Pengaruh Belief Hu Jintao Terhadap Persiapan CAFTA Tahun 2003-2010
Transcript of Pengaruh Belief Hu Jintao Terhadap Persiapan CAFTA Tahun 2003-2010
[PENGARUH BELIEF HU JINTAO TERHADAP PERSIAPAN CAFTA TAHUN 2003-
2010] December 23, 2014
Defa Arimasera 1
Pengaruh Belief Hu Jintao Terhadap Persiapan China–ASEAN Free
Trade Area (CAFTA) Tahun 2003-2010
│││
Oleh :
Defa Arimasera
brawijaya.academia.edu/DefaArimasera
PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014
[PENGARUH BELIEF HU JINTAO TERHADAP PERSIAPAN CAFTA TAHUN 2003-
2010] December 23, 2014
Defa Arimasera 2
Abstrak
Belief sudah terdapat dalam individu sebagai gagasan atau
ide yang memberikan pemahaman terhadap suatu kondisi tertentu.
Penyaringan informasi tersebut merupakan mekanisme dari Belief
system, demikian terkait dengan psikologis pemimpin. Sebagai
pemimpin Cina, Hu Jintao memiliki Belief system sebagai
Konfusian. Konfusianisme sebagai Belief, karena merupakan
filsafat kuno Cina yang diajarkan dan diamalkan oleh setiap
individu Cina sebagai budaya dan pemahaman kehidupan.
China –ASEAN Free Trade Area (CAFTA) merupakan
suatu kondisi bahwa Cina akan melakukan kerjasama dengan
ASEAN pada tahun 2010. Demi mewujudkan hal tersebut, maka
pemimpin tertinggi Cina membuat langkah-langkah strategis
untuk menguatkan dasar – dasar hubungan Cina dan negara –
negara ASEAN agar CAFTA nantinya dapat berlangsung dengan
stabil. Langkah –langkah yang dilakukan oleh Hu Jintao
dipengaruhi oleh Belief sebagai Konfusian. Strategi yang
dilakukan adalah menanamkan nilai – nilai kerjasama yaitu good
neighbor policy, win-win solution, mutual benefit, strategic
partnership, mutual trust dan menekankan persahabatan melalui
kerjasama.
Kata kunci : Belief, CAFTA, elit politik, Hu Jintao
[PENGARUH BELIEF HU JINTAO TERHADAP PERSIAPAN CAFTA TAHUN 2003-
2010] December 23, 2014
Defa Arimasera 3
Hu Jintao dan Belief System
Belief merupakan representasi subjektif dari realita (Tetlock dalam Walker
& Schafer, 2006). Dimana realita berupa informasi yang kemudian diserap oleh
individu. Informasi realita tersebut dapat berupa kondisi yang dianggap ambigu,
ketidak pastian, bias, kontradiktif. Kemudian belief sebagai penyaring informasi
yang memberikan koridor sehingga menimbulkan respon dan pemahaman tertentu
terhadap suatu peristiwa. Kemudian pemahaman ini dituangkan dalam perilaku
dan keputusan – keputusan yang dibuat oleh individu. Keputusan dan perilaku
tersebut adalah respon dari realita yang ada.
Realitas dalam kondisi politik luar negeri dan domestik dapat dicerminkan
melalui pembuatan kebijakan luar negeri. Belief memberikan peta jalan bagi
seorang individu pembuat kebijakan untuk lebih memahami tujuan dan maksud
dari suatu realita (Walker & Schafer, 2006). Pembuat kebijakan berdasar pada
pandangan subjektif-nya terhadap realita politik dunia. Kemudian dari adanya
pemahaman tersebut muncul strategi yang juga sebagai respon dari realita politik
dunia.
Sehingga pembuat kebijakan melakukan respon rasional terkait dengan
strategi tertentu yang dianggap benar (Walker & Schafer, 2006). Kecenderungan
dari pembuat keputusan adalah memilih strategi mana yang paling efektif untuk
mencapai tujuan. Informasi dan realita yang sesuai atau tidak dengan belief yang
sudah ada pada seorang pembuat kebijakan dapat menimbulkan respon yang
berbeda terhadap realitas tersebut. Sehingga pilihan rasionalnya adalah para
[PENGARUH BELIEF HU JINTAO TERHADAP PERSIAPAN CAFTA TAHUN 2003-
2010] December 23, 2014
Defa Arimasera 4
pemimpin akan bertindak terhadap informasi tersebut untuk memaksimalkan
tujuan dan meminimalisir kegagalan atau kerugian.
Dapat disimpulkan bahwa Belief adalah gagasan yang diyakini oleh
individu sebagai suatu kebenaran. Sedangkan Beliefs System merupakan
mekanisme yang menjadi penyebab dari pilihan politis. Belief yang menjadi suatu
rangkaian prinsip seorang pembuat keputusan akan mengakibatkan seorang
pembuatan kebijakan mau meneruskan atau merubah kebijakan yang sudah ada
sebelumnya atau membuat kebijakan baru, jika informasi tersebut tidak sesuai
dengan belief yang sudah ada pada seorang pembuat keputusan.
Awal mula penelitian pengaruh belief terhadap perilaku kebijakan seorang
pemimpin adalah ketika Nathan Lietes (1951, 1953) menggunakan model psycho-
cultural pada operational codes milik Bolshevik. Bolshevik adalah fraksi pecahan
partai sosial demokrat Rusia. Kombinasi kondisi psikologis dan budaya dapat
membentuk sebuah kode operasionalisasi atas konsep strategi pada elit politik Uni
Soviet (Walker & Schafer, 2006). Sehingga kemudian memunculkan prasangka
yang memotivasi Lenin akan kebutuhan tinggi terhadap power. Selain itu itu
Lenin mengalami rasa takut atas tekanan norma politik dan sosial pada saat itu.
Kemudian Alexander George memberikan kode – kode intrumental dan
filosofikal pada operational codes tersebut melalui sepuluh pertanyaan belief
secara instrumental dan filosofis. Sepuluh pertanyaan tersebut adalah:
Philosophical Belief pada Operational Codes
[PENGARUH BELIEF HU JINTAO TERHADAP PERSIAPAN CAFTA TAHUN 2003-
2010] December 23, 2014
Defa Arimasera 5
P-1 Apa yang menjadi dasar utama dari kehidupan politik?
Apakah harmoni atau konflik sebagai hal utama tersebut? Apa
karakter utama dari lawan politik?
P-2 Prospek apa saja yang merupakan realisasi dari aspek
utama nilai dan aspirasi? Dapatkah salah satunya menjadi optimis
atau pesimis ; dan bagaimana respon dari satu sama lain?
P-3 Apakah masa depan politik dapat diprediksi? Dalam hal
yang bagaimana dan seperti apa?
P-4 Seberapa besar kontrol dan kekuasaan yang dimiliki
terhadap perkembangan sejarah? Apa peran kontrol tersebut
dalam “merubah” dan “membuat” sejarah yang sesuai dengan
arah yang diinginkan?
P-5 Apa peran dari kesempatan dalam hubungan sosial
Instrumental Belief pada Operational Codes
I-1 Pendekatan apa yang paling baik digunakan untuk memilih
cara dan tujuan dalam aksi politik?
I-2 Bagaimana tujuan dan aksi dapat dicapai secara efektif ?
I-3 Bagaimana resiko yang ditimbulkan dari aksi politis dapat
di kalkulasi, di kontrol dan di terima?
I-4 Apa kapan waktu yang paling tepat untuk melakukan aksi
dalam meningkatkan kepentingan?
I-5 Apa saja alat dan peran untuk meningkatkan kepentingan
tersebut?
[PENGARUH BELIEF HU JINTAO TERHADAP PERSIAPAN CAFTA TAHUN 2003-
2010] December 23, 2014
Defa Arimasera 6
Ole R. Holsti menggunakan sepuluh pertanyaan tersebut untuk
membentuk tipologi kode operasionalisasi dari Beliefs System. Dalam tipologi
tersebut terdapat empat macam tipe kode operasionalisasi. Tipe – tipe tersebut
kemudian merujuk pada tipe – tipe pemimpin. Tipe tersebut berdasar pada sifat
asli (temporer atau permanen) dan sumber konflik dalam dunia politik
(individu,masyarakat dan sistem internasional). Secara kuantitatif, VICS (Verb In
Context System) memberikan penekanan terhadap beberapa pertanyaan George
tersebut sebagai inti dari belief. Yaitu adalah P-1 tentang pandangan terhadap
dunia politik, I-1 tentang strategi untuk mencapai tujuan dan P-4 tentang
kemampuan terhadap kontrol historis. Dengan VICS juga memberikan jawaban
terhadap sepuluh pertanyaan George diatas. Jawaban dari pertanyaan tersebut
terdapat pada tabel nilai rata-rata belief dari Hu Jita dan Wen Jiabao .
Operational codes yang telah disusun oleh Huiyun Feng (2006). Metode
ini dengan menggunakan mengumpulkan dan memilah serangkaian pidato –
pidato Hu Jintao. Terdapat 32 pidato Hu Jintao dan 8 pidato Wen Jiabao untuk
memenuhi metode ini. Setelah dikumpulkan dan dipilih, kemudian di masukkan
ke dalam sistem komputer otomatis Profiler Plus dan VICS (Verbs in Context
System). Sehingga kemudian dapat dimasukkan ke dalam tabel di bawah ini.
Tabel berikut adalah jawaban dari sepuluh pertanyaan Alexander George diatas.
[PENGARUH BELIEF HU JINTAO TERHADAP PERSIAPAN CAFTA TAHUN 2003-
2010] December 23, 2014
Defa Arimasera 7
Dalam model cultural realist milik Johnston, pemimpin yang bertipe
Konfusian mempunyai peringkat pilihan (preference ranking) berupa
accommodation > defense > expansion, yang diartikan ke dalam kosakata matrik
diatas sebagai settlement > deadlock > domination (Feng, 2007). Kemudian pada
pemimpin bertipe Parabellum mempunyai preference ranking berupa expansion >
defense > accommodation yang kemudian diartikan menjadi domination >
deadlock > settlement (Feng, 2007). Sehingga pemimpin bertipe konfusian akan
[PENGARUH BELIEF HU JINTAO TERHADAP PERSIAPAN CAFTA TAHUN 2003-
2010] December 23, 2014
Defa Arimasera 8
melakukan jalan damai dahulu, kemudian jika terdapat jalan buntu maka dominasi
atau ekspansi akan menjadi jalan terakhir. Hal ini terjadi sebaliknya dengan
pemimpin bertipe Parabellum. Pada penelitian Huiyun Feng, Mao Tse Tung dan
Zhou Enlai secara umum memiliki tipe Parabellum. Sedangkan Deng Xiaoping
memiliki tipe Konfusian secara umum, namun sempat berubah menjadi tipe
Parabellum ketika kondisi konflik (Feng, 2007).
Berikut adalah hasil yang didapat dalam membuat matrik tipe
kepemimpinan Hu Jintao dan Wen Jiabao (Feng, 2007):
[PENGARUH BELIEF HU JINTAO TERHADAP PERSIAPAN CAFTA TAHUN 2003-
2010] December 23, 2014
Defa Arimasera 9
Gambar 1. Beliaf Hu Jintao dan Wen Jiabao
Ket: WS=Wen-Self image, WO=Wen-Other image, JS=Jiang-Self image,
JO=Jiang-Otherimage, HS=Hu-Self image, dan HO=Hu-Other image
Sumber : Huiyun Feng, 2006
[PENGARUH BELIEF HU JINTAO TERHADAP PERSIAPAN CAFTA TAHUN 2003-
2010] December 23, 2014
Defa Arimasera 10
Pada matrik diatas diketahui bahwa baik Jiang Zemin, Hu Jintao dan Wen
Jiabao memiliki tipe Konfusian. Pada self image ketiganya berada pada posisi A
yang berarti memiliki peringkat pilihan settle > deadlock > dominate > submit.
Hal tersebut mengindikasikan bahwa self pemimpin berada pada orientasi
accommodationist – defensive strategic (Feng, 2006). Sedangkan image of other
berada pada posisi C yang berarti settle > dominate > deadlock > submit.
Ketiganya sama – sama masih melihat kemungkinan settlement untuk self (Cina)
dan other (negara atau konflik yang dimaksud) meskipun ada resiko untuk
didominasi kecuali jika Cina berharap untuk melawan (Feng, 2006). Sehingga
dapat disimpulkan bahwa Hu Jintao merupakan pemimpin dengan tipe Konfusian,
didukung oleh perdana menteri yang bertipe Konfusian juga yang mana
menekankan jalan damai.
Disebut sebagai tipe konfusian karena konfusianisme merupakan salah
satu filsafat yang paling dominan di Cina. Filsafat kuno ini menjadi shared belief
yang mengakar baik pada individu maupun pola kepemimpinan dan pemerintahan
Cina. Permulaan filsafat Cina berasal dari Periode Warring States. Periode
Warring States (463 – 222 SM) adalah periode dimana mayoritas institusi politik
Cina terbentuk (Feng, 2007). Pada saat itu banyak muncul school of thought
diantaranya Konfusianisme dan Legalisme. Kedua filsafat tersebut menjadi school
of thought yang mayoritas dianut. Dari Dinasti Han, Konfusianisme menjadi
ajaran yang mendominasi, yang kemudian menjadi filsafat utama negara Cina.
Pembentukan sosial, politik, dan militer terjadi pada masa tersebut karena Periode
Warring States memproduksi pola atau strategi militer melalui literatur seperti
[PENGARUH BELIEF HU JINTAO TERHADAP PERSIAPAN CAFTA TAHUN 2003-
2010] December 23, 2014
Defa Arimasera 11
Sun Tzu, The Art of War. Kemudian periode tersebut juga ditandai dengan
berkembangnya ratusan school of thought yang memperdebatkan bagaimana cara
menghindari perang yang tiada akhir dan meningkatkan peran strategis pemimpin
dan kehidupan manusia (Feng, 2007)
Hierarkhi di atas menunjukkan 4 komite yang paling berpengaruh dan
teratas dalam pengambilan keputusan. Politiburo Standing Committee atau PSC
memiliki 7 anggota senior yang mana semuanya memilki peringkat 1 sampai 7.
Inilah yang disebut dengan collective leadership. Ketujuh peringkat anggota PSC
tersebut bertanggungjawab atas beberapa hal sekaligus. Berikut adalah tabel
peringkat dan tugas anggota PSC pada masa pemerintahan Hu Jintao
Tabel 1. Peringkat dan Tugas PSC Pada Masa Pmerintahan Hu Jintao
Nama Anggota Bidang yang
dibawahi
Wilayah
Kebijakan
Leading Small
Group
Hu Jintao
Sekretaris Jenderal
PKC, Presiden
Cina, Ketua
Central Military
Commission
(CMC)
Foreign relations,
military affairs
Foreign Affairs,
Taiwan Affairs
Wu Bangguo Ketua NPC Legislative Affairs
Wen Jiabao Perdana Menteri
State Council
Government
Adminsitration
Finance and
Economy
Jia Qinglin Ketua CPPCC United Front
Affairs
Zheng Qhinghong
Sekretaris
Eksekutif, Wakil
Presiden Cina
Party apparatus
dalam urusan
Hongkong dan
Macau
Hongkong &
Macau Affairs
Huang Ju
Wakil Perdana
Menteri State
Council
Finance dan
Ekonomi
Finance and
Economy
Wu Guanzheng
Ketua Central
Discipline
Inspection
Disiplin partai
[PENGARUH BELIEF HU JINTAO TERHADAP PERSIAPAN CAFTA TAHUN 2003-
2010] December 23, 2014
Defa Arimasera 12
Commission
Li Changchun Ideologi dan
Propaganda
Ideology and
Propaganda
Luo Gan Internal security Politics and Law
Committee
Sumber (Miller, 2011)
Anggota PSC juga menjadi ketua Leading Small Group (LSG) sesuai
dengan area kebijakan seperti bidang propaganda, agrikultur, perdagangan,
budaya dan lain sebagainya. Leading Small Group merupakan badan tersenbunyi
yang bertugas untuk mengkoordinasikan implementasi kebijakan PSC (Miller,
2008). National Security Leading Small Group dan Foreign Affairs Leading Small
Group, keduanya dijabat oleh Hu Jintao pada tahun 2002-2012.
Selain memiliki beliefs sebagai Konfusian, Hu Jintao dianggap sebagai
pemimpin yang populis karena Hu mendapat dukungan dari publik. Hu Jintao
dianggap sebagai seorang yang dapat mengerti permasalahan sosial ekonomi
(Cheng, 2006). Hu menyampaikan bahwa Hal ini sesuai dengan Konfusian,
bahwa pemimpin yang memiliki kebajikan adalah pemimpin yang mendapat
dukungan massa (Feng, 2007). Hu Jintao juga menekankan pada keseimbangan
perkembangan ekonomi regional. Dengan komitmen untuk membangun daerah
barat, timur laut dan daerah pusat propinsi – propinsi di Cina, Hu cukup
mendapatkan dukungan dari pembangunan politik tersebut (Cheng, 2006). Hu
Jintao juga mendorong terjadinya reformasi undang-undang, hukum, HAM, dan
perkembangan NGO’s (Cheng, 2006).
Selain dianggap sebagai pemimpin yang populis, Hu Jintao juga
menyusun8 Honours and Shame (Ba Rong, Ba Chi)sebagai slogan moral bagi
[PENGARUH BELIEF HU JINTAO TERHADAP PERSIAPAN CAFTA TAHUN 2003-
2010] December 23, 2014
Defa Arimasera 13
masyarakat Cina serta etika kerja PKC (www.gov.cn, 2006). Slogan tersebut
terdiri dari 8 nilai moral yang harus diterapkan dan dihindari oleh masyarakat
sosial Cina. nilai – nilai tersebut adalah :
-- Love the country; do it no harm.
-- Serve the people; do no disservice.
-- Follow science; discard ignorance.
-- Be diligent; not indolent.
-- Be united, help each other; make no gains at other's expense.
-- Be honest and trustworthy; do not spend ethics for profits.
-- Be disciplined and law-abiding; not chaotic and lawless.
-- Live plainly, struggle hard; do not wallow in luxuries and pleasures.
(www.gov.cn, 2006).
Dalam mengelola peran PKC, Hu Jintao mendorong transparansi
pembuatan kebijakan, terutama yang berkaitan dengan kebijakan luar negeri
(Cheng, 2006). Salah satu contohnya adalah dengan adanya good neighbour
policy (Cheng, 2006). Kebijakan ini memberikan transparansi kepada negara
tetangga Cina, tentang bagaimana Cina akan berperilaku terhadap negara-negara
tetangga.
Sebagai pemimpin yang bertipe Konfusian, maka akan mengikuti
konstitusi sebagai ritual dalam sistem pemerintahan. Generasi pemerintahan Cina
berturut-turut menganut “The Rule of Law with Chinese Characteristic” serta
berjalan seiring dengan konstitusinya (Buhi, 2014). Dimana terdapat dual
constitutional system yaitu Chinese State Constitution of 1982 dan Constitution of
CCP sebagai partai yang berkuasa. Dalam politik luar negeri, NPC, sebagai
bagian dari konstitusi negara, memiliki tugas administratif seperti penetapan
menteri dan duta besar. Sedangkan dalam konstitusi partai dalam politik luar
negeri, tugas partai komunis adalah “leads the people in the nation’s most
[PENGARUH BELIEF HU JINTAO TERHADAP PERSIAPAN CAFTA TAHUN 2003-
2010] December 23, 2014
Defa Arimasera 14
arduous task, persists in its leadership over the PLA, and adheres to an
independent foreign policy of peace” (Buhi, 2014). Sehingga batasan yurisdiksi
pembuatan kebijakan luar negeri Cina diberikan kepada Foreign Affairs Leading
Small Group, sedangkan Menteri Luar Negeri yang merupakan bagian dari
konstitusi negara hanya bertugas pada bidang administratif saja. Pola pembuatan
kebijakan yang demikian dimulai pada pemerintahan Jiang Zemin, yang masih
dilanjutkan oleh Hu Jintao (Buhi, 2014).
Hubungan Cina dan ASEAN
Hubungan Cina dan negara – negara ASEAN, dimulai dengan
perdagangan melalui jalur laut antara Dinasti Song dan kerajaan – kerajaan di
Asia Tenggara (Stuart-Fox, 2003). Beberapa kerajaan terkenal di wilayah Asia
Tenggara pada saat itu antara lain adalah Kerajaan Cham di Vietnam, Angkor di
Kamboja, Sriwijaya di Teluk Malaka dan Sumatera. Pada masa tersebut diplomasi
antar negara sudah terjadi melalui utusan dagang.
Ketika Cina sudah menjadi Republik Rakyat Cina, hubungan negara –
negara ASEAN dan Cina mengalami peningkatan terkait dengan paham
Komunisme. Pada saat itu, beberapa negara ASEAN seperti Vietnam, Laos, dan
Kamboja yang masih di bawah kekuasaan Khmer, merupakan negara komunis
(Stuart-Fox, 2003). Dengan adanya kesamaan ideologi, Cina melakukan
memberikan bantuan – bantuan militer terhadap negara – negara tersebut. Sebagai
contoh, militer Cina mengirimkan pasukan untuk membantu Vietnam melawan
pasukan Perancis di batas utara Vietnam (Stuart-Fox, 2003). Selain tiga negara
[PENGARUH BELIEF HU JINTAO TERHADAP PERSIAPAN CAFTA TAHUN 2003-
2010] December 23, 2014
Defa Arimasera 15
komunis tersebut, Myanmar pada saat itu mendeskripsikan Cina sebagai saudara
dari keluarga yang sama (Stuart-Fox, 2003).
Pada tahun 1970, Cina membangun hubungan diplomatis dengan
Thailand, Kamboja, Myanmar, Vietnam dan Indonesia (Stuart-Fox, 2003). Cina
dan Indonesia sudah melakukan hubungan diplomasi selama lebih dari 60 tahun.
Hu Jintao menyatakan, kerjasama dengan Indonesia telah memiliki banyak bidang
(Xinhuanet, 2005). Bidang tersebut antara lain energi, pengembangan sumberdaya
dan infrastruktur, budaya, pendidikan dan keamanan.
Pada masa modern ini, perdagangan Cina dengan Asia Tenggara dimulai
dari kedekatan provinsi secara geografis. Propinsi-propinsi di Cina yang dekat
dengan negara – negara ASEAN tersebut antara lain Yunnan, Guangxi,
Guangdong, dan Hainan. Propinsi Yunnan yang berbatasan dengan Myanmar,
Laos dan Vietnam. Di propinsi Yunnan terdapat program Greater Mekong Sub-
region(GMS) yang didukung oleh Asian Development Bank (ADB). Program ini
sudah terlaksana sejak tahun 1992 (Li & Kwa, 2011). Kerjasama dalam
framework GMS mempunyai banyak bidang antara lain, transportasi, energi,
telekomunikasi, pengembangan sumberdaya manusia, pariwisata, lingkungan,
perdagangan, investasi dan bidang lainnya
Tabel dibawah merupakan fase pertama atau awal Cina masuk ke dalam
lingkungan ASEAN sampai pada munculnya ide melakukan perdagangan bebas
[PENGARUH BELIEF HU JINTAO TERHADAP PERSIAPAN CAFTA TAHUN 2003-
2010] December 23, 2014
Defa Arimasera 16
Tabel 2. Fase Pertama Hubungan Cina dan ASEAN
Perkembangan Kerjasama Cina-ASEAN pada Fase Pertama
1975 Cina secara resmi mengenali adanya ASEAN
Juli 1991 Menteri Luar Negeri, Qian Qichen diundang untuk menghadiri
ASEAN Meeting of Foreign Minister ke 24
Juli 1992 Cina menjadi Consulting partner of ASEAN
Juli 1994 Sebagai negara konsultan, Qian Qichen kembali menghadiri
ASEAN Meeting of Foreign Minister. Dari hasil pertemuan
tersebut menghasilkan dua agreement yaitu ASEAN-China Joint
Committee of Economics and Trade Cooperation dan ASEAN-
China Joint Committee of Cooperation in Science and
Technology
April 1995 Consultation Meeting pertama antara ASEAN dan Cina dihadiri
oleh pada wakil menteri luar negeri, diadakan di Hangzhou,
Cina
Juli 1996 Pada pertemuan di ASEAN Ministerial Meeting ke 29, status
Cina meningkat dari Consulting Partner menjadi
Comprehensive Dialogue Partner.
Desember 1997 Cina menghadiri pertemuan informal dengan ASEAN, Jepang
dan Korea Selatan (ASEAN+3)
November 2000 ASEAN+3 ke-empat diadakan di Singapura
November 2001 Pada pertemuan ke 5 ASEAN+3, Cina dan ASEAN setuju untuk
membangun free trade area dalam 10 tahun.
Sumber : Haibing dalam Wong dan Hongyi, 2006
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa awal mula Cina menjalin
hubungan dengan ASEAN sebagai organisasi regional, ditandai dengan
diundangnya Menteri Luar Negeri Cina dalam ASEAN Meeting of Foreign
Minister ke 4. Sebelum adanya momen tersebut, hubungan Cina dan ASEAN
masih berupa hubungan bilateral dan diplomatik. Meningkatnya status Cina di
ASEAN merupakan faktor penting perkembangan hubungan Cina dan ASEAN
selanjutnya. Sehingga kemudian, pada bulan November 2000, dalam pertemuan
ASEAN+3 di Singapura, Perdana Menteri Zhu Rongji mengajukan proposal
untuk mengadakan free trade antara Cina dan ASEAN (D.Ba dalam Cheng,
[PENGARUH BELIEF HU JINTAO TERHADAP PERSIAPAN CAFTA TAHUN 2003-
2010] December 23, 2014
Defa Arimasera 17
deLisle dan Brown, 2006). Setahun kemudian, ASEAN dan Cina sepakat untuk
melakukan perdagangan bebas dalam jangka sepuluh tahun. Inisiatif tentang free
trade tersebut kemudian direalisasikan dan berkembang melalui fase berikut :
Tabel 3. Fase Kedua Hubungan Cina dan ASEAN
Perkembangan Kerjasama Cina-ASEAN pada Fase Kedua
November, 2002 Para pimpinan Cina dan ASEAN menandatangani Framework
Agreement on Comprehensive Economic Cooperation between
China and ASEAN di Phnom Penh, Kamboja
November, 2002 Dibuatnya Code of Conduct untuk Laut Cina Selatan
April, 2002 Rapat Luar Biasa untuk epidemi SARS antara pimpinan Cina dan
ASEAN di Bangkok
Oktober, 2003 ASEAN+1 Summit ke 7 di Bali. Pemerintah Cina
mendeklarasikan ikut dalam Treaty of Amity and Cooperation in
Southeast Asia dan menandatangai Joint Declaration on
Strategic Partner Relation toward Peace and Prosperity
Oktober, 2003 Implementasi China-Thailand Agreement on Zero Tariff Rate for
Fruit and Vegetables
November, 2004 ASEAN-China Expo pertama kali di laksanakan di Nanning,
Cina. pemerintah Cina mendorong program ini untuk mendorong
Joint Declaration on Strategic Partner Relation toward Peace
and Prosperity dengan ASEAN serta negosiasi dan konstruksi
area perdagangan bebas
November, 2004 Ditandatanganinya China-ASEAN Agreement on Trade in Goods
dan China-ASEAN Agreement on Dispute Settlement.
Sumber : Haibing dalam Wong dan Hongyi, 2006
Pada fase kedua, sudah terbentuk kerangka perdagangan bebas ditandai
dengan penandatanganan Framework Agreement on Comprehensive Economic
Cooperation between China and ASEAN. Framework inilah yang merupakan
penanda legal terbentuknya CAFTA yang akan dilaksanakan pada tahun 2010.
Segera setelah perjanjian free trade tersebut ditandatangai, ASEAN dan Cina juga
sepakat menandatangai Code of Conduct untuk mengantisipasi permasalahan Laut
Cina Selatan. Hal tersebut dilakukan agar tidak menganggu proses kerjasama Cina
[PENGARUH BELIEF HU JINTAO TERHADAP PERSIAPAN CAFTA TAHUN 2003-
2010] December 23, 2014
Defa Arimasera 18
dan ASEAN (Hines, 2013). Kemudian, berdasar pada Framework Agreement on
Comprehensive Economic Cooperation between China and ASEAN muncul
agreement-agreement lain yang memberikan aturan dan kesepahaman
perdagangan bebas pada wilayah – wilayah tertentu. Disinilah peran dari peaceful
rise.
Terkait dengan kronolgi diatas, tampak bahwa secara tiba – tiba
pemerintahan Cina mengajak ASEAN untuk melakukan kerjasama perdagangan
bebas. Sehingga memunculkan kekhawatiran oleh ASEAN terhadap Cina (Ba,
2006). Kekawatiran tersebut berdasar pada tiga hal yaitu yang pertama terdapat
ketidaknyaman atas pengaruh dan ketidakpastian maksud dari kerjasama jangka
panjang Cina. Yang kedua, efek yang ditimbulkan atas kerjasama tersebut,
terutama bagi anggota baru ASEAN yaitu Vietnam, Laos, Kamboja, dan
Myanmar. Mengingat ke-empat negara tersebut masih dalam taraf perkembangan
dibawah 6 anggota asli ASEAN (Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei,
Thailand dan Filipina). Terakhir, pengajuan kerjasama yang terasa tiba-tiba bagi
ASEAN. Perbedaan kemajuan negara-negara anggota ASEAN membuat ASEAN
merasa tidak yakin dapat merespon proposal Cina tersebut. Namun dengan adanya
usaha diplomasi oleh Hu Jintao dan Wen Jiabao yang ditunjukkan oleh pidato –
pidato diatas, CAFTA dapat dilaksanakan sampai sekarang. Inilah peran dari
peaceful development.
Plan Of Action To Implement The Joint Declaration On Asean-China
Strategic Partnrship For Peace and Prosperity merupakan salah satu contoh
srtategic partnership antara Cina dan ASEAN. Plan of Action ini diformulasikan
[PENGARUH BELIEF HU JINTAO TERHADAP PERSIAPAN CAFTA TAHUN 2003-
2010] December 23, 2014
Defa Arimasera 19
sebagai master plan utnuk memperdalam dan memperluas hubungan dan
kerjasama Cina dan ASEAN secara komprehensif dan mutual benefit selama
tahun 2005-2010 (Ministry of Foreign Affairs of the People's Republic of China,
t.thn). Di dalamnya juga terdapat poin menegani CAFTA yang merupakan bagian
dari strategic partnership antara Cina dan ASEAN. Ini juga merupakan usaha
pemerintahan Hu Jintao agar pelaksanaan CAFTA dapat berjalan baik. Berikut
adalah kutipan mengenai CAFTA yang terdapat dalam Plan Of Action To
Implement The Joint Declaration On Asean-China Strategic Partnrship For
Peace and Prosperity.
Framework pertama yang menjadi penanda CAFTA berkembang sampai
kesemua bidang secara legal dan konstruktif . Berkembangnya perjanjian tersebut
kemudian juga diikuti dibangunnya institusi pendukung seperti Early Harvest
Programe (EHP) yang dilaksanakan secara bilateral, GMS, diterbitkannya situs
resmi ASEAN-China Center, situs resmi CAFTA (www.asean-cn.org), ASEAN-
China Joint Management Committee, dan ASEAN-China Bussines Council.
Untuk mengambangkan CAFTA, Cina mendorong terbentuknya institusi
dan dialog – dialog sistemik. Dialog-dialog dalam institusi CAFTA tersebut
bertujuan untuk meminimalisir adanya silang kepentingan karena berdasar pada
mutual undestanding. Berikut adalah tingkatan pertemuan dialog yang diadakan
Cina dan ASEAN secara berkala.
Gambar 2. Tingkatan Dialog Cina dan ASEAN
[PENGARUH BELIEF HU JINTAO TERHADAP PERSIAPAN CAFTA TAHUN 2003-
2010] December 23, 2014
Defa Arimasera 20
Sumber : Haibing, 2006
ASEAN-China Joint Committee on Economic and Trade Cooperation merupakan
dialog yang berperan langsung pada CAFTA
Hu Jintao melakukan settlement untuk mencegah adanya kegagalan
CAFTA yang baru diberlakukan secara total pada tahun 2015 untuk keseluruhan
negara ASEAN. CAFTA dipersiapkan Hu Jintao melalui langkah – langkah
diplomatis, diiringi dengan proses kerjasama yang komprehensif. Pada perjanjian
CAFTA juga disertakan Agreement on Dispute Settlement Mechanism sebagai
mekanisme jika terdapat permasalahan dalam pelaksanaan CAFTA.
Persiapan CAFTA dilakukan secara gradual oleh pemerintahan Hu Jintao .
Hal ini tidak lepas dari terbangunnya mutual trust dan strategic partnership dari
kedua belah pihak. Jika tidak ada kepercayaan diantara anggota – anggota
CAFTA, bisa saja CAFTA hanya berhenti pada Framework Agreement on
Comprehensive Economic Cooperation.
“Peaceful development is the prerequisite for the growth of China-
ASEAN relations. We both firmly pursue a policy of good
neighborliness and friendship, see each other as cooperative partners
and take other's development as an opportunity, not a threat. We are
[PENGARUH BELIEF HU JINTAO TERHADAP PERSIAPAN CAFTA TAHUN 2003-
2010] December 23, 2014
Defa Arimasera 21
both committed to peace and stability and we both work for prosperity
and well being of our peoples. That is why our relations have become
a model of harmony and common development among countries”
(Jiabao, Wen's Speech at China-ASEAN Summit, 2006)
Pidato diatas menunjukkan optimisme pemerintahan Hu Jintao terhadap ASEAN.
Optimisme dalam bekerjasama untuk mampu mencapai tujuan harmoni dan
perkembangan negara. Pemerintahan Hu Jintao menganggap ASEAN sebagai
patner yang sejajar yang berkomitmen untuk membangun negara masing – masing
melalui berbagai kerangka kerjasama. Dari banyaknya kerangka kerjasama antara
Cina dan ASEAN, salah satunya adalah CAFTA yang berimplikasi pada
peningkatan perdagangan. Pada akhirnya kerjasama melalui CAFTA ini
merupakan tujuan utama peningkatan ekonomi Cina dari ASEAN.
Kesmpulan
Dalam mempersiapkan CAFTA Hu Jintao, melakukan kunjungan – kunjungan
dan strategi – strategi yang bersahabat untuk mempererat kerjasama antara Cina
dan ASEAN. Dengan belief Hu Jintao sebagai seorang Konfusian maka
berpengaruh pada strateginya untuk mempersiapkan CAFTA. Strategi yang
dilakukan Hu Jintao lebih kooperatif dan menekankan moral pada kerjasamanya.
Beberapa strateginya antara lain adalah dengan memunculkan nilai – nilai
kerjasama seperti good neighbor, mutual trust, mutual benefit, win-win solution
dan strategic partnership.
[PENGARUH BELIEF HU JINTAO TERHADAP PERSIAPAN CAFTA TAHUN 2003-
2010] December 23, 2014
Defa Arimasera 22
DAFTAR PUSTAKA
Ba, A. D. (2006). China-ASEAN Relations : The Significance of An ASEAN-
China Free Trade Area. In T. J. Chen, J. deLisle, & D. Brown, China
Under Hu Jintao: Opportunities, Danger and Dillemmas (pp. 311-148).
Singapura: World Scientific Publising Co.Pte.Ltd.
Buhi, J. (2014, Mei 15). Foreign Policy and the Chinese Constituions During the
Hu Jintao Admiinstration. Boston College International and Comparative
Law Review, 37(2), 241-279.
Cheng, L. (2006). Deciphering Hu's Leadership and Defining. Dalam J. Wong, &
L. Hongyi (Penyunt.), China Into Hu-Wen Era: Policy Initiatives and
Challenges (hal. 61-90). London: World Scientific Publishing Co.Pte.Ltd.
Feng, H. (2007). Chinese Strategic Culture and Foreign Policy Decision Making :
Confucianism, Leadership and War. New York: Routledge Taylor and
Francis Group.
Jiabao, W. (2006, Oktober 30). Wen's Speech at China-ASEAN Summit. Dipetik
Maret 18, 2014, dari China Daily: http://www.chinadaily.com.cn
Li, M., & Kwa, C. G. (Penyunt.). (2011). China-ASEAN Sub-Regional
Cooperation: Progress, Problems and Prospect. Singapura: World
Scientific Publishing Co. Pte. Ltd.
Miller, A. (2008, September 2). The CCP Central Committee's Leading Small
Group. China Leadership Monitor, hal. 2-21.
Miller, A. (2011, September 21). The Politburo Standing Committee under Hu
Jintao. China Leadership Monitor(35), 1-9.
Ministry of Foreign Affairs of the People's Republic of China. (t.thn). Dipetik
Maret 7, 2014, dari Ministry of Foreign Affairs of the People's Republic of
China: http://www.fmprc.gov.cn/mfa_eng/
Stuart-Fox, M. (2003). A short history of China and Southeast Asia : tribute,trade
and influence. Victoria: Allen & Unwin.
Walker, S., & Schafer, M. (2006). Beliefs and Leadership in World Politics:
Methods and Applications of Operational Code Analysis. New York:
Palgrave Macmillan.
[PENGARUH BELIEF HU JINTAO TERHADAP PERSIAPAN CAFTA TAHUN 2003-
2010] December 23, 2014
Defa Arimasera 23
www.gov.cn. (2006, April 5). New moral yardstick: "8 honors, 8 disgraces".
Dipetik September 10, 2014, dari Chinese Goverment's Official Web
Portal: http://www.gov.cn/english/2006-04/05/content_245361.htm