Performance Leadership PT Unilever Indonesia Tbk

39
PERFORMANCE LEADERSHIP : STUDI KASUS PADA PT UNILEVER INDONESIATBK Abstrak Faktor kepemimpinan seseorang di sebuah perusahaan atau organisasi memiliki peranan penting di dalam menentukan masa depan terutama dalam pencapaian visi dan misi. Seorang pemimpin yang baik akan selalu belajar dari pengalaman mengenai kesalahan – kesalahan selama dalam masa kepemimpinannya demi masa depan perusahaan yang lebih baik. Adapun hal – hal yang perlu diperhatikan adalah membentuk kerangka kinerja karyawan, bagaimana mendorong peningkatan kinerja karyawan, dan belajar untuk meningkatkan kinerja. Sebagai salah satu perusahaan logistik PT Unilever Indonesia memperhatikan kinerja kepemimpinan. Kata Kunci : Kepemimpinan, Membuat Kerangka dan Mendorong Kinerja, Peningkatan Kinerja. 1.1 Latar Belakang Kepemimpinan seseorang menentukan keberhasilan perusahaan dalam mencapai targetnya. Tentunya target ini merupakan visi dan misi yang ingin di capai oleh perusahaan. Selain itu, kinerja perusahaan yang produktif mencerminkan gaya kepemimpinan seseorang di suatu lembaga atau perusahaan. Oleh karena itu, suksesnya suatu perusahaan mencerminkan suksesnya pemimpin di perusahaan tersebut. Gaya kepemimpinan pimpinan perusahaan ini 1

Transcript of Performance Leadership PT Unilever Indonesia Tbk

PERFORMANCE LEADERSHIP : STUDI KASUS PADA PT UNILEVER

INDONESIATBK

Abstrak

Faktor kepemimpinan seseorang di sebuah perusahaan atau organisasi memiliki

peranan penting di dalam menentukan masa depan terutama dalam pencapaian visi

dan misi. Seorang pemimpin yang baik akan selalu belajar dari pengalaman

mengenai kesalahan – kesalahan selama dalam masa kepemimpinannya demi masa

depan perusahaan yang lebih baik. Adapun hal – hal yang perlu diperhatikan

adalah membentuk kerangka kinerja karyawan, bagaimana mendorong peningkatan

kinerja karyawan, dan belajar untuk meningkatkan kinerja. Sebagai salah satu

perusahaan logistik PT Unilever Indonesia memperhatikan kinerja kepemimpinan.

Kata Kunci : Kepemimpinan, Membuat Kerangka dan Mendorong Kinerja, Peningkatan

Kinerja.

1.1 Latar Belakang

Kepemimpinan seseorang menentukan keberhasilan perusahaan

dalam mencapai targetnya. Tentunya target ini merupakan visi dan

misi yang ingin di capai oleh perusahaan. Selain itu, kinerja

perusahaan yang produktif mencerminkan gaya kepemimpinan

seseorang di suatu lembaga atau perusahaan. Oleh karena itu,

suksesnya suatu perusahaan mencerminkan suksesnya pemimpin di

perusahaan tersebut. Gaya kepemimpinan pimpinan perusahaan ini

1

mempengaruhi kualitas kinerja karyawan, kerangka kinerja karyawan

hingga mencapai peningkatan kinerja karyawan.

Terkait dengan gaya kepemimpinan yang mengarah kepada

kinerja pegawai atau karyawan, senada dengan teori yang

dikemukakan oleh Stephen Robin (1996 : 40) mengenai ciri implisit

seseorang yang diidentifikasi menjadi seorang pemimpin. Pada

hakikatnya kepemimpinan adalah gaya, yang menonjolkan penampilan

sebagai pemimpin. Beberapa teori yang mengidentifikasi

kepemimpinan tersebut adalah sebagai berikut : (a) Teori Ciri,

yaitu teori yang mencari ciri kepribadian, sosial, fisik, atau

intelektual yang membedakan pemimpin dari yang bukan pemimpin.

Menurut Robin, terdapat enam ciri yang membedakan pemimpin dan

bukan pemimpin. Adapun cirinya adalah ambisi dan energi, hasrat

untuk selalu memimpin, kejujuran dan integritas (keutuhan), rasa

percaya diri, kecerdasan, dan pengetahuan yang relevan dengan

pekerjaan. Tetapi yang perlu diingat adalah tidak satupun dari

ciri itu mampu menjamin suksesnya pemimpin karena tergantung dari

situasi lingkungan serta akibatnya. (b) Teori Perilaku, teori ini

mengemukakan bahwa perilaku yang spesifik atau khas membedakan

seorang pemimpin dengan yang bukan pemimpin seperti bicara

keras,bersemangat, otokratis, suka bergaul, karismatik, dinamis,

perasaan terbuka dan bisa mengerti. (c) Teori Situasional Hersey

dan Blanchard, yaitu teori yang memusatkan perhatian pada

kesiapan para pengikut.

Jika dikaitkan dengan teori yang dikemukakan di atas, maka

terdapat korelasi antara teori tersebut dengan pernyataan yang2

dikemukakan oleh Bass (1987) melalui penelitian yang telah

dilakukan oleh Mukhamad Najib (2003) mengenai kepemimpinan bahwa

kepemimpinan adalah perilaku dari seorang individu yang memimpin

aktivitas – aktivitas suatu kelompok ke suatu tujuan yang ingin

dicapai bersama. Melalui pernyataan Bass tersebut pula dapat

diinterpretasikan bahwa seorang pemimpin memimpin sekelompok

orang untuk mencapai suatu tujuan yang merupakan tujuan bersama

dan bukan tujuan pribadi. Hal ini diperkuat dengan pernyataan

yang dikemukakan oleh Yukl (1994) yang dikutip oleh Mukhamad

Najib (2003) bahwa kepemimpinan erat kaitannya dengan ciri – ciri

individual, perilaku, pengaruh terhadap orang lain, pola – pola

interaksi, hubungan peran, tempatnya pada suatu posisi

administratif, serta persepsi orang lain mengenai legitimasi dan

pengaruh. Adapun terkait dengan pernyataan tersebut dan jika

dikaitkan dengan pendapat sebelumnya mengenai konsep – konsep

kepemimpinan dapat diketahui bahwa konsep kepemimpinan tidak

terlepas dari kemampuan seseorang untuk mengatur sekelompok orang

dalam pencapaian tujuan khususnya mengenai visi dan misi suatu

lembaga atau organisasi.

Adapun jika dikaitkan dengan konsep kepemimpinan tersebut,

maka dapat kita interpretasikan bahwa pola kepemimpinan seseorang

tidak terlepas dari komunikasi yang dibangun antara dirinya

dengan orang – orang yang dipimpin oleh dirinya. Hal ini senada

dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Tannenbaum (1961) yang

dikutip oleh Mukhamad Najib (2003) bahwa kepemimpinan adalah

pengaruh antar pribadi yang dijalankan dalam suatu situasi3

tertentu, serta diarahkan melalui proses komunikasi ke arah

pencapaian satu atau beberapa tujuan tertentu. Jika melihat teori

tersebut, maka dapat ditarik suatu opini bahwa terdapat suatu

pengaruh antara satu orang dengan yang lainnya yang terdapat di

dalam situasi tertentu sehingga mempengaruhi sikap leader

terhadap mereka.

Mengacu pada penjelasan mengenai tema yaitu kepemimpinan dan

performance leadership (kinerja kepemimpinan) yang menjadi topik,

maka kali ini akan dibahas mengenai performance leadership pada

PT Unilever Indonesia Tbk. Pada akhir pembahasan ini, maka akan

diketahui mengenai gaya kepemimpinan seperti apa yang terdapat di

PT Unilever Indonesia Tbk yang dibahas dalam beberapa aspek yang

mempengaruhi terhadap kinerja karyawan, kerangka dalam

meningkatkan kinerja, dan hasil terhadap peningkatan kinerja

tersebut. Berdasarkan data di lapangan diketahui bahwa PT

Unilever Indonesia telah mempersiapkan rancangan program

leadership bagi karyawannya. Adapun program ini bernama Unilever

Future Leader Program (UFLP) dan bertujuan untuk menumbuhkan

seseorang menjadi seorang manajer melalui pembelajaran dari pakar

kelas dunia. Selain itu dengan program ini diharapkan akan dapat

mengembangkan keterampilan kepemimpinan dengan bekerja pada

proyek langsung. UFLP menawarkan semua pengalaman yang dibutuhkan

seseorang untuk siap menjadi di jajaran manajemen.

Jika dilihat dari segi segi performance leadership, terdapat

keterkaitan dengan penelitian – penelitian terdahulu mengenai

topik yang sama. Adapun penelitian – penelitian terdahulu4

berjudul Hubungan Antara Gaya Kepemimpinan, Orientasi Pasar, dan Kinerja Bisnis

Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Di Indonesia : Studi Kasus UKM di DKI Jakarta karya

Mukhamad Najib yang merupakan alumnus Program Studi Magister

Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia 2003. Penelitian

ini membahas mengenai hubungan antara gaya kepemimpinan,

orientasi pasar, dan kinerja bisnis UKM dalam konteks lingkungan

bisnis Indonesia. Selain itu, penelitian sebelumnya yang serupa

yaitu berjudul Pengaruh Model Kepemimpinan dan Kepuasan Kerja Terhadap

Kinerja Pegawai Pada Kantor Imigrasi Jakarta Selatan karya Edy Wibawa yang

merupakan alumnus Program Studi Magister Ilmu Administrasi

Kekhususan Administrasi dan Pengembangan Sumber Daya Manusia

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia 2006.

Adapun penelitian ini membahas mengenai gambaran kinerja pegawai

dalam memberikan pelayanan di kantor imigrasi Jakarta Selatan,

kepuasan kerja pegawai mempengaruhi kinerja pegawai dalam

memberikan pelayanan tersebut, dan apakah model kepemimpinan

mempengaruhi kinerja pegawai. Adapun perbedaan antara penelitian

– penelitian sebelumnya dengan penelitian ini adalah di dalam

penelitian ini akan di bahas mengenai bagaimana performance

leadership dengan aspek pembelajaran peningkatan kinerja,

kerangka kinerja karyawan, dan bagaimana peningkatan kinerja

karyawan di PT Unilever Indonesia Tbk di bawah naungan Maurist

Daniel Rudolf Lalisang.

1.2 Rumusan Masalah

5

Berdasarkan latar belakang yang telah di bahas sebelumnya,

adapun rumusan masalah dalam penelitian Ini adalah bagaimana

penerapan performance leadership pada PT Unilever Indonesia Tbk ?

1.3 Tujuan Penelitian

Terkait dengan latar belakang yang telah di bahas

sebelumnya, maka tujuan penelitian yang ingin di bahas adalah

penerapan performance leadership pada PT Unilever Indonesia Tbk

1.4 Manfaat Penelitian

Sehubungan dengan penelitian di atas, hasil penelitian ini

diharapkan dapat memberikan masukan dan manfaat antara lain :

a. Manfaat Akademis

Dalam manfaat akademis, diharapkan dapat memberikan

kontribusi pada pengembangan ilmu manajemen terutama dalam hal

performance leadership.

b. Manfaat Praktis

Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat untuk memberikan

masukan bagi PT Unilever Indonesia Tbk dalam meningkatkan

kinerja dalam rangka pembuatan kebijakan dan keputusan mengenai

performance leadership.

6

II TINJAUAN TEORITIS

2.1 Kajian Pustaka

Pada bagian ini, akan dibahas mengenai teori apa saja yang

akan dibahas sebagai acuan pada analisis dan pembahasan.Adapun

teori-teori yang dibahas di dalam penelitian ini adalah mengenai

performance leadership.

2.1.1 Kepemimpinan

Kepemimpinan menurut H.M Malayu S.P Hasibuan (1990) yang

dikutip oleh A.Soegihartono (2012) bahwa makna dan hakekat

kepemimpinan adalah bertujuan untuk mendorong gairah kerja dan

produktivitas kerja karyawan yang tinggi agar dapat mencapai

tujuan organisasi secara maksimal. Hal ini berhubungan dengan

konsep kepemimpinan transformasional yang dikemukakan oleh B.M

Bass (1985) melalui A.Soegiharto (2012) yang terdiri dari 3

yaitu Charismatic, Individual Consideration, dan Intellectual

Stimulation.

Di dalam penelitian membuktikan bahwa memperoleh kharisma

dari bawahan merupakan kesuksesan kepemimpinan transformasional.

Kepemimpinan transformasional dengan individual consideration

akan menarik perhatian yang cermat pada perbedaan di antara

karyawan dan bertindak sebagai mentor untuk mengembangkan7

bawahan dengan intellectual simulation mampu menunjukkan pada karyawan

cara-cara baru dalam pemecahan berbagai permasalahan yang

timbul. Dari ketiga dimensi tersebut menurut Bass (1990) akan

mendorong peningkatan kepuasan kerja bawahan, kinerja organisasi

dan mendorong bawahan dan karyawan untuk tetap tinggal dalam

organisasi dengan meningkatnya komitmen pada organisasi.

Selain kinerja, adapun di dalam kepemimpinan terdapat suatu

pola atau gaya kepemimpinan. Menurut Veitzal Rifai (2004)

mendefinisikan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola menyeluruh

dari tindakan seorang pemimpin, baik yang tampak maupun yang

tidak tampak oleh bawahannya. Gaya kepemimpinan menggambarkan

kombinasi yang konsisten dari falsafah, keterampilan, sikap, dan

sifat yang mendasari perilaku seseorang. Adapun indikator-

indikator gaya kepemimpinan antara lain : (1) visi dan misi,

menanamkan kebanggaan, meraih penghormatan dan kepercayaan. (2)

mendorong intelegensi, rasionalitas dan pemecahan masalah secara

hati-hati. (3) memberikan perhatian pribadi, melayani secara

pribadi, melatih dan menasehati. (4) menjalankan pertukaran

kontraktual antara penghargaan dan usaha, menjanjikan

penghargaan untuk kinerja yang bagus dan mengakui pencapaian

yang diperoleh. (5) Melepaskan tanggung jawab dan menghindari

pengambilan keputusan.

Gaya kepemimpinan seorang pemimpin tentunya akan

mempengaruhi motivasi kerja yang dilakukannya. Menurut Ernest J

McCormick (2005) menyatakan bahwa motivasi kerja didefinisikan8

sebagai kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan dan

memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja.

Adapun indikator yang dapat digunakan dalam motivasi kerja

adalah (1) Tingkat Tanggung Jawab (2) Dorongan Organisasi

Terhadap Anggotanya (3) Kebutuhan Akan Aktualisa Diri (4)

Kebutuhan afiliasi (5) Kebutuhan Penghargaan.

Selain itu, teori yang digunakan dalam kepemimpinan dibagi

menjadi dua. Pertama, yaitu (a) terori watak atau sifat (trait

theory) dan kedua yaitu (b) teori perilaku (behavioral theory).

(a) teori watak atau sifat (trait theory)

Teori ini menekankan keberhasilan organisasi pada diri

pemimpin. Studi tentang kepemimpinan didasarkan pada

karakteristik pemimpin yang berhasil. Adapun 2 tokoh yang

mengemukakan mengenai teori ini adalah Stogdil dan Keirsey.

1. Menurut Stogdill

Menurutnya, pemimpin yang berhasil adalah pemimpin yang

memiliki :

a. Capacity

b. Achievement

c. Responsibility

d. Status

9

e. Participation

2. Menurut Keirsey

Watak pemimpin dipengaruhi oleh 2 hal yaitu

a. Perbedaan keinginan

Setiap orang mempunyai motif, dorongan, tujuan dan

kebutuhan yang berbeda

b. Perbedaan Persepsi

Setiap orang memiliki pemaham dan cara berpikir yang

berbeda

10

(b) Teori Perilaku (Behavioral Theory)

Teori ini di dasarkan pada studi perilaku hubungan pemimpin

dengan individu, kelompok dan organisasi.

11

Berdasarkan gambar tersebut, dapat dilihat bahwa

terdapat gaya kepemimpinan yang situasional dimana

seorang pemimpin dilihat berdasarkan kualitas orang

yang dipimpin, kualitas orang yang memimpin, jenis

pekerjaan, waktu, tempat, lingkungan, dan tujuan yang

akan di capai. Adapun jenis-jenis tipe kepemimpinan

situasional ini dapat dibagi lagi menjadi empat yaitu.

1. Tipe Direktif (Directing)

Tipe direktif ini memiliki ciri – ciri yaitu :

1. Komunikasi cenderung mengarah satu arah yaitu

atas ke bawah

2. Atasan memberi perintah yaitu apa yang

dikerjakan, bagaimana mengerjakan kapan dan dimana12

3. Bawahan tidak terlibat dalam proses pengambilan

keputusan

4. Pelaksanaan pekerjaan diawasi dengan ketat

2. Tipe Konsultif (Coaching)

Tipe konsultif ini memiliki ciri – ciri yaitu :

1. Sebelum menetapkan menjadi keputusan, di

konsultasikan atau dikomunikasikan terlebih

dahulu kepada bawahan

2. Tetapi pengambilan keputusan, cenderung dari

pimpinan

3. Pimpinan memperhatikan saran dan masukan dari

bawahan

3. Tipe Partisipatif (Supporting)

Pada tipe ini, proses pengambilan keputusan

dilakukan secara bersama-sama dengan memperhatikan

pendapat pimpinan dan bawahan secara berimbang

4. Tipe Delegatif (Delegating)

Menurut Wahjosumidjo (1994) yang dikutip oleh M.

Reza Maulana (2009) bahwa gaya kepemimpinan13

delegatif adalah kemampuan mempengaruhi orang lain

agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan

yang telah ditetapkan dengan cara berbagai kegiatan

yang akan dilakukan lebih banyak diserahkan kepada

bawahan.

2.1.2 Membuat Kerangka dan Mendorong Kinerja

Kerangka kinerja dapat digambarkan melalui pernyataan yang

dikemukakan oleh Dede Sudrajattulloh (2013) melalui metode SMART

(Strategic Measurement Analysis and Reporting Technique). Sistem

manajemen kinerja Strategic Measurement Analysis and Reporting

Technique (SMART) juga dikenal sebagai piramida kinerja adalah

sebuah sistem manajemn kinerja yang dikembangkan sebagai hasil

dari ketidakpuasan pengukuran kinerja dengan cara tradisional

seperti pemanfaatan, produktivitas, efektivitas, efisiensi dan

variansi keuangan lainnya yang sangat terbatas [3]. Sistem ini

dikembangkan oleh Wang Laboratory Inc. merupakan sebuah sistem

manajemen kinerja yang mampu mengintegrasikan aspek finansial dan

non-finansial yang dibutuhkan manajer (terutama manajer operasi).

Sistem SMART dibuat untuk merespon keberhasilan perusahaan

menerapkan metode Just-In-Time (JIT), sehingga fokus dari SMART

lebih mengarah ke aspek operasional setiap departemen dan fungsi

di perusahaan [4]. Seperti namanya yaitu  piramida kinerja,

system SMART digambarkan sebagai piramida seperti pada gambar

berikut.

14

Piramida SMART bermula dari visi perusahaan yang dipisah

pengukurannya menjadi efisiensi internal dan efektivitas

eksternal. Visi perusahaan kemudia juga dikembangkan  pada dua

unit bisnis utama yaitu pasar dan keuangan, kedua unit bisnis ini

harus  berorientasi pada kepuasan pelanggan, memiliki

flesibelitas terhadap pasar (produknya) serta memiliki

produktifitas yang baik, efektif dan efisien. Selain itu yang

juga penting diperhatikan pada bagaimana perusahaan mampu

menghasilkan produk yang berkualitas tinggi, pengirimina

(distribusi) yang baik, waktu proses produksi yang singkat, dan

15

mengurangi sampah atau limbah serta bahan baku yang terbuang

dengan baik, sehingga efektivitas dan efisiensi pada tingkat

depertemen dan tim kerja bisa tercapai dengan baik. Dengan

demikian maka proses inti bisnnis yang ada perusahaan, yaitua

kepuasan konsumen yang semakin baik, fleksibelitas produk dan

produktivitas dari karyawan akan meningkat

Dalam mengukur seberapa efektif dan efisien seseorang melakukan

suatu pekerjaan dapat diukur melalui kinerja yang ia lakukan. Hal

ini diperkuat dengan pernyataan yang terdapat di dalam SNI ISO

14001 tahun 2005 mengenai kompetensi, pelatihan dan kesadaran

disebutkan bahwa “orang yang pekerjaannya dapat menyebabkan

dampak lingkungan penting yang diidentifikasi organisasi,

mempunyai kompetensi untuk melaksanakan tugas yang diberikan

kepadanya”. Dalam kaitannya dengan performance leadership, maka

disini dapat diartikan bahwa kinerja dapat berpengaruh terhadap

lingkungan di dalam organisasi.

Selain SNI ISO 14001 tahun 2005 adapun alat untuk mengukur

seberapa efektif kinerja seseorang adalah KPI (Key Performance

Indicator). Terdapat berbagai macam instrumen yang dapat

digunakan dalam mengukur KPI, yaitu strategi yang digunakan oleh

organisasi, apa tujuan didirikannya organisasi, bagaimana

mengenai sumber daya yang dimiliki, bagaimana asumsi masyarakat

terhadap organisasi dan asumsi karyawan terhadap organisasi,

bagaimana batasan/limit dalam menghadapi tantangan dari dalam

maupun luar organisasi.16

Steers (1984) yang dikutip oleh A. Soegihartono (2012)

mengartikan bahwa kinerja sebagai kesuksesan yang dicapai

individu dalam melakukan pekerjaannya, dimana ukuran kesuksesan

yang dicapainya dapat disamakan dengan individu lain. Sealin itu,

menurut Bernardian (1993) mendefinisikan kinerja sebagai catatan

mengenai outcome yang dihasilkan dari suatu aktivitas tertentu,

selama kurun waktu tertentu pula. Adapun indikator dari kinerja

pegawai adalah sebagai berikut: (1) kualitas, (2) kuantitas (3)

ketepatan waktu (4) efektifitas dan (5) Kerja Sama. Kesuksesan

yang dicapai oleh individu adalah berdasarkan ukuran yang berlaku

dan disesuaikan dengan jenis pekerjaannya. Sedangkan menurut

Miner (1988), kinerja dapat didefinisikan sebagai tingkat

kebutuhan tiap individu, sebagai pengharapan atas pekerjaan yang

dilakukannya. Miner memberi dua variable yang menentukan prestasi

kerja seseorang, yaitu sebagai berikut:

a. Variabel hasil perilaku organisasi, yaitu mencakup perilaku

dan sikap individu, keterlibatan dalam pekerjaan, dan

partisipasi kerja.

b. Variabel hasil yang telah dicapai untuk suatu kinerja, yaitu

mencakup empat dimensi kinerja yang terdiri atas :

1. Kualitas output (quality of output)

2. Kuantitas output (quantity of output)

3. Waktu kerja (time of output)

4. Kerjasama dengan rekan kerja lain (cooperation with

other’s work)

17

Keempat dimensi tersebut saling terkait satu sama lain,

misalnya kerjasama yang baik antar rekan kerja dipengaruhi

langsung oleh kualitas dan kuantitas output masing-masing

individu.

Berikut merupakan alasan mengapa pengukuran kinerja begitu

penting untuk dilakukan. Adapun pernyataan hal ini dikemukakan

oleh Anderson (1993: 8) yang dikutip oleh Edi Wibawa (2006) yang

menyatakan bahwa kinerja manajemen dipandang sebagai semua

strategi – strategi yang terkait dalam semua konteks usaha untuk

pengembangan kinerja semua orang dalam organisasi. Pengukuran

kinerja merupakan bagian sentral yang berperan dalam mendukung

kinerja manajemen dalam meyakinkan bahwa kinerja individu

dievaluasi secara akurat dan secara adil sebagai basis untuk

berbagai strategi dalam menghargai pegawai, dan pengembangan

kinerja mereka melalui pembimbingan, konseling, dan pelatihan.

Adapun di dalam kinerja, kepuasan kerja menjadi faktor

penentu. Menurut Stephen Robbins (1996) menyatakan ada lima

factor yang mendukung terciptanya kepuasan kerja bagi karyawan

suatu organisasi yaitu (1) kerja yang secara mental menantang,

(2) imbalan yang pantas; (3) Kondisi kerja yang mendukung, (4)

Rekan sekerja yang mendukung; (5) Adanya kesesuaian kepribadian

dengan pekerjaan. Selain kepuasan kerja, adapun komitmen

merupakan suatu keadaan dimana seorang karyawan atau individu

memihak pada suatu organisasi tertentu dan tujuan-tujuannya,

18

serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi tersebut.

Dengan demikian, komitmen organisasional yang tinggi menunjukkan

tingkat kepemihakan seorang karyawan terhadap organisasi yang

tinggi menunjukkan tingkat kepemihakan seorang karyawan terhadap

organisasi yang mempekerjakannya.

2.1.3 Peningkatan Kinerja

Terkait dengan penjelasan mengenai kinerja dalam hal ini

terkait dengan peningkatan kinerja karyawan yang dibahas maka

erat kaitannya dengan pendapat Casey Fitts Hawley (2004) mengenai

manajemen kinerja. Menurutnya manajemen kinerja adalah sebuah

seni, sebuah ilmu, dan sebuah studi, yang berkelanjutan bagi top

manajer yang berhasil. Pada era globalisasi saat ini

meningkatkan kinerja tidak mudah, hal ini karena motivasi yang

kurang, permasalahan pribadi serta kurangnya perhatian atasan

terhadap stafnya.

Peningkatan kinerja dapat dilakukan jika seorang atasan

melihat akar permasalahannya. Adapun berikut merupakan cara

meningkatkan kinerja karyawan yang dikutip dari pernyataan Casey

Fitts Hawley (2011) yaitu :

1. Tidak ada orang yang menerima suatu pekerjaan untuk gagal

19

Manajer bertanggung jawab, jika salah satu karyawan tidak

sukses, berarti ia kekurangan salah satu dasar pemicu

kinerja sebagai berikut.

1. Kejelasan mengenai kinerja yang diharapkan

2. Gambaran yang jelas mengenai seperti apa kinerja yang

bagus

3. Pemahaman bahwa ada kesenjangan antara kinerjanya dan

kinerja yang diharapkan

4. Peralatan atau kebutuhan seperti pengetahuan,

keterampilan, motivasi, perbaikan lingkungan kerja, atau

pelatihan taktis

Dalam hal ini, seorang manajer dapat membantu.

1. Memperjelas kinerja yang diharapkan dengan menetapkan

target dan sasaran yang jelas dan terstruktur

2. Seorang manajer dapat menawarkannya untuk mengikuti

pelatihan, mengikuti aktivitas rekan senior, atau menonton

demonstrasi yang menunjukkan dengan persis seperti apa

yang bagus kepada karyawan

3. Seorang manajer dengan terbuka, deskriptif, dan

manusiawi menunjukkan kesenjangan antara kinerja karyawan

dan kinerja yang diharapkan. Terlalu banyak karyawab yang

20

kehilangan pekerjaan karena manajer tidak berani

menunjukkan kinerja karyawan sehingga akhirnya terlambat.

4. Dalam hampir setiap kasus, seorang manajer dapat

membantu karyawan untuk memenuhi kebutuhannya. Jika

karyawannya tidak mempunyai pengetahuan atau keterampilan

yang diperlukan, maka seorang manajer dapat menawarkan

pendidikan dan pelatihan. Jika tempat kerja atau peralatan

yang menghambat kinerja puncak, sering kali manajer dapat

membuat modidikasi atau membeli peralatan baru. Jika

motivasi karyawan kurang, manajer berwenang untuk mengatur

imbalana atau konsekuensi.

2. Orang termotivasi oleh dua hal : ketakutan atas hukuman dan

harapan akan imbalan

Beberapa imbalan atau insentif ini berbentuk uang. Karyawan

dewasa ini, terutama, termotivasi, oleh sekian banyak hal

diantaranya adalah jam kerja yang fleksibel, pelatihan untuk

meningkatkan nilai mereka di bursa kerja, lingkungan kerja

yang ramah dan kekeluargaan, hasrat untuk berkontribusi pada

masyarakat. Intervensi – Intervensi ini memanfaatkan setiap

hasrat karyawan untuk menemukan pekerjaan yang bernilai

serta untuk dihargai dan diakui.

3. Masalah kinerja kecil yang diabaikan sejak awal akan menjadi

masalah besar dan dapat menulari karyawan yang berkinerja

bagus

21

Sebagian besar karyawan tidak bekerja dalam ruang bawah

tanah yang tertutup. Mereka secara tidak sadar membandingkan

kinerja mereka dengan kinerja orang lain. Jika karyawan yang

berkinerja buruk tidak dikoreksi, standar kinerja karyawan

lain di sekitar mereka akan menurun perlahan.

4. Jika anda melakukan apa yang selalu anda lakukan, anda akan

mendapatkan apa yang selalu anda dapatkan

Manajer yang tidak mau mencoba pendekatan baru untuk

mengubah perilaku dan meningkatkan kinerja tidak dapat

memimpin orang untuk maju sehingga, perusahaan tidak hanya

tidak mendapat manfaat dari peningkatan produktivitas,

tetapi juga, karyawannya tidak meningkatkan keterampilan

atau profesionalisme mereka. Banyak perusahaan memperhatikan

bahwa karyawan yang bernilai tinggi dewasa ini memasukkan

pengembangan professional sebagai salah satu manfaat yang

mereka cari pada pekerjaan berikutnya. Para karyawan yang

cerdas menginginkan perusahaan yang akan mendukung mereka

dalam meningkatkan keterampilan dan kompetensi.

Dewasa ini, harapan seorang karyawan tinggi. Tidak ada

yang puas hanya dengan menduplikasi kinerja di masa lalu.

Perusahaan mencari berbagai cara untuk mendapat

produktivitas yang lebih tinggi. Metode peningkatan kinerja

adalah sebagai berikut ;

Pelatihan

22

Penetapan target dan evaluasi

Penilaian dan review kerja

Manajemen dan pengukuran kinerja

Strategi pengembangan professional

Umpan balik dan instrumental 360 derajat

Insentif dan imbalan

Konsekuensi yang bermakna atau disiplin positif

Pemecahan masalah

Pelatihan dan bimbingan

5. Setiap orang ahli dalam suatu bidang – kuncinya adalah

menemukan apa yang menjadi keahlian setiap orang

Dimensi ini mengindikasikan bahwa para manajer harus

menyelaraskan tugas dengan bakat alam karyawan.

6. Anda tidak dapat memuaskan seorang bos yang tidak tahu apa

yang diinginkannya

Para manajer harus memahami citra yang konkret tentang

seperti apa kinerja yang baik itu dan kemudian memberi

gambaran kepada karyawan. Bagi sejumlah karyawan, memberikan

gambaran yang jelas tentang kinerja yang baik adalah satu-

satunya intervensi yang dibutuhkan. Pandangan setiap orang

mengenai kinerjanya sendiri telah dibentuk oleh mantan23

perusahaan, mantan manajernya, orang tua, system sekolah

yang menantang atau tidak menantang, kelompok rekan

kerjanya, dan lusinan factor lain. Seorang manajer

bertanggung jawab menggambarkan target kinerja dalam kata-

kata dan penjelasan yang mudah dipahami karyawan.

7. Kadang-kadang tindakan yang terbaik adalah tidak bertindak

sama sekali

Manajer disarankan untuk berhenti sejenak dan

mempertimbangkan pilihan yang sangat berharga untuk tidak

bertindak sama sekali. Sejumlah perilaku karyawan yang tidak

produktif bersifat temporer dan merupakan akibat dari

situasi tertentu misalnya di tempat kerja atau di rumah.

Jika karyawan tersebut telah terbukti berharga di masa lalu,

membiarkannya mengoreksi peilakunya sendiri mungkin adalah

tindakan yang paling efisien untuk mengembalikannya pada

kinerja puncak.

8. Menangkap basah orang yang sedang melakukan sesuatu yang

benar

Dalam hal ini seorang manajer harus mampu menanamkan pikiran

bahwa “betapa mudahknya bagi sifat alami seseorang untuk

menunjuk kelemahan dan ketidaksempurnaan kinerja dan betapa

sulitnya menunjukkan bahwa seorang karyawan bekerja dengan

baik. Manajemen telah menyadari bahwa focus berulang pada

24

kesalahan karyawan akan menanamkan gambaran kinerja yang

buruk dalam benak karyawan.

9. Anda akan mendapatkan kinerja yang lebih hebat dengan

bekerja sama daripada dengan menginjak orang lain

Dimensi ini berpegangan pada pernyataan yang dikemukakan

oleh John D Rockefeller melalui Casey Fitts Hawley (2004)

yaitu “Telah lama saya diyakinkan bahwa secara alami, perusahaan dan

karyawan adalah mitra kerja, bukan musuh; bahwa kepentingan mereka sama,

buka berlawanan; bahwa dalam jangka panjang, kesuksesan yang satu

bergantung pada kesuksesan yang lain”

10. Perlakuan yang berbeda untuk orang yang berbeda

Kunci mengajarkan keterampilan baru pada para karyawan

adalah dengan menentukan apakah masing-masing dari mereka

paling cepat paham dengan membaca buku petunjuk, atau dengan

melihat demonstrasi, atau dengan membaca buku petunjuk, atau

dengan melihat demonstrasi, atau dengan menugaskan langsung

dalam pekerjaan dan belajar dengan mencoba-coba. Hanya

dengan mengamati atau mengingat saat-saat karyawan terlihat

dapat belajar dengan cepat dan menikmati prosesnya dapat

memberikan petunjuk mengenai gaya belajar karyawan tersebut.

11. Anda tidak boleh “ngomong doang”; Anda harus terjun

langsung

25

Karyawan dewasa ini mengharapkan otentisitas dalam diri

pemimpin. Jika anda meminta standar yang tinggi, baik dalam

etika, produksi, atau kualitas, anda juga harus

mendemonstrasikan komitmen anda terhadap standar tersebut.

Sekarang, lebih dari sebelumnya, karyawan menginginkan

panutan kinerja. Pastikan seorang manajer mencontohkan

perilaku dan menunjukkan komitmen terhadap target yang anda

harapkan dari orang lain.

III ANALISIS DAN PEMBAHASAN

26

Terkait dengan tinjauan teoritis yang telah dibahas pada

pembahasan sebelumnya, maka pada pembahasan kali ini akan dibahas

mengenai sejarah terbentuknya PT Unilever Indonesia, kepemimpinan

di PT Unilever Indonesia Tbk, Kinerja Pegawai di PT Unilever

Indonesia Tbk, dan peningkatan kinerja di PT Unilever Indonesia

Tbk. Adapun penjelasan lebih lanjut akan dibahas sebagai berikut.

3.1 Sejarah PT Unilever Indonesia

PT Unilever Indonesia didirikan pada 5 Desember 1933 dengan

nama zeeprabrieken N.V Lever dengan akta no.33 yang dibuat oleh Tn.

A.H Van Ophuijsen, notaries di Batavia. Akta ini disetujui oleh

Gubernur Jenderal Van Negerlandsch-Indie dengan surat No 14 pada

tanggal 16 Desember 1933, dan terdaftar di Raad Van Justitle di

Batavia dengan No 302 pada tanggal 22 Desember 1933 dan diumumkan

dalam Javasche Courant pada tanggal 9 Januari 1934 tambahan No 3.

Dengan akta No 171 yang dibuat oleh notaris Ny Kartini

Mulyadi tertanggal 22 Juli 1980, nama perusahaan diubah menjadi

PT Unilever Indonesia. Dengan akta no 92 yang dibuat oleh notaris

Tn Mudufir Hadi S.H tertanggal 30 Juni 1997, nama perusahaan

diubah menjadi PT Unilever Indonesia Tbk. Akta ini disetujui oleh

Menteri kehakiman dengan keputusan No C2-1.U49 HT.01.04 TH.98

tertanggal 23 Februari 1998 dan diumumkan di berita Negara No

2620 tanggal 15 Mei 1998 tambahan No 39.

Perusahaan mendaftarkan diri 15% dari sahamnya di Bursa Efek

Jakarta dan Bursa Efek Surabaya setelah memperoleh persetujuan

27

dari Ketua Badan Pelaksana Pasar Modal (Bapepam) No

SI-009/PM/E/1981 pada tanggal 16 November 1998. Pada rapat umum

tahunan perusahaan pada tanggal 24 Juni 2013, para pemegang saham

menyepakati pemecahan saham, dengan mengurangi nilai nominal

saham dari Rp 100 per saham menjadi Rp 10 per saham. Perubahan

ini dibuat di hadapan notaries dengan akta No 46 yang dibuat oleh

notaris Singgih Susilo S.H tertanggal 10 Juli 2013 dan disetujui

oleh menteri kehakiman dan hak asasi manusia republik Indonesia

dengan keputusan No C-17533 HT 01.04-TH.2003.

Sebagaimana disetujui dalam Rapat Umum Tahunan Perusahaan

pada tanggal 13 Juni 2000 yang dituangkan dalam akta notaris No

82 yang dibuat oleh notaries Singgih Susilo S.H tertanggal 14

Juni 2000, perusahaan juga bertindak sebagai distributor utama

dan member jasa-jasa penelitian pemasaran. Akta ini disetujui

oleh Menteri Hukum dan Perundang-undangan (dahulu menteri

kehakiman) Republik Indonesia dengan keputusan No C-

18482HT,01,04-TH,2000 perusahaan memulai operasi komersilnya pada

tahun 1933.

3.2 Kepemimpinan Maurits Daniel Rudolf Lalisang Dalam

Meningkatkan Kinerja di PT Unilever Indonesia Tbk

Terkait dengan sejarah asal muasal PT Unilever Indonesia

tersebut maka kali ini akan dibahas mengenai profil president

director PT Unilever Indonesia yaitu Maurist Daniel Rudolf

Lalisong. Mourist menjabat sebagai president director sejak Mei

28

2004. Beliau bergabung di Unilever Indonesia pada tahun 1980. Di

dalam kepemimpinannya, Mourist menerapkan prinsip sustainability.

Hal ini bertujuan untuk terus meningkatkan pangsa pasar. Seperti

kutipan sambutan Mourist kepada shareholder sebagai berikut.

“2013 merupakan tahun dengan dua paruh waktu yang kondisinya berbeda, baik bagi

perseroan maupun Indonesia secara keseluruhan. Kondisi sepanjang paruh pertama

relatif positif, dengan deficit dan tingkat inflasi yang terkendali serta rupiah yang

stabil. Walaupun banjir bandang yang melanda Jakarta dan berbagai daerah di tanah

air mempengaruhi distribusi, kami mencatat hasil yang sangat kuat di semester

pertama. Memasuki paruh kedua, Indonesia mulai merasakan dampak kondisi makro-

ekonomi global yang sulit serta meningkatnya situasi di dalam negeri yang penuh

tantangan. Kebijakan pemerintah untuk mengurangi subsidi harga BBM memicu

lonjakan inflasi, sementara beberapa waktu sesudahnya, Bank Indonesia menaikan

tingkat suku bunga dalam upaya untuk mengendalikan deficit neraca pembayaran dan

melemahnya nilai rupiah. Seluruh factor terebut membawa dampak negative terhadap

kepercayaan dan daya beli konsumen karena mereka dihadapkan pada kenaikan biaya

kebutuhan sehari-hari, BBM dan bahan pokok.

Dalam situasi seperti itu, konsumen dipaksa untuk membuat pilihan yang sulit dalam

menentukan barang-barang belanjaan mereka. Kami berbesar hati, bahwa dalam

situasi ini kami tetap berhasil mencatat pertumbuhan berdasarkan beberapa

parameter penting, meningkatkan pangsa pasar dari sebagian besar kategori yang

kami miliki. Walaupun persaingan sangat ketat, dan meraih pertumbuhan dua digit

pada top dan bottom line. Kunci keberhasilan kami dalam situasi yang kurang

mendukung ini adalah memastikan bahwa seluruh fundamental bisnis kokoh pada

posisinya. Kami fokus kembali pada bisnis inti pada kategori dan produk-produk yang29

mendorong profitabilitas dan terbukti menghasilkan perbedaan nyata terhadap kinerja

bisnis kami”

Jika dikaitkan dengan konsep pada bab sebelumnya maka dapat

dilihat bahwa Maurist mimiliki 3 konsep kepemimpinan kharismatik,

individual consideration, dan intellectual stimulation. Maurist

memiliki kharisma dari bawahan. Hal ini terlihat dari track

record jabatan yang dimilikinya dari mulai bergabung ke Unilever

hingga menjadi president director Unilever. Adapun jabatan yang

pernah dijabatnya yaitu menjadi corporate relation directors,

foods director, home care director, dan sales director. Di dalam

kepemimpinannya, Maurist selalu mengarahkan karyawannya untuk

dapat menjadi manajer. Saat bergabung bersama unilever, selama 18

bulan pertama, karyawan harus menjadi orang yang serius agar

nantinya dapat menjadi seorang manajer yang baik.

Di kantornya, ia juga membangun sebuah gym di lantai paling

atas gedung. Maurist memiliki alasan tersendiri mengapa ia

membangun gym di lantai atas. Hal ini dimaksudkan agar karyawan-

karyawannya dapat berolahraga sambil rileks melihat pemandangan

yang ada. Unilever Indonesia sejauh ini telah membuka lapangan

kerja bagi 6.043 karyawannya dan 30.000 lapangan kerja yang

berkaitan dengan Unilever. Tidak hanya terus membuka lapangan

kerja, Unilever Indonesia juga terus berupaya untuk menanamkan

modal lebih besar lagi di Indonesia.

30

Terkait dengan paparan tersebut, maka dapat dilihat bahwa

Maurist memiliki sifat kepemimpinan menurut teori watak dan teori

perilaku. Teori watak dapat dilihat pada statement Maurist kepada

pemegang saham (shareholder) di atas. Maurist terus memiliki

keinginan menerapkan prinsip sustainability yang ingin terus

meningkatkan pangsa pasar. Selain itu, Maurist memiliki cara

berfikir “down to earth” dimana ia memposisikan diri sebagai

konsumen. Hal ini dapat dilihat dari laporan pemegang saham

mengenai kondisi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tahun

2013. Selain itu, jika dilihat dari teori perilaku yang

menekankan 3 bagian, yaitu hubungan pemimpin dan individu,

hubungan pemimpin dengan kelompok, dan hubungan pemimpin dan

organisasi.

Hubungan pemimpin dan individu tidak dapat dilihat secara

mendetail karena keterbatasan waktu. Sedangkan hubungan pemimpin

dan kelompok dan hubungan pemimpin dan organisasi dapat dilihat

ketika Maurits men-treatment karyawannya dengan menyediakan

fasilitas seperti gym tadi. Adapun dari segi jenis kepemimpinan

Maurits di PT Unilever Indonesia menggunakan tipe kepemimpinan

delegatif (delegating) karena struktur organisasi dari PT

Unilever Indonesia itu sendiri bersifat structural.

31

Selain itu, menurut pernyataan yang dikemukakan oleh

Malahayati (2010) bahwa kepemimpinan adalah suatu proses dengan

berbagai cara untuk mempengaruhi seseorang atau sekelompok orang

untuk mencapai tujuan bersama. Jika dilihat dari laporan tahunan

PT Unilever Indonesia Tbk tahun 2013 yaitu pada laporan

manajemennya terdapat prestasi yang ditorehkan seperti Capital

Market Award sebagai best listed company dari perusahaan-

perusahaan dengan kapitalisasi pasar lebih dari Rp 10 triliyun.

Prestasi ini dicapai atas kegigihan jajaran dewan komisaris Erry

Firmansyah, Cyrillus Harinowo, Bambang Subiyanto, Peter Frank Ter

Kulve, dan Hikmahanto Juwana.

Melalui kepemimpinan mereka, PT Unilever Indonesia Tbk

memenangkan kategori recruitmen & selection, training &

development, talent management, performance management, dan

reward management sebagai perusahaan pilihan utama. Perseroan

32

juga unggul dalam praktek, sustainability, seiring dengan

pengakuan yang bertanggung jawab. Melihat prestasi yang telah

dicapai tersebut, maka hal ini dapat dijadikan suatu indikator

suatu kepemimpinan yang berhasil di suatu perusahaan. Selain itu,

pola kepemimpinan di PT Unilever Indonesia Tbk juga dapat dilihat

melalui profil dewan komisaris di dalamnya.

Terkait dengan tinjauan teoritis mengenai kinerja, adapun

kinerja karyawan di PT Unilever Indonesia juga dapat dilihat

melalui “kinerja usaha 2013” melalui pernyataan sebagai berikut

“Dengan fokus tanpa henti pada bisnis inti, yaitu meningkatkan kualitas kehidupan

masyarakat, perseroan terus tumbuh di pasar dengan mencatatkan pertumbuhan dua

digit pada top dan bottom line. Dalam operasi kami mencatat kemajuan yang

signifikan untuk menuju tujuan keberlanjutan kami. Adapun rinciannya sebagai

berikut.

1. Home & Personal Care

Penjualan bersih (net sales) Rp 22,4 Triliyun

Pertumbuhan Penjualan (sales growth) 12,5 %

2. Foods & Refreshment

Penjualan bersih (net sales) Rp 8,3 Triliyun

Pertumbuhan penjualan (sales growth) 13,0 %

33

Sebagai perbandingan, kami membandingkannya dengan laporan

tahunan 2012. Adapun pernyataan yang terdapat pada laporan

tahunan PT Unilever Indonesia tahun 2012 adalah “Kinerja kami yang

mantap di tahun 2012mencerminkan kedisiplinan kami dalam melaksanakan strategi

sustainable growth kami. Kami terus memperkuat portofolio brand dan inovasi sambil

mengembangkan pasar-pasar baru untuk memacu pertumbuhan di semua kategori

serta meningkatkan keunggulan kompetitif kami. Kami pun berhasil mencapai target

kami untuk menumbuhkan bisnis dua kali lipat dalam lima tahun, dengan

membukukan omzet lebih dari 2 Milyar”.

1. Home & Personal Care

Penjualan bersih (net sales) Rp 19,9 Triliyun

Pertumbuhan penjualan (sales growth) 15,9 %

2. Foods & Refreshment

Penjualan bersih (net sales) Rp 7,4 Triliyun

Pertumbuhan penjualan (sales growth) 17,6 %

Selain itu berikut merupakan tabel perbandingan ikhtisar

data keuangan penting tahun 2009 sampai 2013.

34

Dari hasil kinerja usaha berupa angka-angka diatas maka dapat

diinterpretasikan bahwa terdapat peningkatan net sales dan

sales growth pada home & personal care dan foods & refreshment

serta peningkatan data keuangan dari tahun ke tahun.

35

IV KESIMPULAN DAN SARAN

36

DAFTAR PUSTAKA

Marpaung, Evi Margareth. (2000). Gaya Kepemimpinan dan Iklim

Komunikasi : Kasus pada PT Duta Chemical. Program Pascasarjana 37

Bidang Ilmu Sosial Program Kekhususan Manajemen

Komunikasi Universitas Indonesia.

Hawley, Casey Fit. (2004). 201 Cara Untuk Mendorong Setiap

Karyawan Berkinerja Bintang. PT Gelora Aksara Pratama.

Irawati, Nisrul. (2004). Kepemimpinan Efektif, Kepemimpinan yang

Mampu Mengambil Keputusan Yang Tepat. Fakultas Ekonomi

Universitas Sumatera Utara.

Malahayati. (2010). I’m The Boss. Yogyakarta. Jogja Bangkit

Publisher.

Maulana, M Reza. (2009). Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap

Kinerja Pegawai Dalam Organisasi Pemerintah Kelurahan. Institut

Pertanian Bogor.

Najib, Mukhamad. (2003). Hubungan Antara Gaya Kepemimpinan,

Orientasi Pasar dan Kinerja Bisnis Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di

Indonesia: Studi Kasus UKM di DKI Jakarta. Pascasarjana Fakultas

Ekonomi Universitas Indonesia.

Soegihartono, A. (2012). Pengaruh Kepemimpinan dan Kepuasan

Kerja Terhadap Kinerja dengan Mediasi Komitmen (di PT

Alam Kayu Sakti Semarang). Jurnal Mitra Ekonomi dan

Manajemen Bisnis Vol 1 No 1. Fakultas Ekonomi Universitas

Dian Nuswantoro.

38

Wibawa, Edy. (2006). Pengaruh Model Kepemimpinan dan Kepuasan

Kerja Terhadap Kinerja Pegawai pada Kantor Imigrasi Jakarta Selatan.

Program Pascasarjana Universitas Indonesia.

39