reformasi administrasi

23
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Melihat realitas minimnya kesejahteraan social masyarakat, dibutuhkan konsep yang dapat menyejahterakan masyarakat dibidang ekonomi, sosial, budaya, religius dan beragam bidang lain, untuk pencapaian tersebut diperlukan suatu paradigma pemikiran tentang konsep-konsep Kesejahteraan dalam menyejahterakan masyarakat. Mewujudkan masyarakat yang sejahtera dibidang sosial, maka di perlukan suatu penyusunan konsep yang ideal, agar tercipta masyarakat yang sejahtera, tidak minus dibidang ekonomi yang dapat menghasilkan kemiskinan ditengah-tengah kehidupan masyarakat. Konsep untuk menyelenggarakan kesejahteraan sosial, membutuhkan suatu paradigma pemikiran yang real dalam menempatkan konsep pemikiran tentang kesejahteraan sosial, melalui pengembangan sumberdaya masyarakat, menciptakan kondisi sosial yang kondusif di Indonesia dan dengan cara memanfaatkan semaksimal mungkin sumber daya alam di Negara Indonesia, untuk kepentingan masyarakat Indonesia secara universal. 2. Rumusan Masalah a. Apa konsep Negara kesejahteraan ? b. Bagaiman pandangan islam terhadap Negara kesejahteraan ? c. Bagaimana tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia ?

Transcript of reformasi administrasi

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar BelakangMelihat realitas minimnya kesejahteraan social

masyarakat, dibutuhkan konsep yang dapatmenyejahterakan masyarakat dibidang ekonomi, sosial,budaya, religius dan beragam bidang lain, untukpencapaian tersebut diperlukan suatu paradigmapemikiran tentang konsep-konsep Kesejahteraan dalammenyejahterakan masyarakat.Mewujudkan masyarakat yang sejahtera dibidang

sosial, maka di perlukan suatu penyusunan konsepyang ideal, agar tercipta masyarakat yang sejahtera,tidak minus dibidang ekonomi yang dapat menghasilkankemiskinan ditengah-tengah kehidupan masyarakat.

Konsep untuk menyelenggarakan kesejahteraansosial, membutuhkan suatu paradigma pemikiran yangreal dalam menempatkan konsep pemikiran tentangkesejahteraan sosial, melalui pengembangansumberdaya masyarakat, menciptakan kondisi sosialyang kondusif di Indonesia dan dengan caramemanfaatkan semaksimal mungkin sumber daya alam diNegara Indonesia, untuk kepentingan masyarakatIndonesia secara universal.

2. Rumusan Masalaha. Apa konsep Negara kesejahteraan ?b. Bagaiman pandangan islam terhadap Negara

kesejahteraan ?c. Bagaimana tingkat kesejahteraan masyarakat

Indonesia ?

3. Tujuana. Mengetahui konsep Negara kesejahteraanb. Mengetahui pandangan islam terhadap Negara

kesejahteraanc. Mengetahui seberapa jauh kesejahteraan

masyarakat

BAB IIPEMBAHASAN

1. Konsep Negara Kesejahteraan

Konsep negara kesejahteraan seringkalidipersepsikan berbeda-beda, tergantung darisudut pandang dari sesorang yang tengahmemperbincangkannya. Ada yang mempersepsikandari spectrum ekonomi (seperti Nicholas Bar),politik (Briggs), Ideolgi (Titmuss). Terhadappandangan-pandangan itu, terdapat elemen-elemendasar yang dapat mempertautkan gagasan yangmultipersepesi tersebut, hingga membentukpemahaman awal atas pengenalan konsep negarakesejahteraan. Elemen-elemen itu adalah negara(pemerintah), pasar dan masyarakat. Jikaelemen-elemen dasar itu dielaborasi dandikonstruksi, maka membentuk wujud dasar untukmengenal konsep negara kesejahteraan, yaitusuatu konsep yang mendudukan peran pemerintahsecara terukur dan berkomitmen terhadappersamaan sosial dan keadilan dengan mengacupada tiga prinsip berikut ini:

Perbaikan dan pencegahan terhadap efek-efek yang merugikan fungsi ekonomipasar, khususnya yang merugikan bagikesejahteraan pihak yang secara ekonomidan sosial dianggap kurang mampu;

Distribusi kekayaan dan kesempatan bagisemuanya secara adil dan merata; dan

Promosi terhadap kesejahteraan sosialdan sistem jaminan bagi yang kurang agarmampu memperoleh manfaat yang lebihbesar.

Dengan beroperasi didasarkan pada prinsip-prinsip tersebut di atas, konsep negarakesejahteraan memiliki enam tujuan dasar,yakni: pertumbuhan ekonomi, lapangan kerja yangcukup, stabilitas harga, pembangunan danekspansi sistem jaminan sosial sertapeningkatan kondisi kerja, distribusi modal dankesejahteraan yang seluas mungkin, dan promositerhadap kepentingan dan kelompok sosial danekonomi yang berbeda-beda.

Untuk kepentingan analisis, konsep negarakesejahteraan lebih ditekankan pada aspeksistim jaminan sosial. Sistim jaminan sosialpada suatu negara sering kali dituangkan dalamwujud legislasi dan kebijakan sosial. Takdapat disangkal bahwa konsep Negarakesejahteraan tidak identik dengan kebijakansosial, tetapi sebuah negara yang disebutmengusung konsep negara kesejahteraan tidakakan bermakna jika tidak terdapat sistimjaminan sosial di dalam legislasi dan kebijakansosialnya.

Dinna Wisnu memberi peringatan atas kerancuanpemahaman terhadap pengertian antara Negarakesejahteraan dan jaminan sosial ini. Senadadengan pernyataan itu, relevan mengutippendapat yang dikemukan oleh Esping-Andersensebagaimana dikutip oleh Darmawan Triwibow,

“Negara kesejahtetraan bukanlah satu konsepdengan pendekatan baku. Negara kesejahteraanlebih sering ditengarai dari atribut-atributkebijakan pelayanan dan transfer sosial yangdisediakan oleh negara (c.q pemerintah) kepadawarganya, seperti pelayanan pendidikan,

transfer pendapatan, pengurangan kemiskinan,sehingga kedua-nya (negara kesejahteraan dankebijakan sosial) sering diidentikkan. Hal itutidaklah tepat karena kebijakan sosial tidakmempunyai hubungan biimplikasi dengan negarakesejahteraan. Kebijakan sosial bisa diterapkantanpa keberadaan negara kesejahteraan, tapisebaliknya negara kesejahteraan selalumembutuhkan kebijakan sosial untuk mendukungkeberadaannya.”

Mendasarkan pada pemahaman demikian, makabetapa sebuah sisitim jaminan sosial merupakanelemen penting untuk mendukung keberadaannegara kesejahteraan Indonesia. Di Inggris,konsep welfare state difahami sebagaialternatif terhadap the Poor Law yang kerapmenimbulkan stigma, karena hanya ditujukanuntuk memberi bantuan bagi orang-orang miskin.Berbeda dengan sistem dalam the Poor Law,kesejahteraan negara difokuskan padapenyelenggaraan sistem perlindungan sosial yangmelembaga bagi setiap orang sebagai cerminandari adanya hak kewarganegaraan (right ofcitizenship), di satu pihak, dan kewajibannegara (state obligation), di pihak lain.Kesejahteraan negara ditujukan untukmenyediakan pelayanan-pelayanan sosial bagiseluruh penduduk – orang tua dan anak-anak,pria dan wanita, kaya dan miskin, sebaik dansedapat mungkin. Ia berupaya untukmengintegrasikan sistem sumber danmenyelenggarakan jaringan pelayanan yang dapatmemelihara dan meningkatkan kesejahteraan(well-being) warga negara secara adil danberkelanjutan.

Negara kesejahteraan sangat erat kaitannyadengan kebijakan sosial (social policy) yang dibanyak negara mencakup strategi dan upaya-upayapemerintah dalam meningkatkan kesejahteraanwarganya, terutama melalui perlindungan sosial(social protection) yang mencakup jaminansosial (baik berbentuk bantuan sosial danasuransi sosial), maupun jaring pengaman sosial(social safety nets).

Negara kesejahteraan mengacu pada peranpemerintah yang responsif dalam mengelola danmengorganisasikan perekonomian sehingga mampumenjalankan tanggungjawabnya untuk menjaminketersediaan pelayanan kesejahteraan dasardalam tingkat tertentu bagi warganya . Konsepini dipandang sebagai bentuk keterlibatannegara dalam memajukan kesejahteraan rakyatsetelah mencuatnya bukti-bukti empirik mengenaikegagalan pasar (market failure) padamasyarakat kapitalis dan kegagalan negara(state failure) pada masyarakat sosialis.

Dalam konteks ini, negara memperlakukanpenerapan kebijakan sosial sebagai“penganugerahan hak-hak sosial” (the grantingof social rights) kepada warganya. Semuaperlindungan sosial yang dibangun dan didukungnegara tersebut sebenarnya dibiayai olehmasyarakatnya melalui produktifitas ekonomiyang semakin makmur dan merata, sistemperpajakan dan asuransi, serta investasi sumberdaya manusia (human investment) yang terencanadan melembaga.

Dapat dikatakan, negara kesejahteraanmerupakan jalan tengah dari ideologi

kapitalisme dan sosialisme. Namun demikian, danini yang menarik, konsep negara kesejahteraanjustru tumbuh subur di negara-negara demokratisdan kapitalis, bukan di negara-negara sosialis.Di negara-negara Barat, negara kesejahteraansering dipandang sebagai strategi ‘penawarracun’ kapitalisme, yakni dampak negatifekonomi pasar bebas. Karenanya, welfare statesering disebut sebagai bentuk dari ‘kapitalismebaik hati’ (compassionate capitalism). Meskidengan model yang berbeda, negara-negarakapitalis dan demokratis seperti Eropa Barat,AS, Australia dan Selandia Baru adalah beberapacontoh penganut welfare state. Sedangkan,negara-negara di bekas Uni Soviet dan BlokTimur umumnya tidak menganut welfare state,karena mereka bukan negara demokratis maupunkapitalis .

Oleh karena itu, meskipun menekankanpentingnya peran negara dalam pelayanan sosial,negara kesejahteraan pada hakekatnya bukanmerupakan bentuk dominasi negara. Melainkan,wujud dari adanya kesadaran warga negara atashak-hak yang dimilikinya sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi. Negara diberi mandat untukmelaksanakan kewajibannya dalam memenuhi hak-hak warga negara.

Seperti halnya pendekatan pembangunanlainnya, sistem negara kesejahteraan tidaklahhomogen dan statis. Ia beragam dan dinamismengikuti perkembangan dan tuntutan peradaban.Meski beresiko menyederhanakan keragaman,sedikitnya ada empat model negara kesejahteraanyang hingga kini masih beroperasi :

1. Model Universal

Pelayanan sosial diberikan oleh negara secaramerata kepada seluruh penduduknya, baik kayamaupun miskin. Model ini sering disebut sebagaithe Scandinavian Welfare states yang diwakilioleh Swedia, Norwegia, Denmark dan Finlandia.Sebagai contoh, negara kesejahteraan di Swediasering dijadikan rujukan sebagai model idealyang memberikan pelayanan sosial komprehensifkepada seluruh penduduknya. Negarakesejahteraan di Swedia sering dipandangsebagai model yang paling berkembang dan lebihmaju daripada model di Inggris, AS danAustralia.

2. Model Korporasi atau Work Merit Welfarestates

Seperti model pertama, jaminan sosial jugadilaksanakan secara melembaga dan luas, namunkontribusi terhadap berbagai skema jaminansosial berasal dari tiga pihak, yaknipemerintah, dunia usaha dan pekerja (buruh).Pelayanan sosial yang diselenggarakan olehnegara diberikan terutama kepada mereka yangbekerja atau mampu memberikan kontribusimelalui skema asuransi sosial. Model yangdianut oleh Jerman dan Austria ini seringdisebut sebagai Model Bismarck, karena idenyapertama kali dikembangkan oleh Otto vonBismarck dari Jerman.

3. Model Residual

Model ini dianut oleh negara-negara Anglo-Saxon yang meliputi AS, Inggris, Australia danSelandia Baru. Pelayanan sosial, khususnya

kebutuhan dasar, diberikan terutama kepadakelompok-kelompok yang kurang beruntung(disadvantaged groups), seperti orang miskin,penganggur, penyandang cacat dan orang lanjutusia yang tidak kaya. Ada tiga elemen yangmenandai model ini di Inggris: (a) jaminanstandar minimum, termasuk pendapatan minimum;(b) perlindungan sosial pada saat munculnyaresiko-resiko; dan (c) pemberian pelayanansebaik mungkin. Model ini mirip model universalyang memberikan pelayanan sosial berdasarkanhak warga negara dan memiliki cakupan yangluas. Namun, seperti yang dipraktekkan diInggris, jumlah tanggungan dan pelayananrelatif lebih kecil dan berjangka pendekdaripada model universal. Perlindungan sosialdan pelayanan sosial juga diberikan secaraketat, temporer dan efisien.

4. Model Minimal

Model ini umumnya diterapkan di gugus negara-negara latin (seperti Spanyol, Italia, Chile,Brazil) dan Asia (antara lain Korea Selatan,Filipina, Srilanka). Model ini ditandai olehpengeluaran pemerintah untuk pembangunan sosialyang sangat kecil. Program kesejahteraan danjaminan sosial diberikan secara sporadis,parsial dan minimal dan umumnya hanya diberikankepada pegawai negeri, anggota ABRI dan pegawaiswasta yang mampu membayar premi. Di lihat darilandasan konstitusional seperti UUD 1945, UUSJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional), danpengeluaran pemerintah untuk pembangunan sosialyang masih kecil, maka Indonesia dapat

dikategorikan sebagai penganut negarakesejahteraan model ini.

2. Welfare State (Negara Kesejahteraan) dalamPandangan Islam

Jika sistem ekonomi Islam adalah berbeda ataubukan merupakan sistem ekonomi Kapitalis danSosialis, bagaimana dengan konsep welfare state(negara kesejahteraan). Makalah ini akanmencoba membahas tentang welfare state dalampandangan Islam.

Varian lain yang paling populer darikapitalisme saat ini adalah konsep welfarestate (negara kesejahteraan) yang banyakditerapkan di negara-negara industri utamadunia. Welfare state berusaha untuk mengurangiekses negatif yang muncul dari liberalismesebagaimana dalam kapitalisme murni, sertamengaktifkan peran negara. Dengan langkah inimereka berharap dapat mengurangi daya tariksosialisme, sekaligus memperkuat posisikapitalisme. Konsep ini memperoleh momentumpertama setelah great depression tahun 1930-andi Amerika, dan kemudian setelah Perang Duniakedua – sebagai respon atas tantangankapitalisme dan kesulitan-kesulitan yangterjadi akibat depresi dan perang.

Menurut Chapra (1995), pada prinsipnya sistemini tetap bertumpu kepada market system, namunberusaha untuk mengurangi ketidak seimbanganpasar (market imperfection) – yang menyebabkanin-efisiensi operasi pasar dan menggantikegagalan pasar (market failure) denganberbagai peran pemerintah. Untuk upaya ini,maka beberapa langkah yang biasa ditempuh

antara lain dengan berbagai regulasipemerintah, nasionalisasi (oleh negara) atasperusahaan-perusahaan utama, penguatan serikatburuh, optimalisasi kebijakan fiskal,pertumbuhan ekonomi yang tinggi, dan lain-lain.Meskipun sistem ini secara teknis operasionaltelah berbeda jauh dengan versi awalkapitalisme, tetapi kerangka kerja keseluruhantetap kapitalisme.

Perbandingan antara islam dan welfare state

Jika Islam tidak menerima sosialise dankapitalisme, lalu bagaimana sikapnya terhadapajaran Negara kesejahteraan, yang berusahamenemukan kesetimbangan di antara kedua sistemini. Mengingat kecenderungan egalitariannya,sistem Islam sering dibandingkan dengan negarakesejahteraan berdasarkan kemiripan sikap pokoksosial dari kedua sistem itu, sehingga jikaseseorang dipaksa memilih di antara sistem-sistem ekonomi yang telah ada, negarakesejahteraan hampir pasti akan dipilih olehpembuat kebijakan muslim sebagai pranataekonomi terbaik kedua. Sebagaimana negarakesejahteraan, Islam memerintahkan kepada parapenganutnya agar mencapai “kesetimbangan yangbaik” dalam kehidupan pribadi maupun sosialnya.Sesungguhnya kaum muslim diberi ciri khususdalam kitab suci Al-Qur’an sebagai “kaumpertengahan”: “Kami telah menjadikan kamu (umatIslam) umat yag adil dan pilihan….” (2:143) –yaitu bangsa-bangsa yang menghindarkan sikap-sikap ekstrem.

Walaupun demikian, haruslah diperhatikanbahwa Islam tidak sama dengan negara

kesejahteraan. Bila kemiripan antara keduasistem ini bersifat sangat mendasar, makaketidakmiripan yang membedakan satu darilainnyapun tak kurang pentingnya:

Pertama, sebagaimana semua sistem sosial yangtidak Islami, ajaran negara kesejahteraan tidakdibangun di atas konsep moral. Keaslian Islamterletak pada upayanya untuk menjadikan moralsebagai titik berangkat pandangannya mengenaiekonomi. Hal ini bertentangan dengan negarakesejahteraan, yang pada umumnya sekular, yangtidak bertujuan untuk memadukan secara vertikalaspirasi material dan spritual manusia. DalamIslam, kewajiban moral dengan gigihmengendalikan dan memperkuat tekanan ekonomi.Kalau negara kesejahteraan berusaha untukmemperoleh kesejahteraan ekonomi berubahmenjadi pemujaan terhadap uang, maka Islam padasatu sisinya dalam meningkatkan kesejahteraan ,menambahkan dimensi rohani pada kegiatanekonomi. Dengan demikian, dalam Islam takdiperbolehkan adanya kemerosotan moral demikesejahteraan ekonomi.

Sebagaimana kapitalisme, negara kesejahteraanmasih menganut falsafah sekularisme danhedonisme. Meskipun dalam negara kesejahteraansasaran-sasaran yang hendak dicapai lebihhumanis dibandingkan kapitalisme, tetapi iagagal membentuk strategi-strategi yang efektifuntuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Sebagaiindikator kegagalan itu, berbagai data emperikmenunjukkan bahwa di negara-negara penganutwelfare state berbagai masalah ekonomi klasik,seperti kemiskinan, ketimpangan distribusi

pendapatan, defisit fiskal, pengangguran, danlain-lain. Hal ini telah menyebabkan menurunnyakepercayaan masyarakat terhadap efektifitasnegara kesejahteraan untuk mencapai tujuannya,sebagaimana dinyatakan Halsey (1981),”terdapatkemerosotan kepercayaan yang meluas terhadapkapasitas negara kesejateraan untuk mampumengantarkan sasaran-sasaran seperti tingkatkesempatan kerja atau pelayanan-pelayanankesejahteraan”. Bahkan, Hirschman (1980),dengan tegas menyatakan, “negara kesejahteraankini berada dalam kesulitan yang membuatnyatidak dapat menjadi peserta kontes”. Salah satupenyebab ini adalah ketiadaan suatu norma atauetika kolektif yang dapat menjadi acuanbersama. Sesuai dengan kerangka sekularismemaka negara kesejahteraan cenderung mengabaikanperanan etika dan norma dalam perumusanstrategi ekonominya.

Kedua, sikap kesetimbangan di antara keduasistem ini tidaklah sama, letak kesetimbangan,di bawah sistem Islam ditetapkan secaraberbeda, akan ditandai oleh suatu wadah“konsumsi” khusus, tanpa menyertakan komoditiyang oleh Islam dilarang untuk dikonsumsi, yangdalam negara kesejahteraan semua bolehdikonsumsi.

Ketiga, konsep Islam tentang negara sejahterapada dasarnya berbeda dari konsep welfare stateyang diusung barat. Konsep Islam lebihkomprehensif, yaitu bertujuan mencapaikesejahteraan umat manusia secara menyeluruh,dan kesejahteraan ekonomi hanyalah sebagiandaripadanya. Sesunguhnya, konsep Islam bukan

hanya manifestasi nilai ekonomi, tetapi jugapada nilai spritual, sosial dan politik Islami.Sedangkan dalam konsep welfare state duniabarat, hanya bertumpu pada kesejahteraanekonomi semata. Nilai sosial Islam, mengaturperilaku, kehidupan keluarga, tetangga,pengurusan harta kekayaan, anak yatim danpiatu, dan seterusnya. Al-Qur’an memperhatikanperbedaan ras, warna kulit, bahasa, kekayaandan lain sebagainya yang menjadi rencana sosial(QS Ar Rum, 30;32). Tapi tidak satupun dariketentuan ini yang berlebihan atau memaksakanketidakmampuan. Tidak ada elemen masyarakatyang memiliki hak istimewa, dimana digambarkanbahwa orang yang paling mulia adalah orang yangpaling bertaqwa. Jadi disini tidak terjadiperlombaan sebanyak-banyaknya untukmengumpulkan harta benda, karena kesejahteraanharta benda bukanlah menjadi ukuran, melainkanorang yang paling bertaqwalah yang perlambangkemakmuran hidup di dunia dan akhirat. Nah,dalam welfare state yang menjadi ukuran adalahkesejahteraan ekonomi semata-mata.

Keempat, ciri terpenting negara sejahteraterletak pada nilai politiknya. Berbeda dengandemokrasi Barat modern, kekuasaan dalam negaraIslam adalah milik Allah Swt, dan kekuasaandalam konsep Barat adalah milik rakyat. Dengandemikian, kepala negara dengan apa yang disebutmayoritasnya dapat membuat atau menafsirkanhukum apa saja yang sesuai dengan keperluannya.Dalam keadaan demikan golongan minoritas ataurakyat kecil, benar-benar berada dalamkekuasaan mayoritas, sehingga tidak berdayaapa-apa di hadapan penguasa pemerintahan,

sebagaimana terjadi pada konsep welfare state.Ini karena yang berkuasa adalah manusiasehingga cenderung untuk menyalahkankekuasaannya demi kepentingan orang-orang yangberkuasa.

3. Tingkat Kesejahteraan Masyarakat di Indonesia

Tahun demi tahun, pemerintahan telah silihberganti, namun pertanyaan yang patutterlontarkan, sudah sejahterakah rakyat dinegeri ini? Pertanyaan tersebut patutdikemukakan sebab hampir di setiap rezimpemerintahan, jargon kesejahteraan selaludiusungnya. Bahkan hal tersebut selaludigunakan untuk membius pikiran dan keinginanrakyat agar selaras dengan kemauan pemerintah.

Bagi pemerintah ketika pertanyaan tersebutterlontar mungkin akan menjawab sudah, namunbagi sebagian masyarakat akan menjawab belum.Lalu apa sebenarnya parameter atau indikatorkesejahteraan. Banyak teori untuk menilaikesejahteraan rakyat, salah satunya adalahIndeks pembangunan masyarakat (IPM), atauindeks kesejahteraan masyarakat (humandevelopment indeks). Berkaitan dengan IPM iniUNDP di bawah bendera PBB mencantumkan tigaindikator yaitu pendidikan, kesehatan dan dayabeli masyarakat. Artinya tinggi rendahnyatingkat kesejahteraan rakyat, tergantung padatiga hal ini, bila sebagian besar sudahterpenuhi ketiganya berarti tingkatkesejahteraan di negara tersebut cukup tinggi.

Pada awalnya untuk menilai tingkatkesejahteraan masyarakat menggunkana indikatorGNP (grost nasional product) dan indikator lain

yang selaras seperti tingkat inflasi,pengangguran, investasi, tingkat pembelanjaanpemerintah, tingkat konsumsi dan posisi neracaperdagangan. Teori ini dipresentasikan olehJohn Mayard Keynes dan diterima PBB sebagaialat untuk mengukur tingkat kesejahteraanrakyat sebuah negara. Namun beberapa tahunbelakang indikator tersebut mulai ditinggalkan.UNDP mulai menggunakan indikator lain dalammenilai tingkat kesejahteraan rakyat sebuahnegara, seorang pakar ekonomi Pakistan, Mahbubul haq mulai mengembangkan konsep baru. Beliaumengoreksi cara mengukur tingkat kesejahteraandengan GNP. Tingginya angka GNP tingginyatingkat kesejahteraan rakyat tidak dapatditerima begitu saja. Sebab angka GNP adalahangka rata-rata. Sementara rata-rata bermaknabahwa masyarakat dapat mengakses kehidupandengan rata dan mempunyai pendapatan yang ratajuga, padahal tidak demikian.

Gambaran mudahnya, dengan masuknya beberapakonglomerat kaya ke suatu negara secaraotomatis mendongkrak angka GNP padahal dibalikitu banyak rakyat yang dalam keadaankekurangan. Sehingga Amartya sen, ekonomkelahiran India, penerima Nobel ekonomi pernahmengatakan kemiskinan tidak selalu identikdengan kekurangan pangan namun dapat sajakarena kurang adanya pemerataan, disinilahbeliau menekankan pentingnya distribusi.

Berpijak dari sanalah dikembangkan indikatorkesejahteraan lain, yaitu indeks pembangunamasyarakat. Sementara itu hal selaras yang saatini masih menjadi perbincangan hangat yaituadanya keinginan sebagian masyarakat yang ingin

memasukkan variabel moral, dan tingkatpartisipasi masyarakat dalam politik ke dalamindikator IPM. Pendidikan, kesehatan dan dayabeli masyarakat hanya mengukur kesejahteraanfisik saja sementara non fisiknya belum terukurmaka perlu memasukkan variabel tersebut, bahkanakhir akhir ini, indeks demokrasi, perlakuanjender masuk dalam pengukuran IPM. Bila dilihatdengan tiga indikator yang sudah fixedtersebut, bagaimanakah kondisi kesejahteraanmasyarakat Indonesia saat ini?, Menurut sayabelum sejahtera, contohnya saya uraikanbeberapa berikut ini :

Pendidikan di Indonesia

Pendidikan adalah suatu usaha sadar untukmenyiapkan peserta didik agar berperanaktif dan positif dalam hidupnya sekarangdan yang akan datang, dan pendidikannasional Indonesia adalah pendidikan yangberakar pada pencapaian tujuan pembangunannasional Indonesia.

Jenis pendidikan adalah pendidikan yangdikelompokan sesuai dengan sifat dankekhususan tujuannya dan program yangtermasuk jalur pendidikan sekolah terdiriatas pendidikan umum, Pendidikan keturunandan pendidikan lainnya. Serta upayapembaharuannya meliputi landasan yuridis,Kurikulum dan perangkat penunjangnya,struktur pendidikan dan tenagakependidikan.

Berangkat dari definisi di atas maka dapatdipahami bahwa secara formal sistempendidikan indonesia diarahkan pada

tercapainya cita-cita pendidikan yangideal dalam rangka mewujudkan peradabanbangsa Indonesia yang bermartabat. Namundemikian, sesungguhnya sistem pendidikanindonesia saat ini tengah berjalan di atasrel kehidupan ‘sekulerisme’ yaitu suatupandangan hidup yang memisahkan perananagama dalam pengaturan urusan-urusankehidupan secara menyeluruh, termasukdalam penyelenggaran sistem pendidikan.Permasalahan ini berlawanan dengan isipasal 27 ayat 2 UUD 1945 yang memaknaipenghidupan yang layak bagi seluruhmasyarakat Indonesia, salah satunya untukkeberlangsungan pendidikan dan pekerjaanwarga negara.Meskipun, pemerintah dalamhal ini berupaya mengaburkan realitas(sekulerisme pendidikan) yang adasebagaimana terungkap dalam UU No.20/2003tentang Sisdiknas pasal 4 ayat 1 yangmenyebutkan, “Pendidikan nasionalbertujuan membentuk manusia yang berimandan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,berakhlak dan berbudi mulia, sehat,berilmu, cakap, serta menjadi warga negarayang demokratis dan bertanggungjawabterhadap kesejahteraan masyarakat dantanah air.”

Penyelenggaraan sistem pendidikan nasionalberjalan dengan penuh dinamika. Hal inisetidaknya dipengaruhi oleh dua hal utamayaitu political will dan dinamika sosial

Political will sebagai suatu produk darieksekutif dan legislatif merupakan

berbagai regulasi yang terkait denganpenyelenggaraan pendidikan diantaranyatertuang dalam Pasal 20, Pasal 21, Pasal28 C ayat (1), Pasal 31, dan Pasal 32 UUD1945, maupun dalam regulasi derivatnyaseperti UU No.2/1989 tentang Sisdiknasyang diamandemen menjadi UU No.20/2003, UUNo.14/2005 tentang Guru dan Dosen, PPNo.19/2005 tentang Standar NasionalPendidikan, serta berbagai rancangan UUdan PP yang kini tengah di persiapkan olehpemerintah (RUU BHP, RPP Guru, RPP Dosen,RPP Wajib belajar, RPP Pendidikan Dasardan Menengah, dsb

Terkait dengan kondisi pendidikan diIndonesia, Abdul Malik Fadjar (Mendiknastahun 2001) mengakui kebenaran penilaianbahwa sistem pendidikan di Indonesiaadalah yang terburuk di kawasan Asia. Iamengingatkan, pendidikan sangatdipengaruhi oleh kondisi sosial politik,termasuk persoalan stabilitas dankeamanan, sebab pelaksanaan pendidikanmembutuhkan rasa aman. Menanggapi hasilsurvei Political and Economic RiskConsultancy (PERC) yang menyebutkan bahwasistem pendidikan di Indonesia terburuk dikawasan Asia, yaitu dari 12 negara yangdisurvei oleh lembaga yang berkantor pusatdi Hongkong itu, Korea Selatan dinilaimemiliki sistem pendidikan terbaik,disusul Singapura, Jepang dan Taiwan,India, Cina, serta Malaysia. Indonesiamenduduki urutan ke-12, setingkat di bawahVietnam (Kompas,5/9/2001).

Kondisi ini menunjukan adanya hubunganyang berarti antara penyelenggaraanpendidikan dengan kualitas pembangunansumber daya manusia indonesia yangdihasilkan selama ini, meskipun masih adafaktor-faktor lain yang jugamempengaruhinya.

Pelayanan Jaminan Sosial Tenaga Kerja

Berdasarkan ketentuan Pasal 27 ayat (2)UUD 1945, tiap-tiap warga negara berhakatas pekerjaan dan penghidupan yang layakbagi kemanusiaan. Ketentuan ini dijabarkandalam Pasal 4 UU No. 13 Tahun 2003,tentang tujuan pembangunanketenagakerjaan. Berdasarkan ketentuanPasal 99 UU No. 13 Tahun 2003, yaitusetiap pekerja/buruh dan keluarganyaberhak untuk memperoleh jaminan sosialtenaga kerja. Jaminan sosial tenaga kerjasebagaimana dimaksud, dilaksanakan sesuaidengan peraturan perundang-undangan yangberlaku. Saat ini aturan yang dimaksudadalah UU No. 3 tahun 1992 tentang JaminanSosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK).

Namun dalam kenyataannya, jaminan sosialtersebut tidak selalu berjalan dengan baikdalam melayani kebutuhan para pekerja.

Setiap pekerja yang membutuhkan jaminantersebut, misalnya dalam keadaan sakitatau mengalami kerugian karena faktorintern ( faktor yang diakibatkan dariperusahaan yang bersangkutan ) tidak bisalangsung mendapatkan hak nya di Jamsostek

dan harus memenuhi syarat-syarat yangditentukan. Setelah syarat-syarat tersebutdipenuhi, hak tersebut tidak dapatlangsung diambil dan harus melaluipersetujuan dari pihak yang bersangkutan.

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Dari pembahasan mengenaikesejahteraan rakyat diatas maka dapatdisimpulkan bahwakesejahteraan rakyat diIndonesia belum terlaksana denganbaik.Kesejahteraan rakyat yang mencakupbidang ekonomi, pelayanan kesehatan untukmasyarakat (terutama masyarakat miskin),pelayanan sosial yang ada di dalam atauluar lingkup kerja, dan pendidikan.

Berdasarkan data yang diperoleh, haltersebut belum relevan dengan pasal 27ayat 1 dan ayat 2 tentang kedudukan yangsama dalam hukum ( penghidupan yanglayak ).

Kesejahteraan di indonesia tentangpembangunan juga belum memadai, daerahyang terpencil sekali pun belum tersentuhdengan adanya barang/benda yang modern,karena tidak adanya sosialisasi daripemerintah setempat, untuk membangunwilayahnya agar lebih baik lagi.

SARAN Seharusnya pemerintah memikirkancara lain untuk membantu menyejahterakanrakyatnya karena menurut penulis carapemerintah untuk menyejahterakanmasyarakat masih belum tepat. Pemerintahmasih bisa mencari cara lain selainmemberikan bantuan langsung kepada

masyarakat, karena cara seperti itubelum efektif. Rakyat bukan hanya butuhuang, tetapi juga butuh lapanganpekerjaan. Mungkin saja pemerintah bisamencari atau mengupayakan cara lainuntuk menyejahterakan rakyatnya demikelangsungan bangsa di masa depan.Pemerintah juga harus membuat lapanganpekerjaan baru, meringankan bebanmasyarakat yang kurang mampu, memangbenar pada era sekarang pemerintahmempunyai banyak program untukmengurangi biaya apapun untuk orang yangtidak mampu, tetapi pada prosesnya untukhal tersebut akan di persulit olehpihak-pihak tertentu, sampai padaakhirnya orang yang kurang mampu yangingin mengurus surat – surat atauberkas-berkas akan mersa jenuh bilaterus di permainkan.