PENEGAKAN HUKUMAN DISIPLIN BERAT BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL

173
PENEGAKAN HUKUMAN DISIPLIN BERAT BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL DI PEMERINTAHAN KOTA BANDUNG PROPINSI JAWA BARAT. SKRIPSI Oleh : Muhamad Haryono NIM : E1A006221 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2012

Transcript of PENEGAKAN HUKUMAN DISIPLIN BERAT BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL

PENEGAKAN HUKUMAN DISIPLIN BERAT BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL

DI PEMERINTAHAN KOTA BANDUNG PROPINSI JAWA BARAT.

SKRIPSI

Oleh :

Muhamad Haryono

NIM : E1A006221

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS HUKUM

PURWOKERTO

2012

ABSTRACT

SEVERE DISCIPLINE ENFORCEMENT FOR A CIVIL SERVANT AT

BANDUNG, WEST JAVA PROVINCE.

By

Muhamad Haryono

E1A006221

Civil Service, in order to perform their duties in a professional manner, must have quality

and a high level of discipline. In order to achieve these objectives, the Government issued

some rules regarding discipline, i.e Civil Government Regulation No. 53 of 2010 concerning

Civil Discipline.

This study uses sociological juridical method, which is a research study the interrelationship

between the law with other social institutions. This study aims to gain an overview of the enforcement of severe disciplinary Civil Servants in Administrative Region of Bandung and, whether the factors that tend to influence it.

Based on the research‟s result, the enforcement of severe disciplinary action proses at

Municipal Government environment is implemented based on the flowchart /steps to

be in compliance with the civil service disciplinary guidelines. The process starts

from the call for the inspection, the meeting considered sentencing, sentencing

decisions to the issuance of severe discipline by the Mayor of Bandung. The factors

likely to affect the enforcement of severe disciplinary punishment are: Society Factors,

many civil servants tend dismissively when seeing colleagues disciplinary violations; Law

Enforcement Factors; Many direct Tops of SKPD not understand about Government

Regulation Number 53 Year 2010 on civil servant discipline; Law Factor; Government

Regulation Number 53 Year 2010 regarding discipline of civil servant, does not contain

clear provisions regarding civil servant rules of business license, as well as the rules of

divorce and remarriage for civil servants. Though both of these regulations are often

become the basis of severe violations of discipline civil servant, both the regulation

should be combined into PP No. 53 Year 2010. Thus it is expected to simplify and

clarify the process of enforcement of civil servant severe discipline penalties.

Keywords; Law Enforcement, severe discipline violations, civil servant, Bandung City

Government.

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan nasional sebagaimana tersebut dalam Undang-undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bertujuan untuk membentuk manusia

Indonesia seutuhnya baik secara materil, maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan

Undang-undang Dasar 1945 dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Salah satu

tujuan pembangunan nasional adalah untuk dapat mewujudkan tujuan

kemasyarakatan yaitu kesejahteraan dan keadilan dalam masyarakat. Pembangunan

secara materil dalam hubungannya dengan sumber daya manusia, berarti

pembangunan unsur-unsur diluar kejiwaan manusia seperti pembangunan ekonomi,

teknologi, dan sarana-sarana fisik kehidupan, sedangkan pembangunan spiritual

berarti pembangunan unsur-unsur kejiwaaan manusia seperti pembangunan moral dan

pembangunan pendidikan.

Indonesia sebagai negara hukum telah menempatkan landasan yuridis bagi

warga negaranya dalam memperoleh pekerjaan yang layak, sebagaimana tertulis

dalam Pasal 27 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945, yang berbunyi: “Tiap-tiap warga

negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Isi

pasal tersebut, Negara menyadari akan arti penting dan mendasarnya masalah

pekerjaan bagi kelangsungan hidup manusia. Manusia untuk menjaga kelangsungan

hidupnya, maka perlu bekerja untuk menghasilkan sesuatu imbalan berupa materi,

2

dan salah satu dari pekerjaan itu adalah dengan cara mengabdi pada Negara dengan

menjadi Pegawai Negeri.

Tujuan nasional adalah mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur secara

merata dan berkesinambungan materill dan spiritual. Hal tersebut dapat dicapai salah

satunya dengan adanya Pegawai Negeri sebagai Warga Negara, Unsur Aparatur

Negara, Abdi Negara, dan Abdi Masyarakat yang dengan penuh kesetiaan dan

ketaatan kepada Pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintah. Pendapat E.Utrecht

yang dikutip oleh Muchsan dalam bukunya Hukum Kepegawaian, bahwa negara

merupakan badan hukum yang terdiri dari persekutuan orang (Gemeenschaap Van

Merten) yang ada karena perkembangan faktor-faktor sosial dan politik dalam

sejarah.1 Berdasarkan pendapat tersebut dapat diketahui bahwa negara sebagai

organisasi kekuasaan merupakan suatu badan yang berstatus hukum sebagai

pendukung hak dan kewajiban (subyek hukum).2 Negara akan mencapai tujuannya

dengan menggunakan status badan hukum beserta hak dan kewajibannya tersebut.3

Hak dan kewajiban yang dilaksanakan oleh aparatur negara didistribusikan kepada

jabatan-jabatan negara. Aparatur yang melaksanakan hak dan kewajiban negara yang

disebut subyek hukum adalah Pegawai Negeri. Hubungan antara Pegawai Negeri

dengan negara menimbulkan kaidah-kaidah dalam hukum kepegawaian.

Kelancaran pelaksanaan pembangunan dan pemerintahan tergantung pada

kesempurnaan dan kemampuan aparatur Negara, dalam hal ini adalah Pegawai

1 Muchsan, 1982, Hukum Kepegawaian, Bina Aksara, Jakarta, hlm. 10.

2 Ibid.,

3 Ibid.,

3

Negeri. Kedudukan dan peranan pegawai dalam setiap organisasi pemerintahan

sangatlah menentukan, sebab Pegawai Negeri merupakan tulang punggung

pemerintah dalam melaksanakan pembangunan nasional. Peranan dari Pegawai

Negeri seperti diistilahkan dalam dunia kemiliteran yang berbunyi “Not the gun, the

man behind the gun” yaitu bukan senjata yang penting melainkan manusia yang

menggunakan senjata itu.4 Senjata yang modern tidak mempunyai arti apa-apa

apabila manusia yang dipercaya menggunakan senjata itu tidak melaksanakan

kewajibannya dengan benar.5

Pegawai Negeri Sipil sebagai abdi Negara dan abdi masyarakat yang dengan

penuh kesetian dan ketaatan kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara

dan Pemerintah dalam menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan

serta wajib menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik

Indonesia. Tugas kenegaraan dan jabatan yang diemban Pegawai Negeri agar dapat

berjalan dengan lancar, dan dapat menunjang kelancaran pembangunan Nasional,

maka setiap Pegawai Negeri tersebut harus memiliki kemampuan dan kualitas tinggi

serta dengan tingkat disiplin yang tinggi pula. Hal tersebut tidak hanya kemampuan

dalam bidang keterampilannya saja, akan tetapi harus didukung dengan tingkat

kualitas diri secara total, karena kualitas manusia itu ditentukan oleh KSA

(Knowledge, Skill, and Attitude) atau pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental.6

4 Muchsan, 1982, Hukum Kepegawaian, Jakarta : Bina Aksara,,hlm.12

5 Ibid.,

6 F.X. Oerip S, Poerwopoespito, 2000, Mengatasi Krisis Manusia di Perusahaan, Solusi Melalui

Pengembangan Sikap Mental, Grasindo, Jakarta, hlm. 26.

4

Intinya jelas terlihat bahwa suatu keterampilan yang dimiliki seseorang tidak cukup

untuk bisa dikatakan bahwa orang tersebut mempunyai kualitas diri yang baik.

F.X. Oerip S. Poerwopoespito mengatakan bahwa pada dasarnya kualitas manusia

secara total ditentukan oleh7:

1. Kualitas Teknis: Kualitas yang berkaitan dengan kesehatan seseorang, baik dalam

ilmu pengetahuan dan teknologi.

2. Kualitas Fisik: Kualitas yang berkaitan dengan kesehatan seseorang (artinya

seberapa sehat dia dalam melakukan pekerjaannya)

3. Kualitas Sikap Mental: Kualitas yang berkaitan dengan konsepsi perilaku jiwa

seseorang dalam bereaksi atas dasar situasi yang mempengaruhi.8

Penyelenggara pemerintahan yang telah mempunyai kualitas tersebut, maka

dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan

merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan dan pembangunan dapat

berjalan secara efektif. Kualitas Pegawai Negeri yang baik dalam setiap aparatur

Negara, akan menumbuhkan rasa tanggung jawab baik secara materill maupun moril

terhadap semua tugas-tugas yang dipikulnya, serta tumbuh kesadaran untuk selalu

menjunjung tinggi peraturan yang ada.

Pemerintah dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 30 Undang-Undang

Nomor 43 Tahun 1999, mengganti Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 yang

sudah tidak sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan keadaan, maka

diberlakukanlah Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin

Pegawai Negeri Sipil. Ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 53

7 Ibid., hlm. 26.

8 Ibid.,

5

tersebut, ditetapkan dalam Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian

Negara Nomor 21 Tahun 2010, yang menetapkan kewajiban dan larangan bagi

Pegawai Negeri Sipil tersebut. Adapun kewajiban tersebut termuat dalam Pasal 3

yang berbunyi sebagai berikut:

1. Mengucapkan sumpah/janji PNS;

2. Mengucapkan sumpah/janji jabatan;

3. Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan

Pemerintah;

4. Menaati segala ketentuan peraturan perundang-undangan;

5. Melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada PNS dengan penuh

pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab;

6. Menjunjung tinggi kehormatan negara, Pemerintah, dan martabat PNS;

7. Mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan sendiri, seseorang,

dan/atau golongan;

8. Memegang rahasia jabatan yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus

dirahasiakan;

9. Bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan negara;

6

10. Melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila mengetahui ada hal yang

dapat membahayakan atau merugikan negara atau Pemerintah terutama di bidang

keamanan, keuangan, dan materiil;

11. Masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja;

12. Mencapai sasaran kerja pegawai yang ditetapkan;

13. Menggunakan dan memelihara barang-barang milik negara dengan sebaik-

baiknya;

14. Memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat;

15. Membimbing bawahan dalam melaksanakan tugas;

16. Memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan karier; dan

17. Menaati peraturan kedinasan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang.

Mengenai larangan Pegawai Negeri Sipil termuat dalam pasal 4 yang

berbunyi sebagai berikut:

1. Menyalahgunakan wewenang;

2. Menjadi perantara untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan/atau orang lain

dengan menggunakan kewenangan orang lain;

3. Tanpa izin Pemerintah menjadi pegawai atau bekerja untuk negara lain dan/atau

lembaga atau organisasi internasional;

7

4. Bekerja pada perusahaan asing, konsultan asing, atau lembaga swadaya

masyarakat asing;

5. Memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau meminjamkan

barang-barang baik bergerak atau tidak bergerak, dokumen atau surat berharga

milik negara secara tidak sah;

6. Melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan, atau orang

lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk

keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain, yang secara langsung atau tidak

langsung merugikan negara;

7. Memberi atau menyanggupi akan memberi sesuatu kepada siapapun baik secara

langsung atau tidak langsung dan dengan dalih apapun untuk diangkat dalam

jabatan;

8. Menerima hadiah atau suatu pemberian apa saja dari siapapun juga yang

berhubungan dengan jabatan dan/atau pekerjaannya;

9. Bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya;

10. Melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan yang dapat

menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayani sehingga

mengakibatkan kerugian bagi yang dilayani;

11. Menghalangi berjalannya tugas kedinasan;

12. Memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, Dewan

Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, atau Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah.

8

Kewajiban dan larangan teresebut, apabila dilanggar atau tidak dipatuhi akan

dikenakan sanksi hukuman disiplin sesuai dengan tingkat kesalahannya. Pegawai

Negeri Sipil selain ketentuan di atas tentang adanya larangan dan kewajiban, juga

mempunyai hak-hak untuk digunakan seperti yang tertera di dalam Undang-Undang

Nomor 43 Tahun 1999. Peraturan mengenai kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil telah

dibentuk dan diberlakukan, tidak jarang ditemukan adanya pelanggaran-pelanggaran

terhadap kedisiplinan tersebut. Contohnya seperti kasus Tiga orang PNS di

lingkungan Pemkot Bandung yang ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan

korupsi dan bantuan sosial (Bansos) APBD Kota Bandung 2010 senilai Rp.40 miliar

pada pertengahan desember 2011. Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejaksaan

Tinggi (Kejati) Jabar Fadil Jumhana mengatakan, ketiga PNS tersebut bekerja di

lingkungan Sekretaris Daerah (Setda) Pemkot Bandung berinisial R, F dan UU.

“Mereka diduga menyelewengkan dana Bansos yang dikucurkan dari APBD Kota

Bandung,” kata Fadil. Tersangka UU saat ini menjabat sebagai Kepala Bagian Tata

Usaha (Kabag TU) sementara R menjabat sebagai bendahara Sekda, sedangkan F

hanya staf biasa namun diduga dialah yang menjadi eksekutor pencairan dana.9

Contoh lain yang lebih baru lagi adalah sebanyak 27 orang PNS di lingkungan

Pemkab Majalengka, dijatuhi sanksi pelanggaran disiplin pada pertengahan februari

2012. Rinciannya 14 orang PNS yang melakukan pelanggaran disiplin ringan, yang

kemudian diberikan sanksi berupa teguran tertulis oleh pimpinan organisasi perangkat

9 Bisnis, Jabar, 23 September 2011 http://bisnis-jabar.com/index.php/berita/waduh-3-pns-

pemkot-bandung-jadi-tersangka-dugaan-korupsi diakses 11 mei 2012.

9

daerah, (OPD) tempat mereka bekerja. 5 orang PNS diberikan sanksi penundaan

kenaikan gaji berkala. 2 orang diberikan sanksi penundaan kenaikan pangkat setelah

terbukti melakukan pelanggaran disiplin sedang. Pegawai yang melakukan

pelanggaran disiplin berat, yakni 2 orang diberhentikan dengan hormat tidak atas

permintaan sendiri, serta sanksi pemberhentian tidak hormat kepada 3 orang10

Pelanggaran disiplin Pegawai Negeri Sipil, bisa saja dikarenakan oleh hak-

hak yang diperolehnya tidak sesuai dengan kebutuhan hidupnya, sebagaimana kita

ketahui bahwa kebutuhan manusia pada masa sekarang ini semakin kompleks, akan

tetapi mungkin kebutuhan hidup yang semakin banyak tersebut bukan merupakan

satu-satunya faktor penyebab terjadinya pelanggaran. Pemerintah telah menaikan gaji

serta tunjangan, namun tetap saja terjadi pelanggaran, kemungkinan faktor utama

yang menjadi hambatan kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil itu terletak pada diri

pegawai itu sendiri. Tindakan yang menyimpang seperti: korupsi, penyalahgunaan

wewenang, dan pemborosan keuangan negara, pungutan liar, dan berbagai bentuk

pelanggaran tersebut akan selalu terjadi, bila dalam diri PNS belum terbentuk suatu

kesadaran dan suatu etika yang dituangkan dalam Nilai-nilai Perilaku Kedinasan.

Adapun materi nilai-nilai perilaku kedinasan tersebut antara lain11

:

1. Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugasnya wajib berusaha

meningkatkan kemampuan, pengetahuan, dan profesionalisme di bidang

tugasnya.

10

Radar. Cirebon. 16 februari 2012, http://radarcirebon.com/2012/02/16/27-pns-dijatuhi-

sanksi/ , diakses 11 Mei 2012. 11

Ibid., hlm. 2.

10

2. Pegawai Negeri Sipil karena kedudukan atau jabatannya wajib menyimpan

informasi resmi negara yang sifatnya rahasia.

3. Pegawai Negeri Sipil wajib mentaati dan melaksanakan dengan sebaik-baiknya

segala Peraturan Perundang-undangan dan Peraturan Kedinasan yang berlaku.

4. Pegawai Negeri Sipil wajib memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada

masyarakat.

5. Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya senantiasa

mentaati perintah kedinasan dari atasan yang berwenang sesuai dengan Peraturan

Perundang-undangan yang berlaku.12

Peraturan kedisiplinan yang ditujukan bagi PNS, agar dapat ditaati dengan

baik, maka hukuman terhadap pelanggaran yang terjadi harus diterapkan secara jelas

dan tegas. Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, penulis ingin

melakukan penelitian yang menitikberatkan pada penegakan kedisiplinan yang ada

pada diri Pegawai Negeri sesuai dengan peraturan yang diatur dalam Peraturan

Pemerintah No 53 tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil dengan judul

”PENEGAKAN HUKUMAN DISIPLIN BERAT BAGI PEGAWAI NEGERI

SIPIL DI PEMERINTAHAN KOTA BANDUNG PROPINSI JAWA BARAT”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, dapat dirumuskan masalah

sebagai berikut:

1. Bagaimana proses penegakan hukuman disiplin berat Pegawai Negeri Sipil di

Pemerintahan Kota Bandung Propinsi Jawa Barat?

12

Ibid.,

11

2. Faktor-faktor apakah yang cenderung mempengaruhi penegakan hukuman

disiplin berat Pegawai Negeri Sipil di Pemerintahan Kota Bandung Propinsi

Jawa Barat?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui bagaimanakah proses penegakan hukuman disiplin berat

bagi PNS di Pemerintahan Kota Bandung.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi proses

penegakan hukuman disiplin berat bagi PNS di Pemerintahan Kota Bandung.

D. Kegunaan Penelitian

1. Secara Teoritis:

Untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan guna memberikan

penambahan pustaka hukum, yang berkaitan dengan penegakan hukuman disiplin

berat, bagi Pegawai Negeri Sipil berdasarkan Peraturan Pemerintah no 53 tahun

2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

2. Secara Praktis:

Secara praktis penelitian ini berguna dalam memberikan masukan bagi Pejabat

Pembina Kepegawaian Pusat yang menetapkan penjatuhan hukuman disiplin, dan

12

menjadi bahan renungan bagi Pegawai Negeri Sipil agar senantiasa menaati dan

mengamalkan aturan-atruan berlaku.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hukum Administrasi Negara (HAN)

1. Istilah dan Kedudukan Hukum Administrasi Negara

Hukum Administrasi Negara merupakan salah satu mata kuliah wajib pada

studi hukum, Hukum Administrasi Negara merupakan salah satu cabang atau bagian

dari hukum yang khusus. Hukum Administrasi Negara dalam studi Ilmu

Administrasi, merupakan mata kuliah bahasan khusus tentang salah satu aspek dari

administrasi, yakni bahasan mengenai aspek hukum dari administrasi negara. Hukum

Administrasi Negara dikalangan PBB dan kesarjanaan internasional, diklasifikasi

baik dalam golongan ilmu-ilmu hukum maupun dalam ilmu-ilmu administrasi,

hukum administrasi materiil terletak diantara hukum privat dan hukum pidana.

13

Hukum administrasi dapat dikatakan sebagai “hukum antara”, sebagai

contohnya yitu dalam perihal perizinan bangunan. Penguasa dalam memberikan izin,

memperhatikan segi-segi keamanan dari bangunan yang direncanakan.13

Pemerintah

dalam hal demikian, menentukan syarat-syarat keamanan, disamping itu bagi yang

tidak mematuhi ketentuan-ketentuan tentang izin bangunan dapat ditegakkan sanksi

pidana. W.F. Prins mengemukakan bahwa “hampir setiap peraturan berdasarkan

hukum administrasi diakhiri in cauda venenum dengan sejumlah ketentuan pidana (in

cauda venenum secara harfiah berarti ada racun di ekor/buntut).14

Hukum menurut

isinya dapat dibagi dalam Hukum Privat dan Hukum Publik. Hukum Privat (hukum

sipil), yaitu hukum yang mengatur hubungan-hubungan antara orang yang satu

dengan orang yang lain, dengan menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan.

Hukum Publik (Hukum Negara), yaitu hukum yang mengatur hubungan antara

negara dengan alat-alat perlengkapan, atau hubungan antara negara dengan

perseorangan (warga negara), yang termasuk dalam hukum publik ini salah satunya

adalah Hukum Administrasi Negara.

Hukum Administrasi Negara secara teoritik, merupakan fenomena kenegaraan

dan pemerintahan yang keberadaannya setua dengan keberadaan negara hukum, atau

muncul bersamaan dengan diselenggarakannya kekuasaan negara dan pemerintahan

berdasarkan aturan hukum tertentu. Hukum Administrasi Negara sebagai suatu

13

13

Diana Halim Koentjoro, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004, hlm.

18. 14

W.F. Prins dan Kosim Adisapoetra, Pengantar Ilmu Hukum Administrasi Negara, Pradnya

Paramita, Jakarta, 1983, hlm.3.

14

cabang ilmu, khususnya di wilayah hukum kontinental, baru muncul belakangan.

Hukum administrasi khususnya di Belanda, pada awalnya menjadi suatu kesatuan

dengan Hukum Tata Negara dengan nama staat en administratief recht.15

Hal itu

cenderung berbeda dengan yang berkembang di Perancis sebagai bidang tersendiri di

samping Hukum Tata Negara. Hukum Administrasi Negara merupakan bidang

hukum yang relatif muda jika dibandingkan dengan hukum perdata dan hukum

pidana (het bestuursrecht een vormt in vergelijking tot het privaatrecht en het

strafrecht een relatief jong rechtsgebid).16

Khusus berbicara tentang Administrasi Negara, berarti melibatkan penguasa

Administrasi yang memiliki fungsi merealisasikan UU dengan menjalankan kehendak

dari pemerintah (penguasa pemerintahan) sesuai peraturan, rencana, program, budget,

dan instruksi secara nyata, umum, individual. Produk yang dikeluarkan antara lain:

a. Penetapan (Beschikking)

b. Tata Usaha Negara

c. Pelayanan Masyarakat

d. Penyelenggaraan pekerjaan, kegiatan-kegitan nyata.

secara garis besar bersifat luas dan memiliki arti yang sangat penting, tidak

hanya bagi para Pejabat Administrasi Negara yang menjalankan tugas dan kewajiban

sehari-hari, dengan kesadaran yang sebesar-besarnya bahwa segala sesuatunya harus

berjalan sesuai hukum yang berlaku. Hukum Administrasi Negara juga mencakup

15

Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, UII Press, Yogyakarta, hlm. 17. 16

Ibid., hlm. 17.

15

bagi masyarakat yang ingin mengetahui bagaimana sebenarnya para pejabat

pemerintah itu menjalankan tugas, kewajiban dan wewenang masing-masing, akan

tetapi sekaligus juga sebagai pengetahuan akan hukum administrasi. Hukum

Administrasi Negara menjadi sangat penting artinya bagi kehidupan dan kelancaran

organisasi negara sehari-hari. Administrator Negara menjalankan tugas administratif

yang bersifat individual, kasual, faktual, teknis penyelenggaraan dan tindakan

administratif yang bersifat organisasional, manajerial, informasional (tata usaha)

ataupun operasional. Berdasarkan hal itu keputusan maupun tindakannya dapat

dilawan melalui berbagai bentuk peradilan administrasi negara.

Hukum Administrasi Negara mengandung dua aspek yakni; pertama, aturan-

aturan hukum yang mengatur dengan cara bagaimana alat-alat perlengkapan itu

melakukan tugasnya; kedua, aturan-aturan hukum yang mengatur hubungan antara

alat perlengkapan administrasi negara dengan para warga negaranya.17

Seiring

dengan perkembangan tugas-tugas pemerintahan, khususnya dalam ajaran welfare

state, yang memberikan kewenangan yang luas kepada Administrasi Negara termasuk

kewenangan dalam bidang legislasi, maka peraturan-peraturan hukum dalam

Administrasi Negara disamping dibuat oleh lembaga legislative, juga ada peraturan-

peraturan yang dibuat secara mandiri oleh Administrasi Negara. Tugas-tugas

Pemerintah sendiri merupakan tugas yang paling luas karena jelas pemerintah adalah

pelaksana dalam suatu Negara. Adapun tugas Pemerintah tersebut antara lain18

:

17

Ibid., hlm. 27. 18

Prayudi Atmosudirjo, 1981, Hukumm Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm. 12.

16

1. Pemerintah yakni, merupakan penegak kekuasaan dan wibawa pemerintah.

2. Tata Usaha Negara, yaitu pengendalian situasi dan kondisi negara mengetahui

secara informasi dan komunikasi apa yang terdapat dalam dan terjadi di

masyarakat dan negara sebagaimana dikehendaki oleh undang-undang.

3. Pengurusan rumah tangga negara, baik urusan rumah tangga intern (personil,

keuangan, domain negara, materiil, logistik) maupun rumah tangga ekstern(

domain publik, logistik masyarakat, usaha-usaha negara, jaminan sosial, produksi,

distribusi, lalu-lintas angkutan dan komunikasi, kesehatan masyarakat).

4. Pembangunan di segala bidang, yang dilakukan secara berencana terutama

melalui Repelita-repelita.

5. Pelestarian Lingkungan Hidup, yang terdiri atas mengatur tata guna lingkungan

dan penyehatan lingkungan. 19

Berdasarkan deskripsi kerja tugas yang dimiliki pemerintah, sebagian besar

adalah tugas yang bersifat terus menerus dan terancang baik teori dan konsep, dalam

artian sudah lama ada dan terus menerus mengalami perkembangan sejak berdirinya

negara Indonesia. Terdapat dua istilah di Belanda mengenai hukum ini yaitu

bestuursrecht dan administratief recht, dengan kata dasar „administratie‟ dan

„bestuur‟. Terhadap dua istilah ini para sarjana Indonesia berbeda pendapat dalam

menerjemahkannya, kata administratie ini diterjemahkan dengan Tata Usaha, Tata

Usaha Pemerintahan, Tata Pemerintahan, Tata Usaha Negara, dan Administrasi,

19

Ibid.,

17

sedangkan bestuur diterjemahkan dengan Pemerintahan.20

Perbedaan penerjemahan

tersebut, mengakibatkan perbedaan penamaan terhadap cabang hukum ini, yakni

seperti Hukum Administrasi Negara, Hukum Tata Pemerintahan, Hukum Tata Usaha

Pemerintahan, Hukum Tata Usaha, Hukum Tata Usaha Negara, Hukum Tata Usaha

Negara Indonesia, Hukum Administrasi Negara Indonesia, dan Hukum

Administrasi.21

Keragaman istilah tersebut dalam perkembangannya terdapat kecendrungan

untuk menggunakan istilah Hukum Administrasi Negara, sebagaimana terdapat Pada

pertemuan di Cibulan, bahwa istilah Hukum Administrasi Negara merupakan istilah

yang luas pengertiannya. Hal itu membuka kemungkinan perkembangan dari cabang

ilmu hukum ini kearah yang lebih sesuai dengan perkembangan pembangunan dan

kemajuan. Pengembangan dari ilmu Hukum Administrasi Negara, di masa yang akan

datang sangat erat hubungannya dengan perkembangan Ilmu Administrasi Negara

yang telah mendapat pengakuan umum, baik di linkungan lembaga-lembaga negara

maupun dikalangan Perguruan-perguruan Tinggi. Berdasarkan hal tersebut Hukum

Administrasi Negara adalah hukum mengenai Pemerintah beserta aparaturnya.

Pemerintah beserta aparaturnya menjalankan tugas-tugas Pemerintah dalam fungsi-

fungsi kerja yang telah diatur.

Penggunaan istilah Hukum Administrasi Negara, atau yang selanjutnya

dikenal dengan singkatan HAN, sedikit banyak dipengaruhi oleh

20

Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara............Op.Cit., hlm. 18. 21

Ibid., hlm. 19.

18

keputusan/kesepakatan pengasuh mata kuliah Hukum Administrasi Negara, pada

pertemuan di Cibulan tanggal 26-28 Maret 1973. HAN Sebelum itu dalam kurikulum

minimal tahun 1972, istilah yang digunakan dalam SK Menteri P dan K tanggal 30

Desember 1972 No. 0198/U/1972 adalah Hukum Tata Pemerintahan. Penggunaan

istilah Hukum Tata Pemerintahan walaupun demikian dalam kenyatannya tidak

seragam. Berdasarkan pertemuan di Cibulan diakui istilah Hukum Administrasi

Negara lebih luas dari pada istilah lainya, hal ini karena dalam istilah Administrasi

Negara tercakup istilah Tata Usaha Negara.

Sjachran Basah berpendapat bahwa, Administrasi Negara lebih luas daripada

Tata Usaha Negara. Pendapat tersebut didasari karena secara teknis Administrasi

Negara mencakup seluruh kegiatan kehidupan bernegara dalam penyelenggaraan

pemerintahan, sedangkan Tata Usaha Negara hanya sekedar bagian saja daripada

Administrasi Negara. Hal senada dianut pula oleh Rachmat Soemitro, yang

berpendapat bahwa dalam kata Administrasi Negara, tersimpul di dalamnya Tata

Usaha Negara.22

Administrasi Negara dengan demikian lebih luas dari Tata Usaha

Negara, karena Tata Usaha Negara itu merupakan bagian dari Administrasi Negara.23

2. Sumber-Sumber Hukum Administrasi Negara

Mengawali pembahasan tentang sumber-sumber hukum positif, pertanyaan

mengenai sumber-sumber hukum tidak dapat dijawab dengan sederhana, karena

pengertian sumber hukum ini digunakan dalam beberapa arti. Masing-masing orang

22

Ibid., 23

Ibid.,

19

akan memandang hukum dan sumber-sumber hukum secara berbeda-beda, sesuai

dengan kecendrungan dan latar nelakang keilmuannya. Seorang sosiolog akan

memandang hukum dan sumber hukum yang berbeda dibandingkan dengan seorang

filosof, sejarawan, atau ahli hukum, dan begitu pula sebaliknya. Sumber hukum

kerana memiliki beberapa arti, dan adanya perbedaan orang tentang sumber hukum,

maka mempelajari sumber hukum memerlukan kehati-hatian.

Bagir Manan berpendapat, tanpa kehati-hatian dan kecermatan yang

mendalam mengenai apa yang dimaksud dengan sumber hukum dapat menimbulkan

kekeliruan, bahkan menyesatkan.24

Bagir Manan mengutip pendapat George

Whitecross Paton yang mengatakan bahwa; “The term sources of law has many

meanings and is a frequent couse error unless we scrutinize carefully the particular

meaning given to it in any particular text”.25

Menurut Sudikno Mertokusumo, kata

sumber hukum sering digunakan dalan beberapa arti, yaitu26

;

1. Sebagai asas hukum, sebagai sesuatu yang merupakan permulaan hukum,

misalnya kehendak Tuhan, akal manusia, jiwa bangsa, dan sebagainya.

2. Menunjukan hukum terdahulu yang member bahan-bahan pada hukum yang

sekarang berlaku, seperti hukum Perancis, hukum Romawi, dan lain-lain.

3. Sebagai sumber berlakunya, yang member kekuatan berlaku secara formal kepada

peraturan hukum (penguasa, masyarakat).

4. Sebagai sumber darimana kita dapat mengenal hukum, misalnya dokumen,

undang-undang, lontar, batu tertulis, dan sebagainya.

24

Bagir Manan, 1987, Konvensi Ketatanegaraan, Armico, Bandung, hlm. 9. 25

Ibid., hlm. 10. 26

Sudikno Mertokusumo, 1996, Mengenal Hukum , Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, hlm.

69.

20

5. Sebagai sumber terjadinya hukum, sumber yang menimbulkan hukum.27

Kata sumber hukum juga dipakai dalam arti lain, yaitu untuk menjawab

pertanyaan “dimanakah kita dapatkan atau temukan aturan-aturan hukum yang

mengatur kehidupan kita itu?”. Sumber dalam arti kata ini dinamakan sumber hukum

dalam arti formal.28

Secara sederhana, sumber hukum adalah segala sesuatu yang

dapat menimbulkan aturan hukum serta tempat ditemukannya aturan-aturan hukum.

Aktivitas Hukum Administrasi Negara yang mencakup kegiatan Administrasi

Negara, yang bersifat nasional dan juga internasional sebagai perkembangan global

saat ini, tentunya menjadikan bahwa sumber Hukum Administrasi Negara dapat

berasal dari sumber hukum nasional. Hukum nasional tersebut berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, dan sumber hukum internasional

seperti perjanjian internasional antara Indonesia dengan negara lain dan juga berupa

konvensi internasional yang telah diratifikasi. Sumber hukum, dapat dibagi atas dua

yaitu: Sumber Hukum Materiil dan Sumber Hukum Formil. Sumber Hukum Materiil

yaitu faktor-faktor yang membantu isi dari hukum itu, ini dapat ditinjau dari segi

sejarah, filsafat, agama, sosiologi, dll. Sumber Hukum Formil, yaitu sumber hukum

yang dilihat dari cara terbentuknya hukum, ada beberapa bentuk hukum yaitu

undang-undang, yurisprudensi, kebiasaan, doktrin, traktat.

Pendapat Algra sebagaimana dikutip oleh Sudikno, membagi sumber hukum

menjadi dua yaitu sumber hukum materiil dan sumber hukum formil. Sumber Hukum

27

Ibid., 28

Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara............Op.Cit., hlm. 42.

21

Materiil, ialah tempat dimana hukum itu diambil. Sumber hukum materiil ini

merupakan faktor yang membantu pembentukan hukum, misalnya hubungan sosial

politik, situasi sosial ekonomi, pandangan keagamaan dan kesusilaan, hasil penelitian

ilmiah, perkembangan internasional, keadaan geografis.29

Contoh: Seorang ahli

ekonomi akan mengatakan bahwa kebutuhan-kebutuhan ekonomi dalam masyarakat

itulah yang menyebabkan timbulnya hukum. Seorang ahli kemasyarakatan (sosiolog)

akan mengatakan bahwa yang menjadi sumber hukum ialah peristiwa-peristiwa yang

terjadi di masyarakat. Sumber Hukum Formal, ialah tempat atau sumber darimana

suatu peraturan memperoleh kekuatan hukum. Hal tersebut berkaitan dengan bentuk

atau cara yang menyebabkan peraturan hukum itu berlaku secara formal.30

Diana

Halim Koentjoro mengatakan ada 2 sumber hukum bagi tindakan administrasi negara

yang merupakan juga sumber hukum TUN, yaitu:

1. Sumber hukum tertulis.

2. Sumber hukum tidak tertulis yang dalam Hukum Administrasi Negara terkenal

dengan asas umum pemerintahan yang baik atau lebih biasa disingkat AUPB.31

1. Sumber Hukum Tertulis

Sumber hukum tertulis bagi Hukum Administrasi Negara adalah tiap

peraturan perundang-undangan dalam arti materill yang berisi pengaturan tentang

wewenang badan/pejabat TUN untuk melakukan tindakan hukum TUN. Hal ini

belum dikodifikasi, tapi tersebar dalam UU khusus maupun peraturan lain. Belinfate

29

R. Soeroso, 2006, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 118 30

Ibid., hlm. 119. 31

Diana Halim Koentjoro, Hukum Administrasi Negara, ............Op.Cit., hlm. 47.

22

mengatakan bahwa sumber hukum tertulis dalam Hukum Administrasi Negara tidak

ditentukan oleh tempat tercantumnya, tetapi oleh isi dari peraturan yang

bersangkutan.32

Contohnya:

1. Mungkin ada dalam KUH Perdata, yaitu:

- Permintaan ganti nama keluarga, UU Perkawinan (sebagian masuk HAN).

2. Mungkin ada dalam KUH Pidana, yaitu:

- Dalam hal PNS melakukan pelanggaran disiplin berat dan dijatuhi hukuman

pidana.

3. Mungkin dalam peraturan perundang-undangan lain:

- UU tentang sewa menyewa tanah (hal ini termasuk sebagian hukum perdata

dan sebagaian HAN dalam pengesahannya),

- UU Perburuhan,

- UU Perumahan,

- UU Pendidikan,

- UU Kependudukan,

- UU Lingkungan Hidup,

- UU Perpajakan,

- UU Kepegawaian.

32

Ibid., hlm. 48.

23

Semua peraturan itu harus dapat dikembalikan pada dasar hukum tertinggi,

yaitu UUD 1945. Dalam Undang-undang No 10 Tahun hierarki Peraturan Perundang-

undangan adalah sebagai berikut:

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

3. Peraturan Pemerintah;

4. Peraturan Presiden;

5. Peraturan Daerah

Adapun penjabarannya apabila kita berbicara mengenai sumber hukum tertulis dari

Hukum Administrasi Negara adalah sebagai berikut:

1. UUD 1945 (Pembukaan)

2. UU No. 43/1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian

3. PP No. 53/2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri

4. Keppres No. 81/1971 tentang KORPRI

2. Sumber hukum Tidak Tertulis

Sumber hukum yang tidak tertulis menurut Diana Halim Koentjoro adalah

AUPL (Asas Umum Pemerintahan Yang Layak). Penggunaan asas umum

Pemerintahan yang layak karena istilah layak merupakan kebalikan dari kurang layak,

sedangkan baik kebalikan dari jelek. Istilah tersebut dipergunakan untuk perbuatan

Pemerintah, maka beliau memilih isitilah layak. Adapun asas-asas tersebut adalah

sebagai berikut:

1. Asas kepastian hukum,

24

2. Asas keseimbangan,

3. Asas kesamaan,

4. Asas bertindak cepat,

5. Asas motivasi,

6. Asas jangan mencampuradukan wewenang,

7. Asas permainan yang layak (fair play),

8. Asas keadilan/kewajaran,

9. Asas menanggapi pengharapan yang wajar,

10. Asas meniadakan akibat suatu keputusan batal,

11. Asas perlindungan atas pandangan hidup pribadi,

12. Asas kebijaksanaan,

13. Asas penyelenggaraan kepentingan umum.33

Asas-asas di atas pada mulanya timbul dalam suasana memberikan

perlindungan bagi masyarakat terhadap tindakan Administrasi Negara dalam rangka

kebebasan bertindak. Hal ini juga berarti sebagai sarana pengawasan dari segi hukum

yang dilakukan oleh pengadilan terhadap tindakan Administrasi Negara yang bebas.

Pemerintahan dalam keadaan tidak terdapat suatu hukum tertulis yang menjadi acuan

untuk bertindak dalam hal Administrasi Ngara, maka Administrasi Negara

mempunyai kebebasan bertindak dalam rangka menyelenggarakan kepentingan

umum. Kebebasan bertindak tersebut harus tetap berada dalam suatu koridor hukum,

dengan maksud agar pemerintah tidak salah dalam bertindak, dan agar tidak bertindak

sewenang-wenang sehingga pada akhirnya masyarakat mendapat perlindungan

hukum dari pemerintah.

33

Ibid., hlm. 50.

25

Praktek penyelenggaraan Negara, selain adanya kemungkinan belum

terdapatnya aturan hukum tertulis yang menjadi acuan bagi tindakan Hukum

Administrasi Negara, seringkali wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-

undangan adalah samar-samar/tidak jelas atau dengan kata-kata yang sangat umum.

Contohnya, suatu Perda yang berbunyi “Dilarang keras berjualan di jalan protokol”,

hal ini berarti untuk berjualan diperlukan izin. Masalahnya apakah yang berwenang

memberti izin juga berwenang menyabutnya, serta kapan dan bagaimana caranya?.

Kasus seperti itu terjadi sebagai akibat dari tindakan Administrasi Negara dalam

bidang kebijakan, akan tetapi masyarakat merasa dirugikan, dalam hal demikian,

Administrasi Negara harus dapat mempertanggungjawabkan tindakannya, baik secara

moral maupun secara hukum. Administrasi Negara di sisi lain juga harus diberi

perlindungan atas sikap tindakannya yang baik dan benar dari segi hukum tertulis

maupun dari segi hukum tidak tertulis.

3. Ruang lingkup Hukum Administrasi Negara

Ruang lingkup dari Hukum Administrasi Negara berkaitan erat dengan tugas

dan wewenang Lembaga Negara (Administrasi Negara) baik ditingkat pusat maupun

daerah. Hukum Administrasi Negara juga berkaitan dengan perhubungan kekuasaan

antar Lenbaga Negara (Administrasi Negara), dan antara Lembaga Negara dengan

warga masyarakat (warga negara) serta memberikan jaminan perlindungan hukum

kepada keduanya. Perlindungan hukum tersebut ditujukan kepada warga masyarakat

dan Administrasi Negara itu sendiri. Negara dalam perkembangannya sekarang ini,

26

mempunyai kecenderungan turut campur tangan dalam berbagai aspek kehidupan

masyarakat. Hal itu mengakibatkan peranan Hukum Administrasi Negara (HAN)

menjadi luas dan kompleks. Secara historis pada awalnya tugas Negara masih sangat

sederhana, yakni sebagai penjaga malam yang hanya menjaga ketertiban, keamanan,

dan keteraturan serta ketentraman masyarakat. Negara hanya sekedar penjaga dan

pengatur lalu lintas kehidupan masyarakat agar tidak terjadi benturan-benturan, baik

menyangkut kepentingan hak dan kewajiban, kebebasan, kemerdekaan, dan atau

benturan-benturan dalam kehidupan masyarakat lainnya, apabila hal itu sudah

tercapai, tugas Negara telah selesai dan sempurna. Pada suasana seperti itu HAN

tidak berkembang dan bahkan statis.

Keadaan seperti dicontohkan di atas tidak akan dijumpai saat ini, baik di

Indonesia maupun di Negara belahan dunia lainnya, dalam batas-batas tertentu

(sekecil, sesederhana dan seotoriter apapun) tidak ada lagi Negara yang tidak turut

ambil bagian dalam kehidupan warga negaranya. Kekuasaan pemerintah menjadi

kekuasaan yang aktif, sifat aktif tersebut dalam konsep Hukum Administrasi Negara

secara intrinsik merupakan unsur utama dari “sturen” “besturen”. Unsur-unsur

tersebut, sebagai berikut34

:

“Sturen merupakan suatu kegiatan yang kontinyu. Kekuasaan pemerintah

dalam hal izin mendirikan bangunan misalnya, tidaklah berhenti dengan

diterbitkannya izin mendirikan bangunan. Kekuasaan pemerintah senantiasa

mengawasi agar izin tersebut digunakan dan ditaati. Dalam hal pelaksanaan

pendirian bangunan tidak sesuai dengan izin yang diterbitkan, pemerintah

34

Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara............Op.Cit., hlm. 27-28.

27

akan menggunakan kekuasaan penegakan hukum berupa penertiban yang

mungkin berupa tindakan pembongkaran bangunan yang tidak sesuai”.35

“Sturen berkaitan dengan penggunaan kekuasaan. Konsep kekuasaan adalah

konsep hukum publik. Sebagai konsep hukum publik, penggunaan kekuasaan

harus dilandaskan pada ass-asas negara hukum, asas demokrasi, dan asas

instrumental. Berkaitan dengan asas negara hukum adalah asas weten

rechtmatigheid van bestuur. Dengan asas demokrasi tidaklah sekedar adanya

badan perwakilan rakyat, asas keterbukaan pemerintah dan lembaga perasn

serta masyarakat dalam pengambilan keputusan oleh pemerintah adalah

sangat penting artinya. Asas instrumental berkaitan dengan hakekat hukum

administrasi sebagai instrument. Dalam kaitan ini asas efektifitas dan efisiensi

dalam pelaksanaan pemerintah selayaknya mendapat perhatian memadai”.36

Sturen menunjukan lapangan diluar legislatif dan yudisial. Lapangan ini lebih

luas dari sekedar lapangan eksekutif semata. Disamping itu, sturen senantiasa

diarahkan kepada suatu tujuan”.37

Secara umum dianut definisi negatif tentang Pemerintahan yaitu sebagai suatu

aktivitas diluar perundangan dan peradilan, namun pada kenyataannya Pemerintah

juga melakukan tindakan hukum dalam bidang legislasi.38

Sebagai contoh, misalnya

dalam hal pembuatan undang-undang organik dan pembuatan berbagai peraturan

pelaksanaan lainya, dan juga bertindak dalam bidang penyelesaian perselisihan.

Tindakan Pemerintah dalam bidang penyelesaian perselisihan misalnya, penyelesaian

hukum melalui upaya administrasi dan dalam hal penegakan Hukum Administrasi

35

Ibid., 36

Ibid., 37

Ibid., 38

Ibid.,

28

atau pada penerapan sanksi-sanksi administrasi, yang semuanya itu menjadi objek

kajian Hukum Administrasi Negara. Hal tersebut menunjukan bahwa kekuasaan

pemerintah yang menjadi objek kajian Hukum Administrasi Negara ini menjadi luas.

Keadaan tersebut menyebabkan sulitnya untuk menentukan ruang lingkup

hukum administrasi negara. Kesukaran menentukan ruang lingkup Hukum

Administrasi Negara disebabkan pula oleh beberapa faktor; pertama, HAN berkaitan

dengan tindakan Pemerintah yang tidak semuanya dapat ditentukan secara tertulis

dalam peraturan perundang-undangan. Hal itu seiring dengan perkembangan

kemasyarakatan yang memerlukan pelayanan pemerintah, dan masing-masing

masyarakat disuatu daerah atau Negara itu berbeda tuntutan dan kebutuhan; kedua,

pembuatan peraturan-peraturan, keputusan-keputusan, dan instrument yuridis bidang

administrasi lainya tidak hanya terletak pada satu tangan atau lembaga; ketiga,

Hukum Administrasi Negara berkembang sejalan dengan perkembangan tugas-tugas

pemerintahan dan kemasyarakatan, yang menyebabkan pertumbuhan bidang Hukum

Administrasi Negara tertentu berjalan secara sektoral.39

Faktor-faktor inilah yang

menyebabkan HAN tidak dapat dikodifikasi. HAN Karena tidak dapat dikodifikasi,

maka sukar diidentifikasi ruang lingkupnya dan yang dapat dilakukan hanyalah

membagi bidang-bidang atau bagian-bagian HAN.

Prajudi Atmosudirjo membagi HAN dalam dua bagian; Han heteronom dan

HAN otonom.40

Han heteronom bersumber pada UUD, TAP MPR, dan UU adalah

39

Ibid., hlm. 29. 40

Ibid.,

29

hukum yang mengatur seluk beluk organisasi dan fungsi administrasi negara.41

Penulis HAN lain, membagi bidang HAN menjadi HAN umum dan HAN khusus.

Han umum berkenaan dengan peraturan-peraturan umum mengenai tindakan hukum

dan hubungan hukum administrasi atau peraturan-peraturan dan prinsip-prinsip yang

berlaku untuk semua bidang hukum administrasi, dalam arti tidak terikat pada bidang

tertentu.42

HAN khusus adalah peraturan-peraturan yang berkaitan dengan bidang-

bidang tertentu seperti peraturan tentang tata ruang, peraturan tentang kepegawaian,

peraturan tentang pertanahan, peraturan kesehatan, peraturan perpajakan, peraturan

bidang pendidikan, peraturan pertambangan dan sebagainya.43

C.J.N. Versteden

menyebutkan bahwa secara garis besar Hukum Administrasi Negara meliputi44

:

1. Peraturan mengenai penegakan ketertiban dan keamanan, kesehatan dan

kesopanan, dengan menggunakan aturan tingakh laku bagi warga negara yang

ditegakan dan ditentukan lebih lanjut oleh pemerintah;

2. Peraturan yang ditujukan untuk memberikan jaminan social bagi rakyat;

3. Peraturan-peraturan mengenai tata ruang yang ditetapkan pemerintah;

4. Peraturan yang berkaitan dengan tugas-tugas pemeliharaan dari pemerintah

termasuk bantuan aktivitas swasta dalam rangka pelayanan umum;

5. Peraturan-peraturan yang berkaitan dengan pemungutan pajak;

6. Peraturan-peraturan mengenai perlindungan hak dan kepentingan warga negara

terhadap pemerintah;

7. Peraturan-peraturan yang berkaitan dengan penegakan hukum administrasi;

41

Ibid., hlm. 30 42

Ibid., 43

Ibid., 44

Ibid.,

30

8. Peraturan-peraturan mengenai pengawasan organ pemerintahan lebih tinggi

terhadap organ yang lebih rendah;

9. Peraturan-peraturan mengenai kedudukan hukum pegawai pemerintahan.45

Pandangan C.J.N. Versteden berbeda dengan para penulis lain, beliau

menolak pembagian Hukum Administrasi Negara menjadi HAN umum dan HAN

khusus, menurut beliau pembagian ini menyesatkan karena HAN tidak dapat dibagi

menjadi bagian umum dan khusus, peraturan-peraturan HAN itu sangat komplek dan

luas.46

Persoalan HAN muncul dalam semua sektor, seperti mengenai keputusan dan

perlindungan hukum. Pendapat itu agaknya tidak ditopang oleh realitas yang ada,

karena semua negara-negara yang menganut sistem continental seperti Belanda,

Belgia, Denmark, Yunani, Italia, dan lain-lain mengenal mengakui bidang hukum

administrasi umum dan khusus.47

Masing-masing Negara yang menganut sistem

hukum kontinental ditemukan lebih banyak kesamaan dalam bidang hukum

administrasi umum, sedangkan pada bidang hukum administrasi khusus ditemukan

beberapa perbedaan.

Perbedaan bidang hukum administrasi khusus adalah hal yang logis, karena

masing-masing negara mempunyai perbedaan sosio kultural, politik, kebijakan,

pemerintah, dan sebagainya. Pembedaan antara hukum administrasi umum dan

khusus menjadi suatu hal yang tidak dapat dihindari. Munculnya hukum administrasi

khusus semakin penting artinya, seiring dengan lahirnya berbagai bidang tugas-tugas

pemerintahan yang baru dan sejalan dengan perkembangan dan penemuan-penemuan

45

Ibid., 46

Ibid., hlm. 31. 47

Ibid.,

31

baru berbagai bidang kehidupan di tengah masyarakat, yang harus diatur melalui

hukum administrasi.

Hukum administrasi Negara khusus ini telah dihimpun dalam Himpunan

Peraturan-peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia, yang disusun

berdasarkan sistem Engelbrecht, yang di dalamnya dimuat tidak kurang dari 88

bidang. Bidang Hukum Administrasi Negara khusus di Belanda, terdapat pada

Staatsalmanak 1995, yang juga memuat puluhan bidang.48

Berdasarkan keterangan

tersebut tampak bahwa bidang Hukum Administrasi Negara itu sangat luas, sehingga

tidak dapat ditentukan secara tegas ruang lingkupnya. Khusus bagi Negara kesatuan

dengan sistem desentralisasi, terdapat pula Hukum Administrasi Daerah, yaitu

peraturan-peraturan yang berkenaan dengan administrasi daerah atau Pemerintahan

daerah. Ada penulis yang menyebutkan bahwa Hukum Administrasi Negara

mencakup hal-hal sebagai berikut49

:

1. Sarana-sarana (instrument) bagi pengusa untuk mengatur, menyeimbangkan, dan

mengendalikan berbagai kepentingan masyarakat;

2. Mengatur cara-cara partisipasi warga masyarakat dalam proses penyusunan dan

pengendalian tersebut, termasuk proses penentuan kebujaksanaan;

3. Perlindungan hukum bagi warga masyarakat;

4. Menyusun dasar-dasar begi pelaksanaan pemerintahan yang baik.50

48

Ibid., hlm. 32. 49

Ibid., hlm. 33. 50

Ibid.,

32

Berdasarkan pemaparan beberapa pendapat sarjana di atas, dapat disebutkan

bahwa Hukum Administrasi adalah hukum yang berkenaan dengan Pemerintahan

(dalam arti sempit) yang cakupannya secara garis besar mengatur51

:

1. Perbuatan pemerintah (pusat dan daerah) dalam bidang hukum publik;

2. Kewenangan pemerintahan (dalam melakukan perbuatan di bidang publik

tersebut); di dalamnya diatur mengenai dari mana, dengan cara apa, dan

bagaimana pemrintah menggunakan kewenangannya; penggunaan kewenangan

ini dituangkan dalam bentuk instrument hukum, karena itu diatur pula tentang

pembuatan dan penggunaan instrument hukum.

3. Akibat-akibat hukum yang lahir dari perbuatan atau penggunaan kewenangan

pemerintah itu;

4. Penerapan hukum dan penerapan sanksi-sanksi dalam bidang pemerintahan.52

Sehubungan dengan adanya Hukum Administrasi tertulis, yang tertuang

dalam berbagai peraturan perundang-undangan, dan Hukum Administrasi tidak

tertulis, yang lazim disebut AUPL, maka Hukum Administrasi adalah sekumpulan

peraturan hukum tentang Pemerintahan dalam berbagai dimensinya untuk terciptanya

penyelenggaraan Pemerintahan yang layak dalam suatu Negara.

B. Hukum Kepegawaian

1. Sejarah dan Pengertian Hukum Kepegawaian

a. Sejarah Hukum Kepegawaian

hukum kepegawaian Indonesia menurut Utrecht, masih diatur dalam peraturan

“incidenteel”, peraturan-peraturan Hukum Administrasi Negara kebiasaan

51

Ibid., 52

Ibid.,

33

(administratief gewoonterechtsregels) dan surat-surat edaran (rondschrijven)

beberapa departemen dan Kepala Kantor Urusan Kepegawaian. Hukum kepegawaian

pada zaman kolonial yang masih berlaku antara lain: Bezoldigingsregeling

Burgerlijke Landsdienaren 1938 (BBL 1938), LNHB 1938 Nr. 106 (beberapa kali

diubah, perubahan terakhir dalam LNHB 1947 Nr. 119 dan Nr. 147), dan

Betalingsregeling Ambtenaren En Gopensioneerden 1949 (BAG 1949) LNHB Nr. 2,

dan yang jelas kedudukan hukum (rechtspositie) para Pegawai Negeri pada zaman

kolonial belum diatur semestinya.53

Undang-undang No.8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian

merupakan landasan hukum pembinaan di bidang kepegawaian yang pertama kali ada

semenjak Indonesia merdeka. Undang-undang tersebut diharapkan menjadi landasan

yang kuat bagi penyempurnaan pembinaan Pegawai Negeri Sipil. Undang-undang

No. 8 Tahun 1974 diundangkan pada tanggal 6 november 1974, sebelum Undang-

undang tersebut diundangkan, Indonesia belum mempunyai suatu Undang-undang

Kepegawaian (ambtenarenwet) yang dipakai sebagai landasan hukum kepegawaian,

khususnya di kalangan Pegawai Negeri Sipil.54

Undang-undang Kepegawaian yang dimiliki Indonesia menjadi dasar hukum

bagi Pemerintah dalam setiap membuat keputusan, maupun kebijaksanaan di bidang

kepegawaian, dengan diundangkannya UU No. 8 Tahun 1974, hal itu memberikan

kedudukan hukum yang jelas bagi setiap Pegawai Negeri, khususnya Pegawai Negeri

53

Ibid., hlm. 19. 54

Soedibyo Triatmodjo, 1983, Hukum Kepegawaian (Mengenai kedudukan hak dan kewajiban

Pegawai Negeri Sipil), Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm. 18.

34

Sipil. UU No. 8 Tahun 1974 mempunyai sejarah yang panjang dalam

pembentukannya. Pembentukan Undang-undang tersebut berawal dari Keputusan

Presiden No. 130 Tahun 1958 pada tanggal 21 juni 1958 tentang dibentuknya suatu

Panitia Negara Perancang Undang-undang Kepegawaian yang diberi tugas antara

lain:

1. Mempelajari segala sesuatu yang berhubungan dengan kedudukan, hak-hak serta

kewajiban Pegawai Negeri.

2. Menyiapkan rencana Undang-undang mengenai ketentuan-ketentuan pokok

tentang kepegawaian.55

Kepanitiaan tersebut diketuai oleh Prajudi Atmosudirjo, yang hanya diberi

waktu selama 6 bulan untuk menyelesaikan tugasnya, tidak sampai 6 bulan

kepanitiaan tersebut sudah membuahkan hasil. Hasil kerja kepanitiaan tersebut

berupa Rancangan Undang-undang tentang Pokok-pokok Kepegawaian, kemudian

pada tahun 1961 RUU tersebut resmi menjadi Undang-undang Nomor 18 Tahun 1961

tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kepegawaian dalam Lembaran Negara RI Tahun

1961 No. 263.56

Undang-undang Nomor 18 Tahun 1961, pada tahun 1973 ternyata

dianggap sudah tidak sesuai lagi untuk dapat mendukung atau memperlancar

pembinaan kepegawaian, karena kedudukan dan peranan Pegawai Negeri yang terasa

semakin penting dan menentukan. Hal tersebut disadari oleh Pemerintah, lalu pada

awal 1973 BAKN mengumpulkan bahan-bahan untuk menyusun RUU tentang

Pokok-pokok Kepegawaian. Proses penyusunan rancangan tersebut dikonsultasikan

55

Ibid., 56

Ibid.,

35

dengan para Pejabat dari masing-masing departemen/lembaga serta para ahli dari

berbagai bidang. Rancangan BAKN ini diuraikan Ka. BAKN A.E Manihuruk yang

berjudul “Proses Penyusunan Undang-undang No. 8 Tahun 1974” yang disebut

dengan draft pertama. Draft pertama ini kemudian dibahas kembali secara luas di

bawah Pimpinan Menteri Negara Penertiban Aparatur Negara J.B. Sumarlin di dalam

sektor P yang berlangsung pada bulan mei 1973.57

Pembahasan tersebut

menghasilkan penyempurnaan draft pertama, yang kemudian disebut dengan draft

kedua, dalam rangka lebih menyempurnakan draft kedua Menpan memutuskan, agar

BAKN mengadakan rapat dengan seluruh unsur-unsur departemen/lembaga tingkat

pusat maupun unsur-unsur pemerintah serta KORPRI. Hasil dari pembahasan dalam

rapat-rapat yang diadakan draft kedua tersebut mengalami penyempurnaan, yang

kemudian disebut draft ketiga.58

Bulan September 1973 draft ketiga ini dibahas kembail oleh sektor P di

bawah pimpinan Menpan, dan menghasilkan beberapa penyempurnaan kembali yang

kemudian disebut dengan draft keempat. Draft keempat ini rencananya langsung

diajukan sebagai RUU kepada DPR, tetapi berhubung pada akhir tahun 1973 tersebut

masih ada undang-undang lain yang perlu diselesaikan lebih dahulu, maka draft

tersebut belum diajukan sebagai RUU. BAKN ternyata mengkonsultasikan kembali

RUU tersebut kepada pihak-pihak yang berkompeten, yang menghasilkan draft

kelima, draft kelima inilah yang kemudian pada tanggal 13 juli 1974 diajukan sebagai

57

Ibid., hlm. 20. 58

Ibid.,

36

RUU tentang Pokok-pokok Kepegawaian dengan Amanat Presiden No. R-

07/PU/VII/1974 yang disampaikan kepada DPR RI.59

RUU tersebut kemudian dibahas secara mendalam oleh Komisi II DPR,

maupun dalam lobbying antara pemerintah dan fraksi-fraksi, serta panitia perumus,

pada tanggal 10 Oktober 1974 DPR mengesahkan RUU ini menjadi Undang-undang

dalam rapat pleno. Tanggal 6 November 1974, Undang-undang No. 8 tahun 1974

tentang Pokok-pokok Kepegawaian tersebut diundangkan dalam Lembaran Negara

Tahun 1974 No. 55. Undang-undang No.18 Tahun 1961 maupun beberapa peraturan

perundang-undangan lainya yang berhubungan dengan itu dinyatakan tidak berlaku

lagi, setelah diundangkannya Undang-undang No. 8 Tahun 1974. Undang-undang

yang baru tersebut diharapkan menjadi landasan yang kuat bagi penyempurnaan

pembinaan Pegawai Negeri Sipil yang dapat digunakan sebagai dasar hukum, harapan

tersebut antara lain:

1. Menyempurnakan dan menyederhanakan peraturan perundang-undangan di

bidang kepegawaian,

2. Melaksanakan pembinaan Pegawai Negeri Sipil atas dasar system karir dan

system prestasi kerja,

3. Memungkinkan penentuan kebijaksanaan yang sama bagi segenap Pegawai

Negeri Sipil, baik Pegawai Negeri Sipil pusat maupun daerah,

4. Memungkinkan usaha-usaha untuk pemupukan jiwa korps yang bulat dan

pembinaan keutuhan serta kekompakan segenap Pegawai Negeri Sipil.60

59

Ibid., hlm. 21. 60

Ibid.,

37

Undang-undang No. 8 Tahun 1974 yang mengalami perumusan cukup alot

dengan adanya draft pertama sampai draft kelima ternyata terbukti dapat bertahan

cukup lama, akhirnya tahun 1999, Undang-undang tersebut dirasa sudah tidak sesuai

dengan perkembangan mengenai kepegawaian pada saat ini. Undang-undang tersebut

mengalami perubahan dengan diundangkannya Undang-undang No. 43 Tahun 1999

tentang Pokok-pokok Kepegawaian yang diundangkan pada tanggal 30 September

1999 dan tercantum dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor

169.

b. Pengertian Hukum Kepegawaian

Hukum Kepegawaian ialah Hukum yang mengatur dan menjelaskan tentang

kedudukan Pegawai Negeri yang dipelajari di dalam Hukum Administrasi Negara,

yang menyebutkan bahwa Pegawai Negeri mempunyai suatu hubungan dinas publik.

Hubungan dinas publik adalah bilamana seseorang mengikatkan dirinya sendiri,

untuk tunduk pada perintah melakukan satu atau beberapa macam jabatan, yang

dalam melakukan suatu atau beberapa macam jabatan itu dihargai dengan pemberian

gaji dan beberapa keuntungan lain.61

Pegawai memang bukan hanya Pegawai Negeri

saja, melainkan Pegawai yang bekerja pada perusahan–perusahaan swasta yang tidak

mempunyai hubungan dinas publik, yang semuanya itu diatur di dalam Hukum

61

Sastra Djatmika dan Marsono, 1995, Hukum Kepegawaian di Indonesia, Jakarta, Djambatan,

hlm. 17.

38

Perburuhan, yang tidak ada kaitannya atau tidak ada hubungannya dengan Hukum

Kepegawaian.

Hukum Kepegawaian Dikaitkan dengan suatu pengertian tidak mempelajari

tentang Hukum perburuhan dilihat dari substansi Pegawai itu sendiri. Pegawai Negeri

mempunyai hubungan Dinas Publik, sedangkan Pegawai yang bekerja pada

perusahaan–perusahaan swasta tidak mempunyai Hubungan Dinas Publik. Penulis

dalam hal ini tidak akan membahas pegawai dalam arti luas, namun khusus

membahas mengenai Pegawai Negeri Sipil atau yang biasa disingkat PNS.

Berbicara mengenai obyek Hukum Administrasi Negara, obyeknya adalah

Kekuasaan Pemerintah yang terdiri dari kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan

dan kekuasaan pembuatan perundang-undangan. Pemerintah dalam menjalankan

kekuasaannya memerlukan suatu bentuk perangkat yang dapat menjalankan tugas

tersebut. Tugas tersebut dijalankan oleh Pejabat Publik yang berstatus sebagai

Pegawai Negeri.62

Pejabat Publik tidak semua berstatus Pegawai Negeri seperti

halnya pemegang Jabatan dari suatu Jabatan Negara, sebaliknya tidak setiap Pegawai

Negeri merupakan pemegang Jabatan Publik.

2. Pengertian dan Jenis Pegawai Negeri Sipil

a. Pengertian Pegawai Negeri Sipil

Logemann dengan menggunakan kriteria yang bersifat materill mencermati

hubungan antara Pegawai Negeri dengan memberikan pengertian Pegawai Negeri

62

Ibid., hlm. 18.

39

setiap pejabat yang mempunyai hubungan dinas dengan negara.63

Pegawai Negeri

Sipil, Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, “Pegawai” berarti “orang yang

bekerja pada pemerintah (perusahaan dan sebagainya), sedangkan “Negeri” berarti

negara atau pemerintah, jadi Pegawai Negeri Sipil adalah orang yang bekerja pada

Pemerintah atau Negara.64

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 43

Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, pengertian dari Pegawai Negeri

yaitu:

”setiap warga negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang

ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam

suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji

berdasarkan sesuatu peraturan perundang-undangan yang berlaku”.

Berkaitan dengan pengertian Pegawai Negeri atau seseorang dapat disebut

Pegawai Negeri apabila memenuhi beberapa unsur yaitu:

1. Memenuhi syarat-syarat yang ditentukan;

2. Diangkat oleh pejabat yang berwenang;

3. Diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri;

4. Digaji menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pengertian Pegawai Negeri, menurut Mahfud M.D dalam buku Hukum dan

Pilar-Pilar Demokrasi, terbagi dalam dua bagian yaitu pengertian stipulatif dan

pengertian ekstensif (perluasan pengertian).

1) Pengertian Stipulatif

63

Muchsan, 1982, ............Op.Cit., hlm. 12. 64

W,J,S Poerwadarminta, 1986, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, hlm.

702.

40

Pengertian yang bersifat stipulatif (penetapan tentang makna yang diberikan

oleh Undang-Undang) tentang Pegawai Negeri terdapat dalam Pasal 1 angka 1 dan

Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang No 43 Tahun 1999. Pengertian yang terdapat pada

Pasal 1 angka 1 berkaitan dengan hubungan Pegawai Negeri dengan pemerintah, atau

mengenai kedudukan Pegawai Negeri. Pengertian stipulatif tersebut selengkapnya

berbunyi sebagai berikut 65

:

Pasal 1 angka 1 menyebutkan Pegawai Negeri adalah, setiap warga negara

Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh

pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau

diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

Pasal 3 ayat (1) menyebutkan Pegawai Negeri berkedudukan sebagai aparatur

Negara, yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara

profesional, jujur, adil dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara,

pemerintahan dan pembangunan.

Pengertian stipulatif berlaku dalam pelaksanaan semua peraturan-peraturan

kepegawaian, dan pada umumnya dalam pelaksanaan semua peraturan perundang-

undangan, kecuali diberikan definisi lain.66

2) Pengertian Ekstensif

Pegawai Negeri berkaitan dengan pengertian stipulatif, ada beberapa golongan

yang sebenarnya bukan Pegawai Negeri menurut Undang-Undang Nomor 43 Tahun

65

Sastra Djatmika dan Marsono, Hukum Kepegawaian ............Op.Cit., hlm. 95. 66

Ibid.,

41

1999. Hal tersebut dalam hal tertentu dianggap sebagai dan diperlakukan sama

dengan Pegawai Negeri, artinya di samping pengertian stipulatif ada pengertian yang

hanya berlaku pada hal-hal tertentu. Pengertian tersebut terdapat pada 67

:

1. Ketentuan yang terdapat dalam Pasal 415-437 KUHP mengenai kejahatan

jabatan. Menurut pasal-pasal tersebut orang yang melakukan kejahatan jabatan

adalah yang melakukan kejahatan yang berkenaan dengan tugasnya sebagai

orang yang diserahi suatu jabatan publik, baik tetap maupun sementara. Intinya,

orang yang diserahi suatu jabatan publik itu belum tentu Pegawai Negeri,

menurut pengertian stipulatif apabila melakukan kejahatan dalam kualitasnya

sebagai pemegang jabatan publik, ia dianggap dan diperlakukan sama dengan

Pegawai Negeri, khusus untuk kejahatan yang dilakukanya.

2. Ketentuan Pasal 92 KUHP yang berkaitan dengan status anggota dewan rakyat,

anggota dewan daerah dan kepala desa. Menurut Pasal 92 KUHP, di mana

diterangkan bahwa yang termasuk dalam arti Pegawai Negeri adalah orang-orang

yang dipilih dalam pemilihan berdasarkan peraturan-peraturan umum dan juga

mereka yang bukan dipilih, tetapi diangkat menjadi anggota dewan rakyat dan

dewan daerah serta kepala-kepala desa dan sebagainya. Pengertian Pegawai

Negeri menurut KUHP sangatlah luas, tetapi pengertian tersebut hanya berlaku

dalam hal ada orang-orang yang melakukan kejahatan, atau pelanggaran jabatan

dan Tindak Pidana lain yang disebut dalam KUHP, jadi pengertian ini tidak

termasuk dalam hukum kepegawaian.

3. Ketentuan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 31

Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

4. Ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1974 tentang Pembatasan

kegaiatan Pegawai Negeri dalam usaha swasta.68

67

Ibid., hlm. 10. 68

Ibid.,

42

Pengertian stipulatif dan ekstensif merupakan penjabaran atas maksud dari

keberadaan Pegawai Negeri Sipil dalam hukum Kepegawaian. Pengertian tersebut

terbagi dalam bentuk dan format yang berbeda, namun pada akhirnya dapat

menjelaskan maksud pemerintah, dalam memposisikan penyelenggara negara dalam

sistem hukum yang ada, karena pada dasarnya jabatan negeri akan selalu berkaitan

dengan penyelenggara negara yaitu Pegawai Negeri Sipil.

b. Jenis Pegawai Negeri Sipil

Jenis Pegawai Negeri Sipil di atur dalam Pasal 2 ayat (1) UU N0.43 Tahun

1999 Tentang Pokok-pokok Kepegawaian, Pegawai Negeri dibagi menjadi:

1. Pegawai Negeri Sipil,

2. Anggota Tentara Nasional Indonesia, dan

3. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pasal 2 ayat (1) UU No.43 Tahun 1999 tidak menyebutkan apa yang

dimaksud dengan pengertian masing-masing bagiannya, namun dapat diambil suatu

kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan Pegawai Negeri Sipil adalah, Pegawai

Negeri yang bukan anggota Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian

Republik Indonesia. Berdasarkan penjabaran tersebut, Pegawai Negeri Sipil

merupakan bagian dari Pegawai Negeri yang merupakan Aparatur Negara. Pegawai

Negeri Sipil menurut UU No. 43 Tahun 1999 Pasal 2 ayat (1) dibagi menjadi;

Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil Daerah.69

Pegawai Negeri Sipil

69

Sri Hartini, dkk, 2008, Hukum Kepegawaian Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hlm, 36.

43

Pusat adalah Pegawai Negeri Sipil yang gajinya dibebankan pada Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara. PNS tersebut bekerja pada Departemen, Lembaga

Pemerintah Nondepartemen, Kesekretariatan Lembaga Negara, Instansi Vertikal di

Daerah Provinsi Kabupaten/Kota, Kepaniteraan Pengadilan, atau dipekerjakan untuk

menyelenggarakan tugas lainya.70

Pegawai Negeri Sipil Daerah adalah Pegawai

Negeri Sipil daerah Provinsi/Kabupaten/Kota yang gajinya dibebankan pada

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan bekerja pada Pemerintahan daerah,

atau dipekerjakan di luar instansi induknya.71

Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil Daerah yang

dipekerjakan di luar instansi induk, gajinya dibebankan pada instansi yang menerima

perbantuan. Pejabat yang berwenang sebagaimana disebutkan Pasal 2 ayat (1), dapat

mengangkat pegawai tidak tetap. Pengertian pegawai tidak tetap adalah pegawai yang

diangkat untuk jangka waktu tertentu, guna melaksanakan tugas pemerintahan dan

pembangunan yang bersifat teknis professional dan administrasi, sesuai dengan

kebutuhan dan kemampuan organisasi. Pegawai tidak tetap tidak diberikan

kedudukan sebagai Pegawai Negeri. Penamaan pegawai tidak tetap mempunyai arti

sebagai pegawai diluar PNS dan pegawai lainya. Penamaan pegawai tidak tetap

merupakan salah satu bentuk antisipasi pemerintah terhadap banyaknya kebutuhan

pegawai namun dibatasi oleh dana APBD/APBN dalam penggajiannya.72

70

Ibid., 71

Ibid., hlm. 11. 72

Ibid.,

44

Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga

Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil, menngatur bahwa semua pejabat

pembina kepegawaian dan pejabat lain di llingkungan instansi, dilarang mengangkat

tenaga honorer atau yang sejenis, kecuali ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2005 dilaksanakan sampai dengan tahun

anggaran 2009, namun sampai dengan tahun 2007, dalam hal proses

pengangkatannya terdapat berbagai permasalahan yang ternyata tidak sesuai dengan

keinginan dari Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2005. Pasal 3 ayat (1) berbunyi:

pengangkatan tenaga honorer menjadi Pegawai Negeri Sipil diprioritaskan bagi yang

melaksanakan tugas sebagai:

1. Tenaga guru;

2. Tenaga kesehatan pada unit pelayanan kesehatan;

3. Tenaga penyuluh di bidang pertanian, perikanan, peternakan; dan

4. tenaga teknis lainya yang sangat dibutuhkan pemerintah.73

Pemerintah dalam implementasinya, hanya melihat pada syarat-sayarat formil,

yaitu masa kerja dan usia tanpa mempertimbangkan skala prioritas yang diharapkan

oleh pembuat peraturan. Pengangkatan Tenaga Honorer menjadi Calon Pegawai

Negeri Sipil ternyata didominasi oleh tenaga administratif yang notabene di luar skala

prioritas yang termaktub dalam Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun

2005.

73

Ibid.,

45

3. Kedudukan, Kewajiban dan Hak Pegawai Negeri Sipil

a. Kedudukan Pegawai Negeri Sipil

Kedudukan Pegawai Negeri Sipil didasarkan pada Undang-Undang Nomor

43 Tahun 1999 Pasal 3 ayat (1), yaitu Pegawai Negeri sebagai unsur aparatur negara

yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepa da masyarakat secara profesional,

jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan, dan

pembangunan. Rumusan kedudukan Pegawai Negeri didasarkan pada pokok-pokok

pikiran bahwa pemerintah tidak hanya menjalankan fungsi umum pemerintahan.

Pemerintah juga harus mampu melaksanakan fungsi pembangunan atau dengan kata

lain, pemerintah bukan hanya menyelenggarakan tertib pemerintahan, tetapi juga

harus mampu menggerakkan dan memperlancar pembangunan untuk kepentingan

rakyat banyak.74

Pegawai Negeri mempunyai peranan amat penting sebab Pegawai

Negeri merupakan unsur aparatur negara untuk menyelenggarakan pemerintahan dan

pembangunan dalam rangka mencapai tujuan negara. Kelancaran pelaksanaan

pemerintahan dan pembangunan nasional tergantung pada kesempurnaan aparatur

negara.

Pegawai Negeri Sipil dalam konteks hukum publik, bertugas membantu

Presiden sebagai Kepala Pemerintahan dalam menyelenggarakan pemerintahan, tugas

74

Ibid.,

46

melaksanakan peraturan perundang-undangan, dalam artian wajib mengusahakan

agar setiap peraturan perundang-undangan ditaati oleh masyarakat. Seorang Pegawai

Negeri sebagai abdi negara juga wajib setia dan taat kepada Pancasila sebagai

falsafah dan ideologi negara, kepada Undang-Undang Dasar 1945, kepada negara,

dan kepada pemerintah.75

Pegawai Negeri Sipil mempunyai kesetiaan, ketaatan penuh terhadap

Pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintah, pada akhirnya dapat memusatkan

segala perhatian dan pikiran serta mengerahkan segala daya upaya dan tenaganya

untuk menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan secara berdaya guna

dan berhasil guna. Hal tersebut juga berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil di Kantor

Pemerintahan Kota Bandung, dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya

sebagai unsur aparatur negara, abdi negara dan abdi masyarakat yang dituntut untuk

dapat melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya, serta memiliki ketaatan dan

kesetiaan terhadap Pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintah.

b. Kewajiban Pegawai Negeri Sipil

Kewajiban Pegawai Negeri Sipil adalah segala sesuatu yang wajib dilakukan

berdasarkan peraturan perundang-undangan. Sastra Djatmika mengatakan, kewajiban

Pegawai Negeri dibagi dalam tiga golongan, yaitu:

1. Kewajiban-kewajiban yang ada hubungan dengan suatu jabatan;

75

Ibid., hlm. 39.

47

2. Kewajiban-kewajiban yang tidak langsung berhubungan dengan suatu tugas

dalam jabatan, melainkan dengan kedudukannya sebagai pegawai negeri pada

umumnya;

3. Kewajiban lain-lain.76

Pegawai Negeri Sipil untuk menjunjung tinggi kedudukannya, diperlukan

elemen-elemen penunjang kewajiban meliputi kesetiaan, ketaatan, pengabdian,

kesadaran, tanggung jawab, jujur, tertib, bersemangat dengan memegang rahasia

negara dan melaksanakan tugas kedinasan. Penjelasan hal tersebut sebagai berikut;

a. Kesetiaan berarti tekad dan sikap batin serta kesanggupan untuk mewujudkan dan

mengamalkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dengan penuh

kesadaran dan tanggung jawab. Pada umumnya kesetiaan timbul dari pengetahuan

dan pemahaman dan keyakinan yang mendalam terhadap apa yang disetiai, oleh

karena itu setiap Pegawai Negeri Sipil wajib mempelajari, memahami,

menghayati dan mengamalkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Pancasila yang disetiai adalah sebagaimana termaktub dalam Pembukaan

Undang-Undang Dasar 1945. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 pada

dasarnya dirumuskan secara singkat, oleh karena itu setiap Pegawai Negeri Sipil

berkewajiban untuk menjabarkan dan melaksanakan secara taat asas, kreatif, dan

konstruktif terhadap nilai-nilai yang terkandung, baik dalam tugas maupun dalam

sikap, perilaku dan perbuatannya sehari-hari. Pelanggaran terhadap disiplin,

pelanggaran hukum dalam dinas maupun di luar dinas secara langsung maupun

tidak langsung merupakan pelanggaran terhadap nilai-nilai Pancasila dan

Undang-Undang Dasar 1945.

76

Ibid., hlm. 40.

48

b. Ketaatan berarti kesanggupan seseorang untuk menaati segala peraturan

perundang-undangan dan peraturan (kedinasan) yang berlaku serta kesanggupan

untuk tidak melanggar larangan yang ditentukan.

c. Pengabdian (terhadap Negara dan masyarakat) merupakan kedudukan dan

peranan Pegawai Negeri Sipil Republik Indonesia dalam hubungan formal baik

dengan Negara secara keseluruhan maupun dengan masyarakat secara khusus.

d. Kesadaran berarti merasa, tahu dan ingat (pada keadaan yang sebenarnya) atau

keadaan ingat (tahu) akan dirinya.

e. Jujur berarti lurus hati; tidak curang (lurus adalah tegak benar), terus terang

(benar adanya). Kejujuran adalah ketulusan hati seseorang dalam melaksanakan

tugas dan kemampuan untuk tidak menyalahgunakan wewenang yang diberikan

kepadanya atau keadaan wajib menanggung segala sesuatunya apabila terdapat

sesuatu hal, boleh dituntut dan dipersalahkan.

f. Menjunjung tinggi berarti memuliakan atau menghargai dan menaati martabat

bangsa. Menjunjung tinggi kehormatan bangsa dan negara mengandung arti

bahwa norma-norma yang hidup dalam Bangsa dan Negara Indonesia harus

dihormati. Setiap Pegawai Negeri Sipil harus menghindari tindakan dan tingkah

laku yang dapat menurunkan atau mencemarkan kehormatan Bangsa dan Negara.

g. Cermat berarti (dengan saksama); (dengan) teliti; dengan sepenuh minat

(perhatian).

h. Tertib berarti menaati peraturan dengan baik, aturan yang bertalian dengan baik.

i. Semangat berarti jiwa kehidupan yang mendorong seseorang untuk bekerja keras

dengan tekad yang bulat untuk melaksanakan tugas dalam rangka pencapaian

tujuan. Bersemangat berarti ada semangatnya, mengandung semangat. Biasanya

semangat timbul karena keyakinan atas kebenaran dan kegunaan tujuan yang akan

dicapai.

j. Rahasia berarti sesuatu yang tersembunyi (hanya diketahui oleh seorang atau

beberapa orang saja; ataupun sengaja disembunyikan supaya orang lain tidak

mengetahuinya). Rahasia dapat berupa rencana, kegiatan atau tindakan yang akan,

49

sedang atau telah dilaksanakan yang dapat menimbulkan kerugian atau bahaya,

apabila diberitahukan kepada atau diketahui oleh orang yang tidak berhak.

k. Tugas Kedinasan berarti sesuatu yang wajib dikerjakan atau yang ditentukan

untuk dilakukan terhadap bagian pekerjaan umum yang mengurus sesuatu

pekerjaan tertentu.77

Berdasarkan uraian-uraian kewajiban Pegawai Negeri Sipil di atas, terhadap

Pegawai Negeri Sipil yang melanggar kewajiban-kewajibannya akan dilakukan

penindakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu

berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Peraturan Disiplin

Pegawai Negeri Sipil.

c. Hak Pegawai Negeri Sipil

Presiden Soeharto pernah dalam pidatonya antara lain mengatakan:

“Buanglah anggapan yang kurang tepat bahwa menjadi pegawai adalah semata-

mata untuk mencari penghasilan, apalagi untuk memperoleh keuntungan.

Camkanlah baik-baik bahwa Pegawai Negeri adalah abdi yang harus melayani

masyarakat. Lapangan Pegawai Negeri adalah lapangan pengabdian dan

perjuangan, bukan saja lapangan mencari nafkah.”78

Kutipan pidato di atas memang benar, tetapi tidak ada salahnya jika dalam hal

ini dibicarakan masalah hak-hak yang dimiliki setiap Pegawai Negeri Sipil karena

dalam Undang-Undang No. 43 Tahun 1999 telah menggariskan masalah tersebut.

Undang-Undang No. 43 Tahun 1999, didalamnya terdapat ada 4 Pasal yang

menyebutkan hak-hak Pegawai Negeri Sipil, adapun Pasal tersebut sebagai berikut;

Pasal 7

77

Ibid., hlm. 41. 78

Soedibyo Triatmodjo, 1983, Hukum Kepegawaian, ............Op.Cit., hlm. 108.

50

(1) Setiap Pegawai Negeri berhak memperoleh gaji yang adil dan layak sesuai

dengan beban pekerjaan dan tanggung jawabnya.

(2) Gaji yang diterima oleh Pegawai Negeri harus mampu memacu

produktivitas dan menjamin kesejahteraannya.

(3) Gaji Pegawai Negeri yang adil dan layak sebagai-mana dimaksud dalam

ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 8

Setiap Pegawai Negeri berhak atas cuti.

Pasal 9

(1) Setiap Pegawai Negeri yang ditimpa oleh sesuatu kecelakaandalam dan

karena menjalankan tugas kewajibannya, berhakm memperoleh perawatan.

(2) Setiap Pegawai Negeri yang menderita cacad jasmani atau cacad rohani

dalam dan karena menjalankan tugas kewajibannya yang mengakibat-

kannya tidak dapat bekerja lagi dalam jabatan apapun juga, berhak

memperoleh tunjangan.

(3) Setiap Pegawai Negeri yang tewas, keluarganya berhak memperoleh uang

duka.

Pasal 10

Setiap Pegawai Negeri yang telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan,

berhak atas pensiun.

Berdasarkan Pasal-Pasal tersebut, aspek kebutuhan pegawai jika dihubungkan

dengan teori-teori yang ada dapat menjelaskan mengenai hubungan antara hak

dengan kewajiban dari pegawai. Hubungan ini meliputi kecendrungan pegawai untuk

melaksanakan pekerjaanya berdasarkan kebutuhanya secara umum. Faktor motivasi

yang timbul untuk memberikan prestasi dipengaruhi oleh hukum tertulis yang

membatasi setiap aktivitas dan timbulnya output berupa kontraprestasi yang sepadan

51

terhadap pekerjaan yang dikerjakannya. Peraturan kepegawaian dalam hal ini,

merefleksikan pembatasan terhadap aktivitas, baik secara moril maupun dari sudut

pandang hukum dan peraturan ini menempatkan substansi yang ideal, dalam bentuk

kewajiban yang meupakan maksud dan tujuan dalam organisasi guna pencapaian

misinya. Hal tersebut dalam skala yang lebih luas merupakan refleksi dari tujuan,

guna menuju kesejahteraan masyarakat di dalam konteksnya melalui administrasi

kepegawaian.

C. Pembinaan Pegawai Negeri Sipil

1. Konsep dan Tujuan Pembinaan Pegawai Negeri Sipil

a. Konsep Pembinaan Pegawai Negeri Sipil

Pembinaan merupakan suatu tindakan, proses, hasil, atau pernyataan menjadi

lebih baik, pembinaan menunjukkan adanya kemajuan, peningkatan, perubahan,

evolusi atas berbagai kemungkinan, berkembang, atau peningkatan atas sesuatu.79

Pengertian di atas mengandung dua hal yaitu; pertama, bahwa pembinaan itu sendiri

bisa berupa tindakan, proses, atau pernyataan dari suatu tujuan; kedua, pembinaan

bisa menunjukkan kepada perbaikan atas sesuatu. Pengertian lain dikemukakan oleh

Rahardjo dkk, bahwa pembinaan dalam manajemen sumber daya manusia adalah

upaya untuk menaikkan potensi dan kompetensi melalui pendidikan formal maupun

informal, pembinaan menurut pengertian di atas, bertujuan untuk menggali potensi

79

Miftah Thoha, 1999, Manajemen Kepegawaian Sipil di Indonesia, Jakarta, Kencana Press,

hlm. 7.

52

dan kompetensi pegawai.80

Potensi dan kompetensi pegawai perlu terus dibina agar

dapat meningkatkan kualitas kerja.

Pembinaan adalah proses mengarahkan yang dilakukan oleh seorang manajer

untuk melatih dan memberikan orientasi kepada seorang karyawan tentang realitas di

tempat kerja, dan membantunya mengatasi hambatan dalam mencapai prestasi

optimal. Pembinaan erat kaitannya dengan kata membina, membimbing, yaitu proses

pemberian dukungan oleh manajer untuk membantu seorang karyawan mengatasi

masalah pribadi di tempat kerja atau masalah yang muncul akibat perubahan

organisasi yang berdampak pada prestasi kerja.81

Pembinaan pegawai dapat diartikan

sebagai suatu kebijaksanaan agar perusahaan (organisasi) memiliki pegawai yang

handal dan siap menghadapi tantangan. Kegiatan dalam pembinaan yang dilakukan

antara lain pembentukan sikap mental yang loyal, peningkatan keterampilan dan

kecakapan melaksanakan tugas organisasi.82

Rencana pembinaan harus berkait

dengan sistem penghargaan agar pegawai bersemangat untuk mengabdi dan setia

kepada organisasi.

Pembinaan diberikan batasan yang sempit, yaitu upaya untuk meningkatkan

kecakapan dan keterampilan karyawan melalui pendidikan dan pelatihan. Istilah

pembinaan dalam administrasi kepegawaian diberikan pengertian yang luas, meliputi

berbagai unsur kegiatan seperti pengembangan karier, perpindahan, pendidikan dan

latihan, sampai dengan kesejahteraan di luar gaji. Pembinaan dalam konteks

80

Ibid,. hlm, 7. 81

Ibid,. hlm, 9. 82

Ibid.,

53

pembahasan administrasi kepegawaian, pembinaan pegawai diartikan sebagai proses

pembentukan sosok pegawai yang diinginkan organisasi.83

Kegiatan pembinaan

tersebut meliputi pembentukan sikap dan mental yang loyal dan setia pada

pemerintah dan negara yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

1945, serta peningkatan keterampilan dan kecapakan melaksanakan tugas organisasi.

Langkah tersulit dalam pembinaan adalah mengubah sikap mental dan meningkatkan

kemampuan mereka yang berkedudukan sebagai Pegawai Negeri.84

Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian

sebagai landasan normatif kepegawaian, tidak secara tegas membedakan pengertian

manajemen dan pembinaan Pegawai Negeri Sipil. Manajemen Pegawai Negeri Sipil

adalah keseluruhan upaya untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas dan derajat

profesionalisme penyelenggaraan tugas, fungsi, dan kewajiban kepegawaian, yang

meliputi perencanaan, pengadaan, pengembangan kualitas, penempatan, promosi,

penggajian, kesejahteraan, dan pemberhentian (Pasal 1 ayat 8). Manajemen Pegawai

Negeri Sipil diarahkan untuk menjamin penyelenggaraan tugas pemerintahan dan

pembangunan secara berdayaguna dan berhasil guna (Pasal 12 ayat 1).

Undang-undang tersebut memang tidak secara tegas menjelaskan pengertian

pembinan Pegawai Negeri Sipil, namun secara tersirat dapat ditafsirkan bahwa

pembinaan Pegawai Negeri Sipil merupakan bagian dari manajemen kepegawaian.

Pembinaan dalam perspektif yang lebih luas, dapat dikatakan bahwa pembinaan pada

83

Tayibnapis Burhannudin A, 1995, Administrasi Kepegawaian Suatu Tinjauan Analitik,

Pradnya Paramita, Jakarta., hlm. 136. 84

Ibid., hlm. 405.

54

dasarnya merupakan bagian dari manajemen sumber daya manusia, yang intinya

adalah bagaimana memberikan treatment terhadap sumber daya manusia yang ada,

agar sesuai dan diarahkan untuk pencapaian tujuan organisasi.

Salah satu contoh dari Pembinaan pegawai adalah sosok pembentukan

pegawai yang diinginkan organisasi. Contohnya, seorang petugas pencatatan sipil

yang direkrut dari lulusan SMA, yang sebelumnya tidak mengetahui mengenai tugas

pencatatan sipil. Melalui pembinaan dengan cara pembentukan sikap dan mental yang

loyal, serta setia pada pemerintah dan negara yang berlandaskan Pancasila dan

Undang-Undang Dasar 1945 dengan cara peningkatan keterampilan dan kecakapan

melaksanakan tugas organisasi, maka diharapkan dia dapat menjadi petugas

pencatatan sipil yang cakap dan trampil.

Upaya peningkatan kecakapan dan ketrampilan serta masa kerja yang telah

dijalani, dengan sendirinya pegawai mengharapkan adanya penghargaan dari

pemerintah berupa kesejahteraan material dan non material. Kegagalan

mengakomodasi pegawai akan menurunkan etos kerja yang pada gilirannya akan

merugikan Negara, serta proses pembinaan yang dijalani pada masa awal kerja

seorang Pegawai Negeri Sipil pun menjadi sia-sia. Berdasarkan hal itu rencana

pembinaan harus ada kaitan antara pendidikan pelatihan dengan sistim penghargaan,

agar pegawai bersemangat untuk mengabdi dan setia secara penuh pada Negara dan

Bangsanya. Dalam rangka mewujudkan Pegawai Negeri Sipil seperti yang di maksud

di atas, Pegawai Negeri Sipil perlu dibina dengan sebaik-baiknya. Hal tersebut

dimaksudkan untuk memberi peluang bagi Pegawai Negeri Sipil yang berprestasi

55

tinggi untuk meningkatkan kemampuannya secara profesional dan berkompetisi

secara sehat. Pengangkatan dalam jabatan harus didasarkan pada sistem prestasi

kerja yang didasarkan atas penilaian obyektif terhadap prestasi, kompetensi, dan

pelatihan Pegawai Negeri Sipil. Berkaitan dengan pembinaan kenaikan pangkat, di

samping berdasarkan sistem prestasi kerja juga diperhatikan sistem karier.

Aparatur Negara dalam melaksanakan pembinaan, diperlukan adanya

landasan hukum yang kuat dan memuat ketentuan yang tegas sebagaimana tertulis

dalam buku Burhannudin yang berjudul Administrasi Kepegawaian antara lain :

1. Pegawai Negeri Sipil: adalah unsur Aparatur Negara, Abdi Negara dan Abdi

Masyarakat;

2. Pegawai Negeri Sipil harus setia dan taat sepenuhnya terhadap Pancasila,

Undang-Undang Dasar 1945, Negara dan Pemerintah;

3. Pembinaan Pegawai Negeri Sipil dilaksanakan secara terintegrasi, yaitu adanya

ketentuan pembinaan yang sama terhadap segenap Pegawai Negeri Sipil,baik

Pegawai Negeri Sipil pusat maupun Pegawai Negeri Sipil daerah;

4. Pelaksanaan pembinaan Pegawai Negeri Sipil didasarkan atas sistim karier dan

sistim prestasi kerja;

5. Sistim penggajian yang mengarah pada penghargaan terhadap prestasi kerja dan

besarnya tanggung jawab;

6. Satuan organisasi Lembaga Pemerintah mempunyai jumlah dan kwalitas pegawai

yang rasional berdasarkan jenis,sifat, dan beban kerja;

7. Tindakan korektif terhadap Pegawai Negeri Sipil yang nyata-nyata melakukan

pelanggaran terhadap norma-norma hukum dan norma-norma kepegawaian;

8. Pembinaan dan pengembangan jiwa korsa yang bulat untuk menjamin keutuhan

dan kekompakan segenap Pegawai Negeri Sipil;

56

9. Pengembangan sistim administrasi yang berdaya guna dan pengawasan yang

berhasil guna. 85

b. Tujuan Pembinaan Pegawai Negeri Sipil

Pembinaan aparatur Negara yang diorientasikan kepada kemampuan,

kesetiaan, pengabdian dan tanggung jawab pegawai negari terhadap Negara dan

bangsa, merupakan salah satu usaha untuk mengimbangi laju pembangunan dan

menghadapi era globalisasi pasar bebas, Adapun yang menjadi tujuan dari pembinaan

Pegawai Negeri adalah sebagai berikut:

1. Diarahkan untuk menjamin penyelenggaraan tugas-tugas perintahan dan

pembangunan secara berdaya guna dan berhasil guna;

2. Meningkatkan mutu dan keterampilan dan memupuk kegairahan kerja;

3. Diarahkan menuju terwujudnya komposisi pegawai, baik dalam jumlah maupun

mutu yang memadai serasi dan harmonis;

4. Terwujudnya pegawai yang setia dan taat kepada Pancasila dan Undnag-undang

Dasar 1945 dan terwujudnya aparatur yang bersih dan berwibawa;

5. Ditujukan kepada terwujudnya suatu iklim kerja yang serasi dan menjamin

terciptanya kesejahteraan jasmani maupun rohani secara adil dan merata;

6. Diarahkan kepada penyaluran, penyebaran dan pemanfaatan pegawai secara

teratur terpadu dan berimbang;

7. Diarahkan kepada pembinaan dengan menggunakan sistem karier dan sistem

prestasi kerja. 86

Suatu pembinaan diarahkan agar : (1) pegawai dapat melaksanakan tugas-

tugas secara berdaya guna dan berhasil guna; (2) mutu keterampilan pegawai

85 Burhannudin A. Tayibnapis, Administrasi Kepegawaian...........Op.Cit., hlm. 136.

86 Musanef, 1996, Manajemen Kepegawaian Di Indonesia, PT.Toko Gunung Agung, Jakarta,

hlm. 85.

57

meningkat sehingga dapat menjamin semakin berpartisipasi dalam pelaksanaan tugas-

tugas; (3) diperolehnya para pegawai yang setia dan taat kepada kepentingan

perusahaan (organisasi), negara dan pemerintah; dan (4) terciptanya iklim kerja yang

harmonis, serasi dan mampu menghasilkan produk yang bermutu dan optimal.87

Melihat besarnya peranan sumber daya manusia dalam pencapaian tujuan organisasi,

maka hadirnya para Pegawai Negeri Sipil yang memiliki kecakapan dan keterampilan

serta motivasi dalam diri masing-masing individu sangatlah dibutuhkan, supaya

tujuan organisasi yang telah ditetapkan tidak hanya menjasi dokumen historis saja

tetapi juga harus dilaksanakan.88

Perhatian dan pembinaan terhadap Pegawai Negeri

Sipil dalam suatu organisasi tempat dimana ia bertugas sangatlah penting, karena

tanpa atau kurangnya perhatian dan pembinaan pegawai dalam suatu organisasi akan

menimbulkan berbagai efek yang dapat mengancam hidup organisasi yang

bersangkutan.89

2. Jenis Pembinaan Pegawai Negeri Sipil

berdasarkan beberapa referensi, diketahui bahwa pembinaan pegawai

bermacam-macam jenis atau bentuknya. Sastrohadiwiryo dalam salah satu bukunya

menguraikan dua jenis pembinaan, yaitu pembinaan moral kerja dan pembinaan

disiplin kerja.90

Bentuk pembinaan yang harus dilakukan terhadap pegawai, yaitu: (1)

pembinaan mental dan spiritual; (2) pembinaan loyalitas; (3) pembinaan hubungan

87

Saydam Gouzali, 1997, Kamus Istilah Kepegawaian, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, hlm 205. 88

Ibid., hlm. 206 89

Ibid., 90

B. Siswanto Sastrohadiwiryo, 2003, Manajemen Tenaga Kerja Indonesia, Pendekatan

Admnistratif dan Operasional, Bumi Aksara, Jakarta, hlm. 281.

58

kerja; (4) pembinaan moril dan semangat kerja; (5) pembinaan disiplin kerja; (6)

pembinaan kesejahteraan; dan (7) pembinaan karier untuk menduduki jabatan-jabatan

yang lebih tinggi di masa datang.91

Implementasi character building sebagai bagian

dari falsafah pembinaan dan pengembangan pribadi secara utuh menggunakan tiga

landasan operasional sebagai berikut: (1) pembinaan ketabahan dan keuletan

(ketahanan) secara buttom up; (2) pembinaan pemikiran, sikap dan perilaku secara

utuh; dan (3) pembinaan keberhasilan kinerja secara berimbang.92

Pembinaan dalam perspektif landasan normatif kepegawaian, difokuskan

pada beberapa hal, yaitu: pembinaan prestasi kerja dan sistem karier yang

dititikberatkan pada sistem prestasi kerja (Pasal 12 ayat 2), pembinaan jiwa korps,

pembinaan kode etik, dan pembinaan disiplin pegawai (Pasal 30 ayat 1-2). Pembinaan

Pegawai Negeri Sipil dalam konteks kepegawaian di atas paling tidak meliputi tiga

aspek ruang lingkup, yaitu : aspek pembinaan sikap, pembinaan mental, dan perilaku

pegawai. Sebagai contoh, pembinaan jiwa korps antara lain ditujukan agar Pegawai

Negeri Sipil memiliki rasa kebanggaan terhadap profesinya. Pembinaan kode etik

antara lain bertujuan untuk menanamkan identitas dan perilaku profesional sebagai

pelayan masyarakat, sedangkan pembinaan disiplin menekankan agar Pegawai Negeri

Sipil mempunyai disiplin kerja yang tinggi.

Kebijakan pokok pembinaan Pegawai Negeri Sipil meliputi: (1) lingkup

pembinaan Pegawai Negeri Sipil adalah nasional; (2) pembinaan dan pengembangan

91

Saydam Gouzali, 1997, Kamus Istilah Kepegawaian, ........., Op.Cit,. hlm.206. 92

Soedarsono, Soemarno, 2002, Character Building, Membentuk Watak, Elex Media

Komputindo, Jakarta,hlm. 165.

59

Pegawai Negeri Sipil berdasarkan sistem karier dan sistem prestasi kerja, dengan titik

berat sistem prestasi kerja; (3) standar kompetensi jabatan Pegawai Negeri Sipil

berlaku nasional dan berorientasi global; dan (4) pembentukan perilaku dan etos kerja

yang peka terhadap pelayanan dan pemberdayaan masyarakat.93

Pembinaan Pegawai Negeri Sipil ke depan diarahkan pada Pegawai Negeri

Sipil yang netral, profesional, sejahtera, dan akuntabel. Pembinaan Pegawai Negeri

Sipil dengan kata lain, diarahkan untuk meningkatkan profesionalisme, bersikap dan

berperilaku jujur, bersih dan disiplin, bermoral tinggi, dan netral dari pengaruh partai

politik.94

Pembinaan pegawai dalam penelitian ini difokuskan pada tiga hal, yaitu:

pembinaan disiplin kerja, pembinaan karier dan pembinaan etika profesi, karena

menurut Penulis, ketiga hal tersebut nantinya akan berpengaruh terhadap

pelanggaran-pelanggaran disiplin yang dilakukan Pegawai Negeri Sipil. Penjelasan

dari ketiga hal di atas adalah sebagai berikut :

a. Pembinaan Disiplin Kerja

Pembahasan disiplin (discipline) pegawai dalam hukum kepegawaian

berangkat dari pandangan bahwa tidak ada manusia sempurna, luput dari kesalahan

dan kekhilafan. Banyak ragam berkaitan dengan pengertian disiplin yang

dikemukakan oleh para ahli. Disiplin adalah tindakan manajemen untuk menegakkan

standar organisasi (dicipline is management action to enforce organization

93

Hardijanto, 2003, Pembinaan Kepegawaian Dalam Sistem Administrasi Negara Kesatuan

Republik Indonesia, Makalah disampaikan pada Diklatpim Tingkat II. LAN, Jakarta, hlm. 2. 94

Miftah Thoha, Manajemen Kepegawaian Sipil………..Op.Cit., hlm. 7.

60

standards).95

Disiplin merupakan bentuk pelatihan yang menegakkan peraturan-

peraturan perusahaan. Disiplin adalah kemampuan untuk menguasai diri sendiri dan

melaksanakan norma-norma yang berlaku dalam kehidupan bersama. Disiplin dapat

dikatakan juga sebagai prosedur yang mengoreksi atau menghukum bawahan karena

melanggar peraturan atau prosedur, disiplin merupakan bentuk pengendalian diri

karyawan dan pelaksanaan sebuah organisasi.96

Ahli lain menggunakan istilah kedisiplinan, yaitu kesadaran dan kesediaan

seseorang untuk mentaati semua peraturan perusahaan atau organisasi dan norma-

norma sosial yang berlaku.97

Kesadaran adalah sikap seseorang yang secara sukarela

mentaati semua peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya, jadi eseorang

akan mematuhi atau mengerjakan semua tugasnya dengan baik, bukan atas paksaan.

Kesediaan adalah suatu sikap, tingkah laku dan perbuatan seseorang yang sesuai

dengan peraturan organisasi, baik yang tertulis maupun tidak tertulis.98

Pendapat para ahli diatas memang beragam, tetapi terdapat benang merah

yang dapat disimpulkan, bahwa disiplin pada dasarnya adalah ketaatan atau

kepatuhan pegawai pada peraturan yang berlaku. Berdasarkan pengertian tersebut,

pegawai yang disiplin berarti pegawai yang mampu mematuhi semua peraturan yang

berlaku di kantornya atau organisasinya. Disiplin kerja dapat diartikan sebagai

95

Davis, Keith, Newstrom, 1985, John, W., Perilaku Dalam Organisasi, (terjemahan), Erlangga,

Jakarta, hlm. 87. 96

Mathis, Robert, L., Jackson, John, H., 2002, Manajemen Sumber Daya Manusia, (terjemahan),

Salemba Empat, Jakarta, hlm. 314. 97

Malayu, S.P Hasibuan, 2002, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi Aksara, Jakarta, hlm.

193. 98

Ibid.,

61

pelaksanaan manajemen untuk memperteguh pedoman-pedoman organisasi.99

Disiplin menurut Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010

adalah:

“Disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah kesanggupan Pegawai Negeri Sipil

untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam

peraturan perundang-undangan dan/atau peraturan kedinasan yang apabila

tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi hukuman disiplin”.

Adapun tujuan khusus pembinaan disiplin kerja antara lain adalah:

1. Agar para tenaga kerja menepati segala peraturan dan kebijakan ketenagakerjaan

maupun peraturan dan kebijakan perusahaan yang berlaku, baik tertulis maupun

tidak tertulis, serta melaksanakan perintah manajemen.

2. Dapat melaksanakan pekerjaan dengan sebaik-baiknya serta mampu memberikan

servis yang maksimum kepada pihak tertentu yang berkepentingan dengan peru-

sahaan sesuai dengan bidang pekerjaan yang diberikan kepadanya.

3. Dapat menggunakan dan memelihara sarana dan prasarana, barang dan jasa

perusahaan dengan sebaik-baiknya.

4. Dapat bertindak dan berperilaku sesuai dengan norma-norma yang berlaku pada

perusahaan.

5. Tenaga kerja mampu memperoleh tingkat produktivitas yang tinggi sesuai

dengan harapan perusahaan, baik dalam jangka pendek maupun jangka

panjang.100

Guna mewujudkan tujuan-tujuan di atas, pembinaan disiplin pegawai dapat

dilakukan melalui beberapa hal sebagai berikut: 1) penciptaan peraturan- peraturan

dan tata tertib-tata tertib yang harus dilaksanakan; 2) menciptakan dan memberi

99

Anwar Prabu Mangkunegara, 2004, Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan, Remaja

Rosdakarya, Bandung,hlm. 129. 100

B. Siswanto Sastrohadiwiryo, Manajemen Tenaga Kerja Indonesia……..,Op.Cit., hlm. 296.

62

sanksi bagi pelanggar disiplin; 3) melakukan pembinaan disiplin melalui pelatihan

kedisiplinan yang terus menerus.101

b. Pembinaan Karier Pegawai

Pembahasan tentang karier Pegawai Negeri Sipil, bertitik tolak dari asumsi

dasar bahwa seseorang yang mulai bekerja setelah penempatan dalam suatu

organisasi, akan terus bekerja untuk organisasi tersebut selama masa aktifnya hingga

seseorang memasuki usia pensiun. Adalah hal yang logis dan wajar apabila dalam

kehidupan organisasi, seseorang mengajukan berbagai pertanyaan yang menyangkut

karier dan prospek perkembangannya di masa depan. Beberapa pertanyaan tersebut

berkisar pada: Kemampuan, pengetahuan dan keterampilan apa yang dituntut

organisasi agar meraih kemajuan dalam kariernya. Sistem promosi apa yang berlaku

dalam organisasi, jika promosi menuntut pelatihan tambahan, apakah organisasi

menyelenggarakan pelatihan tersebut ataukah pegawai sendiri yang mencari

kesempatan untuk itu. Sampai sejauh mana faktor keberuntungan berperan dalam

promosi seseorang dalam organisasi, dan mana yang lebih penting kemampuan kerja

atau kesediaan beradaptasi terhadap keinginan pejabat yang berwenang memutuskan

promosi seseorang.102

Berbicara mengenai karier (career) dalam kehidupan organisasional, bisanya

diartikan sebagai keseluruhan pekerjaan yang dilakukan dan jabatan yang dipangku

101

Saydam Gouzali, Kamus Istilah Kepegawaian.............,Op.Cit,. hlm. 204. 102

Sondang P. Siagian, 1996, Filsafat Administrasi, Gunung Agung, Jakarta, hlm. 205.

63

oleh seseorang selama dia berkarya.103

Ada pendapat lain yang mengartikan karier

sebagai urutan posisi yang terkait dengan pekerjaan yang diduduki seseorang

sepanjang hidupnya.104

Karier dalam istilah kepegawaian, sering diartikan dengan

kemajuan atau perkembangan yang dicapai oleh seorang pegawai dalam menekuni

pekerjaannya selama masa aktif dalam hidupnya. Karier sering juga diterjemahkan

dengan mobilitas pegawai dalam suatu organisasi mulai penerimaan, pengangkatan

menjadi pegawai sampai pensiun dalam suatu rangkaian jenjang kepangkatan, dan

dalam jabatan-jabatan yang dilaluinya.105

Pendek kata, sebagian orang menganggap

karier sebagai promosi di dalam organisasi.

Merangkum dari beberapa pendapat di atas, dijelaskan bahwa kata “karier”

dapat dipandang dari beberapa perspektif yang berbeda. Perspektif pertama, karier

adalah urut-urutan posisi yang diduduki oleh seseorang selama masa hidupnya.

Perspektif lainnya, karier terdiri atas perubahan-perubahan nilai, sikap dan motivasi

yang terjadi karena seseorang menjadi semakin tua, ini merupakan karier yang

subjektif. Kedua perspektif tersebut, objektif dan subjektif terfokus pada individu.

Kedua perspektif tersebut menganggap bahwa orang memiliki beberapa tingkat

pengendalian terhadap nasib mereka, sehingga dapat memanipulasi peluang agar

memaksimalkan keberhasilan dan kepuasan yang berasal dari karier mereka.106

103

Ibid., hlm. 206. 104

Mathis, Robert, L., Jackson, John, H., Manajemen Sumber Daya Manusia.........,Op.Cit., hlm.

62. 105

Saydam Gouzali, Kamus Istilah Kepegawaian.........,Op.Cit,. hlm. 34. 106

Ibid., hlm. 73.

64

Seorang pegawai agar mengetahui pola karier yang terbuka, perlu memahami

tiga hal. Pertama, adalah sasaran karier yang ingin dicapai dalam arti tingkat

kedudukan atau jabatan tertinggi apa yang mungkin dicapai apabila seseorang mampu

bekerja secara produktif, loyal pada organisasi, menunjukkan perilaku yang

fungsional serta mampu bertumbuh dan berkembang. Kedua, adalah perencanaan

karier dalam arti keterlibatan seseorang dalam pemilihan jalur dan sasaran kariernya.

Ketiga, adalah kesediaan mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam rangka

pengembangan karier sambil berkarya.107

Ada beberapa hal yang diinginkan oleh

seorang pegawai berkaitan dengan kariernya, yaitu :

1) Persamaan kesempatan karier

Karyawan menginginkan persamaan dalam sistem kenaikan pangkat atau promosi

dalam hal kesempatan untuk kemajuan kariernya.

2) Perhatian untuk pengawasan

Karyawan menginginkan para supervisornya untuk memainkan peran aktif dalam

pengembangan karier dan memberikan umpan balik tentang kinerja mereka secara

tepat waktu.

3) Kesadaran akan kesempatan

Karyawan menginginkan pengetahuan tentang kesempatan untuk kemajuan

kariernya.

4) Minat Kerja

Karyawan memerlukan jumlah informasi yang berbeda dan juga memiliki tingkat

keinginan yang berbeda dalam kemajuan kariernya.

5) Kepuasan karier

107

Sondang P. Siagian, Filsafat Administrasi...........,Op.Cit,. hlm. 71.

65

Karyawan memiliki tingkat kepuasan karier yang berbeda-beda bergantung pada

usia dan jenis pekerjaan. 108

Pemahaman berbagai faktor di atas akan memungkinkan bagian kepegawaian

berperan aktif dalam perencanaan karier para anggota organisasi. Salah satunya dapat

dilakukan melalui suatu sistem pembinaan yang perlu dilakukan oleh pimpinan atau

atasan para pegawai guna membantu menggali potensi dan pengembangan kariernya.

c. Pembinaan Etika Profesi

Upaya peningkatan keterampilan melalui pendidikan pelatihan tidak banyak

mempengaruhi kesadaran kedisiplinan kerja Pegawai Negeri. Lain hal jika proses

pembinaan pegawai itu dengan cara lebih menekankan pada moralitas pegawai itu

sendiri. Penekanan tersebut seperti arti pentingnya etika bagi aparatur pemerintah

yang merupakan hal penting yang harus dikembangkan karena dengan adanya etika

diharapkan mampu untuk membangkitkan kepekaan birokrasi (pemerintah) dalam

melayani masyarakat.

Disiplin mengandung suatu gagasan hukuman, dalam arti disiplin berkaitan

dengan pengembangan sikap yang layak terhadap pekerjaan. Disiplin secara singkat

dapat dikatakan, suatu keadaan yang menyebabkan atau memberikan dorongan

kepada pegawai untuk berbuat dan melakukan segala kegiatan sesuai dengan norma-

norma atau aturan yang telah ditetapkan. Disiplin dalam arti sempit sebagai sikap atau

tingkah laku seseorang atau sekelompok orang, untuk menaati atau melaksanakan

108

Taufik Effendi, 2004, Membangun Tata Pemerintahan yang Baik, Kompas, Jakarta, hlm. 86.

66

segala peraturan yang berlaku dalam organisasi secara sadar dan sukarela untuk

mencapai tujuan. 109

Etik adalah sistem moral dari individu atau grup. Sistem moral mengandung

kaidah-kaidah yang mengatur tindak tanduk dan perilaku angota kelompok agar tetap

berwibawa dan dipercaya masyarakat. Sehubungan dengan itu, di dalam kelompok

tertentu misalnya persatuan profesi yang terdapat kode etik yang menjadi Pedoman

bagi setiap anggota agar berperilaku terpuji sehingga dihormati dan dipercaya oleh

masyarakat. Berdasarkan hal itu, setiap anggota berusaha untuk mencegah perilaku

yang mencemarkan nama baik organisasi. Penerapan etik dengan sendirinya disertai

dengan pengawasan secara terus menerus, dan adanya sanksi-sanksi yang tegas atas

adanya pelanggaran kode etik tersebut.

Umumnya yang dimaksud dengan kode etik adalah sekumpulan norma, asas,

dan nilai yang menjadi pedoman bagi anggota kelompok profesi tertentu dalam

bersikap,berperilaku dan melaksanakan kegiatan-kegiatan sebagai anggota kelompok

profesi tersebut. Setiap manusia dalam kehidupan sehari-harinya memiliki keterikatan

satu sama lain. Keterikatan tersebut yaitu; Dalam lingkungan keluarga, kehidupan

pribadi kita dibatasi oleh ketentuan-ketentuan ataupun pedoman hidup yang berasal

dari adat maupun agama; Dalam kehidupan bermasyarakat yang menjadi patokan

adalah hukum positif yang proses penerapanya untuk memelihara dan menumbuhkan

rasa keadilan, sedangkan di dalam kehidupan profesi, martabat serta kehormatan

109

Wursanto IG, 1988, Manajemen Kepegawaian 2. Kanisius, Yogyakarta, hlm. 108.

67

anggota ditentukan oleh kode etik.110

Berbicara mengenai kode etik dalam kaitannya

dengan Pegawai Negeri Sipil, ada suatu prinsip-prinsip yang digariskan dalam kode

etik Pegawai Negeri Sipil yaitu:

1. Adalah warga negara kesatuan RI yang berdasarkan Pancasila, yang bertakwa

kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan bersikap hormat-menhormati antar sesame

warga negara yang memeluk agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa

yang berlainan;

2. Sebagai unsur Aparatur Negara, Abdi Negara, dan Abdi Masyarakat, setia dan

taat spenuhnya kepada Pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintah serta

mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan diri sendiri atau golongan;

3. Menjunjung tinggi kehormatan negara, pemerintah dan martabat Pegawai Negeri

Sipil serta menaati segala peraturan perundang-undangan, peraturan kedinasan,

dan perintah-perintah atasan dengan penuh kesadaran, pengabdian, dan tanggung

jawab;

4. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sebaik-baiknya sesuai dengan bidang

tugasnya masing-masing;

5. Tetap memelihara keutuhan, kekompakan, persatuan, dan kesatuan negara dan

bangsa Indonesia serta Korps Pegawai Negeri Sipil.111

D. Penegakan Hukum

1. Pengertian Penegakan Hukum

Penegakan hukum dalam buku Black’s Law Dictionary, law enforcement

diartikan sebagai “the act of putting something such as a law into effect; the

110

Sri Hartini, dkk, 2008, Hukum Kepegawaian Di Indonesia............,Op.Cit., hlm. 48. 111

Soedibyo Triatmodjo, 1983, Hukum Kepegawaian...............,Op.Cit., hlm. 104

68

execution of a law; the carrying out of a mandate or command”.112

Bryan A. Garner

dalam Black’s Law Dictionary, menerjemahkan penegakan hukum sebagai, pertama;

“The detection and punishment of violations of the law. The term is not limited to the

enforcement of criminal laws, for example, the Freedom of Information Act contains

an exemption for law-enforcement purposes and furnished in confidence. That

exemption is valid for the enforcement of a variety of noncriminal laws (such as

national-security laws) as well as criminal laws”. Kedua; “Criminal justice”.

Ketiga;“Police officers and other members of the executive branch of government

charged with carrying out and enforcing the criminal law”.113

Satjipto Rahardjo membedakan istilah penegakan hukum (law enforcement)

dengan penggunaan hukum (the use of law). Penegakan hukum dan penggunaan

hukum adalah dua hal yang berbeda. Orang dapat menegakkan hukum untuk

memberikan keadilan, tetapi orang juga dapat menegakkan hukum untuk digunakan

bagi pencapaian tujuan atau kepentingan lain. Menegakkan hukum tidak persis sama

dengan menggunakan hukum.114

Menurutnya, penegakan hukum pada hakikatnya

merupakan penegakan ide-ide atau konsep-konsep yang abstrak. Pengekan hukum

adalah usaha untuk mewujudkan ide-ide tersebut menjadi kenyataan.115

112

Black Henry Campbell. 1999. Black’s Law Dictionary. Edisi VI. St. Paul Minesota, West

Publishing. Ebook. hlm. 578. 113

Bryan A. Garner (Editor In Chief). 1999. Black’s Law Dictionary. Seventh Edition. St. Paul

Minesota, West Publishing. Ebook. hlm, 891. 114

Satjipto Rahardjo. 2006. Sisi-Sisi Lain dari Hukum di Indonesia. Cetakan Kedua. Penerbit

Buku Kompas. Jakarta,. hlm. 169. 115

Ibid.,

69

Menurut Soerjono Soekanto, penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan

hubungan nilai-nilai yang terjabar dalam kaidah-kaidah, pandangan-pandangan nilai

tahap akhir untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian

pergaulan hidup. Hakikat dari penegakan hukum adalah untuk mewujudkan nilai-nilai

atau kaidah-kaidah yang memuat keadilan dan kebenaran.116

Fungsi hukum secara

konkrit harus dapat mengendalikan pertentangan kepentingan-kepentingan kehidupan

manusia menjadi keadaan yang teratur dan mantap. Fungsi hukum perlu

dipertahankan secara terus-menerus dalam waktu yang lama, mulai dari pokok-pokok

pikiran tersebut fungsi hukum sebagai pengendali sosial yang terkait dengan stabilitas

sosial. 117

Berbeda dengan Satjipto Rahardjo, Soerjono Soekanto mengemukakan ada

dua pengertian penegakkan hukum, yaitu: Pengertian dalam arti luas yang mencakup;

1) Lembaga-lembaga yang menerapkan hukum seperti Pengadilan, Kejaksaan,

Kepolisian. 2) Pejabat-pejabat yang memegang peranan sebagai pelaksana atau

Penegak Hukum seperti Hakim, Jaksa, Polisi. 3) Segi Adminsitratif seperti proses

peradilan, pengusutan, penahanan, dan seterusnya. 4) Penyelesaian sengketa di luar

Pengadilan Batas-batas wewenang antara Pengadilan Sipil dengan Pengadilan Militer,

dan Pengadilan Agama. Pengertian dalam arti sempit yang mencakup; penerapan

116

Soerjono Soekanto, 1983, Penegakan Hukum, Bina Citra, Jakarta, hlm. 13. 117

Bambang Poernomo, 1993, Pola Dasar Teori-Asas Umum Hukum Acara Pidana dan

Penegakan Hukum Pidana, Liberty, Yogyakarta, hlm. 87-88.

70

hukum oleh lembaga-lembaga peradilan (serta pejabat-pejabatnya), kejaksaan dan

kepolisian.118

Pendapat yang berbeda dikemukakan oleh Sudikno Mertokusumo, yang

menyatakan bahwa penegakan hukum maknanya adalah pelaksanaan hukum atau

implementasi hukum itu sendiri.119

Pengertian penegakan hukum dapat pula di tinjau

dari sudut obyeknya, yaitu dari segi hukumnya. Pengertian penegakan hukum dalam

hal ini mencakup makna yang luas dan sempit. Penegakan hukum itu mencakup nilai-

nilai keadilan yang terkandung di dalamnya bunyi aturan formal maupun nilai-nilai

keadilan yang hidup dalam masyarakat. Penegakan hukum dalam arti sempit, hanya

menyangkut penegakan peraturan yang formal dan tertulis saja. Penerjemahan

perkataan “Law Enforcement” ke dalam Bahasa Indonesia dengan menggunakan

istilah “Penegakan Aturan Hukum” dalam arti luas, dapat pula menggunkan istilah

“Penegakan Peraturan” dalam arti sempit. Pembedaan antara formalitas aturan hukum

yang tertulis dengan cakupan nilai keadilan yang dikandungnya, bahkan timbul dalam

Bahasa Inggris sendiri dengan dikembangkannya istilah “the rule of law” yang

terkandung makna pemerintahan oleh hukum. Istilah itu tersebut bukan dalam artinya

yang formal, melainkan mencakup pula nilai-nilai keadilan yang terkandung di

dalamnya.

Hakikat penegakan hukum itu mewujudkan nilai-nilai atau kaidah-kaidah

yang memuat keadilan dan kebenaran, penegakan hukum bukan hanya menjadi tugas

118

Soerjono Soekanto, 1983, Penegakan Hukum............,Op.Cit,. hlm. 118. 119

Mertokusumo, Sudikno, 1993, Bab-bab Tentang Penemuan Hukum, Citra Aditya Bakti,

Yoyakarta, hlm. 81.

71

dari para penegak hukum yang sudah dikenal secara konvensional, tetapi menjadi

tugas dari setiap orang. Penegakan hukum merupakan suatu proses yang melibatkan

banyak hal, masalah penegakan hukum merupakan suatu persoalan yang dihadapi

oleh setiap masyarakat. Setiap masyarakat dengan karakteristiknya masing-masing,

mungkin memberikan corak permasalahannya tersendiri di dalam kerangka

penegakan hukumnya. Setiap masyarakat mempunyai tujuan yang sama, agar di

dalam masyarakat tercapai kedamaian sebagai akibat dari penegakan hukum yang

formil. Kedamaian tersebut dapat diartikan bahwa di satu pihak, terdapat ketertiban

antar pribadi yang bersifat ekstern, dan di lain pihak terdapat ketenteraman pribadi

intern. Demi tercapainya suatu ketertiban dan kedamaian, maka hukum berfungsi

untuk memberikan jaminan bagi seseorang agar kepentingannya diperhatikan oleh

setiap orang lain. Hukum harus bisa melindungi jika ada kepentingan itu terganggu,

oleh karena itu hukum itu harus dilaksanakan dan ditegakkan tanpa membeda-

bedakan atau tidak memberlakukan hukum secara diskriminatif.

Karakteristik hukum sebagai kaedah selalu dinyatakan berlaku umum untuk

siapa saja dan di mana saja dalam wilayah negara, tanpa membeda-bedakan,

kendatipun ada pengecualian yang dinyatakan secara eksplisit dan berdasarkan alasan

tertentu yang dapat diterima dan dibenarkan. Pada dasarnya hukum itu tidak berlaku

secara diskriminatif, kecuali oknum aparat atau organisasi penegak hukum dalam

kenyataan sosial telah memberlakukan hukum itu secara diskriminatif. Penegakan

hukum seperti diatas, akhirnya tidak mencerminkan adanya kepastian hukum dan rasa

keadilan dalam masyarakat. Penegakan hukum, tekanannya selalu diletakkan pada

72

aspek ketertiban. Hal itu mungkin sekali disebabkan oleh karena hukum diidentikkan

dengan penegakan perundang-undangan, asumsi seperti ini sangat keliru, karena

hukum itu harus dilihat dalam satu sistem, yang menimbulkan interaksi tertentu

dalam berbagai unsur sistem hukum.

Sumber dari segala sumber hukum di negara kita adalah Pancasila. Pancasila

merupakan pandangan hidup, kesadaran, cita-cita hukum dan cita-cita moral yang

meliputi suasana kejiwaan serta watak bangsa Indonesia. Ketentuan hukum maupun

penegakan atau pelaksanaannya haruslah merupakan operasionalisasi dari nilai-nilai

Pancasila tersebut dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Penegakan hukum dengan memperhatikan kandungan nilai-nilai yang terdapat dalam

rumusan Pancasila, harus ditujukan untuk merealisasikan nilai-nilai tersebut dalam

realitas kehidupan nasional kita. Penegakan hukum dengan demikian dihadapkan

kepada persoalan bagaimana agar dalam penegakan hukum itu terpancar nilai-nilai

Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan

Indonesia, dan Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam

Permusyawaratan/Perwakilan serta dengan mewujudkan suatu Keadilan Sosial bagi

Seluruh Rakyat Indonesia.

Penegakan hukum dilandasi oleh nilai etik, moral dan spritual yang memberi

keteguhan komitmen terhadap kedalam tugas hukum kita. Penegakan hukum, dengan

demikian tidak hanya sekadar menegakkan kebenaran formal, tetapi ditujukan untuk

mencari kebenaran materiil yang diharapkan dapat mendekati kebenaran yang

sifatnya hakiki. Tanggungjawab penegak hukum dengan demikian juga bertumpu

73

kepada sikap etis, moral dan spiritual. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa

penegakan hukum merupakan usaha untuk menegakkan norma-norma dan kaidah-

kaidah hukum sekaligus nilai-nilai yang ada di belakangnya. Aparat penegak hukum

hendaknya memahami benar-benar jiwa hukum yang mendasari peraturan hukum

yang harus ditegakkan, terkait dengan berbagai dinamika yang terjadi dalam proses

pembuatan perundang-undangan.

Penegakan hukum harus dilakukan oleh para penegak hukum dalam suatu

kerjasama yang baik dengan dibantu dan didukung oleh aparatur negara untuk turut

serta mengambil bagian dalam hal menjamin, memelihara, dan menyadari betapa

perlunya hukum itu berfungsi. Hukum dapat menjalankan tugasnya untuk

mempertahankan suatu ketertiban atau kedisiplinan pola yang ada, menjaga agar

setiap orang menjalankan perannya sebagaimana telah ditentukan dan diharapkan.120

Penegakan hukum (Law enforcement) merupakan bagian dari penerapan

hukum yang semestinya dapat berjalan selaras dengan kesadaran hukum masyarakat.

Kesadaran hukum masyarakat sangat dipengaruhi oleh rasa keadilan masyarakat.

Penegakan hukum pada dasarnya harus memperhatikan aspek-aspek yang

mempengaruhi upaya penegakan hukum tersebut, yaitu meliputi; Materi hukum

(peraturan /perundangan-undangan), aparat penegak hukum (hakim, jaksa, polisi, dan

lembaga pemasyarakatan), Sarana prasarana hukum, serta Budaya hukum. Budaya

hukum meliputi di dalamnya cita hukum masyarakat, kesadaran hukum masyarakat,

120

Soedjono D, 2002, Menegakan Hukum, Majalah Ikatan Alumni Fakultas Hukum UNIKA

Parahyangan, Bandung, hlm. 35.

74

dan etika profesi para aparat penegak hukum. Penegakan hukum tidak saja mencakup

Law enforcement, akan tetapi mencakup pula peace maintenance.121

Hal tersebut

disebabkan karena hakekat dari penegakan hukum merupakan proses penyerasian

antara nilai-nilai kaidah dan pola perilaku.

2. Teori Penegakan Hukum

Penegakan hukum merupakan pusat dari seluruh “aktivitas kehidupan” hukum

yang dimulai dari perencanaan hukum, pembentukan hukum, penegakan hukum dan

evaluasi hukum. Penegakan hukum pada hakikatnya merupakan interaksi antara

berbagai perilaku manusia yang mewakili kepentingan-kepentingan yang berbeda,

dalam bingkai aturan yang telah disepakati bersama. Penegakan hukum, oleh karena

itu tidak dapat semata-mata dianggap sebagai proses menerapkan hukum

sebagaimana pendapat kaum legalistik. Proses penegakan hukum mempunyai

dimensi yang lebih luas daripada pendapat penegakan hukum tersebut, karena dalam

penegakan hukum akan melibatkan dimensi perilaku manusia. Berangkat dari

pemahaman tersebut, maka kita dapat mengetahui bahwa masalah-masalah hukum

yang akan selalu menonjol adalah problema “law in action” bukan pada “law in the

books”.

Satjipto Rahardjo berpendapat, sejak hukum modern semakin bertumpu pada

dimensi bentuk yang menjadikannya formal dan prosedural, maka sejak itu pula

muncul perbedaan antara keadilan formal atau keadilan menurut hukum disatu pihak

121

Satjipto Rahardjo. 1983. Penegakan Hukum............,Op.Cit,. hlm. 120.

75

dan keadilan sejati atau keadilan substansial di pihak lain.122

Adanya dua macam

dimensi keadilan tersebut, maka kita dapat melihat bahwa dalam praktiknya, hukum

itu dapat digunakan untuk menyimpangi keadilan subsatansial. Penggunaan hukum

seperti diatas, tidak berarti melakukan pelanggaran hukum, melainkan semata-mata

menunjukkan bahwa hukum itu dapat digunakan untuk tujuan lain, selain mencapai

keadilan.123

Satjipto Raharjo berpendapat, progresivisme bertolak dari pandangan

kemanusiaan, bahwa manusia dasarnya adalah baik, memiliki kasih sayang serta

kepedulian terhadap sesama sebagai modal penting untuk membangun kehidupan

hukum dalam masyarakat.124

Berfikir secara progresif, menurut Satjipto Raharjo berarti harus berani keluar

dari mainstream pemikiran absolutisme hukum, kemudian menempatkan hukum

dalam posisi yang relative.125

Hukum dalam hal ini, harus diletakkan dalam

keseluruhan persoalan kemanusiaan. Bekerja berdasarkan pola pikir yang determinan

hukum memang perlu, namun itu bukanlah suatu yang mutlak dilakukan manakala

para ahli hukum berhadapan dengan suatu masalah yang jika menggunakan logika

hukum modern akan menciderai posisi kemanusiaan dan kebenaran.

Bekerja berdasarkan pola pikir hukum yang progresif (paradigma hukum

progresif), barang tentu berbeda dengan paradigma hukum positivis-praktis yang

selama ini diajarkan di perguruan tinggi. Paradigma hukum progresif melihat faktor

122

Ibid., hlm 121. 123

Ibid., 124

Ibid., hlm 122 125

Ibid.,

76

utama dalam hukum adalah manusua itu sendiri. Paradigma hukum positivistis

meyakini kebenaran hukum di atas manusia, manusia boleh dimarjinalkan asal

hukum tetap tegak. Paradigma hukum progresif berfikir bahwa justru hukumlah yang

boleh dimarjinalkan untuk mendukung eksistensialitas kemanusian, kebenaran dan

keadilan. Hukum progresif mengingatkan, bahwa dinamika hukum tidak kunjung

berhenti. Hukum terus menerus berada pada status membangun diri, dengan demikian

terjadinya perubahan sosial dengan didukung oleh social engineering by law yang

terencana, akan mewujudkan apa yang menjadi tujuan hukum progresif yaitu

kesejahteraan dan kebahagiaan manusia.126

Manusia perlu mendapatkan kehidupan

hukum yang beradab.

Berbicara mengenai hukum di Indonesia saat ini, maka hal pertama yang

tergambar mungkin ketidakadilan. Seorang yang mencuri buah dari kebun

tetangganya karena lapar harus dihukum kurungan penjara, sedangkan koruptor yang

merajalela di negara ini justru mendapatkan hukuman yang cukup ringan, bahkan ada

yang dibebaskan dan bisa menempati posisi yang berpengaruh terhadap kemajuan

dan perkembangan negara. Kasus yang lain seperti seorang maling ayam yang harus

dijatuhi hukuman kurungan penjara dalam hitungan Tahun. Hal tersebut sangat

berbeda dengan para pejabat pemerintah atau mereka yang mempunyai banyak uang

yang memang secara hukum terbukti bersalah, namun dengan mudahnya membeli

keadilan dan mempermainkan hukum sesuka mereka. Keduanya dalam kondisi yang

126

Soedjono D, 2002, Menegakan Hukum.............,Op.Cit,. hlm. 36.

77

sama namun dapat kita lihat bagaimanakah hukum itu berjalan dan dimanakah hukum

itu berlaku.

Contoh di atas adalah sebagian kecil dari hal-hal yang terjadi disekitar kita.

Hal tersebutlah yang akhirnya mungkin membuat orang-orang di negara ini akan

menggambarkan bahawa hukum negara kita tidak adil. Masyarakat pun sudah tidak

asing lagi dengan istilah bahwa “hukum Indonesia runcing kebawah tapi tumpul

keatas”. Pernyataan tersebut timbul bukan semata-mata karena ketidakadilan dalam

satu perkara. Beberapa kasus di atas adalah bukti yang jelas. Bagi mereka yang

mempunyai kekuasaan dan harta, hukum telihat begitu mudah untuk diatur. Mungkin

kita akan bertanya “apa penyebabnya?”. Begitu banyak penyebab permasalahan

sistem hukum di Indonesia, mulai dari sistem peradilannya, perangkat hukumnya, dan

masih banyak lagi. Penyebab utama yang menjadi sumber permasalahan bias jadi

karena ketidak konsistenan penegakan hukum.

Pengadilan yang merupakan representasi utama wajah penegakan hukum,

dituntut untuk mampu melahirkan tidak hanya kepastian hukum, melainkan pula

keadilan, kemanfaatan sosial dan pemberdayaan sosial melalui putusan-putusan

hakimnya. Kegagalan lembaga peradilan dalam mewujudkan tujuan telah mendorong

meningkatnya ketidakpercayaan masyarakat terhadap pranata hukum dan lembaga-

lembaga hukum. Salah satu permasalahan yang perlu mendapat perhatian kita semua,

adalah merosotnya rasa hormat masyarakat terhadap wibawa hukum. Bagaimanapun

juga masih banyak warga masyarakat yang tetap menghormati putusan-putusan yang

telah dibuat oleh pengadilan, meskipun demikian sah-sah saja kiranya apabila

78

masyarakat mempunyai penilaian tersendiri terhadap putusan tersebut. Adanya

penilaian dari masyarakat ini menunjukkan bahwa hukum/pengadilan tidak dapat

melepaskan diri dari struktur sosial masyarakatnya.

Hukum tidaklah steril dari perilaku-perilaku sosial lingkungannya. Wajar

kiranya apabila masyarakat mempunyai opini tersendiri setiap ada putusan pengadilan

yang dipandang bertentangan dengan nilai-nilai keadilan hidup yang tumbuh

ditengah-tengah masyarakat. Persoalannya tidak akan berhenti hanya sebatas

munculnya opini publik, melainkan berdampak sangat luas yaitu merosotnya citra

lembaga hukum di mata masyarakat. Kepercayan masyarakat akan luntur dan

mendorong munculnya kebingungan mengenai nilai-nilai mana yang benar dan mana

yang salah. Hakikat penegakan hukum itu mewujudkan nilai-nilai atau kaidah-kaidah

yang memuat keadilan dan kebenaran, penegakan hukum bukan hanya menjadi tugas

dari para penegak hukum yang sudah dikenal secara konvensional, tetapi menjadi

tugas dari setiap orang. Penegakan hukum merupakan suatu proses yang melibatkan

banyak hal. Soerjono Soekanto mengatakan bahwa agar hukum dapat berfungsi

dengan baik diperlukan keserasian dalam hubungan antara empat faktor, yakni

sebagai berikut:

a. Hukum atau peraturan itu sendiri. Kemungkinannya adalah bahwa terjadi

ketidakcocokan dalam peraturan perundang-undangan mengenai bidang

kehidupan tertentu. Kemungkinan lainnya adalah ketidakcocokan antara peraturan

perundang-undangan dengan hukum tidak tertulis atau hukum kebiasaan.

Kadangkala ada ketidakserasian antara hukum tercatat dengan hukum kebiasaan.

79

b. Mentalitas petugas yang menegakan hukum penegak hukum. Antara lain

mencakup hakim, polisi, jaksa, pembela, petugas pemasyarakatan, dan seterusnya.

Apabila peraturan perundang-undangan sudah baik, tetapi mental penegak hukum

kurang baik, maka akan terjadi gangguan pada sistem penegakan hukum.

c. Fasilitas yang diharapkan untuk mendukung pelaksanaan hukum. Kalau peraturan

perundang-undangan sudah baik dan juga mentalitas penegaknya juga baik, akan

tetapi fasilitas kurang memadai (dalam ukuran tertentu), maka penegakan hukum

tidak akan berjalan dengan semestinya.

d. Kesadaran hukum, kepatuhan hukum dan perilaku warga masyarakat.127

Cara atau prosedur pelaksanaan dalam proses penegakan hukum harus jelas

dan tegas serta mudah dimengerti agar pelaksanaannya tidak mengalami kesalah

pahaman dan keraguan dalam tata organisasi maupun kewenangan. Sistem

penegakkan hukum (yang baik) menyangkut penyerasian antara nilai dengan

substansi hukum serta prilaku nyata manusia, sehingga hakikat penegakkan itu

mewujudkan nilai-nilai atau kaidah-kaidah (substansi yang memuat keadilan dan

kebenaran). Menurut J.B.J.M, ten Berge, “tugas penegakan hukum tidak hanya

diletakkan di pundak Polisi, penegakkan hukum merupakan tugas dari semua subjek

hukum dalam masyarakat.128

Pemerintah meskipun demikian, dalam kaitannya

dengan hukum publik, adalah pihak yang paling bertanggung jawab melakukan

penegakan hukum. J.B.J.M. ten Berge menyebutkan beberapa aspek yang harus

diperhatikan atau dipertimbangkan dalam penegakan hukum, yaitu:

127

Soerjono Soekanto, 1983, Penegakan Hukum.............,Op.Cit. hlm 15. 128

Philipus M. Hadjon. 1993. Pengantar Hukum Perizinan. Yudika. Surabaya. hlm 386.

80

1. Suatu peraturan harus sedikit mungkin memberikan ruang bagi perbedaan

interpretasi;

2. Ketentuan perkecualian harus dibatasai secara minimal;

3. Peraturan harus sebanyak mungkin diarahkan pada kenyataan yang secara

obyektif dapat ditentukan;

4. Peraturan harus dapat dilaksanakan oleh meraka yang terkena peraturan itu dan

mereka yang dibebani dengan (tugas) penegakan (hukum).129

Penegakan hukum dalam setiap pelaksanaannya harus memperhatikan

keadilan, namun hukum itu tidak identik dengan keadilan, hukum itu bersifat umum,

mengikat setiap orang, bersifat menyamaratakan. Setiap orang yang mencuri harus

dihukum tanpa membeda-bedakan siapa yang mencuri. Keadilan bersifat subjektif,

individualistis dan tidak menyamaratakan.130

Adil bagi seseorang belum tentu

dirasakan adil bagi orang lain. Aristoteles dalam buah pikirannya “Ethica

Nicomacea” dan “Rhetorica” mengatakan, hukum mempunyai tugas yang suci, yakni

memberikan pada setiap orang apa yang berhak ia terima. Anggapan ini berdasarkan

etika dan berpendapat bahwa hukum bertugas hanya membuat adanya keadilan saja

(Ethische theorie).131

Anggapan semacam itu tidak mudah dipraktekkan, maklum

tidak mungkin orang membuat peraturan hukum sendiri bagi tiap-tiap manusia, sebab

apabila itu dilakukan maka maka tidak aka nada ujungnya. Hukum harus membuat

peraturan umum, kaedah hukum tidak diadakan untuk menyelesaikan suatu perkara

129

Ibid., 130

Sudikno Mertokusumo, 1993, “Bab-bab Tentang Penemuan Hukum”, Citra Aditya Bakti,

Yoyakarta. hlm. 2. 131

Ibid.,

81

tertentu. Kaedah hukum tidak menyebut suatu nama seseorang tertentu, kaedah

hukum hanya membuat suatu kualifikasi tertentu.132

3. Sanksi Dalam Hukum Administrasi Negara

Penggunaan Sanksi Administrasi Negara dalam Hukum Administrasi Negara

merupakan penerapan kewenangan pemerintahan, di mana kewenangan ini berasal

dari aturan hukum administrasi tertulis dan tidak tertulis. Pada umumnya,

memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk menetapkan norma-norma hukum

administrasi tertentu, diiringi pula dengan memberikan kewenangan untuk

menegakkan norma-norma itu melalui penerapan sanksi bagi mereka yang melanggar

norma-norma hukum administrasi tersebut. J.J. Oosternbrink mengatakan bahwa,

sanksi administrasi adalah sanksi yang muncul dari hubungan antara pemerintah

dengan warga negara dan yang dilaksanakan tanpa perantara kekuasaan peradilan.

Hal itu dapat secara langsung dilaksanakan oleh administrasi sendiri, serta ketika

warga negara melalaikan kewajiban yang timbul dalam hubungan hukum

administrasi, pihak lawan (pemerintah) dapat mengenakan sanksi tanpa perantara

hakim.133

Pernyataan tersebut memiliki arti bahwa penerapan sanksi adminsitratif,

pada dasarnya tanpa perantara hakim, namun dalam beberapa hal ada pula sanksi

administratif yang harus melalui proses peradilan.

132

Ichtiar. 1962. Pengantar Dalam Hukum Indonesia. Balai Buku. Jakarta. hlm. 24-28. 133

J.J. Oostenbrink. Administratief Sancties. Uitgeverij Vuga, s-Gravenhage, tt. (Ebook

Terjemahan) hlm 8.

82

Menurut P de Haan dkk, ”dalam HAN, penggunaan sanksi administrasi

merupakan penerapan kewenangan pemerintahan, di mana kewenangan ini berasal

dari aturan hukum administrasi tertulis dan tidak tertulis.134

JJ.Oosternbrink

berpendapat sanksi administratif adalah, sanksi yang muncul dari hubungan antara

pemerintah dan warga negara yang dilaksanakan tanpa perantara pihak ketiga

(kekuasaan peradilan), tetapi dapat secara langsung dilaksanakan oleh administrasi

sendiri.135

Sanksi dalam Hukum Administrasi Negara ditinjau dari segi sasarannya,

dikenal dua jenis yaitu sanksi reparatoir (reparatoire sancties) dan sanksi punitif

(punitieve sancties). Sanksi reparatoir memiliki arti sanksi yang diterapkan sebagai

reaksi atas pelanggaran norma, yang ditujukan untuk mengembalikan pada kondisi

semula atau menempatkan pada situasi yang sesuai dengan hukum (legale situatie).

Sanksi dengan kata lain, mengembalikan pada kondisi semula sebelum terjadinya

pelanggaran), sedangkan sanksi punitif adalah sanksi yang semata-mata ditujukan

untuk memberikan hukuman (staffen) pada seseorang. Contoh dari sanksi reparatoir

adalah paksaan pemerintah (bestuurdwang) dan pengenaan uang paksa (dwangsom),

sedangkan contoh dari sanksi punitif adalah pengenaan denda administrasi

(bestuurboete).

J.B.J.M ten Berge mengatakan di samping sanksi reparatoir dan punitif, ada

sanksi lain yang disebut sebagai sanksi regresif (regresieve sancties), yaitu sanksi

yang diterapkan sebagai reaksi atas ketidak patuhan terhadap ketentuan-ketentuan

134

Ibid., hlm 8. 135

Ibid.,

83

yang terdapat pada ketetapan yang diterbitkan. Sanksi ini ditujukan pada keadaan

hukum semula, sebelum diterbitkannya ketetapan.136

Seiring dengan luasnya ruang

lingkup dan keragaman bidang urusan pemerintahan yang masing-masing bidang itu

diatur dengan peraturan tersendiri, macam dan jenis sanksi dalam rangka penegakan

peraturan itu menjadi beragam. Pada umumnya macam-macam dan jenis sanksi itu

dicantumkan dan ditentukan secara tegas dalam peraturan perundang-undangan

bidang administrasi tertentu. Macam-macam sanksi dalam Hukum Administrasi

aadalah; Bestuursdwang (paksaan pemerintahan), penarikan kembali keputusan

(ketetapan) yang menguntungkan, pengenaan denda administratif, dan pengenaan

uang paksa oleh pemerintah (dwangsom).

a. Paksaan Pemerintahan (Bestuursdwang)

Paksaan pemerintahan merupakan tindakan nyata yang dilakukan organ

pemerintah atau atas nama pemerintah untuk memindahkan, mengosongkan,

menghalang-halangi, memperbaiki pada keadaan semula apa yang telah dilakukan

atau sedang dilakukan yang bertentangan dengan kewajiban-kewajiban yang

ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Contoh Undang-Undang Nomor 51

Tahun 1961 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa ijin yang Berhak atau

Kuasanya. Bestuursdwang merupakan Kewenangan Bebas, artinya pemerintah diberi

kebebasan untuk mempertimbangkan menurut inisiatifnya sendiri apakah

136

Philipus M. Hadjon. 1993. Pengantar Hukum Perizinan...........,Op.Cit. hlm 391.

84

menggunakan Bestuursdwang atau tidak atau bahkan menerapkan sanksi yang

lainnya.

Paksaan pemerintahan harus memperhatikan ketentuan Hukum yang berlaku,

baik Hukum tertulis maupun tidak tertulis, yaitu asas-asas pemerintahan yang layak

seperti asas kecermatan, asas keseimbangan, asas kepastian hukum dan lain-lain.

Contoh Pelanggaran yang tidak bersifat substansial, seseorang mendirikan rumah

tinggal di daerah pemukiman, tanpa IMB. Pemerintah tidak sepatutnya langsung

menggunakan paksaan pemerintahan, dengan membongkar rumah tersebut, karena

masih dapat dilakukan legalisasi, dengan cara memerintahkan kepada pemilik rumah

untuk mengurus IMB. Apabila perintah mengurus IMB tidak dilaksanakan maka

pemerintah dapat menerapkan Bestuursdwang, yaitu pembongkaran. Contoh

Pelanggaran yang bersifat substansial, misalkan pada pengusaha yang membangun

industri di daerah pemukiman penduduk, yang berarti mendirikan bangunan tidak

sesuai dengan RT/RW yang ditetapkan pemerintah, maka pemerintah dapat langsung

menerapkan Bestuursdwang.

Peringatan yang mendahului Bestuursdwang, hal ini dapat dilihat pada

pelaksanaan Bestuursdwang di mana wajib didahului dengan suatu peringatan

tertulis, yang dituangkan dalam bentuk Ketetapan Tata Usaha Negara. Isi peringatan

tertulis ini biasanya meliputi hal-hal sebagai berikut, Peringatan harus definitif, Organ

yang berwenang harus disebut, Peringatan harus ditujukan kepada orang yang tepat,

Ketentuan yang dilanggar jelas, Pelanggaran nyata harus digambarkan dengan jelas,

Memuat penentuan jangka waktu, Pemberian beban jelas dan seimbang, Pemberian

85

beban tanpa syarat, Beban mengandung pemberian alasannya, Peringatan memuat

berita tentang pembebanan biaya.

b. Penarikan Kembali Keputusan (Ketetapan) Yang Menguntungkan

Penarikan kembali Ketetapan Tata Usaha Negara yang menguntungkan,

dilakukan dengan mengeluarkan suatu ketetapan baru yang isinya menarik kembali

dan/atau menyatakan tidak berlaku lagi ketetapan yang terdahulu. Hal tersebut

diterapkan jika terjadi pelanggaran terhadap peraturan atau syarat-syarat yang

dilekatkan pada penetapan tertulis yang telah diberikan, juga dapat terjadi

pelanggaran undang-undang yang berkaitan dengan izin yang dipegang oleh si

pelanggar. Penarikan kembali ketetapan ini menimbulkan persoalan yuridis, karena di

dalam HAN terdapat asas het vermoeden van rechtmatigheid atau presumtio justea

causa, yaitu bahwa pada asasnya setiap ketetapan yang dikeluarkan oleh Badan atau

Pejabat Tata Usaha Negara dianggap benar menurut hukum. Ketetapan Tata Usaha

Negara yang sudah dikeluarkan itu pada dasarnya tidak untuk dicabut kembali,

sampai dibuktikan sebaliknya oleh hakim di pengadilan. Kaidah HAN memberikan

kemungkinan untuk mencabut Ketetapan Tata Usaha Negara yang menguntungkan

sebagai akibat dari kesalahan si penerima Ketetapan Tata Usaha Negara sehingga

pencabutannya merupakan sanksi baginya.

Sebab-sebab Pencabutan Ketetapan Tata Usaha Negara sebagai sanksi ini

terjadi, apabila yang berkepentingan tidak mematuhi pembatasan-pembatasan, syarat-

syarat atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang dikaitkan pada izin,

subsidi, atau pembayaran. Apabila yang berkepentingan pada waktu mengajukan

86

permohonan untuk mendapat izin, subsidi, atau pembayaran telah memberikan data

yang sedemikian tidak benar atau tidak lengkap, hingga apabila data itu diberikan

secara benar atau lengkap, maka keputusan akan berlainan misalnya penolakan izin.

c. Pengenaan Uang Paksa (Dwangsom)

Uang paksa sebagai hukuman atau denda, jumlahnya berdasarkan syarat

dalam perjanjian, yang harus dibayar karena tidak menunaikan, tidak sempurna

melaksanakan atau tidak sesuai waktu yang ditentukan, dalam hal ini berbeda dengan

biaya ganti kerugian, kerusakan, dan pembayaran bunga. Menurut hukum

administrasi, pengenaan uang paksa ini dapat dikenakan kepada seseorang atau warga

negara yang tidak mematuhi atau melanggar ketentuan yang ditetapkan oleh

pemerintah sebagai alternatif dari tindakan paksaan pemerintahan

d. Pengenaan Denda Administratif

Pendapat P de Haan DKK menyatakan bahwa, terdapat perbedaan dalam hal

pengenaan denda administratif ini, yaitu bahwa berbeda dengan pengenaan uang

paksa yang ditujukan untuk mendapatkan situasi konkret yang sesuai dengan norma,

denda administrasi tidak lebih dari sekedar reaksi terhadap pelanggaran norma, yang

ditujukan untuk menambah hukuman yang pasti.137

Pemerintah dalam menegakan

sanksi ini, harus tetap memperhatikan asas-asas hukum administrasi, baik tertulis

maupun tidak tertulis.

137

J.J. Oostenbrink. Administratief Sancties. ...........,Op.Cit. hlm 9.

87

BAB III

METODE PENELITIAN

1. Metode Pendekatan

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan yuridis

sosiologis. Metode kualitatif menurut Bosdan dan Taylor, bahwa metode kualitatif

adalah sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-

88

kata, tertulis ataupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.138

Penulis memilih penelitian kualitatif didasarkan pada alasan bahwa; (1) hukum dalam

penelitian ini diartikan sebagai makna-makna simbolik sebagaimana

termanifestasikan dan tersimak dalam dan dari aksi-aksi serta interaksi warga

masyarakat;139

(2) agar dapat mengungkap dan mendapatkan makna yang mendalam

dan rinci terhadap obyek penelitian dari informan,140

dalam hal ini adalah makna-

makna tentang penegakan hukum disiplin berat bagi PNS di Pemkot Bandung.

Penelitian ini menggunakan metode secara yuridis sosiologis, yakni suatu

penelitian yang mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dengan lembaga-

lembaga sosial lainya. Studi terhadap hukum sebagai sebuah kenyataan (Law In

Action) merupakan ilmu sosial yang doktrinal dan bersifat empiris. Langkah-langkah

dan desain-desain teknis penelitian hukum yang sosiologis mengikuti pola penelitian

ilmu-ilmu sosial, khususnya sosiologi, oleh karena itu penelitian ini disebut sebagai

penelitian yang sosiologis atau social legal research. Pengertian social legal research

adalah pendekatan yang mengkonstruksikan hukum sebagai refleksi kehidupan

masyarakat itu sendiri yang menekankan pada pencarian-pencarian, keajegan-

keajegan empirik dengan konsekuensi mengacu pada hukum tertulis juga melakukan

138

Idi Subandy Ibrahim, 2004, Dari Nalar Keterasingan Menuju Nalar Pencerahan, Jalasutra,

Yogyakarta, hlm. 170. 139

Sutandyo Wignyosoebroto, 2006, Keragaman Dalam Konsep Hukum, Tipe Kajian dan

Metode Penelitiannya, Makalah Lokakarya, Yayasan Dewi Sartika, Semarang, hlm. 2. 140

Sanapiah Faesal, 1990, Penelitian Kualitatif, Dasar-Dasar dan Aplikasinya, Yayasan Asih

Asah Asuh (Y A3), Malang, hlm. 21-22.

89

observasi terhadap tingkah laku yang benar-benar terjadi.141

Pendekatan ini utamanya

mempelajari dan meneliti mengenai hukum dan pelaksanaannya (law in action),142

dalam hal ini adalah proses serta faktor yang mempengaruhi penegakan hukuman

disiplin berat bagi PNS di Pemkot Bandung.

2. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian dalam penelitian ini adalah deskriptif yaitu suatu

penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu

individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran

suatu gajala, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala

dengan gejala lain dalam masyarakat.143

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh

gambaran tentang penegakan hukuman disiplin berat Pegawai Negeri Sipil di

Wilayah Pemerintahan Kota Bandung serta faktor apakah yang menjadi

hambatannya. Soerjono Soekanto berpendapat, bahwa penelitian deskriptif bukan

semata-mata untuk mengungkapkan atau menggambarkan kesesuaian perundang-

undangan dalam realita kehidupan masyarakat belaka, tetapi juga untuk memahami

pelaksanaan peraturan perundang-undangan tersebut, berlandaskan pada peraturan

hukum dan memahami apa yang menjadi latar belakang dari pelaksanaan tersebut.144

141

Lexy J. Moleong, 1991, Metode Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosada Karya, Bandung.

hlm. 4. 142

Ronny Hanitijo Soemitro, 1992, Metode Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm.

34-35. 143

Amirrudin dan Zainal Asikin, 2006, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo

Persada, Jakarta, hlm. 25. 144

Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit Universitas Indonesia,

Jakarta, hlm. 250.

90

3. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan Pada Pemerintahan Kota Bandung serta Badan

Kepegawaian Daerah Propinsi Jawa barat dikarenakan data-data mengenai

kepegawaian yang bersumber dari Pemerintahan Kota Bandung berada di Badan

Kepegawaian Daerah Provinsi Jawa Barat, sehingga layak untuk menjadi tempat

penelitian.

4. Informan Penelitian

Informan dalam penelitian ini, adalah orang yang dimanfaatkan untuk

memberikan informasi tentang situasi dan latar belakang penelitian. Informan harus

benar-benar mengetahui dan memiliki data-data yang di butuhkan peneliti terkait

dengan objek yang diteliti secara sukarela. Informan dalam penelitian ini adalah

Pejabat Pemerintahan Kota Bandung yang berwenang dan mengetahui data dan

informasi yang dibutuhkan peneliti, serta Kepala Badan Kepegawaian Daerah beserta

jajarannya yang berwenang, mengingat data-data mengenai kepegawaian secara

umum berada di Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Jawa Barat.

5. Metode Penentuan Informan Sasaran

Konsep informan berkaitan dengan bagaimana memilih informan atau situasi

sosial tertentu yang dapat memberikan informasi yang terpercaya mengenai elemen-

elemen yang ada (karakteristik elemen-elemen yang tercakup dalam fokus atau topik

91

penelitian).145

Informan sasaran dalam penelitian ini dipilih dengan cara purpose

sampling atau criterian based selection yang diikuti oleh Snowball Sampling.146

Pengertian metode purpose sampling itu sendiri adalah pemilihan sekelompok subjek

atas ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang

erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya.147

Penelitian dengan menggunakan purposive sampling maka cenderung memilih nara

sumber yang dianggap tahu dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang

mantap dan mengetahui secara mendalam. Pengertian metode snowball sampling,

yaitu suatu metode untuk memilih sampel atau responden dimana dipilih berdasarkan

pada suatu penunjukan atau rekomendasi sebelumnya.148

Snowball sampling hanya

mungkin diterapkan terhadap populasi yang jumlahnya tidak lebih dari seratus

orang.149

Berdasarkan kepada fokus kajian yang dilaksanakan dalam penelitian ini,

maka informan yang dikaji adalah:

1. Kepala Bagian Tata Usaha Sekda Kota Bandung Provinsi Jawa Barat.

2. Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kota Bandung.

3. Kepala Sub Bagian Umum dan Kepegawaian BKD.

Informan penelitian sebagaimana tersebut di atas bukan hal yang limitatif,

mengingat Metode snowball sampling dalam bekerjanya ibarat seperti bola salju yang

145

Sanapiah Faisal, 1990, Penelitian Kualitatif, Dasar-Dasar dan Aplikasinya.............,Op.Cit.,

hlm 56. 146

H.B Sutopo, 1988, Suatu Pengantar Kualitatif, DasarTeori dan Praktek, Pusat Penelitian

UNS, Surakarta, hlm. 22. 147

Amirrudin dan Zainal Asikin, 2010, Pengantar Metode Pnenelitian Hukum, Rajawali Press,

Jakarta, hlm. 106. 148

Burhan Ashshofa, 2004, Metode penelitian Hukum, PT. Rineka Cipta, Jakarta hlm. 89. 149

Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum.............,Op.Cit., hlm,. 197.

92

menggelinding akan semakin besar, dalam hal ini berarti informasi yang akan

diperoleh peneliti akan semakin luas, penentuan informan sasaran dalam penelitian

ini harus diperhatikan dan dipertimbangkan dengan baik dan teliti. Hal tersebut

dimaksudkan agar dapat mewakili seluruh informan dan dapat memberikan data yang

relevan, yang mempunyai hubungan atau korelasi dengan judul peneliti, yaitu tentang

penegakan hukuman disiplin berat bagi Pegawai Negeri Sipil di Pemerintahan Kota

Bandung Propinsi Jawa Barat.

6. Jenis dan Sumber Data

a. Data Primer, yaitu data utama yang diperoleh secara langsung dari objek

penelitian pada instansi yang bersangkutan dengan masalah yang di teliti yaitu,

pada Pemerintahan Kota Bandung dan Badan Kepegawaian Daerah Kota

Bandung Propinsi Jawa Barat.

b. Data Sekunder, yaitu data penunjang data primer yang bersumber dari peraturan

perundang-undangan, dokumen-dokumen serta kepustakaan yang berkaitan

dengan masalah yang diteliti atau yang sesuai dengan objek kajian.

Data Sekunder yang diperoleh dari proses dokumentasi berupa data tertulis

ataupun film bersumber dari dokumen resmi yang ada di Pemerintahan Kota

Bandung, berupa artikel ilmiah, jurnal ilmiah, hasil-hasil penelitian, serta pertemuan

ilmiah atau lokakarya yang berkaitan dengan masalah yang diteliti atau yang sesuai

dengan objek kajian.

93

7. Metode Pengumpulan Data dan Instrumen yang Digunakan

Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan

metode sebagai berikut:

a. Metode Wawancara(interview)

Wawancara (interview) adalah teknik percakapan dengan maksud tertentu

yang dilakukan oleh dua pihak, yakni pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan

yang diwawancarai yang memberikan jawaban.150

Teknik wawancara yang dipilih

adalah dalam bentuk, ”wawancara terstruktur” dan ”wawancara tak terstruktur”.

Wawancara terstruktur adalah wawancara dimana peneliti menetapkan sendiri

masalah dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Wawancara tak terstruktur adalah

wawancara dimana peneliti mengajukan pertanyaan secara lebih bebas dan leluasa

tanpa terikat oleh susunan pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya.151

b. Metode Kepustakaan

Salah satu cara pengumpulan data dengan melakukan studi dokumen, berupa

mempelajari buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan, karya ilmiah serta

dokumen-dokumen yang berkaitan dengan masalah yang diteliti atau yang sesuai

dengan objek kajian. Studi literature atau dokumen akan bermanfaat membangun

kerangka berfikir dari pembahasan penelitian ini. Peneliti dalam penelitian ini,

merupakan instrument utama, artinya peneliti sendiri yang terjun langsung ke tempat

150

Lexy J, Moleong, 1991, Metode Penelitian Kualitatif............,Op.Cit., hlm 135. 151

S. Nasution, 1996, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, Rekasarasin, Yogyakarta, hlm.

72.

94

penelitian, selaku tangan pertama dan tidak digunakan tenaga peneliti lainya.152

Selain hal tersebut, digunakan pula instrument bantu lainya sesuai dengan teknik

pengumpulan data sebagaimana disebut di atas. Adapun instrumen bantu yang

digunakan berupa pedoman wawancara, tipe recorder, blangko hasil wawancara,

serta blangko dokumentasi dan sebagainya. Dipilihnya berbagai Jenis instrumen

penelitian di atas didasarkan pada alas an, bahwa bentuk data atau informasi yang

diteliti tidak dapat ditentukan lebih dahulu dan selalu berkembang sepanjang

penelitian berlangsung.

8. Metode Pengolahan Data

Data yang telah terkumpul diolah dengan menggunakan:

a. Reduksi Data

Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada

penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi yang muncul dari catatan tertulis di

lapangan, oleh karenanya reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang

menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan

mengorganisasi data sedemikian rupa. Pada tahap reduksi data, data dirangkum,

dipilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting dicari tema dan

polanya.153

b. Kategorisasi Data

152

Sanapiah Faesal, 1990, Penelitian Kualitatif, Dasar-Dasar dan Aplikasinya............,Op.Cit.,

hlm 158. 153

Soegiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, CV Alfabeta, Bandung, hlm.

92.

95

Display data merupakan cara analisis data lapangan dengan membuat berbagai

macam matriks, grafik, network dan chart, agar dapat diperoleh gambaran

keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari data penelitian. Peneliti pada langkah ini

menyusun data yang relevan sehingga dapat menjadi informasi yang disimpulkan,

dan memiliki makna tertentu. Kemudian tahap berikutnya adalah tahap penarikan

kesimpulan yang merupakan konklusi akhir dari tahapan analisis.154

Tahap pengolahan data kemudian memasuki tahap kategorisasi data.

Kategorisasi data adalah upaya memilah-milah setiap satuan ke dalam bagian-bagian

yang memiliki kesamaan.155

Kategori tidak lain adalah suatu tumpukan dari

seperangkat tumpukan yang disusun atas dasar pikiran, intuisi, pendapat, atau kriteria

tertentu. Kategorisasi yaitu, dengan mengelompokan kartu-kartu yang telah dibuat

kedalam bagian-bagian isi yang secara jelas berkaitan, kemudian merumuskan aturan

yang menguraikan kawasan kategori dan juga sebagai dasar untuk pemeriksaan

keabsahan data, serta menjaga agar setiap kategori yang telah disusun satu dengan

lain mengikuti prinsip taat asas.

9. Keabsahan Data

Teknik untuk mengecek keabsahan data dalam penelitian ini dengan

menggunakan teknik triangulasi, dimana pengertian triangulasi adalah teknik

pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain dalam

154

Ibid., hlm. 99. 155

Lexy J. Moleong, 1991, Metode Penelitian Kualitatif .............,Op.Cit., hlm

96

membandingkan hasil wawancara terhadap objek penelitian.156

Triangulasi selain

digunakan untuk mengecek kebenaran data juga dilakukan untuk memperkaya

data.157

Triangulasi menurut Lexy J. Moleong ada 4 (empat) yaitu dengan

pemeriksaan, memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik dan teori.

Peneliti pada penelitian ini, hanya menggunakan teknik pemeriksaan dengan

memanfaatkan sumber. Triangulasi dengan sumber artnya membandingkan dan

mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi, yang diperoleh melalui waktu

dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif. Adapun untuk mencapai

kepercayaan itu, maka ditempuh langkah sebagai berikut:

a. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian

dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu.

b. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan pendapat dan

pandangan masyarakat dari berbagai kelas; dan

c. Membandingkan hasil wawancara degan isi suatu dokumen yang berkaitan.158

Triangulasi pada hakikatnya merupakan pendekatan multimode, yang

dilakukan peneliti pada saat mengumpulkan dan menganalisi data. Ide dasarnya

adalah bahwa fenomena yang diteliti dapat dipahami dengan baik, sehingga diperoleh

kebenaran tingkat tinggi jika didekati dari berbagai sudut pandang. Memotret

fenomena tunggal dari sudut pandang yang berbeda-beda, memungkinkan diperoleh

tingkat kebenaran yang handal. Triangulasi ialah usaha mengecek kebenaran data

atau informasi yang diperoleh peneliti dari berbagai sudut pandang yang berbeda

156

Ibid., hlm. 330. 157

S. Nasution, 1996, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif ............,Op.Cit., hlm 158

Lexy J. Moleong, Loc.Cit.

97

dengan cara mengurangi sebanyak mungin bias yang terjadi pada saat pengumpulan

dan analisis data.159

10. Metode Penyajian Data

Data yang diperoleha disajikan dalam bentuk teks naratif yang disusun secara

sistematis. Sistematis maksudnya adalah keseluruhan data primer yang diperoleh,

dihubungkan dengan data sekunder yang didapat serta dihubungkan satu dengan

lainya, dengan pokok permasalahan yang diteliti sehingga merupakan satu kesatuan

yang utuh. Penyajian data selain menggunakan teks naratif, juga menggunakan

matriks data.

11. Metode Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yaitu menguraikan data secara

bermutu, dalam bentuk kalimat yang teratur, runtun, logis, tidak tumpang tindih dan

efektif, kemudian dilakukan pembahasan. Analisis kualitatif ditujukan pada data yang

bersifat kualitatif, dengan cara menjabarkan dan menginterpretasikan data yang

berdasarkan pada teori hukum, doktrin hukum dan norma-norma hukum. Analisis ini

difokuskan dengan menggunakan metode analisis konten (content analysis method)

dan metode analisis perbandingan (comparative analysis method).

Content analysis menurut Noeng Muhadjir merupakan analisis ilmiah tentang

isi pesan suatu komunikasi.160

Secara teknis content analysis mencakup upaya: a)

159

Mudjia Rahardjo, Triangulasi dalam Penelitian Kualitatif, (15 Oktober 2010),

www.mudjiarahardjo.com, diakses 4 Januari 2012.

98

klasifikasi tanda-tanda yang dipakai dalam komunikasi, b) menggunakan kriteria

sebagai dasar klasifikasi, dan c) menggunakan teknik analisis tertentu sebagai

pembuat prediksi.161

Content analysis digunakan untuk mengungkap isi dari suatu

data baik hasil wawancara, dokumentasi/kepustakaan maupun data sekunder, dimana

di dalamnya ditemukan suatu tema yang berkaitan dengan masalah yang terisi.

Comparative analysis method menurut Soerjono Soekanto adalah the comparison of

method societies an institutions for the discoveof associations and correlations.162

Comparative analysis digunakan untuk membandingkan antara data yang satu dengan

yang lainya sehingga ditemukan kelemahan maupun keunggulannya.

Teknik analisis dilakukan dengan cara theoretical interpretation, yaitu suatu

analisis dengan cara mendialogkan antara data satu pihak, dengan teori hukum,

doktrin hukum dan norma hukum dilain pihak. Berdasarkan dialog yang demikian,

diharapkan pengambilan keputusan yang menyimpang sekecil mungkin dapat

dihindari, disamping itu dalam analisis ini digunakan metode penafsiran hukum,

terutama penafsiran analogi dan penafsiran gramatikal dalam mengungkapkan

makna-makna yang tersembunyi dalam suatu penelitian.

160

Noeng Muhadjir, 1996, Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi III, Rake Sarasin, Yogyakarta,

hlm, 49. 161

Ibid., 162

Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum............,Op.Cit., hlm., 49.

99

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Data Penelitian

1. Gambaran Umum BKD Kota Bandung

Sejalan dengan perkembangan situasi dan kondisi pemerintahan yang

mengalami perubahan paradigma, dimana Pemerintah Daerah diberikan otonomi

daerah yang seluas-luasnya untuk mengatur rumah tangganya sendiri yang ditandai

dengan terbitnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dan telah diperbaharui

dengan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Hal ini

tentu berimplikasi juga terhadap urusan-urusan kepegawaian, maka terbitlah Undang-

undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 8

Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian. Dalam undang-undang yang baru

tersebut memuat aturan mengenai penyelenggaraan kebijakan manajemen Pegawai

100

Negeri Sipil secara nasional dilaksanakan oleh Badan Kepegawaian

Negara.Sedangkan untuk pelaksanaan manajemen Pegawai Negeri Sipil di daerah

dilaksanakan oleh Badan Kepegawaian Daerah. Berkaitan dengan hal tersebut,

terbitlah Keputusan Presiden Nomor 159 Tahun 2000 tentang Pedoman Pembentukan

Badan Kepegawaian Daerah yang menjadi dasar perubahan bentuk organisasi yang

mengurus kepegawaian dari Bagian Kepegawaian menjadi Badan Kepegawaian

Daerah.

Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kota Bandung dibentuk berdasarkan

Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2007 Tentang Pembentukan Lembaga Teknis

Daerah. Lembaga Teknis Daerah yang dibentuk dengan Peraturan Daerah

sebagaimana dimaksud terdiri dari :

1. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah;

2. Badan Kepegawaian Daerah;

3. Badan Kesatuan Bangsa, Perlindungan dan Pemberdayaan Masyarakat;

4. Badan Pengelola Lingkungan Hidup;

5. Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana;

6. Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perijinan Terpadu;

7. Badan Komunikasi dan Informatika;

8. Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah;

9. Kantor Pengelolaan Pemakaman.

Lembaga Teknis Daerah merupakan unsur pendukung tugas Kepala Daerah

yang masing-masing dipimpin oleh seorang Kepala yang berada di bawah dan

101

bertanggung jawab kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah. Pembentukan BKD

mengacu kepada kebijakan Pemerintah Pusat, yaitu Undang-Undang Nomor 43

Tahun 1999 Pasal 34 A ayat (1) yaitu:

“Untuk kelancaran pelaksanaan Manajemen Pegawai Negeri Sipil, dibentuk

Badan Kepegawaian Daerah dan yang dimaksud Pasal 34 A tersebut bahwa

Badan Kepegawaian Daerah adalah Perangkat Daerah yang dibentuk oleh

Kepala Daerah.”

Kemudian Keputusan Presiden RI. Nomor 159 Tahun 2000 Tentang

Pedoman Pembentukan Badan Kepegawaian Daerah menyebutkan beberapa Tugas,

Pokok dan Fungsi BKD adalah menyelenggarakan manajemen Pegawai Negeri Sipil

(PNS) yang mencakup: perencanaan, pengembangan kualitas Sumber Daya Manusia

(SDM) Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan administrasi kepegawaian, pengawasan dan

pengendalian, penyelenggaraan dan pemeliharaan informasi kepegawaian,

mendukung perumusan kebijaksanaan kesejahteraan PNS serta memberikan

bimbingan teknis kepada unit organisasi yang menangani kepegawaian pada

Dinas/Badan/Lembaga di Daerah.

Secara kelembagaan, Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kota Bandung

mempunyai persamaan dengan BKD yang terdapat di Kabupaten/Kota lainnya,

namun mempunyai perbedaan dalam Struktur Bidang yang disebabkan oleh adanya

kebutuhan organisasi pemerintahan, diantaranya mempunyai karakteristik yang

berbeda dalam sisi penekanan Tugas Pokok dan Fungsi (TUPOKSI). Tugas Pokok

tersebut adalah melaksanakan sebagian kewenangan daerah di bidang manajemen

kepegawaian meliputi perencanaan dan kesejahteraan pegawai, pengembangan karier

102

pegawai, mutasi pegawai, pendidikan dan pelatihan. Untuk melaksanakan tugas

pokok sebagaimana dimaksud, Badan Kepegawaian Daerah mempunyai fungsi;

1. Perumusan kebijakan teknis bidang manajemen kepegawaian;

2. Pelaksanaan pengelolaan perencanaan dan kesejahteraan pegawai,

pengembangan karier pegawai, mutasi kepegawaian, pendidikan dan pelatihan

pegawai;

3. Pelaksanaan pelayanan teknis Ketatausahaan Badan.

Badan Kepegawaian Daerah Kota Bandung Tahun 2009-2013 mempunyai

Visi “Badan Kepegawaian Daerah sebagai Lembaga Aparatur yang Adaptif, Inovatif

dan Akomodatif”. Adapun maknanya adalah sebagai berikut :

1. Adaptif : Menyesuaikan kepada pedoman, standar dan prosedur yang telah

ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.

2. Inovatif : Memiliki kemampuan untuk menciptakan program/model yang

mendukung peningkatan administrasi dan manajemen kepegawaian berdasarkan

peraturan perundangan yang berlaku.

3. Akomodatif : Dapat menyelaraskan/mensinkronisasi kebijakan-kebijakan yang

berkaitan dengan peraturan kepegawaian yang ditetapkan oleh pemerintah pusat/

pemerintah provinsi dengan muatan lokal.

Sedangkan Misi Badan Kepegawaian Daerah, yaitu sebagai berikut :

1. Peningkatan pelayanan administrasi kepegawaian yang transparan dan akuntabel.

2. Peningkatan kualitas Sumber Daya Aparatur.

3. Penyajian data kepegawaian yang apresiatif.

103

4. Pembangunan dan Pengembangan Model Assesment Centre dalam rangka

penempatan dalam jabatan struktural dan fungsional.

Tujuan dan sasaran yang akan dicapai oleh BKD adalah sebagai berikut :

1. Tujuan

a. Terwujudnya pelayanan administrasi kepegawaian yang tepat waktu dan tepat

sasaran;

b. Terpenuhinya kesejahteraan pegawai yang sesuai norma dan standar;

c. Terwujudnya Sumber Daya Aparatur yang kompeten melalui lembaga

aparatur yang adatif, inovatif, dan akomodatif;

d. Terwujudnya aparatur yang cerdas intelektual, emosional, dan spiritual;

e. Terwujudnya Penyajian Informasi Data Kepegawaian yang akurat dan

termutakhirkan;

f. Terpenuhinya pejabat struktural dan fungsional berdasarkan kompetensi.

2. Sasaran

a. Tercapainya pelayanan administrasi kepegawaian tepat waktu dan tepat

sasaran;

b. Meningkatnya kesejahteraan pegawai;

c. Meningkatnya kualitas dan kompetensi sumber daya aparatur;

d. Meningkatnya aparatur yang cerdas intelektual, emosional, dan spiritual;

e. Tersedianya informasi data kepegawaian yang akurat dan termutakhirkan;

f. Tercapainya pejabat struktural dan fungsional berdasarkan kompetensi.

104

Struktur organisasi Badan Kepegawaian Daerah kota Bandung merupakan

organisasi garis, fungsional dan staf jenjang manajemen yang meliputi unsur

pimpinan/kepala badan, sub bagian dan unsur pelaksana. Susunan Organisasi Badan

Kepegawaian Daerah kota Bandung terdiri dari :

1. Kepala Badan;

2. Sekretariat, membawahkan:

a. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian.

b. Sub Bagian Keuangan dan Program.

3. Bidang Perencanaan dan Kesejahteraan Pegawai, membawahkan:

a. Sub Bidang Informasi Data dan Perencanaan Kepegawaian.

b. Sub Bidang Kesejahteraan Pegawai.

4. Bidang Pengembangan Karier Pegawai, membawahkan:

a. Sub Bidang Analisa Pengembangan Karier.

b. Sub Bidang Analisa Kompetensi dan Penempatan.

5. Bidang Mutasi Kepegawaian, membawahkan:

a. Sub Bidang Mutasi Kepegawaian Fungsional.

b. Sub Bidang Mutasi Kepegawaian Struktural dan Non Struktural.

6. Bidang Pendidikan dan Pelatihan, membawahkan:

a. Sub Bidang Perencanaan Pendidikan dan Pelatihan.

b. Sub Bidang Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan.

2. Hasil Penelitian

105

Menurut data yang diperoleh dari Badan Kepegawaian Daerah Kota Bandung,

pada tahun 2011 terdapat 6 orang Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintahan

Kota Bandung yang tersangkut kasus pelanggaran disiplin berat, dan sudah dijatuhi

hukuman disiplin berat. Keenam orang PNS tersebut telah terbukti bersalah

melakukan pelanggaran terhadap Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 2010 Pasal 3

angka 5 dan 11, sehingga pada akhirnya mendapat hukuman disiplin berat berupa

Pemberhentian Tidak Dengan Hormat sebagai PNS. Pada tahun 2012, yaitu sampai

saat Penulis melakukan penelitian, jumlah PNS yang tersangkut pelanggaran disiplin

berat dan sudah dijatuhi hukuman disiplin berat sebanyak 11 PNS.PNS tersebut

dijatuhi hukuman disiplin berat dengan jenis hukuman; 4 orang pemberhentian tidak

dengan Hormat sebagai PNS, 4 orang pemberhentian dengan hormat sebagai PNS,

dan 3 orang mendapatkan hukuman pembebasan dari jabatan.

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh terkait gambaran tentang proses

penegakan hukuman disiplin berat bagi PNS di lingkungan Pemkot Bandung dapat

diukur melalui 5 (lima) parameter. Untuk mengetahui faktor-faktor yang

mempengaruhi penegakan hukumnya dapat diukur melalui 5 (lima) parameter yang

berkaitan juga.

Proses penegakan hukuman disiplin berat Pegawai Negeri Sipil di

Pemerintahan Kota Bandung Propinsi Jawa barat diukur dengan 5 (lima) parameter

sebagai berikut;

1. Jenis-jenis hukuman disiplin berat yang sering dijatuhkan bagi PNS di lingkungan

Pemkot Bandung;

106

2. Kriteria PNS Melanggar Disiplin Berat;

3. Aturan Pelaksanaan Peraturan Hukum Penegakan Hukuman Disiplin Berat;

4. Mekanisme Penjatuhan Hukuman;

5. Kebijakan Internal Penegakan Hukuman Disiplin Berat.

Faktor-faktor yang cenderung mempengaruhi penegakan hukuman disiplin

berat Pegawai Negeri Sipil di Pemerintahan Kota BandungPropinsi Jawa Barat dapat

diukur melalui 4 (lima) parameter sebagai berikut;

1. Outputyang diharapkan dalam penegakan hukuman disiplin berat;

2. Pertimbangan Penjatuhan Hukuman;

3. Kendala/Hambatan Proses Penegakan Hukum;

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum;

Parameter-parameter tersebut dijadikan sebagai pedoman wawancara Peneliti

guna memperoleh data primer. Hasil wawancara tersebut akan disajikan dalam bentuk

matriks. Selain data primer Penulis juga akan menyertakan data sekunder yang

berasal dari Perundang-undangan, dokumen-dokumen serta kepustakaan yang

berkaitan dengan masalah yang diteliti atau yang sesuai dengan objek kajian.

Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 merupakan pedoman dasar

dalam penegakan hukuman disiplin Pegawai Negeri. Disiplin Pegawai Negeri Sipil

menurut Pasal 1 angka (1) adalah kesanggupan Pegawai Negeri Sipil untuk menaati

kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-

undangan dan/atau peraturan kedinasan yang apabila tidak ditaati atau dilanggar

dijatuhi hukuman disiplin. Pengertian pelanggaran disiplin Pegawai Negeri terdapat

107

dalam Pasal 1 angka (3) yang berbunyi sebagai berikut; Pelanggaran disiplin adalah

setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan PNS yang tidak menaati kewajiban dan/atau

melanggar larangan ketentuan disiplin PNS, baik yang dilakukan di dalam maupun di

luar jam kerja. Pengertian hukuman disiplin terdapat pada Pasal 1 angka (4) yang

berbunyi; Hukuman disiplin adalah hukuman yang dijatuhkan kepada PNS karena

melanggar peraturan disiplin PNS.

B. Pembahasan

1. Proses Penegakan Hukuman Disiplin Berat Pegawai Negeri Sipil di

Pemerintahan Kota Bandung Propinsi Jawa Barat.

Sudikno Mertokusumo menyatakan bahwa penegakan hukum maknanya

adalah pelaksanaan hukum atau implementasi hukum itu sendiri.163

Pelaksanaan

hukum akan terkait dengan dua komponen, yaitu: Adanya seperangkat peraturan yang

berfungsi mengatur prilaku manusia dalam menyelesaikan sengketa yang timbul

diantar anggota masyarakat. Serta, adanya seperangkat orang atau lembaga yang

melaksanakan tugas agar peraturan yang dibuat itu dipatuhi dan tidak

dilanggar.164

Penegakan hukum disiplin berat perangkat aturan yang menjadi pedoman

utama tentunya adalah Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010, dan seperangkat

orang atau lembaga yang melaksanakan tugas agar peraturan itu dipatuhi dan tidak

163

Sudikno Mertokusumo,1993, Bab-bab Tentang Penemuan Hukum, Citra Aditya

Bakti,Yoyakarta, hlm. 81. 164

Ibid.,

108

dilanggar adalah Pejabat yang berwenang yang ditugaskan untuk memeriksa,

mempertimbangkan dan menghukum PNS yang melakukan pelanggaran disiplin.

Hal yang baru dari Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 dibandingkan

dengan Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 1980, yaitu dalam Peraturan Pemerintah

Nomor 53 Tahun 2010 termuat 17 kewajiban dan 15 larangan. Hal tersebut sebagai

penyempurnaan atas 26 kewajiban dan 18 larangan yang terdapat pada Peraturan

Pemerintah sebelumnya (PP Nomor 30 Tahun 1980). Sebagian orang mungkin ada

yang berpendapat bahwa tuntutan disiplin dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53

Tahun 2010 lebih ringan, karena adanya pengurangan poin-poin kewajiban dan

larangan.

Pendapat seperti diatas itu salah.Penyempurnaan atas kewajiban dan larangan

bagi Pewagai Negeri Sipil bukan berarti memperingan tuntutan kedisiplinan, namun

sebetulnya hal itu memperjelas dan mempertegas atas dua hal tersebut. Sebagai

contohnya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Th 2010 ini ditambahkan adanya

penentuan kewajiban masuk kerja yang lebih tegas dan juga pencapaian target kerja.

Hal ini merupakan bentuk implementasi dari tanggungjawab PNS sebagai civil

servant yang qualified dan profesional. Larangan bagi PNS juga dipertegas dalam PP

yang baru ini dengan adanya larangan mendukung Capres dan Cawapres dan anggota

legislatif (DPR, DPD, DPRD) seperti yang diatur dalam UU No. 10 Tahun 2008

tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD dan UU No. 42 tahun 2008 tentang

109

Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Hal tersebut merupakan bentuk aplikasi

terhadap kenetralan PNS di bidang politik.

Berkaitan dengan proses penegakan hukuman disiplin berat Pegawai Negeri

Sipil di Pemerintahan Kota Bandung Propinsi Jawa Barat, dalam penelitian ini diukur

dengan 5 (lima) parameter, yang meliputi antara lain;

1. Jenis-jenis hukuman disiplin berat yang sering dijatuhkan bagi PNS di lingkungan

Pemkot Bandung;

2. Kriteria PNS Melanggar Disiplin Berat;

3. Aturan Pelaksanaan Peraturan Hukum Penegakan Hukuman Disiplin Berat;

4. Mekanisme Penjatuhan Hukuman;

5. Kebijakan Internal Penegakan Hukuman Disiplin Berat.

Penulis sebelum membahas tentang proses penegakan hukuman disiplin berat

bagi PNS di lingkungan Pemkot Bandung, terlebih dahulu akan membahas mengenai

jenis-jenis pelanggaran disiplin berat apakah yang sering terjadi di lingkungan

Pemkot Bandung, berdasarkan hasil penelitian Penulis, jenis-jenis tersebut dapat

dilihat pada matriks 1 sebagai berikut;

Matriks 1.Jenis Hukuman Disiplin Berat Yang Sering Dijatuhkan Bagi PNS.

Kode Informan Hasil Interview Makna Tema

01/PNS/BDG/2

012

“….Di sini jenis hukuman disiplin berat itu

seringnya pemecatan atau secara halusnya

pemberhentian. Tercatat tahun 2011 jenis

hukuman pemberhentian yang paling banyak

itu pemberhentian tidak dengan hormat yang

Pemberhentian/

Pemecatan

akibat masalah

absensi.

110

jumlahnya sampai 6 orang, nah kalau tahun

2012 sampai bulan juli ini jenis hukuman

pemberhentian dengan tidak hormat

jumlahnya sudah 4 dan 4 orang lagi

pemberhentian dengan hormat. Rata-rata

mereka di berhentikan itu akibat terkait

masalah absensi.

02/PNS/BDG/2

012

“….Biasanya itu sanksi hukuman

pemberhentian entah itu secara hormat atau

tidak hormat. Kalau jenis pelanggarannya

dari dulu itu maasalah ketidak hadiran.

apalagi begitu PP 53 keluar jumlahnya

makin bertambah, bisa jadi karena PP yang

baru ini lebih tegas tentang aturan

ketidakhadiran PNS.

Pemberhentian/

Pemecatan

akibat masalah

absensi.

03/PNS/BDG/2

012

“….Kalau jenisnya kebanyakan

pemberhentian sebagai PNS, contohnya

tahun 2012 ini sudah 8 orang yang

diberhentikan, 5 orang gara-gara tidak

masuk kerja lebih dari 46 hari.”

Pemberhentian/

Pemecatan

akibat masalah

absensi.

Sumber: hasil wawancara 13 juli, 16, 17 september 2012

Jenis-jenis pelanggaran disiplin Pegawai Negeri Sipil, tidak ada

pengelompokan yang khusus.Jenis-jenis tersebut hanya di kelompokan kedalam jenis

pelanggaran disiplin ringan, sedang dan berat saja. Untuk penjatuhan hukuman

disiplin, maka hal pertama yang dilakukan adalah dengan menjerat dahulu si

111

pelanggar dengan hukuman yang paling ringan, kecuali untuk jenis hukuman disiplin

berat. PNS apabila telah dijatuhi hukuman disiplin ringan dan tidak mengulanginya

lagi, maka tidak perlu dijatuhi hukuman yang lebih tinggi. Hal ini yang menyebabkan

jenis pelanggaran disiplin tidak ada pengelompokan khusus.

Berdasarkan matriks 1, maka dapat diperoleh gambaran tentang jenis

hukuman disiplin yang sering dijatuhkan bagi PNS yang melakukan pelanggaran

disiplin berat di lingkungan Pemkot Bandung adalah pemberhentian sebagai PNS

secara hormat bukan atas kehendak sendiri, maupun secara tidak hormat. Ketiga

informan yang Penulis wawancarai berdasarkan matrik diatas, mereka menyatakan

sependapat bahwa jenis hukuman yang sering dijatuhkan adalah pemberhentian

sebagai PNS, sebagai sanksi atas perbuatan pelanggaran mengenai ketentuan

kehadiran seorang PNS dalam menjalankan tugasnya sebagai abdi negara. Pernyataan

tersebut jika dikorelasikan dengan Pasal 7 ayat (4) mengenai jenis hukuman disiplin

berat dan Pasal 10 ayat (9) nomor 4 mengenai pemberhentian karena tidak masuk

kerja tanpa alasan yang sah selama 46 hari kerja, terdapat keseuaian antara perintah

Undang-undang dengan sanksi yang dijatuhkan.

Kesadaran akan ketaatan seorang PNS untuk masuk kerja sesuai dengan

peraturan yang ada masih kurang optimal. Hal tersebut terbukti berdasarkan

pengamatan Penulis di salah satu Instansi di Pemkot Bandung, yaitu PNS terlambat

masuk kantor, pulang kantor lebih awal, selama jam kantor tidak melaksanakan

pekerjaan (keluar kantor untuk tujuan yang tidak jelas), bahkan mangkir atau tidak

masuk kantor tanpa alasan yang jelas. Hal tersebut bisa jadi dikarenakan sistem

112

pembinaan moral yang belum optimal atau, lemahnya sistem seleksi pada saat

perekrutan awal seseorang menjadi PNS. Kedua hal tersebut seharusnya mendapat

perhatian yang serius, karena apabila tidak ada suatu perbaikan maka persoalan

pelanggaran disiplin PNS akan terus terjadi.

Hasil penelitian tentang Proses Penegakan Hukuman Disiplin Berat Pegawai

Negeri Sipil Di Pemerintahan Kota Bandung Propinsi Jawa Barat ditinjau dari

parameter kedua yakni kriteria PNS melanggar disiplin berat, maka dapat diperoleh

gambaran sebagaimana yang tercantum dalam matriks 2 dibawah ini;

Matriks 2. Kriteria PNS Melanggar Disiplin Berat

Kode Informan Hasil Interview Makna Tema

01/PNS/BDG/2

012

“….Seorang PNS yang dikategorikan

memenuhi kriteria untuk dijatuhi hukuman

disiplin berat itu, dia melanggar salah satu

atau beberapa ketentuan jenis pelanggaran

disiplin berat sebagaimana PP 53 tahiun

2010.”

Melanggar salah

satu atau

beberapa

ketentuan jenis

pelanggaran

disiplin berat.

02/PNS/BDG/2

012

“….Kriterianya itu seperti disebutkan di

Pasal 13 PP nomor 53, lalu PNS yang

bolos/tidak hadir secara kumulatif lebih dari

31 hari dan PP 45 tahun 1990 tentang izin

perkawinan dan perceraian. Tapi khusus

untuk PP 45 ini masih banyak PNS yang

belum faham.”

Melanggar

ketentuan hari

kerja serta

ketentuan

tentang

perkawinan dan

perceraian.

03/PNS/BDG/2

012

“….Kriteria PNS supaya bisa dijerat

hukuman disiplin berat itu melanggar

Melanggar

Peraturan

113

larangan disiplin yang ancamannya

hukuman disiplin berat yang tertuang dalam

PP nomor 53 tentang disiplin pegawai, dan

juga PNS yang terjerat kasus pidana,

contohnya di awal tahun 2012 ini ada PNS

yang kedapatan melakukan penipuan KTP,

sekalipun itu tergolong pidana ringan tapi

tetap kena hukuman disiplin berat.”

Pemerintah No

53 Tahun 2010.

Sumber: hasil wawancara 13 juli, 16, 17 september 2012

Berdasarkan matriks tersebut, maka dapat diperoleh gambaran bahwa kriteria

seorang PNS untuk bisa dijatuhi hukuman disiplin berat adalah, melanggar ketentuan

aturan Perundang-undangan yang ancaman hukuman yang dijatuhkannya adalah

hukuman disiplin berat, contohnya sebagaimana dikatakan informan kedua yaitu

melanggar ketentuan jam/hari kerja.Aturan sebagaimana dimaksud diatas tidak hanya

terbatas pada aturan yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun

2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.Aturan tersebut meliputi aturan

sebagaimana terdapat dalam ketentuan hukum pidana, Peraturan Pemerintah Nomor

45 Tahun 1990 Tentang Izin Perkawinan yang ancaman hukumannya berupa

pembebasan jabatan dan peraturan hukum lainya sepanjang berkaitan dengan kasus

pelanggaran disiplin berat PNS yang terjadi. Aturan mengenai ketentuan pelanggaran

disiplin berat sebagaimana dimaksud dalam PP Nomor 53 Tahun 2010 adalah

mengatur tentang kewajiban dan larangan yang harus dipatuhi PNS. Kewajiban yang

harus dipatuhi PNS sebagaimana termuat dalam Pasal 10 adalah sebagai berikut;

114

1. setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan

Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka (3), apabila pelanggaran

berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara;

2. menaati segala ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 3 angka (4), apabila pelanggaran berdampak negatif pada

pemerintah dan/atau negara;

3. melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada PNS dengan penuh

pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal

angka (5), apabila pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah dan/atau

negara;

4. menjunjung tinggi kehormatan negara, pemerintah, dan martabat PNS

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka (6), apabila pelanggaran berdampak

negatif pada pemerintah dan/atau negara;

5. mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan sendiri, seseorang,

dan/atau golongan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka (7), apabila

pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara;

6. memegang rahasia jabatan yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus

dirahasiakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka (8), apabila

pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara;

115

7. bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan negara

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka (9), apabila pelanggaran berdampak

negatif pada pemerintah dan/atau negara;

8. melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila mengetahui ada hal yang

dapat membahayakan atau merugikan negara atau Pemerintah terutama di bidang

keamanan, keuangan, dan materiil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka

(10), apabila pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara;

9. masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 3 angka (11) berupa:

1. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun bagi PNS

yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 31 (tiga puluh satu)

sampai dengan 35 (tiga puluh lima) hari kerja;

2. pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah bagi PNS

yang menduduki jabatan struktural atau fungsional tertentu yang tidak masuk

kerja tanpa alasan yang sah selama 36 (tiga puluh enam) sampai dengan 40

(empat puluh) hari kerja;

3. pembebasan dari jabatan bagi PNS yang menduduki jabatan struktural atau

fungsional tertentu yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 41

(empat puluh satu) sampai dengan 45 (empat puluh lima) hari kerja; dan

4. pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau

pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS bagi PNS yang tidak

116

masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 46 (empat puluh enam) hari kerja

atau lebih;

10. mencapai sasaran kerja pegawai yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 3 angka (12), apabila pencapaian sasaran kerja pegawai pada akhir tahun

kurang dari 25% (dua puluh lima persen);

11. menggunakan dan memelihara barang-barang milik negara dengan sebaik-

baiknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka (13), apabila pelanggaran

berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara;

12. memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 3 angka (14), sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan; dan

13. menaati peraturan kedinasan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka (17), apabila pelanggaran

berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara.

Mengenai pelanggaran terhadap larangan termuat dalam Pasal 13 berbunyi

sebagai berikut; Hukuman disiplin berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat

(4) dijatuhkan bagi pelanggaran terhadap larangan:

1. menyalahgunakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka (1);

2. menjadi perantara untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan/atau orang lain

dengan menggunakan kewenangan orang lain sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 4 angka (2);

117

3. tanpa izin Pemerintah menjadi pegawai atau bekerja untuk negara lain dan/atau

lembaga atau organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4

angka (3);

4. bekerja pada perusahaan asing, konsultan asing, atau lembaga swadaya

masyarakat asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka (4);

5. memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau meminjamkan

barang-barang baik bergerak atau tidak bergerak, dokumen atau surat berharga

milik negara secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka (5),

apabila pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara;

6. melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan, atau orang

lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk

keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain, yang secara langsung atau tidak

langsung merugikan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka (6),

apabila pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara;

7. memberi atau menyanggupi akan memberi sesuatu kepada siapapun baik secara

langsung atau tidak langsung dan dengan dalih apapun untuk diangkat dalam

jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka (7);

8. menerima hadiah atau suatu pemberian apa saja dari siapapun juga yang

berhubungan dengan jabatan dan/atau pekerjaannya sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 4 angka (8);

9. melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan yang dapat

menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayani sehingga

118

mengakibatkan kerugian bagi yang dilayani sebagaimana dimaksud dalam Pasal

4 angka (10), sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

10. menghalangi berjalannya tugas kedinasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4

angka (11), apabila pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah dan/atau

negara;

11. memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, Dewan

Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, atau Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah dengan cara sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas

negara, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka (12) huruf d;

12. memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden dengan cara

membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan

salah satu pasangan calon selama masa kampanye sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 4 angka (13) huruf a; dan

13. memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah,

dengan cara menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan

kampanye dan/atau membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan

atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 4 angka (15) huruf b dan huruf c.

Berdasarkan ketiga informan yang terdapat dalam matriks 2 tersebut, mereka

menyatakan sependapat bahwa kriteria PNS yang melanggar disiplin berat adalah

PNS yang melanggar salah satu, atau beberapa ketentuan aturan perundang-undangn

119

yang mengatur atau berkaitan dengan hukuman yang mengakibatkan seorang PNS

dapat dijatuhi hukuman disiplin berat. Sebagaimana disebutkan sebelumnya memang

bukan hanya melanggar ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun

2010 saja, tetapi ketentuan Perundang-undangan yang lainnya.Kata-kata hukuman

disiplin berat sebenarnya hanya terdapat dalam PP Nomor 53 tahun 2010 saja, namun

hal itu tidak bisa dijadikan sebagai pengecualian apabila PNS melakukan pelanggaran

yang ancaman hukumannya berat, dimana ketentuannya tidak terdapat dalam PP

Nomor 53 maka ia tetap dapat dijerat sanksi hukuman disiplin berat.

Secara garis besar Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 memuat

aturan mengenai kewajiban, larangan, sanksi, tata cara penjatuhan hukuman, tingkat

dan jenis hukuman, serta Pejabat yang berwenang menjatuhkan hukuman. Hukuman

disiplin yang dijatuhkan tersebut, dengan tidak mengesampingkan ketentuan dalam

peraturan Perundang-Undangan Pidana. Pegawai Negeri yang melakukan

pelanggaran disiplin tanpa memenuhi sebagaimana rumusan Perundang-Undangan

Pidana Pegawai Negeri tersebut hanya akan dijatuhi hukuman disiplin sesuai dengan

tingkat pelanggarannya yaitu apakah pelanggaran disiplin ringan sedang atau berat.

Hasil penelitian tentang Proses Penegakan Hukuman Disiplin Berat Pegawai

Negeri Sipil Di Pemerintahan Kota Bandung Propinsi Jawa Barat ditinjau dari

parameter ketiga yakni Aturan Pelaksanaan Peraturan Hukum Penegakan Hukuman

Disiplin Berat, maka dapat diperoleh gambaran sebagaimana tercantum dalam

matriks 3 dibawah ini;

120

Matriks 3. Aturan Pelaksanaan Peraturan Hukum Penegakan Hukuman Disiplin

Berat.

Kode Informan Hasil Interview Makna Tema

01/PNS/BDG/2

012

“….Bahan acuan hukum yang dipakai itu

banyak, tidak hanya terbatas pada apa yang

ada dalam PP nomor 53 dan juknisnya, tapi

juga peraturan hukum lainya. Contohnya itu,

peraturan tentang kawin cerai PNS,

Keputusan Walikota Bandung tentang

pembentukan tim pemeriksa Ad hoc,

Keputusan Walikota tentang pembentukan

tim pertimbangan dan penyelesaian, dan

KUHP jika terkait tindak pidana dan

peraturan hukum lainya yang berkaitan.

Tidak hanya

mengacu PP

Nomor 53 tahun

2010.

02/PNS/BDG/2

012

“….Dalam proses penegakan hukuman

disiplin itu kita yang pertama mengacu pada

PP nomor 53 lalu Undang-undang Nomor 43

Tahun 1999, dan juga peraturan lainnya

selama berkaitan dengan kasus pelanggaran

disiplin yang terjadi.”

Mengacu pada

PP Nomor 53

Tahun 2010 dan

UU Nomor 43

Tahun 1999.

03/PNS/BDG/2

012

“….Untuk penjatuhan hukuman disiplin

berat sudah tentu mengacu pada PP Nomor

53 Tahun 2010 beserta juklaknya dan juga

PP 45 Tahun 1990 tentang izin kawin dan

cerai PNS.

Mengacu pada

PP Nomor 53

tahun 2010 dan

PP Nomor 45

Tahun 1990.

Sumber: hasil wawancara 13 juli, 16, 17 september 2012

Berdasarkan matriks tersebut, maka dapat diperoleh gambaran bahwa aparat

penegak hukum dalam proses penegakan hukuman disiplin berat bagi PNS di

121

lingkungan Pemkot Bandung tidak hanya terbatas pada ketentuan dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS.PP Nomor 53 tersebut

ketentuan pelaksanaannya termuat dalam Peraturan Kepala Badan Kepegawaian

Negara Nomor 21 Tahun 2010. Berdasarkan informasi ketiga informan diatas,

mereka menyatakan sependapat bahwa dalam proses penegakan hukuman disiplin

berat di lingkungan Pemkot Bandung, aturan pelaksanaannya tidak hanya terbatas

pada isi/apa yang termuat dalam aturan utama disiplin PNS yaitu PP Nomor 53

Tahun 2010. Informan pertama menyebutkan, bahwa aturan pelaksanaan dalam

penegakan hukuman disiplin yaitu Keputusan Walikota Bandung tentang

pembentukan tim pemeriksa Ad hoc, danKeputusan Walikota tentang pembentukan

tim pertimbangan dan penyelesaian.

Pendapat diatas jika dikorelasikan dengan Pasal 25 ayat (1), ayat (2) dan ayat

(3) Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Displin Pegawai Negeri

Sipil, yang mengamanatkan Sebelum menjatuhkan hukuman disiplin, Atasan

langsung wajib memeriksa lebih dahulu PNS yang diduga melakukan pelanggaran

disiplin. Ancaman hukuman disiplin sedang dan berat maka Pejabat Pembina

kepegawaian atau Pejabat lain yang ditunjuk dapat membentuk Tim Pemeriksa.

Berdasarkan pada kenyataan diatas, maka Penulis menemukan kesesuaian antara

amanat Peraturan Perundang-undangan dengan praktek penegakan hukum.Proses

penegakan hukuman disiplin berat di lingkungan Pemkot Bandung mempunyai

tujuan/semangat yang kuat, hal tersebut terbukti dengan dikeluarkannya Keputusan

Walikota tersebut, yang sudah pasti mempunyai tujuan yang positif. Adapun isi dari

122

Keputusan Walikota Bandung tentang Pembentukan Tim Pemeriksa Ad-Hoctersebut,

dan Pembentukan Tim Pertimbangan dan Penyelesaian Pelanggaran Disiplin Berat

PNS sebagai berikut;

123

123

Matriks. 10. Susunan Pejabat Yang Diberi Wewenang Membentuk Tim Pemeriksa Temporer (Ad-Hoc)

No Jabatan Pejabat Yang Ditunjuk Tugas

1 Ketua Sekretaris Daerah Kota Bandung 1. Menerima surat permohonan perihal Pembentukan Tim

Pemeriksa dari Atasan langsung Pegawai Negeri Sipil yang

diduga melanggar disiplin tingkat sedang dan tingkat berat;

2. Mendisposisikan surat permohonan perihal Pembentukan Tim

Pemeriksa dari Atasan langsung Pegawai Negeri Sipil yang

diduga melanggar disiplin tingkat sedang dan tingkat berat

kepada Wakil Ketua untuk segera membentuk Tim Pemeriksa

Ad Hoc;

3. Menangani dan memeriksa Pegawai Negeri Sipil yang diduga

melanggar disiplindenganPangkat/Jabatan sama atau satu

tingkat dibawahnya;

4. Menerima laporan dan mempelajari kembali dari Wakil Ketua

atas hasil pemeriksaan TimPemeriksa;

5. Menyampaikan hasil pemeriksaan dari Tim Pemeriksa Ad Hoc

kepada Tim Pertimbangan.

2 Wakil

Ketua

1. Inspektur Kota Bandung;

2. Kepala Badan Kepegawaian

Daerah Kota Bandung.

1. Membuat Surat Keputusan tentangTim Pemeriksa;

2. Menangani dan memeriksa Pegawai Negeri Sipil yang diduga

melanggar disiplindenganPangkat/Jabatan sama atau satu

tingkat dibawahnya;

3. Menerima laporan dan mempelajari kembali hasilpemeriksaan

Tim Pemeriksa;

4. Melaporkan hasil pemeriksaan Tim Pemeriksa Ad Hoc kepada

Ketua;

3 Sekretaris 1. Sekretaris Inspektorat Kota 1. Menerima berkas hasil Pemeriksaan Tim Pemeriksa AdHoc;

124

124

Bandung;

2. Sekretaris Badan Kepegawaian

DaerahKotaBandung

2. Menangani dan memeriksa Pegawai Negeri Sipil yang diduga

melanggar disiplindenganPangkat/Jabatan sama atau satu

tingkat dibawahnya;

3. Menerima laporan dan mempelajari kembali hasil pemeriksaan

Tim Pemeriksa;

4. Melaporkan hasil pemeriksaan Tim Pemeriksa Ad Hoc kepada

Wakil Ketua;

4 Anggota 1. Kepala Bidang Perencanaan

DanKesejahteraan Pegawaipada

Badan Kepegawaian Daerah

Kota Bandung;

2. Kepala Sub Bidang

Kesejahteraan Pegawai pada

BadanKepegawaian Daerah

Kota Bandung

1. Mendokumentasikan hasil laporan pemeriksaan Tim Pemeriksa

Ad Hoc;

2. Menangani dan memeriksa Pegawai Negeri Sipil yang diduga

melanggar disiplindenganPangkat/Jabatan sama atau satu

tingkat dibawahnya;

3. Melaporkan hasil pemeriksaan Tim Pemeriksa Ad Hoc kepada

Sekretaris;

Matriks. 11. Susunan Dan Tugas Tim Pemeriksa Temporer (Ad hoc)

No Jabatan Pejabat Yang Ditunjuk 1. Tim Pemeriksa memanggil Pegawai Negeri Sipil yang diduga

melakukan pelanggaran disiplin tingkat sedang dan/atau tingkat

berat secara tertulis, paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum

pemeriksaan;

2. Tim Pemeriksa dapat melakukan panggilan kedua secara

tertulis,apabila Pegawai Negeri Sipil yang diduga melakukan

pelanggaran disiplin tingkat sedang dan/atau tingkat berat

tidak hadir pada panggilan sebelumnya;

3. Tim Pemeriksa dalam menentukan tanggal pemeriksaan

dalam surat pemanggilan pertama dan pemanggilan kedua

harus memperhatikan waktu yang diperlukan untuk

1 Ketua Atasan Langsung pada

SKPD/Unit Kerjaterkait;

2 Sekretaris Unsur SKPD Terkait.

3 Anggota 1. Unsur Pengawasan dari

inspektorat Kota Bandung;

125

125

2. Unsur Kepegawaian dari

Badan Kepegawaian Daerah

Kota Bandung;

3. Pejabat lain yang ditunjuk

(conditional).

menyampaikan dan diterimanya surat panggilan;

4. Apabila dalam pemanggilan kedua Pegawai Negeri Sipil yang

diduga melakukan pelanggaran disiplin tingkat sedang dan

/atau tingkat berat tidak hadir juga untuk diperiksa, maka Tim

Pemeriksa dapat merekomendasikan kepada Pejabat yang

berwenang menghukum untuk bisa menjatuhkan hukuman

disiplin berdasarkan alat bukti dan keterangan yang ada tanpa

dilakukan pemeriksaan;

5. Sebelum melakukan pemeriksaan Tim Pemeriksa mempelajari

lebih dahulu dengan seksama laporan-laporan mengenai

pelanggaran disiplin yang diduga dilakukan oleh Pegawai

Negeri Sipil yang bersangkutan;

6. Pemeriksaan dilakukan secara tertutup, hanya diketahui dan

dihadiri oleh Pegawai Negeri Sipil yang diperiksa dan Tim

Pemeriksa;

7. Tim Pemeriksa mengajukan pertanyaan kepada Pegawai

Negeri Sipil yang diduga melakukan pelanggaran disiplin;

8. Tim Pemeriksa dapat menyatakan Pegawai Negeri Sipil

tersebut melakukan pelanggaran disiplin, apabila pertanyaan

yang diajukan tidak mau dijawab;

9. Hasil pemeriksaan harus dituangkan oleh Tim Pemeriksa ke

dalam Berita Acara Pemeriksaan ;

10. Tim Pemeriksa dapat meminta keterangan dari pihak lain ,

untuk mendapatkan keterangan yang lebih lengkap dan

obyektif dalam pemeriksaan;

11. Tim Pemeriksa dapat meminta kepada Atasan Langsung

Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran disiplin

tingkat berat, agar Pegawai Negeri Sipil tersebut dibebaskan

sementara dari tugas jabatannya untuk memperlancar

126

126

pemeriksaan dan mengangkat Pejabat Pelaksana Harian (PLH);

12. Berita Acara Pemeriksaan harus ditandatangani oleh Tim

Pemeriksa dan Pegawai Negeri Sipil yang diperiksa;

13. Apabila isi dari Berita Acara Pemeriksaan tidak sesuai dengan

ucapan dari Pegawai Negeri Sipil yang diperiksa, maka Tim

Pemeriksa harus segera memperbaikinya;

14. Apabila Pegawai Negeri Sipil yang diperiksa tidak bersedia

menandatangani Berita Acara Pemeriksaan, maka cukup

ditandatangani oleh Tim Pemeriksa dan memberikan catatan di

dalam Berita Acara Pemeriksaan tersebut, bahwa Pegawai

Negeri Sipil yang diperiksa tidak bersedia menandatangani

Berita Acara Pemeriksaan;

15. Walaupun Berita Acara Pemeriksaan tidak ditandatangani

oleh Pegawai Negeri Sipil yang diperiksa, tetap dijadikan

sebagai dasar untuk menjatuhkan hukuman disiplin;

16. Tim Pemeriksa harus memberikan foto kopi Berita Acara

Pemeriksaan kepada Pegawai Negeri Sipil yang diperiksa;

17. Tim Pemeriksa memberikan laporan hasil pemeriksaan

kepada Walikota Bandung selaku Pejabat Pembina

Kepegawaian atau Pejabat yang ditunjuk, untuk dijadikan

rekomendasi dalam membuat keputusan penjatuhan hukuman

disiplin tingkat sedang dan tingkat berat;

18. Tim Pemeriksa bertugas sampai proses pemeriksaan selesai

terhadap suatu dugaan pelanggaran disiplin yang dilakukan

seorang Pegawai Negeri Sipil, karena Tim Pemeriksa bersifat

temporer/sementara.

127

127

Matriks. 12. Susunan Tim Pertimbangan Penyelesaian Dan Pelanggaran Disiplin Pegawai Negeri Sipil Di Lingkungan

Pemerintah Kota Bandung

No Jabatan Pejabat Yang Ditunjuk Tugas

1 Pembina 1. Walikota Bandung;

2. Wakil Walikota Bandung;

Memberikanpembinaandan keputusan penjatuhan sanksi kepada

pegawai negeri sipil yang melanggar disiplin sesuai Peraturan

Pemerintah nomor 53 tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri

Sipil, dan peraturan Pemerintah nomor 10 tahun 1983 tentang Izin

Perkawinan Dan Perceraian Pegawai Negeri Sipil Sebagaimana

telah Diubah Dengan Peraturan Pemerintah nomor 45 tahun 1990,

berdasarkan rekomendasi dari tim pertimbangan.

2 Penanggung

Jawab

Sekretaris Daerah Kota

Bandung.

1. memberikan arahan implementasi untuk persidangan penjatuhan

hukuman disiplin, sedang dan berat bagi pegawai negeri sipil

yang melanggar;

2. Menandatangani naskah dinas/laporan dinas yang berisi hasil

persidangan penjatuhan hukuman disiplin sedang dan berat

berdasarkan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin

Pegawai Negeri Sipil pada Pasal 25 ayat (1), (2) dan (3) ;

3. Memberikan pertimbangan atas hasil-hasil persidangan

penjatuhan hukuman disiplin ringan, sedang, dan berat

sebagaimana dimaksud pada angka (2) di atas, sebagai bahan

keputusan Walikota Bandung selaku Pejabat Pembina

Kepegawaian;

3 Ketua 1. Kepala Badan

Kepegawaian Daerah

Kota Bandung;

2. Inspektur Kota

Bandung.

1. Memimpin persidangan atas kasus dugaan pelanggaran disiplin

oleh Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Kota Bandung,

berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang disusun

oleh Tim Pemeriksa;

2. Mengajukan pertanyaan mengenai hal yang berkaitandengan

128

128

pelanggaran disiplin berdasarkan bukti dan / atau kesaksian

yang ada;

3. Menyampaikan laporan dan naskah dinas hasil persidangan

penjatuhan hukuman disiplin sedang dan berat kepada WaliKota

Bandung melalui Sekretaris Daerah Kota Bandung untuk

pertimbangan penjatuhan hukuman disiplin sedang dan berat;

4. Menyampaikan keputusan hukuman disiplin sedang dan berat.

4 Sekretaris 1. Sekretaris Badan

Kepegawaian Daerah

Kota Bandung;

2. Kepala Bidang

Perencanaan dan

Kesejahteraan

Pegawaipada Badan

Kepegawaian Daerah

KotaBandung.

1. Mencatat dan meresume hasil persidangan;

2. Mempersiapkan Kelengkapan dokumen penyelenggaraan

persidangan;

3. Menyusun laporan hasil persidangan secara lengkap untuk jenis

hukuman disiplin sedang atau berat, untuk disampaikan kepada

Ketua Tim;

4. Menyusun naskah keputusan penjatuhan hukuman disiplin

sedang dan berat yang telah dipertimbangkan oleh Tim

Pertimbangan dan diputuskan oleh Walikota Bandung selaku

Pejabat Pembina Kepegawaian;

5. Menerima, mencatat usulan pengajuan keberatan atas keputusan

dan banding administratif atas keputusan yang dijatuhkan pada

Pegawai Negeri Sipil yang melanggar disiplin untuk diproses

lebih lanjut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

Anggota 1. Asisten Pemerintahan

Sekretariat Daerah Kota

Bandung;

2. Asisten Administrasi

Perekonomian dan

Pembangunan

SekretariatDaerah Kota

1. Mempersiapkan sarana dan prasarana untuk mendukung

penyelenggaraan persidangan; 2. Membacakan pelanggaran disiplin sedang dan berat yang

dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang me langgar,

berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang telah

disusun oleh Tim Pemeriksa; 3. Membacakan tuntutan kepada Pegawai Negeri Sipil yang

129

129

Bandung;

3. Asisten Administrasi

UmumSekretariat

Daerah Kota Bandung;

4. Kepala Dinas Keuangan

Dan Aset Daerah Kota

Bandung;

5. Kepala Bagian Hukum

dan HAM pada

Sekretariat Daerah Kota

Bandung;

6. Sekretaris Inspektorat

Kota Bandung;

7. Inspektur Pembantu

Wilayah I/II/III/IV

padaInspektorat Kota

Bandung;

8. Ketua Dewan Pimpinan

Cabang Korps Pegawai

Republik Indonesia

Kota Bandung;

9. Kepala Sub Bagian

Perundang-undangan

dan HAM pada Bagian

Hukum dan HAM

Sekretariat Daerah

Kota Bandung;

10. Kepala Sub Bidang

Kesejahteraan Pegawai

melanggar disiplin, baik pelanggaran terhadap Peraturan

Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai

Negeri Sipil dan Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1983

tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Pegawai Negeri Sipil

sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor

45 Tahun 1990, berdasarkan bukti dan/atau keterangan para

saksi dengan berpedoman kepada ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku;

4. Menganalisa, menyimpulkan dan mempertimbangkan

penjatuhan hukuman disiplin sedang dan berat untuk

selanjutnya disampaikan kepada Ketua Tim;

5. Melakukan komunikasi dengan Pegawai Negeri Sipil yang

diduga melakukan pelanggaran disiplin, serta melakukan

pencatatan hasil proses pemeriksaan oleh Tim Pemeriksa untuk

bahan masukan kepada Sekretaris Tim;

6. Mencatat dan menindaklanjuti apabila PNS yang melanggar

disiplin mengajukan keberatan dan/atau banding administratif

atas keputusan Walikota Bandung selaku Pejabat Pembina

Kepegawaian.

130

130

padaBadan

Kepegawaian Daerah

Kota Bandung;

11. Unsur Pelaksana pada

Bagian Hukum dan

HAM Sekretariat

Daerah Kota Bandung;

12. Unsur Pelaksana pada

Badan Kepegawaian

DaerahKota Bandung.

Hasil penelitian tentang Proses Penegakan Hukuman Disiplin Berat

Pegawai Negeri Sipil Di Pemerintahan Kota Bandung Propinsi Jawa Barat

ditinjau dari parameter keempat yakni mekanisme penjatuhan hukuman disiplin

berat, maka dapat diperoleh gambaran sebagaimana tercantum dalam matriks 4

dibawah ini;

Matriks 4. Mekanisme Penjatuhan Hukuman.

Kode Informan Hasil Interview Makna Tema

01/PNS/BDG/2

012

“….Mekanisme penjatuhan hukuman

disiplin itu yang pertama, dilakukan

pemeriksaan oleh atasan langsung

selaku ketua tim pemeriksa Ad hoc

yang hasilnya diberikan pada tim

pertimbangan dan penyelesaian, dan

akhirnya tim pertimbangan dan

penyelesaian memberikan

rekomendasinya kepada Walikota.

Pertama dilakukan

pemeriksaan terhadap

PNS yang

bersangkutan, kedua

dilakukan

pertimbangan, dan

ketiga penjatuhan

vonis hukuman.

02/PNS/BDG/2

012

“….Alur penegakan hukuman nya

seperti ini; pertama dibentuklah tim

pemeriksa Ad hoc sebagai pemeriksa

PNS yang berssangkutan, hasil

pemeriksaan itu selanjutnya

diserahkan ke tim pertimbangan,

kemudian tim pertimbangan

memberikan rancangan surat

keputusan penjatuhan hukuman

disiplin kepada Walikota selaku

Pembina. Dan finalnya Walikota lah

yang menjatuhkan hukuman tersebut.

Pertama dilakukan

pemeriksaan terhadap

PNS yang

bersangkutan, kedua

dilakukan

pertimbangan, dan

ketiga penjatuhan

vonis hukuman.

03/PNS/BDG/2 “….Mekanisme nya itu PNS yang Pertama dilakukan

1

1

012 bersangkutan dipanggil oleh tim

pemeriksa Ad hoc kemudian hasilnya

diserahkan ke tim penyelesaian dan

hasil rapat tim penyelesaian itu

nantinya yang dijadikan acuan atau

rekomendasi Walikota untuk

menjatuhkan hukuman disiplin pada

PNS.”

pemeriksaan terhadap

PNS yang

bersangkutan, kedua

dilakukan

pertimbangan, dan

ketiga penjatuhan

vonis hukuman.

Sumber: hasil wawancara 13 juli, 16, 17 september 2012

Berdasarkan matriks tersebut, maka dapat diperoleh gambaran bahwa

proses penegakan hukuman disiplin berat bagi PNS di lingkungan Pemkot

Bandung berjalan berdasarkan alur yang telah diamanatkan peraturan hukum yang

menjadi pedoman pelaksanaan. Proses penegakan hukuman disiplin seperti

dikatakan sebelumnya, bahwapenegakan hukum maknanya adalah pelaksanaan

hukum atau implementasi hukum itu sendiri. Pelaksanaan penegakan hukum

tersebutakan terkait dengan dua komponen, yaitu: adanya seperangkat peraturan

yang berfungsi mengatur prilaku, serta, adanya seperangkat orang atau lembaga

yang melaksanakan tugas agar peraturan yang dibuat itu dipatuhi dan tidak

dilanggar. Ketiga informan diatas, menyatakan sependapat bahwa dalam

mekanisme penjatuhan hukuman disiplin berat bagi PNS yang Penulis jadikan

sebagai salah satu parameter dalam proses penegakan hukuman disiplin berat di

lingkungan Pemkot Bandung, melalui suatu tahapan-tahapan yang didasarkan

pada pedoman hukum pelaksanaannya.

Pernyataan tersebut diatas jika dikorelasikan dengan Peraturan Kepala

Badan Kepegawaian Negara Nomor 21 Tahun 2010 tentang Ketentuan

2

2

Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 maka adanya

kesesuaian antara perintah undang-undang dengan praktek pelaksanaan. Tahapan

sebagaimana disinggung sebelumnya terdiri dari pemanggilan, pemeriksaan,

pertimbangan penjatuhan hukuman, dan penyampaian keputusan hukuman

disiplin. Berikut alur prosedur penegakan hukuman disiplin berat bagi Pegawai

Negeri Sipil Pemerintah Kota Bandung ;

1. Atasan langsung atau Pejabat yang berwenang menghukum mengetahui atau

menerima laporan adanya pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh PNS,

terlebih dahulu melakukan pemanggilan paling lambat 7 hari kerja sebelum

pemeriksaan, jika tidak hadir dikirimkan pemanggilan ke 2, untuk dilakukan

pemeriksaan terhadap PNS yang diduga melakukan pelanggaran disiplin.

2. Atasan langsung atau Pejabat yang berwenang menghukum membuat surat

permohonan untuk membentuk Tim Pemeriksa Ad Hoc.

3. Pejabat Pembentuk Tim Pemeriksa Ad Hoc membentuk Tim Pemeriksa Ad

Hoc sesuai Pangkat dan Jabatan PNS yang akan diperiksa.

4. Tim Pemeriksa Ad Hoc melakukan pemanggilan maksimal 2 kali

pemanggilan dan selanjutnya melakukan pemeriksaan yang hasilnya

dituangkan dalam BAP. Apabila diperlukan, atasan langsung, Tim Pemeriksa

atau pejabat yang berwenang menghukum dapat meminta keterangan dari

orang lain.

5. Tim Pemeriksa Ad Hoc melaporkan hasil pemeriksaan dengan melampirkan

BAP kepada Tim Pertimbangan Penyelesaian Kasus Pelanggaran Disiplin

sedang dan berat.

3

3

6. Tim Pertimbangan Penyelesaian Kasus Pelanggaran Disiplin melakukan rapat

pertimbangan untuk menentukan jenis hukuman disiplin dengan

memperhatikan dengan seksama faktor yang mendorong PNS melakukan

pelanggaran disiplin sebagai bahan rekomendasi kepada Walikota Bandung

selaku Pejabat Pembina Kepegawaian.

7. Tim Pertimbangan Penyelesaian Kasus Pelanggaran Disiplin melaporkan

hasil rapat dengan menyerahkan rancangan Surat Keputusan Penjatuhan

Hukuman Disiplin kepada Walikota Bandung selaku Pejabat Pembina

Kepegawaian.

8. Walikota Bandung memutuskan menjatuhkan hukuman disiplin sedang atau

berat berdasarkan rekomendasi hasil rapat Tim Pertimbangan Penyelesaian

Kasus Pelanggaran Disiplin.

9. Hasil Keputusan Walikota diserahkan kembali kepada Tim Pertimbangan

Penyelesaian Kasus Pelanggaran Disiplin.

10. Tim Pertimbangan Penyelesaian Kasus Pelanggaran Disiplin melakukan

pemanggilan kepada PNS yang bersangkutan untuk penyerahan SK

Penjatuhan Hukuman Disiplin

11. Tim Pertimbangan Penyelesaian Kasus Pelanggaran Disiplin menyerahkan

SK Penjatuhan Hukuman Disiplin kepada PNS yang bersangkutan.

Pemeriksaan pada pemanggilan pertama oleh Pejabat langsung pada

SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) dimana PNS yang diduga melakukan

pelanggaran disiplin itu berdinas, bertujuan untuk mendengar pengakuan langsung

dan mengetahui jenis pelanggaran yang dilakukan PNS tersebut, apakah jenis

4

4

hukuman disiplin ringan, sedang, atau berat. Hal itu nantinya akan mempengaruhi

pada jenis hukuman apa yang akan dijatuhkan, dan siapa Pejabat yang berwenang

menghukum. Disebutkan diatas bahwa Pegawai Negeri Sipil yang melakukan

pelanggaran disiplin berat, ada prosedur khusus mengenai proses pemeriksaan dan

penjatuhan hukumannya. Tujuan pemeriksaan oleh Tim Pemeriksa Ad Hoc adalah

untuk mengetahui apakah Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan benar-benar

telah melakukan pelanggaran disiplin, serta bertujuan untuk mengetahui latar

belakang, hal-hal yang mendorong pelanggaran disiplin serta akibat/dampak yang

ditimbulkan tersebut. Sehingga walaupun wujud pelanggarannya sama, akan

tetapi motivasi pelanggarannya berbeda maka jenis hukumannya dapat berbeda

pula. Pentingnya mengetahui latar belakang serta hal-hal yang mendorong

pelanggaran disiplin oleh Pegawai Negeri Sipil adalah untuk dijadikan bahan

pertimbangan dalam penjatuhan hukuman disiplin tersebut.

Pegawai Negeri Sipil yang diduga melakukan pelanggaran disiplin dan

kemungkinan akan dijatuhi hukuman disiplin tingkat berat, dalam rangka

kelancaran pemeriksaan, dapat dibebas tugaskan sementara (sampai dengan

ditetapkannya keputusan hukuman disiplin) dari tugas jabatannya oleh atasan

langsung sejak yang bersangkutan diperiksa. Pembebasan tugas sementara

tersebut tentunnya dengan tetap diberikan hak-hak kepegawaiannya sesuai dengan

peraturan perundang-undangan.165

PNS tersebut apabila berdasarkan hasil

pemeriksaan ternyata melakukan beberapa pelanggaran disiplin, terhadapnya

hanya dapat dijatuhi satu jenis hukuman disiplin yang terberat. Tim pertimbangan

165

Ketentuan Pasal 27.Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 2010.

5

5

setelah mempertimbangkan pelanggaran yang dilakukan, apabila sifatnya sama,

kepadanya hanya akan dijatuhi jenis hukuman disiplin yang lebih berat dari

hukuman disiplin terakhir yang pernah dijatuhkan.

Pegawai Negeri Sipil yang terbukti melakukan pelanggaran disiplin berat

dan sudah mendapat keputusan mengenai hukuman yang dijatuhkan, dapat

mengajukan upaya administratif terdiri dari keberatan dan banding administratif.

Upaya administratif tersebut, terdapat pengecualian sebagaimana terdapat pada

Pasal 33 yaitu hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh: Presiden; Pejabat Pembina

Kepegawaian untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7

ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) huruf a, huruf b, dan huruf c; Gubernur selaku

wakil pemerintah untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 7 ayat (4) huruf b dan huruf c; Kepala Perwakilan Republik Indonesia; dan

Pejabat yang berwenang menghukum untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), tidak dapat diajukan upaya administratif.

Hukuman disiplin yang dapat diajukan banding administratif yaitu ; hukuman

disiplin yang dijatuhkan oleh: Pejabat Pembina Kepegawaian untuk jenis

hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) huruf d dan huruf

e; dan Gubernur selaku wakil pemerintah untuk jenis hukuman disiplin

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) huruf d dan huruf e.

Berlakunya Surat Keputusan tentang penjatuhan hukuman disiplin bagi

setiap jenis hukuman disiplin dapat berbeda-beda. Disiplin ringan misalnya, maka

Surat Keputusan penjatuhan hukumannya mulai berlaku sejak tanggal

disampaikannya Surat Keputusan tersebut oleh Pejabat yang berwenang

6

6

menghukum pegawai yang bersangkutan.Untuk jenis hukuman disiplin sedang

dan berat, mulai berlakunya Surat Keputusan penjatuhan hukuman disiplin dapat

dibedakan menjadi :

1. Untuk jenis hukuman Apabila tidak ada keberatan, maka mulai berlakunya

adalah pada hari ke 15 (lima belas) terhitung mulai tanggal si pegawai yang

bersangkutan menerima keputusan penjatuhan hukuman disiplin tersebut,

kecuali jenis hukuman disiplin pembebasan dari jabatan.

2. Apabila ada keberatan, mulai berlakunya adalah sejak tanggal keputusan atas

keberatan itu, kecuali jenis hukuman disiplin pembebasan dari jabatan.

3. Untuk hukuman disiplin pembebasan dari jabatan ini mulai berlakunya adalah

sejak tanggal ditetapkannya oleh pejabat yang berwenang menghukum.

4. Untuk semua jenis hukuman disiplin, apabila si pegawai yang bersangkutan

tidak hadir pada waktu penyampaian Surat Keputusan penjatuhan hukuman

disiplin, maka hukuman disiplin akan mulai berlaku pada hari ke 30 (tiga

puluh), terhitung mulai tanggal ditentukan untuk penyampaian keputusan

hukuman disiplin tersebut.

Hasil penelitian tentang Proses Penegakan Hukuman Disiplin Berat

Pegawai Negeri Sipil Di Pemerintahan Kota Bandung Propinsi Jawa Barat

ditinjau dari parameter kelima yakni, apakah ada kebijakan internal dalam

penegakan hukuman disiplin berat, maka dapat diperoleh gambaran sebagaimana

yang tercantum dalam matriks 5 dibawah ini;

Matriks 5. Kebijakan Internal Penegakan Hukuman Disiplin Berat

Kode Informan Hasil Interview Makna Tema

01/PNS/BDG/ “….Kalau berbicara mengenai ada Kebijakantersebut

7

7

2012 atau tidaknya kebijakan internal itu

tergantung pada tiap-tiap Kepala

SKPD nya. Asalkan kebijakan itu

tujuannya bukan bermaksud

menghalang-halangipenegakan

hukum.”

dikembalikan lagi

pada Pimpinan

SKPD.

02/PNS/BDG/

2012

“....Biasanya memang ada pimpinan

SKPD yang mengeluarkan suatu

kebijakan internal kalau ada

bawahannya yang terkena kasus

pelanggaran hukuman disiplin.

Contohnya langsung menindak PNS

yang mangkir aturan hukum, dengan

maksud memberikan pembinaan

supaya tidak mengulangi perbuatannya

dan juga menjaga nama baik SKPD

supaya tidak tercemar.”

Kebijakan tersebut

dikembalikan lagi

pada Pimpinan

SKPD.

03/PNS/BDG/

2012

“….Kebijakan internal itu sebenarnya

ada dan sah-sah saja bila Kepala

SKPD mengeluarkan kebijakan di

lingkungan satuan kerjanya. Namun

kebijakan internal disini dalam artian

suatu kebijakan yang bertujuan positif.

Dengan artian kebijakan tersebut

bermaksud untuk memudahkan suatu

proses penegakan hukuman disiplin..”

Kebijakan tersebut

dikembalikan lagi

pada Pimpinan

SKPD.

Sumber: hasil wawancara 13 juli, 16, 17 september 2012

Berdasarkan matriks tersebut, maka dapat diperoleh gambaran bahwa

terdapat suatu kebijakan internal dalam proses penegakan hukuman disiplin berat

8

8

di lingkungan Pemkot Bandung. Kebijakan internal tersebut bisa berupa suatu

tindakan tegas secara langsung seorang atasan pada suatu SKPD(Satuan Kerja

Perangkat Daerah), terhadap bawahannya yang kedapatan melakukan pelanggaran

disiplin.Kebijakan internal tersebut, dapat juga berupa kebijakan pertimbangan

seorang atasan pada saat akan menjatuhkan hukuman disiplin berat bagi PNS yang

sudah secara jelas terbukti bersalah.

Ketiga informan yang Penulis wawancara, menyatakan sependapat bahwa

dalam suatu penegakan hukuman disiplin berat di lingkungan Pemkot Bandung

terdapat suatu kebijakan internal. Secara garis besar adanya kebijakan internal

tersebut dimulai dari SKPD PNS yang diduga melakukan pelanggaran disiplin

berat. Kata-kata “kebijakan internal” tersebut harus digaris bawahi bahwa

tujuannya itu bukan bermaksud untuk menghalang-halangi suatu penegakan

hukum disiplin berat.Suatu kebijakan internal yang bertujuan negatif dengan

artian seorang kepala SKPD mengeluarkan kebijakan khusus untuk melindungi

pegawainya yang melanggar disiplin, maka hal tersebut akan berdampak fatal. Hal

tersebut bukan saja hanya menghambat penegakan hukum, tetapi berpengaruh

pula pada mental atau moralitas PNS yang bersangkutan. Seorang pemimpin yang

membiarkan bawahannya berbuat kesalahan,tanpa ada upaya untuk memberikan

teguran atau sanksi sama sekali, akan berakibat semakin memperparah moralitas

atau mental bawahan itu sendiri. Hal tersebut berlaku pula bagi PNS, dampaknya

PNS tersebut tidak pernah bisa berintrospeksi akan perbuatanya yang salah. Hal

tersebut dikhawatirkan akan menyebar pada rekan-rekannya. Sehingga disini

moral dan mental seorang atasan pun sangat berpengaruh terhadap pegawai yang

9

9

dipimpinnya.Seorang atasan yang bermental dan bermoral tidak baik, maka moral

dan mental bawahannya pun tidak akan jauh dari itu. Kesimpulannya kebijakan

internal tersebut pelaksanaannya dikembalikan lagi pada tiap-tiap Kepala SKPD

nya.

2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukuman Disiplin

Berat PNSdi Pemerintahan Kota Bandung Propinsi Jawa Barat

Kasus hukum yang melibatkan Pegawai Negeri Sipil biasanya akan lebih

menarik perhatian masyarakat. Pada hakikatnya PNS adalah warga negara biasa

seperti halnya warga masyarakat lainnya.Adanya pandangan yang menganggap

bahwa Pegawai Negeri Sipil merupakan kelompok elite masyarakat, atau

meminjam istilah yang berbau feodalistik disebut sebagai golongan priyayi, tidak

sepenuhnya keliru. PNS sebagai unsur Aparatur Negara, Abdi Negara, dan Abdi

masyarakat, di samping atribut kewenangan-kewenangan yang melekat, pada

tataran tertentu memang sering dilengkapi dengan berbagai fasilitas yang dapat

meninggikan status sosialnya.

Suatu hal yang Wajar jika masyarakat berharap dalam setiap aktifitasnya,

Pegawai Negeri Sipil dapat menjadi suri tauladan yang baik. PNS tersebutbahkan

tidak boleh keliru, di satu sisi, pandangan semacam itu bisa menjadi motivasi

yang positif bagi pegawai untuk menjadi panutan dan penggerak masyarakat di

lingkungannya. Pandangan seperti itu juga bisa dirasakan “sebagai beban” ketika

dalam memainkan perannya sebagai unsur aparatur negara sekalipun, di hadapan

hukum sesungguhnya tidak ada yang istimewa. PNS untuk melaksanakan

tugasnya, telah dipandu dengan berbagai aturan yang mengikat.Hal itu diawali

10

10

dengan mengangkat sumpah sebagai pegawai negeri sipil, sumpah jabatan,

kewajiban dan larangan dalam peraturan disiplin PNS, uraian tugas pokok dan

fungsi, sampai dengan Standard Operating Procedure (SOP), dan semacamnya.

Berkaitan dengan faktor-faktor yang cenderung mempengaruhi penegakan

hukuman disiplin berat bagi Pegawai Negeri Sipil di Pemerintahan Kota Bandung

Propinsi Jawa Barat dapat diukur melalui 5 (lima) parameter sebagai berikut;

1. Outputyang diharapkan dalam penegakan hukuman disiplin berat;

2. Pertimbangan Penjatuhan Hukuman;

3. Kendala/Hambatan Proses Penegakan Hukum;

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum;

Penulis sebelum membahasfaktor-faktor yang cenderung mempengaruhi

penegakan hukuman disiplin berat bagiPegawai Negeri Sipil di Pemerintahan

Kota Bandung Propinsi Jawa Barat, terlebih dahulu membahas mengenai Output

yang diharapkan dan pencapaiannya dalam penegakan hukuman disiplin berat di

lingkungan Pemkot Bandung. Berdasarkan hasil penelitian Penulis, hal tersebut

dapat dilihat pada matriks 6 sebagai berikut;

Matriks 6.Output yang Diharapkan.

Kode Informan Hasil Interview Makna Tema

01/PNS/BDG/2012 “….Output yang diharapkan dari

Penegakan hukuman disiplin itu,

data statistik mengenai

pelanggaran hukuman disiplin

berat, yang nantinya berguna untuk

perbaikan sistem hukum dan

sistem pembinaan di kemudian

Perbaikan sistem

hukum dan sistem

pembinaan.

11

11

hari.

02/PNS/BDG/2012 “….Terlaksananaya hukum

disiplin kepegawaian yang kokoh

dan konkrit, dan terciptanya

kepastian hukum dalam hal ini

penegakan hukuman disiplin

PNS.”

Tegaknya Hukum.

03/PNS/BDG/2012 “….Terbentuknya mental dan

sikap PNS yang lebih baik, karena

pastinya setiap PNS yang telah

dijatuhi hukuman berintrospeksi

diri atas perbuatannya. Sehingga

PNS tersebut mempunyai

keinginan untuk berubah kearah

yang lebih baik, sehingga tujuan

hukum yaitu memperbaiki dapat

terwujudkan.”

Perbaikan mental dan

sikap PNS.

Sumber: hasil wawancara 13 juli, 16, 17 september 2012

Berdasarkan matriks diatas, maka dapat diperoleh gambaran bahwa output

yang diharapkan dalam proses penegakan hukuman disiplin berat bagi PNS

adalah, adanya suatu harapan akan suatu perbaikan. Salah satu tujuan

ditegakannya suatuaturan hukum adalah untuk memperbaiki sesuatu yang salah.

Sesuatu yang salah tersebut dalam artian adanya suatu aturan hukum yang

dilanggar oleh seseorang, sehingga diperlukannya suatu penegakan hukum untuk

memperbaiki suatu kesalahan tersebut. Berdasarkan ketiga informan yang Penulis

wawancarai, mereka mempunyai pandangan masing-masing mengenai

output/luaran yang diharapkan dalam proses penegakan hukum disiplin berat.

12

12

Informan yang pertama Penulis mengambil kesimpulan atas pendapatnya bahwa

outputnya adalah adanya perbaikan sistem hukum dan sistem pembinaan.

Informan kedua inti pendapatnya adalah harapan akan ditegakannya suatu aturan

hukum. Informan ketiga intinya output yang diharapkan itu adalah adanya

perbaikan mental dan sikap PNS.

Berdasarkan pada kenyataan diatas, walaupun mereka tidak sependapat

mengenai luaran yang diharapkan, namun Penulis menginterpretasikan bahwa

pendapat mereka menimbulkan suatu keterkaitan antara satu sama lain.

Terlaksananaya penegakan hukum disiplin kepegawaian yang kokoh dan konkrit,

dapat menciptakan suatu kepastian hukum yang ditegakan. Tegaknya hukum

tersebut menghasilkan data statistik mengenai pelanggaran hukuman disiplin

berat, yang berguna untuk perbaikan sistem hukum dan sistem pembinaan di

kemudian hari. Semakin baiknya sistem hukum yang diciptakan,secara otomatis

akan berimbas pada penegakan hukum yang lebih baik pula. Perbaikan sistem

pembinaan dapat membentuk mental dan sikap PNS yang lebih baik.Setiap PNS

yang telah dijatuhi hukuman seharusnya berintrospeksi atas

perbuatannya.Sehingga PNS tersebut mempunyai keinginan untuk berubah kearah

yang lebih baik, sehingga tujuan hukum yaitu memperbaiki dapat terwujudkan.

Hasil penelitian tentang faktor-faktor yang cenderung mempengaruhi

penegakan hukuman disiplin berat bagiPegawai Negeri Sipil di Pemerintahan

Kota Bandung,ditinjau dari parameter kedua yakni,pertimbangan apakah yang

dipakai penegak hukum guna menjatuhan hukuman dalam kaitannya dengan

13

13

penegakan hukuman disiplin berat. Dapat diperoleh gambaran sebagaimana yang

tercantum dalam matriks 7 dibawah ini;

Matriks 7. Pertimbangan Penjatuhan Hukuman

Kode Informan Hasil Interview Makna Tema

01/PNS/BDG/2

012

“….Dalam prakteknya memang

sanksi yang dijatuhkan pada PNS

yang melakukan pelanggaran

disiplin berat, terkadang tidak harus

selalu mutlak sebagaimana dalam

peraturan perundang-undangan.

Hal itu disebabkan Pejabat Pembina

Kepegawaian mempertimbangkan

hal-hal yang memberatkan dan

yang meringankan juga.”

Mempertimbangkan

hal-hal yang

meringankan dan

memberatkan.

02/PNS/BDG/2

012

“…. Yang menjadi pertimbangan

Pejabat yang menghukum itu ya

hasil rapat rekomendasi Tim

Pertimbangan. Isi rekomendasinya

itu mengenai berapa besar dampak

yang ditimbulkannya lalu faktor-

faktor apa saja yang mendorong

PNS itu sehingga melakukan

pelanggaran disiplin berat.”

Mempertimbangkan

dampak dan faktor

yang menyebabkan

PNS melakukan

pelanggaran.

03/PNS/BDG/2

012

“….Biasanya Tim Pertimbangan

menjatuhkan jenis hukuman dengan

melihat seberapa berat pelanggaran

yang dilakukan PNS, lalu kemudian

dijatuhkanlah hukuman yang

sesuai. Sebagai contoh PNS A

absen selama 31 sampai 35 hari

Mempertimbangkan

jenis pelanggaran.

14

14

maka PNS A mendapat sanksi

penurunan pangkat setingkat lebih

rendah selama 3 tahun.”

Sumber: hasil wawancara 13 juli, 16, 17 september 2012

Berdasarkan matriks tersebut, maka dapat diperoleh gambaran bahwa

aparat penegak hukum dalam hal ini PPK (Pejabat Pembina Kepegawaian) selaku

pejabat yang berwenang menjatuhkan hukuman disiplin berat,

mempertimbangkan berbagai aspekdalam setiap menjatuhkan hukuman disiplin

berat. Berdasarkan hasil wawancara, pertimbangan tersebut didasarkan pada

pertimbangan hal-hal yang meringankan serta memberatkan, faktor yang

mendorong dan dampak yang timbul, serta dipertimbangkannya jenis pelanggaran

yang dilakukan. Ketiga informan yang Penulis wawancara, memang tidak ada

kesamaan pendapat,tetapi sekalipun pendapat ketiga informan tersebut

berbeda,Penulis menganggap pendapat mereka saling melengkapi.

Tim pertimbangan dalam membuat bahan rekomendasi, terlebih dahulu

melihat duduk perkara atau jenis pelanggaran apakah yang dilakukan seorang

PNS tersebut.Setelah diketahui hukuman atau sanksi yang harus dijatuhkan

sebagaimana terdapat dalam perundang-undangan, barulah mereka

mempertimbangkan berbagai faktor lainnya.Faktor lain tersebut yaitu faktor

pendorong seorang PNS tersebut melanggar disiplin berat, dampak akibat yang

ditimbulkan atas perbuatannya. Tim pertimbangan memperhitungkan pula itikad

PNS tersebut, dimulai dari sejak pemeriksaan awal, seperti apakah PNS tersebut

kooperatif, ataupun jujur, sehingga hal ini dapat dipakai untuk pertimbangan yang

15

15

meringankan. Apabila pada saat proses penegakan hukum ini PNS tersebut

berbohong atau berbelit-belit pada saat memberikan keterangan, maka nantinya

hal inilah yang dipakai untuk pertimbangan yang memberatkan. Telah disinggung

sebelumnya bahwa, sekalipun ada dua kasus yang jenis pelanggarannya sama

tetapi sanksi atau hukumannya dapat berbeda. Hal yang membedakan itu tentu

saja karena adanya pertimbangan-pertimbangan berdasarkan fakta yang terjadi

atau didapat pada saat proses penegakan hukum ini.Tentunya setiap hal yang

dijadikan pertimbangan dalam penjatuhan hukuman tidak bertentangan dengan

unsur-unsur dalam penegakan hukuman yaitu, unsur kepastian hukum, unsur

kemanfaatan dan unsur keadilan.

Berikut Penulis sampaikan contoh kasus pelanggaran disiplin yang dijatuhi

hukuman disiplin berat pada tahun 2012; kasus pertama, seorang PNS berinisial

RS yang bertugas sebagai Pelaksana UPT Puskesmas Salam pada unit kerja Dinas

Kesehatan Kota Bandung, tidak masuk kerja selama 351 hari yang dimulai pada

pertengahan September 2010. Menurut data yang Penulis peroleh, sampai dengan

awal januari 2011 RS telah tiga kali dijatuhi hukuman disiplin, berupa ; hukuman

disiplin ringan berupa teguran lisan, teguran tertulis hingga pernyataan tidak puas.

Akhirnya pada 5 Januari 2012 dilakukan pemeriksaan oleh Tim Pemeriksa Ad-

Hoc, yang bersangkutan hadir dan mengaku tidak melaksanakan tugas selama 1

tahun karena suasana kerja yang dinilai tidak kondusif. Pada awal bulan maret,

setelah melalui proses yang panjang RS pun dijatuhi hukuman disiplin berat

berupa, pemberhentian secara tidak hormat sebagai PNS. Adapun hal-hal yang

meringankan dan memberatkan RS dalam proses penjatuhan sanksi tersebut

16

16

berupa; pertama ,hal-hal yang meringankan ; RS berlaku sopan saat pemeriksaan

oleh Tim Ad-Hoc, Masa kerja sebagai PNS 25 th 2 bln (usia saat ini 46 tahun);

kedua, hal-hal yang memberatkan ; Berbelit-belit dalam memberikan keterangan,

Tidak ada upaya memperbaiki diri setelah mendapatkan pembinaan dari atasan

langsungnya, Telah 3 (tiga) kali dijatuhi hukuman disiplin selaku PNS.

Kasus kedua, seorang PNS berinisial DY yang bertugas sebagai Kepala

Sub Bag. Pada Diskominfo Kota Bandung, diduga melakukan perselingkuhan

dengan seorang perempuan berinisial HJ. Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan

khusus dari Inspektorat dugaan perselingkuhan tersebut tidak cukup bukti. 11

Pebruari 2012, A melaporkan bahwa telah jatuh ikrar thalaq dari KUA sebelum

adanya ijin perceraian dari Walikota Bandung. Akhirnya setelah mendapat

pertimbangan dari Tim Pertimbangan pada bulan mei 2012 Walikota Bandung

menjatuhkan hukuman disiplin berat berupa, pembebasan dari Jabatan sebagai

Kepala Sub Bag, pada Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Bandung. DY

terbukti melanggar ketentuan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun

1983 jo Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 serta bersalah melanggar Pasal

3 angka 6 PP No. 53 Tahun 2010. Adapun hal yang meringankan dan

memberatkan dalam perkara ini adalah ;pertama, hal yang meringankan ; DY

tidak pernah dijatuhi hukuman disiplin. Kedua, hal yang memberatkan ; selaku

Pejabat, DY telah bersalah karena menggugat cerai istrinya tanpa prosedur selaku

PNS, Selaku Pejabat, DY tidak menjaga pergaulan dengan lawan jenis sehingga

menimbulkan fitnah perselingkuhan dan menurunkan martabat PNS.

17

17

Hasil penelitian tentang faktor-faktor yang cenderung mempengaruhi

penegakan hukuman disiplin berat bagi Pegawai Negeri Sipil di Pemerintahan

Kota Bandung,ditinjau dari parameter ketiga yakni,kendala atau hambatan apakah

yang terdapat saat proses penegakan hukuman disiplin berat. Maka dapat

diperoleh gambaran sebagaimana yang tercantum dalam matriks 8 dibawah ini;

Matriks 8.Kendala/Hambatan Proses Penegakan Hukum.

Kode Informan Hasil Interview Makna Tema

01/PNS/BDG/2

012

“….Tiap-tiap SKPD banyak yang

belum faham secara keseluruhan

aturan hukuman disiplin PNS,

sehingga otomatis penegakan

hukuman disiplin nya jadi kurang

optimal. Terus ada juga SKPD yang

langsung melimpahkan kasus

pelanggaran ke Inspektorat/BKD

untuk menyelesaikan, padahal

prosedur yang sebenarnya atasan si

pelanggar harus terlebih dulu

memeriksa duduk perkaranya,

bukannya langsung melimpahkan ke

instansi lain.”

Kurangnya

pemahaman hukum,

kurangnya rasa

tanggung jawab

atasan langsung.

02/PNS/BDG/2

012

“….Terkadang ada beberapa Kepala

SKPD yang cenderung

enggan/kurang tanggap apabila

bawahannya melakukan pelanggaran

disiplin, sehingga banyak kasus

pelanggaran disiplin yang ditindak

atas hasil inspeksi Inspektorat kota

Bandung. Lalu yang kedua

Atasan langsung

kurang responsive,

lambannya proses

penegakan.

18

18

lambatnya penanganan kasus apabila

suatu kasus sudah memasuki masa

pemeriksaan oleh tim pemeriksa Ad

hoc, dan memasuki masa

pertimbangan oleh tim

pertimbangan, mengingat karena

anggota-anggota tim tersebut

merupakan Pejabat yang mempunyai

kesibukan masing-masing.”

03/PNS/BDG/2

012

“….Masih banyak individu PNS

yang bersikap acuh begitu melihat

PNS lain disekitarnya melakukan

pelanggaran, sehingga dimungkinkan

masih banyak kasus-kasus

pelanggaran disiplin yang belum

tertindak. Dan juga aturan sanksi

hukuman disiplin masih banyak yang

multitafsir.”

Budaya

acuh/permisif,

Peraturan bersifat

multitafsir.”

Sumber: hasil wawancara 13 juli, 16, 17 september 2012

Setiap upaya penegakan hukum tentu akan menimbulkan kendala tertentu.

Begitu pula dalam hal pemberian sanksi disiplin berat bagi Pegawai negeri Sipil di

lingkungan Pemkot Bandung. Berdasarkan matriks tersebut, maka dapat diperoleh

gambaran bahwa, dalam penegakan hukuman disiplin berat terdapat hambatan

atau kendala seperti kurangnya pemahaman hukum pimpinan SKPD maupun

PNS, kurangnya rasa tanggung jawab atasan langsung, lalu atasan langsung pun

terkadang kurang responsif, dan masih ada budaya acuh atau bahkan permisif di

antara sesama PNS. Ketiga informan yang Penulis wawancara memang mereka

19

19

menyatakan pendapat yang berbeda-beda tetapi Penulis menganggap bahwa

semua pendapat yang mereka kemukakan adalah suatu fakta yang sebenarnya

terjadi. Keseluruhan hambatan atau kendala yang dikemukakan informan menurut

Penulis, nantinya akan membentuk faktor-faktor yang mempangaruhi proses

penegakan hukuman disiplin, sehingga disini Penulis tidak akan membahasnya

secara detail. Hambatan atau kendala tersebut akanPenulis coba bahas secara

keseluruhan pada saat Penulis membahas faktor-faktor yang cenderung

mempengaruhi penegakan hukuman disiplin berat, dimana hal tersebut merupakan

salah satu inti dari sub judul pembahasan.

Terlepas dari hambatan yang timbul pada penegakan hukum, setiap

pelanggaran yang dilakukan PNS bisa terjadi karena kurangnnya kesadaran akan

pentingnya kedisiplinan itu sendiri. Para pemimpin seharusnsya dapat

mengadakan pertemuan rutin dimana, pemimpin dapat selalu memberikan

motivasi kepada para pegawainya agar mereka memiliki kedisiplinan dan

semangat kerja yang tinggi.Sebenarnya pemberian motivasi tidak selalu harus

dilakukan oleh pemimpin saja, tetapi dapat dilakukan oleh sesama rekan kerja

atau bahkan seorang motivator khusus yang sengaja didatangkan untuk

memberikan pelatihan motivasi kepada para pegawai.

Pimpinan juga seharusnya seharusnya tidak hanya membiarkan motivasi

saja, tapi sebaiknya memberikan reward and punishment.Rewardtersebut tidak

harus selalu berbentuk uang tetapi dapat juga berupa pujian atau penghargaan

sebagai pegawai yang teladan. Berdasarkan hal itu,otomatis pegawai lain pun ikut

terpacu untuk selalu menjadi lebih baik, sementara bagi pegawai yang tidak

20

20

disiplin diberikan sanksi yang setimpal. Kendala juga muncul karena sistem yang

ada di sipil berbeda dengan sistem di kemiliteran,di militer, atasan bisa langsung

menghukum anggotanya yang kedapatan berbuat kesalahan atau melakukan

pelanggaran kedisiplinan. Hal tersebut berbeda dengan sistem yang berkembang

di sipil, penegakan hukum harus melalui prosedur yang berlaku, sehingga

membutuhkan waktu yang lama untuk menghukum seorang pegawai yang

melakukan pelanggaran disiplin. Hal tersebut tentu akan memerlukan waktu yang

cukup lama dalam memberikan sebuah sanksi disiplin. Pemberian sanksi disiplin

bagi seorang Pegawai negeri Sipil jugasepertimya lebih mengalami kelonggaran

dibandingkan dengan pegawai swasta. Seorang Pegawai Swasta bisa langsung

dijatuhi hukuman berat ketika dia melakukan kesalahan.

Penulissetelah mengetahui hasil dari ketiga parameter sebelumnya yaitu

output yang diharapkan, pertimbangan dalam penjatuhan hukuman, dan kendala

atau hambatan yang dihadapi. Sekarang Penulis membahas apa yang menjadi inti

dari sub judul bahasan ini,yaitu faktor-faktor apakah yang cenderung

mempengaruhi dalam penegakan hukuman disiplin PNS di lingkungan Kota

Bandung yang tentunya hal ini dipengaruhi atau berkaitan dengan parameter-

parameter sebelumnya. Untuk secara jelasnya dalam mengetahui faktor-faktor

yang sebenarnya cenderung mempengaruh penegakan hukum, dapat diperoleh

gambaran sebagaimana tercantum dalam matriks 9 dibawah ini;

Matriks 9.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum.

Kode Informan Hasil Interview Makna Tema

01/PNS/BDG/2

012

“….sebenarnya ada dua faktor

yang mempengaruhi yaitu faktor

Faktor internal:

individu pelanggar.

21

21

eksternal dan internal. Kalo

internal itu faktor dari individu

yaitu kepribadian PNS yang

melanggar, seperti dia jujur,

kooperatif atau tidak sewaktu

pemeriksaan. Nah kalo faktor

eksternal itu seperti faktor

lingkungan, hukum dan tentunya

penegak hukumnya.”

Faktor eksternal:

lingkungan, Undang-

undang, dan aparak

penegak hukum.

02/PNS/BDG/2

012

“….Aturan hukumnya ada yang

tumpang tindih, keterbatasan

waktu penegak hukum sama

faktor masyarakatnya, menurut

saya yang mempengaruhi ya gak

jauh dari ketiga faktor itu.”

Faktor Undang-undang

dan masyarakat.

03/PNS/BDG/2

012

“….Kalo masalah faktor yang

mempengaruhi, sama saja ya,

seperti faktor-faktor yang

mempengaruhi penegakan hukum

pada umumnya. Seperti faktor

hukumnya, faktor budaya, faktor

penegak hukum, dan yang terakhir

itu faktor masyarakatnya.”

Faktor hukum/Undang-

undang, budaya,

penegak hukum, dan

faktor masyarakat.

Sumber: hasil wawancara 13 juli, 16, 17 september 2012

Pegawai Negeri Sipil yang terbukti melanggar aturan disiplin,

sebagaimana disinggung dalam sub pokok bahasan sebelumnya, sudah menjadi

suatu keharusan untuk di berikan sanksi hukuman disiplin. Terlebih jika

pelanggaran yang dilakukan PNS tersebut merupakan jenis pelanggaran disiplin

22

22

berat, namun dalam setiap penegakan aturan hukum, selalu ada faktor-faktor yang

mempengaruhi penegakan hukum tersebut. Secara umum, sebagaimana

dikemukakan oleh Soerjono Soekanto, ada lima faktor yang mempengaruhi

penegakan hukum, yaitu:

1. Faktor hukumnya sendiri;

2. Faktor penegak hukum, yaitu pihak-pihak yang membentuk maupun yang

menerapkan hukum;

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum;

4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau

diterapkan;

5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan

pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.166

Kelima faktor tersebut saling berkaitan dengan erat, karena merupakan

esensi dari penegakan hukum serta juga merupakan tolok ukur dari pada

efektivitas penegakan hukum, namun Penulis disini berpendapat bahwa faktor

masyarakat dan faktor kebudayaan itu bersatu. Penulis beranggapan bahwa faktor

masyarakat itu didalamnya melingkupi orang yang ada dalam masyarakat itu

sendiri, lingkungan dan budaya yang ada dalam masyarakat.

Berdasarkan matriks 9 diatas Penulis memperoleh gambaran bahwa ada

tiga faktor utama yang cenderung mempengaruhi penegakan hukuman disiplin

berat di lingkungan Pemkot Bandung yaitu; faktor hukum atau undang-

undangnya, faktor masayarakat, dan yang terakhir faktor penegak hukum. Ketiga

informan yang wawancara, menyatakan bahwa faktor yang mendorong itu

166

Soerjono Soekanto. 1983.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum.

Rajawali Press. Jakarta. hlm 4-5.

23

23

beraneka ragam sebagaimana termuat dalam matriks diatas. Penulis

menginterpretasikan bahwa sebenarnya berbagai faktor itu cenderung mengerucut

menjadi tiga faktor utama sebagaimana disebutkan sebelumnya. Ketiga faktor

tersebut akan Penulis coba untuk membahasnya satu persatu.

1. Faktor Hukum (Undang-Undang)

Faktor pertama yang mempengaruhi proses penegakan hukuman disiplin

berdasarkan penelitian Penulis adalah faktor hukum. Faktor hukum tersebut

adalah Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin PNS,

seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa “ruh” dan semangat yang diusung

dalam penerbitan peraturan pemerintah disiplin pegawai ini, adalah dalam rangka

mewujudkan PNS yang handal, profesional, dan bermoral. Peraturan disiplin

pegawai dirancang sedemikian rupa untuk membantu pegawai dalam menjamin

terpeliharanya tata tertib dan kelancaran pelaksanaan tugas serta dapat mendorong

PNS untuk lebih produktif, berdasarkan sistem karier dan sistem prestasi kerja.

Seberapa efektifkah sistem dan peraturan disiplin yang ada sekarang, terlebih bila

kita hubungkan dengan visi yang hendak dicapai tersebut. Dalam prakteknya, di

lapangan masih banyak kita temukan berbagai bentuk pelanggaran, baik yang

terang-terangan, maupun sembunyi-sembunyi. Untuk melihat sebuah peraturan

mempunyai substansi hukum yang baik atau tidak, maka dapat diuji melalui

syarat-syarat pembuatan hukum yang meliputi:

1. Peraturan dirancang dengan baik, kaidahnya jelas, mudah dipahami dan penuh

kepastian;

24

24

2. Peraturan sebaiknya bersifat melarang (prohibitur) dan bukan

mengharuskan/membolehkan (mandatur);

3. Sanksi haruslah tepat dan sesuai tujuan;

4. Beratnya sanksi tidak boleh berlebihan (sebanding dengan perbuatannya);

5. Mengatur terhadap perbuatan yang mudah dilihat;

6. Mengandung larangan yang berkesesuaian dengan moral;

7. Pelaksana hukum menjalankan tugasnya dengan baik, sosialisasi peraturan,

dan penafsiran seragam dan konsisten.167

Materi peraturan, keberadaannya sangat diperlukan dalam rangka

penuntun aturan teknis manajemen kedisiplinan pegawai. Peraturan Pemerintah

Nomor 53 Tahun 2010 didalamnya telah ditentukan adanya pola aturan

penjatuhan hukuman yang lebih berat dari Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun

1980. Hal itu mulai dari penurunan pangkat setingkat lebih rendah, pemindahan

dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah, pembebasan dari jabatan

PNS, hingga pemberhentian dengan hormat maupun dengan tidak hormat. Pejabat

yang mengetahui bahwa ada staf-nya yang telah terbukti melakukan pelanggaran

disiplin namun Pejabat yang bersangkutan tidak melakukan penindakan dengan

penjatuhan hukuman,maka Pejabat yang bersangkutan justru yang akan dikenai

hukuman disiplin sesuai dengan tingkat kesalahan yang dilakukan oleh staf-nya

tersebut. Melalui pendekatan seperti inilah yang bagi sebagian kalangan dianggap

menjadi salah satu pembaik dan pembeda antara Peraturan Pemerintah Nomor 30

Tahun 1980 dengan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010.

167

Robert Biersted dalam Tedi Sudrajat, 2008, Problematika Penegakan Hukuman

Disiplin Kepegawaian, Jurnal Dinamika Hukum , Fakultas Hukum UNSOED, Purwokerto, hlm. 5.

25

25

Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010, disatu sisi, sebagaimana

disebutkan diatas mempunyai kelebihan dibandingkan dengan Peraturan

sebelumnya. Peraturan Nomor 53 Tahun 2010, juga mempunyai kelemahan. Salah

satunya adalah mengenai larangan PNS untuk mempunyai kegiatan usaha\bisnis

di luar statusnya sebagai PNS. Akan tetapi Peraturan Pemerintah No 6 tahun 1974

tentang Pembatasan Kegiatan Pegawai Negeri dalam Usaha Swasta sampai saat

ini tidak dicabut.

Contoh yang kedua adalah aturan mengenai izin Perkawinan dan

Perceraian bagi PNS tidak disinggung dalam Peraturan pemerintah Nomor 53

Tahun 2010. Peraturan mengenai Perkawinan dan Perceraian tersebut diatur

dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang Perubahan Atas

Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan

Perceraian Bagi PNS. Hal tersebutlah yang nampaknya membuat seorang Lurah

serta Sekretarisnya di salah satu kelurahan di Pemerintahan Kota Bandung

mendapat sanksi hukuman disiplin berat. Kronologinya berawal dari seorang

Sekretaris Lurah yang bercerai namun hanya mepalorkan pada Lurah-nya saja.

Hal itu diperparah oleh Lurah yang memang tidak tahu mengetahui prosedur

sebagaimana mestinya. Pada akhirnya Lurah beserta Sekretarisnya mendapat

hukuman disiplin berat berupa penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3

(tiga) tahun.

Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 2010 tersebut, dapat dikatakan

tetaplah produk yang bersifat normatif dan legal formal. Keberadaannya

diperlukan atas dasar nafas administratif birokrasi dalam manajemen

26

26

kepegawaian. Peraturan disiplin ini sangat diperlukan dalam rangka mengatur

pegawai dalam ranah hukum positif kepegawaian, seperti apa saja yang wajib

dilakukan, apa saja yang dilarang untuk dilakukan, hukuman apa saja yang

diberikan apabila dilanggar, bagaimana cara pemberian hukuman, serta siapa saja

yang berhak menjatuhkan hukuman. Peraturan disiplin PNS eksis dan berperan

dalam ranah administratif, dalam perkembangannya, apabila sebuah aturan

disusun dalam rangka menopang unsur administratif semata, maka akan sangat

dimungkinkan ditemukan berbagai penyimpangan dalam implementasinya. Hal

itu seolah menguatkan anekdot sederhana, “bahwa aturan dibuat memang untuk

dilanggar”.

2. Faktor Masyarakat

Faktor kedua yang mempengaruhi proses penegakan hukuman disiplin

berdasarkan penelitian Penulis adalah faktor masyarakat, yang dimaksud dengan

faktor masyarakat disini adalah Pegawai Negeri Sipil dan kebudayaan yang ada

dimasyarakat tersebut, sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada

karsa manusia (PNS) di dalam pergaulan hidup. Peraturan Pemerintah Nomor 53

Tahun 2010 jika kita analisis secara mendalam,masih menyisakan celah dan

kelemahan yang memungkinkan untuk di ”mainkan”, apalagi bila kita korelasikan

kembali dengan misi yang hendak dicapai dari lahirnya Peraturan Pemerintah

tersebut yakni mewujudkan PNS yang handal, professional, dan bermoral. Sebuah

kondisi ideal namun terkesan virtual. Kerentanan terhadap aksi pelanggaran yang

menjauhkan dari tercapainya misi awal, tidak hanya terletak pada unsur materi

dasar yang tertuang dalam peraturan pemerintah tersebut, melainkan pula pada

27

27

ranah implementasinya dilapangan. Musuh bersama penegakan Peraturan

Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tersebut adalah masih bersarangnya bahaya

laten sifat-sifat seperti KKN, tahu sama tahu, aksi diam sama diam, hingga

akhirnya setiap pelanggaran yang ada terkubur dengan nyaman. Semua pihak

yang berkepentingan melakukan usaha dengan semangat simbiosis

mutualisme atas dasar prinsip “yang penting semuanya selamat”. Pada akhirnya

bila dihubungkan dengan masalah proses penegakan hukuman disiplin, akan

berakibat banyaknya pelanggaran disiplin yang tidak terungkap.

Masalah diatas bisa saja diperparah dengan Atasan yang akan merasa malu

bila bawahannya terkena hukuman disiplin. Terlebih jika hukuman disiplin

tersebut merupakan pelanggaran disiplin berat, karena pada akhirnya tidak dapat

dipungkiri bahwa hal tersebut akan mencemari nama baik SKPD tersebut, inilah

bom waktu yang bisa saja menanti. Sebuah komitmen dan usaha yang ekstra

kuat dibutuhkan dalam menerapkan sebuah peraturan baru. Bagaimana seorang

pejabat hingga staff mau dan mampu dengan kesungguhan hati bersama-sama

untuk menjalankan aturan main yang ada demi tegaknya peraturan disiplin (law

enforcement), bila semua bahaya tersebut tetap tertanam dan tumbuh subur dalam

roda menajemen disiplin pegawai.

peraturan disiplin PNS, idealnya disusun atas dasar fungsi strategis yang

memiliki visi menjadikan pegawai sebagai subjek yang mampu untuk dibantu,

dikembangkan, serta mengoptimalkan diri berdasarkan nilai plus yang dimiliki

setiap pribadi mereka. Sebuah kondisi dimana sebuah peraturan disiplin disusun

untuk “dihilangkan” kembali karena seluruh stakeholder (dalam hal ini Pegawai

28

28

Negeri Sipil) telah mampu menginternalisasikan seluruh nilai kepatuhan tersebut

bahkan ketika peraturan disiplin tersebut “sudah dihilangkan” sekalipun. Sebuah

sistem yang tidak hanya menjadikan pegawai sebagai objek yang harus patuh dan

tunduk dengan aturan main yang ada, namun sebaliknya menjadikan pegawai

sebagai sebuah subjek yang dinamis dan berkembang, suatu kondisi dimana

pegawai memiliki rasa kedisiplinan atas dasar nilai pribadi, bukan hanya

kepatuhan relatif semata.

Hal diatas adalah ranah etos kerja, dimana spirit, semangat, dan mentalitas

yang mewujud menjadi seperangkat perilaku kerja yang positif seperti: rajin,

bersemangat, teliti, tekun, ulet, sabar, akuntabel, responsibel, berintegritas, hemat,

menghargai waktu, dan sebagainya. Hal tersebut semuanya berada dalam diri

manusia yang tersimpan dalam berbagai bentuk kompetensi, keahlian, dan

kemampuan diri manusia tersebut yang dalam hal ini adalah PNS. Apabila semua

hal tersebut digunakan di dalam dan melalui kerja, ia akan keluar dalam bentuk

kinerja, prestasi, dan produksi. Para pegawai dengan etos kerja seperti itu, akan

bekerja dengan penuh dedikasi dan pengabdian diri karena dalam jiwa mereka

telah tertanam nilai-nilai bahwa bekerja adalah sebuah rahmat, bekerja adalah

ibadah, bekerja adalah amanah, bekerja adalah melayani. Bekerja dengan penuh

disiplin dan tanggung jawab adalah representasi dari kemulian diri.

Dalam rangka mengusung suatu tata nilai aturan kepegawaian yang

bersifat lebih menyeluruh, diperlukan sebuah terobosan baru dalam merumuskan

peraturan khususnya yang berkaitan dengan disiplin PNS.Terobosan tersebut

berkenaan dengan bagaimana sebuah peraturan disiplin pegawai mampu

29

29

mengakomodir secara baik unsur-unsur nilai bagi para pegawai itu sendiri. Unsur

nilai yang mampu memberi rangsangan bagi para pegawai, untuk mampu

mengembangkan nilai dan karya mereka berdasarkan prinsip “etos kerja” mereka,

bukan sebaliknya hanya kepatuhan administratif semata. Kita tidak akan bisa

menjamin suksesnya sebuah peraturan disiplin PNS apabila semangat yang

diusung hanya dalam kisaran normatif yang mendasarkan pada pola aturan nilai

legal formal kepegawaian semata. Melalui etos kerja, para pegawai akan

melakukan pekerjaan serta mematuhi peraturan yang ada secara totalitas atas

dasar kesadaran dan ketulusan budi, bukan hanya atas dasar kepatuhan untuk tidak

dikenai hukuman semata. Melalui sebuah peraturan yang didalamnya

terdefinisikan nilai-nilai yang dapat merangsang nilai etos kerja pegawai, visi

mulia dari diterbitkannya peraturan disiplin PNS yakni menjadikan pegawai yang

Handal, Profesional dan Bermoral akan dapat kita wujudkan bersama.

3. Faktor Penegak Hukum

Faktor penegak hukum merupakan salah satu faktor yang cenderung

mempengaruhi penegakan hukuman disiplin berat. Penegakan hukuman disiplin

berat dalam hal ini, adalah penegakan hukuman disiplin berat bagi PNS di

lingkungan Pemerintahan Kota Bandung. Penegak hukum sebagaimana

disebutkan diatas adalah pihak-pihak yang menerapkan hukum sebagaimana

kewenangan yang melekat pada diri penegak hukum tersebut.Pemerintahan Kota

Bandung di lingkungannya terdapat 61 Satuan Kerja perangkat Daerah

(SKPD).SKPD tersebut terdiri dari 17 Dinas, 14 Lembaga Teknis, dan 30

Kecamatan.Sayangnya tidak secara keseluruhan Atasan langsung pada tiap-tiap

30

30

SKPD memahami betul mengenai hukuman disiplin berat yang termuat dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010. Berdasarkan kondisi seperti itu

otomatis cenderung menghambat proses penegakan hukuman disiplin berat bagi

PNS. Sehingga dikhawatirkan banyak PNS yang seharusnya mendapat sanksi

berupa hukuman disiplin sedang atau berat, bisa lolos dari jeratan hukuman

disiplin tersebut.

Kondisi kedua yang cukup mempengaruhi proses penegakan hukuman

disiplin berat bagi PNS di lingkungan Pemerintahan Kota Bandung adalah,

banyak dari tiap-tiap Atasan langsung SKPD yang cenderung bersikap tidak mau

repot dalam menangani dugaan pelanggaran disiplin berat pada SKPD yang ia

pimpin. Sikap tidak mau repot tersebut dibedakan menjadi dua yaitu ; Kesatu,

tidak mau repot dalam artian, Atasan langsung SPKD seolah-olah tidak

mengetahui akan adanya dugaan pelanggaran disiplin berat yang terjadi pada

SKPD yang ia pimpin. Sehingga banyak dari dugaan pelanggaran disiplin berat

yang diproses atas hasil inspeksi oleh Inspektorat Kota Bandung.Kedua, adalah

sikap tidak mau repot karena memang tidak memahami proses penegakan

hukuman disiplin berat PNS. Banyak laporan mengenai dugaan pelanggaran

disiplin ringan, sedang dan berat yang langsung di laporkan ke Badan

kepegawaian Daerah Kota Bandung.

Kedua kondisi diatas nampaknya terselamatkan oleh keberadaan serta

kinerja Tim Pemeriksa Ad Hoc.Sebenarnya Tim tersebut di Ketuai oleh Atasan

langsung dari PNS yang diduga melakukan pelanggaran disiplin berat. Adanya

unsur dari Badan kepegawaian Daerah Kota Bandung, Unsur Pengawasan dari

31

31

Inspektorat Kota Bandung serta Pejabat lain yang ditunjuk bila diperlukan,

setidaknya hasil dari pemeriksaan tersebut cukup obyektif. Terlepas dari ke-

obyektifan Tim Pemeriksa Ad Hoc, seharusnya Atasan dari tiap-tiap SKPD

tersebut memahami betul posisinya sebagai seorang pemimpin. Seorang

pemimpin seyogyanya dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawab besar

yang diembannya. Seorang pemimpin dituntut pula untuk berlaku arif serta

menjadi panutan bagi orang-orang yang dipimpinya, dengan terciptanya seorang

pemimpin sebagaimana diharapkan di atas, niscaya ketidakfahaman peraturan

serta sikap “tidak mau repot” akan hilang.

Penegakan hukuman disiplin berat, sebagaimana telah dibahas sebelumnya

dalam proses penegakannya memerlukan waktu serta prosedur yang panjang. Hal

tersebut dikarenakan Tim Pemeriksa serta Tim Pertimbangan yang dibentuk untuk

menangani kasus pelanggaran disiplin sedang dan berat, terdiri dari unsur-unsur

Pejabat yang notabenenya memiliki aktivitas yang padat. Para Pejabat tersebut

mempunyai tugas pokok sesuai dengan jabatan yang di embannya masing-

masing,dan sudah tentu tugas pokok tersebut menyita cukup banyak waktu.

Secara nalar Penulis, pasti sulit untuk mengumpulkan para Pejabat tersebut dalam

satu waktu, yaitu untuk melakukan tugasnya sebagai aparat penegak hukuman

disiplin sedang atau berat. Hal inilah yang menjadi persoalan dalam kaitannya

dengan proses penegakan hukuman disiplin berat tersebut.

Berlarut-larutnya suatu proses penegakan hukuman disiplin justru menjadi

suatu permasalahan baru. Permasalahan baru tersebut adalah, terjadinya suatu

ketidakpastian hukum yang sementara. Maksud dari ketidakpastian tersebut

32

32

adalah suatu proses penegakan hukum yang berlarut-larut, menimbulkan suatu

kerugian, di satu pihak yaitu kerugian bagi PNS yang diduga melakukan

pelanggaran tersebut, maupun kerugian materil yang harus dipikul Pemerintah.

Kerugian bagi PNS yang diduga atau bahkan sudah terbukti melakukan

pelanggaran disiplin adalah, timbulnya suatu beban pikiran mengenai kejelasan

nasibnya, serta tidak terpenuhinya asas peradilan yang cepat.Kerugian bagi

Pemerintah yaitu, sebagaimana bunyi Pasal 27 Peraturan Pemerintah Nomor 53

Tahun 2010 yang membolehkan pembebasan sementara dari tugas dan jabatannya

dengan tetap diberikan hak-hak kepegawaiannya sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

Hal tersebut, sebenarnya memang merupakan salah satu penerapan dari

asas praduga tak bersalah, namun bagaimana jika yang terjadi adalah sebaliknya,

yaitu PNS tersebut memang benar-benar bersalah telah melakukan pelanggaran

disiplin berat, terlebih jika sanksi yang diberikan merupakan pemecatan secara

tidak hormat. Berdasarkan hal tersebut sudah pasti hak-hak yang didapatkan PNS

yang bersangkutan semasa diberi pembebasan tugas serta jabatan secara

sementara, sebenarnya tidak pantas ia peroleh. Hal itu merupakan salah satu

pemborosan keuangan Negara, serta dapat menimbulkan kesan negatif bagi

masyarakat yang mengetahuinya, karena hal itu bisa saja diartikan sebagai

perlakuan khusus bagi Pegawai Negeri Sipil. Pemerintah selaku pembuat

peraturan semestinya menyadari akan hal ini. Kendati dampak yang ditimbulkan

mungkin tidak terlalu besar, namun hal tersebut tetaplah suatu masalah.

33

33

BAB V

PENUTUP

A. SIMPULAN

1. Proses Penegakan Hukuman Disiplin Berat Pegawai Negeri Sipil Di

Pemerintahan Kota Bandung Propinsi Jawa Barat.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa,

Proses penegakan hukuman disiplin berat, bagi PNS di lingkungan Pemkot

Bandung berjalan melalui alur sebagaimana peraturan yang menjadi pedoman

pelaksanaan. Prosesnya dimulai dengan:

a. Atasan langsung atau Pejabat yang berwenang menghukum mengetahui atau

menerima laporan, adanya pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh PNS,

terlebih dahulu melakukan pemanggilan sebelum pemeriksaan.

b. Atasan langsunga atau Pejabat yang berwenang menghukum membuat surat

permohonan untuk membentuk Tim Pemeriksa Ad Hoc, Pejabat Pembentuk

Tim Pemeriksa Ad Hoc kemudian membentuk Tim Pemeriksa Ad Hoc sesuai

Pangkat dan Jabatan PNS yang akan diperiksa.

c. Tim Pemeriksa Ad Hoc melakukan pemanggilan maksimal 2 kali dan

selanjutnya melakukan pemeriksaan yang hasilnya dituangkan dalam BAP,

Apabila diperlukan, Tim Pemeriksa dapat meminta keterangan dari orang lain.

d. Tim Pemeriksa Ad Hoc melaporkan hasil pemeriksaan dengan melampirkan

BAP (Berita Acara Pemeriksaan) kepada Tim Pertimbangan, selanjutnya Tim

Pertimbangan melakukan rapat pertimbangan untuk menentukan jenis

34

34

hukuman disiplin sebagai bahan rekomendasi kepada Walikota Bandung

selaku Pejabat Pembina Kepegawaian.

e. Tim Pertimbangan melaporkan hasil rapat dengan menyerahkan rancangan

Surat Keputusan Penjatuhan Hukuman Disiplin kepada Walikota Bandung.

Walikota Bandung memutuskan menjatuhkan hukuman disiplin sedang atau

berat berdasarkan rekomendasi hasil rapat Tim Pertimbangan.

f. Hasil Keputusan Walikota diserahkan kembali kepada Tim Pertimbangan.

Tim Pertimbangan melakukan pemanggilan kepada PNS yang bersangkutan

untuk penyerahan SK Penjatuhan Hukuman Disiplin.

g. Tim Pertimbangan Penyelesaian Kasus Pelanggaran Disiplin menyerahkan SK

Penjatuhan Hukuman Disiplin kepada PNS yang bersangkutan. PNS yang

merasa keberatan dengan keputusan Walikota tersebut dapat melakukan upaya

administratif, namun hal tersebut terbatas pada hasil keputusan sesuai dalam

Pasal 7 ayat (4) huruf d dan huruf e.

2. Faktor-Faktor Yang Cenderung Mempengaruhi Penegakan Hukuman

Disiplin Berat Pegawai Negeri Sipil di Pemerintahan Kota Bandung

Propinsi Jawa Barat.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa,

faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukuman disiplin berat Pegawai

Negeri Sipil di Pemkot Bandung adalah, faktor hukum atau undang-undangnya,

faktor penegak hukum, dan yang terakhir faktor masayarakat.

a. Faktor yang dipengaruhi oleh hukum atau undang-undangnya yaitu, PP

Nomor 53 Tahun 2010 lebih tegas mengatur sanksi pelanggaran ketentuan jam

35

35

kerja PNS, PP tersebut mengatur lebih ketat mengenai ketentuan target kerja

PNS. Pejabat yang berwenang menghukum, tetapi tidak melakukan

kewajibannya akan dijatuhi hukuman yang sama dengan PNS tersebut. Hal

tersebut dianggap sebagai kelebihan dibandingkan PP Nomor 30 Tahun 1980.

PP Nomor 53 Tahun 2010 disisi lain, masih terdapat kekurangan, yaitu tidak

dimuatnya aturan yang jelas mengenai aturan izin usaha PNS, serta aturan

kawin cerai PNS.

b. Faktor masyarakat itu didalamnya melingkupi orang yang ada dalam

masyarakat itu sendiri (PNS), lingkungan dan budaya yang ada dalam

masyarakat. Faktor yang dipengaruhi oleh masyarakat yaitu, terdapat PNS

yang cenderung acuh/tidak melaporkan, apabila ada PNS lain di tempat

kerjanya yang melakukan pelanggaran disiplin. Hal tersebut cukup

berpengaruh pada terhambatnya proses penegakan hukuman disiplin berat

PNS.

c. Faktor yang dipengaruhi oleh penegak hukum yaitu, terdapat Atasan langsung

SKPD yang cenderung bersikap tidak mau repot dalam menangani dugaan

pelanggaran disiplin berat ada SKPD yang ia pimpin. Sikap tidak mau repot

tersebut yaitu ; Pertama, tidak mau repot dala martian, Atasan langsung

SPKD seolah-olah tidak mengetahui akan adanya dugaan pelanggaran

disiplinberat yang terjadi pada SKPD yang ia pimpin. Kedua, adalah sikap

tidak mau repot karena memang tidak memahami proses penegakan hukuman

disiplin berat PNS. Banyak laporan mengenai dugaan pelanggaran disiplin

36

36

ringan, sedang dan berat yang langsung di laporkan ke Badan Kepegawaian

Daerah Kota Bandung.

B. SARAN

PP No 6 Tahun 1974 tentang Pembatasan Kegiatan Pegawai

Negeri dalam Usaha Swasta dan PP Nomor 45 Tahun 1990 tentang Izin

Perkawinan dan Perceraian PNS, merupakan peraturan yang sering menjadi dasar

pelanggaran disiplin berat PNS, seyogyanya ke dua peraturan tersebut dimasukan

kedalam PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS. Dengan demikian hal

tersebut diharapkan dapat mempermudah dan memperjelas proses penegakan

hukuman disiplin berat bagi PNS.

37

37

DAFTAR PUSTAKA

Literatur :

Ashshofa, Burhan, 2004, Metode penelitian Hukum, Jakarta, PT. Rineka Cipta.

Asikin, Zainal dan Amirrudin, 2006, Pengantar Metode Penelitian Hukum.

Jakarta, PT Raja Grafindo Persada.

Atmosudirjo, Prayudi, 1981, Hukumm Administrasi Negara, Jakarta, Ghalia

Indonesia.

Bryan A. Garner (Editor In Chief). 1999. Black’s Law Dictionary. Seventh

Edition. St. Paul Minesota, West Publishing. Ebook.

Burhannudin A, Tayibnapis, 1995, Administrasi Kepegawaian Suatu Tinjauan

Analitik, Jakarta, Pradnya Paramita.

Campbell, Black Henry ,1999. Black’s Law Dictionary. Edisi VI. St. Paul

Minesota, West Publishing. Ebook.

D, Soedjono, 2002, Menegakan Hukum. Bandung, Majalah Ikatan Alumni

Fakultas Hukum UNIKA Parahyangan Bandung.

Davis, Keith, Newstrom, 1985, John, W., Perilaku Dalam Organisasi,

(terjemahan), (Jakarta: Erlangga.

Djatmika, Sastra, dan Marsono, 1995, Hukum Kepegawaian di Indonesia, Jakarta,

Djambatan.

Effendi, Taufik, 2004, Membangun Tata Pemerintahan yang Baik, Kompas,

Jakarta.

Faesal, Sanapiah. 1990, Penelitian Kualitatif, Dasar-Dasar dan Aplikasinya.

Malang, Asih Asah Asuh (Y A3).

Gouzali, Saydam , 1997, Kamus Istilah Kepegawaian, Jakarta: Pustaka Sinar

Harapan.

Hanitijo, R. Soemitro, 1988, Metodologi Penelitian Hukum dan Juriweri, Jakarta.

Ghali Indonesia.

Hardianto. 2004, Implementasi Arah Kebijakan Manajemen Kepegawaian,

Jakarta. Warta BKN.

38

38

Hardijanto, 2003, Pembinaan Kepegawaian Dalam Sistem Administrasi Negara

Kesatuan Republik Indonesia, Jakarta, Makalah disampaikan pada

Diklatpim Tingkat II. LAN.

Hartini, Sri., dkk, 2008, Hukum Kepegawaian Di Indonesia, Jakarta, Sinar

Grafika.

HR, Ridwan , Hukum Administrasi Negara,. UII Press, Yogyakarta, 2003.

Ibrahim, Idi Subandy. 2004, Dari Nalar Keterasingan Menuju Nalar Pencerahan,

Jalasutra,Yogyakarta, Yayasan Dewi Sartika.

IG, Wursanto, 1988, Manajemen Kepegawaian 2, Yogyakarta, Kanisius.

Malayu, S.P Hasibuan, 2002, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta, Bumi

Aksara.

Marbun, S.F , Pokok-pokok Hukum Administrasi Negara, Liberty, Yogyakarta,

2000.

Mathis, Robert, L., Jackson, John, H., 2002, Manajemen Sumber Daya Manusia,

(terjemahan), Jakarta, Salemba Empat.

Moleong, Lexy J, 1991, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung, PT. Remaja

Rosada Karya.

Muchsan, 1982, Hukum Kepegawaia. Raja. Bina AKsara, Jakarta.

Muhadjir Noeng r, 1996, Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi III, Yogyakarta,

Rake Sarasin

Musanef, 1996, Manajemen Kepegawaian Din Indonesia, Jakarta, PT,Toko

Gunung Agung.

Nasution, S, 1996, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, Yogyakarta,

Rekasarasin.

Poernomo, Bambang, 1993, Pola Dasar Teori-Asas Umum Hukum Acara Pidana

dan Penegakan Hukum Pidana, Yogyakarta, Liberty.

Poerwadarminta, W,J,S, 1986, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakrta, Balai

Pustaka.

Poerwopoespito, F.X. Oerip S, 2000, Mengatasi Krisis Manusia di Perusahaan,

Solusi Melalui Pengembangan Sikap Mental, Jakarta, Grasindo.

39

39

Prabu , Anwar Mangkunegara, 2004, Manajemen Sumber Daya Manusia

Perusahaan, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Rahardjo, Mudjia, ”Triangulasi dalam Penelitian Kualitatif”,

www.mudjiarahardjo.com., diakses 4 Januari 2012.

Rahardjo, Satjipto, 2006. Sisi-Sisi Lain dari Hukum di Indonesia. Cetakan Kedua.

Jakarta, Penerbit Buku Kompas.

Siswanto, B. Sastrohadiwiryo, 2003, Manajemen Tenaga Kerja Indonesia,

Pendekatan Admnistratif dan Operasional, Jakarta, Bumi Aksara.

Siagian, Sondang P. 1996, Filsafat Administrasi, Jakarta, Gunung Agung.

Soedarsono, Soemarno, 2002, Character Building, Membentuk Watak, Jakarta,

Elex Media Komputindo.

Soedjono D, 2002, Menegakan Hukum, Majalah Ikatan Alumni Fakultas Hukum

UNIKA Parahyangan Bandung, hlm. 35.

Soegiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung, CV

Alfabeta.

Soekanto, Soerjono, 1983, Penegakan Hukum, Jakarta, Bina Citra.

Soekanto, Soerjono, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Penerbit

Universitas Indonesia.

Soemitro Hanitijo, Ronny, Metode Penelitian Hukum, Jakarta. UI-Press, 1986.

Sutopo, H.B, 1988, Suatu Pengantar Kualitatif, DasarTeori dan Praktek.

Surakarta, Pusat Penelitian UNS.

Thoha, Miftah, 1999, Manajemen Kepegawaian Sipil di Indonesia, Jakarta,

Kencana Press.

Triatmodjo, Soedibyo, 1983, Hukum Kepegawaian(Mengenai kedudukan hak dan

kewajiban pegawai negeri sipil), Ghalia Indonesia, Jakarta.

Wignyosoebroto, Sutandyo, 2006, Keragaman Dalam Konsep Hukum, Tipe

Kajian dan Metode Penelitiannya, Semarang, Makalah Lokakarya.

Peraturan Perundang-Undangan :

Undang-Undang Dasar 1945 Hasil Amandemen

40

40

Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169 tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 3890)

Peraturan pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri

Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 74

tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5135)

Sumber Lain :

Bisnis, Jabar, 23 September 2011 http://bisnis-

jabar.com/index.php/berita/waduh-3-pns-pemkot-bandung-jadi-tersangka-

dugaan-korupsi diakses 11 mei 2012.

Radar. Cirebon. 16 februari 2012, http://radarcirebon.com/2012/02/16/27-pns-

dijatuhi-sanksi/ , diakses 11 Mei 2012.