Pengaruh Belief Hu Jintao Terhadap Persiapan CAFTA Tahun 2003-2010

23
[PENGARUH BELIEF HU JINTAO TERHADAP PERSIAPAN CAFTA TAHUN 2003- 2010] December 23, 2014 Defa Arimasera 1 Pengaruh Belief Hu Jintao Terhadap Persiapan ChinaASEAN Free Trade Area (CAFTA) Tahun 2003-2010 Oleh : Defa Arimasera [email protected] brawijaya.academia.edu/DefaArimasera PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2014

Transcript of Pengaruh Belief Hu Jintao Terhadap Persiapan CAFTA Tahun 2003-2010

[PENGARUH BELIEF HU JINTAO TERHADAP PERSIAPAN CAFTA TAHUN 2003-

2010] December 23, 2014

Defa Arimasera 1

Pengaruh Belief Hu Jintao Terhadap Persiapan China–ASEAN Free

Trade Area (CAFTA) Tahun 2003-2010

│││

Oleh :

Defa Arimasera

[email protected]

brawijaya.academia.edu/DefaArimasera

PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2014

[PENGARUH BELIEF HU JINTAO TERHADAP PERSIAPAN CAFTA TAHUN 2003-

2010] December 23, 2014

Defa Arimasera 2

Abstrak

Belief sudah terdapat dalam individu sebagai gagasan atau

ide yang memberikan pemahaman terhadap suatu kondisi tertentu.

Penyaringan informasi tersebut merupakan mekanisme dari Belief

system, demikian terkait dengan psikologis pemimpin. Sebagai

pemimpin Cina, Hu Jintao memiliki Belief system sebagai

Konfusian. Konfusianisme sebagai Belief, karena merupakan

filsafat kuno Cina yang diajarkan dan diamalkan oleh setiap

individu Cina sebagai budaya dan pemahaman kehidupan.

China –ASEAN Free Trade Area (CAFTA) merupakan

suatu kondisi bahwa Cina akan melakukan kerjasama dengan

ASEAN pada tahun 2010. Demi mewujudkan hal tersebut, maka

pemimpin tertinggi Cina membuat langkah-langkah strategis

untuk menguatkan dasar – dasar hubungan Cina dan negara –

negara ASEAN agar CAFTA nantinya dapat berlangsung dengan

stabil. Langkah –langkah yang dilakukan oleh Hu Jintao

dipengaruhi oleh Belief sebagai Konfusian. Strategi yang

dilakukan adalah menanamkan nilai – nilai kerjasama yaitu good

neighbor policy, win-win solution, mutual benefit, strategic

partnership, mutual trust dan menekankan persahabatan melalui

kerjasama.

Kata kunci : Belief, CAFTA, elit politik, Hu Jintao

[PENGARUH BELIEF HU JINTAO TERHADAP PERSIAPAN CAFTA TAHUN 2003-

2010] December 23, 2014

Defa Arimasera 3

Hu Jintao dan Belief System

Belief merupakan representasi subjektif dari realita (Tetlock dalam Walker

& Schafer, 2006). Dimana realita berupa informasi yang kemudian diserap oleh

individu. Informasi realita tersebut dapat berupa kondisi yang dianggap ambigu,

ketidak pastian, bias, kontradiktif. Kemudian belief sebagai penyaring informasi

yang memberikan koridor sehingga menimbulkan respon dan pemahaman tertentu

terhadap suatu peristiwa. Kemudian pemahaman ini dituangkan dalam perilaku

dan keputusan – keputusan yang dibuat oleh individu. Keputusan dan perilaku

tersebut adalah respon dari realita yang ada.

Realitas dalam kondisi politik luar negeri dan domestik dapat dicerminkan

melalui pembuatan kebijakan luar negeri. Belief memberikan peta jalan bagi

seorang individu pembuat kebijakan untuk lebih memahami tujuan dan maksud

dari suatu realita (Walker & Schafer, 2006). Pembuat kebijakan berdasar pada

pandangan subjektif-nya terhadap realita politik dunia. Kemudian dari adanya

pemahaman tersebut muncul strategi yang juga sebagai respon dari realita politik

dunia.

Sehingga pembuat kebijakan melakukan respon rasional terkait dengan

strategi tertentu yang dianggap benar (Walker & Schafer, 2006). Kecenderungan

dari pembuat keputusan adalah memilih strategi mana yang paling efektif untuk

mencapai tujuan. Informasi dan realita yang sesuai atau tidak dengan belief yang

sudah ada pada seorang pembuat kebijakan dapat menimbulkan respon yang

berbeda terhadap realitas tersebut. Sehingga pilihan rasionalnya adalah para

[PENGARUH BELIEF HU JINTAO TERHADAP PERSIAPAN CAFTA TAHUN 2003-

2010] December 23, 2014

Defa Arimasera 4

pemimpin akan bertindak terhadap informasi tersebut untuk memaksimalkan

tujuan dan meminimalisir kegagalan atau kerugian.

Dapat disimpulkan bahwa Belief adalah gagasan yang diyakini oleh

individu sebagai suatu kebenaran. Sedangkan Beliefs System merupakan

mekanisme yang menjadi penyebab dari pilihan politis. Belief yang menjadi suatu

rangkaian prinsip seorang pembuat keputusan akan mengakibatkan seorang

pembuatan kebijakan mau meneruskan atau merubah kebijakan yang sudah ada

sebelumnya atau membuat kebijakan baru, jika informasi tersebut tidak sesuai

dengan belief yang sudah ada pada seorang pembuat keputusan.

Awal mula penelitian pengaruh belief terhadap perilaku kebijakan seorang

pemimpin adalah ketika Nathan Lietes (1951, 1953) menggunakan model psycho-

cultural pada operational codes milik Bolshevik. Bolshevik adalah fraksi pecahan

partai sosial demokrat Rusia. Kombinasi kondisi psikologis dan budaya dapat

membentuk sebuah kode operasionalisasi atas konsep strategi pada elit politik Uni

Soviet (Walker & Schafer, 2006). Sehingga kemudian memunculkan prasangka

yang memotivasi Lenin akan kebutuhan tinggi terhadap power. Selain itu itu

Lenin mengalami rasa takut atas tekanan norma politik dan sosial pada saat itu.

Kemudian Alexander George memberikan kode – kode intrumental dan

filosofikal pada operational codes tersebut melalui sepuluh pertanyaan belief

secara instrumental dan filosofis. Sepuluh pertanyaan tersebut adalah:

Philosophical Belief pada Operational Codes

[PENGARUH BELIEF HU JINTAO TERHADAP PERSIAPAN CAFTA TAHUN 2003-

2010] December 23, 2014

Defa Arimasera 5

P-1 Apa yang menjadi dasar utama dari kehidupan politik?

Apakah harmoni atau konflik sebagai hal utama tersebut? Apa

karakter utama dari lawan politik?

P-2 Prospek apa saja yang merupakan realisasi dari aspek

utama nilai dan aspirasi? Dapatkah salah satunya menjadi optimis

atau pesimis ; dan bagaimana respon dari satu sama lain?

P-3 Apakah masa depan politik dapat diprediksi? Dalam hal

yang bagaimana dan seperti apa?

P-4 Seberapa besar kontrol dan kekuasaan yang dimiliki

terhadap perkembangan sejarah? Apa peran kontrol tersebut

dalam “merubah” dan “membuat” sejarah yang sesuai dengan

arah yang diinginkan?

P-5 Apa peran dari kesempatan dalam hubungan sosial

Instrumental Belief pada Operational Codes

I-1 Pendekatan apa yang paling baik digunakan untuk memilih

cara dan tujuan dalam aksi politik?

I-2 Bagaimana tujuan dan aksi dapat dicapai secara efektif ?

I-3 Bagaimana resiko yang ditimbulkan dari aksi politis dapat

di kalkulasi, di kontrol dan di terima?

I-4 Apa kapan waktu yang paling tepat untuk melakukan aksi

dalam meningkatkan kepentingan?

I-5 Apa saja alat dan peran untuk meningkatkan kepentingan

tersebut?

[PENGARUH BELIEF HU JINTAO TERHADAP PERSIAPAN CAFTA TAHUN 2003-

2010] December 23, 2014

Defa Arimasera 6

Ole R. Holsti menggunakan sepuluh pertanyaan tersebut untuk

membentuk tipologi kode operasionalisasi dari Beliefs System. Dalam tipologi

tersebut terdapat empat macam tipe kode operasionalisasi. Tipe – tipe tersebut

kemudian merujuk pada tipe – tipe pemimpin. Tipe tersebut berdasar pada sifat

asli (temporer atau permanen) dan sumber konflik dalam dunia politik

(individu,masyarakat dan sistem internasional). Secara kuantitatif, VICS (Verb In

Context System) memberikan penekanan terhadap beberapa pertanyaan George

tersebut sebagai inti dari belief. Yaitu adalah P-1 tentang pandangan terhadap

dunia politik, I-1 tentang strategi untuk mencapai tujuan dan P-4 tentang

kemampuan terhadap kontrol historis. Dengan VICS juga memberikan jawaban

terhadap sepuluh pertanyaan George diatas. Jawaban dari pertanyaan tersebut

terdapat pada tabel nilai rata-rata belief dari Hu Jita dan Wen Jiabao .

Operational codes yang telah disusun oleh Huiyun Feng (2006). Metode

ini dengan menggunakan mengumpulkan dan memilah serangkaian pidato –

pidato Hu Jintao. Terdapat 32 pidato Hu Jintao dan 8 pidato Wen Jiabao untuk

memenuhi metode ini. Setelah dikumpulkan dan dipilih, kemudian di masukkan

ke dalam sistem komputer otomatis Profiler Plus dan VICS (Verbs in Context

System). Sehingga kemudian dapat dimasukkan ke dalam tabel di bawah ini.

Tabel berikut adalah jawaban dari sepuluh pertanyaan Alexander George diatas.

[PENGARUH BELIEF HU JINTAO TERHADAP PERSIAPAN CAFTA TAHUN 2003-

2010] December 23, 2014

Defa Arimasera 7

Dalam model cultural realist milik Johnston, pemimpin yang bertipe

Konfusian mempunyai peringkat pilihan (preference ranking) berupa

accommodation > defense > expansion, yang diartikan ke dalam kosakata matrik

diatas sebagai settlement > deadlock > domination (Feng, 2007). Kemudian pada

pemimpin bertipe Parabellum mempunyai preference ranking berupa expansion >

defense > accommodation yang kemudian diartikan menjadi domination >

deadlock > settlement (Feng, 2007). Sehingga pemimpin bertipe konfusian akan

[PENGARUH BELIEF HU JINTAO TERHADAP PERSIAPAN CAFTA TAHUN 2003-

2010] December 23, 2014

Defa Arimasera 8

melakukan jalan damai dahulu, kemudian jika terdapat jalan buntu maka dominasi

atau ekspansi akan menjadi jalan terakhir. Hal ini terjadi sebaliknya dengan

pemimpin bertipe Parabellum. Pada penelitian Huiyun Feng, Mao Tse Tung dan

Zhou Enlai secara umum memiliki tipe Parabellum. Sedangkan Deng Xiaoping

memiliki tipe Konfusian secara umum, namun sempat berubah menjadi tipe

Parabellum ketika kondisi konflik (Feng, 2007).

Berikut adalah hasil yang didapat dalam membuat matrik tipe

kepemimpinan Hu Jintao dan Wen Jiabao (Feng, 2007):

[PENGARUH BELIEF HU JINTAO TERHADAP PERSIAPAN CAFTA TAHUN 2003-

2010] December 23, 2014

Defa Arimasera 9

Gambar 1. Beliaf Hu Jintao dan Wen Jiabao

Ket: WS=Wen-Self image, WO=Wen-Other image, JS=Jiang-Self image,

JO=Jiang-Otherimage, HS=Hu-Self image, dan HO=Hu-Other image

Sumber : Huiyun Feng, 2006

[PENGARUH BELIEF HU JINTAO TERHADAP PERSIAPAN CAFTA TAHUN 2003-

2010] December 23, 2014

Defa Arimasera 10

Pada matrik diatas diketahui bahwa baik Jiang Zemin, Hu Jintao dan Wen

Jiabao memiliki tipe Konfusian. Pada self image ketiganya berada pada posisi A

yang berarti memiliki peringkat pilihan settle > deadlock > dominate > submit.

Hal tersebut mengindikasikan bahwa self pemimpin berada pada orientasi

accommodationist – defensive strategic (Feng, 2006). Sedangkan image of other

berada pada posisi C yang berarti settle > dominate > deadlock > submit.

Ketiganya sama – sama masih melihat kemungkinan settlement untuk self (Cina)

dan other (negara atau konflik yang dimaksud) meskipun ada resiko untuk

didominasi kecuali jika Cina berharap untuk melawan (Feng, 2006). Sehingga

dapat disimpulkan bahwa Hu Jintao merupakan pemimpin dengan tipe Konfusian,

didukung oleh perdana menteri yang bertipe Konfusian juga yang mana

menekankan jalan damai.

Disebut sebagai tipe konfusian karena konfusianisme merupakan salah

satu filsafat yang paling dominan di Cina. Filsafat kuno ini menjadi shared belief

yang mengakar baik pada individu maupun pola kepemimpinan dan pemerintahan

Cina. Permulaan filsafat Cina berasal dari Periode Warring States. Periode

Warring States (463 – 222 SM) adalah periode dimana mayoritas institusi politik

Cina terbentuk (Feng, 2007). Pada saat itu banyak muncul school of thought

diantaranya Konfusianisme dan Legalisme. Kedua filsafat tersebut menjadi school

of thought yang mayoritas dianut. Dari Dinasti Han, Konfusianisme menjadi

ajaran yang mendominasi, yang kemudian menjadi filsafat utama negara Cina.

Pembentukan sosial, politik, dan militer terjadi pada masa tersebut karena Periode

Warring States memproduksi pola atau strategi militer melalui literatur seperti

[PENGARUH BELIEF HU JINTAO TERHADAP PERSIAPAN CAFTA TAHUN 2003-

2010] December 23, 2014

Defa Arimasera 11

Sun Tzu, The Art of War. Kemudian periode tersebut juga ditandai dengan

berkembangnya ratusan school of thought yang memperdebatkan bagaimana cara

menghindari perang yang tiada akhir dan meningkatkan peran strategis pemimpin

dan kehidupan manusia (Feng, 2007)

Hierarkhi di atas menunjukkan 4 komite yang paling berpengaruh dan

teratas dalam pengambilan keputusan. Politiburo Standing Committee atau PSC

memiliki 7 anggota senior yang mana semuanya memilki peringkat 1 sampai 7.

Inilah yang disebut dengan collective leadership. Ketujuh peringkat anggota PSC

tersebut bertanggungjawab atas beberapa hal sekaligus. Berikut adalah tabel

peringkat dan tugas anggota PSC pada masa pemerintahan Hu Jintao

Tabel 1. Peringkat dan Tugas PSC Pada Masa Pmerintahan Hu Jintao

Nama Anggota Bidang yang

dibawahi

Wilayah

Kebijakan

Leading Small

Group

Hu Jintao

Sekretaris Jenderal

PKC, Presiden

Cina, Ketua

Central Military

Commission

(CMC)

Foreign relations,

military affairs

Foreign Affairs,

Taiwan Affairs

Wu Bangguo Ketua NPC Legislative Affairs

Wen Jiabao Perdana Menteri

State Council

Government

Adminsitration

Finance and

Economy

Jia Qinglin Ketua CPPCC United Front

Affairs

Zheng Qhinghong

Sekretaris

Eksekutif, Wakil

Presiden Cina

Party apparatus

dalam urusan

Hongkong dan

Macau

Hongkong &

Macau Affairs

Huang Ju

Wakil Perdana

Menteri State

Council

Finance dan

Ekonomi

Finance and

Economy

Wu Guanzheng

Ketua Central

Discipline

Inspection

Disiplin partai

[PENGARUH BELIEF HU JINTAO TERHADAP PERSIAPAN CAFTA TAHUN 2003-

2010] December 23, 2014

Defa Arimasera 12

Commission

Li Changchun Ideologi dan

Propaganda

Ideology and

Propaganda

Luo Gan Internal security Politics and Law

Committee

Sumber (Miller, 2011)

Anggota PSC juga menjadi ketua Leading Small Group (LSG) sesuai

dengan area kebijakan seperti bidang propaganda, agrikultur, perdagangan,

budaya dan lain sebagainya. Leading Small Group merupakan badan tersenbunyi

yang bertugas untuk mengkoordinasikan implementasi kebijakan PSC (Miller,

2008). National Security Leading Small Group dan Foreign Affairs Leading Small

Group, keduanya dijabat oleh Hu Jintao pada tahun 2002-2012.

Selain memiliki beliefs sebagai Konfusian, Hu Jintao dianggap sebagai

pemimpin yang populis karena Hu mendapat dukungan dari publik. Hu Jintao

dianggap sebagai seorang yang dapat mengerti permasalahan sosial ekonomi

(Cheng, 2006). Hu menyampaikan bahwa Hal ini sesuai dengan Konfusian,

bahwa pemimpin yang memiliki kebajikan adalah pemimpin yang mendapat

dukungan massa (Feng, 2007). Hu Jintao juga menekankan pada keseimbangan

perkembangan ekonomi regional. Dengan komitmen untuk membangun daerah

barat, timur laut dan daerah pusat propinsi – propinsi di Cina, Hu cukup

mendapatkan dukungan dari pembangunan politik tersebut (Cheng, 2006). Hu

Jintao juga mendorong terjadinya reformasi undang-undang, hukum, HAM, dan

perkembangan NGO’s (Cheng, 2006).

Selain dianggap sebagai pemimpin yang populis, Hu Jintao juga

menyusun8 Honours and Shame (Ba Rong, Ba Chi)sebagai slogan moral bagi

[PENGARUH BELIEF HU JINTAO TERHADAP PERSIAPAN CAFTA TAHUN 2003-

2010] December 23, 2014

Defa Arimasera 13

masyarakat Cina serta etika kerja PKC (www.gov.cn, 2006). Slogan tersebut

terdiri dari 8 nilai moral yang harus diterapkan dan dihindari oleh masyarakat

sosial Cina. nilai – nilai tersebut adalah :

-- Love the country; do it no harm.

-- Serve the people; do no disservice.

-- Follow science; discard ignorance.

-- Be diligent; not indolent.

-- Be united, help each other; make no gains at other's expense.

-- Be honest and trustworthy; do not spend ethics for profits.

-- Be disciplined and law-abiding; not chaotic and lawless.

-- Live plainly, struggle hard; do not wallow in luxuries and pleasures.

(www.gov.cn, 2006).

Dalam mengelola peran PKC, Hu Jintao mendorong transparansi

pembuatan kebijakan, terutama yang berkaitan dengan kebijakan luar negeri

(Cheng, 2006). Salah satu contohnya adalah dengan adanya good neighbour

policy (Cheng, 2006). Kebijakan ini memberikan transparansi kepada negara

tetangga Cina, tentang bagaimana Cina akan berperilaku terhadap negara-negara

tetangga.

Sebagai pemimpin yang bertipe Konfusian, maka akan mengikuti

konstitusi sebagai ritual dalam sistem pemerintahan. Generasi pemerintahan Cina

berturut-turut menganut “The Rule of Law with Chinese Characteristic” serta

berjalan seiring dengan konstitusinya (Buhi, 2014). Dimana terdapat dual

constitutional system yaitu Chinese State Constitution of 1982 dan Constitution of

CCP sebagai partai yang berkuasa. Dalam politik luar negeri, NPC, sebagai

bagian dari konstitusi negara, memiliki tugas administratif seperti penetapan

menteri dan duta besar. Sedangkan dalam konstitusi partai dalam politik luar

negeri, tugas partai komunis adalah “leads the people in the nation’s most

[PENGARUH BELIEF HU JINTAO TERHADAP PERSIAPAN CAFTA TAHUN 2003-

2010] December 23, 2014

Defa Arimasera 14

arduous task, persists in its leadership over the PLA, and adheres to an

independent foreign policy of peace” (Buhi, 2014). Sehingga batasan yurisdiksi

pembuatan kebijakan luar negeri Cina diberikan kepada Foreign Affairs Leading

Small Group, sedangkan Menteri Luar Negeri yang merupakan bagian dari

konstitusi negara hanya bertugas pada bidang administratif saja. Pola pembuatan

kebijakan yang demikian dimulai pada pemerintahan Jiang Zemin, yang masih

dilanjutkan oleh Hu Jintao (Buhi, 2014).

Hubungan Cina dan ASEAN

Hubungan Cina dan negara – negara ASEAN, dimulai dengan

perdagangan melalui jalur laut antara Dinasti Song dan kerajaan – kerajaan di

Asia Tenggara (Stuart-Fox, 2003). Beberapa kerajaan terkenal di wilayah Asia

Tenggara pada saat itu antara lain adalah Kerajaan Cham di Vietnam, Angkor di

Kamboja, Sriwijaya di Teluk Malaka dan Sumatera. Pada masa tersebut diplomasi

antar negara sudah terjadi melalui utusan dagang.

Ketika Cina sudah menjadi Republik Rakyat Cina, hubungan negara –

negara ASEAN dan Cina mengalami peningkatan terkait dengan paham

Komunisme. Pada saat itu, beberapa negara ASEAN seperti Vietnam, Laos, dan

Kamboja yang masih di bawah kekuasaan Khmer, merupakan negara komunis

(Stuart-Fox, 2003). Dengan adanya kesamaan ideologi, Cina melakukan

memberikan bantuan – bantuan militer terhadap negara – negara tersebut. Sebagai

contoh, militer Cina mengirimkan pasukan untuk membantu Vietnam melawan

pasukan Perancis di batas utara Vietnam (Stuart-Fox, 2003). Selain tiga negara

[PENGARUH BELIEF HU JINTAO TERHADAP PERSIAPAN CAFTA TAHUN 2003-

2010] December 23, 2014

Defa Arimasera 15

komunis tersebut, Myanmar pada saat itu mendeskripsikan Cina sebagai saudara

dari keluarga yang sama (Stuart-Fox, 2003).

Pada tahun 1970, Cina membangun hubungan diplomatis dengan

Thailand, Kamboja, Myanmar, Vietnam dan Indonesia (Stuart-Fox, 2003). Cina

dan Indonesia sudah melakukan hubungan diplomasi selama lebih dari 60 tahun.

Hu Jintao menyatakan, kerjasama dengan Indonesia telah memiliki banyak bidang

(Xinhuanet, 2005). Bidang tersebut antara lain energi, pengembangan sumberdaya

dan infrastruktur, budaya, pendidikan dan keamanan.

Pada masa modern ini, perdagangan Cina dengan Asia Tenggara dimulai

dari kedekatan provinsi secara geografis. Propinsi-propinsi di Cina yang dekat

dengan negara – negara ASEAN tersebut antara lain Yunnan, Guangxi,

Guangdong, dan Hainan. Propinsi Yunnan yang berbatasan dengan Myanmar,

Laos dan Vietnam. Di propinsi Yunnan terdapat program Greater Mekong Sub-

region(GMS) yang didukung oleh Asian Development Bank (ADB). Program ini

sudah terlaksana sejak tahun 1992 (Li & Kwa, 2011). Kerjasama dalam

framework GMS mempunyai banyak bidang antara lain, transportasi, energi,

telekomunikasi, pengembangan sumberdaya manusia, pariwisata, lingkungan,

perdagangan, investasi dan bidang lainnya

Tabel dibawah merupakan fase pertama atau awal Cina masuk ke dalam

lingkungan ASEAN sampai pada munculnya ide melakukan perdagangan bebas

[PENGARUH BELIEF HU JINTAO TERHADAP PERSIAPAN CAFTA TAHUN 2003-

2010] December 23, 2014

Defa Arimasera 16

Tabel 2. Fase Pertama Hubungan Cina dan ASEAN

Perkembangan Kerjasama Cina-ASEAN pada Fase Pertama

1975 Cina secara resmi mengenali adanya ASEAN

Juli 1991 Menteri Luar Negeri, Qian Qichen diundang untuk menghadiri

ASEAN Meeting of Foreign Minister ke 24

Juli 1992 Cina menjadi Consulting partner of ASEAN

Juli 1994 Sebagai negara konsultan, Qian Qichen kembali menghadiri

ASEAN Meeting of Foreign Minister. Dari hasil pertemuan

tersebut menghasilkan dua agreement yaitu ASEAN-China Joint

Committee of Economics and Trade Cooperation dan ASEAN-

China Joint Committee of Cooperation in Science and

Technology

April 1995 Consultation Meeting pertama antara ASEAN dan Cina dihadiri

oleh pada wakil menteri luar negeri, diadakan di Hangzhou,

Cina

Juli 1996 Pada pertemuan di ASEAN Ministerial Meeting ke 29, status

Cina meningkat dari Consulting Partner menjadi

Comprehensive Dialogue Partner.

Desember 1997 Cina menghadiri pertemuan informal dengan ASEAN, Jepang

dan Korea Selatan (ASEAN+3)

November 2000 ASEAN+3 ke-empat diadakan di Singapura

November 2001 Pada pertemuan ke 5 ASEAN+3, Cina dan ASEAN setuju untuk

membangun free trade area dalam 10 tahun.

Sumber : Haibing dalam Wong dan Hongyi, 2006

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa awal mula Cina menjalin

hubungan dengan ASEAN sebagai organisasi regional, ditandai dengan

diundangnya Menteri Luar Negeri Cina dalam ASEAN Meeting of Foreign

Minister ke 4. Sebelum adanya momen tersebut, hubungan Cina dan ASEAN

masih berupa hubungan bilateral dan diplomatik. Meningkatnya status Cina di

ASEAN merupakan faktor penting perkembangan hubungan Cina dan ASEAN

selanjutnya. Sehingga kemudian, pada bulan November 2000, dalam pertemuan

ASEAN+3 di Singapura, Perdana Menteri Zhu Rongji mengajukan proposal

untuk mengadakan free trade antara Cina dan ASEAN (D.Ba dalam Cheng,

[PENGARUH BELIEF HU JINTAO TERHADAP PERSIAPAN CAFTA TAHUN 2003-

2010] December 23, 2014

Defa Arimasera 17

deLisle dan Brown, 2006). Setahun kemudian, ASEAN dan Cina sepakat untuk

melakukan perdagangan bebas dalam jangka sepuluh tahun. Inisiatif tentang free

trade tersebut kemudian direalisasikan dan berkembang melalui fase berikut :

Tabel 3. Fase Kedua Hubungan Cina dan ASEAN

Perkembangan Kerjasama Cina-ASEAN pada Fase Kedua

November, 2002 Para pimpinan Cina dan ASEAN menandatangani Framework

Agreement on Comprehensive Economic Cooperation between

China and ASEAN di Phnom Penh, Kamboja

November, 2002 Dibuatnya Code of Conduct untuk Laut Cina Selatan

April, 2002 Rapat Luar Biasa untuk epidemi SARS antara pimpinan Cina dan

ASEAN di Bangkok

Oktober, 2003 ASEAN+1 Summit ke 7 di Bali. Pemerintah Cina

mendeklarasikan ikut dalam Treaty of Amity and Cooperation in

Southeast Asia dan menandatangai Joint Declaration on

Strategic Partner Relation toward Peace and Prosperity

Oktober, 2003 Implementasi China-Thailand Agreement on Zero Tariff Rate for

Fruit and Vegetables

November, 2004 ASEAN-China Expo pertama kali di laksanakan di Nanning,

Cina. pemerintah Cina mendorong program ini untuk mendorong

Joint Declaration on Strategic Partner Relation toward Peace

and Prosperity dengan ASEAN serta negosiasi dan konstruksi

area perdagangan bebas

November, 2004 Ditandatanganinya China-ASEAN Agreement on Trade in Goods

dan China-ASEAN Agreement on Dispute Settlement.

Sumber : Haibing dalam Wong dan Hongyi, 2006

Pada fase kedua, sudah terbentuk kerangka perdagangan bebas ditandai

dengan penandatanganan Framework Agreement on Comprehensive Economic

Cooperation between China and ASEAN. Framework inilah yang merupakan

penanda legal terbentuknya CAFTA yang akan dilaksanakan pada tahun 2010.

Segera setelah perjanjian free trade tersebut ditandatangai, ASEAN dan Cina juga

sepakat menandatangai Code of Conduct untuk mengantisipasi permasalahan Laut

Cina Selatan. Hal tersebut dilakukan agar tidak menganggu proses kerjasama Cina

[PENGARUH BELIEF HU JINTAO TERHADAP PERSIAPAN CAFTA TAHUN 2003-

2010] December 23, 2014

Defa Arimasera 18

dan ASEAN (Hines, 2013). Kemudian, berdasar pada Framework Agreement on

Comprehensive Economic Cooperation between China and ASEAN muncul

agreement-agreement lain yang memberikan aturan dan kesepahaman

perdagangan bebas pada wilayah – wilayah tertentu. Disinilah peran dari peaceful

rise.

Terkait dengan kronolgi diatas, tampak bahwa secara tiba – tiba

pemerintahan Cina mengajak ASEAN untuk melakukan kerjasama perdagangan

bebas. Sehingga memunculkan kekhawatiran oleh ASEAN terhadap Cina (Ba,

2006). Kekawatiran tersebut berdasar pada tiga hal yaitu yang pertama terdapat

ketidaknyaman atas pengaruh dan ketidakpastian maksud dari kerjasama jangka

panjang Cina. Yang kedua, efek yang ditimbulkan atas kerjasama tersebut,

terutama bagi anggota baru ASEAN yaitu Vietnam, Laos, Kamboja, dan

Myanmar. Mengingat ke-empat negara tersebut masih dalam taraf perkembangan

dibawah 6 anggota asli ASEAN (Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei,

Thailand dan Filipina). Terakhir, pengajuan kerjasama yang terasa tiba-tiba bagi

ASEAN. Perbedaan kemajuan negara-negara anggota ASEAN membuat ASEAN

merasa tidak yakin dapat merespon proposal Cina tersebut. Namun dengan adanya

usaha diplomasi oleh Hu Jintao dan Wen Jiabao yang ditunjukkan oleh pidato –

pidato diatas, CAFTA dapat dilaksanakan sampai sekarang. Inilah peran dari

peaceful development.

Plan Of Action To Implement The Joint Declaration On Asean-China

Strategic Partnrship For Peace and Prosperity merupakan salah satu contoh

srtategic partnership antara Cina dan ASEAN. Plan of Action ini diformulasikan

[PENGARUH BELIEF HU JINTAO TERHADAP PERSIAPAN CAFTA TAHUN 2003-

2010] December 23, 2014

Defa Arimasera 19

sebagai master plan utnuk memperdalam dan memperluas hubungan dan

kerjasama Cina dan ASEAN secara komprehensif dan mutual benefit selama

tahun 2005-2010 (Ministry of Foreign Affairs of the People's Republic of China,

t.thn). Di dalamnya juga terdapat poin menegani CAFTA yang merupakan bagian

dari strategic partnership antara Cina dan ASEAN. Ini juga merupakan usaha

pemerintahan Hu Jintao agar pelaksanaan CAFTA dapat berjalan baik. Berikut

adalah kutipan mengenai CAFTA yang terdapat dalam Plan Of Action To

Implement The Joint Declaration On Asean-China Strategic Partnrship For

Peace and Prosperity.

Framework pertama yang menjadi penanda CAFTA berkembang sampai

kesemua bidang secara legal dan konstruktif . Berkembangnya perjanjian tersebut

kemudian juga diikuti dibangunnya institusi pendukung seperti Early Harvest

Programe (EHP) yang dilaksanakan secara bilateral, GMS, diterbitkannya situs

resmi ASEAN-China Center, situs resmi CAFTA (www.asean-cn.org), ASEAN-

China Joint Management Committee, dan ASEAN-China Bussines Council.

Untuk mengambangkan CAFTA, Cina mendorong terbentuknya institusi

dan dialog – dialog sistemik. Dialog-dialog dalam institusi CAFTA tersebut

bertujuan untuk meminimalisir adanya silang kepentingan karena berdasar pada

mutual undestanding. Berikut adalah tingkatan pertemuan dialog yang diadakan

Cina dan ASEAN secara berkala.

Gambar 2. Tingkatan Dialog Cina dan ASEAN

[PENGARUH BELIEF HU JINTAO TERHADAP PERSIAPAN CAFTA TAHUN 2003-

2010] December 23, 2014

Defa Arimasera 20

Sumber : Haibing, 2006

ASEAN-China Joint Committee on Economic and Trade Cooperation merupakan

dialog yang berperan langsung pada CAFTA

Hu Jintao melakukan settlement untuk mencegah adanya kegagalan

CAFTA yang baru diberlakukan secara total pada tahun 2015 untuk keseluruhan

negara ASEAN. CAFTA dipersiapkan Hu Jintao melalui langkah – langkah

diplomatis, diiringi dengan proses kerjasama yang komprehensif. Pada perjanjian

CAFTA juga disertakan Agreement on Dispute Settlement Mechanism sebagai

mekanisme jika terdapat permasalahan dalam pelaksanaan CAFTA.

Persiapan CAFTA dilakukan secara gradual oleh pemerintahan Hu Jintao .

Hal ini tidak lepas dari terbangunnya mutual trust dan strategic partnership dari

kedua belah pihak. Jika tidak ada kepercayaan diantara anggota – anggota

CAFTA, bisa saja CAFTA hanya berhenti pada Framework Agreement on

Comprehensive Economic Cooperation.

“Peaceful development is the prerequisite for the growth of China-

ASEAN relations. We both firmly pursue a policy of good

neighborliness and friendship, see each other as cooperative partners

and take other's development as an opportunity, not a threat. We are

[PENGARUH BELIEF HU JINTAO TERHADAP PERSIAPAN CAFTA TAHUN 2003-

2010] December 23, 2014

Defa Arimasera 21

both committed to peace and stability and we both work for prosperity

and well being of our peoples. That is why our relations have become

a model of harmony and common development among countries”

(Jiabao, Wen's Speech at China-ASEAN Summit, 2006)

Pidato diatas menunjukkan optimisme pemerintahan Hu Jintao terhadap ASEAN.

Optimisme dalam bekerjasama untuk mampu mencapai tujuan harmoni dan

perkembangan negara. Pemerintahan Hu Jintao menganggap ASEAN sebagai

patner yang sejajar yang berkomitmen untuk membangun negara masing – masing

melalui berbagai kerangka kerjasama. Dari banyaknya kerangka kerjasama antara

Cina dan ASEAN, salah satunya adalah CAFTA yang berimplikasi pada

peningkatan perdagangan. Pada akhirnya kerjasama melalui CAFTA ini

merupakan tujuan utama peningkatan ekonomi Cina dari ASEAN.

Kesmpulan

Dalam mempersiapkan CAFTA Hu Jintao, melakukan kunjungan – kunjungan

dan strategi – strategi yang bersahabat untuk mempererat kerjasama antara Cina

dan ASEAN. Dengan belief Hu Jintao sebagai seorang Konfusian maka

berpengaruh pada strateginya untuk mempersiapkan CAFTA. Strategi yang

dilakukan Hu Jintao lebih kooperatif dan menekankan moral pada kerjasamanya.

Beberapa strateginya antara lain adalah dengan memunculkan nilai – nilai

kerjasama seperti good neighbor, mutual trust, mutual benefit, win-win solution

dan strategic partnership.

[PENGARUH BELIEF HU JINTAO TERHADAP PERSIAPAN CAFTA TAHUN 2003-

2010] December 23, 2014

Defa Arimasera 22

DAFTAR PUSTAKA

Ba, A. D. (2006). China-ASEAN Relations : The Significance of An ASEAN-

China Free Trade Area. In T. J. Chen, J. deLisle, & D. Brown, China

Under Hu Jintao: Opportunities, Danger and Dillemmas (pp. 311-148).

Singapura: World Scientific Publising Co.Pte.Ltd.

Buhi, J. (2014, Mei 15). Foreign Policy and the Chinese Constituions During the

Hu Jintao Admiinstration. Boston College International and Comparative

Law Review, 37(2), 241-279.

Cheng, L. (2006). Deciphering Hu's Leadership and Defining. Dalam J. Wong, &

L. Hongyi (Penyunt.), China Into Hu-Wen Era: Policy Initiatives and

Challenges (hal. 61-90). London: World Scientific Publishing Co.Pte.Ltd.

Feng, H. (2007). Chinese Strategic Culture and Foreign Policy Decision Making :

Confucianism, Leadership and War. New York: Routledge Taylor and

Francis Group.

Jiabao, W. (2006, Oktober 30). Wen's Speech at China-ASEAN Summit. Dipetik

Maret 18, 2014, dari China Daily: http://www.chinadaily.com.cn

Li, M., & Kwa, C. G. (Penyunt.). (2011). China-ASEAN Sub-Regional

Cooperation: Progress, Problems and Prospect. Singapura: World

Scientific Publishing Co. Pte. Ltd.

Miller, A. (2008, September 2). The CCP Central Committee's Leading Small

Group. China Leadership Monitor, hal. 2-21.

Miller, A. (2011, September 21). The Politburo Standing Committee under Hu

Jintao. China Leadership Monitor(35), 1-9.

Ministry of Foreign Affairs of the People's Republic of China. (t.thn). Dipetik

Maret 7, 2014, dari Ministry of Foreign Affairs of the People's Republic of

China: http://www.fmprc.gov.cn/mfa_eng/

Stuart-Fox, M. (2003). A short history of China and Southeast Asia : tribute,trade

and influence. Victoria: Allen & Unwin.

Walker, S., & Schafer, M. (2006). Beliefs and Leadership in World Politics:

Methods and Applications of Operational Code Analysis. New York:

Palgrave Macmillan.

[PENGARUH BELIEF HU JINTAO TERHADAP PERSIAPAN CAFTA TAHUN 2003-

2010] December 23, 2014

Defa Arimasera 23

www.gov.cn. (2006, April 5). New moral yardstick: "8 honors, 8 disgraces".

Dipetik September 10, 2014, dari Chinese Goverment's Official Web

Portal: http://www.gov.cn/english/2006-04/05/content_245361.htm