gambaran kualitas hidup penderita sirosis hepatis di poliklinik
Perbedaan-Tingkat-Depresi-Pada-Anak-Penderita ...
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
8 -
download
0
Transcript of Perbedaan-Tingkat-Depresi-Pada-Anak-Penderita ...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Thalasemia
1. Pengertian
Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel
darah merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120
hari). Akibatnya penderita thalasemia akan mengalami gejala anemia diantaranya
pusing, muka pucat, badan sering lemas, sukar tidur, nafsu makan hilang, dan
infeksi berulang. 9,10
Thalasemia merupakan suatu kelainan genetik darah dimana produksi
hemoglobin yang normal tertekan karena defek sintesis satu atau lebih rantai
globin. Hal ini terjadi akibat ketidakmampuan sumsum tulang membentuk
protein yang dibutuhkan untuk memproduksi hemoglobin sebagaimana mestinya.
sehingga menyebabkan anemia mikrositik yang sering terjadi pada anak – anak.
Hemoglobin merupakan protein kaya zat besi yang berada di dalam sel darah
merah dan berfungsi sangat penting untuk mengangkut oksigen dari paru-paru ke
seluruh bagian tubuh yang apabila produksi hemoglobin berkurang atau tidak ada,
maka pasokan energi yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi tubuh tidak
dapat terpenuhi, sehingga fungsi tubuh pun terganggu dan tidak mampu lagi
menjalankan aktivitasnya secara normal.11, 12, 13
Gejala thalasemia ditunjukkan dari derajat ketidakefektifan sistem
hematopoesis dan peningkatan proses hemolisis. Diagnosis thalasemia ditegakkan
dengan pemeriksaan laboratorium untuk mengidentifikasi defisiensi rantai globin,
dan dengan pemeriksaan secara klinis dari penderita. 14
6
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
2. Etiologi
Thalasemia merupakan akibat dari ketidakseimbangan pembuatan rantai asam
amino yang membentuk hemoglobin yang dikandung oleh sel darah merah. Sel
darah merah membawa oksigen ke seluruh tubuh dengan bantuan substansi yang
disebut hemoglobin. Hemoglobin terbuat dari dua macam protein yang berbeda,
yaitu globin alfa dan globin beta. Protein globin tersebut dibuat oleh gen yang
berlokasi di kromosom yang berbeda. Apabila satu atau lebih gen yang
memproduksi protein globin tidak normal atau hilang, maka akan terjadi
penurunan produksi protein globin yang menyebabkan thalasemia. Mutasi gen
pada globin alfa akan menyebabkan penyakit alfa- thalasemia dan jika itu terjadi
pada globin beta maka akan menyebabkan penyakit beta-thalasemia. 12
Alfa-globin adalah sebuah komponen dari protein yang lebih besar yang
disebut hemoglobin, yang merupakan protein dalam sel darah merah yang
membawa oksigen ke sel dan jaringan di seluruh tubuh. Hemoglobin terdiri dari
empat subunit: dua subunit alfa-globin dan dua subunit jenis lain globin. 12,14
HBA1 (Hemoglobin, alfa 1) adalah gen yang memberikan instruksi untuk
membuat protein yang disebut alpha-globin. Protein ini juga diproduksi dari gen
yang hampir identik yang disebut HBA2 (Hemoglobin, alfa 2). Kedua gen globin
alpha-terletak dekat bersama-sama dalam sebuah wilayah kromosom 16 yang
dikenal sebagai lokus globin alfa. HBA1 dan HBA2 terletak di kromosom
16 lengan pendek di posisi 13.3. HBA1 terletak di gen pasangan basa 226.678 ke
227.519 sedangkan HBA 2 terletak di pasangan basa 222.845 ke 223.708. 14, 15
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
Gambar 1. Delesi pada thalasemia alfa
Pada manusia normal terdapat 4 kopi gen alpha-globin yang terdapat
masing-masing 2 pada kromosom 16. Gen-gen ini membuat komponen globin
alpha pada hemoglobin orang dewasa normal, yang disebut hemoglobin A. dan
juga merupakan komponen dari hemoglobin pada janin dan orang dewasa lainnya,
yang disebut hemoglobin A2. Mutasi yang terjadi pada gen alpha globin adalah
delesi.14,15
Globin beta adalah sebuah komponen (subunit) dari protein yang lebih
besar yang disebut hemoglobin, yang terletak di dalam sel darah merah. HBB gen
yang memberikan instruksi untuk membuat protein yang disebut globin beta. 15
Lebih dari 250 mutasi pada gen HBB telah ditemukan menyebabkan
thalasemia beta. Sebagian besar mutasi melibatkan perubahan dalam satu blok
bangunan DNA (nukleotida) dalam atau di dekat gen HBB. Mutasi lainnya
menyisipkan atau menghapus sejumlah kecil nukleotida dalam gen HBB. Mutasi
gen HBB yang menurunkan hasil produksi globin beta dalam kondisi yang disebut
beta-plus (B +)
thalasemia. 15
Tanpa globin beta, hemoglobin tidak dapat terbentuk yang mengganggu
perkembangan normal sel-sel darah merah. Kekurangan sel darah merah akan
menghambat oksigen yang akan dibawa dan membuat tubuh kekurangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
oksigen. Kurangnya oksigen dalam jaringan tubuh dapat menyebabkan kerusakan
organ, dan masalah kesehatan lainnya termasuk thalasemia beta. HBB gen yang
terletak di kromosom 11 lengan pendek di posisi 15.5. HBB gen dari pasangan
basa 5.203.271 sampai pasangan basa 5.204.876 pada kromosom 11. 12, 15
Gambar 2. Delesi pada thalasemia beta 15
Pada manusia normal terdapat 2 kopi gen beta globin yang terdapat pada
kromosom 11, yang membuat beta globin yang merupakan komponen dari
hemoglobin pada orang dewasa, yang disebut hemoglobin A. Lebih dari 100 jenis
mutasi yang dapat menyebabkan thalasemia β, misalkan mutasi beta 0 yang
berakibat tidak adanya beta globin yang diproduksi, mutasi beta +, dimana hanya
sedikit dari beta globin yang diproduksi. Jika seseorang memiliki 1 gen beta
globin normal, dan satu lagi gen yang sudah termutasi, maka orang itu disebut
carier/trait. 15
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
Gambar 3. Thalasemia mayor 15
3. Patofisiologi
Penderita dengan thalasemia mempunyai hemoglobin F (α2γ2) dan hemoglobin
A2 (α2δ2) meningkat. Selain eritropoiesis yang tidak efektif, terjadinya anemia
diperberat oleh proses hemolisis. Proses hemolisis terjadi karena eritrosis yang
masuk sirkulasi perifer mengandung badan inklusi dan segera dibersihkan oleh
limpa sehingga usia eritrosit menjadi pendek. Umur eritrosit penderita thalasemia
antara 10,3-39 hari. Hemolisis dan eritropoiesis yang tidak efektif bersama-sama
menyebabkan anemia yang terjadi oleh karena gangguan dalam pembentukan
hemoglobin, produksi eritrosit dan meningkatnya penghancuran eritrosit dalam
sirkulasi darah. Eritropoiesis yang meningkat mengakibatkan hiperplasia dan
ekspansi sumsum tulang sehingga timbul deformitas pada tulang. Pada sumsum
tulang, akibat eritropoiesis yang masif, sel-sel eritroid akan memenuhi rongga
sumsum tulang atau terjadi hiperplasia sumsum tulang yang menyebabkan
desakan sehingga terjadi deformitas tulang terutama pada tulang pipih seperti
pada tulang wajah. Tulang frontal, parietal, zigomatikus dan maksila menonjol
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
hingga gigi-gigi atas nampak dan pangkal hidung depresi yang memberikan
penampakan sebagai facies Cooley. Fenomena facies Cooley menunjukkan tingkat
hiperaktif eritropoiesis. 17,18
Eritropoietin juga merangsang jaringan hematopoesis ekstra meduler di
hati dan limpa sehingga timbul hepatosplenomegali. Akibat lain dari anemia
adalah meningkatnya absorbsi besi dari saluran cerna menyebabkan penumpukan
besi berkisar 2-5 gram pertahun. 18
4. Diagnosis
Pasien dengan thalasemia gejala klinis umumnya telah nyata pada umur kurang
dari 1 tahun. Mayoritas penderita thalasemia memiliki gambaran anemia
hipokrom mikrositik tanpa adanya defisiensi besi. Parameter hematologis yang
penting untuk menandai sindroma thalasemia yaitu konsentrasi hemoglobin, Mean
Corpuscular Volume (MCV), Mean Corpuscular Haemoglobin (MCH) yang
rendah, morfologi sel darah merah (mikrositik hipokrom, anisositosis,
poikilositosis, sel target, basophilic stippling), peningkatan hitung retikulosit,
penurunan fragilitas osmotik. Pemeriksaan penting lainnya yaitu pengukuran
Hemoglobin elektroforesis untuk mengetahui varian hemoglobin. 15, 19
Pemeriksaan kadar besi juga diperlukan (Serum Iron/SI, Transferin Iron
Binding Capacity/TIBC), Feritin serum). Pemeriksaan sumsum tulang
menunjukkan gambaran hiperplasia eritroid, dengan rasio eritroid: mieloid adalah
20:1 atau lebih tinggi dari semestinya. Sebelum onset hipersplenisme, kecepatan
hematopoiesis juga dapat terlihat dari gambaran darah tepi yaitu dengan
peningkatan jumlah sel darah putih dan trombosit. Lekositosis yang terjadi dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
dibedakan dengan gambaran yang tampak pada penderita infeksi karena hitung
jenis tetap normal. 19
Manifestasi klinis yang ditimbulkan akibat penimbunan besi yang
berlebihan didalam berbagai jaringan/organ tubuh adalah pertama pada kulit
terjadi pigmentasi, kulit tampak kelabu. Pada pemeriksaan histologis tampak
banyak pigmen melanin, sedangkan besi terlihat mengelilingi kelenjar keringat.
Kedua pada kelenjar endokrin terjadi gangguan fungsi endokrin. Gangguan fungsi
endokrin menyebabkan pertumbuhan dan masa pubertas yang terlambat. Ketiga
pada jantung terjadi gangguan faal jantung. Gangguan ini biasanya timbul pada
dekade kedua yaitu berupa dekompensasi jantung, perikarditis, aritmia, fibrilasi
dan pembesaran jantung. Gangguan jantung ini merupakan penyebab kematian
utama pada penderita thalasemia. Wahidiyat, 1998, mendapatkan bahwa
dekompensasi jantung yang merupakan sebab kematian utama dari penderita
thalasemia didahului radang paru berat. Penderita yang meninggal tersebut selama
hidupnya rata-rata telah mendapat transfusi darah lebih dari 40 liter atau mendapat
masukan besi lebih dari 20 g. Keempat pada pankreas dapat terjadi gangguan faal
pankreas, tetapi gangguan faal pankreas ini sangat jarang dijumpai. Gangguan faal
pankreas biasanya ditemukan pada penderita thalasemia dewasa atau yang
berumur lebih dai 20 tahun. Gangguan faal pankreas dapat menimbulkan Diabetes
Melitus. Kelima pada hati akan terjadi pembesaran hati disertai sirosis atau
fibrosis. Hal ini biasanya terjadi pada dekade pertama, terutama penderita
thalasemia yang mendapat banyak transfusi darah. Sirosis ditemukan pada
penderita thalasemia yang telah mendapat transfusi darah sebanyak 43,175 ml
atau masukan besi sebanyak 21.587 mg. 20, 21, 22
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
Penderita thalasemia beta mayor umumnya mengalami gangguan
pertumbuhan dan malnutrisi, dimana berat badan dan tinggi badan menurut umur
berada dibawah persentil ke-50 (gizi kurang dan gizi buruk) dengan mayoritas gizi
buruk. Bukan saja berpengaruh terhadap berat badan (BB) dan tinggi badan (TB)
juga dapat juga berupa gangguan pubertas. Wahidiyat, 1998 menemukan 22,7%
penderita thalasemia beta mayor digolongkan dalam gizi baik, sedangkan 64,1%
gizi kurang dan 13,2 % gizi buruk. BB dan TB anak thalasemia beta mayor lebih
rendah dibanding anak yang normal. Penyebab gangguan pertumbuhan pada
penderita thalasemia beta mayor belum jelas diketahui dan masih kontroversial,
diduga akibat gangguan fungsi hypothalamicpituitary gonad yang menyebabkan
gangguan sintesa somatomedin, hipoksia jaringan oleh karena anemia, maupun
efek yang berhubungan dengan pemberian desferoksamin. Dekanalisasi
pertumbuhan karena penurunan lonjakan pertumbuhan dijumpai pada pasien yang
secara reguler mendapat transfusi dan kelasi sejak usia 2 tahun atau lebih. 21, 23
Pemeriksaan fisik secara inspeksi untuk menilai kondisi fisik yaitu bentuk
tubuh dengan melihat proporsi kepala, tubuh dan anggota gerak berkaitan dengan
kelainan bawaan atau penyakit seperti hepatomegali, splenomegali, edema, dan
hidrosefalus. Pemeriksaan penunjang meliputi antropometri: BB, PB, BB/Umur,
PB/Umur, BB/PB, Lingkar kepala (LK), Lingkar Lengan Atas (LLA). Untuk
kondisi tertentu dimana didapatkan pembesaran organ (hepatomegali dan
splenomegali) maka penentuan status gizi menggunakan Mid Arm Muscle
Circumference (MAMC). Hasil perhitungan MAMC kemudian dibandingkan
dengan tabel standar dan dikatakan gizi kurang bila MAMC < persentil 5. 19, 20
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
5. Thalasemia ditinjau dari rentang waktu terdiagnosis
Thalasemia merupakan suatu penyakit kronis. Kronis, merupakan istilah yang
digunakan untuk menjelaskan suatu kondisi yang terjadi dalam periode lama,
berulang, terjadi perlahan-lahan dan makin serius. Berbeda dengan akut, kondisi
kronis adalah proses yang terjadi secara perlahan, makin lama makin parah atau
menjadi berbahaya. Penyakit kronis berlangsung lama, biasanya lebih dari 6
bulan, dan dapat mengganggu fungsi pada diri seseorang. 24
Seseorang dengan diagnosis penyakit kronis harus mengatur pola hidup
untuk mempertahankan kondisi yang stabil. Penyakit ini mungkin dapat
mempengaruhi perubahan dalam hidupnya yaitu cara melihat dirinya sendiri dan
ataupun untuk berhubungan dengan orang lain. Untuk alasan tertentu,
keputusasaan dan rasa sedih adalah hal yang normal. Penyakit kronis ini dapat
menyebabkan terjadinya depresi, seperti halnya yang terjadi pada penderita
thalasemia.24
Thalasemia membutuhkan pengobatan dan perawatan yang lama.
Perawatan yang ada sekarang yaitu hanya dengan membantu penderita thalasemia
berat untuk hidup lebih lama lagi. Akibatnya, penderita harus menghadapi
komplikasi dari gangguan yang terjadi dari waktu ke waktu. 25
Transfusi darah merpakan perawatan standar untuk penderita thalasemia.
Sebagai hasilnya, kandungan zat besi meningkat di dalam darah. Hal ini dapat
merusak organ dan jaringan, terutama jantung dan hati. 23
Penyakit jantung yang disebabkan oleh zat besi yang berlebihan adalah
penyebab utama kematian pada orang penderita thalasemia. Penyakit jantung
termasuk gagal jantung, aritmis denyut jantung, dan terlebih lagi serangan
jantung. 20,23
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
Di antara penderita thalasemia, infeksi merupakan penyebab utama
penyakit dan kedua paling umum penyebab kematian. Penderita yang telah
dilakukan splenektomi mempunyai risiko yang lebih tinggi, karena tidak
mempunyai organ yang berfungsi untuk mencegah infeksi. 20,23
Thalasemia dapat menimbulkan masalah psikososial yang besar bagi
penderita maupun keluarganya, selain masalah medis di atas. Masalah yang
timbul tergantung cara anak memahami dirinya, dan penyakitnya. Perawatan yang
lama dan sering di rumah sakit, tindakan pengobatan yang menimbulkan rasa sakit
dan pikiran tentang masa depan yang tidak jelas, kondisi ini memiliki implikasi
serius bagi kesehatannya sehubungan dengan kualitas hidupnya, dan juga
timbulnya depresi pada anak. 6,7
6. Terapi
Transfusi darah merupakan pengobatan utama untuk menanggulangi anemia pada
thalasemia. Regimen transfusi populer adalah regimen hipertransfusion yang
mempertahankan kadar rata-rata hemoglobin pada 12,5 g/dl dan kadar pratransfusi
tidak berkurang dari 10 g/dl. Kadar hemoglobin pascatransfusi tidak boleh diatas
16 g/dl, dapat terjadi hiperviskositas dan komplikasi. Diharapkan pertumbuhan
normal dan dapat melakukan aktifitas fisik, menekan eritropoiesis, mencegah
perubahan skletal dan penyerapan besi gastrointestinal, mencegah hemopoiesis
ekstra medular, mencegah splenomegali dan hipersplenisme yang akan
berpengaruh terhadap kualitas hidupnya. Pemberian transfusi darah yang
berulang-ulang mengakibatkan terjadinya penimbunan besi diberbagai jaringan
atau organ tubuh seperti kulit, sel-sel Retikulum Endotelial (RE), hati, limpa,
sumsum tulang, otot jantung, ginjal, dan tiroid. 16, 22, 25
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
Pada penderita thalasemia, besi hasil dari pemecahan atau penghancuran
eritrosit disimpan dalam sel-sel RE yang makin lama semakin banyak sehingga
kesanggupan sel-sel RE untuk menyimpan besi berkurang dan besi dilepaskan
kedalam plasma yang kemudian diangkut oleh transferin keseluruh tubuh.
Akibatnya kadar besi serum iron meningkat dan saturasi transferin juga
meningkat. Kandungan besi tubuh normal 3-5 g, pada anak thalasemia sekitar
0,75 g/kgbb. Normalnya setiap orang menyerap 1 mg besi perhari dari
pencernaan, pada anak thalasemia sekitar 10 mg/hari. Setiap 1 unit darah segar
atau sebanyak 450 ml, mengandung 200-250 mg besi. Setiap cm kubik packed
cell mengandung 1 – 1,6 mg besi, dengan rata-rata transfusi pertahun dibutuhkan
180 cc/kg/packed cell, tubuh mengakumulasi 200 mg/kgbb besi setiap tahun.
Kadar feritin serum pada penderita thalasemia meningkat dan ini mencerminkan
jumlah kadar cadangan besi pada penderita tersebut. Kadar feritin serum penderita
thalasemia dapat mencerminkan jumlah kadar cadangan besi penderita tersebut. 10,
13, 25
Zat besi di dalam tubuh disimpan sebagai cadangan dalam bentuk
persenyawaan feritin dan hemosiderin. Kadarnya dapat diukur dengan cara analisa
kimia, sedangkan yang lebih mudah adalah secara histologis melihat kumpulan
hemosiderin dalam jaringan. Bila keadaan hemosiderosis ini disertai dengan
kerusakan jaringan dan mengganggu fungsi dari organ yang terkena maka disebut
hemokromatosis. Penimbunan besi diotot jantung terjadi setelah pemberian darah
sebanyak 100 unit (kira-kira mengandung besi sebanyak 20-25 g), tetapi sebelum
hal ini terjadi besi telah banyak ditimbun didalam hati dan limpa. Penentuan
konsentrasi feritin serum atau plasma merupakan cara tersering digunakan, karena
noninvasif, walaupun kurang sensitif dan spesifik, kurang berhubungan dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
konsentrasi besi hati. Interpretasi kadar feritin dapat dipengaruhi berbagai kondisi
yang menyebabkan perubahan konsentrasi beban besi tubuh, termasuk defisiensi
asam askorbat, panas, infeksi akut, inflamasi kronis, kerusakan hati baik akut
maupun kronis, hemolisis dan eritropoiesis yang tidak efektif, semuanya terjadi
pada pasien thalasemia. 21
Terapi kelasi sebaiknya dimulai sesegera mungkin saat timbunan besi
cukup untuk dapat menimbulkan kerusakan jaringan yaitu setelah pemberian 10-
20 kali transfusi atau kadar feritin meningkat diatas 1000μg/l dan diharapkan
menghentikan progresifitas fibrosis hati menjadi sirosis. Kelasi besi yang sering
digunakan adalah Deferoksamin, tetapi mempunyai beberapa keterbatasan,
pemberian secara parenteral, efek samping dan biaya. Deferiprone dan
Deferasiroks sebagai kelasi besi oral mempunyai sejumlah keunggulan
dibandingkan deferoksamin yaitu dapat menembus membran sel dan mengkelasi
spesimen beracun intraseluler. Limpa yang besar merupakan tempat dari darah
sehingga akan lebih mudah mengalami destruksi dan menambah volume plasma
sehingga kebutuhan akan transfusi darah akan cenderung meningkat. Indikasi
splenektomi ialah limpa yang terlalu besar sehingga membatasi gerak penderita
sehingga menimbulkan peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya
terjadinya ruptur, hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan
transfusi darah atau kebutuhan suspensi eritrosit/Packed Red Cell/PRC melebihi
250 mg/kgbb dalam satu tahun. 21, 25
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
B. Depresi pada Anak
1. Pengertian
Depresi adalah suatu perasaan sedih yang mendalam, yang bisa terjadi setelah
kehilangan seseorang atau peristiwa menyedihkan lainnya, tetapi tidak sebanding
dengan peristiwa tersebut dan terus – menerus dirasakan melebihi waktu yang
normal. Suatu gangguan afek (mood) yang disertai hilangnya minat atau rasa
senang dalam semua aktifitas dan waktu senggang dengan gejala utama yaitu
adanya afek depresif, hilang minat dan kegembiraan serta berkurangnya energi
yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah
bekerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas. Episode depresi biasanya
berlangsung selama 6 – 9 bulan, tetapi pada 15 – 20 % penderita bisa berlangsung
sampai 2 tahun. 26, 27
2. Epidemiologi
American Academy of Child and Adolescent Psychiatry (AACAP) memperkirakan
depresi terjadi pada sekitar 1 dari 20 anak-anak dan remaja. Selain itu pada anak-
anak yang memiliki orangtua yang menderita depresi, resiko untuk mengalami
depresi akan meningkat menjadi sekitar 75 persen. 28
Prevalensi depresi pada kelompok umur 15 - 17 tahun lebih rendah
dibandingkan dengan prevalensi rata-rata umum penduduk. Kasus depresi pada
anak tidak terdiagnosis (underrecognised), karena tidak semua penderita
mengeluh sedih. Insiden anak prapubertas diperkirakan 1,5--2,5% dan menjadi 4-
5% pada masa remaja, dan anak perempuan lebih banyak dari laki-laki. 29,30
3. Penyebab
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
Depresi merupakan sekelompok penyakit gangguan alam perasaan dengan dasar
penyebab yang sama. Beberapa faktor yang diduga berpengaruh terhadap etiologi
depresi, khususnya pada anak dan remaja adalah:
i. Faktor genetik
Meskipun penyebab depresi secara pasti tidak dapat ditentukan, faktor genetik
mempunyai peran terbesar. Gangguan alam perasaan cenderung terdapat
dalam suatu keluarga tertentu. Bila suatu keluarga salah satu orangtuanya
menderita depresi, maka anaknya berisiko dua kali lipat dan apabila kedua
orangtuanya menderita depresi maka risiko untuk mendapat gangguan alam
perasaan sebelum usia 18 tahun menjadi empat kali lipat. Pada kembar
monozigot, 76% akan mengalami gangguan afektif sedangkan bila kembar
dizigot hanya 19%. Bagaimana proses gen diwariskan, belum diketahui secara
pasti, bahwa kembar monozigot tidak 100% menunjukkan gangguan afektif,
kemungkinan ada faktor non-genetik yang turut berperan.
ii. Faktor Sosial
Hasil penelitian menunjukkan bahwa status perkawinan orangtua, jumlah
sanak saudara, status sosial keluarga, perpisahan orangtua, perceraian, fungsi
perkawinan, atau struktur keluarga banyak berperan dalam terjadinya
gangguan depresi pada anak. Ibu yang menderita depresi lebih besar
pengaruhnya terhadap kemungkinan gangguan psikopatologi anak
dibandingkan ayah yang mengalami depresi. Diyakini bahwa faktor non-
genetik seperti fisik maupun lingkungan merupakan pencetus kemungkinan
terjadinya depresi pada anak dengan riwayat genetik.
iii. Faktor Biologis lainnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
Dua hipotesis yang menonjol mengenai mekanisme gangguan alam perasaan
terfokus pada: terganggunya regulator sistem monoamin-neurotransmiter,
termasuk norepinefrin dan serotonin (5-hidroxytriptamine). Hipotesis lain
menyatakan bahwa depresi yang terjadi erat hubungannya dengan perubahan
keseimbangan adrenergik-asetilkolin yang ditandai dengan meningkatnya
kolnergik, sementara dopamin secara fungsional menurun. 26, 27, 28, 30
4. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya depresi antara lain adanya gangguan fisik yang
kronis dan gangguan mental seperti gangguan kepribadian atau gangguan afektif
yang tidak sembuh sempurna. Faktor predisposisi pada anak dan remaja antara
lain adanya Gangguan Pemusatan Perhatian (Attention Deficit Hyperactivity
Disorder/ADHD), gangguan tingkah laku (Conduct disorder), retardasi mental,
gangguan perkembangan spesifik berat (berbahasa, membaca, berhitung,
perkembangan motorik spesifik, gangguan perkembangan artikulasi), lingkungan
yang tak adekuat, adanya penolakan kehadiran anak dalam keluarga dengan
kondisi khususnya baik terselubung maupun terang-terangan. 28, 29
Adanya latar belakang sosial yang kurang baik juga dapat menjadi faktor
yang dapat menimbulkan terjadinya depresi, misalnya pola asuh yang penuh
ketegangan, dukungan sosial yang kurang dan sosial ekonomi yang rendah. 28
Tipe kepribadian juga merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya
depresi, tapi tidak ada tipe kepribadian tunggal yang secara spesifik menyebabkan
seseorang terkena depresi. Semua manusia, apapun pola kepribadiannya dapat
menyebabkan depresi bila didukung oleh faktor pencetus. Tetapi tipe kepribadian
tertentu seperti dependen oral, obsesif kompulsif, histerikal mempunyai resiko
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
lebih tinggi untuk mengelami depresi daripada tipe kepribadian antisosial dan
paranoid. 28
5. Gejala
Gejala depresi adalah kumpulan dari perilaku dan perasaan yang secara spesifik
dapat dikelompokkan sebagai depresi. Berdasarkan PPDGJ III diagnosis depresi
dapat ditegakkan atas dasar adanya gejala utama dan gejala tambahan. Gejala
utama yang terdapat pada penderita depresi yaitu adanya afek depresif, kehilangan
minat dan kegembiraan serta berkuangnya energi yang menuju meningkatnya
keadaan mudah lelah dan menurunnya aktivitas. Sedangkan gejala tambahan
berupa konsentrasi dan perhatian berkurang, harga diri dan kepercayaan diri
berkurang, gagasan tentang perasaan bersalah dan tak berguna, pandangan masa
depan yang suram dan pesimistik, gagasan atau perbuatan yang membahayakan
diri atau bunuh diri, gangguan tidur, dan nafsu makan berkurang. 26, 29
Anak-anak yang menderita depresi biasanya secara persisten selalu
terganggu, menarik diri dan letargi. Anak yang depresi juga kehilangan minat
untuk melakukan kegiatan yang sebelumnya sangat mereka sukai, sedangkan
gejala lainnya meliputi : menangis terus menerus dan kesedihan persisten,
kurangnya antusiasme atau motivasi, meningkatnya kemarahan, kelelahan kronis
atau kekurangan energi, menarik diri dari keluarga, teman dan aktivitas yang
tadinya disukai, perubahan kebiasaan makan dan tidur (adanya kenaikan atau
penurunan berat tubuh yang terlihat jelas, suka sekali tidur, sulit tidur), keluhan
yang sangat sering mengenai masalah fisik, seperti sakit perut atau pusing,
kurangnya konsentrasi dan suka lupa, perasaan tidak berharga atau perasaan
bersalah yang berlebihan, sensitifitas berlebihan sampai penolakan atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
kegagalan, perkembangan mayor yang tertunda (pada balita - tidak berjalan,
berbicara atau mengekspresikan diri), bermain yang melibatkan kekerasan, baik
terhadap diri sendiri maupun orang lain, seringnya muncul pembicaraan mengenai
kematian atau bunuh diri. 29,30
6. Pengukuran Diagnosis dan Klasifikasi Depresi pada Anak
Anak lebih sukar mengutarakan perasaannya sehingga mengidentifikasi anak
depresi dianggap sukar. Untuk itu diperlukan suatu instrumen untuk mengukur
depresi pada anak. Ada beberapa instrumen untuk mengukur depresi pada anak,
yaitu : Children’s Depression Inventory, Childern’s Depression Rating Scale-
Revised, Depression Self-Rating Scale for Children, Children’s Depression Scale,
Mood and Feelings Quistionnaire, Reynold Child Depression Scale. Di antara
instrumen tersebut, DSRS (Depression Self-Rating Scale for Children)
mempunyai kelebihan yaitu : waktu yang diperlukan singkat, jumlah pertanyaan
yang tidak terlalu banyak, kalimat yang digunakan mudah dipahami oleh anak-
anak, pengisian bisa dilakukan sendiri oleh anak-anak, dan sudah pernah
dilakukan uji reliabilitas dan validitas oleh Peter Birleson. DSRS (Depression
Self-Rating Scale for Children) diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai
Skala Penilaian Depresi Anak. 30, 31
Depression Self-Rating Scale for Children (DSRS) adalah sebuah skala
pengukuran depresi pada anak antara 8 sampai 18 tahun. Tiap butir pernyataan
ditulis dalam bahasa yang sederhana sehingga mudah dimengerti oleh kelompok
usia tersebut. Skala ini terdiri dari pernyataan-pernyataan yang berhubungan
dengan mood, keluhan fisiologis dan somatik, dan aspek kognitif depresi. Tiap
item dinilai dalam 3 skala poin: sering, kadang-kadang, tidak pernah. Item yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
paling depresif diberi skor 2, kadang-kadang 1, dan item yang menyatakan tidak
depresif 0. Skor ditotal sehingga menghasilkan nilai 0 – 36. Penilaian untuk
tingkat depresi ditentukan dengan rentang skor yang telah ditetapkan. Nilai untuk
depresi ringan yaitu antara skor 0 – 11, untuk depresi sedang antara 12 – 23, dan
untuk depresi berat antara 24 – 36. 31,32
Uji yang telah dilakukan Birleson tahun 1978 menunjukkan reliabilitas
tes-retest pada sampel independen menunjukkan stabilitas yang memuaskan
(0,80). Skala ini memiliki konsistensi internal sebesar 0,86. Masing-masing item
memiliki koefisien reliabilitas sebesar 0,65-0,95. Skala ini memiliki reliabilitas
belah paroh sebesar 0,86. Validitas muka dan validitas faktorial yang adekuat
didapatkan pada skala ini. Uji ini dilakukan pada 155 anak-anak berumur 8 – 14
tahun yang datang ke klinik rawat jalan psikiatri. DSRS memiliki nilai cut off
point sebesar 15 untuk membedakan anak depresi dan tidak depresi. Skala ini
telah dipergunakan secara luas di Amerika Serikat, Kanada, Inggris dan Eropa,
Jepang, dan Cina. 32
Skala Penilaian Depresi Anak (Depression Self Rating Scale for Children)
telah banyak dikembangkan di Indonesia, dan telah dilakukan uji validitas
terhadap anak – anak di Indonesia. Instrumen Skala Penilaian Depresi Anak
sudah dilihat kesesuaiannya dengan naskah asli (Depression Self Rating Scale for
Children), dan telah dilakukan revisi dari pertanyaan yang diajukan. 32
Penelitian tentang depresi pada anak sebelumnya telah dilakukan oleh
bagian psikiatri, di Surakarta. Penelitian tersebut menggunakan instrumen
Depression Self Rating Scale for Children, berdasarkan hasil penelitan
menyebutkan bahwa dalam uji validitas terdapat delapan butir (44,44%) memiliki
validitas cukup tinggi dan sepuluh butir (55,56%) memiliki validitas rendah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Instrumen tersebut memiliki nilai sentitivitas sebesar 93,33 %, dan spesifitas
sebesar 86,66 %.
Penentuan klasifikasi tingkat depresi pada anak menggunakan kriteria
yang telah ditetapkan oleh PPDGJ, kriteria tersebut antara lain :
i. Depresi ringan
a. Sekurang-kurangnya harus ada dua dari tiga gejala utama depresi, yaitu
yaitu adanya afek depresif, kehilangan minat dan kegembiraan serta
berkuangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan
menurunnya aktivitas, ditambah sekurang-kurangnya dua dari gejala
lainnya.
b. Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya.
c. Lama seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar dua
minggu.
d. Hanya sediikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa
dilakukannya.
ii. Depresi sedang
a. Sekurang-kurangnya harus ada dua dari tiga gejala utama derpesi seperti
pada depresi ringan.
b. Ditambah sekurang-kurangnya tiga dari gejala lainnya.
c. Lama seluruh episode berlangsung minimal dua minggu.
d. Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, dan
aktivitas sehari – hari.
iii. Depresi berat tanpa gejala psikotik
a. Terdapat tiga gejala utama depresi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
b. Ditambah sekurang-kurangnya empat dari gejala lainnya, dan beberapa
diantaranya harus berintensitas berat.
c. Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang
mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk
mengatakan gejalanya secara rinci.
d. Berlangsung sekurang-kurangnya dua minggu, akan tetapi jika gejala amat
berat dan beronset sangat cepat, maka diagnosis dapat ditegakkan dalam
kurun waktu kurang dari dua minggu.
e. Tidak dapat melakukan kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan rumah
tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas.
iv. Depresi berat dengan gejala psikotik
a. Terdapat tiga gejala utama depresi.
b. Ditambah sekurang-kurangnya empat dari gejala lainnya, dan beberapa
diantaranya harus berintensitas berat.
c. Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang
mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk
mengatakan gejalanya secara rinci.
d. Berlangsung sekurang-kurangnya dua minggu, akan tetapi jika gejala amat
berat dan beronset sangat cepat, maka diagnosis dapat ditegakkan dalam
kurun waktu kurang dari dua minggu.
e. Tidak dapat melakukan kegitan sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga,
kecuali pada taraf yang sangat terbatas.
f. Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya
melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang
mengancam, dan pasien merasa bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
audtorik atau olfaktorik biasanya berupa suara yang menghina atau
menuduh, atau bau kotoran atau daging membusuk. Retardasi psikomotor
yang berat dapat menuju pada stupor. 26, 28
C. Perbedaan Tingkat Depresi pada Anak Penderita Thalasemia
berdasarkan rentang waktu terdiagnosis
Beberapa penyakit kronis bisa berpengaruh pada kehidupan anak – anak dengan
cara berbeda – beda. Beberapa masalah yang dapat terjadi pada anak dengan
penyakit kronis antara lain rasa tidak nyaman dalam kehidupan sehari – hari,
keterbatasan aktivitas sehari – hari, isolasi dari keluarga dan teman-teman yang
merasa percaya diri, atau malu karena penyakitnya membuatnya berbeda dari
orang lain, seringnya rawat inap karena harus menjalani pengobatan rutin, dan
resiko kematian yang merupakan salah satu komplikasi dari penyakit yang
dialaminya. Hal ini secara tidak langsung dapat mempengaruhi kehidupan anak
dari sisi negatif, karena hal ini merupakan suatu stressor yang merupakan salah
satu pemicu terjadinya depresi pada anak dengan penyakit kronis. Hanya 1%
hingga 3% dari anak – anak dalam populasi umum terdiagnosis dengan depresi.
Anak yang mempunyai penyakit kronis memiliki risiko yang lebih tinggi untuk
mengalami depresi. Sebagai contoh, depresi ditemukan di 15% dari anak dan
remaja dengan thalasemia, dan lebih dari 25% dari anak-anak dan remaja dengan
penyakit inflamasi saluran pencernaan. 33,34,35
Kebanyakan studi menekankan pada sisi psikososial dalam pendekatan
terhadap penderita thalasemia, karena kondisi tersebut dan pengobatan yang
dilakukan memberikan pengaruh besar pada kualitas hidup. Respon orang tua
yang negatif berupa proteksi yang berlebihan. Penyakit kronis dan penanganannya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
mengakibatkan penderita membutuhkan perhatian jangka panjang dari keluarga
dan dukungan emosional. 33, 35
Kaplan, 1997 menyatakan bahwa beberapa kondisi kronis dapat menjadi
penyebab terjadinya depresi, dan resiko terjadinya depresi akan meningkat seiring
dengan semakain beratnya penyakit. Depresi dan penyakit kronis mengkin dapat
terjadi secara bersamaan karena adanya perubahan fisik yang dihubungkan dengan
penyakit yang merupakan penyebab dari depresi dan individu akan menunjukkan
reaksi psikologis. Orang dengan penyakit kronis mempunyai resiko tinggi terjadi
depresi yaitu 25-33%. 28, 34, 36
Anak dengan penyakit fisik kronis seperti thalasemia mudah terkena
masalah emosional dan perilaku. Permulaan penyakit, rutinitas pengobatan dan
frekuensi ketidak hadiran disekolah membuat tingginya ketergantungan emosional
dan hubungan anak dengan keluarganya. Beberapa peneliti melaporkan bahwa
80% anak dengan thalasemia mungkin sekali memiliki masalah psikososial
misalnya sikap menentang, kecemasan dan depresi. 35, 37
Menurut beberapa penelitian yang telah dilakukan menyatakan bahwa
anak dengan thalasemia yang lama sakit kurang dari 12 bulan 0,14 kali lebih kecil
kemungkinannya untuk menderita gangguan psikososial dibandingkan dengan
anak yang lama sakitnya lebih 12 bulan. Jadi lama sakit lebih dari 12 bulan
merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya gangguan mental pada anak. 38,39
Kecemasan dari orang tua akan menimbulkan restriksi terhadap aktivitas
yang dilakukan anak atau remaja. Kebutuhan untuk datang ke rumah sakit secara
teratur guna dilakukan tes darah dan transfusi darah dan pengobatan kelasi
menimbulkan rasa takut dan cemas. Pengobatan yang rutin akan menjadi penentu
bagi kualitas hidup tersebut. Penderita thalasemia harus meminimalisasi gangguan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
terhadap aktivitas sehari-hari seperti bersekolah, maupun kehidupan sosial. Hal ini
sebaiknya dimanfaatkan secara optimal oleh penyedia layanan kesehatan untuk
peningkatan kualitas hidup. Beban psikososial untuk anak dan remaja dengan
thalasemia meliputi:
1. Pendidikan : 62% penderita thalasemia. Pendidikan mereka terpengaruh oleh
penyakit, terutama karena harus absen dari sekolah (rata-rata absen 1 hari -1
minggu atau 1 bulan)
2. Olahraga : aktivitas olahraga terpengaruh pada 86% pasien thalasemia beta
mayor dan pada 62% pasien thalasemia intermedia.
3. Penyesuaian dari keluarga dan isolasi sosial : dalam keluarga dapat terjadi
conspiracy of silence (setiap anggota keluarga mengetahui penyakitnya dan
mengalami beban, tetapi tidak ada yang berbicara terbuka tentang hal ini
dalam keluarga).Hal ini menyebabkan anak tidak dapat mendiskusikan
perasaan dan kecemasannya tentang penyakit dan menyebabkan isolasi sosial
4. Kesan diri (self image) : anak dengan thalasemia mempunyai kesan diri yang
rendah cenderung untuk sedih, merasa tidak yakin, mengasihani diri sendiri,
dan cemas bila orang lain tidak menyukainya dan menolaknya karena mereka
sakit.
5. Penyakit psikiatrik : penderita thalasemia mempunyai insiden gangguan
psikiatrik yang tinggi seperti kecemasan dan depresi. 33, 34, 35
Sedangkan beban psikososial untuk orang tua penderita thalasemia
meliputi pekerjaan, beban keuangan meningkat, dan orang tua tidak dapat bekerja
dengan baik karena cemas harus sering mengantar anak kerumah sakit. Koordinasi
tim kerja diantara berbagai profesi dan keluarga serta koordinasi perawatan
penting untuk melayani anak dengan penyakit kronis secara efektif. Pendidikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
orang tua dan anak mengenai proses penyakit, penanganannya, komplikasinya,
dan keterlibatan perkembangannya merupakan bagian utama upaya terapeutik.
Komunikasi dengan keluarga sangat penting. Keluarga membutuhkan informasi
jelas dengan rincian yang dapat mereka pahami serta informasi mengenai aspek
positif maupun negatif anak. 34, 37
D. Kerangka berpikir
Lingkup penelitian
Thalasemia Komplikasi medis
Penegakan
diagnosis
<1 tahun >1 tahun
Depresi
Ringan Sedang Berat
Komplikasi
psikososial
Kecemasan
anak
Kecemasan
orang tua
Pengaruh
fungsi
sosial
Pengaruh
fungsi
sekolah
Faktor
ekonomi
meningkat
Mutasi gen β-
globulin
(kromosom 11)
Mutasi gen -
globulin
(kromosom 16)
Thalasemia Thalasemia β
Anemia hemolitik
Hiperplasi
sumsum
tulang
organo
megali
Gangguan
pertumbuhan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
Keterangan :
Pasien thalasemia mempunyai beberapa komplikasi medis dan psikososial.
Komplikasi medis berupa hiperplasi sumsum tulang, organomegali dan gangguan
pertumbuhan. Sedangkan komplikasi psikososial antara lain berupa kecemasan
anak yang akan berpengaruh terhadap fungsi sosial dan sekolah, serta kecemasan
orang tua yang akan berpengaruh terhadap faktor ekonomi. Selain itu pasien
thalasemia terdiagnosis pada umur yang berbeda-beda. Hal – hal tersebut
merupakan suatu masalah psikososial yang bisa menimbulkan depresi, dan
penggolongan depresi (ringan, sedang dan berat) ditegakkan berdasarkan skala
yang telah ditentukan.
E. Hipotesis
Ada perbedaan tingkat depresi pada anak penderita thalasemia berdasarkan
rentang waktu terdiagnosis.