“TEORI KONSUMSI” Disusun guna Memenuhi Tugas ... - OSF
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
5 -
download
0
Transcript of “TEORI KONSUMSI” Disusun guna Memenuhi Tugas ... - OSF
“TEORI KONSUMSI”
Disusun guna Memenuhi Tugas Kelompok
pada Mata Kuliah Ekonomi Mikro Syariah
Nama Anggota Kelompok 5 :
A. Anggie Zabrina Arief (90500120030)
Dahlia (90500120006)
Muh. Hizbulllah (90500120029)
Puspa Farida (90500120014)
PRODI PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2021
i
ABSTRACT
In human life, materialism dominates. Human wants are unlimited, so there are various efforts to
satisfy human desires. In fact, humans have weaknesses and shortcomings, so not all desires
must be fulfilled. Islam as rahmatan lil alamin guarantees that resources can be distributed fairly.
One of the efforts to ensure fair distribution of resources is to regulate how consumption patterns
are in accordance with Islamic sharia which has been determined by the Al-Quran and As-
Sunnah. Human desire to fulfill their needs has given birth to the concept of consumption theory.
Keywords : consumption theory, needs, consumption patterns, Islamic.
ABSTRAK
Dalam kehidupan manusia, materialisme sangat mendominasi. Keinginan manusia tidak terbatas,
sehingga bermacam-macam usaha untuk memuaskan keinginan manusia. Faktanya, manusia
memiliki kelemahan dan kekurangan, sehingga tidak semua keinginan harus dipenuhi. Islam
sebagai rahmatan lil alamin menjamin agar sumberdaya dapat terdistribusi secara adil. Salah satu
upaya untuk menjamin keadilan distribusi sumberdaya adalah dengan mengatur bagaimana pola
konsumsi sesuai dengan syariah islamiyah yang telah ditetapkan oleh Al-Quran dan As-Sunnah.
Keinginan manusia agar terpenuhi kebutuhannya telah melahirkan konsep teori konsumsi.
Kata Kunci : teori konsumsi, kebutuhan, pola konsumsi, islam.
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Teori Konsumsi” ini tepat pada
waktunya.
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas kelompok pada mata
kuliah Ekonomi Mikro Syariah. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang Ekonomi Mikro Syariah bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada bapak Samsul, S.A.B., MA. selaku dosen pada mata
kuliah Ekonomi Mikro Syariah yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Makassar, 19 Oktober 2021
Penulis
iii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ....................................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................................................... ii
BAB I .............................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ..................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................................ 1
C. Tujuan .................................................................................................................................. 2
BAB II ............................................................................................................................................. 3
PEMBAHASAN ............................................................................................................................. 3
A. Landasan Teori..................................................................................................................... 3
1. Pengertian Teori ............................................................................................................... 3
2. Pengertian Konsumsi........................................................................................................ 3
3. Pengertian Teori Konsumsi .............................................................................................. 3
B. Pembahasan.......................................................................................................................... 5
1. Etika Konsumsi dalam Islam............................................................................................ 5
2. Fungsi Kesejahteraan, Maximizer, dan Utility................................................................. 7
3. Konsumsi Intemporal Konvensional dan Islam ............................................................... 8
4. Hubungan Rasio Tabungan Dengan Teori Konsumsi Dan Investasi ............................. 10
BAB III ......................................................................................................................................... 15
PENUTUP..................................................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 16
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Allah telah melimpahkan untuk manusia karunia kenikmatan yang melimpah di bumi. Bersama
itu pula amanah juga diberikan kepada manusia untuk mengelolanya. Karunia dan amanah atas
sumber daya tersebut pada intinya memunculkan tiga masalah utama dalam kehidupan sosial
ekonomi masyarakat, yaitu apa dan berapa banyak barang/jasa yang diperlukan (what),
bagaimana cara menghasilkannya (how) dan bagaimana mendistribusikan kepada masyarakat
secara adil (for whom), sehingga tercipta suatu keadilan dan kesejahteraan yang luas. Keinginan
manusia agar terpenuhi kebutuhannya telah melahirkan konsep teori konsumsi.
Islam sebagai rahmatan lil alamin menjamin agar sumberdaya dapat terdistribusi secara adil.
Salah satu upaya untuk menjamin keadilan distribusi sumberdaya adalah dengan mengatur
bagaimana pola konsumsi sesuai dengan syariah islamiyah yang telah ditetapkan oleh Al-Quran
dan As-Sunnah. Konsep keberhasilan dan kesuksesan seorang muslim bukan diukur dari
seberapa besar harta kekayaan yang diperoleh dan dimiliki, melainkan diukur berdasarkan
seberapa besar ketakwaan seseorang yang akan membawa konsekuensi terhadap berapapun besar
dan banyaknya harta yang dapat dia peroleh dan bagaimana menggunakannya. Dia akan selalu
bersyukur atas harta yang dimiliki baik secara kuantitas relatif sedikit ataupun lebih banyak.
Demikian pula saat kekurangan harta, dia akan tetap bersabar atas ujian yang telah menimpanya
dan tidak mengambil jalan pintas untuk mendapatkannya apalagi sampai melanggar ketentuan
syariat islam.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dituliskan diatas, makalah ini dijabarkan dari rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana etika konsumsi dalam islam ?
2. Apa saja fungsi kesejahteraan dan maximizer ?
2
3. Apa saja fungsi utility dalam teori konsumen ?
4. Apa yang dimaksud dengan Konsumsi Intemporal Konvensional ?
5. Apa yang dimaksud Konsumsi Konsumen Muslim ?
6. Bagaimanakah hubungan antara rasio tabungan dengan pembelajaran akhir ?
7. Bagaimanakah hubungan tabungan dengan investasi ?
C. Tujuan
1. Memahami dan mengetahui apa itu etika konsumsi dalam islam
2. Mengetahui apa saja fungsi kesejahteraan dan maximizer
3. Mengetahui fungsi utility dalam teori konsumen
4. Mengetahui apa yang dimaksud dengan Konsumsi Intemporal Konvensional
5. Memahami dan mengetahui apa yang dimaksud Konsumsi Konsumen Muslim
6. Mengetahui hubungan antara raso tabungan dengan pembelajaran akhir
7. Mengetahui hubungan tabungan dengan investasi
3
BAB II
PEMBAHASAN A. Landasan Teori
1. Pengertian Teori
Teori merupakan seperangkat proposisi yang terintegrasi secara sintaksis (yaitu yang mengikuti
aturan tertentu yang dapat dihubungkan secara logis atau dengan lainnya dengan data dasar yang
dapat diamati) dan berfungsi sebagai wahana untuk meramalkan dan menjelaskan fenomena
yang diamati. Teori tersusun dari asumsi, proposisi, dan aksioma dasar yang saling berkaitan,
dan atau teorema (generalisasi yang diterima/terbukti secara empiris).1
2. Pengertian Konsumsi
Kata konsumsi berasal dari bahasa Inggris yaitu consume / consumption yang berarti
menghabiskan, konsumsi, pemakaian. Menurut kamus bahasa Indonesia, konsumsi adalah
pemakaian barang–barang produksi dan bahan makanan dan sebagainya. Secara garis besar
tentu menghabiskan nilai guna2.
Sedangkan menurut Samuelson, konsumsi adalah kegiatan menghabiskan utility (nilai guna)
barang dan jasa. Dari tiga pengertian tentang konsumsi tersebut, maka dapat dikembangkan
menjadi sebuah pengertian bahwa konsumsi merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh
seorang konsumen untuk menghabiskan atau memakai nilai guna / utility suatu barang maupun
jasa. Dalam ekonomi Islam, konsumsi tidak hanya sekedar menghabiskan nilai guna dari
suatu barang, namun ada suatu nilai yang menjadi hal yang cukup penting dalam konsumsinya3.
3. Pengertian Teori Konsumsi
Teori Konsumsi menurut pusat pengkajian dan pengembangan ekonomi Islam (P3EUII, 2011)
adalah pemenuhan kebutuhan barang dan jasa yang memberikan maslahat/kebaikan dunia dan
akhirat bagi konsumen itu sendiri4. Secara umum pemenuhan kebutuhan akan memberikan
1 Jusuf Soewadji, “Pengantar Metodologi Penelitian”, (Bogor, Jawa Barat: Mitra Wacana Media, 2012),
hlm.107. 2 Imahda Khoiri Furqon, “Teori Konsumsi dalam Islam”, Jurnal Hukum Dan Ekonomi Syariah, Vol. 6 No.1,
2018, hlm 1–18. 3 Imahda Khoiri Furqon, Loc.Cit. 4 Sri Wahyuni, “Teori Konsumsi Dan Produksi Dalam Perspektif Islam”, Jurnal Akuntabel, Vol. 10 No. 1,
2013, hlm 74–79.
4
tambahan manfaat fisik, spiritual, intelektual, ataupun material, sedangkan pemenuhan keinginan
akan menambah kepuasan atau manfaat psikis disamping manfaat lainnya. Jika suatu kebutuhan
diinginkan oleh seseorang maka pemenuhan kebutuhan tersebut akan melahirkan maslahah
sekaligus kepuasan, namun jika pemenuhan kebutuhan tidak dilandasi oleh keinginan, maka
hanya akan memberikan manfaat semata, artinya jika yang diinginkan bukan kebutuahan maka
pemenuhan keinginan tersebut hanya akan memberikan kepuasan saja.
4. Pengertian Teori Konsumsi dalam Ekonomi Islam
Dalam Teori Konsumsi Ekonomi islam, terdapat dasar teori konsumsi yang harus dijadikan
sebagai dasar dalam aktivitas konsumsi masyarakat muslim :
1) Terdapat dalam al-Qur’an yang mana Allah SWT berfirman “Makan minumlah dan
janganlah kamu berlebih-lebihan”. Maksud dari firman tersebut ialah ketika kita
mengkonsumsi barang dan jasa bisa di anjurkan untuk mengkonsumsinya tetapi tidak
boleh (isrof)/ berlebih-lebihan. Hal ini lah yang menjadi solusi dalam mengatasi
keterbatasan atau kelangkaan faktor-faktor produksi dalam hal memenuhi kebutuhan
manusia.
2) Dasar teorinya adalah hadis Rasulullah Saw mengatakan bahwa makanlah di saat lapar
dan berhentilah sebelum kenyang, artinya bahwa kita di suruh mengkonsumsi barang dan
jasa juga tidak berlebih-lebihan pada saat kita butuh baru mengkonsumsinya dan ketika
memenuhi hajat kita itu di hentikan
3) Dasar ketiga teori konsumsi dalam ekonomi islam ialah adanya pembatasan tingkat
konsumsi masyarakat seperti adanya konsep halalan toiban (halal dan baik). Tidak semua
barang dan jasa bisa di konsumsi oleh masyarakat muslim, namun harus memenuhi
kretiria yang namanya halal dan baik. Ada kemudian barang yang baik tapi kemudian
tidak boleh di konsumsi ini juga akan membatasi konsumsi masyarakat sehingga
pemenuhan terhadap kebutuhan masyarakat itu bisa lebih maksimal dan juga sebaliknya,
ada juga halal tetapi tidak baik ini tidak boleh juga di konsumsi oleh masyarakat zatnya
halal tapi tidak baik karena merugikan masyarakat, misalnya ayam, itu halal tetapi ketika
ia mati berbentuk bangkai maka itu tidak boleh di makan karena sudah tidak baik
makanya harus di potong terlebih dahulu supaya termasuk kriteria halalan toib.
5
B. Pembahasan
1. Etika Konsumsi dalam Islam
Islam sebagai pedoman hidup tidak menonjolkan standar atau sifat kepuasan dari sebuah
perilaku konsumsi sebagaimana yang dianut dalam ilmu ekonomi konvensional seperti
utilitas dan kepuasan marginal, melainkan lebih menonjolkan aspek normatif. Kepuasan
dari sebuah perilaku konsumsi menurut islam harus berlandaskan pada tuntunan ajaran islam itu
sendiri. Dalam hal ini Muhammad Nejatullah Shiddiqi mengatakan, konsumen harus puas
akan perilaku konsumsinya dengan mengikuti norma-norma islam. Konsumen muslim
seharusnya tidak mengikuti gaya konsumsi kaum xanthous (orang-orang berkulit kekuning-
kuningan dan berambut kecoklat-coklatan yang berkarakteristik menuruti hawa nafsu).5
Konsumsi dalam ekonomi Islam atau konsumsi masyarakat muslim dinilai sebagai sarana yang
wajib bagi seorang muslim dan tidak bisa diabaikan. K onsumsi seorang muslim yaitu sebagai
sarana ketaatan dalam beribadah kepada Allah Ta’ala. Konsumen muslim bertujuan untuk
mencapai suatu maslahah. Ada beberapa etika dalam mengkonsumsi yang diatur oleh islam,
yaitu sebagai berikut :
1) Tauhid (Uniy atau Kesatuan)
yaitu kegiatan konsumsi dilakukan dalam rangka beribadah kepada Allah SWT, sehingga
berada dalam hukum-hukum Allah (syari’ah).
2) Adil (Equilibrium atau Keadilan)
yaitu pemanfaatan atas karunia Allah SWT harus dilakukan secara adil sesuai dengan
syari’ah, sehingga disamping mendapatkan keuntungan material juga sekaligus
mendapatkan kepuasan spiritual.
3) Kehendak Bebas (Free Will)
yaitu alam semesta adalah milik Allah SWT, manusia diberikan kekuasaan untuk
mengambil keuntungan dan manfaat sebanyak-banyaknya sesuai dengan kemampuannya
atas barang-barang ciptaan Allah.
4) Amanah (Responsibility atau Pertanggungjawaban)
5 Andi Bahri S, “Etika Konsumsi Dalam Perspektif Ekonomi Islam”, Jurnal Studia Islamika, Vol. 11 No.2,2014, hm 347-370.
6
adalah perilaku dalam hal melakukan konsumsi, manusia dapat berkehendak bebas tetapi
akan bertanggung jawab dengan kebebasan tersebut, baik terhadap keseimbangan alam,
masyarakat, diri sendiri, maupun di akhirat. 6
5) Barang dan jasa yang dikonsumsi harus halal
Al-Qur‟an karim memberikan kepada kita peunjuk-petunjuk yang sangat jelas dalam hal
konsumsi, ia mendorong pengguna barang-barang yang halal lagi baik, dan bermanfaat,
juga melarang orang muslim untuk makan dan berpakaian kecuali hanya yang baik. Pada
dasarnya Al-Qur’an tidak menyebutkan satu-persatu barang yang boleh dikonsumsi,
tetapi hanya diberi batasan bahwa yang dikonsumsi haruslah barang-barang yang halal,
hal tersebut bertujuan untuk memberikan keleluasaan dalam melakukan konsumsi.
Sebagaimana telah dijelaskan dalam (QS. Al-A‟raf: 157).
6) Larangan bersikap kikir/bakhil dan menumpuk harta.
Kesadaran untuk membantu penderitaan yang dialami orang-orang yang kekurangan
sangat mendapatkan porsi yang besar di dalam Islam. Keseimbangan yang diciptakan
Allah dalam bentuk aturan-aturan yang bersifat komprehensif dan universal yaitu al-
Qur'an dalam konteks hubungan sosial, apabila diimplementasikan dengan mengambil
suri teladan para Nabi dan Rasul dan orang-orang beriman masa lalu (As salaf sholeh)
membawa dampak terhadap distribusi pemerataan tingkat kesejahteraan. Sikap kikir
sebagai salah satu sifat buruk manusia harus dikikis dengan menumbuhkan kesadaran
bahwa harta adalah amanah Allah swt yang harus dibelanjakan sebahagian dari harta
tersebut kepada orang-orang yang berhak mendapatkannya. sebagaimana firman Allah
dalam (QS. Al-Ma’arij:19), yang artinya “Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat
keluh kesah lagi kikir”. Larangan kikir terhadap harta membuktikan dalam sifat ini
menunjukkan kurangnya nilai kepekaan sosial.
7) Larangan berlebih-lebihan dan bermewah-mewahan.
Hidup sederhana adalah tradisi Islam yang mulia, baik dalam hal konsumsi (membeli
makanan, minuman, pakaian, rumah dan segala apapun) atau lainnya, bahkan Rasulullah
melarang boros berwudhu dengan air walaupun berada di sungai yang mengalir (HR.
Ibnu Majah).
6 Samsul,S. 2019. “Analisis Pemanfaatan Harta dalam Konsumsi Masyarakat Ekonomi Konvensional dan Ekonomi Islam. Al-Azhar, Journal of Islamic Economics, 1(2), 110-130.
7
Seorang muslim yang rasional yaitu yang beriman semestinya anggaran konsumsi ibadahnya
harus lebih banyak dibandingkan anggaran konsumsi duniawinya.7
2. Fungsi Kesejahteraan, Maximizer, dan Utility
Seorang ulama besar, Imam al-Ghazali yang lahir pada tahun 450/1058, telah memberikan
sumbangan besar dalam pengembangan dan pemikiran dalam dunia Islam. Al-Ghazali telah
menemukan sebuah konsep fungsi kesejahteraan sosial yang sulit diruntuhkan dan yang telah
dirindukan oleh ekonom-ekonom modern.
Dalam meningkatkan kesejahteraan sosial, imam Ghozali mengelompokan dan mengidentifikasi
semua masalah baik yang berupa masalih (utilitas, manfaat) maupun mafasid (disulitas,
kerusakan) dalam meningkatkan kesejahteraan sosial. 8
Selanjutnya ia mengidentifikasikan fungsi sosial dalam kerangka hierarki kebutuhan individu
dan sosial. Menurut Imam al-Ghazali, kesejahteraan (maslahah) dari suatu masyarakat
tergantung kepada pencarian dan pemeriharaan lima tujuan dasar :
Agama (al-dîn) Hidup atau jiwa (nafs) Keluarga atau keturunan (nasl) Harta atau kekayaaan (maal) Intelek atau akal (aql)
Ia menitik beratkan bahwa sesuai tuntunan wahyu, “kebaikan dunia ini dan akhirat (maslahat al-din wa al-dunya) merupakan tujuan utamanya. Ia mendefinisikan aspek ekonomi dari fungsi kesejahteraan sosialnya dalam kerangka sebuah hierarki utilitas individu dan sosial yang triparit meliputi : kebutuhan (daruriat), kesenangan atau kenyamanan (hajaat), dan kemewahan (tahsinaat), sebuah klarifikasi peninggalan.
Begitu pula, Al-Ghazali memandang perkembangan ekonomi sebagai bagian dari tugas-tugas sosial yang sudah ditetapkan oleh Allah Swt, jika hal ini tidak diketahui, kehidupan dunia akan runtuh dan kemanusiaan akan binasa. Ia juga mengkritik mereka yang usahanya hanya terbatas untuk memenuhi tingkatan subsisten dalam hidupnya. Oleh karena itu, seandainya kehidupan subsisten merupakan suatu norma, usaha produktif manusia akan merugi, dan menambahan kerugian spiritual manusia.
7 Eka Sakti Habibullah, “Etika Konsumsi Dalam Islam”, Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Islam, hlm 97. 8 Mohammad Lutfhi, “Konsumsi Dalam Perspektif Ilmu Ekonomi Islam”, Jurnal Syar’ie, Vol. 1, 2019, hlm
98.
8
Maka sudah sangat jelas bahwa Al-Ghazali tidak hanya menyadari keinginan manusia untuk mengumpulkan kekayaan, tetapi juga kebutuhannya untuk persiapan dimasa depan. Namun demikian ia memperingatkan bahwa jika semangat “selalu ingin lebih” menjurus kepada keserakahan dan pengejaran nafsu pribadi, maka hal itu pantas dikutuk. Maka dalam konteks inilah kekayaan adalah sebagai bagian “ujian besar”
Fungsi Utility :
Fungsi utilitas adalah ekspresi matematis yang memberikan nilai pada semua kemungkinan
pilihan. Dalam teori portofolio, fungsi utilitas mengungkapkan preferensi entitas ekonomi
sehubungan dengan risiko yang dirasakan dan pengembalian yang diharapkan. Dalam mikro
ekonomi, adalah fungsi konsumsi individu atas berbagai barang-barang dan jasa. Fungsi utilitas
sangat penting untuk menjelaskan perilaku manusia. Ekonom menggunakannya dalam
menjelaskan dasar teori pilihan konsumen. Teori ini menjelaskan pilihan konsumen ketika
berhadapan dengan sumber daya yang terbatas dan kebutuhan yang tidak terbatas. Ekonom
menganggap manusia memilih secara rasional. Dalam arti, dengan sumber daya yang ada,
mereka akan memaksimalkan kepuasan yang diperoleh dari konsumsi barang dan jasa. Untuk
mengukur kepuasan konsumen, para ekonom menggunakan fungsi utilitas. Dalam teori ini, para
ekonom juga menggunakan fungsi (garis) batasan anggaran sebagai kombinasi barang dan jasa
yang mungkin diperoleh konsumen dengan sumber dayanya (uang).
3. Konsumsi Intemporal Konvensional dan Islam
1) Konsumsi intemporal konvensional
Teori perilaku konsumen yang dikembangkan di konvensional sering dikenal dengan
raionalisme ekonomi dan utilitarisme. Rasionalisme ekonomi menggambarkan manusia
sebagai sosok yang sangat perhitungan dalam setiap aktivitas ekonominya, di mana kategori
kesuksesan dihitung dari besaran materi yang berhasil dikumpulkan. Sehingga berdasarkan
teori ini, maksimalisasi kepuasan adalah tujuan utama dari seorang konsumen. Manusia
9
dianggap sebagai sosok homo economicus yaitu sosok manusia yang distimulus dalam
aktivitasnya dengan materi.
Konsumsi intertemporal adalah konsumsi yang dilakukan dalam dua waktu yaitu masa
sekarang (periode pertama) dan akan datang (kedua). 9Dalam ekonomi konvensional,
pendapatan adalah suatu penjumlahan konsumsi dan tabungan yang secara matematis
dinotasikan :
Y = C + S
Di mana: Y = pendapatan; C = konsumsi; S = tabungan.
Misalkan pendapatan, konsumsi dan tabungan pada periode pertama adalah Y1, C1, S1 dan
pendapatan, konsumsi, dan tabungan pada periode kedua adalah Y2, C2, S2, maka
persamaan di atas dapat ditulis secara matematis sebagai berikut :
Pendapatan pada periode pertama adalah : Y1 = C1 + S1
Pendapatan pada periode kedua adalah: Y2 = C2 + S2.
Apabila konsumsi di periode pertama lebih kecil daripada pendapatan, maka tabungan dan
konsumsi di periode kedua akan lebih besar.
Y1 = C1 + S1, dan C1 < Y1
Y2 = C2 + S2
= (C2 + S1) + S2.
Dari persamaan di atas dapat dijelaskan bahwa tingkat konsumsi yang akan dilakukan di masa
datang sangat tergantung dari tingkat konsumsi yang dilakukan saat ini. Apabila pada saat ini
konsumsi yang dilakukan lebih kecil daripada pendapatan, maka akan ada tabungan di masa
datang lebih besar dikarenakan masih adanya sisa pendapatan yang tidak dibelanjakan pada
periode sebelumnya.
2) Konsumsi Konsumen Muslim
9 M. Nurcholis, “Konsumsi (Prinsip dan Batasan dalam Perspektif Islam)”, Makalah Agama Rizki Halalan
Thoyyibah, 2014, hlm 10
10
Sebelum membahas lebih lanjut tentang konsumsi konsumen muslim, maka perlu disusun suatu
asumsi dasar yang mendasarinya, yaitu :
a. Islami dilaksanakan oleh masyarakat;
b. Zakat hukumnya wajib;
c. Tidak ada riba dalam perekonomian;
d. Mudharabah merupakan wujud perekonomian;
e. Pelaku ekonomi mempunyai perilaku memaksimalkan.
Dalam konsep Islam konsumsi intertemporal dimaknai bahwasanya pendapatan yang dimiliki
tidak hanya dibelanjakan untuk hal-hal yang sifatnya konsumtif namun ada pendapatan yang
dibelanjakan untuk perjuangan di jalan Allah atau yang lebih dikenal dengan infak.10
Konsep konsumsi islam intertemporal dijelaskan oleh hadits Nabi Muhammad SAW yakni :
“Tidak ada sedikit pun diantara yang kami punyai ( yakni harta dan penghasilan) benar-benar
jadi milikmu kecuali yang kamu makan dan gunakan habis, yang kamu pakai dan kamu
tanggalkan, dan yang kamu belanjakan untuk kepentingan bersedekah, yang imbalan pahalanya
kamu simpan untukmu”. (H.R. Muslim dan Ahmad).
persamaannya dapat ditulis sebagai berikut :
Y = (C + infak) + S.
Namun untuk mempermudah dalam melakukan analisis grafis maka persamaan di atas
disederhanakan menjadi :
Y = (C + Infak) + S Y = FS + S. Di mana FS (Final Spending) adalah konsumsi yang
dibelanjakan untuk keperluan konsumtif ditambah dengan pembelanjaan untuk infak. Sehingga
Final Spending adalah pembelanjaan akhir seorang konsumen muslim.
4. Hubungan Rasio Tabungan Dengan Teori Konsumsi Dan Investasi
Pengertian Tabungan :
10 Ibid, hlm 12.
11
1) Menurut Soemitro Djojohadikusumo, tabungan didefinisikan sebagai kemampuan dan
kesediaan untuk menahan napsu konsumsi selama beberapa waktu agar dimasa yang
depan terbuka kemungkinan konsumsi yang memuaskan11.
2) Menurut Simorangkir, tabungan diartikan sebagai bagian derajat pendapatan nasional
pertahunnya yang tidak dikonsumsi.12
3) Menurut teori klasik tabungan adalah fungsi dari tingkat bunga. Makin tinggi tingkat
bunga makin tinggi pula keinginan masyarakat untuk menabung. Artinya pada tingkat
bunga yang lebih tinggi masyarakat akan lebih terdorong untuk mengorbankan atau
mengurangi pengeluaran untuk konsumsi guna menambah tabungan. 13
Hubungan Tabungan dengan Teori Konsumsi
Dalam analisis pendapatan nasional Keynes, tabungan personal adalah fungsi dari pendapatan
siap dibelanajakan personal ( pendapatan setelah pajak), sebagai tingkat kenaikan pendapatan
siap dibelanajakan untuk menabung juga (S/Y), dimana S adalah tabungan dan Y adalah
pendapatan nasional.14 Hipotesis pendapatan absolute ini telah dimodifikasi berhubungan dengan
tingkat tabungan total meningkat dengan pendapatan, tetapi sesungguhnya mengalami
penurunan. Hubungan yang berada antara rata – rata (S/Y) dan tambahan kecenderugan untuk
menabung ( dS/ dY) telah diterima sebagai dalih (Postulat), dan estimasi yang berbeda
ditemukan dalam study empirik.
Untuk menjelaskan hubungan antara pendapatan dan konsumsi, bisa digunakan teori ”absolute
income hypothesis” . Teori ini merupakan hasil dari pemikiran keynes yang menjelaskan tentang
hubungan antara pendapatan dengan konsumsi dan simpanan. 15Oleh karena simpanan
merupakan bagian pendapatan yang tidak dikonsumsi, maka menurut keynes simpanan (saving)
merupakan fungsi dari pendapatan. Menurut keynes, tidak semua dari pendapatan yang diterima
seseorang akan digunakan untuk konsumsi, melainkan sebagian akan disimpan sebagai
simpanan.
11 Devaloped by Vectors Team, “Pengertian Tabungan”, 2016, hlm. 1. 12 Devaloped by Vectors Team, Loc. cit 13 Loc.cit 14 Engla Desnim Silvia, “Analisis Konsumsi dan Tabungan Masyarakat di Indonesia”, Jurnal Ekonomi Dan
Bisnis Dharma Andalas, Vol. 21 No. 2, 2019, hlm 162. 15 Ibid. hlm 156.
12
Perilaku konsumsi dan menyimpan dari seseorang sangat dipengaruhi oleh pendapatannya. Suatu
kenaikan dalam pendapatan akan meningkatkan konsumsi dan simpanan. Dengan demikian ada
hubungan yang positif antara pendapatan nasional dan simpanan.
Pendapatan diatas bila dirumuskan kedalam suatu model sebagai berikut :
S = f (Yd)
Dimana :
S = Tabungan Personal
Y= Pendapatan siap dibelajakan.
Hubungan Tabungan dengan Investasi
Investasi dan tabungan adalah dua hal yang terpisah, namun menjadi satu dalam kondisi yang
lebih makro. Seseorang yang berinvestasi sesungguhnya dia telah menjalankan kegiatan
menabung.
Dalam teori ekonomi dijelaskan bahwa investasi merupakan pembelian modal atau barang-
barang yang tidak dikonsumsi, namun digunakan untuk kegiatan produksi sehingga
menghasilkan barang atau jasa dimasa akan datang. Beberapa ahli ekonomi menyatakan bahwa
pembentukan investasi merupakan faktor penting terhadap pertumbuhan dan pembangunan
ekonomi suatu negara. Pembentukan investasi dapat dilakukan jika masyarakat tidak
menggunakan semua pendapatannya untuk di konsumsi, melainkan ada sebagian yang
ditabungkan. Tabungan ini diperlukan untuk pembentukan investasi.
Ahli-ahli ekonomi Klasik berkeyakinan bahwa suku bunga menentukan besarnya tabungan
maupun investasi yang akan dilakukan dalam perekonomian. 16Setiap perubahan dalam suku
bunga akan menyebabkan perubahan pula dalam tabungan dan permintaan dana untuk investasi.
Perubahan-perubahan dalam suku bunga akan terus- menerus berlangsung sebelum kesamaan di
antara jumlah tabungan dengan jumlah permintaan dana investasi tercapai.
16 E. Aziz, “Penentuan Kegiatan Ekonomi : Pandangan Klasik, Keynes Dan Pendekatan Masa Kini”,
https:repository.unikom.ac.id, 2010.
13
s
Dapat dilihat, Sumbu datar dalam gambar tersebut menunjukan jumlah permintaan dana untuk
investasi dan tabungan, dan sumbu tegak menunujukan suku bunga. Kurva I menunjukan
permintaan para pengusaha terhadap tabungan rumah tangga (atau keinginan pengusaha untuk
melakukan investasi) pada berbagai suku bunga.
Menurut ahli-ahli ekonomi Klasik, keadaan keseimbangan di antara tabungan dan investasi yang
seperti ini adalah keadaan yang selalu terjadi dalam perekonomian.17 Oleh sebab jumlah
tabungan rumah tangga pada waktu perekonomian mencapai penggunaan tenaga kerja penuh
akan selalu sama dengan jumlah seluruh investasi yang akan dilakukan oleh para pengusaha,
maka dalam perekonomian pengeluaran agregat pada penggunaan tenaga kerja penuh akan selalu
dapat mencapai tingkat yang sama dengan penawaran agregat pada penggunaan tenaga
kerjapenuh.
Konsumsi mempunyai hubungan yang erat dengan tingkat tabungan dimana tabungan
merupakan bagian dari pendapatan yang tidak dikonsumsi atau dibelanjakan. Suku bunga
mempengaruhi pengeluaran konsumsi masyarakat melalui tabungan. Semakin tinggi tingkat suku
bunga maka semakin besar jumlah uang yang ditabung sehingga semakin kecil jumlah uang yang
dibelanjakan untuk dikonsumsi. Sebaliknya, semakin rendah tingkat bunga, maka jumlah uang
yang ditabung semakin rendah maka semakin besar jumlah uang yang digunakan untuk
17 E. Aziz, Loc.cit.
14
konsumsi. Sehingga hubungan antara konsumsi dan suku bunga mempunyai arah yang
bertentangan dimana peningkatan suku bunga akan mengurangi pola konsumsi masyarakat.18
18 : Baginda Persaulian; dkk, “Analisis Konsumsi Masyarakat Di Indonesia”, Jurnal Kajian Ekonomi, Vol. I
No. 2, hlm 4.
15
BAB III
PENUTUP
Konsumsi secara umum didefinisikan dengan penggunaan barang dan jasa untuk memenuhi
kebutuhan manusia. Dalam ekonomi islam konsumsi juga memiliki pengertian yang sama, tapi
memiliki perbedaan dalam setiap yang melingkupinya. Perbedaan yang mendasar dengan
konsumsi ekonomi konvensional adalah tujuan pencapaian dari konsumsi itu sendiri, cara
pencapaiannya harus memenuhi kaidah pedoman syariah islamiyyah. Konsumsi memiliki
urgensi yang sangat besar. Oleh karena itu, kegiatan ekonomi mengarah kepada pemenuhan
tuntutan konsumsi bagi manusia. Sebab, mengabaikan konsumsi berarti mengabaikan kehidupan
dan juga mengabaikan penegakan manusia terhadap tugasnya dalam kehidupan.
Dalam konsep Islam konsumsi tidak hanya dimaknai sebatas untuk memenuhi kebutuhan yang
bersifat konsumtif, namun sebagian penghasilan harus digunakan untuk kebutuhan yang bersifat
jangka panjang yang disebut tabungan dan investasi serta kebutuhan dijalan Allah yang bisa
disebut zakat, infak atau shadaqoh. Konsumsi harus dimaknai juga sebagai titipan Allah yang
senantiasa harus digunakan sebaik mungkin sebagai bekal ibadah dijalanNya. Pengaruh
gabungan antara pelarangan riba dan penerapan kewajiban zakat adalah untuk menggeser
pembelanjaan akhir.
16
DAFTAR PUSTAKA
Furqon, I. K. (2018). Teori Konsumsi dalam Islam. Adzkiya : Jurnal Hukum Dan Ekonomi Syariah, 6(1), 1–18. https://doi.org/10.32332/adzkiya.v6i1.1169
Jalaluddin, & Khoerulloh, A. K. (2020). Prinsip Konsumsi dalam Islam : Tinjauan Terhadap Perilaku Konsumen Muslim dan Non-Muslim Consumption Principles in Islam : A Review of Muslim and Non-Muslim Consumer Behavior. Jurnal Ekonomi Syariah Dan Bisnis, 3(2), 148–160.
Luthfi, M. (2019). KONSUMSI DALAM PERSPEKTIF ILMU EKONOMI ISLAM. Syar’ie, 1(1), 95–109.
Nurcholis, M. (2017). Konsumsi (Prinsip dan Batasan dalam Perspektif Islam).
Nurhayat, A. (2019). Analisis Penggunaan Bahasa Jurnalistik Dalam Berita Kriminal Di Media Online RiauTerkini.com (Issue 3677).
Persaulin dkk. (2013). Jurnal Kajian Ekonomi, Januari 2013, Vol. I, No. 02 ANALISIS KONSUMSI MASYARAKAT DI INDONESIA Oleh : Baginda Persaulian ∗ , Hasdi Aimon ∗∗ , Ali Anis ∗∗∗. Kajian Ekonomi, I(02), 1–23. https://media.neliti.com/media/publications/7109-ID-analisis-konsumsi-masyarakat-di-indonesia.pdf
Perwito, Nugraha, & Sugianto. (2020). Efek Mediasi Perilaku Keuangan Terhadap Hubungan Antara Literasi Keuangan Dengan Keputusan Investasi. Competition: Jurnal Ilmiah Manejemen, X1(2), 155–164.
Pujiono, A. (2021). Teori Konsumsi Islam. AKSY: Jurnal Ilmu Akuntansi Dan Bisnis Syariah, 3(2), 1–10. https://doi.org/10.15575/aksy.v3i2.14048
Rambe, Z. dkk. (2018). BELAJAR BIDANG STUDI EKONOMI PADA MATERI POKOK KELAS X PON-PES MUHAMMADIYAH KHA . DAHLAN. Ilmu Pengetahuan Sosial, 4(2541-657X), 43–49.
S, A. B. (2014). Etika Konsumsi dalam Perspektif Ekonomi Islam. Studia Islamika, 11(2), 347–370.
Samsul, S. (2019). Analisis Pemanfaatan harta dalam Konsumsi Masyarakat Ekonomi Konvensional dan Ekonomi Islam. Al-Azhar Journal of Islamic Economics, 1(2), 110–130.
Silvia, E. D., & Susanti, R. (2019). Analisis Konsumsi dan Tabungan Masyarakat di Indonesia. Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Dharma AndalasDharma Andalas, 21(2), 154–164.
Wahyuni, S. (2013). Teori Konsumsi Dan Produksi Dalam Perspektif Islam. Jurnal Akuntabel, Vol 10(No 1), 74–79. https://core.ac.uk/download/pdf/229018574.pdf