pengaruh sikap, gaya hidup elektronik dan kelompok referensi terhadap perilaku membeli smartphone...

158
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Para pengguna smartphone dapat dengan mudah dijumpai di lingkungan universitas, karena para mahasiswa menganggap bahwa smartphone dapat memberikan banyak manfaat bagi kelangsungan perkuliahan. Salah satu mahasiswa di Universitas Indonesia yang merupakan salah satu pengguna smartphone bermerek blackberry mengungkapkan bahwa, menggunakan blackberry dapat mempermudah komunikasi. Selain mempermudah komunikasi, para mahasiswa merasakan bahwa smartphone sangat berperan meningkatkan kualitas akademik. Fitur-fitur yang terdapat di dalam smartphone tergolong lengkap sehingga dapat dimanfaatkan sebagai penunjang 1

Transcript of pengaruh sikap, gaya hidup elektronik dan kelompok referensi terhadap perilaku membeli smartphone...

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Para pengguna smartphone dapat dengan mudah

dijumpai di lingkungan universitas, karena para

mahasiswa menganggap bahwa smartphone dapat

memberikan banyak manfaat bagi kelangsungan

perkuliahan. Salah satu mahasiswa di Universitas

Indonesia yang merupakan salah satu pengguna

smartphone bermerek blackberry mengungkapkan bahwa,

menggunakan blackberry dapat mempermudah komunikasi.

Selain mempermudah komunikasi, para mahasiswa

merasakan bahwa smartphone sangat berperan

meningkatkan kualitas akademik. Fitur-fitur yang

terdapat di dalam smartphone tergolong lengkap

sehingga dapat dimanfaatkan sebagai penunjang

1

2

perkuliahan. Mahasiswa dapat membaca e-book dan

membalas email dengan mudah. Aplikasi kalender dan

reminder yang terdapat pada smartphone berguna

sebagai pengatur jadwal, termasuk deadline tugas

perkuliahan. (Suma UI, 2012).

Smartphone merupakan sebuah ponsel yang memiliki

kemampuan hampir sama dengan komputer dan

menyediakan layanan internet dengan kecepatan tinggi,

sehingga mempermudah penggunanya untuk mengakses

internet (Asif & Krogstie, dalam Gupta & Sheoran,

2013). Smartphone juga dapat digunakan untuk

menyimpan data, namun memory penyimpanan pada

smartphone mempunyai keterbatasan, namun smartphone

dapat dengan mudah dihubungkan langsung ke laptop

Dengan demikian, semua data yang ada di dalam

smartphone dapat di-back-up ke dalam laptop (Suma UI,

2012).

3

Smartphone telah dikembangkan oleh perusahaan-

perusahan ponsel dengan berbagai merek antara lain;

Iphone, Samsung, Blackberry, Sony, dan Nokia, merek-merek

tersebutlah yang populer dipasaran saat ini. Di

Inggris terdapat dua merek yang paling populer di

kalangan orang muda dan remaja, yaitu Iphone 32%

digunakan oleh kalangan orang dewasa dan Blackberry

digunakan sekitar 24% oleh remaja (Reuver, 2011

dalam Gupta & Sheoran, 2013).

Pengguna smartphone meningkat dari tahun

ketahun, Frost dan Sullivan merupakan salah satu

lembaga yang melakukan pemantauan terhadap

pertumbuhan ekonomi perusahaan menyatakan bahwa

penjualan smartphone di Indonesia pada tahun 2009

sebanyak 1,2 juta dan diprediksikan pada tahun 2015

total penjualan smartphone di Indonesia akan mencapai

18,7 juta, artinya masyarakat Indonesia banyak yang

menggunakan smartphone (Nugraha, 2011).

4

Menurut survey yang dilakukan oleh UCAS

(Universities and Colleges Admissions Service) media menemukan

bahwa 40% dari mahasiswa di Inggris memiliki

smartphone. Sebagian besar penggunaan fungsi

smartphone paling populer, (75%) digunakan untuk

mengambil foto, (73%) untuk web browsing (69%) untuk

email. Sekitar 60% dari responden mengatakan bahwa

smartphone digunakan untuk mengakses media sosial

(facebook, twitter, dan meng-upload gambar dengan

instagram). Hal tersebut membuktikan bahwa penggunaan

mobile smartphone belum digunakan secara optimal,

mengingat anak-anak muda saat ini terkoneksi dengan

smartphone selama 24 jam dalam sehari.

Penggunaan smartphone juga menimbulkan dampak

positif dan negatif, namun penggunaan yang kurang

optimal dapat menimbulkan dampak yang negatif. New

Hamspire merupakan sebuah Universitas yang mana

mayoritas mahasiswanya menggunakan smartphone.

5

Sebagian smartphone digunakan untuk jejaring sosial

atau hiburan dan sebagian yang lain menggunakannya

untuk tujuan pendidikan. Penggunaan smartphone untuk

jejaring sosial bagi mahasiswa bisa mengakibatkan

indeks prestasi menjadi lebih rendah, (Mattew, Amy,

Andie dan Stephanie pada tahun 2011). Oleh sebab

itu, smartphone akan lebih baik jika digunakan

secara optimal sehingga memberikan banyak manfaat

bagi penggunanya.

Perilaku membeli adalah tindakan konsumen yang

dilakukan pada saa membeli beberapa produk atau

pelayanan yang spesifik. Oleh sebab itu, perilaku

membeli konsumen sangat menarik untuk diteliti,

karena dapat membantu dalam memahami manajemen

pemasaran (Soonthonsmai, dalam Carlvalho, 2010).

Terdapat beberapa penelitian tentang perilaku

membeli yang dilakukan pada penelitian sebelumnya,

antara lain; Penelitian yang dilakukan oleh Behe,

6

Campbell, Hall, Khachatyan, Dennis dan Yue pada

tahun 2013 meneliti tentang pengguna smarthphone dan

online search terhadap perilaku membeli di Amerika

utara. Kemudian hasilnya menunjukkan bahwa pengguna

smarthphone dan online search mempengaruhu perilaku

membeli.

Manickam dan Sriram (2013) meneliti tentang

pengaruh informasi pemasaran (produk, penempatan,

harga dan promosi) terhadap perilaku pembelian.

Hasilnya menunjukkan bahwa informasi pruduk,

penempatan mempunyai pengaruh yang tinggi, sedangkan

informasi harga dan promosi mempunyai pengaruh yang

rendah terhadap perilaku pembelian.

Penelitian lain tentang perilaku membeli juga

dilakukan oleh Gupta dan Sheoran pada tahun 2013,

tentang perilaku konsumen terhadap smartphone yang

menggunakan persepsi anak muda saat membeli

7

smartphone Iphone dan Blackberry. Penelitian ini melihat

perbedaan pemikiran gender terhadap pembelian Iphone

dan Blackberry. Hasilnya menunjukkan bahwa tidak ada

perbedaan pemikiran antara laki-laki dan perempuan

saat menentukan pembelian Iphone dan Blackberry.

Pada umumnya manusia sangat rasional dan

memanfaatkan secara sistematis informasi yang

tersedia untuk mereka. Seseorang mempertimbangkan

implikasi dari tindakan mereka sebelum memutuskan

untuk melibatkan diri terhadap perilaku tertentu.

Terkadang pemecahan masalah dalam konteks perilaku

konsumen, diperlukan pertimbangan yang cermat dan

evaluasi terhadap sifat produk yang utilitarian

(fungsional), Ajzen dan Fishbein (dalam Engel,

Blackwell & Miniard, 2002).

Berdasarkan fenomena di atas, dapat disimpulkan

bahwa perilak membeli dipengaruhi beberapa faktor,

8

yaitu sikap pada produk (smartphone), gaya hidup-

elektronik dan kelompok referensi. Pada dasarnya

sebelum memutuskan untuk melakukan pembelian

seseorang membutuhkan banyak informasi mengenai

sebuah produk. Menurut Bearden dan Etzel (2001)

menyatakan bahwa beberapa individu telah masuk dalam

karakteristik sebuah kelompok (kelas sosial, tingkat

pendidikan). Konsep kelompok referensi muncul

sebagai sebuah solusi bagi individu yang telah

bergabung dalam sebuah kelompok. Kelompok referensi

memberikan standar (norma) dan nilai yang dapat

menjadi perspektif penentu mengenai bagaimana

seseorang berpikir atau berperilaku (Engel,

Blackwell dan Miniard, 2008).

Mahasiswa merupakan individu yang sering terkait

dengan kelompok, antara lain; tingkat pendidikan,

organisasi mahasiswa, dan kelompok dalam kelas,

sehingga semua atribut yang melekat akan

9

mencerminkan statusnya. Oleh karena itu, saat ingin

membeli smartphone dipengaruhi oleh kelompok

referensinya. Kadang-kadang konsumen membeli

smartrphone bukan berdasarkan kebutuhan, namun

dikarenakan mengikuti teman-temannya atau

menganggap sebagai simbol status (Chaudhuri dan

Holbrook 2001, dalam Gupta dan Sheoran, 2013).

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Yang, Hee dan

Lee (2007) menemukan bahwa kelompok referensi

mempengaruhi perilaku membeli mobile phone. Bearden

dan Etzel (2001) hasil dari penelitiannya juga

menemukan bahwa kelompok referensi mempengaruhi

perilaku membeli sebuah produk dan merek. Alasan

seseorang dalam membeli sesuatu sangat beragam,

orang Asia Timur mempunyai kecenderungan yang sangat

kuat saat mengkonsumsi benda-benda yang mewah,

karena hal tersebut dapat menunjukkan status sosial

dan kekayaannya, hal ini terjadi karena individu

10

mempunyai pengaruh nilai-ekspresif (Wong & Ahuvia

1998, dalam, Yang, Hee & Lee, 2007).

Konsep dasar kelompok referensi memberikan

perspektif yang berharga untuk memahami pengaruh

orang lain terhadap kepercayaan nilai dan perilaku

konsumsi seseorang. Saat seseorang mempunyai

informasi dan pengetahuan yang terbatas tentang

merek sebuah produk khusus maka mereka akan

dipengaruhi oleh anggota kelompok referensinya yang

diyakini memiliki pengalaman tentang produk khusus

tersebut (Chowdhury,Hossein & Ahmed, 2012). Kelompok

referensi juga digunakan oleh para pengiklan sebagai

upaya untuk mengarahkan konsumen dalam membeli

sebuah produk dan merek tertentu (Bearden & Etzel,

2001).

Faktor gaya hidup juga memberikan pengaruh

terhadap perilaku membeli, dalam penelitian yang

11

dilakukan oleh Lin dan Shih (2012) menemukan bahwa

ada pengaruh secara signifikan gaya hidup terhadap

perilaku membeli. Konsumen termotivasi untuk membeli

produk dalam rangka mempertahankan atau mengejar

gaya hidup tertentu (Rao & Cho, dalam Lin & Shih,

2012).

Kotler (1997) menyatakan bahwa gaya hidup adalah

pola hidup seseorang di dunia ini yang diekspresikan

dalam, aktivitas, minat dan opini, sehingga hal

tersebut dapat menggambarkan diri seseorang saat

berinteraksi dengan lingkungannya. Hawkins, Best

dan Mothersbough (2007) juga menyatakan bahwa gaya

hidup seseorang mempengaruhi kebutuhan, keinginan

serta perilakunya termasuk perilaku membeli. Gaya

hidup merupakan fungsi dari karakteristik individu

yang melekat, yang terbentuk melalui interaksi

sosial sebagai salah satu pergerakkan siklus

kehidupan (Hawkins, Best & Coney, 1995).

12

Gaya hidup juga sangat berkaitan dengan

perkembangan zaman. Pertumbuhan teknologi internet

yang sangat cepat menimbulkan perubahan pada gaya

hidup individu (Liu & Tsai, dalam Ahmad, Omar &

Ramayah, 2014). Internet juga dapat merubah cara

kerja, hidup dan belajar seseorang (Gates, 2000,

dalam Ahmad, et, al, 2014). Gaya hidup para penguna

internet biasa disebut dengan gaya hidup-elektronik,

penggunaan internet saat ini telah merubah kebiasaan

pembelian dan gaya hidup. Oleh karena itu untuk

dapat merespon perubahan tersebut para pemasar mulai

menginvestigasi pengaruh gaya hidup konsumen

terhadap perilaku membeli di internet (Ahmad, dkk

2014). Kim (dalam Ahmad, dkk 2014) dalam

penelitiannya menemukan bahwa gaya hidup konsumen

secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi

perilaku membeli kostumer di internet.

Selain itu, sikap juga mempengaruhi perilaku

13

membeli, hal ini didukung oleh penelitian yang

dilakukan oleh Yuan dan Kumah (2013), hasil dari

penelitiannya menemukan bahwa sikap terhadap

produk-produk mewah memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap perilaku membeli. Membeli barang

mewah dapat memberikan rasa puas, karena setelah

membelinya seseorang akan mendapatkan apresisai

karena telah mendapatkan produk-produk mewah

tersebut.

Carvarlho (2010) meneliti tentang pengaruh sikap

konsumen terhadap perilaku membeli, dalam penelitian

ini peneliti menganalisis tiga atribut yang menjadi

pertimbangan konsumen untuk mengevaluasi sebuah

industri delivery-food ; on time delivery,harga makanan dan

macam-macan restoran. Hasilnya menunjukkan bahwa

tidak ada hubungan yang positif antara sikap positif

terhadap tingginya perilaku membeli.

Sikap terhadap produk tertentu dapat meramalkan

14

apakah produk tersebut banyak diminati para konsumen

atau tidak, jika hanya sedikit yang menyatakan

berminat maka produk tersebut harus ditingalkan,

dimodifikasi atau diuji ulang (Engel, Blackwell &

Miniard, 2002). Mazurski dan Geva (dalam Carvalho,

2010) menambahkan bahwa jika sikap seseorang

positif maka dapat mempengaruhi intensitas pembelian

kembali.

Taylor, Letitia dan David (2009) juga menyatakan

bahwa sikap ada hubungannya dengan pengambilan

keputusan dan perilaku. Sikap menempatkan orang ke

dalam suatu kerangka pikiran untuk menyukai atau

tidak menyukai sesuatu, untuk bergerak menuju atau

meninggalkan sesuatu (Kotler & Amstrong, 2008).

Sikap sangat dipengaruhi oleh atribut sebuah produk

yang berwujud, seperti desain dari bungkus, dan

reaksi konsumen terhadap stimuli yang menyertainya

seperti iklan dan nama merek. Sikap akan dipengaruhi

15

oleh motivasi hedonis konsumen, seperti produk yang

dapat membuat mereka merasa menyenangkan pada saat

menggunakannya (Solomon, 1994).

Berdasarkan latar belakang, dan studi

pendahuluan yang dijelaskan di atas peneliti

menarik sebuah kesimpulan bahwa penggunaan smartphone

pada mahasiswa bukanlah sebuah kebutuhan mendesak

bahkan dapat mempengaruhi kualitas belajar. Sehingga

peneliti menganggap bahwa penelitian ini sangat

menarik untuk dilakukan oleh karena itu peneliti

mengangkat judul “Pengaruh Sikap, Gaya Hidup-elektronik dan

Kelompok referensi Terhadap Perilaku Membeli Smartphone Pada

Mahasiswa”.

1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1.2.1. Pembatasan Masalah

16

Untuk membatasi ruang lingkup penelitian, maka

penulis membatasi masalah yang akan diteliti adalah

sebagai berikut:

1. Perilaku membeli adalah tindakan seseorang saat

terlibat dalam sebuah pembelian atau penggunaan

sebuah produk (Boonlertvanich, 2009). Pada

penelitian ini peneliti membatasi perilaku

membeli pada pembelian smartphone.

2. Sikap pada produk adalah suatu evaluasi

menyeluruh yang menunjukkan seseorang berespon

terhadap suatu produk dengan cara menguntungkan

atau tidak secara konsisten berkenaan dengan

obyek atau alternatif yang diberikan. Oleh

karenanya, sikap memainkan peran dalam

pengambilan keputusan (Engel, Blackwell &

Miniard, 2002). Pada penelitian ini peneliti

membatasi sikap pada produk yaitu pada produk

smartphone

17

3. Gaya hidup-elektronik merupakan gaya hidup

seseorang yang dapat dilihat melalui beberapa

karakteristik antara lain; sering menerima

pesan dari internet setiap hari, menghabiskan waktu

berjam-jam untuk online, menggunakan sebagian

besar kegiatannya yang lain untuk berkunjung di

internet, mencari informasi mengenai sebuah produk,

lebih menyukai pembelian dan pelayanan secara

online, (Belman, et al, dalam Ahmad, dkk, 2014).

Gaya hidup seseorang terbentuk dari pola hidup

seseorang saat berinteraksi dengan lingkungannya,

sehingga terdapat gaya hidup yang bebrbeda. Oleh

karena itu peneliti membatasi pada gaya hidup-

elektronik.

4. Kelompok referensi merupakan kelompok yang

dianggap sebagai kerangka rujukan bagi para

individu dalam pengambilan keputusan pembelian

atau konsumsi mereka, (Sciffman & Kanuk, 2008).

18

Pada penelitian ini, peneliti membatasi kelompok

referensi pada pengaruh informasional, pengaruh

utilitarian dan pengaruh nilai-ekspresif.

5. Sampel yang digunakan pada penelitian ini yaitu

mahasiswa dan mahasiswi Fakultas Psikologi UIN

Jakarta.

1.2.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas peneiliti

ingin merumuskan masalah sebagai berikut :

Apakah ada pengaruh yang signifikan sikap, gaya

hidup-elektronik, kelompok referensi, terhadap

perilaku membeli Smartphone pada mahasiswa.

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian diadakan penelitian ini

adalah :

19

1. Untuk mengetahui pengaruh sikap, gaya hidup-

elektronik dan kelompok referensi, terhadap

perilaku membeli Smartphone pada mahasiswa.

2. Untuk mengetahui besar sumbangan sikap, gaya

hidup-elektronik dan kelompok referensi,

terhadap perilaku membeli Smartphone pada

mahasiswa.

1.4. Manfaat Penelitian

14.1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

ilmu pengetahuan pada umumnya dan psikologi konsumen

pada khususnya, berupa data empiris yang berkaitan

dengan gaya hidup-elektronik dan kelompok referensi,

terhadap perilaku membeli Smartphone.

20

1.4.2. Manfaat Praktis

1. Bagi subjek penelitian, memberikan informasi

tentang gambaran bagaimana sikap terhadap produk,

gaya hidup-elektronik, kelompok referensi.

2. Bagi penelitian sejenis dan selanjutnya yang

meneliti, gaya hidup-elektronik, terhadap

pengambilan perilaku membeli Smartphone,

diharapkan akan memberi masukan atau

mempertimbangkan faktor lain yang lebih

berpengaruh sehingga dapat diambil kesimpulan

yang lebih konstruktif.

3. Hasil penelitian ini juga diharapkan akan dapat

menjadi masukan untuk para konsumen dalam

melakukan pembelian serta bagi produsen akan

mempertimbangkan tentang riset kebutuhan sebuah

produk (tipe) yang disesuaikan dengan kebutuhan

konsumen.

21

1.5. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dalam membahas tema yang diteliti,

penulis membagi dalam lima bab, dengan sistematika

sebagai berikut:

BAB 1 : PENDAHULUAN

Berisi latar belakang masalah, batasan dan

perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB 2 : KAJIAN TEORI

Berisi teori, konsep dan pengukuran perilaku

membeli, sikap, gaya hidup-elektronik, kelompok

referensi kerangka berpikir dan hipotesis

penelitian.

BAB 3 : METODE PENELITIAN

Berisi jenis penelitian, populasi dan sampel,

variabel penelitian, definisi operasional

22

variabel, subjek penelitian, metode pengumpulan

data, metode analisis data, dan prosedur

penelitian.

BAB 4 : HASIL PENELITIAN

Berisi analisis deskriptif dan pengujian hipotesis

penelitian.

BAB 5 : KESIMPULAN

Berisi kesimpulan, diskusi hasil penelitian dan

saran.

BAB II

KAJIAN TEORI

Pada bab II ini akan dibahas beberapa teori yang

melandasi penelitian pengaruh sikap, gaya hidup-

elektronik dan kelompok referensi terhadap perilaku

pembelian Smartphone

2.1. Perilaku Membeli

2.1.1. Definisi Perilaku Membeli

Perilaku membeli adalah tindakan seseorang saat

terlibat dalam sebuah pembelian atau penggunaan

sebuah produk (Boonlertvanich, 2009). Perilaku

pembelian konsumen juga mengacu pada perorangan

atau rumah tangga yang membeli barang dan jasa untuk

konsumsi pribadi (Kotler & Amstrong, 2008).

23

24

Perilaku pembelian konsumen meliputi semua

proses yang dilalui konsumen dalam mengenali

masalah, mencari solusi, mengevaluasi alternatif dan

memilih di antara pilihan-pilihan pembelian mereka.

Konsumen juga mungkin membentuk niat untuk membeli

terhadap produk yang paling disukai (Kotler, 1997).

Perilaku pembelian konsumen, biasanya akan terkait

dengan pola perilaku konsumen.

Perilaku konsumen adalah sebuah perilaku yang

ditunjukkan oleh konsumen saat melakukan pencarian,

penggunaan, evaluasi dan disposisi terhadap produk

atau pelayanan yang diharapkan oleh individu untuk

memuaskan kebutuhannya. Perilaku konsumen

memfokuskan pada bagaimana seseorang membuat

keputusan untuk menghabiskan (waktu, uang dan

upaya) terhadap konsumsi produk (Sciffman dan Kanuk,

2008).

25

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan

bahwa perilaku membeli merupakan suatu tindakan yang

dilakukan oleh individu pada saat melakukan sebuah

pembelian suatu produk. Perilaku pembelian meliputi

pembelian suatu produk maupun penggunaan jasa baik

untuk konsumsi pribadi ataupun untuk keluarga. Hal

tersebut sesuai dengan teorinya Boonlertvanich,

(2009).

2.1.2. Dimensi-Dimensi Perilaku Membeli

Kotler dan Amstrong (2008) menjelaskan bahwa ada

empat dimensi dalam perilaku membeli yaitu:

1. Perilaku Pembelian yang Rumit

Konsumen terlibat dalam perilaku pembelian yang

rumit saat individu sangat terlibat dalam

sebuah pembelian, biasanya individu tersebut

melihat bahwa produk yang bersangkutan, mahal,

jarang dibeli oleh orang lain, berisiko dan

26

mengekspresikan pribadi pembelinya. Dalam hal

ini pembeli harus memiliki informasi tentang

sebuah produk yang akan dibelinya.

2. Perilaku Pembelian Pengurang Disonansi

Hal ini terjadi saat konsumen terlibat dalam

sebuah pembelian sebuah produk yang mahal,

jarang dilakukan dan berisiko. Oleh karena itu,

biasanya pembeli akan berkeliling untuk

mempelajari apa yang telah tersedia, namun akan

membeli dengan cepat karena telah menemukan

harga yang baik atau merasa nayaman saat

berbelanja. Setelah membeli, mungkin konsumen

mengalami disonansi/ ketidaksesuaian dari

produk tersebut karena kurangnya pengamatan.

3. Perilaku Pembelian karena Kebiasaan

Konsumen memiliki sedikit keterlibatan dalam

jenis produk ini, biasanya indivisu pergi ke

toko dan langsung mengambil merek tertentu

27

sehingga menjadi sebuah kebiasaan namun bukan

dari bagian dari kesetiaan terhadap sebuah

merek. Sebagian besar konsumen yang memiliki

keterlibatan rendah dalam pembelian yaitu saat

membeli produk dengan harga murah.

4. Perilaku Pembelian yang Mencari Variasi

Hal ini terjadi saat konsumen melakukan

pembelian dengan keterlibatan rendah. Dalam

situasi ini, konsumen sering melakukan

perpindahan merek.konsumen memiliki keyakinan

tentang sebuah produk atau memilih merek tanpa

melakukan evaluasi, namun pada kesempatan

berikutnya konsumen akan mengambil merek lain

karena merasa bosan atau ingin mencari produk

yang berbeda. Perpindahan merek terjadi karena

variasi bukan karena ketidakpuasan.

Berdasarkan uraian di atas peneliti

menyimpulkan bahwa perilaku membeli mempunyai empat

28

dimensi, antara lain: Perilaku pembelian yang rumit,

perilaku pembelian karena kebiasaan, perilaku

pembelian karena kebiasaan, perilaku pembelian yang

mencari variasi.

2.1.3. Tahap-Tahap Pembelian

Menurut Kotler, (1997) secara umum perilaku

membeli konsumen mempunyai langkah-langkah berikut

ini :

1. Pengenalan masalah, proses pembelian dimulai

saat pembeli mengenali sebuah masalah atau

kebutuhan, yaiatu pada saat pembeli merasakan

perbedaan antara keadaaan aktual dan keadaaan

yang diinginkannya. Kebutuhan tersebut dapat

dicetuskan oleh pengalaman. Dari pengalaman

sebelumnya orang telah belajar bagaimana

mengatasi dorongan ini dan dimotivasi ke arah

29

produk yang diketahuinya akan memuaskan

dorongannya (Simamora, 2008).

2. Pencarian informasi, pada tahap iini seseorang

benar-benar mencari informasi dari bahan bacaan,

menelpon teman, dan terlibat dalam kegiatan lain

yang berkaitan untuk mempelajari produk.

Seberapa besar sebuah pencarian informasi,

biasanya dilakukan tergantung pada kekuatan

hasratnya. Jika dorongan konsumen kuat dan

produk itu berada didekatnya, mungkin konsumen

akan langsung membelinya. Jika tidak, kebutuhan

konsumen ini hanya akan menjadi ingatan saja

(Simamora, 2008).

3. Evaluasi alternatif, konsumen mengevaluasi

pilihan berkenaan dengan manfaat yang diharapkan

dan menyempitkan pilihan hingga alternatif

dipilih. Konsumen memproses informasi tentang

pilihan merek untuk, membuat keputusan terakhir.

30

Pertama, kita melihat bahwa konsumen mempunyai

kebutuhan. Konsumen akan mencari manfaat

tertentu dan selanjutnya melihat kepada atribut

produk. Konsumen akan memberikan bobot yang

berbeda untuk setiap atribut produk sesuai

dengan kepentingannya. Ada pula yang

mempertimbangkan beberapa atribut saja, misalnya

harga dan rasa (Simamora, 2008).

4. Pembelian, konsumen memperoleh alternatif yang

di pilih atau pengganti yang dapat diterima bila

perlu. Pada tahap evaluasi, konsumen menyusun

merek-merek dalam himpunan pilihan serta

membentuk niat pembelian (Simamora, 2008).

5. Pasca pembelian, konsumen mengevaluasi apakah

alternatif yang dipilih memenuhi kebutuhan dan

harapan segera sesudah digunakan. Konsumen akan

mengalami beberapa tingkat kepuasan atau

ketidakpuasan. Kepuasan setelah pembelian,

31

konsumen berdasarkan harapannya kepada informasi

yang mereka terima tentang produk. Jika

kenyataan yang mereka dapat ternyata berbeda

dengan yang diharapkan maka mereka tidak puas.

Bila produk tersebut memenuhi harapan, mereka

akan puas (Simamora, 2008).

Berdasarkan uraian diatas peneliti menyimpulkan

bahwa, konsumen sebelum memutuskan untuk melakukan

pembelian biasanya melalui lima tahap: pengenalan

masalah, pencarian informasi, evaluasi alternatif,

pembelian dan pasca pembelian.

2.1.4. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku

Membeli

Ketika konsumen ingin membeli suatu produk maka

disitulah terdapat beberapa faktor yang

mempengaruhinya, menurut (Kotler, 1997) adalah

berikut ini :

32

1. Faktor kebudayaan :

a. Budaya, merupakan penentu keinginan dan

perilaku yang paling mendasar seseorang

menciptakan kumpulan nilai, persepsi,

preferensi, dan perilaku dari keluarganya

serta lembaga-lembaga penting lainnya.

b. Sub budaya, mempunyai kelompok- kelompok

sub-budaya yang lebih kecil yang merupakan

identifikasi dan sosialisasi yang khas

untuk perilaku anggotanya. Ada empat sub-

budaya yaitu kelompok kebangsaan,

keagamaan, ras, dan wilayah geografis.

c. Kelas sosial, pada dasarnya semua

masyarakat memiliki strata sosial.

Stratifikasi tersebut kadang-kadang

terbentuk system kasta dimana anggota kasta

yang berbeda dibesarkan dalam peran

tertentu dan tidak dapat mengubah

33

keanggotaan kasta mereka. Kelas sosial

adalah kelompok dalam masyarakat dimana

setiap kelompok cenderung memiliki nilai,

minat dan tingkah laku yang sama.

2. Faktor-faktor sosial, merupakan pembagian

masyarakat yang relatif homogen yang permanen

yang tersusun secara hierarkis yang anggotanya

menganut nilai-nilai, minat dan perilaku yang

sama. Faktor sosial ini terdiri dari :

a. Kelompok referensi, merupakan seseorang

yang terdiri dari semua kelompok yang

memiliki pengaruh langsung (tatap muka)

atau tidak langsung terhadap sikap atau

perilaku seseorang. Kelompok yang memiliki

pengaruh langsung dinamakan kelompok

keanggotaan seperti keluarga, teman,

34

tetangga, rekan kerja, kelompok keagamaan,

profesional, dan asosiasi perdagangan.

b. Keluarga, merupakan organisasi pembelian

konsumen yang penting dan ia telah menjadi

objek penelitian yang luas. Anggota

keluarga merupakan kelompok acuan primer

yang paling berpengaruh.

c. Peranan status, yaitu seseorang yang

berpartisipasi kedalam banyak kelompok

sepanjang hidup keluarga, klub, organisasi.

Kedudukan orang-orang itu di masing-masing

kelompok dapat dibentuk berdasarkan status

dan peran. Peran meliputi kegiatang yang

diharapkan akan dilakukan oleh seseorang

dan masing-masing peran menghasilkan

status.

3. Faktor- faktor Pribadi

35

a. Usia dan tahap siklus kehidupan, setiap

orang membeli barang-barang berbeda pada

tingkat usia tertentu dan tingkat manusia

terhadap pakaian, perabot, rekreasi juga

berhubungan dengan usia. Konsumsi juga

dibentuk oleh siklus hidup keluarga,

konsumsi seseorang pada saat muda dan

bujangan akan berbeda dengan konsumsi

seseorang yang sudah berkeluarga dan

mempunyai anak.

b. Pekerjaan dan keadaan ekonomi, pekerjaan

seseorang juga mempengaruhi pola

konsumsinya. Seseorang Direktur perusahaan

akan mempunyai pola konsumsi yang berbeda

dengan seorang dokter dan lain sebagainya.

Pilihan produk juga sangat dipengaruhi oleh

kedaan ekonomi seseorang.

36

c. Gaya hidup, merupakan pola hidup sesorang

didunia yang diekspresikan dalam aktifitas,

minat, dan opini. Gaya hidup menggambarkan

“keseluruhan diri seseorang” yang

berinteraksi dengan lingkungannya.

d. Sikap, merupakan suatu evaluasi meyeluruh yang

memungkinkan orang berespons dengan cara

menguntungkan atau tidak menguntungkan secara

konsisten berkenaan dengan objek atau

alternatif yang diberikan.

Berdasarkan uraian di atas peneliti

menyimpulkan bahwa terdapat beberapa faktor yang

mempengaruhi perilaku membeli antara lain: faktor

kebudayaan (budaya, sub-budaya dan kelas sosial),

faktor sosial (kelompok referensi, keluarga dan

peran status), faktor pribadi (usia dan tahap siklus

kehidupan, pekerjaan dan ekonomi, gaya hidup). Dalam

37

penelitian ini menambahkan faktor psikologis (sikap)

yang diasumsikan juga mempengaruhi perilaku membeli.

2.1.5. Pengukuran Perilaku Membeli

Alat ukur yang digunakan dalam pengukuran perilaku

membeli sangat bervariasi, baik dari segi analisa

statistiknya maupun pengumpulan datanya. Bisa

melalui angket, survey maupun melalui eksperimen.

Adapun alat ukur yang telah digunakan oleh

penelitian sebelumnya untuk mengukur perilaku

membeli, antara lain:

1. Nielsen (2012) mengukur perilaku membeli konsumen

melalui sebuah eksperimen. Pada penilitian ini

peneliti menggunakan binary logistic yaitu memberi

skor ‘1’ saat partisipan menyatakan ingin membeli

GM fries. Kemudian skor ‘0’ saat partisipan

menyatakan tidak ingin membeli GM fries.

38

2. Tang, Seal & Naumann (2013) mengukur perilaku

membeli dengan menggunakan item kategorik yaitu

membeli dan tidak membeli. “membeli” diberi skor

“1” dan “tidak membeli” diberi skor “0”, sehingga

jawabannya hanya (iya/tidak) kemudian dianalisis

menggunakan regresi logistik.

Berdasarkan uraian tentang pengukuran di atas,

peneliti menyimpulkan bahwa dalam penelitian ini

mengukur perilaku membeli menggunakan dua kategori

pilihan jawaban yaitu jawaban ‘íya’ atau ‘tidak’.

Karena data tersebut berbentuk dikotomi atau binary,

sehingga hasil data akan dianalisis menggunakan

teknik analisis regresi logistik. perilaku membeli

adalah sebuah tindakan yang dilakukan seseorang pada

saat terlibat dalam sebuah pembelian suatu produk.

Dalam hal ini, perilaku pembelian smarphone yang

dilakukan oleh mahasiswa.

39

2.2. Sikap Pada Smartphone

2.2.1. Definisi Sikap Pada Smartphone

Menurut Engel, Blackwell dan Miniard (2002) sikap

pada produk adalah suatu evaluasi menyeluruh yang

menunjukkan seseorang berespon terhadap suatu produk

dengan cara menguntungkan atau tidak secara

konsisten berkenaan dengan obyek atau alternatif

yang diberikan. Oleh karenanya, sikap memainkan

peran dalam pengambilan keputusan.

Sciffman dan kanuk (2008) menyatakan bahwa

sikap adalah tidak dapat diamati secara langsung,

namun harus disimpulkan berdasarkan apa yang orang

katakan dan mereka lakukan. Oleh sebab itu

pengukuran sikap dapat dijadikan sebagai prediksi

perilaku seseorang yang sering digunakan untuk

40

strategi pemasaran dan kebijakan publik (Uggioni &

Salay, 2011)

Sikap memungkinkan individu, mengakses

informasi yang relevan dengan cepat, sebab sikap

mempunyai link yang penting terhadap informasi-

informasi yang tersimpan didalam memori, (Judd,

Drake, Downing & Krosnick, 1991,dalam Taylor at, al

2009). Sikap pada objek merupakan fungsi dari ada

atau tidaknya penilaian terhadap keyakinan atau

sifat-sifat objek tertentu (Sciffman dan Kanuk,

2008).

Osman, Sabudin, Osman, dan Yen, (2011)

menyatakan bahwa smartphone adalah komputer genggam,

karena cukup kuat untuk memberikan berbagai fungsi

sebanding dengan komputer. Gupta dan Sheoran (2013)

menambahkan bahwa smartphone adalah bentuk lanjutan

dari ponsel yang menyediakan berbagai macam aplikasi

41

untuk konsumen seperti kemampuan komputasi, juga

menyediakan segala sesuatu yang terdapat di dalam

sistem komputer, serta memberikan akses internet

dengan kecepatan tinggi, serta dapat mengelola akun

e-mail pribadi.

Berdasarkan pengertian sikap di atas dapat

disimpulkan sikap pada smartphone merupakan sebuah

pengatahuan/ pemahaman atau keyakinan individu

terhadap fungsi dari smartphone yang memiliki sistem

serupa dengan komputer, serta memberikan kemudahan

dalam mengakses internet dengan kecepatan tinggi,

namun semua itu dapat dirasakan setelah diamati

secara langsung, sehingga menimbulkan rasa suka dan

tidak suka atau puas dan tidak puas terhadap produk

tersebut.

42

2.2.2. Komponen-Komponen Sikap

Schiffman dan Kanuk (2008) mengatakan bahwa sikap

terdiri dari tiga komponen. komponen-komponen

tersebut adalah sebagai berikut :

1. Komponen kognitif yaitu pengetahuan dan persepsi

yang diperoleh berdasarkan pengalaman langsung

terhadap objek sikap dan informasi yang berkaitan

dari berbagai sumber. Pengetahuan dan persepsi

ini yang ditimbulkan biasanya mengambil bentuk

kepercayaan, yaitu kepercayaan konsumen bahwa

objek sikap mempunyai berbagai sifat, dan bahwa

perilaku tertentu akan menimbulkan hasil-hasil

tertentu.

2. Komponen afektif, berkenaan dengan perasaan dan

emosi konsumen mengenai obyek sikap. Emosi dan

perasaan ini sering dianggap oleh para peneliti

konsumen sebagai evaluatif sifatnya, yaitu

43

mencakup penilaian seseorang terhadap suatu objek

secara langsung dan dan menyeluruh (atau sampai

dimana seseorang menilai objek sikap

“menyenangkan” atau “tidak menyenangkan” “bagus”

atau “jelek” dalam menggambarkannya.

3. Komponen konatif, berkenaan dengan predisposisi

atau kecenderungan individu (konsumen) untuk

melakukan suatu tindakan berkenaan dengan obyek

sikap. Jadi, komponen ini bukan perilaku nyata,

namun masih berupa keinginan untuk melakukan

suatu tindakan.

2.2.3. Aspek-Aspek Smartphone

Menurut Osman, et, al. (2011) aspek-aspek smartphone

terdiri dari dua aspek, antara lain:

1. Kemampuan mendasar, yaitu smartphone digunakan

untuk voice call (panggilan dengan suara) video call

(panggilan dengan video), SMS (pesan singkat) dan

44

MMS (pesan gambar). kamera digital, album poto,

perekam video, MP3, pemutar musik, radio, perekam

suara, navigasi GPS, permainan, jam, alarm,

kalender, dan kalkulator (Miller, 2012).

2. Memproses informasi, yaitu smartphone digunakan

sebagai pengatur jadwal pribadi, mengakses isi

internet, mengedit dokumen. Daya komputasi dan

memori yang besar, konektivitas yang lebih cepat,

sensor yang lebih baik, lebih banyak pilihan

input-output, dan masih banyak lagi software

aplikasi daripada software aplikasi yang terdapat

di komputer dekstop (Miller, 2012).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan

bahwa, aspek sikap pada smartphone dapat dilihat

melalui aspek kognitif (sesorang dapat mengetahui

bahwa smartphone memiliki beberapa kemampuan),

afektif (seseorang dapat merasakan kemudahan yang

terdapat didalam smartphone) dan konatif (seseorang

45

mempunyai kecenderungan untuk memanfaatkan kemampuan

yang terdapat didalam smartphone).

2.2.4. Pengukuran Sikap Pada Smartphone

Berbagai penelitian yang berhubungan dengan sikap

pada produk, jasa, pelayanan atau perusahaan dan

mengaitkan dengan berbagai variabel secara empiris

berhubungan dengan variabel tersebut. Carvalho

(2010) dalam penelitiannya mengunakan theory of the

reasoned action (TORA) yang dikembangkan oleh

Fishbein dan Ajzen pada tahun 1980. TORA bermain

peran penting untuk memprediksi intensitas perilaku

dari sikap seseorang terhadap suatu produk spesifik.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Uggoini dan

Salay (2011) tentang Reliability and validity of a scale to

measure consumer attitude regarding the private food safety

certification of restaurants. Ia mengonstruk sendiri dengan

menggunakan tiga komponen sikap (kognitif, afektif

46

dan konatif), dengan alasan bahwa alat ukur yang

digunakan untuk mengukur sertifkasi food safety

mempunyai validitas yang lemah. Berdasarkan uraian

pengukuran yang telah disebutkan, peneliti mengukur

sikap pada smartphone dengan menggunakan alat ukur

yang dikonstruk sendiri menggunakan komponen

kogitif, afektif dan konatif yang dikaitkan dengan

aspek-aspek dari smartphone, agar seseuai dengan

tujuan penelitian.

2.3. Gaya Hidup-Elektronik

2.3.1. Definisi Gaya Hidup-Elektronik

Solomon (1994) menyatakan bahwa gaya hidup dapat

menjelaskan berbagai hal, nilai-nilai atau berbagi

rasa, terutama sebagai cerminan pola konsumsi. Gaya

hidup yang kita inginkan mempengaruhi kebutuhan,

sikap, pembelian kita dan perilaku penggunaan. Hal

ini menentukan beberapa keputusan konsumsi yang

47

selanjutnya memperkuat atau mengubah gaya hidup kita

(Hawkins, Best dan Coney, 1995).

Hawkins, Best dan Coney (1995) juga menambahkan

bahwa gaya hidup mencakup produk yang telah dibeli,

bagaimana menggunakannya, dan apa yang terpikirkan

mengenai produk tersebut. Menurut Engel, Blackwell

dan Miniard (2002) gaya hidup adalah pola dimana

orang hidup dan menghabiskan waktu serta uang.

Pertumbuhan teknologi internet yang sangat cepat

juga dapat merubah gaya hidup seseorang (Liu & Tsai,

dalam Ahmad, et,al, 2014). Oleh karena itu, internet

dapat merubah bagaimana cara bekerja, hidup dan

belajar seseorang (Gates, 2000, dalam Ahmad, et,al,

2014). Menghabiskan waktu untuk menggunakan internet

dapat membentuk gaya hidup yang disebut dengan gaya

hidup-elektronik, gaya hidup ini diperkenalkan oleh

Ahmad, et,al, dalam penelitiannya pada tahun 2014.

48

Gaya hidup-elektronik merupakan gaya hidup seseorang

yang dapat dilihat melalui beberapa karakteristik

antara lain; sering menerima pesan dari internet

setiap hari, menghabiskan waktu berjam-jam untuk

online, menggunakan sebagian besar kegiatannya yang

lain untuk berkunjung di internet, mencari informasi

mengenai sebuah produk, lebih menyukai pembelian

dan pelayanan secara online, (Belman, et al, dalam

Ahmad, et,al, 2014). Gaya hidup-elektronik

berintegrasi dengan perilaku mobile, perilaku mobile

yaitu melakukan pencarian, pembelian dan menggunakan

aplikasi-aplikasi pembayaran elektronik (electronic

payment) secara online, (Behe, Campbell, Hall,

Khachatyan, Dennis & Yue, 2013).

Berdasarkan beberapa pengertian gaya hidup di

atas peneliti menyimpulkan bahwa gaya hidup

merupakan karakteristik individu yang melekat dan

terbentuk melalui interaksi sosial, cara

49

menghabiskan waktu dan cara menghabiskan uang.

Menghabiskan waktu untuk mengunjungi internet dan

sering melakukan aktivitas pencarian, pembelian atau

pembayaran secara online disebut dengan gaya hidup-

elektronik.

2.3.2. Aspek-Aspek Gaya Hidup-Elektronik

Terdapat tiga aspek yang digunakan untuk mengukur

gaya hidup, yaitu yang dikemukakan oleh Reynold dan

Darden dalam Engel, et,al.(1994) Activities, Interest,

Opinion (AIO), Untuk lebih jelasnya akan dijabarkan

dibawah ini:

1. Activities (kegiatan) adalah tindakan yang nyata

seperti menonton suatu medium, berbelanja di

toko, atau menceritakan kepada tetangga mengenai

pelayanan yang baru. Walupun tindakan ini

biasanya dapat diamati, namun tindakan tersebut

50

jarang dapat diukur secara langsung. Aktifitas

merupakan tindakan dari perilaku yang dapat

diamati (Well & Tigert, dalam Ahmad, Omar,

Ramayah, 2012)

2. Interest (minat) akan semacam objek peristiwa, atau

topik dalam tingkat kegairahan yang menyertai

perhatian khusus maupun terus menerus kepadanya.

Minat merupakan perhatian terhadap suatu objek

yang berkelanjutan (Well & Tigert, dalam Ahmad,

et,al. 2012)

3. Opinion (Opini) adalah “ jawaban” lisan atau

tertulis yang orang berikan sebagai respon

terhadap situasi stimulus dimana semacam

“pertanyaan” diajukan. Opini juga digunakan untuk

mendeskripsikan penafsiran, harapan dan evaluasi

serta kepercayaan mengenai maksud orang lain,

antisipasi, sehubungan dengan peristiwa masa

datang, dan penimbangan konsekuensi yang memberi

51

ganjaran atau menghukum dari jalannya tindakan

alternatif. Opini merupakan respon terhadap

kejadian yang sepesifik (Well & Tigert, dalam

Ahmad, et,al. 2012)

Berdasarkan uraian di atas peneliti menyimpulkan

bahwa aspek-aspek gaya hidup-elektronik yaitu

meliputi aktifitas, minat dan opini. Kemudian, dari

aspek-aspek tersebut dapat menggambarkan tiga faktor

gaya hidup-elektronik, pleasure-driven, socially-driven dan

concern-driven.

2.3.3. Pengukuran Gaya Hidup-Elektronik

Menurut Lin (2003, dalam Ahmad, et.al, 2014)

menyatakan bahwa terdapat empat metode yang dapat

digunakan untuk menganalisis gaya hidup, antara lain

:

52

1. Rokeach Value Survey (RVS), RVS adalah sebuah

instrumen yang digunakan untuk mengukur nilai-

nilai seseorang yang telah diperkenalkan olek

Rokeach pada tahun 1973 yang terdiri dari 18

item.

2. List of Value (LOV), LOV merupakan alternatif lain

yang digunakan untuk mengukur nilai-nilai, alat

ukur ini dikembangkan oleh Kahle pada tahun 1983.

3. Value, Attitudes and Lifestyle (VALS), VALS digunakan

untuk mendeskripsikan cara pandang seseorang

berdasarkan pada sikapnya, kebutuhannya,

keinginannya, keyakinannya dan demografis.

4. Avtivities, Interest and Opinion (AIO). AIO merupakan

pendekatan yang dikembangkan oleh Well dan

Tiggert pada tahun 1971. Pernyataan AIO digunakan

untuk mengukur pola perilaku konsumen yang

berdasarkan rutinitas aktivitas, minat dan

pendapat.

53

Berdasarkan uraian diatas, peneliti menyimpulkan

bahwa dalam penelitian ini peneliti menggunakan

alat ukur yang diadaptasi dari alat ukur yang

dikembangkan oleh Ahmad, et,al (2012), alat ukur ini

digunakan untuk menentukan kelompok gaya hidup

hingga menjadi empat faktor (plesure-driven, soscially-driven,

concern-driven dan interest-driven). Pada penelitian yang

dilakukan oleh Ahmad, et,al. (2014) menggunakan 30

item pernyataan AIO, namun setelah dilakukan

analisis faktor menggunakan Exploratory Factor Analyze

(EFA) 15 item yang lain masing-masing memperoleh

nilai factor loading minimum yaitu kurang dari .50

(P<.50) sehingga i5 item tersebut harus di drop.

Kemudian, plesure-driven, soscially-driven, concern-driven,

menunjukkan hasil yang tinggi mempengaruhi pembeli

online, sedangkan interset-driven hasilnya sedang. Oleh

karena itu, pada penelitian ini, peneliti

menggunakan tiga faktor saja yaitu: plesure-driven,

54

soscially-driven, concern-driven. Kemudian peneliti

menerjemahkan alat ukur tersebut kedalam bahasa

indonesia, supaya mudah dipahami oleh responden.

2.4.Kelompok referensi

2.4.1. Definisi Kelompok referensi

Kelompok referensi adalah setiap orang atau kelompok

yang dianggap sebagai dasar perbandingan (rujukan)

bagi seseorang dalam membentuk nilai-nilai dan sikap

umum atau khusus atau pedoman khusus bagi perilaku.

Konsep dasar ini memberikan perspektif yang

berharga untuk memehami pengaruh orang lain terhadap

kepercayaan nilai dan perilaku konsumsi seseorang.

Kelompok referensi merupakan kelompok yang

dianggap sebagai kerangka rujukan bagi para individu

dalam pengambilan keputusan pembelian atau konsumsi

mereka (Sciffman dan Kanuk, 2008).

55

Menurut Kotler, (1997), kelompok referensi

sebagai kelompok yang mempunyai pengaruh langsung

maupun tidak langsung terhadap sikap dan perilaku

seseorang. Hawkins, Best & Coney (1995) menambahkan

bahwa kelompok referensi adalah sebuah kelompok yang

dia anggap mempunyai perspektif atau nilai yang

digunakan oleh individu sebagai dasar dari

perilakunya.

Menurut Solomon (1994) kelompok referensi adalah

sebuah tindakan atau imajinasi individu atau

kelompok yang diyakini memiliki relevansi yang

signifikan terhadap evaluasi individu, aspirasi,

atau perilaku. Pada dasarnya seseorang memihak atau

bergabung dengan sebuah referensi untuk tiga alasan,

untuk mendapatkan pengetahuan yang berharga, untuk

mendapatkan penghargaan atau menghindari hukum dan

untuk mendapatkan makna yang digunakan untuk

56

membangun, memodifikasi atau memelihara konsep

pribadi mereka (Setiadi, 2003).

Berdasarkan beberapa teori di atas dapat

disimpulkan bahwa kelompok referensi adalah individu

atau kelompok secara langsung atau tidak langsung

yang dianggap sebagai dasar rujukan, yang mana

individu saat memihak atau bergabung dengan kelompok

referensi adalah untuk mendapatkan sesuatu yang

berharga, untuk mendapat penghargaan dan untuk

memlihara konsep pribadi mereka.

2.4.2. Aspek- Aspek Kelompok referensi

Menurut Hawkins, Mothersbaugh dan Best (2007)

kelompok referensi mempunyai tiga aspek antara

lain :

1. Pengaruh informasional, hal ini terjadi saat

individu menggunakan perilaku dan opini anggota

kelompok referensi sebagai informasi yang

57

potensial Pengaruh ini berdasarkan pada kesamaan

anggota kelompok terhadap individu atau seorang

ahli yang mempengaruhi anggota kelompok. Individu

mencari informasi tentang macam-macam merek dari

sebuah kelompok independen yang ahli, individu

yang membandingkan antara merek A dan B dengan

teman-teman, tetangga, kerabat atau asosiasi

kerja, yang mempunyai informasi tentang merek

yang sesuai. Individu mengobservasi seorang ahli

tentang apa yang mempengaruhinya dalam memilih

sebuah merek.

2. Pengaruh normatif/ pengaruh utilitarian, terjadi

ketika seorang individu memenuhi harapan kelompok

untuk mendapatkan reward (imbalan) langsung atau

untuk menghindari sanksi. Mungkin konsumen dapat

menahan diri dari mengenakan busana terbaru

karena takut dengan teman-teman atau

mengggunakannya supaya dapat diterima oleh

58

mereka. Pengaruh normatif paling kuat ketika

individu memiliki ikatan yang kuat dengan

kelompok dan melibatkan produk yang mencolok

dimasyarakat. Individu berperilaku dengan sebuah

aturan yang konsisten dengan nilai-nilai kelompok

karena nilai-nilainya dan nilai-nilai kelompoknya

adalah sama. Individu memutuskan untuk membeli

merek khusus karena dipengaruhi oleh preferensi

orang yang memiliki interaksi sosial dengannya

dan anggota keluarganya, hasrat untuk memuaskan

harapan bahwa merek yang dipilihnya akan

berdampak pada orang lain.

3. Pengaruh identifikasi/ pengaruh nilai-ekspresif,

terjadi ketika individu telah terinternalisasi

oleh nilai-nilai dan norma-norma kelompok. Maka

ini memandu perilaku individu tanpa memikirkan

sanksi atau imbalan dari kelompok referensi.

Individu telah menerima nilai-nilai kelompok

59

seperti miliknya sendiri. Individu merasakan

bahwa membeli atau menggunakan sebuah merek

khusus dapat meningkatkan citra diri, individu

merasa bahwa membeli merek khusus dapat membantu

untuk menunjukkan kepada orang lain apa yang dia

cita-citakan, individu kadang-kadang merasa akan

lebih baik untuk menjadi seperti orang dalam

iklan yang menampilkan penggunaan merek tertentu.

2.4.3. Pengukuran Kelompok Referensi

Pengukuran kelompok referensi di ukur menggunakan 14

item dikembangkan oleh Park dan Lessig pada tahun

1977. Item-item tersebut didisain untuk

merefleksikan pengaruh informasional, pengaruh

utilitarian dan pengaruh nilai-ekspresif. Dalam

penelitian yang dilakukan oleh Bearden dan Etzel

pada tahun 1982 dan Yang, Hee dan Lee pada tahun

2007, juga menggunakan alat ukur tersebut.

60

Yang Hee dan Lee melelakukan modifikasi

pernyataan-pernyataan pada setiap item supaya dapat

menggambarkan pembelian mobile phone yang dipengaruhi

oleh informasional, utilitarian dan nilai-ekspresif.

Oleh karena itu, dalam penelitian ini, peneliti

megadaptasi dan memodifikasi alat ukur tersebut.

2.5.Kerangka Berpikir

Perilaku pembelian konsumen merupakan sebuah

tindakan yang dilakukan oleh para konsumen pada saat

melakukan sebuah pembelian suatu produk atau

penggunaan sebuah jasa atau layanan. Oleh karena itu

sebelum terlibat dalam sebuah peembelian, individu

melalui beberapa tahap pembelian yaitu: pengenalan

kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif,

pembelian dan hasil.

61

Smartphone berkembang sangat pesat, sehingga

terdapat merek-merek yang menawarkan berbagai

keunggulan untuk menarik perhatian para pembeli.

Saat ini merek yang populer prestisius di indonesia

terutama dikalangan mahasiswa adalah merek; Sony,

Iphone, Blackberry dan Nokia. Memiliki smartphone dengan

merek tersebut dapat menunjukkan kesan tersendiri

bagi pemiliknya.

Smartphone menjadi sebuah alat yang bisa

mempermudah mahasiswa dalam berkomunikasi, mencari

sumber-sumber informasi dan ilmu pengetahuan serta

berita-berita melalui media online yang terhubung

dengan internet. Aplikasi-aplikasi yang terdapat pada

smartphone menjadi pengaruh penting bagi mahasiswa

dalam memutuskan untuk membeli smartphone. Nilai –

nilai yang didapatkan pembeli setelah membeli

smartphone juga tidak kalah penting mempengaruhi

mahasiswa untuk membeli. Nilai-nilai yang

62

didapatkan yaitu, merasa dihargai, merasa bangga,

merasa diterima dalam kelompoknya atau sebagai

simbol status.

Sebuah tindakan yang telah diambil merupakan

sebuah kesimpulan yang harus dijelaskan melalui

analisis dari latar belakang masalahnya. Oleh karena

itu perilaku membeli konsumen dipengaruhi oleh

beberapa faktor antara lain faktor psikologis,

pribadi dan faktor sosial. Faktor-faktor yang

mempengaruhi perilaku membeli menjadi prediktor yang

melatar belakangi dari pembelian tersebut. Namun

dalam penelitian ini, peneliti berasumsi bahwa

variabel prediktor yang melatar belakangi perilaku

membeli antara lain; sikap pada smartphone, gaya

hidup-elektronik dan kelompok referensi. Faktor

sosial yang mempengaruhi perilaku membeli adalah

kelompok referensi. Kelompok referensi mempunyai

tiga aspek yaitu: pengaruh informasional, pengaruh

63

ini sangat dibutuhkan oleh seseorang pada saat ia

membutuhkan informasi tentang sebuah produk atau

merek. Pada saat konsumen memiliki informasi atau

pengalaman terhadap suatu produk atau merek tertentu

terbatas maka mereka akan melakukan pembelian

berdasarkan kelompok referensinya.

Pengaruh utilitarian, pengaruh ini menjadi

faktor yang mempengaruhi individu yang telah menjadi

anggota dari sebuah kelompok tertentu. Mahasiswa

biasanya selalu terlibat dalam sebuah kelompok, baik

kelompok kecil (kelompok dalan kelas) maupun

kelompok dalam skala besar (organisasi). Dalam hal

ini individu akan melakukan suatu tindakan dengan

harapan akan diterima atau mendapat imbalan dari

kelompok tersebut. Misalnya dalam dalam suatu

kelompok banyak anggota yang menggunakan smartphone

maka individu tersebut akan membeli smartphone supaya

dapat terus menjadi anggota dalam kelompok tersebut.

64

Pengaruh nilai-ekspresif, individu melakukan

suatau tindakan bukan berdasarkan sebuah imbalan

dari anggota kelompok yang lain, individu membeli

smartphone karena dalam kelompok tersebut hampir

keseluruhan telah memiliki benda tersebut. Karena

sesungguhnya, setelah memiliki smartphone dapat

meningkatkan citra dirinya.

Faktor lain yang mempengaruhi perilaku membeli

adalah gaya hidup konsumen, dalam penelitian ini

peneliti melihat bahwa gaya hidup-elektronik sangat

populer saat ini terutama para mahasiswa. Saat ini,

hampir semua kalangan menggunakan smartphone, karena

dengan menggunakan smartphone individu dapat dengan

mudah mengakses internet. Jaringan internet telah

membuka jalan seluas-luasnya untuk memperoleh

informasi, informasi dan pengetahuan sangat

diperlukan para mahasiswa untuk membantu proses

pembelajaran.

65

Melalui jaringan internet mahasiswa dapat

terkoneksi dengan sosial media antara lain: Facebook,

Twitter, Line, WhatsApp, Kakao Talk, Instagram, Path dan WeChat,

dengan sosial media tersebut dapat mempermudah

jalinan komunikasi, dan mahasiswa dapat mengunduh

bahan-bahan kuliah yang berupa PDF, atau mengirimkan

tugas-tugas kuliah kepada dosen melalui e-mail, atau

melakukan pembelian barang dan pembayaran kuiah

melalui e-banking. Gaya hidup penggunaan internet

disebut dengan gaya hidup-elektronik. Gaya hidup-

elektronik dapat digambarkan dengan tiga faktor

yaitu: pleasure-driven, socially-driven dan concern-driven.

Pleasure-driven menggambarkan seseorang yang memiliki

dorongan kesenangan terhadap belanja online. Peneliti

mengasumsikan bahwa faktor pleasure-driven dapat

meningkatkan peluang individu dalam memutuskan untuk

membeli smartphone.

66

Socially-driven menggambarkan seseorang yang memiliki

dorongan untuk melakukan kegiatan sosial. Peneliti

mengasumsikan bahwa faktor pleasure-driven dapat

meningkatkan peluang individu dalam melakukan

pembeliani smartphone. Concern-driven menggambarkan

seseorang yang memiliki pandangan terhadap belanja

online, yang mana kegiatan tersebut dapat mempersulit

seseorang dalam memilai barang-barang dagangan

maupun kualitas produk tersebut. Peneliti

mengasumsikan bahwa faktor pleasure-driven dapat

meningkatkan peluang individu dalam melakukan

pembelian smartphone.

Selain itu, sikap juga sangat berperan penting

terhadap perilaku membeli, sikap sendiri terdiri

dari tiga komponen yaitu kognitif, afektif dan

konatif sedangkan smartphone memiliki dua aspek yaitu

kemampuan memndasar, dan kemampuan memproses

informasi.

67

Komponen kognisi berperan sebagai pengetahuan

terhadap fungsi dari smartphone, kemudian setelah

individu mengetahui fungsi dari smartphone tersebut

maka ia akan membelinya. Komponen afeksi berperan

dalam perasaan individu terhadap smartphone, yaitu

perasaan puas atau tidak puas dan senang atau tidak

senang sehingga perasaan tersebut akan menimbulkan

sikap yang positif terhadap smartphone. Pada saat

seseorang telah memiliki sikap yang positif terhadap

suatu produk, dalam hal ini adalah produk smartphone

maka hal tersebut akan memberikan peluang atau

memungkinkan individu untuk membeli smartphone.

Kemudian komponen konasi merupakan sebuah

kecenderungan untuk melakukan suatu tindakan setelah

memiliki sebuah pengetahuan terhadap produk dan

dapat merasakan fungsi dari produk itu, sehingga

individu mempunyai upaya untuk membeli.

68

Sikap pada produk tertentu, dapat dijadikan

upaya para pemasar memasarkan produknya dengan

berbagai inovasi yang dapat menarik perhatian para

konsumen, sikap konsumen pada smartphone dapat

terbentuk melalui harga, design, kualitas produk,

aplikasi, sistem operasi, serta kemudahan cara untuk

memperolehnya. Sikap merupakan faktor yang sangat

tepat untuk dapat meramalkan memprediksikan

eksistensi sebuah produk atau merek dan pembelian

kembali. Berdasarkan uraian tentang kerangka

berpikir, maka penelitian ini dapat di buat bagan

sebagai berikut:

Bagan Kerangka Berpikir

Bagan 2.2

Perilaku membeli

Kelompok referensi

Sikap pada Smartphone

Pengaruh informasionalPengaruh utilitarianPengaruh nilai-ekspresif

Gaya hidup-elektronik

Pleasure-driven

Socially-driven Concern-driven

69

70

2.6.Hipotesis Penelitian

Hipotesis minor dalam penelitian ini, peneliti ingin

melihat pengaruh independent variable yang diketahui

terhadap dependent variable.

Hipotesis Mayor yang diajukan pada penelitian ini

adalah : “Ada pengaruh sikap, gaya hidup-elektronik

dan kelompok referensi terhadap perilaku membeli

Smartphone pada mahasiswa. Adapun hipotesis minor

yang akan diuji adalah:

H a1 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi pengaruh

informasional pada variabel kelompok referensi

terhadap perilaku membeli pada mahasiswa.

H a2 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi pengaruh

utilitarian variabel kelompok referensi terhadap

perilaku membeli pada mahasiswa.

71

H a3 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi pengaruh

nilai-eksresif variabel kelompok referensi terhadap

perilaku membeli pada mahasiswa.

H a4: Ada pengaruh yang signifikan dimensi pleasure-

driven pada variabel gaya hidup-elektronik terhadap

perilaku membeli pada mahasiswa.

H a5: Ada pengaruh yang signifikan dimensi socially-driven

pada variabel gaya hidup-elektronik terhadap

perilaku membeli pada mahasiswa.

H a6 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi concern-

driven pada variabel gaya hidup-elektronik terhadap

perilaku membeli pada mahasiswa.

H a7: Ada pengaruh yang signifikan sikap pada

smartphone terhadap perilaku membeli pada mahasiswa.

72

BAB III

METODE PENELITIAN

73

Pada bab ini, akan diuraikan tentang pendekatan

penelitian, metode penelitian, subjek penelitian,

variabel penelitian, definisi operasional variabel,

instrumen penelitian, prosedur pengumpulan data, uji

validitas instrumen penelitian dan metode analisis data.

3.1. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

3.1.1. Populasi dan Sampel Penelitian

Pada penelitian ini yang digunakan sebagai sampel

penelitian adalah mahasiswa fakultas pskologi UIN

Jakarta yang terdaftar sebagai mahasiswa aktif

tahun ajaran 2010 sampai dengan 2013. Jumlah

keseluruhan populasi mahasiswa fakultas Psikologi

UIN berjumlah 592 mahasiswa aktif. Jumlah sampel

yang digunakan 325 mahasiswa. Penetapan jumlah

tersebut dilakukan agar hasil penelitian yang

diperoleh dalam penelitian dan kesimpulan yang

diperoleh dalam penelitian ini dapat mewakili

mahasiswa.

74

Alasan peneliti mengambil populasi adalah

sebagai berikut: Relevan dengan tujuan penelitian

yang hendak meneliti perilaku membeli smartphone pada

mahasiswa. Mahasiswa diasumsikan memiliki

perbedaan pada setiap variabel penelitian (perilaku

membeli, sikap, gaya hidup-elektronik, dan kelompok

referensi).

3.1.2. Teknik Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini

menggunakan teknik quota sampling (non-probability

sampling) teknik sampel ini adalah bentuk dari sampel

distratifikasikan secara proposional, namun tidak

dipilih secara acak melainkan secara kebetulan saja.

Supaya setiap strata terwakili sesuai dengan jumlah

populasi, peneliti meminta daftar jumlah data

populasi mahasiswa aktif, yang diperoleh dari bagian

akademik fakultas psikologi UIN Jakarta

75

Mustafa (2000) membuat rumusan untuk mengambil

jumlah sampel sebagai berikut:

Maka jumlah sampel untuk masing-masing angkatan

adalah :

1. Semester 2 angkatan 2013 = 77

2. Semester 4 angkatan 2012 =

3. Semester 6 angkatan 2011 =

4. Semester 8 angkatan 2010 =

Jumlah = 325

76

3.2. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Variabel

3.2.1. Variabel penelitian

Variabel terikat (dependen variabel) dalam

penelitian ini adalah perilaku membeli, dan variabel

bebas (independen variabel) dalam penelitian ini

adalah 1(X1) sikap, 2(X2) pleasure-driven, 3(X3) socially-

driven, 4(X4) concern-driven, 5(X5) pengaruh informasil,

6(X6) pengaruh utilitarian, 7(X7) pengaruh nilai-

ekspresif.

3.2.2. Definisi Operasional Variabel

1. Perilaku Membeli

Perilaku membeli merupakan suatu tindakan yang

dilakukan oleh individu pada saat melakukan

sebuah pembelian suatu produk. Perilaku pembelian

77

meliputi pembelian suatu produk maupun penggunaan

jasa baik untuk konsumsi pribadi ataupun untuk

keluarga.

Perilaku membeli diukur menggunakan pertanyaan

“apakah anda telah membeli (Samsung, Sony, Iphone,

Blackberry atau Nokia)?”.

2. Sikap pada Smartphone

Sikap pada smartphone merupakan sebuah

pengatahuan/ pemahaman atau keyakinan individu

terhadap fungsi dari smartphone yang memiliki

sistem serupa dengan komputer, serta memberikan

kemudahan dalam mengakses internet dengan kecepatan

tinggi, namun semua itu dapat dirasakan setelah

diamati secara langsung, sehingga menimbulkan

rasa suka dan tidak suka atau puas dan tidak puas

terhadap produk tersebut.

78

3. Gaya Hidup-elektronik

gaya hidup merupakan karakteristik individu yang

melekat dan terbentuk melalui interaksi sosial,

cara menghabiskan waktu dan cara menghabiskan

uang. Menghabiskan waktu untuk mengunjungi

internet dan sering melakukan aktivitas

pencarian, pembelian atau pembayaran secara online

disebut dengan gaya hidup-elektronik.

4. Kelompok referensi

Kelompok referensi adalah individu atau kelompok

secara langsung atau tidak langsung yang

dianggap sebagai dasar rujukan, yang mana

individu saat memihak atau bergabung dengan

kelompok referensi adalah untuk mendapat kan

sesuatu yang berharga, untuk mendapat penghargaan

dan untuk memlihara konsep pribadi mereka.

79

3.3. Instrumen Pengumpulan Data

1. Perilaku membeli

Alat ukur perilaku membeli menggunakan angket

yang berupa pertanyaan yang memiliki dua

pilihan alternatif jawaban yaitu membeli dan

tidak membeli. Untuk pilihan jawaban membeli

maka akan diberi nilai 1. Sedang pilihan untuk

jawaban tidak membeli diberikan skor 0 yang

didasarkan pada teori Boonlertvanich (2009).

Bagan 3.1

Blue print perilaku membeli

No Perilaku

membeli

Produk yang dibeli Sko

r

1 Membeli Smartphone (Samsung,

Sony, IPhone, Blackberry dan

Nokia)

1

2 Tidak membeli 0

2. Sikap pada Smartphone

80

Sikap merupakan sebuah skala yang digunakan

untuk mengukur sikap mahasiswa fakultas

psikologi UIN Syarif Hidayatullah terhadap

produk Smartphone. Alat ukur dikonstruk oleh

peneliti sendiri dengan menggunakan komponen

dari teori yang ada. Sikap ini diukur dengan

menggunakan kompnen kognitif, afektif serta

konatif.

Blue print sikap pada Smartphone

Bagan 3.2

No Aspek 0bjek sikap

Indikator Jumlah

Pernyataan

1 Kognitif

Kemampuan mendasar

Mengetahui bahwa smartphone mempunyai fitur-fitur canggih

2 1,2

Kemampuan memproses informasi

Mengetahui bahwa smartphone mempunyai kemampuan memproses informasi melalui aplikasi-aplikasi yang terdapat didalamnya

2 3,4

2 Afektif

Kemampuan mendasar

Merasa puas dengan adanya kemampuan smartphone melalui fitur-fitur canggih

1 5

81

Kemampuan memproses informasi

Merasa dimudahkan dengan adanya kemampuan memproses informasi melalui aplikasi-aplikasi yang terdapat didalamnya

1 6

3 Konatif

Kemampuan mendasar

Cenderung memanfaatkan kemampuan fitur-fitur canggih dengan optimal.

2 5,7

Kemampuan memproses informasi

Cenderung menggunakan kemampuan memproses informasi melalui aplikasi-aplikasi yang terdapat didalam smartphone untuk mengerjakan tugas keseharian

1 8

3. Gaya hidup-elektronik

Alat ukur gaya hidup merupakan alat ukur yang

menguji gaya hidup-elektronik dengan

menggunakan AIO inventori. Alat ini telah di

adaptasi dan dimodifikasi oleh peneliti dari

alat ukur yang digunakan oleh (Ahmad, et,al,

2014).

Blue print gaya hidup-elektronik

Bagan 3.3

82

No Aspek Indikator Pernyataan F/UF

Jumlah

1 Pleasure-diven

Lebih suka kagiatan yang membuat diri menonjol

7 1

Aktif berpartisipasi dalam kegiatan sukarela

8 1

Meninjau kembali produk-produk yang ada di internet

9 1

Terlibat dengan beberapa kegiatan sosial di luar rumah

10 1

Peninjauan produk-produk di internet

11 1

2 Socially-driven

Senang membeli produk terbaru melalui smartphone secara online

1 1

Menikmati belanja online 2 1Merasa meraih prestasi setelah membeli secara online

3 1

Terdapat produk dengan harga yang lebih murah di internet

4 1

Produk online yang diantarkanke rumah konsumen

5 1

Keingintahuan dalam menemukan cara belenja online

6 1

Tetap mengetahui perkembangan terbaru tentangproduk online

14 1

Menghabiskan banyak waktu terlibat dengan belanja online

15 1

3 Concern-driven

Sulit dalam menilai kualitasbarang dagangan di internet

12*,16 2

Sangat sulit untuk dapat mengembalikan barang dagangan yang telah dibeli melalui online

13*,17* 2

*: unfavorable

83

3. Kelompok referensi

Alat ukur kelompok referensi merupakan alat

ukur yang menguji kelompok referensi mahasiswa

dalam mengambil keputusan pembelian. Alat ukur

yang di adaptasi dan dimodifikasi oleh peneliti

berdasarkan alat ukur baku yang digunakan oleh

Yang, He dan Lee (2007).

Blue Print Skala Kelompok referensi

Bagan 3.4

No Aspek Indikator Pernyataan

Jumlah

1 Pengaruh informasional

mencari informasi tentang macam-macam merek dari sebuah kelompokindependen yang ahli

1,5 2

membandingkan antara merek A danB dengan teman-teman, yang mempunyai informasi tentang merek yang sesuai

7 1

mengikuti seorang ahli tentang apa yang mempengaruhinya dalam memilih sebuah merek

10,13 2

2 Pengaruh memutuskan untuk membeli merek 3,6 2

84

utilitarian

khusus karena dipengaruhi oleh preferensi orang yang memiliki interaksi sosial dengannya

memutuskan untuk membeli merek khusus karena dipengaruhi oleh preferensi dari anggota keluarganya

9 1

hasrat untuk memuaskan harapan bahwa merek yang dipilihnya akanberdampak pada orang lain

11,17 2

3 Pengaruh nilai-ekspresif

merasakan bahwa membeli atau menggunakan sebuah merek khusus dapat meningkatkan citra diri

2,12,13,16

5

merasa bahwa membeli merek khusus dapat membantu untuk menunjukkan kepada orang lain apa yang dia cita-citakan

4,14 1

merasa akan lebih baik untuk mengikuti seorang pengiklan yangmenampilkan penggunaan merek khusus

8 1

3.4. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan

melalui beberapa tahapan sebagai berikut :

1. Peneliti menentukan dan menyusun instrumen yang

akan digunakan dalam penelitian, yaitu skala

sikap, skala gaya hidup-elektronik dan skala

kelompok referensi.

85

2. Menentukan sampel penelitian yaitu mahasiswa

Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta. Pengambilan sampel menggunakan teknik

non-probability sampling, kemudian memberikan kuesioner

skala yang telah disediakan kepada subjek.

3. Pengambilan data di kampus Fakultas Psikologi UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 27 Juni

2014

4. Hasil skala yang telah diisi kemudian diskoring

untuk dianalisis datanya.

3.5. Uji Validitas Instrumen Penelitian

Validitas adalah ketetapan dan kecermatan alat ukur

dalam menjalankan fungsi ukurnya.Artinya, sejauh

mana suatu alat ukur mengukur atribut yang hendak

diukur. Setelah memperoleh data di lapangan,

peneliti melakukan uji validitas konstruk pada

masing-masing alat ukur. Penelitian ini menggunakan

analisis faktor konfirmatori (Confirmatory Factor Analysis/

86

CFA) sebagai metode uji validitasnya sehingga dapat

diketahui apakah masing-masing item yang digunakan

bersifat unidimensional (mengukur satu hal),

signifikan atau tidak, dan dapat dihitung loading factor

dari setiap item. Loading factor menunjukkan seberapa

besar item tersebut dalam mengukur variabel

penelitian (Umar, 2012).Uji validitas konfirmatori

yang dilakukan menggunakan software Lisrel (linear

structural relationship) versi 8.76. Dalam CFA, terdapat

beberapa hal yang dapat diuji (Umar, 2012), yaitu:

1. Menguji hipotesis yang menyatakan bahwa semua item

mengukur satu konstruk sesuai dengan yang

didefinisikan (uji unidimensionalitas). Dalam hal

ini, tidak ada selisih (residu) antara data yang

diperoleh (S) dengan teori (Σ baca sigma). Atau

dengan kata lain, model teori yang digunakan fit

atau cocok dengan data di lapangan.

87

2. Menguji hipotesis yang menyatakan bahwa setiap

item menghasilkan informasi yang signifikan

mengenai konstruk yang diukur. Untuk melihat suatu

item baik atau tidak dalam mengukur faktor yang

hendak diukur, terdapat tiga kriteria untuk

menentukan apakah item tersebut perlu dibuang (di-

drop) (Umar, 2012), yaitu :

a. T-value tidak signifikan (t < 1.96).

b. Koefisien loading factor (muatan faktor) bernilai

negatif.

c. Terlalu banyak kesalahan pengukuran yang

berkorelasi dengan kesalahan pengukuran item

lain.

3.5.1. Uji Validitas Konstruk Skala Sikap

3.5.1.1. Sikap

88

Peneliti menguji delapan item yang ada bersifat

unidimensional, artinya item-item tersebut benar-

benar hanya mengukur sikap. Dari hasil awal analisis

CFA yang dilakukan dengan model faktor, ternyata

tidak fit, dengan Chi-Square=146.35, df =20, P-value=

0,00000, RMSEA= 0.141, namun setelah dilakukan

modifikasi sebanyak tujuh kali terhadap model dengan

membebaskan korelasi kesalahan pengukuran diantara

nilai Chi-Square=18.47, df=13, P-value= 0.14064,

RMSEA=0.036 menghasilkan P-value ˃ 0.05 (tidak

signifikan). Artinya model satu faktor

(unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item

hanya mengukur satu faktor yaitu, sikap. Model fit

tersebut ditunjukkan pada gambar di bawah ini:

89

Tahap selanjutnya, dilihat apakah item tersebut

signifikan mengukur faktor yang hendak diukur,

sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu di-

drop atau dipertahankan. Kemudian dilakukan

pengujian hipotesis nihil tentang koefisien muatan

faktor dari item. Pengujian hipotesis nihil

dilakuakn dengan melihat nilai t bagi setiap

koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.5.1.1.

di bawah ini.

Tabel 3.5.1.1. Muatan Faktor Sikap

90

No Koefisien

Standard Error Nilai t

Signifikan

ITEM1

0.63 0.06 11.40 √

ITEM2

0.27 0.06 4.46 √

ITEM3

0.03 0.06 0.50 X

ITEM4

0.01 0.06 0.23 X

ITEM5

0.69 0.05 12.65 √

ITEM6

0.82 0.05 15.44 √

ITEM7ITEM8

0.640.54

0.060.06

11.588.57

√√

Keterangan: tanda √=signifikan (t >1,96); X= tidak signifikan

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa ada

delapan item yang signifikan (t>1,96) dan ada dua

item yang tidak signifikan (t < 1,96) yaitu nomer

tiga dan empat. Dengan demikian item nomer tiga dan

empat akan di-drop yang berarti item tersebut tidak

akan ikut dianalisis dalam perhitungan faktor skor.

3.5.2. Uji Validitas Konstruk Skala Gaya Hidup-

Elektronik

3.5.2.1. Uji Validitas Konstruk Pleasure-driven

91

Peneliti menguji lima item yang benar-benar bersifat

unidimensional artinya benar-benar hanya mengukur

pleasure-driven. Dari analisis CFA dengan model satu

faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square =

137.69, df=5, P-value =0.00000, RMSEA= 0.286, namun

setelah dilakukan modifikasi sebanyak empat kali

terhadap model dengan membebaskan korelasi kesalahan

pengukuran diantara item-item yang dianalisis, maka

diperoleh model fit nilai Chi-Square =3.61, df=2, P-

value =0.16428, RMSEA=0.050. Artinya, model dengan

satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa

item hanya mengukur satu faktor saja yaitu pleasure-

driven. Model fit tersebut ditunjukkan pada gambar di

bawah ini:

92

Tahap selanjutnya, dilihat apakah item tersebut

signifikan mengukur faktor yang hendak diukur,

sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu di-

drop atau dipertahankan. Kemudian dilakukan

pengujian hipotesis nihil tentang koefisien muatan

faktor dari item. Pengujian hipotesis nihil

dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap

koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.5.2.1

di bawah ini.

Tabel 3.5.2.1 Muatan Faktor Pleasure-driven

No Koefisien Standard Error Nilai t Signifikan

93

ITEM 7

0.21 0.05 3.81 √

ITEM 8

0.13 0.05 2.44 √

ITEM 9

0.74 0.07 10.50 √

ITEM 10ITEM 11

0.231.08

0.060.08

4.1712.85

√√

Keterangan: tanda √=signifikan (t >1,96); X= tidak signifikan

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa nilai t

bagi koefisien muatan faktor dari keseluruhan item

signifikan karena nilai (t >1.96). Dengan demikian

dapat dilihat bahwa muatan dari faktor item,

diketahui bahwa tidak terdapat item yang muatan

faktornya (t<1.96) sehingga seluruh item tersebut

dapat ikut dianalisis dalam penghitungan faktor

skor.

3.5.2.2. Uji Validitas Konstruk Socially-driven

Peneliti menguji delapan item yang benar-benar

bersifat unidimensional artinya benar-benar hanya

mengukur socially-driven. Dari analisis CFA dengan model

satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square

94

=90.27, df=20, P-value = 0.00000, RMSEA= 0.104,

namun setelah dilakukan modifikasi sebanyak lima

kali terhadap model dengan membebaskan korelasi

kesalahan pengukuran diantara item-item yang

dianalisis, maka diperoleh model fit nilai Chi-Square

=21.00, df=15, P-value =0.13673, RMSEA=0.035.

Artinya, model dengan satu faktor (unidimensional)

dapat diterima, bahwa item hanya mengukur satu

faktor saja yaitu socially-driven. Model fit tersebut

ditunjukkan pada gambar di bawah ini:

95

Tahap selanjutnya, dilihat apakah item tersebut

signifikan mengukur faktor yang hendak diukur,

sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu di-

drop atau dipertahankan. Kemudian dilakukan

pengujian hipotesis nihil tentang koefisien muatan

faktor dari item. Pengujian hipotesis nihil

dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap

koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.5.2.2

di bawah ini.

96

Tabel 3.5.2.2 Muatan Faktor Socially-driven

No Koefisien

Standard Error Nilai t Signifikan

ITEM 1

0.89 0.05 19.64 √

ITEM 2

0.89 0.05 19.53 √

ITEM 3

0.60 0.05 11.31 √

ITEM 4

0.51 0.05 9.47 √

ITEM 5

0.55 0.05 10.20 √

ITEM 6

0.19 0.06 3.19 √

ITEM 14ITEM 15

0.610.29

0.050.06

11.755.12

√√

Keterangan: tanda √=signifikan (t >1,96); X= tidak signifikan

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa nilai t

bagi koefisien muatan faktor dari keseluruhan item

signifikan karena nilai (t >1.96). Dengan demikian

dapat dilihat bahwa muatan dari faktor item,

diketahui bahwa tidak terdapat item yang muatan

97

faktornya (t<1.96) sehingga seluruh item tersebut

dapat ikut dianalisis dalam penghitungan faktor

skor.

3.5.2.3. Uji Validitas Konstruk Concern-driven

Peneliti menguji empat item yang benar-benar

bersifat unidimensional artinya benar-benar hanya

mengukur concern-driven. Dari analisis CFA dengan model

satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square

=36.71, df=2, P-value =0.00000, RMSEA= 0.291, namun

setelah dilakukan modifikasi sebanyak satu kali

terhadap model dengan membebaskan korelasi kesalahan

pengukuran diantara item-item yang dianalisis, maka

diperoleh model fit nilai Chi-Square =0.44, df=1, P-

value =0.50482, RMSEA=0.000. Artinya, model dengan

satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa

item hanya mengukur satu faktor saja yaitu concern-

drivenModel fit tersebut ditunjukkan pada gambar di

bawah ini:

98

Tahap selanjutnya, dilihat apakah item tersebut

signifikan mengukur faktor yang hendak diukur,

sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu di-

drop atau dipertahankan. Kemudian dilakukan

pengujian hipotesis nihil tentang koefisien muatan

faktor dari item. Pengujian hipotesis nihil

dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap

koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.5.2.3

di bawah ini:

Tabel 3.5.2.3 Muatan Faktor Concern-driven

No Koefisien

Standard Error Nilai t Signifikan

99

ITEM 2

0.48 0.07 7.11 √

ITEM 3

1.04 0.10 10.49 √

ITEM 16ITEM 17

0.250.49

0.060.07

4.417.21

√√

Keterangan: tanda √=signifikan (t >1,96); X= tidak signifikan

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa nilai t

bagi koefisien muatan faktor dari keseluruhan item

signifikan karena nilai (t >1.96). Dengan demikian

dapat dilihat bahwa muatan dari faktor item,

diketahui bahwa tidak terdapat item yang muatan

faktornya (t<1.96) sehingga seluruh item tersebut

dapat ikut dianalisis dalam penghitungan faktor

skor.

3.5.3. Uji Validitas Konstruk Skala Kelompok Referensi

3.5.3.1. Uji Validitas Konstruk Pengaruh Informasional

Peneliti menguji empat item yang benar-benar

bersifat unidimensional artinya benar-benar hanya

mengukur pengaruh informasional. Dari analisis CFA

100

dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan

Chi-Square =16.12, df=2, P-value =0.00000, RMSEA=

0.146, namun setelah dilakukan modifikasi sebanyak

satu kali terhadap model dengan membebaskan korelasi

kesalahan pengukuran diantara item-item yang

dianalisis, maka diperoleh model fit nilai Chi-Square

=0.43, df =1, P-value =0.51325, RMSEA=0.000.

Artinya, model dengan satu faktor (unidimensional)

dapat diterima, bahwa item hanya mengukur satu

faktor saja yaitu pengaruh informasional. Model fit

tersebut ditunjukkan pada gambar di bawah ini:

101

Tahap selanjutnya, dilihat apakah item tersebut

signifikan mengukur faktor yang hendak diukur,

sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu di-

drop atau dipertahankan. Kemudian dilakukan

pengujian hipotesis nihil tentang koefisien muatan

faktor dari item. Pengujian hipotesis nihil

dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap

koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.5.3.1

di bawah ini.

Tabel 3.5.3.1 Muatan Faktor Pengaruh Informasional

No Koefisien Standard Error

Nilai t Signifikan

ITEM 1

0.49 0.10 4.75 √

ITEM 5

0.47 0.10 4.69 √

ITEM 7ITEM 10

0.390.01

0.090.09

4.250.07

√X

Keterangan: tanda √=signifikan (t >1,96); X= tidak signifikan

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa ada empat

item yang signifikan (t>1,96) dan ada satu item yang

102

tidak signifikan (t < 1,96) yaitu nomer 10. Dengan

demikian item nomer 10 akan di-drop yang berarti

item tersebut tidak akan ikut dianalisis dalam

perhitungan faktor skor.

3.5.3.2. Uji Validitas Konstruk Pengaruh Utilitarian

Peneliti menguji lima item yang benar-benar bersifat

unidimensional artinya benar-benar hanya mengukur

pengaruh utilitarian. Dari analisis CFA dengan model

satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square

=15.52, df=5, P-value= 0.00000, RMSEA= 0.081, namun

setelah dilakukan modifikasi sebanyak satu kali

terhadap model dengan membebaskan korelasi kesalahan

pengukuran diantara item-item yang dianalisis, maka

diperoleh model fit nilai Chi-Square=5.52, df =4, P-

value =0.23783, RMSEA=0.034. Artinya, model dengan

satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa

item hanya mengukur satu faktor saja yaitu pengaruh

103

utilitarian. Model fit tersebut ditunjukkan pada

gambar di bawah ini:

Tahap selanjutnya, dilihat apakah item tersebut

signifikan mengukur faktor yang hendak diukur,

sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu di-

drop atau dipertahankan. Kemudian dilakukan

pengujian hipotesis nihil tentang koefisien muatan

faktor dari item. Pengujian hipotesis nihil

dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap

koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.5.3.2

di bawah ini.

104

Tabel 3.5.3.2 Muatan Faktor Pengaruh Utilitarian

No Koefisien Standard Error Nilai t Signifikan

ITEM 3

0.78 0.06 12.63 √

ITEM 6

0.95 0.06 14.72 √

ITEM 9

0.41 0.06 7.15 √

ITEM 11ITEM 17

0.490.01

0.060.06

8.230.25

√X

Keterangan: tanda √=signifikan (t >1,96); X= tidak signifikan

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa ada lima

item yang signifikan (t>1,96) dan ada satu item yang

tidak signifikan (t < 1,96) yaitu nomer 17. Dengan

demikian item nomer 17 akan di-drop yang berarti

item tersebut tidak akan ikut dianalisis dalam

perhitungan faktor skor.

3.5.3.3. Uji Validitas Konstruk Pengaruh Nilai-Ekspresif

Peneliti menguji tujuh item yang benar-benar

bersifat unidimensional artinya benar-benar hanya

mengukur pengaruh nilai-ekspresif. Dari analisis CFA

105

dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan

Chi-Square =197.01, df=14, P-value =0.00000, RMSEA=

0.201, namun setelah dilakukan modifikasi sebanyak

lima kali terhadap model dengan membebaskan korelasi

kesalahan pengukuran diantara item-item yang

dianalisis, maka diperoleh model fit nilai Chi-Square

=14.65, df =9, P-value =0.10104, RMSEA=0.044.

Artinya, model dengan satu faktor (unidimensional)

dapat diterima, bahwa item hanya mengukur satu

faktor saja yaitu pengaruh nilai-ekspresif. Model fit

tersebut ditunjukkan pada gambar di bawah ini:

106

Tahap selanjutnya, dilihat apakah item tersebut

signifikan mengukur faktor yang hendak diukur,

sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu di-

drop atau dipertahankan. Kemudian dilakukan

pengujian hipotesis nihil tentang koefisien muatan

faktor dari item. Pengujian hipotesis nihil

dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap

koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.5.3.3

di bawah ini.

Tabel 3.5.3.3 Muatan Faktor Pengaruh Nilai-Ekspresif

107

No Koefisien Standard Error Nilai t Signifikan

ITEM 2

0.67 0.05 12.79 √

ITEM 4

0.30 0.06 5.15 √

ITEM 8

0.34 0.06 5.85 √

ITEM 12

0.41 0.06 7.23 √

ITEM 13

0.45 0.06 8.08 √

ITEM 14ITEM 16

0.710.92

0.050.05

13.6318.77

√√

Keterangan: tanda √=signifikan (t >1,96); X= tidak signifikan

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa nilai t

bagi koefisien muatan faktor dari keseluruhan item

signifikan karena nilai (t >1.96). Dengan demikian

dapat dilihat bahwa muatan dari faktor item,

diketahui bahwa tidak terdapat item yang muatan

faktornya (t<1.96) sehingga seluruh item tersebut

dapat ikut dianalisis dalam penghitungan faktor

skor.

3.6. Metode Analisis Data

108

Untuk menjawab pertanyaan penelitian digunakan teknik

analisis regresi non-linier karena variabel dependen

pada penelitian ini adalah kategorik berupa pilihan

(binary choice) dikotomi. Analisis regeresi linier tidak

dapat digunakan karena variabel dependen diasumsikan

kontinum. Jika suatu penelitian menggunakan analisis

regresi linier pada variabel dependen berupa kategorik

maka akan timbul hasil yang tidak logis yaitu proporsi

yang diprediksi dapat melebihi 1 atau kurang dari 0

(minus). Hal ini tentu saja akan berdampak pada hasil

yang tidak masuk akal dan tidak dapat ditafsirkan.

Seperti dikatakan Pampel (2000, dalam Putri, 2013),

bahwa masalah yang ditimbulkan dari regresi linier

pada saat veriabel dependen yang digunakan adalah

variabel kategorik berupa dikotomi ialah bahwa sesuai

definisinya, probabilitas atau proporsi tidak dapat

melebihi 1 atau kurang dari 0, namun garis regresi

linier dapat memberiklan nilai prediksi hingga diatas

109

1 dan di bawah 0. Nilai tersebut tentu saja tidak

masuk akal karena bertentangan dengan definisi dari

probabilitas dimana nilai yang dihasilkan harus berada

dalam rentang antara 0 dan 1 atau dalam bentuk persen

antara 0 dan 100. Oleh karena itu, untuk mengatasi

masalah kekeliruan dalam analisis variabel dependen

yang berupa kategorik, harus digunakan analisis

regresi non-linier yang sering digunakan salah satunya

adalah regresi logistik.

Regresi logistik adalah model matematika yang

dapat digunakan untuk mendeskripsikan pengaruh dari

beberapa variabel X (variabel indipenden) terhadap Y

(variabel dependen yang berupa dikotomi). Regresi

logistik memiliki rentang angka prediksi antara 0 dan

1. Artinya, model ini dipergunakan untuk

mendeskripsikan probability yang memiliki rentang angka 0

dan 2. Model logistik dibuat untuk memastikan bahwa

pengukuran apapun yang akan dilakukan pada variabel

110

prediktor akan mendapatkan angka prediksi antara 0 dan

1. Hal seperti ini tidak selalu benar pada hal lain

selain model probabilistik. Oleh karena itu model

logistik menjadi pilihan pertama ketika prediksi yang

akan dilakukan adalah probability. Kerangka berpikir pada

regresi logistik adalah memberi kode 1 untuk kejadian

yang terjadi dan 0 pada kejadian yang tidak terjadi

pada skoring nilai variabel dependen (Kleinbaun dan

Klein, 2010, dalam Putri, 2013)

Penelitian ini ingin mengetahui dan memperkirakan

berapa pengaruh, sikap, pleasure-driven, socially-driven,

concern-driven, pengaruh informasional, pengaruh

utilitarian dan pengaruh nilai-ekspresif terhadap

probability perilaku membeli. Probabilitas keputusan

membeli dapat dituliskan dengan rumus:

P i = =

Dimana X= β0 + β1 X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + β6X6 + β7X7

111

Keterangan :

Pi = Probability perilaku membeli

e = basis logaritma natural logit yaitu mathematical

constant

β = Koefisien regresi

X1 = Sikap

X2 = Pleasure-driven

X3 = Socially-driven

X4 = Concern-driven

X5 = pengaruh informasional

X6 = pengaruh utilitarian

X7 = pengaruh nilai-ekspresif

Fungsi probabilitas yang ditunjukkan oleh

persamaaan nomor 1 diubah menjadi odds. Odds adalah

ratio dari dua probability yang dalam hal ini adalah

probability suatu perilaku tersebut terjadi (P)

berbanding probability perilaku tersebut tidak terjadi

(1-P). Odds dapat dituliskan dengan persamaan

112

Odds =

Kemudian agar persamaan tersebut linier dan mudah

diselesaikan secara konvensional, maka persamaan ini

ditransformasi menjadi persamaan dalam satuan ukuran

logaritma natural dengan cara dijadikan log dari odds

tersebut. Satuan dari log odds ini disebut logit.

Logit dapat dituliskan dengan persamaan

Ln = β0 + β1 X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + β6X6 + β7X7

Keterangan :

Ln = Logaritma natural

P i = Probability perilaku membeli

Persamaan di atas adalah persamaan regresi linier

yang merupakan bilangan real variabel kontinum yang

dimulai dari rentang -∞ sampai dengan +∞ dimana Ln

jika Pi = 0,5. Dengan demikian persamaan ini dapat

113

diselesaikan dengan regresi linier biasa (variabel

dependen berupa kontinum) tetapi dengan skala logit.

Satuan logit tidak langsung berkaitan dengan probability

maka interpretasi tidak dapat langsung dilakukan. Oleh

sebab itu logit perlu diubah kembali dalam bentuk

odd, untuk kemudian masuk kedalalam bentuk probability

yaitu peluang terjadinya perilaku membeli.

Untuk mengetahui variabel independen mana yang

signifikan dampaknya terhadap kenaikan atau penurunan

satu unit odds perilaku membeli, dapat dilakukan uji

signifikan terhadap koefisien regresi (βi) yang dapat

dilakukan dengan Wald test menggunakan rumus:

W =

Keterangan:

W = Wald test

B = koefisien regresi

SE = Standar eror

114

Variabel W akan mengikuti ditribusi chi-square

dengan df=1. Wald statistik ini sejenis dengan Z test

atau t test dalam regresi linier biasa. Wald test dapat

dilakukan untuk setiap prediktor dalam model (Osborne,

2008 dalam Putri, 2013). Model regresi logistik dalam

penelitian ini menggunakan software SPSS 18.0. Penulis

menggunakan keyakinan sebesar 95 % atau dengan

menggunakan ɑ= 5%. H0 tidak diterima jika P<0.05 atau

Wj > x2 dengan ɑ. Berarti variabel dengan parameter

tersebut dikatakan ada pengaruh sikap, pleasure-driven,

socislly-driven, concern-driven, pengaruh informasional,

pengaruh utilitarian dan pengaruh nilai-ekspresif

terhadap perilaku membeli.

BAB 4

HASIL PENELITIAN

115

Pada bab ini, akan dijelaskan deskripsi tentang

partisipan penelitian, deskripsi tentang variabel

psikologis penelitian, dan pengujian hipotesis

penelitian.

4.1. Analisis Deskriptif

Gambaran umum subjek pada penelitian ini diuraikan

berdasarkan memutuskan membeli atau tidak. Subjek

dalam penelitian ini berjumlah 325 mahasiswa psikologi

UIN Jakarta. Teknik pengambilan sampel yang digunakan

dalam penilitian ini adalah teknik quota sampling (non-

probability sampling). Gambaran subjek penelitian dapat

dilihat pada tabel 4.1 dibawah ini:

Tabel 4.1 Jumlah Subjek Penelitian

Unweighted Casesa N Percent

SelectedCases

Included in Analysis

325 100,0

Missing Cases 0 ,0Total 325 100,0

Unselected Cases 0 ,0Total 325 100,0

116

Dari tabel di atas dapat dijelaskan gambaran sampel

yang memutuskan untuk membeli dan tidak membeli

smartphone. Gambaran subjek dapat dilihat pada tabel di

bawah ini:

Tabel 4.2 Tabel Klasifikasi

Berdasarkan tabel 4.2, dapat diketahui bahwa dari

325 mahasiswa Psikologi UIN Jakarta, 278 subjek

(84.56%) menyatakan bahwa individu membeli smartphone

dan 47 subjek (14.46%) menyatakan tidak membeli

smartphone. Pada tabel 4.3 digambarkan hasil deskriptif

statistik dari setiap variabel yang digunakan pada

penelitian ini.

Subjek penelitian Jumlah

Persentase

Membeli smartphone 278 85.54%Tidak membelismartphone

47 14.46%

Total 325 100%

117

Tabel 4.3 Deskriptif Statistik

N Min Max Mean Std.Deviation

SikapPleasure-driven

325325

16,2020,37

67,3970,59

50,000050,0005

10,0000010,00041

Socially-driven

325

21,88

81,75 50,0002 10,00040

Concern-driven

325

30,51

91,96 49,9998 10,00030

Informasional

325

24,62

78,67 50,0006 10,00007

Utilitarian

325

17,95

78,01 49,9997 9,99995

Nilai-Eskpresif

325

21,51

84,38 49,9998 10,00002

Berdasarkan tabel 4.3 diketahui deskripsi

statistik pada setiap variabel independen. Kolom

minimum dan maximum menjelaskan nilai minimum dan

maksimum pada setiap variabel independen. Dilihat dari

kolom minimum diketahui variabel sikap mempunyai nilai

terendah dan berdasarkan kolom maksimum diketahui

variabel opini mempunyai nilai tertinggi dengan

masing-masing nilai mean 50 dan standar deviasi 10.

118

4.2. Uji Hipotesis Penelitian

4.2.1. Analisis Regresi Logistik Variabel Penelitian

Peneliti menguji hipotesis dengan teknik analisisi

regresi logistik menggunakan software SPSS 18. Dalam

pengolahan data menggunakan analissi regresi

logistik, peneliti melihat besaran Negelkerke R

Square untuk mengetahui berapa persen (%) varians

variabel dependen yang dijelaskan oleh variabel

independen, melihat secara signifikan terhadap

variabel dependen (uji model regresi logistik) dan

melihat koefisien regresi dalam bentuk logit, odd,

dan probability.

4.2.2. Uji Model Regresi Logistik

Peneliti melihat besaran Nagelkerke R Square untuk

mengetahui berapa persen (%) varian variabel

independen (Connell, 2006 dalam Putri, 2013).

119

Selanjutnya untuk tabel Negelkerke R Square, dapat

dilihat pada tabel 4.4 berikut.

Tabel 4.4 Nagelkerke R Square

Step

-2 Log likelihood

Cox & SnellR Square

NagelkerkeR Square

1 259,809a ,027 ,048

Peneliti melihat hasil dari tabel summary pada

bagian Nagelkekrke R Square untuk melihat proporsi

varian dari logit perilaku membeli smartphone.

Peneliti melihat nilai Nagelkerke R Square, karena

nilai Nagelkerke R Square adalah pengukuran ulang

dari proporsi varian dari logit perilaku membeli

smartphone yang diperoleh dari tabel Cox & Snell

Square sehingga mendapatkan batas nilai 1.0 (Conell,

2006 dalam Putri, 2013). Oleh karena itu nilai

Nagelkerke R Square bisa ditafsirkan seperti

proporsi varian pada analisis regresi linier maka

pada penelitian ini lebih baik melihat nilai

120

Nagelkerke R Square karena koefisiennya memiliki

rentangan hingga 1.0.

Dari tabel 4.4 dapat dilihat bahwa perolehan

Negelkerke R Square sebesar 0.048 atau 4.8 %. Hal

ini menunjukkan bahwa besarnya proporsi varian dari

logit perilaku membeli smartphone yang bisa

dijelaskan oleh tujuh variabel independen yaitu

sikap (X1), pleasure-driven (X2), socially-driven (X3),

concern-driven (X4) pengaruh informasional (X5),

pengaruh utilitarian (X6), pengaruh nilai ekspresif

(X7) sebesar 4.8 % dan sisanya yaitu 95.2%

dijelaskan oleh variabel-variabel lain diluar

penelitian ini yang tidak di analisis. Selanjutnya,

peneliti menganalisis dampak dari seluruh variabel

independen terhadap perilaku membeli. Adapun

hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut:

121

Tabel 4.5 Tabel hosmer and lemeshow test

Hosmer and Lemeshow Test

Ste

p

Chi-square Df Sig.

1 10,290 8 ,245

Dari tabel 4.5 di atas diketahui bahwa pada

penelitian ini model Chi-Square memiliki derajat

kebebasan 8, nilai 10,290 dengan signifikansi 0,245

(p>0.05). Hal ini menunjukkan bahwa hasil ini

memiliki model fit yang bagus, yang mana

mengindikasikan bahwa teori yang digunakan dengan

model regresi logistik sesuai dengan data. Dengan

kata lain dapat dikatakan bahwa hipotesis nihil dari

mayor yang menyatakan tidak ada pengaruh yang

signifikan dari sikap, pleasure-driven, socially-driven,

concern-driven, pengaruh informasional, pengaruh

utilitarian, pengaruh nilai-ekspresif terhadap

perilaku membeli smartphone itu diterima. Artinya,

122

tidak ada pengaruh yang signifikan dari sikap,

pleasure-driven, socially-driven, concern-driven, pengaruh

informasional, pengaruh utilitarian, pengaruh nilai-

ekspresif terhadap perilaku membeli smartphone.

4.2.3. Signifikansi Variabel

Langkah selanjutnya adalah melihat koefisien regresi

dari setiap variabel independen. Jika (P<0.05) maka

koefisien tersebut signifikan yang berarti bahwa

variabel independen tersebut memiliki dampak yang

signifikan terhadap perilaku membeli smartphone.

Adapun koefisien regresi yang dihasilkan seperti

tabel 4.6 berikut.

Tabel 4.6 Variables In Equation

B S.E. Wald df

Sig. Exp(B)

Step 1a

Sikap ,019

,017 1,317 1 ,251 1,019

Pleasure-driven

,015

,017 ,785 1 ,376 1,015

Socially-driven

,016

,017 ,817 1 ,366 1,016

Concern-driven

-,010

,017 ,356 1 ,551 ,990

123

Informasional

-,016

,017 ,864 1 ,353 ,985

Utilitarian

-,027

,019 2,011 1 ,156 ,973

Nilai-eskpresif

,018

,018 ,989 1 ,320 1,018

Constant 1,094

1,752

,390 1 ,532 2,986

Dari tabel 4.6 pada kolom signifikan dapat

dilihat bahwa ketujuh variabel diatas tidak ada yang

signifikan mempengaruhi perilaku membeli smartphone

(P>0.05). Penjelasan regresi logistik dijelaskan

dalam bentuk logit, odds, dan probability. Logit atau

log odds adalah log dari ratio dua probability. Odds

ratio yaitu ratio dari dua odds dan persen perubahan

odds ratio adalah nilai persen perubahan pada odds

ratio. Probability adalah peluang terjadinya perilaku

dalam penelitian ini adalah peluang terjadinya

perilaku membeli smartphone.

Pertama, penjelasan nilai koefisien regresi

dalam satuan logit. Logit memiliki nilai rentang

124

nilai -∞ (negatif tidak terhingga) sampai dengan +∞

(positif tidak terhingga). Berdasarkan nilai pada

tabel 4.6, persamaan regresi dalam satuan logit

adalah sebagai berikut : (*signifikan)

Logit perilaku membeli = 1.094 + 0.019*sikap +

0.015*pleasure-driven +

0.016*socially-driven – 0.010*concern-driven –

0.16*pengaruh informasional –

0.027*pengaruh utilitarian +

0.18*pengaruh nilai-ekspresif

(1)

Penjelasan dari persamaan diatas yaitu, untuk

melihat signifikansi atau tidaknya koefisien yang

dihasilkan, cukup melihat sig. Pada kolom ke-6 pada

tabel 4.6, jika P<0.05, maka koefisien yang

dihasilkan pengaruhnya terhadap perilaku membeli

smartphone dan sebaliknya. Berdasarkan hasil uji

signifikansi (uji Wald) pada setiap variabel

independen dengan taraf signifikansi koefisien yang

125

signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa dari tujuh

hipotesis minor tidak ada hipotesis yang signifikan.

Koefisien regresi dalam satuan logit yang

diperoleh masing-masing variabel independen adalah

sebagai berikut:

1. Variabel sikap. Diperoleh nilai koefisien sebesar

0,019 dengan nilai signifikan 0.251 (P>0,05),

yang berarti bahwa hipotesis nihil dari Ha1 yang

menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan

sikap terhadap perilaku membeli pada mahasiswa

diterima. Artinya tidak ada pengaruh yang

signifikan sikap terhadap perilaku membeli

smartphone

2. Variabel pleasure-driven. Diperoleh nilai koefisien

sebesar 0,015 dengan nilai sig. 0.376 (P>0,05),

yang berarti bahwa hipotesis nihil dari Ha2 yang

menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan

pleasure-driven terhadap perilaku membeli smartphone

126

diterima. Artinya tidak ada pengaruh yang

signifikan pleasure-driven terhadap perilaku membeli

smartphone

3. Variabel socially-driven. Diperoleh nilai koefisien

sebesar 0,016 dengan nilai sig. 0.366 (P>0,05),

yang berarti bahwa hipotesis nihil dari Ha3 yang

menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan

socially-driven terhadap perilaku membeli smartphone

diterima. Artinya tidak ada pengaruh yang

signifikan socially-driven terhadap perilaku membeli

smartphone

4. Variabel concern-driven. Diperoleh nilai koefisien

sebesar -0,010 dengan nilai sig. 0.551 (P>0,05),

yang berarti bahwa hipotesis nihil dari Ha4 yang

menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan

concern-driven terhadap perilaku membeli smartphone

diterima. Artinya tidak ada pengaruh yang

127

signifikan concern-driven terhadap perilaku membeli

smartphone.

5. Variabel pengaruh informasional. Diperoleh nilai

koefisien sebesar -0,016 dengan nilai sig. 0.353

(P>0,05), yang berarti bahwa hipotesis nihil dari

Ha5 yang menyatakan tidak ada pengaruh yang

signifikan pengaruh informasional terhadap

perilaku membeli smartphone diterima. Artinya

tidak ada pengaruh yang signifikan pengaruh

informasional terhadap perilaku membeli smartphone.

6. Variabel pengaruh utilitarian. Diperoleh nilai

koefisien sebesar-0,027 dengan nilai sig. 0.156

(P>0,05), yang berarti bahwa hipotesis nihil dari

Ha6 yang menyatakan tidak ada pengaruh yang

signifikan pengaruh utilitarian terhadap

perilaku membeli smartphone diterima. Artinya

tidak ada pengaruh yang signifikan pengaruh

utilitarian terhadap perilaku membeli smartphone.

128

7. Variabel pengaruh nilai-ekspresif. Diperoleh

nilai koefisien sebesar 0,018 dengan nilai sig.

0.320 (P>0,05), yang berarti bahwa hipotesis

nihil dari Ha7 yang menyatakan tidak ada pengaruh

yang signifikan pengaruh nilai-ekspresif

terhadap perilaku membeli smartphone diterima.

Artinya tidak ada pengaruh yang signifikan

pengaruh nilai-ekspresif terhadap perilaku

membeli smartphone.

Log odds (logit) merupakan kesederhanaan

interpretasi dari koefisien regresi logistik seperti

dijelaskan di atas tidak memiliki metrik yang

bermakna. Log odds (logit) merupakan persamaan yang

linear, namun ada beberapa informasi yang tidak bisa

didapatkan dari logit. Oleh karena itu, interpretasi

akan dilanjutkan pada tingkatan odds.

(2)

129

Keterangan: odds = perilaku membeli

Dari persamaan nomor 2 peneliti dapat

menghitung nilai odds dari keseluruhan variabel

independen. Dalam hal ini peneliti akan memberikan

contohnya. Misalnya, jika diketahui seseorang

memiliki nilai sikap (67), nilai pleasure-driven (52),

nilai socially-driven (47), nilai concern-driven (46), nilai

pengaruh informasional (46), nilai pengaruh

utilitarian (56), dan nilai pengaruh nilai-ekspresif

(49), maka nilai odds yang dihasilkan adalah:

Odds = e1,094 + 0,019(67) + 0,015(52) + 0,016(47) - 0,010 (46) - 0,016(46) -

0,027(56) + 0,018(49)

= 2,073 (3)

Artinya individu dengan kriteria yang

disebutkan di atas memiliki peluang 2,073 kali lebih

130

besar melakukan pembelian smartphone daripada tidak

melakukan pembelian smartphone. Nilai odds memiliki

rentang nilai dimulai dari 0 (nol) +∞ (positif tak

terhingga). Sehingga dari hasil perhitungan odds

dapat diperoleh nilai yang besar sebagai nilai

ratusan bahkan ribuan. Sebagai ilustrasi misalkan

individu dengan nilai nilai sikap (48), nilai

pleasure-driven (39), nilai socially-driven (48), nilai

concern-driven (57), nilai pengaruh informasional (30),

nilai pengaruh utilitarian (35), dan nilai pengaruh

nilai-ekspresif (29), maka nilai odds pada individu

dengan kriteria tersebut adalah:

Odds = e1,094 + 0,019(48) + 0,015(39) + 0,016(48) - 0,010 (57) - 0,016(30) -

0,027(35) + 0,018(29)

= 1.886 (4)

Odds sebesar 1.886. Artinya perilaku membeli

smartphone pada orang tersebut 1.886 kali lebih besar

daripada tidak melakuakan pembelian smartphone.

131

Interpretasi dengan angka yang lebih besar pada odds

dapat terjadi, oleh karena itu agar interpretasi

lebih mudah dimengerti maka interpretasi dilanjutkan

kedalam bentuk probability yang memiliki rentang antara

0 dan 1 atau dalam bentuk persen antara 0 dan 100.

Dalam regresi logistik, odds dapat juga

dijelaskan dalam bentuk odds rasio dan persen

perubahan. Odds rasio (OR) adalah perbandingan satu

odds dengan odds yang lain. OR digunakan untuk

melihat nilai dari naik atau turunnya odds perilaku

membeli tiap kenaikan satu unit variabel independen.

Dapat juga dikatakan bahwa OR menunjukkan sejauh

mana peningkatan ukuran variabel dependen dengan

setiap perubahan yang dipengaruhi oleh variabel

independen. Nilai OR disajikan pada kolom Exp (B)

pada tabel 4.5.

Selain itu, terdapat sebuah rumus sederhana di

dalam analisis regresi logistik yang menunjukkan

132

odds rasio dapat ditafsirkan sebagai persentase

perubahan (percent change) dengan rumus:

% change = 100(OR – 1) (5)

Untuk lebih jelasnya peneliti memberikan

penjabaran mengenai beberapa contoh OR dari setiap

variabel dan persentase perubahannya sehingga

mendapatkan hasil yang sesuai dengan tabel 4.6

sebagai berikut:

1. Variabel sikap. Diperoleh nilai Exp(B)= 1,019.

Artinya setiap kenaikan satu unit sikap dan

variabel lain dianggap konstan, peluang seseorang

untuk melakukan pembelian smartphone akan naik

sebanyak 1,019 kali atau sebesar 1,9% .

2. Variabel pleasure-driven. Diperoleh nilai Exp(B)=

1,015. Artinya setiap kenaikan satu unit pleasure-

driven dan variabel lain dianggap konstan, peluang

seseorang untuk melakukan pembelian smartphone

akan naik sebanyak 1,015 kali atau sebesar 1,5% .

133

3. Variabel socially-driven. Diperoleh nilai Exp(B)=

1,016. Artinya setiap kenaikan satu unit socially-

driven dan variabel lain dianggap konstan, peluang

seseorang untuk melakukan pembelian smartphone

akan naik sebanyak 1,016 kali atau sebesar 1,6% .

4. Variabel concern-driven. Diperoleh nilai Exp(B)=

0,990. Artinya setiap kenaikan satu unit concern-

driven dan variabel lain dianggap konstan, peluang

seseorang untuk melakukan pembelian smartphone

akan naik sebanyak 0,990 kali atau sebesar 1% .

5. Variabel pengaruh informasional. Diperoleh nilai

Exp(B)= 0.985. Artinya setiap kenaikan satu unit

pengaruh informasional dan variabel lain dianggap

konstan, peluang seseorang untuk melakukan

pembelian smartphone akan naik sebanyak 0,985 kali

atau sebesar 1,5% .

6. Variabel pengaruh utilitarian. Diperoleh nilai

Exp(B)= 0.973. Artinya setiap kenaikan satu unit

134

utilitarian dan variabel lain dianggap konstan,

peluang seseorang untuk melakukan pembelian

smartphone akan naik sebanyak 0,973 kali atau

sebesar 2,7% .

7. Variabel pengaruh nilai-ekspresif. Diperoleh nilai

Exp(B)= 1,018. Artinya setiap kenaikan satu unit

pengaruh nilai-ekspresif dan variabel lain

dianggap konstan, peluang seseorang untuk

melakukan pembelian smartphone akan naik sebanyak

1,018 kali atau sebesar 1,8%

Dalam hal ini odds adalah rasio dari

probabilitas, sehingga penafsiran dapat dilakukan

dalam tingkatan probabilitas. Penafsiran dalam taraf

probabilitas juga memiliki keuntungan dimana

hasilnya akan lebih mudah untuk dipahami.

Probabilitas dapat menunjukkan peluang terjadinya

perilaku membeli smartphone dibandingkan tidak

135

terjadinya perilaku membeli smartphone dengan

persamaan:

(6)

Dari persamaan nomor 6, peneliti dapat

menghitung peluang terjadinya perilaku membeli

individu dilihat dari nilai keseluruhan variabel

independen seperti pada contoh 1 dan persamaan 3,

sehingga didapatkan hasil sebagai berikut:

(7)

Artinya, peluang seseorang yang memiliki nilai

sikap (67), nilai pleasure-driven (52), nilai socially-

driven (47), nilai concern-driven (46), nilai pengaruh

informasional (46), nilai pengaruh utilitarian (56),

dan nilai pengaruh nilai-ekspresif (49) untuk

136

membeli smartphone 0,675 atau 67,5%. Nilai 67,5% ini

disebut juga nilai predicted probability. Probability atau

peluang memiliki rentang nilai antara 0 dan 1 atau

dalam bentuk persen 0 dan 100 sehingga memiliki

makna yang lebih mudah dipahami seperti, seseorang

dengan kriteria tertentu yang diketahui memiliki

predicted probability perilaku membeli 67.5 persen.

Berikut adalah ilustrasi selanjutnya, misalkan

dengan nilai nilai sikap (48), nilai pleasure-driven

(39), nilai socially-driven (48), nilai concern-driven (57),

nilai pengaruh informasional (30), nilai pengaruh

utilitarian (35), dan nilai pengaruh nilai-ekspresif

(29), maka didapat hasil:

(8)

Artinya, peluang seseorang yang memiliki nilai

sikap (48), nilai pleasure-driven (39), nilai socially-

driven (48), nilai concern-driven (57), nilai pengaruh

137

informasional (30), nilai pengaruh utilitarian (35),

dan nilai pengaruh nilai-ekspresif (29) untuk

membeli smartphone 0,653 atau 65,3%. Nilai yang

diperoleh sebesar 67,5% adalah predicted probability,

karena nilai probability yang sesungguhnya (true

probability) memiliki rentangan yang bisa lebih besar

dan lebih kecil dari nilai 67.5%.

Kemudian langkah selanjutnya peneliti menguji

penambahan proporsi varians logit perilaku membeli

smartphone dari tiap variabel independen jika

variabel independen tersebut dimasukkan satu per

satu ke dalam analisis regresi logistik. Untuk

analisis lengkapnya dibahas pada sub bab berikut.

4.2.4. Proporsi Varians Masing-Masing Variabel Independen

138

Pengujian pada tahapan ini bertujuan untuk melihat

berapa besar proporsi varian dari logit perilaku

membeli smartphone yang bisa dijelaskan oleh masing-

masing variabel independen yaitu sikap, pleasure-

driven, socially-driven, concern-driven, pengaruh

informasional, pengaruh utilitarian, dan pengaruh

nilai-ekspresif seperti yang dapat dilihat pada

tabel 4.7 berikut:

Tabel proporsi varians masing-masing variabel independen

VariabelIndependen

Nagelkerke RSquare

PertambahanNagelkerke R

SquareSikap 0.016 0.016Pleasure-driven 0.022 0.006Socially-driven 0.026 0.004Concern-driven 0.027 0.001Pengaruh informasional

0.035 0.008

Pengaruh utilitarian

0.042 0.007

Pengaruh nilai-ekspresifTotal

0.048 0.0060.048

139

Dari tabel di atas dapat disampaikan informasi

sebagai berikut :

1. Variabel sikap memberikan sumbangan sebesar 1.6%

dalam varians logit perilaku membeli smartphone.

2. Variabel Pleasure-driven memberikan sumbangan sebesar

0.6% dalam varians logit perilaku membeli

smartphone.

3. Variabel Socially-driven memberikan sumbangan sebesar

0.4% dalam varians logit perilaku membeli

smartphone.

4. Variabel Concern-driven memberikan sumbangan sebesar

0.1% dalam varians logit perilaku membeli

smartphone.

5. Variabel pengaruh informasional memberikan

sumbangan sebesar 0.8% dalam varians logit

perilaku membeli smartphone.

140

6. Variabel pengaruh utilitarian memberikan

sumbangan sebesar 0.7% dalam varians logit

perilaku membeli smartphone.

7. Variabel pengaruh nilai-ekspresif memberikan

sumbangan sebesar 0.6% dalam varians logit

perilaku membeli smartphone.

Dari kedelapan variabel independen tersebut

dapat dilihat variabel manakah yang memberikan

sumbangan paling besar terhadap variabel dependen

dilihat dari besarnya nilai penambahan Nagelkerke R

Square. Dari tabel 4.7 dapat diketahui variabel

independen yang memberikan sumbangan terbesar adalah

variabel sikap dengan penambahan Nagelkerke R Square

0,016, lalu pengaruh informasional memberikan

sumbangan dengan nilai penambahan Nagelkerke R

Square 0,008, kemudian pengaruh utilitarian dengan

nilai penambahan Nagelkerke R Square 0,007, lalu

pleasure-driven dan pengaruh nilai-ekspresif memberikan

141

sumbangan dengan nilai penambahan Nagelkerke R

Square 0,006, selanjutnya socially-driven memberikan

sumbangan dengan nilai penambahan Nagelkerke R

Square 0,004, sedangkan concern-driven hanya

memberikan sumbangan dengan penambahan Nagelkerke R

Square sebesar 0,001.

BAB 5

KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

Pada bab lima ini akan dipaparkan kesimpulan, diskusi,

dan saran

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan uji hipotesis yang

telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat disimpulkan

bahwa secara keseluruhan independen variabel (IV) yang

diteliti pengaruhnya dalam penelitian ini, tidak

142

memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perilaku

membeli smartphone. Dengan demikian, secara keseluruhan

hipotesis dalam penelitian ini ditolak, artinya “Tidak

terdapat pengaruh yang signifikan dari sikap, gaya

hidup-elektronik, dan kelompok referensi terhadap

perilaku membeli smartphone mahasiswa”.

5.2. Diskusi

Berdasarkan hasil penelitian pada proporsi varian

untuk masing-masing variabel independen yang dilakukan

oleh peneliti, diketahui bahwa sumbangan sikap

terhadap perilaku membeli smartphone (dalam satuan

logit) sebesar 1.6%, gaya hidup-elektronik sebesar

1.1%, kelompok referensi sebesar 2.1% dan sisanya

sebesar 95.2% dipengaruhi oleh variabel lain di luar

penelitian ini. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok

referensi memberikan sumbangan paling besar yaitu

sebesar 2.1% namun ada variabel lain di luar

penelitian ini yang memiliki pengaruh jauh lebih besar

143

di luar penelitian ini yang memiliki pengaruh sebesar

95.2%.

Pada penelitian ini, kelompok referensi juga

tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku

membeli smartphone pada mahasiswa. Dimensi pengaruh

informasional digambarkan dengan pernyataan

“membandingkan antara merek A dan B dengan teman-

teman, yang mempunyai informasi tentang merek yang

sesuai”, dimensi pengaruh utilitarian digambarkan

dengan pernyataan “membeli merek khusus karena

dipengaruhi oleh preferensi dari anggota keluarganya”

dan dimensi pengaruh nilai-ekspresif digambarkan

dengan pernyataan “merasakan bahwa membeli atau

menggunakan sebuah merek khusus dapat meningkatkan

citra diri”, dalam hal ini peneliti memiliki dugaan

bahwa mahasiswa pada saat memelakukan pembelian

smartphone bukan dipengaruhi oleh preferensi dari

anggota keluarganya ataupun untuk meningkatnya citra

144

dirinya. Oleh karenta itu, hasilnya tidak sesuai

dengan dugaan awal peneliti yang menyatakan bahwa

pengaruh informasional, pengaruh utilitarian dan

pengaruh nilai-ekspresif berpengaruh terhadap perilaku

membeli smartphone pada mahasiswa. Penelitian yang

dilakukan oleh Yang, Hee dan Lee (2012) menunjukkan

bahwa ada pengaruh secara signifikan dari ketiga

dimensi kelompok referensi (pengaruh informasional,

pengaruh utilitarian dan pengaruh nilai-ekspresif)

terhadap perilaku membeli. Dengan demikian, hasil

dari penelitian ini bertentangan dengan penelitian

sebelumnya.

Hasil penelitian selanjutnya, pengaruh gaya

hidup-elektronikpun tidak berpengaruh secara

signifikan terhadap perilaku membeli smartphone pada

mahasiswa. Berdasarkan dimensi pleasure-driven yang

digambarkan dengan penyataan “Meninjau kembali produk-

produk yang ada di internet”, dimensi socially-driven

145

digambarkan dengan pernyataan “Senang membeli produk

terbaru melalui smartphone secara online” dan dimensi

concern-driven digambarkan dengan pernyataan “Sulit dalam

menilai kualitas barang dagangan di internet”, dalam hal

ini peneliti memiliki dugaan bahwa mahasiswa lebih

suka meninjau atau membeli produk-produk baru secara

langsung di toko secara langsung daripada di internet.

Hal tersebut yang mengakibatkan ketidaksesuaian dengan

asumsi awal peneliti yang menyatakan bahwa dimensi

pleasure-driven, socially-driven dan concern-driven pada variabel

gaya hidup-elektronik mempengaruhi peilaku membeli

smartphone pada mahasiswa. Hasil penelitian yang

dilakukan oleh Lin dan Shih (2012) menunjukkan bahwa

ada pengaruh secara signifikan gaya hidup terhadap

perilaku membeli. Dengan demikian hasil dari

penelitian ini bertentangan dengan penelitian

sebelumnya.

146

Kemudian hasil selanjutnya, variabel sikap tidak

signifikan berpengaruh terhadap perilaku membeli

smartphone pada mahasiswa. Berdasarkan pernyataan bahwa

“Merasa puas dengan adanya kemampuan smartphone

melalui fitur-fitur canggih” dan “Cenderung

memanfaatkan kemampuan fitur-fitur canggih dengan

optimal”, dalam hal ini peneliti memiliki dugaan bahwa

pada saat membeli smartphone bukan berdasarkan

pengetahuannya terhadap kemampuan smartphone. Hal

tersebut sangat bertentangan dengan dugaan awal

peneliti yaitu semakin tinggi sikap konsumen

(mahasiswa) pada smartphone maka semakin besar

kemungkinan untuk membeli smartphone. Artinya, dapat

disimpulkan bahwa mahasiswa yang melakukan pembelian

smartphone bukan disebabkan tingginya sikap smartphone

seperti yang ditunjukkan oleh hasil penelitian ini.

Carvalho, (2010) menunjukkan bahwa tidak ada

hubunngan antara sikap terhadap perilaku membeli.

147

Hasil penelitian yang berbeda antara penelitian

yang dilakukan oleh peneliti terdahulu, kemungkinan

disebabkan oleh beberapa faktor penting, yaitu;

Penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah

penelitian baru dengan predictor variable yang sangat

spesifik dan outcome variable yang sangat spesifik pula.

Predictor variable pada penelitian ini adalah, sikap, gaya

hidup-elektronik, kelompok referensi. Outcome variable

pada penelitian ini adalah perilaku membeli smartphone

mahasiswa. Dan terdapat banyak keterbatasan. Alasan

peneliti melakukan penelitian ini, dikarenakan

peneliti ingin mengetahui apakah sikap, gaya hidup-

elektronik dan kelompok referensi mempengaruhi para

mahasiswa dalam melakukan pembelian smartphone.

5.3. Keterbatasan

148

Penelitian ini memiliki keterbatasan, diantaranya

terdapat beberapa hasil penelitian yang dilakukan

ternyata tidak mendukung hasil penelitian sebelumnya.

Keterbatasan tersebut kemungkinan berasal dari

keterbatasan peneliti dalam menerjemahkan alat ukur

hasil adaptasi, sehingga terjadi misskomunikasi antara

apa yang diinginkan peneliti dengan pemahaman yang

dimiliki responden. Sehingga terdapat beberapa item

yang tidak tepat dalam menerjemahkan kedalam bahasa

indonesia sehingga kurang mampu mengukur faktor yang

hendak diukur.

Keterbatasan juga muncul dari prosedur

penelitian yang dilakukan. Dalam penelitian ini,

peneliti menyebar kuesioner di fakultas psikologi UIN

Jakarta, namun peneliti menyebar kuesionernya pada

saat mahaiswa sedang menjalani ujian akhir semester.

sehingga kemungkinan mengisi kuesionernya kurang

dipahami secara baik oleh responden. Hal ini

149

diperkirakan dapat mengurangi motivasi responden dalam

memberikan jawaban. Kemudian, prosedur adaptasi alat

ukur yang tidak sesuai dengan prosedur penelitian

menurut Komisi Tes Internasional (ITC) mengenai

pedoman uji penerjemahan dan adaptasi (Guideline D1.,

ITC, 2001; Hambleton, 2005) juga menimbulkan

keterbatasan dalam penelitian ini.

5.4. Saran

Peneliti menyadari banyaknya kekurangan dalam

penelitian ini. Oleh karena itu, peneliti membagi

saran menjadi dua yaitu, saran metodologis dan saran

praktis. Saran tersebut dapat dijadikan pertimbangan

bagi peneliti lain yang akan meneliti variabel

dependen yang sama.

5.3.1. Saran Metodologis

150

1. Berdasarkan hasil penelitian ini dengan nilai

Nagelkerke R Square sebesar 0.048 dapat dilihat

bahwa variabel yang digunakan untuk mengukur

tingkat perilaku membeli smartphone tidak banyak

memberikan sumbangan. Sehingga, untuk penelitian

selanjutnya, disarankan agar menggunakan variabel

lain yang terkait dengan perilaku membeli

smartphone untuk dijadikan variabel independen

sehingga variasi dari perilaku membeli smartphone,

interprestasi pada logit, odds, probability atau

peluang dapat lebih bervariasi.

2. Untuk penelitian selanjutnya, disarankan untuk

memodifikasi skala sikap terhadap smartphone, gaya

hidup-elektronik dan kelompok referensi dengan

memperbanyak item dan menyesuaikan dengan kondisi

dan keadaan di lapangan sehingga hasilnya lebih

variatif, mengurangi social desirability dan

kemungkinan perolehan item yang sedikit setelah

151

pengujian alat ukur menggunakan analisis

konfirmatorik (CFA)

3. Untuk penelitian selanjutnya, disarankan untuk

menggunakan sampel penelitian yang lebih besar,

misalnya mengambil sampel mahasiswa dari beberapa

universitas, atau membandingkan antara

universitas yang terpopuler yangmana para

individu memiliki gaya hidup yang mewah dengan

universitas swasta yang tidak populer, atau

antara universitas negeri dan swasta, sehingga

hasil yang diperoleh akan lebih bervariasi.

4. Melakukan adaptasi alat ukur sesuai dengan

prosedur penelitian menurut Komisi Tes

Internasional (ITC) mengenai pedoman uji

penerjemahan dan adaptasi (Guideline D1., ITC,

2001; Hambleton, 2005, dalam

5.3.2. Saran Praktis

152

1. Peneliti menyarankan kepada para konsumen

khususnya pada mahasiswa, bahwa saat ingin

melakukan pembelian, seharusnya mempertimbangkan

terlebih dahulu keinginannya supaya smartphone

yang dibeli telah mencukupi kebutuhannya dan

mengetahui dengan pintar cara penggunaannya.

2. Pada penelitian ini telah digunakan analisis

regresi logistik untuk mengukur tingkat perilaku

membeli smartphone pada mahasiswa. Sehingga pada

penelitian selanjutnya, menggunakan analisis

regresi logistik peluang bagi setiap individu

untuk melakukan pembelian smartphone dapat

dihitung dan diketahui.

3. Pada penelitian ini telah diukur tingkat peluang

perilaku membeli smartphone pada mahasiswa.

Diketahuinya peluang bagi setiap individu untuk

melakukan pembelian smartphone dapat membantu

153

produsen dalam menentukan strategi dan segmentasi

pemasaran.

154

Daftar pustaka

Ahmad, Norzieriani, Omar, Azizah dan Ramayah, T. (2014).A lifestyles study on purchasing behavior ofmalaysian online. The 5th international conference on businessand economic research. ISBN: 978-967-5705-13-7.

Bearden, O. Willliam dan Michael J. Etzel. (1982) Refference product influence on product and brand purchase decisions. Journal consumer research. Vol.9.

Behe, K. Bridget, Campbell, L. Benjamin, Hall, R. Charles, Khachatryan, Hayk, Dennis, H. Jennifer dan Yue, Chengyan. 2013. Smartphone use ang online search and purchase behavior or north Americans gardenng and non- gardening information and product.Hortscience. 48(2):209–215

Boonlertvanich, Kawee. (2009). Consumer buying and decision making behavior of a digital camera in Thailand. International journal. Vol.3. No.1

Carvalho, Caesar A. (2010). Impact of consumer attitude in predicting purchasing behaviour.

Chowdury, R. Alam, Hossain, M. Sohrab dan Ahmad, Sayed. 2012. Factors considered by opinion leader (one formof refference group) in recommending brand to consumer : A case study on cement. Global Journal of Management and Business Research. Volume 12 Issue 20. Online ISSN: 2249-4588 & Print ISSN: 0975-5853.

155

Engel, James. F, Roger D. Blackwell & Paul W. Miniard.(2003). Perilaku konsumen. Edisi delepan. Binarupa Aksara.Tangerang.

Gupta, Ridhi and Sheoran, Bimal, (2013). Consumerbehaviour on smartphones: a study on the perceptionsof youth population while purchasing smartphone’s.International journal of research in management & social science.Volume 1, Issue 1

Hawkins, I. Del, Mothersbaugh, L. David, Best, J. Roger.(2007). Consumer behavior: Building marketing strategy. McGrawHill. 10th ed. New York.

Hawkins, I. Del, Best, J. Roger, Coney. (1995). Consumerbehavior: Implications for marketing. Von Hoffmann Press,Inc. Sixth edition. USA.

Kotler, Philip. (1997). Manajemen pemasaran: Analisis,perencanaan, implementasi dan kontrol. Edisi BahasaIndonesia, Jilid 1. Prehallindo. Jakarta.

Kotler, Philip dan Amstrong, Gary. (2008). Prinsip- prinsippemasaran. Edisi 12. Jilid 1. Erlangga. Jakarta.

Lin, Long-Yi & Shih, Hsing-Yu. (2012). The relationship of university student’s lifestyle, money attitude, personal value and their purchase decision. ISSN 2249-5908 Issue2, Vol. 1

Manickam, S. A. & Sriram, B (2013). Modeling the impact of marketing information on consumer buying behaviorin a matured marketing environment: An exploratory study of the middle east consumers. Journal of promotion management. DOI: 10.1080/10496491.2012.715127

Matthew J. Stollak, Amy,Vandenberg, Andie, Burklund, AndStephanie, Weiss. (2011). Getting social: The impact

156

of social networking usage on grades among collegestudents. ASBBS Annual Conference. Vol. 18. No. 1

Miller, Geoffrey. 2012. The smartphone psychologymanifesto. Perspectives on Psychological Science. 7: 221.DOI: 10.1177/1745691612441215

Mowen, John C. & Minor, Michael. (2002). Perilaku konsumen.Edisi ke Lima. Erlangga. Bandung

Mustafa, Hasan. (2000). Teknik sampling. Diambil padatanggal 4 april 2014.

Nielsen, Thea. (2013). Consumer buying behavior ofgenetically modified fries in Germany. Journal of foodproduct marketing. DOI: 10.1080/10454446.2013.739552

Nugraha, Firman. 2011. Pasar smartphone di Indonesiahttp://teknojurnal.com/pasar-smartphone-di-indonesia/ diambil pada tanggal 18 september 2014

Osman M. Azam, Sabudin, Maziani, Osman, Azlan, and Yen,Tan Shiang. (2011). Consumer behaviors toward usageof smartphone in Malaysia. International Conference onSoftware and Computer Applications. IPCSIT vol.9

Pandey, A.C. dan Pandey, Mithilesh Kumar. (2013). Impactof lifestyle on brand preference of buyer behaviour:A case study of uttarakhand. International Monthly RefereedJournal of Research In Management & Technology. ISSN – 2320-0073 Volume II.

Putri, R. Setyowati. 2013. Pengaruh big five personalitydan konformitas terhadap perilaku membeli sepatuwedges. Skripsi. UIN Syarif Hidayatullah.

157

Schiffman, Leon. G dan Kanuk, Leslie Lazar. (2008).Consumer behavior.International edition. PearsonPrenticeHall,Inc. New Yersey.

Setiadi, J. Nugroho. (2003). Perilaku konsumen. PrenadaMedia. Jakarta

Simamora, Bilson. (2008). Panduan riset perilaku konsumen.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Solomon, M.R. (1994). Consumer behavior. Second Edition.Paramount Publishing. USA.

Tang, Chaoying, Seal R. Craig, Naumann E. Stefanie. 2010.Emotional labor strategies, costumer cooperation andbuying behavior. Jurnal of management and marketing research.

Taylor, E. Shelley, Letitia, A. Peplau, David, O. Sears.(2009). Psikologi sosial. Edisi ke dua belas. KencanaPrenada Media Group. Jakarta.

Umar, J. (2012). Bahan pelatihan statistika mentor akademik fakultaspsikologi UIN Jakarta. Tidakdipublikasikan.

UCAS media. 2014. Eight out of ten freshers havesmartphones. http://www.ucasmedia.com/2014/eight-out-ten-freshers-have-smartphones diambil padatanggal 18 september 2014

Yang, Jiaqin, Xihao He, Hue Lee. (2007). Socialrefference group influence on mobile phonepurchasing behavior: A cross-nation comparativestudy. International Journal Mobile Communications, Vol. 5.No. 3

158

Yuan, Meng Fang & Kumah, Suresh. (2013). The attitude,motivation influence people’s buying luxury goods: Asurvey of chinese in China. IOSR Journal of Business and Management(IOSR-JBM) e-ISSN: 2278-487X, p-ISSN: 2319-7668. Volume15, Issue 3