Global functional outcome assessment in traumatic brain injury:
Traumatic brain injury (TBI)
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of Traumatic brain injury (TBI)
TUGAS MATAKULIAH NEUROMUSCULAR ASSESSMENT
& TREATMENT TRAUMATIC BRAIN
INJURY
OLEH:
FITRI ARDINI NURANISA
PROGRAM STUDI FISIOTERAPI A’2012
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINAWAN
2015
I. Traumatic Brain InjuryTraumatic brain injury (TBI) adalah bentuk cedera
otak yang disebabkan oleh kerusakan mendadak pada
otak. Sifatnya nondegenerative dan noncongenital.
Kerusakan ini akibat dari adanya kekuatan mekanik
eksternal, mungkin menyebabkan kerusakan permanen
atau sementara kognitif, fisik, dan psikososial
fungsi, dan berkaitan dengan berkurang kesadaran.
Dilihat dari sumber trauma, TBI terbagi menjadi 2,
yaitu Open Head Injuries dan Closed Head Injuries.
Open Head Injuries: disebut juga dengan
penetrating Injuries, cedera ini terjadi ketika
suatu objek (misalnya, peluru) memasuki otak
dan menyebabkan kerusakan pada bagian otak
tertentu. Gejala bervariasi tergantung pada
bagian otak yang rusak.
Closed Head Injuries: Cedera ini akibat dari
benturan dikepala.
Traumatic Brain Injury || by.Fitri Ardini Nuranisa 2
TBI menghasilkan dua jenis kerusakan pada otak:
primary brain damage, yang merupakan kerusakan yang
terjadi pada saat dampak (misalnya, patah tulang
tengkorak, pendarahan, gumpalan darah), dan
secondary brain damage, yang merupakan kerusakan
yang berkembang dari waktu ke waktu setelah trauma
(misalnya, peningkatan tekanan darah di dalam
tengkorak, kejang, pembengkakan otak).
II. DESKRIPSI KASUS
Seorang laki-laki berinisial mr.K, mengalami kecelakaan,
saat ia hendak melakukan perjalanan ke luar kota untuk
mekukan suatu pekerjaan. Saat itu mr.K menggunakan mobil
pribadi. Ini kecelakaan antara 2 mobil, mobil mr.K
menabrak mobil di depannya karena tiba-tiba rem mendadak.
Mobil mr.K mbanting setir ke kanan, menabrak pembatas
jalan dan akhirnya terguling. Dada mr.K menghantam dasbor
mobil cukup keras sehingga terjadi retak di tulang
Traumatic Brain Injury || by.Fitri Ardini Nuranisa 3
klavikular. Saat terguling kepala mr.K terbentur keras,
sehingga mr.K tidak sadarkan diri.
Setelah kecelakaan mr.K dibawa oleh ambulans ke Emergency
Department of Neurosurgery Hospital yang jaraknya 20 km
dari lokasi kecelakaan. Saat d bawa ke rumah sakit mr.K
dalam keadaan koma (Glasgow Coma Scale 9 – E2V4M3),
diintubasi, dibius, ventilasi
mekanis.Pemeriksaanneurologismenunjukkan spontaneous
flexion pada kedua lengan dan miotic, yang sama dengan
diameter reaktif pupil. Pasien hemodynamic-nya stabil.
Hasil CT-scan menunjukkan bilateral fronto-temporal
haemorragic contusions, hematoma occipital kiri, dengan
diffuse cerebral edema dan cominutive fracture parieto-
oksipital kiri.Pasien dimasukkan ruang ICU RS
Neurosurgery Hospital karena cedera otak memiliki tingkat
keparahan moderate. Dia menerima perawatan ICU. Hasil
pemeriksaan CT scan menunjukkan pembesaran dari edema
serebral, kompresi ventricle lateral kiri dan pergeseran
garis tengah ke arah kanan. Status neurologis tidak
membaik setelah intermittent boluses of mannitol, para
ahli bedah melakukan tindakan darurat, left decompressive
craniectomy. Setelah intervensi ini, status neurologis
dengan GCS dari 11(E3V4M4).
Pada hari kedua dan ketiga pasca operasi, ditemukan
adanya peningkatan tonus yang mengakibatkan involunter
movement pada extermitas atas dextra, hilangnya kemampuan
control motorik, menurunnya kemampuan fungsional, dan
gangguan berjalan.
Traumatic Brain Injury || by.Fitri Ardini Nuranisa 4
III. ASSESSMENT FISIOTERAPI
STIKES BINAWANPROGRAM STUDI FISIOTERAPI
FORMULIR FISIOTERAPI
Nama fisioterapi : Vicky Peminatan : FT C – Neuromuscular
Nama dokter : dr. Amendi, Sp.BS Ruangan :
Pelayanan URM FT lt 2
Nomer Registrasi : 021211011 Tanggal
Pemeriksaan: 6
Januari 2015
I. PENGUMPULAN DATA IDENTITAS PASIEN : (S)
Nama Inisial : K.
Tempat & tgl lahir : Surabaya, 17 Oktober 1986
Alamat :
Pendidikan Terakhir : S1Traumatic Brain Injury || by.Fitri Ardini Nuranisa 5
Pekerjaan : Meneger IT
Hobi : Melukis dan traveling
Diagnosa Medik : TRAUMATIC BRAIN INJURY
II. PENGUMPULAN DATA RIWAYAT PENYAKIT (S)
History:
1) History of present condition
2) Past Medical History
3) Medication History
KU : Tidak bisa berjalan normal, dan tidak bisa
melakukan aktifitas fungsional
RPS : Pada bulan 26 Desember 2014, mr.K mengalami
kecelakaan mobil, dibawa oleh ambulans ke Emergency
Department of Neurosurgery Hospital dalam keadaan koma
(Glasgow Coma Scale 9 – E2V4M3), diintubasi,
dibius, ventilasi mekanis.Pemeriksaanneurologis
menunjukkan spontaneous flexion pada kedua lengan
dan miotic, yang sama dengan diameter reaktif
pupil. Pasien hemodynamic-nya stabil.
Mr.K dimasukkan ruang ICU RS Neurosurgery
Hospital karena cedera otak memiliki tingkat
keparahan moderate. Status neurologis tidak
membaik setelah intermittent boluses of mannitol,
para ahli bedah melakukan tindakan darurat, left
decompressive craniectomy. Setelah intervensi
ini, status neurologis denganGCSdari11(E3V4M4).
Traumatic Brain Injury || by.Fitri Ardini Nuranisa 6
Pada hari ketiga pasca operasi, ditemukan adanya
peningkatan tonus yang mengakibatkan involunter
movement pada extermitas atas dextra, hilangnya
kemampuan control motorik, menurunnya kemampuan
fungsional, dan gangguan berjalan.
RPD : Pernah mengalami vertigo dantifus.
RPK : Tidak ada keluarga dengan riwayat seperti kondisipasien sekarang
RPSi : Anak ke 1 dari 2 bersaudara.Usia ayah 62 tahun,
pendidikan terakhir ayah S1 Hukum, pekerjaan ayah
sebagai polisi.Usia ibu 49 tahun, pendidikan
terakhir ibu S1 kedokteran gigi, pekerjaan dokter
gigi.
III. PEMERIKSAAN (O)
1. PEMERIKSAAN KHUSUS
Fungsional Activity
1) Activities Daily Living (ADL)
Functional Assessment Measure (FAM) and
Functional Independence Measure (FIM) scale
2) General condition
3) Communication
Body fungtions and structures
Sensation, perception, and learned nonuse
Pain: Visual Analog Scale
Physical Assessment
Traumatic Brain Injury || by.Fitri Ardini Nuranisa 7
Assessments dari physical function
orangdengancedera otakharus mencakup
penilaiansebagai berikut:
Function AssessmentMuscle Weakness
ParalysisPosture and Balance Alignment
NeglectSitting BalanceStanding Balance-Romberg Test
Voluntary Movement Range of Movement StrengthCoordination
- finger to nose test- heel to shin test- rapidly alternating
movement
EnduranceInvoluntary Movement
(Abnormal InvoluntaryMovement Scale)
TremorClonusChoreaAssociated reactions
Tone
(Ashworth Scale)
Decreased/flaccidIncreased
- Spasticity- Rigidity (cogwheel or
lead pipe)Reflexes Deep tendon reflexes
- biceps (C5/6)- triceps (C7/8)- knee (L3/4)- ankle (S1/2)
Traumatic Brain Injury || by.Fitri Ardini Nuranisa 8
- Plantar response ( Babinski’s sign )
Muscle and jointrange of movement
Passive range of movement
Sensory Light touchPin PrickTwo point discriminationVibration senseJoint position senseTemperatureVision and hearing
Functional mobility - Changing and maintainingbody position
- Carrying, moving and handling objects
- Walking
Gait PatternDistanceVelocityUse of walking aidsOrthosesAssistanceCognitive StatusAttentionOrientationMemory
Measurement
1. GCS (Glasgow Coma Scale)
GCS (Glasgow Coma Scale) yaitu skala yang digunakan untuk
menilai tingkat kesadaran pasien, (apakah pasien dalam
Traumatic Brain Injury || by.Fitri Ardini Nuranisa 9
kondisi koma atau tidak) dengan menilai respon pasien
terhadap rangsangan yang diberikan.
Respon pasien yang perlu diperhatikan mencakup 3 hal
yaitu reaksi membuka mata , bicara dan motorik. Hasil
pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (score) dengan
rentang angka 1 – 6 tergantung responnya.
Eye (respon membuka mata) :
(4) : spontan
(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).
(2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri,
misalnya menekan kuku jari)
(1) : tidak ada respon
Verbal (respon verbal) :
(5) : orientasi baik
(4) : bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya
berulang-ulang ) disorientasi tempat dan waktu.
(3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-
kata masih jelas, namun tidak dalam satu kalimat.
Misalnya “aduh…, bapak…”)
(2) : suara tanpa arti (mengerang)
(1) : tidak ada respon
Motor (respon motorik) :
(6) : mengikuti perintah
(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus
saat diberi rangsang nyeri)
Traumatic Brain Injury || by.Fitri Ardini Nuranisa 10
(4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau
tubuh menjauhi stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi
kaku diatas dada & kaki extensi saat diberi rangsang
nyeri).
(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi
di sisi tubuh, dengan jari mengepal & kaki extensi saat
diberi rangsang nyeri).
(1) : tidak ada respon
Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS
disajikan dalam simbol E…V…M… Selanjutnya nilai-nilai
dijumlahkan.Nilai GCS yang tertinggi adalah 15 yaitu
E4V5M6 dan terendah adalah 3 yaitu E1V1M1. Jika
dihubungkan dengan kasus TBI, maka didapatkan hasil : GCS
: 14 – 15 = CKR (cidera kepala ringan) , GCS : 9 – 13 =
CKS (cidera kepala sedang), GCS : 3 – 8 = CKB (cidera
kepala berat).
2. Functional Independence Measure (FIM) scale
Functional Independence Measure (FIM) scale digunakan
fisik dan cognitive disability.
S coring : Item yangnilai pada tingkat bantuan yang
diperlukan bagi seorang individu untuk melakukan
aktivitas hidup sehari-hari. Skala meliputi18 item,
dimana 13 item
domain fisik berdasarkan Indeks Barthel dan 5 item item
Traumatic Brain Injury || by.Fitri Ardini Nuranisa 11
kognisi.
Setiap item mencetak dari 1 sampai 7 berdasar kantingkat
kemandirian, dimana 1
merupakan ketergantungan total dan 7 menunjukkan
kemandirian penuh. skala
dapat diberikan oleh dokter, perawat, terapis atau orang
awam. mungkin
skor berkisar 18-126, dengan skor yang lebih tinggi
menunjukkan kemandirian.
Traumatic Brain Injury || by.Fitri Ardini Nuranisa 12
3. Barthel Index of Activities of Daily Living
Pilihtitikskoruntukpernyataanyang paling mendekatisesuai
dengantingkat saatpasienkemampuanuntuk masing-
masingberikut10item. Mencatatsebenarnya, tidakpotensial,
berfungsi. Informasidapatdiperoleh darilaporan
diripasien, dari pihakberbedayang terbiasa
dengankemampuanpasien(seperti relatif), atau
daripengamatan.
Traumatic Brain Injury || by.Fitri Ardini Nuranisa 14
S coring : Jumlahskorpasienuntuk setiap
item.Skortotalmungkinberkisar0-20, dengan skoryang lebih
rendahmenunjukkanpeningkatankecacatan. Jikadigunakanuntuk
mengukurperbaikan setelahrehabilitasi, perubahanlebih
daridua poindiskor totalmencerminkan
perubahanaslimungkin,danperubahan padasatu itemdari
sepenuhnyabergantungindependenjuga kemungkinandapat
diandalkan.
Traumatic Brain Injury || by.Fitri Ardini Nuranisa 15
4. Pain (Visual Analog Scale)
Visual Analog Scale (VAS) merupakan alat ukur yang valid
dan reliable pada pengukuran intensitas nyeri baik kronik
maupun akut.
5. Posture and Balance
Alignment posture (Quantitative Postural Assessment)
Posture Assessment Grid
Posture grid adalah Gridposturdirancang untuk
memberikanisyarat visualyang cepatposturindividuuntuk
membantu dalammengoreksipenyimpanganpostural,
danpendidikanpadapostur tubuh yang tepat.
posture grid wall tergantunguntuk digunakan
sebagaigridlatar belakang untukpenilaianpostur.Ini
Traumatic Brain Injury || by.Fitri Ardini Nuranisa 16
digunakansebagai alat bantuvisual
untukmenunjukkanpenyimpanganpostur.
Balance (Berg Balance Scale)
Berg Balance Scale adalahuntuk
mengukurkeseimbangandanpenurunanberfungsikeseimbanga
ndengan menilaikinerjatugasfungsional.Ini adalah
instrument validyang digunakanuntuk
evaluasiefektivitasintervensidankuantitatifdeskripsi
fungsidalam praktek klinis.
Deskripsi:Skala14-item yang dirancanguntuk
mengukurkeseimbangandewasa yang lebih tuadalam
pengaturanklinis.
Peralatan yang dibutuhkan adalah dua
kursistandar(satu dengan sandaran tangan, satu
tanpa), tumpuanataulangkah,stopwatchataujam tangan.
Waktu15-20menit
scoring:Sebuahskala lima poin, mulai 0-4. "0"
menunjukkantingkat terendah
fungsidan"4" ingkat tertinggifungsinya. TotalSkor=56
interpretasi:
41-56=risiko jatuhrendah
21-40risiko jatuh=menengah
0-20=risiko jatuhtinggi
Perubahandari8poindiperlukanuntuk
mengungkapkangenuinsuatuperubahanberfungsiantara2pen
ilaian.
Traumatic Brain Injury || by.Fitri Ardini Nuranisa 17
Romberg test
Tes Romberg adalah tes neurologis untuk mendeteksi
ketidakseimbangan.Secara khusus, mendeteksi
ketidakmampuan untuk mempertahankan postur berdiri stabil
dengan mata tertutup.
Tes terdiri dari berdiri dengan kaki bersama-sama dan
mata Anda tertutup. Saraf sering mendorong Anda sedikit
untuk memeriksa apakah Anda mampu mengimbangi dan
mendapatkan kembali postur tubuh Anda. Jika saat berjalan
ada goyangan yang berlebihan atau jatuh, maka itu disebut
romberg positif. Ada beberapa varian Uji Romberg -
beberapa melibatkan posisi yang berbeda dari kaki,
misalnya, berdiri tumit-kekaki - yang lain menggunakan
perangkat mekanik untuk mengukur disfungsi. Beberapa
orang tanpa masalah neurologis atau keseimbangan memiliki
beberapa masalah mempertahankan postur stabil.
Traumatic Brain Injury || by.Fitri Ardini Nuranisa 18
Masalah dengan organ keseimbangan di telinga dalam atau
umpan balik sensoris.Ini dapat disebabkan oleh :
- Masalah di telinga dalam itu sendiri.
- Masalah di saraf kranial yang menuju ke telinga
(CN VIII).
- Lesi di Pons daerah dari batang otak di mana CN
VIII berada.
- Kerusakan lain sistem saraf pusat jalur yang
terhubung ke Pons.
Dengan menghilangkan umpan balik visual, test dapat
mendeteksi disfungsi Romberg dalam jalur lainnya ke dan
dari otak kecil.Tes Romberg adalah tes non-spesifik
disfungsi neurologis atau telinga bagian dalam dan bukan
merupakan indikasi dari suatu kondisi tertentu.Hal ini
biasanya digabungkan dengan uji lainnya, termasuk jari-
ke-hidung tes.Vertigo, ataksia vestibular dan cerebellar
dan disfungsi proprioseptif semua relatif sering terlihat
pada multiple sclerosis.Kegagalan untuk mengkompensasi
dalam arah tertentu merupakan indikasi dari kerusakan
pada sisi tertentu dari sistem saraf pusat.
6. Voluntary Movement
ROM
Range of Motion yaitu derajat untuk mengukur kemampuan
suatu tulang, otot dan sendi dalam melakukan pergerakan.
Salah satu teknik evaluasi yang paling sering
digunakan untuk mengukur LGS adalah menggunakan
Goniometer. Kriteria ROM yang cukup/Normal adalah
kemampuan gerak yang ditempuh oleh sensi bisa
mencapai batas tertentu, sifatnya fungsional & dapat
Traumatic Brain Injury || by.Fitri Ardini Nuranisa 19
melaksanakan Aktivitas Kehidupan Sehari-hari
(AKS).Pembatasan Gerak bisa terjadi karena Kemampuan
yang ditempuh sendi mengalami keterbatasan gerak,
Keadaan sendi/tulang (radang, infeksi, dll), Akibat
Post OP dak fiksasi (gipsona, internal fiksasi,
dll).
Tujuan Pengukuran ROM adalah untuk mengetahui
besarnya ROM suatu sendi kemudian membandingkan
dengan yang normal, membantu menegakkan diagnosis,
menentukan fungsi sendi, menentukan tujuan & rencana
terapi, menentukan jenis terapi yang digunakan.
7. Coordination
Finger to nose test
Finger-to-Nose-Test mengukurkoordinasigerakan
ekstremitasatas dengan menyentuh
ujunghidungnyadengan jari telunjuknya. Di
satuvariasites, finger to finger tes.
Pasiendiinstruksikanuntuk menyentuhjaripemeriksa
danhidungnyasendiri.
Setelahbeberapapercobaanberhasil, pasienkemudian
diminta untukmengulangitindakanlebih cepat.
Menggerakkan jarisasarandapatmeningkatkan
kesulitantugas.
Traumatic Brain Injury || by.Fitri Ardini Nuranisa 20
Heel to shin test
Pasienberbaring telentang,tempatkantumitkaki
kanantepat di bawahlututkiri,dan menggerakkanyalurus
ke bawahtulang keringdankembalilagi,
mengulangisecepatdanseakurat mungkin.Ulangimanuver
inidi sisi yang berlawanan.Amatiuntuk
akurasipenempatantumit, dan
perhatikanjikatumitdipindahkandengan mudahketulang
keringtanpamenyimpangataumenyentak.
Sepertimanuverlain yang dirancanguntuk
mengujiketerampilanmotorik, ketidakmampuan untuk
melakukanHeel to shin dengantepatdapat di
simpulkankemungkinan keterlibatancerebellar. Gerakan
ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan koordinasi
gerak pasien.
Traumatic Brain Injury || by.Fitri Ardini Nuranisa 21
8. Involuntary Movement
Abnormal Involuntary Movement Scale (AIMS)
mencatatterjadinya tardive dyskinesia (TD), ada pasien
yang menerimaobatneuroleptik.Tes digunakan
untukmendeteksiTDdanmengikutikeparahanTDpasiendari waktu
ke waktu.
TheAIMSadalah12item yangberlabuhskalayangdiberikan.
Terdapat 1-10Item yang dinilaipada skalaberlabuh5poin.
Item1-4menilaigerakanwajah.
Item5-7berkaitan
denganekstremitasdandyskinesiatruncal.
Item8-10berkaitan dengan keseluruhan kondisi
keparahandinilai olehpemeriksa,
dankesadaranpasienakan gerakan.
Item11(statusgigi) dan12(gigi palsu) memberikan
informasiyang mungkin bergunadalammenentukangerakan
involunter bibir, rahangdan lidah.
Traumatic Brain Injury || by.Fitri Ardini Nuranisa 22
9. Tone
Ashworth Scale
Ashworth Scale di gunakan untuk mengukur
resistensiselamaperegangan pasifjaringan lunak. Tes ini
sangat efisien dan mudah ,ukurannya dapatmembantu
menilaiadanya abnormal tonus otot.
Tonus otot dinilai dengan Ashworth-scale.
0) tidak terjadi peningkatan tonus
1) Terjadi sedikit peningkatan tonus, bisa
dipegang/dirasakan pada saat tungkai fleksi atau
ekstensi.
2) Terjadi peningkatan tonus yang lebih besar, tapi
tungkai mudah ditekuk
3) Terjadi peningkatan tonus yang besar, tetapi gerakan
pasif sulit dilakukan
4) Tungkai kaku dalam posisi fleksi atau ekstensi
10. Reflexes
Refleks yang muncul pada orang normal disebut sebagai
refleks fisiologis.Kerusakan pada sistem syaraf dapat
menimbulkan refleks yang seharusnya tidak terjadi atau
refleks patologis.Keadaan inilah yang dapat dimanfaatkan
praktisi agar dapat mengetahui ada atau tidaknya kelainan
sistem syaraf dari reflex.Pemeriksaan reflek fisiologis
merupakan satu kesatuan dengan pemeriksaan neurologi
lainnya, dan terutama dilakukan pada kasus-kasus mudah
lelah, sulit berjalan, kelemahan/kelumpuhan, kesemutan,
nyeri otot anggota gerak, gangguan trofi otot anggota
Traumatic Brain Injury || by.Fitri Ardini Nuranisa 24
gerak, nyeri punggung/pinggang gangguan fungsi
otonom.Interpretasi pemeriksaan refleks fisiologis tidak
hanya menentukan ada/tidaknya tapi juga tingkatannya.
Adapun kriteria penilaian hasil pemeriksaan refleks
fisiologis adalah sebagai berikut:
Tendon Reflex Grading Scale
Grade Description0 Absent+/1+ Hypoactive++/2+ ”Normal”+++/3+ Hyperactive without clonus++++/4+ Hyperactive with clonus
Reflek Fisiologis
o Penentuan lokasi pengetukan yaitu tendon periosteum dan kulit
o Anggota gerak yang akan dites harus dalam keadaan santai.
o Dibandingkan dengan sisi lainnya dalam posisi yang simetris
(1) Refleks Bisep
- Pasien duduk di lantai
- Lengan rileks, posisi antara fleksi dan ekstensi
dan sedikit pronasi, lengan diletakkan di atas
lengan pemeriksa
Stimulus : ketokan pada jari pemeriksa pada tendon
m.biceps brachii, posisi lengan setengah ditekuk pada
sendi siku. Respon : fleksi lengan pada sendi siku
Traumatic Brain Injury || by.Fitri Ardini Nuranisa 25
Afferent : n.musculucutaneus (C 5-6); Efferent : idem
(2) Refleks Trisep
- Pasien duduk dengan rileks
- Lengan pasien diletakkan di atas lengan pemeriksa
- Pukullah tendo trisep melalui fosa olekrani
Stimulus : ketukan pada tendon otot triceps brachii,
posisi lengan fleksi pada sendi siku dan sedikit
pronasi .Respon : ekstensi lengan bawah disendi siku .
Afferent : n.radialis (C6-7-8); Efferent : idem
(3) Refleks Patella
- Pasien duduk santai dengan tungkai menjuntai
- Raba daerah kanan-kiri tendo untuk menentukan
daerah yang tepat
- Tangan pemeriksa memegang paha pasien
- Ketuk tendo patela dengan palu refleks menggunakan
tangan yang lain
Respon: pemeriksa akan merasakan kontraksi otot
quadrisep, ekstensi tungkai bawah
Stimulus : ketukan pada tendon patella
Afferent : n.femoralis (L 2-3-4) Efferent :idem
(4) Refleks Plantar
- Telapak kaki pasien digores dengan ujung tumpul
palu reflex
- Respon: plantar fleksi kaki dan fleksi semua jari
kaki
11. Sensory
Penilaian fungsi sensorik dimulai dari anamnesis karena
gejala disfungsi sensorik kadang-kadang mendahului
kelainan objektif pada pemeriksaan klinis.Selain itu,
gejala pasien dapat mengarahkan pemeriksa ke bagian tubuh
Traumatic Brain Injury || by.Fitri Ardini Nuranisa 26
tertentu, atau jenis fungsi sensorik yang memerlukan
perhatian lebih.
Pencarian defisit sensibilitas (daerah-daerah dengan
sensibilitas yang abnormal, bisa hipestesi, hiperestesi,
hipalgesia atau hiperalgesia). Gejala-gejala lain di
tempat gangguan sensibilitas tersebut, misalnya atrofi,
kelemahan otot, refleks menurun/negative, menurut
distribusi dermatom. Keluhan-keluhan sensorik memiliki
kualitas yang sama, baik mengenai thalamus, spinal, radix
spinalis atau saraf perifer. Jadi untuk membedakannya
harus dengan distribusi gejala/keluhan dan penemuan lain.
Lesi saraf perifersering disertai berkurang atau
hilangnya keringat, kulit kering, perubahan pada kuku dan
hilangnya sebagian jaringan di bawah kulit.
Sentuhan ringan ; diperiksa dengan ujung kapas
yang ditempelkan ke satu titik dengan mata pasien
tertutup. Jangan menggoreskan kapas ke kulit
karena sensasi ini dapat dihantarkan oleh serabut
nyeri.
Nyeri : sebaiknya diuji dengan lidi yang patah
atau neuro-tip yang dirancang khusus (berujung
tajam). Pemakaian jarum suntik sebaiknya
dihindari karena mudah menembus kutit dan dapat
menimbulkan infeksi.
Sensasi getaran : biasanya berkurang atau hilang
pada usia lanjut; namun, uji Ini bemanfaat pada
pasien yang dicurigai mengidap
neuropatisensorikperifer. Uji sensasi getaran
Traumatic Brain Injury || by.Fitri Ardini Nuranisa 27
terbaik adalah menggunakan garpu tala C128 Hz di
ekstremitas atas, ekstremitas bawah, dan badan.
Propriosepsi : sensasi posisi sendi harus
diperiksa dengan mata pasien tertutup, Sistem
pemeriksaan sensasi posisi sendi di jari tangan
dan kaki diperlihatkan di gambar 1.13 dan1.14.
Jari harus dipisahkan dari jari di sekitarnya dan
sendi yang diperiksa digerakkan ke atas dan ke
bawah, Tanyakan arah gerakan jari kepada pasien.
Suhu : jarang diperiksa rutin. Bila diindikasikan,
cara termudah adalah mengisi botol sampel darah
atau tabung logam dengan air es atau air hangat.
Ikuti skema pemeriksaan persarafan dermatomal dan
neuropatiperifer.
Berat, bentuk, ukuran, dan tekstur : koin sangat
penting untuk uji ini. Sebuah koin diletakkan di
telapak tangan pasien dengan mata tertutup, dan
pasien diminta untuk menjelaskannya. Berat
berbagai koin dapat dibandingkan dengan
meletakkan koin yang berbeda bersamaan di kedua
tangan.
12. Gait
Traumatic Brain Injury || by.Fitri Ardini Nuranisa 28
IV. ASSESSMENT DIAGRAM
V. PENGUMPULAN DATA TERTULIS PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan CT-Scan
Bilateral fronto-temporal haemorragic contusions,
hematoma occipital kiri, dengan diffuse cerebral
edema dan cominutive fracture parieto-oksipital
kiri, pembesaranoedemacerebral
dankompresiventriclelateral kiri
VI. 1. URUTAN MASALAH FISIOTERAPI BERDASARKAN PRIORITAS
1) Loss of motor control: both balance, speed and
coordination
2) Abnormal muscle tone and movements, including
spasticity and tremors
3) Significant fatigue, both physical and
cognitive
4) Impaired stamina and endurance
Traumatic Brain Injury || by.Fitri Ardini Nuranisa 29
5) Fungsional activity disorder
6) Gait disorder
2. DIAGNOSA FISIOTERAPI
Adanya gangguan aktifitas fungsional dan berjalan
terkait dengan adanya tonus postural tinggi
disertai dengan adanya involuntary movement,
gangguan keseimbangan dan koordinasi gerak akibat
dari head injury.
IV. TREATMENT FISIOTERAPI
1. Tujuan :
a. Tujuan Jangka Pendek
1) Meningkatkan postural control (core stability)
2) Mengurangi spastic dengan inhibisi
3) Meningkatkan motor control (balance, speed dan
coordination)
4) Persiapan ambulasi
Traumatic Brain Injury || by.Fitri Ardini Nuranisa 30
5) Maintenance : - Memelihara lingkup gerak sendi
- Memelihara fleksibilitas otot
b. Tujuan Jangka Panjang
- Fungsional activity
2. Treatment Fisioterapi
Motor control and function
Supportive seating and standing
Pasien dengan Traumatic Brain Injury tidak mampu
menjaga keseimbangan saat duduk.Mempertahankan
postur tegak membantu mencegah osteopenia,
kehilangan massa otot dan kardiovaskular yang
normal. Membantu duduk dan berdiri juga akan
meningkatkan tonus postural, proprioseptif dan
mempertahankan jangkauan dan keselarasan
sendi.Postural re-training merupakan prekursor
penting untuk gait edukasi.
Pada tahap awal, supportive seating and standing membantu
untuk menjaga trunk dan kepala dalam posisi yang
baik.Saat stabilitas trunk membaik, sistem yang
mendorong gerakan yang lebih aktif dapat untuk
mencapai dinamis keseimbangan dalam duduk dan
berdiri.
Inhibisi spastic
Traumatic Brain Injury || by.Fitri Ardini Nuranisa 31
Inhibisi disini menggunakan Reflex Inhibiting Pattern (RIP)
yang bertujuan untuk menurunkan dan menghambat
aktivitas refleks yang abnormal dan reaksi asosiasi
serta timbulnya tonus otot yang abnormal. Sekuensis
dalam terapi ini meliputi bagian tubuh dengan
tingkat affected terkecil didahulukan dan handling
dimulai dari proksimal
Alat bantu
Penggunaan alat bantuorthoses seperti ankle-foot
orthoses atau hand splints dapat membantu
beberapaoranguntuk menjagaposturnormal
danstabilitas selamapengunaan sesuai fungsi.Orang-
orang denganmasalah mobilitasharus
dipertimbangkanuntuk berjalantepat
atauberdiribantuuntuk meningkatkan stabilitas, yang
mungkin termasukpergelangankakiorthoses.
Recovery
Memulihkanmobilitasadalah tujuanpenting bagiorang-
orang yangbergeraksetelahTBI, dan merupakan
faktorkunci dalammendapatkan
kembalikemandirianfungsional.
Selaingangguanneurologisyang timbullangsung
dariTBI, orangyang telahsadar atautidak
bergerakuntuk waktu yangsignifikankehilanganmassa
ototdankebugarankardiovaskular,danini
harustepatditanganidalam halkapasitasfisik
Traumatic Brain Injury || by.Fitri Ardini Nuranisa 32
dariindividu.Ketika merencanakansebuah programuntuk
meningkatkan kontrol motorikdankebugaran umum,
berikutharus dipertimbangkan:
Latihan berjalandengan dukunganberat
badanparsialsebagai tambahan
untukterapikonvensional
Latihan kekuatanuntuk meningkatkan
kontrolmotorik padakelompok ototyang
ditargetkan
Re-education gaituntuk
meningkatkankemampuanberjalan
Latihan olahragauntuk
kebugarankardiorespirasifitness
Traumatic Brain Injury || by.Fitri Ardini Nuranisa 33