Tasawuf Sunan Kalijaga Karya Hamid Hodir

27
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Raden Mas Sa’id atau yang lebih dikenal sebagai Sunan Kalijaga merupakan seorang putra tumenggung. Akan tetapi, sejarah mencatat dia tidak mewarisi kekuasaan dari ayahandanya. Justru dia memilih menjadi seorang pegiat spiritual islam, seorang mistikus islam, serta seorang sufi dan pengamal tarekat di tanah jawa. Oleh karena itu, Dewan Wali Songo mengangkat dia menjadi salah satu dari anggotanya. Dan nyatanya, dialah satu-satunya Wali yang bisa diterima oleh berbagai lapisan masyarakat jawa. Sunan Kalijaga mempunyai peranan yang amat penting dalam penyebaran agama islam di jawa. Peran yang paling nyata adalah melanjutkan pengislaman tanah jawa dan memperkuat landasan islami di kalangan masyarakat. Kokohnya budaya dan adat-istiadat orang jawa yang berakar kepada nilai-nilai islam itulah barangkali karya sunan kalijaga yang paling penting dalam perkembangan islam di Indonesia khususnya di jawa. Keberhasilan sunan kalijaga dalam menyebarkan agama islam di jawa dikarenakan ajaran tarekat yang dia ajarkan merupakan ajaran tarekat ala jawa. Ajaran tarekat tersebut merupakan hasil ramuan ajaran tarekat yang berasal dari luar dengan praktik jawa. Tidak hanya itu, 1

Transcript of Tasawuf Sunan Kalijaga Karya Hamid Hodir

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Raden Mas Sa’id atau yang lebih dikenal sebagai

Sunan Kalijaga merupakan seorang putra tumenggung. Akan

tetapi, sejarah mencatat dia tidak mewarisi kekuasaan

dari ayahandanya. Justru dia memilih menjadi seorang

pegiat spiritual islam, seorang mistikus islam, serta

seorang sufi dan pengamal tarekat di tanah jawa. Oleh

karena itu, Dewan Wali Songo mengangkat dia menjadi salah

satu dari anggotanya. Dan nyatanya, dialah satu-satunya

Wali yang bisa diterima oleh berbagai lapisan masyarakat

jawa.

Sunan Kalijaga mempunyai peranan yang amat penting

dalam penyebaran agama islam di jawa. Peran yang paling

nyata adalah melanjutkan pengislaman tanah jawa dan

memperkuat landasan islami di kalangan masyarakat.

Kokohnya budaya dan adat-istiadat orang jawa yang berakar

kepada nilai-nilai islam itulah barangkali karya sunan

kalijaga yang paling penting dalam perkembangan islam di

Indonesia khususnya di jawa.

Keberhasilan sunan kalijaga dalam menyebarkan agama

islam di jawa dikarenakan ajaran tarekat yang dia ajarkan

merupakan ajaran tarekat ala jawa. Ajaran tarekat

tersebut merupakan hasil ramuan ajaran tarekat yang

berasal dari luar dengan praktik jawa. Tidak hanya itu,

1

praktik-praktik agama islam di Indonesia, khususnya di

jawa berasal dari sunan kalijaga.

Banyak sekali buku yang mengungkapkan tentang kisah

sunan kalijaga sebatas kisah hidupnya belaka. Akan tetapi

tidak banyak yang mengupas ajaran yang dibawanya. Maka

dari itu penulis berusaha mengupas ajaran-ajaran tasawuf

sunan kalijaga secara lebih mendalam. Mengingat ajaran-

ajaran tasawuf sunan kalijaga sangat cocok bagi

masyarakat islam di jawa. Untuk dapat memahami lebih

mendalam, berikut penulis akan menjabarkannya dengan

makalah ini yang berjudul “ Tasawuf Sunan Kalijaga”

sebagai berikut.

B. Rumusan Masalah

1. Siapakah Sunan Kalijaga itu ?

2. Bagaimana perjalanan tasawuf Sunan Kalijaga ?

3. Bagaimana ajaran tasawuf Sunan Kalijaga ?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui biografi Sunan Kalijaga serta yang

terkait dengannya.

2. Untuk mengetahui tentang perjalanan tasawuf Sunan

Kalijaga hingga akhirnya menjadi seorang Wali.

3. Untuk mengetahui tentang ajaran tasawuf yang khas dari

Sunan Kalijaga.

2

BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi Sunan Kalijaga

1. Silsilah Sunan Kalijaga

3

Sunan Kalijaga adalah putra dari Tumenggung

Wilatikta, Adipati Tuban. Tentu saja, kedudukan adipati

pada zaman itu sama sekali berbeda dengan jabatan bupati

atau residen sekarang. Kekuasaan adipati saat itu sama

seperti raja, tetapi di bawah kekuasaan Maharaja.

Tumenggung Wilatikta disebut juga sebagai Aria Teja

(IV), merupakan keturunan Aria Teja III, Aria Teja II,

dan berpangkal pada Aria Teja I, sedangkan Aria Teja I

adalah putra dari Aria Adikara atau Ranggalewa (salah

seorang pendiri kerajaan Majapahit) yang sudah beragama

islam dan berganti nama menjadi Raden Sahur, sedangkan

ibunya bernama Dewi Nawangrum.1

Sunan Kalijaga diperkirakan lahir pada tahun 1430-

an. Semasa mudanya Sunan Kalijaga mempunyai nama Raden

Sa’id atau lebih dikenal dengan Jaka Sa’id. Sunan

Kalijaga diceritakan hidup dalam empat era dekade

pemerintahan, yaitu masa Majapahit (sebelum 1478),

Kesultanan Demak (1481-1546), Kesultanan Pajang (1546-

1568), dan awal pemerintahan Mataram (tahun 1580-an).

Sunan Kalijaga beristri dua orang, yaitu yang

pertama bernama Dewi sarah binti maulana ishaq, dan yang

kedua bernama Dewi sarakah atau Siti zaenab binti Sunan

gunungjati. Istri pertama sunan kalijaga adalah saudara

kandung Raden paku (Sunan Giri).DenganDewi Sarah

mendapatkan tiga anak, yaitu Raden Umar Sahid (Sunan

Muria), Dewi Ruqoyyah, dan Dewi Sofiah. Dengan istri

1 Achmad Chodjim, Sunan Kalijaga : Mistik dan Makrifat (Jakarta: Serambi, 2013),hlm. 8.

4

kedua Dewi Sarakah, mendapatkan lima anak, yaitu Kanjeng

Ratu Pembayun (istri sultan trenggono), Nyai Ageng

Panenggak (istri kyai Pakar), Sunan Hadi (menggantikan

kedudukan Sunan Kalijaga di kadilangu), Raden

Abdurrahman, dan Nyai Ageng Ngerang.2

Tentang nama kalijaga ada beberapa versi yang

menjelaskan alasannya. Versi pertama kalijaga dikaitkan

dengan awal perjalanannya menjadi murid Sunan Bonang,

yang kemudian mengantarkan Raden Mas sa’id menjadi wali,

yaitu selama beberapa bulan, bahkan ada yang mengatakan

beberapa tahun, menjaga tongkat sang guru yang

ditancapkan di tepi sungai. Versi kedua, nama kalijaga

dianggap sebagai pertanda wali yang pandai memperlakukan

segala macam agama atau aliran yang ada di masyarakat,

ketika ia menjalankan tugas mengembangkan islam. Versi

ketiga, nama kalijaga dikaitkan dengan nama desa tempat

ia tinggal di Cirebon.3

2. Peranan Sunan Kalijaga

Sunan Kalijaga mempunyai peranan yang amat penting

dalam penyebaran agama islam di jawa. Peran yang paling

nyata adalah melanjutkan pengislaman tanah jawa dan

memperkuat landasan islami di kalangan masyarakat.

Hasilnya, pada waktu Indonesia memproklamirkan

kemerdekaan pada tahun 1945, jumlah pemeluk agama islam

di jawa dinyatakan sebesar 95%. Selain Syekh siti jenar,

2 Hasanu Simon, Misteri Syeikh Siti Jenar : Peran Walisongo dalam Mengislamkan Tanah Jawa(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), hlm. 283.

3 Hasanu Simon, Misteri Syeikh Siti Jenar, hlm. 285.

5

hanya beliau yang aktif menyebarkan agama islam dengan

menggunakan kultur jawa sebagai medianya.

Dalam kisah kewalian, Sunan Kalijaga dikenal sebagai

orang yang menciptakan “pakaian takwa”, tembang-tembang

jawa, seni memperingati maulud Nabi yang lebih dikenal

dengan sebutan Gerebeg Mulud. Upacara Sekaten (Syahadatain,

pengucapan dua kalimat syahadat) yang dilakukan setiap

tahun untuk mengajak orang jawa masuk islam merupakan

ciptaannya juga.Dan salah satu karya besar Sunan Kalijaga

adalah menciptakan bentuk ukiran wayang kulit, dari

bentuk manusia menjadi bentuk kreasi baru yang mirip

karikatur.

Kegiatan tradisi lain hasil kerja Sunan Kalijaga

untuk mewarnai budaya masyarakat jawa dengan nilai islam

adalah hari raya lebaran (‘idul fitri). Orang islam jawa

tradisional ini tidak mengenal sholat ‘idul fitri.

Sebelum lebaran, diawali dengan kegiatan nyadran, yaitu

ziarah kubur dan membersihkan makam nenek moyang sebelum

memasuki bulan romadhon.Awal romadhon ditandai dengan

selamatan dan mengirim makanan kepada orang tua, yang di

daerah Madiun disebut megengan.Di bulan romadhon diadakan

kenduri pada hari-hari tertentu, yaitu malam ke-21

(malemselikur), malam ke-23 (malem telu), malam ke-25 (malem

selawe), malam ke-27 (malem pitu), dan terakhir malam ke-29

(malem songo). Kenduri pada hari-hari tertentu itu

dimaksudkan untuk mengingatkan umat islam akan datangnya

lailatul qodar.4

4 Hasanu Simon, Misteri Syeikh Siti Jenar, hlm. 315.

6

Tradisi lain yang juga hasil kerja Sunan Kalijaga

adalah setiap orang yang akan bekerja harus mengucapkan

bismillah. Akan tetapi, kata bismillah yang sebenarnya tidak

sulit diucapkan itu oleh lidah orang jawa kebanyakan

diucapkan dengan semeilah. Selain itu, orang islam ketika

menghadapi musibah besar maupun kecil dianjurkan

mengucapkan laa ilaha illAllah, yang artinya tiada tuhan selain

Allah. Namun, diucapkan dengan wo alaah-alah atau Alah laa ilah.

Kokohnya budaya dan adat-istiadat orang jawa yang

berakar kepada nilai-nilai islam itulah barangkali karya

sunan kalijaga yang paling penting dalam perkembangan

islam di Indonesia atau jawa. Tetapi sunan kalijaga tentu

tidak sendirian, karena di antara para anggota walisongo,

khususnya wali songo angkatan IV dan seterusnya, memang

ada pembagian tugascara berdakwah agar aktifitas seluruh

anggota wali songo dapat menyentuh setiap kelompok

masyarakat yang berlatar belakang budaya atau agama lama

yang berbeda-beda. Mengingat hal itu maka walaupun ada

kekurangannya, peranan sunan kalijaga dalam mengembangkan

agama islam di Indonesia jelas penting artinya.

3. Karya-Karya Sunan Kalijaga

Sunan Kalijaga mempunyai peranan yang amat penting

dalam penyebaran agama islam di jawa. Peran yang paling

nyata adalah melanjutkan pengislaman tanah jawa dan

memperkuat landasan islami di kalangan masyarakat.

Kokohnya budaya dan adat-istiadat orang jawa yang berakar

kepada nilai-nilai islam itulah barangkali karya sunan

7

kalijaga yang paling penting dalam perkembangan islam di

Indonesia atau jawa. Karya-karya beliau ada yang

berbentuk karya tulis dan ada juga berupa karya seni.

Diantara karya-karya beliau adalah :

a) Wayang kulit

Salah satu karya besar sunan kalijaga adalah

menciptakan bentuk ukiran wayang kulit, dari bentuk

manusia menjadi bentuk kreasi baru yang mirip

karikatur. Misalnya, orang yang menghadap ke depan

diukir dengan letak bahu di depan dan di belakang.

Tangan wayang kulit dibuat panjang hingga menyentuh

kakinya. Bahkan, meski menghadap ke depan, matanya

dibuat tampak utuh.

b) Tembang-tembang

Tembang-tembang yang diciptakan sunan kalijaga

sebenarnya merupakan ajaran makrifat, ajaran mistis

dalam agama islam. Meski banyak tembang yang telah

diciptakannya, hanya tembang ilir-ilir yang dikenal

masyarakat jawa.

c) Serat dewaruci

Serat dewaruci menceritakan lakon wayang yang

menggambarkan Bima mencari Air suci Perwita Sari

Kayugung Susuhing Angin (Air Suci Perwita Sari, kayu

besar sarang nafsu). Air Suci diperlukan untuk

dipersembahkan kepada gurunya, yaitu Pandita Durna,

8

sebagai syarat agar sang guru mau me-wejang-nya tentang

Ngelmu jatining jejering pangeran. Di kalangan masyarakat jawa

lakon wayang Dewaruci sangat terkenal, sangat digemari,

baik generasi muda maupun tua. Tetapi kepopuleran yang

merosot tajam sejak awal dekade 1970-an karena berbagai

sebab, membuat serat Dewaruci kini kurang dipahamioleh

generasi yang tumbuh pada era 1970-an sampai sekarang.5

d) Suluk Linglung

Berbeda dengan Serat Dewaruci yang sudah lama

dikenal masyarakat luas, kitab suluk linglung hanya

dikenal oleh kalangan terbatas. Hal itu disebabkan, di

samping isinya hampir sama, kitab ini belum lama

diterbitkan. Bukti otentik yang ada menunjukkan bahwa

kitab suluk linglung ditulis tangan oleh sunan kalijaga

sendiri di atas kertas dari kulit hewan dan tinta

cina.Entah karena apa, kitab tersebut tidak disampaikan

secara terbuka oleh penulisnya kepada masyarakat luas,

melainkan dibungkus dengan kain putih. Menjelang usia

sunan kalijaga akan sampai pada ajalnya, kitab yang

terbungkus kain putih tersebut disampaikan kepada salah

satu putranya, tetapi sunan kalijaga tidak mengatakan

bahwa itu sebuah kitab. Sunan kalijaga hanya berpesan

agar benda tersebut disimpan baik-baik, dan kalau yang

menyimpan meninggal dunia hendaknya lalu disampaikan

kepada salah satu ahli waris yang dapat dipercaya untuk

menjaga benda pusaka itu.6

5 Hasanu Simon, Misteri Syeikh Siti Jenar, hlm. 337.6 Hasanu Simon, Misteri Syeikh Siti Jenar, hlm. 341.

9

B. Perjalanan Tasawuf Sunan Kalijaga

1. Pencarian Guru Sejati

Ketika Sunan Kalijaga lahir di bumi Tuban, keadaan

Majapahit mulai surut. Beban upeti kadipaten terhadap

pemerintahan pusat semakin besar sehingga masa remaja

Sunan Kalijaga dipenuhi dengan keprihatinan.Lebih-lebih

ketika Tuban dilanda musim kemarau panjang, pejabat

kadipaten menarik upeti kepada rakyat miskin dengan

semena-mena dan para prajurit kadipaten menghardik rakyat

kecil dengan sewenang-wenang.Sunan Kalijaga akhirnya

memilih menjadi maling cluring (mencuri yang hasil curiannya

dibagikan kepada orang miskin).7

Tindakan Sunan Kalijaga itu akhirnya diketahui oleh

ayahnya, sehingga ia mendapat hukuman yang keras, yakni

diusir dari istana. Ia akhirnya mengembara tanpa tujuan

yang pasti, hingga akhirnya menetap di hutan jatiwangi.

Di hutan itu ia menjadi seorang yang berandal, seorang

yang sangat sakti, sehingga ia dijuluki berandal

lokajaya. Ia merampok orang-orang kaya yang pelit dan

hasil rampokannya diberikan kepada rakyat miskin.

Suatu hari di hutan jatiwangi, ketika Sunan Kalijaga

sedang mengintai orang yang akan menjadi sasaran

perampokan, melintaslah di hutan tersebut seseorang yang

tampaknya kaya-raya. Orang tersebut memakai jubah serba

putih dan bersorban, berjalan dengan memakai tongkat.

Orang tersebut tidak lain adalah sunan boning. Dengan

7 Rahimsyah, Kisah Perjuangan Walisongo (Surabaya: Dua Media, 2010), hlm. 51.

10

kepandaian pencak silatnya, sunan bonang berhasil

dilumpuhkan. Sunan bonang diminta untuk menyerahkan

bekal yang dibawanya serta tongkat yang tampak

berkilauan. Tentu saja beliau tidak mau menyerahkan hak

miliknya. Akan tetapi sunan kalijaga mengancam serta

mengutarakan tujuannya bahwa perbuatan merampok itu untuk

menolong mereka yang miskin.

Pertemuannya dengan sunan bonang itulah yang membuat

sunan kalijaga tercerahkan hidupnya. Ia akhirnya

menyadari bahwa perbuatan yang dilakukannya itu merupakan

perbuatan yang salah meski tampak mulia. Akhirnya ia

menyatakan diri untuk berguru dengan sunan bonang. Dengan

demikian sunan bonang merupakan guru spiritual pertama

bagi sunan kalijaga.

Sunan bonang menerima sunan kalijaga sebagai

muridnya. Sunan kalijaga diperintahkan untuk tetap berada

di tepi sungai sampai sang sunan kembali menemuinya.

Tiada terasa lelah bertahun-tahun sunan kalijaga menunggu

dengan setia kedatangan sunan bonang. Ia tetap setia

bermeditasi di tepi sungai. Inilah yang disebut kepatuhan

dalam ajaran makrifat.Sikap tunduk dalam berguru

spiritual.Bukan teori yang dipelajari, melainkan

mujahadah, berjuang untuk mengalami kebenaran.

Setelah tiga tahun, sunan bonang menemuinya.

Dikisahkan bahwa sunan kalijaga bersemedi di tepi sungai

dengan khusyuk hingga rerumputan dan semak menutupinya.

Bahkan, ketika hendak menemuinya sunan bonang mengalami

11

kesulitan. Dengan penuh waspada, akhirnya sunan bonang

berhasil menemukannya. Barulah setelah mengumandangkan

adzan, sunan kalijaga bisa membuka sepasang matanya. Pada

tahap berikutnya, Sunan Bonang menggembleng sunan

kalijaga untuk mewariskan ilmu-ilmu agama dan spiritual

kepadanya. Pelajaran itu diberikan di tengah laut di

dalam sebuah perahu berwarna putih. Perahu itu dikatakan

sebagai pemberian Nabi Khidir. Setelah itu barulah

akhirnya sunan kalijaga mampu mewarisi ilmu-ilmu yang

sunan bonang ajarkan.8

2. Menjadi Wali

Raden Mas Sa’id yang kemudian terkenal dengan sebutan

Sunan Kalijaga menjadi anggota wali songo angkatan IV

tahun 1463.suanan kali jaga diangkat bersama Raden Mahdum

Ibrahim (Sunan Bonang), Raden Paku (Sunan Giri), dan Raden

Qosim (Sunan Drajat). Ke-empat orang tersebut berasal dari

perguruan yang sama dan belajar dalam waktu yang hampir

sama pula yaitu perguruan Ampel Denta pimpinan Sunan

Ampel. Walaupun diangkat menjadi anggota wali songo dalam

waktu bersamaan, pengangkatan sunan kalijaga merupakan

usulan dari sunan bonang.9

Tidak seperti Sunan Bonang atau Sunan Giri, Sunan

Kalijaga dalam mengembangkan agama Islam tidak dengan

cara membangun sebuah perguruan ditempat tinggalnya.

Sunan Kalijaga memilih cara dengan mengembara ke segala

penjuru jawa tengah dan jawa timur bahkan sampai ke8 Kompas, Jejak Para Wali dan Ziaroh Spiritual (Jakarta: PT Kompas Media

Nusantara, 2006), hlm. 148.9 Hasanu Simon, Misteri Syeikh Siti Jenar, hlm. 307.

12

daerah cirebon seperti halnya di gunung Surowiti. Di

antara murid Sunan Kalijaga yang terkenal dan masih dapat

dilihat situs makamnya di Surowiti sampai sekarang adalah

Empu Supo dan Raden Bagus Mataram.

Sehubungan dengan strategi siar tersebut, Sunan

Kalijaga lebih menempuh cara kompromi untuk meniadakan

sikap apriori orang jawa yang masih terikat kuat dengan

agama Hindu, Budha, Animisme maupun Dinamisme. Sunan

Kalijaga ingin membuat agar pemeluk agama lama itu mau

mendekat dan bergaul dengan para wali dan setelah itu

sedikit demi sedikit ajaran Islam disampaikan baik secara

terbuka maupun tertutup.

Pengangkatan Sunan Kalijaga menjadi wali sejajar

dengan guru-gurunya sulit dipisahkan dengan sejarah

keberadaan Desa Surowiti itu sendiri, karena di atas

gunung itulah Sunan Kali Jaga melakukan serangkaian

proses spiritual awal dibawah bimbingan sang guru, Sunan

Bonang. Tidak berlebihan kiranya jika keberadaan Desa

Surowiti bisa dikatakan tonggak sejarah kewalian Sunan

Kalijaga masa berikutnya.

Diantara tonggak sejarah itu adalah sebagai berikut:

a) Tapa ditepi Telaga Gampeng, disebut Telaga Buntung,

atau perintah Sunan Bonang untuk menjaga tongkat

bambu (Pring Silir). Hal itu sebagai bukti ketundukkan

dan keteguhan dalam menjaga amanah.

b) Melakukan Tapa Ngluweng (dikubur hidup-hidup) di

atas gunung Surowiti untuk menjalani olah spiritual

atas bimbingan Sunan Bonang : “Belajarlah kamu

13

tentang mati selagi kamu masih hidup untuk

mengetahui hidup kamu yang sesunguhnya. Bersepi

dirilah kamu di hutan dan goa dalam batas waktu yang

ditentukan”.

c) Melakukan siding-sidang dengan anggota Walisongo

lain untuk menyelesaikan persoalan-persoalan penting

berkaitan dengan perkembangan islam pada waktu itu.

Tempat sidang yang sering digunakan adalah di salah

satu ruangan Goa Langsih.

d) Mengajarkan ilmu-ilmu agama islam kepada para

muridnya dib alai-balai kecil, sekarang berdiri

masjid Raden Syahid Surowiti.

e) Menganjurkan puasa senin dan kamis kepada para

muridnya di Surowiti, sampai sekarang dua hari yang

dianjurkan itu menjadi lambang kebiasaan masyarakat

Surowiti dan sekitarnya berziarah ke Makam Sunan

Kali Jaga di Surowiti.

f) Mengajarkan ilmu pertanian dengan membuat filosofi

yang memanfaatkan alat-alat pertanian yang digunakan

masyarakat. Tentang filsafat Pacul, misalnya,

setelah petani membajak maka masih ada sisi-sisi

tanah di sudut sawah yang belum terbajak. Artinya,

bagaimanapun setelah cita-cita tercapai masih

terdapat kekurangan-kekurangannya. Peralatan pacul

sendiri terdiri dari tiga bagian, yang pertama yaitu

paculnya sendiri, singkatan dari Ngipatake Kang Muncul,

artinya dalam mengejar cita-cita tentu banyak godaan

yang harus disingkirkan. Yang kedua adalah Bawak,

14

singkatan dari Obahing Awak, menggerakkan badan,

artinya, semua godaan yang ada harus dihadapi dengan

kerja keras. Yang ketiga adalah Doran, singkatan dari

Dedongo ing Pangeran, berdo’a kepada Tuhan. Dalam upaya

mengejar cita-cita tentu tidak cukup mengandalkan

kerja fisik saja tetapi perlu disertai doa kepada

Allah SWT.

Keterangan di atas merupakan bagian dari apa yang

disebut patilasan, Tapak Jejak dan Tapak Tilas dari laku

spiritual Sunan Kalijaga dalam pengembaraannya di daerah

pesisir utara jawa yang berpusat di gunung Surowiti.

C. Ajaran Tasawuf Sunan Kalijaga

1. Pengamalan Syariat

Syariat tidak harus dipahami secara literal dan

tidak juga harus dimengerti secara harfiah.Kita harus

bisa memahami makna yang ada di balik yang tampak,

kemudian diamalkan untuk kehidupan nyata.Tidak seluruh

bentuk syariat yang menjadi perhatian sunan kalijaga.

Beberapa hal yang menjadi kunci amalan dalam agama islam,

seperti sholat dan haji, yang menjadi perhatiannya. Kedua

ibadah ini dilaksanakan secara demonstratif oleh umat

islam.10

a) Ibadah Sholat

Keunggulan seseorang itu terletak pada

pemahaman dan penghayatan dari kesejatian

10 Achmad Chodjim, Sunan Kalijaga : Mistik dan Makrifat, hlm. 145.

15

sholat, penyembahan dan pujian, bukan pada

sholat lima waktu. Oleh sunan bonang,

mengerjakan sholat lima kali sehari disebut

sembahyang, sifatnya hanyalah tata karma dalam

pergaulan umat islam dan hakikat mengerjakannya

hanyalah hiasan bagi sholat daim.

Sholat daim disebut sebagai kebaktian yang

unggul, karena semua tingkah laku merupakan

wujud dari sembahyang. Jadi, sholat daim adalah

sholat sepanjang hayat, tidak pernah terputus

dalam keadaan apa pun dan di mana pun. Diam atau

bicara, istirahat atau bekerja, tidur maupun

bangun, senantiasa sholat.Semua gerak tubuh ini

merupakan sembahyang.Bukan hanya wudhu, bahkan

tatkala bertinja dan kencing pun dalam keadaan

sholat.Dalil dari sholat daim itu sendiri

terdapat di dalam Al-qur’an, mengingat hakikat

sholat dalam Al-qur’an ditujukan untuk berzikir

kepada Allah dan mencegah perbuatan keji dan

mungkar.

b) Ibadah Haji

Rukun islam dalam bentuk puasa dan zakat tidak

mendapat porsi utama dalam ajaran islam yang

diamalkan sunan kalijaga. Puasa dan zakat bukan

hal yang istimewa bagi masyarakat nusantara

termasuk jawa pada waktu itu.Puasa dan zakat

merupakan sikap hidup sebagian besar masyarakat

16

nusantara. Maka dari itu, ibadah haji dipandang

sebagai masuknya tata cara yang baru dalam hidup

beragama.

Sunan kalijaga menggambarkan bahwa ibadah haji

itu buka pergi secara fisik ke kota mekah yang

ada di jazirah arab. Tidak ada yang tahu letak

mekah sejati, karena ada di dalam

diri.Menempuhnya harus sabar dan rela hidup di

dunia tanpa terjebak keduniaan.Inilah yang

disebut dengan haji.Sabar dan ikhlas dalam

meniti kebenaran.

Sabar berarti tahan uji dalam menempuh

kehidupan ini.Terus bertekad menempuh jalan yang

benar meski godaan dan rintangan

menghadang.orang yang sabar tak akan berhenti di

tengah jalan dalam mencapai tujuannya. Sedangkan

ikhlas atau rela adalah kesanggupan untuk hidup

tak terkontaminasi atau tercemari kotoran

dunia.Tak ikut-ikutan berebut takhta, harta, dan

dunia.Semua ini dikatakan sebagai haji karena

tujuan haji adalah untuk menjadikan manusia

sempurna, insan kamil.

Jika kesalehan dalam hidup ini sudah menjadi bagian

pelaksanaan syariat agama, selanjutnya kita tinggal

meningkatkan keimanan dan ketakwaan hidup

ini.Meningkatkan keikhlasan dan semangat hidup yang

17

benar.Tanpa wujud nyata dalam hidup ini maka syariat

hanyalah formalitas belaka.

2. Tarekat Sunan

Sunan kalijaga adalah seorang mistikus. Dia mistikus

islam sekaligus mistikus jawa. Tentu saja dia seorang

sufi dan pengamal tarekat. Berdasarkan saresahan wali,

yang menjadi sumber pelajaran keimanan dan makrifat

adalah kitab ihya’ ulum ad-din karya Imam al-Ghazali.Tentunya

tarekat yang dianutnya adalah ghazaliyyah.Tetapi, jika

dilacak dari berbagai tembang yang ditulisnya, atau serat

suluk tentang dirinya, jelas amat sulit menggolongkan

sunan ke dalam tarekat tertentu.Tampaknya sunan meramu

ajaran tarekat yang berasal dari luar dengan praktik

mistik jawa.11

a) Meditasi dan kontemplasi

Meditasi atau semedi merupakan salah satu cara

dalam tarekatnya sunan kalijaga. Meditasi atau

semedi dapat disamakan dengan zikir. Melakukan

meditasi tidak sama dengan olahraga pernapasan.

Kalau olahraga yang diperhatikan hanyalah badan

jasmani saja, tetapi dalam meditasi ada daya upaya,

usaha, untuk meningkatkan kesempurnaan spiritual.

Pertama, bagi yang hendak melakukan semedi harus

melakukan sesaji ing sagara, yaitu mengutamakan peranan

kalbu.Sagara atau lautan dalam pandangan jawa

11 Achmad Chodjim, Sunan Kalijaga : Mistik dan Makrifat, hlm. 204.

18

merupakan lambang bagi hati atau kalbu.Harus bisa

mengendalikan hati sehingga pengembaraan perasaan,

pikiran dan permana menjadi satu. Kedua, semedi

merupakan cara untuk membersihkan diri dari program

lama yang masih melekat pada pita kaset hidup ini.

Ketiga, bila zikir yang dilakukan telah sempurna

benar-benar, yakni angan-angan, pikiran dan ilusi

telah lenyap, maka batin sang pezikir selamat

sentosa. Dia terbebas dari segala gangguan batin.

b) Kesalehan dalam hidup

Dalam bahasa agama, amar makruf (menyeru kematian)

merupakan wujud kesalehan dalam hidup. Baik itu

kesalehan pribadi maupun social.Amar makruf merupakan

perintah untuk berbuat dan bertindak

kebajikan.Yaitu, perbuatan baik yang sudah dikenal

oleh masyarakat.Sesuatu yang makruf itu merupakan

wujud dari kearifan local. Artinya, apa yang ma’ruf

di jazirah Arabia, belum tentu ma’ruf di jawa.

Dalam kemakrufan local dikenal apa yang namanya

pancasetya, yaitu setya budaya, setya wacana, setya semaya, setya

laksana, dan setya mitra. Pertama, setya budaya.Dengan

budayanya, manusia mencoba mengatasi alam lingkungan

hidupnya untuk kesejahteraan hidupnya.Kedua, setya

wacana.Memegang teguh ucapannya.Apa yang diperbuat

sesuai dengan yang dikatakan. Ketiga, setya

semaya.Dalam kehidupan ini kita harus senantiasa

menepati janji.Janji merupakan ucapan kesediaan atau

kesanggupan untuk memberikan sesuatu.Keempat, setya

19

laksana.Yaitu bertanggung jawab atas tugas yang

dipikulnya.Kelima, setya mitra.Artinya, yang

dibangun dalam kehidupan ini adalah persahabatan dan

kesetiakawanan.Dalam bahasa kehidupan modern yang

kita bangun dalam kehidupan social adalah partnership

atau kemitraan.

Tarekat sunan kalijaga yang intinya mengamalkan

zikir dan meditasi dalam kehidupan sehari-hari,

merupakan cara untuk mencapai kesadaran hidup.

Bentuk dari kesadaran itu adalah amar makruf nahi

mungkar dengan basis budaya jawa.Islam yang dibawakan

sunan kalijaga benar-benar menjadi rahmat bagi

sekalian alam. Islam dibawakan dengan gaya

tarekatnya sendiri, yaitu tarekat ala jawa.

3. Memahami Hakikat

Tahap terakhir dalam perjalanan penyempurnaan

diri adalah makrifat. Sebelum mencapai tahap itu,

maka kita harus memahami hakikat karena makrifat

merupakan buah dari hakikat.Langkah pertama dalam

tahap hakikat adalah mengenal diri. Karena dengan

mengenal dirinya itulah dia akan mengenal Tuhannya.

Ada empat ketakjuban yang harus dipahami dalam tahap

hakikat. Yaitu, ketakjuban pada syahadat, takbir,

menghadap kepada Tuhan, dan sakaratul maut.12

12 Achmad Chodjim, Sunan Kalijaga : Mistik dan Makrifat, hlm. 240.

20

a) Ketakjuban terhadap Syahadat

Syahadat sebenarnya kesaksian. Dengan

demikian, orang yang bersyahadat berarti orang

yang bersaksi. Jelas sekali bahwa syahadat bukan

mengucapkan dua kalimat syahadat belaka,

melainkan ada kesadaran yang hadir ketika

kalimat itu diucapkan. Jadi, bersyahadat bukan

formalitas ucapan tentang kesaksian saja.

b) Ketakjuban terhadap Takbir

Selama ini takbir hanya dimaknai sebagai

ucapan Allahu Akbar. Sebenarnya kekaguman pada

takbir itu adalah pengucapan yang lahir dari

firman Allah untuk memuji dzat-Nya, keagungan-

Nya, kekaguman yang timbul di dalam hati yang

menerima belas kasih-Nya.Jadi, takbir yang

sebenarnya itu hasil dari penghayatan diri

terhadap sifat Allah.

c) Ketakjuban saat menghadap Allah

Ada perbedaan diantara manusia dan Allah.Allah

adalah sumber kebahagiaan, sumber kedamaian dan

sumber keselamatan. Meskipun demikian, rasa di

dalam batinlah yang bisa menangkap kebahagiaan

itu. Hakikat rasa adalah tumbuhnya kemampuan

untuk merasakan kehadiran Tuhan.

d) Ketakjuban saat Sakaratul Maut

21

Sakaratul maut harus dijemput secara mapan.

Mantap dan tidak goyah dalam menghadapinya.

Dalam keadaan sakaratul maut, teroris dan

penggembira mungkin datang silih berganti.Mungkin

semua itu menjadi tak berarti bagi yang terlatih

meditasi. Bagi yang biasa zikir, kesadaran itu

bagian dari hidupnya. Meditasi atau zikir adalah

cara untuk melatih diri untuk bias menolong

dirinya dalam menghadap Tuhan.

4. Ma’rifat Kepada Allah

Makrifat adalah hadirnya kebenaran Allah pada

seorang Sufi dalam keadaan hatinya selalu berhubungan

dengan “Nur Ilahi”.Makrifat membuat ketenangan dalam

hati, sebagaimana ilmu pengetahuan membuat ketenangan

dalam akal pikiran.Jika meningkat makrifatnya, maka

meningkat pula ketenangan hatinya. Akan tetapi tidak

semua sufi dapat mencapai pada tingkatan ini, karena itu

seorang sufi yang sudah sampai pada tingkatan makrifat

ini memiliki tanda-tanda tertentu, antara lain13 :

a) Selalu memancar cahaya makrifat padanya dalam

segala sikap dan perilakunya. Karena itu sikap

wara selalu ada pada dirinya.

b) Tidak menjadikan keputusan pada suatu yang

berdasarkan fakta yang bersifat nyata, karena hal-

13 Achmad Chodjim, Sunan Kalijaga : Mistik dan Makrifat, hlm. 238.

22

hal yang nyata menurut ajaran Tasawuf belum tentu

benar.

c) Tidak meginginkan nikmat Allah yang banyak buat

dirinya, karena hal itu bisa membawanya pada hal

yang haram.

Dari sinilah kita dapat melihat bahwa seorang sufi

tidak menginginkan kemewahan dalam hidupnya, kiranya

kebutuhan duniawi sekedar untuk menunjang ibadahnya, dan

tingkatan makrifat yang dimiliki cukup menjadikan ia

bahagia dalam hidupnya karena merasa selalu bersama-sama

dengan Tuhannya.

Sampai pada tingkatan yang paling tinggi dalam

pencapaiannya sebagai seorang sufi, Sunan Kalijaga telah

melewati beberapa tahapan untuk dapat menuju tingkatan

makrifat dan mengenal siapa dirinya. Dalam perjalanan

spiritualnya yang digambarkan dalam sebuah simbol

kehidupan.

Dalam Suluk seh Malaya disebutkan “Lamun siro arsa

munggah kaji, marang mekah kaki ana apa,….lamon ora weruh ing kakbah

sejati, tan wruh iman hidayat” artinya, jika kamu akan

melaksanakan ibadah haji ke Mekkah, kamu harus tau

tujuan. Bila belum tahu tujuan yang sebenarnya dari

ibadah haji, tentu apa yang dilakukan itu sia-sia belaka.

Demikianlah sesungguhnya iman hidayat yang harus kau

yakini dalam hati.Keyakinan iman hidayat tidak mungkin

ditemukan di luar diri manusia, namun ia sesungguhnya

terletak di dalam diri atau batin manusia itu sendiri.

23

Dalam naskah Suluk Linglung disebutkan “cahaya gumawang tan

wruh arane, pancamaya rampun, sejatine tyasira yekti, pangareping salira”.

Artinya, cahaya yang mencorong tapi tidak diketahui

namanya adalah pancamaya yang sebenarnya ada di dalam

hatimu sendiri, bahkan mangatur dan memimpin dirimu.

Maksudnya manusia yang telah menyingkap dimensi

batinnya, akan mengetahui hakikatnya, bahwa asal-usulnya

dari Allah, berupa kesatuan hamba dengan Tuhan adalah

Manunggaling Kawula-Gusti atau dalam Suluk Linglung

diungkapkan dengan iman hidayat. Proses ini dalam Suluk

Linglung tercermin dalam kutipan “Lah ta mara seh Malaya aglis,

umanjinga guwa garbaningwang” , artinya, Seh Malaya segeralah

kemari secepatnya, masuklah ke dalam tubuhku. Dalam tahap

ini jiwa manusia bersatu dengan jiwa semesta. Melalui

kebersatuan ini maka manusia mencapai kawruh sangkan

paraning dumadi, yaitu pengetahuan atau ilmu tentang

asal-usul dan tujuan segala apa yang di ciptakan-Nya.

Tahap-tahap menuju suluk di jalan Allah dengan menempuh

jalan yang di ridhoi Allah, demi kebahagiaan abadi baik

di dunia dan di akhirat, telah diajarkan dengan baik oleh

Sunan Kalijaga dengan menekankan pentingnya ajaran

syari’at guna menggapai ajaran tarekat dan makrifat.

24

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam kehidupan tasawuf, seseorang yang ingin

menyempurnakan dirinya harus melalui beberapa tahap-tahap

dalam perjalanan spiritualnya.Dimana tahap paling dasar

adalah syari'at, yaitu tahap pelatihan badan agar dicapai

kedisiplinan dan kesegaran jasmani. Dalam syari'at

hubungan antar manusia dijalin menjadi umat, syariat

dimaksudkan untuk membawa  seseorang ke dalam sebuah

bangunan kolektif, yang disebut umat, bangunan

25

persaudaraan berdasarkan kepercayaan atau agama yang

sama.

Tahap selanjutnya adalah tahap tarekat.Di tahap ini

terdapat banyak perbedaan dalam aliran-alirannya. Meski

tata cara dan bentuk aliran-aliran tarekat itu berbeda-

beda, bahkan ada yang amat tajam perbedaannya, mereka

bisa hidup bersama. Sebagaimana juga tarekat sunan

kalijaga yang meramu ajaran tarekat yang berasal dari

luar dengan praktik mistik jawa.

Tahap yang lebih tinggi lagi adalah tahap

hakikat.Tahap ini merupakan ujung dari semua

perjalanan.Di tahap inilah seseorang diharapkan bisa

menemukan kebenaran sejati.Tahap terakhir dalam

perjalanan penyempurnaan diri adalah makrifat.Tahap ini

sebenarnya merupakan buah dari tahap hakikat.Karena pada

tahap ini manusia telah menyatukan dirinya dengan

Tuhannya.Semua ajaran yang dilakukan dalam tarekat

sebenarnya berujung pada hakikat dan buahnya adalah

makrifat.Mengenal Allah senyata-nyatanya, bukan saja

mengenal-Nya di hari akhirat nanti, melainkan ketika

masih di dunia ini saja.

B. Kritik dan Saran

Demikianlah makalah ini yang kami buat, semoga dapat

bermanfaat bagi pembaca. Penulis menyadari bahwa dalam

pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kesalahan dan

kekurangan maka dari itu penulis mengharapkan krtik dan

26

saran dari semua pihak demi perbaikan makalah ini di masa

yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA

Chodjim, Achmad. Sunan Kalijaga : Mistik dan Makrifat. Jakarta: Serambi,

2013.

Kompas. Jejak Para Wali dan Ziaroh Spiritual. Jakarta: PT Kompas Media

Nusantara, 2006.

Nahri F, Siami. 2013. “Ajaran Makrifat Sunan Kalijaga dalam

Suluk Linglung” dalam

http://www.wartamadani.com/2013/03/ajaran-makrifat-sunan-

kalijaga-dalam.html diakses pada tanggal 16 November 2014

pukul 09:14 WIB.

Rahimsyah. Kisah Perjuangan Walisongo. Surabaya: Dua Media, 2010.

Simon, Hasanu. Misteri Syeikh Siti Jenar : Peran Walisongo dalam Mengislamkan

Tanah Jawa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006.

27