SISTEM INDERA (PENGLIHATAN DAN PERABA)
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of SISTEM INDERA (PENGLIHATAN DAN PERABA)
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM
ANATOMI DAN FISIOLOGI MANUSIA
PERTEMUAN VSISTEM INDERA
(PENGLIHATAN DAN PERABA)
LABORATORIUM BIOMEDIK DAN FARMAKOLOGI
PROGRAM STUDI D3/2013 FARMASIFAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MULAWARMANSAMARINDA
2015
PERTEMUAN VSISTEM INDERA
(PENGLIHATAN DAN PERABA)
A. Tujuan
1. Untuk dapat melakukan pemeriksaan visus dan buta
warna.
2. Untuk dapat mengetahui adanya reseptor tekanan,
sakit, sentuhan, dingin, dan panas pada kulit.
B. Dasar Teori
1. Indera Penglihatan
Mata adalah organ penglihatan yang penting
bagi kehidupan makhluk hidup. Suatu
pengurangan fungsi indera penglihatan bahkan
kebutaan akan memyebabkan kerugian yang tak
ternilai besarnya bagi seorang penderita
(Nasution, 2013).
Mata adalah organ indera yang memiliki
reseptor peka pada cahaya
yang disebut fotoreseptor. Setiap mata mempunyai
lapisan reseptor, sistem lensa untuk memusatkan
cahaya pada reseptor dan syarat untuk
menghantarkan impuls dari reseptor ke otak.
Bagian mata yaitu retina, terdapat kurang lebih
125 juta sel batang (sel basillus) yang mampu
menerima rangsangan sinar kuat dan warna. Sel
batang mengandung pigmen yang peka terhadap
cahaya yang disebut rodopsin, yaitu suatu bentuk
senyawa antara vitamin A dengan protein
tertentu. Bila terkena sinar terang, rodopsin
terurai dan akan terbentuk kembali dalam keadaan
gelap. Proses pembentukan rodopsin memerlukan
waktu yang disebut waktu adaptasi rodopsin.
Dalam waktu adaptasi mata kurang melihat.
(Gibson, 2003)
Sel kerucut mengandung pigmen iodopsin, yaitu
senyawa ritinin dan epsin. Ada tiga macam sel
kerucut yang masing-masing peka terhadap
rangsangan warna tertentu yaitu merah, biru dan
hijau. Dari kombinasi tiga warna ini kita dapat
menerima spektrum warna ungu sampai merah.
Kerusakan sel konus menyebabkan buta warna
merah, biru atau kuning. Penderita buta warna
ada yang disebut dikromat atau
monokromat. Dikromat adalah orang yang mempunyai
dua sel kerucut, mereka menderita buta warna
sebagian. Dikromat hanya dapat menerima spektrum
warna dengan campuran dua warna saja. Monokromat
merupakan orang yang hanya dapat membedakan
hitam dan putih serta bayangan kelabu (Pearce,
2007)
1.1Gambar bagian pada mata
Kecembungan lensa mata dapat berubah-ubah.
Perubahan kecembungan tersebut karena kontraksi
dan relaksasi otot – otot ligamen (badan
siliaris) yang dapat berubah-ubah dapat membuat
pandangan menjadi fokus atau sebaliknya. Inilah
yang dinamakan daya akomodasi lensa mata.
Bila mata melihat benda yang dekat, maka otot
siliaris berkontraksi. Lensa menjadi tebal untuk
menangkap cahaya sehingga objek yang dekat dapat
difokuskan pada retina. Akan tetapi, saat
melihat
jauh
otot
siliaris
berelaksasi, lensa menjadi memipih dan objek
difokuskan pada retina.
Mata yang normal adalah yang dapat
memfokuskan sinar-sinar sejajar yang masuk
kemata sehingga jatuh tepat ke bintik kuning
diretina. Dengan demikan, benda dapat dilihat
dengan jelas. Keadaan ini disebut emetrop
(normal). Seringkali mata juga mengalami
kelainan-kelainan seperti miopi (rabun jauh),
hipermetropi (rabun dekat).
1.2Gambar pada mata hipermetropi
Cara kerja mata manusia pada dasarnya sama
dengan cara kerja kamera, kecuali cara mengubah
fokus lensa. Sinar yang masuk ke mata sebelum
sampai di retina mengalami pembiasan lima kali
yaitu waktu melalui konjungtiva, kornea, aqueus
humor, lensa, dan vitreous humor. Pembiasan
terbesar terjadi di kornea. Bagi mata normal,
bayang-bayang benda akan jatuh pada bintik
kuning, yaitu bagian yang paling peka terhadap
sinar.
Dua macam sel reseptor pada retina,
yaitu sel kerucut (sel konus) dan sel
batang (sel basilus). Sel konus berisi
pigmen lembayung dan sel batang berisi
pigmen ungu. Kedua macam pigmen akan
terurai bila terkena sinar, terutama
pigmen ungu yang terdapat pada sel batang.
Oleh karena itu, pigmen pada sel basilus
berfungsi untuk situasi kurang terang,
sedangkan pigmen dari sel konus berfungsi
lebih pada suasana terang yaitu untuk
membedakan warna, makin ke tengah maka
jumlah sel batang makin berkurang sehingga
di daerah bintik kuning hanya ada sel
konus saja.
Pigmen ungu yang terdapat pada sel basilus
disebut rodopsin, yaitu suatu senyawa protein
dan vitamin A. Apabila terkena sinar,
misalnya sinar matahari, maka rodopsin akan
terurai menjadi protein dan vitamin A.
Pembentukan kembali pigmen terjadi dalam
keadaan gelap. Untuk pembentukan kembali
memerlukan waktu yang disebut adaptasi gelap
(disebut juga adaptasi rodopsin). Pada waktu
adaptasi, mata sulit untuk melihat.
Pigmen lembayung dari sel konus merupakan
senyawa iodopsin yang merupakan gabungan
antara retinin dan opsin. Ada tiga macam sel
konus, yaitu sel yang peka terhadap warna
merah, hijau, dan biru. Dengan ketiga macam
sel konus tersebut, mata dapat menangkap
spektrum warna. Kerusakan salah satu sel
konus akan menyebabkan buta warna.
(Lessons, 1993)
2. Indera Peraba
Kulit merupakan indra peraba yang
mempunyai reseptor khusus untuk sentuhan,
panas, dingin, sakit, dan tekanan. Reseptor
untuk rasa sakit ujungnya menjorok masuk ke
daerah epidermis. Reseptor untuk tekanan,
ujungnya berada di dermis yang jauh dari
epidermis. Reseptor untuk rangsang sentuhan
dan panas, ujung reseptornya terletak di
dekat epidermis. Kulit berfungsi sebagai alat
pelindung bagian dalam, misalnya otot dan
tulang.
Pada kulit mamalia termasuk manusia
terdapat beberapa reseptor yang memiliki
fungsi berbeda. Kulit manusia tersusun atas
dua lapisan utama, yaitu epidermis dan
dermis. Pada epidermis terdapat reseptor
untuk rasa sakit dan tekanan lemah reseptor
umtuk tekanan disebut mekanoreseptor.
(Irianto, 2004)
Masing-masing reseptor tersebut adalah
sebagai berikut :
a. Korpuskula pacini, merupakan ujung saraf
perasa tekanan kuat.
b. Ujung saraf sekeliling rambut, merupakan ujung
saraf peraba.
c. Korpuskula Ruffini, merupakan ujung saraf
peraba.
d. Ujung Saraf Krause, merupakan ujung saraf
perasa dingin.
e. Korpuskula Meisner, merupakan ujung saraf
peraba.
f. Ujung Saraf tanpa selaput, merupakan perasa
nyeri
g. Lempeng Merkel, merupakan ujung saraf perasa
sentuhan dan tekanan ringan.
(Gibson, 2003)
1.3 Gambar bagian-bagian kulit
Salah satu reseptor yang mudah dikaji adalah
korpuskula Pacini karena dapat diambil dan
berukuran besar. Reseptor ini terletak pada
dermis dan diberbagai organ dalam. Sebagaimana
reseptor lain, masing-masing reseptor ini
dihubungkan dengan neuron sensorik. Reseptor
indera yang didistrubusikan keseluruh otak
rangka dan tendon dinamakan propioseptor.
Regangan atau kontraksi otot memicu reseptor ini
untuk mengenali impuls saraf. Rangsang yang dapat
diterima kulit berupa sentuhan panas, dingin,
tekanan, dan nyeri. Ketika kulit menerima
rangsang, rangsang tersebut diterima oleh sel-
sel reseptor. Selanjutnya, rangsang akan
diteruskan ke otak melalui urat saraf. Oleh
otak, rangsang akan diolah. Akibatnya, kita
merasakan adanya suatu rangsang. Otak pun
memerintahkan tubuh untuk menanggapi rangsang
tersebut (Syaifuddin, 2006).
C. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Gelas Kimia 250 ml
b. Ishihara’s Colour Blindness Test
c. Snellen Chart
d. Stopwatch
2. Bahan
a. Air biasa
b. Air dingin
c. Air panas
d. Balsem otot
e. Etanol 70%
D.Prosedur Kerja
1. Sistem Penglihatan
a. Pemeriksaan Visus
1) Didudukkan pasien pada jarak 6 meter dari
kartu snellen
2) Digantung sejajar tinggi atau lebih tinggi
dari mata pasien
3) Dimulai pada pemeriksaan mata kanan terlebih
dahulu, ditutup mata kiri
4) Diminta pasien membaca huruf snellen dari
barisan paling atas kebawah
5) Jika pasien tidak bisa membaca huruf snellen
dari jarak 6 meter di suruh pasien maju 1
meter.
6) Bila masih tidak dapat membaca huruf snellen
pada jarak tersebut pasien disuruh maju
hingga pada jarak 1 meter dari kartu
snellen, dan dapat dilakukan hitungan jari
dan gerakan tangan
7) Dicatat hasil pemeriksaan dan diulangi untuk
mata sebelahnya.
b. Pemeriksaan Buta Warna
1) Diminta pasien untuk membaca angka/huruf
yang dibentuk oleh titik-titik warna pada
ishihara
2) Dicatat hasil pemeriksaan buta warna pada
pasien.
2. Indera peraba
a. Diminta sukarelawan memasukan telunjuk kiri
kedalam air hangat
b. dan telunjuk kanan kedalam air dingin.
c. Dibiarkan kedua tangan selama 10 detik
d. Dimasukan secara bersama-sama kedua telunjuk
kedalam air biasa setelah 10 detik
e. Diminta sukarelawan mengolesi telunjuk kiri
dengan balsem otot dan telunjuk kanan dengan
etanol 70%
f. Diminta sukarelawan merasakan perbedaannya
E. Hasil Pengamatan
1. Tabel Hasil Pengamatan
a. Indra Penglihatan
1) VisusNama
Sukarelawan
VOD VOS Hitungjari HM
Sukarelawan I - - + -
Sukarelaw - -
an IISukarelawan III - -
2) Tes Buta Warna
NamaSukarelawan
No.halamanyang
terbacajelas
No.halaman yangtidakterbac
ajelas
No.halamanyangsalahbaca
No.halamanyangtidakterbaca
Sukarelawan 1
1-4, 6-14 - 5 -
Sukarelawan II
1-14 - - -
Sukarelawan III
1-4,5,6,8,10,12
- 5,9,7,11,13,14 -
b. Indera PerabaNama
Sukarelawan
AirDingin
AirHangat
BalsemOtot
Etanol
Sukarelawan I Dingin Panas Biasa Dingi
nSukarelaw
an II Dingin Panas Biasa Dingin
Sukarelawan III Dingin Panas Biasa Biasa
F. Pembahasan
Percobaan ini bertujuan agar dapat melakukan
pemeriksaan visus dan buta warna serta mengetahui
adanya reseptor tekanan sakit, sentuhan dingin dan
panas pada kulit.
Visus adalah ketajaman penglihatan. Pemeriksaan
visus merupakan pemeriksaan fungsi mata. Gangguan
penglihatan pemeriksaan untuk mengetahui tekanan mata
yang mengakibatkan turunnya visus. Pemeriksaan visus
ada tiga cara yaitu dengan menggunakan chart,
hitungan jari dan hand movement. Cara Chart merupakan
cara membaca Chart dari jarak yang ditentukan (5-6
meter). Di gunakan jarak sepanjang itu karena pada
jarak tersebut mata normal akan berelaksasi dan tidak
berakomodasi. Kartu yang di gunakan ada beberapa
macam yaitu Snellen Chart, E – Chart dan Cincin
Landolt. Namun yang digunakan dalam pemeriksaan visus
pada percobaan kali ini adalah Snellen Chart. Snellen
Chart terdiri atas sederetan huruf dengan ukuran yang
berbeda dan bertingkat serta disusun dalam baris
mendatar. Huruf yang paling diatas besar dan makin
kebawah huruf semakin kecil. Pemeriksaan visus
dilakukan pda tempat yang cukup terang. Kartu Snellen
di gantung sejajar dengan mata sukarelawan atau lebih
tinggi dari mata sukarelawan. Pemeriksaan di mulai
dengan menggunakan mata kanan dan mata kiri ditutup
dengan telapak tangan terlebih dahulu tanpa menekan
bola mata. Sukarelawan disuruh menyebutkan huruf dari
kiri ke kanan setiap baris kartu Snellen atau
memperagakan posisi huruf E dari kartu Snellen
dimulai baris teratas atau huruf yang paling besar
sampai huruf yang terkecil (baris yang tertera angka
). Bila dalam baris tersebut sukarelawan dapat
membaca huruf atau memperagakan posisi huruf kurang
dari setengah baris maka yang dicatat ialah baris
yang tertera diatasnya.
Bila sukarelawan belum dapat melihat huruf teratas
atau terbesar dari kartu Snellen maka mulai dilakukan
perhitungan jari pada sukarelawan dengan jarak 3
meter. Jika pada jarak 3 meter sukarelawan masih
belum dapat menyebutkan nya maka maju 2 meter, bila
masih belum bisa maju hinga jarak 1 meter di depan
sukarelawan dan ditulis . Bila belum juga bisa maka
dapat dilakukan hitungan jari pada jarak 1 meter dan
dapat ditulis .
Cara menilai visus dari hasil membaca kartu adalah
bila sukarelawan dapat membaca kartu pada baris visus
atau maka tidak perlu lagi membaca pada baris
selanjut nya dan dapat dinyatakan bahwa visus
sukarelawan normal. Pada hasil pengamatan pada
pemeriksaan visus mata menunjukkan pada sukarelawan
II dan sukarelawan III memiliki nilai visus pada
mata sebelah kanan dan pada mata sebelah kiri.
Sedangkan pada sukarelawan I menggunakan hitungan
jari karena visis mata pada sukarelawan I tidak
normal. Hal ini menunjukkan bahwa sukarelawan telah
mengalami penurunan visus mata. Arti dari yaitu 6
meter merupakan jarak berdirinya sukarelawan,
sedangkan 60 jarak mata orang normal dapat melihat
kartu snellen. Pada orang normal hasil yang di
dapatkan adalah .
Kelainan pada indera penglihatan yaitu miopi dan
hipermetropi. Miopi yaitu rabun jauh yang disebabkan
karena tidak dapat melihat jauh, untuk membantu
penderita miopi sebaiknya menggunakan kaca mata
berlensa cekung (negatif). Hipermetropi yaitu rabun
dekat yang disebabkan karena tidak dapat melihat jauh
dan untuk membanu penderita hipermetropi dapat
menggunakan kaca mata cembung (positif). Gangguan
lain nya yaitu Hemeratropi yaitu gangguan karena
kekurangan vitamin A. Katarak yaitu cacat mata yang
disebabkan pengapuran pada lensa lenata. Buta warna
yaitu gangguan penglihatan mata yang bersifat
menurun.
Buta warna adalah ketidakmampuan seseorang dalam
mengenali warna dengan cara biasa, satu warna atau
lebih. Pada saat seseorang dianggap menderita
penyakit buta warna, sering kali diasumsikan bahwa
orang tersebut tidak mengenali segala jenis warna.
tetapi pada dasarnya buta warna hanya tidak dapat
membedakan beberapa warna bukan keseluruhan.
Penyebab buta warna adalah kurangnya atau tidak
adanya pigmen pada sel kerucut dilapisan retina mata
seseorang. pigmen tersebut yang memungkinkan orang
bisa mengenali beraneka ragam warna. Buta warna juga
dapat diartikan sebagai suatu kelainan yang
disebabkan ketidakmampuan sel-sel kerucut untuk
menangkap suatu spektrum warna akibat faktor genetis.
Normalnya sel kerucut diretina mata ini mempunyai
spektrum terhadap tiga warna dasar yaitu merah, hijau
dan biru. Bila seseorang tidakdapat membedakan salah
satu warna dengan baik maka dapt dikatakan orang
tersebut buta warna.
Macam-macam jenis buta warna pada dasarnya
dibedakan menjadi tiga tingkat yaitu trikromasi, pada
penderita klasifikasi jenis ini akan terjadi
perubahan sensivitas warna dari satu sel atau lebih
sel kerucut. kedua dikromasi pada penderita buta
warna ini dalam keadaan ketika satu dari tiga sel
kerucut tidak berwarna. ketiga adalah monokromasi
pada penderita buta warna jenis ini mengalami
hilangnya atau berkurangnya semua penglihatan warna
sehingga yang terlihat hanya putih dan hitam.
Percobaan tes buta warna ini dilakukan dengan
menggunakan buku Ishihara’s Colours. Caranya dengan
sukarelawan yang akan diuji diminta membaca dan
menyebutkan kumpulan warna bercampur yang berbentuk
angka pada masing-masing plate.
Hasil pengamatan menunjukkan pada sukarelawan I
mengalami salah baca pada plate yang kelima. pada
sukarelawan yang ke II semua dapat terbaca dengan
baik dan jelas. Pada sukarelawan III pada plate buku
yang ke 5,9,7, dan 11 tidak dapat membaca angka
dengan benar.
Plate 1-11 menilai normalitas atau kecacatan
melihat warna. Jika hanya 7 atau kurang dari 7 plate
yang terbaca normal maka terjadi defisiensi terhadap
warna. Berdasarkan hasil plate 9, hanya orang yang
membaca angka “2” dan membacanya lebih mudah dari
pada plate “8” dikatakan abnormal. Jika itu terjadi,
tes dilanjutkan dengan tes buta warna yang lain,
misalnya anomaloskop. Pada buku Ishihara plate
halaman 1-25 waktu melihat per plate dilakukan dalam
waktu 3 detik. Bila plate tidak terbaca tes
dilanjutkan plate 28-38, waktu pembacaan pergambar
tidak lebih dari 10 detik. Plate 22-25 digunakan
untuk menentukan warna protan dan deutran. Plate 26-
27 menghubungkan jalur dari tanda yang bewarna merah
ungu hingga tanda yang diseberangnya. Plate 28-29
pada orang normal dan buta warna total tidak dapat
mengikuti jalur tersebut tetapi sebagian pada
kelemahan penglihatan warna merah dan hijau mengikuti
jalur yang salah. Plate 30-31 pada sebagian besar
kelemahan penglihatan warna tidak dapat mengikuti
jalur tersebut. Plate 32-33 pada kelemahan
penglihatan warna tidak dapat mengikuti. Plate 34-35
pada kelemahan penglihatan warna merah dan hijau
menghubungkan jalur hijau dan ungu. Pada buta warna
tidak dapat mengikuti jalur tersebut. Plate 36-37
sama seperti plate 34-35 . Plate 38 pada orang normal
dan kelemahan penglihatan warna dapat mengikuti jalur
tersebut.
Indera peraba merupakan indera yang sederhana.
umumnya tersebar pada kulit manusia dan sedikit
sekali pada vertebrata rendah. Reseptor-reseptor pada
manusia yang menyebabkan manusia dapat merasakan
panas, dingin dan lainnya adalah ujung saraf bebas,
meissner, krausse, paccini dan ruffini. Ujung saraf
bebas merupakan saraf – saraf sensorik aferen yang
berakhir sebagai ujung akhir saraf bebas pada jarak
jaringan tubuh dan merupakan reseptor sensorik utama
dalam kulit. Meissner adalah reseptor yang peka
terhadap sentuhan. Pacinni adalah reseptor yang peka
terhadap tekanan. Ruffini adalah reseptor yang peka
terhadap panas sedangkan krause adalah reseptor yang
peka terhadap dingin.
Hasil pengamatan menunjukkan beberapa sukarelawan
tidak merasakan rasa panas pada balsem, namun terasa
dingin ketika diberi etanol 70%. Hal ini disebabkan
karena belum netralnya reseptor ruffini pada ujung
jari akibat dari dicelupkannya jari kedalam air
hangat, dapat juga disebabkan pada saat diolesih oleh
balsem, permukaan jari masih tertutupi air atau
basah. Selain itu setiap orang memiliki bata-batas
maksimal atau titik sensitif tersendiri terhadap
dingin, panas, tekanan dan sentuhan.
Etanol memberikan rasa dingin karena alkohol
mempunyai titik yang rendah sehingga hanya butuh
sedikit panas untuk menguapkannya. jadi ketika etanol
terkena kulit panas tubuh bisa berubah wujud etanol
menjadi uap.
G. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan maka
dapat disimpulkan bahwa :
1. Pemeriksaan visus mata dilakukan dengan
pembacaan kartu snellen dengan prinsip menyebutkan
huruf yang terdapat pada kartu snellen pada jarak
yang telah ditentukan
2. Pemeriksaan buta warna dilakukan dengan
menyebutkan angka pada buku Ishihara’s dengan
prinsip mengetahui buta warna terhadap defisiensi
merah dan hijau
3. Pemeriksaan indera peraba dilakukan dengan
memasukkan telunjuk kanan dan kiri kedalam air
hangat dan dingin dan mengolesi telunjuk kiri
dengan balsem otot telunjuk kanan dengan etanol
70%
DAFTAR PUSTAKA
Gibson, John. 2003. Fisiologi Anatomi Modern Untuk Perawat Edisi 2. EGC : Jakarta
Irianto, Kus. 2004. Struktur dan Fungsi Tubuh Manusia Unuk Paramedis. Yrama Widya : Bandung
Lessons, C Roland. 1993. Buku Ajar Histologi. EGC : JakartaNasution, idawati. 2013. Vaskularisasi pembuluh darah
arteri mata (organum visus) pada kambing lokal (Capra sp.) Jurnal agripet Volume 13 No. 1
Pearce, C Velyn. 2009. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. PT. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta
Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. EGC : Jakarta