PENEGAKAN HUKUMAN DISIPLIN BERAT BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of PENEGAKAN HUKUMAN DISIPLIN BERAT BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL
PENEGAKAN HUKUMAN DISIPLIN BERAT BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL
DI PEMERINTAHAN KOTA BANDUNG PROPINSI JAWA BARAT.
SKRIPSI
Oleh :
Muhamad Haryono
NIM : E1A006221
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS HUKUM
PURWOKERTO
2012
ABSTRACT
SEVERE DISCIPLINE ENFORCEMENT FOR A CIVIL SERVANT AT
BANDUNG, WEST JAVA PROVINCE.
By
Muhamad Haryono
E1A006221
Civil Service, in order to perform their duties in a professional manner, must have quality
and a high level of discipline. In order to achieve these objectives, the Government issued
some rules regarding discipline, i.e Civil Government Regulation No. 53 of 2010 concerning
Civil Discipline.
This study uses sociological juridical method, which is a research study the interrelationship
between the law with other social institutions. This study aims to gain an overview of the enforcement of severe disciplinary Civil Servants in Administrative Region of Bandung and, whether the factors that tend to influence it.
Based on the research‟s result, the enforcement of severe disciplinary action proses at
Municipal Government environment is implemented based on the flowchart /steps to
be in compliance with the civil service disciplinary guidelines. The process starts
from the call for the inspection, the meeting considered sentencing, sentencing
decisions to the issuance of severe discipline by the Mayor of Bandung. The factors
likely to affect the enforcement of severe disciplinary punishment are: Society Factors,
many civil servants tend dismissively when seeing colleagues disciplinary violations; Law
Enforcement Factors; Many direct Tops of SKPD not understand about Government
Regulation Number 53 Year 2010 on civil servant discipline; Law Factor; Government
Regulation Number 53 Year 2010 regarding discipline of civil servant, does not contain
clear provisions regarding civil servant rules of business license, as well as the rules of
divorce and remarriage for civil servants. Though both of these regulations are often
become the basis of severe violations of discipline civil servant, both the regulation
should be combined into PP No. 53 Year 2010. Thus it is expected to simplify and
clarify the process of enforcement of civil servant severe discipline penalties.
Keywords; Law Enforcement, severe discipline violations, civil servant, Bandung City
Government.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan nasional sebagaimana tersebut dalam Undang-undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bertujuan untuk membentuk manusia
Indonesia seutuhnya baik secara materil, maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan
Undang-undang Dasar 1945 dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Salah satu
tujuan pembangunan nasional adalah untuk dapat mewujudkan tujuan
kemasyarakatan yaitu kesejahteraan dan keadilan dalam masyarakat. Pembangunan
secara materil dalam hubungannya dengan sumber daya manusia, berarti
pembangunan unsur-unsur diluar kejiwaan manusia seperti pembangunan ekonomi,
teknologi, dan sarana-sarana fisik kehidupan, sedangkan pembangunan spiritual
berarti pembangunan unsur-unsur kejiwaaan manusia seperti pembangunan moral dan
pembangunan pendidikan.
Indonesia sebagai negara hukum telah menempatkan landasan yuridis bagi
warga negaranya dalam memperoleh pekerjaan yang layak, sebagaimana tertulis
dalam Pasal 27 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945, yang berbunyi: “Tiap-tiap warga
negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Isi
pasal tersebut, Negara menyadari akan arti penting dan mendasarnya masalah
pekerjaan bagi kelangsungan hidup manusia. Manusia untuk menjaga kelangsungan
hidupnya, maka perlu bekerja untuk menghasilkan sesuatu imbalan berupa materi,
2
dan salah satu dari pekerjaan itu adalah dengan cara mengabdi pada Negara dengan
menjadi Pegawai Negeri.
Tujuan nasional adalah mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur secara
merata dan berkesinambungan materill dan spiritual. Hal tersebut dapat dicapai salah
satunya dengan adanya Pegawai Negeri sebagai Warga Negara, Unsur Aparatur
Negara, Abdi Negara, dan Abdi Masyarakat yang dengan penuh kesetiaan dan
ketaatan kepada Pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintah. Pendapat E.Utrecht
yang dikutip oleh Muchsan dalam bukunya Hukum Kepegawaian, bahwa negara
merupakan badan hukum yang terdiri dari persekutuan orang (Gemeenschaap Van
Merten) yang ada karena perkembangan faktor-faktor sosial dan politik dalam
sejarah.1 Berdasarkan pendapat tersebut dapat diketahui bahwa negara sebagai
organisasi kekuasaan merupakan suatu badan yang berstatus hukum sebagai
pendukung hak dan kewajiban (subyek hukum).2 Negara akan mencapai tujuannya
dengan menggunakan status badan hukum beserta hak dan kewajibannya tersebut.3
Hak dan kewajiban yang dilaksanakan oleh aparatur negara didistribusikan kepada
jabatan-jabatan negara. Aparatur yang melaksanakan hak dan kewajiban negara yang
disebut subyek hukum adalah Pegawai Negeri. Hubungan antara Pegawai Negeri
dengan negara menimbulkan kaidah-kaidah dalam hukum kepegawaian.
Kelancaran pelaksanaan pembangunan dan pemerintahan tergantung pada
kesempurnaan dan kemampuan aparatur Negara, dalam hal ini adalah Pegawai
1 Muchsan, 1982, Hukum Kepegawaian, Bina Aksara, Jakarta, hlm. 10.
2 Ibid.,
3 Ibid.,
3
Negeri. Kedudukan dan peranan pegawai dalam setiap organisasi pemerintahan
sangatlah menentukan, sebab Pegawai Negeri merupakan tulang punggung
pemerintah dalam melaksanakan pembangunan nasional. Peranan dari Pegawai
Negeri seperti diistilahkan dalam dunia kemiliteran yang berbunyi “Not the gun, the
man behind the gun” yaitu bukan senjata yang penting melainkan manusia yang
menggunakan senjata itu.4 Senjata yang modern tidak mempunyai arti apa-apa
apabila manusia yang dipercaya menggunakan senjata itu tidak melaksanakan
kewajibannya dengan benar.5
Pegawai Negeri Sipil sebagai abdi Negara dan abdi masyarakat yang dengan
penuh kesetian dan ketaatan kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara
dan Pemerintah dalam menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan
serta wajib menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Tugas kenegaraan dan jabatan yang diemban Pegawai Negeri agar dapat
berjalan dengan lancar, dan dapat menunjang kelancaran pembangunan Nasional,
maka setiap Pegawai Negeri tersebut harus memiliki kemampuan dan kualitas tinggi
serta dengan tingkat disiplin yang tinggi pula. Hal tersebut tidak hanya kemampuan
dalam bidang keterampilannya saja, akan tetapi harus didukung dengan tingkat
kualitas diri secara total, karena kualitas manusia itu ditentukan oleh KSA
(Knowledge, Skill, and Attitude) atau pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental.6
4 Muchsan, 1982, Hukum Kepegawaian, Jakarta : Bina Aksara,,hlm.12
5 Ibid.,
6 F.X. Oerip S, Poerwopoespito, 2000, Mengatasi Krisis Manusia di Perusahaan, Solusi Melalui
Pengembangan Sikap Mental, Grasindo, Jakarta, hlm. 26.
4
Intinya jelas terlihat bahwa suatu keterampilan yang dimiliki seseorang tidak cukup
untuk bisa dikatakan bahwa orang tersebut mempunyai kualitas diri yang baik.
F.X. Oerip S. Poerwopoespito mengatakan bahwa pada dasarnya kualitas manusia
secara total ditentukan oleh7:
1. Kualitas Teknis: Kualitas yang berkaitan dengan kesehatan seseorang, baik dalam
ilmu pengetahuan dan teknologi.
2. Kualitas Fisik: Kualitas yang berkaitan dengan kesehatan seseorang (artinya
seberapa sehat dia dalam melakukan pekerjaannya)
3. Kualitas Sikap Mental: Kualitas yang berkaitan dengan konsepsi perilaku jiwa
seseorang dalam bereaksi atas dasar situasi yang mempengaruhi.8
Penyelenggara pemerintahan yang telah mempunyai kualitas tersebut, maka
dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan
merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan dan pembangunan dapat
berjalan secara efektif. Kualitas Pegawai Negeri yang baik dalam setiap aparatur
Negara, akan menumbuhkan rasa tanggung jawab baik secara materill maupun moril
terhadap semua tugas-tugas yang dipikulnya, serta tumbuh kesadaran untuk selalu
menjunjung tinggi peraturan yang ada.
Pemerintah dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 30 Undang-Undang
Nomor 43 Tahun 1999, mengganti Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 yang
sudah tidak sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan keadaan, maka
diberlakukanlah Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin
Pegawai Negeri Sipil. Ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 53
7 Ibid., hlm. 26.
8 Ibid.,
5
tersebut, ditetapkan dalam Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian
Negara Nomor 21 Tahun 2010, yang menetapkan kewajiban dan larangan bagi
Pegawai Negeri Sipil tersebut. Adapun kewajiban tersebut termuat dalam Pasal 3
yang berbunyi sebagai berikut:
1. Mengucapkan sumpah/janji PNS;
2. Mengucapkan sumpah/janji jabatan;
3. Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan
Pemerintah;
4. Menaati segala ketentuan peraturan perundang-undangan;
5. Melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada PNS dengan penuh
pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab;
6. Menjunjung tinggi kehormatan negara, Pemerintah, dan martabat PNS;
7. Mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan sendiri, seseorang,
dan/atau golongan;
8. Memegang rahasia jabatan yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus
dirahasiakan;
9. Bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan negara;
6
10. Melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila mengetahui ada hal yang
dapat membahayakan atau merugikan negara atau Pemerintah terutama di bidang
keamanan, keuangan, dan materiil;
11. Masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja;
12. Mencapai sasaran kerja pegawai yang ditetapkan;
13. Menggunakan dan memelihara barang-barang milik negara dengan sebaik-
baiknya;
14. Memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat;
15. Membimbing bawahan dalam melaksanakan tugas;
16. Memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan karier; dan
17. Menaati peraturan kedinasan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang.
Mengenai larangan Pegawai Negeri Sipil termuat dalam pasal 4 yang
berbunyi sebagai berikut:
1. Menyalahgunakan wewenang;
2. Menjadi perantara untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan/atau orang lain
dengan menggunakan kewenangan orang lain;
3. Tanpa izin Pemerintah menjadi pegawai atau bekerja untuk negara lain dan/atau
lembaga atau organisasi internasional;
7
4. Bekerja pada perusahaan asing, konsultan asing, atau lembaga swadaya
masyarakat asing;
5. Memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau meminjamkan
barang-barang baik bergerak atau tidak bergerak, dokumen atau surat berharga
milik negara secara tidak sah;
6. Melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan, atau orang
lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk
keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain, yang secara langsung atau tidak
langsung merugikan negara;
7. Memberi atau menyanggupi akan memberi sesuatu kepada siapapun baik secara
langsung atau tidak langsung dan dengan dalih apapun untuk diangkat dalam
jabatan;
8. Menerima hadiah atau suatu pemberian apa saja dari siapapun juga yang
berhubungan dengan jabatan dan/atau pekerjaannya;
9. Bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya;
10. Melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan yang dapat
menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayani sehingga
mengakibatkan kerugian bagi yang dilayani;
11. Menghalangi berjalannya tugas kedinasan;
12. Memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, atau Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah.
8
Kewajiban dan larangan teresebut, apabila dilanggar atau tidak dipatuhi akan
dikenakan sanksi hukuman disiplin sesuai dengan tingkat kesalahannya. Pegawai
Negeri Sipil selain ketentuan di atas tentang adanya larangan dan kewajiban, juga
mempunyai hak-hak untuk digunakan seperti yang tertera di dalam Undang-Undang
Nomor 43 Tahun 1999. Peraturan mengenai kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil telah
dibentuk dan diberlakukan, tidak jarang ditemukan adanya pelanggaran-pelanggaran
terhadap kedisiplinan tersebut. Contohnya seperti kasus Tiga orang PNS di
lingkungan Pemkot Bandung yang ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan
korupsi dan bantuan sosial (Bansos) APBD Kota Bandung 2010 senilai Rp.40 miliar
pada pertengahan desember 2011. Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejaksaan
Tinggi (Kejati) Jabar Fadil Jumhana mengatakan, ketiga PNS tersebut bekerja di
lingkungan Sekretaris Daerah (Setda) Pemkot Bandung berinisial R, F dan UU.
“Mereka diduga menyelewengkan dana Bansos yang dikucurkan dari APBD Kota
Bandung,” kata Fadil. Tersangka UU saat ini menjabat sebagai Kepala Bagian Tata
Usaha (Kabag TU) sementara R menjabat sebagai bendahara Sekda, sedangkan F
hanya staf biasa namun diduga dialah yang menjadi eksekutor pencairan dana.9
Contoh lain yang lebih baru lagi adalah sebanyak 27 orang PNS di lingkungan
Pemkab Majalengka, dijatuhi sanksi pelanggaran disiplin pada pertengahan februari
2012. Rinciannya 14 orang PNS yang melakukan pelanggaran disiplin ringan, yang
kemudian diberikan sanksi berupa teguran tertulis oleh pimpinan organisasi perangkat
9 Bisnis, Jabar, 23 September 2011 http://bisnis-jabar.com/index.php/berita/waduh-3-pns-
pemkot-bandung-jadi-tersangka-dugaan-korupsi diakses 11 mei 2012.
9
daerah, (OPD) tempat mereka bekerja. 5 orang PNS diberikan sanksi penundaan
kenaikan gaji berkala. 2 orang diberikan sanksi penundaan kenaikan pangkat setelah
terbukti melakukan pelanggaran disiplin sedang. Pegawai yang melakukan
pelanggaran disiplin berat, yakni 2 orang diberhentikan dengan hormat tidak atas
permintaan sendiri, serta sanksi pemberhentian tidak hormat kepada 3 orang10
Pelanggaran disiplin Pegawai Negeri Sipil, bisa saja dikarenakan oleh hak-
hak yang diperolehnya tidak sesuai dengan kebutuhan hidupnya, sebagaimana kita
ketahui bahwa kebutuhan manusia pada masa sekarang ini semakin kompleks, akan
tetapi mungkin kebutuhan hidup yang semakin banyak tersebut bukan merupakan
satu-satunya faktor penyebab terjadinya pelanggaran. Pemerintah telah menaikan gaji
serta tunjangan, namun tetap saja terjadi pelanggaran, kemungkinan faktor utama
yang menjadi hambatan kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil itu terletak pada diri
pegawai itu sendiri. Tindakan yang menyimpang seperti: korupsi, penyalahgunaan
wewenang, dan pemborosan keuangan negara, pungutan liar, dan berbagai bentuk
pelanggaran tersebut akan selalu terjadi, bila dalam diri PNS belum terbentuk suatu
kesadaran dan suatu etika yang dituangkan dalam Nilai-nilai Perilaku Kedinasan.
Adapun materi nilai-nilai perilaku kedinasan tersebut antara lain11
:
1. Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugasnya wajib berusaha
meningkatkan kemampuan, pengetahuan, dan profesionalisme di bidang
tugasnya.
10
Radar. Cirebon. 16 februari 2012, http://radarcirebon.com/2012/02/16/27-pns-dijatuhi-
sanksi/ , diakses 11 Mei 2012. 11
Ibid., hlm. 2.
10
2. Pegawai Negeri Sipil karena kedudukan atau jabatannya wajib menyimpan
informasi resmi negara yang sifatnya rahasia.
3. Pegawai Negeri Sipil wajib mentaati dan melaksanakan dengan sebaik-baiknya
segala Peraturan Perundang-undangan dan Peraturan Kedinasan yang berlaku.
4. Pegawai Negeri Sipil wajib memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada
masyarakat.
5. Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya senantiasa
mentaati perintah kedinasan dari atasan yang berwenang sesuai dengan Peraturan
Perundang-undangan yang berlaku.12
Peraturan kedisiplinan yang ditujukan bagi PNS, agar dapat ditaati dengan
baik, maka hukuman terhadap pelanggaran yang terjadi harus diterapkan secara jelas
dan tegas. Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, penulis ingin
melakukan penelitian yang menitikberatkan pada penegakan kedisiplinan yang ada
pada diri Pegawai Negeri sesuai dengan peraturan yang diatur dalam Peraturan
Pemerintah No 53 tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil dengan judul
”PENEGAKAN HUKUMAN DISIPLIN BERAT BAGI PEGAWAI NEGERI
SIPIL DI PEMERINTAHAN KOTA BANDUNG PROPINSI JAWA BARAT”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana proses penegakan hukuman disiplin berat Pegawai Negeri Sipil di
Pemerintahan Kota Bandung Propinsi Jawa Barat?
12
Ibid.,
11
2. Faktor-faktor apakah yang cenderung mempengaruhi penegakan hukuman
disiplin berat Pegawai Negeri Sipil di Pemerintahan Kota Bandung Propinsi
Jawa Barat?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bagaimanakah proses penegakan hukuman disiplin berat
bagi PNS di Pemerintahan Kota Bandung.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi proses
penegakan hukuman disiplin berat bagi PNS di Pemerintahan Kota Bandung.
D. Kegunaan Penelitian
1. Secara Teoritis:
Untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan guna memberikan
penambahan pustaka hukum, yang berkaitan dengan penegakan hukuman disiplin
berat, bagi Pegawai Negeri Sipil berdasarkan Peraturan Pemerintah no 53 tahun
2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
2. Secara Praktis:
Secara praktis penelitian ini berguna dalam memberikan masukan bagi Pejabat
Pembina Kepegawaian Pusat yang menetapkan penjatuhan hukuman disiplin, dan
12
menjadi bahan renungan bagi Pegawai Negeri Sipil agar senantiasa menaati dan
mengamalkan aturan-atruan berlaku.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hukum Administrasi Negara (HAN)
1. Istilah dan Kedudukan Hukum Administrasi Negara
Hukum Administrasi Negara merupakan salah satu mata kuliah wajib pada
studi hukum, Hukum Administrasi Negara merupakan salah satu cabang atau bagian
dari hukum yang khusus. Hukum Administrasi Negara dalam studi Ilmu
Administrasi, merupakan mata kuliah bahasan khusus tentang salah satu aspek dari
administrasi, yakni bahasan mengenai aspek hukum dari administrasi negara. Hukum
Administrasi Negara dikalangan PBB dan kesarjanaan internasional, diklasifikasi
baik dalam golongan ilmu-ilmu hukum maupun dalam ilmu-ilmu administrasi,
hukum administrasi materiil terletak diantara hukum privat dan hukum pidana.
13
Hukum administrasi dapat dikatakan sebagai “hukum antara”, sebagai
contohnya yitu dalam perihal perizinan bangunan. Penguasa dalam memberikan izin,
memperhatikan segi-segi keamanan dari bangunan yang direncanakan.13
Pemerintah
dalam hal demikian, menentukan syarat-syarat keamanan, disamping itu bagi yang
tidak mematuhi ketentuan-ketentuan tentang izin bangunan dapat ditegakkan sanksi
pidana. W.F. Prins mengemukakan bahwa “hampir setiap peraturan berdasarkan
hukum administrasi diakhiri in cauda venenum dengan sejumlah ketentuan pidana (in
cauda venenum secara harfiah berarti ada racun di ekor/buntut).14
Hukum menurut
isinya dapat dibagi dalam Hukum Privat dan Hukum Publik. Hukum Privat (hukum
sipil), yaitu hukum yang mengatur hubungan-hubungan antara orang yang satu
dengan orang yang lain, dengan menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan.
Hukum Publik (Hukum Negara), yaitu hukum yang mengatur hubungan antara
negara dengan alat-alat perlengkapan, atau hubungan antara negara dengan
perseorangan (warga negara), yang termasuk dalam hukum publik ini salah satunya
adalah Hukum Administrasi Negara.
Hukum Administrasi Negara secara teoritik, merupakan fenomena kenegaraan
dan pemerintahan yang keberadaannya setua dengan keberadaan negara hukum, atau
muncul bersamaan dengan diselenggarakannya kekuasaan negara dan pemerintahan
berdasarkan aturan hukum tertentu. Hukum Administrasi Negara sebagai suatu
13
13
Diana Halim Koentjoro, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004, hlm.
18. 14
W.F. Prins dan Kosim Adisapoetra, Pengantar Ilmu Hukum Administrasi Negara, Pradnya
Paramita, Jakarta, 1983, hlm.3.
14
cabang ilmu, khususnya di wilayah hukum kontinental, baru muncul belakangan.
Hukum administrasi khususnya di Belanda, pada awalnya menjadi suatu kesatuan
dengan Hukum Tata Negara dengan nama staat en administratief recht.15
Hal itu
cenderung berbeda dengan yang berkembang di Perancis sebagai bidang tersendiri di
samping Hukum Tata Negara. Hukum Administrasi Negara merupakan bidang
hukum yang relatif muda jika dibandingkan dengan hukum perdata dan hukum
pidana (het bestuursrecht een vormt in vergelijking tot het privaatrecht en het
strafrecht een relatief jong rechtsgebid).16
Khusus berbicara tentang Administrasi Negara, berarti melibatkan penguasa
Administrasi yang memiliki fungsi merealisasikan UU dengan menjalankan kehendak
dari pemerintah (penguasa pemerintahan) sesuai peraturan, rencana, program, budget,
dan instruksi secara nyata, umum, individual. Produk yang dikeluarkan antara lain:
a. Penetapan (Beschikking)
b. Tata Usaha Negara
c. Pelayanan Masyarakat
d. Penyelenggaraan pekerjaan, kegiatan-kegitan nyata.
secara garis besar bersifat luas dan memiliki arti yang sangat penting, tidak
hanya bagi para Pejabat Administrasi Negara yang menjalankan tugas dan kewajiban
sehari-hari, dengan kesadaran yang sebesar-besarnya bahwa segala sesuatunya harus
berjalan sesuai hukum yang berlaku. Hukum Administrasi Negara juga mencakup
15
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, UII Press, Yogyakarta, hlm. 17. 16
Ibid., hlm. 17.
15
bagi masyarakat yang ingin mengetahui bagaimana sebenarnya para pejabat
pemerintah itu menjalankan tugas, kewajiban dan wewenang masing-masing, akan
tetapi sekaligus juga sebagai pengetahuan akan hukum administrasi. Hukum
Administrasi Negara menjadi sangat penting artinya bagi kehidupan dan kelancaran
organisasi negara sehari-hari. Administrator Negara menjalankan tugas administratif
yang bersifat individual, kasual, faktual, teknis penyelenggaraan dan tindakan
administratif yang bersifat organisasional, manajerial, informasional (tata usaha)
ataupun operasional. Berdasarkan hal itu keputusan maupun tindakannya dapat
dilawan melalui berbagai bentuk peradilan administrasi negara.
Hukum Administrasi Negara mengandung dua aspek yakni; pertama, aturan-
aturan hukum yang mengatur dengan cara bagaimana alat-alat perlengkapan itu
melakukan tugasnya; kedua, aturan-aturan hukum yang mengatur hubungan antara
alat perlengkapan administrasi negara dengan para warga negaranya.17
Seiring
dengan perkembangan tugas-tugas pemerintahan, khususnya dalam ajaran welfare
state, yang memberikan kewenangan yang luas kepada Administrasi Negara termasuk
kewenangan dalam bidang legislasi, maka peraturan-peraturan hukum dalam
Administrasi Negara disamping dibuat oleh lembaga legislative, juga ada peraturan-
peraturan yang dibuat secara mandiri oleh Administrasi Negara. Tugas-tugas
Pemerintah sendiri merupakan tugas yang paling luas karena jelas pemerintah adalah
pelaksana dalam suatu Negara. Adapun tugas Pemerintah tersebut antara lain18
:
17
Ibid., hlm. 27. 18
Prayudi Atmosudirjo, 1981, Hukumm Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm. 12.
16
1. Pemerintah yakni, merupakan penegak kekuasaan dan wibawa pemerintah.
2. Tata Usaha Negara, yaitu pengendalian situasi dan kondisi negara mengetahui
secara informasi dan komunikasi apa yang terdapat dalam dan terjadi di
masyarakat dan negara sebagaimana dikehendaki oleh undang-undang.
3. Pengurusan rumah tangga negara, baik urusan rumah tangga intern (personil,
keuangan, domain negara, materiil, logistik) maupun rumah tangga ekstern(
domain publik, logistik masyarakat, usaha-usaha negara, jaminan sosial, produksi,
distribusi, lalu-lintas angkutan dan komunikasi, kesehatan masyarakat).
4. Pembangunan di segala bidang, yang dilakukan secara berencana terutama
melalui Repelita-repelita.
5. Pelestarian Lingkungan Hidup, yang terdiri atas mengatur tata guna lingkungan
dan penyehatan lingkungan. 19
Berdasarkan deskripsi kerja tugas yang dimiliki pemerintah, sebagian besar
adalah tugas yang bersifat terus menerus dan terancang baik teori dan konsep, dalam
artian sudah lama ada dan terus menerus mengalami perkembangan sejak berdirinya
negara Indonesia. Terdapat dua istilah di Belanda mengenai hukum ini yaitu
bestuursrecht dan administratief recht, dengan kata dasar „administratie‟ dan
„bestuur‟. Terhadap dua istilah ini para sarjana Indonesia berbeda pendapat dalam
menerjemahkannya, kata administratie ini diterjemahkan dengan Tata Usaha, Tata
Usaha Pemerintahan, Tata Pemerintahan, Tata Usaha Negara, dan Administrasi,
19
Ibid.,
17
sedangkan bestuur diterjemahkan dengan Pemerintahan.20
Perbedaan penerjemahan
tersebut, mengakibatkan perbedaan penamaan terhadap cabang hukum ini, yakni
seperti Hukum Administrasi Negara, Hukum Tata Pemerintahan, Hukum Tata Usaha
Pemerintahan, Hukum Tata Usaha, Hukum Tata Usaha Negara, Hukum Tata Usaha
Negara Indonesia, Hukum Administrasi Negara Indonesia, dan Hukum
Administrasi.21
Keragaman istilah tersebut dalam perkembangannya terdapat kecendrungan
untuk menggunakan istilah Hukum Administrasi Negara, sebagaimana terdapat Pada
pertemuan di Cibulan, bahwa istilah Hukum Administrasi Negara merupakan istilah
yang luas pengertiannya. Hal itu membuka kemungkinan perkembangan dari cabang
ilmu hukum ini kearah yang lebih sesuai dengan perkembangan pembangunan dan
kemajuan. Pengembangan dari ilmu Hukum Administrasi Negara, di masa yang akan
datang sangat erat hubungannya dengan perkembangan Ilmu Administrasi Negara
yang telah mendapat pengakuan umum, baik di linkungan lembaga-lembaga negara
maupun dikalangan Perguruan-perguruan Tinggi. Berdasarkan hal tersebut Hukum
Administrasi Negara adalah hukum mengenai Pemerintah beserta aparaturnya.
Pemerintah beserta aparaturnya menjalankan tugas-tugas Pemerintah dalam fungsi-
fungsi kerja yang telah diatur.
Penggunaan istilah Hukum Administrasi Negara, atau yang selanjutnya
dikenal dengan singkatan HAN, sedikit banyak dipengaruhi oleh
20
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara............Op.Cit., hlm. 18. 21
Ibid., hlm. 19.
18
keputusan/kesepakatan pengasuh mata kuliah Hukum Administrasi Negara, pada
pertemuan di Cibulan tanggal 26-28 Maret 1973. HAN Sebelum itu dalam kurikulum
minimal tahun 1972, istilah yang digunakan dalam SK Menteri P dan K tanggal 30
Desember 1972 No. 0198/U/1972 adalah Hukum Tata Pemerintahan. Penggunaan
istilah Hukum Tata Pemerintahan walaupun demikian dalam kenyatannya tidak
seragam. Berdasarkan pertemuan di Cibulan diakui istilah Hukum Administrasi
Negara lebih luas dari pada istilah lainya, hal ini karena dalam istilah Administrasi
Negara tercakup istilah Tata Usaha Negara.
Sjachran Basah berpendapat bahwa, Administrasi Negara lebih luas daripada
Tata Usaha Negara. Pendapat tersebut didasari karena secara teknis Administrasi
Negara mencakup seluruh kegiatan kehidupan bernegara dalam penyelenggaraan
pemerintahan, sedangkan Tata Usaha Negara hanya sekedar bagian saja daripada
Administrasi Negara. Hal senada dianut pula oleh Rachmat Soemitro, yang
berpendapat bahwa dalam kata Administrasi Negara, tersimpul di dalamnya Tata
Usaha Negara.22
Administrasi Negara dengan demikian lebih luas dari Tata Usaha
Negara, karena Tata Usaha Negara itu merupakan bagian dari Administrasi Negara.23
2. Sumber-Sumber Hukum Administrasi Negara
Mengawali pembahasan tentang sumber-sumber hukum positif, pertanyaan
mengenai sumber-sumber hukum tidak dapat dijawab dengan sederhana, karena
pengertian sumber hukum ini digunakan dalam beberapa arti. Masing-masing orang
22
Ibid., 23
Ibid.,
19
akan memandang hukum dan sumber-sumber hukum secara berbeda-beda, sesuai
dengan kecendrungan dan latar nelakang keilmuannya. Seorang sosiolog akan
memandang hukum dan sumber hukum yang berbeda dibandingkan dengan seorang
filosof, sejarawan, atau ahli hukum, dan begitu pula sebaliknya. Sumber hukum
kerana memiliki beberapa arti, dan adanya perbedaan orang tentang sumber hukum,
maka mempelajari sumber hukum memerlukan kehati-hatian.
Bagir Manan berpendapat, tanpa kehati-hatian dan kecermatan yang
mendalam mengenai apa yang dimaksud dengan sumber hukum dapat menimbulkan
kekeliruan, bahkan menyesatkan.24
Bagir Manan mengutip pendapat George
Whitecross Paton yang mengatakan bahwa; “The term sources of law has many
meanings and is a frequent couse error unless we scrutinize carefully the particular
meaning given to it in any particular text”.25
Menurut Sudikno Mertokusumo, kata
sumber hukum sering digunakan dalan beberapa arti, yaitu26
;
1. Sebagai asas hukum, sebagai sesuatu yang merupakan permulaan hukum,
misalnya kehendak Tuhan, akal manusia, jiwa bangsa, dan sebagainya.
2. Menunjukan hukum terdahulu yang member bahan-bahan pada hukum yang
sekarang berlaku, seperti hukum Perancis, hukum Romawi, dan lain-lain.
3. Sebagai sumber berlakunya, yang member kekuatan berlaku secara formal kepada
peraturan hukum (penguasa, masyarakat).
4. Sebagai sumber darimana kita dapat mengenal hukum, misalnya dokumen,
undang-undang, lontar, batu tertulis, dan sebagainya.
24
Bagir Manan, 1987, Konvensi Ketatanegaraan, Armico, Bandung, hlm. 9. 25
Ibid., hlm. 10. 26
Sudikno Mertokusumo, 1996, Mengenal Hukum , Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, hlm.
69.
20
5. Sebagai sumber terjadinya hukum, sumber yang menimbulkan hukum.27
Kata sumber hukum juga dipakai dalam arti lain, yaitu untuk menjawab
pertanyaan “dimanakah kita dapatkan atau temukan aturan-aturan hukum yang
mengatur kehidupan kita itu?”. Sumber dalam arti kata ini dinamakan sumber hukum
dalam arti formal.28
Secara sederhana, sumber hukum adalah segala sesuatu yang
dapat menimbulkan aturan hukum serta tempat ditemukannya aturan-aturan hukum.
Aktivitas Hukum Administrasi Negara yang mencakup kegiatan Administrasi
Negara, yang bersifat nasional dan juga internasional sebagai perkembangan global
saat ini, tentunya menjadikan bahwa sumber Hukum Administrasi Negara dapat
berasal dari sumber hukum nasional. Hukum nasional tersebut berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, dan sumber hukum internasional
seperti perjanjian internasional antara Indonesia dengan negara lain dan juga berupa
konvensi internasional yang telah diratifikasi. Sumber hukum, dapat dibagi atas dua
yaitu: Sumber Hukum Materiil dan Sumber Hukum Formil. Sumber Hukum Materiil
yaitu faktor-faktor yang membantu isi dari hukum itu, ini dapat ditinjau dari segi
sejarah, filsafat, agama, sosiologi, dll. Sumber Hukum Formil, yaitu sumber hukum
yang dilihat dari cara terbentuknya hukum, ada beberapa bentuk hukum yaitu
undang-undang, yurisprudensi, kebiasaan, doktrin, traktat.
Pendapat Algra sebagaimana dikutip oleh Sudikno, membagi sumber hukum
menjadi dua yaitu sumber hukum materiil dan sumber hukum formil. Sumber Hukum
27
Ibid., 28
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara............Op.Cit., hlm. 42.
21
Materiil, ialah tempat dimana hukum itu diambil. Sumber hukum materiil ini
merupakan faktor yang membantu pembentukan hukum, misalnya hubungan sosial
politik, situasi sosial ekonomi, pandangan keagamaan dan kesusilaan, hasil penelitian
ilmiah, perkembangan internasional, keadaan geografis.29
Contoh: Seorang ahli
ekonomi akan mengatakan bahwa kebutuhan-kebutuhan ekonomi dalam masyarakat
itulah yang menyebabkan timbulnya hukum. Seorang ahli kemasyarakatan (sosiolog)
akan mengatakan bahwa yang menjadi sumber hukum ialah peristiwa-peristiwa yang
terjadi di masyarakat. Sumber Hukum Formal, ialah tempat atau sumber darimana
suatu peraturan memperoleh kekuatan hukum. Hal tersebut berkaitan dengan bentuk
atau cara yang menyebabkan peraturan hukum itu berlaku secara formal.30
Diana
Halim Koentjoro mengatakan ada 2 sumber hukum bagi tindakan administrasi negara
yang merupakan juga sumber hukum TUN, yaitu:
1. Sumber hukum tertulis.
2. Sumber hukum tidak tertulis yang dalam Hukum Administrasi Negara terkenal
dengan asas umum pemerintahan yang baik atau lebih biasa disingkat AUPB.31
1. Sumber Hukum Tertulis
Sumber hukum tertulis bagi Hukum Administrasi Negara adalah tiap
peraturan perundang-undangan dalam arti materill yang berisi pengaturan tentang
wewenang badan/pejabat TUN untuk melakukan tindakan hukum TUN. Hal ini
belum dikodifikasi, tapi tersebar dalam UU khusus maupun peraturan lain. Belinfate
29
R. Soeroso, 2006, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 118 30
Ibid., hlm. 119. 31
Diana Halim Koentjoro, Hukum Administrasi Negara, ............Op.Cit., hlm. 47.
22
mengatakan bahwa sumber hukum tertulis dalam Hukum Administrasi Negara tidak
ditentukan oleh tempat tercantumnya, tetapi oleh isi dari peraturan yang
bersangkutan.32
Contohnya:
1. Mungkin ada dalam KUH Perdata, yaitu:
- Permintaan ganti nama keluarga, UU Perkawinan (sebagian masuk HAN).
2. Mungkin ada dalam KUH Pidana, yaitu:
- Dalam hal PNS melakukan pelanggaran disiplin berat dan dijatuhi hukuman
pidana.
3. Mungkin dalam peraturan perundang-undangan lain:
- UU tentang sewa menyewa tanah (hal ini termasuk sebagian hukum perdata
dan sebagaian HAN dalam pengesahannya),
- UU Perburuhan,
- UU Perumahan,
- UU Pendidikan,
- UU Kependudukan,
- UU Lingkungan Hidup,
- UU Perpajakan,
- UU Kepegawaian.
32
Ibid., hlm. 48.
23
Semua peraturan itu harus dapat dikembalikan pada dasar hukum tertinggi,
yaitu UUD 1945. Dalam Undang-undang No 10 Tahun hierarki Peraturan Perundang-
undangan adalah sebagai berikut:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
3. Peraturan Pemerintah;
4. Peraturan Presiden;
5. Peraturan Daerah
Adapun penjabarannya apabila kita berbicara mengenai sumber hukum tertulis dari
Hukum Administrasi Negara adalah sebagai berikut:
1. UUD 1945 (Pembukaan)
2. UU No. 43/1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian
3. PP No. 53/2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri
4. Keppres No. 81/1971 tentang KORPRI
2. Sumber hukum Tidak Tertulis
Sumber hukum yang tidak tertulis menurut Diana Halim Koentjoro adalah
AUPL (Asas Umum Pemerintahan Yang Layak). Penggunaan asas umum
Pemerintahan yang layak karena istilah layak merupakan kebalikan dari kurang layak,
sedangkan baik kebalikan dari jelek. Istilah tersebut dipergunakan untuk perbuatan
Pemerintah, maka beliau memilih isitilah layak. Adapun asas-asas tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Asas kepastian hukum,
24
2. Asas keseimbangan,
3. Asas kesamaan,
4. Asas bertindak cepat,
5. Asas motivasi,
6. Asas jangan mencampuradukan wewenang,
7. Asas permainan yang layak (fair play),
8. Asas keadilan/kewajaran,
9. Asas menanggapi pengharapan yang wajar,
10. Asas meniadakan akibat suatu keputusan batal,
11. Asas perlindungan atas pandangan hidup pribadi,
12. Asas kebijaksanaan,
13. Asas penyelenggaraan kepentingan umum.33
Asas-asas di atas pada mulanya timbul dalam suasana memberikan
perlindungan bagi masyarakat terhadap tindakan Administrasi Negara dalam rangka
kebebasan bertindak. Hal ini juga berarti sebagai sarana pengawasan dari segi hukum
yang dilakukan oleh pengadilan terhadap tindakan Administrasi Negara yang bebas.
Pemerintahan dalam keadaan tidak terdapat suatu hukum tertulis yang menjadi acuan
untuk bertindak dalam hal Administrasi Ngara, maka Administrasi Negara
mempunyai kebebasan bertindak dalam rangka menyelenggarakan kepentingan
umum. Kebebasan bertindak tersebut harus tetap berada dalam suatu koridor hukum,
dengan maksud agar pemerintah tidak salah dalam bertindak, dan agar tidak bertindak
sewenang-wenang sehingga pada akhirnya masyarakat mendapat perlindungan
hukum dari pemerintah.
33
Ibid., hlm. 50.
25
Praktek penyelenggaraan Negara, selain adanya kemungkinan belum
terdapatnya aturan hukum tertulis yang menjadi acuan bagi tindakan Hukum
Administrasi Negara, seringkali wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-
undangan adalah samar-samar/tidak jelas atau dengan kata-kata yang sangat umum.
Contohnya, suatu Perda yang berbunyi “Dilarang keras berjualan di jalan protokol”,
hal ini berarti untuk berjualan diperlukan izin. Masalahnya apakah yang berwenang
memberti izin juga berwenang menyabutnya, serta kapan dan bagaimana caranya?.
Kasus seperti itu terjadi sebagai akibat dari tindakan Administrasi Negara dalam
bidang kebijakan, akan tetapi masyarakat merasa dirugikan, dalam hal demikian,
Administrasi Negara harus dapat mempertanggungjawabkan tindakannya, baik secara
moral maupun secara hukum. Administrasi Negara di sisi lain juga harus diberi
perlindungan atas sikap tindakannya yang baik dan benar dari segi hukum tertulis
maupun dari segi hukum tidak tertulis.
3. Ruang lingkup Hukum Administrasi Negara
Ruang lingkup dari Hukum Administrasi Negara berkaitan erat dengan tugas
dan wewenang Lembaga Negara (Administrasi Negara) baik ditingkat pusat maupun
daerah. Hukum Administrasi Negara juga berkaitan dengan perhubungan kekuasaan
antar Lenbaga Negara (Administrasi Negara), dan antara Lembaga Negara dengan
warga masyarakat (warga negara) serta memberikan jaminan perlindungan hukum
kepada keduanya. Perlindungan hukum tersebut ditujukan kepada warga masyarakat
dan Administrasi Negara itu sendiri. Negara dalam perkembangannya sekarang ini,
26
mempunyai kecenderungan turut campur tangan dalam berbagai aspek kehidupan
masyarakat. Hal itu mengakibatkan peranan Hukum Administrasi Negara (HAN)
menjadi luas dan kompleks. Secara historis pada awalnya tugas Negara masih sangat
sederhana, yakni sebagai penjaga malam yang hanya menjaga ketertiban, keamanan,
dan keteraturan serta ketentraman masyarakat. Negara hanya sekedar penjaga dan
pengatur lalu lintas kehidupan masyarakat agar tidak terjadi benturan-benturan, baik
menyangkut kepentingan hak dan kewajiban, kebebasan, kemerdekaan, dan atau
benturan-benturan dalam kehidupan masyarakat lainnya, apabila hal itu sudah
tercapai, tugas Negara telah selesai dan sempurna. Pada suasana seperti itu HAN
tidak berkembang dan bahkan statis.
Keadaan seperti dicontohkan di atas tidak akan dijumpai saat ini, baik di
Indonesia maupun di Negara belahan dunia lainnya, dalam batas-batas tertentu
(sekecil, sesederhana dan seotoriter apapun) tidak ada lagi Negara yang tidak turut
ambil bagian dalam kehidupan warga negaranya. Kekuasaan pemerintah menjadi
kekuasaan yang aktif, sifat aktif tersebut dalam konsep Hukum Administrasi Negara
secara intrinsik merupakan unsur utama dari “sturen” “besturen”. Unsur-unsur
tersebut, sebagai berikut34
:
“Sturen merupakan suatu kegiatan yang kontinyu. Kekuasaan pemerintah
dalam hal izin mendirikan bangunan misalnya, tidaklah berhenti dengan
diterbitkannya izin mendirikan bangunan. Kekuasaan pemerintah senantiasa
mengawasi agar izin tersebut digunakan dan ditaati. Dalam hal pelaksanaan
pendirian bangunan tidak sesuai dengan izin yang diterbitkan, pemerintah
34
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara............Op.Cit., hlm. 27-28.
27
akan menggunakan kekuasaan penegakan hukum berupa penertiban yang
mungkin berupa tindakan pembongkaran bangunan yang tidak sesuai”.35
“Sturen berkaitan dengan penggunaan kekuasaan. Konsep kekuasaan adalah
konsep hukum publik. Sebagai konsep hukum publik, penggunaan kekuasaan
harus dilandaskan pada ass-asas negara hukum, asas demokrasi, dan asas
instrumental. Berkaitan dengan asas negara hukum adalah asas weten
rechtmatigheid van bestuur. Dengan asas demokrasi tidaklah sekedar adanya
badan perwakilan rakyat, asas keterbukaan pemerintah dan lembaga perasn
serta masyarakat dalam pengambilan keputusan oleh pemerintah adalah
sangat penting artinya. Asas instrumental berkaitan dengan hakekat hukum
administrasi sebagai instrument. Dalam kaitan ini asas efektifitas dan efisiensi
dalam pelaksanaan pemerintah selayaknya mendapat perhatian memadai”.36
Sturen menunjukan lapangan diluar legislatif dan yudisial. Lapangan ini lebih
luas dari sekedar lapangan eksekutif semata. Disamping itu, sturen senantiasa
diarahkan kepada suatu tujuan”.37
Secara umum dianut definisi negatif tentang Pemerintahan yaitu sebagai suatu
aktivitas diluar perundangan dan peradilan, namun pada kenyataannya Pemerintah
juga melakukan tindakan hukum dalam bidang legislasi.38
Sebagai contoh, misalnya
dalam hal pembuatan undang-undang organik dan pembuatan berbagai peraturan
pelaksanaan lainya, dan juga bertindak dalam bidang penyelesaian perselisihan.
Tindakan Pemerintah dalam bidang penyelesaian perselisihan misalnya, penyelesaian
hukum melalui upaya administrasi dan dalam hal penegakan Hukum Administrasi
35
Ibid., 36
Ibid., 37
Ibid., 38
Ibid.,
28
atau pada penerapan sanksi-sanksi administrasi, yang semuanya itu menjadi objek
kajian Hukum Administrasi Negara. Hal tersebut menunjukan bahwa kekuasaan
pemerintah yang menjadi objek kajian Hukum Administrasi Negara ini menjadi luas.
Keadaan tersebut menyebabkan sulitnya untuk menentukan ruang lingkup
hukum administrasi negara. Kesukaran menentukan ruang lingkup Hukum
Administrasi Negara disebabkan pula oleh beberapa faktor; pertama, HAN berkaitan
dengan tindakan Pemerintah yang tidak semuanya dapat ditentukan secara tertulis
dalam peraturan perundang-undangan. Hal itu seiring dengan perkembangan
kemasyarakatan yang memerlukan pelayanan pemerintah, dan masing-masing
masyarakat disuatu daerah atau Negara itu berbeda tuntutan dan kebutuhan; kedua,
pembuatan peraturan-peraturan, keputusan-keputusan, dan instrument yuridis bidang
administrasi lainya tidak hanya terletak pada satu tangan atau lembaga; ketiga,
Hukum Administrasi Negara berkembang sejalan dengan perkembangan tugas-tugas
pemerintahan dan kemasyarakatan, yang menyebabkan pertumbuhan bidang Hukum
Administrasi Negara tertentu berjalan secara sektoral.39
Faktor-faktor inilah yang
menyebabkan HAN tidak dapat dikodifikasi. HAN Karena tidak dapat dikodifikasi,
maka sukar diidentifikasi ruang lingkupnya dan yang dapat dilakukan hanyalah
membagi bidang-bidang atau bagian-bagian HAN.
Prajudi Atmosudirjo membagi HAN dalam dua bagian; Han heteronom dan
HAN otonom.40
Han heteronom bersumber pada UUD, TAP MPR, dan UU adalah
39
Ibid., hlm. 29. 40
Ibid.,
29
hukum yang mengatur seluk beluk organisasi dan fungsi administrasi negara.41
Penulis HAN lain, membagi bidang HAN menjadi HAN umum dan HAN khusus.
Han umum berkenaan dengan peraturan-peraturan umum mengenai tindakan hukum
dan hubungan hukum administrasi atau peraturan-peraturan dan prinsip-prinsip yang
berlaku untuk semua bidang hukum administrasi, dalam arti tidak terikat pada bidang
tertentu.42
HAN khusus adalah peraturan-peraturan yang berkaitan dengan bidang-
bidang tertentu seperti peraturan tentang tata ruang, peraturan tentang kepegawaian,
peraturan tentang pertanahan, peraturan kesehatan, peraturan perpajakan, peraturan
bidang pendidikan, peraturan pertambangan dan sebagainya.43
C.J.N. Versteden
menyebutkan bahwa secara garis besar Hukum Administrasi Negara meliputi44
:
1. Peraturan mengenai penegakan ketertiban dan keamanan, kesehatan dan
kesopanan, dengan menggunakan aturan tingakh laku bagi warga negara yang
ditegakan dan ditentukan lebih lanjut oleh pemerintah;
2. Peraturan yang ditujukan untuk memberikan jaminan social bagi rakyat;
3. Peraturan-peraturan mengenai tata ruang yang ditetapkan pemerintah;
4. Peraturan yang berkaitan dengan tugas-tugas pemeliharaan dari pemerintah
termasuk bantuan aktivitas swasta dalam rangka pelayanan umum;
5. Peraturan-peraturan yang berkaitan dengan pemungutan pajak;
6. Peraturan-peraturan mengenai perlindungan hak dan kepentingan warga negara
terhadap pemerintah;
7. Peraturan-peraturan yang berkaitan dengan penegakan hukum administrasi;
41
Ibid., hlm. 30 42
Ibid., 43
Ibid., 44
Ibid.,
30
8. Peraturan-peraturan mengenai pengawasan organ pemerintahan lebih tinggi
terhadap organ yang lebih rendah;
9. Peraturan-peraturan mengenai kedudukan hukum pegawai pemerintahan.45
Pandangan C.J.N. Versteden berbeda dengan para penulis lain, beliau
menolak pembagian Hukum Administrasi Negara menjadi HAN umum dan HAN
khusus, menurut beliau pembagian ini menyesatkan karena HAN tidak dapat dibagi
menjadi bagian umum dan khusus, peraturan-peraturan HAN itu sangat komplek dan
luas.46
Persoalan HAN muncul dalam semua sektor, seperti mengenai keputusan dan
perlindungan hukum. Pendapat itu agaknya tidak ditopang oleh realitas yang ada,
karena semua negara-negara yang menganut sistem continental seperti Belanda,
Belgia, Denmark, Yunani, Italia, dan lain-lain mengenal mengakui bidang hukum
administrasi umum dan khusus.47
Masing-masing Negara yang menganut sistem
hukum kontinental ditemukan lebih banyak kesamaan dalam bidang hukum
administrasi umum, sedangkan pada bidang hukum administrasi khusus ditemukan
beberapa perbedaan.
Perbedaan bidang hukum administrasi khusus adalah hal yang logis, karena
masing-masing negara mempunyai perbedaan sosio kultural, politik, kebijakan,
pemerintah, dan sebagainya. Pembedaan antara hukum administrasi umum dan
khusus menjadi suatu hal yang tidak dapat dihindari. Munculnya hukum administrasi
khusus semakin penting artinya, seiring dengan lahirnya berbagai bidang tugas-tugas
pemerintahan yang baru dan sejalan dengan perkembangan dan penemuan-penemuan
45
Ibid., 46
Ibid., hlm. 31. 47
Ibid.,
31
baru berbagai bidang kehidupan di tengah masyarakat, yang harus diatur melalui
hukum administrasi.
Hukum administrasi Negara khusus ini telah dihimpun dalam Himpunan
Peraturan-peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia, yang disusun
berdasarkan sistem Engelbrecht, yang di dalamnya dimuat tidak kurang dari 88
bidang. Bidang Hukum Administrasi Negara khusus di Belanda, terdapat pada
Staatsalmanak 1995, yang juga memuat puluhan bidang.48
Berdasarkan keterangan
tersebut tampak bahwa bidang Hukum Administrasi Negara itu sangat luas, sehingga
tidak dapat ditentukan secara tegas ruang lingkupnya. Khusus bagi Negara kesatuan
dengan sistem desentralisasi, terdapat pula Hukum Administrasi Daerah, yaitu
peraturan-peraturan yang berkenaan dengan administrasi daerah atau Pemerintahan
daerah. Ada penulis yang menyebutkan bahwa Hukum Administrasi Negara
mencakup hal-hal sebagai berikut49
:
1. Sarana-sarana (instrument) bagi pengusa untuk mengatur, menyeimbangkan, dan
mengendalikan berbagai kepentingan masyarakat;
2. Mengatur cara-cara partisipasi warga masyarakat dalam proses penyusunan dan
pengendalian tersebut, termasuk proses penentuan kebujaksanaan;
3. Perlindungan hukum bagi warga masyarakat;
4. Menyusun dasar-dasar begi pelaksanaan pemerintahan yang baik.50
48
Ibid., hlm. 32. 49
Ibid., hlm. 33. 50
Ibid.,
32
Berdasarkan pemaparan beberapa pendapat sarjana di atas, dapat disebutkan
bahwa Hukum Administrasi adalah hukum yang berkenaan dengan Pemerintahan
(dalam arti sempit) yang cakupannya secara garis besar mengatur51
:
1. Perbuatan pemerintah (pusat dan daerah) dalam bidang hukum publik;
2. Kewenangan pemerintahan (dalam melakukan perbuatan di bidang publik
tersebut); di dalamnya diatur mengenai dari mana, dengan cara apa, dan
bagaimana pemrintah menggunakan kewenangannya; penggunaan kewenangan
ini dituangkan dalam bentuk instrument hukum, karena itu diatur pula tentang
pembuatan dan penggunaan instrument hukum.
3. Akibat-akibat hukum yang lahir dari perbuatan atau penggunaan kewenangan
pemerintah itu;
4. Penerapan hukum dan penerapan sanksi-sanksi dalam bidang pemerintahan.52
Sehubungan dengan adanya Hukum Administrasi tertulis, yang tertuang
dalam berbagai peraturan perundang-undangan, dan Hukum Administrasi tidak
tertulis, yang lazim disebut AUPL, maka Hukum Administrasi adalah sekumpulan
peraturan hukum tentang Pemerintahan dalam berbagai dimensinya untuk terciptanya
penyelenggaraan Pemerintahan yang layak dalam suatu Negara.
B. Hukum Kepegawaian
1. Sejarah dan Pengertian Hukum Kepegawaian
a. Sejarah Hukum Kepegawaian
hukum kepegawaian Indonesia menurut Utrecht, masih diatur dalam peraturan
“incidenteel”, peraturan-peraturan Hukum Administrasi Negara kebiasaan
51
Ibid., 52
Ibid.,
33
(administratief gewoonterechtsregels) dan surat-surat edaran (rondschrijven)
beberapa departemen dan Kepala Kantor Urusan Kepegawaian. Hukum kepegawaian
pada zaman kolonial yang masih berlaku antara lain: Bezoldigingsregeling
Burgerlijke Landsdienaren 1938 (BBL 1938), LNHB 1938 Nr. 106 (beberapa kali
diubah, perubahan terakhir dalam LNHB 1947 Nr. 119 dan Nr. 147), dan
Betalingsregeling Ambtenaren En Gopensioneerden 1949 (BAG 1949) LNHB Nr. 2,
dan yang jelas kedudukan hukum (rechtspositie) para Pegawai Negeri pada zaman
kolonial belum diatur semestinya.53
Undang-undang No.8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian
merupakan landasan hukum pembinaan di bidang kepegawaian yang pertama kali ada
semenjak Indonesia merdeka. Undang-undang tersebut diharapkan menjadi landasan
yang kuat bagi penyempurnaan pembinaan Pegawai Negeri Sipil. Undang-undang
No. 8 Tahun 1974 diundangkan pada tanggal 6 november 1974, sebelum Undang-
undang tersebut diundangkan, Indonesia belum mempunyai suatu Undang-undang
Kepegawaian (ambtenarenwet) yang dipakai sebagai landasan hukum kepegawaian,
khususnya di kalangan Pegawai Negeri Sipil.54
Undang-undang Kepegawaian yang dimiliki Indonesia menjadi dasar hukum
bagi Pemerintah dalam setiap membuat keputusan, maupun kebijaksanaan di bidang
kepegawaian, dengan diundangkannya UU No. 8 Tahun 1974, hal itu memberikan
kedudukan hukum yang jelas bagi setiap Pegawai Negeri, khususnya Pegawai Negeri
53
Ibid., hlm. 19. 54
Soedibyo Triatmodjo, 1983, Hukum Kepegawaian (Mengenai kedudukan hak dan kewajiban
Pegawai Negeri Sipil), Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm. 18.
34
Sipil. UU No. 8 Tahun 1974 mempunyai sejarah yang panjang dalam
pembentukannya. Pembentukan Undang-undang tersebut berawal dari Keputusan
Presiden No. 130 Tahun 1958 pada tanggal 21 juni 1958 tentang dibentuknya suatu
Panitia Negara Perancang Undang-undang Kepegawaian yang diberi tugas antara
lain:
1. Mempelajari segala sesuatu yang berhubungan dengan kedudukan, hak-hak serta
kewajiban Pegawai Negeri.
2. Menyiapkan rencana Undang-undang mengenai ketentuan-ketentuan pokok
tentang kepegawaian.55
Kepanitiaan tersebut diketuai oleh Prajudi Atmosudirjo, yang hanya diberi
waktu selama 6 bulan untuk menyelesaikan tugasnya, tidak sampai 6 bulan
kepanitiaan tersebut sudah membuahkan hasil. Hasil kerja kepanitiaan tersebut
berupa Rancangan Undang-undang tentang Pokok-pokok Kepegawaian, kemudian
pada tahun 1961 RUU tersebut resmi menjadi Undang-undang Nomor 18 Tahun 1961
tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kepegawaian dalam Lembaran Negara RI Tahun
1961 No. 263.56
Undang-undang Nomor 18 Tahun 1961, pada tahun 1973 ternyata
dianggap sudah tidak sesuai lagi untuk dapat mendukung atau memperlancar
pembinaan kepegawaian, karena kedudukan dan peranan Pegawai Negeri yang terasa
semakin penting dan menentukan. Hal tersebut disadari oleh Pemerintah, lalu pada
awal 1973 BAKN mengumpulkan bahan-bahan untuk menyusun RUU tentang
Pokok-pokok Kepegawaian. Proses penyusunan rancangan tersebut dikonsultasikan
55
Ibid., 56
Ibid.,
35
dengan para Pejabat dari masing-masing departemen/lembaga serta para ahli dari
berbagai bidang. Rancangan BAKN ini diuraikan Ka. BAKN A.E Manihuruk yang
berjudul “Proses Penyusunan Undang-undang No. 8 Tahun 1974” yang disebut
dengan draft pertama. Draft pertama ini kemudian dibahas kembali secara luas di
bawah Pimpinan Menteri Negara Penertiban Aparatur Negara J.B. Sumarlin di dalam
sektor P yang berlangsung pada bulan mei 1973.57
Pembahasan tersebut
menghasilkan penyempurnaan draft pertama, yang kemudian disebut dengan draft
kedua, dalam rangka lebih menyempurnakan draft kedua Menpan memutuskan, agar
BAKN mengadakan rapat dengan seluruh unsur-unsur departemen/lembaga tingkat
pusat maupun unsur-unsur pemerintah serta KORPRI. Hasil dari pembahasan dalam
rapat-rapat yang diadakan draft kedua tersebut mengalami penyempurnaan, yang
kemudian disebut draft ketiga.58
Bulan September 1973 draft ketiga ini dibahas kembail oleh sektor P di
bawah pimpinan Menpan, dan menghasilkan beberapa penyempurnaan kembali yang
kemudian disebut dengan draft keempat. Draft keempat ini rencananya langsung
diajukan sebagai RUU kepada DPR, tetapi berhubung pada akhir tahun 1973 tersebut
masih ada undang-undang lain yang perlu diselesaikan lebih dahulu, maka draft
tersebut belum diajukan sebagai RUU. BAKN ternyata mengkonsultasikan kembali
RUU tersebut kepada pihak-pihak yang berkompeten, yang menghasilkan draft
kelima, draft kelima inilah yang kemudian pada tanggal 13 juli 1974 diajukan sebagai
57
Ibid., hlm. 20. 58
Ibid.,
36
RUU tentang Pokok-pokok Kepegawaian dengan Amanat Presiden No. R-
07/PU/VII/1974 yang disampaikan kepada DPR RI.59
RUU tersebut kemudian dibahas secara mendalam oleh Komisi II DPR,
maupun dalam lobbying antara pemerintah dan fraksi-fraksi, serta panitia perumus,
pada tanggal 10 Oktober 1974 DPR mengesahkan RUU ini menjadi Undang-undang
dalam rapat pleno. Tanggal 6 November 1974, Undang-undang No. 8 tahun 1974
tentang Pokok-pokok Kepegawaian tersebut diundangkan dalam Lembaran Negara
Tahun 1974 No. 55. Undang-undang No.18 Tahun 1961 maupun beberapa peraturan
perundang-undangan lainya yang berhubungan dengan itu dinyatakan tidak berlaku
lagi, setelah diundangkannya Undang-undang No. 8 Tahun 1974. Undang-undang
yang baru tersebut diharapkan menjadi landasan yang kuat bagi penyempurnaan
pembinaan Pegawai Negeri Sipil yang dapat digunakan sebagai dasar hukum, harapan
tersebut antara lain:
1. Menyempurnakan dan menyederhanakan peraturan perundang-undangan di
bidang kepegawaian,
2. Melaksanakan pembinaan Pegawai Negeri Sipil atas dasar system karir dan
system prestasi kerja,
3. Memungkinkan penentuan kebijaksanaan yang sama bagi segenap Pegawai
Negeri Sipil, baik Pegawai Negeri Sipil pusat maupun daerah,
4. Memungkinkan usaha-usaha untuk pemupukan jiwa korps yang bulat dan
pembinaan keutuhan serta kekompakan segenap Pegawai Negeri Sipil.60
59
Ibid., hlm. 21. 60
Ibid.,
37
Undang-undang No. 8 Tahun 1974 yang mengalami perumusan cukup alot
dengan adanya draft pertama sampai draft kelima ternyata terbukti dapat bertahan
cukup lama, akhirnya tahun 1999, Undang-undang tersebut dirasa sudah tidak sesuai
dengan perkembangan mengenai kepegawaian pada saat ini. Undang-undang tersebut
mengalami perubahan dengan diundangkannya Undang-undang No. 43 Tahun 1999
tentang Pokok-pokok Kepegawaian yang diundangkan pada tanggal 30 September
1999 dan tercantum dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor
169.
b. Pengertian Hukum Kepegawaian
Hukum Kepegawaian ialah Hukum yang mengatur dan menjelaskan tentang
kedudukan Pegawai Negeri yang dipelajari di dalam Hukum Administrasi Negara,
yang menyebutkan bahwa Pegawai Negeri mempunyai suatu hubungan dinas publik.
Hubungan dinas publik adalah bilamana seseorang mengikatkan dirinya sendiri,
untuk tunduk pada perintah melakukan satu atau beberapa macam jabatan, yang
dalam melakukan suatu atau beberapa macam jabatan itu dihargai dengan pemberian
gaji dan beberapa keuntungan lain.61
Pegawai memang bukan hanya Pegawai Negeri
saja, melainkan Pegawai yang bekerja pada perusahan–perusahaan swasta yang tidak
mempunyai hubungan dinas publik, yang semuanya itu diatur di dalam Hukum
61
Sastra Djatmika dan Marsono, 1995, Hukum Kepegawaian di Indonesia, Jakarta, Djambatan,
hlm. 17.
38
Perburuhan, yang tidak ada kaitannya atau tidak ada hubungannya dengan Hukum
Kepegawaian.
Hukum Kepegawaian Dikaitkan dengan suatu pengertian tidak mempelajari
tentang Hukum perburuhan dilihat dari substansi Pegawai itu sendiri. Pegawai Negeri
mempunyai hubungan Dinas Publik, sedangkan Pegawai yang bekerja pada
perusahaan–perusahaan swasta tidak mempunyai Hubungan Dinas Publik. Penulis
dalam hal ini tidak akan membahas pegawai dalam arti luas, namun khusus
membahas mengenai Pegawai Negeri Sipil atau yang biasa disingkat PNS.
Berbicara mengenai obyek Hukum Administrasi Negara, obyeknya adalah
Kekuasaan Pemerintah yang terdiri dari kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan
dan kekuasaan pembuatan perundang-undangan. Pemerintah dalam menjalankan
kekuasaannya memerlukan suatu bentuk perangkat yang dapat menjalankan tugas
tersebut. Tugas tersebut dijalankan oleh Pejabat Publik yang berstatus sebagai
Pegawai Negeri.62
Pejabat Publik tidak semua berstatus Pegawai Negeri seperti
halnya pemegang Jabatan dari suatu Jabatan Negara, sebaliknya tidak setiap Pegawai
Negeri merupakan pemegang Jabatan Publik.
2. Pengertian dan Jenis Pegawai Negeri Sipil
a. Pengertian Pegawai Negeri Sipil
Logemann dengan menggunakan kriteria yang bersifat materill mencermati
hubungan antara Pegawai Negeri dengan memberikan pengertian Pegawai Negeri
62
Ibid., hlm. 18.
39
setiap pejabat yang mempunyai hubungan dinas dengan negara.63
Pegawai Negeri
Sipil, Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, “Pegawai” berarti “orang yang
bekerja pada pemerintah (perusahaan dan sebagainya), sedangkan “Negeri” berarti
negara atau pemerintah, jadi Pegawai Negeri Sipil adalah orang yang bekerja pada
Pemerintah atau Negara.64
Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 43
Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, pengertian dari Pegawai Negeri
yaitu:
”setiap warga negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang
ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam
suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji
berdasarkan sesuatu peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Berkaitan dengan pengertian Pegawai Negeri atau seseorang dapat disebut
Pegawai Negeri apabila memenuhi beberapa unsur yaitu:
1. Memenuhi syarat-syarat yang ditentukan;
2. Diangkat oleh pejabat yang berwenang;
3. Diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri;
4. Digaji menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pengertian Pegawai Negeri, menurut Mahfud M.D dalam buku Hukum dan
Pilar-Pilar Demokrasi, terbagi dalam dua bagian yaitu pengertian stipulatif dan
pengertian ekstensif (perluasan pengertian).
1) Pengertian Stipulatif
63
Muchsan, 1982, ............Op.Cit., hlm. 12. 64
W,J,S Poerwadarminta, 1986, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, hlm.
702.
40
Pengertian yang bersifat stipulatif (penetapan tentang makna yang diberikan
oleh Undang-Undang) tentang Pegawai Negeri terdapat dalam Pasal 1 angka 1 dan
Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang No 43 Tahun 1999. Pengertian yang terdapat pada
Pasal 1 angka 1 berkaitan dengan hubungan Pegawai Negeri dengan pemerintah, atau
mengenai kedudukan Pegawai Negeri. Pengertian stipulatif tersebut selengkapnya
berbunyi sebagai berikut 65
:
Pasal 1 angka 1 menyebutkan Pegawai Negeri adalah, setiap warga negara
Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh
pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau
diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Pasal 3 ayat (1) menyebutkan Pegawai Negeri berkedudukan sebagai aparatur
Negara, yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara
profesional, jujur, adil dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara,
pemerintahan dan pembangunan.
Pengertian stipulatif berlaku dalam pelaksanaan semua peraturan-peraturan
kepegawaian, dan pada umumnya dalam pelaksanaan semua peraturan perundang-
undangan, kecuali diberikan definisi lain.66
2) Pengertian Ekstensif
Pegawai Negeri berkaitan dengan pengertian stipulatif, ada beberapa golongan
yang sebenarnya bukan Pegawai Negeri menurut Undang-Undang Nomor 43 Tahun
65
Sastra Djatmika dan Marsono, Hukum Kepegawaian ............Op.Cit., hlm. 95. 66
Ibid.,
41
1999. Hal tersebut dalam hal tertentu dianggap sebagai dan diperlakukan sama
dengan Pegawai Negeri, artinya di samping pengertian stipulatif ada pengertian yang
hanya berlaku pada hal-hal tertentu. Pengertian tersebut terdapat pada 67
:
1. Ketentuan yang terdapat dalam Pasal 415-437 KUHP mengenai kejahatan
jabatan. Menurut pasal-pasal tersebut orang yang melakukan kejahatan jabatan
adalah yang melakukan kejahatan yang berkenaan dengan tugasnya sebagai
orang yang diserahi suatu jabatan publik, baik tetap maupun sementara. Intinya,
orang yang diserahi suatu jabatan publik itu belum tentu Pegawai Negeri,
menurut pengertian stipulatif apabila melakukan kejahatan dalam kualitasnya
sebagai pemegang jabatan publik, ia dianggap dan diperlakukan sama dengan
Pegawai Negeri, khusus untuk kejahatan yang dilakukanya.
2. Ketentuan Pasal 92 KUHP yang berkaitan dengan status anggota dewan rakyat,
anggota dewan daerah dan kepala desa. Menurut Pasal 92 KUHP, di mana
diterangkan bahwa yang termasuk dalam arti Pegawai Negeri adalah orang-orang
yang dipilih dalam pemilihan berdasarkan peraturan-peraturan umum dan juga
mereka yang bukan dipilih, tetapi diangkat menjadi anggota dewan rakyat dan
dewan daerah serta kepala-kepala desa dan sebagainya. Pengertian Pegawai
Negeri menurut KUHP sangatlah luas, tetapi pengertian tersebut hanya berlaku
dalam hal ada orang-orang yang melakukan kejahatan, atau pelanggaran jabatan
dan Tindak Pidana lain yang disebut dalam KUHP, jadi pengertian ini tidak
termasuk dalam hukum kepegawaian.
3. Ketentuan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
4. Ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1974 tentang Pembatasan
kegaiatan Pegawai Negeri dalam usaha swasta.68
67
Ibid., hlm. 10. 68
Ibid.,
42
Pengertian stipulatif dan ekstensif merupakan penjabaran atas maksud dari
keberadaan Pegawai Negeri Sipil dalam hukum Kepegawaian. Pengertian tersebut
terbagi dalam bentuk dan format yang berbeda, namun pada akhirnya dapat
menjelaskan maksud pemerintah, dalam memposisikan penyelenggara negara dalam
sistem hukum yang ada, karena pada dasarnya jabatan negeri akan selalu berkaitan
dengan penyelenggara negara yaitu Pegawai Negeri Sipil.
b. Jenis Pegawai Negeri Sipil
Jenis Pegawai Negeri Sipil di atur dalam Pasal 2 ayat (1) UU N0.43 Tahun
1999 Tentang Pokok-pokok Kepegawaian, Pegawai Negeri dibagi menjadi:
1. Pegawai Negeri Sipil,
2. Anggota Tentara Nasional Indonesia, dan
3. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pasal 2 ayat (1) UU No.43 Tahun 1999 tidak menyebutkan apa yang
dimaksud dengan pengertian masing-masing bagiannya, namun dapat diambil suatu
kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan Pegawai Negeri Sipil adalah, Pegawai
Negeri yang bukan anggota Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian
Republik Indonesia. Berdasarkan penjabaran tersebut, Pegawai Negeri Sipil
merupakan bagian dari Pegawai Negeri yang merupakan Aparatur Negara. Pegawai
Negeri Sipil menurut UU No. 43 Tahun 1999 Pasal 2 ayat (1) dibagi menjadi;
Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil Daerah.69
Pegawai Negeri Sipil
69
Sri Hartini, dkk, 2008, Hukum Kepegawaian Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hlm, 36.
43
Pusat adalah Pegawai Negeri Sipil yang gajinya dibebankan pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara. PNS tersebut bekerja pada Departemen, Lembaga
Pemerintah Nondepartemen, Kesekretariatan Lembaga Negara, Instansi Vertikal di
Daerah Provinsi Kabupaten/Kota, Kepaniteraan Pengadilan, atau dipekerjakan untuk
menyelenggarakan tugas lainya.70
Pegawai Negeri Sipil Daerah adalah Pegawai
Negeri Sipil daerah Provinsi/Kabupaten/Kota yang gajinya dibebankan pada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan bekerja pada Pemerintahan daerah,
atau dipekerjakan di luar instansi induknya.71
Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil Daerah yang
dipekerjakan di luar instansi induk, gajinya dibebankan pada instansi yang menerima
perbantuan. Pejabat yang berwenang sebagaimana disebutkan Pasal 2 ayat (1), dapat
mengangkat pegawai tidak tetap. Pengertian pegawai tidak tetap adalah pegawai yang
diangkat untuk jangka waktu tertentu, guna melaksanakan tugas pemerintahan dan
pembangunan yang bersifat teknis professional dan administrasi, sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuan organisasi. Pegawai tidak tetap tidak diberikan
kedudukan sebagai Pegawai Negeri. Penamaan pegawai tidak tetap mempunyai arti
sebagai pegawai diluar PNS dan pegawai lainya. Penamaan pegawai tidak tetap
merupakan salah satu bentuk antisipasi pemerintah terhadap banyaknya kebutuhan
pegawai namun dibatasi oleh dana APBD/APBN dalam penggajiannya.72
70
Ibid., 71
Ibid., hlm. 11. 72
Ibid.,
44
Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga
Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil, menngatur bahwa semua pejabat
pembina kepegawaian dan pejabat lain di llingkungan instansi, dilarang mengangkat
tenaga honorer atau yang sejenis, kecuali ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2005 dilaksanakan sampai dengan tahun
anggaran 2009, namun sampai dengan tahun 2007, dalam hal proses
pengangkatannya terdapat berbagai permasalahan yang ternyata tidak sesuai dengan
keinginan dari Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2005. Pasal 3 ayat (1) berbunyi:
pengangkatan tenaga honorer menjadi Pegawai Negeri Sipil diprioritaskan bagi yang
melaksanakan tugas sebagai:
1. Tenaga guru;
2. Tenaga kesehatan pada unit pelayanan kesehatan;
3. Tenaga penyuluh di bidang pertanian, perikanan, peternakan; dan
4. tenaga teknis lainya yang sangat dibutuhkan pemerintah.73
Pemerintah dalam implementasinya, hanya melihat pada syarat-sayarat formil,
yaitu masa kerja dan usia tanpa mempertimbangkan skala prioritas yang diharapkan
oleh pembuat peraturan. Pengangkatan Tenaga Honorer menjadi Calon Pegawai
Negeri Sipil ternyata didominasi oleh tenaga administratif yang notabene di luar skala
prioritas yang termaktub dalam Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun
2005.
73
Ibid.,
45
3. Kedudukan, Kewajiban dan Hak Pegawai Negeri Sipil
a. Kedudukan Pegawai Negeri Sipil
Kedudukan Pegawai Negeri Sipil didasarkan pada Undang-Undang Nomor
43 Tahun 1999 Pasal 3 ayat (1), yaitu Pegawai Negeri sebagai unsur aparatur negara
yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepa da masyarakat secara profesional,
jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan, dan
pembangunan. Rumusan kedudukan Pegawai Negeri didasarkan pada pokok-pokok
pikiran bahwa pemerintah tidak hanya menjalankan fungsi umum pemerintahan.
Pemerintah juga harus mampu melaksanakan fungsi pembangunan atau dengan kata
lain, pemerintah bukan hanya menyelenggarakan tertib pemerintahan, tetapi juga
harus mampu menggerakkan dan memperlancar pembangunan untuk kepentingan
rakyat banyak.74
Pegawai Negeri mempunyai peranan amat penting sebab Pegawai
Negeri merupakan unsur aparatur negara untuk menyelenggarakan pemerintahan dan
pembangunan dalam rangka mencapai tujuan negara. Kelancaran pelaksanaan
pemerintahan dan pembangunan nasional tergantung pada kesempurnaan aparatur
negara.
Pegawai Negeri Sipil dalam konteks hukum publik, bertugas membantu
Presiden sebagai Kepala Pemerintahan dalam menyelenggarakan pemerintahan, tugas
74
Ibid.,
46
melaksanakan peraturan perundang-undangan, dalam artian wajib mengusahakan
agar setiap peraturan perundang-undangan ditaati oleh masyarakat. Seorang Pegawai
Negeri sebagai abdi negara juga wajib setia dan taat kepada Pancasila sebagai
falsafah dan ideologi negara, kepada Undang-Undang Dasar 1945, kepada negara,
dan kepada pemerintah.75
Pegawai Negeri Sipil mempunyai kesetiaan, ketaatan penuh terhadap
Pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintah, pada akhirnya dapat memusatkan
segala perhatian dan pikiran serta mengerahkan segala daya upaya dan tenaganya
untuk menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan secara berdaya guna
dan berhasil guna. Hal tersebut juga berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil di Kantor
Pemerintahan Kota Bandung, dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya
sebagai unsur aparatur negara, abdi negara dan abdi masyarakat yang dituntut untuk
dapat melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya, serta memiliki ketaatan dan
kesetiaan terhadap Pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintah.
b. Kewajiban Pegawai Negeri Sipil
Kewajiban Pegawai Negeri Sipil adalah segala sesuatu yang wajib dilakukan
berdasarkan peraturan perundang-undangan. Sastra Djatmika mengatakan, kewajiban
Pegawai Negeri dibagi dalam tiga golongan, yaitu:
1. Kewajiban-kewajiban yang ada hubungan dengan suatu jabatan;
75
Ibid., hlm. 39.
47
2. Kewajiban-kewajiban yang tidak langsung berhubungan dengan suatu tugas
dalam jabatan, melainkan dengan kedudukannya sebagai pegawai negeri pada
umumnya;
3. Kewajiban lain-lain.76
Pegawai Negeri Sipil untuk menjunjung tinggi kedudukannya, diperlukan
elemen-elemen penunjang kewajiban meliputi kesetiaan, ketaatan, pengabdian,
kesadaran, tanggung jawab, jujur, tertib, bersemangat dengan memegang rahasia
negara dan melaksanakan tugas kedinasan. Penjelasan hal tersebut sebagai berikut;
a. Kesetiaan berarti tekad dan sikap batin serta kesanggupan untuk mewujudkan dan
mengamalkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dengan penuh
kesadaran dan tanggung jawab. Pada umumnya kesetiaan timbul dari pengetahuan
dan pemahaman dan keyakinan yang mendalam terhadap apa yang disetiai, oleh
karena itu setiap Pegawai Negeri Sipil wajib mempelajari, memahami,
menghayati dan mengamalkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Pancasila yang disetiai adalah sebagaimana termaktub dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 pada
dasarnya dirumuskan secara singkat, oleh karena itu setiap Pegawai Negeri Sipil
berkewajiban untuk menjabarkan dan melaksanakan secara taat asas, kreatif, dan
konstruktif terhadap nilai-nilai yang terkandung, baik dalam tugas maupun dalam
sikap, perilaku dan perbuatannya sehari-hari. Pelanggaran terhadap disiplin,
pelanggaran hukum dalam dinas maupun di luar dinas secara langsung maupun
tidak langsung merupakan pelanggaran terhadap nilai-nilai Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945.
76
Ibid., hlm. 40.
48
b. Ketaatan berarti kesanggupan seseorang untuk menaati segala peraturan
perundang-undangan dan peraturan (kedinasan) yang berlaku serta kesanggupan
untuk tidak melanggar larangan yang ditentukan.
c. Pengabdian (terhadap Negara dan masyarakat) merupakan kedudukan dan
peranan Pegawai Negeri Sipil Republik Indonesia dalam hubungan formal baik
dengan Negara secara keseluruhan maupun dengan masyarakat secara khusus.
d. Kesadaran berarti merasa, tahu dan ingat (pada keadaan yang sebenarnya) atau
keadaan ingat (tahu) akan dirinya.
e. Jujur berarti lurus hati; tidak curang (lurus adalah tegak benar), terus terang
(benar adanya). Kejujuran adalah ketulusan hati seseorang dalam melaksanakan
tugas dan kemampuan untuk tidak menyalahgunakan wewenang yang diberikan
kepadanya atau keadaan wajib menanggung segala sesuatunya apabila terdapat
sesuatu hal, boleh dituntut dan dipersalahkan.
f. Menjunjung tinggi berarti memuliakan atau menghargai dan menaati martabat
bangsa. Menjunjung tinggi kehormatan bangsa dan negara mengandung arti
bahwa norma-norma yang hidup dalam Bangsa dan Negara Indonesia harus
dihormati. Setiap Pegawai Negeri Sipil harus menghindari tindakan dan tingkah
laku yang dapat menurunkan atau mencemarkan kehormatan Bangsa dan Negara.
g. Cermat berarti (dengan saksama); (dengan) teliti; dengan sepenuh minat
(perhatian).
h. Tertib berarti menaati peraturan dengan baik, aturan yang bertalian dengan baik.
i. Semangat berarti jiwa kehidupan yang mendorong seseorang untuk bekerja keras
dengan tekad yang bulat untuk melaksanakan tugas dalam rangka pencapaian
tujuan. Bersemangat berarti ada semangatnya, mengandung semangat. Biasanya
semangat timbul karena keyakinan atas kebenaran dan kegunaan tujuan yang akan
dicapai.
j. Rahasia berarti sesuatu yang tersembunyi (hanya diketahui oleh seorang atau
beberapa orang saja; ataupun sengaja disembunyikan supaya orang lain tidak
mengetahuinya). Rahasia dapat berupa rencana, kegiatan atau tindakan yang akan,
49
sedang atau telah dilaksanakan yang dapat menimbulkan kerugian atau bahaya,
apabila diberitahukan kepada atau diketahui oleh orang yang tidak berhak.
k. Tugas Kedinasan berarti sesuatu yang wajib dikerjakan atau yang ditentukan
untuk dilakukan terhadap bagian pekerjaan umum yang mengurus sesuatu
pekerjaan tertentu.77
Berdasarkan uraian-uraian kewajiban Pegawai Negeri Sipil di atas, terhadap
Pegawai Negeri Sipil yang melanggar kewajiban-kewajibannya akan dilakukan
penindakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Peraturan Disiplin
Pegawai Negeri Sipil.
c. Hak Pegawai Negeri Sipil
Presiden Soeharto pernah dalam pidatonya antara lain mengatakan:
“Buanglah anggapan yang kurang tepat bahwa menjadi pegawai adalah semata-
mata untuk mencari penghasilan, apalagi untuk memperoleh keuntungan.
Camkanlah baik-baik bahwa Pegawai Negeri adalah abdi yang harus melayani
masyarakat. Lapangan Pegawai Negeri adalah lapangan pengabdian dan
perjuangan, bukan saja lapangan mencari nafkah.”78
Kutipan pidato di atas memang benar, tetapi tidak ada salahnya jika dalam hal
ini dibicarakan masalah hak-hak yang dimiliki setiap Pegawai Negeri Sipil karena
dalam Undang-Undang No. 43 Tahun 1999 telah menggariskan masalah tersebut.
Undang-Undang No. 43 Tahun 1999, didalamnya terdapat ada 4 Pasal yang
menyebutkan hak-hak Pegawai Negeri Sipil, adapun Pasal tersebut sebagai berikut;
Pasal 7
77
Ibid., hlm. 41. 78
Soedibyo Triatmodjo, 1983, Hukum Kepegawaian, ............Op.Cit., hlm. 108.
50
(1) Setiap Pegawai Negeri berhak memperoleh gaji yang adil dan layak sesuai
dengan beban pekerjaan dan tanggung jawabnya.
(2) Gaji yang diterima oleh Pegawai Negeri harus mampu memacu
produktivitas dan menjamin kesejahteraannya.
(3) Gaji Pegawai Negeri yang adil dan layak sebagai-mana dimaksud dalam
ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 8
Setiap Pegawai Negeri berhak atas cuti.
Pasal 9
(1) Setiap Pegawai Negeri yang ditimpa oleh sesuatu kecelakaandalam dan
karena menjalankan tugas kewajibannya, berhakm memperoleh perawatan.
(2) Setiap Pegawai Negeri yang menderita cacad jasmani atau cacad rohani
dalam dan karena menjalankan tugas kewajibannya yang mengakibat-
kannya tidak dapat bekerja lagi dalam jabatan apapun juga, berhak
memperoleh tunjangan.
(3) Setiap Pegawai Negeri yang tewas, keluarganya berhak memperoleh uang
duka.
Pasal 10
Setiap Pegawai Negeri yang telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan,
berhak atas pensiun.
Berdasarkan Pasal-Pasal tersebut, aspek kebutuhan pegawai jika dihubungkan
dengan teori-teori yang ada dapat menjelaskan mengenai hubungan antara hak
dengan kewajiban dari pegawai. Hubungan ini meliputi kecendrungan pegawai untuk
melaksanakan pekerjaanya berdasarkan kebutuhanya secara umum. Faktor motivasi
yang timbul untuk memberikan prestasi dipengaruhi oleh hukum tertulis yang
membatasi setiap aktivitas dan timbulnya output berupa kontraprestasi yang sepadan
51
terhadap pekerjaan yang dikerjakannya. Peraturan kepegawaian dalam hal ini,
merefleksikan pembatasan terhadap aktivitas, baik secara moril maupun dari sudut
pandang hukum dan peraturan ini menempatkan substansi yang ideal, dalam bentuk
kewajiban yang meupakan maksud dan tujuan dalam organisasi guna pencapaian
misinya. Hal tersebut dalam skala yang lebih luas merupakan refleksi dari tujuan,
guna menuju kesejahteraan masyarakat di dalam konteksnya melalui administrasi
kepegawaian.
C. Pembinaan Pegawai Negeri Sipil
1. Konsep dan Tujuan Pembinaan Pegawai Negeri Sipil
a. Konsep Pembinaan Pegawai Negeri Sipil
Pembinaan merupakan suatu tindakan, proses, hasil, atau pernyataan menjadi
lebih baik, pembinaan menunjukkan adanya kemajuan, peningkatan, perubahan,
evolusi atas berbagai kemungkinan, berkembang, atau peningkatan atas sesuatu.79
Pengertian di atas mengandung dua hal yaitu; pertama, bahwa pembinaan itu sendiri
bisa berupa tindakan, proses, atau pernyataan dari suatu tujuan; kedua, pembinaan
bisa menunjukkan kepada perbaikan atas sesuatu. Pengertian lain dikemukakan oleh
Rahardjo dkk, bahwa pembinaan dalam manajemen sumber daya manusia adalah
upaya untuk menaikkan potensi dan kompetensi melalui pendidikan formal maupun
informal, pembinaan menurut pengertian di atas, bertujuan untuk menggali potensi
79
Miftah Thoha, 1999, Manajemen Kepegawaian Sipil di Indonesia, Jakarta, Kencana Press,
hlm. 7.
52
dan kompetensi pegawai.80
Potensi dan kompetensi pegawai perlu terus dibina agar
dapat meningkatkan kualitas kerja.
Pembinaan adalah proses mengarahkan yang dilakukan oleh seorang manajer
untuk melatih dan memberikan orientasi kepada seorang karyawan tentang realitas di
tempat kerja, dan membantunya mengatasi hambatan dalam mencapai prestasi
optimal. Pembinaan erat kaitannya dengan kata membina, membimbing, yaitu proses
pemberian dukungan oleh manajer untuk membantu seorang karyawan mengatasi
masalah pribadi di tempat kerja atau masalah yang muncul akibat perubahan
organisasi yang berdampak pada prestasi kerja.81
Pembinaan pegawai dapat diartikan
sebagai suatu kebijaksanaan agar perusahaan (organisasi) memiliki pegawai yang
handal dan siap menghadapi tantangan. Kegiatan dalam pembinaan yang dilakukan
antara lain pembentukan sikap mental yang loyal, peningkatan keterampilan dan
kecakapan melaksanakan tugas organisasi.82
Rencana pembinaan harus berkait
dengan sistem penghargaan agar pegawai bersemangat untuk mengabdi dan setia
kepada organisasi.
Pembinaan diberikan batasan yang sempit, yaitu upaya untuk meningkatkan
kecakapan dan keterampilan karyawan melalui pendidikan dan pelatihan. Istilah
pembinaan dalam administrasi kepegawaian diberikan pengertian yang luas, meliputi
berbagai unsur kegiatan seperti pengembangan karier, perpindahan, pendidikan dan
latihan, sampai dengan kesejahteraan di luar gaji. Pembinaan dalam konteks
80
Ibid,. hlm, 7. 81
Ibid,. hlm, 9. 82
Ibid.,
53
pembahasan administrasi kepegawaian, pembinaan pegawai diartikan sebagai proses
pembentukan sosok pegawai yang diinginkan organisasi.83
Kegiatan pembinaan
tersebut meliputi pembentukan sikap dan mental yang loyal dan setia pada
pemerintah dan negara yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945, serta peningkatan keterampilan dan kecapakan melaksanakan tugas organisasi.
Langkah tersulit dalam pembinaan adalah mengubah sikap mental dan meningkatkan
kemampuan mereka yang berkedudukan sebagai Pegawai Negeri.84
Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian
sebagai landasan normatif kepegawaian, tidak secara tegas membedakan pengertian
manajemen dan pembinaan Pegawai Negeri Sipil. Manajemen Pegawai Negeri Sipil
adalah keseluruhan upaya untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas dan derajat
profesionalisme penyelenggaraan tugas, fungsi, dan kewajiban kepegawaian, yang
meliputi perencanaan, pengadaan, pengembangan kualitas, penempatan, promosi,
penggajian, kesejahteraan, dan pemberhentian (Pasal 1 ayat 8). Manajemen Pegawai
Negeri Sipil diarahkan untuk menjamin penyelenggaraan tugas pemerintahan dan
pembangunan secara berdayaguna dan berhasil guna (Pasal 12 ayat 1).
Undang-undang tersebut memang tidak secara tegas menjelaskan pengertian
pembinan Pegawai Negeri Sipil, namun secara tersirat dapat ditafsirkan bahwa
pembinaan Pegawai Negeri Sipil merupakan bagian dari manajemen kepegawaian.
Pembinaan dalam perspektif yang lebih luas, dapat dikatakan bahwa pembinaan pada
83
Tayibnapis Burhannudin A, 1995, Administrasi Kepegawaian Suatu Tinjauan Analitik,
Pradnya Paramita, Jakarta., hlm. 136. 84
Ibid., hlm. 405.
54
dasarnya merupakan bagian dari manajemen sumber daya manusia, yang intinya
adalah bagaimana memberikan treatment terhadap sumber daya manusia yang ada,
agar sesuai dan diarahkan untuk pencapaian tujuan organisasi.
Salah satu contoh dari Pembinaan pegawai adalah sosok pembentukan
pegawai yang diinginkan organisasi. Contohnya, seorang petugas pencatatan sipil
yang direkrut dari lulusan SMA, yang sebelumnya tidak mengetahui mengenai tugas
pencatatan sipil. Melalui pembinaan dengan cara pembentukan sikap dan mental yang
loyal, serta setia pada pemerintah dan negara yang berlandaskan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 dengan cara peningkatan keterampilan dan kecakapan
melaksanakan tugas organisasi, maka diharapkan dia dapat menjadi petugas
pencatatan sipil yang cakap dan trampil.
Upaya peningkatan kecakapan dan ketrampilan serta masa kerja yang telah
dijalani, dengan sendirinya pegawai mengharapkan adanya penghargaan dari
pemerintah berupa kesejahteraan material dan non material. Kegagalan
mengakomodasi pegawai akan menurunkan etos kerja yang pada gilirannya akan
merugikan Negara, serta proses pembinaan yang dijalani pada masa awal kerja
seorang Pegawai Negeri Sipil pun menjadi sia-sia. Berdasarkan hal itu rencana
pembinaan harus ada kaitan antara pendidikan pelatihan dengan sistim penghargaan,
agar pegawai bersemangat untuk mengabdi dan setia secara penuh pada Negara dan
Bangsanya. Dalam rangka mewujudkan Pegawai Negeri Sipil seperti yang di maksud
di atas, Pegawai Negeri Sipil perlu dibina dengan sebaik-baiknya. Hal tersebut
dimaksudkan untuk memberi peluang bagi Pegawai Negeri Sipil yang berprestasi
55
tinggi untuk meningkatkan kemampuannya secara profesional dan berkompetisi
secara sehat. Pengangkatan dalam jabatan harus didasarkan pada sistem prestasi
kerja yang didasarkan atas penilaian obyektif terhadap prestasi, kompetensi, dan
pelatihan Pegawai Negeri Sipil. Berkaitan dengan pembinaan kenaikan pangkat, di
samping berdasarkan sistem prestasi kerja juga diperhatikan sistem karier.
Aparatur Negara dalam melaksanakan pembinaan, diperlukan adanya
landasan hukum yang kuat dan memuat ketentuan yang tegas sebagaimana tertulis
dalam buku Burhannudin yang berjudul Administrasi Kepegawaian antara lain :
1. Pegawai Negeri Sipil: adalah unsur Aparatur Negara, Abdi Negara dan Abdi
Masyarakat;
2. Pegawai Negeri Sipil harus setia dan taat sepenuhnya terhadap Pancasila,
Undang-Undang Dasar 1945, Negara dan Pemerintah;
3. Pembinaan Pegawai Negeri Sipil dilaksanakan secara terintegrasi, yaitu adanya
ketentuan pembinaan yang sama terhadap segenap Pegawai Negeri Sipil,baik
Pegawai Negeri Sipil pusat maupun Pegawai Negeri Sipil daerah;
4. Pelaksanaan pembinaan Pegawai Negeri Sipil didasarkan atas sistim karier dan
sistim prestasi kerja;
5. Sistim penggajian yang mengarah pada penghargaan terhadap prestasi kerja dan
besarnya tanggung jawab;
6. Satuan organisasi Lembaga Pemerintah mempunyai jumlah dan kwalitas pegawai
yang rasional berdasarkan jenis,sifat, dan beban kerja;
7. Tindakan korektif terhadap Pegawai Negeri Sipil yang nyata-nyata melakukan
pelanggaran terhadap norma-norma hukum dan norma-norma kepegawaian;
8. Pembinaan dan pengembangan jiwa korsa yang bulat untuk menjamin keutuhan
dan kekompakan segenap Pegawai Negeri Sipil;
56
9. Pengembangan sistim administrasi yang berdaya guna dan pengawasan yang
berhasil guna. 85
b. Tujuan Pembinaan Pegawai Negeri Sipil
Pembinaan aparatur Negara yang diorientasikan kepada kemampuan,
kesetiaan, pengabdian dan tanggung jawab pegawai negari terhadap Negara dan
bangsa, merupakan salah satu usaha untuk mengimbangi laju pembangunan dan
menghadapi era globalisasi pasar bebas, Adapun yang menjadi tujuan dari pembinaan
Pegawai Negeri adalah sebagai berikut:
1. Diarahkan untuk menjamin penyelenggaraan tugas-tugas perintahan dan
pembangunan secara berdaya guna dan berhasil guna;
2. Meningkatkan mutu dan keterampilan dan memupuk kegairahan kerja;
3. Diarahkan menuju terwujudnya komposisi pegawai, baik dalam jumlah maupun
mutu yang memadai serasi dan harmonis;
4. Terwujudnya pegawai yang setia dan taat kepada Pancasila dan Undnag-undang
Dasar 1945 dan terwujudnya aparatur yang bersih dan berwibawa;
5. Ditujukan kepada terwujudnya suatu iklim kerja yang serasi dan menjamin
terciptanya kesejahteraan jasmani maupun rohani secara adil dan merata;
6. Diarahkan kepada penyaluran, penyebaran dan pemanfaatan pegawai secara
teratur terpadu dan berimbang;
7. Diarahkan kepada pembinaan dengan menggunakan sistem karier dan sistem
prestasi kerja. 86
Suatu pembinaan diarahkan agar : (1) pegawai dapat melaksanakan tugas-
tugas secara berdaya guna dan berhasil guna; (2) mutu keterampilan pegawai
85 Burhannudin A. Tayibnapis, Administrasi Kepegawaian...........Op.Cit., hlm. 136.
86 Musanef, 1996, Manajemen Kepegawaian Di Indonesia, PT.Toko Gunung Agung, Jakarta,
hlm. 85.
57
meningkat sehingga dapat menjamin semakin berpartisipasi dalam pelaksanaan tugas-
tugas; (3) diperolehnya para pegawai yang setia dan taat kepada kepentingan
perusahaan (organisasi), negara dan pemerintah; dan (4) terciptanya iklim kerja yang
harmonis, serasi dan mampu menghasilkan produk yang bermutu dan optimal.87
Melihat besarnya peranan sumber daya manusia dalam pencapaian tujuan organisasi,
maka hadirnya para Pegawai Negeri Sipil yang memiliki kecakapan dan keterampilan
serta motivasi dalam diri masing-masing individu sangatlah dibutuhkan, supaya
tujuan organisasi yang telah ditetapkan tidak hanya menjasi dokumen historis saja
tetapi juga harus dilaksanakan.88
Perhatian dan pembinaan terhadap Pegawai Negeri
Sipil dalam suatu organisasi tempat dimana ia bertugas sangatlah penting, karena
tanpa atau kurangnya perhatian dan pembinaan pegawai dalam suatu organisasi akan
menimbulkan berbagai efek yang dapat mengancam hidup organisasi yang
bersangkutan.89
2. Jenis Pembinaan Pegawai Negeri Sipil
berdasarkan beberapa referensi, diketahui bahwa pembinaan pegawai
bermacam-macam jenis atau bentuknya. Sastrohadiwiryo dalam salah satu bukunya
menguraikan dua jenis pembinaan, yaitu pembinaan moral kerja dan pembinaan
disiplin kerja.90
Bentuk pembinaan yang harus dilakukan terhadap pegawai, yaitu: (1)
pembinaan mental dan spiritual; (2) pembinaan loyalitas; (3) pembinaan hubungan
87
Saydam Gouzali, 1997, Kamus Istilah Kepegawaian, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, hlm 205. 88
Ibid., hlm. 206 89
Ibid., 90
B. Siswanto Sastrohadiwiryo, 2003, Manajemen Tenaga Kerja Indonesia, Pendekatan
Admnistratif dan Operasional, Bumi Aksara, Jakarta, hlm. 281.
58
kerja; (4) pembinaan moril dan semangat kerja; (5) pembinaan disiplin kerja; (6)
pembinaan kesejahteraan; dan (7) pembinaan karier untuk menduduki jabatan-jabatan
yang lebih tinggi di masa datang.91
Implementasi character building sebagai bagian
dari falsafah pembinaan dan pengembangan pribadi secara utuh menggunakan tiga
landasan operasional sebagai berikut: (1) pembinaan ketabahan dan keuletan
(ketahanan) secara buttom up; (2) pembinaan pemikiran, sikap dan perilaku secara
utuh; dan (3) pembinaan keberhasilan kinerja secara berimbang.92
Pembinaan dalam perspektif landasan normatif kepegawaian, difokuskan
pada beberapa hal, yaitu: pembinaan prestasi kerja dan sistem karier yang
dititikberatkan pada sistem prestasi kerja (Pasal 12 ayat 2), pembinaan jiwa korps,
pembinaan kode etik, dan pembinaan disiplin pegawai (Pasal 30 ayat 1-2). Pembinaan
Pegawai Negeri Sipil dalam konteks kepegawaian di atas paling tidak meliputi tiga
aspek ruang lingkup, yaitu : aspek pembinaan sikap, pembinaan mental, dan perilaku
pegawai. Sebagai contoh, pembinaan jiwa korps antara lain ditujukan agar Pegawai
Negeri Sipil memiliki rasa kebanggaan terhadap profesinya. Pembinaan kode etik
antara lain bertujuan untuk menanamkan identitas dan perilaku profesional sebagai
pelayan masyarakat, sedangkan pembinaan disiplin menekankan agar Pegawai Negeri
Sipil mempunyai disiplin kerja yang tinggi.
Kebijakan pokok pembinaan Pegawai Negeri Sipil meliputi: (1) lingkup
pembinaan Pegawai Negeri Sipil adalah nasional; (2) pembinaan dan pengembangan
91
Saydam Gouzali, 1997, Kamus Istilah Kepegawaian, ........., Op.Cit,. hlm.206. 92
Soedarsono, Soemarno, 2002, Character Building, Membentuk Watak, Elex Media
Komputindo, Jakarta,hlm. 165.
59
Pegawai Negeri Sipil berdasarkan sistem karier dan sistem prestasi kerja, dengan titik
berat sistem prestasi kerja; (3) standar kompetensi jabatan Pegawai Negeri Sipil
berlaku nasional dan berorientasi global; dan (4) pembentukan perilaku dan etos kerja
yang peka terhadap pelayanan dan pemberdayaan masyarakat.93
Pembinaan Pegawai Negeri Sipil ke depan diarahkan pada Pegawai Negeri
Sipil yang netral, profesional, sejahtera, dan akuntabel. Pembinaan Pegawai Negeri
Sipil dengan kata lain, diarahkan untuk meningkatkan profesionalisme, bersikap dan
berperilaku jujur, bersih dan disiplin, bermoral tinggi, dan netral dari pengaruh partai
politik.94
Pembinaan pegawai dalam penelitian ini difokuskan pada tiga hal, yaitu:
pembinaan disiplin kerja, pembinaan karier dan pembinaan etika profesi, karena
menurut Penulis, ketiga hal tersebut nantinya akan berpengaruh terhadap
pelanggaran-pelanggaran disiplin yang dilakukan Pegawai Negeri Sipil. Penjelasan
dari ketiga hal di atas adalah sebagai berikut :
a. Pembinaan Disiplin Kerja
Pembahasan disiplin (discipline) pegawai dalam hukum kepegawaian
berangkat dari pandangan bahwa tidak ada manusia sempurna, luput dari kesalahan
dan kekhilafan. Banyak ragam berkaitan dengan pengertian disiplin yang
dikemukakan oleh para ahli. Disiplin adalah tindakan manajemen untuk menegakkan
standar organisasi (dicipline is management action to enforce organization
93
Hardijanto, 2003, Pembinaan Kepegawaian Dalam Sistem Administrasi Negara Kesatuan
Republik Indonesia, Makalah disampaikan pada Diklatpim Tingkat II. LAN, Jakarta, hlm. 2. 94
Miftah Thoha, Manajemen Kepegawaian Sipil………..Op.Cit., hlm. 7.
60
standards).95
Disiplin merupakan bentuk pelatihan yang menegakkan peraturan-
peraturan perusahaan. Disiplin adalah kemampuan untuk menguasai diri sendiri dan
melaksanakan norma-norma yang berlaku dalam kehidupan bersama. Disiplin dapat
dikatakan juga sebagai prosedur yang mengoreksi atau menghukum bawahan karena
melanggar peraturan atau prosedur, disiplin merupakan bentuk pengendalian diri
karyawan dan pelaksanaan sebuah organisasi.96
Ahli lain menggunakan istilah kedisiplinan, yaitu kesadaran dan kesediaan
seseorang untuk mentaati semua peraturan perusahaan atau organisasi dan norma-
norma sosial yang berlaku.97
Kesadaran adalah sikap seseorang yang secara sukarela
mentaati semua peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya, jadi eseorang
akan mematuhi atau mengerjakan semua tugasnya dengan baik, bukan atas paksaan.
Kesediaan adalah suatu sikap, tingkah laku dan perbuatan seseorang yang sesuai
dengan peraturan organisasi, baik yang tertulis maupun tidak tertulis.98
Pendapat para ahli diatas memang beragam, tetapi terdapat benang merah
yang dapat disimpulkan, bahwa disiplin pada dasarnya adalah ketaatan atau
kepatuhan pegawai pada peraturan yang berlaku. Berdasarkan pengertian tersebut,
pegawai yang disiplin berarti pegawai yang mampu mematuhi semua peraturan yang
berlaku di kantornya atau organisasinya. Disiplin kerja dapat diartikan sebagai
95
Davis, Keith, Newstrom, 1985, John, W., Perilaku Dalam Organisasi, (terjemahan), Erlangga,
Jakarta, hlm. 87. 96
Mathis, Robert, L., Jackson, John, H., 2002, Manajemen Sumber Daya Manusia, (terjemahan),
Salemba Empat, Jakarta, hlm. 314. 97
Malayu, S.P Hasibuan, 2002, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi Aksara, Jakarta, hlm.
193. 98
Ibid.,
61
pelaksanaan manajemen untuk memperteguh pedoman-pedoman organisasi.99
Disiplin menurut Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010
adalah:
“Disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah kesanggupan Pegawai Negeri Sipil
untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam
peraturan perundang-undangan dan/atau peraturan kedinasan yang apabila
tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi hukuman disiplin”.
Adapun tujuan khusus pembinaan disiplin kerja antara lain adalah:
1. Agar para tenaga kerja menepati segala peraturan dan kebijakan ketenagakerjaan
maupun peraturan dan kebijakan perusahaan yang berlaku, baik tertulis maupun
tidak tertulis, serta melaksanakan perintah manajemen.
2. Dapat melaksanakan pekerjaan dengan sebaik-baiknya serta mampu memberikan
servis yang maksimum kepada pihak tertentu yang berkepentingan dengan peru-
sahaan sesuai dengan bidang pekerjaan yang diberikan kepadanya.
3. Dapat menggunakan dan memelihara sarana dan prasarana, barang dan jasa
perusahaan dengan sebaik-baiknya.
4. Dapat bertindak dan berperilaku sesuai dengan norma-norma yang berlaku pada
perusahaan.
5. Tenaga kerja mampu memperoleh tingkat produktivitas yang tinggi sesuai
dengan harapan perusahaan, baik dalam jangka pendek maupun jangka
panjang.100
Guna mewujudkan tujuan-tujuan di atas, pembinaan disiplin pegawai dapat
dilakukan melalui beberapa hal sebagai berikut: 1) penciptaan peraturan- peraturan
dan tata tertib-tata tertib yang harus dilaksanakan; 2) menciptakan dan memberi
99
Anwar Prabu Mangkunegara, 2004, Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan, Remaja
Rosdakarya, Bandung,hlm. 129. 100
B. Siswanto Sastrohadiwiryo, Manajemen Tenaga Kerja Indonesia……..,Op.Cit., hlm. 296.
62
sanksi bagi pelanggar disiplin; 3) melakukan pembinaan disiplin melalui pelatihan
kedisiplinan yang terus menerus.101
b. Pembinaan Karier Pegawai
Pembahasan tentang karier Pegawai Negeri Sipil, bertitik tolak dari asumsi
dasar bahwa seseorang yang mulai bekerja setelah penempatan dalam suatu
organisasi, akan terus bekerja untuk organisasi tersebut selama masa aktifnya hingga
seseorang memasuki usia pensiun. Adalah hal yang logis dan wajar apabila dalam
kehidupan organisasi, seseorang mengajukan berbagai pertanyaan yang menyangkut
karier dan prospek perkembangannya di masa depan. Beberapa pertanyaan tersebut
berkisar pada: Kemampuan, pengetahuan dan keterampilan apa yang dituntut
organisasi agar meraih kemajuan dalam kariernya. Sistem promosi apa yang berlaku
dalam organisasi, jika promosi menuntut pelatihan tambahan, apakah organisasi
menyelenggarakan pelatihan tersebut ataukah pegawai sendiri yang mencari
kesempatan untuk itu. Sampai sejauh mana faktor keberuntungan berperan dalam
promosi seseorang dalam organisasi, dan mana yang lebih penting kemampuan kerja
atau kesediaan beradaptasi terhadap keinginan pejabat yang berwenang memutuskan
promosi seseorang.102
Berbicara mengenai karier (career) dalam kehidupan organisasional, bisanya
diartikan sebagai keseluruhan pekerjaan yang dilakukan dan jabatan yang dipangku
101
Saydam Gouzali, Kamus Istilah Kepegawaian.............,Op.Cit,. hlm. 204. 102
Sondang P. Siagian, 1996, Filsafat Administrasi, Gunung Agung, Jakarta, hlm. 205.
63
oleh seseorang selama dia berkarya.103
Ada pendapat lain yang mengartikan karier
sebagai urutan posisi yang terkait dengan pekerjaan yang diduduki seseorang
sepanjang hidupnya.104
Karier dalam istilah kepegawaian, sering diartikan dengan
kemajuan atau perkembangan yang dicapai oleh seorang pegawai dalam menekuni
pekerjaannya selama masa aktif dalam hidupnya. Karier sering juga diterjemahkan
dengan mobilitas pegawai dalam suatu organisasi mulai penerimaan, pengangkatan
menjadi pegawai sampai pensiun dalam suatu rangkaian jenjang kepangkatan, dan
dalam jabatan-jabatan yang dilaluinya.105
Pendek kata, sebagian orang menganggap
karier sebagai promosi di dalam organisasi.
Merangkum dari beberapa pendapat di atas, dijelaskan bahwa kata “karier”
dapat dipandang dari beberapa perspektif yang berbeda. Perspektif pertama, karier
adalah urut-urutan posisi yang diduduki oleh seseorang selama masa hidupnya.
Perspektif lainnya, karier terdiri atas perubahan-perubahan nilai, sikap dan motivasi
yang terjadi karena seseorang menjadi semakin tua, ini merupakan karier yang
subjektif. Kedua perspektif tersebut, objektif dan subjektif terfokus pada individu.
Kedua perspektif tersebut menganggap bahwa orang memiliki beberapa tingkat
pengendalian terhadap nasib mereka, sehingga dapat memanipulasi peluang agar
memaksimalkan keberhasilan dan kepuasan yang berasal dari karier mereka.106
103
Ibid., hlm. 206. 104
Mathis, Robert, L., Jackson, John, H., Manajemen Sumber Daya Manusia.........,Op.Cit., hlm.
62. 105
Saydam Gouzali, Kamus Istilah Kepegawaian.........,Op.Cit,. hlm. 34. 106
Ibid., hlm. 73.
64
Seorang pegawai agar mengetahui pola karier yang terbuka, perlu memahami
tiga hal. Pertama, adalah sasaran karier yang ingin dicapai dalam arti tingkat
kedudukan atau jabatan tertinggi apa yang mungkin dicapai apabila seseorang mampu
bekerja secara produktif, loyal pada organisasi, menunjukkan perilaku yang
fungsional serta mampu bertumbuh dan berkembang. Kedua, adalah perencanaan
karier dalam arti keterlibatan seseorang dalam pemilihan jalur dan sasaran kariernya.
Ketiga, adalah kesediaan mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam rangka
pengembangan karier sambil berkarya.107
Ada beberapa hal yang diinginkan oleh
seorang pegawai berkaitan dengan kariernya, yaitu :
1) Persamaan kesempatan karier
Karyawan menginginkan persamaan dalam sistem kenaikan pangkat atau promosi
dalam hal kesempatan untuk kemajuan kariernya.
2) Perhatian untuk pengawasan
Karyawan menginginkan para supervisornya untuk memainkan peran aktif dalam
pengembangan karier dan memberikan umpan balik tentang kinerja mereka secara
tepat waktu.
3) Kesadaran akan kesempatan
Karyawan menginginkan pengetahuan tentang kesempatan untuk kemajuan
kariernya.
4) Minat Kerja
Karyawan memerlukan jumlah informasi yang berbeda dan juga memiliki tingkat
keinginan yang berbeda dalam kemajuan kariernya.
5) Kepuasan karier
107
Sondang P. Siagian, Filsafat Administrasi...........,Op.Cit,. hlm. 71.
65
Karyawan memiliki tingkat kepuasan karier yang berbeda-beda bergantung pada
usia dan jenis pekerjaan. 108
Pemahaman berbagai faktor di atas akan memungkinkan bagian kepegawaian
berperan aktif dalam perencanaan karier para anggota organisasi. Salah satunya dapat
dilakukan melalui suatu sistem pembinaan yang perlu dilakukan oleh pimpinan atau
atasan para pegawai guna membantu menggali potensi dan pengembangan kariernya.
c. Pembinaan Etika Profesi
Upaya peningkatan keterampilan melalui pendidikan pelatihan tidak banyak
mempengaruhi kesadaran kedisiplinan kerja Pegawai Negeri. Lain hal jika proses
pembinaan pegawai itu dengan cara lebih menekankan pada moralitas pegawai itu
sendiri. Penekanan tersebut seperti arti pentingnya etika bagi aparatur pemerintah
yang merupakan hal penting yang harus dikembangkan karena dengan adanya etika
diharapkan mampu untuk membangkitkan kepekaan birokrasi (pemerintah) dalam
melayani masyarakat.
Disiplin mengandung suatu gagasan hukuman, dalam arti disiplin berkaitan
dengan pengembangan sikap yang layak terhadap pekerjaan. Disiplin secara singkat
dapat dikatakan, suatu keadaan yang menyebabkan atau memberikan dorongan
kepada pegawai untuk berbuat dan melakukan segala kegiatan sesuai dengan norma-
norma atau aturan yang telah ditetapkan. Disiplin dalam arti sempit sebagai sikap atau
tingkah laku seseorang atau sekelompok orang, untuk menaati atau melaksanakan
108
Taufik Effendi, 2004, Membangun Tata Pemerintahan yang Baik, Kompas, Jakarta, hlm. 86.
66
segala peraturan yang berlaku dalam organisasi secara sadar dan sukarela untuk
mencapai tujuan. 109
Etik adalah sistem moral dari individu atau grup. Sistem moral mengandung
kaidah-kaidah yang mengatur tindak tanduk dan perilaku angota kelompok agar tetap
berwibawa dan dipercaya masyarakat. Sehubungan dengan itu, di dalam kelompok
tertentu misalnya persatuan profesi yang terdapat kode etik yang menjadi Pedoman
bagi setiap anggota agar berperilaku terpuji sehingga dihormati dan dipercaya oleh
masyarakat. Berdasarkan hal itu, setiap anggota berusaha untuk mencegah perilaku
yang mencemarkan nama baik organisasi. Penerapan etik dengan sendirinya disertai
dengan pengawasan secara terus menerus, dan adanya sanksi-sanksi yang tegas atas
adanya pelanggaran kode etik tersebut.
Umumnya yang dimaksud dengan kode etik adalah sekumpulan norma, asas,
dan nilai yang menjadi pedoman bagi anggota kelompok profesi tertentu dalam
bersikap,berperilaku dan melaksanakan kegiatan-kegiatan sebagai anggota kelompok
profesi tersebut. Setiap manusia dalam kehidupan sehari-harinya memiliki keterikatan
satu sama lain. Keterikatan tersebut yaitu; Dalam lingkungan keluarga, kehidupan
pribadi kita dibatasi oleh ketentuan-ketentuan ataupun pedoman hidup yang berasal
dari adat maupun agama; Dalam kehidupan bermasyarakat yang menjadi patokan
adalah hukum positif yang proses penerapanya untuk memelihara dan menumbuhkan
rasa keadilan, sedangkan di dalam kehidupan profesi, martabat serta kehormatan
109
Wursanto IG, 1988, Manajemen Kepegawaian 2. Kanisius, Yogyakarta, hlm. 108.
67
anggota ditentukan oleh kode etik.110
Berbicara mengenai kode etik dalam kaitannya
dengan Pegawai Negeri Sipil, ada suatu prinsip-prinsip yang digariskan dalam kode
etik Pegawai Negeri Sipil yaitu:
1. Adalah warga negara kesatuan RI yang berdasarkan Pancasila, yang bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan bersikap hormat-menhormati antar sesame
warga negara yang memeluk agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
yang berlainan;
2. Sebagai unsur Aparatur Negara, Abdi Negara, dan Abdi Masyarakat, setia dan
taat spenuhnya kepada Pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintah serta
mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan diri sendiri atau golongan;
3. Menjunjung tinggi kehormatan negara, pemerintah dan martabat Pegawai Negeri
Sipil serta menaati segala peraturan perundang-undangan, peraturan kedinasan,
dan perintah-perintah atasan dengan penuh kesadaran, pengabdian, dan tanggung
jawab;
4. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sebaik-baiknya sesuai dengan bidang
tugasnya masing-masing;
5. Tetap memelihara keutuhan, kekompakan, persatuan, dan kesatuan negara dan
bangsa Indonesia serta Korps Pegawai Negeri Sipil.111
D. Penegakan Hukum
1. Pengertian Penegakan Hukum
Penegakan hukum dalam buku Black’s Law Dictionary, law enforcement
diartikan sebagai “the act of putting something such as a law into effect; the
110
Sri Hartini, dkk, 2008, Hukum Kepegawaian Di Indonesia............,Op.Cit., hlm. 48. 111
Soedibyo Triatmodjo, 1983, Hukum Kepegawaian...............,Op.Cit., hlm. 104
68
execution of a law; the carrying out of a mandate or command”.112
Bryan A. Garner
dalam Black’s Law Dictionary, menerjemahkan penegakan hukum sebagai, pertama;
“The detection and punishment of violations of the law. The term is not limited to the
enforcement of criminal laws, for example, the Freedom of Information Act contains
an exemption for law-enforcement purposes and furnished in confidence. That
exemption is valid for the enforcement of a variety of noncriminal laws (such as
national-security laws) as well as criminal laws”. Kedua; “Criminal justice”.
Ketiga;“Police officers and other members of the executive branch of government
charged with carrying out and enforcing the criminal law”.113
Satjipto Rahardjo membedakan istilah penegakan hukum (law enforcement)
dengan penggunaan hukum (the use of law). Penegakan hukum dan penggunaan
hukum adalah dua hal yang berbeda. Orang dapat menegakkan hukum untuk
memberikan keadilan, tetapi orang juga dapat menegakkan hukum untuk digunakan
bagi pencapaian tujuan atau kepentingan lain. Menegakkan hukum tidak persis sama
dengan menggunakan hukum.114
Menurutnya, penegakan hukum pada hakikatnya
merupakan penegakan ide-ide atau konsep-konsep yang abstrak. Pengekan hukum
adalah usaha untuk mewujudkan ide-ide tersebut menjadi kenyataan.115
112
Black Henry Campbell. 1999. Black’s Law Dictionary. Edisi VI. St. Paul Minesota, West
Publishing. Ebook. hlm. 578. 113
Bryan A. Garner (Editor In Chief). 1999. Black’s Law Dictionary. Seventh Edition. St. Paul
Minesota, West Publishing. Ebook. hlm, 891. 114
Satjipto Rahardjo. 2006. Sisi-Sisi Lain dari Hukum di Indonesia. Cetakan Kedua. Penerbit
Buku Kompas. Jakarta,. hlm. 169. 115
Ibid.,
69
Menurut Soerjono Soekanto, penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan
hubungan nilai-nilai yang terjabar dalam kaidah-kaidah, pandangan-pandangan nilai
tahap akhir untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian
pergaulan hidup. Hakikat dari penegakan hukum adalah untuk mewujudkan nilai-nilai
atau kaidah-kaidah yang memuat keadilan dan kebenaran.116
Fungsi hukum secara
konkrit harus dapat mengendalikan pertentangan kepentingan-kepentingan kehidupan
manusia menjadi keadaan yang teratur dan mantap. Fungsi hukum perlu
dipertahankan secara terus-menerus dalam waktu yang lama, mulai dari pokok-pokok
pikiran tersebut fungsi hukum sebagai pengendali sosial yang terkait dengan stabilitas
sosial. 117
Berbeda dengan Satjipto Rahardjo, Soerjono Soekanto mengemukakan ada
dua pengertian penegakkan hukum, yaitu: Pengertian dalam arti luas yang mencakup;
1) Lembaga-lembaga yang menerapkan hukum seperti Pengadilan, Kejaksaan,
Kepolisian. 2) Pejabat-pejabat yang memegang peranan sebagai pelaksana atau
Penegak Hukum seperti Hakim, Jaksa, Polisi. 3) Segi Adminsitratif seperti proses
peradilan, pengusutan, penahanan, dan seterusnya. 4) Penyelesaian sengketa di luar
Pengadilan Batas-batas wewenang antara Pengadilan Sipil dengan Pengadilan Militer,
dan Pengadilan Agama. Pengertian dalam arti sempit yang mencakup; penerapan
116
Soerjono Soekanto, 1983, Penegakan Hukum, Bina Citra, Jakarta, hlm. 13. 117
Bambang Poernomo, 1993, Pola Dasar Teori-Asas Umum Hukum Acara Pidana dan
Penegakan Hukum Pidana, Liberty, Yogyakarta, hlm. 87-88.
70
hukum oleh lembaga-lembaga peradilan (serta pejabat-pejabatnya), kejaksaan dan
kepolisian.118
Pendapat yang berbeda dikemukakan oleh Sudikno Mertokusumo, yang
menyatakan bahwa penegakan hukum maknanya adalah pelaksanaan hukum atau
implementasi hukum itu sendiri.119
Pengertian penegakan hukum dapat pula di tinjau
dari sudut obyeknya, yaitu dari segi hukumnya. Pengertian penegakan hukum dalam
hal ini mencakup makna yang luas dan sempit. Penegakan hukum itu mencakup nilai-
nilai keadilan yang terkandung di dalamnya bunyi aturan formal maupun nilai-nilai
keadilan yang hidup dalam masyarakat. Penegakan hukum dalam arti sempit, hanya
menyangkut penegakan peraturan yang formal dan tertulis saja. Penerjemahan
perkataan “Law Enforcement” ke dalam Bahasa Indonesia dengan menggunakan
istilah “Penegakan Aturan Hukum” dalam arti luas, dapat pula menggunkan istilah
“Penegakan Peraturan” dalam arti sempit. Pembedaan antara formalitas aturan hukum
yang tertulis dengan cakupan nilai keadilan yang dikandungnya, bahkan timbul dalam
Bahasa Inggris sendiri dengan dikembangkannya istilah “the rule of law” yang
terkandung makna pemerintahan oleh hukum. Istilah itu tersebut bukan dalam artinya
yang formal, melainkan mencakup pula nilai-nilai keadilan yang terkandung di
dalamnya.
Hakikat penegakan hukum itu mewujudkan nilai-nilai atau kaidah-kaidah
yang memuat keadilan dan kebenaran, penegakan hukum bukan hanya menjadi tugas
118
Soerjono Soekanto, 1983, Penegakan Hukum............,Op.Cit,. hlm. 118. 119
Mertokusumo, Sudikno, 1993, Bab-bab Tentang Penemuan Hukum, Citra Aditya Bakti,
Yoyakarta, hlm. 81.
71
dari para penegak hukum yang sudah dikenal secara konvensional, tetapi menjadi
tugas dari setiap orang. Penegakan hukum merupakan suatu proses yang melibatkan
banyak hal, masalah penegakan hukum merupakan suatu persoalan yang dihadapi
oleh setiap masyarakat. Setiap masyarakat dengan karakteristiknya masing-masing,
mungkin memberikan corak permasalahannya tersendiri di dalam kerangka
penegakan hukumnya. Setiap masyarakat mempunyai tujuan yang sama, agar di
dalam masyarakat tercapai kedamaian sebagai akibat dari penegakan hukum yang
formil. Kedamaian tersebut dapat diartikan bahwa di satu pihak, terdapat ketertiban
antar pribadi yang bersifat ekstern, dan di lain pihak terdapat ketenteraman pribadi
intern. Demi tercapainya suatu ketertiban dan kedamaian, maka hukum berfungsi
untuk memberikan jaminan bagi seseorang agar kepentingannya diperhatikan oleh
setiap orang lain. Hukum harus bisa melindungi jika ada kepentingan itu terganggu,
oleh karena itu hukum itu harus dilaksanakan dan ditegakkan tanpa membeda-
bedakan atau tidak memberlakukan hukum secara diskriminatif.
Karakteristik hukum sebagai kaedah selalu dinyatakan berlaku umum untuk
siapa saja dan di mana saja dalam wilayah negara, tanpa membeda-bedakan,
kendatipun ada pengecualian yang dinyatakan secara eksplisit dan berdasarkan alasan
tertentu yang dapat diterima dan dibenarkan. Pada dasarnya hukum itu tidak berlaku
secara diskriminatif, kecuali oknum aparat atau organisasi penegak hukum dalam
kenyataan sosial telah memberlakukan hukum itu secara diskriminatif. Penegakan
hukum seperti diatas, akhirnya tidak mencerminkan adanya kepastian hukum dan rasa
keadilan dalam masyarakat. Penegakan hukum, tekanannya selalu diletakkan pada
72
aspek ketertiban. Hal itu mungkin sekali disebabkan oleh karena hukum diidentikkan
dengan penegakan perundang-undangan, asumsi seperti ini sangat keliru, karena
hukum itu harus dilihat dalam satu sistem, yang menimbulkan interaksi tertentu
dalam berbagai unsur sistem hukum.
Sumber dari segala sumber hukum di negara kita adalah Pancasila. Pancasila
merupakan pandangan hidup, kesadaran, cita-cita hukum dan cita-cita moral yang
meliputi suasana kejiwaan serta watak bangsa Indonesia. Ketentuan hukum maupun
penegakan atau pelaksanaannya haruslah merupakan operasionalisasi dari nilai-nilai
Pancasila tersebut dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Penegakan hukum dengan memperhatikan kandungan nilai-nilai yang terdapat dalam
rumusan Pancasila, harus ditujukan untuk merealisasikan nilai-nilai tersebut dalam
realitas kehidupan nasional kita. Penegakan hukum dengan demikian dihadapkan
kepada persoalan bagaimana agar dalam penegakan hukum itu terpancar nilai-nilai
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan
Indonesia, dan Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan serta dengan mewujudkan suatu Keadilan Sosial bagi
Seluruh Rakyat Indonesia.
Penegakan hukum dilandasi oleh nilai etik, moral dan spritual yang memberi
keteguhan komitmen terhadap kedalam tugas hukum kita. Penegakan hukum, dengan
demikian tidak hanya sekadar menegakkan kebenaran formal, tetapi ditujukan untuk
mencari kebenaran materiil yang diharapkan dapat mendekati kebenaran yang
sifatnya hakiki. Tanggungjawab penegak hukum dengan demikian juga bertumpu
73
kepada sikap etis, moral dan spiritual. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa
penegakan hukum merupakan usaha untuk menegakkan norma-norma dan kaidah-
kaidah hukum sekaligus nilai-nilai yang ada di belakangnya. Aparat penegak hukum
hendaknya memahami benar-benar jiwa hukum yang mendasari peraturan hukum
yang harus ditegakkan, terkait dengan berbagai dinamika yang terjadi dalam proses
pembuatan perundang-undangan.
Penegakan hukum harus dilakukan oleh para penegak hukum dalam suatu
kerjasama yang baik dengan dibantu dan didukung oleh aparatur negara untuk turut
serta mengambil bagian dalam hal menjamin, memelihara, dan menyadari betapa
perlunya hukum itu berfungsi. Hukum dapat menjalankan tugasnya untuk
mempertahankan suatu ketertiban atau kedisiplinan pola yang ada, menjaga agar
setiap orang menjalankan perannya sebagaimana telah ditentukan dan diharapkan.120
Penegakan hukum (Law enforcement) merupakan bagian dari penerapan
hukum yang semestinya dapat berjalan selaras dengan kesadaran hukum masyarakat.
Kesadaran hukum masyarakat sangat dipengaruhi oleh rasa keadilan masyarakat.
Penegakan hukum pada dasarnya harus memperhatikan aspek-aspek yang
mempengaruhi upaya penegakan hukum tersebut, yaitu meliputi; Materi hukum
(peraturan /perundangan-undangan), aparat penegak hukum (hakim, jaksa, polisi, dan
lembaga pemasyarakatan), Sarana prasarana hukum, serta Budaya hukum. Budaya
hukum meliputi di dalamnya cita hukum masyarakat, kesadaran hukum masyarakat,
120
Soedjono D, 2002, Menegakan Hukum, Majalah Ikatan Alumni Fakultas Hukum UNIKA
Parahyangan, Bandung, hlm. 35.
74
dan etika profesi para aparat penegak hukum. Penegakan hukum tidak saja mencakup
Law enforcement, akan tetapi mencakup pula peace maintenance.121
Hal tersebut
disebabkan karena hakekat dari penegakan hukum merupakan proses penyerasian
antara nilai-nilai kaidah dan pola perilaku.
2. Teori Penegakan Hukum
Penegakan hukum merupakan pusat dari seluruh “aktivitas kehidupan” hukum
yang dimulai dari perencanaan hukum, pembentukan hukum, penegakan hukum dan
evaluasi hukum. Penegakan hukum pada hakikatnya merupakan interaksi antara
berbagai perilaku manusia yang mewakili kepentingan-kepentingan yang berbeda,
dalam bingkai aturan yang telah disepakati bersama. Penegakan hukum, oleh karena
itu tidak dapat semata-mata dianggap sebagai proses menerapkan hukum
sebagaimana pendapat kaum legalistik. Proses penegakan hukum mempunyai
dimensi yang lebih luas daripada pendapat penegakan hukum tersebut, karena dalam
penegakan hukum akan melibatkan dimensi perilaku manusia. Berangkat dari
pemahaman tersebut, maka kita dapat mengetahui bahwa masalah-masalah hukum
yang akan selalu menonjol adalah problema “law in action” bukan pada “law in the
books”.
Satjipto Rahardjo berpendapat, sejak hukum modern semakin bertumpu pada
dimensi bentuk yang menjadikannya formal dan prosedural, maka sejak itu pula
muncul perbedaan antara keadilan formal atau keadilan menurut hukum disatu pihak
121
Satjipto Rahardjo. 1983. Penegakan Hukum............,Op.Cit,. hlm. 120.
75
dan keadilan sejati atau keadilan substansial di pihak lain.122
Adanya dua macam
dimensi keadilan tersebut, maka kita dapat melihat bahwa dalam praktiknya, hukum
itu dapat digunakan untuk menyimpangi keadilan subsatansial. Penggunaan hukum
seperti diatas, tidak berarti melakukan pelanggaran hukum, melainkan semata-mata
menunjukkan bahwa hukum itu dapat digunakan untuk tujuan lain, selain mencapai
keadilan.123
Satjipto Raharjo berpendapat, progresivisme bertolak dari pandangan
kemanusiaan, bahwa manusia dasarnya adalah baik, memiliki kasih sayang serta
kepedulian terhadap sesama sebagai modal penting untuk membangun kehidupan
hukum dalam masyarakat.124
Berfikir secara progresif, menurut Satjipto Raharjo berarti harus berani keluar
dari mainstream pemikiran absolutisme hukum, kemudian menempatkan hukum
dalam posisi yang relative.125
Hukum dalam hal ini, harus diletakkan dalam
keseluruhan persoalan kemanusiaan. Bekerja berdasarkan pola pikir yang determinan
hukum memang perlu, namun itu bukanlah suatu yang mutlak dilakukan manakala
para ahli hukum berhadapan dengan suatu masalah yang jika menggunakan logika
hukum modern akan menciderai posisi kemanusiaan dan kebenaran.
Bekerja berdasarkan pola pikir hukum yang progresif (paradigma hukum
progresif), barang tentu berbeda dengan paradigma hukum positivis-praktis yang
selama ini diajarkan di perguruan tinggi. Paradigma hukum progresif melihat faktor
122
Ibid., hlm 121. 123
Ibid., 124
Ibid., hlm 122 125
Ibid.,
76
utama dalam hukum adalah manusua itu sendiri. Paradigma hukum positivistis
meyakini kebenaran hukum di atas manusia, manusia boleh dimarjinalkan asal
hukum tetap tegak. Paradigma hukum progresif berfikir bahwa justru hukumlah yang
boleh dimarjinalkan untuk mendukung eksistensialitas kemanusian, kebenaran dan
keadilan. Hukum progresif mengingatkan, bahwa dinamika hukum tidak kunjung
berhenti. Hukum terus menerus berada pada status membangun diri, dengan demikian
terjadinya perubahan sosial dengan didukung oleh social engineering by law yang
terencana, akan mewujudkan apa yang menjadi tujuan hukum progresif yaitu
kesejahteraan dan kebahagiaan manusia.126
Manusia perlu mendapatkan kehidupan
hukum yang beradab.
Berbicara mengenai hukum di Indonesia saat ini, maka hal pertama yang
tergambar mungkin ketidakadilan. Seorang yang mencuri buah dari kebun
tetangganya karena lapar harus dihukum kurungan penjara, sedangkan koruptor yang
merajalela di negara ini justru mendapatkan hukuman yang cukup ringan, bahkan ada
yang dibebaskan dan bisa menempati posisi yang berpengaruh terhadap kemajuan
dan perkembangan negara. Kasus yang lain seperti seorang maling ayam yang harus
dijatuhi hukuman kurungan penjara dalam hitungan Tahun. Hal tersebut sangat
berbeda dengan para pejabat pemerintah atau mereka yang mempunyai banyak uang
yang memang secara hukum terbukti bersalah, namun dengan mudahnya membeli
keadilan dan mempermainkan hukum sesuka mereka. Keduanya dalam kondisi yang
126
Soedjono D, 2002, Menegakan Hukum.............,Op.Cit,. hlm. 36.
77
sama namun dapat kita lihat bagaimanakah hukum itu berjalan dan dimanakah hukum
itu berlaku.
Contoh di atas adalah sebagian kecil dari hal-hal yang terjadi disekitar kita.
Hal tersebutlah yang akhirnya mungkin membuat orang-orang di negara ini akan
menggambarkan bahawa hukum negara kita tidak adil. Masyarakat pun sudah tidak
asing lagi dengan istilah bahwa “hukum Indonesia runcing kebawah tapi tumpul
keatas”. Pernyataan tersebut timbul bukan semata-mata karena ketidakadilan dalam
satu perkara. Beberapa kasus di atas adalah bukti yang jelas. Bagi mereka yang
mempunyai kekuasaan dan harta, hukum telihat begitu mudah untuk diatur. Mungkin
kita akan bertanya “apa penyebabnya?”. Begitu banyak penyebab permasalahan
sistem hukum di Indonesia, mulai dari sistem peradilannya, perangkat hukumnya, dan
masih banyak lagi. Penyebab utama yang menjadi sumber permasalahan bias jadi
karena ketidak konsistenan penegakan hukum.
Pengadilan yang merupakan representasi utama wajah penegakan hukum,
dituntut untuk mampu melahirkan tidak hanya kepastian hukum, melainkan pula
keadilan, kemanfaatan sosial dan pemberdayaan sosial melalui putusan-putusan
hakimnya. Kegagalan lembaga peradilan dalam mewujudkan tujuan telah mendorong
meningkatnya ketidakpercayaan masyarakat terhadap pranata hukum dan lembaga-
lembaga hukum. Salah satu permasalahan yang perlu mendapat perhatian kita semua,
adalah merosotnya rasa hormat masyarakat terhadap wibawa hukum. Bagaimanapun
juga masih banyak warga masyarakat yang tetap menghormati putusan-putusan yang
telah dibuat oleh pengadilan, meskipun demikian sah-sah saja kiranya apabila
78
masyarakat mempunyai penilaian tersendiri terhadap putusan tersebut. Adanya
penilaian dari masyarakat ini menunjukkan bahwa hukum/pengadilan tidak dapat
melepaskan diri dari struktur sosial masyarakatnya.
Hukum tidaklah steril dari perilaku-perilaku sosial lingkungannya. Wajar
kiranya apabila masyarakat mempunyai opini tersendiri setiap ada putusan pengadilan
yang dipandang bertentangan dengan nilai-nilai keadilan hidup yang tumbuh
ditengah-tengah masyarakat. Persoalannya tidak akan berhenti hanya sebatas
munculnya opini publik, melainkan berdampak sangat luas yaitu merosotnya citra
lembaga hukum di mata masyarakat. Kepercayan masyarakat akan luntur dan
mendorong munculnya kebingungan mengenai nilai-nilai mana yang benar dan mana
yang salah. Hakikat penegakan hukum itu mewujudkan nilai-nilai atau kaidah-kaidah
yang memuat keadilan dan kebenaran, penegakan hukum bukan hanya menjadi tugas
dari para penegak hukum yang sudah dikenal secara konvensional, tetapi menjadi
tugas dari setiap orang. Penegakan hukum merupakan suatu proses yang melibatkan
banyak hal. Soerjono Soekanto mengatakan bahwa agar hukum dapat berfungsi
dengan baik diperlukan keserasian dalam hubungan antara empat faktor, yakni
sebagai berikut:
a. Hukum atau peraturan itu sendiri. Kemungkinannya adalah bahwa terjadi
ketidakcocokan dalam peraturan perundang-undangan mengenai bidang
kehidupan tertentu. Kemungkinan lainnya adalah ketidakcocokan antara peraturan
perundang-undangan dengan hukum tidak tertulis atau hukum kebiasaan.
Kadangkala ada ketidakserasian antara hukum tercatat dengan hukum kebiasaan.
79
b. Mentalitas petugas yang menegakan hukum penegak hukum. Antara lain
mencakup hakim, polisi, jaksa, pembela, petugas pemasyarakatan, dan seterusnya.
Apabila peraturan perundang-undangan sudah baik, tetapi mental penegak hukum
kurang baik, maka akan terjadi gangguan pada sistem penegakan hukum.
c. Fasilitas yang diharapkan untuk mendukung pelaksanaan hukum. Kalau peraturan
perundang-undangan sudah baik dan juga mentalitas penegaknya juga baik, akan
tetapi fasilitas kurang memadai (dalam ukuran tertentu), maka penegakan hukum
tidak akan berjalan dengan semestinya.
d. Kesadaran hukum, kepatuhan hukum dan perilaku warga masyarakat.127
Cara atau prosedur pelaksanaan dalam proses penegakan hukum harus jelas
dan tegas serta mudah dimengerti agar pelaksanaannya tidak mengalami kesalah
pahaman dan keraguan dalam tata organisasi maupun kewenangan. Sistem
penegakkan hukum (yang baik) menyangkut penyerasian antara nilai dengan
substansi hukum serta prilaku nyata manusia, sehingga hakikat penegakkan itu
mewujudkan nilai-nilai atau kaidah-kaidah (substansi yang memuat keadilan dan
kebenaran). Menurut J.B.J.M, ten Berge, “tugas penegakan hukum tidak hanya
diletakkan di pundak Polisi, penegakkan hukum merupakan tugas dari semua subjek
hukum dalam masyarakat.128
Pemerintah meskipun demikian, dalam kaitannya
dengan hukum publik, adalah pihak yang paling bertanggung jawab melakukan
penegakan hukum. J.B.J.M. ten Berge menyebutkan beberapa aspek yang harus
diperhatikan atau dipertimbangkan dalam penegakan hukum, yaitu:
127
Soerjono Soekanto, 1983, Penegakan Hukum.............,Op.Cit. hlm 15. 128
Philipus M. Hadjon. 1993. Pengantar Hukum Perizinan. Yudika. Surabaya. hlm 386.
80
1. Suatu peraturan harus sedikit mungkin memberikan ruang bagi perbedaan
interpretasi;
2. Ketentuan perkecualian harus dibatasai secara minimal;
3. Peraturan harus sebanyak mungkin diarahkan pada kenyataan yang secara
obyektif dapat ditentukan;
4. Peraturan harus dapat dilaksanakan oleh meraka yang terkena peraturan itu dan
mereka yang dibebani dengan (tugas) penegakan (hukum).129
Penegakan hukum dalam setiap pelaksanaannya harus memperhatikan
keadilan, namun hukum itu tidak identik dengan keadilan, hukum itu bersifat umum,
mengikat setiap orang, bersifat menyamaratakan. Setiap orang yang mencuri harus
dihukum tanpa membeda-bedakan siapa yang mencuri. Keadilan bersifat subjektif,
individualistis dan tidak menyamaratakan.130
Adil bagi seseorang belum tentu
dirasakan adil bagi orang lain. Aristoteles dalam buah pikirannya “Ethica
Nicomacea” dan “Rhetorica” mengatakan, hukum mempunyai tugas yang suci, yakni
memberikan pada setiap orang apa yang berhak ia terima. Anggapan ini berdasarkan
etika dan berpendapat bahwa hukum bertugas hanya membuat adanya keadilan saja
(Ethische theorie).131
Anggapan semacam itu tidak mudah dipraktekkan, maklum
tidak mungkin orang membuat peraturan hukum sendiri bagi tiap-tiap manusia, sebab
apabila itu dilakukan maka maka tidak aka nada ujungnya. Hukum harus membuat
peraturan umum, kaedah hukum tidak diadakan untuk menyelesaikan suatu perkara
129
Ibid., 130
Sudikno Mertokusumo, 1993, “Bab-bab Tentang Penemuan Hukum”, Citra Aditya Bakti,
Yoyakarta. hlm. 2. 131
Ibid.,
81
tertentu. Kaedah hukum tidak menyebut suatu nama seseorang tertentu, kaedah
hukum hanya membuat suatu kualifikasi tertentu.132
3. Sanksi Dalam Hukum Administrasi Negara
Penggunaan Sanksi Administrasi Negara dalam Hukum Administrasi Negara
merupakan penerapan kewenangan pemerintahan, di mana kewenangan ini berasal
dari aturan hukum administrasi tertulis dan tidak tertulis. Pada umumnya,
memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk menetapkan norma-norma hukum
administrasi tertentu, diiringi pula dengan memberikan kewenangan untuk
menegakkan norma-norma itu melalui penerapan sanksi bagi mereka yang melanggar
norma-norma hukum administrasi tersebut. J.J. Oosternbrink mengatakan bahwa,
sanksi administrasi adalah sanksi yang muncul dari hubungan antara pemerintah
dengan warga negara dan yang dilaksanakan tanpa perantara kekuasaan peradilan.
Hal itu dapat secara langsung dilaksanakan oleh administrasi sendiri, serta ketika
warga negara melalaikan kewajiban yang timbul dalam hubungan hukum
administrasi, pihak lawan (pemerintah) dapat mengenakan sanksi tanpa perantara
hakim.133
Pernyataan tersebut memiliki arti bahwa penerapan sanksi adminsitratif,
pada dasarnya tanpa perantara hakim, namun dalam beberapa hal ada pula sanksi
administratif yang harus melalui proses peradilan.
132
Ichtiar. 1962. Pengantar Dalam Hukum Indonesia. Balai Buku. Jakarta. hlm. 24-28. 133
J.J. Oostenbrink. Administratief Sancties. Uitgeverij Vuga, s-Gravenhage, tt. (Ebook
Terjemahan) hlm 8.
82
Menurut P de Haan dkk, ”dalam HAN, penggunaan sanksi administrasi
merupakan penerapan kewenangan pemerintahan, di mana kewenangan ini berasal
dari aturan hukum administrasi tertulis dan tidak tertulis.134
JJ.Oosternbrink
berpendapat sanksi administratif adalah, sanksi yang muncul dari hubungan antara
pemerintah dan warga negara yang dilaksanakan tanpa perantara pihak ketiga
(kekuasaan peradilan), tetapi dapat secara langsung dilaksanakan oleh administrasi
sendiri.135
Sanksi dalam Hukum Administrasi Negara ditinjau dari segi sasarannya,
dikenal dua jenis yaitu sanksi reparatoir (reparatoire sancties) dan sanksi punitif
(punitieve sancties). Sanksi reparatoir memiliki arti sanksi yang diterapkan sebagai
reaksi atas pelanggaran norma, yang ditujukan untuk mengembalikan pada kondisi
semula atau menempatkan pada situasi yang sesuai dengan hukum (legale situatie).
Sanksi dengan kata lain, mengembalikan pada kondisi semula sebelum terjadinya
pelanggaran), sedangkan sanksi punitif adalah sanksi yang semata-mata ditujukan
untuk memberikan hukuman (staffen) pada seseorang. Contoh dari sanksi reparatoir
adalah paksaan pemerintah (bestuurdwang) dan pengenaan uang paksa (dwangsom),
sedangkan contoh dari sanksi punitif adalah pengenaan denda administrasi
(bestuurboete).
J.B.J.M ten Berge mengatakan di samping sanksi reparatoir dan punitif, ada
sanksi lain yang disebut sebagai sanksi regresif (regresieve sancties), yaitu sanksi
yang diterapkan sebagai reaksi atas ketidak patuhan terhadap ketentuan-ketentuan
134
Ibid., hlm 8. 135
Ibid.,
83
yang terdapat pada ketetapan yang diterbitkan. Sanksi ini ditujukan pada keadaan
hukum semula, sebelum diterbitkannya ketetapan.136
Seiring dengan luasnya ruang
lingkup dan keragaman bidang urusan pemerintahan yang masing-masing bidang itu
diatur dengan peraturan tersendiri, macam dan jenis sanksi dalam rangka penegakan
peraturan itu menjadi beragam. Pada umumnya macam-macam dan jenis sanksi itu
dicantumkan dan ditentukan secara tegas dalam peraturan perundang-undangan
bidang administrasi tertentu. Macam-macam sanksi dalam Hukum Administrasi
aadalah; Bestuursdwang (paksaan pemerintahan), penarikan kembali keputusan
(ketetapan) yang menguntungkan, pengenaan denda administratif, dan pengenaan
uang paksa oleh pemerintah (dwangsom).
a. Paksaan Pemerintahan (Bestuursdwang)
Paksaan pemerintahan merupakan tindakan nyata yang dilakukan organ
pemerintah atau atas nama pemerintah untuk memindahkan, mengosongkan,
menghalang-halangi, memperbaiki pada keadaan semula apa yang telah dilakukan
atau sedang dilakukan yang bertentangan dengan kewajiban-kewajiban yang
ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Contoh Undang-Undang Nomor 51
Tahun 1961 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa ijin yang Berhak atau
Kuasanya. Bestuursdwang merupakan Kewenangan Bebas, artinya pemerintah diberi
kebebasan untuk mempertimbangkan menurut inisiatifnya sendiri apakah
136
Philipus M. Hadjon. 1993. Pengantar Hukum Perizinan...........,Op.Cit. hlm 391.
84
menggunakan Bestuursdwang atau tidak atau bahkan menerapkan sanksi yang
lainnya.
Paksaan pemerintahan harus memperhatikan ketentuan Hukum yang berlaku,
baik Hukum tertulis maupun tidak tertulis, yaitu asas-asas pemerintahan yang layak
seperti asas kecermatan, asas keseimbangan, asas kepastian hukum dan lain-lain.
Contoh Pelanggaran yang tidak bersifat substansial, seseorang mendirikan rumah
tinggal di daerah pemukiman, tanpa IMB. Pemerintah tidak sepatutnya langsung
menggunakan paksaan pemerintahan, dengan membongkar rumah tersebut, karena
masih dapat dilakukan legalisasi, dengan cara memerintahkan kepada pemilik rumah
untuk mengurus IMB. Apabila perintah mengurus IMB tidak dilaksanakan maka
pemerintah dapat menerapkan Bestuursdwang, yaitu pembongkaran. Contoh
Pelanggaran yang bersifat substansial, misalkan pada pengusaha yang membangun
industri di daerah pemukiman penduduk, yang berarti mendirikan bangunan tidak
sesuai dengan RT/RW yang ditetapkan pemerintah, maka pemerintah dapat langsung
menerapkan Bestuursdwang.
Peringatan yang mendahului Bestuursdwang, hal ini dapat dilihat pada
pelaksanaan Bestuursdwang di mana wajib didahului dengan suatu peringatan
tertulis, yang dituangkan dalam bentuk Ketetapan Tata Usaha Negara. Isi peringatan
tertulis ini biasanya meliputi hal-hal sebagai berikut, Peringatan harus definitif, Organ
yang berwenang harus disebut, Peringatan harus ditujukan kepada orang yang tepat,
Ketentuan yang dilanggar jelas, Pelanggaran nyata harus digambarkan dengan jelas,
Memuat penentuan jangka waktu, Pemberian beban jelas dan seimbang, Pemberian
85
beban tanpa syarat, Beban mengandung pemberian alasannya, Peringatan memuat
berita tentang pembebanan biaya.
b. Penarikan Kembali Keputusan (Ketetapan) Yang Menguntungkan
Penarikan kembali Ketetapan Tata Usaha Negara yang menguntungkan,
dilakukan dengan mengeluarkan suatu ketetapan baru yang isinya menarik kembali
dan/atau menyatakan tidak berlaku lagi ketetapan yang terdahulu. Hal tersebut
diterapkan jika terjadi pelanggaran terhadap peraturan atau syarat-syarat yang
dilekatkan pada penetapan tertulis yang telah diberikan, juga dapat terjadi
pelanggaran undang-undang yang berkaitan dengan izin yang dipegang oleh si
pelanggar. Penarikan kembali ketetapan ini menimbulkan persoalan yuridis, karena di
dalam HAN terdapat asas het vermoeden van rechtmatigheid atau presumtio justea
causa, yaitu bahwa pada asasnya setiap ketetapan yang dikeluarkan oleh Badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara dianggap benar menurut hukum. Ketetapan Tata Usaha
Negara yang sudah dikeluarkan itu pada dasarnya tidak untuk dicabut kembali,
sampai dibuktikan sebaliknya oleh hakim di pengadilan. Kaidah HAN memberikan
kemungkinan untuk mencabut Ketetapan Tata Usaha Negara yang menguntungkan
sebagai akibat dari kesalahan si penerima Ketetapan Tata Usaha Negara sehingga
pencabutannya merupakan sanksi baginya.
Sebab-sebab Pencabutan Ketetapan Tata Usaha Negara sebagai sanksi ini
terjadi, apabila yang berkepentingan tidak mematuhi pembatasan-pembatasan, syarat-
syarat atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang dikaitkan pada izin,
subsidi, atau pembayaran. Apabila yang berkepentingan pada waktu mengajukan
86
permohonan untuk mendapat izin, subsidi, atau pembayaran telah memberikan data
yang sedemikian tidak benar atau tidak lengkap, hingga apabila data itu diberikan
secara benar atau lengkap, maka keputusan akan berlainan misalnya penolakan izin.
c. Pengenaan Uang Paksa (Dwangsom)
Uang paksa sebagai hukuman atau denda, jumlahnya berdasarkan syarat
dalam perjanjian, yang harus dibayar karena tidak menunaikan, tidak sempurna
melaksanakan atau tidak sesuai waktu yang ditentukan, dalam hal ini berbeda dengan
biaya ganti kerugian, kerusakan, dan pembayaran bunga. Menurut hukum
administrasi, pengenaan uang paksa ini dapat dikenakan kepada seseorang atau warga
negara yang tidak mematuhi atau melanggar ketentuan yang ditetapkan oleh
pemerintah sebagai alternatif dari tindakan paksaan pemerintahan
d. Pengenaan Denda Administratif
Pendapat P de Haan DKK menyatakan bahwa, terdapat perbedaan dalam hal
pengenaan denda administratif ini, yaitu bahwa berbeda dengan pengenaan uang
paksa yang ditujukan untuk mendapatkan situasi konkret yang sesuai dengan norma,
denda administrasi tidak lebih dari sekedar reaksi terhadap pelanggaran norma, yang
ditujukan untuk menambah hukuman yang pasti.137
Pemerintah dalam menegakan
sanksi ini, harus tetap memperhatikan asas-asas hukum administrasi, baik tertulis
maupun tidak tertulis.
137
J.J. Oostenbrink. Administratief Sancties. ...........,Op.Cit. hlm 9.
87
BAB III
METODE PENELITIAN
1. Metode Pendekatan
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan yuridis
sosiologis. Metode kualitatif menurut Bosdan dan Taylor, bahwa metode kualitatif
adalah sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-
88
kata, tertulis ataupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.138
Penulis memilih penelitian kualitatif didasarkan pada alasan bahwa; (1) hukum dalam
penelitian ini diartikan sebagai makna-makna simbolik sebagaimana
termanifestasikan dan tersimak dalam dan dari aksi-aksi serta interaksi warga
masyarakat;139
(2) agar dapat mengungkap dan mendapatkan makna yang mendalam
dan rinci terhadap obyek penelitian dari informan,140
dalam hal ini adalah makna-
makna tentang penegakan hukum disiplin berat bagi PNS di Pemkot Bandung.
Penelitian ini menggunakan metode secara yuridis sosiologis, yakni suatu
penelitian yang mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dengan lembaga-
lembaga sosial lainya. Studi terhadap hukum sebagai sebuah kenyataan (Law In
Action) merupakan ilmu sosial yang doktrinal dan bersifat empiris. Langkah-langkah
dan desain-desain teknis penelitian hukum yang sosiologis mengikuti pola penelitian
ilmu-ilmu sosial, khususnya sosiologi, oleh karena itu penelitian ini disebut sebagai
penelitian yang sosiologis atau social legal research. Pengertian social legal research
adalah pendekatan yang mengkonstruksikan hukum sebagai refleksi kehidupan
masyarakat itu sendiri yang menekankan pada pencarian-pencarian, keajegan-
keajegan empirik dengan konsekuensi mengacu pada hukum tertulis juga melakukan
138
Idi Subandy Ibrahim, 2004, Dari Nalar Keterasingan Menuju Nalar Pencerahan, Jalasutra,
Yogyakarta, hlm. 170. 139
Sutandyo Wignyosoebroto, 2006, Keragaman Dalam Konsep Hukum, Tipe Kajian dan
Metode Penelitiannya, Makalah Lokakarya, Yayasan Dewi Sartika, Semarang, hlm. 2. 140
Sanapiah Faesal, 1990, Penelitian Kualitatif, Dasar-Dasar dan Aplikasinya, Yayasan Asih
Asah Asuh (Y A3), Malang, hlm. 21-22.
89
observasi terhadap tingkah laku yang benar-benar terjadi.141
Pendekatan ini utamanya
mempelajari dan meneliti mengenai hukum dan pelaksanaannya (law in action),142
dalam hal ini adalah proses serta faktor yang mempengaruhi penegakan hukuman
disiplin berat bagi PNS di Pemkot Bandung.
2. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian dalam penelitian ini adalah deskriptif yaitu suatu
penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu
individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran
suatu gajala, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala
dengan gejala lain dalam masyarakat.143
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh
gambaran tentang penegakan hukuman disiplin berat Pegawai Negeri Sipil di
Wilayah Pemerintahan Kota Bandung serta faktor apakah yang menjadi
hambatannya. Soerjono Soekanto berpendapat, bahwa penelitian deskriptif bukan
semata-mata untuk mengungkapkan atau menggambarkan kesesuaian perundang-
undangan dalam realita kehidupan masyarakat belaka, tetapi juga untuk memahami
pelaksanaan peraturan perundang-undangan tersebut, berlandaskan pada peraturan
hukum dan memahami apa yang menjadi latar belakang dari pelaksanaan tersebut.144
141
Lexy J. Moleong, 1991, Metode Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosada Karya, Bandung.
hlm. 4. 142
Ronny Hanitijo Soemitro, 1992, Metode Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm.
34-35. 143
Amirrudin dan Zainal Asikin, 2006, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta, hlm. 25. 144
Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit Universitas Indonesia,
Jakarta, hlm. 250.
90
3. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan Pada Pemerintahan Kota Bandung serta Badan
Kepegawaian Daerah Propinsi Jawa barat dikarenakan data-data mengenai
kepegawaian yang bersumber dari Pemerintahan Kota Bandung berada di Badan
Kepegawaian Daerah Provinsi Jawa Barat, sehingga layak untuk menjadi tempat
penelitian.
4. Informan Penelitian
Informan dalam penelitian ini, adalah orang yang dimanfaatkan untuk
memberikan informasi tentang situasi dan latar belakang penelitian. Informan harus
benar-benar mengetahui dan memiliki data-data yang di butuhkan peneliti terkait
dengan objek yang diteliti secara sukarela. Informan dalam penelitian ini adalah
Pejabat Pemerintahan Kota Bandung yang berwenang dan mengetahui data dan
informasi yang dibutuhkan peneliti, serta Kepala Badan Kepegawaian Daerah beserta
jajarannya yang berwenang, mengingat data-data mengenai kepegawaian secara
umum berada di Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Jawa Barat.
5. Metode Penentuan Informan Sasaran
Konsep informan berkaitan dengan bagaimana memilih informan atau situasi
sosial tertentu yang dapat memberikan informasi yang terpercaya mengenai elemen-
elemen yang ada (karakteristik elemen-elemen yang tercakup dalam fokus atau topik
91
penelitian).145
Informan sasaran dalam penelitian ini dipilih dengan cara purpose
sampling atau criterian based selection yang diikuti oleh Snowball Sampling.146
Pengertian metode purpose sampling itu sendiri adalah pemilihan sekelompok subjek
atas ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang
erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya.147
Penelitian dengan menggunakan purposive sampling maka cenderung memilih nara
sumber yang dianggap tahu dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang
mantap dan mengetahui secara mendalam. Pengertian metode snowball sampling,
yaitu suatu metode untuk memilih sampel atau responden dimana dipilih berdasarkan
pada suatu penunjukan atau rekomendasi sebelumnya.148
Snowball sampling hanya
mungkin diterapkan terhadap populasi yang jumlahnya tidak lebih dari seratus
orang.149
Berdasarkan kepada fokus kajian yang dilaksanakan dalam penelitian ini,
maka informan yang dikaji adalah:
1. Kepala Bagian Tata Usaha Sekda Kota Bandung Provinsi Jawa Barat.
2. Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kota Bandung.
3. Kepala Sub Bagian Umum dan Kepegawaian BKD.
Informan penelitian sebagaimana tersebut di atas bukan hal yang limitatif,
mengingat Metode snowball sampling dalam bekerjanya ibarat seperti bola salju yang
145
Sanapiah Faisal, 1990, Penelitian Kualitatif, Dasar-Dasar dan Aplikasinya.............,Op.Cit.,
hlm 56. 146
H.B Sutopo, 1988, Suatu Pengantar Kualitatif, DasarTeori dan Praktek, Pusat Penelitian
UNS, Surakarta, hlm. 22. 147
Amirrudin dan Zainal Asikin, 2010, Pengantar Metode Pnenelitian Hukum, Rajawali Press,
Jakarta, hlm. 106. 148
Burhan Ashshofa, 2004, Metode penelitian Hukum, PT. Rineka Cipta, Jakarta hlm. 89. 149
Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum.............,Op.Cit., hlm,. 197.
92
menggelinding akan semakin besar, dalam hal ini berarti informasi yang akan
diperoleh peneliti akan semakin luas, penentuan informan sasaran dalam penelitian
ini harus diperhatikan dan dipertimbangkan dengan baik dan teliti. Hal tersebut
dimaksudkan agar dapat mewakili seluruh informan dan dapat memberikan data yang
relevan, yang mempunyai hubungan atau korelasi dengan judul peneliti, yaitu tentang
penegakan hukuman disiplin berat bagi Pegawai Negeri Sipil di Pemerintahan Kota
Bandung Propinsi Jawa Barat.
6. Jenis dan Sumber Data
a. Data Primer, yaitu data utama yang diperoleh secara langsung dari objek
penelitian pada instansi yang bersangkutan dengan masalah yang di teliti yaitu,
pada Pemerintahan Kota Bandung dan Badan Kepegawaian Daerah Kota
Bandung Propinsi Jawa Barat.
b. Data Sekunder, yaitu data penunjang data primer yang bersumber dari peraturan
perundang-undangan, dokumen-dokumen serta kepustakaan yang berkaitan
dengan masalah yang diteliti atau yang sesuai dengan objek kajian.
Data Sekunder yang diperoleh dari proses dokumentasi berupa data tertulis
ataupun film bersumber dari dokumen resmi yang ada di Pemerintahan Kota
Bandung, berupa artikel ilmiah, jurnal ilmiah, hasil-hasil penelitian, serta pertemuan
ilmiah atau lokakarya yang berkaitan dengan masalah yang diteliti atau yang sesuai
dengan objek kajian.
93
7. Metode Pengumpulan Data dan Instrumen yang Digunakan
Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan
metode sebagai berikut:
a. Metode Wawancara(interview)
Wawancara (interview) adalah teknik percakapan dengan maksud tertentu
yang dilakukan oleh dua pihak, yakni pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan
yang diwawancarai yang memberikan jawaban.150
Teknik wawancara yang dipilih
adalah dalam bentuk, ”wawancara terstruktur” dan ”wawancara tak terstruktur”.
Wawancara terstruktur adalah wawancara dimana peneliti menetapkan sendiri
masalah dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Wawancara tak terstruktur adalah
wawancara dimana peneliti mengajukan pertanyaan secara lebih bebas dan leluasa
tanpa terikat oleh susunan pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya.151
b. Metode Kepustakaan
Salah satu cara pengumpulan data dengan melakukan studi dokumen, berupa
mempelajari buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan, karya ilmiah serta
dokumen-dokumen yang berkaitan dengan masalah yang diteliti atau yang sesuai
dengan objek kajian. Studi literature atau dokumen akan bermanfaat membangun
kerangka berfikir dari pembahasan penelitian ini. Peneliti dalam penelitian ini,
merupakan instrument utama, artinya peneliti sendiri yang terjun langsung ke tempat
150
Lexy J, Moleong, 1991, Metode Penelitian Kualitatif............,Op.Cit., hlm 135. 151
S. Nasution, 1996, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, Rekasarasin, Yogyakarta, hlm.
72.
94
penelitian, selaku tangan pertama dan tidak digunakan tenaga peneliti lainya.152
Selain hal tersebut, digunakan pula instrument bantu lainya sesuai dengan teknik
pengumpulan data sebagaimana disebut di atas. Adapun instrumen bantu yang
digunakan berupa pedoman wawancara, tipe recorder, blangko hasil wawancara,
serta blangko dokumentasi dan sebagainya. Dipilihnya berbagai Jenis instrumen
penelitian di atas didasarkan pada alas an, bahwa bentuk data atau informasi yang
diteliti tidak dapat ditentukan lebih dahulu dan selalu berkembang sepanjang
penelitian berlangsung.
8. Metode Pengolahan Data
Data yang telah terkumpul diolah dengan menggunakan:
a. Reduksi Data
Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi yang muncul dari catatan tertulis di
lapangan, oleh karenanya reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang
menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan
mengorganisasi data sedemikian rupa. Pada tahap reduksi data, data dirangkum,
dipilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting dicari tema dan
polanya.153
b. Kategorisasi Data
152
Sanapiah Faesal, 1990, Penelitian Kualitatif, Dasar-Dasar dan Aplikasinya............,Op.Cit.,
hlm 158. 153
Soegiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, CV Alfabeta, Bandung, hlm.
92.
95
Display data merupakan cara analisis data lapangan dengan membuat berbagai
macam matriks, grafik, network dan chart, agar dapat diperoleh gambaran
keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari data penelitian. Peneliti pada langkah ini
menyusun data yang relevan sehingga dapat menjadi informasi yang disimpulkan,
dan memiliki makna tertentu. Kemudian tahap berikutnya adalah tahap penarikan
kesimpulan yang merupakan konklusi akhir dari tahapan analisis.154
Tahap pengolahan data kemudian memasuki tahap kategorisasi data.
Kategorisasi data adalah upaya memilah-milah setiap satuan ke dalam bagian-bagian
yang memiliki kesamaan.155
Kategori tidak lain adalah suatu tumpukan dari
seperangkat tumpukan yang disusun atas dasar pikiran, intuisi, pendapat, atau kriteria
tertentu. Kategorisasi yaitu, dengan mengelompokan kartu-kartu yang telah dibuat
kedalam bagian-bagian isi yang secara jelas berkaitan, kemudian merumuskan aturan
yang menguraikan kawasan kategori dan juga sebagai dasar untuk pemeriksaan
keabsahan data, serta menjaga agar setiap kategori yang telah disusun satu dengan
lain mengikuti prinsip taat asas.
9. Keabsahan Data
Teknik untuk mengecek keabsahan data dalam penelitian ini dengan
menggunakan teknik triangulasi, dimana pengertian triangulasi adalah teknik
pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain dalam
154
Ibid., hlm. 99. 155
Lexy J. Moleong, 1991, Metode Penelitian Kualitatif .............,Op.Cit., hlm
96
membandingkan hasil wawancara terhadap objek penelitian.156
Triangulasi selain
digunakan untuk mengecek kebenaran data juga dilakukan untuk memperkaya
data.157
Triangulasi menurut Lexy J. Moleong ada 4 (empat) yaitu dengan
pemeriksaan, memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik dan teori.
Peneliti pada penelitian ini, hanya menggunakan teknik pemeriksaan dengan
memanfaatkan sumber. Triangulasi dengan sumber artnya membandingkan dan
mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi, yang diperoleh melalui waktu
dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif. Adapun untuk mencapai
kepercayaan itu, maka ditempuh langkah sebagai berikut:
a. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian
dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu.
b. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan pendapat dan
pandangan masyarakat dari berbagai kelas; dan
c. Membandingkan hasil wawancara degan isi suatu dokumen yang berkaitan.158
Triangulasi pada hakikatnya merupakan pendekatan multimode, yang
dilakukan peneliti pada saat mengumpulkan dan menganalisi data. Ide dasarnya
adalah bahwa fenomena yang diteliti dapat dipahami dengan baik, sehingga diperoleh
kebenaran tingkat tinggi jika didekati dari berbagai sudut pandang. Memotret
fenomena tunggal dari sudut pandang yang berbeda-beda, memungkinkan diperoleh
tingkat kebenaran yang handal. Triangulasi ialah usaha mengecek kebenaran data
atau informasi yang diperoleh peneliti dari berbagai sudut pandang yang berbeda
156
Ibid., hlm. 330. 157
S. Nasution, 1996, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif ............,Op.Cit., hlm 158
Lexy J. Moleong, Loc.Cit.
97
dengan cara mengurangi sebanyak mungin bias yang terjadi pada saat pengumpulan
dan analisis data.159
10. Metode Penyajian Data
Data yang diperoleha disajikan dalam bentuk teks naratif yang disusun secara
sistematis. Sistematis maksudnya adalah keseluruhan data primer yang diperoleh,
dihubungkan dengan data sekunder yang didapat serta dihubungkan satu dengan
lainya, dengan pokok permasalahan yang diteliti sehingga merupakan satu kesatuan
yang utuh. Penyajian data selain menggunakan teks naratif, juga menggunakan
matriks data.
11. Metode Analisis Data
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yaitu menguraikan data secara
bermutu, dalam bentuk kalimat yang teratur, runtun, logis, tidak tumpang tindih dan
efektif, kemudian dilakukan pembahasan. Analisis kualitatif ditujukan pada data yang
bersifat kualitatif, dengan cara menjabarkan dan menginterpretasikan data yang
berdasarkan pada teori hukum, doktrin hukum dan norma-norma hukum. Analisis ini
difokuskan dengan menggunakan metode analisis konten (content analysis method)
dan metode analisis perbandingan (comparative analysis method).
Content analysis menurut Noeng Muhadjir merupakan analisis ilmiah tentang
isi pesan suatu komunikasi.160
Secara teknis content analysis mencakup upaya: a)
159
Mudjia Rahardjo, Triangulasi dalam Penelitian Kualitatif, (15 Oktober 2010),
www.mudjiarahardjo.com, diakses 4 Januari 2012.
98
klasifikasi tanda-tanda yang dipakai dalam komunikasi, b) menggunakan kriteria
sebagai dasar klasifikasi, dan c) menggunakan teknik analisis tertentu sebagai
pembuat prediksi.161
Content analysis digunakan untuk mengungkap isi dari suatu
data baik hasil wawancara, dokumentasi/kepustakaan maupun data sekunder, dimana
di dalamnya ditemukan suatu tema yang berkaitan dengan masalah yang terisi.
Comparative analysis method menurut Soerjono Soekanto adalah the comparison of
method societies an institutions for the discoveof associations and correlations.162
Comparative analysis digunakan untuk membandingkan antara data yang satu dengan
yang lainya sehingga ditemukan kelemahan maupun keunggulannya.
Teknik analisis dilakukan dengan cara theoretical interpretation, yaitu suatu
analisis dengan cara mendialogkan antara data satu pihak, dengan teori hukum,
doktrin hukum dan norma hukum dilain pihak. Berdasarkan dialog yang demikian,
diharapkan pengambilan keputusan yang menyimpang sekecil mungkin dapat
dihindari, disamping itu dalam analisis ini digunakan metode penafsiran hukum,
terutama penafsiran analogi dan penafsiran gramatikal dalam mengungkapkan
makna-makna yang tersembunyi dalam suatu penelitian.
160
Noeng Muhadjir, 1996, Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi III, Rake Sarasin, Yogyakarta,
hlm, 49. 161
Ibid., 162
Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum............,Op.Cit., hlm., 49.
99
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Data Penelitian
1. Gambaran Umum BKD Kota Bandung
Sejalan dengan perkembangan situasi dan kondisi pemerintahan yang
mengalami perubahan paradigma, dimana Pemerintah Daerah diberikan otonomi
daerah yang seluas-luasnya untuk mengatur rumah tangganya sendiri yang ditandai
dengan terbitnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dan telah diperbaharui
dengan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Hal ini
tentu berimplikasi juga terhadap urusan-urusan kepegawaian, maka terbitlah Undang-
undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 8
Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian. Dalam undang-undang yang baru
tersebut memuat aturan mengenai penyelenggaraan kebijakan manajemen Pegawai
100
Negeri Sipil secara nasional dilaksanakan oleh Badan Kepegawaian
Negara.Sedangkan untuk pelaksanaan manajemen Pegawai Negeri Sipil di daerah
dilaksanakan oleh Badan Kepegawaian Daerah. Berkaitan dengan hal tersebut,
terbitlah Keputusan Presiden Nomor 159 Tahun 2000 tentang Pedoman Pembentukan
Badan Kepegawaian Daerah yang menjadi dasar perubahan bentuk organisasi yang
mengurus kepegawaian dari Bagian Kepegawaian menjadi Badan Kepegawaian
Daerah.
Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kota Bandung dibentuk berdasarkan
Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2007 Tentang Pembentukan Lembaga Teknis
Daerah. Lembaga Teknis Daerah yang dibentuk dengan Peraturan Daerah
sebagaimana dimaksud terdiri dari :
1. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah;
2. Badan Kepegawaian Daerah;
3. Badan Kesatuan Bangsa, Perlindungan dan Pemberdayaan Masyarakat;
4. Badan Pengelola Lingkungan Hidup;
5. Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana;
6. Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perijinan Terpadu;
7. Badan Komunikasi dan Informatika;
8. Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah;
9. Kantor Pengelolaan Pemakaman.
Lembaga Teknis Daerah merupakan unsur pendukung tugas Kepala Daerah
yang masing-masing dipimpin oleh seorang Kepala yang berada di bawah dan
101
bertanggung jawab kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah. Pembentukan BKD
mengacu kepada kebijakan Pemerintah Pusat, yaitu Undang-Undang Nomor 43
Tahun 1999 Pasal 34 A ayat (1) yaitu:
“Untuk kelancaran pelaksanaan Manajemen Pegawai Negeri Sipil, dibentuk
Badan Kepegawaian Daerah dan yang dimaksud Pasal 34 A tersebut bahwa
Badan Kepegawaian Daerah adalah Perangkat Daerah yang dibentuk oleh
Kepala Daerah.”
Kemudian Keputusan Presiden RI. Nomor 159 Tahun 2000 Tentang
Pedoman Pembentukan Badan Kepegawaian Daerah menyebutkan beberapa Tugas,
Pokok dan Fungsi BKD adalah menyelenggarakan manajemen Pegawai Negeri Sipil
(PNS) yang mencakup: perencanaan, pengembangan kualitas Sumber Daya Manusia
(SDM) Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan administrasi kepegawaian, pengawasan dan
pengendalian, penyelenggaraan dan pemeliharaan informasi kepegawaian,
mendukung perumusan kebijaksanaan kesejahteraan PNS serta memberikan
bimbingan teknis kepada unit organisasi yang menangani kepegawaian pada
Dinas/Badan/Lembaga di Daerah.
Secara kelembagaan, Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kota Bandung
mempunyai persamaan dengan BKD yang terdapat di Kabupaten/Kota lainnya,
namun mempunyai perbedaan dalam Struktur Bidang yang disebabkan oleh adanya
kebutuhan organisasi pemerintahan, diantaranya mempunyai karakteristik yang
berbeda dalam sisi penekanan Tugas Pokok dan Fungsi (TUPOKSI). Tugas Pokok
tersebut adalah melaksanakan sebagian kewenangan daerah di bidang manajemen
kepegawaian meliputi perencanaan dan kesejahteraan pegawai, pengembangan karier
102
pegawai, mutasi pegawai, pendidikan dan pelatihan. Untuk melaksanakan tugas
pokok sebagaimana dimaksud, Badan Kepegawaian Daerah mempunyai fungsi;
1. Perumusan kebijakan teknis bidang manajemen kepegawaian;
2. Pelaksanaan pengelolaan perencanaan dan kesejahteraan pegawai,
pengembangan karier pegawai, mutasi kepegawaian, pendidikan dan pelatihan
pegawai;
3. Pelaksanaan pelayanan teknis Ketatausahaan Badan.
Badan Kepegawaian Daerah Kota Bandung Tahun 2009-2013 mempunyai
Visi “Badan Kepegawaian Daerah sebagai Lembaga Aparatur yang Adaptif, Inovatif
dan Akomodatif”. Adapun maknanya adalah sebagai berikut :
1. Adaptif : Menyesuaikan kepada pedoman, standar dan prosedur yang telah
ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
2. Inovatif : Memiliki kemampuan untuk menciptakan program/model yang
mendukung peningkatan administrasi dan manajemen kepegawaian berdasarkan
peraturan perundangan yang berlaku.
3. Akomodatif : Dapat menyelaraskan/mensinkronisasi kebijakan-kebijakan yang
berkaitan dengan peraturan kepegawaian yang ditetapkan oleh pemerintah pusat/
pemerintah provinsi dengan muatan lokal.
Sedangkan Misi Badan Kepegawaian Daerah, yaitu sebagai berikut :
1. Peningkatan pelayanan administrasi kepegawaian yang transparan dan akuntabel.
2. Peningkatan kualitas Sumber Daya Aparatur.
3. Penyajian data kepegawaian yang apresiatif.
103
4. Pembangunan dan Pengembangan Model Assesment Centre dalam rangka
penempatan dalam jabatan struktural dan fungsional.
Tujuan dan sasaran yang akan dicapai oleh BKD adalah sebagai berikut :
1. Tujuan
a. Terwujudnya pelayanan administrasi kepegawaian yang tepat waktu dan tepat
sasaran;
b. Terpenuhinya kesejahteraan pegawai yang sesuai norma dan standar;
c. Terwujudnya Sumber Daya Aparatur yang kompeten melalui lembaga
aparatur yang adatif, inovatif, dan akomodatif;
d. Terwujudnya aparatur yang cerdas intelektual, emosional, dan spiritual;
e. Terwujudnya Penyajian Informasi Data Kepegawaian yang akurat dan
termutakhirkan;
f. Terpenuhinya pejabat struktural dan fungsional berdasarkan kompetensi.
2. Sasaran
a. Tercapainya pelayanan administrasi kepegawaian tepat waktu dan tepat
sasaran;
b. Meningkatnya kesejahteraan pegawai;
c. Meningkatnya kualitas dan kompetensi sumber daya aparatur;
d. Meningkatnya aparatur yang cerdas intelektual, emosional, dan spiritual;
e. Tersedianya informasi data kepegawaian yang akurat dan termutakhirkan;
f. Tercapainya pejabat struktural dan fungsional berdasarkan kompetensi.
104
Struktur organisasi Badan Kepegawaian Daerah kota Bandung merupakan
organisasi garis, fungsional dan staf jenjang manajemen yang meliputi unsur
pimpinan/kepala badan, sub bagian dan unsur pelaksana. Susunan Organisasi Badan
Kepegawaian Daerah kota Bandung terdiri dari :
1. Kepala Badan;
2. Sekretariat, membawahkan:
a. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian.
b. Sub Bagian Keuangan dan Program.
3. Bidang Perencanaan dan Kesejahteraan Pegawai, membawahkan:
a. Sub Bidang Informasi Data dan Perencanaan Kepegawaian.
b. Sub Bidang Kesejahteraan Pegawai.
4. Bidang Pengembangan Karier Pegawai, membawahkan:
a. Sub Bidang Analisa Pengembangan Karier.
b. Sub Bidang Analisa Kompetensi dan Penempatan.
5. Bidang Mutasi Kepegawaian, membawahkan:
a. Sub Bidang Mutasi Kepegawaian Fungsional.
b. Sub Bidang Mutasi Kepegawaian Struktural dan Non Struktural.
6. Bidang Pendidikan dan Pelatihan, membawahkan:
a. Sub Bidang Perencanaan Pendidikan dan Pelatihan.
b. Sub Bidang Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan.
2. Hasil Penelitian
105
Menurut data yang diperoleh dari Badan Kepegawaian Daerah Kota Bandung,
pada tahun 2011 terdapat 6 orang Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintahan
Kota Bandung yang tersangkut kasus pelanggaran disiplin berat, dan sudah dijatuhi
hukuman disiplin berat. Keenam orang PNS tersebut telah terbukti bersalah
melakukan pelanggaran terhadap Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 2010 Pasal 3
angka 5 dan 11, sehingga pada akhirnya mendapat hukuman disiplin berat berupa
Pemberhentian Tidak Dengan Hormat sebagai PNS. Pada tahun 2012, yaitu sampai
saat Penulis melakukan penelitian, jumlah PNS yang tersangkut pelanggaran disiplin
berat dan sudah dijatuhi hukuman disiplin berat sebanyak 11 PNS.PNS tersebut
dijatuhi hukuman disiplin berat dengan jenis hukuman; 4 orang pemberhentian tidak
dengan Hormat sebagai PNS, 4 orang pemberhentian dengan hormat sebagai PNS,
dan 3 orang mendapatkan hukuman pembebasan dari jabatan.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh terkait gambaran tentang proses
penegakan hukuman disiplin berat bagi PNS di lingkungan Pemkot Bandung dapat
diukur melalui 5 (lima) parameter. Untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi penegakan hukumnya dapat diukur melalui 5 (lima) parameter yang
berkaitan juga.
Proses penegakan hukuman disiplin berat Pegawai Negeri Sipil di
Pemerintahan Kota Bandung Propinsi Jawa barat diukur dengan 5 (lima) parameter
sebagai berikut;
1. Jenis-jenis hukuman disiplin berat yang sering dijatuhkan bagi PNS di lingkungan
Pemkot Bandung;
106
2. Kriteria PNS Melanggar Disiplin Berat;
3. Aturan Pelaksanaan Peraturan Hukum Penegakan Hukuman Disiplin Berat;
4. Mekanisme Penjatuhan Hukuman;
5. Kebijakan Internal Penegakan Hukuman Disiplin Berat.
Faktor-faktor yang cenderung mempengaruhi penegakan hukuman disiplin
berat Pegawai Negeri Sipil di Pemerintahan Kota BandungPropinsi Jawa Barat dapat
diukur melalui 4 (lima) parameter sebagai berikut;
1. Outputyang diharapkan dalam penegakan hukuman disiplin berat;
2. Pertimbangan Penjatuhan Hukuman;
3. Kendala/Hambatan Proses Penegakan Hukum;
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum;
Parameter-parameter tersebut dijadikan sebagai pedoman wawancara Peneliti
guna memperoleh data primer. Hasil wawancara tersebut akan disajikan dalam bentuk
matriks. Selain data primer Penulis juga akan menyertakan data sekunder yang
berasal dari Perundang-undangan, dokumen-dokumen serta kepustakaan yang
berkaitan dengan masalah yang diteliti atau yang sesuai dengan objek kajian.
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 merupakan pedoman dasar
dalam penegakan hukuman disiplin Pegawai Negeri. Disiplin Pegawai Negeri Sipil
menurut Pasal 1 angka (1) adalah kesanggupan Pegawai Negeri Sipil untuk menaati
kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-
undangan dan/atau peraturan kedinasan yang apabila tidak ditaati atau dilanggar
dijatuhi hukuman disiplin. Pengertian pelanggaran disiplin Pegawai Negeri terdapat
107
dalam Pasal 1 angka (3) yang berbunyi sebagai berikut; Pelanggaran disiplin adalah
setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan PNS yang tidak menaati kewajiban dan/atau
melanggar larangan ketentuan disiplin PNS, baik yang dilakukan di dalam maupun di
luar jam kerja. Pengertian hukuman disiplin terdapat pada Pasal 1 angka (4) yang
berbunyi; Hukuman disiplin adalah hukuman yang dijatuhkan kepada PNS karena
melanggar peraturan disiplin PNS.
B. Pembahasan
1. Proses Penegakan Hukuman Disiplin Berat Pegawai Negeri Sipil di
Pemerintahan Kota Bandung Propinsi Jawa Barat.
Sudikno Mertokusumo menyatakan bahwa penegakan hukum maknanya
adalah pelaksanaan hukum atau implementasi hukum itu sendiri.163
Pelaksanaan
hukum akan terkait dengan dua komponen, yaitu: Adanya seperangkat peraturan yang
berfungsi mengatur prilaku manusia dalam menyelesaikan sengketa yang timbul
diantar anggota masyarakat. Serta, adanya seperangkat orang atau lembaga yang
melaksanakan tugas agar peraturan yang dibuat itu dipatuhi dan tidak
dilanggar.164
Penegakan hukum disiplin berat perangkat aturan yang menjadi pedoman
utama tentunya adalah Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010, dan seperangkat
orang atau lembaga yang melaksanakan tugas agar peraturan itu dipatuhi dan tidak
163
Sudikno Mertokusumo,1993, Bab-bab Tentang Penemuan Hukum, Citra Aditya
Bakti,Yoyakarta, hlm. 81. 164
Ibid.,
108
dilanggar adalah Pejabat yang berwenang yang ditugaskan untuk memeriksa,
mempertimbangkan dan menghukum PNS yang melakukan pelanggaran disiplin.
Hal yang baru dari Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 dibandingkan
dengan Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 1980, yaitu dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 53 Tahun 2010 termuat 17 kewajiban dan 15 larangan. Hal tersebut sebagai
penyempurnaan atas 26 kewajiban dan 18 larangan yang terdapat pada Peraturan
Pemerintah sebelumnya (PP Nomor 30 Tahun 1980). Sebagian orang mungkin ada
yang berpendapat bahwa tuntutan disiplin dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53
Tahun 2010 lebih ringan, karena adanya pengurangan poin-poin kewajiban dan
larangan.
Pendapat seperti diatas itu salah.Penyempurnaan atas kewajiban dan larangan
bagi Pewagai Negeri Sipil bukan berarti memperingan tuntutan kedisiplinan, namun
sebetulnya hal itu memperjelas dan mempertegas atas dua hal tersebut. Sebagai
contohnya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Th 2010 ini ditambahkan adanya
penentuan kewajiban masuk kerja yang lebih tegas dan juga pencapaian target kerja.
Hal ini merupakan bentuk implementasi dari tanggungjawab PNS sebagai civil
servant yang qualified dan profesional. Larangan bagi PNS juga dipertegas dalam PP
yang baru ini dengan adanya larangan mendukung Capres dan Cawapres dan anggota
legislatif (DPR, DPD, DPRD) seperti yang diatur dalam UU No. 10 Tahun 2008
tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD dan UU No. 42 tahun 2008 tentang
109
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Hal tersebut merupakan bentuk aplikasi
terhadap kenetralan PNS di bidang politik.
Berkaitan dengan proses penegakan hukuman disiplin berat Pegawai Negeri
Sipil di Pemerintahan Kota Bandung Propinsi Jawa Barat, dalam penelitian ini diukur
dengan 5 (lima) parameter, yang meliputi antara lain;
1. Jenis-jenis hukuman disiplin berat yang sering dijatuhkan bagi PNS di lingkungan
Pemkot Bandung;
2. Kriteria PNS Melanggar Disiplin Berat;
3. Aturan Pelaksanaan Peraturan Hukum Penegakan Hukuman Disiplin Berat;
4. Mekanisme Penjatuhan Hukuman;
5. Kebijakan Internal Penegakan Hukuman Disiplin Berat.
Penulis sebelum membahas tentang proses penegakan hukuman disiplin berat
bagi PNS di lingkungan Pemkot Bandung, terlebih dahulu akan membahas mengenai
jenis-jenis pelanggaran disiplin berat apakah yang sering terjadi di lingkungan
Pemkot Bandung, berdasarkan hasil penelitian Penulis, jenis-jenis tersebut dapat
dilihat pada matriks 1 sebagai berikut;
Matriks 1.Jenis Hukuman Disiplin Berat Yang Sering Dijatuhkan Bagi PNS.
Kode Informan Hasil Interview Makna Tema
01/PNS/BDG/2
012
“….Di sini jenis hukuman disiplin berat itu
seringnya pemecatan atau secara halusnya
pemberhentian. Tercatat tahun 2011 jenis
hukuman pemberhentian yang paling banyak
itu pemberhentian tidak dengan hormat yang
Pemberhentian/
Pemecatan
akibat masalah
absensi.
110
jumlahnya sampai 6 orang, nah kalau tahun
2012 sampai bulan juli ini jenis hukuman
pemberhentian dengan tidak hormat
jumlahnya sudah 4 dan 4 orang lagi
pemberhentian dengan hormat. Rata-rata
mereka di berhentikan itu akibat terkait
masalah absensi.
02/PNS/BDG/2
012
“….Biasanya itu sanksi hukuman
pemberhentian entah itu secara hormat atau
tidak hormat. Kalau jenis pelanggarannya
dari dulu itu maasalah ketidak hadiran.
apalagi begitu PP 53 keluar jumlahnya
makin bertambah, bisa jadi karena PP yang
baru ini lebih tegas tentang aturan
ketidakhadiran PNS.
Pemberhentian/
Pemecatan
akibat masalah
absensi.
03/PNS/BDG/2
012
“….Kalau jenisnya kebanyakan
pemberhentian sebagai PNS, contohnya
tahun 2012 ini sudah 8 orang yang
diberhentikan, 5 orang gara-gara tidak
masuk kerja lebih dari 46 hari.”
Pemberhentian/
Pemecatan
akibat masalah
absensi.
Sumber: hasil wawancara 13 juli, 16, 17 september 2012
Jenis-jenis pelanggaran disiplin Pegawai Negeri Sipil, tidak ada
pengelompokan yang khusus.Jenis-jenis tersebut hanya di kelompokan kedalam jenis
pelanggaran disiplin ringan, sedang dan berat saja. Untuk penjatuhan hukuman
disiplin, maka hal pertama yang dilakukan adalah dengan menjerat dahulu si
111
pelanggar dengan hukuman yang paling ringan, kecuali untuk jenis hukuman disiplin
berat. PNS apabila telah dijatuhi hukuman disiplin ringan dan tidak mengulanginya
lagi, maka tidak perlu dijatuhi hukuman yang lebih tinggi. Hal ini yang menyebabkan
jenis pelanggaran disiplin tidak ada pengelompokan khusus.
Berdasarkan matriks 1, maka dapat diperoleh gambaran tentang jenis
hukuman disiplin yang sering dijatuhkan bagi PNS yang melakukan pelanggaran
disiplin berat di lingkungan Pemkot Bandung adalah pemberhentian sebagai PNS
secara hormat bukan atas kehendak sendiri, maupun secara tidak hormat. Ketiga
informan yang Penulis wawancarai berdasarkan matrik diatas, mereka menyatakan
sependapat bahwa jenis hukuman yang sering dijatuhkan adalah pemberhentian
sebagai PNS, sebagai sanksi atas perbuatan pelanggaran mengenai ketentuan
kehadiran seorang PNS dalam menjalankan tugasnya sebagai abdi negara. Pernyataan
tersebut jika dikorelasikan dengan Pasal 7 ayat (4) mengenai jenis hukuman disiplin
berat dan Pasal 10 ayat (9) nomor 4 mengenai pemberhentian karena tidak masuk
kerja tanpa alasan yang sah selama 46 hari kerja, terdapat keseuaian antara perintah
Undang-undang dengan sanksi yang dijatuhkan.
Kesadaran akan ketaatan seorang PNS untuk masuk kerja sesuai dengan
peraturan yang ada masih kurang optimal. Hal tersebut terbukti berdasarkan
pengamatan Penulis di salah satu Instansi di Pemkot Bandung, yaitu PNS terlambat
masuk kantor, pulang kantor lebih awal, selama jam kantor tidak melaksanakan
pekerjaan (keluar kantor untuk tujuan yang tidak jelas), bahkan mangkir atau tidak
masuk kantor tanpa alasan yang jelas. Hal tersebut bisa jadi dikarenakan sistem
112
pembinaan moral yang belum optimal atau, lemahnya sistem seleksi pada saat
perekrutan awal seseorang menjadi PNS. Kedua hal tersebut seharusnya mendapat
perhatian yang serius, karena apabila tidak ada suatu perbaikan maka persoalan
pelanggaran disiplin PNS akan terus terjadi.
Hasil penelitian tentang Proses Penegakan Hukuman Disiplin Berat Pegawai
Negeri Sipil Di Pemerintahan Kota Bandung Propinsi Jawa Barat ditinjau dari
parameter kedua yakni kriteria PNS melanggar disiplin berat, maka dapat diperoleh
gambaran sebagaimana yang tercantum dalam matriks 2 dibawah ini;
Matriks 2. Kriteria PNS Melanggar Disiplin Berat
Kode Informan Hasil Interview Makna Tema
01/PNS/BDG/2
012
“….Seorang PNS yang dikategorikan
memenuhi kriteria untuk dijatuhi hukuman
disiplin berat itu, dia melanggar salah satu
atau beberapa ketentuan jenis pelanggaran
disiplin berat sebagaimana PP 53 tahiun
2010.”
Melanggar salah
satu atau
beberapa
ketentuan jenis
pelanggaran
disiplin berat.
02/PNS/BDG/2
012
“….Kriterianya itu seperti disebutkan di
Pasal 13 PP nomor 53, lalu PNS yang
bolos/tidak hadir secara kumulatif lebih dari
31 hari dan PP 45 tahun 1990 tentang izin
perkawinan dan perceraian. Tapi khusus
untuk PP 45 ini masih banyak PNS yang
belum faham.”
Melanggar
ketentuan hari
kerja serta
ketentuan
tentang
perkawinan dan
perceraian.
03/PNS/BDG/2
012
“….Kriteria PNS supaya bisa dijerat
hukuman disiplin berat itu melanggar
Melanggar
Peraturan
113
larangan disiplin yang ancamannya
hukuman disiplin berat yang tertuang dalam
PP nomor 53 tentang disiplin pegawai, dan
juga PNS yang terjerat kasus pidana,
contohnya di awal tahun 2012 ini ada PNS
yang kedapatan melakukan penipuan KTP,
sekalipun itu tergolong pidana ringan tapi
tetap kena hukuman disiplin berat.”
Pemerintah No
53 Tahun 2010.
Sumber: hasil wawancara 13 juli, 16, 17 september 2012
Berdasarkan matriks tersebut, maka dapat diperoleh gambaran bahwa kriteria
seorang PNS untuk bisa dijatuhi hukuman disiplin berat adalah, melanggar ketentuan
aturan Perundang-undangan yang ancaman hukuman yang dijatuhkannya adalah
hukuman disiplin berat, contohnya sebagaimana dikatakan informan kedua yaitu
melanggar ketentuan jam/hari kerja.Aturan sebagaimana dimaksud diatas tidak hanya
terbatas pada aturan yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun
2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.Aturan tersebut meliputi aturan
sebagaimana terdapat dalam ketentuan hukum pidana, Peraturan Pemerintah Nomor
45 Tahun 1990 Tentang Izin Perkawinan yang ancaman hukumannya berupa
pembebasan jabatan dan peraturan hukum lainya sepanjang berkaitan dengan kasus
pelanggaran disiplin berat PNS yang terjadi. Aturan mengenai ketentuan pelanggaran
disiplin berat sebagaimana dimaksud dalam PP Nomor 53 Tahun 2010 adalah
mengatur tentang kewajiban dan larangan yang harus dipatuhi PNS. Kewajiban yang
harus dipatuhi PNS sebagaimana termuat dalam Pasal 10 adalah sebagai berikut;
114
1. setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan
Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka (3), apabila pelanggaran
berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara;
2. menaati segala ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 angka (4), apabila pelanggaran berdampak negatif pada
pemerintah dan/atau negara;
3. melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada PNS dengan penuh
pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal
angka (5), apabila pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah dan/atau
negara;
4. menjunjung tinggi kehormatan negara, pemerintah, dan martabat PNS
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka (6), apabila pelanggaran berdampak
negatif pada pemerintah dan/atau negara;
5. mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan sendiri, seseorang,
dan/atau golongan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka (7), apabila
pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara;
6. memegang rahasia jabatan yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus
dirahasiakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka (8), apabila
pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara;
115
7. bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan negara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka (9), apabila pelanggaran berdampak
negatif pada pemerintah dan/atau negara;
8. melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila mengetahui ada hal yang
dapat membahayakan atau merugikan negara atau Pemerintah terutama di bidang
keamanan, keuangan, dan materiil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka
(10), apabila pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara;
9. masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 angka (11) berupa:
1. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun bagi PNS
yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 31 (tiga puluh satu)
sampai dengan 35 (tiga puluh lima) hari kerja;
2. pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah bagi PNS
yang menduduki jabatan struktural atau fungsional tertentu yang tidak masuk
kerja tanpa alasan yang sah selama 36 (tiga puluh enam) sampai dengan 40
(empat puluh) hari kerja;
3. pembebasan dari jabatan bagi PNS yang menduduki jabatan struktural atau
fungsional tertentu yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 41
(empat puluh satu) sampai dengan 45 (empat puluh lima) hari kerja; dan
4. pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau
pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS bagi PNS yang tidak
116
masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 46 (empat puluh enam) hari kerja
atau lebih;
10. mencapai sasaran kerja pegawai yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 angka (12), apabila pencapaian sasaran kerja pegawai pada akhir tahun
kurang dari 25% (dua puluh lima persen);
11. menggunakan dan memelihara barang-barang milik negara dengan sebaik-
baiknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka (13), apabila pelanggaran
berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara;
12. memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 angka (14), sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan
13. menaati peraturan kedinasan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka (17), apabila pelanggaran
berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara.
Mengenai pelanggaran terhadap larangan termuat dalam Pasal 13 berbunyi
sebagai berikut; Hukuman disiplin berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(4) dijatuhkan bagi pelanggaran terhadap larangan:
1. menyalahgunakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka (1);
2. menjadi perantara untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan/atau orang lain
dengan menggunakan kewenangan orang lain sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 angka (2);
117
3. tanpa izin Pemerintah menjadi pegawai atau bekerja untuk negara lain dan/atau
lembaga atau organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
angka (3);
4. bekerja pada perusahaan asing, konsultan asing, atau lembaga swadaya
masyarakat asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka (4);
5. memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau meminjamkan
barang-barang baik bergerak atau tidak bergerak, dokumen atau surat berharga
milik negara secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka (5),
apabila pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara;
6. melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan, atau orang
lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk
keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain, yang secara langsung atau tidak
langsung merugikan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka (6),
apabila pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara;
7. memberi atau menyanggupi akan memberi sesuatu kepada siapapun baik secara
langsung atau tidak langsung dan dengan dalih apapun untuk diangkat dalam
jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka (7);
8. menerima hadiah atau suatu pemberian apa saja dari siapapun juga yang
berhubungan dengan jabatan dan/atau pekerjaannya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 angka (8);
9. melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan yang dapat
menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayani sehingga
118
mengakibatkan kerugian bagi yang dilayani sebagaimana dimaksud dalam Pasal
4 angka (10), sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
10. menghalangi berjalannya tugas kedinasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
angka (11), apabila pelanggaran berdampak negatif pada pemerintah dan/atau
negara;
11. memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, atau Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah dengan cara sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas
negara, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka (12) huruf d;
12. memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden dengan cara
membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan
salah satu pasangan calon selama masa kampanye sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 angka (13) huruf a; dan
13. memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah,
dengan cara menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan
kampanye dan/atau membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan
atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 angka (15) huruf b dan huruf c.
Berdasarkan ketiga informan yang terdapat dalam matriks 2 tersebut, mereka
menyatakan sependapat bahwa kriteria PNS yang melanggar disiplin berat adalah
PNS yang melanggar salah satu, atau beberapa ketentuan aturan perundang-undangn
119
yang mengatur atau berkaitan dengan hukuman yang mengakibatkan seorang PNS
dapat dijatuhi hukuman disiplin berat. Sebagaimana disebutkan sebelumnya memang
bukan hanya melanggar ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun
2010 saja, tetapi ketentuan Perundang-undangan yang lainnya.Kata-kata hukuman
disiplin berat sebenarnya hanya terdapat dalam PP Nomor 53 tahun 2010 saja, namun
hal itu tidak bisa dijadikan sebagai pengecualian apabila PNS melakukan pelanggaran
yang ancaman hukumannya berat, dimana ketentuannya tidak terdapat dalam PP
Nomor 53 maka ia tetap dapat dijerat sanksi hukuman disiplin berat.
Secara garis besar Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 memuat
aturan mengenai kewajiban, larangan, sanksi, tata cara penjatuhan hukuman, tingkat
dan jenis hukuman, serta Pejabat yang berwenang menjatuhkan hukuman. Hukuman
disiplin yang dijatuhkan tersebut, dengan tidak mengesampingkan ketentuan dalam
peraturan Perundang-Undangan Pidana. Pegawai Negeri yang melakukan
pelanggaran disiplin tanpa memenuhi sebagaimana rumusan Perundang-Undangan
Pidana Pegawai Negeri tersebut hanya akan dijatuhi hukuman disiplin sesuai dengan
tingkat pelanggarannya yaitu apakah pelanggaran disiplin ringan sedang atau berat.
Hasil penelitian tentang Proses Penegakan Hukuman Disiplin Berat Pegawai
Negeri Sipil Di Pemerintahan Kota Bandung Propinsi Jawa Barat ditinjau dari
parameter ketiga yakni Aturan Pelaksanaan Peraturan Hukum Penegakan Hukuman
Disiplin Berat, maka dapat diperoleh gambaran sebagaimana tercantum dalam
matriks 3 dibawah ini;
120
Matriks 3. Aturan Pelaksanaan Peraturan Hukum Penegakan Hukuman Disiplin
Berat.
Kode Informan Hasil Interview Makna Tema
01/PNS/BDG/2
012
“….Bahan acuan hukum yang dipakai itu
banyak, tidak hanya terbatas pada apa yang
ada dalam PP nomor 53 dan juknisnya, tapi
juga peraturan hukum lainya. Contohnya itu,
peraturan tentang kawin cerai PNS,
Keputusan Walikota Bandung tentang
pembentukan tim pemeriksa Ad hoc,
Keputusan Walikota tentang pembentukan
tim pertimbangan dan penyelesaian, dan
KUHP jika terkait tindak pidana dan
peraturan hukum lainya yang berkaitan.
Tidak hanya
mengacu PP
Nomor 53 tahun
2010.
02/PNS/BDG/2
012
“….Dalam proses penegakan hukuman
disiplin itu kita yang pertama mengacu pada
PP nomor 53 lalu Undang-undang Nomor 43
Tahun 1999, dan juga peraturan lainnya
selama berkaitan dengan kasus pelanggaran
disiplin yang terjadi.”
Mengacu pada
PP Nomor 53
Tahun 2010 dan
UU Nomor 43
Tahun 1999.
03/PNS/BDG/2
012
“….Untuk penjatuhan hukuman disiplin
berat sudah tentu mengacu pada PP Nomor
53 Tahun 2010 beserta juklaknya dan juga
PP 45 Tahun 1990 tentang izin kawin dan
cerai PNS.
Mengacu pada
PP Nomor 53
tahun 2010 dan
PP Nomor 45
Tahun 1990.
Sumber: hasil wawancara 13 juli, 16, 17 september 2012
Berdasarkan matriks tersebut, maka dapat diperoleh gambaran bahwa aparat
penegak hukum dalam proses penegakan hukuman disiplin berat bagi PNS di
121
lingkungan Pemkot Bandung tidak hanya terbatas pada ketentuan dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS.PP Nomor 53 tersebut
ketentuan pelaksanaannya termuat dalam Peraturan Kepala Badan Kepegawaian
Negara Nomor 21 Tahun 2010. Berdasarkan informasi ketiga informan diatas,
mereka menyatakan sependapat bahwa dalam proses penegakan hukuman disiplin
berat di lingkungan Pemkot Bandung, aturan pelaksanaannya tidak hanya terbatas
pada isi/apa yang termuat dalam aturan utama disiplin PNS yaitu PP Nomor 53
Tahun 2010. Informan pertama menyebutkan, bahwa aturan pelaksanaan dalam
penegakan hukuman disiplin yaitu Keputusan Walikota Bandung tentang
pembentukan tim pemeriksa Ad hoc, danKeputusan Walikota tentang pembentukan
tim pertimbangan dan penyelesaian.
Pendapat diatas jika dikorelasikan dengan Pasal 25 ayat (1), ayat (2) dan ayat
(3) Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Displin Pegawai Negeri
Sipil, yang mengamanatkan Sebelum menjatuhkan hukuman disiplin, Atasan
langsung wajib memeriksa lebih dahulu PNS yang diduga melakukan pelanggaran
disiplin. Ancaman hukuman disiplin sedang dan berat maka Pejabat Pembina
kepegawaian atau Pejabat lain yang ditunjuk dapat membentuk Tim Pemeriksa.
Berdasarkan pada kenyataan diatas, maka Penulis menemukan kesesuaian antara
amanat Peraturan Perundang-undangan dengan praktek penegakan hukum.Proses
penegakan hukuman disiplin berat di lingkungan Pemkot Bandung mempunyai
tujuan/semangat yang kuat, hal tersebut terbukti dengan dikeluarkannya Keputusan
Walikota tersebut, yang sudah pasti mempunyai tujuan yang positif. Adapun isi dari
122
Keputusan Walikota Bandung tentang Pembentukan Tim Pemeriksa Ad-Hoctersebut,
dan Pembentukan Tim Pertimbangan dan Penyelesaian Pelanggaran Disiplin Berat
PNS sebagai berikut;
123
123
Matriks. 10. Susunan Pejabat Yang Diberi Wewenang Membentuk Tim Pemeriksa Temporer (Ad-Hoc)
No Jabatan Pejabat Yang Ditunjuk Tugas
1 Ketua Sekretaris Daerah Kota Bandung 1. Menerima surat permohonan perihal Pembentukan Tim
Pemeriksa dari Atasan langsung Pegawai Negeri Sipil yang
diduga melanggar disiplin tingkat sedang dan tingkat berat;
2. Mendisposisikan surat permohonan perihal Pembentukan Tim
Pemeriksa dari Atasan langsung Pegawai Negeri Sipil yang
diduga melanggar disiplin tingkat sedang dan tingkat berat
kepada Wakil Ketua untuk segera membentuk Tim Pemeriksa
Ad Hoc;
3. Menangani dan memeriksa Pegawai Negeri Sipil yang diduga
melanggar disiplindenganPangkat/Jabatan sama atau satu
tingkat dibawahnya;
4. Menerima laporan dan mempelajari kembali dari Wakil Ketua
atas hasil pemeriksaan TimPemeriksa;
5. Menyampaikan hasil pemeriksaan dari Tim Pemeriksa Ad Hoc
kepada Tim Pertimbangan.
2 Wakil
Ketua
1. Inspektur Kota Bandung;
2. Kepala Badan Kepegawaian
Daerah Kota Bandung.
1. Membuat Surat Keputusan tentangTim Pemeriksa;
2. Menangani dan memeriksa Pegawai Negeri Sipil yang diduga
melanggar disiplindenganPangkat/Jabatan sama atau satu
tingkat dibawahnya;
3. Menerima laporan dan mempelajari kembali hasilpemeriksaan
Tim Pemeriksa;
4. Melaporkan hasil pemeriksaan Tim Pemeriksa Ad Hoc kepada
Ketua;
3 Sekretaris 1. Sekretaris Inspektorat Kota 1. Menerima berkas hasil Pemeriksaan Tim Pemeriksa AdHoc;
124
124
Bandung;
2. Sekretaris Badan Kepegawaian
DaerahKotaBandung
2. Menangani dan memeriksa Pegawai Negeri Sipil yang diduga
melanggar disiplindenganPangkat/Jabatan sama atau satu
tingkat dibawahnya;
3. Menerima laporan dan mempelajari kembali hasil pemeriksaan
Tim Pemeriksa;
4. Melaporkan hasil pemeriksaan Tim Pemeriksa Ad Hoc kepada
Wakil Ketua;
4 Anggota 1. Kepala Bidang Perencanaan
DanKesejahteraan Pegawaipada
Badan Kepegawaian Daerah
Kota Bandung;
2. Kepala Sub Bidang
Kesejahteraan Pegawai pada
BadanKepegawaian Daerah
Kota Bandung
1. Mendokumentasikan hasil laporan pemeriksaan Tim Pemeriksa
Ad Hoc;
2. Menangani dan memeriksa Pegawai Negeri Sipil yang diduga
melanggar disiplindenganPangkat/Jabatan sama atau satu
tingkat dibawahnya;
3. Melaporkan hasil pemeriksaan Tim Pemeriksa Ad Hoc kepada
Sekretaris;
Matriks. 11. Susunan Dan Tugas Tim Pemeriksa Temporer (Ad hoc)
No Jabatan Pejabat Yang Ditunjuk 1. Tim Pemeriksa memanggil Pegawai Negeri Sipil yang diduga
melakukan pelanggaran disiplin tingkat sedang dan/atau tingkat
berat secara tertulis, paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum
pemeriksaan;
2. Tim Pemeriksa dapat melakukan panggilan kedua secara
tertulis,apabila Pegawai Negeri Sipil yang diduga melakukan
pelanggaran disiplin tingkat sedang dan/atau tingkat berat
tidak hadir pada panggilan sebelumnya;
3. Tim Pemeriksa dalam menentukan tanggal pemeriksaan
dalam surat pemanggilan pertama dan pemanggilan kedua
harus memperhatikan waktu yang diperlukan untuk
1 Ketua Atasan Langsung pada
SKPD/Unit Kerjaterkait;
2 Sekretaris Unsur SKPD Terkait.
3 Anggota 1. Unsur Pengawasan dari
inspektorat Kota Bandung;
125
125
2. Unsur Kepegawaian dari
Badan Kepegawaian Daerah
Kota Bandung;
3. Pejabat lain yang ditunjuk
(conditional).
menyampaikan dan diterimanya surat panggilan;
4. Apabila dalam pemanggilan kedua Pegawai Negeri Sipil yang
diduga melakukan pelanggaran disiplin tingkat sedang dan
/atau tingkat berat tidak hadir juga untuk diperiksa, maka Tim
Pemeriksa dapat merekomendasikan kepada Pejabat yang
berwenang menghukum untuk bisa menjatuhkan hukuman
disiplin berdasarkan alat bukti dan keterangan yang ada tanpa
dilakukan pemeriksaan;
5. Sebelum melakukan pemeriksaan Tim Pemeriksa mempelajari
lebih dahulu dengan seksama laporan-laporan mengenai
pelanggaran disiplin yang diduga dilakukan oleh Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan;
6. Pemeriksaan dilakukan secara tertutup, hanya diketahui dan
dihadiri oleh Pegawai Negeri Sipil yang diperiksa dan Tim
Pemeriksa;
7. Tim Pemeriksa mengajukan pertanyaan kepada Pegawai
Negeri Sipil yang diduga melakukan pelanggaran disiplin;
8. Tim Pemeriksa dapat menyatakan Pegawai Negeri Sipil
tersebut melakukan pelanggaran disiplin, apabila pertanyaan
yang diajukan tidak mau dijawab;
9. Hasil pemeriksaan harus dituangkan oleh Tim Pemeriksa ke
dalam Berita Acara Pemeriksaan ;
10. Tim Pemeriksa dapat meminta keterangan dari pihak lain ,
untuk mendapatkan keterangan yang lebih lengkap dan
obyektif dalam pemeriksaan;
11. Tim Pemeriksa dapat meminta kepada Atasan Langsung
Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran disiplin
tingkat berat, agar Pegawai Negeri Sipil tersebut dibebaskan
sementara dari tugas jabatannya untuk memperlancar
126
126
pemeriksaan dan mengangkat Pejabat Pelaksana Harian (PLH);
12. Berita Acara Pemeriksaan harus ditandatangani oleh Tim
Pemeriksa dan Pegawai Negeri Sipil yang diperiksa;
13. Apabila isi dari Berita Acara Pemeriksaan tidak sesuai dengan
ucapan dari Pegawai Negeri Sipil yang diperiksa, maka Tim
Pemeriksa harus segera memperbaikinya;
14. Apabila Pegawai Negeri Sipil yang diperiksa tidak bersedia
menandatangani Berita Acara Pemeriksaan, maka cukup
ditandatangani oleh Tim Pemeriksa dan memberikan catatan di
dalam Berita Acara Pemeriksaan tersebut, bahwa Pegawai
Negeri Sipil yang diperiksa tidak bersedia menandatangani
Berita Acara Pemeriksaan;
15. Walaupun Berita Acara Pemeriksaan tidak ditandatangani
oleh Pegawai Negeri Sipil yang diperiksa, tetap dijadikan
sebagai dasar untuk menjatuhkan hukuman disiplin;
16. Tim Pemeriksa harus memberikan foto kopi Berita Acara
Pemeriksaan kepada Pegawai Negeri Sipil yang diperiksa;
17. Tim Pemeriksa memberikan laporan hasil pemeriksaan
kepada Walikota Bandung selaku Pejabat Pembina
Kepegawaian atau Pejabat yang ditunjuk, untuk dijadikan
rekomendasi dalam membuat keputusan penjatuhan hukuman
disiplin tingkat sedang dan tingkat berat;
18. Tim Pemeriksa bertugas sampai proses pemeriksaan selesai
terhadap suatu dugaan pelanggaran disiplin yang dilakukan
seorang Pegawai Negeri Sipil, karena Tim Pemeriksa bersifat
temporer/sementara.
127
127
Matriks. 12. Susunan Tim Pertimbangan Penyelesaian Dan Pelanggaran Disiplin Pegawai Negeri Sipil Di Lingkungan
Pemerintah Kota Bandung
No Jabatan Pejabat Yang Ditunjuk Tugas
1 Pembina 1. Walikota Bandung;
2. Wakil Walikota Bandung;
Memberikanpembinaandan keputusan penjatuhan sanksi kepada
pegawai negeri sipil yang melanggar disiplin sesuai Peraturan
Pemerintah nomor 53 tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri
Sipil, dan peraturan Pemerintah nomor 10 tahun 1983 tentang Izin
Perkawinan Dan Perceraian Pegawai Negeri Sipil Sebagaimana
telah Diubah Dengan Peraturan Pemerintah nomor 45 tahun 1990,
berdasarkan rekomendasi dari tim pertimbangan.
2 Penanggung
Jawab
Sekretaris Daerah Kota
Bandung.
1. memberikan arahan implementasi untuk persidangan penjatuhan
hukuman disiplin, sedang dan berat bagi pegawai negeri sipil
yang melanggar;
2. Menandatangani naskah dinas/laporan dinas yang berisi hasil
persidangan penjatuhan hukuman disiplin sedang dan berat
berdasarkan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin
Pegawai Negeri Sipil pada Pasal 25 ayat (1), (2) dan (3) ;
3. Memberikan pertimbangan atas hasil-hasil persidangan
penjatuhan hukuman disiplin ringan, sedang, dan berat
sebagaimana dimaksud pada angka (2) di atas, sebagai bahan
keputusan Walikota Bandung selaku Pejabat Pembina
Kepegawaian;
3 Ketua 1. Kepala Badan
Kepegawaian Daerah
Kota Bandung;
2. Inspektur Kota
Bandung.
1. Memimpin persidangan atas kasus dugaan pelanggaran disiplin
oleh Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Kota Bandung,
berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang disusun
oleh Tim Pemeriksa;
2. Mengajukan pertanyaan mengenai hal yang berkaitandengan
128
128
pelanggaran disiplin berdasarkan bukti dan / atau kesaksian
yang ada;
3. Menyampaikan laporan dan naskah dinas hasil persidangan
penjatuhan hukuman disiplin sedang dan berat kepada WaliKota
Bandung melalui Sekretaris Daerah Kota Bandung untuk
pertimbangan penjatuhan hukuman disiplin sedang dan berat;
4. Menyampaikan keputusan hukuman disiplin sedang dan berat.
4 Sekretaris 1. Sekretaris Badan
Kepegawaian Daerah
Kota Bandung;
2. Kepala Bidang
Perencanaan dan
Kesejahteraan
Pegawaipada Badan
Kepegawaian Daerah
KotaBandung.
1. Mencatat dan meresume hasil persidangan;
2. Mempersiapkan Kelengkapan dokumen penyelenggaraan
persidangan;
3. Menyusun laporan hasil persidangan secara lengkap untuk jenis
hukuman disiplin sedang atau berat, untuk disampaikan kepada
Ketua Tim;
4. Menyusun naskah keputusan penjatuhan hukuman disiplin
sedang dan berat yang telah dipertimbangkan oleh Tim
Pertimbangan dan diputuskan oleh Walikota Bandung selaku
Pejabat Pembina Kepegawaian;
5. Menerima, mencatat usulan pengajuan keberatan atas keputusan
dan banding administratif atas keputusan yang dijatuhkan pada
Pegawai Negeri Sipil yang melanggar disiplin untuk diproses
lebih lanjut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Anggota 1. Asisten Pemerintahan
Sekretariat Daerah Kota
Bandung;
2. Asisten Administrasi
Perekonomian dan
Pembangunan
SekretariatDaerah Kota
1. Mempersiapkan sarana dan prasarana untuk mendukung
penyelenggaraan persidangan; 2. Membacakan pelanggaran disiplin sedang dan berat yang
dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang me langgar,
berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang telah
disusun oleh Tim Pemeriksa; 3. Membacakan tuntutan kepada Pegawai Negeri Sipil yang
129
129
Bandung;
3. Asisten Administrasi
UmumSekretariat
Daerah Kota Bandung;
4. Kepala Dinas Keuangan
Dan Aset Daerah Kota
Bandung;
5. Kepala Bagian Hukum
dan HAM pada
Sekretariat Daerah Kota
Bandung;
6. Sekretaris Inspektorat
Kota Bandung;
7. Inspektur Pembantu
Wilayah I/II/III/IV
padaInspektorat Kota
Bandung;
8. Ketua Dewan Pimpinan
Cabang Korps Pegawai
Republik Indonesia
Kota Bandung;
9. Kepala Sub Bagian
Perundang-undangan
dan HAM pada Bagian
Hukum dan HAM
Sekretariat Daerah
Kota Bandung;
10. Kepala Sub Bidang
Kesejahteraan Pegawai
melanggar disiplin, baik pelanggaran terhadap Peraturan
Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai
Negeri Sipil dan Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1983
tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor
45 Tahun 1990, berdasarkan bukti dan/atau keterangan para
saksi dengan berpedoman kepada ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
4. Menganalisa, menyimpulkan dan mempertimbangkan
penjatuhan hukuman disiplin sedang dan berat untuk
selanjutnya disampaikan kepada Ketua Tim;
5. Melakukan komunikasi dengan Pegawai Negeri Sipil yang
diduga melakukan pelanggaran disiplin, serta melakukan
pencatatan hasil proses pemeriksaan oleh Tim Pemeriksa untuk
bahan masukan kepada Sekretaris Tim;
6. Mencatat dan menindaklanjuti apabila PNS yang melanggar
disiplin mengajukan keberatan dan/atau banding administratif
atas keputusan Walikota Bandung selaku Pejabat Pembina
Kepegawaian.
130
130
padaBadan
Kepegawaian Daerah
Kota Bandung;
11. Unsur Pelaksana pada
Bagian Hukum dan
HAM Sekretariat
Daerah Kota Bandung;
12. Unsur Pelaksana pada
Badan Kepegawaian
DaerahKota Bandung.
Hasil penelitian tentang Proses Penegakan Hukuman Disiplin Berat
Pegawai Negeri Sipil Di Pemerintahan Kota Bandung Propinsi Jawa Barat
ditinjau dari parameter keempat yakni mekanisme penjatuhan hukuman disiplin
berat, maka dapat diperoleh gambaran sebagaimana tercantum dalam matriks 4
dibawah ini;
Matriks 4. Mekanisme Penjatuhan Hukuman.
Kode Informan Hasil Interview Makna Tema
01/PNS/BDG/2
012
“….Mekanisme penjatuhan hukuman
disiplin itu yang pertama, dilakukan
pemeriksaan oleh atasan langsung
selaku ketua tim pemeriksa Ad hoc
yang hasilnya diberikan pada tim
pertimbangan dan penyelesaian, dan
akhirnya tim pertimbangan dan
penyelesaian memberikan
rekomendasinya kepada Walikota.
Pertama dilakukan
pemeriksaan terhadap
PNS yang
bersangkutan, kedua
dilakukan
pertimbangan, dan
ketiga penjatuhan
vonis hukuman.
02/PNS/BDG/2
012
“….Alur penegakan hukuman nya
seperti ini; pertama dibentuklah tim
pemeriksa Ad hoc sebagai pemeriksa
PNS yang berssangkutan, hasil
pemeriksaan itu selanjutnya
diserahkan ke tim pertimbangan,
kemudian tim pertimbangan
memberikan rancangan surat
keputusan penjatuhan hukuman
disiplin kepada Walikota selaku
Pembina. Dan finalnya Walikota lah
yang menjatuhkan hukuman tersebut.
Pertama dilakukan
pemeriksaan terhadap
PNS yang
bersangkutan, kedua
dilakukan
pertimbangan, dan
ketiga penjatuhan
vonis hukuman.
03/PNS/BDG/2 “….Mekanisme nya itu PNS yang Pertama dilakukan
1
1
012 bersangkutan dipanggil oleh tim
pemeriksa Ad hoc kemudian hasilnya
diserahkan ke tim penyelesaian dan
hasil rapat tim penyelesaian itu
nantinya yang dijadikan acuan atau
rekomendasi Walikota untuk
menjatuhkan hukuman disiplin pada
PNS.”
pemeriksaan terhadap
PNS yang
bersangkutan, kedua
dilakukan
pertimbangan, dan
ketiga penjatuhan
vonis hukuman.
Sumber: hasil wawancara 13 juli, 16, 17 september 2012
Berdasarkan matriks tersebut, maka dapat diperoleh gambaran bahwa
proses penegakan hukuman disiplin berat bagi PNS di lingkungan Pemkot
Bandung berjalan berdasarkan alur yang telah diamanatkan peraturan hukum yang
menjadi pedoman pelaksanaan. Proses penegakan hukuman disiplin seperti
dikatakan sebelumnya, bahwapenegakan hukum maknanya adalah pelaksanaan
hukum atau implementasi hukum itu sendiri. Pelaksanaan penegakan hukum
tersebutakan terkait dengan dua komponen, yaitu: adanya seperangkat peraturan
yang berfungsi mengatur prilaku, serta, adanya seperangkat orang atau lembaga
yang melaksanakan tugas agar peraturan yang dibuat itu dipatuhi dan tidak
dilanggar. Ketiga informan diatas, menyatakan sependapat bahwa dalam
mekanisme penjatuhan hukuman disiplin berat bagi PNS yang Penulis jadikan
sebagai salah satu parameter dalam proses penegakan hukuman disiplin berat di
lingkungan Pemkot Bandung, melalui suatu tahapan-tahapan yang didasarkan
pada pedoman hukum pelaksanaannya.
Pernyataan tersebut diatas jika dikorelasikan dengan Peraturan Kepala
Badan Kepegawaian Negara Nomor 21 Tahun 2010 tentang Ketentuan
2
2
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 maka adanya
kesesuaian antara perintah undang-undang dengan praktek pelaksanaan. Tahapan
sebagaimana disinggung sebelumnya terdiri dari pemanggilan, pemeriksaan,
pertimbangan penjatuhan hukuman, dan penyampaian keputusan hukuman
disiplin. Berikut alur prosedur penegakan hukuman disiplin berat bagi Pegawai
Negeri Sipil Pemerintah Kota Bandung ;
1. Atasan langsung atau Pejabat yang berwenang menghukum mengetahui atau
menerima laporan adanya pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh PNS,
terlebih dahulu melakukan pemanggilan paling lambat 7 hari kerja sebelum
pemeriksaan, jika tidak hadir dikirimkan pemanggilan ke 2, untuk dilakukan
pemeriksaan terhadap PNS yang diduga melakukan pelanggaran disiplin.
2. Atasan langsung atau Pejabat yang berwenang menghukum membuat surat
permohonan untuk membentuk Tim Pemeriksa Ad Hoc.
3. Pejabat Pembentuk Tim Pemeriksa Ad Hoc membentuk Tim Pemeriksa Ad
Hoc sesuai Pangkat dan Jabatan PNS yang akan diperiksa.
4. Tim Pemeriksa Ad Hoc melakukan pemanggilan maksimal 2 kali
pemanggilan dan selanjutnya melakukan pemeriksaan yang hasilnya
dituangkan dalam BAP. Apabila diperlukan, atasan langsung, Tim Pemeriksa
atau pejabat yang berwenang menghukum dapat meminta keterangan dari
orang lain.
5. Tim Pemeriksa Ad Hoc melaporkan hasil pemeriksaan dengan melampirkan
BAP kepada Tim Pertimbangan Penyelesaian Kasus Pelanggaran Disiplin
sedang dan berat.
3
3
6. Tim Pertimbangan Penyelesaian Kasus Pelanggaran Disiplin melakukan rapat
pertimbangan untuk menentukan jenis hukuman disiplin dengan
memperhatikan dengan seksama faktor yang mendorong PNS melakukan
pelanggaran disiplin sebagai bahan rekomendasi kepada Walikota Bandung
selaku Pejabat Pembina Kepegawaian.
7. Tim Pertimbangan Penyelesaian Kasus Pelanggaran Disiplin melaporkan
hasil rapat dengan menyerahkan rancangan Surat Keputusan Penjatuhan
Hukuman Disiplin kepada Walikota Bandung selaku Pejabat Pembina
Kepegawaian.
8. Walikota Bandung memutuskan menjatuhkan hukuman disiplin sedang atau
berat berdasarkan rekomendasi hasil rapat Tim Pertimbangan Penyelesaian
Kasus Pelanggaran Disiplin.
9. Hasil Keputusan Walikota diserahkan kembali kepada Tim Pertimbangan
Penyelesaian Kasus Pelanggaran Disiplin.
10. Tim Pertimbangan Penyelesaian Kasus Pelanggaran Disiplin melakukan
pemanggilan kepada PNS yang bersangkutan untuk penyerahan SK
Penjatuhan Hukuman Disiplin
11. Tim Pertimbangan Penyelesaian Kasus Pelanggaran Disiplin menyerahkan
SK Penjatuhan Hukuman Disiplin kepada PNS yang bersangkutan.
Pemeriksaan pada pemanggilan pertama oleh Pejabat langsung pada
SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) dimana PNS yang diduga melakukan
pelanggaran disiplin itu berdinas, bertujuan untuk mendengar pengakuan langsung
dan mengetahui jenis pelanggaran yang dilakukan PNS tersebut, apakah jenis
4
4
hukuman disiplin ringan, sedang, atau berat. Hal itu nantinya akan mempengaruhi
pada jenis hukuman apa yang akan dijatuhkan, dan siapa Pejabat yang berwenang
menghukum. Disebutkan diatas bahwa Pegawai Negeri Sipil yang melakukan
pelanggaran disiplin berat, ada prosedur khusus mengenai proses pemeriksaan dan
penjatuhan hukumannya. Tujuan pemeriksaan oleh Tim Pemeriksa Ad Hoc adalah
untuk mengetahui apakah Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan benar-benar
telah melakukan pelanggaran disiplin, serta bertujuan untuk mengetahui latar
belakang, hal-hal yang mendorong pelanggaran disiplin serta akibat/dampak yang
ditimbulkan tersebut. Sehingga walaupun wujud pelanggarannya sama, akan
tetapi motivasi pelanggarannya berbeda maka jenis hukumannya dapat berbeda
pula. Pentingnya mengetahui latar belakang serta hal-hal yang mendorong
pelanggaran disiplin oleh Pegawai Negeri Sipil adalah untuk dijadikan bahan
pertimbangan dalam penjatuhan hukuman disiplin tersebut.
Pegawai Negeri Sipil yang diduga melakukan pelanggaran disiplin dan
kemungkinan akan dijatuhi hukuman disiplin tingkat berat, dalam rangka
kelancaran pemeriksaan, dapat dibebas tugaskan sementara (sampai dengan
ditetapkannya keputusan hukuman disiplin) dari tugas jabatannya oleh atasan
langsung sejak yang bersangkutan diperiksa. Pembebasan tugas sementara
tersebut tentunnya dengan tetap diberikan hak-hak kepegawaiannya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.165
PNS tersebut apabila berdasarkan hasil
pemeriksaan ternyata melakukan beberapa pelanggaran disiplin, terhadapnya
hanya dapat dijatuhi satu jenis hukuman disiplin yang terberat. Tim pertimbangan
165
Ketentuan Pasal 27.Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 2010.
5
5
setelah mempertimbangkan pelanggaran yang dilakukan, apabila sifatnya sama,
kepadanya hanya akan dijatuhi jenis hukuman disiplin yang lebih berat dari
hukuman disiplin terakhir yang pernah dijatuhkan.
Pegawai Negeri Sipil yang terbukti melakukan pelanggaran disiplin berat
dan sudah mendapat keputusan mengenai hukuman yang dijatuhkan, dapat
mengajukan upaya administratif terdiri dari keberatan dan banding administratif.
Upaya administratif tersebut, terdapat pengecualian sebagaimana terdapat pada
Pasal 33 yaitu hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh: Presiden; Pejabat Pembina
Kepegawaian untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) huruf a, huruf b, dan huruf c; Gubernur selaku
wakil pemerintah untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (4) huruf b dan huruf c; Kepala Perwakilan Republik Indonesia; dan
Pejabat yang berwenang menghukum untuk jenis hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), tidak dapat diajukan upaya administratif.
Hukuman disiplin yang dapat diajukan banding administratif yaitu ; hukuman
disiplin yang dijatuhkan oleh: Pejabat Pembina Kepegawaian untuk jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) huruf d dan huruf
e; dan Gubernur selaku wakil pemerintah untuk jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) huruf d dan huruf e.
Berlakunya Surat Keputusan tentang penjatuhan hukuman disiplin bagi
setiap jenis hukuman disiplin dapat berbeda-beda. Disiplin ringan misalnya, maka
Surat Keputusan penjatuhan hukumannya mulai berlaku sejak tanggal
disampaikannya Surat Keputusan tersebut oleh Pejabat yang berwenang
6
6
menghukum pegawai yang bersangkutan.Untuk jenis hukuman disiplin sedang
dan berat, mulai berlakunya Surat Keputusan penjatuhan hukuman disiplin dapat
dibedakan menjadi :
1. Untuk jenis hukuman Apabila tidak ada keberatan, maka mulai berlakunya
adalah pada hari ke 15 (lima belas) terhitung mulai tanggal si pegawai yang
bersangkutan menerima keputusan penjatuhan hukuman disiplin tersebut,
kecuali jenis hukuman disiplin pembebasan dari jabatan.
2. Apabila ada keberatan, mulai berlakunya adalah sejak tanggal keputusan atas
keberatan itu, kecuali jenis hukuman disiplin pembebasan dari jabatan.
3. Untuk hukuman disiplin pembebasan dari jabatan ini mulai berlakunya adalah
sejak tanggal ditetapkannya oleh pejabat yang berwenang menghukum.
4. Untuk semua jenis hukuman disiplin, apabila si pegawai yang bersangkutan
tidak hadir pada waktu penyampaian Surat Keputusan penjatuhan hukuman
disiplin, maka hukuman disiplin akan mulai berlaku pada hari ke 30 (tiga
puluh), terhitung mulai tanggal ditentukan untuk penyampaian keputusan
hukuman disiplin tersebut.
Hasil penelitian tentang Proses Penegakan Hukuman Disiplin Berat
Pegawai Negeri Sipil Di Pemerintahan Kota Bandung Propinsi Jawa Barat
ditinjau dari parameter kelima yakni, apakah ada kebijakan internal dalam
penegakan hukuman disiplin berat, maka dapat diperoleh gambaran sebagaimana
yang tercantum dalam matriks 5 dibawah ini;
Matriks 5. Kebijakan Internal Penegakan Hukuman Disiplin Berat
Kode Informan Hasil Interview Makna Tema
01/PNS/BDG/ “….Kalau berbicara mengenai ada Kebijakantersebut
7
7
2012 atau tidaknya kebijakan internal itu
tergantung pada tiap-tiap Kepala
SKPD nya. Asalkan kebijakan itu
tujuannya bukan bermaksud
menghalang-halangipenegakan
hukum.”
dikembalikan lagi
pada Pimpinan
SKPD.
02/PNS/BDG/
2012
“....Biasanya memang ada pimpinan
SKPD yang mengeluarkan suatu
kebijakan internal kalau ada
bawahannya yang terkena kasus
pelanggaran hukuman disiplin.
Contohnya langsung menindak PNS
yang mangkir aturan hukum, dengan
maksud memberikan pembinaan
supaya tidak mengulangi perbuatannya
dan juga menjaga nama baik SKPD
supaya tidak tercemar.”
Kebijakan tersebut
dikembalikan lagi
pada Pimpinan
SKPD.
03/PNS/BDG/
2012
“….Kebijakan internal itu sebenarnya
ada dan sah-sah saja bila Kepala
SKPD mengeluarkan kebijakan di
lingkungan satuan kerjanya. Namun
kebijakan internal disini dalam artian
suatu kebijakan yang bertujuan positif.
Dengan artian kebijakan tersebut
bermaksud untuk memudahkan suatu
proses penegakan hukuman disiplin..”
Kebijakan tersebut
dikembalikan lagi
pada Pimpinan
SKPD.
Sumber: hasil wawancara 13 juli, 16, 17 september 2012
Berdasarkan matriks tersebut, maka dapat diperoleh gambaran bahwa
terdapat suatu kebijakan internal dalam proses penegakan hukuman disiplin berat
8
8
di lingkungan Pemkot Bandung. Kebijakan internal tersebut bisa berupa suatu
tindakan tegas secara langsung seorang atasan pada suatu SKPD(Satuan Kerja
Perangkat Daerah), terhadap bawahannya yang kedapatan melakukan pelanggaran
disiplin.Kebijakan internal tersebut, dapat juga berupa kebijakan pertimbangan
seorang atasan pada saat akan menjatuhkan hukuman disiplin berat bagi PNS yang
sudah secara jelas terbukti bersalah.
Ketiga informan yang Penulis wawancara, menyatakan sependapat bahwa
dalam suatu penegakan hukuman disiplin berat di lingkungan Pemkot Bandung
terdapat suatu kebijakan internal. Secara garis besar adanya kebijakan internal
tersebut dimulai dari SKPD PNS yang diduga melakukan pelanggaran disiplin
berat. Kata-kata “kebijakan internal” tersebut harus digaris bawahi bahwa
tujuannya itu bukan bermaksud untuk menghalang-halangi suatu penegakan
hukum disiplin berat.Suatu kebijakan internal yang bertujuan negatif dengan
artian seorang kepala SKPD mengeluarkan kebijakan khusus untuk melindungi
pegawainya yang melanggar disiplin, maka hal tersebut akan berdampak fatal. Hal
tersebut bukan saja hanya menghambat penegakan hukum, tetapi berpengaruh
pula pada mental atau moralitas PNS yang bersangkutan. Seorang pemimpin yang
membiarkan bawahannya berbuat kesalahan,tanpa ada upaya untuk memberikan
teguran atau sanksi sama sekali, akan berakibat semakin memperparah moralitas
atau mental bawahan itu sendiri. Hal tersebut berlaku pula bagi PNS, dampaknya
PNS tersebut tidak pernah bisa berintrospeksi akan perbuatanya yang salah. Hal
tersebut dikhawatirkan akan menyebar pada rekan-rekannya. Sehingga disini
moral dan mental seorang atasan pun sangat berpengaruh terhadap pegawai yang
9
9
dipimpinnya.Seorang atasan yang bermental dan bermoral tidak baik, maka moral
dan mental bawahannya pun tidak akan jauh dari itu. Kesimpulannya kebijakan
internal tersebut pelaksanaannya dikembalikan lagi pada tiap-tiap Kepala SKPD
nya.
2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukuman Disiplin
Berat PNSdi Pemerintahan Kota Bandung Propinsi Jawa Barat
Kasus hukum yang melibatkan Pegawai Negeri Sipil biasanya akan lebih
menarik perhatian masyarakat. Pada hakikatnya PNS adalah warga negara biasa
seperti halnya warga masyarakat lainnya.Adanya pandangan yang menganggap
bahwa Pegawai Negeri Sipil merupakan kelompok elite masyarakat, atau
meminjam istilah yang berbau feodalistik disebut sebagai golongan priyayi, tidak
sepenuhnya keliru. PNS sebagai unsur Aparatur Negara, Abdi Negara, dan Abdi
masyarakat, di samping atribut kewenangan-kewenangan yang melekat, pada
tataran tertentu memang sering dilengkapi dengan berbagai fasilitas yang dapat
meninggikan status sosialnya.
Suatu hal yang Wajar jika masyarakat berharap dalam setiap aktifitasnya,
Pegawai Negeri Sipil dapat menjadi suri tauladan yang baik. PNS tersebutbahkan
tidak boleh keliru, di satu sisi, pandangan semacam itu bisa menjadi motivasi
yang positif bagi pegawai untuk menjadi panutan dan penggerak masyarakat di
lingkungannya. Pandangan seperti itu juga bisa dirasakan “sebagai beban” ketika
dalam memainkan perannya sebagai unsur aparatur negara sekalipun, di hadapan
hukum sesungguhnya tidak ada yang istimewa. PNS untuk melaksanakan
tugasnya, telah dipandu dengan berbagai aturan yang mengikat.Hal itu diawali
10
10
dengan mengangkat sumpah sebagai pegawai negeri sipil, sumpah jabatan,
kewajiban dan larangan dalam peraturan disiplin PNS, uraian tugas pokok dan
fungsi, sampai dengan Standard Operating Procedure (SOP), dan semacamnya.
Berkaitan dengan faktor-faktor yang cenderung mempengaruhi penegakan
hukuman disiplin berat bagi Pegawai Negeri Sipil di Pemerintahan Kota Bandung
Propinsi Jawa Barat dapat diukur melalui 5 (lima) parameter sebagai berikut;
1. Outputyang diharapkan dalam penegakan hukuman disiplin berat;
2. Pertimbangan Penjatuhan Hukuman;
3. Kendala/Hambatan Proses Penegakan Hukum;
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum;
Penulis sebelum membahasfaktor-faktor yang cenderung mempengaruhi
penegakan hukuman disiplin berat bagiPegawai Negeri Sipil di Pemerintahan
Kota Bandung Propinsi Jawa Barat, terlebih dahulu membahas mengenai Output
yang diharapkan dan pencapaiannya dalam penegakan hukuman disiplin berat di
lingkungan Pemkot Bandung. Berdasarkan hasil penelitian Penulis, hal tersebut
dapat dilihat pada matriks 6 sebagai berikut;
Matriks 6.Output yang Diharapkan.
Kode Informan Hasil Interview Makna Tema
01/PNS/BDG/2012 “….Output yang diharapkan dari
Penegakan hukuman disiplin itu,
data statistik mengenai
pelanggaran hukuman disiplin
berat, yang nantinya berguna untuk
perbaikan sistem hukum dan
sistem pembinaan di kemudian
Perbaikan sistem
hukum dan sistem
pembinaan.
11
11
hari.
02/PNS/BDG/2012 “….Terlaksananaya hukum
disiplin kepegawaian yang kokoh
dan konkrit, dan terciptanya
kepastian hukum dalam hal ini
penegakan hukuman disiplin
PNS.”
Tegaknya Hukum.
03/PNS/BDG/2012 “….Terbentuknya mental dan
sikap PNS yang lebih baik, karena
pastinya setiap PNS yang telah
dijatuhi hukuman berintrospeksi
diri atas perbuatannya. Sehingga
PNS tersebut mempunyai
keinginan untuk berubah kearah
yang lebih baik, sehingga tujuan
hukum yaitu memperbaiki dapat
terwujudkan.”
Perbaikan mental dan
sikap PNS.
Sumber: hasil wawancara 13 juli, 16, 17 september 2012
Berdasarkan matriks diatas, maka dapat diperoleh gambaran bahwa output
yang diharapkan dalam proses penegakan hukuman disiplin berat bagi PNS
adalah, adanya suatu harapan akan suatu perbaikan. Salah satu tujuan
ditegakannya suatuaturan hukum adalah untuk memperbaiki sesuatu yang salah.
Sesuatu yang salah tersebut dalam artian adanya suatu aturan hukum yang
dilanggar oleh seseorang, sehingga diperlukannya suatu penegakan hukum untuk
memperbaiki suatu kesalahan tersebut. Berdasarkan ketiga informan yang Penulis
wawancarai, mereka mempunyai pandangan masing-masing mengenai
output/luaran yang diharapkan dalam proses penegakan hukum disiplin berat.
12
12
Informan yang pertama Penulis mengambil kesimpulan atas pendapatnya bahwa
outputnya adalah adanya perbaikan sistem hukum dan sistem pembinaan.
Informan kedua inti pendapatnya adalah harapan akan ditegakannya suatu aturan
hukum. Informan ketiga intinya output yang diharapkan itu adalah adanya
perbaikan mental dan sikap PNS.
Berdasarkan pada kenyataan diatas, walaupun mereka tidak sependapat
mengenai luaran yang diharapkan, namun Penulis menginterpretasikan bahwa
pendapat mereka menimbulkan suatu keterkaitan antara satu sama lain.
Terlaksananaya penegakan hukum disiplin kepegawaian yang kokoh dan konkrit,
dapat menciptakan suatu kepastian hukum yang ditegakan. Tegaknya hukum
tersebut menghasilkan data statistik mengenai pelanggaran hukuman disiplin
berat, yang berguna untuk perbaikan sistem hukum dan sistem pembinaan di
kemudian hari. Semakin baiknya sistem hukum yang diciptakan,secara otomatis
akan berimbas pada penegakan hukum yang lebih baik pula. Perbaikan sistem
pembinaan dapat membentuk mental dan sikap PNS yang lebih baik.Setiap PNS
yang telah dijatuhi hukuman seharusnya berintrospeksi atas
perbuatannya.Sehingga PNS tersebut mempunyai keinginan untuk berubah kearah
yang lebih baik, sehingga tujuan hukum yaitu memperbaiki dapat terwujudkan.
Hasil penelitian tentang faktor-faktor yang cenderung mempengaruhi
penegakan hukuman disiplin berat bagiPegawai Negeri Sipil di Pemerintahan
Kota Bandung,ditinjau dari parameter kedua yakni,pertimbangan apakah yang
dipakai penegak hukum guna menjatuhan hukuman dalam kaitannya dengan
13
13
penegakan hukuman disiplin berat. Dapat diperoleh gambaran sebagaimana yang
tercantum dalam matriks 7 dibawah ini;
Matriks 7. Pertimbangan Penjatuhan Hukuman
Kode Informan Hasil Interview Makna Tema
01/PNS/BDG/2
012
“….Dalam prakteknya memang
sanksi yang dijatuhkan pada PNS
yang melakukan pelanggaran
disiplin berat, terkadang tidak harus
selalu mutlak sebagaimana dalam
peraturan perundang-undangan.
Hal itu disebabkan Pejabat Pembina
Kepegawaian mempertimbangkan
hal-hal yang memberatkan dan
yang meringankan juga.”
Mempertimbangkan
hal-hal yang
meringankan dan
memberatkan.
02/PNS/BDG/2
012
“…. Yang menjadi pertimbangan
Pejabat yang menghukum itu ya
hasil rapat rekomendasi Tim
Pertimbangan. Isi rekomendasinya
itu mengenai berapa besar dampak
yang ditimbulkannya lalu faktor-
faktor apa saja yang mendorong
PNS itu sehingga melakukan
pelanggaran disiplin berat.”
Mempertimbangkan
dampak dan faktor
yang menyebabkan
PNS melakukan
pelanggaran.
03/PNS/BDG/2
012
“….Biasanya Tim Pertimbangan
menjatuhkan jenis hukuman dengan
melihat seberapa berat pelanggaran
yang dilakukan PNS, lalu kemudian
dijatuhkanlah hukuman yang
sesuai. Sebagai contoh PNS A
absen selama 31 sampai 35 hari
Mempertimbangkan
jenis pelanggaran.
14
14
maka PNS A mendapat sanksi
penurunan pangkat setingkat lebih
rendah selama 3 tahun.”
Sumber: hasil wawancara 13 juli, 16, 17 september 2012
Berdasarkan matriks tersebut, maka dapat diperoleh gambaran bahwa
aparat penegak hukum dalam hal ini PPK (Pejabat Pembina Kepegawaian) selaku
pejabat yang berwenang menjatuhkan hukuman disiplin berat,
mempertimbangkan berbagai aspekdalam setiap menjatuhkan hukuman disiplin
berat. Berdasarkan hasil wawancara, pertimbangan tersebut didasarkan pada
pertimbangan hal-hal yang meringankan serta memberatkan, faktor yang
mendorong dan dampak yang timbul, serta dipertimbangkannya jenis pelanggaran
yang dilakukan. Ketiga informan yang Penulis wawancara, memang tidak ada
kesamaan pendapat,tetapi sekalipun pendapat ketiga informan tersebut
berbeda,Penulis menganggap pendapat mereka saling melengkapi.
Tim pertimbangan dalam membuat bahan rekomendasi, terlebih dahulu
melihat duduk perkara atau jenis pelanggaran apakah yang dilakukan seorang
PNS tersebut.Setelah diketahui hukuman atau sanksi yang harus dijatuhkan
sebagaimana terdapat dalam perundang-undangan, barulah mereka
mempertimbangkan berbagai faktor lainnya.Faktor lain tersebut yaitu faktor
pendorong seorang PNS tersebut melanggar disiplin berat, dampak akibat yang
ditimbulkan atas perbuatannya. Tim pertimbangan memperhitungkan pula itikad
PNS tersebut, dimulai dari sejak pemeriksaan awal, seperti apakah PNS tersebut
kooperatif, ataupun jujur, sehingga hal ini dapat dipakai untuk pertimbangan yang
15
15
meringankan. Apabila pada saat proses penegakan hukum ini PNS tersebut
berbohong atau berbelit-belit pada saat memberikan keterangan, maka nantinya
hal inilah yang dipakai untuk pertimbangan yang memberatkan. Telah disinggung
sebelumnya bahwa, sekalipun ada dua kasus yang jenis pelanggarannya sama
tetapi sanksi atau hukumannya dapat berbeda. Hal yang membedakan itu tentu
saja karena adanya pertimbangan-pertimbangan berdasarkan fakta yang terjadi
atau didapat pada saat proses penegakan hukum ini.Tentunya setiap hal yang
dijadikan pertimbangan dalam penjatuhan hukuman tidak bertentangan dengan
unsur-unsur dalam penegakan hukuman yaitu, unsur kepastian hukum, unsur
kemanfaatan dan unsur keadilan.
Berikut Penulis sampaikan contoh kasus pelanggaran disiplin yang dijatuhi
hukuman disiplin berat pada tahun 2012; kasus pertama, seorang PNS berinisial
RS yang bertugas sebagai Pelaksana UPT Puskesmas Salam pada unit kerja Dinas
Kesehatan Kota Bandung, tidak masuk kerja selama 351 hari yang dimulai pada
pertengahan September 2010. Menurut data yang Penulis peroleh, sampai dengan
awal januari 2011 RS telah tiga kali dijatuhi hukuman disiplin, berupa ; hukuman
disiplin ringan berupa teguran lisan, teguran tertulis hingga pernyataan tidak puas.
Akhirnya pada 5 Januari 2012 dilakukan pemeriksaan oleh Tim Pemeriksa Ad-
Hoc, yang bersangkutan hadir dan mengaku tidak melaksanakan tugas selama 1
tahun karena suasana kerja yang dinilai tidak kondusif. Pada awal bulan maret,
setelah melalui proses yang panjang RS pun dijatuhi hukuman disiplin berat
berupa, pemberhentian secara tidak hormat sebagai PNS. Adapun hal-hal yang
meringankan dan memberatkan RS dalam proses penjatuhan sanksi tersebut
16
16
berupa; pertama ,hal-hal yang meringankan ; RS berlaku sopan saat pemeriksaan
oleh Tim Ad-Hoc, Masa kerja sebagai PNS 25 th 2 bln (usia saat ini 46 tahun);
kedua, hal-hal yang memberatkan ; Berbelit-belit dalam memberikan keterangan,
Tidak ada upaya memperbaiki diri setelah mendapatkan pembinaan dari atasan
langsungnya, Telah 3 (tiga) kali dijatuhi hukuman disiplin selaku PNS.
Kasus kedua, seorang PNS berinisial DY yang bertugas sebagai Kepala
Sub Bag. Pada Diskominfo Kota Bandung, diduga melakukan perselingkuhan
dengan seorang perempuan berinisial HJ. Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan
khusus dari Inspektorat dugaan perselingkuhan tersebut tidak cukup bukti. 11
Pebruari 2012, A melaporkan bahwa telah jatuh ikrar thalaq dari KUA sebelum
adanya ijin perceraian dari Walikota Bandung. Akhirnya setelah mendapat
pertimbangan dari Tim Pertimbangan pada bulan mei 2012 Walikota Bandung
menjatuhkan hukuman disiplin berat berupa, pembebasan dari Jabatan sebagai
Kepala Sub Bag, pada Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Bandung. DY
terbukti melanggar ketentuan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun
1983 jo Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 serta bersalah melanggar Pasal
3 angka 6 PP No. 53 Tahun 2010. Adapun hal yang meringankan dan
memberatkan dalam perkara ini adalah ;pertama, hal yang meringankan ; DY
tidak pernah dijatuhi hukuman disiplin. Kedua, hal yang memberatkan ; selaku
Pejabat, DY telah bersalah karena menggugat cerai istrinya tanpa prosedur selaku
PNS, Selaku Pejabat, DY tidak menjaga pergaulan dengan lawan jenis sehingga
menimbulkan fitnah perselingkuhan dan menurunkan martabat PNS.
17
17
Hasil penelitian tentang faktor-faktor yang cenderung mempengaruhi
penegakan hukuman disiplin berat bagi Pegawai Negeri Sipil di Pemerintahan
Kota Bandung,ditinjau dari parameter ketiga yakni,kendala atau hambatan apakah
yang terdapat saat proses penegakan hukuman disiplin berat. Maka dapat
diperoleh gambaran sebagaimana yang tercantum dalam matriks 8 dibawah ini;
Matriks 8.Kendala/Hambatan Proses Penegakan Hukum.
Kode Informan Hasil Interview Makna Tema
01/PNS/BDG/2
012
“….Tiap-tiap SKPD banyak yang
belum faham secara keseluruhan
aturan hukuman disiplin PNS,
sehingga otomatis penegakan
hukuman disiplin nya jadi kurang
optimal. Terus ada juga SKPD yang
langsung melimpahkan kasus
pelanggaran ke Inspektorat/BKD
untuk menyelesaikan, padahal
prosedur yang sebenarnya atasan si
pelanggar harus terlebih dulu
memeriksa duduk perkaranya,
bukannya langsung melimpahkan ke
instansi lain.”
Kurangnya
pemahaman hukum,
kurangnya rasa
tanggung jawab
atasan langsung.
02/PNS/BDG/2
012
“….Terkadang ada beberapa Kepala
SKPD yang cenderung
enggan/kurang tanggap apabila
bawahannya melakukan pelanggaran
disiplin, sehingga banyak kasus
pelanggaran disiplin yang ditindak
atas hasil inspeksi Inspektorat kota
Bandung. Lalu yang kedua
Atasan langsung
kurang responsive,
lambannya proses
penegakan.
18
18
lambatnya penanganan kasus apabila
suatu kasus sudah memasuki masa
pemeriksaan oleh tim pemeriksa Ad
hoc, dan memasuki masa
pertimbangan oleh tim
pertimbangan, mengingat karena
anggota-anggota tim tersebut
merupakan Pejabat yang mempunyai
kesibukan masing-masing.”
03/PNS/BDG/2
012
“….Masih banyak individu PNS
yang bersikap acuh begitu melihat
PNS lain disekitarnya melakukan
pelanggaran, sehingga dimungkinkan
masih banyak kasus-kasus
pelanggaran disiplin yang belum
tertindak. Dan juga aturan sanksi
hukuman disiplin masih banyak yang
multitafsir.”
Budaya
acuh/permisif,
Peraturan bersifat
multitafsir.”
Sumber: hasil wawancara 13 juli, 16, 17 september 2012
Setiap upaya penegakan hukum tentu akan menimbulkan kendala tertentu.
Begitu pula dalam hal pemberian sanksi disiplin berat bagi Pegawai negeri Sipil di
lingkungan Pemkot Bandung. Berdasarkan matriks tersebut, maka dapat diperoleh
gambaran bahwa, dalam penegakan hukuman disiplin berat terdapat hambatan
atau kendala seperti kurangnya pemahaman hukum pimpinan SKPD maupun
PNS, kurangnya rasa tanggung jawab atasan langsung, lalu atasan langsung pun
terkadang kurang responsif, dan masih ada budaya acuh atau bahkan permisif di
antara sesama PNS. Ketiga informan yang Penulis wawancara memang mereka
19
19
menyatakan pendapat yang berbeda-beda tetapi Penulis menganggap bahwa
semua pendapat yang mereka kemukakan adalah suatu fakta yang sebenarnya
terjadi. Keseluruhan hambatan atau kendala yang dikemukakan informan menurut
Penulis, nantinya akan membentuk faktor-faktor yang mempangaruhi proses
penegakan hukuman disiplin, sehingga disini Penulis tidak akan membahasnya
secara detail. Hambatan atau kendala tersebut akanPenulis coba bahas secara
keseluruhan pada saat Penulis membahas faktor-faktor yang cenderung
mempengaruhi penegakan hukuman disiplin berat, dimana hal tersebut merupakan
salah satu inti dari sub judul pembahasan.
Terlepas dari hambatan yang timbul pada penegakan hukum, setiap
pelanggaran yang dilakukan PNS bisa terjadi karena kurangnnya kesadaran akan
pentingnya kedisiplinan itu sendiri. Para pemimpin seharusnsya dapat
mengadakan pertemuan rutin dimana, pemimpin dapat selalu memberikan
motivasi kepada para pegawainya agar mereka memiliki kedisiplinan dan
semangat kerja yang tinggi.Sebenarnya pemberian motivasi tidak selalu harus
dilakukan oleh pemimpin saja, tetapi dapat dilakukan oleh sesama rekan kerja
atau bahkan seorang motivator khusus yang sengaja didatangkan untuk
memberikan pelatihan motivasi kepada para pegawai.
Pimpinan juga seharusnya seharusnya tidak hanya membiarkan motivasi
saja, tapi sebaiknya memberikan reward and punishment.Rewardtersebut tidak
harus selalu berbentuk uang tetapi dapat juga berupa pujian atau penghargaan
sebagai pegawai yang teladan. Berdasarkan hal itu,otomatis pegawai lain pun ikut
terpacu untuk selalu menjadi lebih baik, sementara bagi pegawai yang tidak
20
20
disiplin diberikan sanksi yang setimpal. Kendala juga muncul karena sistem yang
ada di sipil berbeda dengan sistem di kemiliteran,di militer, atasan bisa langsung
menghukum anggotanya yang kedapatan berbuat kesalahan atau melakukan
pelanggaran kedisiplinan. Hal tersebut berbeda dengan sistem yang berkembang
di sipil, penegakan hukum harus melalui prosedur yang berlaku, sehingga
membutuhkan waktu yang lama untuk menghukum seorang pegawai yang
melakukan pelanggaran disiplin. Hal tersebut tentu akan memerlukan waktu yang
cukup lama dalam memberikan sebuah sanksi disiplin. Pemberian sanksi disiplin
bagi seorang Pegawai negeri Sipil jugasepertimya lebih mengalami kelonggaran
dibandingkan dengan pegawai swasta. Seorang Pegawai Swasta bisa langsung
dijatuhi hukuman berat ketika dia melakukan kesalahan.
Penulissetelah mengetahui hasil dari ketiga parameter sebelumnya yaitu
output yang diharapkan, pertimbangan dalam penjatuhan hukuman, dan kendala
atau hambatan yang dihadapi. Sekarang Penulis membahas apa yang menjadi inti
dari sub judul bahasan ini,yaitu faktor-faktor apakah yang cenderung
mempengaruhi dalam penegakan hukuman disiplin PNS di lingkungan Kota
Bandung yang tentunya hal ini dipengaruhi atau berkaitan dengan parameter-
parameter sebelumnya. Untuk secara jelasnya dalam mengetahui faktor-faktor
yang sebenarnya cenderung mempengaruh penegakan hukum, dapat diperoleh
gambaran sebagaimana tercantum dalam matriks 9 dibawah ini;
Matriks 9.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum.
Kode Informan Hasil Interview Makna Tema
01/PNS/BDG/2
012
“….sebenarnya ada dua faktor
yang mempengaruhi yaitu faktor
Faktor internal:
individu pelanggar.
21
21
eksternal dan internal. Kalo
internal itu faktor dari individu
yaitu kepribadian PNS yang
melanggar, seperti dia jujur,
kooperatif atau tidak sewaktu
pemeriksaan. Nah kalo faktor
eksternal itu seperti faktor
lingkungan, hukum dan tentunya
penegak hukumnya.”
Faktor eksternal:
lingkungan, Undang-
undang, dan aparak
penegak hukum.
02/PNS/BDG/2
012
“….Aturan hukumnya ada yang
tumpang tindih, keterbatasan
waktu penegak hukum sama
faktor masyarakatnya, menurut
saya yang mempengaruhi ya gak
jauh dari ketiga faktor itu.”
Faktor Undang-undang
dan masyarakat.
03/PNS/BDG/2
012
“….Kalo masalah faktor yang
mempengaruhi, sama saja ya,
seperti faktor-faktor yang
mempengaruhi penegakan hukum
pada umumnya. Seperti faktor
hukumnya, faktor budaya, faktor
penegak hukum, dan yang terakhir
itu faktor masyarakatnya.”
Faktor hukum/Undang-
undang, budaya,
penegak hukum, dan
faktor masyarakat.
Sumber: hasil wawancara 13 juli, 16, 17 september 2012
Pegawai Negeri Sipil yang terbukti melanggar aturan disiplin,
sebagaimana disinggung dalam sub pokok bahasan sebelumnya, sudah menjadi
suatu keharusan untuk di berikan sanksi hukuman disiplin. Terlebih jika
pelanggaran yang dilakukan PNS tersebut merupakan jenis pelanggaran disiplin
22
22
berat, namun dalam setiap penegakan aturan hukum, selalu ada faktor-faktor yang
mempengaruhi penegakan hukum tersebut. Secara umum, sebagaimana
dikemukakan oleh Soerjono Soekanto, ada lima faktor yang mempengaruhi
penegakan hukum, yaitu:
1. Faktor hukumnya sendiri;
2. Faktor penegak hukum, yaitu pihak-pihak yang membentuk maupun yang
menerapkan hukum;
3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum;
4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau
diterapkan;
5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan
pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.166
Kelima faktor tersebut saling berkaitan dengan erat, karena merupakan
esensi dari penegakan hukum serta juga merupakan tolok ukur dari pada
efektivitas penegakan hukum, namun Penulis disini berpendapat bahwa faktor
masyarakat dan faktor kebudayaan itu bersatu. Penulis beranggapan bahwa faktor
masyarakat itu didalamnya melingkupi orang yang ada dalam masyarakat itu
sendiri, lingkungan dan budaya yang ada dalam masyarakat.
Berdasarkan matriks 9 diatas Penulis memperoleh gambaran bahwa ada
tiga faktor utama yang cenderung mempengaruhi penegakan hukuman disiplin
berat di lingkungan Pemkot Bandung yaitu; faktor hukum atau undang-
undangnya, faktor masayarakat, dan yang terakhir faktor penegak hukum. Ketiga
informan yang wawancara, menyatakan bahwa faktor yang mendorong itu
166
Soerjono Soekanto. 1983.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum.
Rajawali Press. Jakarta. hlm 4-5.
23
23
beraneka ragam sebagaimana termuat dalam matriks diatas. Penulis
menginterpretasikan bahwa sebenarnya berbagai faktor itu cenderung mengerucut
menjadi tiga faktor utama sebagaimana disebutkan sebelumnya. Ketiga faktor
tersebut akan Penulis coba untuk membahasnya satu persatu.
1. Faktor Hukum (Undang-Undang)
Faktor pertama yang mempengaruhi proses penegakan hukuman disiplin
berdasarkan penelitian Penulis adalah faktor hukum. Faktor hukum tersebut
adalah Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin PNS,
seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa “ruh” dan semangat yang diusung
dalam penerbitan peraturan pemerintah disiplin pegawai ini, adalah dalam rangka
mewujudkan PNS yang handal, profesional, dan bermoral. Peraturan disiplin
pegawai dirancang sedemikian rupa untuk membantu pegawai dalam menjamin
terpeliharanya tata tertib dan kelancaran pelaksanaan tugas serta dapat mendorong
PNS untuk lebih produktif, berdasarkan sistem karier dan sistem prestasi kerja.
Seberapa efektifkah sistem dan peraturan disiplin yang ada sekarang, terlebih bila
kita hubungkan dengan visi yang hendak dicapai tersebut. Dalam prakteknya, di
lapangan masih banyak kita temukan berbagai bentuk pelanggaran, baik yang
terang-terangan, maupun sembunyi-sembunyi. Untuk melihat sebuah peraturan
mempunyai substansi hukum yang baik atau tidak, maka dapat diuji melalui
syarat-syarat pembuatan hukum yang meliputi:
1. Peraturan dirancang dengan baik, kaidahnya jelas, mudah dipahami dan penuh
kepastian;
24
24
2. Peraturan sebaiknya bersifat melarang (prohibitur) dan bukan
mengharuskan/membolehkan (mandatur);
3. Sanksi haruslah tepat dan sesuai tujuan;
4. Beratnya sanksi tidak boleh berlebihan (sebanding dengan perbuatannya);
5. Mengatur terhadap perbuatan yang mudah dilihat;
6. Mengandung larangan yang berkesesuaian dengan moral;
7. Pelaksana hukum menjalankan tugasnya dengan baik, sosialisasi peraturan,
dan penafsiran seragam dan konsisten.167
Materi peraturan, keberadaannya sangat diperlukan dalam rangka
penuntun aturan teknis manajemen kedisiplinan pegawai. Peraturan Pemerintah
Nomor 53 Tahun 2010 didalamnya telah ditentukan adanya pola aturan
penjatuhan hukuman yang lebih berat dari Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun
1980. Hal itu mulai dari penurunan pangkat setingkat lebih rendah, pemindahan
dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah, pembebasan dari jabatan
PNS, hingga pemberhentian dengan hormat maupun dengan tidak hormat. Pejabat
yang mengetahui bahwa ada staf-nya yang telah terbukti melakukan pelanggaran
disiplin namun Pejabat yang bersangkutan tidak melakukan penindakan dengan
penjatuhan hukuman,maka Pejabat yang bersangkutan justru yang akan dikenai
hukuman disiplin sesuai dengan tingkat kesalahan yang dilakukan oleh staf-nya
tersebut. Melalui pendekatan seperti inilah yang bagi sebagian kalangan dianggap
menjadi salah satu pembaik dan pembeda antara Peraturan Pemerintah Nomor 30
Tahun 1980 dengan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010.
167
Robert Biersted dalam Tedi Sudrajat, 2008, Problematika Penegakan Hukuman
Disiplin Kepegawaian, Jurnal Dinamika Hukum , Fakultas Hukum UNSOED, Purwokerto, hlm. 5.
25
25
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010, disatu sisi, sebagaimana
disebutkan diatas mempunyai kelebihan dibandingkan dengan Peraturan
sebelumnya. Peraturan Nomor 53 Tahun 2010, juga mempunyai kelemahan. Salah
satunya adalah mengenai larangan PNS untuk mempunyai kegiatan usaha\bisnis
di luar statusnya sebagai PNS. Akan tetapi Peraturan Pemerintah No 6 tahun 1974
tentang Pembatasan Kegiatan Pegawai Negeri dalam Usaha Swasta sampai saat
ini tidak dicabut.
Contoh yang kedua adalah aturan mengenai izin Perkawinan dan
Perceraian bagi PNS tidak disinggung dalam Peraturan pemerintah Nomor 53
Tahun 2010. Peraturan mengenai Perkawinan dan Perceraian tersebut diatur
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan
Perceraian Bagi PNS. Hal tersebutlah yang nampaknya membuat seorang Lurah
serta Sekretarisnya di salah satu kelurahan di Pemerintahan Kota Bandung
mendapat sanksi hukuman disiplin berat. Kronologinya berawal dari seorang
Sekretaris Lurah yang bercerai namun hanya mepalorkan pada Lurah-nya saja.
Hal itu diperparah oleh Lurah yang memang tidak tahu mengetahui prosedur
sebagaimana mestinya. Pada akhirnya Lurah beserta Sekretarisnya mendapat
hukuman disiplin berat berupa penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3
(tiga) tahun.
Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 2010 tersebut, dapat dikatakan
tetaplah produk yang bersifat normatif dan legal formal. Keberadaannya
diperlukan atas dasar nafas administratif birokrasi dalam manajemen
26
26
kepegawaian. Peraturan disiplin ini sangat diperlukan dalam rangka mengatur
pegawai dalam ranah hukum positif kepegawaian, seperti apa saja yang wajib
dilakukan, apa saja yang dilarang untuk dilakukan, hukuman apa saja yang
diberikan apabila dilanggar, bagaimana cara pemberian hukuman, serta siapa saja
yang berhak menjatuhkan hukuman. Peraturan disiplin PNS eksis dan berperan
dalam ranah administratif, dalam perkembangannya, apabila sebuah aturan
disusun dalam rangka menopang unsur administratif semata, maka akan sangat
dimungkinkan ditemukan berbagai penyimpangan dalam implementasinya. Hal
itu seolah menguatkan anekdot sederhana, “bahwa aturan dibuat memang untuk
dilanggar”.
2. Faktor Masyarakat
Faktor kedua yang mempengaruhi proses penegakan hukuman disiplin
berdasarkan penelitian Penulis adalah faktor masyarakat, yang dimaksud dengan
faktor masyarakat disini adalah Pegawai Negeri Sipil dan kebudayaan yang ada
dimasyarakat tersebut, sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada
karsa manusia (PNS) di dalam pergaulan hidup. Peraturan Pemerintah Nomor 53
Tahun 2010 jika kita analisis secara mendalam,masih menyisakan celah dan
kelemahan yang memungkinkan untuk di ”mainkan”, apalagi bila kita korelasikan
kembali dengan misi yang hendak dicapai dari lahirnya Peraturan Pemerintah
tersebut yakni mewujudkan PNS yang handal, professional, dan bermoral. Sebuah
kondisi ideal namun terkesan virtual. Kerentanan terhadap aksi pelanggaran yang
menjauhkan dari tercapainya misi awal, tidak hanya terletak pada unsur materi
dasar yang tertuang dalam peraturan pemerintah tersebut, melainkan pula pada
27
27
ranah implementasinya dilapangan. Musuh bersama penegakan Peraturan
Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tersebut adalah masih bersarangnya bahaya
laten sifat-sifat seperti KKN, tahu sama tahu, aksi diam sama diam, hingga
akhirnya setiap pelanggaran yang ada terkubur dengan nyaman. Semua pihak
yang berkepentingan melakukan usaha dengan semangat simbiosis
mutualisme atas dasar prinsip “yang penting semuanya selamat”. Pada akhirnya
bila dihubungkan dengan masalah proses penegakan hukuman disiplin, akan
berakibat banyaknya pelanggaran disiplin yang tidak terungkap.
Masalah diatas bisa saja diperparah dengan Atasan yang akan merasa malu
bila bawahannya terkena hukuman disiplin. Terlebih jika hukuman disiplin
tersebut merupakan pelanggaran disiplin berat, karena pada akhirnya tidak dapat
dipungkiri bahwa hal tersebut akan mencemari nama baik SKPD tersebut, inilah
bom waktu yang bisa saja menanti. Sebuah komitmen dan usaha yang ekstra
kuat dibutuhkan dalam menerapkan sebuah peraturan baru. Bagaimana seorang
pejabat hingga staff mau dan mampu dengan kesungguhan hati bersama-sama
untuk menjalankan aturan main yang ada demi tegaknya peraturan disiplin (law
enforcement), bila semua bahaya tersebut tetap tertanam dan tumbuh subur dalam
roda menajemen disiplin pegawai.
peraturan disiplin PNS, idealnya disusun atas dasar fungsi strategis yang
memiliki visi menjadikan pegawai sebagai subjek yang mampu untuk dibantu,
dikembangkan, serta mengoptimalkan diri berdasarkan nilai plus yang dimiliki
setiap pribadi mereka. Sebuah kondisi dimana sebuah peraturan disiplin disusun
untuk “dihilangkan” kembali karena seluruh stakeholder (dalam hal ini Pegawai
28
28
Negeri Sipil) telah mampu menginternalisasikan seluruh nilai kepatuhan tersebut
bahkan ketika peraturan disiplin tersebut “sudah dihilangkan” sekalipun. Sebuah
sistem yang tidak hanya menjadikan pegawai sebagai objek yang harus patuh dan
tunduk dengan aturan main yang ada, namun sebaliknya menjadikan pegawai
sebagai sebuah subjek yang dinamis dan berkembang, suatu kondisi dimana
pegawai memiliki rasa kedisiplinan atas dasar nilai pribadi, bukan hanya
kepatuhan relatif semata.
Hal diatas adalah ranah etos kerja, dimana spirit, semangat, dan mentalitas
yang mewujud menjadi seperangkat perilaku kerja yang positif seperti: rajin,
bersemangat, teliti, tekun, ulet, sabar, akuntabel, responsibel, berintegritas, hemat,
menghargai waktu, dan sebagainya. Hal tersebut semuanya berada dalam diri
manusia yang tersimpan dalam berbagai bentuk kompetensi, keahlian, dan
kemampuan diri manusia tersebut yang dalam hal ini adalah PNS. Apabila semua
hal tersebut digunakan di dalam dan melalui kerja, ia akan keluar dalam bentuk
kinerja, prestasi, dan produksi. Para pegawai dengan etos kerja seperti itu, akan
bekerja dengan penuh dedikasi dan pengabdian diri karena dalam jiwa mereka
telah tertanam nilai-nilai bahwa bekerja adalah sebuah rahmat, bekerja adalah
ibadah, bekerja adalah amanah, bekerja adalah melayani. Bekerja dengan penuh
disiplin dan tanggung jawab adalah representasi dari kemulian diri.
Dalam rangka mengusung suatu tata nilai aturan kepegawaian yang
bersifat lebih menyeluruh, diperlukan sebuah terobosan baru dalam merumuskan
peraturan khususnya yang berkaitan dengan disiplin PNS.Terobosan tersebut
berkenaan dengan bagaimana sebuah peraturan disiplin pegawai mampu
29
29
mengakomodir secara baik unsur-unsur nilai bagi para pegawai itu sendiri. Unsur
nilai yang mampu memberi rangsangan bagi para pegawai, untuk mampu
mengembangkan nilai dan karya mereka berdasarkan prinsip “etos kerja” mereka,
bukan sebaliknya hanya kepatuhan administratif semata. Kita tidak akan bisa
menjamin suksesnya sebuah peraturan disiplin PNS apabila semangat yang
diusung hanya dalam kisaran normatif yang mendasarkan pada pola aturan nilai
legal formal kepegawaian semata. Melalui etos kerja, para pegawai akan
melakukan pekerjaan serta mematuhi peraturan yang ada secara totalitas atas
dasar kesadaran dan ketulusan budi, bukan hanya atas dasar kepatuhan untuk tidak
dikenai hukuman semata. Melalui sebuah peraturan yang didalamnya
terdefinisikan nilai-nilai yang dapat merangsang nilai etos kerja pegawai, visi
mulia dari diterbitkannya peraturan disiplin PNS yakni menjadikan pegawai yang
Handal, Profesional dan Bermoral akan dapat kita wujudkan bersama.
3. Faktor Penegak Hukum
Faktor penegak hukum merupakan salah satu faktor yang cenderung
mempengaruhi penegakan hukuman disiplin berat. Penegakan hukuman disiplin
berat dalam hal ini, adalah penegakan hukuman disiplin berat bagi PNS di
lingkungan Pemerintahan Kota Bandung. Penegak hukum sebagaimana
disebutkan diatas adalah pihak-pihak yang menerapkan hukum sebagaimana
kewenangan yang melekat pada diri penegak hukum tersebut.Pemerintahan Kota
Bandung di lingkungannya terdapat 61 Satuan Kerja perangkat Daerah
(SKPD).SKPD tersebut terdiri dari 17 Dinas, 14 Lembaga Teknis, dan 30
Kecamatan.Sayangnya tidak secara keseluruhan Atasan langsung pada tiap-tiap
30
30
SKPD memahami betul mengenai hukuman disiplin berat yang termuat dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010. Berdasarkan kondisi seperti itu
otomatis cenderung menghambat proses penegakan hukuman disiplin berat bagi
PNS. Sehingga dikhawatirkan banyak PNS yang seharusnya mendapat sanksi
berupa hukuman disiplin sedang atau berat, bisa lolos dari jeratan hukuman
disiplin tersebut.
Kondisi kedua yang cukup mempengaruhi proses penegakan hukuman
disiplin berat bagi PNS di lingkungan Pemerintahan Kota Bandung adalah,
banyak dari tiap-tiap Atasan langsung SKPD yang cenderung bersikap tidak mau
repot dalam menangani dugaan pelanggaran disiplin berat pada SKPD yang ia
pimpin. Sikap tidak mau repot tersebut dibedakan menjadi dua yaitu ; Kesatu,
tidak mau repot dalam artian, Atasan langsung SPKD seolah-olah tidak
mengetahui akan adanya dugaan pelanggaran disiplin berat yang terjadi pada
SKPD yang ia pimpin. Sehingga banyak dari dugaan pelanggaran disiplin berat
yang diproses atas hasil inspeksi oleh Inspektorat Kota Bandung.Kedua, adalah
sikap tidak mau repot karena memang tidak memahami proses penegakan
hukuman disiplin berat PNS. Banyak laporan mengenai dugaan pelanggaran
disiplin ringan, sedang dan berat yang langsung di laporkan ke Badan
kepegawaian Daerah Kota Bandung.
Kedua kondisi diatas nampaknya terselamatkan oleh keberadaan serta
kinerja Tim Pemeriksa Ad Hoc.Sebenarnya Tim tersebut di Ketuai oleh Atasan
langsung dari PNS yang diduga melakukan pelanggaran disiplin berat. Adanya
unsur dari Badan kepegawaian Daerah Kota Bandung, Unsur Pengawasan dari
31
31
Inspektorat Kota Bandung serta Pejabat lain yang ditunjuk bila diperlukan,
setidaknya hasil dari pemeriksaan tersebut cukup obyektif. Terlepas dari ke-
obyektifan Tim Pemeriksa Ad Hoc, seharusnya Atasan dari tiap-tiap SKPD
tersebut memahami betul posisinya sebagai seorang pemimpin. Seorang
pemimpin seyogyanya dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawab besar
yang diembannya. Seorang pemimpin dituntut pula untuk berlaku arif serta
menjadi panutan bagi orang-orang yang dipimpinya, dengan terciptanya seorang
pemimpin sebagaimana diharapkan di atas, niscaya ketidakfahaman peraturan
serta sikap “tidak mau repot” akan hilang.
Penegakan hukuman disiplin berat, sebagaimana telah dibahas sebelumnya
dalam proses penegakannya memerlukan waktu serta prosedur yang panjang. Hal
tersebut dikarenakan Tim Pemeriksa serta Tim Pertimbangan yang dibentuk untuk
menangani kasus pelanggaran disiplin sedang dan berat, terdiri dari unsur-unsur
Pejabat yang notabenenya memiliki aktivitas yang padat. Para Pejabat tersebut
mempunyai tugas pokok sesuai dengan jabatan yang di embannya masing-
masing,dan sudah tentu tugas pokok tersebut menyita cukup banyak waktu.
Secara nalar Penulis, pasti sulit untuk mengumpulkan para Pejabat tersebut dalam
satu waktu, yaitu untuk melakukan tugasnya sebagai aparat penegak hukuman
disiplin sedang atau berat. Hal inilah yang menjadi persoalan dalam kaitannya
dengan proses penegakan hukuman disiplin berat tersebut.
Berlarut-larutnya suatu proses penegakan hukuman disiplin justru menjadi
suatu permasalahan baru. Permasalahan baru tersebut adalah, terjadinya suatu
ketidakpastian hukum yang sementara. Maksud dari ketidakpastian tersebut
32
32
adalah suatu proses penegakan hukum yang berlarut-larut, menimbulkan suatu
kerugian, di satu pihak yaitu kerugian bagi PNS yang diduga melakukan
pelanggaran tersebut, maupun kerugian materil yang harus dipikul Pemerintah.
Kerugian bagi PNS yang diduga atau bahkan sudah terbukti melakukan
pelanggaran disiplin adalah, timbulnya suatu beban pikiran mengenai kejelasan
nasibnya, serta tidak terpenuhinya asas peradilan yang cepat.Kerugian bagi
Pemerintah yaitu, sebagaimana bunyi Pasal 27 Peraturan Pemerintah Nomor 53
Tahun 2010 yang membolehkan pembebasan sementara dari tugas dan jabatannya
dengan tetap diberikan hak-hak kepegawaiannya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Hal tersebut, sebenarnya memang merupakan salah satu penerapan dari
asas praduga tak bersalah, namun bagaimana jika yang terjadi adalah sebaliknya,
yaitu PNS tersebut memang benar-benar bersalah telah melakukan pelanggaran
disiplin berat, terlebih jika sanksi yang diberikan merupakan pemecatan secara
tidak hormat. Berdasarkan hal tersebut sudah pasti hak-hak yang didapatkan PNS
yang bersangkutan semasa diberi pembebasan tugas serta jabatan secara
sementara, sebenarnya tidak pantas ia peroleh. Hal itu merupakan salah satu
pemborosan keuangan Negara, serta dapat menimbulkan kesan negatif bagi
masyarakat yang mengetahuinya, karena hal itu bisa saja diartikan sebagai
perlakuan khusus bagi Pegawai Negeri Sipil. Pemerintah selaku pembuat
peraturan semestinya menyadari akan hal ini. Kendati dampak yang ditimbulkan
mungkin tidak terlalu besar, namun hal tersebut tetaplah suatu masalah.
33
33
BAB V
PENUTUP
A. SIMPULAN
1. Proses Penegakan Hukuman Disiplin Berat Pegawai Negeri Sipil Di
Pemerintahan Kota Bandung Propinsi Jawa Barat.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa,
Proses penegakan hukuman disiplin berat, bagi PNS di lingkungan Pemkot
Bandung berjalan melalui alur sebagaimana peraturan yang menjadi pedoman
pelaksanaan. Prosesnya dimulai dengan:
a. Atasan langsung atau Pejabat yang berwenang menghukum mengetahui atau
menerima laporan, adanya pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh PNS,
terlebih dahulu melakukan pemanggilan sebelum pemeriksaan.
b. Atasan langsunga atau Pejabat yang berwenang menghukum membuat surat
permohonan untuk membentuk Tim Pemeriksa Ad Hoc, Pejabat Pembentuk
Tim Pemeriksa Ad Hoc kemudian membentuk Tim Pemeriksa Ad Hoc sesuai
Pangkat dan Jabatan PNS yang akan diperiksa.
c. Tim Pemeriksa Ad Hoc melakukan pemanggilan maksimal 2 kali dan
selanjutnya melakukan pemeriksaan yang hasilnya dituangkan dalam BAP,
Apabila diperlukan, Tim Pemeriksa dapat meminta keterangan dari orang lain.
d. Tim Pemeriksa Ad Hoc melaporkan hasil pemeriksaan dengan melampirkan
BAP (Berita Acara Pemeriksaan) kepada Tim Pertimbangan, selanjutnya Tim
Pertimbangan melakukan rapat pertimbangan untuk menentukan jenis
34
34
hukuman disiplin sebagai bahan rekomendasi kepada Walikota Bandung
selaku Pejabat Pembina Kepegawaian.
e. Tim Pertimbangan melaporkan hasil rapat dengan menyerahkan rancangan
Surat Keputusan Penjatuhan Hukuman Disiplin kepada Walikota Bandung.
Walikota Bandung memutuskan menjatuhkan hukuman disiplin sedang atau
berat berdasarkan rekomendasi hasil rapat Tim Pertimbangan.
f. Hasil Keputusan Walikota diserahkan kembali kepada Tim Pertimbangan.
Tim Pertimbangan melakukan pemanggilan kepada PNS yang bersangkutan
untuk penyerahan SK Penjatuhan Hukuman Disiplin.
g. Tim Pertimbangan Penyelesaian Kasus Pelanggaran Disiplin menyerahkan SK
Penjatuhan Hukuman Disiplin kepada PNS yang bersangkutan. PNS yang
merasa keberatan dengan keputusan Walikota tersebut dapat melakukan upaya
administratif, namun hal tersebut terbatas pada hasil keputusan sesuai dalam
Pasal 7 ayat (4) huruf d dan huruf e.
2. Faktor-Faktor Yang Cenderung Mempengaruhi Penegakan Hukuman
Disiplin Berat Pegawai Negeri Sipil di Pemerintahan Kota Bandung
Propinsi Jawa Barat.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa,
faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukuman disiplin berat Pegawai
Negeri Sipil di Pemkot Bandung adalah, faktor hukum atau undang-undangnya,
faktor penegak hukum, dan yang terakhir faktor masayarakat.
a. Faktor yang dipengaruhi oleh hukum atau undang-undangnya yaitu, PP
Nomor 53 Tahun 2010 lebih tegas mengatur sanksi pelanggaran ketentuan jam
35
35
kerja PNS, PP tersebut mengatur lebih ketat mengenai ketentuan target kerja
PNS. Pejabat yang berwenang menghukum, tetapi tidak melakukan
kewajibannya akan dijatuhi hukuman yang sama dengan PNS tersebut. Hal
tersebut dianggap sebagai kelebihan dibandingkan PP Nomor 30 Tahun 1980.
PP Nomor 53 Tahun 2010 disisi lain, masih terdapat kekurangan, yaitu tidak
dimuatnya aturan yang jelas mengenai aturan izin usaha PNS, serta aturan
kawin cerai PNS.
b. Faktor masyarakat itu didalamnya melingkupi orang yang ada dalam
masyarakat itu sendiri (PNS), lingkungan dan budaya yang ada dalam
masyarakat. Faktor yang dipengaruhi oleh masyarakat yaitu, terdapat PNS
yang cenderung acuh/tidak melaporkan, apabila ada PNS lain di tempat
kerjanya yang melakukan pelanggaran disiplin. Hal tersebut cukup
berpengaruh pada terhambatnya proses penegakan hukuman disiplin berat
PNS.
c. Faktor yang dipengaruhi oleh penegak hukum yaitu, terdapat Atasan langsung
SKPD yang cenderung bersikap tidak mau repot dalam menangani dugaan
pelanggaran disiplin berat ada SKPD yang ia pimpin. Sikap tidak mau repot
tersebut yaitu ; Pertama, tidak mau repot dala martian, Atasan langsung
SPKD seolah-olah tidak mengetahui akan adanya dugaan pelanggaran
disiplinberat yang terjadi pada SKPD yang ia pimpin. Kedua, adalah sikap
tidak mau repot karena memang tidak memahami proses penegakan hukuman
disiplin berat PNS. Banyak laporan mengenai dugaan pelanggaran disiplin
36
36
ringan, sedang dan berat yang langsung di laporkan ke Badan Kepegawaian
Daerah Kota Bandung.
B. SARAN
PP No 6 Tahun 1974 tentang Pembatasan Kegiatan Pegawai
Negeri dalam Usaha Swasta dan PP Nomor 45 Tahun 1990 tentang Izin
Perkawinan dan Perceraian PNS, merupakan peraturan yang sering menjadi dasar
pelanggaran disiplin berat PNS, seyogyanya ke dua peraturan tersebut dimasukan
kedalam PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS. Dengan demikian hal
tersebut diharapkan dapat mempermudah dan memperjelas proses penegakan
hukuman disiplin berat bagi PNS.
37
37
DAFTAR PUSTAKA
Literatur :
Ashshofa, Burhan, 2004, Metode penelitian Hukum, Jakarta, PT. Rineka Cipta.
Asikin, Zainal dan Amirrudin, 2006, Pengantar Metode Penelitian Hukum.
Jakarta, PT Raja Grafindo Persada.
Atmosudirjo, Prayudi, 1981, Hukumm Administrasi Negara, Jakarta, Ghalia
Indonesia.
Bryan A. Garner (Editor In Chief). 1999. Black’s Law Dictionary. Seventh
Edition. St. Paul Minesota, West Publishing. Ebook.
Burhannudin A, Tayibnapis, 1995, Administrasi Kepegawaian Suatu Tinjauan
Analitik, Jakarta, Pradnya Paramita.
Campbell, Black Henry ,1999. Black’s Law Dictionary. Edisi VI. St. Paul
Minesota, West Publishing. Ebook.
D, Soedjono, 2002, Menegakan Hukum. Bandung, Majalah Ikatan Alumni
Fakultas Hukum UNIKA Parahyangan Bandung.
Davis, Keith, Newstrom, 1985, John, W., Perilaku Dalam Organisasi,
(terjemahan), (Jakarta: Erlangga.
Djatmika, Sastra, dan Marsono, 1995, Hukum Kepegawaian di Indonesia, Jakarta,
Djambatan.
Effendi, Taufik, 2004, Membangun Tata Pemerintahan yang Baik, Kompas,
Jakarta.
Faesal, Sanapiah. 1990, Penelitian Kualitatif, Dasar-Dasar dan Aplikasinya.
Malang, Asih Asah Asuh (Y A3).
Gouzali, Saydam , 1997, Kamus Istilah Kepegawaian, Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.
Hanitijo, R. Soemitro, 1988, Metodologi Penelitian Hukum dan Juriweri, Jakarta.
Ghali Indonesia.
Hardianto. 2004, Implementasi Arah Kebijakan Manajemen Kepegawaian,
Jakarta. Warta BKN.
38
38
Hardijanto, 2003, Pembinaan Kepegawaian Dalam Sistem Administrasi Negara
Kesatuan Republik Indonesia, Jakarta, Makalah disampaikan pada
Diklatpim Tingkat II. LAN.
Hartini, Sri., dkk, 2008, Hukum Kepegawaian Di Indonesia, Jakarta, Sinar
Grafika.
HR, Ridwan , Hukum Administrasi Negara,. UII Press, Yogyakarta, 2003.
Ibrahim, Idi Subandy. 2004, Dari Nalar Keterasingan Menuju Nalar Pencerahan,
Jalasutra,Yogyakarta, Yayasan Dewi Sartika.
IG, Wursanto, 1988, Manajemen Kepegawaian 2, Yogyakarta, Kanisius.
Malayu, S.P Hasibuan, 2002, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta, Bumi
Aksara.
Marbun, S.F , Pokok-pokok Hukum Administrasi Negara, Liberty, Yogyakarta,
2000.
Mathis, Robert, L., Jackson, John, H., 2002, Manajemen Sumber Daya Manusia,
(terjemahan), Jakarta, Salemba Empat.
Moleong, Lexy J, 1991, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung, PT. Remaja
Rosada Karya.
Muchsan, 1982, Hukum Kepegawaia. Raja. Bina AKsara, Jakarta.
Muhadjir Noeng r, 1996, Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi III, Yogyakarta,
Rake Sarasin
Musanef, 1996, Manajemen Kepegawaian Din Indonesia, Jakarta, PT,Toko
Gunung Agung.
Nasution, S, 1996, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, Yogyakarta,
Rekasarasin.
Poernomo, Bambang, 1993, Pola Dasar Teori-Asas Umum Hukum Acara Pidana
dan Penegakan Hukum Pidana, Yogyakarta, Liberty.
Poerwadarminta, W,J,S, 1986, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakrta, Balai
Pustaka.
Poerwopoespito, F.X. Oerip S, 2000, Mengatasi Krisis Manusia di Perusahaan,
Solusi Melalui Pengembangan Sikap Mental, Jakarta, Grasindo.
39
39
Prabu , Anwar Mangkunegara, 2004, Manajemen Sumber Daya Manusia
Perusahaan, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Rahardjo, Mudjia, ”Triangulasi dalam Penelitian Kualitatif”,
www.mudjiarahardjo.com., diakses 4 Januari 2012.
Rahardjo, Satjipto, 2006. Sisi-Sisi Lain dari Hukum di Indonesia. Cetakan Kedua.
Jakarta, Penerbit Buku Kompas.
Siswanto, B. Sastrohadiwiryo, 2003, Manajemen Tenaga Kerja Indonesia,
Pendekatan Admnistratif dan Operasional, Jakarta, Bumi Aksara.
Siagian, Sondang P. 1996, Filsafat Administrasi, Jakarta, Gunung Agung.
Soedarsono, Soemarno, 2002, Character Building, Membentuk Watak, Jakarta,
Elex Media Komputindo.
Soedjono D, 2002, Menegakan Hukum, Majalah Ikatan Alumni Fakultas Hukum
UNIKA Parahyangan Bandung, hlm. 35.
Soegiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung, CV
Alfabeta.
Soekanto, Soerjono, 1983, Penegakan Hukum, Jakarta, Bina Citra.
Soekanto, Soerjono, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Penerbit
Universitas Indonesia.
Soemitro Hanitijo, Ronny, Metode Penelitian Hukum, Jakarta. UI-Press, 1986.
Sutopo, H.B, 1988, Suatu Pengantar Kualitatif, DasarTeori dan Praktek.
Surakarta, Pusat Penelitian UNS.
Thoha, Miftah, 1999, Manajemen Kepegawaian Sipil di Indonesia, Jakarta,
Kencana Press.
Triatmodjo, Soedibyo, 1983, Hukum Kepegawaian(Mengenai kedudukan hak dan
kewajiban pegawai negeri sipil), Ghalia Indonesia, Jakarta.
Wignyosoebroto, Sutandyo, 2006, Keragaman Dalam Konsep Hukum, Tipe
Kajian dan Metode Penelitiannya, Semarang, Makalah Lokakarya.
Peraturan Perundang-Undangan :
Undang-Undang Dasar 1945 Hasil Amandemen
40
40
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169 tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 3890)
Peraturan pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri
Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 74
tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5135)
Sumber Lain :
Bisnis, Jabar, 23 September 2011 http://bisnis-
jabar.com/index.php/berita/waduh-3-pns-pemkot-bandung-jadi-tersangka-
dugaan-korupsi diakses 11 mei 2012.
Radar. Cirebon. 16 februari 2012, http://radarcirebon.com/2012/02/16/27-pns-
dijatuhi-sanksi/ , diakses 11 Mei 2012.