The Linkage Program of Mosque Empowerment

38
i KARYA TULIS EKONOMI ISLAM THE LINKAGE PROGRAM OF MOSQUE EMPOWERMENT (LPME): MENCIPTAKAN FINANCIAL INCLUSION YANG EFEKTIF OLEH LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH DALAM RANGKA MEMBERDAYAKAN EKONOMI UMAT (Disusun dalam Rangka Call for Paper (CALLOP) SEC IPB 2015) Disusun oleh: TIM SCIEmics A UPI Mumuh Muhammad 1306022 Dewi Lestari 1305413 Abdu Yakan Rosadi 1307493 UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG JAWA BARAT 2015

Transcript of The Linkage Program of Mosque Empowerment

i

KARYA TULIS EKONOMI ISLAM

THE LINKAGE PROGRAM OF MOSQUE EMPOWERMENT (LPME):

MENCIPTAKAN FINANCIAL INCLUSION YANG EFEKTIF

OLEH LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH DALAM RANGKA

MEMBERDAYAKAN EKONOMI UMAT

(Disusun dalam Rangka Call for Paper (CALLOP) SEC IPB 2015)

Disusun oleh:

TIM SCIEmics A UPI

Mumuh Muhammad 1306022

Dewi Lestari 1305413

Abdu Yakan Rosadi 1307493

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

JAWA BARAT

2015

i

LEMBAR PENGESAHAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini selaku ketua:

Nama : Mumuh Muhammad

NIM : 1306022

Prodi : Ilmu Ekonomi dan Keuangan Islam (IEKI)

Fakultas : Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis (FPEB)

Perguruan Tinggi : Universitas Pendidikan Indonesia

Dengan ini menyatakan bahwa Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “The Linkage

Program of Mosque Empowerment (LPME): Menciptakan Financial Inclusion

yang Efektif oleh Lembaga Keuangan Mikro Syariah dalam Rangka

Memberdayakan Ekonomi Umat” merupakan hasil karya sendiri yang belum

pernah dipublikasikan, dalam bentuk jurnal, working paper atau bentuk lain yang

dipublikasikan secara umum. Karya tulis ini adalah karya intelektual saya dan

seluruh sumber yang menjadi rujukan dalam karya ilmiah ini telah saya sebutkan

sesuai kaidah akademik yang berlaku umum, termasuk para pihak yang telah

memberikan kontribusi pemikiran pada hasil, kecuali yang menyangkut ekspresi

kalimat dan desain kepenulisan. Demikian pernyataan ini saya nyatakan secara

benar dengan penuh tanggung jawab dan integritas.

Bandung, 3 Agustus 2015

ii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. i

DAFTAR ISI .................................................................................................... ii

DAFTAR TABEL ............................................................................................ iv

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... v

KATA PENGANTAR ..................................................................................... vi

RINGKASAN .................................................................................................. vii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

1.1. Latar Belakang .................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah ............................................................................... 4

1.3. Tujuan Penulisan ................................................................................. 4

1.4. Manfaat Penulisan ............................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 6

2.1. Lembaga Keuangan Mikro Syariah ...................................................... 6

2.2. Konsep Pemberdayaan (Empowerment) .............................................. 8

2.3. Financial Inclusion ............................................................................... 9

2.4. Muhammad Yunus & Grameen Bank .................................................. 10

2.5. Peran dan Fungsi Masjid dalam Memberdayakan Ekonomi Umat ...... 11

BAB III METODE PENULISAN .................................................................... 13

3.1. Metode Penulisan ................................................................................. 13

3.2. Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data ........................................... 13

3.3. Prosedur Penulisan ............................................................................... 14

BAB IV PEMBAHASAN ................................................................................ 15

4.1. Konsep The Linkage Program of Mosque Empowerment dalam

Menciptakan financial inclusion yang efektif oleh Lembaga Keuangan Mikro

Syariah (LKMS) .......................................................................................... 15

4.2. Model Implementasi The Linkage Program of Mosque Empowerment

dalam Mencipatkan Financial Inclusion yang Efektif Sebagai Upaya Mendorong

Perekonomian Umat .................................................................................... 18

iii

BAB V PENUTUP ........................................................................................... 23

5.1. Kesimpulan ........................................................................................... 23

5.2. Saran ..................................................................................................... 23

DAFTAR PUSTKA ......................................................................................... vii

LAMPIRAN ..................................................................................................... ix

iv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jenis dan Jumlah Lembaga Keuangan Mikro Syariah per 2014...... 7

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Triangle of Microfinance................................................................ 16

Gambar 2. Model The Linkage Program of Mosque Empowerment............... 19

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan

bimbingan-Nya sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat terselesaikan. Karya Tulis

Ilmiah dengan judul “The Linkage Program of Mosque Empowerment (LPME):

Menciptakan Financial Inclusion yang Efektif oleh Lembaga Keuangan Mikro

Syariah dalam Rangka Memberdayakan Ekonomi Umat” merupakan karya tulis

Call for Paper (CALLOP) SEC IPB 2015.

Penulisan karya ini di harapkan bisa memberikan sumbangsih pemikiran ide

mengenai pemberdayaan masyarakat yang efektif oleh Lembaga Keuangan Mikro

Syariah (LKMS) serta dapat mewujudkan financial inclusion yang efektif. Penulis

dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini banyak mendapat bantuan dari berbagai

pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Ucapan terima kasih kepada

Rektor dan Wakil Rektor UPI, Pegawai Direktorat Pembinaan Kemahasiswaan

UPI, Dosen-Dosen Pembimbing dari Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Binis,

Dosen-Dosen Pembimbing dari Prodi Ilmu Eknomi dan Keuangan Islam, Teman-

Teman Kajian di KSEI SCIEmics UPI, FoSSEI Jawa Barat, dan seluruh pihak yang

selalu memberikan motivasi untuk terus berkarya yang tidak dapat saya sebutkan

satu persatu.

Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari sempurna.

Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan. Semoga

Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat dan menambah Ilmu Pengetahuan bagi

semua pihak.

Bandung, 3 Agustus 2015

Penulis

vii

RINGKASAN

Tulisan ini akan mengkaji pemberdayaan ekonomi umat oleh Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) dengan mengoptimalkan peran masjid dalam rangka mewujudkan financial inclusion yang efektif bagi masyarakat luas khususnya masyarakat kelas menengah ke bawah. Tulisan ini menggunakan metode deskriptif (descriptive research) dengan pendekatan kualitatif, yaitu mengumpulkan data dan menggambarkan data dengan apa adanya tanpa menambah atau menguranginya. Data yang sudah dikumpulkan dikemukakan maksud dan kandungan maknanya dengan mencari solusi atau pemecahan masalah atas persoalan yang muncul dalam penelitian yang sedang dilakukan.

Tulisan ini dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa industri keuangan syariah di Indonesia masih belum optimal. Aset perbankan syariah baru mencapai 4,92 persen dari aset perbankan nasional, aset asuransi syariah baru 4,25 persen dari total aset asuransi nasional, begitu pula dengan pembiayaan syariah yang baru 5,51 persen dari total pembiayaan nasional. Sektor perbankan syariah meskipun belum mampu keluar dari five percent track tetapi mempunyai pertumbuhan aktiva 49,17 persen per tahun, jauh di atas pertumbuhan aktiva perbankan nasional yang sebesar 18 persen per tahun. Sehingga memang dapat dikatakan bahwa industri keuangan syariah memiliki potensi yang besar untuk berkembang lagi. Selain itu, penduduk Indonesia mayoritas beragama muslim sehingga akan dapat memainkan peran strategis dalam industri keuangan berbasis syariah

Melihat kondisi tersebut, pemerintah telah berupaya mewujudkan dan mengembangkan financial inclusion atau kerap disebut dengan keuangan inklusif atau keuangan untuk semua. Financial Inclusion yang dimaksud diwujudkan dalam bentuk Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS). Namun, meskipun sudah tersedia akses keuangan untuk masyarakat luas khususnya kelas mengengah ke bawah, masyarakat Indonesia tetap saja masih rendah dalam melek keuangan. Beberapa kendala menurut Badan Kebijakan Fiskal antara lain 1). Terbatasnya jumlah SDM yang betul-betul menguasai keuangan syariah di Indonesia, 2). Masih sedikitnya jaringan yang dimiliki oleh perbankan syariah dibandingkan dengan perbankan konvensional, 3). Kecilnya permodalan bank syariah 4). Masih kurangnya edukasi kepada masyarakat Indonesia mengenai potensi perbankan syariah dan industri keuangan syariah lainnya, 5). Kurangnya dukungan kebijakan. Dengan kata lain, saat ini industri keuangan syariah memang masih merupakan “niche market” di tengah perekonomian domestik.

Oleh karena itu, sangat diperlukan upaya untuk mewujudkan financial inclusion yang efektif oleh Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) dalam rangka memberdayakan ekonomi umat sekaligus memajukan industri keuangan syariah. Upaya tersebut dapat diwujudkan melalui The Linkage Program of Mosque Empowerment. Program tersebut merupakan upaya menciptakan financial inclusion yang efektif dalam memberdayakan masyarakat melaui kerja sama antara Lembaga Keuangan Mikro Syariah dengan masjid-masjid. Bagi BPRS atau BMT ini merupakan peluang untuk memperluas pasar dengan menyerap segmen masyarakat sekitar masjid secara optimal. BPRS dan BMT dapat membuka kantor cabang pembantu di setiap masjid yang dipilih dengan tujuan memudahkan masyarkat dalam akses keungan serta menjaring nasbaha potensial.

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan industri keuangan syariah di tanah air selama dua dasawarsa

memang masih belum mampu mengeksplorasi potensi yang ada. Menteri Keuangan

RI Bambang Brodjonegoro dalam majalah Islamic Digest memaparkan bahwa data

terkini dari OJK menunjukkan bahwa aset perbankan syariah baru 4,92 persen dari

aset perbankan nasional, aset asuransi syariah baru 4,25 persen dari total aset

asuransi nasional, begitu pula dengan pembiayaan syariah yang baru 5,51 persen

dari total pembiayaan nasional. Sektor perbankan syariah meskipun belum mampu

keluar dari five percent track tetapi mempunyai pertumbuhan aktiva 49,17 persen

per tahun, jauh di atas pertumbuhan aktiva perbankan nasional yang sebesar 18

persen per tahun. Sehingga memang dapat dikatakan bahwa industri keuangan

syariah memiliki potensi yang besar untuk berkembang lagi.

Laju pertumbuhan industri keuangan syariah yang baik menunjukkan

bahwa sebagian pihak perlahan-lahan sudah tersadar akan manfaat akses keuangan

berbasis syariah yang tahan krisis. Berdasarkan pengalaman krisis pada tahun 1998

bahwa hanya perbankan syariah yang mampu bertahan ditengah krisis global. Hal

tersebut membuktikan bahwa ekonomi syariah mampu menjadi solusi dari

permasalahan ekonomi (http://andalusia.or.id). Menurut Ormerod dalam Byarwati

(2015) menyatakan bahwa dalam dasawarsa terakhir, perekonomian dunia sedang

mengalami perubahan yang mendasar. Terjadi pertumbuhan ekonomi yang tidak

menentu mengarah pada situasi krisis finansial. Salah satu sebab terjadinya krisis

finansial yang melanda dunia adalah karena tak bekerjanya ilmu ekonomi yang

selama ini menopang konsep sistem keuangan dalam meramalkan krisis yang

melanda dunia.

Namun, sampai saat ini industri keuangan syariah belum begitu membumi

di kalangan masyarakat terutama masyarakat ekonomi ke bawah, sehingga

manfaatnya belum dapat dirasakan secara makro di Indonesia terbukti . Sebagai

negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia seharusnya dapat

memainkan peran strategis dalam industri keuangan berbasis syariah. Kendala yang

2

dihadapi oleh industri keuangan syariah menurut studi Badan Kebijakan Fiskal

tahun 2014 yang dijelaskan dalam majalah Islamic Digest antara lain 1).

Terbatasnya jumlah SDM yang betul-betul menguasai keuangan syariah di

Indonesia, 2). Masih sedikitnya jaringan yang dimiliki oleh perbankan syariah

dibandingkan dengan perbankan konvensional, 3). Kecilnya permodalan bank

syariah 4). Masih kurangnya edukasi kepada masyarakat Indonesia mengenai

potensi perbankan syariah dan industri keuangan syariah lainnya, 5). Kurangnya

dukungan kebijakan. Dengan kata lain, saat ini industri keuangan syariah memang

masih merupakan “niche market” di tengah perekonomian domestik.

Pemahaman masyarakat tentang lembaga keuangan menjadi masalah yang

sangat mendasar. Sebagaimana yang dilansir dari liputan6.com Indonesia masih

mencatat banyaknya penduduk yang kurang paham dan kurang memanfaatkan

lembaga keuangan. Sebuah survei yang dilakukan Otoritas Jasa Kuangan (OJK)

belum lama ini bahkan mengungkapkan fakta yang kurang menggembirakan terkait

tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia pada tahun 2013 ini. Survei ini

dilakukan di 27 Provinsi dan memiliki responden sebanyak 8.000 orang.

Masyarakat yang melek perbankan sebesar 22%. Maka kira-kira orang yang

memahami perbankan syariah 22% dikali 5 persen (market share perbankan

syariah).

Melihat kondisi tersebut, pemerintah telah berupaya mengembangkan

financial inclusion atau kerap disebut dengan keuangan inklusif atau keuangan

untuk semua. Financial inclusion dikembangkan dengan maksud untuk

memberikan kemudahan akses keuangan kepada seluruh masyrakat terutama

masyarakat miskin. Seperti dilansir dari tempo.co peneliti eksekutif Departemen

Penelitian dan Pengaturan Perbankan Bank Indonesia, Agusman menyatakan

kemiskinan bukan sekadar perkara kepemilikan modal. Lebih jauh dari itu, yaitu

ketiadaan akses masyarakat terhadap sistem keuangan.

Salah satu bentuk dari financial inclusion adalah lahirnya Lembaga

Keuangan Mikro Syariah (LKMS) seperti BMT dan BPRS dengan sistem

berdasarkan syariat Islam. Hal ini untuk menjawab akan problem mengenai sistem

keuangan yang masih belum optimal menjangkau semua lapisan masyarakat

terutama kalangan miskin, hampir miskin dan kelompok rentan lainnya.

3

Keberadaan LKMS tersebut selain membantu masyarakat miskin, pelaku UMKM

di Indonesia juga akan terbantu dalam akses permodalan yang mudah dan aman.

UMKM merupakan sektor dan sangat berpotensi dalam meningkatkatkan

pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional. Dengan demikian, keuangan

inklusif diharapkan dapat menjadi salah satu mekanisme dalam mengurangi

kesenjangan sosial dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin di

Indonesia.

Namun, LKMS yang bergerak di lingkungan industri keuangan syariah,

belum mampu menjangkau dan memberdayakan masyarakat secara optimal seperti

kendala-kendala yang sudah dipaparkan sebelumnya. Pemahaman masyarakat dan

kurangnya jaringan menjadi masalah utama LKMS dalam menjangkau dan

memberdayakan masyarakat.

Oleh karena itu, perlunya strategi LKMS untuk merangkul lebih banyak

masyarakat luas terutama dalam pemberian pembiayaan. Di dunia internasional,

Grameen Bank adalah ikon kredit mikro. Sebagai salah satu model bank mikro,

Grameen Bank mampu mengurangi kesulitan masyarakat miskin dalam

memperoleh akses untuk memperoleh kredit usaha. Jika bank mensyaratkan

agunan, Grameen tidak, jika bank harus didatangi nasabah, Grameen bahkan

mendatangi nasabahnya. Model seperti ini mengubah pola pikir tentang kredit, lalu

mengispirasi dunia untuk mengikutinya (Yunus, 2007).

Strategi yang dapat diimplementasikan oleh LKMS saat ini untuk mencapai

keberhasilan seperti Grameen Bank dalam memberdayakan masyarakat adalah

melakukan kerja sama dengan masjid-masjid. Kerja sama tersebut terwujud dalam

The Linkage Program of Mosque Empowerment yang bertujuan untuk membantu

masyarakat dalam akses keuangan sebagaimana saat ini tingkat melek keuagan

masyarakat Indonesia masih sangat rendah. Program ini bisa memantu pemerintah

dalam mengefektifkan program financial inclusion sebagai salah satu solusi

mengatasi masalah kemiskinan. Masjid-masjid dapat berfungsi selain tempat

beribadah juga sebagai tempat pemberdayaan ekonomi umat, masjid dapat menjadi

tempat yang efektif karena jumlahnya yang banyak dan tersebar luas, hal ini tidak

terlepas dari jumlah penduduk muslim yang berdasarkan data dari BPS mencapai

4

207.176.162 jiwa dari dari total jumlah penduduk Indonesia sebanya 237.641.623

jiwa.

Melalui The Linkage Program of Mosque Empowerment yang dilakukan

LKMS untuk masjid-masjid dapat mendorong tumbuhnya industri keuangan

syariah dan meleknya masyarakat terhadap akses keuangan syariah terutama dalam

hal pembiayaan produktif. Sehingga dengan adanya program tersebut kontribusi

industri keuangan syariah dalam pertumbuhan ekonomi syariah yang

berkesinambungan dapat diwujudkan.

Oleh karena itu, dalam penulisan karya tulis ini, ini penulis mengangkat

judul “The Linkage Program of Mosque Empowerment (LPME): Menciptakan

Financial Inclusion yang Efektif oleh Lembaga Keuangan Mikro Syariah dalam

Rangka Memberdayakan Ekonomi Umat”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasikan rumusan

masalah sebagai berikut:

1.1.1. Bagaimana konsep The Linkage Program of Mosque Empowerment

dalam menciptakan financial inclusion yang efektif oleh Lembaga

Keuangan Mikro Syariah (LKMS) ?

1.1.2. Bagaimana model implementasi The Linkage Program of Mosque

Empowerment dalam mencipatkan financial inclusion yang efektif

sebagai upaya memberdayakan ekonomi umat ?

1.3 Tujuan Penulisan

Sesuai dengan permasalahan di atas, tulisan ini bertujuan untuk:

1.1.3. Mendeskripsikan The Linkage Program of Mosque Empowerment

dalam menciptakan financial inclusion yang efektif oleh Lembaga

Keuangan Mikro Syariah (LKMS)

1.1.4. Mendeskripsikan langkah-langkah implementasi The Linkage

Program of Mosque Empowerment dalam menciptakan financial

inclusion yang efektif sebagai upaya memberdayakan ekonomi umat

5

1.4 Manfaat Penulisan

Adapun manfaat dari penulisan karya tulis ilmiah ini adalah:

1.1.5. Segi teori, kajian ini akan menambah khasanah teori pemberdayaan,

teori financial inclusion, dan teori Lembaga Keuangan Mikro Syariah

(LKMS) dalam uapaya pembentukan masyarakat Indonesia yang

mandiri, yang masih jarang ditemukan di Indonesia.

1.1.6. Segi praktik, kajian ini akan menjadi rujukan dalam implementasi

pemberdayaan masyarakat oleh Lembaga Keuangan Mikro Syariah

(LKMS) yang bersifat produktif dan efektif.

1.1.7. Segi kebijakan, kajian ini dapat mendorong munculnya suatu

kebijakan oleh para pemangku kebijakan tentang pemberdayaan

masyarakat oleh Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS)

terutama dalam memberdayakan umat.

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lembaga Keuangan Mikro Syariah

Sebelum membahas tentang Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS),

akan dijelaskan terlebih dahulu definisi Lembaga Keuangan Mikro secara umum.

Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 2013 Bab I Pasal 1 Tentang Lembaga

Keuangan Mikro, LKM adalah lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk

memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik

melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan

masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi

pengembangan usaha yang tidak semata-mata mencari keuntungan.

Sedangkan yang dimaksud dengan Lembaga Keuangan Mikro Syariah

(LKMS) menurut UU No. 1 Tahun 2013 Bab IV Pasal 12 adalah lembaga keuangan

mikro yang menggunakan prinsip-prinsip syariah dengan adanya Dewan Pengawas

Syariah (DPS) guna mengawasi operasional yang sesuai dengan fatwa Dewan

Syariah Nasional (DSN).

Dalam operasionalnya, Lembaga Keuangan Syariah berada dalam koridor-

koridor prinsip prinsip meliputi (Mughni, 2007):

1. Keadilan, yakni berbagi keuntungan atas dasar penjualan riil sesuai

kontribusi dan resiko masing-masing pihak;

2. Kemitraan, yang berarti posisi nasabah investor (penyimpan dana), dan

pengguna dana, serta lembaga keuangan itu sendiri, sejajar sebagai mitra

usaha yang saling bersinergi untuk memperoleh keuntungan;

3. Transparansi, lembaga keuangan Syariah akan memberikan laporan

keuangan secara terbuka dan berkesinambungan agar nasabah investor

dapat mengetahui kondisi dananya; dan

4. Universal, yang artinya tidak membedakan suku, agama, ras, dan golongan

dalam masyarakat sesuai dengan prinsip Islam sebagai rahmatan lil alamin.

Berdasarkan kajian dari Sharia Economic Outlook 2014 Lembaga

Keuangan Mikro di Indonesia, secara umum dibagi menjadi dua bagian besar yaitu

LKM berbentuk Bank dan LKM non-Bank. Untuk LKM berbentuk Bank, ada tiga

7

kategori yaitu: BPR/BPRS, unit mikro dari Bank Komersial, dan Badan Kredit Desa

(BKD). Sementara LKM non-Bank dibagi menjadi lembaga yang berbentuk formal

dan berbentuk non-formal. LKM non-Bank yang bersifat formal adalah Koperasi,

Koperasi Jasa Keuangan Syariah, Lembaga Gadai, Lembaga Gadai Syariah,

Lembaga Dana Kredit Pedesaan, dan Lembaga Zakat milik pemerintah. Sedangkan

yang bersifat non-formal adalah lembaga zakat yang berbetuk NGO, Baitulmal Wa

Tamwil (BMT), dan program arisan.

Tabel 1

Jenis dan Jumlah Lembaga Keuangan Mikro Syariah per 2014

Bentuk Institusi Jumlah Lembaga (Unit)

Bank BPRS 163

Non-Bank BMT (berbadan hukum koperasi) 3.200

Lembaga Zakat 500

Lembaga Gadai 3.297

Sumber: Sharia Economic Outlook 2014 oleh Masyarakat Ekonomi Syariah (MES)

Lembaga Keuangan Mikro Syariah yang paling berkembang saat ini adalah

BMT (Baitul Maal Wa Tamwil). Populasi BMT paling banyak berada di pulau jawa,

yaitu sebanyak 60% dari total BMT di Indonesia. BMT adalah lembaga keuangan

mikro yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil, menumbuhkembangkan bisnis

usaha mikro dalam rangka mengangkat derajat dan martabat serta membela

kepentingan kaum fakir miskin, ditumbuhkan atas prakarsa dan modal awal dari

tokoh-tokoh masyarakat setempat dengan berlandaskan sistem ekonomi yang

Salaam: keselamatan, kedamaian, dan kesejahteraan.

Produk BMT berorientasi dua hal terkait dengan tujuan pendiriannya; baitul

maal adalah untuk kegiatan sosial, sedangkan baitul tamwil adalah untuk kegiatan

mencari laba. Baitul tamwil dapat dikategorikan berdasarkan fungsinya, yaitu untuk

penghimpunan dana (akad wadi’ah, mudharabah), penyaluran dana dengan prinsip

jual beli (murabahah, salam, istishna) dan bagi hasil (mudharabah, musyarakah),

servis konsumen dan anggota (wakalah, kafalah, rahn), serta baitul maal

dikhususkan untuk pendistribusian dana sosial (zakat, infaq dan shadaqah).

Keberadaan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) tidak terlepas dari

pentingnya dukungan yang diperlukan untuk ekonomi Usaha Mikro Kecil dan

8

Menengah (UMKM) yang memiliki kontribusi signifikan terhadap perekonomian.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik menunjukkan jumlah

pelaku UMKM mencapai 99 persen dari seluruh jumlah pelaku usaha di Indonesia,

nilai investasi UMKM mencapai 52,9 persen dari total investasi, atau sebesar Rp

640,4 triliun, sedangkan angkatan kerja yang diserap oleh sektor UMKM adalah 95

persen dari total angkatan kerja selama beberapa tahun terkahir. Tren perutmbuhan

kredit UMKM pun selalu lebih tinggi dari kredit non UMKM. Hal ini tentunya

dapat dijadikan peluang bagi LKMS dalam mendukung perkembangan pelaku

UMKM yang prospektif dan memiliki peran besar dalam menggerkan roda

perekonomian bangsa.

2.2 Konsep Pemberdayaan (Empowerment)

Pemberdayaan sebagai terjemahan dari empowerment menurut Merrian

Webster dalam Oxford English Dicteonary mengandung dua pengertian :

a. To give ability or enable to, yang diterjemahkan sebagai memberi

kecakapan/kemampuan atau memungkinkan.

b. To give power of authority to, yang berarti memberi kekuasaan.

Carlzon dan Macauley sebagaimana di kutip oleh Wasistiono (1998) dalam

Riza (2006) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan pemberdayaan

“Membebaskan seseorang dari kendali yang kaku, dan memberi orang kebebasan

untuk bertanggung jawab terhadap ide-idenya, keputusan-keputusannya dan

tindakan-tindakanya.”

Sementara dalam sumber yang sama, Carver dan Clatter Back (1995)

mendefinisikan pemberdayaan adalah “upaya member keberanian dan kesempatan

pada individu untuk mengambil tanggungjawab perorangan guna meningkatkan

dan memberikan kontribusi pada tujuan organisasi”.

Pemberdayaan ekonomi rakyat adalah usaha untuk menjadikan ekonomi

yang kuat, besar, modern, dan berdaya saing tinggi dalam mekanisme pasar yang

benar. Karena kendala pengembangan ekonomi rakyat adalah kendala struktural,

maka pemberdayaan ekonomi rakyat harus dilakukan melalui perubahan struktural.

Pemberdayaan ekonomi rakyat, tidak cukup hanya dengan peningkatan

produktivitas, memberikan kesempatan berusaha yang sama, dan hanya

9

memberikan suntikan modal sebagai stimulan, tetapi harus dijamin adanya

kerjasama dan kemitraan yang erat antara yang telah maju dengan yang masih

lemah dan belum berkembang (Sumidiningrat, 1999). Dalam hal ini Lembaga

Keuangan Mikro Syariah (LKMS) dapat bekerja sama dengan masjid-masjid untuk

mendorong perekonomian masyarakat. Lembaga keuangan mikro syariah dan

masjid diharapkan mampu membimbing perekonomian masyarakat ke arah yang

lebih baik sesuai dengan nilai-nilai syariah.

Dari berbagai pandangan mengenai konsep pemberdayaan, maka dapat

disimpulkan, bahwa pemberdayaan ekonomi masyarakat adalah penguatan

pemilikan faktor-faktor produksi, penguatan penguasaan distribusi dan pemasaran,

penguatan masyarakat untuk mendapatkan gaji/upah yang memadai, dan penguatan

masyarakat untuk memperoleh informasi, pengetahuan dan ketrampilan, yang harus

dilakukan secara multi aspek, baik dari aspek masyarakatnya sendiri, mapun aspek

kebijakannya.

2.3 Financial Inclusion

Keuangan Inklusif (financial inclusion) adalah seluruh upaya yang

bertujuan meniadakan segala bentuk hambatan yang bersifat harga maupun non

harga terhadap akses masyarakat dalam memanfaatkan layanan jasa keuangan.

Keuangan inklusif ini merupakan strategi nasional untuk mendorong pertumbuhan

ekonomi melalui pemerataan pendapatan, pengentasan kemiskinan serta stabilitas

sitem keuangan. (Mustafida, 2015)

Kemudian Khumar (2013) menjelaskan pula bahwa: “Financial inclusion

is delivery of banking services at affordable cost to vast sections of disadvantaged

and low-income groups. Goals of financial inclusion can be met by initiative of

banking sector to cut acrss various strata of society, regions, gender and income

and encourage public to embrace banking habit”. Artinya keuangan inklusif adalah

proses penyampaian pelayanan bank dengan biaya yang terjangkau untuk

menyentuh kelompok masyarakat yang terpuruk secara ekonomi dan

berpenghasilan rendah dalam jumah banyak. Tujuan dari keuangan inklusif dapat

direalisasikan/dicapai dengan inisiatif dari sektor perbankan untuk memotong

10

berbgai strata masyarakat, wilayah-wilayah, gender dan pendapatan, dan

mendorong masyarakat untuk menerima kebiasaan berbank dengan sepenuh hati.

Menurut Dr. Hartadi A. Sarwono, M. A. dalam Wibowo (2013:16) dalam

Mustafida (2015) secara umum strategi nasional keuangan inklusif di berbagai

negara termasuk Indonesia mencakup beberapa aspek, seperti:

Penyediaan produk dan jasa keuangan yang sesuai. Mislanya tabungan yang

tidak habis oleh biaya administratif atau kredit yang bersifat harian atau

mingguan.

Penyediaan infrastruktur saran penyampaian jasa keuangan yang sesuai.

Misalnya melalui penggunaan jas apiak ketiga yang berada di sekitar

masyarakat tersebut atau menggunakan jasa teknologi telekomunikasi.

Peningkatan perlindungan konsumen dan edukasi keuangan keuangan

untuk meningkatkan literasi keuangan masyarakat.

Saat ini pendekatan pengentasan kemiskinan dengan penurunan tingkat

pengangguran salah satunya dilakukan dengan pendekatan akses terhadap lembaga

keuangan. Survei Bank Dunia di seluruh dunia menunjukkan bahwa sektor

keuangan memiliki peran penting dan signifikan dalam pengentasan kemiskinan,

mengurangi perbedaan pendapat, dan dapat ditingkatkannya pertumbuhan

perekonomian.

2.4 Muhammad Yunus dan Grameen Bank

Muhammad Yunus adalah seorang pendiri bank desa di Bangladesh dengan

nama Grameen Bank. Bank ini didirikan dengan tujuan untuk memberikan

kemudahan kepada kaum miskin khususnya kaum perempuan untuk akses kredit

tanpa agunan untuk mata pencaharian, perumahan, sekolah, dan usaha mikro untuk

keluarga-keluarga miskin dan menawarkan setumpuk program tabungan yang

atraktif, dana pensiun, dan asuransi untuk para anggotanya.

Pendirian bank dan program ini dilatarbelakangi karena Muhammad Yunus

selaku dosen ekonomi Universitas Chittagong merasa resah melihat kesenjangan

antara teori yang diajarkannya dengan realitas kemiskinan sehari-hari di

Bangladesh. Maka lahirlah ide cemerlang untuk pengentasan kemiskinan dengan

11

mendirikan Grameen Bank. Muhammad Yunus telah berhasil memberdayakan

masyarakat miskin Bangladesh. Ia menerima hadiah nobel perdamaian tahun 2006

karena telah berhasil berkat perjuangannya memenangkan peperangan melawan

kemiskinan selama 30 tahun.

Pada tahun 2006 sekitar 80% keluarga miskin sudah terjangkit kredit mikro.

Termasuk memberdayakan para pengemis untuk berbisnis kecil-kecilan seperti

jajanan, mainan, atau barang-barang rumah tangga. Ide ini berjalan, di tahun

tersebut 85.000 pengemis mengikuti program ini, sekitar 5000 sudah berhenti

berhenti mengemis. Orang-orang miskin tersebut selalu membayar kembali

pinjamannya tepat waktu. Secara kumulatif bank telah memberi kredit sebesar

AS$6 miliar dengan tingkat pengembalian 99%. (Yunus, 2007).

Model inilah yang harus diimplementasikan di Indonesia dengan

menggunakan sistem keuangan berbasis syariah. Financial inclusion harus dapat

berjalan efektif salah satunya Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) harus

menjemput bola dan bergerak menyentuh kalangan masyarakat khususnya

masyarakat ekonomi lemah.

2.5 Peran dan Fungsi Masjid dalam Memberdayakan Ekonomi Umat

Masjid adalah tempat ibadah kaum Muslimin yang memiliki peran strategis

untuk kemajuan peradaban umat Islam. Sejarah telah membuktikan multifungsi

peranan masjid tersebut. Masjid bukan saja tempat shalat, tetapi juga sebagai

pusat pendidikan, pengajian keagamaan, pendidikan, militer dan fungsi-fungsi

sosial dan ekonomi lainnya. Nabi Muhammad SAW pun telah mencontohkan

multifungsi masjid dalam membina dan mengurusi seluruh kepentingan umat, baik

di bidang ekonomi, politik, sosial, pendidikan, militer dan lain sebagainya

(Dalmeri, 2014).

Masjid dapat menjadi wadah bagi para jemaahnya dalam mengembangkan

kegitan-kegiatan yang bernilai ekonomis dan menghasilkan income bagi

jamaahnya. Masjid merupakan tempat yang efektif karena mudah ditemui dan

tersebar luas, hal ini karena jumlah umat Islam di Indonesia yang sangat banyak.

Persoalan yang perlu dipikirkan adalah bagaimana membangun kekuatan

ekonomi yang memanfaatkan segala potensi yang dimiliki oleh masjid, baik itu

12

potensi jamaah, potensi lokasi masjid, potensi ekonomi masyarakat sekitar

masjid, dan potensi-potensi lainnya. Bila kesemua potensi tersebut dapat dikelola

dengan baik, maka penulis berkeyakinan bahwa problematika pengangguran

dan kemiskinan, yang menjadi musuh utama umat Islam dewasa ini, akan dapat

diminimalisasi.

Pihak pengelola masjid harus mampu menangkap kebutuhan masyarakat

sekitar, sehingga ini akan memberikan ruang dan peluang bagi pengembangan

aktivitas ekonomi masjid. Pada langkah selanjutnya, pihak masjid sebaiknya

menggandeng mitra/partner yang berasal dari lembaga keuangan mikro syariah

seperti BPRS syariah, maupun institusi nonbank seperti BMT (Bayt al-Māl wa’l-

Tamwīl). Hal ini sangat penting, di samping sebagai syiar dan dakwah, juga

untuk menumbuhkan kesadaran berekonomi secara Islami bagi masyarakat umum

serta mengembangkan financial inclusion yang efektif di Indonesia.

13

BAB III

METODE PENULISAN

3.1 Metode Penulisan

Penulisan ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif,

yaitu mengumpulkan data dan menggambarkan data dengan apa adanya tanpa

menambah atau menguranginya. Data yang sudah dikumpulkan dikemukakan

maksud dan kandungan maknanya dengan mencari solusi atau pemecahan masalah

atas persoalan yang muncul dalam penelitian yang sedang dilakukan. (Abdullah,

Saebani, 2014).

Dalam pembuatan karya tulis ini, penulis menjabarkan tentang bagaimana

merumuskan suatu konsep mengenai pemberdayaan masjid oleh Lembaga

Keuangan Mikro Syariah (LKMS) dalam kaitannya terhadep akses keuangan

masyarakat yang masih rendah. Dengan rumusan masalah yang telah tersusun,

maka penulis menggunakan pendekatan penelitian secara kualitatif untuk

mendapatkan jenis data yang bersifat deskriptif. Kemudian, penulis berusaha

melakukan eksplorasi data guna menjawab pembahasan masalah yang aplikatif.

3.2 Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan dalam penulisan ini adalah data sekunder, dimana

data sekunder yang umumnya berupa bukti, catatan, atau laporan historis yang telah

tersusun dalam arsip (data dokumenter), baik yang dipublikasikan maupun tidak

dipublikasikan (Moleong, 2004).

Adapun teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penulisan

ini adalah: (1) Studi pustaka, yaitu serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan

metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah bahan

penelitian; (2) Dokumenter, studi dokumentasi dilakukan dengan jalan membaca

laporan-laporan penulisan sebelumnya serta artikel yang diakses dari internet, buku

maupun urnal yang sesuai dengan permasalahan. Pada metode ini penulis hanya

memindahkan data yang relevan dari suatu sumber atau dokumen yang diperlukan;

(3) Diskusi, yaitu cara pengumpulan data dengan melakukan pembicaraan dan

pertukaran pikiran dengan orang-orang yang berkompeten dengan obyek yang

14

sedang diteliti guna memecahkan maslah tertentu; (4) Intuitif-Subjektif, merupakan

perlibatan pendapat penulis atas masalah yang sedang dibahas.

3.3 Prosedur Penulisan

Data yang telah dikumpulkan dianalisis dengan langkah-langkah sebagai

berikut:

1. Pengumpulan Data, yakni data tentang pemahaman dan literasi

masyarakat terhadap industri keuangan syariah, peran masjid dalam

memberdayakan ekonomi umat, serta peluang dan tantangan yang dihadapi

oleh Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS).

2. Klasifikasi Data, yakni memilih dan memilah data yang diserasikan dengan

pertanyaan dan tujuan penulisan.

3. Penafsiran Isi data, yakni memaknakan isi data dengan metode analisis

data (kualitatif). Agar hasil analisis ini memperoleh kebenaran yang ilmiah,

maka analisis dalam penelitian ini dilakukan dengan memperhatikan

beberapa tahapan yaitu tahap penyajian bukti atau fakta (skeptik),

memperhatikan permasalahan yang relevan (analitik), dan tahap

menimbang secara obyektif untuk berpikir logis (kritik). (Narbuko,

Achmadi, 2004).

4. Penyimpulan hasil penelitian, yakni menyimpulkan data yang sudah

diolah kemudian merancang model implementasi The Linkage Program of

Mosque Empowerment oleh Lembaga Keuangan Mikro Syariah disesuaikan

dengan kebutuhan masyarakat serta mampu menjawab permasalahan yang

ada.

15

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Konsep The Linkage Program of Mosque Empowerment (LPME) dalam

Menciptakan financial inclusion yang efektif oleh Lembaga Keuangan

Mikro Syariah (LKMS).

The Linkage Program of Mosque Empoerment adalah sebuah program

pemberdayaan masjid dalam bidang ekonomi yang dilakukan oleh Lembaga

Keuangan Mikro Syariah (LKMS). LKMS yang dimaksud adalah Bank

Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) dan Baitul Maal Wa Tamwil (BMT). Program

tersebut tidak lain adalah untuk mempermudah masyarakat dalam mengakses

keuangan atau untuk menciptakannya financial inclusion yang efektif di kalangan

masyarakat Indonesia melaui pengoptimalan fungsi masjid dibawah naungan

LKMS. Akses masyarkat terhadap keuangan sangatlah perlu, seperti dilansir dari

tempo.co Peneliti Eksekutif Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan

Bank Indonesia, Agusman menyatakan kemiskinan bukan sekadar perkara

kepemilikan modal. Lebih jauh dari itu, yaitu ketiadaan akses masyarakat terhadap

sistem keuangan.

Rendahnya akses masyarakat terhadap lembaga keuangan syariah tidak

terlepas dari pemahaman masyarakat terhadap ekonomi dan keuangan syariah.

Sebagaimana yang dilansir dari liputan6.com Indonesia masih mencatat banyaknya

penduduk yang kurang paham dan kurang memanfaatkan lembaga keuangan.

Sebuah survei yang dilakukan Otoritas Jasa Kuangan (OJK) belum lama ini bahkan

mengungkapkan fakta yang kurang menggembirakan terkait tingkat literasi

keuangan masyarakat Indonesia pada tahun 2013 ini. Survei ini dilakukan di 27

Provinsi dan memiliki responden sebanyak 8.000 orang. Masyarakat yang melek

perbankan sebesar 22%. Maka kira-kira orang yang memahami perbankan syariah

22% dikali 5 persen (market share perbankan syariah).

Untuk itu, diperlukan strategi untuk memahamkan masyarakat secara

efektif terhadap keuangan berbasis syariah dalam rangka meningkatkan ekonomi

masyarakat secara keseluruhan. Peran lembaga keuangan syariah di level mikro

16

diharapkan menjadi penggerak utama masyarakat dalam mengakses keuangan.

Lembaga keuangan yang bersifat mikro ini merupakan lembaga yang memfasilitasi

masyarakat menengah ke bawah atas ketidaksesuain sistem keuangan makro seperti

sistem administrasi yang rumit, produk lembaga makro yang tidak sesuai dengan

pelaku usaha kecil (UMKM), anggapan berlebihan bahwa UMKM memiliki risiko

tinggi dan adanya keharusan agunan (jaminan) dalam pinjaman. Sedangkan

masyarakat bawah seperti petani, ibu rumah tangga, nelayan, buruh dan kelompok

rentan lainnya biasanya yang berpendidikan rendah sulit dipaksa mengikuti standar

administrasi yang rumit sebagaiamana diharuskan oleh sistem keuangan makro.

Maka dengan adanya lembaga keuangan yang bersifat mikro ini sudah

seharusnya dapat berjalan secara efisien dalam melayani masyarakat luas. Lembaga

Keuangan Mikro Syariah (LKMS) secara tidak langsung harus berusaha menjadi

lembaga yang terus menerus meningkatkan kinerja usahanya agar bisa bertahan dan

bersaing di lingkungan masyarakat. Zeller dan Meyer (2012) dalam Hudoro (2015)

mengemukakan bahwa indikator kinerja Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dapat

dikategorikan menjadi tiga yaitu, kesinambungan keuangan (financial

sustainability), keterjangkauan (outreach), dan dampak keberadaanya terhadap

sebuah lingkungan (impact). Ketiga kategori tersebut selanutnya disebut dengan

segitiga keuangan mikro (The Triangle of Microfinance).

Gambar 1 Triangle of Microfinance

Institutional

Innovations

Financial Sustainability

Impact

Outreach To The Poor

Sumber: Zeller dan Meyer, (2002) dalam Hudoro (2015)

17

Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dalam memperluas outreach-nya ditentukan

oleh lembaga tersebut dalam menjaga financial sustainability. Sehingga Lembaga

Keungan Mikro (LKM) tersebut dapat memberikan impact terhadap perkembangan

ekonomi di lingkungan sekitarnya. Ketiga indikator ini saling berkaitan satu sama

lain, sehingga Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dapat dikatakan mampu bertahan

dan bersaing jika telah memenuhi indikator tersebut.

Begitu pun dengan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) tidak

terlepas dari ketiga indiktor tersebut. Masih rendahnya market share industri

keungan syariah bahkan di level mikro dapat dikatakan terdapat masalah dalam

salah satu atau ketiga indikator tersebut. Fasilitas untuk menjangkau masyarakat

kelas mengengah ke bawah sudah tersedia, tinggal perbaikan strtategi dan program-

program yang bagus dari LKMS supaya financial inclusion yang diharapakan

dalam terlaksana dengan efektif.

Salah satu untuk menciptakan financial inclusion yang efektif dalam

memberdayakan masyarakat adalah dengan dibentuknya kerja sama anatara

Lembaga Keuangan Mikro Syariah dengan masjid-masjid. Bagi BPRS atau BMT

ini merupakan peluang untuk memperluas pasar dengan menyerap segmen

masyarakat sekitar masjid secara optimal. BPRS dan BMT dapat membuka kantor

cabang pembantu di setiap masjid yang dipilih dengan tujuan memudahkan

masyarkat dalam akses keungan serta menjaring nasbaha potensial.

Pada era global dewasa ini, salah satu sumber kekuatan bisnis adalah

terletak pada kekuatan “jaringan” yang dimiliki. Semakin luas jaringan,

semakin kuat pula bisnis yang dimiliki. Karena itulah, LKMS harus memanfaatkan

secara optimal potensi jaringan yang dimilikinya. Jaringan merupakan salah satu

sumber kekuatan umat yang harus dikelola dengan baik, sehingga akan memiliki

manfaat yang bersifat luas. Sebagai contoh, dengan jaringan yang baik, maka

Masjid A yang memiliki usaha untuk menjual beras petani di sekitarnya, akan

dapat memasarkan produknya kepada agen atau yang lainnya yang membutuhkan

pasokan beras bagi kebutuhan masyarakat sekitarnya yang bekerja, misalkan

pada sektor industri jasa.

Selain itu, masjid dapat berfungsi sebagai pusat sosialisasi dan edukasi

tentang ekonomi dan Keuangn Islam yang bekerja sama dengan LKMS disamping

18

dakwah keagamaan dan nilai-nilai Islam lainnya. Ulama-ulama setempat, praktisi

dan akademisi dapat berperan dalam kegiatan tersebut. Ketika dalam internal

masyarakat sudah tersadar akan buruknya sistem ekonomi berbasis riba dan

kapitalis yang dilarang dalam Islam, maka masyarakat akan menghindari dan

meninggalkan kegiatan tersebut. Masyarakat yang menerapkan nila-nilai Al-Qur’an

dalam berkonomi inilah yang diharapkan dapat tumbuh.

Dengan demikian financial sustainability dapat diwujudkan oleh LKMS

melalui jaringan yang dibentuk dengan masjid-masjid. Kemudian, aspek outreach

akan tercapai dengan luas, sampai akhirnya akan terdapat impact dari adanya

Lembaga Keuangan Mikro Syariah di Indonesia (LKMS).

4.2 Model Implementasi The Linkage Program of Mosque Empowerment

(LPME) dalam Mencipatkan Financial Inclusion yang Efektif Sebagai

Upaya Mendorong Perekonomian Umat

Model yang dibentuk tentulah harus memudahkan masyarakat dalam

mengakses keuangan.Berikut ini adalah gambar yang menunjukkan model dari The

Linkage Program of Mosque Empowermnet.

19

Gambar 2. Model The Linkage Program of Mosque Empowerment

LKMS (BPRS/BMT)

Masyarakat I Masjid

Masyarakat belum produkif

secara ekonomi

Masjid

The Linkage

Program of Mosque

Empowerment

Masjid Memberdayakan

Ekonomi Umat

Masyarakat II

Pendanaan Pembiayaan Jasa ZIS

Edukasi/Sosialisai

Masyarakat akan produkif

secara ekonomi

Edukasi/Sosialisasi yang khusus

mengenai ekonomi Islam:

1. Pada saat khutbah jum’at

2. Pengajian Ibu-Ibu

3. Jadwal khusus yang dibuat

Menerima dana tabungan

masyarakat (mudharabah

& wadi’ah

1. Menciptakan dan

membiayai bisnis

kelompok Ibu-Ibu Majlis

Ta’lim

2. Mendorong berbisnis

untuk pengangguran

secara berkelompok

3. Membiayai UMKM

Menyediakan jasa

Pinjaman, Rahn,

Wakalah &Hiwalah

Zakat disalurkan

kepada yang berhak.

Infaq dan shadaqah

dapat dijadikan Gaji

Pegawai Masjid dan

Jaminan untuk LKMS

atas pembiayaan

yang diberikan serta

kebutuhan

masyarakat lainnya.

20

Dalam model tersebut dapat dijelaskan bahwa ketika masjid hanya

berfungsi sebagai sarana ibadah saja, maka masjid tidak akan mampu

memberdayakan ekonomi umat. Padahal, fungsi masjid dapat dioptimalkan salah

satunya dalam memberdayakan ekonomi masyarakat. Masjid idealnya dapat

dengan mudah ditemukan bahkan di setiap RT berdiri masjid. Paradigma yang

muncul di masyarakat, masjid adalah tempat yang mulia sehingga kepercayaan

masyarakat terhadap masjid tinggi. Hal ini bisa dimanfaatkan oleh LKMS dalam

memperluas jangkauannya dalam memberdayakan masyarakat. Dengan adanya

program ini secara tidak langsaung lebih menghidupkan masjid dan masyarakatnya.

Ketika masjid yang ada bekerja sama dengan LKMS (BPRS dan BMT)

maka kehidupan masyarakat akan jauh lebih hidup terutama dalam hal ekonomi.

Berikut penjelasan masjid yang menerpakan The Linkage Program of Mosque

Empowerment oleh LKMS:

1. LKMS menjadikan masjid sebagai mitranya. LKMS dapat menggandeng

satu RT satu masjid untuk diberdayakan. Masyarakat di lingkungan RT

tersebut ketika mengakses keuangan hanya boleh berhubungan dengan

masjid dan LKMS di lingkungan RT nya. Hal ini dimaksudkan untuk

menjaga tanggung Jawab dan program pembinaan yang konsisten. Pengurus

masjid dan ketua RT dapat diperkerjakan dalam program ini.

2. Hal yang perlu dilakukan dengan adanya program ini adalah

dilaksanakannya sosialisasi dan edukasi tentang ekonomi dan keuangan

berbasis syariah. Praktisi BMT, ulama/ustadz serta akademisi dapat

berperan dalam menentukan kurikulum yang harus disamapaikan kepada

masyarakat. Adapun waktunya dapat memnafaatkan pada saat khutbah

jum’at, pengajian majlis ta’lim ibu-ibu, dan jadwal yang dibuat khusus oleh

pegawai.

3. Kemudian, ketua RT dapat merancang program wajib satu kepala keluarga

satu rekening dengan ketentuan one day one thousand, simpanannya dapat

dibagikan setahun sekali. Hal ini dimaksudkan untuk memberi

pembelajaran tentang manfaat mengatur keuangan, sehinga diharapkan

kedepannya masyarakat akan memiliki literasi keuangan yang baik, dengan

21

jumlah tersbut penulis berkeyakinan semua masyarkat akan mampu.

Kemudian di luar program wajib tersebut, masyarakat dapat memanfaatkan

dengan menabung seseuai keperluannya.

4. Untuk program pembiayaan, LKMS dapat mebentuk kelompok usaha

rumahan dari kalangan ibu-ibu majlis ta’lim. Ibu-ibu dituntut untuk

membuat produk ekonomi yang dapat dipasarkan, hal ini dapat dibiayai oleh

LKMS. Begitu pula bagi penganggur dapat didorong untuk berbisnis yang

dibuat secara berkelompok untuk lebih jauh dapat mengajukan pembiayaan

usahanya (UMKM) yang sudah berjalan. Adapun jaminan yang diberikan

oleh masyarakat masjid terhadap pembiayaan LKMS adalah dari simpanan

wajib one day one thousand, infaq dan shadaqah.

5. Masjid yang diberdayakan oleh LKMS dapat menyediakan jasa pinjaman

(qardh), wakalah, hiwalah serta rahn.

6. Program Islamic Social Funds (ZIS) dapat dilakukan dengan lebih baik oleh

masjid atas bimbingan LKMS. ZIS tersbut dikhususkan untuk

pembangunan dan kebutuhan masyarakat di masjid yang bersangkutan

seperti:

a. Membayar utang orang miskin yang meninggal dunia

b. Santunan bagi kaum fakir miskin

c. Jaminan pembiayaan untuk LKMS

d. Pembanguana infrastruktur di lingkungan RT dan masjid

Dengan adanya pengelolaan yang baik akan dana ZIS. Maka manfaatnya

akan dapat dirasakan secara makro oleh masyarakat disamping itu pengawasan

akan semakin kuat karena melibatkan pihak masjid dan LKMS. LKMS dapat

memberikan data yang pasti ke pemerintah terhadap pendapatan ZIS di masjid

tersebut.

Dengan The Linkage Program of Mosque Empowerment (LPME) dapat

menjadkan proses financial inclusion yang efektif dan dapat menjadikan

masyarakat Indonesia melek terhadap akses keuangan. Dengan efektifnya financial

inclusion dan meleknya masyarakat terhadap keuangan diharapkan mampu

mendorong kegiatan perekonomiannya. Lebih dari itu, masyarakat dalam waktu

selanjutnya dapat bermain dengan lembaga keuangan syariah yang berskala besar.

22

Sehingga pada akhirnya peran industri keuangan syariah dapat mendorong

pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan.

23

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Indonesia dengan jumlah penduduk muslim terbanyak di dunia memiliki

potensi dalam pengembangan sektor keuangan syariah. Terlebih lagi dari

terbuktinya lembaga keuangan syariah yang mampu bertahan di masa krisis

ekonomi 1998. Namun, sampai saat ini industri keuangan syariah belum mampu

menjadi penopang perekenomian yang utama. Padahal, sebagai negara

berpenduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia seharusnya dapat memainkan

peran strategis dalam industri keuangan berbasis syariah.

Kendala yang dihadapi oleh industri keuangan syariah menurut studi Badan

Kebijakan Fiskal tahun 2014 antara lain 1). Terbatasnya jumlah SDM yang betul-

betul menguasai keuangan syariah di Indonesia, 2). Masih sedikitnya jaringan yang

dimiliki oleh perbankan syariah dibandingkan dengan perbankan konvensional, 3).

Kecilnya permodalan bank syariah 4). Masih kurangnya edukasi kepada

masyarakat Indonesia mengenai potensi perbankan syariah dan industri keuangan

syariah lainnya, 5). Kurangnya dukungan kebijakan. Dengan kata lain, saat ini

industri keuangan syariah memang masih merupakan “niche market” di tengah

perekonomian domestik.

The Linkage Program of Mosque Empowerment yang dilakukan LKMS

untuk masjid-masjid dapat mendorong tumbuhnya industri keuangan syariah dan

meleknya masyarakat terhadap akses keuangan syariah terutama dalam hal

pembiayaan produktif. Sehingga dengan adanya program tersebut kontribusi

industri keuangan syariah dalam pertumbuhan ekonomi syariah yang

berkesinambungan dapat diwujudkan.

5.2 Saran

1. Bagi Pemerintah

Pemerintah diharapkan mampu mengadakan berbagai program yang dapat

meningkatkan produktivitas lembaga keuangan syariah di Indonesia dan

membantu dalam pengimplementasian The Linkage Program of Mosque

Empowerment.

24

2. Bagi Masyarakat

Masyarakat diharapkan mampu mendukung program-program yang mampu

meningkatkan produktivitas keuangan syariah.

3. Bagi LKMS

LKMS harus dapat mengimplementasikan jemput bola kepada masyarakat

dalam mengembangkan produk keuangannya.

4. Akademisi

Akademisi harus selalu berupaya mensosialisasikan dan memberdayakan

atau melakukan pengabdian mengenai peran dan fungsi tentang lembaga keuangan

syariah kepada masyarakat.

vii

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Abdullah, B. & Saebani, B. A. (2014). Metode Penelitian Ekonomi Islam. Bandung:

CV Pustaka Setia.

Al-Arif , M. Nur Rianto. (2012). Lembaga Keuangan Mikro Syariah-Suatu Kajian

Teoritis Praktis. Jakarta: Pustaka Setia.

Hudoro, P. (2015). Peningkatan Daya Saing Lembaga Keuangan Mikro Syariah

Melaui Duplikasi Sistem Rentenir. Universitas Indonesia Depok: Forum Riset

Ekonomi dan Keuangan Syariah III.

Majalah Islamic Digest, Edisi 01 – 1 Mei 2015. Jakarta: PT Multi Idea Production.

Moleong, Lexy. 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosdakarya.

Mughni, Abdhul. (2007). Keuangan Mikro Islam : Upaya Dalam Pengentasan

Masalah Sosial. Bogor: Sekolah Tinggi Ekonomi Islam Tazkia.

Mustafida, R. (2015). Branchless Banking: Menuju Peran Perbankan Syariah

dalam Mencapai Financial Inclusion. Universitas Indonesia Depok: Forum

Riset Ekonomi dan Keuangan Syariah III.

Narbuko, Cholid Dan Achmadi, Abu. 2004. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT.

Bumi Aksara.

Riza, R. dan Roesmidi, M. M. (2006). Pemberdayaan Masyarakat. Sumedang :

Alqa Print Jatinangor.

Sharia Economic Outlook 2014. Masyarakat Ekonomi Syariah

Sumidiningrat, Gunawan (1999). Pemberdayaan Masyarakat dan Jaring

Pengaman Sosial. Gramedia: Jakarta.

UU No. 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro, Bab I Pasal 1.

UU No. 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro, Bab IV Pasal 12.

viii

Wibowo, Pungky Wibowo. (2013). Branchless Banking Setelah Multilicense:

Ancaman atau Kesempatan Bagi Perbankan Nasional. Bank Indonesia:

Jakarta.

Yunus. M. (1997). Vers un Mode sans Pauvrete. Perancis: Editions JC Lattes.

Diterjemahkan oleh Irfan Nasution. (2007). Bank Kaum Miskin. Tangerang:

PT Cipta Lintas Wacana.

Jurnal:

Byarwati, A. (2015). “Menyikap Jati Diri Ekonomi Islam”. EkonomiKa Jurnal

Paradigma Islam di Bidang Keuangan, Ekonomi dan Pembangunan. Vol. 2.

Hal. 5.

Dalmeri. (2014). “Revitalisasi Fungsi Masjid Sebagai Pusat Ekonomi dan Dakwah

Multikultural”. Jurnal Walisongo. Vol. 22. No. 2.

Khumar, N. (2013). “Financial Inclusion and its determinants: evidence from

India”: Journal Financial Economic Policy. Vol. 5 No. 1 pp. 4-19.

Website:

Depkop.go.id

www.bps.go.id

Antonio, Syafii. Muhammad dan Fauzi Nugraha, Hilman. Ekonomi Syariah untuk

Ekonomi yang Lebih Baik. [online]. Tersedia: http://andalusia.or.id.

(Diakses 26 Juli 2015).

--(2013). 6 Bukti Mengejutkan Masyarakat RI Belum Melek Keuangan. [online].

Tersedia: http://bisnis.liputan6.com/read/750190/6-bukti-mengejutkan-

masyarakat-ri-belum-melek-keuangan (Diakses 2 Agustus 2015).

--(2013). Keuangan Inklusif Bisa Jadi Solusi Kemiskinan. [online]. Tersedia:

m.tempo.co/read/news/2013/04/30/087476766keuangan-inklusif-bisa-jadi-

solusi-kemiskinan (Diakses 2 Agustus 2015).

ix

LAMPIRAN

A. Biodata Ketua 1 1. Identitas

1 Nama Lengkap Ketua Mumuh Muhammad 2 Jenis Kelamin Laki-Laki 3 Program Studi Ilmu Ekonomi dan Keuangan Islam 4 NIM 1306022 5 Tempat dan Tanggal Lahir Purwakarta, 04 Maret 1994 6 E-mail [email protected]

7 Nomor Telepon/Hp 089608322043

2. Riwayat Pendidikan

3. Penghargaan yang Pernah Diraih

No Prestasi/Kemampuan

yang diunggulkan

Pencapaian/ Penghargaan/

Pengakuan

Tahun Perolehan

Tingkat

1. Pemilihan MAWAPRES

Juara 1/ Piagaam

2015 Univ.

2. Olimpiade Ekonomi Islam

Juara 1 Peserta Terbaik/ Piagam

2015 Nasional

3. Paper Challenge National Education Conference

Juara 2/ Paigam

2014 Nasional

4. Olimpiade Ekonomi Islam

Juara 1/ Piagam

2014 Regional Jawa Barat

5. Nasyid Juara 1/ Piagam

2015 Regional Jawa Barat

6. Musabaqah Hifdzil Qur’an 1 Juz

Juara1/ Medali

2015 UPI

7. Putra Bumi Siliwangi

Juara 1/ Piagam

2014 UPI

8. LKTI Al’Qur’an Juara 1/ Medali

2015 UPI

9. Pemilihan MAWAPRES

Juara 1/ Piagaam

2015 FPEB

SD SMP SMA

Jenis Institusi SDN 1 Cibogogirang

SMPN 2 Darangdan

SMKN 2 Purwakarta

Jurusan - - Akuntansi Tahun Masuk-Lulus

2001-2007 2007-2010 2010-2013

x

10. Pemilihan Mahasiswa Berprestasi

Juara 1/ Piagam

2014 Program Studi

11. Pemilihan Mahasiswa Berprestasi

Juara 4/ Piagam

2014 Fakultas

12. Silaturahim dengan Presiden SBY

Mahasiswa Bididk Misi Berprestasi

2014 -

13. Program Kreativitas Mahasiswa

Lolos/ Pemberian dana

2014 UPI

14. Program Mahasiswa Wirausaha

Lolos/ Pemberian dana

2014 UPI

xi

B. Biodata Anggota 1 1. Identitas

Nama Dewi Lestari Jenis Kelamin Perempuan Program studi Pendidikan Ekonomi NIM 1305413 Tempat Tanggal Lahir Bandung, 02 Januari 1995 E-mail [email protected]

No HP 089656415633

2. Riwayat Pendidikan

SD SMP SMA

Nama Institusi SDN

Juntigirang 2 SMPN 1 Katapang

SMAN 1 Katapang

Jurusan - - IPS Tahun Masuk-Lulus 2002-2007 2007-2010 2010-2013

3. Penghargaan yang Pernah Diraih

No Jenis Penghargaan Institusi Pemberi Penghargaan

Tahun

1. Juara 8 Olimpiade Sains Nasional (OSN) bidang Ekonomi se-Kabupaten Bandung

Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bandung

2012

2. Siswa Berprestasi I se-SMAN 1 Katapang

SMAN 1 Katapang 2013

3. Nilai UN Tertinggi I se-SMAN 1 Katapang

SMAN 1 Katapang 2013

4. Juara 3 Kompetisi Koperasi Mahasiswa Bumi Siliwangi UPI

Koperasi Mahasiswa Bumi Siliwangi UPI

2013

5. Finalis Lomba Karya Tulis Ilmiah Nasional “Sharia Economic Learning Forum”

KSEI ICON Universitas Udayana, Bali

2014

6. Juara 1 Lomba Karya Tulis Mahasiswa

BEM MAHAPROPESI UPI

2014

7. 18 Besar Lomba Karya Tulis Ilmiah Nasional INOVASI (Indonesian Youth Festival)

UKM Keilmuan dan Penalaran Ilmiah Universitas Hassanudin, Makasar

2014

xii

C. Biodata Anggota 2

1. Identitas Diri

1 Nama Lengkap Abdu Yakan Rosyadi

2 Jenis Kelamin L

3 Program Studi Pendidkan Tekhnik

Elektro

4 NIM 1307493

5 Tempat dan Tanggal Lahir Bandung, 17 Desember

1995

6 E-mail [email protected]

7 Nomor Telepon/HP 085659124840

2. Riwayat Pendidikan

SD SMP SMA

Nama Institusi SDN Galih

Pawarti

SMPN 2

Majenang

SMA Plus

Darussalam

Jurusan - - IPA

Tahun Masuk

Lulus

2001-2007 2007-2010 2010-2013

3. Penghargaan yang Pernah Diraih

No. Jenis Penghargaan Institusi Pemberi

Penghargaan Tahun

1 Peraih UN terbaik SMP SMPN 2

Majenang

2010

2 Peraih UN terbaik SMA SMA Plus

Darussalam

2013

3 Peraih Beasiswa Perintis 3 Salman ITB 2013