Skripsi Geofisika PEMETAAN POROSITAS LAPISAN BATU ...
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
2 -
download
0
Transcript of Skripsi Geofisika PEMETAAN POROSITAS LAPISAN BATU ...
Skripsi Geofisika
PEMETAAN POROSITAS LAPISAN BATU GAMPING FORMASI MINAHAKI
MENGGUNAKAN METODE INVERSI IMPEDANSI AKUSTIK, ANALISIS
MULTIATRIBUT DAN PROBABILISTIC NEURAL NETWORK
OLEH:
Ikawati Basri
H221 13 702
PROGRAM STUDI GEOFISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
i
Skripsi Geofisika
PEMETAAN POROSITAS LAPISAN BATU GAMPING FORMASI MINAHAKI
MENGGUNAKAN METODE INVERSI IMPEDANSI AKUSTIK, ANALISIS
MULTIATRIBUT DAN PROBABILISTIC NEURAL NETWORK
OLEH:
Ikawati Basri
H221 13 702
PROGRAM STUDI GEOFISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
ii
PEMETAAN POROSITAS LAPISAN BATU GAMPING FORMASI MINAHAKI
MENGGUNAKAN METODE INVERSI IMPEDANSI AKUSTIK, ANALISIS
MULTIATRIBUT DAN PROBABILISTIC NEURAL NETWORK
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Pada Program Studi Geofisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Hasanuddin
Oleh :
Nama : Ikawati Basri
Stambuk : H221 13 702
Prog. Studi : Geofisika
PROGRAM STUDI GEOFISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
iii
LEMBAR PENGESAHAN
PEMETAAN POROSITAS LAPISAN BATU GAMPING FORMASI MINAHAKI
MENGGUNAKAN METODE INVERSI IMPEDANSI AKUSTIK, ANALISIS
MULTIATRIBUT DAN PROBABILISTIC NEURAL NETWORK
Makassar, 28 November 2017
Disetujui Oleh :
Pembimbing Utama Pembimbing Pertama
(Sabrianto Aswad, S.Si, MT) (Dr. Muh. Altin Massinai, MT.Surv)
NIP. 19780524 200501 1 002 NIP. 19640616 198903 1 006
Pembimbing Kedua
(Suryana)
Nopek. 190114
iv
ABSTRACT
Minahaki Formation is a gas reservoir with limestone lithology and its
characteristically irregular porosity. Because of that, porosity is an important thing to
be considered in reservoir characterization in this formation. The aims of this study are
mapping the porosity distribution, estimate the direction of fair porosity distribution
and determine the potential zone in the study area by seismic inversion method,
multiattribute transform and probabilistic neural networks (PNN). Seismic data was
inverted to generate acoustic impedance (AI) data. Then, the AI section transformed to
be porosity section based on linier relationship between acoustic impedance and
porosity information from well log data. Furthermore, multiattribute transforms and
probabilistic neural network (PNN) were analyzed. Cross validation is used to estimate
number of attribute to predict porosity. In multiattribute transforms and probabilistic
neural network there are two number of attribute are valid to be used. The correlation
between porosity from well log data and predicted porosity about 72% using
multiattribute transforms and increased significantly to 92% using probabilistic neural
networks (PNN). Based on the result, known that seismic inversion method completed
with multiattribute transforms and probabilistic neural networks are able to predict
acoustic impedance around study area that is about 7.000 – 9.800 (m/s)(gr/cc) with
porosity about 10% – 25%. Generally, the good acoustic impedance and porosity
distribution is in the Eastern to Sothern part of this study area. Furthermore, there are
some potential zone to be develop namely BSJ-X, BSJ-Y and BSJ-Z.
Keyword : Porosity, Seismic Inversion, Multiattribute Transforms, Probabilistic
Neural Networks (PNN)
v
SARI BACAAN
Formasi Minahaki merupakan reservoar gas dengan litologi batu Gamping yang
memiliki porositas irregular. Oleh karena itu, porositas merupakan salahsatu hal
penting untuk dipertimbangkan dalam penentuan kualitas reservoar pada formasi
tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memetakan porositas, menentukan
arah persebaran porositas dan menentukan zona potensi reservoar pada lokasi
penelitian menggunakan metode seismik inversi, analisis multiatribut dan probabilistic
neural network (PNN). Data seismik diinversi untuk menghasilkan informasi impedasi
akustik (AI). Penampang AI hasil inversi seismik tersebut kemudian ditransformasi
menjadi penampang porositas berdasarkan hubungan linier yang diperoleh dari
crossplot antara data impedansi akustik dan porositas dari sumur yang ada. Selanjutnya,
dilakukan analisis multiatribut dan probabilistic neural network. Cross-validasi
dilakukan untuk mengetahui jumlah maksimal atribut yang dapat digunakan untuk
memprediksi porositas. Pada analisis multiatribut dan probabilistic neural network
terdapat dua atribut yang dapat digunakan. Adapun hasil yang diperoleh, korelasi
antara porositas dari sumur dan porositas prediksi sekitar 72% menggunakan analisis
multiatribut dan meningkat secara signifikan menggukan analisis probabilistic neural
network sebesar 92%. Berdasarkan hasil yang diperoleh diketahui bahwa metode
inversi seismik yang diperkuat dengan analisis multiatribut dan probabilistic neural
network mampu memprediksi impedansi akustik pada daerah penelitian dengan cukup
baik yang berkisar antara 7.000 – 9.800 (m/s)(gr/cc) dengan nilai porositas sekitar 10%
– 25%. Secara umum, arah persebaran impedansi akustik dan porositas yang baik
berada pada arah timur ke selatan. Selain itu, terdapat beberapa lokasi yang berpotensi
untuk dikembangkan yang ditandai dengan nama BSJ-X, BSJ-Y dan BSJ-Z.
Kata kunci: Porositas, Inversi Seismik, Analisis Multiatribut, Probabilistic Neural
Network (PNN)
vi
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin, segala puji bagi Allah SWT yang senantiasa penulis
haturkan atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Tak lupa pula syalawat dan salam senantiasa penulis kirimkan kepada
baginda Rasulullah, Muhammad Shallahu Alaihi Wa Sallam, keluarga, para sahabat,
dan para pengikutnya.
Selama penulisan dan penyelesaian Laporan Tugas Akhir ini, tak terlepas dari berbagai
rintangan dan hambatan serta keterbatasan penulis, namun berkat bantuan dan
dorongan dari berbagai pihak sehingga hal ini dapat diatasi, untuk itu dalam
kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, saya mengucapkan terimakasih yang
tak terhingga kepada kedua orangtuaku tercinta, Ibunda Sinahari dan Ayahanda Basri
atas dukungan dan cinta kasih serta saudara-saudara penulis Hasyim Basri, Nurhayati
Basri, St. Aisyah Basri, Abd. Hafid Basri, Alm. Hamka Basri, Wahyuningsih
Basri dan Sitti Rahmah Basri yang selalu memberi semangat dan motivasi. Serta
seluruh keluarga penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah
memberikan penulis motivasi. Dan penghargaan yang setinggi-tingginya dan rasa
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
vii
1. Bapak Sabrianto Aswad, S.Si, MT dan Bapak Dr. Muh. Altin Massinai,
MT.Surv selaku pembimbing utama dan pembimbing pertama yang
dengan tulus dan sabar memberikan bimbingan, serta menuntun penulis
hingga selesainya skripsi ini.
2. Bapak Suryana dan Mas Ikhsan Novryan Priatama, selaku pembimbing
(terbaik) yang telah memberikan wawasan, ilmu pengetahuan dan banyak
hal yang sangat membantu penulis, serta kesabarannya yang luar biasa dalam
membimbing penulis selama melakukan penelitian Tugas Akhir di PT.
Pertamina EP Asset 4.
3. Bapak Edi Pringadi selaku Asset 4 HR Manager yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk dapat melakukan penelitian
Tugas Akhir di PT. Pertamina EP Asset 4.
4. Mas Adi atas bantuannya sehingga penulis bisa mendapatkan kesempatan
untuk melakukan tugas akhir di PT. Pertamina EP Asset 4.
5. Seluruh staff EPT PT. Pertamina EP Asset 4 field Cepu mba Yudith, Mba
Ira, Mba Umi, Mba Dita, Mba Asih, Mba Tulus, Pak Yusuf, Mas Cahya
Mas Idrus, Mas Hendro, Om Jahid, Mas Agus, Mas Ifand, Mas Jimmy,
Mas Aufa dan seluruh staff lainnya yang belum sempat penulis sebutkan.
6. Bapak Dr. Lantu, M.Eng.Sc,DESS, Bapak Dr. Muh. Hamzah, S.Si, MT,
dan Ibu Makhrani, S.Si, M.Si selaku tim penguji skripsi geofisika yang
telah memberi masukan serta saran kepada penulis.
viii
7. Bapak Dr. Eng. Amiruddin, S.Si, M.Si selaku Dekan Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin.
8. Bapak Dr. Muh. Altin Massinai, MT.Surv selaku Ketua Program Studi
Geofisika FMIPA UNHAS.
9. Ibu Makhrani, S.Si, M.Si selaku Penasehat Akademik yang banyak
memberikan nasehat kepada penulis.
10. Dosen-dosen pengajar yang telah membagikan ilmunya serta memberi
bimbingan selama perkuliahan.
11. Teman seperjuangan KP hingga TA, Nurasyirianti Bagenda, terima kasih
untuk tetap selalu berjuang bersama penulis hingga terselesaikannya tugas
akhir ini.
12. Teman-teman di Pondok Arminah Dwi Marfiani F, Waode Siti Nur
Rahmadaningsih, Akramunnisa, Eunike Else Toban, Jamriani, dan
Nurwahidah. Terima kasih untuk selalu membukakan saya pintu kamar
kalian setiap kali berkunjung dan kebersamaannya di pondokan, tempat jalan
maupun di Kampus.
13. Teman-teman seangkatan Fisika dan Geofisika “ANGKER 2013” atas
kebersamaannya dari Maba hingga sekarang. Maaf tak dapat disebutkan
satu-satu, terima kasih untuk menjadi 88 orang saudara tak sedarah.
14. Teman-teman Se-MIPA 2013.
15. Teman-teman Seperjuangan di Geofisika 2013 , Ajriah, Odah, Uyung, Opi,
Nike, Arfah, Ewi, Ningsih, Ida, Akra, Yanti, Tiara, Ami, Minu, Nunu,
ix
Rista, Hilda, Pia (Semoga segera pulih ) , Hena, Jenifer, Zuhaa, Dera,
Pur, dan Fitrah, Olid, Maher, Baso, Eko, Asnur, Bahrul, Anca,
Wahyudin, Ali, Reskur, Iqbal, Dhika, Mus, Mugni, Ichal, Jayadi, Iqlal,
Ullah, Takdir, Zul, Kanda, Fitrawan, Sudar, Roby.
16. Teman-teman KKN Gel.93 Desa Singki, Kec. Anggeraja, Kab. Enrekang;
Kak Ali, Kak Zul, Kak Awal, Rudi, Tri dan Kadek.
17. Teman-teman serta Adik-adik Pengurus Society of Petroleum Engineers
Hasanuddin University Student Chapter “Dewi, Riska, Arman, Ridho,
Reza, Kadri, Tedi dkk”.
18. Kakak-kakak Senior maupun Adik-adik Junior Fisika maupun Geofisika.
Dan seluruh pihak yang telah banyak membantu penulis serta dukungan
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Dalam penyusunan laporan tugas akhir
ini, penulis telah berusaha untuk menyusunnya dengan sebaik mungkin. Untuk
itu jika terdapat suatu kesalahan dan kekurangan dalam laporan ini yang tidak
penulis sadari, penulis mohon maaf yang sebesar- besarnya. Saran dan kritik dari
para pembaca akan sangat membantu untuk kemajuan di masa datang. Akhir
kata mudah–mudahan skripsi ini dapat mencapai tujuan yang dimaksudkan dan
bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada umumnya.
Waassalamu’ Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Makassar, November 2017
Penulis
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iii
KATA PENGANTAR ................................................................................... vi
DAFTAR ISI .................................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xx
BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang ........................................................................................... 1
I.2 Tujuan Penelitian. ....................................................................................... 3
I.3. Batasan Masalah ....................................................................................... 3
BAB II TEORI DASAR
II.1 Geologi Regional ...................................................................................... 4
II.1.1 Tektonik Regional Lengan Timur Sulawesi ........................................... 5
II.1.2 Stratigrafi Daerah Penelitian .................................................................. 7
II.2 Teori Dasar Porositas ................................................................................ 9
II.3 Data Sumur ................................................................................................ 12
II.3.1 Log Litologi ............................................................................................ 12
II.3.2 Log Untuk Mengukur Porositas ............................................................. 14
II.3.3 Log Untuk Mengukur Resistivitas.......................................................... 16
II.4 Metode Seismik Refleksi dalam Eksplorasi Hidrokarbon ........................ 17
II.4.1 Impedansi Akustik .................................................................................. 18
xi
II.4.2 Koefisien Refleksi .................................................................................. 18
II.4.3 Wavelet ................................................................................................... 19
II.4.4 Polaritas Wavelet .................................................................................... 20
II.4.5 Resolusi vertikal ..................................................................................... 21
II.4.6 Seismogram Sintetik ............................................................................... 23
II.4.7 Pengikatan Data Sumur ke Data Seismik (Well Seismic Tie)................. 24
II.4.8 Interpretasi Seismik pada Reservoar Karbonat ...................................... 24
II.4.9 Seismik Inversi ....................................................................................... 28
II.4.9.1 Seismik Inversi Bandlimited ............................................................... 29
II.4.9.2 Seismik Inversi Model Based .............................................................. 31
II.4.9.3 Seismik Inversi Sparse Spike .............................................................. 34
II.5 Metode Multiatribut................................................................................... 36
II.6 Neural Network ......................................................................................... 42
II.6.1 Multilayer Feedforward Neural Network (MLFN) ................................ 44
II.6.2 Probabilistic Neural Network (PNN) ..................................................... 45
BAB III METODE PENELITIAN
III.1 Lokasi Penelitian ...................................................................................... 48
III.2 Perangkat dan Data Penelitian ................................................................. 48
III.3 Pengolahan Data....................................................................................... 50
III.3.1 Input Data Sumur .................................................................................. 50
III.3.2 Input Data Seismik ................................................................................ 50
III.3.3 Input Data Marker ................................................................................. 51
xii
III.3.4 Analisis Sensitivitas .............................................................................. 51
III.3.5 Ekstraksi Wavelet dan Pengikatan Data Sumur dengan Data Seismik . 51
III.3.6 Analisis Ketebalan Tuning (Tuning Thickness) .................................... 53
III.3.7 Picking Horizon .................................................................................... 53
III.3.8 Inversi Seismik ...................................................................................... 54
III.3.9 Analisis Multiatribut ............................................................................. 54
III.3.10 Analisis Probabilistic Neural Network (PNN) .................................... 55
III.3.11 Pemetaan ............................................................................................. 55
III.4 Bagan Alir Penelitian ............................................................................... 56
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Analisis Sensitivitas ................................................................................. 57
IV.2 Ekstraksi Wavelet dan Pengikatan Data Sumur dengan Data Seismik.... 58
IV.3 Analisis Ketebalan Tuning (Tuning Thickness) ....................................... 60
IV.4 Picking Horizon ....................................................................................... 60
IV.5 Inversi Seismik ........................................................................................ 61
IV.6 Analisis Multiatribut ................................................................................ 68
IV.7 Analisis Probabilistic Neural Network (PNN) ........................................ 73
IV.8 Pemetaan .................................................................................................. 76
IV.8.1 Peta Struktur Daerah Penelitian ............................................................ 76
IV.8.2 Pemetaan Impedansi Akustik Hasil Inversi Seismik ............................ 77
IV.8.3 Pemetaan Porositas ............................................................................... 79
IV.9 Daerah Potensi Pengembangan ................................................................ 82
xiii
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan ............................................................................................... 86
V.2 Saran .......................................................................................................... 86
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 88
LAMPIRAN .................................................................................................... 90
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Peta Geologi Lengan Timur Sulawesi ........................................ 4
Gambar 2.2 Pola Tumbukan Mikro Kontinen di Kawasan Sulawesi
bagian Timur ............................................................................... 6
Gambar 2.3 Stratigrafi Lengan Timur Sulawesi dan Mikro Benua
Banggai Sula ............................................................................... 8
Gambar 2.4 Penjalaran gelombang melalui batas dua medium...................... 17
Gambar 2.5 Pembagian jenis fasa wavelet ..................................................... 20
Gambar 2.6 Polaritas normal dan polaritas terbalik (reverse) untuk
sebuah wavelet fasa nol (zero phase) (a) dan fasa minimum
(minimum phase) (b) pada kasus Koefisien Refleksi meningkat
(KR positif) yang terjadi pada contoh batas air laut dengan
dasar laut/lempung ...................................................................... 21
Gambar 2.7 Efek interferensi yang berhubungan dengan batuan dengan
AI tinggi yang terletak pada batuan dengan AI rendah ............... 22
Gambar 2.8 Ilustrasi seismogram sintetik yang diperoleh dari konvolusi
koefisien refleksi dengan wavelet ............................................... 23
xv
Gambar 2.9 Contoh konfigurasi refleksi diagnostik endapan karbonat
(a) Secara langsung dan (b) secara tidak langsung ....................... 27
Gambar 2.10 Jenis-jenis buildup karbonat yang diperoleh dari
data seismik .............................................................................. 27
Gambar 2.11 Diagram alir forward dan invers modelling.............................. 28
Gambar 2.12 Pembagian jenis metode inversi seismik .................................. 29
Gambar 2.13 Penampang seismik hasil inversi bandlimited .......................... 30
Gambar 2.14 Diagram alir metode inversi model based ................................ 31
Gambar 2.15 Penampang seismik hasil inversi model based ......................... 34
Gambar 2.16 Penampang seismik hasil inversi Sparse-Spike ........................ 36
Gambar 2.17 Crossplot sederhana antara taget log (density-porosity)
dan atribut seismik ................................................................... 38
Gambar 2.18 contoh kasus tiga atribut seismik, tiap sample log target
dimodelkan sebagai kombinasi linier dari sampel atribut
pada interval waktu yang sama .................................................. 40
Gambar 2.19 Ilustrasi crossplot log prediksi dan log sebenarnya .................. 42
Gambar 2.20 Arsitektur MLFN ...................................................................... 44
xvi
Gambar 2.21 Contoh plot validation error (merah) dan prediction error ..... 47
Gambar 3.1 Lokasi Penelitian ........................................................................ 48
Gambar 3.2 Data seismik dan sumur yang melewati lintasan
DMS_BSJ_IL1760 ...................................................................... 49
Gambar 3.3 Bagan Alir Penelitian .................................................................. 56
Gambar 4.1 Crossplot impedansi akustik dan porositas dari data log sumur 57
Gambar 4.2 Wavelet statistik hasil ekstraksi wavelet .................................... 58
Gambar 4.3 pengikatan data sumur BSJ-01 dengan data seismik
dengan korelasi sebesar 0.610 ................................................... 59
Gambar 4.4 Horizon Top Miosen Karbonat dan Bottom Miosen Karbonat
pada lintasan seismik DMS_BSJ_IL1760 ................................... 60
Gambar 4.5 Penampang model geologi pada lintasan seismik
DMS_BSJ_IL1760 ...................................................................... 61
Gambar 4.6 Analisa inversi seismik a) model based dan
b) linier programming sparse-spike ............................................ 63
Gambar 4.7 Penampang impedansi akustik hasil inversi model based
pada lintasan seismik DMS-BSJ-1760 yang melewati
xvii
sumur BSJ-01 ............................................................................ 65
Gambar 4.8 Crossplot antara impedansi akustik hasil inversi dengan
impedansi akustik yang diperoleh dari log sumur....................... 66
Gambar 4.9 Penampang porositas hasil transformasi dari penampang
impedansi akustik pada lintasan seismik DMS-BSJ-1760
yang melewati sumur BSJ-01...................................................... 67
Gambar 4.10 Kurva training error dan error validasi untuk analisis
multiatribut ............................................................................... 70
Gambar 4.11 Crossplot validasi nilai porositas prediksi hasil analisis
multiatribut dan nilai porositas log
di sumur BSJ-01, BSJ-03 dan BSJ-05 ..................................... 71
Gambar 4.12 Hasil aplikasi nilai porositas prediksi hasil analisis multiatribut
dan nilai porositas log di sumur BSJ-01, BSJ-03 dan
BSJ-05 ...................................................................................... 71
Gambar 4.13 Penampang porositas hasil analisis multiatribut pada
lintasan seismik DMS-BSJ-1760 yang melewati
sumur BSJ-01 ........................................................................... 73
xviii
Gambar 4.14 Hasil aplikasi nilai porositas prediksi hasil analisis
probabilistic neural network dan nilai porositas log
di sumur BSJ-01, BSJ-03 dan BSJ-05 ..................................... 74
Gambar 4.15 Crossplot validasi nilai porositas prediksi hasil analisis
probabilistic neural network dan nilai porositas log
di sumur BSJ-01, BSJ-03 dan BSJ-05 ..................................... 74
Gambar 4.16 Penampang porositas hasil analisis probalistic neural network
pada lintasan seismik DMS-BSJ-1760 yang melewati sumur
BSJ-01 ...................................................................................... 75
Gambar 4.17 Peta struktur daerah penelitian.................................................. 77
Gambar 4.18 Peta persebaran impedansi akustik daerah penelitian dengan
window 30 m di bawah horizon Top Miosen Karbonat ........... 78
Gambar 4.19 Peta persebaran impedansi akustik daerah penelitian dengan
window 80 m di atas horizon Bottom Miosen Karbonat .......... 78
Gambar 4.20 Peta persebaran porositas yang dihasilkan dari transformasi
impedansi akustik daerah penelitian dengan window 30 m
di bawah horizon Top Miosen Karbonat .................................. 80
xix
Gambar 4.21 Peta persebaran porositas daerah penelitian hasil analisis
multiatribut dengan window 30 m di bawah horizon
Top Miosen Karbonat .............................................................. 80
Gambar 4.22 Peta persebaran porositas daerah penelitian hasil analisis
Probabilistic Neural Network (PNN) dengan window 30 m
di bawah horizon Top Miosen Karbonat. ................................. 81
Gambar 4.23 Peta persebaran porositas daerah penelitian hasil analisis
Probabilistic Neural Network (PNN) dengan window 80 m
di atas horizon Bottom Miosen Karbonat ................................ 82
Gambar 4.24 Peta persebaran porositas daerah penelitian hasil analisis
Probabilistic Neural Network (PNN) dengan window 30 m
di bawah horizon Top Miosen Karbonat.
dan lokasi sumur usulan BSJ-X, BSJ-Y dan BSJ-Z. ................ 84
xx
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Klasifikasi dan Nilai Porositas ........................................................ 10
Tabel 4.1 Tabel perbandingan antara metode inversi model based
dan linier programming sparse-spike (LPSS) ................................. 64
Tabel 4.2 Tabel hasil Analisa seismik multiatribut ......................................... 69
Tabel 4.3 Tabel data AOFP (Absolute Open Flow Potential)
sumur BSJ-01, BSJ-03 dan BSJ-05. ............................................... 85
xxi
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN I : BASE MAP LOKASI PENELITIAN
LAMPIRAN II : PENAMPANG IMPEDANSI AKUSTIK HASIL INVERSI
LAMPIRAN III : PENAMPANG POROSITAS DARI TRANFORMASI
IMPEDANSI AKUSTIK HASIL INVERSI
LAMPIRAN IV : PENAMPANG POROSITAS HASIL ANALISIS
MULTIATRIBUT
LAMPIRAN V : PENAMPANG POROSITAS HASIL ANALISIS
PROBABILISTIC NEURAL NETWORK
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring perkembangan zaman kebutuhan manusia akan sumber daya energi semakin
meningkat, khususnya bahan bakar minyak dan gas bumi. Hal ini mengakibatkan
kegiatan eksplorasi sumber daya minyak dan gas bumi harus terus dilakukan untuk
menemukan cadangan-cadangan baru untuk dapat memenuhi kebutuhan akan sumber
daya tersebut. Selain melakukan eksplorasi, upaya memaksimalkan pengembangan
lapangan yang telah ada juga dapat menjadi solusi lainnya. Salah satunya yaitu dengan
cara karakterisasi reservoar menggunakan data seismik dengan data sumur sebagai
kontrolnya.
Metode seismik inversi merupakan salahsatu metode yang digunakan untuk
memprediksi model geologi di bawah permukaan bumi dengan menggunakan data
sumur sebagai pengontrolnya. Data input yang digunakan pada metode ini yaitu data
seismik yang diinversi sehingga menghasilkan informasi impedansi akustik. Metode
ini dapat memberikan gambaran bawah permukaan untuk menganalisis karakter dan
pola penyebaran reservoar. Namun, data impedansi akustik ini belum cukup maksimal
dalam memprediksi litologi, porositas maupun fluida yang terdapat di bawah
permukaan bumi. Oleh Karena itu, dibutuhkan metode pendukung lainnya untuk
memaksimalkan hasil interpretasi tersebut.
2
Atribut seismik dapat digunakan untuk karakterisasi reservoar. Atribut Seismik
merupakan karakterisasi secara kuantitatif dan deskriptif dari data seismik yang secara
langsung dapat ditampilkan dalam skala yang sama dengan data awal (Sclutz, 1994).
Multiatribut merupakan proses ekstraksi beberapa atribut seismik yang mempunyai
korelasi yang baik terhadap data log target untuk kemudian dicari hubungannya
sehingga pada akhirnya dapat digunakan untuk memprediksi karakter fisik dari bumi.
Beberapa atribut yang memiliki korelasi yang baik akan diambil dan diberi bobot yang
berbeda untuk perhitungan hubungannya dengan log target. Berdasarkan hubungan
yang diperoleh dilakukan estimasi properti data log yang diinginkan pada seluruh
lokasi data seismik. Namun, metode ini hanya mampu digunakan untuk memprediksi
atribut-atribut yang berkorelasi secara linier. Oleh Karena itu, untuk kasus atribut-
aribut yang berkorelasi non-linier pada penelitian ini penulis menggunakan metode
Probabilistic Neural Network untuk menghasilkan interpretasi yang lebih baik.
Formasi Minahaki merupakan target dari penelitian ini merupakan reservoar di
lapangan Donggi yang dikelola oleh PT. Pertamina EP Asset 4. Formasi ini merupakan
fasies dengan litologi batu gamping. Oleh karena porositas merupakan salah satu hal
yang sangat penting dalam penetuan kualitas suatu reservoar mengingat fromasi ini
tersusun atas batuan karbonat, maka pada penelitian ini penulis mengangkat judul,
PEMETAAN POROSITAS LAPISAN BATU GAMPING FORMASI MINAHAKI
MENGGUNAKAN METODE INVERSI IMPEDANSI AKUSTIK, ANALISIS
MULTIATRIBUT DAN PROBABILISTIC NEURAL NETWORK.
3
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pemetaan porositas formasi Minahaki menggunakan metode seismik inversi,
analisis multiatribut dan probabilistic neural network;
2. Mengestimasi arah persebaran porositas yang baik pada lokasi penelitian
menggunakan metode seismik inversi, analisis multiatribut dan probabilistic
neural network;
3. Menentukan zona potensi reservoar pada daerah penelitian berdasarkan nilai
impedansi akustik dan porositas menggunakan metode seismik inversi, analisis
multiatribut dan probabilistic neural network.
1.3 Batasan Masalah
Beberapa batasan masalah pada penelitian ini adalah:
1. Daerah penelitian ini dibatasi pada formasi Minahaki yang ditandai dengan
horizon TOP MIOSEN KARBONAT dan BOTTOM MIOSEN KARBONAT;
2. Pembahasan terfokus pada inversi impedansi akustik, analisis multiatribut dan
probabilistic neural network untuk memprediksi sebaran porositas pada lokasi
penelitian;
3. Data Absolut Open Flow Potential (AOFP) yang digunakan berupa hasil
interpretasi dan hanya digunakan sebagai data pendukung untuk justifikasi hasil
pemetaan porositas.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Geologi Regional
Cekungan Banggai-Sula terletak pada bagian timur Sulawesi Tengah yang memanjang
dengan arah barat ke timur, meliputi sebagian daratan di Pulau Sulawesi dan daerah
lepas pantai di daerah kepulauan Banggai-Sula (Gambar 2.1). Cekungan ini
mempunyai luas +/- 10.670 km2 dan berdasarkan klasifikasi Klemme, cekungan ini
termasuk “transform rifted convergent basin” (LEMIGAS,2004).
Gambar 2.1 Peta Geologi Lengan Timur Sulawesi (LEMIGAS, 2004).
5
II.1.1 Tektonik Regional Lengan Timur Sulawesi
Zona tumbukan di Kawasan Sulawesi bagian timur diperkirakan terbentuk akibat
proses interaksi tumbukan antara lempeng mikro benua Australia dengan lempeng
samudra Pasifik dan lempeng benua Eurasia pada Miosen Akhir – Pliosen. Secara
umum zona tumbukan tersebut dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian (Gambar 2.2),
yaitu (LEMIGAS,2004):
a. Daerah Thrusted: daerah pada zona tumbukan yang tersusun oleh seri
pengendapan sebelum tumbukan dan dipotong oleh struktur imbrikasi sesar
naik (Ophiolite belt, Mesozoic sed., daerah Tiaka – Teluk Tolo);
b. Daerah Foredeep: daerah paparan yang terdapat di depan zona tumbukan dan
tersusun oleh seri pengendapan sebelum tumbukan terjadi (daerah graben Pra-
Tersier);
c. Daerah Foreland: daerah dimuka zona tumbukan tersusun oleh endapan
klastik yang berprogradasi kedepan (mollase sediment) dan dipotong oleh
beberapa sesar normal (gamping reef, daerah Matindok).
6
Gambar 2.2 Pola Tumbukan Mikro Kontinen di Kawasan Sulawesi bagian Timur
(LEMIGAS, 2004).
Proses tumbukan dan proses sedimentasi di kawasan ini diawali dengan subsidence di
daerah foredeep yang ditandai dengan pembentukan endapan laut dalam berupa
lempung gampingan (napal) serta pembentukan zona thrusted jalur tumbukan tersebut,
kemudian setelah proses tumbukan diikuti proses erosi, transportasi dan deposisi
endapan mollase di daerah Foreland (LEMIGAS,2004).
7
Proses sedimentasi telah terjadi sejak Zaman Awal Paleozoik berupa endapan continent
passive margin pre-rift yang diikuti endapan klastik kasar syn-rift, endapan transgresif
klastik laut dalam dengan sisipan batupasir turbidit dan karbonat paparan-terumbu,
serta diakhiri dengan endapan mollase berumur Pliosen–Kuarter (LEMIGAS,2004).
II.1.2 Stratigrafi Daerah Penelitian
Secara umum stratigrafi Cekungan Banggai terbagi menjadi 2 periode waktu (Gambar
2.3); periode pertama berupa sekuen hasil pengangkatan/sobekan dari batas kontinen
yang terendapkan sebelum terjadinya tumbukan, sedangkan periode kedua sekuen
pengendapan ‘molasse’ di bagian daratan cekungan terjadinya tumbukan
(LEMIGAS,2004).
Pada umumnya batuan dasar lempeng mikro Banggai-Sula terdiri dari batuan sekis
yang terintrusi oleh batuan granit yang berumur Permo-Triass. Di jalur ofiolit banyak
dijumpai singkapan-singkapan yang berumur Mesozoik yang dianggap sebagai
‘jendela’ tektonik di Cekungan Banggai ini. Batuan yang berumur Triass-Cretaceous
juga dijumpai, yang terdiri dari batugamping pelagic dan batu lempung turbidit dan
batu lempung laut dangkal, dan batupasir (LEMIGAS,2004).
8
Gambar 2.3 Stratigrafi Lengan Timur Sulawesi dan Mikro Benua Banggai Sula
(LEMIGAS,2004).
Sedimen Tersier dengan ketebalan yang diperkirakan dari hasil seismik setebal 14.000
ft terdapat di bagian tengah bagian lepas pantai cekungan, yang menipis ke arah Barat
dan Baratdaya. Di beberapa tempat di atas batuan dasar dijumpai batuan basalt klastik
dan karbonat Paleogen yang tipis (berumur Eosen Akhir-Awal Oligosen), sedangkan
secara regional dijumpai batuan sedimen karbonat dan klastik Miosen yang tebal, dan
dikenal sebagai Kelompok Salodik, Kelompok Salodik ini dapat dibagi menjadi 3 unit,
yaitu Formasi Tomori (yang merupakan unit bagian bawah), Formasi Matindok (unit
9
sedimen klastik dan batubara), dan Formasi Minahaki (yang merupakan unit bagian
atas) (LEMIGAS,2004).
Formasi Tomori yang berumur Awal Miosen, didominasi oleh batu gamping bioklastik
laut dangkal, kadang-kadang dijumpai dolomit dengan batu lempung dan diendapkan
pada lingkungan laut dangkal. Di atas formasi ini diendapkan Formasi Matindok, yang
berumur Miosen Tengah, didomonasi oleh claystones dengan campuran batu pasir,
batu gamping dan batu lempung (LEMIGAS,2004).
Formasi Manahaki, yang berumur Miosen Akhir, diendapkan diatas Formasi
Matindok, terdiri dari campuran sekuen klastik dan karbonat di bagian bawah dan batu
gamping terumbu, yang kemudian dikenal sebagai Anggota Mantawa, dan merupakan
batuan reservoir yang produktif penghasil gas di struktur-stuktur Mantawa, Minahaki
dan Matindok (LEMIGAS,2004).
Secara tidak selaras, di atas Formasi Minahaki ini diendapkan Kelompok Sulawesi,
yang dulu dikenal sebagai ‘molase Sulawesi’ berumur Plio-Pleistosen. Kelompok ini
tersusun oleh batuan klastik kasar-halus yang terendapkan secara cepat dan tersortir
dengan jelek, yang material ultramafiknya berasal dari ofiolit yang terproduksi
(LEMIGAS,2004).
II.2 Teori Dasar Porositas
Porositas merupakan kemampuan suatu reservoar untuk menyimpan fluida. Secara
umum, porositas didefenisikan sebagai rasio ruang kosong pada suatu batuan. Nilai
10
porositas suatu batuan diperoleh dari hasil pembagian antara volume pori terhadap total
volume batuan yang biasanya ditulis dalam bentuk fraksi atau persen (Keelan, D. K.,
1982).
Porositas adalah mengukur volume pori yang tersedia dalam batuan dan permeabilitas
mengindikasikan aliran fluida melalui ruang pori ini. Jika volume batuan solid di
notasikan sebagai Vm dan volume pori sebagai Vp = V - Vm, maka porositas dapat
didefinisikan sebagai (Sismanto,2012):
Ф = 𝑉𝑝
𝑉 = 1 -
𝑉𝑚
𝑉 (2.1)
Hampir semua reservoar minyak dan gas bumi terbentuk dari batuan sedimen dengan
nilai porositas berkisar antara 10-40% untuk batu pasir dan 5-25% pada karbonat
(Keelan, D. K., 1982).
Nilai porositas pada suatu reservoar dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Osama,
2009):
Tabel 2.1 Klasifikasi dan Nilai Porositas (Osama, 2009):
Klasifikasi Nilai porositas
Dapat diabaikan 0% - 5%
Buruk 5% - 10%
Cukup 10% - 15%
Baik 15% - 20%
Sangat Baik 20% - 25%
excellent >25%
11
Secara petrografi asal mula pembentukan porositas dapat dibedakan menjadi
(Sismanto,2012):
1. Porositas intergranular, yaitu ruang pori yang terbentuk antar butiran partikel
atau fragmen material klastik akibat batuan yang memiliki kemas lepas (loses
packing), terkompaksi atau tersementasi.
2. Porositas intragranular atau interkristalin, terbentuk akibat adanya shrinking
(lenyapnya butiran akibat reaksi kimia) atau kontraksi butiran (lenyapnya
butiran akibat reaksi kimia) atau kontraksi butiran.
3. Porositas rekahan, diakibatkan oleh adanya proses mekanik atau proses
kimiawi secara parsial terhadap batuan yang masiv pada awalnya, seperti batu
gamping. Porositas jenis ini merupakan porositas sekunder.
4. Porositas vugular, adalah porositas yang dibentuk oleh organisme dan
bersamaan dengan terjadinya proses/reaksi kimia pada tahapan selanjutnya.
Porositas ini merupakan jenis porositas primer dan sekunder.
Untuk keperluan teknis didefinisikan beberapa pengertian porositas sebagai berikut
(Schön, 1998);
1. Porositas total Φtot, adalah porositas yang berkaitan dengan semua ruang pori,
lubang, retakan dan lainnya. Porositas total merupakan jumlahan dari porositas
primer dan porositas sekunder.
2. Porositas intergranular, adalah porositas yang hanya berkaitan dengan ruang
yang saling berhubungan saja. Ruang pori-pori dipandang saling berhubungan
12
bila dapat mengalirkan arus listrik atau fluida di antara dinding-dinding pori
tersebut. Perbedaan mengalirkan arus listrik atau fluida di antara dinding-
dinding pori tersebut. Perbedaan porositas total dengan porositas interkoneksi
dapat diberikan contoh dengan batu pumice. Pumice mempunyai porositas total
50%, tetapi porositas interkoneksinya 0%, karena pori-pori yang ada masing-
masing terisolasi sehingga tidak membentuk suatu kanal untuk mengalirkan
fluida.
3. Porositas potensial, adalah bagian dari porositas interkoneksi yang mempunyai
diameter saluran koneksi cukup besar untuk meloloskan/mengalirkan fluida.
Porositas potensial ini memiliki batas diameter minimum agar dapat berfungsi
sebagai saluran koneksi (>50 µm untuk minyak, dan >5 µm untuk gas).
4. Porositas efektif, adalah porositas yang tersedia untuk fluida dapat bergerak
bebas. Porositas ini yang sering digunakan dalam analisis log.
II.3 Data Sumur
II.3.1 Log Litologi
a. Log Gamma Ray
Prinsip log Gamma Ray adalah suatu rekaman tingkat radioaktifitas alami yang
terjadi karena tiga unsur: Uranium (U), Thorium (Th), dan Potassium (K) yang
ada pada batuan. Gamma Ray sangat efektif dalam membedakan lapisan
permeabel dan tak-permeabel karena unsur-unsur radioaktif cenderung
berpusat didalam serpih yang tak permeabel, dan tidak banyak terdapat dalam
13
batuan karbonat atau pasir yang secara umum adalah permeabel. Log Gamma
Ray biasa digunakan untuk menentukan jenis litologi dari suatu batuan
(Harsono, 1997).
Pada formasi permeabel tingkat radiasi Gamma Ray lebih rendah dan kurva
akan turun ke kiri. Sehingga log Gamma Ray adalah log permeabilitas yang
bagus sekali karena mampu memisahkan dengan baik antara lapisan serpih
(shale) dari lapisan permeabel (Harsono, 1997).
b. Log Spontaneous Potensial (SP)
Log Spontaneus Potential (SP) adalah hasil pengukuran perbedaan potensial
natural (self potential) antara elektroda dalam lubang bor dengan elektroda
referensi yang berada di permukaan. Log Spontaneus Potential tidak dapat di
ukur dalam lubang bor yang diisi oleh lumpur yang resistif. Hal ini disebabkan
karena pada saat pengukuran log ini diperlukan suatu medium yang konduktif
pada kedua elektroda (Harsono, 1997).
Sama seperti fungsi dari log Gamma Ray, fungsi dari penggunaan log SP untuk
menentukan zona permeabel dan zona non-permeabel, adanya lapisan
permeabel dapat diidentifikasi dengan adanya deflekasi pada log SP. Untuk
semua defleksi pada log SP menunjukan adanya lapisan yang permeabel,
namun tidak semua lapisan permeabel dapat menimbulkan defleksi. Hal ini
akan bergantung pada kondisi salinitas fluida, jika salinitas fluida pemboran
sama dengan salinitas fluida formasi maka tidak akan menimbulkan defleksi
meskipun lapisan tersebut merupakan lapisan permeabel. Disisi lain fungsi dari
14
log SP adalah untuk korelasi sumur satu terhadap sumur lainnya, untuk
referensi kedalaman setiap log, untuk menandai batas lapisan, dan sebagai
indikasi batuan lempung (claystone) (Harsono, 1997).
II.3.2 Log Untuk Mengukur Porositas
a. Log Densitas
Prinsip kerja log ini yaitu alat memancarkan sinar gamma energi menengah
kedalam suatu formasi sehingga sinar gamma akan bertumbukan dengan
elektron-elektron yang ada. Tumbukan tersebut akan menyebabkan hilangnya
energi (atenuasi) sinar gamma yang kemudian akan dipantulkan dan diterima
oleh detektor yang akan diteruskan untuk direkam ke permukaan. Dalam
hubungan fisika atenuasi merupakan fungsi dari jumlah elektron yang tedapat
dalam formasi yaitu densitas elektron yang mewakili densitas keseluruhan
(Harsono, 1997).
Beberapa kelebihan dari log densitas antara lain mampu mengukur berat jenis
batuan yang kemudian digunakan untuk menentukan porositas batuan tersebut,
dapat membedakan minyak dari gas dalam ruang pori-pori karena fluida tadi
berbeda berat jenisnya, dan bersama log lain misalnya log netron, litologi
batuan dan tipe fluida yang dikandung batuan dapat ditentukan (Harsono,
1997).
15
b. Log Neutron
Log Neutron tidak mengukur volume pori secara langsung tetapi menggunakan
karakter fisik dari air dan mineral untuk melihat kontras kerigidan dan
mengabaikan pengukuran volume pori atau porositas. Cara kerja alat ini yaitu
partikel-partikel neutron energi tinggi dipancarkan dari suatu sumber kedalam
formasi batuan. Partikel-partikel ini akan bertumbukan dengan atom-atom pada
batuan sehingga mengakibatkan hilangnya energi dan kecepatan. Tumbukan
neutron dengan atom H pada formasi yang mempunyai massa atom yang sama
adalah yang paling signifikan. Partikel yang telah kehilangan energi tersebut
kemudian akan dipantulkan kembali, diterima detektor dan direkam keatas
permukaan. Dengan mengetahui banyaknya kandungan atom hidrogen dalam
batuan maka akan dapat diketahui besarnya harga porositas batuan tersebut
(Harsono, 1997).
c. Log Sonik
Log Sonik adalah log yang bekerja berdasarkan kecepatan rambat gelombang
suara. Gelombang suara dipancarkan kedalam suatu formasi kemudian akan
dipantulkan kembali dan diterima oleh receiver. Waktu yang dibutuhkan
gelombang suara untuk sampai ke penerima disebut interval transit time
(Harsono, 1997).
Besarnya selisih waktu tersebut tergantung pada jenis batuan dan besarnya
porositas batuan tersebut sebagai fungsi dari parameter elastik seperti K (bulk
modulus), μ (Shear Modulus), dan densitas (ρ) yang terkandung dalam
16
persamaan kecepatan Gelombang Kompresi (Vp) dan Gelombang Shear (Vs).
Sehingga log sonik sering digunakan untuk mengetahui porositas litologi selain
itu juga digunakan untuk membantu interpretasi data seismik, terutama untuk
mengkalibrasi kedalaman formasi. Pada batuan yang porous maka
kerapatannya lebih kecil sehingga kurva log sonik akan mempunyai harga lebih
besar. Apabila batuan mempunyai kerapatan yang besar, maka kurva log sonik
akan berharga kecil seperti pada batugamping. Besaran dari pengukuran log
sonik di tuliskan sebagai harga kelambatan (1 per kecepatan atau slowness)
(Harsono, 1997).
II.3.3 Log Untuk Mengukur Resistivitas
Log resistivitas adalah log yang bekerja berdasarkan konduktivitas batuan. Jadi
semakin tinggi nilai konduktivitasnya maka resistivitasnya (hambatan) semakin kecil.
Arus listrik dapat mengalir didalam formasi batuan dikarenakan konduktivitas dari air
yang dikandungnya. Resitivitas formasi diukur dengan cara mengirim arus bolak-balik
langsung ke formasi (laterolog) atau menginduksikan arus listrik ke dalam formasi (alat
induksi) (Harsono, 1997).
Dalam aplikasi lapangan laterolog menawarkan banyak kelebihan dibandingkan alat
induksi lama antara lain resolusi vertikal lebih baik daripada alat konduksi dan mampu
mengukur resistivitas dari 0.2 sampai dengan 40.000 ohm. Akan tetapi untuk
mendeteksi hidrokarbon diperlukan data geologi setempat atau dari data sumur
17
disekitarnya, dimana untuk resistivitas rendah digunakan Induksi sedangkan untuk
resistivitas tinggi adalah laterolog (Harsono,1997).
II.4 Metode Seismik Refleksi dalam Eksplorasi Hidrokarbon
Metode seismik refleksi merupakan metode geofisika yang memanfaatkan penjalaran
gelombang elastik untuk menggambarkan batas antar lapisan di bawah permukaan
bumi. Pantulan dari gelombang yang dikirimkan terjadi apabila terdapat perubahan
impedansi akustik yang merupakan fungsi dari kecepatan (v) dan densitas (ρ) (Gambar
2.4).
Gambar 2.4 Penjalaran gelombang melalui batas dua medium
Dalam kaitannya dengan eksplorasi minyak dan gas bumi, secara umum metode ini
terdiri atas tiga tahap yaitu, akuisisi, processing dan interpretasi. Tahap akuisisi
merupakan tahap pengumpulan data pada suatu daerah yang berpotensi mengandung
18
hidrokarbon berdasarkan informasi geologi dengan melakukan survei seismik. Tahap
processing data seismik merupakan tahap lanjutan yang dilakukan setelah diperoleh
data pada tahap akuisisi. Pada tahap ini data diolah agar siap untuk diinterpretasikan.
Pada dasarnya, tahap ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas data dan
menghilangkan semua gangguan yang ada. Tahap interpretasi merupakan tahapan yang
dilakukan untuk menerjemahkan data seismik ke dalam pengertian geologi.
II.4.1 Impedansi Akustik
Kemampuan suatu batuan dalam melewatkan gelombang elastik dikenal sebagai
impedansi akustik yang merupakan fungsi dari densitas (ρ) dan kecepatan gelombang
kompresional suatu batuan (V) (Badley, 1985). Perubahan nilai impedansi akustik (AI)
ini menggambarkan terjadinya perubahan litologi, kandungan fluida, porositas dan sifat
batuan lainnya, dimana:
AI = ρ.V (2.2)
II.4.2 Koefisien Refleksi
Refleksi terjadi apabila apabila terdapat perubahan pada nilai impedansi akustik (AI).
Koefisien refleksi (KR) dapat dihitung menggunakan persamaan (Sukmono, 1999):
KR = 𝐴𝐼(𝑛+1)− 𝐴𝐼𝑛
𝐴𝐼(𝑛+1)+ 𝐴𝐼𝑛 =
𝜌(𝑛+1).𝑉(𝑛+1)− 𝜌𝑛.𝑉𝑛
𝜌(𝑛+1).𝑉(𝑛+1)+ 𝜌𝑛.𝑉𝑛 (2.3)
Persamaan (2.2) menggambarkan kekompakan batuan yang dilalui oleh gelombang.
Nilai koefisien refleksi berkisar antara -1 hingga +1. Nilai positif dan negatif ini di
19
pengaruhi oleh nilai impedansi akustik setiap lapisan. Nilai koefisien refleksi positif
(+) terjadi apabila nilai AI(n+1) lebih besar dari nilai AIn atau dapat pula dikatakan hal
ini terjadi apabila nilai densitas dan kecepatan di lapisan (n+1) lebih besar dari lapisan
n, begitupun sebaliknya. Seiring dengan bertambahnya kedalaman nilai koefsien
refleksi akan semakin berkurang, karena presentasi variasi impedansi akustik semakin
kecil terhadap kedalaman.
II.4.3 Wavelet
Wavelet adalah gelombang mini atau pulsa yang memiliki komponen amplitudo,
panjang gelombang, frekuensi dan fasa. Dalam istilah praktis wavelet dikenal dengan
gelombang yang merepresentasikan satu reflektor yang terekam oleh satu geophone
(Abdullah, 2007).
Sebuah wavelet memiliki panjang yang terbatas dengan fasa tertentu. Terdapat empat
macam fasa wavelet yaitu wavelet fasa nol, minimum, maksimum dan campuran
(Sukmono, 1999). Pembagian tipe fasa ini berdasarkan letak konsentrasi energi
maksimum masing-masing wavelet. Wavelet fasa minimum mempunyai energi
terpusat pada bagian depan dan mempunyai pergeseran fasa kecil pada setiap frekuensi.
Wavelet fasa maksimum mempunyai konsentrasi energi di akhir. Sedangkan wavelet
campuran merupakan wavelet yang mempunyai energi campuran dari ketiga bentuk
wavelet yang lain (Gambar 2.5).
20
Gambar 2.5 Pembagian jenis fasa wavelet (Sukmono, 1999).
II.4.4 Polaritas Wavelet
Polaritas menggambarkan nilai koefisien refleksi positif (+) ataupun negatif (-). karena
ketidakpastian dari bentuk gelombang seismik yang terekam maka dilakukan
pendekatan bentuk polaritas yang berbeda yaitu polaritas normal dan terbalik (reverse).
Standar penentuan polaritas seismik dibagi menjadi polaritas standar konvensi
Amerika (SEG) dan konvensi Eropa (Gambar 2.6). Kedua jenis standar polaritas ini
saling berkebalikan (Brown, 2003).
21
Gambar 2.6 Polaritas normal dan polaritas terbalik (reverse) untuk sebuah wavelet
fasa nol (zero phase) (a) dan fasa minimum (minimum phase) (b) pada kasus
Koefisien Refleksi meningkat (KR positif) yang terjadi pada contoh batas air laut
dengan dasar laut/lempung (Abdullah, 2007).
II.4.5 Resolusi vertikal
Resolusi didefenisikan sebagai jarak minimum anatara dua objek yang dapat
dipisahkan oleh gelombang seismik dan berhubungan erat dengan fenomena
interferensi (Sukmono, 1999). Sebagai contoh tubuh batu gamping berkecepatan tinggi
yang membaji ke dalam tubuh batu lempung yang berkecepatan lebih rendah (Gambar
2.7). Pada bidang batas atas, muka gelombang datang berfase minimum akan
mempunyai polaritas normal, sedangkan pada bidang batas bawah akan terbalik.
22
Gambar 2.7 Efek interferensi yang berhubungan dengan batuan dengan AI tinggi
yang terletak pada batuan dengan AI rendah (Badley, 1985).
Resolusi vertikal dari suatu batuan setara dengan 1
4 panjang gelombang (λ) yang dapat
dibedakan oleh gelombang seismik (Badley, 1985). Ketebalan ini disebut ketebalan
tuning. Seiring bertambahnya kedalaman, dimana kecepatan bertambah tinggi dan
frekuensi bertambah kecil, maka ketebalan tuning juga akan bertambah besar. Adapun
hubungan antara frekuensi (f), kecepatan (v) dan panjang gelombang (λ) dapat
dirumuskan sebagai berikut:
λ = 𝑣
𝑓 (2.4)
23
II.4.6 Seismogram Sintetik
Seismogram sintetik adalah data seismik buatan yang dibuat dari data sumur, antara
lain dengan menggunakan log kecepatan, densitas dan wavelet dari data seismik.
Dengan melakukan perkalian antara data dari log densitas dengan kecepatan, maka
dapat diperoleh deret koefisien refleksi. Kemudian, deret koefisien refleksi tersebut di
konvolusikan dengan wavelet sehingga dipoleh seismogram sintetik dari data sumur
(Gambar 2.8).
Gambar 2.8 Ilustrasi seismogram sintetik yang diperoleh dari konvolusi koefisien
refleksi dengan wavelet.
Seismogram sintetik ini digunakan pada proses pengikatan data sumur dengan data
seismik (well seismic tie). Hal ini dilakukan karena umumnya data seismik berada pada
domin waktu sedangkan data sumur memiliki domain kedalaman. Sehingga, sebelum
memasuki tahapan tersebut perlu dilakukan konversi data sumur kedalam domain
waktu dari seismogram sintetik.
24
II.4.7 Pengikatan Data Sumur ke Data Seismik (Well Seismic Tie)
Well seismic tie merupakan suatu tahapan untuk mengikatkan data sumur terhadap data
seismik. Pada tahap ini even reflektor seismik ditempatkan pada kedalaman yang
sebenarnya serta untuk mengkorelasikan informasi geologi yang diperoleh dari data
sumur dengan data seismik.
Prinsip yang digunakan adalah mencocokkan even refleksi pada data seismik dengan
seismogram sintetik yang bersesuaian dengan suatu bidang batas. Hal ini dilakukan
dengan mengkoreksi nilai tabel time-depth dari data check-shot tiap sumur agar two-
way time (TWT) even-even pada seismogram sintetik sama dengan data seismik.
Analisa well seismic tie memperlihatkan bahwa seismogram sintetik memiliki even-
even refleksi yang berkorelasi dengan horizon-horizon pada data seismik yang
merepresentasikan perubahan koefisien refleksi atau suatu bidang batas perlapisan
batuan. Pola refleksi yang direpresentasikan dengan amplitudo wavelet seismogram
sintetik bersesuaian dengan wavelet seismik.
II.4.8 Interpretasi Seismik pada Reservoar Karbonat
Pada batuan karbonat, refleksi pada batas atas umumnya menghasilkan koefisien
refleksi positif yang besar karena karbonat biasanya mempunyai kecepatan dan
densitas yang lebih tinggi dibandingkan batuan sedimen lainnya. Hanya pada kasus
dimana batuan karbonat tersebut sangat berpori atau terkekarkan maka batas atasnya
menghasilkan koefisien refleksi negatif. Kecepatan interval yang tinggi tersebut akan
25
mengakibatkan timbulnya masalah resolusi. Tidak hanya sekuen yang tebal berubah
menjadi tipis karena kecepatan yang tinggi tersebut, tapi juga ketebalan minimum yang
diperlukan untuk resolusi vertikal bisa cukup tinggi (Sukmono, 1999).
Dari segi seismik, batuan karbonat terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu (Sukmono,
1999).
1. Endapan berbentuk sheet
Pada umumnya endapan ini memiliki penyebaran lateral yang sangat ekstensif
dan terdiri atas partikel karbonat berbutir halus atau fosil mikro karbonat yang
terendapkan dari endapan batu gamping, kapur, batu lempung, karbonat dan
lain-lain. Endapan ini menunjukkan karakter yang sama dengan endapan butir
halus lainnya, tapi biasanya dapat dibedakan dari ciri amplitudo tinggi,
kemenerusan baik dan bila cukup tebal akan mempunyai kecepatan interval
yang tinggi (jarang di bawah 3.500 m/s). Debu volkanik atau lapisan tufa
mempunyai ciri yang sama dengan endapan ini dan dapat menimbulkan jebakan
interpretasi.
2. Endapan Bioklastik
Endapan ini terdiri atas butiran karbonat berukuran pasir yang tertransportasi
dan terendapkan oleh arus energi tinggi sehingga mempunyai bentuk dan
lingkungan pengendapan yang sama dengan batuan klastik nonkarbonat dapat
didefenisikan dari kecepatan intervalnya dan amplitudo refleksi yang tinggi.
Aspek lainnya seperti paleontografi dan aspek litologi khas lainnya dapat
26
membantu identifikasi. Meskipun begitu, dalam banyak kasus cukup sulit untuk
membedakan antara endapan karbonat bio-klastik dengan endapan klastik non-
karbonat lainnya.
3. Buildups, reefs, biotherms, banks, mounds dan lain-lain
Endapan ini mengandung elemen biologis yang besar dan terdiri atas sisa-sisa
cangkang organisme hidup. Dicirikan oleh bentukya yang khas dan kecepatan
interval yang tinggi. Gambar 2.9 menunjukkan kriteria konfigurasi refleksi
untuk mengenali endapan ini. Bubb dan Hatledid (1977) membagi buildup
karbonat menjadi empat jenis yaitu barrier, pinnacle, shelf margin dan patch
(Gambar 2.10).
a. Barrier buildups cenderung linier dibatasi oleh air relatif dalam pada dua
sisinya selama pengendapannya.
b. Pinnacle cenderung ekuidimensional dan dikelilingi air dalam selama
pengendapannya.
c. Shelf margin berbentuk linier dengan air dalam pada satu sisinya dan dangkal
pada sisi lainnya.
d. Patch cenderung terbentuk pada air dangkal, baik di dekat shelf margin maupun
pada paparan laut dangkal.
27
Gambar 2.9 Contoh konfigurasi refleksi diagnostik endapan karbonat (a) Secara
langsung dan (b) secara tidak langsung (Sukmono, 1999).
Gambar 2.10 Jenis-jenis buildup karbonat yang diperoleh dari data seismik (Bubb
dan Hatlelid, 1977).
28
II.4.9 Seismik Inversi
Metode seismik inversi merupakan suatu teknik pembuatan model impedansi bawah
permukaan menggunakan data seismik sebagai input dan data sumur sebagai kontrol
(Sukmono, 2000). Metode ini merupakan kebalikan dari pemodelan kedepan (forward
modelling) yang berhubungan dengan pembuatan seismiogram sintetik berdasarkan
model bumi (Gambar 2.11).
Inversi seismik bertujuan untuk mendapatkan kembali nilai impedansi akustik dari data
seismik. Karena impedansi akustik merupakan salah satu parameter yang menyatakan
sifat fisis batuan, maka impedansi akustik yang didapatkan ini dapat dengan lebih
mudah dikonversi menjadi parameter fisis batuan yang lebih spesifik lainnya.
Gambar 2.11 Diagram alir forward dan invers modelling (Russel, 1996).
Russel (1996) membagi metoda seismik inversi dalam dua kelompok, yaitu inversi pre-
stack dan inversi post-stack (Gambar 2.12).
29
Gambar 2.12 Pembagian jenis metode inversi seismik (Russel, 1996).
II.4.9.1 Seismik Inversi Bandlimited
Metode inversi rekursif atau band limited inversion menggunakan algoritma rekursif
klasik yang mengasumsikan tras seismik sebagai suatu deret koefisien refleksi (KR)
yang telah difilter oleh wavelet zero-phase. Metode ini berangkat dari persamaan (2.2),
yaitu jika terdapat sebuah koefisisen refleksi (KR) maka terdapat kemungkinan untuk
memperoleh impedansi akustik (AI) dengan menginversi persamaan (2.2) tersebut.
Dimulai dari defenisi lapisan (n+1) dan dihitung dari lapisan ke n menggunakan
persamaan:
𝐴𝐼(𝑛+1) = 𝐴𝐼𝑛 𝑥 1 + 𝐾𝑅𝑛
1 − 𝐾𝑅𝑛 (2.5)
Impedansi akustik (AI) dari setiap lapisan dapat diketahui menggunakan persamaan
sebagai berikut:
30
𝐴𝐼𝑛 = 𝐴𝐼1 𝑥 𝛱 [1 + 𝐾𝑅𝑛
1 − 𝐾𝑅𝑛] (2.6)
Proses ini dinamakan sebagai inversi rekursif diskrit (discrete recursive inversion)
yang menjadi dasar teknik inversi lainnya (Russel, 1988). Kelebihan metode inversi ini
adalah komputasi relatif cepat, menggunakan data seismik sepenuhnya dalam
perhitungan dan hasilnya berupa wiggle trace yang mirip dengan data seismik
(Gambar 2.13). Adapun kekurangan dari metode inversi ini adalah:
a. Noise dianggap sebagai tras seismik dan diikutkan dalam perhitungan sehingga
dapat menghasilkan lapisan baru yang semu;
b. Metode ini tidak menggunakan kontrol geologi sehingga hampir identik dengan
permodelan ke depan;
c. Kehilangan komponen frekuensi rendah (efek bandlimited) dan tinggi
mengakibatkan prediksi impedansi akustik kurang baik secara lateral.
Gambar 2.13 Penampang seismik hasil inversi bandlimited (Russel, 1996).
31
II.4.9.2 Seismik Inversi Model Based
Metode inversi seismik model based dilakukan dengan membuat model geologi dan
membandingkannya dengan data rill seismik. Hasil perbandingan tersebut digunakan
secara iteratif memperbaharui model untuk menyesuaikan dengan data seismik.
Metode ini di kembangkan untuk mengatasi masalah yang tidak dapat dipecahkan
menggunakan metode rekursif. Metode ini dapat dijelaskan melalui diagram alir pada
Gambar 2.14.
Gambar 2.14 Diagram alir metode inversi model based (Russel, 1988).
Menurut Russell (1988), proses inversi linear umum (GLI) merupakan proses untuk
menghasilkan model impedansi akustik yang paling cocok dengan data hasil
pengukuran berdasarkan harga rata-rata kesalahan terkecil (least square). Secara
matematis, model dan data pengukuran dapat dirumuskan sebagai berikut:
32
M = (m1, m2, m3, ………, mk)T (2.7)
D = (d1, d2, d3, ………, dn) T (2.8)
dengan M adalah vektor model dengan parameter k dan D adalah vektor data
pengukuran dengan parameter n.
Hubungan antara model dan data pengukuran dinyatakan dengan persamaan:
di = F (m1, m2, m3, ………, mk), i = 1, 2, 3, …..,n (2.9)
dengan F adalah suatu fungsi hubungan antara model dan data pengukuran. Proses ini
akan membentuk model dengan metode trial and error dengan cara menganalisa
perbandingan antara keluaran model dengan data hasil pengukuran yang pasti memiliki
tingkat kesalahan tertentu. Proses ini dilakukan secara berulang-ulang dengan jumlah
iterasi tertentu sehingga diperoleh hasil dengan tingkat kesalahan yang terkecil. Secara
matematis dapat dituliskan sebagai berikut (Russell, 1988):
F(M) = F(M0) + 𝜕𝐹(𝑀0)
𝜕𝑀 (∆M) (2.10)
dengan:
M0 = model dugaan awal
M = model bumi sebenarnya
ΔM = perubahan parameter model
F(M) = data pengukuran
F(M0) = harga perhitungan dari model dugaan
33
𝜕𝐹(𝑀0)
𝜕𝑀 = perubahan harga perhitungan terhadap model
Error antara keluaran model dengan data penegukuran dinyatakan sebagai berikut:
ΔF = F(M) - F(M0) (2.11)
Persamaan di atas dapat dituliskan dalam bentuk matriks sebagai berikut:
ΔF = A ΔM (2.12)
Dimana A adalah matriks derivatif dengan jumlah baris n dan kolom k. Adapun solusi
dari persamaan di atas yaitu:
ΔM = A-1ΔF (2.13)
Dengan A-1 adalah invers dari matriks A.
Matriks A umumnya tidak berupa matriks persegi, karena pada umumnya jumlah data
pengukuran lebih banyak daripada parameter model. Hal ini menyebabkan matriks A
tidak memiliki hasil inversi yang tepat. Hal ini deikenal sebagai kasus overdetermiasi.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka digunakan metode least square yang
dikenal sebagai metode Marquart-Levenburg. Solusi yang diperoleh sebegai berikut:
ΔM = (ATA)-1AT ΔF (2.14)
Dengan AT adalah transpose dari matriks A.
Penampang hasil inversi model based diperlihatkan pada Gambar 2.15. Keunggulan
metode inversi berbasis model adalah inversi yang didapatkan memiliki informasi yang
lebih akurat karena memasukkan komponen frekuensi rendah (dari data log), kurang
34
sensitif terhadap noise dan nilai impedansi akustiknya diperoleh dari berbentuk blocky
yang memiliki nilai impedansi kontras sehingga mempermudah dalam penentuan batas
atas dan batas bawah suatu lapisan reservoar.
Gambar 2.15 Penampang seismik hasil inversi model based (Russel, 1996).
II.4.9.3 Seismik Inversi Sparse Spike
Metode inversi sparse-spike mengasumsikan bahwa reflektifitas yang sebenarnya
dapat diasumsikan sebagai seri dari spike-spike besar yang bertumpukan dengan spike-
spike yang lebih kecil sebagai background. Kemudian dilakukan estimasi wavelet
berdasarkan asumsi model tersebut. Metode ini mengasumsikan bahwa hanya spike-
spike yang besar saja yang penting. Inversi ini mencari lokasi spike yang besar dari tras
seismik. Spike-spike tersebut terus ditambahkan sampai tras dimodelkan secara cukup
akurat. Amplitudo dari blok impedansi ditentukan dengan menggunakan algoritma
35
inversi model based. Input parameter tambahan pada metode ini adalah menentukan
jumlah maksimum spike yang akan dideteksi pada tiap tras seismik dan tracehold
pendeteksi seismik. Model dasar tras seismik didefenisikan oleh:
S(t) = w(t) * r(t) + n(t) (2.15)
Dengan:
S(t) : Tras Seismik dalam domain waktu
w(t) : Wavelet dalam domain waktu
r(t) : Koefisien refleksi dalam domain waktu
n(t) : Noise dalam domain waktu
Persamaan di atas mengandung tiga variabel yang tidak diketahui sehingga sulit untuk
menyelesaikan persamaan tersebut. Namun, dengan menggunakan asumsi tertentu
permasalahan dekonvolusi dapat diselesaikan dengan beberapa teknik dekonvolusi
yang dikelompokkan dalam metode sparse-spike, teknik-teknik tersebut meliputi:
a. Inversi dan dekonvolusi maximum-likelihood
b. Inversi dan dekonvolusi norm-L1
c. Dekonvolusi entropi minimum (MED)
Kelebihan dari inversi ini adalah komponen frekuensi rendah secara matematis telah
dimasukkan dalam perhitungan solusi dengan pengontrol ekstra, dapat digunakan
sebagai estimasi full-bandwith reflektivitas. Kekurangannya adalah impedansi akustik
36
yang dihasilkan berbentuk blok-blok sehingga detail yang terlihat pada inversi ini
kurang jelas (Gambar 2.16).
Gambar 2.16 Penampang seismik hasil inversi Sparse-Spike (Russel, 1996).
II.5 Metode Multiatribut
Analisis seismik multiatribut adalah salah satu metode statistik menggunakan lebih dari
satu atribut untuk memprediksi beberapa properti fisik dari bumi. Pada analisa ini dicari
hubungan antara log dengan data seismik pada lokasi sumur dan menggunakan
hubungan tersebut untuk memprediksi atau mengestimasi volume dari properti log
pada semua lokasi pada volume seismik (Hampson dkk, 2001).
Statistik dalam karakterisasi reservoar digunakan untuk mengestimasi dan
mensimulasikan hubungan spasial variabel pada nilai yang diinginkan pada lokasi yang
tidak mempunyai data sampel terukur. Hal ini didasarkan pada kenyataan yang sering
terjadi di alam bahwa pengukuran suatu variabel di suatu area yang berdekatan adalah
37
sama. Kesamaan antara dua pengukuran tersebut akan menurun seiring dengan
bertambahnya jarak pengukuran.
Schlutz dkk. (1994) mengidentifikasi tiga sub-kategori utama pada teknik analisa
multiatribut geostatistik, yaitu:
1. Perluasan dari co-kriging untuk melibatkan lebih dari satu atribut sekunder
untuk memprediksi parameter utama;
2. Metode yang menggunakan matriks kovariansi untuk memprediksi satu
parameter dari atribut input yang telah diberi bobot secara linear;
3. Metode yang menggunakan Atrificial Neural Networks (AANs) atau teknik
optimasi non-linier untuk mengkombinasikan atribut-atribut menjadi perkiraan
dari parameter yang diinginkan.
Atribut-atribut seismik dapat dibagi ke dalam dua kategori (Chen dan Sidney, 1997):
1. Horizon based attributes: dihitung sebagai rata-rata antara dua horizon.
2. Sample based attributes: merupakan transformasi dari tras input untuk
menghasilkan tras output lainnya dengan jumlah yang sama dengan tras input
(nilainya dihitung sampel per sampel).
Langkah yang paling sederhana untuk mengetahui hubungan antara data target dan
atribut seismik adalah dengan melakukan crossplot antara kedua data tersebut.
Gambar 2.17 Memperlihatkan log density-porosity sebagai target log yang ingin
diketahui pada sumbu y dan atribut seismik pada sumbu x. Dalam hal ini, diasumsikan
38
bahwa log target dan atribut seismik yang diambil berada pada titik waktu atau
kedalaman yang sama.
Gambar 2.17 Crossplot sederhana antara taget log (density-porosity) dan atribut
seismik (Hampson dkk, 2001).
Hubungan linier antara log traget dan atribut ditunjukkan oleh sebuah garis lurus
yang memenuhi persamaan:
y = a + bx (2.16)
Koefisien a dan b pada persamaan ini diperoleh dengan meminimalisasikan mean-
square prediction error sebagai berikut:
E2 = 1
𝑁∑ (𝑦𝑖 − 𝑎 − 𝑏𝑥𝑖
𝑁𝑖=1 )2 (2.17)
dimana penjumlahan dilakukan pada setiap titik di cross-plot. Dengan
mengaplikasikan garis regresi tersebut, kita dapat memberikan prediksi untuk atribut
target. Nilai prediksi error (E) merupakan ukuran kecocokan untuk garis regresi yang
39
didefenisiskan oleh persamaan (2.17). Kemudian dihitung kovariansi yang
didefenisikan oleh persamaan sebagai berikut:
Zxy = 1
𝑁∑ (𝑥𝑖 − 𝑚𝑥)(𝑦𝑖 − 𝑚𝑦
𝑁𝑖=1 ) (2.18)
Dimana:
Zxy = kovariansi x dan y
x = variabel random diskrit x
y = variabel random diskrit y
N = jumlah data
xi = variabel random diskrit x ke-i
yi = variabel random diskrit y ke-i
mx = rata-rata untuk variabel x
my = rata-rata untuk variabel y
Rata-rata variabel random diskrit x dan y dihitung menggunakan persamaan sebagai
berikut:
mx = 1
𝑁∑ 𝑥𝑖
𝑁𝑖=1 (2.19)
my = 1
𝑁∑ 𝑦𝑖
𝑁𝑖=1 (2.20)
40
Nilai kovariansi yang telah dinormalisasi (r) adalah sebagai berikut:
r = 𝑍𝑥𝑦
𝑍𝑥𝑍𝑦 (2.21)
Dimana varian x dan varian y dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut:
Zx = 1
𝑁∑ (𝑥𝑖 − 𝑚𝑥)
𝑁𝑖=1
2 (2.22)
Zy = 1
𝑁∑ (𝑦𝑖 − 𝑚𝑦
𝑁𝑖=1 )2 (2.23)
Dimana:
Zx = varian x
Zy = varian y
Pengembangan dari crossplot konvensional adalah dengan menggunakan multipel
atribut. Metode ini bertujuan untuk mencari sebuah operator yang dapat memprediksi
log sumur dari data seismik didekatnya (Gambar 2.18).
Gambar 2.18 Contoh kasus tiga atribut seismik, tiap sample log target dimodelkan
sebagai kombinasi linier dari sampel atribut pada interval waktu yang sama
(Hampson dkk, 2001).
41
Hubungan antara log property (L) dan atribut seismik (A) untuk kasus yang paling
sederhana dapat ditunjukkan oleh persamaan jumlah pembobotan linier sebagai
berikut:
L = w0 + w1A1+ w2A2+ w3A3 (2.24)
Dimana w adalah nilai bobot.
Pada setiap sampel waktu (t), log target domodelkan oleh persamaan linier sebagai
berikut:
L(t) = w0 + w1A1(t) + w2A2(t) + w3A3(t) (2.25)
Pembobotan pada persamaan tersebut dihasilkan dengan meminimalisasi mean-
squared prediction error sebagai berikut:
E2 = 1
𝑁∑ (𝐿𝑖 − 𝑤0 − 𝑤1 𝐴1𝑖 − 𝑤2𝐴2𝑖 − 𝑤3𝐴3𝑖
𝑁𝑖=1 )2 (2.26)
Solusi untuk empat pembobotan menghasilkan persamaan normal standar sebagai
berikut:
[
𝑊0
𝑊1
𝑊2
𝑊3
] =
[ 𝑁
∑ 𝐴1𝑖
∑ 𝐴2𝑖
∑𝐴1𝑖
∑𝐴21𝑖
∑ 𝐴1𝑖 𝐴2𝑖
∑ 𝐴3𝑖 ∑𝐴1𝑖 𝐴3𝑖
∑𝐴2𝑖
∑𝐴1𝑖 ∑𝐴2𝑖
∑𝐴22𝑖
∑ 𝐴3𝑖
∑ 𝐴1𝑖 ∑ 𝐴3𝑖
∑𝐴2𝑖𝐴3𝑖
∑𝐴2𝑖𝐴3𝑖 ∑ 𝐴23𝑖
] −1
[ ∑𝐿𝑖
∑𝐴1𝑖𝐿𝑖
∑𝐴2𝑖𝐿𝑖
∑𝐴3𝑖𝐿𝑖 ]
(2.27)
42
Gambar 2.19 Ilustrasi crossplot log prediksi dan log sebenarnya (Hampson dkk,
2001).
Seperti halnya pada kasus atribut tunggal, mean-squared error (Persamaan 2.26)
dihitung menggunakan pembobotan yang merupakan pengukuran kesesuaian untuk
transformasi tersebut, sama halnya dengan korelasi yang telah dinormalisasi
(Persamaan 2.18) (Hampson dkk, 2001). Gambar 2.19 menunjukkan ilustrasi
crossplot antara atribut seismik hasil analisis multiatribut, dimana koordinat x
merupakan nilai log yang diprediksi dan koordinat y merupakan nilai rill dari data log.
II.6 Neural Network
Regresi multiatribut dapat berjalan dengan baik apabila terdapat relasi linier fungsional
yang baik antara log yang diprediksi dan atribut seismik. Pada kasus hubungan yang
non-linier kita dapat mengaplikasikan transformasi tersebut dengan metode neural
network sebagai algoritma prediksi. Dalam pengertian umum atrificial neural network
(ANN) adalah sekumpulan komponen elektronik atau program komputer yang didesain
43
untuk memodelkan sistem kerja otak. Otak manusia dideskripsikan sebagai suatu
sistem yang kompleks, tidak linier dan mempunyai sistem informasi dan proses yang
pararel. Komponen struktural otak manusia adalah sel-sel syaraf yang disebut neuron
yang tersambung dengan jumlah besar koneksi yang disebut sinapsis. Sistem yang
kompleks ini mempunyai kemampuan yang luar biasa untuk membangun cara kerjanya
dan menyimpan informasi.
Neural network meniru cara kerja otak dalam dua aspek yaitu:
1. Informasi atau data didapatkan dari proses training.
2. Kekuatan koneksi interneuron diketahui sebagai bobot sinaptik yang digunakan
untuk menyimpan informasi tersebut.
Prosedur yang digunakan dalam proses training disebut algoritma training. Algoritma
ini berfungsi untuk memodifikasi bobot sinaptik dari sebuah network untuk mendesain
sebuah objek yang diinginkan. Meskipun neural network tergolong baru dalam dunia
industri perminyakan, namun sejarah algoritma ini sudah dikenal sejak tahun 1940
dimana pada saat itu para psikolog mencoba untuk memodelkan cara otak manusia
dalam belajar. Seiring dengan penemuan komputer, peneliti mengembangkan sebuah
program untuk melihat simulasi kerja otak manusia yang kompleks. Pada tahun 1969
Marvin Minsky menemukan satu metode perceptron yang dapat menyelesaikan
beberapa masalah sederhana. Tahun 1986 Rumelhart dan McClelland mempublikasi
sebuah algoritma back-propagation yang kemudian dikenal sebagai MLFN saat ini.
44
tahun 1990 Donald Specht menemukan PNN dan metoda ini menjadi populer di
lingkungan geofisika sebagai aplikasi yang cukup sukses.
II.6.1 Multilayer Feedforward Neural Network (MLFN)
Liu dan Liu (1998) menggambarkan penggunaan multilayer feedforward neural
network (MLFN) untuk memprediksi properti-properti log dari data seismik. Gambar
2.20 memperlihatkan arsitektur MLFN. Setiap layer terdiri dari beberapa neuron dan
setiap neuron terhubung oleh bobot. Bobot-bobot tersebut menggambarkan hasil dari
layer output. Layer input sendiri memiliki banyak neuron sesuai dengan banyaknya
atribut yang digunakan.
Proses training dilakukan untuk memperoleh nilai pembobotan yang optimal untuk
setiap neuron dengan melakukan training terhadap data sampel ke algoritma MLFN.
Setiap data sampel terdiri atas data pada setiap titik waktu atau kedalaman yang sama
{A1, A2, A3, L}, dimana Ai merupakan atribut-atribut seismik dan L merupakan target
log yang telah diketahui.
Gambar 2.20 Arsitektur MLFN (Hampson dkk, 2001).
45
II.6.2 Probabilistic Neural Network (PNN)
Probabilistic neural network (PNN) merupakan skema interpolasi matematika dengan
menggunakan arsitektur neural network dalam aplikasinya. Data yang digunakan pada
analisis PNN merupakan data yang sama dengan data training pada analisis MLFN
sebagai berikut:
{A11, A21, A31, L1}
{A12, A22, A32, L2}
{A13, A23, A33, L3}
…..
{A1n, A2n, A3n, Ln}
Dimana n merupakan data training dan terdapat tiga atribut. Nilai Ln merupakan target
log yang telah diketahui.
PNN mengasumsikan bahwa setiap log output baru dapat dituliskan sebagai kombinasi
linier dari nalai log yang terdapat pada data training. Untuk data baru dengan nilai
atribut-atribut sebagai berikut:
X = {A1j, A2j, A3j}
Nilai log baru dapat dituliskan dengan persamaan fundamental dari regresi umum PNN
sebagai berikut:
Ĺ(x) = ∑ 𝐿𝑖 exp(−𝐷(𝑥,𝑥𝑖)
𝑛𝑖=1
∑ 𝑒𝑥𝑝(−𝐷(𝑥,𝑥𝑖)𝑛𝑖=1
(2.28)
Dimana n adalah jumlah dari sampel dan D(x,xi) dapat dirumuskan sebagai berikut:
46
D(x,xi) = ∑ [𝑥𝑗−𝑥𝑖𝑗
𝑟𝑗]𝑛
𝑗=1 (2.29)
Dimana D adalah jarak yang diskalakan diantara poin yang akan diestimasi, jarak
tersebut yang disebut smoothing parameter (𝑟). Untuk sampel ke m, dapat diprediksi
dengan persamaan sebagai berikut:
Ĺm(xm) = ∑ 𝐿𝑖
𝑛𝑖≠𝑚 exp(−𝐷(𝑥𝑚,𝑥𝑖)
∑ exp(−𝐷(𝑥𝑚,𝑥𝑖)𝑛𝑖≠𝑚
(2.30)
Jadi nilai yang diprediksi dari sampel ke m adalah Ĺm. Jika diketahui nilai Lm, maka
error validasi dapat diprediksi dengan persamaan sebagai berikut:
ev = (Lm – Ĺm)2 (2.31)
Dengan persamaan untuk menghitung total error prediksi sebagai berikut:
E = ∑ (Lm – Ĺm)2𝑁𝑖=1
(2.32)
Pada penelitian yang dilakukan, data training terdiri atas training sampel dari semua
sumur yang ada, kecuali terdapat hidden well. Pada proses crossvalidasi, analisis
dilakukan secara berulang sesuai dengan banyaknya sumur, setiap waktu dikeluarkan
sumur yang berbeda. Adapun total error validasi merupakan rata-rata rms dari
individual error sebagai berikut:
Ev2 =
1
𝑁 ∑ 𝑒𝑣𝑖
𝑁𝑖=1
(2.33)
Dimana Ev merupakan total error validasi, 𝑒𝑣𝑖 merupakan error validasi dari sumur i
dan N merupakan jumlah dari sumur dalam analisis yang dilakukan.
47
Gambar 2.21 menunjukkan plot error prediksi dari semua sumur dan error validasi.
Kurva berwarna hitam menunjukkan error prediksi yang dihitung menggunakan data
training. Kurva berwarna merah menunjukkan error validasi dengan tidak
mengikutkan satu sumur dalam perhitungannya (data validasi). Berdasarkan gambar
tersebut dapat dilihat bahwa digunakan lebih dari dua atribut, error validasinya
bertambah besar, yang artinya terjadi over-training.
Gambar 2.21 Contoh plot validation error (merah) dan prediction error (hitam)
(Hampson dkk, 2001).
48
BAB III
METODE PENELITIAN
III.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian secara administratif terdapat di kabupaten Luwuk Provinsi Sulawesi
Tengah, Indonesia (Gambar 3.1). Formasi yang menjadi target penelitian ini
merupakan reservoar di lapangan Donggi yang dikelola oleh PT. Pertamina EP Asset
4.
Gambar 3.1 Lokasi Penelitian.
III.2 Perangkat dan Data Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Hampson Russel (HRS)
Versi 10.2 dan Petrel 2009.1.
49
Adapun data yang digunakan pada penelitian ini antara lain data seismik, data log
sumur dan marker top miosen karbonat.
1. Data Seismik
Data seismik yang digunakan pada penelitian ini sadalah data seismik 2D
PSDM (pre-stack depth migration) dengan sampling rate 3 m yang diketahui
dari header data seismik. Polaritas data seismik ini merupakan data seismik
dengan polaritas reverse SEG yang ditentukan berdasarkan respon koefisien
refleksi pada batas antar lapisan dimana kenaikan impedansi akustik ditandai
dengan pucak (peak) (Gambar 3.2).
Gambar 3.2 Data seismik dan sumur yang melewati lintasan
DMS_BSJ_IL1760
2. Data Sumur
Pada penelitian ini terdapat tiga sumur yang berpotongan dengan data seismik
yaitu sumur BSJ-01, BSJ-03, dan BSJ-05. Data sumur tersebut merupakan data
50
log sekunder yang masing-masing terdiri atas data log gamma ray, log
resistivity, log sonic, log densitas, log porositas, log saturasi air.
3. Data Marker
Pada penelitian ini terdapat satu data marker yang telah diketahui dari masing
masing sumur yaitu marker top miosen karbonat. Untuk penentuan batas bawah
(bottom) dari zona penelitian, penulis menentukan berdasarkan analisis pada
data log yang tersedia.
III.3 Pengolahan Data
III.3.1 Input Data Sumur
Tahap pertama yang dilakukan pada penelitian ini adalah menginput data sumur.
Namun, sebelum melakukan hal tersebut, penting untuk membaca header log dari
masing-masing sumur. Hal ini karena dari header log ini kita dapat mengetahui
informasi yang dimiliki oleh masing-masih data seperti koordinat lokasi sumur, elevasi
titik pengeboran, elevasi dari Kelly Bushing serta satuan yang digunakan dari setiap
data yang akan didefenisikan pada saat melakukan input data.
III.3.2 Input Data Seismik
Hal yang harus diperhatikan pada saat melakukan input data seismik adalah
mengetahui informasi yang terdapat pada data seismik yang akan digunakan seperti
jenis dari data seismik itu sendiri, domain yang digunakan (waktu atau kedalaman)
serta informasi lainnya yang diperlukan ketika melakukan input data seismik.
51
III.3.3 Input Data Marker
Data marker digunakan untuk menentukan batas zona target penelitian. Adapaun target
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui persebaran porositas lapisan batu gamping
formasi Minahaki. Berdasarkan data yang tersedia telah diketahui top dari formasi
miosen karbonat. Oleh karena batas bawah (bottom) dari formasi ini belum diketahui,
maka penulis menentukan batas bawah dari formasi ini menggunakan data log gamma
ray dan sonic dari masing-masing sumur.
III.3.4 Analisis Sensitivitas
Pada penelitian ini analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat hubungan antara nilai
impedansi akustik dan porositas berdasarkan data log porositas dan impedansi akustik
yang dihitung menggunakan log sonic dan log densitas (RHOB).
III.3.5 Ekstraksi Wavelet dan Pengikatan Data Sumur dengan Data Seismik
Pengikatan data sumur dengan data seismik dilakukan untuk menyamakan domain
antara data sumur dengan data seismik. Pada umumnya data seismik yang digunakan
merupakan data dalam domain kedalaman. Untuk menyesuaikan anatara data sumur
dan data seismik dilakukan proses checkshot correction dengan menggunakan data
checkshot atau vertical seismik profiling (VSP).
Pada penelitian ini masing masing data memiliki domain yang sama yaitu kedalaman,
maka tahap checkshot correction dapat diabaikan. Adapun tujuan dilakukannya
pengikatan data sumur dengan data seismik ini adalah untuk mengetahui posisi atau
52
marker geologi pada data seismik. Oleh karena data sumur akan diikatkan dengan data
seismik, maka perlu dilakukan pembuatan seismogram sintetik untuk masing masing
sumur. Dimana seismogram sintetik merupakan hasil dari konvolusi antara koefisien
refleksi dengan wavelet.
Wavelet yang digunakan dapat diperoleh dengan melakukan ekstraksi wavelet dari
beberapa metode. Adapun metode-metode yang dapat dilakukan untuk menghasilkan
wavelet sebagai berikut:
1. Menggunakan cara statistik
Ekstraksi wavelet dengan cara statistik adalah dengan mengekstrak wavelet dari
data seismik pada zona di sekitar zona target.
2. Menggunakan data sumur
Ekstraksi wavelet dengan data sumur adalah dengan mengekstrak wavelet dari
data sumur pada zona di sekitar zona target.
3. Menggunakan wavelet ricker
Wavelet yang telah di ekstraksi kemudian di konvolusikan dengan koefisien refleksi
untuk membuat seismogram sintetik yang akan digunakan pada pengikatan data sumur
dengan data seismik.
53
III.3.6 Analisis Ketebalan Tuning (Tuning Thickness)
Ketebalan tuning adalah batas minimal ketebalan lapisan batuan yang mampu dilihat
atau dibedakan oleh gelombang seismik. Pada umumnya besaran untuk menghitung
ketebalan tuning adalah ¼ dari panjang gelombang (λ).
III.3.7 Picking Horizon
Picking horizon dilakukan dengan cara membuat garis kemenerusan suatu lapisan pada
penampang seismik. Informasi tentang keadaan geologi, lingkungan pengendapan
sangat dibutuhkan dalam proses ini. Berdasarkan data marker yang tersedia, diketahui
posisi top miosen karbonat, kemudian penulis telah menentukan posisi bottom miosen
karbonat menggunakan data log dari sumur.
Proses sebelum picking horizon adalah seismik well tie sangat berpengaruh untuk
menyamakan posisi kedalaman antara sumur dengan data seismik. Sebelum melakukan
picking horizon, sumur hasil seismik well tie ditampilkan pada penampang seismik
untuk mengetahui horizon mana yang akan dipicking. Karena pada penelitian ini
menggunakan wavelet fasa nol, maka proses picking horizon dilakukan dibagian
puncak (peak) ataupun lembah (through) dari amplitudo sesmik, tergantung dimana
posisi marker berada.
Pertama-tama dilakukan picking pada lintasan yang berpotongan dengan sumur yang
memiliki nilai korelasi paling baik pada saat proses well seismik tie. Lintasan tersebut
54
dapat menjadi acuan dalam penarikan horizon pada lintasan seismik berikutnya. setelah
melakukan picking horizon, dapat diketahui struktur dari tiap horizon.
III.3.8 Inversi Seismik
Hasil dari proses inversi seismik pada penelitian adalah data impedansi akustik.
Impedansi akustik ini merupakan parameter fisis dari sifat lapisan batuan yang
merepresentasikan model geologi bawah permukaan.
Pada proses ini, langkah pertama adalah membuat model geologi, yaitu penyebaran
nilai impedansi pada data seismik. nilai impedansi diperoleh dari hasil perkalian antara
log sonic dan densitas yang berasal dari setiap sumur yang tersedia.
Tahap selanjutnya yaitu melakukan analisis inversi untuk memperoleh parameter
terbaik yang akan digunakan pada proses selanjutnya. Pada penelitian ini dilakukan
analisis inversi pada metode inversi model based dan linier programming sparse-spike
(LPSS). Kemudian penulis akan memilih salahsatu dari metode tersebut untuk tahap
interpretasi selanjutnya berdasarkan kualitas data yang dihasilkan.
III.3.9 Analisis Multiatribut
Tahap ini bertujuan untuk menentukan jumlah atribut yang dapat dikombinasikan
untuk memprediksi log target secara maksimal. Pertama-tama penulis menentukan
jumlah atribut yang akan dikorelasikan. Hal ini ditentukan dari crossplot antara jumlah
atribut dan error rata-rata yang dihasilkan dari kombinasi yang dihasilkan. Secara teori,
semakin banyak atribut yang digunakan maka nilai error yang diperoleh akan semakin
55
kecil, namun dari hasil validasi data sumur menunjukkan terdapat batasan jumlah
atribut yang dapat digunakan untuk memberikan hasil yang optimal.
III.3.10 Analisis Probabilistic Neural Network (PNN)
Metode Probabilistic Neural Network (PNN) digunakan untuk meningkatkan nilai
korelasi dari analisis sebelumnya. Karena dengan menggunakan metode ini diharapkan
karakteristik nonlinier dari neural network akan meningkatkan nilai prediksi untuk
membuat volume porositas.
III.3.11 Pemetaan
Setelah mendapatkan hasil penampang porositas yang didapatkan menggunakan
inversi AI, multiatribut dan probabilistic neural network proses selanjutnya yaitu
melakukan pemetaan dengan menggunakan penampang porositas di seluruh zona
penelitian.
56
III.4 Bagan Alir Penelitian
Adapun bagan alir dari penelitian ini sebagai berikut:
Gambar 3.3 Bagan Alir Penelitian.
Picking Horizon
Data Sumur
Peta Isoporosity
(Multiatribut) Peta Isoporosity (PNN)
Input Data
Analisis
Sensitivitas
Peta AI Analisis Probalistic Neural Network
Internal Atribut
Eksternal Atribut
Analisis Multiatribut
Seismik 2D
PSDM
Inversi Data Seismik
Perbandingan
Peta Isoporosity
(Inversi AI)
Interpretasi dan Analisa
Kesimpulan
Selesai
Transformasi
Hubungan AI dan
Porositas
Well Seismic Tie
Marker
Zone
57
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Analisis Sensitivitas
Pada penelitian ini analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat hubungan antara nilai
impedansi akustik dan porositas berdasarkan data log porositas dan impedansi akustik
yang dihitung menggunakan log sonic dan log densitas (RHOB). Gambar 4.1
memperlihatkan nilai impedansi pada zona penelitian berkisar anatra 4.500 – 14.000
((m/s)(g/cc)) dan memiliki nilai porositas yang tinggi yaitu berkisar antara 5% - 37 %.
Gambar 4.1 Crossplot impedansi akustik dan porositas dari data log sumur.
Hasil dari hubungan yang diperoleh digunakan untuk mengkonversi penampang
impedansi akusitik (AI) yang diperoleh dari hasil inversi menjadi penampang porositas.
58
IV.2 Ekstraksi Wavelet dan Pengikatan Data Sumur dengan Data Seismik
Gambar 4.2 memperlihatkan wavelet statistik yang merupakan hasil ekstraksi wavelet
dari data seismik pada penelitian ini. Adapun wavelet yang dihasilakn berupa wavelet
dengan panjang gelombang 200 m, berfasa nol (zero phase) dan memiliki frekuensi
dominan 12 Hz. Wavelet tersebut kemudian di konvolusikan dengan koefisien refleksi
untuk membuat seismogram sintetik yang akan digunakan pada pengikatan data sumur
dengan data seismik.
Gambar 4.2 Wavelet statistik hasil ekstraksi wavelet.
Gambar 4.3 memperlihatkan proses pengikatan data sumur dengan data seismik (well
seismic tie) pada sumur BSJ-01. Hasil pengikatan data tersebut diperoleh korelasi 0.610
dan untuk sumur BSJ-03 dan BSJ-05 diperlihatkan pada lampiran.
59
Gambar 4.3 pengikatan data sumur BSJ-01 dengan data seismik dengan korelasi
sebesar 0.610.
Berdasarkan Hasil yang diperoleh, diketahui bahwa horizon Top Miosen
Karbonatjatuh pada lembah (through) dan horizon Bottom Miosen Karbonat jatuh pada
puncak (peak). Hal ini menunjukkan bahwa formasi pada penelitian ini memiliki nilai
impedansi yang lebih besar dibandingkan formasi yang berada di atas ataupun
dibawahnya, dimana polaritas wavelet pada horizon Top Miosen Karbonat
menghasilkan polaritas lembah (through) yang menunjukkan batas antara lapisan
dengan impedansi rendah pada bagian atas dan daerah dengan impedansi tinggi di
bawahnya, begitupun sebaliknya pada horizon Bottom Miosen Karbonat. Polaritas
tersebut menjadi acuan pada tahap interpretasi horizon.
60
IV.3 Analisis Ketebalan Tuning (Tuning Thickness)
Pada penelitian ini diperoleh kecepatan rata-rata sebesar 3.513 m/s dengan frekuensi
dominan 12 Hz pada zona penelitian. Berdasarkan data tersebut diketahui panjang
gelombang sebesar 293 m. Sehingga ketebalan tuning pada zona penelitian ini sebesar
73 m. Dapat disimpulakan bahwa apabila terdapat lapisan dengan ketebalan kurang
dari 73 m, maka lapisan tersebut tidak dapat di bedakan oleh gelombang seismik.
IV.4 Picking Horizon
Horizon Top Miosen Karbonat diketahui berdasarkan hasil interpretasi yang telah
diperoleh. Sedangkan, horizon Bottom Miosen Karbonat ditentukan berdasarkan hasil
pengikatan data sumur dan data seismik (well seismc tie), dimana penarikan horizon
dilakukan pada puncak (peak). Gambar 4.4 memperlihatkan horizon Top dan Bottom
Miosen Karbonat yang dihasilkan dari proses picking horizon.
Gambar 4.4 Horizon Top Miosen Karbonat dan Bottom Miosen Karbonat pada
lintasan seismik DMS_BSJ_IL1760.
Top Miosen Karbonat
Bottom Miosen Karbonat
61
IV.5 Inversi Seismik
Gambar 4.5 memperlihatkan model geologi sebagai model awal untuk tahap inversi
seismik. Model impedansi tersebut diperoleh dari hasil perkalian antara log sonic dan
densitas (RHOB) pada seluruh sumur yang tersedia. Selain itu, penelitian ini penulis
menggunakan frekuensi rendah sebesar 15 Hz. Berdasarkan gambar tersebut, terlihat
bahwa pada pada lapisan atas formasi penelitian memiliki nilai impedansi yang rendah
dan semakin kebawah, nilai impedansi yang dihasilkan semakin tinggi.
Gambar 4.5 Penampang model geologi pada lintasan seismik DMS_BSJ_IL1760.
Pada penelitian ini dilakukan analisis inversi pada metode inversi model based dan
linier programming sparse-spike (LPSS). Adapun parameter-parameter yang
digunakan pada kedua metode inversi tersebut sebagai berikut:
62
1. Parameter inversi model based
• Average block size : 3 m
• Constrain Frequency :10 Hz
• maximum change (upper) : 10%
• maximum change (lower) : 10%
• Window : Top Miosen Karbonat–bottom miosen karbonat
• Prewhitening : 1%
• Number of iteration : 10
• Calculated and apply a single global scaler
2. Parameter inversi linier programming sparse-spike (LPSS)
• Sparnesess : 20
• Constrain Frequency :20 Hz
• Window : Top Miosen Karbonat–bottom miosen karbonat
63
Gambar 4.6 Analisa inversi seismik a) model based dan b) linier programming
sparse-spike.
Adapun hasil yang diperoleh pada analisis inversi dari kedua metode tesebut diketahui
bahwa metode inversi model based memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan
dengan metode LPSS (Gambar 4.6). Pertama, error yang diperoleh dari hubungan
a)
b)
64
antara impedansi akustik pada data log dan impedansi yang diperoleh dari analisis
inversi, pada metode inversi model based diperoleh error sebesar 988.67 sedangkan
pada analisis LPSS error yang diperoleh lebih besar yaitu 2371.4. Kedua, korelasi
impedansi akustik yang diperoleh dari analisis inversi dan data initial model, diperoleh
korelasi yang lebih baik pada analisis inversi model based yaitu sebesar 0.92
dibandingkan dengan analisis LPSS dengan korelasi sebesar 0.42. Kemudian, dari
error yang diperoleh dari hubungan antara nilai impedansi yang diperoleh dari analisis
inversi dan data initial model, diperoleh error yang lebih kecil pada analisis inversi
model based yaitu sebesar 0.4 sedangkan dari analisis LPSS diperoleh error sebesar
1.07 (Tabel 4.1).
Tabel 4.1 Tabel perbandingan antara metode inversi model based dan linier
programming sparse-spike (LPSS)
No Jenis Metode Error Korelasi Trend crossplot Error
1 Model Based 988.67 0.929 0.398
2 LPSS 2371.4 0.418 1.078
Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh maka pada langkah selanjutnya penulis
mengaplikasikan parameter-parameter metode inversi model based tersebut pada
semua lintasan seismik yang ada, sehingga dihasilkan penampang impedansi akustik
(LAMPIRAN II), salah satunya yaitu lintasan DMS-BSJ-1760 yang melewati sumur
BSJ-01 (Gambar 4.7).
65
Gambar 4.7 Penampang impedansi akustik hasil inversi model based pada lintasan
seismik DMS-BSJ-1760 yang melewati sumur BSJ-01.
Berdasarkan Gambar 4.7 dapat diketahui bahwa nilai impedansi pada bagian atas
formasi memiliki nilai impedansi yang lebih rendah dibandingkan dengan bagian
bawahnya yang memiliki nilai impedansi yang lebih tinggi. Hal ini menunjukkan
bahwa semakin kebawah formasi tersebut semakin tight. Hal ini sesuai dengan kurva
log gamma ray yang terdapat pada sumur yang tersedia pada penelitian ini, salah
satunya yang terdapat pada sumur BSJ-01 yang melewati lintasan seismik DMS-BSJ-
1760 (Gambar 4.7) dimana daerah dengan nilai impedansi akustik tinggi, memiliki
respon gamma ray yang lebih tinggi pula, begitupun sebaliknya.
Secara kuantitatif korelasi antara impedansi akustik hasil inversi dengan impedansi
akustik yang diperoleh dari log sumur diketahui berdasarkan hasil crossplot antara
kedua data tersebut (Gambar 4.8). Berdasarkan hasil crossplot, diperoleh nilai gradien
66
0.8 yang menunjukkan bahwa impedansi akustik hasil inversi dengan impedansi
akustik yang diperoleh dari log sumur memiliki korelasi yang baik yaitu sebesar 80%.
Gambar 4.8 crossplot antara impedansi akustik hasil inversi dengan impedansi
akustik yang diperoleh dari log sumur.
Berdasarkan tujuan awal dari penelitian ini yaitu memetakan persebaran porositas dari
daerah penelitian, maka penulis melakukan transformasi penampang impedansi akustik
menjadi penampang porositas menggunakan persamaan yang diperoleh dari analisa
crossplot sebelumnya (Gambar 4.1) pada semua lintasan seismik.
67
Lampiran III menunjukkan penampang porositas hasil transformasi dari penampang
impedansi akustik pada seluruh lintasan seismik, salah-satunya yaitu lintasan seismik
DMS-BSJ-1760 yang melewati sumur BSJ-01(Gambar 4.9).
Gambar 4.9 Penampang porositas hasil transformasi dari penampang impedansi
akustik pada lintasan seismik DMS-BSJ-1760 yang melewati sumur BSJ-01.
Berdasarkan Gambar 4.9 diketahui bahwa bagian atas dari formasi Top Miosen
Karbonat memiliki nilai porositas yang baik yaitu sekitar 18% - 28%, sedangkan pada
bagian bawah formasi porositas yang dihasilkan lebih rendah yaitu sekitar 5% - 21%.
Hal ini menunjukkan bahwa semakin ke bawah litologi pada formasi tersebut semakin
tight. Hal ini sesuai dengan kurva log gamma ray yang terdapat pada sumur yang
tersedia pada penelitian ini, salah satunya yang terdapat pada sumur BSJ-01 yang
melewati lintasan seismik DMS-BSJ-1760 (Gambar 4.9) dimana daerah dengan nilai
porositas tinggi, memiliki respon gamma ray yang lebih rendah, begitupun sebaliknya.
68
IV.6 Analisis Multiatribut
Analisis multiatribut bertujuan untuk menentukan jumlah atribut yang dapat
dikombinasikan untuk memprediksi log target secara maksimal. Pada penelitian ini,
terdapat 7 atribut yang digunakan pada analisis multiatribut. Adapun atribut-atribut
tersebut yaitu sqrt (ai), amplitude weighted frequency, dominant frequency, average
frequency, integrated absolute amplitude, instantaneous phase, filter 5/10-15/20
(Tabel 4.2). Secara kuantitatif, atribut sqrt (AI) memiliki nilai training error sebesar
0.0039937 dan error validasi sebesar 0.048209, atribut amplitude weighted frequency
memiliki training error sebesar 0.036662 dan error validasi sebesar 0.042966, atribut
dominant frequency memiliki training error sebesar 0.032868 dan error validasi
sebesar 0.070835, atribut average frequency memiliki training error sebesar 0.031413
dan error validasi sebesar 0.156759, atribut integrated absolute amplitude memiliki
training error sebesar 0.030605 dan error validasi sebesar 0.072352, atribut
instantaneous phase memiliki training error sebesar 0.0300630 dan error validasi
sebesar 0.065322, atribut Filter 5/10-15/20 memiliki training error sebesar 0.028630
dan error validasi sebesar 0.130674. Secara teori, semakin banyak atribut yang
digunakan maka nilai error yang diperoleh akan semakin kecil, namun dari hasil
validasi data sumur menunjukkan terdapat batasan jumlah atribut yang dapat
digunakan untuk memberikan hasil yang optimal. Gambar 4.10 menunjukkan kurva
hubungan training error dan error validasi. Kurva berwarna hitam menunjukkan error
rata-rata dari semua sumur yang digunakan secara teoritis (training error) dan kurva
69
berwarna merah menunjukkan hasil validasi dari data sumur (error validasi).
Berdasarkan kurva tersebut, hanya terdapat dua atribut yang dapat digunakan untuk
memperoleh kombinasi yang optimal karena apabila digunakan lebih dari dua taribut,
maka akan terjadi over training. Over training ini akan menyebabkan nilai error rata-
rata yang diperoleh akan semakin besar.
Tabel 4.2 Tabel hasil Analisa seismik multiatribut
No Target Final Attribute Training
Error
Validation
Error
1 (Porosity)**2 Sqrt (AI) 0.039937 0.048209
2 (Porosity)**2 Amplitude Weighted Frequency 0.036662 0.042966
3 (Porosity)**2 Dominant Frequency 0.032868 0.070835
4 (Porosity)**2 Average Frequency 0.031413 0.156759
5 (Porosity)**2 Integrated Absolute Amplitude 0.030605 0.072352
6 (Porosity)**2 Instantaneous Phase 0.0300630 0.065322
7 (Porosity)**2 Filter 5/10-15/20 0.028630 0.130674
70
\
Gambar 4.10 Kurva training error dan error validasi untuk analisis multiatribut.
Hasil korelasi multiatribut tersebut dapat dilihat melalui crossplot antara data log
porositas dengan data porositas prediksi melalui crossplot parameter tersebut (Gambar
4.11). Demikian juga dengan validasi terhadap data log sumur melalui perbandingan
antara data log porositas baru hasil multiatribut dengan data log porositas sumur
(Gambar 4.12). Hasil prediksi log porositas menggunakan atribut-atribut tersebut
sebesar 72% dengan nilai error 0.037 %. Hasil ini menunjukkan bahwa hasil prediksi
prositas menggunakan metode multi atribut ini cukup baik.
71
Gambar 4.11 Crossplot validasi nilai porositas prediksi hasil analisis multiatribut
dan nilai porositas log di sumur BSJ-01, BSJ-03 dan BSJ-05.
Gambar 4.12 Hasil aplikasi nilai porositas prediksi hasil analisis multiatribut dan
nilai porositas log di sumur BSJ-01, BSJ-03 dan BSJ-05.
72
Lampiran IV menunjukkan penampang porositas hasil analisis multiatribut pada
seluruh lintasan seismik, salah-satunya yaitu lintasan seismik DMS-BSJ-1760 yang
melewati sumur BSJ-01 (Gambar 4.13).
Berdasarkan Gambar 4.13 diketahui bahwa bagian atas dari formasi Top Miosen
Karbonatmemiliki nilai porositas yang baik yaitu sekitar 18% - 28%, sedangkan pada
bagian bawah formasi porositas yang dihasilkan lebih rendah yaitu sekitar 14% - 21%.
Namun, secara umum nilai porositas pada formasi tersebut rata-rata berkisar antara
18% - 28%. Berdasarkan gambar tersebut, memperlihatkan perbedaan prediksi nilai
porositas hasil analisis multiatribut dan porositas dari sumur BSJ-01 pada kedalaman
sekitar 1810 - 1875 m. Hal ini diperkirakan terjadi karena pada analisis multiatribut
hanya dilakukan analisis untuk hubungan atribut yang memiliki hubungan secara linier,
sedangkan pada kenyataannya terdapat hubungan yang tidak linier (non-linier) pada
atribut-atribut yang digunakan. Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan analisis
probabilistic neural network untuk kasus atribut yang memiliki hubungan yang tidak
linier (non-liner).
73
Gambar 4.13 Penampang porositas hasil analisis multiatribut pada lintasan seismik
DMS-BSJ-1760 yang melewati sumur BSJ-01.
IV.7 Analisis Probabilistic Neural Network (PNN)
Gambar 4.14 memperlihatkan hasil training atribut-atribut yang digunakan pada
metode multiatribut dengan menggunakan algoritma probabilistic neural network.
Hasil training tersebut memperlihatkan tren yang sangat mirip antara porositas prediksi
dengan log porositas sumur (Gambar 4.14) serta peningkatan korelasi yang sangat
jauh yaitu menjadi 92% dengan nilai error sebesar 0.021% (Gambar 4.15).
74
Gambar 4.14 Hasil aplikasi nilai porositas prediksi hasil analisis Probabilistic
Neural Network dan nilai porositas log di sumur BSJ-01, BSJ-03 dan BSJ-05.
Gambar 4.15 Crossplot validasi nilai porositas prediksi hasil analisis Probabilistic
Neural Network dan nilai porositas log di sumur BSJ-01, BSJ-03 dan BSJ-05.
75
Lampiran IV menunjukkan penampang porositas hasil analisis probabilistic neural
network pada seluruh lintasan seismik, salah-satunya yaitu lintasan seismik DMS-BSJ-
1760 yang melewati sumur BSJ-01 (Gambar 4.16).
Berdasarkan Gambar 4.16 diketahui bahwa secara umum formasi Top Miosen
Karbonat memiliki nilai porositas yang baik yaitu sekitar 18% - 28%, hanya terdapat
beberapa titik yang pada formasi tersebut yang memiliki nilai porositas yang rendah
yaitu sekitar 7% - 12% khususnya yang terdapat di sekitar sumur BSJ-01 pada
kedalaman sekitar 1810 - 1875 m. Hal tersebut sesuai dengan pembacaan log gamma
ray pada sumur BSJ-01, dimana disekitar daerah tersebut memiliki respon gamma ray
tinggi yang menunjukkan bahwa di daerah tersebut merupakan daerah batu gamping
yang cukup tight.
Gambar 4.16 Penampang porositas hasil analisis Probalistic Neural Network pada
lintasan seismik DMS-BSJ-1760 yang melewati sumur BSJ-01.
76
IV.8 Pemetaan
Setelah mendapatkan hasil penampang porositas yang didapatkan menggunakan
inversi AI, multiatribut dan Probabilstic Neural Network proses selanjutnya yaitu
melakukan pemetaan dengan menggunakan penampang porositas di seluruh zona
penelitian.
IV.8.1 Peta Struktur Daerah Penelitian
Sebelum melakukan invresi pada data seismik, sebelumnya dilakukan picking horizon
pada zona penelitian. Pemilihan horizon penelitian berdasarkan marker Top Miosen
Karbonat yang telah tersedia dan analisis pada data log untuk menentukan Bottom
Miosen Karbonat. Berdasarkan data tersebut diperoleh peta struktur bawah permukaan
pada daerah penelitian (Gambar 4.17). Berdasarkan data report study pada daerah
penelitian diketahui batas kontak antara gas dan air berada pada kedalaman 1725 m
(ditandai dengan zona berwarna merah).
77
Gambar 4.17 Peta struktur daerah penelitian.
IV.8.2 Pemetaan Impedansi Akustik Hasil Inversi Seismik
Setelah diperoleh penampang impdansi akustik, maka peta persebaran porositas secara
lateral dapat dihasilkan. Peta yang dibuat menggunakan window 30 m dibawah Top
Miosen Karbonat (Gambar 4.18) dan window 80 m di atas horizon Bottom Miosen
Karbonat (Gambar 4.19) untuk mengetahui persebaran impedansi pada zona tight di
daerah penelitian. Peta persebaran nilai impedansi akustik menunjukkan persebaran
impedansi pada zona penelitian sekitar 7.000 – 9.800 (m/s)(gr/cc). Berdasarkan peta
tersebut menunjukkan nilai impedansi tinggi pada zona tight semakin meluas di lokasi
penelitian.
78
Gambar 4.18 Peta persebaran impedansi akustik daerah penelitian dengan window
30 m di bawah horizon Top Miosen Karbonat.
Gambar 4.19 Peta persebaran impedansi akustik daerah penelitian dengan window
80 m di atas horizon Bottom Miosen Karbonat.
79
IV.8.3 Pemetaan Porositas
Berdasarkan tujuan dari penelitian ini yaitu mengetahui persebaran porositas batu
gamping di Formasi Minahaki, telah dilakukan beberapa analisis yang terdiri dari
transformasi penampang impedansi akustik hasil inversi menjadi penampang porositas,
analisis multiatribut dan analisis probabilistic neural network (PNN) untuk
mendapatkan informasi persebaran dari porositas batu gamping di daerah penelitian.
Gambar 4.20 menunjukkan peta persebaran porositas yang dihasilkan dari
transformasi impedansi akustik pada zona penelitian yang diambil pada window 30 m
di bawah Top Miosen Karbonat sebesar 18% - 27%.
Gambar 4.21 menunjukkan peta persebaran porositas yang dihasilkan dari analisis
multiatribut pada zona penelitian yang diambil pada window 30 m di bawah Top
Miosen Karbonat sebesar 18% - 27%.
Gambar 4.22 menunjukkan peta persebaran porositas yang dihasilkan dari analisis
multiatribut pada zona penelitian yang diambil pada window 30 m di bawah Top
Miosen Karbonat sebesar 10% - 25%.
80
Gambar 4.20 Peta persebaran porositas yang dihasilkan dari transformasi impedansi
akustik daerah penelitian dengan window 30 m di bawah horizon Top Miosen
Karbonat.
Gambar 4.21 Peta persebaran porositas daerah penelitian hasil analisis multiatribut
dengan window 30 m di bawah horizon Top Miosen Karbonat.
81
Gambar 4.22 Peta persebaran porositas daerah penelitian hasil analisis Probabilistic
Neural Network (PNN) dengan window 30 m di bawah horizon Top Miosen
Karbonat.
Dari ketiga metode yang digunakan untuk memetakan porositas pada formasi Minahaki
diperoleh hasil yang semakin baik. Berdasarkan pada hasil korelasi antara porositas
prediksi dengan nilai porositas yang diperoleh dari sumur BSJ-01, sumur BSJ-03 dan
sumur BSJ-05 diketahui bahwa dengan menggunakan analisis probabilistic neural
network (PNN) memberikan hasil korelasi yang lebih baik dibandingkan dengan
metode sebelumnya yaitu sebesar 92% berdasarkan crossplot antara porositas dari data
log sumur dan porositas prediksi (Gambar 4.22). Oleh karena itu, dalam penentuan
daerah yang berpotensi untuk dikembangkan selanjutnya, penulis menggunakan peta
persebaran porositas yang dihasilkan dari analisis probabilistic neural network (PNN).
82
Selain itu juga dibuat peta persebaran porositas hasil analisis Probabilistic Neural
Network (PNN) dengan window 80 m di atas horizon Bottom Miosen Karbonat untuk
mengetahui persebaran nilai porositas pada zona tight di daerah penelitian (Gambar
4.23). Dari hasil pemetaan tersebut diketahui nilai porositas yang diperoleh antara 10%
– 27%.
Gambar 4.23 Peta persebaran porositas daerah penelitian hasil analisis Probabilistic
Neural Network (PNN) dengan window 80 m di atas horizon Bottom Miosen
Karbonat.
IV.9 Daerah Potensi Pengembangan
Pada penelitian ini terdapat tiga sumur yang telah diketahui. Adapun sumur tersebut
yaitu sumur BSJ-01, BSJ-03 dan BSJ-05. Berdasarkan peta struktur pada daerah
83
penelitian dan peta persebaran porositas menggunakan metode inversi seismik dan
analisis multiatribut serta diperkuat dengan metode Probabilistic Neural Network
(PNN) memperlihatkan hasil penelitian yang cukup baik dalam memetakan porositas
yang dapat digunakan untuk memprediksi lokasi potensi pengembangan.
Bagian Timur - Selatan dari lokasi penelitian ini menjadi zona yang potensial untuk
dikembangkan yang ditandai dengan zona merah dengan nilai impedansi antara 7.000
-9.800 (m/s)(gr/cc) dan nilai porositas rata-rata sekitar 10% - 25% dan berdasarkan peta
struktur dan data report study berada di kedalaman rata-rata diatas 1725 m dengan
struktur berupa build-up.
Berdasarkan peta struktur dan porositas yang diperoleh memperlihatkan sumur yang
memiliki potensi paling baik adalah sumur BSJ-01 dengan nilai porositas rata-rata
25%, kemudian sumur BSJ-03 dengan nlai porositas rata rata 22% dan terakhir yaitu
sumur BSJ-05 dengan nlai porositas rata rata 17%.
Oleh karena itu, untuk pengembangan berikutnya terdapat beberapa lokasi yang
potensial untuk menjadi zona akumulasi hidrokarbon, pada penelitian ini penulis
mengusulkan sumur BSJ-X, BSJ-Y, dan BSJ-Z (Gambar 4.24).
84
Gambar 4.24 Peta persebaran porositas daerah penelitian hasil analisis Probabilistic
Neural Network (PNN) dengan window 30 m di bawah horizon Top Miosen Karbonat
dan lokasi sumur usulan BSJ-X, BSJ-Y dan BSJ-Z.
Selain itu, penulis menggunakan data AOFP (Absolute Open Flow Potential) sebagai
validasi pemilihan zona potensi pengembangan di atas. Data AOFP (Absolute Open
Flow Potential) adalah data hasil simulasi yang menunjukkan jumlah maksimum gas
yang dapat mengalir dari sumur. Berdasarkan data AOFP yang diperoleh menunjukkan
sumur BSJ-01, BSJ-03 dan BSJ-05 berpotensi untuk dikembangkan. Dimana sumur
yang memiliki potensi paling besar adalah sumur BSJ-03 dengan potensi 171.5
MMscfD, kemudian sumur BSJ-05 dengan potensi 50.9 MMscfD dan sumur BSJ-01
dengan potensi 40.4 MMscfD (Tabel 4.3). Hal ini kurang sesuai dengan potensi yang
ditunjukkan berdasarkan peta struktur dan porositas yang diperoleh pada zona tersebut
85
dimana sumur yang memiliki potensi paling baik adalah sumur BSJ-01 dengan nilai
porositas rata-rata 25%, kemudian sumur BSJ-03 dengan nlai porositas rata rata 22%
dan terakhir yaitu sumur BSJ-05 dengan nlai porositas rata rata 17% serta berada di
kedalaman rata-rata diatas 1725 m dengan struktur berupa build-up. Hal ini disebabkan
karena simulasi yang dilakakuan untuk menghitung AOFP (Absolute Open Flow
Potential) pada suatu sumur pengembangan menggunakan banyak parameter fisis
lainnya yang dapat mempenaruhi potensi jumlah aliran dari fluida di dalamnnya.
Tabel 4.3 Tabel data AOFP (Absolute Open Flow Potential)
sumur BSJ-01, BSJ-03 dan BSJ-05.
Nama Sumur AOFP (MMscfD)
BSJ-01 40.4
BSJ-03 171.5
BSJ-05 50.9
86
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
1. Metode inversi impedansi akustik, analisis multiatribut dan probabilistic neural
network mampu memetakan distribusi porositas pada lokasi penelitian dengan
baik yaitu sekitar 10% - 25%;
2. Secara umum arah persebaran impedansi akustik dan porositas yang baik
berada pada arah timur ke selatan dari lokasi penelitian;
3. Gabungan dari metode inversi impedansi akustik dan metode multiatribut yang
diperkuat dengan probabilistic neural network, mampu memprediksi zona
potensi reservoar secara lebih baik. Dimana terdapat beberapa lokasi yang
potensial untuk menjadi zona akumulasi hidrokarbon, pada penelitian ini
penulis mengusulkan sumur BSJ-X, BSJ-Y, dan BSJ-Z dengan nilai impedansi
akustik berkisar 7.000–9.800 (m/s)(gr/cc) dan porositas sekitar 10% - 25%
yaitu berada pada kedalaman di atas 1725 m dengan struktur build-up.
V.2 Saran
1. Hasil interpretasi yang berkualitas sangat bergantung pada kualitas data seismik
dan data log, maka kedua data tersebut harus memiliki kualitas yang baik. Data
yang lengkap sangat mendukung jalannya proses interpretasi untuk
87
karakterisasi reservoar yang lebih baik lagi. Adapun data beberapa sumur yang
tidak lengkap diharapakan pada pengeboran selanjutnya untuk dilengkapi.
2. Untuk memperoleh hasil yang maksimal, sebaiknya dilakukan analisis terhadap
parameter-parameter lain yang mempengaruhi kualitas suatu reservoar, seperti
permeabilitas, tekanan dan beberapa parameter lainnya.
3. Untuk memperoleh hasil interpretasi yang lebih baik, diperlukan integrasi
dengan beberapa metode terkait lainnya, seperti analisis petrofisika pada daerah
penelitian.
88
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Agus., 2007., Ensiklopedia Seismik.,
http://ensiklopediseismik.blogspot.co.id/., Diakses pada: Jumat, 26 Mei 2017
Pukul 14:30.
Anonim., 2004., Report Pre-POD Area Matindok: LEMIGAS (tidak dipublikasikan).
Badley, M.E., 1985., Practical Seismic Interpretation., Prentice Hall.
Brown., 2003., Interpretation of Three Dimentional Seismic Data Sixth Edition.,
Tulsa, Oklahoma., Jointly of AAPG and SEG.
Bubb, J. N., dan Hatlelid, W. G., 1977, Seismic Stratigraphy and Global Changes of
Sea Level, Part 10: Seismic Recognition of Carbonate Buildups, dalam
Payton, C. E., Ed., Seismic Stratigraphy – Applications to Hydrocarbon
Exploration: Oklahoma, AAPG Memoir 26, hal. 185 – 204.
Chen, Q., dan Sidney, S., 1997., Seismic Attributes Technology for Reservoir
Forecasting and Monitoring: The Leading Edge., Vol. 16, hal.445-456.
Hampson, D., Schuelke, J., dan Qurein, J., 2001., Use of Multiattribute transforms to
Predict Log Properties from Seismic Data., Houston,Texas: Society of
Exploration Geophysics.
Harsono. A., 1997., Pengantar Evaluasi Log., Schlumberger Data Services., Jakarta.
Keelan, D. K., 1982., Core Analysis for Aid in Reservoir Description., Dishtinguished
Author Series Article., Society of Petroleum Engineers of AIME: Texas.
Osama., 2009., Rock Porosity., King Saud University: Saudi Arabia
Russell, B. H., 1988., Introduction to Seismic Inversion Methods, SEG Course Note
Series 2., Tulsa: Society of Exploration Geophysics.
Russel, B., Hampson, D., Schuelke, J., and Qurein, J., 1997., Multiattribute Seismic
Analysis: The Leading Edge., Vol. 16, hal. 1439-1443.
Russell, B. H., 1996., Installation and Tutorials., USA: Hampson-Russell Software
Service Ltd.
89
Schon, J.H., 1998., Pore Space Properties: Porosity, Specific Internal Surface, and
Permeability, 2nd Edition, Handbook of Geophysical Exploration, Seismic
Exploration., Vol.18., Pergamon, Netherlands.
Schultz, P. S., Ronen, S., Hattori, M., dan Corbett, C., 1994., Seismic Guided
Estimation of Log Properties., The Leading Edge, Vol. 13, hal. 305-315.
Sismanto., 2012., Handout Kuliah Fisika Batuan., Program Studi Geofisika.,
Universitas Gajah Mada.
Sukmono, S., 1999., Interpretasi Seismik Refleksi., Departemen Teknik Geofisika,
Institut Teknologi Bandung.
Sukmono, S., 2000., Seismik Inversi untuk Karakterisasi Reservoir., Bandung:
Jurusan Teknik Geofisika, Institut Teknologi Bandung.
LAMPIRAN II
PENAMPANG IMPEDANSI AKUSTIK HASIL INVERSI
1. Penampang impedansi akustik pada lintasan BSJ_DMS_IL1399
2. Penampang impedansi akustik pada lintasan BSJ_DMS_IL1460
3. Penampang impedansi akustik pada lintasan BSJ_DMS_IL1510
4. Penampang impedansi akustik pada lintasan BSJ_DMS_IL1560
5. Penampang impedansi akustik pada lintasan BSJ_DMS_IL1610
6. Penampang impedansi akustik pada lintasan BSJ_DMS_IL1660
7. Penampang impedansi akustik pada lintasan BSJ_DMS_IL1710
8. Penampang impedansi akustik pada lintasan BSJ_DMS_IL1760
9. Penampang impedansi akustik pada lintasan BSJ_DMS_IL1810
10. Penampang impedansi akustik pada lintasan BSJ_DMS_IL1860
11. Penampang impedansi akustik pada lintasan BSJ_DMS_IL1910
12. Penampang impedansi akustik pada lintasan BSJ_DMS_XL4960
13. Penampang impedansi akustik pada lintasan BSJ_DMS_XL5010
14. Penampang impedansi akustik pada lintasan BSJ_DMS_XL5060
15. Penampang impedansi akustik pada lintasan BSJ_DMS_XL5110
16. Penampang impedansi akustik pada lintasan BSJ_DMS_XL5160
17. Penampang impedansi akustik pada lintasan BSJ_DMS_XL5210
18. Penampang impedansi akustik pada lintasan BSJ_DMS_XL5260
LAMPIRAN III
PENAMPANG POROSITAS DARI TRANFORMASI IMPEDANSI AKUSTIK
HASIL INVERSI
1. Penampang porositas dari tranformasi impedansi akustik hasil inversi pada
lintasan BSJ_DMS_IL1399
2. Penampang porositas dari tranformasi impedansi akustik hasil inversi pada
lintasan BSJ_DMS_IL1460
3. Penampang porositas dari tranformasi impedansi akustik hasil inversi pada
lintasan BSJ_DMS_IL1510
4. Penampang porositas dari tranformasi impedansi akustik hasil inversi pada
lintasan BSJ_DMS_IL1560
5. Penampang porositas dari tranformasi impedansi akustik hasil inversi pada
lintasan BSJ_DMS_IL1610
6. Penampang porositas dari tranformasi impedansi akustik hasil inversi pada
lintasan BSJ_DMS_IL1660
7. Penampang porositas dari tranformasi impedansi akustik hasil inversi pada
lintasan BSJ_DMS_IL1710
8. Penampang porositas dari tranformasi impedansi akustik hasil inversi pada
lintasan BSJ_DMS_IL1760
9. Penampang porositas dari tranformasi impedansi akustik hasil inversi pada
lintasan BSJ_DMS_IL1810
10. Penampang porositas dari tranformasi impedansi akustik hasil inversi pada
lintasan BSJ_DMS_IL1860
11. Penampang porositas dari tranformasi impedansi akustik hasil inversi pada
lintasan BSJ_DMS_IL1910
12. Penampang porositas dari tranformasi impedansi akustik hasil inversi pada
lintasan BSJ_DMS_XL4960
13. Penampang porositas dari tranformasi impedansi akustik hasil inversi pada
lintasan BSJ_DMS_XL5010
14. Penampang porositas dari tranformasi impedansi akustik hasil inversi pada
lintasan BSJ_DMS_XL5060
15. Penampang porositas dari tranformasi impedansi akustik hasil inversi pada
lintasan BSJ_DMS_XL5110
16. Penampang porositas dari tranformasi impedansi akustik hasil inversi pada
lintasan BSJ_DMS_XL5160
17. Penampang porositas dari tranformasi impedansi akustik hasil inversi pada
lintasan BSJ_DMS_XL5210
18. Penampang porositas dari tranformasi impedansi akustik hasil inversi pada
lintasan BSJ_DMS_XL5260
LAMPIRAN IV
PENAMPANG POROSITAS HASIL ANALISIS MULTIATRIBUT
1. Penampang porositas hasil analisis multiatribut pada lintasan
BSJ_DMS_IL1399
2. Penampang porositas hasil analisis multiatribut pada lintasan
BSJ_DMS_IL1460
3. Penampang porositas hasil analisis multiatribut pada lintasan
BSJ_DMS_IL1510
4. Penampang porositas hasil analisis multiatribut pada lintasan
BSJ_DMS_IL1560
5. Penampang porositas hasil analisis multiatribut pada lintasan
BSJ_DMS_IL1610
6. Penampang porositas hasil analisis multiatribut pada lintasan
BSJ_DMS_IL1660
7. Penampang porositas hasil analisis multiatribut pada lintasan
BSJ_DMS_IL1710
8. Penampang porositas hasil analisis multiatribut pada lintasan
BSJ_DMS_IL1760
9. Penampang porositas hasil analisis multiatribut pada lintasan
BSJ_DMS_IL1810
10. Penampang porositas hasil analisis multiatribut pada lintasan
BSJ_DMS_IL1860
11. Penampang porositas hasil analisis multiatribut pada lintasan
BSJ_DMS_IL1910
12. Penampang porositas hasil analisis multiatribut pada lintasan
BSJ_DMS_XL4960
13. Penampang porositas hasil analisis multiatribut pada lintasan
BSJ_DMS_XL5010
14. Penampang porositas hasil analisis multiatribut pada lintasan
BSJ_DMS_XL5060
15. Penampang porositas hasil analisis multiatribut pada lintasan
BSJ_DMS_XL5110
16. Penampang porositas hasil analisis multiatribut pada lintasan
BSJ_DMS_XL5160
17. Penampang porositas hasil analisis multiatribut pada lintasan
BSJ_DMS_XL5210
18. Penampang porositas hasil analisis multiatribut pada lintasan
BSJ_DMS_XL5260
LAMPIRAN V
PENAMPANG POROSITAS HASIL ANALISIS PROBABILISTIC NEURAL
NETWORK
1. Penampang porositas hasil analisis probabilistic neural network pada lintasan
BSJ_DMS_IL1399
2. Penampang porositas hasil analisis probabilistic neural network pada lintasan
BSJ_DMS_IL1460
3. Penampang porositas hasil analisis probabilistic neural network pada lintasan
BSJ_DMS_IL1510
4. Penampang porositas hasil analisis probabilistic neural network pada lintasan
BSJ_DMS_IL1560
5. Penampang porositas hasil analisis probabilistic neural network pada lintasan
BSJ_DMS_IL1610
6. Penampang porositas hasil analisis probabilistic neural network pada lintasan
BSJ_DMS_IL1660
7. Penampang porositas hasil analisis probabilistic neural network pada lintasan
BSJ_DMS_IL1710
8. Penampang porositas hasil analisis probabilistic neural network pada lintasan
BSJ_DMS_IL1760
9. Penampang porositas hasil analisis probabilistic neural network pada lintasan
BSJ_DMS_IL1810
10. Penampang porositas hasil analisis probabilistic neural network pada lintasan
BSJ_DMS_IL1860
11. Penampang porositas hasil analisis probabilistic neural network pada lintasan
BSJ_DMS_IL1910
12. Penampang porositas hasil analisis probabilistic neural network pada lintasan
BSJ_DMS_XL4960
13. Penampang porositas hasil analisis probabilistic neural network pada lintasan
BSJ_DMS_XL5010
14. Penampang porositas hasil analisis probabilistic neural network pada lintasan
BSJ_DMS_XL5060
15. Penampang porositas hasil analisis probabilistic neural network pada lintasan
BSJ_DMS_XL5110
16. Penampang porositas hasil analisis probabilistic neural network pada lintasan
BSJ_DMS_XL5160
17. Penampang porositas hasil analisis probabilistic neural network pada lintasan
BSJ_DMS_XL5210
18. Penampang porositas hasil analisis probabilistic neural network pada lintasan
BSJ_DMS_XL5260