PENGARUH KONVERGENSI INTERNASIONAL FINANCIAL REPORTING STANDARDS DALAM PENGGUNAAN RELEVANSI NILAI...

52
PENGARUH KONVERGENSI INTERNASIONAL FINANCIAL REPORTING STANDARDS DALAM PENGGUNAAN RELEVANSI NILAI WAJAR AKUNTANSI Proposal Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi pada Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Islam UIN Alauddin Makassar Oleh: NUR REZKY AMELIA RAHIM 10800111087

Transcript of PENGARUH KONVERGENSI INTERNASIONAL FINANCIAL REPORTING STANDARDS DALAM PENGGUNAAN RELEVANSI NILAI...

PENGARUH KONVERGENSI INTERNASIONAL FINANCIALREPORTING STANDARDS DALAM PENGGUNAAN RELEVANSI

NILAI WAJAR AKUNTANSI

Proposal Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar

Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi pada Fakultas Ekonomi

Dan Bisnis Islam

UIN Alauddin Makassar

Oleh:

NUR REZKY AMELIA RAHIM

10800111087

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

2015

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fair Value Accounting atau penggunaan nilai wajar sebagai

basis pengukuran dalam akuntansi semakin dianggap

penting dengan diakuinya pengukuran tersebut oleh

standard setters. Krisis keuangan yang menjadi sorotan

terhadap nilai wajar dan menyebabkan perdebatan

kebijakan di seluruh dunia termasuk Indonesia secara

signifikan telah memberikan kontribusi terhadap krisis

keuangan. Kita mencoba untuk memahami nilai wajar dalam

akuntansi saat ini dengan perdebatan yang ada dan

mendiskusikan argument tersebut terhadap pemeriksaan

lebih lanjut. Banyak kontroversi terhadap pandangan

hasil Nilai Wajar Akunatnsi dari tujuan penggunaan

Nilai Wajar Akuntansi. Dalam pandangan (Laux et al,

2009) menyatakan perdebatan tentang Fair Value Accounting

yang membawa kembali ke beberapa isu akauntansi yang

lama, seperti pertukaran antara relevansi dan keandalan

yang telah diperdebatkan. Internasional Financial Reporting

Standards atau yang sering disebut dengan IFRS merupakan

sebuah standar, interpretasi dan penyajian laporan

keuangan yang diadopsi oleh IASB. International Accounting

Standard Board (IASB) telah berkomitmen menggunakan

pengukuran nilai wajar terutama untuk instrument

keuangan (IAS 39) dalam rangka menyediakan informasi

yang relevan bagi pengguna laporan keuangan. Langkah

yang sama juga ditempuh oleh Financial Accounting Standard

Board (FASB) dengan menerbitkan SFAS 133 dan 157 yang

sangat mengedepankan penggunaan nilai wajar (Taufik,

2012).

Laili (2013) menyatakan bahwa konvergensi akauntansi

kedalam IFRS perlu didukung agar Indonesia mendapatkan

pengakuan dari dunia internasional yang menganut

standar ini. Jurang pemisah PSAK dengan IFRS telah

teratasi yaitu dengan diperbolehkannya penggunaan nilai

wajar atau Fair Value Accounting dalam PSAK. Untuk mengukur

aktiva dan kewajiban yang muncul di neraca perusahaan

dengan cara Fair Value Accounting, (Laux et al, 2009)

mendefiniskan nilai wajar sebagai “harga yang akan

diterima untuk menjual asset atau dibayar untuk

mentransfer kewajiban dalam transaksi teratur antara

pelaku pasar pada tanggal pengukuran”, ketika harga

dikutip dipasar aktif untuk asset atau kewajiban yang

identik tersedia, mereka harus digunakan sebagai

pengukuran nilai wajar. Penggunaan nilai wajar

berdampak terhadap berfluktuasinya nilai aset dan

liabilitas pada Laporan Posisi Keuangan yang lebih

lanjut juga akan berdampak terhadap Laporan Laba Rugi

Komprehensif (Taufik Hidayat, 2012). Dalam menentukan

nilai wajar, IFRS membuat perbedaan serupa antara input

sebagai fas 157: harga dikutip di pasar aktif harus

digunakan sebagai nilai wajar tersedia. Dengan tidak

adanya harga, suatu entitas harus menggunakan teknik

penilaian dan semua informasi pasar yang relevan (IAS

39).

Berdasarkan GAAP dan IFRS nilai wajar yang paling

sering digunakan untuk aset keuangan dan kewajiban.

Tetapi bahkan untuk aset dan kewajiban keuangan ada

model atribut dicampur dengan banyak aturan yang

menyatakan bahwa beberapa item dilaporkan pada nilai

wajar dapat dilaporkan di biaya historis (Laux et al,

2009). Sebelum penggunaan metode Fair Value, metode yang

digunakan adalah metode Historical Cost atau harga

perolehan sebagai dasar dalam penilaian sebuah asset

perusahaan. Konsep Historical Cost tersebut menggunakan

pendekatan biaya perolehan yang menghasilkan nilai

buku, dan laporan nilai buku yang menjadi acuan untuk

menilai perusahaan, dan pada akhirnya sebuah konsep

Historical Cost dianggap tidak relevan untuk mengukur

entitas perusahaan, sehingga transaksi yang telah

selesai tidak dapat mengukur nilai rill yang ada,

sehingga terwujudlah konvergensi PSAK ke IFRS dan

pengaruh terhadapa penggunaan Fair Value terhadap

penilaian aset (Laili, 2013).

(Barth et al, 2009) menemukan bahwa revaluasi atas

asset keuangan, asset berwujud, dan asset tak berwujud

memiliki relevansi nilai. Penggunaan nilai wajar

merupakan wujud dari karakteristik relevan. Informasi

akuntansi yang relevan harus tetap dapat diandalkan,

dengan kata lain informasinya harus dipercaya.

Relevansi nilai dalam penggunaan nilai wajar

dipengaruhi oleh kualitas informasi akuntansi.

Informasi akuntansi yang berkualitas memiliki 2

karateristik yang kualitatif, yaitu relevan dan andal

(Taufik Hidayat, 2012).

Dengan diadopsinya IFRS secara penuh, maka laporan

keuangan yang dibuat berdasarkan Pernyataan Standard

Akuntansi Keuangan (PSAK) tidak memerlukan rekonsiliasi

yang signifikan dengan laporan keuangan berdasarkan

IFRS (Sonbay, 2010). Nilai Wajar Akuntansi digunakan

ketika estimasi nilai wajar yang dapat diandalkan

tersedia dengan biaya rendah dan ketika mereka

menyampaikan informasi tentang kinerjanya (Cristensen

et al, 2005).IFRS sebagai standard akuntansi di

Indonesia memberikan manfaat diantaranya meningkatkan

kualitas pelaporan keuangan menuju “best practice” (Laili,

2013). IFRS merupakan teori yang membuat penilaian

terhadap keuntungan dan kerugian dari suatu aturan yang

sama dalam satu Negara (Ball, 2005). Nilai wajar yang

dianalisis berpengaruh signifikan terhadap harga saham

perusahaan. Sedangkan variabel yang paling berpengaruh

adalah nilai wajar berdasarkan metode excess

earnings dengan tolok ukur laba ekonomi (Keliat, 2009).

Menurut IAI nilai wajar didefinisikan sebagai suatu

jumlah yang digunakan untuk mengukur aset yang dapat

dipertukarkan melalui transaksi yang wajar, yang

melibatkan pihak-pihak yang berkeinginan dan memiliki

pengetahuan memadai. Dari defenisinya, dapat

disimpulkan bahwa nilai wajar diukur menggunakan dasar

etika aset (atau liabilitas) dapat diukur, bukan ketika

aset (liabilitas) benar-benar ditukar (Laili, 2013).

Sedangkan (Penman dalam Sonbay, 2010) menyatakan bahwa

akuntansi fair value adalah pengukuran informasi tentang

nilai kekayaan dan kepengurusan manajemen dengan

menyatakan semua aset dan kewajiban pada neraca sebagai

nilai kepada pemegang saham.

Informasi akuntansi tidak hanya meliputi besaran

nilai yang akan dilaporkan dalam laporan keuangan,

namun juga bagaimana nilai tersebut diukur.

Perkembangan nilai wajar daripada nilai historis.

Penggunaan nilai wajar ditujukan agar informasi yang

disampaikan dalam laporan keuangan menjadi lebih

relevan, walaupun banyak yang mengunggulkan keandalan

dari biaya historis (Taufik Hidayat, 2012). Ketika

nilai wajar tidak dapat meningkatkan laporan keuangan

maka mekanisme pengendalian internal bagi akuntan

berorientasi menjadi nilai yang adil pada kondisi pasar

tertentu (Khan, 2009). Sedangkan menurut (Christensen

et al, 2005) perbedaan yang isntitusional; merupakan

penentu penting dari pilihan untuk menggunakan nilai

wajar, dan pilihan yang lain ketika manajer menggunakan

nilai wajar untuk biaya perolehan yang relatif lebih

rendah termasuk liquid aset seperti properti atau

investasi properti.

Menurut Hidayati (2010) Konvergensi IFRS adalah

standar akuntansi yang berlaku di Indonesia sebelum

konvergensi merupakan standar yang 8fleksibel yang

memberlakukan metode-metode akuntansi yang berbeda pada

setiap perusahaan. Sedangkan menurut (Sayutmi dkk,

2013) Konvergensi IFRS merupakan pedoman penyusunan

laporan keuangan yang dapat diterima secara global.

Jika IFRS telah digunakan oleh suatu Negara, berarti

Negara tersebut telah mengadopsi system pelaporan

keuangan yang dapat diterima dan diakui secara global

diseluruh dunia dan mengerti tentang laporan keuangan

perusahaan dimana Negara tersebut berasal.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan ulasan latar belakang diatas, Fair Value

atau Nilai Wajar Akuntansi di mana suatu aset dapat

dipertukarkan atau suatu kewajiban diselesaikan

antara pihak yang memahami dan berkeinginan untuk

melakukan transaksi wajar, Bukan nilai yang akan

diterima atau dibayarkan entitas dalam suatu

transaksi yang dipaksakan, likuidasi yang

dipaksakan, atau penjualan akibat kesulitan

keuangan. saya dapat merumuskan masalah sebagai

berikut:

1. Bagaimana suatu relevansi nilai wajar akuntansi

mempengaruhi kualitas informasi keuangan terhadap

laporan keuangan akuntansi ?

2. Bagaimana konvergensi International Financial Reporting

Standards berdampak baik bagi Indonesia ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan ulasan rumusan masalah diatas, maka saya

uraikan tujuan penelitian sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui relevansi nilai wajar akuntansi

dapat mempengaruhi kualitas indormasi keuangan

terhadap laporan keangan akuntansi.

2. Untuk mengetahui bagaimana konvergensi International

Financial Reporting Standards berdampak baik bagi

Indonesia.

D. Manfaat Penelitiaan

1. Manfaat Teoritis

Secara Teoritis, hasil dari penelitian ini dapat

memberikan pengaruh terhadap perubahan konvergensi

PSAK ke IFRS sebagai satu kesepakan pengadopsian

yang berdasar atas adanya peningkatan kualitas

akuntansi. Dan di dalam konvergensi ini terdapat

teori kepatuhan atau compliance theory dimana

organisasi yang menerapkan nilai historis di dalam

laporan keuangan harus menggunakan nilai wajar

sebagai standar akuntansi yang telah diterapkan.

Secara umum teori kepatuhan dikemukakan oleh

Lenunburg C. Fred.

2. Manfaat Praktis

Secara Praktis, maanfat ini dapat memberikan

informasi sebagai tujuan penerapan IFRS Saat

mengukur nilai wajar menggunakan asumsi bahwa pihak

yang berpartisipasi dalam pasar menentukan harga

aset atau liablitas berdasarkan kondisi pasar saat

itu, termasuk asumsi tentang risiko.

II. TINJAUAN TEORITIS

A. Grand Theory

a. Compliance Theory ( Teori Kepatuhan )

Kepatuhan berasal dari kata patuh, yang menurut

kamus bahasa Indonesia, patuh berarti suka menurut

perintah, taat kepada perintah atau aturan dan

disiplin. Kepatuhan berarti bersifat patuh, ketaatan,

tunduk, patuh pada ajaran atau peraturan. Seseorang

individu cenderung mematuhi hukum yang mereka anggap

sesuai dan konsisten dengan norma-norma internal

mereka. Komitmen normatif melalui moralitas personal

berarti mematuhi hokum, karena hukum tersebut dianggap

sebagai keharusan, sedangkan komitmen normatif melalui

legitimasi berarti mematuhi peraturan kerana otoritas

penyusun hukum tersebut memiliki hak untuk melihat

perilaku (Septiani, 2005).

Teori kepatuhan memberikan penjelasan mengenai

pengaruh perilaku kepatuhan di dalam proses

sosialisasi. Individu cenderung mematuhi hukum yang

mereka anggap sesuai dengan norma-norma internal mereka

dengan dukungan yang kuat terhadap nilai dan sasaran

yang ingin dicapai. Menurut Rosalin (2010) Berdasarkan

perspektif normatif maka seharusnya teori kepatuhan ini

dapat diterapkan dibidang akuntansi. Apalagi kepatuhan

dalam konvergensi PSAK ke IFRS menggunaan nilai wajar

didalam pelaporan keuangan. Standar akuntansi keuangan

telah memberikan peraturan dalam menentukan nilai wajar

yang ada, tingakat pertama nilai wajar diukur

menggunakan harga yang berlaku pada pasar yang aktif

untuk aset dan liabilitas yang sama. Jika tidak

terdapat pasar aktif, maka digunakan tingakt kedua

yaitu menggunakan nilai yang dapat observasi untuk aset

dan liabilitas, baik secara langsung ataupun tidak

langsung. Sedangkan pada tingakat ketiga, nilai wajar

tidak diukur dengan data, melainkan dengan teknik

penilaian (Taufik Hidayat, 2012). Dan peraturan

tersebut harus dipatuhi.

Teori kepatuhan diterapkan pada penggunaan nilai

wajar karena penggunaan nilai hitoris tidak lagi

relevan karena kredibilitas dan kegunaan laporan telah

terhambat. Dan banyak orang yang berpendapat bahwa

standar akuntansi yang menggunakan nilai historis

sebagai penyebab kerusakan perekonomian, karena

banyaknya laporan keuangan yang tidak mengungkapkan

kerugian segera pada saat terjadi. Sehingga terdapat

kesepakatan bahwa sandar akuntansi yang ada perlu

diperbaiki untuk memastikan bahwa laporan keuangan

bermanfaat, relevan, dan terpercaya. Dan dibuatlah

laporan keuangan berbasis fair value atau nilai wajar.

Indonesia memutuskan untuk melakukan konvergensi PSAK

ke Standar Pelaporan Keuangan Internasional atau IFRS.

(Laili 2013) konvergensi IFRS adalah penyesuaian

pernyataan standar akuntansi keuangan (PSAK) yang

berlaku di Indonesia yang disesuaikan dengan standar

Internasional. Tujuan dari konvergensi ini diantaranya

adalah untuk memperkuat transparansi dan akuntabilitas,

memperkuat regulasi, pasar keuangan yang berintegritas,

memperkuat kembali kerjasama internasional.

Permasalahan yang kemudian membuat dunia menggunakan

fair value termasuk Indonesia karena metode historical cost

dalam pencatatan akuntansi yang tercantum dalam laporan

keuangan tidak mencerminkan nilai yang sebenarnya.

Menurut (Sonbay, 2010) hal ini disebabkan karena

perubahan nilai mata uang dari waktu ke waktu, dapat

dicontohkan, harga bangunan akan dicatat dengan harga

ketika bangunan itu diperoleh kemudian akan disusut

tahun demi tahun dengan menggunakan metode despirasi,

akibat nilai buku bangunan akan menurun dari waktu ke

waktu. Penurunan nilai bangunan tersebut hanya terdapat

dalam laporan keuangan namun dalam kenyataan harga

bangunan tersebut lebih tinggi dari nilai bukunya.

b. Teori Signal

Teori signal merupakan infornasi yang berupa

laporan keuangan, informasi kebijakan perusahaan

maupun informasi lain yang dilakukan secara sukarela

oleh manajemen perusahaan. Teori signal mengemukakan

tentang bagaimana seharusnya sebuah perusahaan

memberikan signal-signal kepada pengguna laporan

keuangan. Signal ini berupa informasi mengenai apa

yang sudah dilakukan manajemen untuk merealisasikan

keinginan pemilik. Signal dapat berupa promosi atau

informasi lainnya yang menyatakan perusahaan tersebut

lebih baik daripada perusahaan lainnya. Penggunaan

IFRS yang meningkatkan kualitas pelaporan merupakan

salah satu signal perusahaan untuk melirik investor

ata pengguna lain (Sulfia, 2011). Dasar pemikiran

teori signal ini adalah organisasi atau perusahaan

akan terus berlanjut keberadaannya jika masyarakat

menyadari bahwa organisasi beroperasi untk sistem

nilai yang sepadan dengan sistem nilai masyarakat itu

sendiri. Teori legitimasi menganjurkan perusahaan

untuk meyakinkan bahwa aktivitas dan kinerjanya dapat

diterima oleh masyarakat. Perusahaan menggunakan

laporan tahunan mereka untuk menggambarkan kesan

tanggungjawab lingkungan, sehingga mereka diterima

oleh masyarakat.

B. Keterkaitan Antar Variabel

a. Hubungan Konvergensi IFRS Terhadap Nilai Wajar

Akuntansi

IFRS merupakan standar yang digunakan sebagai

panduan untuk pelaporan keuangan secara global. IFRS

merupakan standar, interprestasi dan kerangka dasar

penyusunan laporan keuangan yang diadopsi oleh Dewan

Standar Akuntansi Internasional (IASB) (Nurhayanto dkk,

2010). IFRS merupakan standar tunggal pelaporan

akuntansi yang memberikan penekanan pada penilaian

(revaluation) profesional dengan disclosures yang jelas dan

transparan mengenai subtansi ekonomis transaksi,

penjelasan hingga mencapai kesimpulan tertentu. Standar

ini muncul akibat tuntutan globalisasi yang

mengharuskan para pelaku bisnis disuatu negara ikut

serta dalam bisnis lintas negara.

Konvergensi IFRS adalah standar akuntansi yang

berlaku di Indonesia yang akan sesuai dengan standar

akuntansi di internasional. Standar akuntansi Indonesia

sebelum konvergensi merupakan standar yang fleksibel

yang memberlakukan metode-metode akuntansi yang berbeda

pada setiap perusahaan. Konvergensi IFRS telah membawa

dunia akuntansi ke level baru, yaitu: (1) PSAK yang

semula berdasarkan Historical Cost mengubah paradigmanya

menjadi Fair Value based, (2) PSAK yang semulah lebih

berdasarkan Rule Based berubah menjadi Prinsiple Based.

Untuk mengadopsi IFRS untuk prinsip-prinsip yang dapat

dijadikan bahan pertimbangan Akuntansi atau Manajemen

perusahaan sebagai dasar acuan untuk kebijakan

akuntansi perusahaan (Hidayati, 2010).

Proses Konvergensi IFRS di Indonesia yang akan

mengadopsi secara penuh pada 2012. Dengan mengadopsi

penuh IFRS, laporan keuangan yang dibuat berdasarkan

PSAK tidak memerlukan rekonsiliasi signifikan dengan

laporan keuangan berdasarkan IFRS. Perbedaan antara

IFRS dengan PSAK, dilakukan konvergensi antara PSAK

dengan IFRS dan terdapat 2 macam strategi yaitu Big Bang

Stretegy dan Gradual Strategy Big Bang Strategy mengadopsi penuh

IFRS sekaligus, tanpa melalui tahapan-tahapan tertentu.

Strategi ini digunakan oleh Negara-negara maju.

Sedangkan pada Gradual strategi, adopsi IFRS diakukan

secara bertahap. Strategi ini digunakan oleh Negara-

negara berkembang seperti Indonesia. Di Indonesia PSAK

akan dikonvergensi secara penuh ke dalam IFRS melalui

tiga tahapan, yaitu tahap adopsi, tahap persiapan

akhir, dan tahap implementasi (Suyatmini, 2013).

Dengan mengadopsi IFRS, indonesia akan mendapatkan

tujuh manfaat sekaligus, yaitu: (1) Meningkatkan

kualitas standar akuntansi keuangan (SAK), (2)

Mengurangi biaya SAK, (3) Meningkatkan kredibilitas dan

kegunaan laporan keuangan, (4) Meningkatkan

komparabilitas pelaporan keuangan, (5) Meningkatkan

transparansi keuangan, (6) menurunkan biaya modal

dengan membuka peluang penghimpunan dana melalui pasar

modal, (7) Meningkatkan efisiensi penyusunan laporan

keuangan. Indonesia perlu mengadopsi IFRS karena

sebagian besar negara didunia sudah menganut standar

akuntansi tersebut. Indonesia perlu mengadopsi IFRS

karena merupakan salah satu kesepakatan kelompok G-20

(Nurhayanto, 2010)

Sebagian besar pengukuran atau penilaian uang

disarankan IFRS adalah menilai asset dan liabilitas

menggunakan niali wajar, meskipun disediakan opsi

pilihan lain disamping penggunaan nilai wajar, Aristiya

dkk (2011). Adanya perubahan mendasar pada PSAK setelah

adopsi IFRS dan perbedaan hasil penelitian mengenai

dampak adopsi IFRS di beberapa Negara menjadi motivasi

untuk meneliti mengenai analisis perbedaan kualitas

laba setelah adopsi IFRS di Indonesia. Adopsi IFRS

kedalam SAK menyebabkan penggunaan nilai wajar yang

lebih luas dapat dilihat pada PSAK 50 (2006) instrumen

kuangan: pengakuan dan pengukuran. PSAK 50 (1998) tidak

mengakui adanya komponen non tranding pada saat

pengakuaan awal. Oleh karena itu selisih perubahan

nilai wajar menurut kelompok ini dimasukkan kedalam

komponen ekuitas. Sedangkan menurut PSAK 55 (2006)

selisih perubahan nilai wajar kelompok non tranding ini

dimasukkan kedalam kelompok laba rugi. Selisih nilai

wajar yang diakui dalam komponen laba rugi menyebabkan

adanya pergerakan laba dan diduga menyebabkan adanya

perbedaan kualitas laba antara sebelum dan sesudah

adopsi IFRS (Bangun dkk, 2013)

b. Hubungan Kualitas Laporan Keuangan dan Asset

Terhadap Nilai Wajar Akuntansi

Pengungkapan dan penyajian informasi secara akurat

sangat dibutuhkan oleh para pengguna laporan keuangan.

Ini merupakan upaya untuk menyediakan laporan informasi

mengenai laporan keuangan mereka. Dalam pengungkapan

dan penyajian informasi tersebut dibuthkan sebuah

aturan atas standar (Murni A, 2011). Setiap perusahaan

yang Go Public diwajibkan untuk menyampaikan laporan

keuangan yang telah disusun sesuai dengan standar

akuntansi keuangan dan telah diaudit oleh akuntan

publik yang terdaftar di Badan Pengawas Pasar Modal.

Standar akuntansi yang berkualitas sangat penting dalam

menyusun dan menyajikan laporan keuangan yang mengantar

pada terciptanya system informasi keuangan yang akurat

dan dapat dipercaya (Qomariah, 2013).

Pada saat menggunakan standar akuntansi

internasional (IFRS), akuntansi menggunakan nilai wajar

atau fair value, dimana nilai wajar adalah suatu jumlah

yang dapat digunakan sebagai dasar pertukaran asset

atau penyelesaian kewajiban antara pihak yang paham dan

berkeinginan untuk melakukakn transaksi wajar.

Keuntungan digunakan nilai wajar adalah pos-pos asset

dan liabilitas yang dimiliki mencerminkan nilai yang

sebenarnya pada saat tanggal laporan keuangan.

Pengungkapan penuh dan transparansi laporan keuangan

adalah komponen yang sangat penting dari tata kelola

perusahaan dan dianggap sebagai indicator tata kelola

perusahaan (OECD, 1999 dalam Bangun dkk, 2013).

Hubungan konvergensi PSAK ke IFRS dengan nilai wajar

adalah laporan keuangan yang dibuat berdasarkan PSAK

tidak memerlukan rekonsiliasi signifikan dengan laporan

keuangan berdasarkan IFRS. Nilai wajar adalah asumsi

bahwa entitas merupakan unit yang akan beroperasi

selamanya tanpa ada intense atau keinginan untuk

melikuidasi, untuk membatasi secara material skala

operasinya atau transaksi dengan persyaratan yang

merugikan. Sedangkan nilai historis dengan adanya

pembebanan biaya yang terlalu kecil karena pendapatan

untuk suatu hal tertentu pada saat tertentu akan

dibebani biaya yang didasarkan pada suatu nilai uang

yang telah ditetapkan beberapa periode yang lalu pada

saat pencatatan terjadinya biaya tersebut.

Tujuan dari nilai wajar adalah untuk menentukan

harga yang akan diterima untuk menjual aset atau

mentransfer kewajiban saat membeli aset pada tanggal

pengukuran. Sebuah pengukuran nilai wajar mengasumsikan

dengan harga tertinggi dan terbaik atas yang digunakan

atau dimiliki aset atau pelaku pasar, mengingat

pengguna aset yang secara fisik mungkin diizinkan

secara hukum, dan finansial layak dengan pengukuran

waktu. Tujuan utama dari penilaian adalah prakiraan

yang biasa disebut nilai pasar. Akuntansi, biaya

historis adalah nilai moneter ekonomi dari ekonomi asli

didasarkan pada asumsi biaya historis dari unit

pengukuran yang stabil. Dalam beberapa keadaan, aktiva

dan kewajiban ditampilkan pada biaya historis, seakan

tidak ada perubahan nilai sejak tanggal akuisisi.

Neraca nilai barang dapat berbeda dari nilai

sebenarnya. Biaya historis dikritik karena

ketidaktelitiannya. Berbagai perbaikan pada biaya

historis yang digunakan, banyak yang membutuhkan

penggunaan berhenti dan manajemen dapat sulit untuk

melaksanakan atau memverifikasi (Maria, 2011).

B. Penelitian Terdahulu

Telah banyak penelitin tentang Konvergensi PSAK ke

IFRS terhadap nilai idiwajar namun penelitian yang

secara langsung berfokus pada suatu perusahaan dan

negara tertentu masih terbatas adapun hasil penelitian

terdahulu adalah sebagai berikut:

NamaPeneliti

Metode Penelitian Hasil Penelitian

Hidayati, 2010

Perbedaan Akuntansi Penggabungan Usaha(PSAK No. 22) Sebelum dan Sesudah Konvergensi IFRS

Pada PSAK No. 22 memberikn ijin atas penggunaan metode pemelian dan penyatuan kepemilikan serta menetapkan syarat-syarat penggunaan metode tersebut. Sedangkan IFRS No. 3 tidak lagi mengijinkan penggunaan metode penyusutan kepemilikan dan mensyaratkan bahwa semua penggabungan usaha harus dicatat dengan

menggunakan metode pembelian.

Laili, 2013 Pendekatan Deskriptif Kualitatif

IFRS memberikn manfaat peningkatan daya banding laporan keuangan dan memberikan informasi yangberkualitas dipasar modalinternasional, Aset merupakan sumber ekonomi yang diharapkan memberikan manfaat usaha yang dimasukkan kedal neraca dengan saldo normal debit. Sedangkan Historical cost mengasumsikan adanya stable monetary unityang mengakibatkan semua transaksi yang terjad dicatat dalam nilai saat terjadi transaksi.

Taufik Hidayat, 2012

Pengumpulan Data dengan Mengambil Sampel dari Perusahaan yang Sahamnya di Perdagangkan Di BEI

Nilai wajar, seperti halnya nilai tecatat, berpengaruh signifikn terhadap nilai perusahaan(harga saham). Hal ini menunjukkan bahwa nilai wajar memiliki relevansi nilai.

Sparta, 2011

Metode Deskriptif Penerapan fair value based memberikan dampak terhadap profitabilitas dan solvabilitas perusahaan tetapi tidak berdampak terhadap likuiditas perusahaan.

Chairiri dkk, 2010

Metode Primer Standar akuntansi yang dihasilkan dengan cara menerjamahkan dari

standar akuntasi internasional (IFRS) bukan satu-satunya cara terbaik untuk mengjasilkan standar yangberkualitas. Standar akuntansi harus dikembangkan secara sistematis dengan isu-isuyang muncul dalam praktekakuntansi.

Aristiya dkk, 2011

Metode Sekunder Terdapat perbedaan tingkat Konservatisme akuntansi laporan keuangan sebelum dan sesudah konvergensi IFRS.Tingkat konservatime sebelum konvergensi IFRS lebih tinggi dibansingkansesudah sesudah kovergensi IFRS hal ini karena dalam IFRS sendirisama sekali tidak menyinggung mengenai prinsip konservatisme, karena IFRS merupakan principle based accounting system dalam penerapannya yang emerlukan banyak judgment oleh pihak manajemen.

Hermika dkk, 2013

Deskriptif Kualitatif

perlakuan akuntansi Aset Tetap menurut PSAK No. 16(Konvergensi IFRS tahun 2011) terdapat perbedaan yang signifikan bila dibandingkan dengan PSAK No. 16 (Tahun 1994). Perbedaan tersebut

terdapat pada penyajian aset tetap pada laporan keuangan dan pengukuran aset tetap setelah perolehan awal.

Handayani Ratih, 2013

Metode Primer Terdapat perbedaan kualitas laba yang signifikan antara sebelumdan sesudah adopsi IFRS di Indonesia. Perbedaan ini disebabkan karena beberapa perubahan pada SAK seperti menjadi sifatprinciple based, banyak menggunakan fair value, memerlukan professional judgment, dan pengungkapanyang lebih banyak, dan suatu standar yang diterapkan dapat menjadi salah satu penyebab perbedaan kualitas laba perusahaan di Indonesia.

Bangun dkk,2013

Deskriptif Kuantitatif

Terdapat perbedaan kualitas laba yang signifikan antara sebelumdan sesudah adopsi IFRS di Indonesia. Perbedaan ini disebabkan karena beberapa perubahan SAK seperti menjadi bersifat Principle Based, banyak menggunakan Fair Value, memerlukan Professional Judgmen. dan pengungkapan yang lebih banyak.

C. Rerangka Teori

Berdasarkan penulisan sebelumnya kerangka teori yang

dapat disimpulkan dari penulisan ini adalah dimana

teori yang digunakan adalah didasarkan pada Compliance

Theory atau Teori Kepatuhan, didalam teori ini

dijelaskan bahwa keptuhan dalam Konvergensi PSAK ke

IFRS dalam penggunaan nilai wajar didalam pelaporan

keuangan. Standar akuntansi keuangan telah memberikan

peraturan dalam menentukan nilai wajar yang ada.

Tingkat perama nilai wajar diukur menggunakan harga

yang berlaku pada pasar yang aktif untuk aset dan

liabilitas yang sama (Taufk Hidayat, 2012). Teori

kepatuhan diterapkan pada penggunaan nilai wajar karena

penggunaan nilai historis tidak lagi relevan karena

kredibilitas dan kegunaan laporan telah terhambat.

D. Pengembangan Hipotesis

Dalam peneilitian ini mengusulkan da hipotesis

penelitian sebagaimana digambarkan dalam rerangka

teoritis pada gambar diatas. Berdasarkan teori-teori

yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya dan

penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya

dapat merumuskan hipotesis sebagai berikut:

d.1 Pengaruh Konvergensi IFRS Terhadap Biaya Nilai

Wajar Akuntansi

Menurut hasil Laux et al (2010) menggambarkan

tentang perdebadatn dalam konvergensi PSAK ke IFRS

dalam perdebatan nilai wajar atau fair value accounting yang

penuh argumen terhadap pemeriksaan lebih lanjut dan

perlu analisis yang lebih ekonomis. Dan menurut Laili

(2013) dampak konvergensi PSAK ke IFRS memberikan

manfaat terhadap laporan keuangan, arus modal, dan

Konvergensi PSAK keIFRS

Kualitas LaporanKeuangan dan Asset

H2(+)

Nilai WajarAkuntansi

mengurangi biaya pelaporan keuangan bagi perusahaan,

contohnya sebelum nilai wajar, biaya historis tidak

mengakui adanya peubahan nilai bersifat ekonomis, dan

cenderung membiarkan perusahaan memilih sendiri apakah

dan kapan perusahaan mengakui adanya perubahan tersebut

dan ini mendorong adanya bias dalam pelaporan keuangan.

Banyak orang percaya bahwa stadar akuntansi biaya

historis telah banyak kehilangan relevansinya karena

kegagalan mengukur realitas ekonomi. Hampir semua orang

setujuh bahwa peristawa ekonomi yaitu, kejadian yang

mengubah waktu kapan arus kas diterima dan jumlah yang

akan datang harus terungkap dalam laporan keuangan,

akan tetapi, seringkali model biaya historis hanya

mengukur transaksi sudah selesai dan gagal mengakui

adanya perubahan nilai riil lain yang dapat terjadi.

H1: Konvergensi PSAK ke IFRS terhadap perubahan

penggunaan biaya historis terhadap nilai wajar

berpengaruh postif.

d.2 Pengaruh Kualitas Laporan Keuangan didalam

Penetapan Asset Terhadap Penggunaan Nilai Wajar

Akuntansi

Menurut Hidayat Taufik (2012) penggunaan nilai

wajar merupakan wujud dari karakteristik relevan,

informasi akuntansi yang relevan tetap dapat diandalkan

artinya dipercaya. Watss et al (1986) menyatakan bahwa

kepercayaan atas laporan keuangan perusahaan bergantung

kepada kecakapan seorang auditor dan independensi

auditor, hal ini berarti auditor yang menentukan

keandalan dari lapoan keuangan yang dicerminka dalam

kualitas audit yang dilakukan. Nialai wajar berusaha

menyediakan informasi yang transparan dengan menilai

aset pada tingkat harga pasar yang dihasilkan jika

segera dilikuidasi sehingga sehingga sangat sensitif

terhadap pasar. Jika aset dicantumkan pada suatu harga

pasar dan dierdagangkan secara terbuka. Menggunakan

akuntansi mark-to-mark yang terdapat pada nilai wajar

akan berakibat perubahan terus menerus pada laporan

keuangan perusahaan ketika aset mengalami kenaikan dan

penurunan serta laba dan rugi yang dicatat. Hal ini

membuat semakin sulit untuk memastikan apakah laba dan

rugi diakibatkan oleh keputusan bisnis yang dibuat

manajemen atau perubahan yang terjadi di pasar.

H2: Kualitas pelaporan keuangan dalam penetapan aset

berpengaruh positif terhadap penggunaan nilai

wajar.

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian dan Lokasi Penelitian

Jenis penelitian yang akan digunakan dalam

penilitian ini adalah jenis penelitian kuantitatif.

Penelitian kuantitatif adalah suatu metode penelitin

yang bersifat induktf, objektif, dan ilmiah dimana data

yang diperoleh berupa angka-angka atau pernyataan-

pernyataan yang dinilai, dan dianalisis dengan analasis

statik. Menurut Sugiyono (2012) metode penelitian

kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian

yang berlandaskan pada filsafat positivisme. Adapun

pendekatan penelitian ini menggunakan pendektan

deskriptif. Pendekatan deskriptif merupakan penelitian

terhadap masalah-masalah yang berupa fakta-fakta saat

ini dari suatu populasi dengan tujuan untuk menjawab

hipotesis yang bekaitan dengan current status dari

subjek yang diteliti. Penelitian ini dilakukan pada

perusahaan manufaktur yang terdftar pada bursa efek

Indonesia.

B. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini

menggunakan primer. Teknik pengumpulan data pimer

adalah pengumpulan data yang dilakukan secara langsung

pada lokasi penelitian. Pengempulan data primer

dilakukan dengan instrumen sebagai berikut, pertama

dengan cara wawancara dengan memberikan pertanyaan

langsung kepada sejumlah pihak terkait, kedua yang

didasarkan pada percakapan dengan suatu tujuan untuk

mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Dan cara

observasi dengan kegiatan mengamati secara langsung

dengan objek penelitian dengan mencatat gejala-gejala

yang ditemukan dilapangan untuk melengkapi data-data

yang diperlukan sebagai acuan yang berkenan dengan

penelitian ini.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah semua nilai baik hasil perhitungan

maupun pengukuran, bik kuantitatif maupun kualitatif

dari karakteristik tertentu mengenai sekolmpok objek

yang jelas dan lengkap. Sampel penelitian adalah

sebagian dari populasi yang diambil sebagai sumber data

dan dapat mewakili seluruh populsi. Populasi dan sampel

yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua

perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia pada periode 2012-2013. Alasan memilih

perusahan manufaktur yang ada di BEI sebagai sampel

perusahaan adalah permasalaha dalam perusahaan

manufaktur lebh komplek sehingga di harapkan akan lebih

mampu menggambarkan keadaan perusahaan di Indonesia,

untuk menghindari bias yang disebabkan oleh efek

ekonomi, dan sektor manufaktur memiliki jumlah terbesar

dibandingkan dengan sektor yang lainnya. Penentuan

sampel ditentukan menggunakan rumus sebagai berikut

yang dikemukakan Muliardi dkk (2010) dalam jurnal

Qomariah (2013)

n= Ν1+N (e)₂

n = Jumlah sampel

N = Jumlah Populasi

e = Persen kelonggaran dan ketidaktelitian karena

kesalahan pengambilan sampel yang masih bias

ditelorir dan diinginkan

D. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah data primer yang bersumberkan pada responden

yang memiliki perusahaan perseorangan sehubungan dengan

penggunaan nilai wajar dalam pelaporan keuangan pada

penerapan IFRS. Data primer yaitu data yang berasal

langsung dari sumber data yang dikumpulkan secara

khusus dan berhubungan langsung dengan permasalahan

yang diteliti

E. Operasional Variabel / Variabel Penelitian

Defenisi Opersional pada penelitian adalah unsure

penelitian yang terkait dengan variabel yang terdapat

dalam judul penelitian atau yang tercakup dalam

paradigm penelitian sesuai dengan hasil perumusan

masalah. Teori ini dipergunakan sebagai landasan atau

alasan mengapa suatu yang bersangkutan memang bisa

mempengaruhi variabel tak bebas atau merupakan salah

satu penyebab. Variabel penelitian terdiri atas 2 (dua)

macam, yaitu: variabel terikat (dependent variabel) atau

variabel tergantung pada varabel lainnya, dan variabel

bebas (independent variabel) atau variabel yang tidak

bergantung pada variabel lainnya. Variabel yang

digunakan dalam penilitian ini adalah:

a. Variabel Independen

Konvergensi IFRS

IFRS merupakan standar yang dibuat oleh IASB untuk

memberikan keseragaman standar penyusunan laporan

keuangan perusahaan diseluruh dunia. Nilai wajar

menurut Suwardjono (2006) adalah jumlah rupiah yang

disepakati untuk suatu objek dalam suatu transaksi

antara pihak-pihak yang berkehendak bebas tanpa tekanan

atau keterpaksaan. Nilai wajar adalah suatu jumlah yang

dapat digunakan sebagai dasar pertukaran aktiva atau

penyelesaian kewajiban antara pihak yang paham dan

berekinginan untuk melakukan transaksi wajar. Indonesia

memutuskan untuk melakukan komvergensi PSAK ke standa

pelapoan keuangan internasioan atau IFRS dengan

penyesuain standar akuntansi keuangan yang berlaku di

indonesia. Tujuan dari konvergensi ini untuk memperkuat

transparansi dan akuntabilitas, memperkuat regulas,

pasar keuangan yang berintegritas, dan memperkuat kerja

sama internasional.

Laporan Keuangan pada Aset

Laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur

dari posisi keuangan dan kinerja suatu entitas, tujuan

laporan keuangan alah memberikan informasi mengenai

posisi keuangan, kinerja keungan, dan arus kas entitas

yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna

laporan dalam pembuatan keputusan ekonomi. Laporan

keuangan juga menunjukan hasil pertanggungjawaban

manajemen atas penggunaan sumberdaya yang dipercakan

pada mereka (Asheline, 2012). Laporan keuangan harus

disajikan secara handal, relevan dan dapat dipecaya.

Relevansi dan realibilitas adalah dua kualitas utama

yang membuat informasi akuntansi berguna untuk membuat

keputusan. Untuk dapat mencapai kualitas relevan dan

reliabil maka laporan keuangan harus diaudit oleh

Standar Akuntansi Keuangan (SAK) di Indonesia.

Aset merupakan sumber data yang dikuasai oleh

entitas sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan

dari mana manfaat ekonomi dimasa depan diharapkan akan

diperoleh entitas. Kareteristik Aset menurut (Kieso,

2010) (1) aset merupakan sumber daya yang sepenuhnya

berada dalam kekuasaan kendali manajemen entitas, dan

(2) aset digunakan oleh entitas untyk melaksanakan

kegiatanoperasional bisnis entitas untuk bisa

menghasilan pendapatan atau manfaat bagi entitas dimasa

yang akan datang, (3) aset merupakan hasil dari

transaksi ekonomi entitas yang dilakukan dimasa lalu.

b. Variabel Dependen

Variabel dependen adalah tipe variabel yang

dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel dependen.

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Nilai

Wajar Akuntansi.

Nilai Wajar

Dalam IFRS 13 nilai wajar adalah harga yang akan

diterima untuk menjual atau dibayar untuk mentransfer

kewajiban dalam transaksi teratur antara peserta pasar

pada tanggal pengukuran. Nilai wajar mengambil,

mempertimbangkan karakteristik dari asset atau

kewajiban yang akan dianggap oleh pelaku pasar yang

tidak didasarkan pada penggunaan spesifik entitas.

Nilai wajar diukur berdasarkan nilai pasar, nilai wajar

diukur menggunakan asumsi pelaku pasar yang akan

menggunakan harga asset dan kewajiban, termasuk asumsi

resiko. Tujuan dari pengukuran nilai wajar adalah untuk

memperkirakan dimana transaksi teratur untuk menjual

asset atau untuk mentransfer kewajiban teresebut akan

dilakukan antara peserta pasar dan pengukuran dalam

kondisi pasar saat ini. Tiga teknik penilaian yang

banyak digunakan dalam Nilai Wajar IFRS 32:62, yaitu:

Pendekatan pasar

Menggunakan harga dan informasi terkait lainnya

yang dihasilkan oleh transaksi pasar yang

melibatkan asset yang sama atau (serupa),

kewajiban, atau sekelompok aktiva dan kewajiban.

Pendekatan biaya

Mencermikan jumlah yang akan diperlakukan saat ini

untuk menggantikan kapasitas manfaat suatu asset

atau biaya pengganti saat ini.

Pendekatan pendapatan

Mengubah jumlah masa depan (arus kas atau

pendapatan dan beban) ke jumlah arus tunggal

(diskon), yang mencerminkan ekspetasi pasar saat

ini tentang jumlah tersebut dimasa depan.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini

adalah dengan menggunakan jenis data kuesioner. Adapun

kuesioner untuk mengukur variabel Konvergensi IFRS

adalah (X1), Laporan Keuangan (X2), digunakan kuesioner

dengan alat ukur menggunakan skala likert. Alternatif

jawaban disusun berdasarkan lima kategori, yaitu :

Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Ragu-Ragu (R), Tidak

Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS).Demikian pula

dengan variabel pencatatatan akuntansi (Y) juga dengan

menggunakan kuesioner dan diukur dengan menggunakan

skala likert.

G. Pengukuran Variabel

Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data

primer dalam penelitian ini adalah kuesioner. Peneliti

menggunakan kuesioner yang dikembangkan oleh Delgado

dan Munuera (2005). Skala yang digunakan dalam

penelitin ini adalah skala likert. Skala ini

berinterasi 1-5 dengan pilihan jawaban sebagai

berikut : Sangat Tidak Setuju (STS)

Tidak Setuju (TS)

Netral (N)

Setuju (S)

Sangat Setuju (SS)

Pemberian skor untuk masing-masing jawaban dalam

kuesioner adalah sebagai berikut :

Pilihan pertama, memiliki nilai skor 1 (satu)

Pilihan kedua, memiliki nilai skor 2 (dua)

Pilihan ketiga, memiliki nilai skor 3 (tiga)

Pilihan keempat, memiliki nilai skor 4 (empat)

Pilihan kelima, memiliki nilai skor 5 (lima)

Semua variabel dalam penelitian ini diukur dengan

menggunakan skala likert 5 poin dan cara penentuan

rentang skala dengan rumus sebagai berikut:

C=Xn−X1

KDimana: C = Perkiraan besarnya kelas

K = Banyaknya kelasXn= Nilai observasi terbesar

X1= Nilai observasi terkecil

H. Metode Analisis Data

Metode analisis data adalah suatu metode yang

digunakan untuk mengolah hasil penelitian guna

memperoleh suatu kesimpulan. Dengan melihat rerangka

pemikiran teoritis, maka teknik analisis data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

kuantitatif. Analisis data merupakan cara yang

digunakan untuk mengetahui pengaruh satu variabel

terhadap variabel yang lain, agar data yang dikumpulkan

tersebut dapat bermanfaat maka harus diolah atau

dianalisis terlebih dahulu sehingga dapat dijadikan

sebagai acuan dalam mengambil keputusan. Metode

analisis data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah metode analisis statistik yang perhitungannya

dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 17.0. Analisis

ini bertujuan untuk menentukan pengaruh antara

variabel Konvergensi IFRS (X1), Laporan Keuangan (X2),

dan Nilai Wajar (Y).

a. Uji Kualitas Data

a) Uji Validitas

Sebelum dilakukan analisis lebih lanjut terhadap

sebuah data penelitian, maka terlebih dahulu dilakukan

evaluasi terhadap instrument penelitian yang digunakan.

Evaluasi kualitas data ini menggunakan pengujian

validitas realibilitas. Validitas adalah suatu

ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan

atau kesahihan sesuatu instrumen. Sebuah instrumen

dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang

diinginkan dan dapat mengungkap data dari variabel

yang diteliti secara tepat. Tinggi rendahnya

validitas instrumen menunjukkan sejauh mana data

yang terkumpul tidak menyimpang dari gambaran

tentang validitas yang dimaksud. Uji validitas

dilakukan untuk mengetahui apakah instrumen pengukuran

tersebut dapat mengukur apa yang seharusnya diukur.

Suatu instrumen pengukuran dikatakan valid jika

pertanyaan pada kuesioner dapat mengukur konstruk sesuai

dengan yang diharapkan.

Bila r hitung > r tabel, maka dinyatakan valid

Bila r hitung r hitung < r tabel, maka dinyatakan

tidak valid

Uji validitas terhadap kuesioner ini dilakukan dengan

menggunakan bantuan alat pengolahan data software SPSS

Ver 17.00 for windows.

b) Uji Reliabilitas

Pengujian reliabilitas dilakukan dengan tujuan untuk

mengetahui apakah sebuah instrument penelitian dapat

menghasilkan data yang reliabel (dapat dipercaya).

Suatu kuesioner dikatakan reliabel (dapat dipercaya)

jika jawaban yang diberikan responden terhadap

pertanyaan yang diberikan konsisten atau stabil dari

waktu ke waktu (Purnamasari dkk, 2011). Reliabilitas

adalah sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk

digunakan sebagai alat pengumpul data karena

instrumen tersebut sudah baik. Pada penelitian ini

untuk mencari reliabilitas instrumen menggunakan rumus

alpha α, karena instrumen dalam penelitian ini

berbentuk angket atau daftar pertanyaan yang skornya

merupakan rentangan antara 1-5 dan uji validitas

menggunakan item total, dimana untuk mencari

reliabilitas instrumen yang skornya bukan 1 dan 0,

misalnya angket atau soal bentuk uraian maka

menggunakan rumus alpha α: Dalam penelitian ini, uji

reliabilitas dilakukan dengan menggunakan tekhnik

Formula Alpha Cronbach dan dengan menggunakan program

SPSS 17.00 for windows.

α =

kk−1 (1−∑ S2j

S2x )α = koefisien reliabilitas alphak = jumlah itemSj = varians responden untuk item ISx = jumlah varians skor total

Indikator pengukuran reliabilitas yang membagi

tingkatan reliabilitas dengan kriteria sebagai berikut.

Jika alpha atau r hitung:

0,8-1,0 = Reliabilitas baik

0,6-0,799 = Reliabilitas diterima

kurang dari 0,6 = Reliabilitas kurang baik

b. Analisi Statistik Deskripif

Menurut Imam Ghozali (2011) dalam Suhantinar (2014),

statistic deskriptif memberikan gambaran mengenai

karakteristik data dan didasarkan pada data yang telah

dikumpulkan. Karakteristik data yang digambarkan dalam

penelitian ini adalah angka rata-rata (mean), deviasi

standar (standard deviation) dan maksimum minimum. Mean

digunakan untuk memperkirakan rata-rata sampel dari

populasi. Standar devisiasi digunakan untuk melihat

disperse rata-rata dari sampel. Maksimum dan minimum

digunakan untuk melihat batas maksimum dan batas minimum

dari populasi yang ditelii. Hal ini perlu dilakukan

untuk melihat gambaran keseluruhan dari sampel

penelitian. Analisis deskriptif dilakukan untuk

mendapatkan gambaran dari hasil kuesioner yang akan

disebarkan kepada pemilik perusahaan.

c. Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik dalam penelitian ini digunakan

untuk untuk menguji kesalahan model regresi yang

digunakan dalam penelitian. Uji asumsi klasik

merupakan syarat yang harus dipenuhi agar persamaan

regresi dapat dikatakan sebagai persamaan regresi yang

baik, maksudnya adalah persamaan regresi yang

dihasilkan akan valid jika digunakan untuk

memprediksi. Uji asumsi klasik tersebut biasanya

sering digunakan pada persamaan regresi berganda.

Pengujian yang digunakan adalah uji normalitas, uji

multikolinearitas, uji autokorelasi dan uji

heterokedastisitas. Pengujian asumsi klasik dijelaskan

sebagai berikut :

a) Uji Normalitas Data

Uji normalitas data bertujuan untuk menguji apakah

dalam model regresi antar variabel dependen dengan

variabel indeenden mempunyai distribusi normal atau

tidak. Walaupun normalitas suatu variabel tidak selalu

diperlukan dalam analisis akan tetap hasil uji statistik

akan lebih baik jika semua variabel berdistribusi

normal. Jika variabel tidak terdistribusi secara normal

maka hasil uji statistik akan terdegradasi. Selain itu,

seperti diketahui bahwa uji t dan f mengasumsikan bahwa

nilai residual mengikuti distribusi normal. Kalau asumsi

ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid

untuk jumlah sampel kecil.

Menurut Ghozali (2011) dalam Suhantinar (2014) proses

uji normalitas data dilakukan dengan uji statistik

Kolmogorov-Smirnov (K-S) yaitu jika nilai Kolmogorov-Smirnov

Z tidak signifikan, maka semua data yang ada

terdistribusi secara normal. Selanjutnya menurut Ghozali

(2011), uji Kolmogorov-Smirnov (K-S) dilakukan dengan

melihat angka probabilitasnnya dan ketentuan:

Nilai signifikansi atau nilai probabilitas <

0,05 maka distribusi dikatakan tidak normal.

Nilai signifikansi atau nilai probabilitas >

0,05 maka distribusi dikatakan normal.

Selain uji K-S dapat juga diperhatikan penyebaran

data (titik) pada normal plot regression standardized residual

dari variabel dependen, dimana:

Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan

mngikuti arah garis diagonal maka model regresi

memenuhi asumsi normalitas.

Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan

atau tidak mengikuti garis diagonal, maka model

regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.

b) Uji Multikolonieritas

Uji multikolonieritas bertujuan untuk mengetahui

apakah tiap-tia variabel indenpenden saling

berhubungan secara linier. Multikolonieritas terjadi

apabila variabel-variabel independen terdapat hubungan

yang signifikan. Menurut Ghozali (2011) dalam

Suhantinar (2014), untuk medeteksi adanya masalah

multikolonieritas adalah dengan memperhatikan:

Besaran kolerasi antar variabel independen.

Pedoman suatu model regresi bebas

multikolonieritas, memiliki kriteria:

koesfisen kolerasi antar variabel-variabel

independen harus lemah, tidak lebih dari 90%

atau dibawah 0,90. Jika korelasi kuat antara

variabel-variabel independen lainnya

(umumnya diatas 0,90), maka hal ini

menunjukkan terjadinya multikolonieritas

yang serius.

Nilai tolerance dan VIF (Variance Inflation Factor)

yang rendah sama dengan nilai VIF yang

tinggi. Nilai cuttof yang digunakan dan dipakai

untuk menandai adanya factor-faktor

multikoloieritas aladah nilai tolerance <

0,10 atau sama dengan nilai VIF > 10. Model

regresi yang baik tidak terdapat masalah

multikolonieritas atau adanya hubungan

korelasi diantar variabel-variabel

independennya.

c) Uji Heteroskendastisitas

Heterokedastisitas adalah terjadinya varians yang

tidak sama untuk variabel independen yang berbeda.

Menurut Ghozali (2011) dalam Suhantinar (2014),

heterokedastisitas dapat terdeteksi dengan melihat plot

antara nilai taksiran dengan residual. Untuk melihat

heteroskedastisitas adalah dengan melihat ada tidaknya

pola tertentu pada grafik scatter plot. Yang mendasari

dalam pengambilan keputusan ini adalah:

Jika ada pola tertentu seperti titik-titik yang

ada membentuk satu pola yang teratur

(bergelombang, melebar, kemudian menyempit)

maka akan terjadi masalah heterokedastisitas.

Jika tidak ada pola yang jelas seperti titik-

titik yang menyebar diatas dan dibawah angka

nol pada sumbu-sumbu maka tidak terjadi

heterokedastisitas.

Uji heterokedastisitas dapat diperkuat dengan

menggunakan uji glejser. Uji Glejser adalah

meregresikan antara variabel bebas dengan variabel

residual absolute, dimana apabila nilai p > 0,05 maka

variabel bersangkutan dinyatakan bebas

heteroskedastisitas.

d) Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi dimaksudkan untuk menguji apakah

dalam suatu model regresi linier terdapat korelasi

antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan

kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Apabila

terjadi korelasi, maka diperkirakan ada masalah

autokorelasi. Autokorelasi muncul disebabkan adanya

observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu

sama lain. Masalah ini timbul karena residual

(kesalahan penganggu) tidak bebas dari satu observasi

ke observasi yang lainnya. Model regresi yang baik

adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Untuk

mendeteksi ada tidaknya autokorelasi, maka dilakukan

pengujian Run Test. Run Test betujuan untuk menguji apakah

antar residual terdapat korelasi yang tinggi. Jika

antar residual tidak terdapat hubungan korelasi maka

dikatakan bahwa residual adalah acak atau random. Run

Test digunakan untuk melihat apakah data residual

terjadi secara random atau tidak (sistematis).

d. Uji Regresi

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan

analisis Regresi Berganda (Multiple Regression) dengan

alasan variabel independen lebih dari satu. Menurut

Ghozali (2011) dalam Suhantari (2014), analisis ini

digunakan untuk menghubungkan nilai wajar degan

variabel-variabel independennya seperti Konvergensi

IFRS dan Laporan Keuangan. Persamaan regresinya sebagai

berikut:

NW = b0 + b1(KIFRS) + b2 (LK) + e

NW = Nilai Wajar

KIFRS = Konvergensi Nilai Wajar

LK = Laporan Keuangan

e. Uji Hipotesis

a) Uji Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi (R2) pada intinya bertujuan

untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam

menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien

determinasi antara nol dan satu. Nilai R² yang kecil

berarti kemampuan variabel – variabel dependen dalam

menjelaskan variasi variabel dependen sangat terbatas.

Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel

independen memberikan hamper semua informasi yang

dibutuhkan untuk memprediksi variabel dependen.

b) Uji Simultan (F- test)

Uji F merupakan pengujian hubungan regresi secara

simultan yang bertujuan untuk mengetahui apakah seluruh

variabel independen bersama-sama mempunyai pengaruh

yang signifikan terhadap variabel dependen. Untuk

mengetahui variabel-variabel independen secara simultan

mempengaruhi variabel dependen, dilakukan dengan

membandingkan p-value pada kolom Sig. dengan tingkat

signifikansi yang digunakan sebesar 0,05. Jika p-value>

derajat keyakinan (0,05) maka H1 dan H2 ditolak.

Artinya variabel independen secara bersama-sama tidak

mempengaruhi variabel dependen secara

signifikan,begitupun sebaliknya. Demikian juga untuk F

hitung dan F tabel. Jika F hitung > F tabel maka H1 dan

H2 diterima. Artinya variabel independen secara

bersama-sama mempengaruhi variabel dependen secara

signifikan, begitu pula sebaliknya.

c) Uji Regresi Secara Parsial (Uji statistis t )

Uji t (t-test) digunakan untuk menguji hipotesis

secara parsial guna menunjukkan pengaruh tiap variabel

independen secara individu terhadap variabel dependen.

Uji t adalah pengujian koefisien regresi masing-masing

variabel independen terhadap variabel dependen untuk

mengetahui seberapa besar pengaruh variabel independen

terhadap variabel dependen. Untuk mengetahui ada

tidaknya pengaruh masing-masing variabel independen

secara individual terhadap variabel dependen, dilakukan

dengan membandingkan p-value pada kolom Sig. masing-

masing variabel independen dengan tingkat signifikan

yang digunakan 0,05. Jika p-value > derajat keyakinan

(0,05) maka H1 dan H2 ditolak. Artinya tidak ada

pengaruh signifikan dari variabel independen secara

individual terhadap variabel dependen, begitupun

sebaliknya. Demikian juga untuk membandingkan t hitung

dengan t tabel. Jika t hitung > t tabel maka H1 dan H2

diterima. Artinya ada pengaruh signifikan dari variabel

independen secara individual terhadap variabel

dependen, begitupun sebaliknya.

:

Daftar Pustaka

Aristiya, Maria Maya., dan Budiharta, Pratiwi. 2011.Analisis Perbedaan Tingkat Konservatisme AkuntansiLaporan Keuangan Sebelum dan Sesudah KonvergensiIFRS. Yogyakarta: Jurnal Akuntansi. Hal 1-13

Asheline, Gracia Marina Siregar. 2012. Dampak PenerapanPSAK 18 (Revisi 2010) Terhadap Pelaporan Keuangandan Audit Atas Laporan Keuangan Pada Dana Pensiun.Skripsi Jakarta: Universitas Indonesia. Hal 1-87

Ball, Ray. 2005. International Financial ReportingStandards (IFRS) Pros and Cons for Investors.University of Chichago: Journal of IFRS.

Bangun, Devita Silviany., dan Lestari, Jenjang Sri.2013. Analisis Perbedaan Kualitas Laba Sebelum danSesudah Adopsi IFRS Kedalam PSAK Pada PerusahaanManufaktur yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia.Yogyakarta: Jurnal Akuntansi dan Ekonomi. Hal 1-14

Barth, M.E., dan G. Clinch. 2009. Scale Effects InCapital Markets-Based Accounting Research. Journal ofBusiness Finance & Accounting.

Chairi, Anis, dan Hendor, Sonny Kusuma Soejanto. 2010.Menguji Kualitas Standar Akuntansi Hasil AdopsiIFRS: Studi Empiris pada PSAK No. 55 (Revisi2006). Purwekerto: Jurnal Simposium Akuntansi. Hal1-28

Cristensen, Hans B, and Nikolaev, Valeri V. Does VairFalue for Non-Financial Assets Pass the MarketsTest?. The University of Chicago: Journal of Fair ValueAccounting.

Delgado, E. and Munuera, J.L. 2005. Does Brand TrustMatter To Brand Equity ?. Journal of Product & BrandManagement, Vol. 14 No.13, pp. 187-196

Hidayat, Taufik. 2012. Pengaruh Ukuran KAP dan AuditorTenure Terhadap Value Relevance dari Nilai Wajar.Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia:Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia. Vol. 9. No. 2.Hal 171-188

Hidayati, Nur Elan. 2010. Perbandingan PerlakuanAkuntansi Sebelum dan Sesudah Konvergensi IFRSatas PSAK No.22 Pada Perusahaan Go Public di BursaEfek Indonesia: Jurnal Akuntansi. Hal 1-21

Keliat, Marsen. 2009. Pengaruh Nilai Wajar 1.http://nangininfo..com /2009/11/ pengaruh-nilai-wajar-1_28.html. diakses 9 November 2014.

Khan, Uruj. 2009. Does Fair Value to Systematic Risk inthe Banking Industry ?. Columbia Business School:Journal of Fair Value Accounting.

Laili, Yanuarita Rohmatul. 2013. Pengaruh PenerapanKonvergurasi IFRS Terhadap Penilaian Aset denganMenggunakan Konsep Fair Value. Universitas NegeriSurabaya: Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia. Hal 1-24

Laux, Christian., and C. Leuz. 2009. The Crisis ofFair Value Accounting Making Sense of the RecentDebate. Chicago: Journal of Fair Value Accounting. WorkingPaper No. 33. Hal 1-26

Maria, Silvyana I. 2011. Analisis Perbandingan ModelFair Value dan Model Historical Cost SertaPenerpannya Terhadap Aset Tetap (Studi Kasus padaPT Sidomulyo Selaras Tbk). Universitas Gunadarma:Jurnal Nilai Wajar.

Martani, Dwi: 2012. Fair Vale: Aset Keuangan, Aset Tetap,Properti Investasi.https://staff.blog.ui.ac.id/martani/pendidikan/slide-psak/. diakses November 2014.

Nurhayanto, dan Widyaiswara. 2010. InternationalFinancial Reporting Standards (IFRS). Ciawi:Makalah Seminar Pusdiklatwas dan Satgas IFRSDeputi Akuntan Negara BPKP

Purnamasari, Vena. Palupi, Monika., dan Susilawati,Clara. 2011. Kesiapan Dunia Bisnis Principle-BasedAccounting Standard. Semarang: Proposal Penelitian.Hal 1-45

Septiani, Aditya. 2005. Faktor-Faktor yang MempengaruhiKetepatwaktuan Pelaporan Keuangan Pada Pasar Modalyang Sedang Berkembang: Tesis Perspektif TeoriKepatuhan. Hal 13-14.

Sonbay, Yolinda Yanti. 2010. Perbandingan BiayaHistoris dan Nilai Wajar. Program Studi AkuntansiUniversitas Katholik Widya Mandiri : KajianAkuntansi. Hal 1-8.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif danKualitatif R&D. Badung.

Suhantinar, Tiara Novriany. 2014. Pengaruh KonvergensiIFRS dan Client Attributes Terhadap PenetapanBiaya Audit Eksternal. Semarang: Skripsi FakultasEkonomi UNDIP Semarang.

Sparta., dan Sari, Perwita. 2011. Analisis PenerapanFair Value Based Pada Aktiva Tetap Studi Kasus PT.Pembangunan Jaya Ancol, Tbk. Jakarta: JurnalAkuntansi.

Sulfia, Murni Ana Situmorang. 2011. Transisi MenujuIFRS Dan Dampaknya Terhadap Laporan Keuangan.Semarang: Skripsi Fakultas Ekonomi UNDIP Semarang.

Suwardjono, 2006. Teori Akuntansi PerekayasaanPelaporan Keuangan. Edisi Tiga Yogyakarta: BPPE

Suyatmini, dan Aisyashella FN. 2013. Kajian TentangKonvergensi International Financial ReportingStandard (IFRS) di Indonesia: Kajian Konvergensi IFRS.Hal 79-86.

Watss, R. L, and J.L Zimmerman. 1986. Positif AccountingTheory. Englewood Cliffs: Printice Hall

Wiyani, Natalia Titiek. 2010. Standarisasi,Harmonisasi, dan Konvergensi IFRS. Jakarta: JurnalStandar Akuntansi. Hal 1-9