pengaruh konsentrasi naoh dan suhu - Universitas Brawijaya

74
PENGARUH KONSENTRASI NAOH DAN SUHU PEMANASAN OHMIC DALAM PROSES PRETREATMENT TERHADAP KANDUNGAN LIGNOSELULOSA AMPAS TEBU SEBAGAI BAHAN BAKU BIOETANOL SKRIPSI Oleh: YURISMA EKA VITALINA NIM 135100201111033 PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2018

Transcript of pengaruh konsentrasi naoh dan suhu - Universitas Brawijaya

PENGARUH KONSENTRASI NAOH DAN SUHU

PEMANASAN OHMIC DALAM PROSES PRETREATMENT

TERHADAP KANDUNGAN LIGNOSELULOSA AMPAS TEBU

SEBAGAI BAHAN BAKU BIOETANOL

SKRIPSI

Oleh:

YURISMA EKA VITALINA

NIM 135100201111033

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN

JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2018

i

PENGARUH KONSENTRASI NAOH DAN SUHU

PEMANASAN OHMIC DALAM PROSES PRETREATMENT

TERHADAP KANDUNGAN LIGNOSELULOSA AMPAS TEBU

SEBAGAI BAHAN BAKU BIOETANOL

Oleh:

YURISMA EKA VITALINA

NIM 135100201111033

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Teknik

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN

JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2018

ii

iii

iv

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 05 Agustus

1995 di Banyuwangi, Jawa Timur.

Merupakan anak pertama dari 2 bersaudara,

dari pasangan Bapak Sudaryo dan Ibu Tri

Yuniati. Penulis menghabiskan masa kecil

hingga dewasa di sebuah kota kecil di Jawa

Timur bagian timur Pulau Jawa yaitu kota

Banyuwangi. Penulis mengenyam

pendidikan dasar sejak tahun 2001-2007 di SDN 2 Penganjuran,

lalu melanjutkan pendidikan menengah di SMPN 1 Banyuwangi

dan lulus pada tahun 2010. Tahun 2010 penulis melanjutkan

sekolah menengah atas di SMAN 1 Banyuwangi, tiga tahun

kemudian tepatnya tahun 2013 penulis lulus dan kemudian

melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi di

Universitas Brawijaya Malang, Fakultas Teknologi Pertanian,

Jurusan Keteknikan Pertanian dan telah berhasil menyelesaikan

pendidikannya pada tahun 2018. Selama aktif menjadi

mahasiswa, penulis juga aktif sebagai asisten praktikum di

beberapa mata kuliah seperti Fisika dan Kekuatan Bahan.

Selain itu penulis juga aktif dalam kepanitiaan didalam beberapa

kegiatan seperti Ospek Jurusan Keteknikan Pertanian.

v

PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama Mahasiswa : Yurisma Eka Vitalina

NIM : 135100201111033

Jurusan : Keteknikan Pertanian

Judul Tugas Akhir : Pengaruh Konsentrasi NaOH Dan Suhu

Pemanasan Ohmic Dalam Proses

Pretreatment Terhadap Kandungan

Lignoselulosa Ampas Tebu Sebagai

Bahan Baku Bioetanol

Menyatakan bahwa,

Tugas Akhir dengan judul diatas merupakan karya asli penulis

tersebut diatas. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini

tidak benar, penulis tersebut diatas bersedia dituntut sesuai

hukum yang berlaku.

Malang, 13 Agustus 2018

Pembuat Pernyataan,

Yurisma Eka Vitalina

NIM. 135100201111033

vi

YURISMA EKA VITALINA. 135100201111033. Pengaruh

Konsentrasi NaOH Dan Suhu Pemanasan Ohmic Dalam

Proses Pretreatment Terhadap Kandungan Lignoselulosa

Ampas Tebu Sebagai Bahan Baku Bioetanol. Skripsi.

Pembimbing : Yusuf Hendrawan, STP, M.App.Life.Sc, Ph.D

dan Dewi Maya Maharani, STP, M.Sc

RINGKASAN

Konsumsi energi menjadi kebutuhan penting yang

menyebabkan kelangkaan bahan bakar minyak. Diperlukan

suatu sumber bahan bakar terbarukan dapat diperbaharui yang

diaplikasikan antara lain bioetanol. Material bioetanol yang

merupakan sumber pangan dikhawatirkan akan mengurangi

ketersediaannya bahan pangan dan tidak dapat mencukupi

produksi bioetanol yang dibutuhkan. Oleh karena itu ada

beberapa faktor yang mendorong makin intensifnya dilakukan

penelitian mengenai pemanfaatan bahan lignoselulosa menjadi

sumber energi, dalam hal ini etanol. Salah satunya material

yang dapat dimanfaatkan adalah ampas tebu yang merupakan

limbah padat pabrik gula yang banyak mengandung

lignoselulosa.

Proses pretreatment pada bahan lignoselulosa perlu

dilakukan untuk mempermudah proses hidrolisis yaitu untuk

membuka struktur lignoselulosa agar selulosa menjadi lebih

mudah diakses oleh enzim yang memecah polimer polisakarida

menjadi bentuk monomer. Dalam penelitian ini digunakan

pretreatment pada bahan berlignoselulosa dengan pemberian

pemanasan ohmic. Penelitian pretreatment dengan pemanasan

ohmic diharapkan dapat berpengaruh terhadap kandungan

lignoselulosa ampas tebu serta dapat memaksimalkan

degradasi lignin sehingga kandungan selulosa pada bahan lebih

tinggi. Metode penelitian berupa Rancangan Acak Lengkap

vii

(RAL) dengan dua perlakuan yaitu konsentrasi larutan NaOH

(0,03 M; 0,05 M; dan 0,07 M) dan suhu pemanasan (65°C, 75°C

dan 85°C) dengan dilakukan 3 kali pengulangan.

Pretreatment pemanasan ohmic berpengaruh terhadap

kandungan lignoselulosa ampas tebu. Konsentrasi larutan

NaOH yang lebih tinggi akan mempercepat waktu pemanasan

dan akan menghasilkan pH dan kadar air yang lebih tinggi.

Tidak adanya interaksi antara perlakuan konsentrasi NaOH

dengan suhu pemanasan terhadap rendemen bahan. Perlakuan

terbaik didasarkan pada pengurangan kandungan lignin serta

peningkatan selulosa yaitu pretreatment dengan konsentrasi

larutan NaOH 0,07 M dan suhu pemanasan 75°C yakni

pengurangan lignin 7,86% dan peningkatan hemiselulosa 8,01%

serta peningkatan selulosa tertinggi yaitu 3,82%.

Kata Kunci: Ampas Tebu, Lignoselulosa, Pemanasan Ohmic,

Pretreatment

viii

YURISMA EKA VITALINA. 135100201111033. Effect of NaOH

Concentration and Temperature of Ohmic Heating In

Pretreatment Process to The Lignocellulosic Content of

Sugar Cane as Raw Material Bioethanol. Undergraduate

Thesis. Supervisor : Yusuf Hendrawan, STP, M.App.Life.Sc,

Ph.D and Dewi Maya Maharani, STP, M.Sc

SUMMARY

Energy consumption is an important requirement that

causes by the scarcity of fuel oil. An updated renewable fuel

source that is applicable is bioethanol. Bioethanol material which

is a food source is feared will reduce the availability of food and

can not meet the required bioethanol production. Therefore

there are several factors that encourage more intensive

research on the utilization of lignocellulosic materials into energy

sources, in this case ethanol. One of the materials that can be

utilized is a bagasse which is a solid waste sugar factory that

contains many lignocelluloses.

The process of pretreatment in lignocellulosic materials

needs to be done to facilitate the process of hydrolysis which is

to open the lignocellulose structure so that cellulose becomes

more accessible by the enzyme that breaks down

polysaccharide polymer into monomer form. In this study used

pretreatment on materials berlignoselulosa with resistive

heating. Pretreatment research with resistive heating is

expected to affect lignocellulose content of bagasse and can

maximize lignin degradation so that cellulose content in the

material is higher. The research method was a Completely

Randomized Design (RAL) with two treatments ie NaOH

solution concentration (0,03 M; 0,05 M; and 0,07 M) and heating

temperature (65°C, 75°C and 85°C) with 3 repetitions.

ix

Pretreatment of ohmic heating effect on lignocellulose

content of bagasse. The higher concentration of NaOH solution

will speed up the heating time and will result in higher pH and

water content. There is no interaction between the treatment of

NaOH concentration and the heating temperature to the

rendement of the material. The best treatment was based on the

reduction of lignin content and increase of cellulose and

hemicellulose with pretreatment with 0,07 M NaOH solution

concentration and 75°C heating temperature ie 7,86% lignin and

8,01% increase in hemicellulose and highest cellulose increase

of 3,82 %.

Keywords : Lignocellulose, Ohmic Heating, Pretreatment,

Sugar Cane

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena

berkat rahmat dan anugerah-NYA, sehingga penulis dapat

menyelesaikan Tugas Akhir ini yang berjudul “Pengaruh

Konsentrasi Naoh Dan Suhu Pemanasan Ohmic Dalam

Proses Pretreatment Terhadap Kandungan Lignoselulosa

Ampas Tebu Sebagai Bahan Baku Bioetanol” dengan baik.

Penyusunan Tugas Akhir ini merupakan salah satu

syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknologi Pertanian. Pada

kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. La Choviya Hawa, STP, MP, Ph.D, selaku Ketua

Jurusan Keteknikan Pertanian Fakultas Teknologi

Pertanian Universitas Brawijaya

2. Yusuf Hendrawan, STP, M.App.Life.Sc, Ph.D selaku

Dosen Pembimbing Pertama dan Dewi Maya Maharani,

STP., M.Sc selaku Dosen Pembimbing Kedua yang telah

memberikan bimbingan, arahan, ilmu dan pengetahuan

kepada penulis dalam penyelesaian Tugas Akhir ini

3. Yusuf Wibisono, STP, M.Sc,Ph.D selaku Dosen Penguji

atas segala saran dan masukannya.

4. Bapak Sudaryo, Ibu Tri Yuniati, Adik Yuristya Kayumi

Meilana serta keluarga penulis yang senantiasa

memberikan semangat, doa serta dukungan berupa

moriil dan materiil dalam penyelesaian Tugas Akhir ini

5. Wahyu, Yuda, Ilham, Azis, sebagai teman seperjuangan

yang bersedia meluangkan segenap waktu, tenaga, doa

serta memberikan semangat kepada penulis selama

proses penyusunan tugas akhir hingga selesai

6. Teman-teman Keteknikan Pertanian Universitas

Brawijaya Malang angkatan 2013 serta pihak-pihak yang

senantiasa memberikan dukungan dan doa kepada

penulis

xi

Menyadari adanya keterbatasan pengetahuan, referensi

dan pengalaman, penulis mengharapkan saran dan masukan

demi lebih baiknya Tugas Akhir ini. Akhirnya harapan penulis

semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun

semua pihak yang membutuhkan.

Malang, 13 Agustus 2018

Penulis,

Yurisma Eka Vitalina

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ................................................................. i

LEMBAR PERSETUJUAN ....................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN ....................................................... iii

RIWAYAT HIDUP .................................................................... iv

PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR ............................ v

RINGKASAN ........................................................................... vi

SUMMARY ............................................................................ viii

KATA PENGANTAR ................................................................ x

DAFTAR ISI ............................................................................ xii

DAFTAR TABEL .................................................................... xv

DAFTAR GAMBAR ............................................................... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................... xvii

I. PENDAHULUAN .................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ........................................................... 2

1.3 Tujuan ............................................................................. 3

1.4 Manfaat ........................................................................... 3

1.5 Batasan Masalah ............................................................. 3

1.6 Hipotesis ......................................................................... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................... 5

2.1 Ampas Tebu ................................................................... 5

2.2 Pretreatment Bahan Lignoselulosa ................................. 6

2.3 Selulosa .......................................................................... 8

2.4 Hemiselulosa ................................................................... 9

2.5 Lignin ............................................................................ 10

2.6 Ohmic Heating .............................................................. 11

2.7 Karakteristik NaOH Pada Pretreatment ......................... 13

2.8 Penelitian Terdahulu ...................................................... 15

III. METODE PENELITIAN ....................................................... 17

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ........................................ 17

3.2 Alat dan Bahan Penelitian ............................................. 17

xiii

3.2.1 Alat ........................................................................ 17

3.2.2 Bahan .................................................................... 18

3.2.2 Spesifikasi Alat ....................................................... 18

3.3 Metode Penelitian .......................................................... 19

3.4 Pelaksanaan Penelitian ................................................. 21

3.4.1 Persiapan Bubuk Ampas Tebu ............................... 21

3.4.2 Perlakuan Pretreatment ......................................... 22

3.5 Pengamatan dan Analisa Data ...................................... 25

3.5.1 Pengujian Kadar Air ............................................... 25

3.5.2 Pengujian Kandungan Lignoselulosa ..................... 25

3.5.3 Analisa Data .......................................................... 26

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................. 27

4.1 Pengaruh Konsentrasi NaOH dan Suhu Terhadap

Waktu Pretreatment ..................................................... 27

4.2 Pengaruh Konsentrasi NaOH dan Suhu Terhadap

pH Sebelum dan pH Sesudah Pretreatment ................. 30

4.3 Pengaruh Konsentrasi NaOH dan Suhu Terhadap

Rendemen Pretreatment .............................................. 32

4.4 Pengaruh Konsentrasi NaOH dan Suhu Terhadap

Kadar Air Pretreatment ................................................. 34

4.5 Pengaruh Konsentrasi NaOH dan Suhu Terhadap

Kadar Lignoselulosa .................................................... 37

4.5.1 Pengaruh Konsentrasi NaOH dan Suhu

Terhadap Kandungan Hemiselulosa ...................... 37

4.5.2 Pengaruh Konsentrasi NaOH dan Suhu

Terhadap Kandungan Selulosa .............................. 39

4.5.3 Pengaruh Konsentrasi NaOH dan Suhu

Terhadap Kandungan Lignin .............................. 41

4.6 Analisis Kebutuhan Energi, Biaya dan Bahan Kimia ..... 43

V. PENUTUP ........................................................................... 49

5.1 Kesimpulan.................................................................... 49

5.2 Saran............................................................................. 49

DAFTAR PUSTAKA ................................................................ 50

xiv

LAMPIRAN .............................................................................. 57

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kandungan lignoselulosa pada limbah pertanian ....... 6

Tabel 2.2 Metode pretreatment .................................................. 7

Tabel 2.3 Penelitian terdahulu ................................................. 15

Tabel 3.1 Kombinasi perlakuan ............................................... 20

Tabel 4.1 Hasil uji lanjut BNT terhadap faktor konsentrasi

larutan NaOH .......................................................... 28

Tabel 4.2 Hasil uji lanjut BNT terhadap faktor

suhu pemanasan ohmic .......................................... 29

Tabel 4.3 pH larutan sebelum dan sesudah pretreatment ........ 30

Tabel 4.4 Hasil uji lanjut BNT terhadap faktor konsentrasi

larutan NaOH .......................................................... 31

Tabel 4.5 Hasil uji lanjut BNT terhadap faktor

suhu pemanasan ohmic .......................................... 31

Tabel 4.6 Hasil uji lanjut BNT terhadap faktor konsentrasi

larutan NaOH .......................................................... 35

Tabel 4.7 Hasil uji lanjut BNT terhadap faktor

suhu pemanasan ohmic .......................................... 36

Tabel 4.8 Perbandingan kebutuhan energi dan biaya

pretreatment ohmic heating, microwave dan

autoclave ................................................................ 44

Tabel 4.9 Perbandingan hasil pretreatment ohmic heating

pada jerami padi dan ampas tebu ........................... 46

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Ampas tebu ........................................................... 5

Gambar 2.2 Skema tujuan pretreatment biomassa

lignoselulosa ......................................................... 7

Gambar 2.3 Struktur selulosa .................................................... 9

Gambar 2.4 Struktur hemiselulosa .......................................... 10

Gambar 2.5 Struktur lignin ...................................................... 10

Gambar 2.6 Model pemanas ohmic dan reaktor ohmic ............ 13

Gambar 3.1 Reaktor ohmic heating ......................................... 18

Gambar 3.2 Diagram alir proses persiapan bubuk

ampas tebu ......................................................... 21

Gambar 3.3 Diagram alir proses pretreatment bubuk

ampas tebu ........................................................ 23

Gambar 4.1 Perlakuan suhu pemanasan dan konsentrasi

NaOH terhadap lama waktu pretreatmen

ampas tebu ......................................................... 27

Gambar 4.2 Perlakuan suhu pemanasan dan konsentrasi

NaOH terhadap rendemen pretreatment

ampas tebu ........................................................ 33

Gambar 4.3 Perlakuan suhu pemanasan dan konsentrasi

NaOH terhadap kadar air pretreatment

ampas tebu ........................................................ 34

Gambar 4.4 Perlakuan suhu pemanasan dan konsentrasi

NaOH terhadap kandungan hemiselulosa sebelum

dan sesudah pretreatment ampas tebu .............. 38

Gambar 4.5 Perlakuan suhu pemanasan dan konsentrasi

NaOH terhadap kandungan selulosa sebelum

dan sesudah pretreatment ampas tebu .............. 40

Gambar 4.6 Perlakuan suhu pemanasan dan konsentrasi

NaOH terhadap kandungan lignin sebelum dan

sesudah pretreatment ampas tebu ..................... 42

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Perhitungan pengenceran larutan ........................ 57

Lampiran 2 Data dan analisa ragam waktu pretreatment ......... 58

Lampiran 3 Data dan analisa ragam pH sebelum dan pH

sesudah pretreatment ............................................ 61

Lampiran 4 Data dan analisa ragam rendemen

pretreatment .......................................................... 65

Lampiran 5 Data kadar air bubuk ampas tebu .......................... 68

Lampiran 6 Data perhitungan hasil uji lignoselulosa ................ 72

Lampiran 7 Perhitungan kebutuhan energi dan biaya

pretreatment .......................................................... 84

Lampiran 8 Perhitungan kandungan lignoselulosa sebelum dan

sesudah pretreatment ........................................... 86

Lampiran 9 Dokumentasi ........................................................ 89

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Konsumsi energi menjadi kebutuhan penting yang

menyebabkan kelangkaan bahan bakar minyak. Di Indonesia

produksi dan cadangan bahan bakar minyak bumi (fosil) terjadi

penurunan ±10% setiap tahunnya dan terjadi kenaikan ±6%

pada konsumsi minyak pertahunnya (Kuncahyo, 2013).

Meningkatnya kebutuhan bahan bakar yang bersumber dari

bahan bakar fosil tidak dapat diperbarui yang jumlahnya

semakin menipis. Diperkirakan bahwa Asia menjadi konsumen

minyak terbesar. Di Indonesia bioetanol dimulai dengan adanya

Peraturan Presiden No 5 tahun 2006 tentang aturan

penggunaan bioeful sebanyak 5% dari konsumsi energi nasional

di tahun 2025 (Sholihin, 2015).

Diperlukan suatu sumber bahan bakar terbarukan dapat

diperbaharui yang diaplikasikan antara lain bioetanol. Material

bioetanol yang merupakan sumber pangan dikhawatirkan akan

mengurangi ketersediaannya bahan pangan dan tidak dapat

mencukupi produksi bioetanol yang dibutuhkan (Maryana et al.,

2014).

Oleh karena itu ada beberapa faktor yang mendorong

makin intensifnya dilakukan penelitian mengenai pemanfaatan

bahan lignoselulosa menjadi sumber energi, dalam hal ini

etanol. Bioetanol memiliki karakteristik yang lebih baik

dibandingkan dengan bensin karena dapat meningkatkan

efisiensi pembakaran (Hambali et al., 2007).

Salah satunya material yang dapat dimanfaatkan adalah

ampas tebu yang merupakan limbah padat pabrik gula yang

banyak mengandung lignoselulosa. Indonesia merupakan

negara penghasil gula. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya

pabrik-pabrik gula yang berdiri di Indonesia. Banyaknya gula

yang dihasilkan memerlukan bahan baku tebu yang banyak

2

pula. Perkebunan tebu di Indonesia menempati luas areal ± 321

ribu hektar. Rata-rata bagasse yang diperoleh 35-40% dari

setiap tebu yang diproses. Produksi tebu di Indonesia pada

tahun 2007 sebesar 21 juta ton maka potensi ampas yang

dihasilkan sekitar 6 juta ton ampas per tahun (Samsuri et al.,

2007).

Proses pretreatment pada bahan lignoselulosa perlu

dilakukan untuk mempermudah proses hidrolisis yaitu untuk

membuka struktur lignoselulosa agar selulosa menjadi lebih

mudah diakses oleh enzim yang memecah polimer polisakarida

menjadi bentuk monomer, sehingga dapat mengurangi

penggunaan enzim dan dapat menekan biaya (Dashtban dkk,

2009).

Dalam penelitian ini digunakan pretreatment pada bahan

berlignoselulosa dengan pemberian pemanasan ohmic.

Pemanasan ohmic adalah pemanasan bahan dengan

melewatkan bahan pada aliran listrik yang berupa pembangkitan

panas secara internal akibat adanya tahanan listrik dalam bahan

(Sastry, 2008). Penelitian pretreatment dengan pemanasan

ohmic diharapkan dapat berpengaruh terhadap kandungan

lignoselulosa ampas tebu. Parameter teknis yang diukur dalam

penelitian ini adalah kadar lignoselulosa ampas tebu sebelum

dan sesudah pretreatment.

Berdasarkan permasalahan tersebut maka penelitian

pretreatment ampas tebu menggunakan pemanasan ohmic

dilakukan untuk mengetahui kandungan lignoselulosa dan

memaksimalkan degradasi lignin sehingga kandungan selulosa

pada bahan lebih tinggi.

1.2 Rumusan Masalah

Perumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut :

3

1. Bagaimana pengaruh konsentrasi NaOH dan suhu

pemanasan ohmic terhadap kandungan lignoselulosa

ampas tebu?

2. Berapa konsentrasi NaOH dan suhu pemanasan ohmic

yang optimum digunakan dalam proses pretreatment

ampas tebu?

1.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah yang ada maka tujuan

dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi NaOH dan

suhu pemanasan ohmic terhadap kandungan

lignoselulosa ampas tebu.

2. Untuk mendapatkan konsentrasi NaOH dan suhu

pemanasan ohmic yang optimum dalam proses

pretreatment ampas tebu.

1.4 Manfaat

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini antara lain:

1. Sebagai informasi mengenai konsentrasi NaOH dan

suhu pemanasan yang optimum menggunakan metode

pemanasan ohmic

2. Penelitian dapat digunakan sebagai referensi bagi

peneliti selanjutnya apabila melakukan penelitian yang

sejenis.

1.5 Batasan masalah

Agar pembahasan masalah lebih fokus dan terarah

maka diperlukan pembatasan masalah sebagai berikut:

1. Pada penelitian ini hanya membahas tahap pretreatment

bahan lignoselulosa yaitu ampas tebu.

4

2. Penelitian yang dilakukan terbatas hanya pada skala

laboratorium saja.

3. Parameter yang diamati adalah nilai kandungan

lignoselulosa yang diuji menggunakan metode Chesson.

4. Penelitian ini tidak membahas kesetimbangan massa.

1.6 Hipotesis

Dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Pretreatment dengan pemanasan ohmic akan

berpengaruh terhadap kandungan lignoselulosa ampas

tebu dimana dapat menghasilkan pengurangan

kandungan lignin.

2. Semakin tinggi konsentrasi NaOH maka semakin banyak

lignin yang terdegradasi.

3. Semakin tinggi suhu pemanasan ohmic yang dilakukan

akan diperoleh hasil yang semakin baik.

5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ampas Tebu

Ampas tebu (bagasse) merupakan limbah pertanian yang

berlimpah di Indonesia. Berdasarkan data dari Pusat Penelitian

Perkebunan Gula Indonesia (P3GI, 2010), dihasilkan ampas

tebu sebanyak 10% dari berat tebu giling. Sejauh ini sebanyak

60% dari ampas tebu dimanfaatkan oleh pabrik gula sebagai

bahan baku untuk kertas, bahan bakar, industri jamur, bahan

baku industri kanvas rem dan lain-lain. Oleh karena itu,

diperkirakan sebanyak 40% dari ampas tebu tersebut belum

dimanfaatkan, bagasse (limbah padat tebu) sebagian besar

mengandung ligno-cellulose (Lestu et al., 2010). Pada Gambar

2.1 merupakan gambar ampas tebu yang digunakan.

Gambar 2.1 Ampas Tebu

Ampas tebu merupakan suatu residu dari proses

penggilingan tebu (Saccharum oficianarum) setelah diekstrak

niranya pada industri pemurnian gula sehingga diperoleh hasil

samping sejumlah besar produk limbah berserat yang dikenal

sebagai ampas tebu (bagasse) (Yuwono et al., 2012).

Kandungan ketiga senyawa utama dalam bahan lignoselulosa

berbeda-beda, bergantung pada sumbernya. Dengan

mengetahui kandungan yang terdapat dalam bahan

lignoselulosa, dapat diperkirakan etanol yang dihasilkan dari

bahan tersebut. Ampas tebu memiliki kandungan selulosa 50%,

hemiselulosa 25% dan lignin 25% (Sun dan Cheng, 2002).

6

Kandungan lignoselulosa pada berbagai limbah pertanian

terdapat pada Tabel 2.1 sebagai berikut:

Tabel 2.1 Kandungan lignoselulosa pada limbah pertanian

Bahan

Lignoselulosa

Selulosa

(%)

Hemiselulosa

(%)

Lignin

(%)

Bonggol jagung 45 35 15

Jerami padi 32,1 24 18

Bagas segar 33,4 30 18,9

Kulit kacang-

kacangan 25-30 25-30 30-40

Sumber : Howard et al., 2003

2.2 Pretreatment Bahan Lignoselulosa

Pretreatment berfungsi untuk mengubah makroskopik dan

mikroskopik ukuran serta struktur seperti komposisi dan struktur

kimia sehingga hidrolisis karbohidrat menjadi monomer gula

berlangsung lebih cepat dan menghasilkan yield yang lebih

tinggi (Mosier et al., 2005). Tahapan delignifikasi atau

pretreatment merupakan tahapan yang menentukan

keefektifitasan konversi biomassa lignoselulosa menjadi

bioetanol. Karena dengan dilakukanya pretreatment diharapkan

adanya proses penurunan rekalsitran biomassa lignoselulosa.

Sehingga tahapan hidrolisis dan fermentasi dapat berjalan

optimal (Alvira et al., 2010).

Pretreatment bertujuan untuk memecah ikatan lignin

(delignifikasi), menghilangkan kandungan lignin dan

hemiselulosa, merusak struktur kristal dari selulosa serta

meningkatkan porositas bahan (Prawitwong et al., 2012).

Proses pretreatment yang sekaligus proses hidrolisa meliputi :

perlakuan secara fisik, fisik-kimiawi, kimiawi dan enzimatik

(Mosier et al., 2005; Sun and Cheng, 2002). Pada Tabel 2.2

merupakan berbagai metode pretreatment.

7

Tabel 2.2 Metode pretreatment

Metode Contoh

Mekanik panas Digerus, digiling, digunting, extruder

Autohydrolysis Super critical, carbon dioxide explotion

Perlakuan asam Asam sulfat dan asam khlorida encer, asam

sulfat dan asam khlorida pekat

Perlakuan alkali Sodium hidroksida, ammonia, alkali hydrogen

peroksida

Perlakuan larutan

organik Methanol, etanol, butanol, phenol

Sumber : Mosier et al., 2005; Sun and Cheng, 2002

Tujuan dari pretreatment adalah untuk membuka struktur

lignoselulosa agar selulosa menjadi lebih mudah diakses oleh

enzim yang memecah polimer sakarida menjadi monomer gula.

Pretreatment menyediakan akses yang lebih mudah untuk

enzim sehingga akan mengalami peningkatan hasil glukosa dan

xilosa. Tujuan pretreatment secara skematis ditunjukan oleh

Gambar 2.2 dibawah ini.

Gambar 2.2 Skema tujuan pretreatment biomassa

lignoselulosa (Mosier et al., 2005)

8

Selama beberapa tahun terakhir berbagai teknik

pretreatment telah dipelajari melalui pendekatan biologi, fisika,

kimia. Menurut (Sun dan Cheng, 2002), pretreatment

seharusnya memenuhi kebutuhan berikut ini:

1. Meningkatkan pembentukan gula atau kemampuan

menghasilkan gula pada proses berikutnya melalui

hidrolisis enzimatik

2. Menghindari degradasi atau kehilangan karbohidrat

3. Menghindari pembentukan produk samping yang dapat

menghambat proses hidrolisis dan fermentasi

4. Biaya yang dibutuhkan ekonomis

2.3 Selulosa

Selulosa merupakan sebuah senyawa organik (C6H10O5)n

sebuah polimer yang memiliki rantai lurus yang tersusun atas

sub unit D-glukosa terhubung oleh ikatan β-1,4 glycosidic

membentuk dimer selubiosa. Karakteristik senyawa ini yaitu

tidak berbau, tidak larut dalam air dan biodegradable. Selulosa

membentuk mikrofibril melalui ikatan inter dan intra molekuler.

Selulosa dapat diubah menjadi glukosa dengan mencampurkan

dengan asam pada suhu tinggi. Keberadaan seluosa pada

tumbuhan yang menyebabkan tumbuhan bersifat biodegradable

(Natasha, 2012). Selulosa adalah unsur pokok pada tanaman

dan merupakan biopolimer linier dari molekul

anhidroglukopiranosa pada ikatan β-1,4 glukosidik yang

berlimpah di alam (Dashtban et.al., 2009).

Selulosa merupakan polimer linier dari β-D-glukosa yang

dihubungkan satu sama lain dengan ikatan glikosidik β (1→4).

Selulosa merupakan komponen struktur utama dinding sel.

Selulosa dicirikan dengan kekuatan daya tahannya yang tinggi

terhadap zat-zat kimia dan relatif tidak larut dalam air. Selulosa

9

dapat dihidrolisis dengan enzim selulase (Kusnandar, 2010).

Pada Gambar 2.3 merupakan struktur selulosa.

Gambar 2.3 Struktur selulosa (Kusnandar, 2010)

2.4 Hemiselulosa

Hemiselulosa merupakan senyawa yang terikat dengan

polisakarida, protein, dan lignin serta memiliki sifat lebih mudah

larut dibanding dengan selulosa. Hemiselulosa bersifat hidrofilik

sehingga berfungsi sebagai perekat antar selulosa yang

menunjang kekuatan fisik serat sehingga dengan hilangnya

hemiselulosa akan menyebabkan terjadinya lubang diantara

fibril dan kurangnya ikatan antar serat (Trisanti, 2009).

Hemiselulosa merupakan heteropolisakarida yang

mengandung berbagai gula, terutama pentose. Hemiselulosa

umumnya terdiri atas dua atau lebih residu pentose yang

berbeda. Komposisi hemiselulosa sering mengandung asam

uronat sehingga mempunyai sifat asam. Hemiselulosa memiliki

derajat polimerisasi yang lebih rendah, lebih mudah terhidrolisis

dalam asam, mempunyai suhu bakar yang lebih rendah

dibandingkan dengan selulosa, dan tidak berbentuk serat-serat

panjang. Selain itu, umumnya hemiselulosa larut dalam alkali

dengan konsentrasi rendah, dimana semakin banyak

cabangnya semakin tinggi kelarutannya. Hemiselulosa dapat

dihidrolisis dengan enzim hemicellulase (xylanase) (Kusnandar,

2010). Pada Gambar 2.4 merupakan struktur hemiselulosa.

10

Gambar 2.4 Struktur hemiselulosa (Kusnandar, 2010)

2.5 Lignin

Lignin adalah heteropolimer amorf yang terdiri dari tiga

unit fenilpropan (p-coumaryl, coniferil dan sinapyl alkohol) yang

terikat dengan ikatan yang berbeda. Fungsi utama lignin adalah

memperkuat struktur tanaman dalam menahan terhadap

serangan mikroba dan tekanan oksidasi (Hendriks dan Zeeman,

2009).

Lignin merupakan kompleks polimer aromatik yang

mempunyai struktur tiga dimensi. Lignin mempunyai peranan

dalam memberikan kekerasan pada dinding sel, bertindak

sebagai zat pengikat antarsel dan bersama-sama dengan

komponen dinding sel yang lain menyebabkan sel mempunyai

ketahanan yang baik, serta memperlambat penyerapan air dari

dinding sel dan melindungi sel dari serangan mikroorganisme.

Lignin bersifat sangat inert, tidak larut serta tahan terhadap

pencernaan (Kusnandar, 2010). Pada Gambar 2.5 merupakan

struktur lignin.

Gambar 2.5 Struktur lignin (Kusnandar, 2010)

11

2.6 Ohmic Heating

Konsep pemanasan Ohmic atau pemanasan Joule (joule

heating) adalah pemanasan pada produk pangan dengan cara

melewatkan aliran listrik melewati produk yang diolah.

Akibatnya, terjadi pembangkitan energi internal pada bahan

pangan. Prinsip dasar pemanasan ini akan menghasilkan

sebuah pola pemanasan luar dan dalam. Konstruksi pemanas

Ohmic terdiri dari sumber arus dan reaktor yang disisipi dengan

elektroda. Vibrasi sel menyebabkan terjadinya friksi dan disipasi

dalam bentuk panas (Muchtadi dan Ayustaningwarno, 2010).

Oven microwave bekerja dengan memancarkan radiasi

gelombang mikro, biasanya pada frekuensi 2.450 MHz (dengan

panjang gelombang 12,24 cm), melalui makanan. Molekul air,

lemak, dan gula dalam makanan akan menyerap energi dari

gelombang mikro tersebut dalam sebuah proses yang disebut

pemanasan dielektrik. Kebanyakan molekul adalah dipol listrik,

yang berarti mereka memiliki sebuah muatan positif pada satu

sisi dan sebuah muatan negatif di sisi lainnya, dan oleh karena

itu mereka akan berputar pada saat mereka mensejajarkan

dengan medan listrik yang berubah-ubah yang diinduksi oleh

pancaran gelombang mikro. Gerakan molekuler inilah yang

menciptakan panas. Bila dibandingkan dengan pemanasan

konvensional, dimana panas yang dilakukan dari luar pada

permukaan bahan pangan, pemanasan ohmic dilakukan dengan

pemanasan di seluruh bahan pangan. Pemanasan Ohmic pada

dasarnya menerapkan kontak antara bahan pangan dengan

beberapa elektroda yang memiliki perbedaan potensial atau

tegangan. Untuk menghasilkan panas, bahan pangan harus

memiliki konduktifitas listrik. Pemanas Ohmic menggunakan

arus bolak balik (Alternating Current). Pemanas Ohmic berbeda

dengan pemanas microwave dari segi penggunaan frekuensi.

Pemanas Ohmic dioperasikan dengan frekuensi rendah (50

sampai dengan 60 Hz) yang tidak akan merusak dinding sel,

12

sedangkan microwave dioperasikan pada frekuensi tinggi yaitu

sekitar 915 sampai 2450 MHz (Sastry, 2008).

Bahan yang dilewati arus listrik memberi respon berupa

pembangkitan panas secara internal akibat adanya tahanan

listrik dalam bahan pangan tersebut. Jumlah panas yang

dibangkitkan dalam bahan pangan akibat aliran arus

berhubungan langsung dengan kerapatan arus yang ditimbulkan

oleh besarnya medan listrik (field strength) dan konduktifitas

listrik dari bahan pangan yang diolah. Teknologi pemanasan

Ohmic dapat diterapkan, tidak hanya untuk cairan tetapi juga

untuk multi-fase campuran cair-padat (Delgado et al., 2012).

Ketika jaringan selular dipanaskan secara ohmik, suhu

konduktivitas menjadi linier ketika gradient voltage dinaikkan hal

ini menjelaskan bahwa terjadi non-linearitas pada gradient

voltage rendah (20 sampai 30 V/cm). Penjelasannya adalah

terjadinya electro-osmosis ketika pemanasan Ohmic digunakan

yang tergantung dari besar medan voltase yang digunakan.

Pada gradient voltage tinggi, electro-osmosis mendorong ion-ion

melewati membran dinding sel bahkan pada suhu lebih rendah.

Prinsip dasar pemanasan Ohmic terkenal dengan disipasi

energi listrik menjadi panas, yang menghasilkan generasi energi

internal berbanding lurus dengan kuadrat dari kekuatan medan

listrik dan konduktivitas listrik. Suatu bahan pangan dengan

konduktivitas listrik σ, ditempatkan di antara dua elektroda

dengan kekuatan medan ΔV, menghasilkan laju generasi energi

internal (internal energy generation) μ (Muhtadi dan

Ayustaningwarno, 2010).

Semakin tinggi suhu yang ada pada sistem

mengindikasikan bahwa arus listrik yang mengalir lebih banyak,

sehingga vibrasi yang ditimbulkan semakin banyak. Reaksi

antara arus listrik dan bahan yang menimbulkan getaran

mengakibatkan tumbukan antar partikel. Vibrasi (getaran) ini

menyebakan gesekan antar molekul padat dan medium

13

sekitarnya sehingga sistem menjadi panas (Keshwani, 2009).

Menurut Gaol dkk (2013) yang menyatakan bahwa suhu yang

semakin tinggi pada ohmic heating dapat menyebabkan

kandungan selulosa ikut terdegradasi.

Proses interaksi panas dari aliran listrik dengan bahan

mengakibatkan kandungan hemiselulosa yang mengikat

selulosa dapat terurai dan kandungan lignin sebagai lapisan

terluar yang menghalangi selulosa mulai turun. Panas yang

ditimbulkan oleh resistive heating berasal dari vibrasi sel yang

menyebabkan terjadinya friksi dan disipasi dalam bentuk panas

yang dapat meningkatkan laju difusi alkali (Rahma, 2012).

Konduktivitas listrik tergantung pada konsentrasi ion, maka

memungkinkan untuk mengubahnya menggunakan perlakuan

sederhana seperti penambahan garam. Penurunann

konduktivitas listrik dalam sampel yang direndam air disebabkan

hilangnya senyawa ionik dalam air (Muhtadi dan

Ayustaningwarno, 2010). Pada Gambar 2.6 merupakan model

pemanasan ohmic dan reaktor ohmic.

Gambar 2.6 Model pemanas ohmic dan reaktor ohmic

(Muchtadi dan Ayustaningwarno, 2010)

2.7 Karakteristik NaOH Pada Pretreatment

Natrium Hidroksida (NaOH) berwarna putih, berbentuk

pellet, maupun serpihan. Bersifat sangat basa, keras, rapuh,

dan menunjukkan pecahan hablur. Kelarutan mudah larut dalam

air dan dalam etanol tetapi tidak larut dalam eter. Titik leleh yaitu

318°C serta memiliki titik didih yaitu 1390°C (Daintith, 2005).

14

Cara kerja NaOH dalam mendegradasi kandungan lignin yang

membungkus selulosa dan hemiselulosa yaitu dengan cara

merusak lignin sehingga lignin yang membungkus akan pecah

ataupun rusak (Dawson and Boopathy, 2008).

Mekanisme pretreatment alkali terjadi saponifikasi inter

molekuler ikatan silang ester xylan hemiselulosa dan komponen

lignin dengan hemiselulosa. Alkali juga menghilangkan asetil

dan berbagai asam uronat yang bisa mengurangi akses enzim

terhadap selulosa dan hemiselulosa (Zheng et al, 2009).

Pemberian larutan NaOH mengakibatkan tingkat kelarutan

karbohidrat lebih lambat dibandingkan dengan oksidasi atau

reaksi dengan senyawa lain sehingga kandungan karbohidrat

dalam media menurun. Ketika tingkat kelarutan karbohidrat

melambat terjadi reaksi oksidasi untuk membentuk senyawa

yang lebih kompleks dan akhirnya terakumulasi hingga akan

menyebabkan kandungan hemiselulosa pada bahan akan naik

(Mahdy et al., 2014).

Adanya pemberian konsentrasi larutan NaOH (basa kuat)

pada bahan dapat menyebarkan energi melalui konduksi ionik

yang menyebabkan pemanasan. Pemanasan ohmic pada cairan

atau padatan dapat mengubah energi elektromagnetik menjadi

energi panas. Proses interaksi ohmic dengan bahan ini

mengakibatkan kandungan hemiselulosa yang mengikat

selulosa dapat terlepas dan kandungan lignin pada dinding sel

yang menghalangi selulosa mulai turun. Proses perusakan

struktur pada ikatan lignin dan hemiselulosa mampu

mengakibatkan peningkatan jumlah selulosa bebas yang ada

pada suatu bahan. (Winarsih, 2013).

15

2.8 Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang pretreatment dengan menggunakan

ohmic heating telah dikembangkan sebelumnya. Pada Tabel 2.3

merupakan penelitian terdahulu mengenai pretreatment yang

disajikan sebagai berikut:

Tabel 2.3 Penelitian terdahulu

Bahan Perlakuan Hasil Referensi

10 gram

ampas

tebu

Pretreatment

menggunakan

Microwave

dengan NaOH 3

M selama 40

menit

Meningkatkan

kadar selulosa

sebesar 33,1%,

menurunkan kadar

lignin sebesar

12,09%, dan

menurunkan kadar

hemiselulosa

sebesar 18,4%

Widyawati

(2014)

10 gram

ampas

tebu

Pretreatment

menggunakan

Autoclave pada

suhu 121°C

dengan NaOH 1%

lama pemanasan

60 menit

Menurunkan kadar

lignin sebesar

69,90%

Fajriutami,

dkk (2013)

10 gram

Ampas

tebu

Pretreatment

dengan metode

alkali dengan

NaOH 3 N proses

pemanasan 80°C

selama 6 jam

Menurunkan kadar

lignin sebesar

70,3% dan

meningkatkan

kadar selulosa

sebesar 48,23%

Daniar

(2014)

50 gram

Kulit

kacang

tanah

Pretreatment

dengan

pemanasan

resistive NaOH

Menurunkan kadar

lignin sebesar

14,68% dan

meningkatkan

Putri (2016)

16

0,07 M pada suhu

75°C dan 100

mesh

selulosa sebesar

7,06%

30 gram

Jerami

padi

Pretreatment

dengan

pemanasan

resistive NaOH

0,07 M pada suhu

75°C dan 100

mesh

Menurunkan kadar

lignin sebesar

1,39%, mengurangi

kadar selulosa

4,33% dan

meningkatkan

selulosa 8,88%

Kumalasari

(2016)

5 gram

Alang-

alang

Pretreatment

dengan

pemanasan

resistive NaOH

0,07 M pada suhu

75°C dan 100

mesh

Meningkatkan

kadar selulosa

25,73%

Athrosy

(2016)

17

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik

Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi

Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang. Penelitian

dilaksanakan pada bulan Februari 2018 hingga Juni 2018.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

3.2.1 Alat

Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini antara

lain:

1. Blender (Panasonic MX-T1GN) untuk menggiling ampas

tebu

2. Reaktor Ohmic (Merk Ball 1500 ml) untuk proses

pretreatment ampas tebu

3. Thermocouple K sebagai sensor suhu

4. Thermocontrol display (Omron E5CWL-Q1TC) untuk

menampilkan suhu dari ohmic heating

5. Kabel konektor sebagai penghantar arus listrik

6. Elektroda stainless stell sebagai konduktor arus listrik

7. Ayakan mesh untuk menyaring bubuk ampas tebu

8. Timbangan digital (HWH DJ1002A) untuk mengukur

massa bahan perlakuan

9. Spatula sebagai pengaduk dan membersihkan tabung

ohmic heating

10. Gelas ukur untuk mengukur volume larutan NaOH

11. Stopwatch untuk menghitung waktu pretreatment

12. Oven (Tamson) untuk mengeringkan bahan

13. Kertas saring untuk menyaring bubuk ampas tebu hasil

pretreatment

18

14. pH meter (ATC tipe PH-009) untuk mengukur pH larutan

sebelum dan sesudah pretreatment

15. Cawan petri sebagai wadah sampel bubuk ampas tebu

ketika di oven

16. Plastik klip sebagai tempat sampel bubuk ampas tebu

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

1. Ampas tebu sebagai bahan perlakuan

2. Aquades sebagai pengencer NaOH dan H2SO4

3. NaOH sebagai larutan untuk memecah lignin pada

proses pretreatment ampas tebu

4. H2SO4 berfungsi sebagai katalis pada proses pengujian

ligoselulosa

3.2.3 Spesifikasi Alat

Adapun gambar reaktor ohmic heating dapat dilihat pada

Gambar 3.1

Gambar 3.1 Reaktor ohmic heating

1

5

4

2

6

3

19

Keterangan:

1. Tabung reaktor sebagai tempat proses pretreatment

2. Elektroda stainless stell sebagai konduktor arus listrik

3. Kabel konektor sebagai penghantar arus listrik

4. Thermocouple K sebagai sensor suhu

5. Multimeter sebagai pengukur kuat arus listrik

6. Thermocontrol display untuk menampilkan suhu

Pada reaktor Ohmic Heating, sensor yang terdapat

thermocouple K dimasukkan kedalam sebuah tabung reaktor

dan dilem dengan lem pipa agar melekat dan tidak bocor pada

saat pretreatment berlangsung. Berikut merupakan spesifikasi

reaktor Ohmic Heating.

Nama : Reaktor Ohmic Heating

Kapasitas : 1500 ml

Voltase : 220 V

Kuat arus : 0,2 A

Daya : 44 W

Energi : 0,00792 kwh

3.3 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan pada pretreatment

adalah analisis pengaruh konsentrasi NaOH dan suhu

pemanasan ohmic terhadap kandungan lignoselulosa (lignin,

selulosa, hemiselulosa) pada ampas tebu untuk menentukan

kombinasi faktor mana yang terbaik dalam proses pretreatment

ampas tebu.

Pada penelitian pretreatment bubuk ampas tebu dengan

pemanasan ohmic ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap

(RAL) yang tersusun atas 2 faktor. Faktor 1 merupakan

konsentrasi larutan NaOH yaitu menggunakan konsentrasi 0,03

M; 0,05 M dan 0,07 M. Faktor 2 merupakan suhu pemanasan

20

yaitu 65°C, 75°C dan 85°C. Dari kombinasi faktor didapatkan 9

perlakuan dan dilakukan 3 kali ulangan sehingga terdapat 27

pelakuan dan 3 perlakuan tanpa dilakukan pretreatment yang

dijadikan sebagai perlakuan kontrol, sehingga didapatkan 30

sampel percobaan dari pengaruh konsentrasi NaOH dan suhu

pemanasan. Pada Tabel 3.1 merupakan variabel penelitian dan

kombinasi dari setiap variabel

Tabel 3.1 Kombinasi perlakuan

Konsentrasi NaOH

(M)

Suhu Pemanasan °C (T)

65

(T1)

75

(T2)

85

(T3)

0,03 (M1) M1T1 M1T2 M1T3

0,05 (M2) M2T1 M2T2 M2T3

0,07 (M3) M3T1 M3T2 M3T3

Keterangan:

Perlakuan pertama adalah konsentrasi larutan (M), yaitu:

M1 = Konsentrasi NaOH 0,03 M

M2 = Konsentrasi NaOH 0,05 M

M3 = Konsentrasi NaOH 0,07 M

Perlakuan kedua adalah suhu pemanasan (T), yaitu:

T1 = suhu pemanasan 65 °C

T2 = suhu pemanasan 75 °C

T3 = suhu pemanasan 85 °C

Kombinasi perlakuan tersebut dapat dijadikan model

Rancangan Acak Lengkap (RAL) sebagai berikut:

Yijk = μ + αi + βj + (αβ)ij + εijk

Dimana :

Yijk = pengamatan hasil pengulangan perlakuan ke-k yang

terjadi karena pengaruh bersama taraf ke-i faktor A

(Konsentrasi NaOH) dan taraf ke-j faktor B (waktu

pretreatment)

21

μ = rata-rata umum

αi = pengaruh taraf ke-i faktor A (konsentrasi NaOH)

βj = pengaruh taraf ke-j faktor B (waktu pretreatment)

(αβ)ij= pengaruh interaksi taraf ke-i faktor A dan taraf ke-j

faktor B

εijk =kesalahan (galat) percobaan ke-k dalam kombinasi

perlakuan konsentrasi NaOH i dan waktu pretreatment j

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Persiapan Bubuk Ampas Tebu

Bahan yang digunakan yaitu ampas tebu. Ampas tebu

didapatkan dari PG Kebon Agung, Pakisaji, Malang, Jawa

Timur, Indonesia. Ampas tebu yang didapatkan sudah dalam

bentuk tercacah dan semi kering sehingga, perlu dikeringkan

lagi menggunakan panas matahari selama 12 jam. Setelah itu

ampas tebu digiling supaya lebih halus dan dilakukan

pengayakan menggunakan ayakan 100 mesh. Bubuk ampas

tebu yang berukuran 100 mesh dioven selama 24 jam dengan

suhu 105°C. Pada Gambar 3.2 merupakan diagram alir proses

persiapan bubuk ampas tebu

Mulai

Ampas Tebu

Pengeringan dengan sinar matahari selama 12 jam

x

Penggilingan

22

Gambar 3.2 Diagram alir proses persiapan ampas tebu

3.4.2 Perlakuan Pretreatment

Proses pretreatment dilakukan dengan metode ohmic

heating. Bubuk ampas tebu berukuran 100 mesh yang

digunakan sebagai bahan perlakuan pretreatment ditimbang

sebanyak 10 gram. Bubuk ampas tebu dicampurkan dengan

larutan NaOH 100 ml dengan konsentrasi sesuai pada

rancangan penelitian diletakkan dalam reaktor ohmic heating.

Setelah itu dilakukan pengukuran pH untuk mengetahui

pH larutan bahan sebelum dimasukkan dalam reaktor ohmic

heating. Selanjutnya pretreatment ampas tebu dilakukan

menggunakan ohmic heating dengan cara dialirkan listrik

Pengayakan 100 mesh

Bubuk ampas tebu 100

mesh

Pengeringan dengan oven pada suhu 105°C 24 jam

Bubuk ampas tebu

Analisa

kandungan

lignin, selulosa,

hemiselulosa.

Selesai

x

23

tegangan 220 V dengan kuat arus 0,2 A dan daya 44 watt dari

kedua elektroda pada ujung reaktor hingga mencapai suhu

pemanasan yang telah ditentukan yaitu pada suhu 65°C, 75°C

dan 85°C.

Proses pretreatment ohmic heating dihentikan setelah

mencapai suhu set point dan dicatat waktu akhir untuk

mengetahui durasi pemanasan. Kemudian reaktor dibuka

untuk mendinginkan larutan dan dilakukan pengukuran pH

akhir setelah pretreatment. Selanjutnya bubuk ampas tebu

dipisahkan dari larutan NaOH dengan cara disaring

menggunakan kain saring dan dikeringkan di dalam oven

selama 3 jam pada suhu 105°C untuk menghilangkan air dan

sisa NaOH pada bubuk ampas tebu yang telah di pretreatment

agar enzim-enzim tidak dapat bekerja. Sampel kemudian diuji

kandungan lignin, selulosa dan hemiselulosa dengan metode

Chesson. Pada Gambar 3.3 diagram alir proses pretreatment

ampas tebu menggunakan pemanasan ohmic

Mulai

Bubuk ampas tebu

Variasi konsentrasi NaOH 0,03 M; 0,05 M; 0,07 M

Dicampurkan larutan NaOH

100 ml kedalam reaktor

pemanasan ohmic Pengukuran

pH

x

24

Gambar 3.3 Diagram alir proses pretreatment ampas tebu

menggunakan pemanasan ohmic

Pretreatment dengan pemanasan

ohmic dengan variasi NaOH 0,03

M; 0,05 M; 0,07 M serta suhu

65°C, 75°C dan 85°C Pengukuran

pH

Penetralan dengan menggunakan

aquades hingga pH = 7

Pemisahan padatan bubuk ampas tebu

dengan menggunakan kertas saring

Pengeringan menggunakan oven

pada suhu 105°C selama 3 jam

Bubuk ampas

tebu hasil

pretreatment Uji kandungan

lignin,

selulosa,

hemiselulosa

Selesai

x

25

3.5 Pengamatan dan Analisa Data

3.5.1 Pengujian Kadar Air

Pengujian kadar air dilakukan untuk mengetahui kadar

air dalam ampas tebu sebelum dan sesudah pretreatment.

Sampel bubuk ampas tebu sebanyak 3 gram ditimbang dalam

cawan kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105 °C

selama 3 jam. Setiap sampel bahan bubuk ampas tebu

diletakkan kedalam oven tidak bertumpuk agar penguapan

terjadi secara sempurna. Perhitungan kadar air ampas tebu

menggunakan rumus sebagai berikut:

𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑖𝑟 (%) =𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑥 100 % ................ (3.1)

3.5.2 Pengujian Kandungan Lignoselulosa

Pengujian dilakukan berdasarkan Metode Chesson

(Datta, 1981) meliputi kandungan selulosa, hemiselulosa dan

lignin. Langkah-langkah sebagai berikut:

1. Satu gram sampel kering (berat a) ditambahkan dengan

150 ml H2O dan direfluks pada suhu 100 °C dengan water

bath selama 1 jam. Proses refluks dengan water bath

dilakukan untuk menstabilkan volume pencampuran

bahan baku dengan H2O.

2. Hasilnya disaring, residu dicuci dengan aquades panas

sampai netral (volume 300 ml).

3. Residu kemudian dikeringkan dengan oven sampai

beratnya konstan. Pengeringan pada suhu 105 °C

dengan waktu 1 jam dan kemudian ditimbang (berat b).

4. Residu ditambahkan 150 ml H2SO4 1 N dan direfluks pada

suhu 100 °C dengan water bath selama 1 jam.

5. Hasilnya disaring dan dicuci dengan aquades panas

sampai netral (300 ml) dan residunya dikeringkan dengan

oven sampai konstan pada suhu 105 °C selama 1 jam

dan kemudian ditimbang (berat c).

26

6. Residu kering ditambahkan 10 ml H2SO4 72% (v/v) dan

direndam pada suhu kamar selama 4 jam.

7. Ditambahkan 150 ml H2SO4 1 N dan direfluks pada suhu

100 °C dengan water bath selama 1 jam pada pendingin

balik.

8. Residu disaring dan dicuci dengan aquades panas sampai

netral (400 ml).

9. Residu kemudian dikeringkan dengan oven sampai

konstan pada suhu 105 °C selama 1 jam dan kemudian

ditimbang (berat d).

10. Selanjutnya residu diabukan dan ditimbang (berat e).

Perhitungan kadar selulosa, hemiselulosa dan lignin

menggunakan rumus berikut ini:

𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑙𝑜𝑠𝑎 (%) = 𝑐 − 𝑑

𝑎 𝑥 100 % ................................... (3.2)

𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 ℎ𝑒𝑚𝑖𝑠𝑒𝑙𝑢𝑙𝑜𝑠𝑎 (%) = 𝑏−𝑐

𝑎 𝑥 100 % ............................ (3.3)

𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑙𝑖𝑔𝑛𝑖𝑛 (%) = 𝑑−𝑒

𝑎 𝑥 100 % ....................................... (3.4)

3.5.3 Analisa Data

Analisa data dilakukan setelah proses pretreatment dari

ampas tebu. Data yang diperoleh kemudian dianalisis

menggunakan analisis sidik ragam Analysis of Variance

(ANOVA) pada taraf nyata 5% dan 1%. Analisis data untuk

mengetahui parameter-parameter pengamatan yang diuji

memiliki pengaruh pada setiap perlakuan. Apabila hasil

menunjukkan terdapat beda nyata, maka dilakukan uji beda

nyata terkecil (BNT) dengan selang kepercayaan 5%.

27

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengaruh Konsentrasi NaOH dan Suhu Terhadap Waktu

Pretreatment

Pada penelitian dilakukan pengukuran lama waktu

pretreatment pada pemanasan ohmic untuk mencapai suhu

yang sudah ditentukan (65°C, 75°C dan 85°C). Pemanasan

ohmic adalah pemanasan bahan dengan melewatkan bahan

pada aliran listrik yang berupa pembangkitan panas secara

internal akibat adanya tahanan listrik dalam bahan (Sastry,

2008). Panas yang dihasilkan dalam makanan disebabkan arus

listrik yang lewat dan menimbulkan panas akibat tahanan pada

bahan pangan. Pemanasan ohmic pada pretreatment ini

diaplikasikan pada bahan berlignoselulosa yaitu ampas tebu

yang menggunakan prinsip kerja seperti pada bahan pangan.

Gambar 4.1 merupakan gambar yang menunjukkan lama waktu

pemanasan pada pretreatment pemanasan ohmic dalam satuan

menit.

Gambar 4.1 Perlakuan suhu pemanasan dan konsentrasi NaOH

terhadap lama waktu pretreatment ampas tebu

18,57

25,23

34,74

10,43 12,5

15,51

7,54 10,26

12,26

0

5

10

15

20

25

30

35

40

65 75 85

Waktu

Pre

treatm

ent

(menit)

Suhu Pemanasan (°C)

0,03 M

0,05 M

0,07 M

28

Dari Gambar 4.1 lama waktu pretreatment pada masing-

masing perlakuan berbeda-beda. Dari grafik diatas

menunjukkan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai suhu

yang ditentukan tergantung dengan konsentrasi larutan NaOH.

Waktu pretreatment paling lama adalah 34,74 menit yaitu pada

konsentrasi larutan NaOH 0,07 M dengan suhu 85°C.

Berdasarkan analisis sidik ragam ANOVA lama waktu

pretreatment pada Lampiran 2 menunjukkan perlakuan

konsentrasi larutan NaOH dan suhu pemanasan ohmic

memberikan pengaruh nyata terhadap waktu pemanasan

sehingga perlu dilakukan uji lanjut BNT (α<0,05). Uji lanjut yang

dilakukan menggunakan BNT (Beda Nyata Terkecil) dengan

α<0,05 pada faktor konsentrasi larutan NaOH dapat dilihat pada

Tabel 4.1sebagai berikut:

Tabel 4.1 Hasil uji lanjut BNT terhadap faktor konsentrasi larutan

NaOH

Konsentrasi Rata-rata Notasi

0,07 M 30,64 a

0,05 M 38,44 b

0,03 M 78,55 c

Berdasarkan Tabel 4.1 menunjukkan bahwa uji lanjut BNT

pada faktor konsentrasi larutan NaOH terdapat perbedaan

antara waktu pemanasan pada konsentrasi larutan NaOH 0,07

M; 0,05 M; dan 0,03 M dilihat dari notasi yang ditunjukkan

berbeda (a, b, dan c). Rata-rata waktu pemanasan terlama pada

konsentrasi larutan NaOH 0,03 M yaitu 78,55 menit. Rata-rata

waktu pemanasan tercepat pada konsentrasi 0,07 M yaitu 30,64

menit. Dengan demikian semakin tinggi konsentrasi larutan

NaOH, maka semakin cepat waktu pemanasan pretreatment.

Hasil uji lanjut pada suhu pemanasan ohmic dapat dilihat pada

Tabel 4.2 sebagai berikut:

29

Tabel 4.2 Hasil uji lanjut BNT terhadap faktor suhu pemanasan ohmic

Suhu Pemanasan Rata-rata Notasi

65°C 36,54 a

75°C 48,36 b

85°C 62,52 c

Berdasarkan Tabel 4.2 menunjukkan bahwa uji lanjut BNT

pda faktor suhu pemanasan ohmic terdapat perbedaan antara

waktu pemanasan pada suhu pemanasan 65°C, 75°C dan 85°C

dilihat dari notasi yang ditunjukkan berbeda (a, b, dan c). Rata-

rata waktu pemanasan terlama pada suhu 85°C yaitu 62,52

menit. Rata-rata waktu pemanasan tercepat pada suhu 65°C

yaitu 36,54 menit. Dengan demikian semakin rendah suhu

pemanasan, maka semakin cepat waktu pemanasan

pretreatment.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa waktu

pemanasan bergantung pada konsentrasi larutan NaOH yang

digunakan dan suhu pemanasan pada reaktor ohmic. Pada

suhu 85°C membutuhkan waktu yang paling lama dibandingkan

perlakuan lainnya. Ini dikarenakan pencapaian suhu pada titik

yang lebih tinggi membutuhkan waktu yang lebih lama

dibandingkan dengan pencapaian suhu pada titik yang lebih

rendah.

Pada konsentrasi larutan NaOH hasil penelitian, pada

konsentrasi 0,07 M merupakan larutan elektrolit yang lebih

pekat dibandingkan yang lainnya. Apabila larutan elektrolit

semakin pekat konsentrasinya, maka daya hantar listrik akan

semakin besar dan menyebabkan kenaikan suhu pada bahan

akan semakin cepat. Hal ini akan memicu kecepatan aliran

listrik. Dengan pemberian konsentrasi NaOH yang lebih besar

maka akan mempercepat lama waktu pemanasan pada

pretreatment ohmic heating. Peningkatan laju difusi alkali

kedalam jaringan sel-sel sehingga kecepatan reaksi modifikasi

30

dapat ditingkatkan dan lama pengolahan dapat diturunkan

(Salengke, 2000).

4.2 Pengaruh Konsentrasi NaOH dan Suhu Terhadap pH

Sebelum dan pH Sesudah Pretreatment

Pada penelitian ini dilakukan pengukuran pH sebelum

pretreatment dan sesudah pretreatment untuk mengetahui

perbedaan nilai pH dan pengaruh pada setiap perlakuan yang di

pengaruhi oleh konsentrasi larutan NaOH dan suhu pemanasan.

Nilai pH larutan proses pretreatment dapat dilihat pada Tabel

4.3 merupakan nilai pH yang diperoleh sebelum pretreatment

dan sesudah pretreatment.

Tabel 4.3 pH larutan sebelum dan sesudah pretreatment

Konsentrasi

(M)

Suhu °C

(T)

Rata-rata

sebelum

pretreatment

Rata-rata

sesudah

pretreatment

0,03 65 12,10 10,23

75 12,13 10,20

85 12,13 10,13

0,05 65 12,23 10,33

75 12,27 10,20

85 12,23 10,07

0,07 65 12,40 10,30

75 12,40 10,20

85 12,40 10,13

Dari Tabel 4.3 bahwa pada tiap perlakuan pH mengalami

penurunan setelah dilakukan proses pretreatment

menggunakan ohmic heating. Selisih penurunan pH juga terjadi

dikarenakan pengaruh besarnya konsentrasi. Berdasarkan

analisis sidik ragam ANOVA pH sebelum dan sesudah

pretreatment pada Lampiran 3 perlakuan konsentrasi larutan

NaOH dan suhu pemanasan ohmic memberikan pengaruh

nyata terhadap waktu pemanasan sehingga perlu dilakukan uji

31

lanjut BNT (α<0,05). Uji lanjut yang dilakukan menggunakan

BNT (Beda Nyata Terkecil) dengan α<0,05 pada faktor

konsentrasi larutan NaOH dapat dilihat pada Tabel 4.4 sebagai

berikut:

Tabel 4.4 Hasil uji lanjut BNT terhadap faktor konsentrasi larutan

NaOH

Konsentrasi Rata-rata Notasi

0,03 M 5,80 a

0,05 M 6,13 b

0,07 M 6,57 c

Berdasarkan Tabel 4.4 menunjukkan bahwa uji lanjut BNT

pada faktor konsentrasi larutan NaOH terdapat perbedaan

selisih pH pada konsentrasi larutan NaOH 0,03 M; 0,05 M; dan

0,07 M dilihat dari notasi yang ditunjukkan berbeda (a, b, dan c).

Rata-rata selisih pH terkecil pada konsentrasi larutan NaOH

0,03 M yaitu 5,80. Rata-rata selisih pH terbesar pada

konsentrasi 0,07 M yaitu 6,57. Dengan demikian semakin tinggi

konsentrasi larutan NaOH, maka semakin besar selisih pH yang

dihasilkan pada saat dilakukan pretreatment. Hasil uji lanjut

pada suhu pemanasan ohmic dapat dilihat pada Tabel 4.5

sebagai berikut:

Tabel 4.5 Hasil uji lanjut BNT terhadap faktor suhu pemanasan ohmic

Suhu Pemanasan Rata-rata Notasi

65°C 5,87 a

75°C 6,20 b

85°C 6,43 c

Berdasarkan Tabel 4.5 menunjukkan bahwa uji lanjut BNT

pda faktor suhu pemanasan ohmic terdapat perbedaan antara

waktu pemanasan pada suhu pemanasan 65°C, 75°C dan 85°C

dilihat dari notasi yang ditunjukkan berbeda (a, b, dan c). Rata-

rata selisih pH terkecil pada suhu 65°C yaitu 5,87. Rata-rata

32

selisih pH terbesar pada suhu 85°C yaitu 6,43. Dengan

demikian semakin tinggi suhu pemanasan, maka semakin besar

selisih pH yang dihasilkan pada saat dilakukan pretreatment.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa selisih

pH bergantung pada konsentrasi larutan NaOH yang digunakan

dan suhu pemanasan pada reaktor ohmic. Selisih atau

penurunan pH yang terjadi pada semua perlakuan dikarenakan

adanya perbedaan konsentrasi larutan yaitu 0,03 M; 0,05 M dan

0,07 M serta adanya variasi suhu pemanasan 65°C, 75°C dan

85°C. Penurunan pada nilai pH ini dikarenakan saat dilakukan

pretreatment dengan menggunakan ohmic menyebabkan

timbulnya panas sehingga terjadi reaksi pembentukan garam

antara asam lemah yang terdapat didalam lignin dengan ion

OH- yang berasal dari basa kuat terdapat pada larutan alkali

NaOH. Menyebabkan berkurangnya kandungan OH- dan ion H+

akan meningkat jumlahnya bila dibandingkan dengan ion OH-.

Semakin tinggi konsentrasi NaOH yang terkandung dalam

larutan alkali, maka semakin banyak pula kandungan OH- yang

berkurang dikarenakan kandungan H+ sehingga pada larutan

akan menjadi lebih asam dari sebelumnya (Baig and Brunner,

2006). Semakin lama waktu pemanasan dan semakin tinggi

konsentrasi larutan NaOH akan menyebabkan semakin tinggi

nilai penurunan pH. Nilai penurunan pH ini karena semakin

banyaknya ion OH- yang terambil dan diidentifikasikan pada

proses difusi alkali yang tinggi terhadap bahan tersebut (Yosua,

2016).

4.3 Pengaruh Konsentrasi NaOH dan Suhu Terhadap

Rendemen Pretreatment

Pada penelitian ini dilakukan pengukuran rendemen

menggunakan faktor konsentrasi larutan NaOH dan suhu

pemanasan. Ini dilakukan untuk mengetahui kecermatan dalam

penelitian serta mengetahui massa yang tersisa pada saat

33

proses pretreatment. Perhitungan rendemen dari berat padatan

bubuk ampas tebu hasil pretreatment dibagi dengan berat

bubuk ampas tebu sebelum pretreatment dikalikan 100%. Hasil

akhir rendemen ampas tebu yang didapatkan dapat dilihat pada

Gambar 4.2 merupakan gambar rendemen hasil pretreatment.

Gambar 4.2 Perlakuan suhu pemanasan dan konsentrasi NaOH

terhadap rendemen pretreatment ampas tebu

Dari Gambar 4.2 dihasilkan nilai rata-rata rendemen pada

masing-masing perlakuan yang berbeda. Berdasarkan analisis

sidik ragam ANOVA hasil rendemen pretreatment pada

Lampiran 4 perlakuan konsentrasi larutan NaOH dan suhu

pemanasan ohmic tidak menunjukkan pengaruh nyata terhadap

hasil rendemen. Pada perlakuan variasi konsentrasi larutan

NaOH pada penelitian juga tidak memberikan pengaruh nyata.

Selain itu, perlakuan suhu pemanasan juga tidak memberikan

pengaruh nyata. Karena tidak ada pengaruh maka tidak

diperlukan uji lanjut BNT.

Adanya perbedaan konsentrasi pada larutan NaOH yang

menyebabkan nilai rendemen pretreatment yang berbeda-beda.

74,51

74,89

71,7

75,61 73,98 74,42

76,73

74,53

74,31

64

66

68

70

72

74

76

78

80

82

65 75 85

Rendem

en (

%)

Suhu Pemanasan (°C)

0,03 M

0,05 M

0,07 M

34

Menurunnya massa bahan rendemen terjadi karena proses

penyaringan bahan dengan larutan yang menimbulkan bahan

menempel pada kertas saring dan juga terbawa oleh aquades

dikarenakan ukuran partikel yang lebih kecil. Sehingga bahan

menjadi ikut terbuang dan hilang.

4.4 Pengaruh Konsentrasi NaOH dan Suhu Terhadap Kadar

Air Pretreatment

Pengukuran kadar air untuk mengetahui kandungan air

yang terdapat dalam bahan. Pada penelitian ini dilakukan

pengukuran kadar air bahan sebelum pretreatment pada sampel

kontrol (tanpa pretreatment) dan pengukuran kadar air bahan

sesudah pretreatment. Pengukuran dilakukan dengan cara

diambil sedikit dari sampel bahan pretreatment yang kemudian

di oven. Dimana berat awal adalah massa bubuk ampas tebu

sebelum pretreatment yaitu 10 gram. Gambar 4.3 merupakan

hasil pengukuran kadar air dalam penelitian.

Gambar 4.3 Perlakuan suhu pemanasan dan konsentrasi NaOH

terhadap kadar air pretreatment ampas tebu

25,49

22,97 22,12 21,72

21,31 20,58 20,47 19,37

17,65

0

5

10

15

20

25

30

65 75 85

Kadar

Air (

%)

Suhu Pemanasan (°C)

0,03 M

0,05 M

0,07 M

35

Dari Gambar 4.3 kadar airpada masing-masing perlakuan

berbeda-beda. Dari grafik diatas menunjukkan kadar air yang

dihasilkan tergantung dengan konsentrasi larutan NaOH dan

suhu pemanasan. Kadar air tertinggi pada perlakuan dengan

suhu 65°C dan konsentrasi 0,03 M sebesar 25,49%. Sedangkan

kadar air terendah pada perlakuan dengan suhu 85°C dan

konsentrasi 0,07 M yaitu 17,65%. Dapat dilihat pada grafik

bahwa kadar air mengalami penurunan dikarenakan

bertambahnya konsentrasi larutan NaOH dan suhu pemanasan.

Berdasarkan analisis sidik ragam ANOVA kadar air

pretreatment pada Lampiran 5 pada perlakuan konsentrasi

larutan NaOH diperoleh data yang berpengaruh sangat nyata

terhadap kadar air ampas tebu. Pada perlakuan suhu

pemanasan diperoleh data yang berpengaruh sangat nyata

terhadap kadar air ampas tebu. Namun interaksi antara kedua

perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air. Uji lanjut

yang dilakukan menggunakan BNT (Beda Nyata Terkecil)

dengan α<0,05 pada faktor konsentrasi larutan NaOH dapat

dilihat pada Tabel 4.6 sebagai berikut:

Tabel 4.6 Hasil uji lanjut BNT terhadap faktor konsentrasi larutan

NaOH

Konsentrasi Rata-rata Notasi

0,07 M 57,49 a

0,05 M 63,61 b

0,03 M 70,58 c

Berdasarkan Tabel 4.6 menunjukkan bahwa uji lanjut BNT

pada faktor konsentrasi larutan NaOH terdapat perbedaan kadar

air pada konsentrasi larutan NaOH 0,07 M; 0,05 M; dan 0,03 M

dilihat dari notasi yang ditunjukkan berbeda (a, b, dan c). Kadar

air terendah pada konsentrasi larutan NaOH 0,07 M yaitu

57,49%. Kadar air terbesar pada konsentrasi 0,03 M yaitu

70,58%. Dengan demikian semakin tinggi konsentrasi larutan

36

NaOH, maka semakin rendah kadar air yang dihasilkan pada

saat pretreatment. Hasil uji lanjut pada suhu pemanasan ohmic

dapat dilihat pada Tabel 4.7 sebagai berikut:

Tabel 4.7 Hasil uji lanjut BNT terhadap faktor suhu pemanasan ohmic

Suhu Pemanasan Rata-rata Notasi

85°C 60,36 a

75°C 63,64 b

65°C 67,68 c

Berdasarkan Tabel 4.6 menunjukkan bahwa uji lanjut BNT

pda faktor suhu pemanasan ohmic terdapat perbedaan antara

kadar air pada suhu pemanasan 85°C, 75°C dan 65°C dilihat

dari notasi yang ditunjukkan berbeda (a, b, dan c). Kadar air

terendah pada suhu pemanasan 85°C yaitu 60,36%. Kadar air

terbesar pada suhu pemanasan 65°C yaitu 67,68%. Dengan

demikian semakin tinggi suhu pemanasan, maka semakin

rendah kadar air yang dihasilkan pada saat pretreatment.

Pada proses pretreatment terjadi reaksi pembentukan

garam karena lignin ampas tebu yang mengandung asam lemah

dan larutan alkali yang mengandung basa kuat. Penguraian

kandungan air pada ampas tebu terjadi karena reaksi

pembentukan garam. Sehingga makin berkurangnya kandungan

air pada ampas tebu. Semakin tinggi konsentrasi larutan NaOH

dan semakin tinggi suhu pemanasan yang digunakan maka

akan semakin banyak yang terurai sehingga kadar air pada

bahan akan semakin menurun pada setiap penambahan

konsentrasi larutan NaOH dan suhu pemanasan yang

digunakan. Pindah panas massa selama proses pemanasan

ditandai dengan hilangnya kandungan air pada bahan.

Hilangnya kandungan air pada bahan terjadi dikarenakan

penguapan air pada bagian kerak yang menimbulkan

penurunan pengikatan air bahan pada saat terjadi kenaikan

suhu (Hallstrom, 1980).

37

4.5 Pengaruh Konsentrasi NaOH dan Suhu Terhadap Kadar

Lignoselulosa

4.5.1 Pengaruh Konsentrasi NaOH dan Suhu Terhadap

Kandungan Hemiselulosa

Pada penelitian ini dilakukan pretreatment ampas tebu

dengan menggunakan ohmic heating. Pengukuran kadar

lignoselulosa yaitu meliputi kadar hemiselulosa, kadar

selulosa, dan kadar lignin awal pada bahan (sebelum

pretreatment) dilakukan untuk mengetahui perubahan kadar

hemiselulosa, selulosa dan lignin bahan setelah dilakukan

pretreatment. Bubuk ampas tebu sebelum dan sesudah

pretreatment dianalisa kandungan hemiselulosa, selulosa dan

lignin dengan menggunakan metode Chesson.

Pada Gambar 4.4 didapatkan nilai kandungan

hemiselulosa ampas tebu sebelum dipretreatment rata-rata

setelah dilakukan tiga kali pengujian dengan menggunakan

metode Chesson sebelum pretreatment sebesar 18,90%.

Peningkatan hemiselulosa tertinggi pada konsentrasi larutan

NaOH 0,07 M yaitu 8,01%. Menurut Dahani et al (2016),

ampas tebu mengandung hemiselulosa 17-23%, selulosa 26-

43% dan lignin 13-22%. Perbedaan kandungan hemiselulosa

tersebut dikarenakan faktor diantaranya perbedaan proses

budidaya tanaman tebu atau pemeliharaan serta nutrisi yang

didapatkan selama budidaya tanaman tebu tersebut. Besarnya

kandungan hemiselulosa bubuk ampas tebu sebelum dan

sesudah pretreatment dapat dilihat pada Gambar 4.4

38

Gambar 4.4 Perlakuan suhu pemanasan dan konsentrasi NaOH

terhadap kandungan hemiselulosa sebelum dan sesudah

pretreatment ampas tebu

Pada penelitian kandungan hemiselulosa mengalami

kenaikan setelah dilakukan pretreatment. Dari Gambar 4.4

didapatkan juga hasil kandungan hemiselulosa yang berbeda-

beda tiap perlakuan. Dari grafik diatas menunjukkan

kandungan hemiselulosa mengalami kenaikan tergantung

dengan konsentrasi larutan NaOH. Kandungan hemiselulosa

yang mengalami kenaikan tertinggi adalah pada konsentrasi

larutan NaOH 0,07 M dan suhu pemanasan 75°C. Kandungan

hemiselulosa yang naik setelah proses pretreatment

disebabkan karena pengaruh adanya penambahan larutan

NaOH mengakibatkan tingkat kelarutan karbohidrat lebih

lambat dibandingkan dengan oksidasi atau reaksi dengan

senyawa lain sehingga kandungan karbohidrat dalam media

18,9 18,9 18,9

21,7 20,48

20,75

21,9 21,98 20,92

25,85 26,91 24,59

0

5

10

15

20

25

30

65 75 85

Kandungan H

em

iselu

losa (

%)

Suhu Pemanasan (°C)

Sebelum Pretreatment NaOH 0,03 M

NaOH 0,05 M NaOH 0,07 M

39

menurun. Ketika tingkat kelarutan karbohidrat melambat terjadi

reaksi oksidasi untuk membentuk senyawa yang lebih

kompleks dan akhirnya terakumulasi hingga kandungan

hemiselulosa naik (Mahdy et al., 2014).

4.5.2 Pengaruh Konsentrasi NaOH dan Suhu Terhadap

Kandungan Selulosa

Pengukuran kadar lignoselulosa yaitu meliputi kadar

hemiselulosa, kadar selulosa, dan kadar lignin awal pada

bahan (sebelum pretreatment) dilakukan untuk mengetahui

perubahan kadar hemiselulosa, selulosa dan lignin bahan

setelah dilakukan pretreatment. Bubuk ampas tebu sebelum

dan sesudah pretreatment dianalisa kandungan selulosa

dengan menggunakan metode Chesson. Didapatkan nilai

kandungan selulosa ampas tebu sebelum dipretreatment rata-

rata setelah dilakukan tiga kali pengujian dengan

menggunakan metode Chesson sebelum pretreatment

sebesar 40,62%. Peningkatan selulosa tertinggi pada

konsentrasi larutan NaOH 0,07 M dan suhu pemanasan 75°C

yaitu 3,82%. Namun pada penggunaan suhu pemanasan 85°C

mengalami penurunan. Peningkatan kandungan selulosa

dapat dilihat pada Gambar 4.5

40

Gambar 4.5 Perlakuan suhu pemanasan dan konsentrasi NaOH

terhadap kandungan selulosa sebelum dan sesudah pretreatment

ampas tebu

Pada penelitian kandungan selulosa mengalami

kenaikan setelah dilakukan pretreatment. Dari Gambar 4.5

didapatkan juga hasil kandungan selulosa yang berbeda-beda

tiap perlakuan. Dari grafik diatas menunjukkan kandungan

selulosa mengalami kenaikan tergantung dengan konsentrasi

larutan NaOH. Kandungan selulosa yang mengalami kenaikan

tertinggi adalah pada konsentrasi larutan NaOH 0,07 M dan

suhu pemanasan 75°C. Peningkatan suhu pemanasan dapat

menyebabkan selulosa ikut terdegradasi jika konsentrasi

larutan NaOH semakin tinggi. Sehingga perlakuan optimal

untuk peningkatan selulosa adalah pada suhu 75°C dan

konsentrasi NaOH 0,07 M. Proses perusakan struktur pada

ikatan lignin dan hemiselulosa mampu mengakibatkan

40,62 40,62 40,62

41,99 42,13

40,11

41,22

41,97

40

42,35

44,44

40,14

35

36

37

38

39

40

41

42

43

44

45

65 75 85

Kandungan S

elu

losa (

%)

Suhu (°C)

Sebelum Pretreatment NaOH 0,03 MNaOH 0,05 M NaOH 0,07 M

41

peningkatan jumlah selulosa bebas yang ada pada suatu

bahan. Adanya penambahan konsentrasi larutan NaOH (basa

kuat) pada bubuk ampas tebu dapat menyebarkan energi

melalui konduksi ionik yang menyebabkan pemanasan.

Pemanasan ohmic pada cairan atau padatan dapat mengubah

energi elektromagnetik menjadi energi panas. Proses interaksi

ohmic dengan bahan ini mengakibatkan kandungan

hemiselulosa yang mengikat selulosa dapat terlepas dan

kandungan lignin pada dinding sel yang menghalangi selulosa

mulai turun (Winarsih, 2013).

4.5.3 Pengaruh Konsentrasi NaOH dan Suhu Terhadap

Kandungan Lignin

Pengukuran kadar lignoselulosa yaitu meliputi kadar

hemiselulosa, kadar selulosa, dan kadar lignin awal pada

bahan (sebelum pretreatment) dilakukan untuk mengetahui

perubahan kadar hemiselulosa, selulosa dan lignin bahan

setelah dilakukan pretreatment. Bubuk ampas tebu sebelum

dan sesudah pretreatment dianalisa kandungan lignin dengan

menggunakan metode Chesson. Didapatkan nilai kandungan

lignin ampas tebu sebelum dipretreatment rata-rata setelah

dilakukan tiga kali pengujian dengan menggunakan metode

Chesson sebelum pretreatment sebesar 21,71%. Penurunan

lignin tertinggi pada konsentrasi dan suhu pemanasan 0,07 M

75°C yaitu 7,86%. Pada suhu pemanasan 75°C didapatkan

semakin besar penggunaan konsentrasi larutan NaOH maka

semakin besar penurunan lignin yang terjadi. Perubahan

kandungan lignin ampas tebu setelah pretreatmentdapat dilihat

pada Gambar 4.6

42

Gambar 4.6 Perlakuan suhu pemanasan dan konsentrasi NaOH

terhadap kandungan lignin sebelum dan sesudah pretreatment ampas

tebu

Pada penelitian kandungan lignin mengalami penurunan

setelah dilakukan pretreatment. Dari Gambar 4.6 didapatkan

juga hasil kandungan lignin yang berbeda-beda tiap perlakuan.

Dari grafik diatas menunjukkan kandungan lignin mengalami

penurunan tergantung dengan konsentrasi larutan NaOH dan

suhu pemanasan. Peningkatan konsentrasi larutan NaOH

akan meningkatkan proses pendegradasian lignin. Adanya

penambahan NaOH pada proses pretreatment dapat

menurunkan kandungan lignin. Penurunan kandungan lignin

disebabkan karena reaksi ikatan lignin yang terlepas menjadi

lebih cepat. Peningkatan konsentrasi larutan NaOH berarti

meningkatkan jumlah OH- didalam cairan. Ini akan terjadi

pemutusan ikatan pada struktur dasar pembentuk lignin,

21,71 21,71 21,71

18,12 19,03 19,22

17,18 17,72 17,62

16,06

13,85

15,42

0

5

10

15

20

25

65 75 85

Kandungan L

ignin

(%

)

Suhu( °C)

Sebelum Pretreatment NaOH 0,03 MNaOH 0,05 M NaOH 0,07 M

43

sehingga lignin menjadi lebih mudah untuk dilarutkan

(Jalaluddin dan Rizal, 2005).

Semakin tinggi suhu yang mengalir pada sistem

menunjukkan bahwa arus listrik yang mengalir semakin

banyak, sehingga getaran yang dihasilkan oleh bubuk ampas

tebu dan larutan NaOH semakin banyak. Hal ini menunjukkan

reaksi pemutusan lignin pada bahan semakin besar. Semakin

tinggi konsentrasi NaOH maka semakin besar pengurangan

kandungan lignin pada bahan. Semakin tinggi suhu

pemanasan ohmic maka semakin kecil pengurangan

kandungan lignin pada bahan. Penurunan lignin akibat

pemanasan ohmic disebabkan terjadinya interaksi antara arus

listrik dan bahan sehingga menimbulkan getaran

mengakibatkan tumbukan antar partikel bubuk ampas tebu.

Getaran (vibrasi) ini menyebabkan gesekan antar molekul

polar dan medium disekitarnya sehingga sistem menjadi panas

(Keshwani, 2009). Tumbukan panas pada bahan disebabkan

oleh arus listrik yang mengalir. Semakin tinggi suhu maka arus

listrik yang mengalir lebih banyak, sehingga vibrasi yang

ditimbulkan oleh bubuk ampas tebu semakin banyak.

Berdasarkan pengurangan atau degradasi kandungan

lignin serta peningkatan selulosa dan hemiselulosa maka

dipilih perlakuan paling optimum pada penelitian ini. Perlakuan

terbaik yaitu pada pretreatment dengan konsentrasi larutan

NaOH 0,07 M dan suhu pemanasan 75°C. Pada perlakuan

tersebut dihasilkan pengurangan lignin yaitu 7,86% dan

peningkatan hemiselulosa 8,01% serta peningkatan selulosa

tertinggi yaitu 3,82%.

4.6 Analisis Kebutuhan Energi, Biaya dan Bahan Kimia

Kebutuhan energi perlu dilakukan analisis agar produksi

bioetanol yang akan diproduksi dalam skala besar nantinya.

Analisis kebutuhan energi yang mencakup kebutuhan energi

44

listrik selama proses pretreatment dengan ohmic heating. Pada

perlakuan terbaik lama waktu pretreatment adalah 10,62 menit

atau 0,18 jam. Tegangan yang digunakan pada proses

pretreatment adalah 220 V dengan kontrol arus listrik dijaga 0,2

A. Sehingga didapatkan daya yang merupakan perkalian antara

tegangan dan arus listrik yaitu 44 W. Sehingga energi listrik

yang diperlukan adalah 0,00792 kWh dan biaya yang digunakan

adalah Rp.10,93,00. Pretreatment dengan ohmic heating jauh

lebih murah dibandingkan dengan pretreatment seperti

microwave sebagaimana ditampilkan pada Tabel 4.8

Penggunaan bahan kimia larutan NaOH pada penelitian juga

rendah dibandingkan dengan pretreatment menggunakan

microwave dan autoclave. Perlakuan menggunakan microwave

dengan konsentrasi larutan 3 M dan waktu pretreatment 40

menit berdasarkan (Widyawati, 2014). Pada Tabel 4.9

perbandingan hasil pretreatment menggunakan ohmic heating

pada bahan jerami padi dan ampas tebu.

Tabel 4.8 Perbandingan kebutuhan energi dan biaya pretreatment

ohmic heating, microwave, dan autoclave

Micro

wave* Hasil

Ohmic

Heating Hasil

Auto

clave ** Hasil

Bahan Ampas

tebu

Ampas

tebu

Jerami

padi

Spesifi

kasi alat

Panaso

nic NN-

GD 371

M

Frekuen

si 2450

MHz

Pening

katan

kadar

selulo

sa

33,1%

Penu

runan

kadar

Tegang

an 220

V

Kuat

arus 0,2

A

Peningka

tan kadar

selulosa

3,82%

Penurun

an kadar

lignin

7,86%

Peningka

Tekana

n

304,05

kPa

Tegang

an 220

V

Penu

runan

kadar

selulosa

2,7 %

Penuru

nan

kadar

lignin

45

lignin

12,09

%

Penu

runan

kadar

hemi

selulos

a

18,4%

tan kadar

hemi

selulosa

8,01%

5,86 %

Penu

runan

kadar

hemi

selulosa

17,61 %

Daya

(per

gram

sampel

)

950 watt 44 watt 1500

watt

Energi

(kWh) 0,665 0,00792 1,5

Waktu

(menit) 40 10,62 60

Biaya

(per

kWh***

)

Rp

917,7

Rp

10,93 Rp 2070

Kon

sen

trasi

NaOH

(M)

3 0,07 0,5

Suhu

pema

nasan

(°C)

89 75 107

*Sumber : Widyawati, 2014

**Sumber : Rokhmah, 2011

***PLN, 2018 dengan Rp.1380/kWh

46

Tabel 4.9 Perbandingan hasil pretreatment ohmic heating pada jerami

padi dan ampas tebu

Ohmic

Heating

Jerami

Padi*

Hasil

Ohmic

Heating

Ampas

Tebu

Hasil

Spesifikasi

alat

Tegangan

220 V

Kuat arus

0,2 A

Peningkatan

kadar

selulosa

8,88%

Penurunan

kadar lignin

1,39%

Penurunan

kadar

hemiselulosa

4,33%

Tegangan

220 V

Kuat arus

0,2 A

Peningkatan

kadar

selulosa

3,82%

Penurunan

kadar lignin

7,86%

Peningkatan

kadar

hemiselulosa

8,01%

Daya

(per gram

sampel)

44 watt 44 watt

Energi

(kWh) 0,0044 0,00792

Waktu

(menit) 6,42 10,62

Biaya

(per kWh**) Rp 6,07 Rp 10,93

Konsentrasi

NaOH (M) 0,07 0,07

Suhu

pemanasan

(°C)

75 75

*Sumber : Normalasari, 2016

**PLN, 2018 dengan Rp.1380/kWh

Berdasarkan Tabel 4.8 dapat dilihat bahwa pretreatment

menggunakan ohmic heating memiliki banyak keunggulan

47

apabila dilihat dalam segi kebutuhan energi. Pada pretreatment

ampas tebu menggunakan ohmic heating penggunaan daya

lebih hemat energi hingga 906 watt dibandingkan microwave.

Sedangkan untuk waktu yang dibutuhkan dibandingkan dengan

microwave adalah 4 kali lebih cepat dan dibandingkan dengan

autoclave adalah 6 kali lebih cepat. Kelebihan ini berpengaruh

terhadap biaya maupun kebutuhan kimia yang lebih rendah.

Sehingga pretreatment dengan ohmic heating jauh lebih aman

dan ramah lingkungan dibandingkan dengan microwave.

Namun, pada hasil peningkatan kandungan selulosa dengan

pretreatment menggunakan ohmic heating didapatkan hasil

peningkatan lebih rendah dibandingkan dengan pretreatment

menggunakan microwave ini dikarenakan ampas tebu pada

penelitian yang didapat dari pabrik gula mengalami proses

penggilingan beberapa kali. Sedangkan ampas tebu pada

penelitian pretreatment menggunakan microwave didapatkan

dari pedagang sari tebu yang berada dipinggir jalan yang

mengalami proses penggilingan satu kali. Proses penggilingan

pada pabrik gula dilakukan sebanyak 5 kali. Pertama – tama

tebu masuk ke meja tebu untuk dilakukan penimbangan. Lalu

setelah ditimbang, tebu masuk ke unigrator untuk dihancurkan

dengan cara ditumbuk. Tebu yang sudah hancur kemudian

masuk ke Gilingan I. Pada Gilingan I dihasilkan Nira Perahan

Pertama dan sebagian hasil nira Gilingan I masuk ke Gilingan II

begitu seterusnya hingga terakhir pada Gilingan V. Pada proses

Gilingan III, IV, dan V dilakukan penambahan air imbibisi

dengan suhu 70°C. Hasil akhir dari stasiun penggilingan adalah

nira mentah dan ampas (Sari, 2012).

Pada Tabel 4.9 pretreatment pada jerami padi

menggunakan ohmic heating perlakuan terbaik lama waktu

pemanasan adalah 6,42 menit atau 0,1 jam. Dengan tegangan

220 V dan 0,2 A sama dengan pretreatment ampas tebu

menggunakan ohmic heating. Sehingga didapatkan daya yang

48

merupakan perkalian antara tegangan dan arus listrik yaitu 44

W. Sehingga energi listrik yang diperlukan adalah 0,0044 kWh

dan biaya yang digunakan adalah Rp.6,07,00. Terdapat

perbedaan biaya yang dikeluarkan karena karakteristik ataupun

kandungan lignoselulosa yang terdapat dalam masing-masing

bahan berbeda. Namun, pada jerami padi dan ampas tebu

membutuhkan konsentrasi larutan NaOH dan suhu pemanasan

yang sama.

49

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan

didapatkan beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Konsentrasi NaOH dan suhu pemanasan ohmic tidak

berpengaruh nyata terhadap kandungan hemiselulosa dan

selulosa namun berpengaruh nyata terhadap kandungan

lignin pada ampas tebu. Semakin tinggi konsentrasi NaOH

maka semakin besar pengurangan kandungan lignin pada

bahan. Semakin tinggi suhu pemanasan ohmic maka

semakin kecil pengurangan kandungan lignin pada bahan.

2. Perlakuan optimum yaitu pada pretreatment dengan

konsentrasi larutan NaOH 0,07 M dan suhu pemanasan

75°C. Pada perlakuan tersebut dihasilkan pengurangan

lignin 7,86% dan peningkatan hemiselulosa 8,01% serta

peningkatan selulosa tertinggi yaitu 3,82%.

5.2 Saran

Dengan hasil penelitian, maka penulis mengajukan

beberapa saran sebagai berikut:

1. Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh

pretreatment ohmic heating terhadap degradasi lignin,

hemiselulosa dan peningkatan selulosa bahan selulosa

lainnya seperti ampas kelapa, tandan kelapa sawit dan

bonggol pisang.

2. Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai tahap hidrolisis

ampas tebu dengan menggunakan ohmic heating.

50

DAFTAR PUSTAKA

Alvira, P, E. Tomas-Pejo, M. Ballestro, M.J Negro. 2010.

Pretreatment Technologies for An Efficient Bioethanol

Production Process Based on Enzymatic Hydrolysis:

A review. Bioresource Technology101: 4851-4861.

Athrosy, M F., Moch Taufik R., Ayu D., Intan A., dan Fahmi F H.

2016. Optimasi Response Surface Methodology pada

Pretreatment Degradasi Lignin Alang-alang dengan

Ohmic Heating dalam Pembuatan Bioetanol. Fakultas

Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.

Baig and Burner. 2006. Conversion of Extracted Rice Bran

and Isolation of Pure Bioethanol by Means of

Supercritical Fluid Technology. Hamburg University.

Hamburg.

Dahani, Wiwik., Kasmungin, Sugiantmo., Fathaddin, Taufiq, dan

R. Pratiwi. Delignifikasi Limbah Ampas Tebu Untuk

Mendapatkan Bahan BakuChemical Flooding Dalam

Eor. Journal of Chemical Science. Vol 5(1), 15-18.

Daintith, J. 2005. Kamus Lengkap Kimia. Erlangga. Jakarta.

Daniar, Rima. 2014. Pemanfaatan Bagas Sebagai Bahan

Baku Pembuatan Bioetanol Dengan Metode

Pretreatment Alkali. Skripsi. Politeknik Negeri Sriwijaya

Palembang.

Dashtban, M., Schraft, H., Qin, W. 2009. Fungal

Bioconversion of Lignocellulosic Residue:

Opportunities & Perspectives. Int. J. Biol. Sci. 578-595.

51

Dawson, L., and Boopathy, R. 2008. Cellulocis Ethanol

Production from Sugarcane Bagasse Without

Enzymatic Saccharification. Biorecources 3(2). 452-460.

Delgado, A., Kulisiewicz, L., Rauh, C., Wiersche, A. 2012. Novel

Thermal and Non-Thermal Technologies for Fluid

Foods.Academic Press, New York.

Fajriutami, Triyani., Fatriasari, Widya., Laksana, Raden

Permana Budi dan E. Hermiati. 2013. Pretreatment

NaOH dan Hidrolisis Enzimatis Pada Ampas Tebu.

Jurnal Teknik Akhir Tahun UPT BPP Biomaterial-LIPI: 18-

28.

Gaol, M.R.L., Sitorus, R., Yanthi, S., Surya, I., Manurung, R.

2013. Pembuatan Selulosa Asetat Dari α-Selulosa

Tandan Kosong Kelapa Sawit. Jurnal Teknik Kimia USU

2(3): 33-39.

Halstrom, B. 1980. Head and Mass Transfer in Industrial

Cooking. Vol 1. Applied Science. London.

Hambali, E., S. Mujdalipah, A.H. Tambunan,A.W. Pattiwiri, dan

R. Hendroko. 2007.Teknologi Bioenergi. Agromedia

Pustaka.Jakarta.

Hendriks, A.T.W.M., G. Zeeman. 2009. Pretreatments to

Enhance the Digestibility of Lignocellulose Biomass.

Biores. Technol. 100, 10-18.

Howard, R.L., Abotsi, E., J. van Rensburg E.L., and Howard, S.

2003. Lignocellulose Biotechnology: Issue of

Bioconversion and Enzyme Production. African J. of

Biotech. Vol 2(12), 602-619.

52

Jalaluddin dan Rizal,S. 2005. Pembuatan Pulp Dari Jerami

Padi MenggunakanNatrium Hidroksida. Jurnal Sistem

Teknik Industri, Vol. 6, 53-56.

Keshwani, D. 2009. Microwave Pretreatment Of Switchgrass

For Bioethanol Production. By ProQuest LLC.789. East

Eisenhower parkway. United States Code.

Kumalasari, Dianita. 2016. Pengaruh Konsentrasi NaOH dan

Suhu Pemanasan Resistive Terhadap Kandungan

Lingin dan Kenampakan Mikrostruktur Jerami Padi

(Oryza sativa). Skripsi. Jurusan Keteknikan Pertanian,

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya.

Malang.

Kuncahyo, Priyohadi., Fathallah, AZM., dan Semin. 2013.

Analisa Prediksi Potensi Bahan Baku Biodiesel

Sebagai Suplemen Bahan Bakar Motor Diesel Di

Indonesia. Jurnal Teknik Pomits Vol. 2, No. 1, 62-66.

Kusnandar, Feri. 2010. Kimia Pangan: Komponen Makro.

Jakarta: Dian Rakyat.

Lestu, N.L.B., Saul R, dan Dinoyo I. 2010. Hidrolisis Ampas

Tebu Secara Enzimatis Menggunakan Trichoderma

reesei. UNDIP. Semarang.

Mahdy, A., Lara, M., Mercedes, B., Cristina, GF. 2014.

Autohydrolysis and Alkaline Pretreatment Effect on

Chlorella vulgaris and Schenedesmus sp. Methane

Production. Energy (30): 1-5.

Maryana, Roni., D.Ma’rifatun., A.I. Wheni., K.W. Satriyo dan

W.A. Rizal. 2014. Alkaline Pretreatment on Sugarcane

53

Bagasse for Bioethanol Production. Journal Energy

Procedia 47 250-254.

Mosier, N., Wyman, C., Dale, B., Elander, R., Lee, Y.Y.,

Holtzapple, M., Ladisch, M., 2005. Features of Promising

Technologies for Pretreatment of Lignocellulosic

Biomass. Bioresource Technology 96: 673-686.

Muchtadi, R. T dan Ayustaningwarno, F. 2010. Teknologi

Proses Pengolahan Pangan. Bandung: Alfabeta.

Natasha, Nadia C. 2012. Variasi Komposisi dan Sumber

Nutrisi Bagi Miselium Pada Proses Pelapukan Pelepah

Kelapa Sawit Untuk Mendegradasi Lignin Dengan

PleurotusOstreatus. Skripsi. Universitas Indonesia.

Depok.

Normalasari, Lisa. 2017. Pengaruh Pretreatment Secara

Alkalisasi-Resistive Heating terhadap Kandungan

Lignoselulosa Jerami Padi. Skripsi. Jurusan Keteknikan

Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas

Brawijaya. Malang.

P3GI. 2010. Laporan Produksi Giling Tahun 2009 PTPN/PT

Gula di Indonesia. Pusat Penelitian Perkebunan Gula

Indonesia (P3GI). Pasuruan.

Pratama, SWI., Rauf, N., Juarlin, E. 2012. Pembuatan dan

Pengujian Kualitas Semen Portland Yang Diperkaya

Silikat Abu Ampas Tebu. Jurnal Fisikia FMIPA Unhas: 1-

5.

Prawitwong, P., Kosugi, A., Takamitsu, A., Lan Deng. 2012.

Efficient Ethanol Production from Separated

54

Parenchyma and Vascular Bundle of Oil Palm Trunk.

Bioresource Technology125 : 37-42.

Putri, Ismi AA. 2016. Pemanfaatan Limbah Kulit Kacang

Tanah Sebagai Bahan Baku Furfural Dengan Pengaruh

Proses Pretreatment Melalui Metode Ohmic Heating.

Skripsi. Jurusan Keteknikan Pertanian, Fakultas Teknologi

Pertanian, Universitas Brawijaya. Malang.

Rahma, RNS. 2012. Studi Pengaruh Lama Pemanasan dan

Konsentrasi Koh Selama Pemanasan Ohmic terhadap

Laju Pengeringan dan Rendemen SRC (Semi Refined

Carrageenan). Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas

Hasanuddin, Makassar.

Rokhmah, I. 2011. Pengaruh Pretreatment (Delignifikasi)

Bertekanan Terhadap Perubahan Kandungan Bubuk

Jerami Padi Giling Pada Produksi Bioetanol. Skripsi.

Jurusan Keteknikan Pertanian. Universitas Brawijaya.

Malang.

Salengke, S. 2000. Electrothermal Effects of Ohmic Heating

on Biomaterials. Dissertation, The Ohio State University.

Columbus.

Samsuri, M., M. Gozan, R. Mardias, M. Baiquni, H.

Hermansyah, A. Wijanarko, B. Prasetya dan M. Nasikin.

2007. Pemanfaatan Selulosa Bagas Untuk Produksi

Ethanol Melalui Sakarifikasi dan Fermentasi Serentak

dengan Enzim Xylanase. Makara Teknologi. Vol 11. No.

1. April 2007: 17-24.

Sastry, S.K. 2008. Ohmic Heating and Moderate Electric

Field Processing. Journal Food Science and Technology

International, 14: 419.

55

Sholihin. 2015. Stability of Cassava Promising Clones Based

on Additive Main Effect and Multiplicative Interaction

(AMMI) Model. Journal Energy Procedia, 337-343.

Sun, Y. and J. Cheng. 2002. Hydrolysis Of Lignocellulosic

Materials For Ethanol Production: A Review.

Bioresource Technol. 83: 1–11.

Trisanti, Anindyawati. 2009. Prosepek Enzim dan Limbah

Lignoselulosa Untuk Produksi Bioetanol. Bandung:

Pusat Penelitian Bioteknologi UPI.

Widyawati, Niken L. 2014. Pemanfaatan Microwave Dalam

Proses Pretreatment Degradasi Lignin Ampas Tebu

(Bagasse). Skripsi. Jurusan Keteknikan Pertanian,

Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya.

Malang.

Winarsih S. 2013. Pemanfaatan Jerami Padi untuk Produksi

Bioetanol dengan Pretreatment Microwave Alkali dan

Hidrolisis Menggunakan Enzim Kasar dari

Trichoderma ressei dan Aspergillus niger. Fakultas

Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.

Yosua. 2016. Pengolahan Alang-Alang (Imperata cylindrica)

Sebagai Bahan Baku Furfural Melalui Pretreatment

Pemanasan Resistive. Skripsi. Jurusan Keteknikan

Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas

Brawijaya. Malang.

Yuwono, T.,Rolanda, E., Widjaja, A., dan Soeprijanto. 2012.

Fermentasi Hidrolisat Enzimatik Bagasse Tebu Men-

jadi Hidrogen. Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri,

Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Surabaya.

56

Zheng, Y., Pan, Z., and Zhang R. 2009. Overview of Biomass

Pretreatment for Cellulosic Ethanol Production. Int J

AgriBiolEng. 2:51-68.