UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA NOVEMBER ...
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA NOVEMBER ...
LAPORAN AKHIR TAHUN
PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL
Judul
PENGGUNAAN PAKAN FUNGSIONAL IMMUNOSTIMULAN DAN PENURUN KOLESTEROL TELUR BERBASIS SERBUK DAUN
SELIGI GUNA MENGATASI KENDALA KETERSEDIAAN PAKAN DAN TINGGINYA MORTALITAS PADA PUYUH
Tahun ke 2 dari Rencana 3 tahun
Dr. Ir. Wardah, MP., MM. NIDN. 0008076101 (Ketua Tim Peneliti) Dr. Ir. Tatang Sopandi, MP NIDN. 0004076302 (Anggota Tim Peneliti)
Dr. Jola Rahmahani, Mkes., drh. NIDN. 0013075804 (Anggota Tim Peneliti)
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA
NOVEMBER, 2016
RINGKASAN
Tanaman dari genus Phyllanthus diketahui mampu berperan sebagai
immunostimulator dan immunomodulator serta mempunyai aktivitas sebagai
antihiperlipidemik dan antikolesterolemik pada ayam broiler. Penelitian ini bertujuan untuk
mengembangkan produksi pakan melalui penggunaan pakan komersial berbasis serbuk daun
seligi (Phyllanthus buxifolius) yang dapat menurunkan kolesterol pada telur dan
meningkatkan respon immun untuk mengatasi kendala ketersediaan pakan dan tingginya
mortalitas pada puyuh. Target khusus dalam penelitian tahun ke-2 adalah : (1) Menemukan
pakan dengan suplementasi serbuk daun seligi yang optimum dapat mempengaruhi efek
serologi melalui penentuan inhibisi haemogglutinasi titer (HA/HI titre), aspartat amino
transferase (AST) dan alanine amino transferase (ALT) pada puyuh, dan (2) Menemukan
pakan dengan suplemen serbuk daun seligi yang optimum dapat mempengaruhi efek
hematologi melalui penentuan laju sedimen eritrosit (ESR), hitungan total leukosit (TLC) dan
deferensial leukosit (DLC) pada puyuh.
Penelitian tahun ke-2 telah dilaksanakan selama 6 bulan meliputi pemeliharaan ternak
mulai umur 4 hari sampai dengan 105 hari. Telah dilakukan (1) analisis kimia dan kandungan
senyawa metabolik sekunder pakan yang disuplemen serbuk daun seligi dengan takaran: 0, 2,
4, 6 dan 8 % untuk mendeskripsikan kandungan kimia dan senyawa metabolik pakan, (2)
menguji respon antibody melalui uji serologi dan hematologi pada puyuh yang diberi pakan
komersial dan serbuk daun seligi dengan takaran yang berbeda, (3) menguji respon antibody
melalui uji serologi dan hematologi pada puyuh yang diberi pakan komersial dan serbuk daun
seligi dengan takaran yang berbeda, setelah ternak diinfeksi dengan virus ND velogenic pada
dosis 106 ml. Sebagai parameter pendukung, dilakukan pengukuran berat badan, konsumsi
pakan dan produksi telur.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan nutrisi dan senyawa
metabolik pakan komersial yang diberi suplemen serbuk daun seligi. Kadar protein kasar,
karbohidrat, pektin, hemiselulosa, selulosa, serta kadar flavonoid, tannin dan saponin lebih
tinggi pada pakan yang disuplementasi serbuk daun seligi. Bahkan terjadi peningkatan seiring
dengan penambahan serbuk daun seligi. Sedangkan kadar lemak kasar turun, hal ini
mengindikasikan bahwa penambahan serbuk daun seligi tidak hanya dapat mengurangi
deposisi lemak, tetapi dapat juga meningkatkan immunitas ternak.
Hasil uji serologi menunjukkan bahwa analisis HA/HI titer pada serum menunjukkan
adanya respon antibody pada puyuh yang diberi serbuk daun seligi pada umur 75 dan 90
hari.serta dilakukan vaksinasi ND secara rutin. Selanjutnya dilakukan tindakan uji tantang
(chellence test) dengan virus ND velogenic dosis 106 cc/ekor pada semua perlakuan selama 2
minggu (umur 90-105 hari). Hasil pemeriksaan Aspartate Transaminase (AST/SGOT)
menunjukkan bahwa kadar AST lebih rendah baik sebelum maupun sesudah chellence test
pada pemberian 2, 4. 6 dan 8% serbuk daun seligi. Tetapi kadar AST meningkat setelah
puyuh diuji tantang (chellence test) dengan virus ND dosis 106 cc/ekor. Hasil uji Alanine
Transaminase (ALT/SGPT) juga mengalami penurunan pada pemberian 2 dan 4% serbuk
daun seligi sebelum uji chellence, tetapi mengalami peningkatan kadar ALT setelah puyuh
mengalami chellence test. Hasil uji Alanine Transaminase (ALT) juga mengalami penurunan
pada pemberian 4% serbuk dan mengalami peningkatan setelah puyuh mengalami chellence
test pada umur 90-105 hari. Hasil uji hematologi juga menunjukkan bahwa pemberian 6%
serbuk daun seligi meningkatkan kadar eritrosit, tetapi menurun pada pemberian 8% serbuk.
Kadar leukosit dan trombosit relatif stabil pada pemberian 2, 4, 6 dan 8% serbuk, bahkan
setelah ternak mengalami chellence test, peningkatannya tidak besar.
iii
Hasil hitung basofil, neutrofil, limfosit dan monosit relatif lebih rendah pada pemberian
6% serbuk daun seligi, tetapi meningkat pada pemberian 8% serbuk. Demikian pula setelah
ternak mengalami chellence test secara umum kadarnya meningkat.
Hasil penimbangan berat badan menunjukkan bahwa pemberian 2, 4, 6 dan 8% serbuk
daun seligi menghasilkan berat badan lebih besar dan relatif stabil, demikian pula konsumsi
pakan sedikit naik dibandingkan dengan puyuh yang tidak diberi serbuk daun seligi. Tetapi
persentase produksi telur sedikit turun pada puyuh yang diberi serbuk daun seligi
dibandingkan dengan puyuh yang tidak diberi serbuk daun seligi. Persentase produksi telur
menurun seiring dengan penambahan suplemen serbuk daun seligi.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa suplemen serbuk daun seligi
dapat meningkakan kandungan nutrisi dan senyawa metabolik sekunder pada pakan
komersial puyuh, relatif tidak mempengaruhi berat badan, meningkatkan konsumsi pakan
tetapi sedikit menurunkan produksi telur. Secara umum pemberian serbuk daun seligi
meningkatkan respon antibody. Pemberian 4 dan 6% serbuk menurunkan AST (SGOT) dan
ALT (SGPT), tetapi meningkatkan hematologi pada puyuh. Dengan demikian disarankan
untuk menggunakan serbuk daun seligi sebagai suplemen puyuh karena meningkatkan nilai
nutrisi dan senyawa metabolik pakan. Pemberian 4-6% serbuk daun seligi sebagai suplemen
alami dapat meningkatkan kesehatan dan tidak mempengaruhi pencernaan puyuh.
Kata kunci : Serologi, hematologi, seligi, puyuh
iv
PRAKATA
Dengan mengucapkan puji syukur kepada Tuhan YME penelitian mengenai
Penggunaan Pakan Fungsional Immunostimulan dan Penurun Kolesterol Telur Berbasis
Serbuk Daun Seligi Guna Mengatasi Kendala Ketergantungan Pakan dan Tingginya
Mortalitas pada Puyuh tahun ke-2 telah selesai dilaksanakan. Pada kesempatan ini peneliti
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Direktur Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Departement Pendidikan Tinggi yang telah mendanai penelitian ini.
2. Rektor Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya yang selalu mendorong dan memberi
semangat kepada peneliti untuk menyelesaikan penelitian ini.
3. Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas 17
Agustus 1945 Surabaya yang telah membantu dan memberi pelayanan serta
pemantauan kepada peneliti.
4. Dekan Fakultas Ekonomi Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya yang telah memberi
semangat dan melakukan pemantauan kepada peneliti.
5. Dekan Fakultas MIPA Univ. PGRI Adi Buana Surabaya yang telah memberikan
meminjaman fasilitas berupa kandang percobaan.
6. Kepala Laboratorium Virologi dan Immunologi, serta lab. Fisiologi FKH-Univ.
Airlangga, lab. Faal dan lab. Biomedik FK-UB, serta lab. Nutrisi dan Pakan Ternak
Fapet UB dan LPPT UGM yang telah memberi izin dan menyediakan fasilitas
penelitian sehingga peneltian ini dapat diselesaikan.
7. Rekan sejawat para peneliti yang telah berkoordinasi dan berkerjasama dengan baik.
Hasil penelitian ini tentu saja tidak dapat menyelesaikan dan menjawab semua
permasalahan dalam usaha penemuan bahan suplemen yang berasal dari tanaman obat.
Namun demikian hasil penelitian ini paling tidak dapat dijadikan informasi dasar dalam
penyediaan dan penganekaragaman bahan suplemen untuk ternak unggas sebagai pengganti
suplemen sintetis. Kami menyadari bahwa kekurangan akan selalu ada, oleh karena itu kritik
dan saran akan kami terima dengan lapang dada.
Surabaya, November 2016
Tim Peneliti.
v
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL .................................................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................................
ii
RINGKASAN ...............................................................................................................
iii
PRAKATA ....................................................................................................................
v
DAFTAR ISI ................................................................................................................
vi
DAFTAR TABEL .........................................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................
viii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................
x
BAB 1. PENDAHULUAN ...........................................................................................
1
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................
5
BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN .................................................
10
BAB 4. METODE PENELITIAN ...............................................................................
12
BAB 5. HASIL PENELITIAN DAN LUARAN YANG DICAPAI...........................
26
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................
40
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................
42
LAMPIRAN ..................................................................................................................
45
vi
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel Halaman
5.1.1. Efek Suplementasi Serbuk Daun Seligi pada pakan
komersial terhadap komposisi Kimia Pakan Puyuh
............................
26
5.1.2. Efek Suplementasi serbuk Daun Seligi pada pakan komersial
terhadap Keberadaan Golongan Senyawa Metabolik Sekunder
pada Pakan Puyuh
...........................
27
vii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar Halaman
2.1 Tanaman seligi (Phyllanthus buxifolius) ............................. 8
3.1
Kerangka Operasional Penelitian
.
............................
14
5.2.
Hasil Analisis Senyawa Metabolik Sekunder Pakan
Komersial yang Disuplementasi Serbuk Daun Seligi
dengan Takaran yang Berbeda
.............................
27
5.3. Hasil Uji HA/HI titer terhadap sampel serum Puyuh ............................. 28
5.4.
Efek Serbuk Daun Seligi (P. buxifolius) terhadap Nilai
Aspartate transferase (AST/SGOT)
.............................
29
5.5. Efek Serbuk Daun Seligi (P. buxifolius) terhadap
Nilai Alanine transferase (ALT/SGPT)
.............................
30
5.6. Efek Serbuk Daun Seligi (P. buxifolius) terhadap
Jumlah Eritrosit darah Puyuh
.............................
31
5.7. Efek Serbuk Daun Seligi (P. buxifolius) terhadap
Jumlah Leukosit darah Puyuh
.............................
32
5.8. Efek Serbuk Daun Seligi (P. buxifolius) terhadap
Jumlah Trombosit darah Puyuh
.............................
32
5.9. Efek Serbuk Daun Seligi (P. buxifolius) terhadap
Persentase Eosinofil darah Puyuh
.............................
33
5.10. Efek Serbuk Daun Seligi (P. buxifolius) terhadap
Persentase Basofil darah Puyuh
.............................
34
5.11. Efek Serbuk Daun Seligi (P. buxifolius) terhadap
Persentase Neutrofil darah Puyuh
.............................
34
5.12. Efek Serbuk Daun Seligi (P. buxifolius) terhadap
Persentase Limfosit darah Puyuh
.............................
35
5.13. Efek Serbuk Daun Seligi (P. buxifolius) terhadap
Persentase Monosit darah Puyuh
.............................
35
5.14. Efek Serbuk Daun Seligi (P. buxifolius) terhadap Berat
Badan Puyuh
.............................
37
5.15. Efek Serbuk Daun Seligi (P. buxifolius) terhadap
Konsumsi Pakan Puyuh
.............................
37
5.16. Efek Serbuk Daun Seligi (P. buxifolius) terhadap
Produksi Telur Puyuh
.............................
38
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Lampiran Halaman
1 Hasil Analisis Statistik ........................................................... 46
2 Pelaksanaan Penelitian 63
3
Draft Artikel Jurnal Internasional
...........................................................
65
4 Cover dan Daftar Isi BUKU AJAR ........................................................... 78
5 Booklet Teknologi Tepat Guna
........................................................... 82
6 Sertifikat dan daftar isi Buku Panduan
Seminar
………………………………………
87
1
BAB 1. PENDAHULUAN
Newcastle disease (ND) merupakan salah satu penyakit infeksi utama yang
menyerang unggas dengan tingkat mortalitas dan morbiditas yang tinggi bahkan
mencapai 50-100% (Hashmi, 1999 dan Pedersen et al., 2004). Meskipun telah dilakukan
penerapan manajemen peternakan yang baik, program vaksinasi dan peningkatan higienis,
penyakit ND masih merupakan masalah kesehatan ternak yang secara ekonomis
merugikan industri peternakan terutama unggas (Hashmi, 1999).
Program vaksinasi telah dilaksanakan untuk menanggulangi penyakit ND dengan
berbagai jenis atau macam vaksin serta jadwal waktu vaksin. Namun demikian, kematian
ternak akibat virus ND masih terjadi. Bahkan telah dilaporkan bahwa kematian ayam
mencapai 40% akibat virus AI dan 60% akibat virus ND. Terdapat beberapa sebab
terjadinya kegagalan program vaksinasi dalam melindungi unggas terhadap serangan virus
ND. Pertama, vaksinasi gagal untuk memprovokasi terbentuknya antibody sampai tingkat
perlindungan akibat rendahnya antigen, penanganan vaksin yang tidak benas, kesalahan
prosedur vaksinasi. Kedua, virus ND menyerang ayam sebelum respon immune terbentuk.
Ketiga, adanya penurunan titre antibody yang cepat, sehingga level imunitas di bawah
tingkat perlindungan terhadap serangan virus ND. Selain itu, dikalangan peneliti pada saat
ini terjadi kekhawatiran terhadap peningkatan resistensi dari virus ND. Jeffrey (2003)
melaporkan bahwa telah terjadi serangan virus ND exotic pada peternakan ayam dengan
mortalitas lebih dari 90% di Souther California pada tahun 2002. Pada beberapa Negara
bagian di Amerika Serikat juga telah menemukan isolat virulensi dari virus ND (Pedersen
et al., 2004).
Puyuh seperti halnya ternak unggas pada umumnya mudah terpapar stres dan
serangan penyakit (Poultry Indonesia, 2012), bahkan paparan stres dan serangan penyakit
pada puyuh dapat menurunkan produksi telur sampai 80-100 % (Theranger.co.uk and
2
Dok. Medion, 2012). Stres yang sering dialami puyuh terjadi karena perubahan iklim atau
pergantian cuaca yang ekstrim, pindah kandang atau tempat pemeliharaan dan transportasi
jarak jauh. Stres pada puyuh biasanya bersifat immunosupressive atau menekan sistem
kekebalan tubuh. Saat stres, puyuh sangat rentan terinfeksi penyakit. Beberapa penyakit
viral yang sering menyerang puyuh adalah Newcastle disease (ND), Infectious bronchitis
(IB) dan Avian influenza (AI). Ketiga penyakit tersebut menunjukkan gejala klinis
maupun perubahan patologi anatomi relatif sama.
Secara alami terdapat sistem immun pada tubuh ternak yang bermanfaat dalam
pencegahan penyakit karena infeksi. Tetapi biasanya hanya bersifat immunosupressive
atau menekan sistem kekebalan tubuh sehingga pada saat stres, puyuh sangat rentan
terinfeksi penyakit sedangkan sistem immun alami yang terbentuk di dalam tubuh ternak
belum mencukupi, sehingga diperlukan adanya sistem immun dari luar tubuh yang aman
dikonsumsi ternak. Respon immun dalam tubuh ternak akan meningkat apabila terdapat
senyawa yang mempunyai aktivitas immunostimulan. Tanaman dari genus Phyllanthus
yang telah dikenal sebagai tanaman berkhasiat obat, diketahui dapat mempengaruhi fungsi
dan aktivitas sel immunokompeten, mampu berperan sebagai immunoterapi dan
diperkirakan melalui mekanisme immunostimulator.
Strategi alternatif untuk menanggulangi penyakit ND dapat dilakukan dengan
menggunakan komponen bahan alam sebagai immunomodulator dan sampai saat ini terus
dikembangkan. Perubahan respon immun individu dapat disebabkan immunostimulator
dan immunosupresif (Marin, 1996). Immunostimulasi pada unggas dapat menuntun
peningkatan produksi antibody serta peningkatan fagositosis oleh makrofag (Hashmi,
1999). Sistem immun pada tubuh secara alami bermanfaat dalam pencegahan penyakit
karena infeksi. Namun sistem immun alami yang terbentuk di dalam tubuh ternak belum
mencukupi, sehingga diperlukan adanya sistem immun dari luar tubuh yang aman
3
dikonsumsi ternak. Respon immun tubuh akan meningkat dengan pemberian senyawa
beraktivitas immunostimulan.
Tanaman dari genus Phyllanthus yang dikenal sebagai tanaman berkhasiat obat,
diketahui dapat mempengaruhi fungsi dan aktivitas sel immunokompeten, mampu
berperan sebagai immunoterapi dan diperkirakan melalui mekanisme immunostimulator.
Tanaman dari genus ini juga berpotensi sebagai antihiperlipidemik dan menurunkan
kolesterol darah (Adeneye, 2006; Obianime et al, 2008; dan Umbare et al, 2009). Daun
seligi (Phyllanthus buxifolius) diketahui mengandung flavonoid, polifenol, tanin, saponin,
alkaloid, kuinon dan steroid triterpenoid (Sopandi, 2005 dan Wardah et al., 2007). Daun
seligi diketahui dapat meningkatkan respon immun, terbukti meningkatnya ekspresi IL-1,
hasil hitung limfosit dan berat bursa fabricius, serta menurunkan jumlah sel yang
mengekspresi iNOS tanpa meningkatkan jumlah leukosit (TLC) ayam broiler (Wardah et
al, 2011). Daun seligi terbukti juga meningkatkan respon immune pada puyuh,
meningkatkan ekspresi IL-1, hasil hitung limfosit dan menurunkan jumlah sel yang
mengekspresi iNOS tanpa meningkatkan jumlah leukosit (TLC) pada puyuh (Wardah et
al., 2015).
Senyawa flavonoid mampu berperan sebagai antioksidan dalam tubuh ternak
(Gonzalez-Paramez et al, 2004). Terbukti, ekstrak etanol serbuk daun seligi mampu
menurunkan aspartat amino transferase (AST), laktat dehidrogenase (LDH), tidak
menyebabkan perubahan laju sedimentasi eritrosit (ESR) dan total leukosit (TLC), serta
menurunkan limfosit pada ayam broiler (Wardah et al, 2007). Pemberian 240 mg dan 320
mg ekstrak etanol daun seligi mampu menurunkan aspartat amino transferase, laktat
dehidrogenase dan limfosit darah, serta tidak menyebabkan perubahan laju sedimen
eritrosit dan total leukosit pada ayam broiler (Wardah et al, 2007). Serbuk daun seligi juga
berperan sebagai immunostimulan pada ayam broiler, terbukti adanya peningkatan
4
ekspresi IL-1, hasil hitung limfosit serta penurunan jumlah sel yang mengekpresi iNOS
tanpa peningkatan jumlah leukosit pada ayam broiler (Wardah et al, 2011). Demikian pula
pada puyuh, daun seligi terbukti meningkatkan ekspresi IL-1β, menurunkan ekspresi
iNOS, menurunkan kadar leukosit, meningkatkan kadar hemoglobin, eritrosit dan limfosit
serta tidak terdeteksi adanya monosit (Wardah et al., 2015).
Beberapa hasil penelitian juga menunjukkan bahwa tanaman dari genus ini juga
mampu berperan sebagai immunostimulator, seperti pada meniran (P. ninuri) mampu
menghambat virus hepatitis B (Maat, 1997). Demikian pula P. amarus juga mampu
berperan sebagai hepatoprotektor, antidiabetik dan antiinflamasi (Adeneye, 2006) serta
menurunkan kadar AST, ALT, alkaline, dan asam fosfatase (Obianime et al., 2008).
Namun demikian informasi ilmiah dan hasil penelitian mengenai penggunaan pakan
fungsional berbasis herbal dari serbuk daun seligi yang dapat mempengaruhi aktivitas
immunomodulator yang optimum sebagai antivirus pada puyuh yang terinfeksi virus
Newcasstle (ND) belum ada.
5
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit Newcastle disease (ND) disebabkan oleh virus avian paramyxovirus
(APMV-1) genus Avulavirus dan family Paramyxoviridae (Alexander, 2001). Sejak
diketahui pada tahun 1926 di Jawa dan Newcastle, penyakit ini menyebar keseluruh dunia
dan menjadi permasalahan serius pada industri peternakan ayam baik ayam petelur
maupun pedaging (Omar et al., 2003). Walaupun telah dilakukan program vaksinasi dan
pembunuhan masal (deposisi), secara sporadispenyakit ini masih merupakan ancaman
bagi industri peternakan (Fauziah et al., 2001). Berdasarkan gejala klinis yang
menginfeksi ayam, strain virus ini dikelompokkan dalam lima kelompok yaitu : (1)
viscerotropic velogenic yang mempunyai patogenitas tinggi dengan gejala lesi dengan
gejala haemorhagi pada intestinal, (2) neurotropic velogenic, menyebabkan mortalitas
tinggi dengan gejala gangguan respirasi dan syaraf (nervous), (3) mesogenic,
menyebabkan mortalitas rendah dengan gejala gangguan respirasi dan syaraf ringan, (4)
lentogenic atau respiratory, dengan gejala ringan atau infeksi subklinis respirasi ringan,
dan (5) asymptomatic enteric, umumnya hanya infeksi subklinis enteric (Seal et al., 1998;
Aldous and Alexander, 2001).
Tanaman dari genus Phyllanthus telah dikenal sebagai tanaman obat untuk
beberapa jenis penyakit karena banyak mengandung berbagai komponen metabolit
sekunder yang berkhasiat obat (Zhang et al, 2000). Tanaman dari genus Phyllanthus juga
berpotensi sebagai antidiabetik dan antilipidemik karena dapat menurunkan akumulasi
lemak dalam sel dan jaringan daging (Adeneye et al, 2006), serta stres oksidatif dan
peradangan pada kandung kemih (Shen et al., 2008). P. amarus menunjukkan adanya efek
antidiare (Odetola dan Akojenu, 2000). Notka et al (2003) juga melaporkan bahwa P.
amarus dapat menghambat replikasi dan reverse transcriptase HIV-1. Phyllanthus ninuri
(meniran) mengandung terpenoid, flavonoid, benzonoid, alkaloid, steroid, tannin, saponin
6
dan vitamin C, ekstrak air P. ninuri dapat menghambat DNA polymerase dari virus
hepatitis B, virus hepatitis woodchuck (WHV) dan human immunodeficiency virus (HIV-
1-RT) (Malhortra dan Singh, 2006). Ekstrak dari tanaman ini dapat berperan sebagai
hepatoprotektif, antidiabetik, antihipertensif, analgesik, antiinflamasi, dan menunjukkan
adanya efek antimikroba (Adeneye et al, 2006). Pemberian secara oral serbuk tanaman
Phyllanthus amarus pada penderita hepatitis B kronis mampu menurunkan dan
menghilangkan HBsAG sampai 55-60% (Thyagaran et al., 1996). Tanaman ini juga
mempunyai potensi sebagai antidiabetik dan antilipidemik ( Adeneye et al., 2006).
Malhortra dan Singh (2006) juga melaporkan bahwa P. ninuri mengandung lignan,
terpene, flavonoid, lipid, benzonoid, alkaloid, steroid, alcan, tanin, saponin dan vitamin C.
Ji XH. et al (1993) melaporkan bahwa pengujian in vitro terhadap virus hepatitis B yang
dinfeksikan pada kultur sel human hepatoma cell line, ekstrak dari P. ninuri mampu
menurunkan titer HBsAg. Komponen utama dari ekstrak Phyllanthus yang berkhasiat
antiviral adalah flavonoid, tetapi tanin atau ellagitanin yang banyak terdapat dalam ekstrak
dapat menghambat aktivitas enzim polymerase DNA dari virus Epstein Barr (Liu et al,
1999). Menurut Saputra et al (2000) kemampuan tanaman P. ninuri dalam bekerja sebagai
immunoterapi diperkirakan melalui mekanisme immunostimulator sebagai (1)
meningkatkan sitotoksisitas sel NK sehingga banyaknya sel yang mengalami mutasi
segera di lisis, (2) meningkatkan sekresi TNF-a oleh subset Th1 sehingga lebih
meningkatkan ekspresi MHC kelas 1 dari sel yang mengekspresikan antigen tumor
sehingga mengoptimalkan kerja sitotoksisitas dari sel-T sitotoksik (CD8), dan (3)
meningkatkan antivitas monosit/makrofag sebagai sel fagosit dan sel penyaji antigen
(antigen presenting cell) yang diperkuat dengan menurunnya sekresi IL-10 oleh subset
Th2 (Saputra et al., 2000).
7
Beberapa hasil penelitian juga melaporkan bahwa tanaman dari genus Phyllanthus
menunjukkan aktivitas sebagai antivirus. Ekstrak Phyllanthus bekerja pada level seluler
sehingga menunjukkan aktivitas sebagai anti-hepatitis B (Jayaram et al., 1996). Ekstrak
Phyllanthus dapat menghambat transkripsi mRNA virus hepatitis B (HBV) dengan cara
menghambat enhancer-1dari factor transkripsi C/EBP (Ott et al., 1977). Di samping dapat
menghambat aktivitas enzim polymerase DNA, ekstrak Phyllanthus juga mampu
menghambat aktivitas enzim reverse transcriptase (RT) dari HIV-1 (Ogata et al., 1992).
Aktivitas hambatan enzim RT dibuktikan dengan menggunakan Maloney Murine
Leukemia RT (M-MulV-RT) dan reaksi yang terjadi diamati dengan 3HdTTP, ternyata
ekstrak air Phyllanthus memiliki hambatan lebih besar yaitu 81% dibandingkan dengan
ekstrak methanol sebesar 54% (Suthienkul et al., 1993).
Komponen ekstrak dari genus Phyllanthus yang diisolasi dari akar tanaman adalah
phyllanthostatin 6 yang dapat menghambat pertumbuhan kultur cell line P-388 (murine
lymphocytic leukemia) dan diperkirakan komponen tersebut berkhasiat sebagai anti-
neoplastik (Pettit et al., 1990). Ekstrak dari tanaman Phyllanthus amarus dapat berperan
sebagai hepatoprotektif, antidiabetik, antihipertensif, analgesik, antiinflamasi, dan
menunjukkan adanya efek antimikroba (Adeneye et al, 2006). Tanaman ini juga
menunjukkan adanya efek antidiare (Odetola dan Akojenu, 2000).
Tanaman dari genus Phyllanthus juga berpotensi sebagai antidiabetik dan
antilipidemik (Adeneye et al, 2006). Phyllanthus amarus berpotensi sebagai
antihiperlipidemik, pemberian 50-800mg/kgBB ekstrak metanol daun P. amarus
signifikan menurunkan kolesterol, AST, ALT, urea, asam urat, total protein, alkalin dan
asam fosfatase (Obianime et al, 2008). Pemberian 300-500 mg/kg BB ekstrak
hidroalkohol daun P. amarus juga signifikan menurunkan kadar kolesterol (Umbare et al,
2009). Ekstrak hidroalkohol dari daun P. amarus Schumach secara in-vivo berpotensi
8
sebagai antihiperlipidemi dan signifikan menurunkan kandungan kolesterol pada tikus
dengan dosis 300 dan 500 mg/kg berat badan (Umbare et al, 2009).
Ekstrak etanol daun seligi (Phyllanthus buxifolius) juga mampu menurunkan kadar
kolesterol darah dan meningkatkan limfosit darah ayam broiler dan puyuh (Wardah et al,
2007dan Wardah et al, 2015). Ekstrak air P. amarus dapat mengurangi konsentrasi
kolesterol total dan kolesterol LDL pada tikus albino (James et al., 2010) dan meningkat
pada tingkat cGMP yang digunakan sebagai stimulan seksual dan efek umpan balik pada
oksida nitrat sintase yang dapat menurunkan konsentrasi oksida nitrat dalam plasma
(Bankole et al., 2011). Ekstrak air dari buah P. emblica secara signifikan juga memiliki
efek antidiabetes dan hipotrigliseridemik (Qureshi et al., 2009). Konsumsi buah kering P.
emblica dapat menurunkan kolesterol total, trigliserida dan LDL (Ahmed et al., 2010).
Tanaman seligi (P. buxifolius) yang merupakan tanaman asli Indonesia bentuknya
perdu, tahunan dengan tinggi 1-1,5 m. Daun majemuk melingkar pada batang berbentuk
bulat telur dengan ujung runcing. Bunga tanaman ini tunggal terletak diketiak daun,
menggantung bertangkai pendek berwarna kuning dengan mahkota bunga berbentuk
tabung. Biji pipih bentuk ginjal berwarna coklat, sedangkan akar berwarna coklat
keputihan (Dalimarta, 2007).
Gambar 2.1. Tanaman seligi (Phyllanthus buxifolius)
9
Ekstrak daun seligi (P. buxifolius) mampu menurunkan aspartat amino transferase
(AST), laktat dehidrogenase (LDH), serta tidak menyebabkan perubahan laju sedimen
eritrosit (ESR) dan total leukosit (TLC), serta menurunkan limfosit darah ayam broiler.
Dengan demikian, daun seligi dapat menyehatkan hati dan jaringan hewan, tidak
menyebabkan infeksi dan inflamasi sehingga aman dikonsumsi Unggas (Wardah et al,
2007). Tanaman ini mampu menurunkan kadar kolesterol darah pada ayam broiler
(Wardah et al, 2007). Ekstrak etanol dari tanaman ini mengandung flavonoid, alkaloid,
saponin, tanin, dan steroid triterpenoid (Sopandi 2005 dan Wardah et al, 2007). Golongan
senyawa flavonoid, saponin, dan tanin mampu menghambat deferensiasi sel lemak,
sehingga maturasi sel lemak terhambat akibatnya sintesis leptin turun (Roth et al., 2008).
Seligi (P. buxifolius) mengandung saponin, flavonoid dan polifenol (Sopandi,
2005) serta alkaloid, tanin, kuinon, dan steroid triterpenoid (Wardah et al, 2007).
Pemberian ekstrak etanol daun seligi sebanyak 80-320 mg/kg BB/hari mampu
menurunkan aspartat amino transferase, laktat dehidrogenase, tidak menyebabkan
perubahan laju sedimen eritrosit, dan total leukosit, serta menurunkan limfosit darah ayam
broiler yang diinfeksi vaksin ND aktif (Wardah et al., 2007). Dengan demikian, daun
seligi dapat menyehatkan hati dan jaringan hewan, tidak menyebabkan infeksi dan
inflamasi sehingga aman dikonsumsi unggas (Wardah et al., 2007).
10
BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan utama penelitian pada Tahun II adalah untuk menemukan aktivitas
imunomodulator serbuk daun seligi (P. buxifolius) sebagai antivirus pada puyuh yang
terinfeksi virus Newcasstle disease (ND) sebagai challange test. Secara khusus, penelitian
pada Tahun II bertujuan :
(1) Menemukan pakan dengan suplementasi serbuk daun seligi yang optimum
dapat mempengaruhi efek serologi melalui penentuan inhibisi
haemogglutinasi titer (HA/HI titre), aspartat amino transferase (AST) dan
alanine amino transferase (ALT) pada puyuh.
(2) Menemukan pakan dengan suplemen serbuk daun seligi yang optimum dapat
mempengaruhi efek hematologi melalui penentuan laju sedimen eritrosit
(ESR), hitungan total leukosit (TLC) dan deferensial leukosit (DLC) pada
puyuh.
3.2 Manfaat Penelitian
Dalam rangka peningkatan aktivitas immunomodulator yang optimum sebagai
antivirus pada puyuh yang terinfeksi virus Newcasstle (ND), penggunaan feed supplement
berbasis herbal yang mengandung berbagai komponen metabolik sekunder merupakan
solusi alternatif yang patut dipertimbangkan untuk meningkatkan respon immun pada
ternak ungags khususnya puyuh (C. coturnic japonica). Penggunaan serbuk daun seligi (P.
buxifolius) sebagai feed supplement mengandung sejumlah komponen metabolik seperti
flavonoid, tannin dan saponin. Adanya komponen metabolik pada puyuh yang
mengkonsumsi serbuk daun seligi (P. buxifolius) diharapkan aktivitas immunomodulator
sebagai antivirus pada puyuh yang terinfeksi virus Newcasstle (ND) optimum sehingga
daya tahan tubuh ternak meningkat apabila terjadi serangan virus ND. Penggunaan
11
tanaman obat sebagai pelengkap pakan diharapkan lebih efektif dan aman dikonsumsi oleh
ternak serta terbebas dari residu bahan kimia. Peranan feed supplement alami ini juga
mempunyai kontribusi yang tinggi dalam rangka pengembangan Ilmu Kesehatan Ternak.
12
BAB 4. METODE PENELITIAN
Penelitian terdiri dari 2 metode, yaitu metode penelitian deskriptif analitik dan
eksperimental. Penelitian deskriptif difokuskan untuk menetapkan kandungan kimia dan
komponen metabolik sekunder pakan komersial yang disuplementasi serbuk daun seligi.
Penetapan kandungan kimia pakan yang disuplementasi serbuk daun seligi meliputi
protein kasar, lemak kasar, ADF, NDF, selulosa, hemiselulosa dan lignin telah dilakukan
di laboratorium nutrisi, Fakultas Peternakan UB. Penetapan senyawa metabolik pakan
terdiri dari flavonoid, tanin dan saponin dilakukan di laboratorium milik LPPT-UGM.
Penelitian eksperimental difokuskan untuk menguji aktivitas immunomodulator
serbuk daun seligi (P. buxifolius) sebagai antivirus pada puyuh yang terinfeksi virus
Newcasstle disease (ND) telah dilaksanakan di kandang percobaan milik fakultas MIPA
Univ. PGRI Adi Buana Surabaya selama 3 bulan, mulai bulan April sampai dengan awal
Agustus 2016. Sedangkan Uji Tantang (Chellenge test) dilakukan di kandang percobaan
milik FKH Univ. Airlangga, mulai 8-21 Agustus 2016. Untuk menemukan pakan dengan
suplementasi serbuk daun seligi yang optimum dapat mempengaruhi efek serologi dan
hematologi dilakukan di Laboratorium Immunologi dan Virology FKH Univ. Airlangga
dan laboratorium Faal Fak. Kedokteral Univ. Brawijaya. Efek serologi terdiri dari uji
penentuan inhibisi haemogglutinasi titer (HA/HI titre), aspartat amino transferase (AST)
dan laktat dehidrigenase (LDH), sedang efek hematologi terdiri dari uji penentuan laju
sedimen eritrosit (ESR), hitungan total leukosit (TLC) dan deferensial leukosit (DLC)
pada darah puyuh.
Penelitian eksperimental telah dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap
(RAL) yang diulang 15 kali. Perlakuan penambahan serbuk daun seligi sebanyak 0%, 2%,
4%, 6% dan 8% per kg pakan komersial, apabila terdapat perbedaan diantara perlakuan
dilanjutkan dengan uji beda nyata jujur.
13
Sebanyak 75 ekor puyuh umur 4 hari ditempatkan dalam kandang kelompok secara
acak masing-masing berisi 15 ekor. Kandang sudah dilengkapi dengan tempat pakan,
tempat minum dan lampu penerangan. Puyuh percobaan berasal dari hasil penetasan
peternakan rakyat yang berlokasi di desa Kalipucung Kecamatan Sanankulon Kabupaten
Blitar. Puyuh diberi pakan jadi produksi pabrik pakan ternak. Untuk mengetahui kondisi
awal ternak, diambil secara acak sebanyak 5 ekor puyuh umur 4 hari dilakukan
pemeriksaan HA/HI titre menggunakan metode ELISA dengan cara dispet dibagian sayap
dan ditampung darahnya lalu dipisahkan serumnya. Pada umur 10 hari semua puyuh di
vaksin ND lasota yang dicampurkan pada air minum. Puyuh diberi pakan pellet yang
berasal dari campuran pakan komersial ditambah serbuk daun seligi dengan takaran 0, 2,
4, 6 dan 8% per kg pakan. Pakan perlakuan diberikan 3 kali sehari sesuai kebutuhan
sedangkan air minum diberikan secara ad libitum. Vaksinasi diulang pada umur 21 hari
melalui air minum, sedangkan pada umur 60 hari dilakukan vaksinasi ulang (booster) ND
lasota melalui injeksi intramuscular dengan dosis 2 cc/ekor. Pada umur 30, 60, 75 dan 90
hari juga dilakukan analisis HA/HI titre untuk mengetahui respon antibody setelah ternak
divaksin dan diberi perlakuan suplemen serbuk daun seligi. Analisis HA/HI titre dilakukan
di lab Immunologi dan Virologi FKH Univ. Airlangga. Sedangkan uji serologi dan
hematologi awal dilakukan pada umur 30 hari di lab. Faal FK-UB. Uji serologi dan
hematologi terdiri dari uji aspartat transaminase (AST) dan Alanin transaminase (ALT),
penentuan laju sedimen eritrosit (ESR), hitungan total leukosit (TLC) dan deferensial
leukosit (DLC) pada darah puyuh. Tahapan penelitian yang merupakan kerangka
operasional penelitian disajikan pada Gambar 4.1 berikut.
14
Gambar 4.1 Kerangka Operasional Penelitian
DESKRIPTIF
ANALITIK
Analisis kandungan kimia pakan
komersial ditambah serbuk daun
seligi 0, 2, 4, 6, 8 %
Diperoleh Hasil Analisis kimia pakan
komersial berupa :Bahan kering, abu,
kadar protein kasar, lemak kasar, serat
kasar, ADF dan NDF
EKSPERIMENTAL
(Pendahuluan)
Puyuh umur 4 hari dipelihara, diberi pakan komersial sesuai
kebutuhan dan diambil darahnya untuk analisis HA/HI titre untuk mengetahui kondisi awal ternak
Diperoleh HA/HI titre pada umur 4
hari sebagai parameter awal
Tahap Penelitian Proses Penelitian Hasil Penelitian Yang
Didapatkan
Analisis komponen metabolik sekunder pakan komersial yang
diberi serbuk daun seligi 0, 2, 4, 6, 8 %
Diperoleh kandungan senyawa
metabolik sekunder berupa
flavonoid, tannin, dan saponin
Puyuh umur 10-90 hari dipelihara, diberi pakan komersial dengan suplemen serbuk daun seligi (0%, 2%, 4%, 6% dan 8%) . Umur 10, 30 dan 60 hari dilakukan vaksinasi ND lasota. Umur 30 hari diambil 5 ekor setiap perlakuan diambil darahnya dan dianalisis serologi dan hematologi. Umur 30, 60, 75 dan 90 hari dilakukan analisis HA/HI titer untuk mengetahui respon antibodi ternak
1. Diperoleh hasil analisis serologi (AST dan ALT) serta hematologi (ESR, TLC dan DLC) puyuh yang berumur 4 minggu
2. Diperoleh kenaikan HA/HI titer yaitu terjadi kenaikan respon antibody pada puyuh umur 75 dan 90 hari
EKSPERIMENTAL
Umur 90-105 hari dilakukan uji tantang (Challence test) dengan virus ND dosis 10
6/cc/ekor pada
puyuh yang telah diberi pakan perlakuan serbuk daun seligi dan telah divaksin ND lasota. Dilakukan pengambilan darah pada umur 105 hari, dianalisis serologi dan hematologi
Diperoleh hasil analisis serologi (HA/HI
titer, AST dan LDH) dan hematologi
(ESR, TLC dan DLC) pada puyuh setelah
uji tantang (Challence test)
15
Pengambilan darah
Secara hati-hati bagian badan dan kaki puyuh dipegang sehingga tidak meronta.
Pengambilan darah pada 5 ekor dari setiap kelompok perlakuan puyuh dilakukan dengan
cara disembelih atau di spet pada bagian sayap. Sampel darah dari setiap puyuh
dikumpulkan dalam dua botol. Salah satu botol diisi dengan EDTA (2,5 mg/5 ml darah)
yang akan digunakan untuk uji hematologi yaitu ESR, TLC dan DLC. Sampel darah tanpa
antikoagulan disimpan selama 1-2 jam dan selanjutnya disentrifuge pada 2500 rpm selama
10 menit. Bagian sera dipisahkan dan dimasukkan dalam vial plastic steril untuk
selanjutnya disimpan pada suhu 20oC sampai akan digunakan.
Analisis Serologi
Uji inhibisi haemogglutinasi (HA/HI titre) dilakukan sesuai dengan yang
dijelaskan oleh Hashmi (1999). Sebanyak 8 ml darah puyuh sehat tanpa antikoagulan
disentrifuge pada 2000 rpm selama 10 menit. Supernatan diambil dengan pipet steril dan
dimasukkan ke dalam tabung yang berisi 5 ml normal saline. Tabung kemudian
disentrifuge pada 2000 rpm selama 10 menit, pekerjaan tersebut diulang sebanyak 3 kali
sehingga menjadi supernatant RBC. Pada vial vaksin virus ND dengan dosis 100
ditambahkan 1 ml normal saline . Selanjutnya sebanyak 50 µl normal saline dipipet ke
dalam 1-12 well plate dan ditambahkan 50 µl antigen pada setiap well dan dihomogenkan.
Setelah homogen ditambahkan 50 µl suspense RBC 1% dan dicampur. Well plate
diinkubasi pada suhu ruang dan dilakukan pengamatan setiap 10-15 menit. Dilusi virus
yang tinggi akan menyebabkan haemogglutinasi.
Penentuan haemogglutinasi titer (HA/HI titer) seperti yang dijelaskan oleh Alan et
al. (1978). Sebelum dilakukan pengujian sampel serum di thawing pada waterbath pada
suhu 560C selama 30 menit untuk menghancurkan agglutinin nonspesifik. Dengan
menggunakan multichanell dispenser, 50 ml normal saline didispensi pada 1-12 plete
16
mikrotitre dan ditambahkan sebanyak 50 µl sampel serum pada setiap plate dan dilakukan
pengenceran sebanyak 2 kali. Selanjutnya 50 ml antigen (vaksin) ditambahkan pada well
plate kecuali 1 plate dan ditambahkan 50 µl suspense RBC. Plate diinkubasi pada suhu
ruang selama 15-30 menit sampai pada bagian bawah terbentuk formasi. Aktivitas LDH
dianalisis melalui penentuan Analisis aspartate amino transerase (AST) dan Analisis
alanine amino transerase (ALT).
Analisis aspartate amino transerase (AST) dilakukan sesuai dengan diagnostic kit
catalogue No. E ASTR 100 (EnzyChrom Aspartate Transaminase Assay Kit 100 T).
Sebanyak 1000 μL Reagen A (L-aspartate dan NADH) dimasukkan ke dalam kuvet.
Sampel serum sebanyak 100 μL yang telah disentrifugasi, dimasukkan dalam kuvet dan
diinkubasi pada suhu 37°C selama satu menit. Selanjutnya reagen B (2-Oxaloglutarat dan
LDH) sebanyak 250μL ditambahkan, dicampur dan diinkubasi selama satu menit pada
suhu ruang. Hasilnya dibaca dengan spektrofotometer pada panjang gelombang (λ) 340
nm dan penurunan absorbansi setelah 3 menit.
Analisis alanine amino transerase (ALT) juga dilakukan sesuai dengan diagnostic
kit catalogue No. E ALTR 100 (EnzyChrom Alanine Transaminase Assay Kit 100 T).
Sebanyak 1000 μL Reagen A (L-alanin dan NADH) dimasukkan ke dalam kuvet. Sampel
serum sebanyak 100 μL yang telah disentrifugasi, dimasukkan dalam kuvet dan diinkubasi
pada suhu 37°C selama satu menit. Selanjutnya reagen B (2-Oxaloglutarat dan LDH)
sebanyak 250μL ditambahkan, dicampur dan diinkubasi selama satu menit pada suhu
ruang. Hasilnya dibaca dengan spektrofotometer pada panjang gelombang (λ) 340 nm dan
penurunan absorbansi setelah 3 menit.
17
Analisis Hematologi
Analisis laju sedimen eritrosit (ESR)
Prosedur analisis untuk laju sedimen eritrosit (ESR) adalah sebanyak 0,4 ml
larutan natrium sitrat 3,8% ditambahkan ke dalam 1,6 ml darah segar dan dicampur
sempurna. Campuran dimasukkan ke dalam tabung dan tabung westergen dibiarkan dalam
keadaan berdiri selama 1 jam, selanjutnya dibaca.
Analisis hitungan leukosit total (TLC) dilakukan dengan cara diambil darah
sebanyak 2 ml, kemudian ditampung dalam tabung reaksi yang telah diisi antikoagulan
EDTA dengan tujuan mencegah pembekuan darah. Tabung reaksi yang berisi darah
ditutup dengan parafinuntuk mencegahkontaminas. Darah yang dicampur dengan
antikoagulans EDTA dihisap dengan pipet hingga tanda 0,5 dan ujung pipet dibersihkan,
kemudian pipet diletakkan pada larutan pengencer leukosit (larutan Turk) dan diisi
perlahan-lahan hingga tanda angka11sehingga didapat konsentrasi menjadi 1:20. Pipet
yang berisi darah ini dikocok selama 3menit hingga tercampur homogen, setelah itu
sebanyak 2 atau 3 tetes larutan diteteskan dari pipet dibuang sebelum mengisi kamar
hitung. Setelah itu, larutan diteteskan kedalam kamar hitung dan dibiarkan selama1menit .
Dengan perbesaran rendah jumlah leukosit dihitung dalam 4 kotak sudut kamar hitung
darah. Rumus perhitungan yang dipakai adalah:
leukosit/cu.mm atau jumlah sel leukosit = Jumlah sel x200 (larutan1: 20x10)
4
dalam kotak sudut kamar hitung x 50= leukosit/cu.mm.
Penghitungan deferensial leukosit (DLC) dilakukan pemeriksaan dengan membuat
preparat ulas darah dan diwarnai dengan pewarnaan Giemsa 10% selama 30 menit.
Sampel darah di campur homogen sebelum diambil dengan pipet kapiler, kemudian satu
tetes kecil darah diletakkan dekat ujung gelas obyek posisi permukaan datar. Gelas
obyek yang kedua ditempatkan dengan ujung menyentuh permukaan gelas obyek pertama
18
sehingga membentuk sudut 30-45o. Gelas obyek kedua ditarik ke samping dan di biarkan
darah mengalir dengan daya kapiler sehingga mencapai luasan 2/3 gelas obyek pertama.
Gelas obyek kedua didorong dengan sudut yang sama sehingga membentuk lapisan
tipis.Preparat apus dibiarkan mengering diudara terbuka. Preparat apus darah difiksasi
dengan metil alkohol selama 3-5 menit, preparat diambil dan dibiarkan kering di udara.
Setelah kering preparat direndam dengan pewarna Giemsa yang baru selama 15-60
menit.Preparat dicuci dengan air berkali-kali dan dibiarkan mengering di rak.
Penghitungan persentase limfosit dilakukan perbesaran obyektif 100 x, klasifikasi
leukosit pada beberapa lapang pandang dan dihitung per100 leukosit.
Analisis kandungan kimia dan senyawa metabolik pakan
a. Pengambilan sampel daun seligi
Daun seligi yang digunakan dalam penelitian berasal dari kebun koleksi tanaman
milik pribadi dan milik masyarakat di desa Sumberingin Kec. Sanankulon, Blitar. Daun
seligi (P. buxifolius) yang digunakan diambil dari seluruh bagian daun, terpisah dari
tangkai dan biji lalu daun seligi dibersihkan dari kotoran, dikeringkan dalam ruang
tertutup selama 2-3 minggu dan di oven dengan suhu 50oC selama 3 jam, selanjutnya
digiling dan diayak lewat 20 mesh sampai diperoleh serbuk kering dengan kadar air rata-
rata10%. Serbuk daun seligi di simpan dalam wadah tertutup sampai akan digunakan.
Serbuk daun seligi (P. buxifolius) yang telah didapat, selanjutnya ditambahkan pada pakan
komersial untuk puyuh dengan perlakuan penambahan serbuk daun seligi sebanyak 0%,
2%, 4%, 6% dan 8%. Pakan yang telah diberi feed supplement serbuk daun seligi pada
setiap perlakuan, lalu dicampur merata dan digiling sampai berbentuk serbuk halus,
selanjutnya dilakukan analisis kandungan nutrisi maupun kandungan senyawa metabolik
sekunder.
19
b. Analisis proksimat dan senyawa metabolik sekunder pakan yang disuplemen
Serbuk daun seligi
Penentuan Kadar Protein (metode Macro-Kjeldahl modifikasi Tecator-FOSS)
Pada proses digesti, alat dinyalakan dan diatur setting suhu ke 420oC. Bahan
ditimbang sebanyak 1 gram dan dimasukkan dalam labu Kjeltec. Ditambahkan 15 ml
asam sulfat pekat dan 2 biji tablet Kjeldahl. Kran air aspirator dinyalakan atau digunakan
lemari asam dengan exhaust pump. Tabung Kjeltec dimasukkan ke dalam digestor.
Sampel didestruksi sampel selama 45–60 menit. Destruksi dinyatakan selesai jika sampel
berubah menjadi jernih dan asap putih tidak terbentuk lagi. Setelah destruksi berakhir,
angkat labu Kjeltec dari digestor dan biarkan dingin ( 15 menit).
Proses destilasi, labu Kjeltec diletakkan ke dalam alat distilasi otomatis, tombol
AUTO ditekan (telah disetting pemasukan aquadest 75 ml dan alkali - NaOH 40% - 25 ml,
serta steaming time 4 menit, sesuai standar Tecator). Sebanyak 25 ml asam borat 4%
(yang mengandung indikator methyl red dan brom cresol green dalam metanol) ditakar
sebagai penampung destilat dalam erlenmeyer. Dinaikkan posisi erlenmeyer hingga pipa
distilat tercelup dan berada di permukaan dasar erlenmeyer. Alat distilasi bekerja otomatis,
biarkan sampai proses selesai. Sampel dititrasi dengan HCl titrisol 0,2N sampai titik akhir
titrasi. HCl yang digunakan dicatat, nitrogen dan protein dihitung dengan rumus sebagai
berikut.
14,01 x (sampel – blanko) x 0,2
N (%) = 6,25 x -------------------------------------------
berat sampel x 10
Protein (%) = % N x factor konversi
Penentuan kadar lemak total metode Soxhlet modifikasi Tecator – Swedia
Sebanyak 1 gram sampel dibungkus dengan kertas saring masukkan dalam
extraction thimble (yang sudah ditimbang) dan pasang pada extraction unit. Kran
kondensor dibuka dan service unit disiapkan. Dituangkan solvent (petroleum benzen 80-
20
100oC) 75 ml ke dalam extration cup dan dicelupkan thimblenya (yang sudah berisi
sampel), condenser valve dibuka. Extraction mode knop diarahkan ke posisi boiling,
dibiarkan selama 25 menit. Lalu dipindahkan ke posisi rinsing selama 25 menit. condenser
valve ditutup dan nyalakan kipas pada service unit, biarkan selama 10 menit. Extraction
thimbles dikeluarkan dari extraction cup dan dimasukkan ke dalam oven pada suhu 105oC
selama 30 menit. Lalu dimasukkan ke dalam eksikator dan ditimbang sampel setelah
sampel dingin betul.
Penghitungan :
C - A
% kadar lemak = -------------- x 100%
B
Dimana : A = berat kertas saring + ikatan + sampel akhir
C = berat kertas saring + ikatan + sampel awal
B = berat sampel
Analisis Acid Detergent Fiber (ADF)
Analisis ADF dilakukan menggunakan metode AOAC (1990). Sebanyak 1 g
sampel dimasukan ke dalam 250 ml labu Erlenmeyer volume 250 ml dan ditambahkan
100 ml larutan asam deterjen yang dibuat dari 20 g asetilmetil amonium bromida yang
dilarutkan dalam 1 l H2SO4 1 N. Labu yang berisi campuran tersebut dipanaskan selama
2-6 menit. Setelah didinginkan campuran disaring dan bagian residu dicuci dengan
aquadest panas sebanyak 3 kali dan terakhir dicuci dengan larutan aseton. Residu
selanjutya ditempatkan dalam cawan dan dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC selama
3-4 jam dan ditimbang. Kadar ADF ditentukan dengan rumus :
Berat cawan + Residu ADF – Berat Cawan
ADF (%) = x 1000
Berat Sampel
Analisis Neutral Detergent Fiber (NDF)
Analisis NDF dilakukan menggunakan metode AOAC (1990). Sebanyak 1 g
sampel dimasukan ke dalam 250 ml labu Erlenmeyer volume 250 ml ditambahkan 1 g
21
natrium sulfat dan 100 ml larutan neutral deterjen yang dibuat dari campuran 18,6 g
EDTA dan 8,6 natrium tetraborat dalam 100 ml aquadest digunakan sebagai larutan 1.
Selanjutnya dibuat larutan 2 yang terdiri atas 30 ml natrium lauril sulfat dan 10 ml etoksi
etanol dan kedalam campuran tersebut ditambahkan 450 g natrium hidrogen fosfat dalam
100 ml aquadest. Kedua larutan (larutan 1 dan 2) dicampur homogen dipanaskan selama 1
jam. Setelah didinginkan campuran disaring dan residu dicuci 3 kali dengan aquadest.
Residu selanjutnya disimpan dalam cawan dan dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC
selama 3-4 jam dan ditimbang. Kadar NDF ditentukan dengan :
Berat cawan + Residu NDF – Berat Cawan
NDF (%) = x 100
Berat Sampel
Analisis Selulosa(Gopal dan Ranjhan, 1980)
Sebanyak 1 g sampel dimasukan ke dalam labu Erlenmeyer 150 ml ditambahkan
12,5 ml asam asetat glasial dan 1,5 ml asam pitrat. Labu yang berisi campuran tersebut
dipanaskan dalam penangas air selama 20 menit. Larutan selanjutnya disaring dalam
penyaring asbes dan residu yang diperoleh dicuci secara bertahap dengan air panas,
alkohol, bensen dan terakhir dicuci dengan alkohol. Sampel kemudian dipanaskan pada
suhu 100oC dan ditimbang sampai beratnya konstan. Sampel kering selanjutnya
dipanaskan dalam cawan pada suhu 550oC selama 30 menit dan ditimbang. Kadar
selulosa ditentukan dengan rumus
(Berat cawan + asbes + material sebelum pengabuan) –
(Berat Cawan + berat material setelah pengabuan)
Selulosa (%) = x 100
Berat Sampel Kering
Analisis Hemiselulosa(Gopal dan Ranjhan, 1980)
Sebanyak 1 g sampel kering tongkol jagung diekstraksi dengan 75 ml asam sulfat
8% dalam percolator dan dididihkan selama 1 jam. Campuran didinginkan, disaring dan
22
residu dikeringkan pada suhu 105oC sampai berat konstan. Kadar hemiselulosa ditentukan
dengan rumus :
Berat Residu sampel - Berat sampel setelah diekstraksi
Hemiselulosa (%) = x 100
Berat Sampel Kering
Analisis Lignin (Gopal dan Ranjhan, 1980)
Penentuan lignin ditentukan dari residu hasil ektraksi hemiselulosa. Cawan yang
berisi residu sampel yang telah diektraksi hemiselulosa disimpan dalam beaker glass yang
berisi 50 ml asam sulfat 72%.
Penentuan kadar pektin (AOAC, 2000)
Sebanyak 5 g sampel serbuk daun seligi diekstrak dengan 400 ml HCl 0,05N
selama 2 jam pada suhu 90oC lalu ditambahkan air yang hilang karena penguapan.
Selanjutnya didinginkan dan dipindahkan seluruh isinya ke dalam labu takar 500 ml,
ditepatkan sampai tanda batas dengan air. Dikocok merata dan disaring dengan kertas
Whatman no. 4 lalu filtrat dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Ekstraksi diulang dengan
cara memanaskan ekstrak campuran sebelum penyaringan atau dididihkan lagi dengan
penambahan HCl 0,01N sebanyak 10 ml dan dididihkan selama 30 menit, lalu disaring
dan endapan dicuci dengan air panas. Ditambahkan HCl 0,05N sebanyak 50 ml pada
residu, lalu dididihkan selama 10 menit dan disaring. Seluruh filtrat yang diperoleh
dikumpulkan, didinginkan dan ditepatkan sampai volume tertentu.
Pada penetapan sampel, sebanyak 100-200 ml alikuot dipipet dan ditambahkan
sebanyak 250 ml air, lalu dinetralkan dengan NaOH 1N dengan menggunakan
Phenolftalin sebagai indikator. Ditambahkan lagi 10 ml NaOH 1N sambil diaduk dan
dibiarkan semalam. Ditambahkan 50 ml asam asetat 1N, sesudah 5 menit ditambahkan 25
ml kalsium klorida 1N dan diaduk merata. Filtrat disaring dengan kertas saring yang sudah
dibasahi dengan air panas dan dikeringkan dalam oven 102oC didinginkan, lalu ditimbang
23
dan diulang sampai beratnya konstan. Selanjutnya endapan dicuci dengan air panas yang
hampir mendidih sampai bebas dari klorida. Kertas saring yang berisi endapan
dipindahkan ke dalam wadah timbang dan dikeringkan pada 100oC selama semalam, lalu
didinginkan dalam desikator dan ditimbang.
Perak kalsium pektat x volume filtrat
% Kalsium pektat : ----------------------------------------------------------------------------- x 100%
ml filtrat yang digunakan untuk penetapan x berat sampel (mg)
Penentuan kadar flavonoid, saponin dan tannin (metode Spektrofotometri UV-VIS).
Penentuan kadar flavonoid menggunakan metode pharmakope swiss VII (Morais
et al, 1999). Larutan HMT sebagai pereaksi yang akan digunakan adalah larutan 0,5% b/v
heksametilen-tetramin, larutan HCl 25%, larutan asam asetat glasial (larutan asam asetat
glasial 5% v/v dalam metanol), dan larutan AlCl3 (larutan 2%AlCl3 dalam larutan asam
asetat glasial). Sedangkan larutan induk adalah ekstrak yang setara dengan 200 mg serbuk
pakan dimasukkan ke dalam labu alas bulat, ditambah dengan 1 ml larutan HMT, 20 ml
aseton dan 2 ml larutan HCl, dihidrolisis dengan cara direfluks selama 30 menit.
Campuran hasil hidrolisis disaring dengan menggunakan kapas, filtrat dimasukkan ke
dalam labu ukur 100,0 ml. Residu direfluks kembali dengan 20 ml aseton selama 30
menit, disaring dan filtrat dicampur ke dalam labu ukur 100,0 ml. Campuran filtrat dalam
labu ukur ditambah dengan aseton sampai tepat 100,0 ml. Diambil 20,0 ml filtrat
dimasukkan ke dalam corong pisah, ditambah dengan 20 ml air dan diekstraksi kocok,
pertama dengan 15 ml etil asetat, kemudian 2 kali dengan 10 ml etil asetat. Fraksi etil
asetat dikumpulkan dan ditambah dengan etil asetat sampai tepat 50,0 ml dalam labu ukur.
Larutan blangko: Diambil 10,0 ml larutan induk, ditambah dengan larutan asam asetat
glasial sampai 25,0 ml dalam labu ukur. Larutan sampel diambil 10 ml larutan induk,
ditambah dengan 1 ml larutan AlCl3 32dan larutan asam asetat glasial sampai 25,0 ml
24
dalam labu ukur. Pengukuran dilakukan 30 menit setelah penambahan AlCl3 dengan
menggunakan spektrofotometer UV-vis pada panjang gelombang 425 nm.
Penetapan kadar saponin dengan Spektrofotometer UV-vis. Sebanyak 10 ml dari
masing-masing filtrat pada larutan percobaan Pada uji kuantitatif saponin dari Quillaja
bark, ekstrak etanol sampel pakan dengan konsentrasi 0,1 % dalam metanol ditotolkan di
atas pelat silika gel 60F254 dan dikembangkan dengan pelarut pengembang campuran n-
heksana-etil asetat (4:1) dalam chamber (Cammag 25267). Penampak noda adalah
anisaldehida asam sulfat (merah ungu) atau antimon klorida (merah muda) sebagai
saponin.
Penentuan kadar tannin metode folin ciocalteu dan spektrofotometri UV-VIS
(Morais et al, 1999). Pada pembuatan larutan sampel/larutan baku (asam galat), larutan
baku induk dibuat dengan cara menimbang sebanyak 10,0 mg asam galat, dilarutkan
dalam 100 ml aquadest dalam labu ukur 100,0 ml (100 ppm). Sedangkan Larutan baku
sampel dibuat dengan konsentrasi 1 ppm; 1,5 ppm; 2 ppm; 2,5 ppm; 3 ppm; 3,5 ppm; 4
ppm. Larutan standar dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 ml, ditambah dengan 500 (l
reagen FC digoyang selama 1 menit dan ditambah 2,0 ml Na2CO3 (15 % b/v), digoyang
selama 1 menit lalu ditambah dengan aquadest sampai garis tanda (10,0 ml). Setelah itu
dipindahkan kedalam tabung reaksi kecil dan ditutup dengan aluminium foil dan
diletakkan didalam penangas air 50oC selama 5 menit, lalu didinginkan dan diukur
absorbannya pada panjang gelombang maks. 756 nm. Setelah diukur absorbannya, dicari
persamaan regresi antara kadar (konsentrasi) dengan absorban, kemudian dihitung
koefisien korelasi (r) dan koefisien korelasi dari fungsi untuk mengevaluasi linieritas.
Dalam pembuatan larutan sampel, masing-masing sampel ditimbang sejumlah 50 mg.
Setelah diperoleh supernatan sampel, setiap supernatan diambil 75 l; tahap selanjutnya
sama dengan larutan standar diatas. Setelah diukur absorbannya dihitung kadar rata-rata.
25
Analisis Data
Data yang diperoleh dilakukan analisis statistika dengan analisis varian, apabila
terdapat perbedaan akan dilanjutkan dengan uji beda nyata jujur (BNJ) menurut petunjuk
Steel dan Torrie (1999) dengan bantuan SPSS 17 for Windows.
26
BAB 5. HASIL PENELITIAN DAN LUARAN YANG DICAPAI
5.1 Hasil Penelitian yang Dicapai
A. Efek Serbuk Daun Seligi (Phyllanthus buxifolius) terhadap Komposisi kimia
dan Senyawa metabolik sekunder pakan Puyuh
Komponen utama bahan organik pada serbuk daun seligi terdiri atas 11,566%
protein kasar, 18,834% lemak kasar, 14,991% serat kasar, 13,7% selulosa, 6,17%
hemiselulosa, dan 14,98% pektin. Sumber bahan organik lain dalam jumlah kecil adalah
0,11% lignin dan 0,23% silikat. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa serbuk daun
seligi positif mengandung komponen golongan senyawa flavonoid, saponin, polifenol
(tanin), alkaloid dan steroid triterpenoid. Kandungan senyawa polifenol (tanin) diperoleh
sebesar 0,9% dan golongan senyawa flavonoid sebesar 0,55% per 100 mg.
Tabel 5.1.1. Efek Suplementasi Serbuk Daun Seligi pada pakan komersial terhadap
komposisi Kimia Pakan Puyuh
No.
Komponen
Hasil Analisis pakan dengan penambahan
serbuk daun seligi*)
0% 2% 4% 6% 8%
1 Bahan kering 87,89 93,51 94,71 95,12 96,77
2 Abu 7,77 7,96 8,13 8,15 8,10
3 Protein kasar (%) 22,39 22,56 23,48 23,77 23,07
4 Lemak kasar (%) 7,61 7,44 7,39 7,29 7,25
5 Serat kasar (%) 4,07 4,45 4,51 4,61 5.09
6 NDF (%) 15,76 15,96 15,24 19,21 19,31
7 ADF (%) 6,33 7,60 7,29 7,37 7,17
8 Selulosa (%) 4,41 4,71 4,90 5,25 5,37
9 Hemiselulosa (%) 6,50 7,14 7.90 8,37 9,79
10 Lignin(%) 2,98 3,33 3,84 5,86 6,83
11 Pektin (%) 0,26 4,48 7,75 8,97 9,04
Keterangan : *) Berdasarkan berat kering (dry base)
Hasil analisis komposisi kimia pakan komersial yang disuplemen serbuk daun seligi
(Phyllanthus buxifolius) dengan takaran yang berbeda disajikan pada Tabel 5.1.1. Tabel 5.1.1
menunjukkan bahwa kadar protein kasar relatif lebih tinggi pada pakan yang disuplementasi
serbuk daun seligi. Sedangkan kadar lemak kasar sedikit lebih rendah, tetapi hemiselulosa
dan selulosa serta pektin lebih tinggi pada pakan yang disuplementasi serbuk daun seligi. Hal
ini mengindikasikan bahwa penambahan serbuk daun seligi mempengaruhi nutrisi pakan,
dapat meningkatkan protein dan menurunkan lemak pakan serta meningkatkan kandungan
27
serat kasar terutama pektin. Sedangkan hasil analisis kandungan senyawa metabolik sekunder
pada pakan juga mengalami peningkatan pada pakan yang disuplementasi serbuk daun seligi
seperti pada Tabel 5.1.2 dan Gambar 5.2.
Tabel 5.1.2. Efek Suplementasi Serbuk Daun Seligi pada pakan komersial terhadap
Kadar Senyawa Metabolik Sekunder Pakan Puyuh
No.
Komponen
Hasil Analisis pakan dengan penambahan
serbuk daun seligi*)
0% 2% 4% 6% 8%
1 Total Flavonoid Ekuivalen Rutin
(% b/b)
0,06 0,23 0,55 0,73 0,75
2 Tannin Total Ekuivalen Tannic Acid
(% b/b)
1,14 1,75 2,53 2,74 2,97
3 Saponin from Quillaja bark (% b/b) 2,05 3,42 4,45 5,56 5,75
Keterangan : *) : Menggunakan Spektrofotometer UV-vis
Gambar 5.2. Hasil Analisis Senyawa Metabolik Sekunder Pakan Komersial
yang Disuplementasi Serbuk Daun Seligi dengan Takaran yang
Berbeda
Berdasarkan gambar 5.2 tampak bahwa flavonoid, yannin dan saponin mengalami
peningkatan seiring dengan semakin banyaknya penambahan serbuk daun seligi pada
pakan komersial. Diantara ketiga jenis senyawa metabolik sekunder tersebut, saponin
paling banyak kandungannya disusul tannin dan flavonoid. Pemberian saponin, tannin dan
flavonoid pada pakan ternak tidak hanya dapat mengurangi deposisi lemak, tetapi dapat
juga meningkatkan immunitas pada ayam broiler (Dong et al, 2007). Pada kadar yang
rendah, saponin dapat meningkatkan transportasi zat nutrisi antar sel, tetapi pada kadar
yang tinggi dapat membunuh sel. Dengan demikian bioaktif tersebut dapat digunakan
0.06 0.23 0.55 0.73 0.75
1.14
1.75
2.53 2.74
2.97
2.05
3.42
4.45
5.56 5.75
0
1
2
3
4
5
6
7
0.000.501.001.502.002.503.003.504.004.505.005.506.006.507.00
Suplemen0%
Suplemen2%
Suplemen4%
Suplemen6%
Suplemen8%
Tannin (%)
Flavonoid (%)
Saponin (%)
28
sebagai suplemen pada pakan sebagai pengganti antibiotika, karena dapat memperbaiki
efesiensi penggunaan ransum dan mengurangi berbagai resiko atau resisten terhadap
antibiotika (Bintang, 2007).
B. Pemeriksaan Respon Antibody melalui pengamatan Haemogglutinasi (HI titer)
pada Serum Puyuh
Pemeriksaan HI titer dilakukan pada darah puyuh sebelum dipapar dengan serbuk
daun selgi. Hasil analisis HI titer pada serum puyuh berumur 4 hari sebelum diberi
perlakuan suplemen dan divaksin Newcasttle Disease (ND) menunjukkan bahwa tidak
terdapat respon antibody (HI titer negatif) pada puyuh. Demikian pula setelah puyuh
diberi suplemen serbuk daun seligi dan divaksin ND melalui oral (dicampur dengan air
minum) sesuai dosis, lalu dilakukan pemeriksaan pada umur 30 dan 60 hari juga belum
menunjukkan adanya kenaikan antibodi pada puyuh. Tetapi pada umur 75 dan 90 hari
(setelah diberi suplemen serbuk daun seligi selama 65 dan 80 hari) dan divaksin dengan
cara injeksi intramuscular, maka ternak menunjukkan kenaikan respon antibody dengan
hasil HA/HI titer positif pada puyuh yang diberi suplemen serbuk daun seligi. Hal ini juga
ditunjukkan oleh hasil analisis HI titer yang semakin meningkat, bila dibandingkan
dengan puyuh yang tidak diberi suplemen serbuk daun seligi terjadi kenaikan respon
antibody sangat kecil karena tindakan vaksinasi.
Gambar 5.3. Hasil Uji HA/HI titer terhadap sampel serum Puyuh
29
C. Efek Feed Supplement Serbuk Daun Seligi (Phyllanthus buxifolius) terhadap
Kondisi Serologi dan Hematologi Puyuh
Berdasarkan hasil analisis Aspartate Transaminase (AST) yang diketahui sebagai
serum glutamic oxaloasetic transaminase (SGOT) menunjukkan bahwa pemberian suplemen
serbuk daun seligi mempengaruhi kadar AST pada puyuh sebelum dan sesudah chellence
test. Kadar AST pada puyuh yang diberi serbuk daun seligi berbeda signifikan ((P<0,05)
dibandingkan dengan kadar AST pada puyuh yang tidak diberi serbuk daun seligi. Semakin
banyak pemberian suplemen serbuk daun seligi maka AST semakin rendah. Nilai AST puyuh
disajikan pada Gambar 5.4.
Gambar 5.4. Efek Serbuk Daun Seligi (P. buxifolius) terhadap
Nilai Aspartate transferase (AST/SGOT)
Alanine Transaminase (ALT) yang diketahui sebagai serum alanine aminotransferase
atau pyruvic transaminase (SGPT) juga menunjukkan adanya penurunan nilai ALT dengan
pemberian suplemen serbuk daun seligi pada puyuh sebelum dan sesudah chellence test.
Kadar ALT pada puyuh yang diberi serbuk daun seligi berbeda signifikan ((P<0,05)
dibandingkan dengan kadar ALT pada puyuh yang tidak diberi serbuk daun seligi. Semakin
banyak persentase pemberian suplemen maka ALT puyuh semakin turun. Penurunan AST
dan ALT terjadi karena pakan disuplementasi oleh serbuk daun seligi yang mengandung
319.88
115.75
60.82
54.17 57.14
330.95
261.21
181.7
112.78
77.78
11.07
145.46 120.87
58.61
20.64
0
50
100
150
200
250
300
350
0 2 4 6 8Nila
i Asp
arta
te T
ran
sfe
rase
(A
ST)
(U/L
)
Takaran Serbuk Daun Seligi dalam pakan (%)
Sebelum Chellence test (A) Sesudah Chellence test (B)
30
kadar metabolik sekunder dan protein. Semakin banyak penambahan serbuk daun seligi maka
AST dan ALT semakin turun. Di samping itu kandungan protein kasar pada pakan juga
semakin tinggi seiring dengan banyaknya suplemen serbuk daun seligi yang ditambahkan
pada pakan. Namun terjadi kenaikan kembali nilai ALT pada puyuh yang diberi 6 dan 8%
suplemen serbuk daun seligi menunjukkan pemberian 6 dan 8% suplemen tidak efektif dalam
menurunkan ALT (SGPT) serum puyuh. Nilai ALT puyuh disajikan pada Gambar 5.5.
Gambar 5.5. Efek Serbuk Daun Seligi (P. buxifolius) terhadap
Nilai Alanine transferase (ALT/SGPT)
Berdasarkan hasil uji hematologi pada puyuh umur 45 hari yang diberi suplemen
serbuk daun seligi menunjukkan bahwa pemberian suplemen serbuk daun seligi
mempengaruhi hasil uji hematologi pada puyuh. Semakin banyak pemberian suplemen
serbuk daun seligi, maka kadar eritrosit semakin tinggi tetapi pada pemberian 8% suplemen
serbuk daun seligi justru kadar eritrosit menurun. Eritrosit mengandung hemoglobin, selain
mengikat oksigen mengandung juga beberapa enzim antioksidan. Pada hasil pemeriksaan
menunjukkan bahwa hemoglobin juga mengalami peningkatan seiring bertanbah banyaknya
pemberian seligi. Eritrosit dan hemoglobin yang tinggi menunjukkan ternak dalam keadaan
baik. Sedangkan hasil hitung leukosit menunjukkan bahwa leukosit menunjukkan jumlah sel
301.91
129.13
22.11 67.47
64.03
434.32
150.5
117.27 127.64
200.18
132.4
21.37
95.16
60.17
136.15
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
0 2 4 6 8
Nila
i Ala
nin
e T
ran
sfe
rase
(A
LT)
(U/L
)
Takaran Serbuk Daun Seligi dalam pakan (%)
Sebelum Chellence test (A) Sesudah Chellence test (B)
31
darah putih, yang mana peningkatan sel darah putih menunjukkan adanya kondisi infeksi
pada tubuh ternak. Demikian pula pada perhitungan trombosit yang merupakan jumlah sel
darah berperan dalam proses pembekuan darah. Nilai trombosit yang tinggi pada tubuh
ternak menunjukkan adanya infeksi. Secara rinci hematologi puyuh disajikan pada 5.6,5.7
dan 5.8.
Gambar 5.6. Efek Serbuk Daun Seligi (P. buxifolius) terhadap
Jumlah Eritrosit darah Puyuh
Pada Gambar 5.6 menunjukkan bahwa jumlah eritrosit puyuh yang diberi serbuk
daun seligi berbeda signifikan (P<0.05) lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah eritrosit
puyuh yang tidak diberi serbuk daun seligi. Namun pemberian serbuk sebanyak 2 dan 4%
tidak berbeda signifikan (P>0.05) dengan pemberian 6% serbuk terhadap jumlah eritrosit
puyuh sebelum chellence test. Namun pemberian 4% berbeda signifikan (P<0.05) dengan
pemberian 6% serbuk terhadap jumlah eritrosit puyuh sesudah chellence test.
Pada Gambar 5.7 tampak bahwa jumlah leukosit puyuh yang diberi serbuk daun
seligi berbeda signifikan (P<0.05) dibandingkan dengan jumlah leukosit puyuh yang tidak
diberi serbuk daun seligi. Namun jumlah leukosit puyuh pada pemberian serbuk sebanyak
2% tidak berbeda signifikan (P>0.05) dengan pemberian 4% serbuk namun berbeda
signifikan (P<0.05) dengan 6% sebelum chellence test. Sedangkan setelah puyuh mengalami
2.7
3.29 3.22 3.27
2.34
1.51
3.26 3.04
2.82
2.21
1.18
0.61
0.18
0.45 0.13
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
0 2 4 6 8
Jum
lah
Eri
tro
sit
(Se
l/m
mx1
06 )
Takaran Serbuk Daun Seligi dalam pakan (%)
Sebelum Chellence test (A) Sesudah Chellence test (B) Selisih A dan B
32
chellence test, pemberian 2, 4 dan 6% berbeda signifikan (P<0.05) dengan pemberian 8%
serbuk.
Gambar 5.7. Efek Serbuk Daun Seligi (P. buxifolius) terhadap
Jumlah Leukosit darah Puyuh
Pada Gambar 5.8 tampak bahwa jumlah trombosit puyuh yang diberi serbuk daun
seligi berbeda signifikan (P<0.05) lebih rendah dibandingkan dengan jumlah trombosit
puyuh yang tidak diberi serbuk daun seligi. Pemberian 4 dan 6% serbuk trombosit puyuh
tidak berbeda signifikan ((P>0.05) baik sebelum maupun setelah chellence test.
Gambar 5.8. Efek Serbuk Daun Seligi (P. buxifolius) terhadap
Jumlah Trombosit darah Puyuh
22.34 19.62 17.62
12.31 9.43
38.73
24.52 23.66 23.85 21.22
16.39
4.9 6.04
11.54 11.79
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
0 2 4 6 8
Jum
lah
Le
uko
sit
(se
l/m
mx1
03 )
Takaran Serbuk Daun Seligi dalam pakan (%)
Sebelum Chellence test (A) Sesudah Chellence test (B) Selisih A dan B
29.8
16.4 12.6 13.2
11.4
32.6
18.2
13.6 14.2 14.6
2.8 1.8 1.4 1 3.2
0
5
10
15
20
25
30
35
0 2 4 6 8
Jum
lah
Tro
mb
osi
t (s
el/
mm
x10
6 )
Takaran Serbuk Daun Seligi dalam pakan (%)
Sebelum Chellence test (A) Sesudah Chellence test (B) Selisih A dan B
33
Berdasarkan hasil hitung jenis leukosit (DLC) pada darah puyuh menunjukkan
bahwa pemberian suplemen serbuk daun seligi mempengaruhi hasil uji jenis leukosit pada
puyuh. Pada Gambar 5.9 menunjukkan bahwa eosinophil, basofil, neutrofil, limfosit dan
monosit relatif lebih rendah dibandingkan dengan hasil hitung jenis leukosit (DLC) darah
puyuh yang tidak diberi suplemen serbuk daun seligi. Tetapi pemberian 8% suplemen
serbuk daun seligi dapat meningkatkan hasil hitung pada komponen yang sama. Secara rinci
hasil hitung jenis leukosit (DLC) puyuh disajikan pada Gambar 5.9, 5.10, 5.11 dan 5.12.
Gambar 5.9. Efek Serbuk Daun Seligi (P. buxifolius) terhadap
Persentase Eosinofil darah Puyuh
Pada Gambar 5.9 tampak bahwa persentase eosinofil puyuh yang diberi serbuk
daun seligi berbeda signifikan (P<0.05) lebih rendah dibandingkan dengan persentase
eosinofil puyuh yang tidak diberi serbuk daun seligi. Persentase eosinofil pada pemberian
2 dan 6% serbuk daun seligi berbeda signifikan (P<0.05) lebih rendah dibandingkan
dengan pemberian 4%. Sedangkan pemberian 2 dan 6% serbuk tidak berbeda signifikan
((P>0.05) baik sebelum maupun setelah chellence test.
Pada Gambar 5.10 menunjukkan bahwa persentase basofil puyuh yang diberi
serbuk daun seligi berbeda signifikan (P<0.05) lebih rendah dibandingkan dengan
persentase basofil puyuh yang tidak diberi serbuk daun seligi. Persentase basofil pada
0 0 0
0 0
17.6
5.6
8.6
5.8
2.4
17.6
5.6
8.6
5.8
2.4
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
0 2 4 6 8Pe
rsen
tase
Eo
sin
ofi
l (%
)
Takaran Serbuk Daun Seligi dalam pakan (%)
Sebelum Chellence test (A) Sesudah Chellence test (B) Selisih A dan B
34
pemberian 2% serbuk daun seligi berbeda signifikan (P<0.05) lebih rendah dibandingkan
dengan pemberian 4% serbuk. Sedangkan pemberian 6% serbuk tidak terdeteksi
persentase basofil puyuh setelah chellence test.
Gambar 5.10. Efek Serbuk Daun Seligi (P. buxifolius) terhadap
Persentase Basofil darah Puyuh
Pada Gambar 5.11 menunjukkan bahwa persentase neutrofil puyuh yang diberi
serbuk daun seligi berbeda signifikan (P<0.05) lebih rendah dibandingkan dengan
persentase neutrofil puyuh yang tidak diberi serbuk daun seligi. Persentase neutrofil pada
pemberian 2, 4 dan 6% serbuk daun seligi berbeda signifikan (P<0.05) dengan pemberian
8% serbuk. Sedangkan persentase neutrofil pada pemberian 4% serbuk tidak berbeda
signifikan (P>0.05) dengan pemberian 6% pada puyuh setelah chellence test.
Gambar 5.11. Efek Serbuk Daun Seligi (P. buxifolius) terhadap
Persentase Neutrofil darah Puyuh
3.6
0.04
0.8
0.18 0.22
1
0.6 0.4
0
1.2
2.6
0.56 0.4
0.18
0.98
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
0 2 4 6 8
Pe
rsen
tase
Bas
ofi
l (%
)
Takaran Serbuk Daun Seligi dalam pakan (%) Sebelum Chellence test (A) Sesudah Chellence test (B)
56
30.6 33
24.34
50.9
35.6
46.2
36 34.6
42
16.6 17.04
7.14 10.26
8.9
0
10
20
30
40
50
60
0 2 4 6 8
Pe
rsen
tase
Ne
utr
ofi
l (%
)
Takaran Serbuk Daun Seligi dalam pakan (%) Sebelum Chellence test (A) Sesudah Chellence test (B)
35
Pada Gambar 5.12 menunjukkan bahwa persentase limfosit puyuh yang diberi
serbuk daun seligi berbeda signifikan (P<0.05) lebih rendah dibandingkan dengan
persentase limfosit puyuh yang tidak diberi serbuk daun seligi. Persentase limfosit tidak
terdeteksi pada pemberian 6%. Tetapi persentase limfosit puyuh pada pemberian 6%
serbuk daun seligi tidak berbeda signifikan (P>0.05) dengan pemberian 8% serbuk setelah
chellence test.
Gambar 5.12. Efek Serbuk Daun Seligi (P. buxifolius) terhadap
Persentase Limfosit darah Puyuh
Gambar 5.13. Efek Serbuk Daun Seligi (P. buxifolius) terhadap
Persentase Monosit darah Puyuh
3.4
0.42 0.2
0.04 0.18
0.8
0.2
0.6 0.8 1
2.6
0.22 0.4
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
0 2 4 6 8
Pe
rsen
tase
Lim
fosi
t (%
)
Takaran Serbuk Daun Seligi dalam pakan (%)
Sebelum Chellence test (A) Sesudah Chellence test (B) Selisih A dan B
3.4
0.42 0.2 0.04 0.18
0.8
0.2
0.6
0.8 1
2.6
0.22 0.4
0.76 0.82
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
0 2 4 6 8
Pe
rsen
tase
Mo
no
sit
(%)
Takaran Serbuk Daun Seligi dalam pakan (%)
Sebelum Chellence test (A) Sesudah Chellence test (B) Selisih A dan B
36
Pada Gambar 5.13 menunjukkan bahwa persentase monosit puyuh yang diberi
serbuk daun seligi berbeda signifikan (P<0.05) lebih rendah dibandingkan dengan
persentase monosit puyuh yang tidak diberi serbuk daun seligi. Sebelum chellence test,
persentase monosit sangat kecil pada pemberian 6% serbuk. Tetapi persentase monosit
puyuh pada pemberian 6% serbuk daun seligi tidak berbeda signifikan (P>0.05) dengan
pemberian 8% serbuk setelah chellence test.
D. Efek Feed Supplement Serbuk Daun Seligi (Phyllanthus buxifolius) terhadap berat
badan, konsumsi pakan dan produksi telur
Berdasarkan hasil penimbangan berat badan menunjukkan bahwa pemberian
suplemen serbuk daun seligi tidak mempengaruhi berat badan puyuh. Berat badan puyuh
justru meningkat dengan adanya suplemen serbuk daun seligi pada puyuh umur 60 hari
(Gambar 5.14). Demikian pula pada konsumsi pakan, penambahan serbuk daun seligi dapat
mempengaruhi konsumsi pakan puyuh. Semakin banyak pemberian serbuk daun seligi maka
konsumsi pakan semakin tinggi. Namun demikian, peningkatan konsumsi dan berat badan
puyuh tidak mempengaruhi persentase produksi telur puyuh yang mengkonsumsi serbuk
daun seligi. Persentase produksi telur yang semakin rendah pada puyuh yang mengkonsumsi
pakan dengan suplementasi serbuk daun seligi kemungkinan karena kandungan serat yang
dikonsumsi oleh puyuh, semakin banyak serat dalam saluran pencernaan maka produksi telur
lebih rendah. Berat badan puyuh, konsumsi pakan dan produksi telur terdapat pada Gambar
5.14, 5.15 dan 5.16 berikut.
Pada Gambar 5.14 tampak bahwa bobot badan puyuh yang diberi serbuk daun
seligi berbeda signifikan (P<0.05) lebih besar dibandingkan dengan bobot badan puyuh
yang tidak diberi serbuk daun seligi. Bobot badan pada umur 60 hari dan diberi 2 dan 8%
serbuk daun seligi signifikan (P<0.05) lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian 4 dan
6% seligi. Tetapi pada umur 90 hari, bobot badan ternak menurun pada pemberian 4, 6
37
dan 8% seligi. Perlakuan 2% seligi menghasilkan bobot badan lebih stabil dibandingkan
perlakuan lain dampai umur 90 hari.
Gambar 5.14. Efek Serbuk Daun Seligi (P. buxifolius) terhadap
Berat Badan Puyuh
Gambar 5.15. Efek Serbuk Daun Seligi (P. buxifolius) terhadap
Konsumsi Pakan Puyuh
Pada Gambar 5.15 tampak bahwa terjadi peningkatan konsumsi pakan sampai
umur 90 hari. Konsumsi pakan umur 30 hari puyuh yang diberi serbuk daun seligi 2, 4
dan% tidak berbeda signifikan (P>0.05) dibandingkan dengan konsumsi pakan puyuh
yang tidak diberi serbuk daun seligi. Tetapi pada umur 60 hari, konsumsi pakan puyuh
yang diberi 6 dan 8% seligi signifikan (P<0.05) lebih tinggi dibandingkan dengan
120
119
121 120
119 120
126
124 124 125
122
125
120 120
118
114
116
118
120
122
124
126
128
0 2 4 6 8
Be
rat
Bad
an P
uyu
h (
gr)
Takaran Serbuk Daun Seligi dalam Pakan (%)
umur 30 hari umur 60 hari umur 90 hari
35 35 36 35 32
45 42 41 47 49
57 62 61
69 67
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0 2 4 6 8Ko
nsu
msi
pak
an P
uyu
h (
gr)
Takaran Serbuk Daun Seligi dalam Pakan (%)
umur 30 hari umur 60 hari umur 90 hari
38
pemberian 0, 2 dan 4% seligi. Pemberian 6% seligi tampak puyuh mengkonsumsi pakan
paling efektif dibandingkan dengan perlakuan lain.
Gambar 5.16. Efek Serbuk Daun Seligi (P. buxifolius) terhadap
Produksi Telur Puyuh
Pada Gambar 5.16 tampak bahwa secara signifikan (P<0.05) produksi telur
menurun pada puyuh yang diberi serbuk daun seligi sampai umur 90 hari. Penurunan
produksi telur seiring dengan penambahan serbuk daun seligi. Namun demikian, pada
umur 90 hari produksi telur justru meningkat dibandingkan dengan produksi telur puyuh
umur 60 hari.
5.1. Luaran Penelitian
Luaran dalam penelitian ini terdiri dari :
1. Publikasi internasional dengan judul “Egg cholesterol levels and immunity of
Coturnix coturnix japonica by Phyllanthus buxifolius powder as commercial feed
supplement”. Artikel telah Terbit pada bulan Februari 2016 di Asian journal Of
Agricultural Research, Terindeks SCOPUS, SCIMAGO, CABI.
2. Draft Publikasi internasional dengan judul “Serology and Hematology of Quail (C.
coturnix japonica) Diet Phyllanthus buxifolius Leaf as Feed Supplement” (draft
0 0 0 0 0
100
89 89
75
56
100 96 92
81
65
0
20
40
60
80
100
120
0 2 4 6 8
Pro
du
ksi T
elu
r P
uyu
h (
%)
Takaran Serbuk Daun Seligi dalam Pakan (%)
umur 30 hari umur 60 hari umur 90 hari
39
terlampir). Artikel akan dikirim akhir bulan November 2016 pada jurnal
internasional Journal of Animal and Feed Science terindeks SCOPUS.
3. Buku Ajar “Teknologi Hasil Pertanian” ISBN : 978-602-4170-59-2. Telah terbit
pada bulan September 2016 oleh penerbit „Revka Petra Media.
4. Materi Teknologi Tepat Guna berupa Booklet : “Formulasi dan Pembuatan Pakan
Puyuh”. Telah diaplikasikan pada kelompok peternak puyuh Mitra “Mandiri” desa
Sumberingin, Kec. Sanankulon, Blitar pada tanggal 22 Septerber 2015.
5. Materi Teknologi Tepat Guna berupa Booklet : “Penyakit ND (Newcastle
Disease/Tetelo) dan Cara Pengendaliannya pada Puyuh” (materi terlampir). Materi
telah diaplikasikan pada kelompok peternak puyuh Mitra “Mandiri” desa
Sumberingin, Kec. Sanankulon, Blitar pada tanggal 15 Oktober 2016.
6. Seminar di Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya telah dilakukan pada bulan
Agustus 2015.
7. Seminar Nasional Biodiversitas VI yang diselenggarakan oleh Fakultas Sain dan
Teknologi Universitas Airlangga pada tanggal 3 September 2016 di Surabaya.
SSeP) DAN CARA PENGENDALIANNYA PA PUH (2016 ND (NEWCASTLE DISEASE/ PENGENDALIANNYA PADA PUYUH (2016
40
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan sampai dengan Tahun II dapat
disimpulkan bahwa :
1. Serbuk daun seligi yang digunakan sebagai suplemen pakan dapat meningkatkan
kandungan nutrisi dan senyawa metabolik sekunder pakan komersial puyuh.
2. Serbuk daun seligi yang digunakan sebagai suplemen pakan dapat mempengaruhi
kondisi serologi dan hematologi pada puyuh. Secara umum pemberian serbuk
daun seligi meningkatkan respon antibody, terbukti terjadinya peningkatan
haemagglutinasi titer (HA/HI titer), terjadi penurunan AST dan ALT pada puyuh.
Demikian pula setelah ternak diinfeksi dengan virus ND 106 ml velogenik
(chellence test) selama 2 minggu tidak menyebabkan kematian pada ternak puyuh
yang diberi serbuk daun seligi.
3. Secara umum pemberian 8% suplemen serbuk daun seligi dapat meningkatkan
respon antibody. Pemberian 4 dan 6% serbuk menurunkan AST (SGOT) dan ALT
(SGPT), tidak menyebabkan infeksi, kondisi hematologi dan hitung jenis leukosit
(DLC) serta jumlah leukosit (TLC) puyuh relatif tetap.
4. Serbuk daun seligi yang digunakan sebagai suplemen pakan juga dapat
meningkatkan berat badan dan konsumsi pakan, tetapi sedikit menurunkan
produksi telur.
41
7.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka disarankan untuk
menggunakan serbuk daun seligi sebagai feed supplement alami dengan takaran 4-6%
pada pakan, karena tidak mempengaruhi kesehatan dan pencernaan puyuh, bahkan dapat
meningkatkan nilai nutrisi pakan komersial puyuh dan respon antibody pada puyuh yang
diinfeksi virus ND velogenik.
42
DAFTAR PUSTAKA
Adeneye, A.A., O.O Amole, A.K. Adeneye. 2006. The hypoglycemic and
Hypocholesterolemic activities of the aqueous leaf and seed extract of
Phyllanthus amarus in mice. J. Fitoterapia. 77:511-514.
Ahmed, R., S.J. Moushumi, H. Ahmed, M. Ali, H. Reza, W.M. Haq, R. Jahan, and M.
Rahmatullah, 2010. A study of serum total cholesterol and triglyceride lowering
activities of P. Emblica L. (Euphorbiaceae) fruits in rats. Advances in Natural
and Applied Sci. 4(2): 168-170.
Alan, W.H., J.E. Lancaster and B. Toth. 1978. Newcastle Disease Vaccines. Food and
Agriculture Organization of the United Nations. Rome, Italy.
Aldous, E.W. and D.J. Alexander. 2001. Technical review : Detection and differentiation
of Newcastle disease virus (Avian paramyxovirus type I). Avian Pathol. 30: 117-
128.
Alexander, D.J. 2001. Newcastle disease-The Gordon Memorial Lecture. Br. Poult. Sci.
42:5-22.
Association of Offical Analytical Chemists (AOAC). 2000. Official Method of Analysis
of The Association of Analytical Chemists. 17th
Rev. Ed. Association of Official
Analytical Chemists. Washington DC.
Bankole, H.A., O.A. Magbagbeola, O.B. Adu, A.A. Fatai and B.A. James, 2011.
Biochemical effect of ethanolic extract of Phyllanthus amarus (Euphorbiaceae)
on plasma nitric oxide and penile cyclic guanosine monophosphate (cGMP) in
mature male guinea pigs. Asian J. of Biochemistry. 6 (3) : 291-299.
Close, W. and K.H. Menke. 1986. Manual Selected Tropics in Animal Nutrition. 2nd
Ed.
The Institute of Animal Nutrition. Universitas of Hohenhelm.
Dalimarta, S. 2007. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia.Trubus Agriwidya. Jakarta.
Daniells, S. 2007. Antioxidants may stop fat cells formation, say study.
Ensminger, M.E. 1980. Poultry Science. Printers and Publisher Inc. Danville. Illinois.
Fauziah, O., A.R. Omar, I. Patimah and I. Aini. 2001. Microscopic evaluating of
Newcastle disease virus (NDV) a killer in chicken but a possible live saver in
human. J. Elect Micro Soc Thailand. 16 : 272-275.
Harborne. JB. 1996. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Moderen Menganalisis
Tumbuhan. Cetakan D. Penerjemah K. Padmawinata dan I. Soediro. ITB.
Bandung.
Hashmi, K. 1999. Effect of Bio-immune on immunity against Newcastle disease and
biochemical parameters of broiler chickens. Nuclear Institute for Agriculture &
Biologi (NIAB). Falsalabad.
James, D.B., N. Elebo, A.M. Sanusi and L. Odoemene, 2010. Some biochemical effect of
intraperitoneal administration of P. amarus aqueous extracts on normaglycemic
albino rats. Asian J. of Med. Sci. 2(1):7-10.
Jayaram, S. and S.P. Thyagarajan. 1996. Inhibition of HbsAg secretion from Alexander
cell line by P. amarus. Indian J. Pathol Microbiol. 39 (3) : 211-215.
Jeffrey, D. 2003.Pigeons and Exotic Newcastle disease.
http://animalscience.ucdavis.edu/Avian/cplbackkissues.htm.
Ji XH, Qin JZ, Wang WY, Zhu ZY, Liu XT. 1993. Effect of extracts from
Phyllanthus urinaria on HBsAg production in OLC/PRF/5 cell line (Human
hepatoma cell line). Chung-Kao-Chung-Yao-Tsa-chih. 18(8):496-498.
Liu, KC, Lin MT, Lee SS, Chiou JF, Ren S, and Lien EJ. 1999. Antiviral tannins
Two Phyllanthus species. Planta med. 65(1):43-46.
Maat, S. 1997. Phyllanthus ninuri L sebagai imunostimulator pada mencit.
43
Disertasi. Program Pascasarjana Universitas Airlangga.
Malhortra, S and AP. Singh. 2006. Hepatoprotective use of Phyllanthus ninuri. J.
Research Ayurveda. 4: 124-127.
Marin, MCP Villegas, J. Bennet and Seal. 1996. Virus characterization and Sequance of
fusion protein gene cleavage site of recent Newcastle disease virus field isolates.
Avian dis. 40 : 382-390. Morais, S.A.L., E.A. Nascimento, C.R.A.A. Queiroz, D. Pilo-Veloso and
M.G. Drumond, 1999. Studies on polyphenols and lignin of Astronium urundeuva wood. J. Braz. Chem. Soc. 10 : 447-452.
Notka, F, GR. Meier, and R Wagner. 2003. Inhibition of wild-type hman
Immunodeficiency virus and reverse transcriptase inhibitor-resistant variants
By Phyllanthus amarus. Antiviral res. 58(2):175-186.
Obianime, A.W., F.I. Uche. 2008. The phytochemical screening and the effects of
methanolic extract of Phyllanthus amarus leaf on the Biochemical parameters of
Male guinea pigs. J. Appl Sci. Environ. Manage. 12(4)73-77.
Odetola,A.A., S.M. Akkojenu. 2000. Antidiarrhoeal and gastrointestinal potentials of the
aqueous extracts of Phyllanthus amarus (Euphorbiaceae). Afri. J. Med. Sci.
29:119-122.
Ogata, T, Higuchi H, Mochida S, Matsumoto H, Kato A, Endo T, Kaji A, and Kaji H.
1992. HIV-1 reverse transcriptase inhibitor from Phyllanthus ninuri. AIDS Res
Hum Retroviruses. 8(11):1937-1944.
Omar, A.R.A. A. Ideris, A. M. Ali F. Othman, K. Yussof, J.M. Abdullah, H.S. M Wali, M.
Zawawi and N. Mayyappan. 2003. An overview on the development of
Newcastle disease virus as an anti-cancer therapy. Malasian J. of Madical Sci. 10
(1) :4-12.
Ott, M, Thyagarajan SP and Gupta S. 1997. Phyllanthus amarus suppreses
hepatitis-B virus by interrupting interactions between HBV enhancer-1
and cellular transcription factors. Eur J. Clin Invest. 27(11):908-915.
Pedersen, J.C., D.A. Senne, P.R. Woolcock, H. Kinde, D.J. King, M.G. Wise, B.
Panigrahy and B.S. Seal. 2004. Phylogenic relationship among virulent
Newcastle disease virus isolates from the 2002-2003 outbreak in California and
other recent outbreak in North America. J. Clin Microbiol. 42 (5) : 2329-2334.
Pettit, GR, DchaulfelbergerDE, Nieman RA, Difresne C, and Saenz-Renauld
JA.1990. Antineoplastic agents. 177. Isolation and structure of
phyllanthostatin6. J. Nat Prod. 53(6):1406-1413.
Qureshi, S.A., W. Asad and V. Sultana, 2009. The effect of Phyllanthus emblica
Linn on type-II diabetes, triglycerides and liver-specific enzyme. Pak. J.
Nutr., 8: 125-128.
Roth, J.D.,B.L. Roland, R.L. Cole, J.L. Trevaskis, C. Weyer, J.E. Kode, C.M. Anderson,
D.G Parkes, and A.D Baron. 2008. Leptin responsiveness restored by amylin
agonism in diet-induced obesity: evidence from nonclinical and clinical studies.
Proc. Natl. Acad. Sci. USA. 105 (20): 7257-7262.
Sainis, K.B., P.F. Sumariwalla, A. Goel, G.J. Chintalwar, A.T. Sipahimalani, dan A.
Banarji. 1997. Immunomodulatory properties of stem extract of Tinospora
cordifolia: cell targets and active principles, in Immuno-modulation (Uphadayay
SN, Ed). Narosa Publishing House. New Delhi, India.
Saputra, K., Soeprapto M., Soedoko R. 2000. Terapi biologi untuk kanker.
Airlangga Univ. Pres. Surabaya.
Schunack, W.K., K. Mayer, dan M. Haake. 1990. Senyawa Obat. Gadjah Mada Univ.
Press. Yogyakarta.
44
Seal, B.S.D., D.J. King, D.P. Locke, D.A. Senne and M.W. Jackwood. 1998. Phylogenetic
relationship among highly virulent Newcastle disease virus Isolates obtained
from exotic birds and poultry from 1989 to 1996. J. Clin. Microbial. 36 : 1141-
1145.
Shen, B., J. Yu, S. Wang, E.S. Chu, V.W. Wong, X. Zhou, G. Lin, J.J. Sung, and H.L.
Chan. 2008. Phyllanthus urinaria ameliorates the severity of nutritional
steatohepatitis both in vitro and in vivo. J. Hepatology. 47(2):473-83
Sopandi, T . 2005. Pengaruh ekstraks etanol dari Daun Seligi Terhadap gambaran
darah Kelinci. LPPM. UPB. Surabaya.
Steel RGD dan J.H. Torrie. 1996. Prinsip dan Prosedur Statistika, suatu pendekatan
biometric, PT.Gramedia Pustaka Utama.Jakarta.
Sudaryani. 2003. Konsep Beternak Burung Puyuh. http://health.kompas.com
read/2011/06/03/13385556/Telur.Puyuh.Si.Mungil.
Suthienkul O, Miyasaki O, Chulisiri M, Kositanont U, dan Oishi K. 1993.
Retriviral reverse transcriptase inhibitory activity in Thai herbs and
spices:screening with Maloney murine leukemia viral enzim. Southeast
Asian J. Trop Med Public Health. 24)4):751-755.
Umbare, R.P., G.S. Mate, D.V. Jawalkar, S.M. Patil, dan S.S. Dongare. 2009. Quality
evaluation of Phyllanthus amarus (Schumach) leaves extract for its
hypolipidemic activity. J. Biology and Medicine. Vol. 1 (4) : 28-33.
Wardah, T. Sopandi, dan Wurlina. 2007. Identifikasi Senyawa Aktif Ekstrak Etanol Daun
Seligi dan Pengaruhnya terhadap Gambaran Serologi dan Hematologi Ayam
Broiler yang Diinfeksi oleh Virus Newcastle. J. Obat Bahan Alam. Vol. 6 (2) :
88-95.
Wardah. 2011. Kapasitasi Serbuk Daun Seligi (P. buxifolius) sebagai Imunostimulan
Herbal Penurun Kolesterol Daging Ayam Broiler. Laporan Hasil Penelitian
Fundamental. Untag. Surabaya.
Wardah, T. Sopandi, E.B. Aksono H., and Kusriningrum. 2012. Reduction of Intracellular
Lipid Accumulation, Serum Leptin and Cholesterol Levels in Broiler Fed Diet
Supplemented with Powder Leaves of P. buxifolius. Asian Journal of Agric. Res.
6 (3) : 106-117.
Wardah, T. Sopandi dan J. Rahmahani. 2015. Penggunaan Pakan Fungsional
Immunostimulan dan Penurun Kolesterol Telur Berbasis Serbuk Daun Seligi
Guna Mengatasi Kendala Ketersediaan Pakan dan Tingginya Mortalitas pada
Puyuh. Laporan Hasil Penelitian Strategis Nasional Tahun I. Untag. Surabaya.
Wirahadikusumah, M. 1985. Biokimia. Metabolisme energi, Karbohidrat dan Lipid.
Penerbit ITB. Bandung.
Zhang, LZ, Guo, YJ., Tu, GZ, Guo WB and Miao, F. 2000. Studies on chemical
Constituents of Phyllanthus urinaria L. Zhongguo Zhong Yao Za Zhi.
25 (10) : 615-617.
46
Lampiran 1. Hasil Analisis Statistik
AST
Descriptive Statistics
Dependent Variable:AST
umur Seligi Mean Std. Deviation N
45 0 3.30947E2 26.863291 5
2 2.61211E2 9.851532 5
4 1.81693E2 22.063433 5
6 1.12781E2 18.026287 5
8 7.77843E1 21.702482 5
Total 1.92883E2 97.040362 25
105 0 3.19876E2 52.943197 5
2 1.15750E2 8.430185 5
4 6.08238E1 19.741816 5
6 5.41680E1 10.699443 5
8 5.71436E1 14.054278 5
Total 1.21552E2 106.657297 25
Total 0 3.25412E2 40.006763 10
2 1.88481E2 77.150354 10
4 1.21258E2 66.691385 10
6 8.34744E1 33.905672 10
8 6.74639E1 20.382928 10
Total 1.57218E2 107.154646 50
3. umur * Seligi
Dependent Variable:AST
umur Seligi Mean Std. Error
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
45 0 330.947 10.656 309.411 352.483
2 261.211 10.656 239.675 282.747
4 181.693 10.656 160.157 203.229
6 112.781 10.656 91.245 134.317
8 77.784 10.656 56.248 99.320
105 0 319.876 10.656 298.340 341.412
2 115.750 10.656 94.214 137.286
4 60.824 10.656 39.288 82.360
6 54.168 10.656 32.632 75.704
8 57.144 10.656 35.608 78.680
47
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:AST
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 539914.913a 9 59990.546 105.669 .000
Intercept 1235872.241 1 1235872.241 2.177E3 .000
umur 63601.131 1 63601.131 112.029 .000
Seligi 440534.134 4 110133.533 193.992 .000
umur * Seligi 35779.648 4 8944.912 15.756 .000
Error 22708.876 40 567.722
Total 1798496.030 50
Corrected Total 562623.789 49
a. R Squared = .960 (Adjusted R Squared = .951)
Multiple Comparisons
AST Tukey HSD
(I) Seligi (J) Seligi Mean Difference (I-
J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
0 2 136.93070* 1.065572E1 .000 106.49699 167.36441
4 204.15300* 1.065572E1 .000 173.71929 234.58671
6 241.93710* 1.065572E1 .000 211.50339 272.37081
8 257.94757* 1.065572E1 .000 227.51386 288.38128
2 0 -136.93070* 1.065572E1 .000 -167.36441 -106.49699
4 67.22230* 1.065572E1 .000 36.78859 97.65601
6 105.00640* 1.065572E1 .000 74.57269 135.44011
8 121.01687* 1.065572E1 .000 90.58316 151.45058
4 0 -204.15300* 1.065572E1 .000 -234.58671 -173.71929
2 -67.22230* 1.065572E1 .000 -97.65601 -36.78859
6 37.78410* 1.065572E1 .009 7.35039 68.21781
8 53.79457* 1.065572E1 .000 23.36086 84.22828
6 0 -241.93710* 1.065572E1 .000 -272.37081 -211.50339
2 -105.00640* 1.065572E1 .000 -135.44011 -74.57269
4 -37.78410* 1.065572E1 .009 -68.21781 -7.35039
8 16.01047 1.065572E1 .567 -14.42324 46.44418
8 0 -257.94757* 1.065572E1 .000 -288.38128 -227.51386
2 -121.01687* 1.065572E1 .000 -151.45058 -90.58316
4 -53.79457* 1.065572E1 .000 -84.22828 -23.36086
6 -16.01047 1.065572E1 .567 -46.44418 14.42324
Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 567.722.
*. The mean difference is significant at the .05 level.
AST
Tukey HSD
Seligi N
Subset
1 2 3 4
8 10 6.74639E1
6 10 8.34744E1
4 10 1.21258E2
2 10 1.88481E2
0 10 3.25412E2
Sig. .567 1.000 1.000 1.000
eans for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 567.722.
48
ALT
Descriptive Statistics
Dependent Variable:ALT
umur Seligi Mean Std. Deviation N
45 0 3.01912E2 31.979367 5
2 1.50501E2 26.117530 5
4 1.17268E2 8.530879 5
6 6.74678E1 18.688520 5
8 6.40318E1 17.317007 5
Total 1.40236E2 91.076605 25
105 0 4.34315E2 195.587193 5
2 1.29134E2 46.491284 5
4 2.21050E1 7.886960 5
6 1.27637E2 124.034338 5
8 2.00183E2 40.078453 5
Total 1.82675E2 171.563213 25
Total 0 3.68114E2 149.419062 10
2 1.39818E2 37.291126 10
4 6.96867E1 50.750043 10
6 9.75524E1 89.433988 10
8 1.32108E2 77.436562 10
Total 1.61456E2 137.618683 50
Descriptive Statistics
Dependent Variable:ALT
Seligi Mean Std. Deviation N
0 3.68114E2 149.419062 10
2 1.39818E2 37.291126 10
4 6.96867E1 50.750043 10
6 9.75524E1 89.433988 10
8 1.32108E2 77.436562 10
Total 1.61456E2 137.618683 50
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:ALT
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 688424.136a 9 76491.571 12.771 .000
Intercept 1303396.184 1 1303396.184 217.612 .000
umur 22512.977 1 22512.977 3.759 .060
Seligi 565422.198 4 141355.549 23.600 .000
umur * Seligi 100488.961 4 25122.240 4.194 .006
Error 239582.056 40 5989.551
Total 2231402.375 50
Corrected Total 928006.191 49
a. R Squared = .742 (Adjusted R Squared = .684)
49
Multiple Comparisons
ALT
Tukey HSD
(I) Seligi (J) Seligi Mean Difference (I-
J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
0 2 228.29590* 4.014330E1 .000 114.23073 342.36107
4 298.42700* 4.014330E1 .000 184.36183 412.49217
6 270.56130* 4.014330E1 .000 156.49613 384.62647
8 236.00610* 4.014330E1 .000 121.94093 350.07127
2 0 -228.29590* 4.014330E1 .000 -342.36107 -114.23073
4 70.13110 4.014330E1 .417 -43.93407 184.19627
6 42.26540 4.014330E1 .829 -71.79977 156.33057
8 7.71020 4.014330E1 1.000 -106.35497 121.77537
4 0 -298.42700* 4.014330E1 .000 -412.49217 -184.36183
2 -70.13110 4.014330E1 .417 -184.19627 43.93407
6 -27.86570 4.014330E1 .957 -141.93087 86.19947
8 -62.42090 4.014330E1 .533 -176.48607 51.64427
6 0 -270.56130* 4.014330E1 .000 -384.62647 -156.49613
2 -42.26540 4.014330E1 .829 -156.33057 71.79977
4 27.86570 4.014330E1 .957 -86.19947 141.93087
8 -34.55520 4.014330E1 .910 -148.62037 79.50997
8 0 -236.00610* 4.014330E1 .000 -350.07127 -121.94093
2 -7.71020 4.014330E1 1.000 -121.77537 106.35497
4 62.42090 4.014330E1 .533 -51.64427 176.48607
6 34.55520 4.014330E1 .910 -79.50997 148.62037
Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 8057.422.
*. The mean difference is significant at the .05 level.
Homogeneous Subsets
ALT
Tukey HSD
Seligi N
Subset
1 2
4 10 6.96867E1
6 10 9.75524E1
8 10 1.32108E2
2 10 1.39818E2
0 10 3.68114E2
Sig. .417 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 8057.422.
50
Eritrosit Descriptive Statistics
Dependent Variable:Eritrosit
Seligi umur Mean Std. Deviation N
0 45 2.6980 .29269 5
105 1.5140 .30072 5
Total 2.1060 .68386 10
2 45 3.2940 .16547 5
105 3.2640 .24775 5
Total 3.2790 .19925 10
4 45 3.0400 .29933 5
105 3.2200 .25328 5
Total 3.1300 .27809 10
6 45 3.2680 .20753 5
105 2.8160 .17387 5
Total 3.0420 .29888 10
8 45 2.3420 .26556 5
105 2.2120 .21159 5
Total 2.2770 .23650 10
Total 45 2.9284 .43574 25
105 2.6052 .71217 25
Total 2.7668 .60669 50
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:Eritrosit
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 12.771a 5 2.554 21.350 .000
Intercept 382.759 1 382.759 3.199E3 .000
Seligi 11.466 4 2.866 23.959 .000
umur 1.306 1 1.306 10.914 .002
Error 5.264 44 .120
Total 400.794 50
Corrected Total 18.035 49
a. R Squared = .708 (Adjusted R Squared = .675)
Multiple Comparisons
Eritrosit
Tukey HSD
(I) Seligi (J) Seligi
Mean Difference (I-
J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
0 2 -1.1730* .15468 .000 -1.6129 -.7331
4 -1.0240* .15468 .000 -1.4639 -.5841
6 -.9360* .15468 .000 -1.3759 -.4961
8 -.1710 .15468 .803 -.6109 .2689
2 0 1.1730* .15468 .000 .7331 1.6129
4 .1490 .15468 .870 -.2909 .5889
6 .2370 .15468 .548 -.2029 .6769
8 1.0020* .15468 .000 .5621 1.4419
4 0 1.0240* .15468 .000 .5841 1.4639
2 -.1490 .15468 .870 -.5889 .2909
6 .0880 .15468 .979 -.3519 .5279
51
8 .8530* .15468 .000 .4131 1.2929
6 0 .9360* .15468 .000 .4961 1.3759
2 -.2370 .15468 .548 -.6769 .2029
4 -.0880 .15468 .979 -.5279 .3519
8 .7650* .15468 .000 .3251 1.2049
8 0 .1710 .15468 .803 -.2689 .6109
2 -1.0020* .15468 .000 -1.4419 -.5621
4 -.8530* .15468 .000 -1.2929 -.4131
6 -.7650* .15468 .000 -1.2049 -.3251
Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .120.
*. The mean difference is significant at the .05 level.
Homogeneous Subsets
Eritrosit
Tukey HSD
Seligi N
Subset
1 2
0 10 2.1060
8 10 2.2770
6 10 3.0420
4 10 3.1300
2 10 3.2790
Sig. .803 .548
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .120.
Leukosit
Descriptive Statistics
Dependent Variable:Leukosit
Seligi umur Mean Std. Deviation N
0 45 23.6600 1.68196 5
105 19.6240 1.67113 5
Total 21.6420 2.65016 10
2 45 22.3400 2.40248 5
105 27.5220 2.94381 5
Total 24.9310 3.72506 10
4 45 19.7940 1.09054 5
105 28.7320 2.87098 5
Total 24.2630 5.13644 10
6 45 12.3072 6.95180 5
105 23.8480 2.19780 5
Total 18.0776 7.78608 10
8 45 9.4300 1.17735 5
105 21.2200 1.80000 5
Total 15.3250 6.37717 10
Total 45 17.5062 6.55627 25
105 24.1892 4.17671 25
Total 20.8477 6.40246 50
52
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:Leukosit
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 1229.696a 5 245.939 13.893 .000
Intercept 21731.371 1 21731.371 1.228E3 .000
Seligi 671.422 4 167.855 9.482 .000
umur 558.274 1 558.274 31.537 .000
Error 778.888 44 17.702
Total 23739.956 50
Corrected Total 2008.585 49
a. R Squared = .612 (Adjusted R Squared = .568)
Multiple Comparisons
Leukosit Tukey HSD
(I) Seligi (J) Seligi
Mean Difference (I-
J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
0 2 -3.2890 1.88160 .416 -8.6405 2.0625
4 -2.6210 1.88160 .635 -7.9725 2.7305
6 3.5644 1.88160 .335 -1.7871 8.9159
8 6.3170* 1.88160 .013 .9655 11.6685
2 0 3.2890 1.88160 .416 -2.0625 8.6405
4 .6680 1.88160 .996 -4.6835 6.0195
6 6.8534* 1.88160 .006 1.5019 12.2049
8 9.6060* 1.88160 .000 4.2545 14.9575
4 0 2.6210 1.88160 .635 -2.7305 7.9725
2 -.6680 1.88160 .996 -6.0195 4.6835
6 6.1854* 1.88160 .016 .8339 11.5369
8 8.9380* 1.88160 .000 3.5865 14.2895
6 0 -3.5644 1.88160 .335 -8.9159 1.7871
2 -6.8534* 1.88160 .006 -12.2049 -1.5019
4 -6.1854* 1.88160 .016 -11.5369 -.8339
8 2.7526 1.88160 .591 -2.5989 8.1041
8 0 -6.3170* 1.88160 .013 -11.6685 -.9655
2 -9.6060* 1.88160 .000 -14.9575 -4.2545
4 -8.9380* 1.88160 .000 -14.2895 -3.5865
6 -2.7526 1.88160 .591 -8.1041 2.5989
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 17.702.
*. The mean difference is significant at the .05 level.
53
Homogeneous Subsets
Leukosit
Tukey HSD
Seligi N
Subset
1 2 3
8 10 15.3250
6 10 18.0776 18.0776
0 10 21.6420 21.6420
4 10 24.2630
2 10 24.9310
Sig. .591 .335 .416
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 17.702.
Trombosit
Descriptive Statistics
Dependent Variable:Trombosit
Seligi umur Mean Std. Deviation N
0 45 29.8000 3.27109 5
105 32.6000 2.50998 5
Total 31.2000 3.11983 10
2 45 12.6000 1.67332 5
105 13.6000 2.07364 5
Total 13.1000 1.85293 10
4 45 16.4000 4.56070 5
105 18.2000 4.02492 5
Total 17.3000 4.16467 10
6 45 13.2000 1.30384 5
105 14.2000 1.92354 5
Total 13.7000 1.63639 10
8 45 11.4000 2.07364 5
105 14.6000 1.34164 5
Total 13.0000 2.35702 10
Total 45 16.6800 7.37518 25
105 18.6400 7.66964 25
Total 17.6600 7.51219 50
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:Trombosit
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 2464.540a 5 492.908 72.130 .000
Intercept 15593.780 1 15593.780 2.282E3 .000
Seligi 2416.520 4 604.130 88.405 .000
umur 48.020 1 48.020 7.027 .011
Error 300.680 44 6.834
Total 18359.000 50
Corrected Total 2765.220 49
a. R Squared = .891 (Adjusted R Squared = .879)
54
Multiple Comparisons
Trombosit Tukey HSD
(I) Seligi (J) Seligi
Mean Difference (I-
J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
0 2 18.1000* 1.16907 .000 14.7750 21.4250
4 13.9000* 1.16907 .000 10.5750 17.2250
6 17.5000* 1.16907 .000 14.1750 20.8250
8 18.2000* 1.16907 .000 14.8750 21.5250
2 0 -18.1000* 1.16907 .000 -21.4250 -14.7750
4 -4.2000* 1.16907 .007 -7.5250 -.8750
6 -.6000 1.16907 .986 -3.9250 2.7250
8 .1000 1.16907 1.000 -3.2250 3.4250
4 0 -13.9000* 1.16907 .000 -17.2250 -10.5750
2 4.2000* 1.16907 .007 .8750 7.5250
6 3.6000* 1.16907 .028 .2750 6.9250
8 4.3000* 1.16907 .005 .9750 7.6250
6 0 -17.5000* 1.16907 .000 -20.8250 -14.1750
2 .6000 1.16907 .986 -2.7250 3.9250
4 -3.6000* 1.16907 .028 -6.9250 -.2750
8 .7000 1.16907 .975 -2.6250 4.0250
8 0 -18.2000* 1.16907 .000 -21.5250 -14.8750
2 -.1000 1.16907 1.000 -3.4250 3.2250
4 -4.3000* 1.16907 .005 -7.6250 -.9750
6 -.7000 1.16907 .975 -4.0250 2.6250
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 6.834.
*. The mean difference is significant at the .05 level.
Homogeneous Subsets Trombosit
Tukey HSD
Seligi N
Subset
1 2 3
8 10 13.0000
2 10 13.1000
6 10 13.7000
4 10 17.3000
0 10 31.2000
Sig. .975 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 6.834.
55
Eosinofil
Descriptive Statistics
Dependent Variable:Eosinofil
Seligi umur Mean Std. Deviation N
0 45 .0000 .00000 5
105 17.6000 1.94936 5
Total 8.8000 9.36661 10
2 45 .0000 .00000 5
105 5.6000 4.82701 5
Total 2.8000 4.36654 10
4 45 .0000 .00000 5
105 8.6000 5.85662 5
Total 4.3000 5.98238 10
6 45 .0000 .00000 5
105 5.8000 3.70135 5
Total 2.9000 3.92853 10
8 45 .0000 .00000 5
105 2.4000 2.60768 5
Total 1.2000 2.14994 10
Total 45 .0000 .00000 25
105 8.0000 6.45497 25
Total 4.0000 6.06092 50
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:Eosinofil
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 1136.200a 5 227.240 15.063 .000
Intercept 800.000 1 800.000 53.028 .000
Seligi 336.200 4 84.050 5.571 .001
umur 800.000 1 800.000 53.028 .000
Error 663.800 44 15.086
Total 2600.000 50
Corrected Total 1800.000 49
a. R Squared = .631 (Adjusted R Squared = .589)
Multiple Comparisons
Eosinofil
Tukey HSD
(I) Seligi (J) Seligi
Mean Difference (I-
J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
0 2 6.0000* 1.73703 .010 1.0597 10.9403
4 4.5000 1.73703 .090 -.4403 9.4403
6 5.9000* 1.73703 .012 .9597 10.8403
8 7.6000* 1.73703 .001 2.6597 12.5403
2 0 -6.0000* 1.73703 .010 -10.9403 -1.0597
4 -1.5000 1.73703 .909 -6.4403 3.4403
6 -.1000 1.73703 1.000 -5.0403 4.8403
8 1.6000 1.73703 .887 -3.3403 6.5403
4 0 -4.5000 1.73703 .090 -9.4403 .4403
2 1.5000 1.73703 .909 -3.4403 6.4403
56
6 1.4000 1.73703 .927 -3.5403 6.3403
8 3.1000 1.73703 .395 -1.8403 8.0403
6 0 -5.9000* 1.73703 .012 -10.8403 -.9597
2 .1000 1.73703 1.000 -4.8403 5.0403
4 -1.4000 1.73703 .927 -6.3403 3.5403
8 1.7000 1.73703 .863 -3.2403 6.6403
8 0 -7.6000* 1.73703 .001 -12.5403 -2.6597
2 -1.6000 1.73703 .887 -6.5403 3.3403
4 -3.1000 1.73703 .395 -8.0403 1.8403
6 -1.7000 1.73703 .863 -6.6403 3.2403
Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 15.086.
*. The mean difference is significant at the .05 level.
Homogeneous Subsets
Eosinofil
Tukey HSD
Seligi N
Subset
1 2
8 10 1.2000
2 10 2.8000
6 10 2.9000
4 10 4.3000 4.3000
0 10 8.8000
Sig. .395 .090
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 15.086.
Basofil
Descriptive Statistics
Dependent Variable:Basofil
Seligi umur Mean Std. Deviation N
0 45 .0000 .00000 5
105 .6000 1.34164 5
Total .3000 .94868 10
2 45 .0000 .00000 5
105 1.0000 1.41421 5
Total .5000 1.08012 10
4 45 .0000 .00000 5
105 .4000 .54772 5
Total .2000 .42164 10
6 45 .1800 .04472 5
105 .2000 .44721 5
Total .1900 .29981 10
8 45 .2200 .16432 5
105 1.2000 1.30384 5
Total .7100 1.01702 10
Total 45 .0800 .12247 25
105 .6800 1.06927 25
Total .3800 .81190 50
57
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:Basofil
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 6.482a 5 1.296 2.209 .070
Intercept 7.220 1 7.220 12.305 .001
Seligi 1.982 4 .496 .844 .505
umur 4.500 1 4.500 7.669 .008
Error 25.818 44 .587
Total 39.520 50
Corrected Total 32.300 49
a. R Squared = .201 (Adjusted R Squared = .110)
Multiple Comparisons
Basofil
Tukey HSD
(I) Seligi (J) Seligi Mean Difference (I-
J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
0 2 -.2000 .34257 .977 -1.1743 .7743
4 .1000 .34257 .998 -.8743 1.0743
6 .1100 .34257 .998 -.8643 1.0843
8 -.4100 .34257 .753 -1.3843 .5643
2 0 .2000 .34257 .977 -.7743 1.1743
4 .3000 .34257 .904 -.6743 1.2743
6 .3100 .34257 .893 -.6643 1.2843
8 -.2100 .34257 .972 -1.1843 .7643
4 0 -.1000 .34257 .998 -1.0743 .8743
2 -.3000 .34257 .904 -1.2743 .6743
6 .0100 .34257 1.000 -.9643 .9843
8 -.5100 .34257 .575 -1.4843 .4643
6 0 -.1100 .34257 .998 -1.0843 .8643
2 -.3100 .34257 .893 -1.2843 .6643
4 -.0100 .34257 1.000 -.9843 .9643
8 -.5200 .34257 .557 -1.4943 .4543
8 0 .4100 .34257 .753 -.5643 1.3843
2 .2100 .34257 .972 -.7643 1.1843
4 .5100 .34257 .575 -.4643 1.4843
6 .5200 .34257 .557 -.4543 1.4943
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .587.
58
Homogeneous Subsets
Basofil
Tukey HSD
Seligi N
Subset
1
6 10 .1900
4 10 .2000
0 10 .3000
2 10 .5000
8 10 .7100
Sig. .557
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .587.
Neutrofil
Descriptive Statistics
Dependent Variable:Neutrofil
Seligi umur Mean Std. Deviation N
0 45 51.8000 6.14003 5
105 51.8000 6.14003 5
Total 51.8000 5.78888 10
2 45 29.0000 2.23607 5
105 29.0000 2.23607 5
Total 29.0000 2.10819 10
4 45 28.4000 10.13903 5
105 28.4000 10.13903 5
Total 28.4000 9.55917 10
6 45 24.3400 3.68348 5
105 24.3400 3.68348 5
Total 24.3400 3.47282 10
8 45 50.9000 4.10853 5
105 50.9000 4.10853 5
Total 50.9000 3.87356 10
Total 45 36.8880 13.31651 25
105 36.8880 13.31651 25
Total 36.8880 13.17993 50
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:Neutrofil
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 7104.229a 5 1420.846 44.415 .000
Intercept 68036.227 1 68036.227 2.127E3 .000
Seligi 7104.229 4 1776.057 55.518 .000
umur .000 1 .000 .000 1.000
Error 1407.584 44 31.991
Total 76548.040 50
Corrected Total 8511.813 49
a. R Squared = .835 (Adjusted R Squared = .816)
59
Multiple Comparisons
Neutrofil
Tukey HSD
(I) Seligi (J) Seligi Mean Difference (I-
J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
0 2 22.8000* 2.52945 .000 15.6060 29.9940
4 23.4000* 2.52945 .000 16.2060 30.5940
6 27.4600* 2.52945 .000 20.2660 34.6540
8 .9000 2.52945 .996 -6.2940 8.0940
2 0 -22.8000* 2.52945 .000 -29.9940 -15.6060
4 .6000 2.52945 .999 -6.5940 7.7940
6 4.6600 2.52945 .363 -2.5340 11.8540
8 -21.9000* 2.52945 .000 -29.0940 -14.7060
4 0 -23.4000* 2.52945 .000 -30.5940 -16.2060
2 -.6000 2.52945 .999 -7.7940 6.5940
6 4.0600 2.52945 .502 -3.1340 11.2540
8 -22.5000* 2.52945 .000 -29.6940 -15.3060
6 0 -27.4600* 2.52945 .000 -34.6540 -20.2660
2 -4.6600 2.52945 .363 -11.8540 2.5340
4 -4.0600 2.52945 .502 -11.2540 3.1340
8 -26.5600* 2.52945 .000 -33.7540 -19.3660
8 0 -.9000 2.52945 .996 -8.0940 6.2940
2 21.9000* 2.52945 .000 14.7060 29.0940
4 22.5000* 2.52945 .000 15.3060 29.6940
6 26.5600* 2.52945 .000 19.3660 33.7540
Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 31.991.
*. The mean difference is significant at the .05 level.
Homogeneous Subsets
Neutrofil
Tukey HSD
Seligi N
Subset
1 2
6 10 24.3400
4 10 28.4000
2 10 29.0000
8 10 50.9000
0 10 51.8000
Sig. .363 .996
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 31.991.
Limfosit
Descriptive Statistics
Dependent Variable:Limfosit
Seligi umur Mean Std. Deviation N
0 45 73.0000 13.41641 5
105 45.8000 6.61060 5
Total 59.4000 17.46234 10
2 45 48.6000 4.39318 5
105 45.8000 4.38178 5
60
Total 47.2000 4.39191 10
4 45 48.6000 1.24499 5
105 54.4000 4.39318 5
Total 51.5000 4.31406 10
6 45 63.2000 17.50543 5
105 56.2000 3.42053 5
Total 59.7000 12.45017 10
8 45 60.6200 10.35625 5
105 53.4000 3.64692 5
Total 57.0100 8.24977 10
Total 45 58.8040 13.87463 25
105 51.1200 6.19355 25
Total 54.9620 11.31986 50
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:Limfosit
Source Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 1923.777a 5 384.755 3.887 .005
Intercept 151041.072 1 151041.072 1.526E3 .000
Seligi 1185.729 4 296.432 2.995 .029
umur 738.048 1 738.048 7.457 .009
Error 4355.041 44 98.978
Total 157319.890 50
Corrected Total 6278.818 49
a. R Squared = .306 (Adjusted R Squared = .228)
Multiple Comparisons
Limfosit
Tukey HSD
(I) Seligi (J) Seligi
Mean Difference (I-
J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
0 2 12.2000 4.44923 .064 -.4541 24.8541
4 7.9000 4.44923 .400 -4.7541 20.5541
6 -.3000 4.44923 1.000 -12.9541 12.3541
8 2.3900 4.44923 .983 -10.2641 15.0441
2 0 -12.2000 4.44923 .064 -24.8541 .4541
4 -4.3000 4.44923 .869 -16.9541 8.3541
6 -12.5000 4.44923 .054 -25.1541 .1541
8 -9.8100 4.44923 .197 -22.4641 2.8441
4 0 -7.9000 4.44923 .400 -20.5541 4.7541
2 4.3000 4.44923 .869 -8.3541 16.9541
6 -8.2000 4.44923 .363 -20.8541 4.4541
8 -5.5100 4.44923 .729 -18.1641 7.1441
6 0 .3000 4.44923 1.000 -12.3541 12.9541
2 12.5000 4.44923 .054 -.1541 25.1541
4 8.2000 4.44923 .363 -4.4541 20.8541
8 2.6900 4.44923 .974 -9.9641 15.3441
8 0 -2.3900 4.44923 .983 -15.0441 10.2641
2 9.8100 4.44923 .197 -2.8441 22.4641
4 5.5100 4.44923 .729 -7.1441 18.1641
6 -2.6900 4.44923 .974 -15.3441 9.9641
Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 98.978.
61
Limfosit
Tukey HSD
Seligi N
Subset
1
2 10 47.2000
4 10 51.5000
8 10 57.0100
0 10 59.4000
6 10 59.7000
Sig. .054
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 98.978.
Monosit Descriptive Statistics
Dependent Variable:Monosit
Seligi umur Mean Std. Deviation N
0 45 .0000 .00000 5
105 .8000 1.09545 5
Total .4000 .84327 10
2 45 .4200 .08367 5
105 .2000 .44721 5
Total .3100 .32472 10
4 45 .2000 .18708 5
105 .6000 .89443 5
Total .4000 .64464 10
6 45 .0400 .05477 5
105 .8000 .83666 5
Total .4200 .68767 10
8 45 .1800 .10954 5
105 1.0000 .70711 5
Total .5900 .64369 10
Total 45 .1680 .17963 25
105 .6800 .80208 25
Total .4240 .63070 50
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:Monosit
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 3.694a 5 .739 2.058 .089
Intercept 8.989 1 8.989 25.037 .000
Seligi .417 4 .104 .291 .883
umur 3.277 1 3.277 9.127 .004
Error 15.797 44 .359
Total 28.480 50
Corrected Total 19.491 49
a. R Squared = .190 (Adjusted R Squared = .097)
62
Monosit
Tukey HSD
Seligi N
Subset
1
2 10 .3100
0 10 .4000
4 10 .4000
6 10 .4200
8 10 .5900
Sig. .833
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .359.
63
Lampiran 2. Pelaksanaan Penelitian
A. Proses pembuatan pellet pakan komersial puyuh yang diberi suplemen serbuk daun
seligi dengan takaran yang berbeda
daun seligi dan tangkai daun seligi tanpa tangkai daun seligi kering dan serbuk
pencampuran bahan dan serbuk pencampuran bahan secara manual penimbangan
dengan mesin
penyiapan mesin proses pelleting hasil pellet pakan
Sampel siap dianalisis
64
B. Penyiapan kandang, pemeliharaan puyuh dan produkdi telur
C. Proses vaksinasi pada puyuh
D. Pengambilan darah ternak untuk uji serologi dan hematologi
65
Lampiran 3. Draft Artikel Jurnal Internasional
ANTIBODY RESPONS AND IMMUNITY OF QUAIL (Coturnix coturnix japonica )
DIET Phyllanthus buxifolius LEAF AS FEED SUPPLEMENT
Wardah
1,4 , J. Rahmahani
2 and T. Sopandi
3
1
Departments of Development Economic, Faculty of Economic, 17 Agustus 1945 University, Surabaya,
Indonesia 2 Departments of Veterinary Microbiology, Faculty of Veterinary Medicine, Airlangga University, Indonesia
3 Departments of Biology, Faculty of Mathematical and Natural Science, PGRI Adi Buana University,
Surabaya, Indonesia 4 Corresponding Author : e-mail : [email protected]
_______________________________________________________________________
ABSTRACT.
KEY WORDS : Antibody, immunity, C. coturnix japonica and P.buxifolius,
Introduction
Newcastle disease (ND) is one of the major infectious disease affecting poultry with mortality and
morbidity rates are high even reach 50-100% (Hashmi, 1999 and Pedersen et al., 2004). Although
he has done a good farm management practices, vaccination programs and improved hygiene,
Newcastle disease is still a health problem that is economically harmful livestock breeding
industry, especially poultry (Hashmi, 1999). Vaccination programs have been implemented to
combat Newcastle disease with various types or kinds of vaccines and vaccine timetable.
Nevertheless, the death of cattle due to ND virus still occur. In fact it has been reported that 40%
of chicken deaths due to AI viruses and 60% due to the ND virus.
In Indonesia, the high mortality of quail due to the disease primarily Newcastle disease (ND) and
avian influenza (AI) viruses is a major problem faced quail breeders. Viral infection of the quail
also received attention because considered it as important carriers for ND virus (Lima et al., 2004).
Quails were found to acquire the natural infection with a velogenic strain of ND virus (CzirJac et
al., 2007; Lima et al., 2004; Sa'idu, 2004). Conventional control strategies in poultry based on
surveillance, stamping out, movement restriction and enforcement of biosecurity measures did not
prevent the virus spreading, particularly in developing countries (Abdelwahab and Hafez, 2012).
There are several causes of failures of vaccination programs in protecting poultry against ND virus
attacks. First, vaccination failed to provoke the formation of antibodies to the level of protection
due to low antigen, which is not benas vaccine handling, fault vaccination procedure. Second, the
ND virus affecting chickens before the immune response is formed. Third, the rapid decline in
antibody titre, so the immunity level below the level of protection against virus attacks ND. In
addition, among the investigators at the time this happened concerns about increased resistance of
the ND virus. Jeffrey (2003) reported that there had been attacks by exotic ND virus on chicken
66
farms with a mortality of more than 90% in Souther California in 2002. In some states in the
United States have also found the virulence of virus isolates ND (Pedersen et al., 2004 ).
Immunostimulation in poultry could lead an increase in antibody production as well as increased
phagocytosis by macrophages (Hashmi, 1999). The immune system in the body naturally helpful
in the prevention of disease caused by infection. But the immune system naturally formed in the
body of cattle are inadequate, necessitating their immune system from outside the body is safe to
eat cattle. The immune response of the body will be increased by administering compounds
immunostimulation move.
Herbal remedies, including traditional Chinese Medicine (TCM) have also been suggested as
alternatives (Wang et al., 2006) to prevent the virus spreading and infecting. Various polyphenols
are present and the antiviral activities have been attributed to plant medicinal (Hudson, 2009).
Phyllanthus buxifolius is a medicinal plant and has been widely used to treat various diseases by
Indonesian people and this plant leaf known contain flavonoid, polyphenol, saponin, alkaloids,
quionones, steroids and triterpenoids (Wardah et al., 2007). Provision of natural herb that have
potential antilipidemic effect. The use of natural feed supplements have the potential to lower
cholesterol, are easily available at low cost is expected to lowering cholesterol of egg and increase
the immune of poultry. Natural antioxidants have been to offer vast array of health effects
including lowering the cholesterol level (Nurhuda et al., 2012).
Phyllanthus genus contains many medicinal secondary metabolits (Zhang et al., 2000).
Phyllanthus known have functional and activity of immunocompetent cells, immunotherapy and
potentially as antihiperlipidemik and antikolesterolemik in blood (Adeneye, 2006; Obianime et al.,
2008; Umbare et al., 2009). P. buxifolius (family : Euphorbiaceae) is madicinal plant and has been
widely used to treat various types of deseases by Indonesia people. Phyllanthus buxifolius leaf
contain the flavonoids, polyphenols, tannins, saponins, alkaloids, quinones and steroid
triterpenoids, which can nourish the liver and tissues of animals, do not cause infection and
inflammation (inflammatory) that is safe for consumption poultry as well as lowering blood
cholesterol levels in broiler chickens (Wardah et al., 2007). This study aimed to examine the effect
P. buxifolius leaf powder in feed on increase serology, hematology and immunity in blood of C.
coturnix japonica.
Material and methods
Preparation of P. buxifolius
Locally farm-sourced P. buxifolius from Sumberingin, Sanankulon, Blitar, Indonesia, were air-
dried for 6 d, oven- dried at 50-60oC for 4 h and then grounded to approximately 2-mm diameter
particles using a mill. Powder of P. buxifolius leaf were added to commercial feed quail (0.0,
2.0, 4.0, 6.0 and 8.0% ), mixed and re-crumbling. The crumble of feed after adding powder P.
buxifolius leaf were chemicals analysis to determination of crude protein and fat, phosphorus, acid
67
detergent fiber (ADF), neutral detergent fiber (NDF), cellulose, hemicellulose, silica, pectin and
lignin and metabolic compound : flavonoids, tannins and saponins. The commercial basal diets
(Table 1) were supplemented with powder of P. buxifolius leaf at 0%, 2.0%, 4.0%, 6.0%, or 8.0%
for a total of 5 treatments.
Table 1. Chemical composition of basal fed diet supplemention powder of P. buxifolius leaf
base on dry weight
Component
Composition (%) of commercial basal fed diet plus
powder of P. buxifolius leaf
0 2 4 6 8
Crude protein 22,39 22,56 23,48 23,77 23,07
Crude fat 7,61 7,44 7,39 7,29 7,25
Carbohydrate 58,22 59,08 59,71 60,98 62,88
NDF 15,76 15,96 15,24 19,21 19,31
ADF 6,33 7,60 7,29 7,37 7,17
Hemicellulose 6,53 7,04 7.97 8,33 9,76
Cellulose 4,31 4,71 4,99 5,21 5,33
silica 0.24 0,19 0,18 0,20 0,30
Lignin 2,97 3,23 3,80 5,88 6,81
Pectine 0,398 3,98 7,95 8,67 8,91 Total Flavonoid Ekuivalen Rutin 0,06 0,23 0,55 0,73 0,75
Tannin Total Ekuivalen Tannic Acid 1,14 1,75 2,53 2,74 2,97
Saponin from Quillaja bark 2,05 3,42 4,45 5,56 5,75
Birds, housing and feeding
One hundred DOQ (Day Old Quail) obtained from locally breeder were acclimatized for 2 w in
collective bamboos cages and then selected 75 quails female which have same weight relatively,
randomized and transferred to individual cages (130 cm2 per head). At the age of 15 d, quail were
divided into 5 group and each group diet commercial feed mixed 0, 2, 4, 6 and 8% leaf powder P.
buxifolius. All quail reared at same condition, at temperature of 28 to 33 °C, the lighting regime
consisted of 16 h of light and 8 h of darkness, and ad libitum feeding and drinking and all quail
reared for 90 d.
0.06 0.23 0.55 0.73 0.75
1.14
1.75
2.53 2.74 2.97
2.05
3.42
4.45
5.56 5.75
0
1
2
3
4
5
6
7
0.000.501.001.502.002.503.003.504.004.505.005.506.006.507.00
Tannin (%)
Flavonoid (%)
Saponin (%)
68
Haemoagglutination of titre (HA/HI titre)
Haemogglutination inhibition test (HA / HI titre) carried out according to that described by
Hashmi (1999). A total of 8 ml blood of healthy quail without anticoagulant centrifuged at 2000
rpm for 10 minutes. Supernatant is taken with a sterile pipette and put into a tube containing 5 ml
of normal saline. Tubes then centrifuged at 2000 rpm for 10 minutes, the work is repeated 3 times
so that a supernatant of RBC. In the ND virus vaccine vial at a dose of 100 added 1 ml of normal
saline. Furthermore, 50 mL of normal saline is pipetted into the 1-12 well plate and added 50 mL
of antigen in each well and homogenized. After a homogeneous suspension was added 50 mL of
1% RBC and mixed. Well plate and incubated at room temperature is observed every 10-15
minutes. Dilution of the virus will cause haemogglutintion.
Haemogglutinaion titre determination described by Alan et al. (1978), prior to the tests, serum
samples in thawing in water bath at a temperature of 560C for 30 minutes to destroy non-specific
agglutinin. By using multichanell dispenser, 50 ml normal saline at 1-12 plete didispensi
mikrotitre and added 50 mL of serum samples on each plate and dilution 2 times. Furthermore, 50
ml of antigen (vaccine) was added to the well plate except the first plate and added 50 mL of RBC
suspense. Plate was incubated at room temperature for 15-30 minutes until the bottom is formed
formations.
Aspartate Transaminase (AST)
Analysis of amino transerase aspartate (AST) is done in accordance with the diagnostic kit catalog
No. E ASTR 100 (EnzyChrom Aspartate Transaminase Assay Kit 100 T). A total of 1000 mL of
Reagent A (L-aspartate and NADH) inserted into the cuvette. Serum samples of 100 mL which
was centrifuged, included in the cuvette and incubated at 37 ° C for one minute. Further reagent B
(2-Oxaloglutarat and LDH) as 250μL added, mixed and incubated for one minute at room
temperature. The results are read with a spectrophotometer at a wavelength (λ) of 340 nm and a
decrease in absorbance after 3 minutes.
Alanine Transaminase (ALT)
Analysis of transerase amino alanine (ALT) is also carried out in accordance with the diagnostic
kit catalog No. E ALTR 100 (Alanine transaminase EnzyChrom Assay Kit 100 T). A total of 1000
mL of Reagent A (L-alanine and NADH) inserted into the cuvette. Serum samples of 100 mL
which was centrifuged, included in the cuvette and incubated at 37 ° C for one minute. Further
reagent B (2-Oxaloglutarat and LDH) as 250μL added, mixed and incubated for one minute at
room temperature. The results are read with a spectrophotometer at a wavelength (λ) of 340 nm
and a decrease in absorbance after 3 minutes.
69
Leukocytes and Differential Leucocytes
Total leukocytes (TLC), the differential leukocytes (DLC), monocyte and lymphocyte of blood
quail was observed at the age of 45 and 90 d (before and after chellence test). Aseptically, 3 mL
blood was taken from vena brachiali, transfered to tube reaction containing EDTA and mixed.
The mixture (0.5 mL) taken by pippete and dilution with Turk solvent (10 mL). Blood shaken for
3 min until homogen, 2-3 drops of blood placed onto counting chamber and laydown for 1 min.
TLC was counted under microscope with magnificent 100x. DLC was observed using swab blood
preparate with Giemsa 10% stain for 30 min under microscope with magnification of 100 x.
Statistical analysis
All data were statistically analyzed using split plot base on a completely randomized design (CRD)
with five replications. Tukey‟s honestly significant difference multiple comparison tests were
used to segregate significantly different treatments using SPSS 17 software.
Results
Aspartate Amino Transferase (AST)
Supplement powder leaf of P. buxifolius to commercial feed quails significantly (P<0.05)
influenced on AST of blood quails (Fig. 2) at the age of quails 45 d (before chellence test) and
105 d (after chellence test). Aspartate amino transferase of blood at the age of quails 45 d before
chellence test which dieted commercial feed with supplementation 4.0 (60.82±1.42 U/L) and 6 %
(54.17±1.21 U/L) P. buxifolius powder significantly (P<0.05) lower than AST content of blood
quail which dieted commercial feed with supplemented 2.0, 8.0 and 0.0 % P. buxifolius powder.
AST content of blood quail which diet commercial feed with supplemented 6.0% P. buxifolius
powder significantly (P<0.05) lower than AST content of blood 4.0 % P. buxifolius powder.
After chellence test, significant (P<0.05) were observed AST content of bood quail diet
commercial feed with supplemented 2.0, 4.0, 6.0 and 8% P. buxifolius powder lower than 0.0%.
Significantly (P<0.05) lowest than AST content of blood quail dieted commercial feed with
supplemented 8.0 % P. buxifolius powder.
70
Figure 2. Effect fed supplementation P. buxifolius leaf powder to commercial feed on AST of blood quail
at the age 45(before chellence test) and 90 d (after chellence test). Values and error bars represent mean_SD
(n=5), ANOVA was followed by Tukey’s test a, b, c and d P<0.05 and *,**,***, and **** (P<0.05) within
respective groups, = 0%, =2%, = 4%, and = 8% supplemented P. buxifolius powder to
commercial feed.
Alanine Amino Transferase (ALT)
Supplement powder leaf of P. buxifolius to commercial feed quails significantly (P<0.05)
influenced on ALT of blood quails (Fig. 3) at the age of quails 45 (before chellence test) and 105 d
(after chellence test). Alanine amino transferase of blood at the age of quails 45 d before chellence
test which dieted commercial feed with supplementation 4.0% (22.105±1.42 U/L) the lowest of
any other treatment 0.0, 2.0, 4.0 and 8.0%. P. buxifolius powder 6.0 and 8.0% significantly
(P<0.05) lower than ALT content of blood quail which dieted commercial feed with
supplemented 2.0, and 0.0 % P. buxifolius powder.
After chellence test, ALT content of blood quail which diet commercial feed with supplemented
4.0 and 6.0% P. buxifolius powder significantly (P<0.05) lower than ALT content of blood 0.0,
2.0 and 8.0% P. buxifolius powder. Significantly (P<0.05) lowest ALT content of blood quail
dieted commercial feed with supplemented 4.0 % P. buxifolius powder.
319.876 330.947
115.75
261.211
60.824
181.693
54.168
112.781
57.144
77.7843
0.00
50.00
100.00
150.00
200.00
250.00
300.00
350.00
400.00
Before chellence test After chellence test
Tota
l Asp
arta
te A
min
o T
ran
sfer
ase
(A
ST)
(U/L
)
b a a
c
d
*
***
**
****
*****
71
Figure 3. Effect fed supplementation P. buxifolius leaf powder to commercial feed on ALT of blood quail
at the age 45(before chellence test) and 90 d (after chellence test). Values and error bars represent mean_SD
(n=5), ANOVA was followed by Tukey’s test a, b, c, d (P<0.05) and *,**,***, and **** (P<0.05) within
respective groups, = 0%, =2%, = 4%, and = 8% supplemented P. buxifolius powder to
commercial feed.
Leukocyte
Supplemented powder leaf of P. buxifolius to commercial feed quails significantly (P<0.05)
influenced on total leukocyte of blood quails (Fig 4) at the age of quails 45 (before chellence test)
and 105 d (after chellence test). Total leukocyte (TLC) of blood quail at the age 45 d and fed 0.0%
(119.19±3.77 cell x 103) 8.0% (97.1±2.77 cell x 10
3) significantly (P<0.05) upper than TLC at 2.0,
4.0 and 6.0% powder leaf of P. buxifolius, but no significant (P>0.05) different was observed
TLC between 6,0 and 8,0% powder leaf of P. buxifolius.
After chellence test, TLC of blood quail at the age 105 d and fed 8.0% (21.22±1.45 cell x 103)
significantly (P<0.05) lower than TLC at 2.0, 4.0 and 6.0% powder leaf of P. buxifolius. TLC at
2.0, 4.0, 6.0 and 8.0% powder leaf of P. buxifolius supplementation significantly (P<0.05) lower
than 0.0% powder leaf of P. buxifolius supplementation. TLC at 8.0% powder leaf of P.
buxifolius supplementation significantly (P<0.05) the lowest any other treatment powder leaf of
P. buxifolius.
301.912
434.315
129.134 150.501
22.105
117.268
67.468
127.637
64.032
200.183
0.00
50.00
100.00
150.00
200.00
250.00
300.00
350.00
400.00
450.00
500.00
Before chellence test After chellence test
Tota
l Ala
nin
e A
min
o T
ran
sfer
ase
(ALT
) (U
/L)
b b
a
c
d
* * **
***
*****
72
Figure 4. Effect fed supplementation P. buxifolius leaf powder to commercial feed on Total Leukocyte
blood serum quail at the age 45 d (before chellence test) and 90 d (after chellence test). Values and error bars
represent mean_SD (n=5), ANOVA was followed by Tukey’s test a, b, c, d (P<0.05) and, *,**,***,**** and
**** (P<0.05) within respective groups, = 0%, =2%, = 4%, and = 8% supplemented P.
buxifolius powder to commercial feed.
Trombocyte
Figure 5. Effect fed supplementation P. buxifolius leaf powder to commercial feed on Total Trombocyte
blood serum quail at the age 45 d (before chellence test) and 90 d (after chellence test). Values and error bars
represent mean_SD (n=5), ANOVA was followed by Tukey’s test a, b, c and d (P<0.05) and *,**,***,****
and **** (P<0.05) within respective groups, = 0%, =2%, = 4%, and = 8% supplemented P.
buxifolius powder to commercial feed
22.34
38.73
19.62
24.52
17.62
23.66
12.31
23.85
9.43
21.22
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
40.00
45.00
Before chellence test After chellence test
Tota
l Leu
cocy
te (
cell
x 1
03)
b a
a a
c * *** **
****
*****
29.8 32.6
16.4 18.2
12.6 13.6 13.2 14.2
11.4
14.6
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
40.00
45.00
Before chellence test After chellence test
Tota
l Tro
mb
ocy
te (
cell/
mm
x 1
06)
a b a
c
d
* ** *
***
*****
73
Lymphocyte
Supplemented powder leaf of P. buxifolius to commercial feed quails significantly (P<0.05)
influenced on lymphocyte of blood quails (Fig 8) at the age 45 and 105 d. Lymphocyte of blood
quail at the age 45 d and fed 2.0 (45.860±1.03%) and 4% (47.50±0.85%) significantly (P<0.05)
lower than lymphocyte at 8.0 (57.50±1.53), 6.0 (56.50±1.45%) and 0.0% (59.10±1.07%) powder
leaf of P. buxifolius, but no significant (P>0.05) different was observed TLC between 2,0 and
4,0% powder leaf of P. buxifolius. No significant (P>0.05) different was observed TLC between
8.0, 6.0 and 0.0% powder leaf of P. buxifolius supplementation.
Lymphocyte of blood quail at the age 75 d and fed 4.0% (68.50±0.78%) significantly (P<0.05)
lower than lymphocyte at 8.0 (75.30±1.99), 6.0 (74.30±1.45%), 2.0 (78.90±1.89%) and 0.0%
(85.80±2.33%) powder leaf of P. buxifolius. Lymphocyte of blood quail at fed 8.0 and 6.0%
significantly (P<0.05) lower than lymphocyte at 2.0 and 0.0% (85.80±2.33%) powder leaf of P.
buxifolius. Lymphocyte of blood quail at the fed 2.0% significantly (P<0.05) lower than
lymphocyte at 0.0% powder leaf of P. buxifolius.
Figure 6. Effect fed supplementation P. buxifolius leaf powder to commercial feed on lymphocyte of blood
serum quail at the age 45 and 75 d. Values and error bars represent mean_SD (n=5), ANOVA was followed
by Tukey’s test a, b, c and d (P<0.05) and *,**,***, and **** (P<0.05) within respective groups, = 0%,
=2%, = 4%, and = 8% supplemented P. buxifolius powder to commercial feed.
Monocyte
Supplemented powder leaf of P. buxifolius to commercial feed quails significantly (P<0.05)
influenced on monocyte of blood quails (Fig 9) at the age 45 and 75 d. No detection monocyte of
blood quail at the age 45 d and fed 4.0 and 6.0% powder leaf of P. buxifolius supplementation.
78.6 75.8
45.8 54.2
54.4
48.6
56.2 63.2
53.4
60.62
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
80.00
90.00
100.00
Before chellence test After chellence test
Tota
l Lym
focy
te (
%)
b b
b
a
c
*
***
**
****
***
74
Monocyte at fed 8.0% (0.10±0.0002%) significantly (P<0.05) lower than monocyte at 2.0
(0.30±0.001%) and 0.0% (0.40±0.001%). Monocyte of blood quail at fed 2.0% significantly
(P<0.05) lower than monocyte at 0.0% powder leaf of P. buxifolius. No detection monocyte of
blood quail at the age 75 d and fed 4.0 and 6.0% powder leaf of P. buxifolius supplementation.
Monocyte at fed 8.0% (0.30±0.002%) and 2.0% (0.30±0.001%) significantly (P<0.05) lower than
monocyte at 0.0% (0.50±0.002%) powder leaf of P. buxifolius, but no significant (P>0.05)
different was observed monocyte at 2.0% and 0.0% powder leaf of P. buxifolius supplementation.
Figure 7. Effect fed supplementation P. buxifolius leaf powder to commercial feed on monocyte of blood
serum quail at the age 45 and 75 d. Values and error bars represent mean_SD (n=5), ANOVA was followed
by Tukey’s test a, b and d P<0.05, *,** and *** (P<0.05) within respective groups, = 0%, =2%, =
4%, and = 8% supplemented P. buxifolius powder to commercial feed.
Discussion
This work indicated supplementation of leaf powder of P. buxifolius decrease fat and cholesterol
content of yolk egg quail. A decrease in egg yolk components were allegedly due to the activity of
secondary metabolites such as flavonoids, polyphenols, tannins, saponins, alkaloids, quinones and
steroid triterpenoids (Sopandi 2005 and Wardah et al., 2007) contained in the leaf of P. buxifolius.
Wardah et al (2011) reported P. buxifolius leaf also contain soluble fiber such as pectin, and high
protein. Flavonoids have the capacity as an antioxidant in the body of cattle (Gonzales-Paramas et
al., 2004) and suppressed the synthesis of fatty acids (Rodrigues et al., 2005). Flavonoids and
polyphenols also inhibit the enzyme activity of Glycerol 3-Phosphate Dehydrogenase (GPDH) in
adiposit (Hsu and Yen, 2007). The present of polyphenols and flavonoids in chicken diet
significantly reduced hyperlipidemia (Xia et al., 2010). Saponins are known to inhibit the
absorption of fat by the intestine and excreted through the feces (Dong et al., 2007). Tannins in the
digestive tract lining the walls of the small intestine so that digestion and absorption of fats do not
occur (Matsui et al., 2006) significantly reduce hyperlipidemia (Xia et al., 2010). P. buxifolius
3.4
0.8
0.2
0.42
0.2
0.6
0.04
0.8
0.18
1
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
Before chellence test After chellence test
Tota
l Leu
cocy
te (
cell
x 1
03)
b a
b b
d
*
***
** ***
***
75
leaf powder is also able to reduce the content of fat and cholesterol in meat broiler, giving 5% leaf
powder P. buxifolius on broiler for three weeks before harvest significantly reducing intracellular
fat, serum leptin and cholesterol levels (Wardah et al., 2012 ). Ethanol extract of powdered leaf P.
buxifolius of 240 and 320 mg fed daily to chickens was reported to reduce levels of fat and blood
cholesterol without causing infection and inflammation (Wardah et al., 2007). Powder leaf P.
buxifolius of 5% in broiler feed capable of lowering intracellular accumulation of lipid, serum
leptin levels, fat and cholesterol of meat and abdominal fat weight of broiler (Wardah et al., 2012).
The results showed that the supplementation of P. buxifolius leaf powder does not cause an
increase in the number of leukocytes in the quail. The number of leukocytes in quail were given 2,
4 and 6% leaf powder of P. buxifolius did not differ significantly (P> 0.05) and lower than the
number of leukocytes in quail by 8% powder. Provision of 8% powder of P. buxifolius has
increased the number of leukocytes, it is no indication that the quail were infected while not
increasing the number of leukocytes in quail were given 2, 4, and 6% supplements showed that
quail do not become infected. Conversely, an increase in the number of leukocytes in the organism
an indicator of infection in the body organism. This is consistent with the statement Vieira (2011)
that the increase in the total number laukosit or white blood cells occurs when an infection.
The number of lymphocytes in the organism related to immune defense mechanisms. An
increased number of lymphocytes in the body indicates that the organism occurs antibody
excessive defense reaction (Doxey and Nathan, 1989). Administration of 4 and 6% P. buxifolius
leaf powder significantly different (P<0.05) increase levels of quail blood lymphocytes compared
with other treatments. P. buxifolius leaf powder could be expected to stimulate the bone marrow,
lymph and lymph glands to produce lymphocytes, so the number of lymphocytes in quail
increased. However, the provision of 8% supplements can reduce levels of lymphocytes,
indicating that the administration of 8% is not effectively influence the increase of antibodies in
the animal body.
The results also showed that the percentage of monocytes in the blood quail were given 4
and 6% leaf powder supplements of P. buxifolius no detectable amounts of monocytes, these
results differ significantly (P> 0.05) with other treatments. A decrease in the percentage of
monocytes occurs because the immune response involving antibodies and macrophages in the
quail as a result of P. buxifolius leaf powder supplementation. Increased number of macrophages
in the network can cause a reduction in the number of monocytes in the blood circulation (Abbas
et al., 2012). Cute inflammation caused by infection and tissue damage may provoke monocytes in
the blood circulation moving in large numbers then headed to the damaged tissue. However, these
events can also cause monocytes in the blood circulation is reduced (Abbas et al., 2012).
Conclusions
76
Acknowledgements
The authors thank the Directorate General of Higher Education, Ministry of research and Higher
Education, Indonesia for funding support through its National Strategy Research competition
2016.
References
Abbas, A. K., A.H. Lichtman and Shiv Pillai. 2012. Cellular and Molecular Immunology. 7th Edition.
Elseiver. USA.
Abdelwhab, E.M and Hafez M. Hafez. 2012. Insight into Alternative Approaches for Control of Avian
Influenza in Poultry, with Emphasis on Highly Pathogenic H5N1. Viruses. 2012 Nov; 4(11): 3179–3208.
doi: 10.3390/v4113179.
Adeneye, A.A., O.O Amole, A.K. Adeneye. 2006. The hypoglycemic and Hypocholesterolemic activities of
the aqueous leaf and seed extract of Phyllanthus amarus in mice. J. Fitoterapia. 77:511-514.
Czirjak, G., Kobolkuti L., Cadar D., Ungvari A., Niculae M. and Bolfa P. (2007): An outbreak of the
Newcastle disease in Japanese qua-ils (Coutrnix couternix). Bulletin USAMV-CN, 64: (1/2): 589.
Dong, X.F., W.W. Gao, J.M. Tong, H.Q. Jai, R.N. Sa, and Q. Zhang. 2007. Effect of Polysavone (Alfalfa
Extract) on Abdominal Fat Deposition and Immunity in Broiler Chickens. J. Poultry Sci. 86:1955-1959.
Doxey, D. L. And M.B.F. Nathan. 1989. Manual of Laboratory Techniques, Wiley. UK.
Fernendez, I. B. V.C. Cruz and G.V. Polycarpo. 2011. Effect of Dietary Organic Selenium and Zinc on the
Internal Egg of Quail Eggs for Different Periods and Under Different Temperatures. Brazilian Journal of
Poultry Sci. 8 (1):35-41
Gonzales-Paramez, A.M., S. Esteban-Ruano, C. Santos-Buelga, S. Pascual-Teresa, and J.C. Rivas-Gonzalo.
2004. Flavanol and antioxidant activity in winery products. J. Agric. Food Chem. 52:234-238.
Hsu, C.L., and G.C Yen. 2007. Effect of flavonoids and phenolic acids on the inhibition of adipogenesis in
3T3-L1 adipocytes. J. Agric Food Chem. 55 (21):8404-8410.
Hudson, J.B. (2009). The use of herbal extracts in the control of influenza. Review. J of Med. Plants Res.
3(13):1189-1195. http://www.academicjournals.org.
Lima, F. S., Santin A., Paulillo A and Junior L. (2004): Evaluation of different programs of Newcastle
disease vaccination in Japanese quail (Couternix couternix). Int. J. poult. Sci., 3: 354-356.
Matsui, Y., H. Kumagai, dan H. Masuda. 2006. Antihypercholesterolemic activity of catechin-free saponin-
rich extract from green tea leaf. J. Food Sci. Technol. Res. 12:50-54.
Nurulhuda, M.H., A. Azlan, A. Ismail, Z. Amom and F.H. Shakirin, 2012. Cholesterol-lowering and
atherosclerosis inhibitory effect of sibu olive in cholesterol fed-rabbit. Asian J. Biochem.7:80-89.
Obianime, A.W., F.I. Uche. 2008. The phytochemical screening and the effects of methanolic extract of
Phyllanthus amarus leaf on the Biochemical parameters of Male guinea pigs. J. Appl Sci. Environ. Manage.
12(4)73-77.
Rodrigues, H.G., Y.S. Diniz, L.A. Faine, C.M. Galhardi and R.C. Burneiko. 2005. Antioxidant effect of
saponin : Potential action of a soybean flavonoid on glucose tolerance and risk factors for atherosclerosis.
Int. J. Food Sci. Nutr., 56: 79-85.
Sa'idu L.; Tekdek L. B., and Abdu P. A. (2004): Prevalence of New-castle disease antibodies in dome-stic
and semi-domestic birds in Zaria, Nigeria. Veterinarski Arhiv. 74 (4): 309- 317.
Umbare, R.P., G.S. Mate, D.V. Jawalkar, S.M. Patil, and S.S. Dongare. 2009. Quality evaluation of
Phyllanthus amarus (Schumach) leaf extract for its hypolipidemic activity. J. Biology and Medicine. Vol. 1
(4) : 28-33.
Wardah, T. Sopandi, and Wurlina. 2007. Identifikasi Senyawa Aktif Ekstrak Etanol Daun Seligi dan
Pengaruhnya terhadap Gambaran Serologi dan Hematologi Ayam Broiler yang Diinfeksi oleh Virus
Newcastle. J. Obat Bahan Alam. Vol. 6 (2) : 88-95.
Wang, H.K. 1998. Plant-derived anticancer agents currently in clinical use or clinical trials. Investig. Drugs.
J. 1:92-102.
Wang, M.Y., L. Chen, G.O. Clark, Y. Lee, R.D. Stevens, O.R. Ilkayeva, B.R. Wenner, J.R. Bain, M.J.
Charron, C.B. Newgard, and R.H. Unger. 2010. Leptin therapy in insulin-deficient type I diabetes. Proc.
Natl. Acad. Sci. USA. 107 (11) : 4813-4819.
Wardah. 2011. Kapasitasi Serbuk Daun Seligi (P. buxifolius) sebagai Imunostimulan Herbal Penurun
Kolesterol Daging Ayam Broiler. Laporan Hasil Penelitian Fundamental. Untag. Surabaya.
77
Wardah, T. Sopandi, E.B. Aksono H., and Kusriningrum. 2012. Reduction of Intracellular Lipid
Accumulation, Serum Leptin and Cholesterol Levels in Broiler Fed Diet Supplemented with Powder Leaf of
P. buxifolius. Asian Journal of Agric. Res. 6 (3) : 106-117.
Woodard, E. 2011. Effect of a Dietary Portofolio of Cholesterol-Lowering Foods Given at 2 Levels of
Intensity of Dietary Advice on Serum Lipids in Hyperlipidemia. Mercer University. JAMA. 306(8),
Xia, D., X. Wu, Q. Yang, J. Gong, and Y.Zhang. 2010. Anti-obesity and hypolipidemic effects of funsional
formula containing Prumus mume in mice fed high-fat diet. African J. Biotechnol. 9 (16) 2463-2467.
Zhang, LZ, Guo, YJ., Tu, GZ, Guo WB and Miao, F. 2000. Studies on chemical Constituents of
Phyllanthus urinaria L. Zhongguo Zhong Yao Za Zhi. 25(10):615-617.
82
Lampiran 5. Booklet Teknologi Tepat Guna
PENYAKIT ND (NEWCASTLE DISEASE/TETELO) DAN CARA
PENGENDALIANNYA PADA PUYUH
Oleh :
Wardah, Jola Rahmahani, dan Tatang Sopandi
Tetelo merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus ND pada unggas (puyuh, ayam, bebek, kalkun dan burung lainnya). penyakit ini sangat berbahaya karena dapat menyababkan kematian dalam waktu singkat. Mortalitas akibat ND bisa mencapai 100%. Sering kita dengar ada puyuh/ ayam mati mendadak seluruhnya dalam 1 kandang. Salah satu penyebabnya adalah viru ND. Penyakit ND (tetelo) menyerang unggas dan burung. Puyuh, ayam ras, ayam kampung baik piaraan maupun yang liar sangat rentan, yang muda lebih rentan daripada yang dewasa dan mengakibatkan mortalitas (kematian) tinggi, sedangkan jenis kelamin tidak mempengaruhi kerentanan ini (Balai Penyuluhan Pertanian, 2010).
Penyakit tetelo/ND mudah menular dari satu puyuh ke puyuh lainnya, bahkan dapat menular antar unggas berbada jenis seperti dari ayam ke puyuh atau sebaliknya. Virus ini dapat menular melalui udara sejauh 5 KM, alat transportasi, peralatan kandang, petugas kandang, bahkan melalui karung makanan sekalipun. Penularannya juga sangat cepat. Keterlambatan atau kegagalan vaksinasi pada puyuh merupakan penyabab utama serangan ND Oleh karena itu, peternak harus mematuhi jadwal dan prosedur vaksinasi ND yang telah ditetapkan oleh petugas kesehatan ternak. Umumnya vaksinasi ND secara tetes mata dilakukan pada minggu pertama sampai minggu kedua umur anak puyuh (DOQ). Setelah itu juga dilakukan vaksinasi ulang melalui air minum. Program ini sangat penting dan harus diikuti oleh setiap peternak unggas sebagai tindakan preventif untuk menghindari kerugian.
83
Kerugian yang ditimbulkan oleh penyakit ND antara lain berupa kematian puyuh, penurunan produksi telur, gangguan pertumbuhan dan penurunan berat badan terutama pada ayam pedaging. Penyakit tetelo disebabkan oleh virus yang berukuran 100-250 nm, yang tersusun dari Asam Inti Ribonukleat (ARN) atau sering disebut Ribonucleic Acid (RNA), protein dan lemak. Virus ini termasuk dalam Famili Paramyxoviridae dengan genera Genus Pneumovirus atau Genus Paramyxovirus (PMV).
Ciri utama penyakit tetelo/ND ini antara lain: sesak nafas, ada bercak darah pada kotoran, bergerak melingkar dan jatuh, ngorok pada puyuh, dan lain-lain. pada puyuh yang telah mati akan terlihat bercak-bercak pendarahan pada tembolok, da nada peradangan pada saluran pernafasan. Hal ini dapat dilihat secara jelas bila puyuh yang telah mati tersebut dibedah, jika kita ragu dan kurang faham coba bawa puyuh tersebut pada petugas kesehatan ternak setempat untuk dilakukan diagnose yang akurat. Tetelo atau ND pada puyuh dan unggas lainnya dapat dicegah namun sulit
untuk diobati. Pencegahan paling utama adalah vaksinasi yang tepat.
Selain itu sanitasi lingkungan, kandang, peralatan dan petugas kandang
juga harus dilaksanakan seteliti mungkin. Pengapuran kandang dapat
dilakukan 2 minggu sebelum DOQ masuk, dan kandang disemprot dengan
formalin seminggu sebelum DOQ puyuh masuk dengan kadar 1 : 5000 liter,
atau 0,1 : 5 liter. Sanitasi juga dilakukan terhadap peralatan kandang,
setiap orang yang keluar atau masuk kandang harus dibersihkan dengan
disinfektan terutama alas kaki dan tangan. Pastikan bahwa anak puyuh
yang anda beli berasal dari perusahaan yang sudah bebas dari ND, untuk
itu jangan sembarangan dalam membeli bibit puyuh.
Jika ada puyuh dengan gejala ND maka sebaiknya segera di potong,
dagingnya dapat dikonsumsi dengan syarat harus dimasak hingga matang.
Sisa-sisa pemotongan harus dikubur jauh dari kandang dan ditaburi dengan
kapur. Puyuh yang sudah mati akibat tetelo harus dikubur, tidak boleh
dijadikan sebagai pakan ikan. Itu semua hanyalah sebagai tindakan
kewaspadaan dan upaya pengendalian hama penyakit unggas sebagai
salah satu sumbangsih dan tanggung jawap pengusaha ternak puyuh
terhadap kesehatan lingkungan.
84
PENULARAN
Penularan penyakit ND (tetelo) dari satu hewan ke hewan lainnya melalui kontak, dengan hewan sakit, skeresi, ekskresi dari hewan sakit serta juga bangkai penderita ND. Jalan penularan melalui alat pencernaan dan pernafasan, virus yang tercampur lendir atau virus yang ada dalam feses dan urine tahan dua bulan bahkan dalam keadaan kering tahan lebih lama lagi. Demikian pula virus yang mencemari litter dan perlengkapan kandang. Hal ini merupakan sumber penularan yang penting (Balai Penyuluhan Pertanian, 2010).
GEJALA KLINIS Gejala penyakit ini dapat diamati melalui gejala pernafasan seperti bersin-bersin, batuk, sukar bernafas, megap-megap dan ngorok; gejala syaraf berupa sayap terkulai, kaki lumpuh (jalan terseret), jalan mundur (sempoyongan) serta kepala dan leher terpuntir (torticoles) yang merupakan gejala khas penyakit ini. Kemudian gejala pencernaan meliputi diare berwarna hijau, jaringan sekitar mata dan leher bengkak, pada ayam petelur produksinya berhenti, kalau sudah sembuh kualitas telurnya jelek, warna abnormal, bentuk dan permukaannya abnormal dan putih telurnya encer. Hal ini disebabkan oleh karena organ reproduksinya tidak dapat normal kembali. Umumnya kematian anak ayam dan ayam muda lebih tinggi dibandingkan ayam tua.
85
DIAGNOSIS Untuk mengetahui unggas yang terinfeksi ND adalah dengan melacak keberadaan antibodi pada serumnya. Metode yang dipergunakan adalah metode Enzym Linked Immunosorbent Assay (ELISA) dan Western Imunoblotting. Caranya sampel darah diambil dari unggas yang tidak pernah divaksinasi dengan vaksin ND. Sehingga, adanya antibodi ND pada sampel yang diperiksa menandakan bahwa unggas itu pernah terinfeksi virus ND bukan akibat vaksinasi. Darah diambil dari vena brachialis (vena di bagian sayap),menggunakan dispossible syringe 2,5 CC yang digunakan sekali pakai. Darah ditampung dalam sebuah tabung reaksi, didiamkan semalam pada lemari pendingin, kemudian serum dipisahkan dengan cara di centrifuge.
PENCEGAHAN Tindakan vaksinasi merupakan langkah yang tepat sebagai upaya pencegahan terhadap penyakit ND. Program vaksinasi yang secara umum diterapkan, yaitu
1. Pada infeksi lentogenik ayam pedaging, dicegah dengan pemberian vaksin aerosol atau tetes mata pada anak ayam umur sehari dengan menggunakan vaksin Hitchner B1 dan dilanjutkan dengan booster melalui air minum atau secara aerosol.
2. Pada infeksi lentogenik ayam pembibit dapat dicegah dengan pemberian vaksin Hitchner B1 secara aerosol atau tetes mata pada hari ke-10. Vaksinasi berikutnya dilakukan pada umur 24 hari dan 8 minggu dengan vaksin Hitchner B1 atau vaksin LaSota dalam air, diikuti dengan pemberian vaksin emulsi multivalen yang diinaktivasi dengan minyak pada umur 18 – 20 minggu. Vaksin multivalen ini dapat diberikan lagi pada umur 45 minggu, tergantung kepada titer antibodi kawanan ayam, resiko terjangkitnya penyakit dan faktorfaktor lain yang berhubungan dengan pemeliharaan.
Tindakan pencegahan selain vaksinasi adalah sanitasi. Hal-hal yang perlu diperhatikan, antara lain :
1. Sebelum kandang dipakai, kandang dibersihkan kemudian dilabur dengan kapur yang dibubuhi NaOH 2%. Desinfeksi kandang dilakukan secara fumigasi dengan menggunakan fumigant berupa formalin 1 – 2% dan KMnO4, dengan perbandingan 1 : 5000.
2. Liter diupayakan tetap kering, bersih dengan ventilasi yang baik.
Bebaskan kandang dari hewan-hewan vektor yang bisa memindahkan virus ND. Kandang diusahakan mendapat cukup sinar matahari.
3. Hindari penggunaan karung bekas (4) DOQ harus berasal dari perusahaan pembibit yang bebas dari ND (5) di pintupintu masuk disediakan tempat penghapus hamaan, baik untuk alat transportasi maupun orang. (6) memberikan pakan yang cukup kuantitas maupun kualitas.
86
PENGENDALIAN
Tindakan pengendalian untuk menekan penularan penyakit ND sangat
diperlukan. Tindakan-tindakan tersebut, antara lain meliputi:
1. Unggas yang mati karena ND harus dibakar atau dikubur.
2. Larangan mengeluarkan unggas, baik dalam keadaan mati atau hidup
bagi peternakan yang terkena wabah ND, kecuali untuk kepentingan
diagnosis.
3. Larangan menetaskan telur dari unggas penderita ND dan izin
menetaskan
telur harus dicabut selama masih ada wabah ND pada perusahaan
pembibitan.