TUGAS AKHIR PENENTUAN EFEKTIVITAS AMPAS TEBU ...
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of TUGAS AKHIR PENENTUAN EFEKTIVITAS AMPAS TEBU ...
1
TUGAS AKHIR
PENENTUAN EFEKTIVITAS AMPAS TEBU SEBAGAI
ADSORBEN Fe (II) PADA PENJERNIHAN
AIR SUMUR BOR ( Studi kasus di Jalan Tui Raya Perumahan Belimbing Kec.Kuranji Padang )
Diajukan Kepada Sekolah Tinggi Teknologi Industri Padang
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana (S1)
WAHYU DESSY PUTRI
NPM.1710024428040
YAYASAN MUHAMMAD YAMIN
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI INDUSTRI PADANG
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
2019
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu memerlukan air bersih,
terutama untuk minum, masak, mandi, mencuci dan sebagainya. Pada saat ini,
persentase penduduk di Indonesia yang sudah mendapatkan pelayanan air bersih
dari badan atau perusahaan air minum masih sangat kecil yaitu untuk daerah
perkotaan sekitar 61%, sedangkan untuk daerah pedesaan baru sekitar 56% (BPS,
2016).
Di daerah-daerah yang belum mendapatkan pelayanan air bersih tersebut,
penduduk biasanya menggunakan air sumur bor dan air sungai yang kurang
memenuhi standar air minum yang sehat. Bahkan untuk daerah yang sangat buruk
kualitas air tanah maupun air sungainya, penduduk hanya menggunakan air hujan
untuk memenuhi kebutuhan air minum. Peningkatan kuantitas air merupakan
syarat utama untuk kelangsungan hidup, karena semakin maju tingkat taraf hidup
masyarakat maka akan tinggi juga tingkat kebutuhan air dari masyarakat tersebut.
Jadi untuk negara-negara yang sudah maju, kebutuhan akan air lebih besar dari
kebutuhan negara-negara yang sedang berkembang. Jenis air yang terdapat di
bumi ini ada yang berupa air angkasa, air permukaan dan air tanah. Air angkasa
merupakan air yang terdapat di udara atau atmosfer. Air permukaan yaitu air yang
terdapat pada permukaan seperti air sungai yang berupa air yang tidak dapat
diserap oleh tanah sedangkan air tanah adalah air yang berada dalam tanah yang
merupakan hasil dari pengendapan air yang berasal dari permukaan. Pemanfaatan
sumur bor merupakan salah satu cara untuk mendapatkan air tanah (Sutrisno,
2006).
Menurut Kusnaedi (2010), persyaratan fisik air antara lain tidak berwarna,
termperatur normal, rasanya tawar, tidak berbau, jernih atau tidak keruh serta
tidak mengandung zat padatan. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan air
bersih, umumnya masyarakat banyak menggunakan sumur galian maupun sumur
bor.
3
Dalam rangka penyediaan air bersih bagi masyarakat yang berkualitas,
maka perlu mengenalkan pengetahuan mengenai pengolahan air sumur bor
menjadi air bersih yang murah dan dapat dibuat oleh masyarakat dengan
menggunakan limbah yang mudah didapat dan ramah lingkungan. Agar air sumur
bor tersebut dapat digunakan sebagai sumber air untuk keperluan domestik, maka
di perlukan pengolahan terlebih dahulu dan dilakukan pengujian di laboratorium
sehingga sesuai dengan standar air bersih yang telah di tetapkan pemerintah dalam
PP No 82 Th 2001.
Salah satu ion logam yang penting bagi manusia adalah ion besi (II)
merupakan nutrien dan dibutuhkan tubuh dengan kebutuhan 1 mg yang dapat
diperoleh dari makanan dan air minum. Air sumur bor merupakan salah satu jalan
yang ditempuh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan air bersih, namun
tingginya kadar ion Fe (antara 1–7 mg/l) mengakibatkan harus dilakukan
pengolahan terlebih dahulu sebelum dipergunakan. Kadar besi yang standar untuk
air bersih menurut Departemen kesehatan di dalam Permenkes No. 492
/Per/Menkes/IV/ 2010 tentang air bersih yaitu sebesar 0,3 mg/l. Zat besi yang
melebihi dosis yang diperlukan oleh tubuh dapat menimbulkan masalah
kesehatan. Hal ini dikarenakan tubuh manusia tidak dapat mengsekresi besi,
sehingga bagi mereka yang sering mendapat tranfusi darah warna kulitnya
menjadi hitam karena akumulasi besi. Air minum yang mengandung besi tinggi
cenderung menimbulkan rasa mual apabila dikonsumsi. Selain itu dalam dosis
besar dapat merusak dinding usus. Kematian sering kali disebabkan oleh rusaknya
dinding usus ini. Kadar besi yang lebih dari 1 mg/l akan menyebabkan terjadinya
iritasi pada mata dan kulit. Apabila kelarutan besi dalam air melebihi 10 mg/l
akan menyebabkan air berbau seperti telur busuk ( Zaini, Halim. dkk,2018 ).
Didalam penyediaan air, seperti halnya Fe, Mn juga menimbulkan masalah
warna. Konsentrasi Fe yang lebih besar dari 0,5 mg/liter dapat menyebabkan rasa
yang aneh pada minuman dan meninggalkan noda-noda atau warna coklat pada
pakaian cucian ( Zaini, Halim. dkk,2018 ).
Metode adsorpsi dapat digunakan untuk mengurangi pencemaran logam
berat yang semakin meningkat karena memiliki beberapa kelebihan diantaranya
4
adalah biaya yang relatif murah, prosesnya yang sederhana, efektifitas dan
efisiensinya relatif tinggi serta tidak memberikan efek samping berupa zat
beracun. Pada saat ini telah dikembangkan beberapa jenis adsorben untuk
mengadsorpsi logam berat, salah satunya adalah dengan memanfaatkan selulosa
yang terdapat pada ampas tebu. Ampas tebu memiliki kandungan selulosa yang
cukup tinggi yaitu sebesar 42,67 % sehingga dapat dimanfaatkan sebagai
adsorben. Selulosa pada ampas tebu dilapisi oleh lignin yang membuat struktur
dari selulosa bersifat kuat. Keberadaan lignin tersebut dapat mengganggu selulosa
untuk berikatan dengan ion logam. Oleh karena itu ampas tebu perlu
didelignifikasi untuk menghilangkan kandungan lignin. Perlakuan delignifikasi
yang digunakan pada penelitian ini berupa perlakuan kimiawi dengan larutan
NaOH karena larutan ini dapat merusak struktur lignin, bagian kristalin dan amorf
serta penggembungan selulosa (Gunam dkk, 2011).
Pada penelitian ini pemisahan Fe menggunakan metode adsorbsi. Adsorpsi
merupakan penarikan suatu zat oleh zat lain sehingga menempel pada permukaan
dari bahan pengadsorpsian. Penggunaan metode ini diterapkan pada saat
pemurnian air dan kotoran organisme / renik. Adsorbat yang digunakan pada
penelitian ini adalah air sumur bor dengan kandungan logan Fe > 0,3 mg/l dan
sebagai adsorbennya menggunakan limbah hasil pertanian seperti ampas tebu.
Adsorpsi ini terjadi berdasarkan interaksi antara logam dengan gugus
fungsional pada permukaan adsorben melalui interaksi pertukaran ion atau
pembentukan kompleks, biasanya ini terjadi pada permukaan padatan yang
mengandung gugus fungsional seperti –OH, -NH, -SH dan COOH.
Menurut N Ahalya dkk (2003), Komponen yang berperan dalam proses
adsorpsi antara logam berat dengan adsorben dari limbah pertanian adalah
keberadaan gugus aktifhidroksil (-OH), karbonil (C=O), karboksil (-COOH),
amina (-NH2), amida (-CONH2) dan tiol (-SH). Faktor - faktor yang
mempengaruhi dalam proses adsorbsi ukuran partikel, suhu, berat, aktifator,
waktu kontak, laju alir dan pH.
Limbah ampas tebu yang tidak terkelola dengan baik dapat menimbulkan
bau yang tidak sedap dan dapat mencemari lingkungan dan udara sekitar sehingga
5
dapat digunakan untuk adsorben, selain itu ampas tebu mengandung selulosa yang
dapat mengikat ion-ion logam pada air, maka penulis ingin melakukan penelitian
tentang : ”Penentuan Efektivitas Ampas Tebu Sebagai Adsorben Fe(II) Pada
Penjernihan Air Sumur Bor Di Jalan Tui Raya Perumahan Belimbing
Kecamatan Kuranji Padang”.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat diidentifikasikan beberapa
masalah diantaranya :
1. Air sumur bor yang berada di Jalan Tui Raya Perumahan Belimbing
Kecamatan Kuranji Padang mengandung Fe diatas baku mutu.
2. Limbah ampas tebu yang tidak termanfaatkan dengan baik sehingga
menyebabkan pencemaran terhadap lingkungan.
1.3 Batasan Masalah
Agar penelitian ini lebih terarah dan sesuai dengan tujuan penelitian
yang ingin dicapai, maka ditetapkan batasan masalah yaitu :
1. Pembuatan adsorben dengan pemanfaatan ampas tebu sebagai adsorben
penyaringan air sumur bor menjadi air bersih dan hasil penyaringan di uji
di laboratorium .
2. Memanfaatkan galon bekas sebagai wadah pada proses adsorpsi.
3. Parameter yang dianalisis adalah Fe.
1.4 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah di peroleh yaitu :
Bagaimana perbandingan hasil dari pengolahan air sumur bor yang sebelum
diolah dengan air sumur bor yang telah diolah menggunakan adsorben dari
ampas tebu dan efektifitas ampas tebu yang akan digunakan sebagai
adsorben ?
6
1.5 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian adalah :
1. Mengetahui efektivitas dari ampas tebu.
2. Membandingkan kandungan Fe dari hasil penyaringan air sumur bor
yang telah diadsorpsi dengan ampas tebu dengan standar air bersih yang
telah di tetapkan pemerintah dalam PP No 82 Tahun 2001.
1.6 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian tersebut adalah sebagai berikut :
1. Bagi Teoritis
Dapat menambah ilmu pengetahuan tentang pembuatan adsorben
dari ampas tebu tanpa aktivasi dengan menggunakan alat dan bahan
sederhana seperti galon bekas.
2. Bagi Akademis
Hasil penelitian nantinya akan menambah ilmu pengetahuan dan
teknologi, khususnya teknologi ini dapat memberikan masukan cara
pengolahan filter organik di kampus STTIND.
3. Bagi Praktis
Penelitian ini dapat menjadi masukan bagi masyarakat sebagai
filter organik yang praktis.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
Adapun landasan teori dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
2.1.1 Tanaman Tebu
Tebu ini memiliki nama latin atau ilmiah Saccharum officinarum (bahasa
Inggris : sugar cane) yang termasuk dalam famili Graminae (suku rumpu –
rumputan) adalah salah satu jenis tanaman semusim yang banyak di gunakan
sebagai bahan utama penghasil gula. Tanaman ini di perkiraan berasal dari India,
namun ada beberapa pendapat tanaman ini juga berasal dari Papua. Tanaman ini
hanya dapat tumbuh di daerah beriklim tropis. Umur tanaman sejak ditanam
sampai bisa dipanen mencapai kurang lebih 1 tahun. Di Indonesia tebu banyak
dibudidayakan di pulau Jawa dan Sumatera.
Gambar 2.1 Tanaman Tebu
Tanaman tebu ini memiliki kandungan manis yang sangat tinggi, yang
banyak di temukan pada bagian batangnya. Tebu ini memiliki banyak jenisnya
mulai dari tebu kuning, tebu merah dan bahkan tebu lainnya.
8
Berdasarkan pakar botani tanaman tebu ini dapat diklasifikasi sebagai
berikut :
Kingdom : Plantae ( Tumbuhan )
Subkingdom : Trachebionta ( Tumbuhan berpembuluh )
Super divisi : Spermatophyta ( Menghasilkan biji )
Divisi : Magniliophyta ( Tumbuhan berbunga )
Kelas : Liliopsida ( berkepig satu / monokotil )
Sub kelas : Commelinidae
Ordo : Poales
Famili : Poaceae
Genus : Saccharum
Spesies : Saccharum officinarum L
Untuk pembuatan gula, batang tebu yang sudah dipanen diperas dengan
mesin pemeras (mesin press) di pabrik gula. Sesudah itu, nira atau air perasan
tebu tersebut disaring, dimasak, dan diputihkan sehingga menjadi gula pasir yang
kita kenal. Dari proses pembuatan tebu tersebut akan dihasilkan gula 5%, ampas
tebu 90% dan sisanya berupa tetes (molasse) dan air. Di beberapa daerah air
perasan tebu sering dijadikan minuman segar pelepas lelah, air perasan tebu cukup
baik bagi kesehatan tubuh.
2.1.2 Ampas Tebu
Ampas tebu atau lazimnya disebut bagas, merupakan limbah yang
dihasilkan dari proses pemerahan atau ekstraksi batang tebu. Dalam satu kali
ekstraksi dihasilkan ampas tebu sekitar 35 – 40 % dari berat tebu yang digiling
secara keseluruhan. Dari sekian banyak ampas tebu yang dihasilkan, baru sekitar
50% yang sudah dimanfaatkan misalnya sebagai bahan bakar dalam proses
produksi dan transportasi tebu dari lahan pertanian ke tempat pemerahan. Namun
selebihnya masih menjadi limbah yang perlu penanganan lebih serius untuk diolah
kembali. Di samping itu, ampas tebu dijual untuk dimanfaatkan sebagai tambahan
bahan baku pembuatan kertas (Birowo,1992).
9
Gambar 2.2. Ampas Tebu
Ampas tebu memiliki kandungan selulosa yang cukup tinggi yaitu sebesar
42,67% sehingga dapat dimanfaatkan sebagai adsorben. Selulosa pada ampas tebu
dilapisi oleh lignin yang membuat struktur dari selulosa bersifat kuat. Keberadaan
lignin tersebut dapat mengganggu selulosa untuk berikatan dengan ion logam.
Oleh karena itu ampas tebu perlu didelignifikasi untuk menghilangkan kandungan
lignin. Perlakuan delignifikasi berupa perlakuan kimiawi dengan larutan NaOH
karena larutan ini dapat merusak struktur lignin, bagian kristalin dan amorf dan
penggembungan selulosa (Gunam dkk, 2011).
Selulosa mempunyai potensi yang cukup besar untuk dijadikan sebagai
pengadsorpsi karena adanya gugus -OH yang dapat berinteraksi dengan
komponen adsorbat. Adanya gugus -OH, pada selulosa menyebabkan terjadinya
sifat polar pada adsorben tersebut. Dengan demikian selulosa lebih kuat
mengadsorpsi zat yang bersifat polar dari pada zat yang kurang polar.
Mekanisme adsorpsi yang terjadi antara gugus –OH yang terikat pada
permukaan dengan ion logam yang bermuatan positif (kation) merupakan
mekanisme pertukaran ion yang dapat dilihat pada Gambar 2.3
10
Gambar 2.3 Mekanisme pertukaran ion antara adsorben dan adsorbat
(Apriliani, 2012 dan Handayani, 2010).
Secara kimiawi, komponen utama penyusun ampas tebu adalah serat yang
didalamnya terkandung selulosa, poliosa seperti hemiselulosa dan lignin.
Susunan ketiga komponen tersebut dalam ampas tebu hampir sama dengan
susunan yang ada dalam tanaman monokotil berkayu lunak.
Tabel 2.1. Komponen Penyusun Serat Ampas Tebu
Komponen Kandungan (%)
Selulosa 45
Pentosan 32
Lignin 18
Komponen lainnya 5
Sumber : Material Handbook Thirteenth Edition, 1991
Dalam rangka penyediaan air bersih bagi masyarakat yang berkualitas,
maka perlu mengenalkan pengetahuan mengenai pengolahan air sumur bor
menjadi air bersih yang murah dan dapat dibuat oleh masyarakat dengan
menggunakan limbah yang mudah didapat dan ramah lingkungan. Agar air sumur
bor tersebut dapat digunakan sebagai sumber air untuk keperluan domestik, maka
diperlukan pengolahan terlebih dahulu dan dilakukan pengujian di laboratorium
sehingga sesuai dengan standar air bersih yang telah di tetapkan pemerintah dalam
PP No 82 Th 2001. Limbah ampas tebu yang tidak terkelola dengan baik dapat
menimbulkan bau yang tidk sedap dan dapat mencemari lingkungan dan udara
sekitar sehingga dapat digunakan untuk adsorben, selain itu ampas tebu
mengandung selulosa yang dapat mengikat ion-ion logam pada air.
Pertimbangan biaya untuk pengolahan merupakan salah satu alternatif yang
perlu dipertimbangkan untuk memilih teknologi yang akan digunakan untuk
pengolahan senyawa logam berat tersebut. Senyawa alam yang banyak terdapat
11
dalam limbah pertanian atau buangan industri merupakan potensi adsorben murah.
Biaya pengolahan adalah parameter yang penting dalam memilih adsorben dan
biaya masing-masing adsorben sangat bervariasi, tergantung pada proses yang
diperkirakan dan ketersediaan adsorben tersebut. Secara umum adsorben dapat
dikatakan murah apabila tidak memerlukan atau memerlukan sedikit proses,
bahannnya banyak terdapat dan merupakan hasil samping atau limbah dari
industri (Arifin, 2003).
2.1.3 Air Tanah
2.1.3.1 Pengertian Air Tanah
Air tanah adalah salah satu bentuk air yang berada di sekitar bumi kita dan
terdapat di dalam tanah. Air tanah pada umumnya terdapat dalam lapisan tanah
baik dari yang dekat dengan permukaan tanah sampai dengan yang jauh dari
permukaan tanah. Air tanah ini merupakan salah satu sumber air, ada saatnya air
tanah ini bersih tetapi terkadang keruh sampai kotor, tetapi pada umumnya terlihat
jernih.
Air tanah yang jernih ini umumnya terdapat di daerah pegunungan dan jauh
dari daerah industri, sehingga biasanya penduduk dapat langsung mengkonsumsi
air ini, sedangkan air tanah yang terdapat di daerah industri sering tercemar, jika
pihak industri kurang peduli akan lingkungan, dan air tanah yang terdapat di
daerah perkotaan pada umumnya masih baik, tetapi tidak dapat langsung
dikonsumsi. Air tanah yang tercemar umumnya diakibatkan oleh ulah manusia
yang kurang bahkan tidak perduli akan lingkungan sekitar.
2.1.3.2 Munculan Air Tanah
Air tanah dapat muncul ke permukaan secara alami, seperti mata air,
maupun karena perbuatan manusia. Mata air adalah keluaran terpusat dari air
tanah yang muncul di permukaan sebagai suatu aliran air dan keluar secara
alamiah/dengan sendirinya. Munculan air tanah ke permukaan karena perbuatan
manusia lewat sumur bor dapat dilakukan dengan menembus seluruh tebal akuifer
atau hanya menembus sebagian saja dari tebal akuifer.
12
2.1.4 Air Bersih
Menurut Alaert, G (1987) Air bersih adalah salah satu jenis sumberdaya
berbasis air yang bermutu baik dan biasa dimanfaatkan oleh manusia untuk
dikonsumsi atau dalam melakukan aktivitas mereka sehari hari termasuk
diantaranya adalah sanitasi. Air bersih dapat diartikan air yang memenuhi
persyaratan untuk pengairan sawah, untuk treatment air minum dan untuk
treatmen air sanitasi. Persyaratan disini ditinjau dari persyaratan kandungan kimia,
fisika dan biologis. Atau memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Secara Umum : Air yang aman dan sehat yang bisa dikonsumsi manusia.
2. Secara Fisik : Tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa.
3. Secara Kimia : pH netral (bukan asam/basa), Tidak mengandung racun
dan logam berat berbahaya.
4. Parameter-parameter seperti BOD, COD, DO, TS, TSS dan konductiviti
memenuhi aturan pemerintah setempat.
Adapun parameter air Menurut Alaert, G (1987) dapat dikatakan bersih
antara lain :
a) Kesadahan (Hardness)
Kesadahan merupakan petunjuk kemampuan air untuk membentuk busa
apabila dicampur dengan sabun. Pada air berkesadahan rendah, air akan dapat
membentuk busa apabila dicampur dengan sabun, sedangkan pada air
berkesadahan tinggi tidak akan terbentuk busa. Kesadahan sangat penting artinya
bagi para akuaris karena kesadahan merupakan salah satu petunjuk kualitas air
yang diperlukan bagi ikan. Tidak semua ikan dapat hidup pada nilai kesadahan
yang sama. Dengan kata lain, setiap jenis ikan memerlukan prasarat nilai
kesadahan pada selang tertentu untuk hidupnya. Disamping itu, kesadahan juga
merupakan petunjuk yang penting dalam hubungannya dengan usaha untuk
memanipulasi nilai pH.
13
b) Alkalinitas
Alkalinitas secara umum menunjukkan konsentrasi basa atau bahan yang
mampu menetralisir kemasaman dalam air. Secara khusus, alkalinitas sering
disebut sebagai besaran yang menunjukkan kapasitas pem-bufffer-an dari ion
bikarbonat, dan sampai tahap tertentu ion karbonat dan hidroksida dalam air.
Ketiga ion tersebut didalam air akan bereaksi dengan ion hidrogen sehingga
menurunkan kemasaman dan menaikan pH. Alkalinitas biasanya dinyatakan
dalam satuan ppm (mg/l) kalsium karbonat (CaCO3). Air dengan kandungan
kalsium karbonat lebih dari 100 ppm disebut sebagai alkalin, sedangkan air
dengan kandungan kurang dari 100 ppm disebut sebagai lunak atau tingkat
alkalinitas sedang. Pada umumnya lingkungan yang baik bagi kehidupan ikan
adalah dengan nilai alkalinitas diatas 20 ppm.
c) Kapasitas pem-buffer-an
Alam diberkahi dengan mekanisme pertahanan sedemikian rupa sehingga
dapat bertahan terhadap berbagai perubahan, begitu juga dengan pH air.
Mekanisme pertahanan pH terhadap berbagai perubahan dikenal dengan istilah
Kapasitas pem- buffer-an pH. Pertahanan pH air terhadap perubahan dilakukan
melalui alkalinitas dengan proses sbb : CO2 + H2O H2CO3 H++HCO3
- CO3
- +
2H+CO3 (karbonat) dalam mekanisme diatas melambangkan alkalinitas air.
Sedangkan H+ merupakan sumber kemasaman. Mekanisme diatas merupakan
reaksi bolak-balik, artinya reaksi bisa berjalan ke arah kanan (menghasilkan H+)
atau ke arah kiri (menghasilkan CO2). Oleh karena itu, apabila seseorang mencoba
menurunkan pH dengan memberikan “asam-asaman” artinya menambahkan H+
saja maka (seperti ditunjukan mekanisme diatas). H+ tersebut akan segera diikat
oleh CO3 dan reaksi bergerak kekiri menghasilkan CO2, (CO2 ini akhirnya bisa
lolos ke udara). Pada saat asam baru ditambahkan, pH akanterukur rendah, tapi
setelah beberapa waktu kemudian, ketika reaksi mulai bergerak kekiri, pH akan
kembali bergerak ke angka semula. Jika dipaksakan hanya dengan penambahan
asam maka jumlahnya harus diberikan dalam jumlah lebih banyak yaitu untuk
mengatasi alkalinitasnya terlebih dahulu, seperti ditunjukkan pada reaksi diatas.
14
d) pH
pH sangat penting sebagai parameter kualitas air karena pH mengontrol tipe
dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan didalam air. Selain itu ikan dan mahluk-
mahluk akuatik lainnya hidup pada selang pH tertentu, sehingga dengan
diketahuinya nilai pH maka kita akan tahu apakah air tersebut sesuai atau tidak
untuk menunjang kehidupan mereka. Besaran pH berkisar dari 0 (sangat asam)
sampai dengan 14 (sangat basa/alkalis). Nilai pH kurang dari 7 menunjukkan
lingkungan yang asam sedangkan nilai diatas 7menunjukkan lingkungan yang
basa (alkalin). Sedangkan pH = 7 disebut sebagai netral. Fluktuasi pH air sangat
di tentukan oleh alkalinitas air tersebut. Apabila alkalinitasnya tinggi maka air
tersebut akan mudah mengembalikan pH-nya ke nilai semula, dari setiap
“gangguan” terhadap pengubahan pH. Dengan demikian kunci dari penurunan pH
terletak pada penanganan alkalinitas dan tingkat kesadahan air. Apabila hal ini
telah dikuasai maka penurunan pH akan lebih mudah dilakukan.
e) Karbon Dioksida (CO2)
Karbon dioksida dalam air pada umumnya merupakan hasil respirasi dari
ikan dan phytoplankton. Kadar CO2 lebih tinggi dari 10 ppm diketahui
menunjukkan bersifat racun bagi ikan, beberapa bukti menunjukkan bahwa
karbon dioksida berfungsi sebagai anestesi bagi ikan. Kadar karbon dioksida
tinggi juga menunjukkan lingkungan air yang asam meskipun demikian karbon
dioksida diperlukan dalam proses pem-bufferan. Apabila pH dalam suatu
akuarium dikendalikan, terutama, oleh sistem pem-buffer ankarbonat, maka
hubungan pH, KH dan CO2 terlarut merupakan hubungan yang tetap. Dengan
demikian, salah satu dari parameter tersebut dapat diatur dengan mengatur
parameter yang lain. Sebagai contoh nilai pH dapat diatur dengan kadar CO2.
Suatu sistem CO2 injektor, misalnya, dapat digunakan untuk mengatur pH dengan
cara mengatur injeksi CO2 sedemikian rupa apabila nilai pH nya mencapai nilai
tertentu. CO2 digunakan oleh tanaman atau terdifusi ke atmosfer, akibatnya pH
naik. Dengan sistem otomatis seperti disebutkan sebelumnya maka sistem injeksi
CO2 akan berjalan sedemikian rupa disekitar nilai pH tertentu, untuk menjaga
kadar CO2 yang memadai.
15
f) Salinitas
Salinitas merupakan parameter penunjuk jumlah bahan terlarut dalam air.
Informasi kadar salintas sangat penting artinya dalam akuairum laut. Sedangkan
dalam akuarium air tawar mengetahui pH sudah memadai. Salinitas pada
umumnya dinyatakan sebagai berat jenis (specific gravity), yaitu rasio antara berat
larutan terhadap berat air murni dalam volume yang sama. Rasio ini dihitung
berdasarkan konidisi suhu 15°C. Pengukuran salinitas dalam kehidupan sehari-
hari biasanya menggunakan hydrometer, yang telah dikalibrasikan
untuk digunakan pada suhu kamar.
Sumber – sumber air bersih Menurut Alaert, G (1987) yaitu :
1. Air Atmosfer
Air angkasa adalah air yang terjadi karena proses penguapan yang kemudian
terkondensasi dan akhirnya jatuh sebagai air hujan, salju dan es. Dalam keadaan
murni, sangat bersihakan tetapi air angkasa ini memiliki sifat yang agresif
terutama terhadap pipa-pipa penyalur maupun bak-bak reservoir sehingga hal ini
akan mempercepat terjadinya korosi atau karat. Akan tetapi air angkasa ini
memiliki sifat lunak, sehingga akan boros terhadap pemakaian sabun.
2. Air Permukaan
Air permukaan adalah air hujan yang mengalir dipermukaan bumi, yang
berada pada tempat atau wadah atas permukaan daratan yaitu sungai, rawa,
bendungan danau. Air permukaan dapat terjadi melalui tiga cara yaitu aliran
permukaan bumi, aliran air tanah, dan campuran dari keduanya. Air permukaan
ada dua macam yakni :
a. Air Sungai
Air sungai dalam penggunaannya sebagai air bersih haruslah mengalami
suatu pengolahan yang sempurna, mengingat bahwa air sungai ini pada
umumnya mempunyai derajat pengotoran yang sangat tinggi.
b. Air Rawa atau Danau
Kebanyakan air rawa atau danau ini berwarna yang disebabkan oleh adanya
zat-zat organik yang telah membusuk, misalnya asam humus yang larut
dalam air yang menyebabkan warna kuning coklat. Sehingga dengan
16
demikian pada umumnya kadar Besi (Fe) dan Mangan (Mn) akan tinggi
pula. Sedangkan kandungan oksigen (O2) sangat kurang sekali. Ini
mengakibatkan permukaan air akan ditumbuhi algae (lumut) karena ada
sinar matahari.
3. Air Tanah
Air tanah adalah air yang bergerak dalam tanah, terdapat di antara butir-
butir tanah atau dalam retakan bebatuan. Air tanah lebih banyak tersedia daripada
air hujan. Air tanah biasanya memiliki kandungan Besi (Fe) yang cukup tinggi.
Standar air bersih yang telah di tetapkan pemerintah dalam PP N omor 82 Th
2001 terbagi dalam beberapa kelas yaitu:
1) Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air
minum, dan atau peruntukan lain yang memper-syaratkan mutu air
yang sama dengan kegunaan tersebut;
2) Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk
prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar,
peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain
yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
3) Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi
pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air
yang sama dengan kegunaan tersebut;
4) Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi
pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air
yang sama dengan kegunaan tersebut.
2.1.5 Adsorpsi
Adsorpsi adalah suatu fenomena permukaan karena akumulasi suatu spesies
pada batas permukaan padat-cair. Adsorsi dapat terjadi karena adanya gaya tarik-
menarik.
Ada 2 tipe adsorpsi, yaitu:
1. Adsorpsi fisis atau Van der Waals
2. Adsorpsi kimia
17
Adsorpsi yang terjadi dalam hal ini adalah non-spesifik dan non-selektif
penyebab gaya tarik menarik karena adanya ikatan koordinasi hidrogen dan gaya
Van der Waals. Apabila adsorbat dan permukaan adsorben terikat dengan gaya
Van der Waals saja maka dinamakan adsorsi fisis atau adsorpsi Van der Waals.
Molekul yang teradsorpsi terikat pada permukaan secara lemah dan panas
adsorpsinya rendah ( Forster,1983 ).
Jika adsorbat dan permukaan adsorben bereaksi secara kimiawi maka
disebut chemisorption. Nilai panas adsorpsi setara dengan reaksi kimia karena
adanya ikatan kimia yang terbentuk maupun yang terputus selama proses adsorpsi.
Untuk membedakan kedua fenomena proses adsorpsi tersebut maka digunakan
variabel suhu. Adsorpsi fisis ditandai dengan penurunan jumlah yang teradsorpsi
dengan peningkatan suhu ( Castellan, G. W, 1985 ).
2.1.5.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Adsopsi
1. Macam-macam Adsorben
a. Adsorben Polar : Adsorben polar memunyai daya adsorpsi
yang besar terhadap asam karboksilat,
alkohol, alumina, keton dan aldehid.
Contohnya adalah alumina.
b. Adsorben non Polar : Adsorben non polar mempunyai daya
adsorpsi yang besar terhadap amin dan
senyawa yang bersifat basa. Contohnya
adalah silica.
c. Adsorben Basa : Adsorben basa memunyai daya adsorpsi yang
besar terhadap senyawa yang bersifat asam.
Contohnya adalah Magnesia.
2. Macam-macam Adsorbat
Jika zat yang diadsorsi merupakan elektrolit maka adsorpsi akan berjalan lebih
cepat dan hasil adsorpsi lebih banyak jika dibandingkan dengan larutan non
elektrolit. Hal ini disebabkan karena larutan elektrolit terionisasi sehingga
didalam larutan terdapat ion-ion dengan muatan berlawanan yang
18
menyebabkan gaya tarik-menarik Van der Waals semakin besar, berarti daya
adsorpsi semakin besar.
3. Konsentrasi Masing-Masing Zat
Jika konsentrasi (C) makin besar, maka jumlah solute yang teradsorpsi semakin
besar. Makin luas permukaan adsorben (adsorben makin kecil ukurannya),
maka adsorpsi yang terjadi makin besar karena kemungkinan zat yang
menempel pada permukaan adsorben bertambah. Hal ini menyebabkan bagian
yang semula tidak berfungsi sebagai permukaan (bagian dalam) setelah digerus
akan berfungsi sebagai permukaan.
5. Tekanan
Jika tekanan diperbesar molekul – molekul adsorbat akan lebih cepat
teradsorpsi, akibatnya jumlah adsorbat yang terserap bertambah banyak. Jadi
tekanan memperbesar jumlah zat yang teradsorpsi.
6. Daya Larut terhadap Adsorben
Jika daya larut tinggi maka proses adsorpsi akan terhambat karena gaya untuk
melarutkan solut / adsorbat berlawanan dengan gaya tarik adsorben terhadap
adsorbat.
7. Koadsorpsi
Suatu adsorben yang telah mengadsorsi suatu zat akan mempunyai daya
adsorpsi yang lebih besar terhadap adsorbat tertentu daripada daya adsorpsi
awal.
8. Pengadukan
Jika dilakukan pengadukan, semakin cepat pengadukan maka molekul-molekul
adsorbat dan adsorben akan saling bertumbukan sehingga akan memercepat
proses adsorpsi.
2.1.5.2 Proses Adsorpsi
Permukaan padatan yang kontak dengan suatu larutan cenderung untuk
menghimpun lapisan dari molekul - molekul zat terlarut pada permukaannya
akibat ketidakseimbangan gaya - gaya pada permukaan. Adsorpsi kimia
menghasilkan pembentukan lapisan monomolekular adsorbat pada permukaan
melalui gaya - gaya dari valensi sisa dari molekul - molekul pada permukaan.
19
Adsorpsi fisika diakibatkan kondensasi molecular dalam kapiler - kapiler dari
padatan. Secara umum, unsur - unsur dengan berat molekul yang lebih besar akan
lebih mudah diadsorpsi ( Haryadi,2006 ).
Terjadi pembentukan yang cepat sebuah kesetimbangan konsentrasi antar
muka, diikuti dengan difusi lambat ke dalam partikel-partikel karbon. Laju
adsorpsi keseluruhan dikendalikan oleh kecepatan difusi dari molekul-molekul zat
terlarut dalam pori-pori kapiler dari partikel karbon. Kecepatan itu berbanding
terbalik dengan kuadrat diameter partikel, bertambah dengan kenaikan konsentrasi
zat terlarut, bertambah dengan kenaikan temperatur dan berbanding terbalik
dengan kenaikan berat molekul zat terlarut .
2.1.6 Efisiensi Pengolahan
Digunakan untuk pemuatan inlet dan outlet, menentukan efisiensi
pengolahan unit.
Inlet pemuatan = 2 gr/ft 3
Outlet pemuatan = 0.1 gr/ft 3
Efisiensi pengolahan adalah ukuran tingkat kinerja perangkat kontrol, itu
secara khusus mengacu pada tingkat penghapusan polutan dan dapat dihitung
melalui penerapan hukum konservasi untuk massa.
Persamaan menggambarkan koleksi efisiensi (pecahan), E, dalam hal inlet dan
loading outlet
Menghitung efisiensi koleksi unit kontrol di persen untuk harga yang diberikan.
Istilah rj juga digunakan sebagai simbol untuk efisiensi E. Pembaca harus juga
dicatat bahwa jumlah dikumpulkan polutan oleh kontrol unit adalah produk E dan
inlet loading (Joseph P. Reynolds dkk,2002).
20
2.1.7 Atomic Absorption Spectrometry ( AAS )
Spektrofotometri Serapan atom (AAS) adalah suatu metode analisis untuk
penentuan unsur-unsur logam dan metaloid yang berdasarkan pada penyerapan
(absorpsi) radiasi oleh atom-atom bebas unsur tersebut. Sekitar 67 unsur telah
dapat ditentukan dengan cara Atomic Absorption Spectrometry (AAS). Banyak
penentuan unsur-unsur logam yang sebelumnya dilakukan dengan metoda
polarografi, kemudian dengan metoda spektrofotometri UV-VIS, sekarang banyak
diganti dengan metoda Atomic Absorption Spectrometry (AAS).
Prinsip pengukuran dengan metode Atomic Absorption Spectrometry (AAS)
adalah adanya absorpsi sinar UV atau Vis oleh atom-atom logam dalam keadaan
dasar yang terdapat dalam “bagian pembentuk atom”. Sinar UV atau Vis yang
diabsorpsi berasal dari emeisi cahaya logam yang terdapat pada sumber energi
“HOLLOW CATHODE”. Sinar yang berasal dari “HOLLOW CATHODE”
diserap oleh atom-atom logam yang terdapat dalam nyala api, sehingga
konfigurasi atom tersebut menjadi keadaan tereksitasi. Apabila electron kembali
ke keadaan dasar “GROUND STATE” maka akan mengemisikan cahayanya.
Besarnya intensitas cahaya yang diemisikan sebanding dengan konsentrasi sampel
(berupa atom) yang terdapat pada nyala api.
Ada lima komponen dasar alat Atomic Absorption Spectrometry (AAS) :
1) Sumber Sinar, biasanya dalam bentuk “ HOLLOW CATHODE” yang
mengemisikan spectrum sinar yang akan diserap oleh atom.
2) Nyala Api, merupakan sel absorpsi yang menghasilkan sampel berupa
atom-atom
3) Monokromator, untuk mendispersikan sinar dengan panjang gelombang
tertentu
4) Detektor, untuk mengukur intensitas sinar dan memperkuat sinyal
5) Readout, gambaran yang menunjukan pembacaan setelah diproses oleh alat
elektronik
21
Seperti umumnya pada peralatan spectrometer, analisis kuantitatif suatu sampel
berdasarkan Hukum Lambert-Beer, yaitu :
A = ε b C
Keterangan:
– A = absorbansi
– ε = absorptivitas molar
– b = lebar sampel yang dilalui sinar
– C = Konsentrasi zat
Rumusan hukum Lambert Beer menunjukan bahwa besarnya nilai
absorbansi berbanding lurus (linear) dengan konsentrasi. Berdasarkan penelitian,
kelinieran hokum Lamber-Beer umumnya hanya terbatas pada nilai absorban 0,2
sampai dengan 0,8.
Hukum Lambert Beer dapat diterapkan pada metode standar biasa dan
metode standar adisi.
Tabel 2.2 Hukum Lambert Beer
Standar Biasa Standar Adisi
Pengukuran sampel dan standar dilakukan
secara terpisah
Pengukuran sampel dan standar dilakukan
secara bersamaan
Pada kurva kalibrasinya hanya ada slop Pada kurva kalibrasinya selain ada slop ada
juga intersep
Cara penentuan konsentrasi sampel
langsung diplotkan ke kurva kalibrasi
Cara penentuan konsentrasi sampel
diplotkan ke kurva kalibrasi secara tidak
langsung
2.1.7.1 Prinsip Dasar
Prinsip dasar dari pengukuran secara Atomic Absorption Spectrometry
(AAS) ini adalah, proses penguraian molekul menjadi atom dengan batuan energi
dari api atau listrik. Atom yang berada dalam keadaan dasar ini bisa menyerap
sinar yang dipancarkan oleh sumber sinar, pada tahap ini atom akan berada pada
keadaan tereksitasi. Sinar yang tidak diserap oleh atom akan diteruskan dan
dipancarkan pada detektor, kemudian diubah menjadi sinyal yang terukur.
Panjang gelombang sinar bergantung pada konfigurasi elektron dari atom
22
sedangkan intensitasnya bergantung pada jumlah atom dalam keadaan dasar,
dengan demikian Atomic Absorption Spectrometry (AAS) dapat digunakan baik
untuk analisa kuantitatif maupun kualitatif.
2.1.7.2 Peralatan Atomic Absorption Spectrometry (AAS)
Adapun Skema peralatan Atomic Absorption Spectrometry (AAS)
a. Sumber radiasi berupa lampu katoda berongga
b. Atomizer yang terdiri dari pengabut dan pembakar
c. Monokromator
d. Detektor
e. Rekorder
f. Lampu Katoda
g. Tabung Gas
h. Ducting
i. Kompresor
j. Burner
k. Buangan pada Atomic Absorption Spectrometry (AAS)
a. Sumber radiasi resonansi
Sumber radiasi resonansi yang digunakan adalah lampu katoda berongga
(Hollow Cathode Lamp) atau Electrodeless Discharge Tube (EDT). Elektroda
lampu katoda berongga biasanya terdiri dari wolfram dan katoda berongga dilapisi
dengan unsur murni atau campuran dari unsur murni yang dikehendaki.
Tanung lampu dan jendela (window) terbuat dari silika atau kuarsa, diisi
dengan gas pengisi yang dapat menghasilkan proses ionisasi. Gas pengisi yang
biasanya digunakan ialah Ne, Ar atau He.
Pemancaran radiasi resonansi terjadi bila kedua elektroda diberi tegangan,
arus listrik yang terjadi menimbulkan ionisasi gas-gas pengisi. Ion-ion gas yang
bermuatan positif ini menembaki atom-atom yang terdapat pada katoda yang
menyebabkan tereksitasinya atom-atom tersebut.
23
Atom-atom yang tereksitasi ini bersifat tidak stabil dan akan kembali ke
tingkat dasar dengan melepaskan energi eksitasinya dalam bentuk radiasi. Radiasi
ini yang dilewatkan melalui atom yang berada dalam nyala.
b. Atomizer
Atomizer terdiri atas Nebulizer (sistem pengabut), spray chamber dan
burner.
1. Nebulizer berfungsi untuk mengubah larutan menjadi aerosol (butir-butir
kabut dengan ukuran partikel 15 – 20 µm) dengan cara menarik larutan
melalui kapiler (akibat efek dari aliran udara) dengan pengisapan gas
bahan bakar dan oksidan, disemprotkan ke ruang pengabut. Partikel-
partikel kabut yang halus kemudian bersama-sama aliran campuran gas
bahan bakar, masuk ke dalam nyala, sedangkan titik kabut yang besar
dialirkan melalui saluran pembuangan.
2. Spray chamber berfungsi untuk membuat campuran yang homogen
antara gas oksidan, bahan bakar dan aerosol yang mengandung contoh
sebelum memasuki burner.
3. Burner merupakan sistem tepat terjadi atomisasi yaitu pengubahan
kabut/uap garam unsur yang akan dianalisis menjadi atom-atom normal
dalam nyala.
c. Monokromator
Setelah radiasi resonansi dari lampu katoda berongga melalui populasi atom
di dalam nyala, energy radiasi ini sebagian diserap dan sebagian lagi diteruskan.
Fraksi radiasi yang diteruskan dipisahkan dari radiasi lainnya. Pemilihan atau
pemisahan radiasi tersebut dilakukan oleh monokromator.
Monokromator berfungsi untuk memisahkan radiasi resonansi yang telah
mengalami absorpsi tersebut dari radiasi-radiasi lainnya. Radiasi lainnya berasal
dari lampu katoda berongga, gas pengisi lampu katoda berongga atau logam
pengotor dalam lampu katoda berongga. Monokromator terdiri atas sistem optik
yaitu celah, cermin dan kisi.
24
d. Detektor
Detektor berfungsi mengukur radiasi yang ditransmisikan oleh sampel dan
mengukur intensitas radiasi tersebut dalam bentuk energi listrik.
e. Rekorder
Sinyal listrik yang keluar dari detektor diterima oleh piranti yang dapat
menggambarkan secara otomatis kurva absorpsi.
f. Lampu Katoda
Lampu katoda merupakan sumber cahaya pada Atomic Absorption
Spectrometry (AAS). Lampu katoda memiliki masa pakai atau umur pemakaian
selama 1000 jam. Lampu katoda pada setiap unsur yang akan diuji berbeda-beda
tergantung unsur yang akan diuji, seperti lampu katoda Cu, hanya bisa digunakan
untuk pengukuran unsur Cu. Lampu katoda terbagi menjadi dua macam, yaitu :
1. Lampu Katoda Monologam : Digunakan untuk mengukur 1 unsur
2. Lampu Katoda Multilogam : Digunakan untuk pengukuran beberapa
logam sekaligus, hanya saja harganya lebih mahal.
Soket pada bagian lampu katoda yang hitam, yang lebih menonjol
digunakan untuk memudahkan pemasangan lampu katoda pada saat lampu
dimasukkan ke dalam soket pada Atomic Absorption Spectrometry (AAS).
Bagian yang hitam ini merupakan bagian yang paling menonjol dari ke-empat besi
lainnya.
Lampu katoda berfungsi sebagai sumber cahaya untuk memberikan energi
sehingga unsur logam yang akan diuji, akan mudah tereksitasi. Selotip
ditambahkan, agar tidak ada ruang kosong untuk keluar masuknya gas dari luar
dan keluarnya gas dari dalam, karena bila ada gas yang keluar dari dalam dapat
menyebabkan keracunan pada lingkungan sekitar.
Cara pemeliharaan lampu katoda ialah bila setelah selesai digunakan, maka
lampu dilepas dari soket pada main unit Atomic Absorption Spectrometry (AAS),
dan lampu diletakkan pada tempat busanya di dalam kotaknya lagi, dan dus
penyimpanan ditutup kembali. Sebaiknya setelah selesai penggunaan, lamanya
waktu pemakaian dicatat.
25
g. Tabung Gas
Tabung gas pada Atomic Absorption Spectrometry (AAS) yang digunakan
merupakan tabung gas yang berisi gas asetilen. Gas asetilen pada Atomic
Absorption Spectrometry (AAS) memiliki kisaran suhu ± 20.000 K, dan ada juga
tabung gas yang berisi gas N2O yang lebih panas dari gas asetilen, dengan kisaran
suhu ± 30.000 K. Regulator pada tabung gas asetilen berfungsi untuk pengaturan
banyaknya gas yang akan dikeluarkan, dan gas yang berada di dalam tabung.
Spedometer pada bagian kanan regulator merupakan pengatur tekanan yang
berada di dalam tabung.
Pengujian untuk pendeteksian bocor atau tidaknya tabung gas tersebut, yaitu
dengan mendekatkan telinga ke dekat regulator gas dan diberi sedikit air, untuk
pengecekkan. Bila terdengar suara atau udara, maka menendakan bahwa tabung
gas bocor, dan ada gas yang keluar. Hal lainnya yang bisa dilakukan yaitu dengan
memberikan sedikit air sabun pada bagian atas regulator dan dilihat apakah ada
gelembung udara yang terbentuk. Bila ada, maka tabung gas tersebut positif
bocor. Sebaiknya pengecekkan kebocoran, jangan menggunakan minyak, karena
minyak akan dapat menyebabkan saluran gas tersumbat. Gas didalam tabung
dapat keluar karena disebabkan di dalam tabung pada bagian dasar tabung berisi
aseton yang dapat membuat gas akan mudah keluar, selain gas juga memiliki
tekanan.
h. Ducting
Ducting merupakan bagian cerobong asap untuk menyedot asap atau sisa
pembakaran pada Atomic Absorption Spectrometry (AAS), yang langsung
dihubungkan pada cerobong asap bagian luar pada atap bangunan, agar asap yang
dihasilkan oleh Atomic Absorption Spectrometry (AAS), tidak berbahaya bagi
lingkungan sekitar. Asap yang dihasilkan dari pembakaran pada Atomic
Absorption Spectrometry (AAS), diolah sedemikian rupa di dalam ducting, agar
polusi yang dihasilkan tidak berbahaya.
Cara pemeliharaan ducting, yaitu dengan menutup bagian ducting secara
horizontal, agar bagian atas dapat tertutup rapat, sehingga tidak akan ada serangga
atau binatang lainnya yang dapat masuk ke dalam ducting. Karena bila ada
26
serangga atau binatang lainnya yang masuk ke dalam ducting, maka dapat
menyebabkan ducting tersumbat.
Penggunaan ducting yaitu, menekan bagian kecil pada ducting kearah
miring, karena bila lurus secara horizontal, menandakan ducting tertutup. Ducting
berfungsi untuk menghisap hasil pembakaran yang terjadi pada Atomic
Absorption Spectrometry (AAS), dan mengeluarkannya melalui cerobong asap
yang terhubung dengan ducting
i. Kompresor
Kompresor merupakan alat yang terpisah dengan main unit, karena alat ini
berfungsi untuk mensuplai kebutuhan udara yang akan digunakan oleh Atomic
Absorption Spectrometry (AAS), pada waktu pembakaran atom. Kompresor
memiliki 3 tombol pengatur tekanan, dimana pada bagian yang kotak hitam
merupakan tombol ON-OFF, spedo pada bagian tengah merupakan besar kecilnya
udara yang akan dikeluarkan, atau berfungsi sebagai pengatur tekanan, sedangkan
tombol yang kanan merupakantombol pengaturan untuk mengatur
banyak/sedikitnya udara yang akan disemprotkan ke burner. Bagian pada
belakang kompresor digunakan sebagai tempat penyimpanan udara setelah usai
penggunaan Atomic Absorption Spectrometry (AAS).
Alat ini berfungsi untuk menyaring udara dari luar agar bersih posisi ke
kanan merupakan posisi terbuka dan posisi ke kiri merupakan posisi tertutup.
Uap air yang dikeluarkan, akan memercik kencang dan dapat mengakibatkan
lantai sekitar menjadi basah, oleh karena itu sebaiknya pada saat menekan ke
kanan bagian ini, sebaiknya ditampung dengan lap, agar lantai tidak menjadi
basah dan uap air akan terserap ke lap.
j. Burner
Burner merupakan bagian paling terpenting di dalam main unit, karena
burner berfungsi sebagai tempat pancampuran gas asetilen, dan aquabides, agar
tercampur merata, dan dapat terbakar pada pemantik api secara baik dan merata.
Lobang yang berada pada burner, merupakan lobang pemantik api, dimana pada
lobang inilah awal dari proses pengatomisasian nyala api.
27
k. Buangan pada Atomic Absorption Spectrometry (AAS),
Buangan pada Atomic Absorption Spectrometry (AAS), disimpan di dalam
drigen dan diletakkan terpisah pada Atomic Absorption Spectrometry (AAS).
Buangan dihubungkan dengan selang buangan yang dibuat melingkar sedemikian
rupa, agar sisa buangan sebelumnya tidak naik lagi ke atas, karena bila hal ini
terjadi dapat mematikan proses pengatomisasian nyala api pada saat pengukuran
sampel, sehingga kurva yang dihasilkan akan terlihat buruk. Tempat wadah
buangan (drigen) ditempatkan pada papan yang juga dilengkapi dengan lampu
indicator. Bila lampu indicator menyala, menandakan bahwa alat Atomic
Absorption Spectrometry (AAS), atau api pada proses pengatomisasian menyala,
dan sedang berlangsungnya proses pengatomisasian nyala api. Selain itu, papan
tersebut juga berfungsi agar tempat atau wadah buangan tidak tersenggol kaki.
Bila buangan sudah penuh, isi di dalam wadah jangan dibuat kosong, tetapi
disisakan sedikit, agar tidak kering.
2.1.7.3 Keunggulan/ Kelebihan Atomic Absorption Spectrometry ( AAS )
1. Keuntungan metoda Atomic Absorption Spectrometry ( AAS ) adalah:
a. Spesifik
b. Batas (limit) deteksi rendah
c. Dari satu larutan yang sama, beberapa unsur berlainan dapat diukur
d. Pengukuran dapat langsung dilakukan terhadap larutan contoh
(preparasi contoh sebelum pengukuran lebih sederhana, kecuali bila
ada zat pengganggu)
e. Dapat diaplikasikan kepada banyak jenis unsur dalam banyak jenis
contoh.
f. Batas kadar-kadar yang dapat ditentukan adalah amat luas (mg/L
hingga persen)
2. Kelemahan Metode Atomic Absorption Spectrometry (AAS)
Analisis menggunakan Atomic Absorption Spectrometry (AAS)
ini terdapat kelemahan, karena terdapat beberapa sumber kesalahan,
diantaranya sumber kesalahan pengukuran yang dapat terjadi pada
28
pengukuran menggunakan Atomic Absorption Spectrometry (AAS)
dapat diprediksikan sebagai berikut :
1. Kurang sempurnanya preparasi sampel, seperti :
a. Proses destruksi yang kurang sempurna
b. Tingkat keasaman sampel dan blanko tidak sama
Kesalahan matriks, hal ini disebabkan adanya perbedaan matriks
sampel dan matriks standar. Aliran sampel pada burner tidak sama
kecepatannya atau ada penyumbatan pada jalannya aliran sampel.
2. Gangguan kimia berupa :
a. Disosiasi tidak sempurna
b. Ionisasi
c. Terbentuknya senyawa refraktori
2.1.7.4 Penerapan Spektroskopi Serapan Atom (SSA) Dalam Analisis Kimia
Untuk metode serapan atom telah diterapkan pada penetapan sekitar 60
unsur, dan teknik ini merupakan alat utama dalam pengkajian yang meliputi
logam runutan dalam lingkungan dan dalam sampel biologis. Sering kali teknik
ini juga berguna dalam kasus-kasus dimana logam itu berada pada kadar yang
cukup didalam sampel itu, tetapi hanya tersediasedia sedikit sampel dalam
analisis, kadang-kadang demikianlah kasus dengan metaloprotein misalnya.
Laporan pertama mengenai peranan biologis yang penting untuk nikel
didasarkan pada penetapan dengan serapan atom bahwa enzim urease, sekurang-
kurangnya dari organisme pada dua ion nikel per molekul protein. Sering kali
tahap pertama dalam analisis sampel-sampel biologis adalah mengabukan untuk
merusak bahan organik.
Pengabuan basa dengan asam nitrat dan perklorat sering kali lebih disukai
daripada pengabuan kering mengingat susut karena menguap dari unsur-unsur
runutan tertentu (pengabuan kering semata-mata adalah pemasangan sampel
dalam satu tanur untuk mengoksidasi bahan organik). Kemudian serapan atom
dilakukan terhadap larutan pengabuan basa atau terhadap larutan yang dibuat dari
residu pengabuan kering.
29
Segi utama serapan atom tentu saja adalah kepekaan. Dalam satu segi,
serapan atom menyolok sekali bebasnya dari gangguan. Perangkat tingkat-tingkat
energi elektronik untuk sebuah atom adalah unit untuk unsur itu. Ini berarti bahwa
tidak ada dua unsur yang memperagakan garis-garis spektral yang eksak sama
panjang gelombangnya. Sering kali terdapat garis-garis untuk satu unsur yang
sangat dekat pada beberapa garis unsur yang lain, namun biasanya untuk
menemukan suatu garis resonansi untuk suatu unsur tertentu, jika tak terdapat
gangguan spektral oleh unsur lain dalam sampel.
Gangguan utama dalam serapan atom adalah efek matriks yang
mempengaruhi proses pengatoman. Baik jauhnya disosiasi menjadi atom-atom
pada suatu temperatur tertentu maupun laju proses bergantung sekali pada
komposisi keseluruhan dari sampel. Misalnya jika suatu larutan kalsium klorida
dikabutkan dan dilarutkan partikel-partikel halus CaCl2 padat akan berdisosiasi
menghasilkan atom Ca dengan jauh lebih mudah daripada paertikel kalsium
fosfat, Ca3 (PO4)2.
Dengan kemajuan ilmu pengetahuan yang dieksistensikan dengan makin
banyaknya publikasi penelitian dalam bidang spektroskopi serapan atom, tampak
bahwa tekhnik spektroskopi serapan atom masih dalam taraf penyempurnaan.
2.1.8 Logam Berat
Logam berat merupakan komponen alami tanah. Elemen ini tidak dapat
didegradasi maupun dihancurkan. Disebut logam berat berbahaya karena
umumnya memiliki rapat massa tinggi (5 g/cm3) dan sejumlah konsentrasi kecil
dapat bersifat racun dan berbahaya (Subowo dkk, 1999). Logam-logam berat
diketahui dapat mengumpul didalam tubuh suatu organisme dan tetap tinggal
dalam tubuh untuk jangka waktu lama sebagai racun yang terakumulasi (Saeni,
1997).
Menurut Vouk (1986) terdapat 80 jenis dari 109 unsur kimia di muka bumi
ini yang telah teridentifikasi sebagai jenis logam berat. Berdasarkan sudut
pandang toksikologi, logam berat ini dapat dibagi dalam dua jenis. Jenis pertama
adalah logam berat esensial, dimana keberadaannya dalam jumlah tertentu sangat
dibutuhkan oleh organisme hidup, namun dalam jumlah yang berlebihan dapat
30
menimbulkan efek racun. Contoh logam berat ini adalah Zn, Cu, Fe, Co, Mn dan
lain sebagainya. Sedangkan jenis kedua adalah logam berat tidak esensial atau
beracun, dimana keberadaannya dalam tubuh masih belum diketahui manfaatnya
dan dapat bersifat racun, seperti Hg, Cd, Pb, Cr dan lain-lain.
2.1.9 Besi
Besi adalah logam yang berasal dari bijih besi (tambang) yang banyak digunakan
untuk kehidupan manusia sehari-hari dari yang bermanfaat sampai dengan yang
merusakkan, besi juga mempunyai nilai ekonomis yang tinggi.
2.1.9.1 Toksisitas Besi dalam Makhluk Hidup
Kelebihan besi dalam jumlah besar pada manusia bersifat toksik. Kerusakan
jaringan karena akumulasi besi disebut hemakromatosis, penderita
hemakromatosis menunjukkan akumulasi besi di hati, limpa, jantung. Penderita
ini beresiko terserang serosis, kanker hati, jantung dan berbagai penyakit lainnya.
Konsumsi besi dalam 13 dosis besar akan merusak alat pencernaan secara
langsung, lalu besi akan mengikuti peredaran darah. Kerusakan hati yang terlalu
lama akan menyebabkan kematian (Widowati et al.2008).
2.1.9.2 Sifat Fisik dan Kimia Besi (Fe)
Lambang : Fe
No. Atom : 26
Golongan, Periode : 8, 4
Penampilan : Metalik Mengkilap Keabu-abuan
Massa Atom : 55,845(2) g/mol
Konfigurasi Elektron : [Ar] 3d6 4s2
Fase : Padat
Massa Jenis : 7,86 g/cm3
Titik Lebur : 1811 K(1538 °C, 2800 °F)
Titik Didih : 3134 K(2861 °C, 5182 °F)
Kapasitas Kalor : (25 °C) 25,10 J/(mol·K)
31
2.2 Kerangka Konseptual
Dalam penelitian ini terdapat kerangka konseptual yang akan membantu
penulis dalam menyelesaiakan penelitian yang terdiri atas bagan kerangka
konseptual dapat dilihat pada Tabel 2.3 sebagai berikut :
Tabel 2.3 Bagan Kerangka Konseptual
Adapun input dari kerangka konseptual pada penelitian ini adalah ampas
tebu dan air sumur bor. Setelah itu pada tahap proses pengolahan sampel air
sumur bor dengan menggunakan adsorben dari limbah ampas tebu. Output dari
penelitian ini yaitu dapat mengetahui ke efektifitasan limbah ampas tebu sebagai
adsorben yang ramah lingkungan dan rendah biaya.
Input
1. Air sumur bor
2. Ampas tebu
Proses
Penyaringan air sumur
bor dengan
menggunakan adsorben
dari limbah ampas tebu
Output
1. Mengetahui efektifitas
dari ampas tebu
2. Membandingkan efisiensi
pengolahan air sumur bor
dengan menggunakan
adsorben dari ampas tebu
berdasarkan variasi berat
32
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
eksperimental. Menurut Sugiyono (2010:107), Penelitian eksperimental
merupakan metode penelitian yang dilakukan untuk mencari pengaruh perlakuan
tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan.
3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian
Waktu penelitian dimulai pada bulan Juni - Juli 2019 dan lokasi penelitian
dilakukan di dua tempat yaitu :
1. Pengambilan sampel air sumur bor di Jalan Tui Raya Perumahan Belimbing
Kecamatan Kuranji Padang.
2. Penelitian dilakukan di laboratorium UPTD Dinas Lingkungan Hidup Kota
Padang.
3.3 Variabel Penelitian
Variabel penelitian yang akan dikaji adalah Fe (II) . Adapun variabel
penelitian berdasarkan berat dari ampas tebu ( 0,5 ; 1 ; 1,5 ; 2 ; 2,5 ; 3 ; 3,5 kg ) .
3.4 Data dan Sumber Data
Dalam penelitian ini data yang akan diambil ada 2 sumber data yaitu :
a. Data Primer
Data primer yang diperoleh dari hasil pengujian air sumur bor di
laboratorium kimia.
b. Data Sekunder
Data sekunder yang diperoleh dari Buku, Jurnal, PP No 82 Tahun 2001.
33
3.5 Langkah – langkah Penelitian
3.5.1.Pembuatan adsorben dari Ampas Tebu
3.5.1.1. Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini terdapat pada Tabel 3.1 dibawah
ini :
Tabel 3.1 Alat
3.5.1.2. Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini terdapat pada Tabel 3.2
dibawah ini :
Tabel 3.2 Bahan
Untuk membuat adsorben penjernihan air pada air sumur bor, menggunakan
limbah dari ampas tebu yang dimana alat dan bahan yang digunakan bisa
ditemukan disekitar lingkungan kita, bisa juga menggunakan alat-alat yang sudah
tidak digunakan lagi seperti galon air minum bekas, sedangkan untuk
mendapatkan limbah ampas tebu tersebut diambil dari pedagang tebu di sekitar
kawasan pasar Belimbing .
3.5.2 Proses Pembuatan adsorben dari ampas tebu
Prosedur pembuatan adsorben dari ampas tebu :
a. Kumpulkan limbah ampas tebu dari pedagang tebu
b. Ampas tebu dicuci bersih dengan air bersih
c. Ampas tebu dikeringkan dibawah sinar matahari selama ± 1 minggu
sampai kering
d. Potong – potong ampas tebu ± 10 cm
e. Ampas tebu siap digunakan sebagai adsorben
No. Alat Jumlah Satuan
1. Galon air 1 Buah
2. Wadah penampung 1 Buah
3. Tungku kaki tiga 1 Buah
4. Selang 1 buah
No. Alat Jumlah Satuan
1. Ampas tebu 14 kg
34
3.5.3 Teknik Pengambilan Contoh Air Pada Sumur Bor
1. Lakukan pengambilan contoh pada sumur produksi dengan cara
membuka kran air sumur bor
2. Biarkan air mengalir selama 1 menit – 2 menit
3. Kemudian masukan contoh ke dalam wadah
Sumber : SNI 6989.58:2008, Metoda Pengambilan Contoh Air Tanah
3.5.4 Prosedur Pengolahan Air Sumur Bor dengan menggunakan adsorben
dari ampas tebu
a. Proses adsorbsi dalam wadah galon dengan diameter 26 cm dan tinggi
galon kondisi kosong 38 cm .
b. Buat lapisan penyaringan,
c. Susun dengan rapi dan padatkan
d. Alirkan air sumur bor sebanyak 2 Liter
e. Tampung air hasil penyaringan air sumur bor
f. Analisis sampel sebelum dan sesudah penyaringan di laboratorium
untuk pengujian parameter Fe
3.6 Jadwal Penelitian
Adapun jadwal penelitian yang akan dilakukan dari penelitian ini adalah yang
terlihat pada Lampiran 3 :
35
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Analisis Inlet Air Sumur Bor
Hasil analisis inlet sebelum dimasukan kedalam reaktor adsorben ampas
tebu dan perbandingannya berdasarkan PP Nomor 82 Tahun 2001 tentang
pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air golongan I,
PERMENKES Nomor 492 Tahun 2010 tentang persyaratan kualitas air minum .
Dilakukan pengujian terhadap intlet dan outlet di laboratorium UPTD
Laboratorium Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Kota Padang dengan
menggunakan Alat Atomic Absorption Spectrometry (AAS) hasilnya dapat dilihat
pada tabel 4.1 dibawah :
Tabel 4.1 Tabel Hasil Pengujian Air Sumur Bor Menggunakan Alat
Atomic Absorption Spectrometry (AAS)
Parameter Satuan
Sampel
Air Sumur
Bor
Baku Mutu
PP 82 Tahun 2001
( Golongan I )
PERMENKES RI
NO 492 TAHUN
2010
Fe Mg/L 0,6352 0,3 0,3
Sumber: Hasil Penelitian, 2019
Berdasarkan Tabel 4.1 diatas dapat dinyatakan bahwa air sumur bor yang
terdapat di perumnas Belimbing mengandung Fe yang berada diatas baku mutu
berdasarkan PP Nomor 82 Tahun 2001 dan Permenkes Nomor 492 Tahun 2010 .
4.2 Pembahasan
4.2.1 Penyisihan Besi (Fe)
Data penurunan kandungan Besi (Fe) setelah dilakukan pengolahan dengan
proses adsorbsi dapat dilihat pada Tabel 4.2
36
Tabel 4.2 Penyisihan Kadar Ion Fe pada air sumur bor dengan
menggunakan adsorben ampas tebu
No Variasi Berat
Ampas Tebu
(Kg)
Fe (Mg/L)
% Efisiensi Sebelum
adsorpsi
Setelah
Adsorpsi
1. 0,5
0,6352
0,6001 5,51
2. 1,0 0,5825 8,3
3. 1,5 0,5591 12
4. 2,0 0,4484 29
5. 2,5 0,3597 43
6. 3,0 0,2151 66
7. 3,5 0,1510 76
Sumber: Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Dari hasil pemeriksaan di laboratorim didapatkan kadar ion Fe pada air
sumur bor yang telah dilewatkan pada adsorben ampas tebu dapat dilihat pada
Tabel 4.2. Dimana pada variasi berat 2,5 kg, 3,0 kg dan 3,5 kg yang masuk ke
dalam standar baku mutu air kelas 1 yaitu berdasarkan PP Nomor 82 Tahun 2001
yaitu 0,3 mg/L.
Adsorpsi ini terjadi berdasarkan interaksi antara logam dengan gugus
fungsional pada permukaan adsorben melalui interaksi pertukaran ion atau
pembentukan kompleks, biasanya ini terjadi pada permukaan padatan yang
mengandung gugus fungsional seperti -OH, -NH, -SH dan COOH. Menurut N
Ahalya dkk (2003), Komponen yang berperan dalam proses adsorpsi antara logam
berat dengan adsorben dari limbah pertanian seperti ampas tebu dimana terdapat
keberadaan gugus aktifhidroksil (-OH), karbonil (C=O), karboksil (-COOH),
amina (-NH2), amida (-CONH2) dan tiol (-SH). Faktor – faktor yang
mempengaruhi dalam proses adsorbsi ukuran partikel, suhu, berat, aktifator,
waktu kontak, laju alir dan pH.
Berdasarkan Tabel 4.2. didapatkan hasil penurunan kadar besi (Fe) yang
semula bernilai 6,352 mg/l menjadi ( 0,6001 ; 0,5825 ; 0,5591 ; 0,4484 ; 0,3597 ;
0,2151 ; 0,1510 Mg/L ) dengan variasi berat ( 0,5 ; 1,0 ; 1,5 ; 2,0 ; 2,5 ; 3,0 ; 3,5
Kg ). Efektifitas penurunan parameter besi (Fe) yaitu sebesar 76 % pada variasi
37
berat 3,5 kg. Hal ini disebabkan karena adanya media filter ampas tebu pada
reaktor yang mampu menyerap besi (Fe) yang terdapat didalam sampel air sumur
bor. Dengan mengalirkan air pada ampas tebu , kation akan diikat oleh ampas tebu
yang memiliki muatan negatif. Ampas tebu memiliki muatan negatif karena
keberadaan atom –OH didalamnya. Muatan negatif inilah yang menyebabkan
ampas tebu dapat mengikat kation- kation pada air termasuk besi (Fe) yang
terdapat pada air sumur bor. Oleh karena itu, ampas tebu berfungsi sebagai
adsorben dalam pengolahan air. Penurunan kadar Fe ini disebabkan karena ampas
tebu dapat berperan sebagai penyerap atau adsorben. Bentuk struktur ampas tebu
yang berongga, menyebabkan ampas tebu mampu menyerap sejumlah molekul-
molekul yang ukurannya lebih kecil dari rongganya atau sesuai dengan ukuran
rongganya. Dengan struktur yang berpori dan luas permukaan yg besar, ampas
tebu mampu menyerap sejumlah molekul dengan daya serap yang cukup tinggi.
Selain itu, ampas tebu memiliki selulosa yang mempunyai potensi sebagai
pengadsorbsi karena adanya gugus –OH, pada selulosa menyebabkan terjadinya
sifat polar pada adsorben tersebut (Halim,dkk. 2018).
Dari hasil pengolahan data, efisiensi adsorben ampas tebu dapat dilihat pada
Tabel 4.2 Dimana semakin besar variasi berat dari adsorben maka semakin besar
daya serap adsorben terhadap ion logam Fe pada air sumur bor. Pada variasi berat
2,5 kg , 3,0 kg dan 3,5 kg . Dimana pada variasi berat 3,5 kg memiliki efektifitas
menyerap ion logam sebesar 76 %. Pada range persentase berat 2,5 : 3,0 dan 3,5
kg sudah mengalami penurunan. Hal ini disebabkan oleh ampas tebu sudah padat /
jenuh.
38
Grafik 4.1
Grafik perbandingan hasil pengujian ion Fe pada air sumur bor
Dapat dilihat pada Grafik 4.1 grafik perbandingan hasil pengujian ion Fe
pada air sumur bor, dimana berdasarkan variasi berat 3,5 kg memiliki daya serap
terhadap ion Fe semakin besar yaitu 0,151 mg/l dengan efektifitasnya sebesar
76%.
Grafik 4.2 Grafik Efisiensi efektifitas adsorben ampas tebu terhadap
penurunan ion Fe.
0
0,6001
0,5825 0,5591
0,4484
0,3597 0,2151 0,151
0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3
0,6352
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
Setelah Pengolahan(Mg/L)
Baku Mutu ((PP Kelas 1(Mg/L))
Sampel Air Sumur Bor(Mg/L)
5,51 8,3
12
29
43
66
76
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0,5 kg 1,0 kg 1,5 kg 2,0 kg 2,5 kg 3,0 kg 3,5 kg
% Efisiensi
39
Berdasarkan grafik 4.2 berdasarkan variasi berat ( 0,5 ; 1,0 ; 1,5 ; 2,0 ; 2,5 ; 3,0 ;
3,5 Kg ) diatas didapatkan hasil efisiensi efektifitas adsorben ampas tebu terhadap
penurunan ion Fe yaitu sebesar ( 5,51 ; 8,3 ; 12 ; 29 ; 43 ; 66 ; 76 % ). Setelah
dilakukan pengolahan dengan cara adsorpsi menggunakan adsorben ampas tebu
dengan berbagai variasi berat diperoleh nilai kadar Fe berada dibawah baku mutu
air minum PERMENKES Nomor 492 Tahun 2010 dan berdasarkan PP Nomor 82
Tahun 2001 yaitu 0,3 mg/L. Dalam penelitian ini pada variasi berat 2,5 kg , 3,0
dan 3,5 kg yang memenuhi baku mutu kedalam air bersih kelas 1 (lampiran PP No
82 Th 2001) . Pada variasi berat 3,5 kg memiliki efektivitas 76% terhadap
penyerapan Fe pada air sumur bor.
40
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :
1. Limbah ampas tebu dapat dijadikan sebagai adsorben yang ramah
lingkungan. Didapatkan hasil pengujian kandungan Fe pada sampel air
sumur bor yaitu 0,6352 mg/L setelah dilakukan pengolahan kandungan
Fe pada sampel air sumur bor turun menjadi ( 0,6001 ; 0,5825 ; 0,5591 ;
0,4484 ; 0,3597 ; 0,2151 ; 0,1510 Mg/L ) berdasarkan variasi berat yaitu
( 0,5 ; 1,0 ; 1,5 ; 2,0 ; 2,5 ; 3,0 ; 3,5 kg) pengurangan yang cukup
signifikan ini diakibatkan oleh kemampuan selulosa pada ampas tebu
dalam mengikat kandungan logam terutama logam Fe. Dalam penelitian
ini pada variasi berat 2,5 kg , 3,0 dan 3,5 kg yang memenuhi baku mutu
kedalam air bersih kelas 1 (lampiran PP No 82 Th 2001). Pada variasi
berat 3,5 kg memiliki efektivitas 76% terhadap penyerapan Fe pada air
sumur bor
2. Semakin besar variasi berat yang digunakan maka semakin efektif
penyerapan terhadap ion Fe. Dimana berdasarkan variasi beratnya ( 0,5 ;
1,0 ; 1,5 ; 2,0 ; 2,5 ; 3,0 ; 3,5 kg) memiliki efektifitas terhadap
penyerapan ion Fe yaitu (5,51 ; 8,3 ; 12 ; 29 ; 43 ; 66 ; 76 %).
5.2 Saran
1. Pada penulisan tugas akhir ini penulis ingin memberikan saran kepada
peneliti selanjutnya agar dapat melanjutkan penelitian ini berdasarkan
berat selanjutnya sampai didapatkan titik jenuh dari penyerapan ion Fe
terhadap adsorben ampas tebu tersebut.
2. Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan parameter lainnya seperti Mn.
Karena Mn banyak terdapat pada sumur bor. Logam Mn dapat merusak
kesehatan pada tubuh manusia terutama pada hati.