ini sudah ada dalam RPP, namun

belum sepenuhnya sesuai dengan KD.dan Indikator. Menurut peneliti, tujuan

pembelajaran dalam RPP.harus mengandung komponen ABCD. Bagaimanapun, dalam

desain ilustrasi pendidik hanya memasukkan komponen ABC sebagaimana adanya.

Istilah ABCD merupakan pemadatan yang biasa diucapkan oleh seorang pendidik

dalam membuat susunan ilustrasi agar lebih mudah diartikulasikan. Kata ABCD dapat

diperjelas sebagai berikut: (1) Audience, khususnya penonton atau anggota, untuk

situasi ini apa yang dimaksud dengan audience.dalam.latihan pembelajaran di sekolah,

khususnya peserta.didik.yang berperan sebagai mata pelajaran dan artikel dalam latihan

pembelajaran, (2 ) Behavior, khususnya kemampuan yang biasa dicapai

peserta.didik.setelah mengikuti sistem pembelajaran. Menyusun Perilaku dalam target

pembelajaran umumnya ditulis sebagai kata tindakan. Misalnya memesan,

memperkenalkan, merujuk, mengklarifikasi, menyetel, dll, (3) Condition, yaitu keadaan

atau kondisi, (4) Degree, yaitu derajat prestasi peserta.didik yang diharapkan setelah

mengikuti suatu langkah langkah pembelajaran. Berdasarkan tujuan pembelajaran yang

terdapat dalam RPP β€œsetelah mengikuti suatu rangkaian

latihan.pembelajaran.peserta.didik.dapat memahami rumus dari teorema Pythagoras”

kalimat yang memuat unsur ABCD yaitu; A” peserta didik”, B β€œ memahami rumus dari

teorema Pythagoras, C β€œ setelah mengikuti serangkaian kegiatan pembelajaran, dan D β€œ

dengan benar/baik/tepat”Tetapi di dalam RPP guru tidak ada mencantumkan unsur D.

Dalam Kunandar (2011: 271), diutarakan bahwa dalam tujuan pembelajaran diperjelas

apa yang menjadi sasaran pembelajaran dan pengambilan tujuan diambil dari petunjuk-

petunjuk.

Pada komponen materi ajar sudah ada tetapi belum memuat fakta, prinsip,

konsep dan prosedur. Menurut peneliti, seharusnya dalam pembuatan RPP pada bagian

materi ajar harus memuat keempat aspek tersebut berikut ini penjelasan mengenai; (1)

Fakta, khususnya semua jenis kesempatan, pada kenyataannya, yang dapat

dikomunikasikan sebagai peristiwa, (2) Prinsip, khususnya sebagai perhatian utama

yang signifikan yang menggabungkan saran, resep atau model ideal yang diidentifikasi

dengan ide yang dididik, (3) Konsep, menjadi hal-hal khusus melalui pemahaman yang

berasal dari akibat-akibat dari pertimbangan-pertimbangan seperti definisi, pengertian,

dsb. (4) Prosedur, yaitu langkah-langkah yang efisien atau berurutan dalam

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 28/09/2021; Resived: 11/06/2022; Accepted: 30/07/2022

14

menyelesaikan suatu tindakan. Pasalnya, RPP hanya memasukkan fokus materi.

Sebagaimana dikemukakan oleh Mulyasa (2007: 225), bahwa bahan ajar adalah bahan

ajar yang harus dirasakan oleh peserta didik untuk memperoleh informasi. Menurut

Susilo (2007:122), bahan ajar merupakan topik super yang harus diperhatikan oleh

peserta didik sebagai metode untuk mencapai kemampuan esensial yang akan dievaluasi

dengan menggunakan instrumen penelitian yang didalangi tergantung pada penanda

prestasi belajar. Materi yang dilatihkan harus diakui apakah itu menggabungkan realitas,

ide, standar, sistem, atau campuran lebih dari satu materi.

Pada komponen pemilihan sumber belajar, alat/media belajar sudah ada dalam

RPP. Sumber belajar yang terdapat di dalam RPP yaitu : 1) Kementerian Pendidikan

dan kebudayaan 2017. Buku Siswa Mata Pelajaran Matematika. Jakarta : kementerian

dan kebudayaan, 2) Kementerian Pendidikan dan kebudayaan 2017. Buku Guru Mata

Pelajaran Matematika. Jakarta : kementerian dan kebudayaan, 3) modul/bahan ajar, 4)

internet, 5) sumber lain yang relevan. Adapun alat/media yang terdapat didalam RPP

guru yaitu laptop. format penulisan alat/media/sumber belajar sesuai dengan

Permendikbud No.81 A tahun 2013. Pada komponen skenario pembelajaran sudah ada

terdapat dalam RPP. Disamakan dengan kondisi dan situasi peserta didik

pada.setiap.mata.pelajaran. Hal.tersebut.sesuai dengan.Permendikbud Nomor 81 A

tahun.2013. RPP ini menggunakan pendekatan saintifik, merumuskan model

pembelajaran Discovery Learning (pembelajaran penemuan), dan merumuskan metode

pembelajaran diskusi dan penugasan.

Pada komponen skenario pembelajaran sudah ada terdapat dalam RPP. Di dalam

skenario pembelajaran ini sudah menempatkan kegiatan pendahuluan, inti inti, dan

penutup. Hal ini sesuai penilaian Mulyasa (2008; 185), bahwa pelaksanaan

pembelajaran terdiri dari tiga latihan, yaitu kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup.

Latihan pembelajaran menggunakan pendekatan ilmiah (5M) untuk menjadi perhatian

khusus, mengajukan pertanyaan, mengumpulkan data, bermitra, dan menyampaikan,

sesuai dengan aturan PAIKEM. Pembelajaran PAIKEM adalah model pembelajaran di

rumah yang berfungsi, inventif, imajinatif, bertenaga, dan menyenangkan. Standar

PAIKEM dapat diperjelas sebagai berikut: (1) Adanya siklus mengalami, menyiratkan

bahwa peserta didik terlibat secara efektif baik secara aktual, intelektual maupun

batiniah. (2) adanya siklus korespondensi, menyiratkan bahwa latihan pembelajaran

memungkinkan korespondensi antara pendidik dan peserta didik. (3) terdapat siklus

kerjasama, yang menyiratkan bahwa latihan pembelajaran terjadi dalam berbagai cara,

di mana interaksi korespondensi antara pendidik dan peserta.didik, peserta didik.dan

instruktur, peserta. didik. dan peserta. didik.. (4) adanya interaksi refleksi, khususnya

latihan pembelajaran yang memungkinkan peserta didik untuk mengevaluasi kembali

apa yang telah mereka lakukan.

Definisi Konfigurasi Penilaian yang dibuat oleh pendidik HZ adalah sesuai

dengan pengaturan rencana evaluasi. Dalam Kunandar (2011:269) dikemukakan bahwa

metode dan instrumen survei siklus dan hasil belajar hendaknya disesuaikan dengan

petunjuk pencapaian keterampilan dan mengacu pada pedoman penilaian. Dari hasil

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 28/09/2021; Resived: 11/06/2022; Accepted: 30/07/2022

15

pemeriksaan yang telah digambarkan, penilaian telah dilengkapi dengan instrumen-

instrumen yang sesuai dengan petunjuk-petunjuk dan struktur serta strategi evaluasi

telah dimasukkan. Konfigurasi penilaian mencerminkan evaluasi yang bonafide dengan

alasan bahwa struktur dan metode penilaian dalam semua rencana ilustrasi terdiri dari

bagian persepsi dan tes yang disusun, penilaian seperti portofolio dan tugas, jenis

instrumen dan komponen. Maka mengingat akibat dari pemeriksaan informasi

pencerahan dan penyelidikan informasi menyinggung bagian-bagian dari pemenuhan

rencana ilustrasi yang dibuat oleh instruktur di atas, maka cenderung beralasan bahwa

rencana contoh aritmatika untuk kelas VIII semester 2 tahun 2020/2021 tahun akademik

yang digunakan oleh HZ sesuai dengan Standar Kurikulum 2013.

Tabel 2. Keterlaksanaan RPP dalam Proses Pembelajaran ASPEK PENILAIAN PROSES PEMBELAJARAN SKOR

KEGIATAN PENDAHULUAN

Memberikan salam dan mengajak berdoa 3

Memberikan apresepsi terkait materi 0

Memotivasi peserta didik 0

Menyampaikan tujuan belajar 1

Membagi.peserta.didik.menjadi.beberapa.kelompok. 0

KEGIATAN INTI

Peserta.didik.diberikan permasalahan yang berhubungan dengan materi

(Mengamati )

4

Guru memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mengajukan

pertanyaan (Menanya )

4

Guru meminta Peserta didik untuk mengumpulkan informasi dengan

melakukan percobaan berdiskusi atau mencari informasi dari sumber-sumber

lain (Mengumpulkan informasi )

4

Guru meminta peserta didik menganalisa informasi yang sudah dikumpulkan

dari kegiatan yang sedang berlangsung. (Mengasosiasikan)

2

Guru meminta peserta didik menympulkanan pelajaran secara lisan

(Mengkomunikasikan)

0

KEGIATAN PENUTUP

Melakukan refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan 0

Memberikan PR kepada peserta didik 4

Memberikan arahan agar peserta didik mempelajari materi selanjutnya di

rumah

4

Memberikan salam penutup 3

Total 29

Rata-rata 2,07

Persepsi pendidik HZ dilakukan untuk.melihat.bagaimana.kemampuan

instruktur dalam mengawal pembelajaran dengan.pendekatan.saintifik. Aspek yang

diamati selama pembelajaran adalah 14 aspek. Pada proses pembelajaran terdapat tiga

kegiatan pembelajaraan antara lain kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup. Kegiatan

pembelajaran ini diamati melalui grup whatsapp, dimana guru menyampaikan materi

pelajaran atau pun memberi tugas kepada peserta didik. Pada kegiatan pendahuluan,

pendidik mempersiapkan peserta.didik.secara mental dan sebenarnya untuk mengikuti

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 28/09/2021; Resived: 11/06/2022; Accepted: 30/07/2022

16

sistem pembelajaran, dalam pelaksanaan pembelajaran pengajar hanya memberikan

kabar gembira dan tidak mempersilahkan peserta didik untuk bertanya (skor 3), dalam

menjalankan aktivitas pembelajaran guru tidak memberikan apresepsi terkait materi

(skor 0), di sini guru juga tidak membujuk siswa untuk mengambil bagian dalam sistem

pembelajaran (skor 0), guru kurang dalam menyampaikan atau menjelaskan tujuan

pembelajaran atau keterampilan penting yang harus diselesaikan (skor 1), dan guru tidak

membagi peserta didik ke dalam kumpulan laporan terkini (skor 0).

Pada kegiatan inti, guru memberikan kebebasan kepada.peserta.didik.untuk

memperhatikan hal-hal yang terkait dengan materi yang akan diajarkan (skor 4),

peserta.didik.juga diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan terkait materi yang

telah mereka perhatikan (skor 4), guru juga meminta peserta didik untuk

mengumpulkan data dengan memimpin tes, memeriksa atau mencari data dari berbagai

sumber yang ada (skor 4), pendidik cukup dalam menunjukkan kenyataan dalam

melakukan latihan karena instruktur meminta peserta didik memecah data yang telah

dikumpulkan dari latihan lanjutan (skor 2), guru juga tidak ada meminta peserta didik

untuk menyimpulkan pelajaran sacara lisan (skor 1).

Pada kegiatan penutup, guru dan peserta didik tidak memikirkan latihan

pembelajaran yang telah selesai (skor 1, guru.juga memberikan.PR atau tugas kepada

peserta didik (skor 4), gurubmemberikan arahan agar peserta didik mempelajari materi

selanjutnya di rumah (skor 4) dan guru juga memberikan salam penutup sebagai bentuk

akhir dari proses pembelajaran (skor 3). Berdasarkan Tabel 2 dari 14 perspektif yang

dilihat dengan skor paling ekstrim pada setiap sudut pandang adalah 4, skor total adalah

29, untuk mengetahui skor normal kemampuan guru dalam.mengelola pembelajaran,

maka dapat dihitung dengan cara 𝑅𝐾𝐺𝑖 =π‘—π‘’π‘šπ‘™π‘Žβ„Ž π‘ π‘˜π‘œπ‘Ÿ π‘‘π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ π‘¦π‘Žπ‘›π‘” π‘‘π‘–π‘π‘’π‘Ÿπ‘œπ‘™π‘’β„Ž

π‘‘π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ π‘Žπ‘ π‘π‘’π‘˜ π‘¦π‘Žπ‘›π‘” π‘‘π‘–π‘Žπ‘šπ‘Žπ‘‘π‘– Diperoleh

𝑅𝐾𝐺𝑖 =29

14= 2,07, , berdasarkan perkiraan skor normal pada jangkauan 1-4, terlacak

bahwa kapasitas pendidik untuk mengawasi pembelajaran dengan

pendekatan.saintifik.adalah 2,07 sehingga dapat diidentifikasi kemampuan proses

pembelajaran dengan pendekatan saintifik termasuk dalam.kategori.cukup, sehingga

pengelolahan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik masih.belum

efektif, karena pada Proses pembelajaran yang dilakukan guru HZ hanya mengunakan

Whatsapp, sehingga dalam pelaksanaan pembelajaran hanya sebatas pemberian tugas

saja dan Peserta Didik hanya di arahkan untuk belajar mandiri dengan mempelajari

materi dari Buku pelajaran, Link materi dari sumber lain seperti Youtube dan lain-lain.

4. Kesimpulan

Mengingat konsekuensi penelitian.dan pembahasan.hanya sebagai keterbatasan

penelitian, cenderung tertutup sebagai berikut: (1) Hasil penyelidikan RPP

menunjukkan bahwa rencana ilustrasi matematika dimanfaatkan oleh pendidik HZ

sebagai pedoman pembelajaran untuk kelas VIII semester 2 Tahun Pelajaran 2020/2021

sesuai program pendidikan 2013. RPP pendidik HZ adalah 97,56. Penyebabnya antara

lain: a. RPP tersebut sesuai dengan aturan penyusunan RPP yang mengacu pada

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 28/09/2021; Resived: 11/06/2022; Accepted: 30/07/2022

17

interaksi standar dan metodologi logis; b. RPP mengacu pada standar dan kemajuan

RPP, antara lain: 1) RPP saat ini memiliki keterkaitan dan keterkaitan antara KI, KD,

Indikator, Evaluasi, Materi dan Latihan Pembelajaran. Hal ini terlihat dari detail

indikator yang sesuai KD, bahkan KD yang diubah menjadi indikator; 2) RPP disusun

berdasarkan silabus, hal ini terlihat dari pembagian waktu dalam RPP yang dicatat

sesuai dengan jadwal. (2) Keterlaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan

pendekatan saintifik tergolong cukup di SMP Negeri 1 Samalantan dengan konsekuensi

perolehan nilai wajar dari pelaksanaan sistem pembelajaran sebesar 2,07. Sehingga

dapat dimaklumi bahwa sistem pembelajaran yang menggunakan

pendekatan.saintifik.belum efektif, mengingat sistem pembelajaran yang dilakukan oleh

pengajar HZ hanya menggunakan Whatsapp, sehingga dalam pelaksanaan pembelajaran

hanya sebatas pada pemberian tugas dan peserta didik hanya di arahkan untuk belajar

mandiri dengan mempelajari materi dari Buku pelajaran, Link materi dari sumber lain

seperti Youtube dan lain-lain.

5. Referensi

Abdul, Majid. 2009. Perencanaan Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosda.

Fitriawan, D., & Wardah. (2021). The Implementation Of Blended Learning Based

Model E-Learning Moodle. 10(2), 1001–1007.

Sulistyowati, E., & Fitriawan, D. (2022). Pemanfaatan Media Pembelajaran E-Learning

di Era New Normal. Seminar Nasional Pendidikan Ekonomi FKIP UM Metro,

1(1), 21–27.

E. Mulyasa. 2007. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya.

Kemendikbud. 2013. Permendikbud No. 65 Tentang Standar Proses Pendidikan Dasar

dan Menengah. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Kosasih, E. 2014. Strategi Belajar dan Pembelajaran Implementasi Kurikulum 2013.

Bandung: Yrama Widya.

Kunandar. 2011. Langkah Mudah Penelitian Tindakan kelas Sebagai Pengembangan

Profesi Guru. Jakarta: Rajawali Pres.

Susilo. 2007. Panduan Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: Pustaka Book

Publisher.

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 07/06/2022; Resived: 27/06/2022; Accepted: 30/07/2022

18

IMPLEMENTASI PENGGUNAAN MODUL TRIGONOMETRI DENGAN

PENDEKATAN PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP MINAT

BELAJAR SISWA KELAS X

1*Indah Nopita Sari, 2Krisdianto Hadiprasetyo, 3Erika Laras Astutiningtyas 1,2,3Pendidikan Matematika FKIP Universitas Bangun Nusantara Sukoharjo

Email: [email protected], [email protected], [email protected]

Abstract

This research includes descriptive research with a qualitative approach. The subjects in this

study were mathematics teachers, and class X students of SMK Bina Patria 1 Sukoharjo in the 2021/2022 academic year. The object of this research is the implementation of the use of a

trigonometry module with a guided discovery approach to students' interest in learning. Data

collection techniques using interviews and questionnaires. From the results of research conducted, students' interest in learning obtained an average percentage on the aspect of

feeling happy of 70.44% including the "high" criteria, on the interest aspect getting a

percentage of 85.42% including the "very high" criteria, on the involvement aspect obtained a percentage of 73.44% included in the "high" criteria. In the aspect of independence, the

percentage of 86.72% is included in the "very high" criteria. All aspects accumulated to obtain

a percentage of 79.01% which is included in the "high" criteria. So it can be interpreted that

the student's response to the implementation of the use of the module is good and increases student interest in learning so that the module is well used for learning mathematics. However,

there are some obstacles, namely students still need adjustments when they first use the module

and there are slight revisions or improvements in certain parts in order to produce a better module, making it easier for readers to use it.

Keyword: module, guided discovery, interest in learning

1. Pendahuluan Penerapan kurikulum 2013 terutama pada mata pelajaran matematika cukup

sulit (Fussalam et al., 2018), dikarenakan dalam pelaksanakannya perlu persiapan yang

matang mulai dari guru harus menentukan model atau metode mengajar yang paling

tepat. Begitupun, siswa harus siap dalam memahami pelajaran yang diajarkan dengan

desain pembelajaran. Setiap siswa mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dalam

memahami, mengartikan, dan menganalisis rumus- rumus matematika(Kholiq, 2020).

sehingga tidak heran jika banyak siswa yang mengeluh ketika belajar matamatika.

Sebab itu hal tersebut menjadi tugas guru untuk mendesain pembelajaran dikelas yang

menarik, sehingga tujuan pembelajaran dan proses memaknai belajar oleh siswa bisa

tercapai.

Pengamatan yang dilakukan di SMK Bina Patria 1 Sukoharjo mempelajari

berbagai mata pelajaran khususnya pelajaran matematika, dimana peserta didik

menganggap matematika adalah pelajaran sulit. Hal ini didukung dengan hasil ulangan

harian pada materi barisan dan deret aritmatika di kelas X TKR 1 dengan rata-rata

sebesar 49,06 yang termasuk pada kriteria β€œtidak tuntas”. SMK Bina Patria 1 Sukoharjo

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 07/06/2022; Resived: 27/06/2022; Accepted: 30/07/2022

19

masih menggunakan sumber belajar paket matematika dan referensi internet yang belum

disesuaikan dengan kemampuan diri siswa, menjadikan mudah bosan dan sulit

memahami arti di dalam paket matematika.

Minat belajar adalah kehendak, keinginan, atau dorongan dalam diri siswa

untuk belajar mengembangkan dirinya. Dalam hal ini, siswa dituntut berpikir secara

abstrak. Namun kenyantaan dalam perkembangan tidak terjadi secara mendadak,

ataupun langsung sempurna, tetapi hal itu terjadi secara bertahap-tahap. Oleh karena itu,

siswa masih memerlukan bantuan alat peraga atau media pembelajaran yang mampu

menjembatani cara berpikir siswa terarah.

Di antara cabang matematika materi yang dianggap sulit yaitu Trigonometri.

Materi mengenai trigonometri sangat luas, adapun materi yang dikaji pada trigonometri

yaitu mempelajari perbandingan sudut, relasi antar sudut, konversi koordinat kartesius

ke kutub, aturan sinus dan cosinus, luas segitiga, dan jumlah dan selisih sinus dan

cosinus. . Berdasarkan data dari hasil ulangan harian pada tahun sebelumnya,

didapatkan hasil bahwa nilai dari beberapa siswa pada materi trigonometri kurang

memuaskan(Hamidah & Setiawan, 2019).

Modul adalah salah satu media pembelajaran dalam bentuk tertulis atau cetak

yang disusun secara sistematis, memuat materi pembelajaran, metode, tujuan

pembelajaran berdasarkan kompetensi dasar atau indikator pencapaian kompetensi,

petunjuk kegiatan belajar mandiri (Self Introductional) dan memberikan kesempatan

kepada siswa untuk menguji diri sendiri melalui latihan soal yang disajikan dalam

modul tersebut(Nurhasanah & Sobandi, 2016). Metode penemuan terbimbing

menempatkan guru sebagai fasilitator sehingga guru membimbing siswa hanya jika

diperlukan saja(Andarwati & Hernawati, 2013). Model pembelajaran penemuan

terbimbing ini diharapkan dapat menciptakan interaksi antara siswa dan guru dalam

menemukan konsep-konsep yang baru. Diharapkan siswa dapat mengetahui kesalahan

dan mampu memperbaiki pekerjaannya sendiri, dengan begitu siswa tidak mudah

melupakan dan terus mengembangkan dirinya.

2. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan Penelitian Deskriptif Kualitatif. Penelitian ini

mendeskripsikan suatu populasi, kondisi atau kejadian secara sistematis dan akurat.

Penelitian ini yang dilakukan dengan setting tertentu yang ada di dalam kehidupan riil

(alamiah) dengan maksud menginvestigasi dan memahami fenomena: apa yang terjadi,

mengapa terjadi, dan bagaimana terjadinya?(Fadli, 2021).

Menurut Kriyantono dalam (Akhmad, 2015), penelitian deskriptif kualitatif

yaitu suatu teknik yang menggambarkan dan menginterpretasikan arti data-data yang

telah terkumpul dengan memberikan perhatian dan merekam sebanyak mungkin aspek

situasi yang diteliti pada saat itu, sehingga memperoleh gambaran secara umum dan

menyeluruh tentang keadaan sebenarnya.

Objek dalam penelitian adalah siswa kelas X TKR di SMK Bina Patria 1

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 07/06/2022; Resived: 27/06/2022; Accepted: 30/07/2022

20

Sukoharjo yang terdiri dari 32 siswa. Tempat penelitian beralamatkan Gamping, Joho,

Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah 57513.

Teknik pengumpulan data menggunakan angket dan wawancara. dimana

angket dan wawancara disesuikan dengan indikator minat belajar siswa. Instrument

yang digunakan terdiri dari 20 butir pernyataan negatif dan positif dan 6 pertanyaan

pada wawancara yang digunakan untuk menentukan minat belajar siswa. Langkah

pertama dalam penelitian ini adalah menyusun modul trigonometri yang telah divalidasi

oleh salah satu dosen Pendidikan matematika Universitas Veteran Bangun Nusantara

dan guru matematika SMK Bina Patria 1 Sukoharjo, langkah kedua penyebaran modul

trigonometri saat kegiatan belajar mengajar siswa dikelas, langkah terakhir siswa

mengisi angket respon minat belajar siswa dan mewawancari guru matematika

mengenai perkembangan minat belajar siswa selama menggunakan modul trigonometri.

Jenis instrument dalam penelitian ini adalah menggunakan likert scale, yaitu

jawaban yang dipilih oleh responden terdiri dari 4 (empat) pilihan tingkatan yaitu :

sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Jawaban responden akan

dikonversikan ke dalam bentuk angka 1-4 sebagaimana dapat lihat pada tabel 1.

Tabel 1. Penilaian Likert Scale

Hasil skor penilaian jawaban siswa tersebut kemudian dicari rata-rata nya dan

dikonversikan ke pertanyaan untuk menentukan minat belajar siswa saat menggunakan

modul trigonometri. Berikut tabel kriteria minat analisis rata- rata ditampilkan :

Tabel 2. Kriteria Tingkat Minat Belajar Siswa

Teknik trialngulalsi yalng digunalkaln dallalm penelitialn ini aldallalh

trialngulalsi dengaln metode. Triangulasi metode menurut Patton (dalam Moleong

2017: 331) terdapat dua strategi, yaitu: (1) pengecekan derajat kepercayaan penemuan

hasil penelitian beberapa teknik pengumplan data dan (2) pengecekan derajat

kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama.

Skor Skor Jawaban

4 Sangat Setuju

3 Setuju

2 Tidak Setuju

1 Sangat Tidak Setuju

Skor Kualitas Kriteria

85% ≀P Sangat Tinggi

70% ≀P< 85% Tinggi

50% ≀P< 70% Sedang

P < 50% Rendah

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 07/06/2022; Resived: 27/06/2022; Accepted: 30/07/2022

21

3. Hasil dan Pembahasan

Langkah awal dalam penelitian ini adalah mengembangkan modul trigonometri

dengan pendekatan penemuan terbimbing dimana modul ini disesuiakan dengan

karateristik siswa. Pengembangn Modul Trigonometri dalam penelitian ini

menggunakan model Borg and Gall dalam (Tarigan et al., 2019) yang disederhakan

menjadi 4 tahap : tahap analisis kebutuhan, tahap perencanaan modul, validasi, dan

revisi. Data hasil penelitian dan pengembangan Modul Trigonometri yang dilakukan

sebagai berikut :

Tahap analisis kebutuhan

Kegiatan dilakukan dengan cara mengamati langsung ke sekolah dan

wawancara guru matematika yang bersangkutan. Analisis yang dilakukan meliputi :

analisis media, analisis kurikulum, analisis karateristik siswa. Data yang diperoleh

media yang digunakan buku paket dan beberapa referensi internet yang belum

disesuaikan dengan karateristik siswa sehingga siswa mudah bosan dan kurang nyaman

memahami materi.

Tahap perencanaan modul

Setelah evalusi dilakukan pada tahap analisis kebutuhan, peneliti mulai

merancang modul dengan hasil sebagai berikut.

Perencanaan sistematis dan materi

Materi disajikan sesuai indikator indikator yang memperhatikan kompetensi

atau sub kompetensi. Bahan ajar yang dipilih yaitu bahan ajar modul trigonometri,

materi aturan sinus, cosinus dan luas segitiga karena selain dianggap sulit dalam materi

ini peserta didik juga harus dapat membayangkan suatu teori dalam kehidupan sehari-

hari, dengan adanya gambar akan membantu peserta didik untuk lebih memahami

materi tersebut.

Pendekatan yang digunakan dalam mengembangkan modul ini adalah

penemuan terbimbing karena dengan menggunakan pendekatan tersebut peserta didik

menemukan konsep materi sendiri dengan bantuan pendidik sehingga tidak hanya

paham terhadap materi namun dapat membuat daya ingat mengenai materi lebih lama.

Pembuatan modul

Tahap penyusunan modul trigonometri dimulai dari pembuatan materi modul

dengan menggunakan pendekatan penemuan terbimbing dan penambahan gambar-

gambar yang sesuai pada modul.

Bagian pembuka

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 07/06/2022; Resived: 27/06/2022; Accepted: 30/07/2022

22

Gambar 1. Tampilan Sampul Depan Modul

Pada bagian pembuka, peneliti telah mengembangkan desain sampul depan

menggunakan coreldraw 2018 serta font Arial Black size 48 dan Times New Roman size

18, Layout kertas size A4. Bagian ini terdiri dari sampul depan modul, daftar isi,

kompetensi inti, kompetensi dasar, indikator, tujuan pembelajaran, kata kunci.

Bagian isi materi

Gambar 2. Tampilan isi materi modul

Pada bagian ini, materi diketik menggunakan Software Microsoft Word dengan

Font Times New Roman Size 12. Gambar-gambar yang ditampilkan dalam modul

pembelajaran dari referensi internet dan aplikasi Canva. Layout kertas A4. Bagian isi

modul berisi materi seputar trigonometri khususnya aturan sinus, cosinus, dan luas

segitiga. Modul juga berisi kegiatan percobaan, contoh soal, dan soal-soal uji

kompetensi yang akan mengukur sejauh mana pemahaman peserta didik terhadap materi

trigonometri.

Bagian penutup

Gambar 3. Tampilan penutup modul

Bagian penutup, peneliti menggunakan Software Microsoft Word dengan Font

Times New Roman Size 12, Layout kertas A4. Bagian ini terdiri dari dari daftar pustaka.

Validasi modul

Modul yang telah selesai dibuat selanjutnya divalidasi oleh para ahli yaitu

dosen dan praktisi pendidikan yang akan menilai kualitas modul baik dari segi isi,

design, serta bahasa yang digunakan. Hasil dari validasi modul dapat dilihat pada tabel.

Tabel 3. Tabel Penilaian Hasil Validasi

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 07/06/2022; Resived: 27/06/2022; Accepted: 30/07/2022

23

No Aspek Analisis Validator

1 2

1. Kelayakan Isi

Total

skor 39 40

Rata-rata 3,54 3,36

P 3,45

Kriteria Valid

2. Kelayakan Bahasa

Total

skor 33 36

Rata-rata 3,3 3,6

P 3,45

Kriteria Valid

3. Kelayakan penyajian

Total

skor 36 33

Rata-rata 4 3,67

P 3,84

Kriteria Valid

4.

Pendekatan

Penemuan

Total

skor 12 12

Terbimbing Rata-rata 4 4

P 4

Kriteria Valid

5. Kelayakan

kegrafisan

Total

skor 41 43

Rata-rata 3,73 3,9

P 3,82

Kriteria Valid

Hasil rata-rata penilaian kelayakan isi yang dinilai oleh validator ahli diperoleh

3,45 dengan kriteria β€œvalid”, pada aspek kelayakan penyajian diperoleh hasil rata-rata

3,45 dengan kriteria β€œvalid”, pada aspek kelayakan Bahasa diperoleh hasil rata-rata 4

dengan kriteria β€œvalid”, pada aspek kelayakan kegrafisan diperoleh hasil rata-rata 3,82

dengan kriteria β€œvalid”, dan aspek penilaian penemuan terbimbing diperoleh hasil rata-

rata 4 dengan kriteria β€œvalid”. Berdasarkan hasil yang diperoleh modul dinyatakan valid

sehingga modul layak untuk digunakan.

Revisi Modul

Modul trigonometri yang telah divalidasi oleh para ahli, memperoleh hasil

valid maka dalam tahap ini tidak ada revisi modul pembelajaran. Modul trigonometri

layak digunakan untuk siswa.

Implementasi

Setelah modul selesai divalidasi oleh para ahli dan dievaluasi sehingga hasilnya

dinyatakan valid selanjutnya modul diberikan kepada peserta didik di kelas X TKR 1 di

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 07/06/2022; Resived: 27/06/2022; Accepted: 30/07/2022

24

SMK Bina Patria 1 Sukoharjo. Dalam satu kelas berisi 32 siswa yang bersedia mengisi

angket tersebut dan melakukan wawancara kepada guru matematika kelas 10.

Minat belajar siswa dalam penelitian ini diukur melalui 4 aspek yaitu perasaan

senang, ketertarikan, keterlibatan siswa, dan kemandirian. Berdasarkan hasil penelitian

dari respon siswa yang terdapat 4 aspek dengan dihitung persentase setiap aspeknya

akan disajikan melalui tabel dibawah ini:

Tabel 4. Tabel Hasil Penelitian

No Aspek Persentase

1 Perasaan senang 70,44%

2 Ketertarikan 85,42%

3 Keterlibatan siswa 73,44%

4 kemandirian 86,72%

Pada tabel 4 ada 1 sampai 4 aspek yaitu perasaan senang, ketertarikan,

keterlibatan siswa, dan kemandirian. Dapat dilihat bahwa indikator yang memiliki

persentase tertinggi adalah kemandirian sebesar 86,72% dari 4 pernyataan yaitu tekun

dalam belajar matematika sendiri dirumah, belajar menggunakan modul trigonometri

membuat saya tekun dalam belajar matematika, modul trigonometri membantu saya

mengatasi kemalasan, dan saya selalu disiplin dan rajin belajar saat menggunakan

modul trigonometri dalam pembelajaran. Kebanyakan dari 4 pernyataan tersebut

mempunyai kriteria β€œSangat tinggi” pada pernyataan positif tersebut. Sedangkan

persentase terendah adalah perasaan senang sebesar 70,44% dari 6 pernyataan yaitu

matematika sulit bagi saya saat menggunakan buku paket karena terlalu banyak rumus,

guru kurang menyenangkan, sehingga saya menjadi malas belajar matematika, belajar

menggunakan modul trigonometri tidak membuat saya bosan, belajar menggunakan

modul trigonometri menyenangkan, saya senang mencoba mengerjakan soal pada

modul trigonometri, Lebih menyenangkan menggunakan modul trigonometri daripada

buku paket matematika. Dari 6 pernyataan tersebut mempunyai kriteria β€œsedang”

sehingga siswa saat belajar matematika kurang menyenangkan.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan modul

trigonometri dengan pendekatan penemuan terbimbing dapat meningkatkan minat

belajar siswa. Dari hasil angket respon siswa sebesar 79,01% yang termasuk pada

kriteria β€œtinggi”. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara variabel berjalan satu

arah, artinya semakin tinggi minat belajar siswa, maka semakin tinggi hasil belajar

siswa, begitupun sebaliknya. Sehingga apabila minat belajar siswa mengalami

penurunan, maka hasil belajar siswa pun akan mengalami penurunan. Hal tersebut

sesuai dengan hasil penelitian ada tingkatan minat belajar siswa saat menggunakan

modul trigonometri dengan pendekatan penemuan terbimbing, sehingga dapat menjadi

bahan acuhan untuk materi yang lain.

Evaluasi

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 07/06/2022; Resived: 27/06/2022; Accepted: 30/07/2022

25

Pada tahap evaluasi, tahap terakhir dimana produk yang dikembangkan berupa

modul dengan pendekatan penemuan terbimbing pada materi trigonometri khususnya

bab aturan sinus, cosinus, dan luas segitiga mempunyai kriteria dapat meningkatkan

minat belajar siswa.

4. Kesimpulan Implementasi penggunaan modul trigonometri dengan pendekatan penemuan

terbimbing terhadap minat belajar siswa kelas X TKR 1 di SMK Bina Patria 1

Sukoharjo tahun pelajaran 2021/2022 baik dan efektif digunakan meskipun ada

beberapa kendala yaitu siswa masih perlu penyesuaian saat pertama kali menggunakan

modul. maka dapat diartikan bahwa respon siswa terhadap implementasi penggunaan

modul baik dan meningkatkan minat belajar siswa sehingga modul baik digunakan

untuk pembelajaran matematika.

5. Referensi

Akhmad, K. A. (2015). Pemanfaatan Media Sosial bagi Pengembangan Pemasaran

UMKM (Studi Deskriptif Kualitatif pada Distro di Kota Surakarta). Duta.Com,

9(September),454.http://journal.stmikdb.ac.id/index.php/dutacom/article/view/

17

Andarwati, D., & Hernawati, K. (2013). Pengembangan Lembar Kegiatan Siswa ( LKS

) Berbasis Penemuan Terbimbing Berbantuan Geogebra Untuk Membelajarkan

Topik Trigonometri Pada Siswa Kelas X SMA. Prosiding, 1.

Fadli, M. R. (2021). Memahami desain metode penelitian kualitatif. Humanika, 21(1),

33–54. https://doi.org/10.21831/hum.v21i1.38075

Fussalam, Y. E., Inggris, P. B., Muhammadiyah, S., & Bungo, M. (2018). Implementasi

Kurikulum 2013 (K13) Smp Negeri 2 Sarolangun. Jurnal Muara Pendidikan,

3(1), 45–55. http://ejournal.stkip-mmb.ac.id/index.php/mp/article/view/49

Hamidah, N., & Setiawan, W. (2019). Analisis Minat Belajar Siswa Sma Kelas Xi Pada

Materi Trigonometri. Journal on Education, 1(2), 457–463.

https://www.jonedu.org/index.php/joe/article/view/96

Kholiq, M. (2020). Meningkatkan Efektifitas Pembelajaran Melalui Penerapan Model

Pembelajaran Penemuan Terbimbing Berbantuan LKS Siswa. Journal of

Classroom Action Research, 2(1), 40–46.

https://doi.org/10.29303/jcar.v2i1.404

Moleong, Lexy J. 2017. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya Offset.

Nurhasanah, S., & Sobandi, A. (2016). Minat Belajar Sebagai Determinan Hasil Belajar

Siswa. Jurnal Pendidikan Manajemen Perkantoran, 1(1), 128.

https://doi.org/10.17509/jpm.v1i1.3264

Tarigan, I. P., Siagian, S., & Sitompul, H. (2019). Pengembangan Modul Pembelajaran

Dasar Tata Rias Berbasis Metakognisi Pada Jurusan Pendidikan Kesejahteraan

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 07/06/2022; Resived: 27/06/2022; Accepted: 30/07/2022

26

Keluarga (Pkk). Jurnal Teknologi Informasi & Komunikasi Dalam Pendidikan,

5(2), 153–165. https://doi.org/10.24114/jtikp.v5i2.12595

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 03/07/2022; Resived: 27/07/2022; Accepted: 31/07/2022

27

ANALISIS MISKONSEPSI SISWA PADA MATERI TRIGONOMETRI

MENGGUNAKAN METODE CERTAINTY OF RESPONSE INDEX

TERMODIFIKASI DI SMA

Muhammad Dwiki Annadzili1; Halini2; Dede Suratman3

1,2,3Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Untan Pontianak

Email: [email protected]

Abstract

The research purpose is to analyze the misconceptions by using the certainty of response index modified in trigonometric equations at class XI State Senior High

School 9 Pontianak. that Research method used in this research was a case study. The

subjects in this research were seven students of class XI IPA 1 and IPA 2 of State Senior High School 9 Pontianak. The instruments used in this research were

diagnostic tests and interview guidelines. From the result of the study, obtained 8 out

of 32 students had computation misconceptions, 9 out of 32 students had generalized misconceptions, 1 out of 32 students had specialization misconceptions, and 1 out of

32 students had theoretical misconceptions. Misconceptions experienced are caused

by students are students' associative thinking, incomplete reasoning, wrong intuition,

stages of student cognitive development, and student abilities. Generalizing misconceptions are the most common misconceptions experienced by students, the

cause of this misconception is wrong intuition and the stage of students' cognitive

development.

Keywords: Misconception, Trigonometry, Certainty of Response Index Modified

1. Pendahuluan

Trigonometri merupakan ilmu matematika yang penting dikehidupan sehari-hari.

Marwanta mengungkapkan bahwa trigonometri merupakan bagian dari matematika

yang mempelajari tentang keterkaitan antara sudut dan sisi dalam segitiga. (Marwanta,

2009). Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan Ayu dalam penelitiannya

terhadap siswa kelas 11 SMK di Cimahi, terdapat nilai matematika pada materi

Perbandingan Trigonometri dari 34 siswa di kelas terdapat 3 orang nilainya mencapai

KKM, sehingga dapat dikatakan bahwa materi trigonometri merupakan materi yang

sulit untuk dipahami oleh siswa. (Ayu, L.S & Zanthy, L.S, 2020). Untuk mendapatkan

data yang valid, peneliti melakukan pra riset pada siswa kelas 11 IPA 4 SMA Negeri 9

Pontianak pada tanggal 7 oktober 2021. Adapun hasil tes dalam pra-riset yang telah

dilakukan oleh peneliti yaitu terdapat beberapa kesalahan dari hasil pengerjaan siswa,

hal tersebut diduga berasal dari kesalahan dalam memahami konsep oleh siswa terhadap

soal yang diberikan. Seperti pada gambar 1 di bawah ini.

Gambar 1. Jawaban Siswa terhadap soal nomor 2

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 03/07/2022; Resived: 27/07/2022; Accepted: 31/07/2022

28

Gambar 1. di atas menunjukkan bahwa siswa salah dalam mentransformasikan

nilai tan (2x – 35) = 1, menjadi 2 tan x – 35 = 1, lalu menjadi 2 tan x = 1 + 35. Yang

seharusnya tetap dan angka 1 diubah terlebih dahulu ke nilai trigonometrinya.

Hasil penelitian yang dilakukan Syahrianah Syahran dan Anisa ditemukan

beberapa kekeliruan yang dialami siswa dalam menemukan penyelesaian dari soal-soal

trigonometri yaitu: a) keliru dalam memahami fakta; b) keliru dalam memahami

konsep; c) keliru dalam memahami operasi; dan d) keliru dalam memahami prinsip.

(Syahran, Syahrianah & Anisa, 2019). kekeliruan dalam memahami konsep selanjutnya

disebut sebagai miskonsepsi.

Miskonsepsi yang dialami siswa adalah kesalahan konsepsi dari siswa dalam

memahami sebuah materi ataupun pelajaran, sehingga terjadi kesalahan yang tak

terhindarkan oleh siswa dalam memahami atau menyelesaikan sebuah permasalahan

yang guru berikan.

Hasan, Bagayoko & Kelley mengungkapkan bahwa miskonsepsi merupakan

pemahaman yang tidak sesuai dengan pemahaman yang telah diterima di lapangan dan

pemahaman yang tidak sesuai tersebut dapat mengganggu penerimaan ilmu

pengetahuan baru (dalam Asbar, 2017).

Miskonsepsi yang dialami siswa terbagi dalam beberapa bentuk miskonsepsi.

Adapun menurut ashlock terdapat 3 bentuk, yaitu: 1) miskonsepsi perhitungan, bentuk

miskonsepsi yang didasarkan pembentukan pola yang salah dalam perhitungan.

miskonsepsi ini dapat berupa kekeliruan dalam pengoperasian baik dalam perhitungan

maupun penggunaan notasi; 2) miskonsepsi penggeneralisasian, bentuk miskonsepsi ini

berasal dari pernyataan umum yang berlebih terkait suatu alasan dan penarikan

kesimpulan sebelum mendapat informasi yang lebih untuk menyimpulkan sesuatu; dan

3) miskonsepsi penspesialisasian, yaitu pemahaman tentang suatu konsep yang

dianggap sama dengan konsep yang lain berbeda atau menganggap bahwa suatu konsep

dapat digunakan disituasi yang berbeda. (Dalam Ridho, M. H, 2020). Sedangkan

menurut Das Salirawati juga terdapat 3 miskonsepsi yaitu: 1) miskonsepsi

klasifikasional, merupakan kekeliruan dalam pengklasifikasian fakta yang ada ke dalam

bagan-bagan yang terorganisir; 2) miskonsepsi korelasional, merupakan kekeliruan

dalam pemaknaan terhadap kejadian khusus yang saling berkaitan, atau berupa dugaan

seperti bentuk formulasi prinsip yang umum; dan 3) miskonsepsi teoritikal, merupakan

kesalahan dalam memahami suatu kejadian atau fakta ke dalam sistem yang

terorganisir. (Das Salirawati, 2011).

Miskonsepsi-miskonsepsi di atas terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa

faktor. Adapun faktor penyebab miskonsepsi yang berasal dari siswa menurut Suparno

adalah prakonsepsi, pemikiran asosiatif siswa, pemikiran humanistik, alasan yang tidak

lengkap, intuisi yang salah, tahap perkembangan kognitif siswa, kemampuan siswa, dan

minat belajar siswa. (Suparno, 2013)

Berdasarkan penjelasan-penjelasan yang sudah dipaparkan didapat bahwa,

materi trigonometri adalah materi yang sukar untuk dipahami oleh siswa, sehingga besar

kemungkinan terjadinya miskonsepsi pada materi tersebut. Peneliti melakukan

penelitian ini untuk mengetahui apa saja miskonsepsi yang akan dialami siswa pada

materi trigonometri beserta penyebabnya.

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 03/07/2022; Resived: 27/07/2022; Accepted: 31/07/2022

29

2. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif.

Bentuk penelitian berupa studi kasus. Kasus yang diteliti ialah miskonsepsi siswa dan

faktor penyebabnya. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas 11 IPA SMA Negeri 9

Pontianak dan objek penelitian ini adalah miskonsepsi yang terjadi pada siswa terkait

materi trigonometri.

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa hasil tes dan wawancara.

Tes yang digunakan merupakan tes diagnostik yang terdiri dari 4 soal yaitu 2 soal

tentang persamaan trigonometri dan 2 soal tentang persamaan kuadrat trigonometri. soal

yang diberikan berupa uraian. Sedangkan wawancara dilakukan untuk mencari faktor

penyebab terjadinya miskonsepsi pada siswa menggunakan pedoman wawancara semi-

terstruktur. Wawancara dilakukan kepada 7 siswa yang dipilih berdasarkan perhitungan

dan pengelompokkan dengan menggunakan metode cri termodifikasi.

Instrumen divalidasi oleh salah satu dosen pendidikan matematika FKIP Untan

dan dua guru matematika SMA Negeri 9 Pontianak. Setelah proses validasi, dilakukan

uji coba sebanyak 2 kali di SMA Negeri 6 Pontianak, dengan hasil instrumen soal yang

telah valid dengan tingkat kesukaran sedang. Proses analisis data dilakukan sebanyak 3

tahapan sesuai dengan pendapat miles & huberman bahwa tahapan analisis data terbagi

menjadi 3, yaitu: 1) reduksi data; 2) penyajian data; dan 3) penarikan kesimpulan.

(Miles, B. Mathew & Michael Huberman, 1992).

Reduksi data dalam penelitian ini ialah peneliti memilah siswa paham konsep,

tidak paham konsep, dan miskonsepsi. Setelah itu data disajikan dalam bentuk tabel.

Setelah data disajikan dilakukan penyimpulan yang sesuai dengan tabel yang telah

disajikan.

3. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Hasil Penelitian

Uji CRI Termodifikasi dalam penelitian ini dilakukan terhadap 32 siswa sebagai

responden untuk mengklasifikasikan siswa yang paham konsep, tidak paham konsep,

dan miskonsepsi. Berikut klasifikasi hasil tes dengan yang telah dilakukan:

Tabel 1. Data Klasifikasi Hasil Tes dengan CRI Termodifikasi

No. Soal Paham Konsep Miskonsepsi Tidak Paham Konsep

Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase

1 5 15,63 % 9 28,12 % 18 56,25 %

2 2 6,25 % 6 18,75 % 24 75 %

3 4 12,5 % 5 15,63 % 23 71,87 % 4 1 3,12 % 2 6,25 % 29 90,63 %

Rata-rata 9,38 % 17,18 % 73,44 %

Berdasarkan data pada tabel 1 di atas, rata-rata siswa masuk kategori

miskonsepsi disetiap soal memiliki persentase sebesar 17,18%, paham konsep

persentasenya sebesar 9,38%, dan tidak paham konsep sebesar 73,44%. Hal ini

menandakan bahwa banyak siswa kurang memahami materi persamaan trigonometri.

Untuk mengetahui bentuk miskonsepsi dan penyebabnya, dilakukan wawancara

kepada subjek penelitian dengan kode AA, SN, ASS, RA(1), RDS, MKA, dan SMA.

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 03/07/2022; Resived: 27/07/2022; Accepted: 31/07/2022

30

Wawancara dilakukan secara offline di SMA Negeri 9 Pontianak dan secara online

melalui chat WhatsApp. Berdasarkan hasil wawancara didapat hasil sebagai berikut:

Tabel 2. Bentuk Miskonsepsi Siswa

No Kode

Siswa

Bentuk Miskonsepsi

Perhitungan Penggeneralisasian Penspesialisasian Teoritikal

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 AA √ √ - - - - √ - - - - - - - - -

2 RSC √ √ - - - √ √ - - - √ - - - - - 3 RDS √ - - √ - √ - - - - - - - - - -

4 RA(1) √ - √ - - - √ - - - - - - - - -

5 RA(2) √ - - - - - - - - - - - - - - -

6 MRA √ - - - - - - - - - - - - - - - 7 SN √ - - - - - - - - - - - - √ - -

8 SMA - √ - - - √ - - - - - - - - - -

9 MKA - - - - √ - - - - - - - - - - - 10 ASS - - - - √ √ - - - - - - - - - -

11 ND - - - - - - √ - - - - - - - - -

12 NF - - - - - - √ - - - - - - - - -

Total 7 3 1 1 2 4 5 0 0 0 1 0 0 1 0 0 Total Siswa 8 9 1 1

Keterangan :

Total Siswa = Dihitung berdasarkan baris √ = Siswa mengalami miskonsepsi

- = siswa tidak mengalami miskonsepsi

Berdasarkan tabel 2 di atas, terdapat dua bentuk miskonsepsi pada soal nomor 1,

yaitu miskonsepsi perhitungan dan miskonsepsi penggeneralisasian. Miskonsepsi yang

sering dialami siswa terhadap soal nomor 1 adalah miskonsepsi perhitungan yaitu

sebanyak 7 orang siswa, sedangkan miskonsepsi penggeneralisasian sebanyak 2 orang

siswa. Pada soal nomor 2, terdapat 3 bentuk miskonsepsi, yaitu miskonsepsi

perhitungan, miskonsepsi penggeneralisasian, dan miskonsepsi teoritikal. Terdapat

siswa yang mengalami 2 bentuk miskonsepsi di soal nomor 2 yaitu SMA dan RSC,

yang mana keduanya mengalami miskonsepsi perhitungan dan penggeneralisasian. Pada

soal nomor 3 juga terdapat 3 bentuk miskonsepsi diantaranya adalah miskonsepsi

perhitungan, miskonsepsi penggeneralisasian, dan miskonsepsi penspesialisasian.

Terdapat siswa yang mengalami 2 bentuk miskonsepsi di soal nomor 3 yaitu RA(1)

yang mengalami miskonsepsi perhitungan dan penggeneralisasian serta RSC yang

mengalami miskonsepsi penggeneralisasian dan penspesialisasian. Sedangkan soal

nomor 4 hanya terdapat 1 bentuk miskonsepsi, yaitu miskonsepsi perhitungan.

Secara keseluruhan siswa yang mengalami miskonsepsi sebagai berikut; 1)

miskonsepsi perhitungan sebanyak 8 orang siswa; 2) miskonsepsi penggeneralisasian

sebanyak 9 orang siswa; 3) miskonsepsi penspesialisasian sebanyak 1 orang siswa; dan

4) miskonsepsi teoritikal sebanyak 1 orang siswa. Adapun penyebab dari miskonsepsi pada

tiap butir soal sebagai berikut:

Tabel 3. Penyebab Miskonsepsi Siswa

No Kode Penyebab Miskonsepsi

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 03/07/2022; Resived: 27/07/2022; Accepted: 31/07/2022

31

Siswa PA ATL IS TPKS KS

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 AA - - - - - - - - √ - √ - - √ - - - - - -

2 RSC - - √ - √ - - - - √ √ - - √ - - - - - -

3 RDS - - - - √ - - - - √ - - √ - √ - - - -

4 RA(1) - - - - - - √ - √ - - - - - - - - - - -

5 RA(2) - - - - - - - - - - - - - - - - √ - - -

6 MRA - - - - √ - - - - - - - - - - - - - - -

7 SN - √ - - - - - - √ - - - - - - - - - - -

8 SMA - - - - - √ - - - √ - - - - - - - - - -

9 MKA - - - - - - - - - - - - √ - - - - - - -

10 ASS - - - - - - - - √ √ - - - - - - - - - -

11 ND - - - - - - - - - - √ - - - - - - - - -

12 NF - - - - - - - - - - √ - - - - - - - - -

Total Siswa 2 5 9 4 1

Keterangan :

Total Siswa = Dihitung berdasarkan baris

PA = Pemikiran Asosiatif Siswa ATL = Alasan yang Tidak Lengkap

IS = Intuisi yang Salah

TPKS = Tahap Perkembangan Kognitif Siswa KS = Kemampuan Siswa

√ = Penyebab Miskonsepsi

- = Bukan Penyebab Miskonsepsi

Berdasarkan tabel 3 di atas, secara keseluruhan, miskonsepsi yang disebabkan oleh

pemikiran asosiatif terdapat 2 orang siswa yaitu SN dan RSC, miskonsepsi yang disebabkan

oleh alasan yang tidak lengkap terdapat 5 orang siswa (RSC, RDS, MRA, SMA, dan RA(1)), miskonsepsi yang disebabkan oleh intuisi yang salah terdapat 9 orang siswa (AA, RA(1), SN,

ASS, SMA, RSC, RDS, ND, dan NF). miskonsepsi yang disebabkan oleh tahap perkembangan

kognitif siswa terdapat 4 orang siswa (MKA, RSC, RDS, dan AA), sedangkan miskonsepsi yang disebabkan oleh kemampuan siswa terdapat 1 orang siswa (RA(2)).

Apabila tabel 2 dan tabel 3 dihubungkan, akan didapat bahwa penyebab terjadinya

miskonsepsi perhitungan adalah alasan yang tidak lengkap, intuisi yang salah, tahap

perkembangan kognitif siswa, dan kemampuan siswa, penyebab terjadinya miskonsepsi penggeneralisasian adalah intuisi yang salah dan tahap perkembangan kognitif siswa, sedangkan

penyebab terjadinya miskonsepsi penspesialisasian dan teoritikal adalah pemikiran asosiatif

siswa. Sehingga dapat direkap kedalam tabel berikut:

Tabel 4. Rekap Bentuk Miskonsepsi Siswa dan Penyebabnya

No Bentuk Miskonsepsi Penyebab Miskonsepsi

1 Miskonsepsi Perhitungan

Salah dalam mengoperasikan soal (kemampuan siswa)

Salah langkah dalam pengerjaan soal

(intuisi yang salah) Mengabaikan tanda negatif

(alasan yang tidak lengkap)

Salah dalam memfaktorkan

(tahap perkembangan kognitif siswa) Salah dalam memasukkan angka

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 03/07/2022; Resived: 27/07/2022; Accepted: 31/07/2022

32

(intuisi yang salah)

2 Miskonsepsi

Penggeneralisasian

Salah dalam menyimpulkan soal

(intuisi yang salah / tahap perkembangan kognitif siswa) Salah dalam menentukan himpunan penyelesaian

(intuisi yang salah)

Salah anggapan ketika melihat soal

(intuisi yang salah) fokus 1 kuadran saja

(intuisi yang salah)

3 Miskonsepsi

Penspesialisasian

Menganggap bahwa batas interval merupakan bagian dari rumus periodik

(pemikiran asosiatif)

4 Miskonsepsi Teoritikal Menggunakan rumus lain untuk persamaan lain

(pemikiran asosiatif)

Berdasarkan tabel 4 di atas, didapat bahwa terdapat 4 miskonsepsi yaitu

miskonsepsi perhitungan, miskonsepsi penggeneralisasian, miskonsepsi teoritikal, dan

miskonsepsi penspesialisasian. Dari keempat miskonsepsi di atas, miskonsepsi

perhitungan yang memiliki penyebab yang paling banyak dari miskonsepsi yang

lainnya, diantaranya kurang teliti, salah dalam perhitungan, salah memasukkan angka,

salah dalam langkah pengerjaan, dan salah dalam memfaktorkan soal.

Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis soal dan wawancara, ditemukan 4 jenis miskonsepsi

yaitu miskonsepsi perhitungan, penggeneralisasian, penspesialisasian, dan teoritikal.

Dari keempat bentuk miskonsepsi tersebut, yang merupakan miskonsepsi terbanyak

yang dialami oleh siswa adalah miskonsepsi penggeneralisasian dan miskonsepsi

perhitungan, yaitu berjumlah 9 siswa dan 8 siswa. Sedangkan miskonsepsi

penspesialisasian dan teoritikal masing-masing berjumlah 1 siswa. Adapun penyebab

terjadinya miskonsepsi sebagai berikut.

Penyebab dari miskonsepsi perhitungan ialah siswa kurang teliti dalam

pengerjaan, salah dalam mengoperasikan seperti berhitung atau memfaktorkan soal, dan

salah dalam langkah pengerjaan. Hal ini sejalan dengan pendapat ashlock (2008)

tentang miskonsepsi perhitungan yaitu β€œbentuk miskonsepsi yang didasarkan

pembentukan pola yang salah dalam perhitungan. Pengalaman siswa yang seringkali

keliru dalam menyelesaikan soal yang berkaitan dengan perhitungan akan menyebabkan

pola baru yang keliru pada diri siswa” (Ridho, M.H, 2020).

Miskonsepsi penggeneralisasian disebabkan oleh siswa yang salah dalam

menyimpulkan jawaban akhir dan salah dalam anggapan awal terhadap soal. Hal ini

sejalan dengan pendapat ashlock (2008) tentang miskonsepsi penggeneralisasian yaitu

β€œmiskonsepsi penggeneralisasian, bentuk miskonsepsi ini berasal dari pernyataan umum

yang berlebih terkait suatu alasan dan penarikan kesimpulan sebelum mendapat

informasi yang lebih untuk menyimpulkan sesuatu”. (Ridho, M.H, 2020).

Miskonsepsi penspesialisasian disebabkan oleh siswa yang salah dalam

memahami dimana siswa menganggap interval pada soal merupakan substitusi dari

rumus periodik. Hal ini sejalan dengan pendapat ashlock (2008) tentang miskonsepsi

penspesialisasian yaitu β€œmiskonsepsi yang merupakan pemahaman tentang suatu konsep

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 03/07/2022; Resived: 27/07/2022; Accepted: 31/07/2022

33

yang dianggap sama dengan konsep yang lain berbeda atau menganggap bahwa suatu

konsep dapat digunakan disituasi yang berbeda”. (Ridho, M.H, 2020).

Miskonsepsi teoritikal adalah miskonsepsi yang terjadi karena kesalahan siswa

dalam mempelajari suatu materi, disini siswa salah dalam mengerti bahwa rumus

periodik cosinus itu π‘₯ = 𝛼 + π‘˜. 180 dimana yang seharusnya itu merupakan rumus

periodik untuk tangen. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Das Salirawati tentang

miskonsepsi teoritikal, β€œyaitu kesalahan dalam memahami suatu kejadian atau fakta ke

dalam sistem yang terorganisir.” (Das Salirawati, 2011).

Berdasarkan hasil analisis dari keempat soal, siswa yang dikatakan tidak

memahami konsep dengan baik untuk keempat soal masing-masing berjumlah 18 dari

32 siswa (56,25%) terhadap soal nomor 1, 24 dari 32 siswa (75%) terhadap soal nomor

2, 23 dari 32 siswa (71,87%) terhadap soal nomor 3, dan 30 dari 32 siswa (93,75%)

terhadap soal nomor 4.

Hal tersebut menandakan bahwa siswa mengalami kesulitan dalam memahami

materi persamaan trigonometri, baik persamaan biasa maupun berbentuk kuadrat.

Setelah dilakukan wawancara, didapat bahwa hal tersebut disebabkan oleh proses

pembelajaran yang dilakukan secara daring, sehingga siswa kurang mampu untuk

memahami konsep dengan baik, dikarenakan penjelasan guru yang cepat dan waktu jam

mata pelajaran yang singkat. Adapun siswa mengatakan bahwa trigonometri merupakan

materi yang sulit, dikarenakan terdapat banyak hafalan baik dalam sudut istimewa

maupun dalam rumus-rumus trigonometri tersebut.

4. Simpulan dan Saran

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, didapat kesimpulan bahwa

terdapat 4 bentuk miskonsepsi yang dialami oleh siswa kelas XI IPA pada materi

persamaan trigonometri yaitu, miskonsepsi perhitungan, penggeneralisasian, teoritikal,

dan penspesialisasian. Dimana dalam jawaban siswa terhadap soal yang diberikan

terdapat banyak kekeliruan terhadap perhitungan, serta dalam jawaban siswa terdapat

penyimpulan beberapa soal yang keliru, misalnya dalam penggunaan rumus,

menentukan sudut dan sebagainya.

Dari keempat bentuk miskonsepsi yang ditemui, miskonsepsi yang sering

dialami siswa adalah miskonsepsi penggeneralisasian dan miskonsepsi perhitungan,

dimana jumlah siswa yang mengalami miskonsepsi penggeneralisasian dan perhitungan

masing-masing berjumlah 9 dari 32 siswa dan 8 siswa dari 32 siswa. Sedangkan

miskonsepsi penspesialisasian dan teoritikal masing-masing berjumlah 1 siswa dari 32

siswa.

Penyebab miskonsepsi yang dalam penelitian ini adalah pemikiran asosiatif

siswa, alasan yang tidak lengkap, intuisi yang salah, tahap perkembangan kognitif

siswa, dan kemampuan siswa. Berdasarkan analisis cri, siswa yang dikategorikan paham

konsep memiliki persentase sebesar 9,38%, miskonsepsi memiliki persentase sebesar

16,41%, dan tidak paham konsep memiliki persentase sebesar 74,21%. Berdasarkan analisis data yang ditunjang dengan hasil wawancara didapat bahwa siswa

kelas XI IPA 1 dan XI IPA 2 mengalami miskonsepsi dikarenakan situasi saat ini dimana jam

mata pelajaran yang terbatas dan penjelasan guru yang begitu cepat. Sehingga siswa sulit untuk memahami materi, apalagi materi trigonometri adalah materi yang memiliki banyak hafalan,

serta tingkat kepedulian dalam belajar siswa yang relatif kurang seperti bertanya, tidak mau

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 03/07/2022; Resived: 27/07/2022; Accepted: 31/07/2022

34

mencari sumber lain seperti buku atau youtube ketika mereka tidak memahami materi yang

dijelaskan guru. Dan mengandalkan google saat diberikan pekerjaan rumah atau latihan soal

oleh guru.

Saran Penyampaian materi hendaknya lebih diperjelas agar mempermudah siswa untuk

memahami konsep dari materi trigonometri, siswa diberikan trik untuk menghafal

rumus maupun menjawab soal terkait materi trigonometri, agar miskonsepsi dapat

terkurangi dan terhindari. Untuk penelitian tentang miskonsepsi selanjutnya sebaiknya

menggunakan soal pilihan ganda saja, namun tetap menggunakan alasan dari siswa

dalam menjawab soal, karena jika menggunakan uraian, cara pengerjaan saja sudah

cukup untuk melihat pengerjaan siswa, tetapi akan sulit jika siswa menjawab soal

dengan mengasal.

Bentuk dan penyebab miskonsepsi yang ditemukan dalam penelitian ini dapat

dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam kegiatan belajar mengajar terutama pada

konsep yang sering terjadi miskonsepsi.

5. Referensi

Asbar. (2017). Analisis Miskonsepsi Siswa Pada Persamaan dan Pertidaksamaan

Linear Satu Variabel dengan Menggunakan Three Tier Test. Makassar :

FMIPA Universitas Negeri Makassar.

Ashlock. (2008). Misconception and Error Patterns.

(http://ptgmedia.pearsoncmg.com/images/9780135009109/downloads/Ashlock

_Ch1_MisconceptionsandErrorPatterns.pdf.).

Ayu, L.S & Zanthy, L.S. (2020). Analisis Kesalahan Siswa SMK Kelas XI Dalam

Menyelesaikan Soal Trigonometri. Siliwangi : IKIP Siliwangi.

(http://journal.stkip-andi-matappa.ac.id/index.php/histogram/index).

Marwanta, Suprijanto, H. Sigit, Muniarti, S., Herynugroho, Sajaka, K.A., & Soetoyiono,

H. (2009). Matematika untuk SMA Kelas XI. Jakarta: Yudhistira. ISBN : 9780-

979-019-349-9.

Miles, B. Mathew & Michael Huberman. (1992). Analisis Data Kualitatif Buku Sumber

Tentang Metode-metode Baru. Jakarta: UIP.

Paul, Suparno. (2013). Miskonsepsi & Perubahan Konsep dalam Pendidikan Fisika.

Jakarta: Grasindo.

Ridho, M.H. (2020). Mengatasi Miskonsepsi Siswa Melalui Strategi Konflik Kognitif

Pada Materi Teorema Phytagoras di Kelas VIII SMP Negeri 2 Pontianak.

Pontianak : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tanjungpura.

Saleem Hasan, D. Bagayoko, & E. L. Kelley. (1999). β€œMisconceptions and The

Certainty of Response Index (CRI)”. Phys. Educ.34(5).

Salirawati, Das. (2011). Pengembangan Instrumen Pendeteksi Miskonsepsi Kimia pada

Peserta Didik SMA (Lutfia Afifatul Ainiyah, 2016). Disertasi. PPsUNY.

Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta.

(http://journal.student.uny.ac.id/ojs/index.php/pmath/article/view/681).

Syahrianah Syahran, & Anisa (2019) β€œIdentifikasi Kesalahan Siswa Dalam

Menyelesaikan Soal Trigonometri Di Kelas XI MIA SMA Negeri 3 Alangka

Raya”. Jurnal Pendidikan, vol. 20, no. 1, June 2019, pp. 35-50,

doi:10.52850/jpn.v20i1.897.

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 03/07/2022; Resived: 27/07/2022; Accepted: 31/07/2022

35

Yanto, Esra (2021). Analisis Miskonsepsi Siswa Pada Soal Operasi Penjumlahan dan

Pengurangan Bilangan Pecahan dengan Metode Certainty of Response Index

(CRI) Termodifikasi di Kelas VII SMP Negeri 14 Pontianak. Pontianak :

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tanjungpura.

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 02/05/2022; Resived: 26/06/2022; Accepted: 31/07/2022

36

KEMAMPUAN SISWA DALAM PROSES PEMECAHAN

MASALAH BANGUN DATAR SEGI EMPAT BERDASARKAN

TAHAPAN VAN HIELE

Ferry Gunawan1, Agung Hartoyo2, Rustam3

1,2,3Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Untan Pontianak

Email: [email protected]

Abstract

This study aims to determine and describe problem solving abilities based on the stages of

thinking about rectangular flat shapes. The technique utilized is expressive subjective. The

subjects in this study were seventeen students selected at random with the highest scores being

selected by three grade VII understudies of SMP Negeri 2 Pemangkat. The data collection

technique used is a test that will be given to the selected subject based on problem solving based

on Van Hiele's thinking. The results of describing the data show that there are three subjects

who are in the Visualization stage, they know the name of the rectangular shape from the visual

form without knowing the nature and conditions of the shape, for the analysis stage the three

subjects have not reached, students cannot explain and determine the nature of the requested

shape and for the stage of abstraction there are no students who reach this stage, judging by the

results of their answers that students have not been able to define a rectangular shape in

indonesian itself and have not been ready to decide similar properties between one shape and

another.

Keywords: Ability, Problem Solving Process, Van Hiele Thinking Stage

1. Pendahuluan

Matematika adalah salah satu mata pelajaran utama yang..diajarkan di semua

tingkat pelatihan di sekolah, mulaiiiidari pendidikan dasar, sekolah menengahppertama

hingga pendidikan lanjutan. Ini karena matematika memegang peranan penting dalam

kehidupan sehari-hari, terutama dalam pekerjaan sehari-hari. Hal ini ditegaskan oleh

Hendrian dan Soemarmo (2014: 1), yang menyatakan bahwa "setiap orang dalam

hidupnya akan berhubungan dengan ilmu pengetahuan, mulai dari struktur dasar dan

kompleks hingga struktur yang sangat kacau" Cocroft (Ehan, 1983:1-5) aritmatika

tersebut harus diajarkan kepada siswa karena:1. Selalu berhubungan dengan kehidupan

2. segala mata pelajaran mengharapkan mata pelajaran matematika yang cocok. 3. ini

adalah tata cara surat menyurat yang padat, padat, dan jelas. 4. Dapat dimanfaatkan

dalam berbagai cara pemberian data. 5. Meningkatkan kemampuan berpikir logis,

akurasi dan berpikir spasial.

Berdasarkan eksplorasi yang dipimpin oleh Yeo (Wijayanti, 2016) di Singapura

yang menganalisis kesulitan yang dialami siswa kelas VII dalam menangani soal

bilangan, kesulitan yang dirasakan siswa saat menyelesaikan soal matematika adalah

sebagai berikut: Dinyatakan sulit dalam hal demikian . Masalah (kurangnya pemahaman

terhadap masalah itu diangkat), (b) penentuan strategi solusi yang tepat (kurang

pemahaman tentang pengetahuan strategis), (c) pembuatan model matematika (tidak

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 02/05/2022; Resived: 26/06/2022; Accepted: 31/07/2022

37

dapat menukar) masalah ke dalam bentuk matematika), dan (d) Melakukan prosedur

matematika yang benar (tidak dapat menggunakan matematika yang benar). Seperti

yang dikemukakan oleh Slameto (2013: 54-72), β€œKesulitan ini dapat disebabkan oleh

dua variabel, yaitu faktor internal misalnya fisik, mental dan kegelisahan, dan faktor

eksternal seperti lingkungan keluarga, sekolah, dan lingkungan setempat.”

Hal ini sesuai Van de Walle (Abdussakir, 2013: 269), β€œPara peneliti, perencana,

spesialis, desainer, dan insinyur rumah merupakan profesi yang rutin menggunakan

geometri. Berikut beberapa contohnya. Dalam. kehidupan sehari-hari, matematika

digunakan. Untuk mengatur rumah, pembibitan, atau kecantikan. Masing-masing

masalah yang ditemui pada aktivitas sehari-hari tidak diterima seutuhnya diucapkan

masalah. Munandir (Deddy, 2008: 17) mengungkapkan ada. β€œsesuatu masalah dapat

diartikan sebagai suatu,situasi, bagaimana seorang di minta menyelesaikan masalah

yang tidak dapat dijelaskan, dan tidak memahami pengaturannya". pegertian menurut

pendapat ahlai dari pemecahan masalah adalah suatu masalah yang akan di selesaikan

oleh seseorang atau kelompok dengan cara mereka tersendiri. Dalam kesempatan

tertentu itu mungkin menjadi masalah bagi.seseorang tetapi belum menjadi masalah

bagi.individu lainnya. waktu tersebut bakal benar masalah bagi pribadi saati ini, tetepi

bisa jadi bukan jadi masalah lagi bagi individu pada saat yang berbeda, karena halmini

disebabkan ka rena..individu tersebut sudah menemukan jawaban. atau pemecahan dari

masalah yang ia hadapi dari keadaan tersebut.

Karena suatu imasalah, memaksa akan seseorang untuk berusaha mencari suatu

solusi untuk menyelesaikannya. Untuk seseorang yang menyelesaiakan segala bentuk

usaha agar bisa memecahkan masalah yang iya hadapi, dengan usaha berpikir,

meramalkan (menduga), usaha namun usaha seseorang dalam menangani suatu

perhatian utama mungkin tidak sama satu sama lain. Sebagaimana ditunjukkan oleh

Dahar (Kusumawati, 2010: 32) β€œmengungkapkan. bahwa β€œberpikir kritis adalah suatu

jenis tindakan manusia yang menggabungkan ide-ideddan keputusan-keputusan yang

telah diperoleh, dan bukan benar-benar untuk suatu keahlian adat”. Polyaa(Lambertus,

2010:34). ) mengungkap "berpikir kritis adalah jenis pekerjaan untuk mengamati jalan

keluar dari masalah yang dihadapi dan untuk mencapai tujuan yang tidak dapat dicapai

segera".

Dilihat dari penilaian yang cukup mumpuni di atas, cenderung dapat disimpulkan

bahwa berpikir kritis adalah suatu pendekatan untuk menelusuri jalan keluar dari

susunan keadaan (isu) yang dihadapi, sehingga dapat mencapai sesuatu yang akan

memakan waktu. Bagi siswa, pemikiran kritis harus dipertimbangkan dalam menangani

masalah, siswa tidak boleh luar biasa untuk memiliki pilihan untuk menangani masalah

ini dan menjadi terampil dalam memilih dan mengenali pertanyaan dan ide yang

relevan, mencari spekulasi, meramu strategi untuk selesai, dan tergantung pada

kemampuan yang mereka miliki sekarang. peserta didik.

Menurut Mayberry (1983:58) Latar belakang sejarah hipotesis Van Hiele

dikemukakan oleh seorang analis dan guru Belanda Pierre Van Hiele dan Dina Van

Hiele-Geklof. Mereka memiliki pengalaman individu tentang tantangan yang dimiliki

siswa dalam belajar berhitung. Van Hiele adalah seorang instruktur sains Belanda yang

berkonsentrasi pada ujian lapangan terkemuka, dengan pemeriksaan dan percakapan,

kemudian, pada saat itu, hasil eksplorasinya ditulis dalam makalahnya pada tahun 1954.

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 02/05/2022; Resived: 26/06/2022; Accepted: 31/07/2022

38

Penggalian Van Hiele mendorong beberapa tujuan sehubungan dengan bagian kemajuan

mental anak-anak dalam mendapatkan matematika. Standar Van Hiele adalah standar

tentang tingkat pertimbangan siswa dalam ujian matematika.

2. Metode Penelitian

Menurut Sugiyono (2017:3), teknik pemeriksaan merupakan strategi logis untuk

mendapatkan informasi dengan tujuan dan latihan tertentu. Alasan penelitian ini adalah

untuk menggambarkan kapasitas siswa dalam proses berpikir kritis pada materi cetakan

tingkat bangun datar segi empat berdasarkan Tahapan Berpikir Van Hiele di Kelas 7

Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Pemangkat. Teknik yang digunakan dalam

eksplorasi ini adalah elucidating.

Seperti yang ditunjukkan oleh Sugiyono (2017: 3) prosedur eksplorasi adalah

teknik yang dihitung untuk mendapatkan data dengan target dan aktivitas yang eksplisit.

Motivasi di balik ulasan ini adalah untuk menggambarkan kemampuan siswa dalam

proses berpikir kritis pada materi segi empat ditinjau dari tahap spekulasi Van Hiele di

kelas VII Sekolah menengah pertama Negeri 2 Pemangkat. teknik digunakan dalam

penyelidikan ini menarik. Gambaran yang dipakai dalam penelitian ini adalah studi

kasus. pendapat yang diungkapkan Arikunto, (2013: 2) pada penelitian mendeskrifsikan,

semuanya benar-benar bergantung pada tempat ilmuwan yang merupakan instrumen

pemeriksaan utama sehingga diperlukan persepsi yang ditanamkan.

Subjek Penelitian

Mata pelajaran eksplorasi adalah mata pelajaran yang direncanakan untuk

direnungkan oleh para analis (Arikunto, 2010:188). Subjek dalam ulasan ini adalah

siswa kelas VII Sekolah Menengah Pertama Negri 2 Pemangkat yang berjumlah 32

0rang. Pengambilan kelas VII sebagai subjek tergantung pada otorisasi dari sekolah dan

siswa telah memperoleh bentuk tingkat bangun datar segi empat di tingkat sekolah

menengah Objek

Objek Penelitian

Objek penelitiannadalah segala sesuatu yang menjadi titik fokus persepsi dengan

alasan bahwa analis membutuhkan data (Arikunto, 2009:20). Tahapan Perkembangan

Refleks Hiele pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Pemangkat.

Prosedur Penelitian

Langkah-langkah untuk melakukan pencarian ini adalah sebagai berikut: a.

Tahap Persiapan 1) Observasi Subyek Penelitian di SMP Negeri 2 Pemangkat 2)

Penyusunan Skripsi Penelitian Berdasarkan Pemikiran Van Haele Tahap 3) Melakukan

Workshop Desain Penelitian Evaluasi Desain Penelitian Evaluasi Berdasarkan Hasil

Workshop 5) Menyiapkan alat penelitian berupa pilihan ganda untuk mendeteksi

Mendeskripsikan kemampuan siswa dalam proses penyelesaian masalah pada materi

planar segi empat berdasarkan tahapan refleksi VanmHiele di kelas VII Sekolah

Menengah Pertama Negeri 2 Pemangkat dengan langkah isi sebagai berikut: 6)

Menyusun soal kisi-kisi sesuai kemampuan siswa dalam proses penyelesaian masalah

tentang segiempat bahan konstruksi menurut tahapan pemikiran Van Hiele. 7)

Menyusun soal-soal untuk menguji kemampuan siswa dalam proses penyelesaian

segiempat menurut tahapan berpikir Van Hiele. 8) Membuat alternatif jawaban utama

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 02/05/2022; Resived: 26/06/2022; Accepted: 31/07/2022

39

Kemempuan siswa dalam proses penyelesaian soal pada bangun datar segi empat

berdasarkan adegan yang diberikan oleh Van Hiele. 9) Melaksanakan arahan

thinkkoran. 10) Validitas Alat Penelitian 11) Memodifikasi Studi Validasi Alat

Berdasarkan Hasil 12) Uji Coba Alat Penelitian 13) Analisis Hasil Penelitian Data

Publik Alat Uji Coba.

3. Hasil dan Pembahasan

Hasil Penelitian

Efek samping dari eksplorasi dan percakapan ini bergantung pada informasi

yang telah diproleh di kelas VII C SMP Negeri 2 Pemangkat. Penelitian ini

dilaksanakan pada tanggal 21 April 2021. Data yang diproleh meliputi data hasil tes

kemampuan siswa dalam proses berpikir kritis pada materi bentuk tingkat yang ditinjau

dari fase-fase penalaran van Hiele.

Hasil tes kemampuan siswa dalam proses pemecahan masalah pada materi

bangun datar segi empat berdasarkan tahapan berpikir van hiele berdasarkan 3 tahapan

yang terdiri dari beberapa indikator yang sudah di tentukan dan digunakan. Pencapaian

tahapan pada tes soal berikut:

Data hasil tes tahapan berpikir siswa

Pada penelitian ini dalam menentukan sampel penelitian untuk dilakukan tes

berdasarkan tahapan berpikir van hiele di pilih secara acak. Pengujian tidak teratur

adalah prosedur pemeriksaan di mana semua orang dalam populasi baik secara mandiri

atau bersama-sama ditawarkan kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai individu

uji. Pada penelitian ini dari 17 s iswa kelas VII C SMP Negeri 2 Pemangkat di bagi

menjadi tiga tahapan yaitu a. tahapan visualisasi, b. tahapan analisis, dan c. tahapan

abstraksi. Peneliti mengambil sebanyak 3 orang siswa dengan tahapan berbeda dengan

sekor tertinggi untuk di jadikan sampel dalam penelitian ini.

Sebuah Informasi Hasil dan Jawaban Penyelidikan pada soal nomor 1 dan 2

(Tahap Visualisasi)

Berikut di sajikan hasil jawan dan analisis siswa pada tahapan visualisasi dari

setiap subjek.

Gambar 1 Efek Lanjutan Jawaban Siswa Soal Nomor 1 dan 2 Mata Pelajaran DR

Berdasarkan Gambar 4.1 untuk soal pertama subjek DR dapat menyatakan nama

bangun segi empat dengan gambar yang sesuai dan pada soal kedua subjek DR sudah

dapat menyatakan bangun segi empat tetapi subjek DR menyebutkan nama bangun lain

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 02/05/2022; Resived: 26/06/2022; Accepted: 31/07/2022

40

seperti segi lima dan garis lurus yang tidak diminta. Subjek DR belum memahami

definisi dari bangun segi empat terlihat dari jawabannya.

Gambar 2. Efek samping dari Balasan untuk Pertanyaan Nomor 1 dan 2 Subjek EV

Berdasarkan Gambar 4.2. pada soal pertama subjek EV dapat menentukan

nama bangun segiempat kecuali gambar no 2 subjek EV masih keliru dalam

menentukan gambar belah ketupat dan layang-layang, selanjutnya pada soal kedua

subjek EV dapat menentukan bangun segi empat dan bukan segi empat dari gambar

yang di berikan dengan tepat.

Gambar 3. Efek samping dari Jawaban Siswa Nomor 1 dan 2 Mata Pelajaran LB

Berdasarkan gambar, pada soal pertama perhatikan subjek LB dapat

menentukan nama bangun dengan sesuai dan pada soal kedua subjek LB dapat

membedakan bangun segi empat dan yang bukan bangun segi empat dari gambar lalu

menyebutkan nama bangun yang di minta dengan sesuai gambar.

Dari soal 1 dan 2 untuk subjek LB, DR, dan EV dapat menjawab soal terlihat

dari gambar hasil jawaban mereka, jadi untuk subjek LB, DR, dan EV proses

pemecahan masalah mereka sudah berada pada tahapan visualisasi. Dari soal 3, 4, dan 5

untuk subjek LB, EV, dan DR dapat dilihat dari gambar hasil jawaban mereka untuk

proses menjawab saol pada tahapan analisis mereka di tahapan transisi dimana mereka

masih belum sampai pada perses pemecahan masalah pada tahapan analisis. Dari soal 6

dan 7 untuk subjek LB, EV, dan DR dilihat dari gambar hasil jawaban mereka

menjawab salah, jadi mereka belum mencapai proses pemecahan masalah pada tahapan

abstraksi.

4. Kesimulan

Berdasarkan penelusuran informasi yang diperoleh dari uji kapasitas siswa

dalam proses berpikir kritis pada materi bangun datar segi empat berdasarkan tahapan

spekulasi Van Hiele di kelas VII SMP Negeri 2 Pemangkat, siswa berpikir kritis

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 02/05/2022; Resived: 26/06/2022; Accepted: 31/07/2022

41

berdasarkan hipotesis Van Hiele adalah sebagian besar masih dalam tahap persepsi.

Tujuan umum dibuat dari kesimpulan dari masalah yang menyertainya.

Tahapan berpikir siswa pada tahap visualisasi dilihat dari jawaban Diamati

bahwa siswa melihat segi empat dari kualitas struktur visual tanpa mengenal sifat-

sifat.yang tidak tepat dalam membedakan bangun segi empat. Tahapan berpikir siswa

pada tahap analisis dilihat dari hasil jawan diproleh bahwa siswa belum dapat memberi

nama bangun segi empat tersebut. Siswa belum bisa menjelaskan konsep bentuk secara

lebih eksplisit, misalnya menjelaskan konsep bentuk berdasarkan banyak sisi, banyak

titik, atau dilihat dari ukurannya. Namun, meskipun siswa mengetahui sifat-sifat bentuk

persegi panjang, mereka tidak dapat mengaitkan bentuk.

Tahapan spekulasi siswa pada tahap refleksi dilihat dari tanggapan yang

diperoleh bahwa siswa belum memiliki pilihan untuk mengkarakterisasi segiempat

dengan bahasanya sendiri, belum memiliki pilihan untuk memahami bahwa banyaknya

bentuk persegi, khususnya berbagai bentuk persegi yang dapat ditarik, tidak terbatas,

tidak memiliki pilihan untuk memilih bentuk. segiempat sesuai dengan properti yang

benar secara numerik dan tidak memiliki opsi untuk menghubungkan properti serupa

antara satu bentuk ke bentuk lainnya.

5. Referensi

Abdurahman, M. (2003). PendahuluanBBagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta:pPT.

Rineka.Cipta.

Abdussakir. (2011). Pembelajaran Geometri sesuai Teori Van Hiele. Diunduh di

https://abdussakir.wordpress.com/2011/02/09/ppembelajarangeometri-sesuai-teori-van

hielelengkap/index.php.

Arikunto, S. (2013). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Edisi Revisi.

Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Deddy, S. (2008). Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan

Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematika Siswa Sekolah Menengah

Pertama. Tesis FPMIPA UPI [tidak diterbitkan], Universitas Pendidikan

Indonesia.

Ehan. (1983)..Kesulitan.Belajar Matematika. [online] Diunduh dari https://file.upi.

edu//direktori/fip/jur.pend.luarbiasa.

John Van de Walle. (2006). Matematika Sekolah Dasar dan Menengah Jilid 2. Edisi

Keenam. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Lambertus. (2011). Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah Terdapat

Kemampuan.Pemecahan.Masalah, Komunikasi dan Representasi Matematis

Siswa SMP [Disertasi], [tidak diterbitkan], FMIPA Universitas Pendidikan

Indonesia.

Slameto. (2013). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT

Rineka Cipta.

Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:

Alfabeta, CV.

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 02/03/2022; Resived: 24/05/2022; Accepted: 31/07/2022

42

EKSPLORASI ETNOMATEMATIKA KERAJINAN ANYAMAN

β€œBELUNGKUR” PADA MASYARAKAT DUSUN PENJULUNG

KECAMATAN TELUK KERAMAT KABUPATEN SAMBAS

Zea1, Hamdani2, Romal Ijuddin3

1,2,3Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Untan Pontianak Email:[email protected]

Abstract

The purpose of this study is to identify the mathematical concepts involved in the craft of

weaving belungkur in the Penjulung Hamlet community in Teluk Keramat district, Sambas

Regency. The research method used was a descriptive exploratory ethnographic method. The subjects of this study were 2 weaving belungkur artisans. The data in this study are the

results of interviews, observations, and recordings. The results obtained from this study are

that the numbers mentioned in regional languages include one meaning one, dua' meaning two, tige meaning three, ammpat meaning four, limma' meaning five, annam meaning six,

tujoh meaning seven, lapan meaning eight, semilan meaning nine. and sepuloh meaning

ten. The results of the study also found that the shape of the curved surface was in the form of a rectangle and at the edges of the bend there was also a triangular shape.

Measurements using the limbs such as the length of the hand is dapa' and finger is kilan.

All the results obtained can be integrated into learning math at school.

Keywords: Exploration, Ethnomathematics, Belungkur Weaving Craft

1. Pendahuluan

Indonesia adalah negara dengan banyak pulau dan kaya akan budaya. Setiap

daerah di Indonesia pasti memiliki keunikan budayanya masing-masing. Menurut

Sarinah (2019, h.11), budaya atau budaya adalah β€œsuatu cara hidup yang

dikembangkan dan dimiliki bersama oleh sekelompok orang dan diwariskan dari

generasi ke generasi”.

Kita bisa melihat budaya Indonesia dalam hal permainan tradisional, ritual

adat, nilai-nilai sosial, bahasa dan kerajinan tangan. Budaya ini akan diwariskan

kepada keturunannya. Warisan budaya yang ada di lingkungan sekitar merupakan

pengalaman bagi setiap orang. Pengalaman diperoleh dari lingkungan dengan melihat,

mendengar, merasakan, atau...dengan kata...lain dengan...menggunakan indera...yang

dimilikinya (Saputra, 2019); (Sari et al., 2021).

Vardiansyahn(2008, h.3) mengatakan: β€œPengalaman membuat seseorang

mengetahui, dan hasil dari mengetahui ini adalah pengetahuan. Keterampilan yang

dapat diturunkan dari generasi ke generasi melindungi keterampilan yang masyarakat

yang berkelanjutan menenun. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),

mengayam diartikan sebagai susunan yang tumpang tindih dan berpotongan (bilah,

daun pandan, dll) (seperti membuat tikar dan keranjang). Kebanyakan orang tua akan

mengajarkan anak-anaknya untuk belajar menenun, agar budaya tersebut tidak

berhenti sampai di sini, dan akan terus diwariskan kepada generasi yang akan datang,

seperti mengajari anak belajar mengayam tikar, dia pasti bisa, dan mengayam tikar

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 02/03/2022; Resived: 24/05/2022; Accepted: 31/07/2022

43

menjadi bisnisnya. Pengetahuan. Oleh karena itu, pengalaman diperoleh dari aktivitas

yang dialami setiap hari.

Menerapkan kegiatan sehari-hari dalam pembelajaran khususnya

pembelajaran matematika sangatlah penting bagi dunia pendidikan. Karena

pengalaman siswa pertama dan terutama diperoleh dari lingkungan sehari-hari, kita

dapat menghubungkan kegiatan sehari-hari ini dengan pembelajaran. Memudahkan

siswa dalam memahami pembelajaran.

Menurut Wahyuni dkk. (2013, h.2), etnomatematika adalah salah satu orang

yang dapat bekerja antara kelas budaya dan matematika. Fajar et al (2018)

mendefinisikan etnomatematika sebagai kebiasaan yang digunakan oleh suatu

kelompok budaya dalam kegiatan matematika. Kajian matematika dalam budaya

perlu dikembangkan sedemikian rupa sehingga dapat memberikan gambaran

masyarakat budaya dalam hal peran matematika dalam budaya mereka (Haran, 2019);

(Fitriawan & Wardah, 2021). Etnomatematika merupakan pandangan kompleks dan

dinamis yang menggambarkan dampak budaya penggunaan matematika dalam

penerapannya (Hartoyo, Agung 2012). Unsur-unsur matematis seperti bentuk motif

jalinan, dan lain-lain, juga hadir dalam jalinan nilai etnomatematika yang berbeda.

Etnomatematika dalam kerajinan anyaman ini dapat digunakan sebagai sumber

belajar dan dapat membuat belajar lebih menarik (Isnaini, Lailan 2019); (Fitriawan et

al., 2020).

Salah satunya adalah pengenalan sekolah yang lebih menyenangkan terkait

dengan kelas sehari-hari pada pemeliharaan lokal (Mulok). Hal ini menunjukkan

bahwa ada hubungan antara pendidikan mulsa dan matematika Jika kelas mulsa fokus

pada kerajinan tangan, khususnya tikar, hasil jalinan dapat digunakan dalam

pembelajaran matematika. Dengan demikian sekolah membantu melestarikan budaya

tradisional daerah tersebut. Menurut Hartomo (2012, h. 29); (Sulistyowati &

Fitriawan, 2022), guru sering lupa bahwa siswa sudah memiliki informasi dari atau di

dalam masyarakat. Pengetahuan informal ini harus diketahui guru sebelum

memperkenalkan matematika ke sekolah. Pengetahuan informal dimiliki oleh siswa

dari..masyarakat di mana mereka tinggal.

Pada..sekelompok.masyarakat.yang tinggal di kawasan Teluk Keramat,

khususnya..di Desa Puringan, Dusun Penjulung, terdapat sejenis kerajinan tangan

berupa kerajinan daun pandan. Kerajinan ini digunakan sebagai perbekalan sehari-

hari atau untuk acara-acara tertentu. Kerajinan Bentkur. Belungkur adalah nama

Melayu untuk karpet sambas. Belungkur adalah kerajinan anyaman yang terbuat dari

daun pandan berbentuk persegi panjang dan digunakan sebagai perlengkapan sehari-

hari atau untuk acara-acara tertentu seperti alas makan, alas duduk, alas jemur padi

dan alas tidur. Kerajinan belungkur adalah kerajinan anyaman daun pandan yang

berbentuk persegi dan persegi panjang.

Kerajinan belungkur merupakan budaya tradisional masyarakat yang turun

temurun, karena hasil alam berupa daun pandan, sehingga menurut masyarakat

Puringan pengolahan bahan tersebut menjadi bermanfaat. Namun di era sekarang ini

banyak anak muda yang tidak mau belajar menenun, dikhawatirkan budaya menenun

perlahan akan hilang. Dalam proses pembuatan kerajinan anyaman belungkur,

masyarakat Melayu Sambas tepatnya di Kecamatan Teluk Keramat, Desa Puringan,

Dusun Penjulung biasanya membutuhkan waktu yang cukup lama, tergantung dari

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 02/03/2022; Resived: 24/05/2022; Accepted: 31/07/2022

44

besar kecilnya belungkur. Semakin besar, semakin lama waktu yang dibutuhkan.

Begitu pula sebaliknya jika ukuran belungkur kecil maka waktu pembuatannya relatif

lebih singkat. Berikut ini adalah gambar kerajinan belungkur yang dibuat oleh

masyarakat di Dusun Penjulung Desa Puringan.

Gambar 1 Kerajinan Anyaman Belungkur

Gambar 1 menunjukkan penggunaan matematika informal dalam motif

kerajinan belungkur. Motif dalam matematika formal menyerupai bentuk geometri

persegi panjang. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti bermaksud untuk

melakukan penelitian yang berjudul β€œEtnomatematika Eksplorasi Kerajinan Anyaman

Belungkur Pada Masyarakat Dusun Penjulung Kecamatan Teluk Keramat Kabupaten

Sambas”.

2. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dan pendekatan

etnografi. Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

deskriptif eksploratif. Subyek penelitian ini adalah 2 pengrajin belungkur, Hadimah

(57 tahun) dan Sauimah (55 tahun). Pengrajin ini berlatar belakang etnis Melayu dan

tinggal di Desa Penjulung di Desa Puringan Kecamatan Teluk Karamat Kabupaten

Sambas. Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian dimulai dengan

penyusunan alat penelitian berupa pedoman wawancara dan lembar observasi.

Validasi alat penelitian. Meninjau perangkat penelitian berdasarkan hasil

validasi. Mengelola surat perizinan untuk penelitian. Tetapkan jadwal untuk

penelitian. Pengamatan subjek. Wawancara dengan subyek penelitian. Lihat dan

ambil stoknya. Menyiapkan laporan penelitian. Metode pengumpulan data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah teknik survei langsung yaitu observasi dan

metode komunikasi langsung yaitu wawancara. Selain itu, observasi dan wawancara

dijelaskan. Triangulasi digunakan untuk memperoleh data observasi dan wawancara

yang reliabel.

3. Hasil dan Pembahasan

Hasil Penelitian

Data konsep matematika yang terkandung dalam kerajinan anyaman belungkur

diperoleh berdasarkan pengumpulan data yang diteliti di Dusun Penjulung Desa

Puringan Kecamatan Teluk Keramat Kabupaten Sambas. Tujuan dari penelitian ini

adalah untuk memperjelas konsep matematika yang terlibat dalam proses pembuatan

kerajinan anyaman belungkur oleh pengrajin di kecamatan Teluk keramat Kabupaten

Sambas. Secara keseluruhan, proses pembuatan kerajinan anyaman belungkur melalui

empat tahapan yaitu persiapan, mengolah bahan, proses menganyam, dan pasca

menganyam.

Tahap persiapan

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 02/03/2022; Resived: 24/05/2022; Accepted: 31/07/2022

45

Ditahap persiapan, pertama-tama siapkan perlengkapan/alat yang digunakan

dalam membuat belungkur. Alat-alat dalam membuat belungkur yaitu parang,

penggaus, sudup, jarum, dan lading. Proses pengambilan dun linsing dengancara

ditebas. Kemudian daun linsing dibawa pulang kerumah untuk dibuang durinya.

Setelah dibuang duri dijemur. Kemudian daun dipilih dibagi 2 bagian yaitu yang

panjangnya 1 dapa’ dan 1 dapa’ .

Mengambil daun linsing di hutan

Proses pengambilan daun linsing dengan cara ditebas menggunakan parang.

Kemudian daun linsing dibawa pulang.

Membuang duri

Tahap selanjutnya yaitu dibersihkan duri tengah dan duri pinggirnya.

Kemudian potong ujungnya disamakan daun satu ke satunya.

Menjemur daun linsing

Kemudian setelah semua bahan diratakan tahap selanjutnya yaitu menjemur

daun tersebut. Daun tersebut dijemur selama 2 hari. Setelah daun linsing kering

dipilih dibagi 2 bagian yaitu yang panjangnya 1 dapa’ dan 1 dapa’.

Menggaus daun

Daun yang sudah kering kemudian di gaus. Menurut masyarakat di Dusun

Penjulung Desa Puringan pengertian dari gaus adalah proses meluruskan dan

menghaluskan daun.

Melipat daun

Tahap mengolah bahan yang terakhir yaitu melipat daun dan menyamakan

ukuran. Daun yang sudah siap untuk dianyaman disebut bila’.

Proses menganyam

Proses menganyam belungkur pertama-tama yaitu naji’. Yang dimaksud

dengan naji’ adalah proses awal mula menganyam belungkur. Naji’ mulai ditengah,

bila’ dianyam berpotongan seperti x dan dijalin dengan pola yang diinginkan.

Menganyam dimulai dari tengah kemudian ke kiri atau ke kanan. Naji’ dibuat dengan

lebar satu kilan dan panjangnya mengikuti panjang daun dan dilebihkan satu kilan.

Pasca menganyam

Belungkur adalah sebuah kerajinan anyaman yang terbuat dari linsing.

Belungkur dapat digunakan untuk alas tidur, alass makan dan meneria tamu. Hal ini

dikarenakan bahannya halus dan nyaman untuk alas duduk. Belungkur ini juga cocok

digunakan untuk alas tidur saat cuaca panas karena bahannya sejuk. Belungkur juga

dapat digunakan untuk alas jenazah. Menentukan ukuran belungkur yang dibuat

masyarakat di Dusun Penjulung Desa Puringan menggunakan satuan ukur yang

digunakan kilan. Satu kilan kurang lebih 20 senti (cm). Ukuran yang digunakan ini

adalah tangan orang dewasa.

Pembahasan

Menghitung-membilang

Menghitung-membilang merupakan kegiatan yang dilakukan oleh komunitas

pengrajin dalam menentukan jumlahnya. Membilang merupakan akibat dari kegiatan

menghitung. Aktivitas membilang dilakukan ketika membuat motif anyaman

belungkur. Motif dibuat menggunakan bilangan berulang dan penyebutan bilangan

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 02/03/2022; Resived: 24/05/2022; Accepted: 31/07/2022

46

asli. Penyebutan bilangan antaranya satu artinya satu, dua’ artinya dua, tige artinya

tiga, ampat artinya empat, limma’ artinya lima, annam artinya enam, tujoh artinya

tujuh, lapan artinya delapan, semilan artinya sembilan dan sepulloh artinya sepuluh.

Penentuan lokasi

Penentuan lokasi dalam proses menganyam belungkur terdiri dari penentuan

posisi motif yang akan dibuat. Motif harus ditempatkan pada posisi yang benar.

Penempatan motif yang salah akan menyebabkan motif yang dihasilkan pada

permukaan menjadi tidak simetris. Kegiatan di mana topik ini ditempatkan

mengandung konsep sistem koordinat kartesius. Selain konsep koordinat kartesius,

kegiatan menempatkan motif juga erat kaitannya dengan konsep simetri, karena letak

motif diletakkan pada anyaman belungkur.

Mengukur

Mengukur saat pengerjaan belungkur terdapat dalam proses penentuan

panjang, lebar dan waktu. Gunakan alat yang tidak standar untuk mengukur panjang

dan lebar bahan untuk membuat belungkur. Alat ukur yang digunakan adalah bentuk

anggota badan yaitu tangan dengan satuan ukur dapa’' dan kilan. Ukuran dapa’ bisa

lebih besar dari ukuran kilan. Secara resmi, satu kilan adalah 20 cm, satu kilan

adalah delapan kilan yaitu 160 cm.

Mendesain

Mendesain di kerajinan anyaman belungkur merupakan matematika terapan

yang dilakukan oleh masyarakat di Dusun Penjulung Desa Puringan. Dalam

mendesain motif anyaman belungkur, masyarakat menyimpan desain tersebut dalam

pikiran mereka. Sehingga tidak ditemukan coretan apapun yang dilakukan oleh

pengrajin. Dalam mendesain motif kerajinan anyaman belungkur, konsep matematika

yang relevan adalah konsep simetri. Konsep simetri terlihat dari hasil motif yang

serupa dan memiliki ukuran yang sama. segitiga dalam motif anyaman belungkur.

Menjelaskan

Menjelaskan proses kerajinan anyaman belungkur merupakan kegiatan dimana

para perajin menyampaikan informasi dan pengetahuan tentang menganyam

belungkur. Kegiatan menjelaskan telah diturunkan dari generasi ke generasi, dan

pengetahuan tentang anyaman belungkur masih ada sampai sekarang. Menyampaikan

informasi dan ilmu menganyam.

Tabel 1. Konsep Matematika pada kerajinan anyaman belungkur

No. Gambar Konsep Matematika

1.

Persegi

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 02/03/2022; Resived: 24/05/2022; Accepted: 31/07/2022

47

2.

Segitiga

Tabel 2. Satuan panjang yang digunakan pengrajin belungkur

No. Satuan Gambar Konversi

1. Dapa’

160 cm

2. Kilan

20 cm

Tabel 3. Konsep matematika terkait aktivitas pengrajin belungkur

No. Aktivitas yang

dilakukan

Konsep

matematika

Aktvitas etnomatematika

1. Membuat motif Bilangan asli Menghitung-membilang (motif

dibuat menggunakan bilangan

berulang dan penyebutan bilangan asli. Penyebutan bilangan

antaranya satu artinya satu, dua’

artinya dua, tige artinya tiga,

ampat artinya empat, limma’ artinya lima, annam artinya enam,

tujoh artinya tujuh, lapan artinya

delapan, semilan artinya sembilan dan sepulloh artinya sepuluh).

2. Meletakkan motif Sistem Penentuan lokasi (Motif harus

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 02/03/2022; Resived: 24/05/2022; Accepted: 31/07/2022

48

koordinat

kartesius dan

simetri

ditempatkan pada posisi yang

benar. Penempatan motif yang

salah akan menyebabkan pola yang dihasilkan pada permukaan

menjadi tidak simetris.)

3. Menentukan jarak

antar motif

Jarak antara

dua benda

dalam bidang

datar

Penentuan lokasi (Jarak antar

motif juga penting untuk menciptakan motif yang simetris.

Jarak antara motif pertama dan

motif berikutnya harus sama)

4. Mengukur bahan yang

sudah siap dianyam

Pengukuran Mengukur (bahan yang sudah

siap dianyam dibagi menjadi 2,

bagian yang pertama 1 dapa’

dan bagian kedua 1 dapa’)

5. Mengukur proses

menaji’

Pengukuran Mengukur (naji’ dibuat dengan

lebar satu kilan dan panjangnya

mengikuti panjang daun)

6. Mengukur panjang dan

buka’ belungkur

Pengukuran Mengukur (mengukur panjang dan

buka’ belungkur yaitu dengan

menggunakan kilan

7. Menentukan berapa

lama pengeringan daun

dan berapa proses

menganyam

Pengukuran Mengukur (daun linsing dijemur

selama 2 hari. Waktu yang digunakan dalam membuat

kerajinan anyaman belungkur 2-3

malam sudah jadi)

8. Membuat motif Bangun datar

(persegi

panjang)

Mendesain (bentuk permukaan belungkur yaitu berbentuk persegi

panjang)

9. Membuat permukaan

tepi anyaman belungkur

Bangun datar

(segitiga)

Mendesain (dibagian tepi

belungkur juga terdapat segitiga)

10. Mengajarkan cara

membuat anyaman

belungkur

Bilangan asli Menjelaskan (pada saat mengajarkan cara membuat

belungkur dilakukan penyebutan

bilangan asli)

Rencana pelaksanaan pembelajaran menggunakan konsep matematika dalam

kerajinan belungkur

Berdasarkan hasil penelitan, sebagai bentuk kontribusi peneliti membuat

contoh rencna pelaksanaan pembelajaran kemudian dibaagian kegiatan inti dibuat

soal atau LKPD yang menggunakan konsep matematika yang digunakan adalah

konsep bangun segi empat yang terdapat dalam kerajinan anyaman belungkur yaitu

bentuk permukaan belungkur (konsep persegi dan persegi panjang).

4. Kesimpulan

Konsep matematika yang terlibat dalam proses menganyam belungkur adalah

Konsep mengukur dalam Proses menganyam belungkur dapat dilihat di pengukuran

bahan yang akan digunakan untuk membuat belungkur. Konsep mengukur juga

terdapat pada proses menaji’ (saat memulai anyaman) dibuat dengan lebar 1 kilan.

Pengukuran menggunakan tangan yaitu dapa' dan jari-jari yaitu seperti kilan. Konsep

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 02/03/2022; Resived: 24/05/2022; Accepted: 31/07/2022

49

bilangan asli dalam kerajinan anyaman belungkur dapat ditemukan dalam penciptaan

motif, pengajaran cara menganyam belungkur dan referensi angka dalam

penghitungan bila’.

Penyebutan bilangan antaranya satu artinya satu, dua’ artinya dua, tige

artinya tiga, ampat artinya empat, limma’ artinya lima, annam artinya enam, tujoh

artinya tujuh, lapan artinya delapan, semilan artinya sembilan dan sepulloh artinya

sepuluh. Konsep geometri 2 dimensi pada kerajinan anyaman belungkur terlihat pada

bentuk motif dan menentukan bentuk permukaan belungkur. Bentuk permukaannya

persegi. Bentuk permukaan meliputi bidang, persegi, persegi panjang, dan segitiga.

Kegiatan menempatkan motif pada kerajinan anyaman belungkur dengan

menggunakan sistem koordinat dan simetri. Implimentasi konsep matematika

kerajinan anyaan belungkur diimplementasikan dalam pembelajaran matematika

berbentuk rencana pelaksanaan pembelajaran kemudian dalam kegiatan inti dalam

bentuk soal atau LKPD pada materi ajar luas bangun datar.

5. Referensi

Fitriawan, D., Hartoyo, A., Yusmin, E., Mirza, A., & Siregar, N. (2020). Workshop on

Assistance in Curriculum Development β€œ Merdeka Belajar Kampus Merdeka ” at

Nahdlatul Ulama University , West Kalimantan. 3.

Fitriawan, D., & Wardah. (2021). The Implementation Of Blended Learning Based

Model E-Learning Moodle. 10(2), 1001–1007.

Haran, Agustina. (2019). Etnomatematika Dalam Merangkai Manik Masyarakat Dayak

Kayaan Kapuas Hulu. Pontianak: FKIP UNTAN.

Hartoyo, Agung. (2012). Eksplorasi Etnomatematika Pada Budaya Masyarakat

Dayak Perbatasan Indonesia- Malaysia Kabupaten Sanggau

KALBAR. Jurnal Penelitian Pendidikan. Vol 13: 14- 23.

Sarinah. (2019). Ilmu Sosial Budaya Dasar (Diperguruan Tinggi). Yogyakarta:

DEEPUBLISH.

Sari, M., Yusmin, E., & T, A. Y. (2021). Kemampuan representasi matematis siswa

pada materi segitiga 1 1,2,3. Jurnal Alpha Euclid Edu, 2(1), 122–128.

Sulistyowati, E., & Fitriawan, D. (2022). Pemanfaatan Media Pembelajaran E-Learning

di Era New Normal. Seminar Nasional Pendidikan Ekonomi FKIP UM Metro,

1(1), 21–27.

Vardiansyah, Dani. (2008). Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Jakarta:

PT.INDEKS.

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 03/07/2022; Resived: 24/07/2022; Accepted: 31/07/2022

50

KAJIAN ETNOMATEMATIKA ALAT MUSIK SENGGAYONG

DI DESA PANGKALAN BUTON KECAMATAN SUKADANA

KABUPATEN KAYONG UTARA

Kharina Shima A. Simanjuntak1, Zubaidah R2, Silvia Sayu3

1,2,3Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Untan Pontianak

Email: [email protected]

Abstract This study aims to reveal ethnomathematical activities and mathematical concepts on

senggayong musical instruments in Pangkalan Buton Village, Sukadana District, North

Kayong Regency. The method used is descriptive method. While the form of research is a form of qualitative research. The subjects in this study are people who are considered to be

able to assist in providing information and data about senggayong musical instruments,

namely the makers, players, and conservationists of senggayong musical instruments. Data collection techniques using observation, interviews, and documentation. Data analysis

techniques based on Miles & Huberman, namely data reduction, data presentation, as well

as drawing conclusions and verification. The results of data analysis show that there are

ethnomathematical activities and mathematical concepts on senggayong musical instruments, namely counting activities that occur when counting the bamboo to be used,

activities of measuring each piece of bamboo used, designing activities of making

senggayong musical instruments, activities of determining a meaningful location in taking Bamboo that is suitable for making senggayong musical instruments is bamboo that is

exposed to sunlight, the activity of playing a senggayong musical instrument and the

activity of explaining the process in making and playing the instrument. Then the mathematical concepts that were found based on the shape and beat of the senggayong

musical instrument, namely in the form of a geometric shape of a tube shape and its beat,

the concepts of arithmetic sequences and geometric sequences were obtained.

Keywords: ethnomathematical studies, senggayong musical instruments, mathematical

concepts

1. PENDAHULUAN

Budaya adalah suatu norma yang memiliki unsur-unsur nilai penting juga

mendasar dan dekat sama kehidupan manusia kemudian diwariskan dari generasi ke

generasi. Justru, banyak di antara budayawan yang percaya bahwa sumber daya budaya

bukan hanya sebagai warisan, melainkan menjadi pusaka bagi bangsa Indonesia

(Tanudirjo, 2003). Pendidikan dan budaya merupakan dua unsur yang tidak dapat

dipisahkan dengan kehidupan sehari-hari, sebab budaya dan pendidikan adalah

kebutuhan mendasar tiap-tiap pribadi yang berlaku di masyarakat. Daoed Joesoef

(dalam Putri, 2017) mengungkapkan kebudayaan dapat disebut dengan secara

keseluruhan yang berhubungan dengan budaya. Pada pembahasan ini budaya dapat

ditilik dari tiga sudut pandang, ialah pertama budaya yang universal yakni terikat pada

nilai-nilai umum yang sudah ada dan diakui oleh masyarakat sekitar kemudian searah

pada perkembangan kehidupan masyarakat dan ilmu pengetahuan serta teknologi.

Kedua, budaya nasional, adalah nilai-nilai yang sudah ada dan ditaati oleh seluruh

rakyat Indonesia. Ketiga, budaya lokal yang nyata dan ada pada kehidupan rakyat pada

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 03/07/2022; Resived: 24/07/2022; Accepted: 31/07/2022

51

daerah tertentu atau setempat. Sardjiyo dan Pannen (2005) menyampaikan bahwa suatu

model pembelajaran yang lebih mementingkan serta memprioritaskan aktivitas

peserta didik dengan segala macam latar belakang budaya yang dipunya disebut

dengan pembelajaran berbasis budaya. Pembelajaran berbasis budaya ini mendorong

pembelajaran dengan kerangka berpikir yang erat berkaitan dengan kelompok budaya

oleh karena itu pembelajaran berbasis budaya membentuk menjadi pembelajaran yang

menarik banyak perhatian siswa serta menyenangkan (Marsigit, 2015).

Kajian yang menelaah tentang matematika dapat diapilikasikan pada

kehidupan sehari-hari secara kontekstual ialah etnomatematika. Hal ini disetujui

Wahyuni (2013) yang menyampaikan salah satu diantara yang bisa menyambungkan

budaya serta pendidikan matematika ialah etnomatematika.

Di indonesia etnomatematika pada kenyataannya ialah ilmu pengetahuan yang

sudah ada sejak lama sejak ada ilmu matematika, jadi etnomatematika bukanlah ilmu

pengetahuan yang baru (Putri, 2017). Namun penelaahan mengenai etnomatematika

disadari setelah para ilmuan mempublikasikan nama etnomatematika sehingga bagian

dari matematika. Selesai itu, etnomatematika tubuh berkembang menjadi kajian dengan

ilmu yang berkaitan. Wahyuni (2015) mengartikan etnomatematika ialah metode-

metode spesifik dipakai pada komunitas budayawan maupun kelompok lainnya pada

daerah sekitarnya pada suatu yang berkaitan dengan kegiatan- kegiatan bertema

matematika.

Kegiatan didalamnya terlaksana pengabstraksi pada berbagai pengalaman

nyata di kehidupan sehari-hari ke dalam matematika atau sebaliknya dinamakan

aktivitas matematika. Aktivitas matematika yaitu mengelompokkan, berhitung,

merancang bangunan, berhitung, membuat pola, memblilan, menentukan lokais,

permaianan menjelaskan dan sebagiannya.

Indonesia mempunyai banyak keragaman budaya, ras, suku bangsa, bahasa,

dan hal lainnya. Keragaman setiap daerah di Indonesia mempunyai pola dan budaya

masing-masing dengan karakterisitiknya, seperti pakaian adat, bentuk rumah, kesenian,

bahasa dan tradisi lainnya.

Satu diantaranya adalah alat musik senggayong. Senggayong adalah seni

musik yang muncul di daerah Kabupaten Ketapang serta Kayong Utara. Musik

senggayong ini telah lama berkembang di Desa Pangkalan Buton Kecamatan Sukadana

Kabupaten Kayong Utara. Alat musik senggayong merupakan alat musik yang berasal

dari bambu berbentuk semacam kentongan.

Gambar 1 Alat musik Senggayong (Sumber: Kharina)

Cara menggunakan atau memainkan alat ini adalah dengan saling dipukulkan.

Menurut Nurhamad (dalam Purna, 2019), senggayong pada Kabupaten Kayong Utara

terletak di Desa Pampang Harapan, Desa Pangkalan Buton diolah dengan buluh (

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 03/07/2022; Resived: 24/07/2022; Accepted: 31/07/2022

52

bambu) tertentu. Alat musik senggayong terbagi atas tiga kelompok bambu dan tiapnya

teridri atas 2 bambu.

Alat musik senggayong memiliki banyak potensi untuk dikaji terutama pada

konsep-konsep matematika. Selanjutnya, alat musik senggayong memiliki nilai-nilai

kehidupan, yaitu nilai lingkungan, nilai kerbersamaan, serta nilai kegembiraan. Hal

tersebut diteliti dan dikembangkan dengan memahami aktivitas etnomatematika yang

terdapat pada alat musik senggayong menjadi media dalam mempelajari matematika.

Ketika mendesain alat musik senggayong ini ada hal dapat dilihat dari

beberapa unsur geometri, karena ketika mendesain alat musik senggayong ini

diperlukan bentuk dan ukuran yang harus sesuai dan bagian-bagian yang harus simetris.

Sehingga sangat penting untuk mencermati dengan baik bentuk visual yang kemudian

memberikan pengaruh pada suaranya. Ciri khas dan keindahannya tersebut karena

bunyi yang dihasilkan oleh alat musik senggayong ini. Ditambah, alat musik

senggayong ini mempunyai irama yang ritme musik atau berulang. Pengkaji ingin

menelaah dan mengembangkan hal tersebut agar memahami pola ritme yang ada pada

alat musik senggayong ini. Kemudian, di aspek penalaran, aktivitas bermusik dengan

senggayong ini dibutuhkan penalaran logis untuk mendapatkan hasil irama yang baik.

Dari hal yang sudah disebutkan maka didapat suatu hubungan bahwa matematika

berkaitan dengan alat musik senggayong ini.

Berkaitan dengan etnomatematika, penelitian terdahulu yang relavan dengan

penelitian ini yaitu penelitian Sofia Indriani Lubis (2018) dalam penelitiannya yang

berjudul β€œEksplorasi Etnomatematika Pada Alat Musik Gordang Sambilan”

menemukan bahwa didalam alat musik terdapat unsur dan konsep matemetika, yaitu

konsep geometri seperti kerucut dan tabung dalam bentuk gordang sambilan.

Kemudian sejalan dengan penelitian Rinni Sari Darmayanthi (2020) yang berjudul

β€œEtnomatematika Dalam Tari Jepin Tali Bui Masyarakat Melayu Pontianak” yang

menemukan bahwa terdapat aktivitas Masyarakat Melayu Pontianak dalam Tari Jepin

Tali Bui yang mengandung konsep matematika dan etnomatematika yang dipraktikkan

masyarakat Melayu Pontianak dapat dikembangkan dalam berbagai pokok bahasan

atau materi matematika.

Berdasarkan Pemaparan diatas, pengkaji ingin melakukan penelitian yang

berjudul β€œEtnomatematika Pada Alat Musik Senggayong di Desa Pangkalan Buton

Kecamatan Sukadana Kabupaten Kayong Utara”. Peneliti ingin menggali konsep-

konsep matematika yang ada pada alat musik senggayong.

2. METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan jenis penelitian

kualitatif. Menurut Moloeng (2017, h.6) penelitian kualitatif merupakan penelitian

yang bertujuan untuk memahami fenomena tentang apa yang terjadi oleh subjek

penelitian secara menyeluruh serta dengan metode deskripsi dalam bentuk kata-kata

dan bahasa, di suatu konteks yang alamiah.

Pendekatan yang digunakan merupakan pendekatan etnografi. Etnografi ialah

salah satu jenis penelitian kualitatif, yang melaksanakan studi kepada kelompok

budaya dalam kondisi yang alamiah (Creswell) (dalam Sugiyono, 2017, h.5). Kemudian

lokasi penelitian terletak di Desa Pangkalan Buton Kecamatan Sukadana Kabupaten

Kayong Utara.

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 03/07/2022; Resived: 24/07/2022; Accepted: 31/07/2022

53

Berdasarkan pendapat Bungin (2015, h.269), subjek penelitian merupakan

informan penelitian dan bertujuan untuk memperoleh sebanyak-banyaknya data dan

informasi yang akan digunakan untuk analisis. Subjek dalam penelitian ini ialah

budayawan di Desa Pangkalan Buton Kecamatan Sukadana Kabupaten Kayong Utara,

pemain dan pelestari musik senggayong serta masyarakat kayong khususnya di Desa

Pangakalan Buton.

Sedangkan objek penelitian merupakan wujud logis guna memperoleh data

dan tujuan serta fungsi tertentu tentang berbagai hal objek, valid, dan reliable

(Sugiyono, 2014, h.13). Kemudian objek penelitian ini adalah alat musik senggayong

yang dilihat dari sudut pandang budaya dan matematikanya.

Prosedur penelitian ini terbagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap persiapan, tahap

pelaksanaan, dan tahap akhir. Pada tahap persiapan, langkah-langkahnya, yaitu

menyiapkan instrumen penelitian berupa lembar observasi dan pedoman wawancara,

memvalidasi instrumen penelitian berupa lembar observasi dan pedoman wawancara,

melakukan revisi instrumen penelitian yang sudah divalidasi, apabila terdapat

kesalahan, mengurus perizinan ke Desa Pangkalan Buton untuk melakukan penelitian,

menentukan waktu penelitian sebagai patokan dalam melaksanakan penelitian. Pada

tahap pelaksanaan, langkah-langkahnya, yaitu melakukan observasi terhadap alat musik

senggayong, melakukan wawancara kepada pemain, pelestari dan masyarakat Kayong

Utara khususnya di Desa Pangakalan Buton. Pada tahap akhir, langkah-langkahnya,

yaitu menganalisis data hasil penelitian yang telah diperoleh, menarik kesimpulan, dan

menyusun laporan penelitian.

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan observasi,

wawancara serta dokumentasi. Analisis data yang digunakan menurut Miles &

Huberman ialah mereduksi, menyajikan serta menyimpulkan data.

3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bersumber pada pengambilan data yang dilakukan waktu penelitian di Desa

Pangkalan Buton Kecamatan Sukadana Kabupaten Kayong Utara, didapat data tentang

unsur-unsur pada alat musik senggayong. Penelitian ini bertujuan untuk

mengungkapkan aktivitas etnomatematika dan menggali konsep-konsep matematika

yang ada pada alat musik senggayong. Dalam pengambilan data yang dilaksanakan

dengan cara observasi dan wawancara. Observasi dan wawancara dilakukan pada

tanggal 05 oktober 2021, 07 oktober 2021, dan 11 oktober 2021. Diperoleh hasil

sebagai berikut.

Hasil Penelitian

Berlandaskan hasil observasi serta wawancara yang telah dilakukan, diketahui

bahwa ada banyak pukulan dalam memainkan alat musik senggayong. Pukulan yang

paling mudah dan sering dilakukan oleh masyarakat desa Pangkalan Buton yaitu

pukulan hujan deras, anjing nyalak, dan ten tair. Sebenarnya ada lebih dari 20 jenis lagu

atau pukulan yang dapat dimainkan, tetapi ketiga tersebut yang paling mudah dipelajari

dan dimainkan oleh pemulaBerikut adalah beberapa pukulan dalam memainkan alat

musik senggayong.

Tabel 1 pukulan dalam memainkan alat musik senggayong No. Nama pukulan Bentuk pukulan

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 03/07/2022; Resived: 24/07/2022; Accepted: 31/07/2022

54

1 Hujan Deras

2 Anjing Nyalak

3 Ten Tair

Jika diamati setiap pukulan tersebut membentuk sebuah pola dalam

memainkannya. Artinya konsep matematika yang terkait pada pukulan alat musik

senggayong tersebut adalah pola barisan dalam matematika. Berikut adalah tabel

tahapan dalam membuat dan memainkan alat musik senggayong yang mengandung

aktivitas etnomatematika dan konsep matematika.

Tabel 2. Kegiatan dalam membuat dan memainkan alat musik senggayong

yang mengandung aktivitas etnomatematika dan konsep matematika

No. Jenis kegiatan Aktivitas mendasar Konsep matematika

1. Aktivitas

mempersiapkan alat digunakan

Menjelaskan Sudut, bangun datar

persegi

2. Mempersiapkan bahan yang digunakan

Menjelaskan Bangun ruang tabung

3. Memilih bambu yang cocok

Menjelaskan dan penentuan lokasi

4. Menebang dan memotong bambu menjadi 6 potong bagian

Menjelaskan dan menghitung

Bangun ruang tabung

5. Membentuk alat musik senggayong

Mendesain dan mengukur Pengukuran satuan

tidak baku, tabung setengah bagian

6. Mengatur bunyi yang

dihasilkan

Menjelaskan

7. Waktu dalam membuat alat musik senggayong

Menghitung Menentukan lama waktu

8. Memainkan alat musik

senggayong

Bermain Pola barisan

Pembahasan

Berdasarkan dari hasil analisis dan penyajian data yang telah dilakukan oleh

peneliti maka diperoleh aktivitas etnomatematika dan konsep matematika yang

terkandung pada alat musik senggayong. Pada alat musik senggayong tersebut

ditemukan bahwa ada berbagai aktivitas matematika berbasis budaya dan konsep-

konsep matematika yang dilakukan oleh masyarakat dalam membuat dan memainkan

alat musik senggayong.

Aktivitas Etnomatematika Yang Terdapat Pada Alat Musik Senggayong

Aktivitas matematika berlandas budaya yang juga disebut etnomatematika

adalah sebuah pendekatan yang dapat dipergunakan untuk menguraikan kedudukan

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 03/07/2022; Resived: 24/07/2022; Accepted: 31/07/2022

55

matematika dalam masyarakat. Aktivitas etnomatematika yang terdapat pada alat

musik senggayong, yaitu aktivitas menghitung/membilang, aktivitas mengukur,

aktivitas mendesain, aktivitas penentuan lokasi, aktivitas bermain serta aktivitas

menjelaskan.

Bishop (1988) mengungkapkan bahwa aktivitas manusia yang bertautan pada

objek budaya dalam wujud ketiga serta berkaitan di dalam aktivitas manusia adalah

fenomena matematika yang terbagi atas enam kegiatan fundamental.

Konsep Matematika Yang Terkandung Pada Alat Musik Senggayong

Konsep matematika yang terkandung pada alat musik senggayong yaitu

konsep geometri dan bangun ruang. Berdasarkan pada penelitian Sofia Indriani Lubis

(2018), menemukan bahwa didalam alat musik terdapat unsur dan konsep matematika.

Menurut Hammond (2002, h.22) menyampaikan bahwa tiap-tiap budaya

mempunyai perhitungan, susunan, dan dasar matematika, yang memperlihatkan suatu

yang fundamental serta penting mengenai dasar-dasar matematika. Berikut adalah

konsep-konsep matematika yang terkandung dalam alat musik senggayong, dilihat

berdasarkan:

Bentuk alat musik senggayong

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan, ditemukan

bahwa pembuatan alat musik senggayong memiliki konsep matematika, salah satunya

dilihat dari bentuk alat musik senggayong. Hasil observasi pada alat musik senggayong

diketahui bahwa bentuk fisik alat musik senggayong terdapat jenis bentuk geometri

bangun ruang yaitu berbentuk tabung.

Gambar 2 Ukuran Tinggi Alat Musik Senggayong (sumber:Kharina)

Berdasarkan hasil pengukuran langsung, diketahui bahwa alat musik

senggayong mempunyai ukuran tinggi yang terbagi atas 2, yaitu tinggi A artinya tinggi

dari alas bambu (bagian bawah) sampai ujung bambu (bagian atas) alat musik

senggayong sedangkan tinggi B adalah tinggi dari alas bambu (bagian bawah) sampai

bagian terpotong (bagian tengah) alat musik senggayong. Bentuk alat musik

senggayong menyerupai ruang tiga dimensi tabung.

Selanjutnya dilakukan pengukuran keliling alas/atap, luas selimut, serta

volume tabung alat musik senggayong. Hasil perhitungan tabung alat musik

senggayong dapat ditunnjukkan sebagai berikut.

Tabel 3 Hasil Pengukuran Tabung Alat Musik Senggayong

Alat musik senggayong

Tinggi A (cm)

Tinggi B (cm)

Diameter (cm)

Jari-

jari (cm)

Keliling (cm)

Luas Selimut B (π‘π‘š2)

Volume

B (π‘π‘š3)

1 36 13,5 3,7 1,85 11,618 156,843 145,079

2 37 14 3,7 1,85 11,618 162,652 150,453

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 03/07/2022; Resived: 24/07/2022; Accepted: 31/07/2022

56

3 41 16 3,5 1,75 11 176 154

4 41,5 17 3,5 1,75 11 187 163,625

5 46,5 19 3,4 1,7 10,676 202,844 172,417

6 48 20 3,4 1,7 10,676 213,52 181,492

Ketukan dalam memainkan alat musik senggayong

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan ditemukan

bahwa pada saat memainkan alat musik senggayong terdapat beberapa konsep

matematika yang terkandung didalamnya. Ketukan pada anak senggayong

menghasilkan suara atau nada lebih tinggi dari induk dan kaul karena ruas bambu anak

lebih kecil dari induk dan kaul. Begitu juga ketukan yang dihasilkan pada induk, suara

atau nadanya lebih tinggi dari kaul karena ruas bambu induk lebih kecil dari kaul.

Artinya semakin kecil ruas pada bambu semakin tinggi nada yang dihasilkan.

Hasil observasi ketukan pada alat musik senggayong diperoleh konsep barisan

aritmatika dan barisan geometri. Barisan aritmatika adalah suatu barisan dengan

selisih/beda suku yang berurutan selalu tetap. Bentuk umum barisan aritmatika adalah

π‘Ž, π‘Ž + 𝑏, π‘Ž + 2𝑏, π‘Ž + 3𝑏, … , π‘Ž + (𝑛 βˆ’ 1)𝑏, π‘‘π‘–π‘šπ‘Žπ‘›π‘Ž π‘ˆπ‘› βˆ’ π‘ˆπ‘›βˆ’1 = 𝑏 π‘ π‘’β„Žπ‘–π‘›π‘”π‘”π‘Ž π‘ˆπ‘› =

π‘ˆπ‘›βˆ’1 + 𝑏 = π‘Ž + (𝑛 βˆ’ 1)𝑏. Sedangkan barisan geometri adalah suatu barisan dengan

rasio tetap untuk setiap dua suku yang berdekatan. Bentuk umum barisan geometri

adalah π‘ˆπ‘› = π‘Žπ‘Ÿπ‘›βˆ’1. (Sofia Indriani Lubis, 2018).

Berdasarkan tabel diketahui bahwa alat musik senggayong membentuk

barisan aritmatika dimana selisih (beda) dua suku yang berurutan tetap dan

membentuk barisan geometri dimana rasio dua suku yang berdekatan tetap.

Tabel 4. Barisan pada pukulan alat musik senggayong

No. Nama Pukulan

Pola

Pukulan Anak

Pola

Pukulan Induk

Pola

Pukulan Kaul

Barisan Penjelasan

1 Hujan

Deras

1,1,1,1,1

,1,..dst

1,1,1,1,1,

1…dst

1,1,1,1,1,

1…dst

Aritmatika

dan geometri.

Pola tersebut termasuk

barisan aritmatika karena tiap-tiap sukunya

memiliki selisih yang

sama yaitu 0. Dan juga termasuk barisan

geometri karena tiap-tiap

sukunya memiliki rasio yang sama yaitu 1.

2 Anjing

Nyalak 1,1,1,1,1 ,5,1,1,1, 1,1,5…d

St

1,1,1,1,1,

5,1,1,1,1, 1,5…dst

1,1,1,1,1,

5,1,1,1,1, 1,5…dst

Hanya

merupakan

pola

berulang tak hingga

Bilangannya berpola tapi

tidak membentuk

barisan atau deret.

Karena tidak memiliki beda atau rasio yang

sama dari suku ke n

dengan suku ke n-1. 3 Ten Tair 1,4,1,4,1 4,1,4,1,4, 1,4,4,1,1, Hanya Bilangannya berpola tapi ,4…dst 1…dst 4,41…dst merupakan tidak membentuk pola barisan atau deret.

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 03/07/2022; Resived: 24/07/2022; Accepted: 31/07/2022

57

berulang Karena tidak memiliki tak hingga beda atau rasio yang sama dari suku ke n dengan suku ke n-1.

4. SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat aktivitas etnomatematika yang

ditemukan pada alat musik senggayong, yaitu: (1) Aktivitas membilang/menghitung

terjadi pada saat menghitung bambu yang akan digunakan, aktivitas mengukur setiap

potong bambu yang digunakan, aktivitas mendesain yakni pembuatan alat musik

senggayong, menentukan lokasi bermakna dalam pengambilan bambu yang cocok untuk

membuat alat musik senggayong adalah bambu yang terkena sinar matahari, aktivitas

bermain alat musik senggayong dan aktivitas menjelaskan proses dalam pembuatan alat

musik senggayong serta memainkan alat musik senggayong; (2) Hasil penelitian ini

juga menunjukan bahwa pembuatan alat musik senggayong memiliki konsep

matematika, salah satunya dilihat dari bentuk alat musik senggayong. Hasil observasi

dalam alat musik senggayong ditemukan bahwa bentuk fisik alat musik senggayong

terdapat jenis bentuk geometri bangun ruang yaitu berbentuk tabung. Kemudian

ditemukan bahwa pada saat memainkan alat musik senggayong terdapat beberapa

konsep matematika yang terkandung didalamnya. Hasil observasi ketukan pada alat

musik senggayong diperoleh konsep barisan aritmatika dan barisan geometri.

Saran Berikut saran berdasarkan penelitian ialah sebagai: (1) Diharapkan peneliti

selanjutnya bisa menggali lebih dalam konsep matematika yang terkandung pada alat musik senggayong khususnya pukulan-pukulan yang ada pada alat musik senggayong, serta menerapkannya sebagai bahan ajar atau bahan peraga dalam melaksanakan pembelajaran di kelas; (2) Diharapkan alat musik senggayong dapat dikembangkan penelitiannya dalam membuat perangkat pembelajaran matematika berbasis Budaya diberbagai sekolah sebagai salah satu sarana dalam melestarikan alat musik tradisional dari Indonesia; (3) Diharapkan penelitian selanjutnya lebih mengungkapkan etnomatematika pada alat musik senggayong berdasarkan objek langsung dan tidak langsung.

5. REREFENSI

Bishop, A.J. 1988. Mathematics Enculturation: A Cultural Perspective on

Mathematics Education. Dordrect: Kluwer.

Hammond, Tracy. (2000). Ethnomathematics: Concept Definition and Research

Perspectives. New York: Columbia University.

Marsigit. (2015). Pendekatan Saintifik dan Implementasinya dalam Kurikulum 2013.

Makalah, Workshop Implementasi Pendekatan Saintifik dalam Pelaksanaan

Kurikulum 2013. Yogyakarta: LPPMP UNY.

Putri, L.I, (2017). Eksplorasi Etnomatematika Kesenian Rebana Sebagai Sumber

Belajar Matematika pada Jenjang MI. Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar. 4(1).

Sardjiyo & Pannen, P. (2005). Pembelajaran Berbasis Budaya: Model Inovasi

Pembelajaran dan Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jurnal

pendidikan, 6(2), 83-98.

S. I. Lubis, A. Mujib, dan H. Siregar, β€œEksplorasi Etnomatematika pada Alat Musik

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 03/07/2022; Resived: 24/07/2022; Accepted: 31/07/2022

58

Gordang Sambilan,” vol. 1, no. November, hal. 1–10, 2018.

Tanudirjo, D. A. (2003). Warisan Budaya untuk Semua: Arah Kebijakan Pengelola

Warisan Budaya Indonesia di Masa Mendatang. Makalah disampaikan pada

Kongres Kebudayaan V, Bukittinggi, 19-23.

Wahyuni, I. (2015). Eksplorasi Etnomatematika Masyarakat Sidoarjo. Fenomena

(Jurnal Penelitian Islam Indonesia), 15(2), 225-238.

Wirawan, Aji Purna. (2019). Kajian Intraestetik Dan Ekstraestetik Musik Senggayong

Di Desa Pangkalan Buton Kecamatan Sukadana Kabupaten Kayong Utara.

Universitas Tanjungpura Pontianak

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 08/03/2022; Resived: 02/05/2022; Accepted: 31/07/2022

59

RANCANGAN MEDIA PEMBELAJARAN PROGRAM LINEAR

BERBASIS ANDROID MENGGUNAKAN PROGRAM LECTORA

INSPIRE DI SEKOLAH MENENGAH ATAS

Yeni Dian Utami1, Edy Yusmin2, Ade Mirza3

1,2,3Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Untan Pontianak

Email: [email protected]

Abstrack

This study aims to produce an Android-based linear programming learning media using Lectora Inspire that is feasible and effective for use in the learning process. This research is

motivated by learning that must go hand in hand with technological developments and students

have other learning resources not necessarily from the teacher, namely by using Android. This research is a research and development using a 4D model. The stages used are only up to

Development. The subjects in this study were three material experts, three media experts and

the responden of 24 students of grade IX. The object of the study is the product of the Android-based linear program learning media design using the Lectora Inspire program. The data

collection instrument in this study to use a questionnaire. The result showed that the product

made obtained an average score of 4.69 in the very eligible category based on material

experts and an average score of 4.33 in the very eligible category based on media esperts Meanwhile, for students responses, obtained an average score of 4.19 was obtained in the

eligible category. So the Android-based linear programming learning media using Lectora

Inspire is feasible to use.

Keyword: Learning Media, based on Android, Lectora Inspire

1. PENDAHULUAN Setiap aspek kehidupan sekarang harus berhadapan dan berjalan beriringan

dengan perkembangan teknologi, baik aspek ekonomi, ketahanan negara, militer maupun

pendidikan. Pada industri pendidikan, teknologi menempati posisi yang penting terutama

pada aspek pembelajaran. Pada proses pembelajaran terdapat siswa, pendidik dan media.

Media memiliki peran sebagai alat bantu komunikasi antara siswa dan guru. Media

pembelajaran semakin penting seiring dengan diterapkannya sistem pembelajaran jarak

jauh, sehingga media seperti ppt, video pembelajaran dan lain-lain harus dibuat menjadi

media yang lebih menarik dan efektif serta tepat guna. Guru memiliki peran untuk

merancang media pembelajaran yang menarik agar tujuan pembelajaran tercapai. Media

pembelajaran bisa dirancang oleh guru guna memudahkan siswa dalam belajar. Hal itu

seperti dikemukakan oleh Wina (2016) bahwa guru bisa menjadi perancang pembelajaran.

Proses belajar yang dilakukan sekarang lebih banyak di rumah dibandingkan di

sekolah hal itu dikarenakan adanya Covid’19, sehingga penyampaian materi yang

dilakukan guru kurang optimal. Akibat banyak belajar tersebut, maka siswa harus mencari

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 08/03/2022; Resived: 02/05/2022; Accepted: 31/07/2022

60

sendiri materi-materi yang ada. Agar bisa mencari materi yang baik, siswa harus

memanfaatkan teknologi. Pemanfaatan di bidang teknologi adalah salah satu loncatan

untuk meningkatkan kualitas pendidikan saat ini. Kualitas pendidikan tidak dapat

dipisahkan dari peran guru, yaitu guru harus menyiapkan materi dan merancang media

pembelajaran yang bisa diakses siswa di rumah atau di mana saja. Pemanfaatan teknologi

sekarang yang bisa diakses siswa dimana saja yaitu menggunakan smarthphone.

Penggunaan smarthphone terbanyak yaitu berbasis Android (Fitriawan, 2004).

Media pembelajaran menurut Gagne’ dan Briggs yang dikutip Arsyad (2019)

mencakup alat yang digunakan secara fisik untuk menyampaikan isi materi yang terdiri

dari buku, perekam, kaset, film, slide (gambar berbingkai), foto, gambar, grafik, televisi,

dan komputer. Media pembelajaran merupakan wadah untuk menyampaikan pesan

pembelajaran yang berhubungan juga dengan model pengajaran langsung, yaitu bagaimana

guru bertindak sebagai informan, dalam hal ini guru harus memiliki media yang tepat. Ada

banyak aplikasi untuk merancang media pembelajaran, seperti Microsoft Powerpoint dan

Lectora Inspire. Diantara kedua aplikasi tersebut, Lectora Inspire memiliki banyak

kelebihan yaitu Lectora bisa memungkinkan orang non-programmer mengembangkan atau

merancang konten e- learning dengan cara yang mudah karena menyediakan banyak

template (Fitriawan et al., 2013).

Menurut Tompo (2016) Lectora Inspire adalah perangkat lunak Authoring Tool

untuk mengembangkan konten e-learning yang dikembangkan perusahaan Australia,

Lectora dibuat oleh Trivantis Corporation yang didirikan oleh Timothy D. Loudermik.

Lectora Inspire bisa digunakan sebagai pembuat konten situs web atau pelatihan online,

konten e-learning, game yang mengedukasi serta presensi interaktif. Hasil dari rancangan

yang dilakukan di Lectora Inspire, bisa dibuat dalam bentuk apk. Android. Pada Lectora

Inspire terdapat menu-menu yang mempermudah user diantaranya (1) menu yang dapat

menambahkan tombol secara otomatis, (2) terdapat menu yang dapat membuat dan

mengolah latihan soal, (3) terdapat template yang lengkap sebagai dasar pembuatan media

pembelajaran, (4) tersedia menu untuk mengkonversikan rancangan yang dibuat ke bentuk

Android (Fitriawan et al., 2021).

Berdasarkan pengalaman peneliti ketika PLP II (Pengenalan Lapangan

Persekolahan) salah satu materi pembelajaran yang diberikan yaitu materi program linear.

Pada materi tersebut terdapat siswa yang kesulitan untuk memahami dan mempelajarinya.

Hal ini dibuktikan dengan nilai yang diterima oleh mayoritas siswa dibawah KKM.

Pembelajaran yang dilakukan pihak sekolah yaitu menggunakan Google Classroom dan

guru memberikan materi yang dibuat dengan powerpoint. Presentasi powerpoint yang

digunakan hanya menampilkan teks dan gambar. Hal itu membuat sebagian besar peserta

didik kurang mengerti dalam memahami materi program linear jika hanya tulisan saja

tanpa adanya video untuk menjelaskan materi lebih lanjut. Oleh karenanya, pendidik

memerlukan hadirmya sebuah media pembelajaran yang didalamnya ada tulisan, video dan

kuis yang bisa langsung diisi oleh siswa, serta dapat digunakan siswa dimana saja. Aplikasi

yang dapat digunakan untuk membuat media pembelajaran tersebut yaitu Lectora Inspire.

Berdasarkan pemaparan tersebut, peneliti akan membuat rancangan sebuah media

pembelajaran program linear dengan bantuan Lectora Inspire dan menghasilkan suatu

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 08/03/2022; Resived: 02/05/2022; Accepted: 31/07/2022

61

aplikasi yang dapat dipergunakan di manapun agar siswa memiliki sumber belajar yang

lain, tidak hanya melalui guru. Media pembelajaran yang bisa digunakan di mana saja atau

bersifat mobile, yakni media pembelajaran bisa diakses atau diunduh di Android dan dapat

digunakan tanpa adanya jaringan internet atau offline. Media pembelajaran berbasis

Android merupakan sebuah trobosan baru di industri pendidikan, media pembelajaran ini

kerap kali telah berbentuk sebuah aplikasi yang terdapat materi dan bahan belajar. Pada

hakekatnya media pembelajaran berbasis Android adalah sebuah aplikasi untuk belajar

yang dapat diunduh pada ponsel berbasis Android (Rif’at & Fitriawan, 2020).

2. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian pengembangan. Metode research

and development (R&D) pada penelitian ini yaitu metode untuk menghasilkan sebuah

produk tertentu dan menguji keefektifan produknya setelah dilakukannya validasi dan revisi

dari para ahli materi maupun media. Model pengembangan yang peneliti gunakan adalah

model 4D (Define, Design, Development, and Dissemination) dari Thiagarajan. Kelebihan

model 4D yaitu uraiannya lebih lengkap dan sistematis, serta dalam pengembangan

terdapat penilaian para ahli. Pada penelitian ini yang ditekankan ialah upaya untuk

menciptakan sesuatu, kemudian mengujinya, memperbaikinya, sampai hasil yang

diperoleh sesuai yang diinginkan.

Prosedur pengembangan model 4D yaitu:

Tahap Define Bertujuan untuk menganalisis kebutuhan pengembangan, persyaratan pengembangan

produk untuk memenuhi persyaratan pengguna. Tahap definisi dilakukan dengan (a)

analisis kurikulum, (b) analisis siswa, (c) analisis material, dan (d) penetapan tujuan.

Tahap Design

Dilakukan untuk merancang media atau bahan ajar. Rancanganproduk perlu dilakukan

validasi sebelum dilanjutkan ke tahap selanjutnya. Hasil validasi dapat dijadikan acuan

sebagai perbaikan produk. Desain awal pada media pembelajaran dirancang langsung dari

Lectora Inspire. Langkah-langkah yang dilakukan dalam pembuatan media yaitu (a)

membuat desain tampilan, (b) mendesain halaman petunjuk penggunaan, (c) menentukan

Kompetensi Inti, Kompetensi Dasar, serta tujuan pembelajaran, (d) mendesain sajian

materi, (e) tampilan video, dan (f) mendesain profil penulis.

Tahap Development

Bertujuan untuk menghasilkan media pembelajaran yang layak. Tahapan yang dilakukan

yaitu: (a) Produk yang telah dibuat dan telah berbentuk aplikasi di Android, selanjutnya

dilakukan validitas oleh ahli materi dan media. (b) Produk diperbaiki berdasarkan masukan

dari para ahli. (c) Produk yang telah diperbaiki kemudian diujicobakan ke siswa untuk

mengetahui responnya.

Tahap Disseminate

Tahap ini adalah fase pengujian produk secara luas. Pada penelitian ini tahap tersebut tidak

dilaksanakan dikarenakan penelitian ini terbatas hanya pada respon siswa untuk mengetahui

kelayakan produk.

Subjek penilaian kelayakan yaitu ahli materi dan ahli media. Selain itu dilakukan

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 08/03/2022; Resived: 02/05/2022; Accepted: 31/07/2022

62

uji respon ke murid kelas XI di SMA Islam Bawari Pontianak. Objek penilaian di penelitian

ini yaitu produk rancangan media pembelajaran program linear berbasis Android.

Ada dua jenis data dipenelitian ini yaitu: (1) Data kualitatif ialah data yang

berkaitan dengan proses rancangan media pembelajaran berupa masukan atau saran dari ahli

materi dan ahli media. (2) Data kuantitatif ialah data utama yang berkaitan dengan penilaian

kelayakan mengenai media pembelajaran dari ahli materi, ahli media dan respon peserta

didik mengenai produk yang telah dirancang.

Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu angket. Angket ialah

sebuah cara pengumpulan data dilakukan dengan memberikan responden beberapa

pertanyaan atau pernyataan tertulis yang harus diisi. (Sugiyono, 2018, h.199). Angket

dapat dipakai sebagai alat ukur kelayakan media yang dibuat berdasarkan aspek materi dan

media. Aspek materi terdiri atas kesesuaian, kualitas isi, tujuan, dan kualitas intruksional.

Sedangkan aspek media terdiri atas kemudahan penggunaan dan navigasi, keindahan, serta

kualitas teknis. Angket digunakan untuk memperoleh data ahli materi, ahli media dan siswa,

sebagai dasar untuk memperbaiki produk/media pembelajaran yang dibuat. Penilaian

pernyataan dalam skala Likert (skala 5). Alternatif jawaban yang digunakan yaitu: SK

(Sangat Kurang)/ STS (Sangat Tidak Setuju) = 1, K (Kurang)/ TS (Tidak Setuju) = 2, C

(Cukup)/ RG (Ragu-ragu) = 3, B (Baik)/ S (Setuju) = 4, dan SB (Sangat Baik)/ SS (Sangat

Setuju) = 5.

Teknik analisis data yang digunakan adalah data kualitatif yang kemudian

dianalisis secara deskriptif dan data kuantitatif yang diperoleh dari angket penilaian. Untuk

mendapatkan penilaian terhadap media pembelajaran, maka data kualitatif tersebut

dianalisis dengan cara menghitung skor rata-rata.

Rerata nilai yang didapatkan tersebut dikonversikan kembali menjadi kategori

kelayakan media pembelajaran sebagai berikut:

Tabel 1. Kategori kelayakan media

Skala Rumus Rentang Klasifikasi

5 οΏ½Μ…οΏ½ > 𝑋𝑖 + 1,8 𝑆𝐡i 4, 21 – 5,00 Sangat Layak

4 𝑋𝑖 + 0,6 𝑆𝐡𝑖 < οΏ½Μ…οΏ½ ≀ 𝑋𝑖 + 1,8 𝑆𝐡𝑖 3,41 – 4,20 Layak

3 𝑋𝑖 βˆ’ 0,6 𝑆𝐡𝑖 < οΏ½Μ…οΏ½ ≀ 𝑋𝑖 + 0,6 𝑆𝐡𝑖 2,61 – 3,40 Kurang Layak

2 𝑋𝑖 βˆ’ 1,8 𝑆𝐡𝑖 < οΏ½Μ…οΏ½ ≀ 𝑋𝑖 βˆ’ 0,6 𝑆𝐡𝑖 1,81 – 2,60 Tidak Layak

1 οΏ½Μ…οΏ½ ≀ 𝑋𝑖 βˆ’ 1,8 𝑆𝐡𝑖 0 – 1,80 Sangat Tidak Layak

(Eko Putra Widoyoko, 2016)

3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian

Penelitian ini menghasilkan sebuah produk yaitu media pembelajaran program

linear berbasis Android menggunakan Lectora Inspire. Rancangan media pembelajaran ini

memiliki beberapa tahapan yaitu:

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 08/03/2022; Resived: 02/05/2022; Accepted: 31/07/2022

63

Define (pendefinisian), pada tahap ini dilakukan analisis pada siswa yang berkaitan

kebutuhan awal atau analisis awal, analisis kurikulum dan analisis materi. Analisis peserta

didik yaitu kebanyakan peserta didik memiliki kecenderungan berhubungan dengan

smarthphone. Pada pandemi sekarang, smartphone merupakan hal yang sangat dibutuhkan

dalam hal belajar. pandemi menyebabkan peserta didik lebih banyak belajar mandiri. Hal

ini mengindifikasi bahwa diperlukannya sebuah media pembelajaran di smartphone bisa

digunakan siswa secara mandiri. Android menjadi pilihan terbaik dikarenakan berdasarkan

dari hasil observasi di SMA Islam Bawari di kelas XI MIA semua siswa merupakan

pengguna smartphone yang berbasis Android. Pada analisis kurikulum peneliti menganalisis

kurikulum yang digunakan dalam pendidikan matematika sekolah menengah atas.

Kurikulum K13 saat ini sedang digunakan. Kompetensi Inti meliputi KI 1-4 sedangkan

materi program linear terletak pada KD 3.2 dan 4.2. Analisis materi dilakukan dengan

mempelajari literatur yang berisi materi matematika dari berbagai sumber baik dari buku

Matematika SMA, web, serta jurnal. Bahan ajar yang digunakan yaitu materi program linear

pada kurikulum 2013. Materi yang digunakan yaitu materi program linear, hal ini

berdasarkan pengalaman peneliti ketika PLP II, yaitu siswa kesulitan dalam memahami

program linear.

Design (perancangan), tahap design dilakukan dengan mengumpulkan referensi,

merancangg isi, melakukan desain tombol menu, tulisan dan layout. Tahap design

semuanya dilakukan pada aplikasi Lectora Inspire, mulai dari perancangan background,

tampilan pembuka, materi, contoh, latihan, video, serta author. Berikut merupakan

tampilan media pembelajaran di Lectora Inspire.

Gambar 2. Tampilan beranda

dalam bentuk portrait

Gambar 3. Tampilan beranda

dalam bentuk landscape

Gambar 4. Tampilan menu petunjuk icon

Gambar 5. Tampilan materi

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 08/03/2022; Resived: 02/05/2022; Accepted: 31/07/2022

64

Gambar 6. Tampilan pembuatan latihan

Setelah pembuatan rancangan yang dilakukan di Lectora Inspire selesai,

selanjutnya dipublish dalam bentuk html, sebelum dibuild menjadi apk. Produk dalam

bentuk html tersebut diubah ke bentuk.apk menggunakan website two apk builder, agar file

aplikasi yang dihasilkan bisa digunakan di smarthphone yang berbasis Android.

Development (Pengembangan), aplikasi yang telah berbentuk apk dalam Android

kemudian divalidasi dan diperbaiki sesuai saran ahli materi dan media. Validasi dilakukan

oleh tiga orang ahli materi dan tiga orang ahli media. Setelah dilakukan tahapan validasi,

produk tersebut direvisi sesuai saran dari validator. Produk yang sudah diperbaiki tersebut

kemudian diujicobakan pada siswa untuk mengetahui respon melalui angket yang sudah

dibagikan.

Kelayakan Media Pembelajaran Program Linear berbasis Android

Kelayakan media pembelajaran atau aplikasi β€œPromath” yang telah dibuat dapat

diketahui dari tahapan validitas para ahli. Penilaian materi dinilai oleh tiga validator yaitu

satu orang dosen Pendidikan Matematika FKIP Universitas Tanjungpura dan dua orang

guru matematika di SMA Islam Bawari dengan hasil penilaiannya sebagai berikut.

Tabel 2. Hasil penilaian ahli materi

Validator Jumlah

skor

Rerata

skor

Aspek penilaian 1 2 3 Kategori

Kesesuaian 19 19 20 58 4,83 Sangat layak

Kualitas isi dan tujuan 30 35 30 95 4,52 Sangat layak

Kualitas instruksional

15

15

14

44

4,89

Sangat layak

Total 64 69 64 197 4,69 Sangat Layak

Berdasarkan tabel di atas terlihat aspek kesesuaian memperoleh skor rerata 4.83

yang dapat dikategorikan sangat layak, sedangkan aspek kualitas isi dan tujuan diperoleh

hasil penilaian dengan skor rerata 4,52 yang dapat dikategorikan sangat layak, kemudian

aspek kualitas intruksional didapatkan hasil penilaian dengan skor rerata 4,89 yang dapat

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 08/03/2022; Resived: 02/05/2022; Accepted: 31/07/2022

65

dikategorikan sangat layak. Tabel 3. Hasil penilaian ahli media

Aspek penilaian Validator Jumlah skor Rerata skor Kategori

1 2 3

Kemudahan

penggunaan navigasi

23

22

23

68

4,53

Sangat layak

Aesthetic atau

keindahan

20 22 21 63 4,2 Layak

Kualitas teknis 8 9 8 25 4,17 Layak

Total 51 53 52 156 4,33 Sangat Layak

Berdasarkan tabel tersebut diperoleh bahwa hasil penilaian aspek kemudahan

penggunaan navigasi dengan skor rerata 4,43 yang termasuk dalam kategori sangat layak,

sedangkan aspek keindahan diperoleh hasil penilaian dengan skor rerata 4,2 yang termasuk

kategori layak dan aspek kualitas teknis diperoleh skor rata-rata 4,17 yang termasuk

kategori layak.

Respon peserta didik mengenai media pembelajaran program linear berbasis

Android menggunakan Lectora Inspire dilakukan setelah produk direvisi. Berikut tabel

rekapitulasi hasil rata- rata penilaian.

Tabel 4. Rekapitulasi penilaian siswa

Aspek penilaian Jumlah skor Skor rata-rata Kategori

Kemudahan penggunaan

navigasi

306

4,25

Sangat layak

Kejelasan sajian 602 4,18 Layak

Aesthetic atau keindahan 416 4, 33 Sangat layak

Kualitas instruksional 192 4 Layak

Total 1.516 4,19 Layak

Pembahasan

Produk yang dibuat dalam penelitian ini yakni suatu media pembelajaran

program linear berbasis Android. Kelayakan media pembelajaran tersebut didapat dari

hasil validasi para ahli ahli. Berdasarkan penjelasan dari beberapa teori tentang kelayakan

yaitu teori dari Walker & Hess dan teori Thorn yang dikutip oleh Arsyad (2019) bahwa

kriteria tentang media pembelajaran dapat dibagi menjdi dua kategori yaitu aspek materi

dan aspek media. Aspek materi yang terdiri dari segi kesesuaian, kualitas isi dan tujuan,

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 08/03/2022; Resived: 02/05/2022; Accepted: 31/07/2022

66

serta kualitas instruksional dinilai atau divalidasi oleh ahli materi. Aspek media yang terdiri

dari segi kemudahan penggunaaan dan navigasi, segi aesthetic atau keindahan, dan segi

kualitas teknis yang divalidasi oleh ahli media.

Validasi yang dilakukan oleh ahli materi mengenai media pembelajaran yang

dibuat diperoleh kategori β€œsangat layak” disertai dengan beberapa saran/masukan untuk

perbaikan. Selanjutnya validasi yang dilakukan oleh ahli media tentang kemudahan

penggunaan navigasi, keindahan dan kualitas teknis, masuk dalam kategori β€œsangat

layak”, juga disertai beberapa saran/masukan yang dapat dijadikan sebagai pedoman untuk

revisi produk yang dibuat. Dari penilaian ahli materi dan ahli media maka didapat skor rata-

rata penilaian para ahli yaitu sebesar 4,51 dengan kategori sangat layak.

Setelah tahap validasi dan revisi dari para ahli selesai, selanjutnya yang dilihat

adalah respon peserta didik terhadap media pembelajaran yang dibuat. Respon peserta

didik terhadap media pembelajaran dapat berupa respon positif maupun negatif. Respon

siswa yang positif dapat digunakan sebagai ukuran apakah siswa merasa lebih nyaman

dengan media pembelajaran yang digunakan.

Media pembelajaran yang sudah direvisi berdasarkan saran dari para ahli

selanjutnya diuji cobakan ke peserta didik Islam Bawari kelas XI MIA yang berjumlah 24

orang. Dilaksanakannya uji coba untuk mengetahui pendapat peserta didik mengenai

produk yang dibuat melalui angket yang telah diberikan. Angket yang diberikan sebanyak

15 indikator penilaian. Respon peserta didik terhadap media pembelajaran yang dibuat

masuk dalam kategori layak.

Menurut penilaian ahli materi, ahli media dan penilaian oleh siswa dapat

disimpulkan yakni media pembelajaran program linear berbasis Android yang bernama

Promath β€œSangat Layak” dipergunakan untuk media pembelajaran siswa kelas XI pada

materi program linear serta media pembelajaran ini bisa digunakan siswa di luar jam

pelajaran atau bersifat mandiri.

Kelebihan produk yang dibuat atau aplikasi Promath ini yaitu bersifat offline,

disajikan dalam bentuk Android sehingga mudah dibawa kemana saja, video pembelajaran

di aplikasi ditampilkan dengan layar penuh, fitur latihan soal dilengkapi dengan feedback

jawaban benar, dan layar aplikasi bisa diperbesar. Kekurangan aplikasi Promath yaitu

hanya mencakup materi program linear (dengan subbab pengertian program linear, model

matematika dan nilai optimum), terdapat bagian dari aplikasi yang belum maksimal,

latihan soal belum bisa diperbarui secara berkala karena tidak terhubung ke internet, dan

ketepatan background aplikasi bergantung pada smarthphone yang digunakan.

4. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap media pembelajaran

program linear berbasis Android, dapat disimpulkan yaitu produk yang dihasilkan berupa

aplikasi pembelajaran yang dapat dijalankan di Android dengan kategori layak sehingga bisa

digunakan peserta didik untuk bahan ajar tambahan materi program linear. Saran

Saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini yaitu: bagi peneliti selanjutnya

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 08/03/2022; Resived: 02/05/2022; Accepted: 31/07/2022

67

disarankan untuk memperbanyak standar kelayakan dari berbagai teori dan sumber. Media pembelajaran yang akan dibuat selanjutnya harus bisa menyesuaikan semua tipe smarthphone, dan melakukan uji coba pada banyak sekolah. 5. Referensi Arsyad, A. (2019). Media Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers. Fitriawan, D. (2004). Strategi Reorientasi Kurikulum Pendidikan Matematika Di Era

Revolusi Industri 4.0. Jurnal Pengabdi, 4, 300. Fitriawan, D., Kusmayana, T. A., & Iswahyudi, G. (2013). Ekperimental Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray Dengan Metode Problem Solving Pada Pokok Bahasan Persamaan Garis Lurus Ditinjau Dari Kategori Multiple Intelligences Peserta Didik Kelas VIII Smp Negeri Di kabupaten Karanganyar. c, 113–122. http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/s2math/article/viewFile/3487/2422

Fitriawan, D., Siregar, N., Pasaribu, R. L., & Tanjungpura, U. (2021). Problematika dalam menilai sikap peserta didik pada pembelajaran daring. Prosiding Seminar Nasional RCI, 2019–2022.

Rif’at, M., & Fitriawan, D. (2020). Enhancing Visual Abilities in Solving Mathematics Problems. 2(1).

Sugiyono. (2018). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Tompo, B. (2016). Membuat Aplikasi dan Media Pembelajaran Interaktif with Lectora Inspire 16.

Widoyoko, E. P. (2016). Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Wina, S. (2016). Media Komunikasi Pembelajaran. Jakarta: Kencana.

Yogyakarta: Penerbit Ikatan Guru Indonesia (IGI) DIY.

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 04/03/2022; Resived: 22/04/2022; Accepted: 31/07/2022

68

PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN BERBASIS

WEBLOG PADA MATERI PROGRAM LINEAR KELAS XI

Andre1, Bistari2, Rustam3

1,2,3Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Untan Pontianak

Email: [email protected]

Abstract

This study aims to produce a weblog on linear programming material that is suitable for use in

the learning process. This research is a research and development (Research and Development)

using the ADDIE model (Analysis, Design, Development, Implementation, and Evaluation). The

test subjects in this study were 25 students of class XI SMAS Mujahidin Pontianak, while the

object of this research was a weblog with linear programming material. The appropriateness of

the learning media was assessed by media experts, material experts, and teachers before a

limited trial was carried out by students.learning media weblog that has been developed

according to material experts is obtained with a percentage of 75% with a decent category,

according to media experts it is obtained a percentage of 77.5% with a very decent category,

and according to the teacher's assessment a percentage of 82.5% with a very decent category.

Meanwhile, for student responses, the percentage is 81.4% with a very decent category. Based

learning media weblog on linear programming material is feasible to use in learning.

Keywords: Learning Media, Weblog Based, Linear Programming

1. Pendahuluan

Pendidikan merupakan satu diantara aspek kehidupan yang sangat penting

perannya dalam menghasilkan suatu kepribadian manusia yang berkualitas dan

berwawasan tinggi. Pendidikan hadir sebagai wadah dalam membentuk pribadi

seseorang agar menjadi lebih baik. Hal ini dikarenakan pendidikan dapat membentuk

seseorang memiliki kecerdasan intelektual dan kecerdasan spiritual serta keterampilan

lainnya. E-Learning adalah suatu sistem pembelajaran yang diterapkan tanpa harus tatap

muka secara langsung antara guru dengan peserta didik dengan memanfaatkan teknologi

yang terus berkembang saat ini. Penggunaan E-Learning yang sangat praktis dan

gampang dilihat dimana saja dan kapan saja sehingga para siswa dapat dengan mudah

menambah pengetahuan nya ketika diluar kelas atau dirumah.

Berdasarkan pengalaman peneliti ketika mengikuti PLP II pada saat pandemi

Covid-19, media pembelajaran yang digunakan pada saat itu adalah google classroom

dan youtube. Penggunaan google classroom memiliki kekurangan dimana pengguna

harus menginstal aplikasi tersebut terlebih dahulu ketika harus digunakan pada

smartphone. Kapasitas penyimpanan smartphone ini sangat penting sebab banyaknya

aplikasi yang ter-instal, akan berdampak pada penuhnya penyimpanan smartphone dan

berdampak pada kinerja smartphone. Penggunaan classroom dalam pembelajaran masih

sering mengalami hambatan dimana kita harus mendownload terlebih dahulu materi

maupun video yang dikirim oleh guru. Hal ini akan menghambat proses pembelajaran

apabila memori handphone peserta didik penuh. Tampilan classroom juga terlihat

kurang menarik sehingga mengurangi minat peserta didik ketika belajar melalui

classroom.

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 04/03/2022; Resived: 22/04/2022; Accepted: 31/07/2022

69

Pada 2 Maret 2021, peneliti melakukan pra riset dalam bentuk pemberian

angket atau kuesioner kepada peserta didik kelas XI IPA di SMAS Mujahidin

Pontianak. Hasil dari pemberian angket kepada peserta didik didapat bahwa hampir

seluruh peserta didik memiliki smartphone. Siswa lebih senang mencari materi

pembelajaran melalui smartphone daripada membuka buku, hal ini dikarenakan

penggunaan internet lebih praktis dari pada buku. Dengan digunakannya media

pembelajaran berbasis Weblog, ini akan memudahkan peserta didik dalam mengakses

media pembelajaran ketika siswa lupa membawa buku atau bosan ketika membaca

buku.

Berdasarkan hasil pra riset yang dilakukan peneliti maka perlu dikembangkan

media yang lebih efektif dengan menggunakan perantara pembelajaran berbasis Weblog

karena Cholid, Elmunsyah, Patmanthara, (2016, h. 962) menyatakan bahwa

pembelajaran berbasis Web (Web Based Learning / WBL) kemudian menggunakan

fasilitas internet yang ada di sekolah, peserta didik dapat mengakses lewat smartphone

berbasis android dan PC atau laptop untuk menampilkan media Web based learning

untuk sumber belajar yang telah dibuat dengan menggunakan software berbasis Web

yang dapat diakses menggunakan Web browser secara online.

Berdasarkan permasalahan diatas, hal itu tentunya bisa diatasi dengan

menggunakan media pembelajaran berbasis weblog dikarenakan media ini dapat

menampilkan materi maupun video tanpa harus didownload terlebih dahulu, selain itu

media pembelajaran berbasis weblog dapat dibuat semenarik mungkin dan banyak fitur

yang tersedia sehingga memudahkan pengguna dalam mengembangkan media

pembelajaran weblog. Selain itu, penggunaan Weblog sebagai media pembelajaran

mempunyai kelebihan dari media pembelajaran lainnya, salah satunya siswa dapat lebih

mandiri dalam belajar sebab saat di sekolah terdapat keterpakuan ketika pembelajaran

mengakibatkan materi tidak dapat tersalurkan sepenuhnya bagi guru serta masih

susahnya siswa memahami isi materi.

Salah satu media pembelajaran yang dapat diterapkan pada proses

pembelajaran yang dipergunakan oleh pengajar pada pembelajaran matematika yaitu

media pembelajaran berbasis Weblog. Menurut Darusalam (dalam Danang Setyadi &

Qohar, 2017, h. 1) mengemukakan bahwa penerapan media pembelajaran berbasis

Weblog bisa menurunkan suasana yang statis serta bisa menghasilkan tahap

pembelajaran yang efektif, menarik, interaktif serta bisa meningkatkan semangat belajar

siswa.

Peneliti menerapkan materi program linear dalam pengembangan media

pembelajaran. Hal ini dikarenakan peneliti menemukan sejumlah siswa yang masih

kesusahan apabila memahami materi program linear. Siswa sulit ketika mengemukakan

model matematika dari soal cerita yang diserahkan, selain itu siswa juga kesusahan

menemukan titik potong dari garis 1 dan 2. Terdapat banyak penelitian sudah dihasilkan

untuk mengembangkan media pembelajaran weblog agar memudahkan saat

pembelajaran seperti penelitian oleh Endar Hartono, Nicolas Indrato, dan Dena Tri

Amanda.

Dapat dilihat pada penelitian yang telah dihasilkan sebelumnya, hal baru pada

penelitian ini terdapat bagian media weblog yang sudah dilengkapi hosting gratis

sehingga sudah bisa dilihat menggunakan internet setiap saat dan disemua tempat.

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 04/03/2022; Resived: 22/04/2022; Accepted: 31/07/2022

70

Selain itu, weblog yang dikembangkan dibuat semenarik mungkin dengan pokok

bahasan berbeda.

2. Metode Penelitian

Bentuk penelitian yang diterapkan di penelitian ini yaitu R & D (Research and

Development). Sugiyono (2018, h. 297) menyatakan bahwa metode penelitian serta

pengembangan yaitu suatu metode penelitian yang bisa diterapkan supaya menciptakan

suatu produk tertentu dan selanjutnya produk itu diuji tingkat keefektifannya. sehingga

tahapan pengembangan yang diterapkan pada penelitian pengembangan ini yaitu model

ADDIE. Model ini dikembangkan oleh Dick and Carry saat tahun 1996. Model ADDIE

ini merupakan kependekan dari Analisis, Desain, Development, Implementasi, dan

Evaluasi (Siswono, 2019, h. 237).

Instrument untuk mengumpulkan data penelitian ini akan memakai lembar

penilaian kelayakan dan lembar angket respon. Data yang diperlukan pada penelitian

dan pengembangan ini yaitu data kuantitatif serta data kualitatif. Teknik mengumpulkan

data di penelitian yaitu dengan memanfaatkan angket.

Rumus untuk mendapatkan rata-rata skor yang didapat dari lembar penilaian

kelayakan dan lembar angket respon adalah :

οΏ½Μ…οΏ½ =βˆ‘π‘₯

𝑁

(Djaali & Pudji Muljono, 2008, h. 31)

Skor yang diperoleh dari perhitungan diatas, kemudian dikelompokkan

menurut kategori kualitas penilaian berikut.

Tabel 1. Kategori Kualitas Penilaian Produk

Nilai Interval Kriteria

4 3,25 ≀ οΏ½Μ…οΏ½ ≀ 4 Sangat Baik

3 2,5 ≀ οΏ½Μ…οΏ½ < 3,25 Baik

2 1,75 ≀ οΏ½Μ…οΏ½ < 2,5 Kurang Baik

1 1 ≀ οΏ½Μ…οΏ½ < 1,75 Tidak Baik

(Widoyoko, 2015, h. 69)

Selanjutnya, suatu produk dapat dikategorikan layak ketika rata-rata dari setiap

penilaian minimal mendapat kategori baik. Selanjutnya untuk lebih jelasnya kelayakan

produk juga diolah menggunakan perhitungan menurut Sudjana (2005, h. 50) sebagai

berikut.

𝑃 =𝑓

𝑁× 100%

Hasil pengolahan data yang diperoleh dari perhitungan diatas, kemudian

dikelompokkan menurut kategori sebagai berikut.

Tabel 2. Kategori Kelayakan Produk

Nilai Interval Kriteria

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 04/03/2022; Resived: 22/04/2022; Accepted: 31/07/2022

71

(4) 76%βˆ’ 100% Sangat Layak

(3) 56%βˆ’ 75% Layak

(2) 40%βˆ’ 55% Kurang Layak

(1) 0%βˆ’ 39% Tidak Layak

(Radyan, 2012, h. 7)

3. Hasil Penelitian Dan Pembahasan

Hasil Penelitian

Hasil utama dalam penelitian ini yaitu media pembelajaran berbasis weblog

menggunakan materi program linear kelas XI. Penelitian ini menggunakan prosedur

pengembangan model ADDIE yang terdiri dari 5 tahap, yaitu Analisis, Desain,

Development, Implementasi, dan Evaluasi.

Analisis

Tahapan ini diawali dengan melakukan analisis kebutuhan supaya mendapatkan

informasi sehingga menghasilkan suatu media pembelajaran yang sama dengan yang

diinginkan oleh siswa. Akibatnya siswa bisa mudah paham dengan pembelajaran.

Analisis kebutuhan dimulai dengan mewawancarai salah satu guru matematika serta

menyerahkan angket respon untuk peserta didik di kelas XI SMAS Mujahidin

Pontianak.

Desain

Tahapan desain merupakan tahapan merancang media pembelajaran berbasis

weblog dan digunakan untuk peserta didik pada materi program linear serta cocok pada

hasil analisis yang sudah dibuat. Tahapan ini meliputi perancangan materi, pembuatan

bagan alir (flowchart), pembuatan desain secara menyeluruh (storyboard), serta

pembuatan instrumen pengumpul data serta validasi instrumen pengumpul data.

Development

Tahapan development dimulai dengan penyusunan media pembelajaran berbasis

weblog bersumber pada storyboard dan flowchart yang sudah dirancang. Proses

pengembangan media pembelajaran berbasis weblog menggunakan blogger. Media

yang nanti dihasilkan terdapat sejumlah menu-menu yaitu: menu home, menu materi,

menu soal, menu video, dan menu about us dengan link yaitu: https://fkipuntan-

matematika.blogspot.com. Adapun desain produk yang telah dikembangkan.

Menu Home

Menu home adalah menu yang menampilkan tampilan awal dari media

pembelajaran berbasis weblog dan petunjuk dalam menggunakan media ini. Adapun

bentuk menu home bisa diamati.

Gambar 1 Bentuk menu home

Menu Materi

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 04/03/2022; Resived: 22/04/2022; Accepted: 31/07/2022

72

Menu materi adalah suatu menu yang menampilkan materi yang nanti dipelajari peserta

didik, adalah materi program linear. Mengenai bentuk menu materi bisa diamati melalui

Gambar 2.

Gambar 2 Bentuk menu materi

Menu Video

Menu video adalah menu yang memperlihatkan video penjelasan tentang

materi dan soal yang berkaitan dengan materi program linear, supaya peserta didik akan

mudah dalam mencerna materi program linear. Mengenai bentuk menu video bisa

diamati.

Gambar 3 Tampilan menu video

Menu Soal

Menu soal yaitu menu yang memperlihatkan latihan soal untuk peserta didik. Soal

tersebut berbentuk pilihan ganda yang berjumlah 5 butir. Mengenai bentuk menu soal bisa

diamati.

Gambar 4 Bentuk menu soal

Menu About Us

Menu about us adalah menu yang menampilkan profil dari pengembang media

pembelajaran berbasis weblog. Adapun Bentuk menu about us bisa.

Gambar 5 Bentuk menu about us

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 04/03/2022; Resived: 22/04/2022; Accepted: 31/07/2022

73

Apabila media pembelajaran yang dikembangkan selesai dibuat, setelah itu

dilakukan penilaian kelayakan media pembelajaran berbasis weblog bagi ahli materi,

ahli media, dan guru matematika. Hasil penilaian kelayakan dapat dilihat:

Hasil Validasi Ahli Materi

Tabel 3. Data hasil analisis kualitas materi

No. Aspek Penilaian Jumlah Skor Rata-rata Keterangan

1 Isi 15 3 Baik

2 Penyajian 15 3 Baik

Skor Total 30 3 Baik

Setelah mengetahui kualitas materi, maka dilanjutkan dengan menganalisis

tingkat kelayakan materi sebagai berikut.

𝑃 =𝑓

𝑁× 100%

𝑃 =30

40Γ— 100%

𝑃 = 75% Dari perhitungan diatas, maka diperoleh nilai persentase sebesar 75% sehingga

materi pada media pembelajaran berbasis weblog ini dapat dikategorikan β€œlayak”.

Hasil validasi Ahli Media

Tabel 4. Data hasil analisis kualitas media

No. Aspek Penilaian Jumlah Skor Rata-rata Keterangan

1 Tampilan 15 3 Baik

2 Kemudahan Navigasi 16 3,2 Baik

Skor Total 31 3,1 Baik

Setelah mengetahui kualitas media, maka dilanjutkan dengan menganalisis

tingkat kelayakan media sebagai berikut.

𝑃 =𝑓

𝑁× 100%

𝑃 =31

40Γ— 100%

𝑃 = 77,5%

Dari perhitungan diatas, maka diperoleh nilai persentase sebesar 77,5% sehingga

media pembelajaran berbasis weblog ini dapat dikategorikan β€œsangat layak”.

Hasil Validasi Guru

Tabel 5. Data hasil analisis penilaian guru

No. Aspek Penilaian Jumlah Skor Rata-rata Keterangan

1 Materi 13 3,25 Sangat Baik

2

3

Tampilan

Kemudahan Navigasi

12

8

3

4

Baik

Sangat baik

Skor Total 33 3,3 Sangat Baik

Setelah mengetahui kualitas media, maka dilanjutkan dengan menganalisis

tingkat kelayakan media sebagai berikut.

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 04/03/2022; Resived: 22/04/2022; Accepted: 31/07/2022

74

𝑃 =𝑓

𝑁× 100%

𝑃 =33

40Γ— 100%

𝑃 = 82,5% Dari perhitungan diatas, maka diperoleh nilai persentase sebesar 82,5% sehingga

media pembelajaran berbasis weblog ini dapat dikategorikan β€œsangat layak”.

Implementasi

Implementasi merupakan tahap yang dilakukan setelah media pembelajaran

berbasis weblog direvisi sesuai saran maupun komentar dari validator ahli media,

validator ahli materi, dan dilakukan penyempurnaan terhadap media weblog sehingga

didapatkan produk akhir. Tahap implementasi dilakukan dengan melakukan ujicoba

terbatas pada beberapa peserta didik di SMAS Mujahidin Pontianak pada hari Senin, 25

Oktober 2021.

Respon peserta didik mengenai media didapat sebab melibatkan 25 orang

peserta didik kelas XI MIPA 1. Hasil implementasi dapat dilihat pada tabel.

Tabel 6. Data hasil angket respon peserta didik

No. Aspek Penilaian Jumlah Skor Rata-rata Keterangan

1 Kemenarikan 328 3,28 Sangat Baik

2

3

Kemudahan

Kejelasan

239

247

3,19

3,29

Baik

Sangat baik

Skor Total 814 3,256 Sangat Baik

Selanjutnya, tingkat kelayakan media sebagai berikut.

𝑃 =𝑓

𝑁× 100%

𝑃 =814

1000Γ— 100%

𝑃 = 81,4% Dari perhitungan diatas, maka diperoleh nilai persentase sebesar 81,4% sehingga

media pembelajaran berbasis weblog ini dapat dikategorikan β€œsangat layak”.

Evaluasi

Evaluasi yaitu tahapan paling akhir dari langkah pengembangan model ADDIE.

Evaluasi bisa diterapkan pada semua tahapan pengembangan, evaluasi dilakukan secara

menyeluruh dan diterapkan pada akhir dari kegiatan pengembangan. Evaluasi paling

akhir ini digunakan agar melihat respon peserta didik tentang media yang sudah

dikembangkan lalu diperoleh kesimpulan dari media yang sudah dikembangkan layak

atau tidak untuk diterapkan. Evaluasi ini merupakan evaluasi formatif, karena tujuannya

untuk kebutuhan revisi.

Pembahasan

Penelitian ini berjudul pengembangan media pembelajaran berbasis weblog dan

bermaksud supaya bisa menciptakan media pembelajaran berbasis weblog pada materi

program linear. Supaya terwujudnya keinginan tersebut mengakibatkan media

pembelajaran berbasis weblog ini dikembangkan melalui penerapan model ADDIE yang

melalui berbagai langkah, yakni analisis (analysis), desain (design), pengembangan

(development), implementasi (implementation), serta evaluasi (evaluation).

Pada tahapan analisis, peneliti memperoleh data melalui pihak sekolah

menggunakan wawancara bersama guru matematika dan pemberian angket kepada

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 04/03/2022; Resived: 22/04/2022; Accepted: 31/07/2022

75

siswa di SMAS Mujahidin Pontianak. Hal ini bertujuan untuk memperoleh data awal

yang digunakan sebagai acuan untuk melakukan pengembangan produk.

Tahap desain, pada tahap ini produk dirancang dengan segala komponen yang

diperlukan secara terperinci dari desain produk. Desain produk diawali dengan

pembuatan flowchart dilanjutkan dengan pembuatan storyboard. Pada tahapan

pengembangan, peneliti memulai pembuatan media, contohnya mengumpulkan bahan,

penentuan materi berdasarkan KD, merancang gambar, dan video yang kemudian

ditampilkan ke bagian media. Setelah dilakukan pengembangan media, kemudian

peneliti melakukan penilaian kelayakan oleh para ahli untuk mendapatkan saran dari

validator sebelum pada akhirnya diimplementasikan. Dari hasil penialain kelayakan dari

ahli materi diperoleh kategori materi layak dengan persentase 75 %. Dari hasil penilaian

kelayakan ahli media diperoleh kategori sangat layak dengan persentase 77,5 %. Dan

dari penilaian guru matematika diperoleh media weblog secara keseluruhan sangat layak

dengan persentase 82,5 %. Melalui saran atau revisi yang diberikan tersebut dilakukan

perbaikan sebelum produk hasil pengembangan diimplementasikan. Setelah proses

perbaikan berdasarkan saran selesai dilakukan dan berdasarkan hasil validasi maka

produk yang telah dikembangkan siap untuk diimplementasikan.

Tahap implementasi, pada tahap ini produk yang telah divalidasi diterapkan

dilapangan. Proses penerapan dilakukan dengan melakukan uji coba terbatas pada

beberapa peserta didik. Subyek yang digunakan pada proses uji coba terbatas beberapa

peserta didik adalah 25 orang. Uji coba diterapkan supaya tahu respon dari siswa

mengenai media yang telah dikembangkan memakai angket, angket terdiri dari 4 skala

penilaian yaitu 4 (sangat baik), 3 (baik), 2 (kurang baik), dan 1 (tidak baik). Angket

yang diserahkan itu terdapat 10 poin pernyataan dan diserahkan untuk siswa kelas XI

MIPA 1. Dari respon siswa diperoleh produk dengan kategori sangat layak dengan

persentase 81,4%.

Tahapan akhir yang diterapkan pada penelitian ini yaitu evaluasi. Evaluasi ini

diterapkan pada tahapan akhir bermaksud agar bisa mengukur kelayakan media yang

dikembangkan melalui tahapan implementasi. Saat tahapan ini, peneliti mengadakan

evaluasi berkenaan media yang sudah dikembangkan berlandaskan menurut hasil

penilaian kelayakan media bagi ahli materi, ahli media, guru matematika, serta respon

peserta didik. Saran atau revisi yang telah diberikan tersebut ditindaklanjuti sehingga

diakhir penelitian diperoleh hasil produk akhir media pembelajaran berbasis weblog

untuk siswa di SMAS Mujahidin Pontianak yang dapat diakses pada link sebagai

berikut :https://fkipuntan-matematika.blogspot.com.

4. Simpulan dan Saran

Simpulan

Media pembelajaran berbasis weblog untuk siswa smas mujahidin Pontianak

dikembangkan sesuai dengan prosedur ADDIE dan produk yang dihasilkan mempunyai

kualitas baik dan layak untuk dipakai.

Produk telah diuji kelayakannya bagi ahli materi, ahli media, dan guru

matematika. Hasil penilaian ahli materi diperoleh kategori layak dengan jumlah

persentase 75 %. Hasil penilaian ahli media diperoleh kategori sangat layak dengan

jumlah persentase 77,5 %. Selain itu, produk juga telah di uji kelayakannya oleh guru

matematika dan diperoleh kategori sangat layak dengan jumlah persentase 82,5 %.

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 04/03/2022; Resived: 22/04/2022; Accepted: 31/07/2022

76

Respon dari siswa mengenai media pembelajaran berbasis weblog yang sudah

dikembangkan adalah sangat baik dan sangat layak dengan jumlah persentase 81,4 %.

Saran

Pembahasan materi pelajaran hanya terdapat satu pokok bahasan, sehingga bagi

peneliti lain bisa mengembangkan media pembelajaran berbasis weblog dengan pokok

bahasan berbeda. Media juga bisa dibuat lebih menarik lagi agar dapat menarik minat

siswa dalam mempelajari materi program linear. Untuk siswa diharapkan bisa

mempelajari media pembelajaran berbasis weblog ini secara mandiri untuk meningkat

pemahaman siswa.

5. Referensi

Cholid, A. A., Elmunsyah, H., Patmanthara, S. (2016). Pengembangan Model Web

Based Pada Mata Pelajaran Jaringan Dasar Paket Keahlian TKJ Pada SMKN

Se-Kota Malang. Jurnal Pendidikan : Teori, Penelitian, dan Pengembangan, 1(5),

961-970.

Dick, W., Carey, L., & Carey. J.O. 1996. The Systemic Design of Instruction. Boston:

Allyn and Bacon. S.

Djaali & Pudji Muljono. (2008). Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Jakarta:

Grasinndo.

Setyadi, D & Qohar, A. B. D. (2017). Pengembangan Media Pembelajaran Matematika

Berbasis Web pada Materi Barisan dan Deret. Kreano: Jurnal Matematika

Kreatif-Inovatif, 8(1): 1-7.

Siswono, T. Y. E. (2019). Paradigma Penelitian Pendidikan: Pengembangan Teori dan

Aplikasi Pendidikan Matematika. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sugiyono. (2018). Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:

Alfabeta.

Widoyoko, Eko Putro. (2015). Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian. Yogyakarta:

Pustaka Belajar.

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 02/03/2022; Resived: 12/04/2022; Accepted: 31/07/2022

77

ETNOMATEMATIKA DALAM TRADISI PERNIKAHAN ADAT

SUKU DAYAK KALIS DI KECAMATAN KALIS KABUPATEN

KAPUAS HULU

Konstansia Katlin Stevani1, Agung Hartoyo2, Munaldus3

1,2,3Pendidikan Matematika FKIP Universitas Tanjungpura Pontianak

Email: [email protected]

Abstract

This study aims to describe the implementation of the stages of the traditional marriage

tradition of the Dayak Kalis tribe in Nanga Danau village, Kalis sub-district, Kapuas Hulu district, and to find out of what mathematical activities are include in the implementation of the

stages of the traditional wedding tradition. The form of research used is qualitative research

with an ethnographic approach. The subjects in this study consisted of three subjects, the first

being the traditional chief at the hamlet level, the second subject at the village level, and the third being an elder traditional leader. Data collection techniques used are interview,

documentation, and observation techniques. The data collection tools used were interview

guides, observation guidelines, cellphone cameras and voice recorders. The result and analysis of the data obtained from this study are (1) At the stage of the Situtukang Baba’ and Paseset

activities there is an activity to explain. (2) At the stage of Baru-Baru there are activities to

explain, determine location, and count. And the mathematical concepts contained in it are the

concepts of counting, the concept of logic, the concept of multiplication, and the concept of multiples.

Keywords: Ethnomathematics, Tradition, Traditional Weddings, Dayak Kalis Tribe

1. Pendahuluan

Indonesia merupakan negara yang besar yang terbentang dari Sabang sampai

Merauke. Tercatat hingga Juli 2017 jumlah pulau yang namanya telah dibakukan PBB

berjumlah 16.056 pulau. Deputi Kedaulatan Maritim Kemenko Bidang Kemaritiman

(2017) Arif Havas Oegroseno, mencatat pulau yang masuk dalam daerah Kedaulatan

Negara Kesatuan Republik Indonesia sebanyak 17.504 pulau, dan yang masih

membutuhkan proses pemeriksaan ulang dan konfirmasi berjumlah 1.448 pulau. Serta

mempunyai 300 lebih kelompok atau suku bangsa, tahun 2010 1.340 suku bangsa

tersebar disemua bagian Indonesia berdasarkan sensus BPS. Keberagaman suku di

Indonesia berakibat pada banyak nya budaya yang dimiliki, karena tiap-tiap suku

memiliki budayanya masing-masing.

Tradisi pernikahan merupakan salah satu budaya turun temurun yang pasti

dilaksanakan di tiap-tiap suku. Tradisi pernikahan yang dilakukan oleh suku adat

tertentu memiliki adat istiadat dan ciri khas nya masing-masing. Tak terkecuali dengan

masyarakat Dayak di Kalimantan Barat, suku Dayak yang menetap di kalimantan Barat

diantaranya adalah Dayak kalis. Terletak pada desa Nanga Danau di kecamatan Kalis

Kabupaten Kapuas Hulu yang masih melaksanakan tradisi pernikahan berdasarkan adat

istiadat.

Undang-Undang Republik Indonesia tahun 1974 Nomor 1 menengaskan bahwa

β€œpernikahan ialah hubungan lahir batin antara satu laki-laki dan satu perempuan sebagai

suami istri dengan tujuan membangun keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan abadi

78

berlandaskan pada Ketuhanaan Yang Maha esa”. Sedangkan menurut Kitab Hukum

Kanonik 1983, kanon 1055 perkawinan bermakna sebagai perjanjian antara satu laki-

laki dan satu perempuan untuk membangun hidup bersama. Berdasarkan dua definisi di

atas, peneliti mengambil pengertian bahwa suatu perkawinan merupakan kesepakatan

yang dilakukan secara bersama oleh satu laki-laki dan satu perempuan untuk hidup

bersama untuk membentuk keluarga di dalam Tuhan.

Berdasarkan hasil tanya jawab awal yang dilakukan dengan satu orang tokoh

adat AJ (52 tahun) pada tanggal 2 Januari 2021 didapatkan informasi bahwa rangkaian

pernikahan adat suku Dayak Kalis terdiri dari tiga tahap yaitu situtukang baba’, paseset

dan baru-baru. Situtukang baba’ adalah acara dimana datang nya keluarga pihak pria ke

keluarga pihak wanita untuk β€œmeminta” calon mempelai wanita kepada keluarga pihak

wanita. Jika pihak wanita menerima, maka akan dibahas penentuan jadwal pertunangan.

Setelah situtukang baba’ diterima, acara selanjutnya adalah paseset atau tunangan.

Pada acara ini pihak pria datang untuk meminang mempelai wanita dengan membawa

hantaran berupa perlengkapan sehari-hari berupa, kain sarung, handuk, pakaian dalam,

perlengkapan mandi, dan lain-lain. Pada acara ini juga akan dibahas berapa lama masa

tunang, dan kapan pernikahan akan dilangsungkan. Acara selanjutnya adalah baru-baru

atau pesta perkawinan. Pesta perkawinan merupakan upacara inti dalam pernikahan adat

suku Dayak Kalis, pada acara ini akan dibahas mengenai pembayaran pakain atau mas

kawin oleh keluarga pria kepada keluarga wanita. Pakain yang harus dibayar pria sesuai

dengan besarnya pakain orang tua atau keturunannya, dan setiap barang pakain berupa

tawaq, tempayan, uang perak terdiri dari pakain 2,4 dan 8 (Kitab Hukum Suku Dayak

Kalis, pasal 94). Nilai-nilai tersebut mengandung unsur kelipatan, dimana delapan

merupakan kelipatan dua dari empat, dan empat kelipatan dua dari dua.

Matematika merupakan suatu ilmu yang penerapannya erat dengan kehidupan

sehari-hari. Konteks ini bersesuaian dengan pendapat Unodiaku (dalam Setiyawan,

2019) tentang eksplorasi Etnomatematika Pernikahan (Kawia’a) Masyarakat Binongko

mengatakan bahwa matematika ialah ilmu pengetahuan mengenai jarak dan angka serta

ilmu yang menyokong pelaksanaan keseharian manusia. Hal ini menegaskan bahwa

matematika itu ada bahkan sangat dekat dengan kita. Namun kenyataannya matematika

saat ini sering dianggap sebagai mata pelajaran yang sangat sukar oleh siswa.

Pernyataan ini diperkuat oleh analisis Stacey (2011) pada hasil studi Programme for

International Student Assessment (PISA) yang memperlihatkan bahwa kurang mampu

nya siswa Indonesia menggunakan konsep matematika dalam mengerjakan soal yang

berkaitan dengan keseharian manusia (Sari, 2020: 4). Oleh sebab itu dapat dipahami

bahwa materi matematika apa saja yang siswa pelajari jika penyajian nya tidak terkait

dengan aktivitas langsung dan budayanya condong sukar dipelajari oleh kebanyakan

siswa. Hilbert dan Carpenter (dalam Agung) mengatakan bahwa hal tersebut disebabkan

edukasi matematika di sekolah lebih bersifat baku dan kerap berbeda dengan yang

didapati sehari-hari.

Penerapan pembelajaran kontekstual dalam dunia pendidikan terutama dalam

pembelajaran matematika penting dilakukan. Hal ini dikarenakan matematika bukan

hanya sekedar mata pelajaran yang dilatih di sekolah, namun juga berperan dalam cara

pengerjaan kehidupan sehari-hari seperti dalam transaksi jual beli. Namun yang terjadi

di sekolah, dalam pembelajaran matematika guru belum menyinggung semua aspek dan

belum seutuhnya menyangkutkan siswa untuk memberikan gagasan yang didapatkan

dari keadaan sekitar (Maulana, 2014). Guru juga belum punya pilihan yang banyak

untuk menyuguhkan konsep matematika yang cocok dengan pandangan para ahli

79

etnomatematika yang seharusnya dapat mencermati kegiatan dari latar budaya berbeda

yang kemudian diintegrasikan ke dalam kelas. Hal ini dikarenakan bahan ajar yang

digunakan umumnya bersumber dari buku teks berdasarkan kurikulum yang berlaku

(Remillard, 2005). Oleh karena itu, penting dilakukan pelaksanaan pembelajaran

matematika dengan menyangkutkan pengetahuan yang diperoleh siswa dari keadaan

sekitar.

Sejarah awal matematika menceritakan manusia pada zaman Mesir Kuno

mengalami kesulitan menggunakan angka untuk mengukur suatu area, sehingga

masyarakat mencoba menggunakan bentuk persegi panjang yang dibentuk menyerupai

area yang akan diukur untuk mengukur area tersebut (Berlinghoff, 2004: 155). Temuan

ini memperlihatkan adanya keterkaitan yang erat antara matematika dan kehidupan

sehari-hari. Keterkaitan dua hal tersebut dikenal dengan sebutan etnomatematika.

D’Ambrosio (dalam Turmudi, 2018: 38) secara etimologis mengidentifikasikan

bahwa etnomatematika merupakan cara, mode atau gaya, seni dan teknik untuk belajar

memahami, untuk mengerjakan, memecahkan berbagai masalah lingkungan alam,

lingkungan sosial, lingkungan budaya dan lingkungan khayal. Penggunaan kata

etnomatematika ini menurut Turmudi (2018: 39) diambil D’Ambrosio dari bahasa

Yunani yang terdiri dari kata β€œtechne” yang artinya seni atau teknik, cara-cara mode

atau gaya. Sedangkan kata β€œmathema” berarti belajar, menjelaskan, memahami,

mengatasi dengan beberapa kenyataan, yang terakhir adalah kata β€œethno” yang berarti

kawasan alam, kawasan sosial, kawasan tradisi, dan kawasan yang imajinasi.

Etnomatematika mula-mula dipublikasikan D’Ambrosio pada 1985, D’Ambrosio

(dalam Wicaksono, 2019: 3) menyatakan bahwa matematika yang ada di sekolah,

bertentangan dengan ini kami menyebut etnomatematika yakni matematika yang

dilakukan di antara anggota budaya, orang dengan umur tertentu, kelas profesional dan

sebagainya.

Sedangkan menurut Bishop (dalam Barta dan Shokey, 2006: 79) menyatakan

bahwa etnomatematika di kelas adalah kawasan di mana guru dan murid menghargai

tradisi dan tradisi terikat dengan kurikulum. D’Ambrosio (dalam Fajriyah, 2018: 115)

menyebutkan tujuan etnomatematika adalah untuk mengetahui jikalau terdapat cara-cara

yang lain dalam melakukan matematika dengan meninjau pengetahuan akademik yang

dikembangkan oleh pelbagai bidang masyarakat serta dengan meninjau ajaran yang

berbeda di mana tradisi yang berbeda merembukkan penerapan matematika mereka

(cara mengelompokkan, berhitung, mengukur, membentuk bangunan atau alat, bermain

dan lainnya).

Penelitian terdahulu tentang pernikahan adat dan kaitannya dengan matematika

diantaranya pernah dilakukan oleh Yoanna ( 2017) yang mengkaji pernikahan adat

Yogyakarta, terdapat aktivitas explaining, designing, measuring, playing, location, dan

counting. Setiyawan, dkk (2019) tentang pernikahan masyarakat Binongko,

menghasilkan konsep: (a) rasio, (b) proporsi, (c) perkalian, (d) kelipatan, (e) relasi dan

fungsi, (f) bilangan ganjil, (g) penjumlahan, (h) pembagian, (i) bentuk lingkaran, (j)

bentuk persegi panjang, (k)bentuk segi enam, (l) bentuk trapesium, dan (m) bentuk

tabung. Nurhasanah (2019) tentang penentuan uang adat dalam perkawinan adat

Lampung, terdapat kegiatan membilang, kegiatan menghitung (konsep perbandingan,

konsep nilai mutlak, dan nilai mutlak). Berangkat dari pandangan di atas, dan menilik

beberapa penelitian serupa yang mengangkat tentang pernikahan dan kaitannya dengan

matematika peneliti merasa tertarik meneliti aspek-aspek matematis yang termuat dalam

tradisi pernikahan adat Suku Dayak Kalis.

80

2. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan etnografi.

Karena tujuannya adalah untuk mendeskripsikan pelaksanaan tradisi pernikahan adat

Dayak Kalis dan untuk mengetahui aspek-aspek matematika apa saja yang termuat di

dalamnya. Afrizal (2014: 13) dalam buku nya mendefinisikan metode penelitian

kualitatif sebagai β€œmetode penelitian ilmu-ilmu sosial yang menggumpulkan dan

mengkaji data berupa ucapan (perkataan maupun tulisan) dan gerak-gerik manusia serta

peneliti tidak berupaya melakukan perhitungan atau menyatakan jumlah data kualitatif

yang telah diperoleh dan tidak membedah angka-angka”. Creswll (dalam Wicaksono,

2019: 24) mengartikan etnografi sebagai tata cara penelitian kualitatif untuk

mengilustrasikan, menelaah, dan menguraikan unsur-unsur dari sebuah kumpulan

tradisi seperti pola perilaku, keyakinan dan bahasa yang beranak cucu dari waktu ke

waktu.

Subjek penelitian ada tiga orang yang paham betul mengenai pernikahan adat

suku Dayak Kalis, subjek pertama adalah bapak Gerardus Guntur ketua adat tingkat

dusun, subjek kedua bapak Timbang ketua adat tingkat desa dan subjek ketiga bapak

Jawit tokoh masyarakat yang dituakan dan sering memimpin kegiatan upacara adat.

Tahap penelitian ada tiga yaitu persiapan, pelaksanaan dan penarikan kesimpulan.

Bagian Persiapan yaitu; mempersiapkan instrumen penelitian yaitu pedoman

pengamatan atau observasi dan pedoman tanya jawab, pemeriksaan ulang instrumen

penelitian oleh dosen pemeriksa, melakukan perubahan instrumen penelitian sesuai

dengan hasil pemeriksaan ulang oleh dosen pemeriksa, menetapkan waktu penelitian.

Tahap pelaksanaan yaitu; melakukan pengamatan pada pernikahan adat suku Dayak

Kalis, dan melaksanakan tanya jawab terhadap subjek penelitian. Terakhir adalah

meyusun laporan penelitian.

Cara pengumpulan data yang dipakai yaitu pengamatan, tanya jawab serta

dokumentasi. perangkat penghimpunan data yang digunakan yaitu petunjuk pengamatan

dan tanya jawab, kemudian telepon selular yang berfungsi untuk merekam dan

pengarsipan. Panduan tanya jawab berisi pertanyaan-pertanyaan berdasarkan indikator

penelitian yang telah diperiksa dan disahkan oleh dosen pemeriksa.

Penguraian data yang digunakan menurut Miles dan Huberman yaitu; reduksi

data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Reduksi data adalah proses

pengerucutan hal-hal yang berguna untuk penelitian. Data yang direduksi adalah

pertanyaan hasil tanya jawab dengan subjek penelitian. Pengerucutan pertanyaan

dilakukan sebanyak tiga kali sampai data benar-benar sesuai dengan pertanyaan

penelitian. Hasil reduksi data kemudian disajikan dalam bentuk tulisan kata-kata dan

disajikan kedalam tabel, dari hasil penyajian data peneliti menarik kesimpulan

berdasarkan pertanyaan penelitian.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Berdasarkan penghimpunan data didapatkan informasi mengenai tahapan

pelaksanaan tradisi pernikahan adat yaitu situtukang baba’, paseset dan baru-baru.

Situtukang baba’ merupakan pertemuan antara keluarga pria dan wanita, dalam

pertemuan ini keluarga kedua belah pihak membahas mengenai hari pertunangan.

Keluarga menyamakan pendapat mengenai persiapan pertunangan dan kapan

pertunangan dilaksanakan.

81

Paseset atau pinta tanya merupakan kegiatan pertunangan antara pria dan

wanita. Kegiatan ini dilakasanakan di kediaman calon mempelai wanita. Kegiatan

paseset diawali dengan sambutan pihak pria.

Gambar 1 Sambutan pihak pria

Gambar di atas merupakan penyampaian kata sambutan dari pihak pria yang

disampaikan oleh saudara mempelai pria, ibu mempelai dan mempelai pria.

Gambar 2 Sambutan pihak wanita

Gambar di atas merupakan penyampaian kata sambutan dari pihak wanita yang

disampaikan oleh kakek dari mempelai, paman dari ibu mempelai dan paman dari

almarhum bapak mempelai.

Gambar 3 Kata sambutan dari kepala desa

Gambar di atas merupakan kata sambutan yang disampaikan oleh kepala desa

Nanga Danau, dalam sambutan ini kepala desa menyampaikan bahwa pernikahan adat

saat ini masih memiliki kedudukan kuat dan diakui. Namun pengakuan ini hanya

terbatas pada cakupan wilayah adat. Sehingga calon mempelai juga harus menikah

secara agama untuk mendapatkan surat perkawinan yang diakui oleh negara.

Gambar 4 Kegiatan paseset

Gambar di atas merupakan pelaksanaan kegiatan paseset, pada kegiatan ini

mempelai wanita dan pria secara bergantian ditanyai mengenai kesungguhan dan

kesediaan untuk selalu bersama dalam keadaan senang dan susah apabila sudah

berumah tangga nanti.

82

Gambar 5 Uraian adat perkawinan oleh pengurus adat

Uraian adat ini disampaikan oleh ketua komplek dan toa banua. Adat

perkawinan yang di sampaikan adalah ukuran adat yang harus dibayar jika kedua

mempelai berpisah. Disampaikan juga bahwa pembayaran adat jumlah nya tidak sama

tergantung siapa yang meninggalkan, dan hal ini akan di bicarakan ketika kegiatan

baru-baru dilaksanakan. Selanjutnya adalah rangkaian kegiatan dalam pelaksanaan

baru-baru.

Gambar 4. 1 Kegiatan antat siantat

Gambar di atas merupakan kegiatan antat siantat, mereka menggunakan

pakaian adat lengkap, berjalan bersama rombongan keluarga menuju tempat baru-baru

dilaksanakan.

Gambar 7 Kegiatan mamborang baras tatamui

Gambar di atas merupakan kegiatan mamborang baras tatamui yang dilakukan

oleh petugas yang ditunjuk. Kegiatan ini petugas mendoakan mempelai sembari

menghamburkan beras dengan menyebutkan angka satu sampai tujuh dan satu sampai

dua belas. Angka satu sampai tujuh diakhiri dengan doa supaya hal-hal yang tidak baik

sakit penyakit menjauh. Angka satu sampai dua belas diakhiri dengan doa agar

kesehatan, rezeki dan hal-hal yang baik agar dimudahkan untuk datang.

Gambar 8 Maajok bawi

Gambar di atas merupakan kegiatan maajok bawi atau menombak babi. Babi

diletakkan ditanah, tangan dan kaki nya diikat. Kemudian kedua mempelai menombak

babi menggunakan bulis. Menombak babi saat baru-baru merupakan syarat pernikahan

adat bahwa kedua mempelai akan menyatukan hati, jiwa dan raga dalam rumah tangga.

83

Gambar 9 Sisialo

Sisialo merupakan penyambutan mempelai, mereka disambut dengan makanan

dan minuman sebelum memasuki rumah.

Gambar 10 Mempelai disauti

Gambar di atas merupakan kegiatan manyauti. Kedua mempelai bersama dengan

kedua pendamping nya duduk di atas gong yang disusun kemudian dilapisi dengan kain.

Mereka duduk menghadap arah matahari terbit, di belakang mereka petugas manyauti,

petugas memegang ayam, daun kakas, daun balik angin, daun tatawar dan daun burung

bano. Alat-alat itu disatukan dan digenggam, petugas berdoa sambil mengayunkan alat

manyauti sebanyak tujuh kali ke hilir. Wujud doa nya adalah supaya mereka terhindar

dari segalah hal yang tidak baik, dijauhkan dari penyakit. Kemudian dibalas dengan

mengayunkan alat manyauti ke hulu sebanyak dua belas kali. Sambil berdoa supaya

mereka dimudahkan rejeki nya, diberi kehidupan yang baik, kehidupan yang

menyenangkan, serta mempunyai anak dan keturunan yang banyak.

Gambar 11 Sijaratan manik

Gambar di atas merupakan kegiatan sijaratan manik. Gelang manik yang telah

dicampur dengan darah ayam kemudian di pasangkan ke tangan mempelai oleh petugas

yang telah ditunjuk. Petugas memegang masing-masing ujung gelang manik dengan

kedua tangan, meletakkannya dibawah tangan mempelai. Membilang angka satu sampai

tujuh kemudian berdoa supaya kehidupan rumah tangga mereka dijauhkan dari segala

hal yang tidak baik. Dilanjutkan dengan meletakkan gelang manik di atas tangan

mempelai, membilang angka satu sampai dua belas. Kemudian berdoa supaya hal-hal

yang baik datang kepada mereka, dimudahkan rejeki, diberikan kesehatan, dan tidak

terceraikan. Setelah gelang manik dipasang, mempelai diminta untuk menggigit parang,

setelah digigit parang itu diletakkan di kepala sebagai bentuk pengeras semangat.

Gambar 12 Mempelai menyirih dan merokok

84

Mempelai kemudian dibuatkan sirih dan rokok, mempelai wanita menghisap

rokok dan mempelai pria memakan sirih. Kemudian secara bersamaan sirih dan rokok

ditukar, mempelai wanita harus menghabiskan sisa sirih yang dimakan mempelai pria.

Sebaliknya mempelai pria harus menghabiskan sisa rokok yang dihisap mempelai

wanita.

Gambar 13 Pembayaran pakain kepada orang tua wanita

Gambar di atas merupakan kegiatan pembayaran pakain dan penyerahan pakain

beserta dengan perangkat tunang yang diserahkan oleh perwakilan mempelai pria

kepada orangtua wanita.

Gambar 14 Pemaparan adat

Gambar di atas merupakan kegiatan pemaparan adat yang disampaikan oleh

ketua adat tingkat desa. Beliau menjelaskan mengenai adat perkawinan apabila terjadi

perceraian. Apabila suami menceraikan istrinya ia dikenakan adat sebesar 170 bua’ dan

adat palayuan tilino 60 bua’. Jika diuangkan 1 bua’ sama dengan Rp.75.000.

Sedangkan apabila istri menceraikan suaminya maka ia harus membayar adat sebesar

170 bua’ dan perangkat tunang harus dikembalikan. Palayuan tilino atau pelayuan

manusia hanya berlaku jika suami menceraikan istri.

Gambar 15 Kegiatan siajarang

Siajarang dalam bahasa Indonesia berarti mengajari atau menasehati, pada

kegiatan ini masing-masing perwakilan keluarga mempelai diminta untuk memberikan

pengajaran mengenai kehidupan berumah tangga.

Gambar 16 Kegiatan buka sabah

Buka sabah merupakan adat pelengkap yang terdiri dari satu buah tempayan

besar atau kecil yang berisi geram. Mulut tempayan ditutup dengan piring atau

mangkok, dan di atas piring atau mangkok diletakkan kain panjang yang masih baru.

Buka sabah merupakan puncak kegiatan adat setelah segala ritual adat selesai

85

dilaksanakan, sebagai bentuk penghargaan tuan rumah kepada sanak saudara dan tamu

undangan yang hadir. Pada kegiatan ini dipilih dua belas orang sanak saudara untuk

minum geram bersama menggunakan mangkok yang telah disediakan.

Pembahasan

Pelaksanaan pernikahan adat Suku Dayak Kalis dibagi dalam 3 tahap yaitu, situtukang

baba’, paseset, dan baru-baru.

Situtukang baba’

Merupakan pertemuan antara keluarga pria dan wanita, dalam pertemuan ini keluarga

kedua belah pihak membahas mengenai hari pertunangan. Keluarga menyamakan

pendapat mengenai persiapan pertunangan dan kapan pertunangan dilaksanakan.

Paseset atau pinta tanya

Merupakan kegiatan pertunangan antara pria dan wanita. Kegiatan ini dilakasanakan

pada malam hari di kediaman calon mempelai wanita dan dipimpin oleh pembawa acara

yang telah ditunjuk untuk memandu kegiatan. Kegiatan ini diawali dengan (1) kata

sambutan keluarga pria, (2) kata sambutan keluarga wanita, (3) kata sambutan kepala

desa atau yang mewakili, (4) kegiatan inti paseset, (5) pemaparan adat perkawinan.

Baru-baru

Merupakan pesta perkawinan, baru-baru dimulai dengan rangkaian kegiatan sebagai

berikut; (1) antat siantat, (2) mamborang baras tatamui, (3) maajok bawi, (4) sisialo,

(6) mempelai disauti, (7) sijaratan manik, (8) pembayaran pakain, (9) pemaparan adat

perkawinan, (10) siajarang, (11) buka sabah.

Aspek Matematis dalam Pernikahan Adat Suku Dayak Kalis

Kegiatan situtukang baba’ dan paseset terdapat aktivitas menjelaskan. Aspek

matematis yang termuat dalam kegiatan baru-baru adalah membilang dan menghitung,

menentukan lokasi dan menjelaskan. Konsep matematika yang terkait dengan aspek

matematis membilang muncul pada saat, petugas adat mendoakan mempelai dan

kemudian membilang angka 1 sampai 7 kemudian dibalas dengan membilang angka 1

sampai 12

Tabel 1 Penyebutan angka dalam bahasa kalis

Angka Penyebutan Dalam Bahasa

Indonesia

Penyebutan Dalam Bahasa

Dayak Kalis

1 Satu Sera

2 Dua Dua

3 Tiga Talu

4 Empat Ampat

5 Lima Lima

6 Enam Anam

7 Tujuh Tuju

8 Delapan Lapan

9 Sembilan Sambilan

10 Sepuluh Sapulo’

86

Tabel di atas merupakan penyebutan angka dalam masyarakat Dayak Kalis.

Aktivitas menghitung muncul pada saat pembayaran pakain dengan konsep kelipatan.

Mas kawin yang harus dibayar laki-laki kepada perempuan adalah sebesar 2 balanga’

dimana 1 balanga’ senilai dengan Rp. 1.500.000, Jadi kelipatan bilangan 1.500.00

adalah 1.500.00 π‘₯ 𝑛, dengan 𝑛 anggota bilangan asli. Sehingga pakain atau mas kawin

yang harus dibayar pria adalah sebesar Rp. 3.000.000.

Selanjutnya adalah konsep perkalian muncul saat pemaparan adat mengenai

jumlah adat yang harus apabila suami meninggalkan istrinya. β€œjika suami meninggalkan

istrinya maka ia harus membayar 170 bua’ ditambah adat palayuan sebesar 60 bua’”.

Jika diubah ke dalam bentuk matematika maka 170 bua’ + 60 bua’= ... jika diketahui 1

bua’= Rp. 75.000 maka besar jumlah adat yang harus dibayar suami kepada istrinya

adalah

(170 Γ— 75.000) + (60 Γ— 75.000) = 12.750.000 + 4.500.000

= 17.250.000 Penyelesaian soal di atas sesuai dengan sifat distributif perkalian terhadap

penjumlahan (𝑏 + 𝑐) Γ— π‘Ž = (𝑏 Γ— π‘Ž) + (𝑐 Γ— π‘Ž) jika π‘Ž = 75.000, 𝑏 = 170, 𝑐 = 60 maka

(𝑏 + 𝑐) Γ— π‘Ž = (𝑏 Γ— π‘Ž) + (𝑐 Γ— π‘Ž) (170 + 60) Γ— 75.000 = (170 Γ— 75.000) + (60 Γ— 75.000)

= 12.750.000 + 4.5000

= 17.250.000 Implikasi muncul pada saat pernyataan pengurus adat saat membahas mengenai

adat perceraian yaitu β€œjika suami meninggalkan istrinya maka ia harus membayar 170

bua’ ditambah adat palayuan sebesar 60 bua’” dan β€œjika istri meninggalkan suaminya

maka ia harus membayar sebesar 170 bua’”. Pernyataan β€œia harus membayar sebesar

170 bua’” merupakan konsekuensi logis dari pernyataan β€œistri meninggalkan

suaminya”. Misalkan 𝑝 adalah pernyataan β€œistri meninggalkan suaminya” dan π‘ž adalah

pernyataan β€œia harus membayar sebesar 170 bua’”. Maka 𝑝 dan π‘ž dapat dituliskan

𝒑 ⟹ 𝒒

Selanjutnya adalah biimplikasi, biimplikasi muncul saat pengambilan keputusan

mengenai diadakan atau tidaknya buka sabah yang mana buka sabah ini merupakan

salah satu komponen dari pakain ambor yang diadakan apabila ibu mempelai wanita

pada saat menikah dahulu menggunakan pakain ambor maka anak perempuannya juga

harus menggunakan pakain ambor. Misalkan 𝑝 adalah pernyataan β€œdilaksanakannya

pakain ambor pada pernikahan mempelai wanita” dan π‘ž adalah pernyataan β€œpernikahan

ibu mempelai wanita melaksanakan pakain ambor”. Maka 𝑝 dan π‘ž dapat dituliskan

dalam bentuk:

𝒑 ⟺ 𝒒

4. SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pernikahan adat suku Dayak Kalis terdiri dari tiga tahap; situtukang baba’,

paseset, baru-baru. Situtukang baba’ merupakan tahapan dimana keluarga kedua belah

pihak berkumpul untuk membahas mengenai rencana pertunangan atau paseset, kapan

paseset dilaksanakan, alat yang harus disiapkan, biaya yang harus disiapkan.

Paseset merupakan kegaiatan pertunangan yang dilaksanakan dikediaman

calon mempelai wanita. Kegiatan dalam paseset adalah (1) kata sambutan keluarga pria,

87

(2) kata sambutan keluarga wanita, (3) kata sambutan kepala desa atau yang mewakili,

(4) kegiatan inti paseset, (5) pemaparan adat perkawinan.

Baru-baru merupakan pesta perkawinan, kegiatannya sebagai berikut; (1) antat

siantat, (2) mamborang baras tatamui, (3) maajok bawi, (4) sisialo, (6) mempelai

disauti, (7) sijaratan manik, (8) pembayaran pakain, (9) pemaparan adat perkawinan,

(10) siajarang, (11) buka sabah.

Aktivitas matematika dalam pernikahan adat suku Dayak kalis ialah aktivitas

menjelaskan, menentukan lokasi, membilang dan menghitung. Konsep matematika yang

ditemukan ialah konsep membilang, konsep kelipatan, konsep perkalian dan konsep

logika.

Saran

Supaya penelitian ini dapat dilanjutkan untuk dikembangkan supaya dapat

digunakan dalam pembelajaran matematika disekolah. Saran lainnya adalah agar tradisi

pernikahan adat Suku Dayak Kalis ini tetap dilaksanakan dan anak-anak muda dapat

diajarkan bagaimana cara memimpin upacara pernikahan adat beserta dengan makna-

makna dalam pernikahan adat tersebut.

5. REFERENSI

Afrizal. (2014). Metode penelitian kualitatif. Jakarta: RajaGrafindo Persada

Badan Pusat Statistik. (2010). Jumlah suku Indonesia. Jakarta (tidak diterbitkan).

Diunduh di http://indonesia.go.id.

Barta, J. & Shockey, T. (2006). The mathematical ways of an aboriginal people: the

Northen Ute. Journal of Mathematics and Culture, 1(1), 79-89.

Berlinghoff. (2004). Math through the ages: A gentle history for teachers and others. A

Joint Publication of oxton House Publisher and The Mathematical Association

of America.

Fajriyah, E. (2018). Peran etnomatematika terkait konsep matematika dalam

mendukung literasi. Prosiding Seminar Nasional Matematika, 1(2018), 114-119.

Diunduh di http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/prisma/.

Hartoyo, A. (2011). Etnomatematika pada budaya masyarakat perbatasan Indonesia

Malaysia, Jurnal Pendidikan Matematika dan IPA, 2(1). Diunduh di

http://jurnal.untan.ac.id.

Kementrian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Indonesia. (2017). Jumlah

pulau Indonesia. Jakarta (tidak diterbitkan). Diunduh di

http://maritim.go.id/pbb-verifikasi-16-056-nama-pulau-indonesia/.

Krisnawati, Y. (2017). Kajian etnomatematika terhadap tradisi pernikahan Yogyakarta

oleh masyarakat di kecamatan Minggir, Sleman, DIY, dalam rangka penentuan

aspek-aspek matematis yang dapat di gunakan dalam pembelajaran matematika

di SMP. [Skripsi]. Diunduh di http://repository.usd.ac.id.

Maulana, A. (2014). Penerapan etnomatematikanpada pembelajaran matematika

tingkat SMP. Jakarta: Universitas Negeri Jakarta

Remillard, J. (2005). Examining key concepts in research on teachers’ use of

mathematics Curricula, Journal review of educational research. Diunduh di

http://doi.org./10.3102/00346543075002211.

Republik Indonesia. (1974). Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Jakarta (tidak diterbitkan). Diunduh di http://kemenag.go.id.

88

Sari, K. (2020). Eksplorasi etnomatematika pada permainan engset melayu sambas dan

aplikasinya dalam pembelajaran matematika. [Skripsi]. Pontianak. FKIP

Universitas Tanjungpura.

Satori, D. & Komariah, A. (2010). Metodologi penelitian kualitatif. Cetakan ke 2.

Bandung: Alfabeta

Setiyawan, W.O.N. (2019). Eksplorasi etnomatematika pernikahan (kawia’a)

masyarakat binongko, Jurnal Pembelajaran Matematika, 4(2). Diunduh di

http://ojs.uho.ac.id.

Turmudi. (2018). Kajian etnomatematika: Belajar matematika dengan melibatkan unsur

budaya. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika Etnomatnesia.

Diunduh di

http://jurnal.ustjogja.ac.id/index.php/etnomatnesia/article/view/2292.

Wicaksono, R. W. (2019). Eksplorasi etnomatematika pada seni pencak silat kepulauan

riau sebagai sumber penyusunan bahan ajar matematika. [Skripsi]. Diunduh di

http://repository.umrah.ac.id

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 02/03/2022; Resived: 02/05/2022; Accepted: 31/07/2022

89

PENYUSUNAN BOOKLET SCAFFOLDING MENGGUNAKAN

TEORI POLYA MATERI TRIGONOMETRI

Nuriska Indriantie, Muhammad Rif’at, Dede suratman Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Untan Pontianak

Email: [email protected]

Abstract

This research aims to compile a scaffolding booklet using Polya's theory of trigonometric subject. The method of this research is a research and development (R&D) method with a 4-D development model. The research subject are the student of class X MIA 1 SMAN 6 Pontianak. Data collection tools used are unstructured interviews and questionnaires. Data analysis is viewed from the results of the questionnaire assessment, how to develop booklets and booklets. From this research, it was found that the clarity of how to solve trigonometric problems in textbooks used in schools is still not clear, because the completeness of the fourth polya step,

namely at the stage of re-examining, does not exist and there are still students who do not understand how to solve the problems given. The preparation of this booklet is to improve and clarify how to solve the problems in the book. The completeness of the polya steps that did not exist before came into existence and the stages of solving Polya's problems become complete in the booklet. Students who do not understand the explanations in the textbooks will at least understand enough when given an explanation of how to solve problems in the booklet. Keywords: Development, Problem Solving Steps, Polya

1. PENDAHULUAN Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan disekolah peneliti

menemukan ketidakpahaman siswa dalam memahami isi dari buku ajar kemendikbud

revisi 2017 materi trigonometri. Dari hasil observasi yang telah dilakukan ketika siswa

diminta untuk membaca dan memahami isi dari buku ajar Kemendikbud revisi 2017

matematika materi trigonometri, masih terjadi ketidakpahaman siswa untuk

menjelaskan dan menyelesaikan maksud dari materi tersebut. Salah satu penjelasan

pada buku ajar yang digunakan oleh guru dan membuat siswa kebingungan dalam

memahami materi trigonometri yaitu sebagai berikut.

Gambar 1. Penyajian Materi Buku Ajar

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 02/03/2022; Resived: 02/05/2022; Accepted: 31/07/2022

90

Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa tanda yang menyatakan segitiga

tersebut siku-siku tidak ada dan sudut alpha yang terletak di sudut C tidak ditulis

sehingga ini menjadi kekeliruan yang dilakukan siswa. Terkadang beberapa siswa sulit

untuk membedakan sisi depan sudut, sisi samping sudut dan sisi miring dari segitiga

siku-siku ketika dihadapkan pada sebuah gambar segitiga siku-siku yang berbeda dari

buku ajar yang digunakan oleh siswa. Hal ini terjadi karena konsep awal yang ada pada

buku ajar masih kurang jelas untuk bisa dipahami oleh beberapa siswa. Kurangnya

variasi gambar yang ada pada segitiga siku-siku juga membuat siswa merasa

kebingungan. Padahal pada segitiga tersebut bisa diperjelas dengan gambar serta

penjelasan yang membuat siswa bisa lebih memahami konsep awal sebelum lanjut ke

materi selanjutnya. Seperti sisi depan merupakan sisi yang berhadapan dengan sudut Ξ±,

sisi samping merupakan sisi yang berdampingan dengan sudut Ξ± sedangkan sisi miring

merupakan sisi yang terpanjang dari segitiga siku-siku tersebut.

Hal tersebut mengakibatkan siswa mengalami kebingungan disebabkan

pengetahuan awal siswa terbatas pada konteks perbandingan trigonometri segitiga siku-

siku yang terdapat didalam buku ajar sehingga siswa cenderung hanya menghafal rumus

di dalam memahami materi trigonometri. Selain itu, didalam proses penyelesaian yang

terdapat didalam contoh soal pada buku ajar tersebut, hampir semua penyelesaian yang

terdapat didalam contoh soal dikerjakan secara prosedural tanpa memperhatikan

keaktifan siswa dalam memahami materi tersebut. Semua jawaban dan langkah-langkah

penyelesaian tersebut ditulis dengan benar tanpa menguji pengetahuan yang telah

didapat oleh siswa sebelumnya. Selain itu cara penyelesaian soal yang terdapat didalam

buku ajar masih kurang jelas seperti munculnya gambar tanpa penjelasan kenapa

gambar segitiga tersebut bisa muncul.

Pemecahan masalah merupakan bagian integral dari semua pembelajaran

matematika, sehingga pemecahan masalah tidak bisa lepas dari pembelajaran

matematika (National Council of Teachers of Mathematics, 2000: 52). (Noor, 2014:

253) mengemukakan bahwa β€œkemampuan pemecahan masalah dalam matematika

adalah kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah matematika dengan

memperhatikan proses menemukan jawaban berdasarkan langkah-langkah pemecahan

masalah”. Namun, kenyataannya di lapangan belum sesuai dengan apa yang diharapkan.

Informasi didapatkan dari hasil wawancara peneliti pada tanggal 28 Juli 2020 di SMA

Negeri 6 Pontianak dengan seorang guru matematika yang bernama Ibu Rumida, S.Pd,

yang mengatakan bahwa: β€œSiswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal.

Apabila diberikan soal yang berbeda dengan soal sebelumnya, kebanyakan siswa sulit

mengerjakan soal tersebut. Siswa sulit mengidentifikasi masalah, sehingga tidak tahu

apa yang diketahui dan ditanyakan dalam soal. Sehingga untuk melanjutkan ke tahap

selanjutnya siswa tidak tahu dikarenakan pada proses awal siswa tidak mengerti. Selain

itu dalam mengerjakan soal, siswa tidak memahami konsep melainkan hanya menghafal

rumus saja. Dalam menyelesaikan soal siswa langsung tertuju pada algoritma atau

rumus, bahkan siswa lebih memilih untuk menggunakan rumus yang lebih singkat

dibandingkan dengan rumus yang lebih panjang. Sehingga yang lebih dipentingkan oleh

siswa adalah hasil atau jawaban akhir, sedangkan prosesnya tidak jarang diabaikan oleh

siswa baik secara sengaja ataupun tidak disengaja dan kebanyakan siswa juga tidak

mengecek kembali jawabannya.”

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 02/03/2022; Resived: 02/05/2022; Accepted: 31/07/2022

91

Berdasarkan informasi tersebut, diketahui bahwa siswa di SMAN 6 Pontianak

mengalami kesulitan dalam menyelesaikan atau memecahkan soal trigonometri. Masih

terdapat siswa yang merasa kesulitan pada saat menyelesaikan soal ketika diberikan soal

yang berbeda dari soal yang sebelumnya, kebanyakan siswa sulit dalam

mengerjakannya. Menurut beliau, hasil belajar siswa juga masih membutuhkan

remedial. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengatasi siswa yang kesulitan

dalam menyelesaikan soal adalah dengan menggunakan strategi pembelajaran yang

tepat. Menurut Marlina (2013: 44) menetapkan empat langkah yang dapat dilakukan

agar siswa lebih terarah dalam menyelesaikan masalah yaitu memahami masalah,

merencanakan penyelesaian, melaksanakan penyelesaian dan memeriksa kembali.

Pemecahan masalah menurut Polya merupakan strategi pembelajaran yang bisa

digunakan pada cara penyelesaian soal. Tahapan penyelesain soal berdasarkan langkah

Polya adalah: penyajian masalah ke dalam bentuk yang mudah dipahami, menyatakan

masalah ke dalam bentuk yang lebih tertata sehingga dapat dijadikan acuan, menyusun

perkiraan kerja dan langkah kerja yang sesuai, melakukan uji coba mengenai perkiraan

untuk mendapatkan hasilnya, melakukan pengecekkan terhadap hasil tersebut. Tahapan

penyelesaian berdasarkan langkah Polya pada dasarnya adalah mempelajari metode

ilmiah atau cara berpikir secara teratur, logis, dan teliti. Tujuannya adalah untuk

mendapatkan kecakapan dalam menyelesaikan masalah secara rasional, lugas, dan

tuntas.

Selain strategi, penggunaan media juga diperlukan untuk membantu guru

dalam menyampaikan suatu pembelajaran. Media pembelajaran adalah segala sesuatu

yang dapat digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi dalam proses belajar

mengajar sehingga dapat merangsang perhatian siswa dalam belajar (Arsyad, 2016: 10).

Sedangkan diketahui juga bahwa guru hanya sekedar menggunakan buku ajar sebagai

sumber referensi pembelajaran dan belum pernah menggunakan media. Maka dari itu,

pembelajaran dengan mengembangkan media dapat menjadi solusi dari kurangnya

ketersediaan media yang digunakan guru.

Berdasarkan permasalahan yang telah diungkapkan, maka peneliti berminat

untuk menyusun suatu media yang dapat mengembangkan materi trigonometri dan

diharapkan dapat memberikan solusi untuk permasalahan yang terjadi serta

meningkatkan kualitas pembelajaran. Media yang akan dikembangkan oleh peneliti

adalah media berbasis cetakan yaitu booklet scaffolding. Menurut Pralisaputri dkk

(2016: 148), β€œbooklet adalah sebuah buku kecil yang memiliki paling sedikit lima

halaman tetapi tidak lebih dari empat puluh delapan halaman diluar hitungan sampul”.

Struktur isi booklet sama seperti buku (pendahuluan, isi, penutup), tetapi yang

membedakannya hanya pada penyajiannyanya yang lebih singkat dari pada buku.

Pemilihan booklet scaffolding sebagai media pembelajaran yang akan disusun

dikarenakan dengan adanya booklet ini diharapkan dapat menyampaikan informasi

dengan lebih jelas, berisi tulisan, gambar dan warna sehingga dapat menarik perhatian

siswa. Menurut Damayanti, N. M. (2016: 89) pemberian scaffolding kepada siswa tidak

hanya bisa terjadi diluar kelas namun bisa diberikan pada saat pembelajaran

berlangsung, hal ini dilakukan untuk menjaga kemampuan-kemampuan yang telah

dimiliki oleh siswa.

Berdasarkan uraian yang telah disampaikan sebelumnya, maka rumusan

masalah khusus pada penelitian ini adalah sebagai berikut: (a) bagaimana hasil

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 02/03/2022; Resived: 02/05/2022; Accepted: 31/07/2022

92

penilaian angket oleh guru dan siswa berkaitan dengan kejelasan cara penyelesaian soal

perbandingan trigonometri segitiga siku-siku pada buku ajar yang digunakan di

sekolah?; (b) bagaimana cara mengembangkan booklet scaffolding cara penyelesaian

soal perbandingan trigonometri segitiga siku-siku?; (c) bagaimana booklet yang disusun

dengan cara memberikan scaffolding berdasarkan ketidakjelasan cara penyelesaian soal

menggunakan teori polya materi perbandingan trigonometri segitiga siku-siku?

Dari rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini secara khusus

adalah untuk mengetahui: (a) hasil penilaian angket oleh guru dan siswa berkaitan

dengan kejelasan cara penyelesaian soal perbandingan trigonometri segitiga siku-siku

pada buku ajar yang digunakan di sekolah?; (b) cara mengembangkan booklet

scaffolding cara penyelesaian soal perbandingan trigonometri segitiga siku-siku?; (c)

booklet yang disusun dengan cara memberikan scaffolding berdasarkan ketidakjelasan

cara penyelesaian soal menggunakan teori polya materi perbandingan trigonometri

segitiga siku-siku?.

2. METODE PENELITIAN Berdasarkan tujuan penelitian yang dipaparkan, penelitian ini menggunakan

metode penelitian dan pengembangan (R&D) yang menghasilkan produk

pengembangan berupa booklet Sugiyono (2016:26) mengemukakan metode penelitian

dan pengembangan (R&D) adalah metode penelitian yang digunakan untuk

menghasilkan rancangan produk baru, menguji keefektifan produk yang telah ada, serta

mengembangkan dan menciptakan produk baru.

Rancangan penelitian pengembangan yang digunakan adalah model

pengembangan 4-D. Menurut Thiagarajan (dalam Sugiyono, 2016: 37) menyatakan

bahwa tahapan penelitian dan pengembangan atau yang dikenal dengan 4-D, yang

merupakan perpanjangan dari Define (Pendefinisian), Design (Perancangan),

Development (Pengembangan), and Dessemination (Penyebaran). Tahap define

(pendefinisian) berisi mengenai aktivitas untuk mengimplementasikan produk yang

akan dikembangkan, beserta spesifikasinya. Tahap define dimana berisi kegiatan

analisis kebutuhan yang dilaksanakan melalui penelitian. Design (perencanaan) berisi

mengenai aktivitas untuk membuat rancangan produk yang telah ditentukan.

Development (pengembangan) berisi mengenai aktivitas membuat rancangan menjadi

produk dan menguji validitas produk secara berulang sampai diperoleh produk yang

sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan. Dissemination (penyebaran) berisi mengenai

aktivitas menyebarkan produk yang telah diuji untuk digunakan oleh orang lain. Akan

tetapi, karena adanya kendala sehingga model pengembangan 4-D hanya sampai pada

tahap ketiga yaitu tahap development saja.

Subjek pada penelitian ini adalah guru dan siswa. Peran guru dan siswa dalam

penelitian ini adalah diminta untuk menilai buku ajar dan booklet. Sehingga selanjutnya

dapat diketahui kelemahan dan kekuatannya. Siswa yang digunakan adalah siswa kelas

X MIA 1 SMA Negeri 6 Pontianak. Pemilihan subjek pada penelitian ini menggunakan

teknik Purposive Random Sampling. Adapun buku yang akan digunakan pada penelitian

ini adalah Buku Matematika untuk SMA/MA/SMK/MAK Kelas X yang diterbitkan

oleh Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud tahun 2017.

Teknik yang digunakan dalam mengumpulkan data yaitu teknik secara tidak

langsung. Adapun media yang digunakan pada teknik pengumpulan ini berupa

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 02/03/2022; Resived: 02/05/2022; Accepted: 31/07/2022

93

wawancara dan angket (kuesioner). Pada dasarnya kuesioner merupakan teknik

pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pernyataan tertulis

kepada responden untuk dijawabnya. Dalam penelitian ini wawancara dilakukan

terhadap salah satu guru mata pelajaran matematika kelas X SMA Negeri 6 Pontianak

dan beberapa siswa. Secara umum tujuan wawancara ini adalah analisis awal untuk

mengetahui permasalahan dan hambatan yang terjadi pada guru dalam proses

pembelajaran.

Prosedur atau langkah-langkah penelitian pada penelitian ini yaitu:

Tahap Pendefinisian (define)

Pada tahap pendefinisian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang

permasalahan yang ada di lapangan dan untuk membantu mengembangkan media

pembelajaran yang ada sebelumnya. Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap ini

adalah sebagai berikut:

Analisis awal

Tahap ini dilakukan untuk mempelajari masalah yang dihadapi guru dalam

menentukan alternatif media pembelajaran yang lebih efektif dan efesien. Yang

dilakukan pada tahap ini alah melakukan prariset, wawancara terhadap guru yang ada di

SMAN 6 Pontianak.

Identifikasi kebutuhan

Identifikasi kebutuhan dilakukan untuk mempelajari kebutuhan siswa melalui

kompetensi yang dipelajari. Adapun identifikasi yang dilakukan pada tahap ini adalah:

(1) Identifikasi kompetensi dasar, dan indikator yang akan dicapai; (2) Identifikasi

materi utama yang dipeoleh siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran. Pada tahap ini

peneliti menyusun instrument penelitian berupa angket berdasarkan buku ajar,

memberikan angket kepada guru dan siswa, dan menganalisis angket yang telah diisi

oleh guru dan siswa serta melakukan wawancara.

Tahap Perancangan (design)

Tahap ini dilakukan untuk merancang suatu produk pengembangan

berdasarkan permasalahan yang didapat di lapangan pada saat tahap sebelumnya.

Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap ini adalah sebagai berikut:

Pemilihan media dan format

Pada tahap ini, pemilihan media merupakan langkah penentuan media yang

tepat dengan karakteristik materi. Artinya tahap ini bertujuan untuk mengoptimalkan

penggunaan media pembelajaran. Pemilihan format dimaksudkan untuk merancang

materi pembelajaran yang disampaikan, strategi yang digunakan dan sumber

pembelajaran. format yang dipilih adalah yang memenuhi kriteria menarik,

memudahkan dan membantu dalam pembelajaran. Sehingga peneliti memilih booklet

sebagai media pembelajaran yang akan disusun.

Desain awal

Pada tahap ini peneliti menyusun booklet. Booklet disusun dengan desain awal

yang dibuat semenarik mungkin dan menampilkan warna yang menarik agar siswa

tertarik untuk mempelajari materi. Pembuatan desain terlebih dahulu harus sesuai

dengan kompetensi dasar (KD), indikator pembelajaran, serta tujuan pembelajaran.

Booklet yang dibuat terdiri dari 3 bagian yaitu bagian awal berisi halaman sampul

(cover), kata pengantar, daftar isi dan karakteristik buku yang digunakan. Bagian isi

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 02/03/2022; Resived: 02/05/2022; Accepted: 31/07/2022

94

memuat penyelesaian soal yang telah dikembangkan. Serta bagian penutup memuat

daftar pustaka dan biodata peneliti.

Tahap Pengembangan (development)

Tahap ini bertujuan untuk merevisi booklet yang akan disusun dengan

melaksanakan evaluasi sebelum menjadi produk yang valid. Pada tahap ini peneliti

menyusun angket kelengkapan langkah Polya dan pemahaman cara penyelesaian soal

berdasarkan booklet. Setelah itu peneliti memberikan angket tersebut kepada guru dan

siswa untuk dinilai kembali. Setelah mendapatkan hasil, angket tersebut dianalisis untuk

melihat kejelasan pada booklet.

Produk Akhir Penulis melakukan revisi akhir berdasarkan data angket, dimana data tersebut

diperoleh dari angket yang telah dikerjakan oleh guru dan siswa untuk memperbaiki

produk sehingga dihasilkan produk akhir.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini dilihat dari kelengkapan langkah polya dan

pemahaman cara penyelesian soal. peneliti memberikan angket respon kepada 2 orang

guru dan 23 orang siswa kelas X SMA Negeri 6 Pontianak Adapun hasil angket respon

siswa terhadap kelengkapan langkah polya pada buku ajar dan booklet adalah sebagai

berikut. Tabel 1. Hasil Angket Respon siswa terhadap Kelengkapan Langkah Polya

Soal Pernyataan

Skala Penilaian buku ajar

Skala Penilaian booklet

Ada Tidak Ada

Ada Tidak ada

1 Pada cara penyelesaian soal terdapat langkah menuliskan apa yang diketahui pada jawaban

95,7 % 3,3 % 100% -

Pada cara penyelesaian soal terdapat langkah menuliskan apa yang ditanyakan

pada jawaban.

91,3 % 8,7 % 100% -

Pada cara penyelesaian soal terdapat langkah merencanakan atau menuliskan rumus untuk menyelesaikan masalah

82,6 % 17,6 % 100% -

Pada cara penyelesaian soal terdapat langkah menyelesaikan atau melakukan perhitungan pada jawaban

95,7 % 3,3 % 100% -

Pada cara penyelesaian soal terdapat langkah memeriksa kembali pada jawaban

30,4 % 69,6 % 100% -

2 Pada cara penyelesaian soal terdapat

langkah menuliskan apa yang diketahui pada jawaban

91,3 % 8,7 % 100% -

Pada cara penyelesaian soal terdapat langkah menuliskan apa yang ditanyakan pada jawaban.

91,3 % 8,7 % 100% -

Pada cara penyelesaian soal terdapat langkah merencanakan atau menuliskan

100 % - 100% -

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 02/03/2022; Resived: 02/05/2022; Accepted: 31/07/2022

95

Soal Pernyataan

Skala Penilaian buku ajar

Skala Penilaian booklet

Ada Tidak Ada

Ada Tidak ada

rumus untuk menyelesaikan masalah

Pada cara penyelesaian soal terdapat langkah menyelesaikan atau melakukan perhitungan pada jawaban

91,3 % 8,7 % 100% -

Pada cara penyelesaian soal terdapat langkah memeriksa kembali pada jawaban

26,1 % 73,9 % 100% -

3 Pada cara penyelesaian soal terdapat

langkah menuliskan apa yang diketahui pada jawaban

87 % 13 % 100% -

Pada cara penyelesaian soal terdapat langkah menuliskan apa yang ditanyakan

pada jawaban.

78,3 % 21,7 % 100% -

Pada cara penyelesaian soal terdapat langkah merencanakan atau menuliskan rumus untuk menyelesaikan masalah

87 % 13 % 100% -

Pada cara penyelesaian soal terdapat langkah menyelesaikan atau melakukan perhitungan pada jawaban

78,3 % 21,7 % 100% -

Pada cara penyelesaian soal terdapat langkah memeriksa kembali pada jawaban

17,4 % 82,6 % 100% -

4 Pada cara penyelesaian soal terdapat langkah menuliskan apa yang diketahui

pada jawaban

95,7 % 3,3 % 100% -

Pada cara penyelesaian soal terdapat langkah menuliskan apa yang ditanyakan pada jawaban.

82,6 % 17,4 % 100% -

Pada cara penyelesaian soal terdapat langkah merencanakan atau menuliskan rumus untuk menyelesaikan masalah

87 % 13 % 100% -

Pada cara penyelesaian soal terdapat langkah menyelesaikan atau melakukan perhitungan pada jawaban

91,3 % 8,7 % 100% -

Pada cara penyelesaian soal terdapat langkah memeriksa kembali pada jawaban

60,9 % 39,1 % 100% -

Hasil angket respon guru terhadap kelengkapan langkah polya pada buku ajar

dan booklet adalah sebagai berikut.

Tabel 2. Hasil Angket Respon Guru terhadap Kelengkapan Langkah Polya

Langkah Pemecahan Masalah

Contoh Soal

4.3 4.4 4.5 4.6

1 Buku ajar ADA ADA ADA ADA

Booklet ADA ADA ADA ADA

2 Buku ajar ADA ADA ADA ADA

Booklet ADA ADA ADA ADA

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 02/03/2022; Resived: 02/05/2022; Accepted: 31/07/2022

96

3 Buku ajar ADA ADA ADA ADA

Booklet ADA ADA ADA ADA

4 Buku ajar

TIDAK ADA

TIDAK ADA

TIDAK ADA

TIDAK ADA

Booklet ADA ADA ADA ADA

Hasil angket respon siswa terhadap pemahaman cara penyelesaian soal pada

buku ajar dan booklet adalah sebagai berikut.

Tabel 3. Hasil Angket Respon Siswa terhadap Pemahaman Cara Penyelesaian Soal

Contoh Soal Jumlah

Indikator Penilaian

Kesimpulan

Sangat

Paham

Cukup

Paham

Tidak

Paham

4.3 Buku ajar 13

12.4 % 69.2 % 18. 4 %

Booklet 40,5 % 59,2 % -

4.4 Buku ajar 11

17 % 66 % 17 %

Booklet 43 % 57 % -

4.5 Buku ajar 7

10.5 % 60.9 % 31.7 %

Booklet 49,1 % 50,9 % -

4.6 Buku ajar 5

1.7 % 63. 5 % 34. 8 %

Booklet 33,9 % 66,1 % -

Hasil angket respon guru terhadap pemahaman cara penyelesaian soal pada

buku ajar dan booklet adalah sebagai berikut. Tabel 4. Hasil Angket Respon Guru terhadap Pemahaman Cara Penyelesaian Soal

Selain angket, peneliti juga melakukan wawancara kepada empat orang siswa.

Wawancara ini dilakukan untuk mengetahui apakah siswa paham,cukup paham atau

tidak paham dengan cara penyelesaian yang diberikan pada buku ajar dan booklet. Dari

hasil wawancara masih terdapat siswa yang tidak paham dengan cara penyelesaian soal

yang ada dibuku ajar sedangkan pada booklet sudah tidak terdapat siswa tyang tidak

paham dengan cara penyelesaian soal.

Pembahasan

Kejelasan yang dimaksud dalam penelitian ini apabila cara penyelesaian soal

memuat dua aspek yaitu kelengkapan langkah polya dan pemahaman cara penyelesaian

soal. Fokus penelitian pada kelengkapan langkah polya adalah pada tahap memeriksa

Contoh Soal Jumlah

Indikator Penilaian

Kesimpulan

Sangat

Paham

Cukup

Paham

Tidak

Paham

4.3 Buku ajar 13

69,2 % 19,2 % 11,51 %

Booklet 80,8 % 19,2 % -

4.4 Buku ajar 11

72,7 % 18,2 % 9,1 %

Booklet 81,8 % 18,2 % -

4.5 Buku ajar 7

42,9 % 21,4 % 35,7 %

Booklet 85,7 % 14,3 % -

4.6 Buku ajar 5

40 % 60 % -

Booklet 40 % 60 % -

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 02/03/2022; Resived: 02/05/2022; Accepted: 31/07/2022

97

kembali kebenaran jawaban. Dari 23 orang siswa yang menjawab angket yang telah

diberikan tentang kelengkapan langkah polya rata-rata siswa menjawab tidak ada

langkah memeriksa kembali kebenaran pada cara penyelesaian soal yang ada dibuku

ajar. Padahal pada kemampuan pemecahan masalah tahap memeriksa kembali

diperlukan siswa untuk memeriksa kebenaran dari hasil perhitungan yang telah

dikerjakan siswa serta memeriksa langkah-langkah penyelesaiannya apakah sudah

sesuai atau belum.

Dari hasil penelitian yang sudah dilakukan pada contoh soal 4.3 tahapan

memeriksa kembali, sebanyak 16 orang siswa menjawab tidak ada langkah memeriksa

kembali pada cara penyelesaian soal yang ada dibuku ajar. Persentase siswa yang

menjawab tidak adanya langkah memeriksa kembali yaitu 69,6%. Pada contoh soal 4.4

tahapan memeriksa kembali, sebanyak 17 orang menjawab tidak adanya langkah

memeriksa kembali pada cara penyelesaian soal yang ada dibuku ajar. Persentase siswa

yang menjawab tidak adanya langkah memeriksa kembali yaitu 73,9%. Pada contoh

soal 4.5 tahapan memeriksa kembali, sebanyak 19 orang menjawab tidak adanya

langkah memeriksa kembali pada cara penyelesaian soal yang ada dibuku ajar.

Persentase siswa yang menjawab tidak adanya langkah memeriksa kembali yaitu 82,6%.

Dan pada contoh soal 4.6 sebanyak 9 orang menjawab tidak adanya langkah memeriksa

kembali pada cara penyelesaian soal yang ada dibuku ajar. Persentase siswa yang

menjawab tidak adanya langkah memeriksa kembali yaitu 39,1%. Sedangkan dari dua

orang guru mata pelajaran matematika yang telah mengisi angket tentang kelengkapan

langkah polya yang terdapat pada buku ajar. Kedua guru tersebut menilai memang tidak

adanya langkah memeriksa kembali kebenaran jawaban dalam buku ajar.

Pada pemahaman yang terdapat dibuku ajar, dari empat contoh soal dan cara

penyelesaian soal yang ada masih banyak sekali siswa yang tidak paham. Pada soal

pertama, dari 13 indikator yang diberikan sebanyak 18,4% siswa masih tidak paham.

Pada soal kedua dari 11 indikator yang diberikan sebanyak 17% siswa tidak paham.

Pada soal ketiga, dari 7 indikator yang diberikan sebanyak 31,7% siswa tidak paham.

Pada soal keempat, dari 5 indikator yang diberikan sebanyak 34,8% siswa tidak paham.

Dari hasil wawancara, komentar siswa Komentar dari siswa pun beragam

mulai dari penjelasan terlalu panjang dan cara penyelesaian digabung dengan

penjelasan. Ada juga siswa yang menyatakan bahwa mengapa cara penyelesaian soal

tersebut menggunakan variabel k. Kelengkapan Langkah Polya Pada Booklet dari 23

orang siswa semuanya menjawab pada lembar angket yang diberikan bahwa tahapan-

tahapan polya pada booklet itu terpenuhi atau lengkap. Mulai dari langkah memahami

masalah yaitu dengan adanya panduan untuk menuliskan apa yang diketahui dan

ditanyakan dari soal, merencanakan penyelesaian yaitu dengan cara membuat gambar

atau mencari data yang diperlukan untuk menjawab soal, melaksanakan perencanaan

atau melakukan perhitungan dari data-data yang telah diperoleh dari soal tersebut serta

memeriksa kembali perhitungan yang telah dilakukan untuk menguji kebenaran

jawaban yang telah dilakukan. Berdasarkan data yang diperoleh peneliti

mengembangkan kelengkapan langkah polya pada tahap keempat yaitu tahapan

memeriksa kembali. Tahapan polya memeriksa kembali sangat diperlukan oleh siswa

agar mereka tidak keliru dalam menjawab soal dan memastikan apakah jawaban mereka

sudah benar atau belum.

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 02/03/2022; Resived: 02/05/2022; Accepted: 31/07/2022

98

Pada pemahaman cara penyelesaian soal yang terdapat dalam booklet,

persentase pemahaman siswa terhadap cara penyelesaian soal yang ada didalam booklet

mengalami peningkatan. 23 siswa yang diberikan angket pemahaman terhadap cara

penyelesaian soal yang ada pada booklet, tidak ada siswa yang menjawab tidak paham

dengan cara penyelesaian soal yang diberikan. Pada soal pertama, dari 13 indikator yang

diberikan 40,5% siswa menjawab sangat paham, 59.2% siswa cukup paham. Pada soal

kedua dari 11 indikator yang diberikan sebanyak 43% siswa sangat paham, 57% siswa

cukup paham. Pada soal ketiga, dari 7 indikator yang diberikan sebanyak 49,1% siswa

sangat paham, 50,9% siswa cukup paham. Pada soal keempat, dari 5 indikator yang

diberikan sebanyak 33,9% siswa sangat paham, 66,1% siswa cukup paham. Hasil

wawancara mengenai cara penyelesaian soal pada booklet dengan beberapa siswa,

sudah tidak terdapat lagi siswa yang tidak paham.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan

sebelumnya, penyusunan booklet ini berdasarkan kejelasan yang ada dibuku ajar.

Kekurangan yang terdapat dibuku ajar diperbaiki didalam booklet. Kelengkapan

langkah polya pada buku ajar sebelumnya tidak adanya langkah memeriksa kembali

kebenaran jawaban menjadi ada langkah memeriksa kembali kebenaran jawaban

didalam booklet. Sehingga kelengkapan langkah polya menjadi lengkap yaitu terdapat

empat tahapan polya. Sedangkan pada pemahaman cara penyelesaian soal yang ada

dibuku ajar awalnya siswa β€œtidak paham” menjadi β€œcukup paham” dengan cara

penyelesaian soal yang terdapat pada booklet.

4. SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan

sebelumnya, secara umum dapat disimpulkan bahwa penyusunan booklet scaffolding

menggunakan teori polya dengan menggunakan metode penelitian dan pengembangan.

Rancangan penyusunan booklet scaffolding menggunakan metode deskriptif.

Adapun hasil dari rumusan masalah yang sudah ditentukan dapat disimpulkan

sebagai berikut: (1) Kejelasan cara penyelesaian soal perbandingan trigonometi segitiga

siku-siku pada buku ajar yang digunakan disekolah masih belum jelas dimana indikator

kejelasan yang dimaksudkan adalah adanya kelengkapan langkah polya pada cara

penyelesaian soal dan pemahaman siswa terhadap cara penyelesaian soal pada buku

ajar. Dari empat soal yang diberikan didalam buku ajar tidak terdapat langkah polya

keempat yaitu pada tahapan memeriksa kembali. Sedangkan pada pemahaman siswa

terhadap cara penyelesaian yang diberikan pada buku ajar masih terdapat siswa yang

tidak paham dengan penjelasan yang diberikan pada buku ajar; (2) Cara

mengembangkan booklet ini dilihat dari kelengkapan langkah polya dan pemahaman

siswa terhadap cara penyelesaian yang diberikan didalam buku ajar. Penyusunan

booklet ini adalah untuk memperbaiki dan memperjelas cara penyelesaian soal yang

dibutuhkan siswa sehingga dari siswa yang tidak paham dengan penjelasan yang ada

didalam buku ajar menjadi paham ketika diberikan penjelasan cara penyelesaian soal

didalam booklet. Kelengkapan yang tidak ada sebelumnya pada buku ajar yaitu pada

tahapan memeriksa kembali kebenaran jawaban yang diberikan menjadi ada dan semua

tahapan pemecahan masalah Polya menjadi terpenuhi dan lengkap mulai dari langkah

memahami masalah hingga langkah memeriksa kembali jawaban; (3) Booklet yang

disusun adalah berupa produk booklet, hasil penelitian berdasarkan ketidakjelasan cara

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 02/03/2022; Resived: 02/05/2022; Accepted: 31/07/2022

99

penyelesaian soal pada buku ajar. Kelengkapan langkah polya yang tidak ada

sebelumnya sudah ada dan tahapan pemecahan masalah Polya sudah lengkap didalam

booklet. Siswa yang tidak paham dengan penjelasan yang ada didalam buku ajar sudah

minimal cukup paham ketika diberikan penjelasan cara penyelesaian soal didalam

booklet.

5. REFERENSI

Arsyad, A. (2017). Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Damayanti, N. M. (2016). Praktik Pemberian Scaffolding oleh Mahasiswa Pendidikan

Matematika pada Mata Kuliah Strategi Belajar Mengajar (SBM) Matematika.

LIKHITAPRAJNA: Jurnal Ilmiah Fakultas Keguruan dan Ilmu

PendidikanUniversitas Wisnuwardhana, 18 (1), 85-89.

Kemendikbud. (2017). Matematika SMA/MA/SMK/MK Kelas X. Jakarta: Kemendikbud.

Marlina, L. (2013). Penerapan Langkah Polya Dalam Menyelesaikan Soal Cerita

Keliling dan Luas Persegi Panjang. Jurnal Elektronik Pendidikan Matematika

Tadulako, Volume 1 (1): 44-52.

National Council of Teachers of Mathematics. (2000). Principles and Standards for

School Mathematics.

Noor, A. J. (2014). KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA

DALAM. 2, 250–259

Pralisaputri, K.R., Soegiyanto, H., & Muryani, C. (2016). Pengembangan Media

Booklet Berbasis Sets pada Materi Pokok Mitigasi dan Adaptasi Bencana Alam

Untuk Kelas X SMA (Eksperimen Pada Siswa Kelas X SMA Negeri 8 Surakarta

Tahun Ajaran 2014/2015). Jurnal GeoEco, 2 (2), 147-154.

Sugiyono. (2016). Metode Penelitian & Pengembangan Research and Development.

Bandung; Alfabeta.

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 17/02/2022; Resived: 27/06/2022; Accepted: 31/07/2022

100

AKTIVITAS BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN

MATEMATIKA PADA MASA PANDEMI COVID-19

Suci Aprilia1, Zubaidah R2, Dona Fitriawan3

1,2,3Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Untan Pontianak

Email: [email protected]

Abstract.

This study aims to find out how students' learning activities in learning mathematics

during the covid-19 pandemic at SMK Negeri 03 Pontianak. The research method

used is descriptive with the type of qualitative research. The research subjects were

37 students of class XI Accounting 2 who took part in mathematics lessons during the covid-19 pandemic. The results of data analysis showed that student learning

activities in learning mathematics during the pandemic at SMK Negeri 03

Pontianak were in the "quite active" category. With three indicators which include

student’s writing activities in learning mathematics during covid-19 pandemic at

SMK Negeri 03 Pontianak were in the β€œquite active” category, student’ drawing

activities in learning mathematics during the covid-19 pandemic at SMK Negeri 03

Pontianak were in the β€œquite active” category, and students’ motor activities in

learning mathematics during the covid-19 pandemic at SMK Negeri 03 Pontianak

were in the β€œquite active” category.

Keywords: Student Learning Activities, Mathematics Learning, Learning During

the Covid-19 Pandemic

1. Pendahuluan

Pendidikan merupakan bagian dari aspek terpenting dalam meningkatkan

kualitas sumber daya manusia. Pendidikan tidak dapat dipisahkan dari setiap aspek

kehidupan manusia selama manusia masih hidup maka proses pendidikan terus

berlangsung dengan terus berkembangnya pemikiran manusia karena Pendidikan akan

membantu manusia untuk dapat memperoleh pengetahuan serta membentuk pemikiran

yang logis.

Menurut Rusman (2015:21) β€œPada hakikatnya pembelajaran merupakan interaksi baik

interaksi yang dilakukan antara siswa dan guru secara langsung maupun secara tidak

langsung”. Menurut Sardiman A.M (2011:97) selama kegiatan pembelajaran siswa

perlu ikut aktif dalam pembelajaran. Siswa harus berupaya aktif dalam menggali

pengetahuan sedangkan guru bertindak sebagai pemimpin dan fasilitator selama

pembelajaran akan mengatur dan mengorganisasi siswa agar proses pembelajaran

berjalan dengan baik.

Aktivitas belajar yang baik adalah kondisi dimana siswa ikut melibatkan diri

secara aktif dalam mengelola serta merespon berbagai informasi yang disampaikan guru

selama pembelajaran. Siswa yang ikut aktif selama pembelajaran dapat dilihat pada

kegiatan berikut ini: mengerjakan laporan tugas, mendengarkan pendapat orang lain,

berdiskusi, membantu teman yang kesulitan dan lain-lainnya (Susanto, 2016).

Menurut Paul B.Diedrich (Sardiman A.M, 2011) aktivitas belajar siswa

memiliki 8 indikator yaitu visual activities (aktivitas visual), listening activities

(aktivitas mendengarkan), oral activities (aktivitas lisan), writing activities (aktivitas

101

menulis), drawing activities (aktivitas menggambar), motor activities (aktivitas

motorik), mental activities (aktivitas mental) serta emotional activities (Aktivitas

Emosional).

Menurut Sardiman (2011:96) aktivitas belajar adalah asas atau prinsip yang

penting dalam interaksi belajar mengajar. Karena pada dasarnya, learning by doing.

Tidak akan terjadi proses belajar jika tidak didukung aktivitas karena jika tidak

didukung aktivitas proses belajar tidak dapat berjalan dengan baik. Begitu pula pada

pembelajaran matematika sangat menuntut aktivitas belajar siswa.

Pembelajaran matematika menuntut siswanya untuk dapat aktif pada proses

pembelajaran agar dapat memahami berbagai rumus, konsep soal dan penjelasan yang

guru karena jika siswa tidak dilibatkan secara aktif selama pembelajaran matematika,

maka akan sulit bagi mereka untuk memahami dan memproses berbagai pertanyaan

yang diajukan oleh guru.

Namun hal itu sangat bertolak belakang dengan kenyataan dilapangan.

Berdasarkan pengamatan yang peneliti lakukan sewaktu melaksanakan Praktek

Pengalaman Lapangan (PPL) di SMK Negeri 03 Pontianak masih banyak siswa yang

tidak peduli dengan aktivitas belajarnya selama pembelajaran matematika. Mereka

hanya mengharapkan guru selama pembelajaran tanpa mau berusaha ikut aktif. Fakta ini

sejalan dengan pendapat Turmudi (2008) yang mengatakan bahwa pembelajaran

matematika yang diajarkan selama ini hanya disampaikan guru secara informatif.

Sehingga mengakibatkan siswa kurang melibatkan diri selama pembelajaran

matematika berlangsung. Ditambah lagi dengan terjadinya perubahan sistem

pembelajaran yang dilaksanakan dari sistem tatap muka dikelas menjadi pembelajaran

daring (Online) yang diakibatkan terjadinya pandemi Covid-19 di Indonesia sejak bulan

maret tahun 2020 (Fitriawan & Wardah, 2021).

Berdasarkan wawancara yang dilaksanakan dengan bapak Saidin Sona, M.Pd

selaku guru matematika di SMK Negeri 03 Pontianak diketahui selama ini pembelajaran

matematika yang berlangsung pada masa pandemi Covid-19 di SMK Negeri 03

Pontianak dilaksanakan secara daring melalui aplikasi Google Classroom. Bapak

Saidin Sona, M.Pd juga mengatakan bahwa pada saat pembelajaran matematika

berlangsung hanya beberapa siswa saja yang yang melakukan aktivitas belajar

(Fitriawan & Wardah, 2021).

Berdasarkan pemaparan diatas, peneliti merasa perlu dilakukan penelitian yang

bertujuan untuk mengetahui aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran matematika

pada masa pandemi covid-19 di SMK Negeri 03 Pontianak, dengan harapan

memberikan informasi dari aktivitas belajar yang dilakukan siswa. Hal ini yang

membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul β€œAktivitas belajar

siswa dalam pembelajaran matematika pada masa pandemi Covid-19 di SMK Negeri 03

Pontianak”.

2. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode deskriptif

dengan jenis penelitian kualitatif. Subjek penelitian ini yaitu 37 orang siswa kelas XI

Akuntansi 2 di SMK Negeri 03 Pontianak yang mengikuti pembelajaran matematika

pada masa pandemi Covid-19. Teknik pengumpulan data yang digunakan pada

penelitian ini yaitu observasi dan wawancara.

Prosedur pada penelitian ini meliputi tiga tahap yakni: tahap persiapan, tahap

pelaksanaan dan tahap akhir.

102

Tahap Persiapan

Tahap persiapan pada prosedur penelitian meliputi: 1) menyiapkan instrument

penelitian 2) melakukan validasi instrument penelitian dengan validator; 3) merivisi

instrument yang sudah divalidasi, apabila terdapat kesalahan; 4) menyiapkan perizinan

penelitian yang akan dilakukan di SMK Negeri 03 Pontianak.

Tahap Pelaksanaan

Tahap persiapan pada prosedur penelitian meliputi: 1) melakukan observasi

terhadap siswa yang berada di kelas XI Akuntansi 2 SMK Negeri 03 Pontianak; 2)

melakukan wawancara dengan siswa dikelas XI Akuntansi 2 SMK Negeri 03 Pontianak

Tahap Akhir

Tahap akhir pada prosedur penelitian meliputi: 1) Menganalisis data yang sudah

diperoleh; 2) menyimpulkan kesimpulan; 3) menyusun laporan

3. Hasil Penelitian Dan Pembahasan

Hasil Penelitian

Setelah melakukan pengumpulan data di SMK Negeri 03 Pontianak. Diperoleh hasil

peneliti:

Tabel 1. Kategori Aktivitas Belajar Siswa Berdasarkan Observasi Pertemuan I

Indikator Sub-Indikator

Persentase

Sub-

Indikator

Persentase

Indikator Kategori

Aktivitas

Menulis

Menulis Ucapan dan jawaban salam 40

53 Kurang

Aktif

Mengisi Absen 83

Menulis pertanyaan yang ingin

diajukan 33

Menulis jawaban dari pertanyaan

yang diajukan oleh guru/teman 37

Menulis jawaban dari LKS yang

diberikan guru 73

Aktivitas

Menggambar

Menggambar grafik dari soal LKS

yang diberikan guru 62 62

Cukup

Aktif

Aktivitas

Motorik

Mengerjakan soal dari LKS yang

diberikan guru 62

59 Cukup

Aktif Memberikan kesimpulan 62

Mengerjakan Soal evaluasi yang

diberikan guru 56

Rata-Rata 58

Kategori Cukup Aktif

Dari tabel 1 rata-rata aktivitas belajar siswa dari masing-masing kategori yaitu

aktivitas menulis sebesar 53% dengan kategori β€œKurang Aktif”, aktivitas menggambar

sebesar 62% dengan kategori β€œCukup Aktif”, dan aktivitas motorik sebesar 59% dan

kategorinya β€œCukup Aktif” Sehingga rata-rata aktivitas belajar siswa dari ketiga

kategori tersebut sebesar 58% dan kategorinya β€œCukup Aktif”.

103

Tabel 2. Kategori Aktivitas Belajar Siswa berdasarkan Observasi Pertemuan II

Indikator Sub-Indikator

Persentase

Sub-

Indikator

Persentase

Indikator Kategori

Aktivitas

Menulis

Menulis Ucapan dan jawaban salam 37

51 Kurang

Aktif

Mengisi Absen 77

Menulis pertanyaan yang ingin

diajukan 33

Menulis jawaban dari pertanyaan

yang diajukan oleh guru/teman 37

Menulis jawaban dari LKS yang

diberikan guru 72

Aktivitas

Menggambar

Menggambar grafik dari soal LKS

yang diberikan guru 65 65

Cukup

Aktif

Aktivitas

Motorik

Mengerjakan soal dari LKS yang

diberikan guru 65

60 Cukup

Aktif Memberikan kesimpulan 59

Mengerjakan Soal evaluasi yang

diberikan guru 57

Rata-Rata 59

Kategori Cukup Aktif

Dari tabel 2 rata-rata aktivitas belajar siswa dari masing-masing kategori yaitu

aktivitas menulis yaitu sebesar 51% dan kategorinya β€œKurang Aktif”, aktivitas

menggambar sebesar 65% dan kategorinya β€œCukup Aktif”, dan aktivitas motorik

sebesar 61% dan kategorinya β€œCukup Aktif” Sehingga rata-rata aktivitas belajar siswa

dari ketiga kategori tersebut sebesar 59% dan kategorinya β€œCukup Aktif”.

Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Observasi Aktivitas Belajar Siswa

No

Indikator

Aktivitas Belajar

Siswa

Persentase (%) Rata-Rata

Indikator

Aktivitas Belajar

Siswa

Kategori

Aktivitas

Belajar

Siswa

Pertemuan

I

Pertemuan

II

1 Aktivitas Menulis 53 51 52 Cukup Aktif

2 Aktivitas

Menggambar 62 65 64 Cukup Aktif

3 Aktivitas Motorik 59 60 60 Cukup Aktif

Rata-Rata Aktivitas Belajar Siswa 59 Cukup Aktif

Dari hasil pengamatan yang dilakukan, diperoleh aktivitas belajar siswa pada

pertemuan pertama dan kedua selama pembelajaran matematika secara daring

menggunakan aplikasi Google Classroom di kelas XI AKUNTANSI 2 pada materi

sistem persamaan linier dua variabel sub materi menentukan penyelesaian dari sistem

persamaan linier dua variabel dengan menggunakan metode grafik didapatkan rata-rata

104

aktivitas belajar siswa 59% sehingga dapat diidentifikasi aktivitas belajar siswa pada

matematika termasuk dan kategorinya β€œCukup Aktif”.

Pembahasan

Dari hasil analisis data yang sudah dipaparkan, maka diperoleh rata-rata

persentase aktivitas belajar siswa sebesar 59% dan kategorinya β€œCukup Aktif”.

Persentase tertinggi pada pertemuan pertama dan kedua diperoleh dari kategori aktivitas

menggambar yaitu dengan persentase sebesar 62% pada pertemuan pertama dan 65 %

pada pertemuan kedua, sedangkan untuk rata-rata persentase terendah diperoleh dari

kategori aktivitas menulis yaitu dengan persentase 53% untuk pertemuan pertama dan

51% untuk pertemuan. Kemudian pada kategori aktivitas motorik memperoleh

persentase sebesar 59% untuk pertemuan pertama dan 60% pada pertemuan kedua.

Berikut uraian untuk setiap indikator aktivitas belajar siswa:

Aktivitas menulis siswa diamati selama pembelajaran matematika yang

berlangsung melalui aplikasi Google Classroom dan didapatkan rata-rata persentase

pada aktivitas menulis siswa sebesar 52% dengan kategori β€œCukup Aktif”. Rata-rata

persentase pada aktivitas menulis siswa pada pertemuan pertama mencapai 53% dan

kategorinya β€œKurang Aktif” dengan indikator sebagai berikut:

Menulis ucapan dan jawaban salam memperoleh persentase 40%. Hal tersebut

disebabkan karena siswa hanya menuliskan jawaban salam saja dan banyak siswa yang

tidak menuliskan ucapan dan jawaban salam dikarenakan siswa membiarkan teman-

temannya saja yang menjawab salam.

Mengisi absensi memperoleh persentase 83%. Hal tersebut disebabkan karena

siswa banyak yang terlambat dalam mengisi absensi dengan alasan notifikasi dari Hp

yang terlambat muncul, kendala jaringan dan ada juga yang terlambat membuka Hp

dikarenakan bangun kesiangan.

Menulis pertanyaan yang ingin diajukan memperoleh persentase 33% hal ini

disebabakan karena tidak ada satupun siswa yang menuliskan pertanyaan yang ingin

diagajukan, dengan alasan sudah paham jadi tidak ada yang ingin ditanyakan dan ada

juga siswa yang ingin bertanya tetapi merasa malu, dan ada juga yang sudah membahas

sama teman-teman melalui chat selama pembelajaran berlangsung.

Menuliskan jawaban dari pertanyaan yang diajukan oleh guru/teman

memperoleh persentase 37%. Hal ini disebabkan hanya ada dua orang siswa yang dapat

menuliskan jawaban dari pertanyaan yang diajukan, untuk siswa yang tidak menjawab

pertanyaan mereka memberikan alasan masih bingung, dan ada juga yang tidak melihat

pertanyaan yang diajukan karena fokus mempelajari materi yang diberikan.

Menuliskan jawaban LKS yang diberikan guru memperoleh persentase 73%. Hal

tersebut disebabkan karena sebagian besar siswa sudah menulis jawaban dari LKS yang

diberikan guru, tetapi beberapa siswa ada yang tidak menuliskan jawaban LKS yang

diberikan guru dikarenakan siswa tersebut sedang mengerjakan tugas dari guru lain saat

pembelajaran matematika berlangsung dan ada juga yang sama sekali tidak melihat

LKS saat pembelajaran matematika berlangsung.

Rata-rata persentase pada aktivitas menulis siswa pada pertemuan kedua

mencapai 51% dan kategorinya β€œKurang Aktif”. Dengan indikator sebagai berikut:

Menuliskan ucapan dan jawaban salam memperoleh persentase 37%. Hal

tersebut disebabkan karena siswa ada yang tidak menuliskan ucapan salam, siswa

tersebut hanya menuliskan jawaban salam dan sebagian siswa juga tidak menuliskan

ucapan dan jawaban salam dengan alasan bangun kesiangan, tidak ada notifikasi Google

Classroom yang masuk ke Hp dan ada juga yang melihat teman-temannya sudah

105

menuliskan jawaban salam sehingga merasa tidak perlu menuliskan jawaban salam

karena sudah ramai yang menuliskan jawaban salam

Mengisi absensi memperoleh persentase 77%. Hal tersebut disebabkan karena

siswa ada yang terlambat atau bahkan tidak mengisi absen dengan alasan tidak ada

notifikasi Google Classroom yang masuk ke Hp, kendala jaringan, dan ada juga yang

bangun kesiangan.

Menuliskan pertanyaan yang ingin diajukan memperoleh persentase 33%. Hal

tersebut disebabkan karena tidak ada satupun siswa yang menuliskan pertanyaan yang

ingin diajukan dengan alasan sudah paham, sudah dibahas dengan teman-teman melalui

chat dan ada juga yang malu untuk bertanya.

Menuliskan jawaban dari pertanyaan yang diajukan oleh guru/teman

memperoleh persentase 37%. Hal ini disebabkan hanya dua orang saja yang menuliskan

jawaban dari pertanyaan yang diajukan, dan banyak siswa yang tidak menjawab dengan

alasan biar teman yang lain saja yang menjawab, dan ada juga siswa yang bingung

dalam menuliskan jawaban pertanyaan yang diajukan.

Menuliskan jawaban LKS yang diberikan guru memperoleh persentase 72%. Hal

tersebut disebabkan karena sebagian besar siswa sudah menulis jawaban dari LKS

diberikan guru, tetapi ada beberapa siswa yang tidak menuliskan jawaban dari LKS

yang diberikan guru dengan alasan sedang mengerjakan tugas dari guru lain bahkan ada

siswa yang sengaja tidak membuka LKS yang diberikan pada Google Classroom.

Hasil ini didukung oleh hasil penelitian dari Aliwanto (2017) yang berjudul

Analisis Aktivitas Belajar yang menyatakan bahwa aktivitas siswa saat menulis

memiliki persentase 63,88% yang dikategorikan β€œCukup Aktif”.

Aktivitas menggambar siswa diamati selama pembelajaran matematika yang

berlangsung melalui aplikasi Google Classroom dan didapatkan rata-rata persentase

pada aktivitas menggambar siswa sebesar 64% dan kategorinya β€œCukup Aktif”. Rata-

rata persentase pada aktivitas menggambar siswa untuk pertemuan pertama mencapai

62% dan kategorinya β€œCukup Aktif”. Pada indikator menggambar grafik dari LKS yang

diberikan memperoleh persentase 62%. Hal tersebut disebabkan karena siswa ada yang

tidak menggambar grafik dari LKS yang diberikan, ada juga siswa yang menggambar

sebagian saja karena masih mengalami kendala di bagian menentukan titik potong pada

grafik.

Rata-rata persentase pada aktivitas menggambar siswa untuk pertemuan kedua

mencapai 65% dan kategorinya β€œCukup Aktif”. Pada indikator menggambar grafik dari

LKS yang diberikan memperoleh persentase 65%. Hal tersebut disebabkan karena

beberapa siswa ada yang tidak menggambar grafik dari LKS yang diberikan, ada juga

siswa yang menggambar sebagian saja karena masih mengalami kendala di bagian

menentukan titik-titiknya dan kesulitan menggambarnya karena tidak menggunakan

buku kotak-kotak.

Hasil ini didukung oleh hasil penelitian dari Aliwanto (2017) yang berjudul

Analisis Aktivitas Belajar yang menyatakan bahwa aktivitas menggambar menggambar

mencapai persentase sebesar 60,67% dengan kategori β€œCukup Aktif”.

Aktivitas menulis siswa diamati selama pembelajaran matematika yang

berlangsung melalui aplikasi Google Classroom dan didapatkan rata-rata persentase

untuk aktivitas motorik siswa sebesar 60% dengan kategori β€œCukup Aktif” Rata-rata

persentase pada aktivitas motorik siswa pada pertemuan pertama mencapai 59% dan

kategorinya β€œKurang Aktif”. Dengan indikator sebagai berikut:

106

Mengerjakan soal dari LKS yang diberikan guru memperoleh persentase 62%.

Hal tesebut disebabkan karena beberapa siswa ada yang tidak mengerjakan soal dari

LKS yang diberikan guru dikarenakan siswa ada yang mengerjakan tugas dari guru lain

saat pembelajaran matematika berlangsung dan ada juga yang sama sekali tidak melihat

LKS selama pembelajaran matematika berlangsung

Memberikan kesimpulan memperoleh persentase 56%. Hal tersebut disebabkan

karena siswa banyak yang tidak memberikan kesimpulan dengan alasan terlambat buka

Google Classroom, Tidak membuka Hp dan ada juga siswa yang masih bingung dalam

memberikan kesimpulan.

Mengerjakan soal evaluasi pembelajaran memperoleh persentase 60%. Hal

tersebut disebakan karena siswa banyak yang tidak mengerjakan soal evaluasi

pembelajaran dengan alasan jaringan, bahkan ada siswa yang hanya mengisi absensi

lalu melanjutkan tidurnya.

Rata-rata persentase pada aktivitas motorik siswa pada pertemuan kedua

mencapai 60% dan kategorinya β€œCukup Aktif”. Dengan indikator sebagai berikut:

Mengerjakan soal dari LKS yang diberikan guru memperoleh persentase 65%.

Hal tersebut disebabkan karena beberapa siswa ada yang tidak mengerjakan soal dari

LKS yang diberikan guru dikarenakan ada siswa yang mengerjakan tugas dari guru lain

saat pembelajaran matematika berlangsung dan ada juga yang sama sekali tidak melihat

LKS selama pembelajaran matematika berlangsung.

Memberikan kesimpulan memperoleh persentase 59%. Hal tersebut disebabkan

karena siswa banyak yang tidak memberikan kesimpulan dengan alasan Hp mati, tidak

tahu dikarenakan tidak membuka HP, dan mengalami kesulitan membuat kata-kata

kesimpulan.

Mengerjakan soal evaluasi pembelajaran yang memberikan guru diperoleh

persentase 57%. Hal tersebut disebabkan karena siswa banyak yang tidak mengerjakan

soal evaluasi pembelajaran dengan alasan mengantar jemput adik ke sekolah, kendala

jaringan, bahkan ada siswa yang hanya mengisi absensi lalu melanjutkan tidurnya.

Hasil ini didukung oleh hasil penelitian dari Aliwanto (2017) yang berjudul

Analisis Aktivitas Belajar yang menyatakan bahwa aktivitas motorik siswa memiliki

persentase 54,16% dan dikategorikan β€œCukup Aktif”.

Hasil penelitian yang didapatkan ini didukung oleh hasil penelitian dari Mila

Karmila (2020) yang berjudul Korelasi Antara Aktivitas Belajar Siswa Selama Belajar

Di Rumah Di masa Pandemi Covid-19 Dengan Hasil Belajar Siswa Kelas II Di Sekolah

Dasar Negeri 28 Pontianak Utara dan didapatka aktivitas belajar siswa memiliki

kategori β€œCukup Baik” dan hasil penelitian dari AAn Hasanah dkk (2020) yang berjudul

Analisis Aktivitas Belajar Daring Mahasiswa Pada Pandemi Covid-19. dan didapatkan

aktivitas belajar daring yang dilakukan oleh mahasiswa FTK UIN Sunan Gunung Djati

Bandung pada pandemi covid-19 memiliki kategori β€œCukup Baik”.

4. Simpulan Dan Saran

Simpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan yang sudah dipaparkan, maka didapatkan

kesimpulan bahwa aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran matematika pada masa

pandemi Covid-19 di SMK Negeri 03 Pontianak berada pada kategori β€œCukup Aktif”.

Dengan simpulan secara khusus, sebagai berikut: (1) Aktivitas menulis siswa

pada pembelajaran matematika di masa pandemi Covid-19 di SMK Negeri 03 Pontianak

berada pada kategori β€œCukup aktif”; (2) Aktivitas menggambar siswa pada

107

pembelajaran matematika di masa pandemi Covid-19 di SMK Negeri 03 Pontianak

berada pada kategori β€œCukup aktif”; (3) Aktivitas motorik siswa pada pembelajaran

matematika di masa pandemi Covid-19 di SMK Negeri 03 Pontianak berada pada

kategori β€œCukup aktif”.

Saran

Adapun saran yang dapat peneliti berikan berdasarkan hasil penelitian yang

dilakukan, yakni: (1) Guru diharapkan dapat meningkatkan kedisiplinan siswa dalam

melaksanakan pembelajaran matematika, agar siswa dapat disiplin selama pembelajaran

matematika berlangsung; (2) Siswa disarankan untuk memaksimalkan aktivitas

belajarnya selama pembelajaran matematika, sehingga aktivitas belajar siswa bisa

masuk kategori β€œAktif”; (3) Untuk penelitian selanjutnya, diharapkan agar dapat

menyempurnakan lagi dan memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ada.

5. Referensi

Aliwanto. 2017. Analisis Aktivitas Belajar Siswa. Jurnal Vol 3. Nomor 1.

Fitriawan, D., & Wardah. (2021). The Implementation Of Blended Learning Based

Model E-Learning Moodle. 10(2), 1001–1007.

Hamalik, Oemar. 2015. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta. Bumi Aksara

Hasanah, Aan. 2020. Analisis Aktivitas Belajar Daring Mahasiswa Pada Masa Pandemi

Covid-19.

Mila Karmila, dkk. 2020. Korelasi Aktivitas Belajar Siswa Dirumah Dengan Hasil

Belajar Siswa Kela II Sekolah Dasar. Vol 9. Nomor 11.

Rusman 2015. Pembelajaran Tematik Terpadu. Jakarta: Rajawali Pers

Sardiman. 2009. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta. Rajagrafindo

Persada.

Susanto, Ahmad 2013. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta:

Kencana Pranadamedia Group.

Turmudi. (2008). Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika

(Berparadigma Eksploratif dan Investigatif). Jakarta: PT Leuser Cita Pustaka.

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 21/09/2021; Resived: 27/01/2022; Accepted: 31/07/2022

108

PENDESKRIPSIAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA

DALAM PEMECAHAN MASALAH MATERI STATISTIKA

PADA KELAS VIII

Viktorianus Ipik1, Yulis Jamiah2, Ahmad Yani T3

1,2,3Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Untan Pontianak

Email : [email protected]

Abstract

This article is the result of a qualitative descriptive analysis to describe and describe

students' mathematical reasoning abilities in problem solving in class VIII G SMP Negeri 3 Sungai Raya. The research subjects were 32 students. Data collection tools are in the form of

mathematical reasoning tests on statistical material, especially in the sub-material of data

presentation and data concentration steps as well as interview guidelines. The results of data

analysis showed that based on the category of upper, middle and lower level of reasoning ability, it was classified as moderate because there were 2 students (6.25%) in the upper level

reasoning category, then there were 18 students (56.25). %) in the intermediate level reasoning

category. , and 12 students (37.5%) were included in the lower-level reasoning category. Students with upper level abilities are able to fulfill indicators of applying numerical

mathematics, check the validity of a contradiction, and provide reasons or evidence for the

accuracy of the arrangement, students with intermediate abilities are able to meet indicators of applying numerical mathematics and provide reasons or evidence for the accuracy of settings,

students with high level abilities bottom height can only meet the indicators of applying

numerical mathematics.

Keywords: Mathematical Reasoning, Problem Solving.

1. PENDAHULUAN

Aritmatika adalah ilmu luas yang mendasari peningkatan inovasi saat ini, sains

juga mengambil peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan secara efektif

mendorong penalaran manusia. UNESCO yang dikutip oleh Zulmaulida (2012)

menyatakan bahwa belajar sains mengacu pada aturan siswa beradaptasi secara efektif

dan β€œFiguring Out How To Learn” yang seluk-beluknya terkandung dalam empat

andalan sekolah, untuk lebih spesifiknya: 1) Learning To Know, 2) Learning To Do, 3)

Learning To Be, 4) Learning To Live Together. Keempat kolom tersebut secara sinergis

membentuk dan mengonstruksi sikap persekolahan di Indonesia.

Sumarmo (2010) menambahkan bahwa aritmatika pada dasarnya memiliki dua

judul kemajuan, yaitu spesifik mengumpulkan kebutuhan saat ini dan kebutuhan masa

depan,yang dimaksudkan untuk membimbing aritmatika mencari cara memahami ide

dan pemikiran numerik yang kemudian diharapkan untuk mengatasi pernyataan

numerik dan sains lainnya, sedangkan yang tersirat dari persyaratan masa depan adalah

bahwa pembelajaran matematika membutuhkan kemampuan untuk menalar secara

cerdas, sengaja pada dasarnya hati-hati, mengembangkan kepercayaan diri, dan

perasaan keunggulan dalam rutinitas ide matematika, sama seperti menumbuhkan sikap

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 21/09/2021; Resived: 27/01/2022; Accepted: 31/07/2022

109

berkepala dingin dan transparan yang merupakan dasar dalam mengelola masa depan

yang terus berkembang.

Para ilmuwan telah memberikan banyak pertimbangan yang tidak hanya berpusat

pada pemahaman siswa tentang ide, tetapi juga kemampuan nalar, berpikir, menangani

masalah mereka menggunakan aritmatika. Henningsen dan Stein (Ramdhani, 2012)

menganggap interaksi numerik sebagai istilah berpikir dan penalaran numerik tingkat

signifikan. Beberapa bagian dari penalaran numerik permintaan yang lebih tinggi adalah

pemikiran kritis numerik, pemikiran, korespondensi, dan asosiasi (NCTM, 2000).

Berpikir numerik sangat penting selama waktu yang dihabiskan untuk belajar

matematika. Karena matematika adalah ilmu yang dihasilkan dari proses berpikir.

Menurut Ruseffendi (2006) aritmatika dibingkai karena spekulasi manusia yang

diidentikkan dengan pikiran, siklus, dan pemikiran. Soedjadi (2000) menyatakan bahwa

β€œMatematika adalah informasi tentang pemikiran yang sah dan informasi tentang

konstruksi yang koheren”.

Tujuan pembelajaran IPA menurut Kemendikbud tahun 2013 adalah (1)

mengembangkan kapasitas keilmuan, khususnya kemampuan siswa tingkat yang tidak

dapat disangkal, (2) membentuk kapasitas siswa dalam menangani suatu masalah secara

metodis, (3) mendapatkan hasil belajar yang tinggi, (4) mempersiapkan siswa dalam

menuangkan pikiran. pemikiran, terutama dicatat sebagai hard copy makalah logis dan

(5) pembinaan pribadi siswa.

Seperti yang diungkapkan oleh Wahyuddin (Minarti, 2012), kemampuan untuk

menggunakan pemikiran berguna untuk mendapatkan matematika dan menjadi bagian

yang sangat tahan lama dari keterlibatan numerik dengan setiap tingkat kelas.

Sementara itu, menurut Suryadi (Minarti, 2012) latihan numerik yang dianggap

merepotkan oleh siswa antara lain mendemonstrasikan, menangani masalah yang

membutuhkan pemikiran numerik, menemukan spekulasi atau tebakan, dan menemukan

hubungan antara kenyataan yang diberikan.

Mengingat wacana dengan Ibu Herlina S.Pd salah satu pendidik matematika di

SMP Negeri 3 Sungai Raya, belum ada eksplorasi di sekolah yang mengkaji

kemampuan berpikir numerik siswa dalam mengerjakan soal. Selain itu, mengingat

tindakan wawasan lapangan (PPL) yang dilakukan oleh pencipta di SMP Negeri 3

Sungai Raya pada bulan Juli-September 2019 kemampuan berpikir numerik siswa

dalam berpikir kritis masih sangat rendah, terutama pada materi statistika. Banyak siswa

tidak memahami konsep numerik secara efektif. Berdasarkan tugas sehari-hari mereka

dalam menangani masalah cerita faktual, siswa masih bingung untuk memahami

pentingnya masalah dan mengubah masalah menjadi bahasa numerik atau model

numerik.

Kemampuan berpikir siswa memiliki berbagai pergantian peristiwa. Ada siswa

yang memiliki kemajuan berpikir yang baik, ada juga yang tidak.siswa yang memiliki

peningkatan kemampuan berpikir yang baik antara lain akan menunjukkan

kemampuannya untuk berpikir secara cerdas, mendasar, dan metodis. Sementara itu,

siswa yang memiliki kemampuan berpikir yang belum matang tidak berpikir secara

rasional, secara mendasar atau metodis. Meski ini merupakan sesuatu yang khas, yang

terkendala adalah siswa yang kemampuan berpikirnya kurang berkembang.

Hasil belajar dapat diperkirakan melalui berbagai macam tes hasil belajar yang

ditunjukkan dengan kemampuan yang akan ditaksir. Dalam tinjauan ini kapasitas yang

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 21/09/2021; Resived: 27/01/2022; Accepted: 31/07/2022

110

akan diestimasi adalah kapasitas berpikir numerik. Dengan demikian, uji coba hasil

belajar tuntas merupakan uji coba kemampuan berpikir numerik. Estimasi konsekuensi

estimasi kemampuan berpikir numerik merencanakan untuk menentukan derajat

kemampuan berpikir numerik. Aturan untuk menghitung nilai kapasitas berpikir

numerik yang digunakan oleh Suherman dan Sukjaya (Riyanto, 2011) dan ditentukan

dengan menggunakan persamaan mean dan standar deviasi adalah sebagai berikut: (1)

Kelompok berpikir tinggi: nilai β‰₯ x +1.S; (2) Kelompok berpikir sedang : x -.S ≀

bernilai < x +1; (3) Kelompok berpikir rendah: nilai < x - 1.S dengan Data: x : hasil tes

kemampuan berpikir numerik normal dan S: simpangan baku hasil tes kemampuan

berpikir numerik

Hal tersebut diperjelas dalam arsip pedoman Kepala Jendral Pendidikan Dasar dan

Menengah Nomor 506/C/PP/2004 (Asrawati, 2012) mengenai pokok-pokok pemikiran

yang harus dipenuhi yang mengacu pada penanda-penanda berpikir tersebut sesuai

dengan berikut: 1) menerapkan matematika numerik, 2) Memberikan alasan atau bukti

untuk keakuratan pengaturan, 3) Menggambar dari pernyataan, 4) Memeriksa

keabsahan suatu pertentangan.

Polya (1973) mengembangkan model berpikir kritis, strategi, atau heuristik yang

terdiri dari fase-fase berpikir kritis, khususnya (1) memahami masalah (understanding

the issue); (2) membuat kesepakatan penyelesaian (formulating a arrangement); (3)

melaksanakan rencana berpikir kritis (menyelesaikan pengaturan); dan (4) berpikir

kembali. Memahami masalah mengacu pada membedakan realitas, ide, atau data saat ini

yang diharapkan untuk menangani masalah tersebut. Membuat pengaturan mengacu

pada pengembangan model numerik dari suatu masalah. Melaksanakan pengaturan

menyinggung penyempurnaan model numerik. Sementara itu, melihat ke dalam

diidentikkan dengan benar-benar melihat kelayakan atau kebenaran jawaban.

Melalui penjelasan di atas, cenderung dianggap bahwa dalam menangani masalah

numerik diperlukan kemampuan berpikir numerik yang memerlukan tingkat deduksi

seperti penalaran fundamental, penalaran dasar, dan penalaran inventif. Hal ini diyakini

dapat membantu tujuan pembelajaran IPA di sekolah untuk mencapai kapasitas normal.

2. METODE PENELITIAN

Studi ini merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mendeskripsikan dan

menggambarkan kemampuan penalaran matematis siswa dalam berpikir kritis, maka

strategi yang digunakan adalah teknik subjektif yang menarik. Subyek yang digunakan

adalah siswa kelas VIII G SMP Negeri 3 Sungai Raya sebanyak 32 siswa. Pilihan mata

pelajaran pertemuan tergantung pada nilai yang paling penting dari masing-masing

kategori kemampuan penalaran matematis tingkat atas, menengah, dan bawah.

Informasi yang diperlukan dikumpulkan melalui perangkat sebagai tes kapasitas

berpikir numerik dan pertemuan.

Metode pemeriksaan yang dilakukan terdiri tiga fase:

Fase Persiapan; (a) Permohonan persetujuan dari kepala SMP Negeri 3 Sungai Raya

untuk memimpin penelitian di sekolah tersebut; (b) Tentukan kesepakatan dengan

instruktur matematika dalam hal kesempatan untuk digunakan untuk penelitian; (c)

Mendorong instrumen eksplorasi; (d) Persetujuan instrumen eksplorasi; (e) Modifikasi

instrumen tergantung masukan dari validator (master teacher).

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 21/09/2021; Resived: 27/01/2022; Accepted: 31/07/2022

111

Fase Pelaksanaan; (a) Uji coba tes soal terlebih dahulu di sekolah yang sama, tetapi

beda dengan kelas yang akan di teliti. Misal subyek penelitiannya di kelas VIII G, uji

coba tes soal di kelas VIII F; (b) Validasi tes soal kepada guru bidang studi matematika;

(c) Revisi soal tes berdasarkan masukan validator (guru bidang studi matematika); (d)

Menawarkan tes kepada siswa kelas VIII G SMP Negeri 3 Sungai Raya; (e) Semua

siswa kelas VIII G SMP Negeri 3 Sungai Raya menjawab soal tes kemampuan berpikir

yang dibagikan oleh peneliti; (f) Mengumpulkan siswa ke dalam 3 derajat kemampuan

berpikir, khususnya kelompok kemampuan berpikir tingkat atas, kelompok kemampuan

tingkat menengah dan kelompok kemampuan berpikir tingkat bawah; (g) Memimpin

wawancara dengan tiga siswa yang menangani pertemuan tersebut, setiap pertemuan

terdiri dari satu orang.

Fase Analisis Informasi; (a) Melakukan pemeriksaan informasi kuantitatif hasil tes

kemampuan berpikir numerik siswa; (b) Gambarkan konsekuensi dari tes kemampuan

berpikir numerik; (c) Memimpin investigasi informasi subjektif dari hasil tes

kemampuan berpikir numerik siswa; (d) Menggambarkan efek samping dari

penyelidikan kuantitatif dan pemeriksaan subjektif dari hasil tes kapasitas berpikir

numerik; (e) Pimpin percakapan tergantung pada pemeriksaan informasi kuantitatif dan

subjektif; (f) Menjadikan tujuan sebagai jawaban atas persoalan dalam eksplorasi dan

gagasan.

3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada kelas VIII di SMP Negeri 3 Sungai Raya pada

tanggal 22 Februari 2021 sampai 1 Maret 2021. Melalui metode pengujian yang

digunakan tergantung pada pengujian purposive dan pemikiran pengajar mata pelajaran

yang bersangkutan, kelas VIII G dipilih sebagai kelas contoh. Pada kelas contoh ini

akan diberikan perlakuan berupa tes kemampuan berpikir numerik pada materi terukur.

Kemudian, pada saat itu, tes kemampuan berpikir numerik siswa diberi skor dan dari

skor itu analis mengambil 3 siswa dilakukan penskoran dan dari skor tersebut peneliti

mengambil 3 orang siswa perwakilan kelompok penalaran matematis tingkat atas,

menengah, dan bawah sesuai dengan intruksi dari guru mata peajaran yang

bersangkutan. selanjutnya akan dipaparkan data hasil penelitian yang meliputi hasil

pekerjaan yang disusun dan efek samping dari siswa bertemu hanya untuk menjawab

perincian masalah pernah yang disajikan.

Pendeskripsian kemampuan penalaran matematis siswa tingkat atas, menengah,

dan bawah dalam pemecahan masalah materi statistika.

Dari hasil tinjauan ini diperoleh kumpulan informasi, khususnya informasi tes

kemampuan berpikir numerik. Informasi dari hasil review ini adalah sebagai pemikiran

siswa yang ragam informasinya menggunakan instrumen sebagai soal tes penggambaran

lebih dari 4 soal sebagai soal gambaran dengan skor antara o sampai 4. Efek samping

dari skor kapasitas berpikir numerik dapat diperkenalkan pada tabel.

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 21/09/2021; Resived: 27/01/2022; Accepted: 31/07/2022

112

Tabel 1. Deskripsi Hasil Analisis Tes

Keterangan Nilai

Total skor

Rata-rata skor

Skor terbesar Skor terkecil

Jumlah nilai

Rata-rata nilai

Nilai terbesar Nilai terkecil

Standar deviasi

222

6,94

12 3

1750

54,69

80 35

11,38

Untuk menentukan kemampuan berpikir siswa pada materi terukur, sangat baik

dapat ditemukan dalam penanda berpikir yang kemudian diberi skor yang merupakan

informasi siswa sebagai petunjuk otoritas berpikir.

Selain itu, dilihat dari hasil perhitungan nilai normal (rata-rata) 54,69 dan

simpangan baku 11,38, maka model pengumpulan kemampuan berpikir numerik yang

digunakan adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Kriteria Pengelompokan Kemampuan Penalaran Matematis

Tingkat kemampuan penalaran Kriteria

Atas nilaiβ‰₯66,07

Menengah 43,31≀nilai<66,07

Bawah Nilai<43,31

Berdasarkan tabel di atas, dibuat hasil pengkategorian siswa berdasarkan tingkat

kemampuan penalaran matematis antara lain:

Tabel 3. Hasil Kategorisasi siswa Berdasarkan Tingkat Kemampuan Penalaran Matematis.

Tingkat Kemampuan

Penalaran

Total Siswa Presentase

Atas 2 6,25%

Menengah 18 56,25%

Bawah 12 37,5%

Total 32 100%

Dilihat dari susunan derajat kemampuan berpikir numerik pada tabel, maka

kumpulan kemungkinan selanjutnya untuk setiap klasifikasi ditampilkan pada tabel 4.4

sebagai berikut.

Tabel 4. Hasil Perencanaan Calon Subjek

Kelompok Total Siswa

Atas 1

Menengah 1

Bawah 1

Total 3

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 21/09/2021; Resived: 27/01/2022; Accepted: 31/07/2022

113

Subyek yang dipilih dalam ulasan ini adalah sebagai berikut: (a) satu orang siswa

dengan kemampuan penalaran tingkat atas; (b) satu orang siswa dengan kemampuan

penalaran tingkat menengah; (c) satu orang siswa dengan kemampuan penalaran tingkat

bawah. Berdasarkan tabel tingkat kemampuan penalaran matematis atas berjumlah 2

orang, kemudian kemampuan penalaran tingkat menengah berjumlah 18 orang dan

kemampuan penalaran matematis tingkat bawah berjumlah 12 orang. Subjek penelitian

yang dipilih pada ulasan ini menambahkan hingga 3 siswa tergantung pada hasil tes

yang telah diisi oleh siswa dan dikusi bersama guru matematika untuk perwakilan

tingkatan kelompok penalaran matematis. Tabel berikut menyajikan hasil analisis data

kemampuan penalaran matematis siswa pada 4 indikator penalaran matematis dalam

pemecahan masalah.

Tabel 4.5 hasil kemampuan penalaran matematis siswa dalam pemecahan

masalah

Kode Indikator Kemampuan Penalaran Matematis

Siswa 1 2 3 4

SPA √ √ √ -

SPM √ √ - -

SPB √ - - -

Keterangan:

(√) : menyatakan bahwa subjek penelitian memenuhi indikator kemampuan

penalaran matematis.

(-) : menyatakan bahwa subjek penelitian belum memenuhi indikator kemampuan

penalaran matematis.

Pembahasan

Berdasarkan konsekuensi dari penyelidikan informasi yang telah dilakukan

dibagian ini akan dibahasa temuan-temuan penelitian tentang kemampuan penalaran

matematis siswa dalam pemecahan masalah. Peneliti memberikan tes kemampuan

penalaran matematis sebanyak 4 butir soal dimana soal no 1-3 setiap soalnya terdapat

indikator menerapkan matematika numerik, memeriksa keabsahan suatu pertentangan,

dan menggambar dari pernyataan. Dan untuk soal no 4 terdapat indikator memberikan

alasan atau bukti untuk keakuratan pengaturan, kemudian hasil tes kemampuan

penalaran matematis siswa diberi skor dan dari skor tersebut peneliti mengambil

perwakilan 3 orang siswa kelompok penalaran matematis tingkat atas, menengah, dan

bawah sesuai dengan kriteria menurut Suherman dan Sukjaya dan sesuai dengan diskusi

penilaian pendidik aritmatika yang harus dipenuhi . hal ini tergantung pada efek

samping dari tes dan pertemuan yang telah diarahkan selama peninjauan.

Deskripsi Kelompok Kemampuan Penalaran Matematis Tingkat Atas

Mengingat hasil pemikiran, diperoleh bahwa, siswa yang kategori penalaran

matematis tingkat atas (SPA) rata-rata menjawab soal no 1-4 dengan benar. Walaupun

ada sedikit langkah-langkah pengerjaan tidak dituliskan secara detail seperti membuat

kesimpulan diakhir jawaban dan kurang paham menentukan letak median dalam soal

bentuk tabel sehingga terlihat siswa kemampuan penalaran tingkat atas mencari letak

median dengan cara manual, tetapi rata-rata siswa tidak memberikan lembar jawaban

yang kosong. Berdasarkan pembahasan tersebut, bahwa SPA diketahui tidak dapat

memberikan kesimpulan diakhir jawaban. dalam arsip pedoman Kepala Jendral

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 21/09/2021; Resived: 27/01/2022; Accepted: 31/07/2022

114

Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 506/C/PP/2004 (Asrawati, 2012) mengenai

pokok-pokok pemikiran yang harus dipenuhi yang mengacu pada penanda-penanda

berpikir tersebut sesuai dengan berikut: 1) menerapkan matematika numerik, 2)

Memberikan alasan atau bukti untuk keakuratan pengaturan, 3) Menggambar dari

pernyataan, 4) Memeriksa keabsahan suatu pertentangan. Dan berdasarkan tabel 4.5 di

atas subjek SPA dapat memenuhi 3 indikator kemampuan penalaran matematis. Hal ini

sejalan dengan penelitian Elfrida Ardhiyanti, bahwa siswa kemampuan penalaran

matematis tingkat atas dapat memenuhi 3 indikator kemampuan penalaran matematis.

berdasarkan hasil wawancara, subjek SPA memahami semua soal dan mengetahui

konsep untuk mengerjakan, tetapi subjek SPA tidak dapat membuat kesimpulan diakhir

jawaban dan tidak paham menentukan letak median soal statitika dalam bentuk tabel

makanya subjek SPA menentukan letak median dengan cara manual.

Deskripsi Kelompok Kemampuan Penalaran Matematis Tingkat Menengah

Mengingat hasil pemikiran, diperoleh bahwa, siswa yang kategori penalaran

matematis tingkat menengah (SPM) rata-rata menjawab 3 soal dengan benar walau

dengan langkah penyelesaian tidak secara detail. Pada soal nomor 2 subjek SPM

kesulitan dalam memahami arti soal dan kebingungan dalam mentranslate atau

mengartikan soal berbentuk cerita kedalam bahasa matematika sehingga salah dalam

pengerjaannya, disoal no 2 diketahui rata-rata setelah dikurang nilai budi menjadi 79,

tetapi subjek SPM menjawabnya rata-rata setelah ditambah nilai budi menjadi 79 jadi

tidak sesuai dengan apa yang diketahui disoal dan apa yang di jawab sehingga

menyebabkan kesalahan dalam perhitungan dan subjek SPM tidak dapat menyimpulkan

suatu pernyataan diakhir jawaban. dalam arsip pedoman Kepala Jendral Pendidikan

Dasar dan Menengah Nomor 506/C/PP/2004 (Asrawati, 2012) mengenai pokok-pokok

pemikiran yang harus dipenuhi yang mengacu pada penanda-penanda berpikir tersebut

sesuai dengan berikut: 1) menerapkan matematika numerik, 2) Memberikan alasan atau

bukti untuk keakuratan pengaturan, 3) Menggambar dari pernyataan, 4) Memeriksa

keabsahan suatu pertentangan. Dan berdasarkan tabel 4.5 diatas subjek SPM dapat

memenuhi 2 indikator kemampuan penalaran matematis. Hal ini sejalan dengan

penelitian Siti Kuswardani, bahwa siswa kemampuan penalaran matematis tingkat

menengah dapat memenuhi 2 indikator kemampuan penalaran matematis. Berdasarkan

hasil wawancara, subjek SPM kesulitan dalam mengerjakan soal nomor 2 karena tidak

bisa mengubah soal cerita ke dalam model matematika dengan benar dan tidak dapat

membuat kesimpuan diakhir jawaban.

Deskripsi Kelompok Kemampuan Penalaran Matematis Tingkat Bawah Mengingat hasil pemikiran, diperoleh bahwa siswa yang kategori penalaran

matematis tingkat bawah (SPB) rata-rata menjawab 2 soal dengan benar. Pada proses

pengerjaan yang dilakukan berhenti pada saat memeriksa kesahihan suatu argumen atau

proses perhitungan yang dikerjakan tidak dapat diselesaikan meskipun konsep/prinsip

yang di terapkan telah sesuai. dalam arsip pedoman Kepala Jendral Pendidikan Dasar

dan Menengah Nomor 506/C/PP/2004 (Asrawati, 2012) mengenai pokok-pokok

pemikiran yang harus dipenuhi yang mengacu pada penanda-penanda berpikir tersebut

sesuai dengan berikut: 1) menerapkan matematika numerik, 2) Memberikan alasan atau

bukti untuk keakuratan pengaturan, 3) Menggambar dari pernyataan, 4) Memeriksa

keabsahan suatu pertentangan. Dan berdasarkan tabel 4.5 diatas subjek SPB dapat

memenuhi 1 indikator kemampuan penalaran matematis. Hal ini sejalan dengan

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 21/09/2021; Resived: 27/01/2022; Accepted: 31/07/2022

115

penelitian Siti Kuswardani, bahwa siswa kemampuan penalaran matematis tingkat

bawah dapat memenuhi 1 indikator kemampuan penalaran matematis. Berdasarkan hasil

wawancara, siswa menjawab bukan dengan konsekuensi dari renungan mereka sendiri,

melainkan dengan meniru yang dibuat oleh teman mereka dan subjek SPB kelihatan

asal-asal dalam mengerjakan soal tes kemampuan penalaran matematis.

Berdasarkan pengamatan dilapangan, diduga yang menyebabkan hanya 2 siswa

yang tergolong berkemampuan penalaran matematis tingkat atas adalah pengenalan

pertanyaan yang diberikan tidak berubah, sehingga saat siswa diberikan soal bervariatif

siswa kebingungan atau kesulitan dalam menyeesaikan soal tersebut. Untuk mengetahui

lebih banyak informasi luar dan dalam tentang masalah yang dilihat oleh siswa, para

analis juga memimpin pertemuan singkat dengan instruktur di bidang konsentrasi terkait

setelah mendapatkan konsekuensi dari kemampuan berpikir numerik siswa yang tidak

terlalu ideal, terutama pada pertanyaan nomor 2, subjek SPM dan SPB tidak tepat dalam

menjawab pertanyaan, tidak seperti yang ditunjukkan oleh informasi yang diungkapkan.

menyadari apa yang ditanyakan dan apa yang dijawab. Pendidik merasa bahwa siswa

masih kesulitan dalam menjawab pertanyaan yang berfluktuasi, terutama dalam

menyelesaikan pertanyaan yang tidak sama dengan pertanyaan yang biasa mereka

lakukan. Hal ini dikarenakan siswa yang apatis dalam mencoba untuk berlatih soal,

siswa terlalu fokus pada apa yang diberikan oleh guru. Demikian juga, siswa malas

untuk membaca pertanyaan lebih dari sekali sehingga siswa kadang-kadang tidak

memahami pentingnya pertanyaan tetapi telah bekerja tanpa intuisi secara inovatif dan

tidak bijaksana dalam menanggapi pertanyaan.

4. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan Mengingat percakapan yang telah digambarkan, akhir yang dapat disampaikan

adalah bahwa penggambaran kemampuan berpikir numerik siswa dalam mengerjakan

soal-soal terukur di SMP Negeri 3 Sungai Raya dinamakan menengah. Akhir dari

rencana masalah tertentu adalah sebagai berikut: (1) Siswa yang berkemampuan

penalaran matematis tingkat atas mampu memenuhi indikator untuk menerapkan

matematika numerik, memeriksa keabsahan suatu pertentangan, memberikan alasan

atau bukti untuk keakuratan pengaturan, tetapi tidak dapat memenuhi indikator

menggambar dari pernyataan; (2) Siswa yang berkemampuan penalaran matematis

tingkat menengah mampu memenuhi indikator menerapkan matematika numerik,

memberikan alasan atau bukti untuk keakuratan pengaturan, tetapi tidak dapat

memenuhi indikator memeriksa keabsahan suatu pertentangan dan menggambar dari

pernyataan; (3) Siswa yang berkemampuan penalaran tingkat bawah hanya dapat

memenuhi indikator menerapkan matematika numerik, tetapi tidak dapat memenuhi

indikator memeriksa keabsahan suatu pertentangan, menggambar dari pernyataan, dan

memberikan alasan atau bukti untuk keakuratan pengaturan.

Saran

Mengingat hasil eksplorasi yang didapat dan kekurangan dalam tinjauan ini, para

ahli memberikan ide-ide berikut: (1) Siswa hendaknya meningkatkan kemampuan

bernalarnya, khususnya dalam bidang sains, dengan terus belajar dan dengan melakukan

praktik berpikir kritis numerik yang dapat menumbuhkan kemampuan berpikir numerik;

(2) Kemampuan berpikir siswa sangat menarik dalam pembelajaran aritmatika dalam

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 21/09/2021; Resived: 27/01/2022; Accepted: 31/07/2022

116

menangani masalah berpikir kritis sehingga guru harus fokus pada hal ini dalam

pembelajaran IPA. Pendidik dapat mengembangkan pengajaran dari pertanyaan latihan

berpikir kritis untuk melatih kemampuan berpikir numerik siswa; (3) Dalam hal

melakukan ujian perbandingan, sudah sepatutnya menggunakan berbagai bahan dan

juga dapat menumbuhkan informasi yang diidentifikasi dengan kemampuan berpikir

numerik dengan berbagai atribut.

5. REFERENSI

Asrawati, Nur. 2012. Investigasi Penalaran Matematis dan Kemampuan Komunikasi

Setelah Menerapkan Strategi Cooperative Think-Talk-Write Setting Berbasis

Gender pada Siswa Kelas X SMK Kartika XX-1 Wirabuana Makassar.

Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, (2013). Mengenai norma ukuran pelatihan esensial

dan opsional. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Minarti, Eva Dwi. 2012. Pemanfaatan Model Generatif untuk Meningkatkan

Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematika di SMP. Dalil. Tidak

diterbitkan. Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Jakarta.

Mipa. Jilid 18.Nomor 2.

NCTM, 2000. Standar dan prinsip untuk Matematika Sekolah. Reston, VA.

PΓ³lya, G. 1973. Petunjuk untuk Memecahkannya (Edisi kedua). New Jersey: Pers

Universitas Princeton.

Ramdhani, Sendi. 2012. Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Problem Possing

Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa.

Riyanto, Bambang. 2011. Mengerjakan Kemampuan Penalaran dan Prestasi Matematika

dengan Pendekatan Konstruktivisme Pada Siswa SMA. Buku Harian

Pendidikan Matematika. Jilid 5, No. 2 Juli 2011.

Zulmaulida, Rahmi. 2012. Pengaruh Pembelajaran dengan Pendekatan Proses Berpikir

Reflektif Terhadap Peningkatan Kemampuan Koneksi dan Berpikir Kritis

Skripsi. Tidak dipublikasikan. Jakarta: Program Pascasarjana Universitas

Pendidikan Jakarta.

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 07/03/2022; Resived: 17/05/2022; Accepted: 31/07/2022

117

KEMAMPUAN NUMERIK SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS

DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS

Umi Nur Haafidah1, Hamdani2, Dian Ahmad3

1,2,3Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Untan Pontianak

Email: [email protected]

Abstrack

The importance of problem solving skills is based on the results of the Trends in

International Mathematics and Science Study (TIMSS) survey which means that students' mathematical problem solving abilities in Indonesia are still in a very

low category. Where one factor in the low problem solving ability of students is

the low numerical ability of students. Based on these results, researchers are interested in revealing deeper results regarding students' numerical abilities in

solving mathematical problems. Thus, this study was conducted with the aim of

knowing students' numerical abilities in solving mathematical problems. The

method used in this research is descriptive method. With the form of descriptive quantitative research, the subjects in this study were students of class XII MIA

MA Khulafaur Rasyidin and the object of this research was numerical ability in

solving mathematical problems. The data collection technique used a test technique with the data analysis technique used, namely the average percentage.

The results of data analysis showed that the numerical ability of students in

solving mathematical problems was included in the medium category with the

percentage obtained at 58.428%. Which means that overall there are still students who are not fast and careful in doing arithmetic calculations when

solving problem solving problems properly.

Keywords: Numerical Ability, Mathematical Problem Solving

1. PENDAHULUAN

Matematika adalah suatu mata pelajaran yang dipelajari siswa disekolah serta

kehidupan nyata sehari-hari, sehingga matematika mempunyai bagian penting dalam

pembentukan paradigma berpikir seseorang. Berhubungan dengan pernyataan tersebut

Hendriana (2014) menyatakan bahwa, matematika mempunyai bagian penting dalam

membentuk paradigma berpikir orang yang berpengetahuan serta penting pada rakyat

dimasa depan, sebab hal ini bisa membentuk seseorang menjadi lebih terbuka, mental

yang luwes, serta bisa menyesuaikan diri di banyak keadaan berbeda pada setiap

permasalahan. Itupula yang menyebabkan matematika diklaim menjadi sumber generasi

yang maju serta mampu menghadapi perubahan.

Berdasarkan pendapat Setiawan (2015) guna memajukan taraf pendidikan,

sekolah diminta agar mempersiapkan siswa agar mempunyai beragam kepiawaian

termasuk dalam pelajaran matematika, sehingga para perserta didik mampu menjadi

manusia yang lebih bermutu serta dapat berkompetisi. Satu diantaranya ialah

kemampuan pemecahan masalah matematis. Ruseffendi (2006) memaparkan bahwa

kemampuan pemecahan masalah matematika begitu signifikan, tidak hanya untuk orang

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 07/03/2022; Resived: 17/05/2022; Accepted: 31/07/2022

118

yang belajar atau mau belajar matematika nanti, melainkan bagi orang-orang yang

menggunakannya pada bidang penelitian lainnya dikeseharian.

National Council of Teachers Mathematics (2000) pemecahan masalah diartikan

sebagai cara mengimplementasikan ilmu yang sudah didapat dulu pada kondisi sekarang

serta berlainan. Sementara itu, Suherman (2001) medefinisikan kemampuan pemecahan

masalah seumpama dengan komponen penting pada kurikulum matematika sebab pada

teknik pengerjaannya siswa mendapat pengetahuan pada penerapan dan kemampuan

yang sudah dipunya agar diaplikasikan pada masalah yang tidak rutin.

Diluar dari pentingnya kemampuan pemecahan masalah ini, beralaskankan pada

survey Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) empat tahun

terakhir, satu diantara indikator kognitif yang dievaluasi ialah kemampuan siswa dalam

memecahkan masalah non rutin. Dalam kesertaan pertama kali tahun 1999, Indonesia

mendapat nilai rata-rata 403, tahun 2003 mendapat nilai rata-rata 411, tahun 2007

mendapat nilai rata-rata 411, dan tahun 2011 mendapat nilai rata-rata 386. Sementara itu

tahun 2015 terjadi peningkatan Indonesia dengan menduduki posisi ke 45 dari 50 negara

dengan poin 397 (Puspendik, 2016). Perolehan nilai rata-rata yang ditentukan oleh

TIMSS ialah 500. Pernyataan tersebut berarti kedudukan Indonesia pada ke ikut

sertaannya terusmenerus mendapat nilai dibawah rata-rata yang sudah di tentukan. Hal

tersebut juga mengartikan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika peserta

didik masih berada pada kategori yang sangat rendah.

Diantara penyebab rendahnya kemampuan pemecahan masalah peserta didik

ialah rendahnya kemampuan atau keterampilan numerik peserta didik (Bedilius, dkk,

2018). Sementara itu, kemampuan numerik yang rendah ini dikarenakan oleh kurang

sadarnya peserta didik tentang pentingnya mempunyai kemampuan numerik yang bisa

menunjuang kemampuan penyelesaian masalah-masalah matematika pada

kesehariannya dalam kehidupan serta keengganan siswa untuk berlatih soal-soal yang

bisa meningkatkan kemampuan numeriknya (Cahya, dkk, 2020:94). Sedangkan menurut

penjelasan Nurhafiza (2020: 71) Kemampuan numerik bermanfaat dalam pemecahan

masalah pada pembelajaran matematika dan sangat diperlukan karena jika siswa

memiliki kemampuan numerik baik, tidak mengherankan dalam matematika juga baik.

Kemampuan numerik pada dasarnya adalah kemampuan khusus untuk hitung

menghitung. Leoni (2008:1), kemampuan numerik adalah kemampuan yang

berhubungan dengan kemampuan berhitung dan angka. Suparlan (2009) menartikan

kemampuan numerik sebagai kemampuan untuk memecahkan masalah matematika

yang mampu melakukan tugas-tugas aritmatika. Astuti, dkk (2013), kemampuan

numerik berarti kemampuan ketepatan dan kecepatan dalam penerapan fungsi

aritmatika dasar. dengan demikian, daya kamputasi merupakan keterampilan yang

berkaitan dengan ketepatan dan kecepatan dalam menyelesaikan masalah matematika,

termasuk enumerasi..

Rendahnya kemampuan numerik serta kemampuan pemecahan masalah

matematis siswa MA Khulafaur Rasyidin dapat diketahui berdasarkan hasil wawancara

dengan seorang guru matematika yang menyampaikan bahwa siswa MA Khulafaur

Rasyidin masih kesulitan memecahkan masalah matematika yang didalamnya terdapat

angka-angka dan pengerjaan hitung dengan cepat dan tepat. Guru tersebut juga

menambahkan bahwa dalam kesehariannya siswa lumayan sulit memahami dan

menyelesaiakan latihan-latihan matematika, siswa masih kesusahan ketika menentukan

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 07/03/2022; Resived: 17/05/2022; Accepted: 31/07/2022

119

rencana penyelesaian masalah bahkan susah berpikir logis, sitematis, serta menalar

mengenai angka-angka.

Penyampaian ini disuport dengan prariset yang dilaksanakan guna melihat

kemampuan siswa dalam memecahkan maslah matematika yang ditujukan kepada 5

siswi kelas X putri MIA MA Khulafaur Rasyidin secara acak pada tanggal 23 februari

2021. Disajikan soal matematika sebagai berikut: Erik membagikan sejumlah uangnya

pada Mo, Jo, dan Flo dengan Mo menerima 5/8 bagian. Jo menerima 0,25 bagian dan

Flo menerima Rp 7.500. Berapa banyak jumlah uang erik yang dibagikan pada Mo, Jo,

dan Flo? (Philip Carter (2010), Bagian Soal tes pemecahan masalah numerik No.4 hal

69). Berdasarkan Prariset yang di lakukan terhadap 5 siswa kelas X putri MIA MA

Khulafaur Rasyidin terdapat 4 siswa dengan penyelesaian benar dan 1 siswa dengan

penyelesaian tidak benar. Dari 5 Hasil pekerjaan siswa, diambil 2 hasil pekerjaan yang

berbeda dalam menentukan strategi penyelesaiannya. Hasil penyelesaian siswa

menmperlihatkan kesusahan siswa ketika menentukkan rencana penyelesaian yang tepat

bahkan terdapat siswa yang belum mengerti apasaja yang diketahui dan apasaja yang

ditanyakan. Fakta tersebut menunjukkan terdapat keterkaitan antara kemampuan

pemecahan masalah matematis siswa jika ditinjau dari kemampuan numerik siswa.

Dalam hal ini Jelatu (2019) memaparkan bahwa orang yang mempunyai

kemampuan numerik tinggi, umumnya mempunyai proses berpikir yang sistematis

ketika menyelesaikan masalah, serta dapat menyeleksi juga mengatur informasi, serta

dapat melaksanakan perhitungan atau operasi matematika dengan lebih lengkap.

Sehingga menunjang kemampuan siswa ketika memahami masalah, menalar serta

menganalisis setiap permasalahan matematika.

Berdasarkan pemaparan diatas, maka peneliti berkeinginan agar dapat

mengetahui kemampuan numerik siswa dalam pemecahan masalah matematis siswa

secara lebih jauh tepatnya di kelas X MA Khulafaur Rasyidin. Oleh sebab itu, peneliti

melaksanakan sebuah penelitian yang berjudul : β€œKemampuan Numerik Siswa Sekolah

Menengah Atas Dalam Pemecahan Masalah Matematis Pada Kelas X MA Khulafaur

Rasyidin.” .

2. METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Muliawan (2014: 84)

mendefinisikan metode deskriptif merupakan metode penelitian yang didalamnya

memaparan atau menggambarkan sesuatu. Dengan bentuk penelitian yang digunakan

pada penelitian ini ialah deskriptif kuantitatif. Berdasarkan pendapat Syamsudin, dkk

(2011), penelitian deskriptif kuantitatif merupakan penelitian dengan tujuan

memaparkan fakta fenomena dengan melibatkan angka-angka dalam menjelaskan

karakteristik suatu kelompok atau individu. Penelitian ini memilih siswa kelas XII MIA

MA Khulafaur Rasyidin sebagai subjek penelitian serta kemampuan numerik dalam

pemecahan masalah matematis sebagai objek penelitian. Untuk memperoleh data

penelitian, maka menurut Arikunto (2010; h.61) ada tiga tahapan penelitian serta

langkah-langkah pada setiap tahap yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai

berikut:

Tahap persiapan atau pembuatan rancangan penelitian

Adapun langkah-langkah pada tahap persiapan terdiri dari: 1) merancang kisi-kisi,

Soal Tes, dan Pedoman Penskoran sebagai instrument penelitian. 2) melaksanakan

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 07/03/2022; Resived: 17/05/2022; Accepted: 31/07/2022

120

validitas instrument penelitian. 3) melaksanakan revisi instrument penelitian. 4)

melaksanakan uji coba soal.

Tahap pelaksanaan penelitian Adapun langkah-langkah pada tahap pelaksanaan penelitian terdiri dari: 1) tes

kemampuan numerik dalam kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada

subjek. 2) menilai hasil tes sesuai pedoman penskoran. 3) menganalisis jawaban subjek

dengan mengubah nilai rata-rata yang diperoleh kebentuk persentase. 4)

mendeskripsikan hasil pengolahan data sesuai kategori kemampuan pendapat Arikunto.

Adapun tingkat kemampuan ini ditentukan dengan kriteria:

Persentase Kategori

81% - 100% Sangat Tinggi

61% - 80% Tinggi

41% - 60% Sedang

21% - 40% Rendah

0% - 20% Sangat Rendah

Keterangan:

π‘ƒπ‘’π‘Ÿπ‘ π‘’π‘›π‘‘π‘Žπ‘ π‘’ = π‘†π‘˜π‘œπ‘Ÿ π‘¦π‘Žπ‘›π‘” π‘‘π‘–π‘π‘’π‘Ÿπ‘œπ‘™π‘’β„Ž π‘ π‘–π‘ π‘€π‘Ž

π‘†π‘˜π‘œπ‘Ÿ π‘šπ‘Žπ‘˜π‘ π‘–π‘šπ‘Žπ‘™

(Modifikasi dari Arikunto, 2008: 35).

Tahap pembuatan laporan penelitian Tahap terakhir yang dilaksanakan pada penelitian ini ialah dengan membuat

laporan penelitian.

Cara mengumpulkan data dalam penelitian ini ialah tes dengan analisis data

menggunakan rata-rata persentase hasil tes. Muliawan (2014; h.191) memaparkan

bahwa cara mengumpulkan data dengan memakai teknik tes atau ujian merupakan

metode mengumpukan data dengan subjek yang diteliti diminta menyelesaikan soal

yang sitetapkan oleh peneliti. Dengan alat untuk mengumpukan data yang dipakai pada

penelitian ini adalah berupa soal tes.

3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Berlandaskan data yang didapat selama kegiatan saat penelitian pada tanggal 19

Agustus 2021 di kelas XI MIA MA Khulafaur Rasyidin dengan tujuan untuk

mengelompokkan siswa sesuai kategori kemampuan numerik siswa dalam pemecahan

masalah matematis.

Tabel 1. Kemampuan Numerik Dalam Pemecahan Masalah Matematis Siswa

NO Kode Siswa Total Skor Rata-rata Persentase Kategori

1 A1, A5, A14 98 32.67 15% Sangat Tinggi

2 A3, A9, A11 72 3.13 15% Tinggi

3 A2, A4, A6, A7, A8, A10,

A12, A13, A16, A18, A19 202 18.36 55% Sedang

4 A15, A17, A20 37 12.33 15% Rendah

5 - 0 0 0% Sangat

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 07/03/2022; Resived: 17/05/2022; Accepted: 31/07/2022

121

Rendah

Jumlah 20 siswa 409 20,45 58,428% Sedang

Berdasarkan Tabel 1, terlihat siswa yang mempunyai tingkat kemampuan numerik

dalam pemecahan masalah kategori sangat tinggi sebanyak 3 siswa atau 15%, tingkat

kemampuan numerik dalam pemecahan masalah kategori tinggi sebanyak 3 siswa atau

15%, tingkat kemampuan numerik dalam pemecahan masalah kategori sedang 11 siswa

atau 55% dan 3 siswa atau 15% lainnya memiliki tingkat kemampuan numerik dalam

pemecahan masalah kategori rendah. Sementara itu, secara umum diperoleh bahwa

siswa kelas XII MIA MA Khulafaur Rasyidin termasuk dalam kategori sedang dengan

peroleh rata-rata 20,45 atau 58,428%.

Secara keseluruhan hasil penelitian ini memyatakan bahwa kemampuan numerik

siswi MIA MA Khulafaur Rasyidin dalam pemecahan masalah matematis tergolong

cukup baik yang artinya siswa MA Khulafaur Rasyidin mampu dengan cepat dan

cermat dalam melakukan perhitungan aritmatika saat menyelesikan soal problem

solving dengan cukup baik.

Pembahasan

Kemampuan numerik siswa dalam pemecahan masalah yang dibahas pada

penelitian ini ialah tentang kemampuan numerik siswa mulai dari kecermatan siswa

dalam melakukan perhitungan-perhitungan untuk melihat sebaik apa siswa mampu

memahami suatu ide serta konsep yang dituliskan dalam bentuk angka, dan semudah

apa siswa untuk berpikir secara logis mengenai bilangan untuk dapat merencanakan

penyelesaian masalah yang baik serta menyelesaikan masalah dengan angka-angka

secara cepat dan tepat dalam pemecahan masalah berdasarkan empat tahapan

pemecahan masalah yang dikemukakan Polya.

Berdasarkan analisis data pada penelitian ini, kemampuan numerik seseorang

ketika memecahan masalah matematis yang dilaksanakan masing-masing peserta didik

bervariasi. Pernyataan ini erat kaitannya dengan proses berpikir peserta didik yang

berbeda-beda. Menurut Mirza (2008), berdasarkan prinsipnya cara berfikir ialah milik

individu, masig-masing individu memiliki prosesnya sendiri dalam memahami sesuatu.

Kemampuan numerik seseorang yang bervariasi ketika pemecahan masalah ini sejalan

dengan pendapat Cahyo (2020; h.13) pada penelitiannya ia mengatakan bahwa terdapat

siswa yang mempunyai kemampuan numerik tinggi dan rendah, dengan siswa yang

memiliki kemampuan numerik tinggi cenderung menghitung dengan lebih baik

dibandingkan peserta didik yang mempunyai kemampuan numerik rendah akan

mengalami kesulitan saat berhitung. Maka, bisa disimpulkan bahwa, peserta didik yang

mendapat nilai tes tinggi adalah siswa yang mempunyai kemampuan numerik tinggi dan

peserta didik yang mendapat nilai tes rendah adalah siswa yang mempunyai

kemampuan numerik rendah.

Tinggi rendahnya kemampuan numerik kemampuan numerik ketika pemecahan

masalah matematis dalam penelitian ini diperoleh berlandaskan total skor dari setiap

aspek pada tes yang diberikan, diantaranya: 1) Aspek Kecepatan siswa dalam

memecahkan Masalah, 2) Aspek Kecermatan siswa dalam memahami masalah, 3)

Aspek Kecermatan siswa dalam merencanakan penyelesaian masalah, 4) Aspek

Kecermatan dalam menyelesaikan Masalah, 5) Aspek memeriksa kembali hasil yang

diperoleh.

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 07/03/2022; Resived: 17/05/2022; Accepted: 31/07/2022

122

Peserta didik yang mempunyai kemampuan numerik tinggi dalam pemecahan

masalah matematis cenderung bisa memecahkan masalah yang diberikan dengan waktu

yang cukup singkat. Maka, dengan demikian Siswa yang mempunyai kemampuan

numerik rendah dalam pemecahan masalah matematis cenderung dapat memecahkan

masalah yang diberikan dengan waktu yang cukup lama. Pernyataan tersebut berkaitan

dengan penelitian Laras (2020) yang memaparkan bahwa kemampuan numerik bisa

dilihat berdasarkan tes yang bisa digunakan sebagai tes kecepatan guna menguji

kemampuan dasar berhitung. Berdasarkan total hasil penelitian dicapai secara

keseluruhan bahwa kemampuan numerik siswa dalam pemecahan masalah matematis

pada aspek kecepatan siswa dalam memecahkan masalah tergolong kategori rendah

dengan rata-rata skor 2,2 atau 28% yang berarti secara keseluruhan rata-rata siswa

mampu memecahkan masalah dengan kecepatan rata-rata 54 menit atau kisaran waktu

30 menit sampai 60 menit untuk dua soal pemecahan masalah matematis dengan hasil

akhir tepat pada sebgian soal dan kurang tepat pada sebagian lainnya.

Selain cenderung dapat memecahkan masalah dengan lebih cepat siswa yang

mempunyai kemampuan numerik tinggi dalam pemecahan masalah matematis juga

cenderung lebih mampu mengidentifikasi semua unsur yang dibutuhkan dalam

pemecahan masalah dengan sangat cermat, teliti. Begitu pula sebaliknya pada siswa

yang memiliki kemampuan numerik rendah cenderung lebih kurang cermat dan teliti

dalam mengidentifikasi semua unsur yang dibutuhkan dalam pemecahan masalah.

Hal ini dapat dilihat berdasarkan ke-4 aspek kecermatan dalam pemecahan

masalah sebagai berikut: 1) Kecermatan dalam memahami masalah yang dimaksud

dalam penelitian ini ialah kecermatan dan ketelitian siswa serta kesanggupan siswa

dalam memahami ide-ide serta konsep-konsep yang dinyatakan dalam bentuk angka

pada masalah yang diberikan dengan cermat sehingga Siswa yang memenuhi aspek

kecermatan dalam memahami masalah ialah siswa yang bisa menentukan apa yang

diketahui dan ditanyakan beserta unsur-unsur yang dibutuhkan untuk memecahkan dua

soal pemecahan masalah matematis yang diberikan dengan tepat. 2) Kecermatan dalam

merencanakan penyelesaian masalah yang dimaksud dalam penelitian ini ialah

kecermatan dan ketelitian siswa serta kesanggupan siswa dalam berfikir secara logis

mengenai bilangan pada masalah yang diberikan untuk dapat merencanakan

penyelesaian masalah yang diberikan dengan cermat sehingga siswa yang memenuhi

aspek kecermatan dalam merencanakan penyelesaian masalah ialah siswa dapat

menentukan prosedur dan rumus-rumus yang digunakan secara tepat. 3) Kecermatan

dalam menyelesaikan masalah sesuai rencana yang dimaksud dalam penelitian ini ialah

kecermatan dan ketelitian siswa serta kesanggupan siswa dalam menyelesaikan masalah

sesuai rencana dengan perhitungan aritmatika secara cermat sehingga siswa yang

memenuhi aspek kecermatan dalam menyelesaikan masalah sesuai rencana ialah siswa

yang dapat menerapkan prosedur dan rumus-rumus yang direncanakan secara tepat

sehingga memperoleh hasil yang tepat pula. 4) Kecermatan dalam memeriksa kembali

hasil yang diperoleh yang dimaksud dalam penelitian ini ialah kecermatan dan ketelitian

siswa serta kesanggupan siswa dalam memeriksa kembali hasil yang diperoleh dengan

cermat sehingga siswa yang memenuhi aspek kecermatan dalam memeriksa kembali

hasil yang diperoleh ialah siswa yang dapat melakukan pemeriksaam kembali dari hasil

yang diperoleh dan memberikan kesimpulan secara tepat.

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 07/03/2022; Resived: 17/05/2022; Accepted: 31/07/2022

123

Secara umum dapat disimpulkan bahwa pengkategorian tinggi ataupun rendahnya

siswa yang mempunyai kemampuan numerik dalam pemecahan masalah matematis

pada aspek kecepatan dalam memecahkan masalah turut dipengaruhi oleh ke-4 aspek

kecermatan dalam pemecahan masalah lainnya. Sejalan dengan hal itu, Menurut Cahyo

dalam Laras (2020; h.13) Kemampuan numerik ialah keterampilan khusus

dimatematika, sehingga kemampuan numerik berpengaruh pada kemampuan siswa

untuk memahami serta memecahkan masalah matematika yang memerlukan

keterampilan penalaran tingkat lanjut, termasuk keterampilan memecahan masalah.

Kemampuan pemecahan masalah adalah kemampuan dasar seseorang untuk

mememecahkan masalah yang memerlukan pemikiran logis, kritis, serta sistematis.

Bagi yang sudah mempunyai kemampuan berhitung diartikan sudah bisa berfikir logis

dan dapat bernalar dengan angka. Oleh karena itu, membantu pemikiran yang sistematis

dan logis ketika memecahkan masalah (Bedilius, 2018; h.155).

Sementara itu Jelatu (2019) memaparkan bahwa seseorang dengan keterampilan

numerik yang tinggi, mempunyai cara berpikir yang sistematis dalam memecahkan

masalah secara umum, kemampuan untuk menyaring dan mengelola informasi, dan

kemampuan untuk melaksanakan perhitungan serta operasi matematika yang kompleks.

Untuk menolong siswa menalar, memahami dan mengkaji masalah matematika. Selain

itu seseorang dengan keterampilan numerik rendah meyatakankan tingkat kapasistas

orang tersebut dalam menggunakan atau mengatur angka ketika memecahkan masalah

dengan benar, terlebih mereka juga megatakan bahwa kemampuan berhitung rendah

dapat berakibat pada mental individu, kesehatan fisik, prospek pekerjaan, serta status

ekonomi suatu negara (Adelamola dalam Bedilius, 2018; h.155).

Berdasarkan hasil analisis tes kemampuan numerik siswa dalam pemecahan

masalah matematis secara keseluruhan diperoleh bahwa siswa kelas XII MIA MA

Khulafaur Rasyidin termasuk dalam kategori sedang dengan peroleh rata-rata 20,45 atau

58,428%. Yang artinya secara keseluruhan masih ada sebagian siswa yang belum

mampu memahami ide-ide serta konsep-konsep yang dituliskan dalam bentuk angka,

berfikir logis mengenai bilangan untuk dapat memutuskan rencana yang harus dipakai

serta membuat pemodelan matematika, melakukan perhitungan aritmatika,

menyelesaikan masalah sesuai rencana secara cermat, serta memeriksa kembali hasil

yang diperoleh serta menarik kesimpulan dengan baik sehingga siswa mampu

memecahkan masalah yang diberikan dengan waktu yang kurang cepat. Hal ini juga

berarti bahwa siswa yang memiliki kemampuan numerik dapat ketahui dalam proses

pemecahan masalah matematisnya. Hasil penelitian ini didukung oleh Bedilius (2018;

h.155), berdasarkan hasil peneilitannya yang menyatakan bahwa semakin baik

kemampuan numerik seseorang maka semakin baik pula kemampuan pemecahan

masalahnya.

Walaupun secara garis besar kemampuan numerik siswa dalam pemecahan masalah

matematis tergolong cukup baik, namun hal tersebut juga menyatakan bahwa masih

terdapat siswa yang memiliki kemampuan numerik rendah dalam pemecahan masalah

matematis. Hal ini sejalan dengan hasil wawancara dengan seorang guru matematika

yang memaparkan bahwa siswa MA Khulafaur Rasyidin masih kesulitan memecahkan

masalah matematika yang didalamnya terdapat angka-angka dan pengerjaan hitung

dengan cepat dan tepat. Sementara itu, kemampuan numerik yang rendah ini

diakibatkan kurangnya kesadaran siswa mengenai pentingnya mempunyai kemampuan

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 07/03/2022; Resived: 17/05/2022; Accepted: 31/07/2022

124

numerik yang bisa menunjang proses pemecahan masalah-masalah matematika

dikehidupan sehari-hari dan keengganan siswa untuk membiasakan diri mengerjakan

soal-soal yang bisa meningkatkan kemampuan numeriknya (Cahya, dkk, 2020:94).

4. SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Kemampuan numerik siswa dalam pemecahan masalah matematis MIA MA

Khulafaur Rasyidin termasuk dalam kategori sedang dengan persentase yang diperoleh

sebesar 58,428%. Yang artinya secara keseluruhan siswa masih ada yang kurang cepat

dan cermat dalam melakukan perhitungan aritmatika saat menyelesikan soal problem

solving dengan baik.

Saran

Berdasarkan keterbatasan yang ada dalam penelitian ini,maka peneliti

meemberikan beberapa saran untuk penelitian selanjutnya sebagai berikut : 1) pada saat

penelitian di harapkan peneliti lebih menyiapkan diri untuk proses pengambilan,

pengumpulan, dan segala sesuatunya agar penelitian bisa dilakukan dengan lebih baik.

2) untuk mengukur kemampuan numerik siswa dalam pemecahan masalah matematis

sebaiknya dengan perencanaan waktu dan kondisi yang dipersiapkan dengan sebaik-

baiknya sehingga pelaksanan penelitian tidak terlalu mengulur waktu dan peneliti dapat

memantau secara langsung pelaksanaan tes guna mengukur kemampuan numerik siswa

dalam pemecahan masalah matematis dengan baik. 3) pada saat penelitian di harapkan

peneliti masih perlu melakukan wawancara untuk penelitian selanjutnya agar

mendapatkan hasil serta kesimpulan yang lebih akurat. 4) bagi peneliti lainnya,

diharapkan agar melaksanakan penelitian lebih lanjut menggunakan tes dengan materi

yang lebih luas.

5. REFERENSI

Arikunto, Suharsini. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Praktik Edisi Revisi. Jakarta: PT

Rineka Cipta

Astuti, dkk. (2013). Pengaruh Pendekatan Matematika Realistik Terhadap Prestasi

Belajar Matematika ditinjau dari Kemampuan Numerik. Jurnal Pendidik Dasar.

3(1).

Bedilius, dkk. (2018). Hubungan Antara Kemampuan Numerik Dengan Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematis Siswa Di Pedesaan. Jurnal Matematika dan

Pembelajaran, p-ISSN: 2354-6883 ; e-ISSN: 2581-172X. Volume 6, No 2,

December 2018 (148-160).Retrived from :

https://doi.org/10.24252/mapan.2018v6n2a2.

Carter, P (2005). The Complete Book Of Intelligence Test. England: Wiley

Cahya, dkk. (2020). Pengembangan Instrumen Kemampuan Numerik dan Hasil Belajar

Matematika Materi Pengolahan Data Siswa Kelas V SD. Jurnal Pendidikan Dasar

Indonesia, Vol 4. No 2, ISSN: 2613-9553

Cahyo, T. D., Masykuri, M., & Ashadi. (2016). Kontribusi Kemampuan Numerik dan

Kreativitas Terhadap Prestasi Belajar Siswa Pada Materi Pokok Hidrolisis Kelas

XI MIA dan MIA 5 SMA Negeri 2 Karanganyar Tahun Pelajaran 2015/ 2016.

Jurnal Penelitian Kimia (JPK), 5(2), 81-88. Retrieved from

http://Jurnal.fkip.uns.ac.idindex.php/kimia/article/view/8374/6145.

Vol 3 No 1 Juli 2022

Jurnal AlphaEuclidEdu

Received: 07/03/2022; Resived: 17/05/2022; Accepted: 31/07/2022

125

Hendriana, H. (2014). Membangun Kepercayaan Diri Siswa Melalui Pembelajaran

Matematika Humanis. Jurnal Pengajaran Matematika Dan Ilmu Pengetahuan

Alam, 19(1), 52. https://doi.org/10.18269/jpmipa.v19i1.424

Jelatu, S., Mon, M.E., dan San, S. (2019). Relasi Antara Kemampuan Numerik dengan

Prestasi Belajar Matematika. Lectura: Jurnal Pendidikan. Vol. 10, No. 1

Leoni, A. (2008). Super Tes IQ. Tangerang: PT Tangga Pustaka.

Mika, Laras. (2020). Identifikasi Kemampuan Numerik Siswa Pada Kesetimbangan

Kimia di SMA Negeri 12 Banda Aceh. Skripsi. Aceh: Universitas Islam Negri Ar-

Raniyi.

Muliawan, Jasa Ungguh. (2014). Metodologi Penelitian Pendidikan. Yogyakarta: Gava

Media.

Muri, Nurhafiza. (2020). Pengaruh Kemampuan Verbal, Kemampuan Numerik dan

Kemampuan Komunikasi Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Bakara Kabupaten

Enrekang. Skripsi. Makasar: Universitas Muhammadiyah Makassar.

NCTM. 2000. Principles Standars for School Mathematic. USA : NCTM inc.

Puspendik. (2016). TIMSS Infographic. (Online). (puspendik.kemendikbud.go.id).

Diakses tanggal 26 Februari 2018.

Setiawan, W. (2015). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematika Siswa

SMP dengan Menggunkan Model Penemuan Terbimbing. P2MSTKIP Siliwangi,

2(1).

Suherman, E. (2001). Strategi pembelajaran matematika kontemporer. Bandung: JICA-

UPI.

Suparlan, A. J. (2009). Pengaruh minat dan kecerdasan numerik terhadap prestasi

belajar matematika siswa. EduMa, 1(2), 129–137. Retrieved from

https://anzdoc.com/pengaruh-minat-dan-kecerdasan-numerik-terhadap-prestasi-

bela.html.

Syamsudin, dkk. 2011. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa. Bandung: PT. Remaja

Rosdaka.Affifuddin. (2009). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: CV.

Pustaka Setia.