pembagian warisan pada keluarga beda agama

99
PEMBAGIAN WARISAN PADA KELUARGA BEDA AGAMA DI JAKARTA Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) Oleh : Fabian Hutamaswara Susilo NIM:11140440000017 PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H/2018 M

Transcript of pembagian warisan pada keluarga beda agama

PEMBAGIAN WARISAN PADA KELUARGA BEDA AGAMA

DI JAKARTA

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh :

Fabian Hutamaswara Susilo

NIM:11140440000017

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440 H/2018 M

iv

ABSTRAK

Fabian Hutamaswara Susilo. 11140440000017. (PEMBAGIAN

WARISAN PADA KELUARGA BEDA AGAMA DI JAKARTA). Skripsi,

Program Studi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2019 M, hal.VI+81+9

Tujuan penelitian skripsi ini adalah untuk: a) mengetahui praktik

pembagian waris pada keluarga yang didalamnya terdapat perbedaan agama di

Wilayah Jakarta, b) mengetahui analisis hukum Islam dan yurisprudensi terhadap

praktik pembagian waris tersebut. Yang diwawancarai adalah 5 orang mualaf

yang keluarga besarnya non muslim dan 5 orang ahli waris non muslim yang

keluarga besarnya muslim. 10 sampel ini pernah melakukan pembagian warisan

meskipun diantara ahli waris berbeda agama.

Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian kualitatif dengan

pendekatan empiris. Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan

sekunder. Data primer berupa hasil wawancara yang dijadikan sampel dalam

penelitian ini. Dari hasil wawancara diketahui setidaknya ada 3 alasan yang

mendasari pembagian waris dengan sistem sama rata tersebut yaitu: menjaga

persaudaraan keluarga agar tidak putus, imbalan dari keluarga karena ahli waris

yang beda agama tadilah yang peduli dan telaten merawat orang tua yang

meninggalkan harta warisan tersebut dan mempersatukan kembali ikatan keluarga

mereka yang sempat renggang karena perbedaan agama. Data sekunder berupa

data yang sudah tersusun dalam buku atau literatur lainnya yang mempunyai

hubungan dengan fokus penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan

adalah melalui wawancara dan studi kepustakaan. Analisa data dilakukan dengan

analisis deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: a) 10 sampel dalam penelitian ini

melakukan pembagian warisan dilakukan dengan sistem sama rata antara ahli

waris, tanpa membedakan agama yang dianut, b) praktek diatas dilihat dari aspek

hukum Islam adalah hal yang bertentangan dengan hukum Islam karena menurut

hukum Islam non-muslim tidak menjadi ahli waris dan tidak mendapatkan bagian

dari harta waris pewaris muslim demikian juga sebaliknya berbeda dengan

perspektif yurisprudensi yang tetap memberi bagian non-muslim melalui wasiat

wajibah dari harta peninggalan pewaris muslim.

Kata kunci : Waris, Beda Agama, Jakarta,

Pembimbing : Hotnidah Nasution, M.Ag.

Daftar Pustaka : 1995 – 2015

v

KATA PENGANTAR

Segala puji kehadirat Allah SWT. Tuhan semesta alam, yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul “Pembagian Warisan pada Keluarga Beda Agama di

Jakarta”.

Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada manusia yang

membawa risalah kebenaran yakni baginda Nabi besar Muhammad Saw.,

keluarga serta para sahabatnya yang mulia yang merupakan panutan bagi seluruh

umat manusia di dunia.

Skripsi ini tidak akan bisa selesai tanpa adanya bantuan bimbingan,

arahan, dukungan, dan kontribusi dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada

kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan

setinggi-tingginya kepada:

1. Dr. H. Asep Saepudin Jahar, M.A. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta beserta Wakil

Dekan I, II, dan III Fakultas Syariah dan Hukum.

2. Dr. H. Abdul Halim, M.Ag. Ketua Program Studi Hukum Keluarga UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta;

3. Indra Rahmatullah, S.H.I., M.H. Sekretaris Program Studi Hukum Keluarga

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Hj. Hotnidah Nasution, MA Dosen Pembimbing Skripsi yang telah banyak

meluangkan waktunya untuk memberikan pelayanan akademik, memberikan

motivasi, dan memberikan masukan-masukan dalam penyususnan skripsi ini

dari awal hingga akhirnya dapat terselesaikan;

5. Dr. H. Kamarusdiana, MH dosen penasehat Akademik yang telah

memberikan arahan-arahan semasa studi;

6. Seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

yang telah mendidik dan membimbing penulis selama masa perkuliahaan,

vi

yang tidak bisa penulis sebut semuanya tanpa mengurangi rasa hormat

penulis;

7. Yang teristimewa yaitu otang tua Penulis, Khususnya untuk Ayah saya H. P

Susilo Wahyuntoro dan Ibu saya Hj. Rahayu Kusumawardhany dan

keluarga saya tercinta yang banyak memberikan motivasi dan dororngan,

serta bantuan baik secara moral maupun spiritual.

8. Nindya Hasanah, S.Pd yang selalu mensupport dan meluangkan waktunya

dalam memperbaiki karya ilmiah ini.

9. Yang teristimewa yaitu sahabat-sahabat penulis, Dhiya Adliyanto S. H., M.

Arief Perdana S. H., M.Fajar Nur Alam S. H., M. Ridho Elmuadzy S.H.,

dan Ahmad Dzakiyudin Muhtar S. H. yang telah bersedia memberikan

waktu untuk sharing dan membantu memperkaya skripsi yang penulis buat.

10. Seluruh teman-teman mahasiswa Hukum Keluarga angkatan 2014, yang telah

menemani penulis dalam menempuh pendidikan di Program Studi Hukum

Keluarga UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;

11. Seluruh Keluarga HmI Komfaksy 2014 yang memberikan Ilmu Organisasi

dan semangat kepada penulis sampai pada tahap penyusunan skripsi ini;

12. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini

semoga Allah membalasnya. Amin.

Penulis menyadari perlu adanya perbaikan dalam skripsi ini, maka dari itu

kritik dan saran yang datang dari para pembaca akan penulis perhatikan dengan

baik. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membacanya khususnya untuk

mahasiswa/i Fakultas Syariah dan Hukum.

Ciputat, 4 Februari 2018

Fabian Hutamaswara

Susilo

vii

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN ..............................................................................ii

LEMBAR PERNYATAAN ..............................................................................iii

ABSTRAK .........................................................................................................iv

KATA PENGANTAR .......................................................................................v

DAFTAR ISI ......................................................................................................vi

BAB I: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 4

C. Tujuan Penelitian 4

D. Manfaat Penelitian 4

E. Tinjauan (review) Kajian Terdahulu 5

F. Metode Penelitian 5

G. Sistematika Penulisan 7

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA

A. Hukum Waris 8

a. Pengertian Hak Warisan 8

b. Dasar Hukum Warisan 10

B. Rukun dan Syarat Warisan 12

a. Rukun Waris 13

b. Syarat Waris 14

C. Rukun dan Syarat Waris 18

D. Syarat Mewarisi 22

E. Sebab-Sebab Mewariskan 23

1. Perkawinan 23

2. Kekerabatan 24

3. Hubungan sebab wala’ 25

4. Hubungan sesama Islam 25

5. Wasiat wajibah 26

viii

F. Perbedaan Agama 27

G. Ahli Waris Non-Muslim Menurut Konsep Fiqih 29

1. Ulama Fiqih 29

2. Menurut Majelis Ulama Indonesia 31

3. Menurut Konsep Hukum Positif 31

4. Menurut Kompilasi Hukum Islam 32

BAB III: DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN

A. Profil Daerah Khusus Ibukota Jakarta 34

B. Gambaran Umum Provinsi DKI Jakarta 36

C. Deskripsi Sampel Penelitian 41

BAB IV: ANALISIS PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS BAGI

KELUARGA BEDA AGAMA DI JAKARTA

A. Kasus-kasus Pembagian Waris 47

B. Analisis Praktek Pembagian Waris 48

C. Analisis Pembagian Harta Peninggalan Pewaris 70

D. Analisis Yurisprudensi Pengadilan Agama ............................ 71

1. Putusan Pengadilan Agama No. 0701/Pdt.G/2013/PA.Sky 71

2. Penetapan Pengadilan Agama No. 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg 71

3. Putusan Pengadilan Agama No. 3321/Pdt.G/2010/PA.Sby 72

BAB V: PENUTUP

A. Kesimpulan 74

B. Rekomendasi 75

DAFTAR PUSTAKA 76

LAMPIRAN 82

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam adalah agama rahmat yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw untuk

menyelamatkan manusia menggapai jalan yang lurus. Norma-norma abadi

yang dimiliki Islam tersembul keluar sebagai rangkaian peraturan yang disebut

hukum. Hukum tersebut bersifat baku dan diakui oleh “Undang-Undang

Tuhan”[Qanun Illahi]: permanen dan tidak dapat diubah. Qanun Illahi ini,

diundangkan oleh negara atau tidak, ia harus ditegakkan sebagai suatu yang

berwatak “buatan Tuhan”. Namun ada kalanya peraturan-peraturan itu

diintrepetasi dan diformulasikan oleh manusia menjadi hukum manusia

melalui proses legalisasi. 1

Produk-produk hukum yang mengatur tentang Islam sudah banyak, tak

lepas dari Al-Qur’an dan Hadistnya sedangkan di Indonesia produk hukum itu

sendiri adalah kompilasi hukum Islam (KHI) yang dasar pemikirannya adalah

kumpulan-kumpulan pendapat ulama fiqh yang mengatur tentang perkawinan,

waris, wakaf, zakat, dll. Salah satu masalah dalam keluarga yang menyangkut

hak dan kewajiban seseorang yang meninggal adalah hal masalah peninggalan

harta atau waris yang bagaimana pembagian dan takaran seseorang

mendapatkan harta peninggalan leluhurnya masih terjadi konflik di

masyarakat khususnya di negara Indonesia.

Waris adalah salah satu bagian dari hukum perdata seara keseluruhan dan

merupakan bagian terkecil dari hukum kekeluargaan. Hukum waris sangat erat

kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan manusia, sebab setiap manusia

pasti akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian. Akibat

hukum yang selanjutnya timbul, dengan terjadinya peristiwa hukum kematian

seseorang, diantaranya ialah masalah bagaimana pengurusan dan kelanjutan

hak-hak dan kewajiban seseorang yang meninggal dunia tersebut.

1 Yayan Sopyan, Islam-Negara, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2011), h. 1

2

Penyelesaian hak-hak dan kewajiban sebagai akibat meninggalnya seseorang,

diatur oleh hukum waris.2

Waris dalam KHI sudah diatur dalam pasal 171 buku II tentang hukum

kewarisan, hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang

pemindahan hak pemilihan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan

siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-

masing.3

Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan

kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta

peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut

bahagian yang telah ditetapkan.4

Begitu juga dalam Kompilasi Hukum Islam juga dijabarkan pada pasal

174 tentang kewarisan menurut kelompok-kelompok ahli waris terdiri dari:

a. Menurut hubungan darah:

- Golongan laki-laki terdiri dari: ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki,

paman dan kakek

- Golongan perempuan terdiri dari: ibu, anak perempuan, saudara

perempuan dari nenek.

b. Menurut hubungan perkawinan terdiri dari: duda atau janda.5

Maka seseorang yang mempunyai hubungan darah atau hubungan

perkawinan dengan pewaris terhadap orang yang pada saat meninggal

dunia, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi

ahli waris.6 Merupakan syarat seseorang mendapatkan hak waris dari harta

peninggalan si pewaris. Tetapi di Indonesia banyak sekali gejala-gejala

sosial dalam kewarisan. Karena apapun yang kira-kira kita ketahui adalah

bersifat hipotesis (belandaskan dugaan) dan perbedaan paham antara ahli

2

Eman Suparman, Hukum waris Indonesia, (Bandung: Refika Aditama, 2007), h. 1

3 Tim Redaksi Fokusmedia, Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: Fokusmedia, 2007), h.56

4 Kementrian Agama, Al- Qur’an, (Jakarta: Adhi Aksara Abadi Indonesia,2011)

5 Tim Redasi Fokusmedia, Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: Fokusmedia, 2007), h. 57

6 Tim Redaksi Fokusmedia, Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: Fokusmedia, 2007), h.56

3

dalam bidang ini jauh lebih besar daripada yang biasa ditemui oleh para

ahli hukum dalam lingkungannya. Penyelidikan tentang periode tertua dari

umat manusia ini, dikeruhkan pula oleh ideologi, subjektif dan keyakinan

agama.7 Contoh dalam hak-hak waris anak yang murtad dapat kita ketahui

bahwa seseorang yang telah murtad akan menjadi penghalang dalam hak

kewarisannya.

Rasulullah saw. Bersabda dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu

Badrah, menceritakan bahwa saya telah diutus oleh Rasulullah saw.

kepada sesorang laki-laki yang kawin dengan istri bapaknya. Rasulullah

saw. menyuruh supaya dibunuh laki-laki tersebut dan membagi hartanya

sebagai harta rampasan karena ia murtad.8

Kasus yang penulis temui ini tentang Anak beda agama yang

mendapatkan warisan di Daerah Khusus Ibukota Jakarta saya menemukan

ada 10 (sepuluh) keluarga yang membagikan hak warisnya kepada yang

berda agama.

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis merasa tertantang untuk

meneliti bagaimana praktek pembagian waris pada beberapa keluarga yang

berbeda agama di Jakarta. Karena praktek tersebut merupakan hal yang

perlu diperhatikan kebenarannya berdasarkan ketentuan hukum yang

berlaku. Oleh karena itu penulis menetapkan judul dalam skripsi ini adalah

“PEMBAGIAN WARISAN PADA KELUARGA BEDA AGAMA di

JAKARTA.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Keluarga beda agama pada tulisan ini dibatasi pada satu keluarga

yang salah satunya dari anggota keluarga beragama Islam dan tinggal

7 A. Pitlo dan J . E. Kasdrop, Hukum Waris menurut Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata Belanda, (Jakarta: Intermasa, 1994), cet. Ke-4, h. 9

8 M. Idris Ramulyo, Perbandingan Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Pedoman Ilmu

Jaya, 1992). h. 115

4

di Daerah Khusus Ibukota Jakarta Timur, Jakarta Barat, Jakarta

Selatan.

2. Perumusan Masalah

a. Bagaimana praktek pembagian waris bagi non muslim dalam

keluarga Islam di Jakarta?

b. Bagaimana analisis hukum Islam dan yurisprudensi pada praktek

pembagian waris non muslim pada keluarga Islam?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian penulisan karya ilmiah ini adalah sebagai

berikut:

1. Untuk mengetahui praktek pembagian waris bagi non muslim dalam

keluarga Islam di Jakarta.

2. Untuk memberikan informasi analisis hukum Islam dan yurisprudensi

pada praktek pembagian waris non muslim pada keluarga Islam.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penulisan karya ilmiah yang penulis buat adalah

untuk:

Secara teoritis, penelitian ini memberikan penjelasan yang

mendalam tentang Hukum pembagian warisan untuk anak yang murtad di

Jakarta

1. Secara praktis, memberikan masukan dan memberikan informasi

kepada masyarakat tentang Hukum pembagian hak warisan untuk

anak yang berbeda agama menurut KHI sehingga mengetahui

hukum tersebut.

2. Secara akademis, penelitian ini merupakan syarat untuk meraih

gelar Sarjana Hukum dalam Program Studi Hukum Keluarga

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

E. Tinjauan (review) Kajian Terdahulu

Setelah peneliti melakukan penelusuran terhadap karya ilmiah yang ada,

penulis menemukan beberapa penelitian yang sebelumnya mengangkat

5

pembahasan mengenai hak waris anak beda agama dari sudut pandang yang

berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis. Penelitian tersebut

antara lain:

1. Skripsi program studi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum,

Universitas Islam Negeri yang disusun oleh Rian Wahyu Utomo, NIM

1110044200004 pada tahun 2014 dengan judul “HAK WARIS

ANAK MURTAD (Analisis Putusan Hakim Pengadilan Agama

Jakarta Utara Nomor: 84/Pdt.P/2012/PA.,JU)” dalam penelitian ini

menjelaskan tentang hak waris yang didapatkan oleh anak murtad

dalam putusan yang terdapat pada pengadilan agama Jakarta Utara.

Yang membedakan skripsi terdahulu dengan skripsi penulis adalah

bahwa skripsi terdahulu menggunakan putusan pengadilan agama

sebagai bahan pengambilan data, sedangkan penulis menggunakan

objek secara langsung sebagai sumber penelitian.

2. Skripsi program studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas

Jember yang disusun oleh Andhita Sellasari, NIM 060710191012 pada

tahun 2011 dengan judul “ KEDUDUKAN AHLI WARIS YANG

BEDA AGAMA DENGAN PEWARIS TERHADAP

PEMBAGIAN HARTA WARIS MENURUT KOMPILASI

HUKUM ISLAM” dalam penelitian tersebut menjelaskan tentang hak

waris yang didapatkan ahli waris yang beda agama menurut KHI.

Yang membedakan skripsi penulis dengan skripsi terdahulu adalah

bawha skripsi terdahulu hanya menjelaskan kedudukan ahli waris

menurut kompilasi hukum islam, sedangkan penulis menjelaskan

berbagai sudut pandang seperti berapa besar warisan yang didapatkan,

dan bagaimana hukum Islam dan yurisprudensi pada praktek

pembagian waris non muslim pada keluarga islam.

F. Metode Penelitian

1. Jenis penelitian

Berdasarkan pada tujuan penelitian, jenis penlitian ini merupakan

penelitian eksploratif, maka cara yang dilakukan adalah penelitian yang

6

bersifat penelitian lapangan (field research) yaitu upaya untuk

mengungkapkan secara faktual “Pembagian Warisan pada Keluarga Beda

Agama di Jakarta”

2. Jenis data penelitian

a. Data Primer

Hasil penelitian wawancara dengan ahli waris non muslim dan ahli

waris muslim pada keluarga beda agama.

b. Data Sekunder: Buku-buku, Jurnal, artikel dan sebagaimana yang

berkaitan dengan permasalah yang diangkat dalam penelitian ini.

3. Teknik pengambilan data

a. Wawancara

Wawancara dilakukan untuk mengumpulkan dan menggali

informasi tentang pembagian warisan pada keluarga beda agama di

Jakarta dengan cara Tanya jawab (tatap muka) antara peneliti

dengan informan. Yang bertujuan untuk mendapatkan informasi

secara mendalam. Dalam wawancara penulis menggunakan Teknik

sampling snowball (bola salju) yang berarti sampel diperoleh

melalui proses bergulir dari satu responden ke responden lainnya,

biasanya metode ini digunakan untuk menjelaskan pola-pola social

atau komunikasi (sosiometrik) suatu komunitas tertentu. Penulis

mewawancarai pada informan di Jakarta diantaranya, Sugiarto,

Aprilia Susilowati, Sho Teng Giok Nio, Vinsen Hermawan, Hariadi

Budi Kristetranto, Sangaji Jayeng Prasetya, Gow Can Kong, R.

Moh Wahyudi, Diana Bahri, dan Raden Lis Fatimah.

b. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan (Library Research), yaitu metode yang

digunakan untuk mengumpulkan seerta menganalisa data yang

diperolah dari literatur-literatur yang berkenaan dengan permasalah

yang diangkat dalam penelitian ini.

7

c. Lokasi dan Waktu Penelitian

1) Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis akan meneiliti di Jakarta yang

merupakan Ibukota dari negara ini Indonesia. Penulis mengambil

lokasi ini dikarenakan lokasi tersebut merupakan salah satu lokasi

yang menerapkan sistem pembagian warisan pada keluarga beda

agama, serta penulis memiliki bahasa yang dikuasai dan dipahami

secara baik oleh penulis sehingga akan mempermudah proses

pengamnilan data

2) Waktu Penelitian

Adapun waktu penelitian yang penulis lakukan pada bulan

September 2018.

d. Teknik Penulisan

Adapun teknik penulisan yang digunakan dalam skripsi ini

mengacu kepada “Pedoman Penulisan Skripsi” yang diterbitkan oleh

Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun

2017.

G. Sistematika Penulisan

Seluruh hasilpenelitian diatas akan disusun dalam sebuah karya tulis dengan

sistematika:

BAB I Berisi pendahuluan yang meliputi Latar Belakang Masalah,

Pembatasan Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian,

Manfaat penelitian, Metodologi Penelitian, Review Studi

Terdahulu dan Sistematika Penulisan.

BAB II Berisi Tinjauan Umum tentang hak waris keluarga beda agama,

pengertian waris, pengertian beda agama, dasar hukum, serta

warisan yang diperolehnya.

BAB III Menjelaskan tentang uraian deskripsi objek penelitian

BAB IV Berisi tentang analisis praktek pembagian waris pada keluarga

beda agama, analisis hukum Islan dan analasis yurisprudensi.

BAB V Penutup, yang terdiri dari Kesimpulan dan Rekomendasi.

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA TENTANG WARIS

A. Hukum Waris

1. Pengertian dan Dasar Hukum Warisan

a. Pengertian Warisan

Secara umum pengertian waris adalah a person who has the legal to

receive the property of someone who dies.1 Menurut pelaksanaan hukum

waris dikalangan umat Islam Indonesia. Hukum waris adalah hukum

yang mengatur peralihan pemilikan harta peninggalan tirkah pewaris,

menetapkan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris, menentukan

berapa bagiannya, masing-masing ahli waris, dan mengatur kapan waktu

pembagian harta kekayaan pewaris itu dilaksanakan. Sedangkan, dalam

Kompilasi Hukum Islam dinyatakan bahwa Hukum kewarisan adalah

hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilihan harta

peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa siapa yang berhak

menjadi ahli waris dan beberapa bagian.2

Dalam hukum kewarisan tidak lepas dari harta peninggalan dan ahli

waris, karena dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 171 b menyatakan

bahwa pewaris adalah orang pada saat meninggalnya atau yang

dinyatakan meninggal berdasarkan putusan peradilan beragama Islam,

meninggalkan ahli waris dan harta peninggalan.3 Harta peninggalan

dalam bahasa hukum Islam disebut tirkah. Dan dalam pembahasan

skripsi ini akan dipergunakan istilah harta peninggalan, sebab istilah

harta peninggalan sebagai obyek dari keseluruhan sistem kewarisan

1 http://www.merriam-webster.com/dictionary/heir di akses pada 5 Mei 2018 Pukul

12:30. 2 Muchith A Karim, Pelaksanaan Hukum Waris di Kalangan Umat Islam Indonesia,

(Jakarta: Malaho Jaya Abadi Press, 2010), h. 11.

3 Tim Redaksi Fokusmedia, Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: Fokusmedia, 2007), h.

56.

9

dalam hukum Islam lebih mudah dikenal dalam bahasa hukum Indonesia.

Yang antara lain harta peninggalan ini sebagai obyek wasiat, karena itu

sejauhmana cakupan dan ruang lingkup dari harta peninggalan tersebut

dalam kontek sistem kewarisan Islam.4 Hukum Waris dalam ajaran Islam

disebut istilah “Faraid”. Kata faraid adalah bentuk jamak dari faridah

yang berasal dari kata fardu yang berarti ketetapan, pemberian

(sedekah).5

Harta peninggalan adalah segala sesuatu benda atau yang bernilai

kebendaan yang dapat dimiliki, yang ditinggalkan oleh orang yang

meninggal dunia yang dibenarkan oleh syara‟ dan dapat diwarisi oleh

para ahli waris. Segala sesuatu benda atau yang bernilai kebendaan harus

diartikan dalam cakupan yang lebih luas yaitu:

1. Kebedaan atau sifat yang bernilai kebendaan, seperti benda tetap,

benda bergerak, piutang orang yang mati yang menjadi tanggungan

orang lain, dan lain sebagainya.

2. Hak-hak kebendaan, seperti hak paten terhadap karya seni, buku,

merek, dan lain sebagainya.

3. Hak-hak diluar kebendaan, seperti hak khiyar, hak syufa‟ah, hak

memanfaatkan barang, dan lain sebagainya.

4. Benda-benda yang bersangkutan dengan hak orang lain, seperti benda

yang sedang digadaikan, benda maskawin yang terhutang, barang

yang dibeli dan telah dibayar tetapi barangnya belum diterima ketika

mati, dan lain sebagainya.6

Untuk mengetahui, siapa-siapa yang memperoleh bagian tertentu itu,

maka perlu diteliti terlebih dahulu ahli-ahli waris yang ditinggalkan.

4 Sidik Tono, Kedudukan Wasiat Dalam Sistem Pembagian Harta Peninggalan, (Jakarta:

Kementrian Agama Republik Indonesia), h. 27

5 Amin Husein Nasution, Hukum Kewarisan, (Jakarta: Pt. Raja Grafindo Persada, 2012),

hlm 49.

6 Sidik Tono, h. 27.

10

Kemudian baru ditetapkan, siapa diantara mereka yang mendapat bagian

dan yang tidak mendapat bagian. Di dalam faraid dibahas hal-hal yang

berkenan dengan warisan (harta peninggalan), ahli waris, ketentuan

bagian ahli waris dan pelaksanaan pembagiannya.7

b. Dasar Hukum Warisan

1) Al-Qur’an

Al- Qur‟an adalah wahyu Allah SWT, yang merupakan mu‟jizat

yang diturunkan kepadan nabi Muhammad SAW, sebagai sumber

hukum dan pedoman hidup bagi pemeluk agama Islam. Pokok-

pokok isi Al-Qur‟an:

a) Tauhid ialah kepercayaan/rukun iman

b) Tuntutan ibadah

c) Janji dan saksi

d) Hukum untuk bermasyarakat atau berhubungan dengan manusia

dan hubungan dengan Allah Swt

e) Sejarah

Hukum kewarisan Islam pada dasarnya bersumber kepada

beberapa ayat Alquran sebagai Firman Tuhan yang diturunkan

kepada Nabi Besar Muhammad Saw dan Hadis Rasul yang terdiri

dari ucapan, perbuatan dan hal-hal yang didiamkan Rasul yang

paling banyak ditemui dasar atau sumber hukum kewarisan itu dalam

surat An-Nisaa‟ di samping surat-surat lainnya sebagai pembantu.8

An-Nisaa ayat 7:

ساء نصيب ما ت رك الوالدان والق ربون للرجال نصيب ما ت رك الوالدان والق ربون وللن

﴾٧النساء:﴿ نصيبا مفروضا ما قل منو أو كث ر

7 M. Ali Hasan, Hukum Warisan Dalam Islam, (Jakarta: Pt Bulan Bintang, 1996), h. 10.

8 M. Idris Ramulyo, Perbandingan Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Pedoman Ilmu

Jaya, 1992), h. 4.

11

“Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa

dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari

harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak

menurut bahagian yang telah ditetapkan.”

An-Nisaa ayat 8:

والمساكني فارزقوىم منو وقولوا لم ق ول واليتامىى وإذا حضر القسمة أولو القربى

﴾٨النساء:﴿ روفا مع

“Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan

orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan

ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik.”

An-Nisaa‟ ayat 10:

ا يأكلون ف بطونم نارا يتامىى إن الذين يأكلون أموال ال وسيصلون ظلما إن

﴾١۰النساء:﴿ سعريا

“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara

zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan

mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).”9

2) Hadist

Hadits Nabi Muhammad yang secara langsung mengatur tentang

kewarisan adalah sebagai berikut.

a. Hadits Nabi dari Abdullah Ibnu Abbas yang diriwayatkan oleh

Imam Bukhari:

الفرائض احلقوا: قال سلم و عليو اهلل صلي النيب عن عنو اهلل رضي عباس ابن عن

(البخاري رواه) ذكر رجل لولئ فهو بقي فما ىلها با

9 M. Idris Ramulyo, Perbandingan Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Pedoman Ilmu

Jaya, 1992), h. 74-75.

12

Artinya; “Berikanlah Faraidh (bagian yang ditentukan) itu kepada

yang berhak dan selebihnya berikanlah kepada laki-laki dari

keturunan laki-laki yang terdekat”.10

a. Ijtihad para ulama

Meskipun Al-Qur‟an dan Al-hadits sudah memberikan ketentuan

terperinci mengenai pembagian harta warisan, dalam beberapa hal masih

diperlukan adanya Ijtihad, yaitu terhadap hal-hal yang tidak ditentukan

dalam Al-Qur‟an maupun Al-Hadits. Misalnya mengenai bagian warisan

banci (waria), diberikan kepada siapa harta warisan yang tidak habis

terbagi, bagian ibu apabila hanya bersama-sama dengan ayah dan suami

atau istri dan sebagainya.11

Hadist adalah perkataan nabi Muhammad Saw, perbuatannya dan

keterangannya.

Kedudukan dan keterangannya:

a) Menjelaskan maksud ayat-ayat Alquran

b) Menentukan sebagai hukum yang tidak ada dalam Alquran

3) Ijtihad

Ijtihad artinya sepakat, setuju atau sependapat. Ijithad adalah

menggunakan seluruh kesanggupan untuk menetapkan hukum

Syara‟ dengan jalan menyimpulkan dari Alquran dan Hadits.12

B. Rukun dan Syarat Warisan

Rukun, yaitu bagian dari permasalahan yang menjadi pembahasan,

dan tidak akan sempurna jika salah satu rukun tidak ada misalnya, wali

dalam salah satu Rukun Perkawinan. Apabila perkawinan dilangsungkan

10

Muhibbin dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam: Sebagai Pembaruan Hukum

Positif di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika,2009), h., 12.

11 Muhibbin dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam: Sebagai Pembaruan Hukum

Positif di Indonesia

12 Saifuddin Arief, Hukum Waris Islam, (Jakarta: Darunnajah Production House, 2007), h.

6-7.

13

tanpa wali, perkawinan menjadi kurang sempurna. Dan Adapun yang

menjadi syarat adalah sesuatu yang berada diluar substansi dari

permasalahan yang dibahas, tetapi harus dipenuhi, seperti suci dari hadas

yang merupakan syarat sahnya shalat.13

Walaupun suci itu diluar pekerjaan

shalat, tetapi harus dikerjakan oleh orang yang akan shalat, karena jika dia

shalat tanpa bersuci, shalatnya tidak sah.

a. Rukun Waris

1) Harta Warisan (Mauruts atau Tirkah)

Harta warisan (mauruts) yaitu, harta benda yang

ditinggalkan oleh pewaris yang akan diterima oleh para ahli waris

setelah diambil untuk biaya-biaya perawatan, melunasi utang-utang

dan melaksanakan wasiat si pewaris.14

Dan apa-apa yang

ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia harus diartikan

sedemikian luas agar dapat mencakup kepada:

a) Kebendaan dan sifat-sifat yang mempunyai nilai kebendaan.

b) Hak-hak kebendaan.

c) Benda-benda yang berada ditangan orang lain.

d) Hak-hak yang bukan kebendaan.15

2) Pewaris (Muwarits)

Yaitu orang yang meninggal dunia, baik mati haqiqi mupun

mati hukmy. Mati hukmy ialah suatu kematian yang dinyatakan

oleh putusan hakim atas dasar beberapa sebab, walaupun

sesungguhnya ia belum mati sejati. Berdasarkan Kompilasi Hukum

Islam, Pewaris adalah orang yang pada saat meninggalnya atau

yang dinyatakan meninggal berdasarkan putusan Pengadilan

Agama, meninggalkan harta ahli waris dan harta peninggalan.16

3) Ahli Waris (Warits)

13

Asyhari Abta & Djunaidi Abd. Syakur, Ilmu Waris Al-Faraidh, ( Jakarta: Pustaka

Hikmah Perdana), h., 22. 14

Muhammad Ali Ash-Shabuny, Pembagian Waris Menurut Islam, ( Jakarta: Gema

Insani Press, 1995, Cet. Pertama), h., 39. 15

Mardani, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, (Jakarta: Pt. RajaGrafindo Persada,

2014, Cet. Pertama), h., 29. 16

Halid & Abdul Hakim, Hukum Waris, (Jakarta: Senayan Abadi Publishing, 2004, Cet.

Pertama), h., 27.

14

Yaitu orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai

hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris,

beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi

ahli waris17

. Berdasarkan definisi diatas, maka syarat ahli waris

yaitu:

a) Mempunyai hubungan darah dengan pewaris, misalnya anak

kandung, orang tua pewaris, dan seterusnya.

b) Mempunyai hubungan perkawinan (suami/ istri pewaris).

c) Mempunyai hubungan atau agama dengan pewaris.

d) Tidak terhalang untuk mendapatkan warisan, misalnya ia

pembunuh pewaris.18

b. Syarat Waris

Waris mewarisi berfungsi sebagai pergantian kedudukan dalam

memiliki harta benda antara orang yang telah meninggal dunia dengan

orang yang masih hidup yang ditinggalkannya (ahli waris). Oleh

karena itu, waris-mewarisi mewariskan.

1) Orang yang mewariskan (Muwarris) benar telah meninggal dunia

dan dapat dibuktikan secara hukum bahwa ia telah meninggal.

Apabila tidak ada kematian, maka tidak ada pewarisan.19

2) Orang yang mewarisi (ahli waris atau waris) hidup pada saat orang

yang mewariskan meninggal dunia dan bisa dibuktikan secara

hukum. Termasuk dalam pengertian hidup disini adalah:

a) Anak (embrio) yang hidup dalam kandungan ibunya pada saat

orang yang mewariskan meninggal dunia.

b) Orang yang menghilang dan tidak diketahui tentang

kematiannya, dalam hal ini perlu adanya keputusan yang

mengatakan bahwa ia masih hidup.20

17

Muhammad Ali Ash-Shobuny, Pembagian Waris Menurut Islam, (Jakarta: Gema

Insani Press, 1995, Cet. Pertama), h., 39.

18 Mardani, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, (Jakarta: Pt Rajagrafindo Persada,

2015, Cet. Pertama), h., 25. 19

Muhammad Ali Ash-Shabuni, Pembagian Waris Menurut Islam, (Jakarta, Gema Insani

Press, 1995, Cet. Pertama), h., 40.

15

3) Ada hubungan pewarisan antara orang yang mewariskan dengan

orang yang mewarisi yaitu:

a) Hubungan nasab: keturunan, kekerabatan, baik pertalian garis

lurus keatas, seperti ayah, kakek, atau pertalian lurus kebawah

seperti anak, cucu.

b) Hubungan perbudakan (wala): yaitu seseorang berhak

mendapatkan warisan dari bekas budak (hamba) yang telah

dimerdekakanya (dibebaskannya).

c) Karena hubungan agama Islam: yaitu apabila seorang

meninggal dunia tidak meninggalkan orang yang mewarisi,

maka hartanya akan diserahkan kepada baitul mal

(perbendaharaan Negara Islam).21

1. Asas-Asas Hukum Kewarisan Islam

Hukum Kewarisan Islam (Faraidh) adalah salah satu bagian dari

keseluruhan hukum Islam yang mengatur peralihan harta dari orang yang

telah meninggal dunia kepada orang (keluarga) yang masih hidup. Hukum

kewarisan Islam mengandung beberapa Asas yang memperlihatkan bentuk

karakteristik dari hukum kewarisan islam22

antara lain:

a. Asas Ijbari

Asas Ijbari dalam hukum Islam peralihan harta dari orang

yang telah meninggal kepada orang yang masih hidup berlaku

dengan sendirinya tanpa usaha dari yang akan meninggal atau

kehendak yang akan menerima.23

Asas ijbari dalam kewarisan Islam, tidak dalam arti yang

memberatkan ahli waris. Andai kata pewaris mempunyai utang

20

Amin Husein Nasution, Hukum Kewarisan, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,

2012), h., 71.

21 Amin Husein Nasution, Hukum Kewarisan, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2012),

h., 71. 22

Muchit A. Karim, Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer Di Indonesia, (

Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, 2012, Cet. Pertama), h., 100. 23

Amir Syrifuddin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: PrenadaMedia Group, 2011), h.,

21.

16

yang lebih besar daripada warisan yang ditinggalkannya, ahli waris

tidak dibebani membayar semua utang pewaris itu.24

b. Asas Bilateral

Asas Bilateral dalam Hukum Kewarisan Islam yaitu, harta

warisan beralih kepaada atau melalui dua arah. Hal ini berarti

bahwa setiap orang menerima hak kewarisan dari kedua belapihak

garis kerabat, yaitu garis keturunan laki-laki dan garis keturunan

perempuan.25

c. Asas Individual

Yaitu harta warisan dibagi-bagi yang dimiliki secara

perorangan. Masing-masing ahli waris menerima bagiannya secara

tersendiri, tanpa terikat dengan ahli waris yang lain.26

d. Asas keadilan berimbang

Yaitu keseimbangan anatara hak dan kewajiban antara yang

diperoleh dengan keperluan dan kegunaan. Besarnya bagian laki-

laki didasarkan pada kewajiban yang dibebankan kepada laki-laki

(suami/ayah) yang harus membayar mahar dalam perkawinan,

membiayai nafkah kehidupan rumah tangga dan pembiayaan

pendidikan.27

Kitab undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), terutama

Pasal 528, tentang hak mewaris di-indentikkan dengan hak kebendaan,

sedangkan ketentuan Pasal 584 KUH Perdata menyangkut hak waris sebagai

salah satu cara untuk memperoleh hak kebendaan, oleh karenanya ditempatkan

dalam Buku ke-II KUH Perdata ini menimbulkan pro dan kontra di kalangan

ahli hukum, karena mereka berpendapat bahwa dalam hukum kewarisan tidak

24 Muhibbin dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam: Sebagai Pembaruan Hukum

Positif di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h., 23. 25

Mardani, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,

2015), h., 5. 26

N. M. Wahyu Kuncro, Waris Permasalahan dan Solusinya, (Jakarta: Raih Asa Sukses,

2015, Cet. Pertama), h., 19. 27

N.M. Wahyu Kuncoro, Waris Permasalahan dan Solusinya, (Jakarta: Raih Asa Sukses,

2015, Cet. Pertama), h., 20.

17

hanya tampak sebagai hukum benda saja, tetapi tersangkut beberapa aspek

hukum lainnya, misalnya hukum Perorangan dan Kekeluargaan.28

Menurut staatsblad 1925 nomor 415 jo 447 yang telah diubah

ditambah dan sebagainya terakhir dengan S. 1929 No. 221 Pasal 131 jo Pasal

163, hukum kewarisan yang diatur dalam KUH Perdata tersebut diberlakukan

bagi orang-orang Eropa tersebut.29

Dengan staatsblad 1917 nomor 129 jo

staatsblad 1924 nomor 557 hukum kewarisan dalam KUH Perdata

diberlakukan bagi orang-orang Timur Asing Tionghoa. Dan berdasarkan

staatsblad 1017 nomor 12, tentang penundukan diri terhadap Hukum Eropa,

maka bagi orang-orang Indonesia dimungkinkan pula menggunakan hukum

kewarisan yang tertuang dalam KUH Perdata. Dengan demikian maka KUH

Perdata (Burgerlijk Wetboek) diberlakukan kepada:

1. Orang-orang Eropa dan mereka yang dipersamakan dengan orang Eropa

misalnya: Inggris, Jerman, Prancis, Amerika dan termasuk orang-orang

Jepang;

2. Orang-orang Timur Asing Tionghoa dan

3. Orang Timur Asing lainnya dan orang-orang pribumi menundukkan diri.

Menurut KUH Perdata, ada dua cara untuk mendapatkan warisan,

yaitu:

1. Ahli waris menurut ketentuan undang-undang

2. Karena ditunjuk dalam surat wasiat (testament)

Cara yang pertama dinamakan mewarisi menurut undang-undang atau

“abintestate”, sedangkan cara yang kedua dinamakan mewarisi secara

“testamentair”.30

28

M. Idris Ramulyo, Perbandingan Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Pedoman Ilmu

Jaya, 1992), h. 74.

29 M. Idris Ramulyo, Perbandingan Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Pedoman Ilmu

Jaya, 1992), h. 75.

30

Ibid. h. 74-75.

18

Terhitung semenjak tahun 1991 berdasarkan instruksi Presiden Republik

Indonesia Nomor 1 Tahun 1991, bangsa Indonesia telah memiliki Kompilasi

Hukum Islam (KHI) yang secara de facto maupun de jure menjadi pegangan

utama umumnya para hakim dalam lingkungan pengadilan agama dalam

menyelesaikan sengketa hukum kewarisan yang diajukan oleh para pencari

keadilan. Hukum kewarisan diatur dalam Buku III Kompilasi Hukum Islam

yang lazim disingkat dengan sebutan KHI.31

Buku II Kompilasi Hukum Islam, yang memuat hukum kewarisan, ini

terdiri atas VI Bab dan 44 Pasal, yakni mulai Pasal 171 sampai 214. Buku II

KHI pada dasarnya mengatur ihwal ketentuan umum (Bab I Pasal 171), ahli

waris (Bab II Pasal 172-175), besarnya bagian [masing-masing ahli waris]

(Bab III Pasal 176-191), auld dan rad (Bab IV Pasal 192-193), wasiat (Bab V

Pasal 194-209), dan hibah (Bab VI Pasal 210-214).32

C. Rukun dan Syarat Waris

1. Rukun dan Syarat Waris

a. Hak-hak yang dapat dikeluarkan sebelum harta waris dibagikan kepada

ahli waris.

Ada beberapa hal yang berkaitan dengan pembagian waris yang

harus dipenuhi secara tertib, sehingga apabila hak yang pertama atau

yang kedua menghabiskan semua harta waris maka tidak ada lagi

pindah kepada hak-hak yang lain. Sebelum harta peninggalan dibagi-

bagikan, terlebuh dahulu sebagai yang utama dari harta peninggalan itu

harus diambil hak-hak yang segera dikeluarkan untuk kepentingan-

kepentingan berikut.

1) Tahjiz atau biaya penyelenggaraan Jenazah

31

Muhammad Amin Suma, Keadilan Hukum Waris Islam, (Jakarta: raja Grafindo

Persada, 2013), h. 99.

32 Muhammad Amin Suma, h. 100.

19

Tahjiz adalah sesuatu yang diperlukan oleh seseorang yang

meninggal dunia mulai dari wafat sampai kepada penguburannya.33

Para ahli hukum Islam berpendapat bahwa biaya yang diperlukan

untuk hal tersebut diatas dikerluarkan dari harta peninggalan

menurut ukuran yang wajar.34

2) Melunasi Hutang

Utang merupakan sesuatu yang harus dibayar oleh orang yang

meninggal, apabila si mayit mempunyai hutang atau tanggungan

belum di bayar ketika masih hidup di dunianya, baik yang berkaitan

dengan sesama manusia maupun kepada Allah Swt yang wajib

diambilkan dari harta peninggalannya setelah diambil keperluan

tahjiz.

Para ulama mengklarifikasikan utang kepada dua macam yaitu:

a. Utang kepada sesama manusia, disebut dai al-„ibad

b. Utang Kepada Allah, disebut dain Allah.35

Pada prinsipnya bahwa pelunasan utang pewaris harus bersumber

dari kekayaan pewaris. Akan tetapi apabila utangnya melampaui

jumlah harta pusakanya, maka pelunasannya menurut Al-Qur‟an

harus melalui zakat.36

Dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 175

ayat 1, kewajiban ahli waris terhadap pewaris adalah:

a. Mengurus dan menyelesaikan sampai pemakaman jenazah selesai

b. Menyelesaikan baik hutang-hutang berupa pengobatan,

perawatan, termasuk kewajiban pewarris maupun penagih

piutang.

33

Moh. Muhibbin dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam sebagai pembaharuan

Hukum Positif di Indonesia, (Jakarta, Sinar Grafika, 2011), h. 51.

34 Suhrawardi K. Lubis dan Komis Simanjuntak, Hukum Waris Islam(Lengkap dan

Praktis), (Jakarta, Sinar Grafika, 1995), h. 40. 35

Ahmad Rofiq, Hukum Mawaris, (Jakarta Utara, PT Raja Grafindo Persada, 1995), h.

38. 36

Ali Parman, Kewarisan Dalam Al- Qur‟an, (Jakarta Utara, PT Raja Grafindo Persada,

1995), h. 98.

20

c. Menyelesaikan wasiat pewaris

d. Membagi harta warisan diantara ahli waris yang berhak.

Sedangkan dalam Pasal 175 ayat 2, tanggung jawab ahli waris

terhadap hutang atau kewajiban pewaris hanya terbatas pada jumlah

atau nilai harta peninggalnnya.

3) Melaksankan atau Membayar Wasiat

Wasiat ialah pesan seseorang untuk memberikan sesuatu kepada

orang lain setelah ia meninggal dunia.37

The Islamic will is called al-wassiya, a will is a transaction which

comes into operation after the testator‟s death. The will is executed

after payment of funeral expenses and any outstanding debts. The

one who makes a will (wassiya) is called a testator (al-musi), the one

on whose behalf will is made is generally referred to as a legatee (al-

musa lahu). Technically speaking the term “testatee” is perhaps a

more accurate translation of al-musa lahu.38

Rukun Mewaris adalah sesuatu yang harus ada untuk mewujudkan

bagian harta waris dimana bagian harta waris tidak akan ditemukakan bila

tidak ada rukun-rukunnya.39

Ada tiga unsur yang perlu diperhatikan dalam

waris-mewarisi, tiap-tiap unsur tersebut harus memenuhi berbagai

persyaratan. Unsur-unsur ini dalam kitab fiqh dinamakan rukun, dan

persyaratan itu dinamakan syarat untuk tiap-tiap rukun.40

Sehubungan

dengan pembahasan hukum waris, yang menjadi rukun waris-mewarisi ada

3 (tiga), yaitu sebagai berikut.

37

Moh. Muhibbin dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam sebagai pembaharuan

Hukum Positif di Indonesia, (Jakarta, Sinar Grafika, 2011), h. 55

38 http://www.islam101.com/sociology/wills.htm, di akses pada 7 Mei 2018 Pukul 10.00.

39 Komite Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar, Mesir, Hukum Waris, (Jakarta Selatan,

Senayan Abadi Publishing 2004), h. 27.

40 M. Ali Hasan, Hukum Warisan dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), h. 15.

21

1. Harta Peninggalan (mauruts) ialah harta benda yang ditinggalkan oleh si

mayit yang akan dipusakai atau dibagi oleh para ahli waris setelah

diambil untuk biaya-biaya perawatan, melunasi utang dan melaksankan

wasiat. Harta peninggalan dalam kitab fiqh biasa disebut tirkah yaitu apa-

apa yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia.

2. Pewaris atau orang yang meninggalkan harta waris (muawarrits) adalah

orang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta waris. Di dalam

kamus Indonesia disebut dengan istilah “pewaris”, sedangkan dalah kitab

fiqh disebut muwarist.41

Bagi muwarist berlaku ketentuan bahwa harta yang ditinggalkan

miliknya dengan sempurna, dan ia benar-benar telah meninggal dunia,

baik menurut fiqh kenyataan maupun menurut hukum. Kematian

muwarist menurut para ulama fiqh dibedakan menjadi 3 macam, yakni:

a. Mati haqiqy (sejati) ialah hilangnya nyawa seseorang yang semula

nyawa itu sudah berwujud padanya. Kematian ini dapat disaksikan

oleh panca indra dan dapat dibuktikan dengan alat pembuktian.

b. Mati hukmy, ialah suatu kematian yang disebabkan oleh adanya vonis

hakim, baik pada hakikatnya, seeorang benar-benar masih hidup.

Vonis ini dijatuhkan terhadap orang murtad yang melarikan diri dan

bergabung dengan musuh, vonis mengharuskan demikian karena

menurut syariat selama tiga hari dia tiada bertaubat, harus dibunuh.

Demikian juga vonis kematian terhadap maqdud, yaitu orang yang

tidak diketahui kabar beritanya, tidak dikenal domisilinya dan tidak

diketahui hidup dan matinya. Jika hakim telah menjatuhkan vonis mati

terhadap dua jenis orang tersebut maka berlakunya kematian sejak

tanggal yang termuat dalam vonis hakim, walaupun larinya si murtad

atau kepergiannya si mafqud sudah 15 tahun sebelum vonis, dan harta

41 M. Ali Hasan, h.15.

22

peninggalannya baru dapat diwarisi oleh ahli warisnya sejal tanggal

yang termuat dalam vonis itu.

c. Mati taqdiry ialah kematian yang bukan haqiqy dan bukan hukmy,

tetapi semata-mata hanya berdasarkan dugaan keras. Misalnya

kematian seorang bayu yang baru dilahirkan akibat terjadi pemukulan

terhadap perut ibunya atau pemaksaan agar ibunya minum racun.

Kematian tersebut hanya semata-mata berdasarkan dugaan keras,

dapat juga disebabkan oleh yang lain, namun kuatnya perkiraan atas

akibat perbuatan semacam itu.

3. Ahli waris (waarist) adalah orang yang akan mewarisi harta peninggalan

si muwarrits lantaran mempunyai sebab-sebab untuk mewarisi.

Pengertian ahli waris disini adalah orang yang mendapat harta waris,

karena memang haknya dari lingkungan keluarga pewaris. Namun, tidak

semua keluarga dari pewaris dinamakan (termasuk) ahli waris. Demikian

pula orang yang berhak menerima (mendapat) harta waris mungkin saja

diluar ahli waris.42

Dalam Alquran Surah An- Nisaa‟ ayat 8, Allah Swt

berfirman:

والمساكني فارزقوىم منو وقولوا لم ق ول معروفا واليتامىى وإذا حضر القسمة أولو القربى

﴾٨النساء:﴿

“Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang

miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan ucapkanlah

kepada mereka perkataan yang baik.”

D. Syarat Mewarisi

Waris-mewarisi berfungsi sebagai pengganti kedudukan dalam memiliki

harta benda antara orang yang telah meninggal dunia dengan orang yang masih

42

M. Ali Hasan, Hukum Warisan dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), h. 15.

23

hidup yang ditinggalkannya (ahli waris). Oleh karena itu,waris mewarisi

memerlukan syarat-syarat tertentu, yakni:

1. Orang-orang yang mewariskan (muwarrits) sudah meninggal.

2. Orang yang menerima warisan (ahli waris) masih hidup.

3. Tidak ada penghalang.43

Para ahli waris yang benar-benar masih hidup disaat kematian muwarrits,

baik matinya itu secara haqiqy, hukmy, ataupun taqdiryi berhak mewarisi harta

peninggalannya. Dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 173 dijelaskan, seorang

terhalang menjadi ahli waris apabila dengan putusan hakim yang telah

mempunyai kekuatan hukum yang tetap dihukum karena:

a. Dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya

berat para pewaris.

b. Dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa

pewaris telah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman 5

tahun penjara atau hukuman yang lebih berat.

E. Sebab-sebab Mewariskan

Apabila dianalisa ketentuan hukum waris Islam, yang menjadi sebab

seseorang itu mendapat warisan dari si mayut (ahli waris) dapat

diklarifikasikan sebagai berikut:44

1. Perkawinan

Seseorang dapat memperoleh harta warisan (menjadi ahli waris)

disebabkan adanya hubungan perkawinan antar si mayit dengan seseorang

tersebut, yang termasuk dalam klarifikasi ini adalah suami atau istri dari si

mayit.45

43

M. Ali Hasan, Hukum Warisan dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), h. 15.

44Suhawardi K. Lubis dan Komis Simanjuntak, Hukum Waris Islam (Lengkap dan

Praktis), (Jakarta, Sinar Grafika, 1995), h. 53.

45 Suhawardi K. Lubis dan Komis Simanjuntak, Hukum Waris Islam (Lengkap dan

Praktis), (Jakarta, Sinar Grafika, 1995), h. 53.

24

Perkawinan yang menjadi sebab timbulnya hubungan kewarisan antara

suami dengan istri didasarkan pada dua syarat:

a. Perkawinan sah menurut Syariat Islam

Artinya, syariat dan rukun perkawinan itu terpenuhi, atau antara

keduanya telah berlangsung akad nikah yang sah, yaitu nikah yang

telah dilaksanakan dan telah memenuhi rukun dan syarat pernikahan

serta terlepas dari semua halangan pernikahan walaupun belum

kumpul (hubungan kelamin). Ketentuan ini berlandaskan pada

keumuman ayat tentang mewarisi dan tindakan Rasullullah SAW.

Yang telah memberikan keputusan hukum tentang kewarisan terhadap

seorang suami yang sudah melakukan akad nikah, tetapi belum

melaksanakan persetubuhan dan belum menetapkan maskawinnya.46

b. Perkawinan Masih Utuh

Sesuatu perkawinan dianggap masih utuh ialah apabila perkawina

ity telah diputuskan dengan talak raj‟i bagi seseoran gistri belum

selesai. Perkawinan tersebut dianggap masih utuh, karena di saat iddah

masih berjala, suami masih mempunyai hak penuh untuk menuju‟

kembali bekas istrinya yang masih menjalankan iddah baik dengan

perkataan maupun dengan perbuatan, tanpa memerlukan kerelaan istri,

membayar maskawin baru, menghadirkan 2 orang saksi serta seorang

wali.47

2. Kekerabatan

Salah satu sebab beralihnya harta, seseorang yang telah meninggal

dunia kepada yang masih hidup adalah adanya yang disebabkan oleh

kelahiran. Heris referred to as primary heirs are always entitled to ashare

of the inheritance, they are never totally excluded. These primary heirs

consist of the spouse relict, both parents, the son and the daughter. All the

remaining heir can be totally excluded by the presence of other heirs. But

46 Fathur Rahman, Ilmu Waris, (Bandung, PT Alma‟arif, 1971), h. 17.

47 Fathur Rahman, h. 17.

25

under certain circumstances, other heirs can also inherit as residuaries,

namely the father, paternal grandfather, daughter, agnatic granddaughter,

full sister, consanguine sister and mother.48

Ditinjau dari garis yang menghubungkan nasab antara yang mewariskan

dengan yang mewarisi, dapat digolongkan dalam tiga golongan yaitu

sebagai berikut:

a. Furu‟, yaitu anak turun (cabang) dari si mayit.

b. Ushul, yaitu leluhur (pokok atau asli) yang menyebabkan adanya si

mayit.

c. Hawasyi‟, yaitu keluarga yang dihubungkan dengan si meninggal

dunia melalui garis menyamping, seperti saudara, paman, bibi, dan

anak turunannya dengan tidak membeda-bedakan laki-laki atau

perempuan.49

3. Hubungan sebab Wala‟

Wala‟ adalah wala‟-nya seorang budak yang dimerdekakan yaitu ikatan

antara dirinya dengan orang yang memerdekakannya dan ahli warisnya

yang mewarisi dengan bagian „ashobah dengan debab dirinya (ashobah bin

nafsi) seperti ikatan antara orang tua dengan anaknya,baik dimerdekakan

secara sukarelah atau karena wajib seperti karena nadzar atau zakat atau

kafarah berdasarkan keumuman sabda nabi.50

4. Hubungan sesama Islam

Hubungan Islam yang dimaksud disini terjadi apabila seseorang yang

meninggal dunia tidak memiliki ahli waris, maka harta warisannya itu

diserahkan kepada perbendaharaan umum atau yang disebut Baitul Maal

48

http://en.wikipedia.org/wiki/Islamic_inheritance_jurisprudence, diakses Pada tanggal 7

Mei 2018 Pukul 11.00.

49 Fathur Rahman, Ilmu Waris, (Bandung, PT Alma‟arif, 1971), h. 17.

50 Asy- Syaikh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin, Ilmu Waris, (Tegal, Ash-Shaf,

2007), h. 27.

26

yang akan digunakan oleh umat Islam. Dengan demikian, harta orang

Islam yang tidak mempunyai ahli waris itu diwarisi oleh umat Islam.

Menurut Kompilasi Hukum Islam dalam Pasal 174 yakni.

Kelompok-kelompok ahli waris terdiri dari:

a. Menurut hubungan darah

1) Golongan laki-laki terdiri dari: ayah, anak laki-laki, saudara laki-

laki. Paman, dan kakek

2) Golongan perempuan terdiri dari: ibu, anak perempuan, saudara

perempuan dan nenek.

b. Menurut hubungan perkawinan terdiri dari: duda dan janda

Apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapat warisan

hanya: anak, ayah, ibu, janda atau duda.51

5. Wasiat Wajibah

Tidak ada definisi secara formal mengenai wasiat wajibah dalam

sistem hukum Islam di Indonesia. Wasiat wajibah secara tersirat

mengandung unsur-unsur yang dinyatakan dalam Pasal 209 Kompilasi

Hukum Islam, yaitu:

a. Subjek hukumnya adalah anak angkat terhadap orang tua angkat atau

sebaliknya, orang tua angkat terhadap anak angkat.

b. Tidak diberikan atau dinyatakan oleh pewaris kepada penerima wasiat

akan tetap dilakukan oleh negara.

c. Bagian penerima wasiat adalah sebanyak-banyaknya atau tidak boleh

melebihi 1/3 (satu pertiga) dari harta peninggalan pewaris.

Wasiat wajibah dalam Pasal 209 Kompilasi Hukum Islam timbul

untuk menyelesaikan permasalahkan antara pewaris dengan anak

angkatnya dan sebaliknya anak angkat selalu pewaris dengan orang tua

angkatnya.52

Di negara Islam di daerah Afrika seperti Mesir, Tunisia,

51

http://marieotedja.blogspot.com/2013/04/wasiat-wajibah-dalam-hukum-kewarisan.html.

diakses Pada tanggal 7 Mei 2018 Pukul 08.00. 52

http://marieotedja.blogspot.com/2013/04/wasiat-wajibah-dalam-hukum-kewarisan.html.

Diakses pada tanggal 7 Mei 2018

27

Maroko dan Suriah, lembaga wasiat wajibah dipergunakan untuk

menyelesaikan permasalahan kewarisan antara pewaris dengan cucu/cucu-

cucunya dari anak/anak-anak pewaris yang meninggal terlebih dahulu

dibanding pewaris. Lembaga wasiat wajibah di daerah tersebut digunakan

oleh negara untuk mengakomodir lembaga mawali atau pergantian

tempat.53

F. Perbedaan Agama

Maksud dari perbedaan agama adalah antara yang beragama Islam dan yang

bukan beragama Islam (non muslim). Dasar hukum berbeda agama sebagai

pengahalang saling mewarisi adalah hadis riwayat al-Bukhari dan Muslim.

اليرث المسلم الكافر وال يرث الكافر المسلمعه اسامة به زيد ان النبي صلي هللا عليه وسلم قال

Artinya: “Dari Ibn Abbas r.a bahwa Rasulullah saw bersabda: orang Islam tidak

berhak mewarisi harta orang kafir dan orang kafir tidak berhak mewarisi harta

orang Islam. (HR al-Bukhari).

Perbedaan Agama seorang muslim tidak dapat mewarisi ataupun diwarisi oleh

orang non muslim, apa pun agamanya. Hal ini telah ditegaskan Rasulullah saw.

Dalam sabdanya: “Tidaklah berhak seorang muslim mewarisi orang kafir, dan

tidak pula orang kafir mewarisi muslim.” (Bukhari dan Muslim).54

Dari redaksi

dan apa yang ditetapkan hadist tersebut, maka hadist ini merupakan bagian dari

hukum wad‟i, artinya ketentuan syariat dalam bentuk menetapkan sesuatu sebagai

sebab, syarat atau man‟i.55

Akan tetapi pada hadist ini termasuk ke dalam kategori

man‟i yaitu sesuatu yang ditetapkan syariat sebagai penghalang bagi adanya

hukum.56

Jadi dalam hadist ini menerangkan bahwa perbedaan agama (non

muslim) adalah penghalang untuk saling mewarisi. Jumhur ulama berpendapat

53

http://marieotedja.blogspot.com/2013/04/wasiat-wajibah-dalam-hukum-kewarisan.html.

Diakses pada tanggal 7 Mei 2018

54 Abu adillah Muhammad ibn Ismail ibn Ibrahim al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, juz IV,

h.166. 55

Satria Effendi, M. Zein, Ushul Fiqh,cet.2, (Jakarta: Kencana,2008),h.61. 56

Satria Effendi, M. Zein, Ushul Fiqh,cet.2,h.61.

28

demikian, termasuk keempat imam mujtahid. Hal ini berbeda dengan pendapat

sebagian ulama yang mengaku bersandar pada pendapat Mu‟adz bin Jabal r.a

yang mengatakan bahwa seorang muslim boleh mewarisi orang kafir, tetapi tidak

boleh mewariskan kepada orang kafir. Alasan mereka adalah bahwa Islam ya‟lu

walaayu‟la „alaihi (unggul, tidak ada yang mengunggulinya). Sebagian ulama ada

yang menambahkan satu hal lagi sebagai penggugur hak mewarisi, yakni murtad.

Dalam hal ini ulama membuat kesepakatan bahwa murtad termasuk dalam

kategori perbedaan agama, karenanya orang murtad tidak dapat mewarisi orang

Islam.57

Sebab persaudaraan dalam agama Islam merupakan hubungan paling kuat

diantara kaum muslimin.58

c. Perbudakan (penghambaan)

Mayoritas ulama sepakat bahwa seorang budak terhalang untuk menerima

warisan karena ia dianggap tidak cakap melakukan perbuatan hukum. Allah swt

berfirman: Qur‟an An Nahl

Artinya: “Allah membuat perumpamaan dengan seorang hamba sahaya yang

dimiliki yang tidak dapat bertindak terhadap sesuatupun dan seorang yang Kami

beri rizki yang baik dari Kami, lalu Dia menafkahkan sebagian dari rezeki itu

secara sembunyi dan secara terang-terangan, Adakah mereka itu sama? Segala

puji hanya bagi Allah, tetapi kebanyakan mereka tiada mengetahui”. (Q.S al-

Nahl (16): 75)

Ahmad Muhammad al-Jurjawy mengemukakan bahwa budak itu tidak dapat

mewarisi harta peninggalan tuannya apabila tuannya itu meninggal. Karena budak

itu sendiri statusnya sebagai “harta” milik tuannya.59

Sebagai harta tentu tidak

bisa memiliki melainkan dimiliki dan yang memilih hanyalah yang berstatus

sebagai tuannya.60

57

Riana Kesuma Ayu, Penghalang Mewarisi, artikel diakses pada 27 Agustus 2018 dari http://rianan-kesuma–ayu.com/penghalang-mewarisi.

58 Syekh Ali Ahmad al-Jarjawi, Indahnya Syariat Islam, cet.1, (Jakarta: Gema Insani Press,

2006),h.724. 59

A. Sukris Samadi, Transendensi Keadilan Hukum Waris Islam Transformatif. Cet.1, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997), h.31.

60 Rofiq, Fiqh Mawaris, h.32.

29

G. Ahli waris Non Muslim Menurut Konsep Fiqih

1. Ulama Fiqih

Seperti yang telah penulis paparkan di atas, hal-hal yang dapat

menghalangi seseorang untuk menerima warisan ada tiga yaitu pembunuhan,

perbedaan agama (non muslim), perbudakan (penghambaan). Namun menurut

penulis agar tidak keluar dari apa yang akan dibahas, penulis membatasinya

dengan hanya membahas salah satu dari penghalang menerima warisan yaitu,

perbedaan agama atau non muslim.

Maksud dari perbadaan agama adalah antara orang yang beragama Islam dan yang

bukan beragama Islam (non muslim).

Mayoritas ulama berpendapat bahwa sepanjang ada perbedaan agama antara

muwaris dan ahli warisnya, antara muslim dan non muslim maka mereka

terhalang untuk dapat saling mewarisi.61

Dasar hukum berbeda agama sebagai penghalang saling mewarisi adalah hadis

riwayat al-Bukhari dan Muslim.

النيب صلي اهلل عليو وسلم قال ليرث املسلم الكافر ول يرث الكافر املسلم عن اسامة بن زيد ان

Artinya: “Dari Ibn Abbas r.a bahwa Rasulullah saw bersabda: orang Islam tidak

berhak mewarisi harta orang kafir dan orang kafir tidak mewarisi harta orang

Islam. (HR. al-Bukhari) 62

Dan Surat an-Nisa ayat 141:

ن إ و م ك ع م ن ك ن م ل أ وا ل ا ق له ل ا ن م ح ت ف م ك ل ن ا ن ك إ ف م ك ب ون ربص ت ي ن ي لذ ا

ن ي ن ؤم م ل ا ن م م ك ع ن م ون م ك ي ل ع وذ ح ت س ن م ل أ وا ل ا ق ب ي ص ن ن ري ف ا ك ل ل ن ا ك

61

Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris, cet.II, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 1995), h.144. 62

Abi abdilllah Muhammad ibn Ismail Ibn Ibrahum al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari,

(Beirut: Daarul al-ahya al-arabiyah, ttt.,), jus IV, h.166.

30

ن ي ن ؤم م ل ا ى ل ع ن ري ف ا ك ل ل له ل ا ل ع ج ي ن ول ة م ا ي ق ل ا وم ي م ك ن ي ب م ك ح ي له ل ا ف

ال ي ب س

Artinya: “Dan Allah sekali kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang

kafir untuk menguasai orang-orang yang beriman”.

Perbedaan Agama seorang muslim tidak dapat mewarisi maupun diwarisi oleh

orang non muslim, apa pun agamanya. Hal ini telah ditegaskan Rasulullah saw,

dalam sabdanya: “Tidaklah berhak seorang muslim mewarisi orang kafir, dan

tidak pula orang kafir mewarisi muslim.” (Bukhari dan Muslim) Jumhur ulama

berpendapat demikian, termasuk keempat imam mujtahid. Hal ini berbeda dengan

pendapat sebagian ulama yang mengaku bersandar pada pendapat Mu‟adz bin

Jabal r.a yang mengatakan bahwa seorang muslim boleh mewarisi orang kafir,

tetapi tidak boleh mewariskan kepada orang kafir. Alasan mereka adalah bahwa

Islam ya‟lu walaayu‟la „alaihi (unggul, tidak ada yang mengunggulinya).

Sebagian ulama ada yang menambahkan satu hal lagi sebagai penggugur hak

mewarisi, yakni murtad. Orang yang telah keluar dari Islam dinyatakan sebagai

orang murtad. Dalam hal ini ulama membuat kesepakatan bahwa murtad termasuk

dalam kategori perbedaan agama, karenanya orang murtad tidak dapat mewarisi

orang Islam.63

Sebab persaudaraan dalam agama Islam merupakan hubungan

paling kuat diantara kaum muslimin.64

Imamiyah juga menetapkan bahwa perbedaan agama menghalangi atau non-

muslim dan orang yang murtad untuk mewarisi dari muslim. Menurut Imamiyah

ada tiga masalah:

a. Non muslim tidak mewarisi muslim.

b. Muslim mewarisi non muslim. Atas dasari ini Mu‟awiyah bin Abi Sofyan

memerintahkan para hakimnya untuk memberikan hak waris bagi Muslim

dari non-Muslim dan tidak sebaliknya. Syarih adalah seorang tabi‟in

63

Riana Kusuma Ayu, Penghalang Mewarisi, artikel diakses pada 27 Agustus 2018 dari

http://riana-kesuma-ayu.com/penghalang-mewarisi. 64

Syekh Ali Ahmad al-Jarjawi, Indahnya Syariat Islam, cet.1, (Jakarta: Germa Insani

Press,20060,h.724.

31

sekaligus hakim Kufah. Ia biasa menyertakan vonisnya dengan kata-kata,

“Ini adalah hukum Allah dan Rasulnya”. Tetapi, dalam masalah ini, dia

biasa berkata, “ini adalah keputusan Amirul Mukminin Muawiyah.”

c. Bila ada seorang Muslim meskipun tingkatannya jauh, dia harus

didahulukan atas non muslim meskipun tingkatannya lebih dekat. Dalam

masalah ini, menurut refrensi yang penulis temui tak ada orang lain yang

berpendapat demikin selain Syiah Imamiyah.65

2. Menurut Majelis Ulama Indonesia

Majelis Ulama Indonesia pada 28 Juli 2005 telah memfatwakan bahwa

ahli waris yang berbeda agama atau non muslim tidak mendapatkan harta waris.

Dalam penetapan fatwa Nomor: 5/MUNAS VII/MUI/9/2005, ada dua inti poin

yaitu:

a. Hukum waris Islam tidak memberikan hak saling mewarisi antara orang-

orang yang berbeda agama (antara muslim dengan non muslim);

b. Pemberian harta antar orang yang berbeda agama hanya dapat dilakukan

dalam bentuk hibah, wasiat dan hadiah.66

3. Ahli Waris Non Muslim Menurut Konsep Hukum Positif

a. Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata

KUHPerdata atau Burgerlijk Wetboek (BW) adalah sistem hukum Barat

yang masih dipakai oleh negara Indonesia sebagai bekas jajahan Belanda, pernah

memberlakukan KUHPerdata sebagai sumber hukum atas dasar asas

concordance, di mana Negara jajahan harus menerapkan hukum sesuai dengan

apa yang diterpakan di negaranya (Belanda).67

65

Muhammad Abu Zuhrah, Hukum Waris: Menurut Ja‟far Shadiq, Cet.I, (Jakarta: Dar

al-Ma‟arif, 1983),h.84. 66

Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Sejak 1975,

(Jakarta: Erlangga,2001)h.485. 67

Mohammad Daud Ali, Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di

Indonesia, cet. Ketujuh, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1998) h.187-188.

32

Sesuai menurut pasal 838 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang dianggap

tidak patut menjadi ahli waris adalah:68

a) Mereka yang dengan putusan hakim dihukum karena dipersalahkan telah

membunuh, atau mencoba membunuh, atau mencoba membunuh si yang

meninggal.

b) Mereka yang dengan putusan hakim pernah dipersalahkan karena secara

fitnah telah mengajukan pengaduan terhadap si meninggal. Ialah suatu

pengaduan telah melakukan suatu kejahatan yang terancam dengan

hukuman penjara lima tahun lamanya atau hukuman yang lebih berat.

c) Mereka yang dengan kekerasan atau perbuatan yang telah mencegah si

yang meninggal untuk membuat atau mencabut surat wasiatnya.

d) Mereka yang telah menggelapkan, merusak atau memalsukan surat wasiat

yang meninggal.69

Dapat disimpulkan dari pasal 838 Kitab Undang-undang Hukum Perdata,

menerangkan siapa saja yang dianggap tidak patut menjadi ahli waris, tidak ada

salah satu diantaranya perbedaan agama.

3. Menurut Kompilasi Hukum Islam

a. Pewaris

Tentang pewaris tercantum dalam pasal 171 ayat (b): “Pewaris adalah orang

yang pada saat meninggalnya atau yang dinyatakan meninggal berdasarkan

putusan pengadilan beragama Islam, meninggalkan ahli waris dan harta

peninggalan.”70

Dari redaksi di atas tampak bahwa untuk terjadinya pewarisan disyaratkan untuk

pewaris adalah telah meninggal dunia, baik secara hakiki maupun hukum. Hal ini

sebagaimana telah ditentukan oleh ulama tentang syarat-syarat terjadinya

68

R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, KUH Perdata Burgalijk Wetboek dengan tambahan:

UU Pokok Agraria dan UU Perkawinan, Cet. 39 (Jakarta: PT. Pradnya Paramita), h.223 69

M. Idris Ramulyo, Perbandingan Hukum Kewarisan Islam Di Pengadilan dan Kewarisan Menurut Undang-undang Hukum Perdata (suatu Studi Kasus), Cet.I, (Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 1992), h.116.

70 Tim Redaksi Fokus Media, Kompilasi Hukum Islam: Hukum Perkawinan, Hukum

kewarisan, Hukum Perwakafan, Dilengkapi dengan: UU RI No.41 tahun 2004 dan UU RI No.38

tahun 1999, (Bandung: Fokusmedia, 2007)h. 56

33

pewarisan antara lain meninggalnya pewaris baik secara hakiki, hukum atau

takdiri. Selain disyaratkan telah meninggal dunia, pewaris juga disyaratkan

beragama Islam dan mempunyai ahli waris dan harta peninggalan. Syarat-syarat

ini sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam fiqh mawaris.

b. Ahli Waris

Pengertian ahli waris dalam KHI disebutkan dalam pasal 171 ayat (c): “Ahli

waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah

atau perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena

hukum untuk menjadi ahli waris”

Selanjutnya ahli waris yang terdapat pada KHI seperti tersebut diatas pada

dasarnya sama dengan ahli waris dalam kita-kitab fiqh Islam.71

Dari penjelasan tentang ahli waris menurut KHI ini, dapat disimpulkan bahwa

syarat-syarat sebagai ahli waris adalah: mempunyai hubungan darat atau

hubungan perkawinan: beragama Islam. Tentang beragama Islam bagi ahli waris

ini lebih lanjut diatur dalam pasal 172 KHI: “Ahli waris dipandang beragama

Islam apabila diketahui dari kartu identitas atau pengakuan atau amalan atau

kesaksian, sedangkan bagi bayi yang baru lahir atau yang belum dewasa,

beragama menurut ayahnya atau lingkungannya.”

Dari ketentuan-ketentuan terkait pewaris dan ahli waris, KHI telah

menjelaskan secara tegas bahwa syarat menjadi seorang pewaris maupun ahli

waris salah satunya adalah beragama Islam. Artinya telah jelas bahwa non muslim

adalah salah satu penghalang mewarisi.

71

Tim Redaksi Fokus Media, Kompilasi Hukum Islam: Hukum Perkawinan, h.56.

34

BAB III

DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN

A. Profil Daerah Khusus Ibukota Jakarta

1. Profil

Nama Resmi : Provinsi DKI Jakarta

Ibukota : Jakarta

Luas Wilayah : 664,01 Km2 *)

Jumlah Penduduk : 9.809.857 jiwa *)

Suku Bangsa : Betawi, Jawa, Sunda dan lain-lain.

Agama : Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha dll.

Wilayah

Administrasi

: Kab. : 1 (Kepulauan Seribu), Kota : 5, Kec. : 44, Kel. : 267,

Desa : 0. *)

Batas Wilayah : Wilayah Provinsi DKI Jakarta sebelah Timur berbatasan

dengan Kabupaten/Kota Bekasi, sebelah Selatan berbatasan

dengan Kabupaten Tangerang dan Kota Depok, sebelah

Barat berbatasan dengan Kota Tangerang dan sebelah Utara

berbatasan dengan Laut Jawa

Lagu daerah : Kicir-kicir, Jali-jali, Keroncong kemayoran

Website : http://www.jakarta.go.id

*) Sumber : Permendagri Nomor 66 Tahun 2011

Jakarta adalah Ibu kota Republik Indonesia. Kota metropolitan yang luas

dan besar dengan populasi lebih dari 9 juta jiwa. Jakarta merupakan pusat

pemerintahan nasional sekaligus pemerintahan provinsi DKI Jakarta. Jakarta

menjadi pusat pemerintahan yang mengatur keuangan dan bisnis. Menjadi pusat

politik dan ekonomi karena di Jakarta tempat bertemunya orang dari seluruh

Indonesia. Jakarta telah memikat orang dari segala aspek kehidupan. Jakarta juga

pusat musik modern Indonesia dan pusat industri kreatif. Oleh karenanya, tidak

heran jika apapun yang terjadi di Jakarta menjadi perhatian nasional dan

merupakan pusat roda sejarah dan kehidupan modern Indonesia.

35

Terletak di pantai utara bagian barat pulau Jawa, DKI Jakarta saat ini

terdiri dari 6 kota yaitu Jakarta Pusat meliputi Merdeka Square dan wilayah elit

Menteng; Jakarta Selatan meliputi Kebayoran dan Bintaro; Jakarta Barat, saat ini

dikembangkan menjadi kota utama dimana akan dibangun gedung-gedung dan

hotel; Jakarta Timur yang merupakan tempat perdagangan dan rekreasi pantai

yaitu Taman Impian Jaya Ancol, Pulau Seribu, dan beberapa pulau indah yang

terdapat di teluk Jakarta.

Saat ini pembangunan kota Jakarta melonjak cepat. Hotel-hotel super

mewah tersebar di sekitar mall yang menjual barang-barang bermerek.

Apartemen-apartemen mewah yang dilengkapi dengan kolam renang besar, pusat

perbelanjaan, dan tempat rekreasi untuk memanjakan penghuni apartemen. Untuk

memasuki salah satu ujung kota yang luas ini, pemerintah telah membangun jalan

tol di sekitarnya, melewati pusat-pusat kegiatan tersibuk Jakarta. Dapat dipastikan

saat jam-jam sibuk maka Jakarta akan menjadi sangat macet.

Bahkan, ada banyak hal yang bisa Anda dilakukan dan lihat di Jakarta.

Sulit untuk berjalan-jalan di jalanan Jakarta karena padat dengan mobil dan

sepeda motor. Hal terbaik yang dapat Anda lakukan adalah tinggal di hotel di

mana Anda akan menghabiskan sebagian besar waktu di sekitarnya misalnya

untuk konferensi, pertemuan bisnis, berbelanja, mengunjungi pameran, atau untuk

menjelajahi kota dan bertamasya pada hari tertentu saat Anda memiliki lebih

banyak waktu luang.

Karena populasi yang banyak, Jakarta menjadi kota yang sangat padat.

Oleh karena itu, Anda akan menemukan rumah mewah yang berdampingan

dengan gubuk di sisi jalan atau mobil mewah yang berebut tempat parkir dengan

bus tua. Hal-hal tersebut menunjukan betapa kota ini sangat dinamis dan sangat

hidup dari siang hari hingga larut malam.

Di Jakarta Anda juga dapat menemukan restoran yang menyajikan

hidangan internasional atau makanan dari berbagai daerah di Nusantara. Mulai

dari restoran eksklusif sampai warung pinggr jalan yang mampu memuaskan

selera semua orang. Ada juga beberapa lapangan golf yang indah di sekitar kota,

dimana para pengusaha Indonesia dan asing menghabiskan akhir pekannya di sini.

Kehidupan malam Jakarta sangat atraktif. Diskotik, klub malam, dan

karaoke menawarkan berbagai jenis musik dan tari. Java Jazz Festival tahunan

adalah event internasional untuk penggemar musik jazz. Band-band dan penyanyi

terbaik Indonesia ikut memeriahkan acara ini.

Selain itu, Jakarta adalah tempat yang tepat untuk berbelanja dengan harga

bersaing dengan banyak kota-kota belanja favorit di seluruh dunia seperti

Singapura dan Hong Kong. Plaza Indonesia, Plaza Senayan, Pondok Indah Mall,

Pacific Place, hanyalah beberapa dari begitu banyak pusat perbelanjaan kelas atas

yang dapat Anda ditemukan di kota besar ini. Sedangkan untuk mendapatkan

36

barang yang lebih murah, Pusat Grosir Tanah Abang dan Mangga Dua adalah

tempat berbelanja favorit bagi penggila belanja. Setiap tahun Jakarta Great Sale

memberikan diskon besar-besaran yang telah menarik ribuan pengunjung dari

berbagai kota di Indonesia dan Asia Tenggara.

B. GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA

1. Geografi dan Iklim

DKI Jakarta terdiri dari lima wilayah Secara administrasi, Provinsi

DKI Jakarta terbagi menjadi 5 wilayah kota administrasi dan 1 kabupaten

administrasi yaitu Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Timur,

Jakarta Utara dan Kabupaten Kepulauan Seribu. Wilayah administrasi di

bawahnya terbagi menjadi 44 kecamatan dan 267 kelurahan dengan jumlah

penduduk pada tahun 2017 sebesar 10,37 juta jiwa. Pada gambar ditampilkan

Peta DKI Jakarta.

Provinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta terletak pada posisi

6°12’ LS dan 106°48’ BT serta terbentang pada hamparan tanah seluas

662,33 km2

dan berupa lautan seluas 6.977,5 km2. Dengan luas wilayah

kurang dari 0,04% dari total luas wilayah daratan Indonesia namun dihuni

oleh 4% dari total penduduk Indonesia. DKI Jakarta juga memiliki 218 pulau

yang terletak di Kabupaten Kepulauan Seribu, namun hanya sekitar

setengahnya saja yang berpenghuni1. Secara geografis batas-batas Jakarta

antara lain:

1. Sebelah Utara : Laut Jawa

2. Sebelah Timur : Provinsi Jawa Barat (Bekasi)

3. Sebelah Selatan : Provinsi Jawa Barat (Depok)

4. Sebelah Barat : Provinsi Banten (Tangerang)

Di bagian utara terbentang pantai sepanjang ± 35 km tempat bermuaranya

13 sungai dan 2 kanal. Kota Jakarta merupakan dataran rendah dengan

1 Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, Statistik Daerah Provinsi DKI Jakarta 2017

(Jakarta: BPS Prov. DKI Jakarta, 2017) h. 3

37

ketinggian rata-rata +7 meter diatas permukaan laut. Data dari Dinas

Pekerjaan Umum Pemprov DKI Jakarta menyatakan bahwa 73% kelurahan di

DKI Jakarta dilalui aliran sungai. Hal ini mengakibatkan tingginya potensi

terjadinya bencana banjir khususnya pada musim penghujan2.

2 Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, Statistik Daerah Provinsi DKI Jakarta 2017

h. 3

38

Peta Provinsi DKI Jakarta

Secara jumlah wilayah administrasi DKI Jakarta memiliki 267

kelurahan dan 44 kecamatan. Pembagian wilayah administratif dapat dilihat

pada tabel.

No. Wilayah Jumlah Kecamatan Jumlah Kelurahan

1. Kepulauan Seribu 2 6

2. Jakarta Selatan 10 65

3. Jakarta Timur 10 65

39

4. Jakarta Pusat 8 44

5. Jakarta Barat 8 56

6. Jakarta Utara 6 31

DKI Jakarta 44 267

Suhu udara yang cukup menyengat terjadi pada sepanjang bulan Juli

dan Agustus tahun 2017. Demikian halnya dengan curah hujan yang hanya

turun sesekali dengan lokasi area yang tidak merata. Intensitas hujan di DKI

Jakarta pada periode bulan Juli-Agustus 2017 menunjukkan penurunan yang

signifikan dibanding periode yang sama tahun lalu yaitu rata-rata hanya 70

mm. Tetapi perbedaan rata-rata suhu tidak sebesar tahun 20153.

Menurut data BMKG, sepanjang tahun 2016, rata-rata suhu udara DKI

Jakarta adalah sebesar 280C. Suhu yang relatif sedang untuk daerah tropis.

Arah angin di DKI Jakarta rata-rata bertiup dari Utara. Sementara rata-rata

kecepatan angin sepanjang tahun 2016 berkisar antara 1,4 sampai dengan 3

m/s. Temperatur Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2016 tertinggi di bulan Mei

dan September (35,2OC) dan terendah di bulan Juni (23,4 OC), dengan

kelembaban 59 sampai 93 persen. Curah hujan tertinggi di bulan Februari

(451,75 mm2) dan terendah di bulan Desember (41,7 mm2)4.

Pada tahun 2017, jumlah masyarakat DKI Jakarta mencapai

10.343.453. adapun rincian jumlah masyarakat Jakarta berdasarkan agama

adalah sebagai berikut: 8.629.126 jiwa beragama Islam, , Kristen 892.191

jiwa, Katolik 414.009 jiwa, Hindu 19.534 jiwa, Budha 387.782 jiwa,

Khonghuchu 535 jiwa, dan Aliran Kepercayaan lainnya berjumlah 276 jiwa.5

3 Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, Statistik Daerah Provinsi DKI Jakarta

2017, h. 3

4 Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, Jakarta Dalam Angka 2017 (Jakarta: BPS

Prov. DKI Jakarta, 2017) h. 4

5 http://data.jakarta.go.id/dataset/jumlah-penduduk-dki-jakarta-berdasarkan-agama

40

Berdasarkan data diatas memberikan informasi bahwasannya

masyarakat Jakarta dalam perihal keyakinan mereka terdiri dari berbagai

macam agama. Perbedaan dalam menganut keyakinan merupakan hal yang

bersifat pribadi dan setiap orang mempunyai kebebasan dalam memilih

agama yang diyakininya. Pemerintah DKI Jakarta tidak mempunyai

kewenangan untuk menganjurkan atau memaksakan agama tertentu kepada

masyarakat. Akan tetapi yang menjadi kewajiban bersama sesama umat

beragama adalah menjaga kesatuan dan persatuan bersama selaku bangsa

Indonesia agar tercipta masyarakat madani yang damai, ramah, hidup rukun

bersama dalam kemajemukan umat beragama.

83%

9%

4% 0% [PERCENTA

GE] 0%

0%

Persentase Masyarakat DKI Jakarta Berdasarkan Agama Tahun 2017

Islam 83.42% Kristen 8.62%

Katolik 4% Hindu 0.19%

Budha 3.74% Khonghuchu 0.005%

Aliran Kepercayaan 0.002% Total Penduduk 10.343.454 jiwa

41

B. Deskripsi Sampel Penelitian

Dari penelitian yang telah saya lakukan, saya menemukan kasus tentang

waris beda agama yakni terdapat 10 (sepuluh) kasus. Dari 10 kasus yang ada

beberapa diantaranya telah masuk proses persidangan dan telah menghasilkan

putusan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht). Sebagian lain merupakan kasus

yang sampai saat ini terdapat di pengadilan. Hanya diselesaikan secara

kekeluargaan kasus tersebut antara lain:

Tabel 3.1

Identitas Keluarga

KASUS I : Pada keluarga Alm. Parto

Suwarno yang telah berpulang ke

rahmatullah pada tahun 2003 dan

Istrinya Ibu Wijiati masih hidup di

Klaten.

Meninggalkan 8 anak yang berbeda

beda agama yakni:

1. Sumarno, laki-laki beragama Islam

di Klaten, Jawa Tengah

2. Heni Murwanto, laki-laki beragama

Katolik di Klaten, Jawa Tengah

3. Sri, perempuan beragama Kristen di

Klaten, Jawa Tengah

4. Suwanto, laki-laki beragama Islam di

Klaten, Jawa Tengah

5. Sugiarto, laki-laki beragama Islam di

Bintaro, Jakarta Selatan

6. Ignatius Iranta, laki-laki beragama

Katolik di Kebon Nanas, Tangerang

Selatan

7. Antonius Suprianto, laki-laki

beragama Katolik dari kecil sudah

Katolik karena didik sama kakak

nomor 2 dan 3 di Cikarang, Bekasi

8. Anastasi Siti Wahyuningsih,

perempuan beragama Katolik dari kecil

42

sudah Katolik karena didikannya sama

kakak nomor 2 dan 3 di Pasar Kemis,

Tangerang.

Kasus II: Keluarga Almarhumah Judith

Christy Susilowati beragama Kristen

Katolik adalah seorang wanita karir di

Kelapa Gading, Jakarta Utara.

Meninggalkan 3 orang anak

perempuan:

1) Anna Susilowati, perempuan

beragama Kristen Katolik bertempat

tinggal di Sunter, Jakarta Utara

2) Ingrid Susilowati, perempuan

beragama Kristen Katolik bertempat

tinggal di Cempaka Putih, Jakarta Pusat

3) Aprilia Susilowati, perempuan

beragama Islam sejak 1988 bertempat

tinggal di Paseban, Jakarta Pusat

Kasus III: Keluarga Sho Teng Giok

Nio

Ibunya Bernama: Ang Pian Nio

menghirupkan nafas terakhirnya pada

umur 83 tahun tahun 2016 yang

beralamat di Jalan Cipinang Jaya II

No.13 RT.3/RW.9, Cipinang Besar

Selatan, Jatinegara, Kota Jakarta Timur,

Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

Meninggalkan 4 anak yakni:

1) Sho Hok San, laki-laki beragama

Konghucu tinggal di Bekasi

2) Sho Teng Giok Nio, perempuan

beragama Islam pada tahun 2014

tinggal di Matraman, Jakarta Timur

3) Sho Giok Lie Nio, perempuan

beragama Konghucu tinggal di

Cipinang Jaya II, Jakarta Timur

4) Sho Giok Tan, perempuan beragama

Konghucu tinggal Manggarai, Jakarta

Selatan.

Kasus IV: Keluarga Almarhum Bapak

Desdiandi Hartopo telah pulang ke

rahmatullah pada tahun 2016 beragama

Meninggalkan istri dan 2 anaknya

yakni:

1) Istrinya Almarhum Bapak Desdiandi

43

Khonghucu di Kebon Nanas, Jakarta

Timur.

Hartopo bernama Shindy Wahyu

Kurnia beragama Khonghucu

bertempat tinggal di Kebon Nanas,

Jakarta Timur

2) Vinsen Hermawan, Laki-laki

beragama Islam pada tahun 15 Febuari

2015 bertempat tinggal di Makassar,

Jakarta Timur.

3) Aurellia Virly, Perempuan beragama

Khonghucu bertempat tinggal di Duren

Sawit, Jakarta Timur.

4) Elsa Tabita, Perempuan beragama

Khonghucu bertempat tinggal di

Cipayung, Jakarta Timur.

Kasus ke V: Keluarga Almarhum

Prayogi Hendratno meninggal pada

tahun 2010 beragama Kristen Katolik

bertempat tinggal di Kembangan,

Jakarta Barat. Istrinya lebih dahulu

meninggalkannya yang bernama

Murdaningsih Magdalena pada tahun

2009 selisih 1 (satu) tahun dengan

Almarhum Prayogi Hendratno.

Meninggalkan 4 orang anak:

1) Michael Adi Putro, laki-laki

beragama Kristen Katolik bertempat

tinggal di Palmerah, Jakarta Barat

2) Widyawati Setya Erani, perempuan

beragama Kristen Katolik bertempat

tinggal di Taman Sari, Jakarta Barat

3) Hariadi Budi Kristetranto, laki-laki

beragama Islam sejak 2006 menikah

dengan istrinya yang Islam mualaf

bertempat tinggal di Tebet, Jakarta

Selatan.

4) Julia Ratnawaty Wulandari,

perempuan beragama Kristen Katolik

bertempat tinggal di Kebon Jeruk,

Jakarta Barat

44

Kasus VI: Keluarga Alm Bapak

H.Windya Rachman bin Abdul

Rachman seorang pengusaha telah

berpulang ke rahmatullah pada tanggal

4 Juni 2004 meninggalkan istrinya Siti

Asmilah binti Ginoprawiro yang 13

tahun kemudian pulang ke rahmatullah

juga pada 25 September 2017.

Meninggalkan 7 ahli waris yaitu anak:

1. Ny. Siswayati, perempuan beragama

Islam di Tanjung Duren, Jakarta Barat

2. Sarli, perempuan beragama Islam di

Tanjung Duren, Jakarta Barat

3. Sri Hastuti, perempuan beragama

Protestan sejak menikah dengan

suaminya yang beragama Protestan

mengikuti anutan agamanya suami=

J.Endrow Pardede di Tanjung Duren,

Jakarta Barat

4. Riatini Widowati, perempuan

beragama Islam di Tanjung Duren,

Jakarta Barat

5. Linggar Wardhana, laki-laki

beragama Islam di Tanjung Duren,

Jakarta Barat

6. Sangaji Jayeng Prasetya, laki-laki

beragama Islam di Modernland,

Tangerang

7. Dyah Ayu Suyati, laki-laki beragama

Islam di Tanjung Duren, Jakarta Barat

Kasus VII: Keluarga Almarhum Gow

Ki Choy dan Chung Ling Nyong yang

beragama Khonghucu meninggal pada

tahun 1980 bertempat tinggal di

Cililitan.

Meninggalkan 3 orang anak yakni:

1) Gow Can Kong laki-laki beragama

Islam pada tahun 1990 bertempat

tinggal di Cililitan dekat Pratama

Perpajakan

2) Gow Can Lung laki-laki beragama

Khonghucu bertempat tinggal di

Tangerang

3) Wu Can Kang perempuan beragama

45

Khonghuch bertempat tinggal di

Citayam, Bogor

Kasus VIII: Keluarga Alm R. Iyah

Sahriyah binti R.H. Emun Musan pergi

ke rahmatullah pada hari Sabtu tanggal

13 Januari 2018 di Ekor Kuning Kel

Jati Kec Pulo Gadung, Jakarta Timur.

Meninggalkan 6 orang anak yakni:

1) R. Yutje Yundriyati, perempuan

beragama Islam tinggal di Taman

Cikas, Bekasi

2) R. Devie Roselawati, perempuan

beragama Kristen sejak menikah

dengan Rainhard Sihombing tinggal di

Jatinegara, Jakarta Timur

3) R.Hj Elly Aprilia, perempuan

beragama Islam tinggal di Ekor

Kuning, Jakarta Timur

4) R.Moh Maksudi, laki-laki beragama

Islam tinggal di Kramat Jati, Jakarta

Timur

5) R. Moh Wahyudi, laki-laki

beragama Islam tinggal di Pisangan,

Jakarta Timur

6) R. Nurcahyawati, perempuan

beragama Islam tinggal di Perikani,

Jakarta Timur

Di Keluarga ini ada yang unik

yakni anak yang murtad itu

mendapatkan harta waris yang serupa

dengan 5 saudara-saudara yang lain

berupa tanah 1500m2

di Cibubur,

Jakarta Timur yang dibagi rata. Tidak

adil yang seharusnya beda agama itu

terhalang malah tidak sama sekali

disini dan laki laki juga harusnya

46

mendapatkan waris lebih besar

daripada perempuan yaitu 2:1.

Kasus IX: Keluarga Almarhum Samsul

Bahri adalah seorang pensiunan TNI

(Tentara Nasional Indonesia) yang pergi

ke rahmatullah pada tahun 2008 di

Cijantung, Jakarta Timur.

Meninggalkan 5 orang anak perempuan

yakni:

1) Delila Bahri agama Islam tinggal di

Condet, Jakarta Timur

2) Dela Bahri agama Islam tinggal

tinggal di Cawang, Jakarta Timur

3) Diana Bahri agama Kristen Protestan

tinggal di Bintara Bekasi

4) Nirmala Bahri agama Islam tinggal

di BSD, Tangerang

5) Ade Bahri agama Islam tinggal di

Sentul, Bogor

Kasus ke X: Keluarga Almarhum

Raden Satria yang meninggal pada

tahun 1998 dan Almarhumah Ibu Raden

Suhamah yang meninggal pada tahun

1994.

Meninggalkan 7 orang anak:

1) Raden Iwan, laki-laki beragama

Islam tinggal di Bandung

2) Raden Erik, laki-laki beragama

Islam tinggal di Bandung

3) Raden Robi, laki-laki beragama

Islam tinggal di Bandung

4) Raden Santi, perempuan beragama

Islam tinggal di Bandung

5) Raden Lis Fatimah, perempuan

beragama Kristen Protestan tinggal di

Sodong Utara, Jakarta Timur

6) Raden Chepi, laki-laki beragama

Islam tinggal di Bandung

7) Raden Yanti, perempuan beragama

Islam tinggal di Bandung

47

BAB IV

Analisis Praktek Pembagian Waris bagi Keluarga Beda Agama di Jakarta

A. Kasus-Kasus Pembagian Waris pada Keluarga Beda Agama

Dari penelitian yang telah saya lakukan, saya menemukan kasus tentang

waris beda agama yakni terdapat 10 (sepuluh) kasus. Hanya diselesaikan

secara kekeluargaan kasus tersebut antara lain:

1. Kasus I:

Pada keluarga Alm Parto Suwarno yang telah berpulang ke rahmatullah

pada tahun 2003 dan Istrinya Ibu Wijiati masih hidup di Klaten.

2. Kasus II:

Keluarga Almarhumah Judith Christy Susilowati beragama Kristen

Katolik adalah seorang wanita karir di Kelapa Gading, Jakarta Utara.

3. Kasus III:

Keluarga Sho Teng Giok Nio

Ibunya Bernama: Ang Pian Nio menghirupkan nafas terakhirnya pada

umur 83 tahun tahun 2016 yang beralamat di Jalan Cipinang Jaya II No.13

RT.3/RW.9, Cipinang Besar Selatan, Jatinegara, Kota Jakarta Timur,

Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

4. Kasus IV:

Keluarga Almarhum Bapak Desdiandi Hartopo telah pulang ke

rahmatullah pada tahun 2016 beragama Khonghucu di Kebon Nanas,

Jakarta Timur.

5. Kasus V:

Keluarga Almarhum Prayogi Hendratno meninggal pada tahun 2010

beragama Kristen Katolik bertempat tinggal di Kembangan, Jakarta Barat.

Istrinya lebih dahulu meninggalkannya yang bernama Murdaningsih

Magdalena pada tahun 2009 selisih 1 (satu) tahun dengan Almarhum

Prayogi Hendratno.

6. Kasus VI:

48

Keluarga Alm Bapak H.Windya Rachman bin Abdul Rachman seorang

pengusaha telah berpulang ke rahmatullah pada tanggal 4 Juni 2004

meninggalkan istrinya Siti Asmilah binti Ginoprawiro yang 13 tahun

kemudian pulang ke rahmatullah juga pada 25 September 2017.

7. Kasus VII:

Keluarga Almarhum Gow Ki Choy meninggal pada tahun 1996 dan

istrinya Chung Ling Nyong yang beragama Khonghucu meninggal pada

tahun 2000 bertempat tinggal di Cililitan

8. Kasus VIII:

Keluarga Alm R. Iyah Sahriyah binti R.H. Emun Musan pergi ke

rahmatullah pada hari Sabtu tanggal 13 Januari 2018 di Ekor Kuning Kel

Jati Kec Pulo Gadung, Jakarta Timur.

9. Keluarga IX:

Keluarga Almarhum Samsul Bahri adalah seorang pensiunan TNI (Tentara

Nasional Indonesia) yang pergi ke rahmatullah pada tahun 2008 di

Cijantung, Jakarta Timur.

10. Keluarga ke X:

Keluarga Almarhum Raden Satria yang meninggal pada tahun 1998 dan

Almarhumah Ibu Raden Suhamah yang meninggal pada tahun 1994

Dari kasus-kasus tersebut diatas, penulis menganalisis satu persatu, dari

hasil analisis kasus yang ada akan penulis jabarkan pada poin dibawah ini.

B. Analisis Praktek Pembagian Waris pada Kasus Keluarga Beda Agama di

Jakarta menurut Hukum Islam

1. Kasus I:

Pada keluarga Alm Parto Suwarno yang telah berpulang ke rahmatullah

pada tahun 2003 dan Istrinya Ibu Wijiati masih hidup di Klaten. Pada kasus

ini Pewaris meninggalkan 8 orang anak yang berbeda beda agama yakni:

a. Sumarno, laki-laki beragama Islam di Klaten, Jawa Tengah

b. Heni Murwanto, laki-laki beragama Katolik di Klaten, Jawa Tengah

c. Sri, perempuan beragama Kristen di Klaten, Jawa Tengah

49

d. Suwanto, laki-laki beragama Islam di Klaten, Jawa Tengah

e. Sugiarto, laki-laki beragama Islam di Bintaro, Jakarta Selatan

f. Ignatius Iranta, laki-laki beragama Katolik di Kebon Nanas, Tangerang

Selatan

g. Antonius Suprianto, laki-laki beragama Katolik dari kecil sudah Katolik

karena didik sama kakak nomor 2 dan 3 di Cikarang, Bekasi

h. Anastasi Siti Wahyuningsih, perempuan beragama Katolik dari kecil

sudah Katolik karena didikannya sama kakak nomor 2 dan 3 di Pasar

Kemis, Tangerang.1

Kasus pertama terjadi pada keluarga Almarhum Bapak Parto

Suwarno yang mana dalam pembagian waris disama ratakan kepada seluruh

ahli waris. Objek waris sedang dalam proses pengajuan pembuatan sertifikat

di Badan Pertanahan Nasional (BPN). Objek waris berupa tanah seluas 7500

m2 yang berlokasi di Purwodadi, Grobogan, Jawa Tengah. Pada KHI Pasal

172 (C) dicantumkan Ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal

dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan

pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi

ahli waris harus beragama Islam yang menerima warisnya tetapi disini tidak

melainkan mendapatkan waris tersebut.Disini anak pertama bernama

Sumarno tidak terhitung dalam pembagian waris tanah seluas 750m2 karena

ia sudah mendapatkan bagiannya dari Ibunya Ibu Wijiati yang masih hidup.

Pada kasus yang terjadi pada keluarga Almarhum Bapak Parto

Suwarno, yang menjadi Ahli waris seharusnya adalah

- Istrinya Ibu Wijiati seharusnya mendapatkan 1/6 bagian dari tanah

berdasarkan Asbabul Furudh yang penulis dapatkan ketika penempuh mata

kuliah Fiqh Mawarist pada semester 4.

- Anaknya:

1 Sugiarto, Masyarakat, Wawancara Pribadi, Ciputat, 19 Agustus 2018.

50

- Sumarno, laki-laki beragama Islam di Klaten, Jawa Tengah

- Suwanto, laki-laki beragama Islam di Klaten, Jawa Tengah

- Sugiarto, laki-laki beragama Islam di Bintaro, Jakarta Selatan

Sepatutnya mengikuti ashabul furudh mereka mendapatkan ashabah (sisa)

bagian masing-masing dibagi 2 (dua) n itu sangat adil ditinjau dari Asbabul

Furudh yang penulis terima.

Kemudian anak non muslim yang ditinggakan almarhum adalah sebagai

berikutr:

- Heni Murwanto, laki-laki beragama Katolik di Klaten, Jawa Tengah

- Sri, perempuan beragama Kristen di Klaten, Jawa Tengah

- Ignatius Iranta, laki-laki beragama Katolik di Kebon Nanas, Tangerang

Selatan

- Antonius Suprianto, laki-laki beragama Katolik di Cikarang, Bekasi

- Anastasi Siti Wahyuningsih, perempuan beragama Katolik di Pasar

Kemis, Tangerang

Berdasarkan ketentuan yang berlaku dalam Hukum Islam, mereka

anak non muslim yang ditinggalkan almarhum tidak wajib mendapatkan

harta warisan karena perbedaan agama antara pewaris dengan keuarga yang

ditinggalkan merupakan suatu penghalang seseorang mendapatkan harta

warisan. Pewaris beragama Islam sedangkan anak-anak sebagaimana

namanya tercantum diatas mereka adalah non muslim. Dalam kasus ini anak

non muslim yang yang ditinggalkan almarhum tidak boleh mendapatkan

warisan. Hal ini sebagaimana tertuang dalam keterangan hadis sebagai

berikut:

انمسهم انكافز يزث وال انكافز انمسهم اليزث قال وسهم عهي هللا صهي انىبي ان سيد به اسامت عه

Artinya: “ Dari Usamah ibni Zaid, sesungguhnya Nabi SAW bersabda:

51

orang muslim tidak mewarisi orang kafir, dan orang kafir pun tidak

mewarisi orang muslim”. (Muttafaqqun’Alaih)2

Tabel 4.1

Kasus II: Keluarga Almarhumah

Judith Christy Susilowati beragama

Kristen Katolik adalah seorang

wanita karir di Kelapa Gading,

Jakarta Utara.

Pada kasus ini, Pewaris

meninggalkan 3 orang anak

perempuan, antara lain:

a. Anna Susilowati beragama

Kristen Katolik bertempat

tinggal di Sunter, Jakarta Utara.

b. Ingrid Susilowati beragama

Kristen Katolik bertempat

tinggal di Cempaka Putih,

Jakarta Pusat.

c. Aprilia Susilowati beragama

Islam sejak 1988 bertempat

tinggal di Paseban, Jakarta Pusat.

Kasus dua terjadi pada keluarga Almarhumah Judith Christy Susilowati

yang beragama Kristen Katolik. Dia adalah seorang wanita karir di Kelapa

Gading, Jakarta Utara.

Judith Meninggalkan 3 orang anak perempuan. Anak yang pertama

adalah Anna Susilowati beragama Kristen Katolik bertempat tinggal di

Sunter, Jakarta Utara. Kemudian anak keduanya adalah Ingrid Susilowati

beragama Kristen Katolik bertempat tinggal di Cempaka Putih, Jakarta

Pusat. Terakhir anak ketiganya bernama Aprilia Susilowati beragama Islam

sejak 1988 bertempat tinggal di Paseban, Jakarta Pusat.

Anak perempuan Aprillia Susilowati sebagai anak bungsu dari ke-3

saudara perempuannya. Aprillia Susilowati muallaf pada tahun 1988 sejak

2 Abi abdilllah Muhammad ibn Ismail Ibn Ibrahum al-Bukhari, Shahih Al-

Bukhari, (Beirut: Daarul al-ahya al-arabiyah, ttt.,), jus IV, h.166.

52

Kuliah. Rasa takut Aprillia Susilowati hilang karena ingin mencari Ridho

Allah SWT dan meyakini Islam adalah agama yang qath’i (pasti). Aprillia

Susilowati sebagai anak bungsu dari 3 bersaudara dan mempunyai 2 orang

kakak perempuannya yakni Anna Susilowati dan Ingrid Susilowati.

Hubungan Aprillia Susilowati dengan keluarganya yang masih non muslim

baik-baik saja sampai saat ini. Hubungan yang baik dikarenakan Aprillia

Susilowati yang tidak pernah membeda-bedakan agama dan menghormati

semasa hidup kedua orang tua dan saudaranya. Hubungan yang baik itu

tidak menghalangi Aprillia Susilowati sebagai ahli Waris.

Analisa kedua adapun Harta Waris yang ditinggalkan oleh kedua orang

tua Aprillia Susilowati berupa Rumah, sebidang tanah dan beberapa

perhiasan milik almarhumah Ibu Judith Christy Susilowati. Dan semua itu

dibagikan dengan sistem bagi sama rata yaitu 1:1 demi menjaga

keharmonisan hubungan yang ada dikeluarga Aprillia Susilowati.3

Pembagian diberikan sama rata berdasarkan adat keluarganya untuk

menjaga hubungan satu sama lain.4 Berbeda dengan sistem pembagian anak

perempuan dalam kompilasi hukum Islam pasal 176 bahwa anak perempuan

bila seorang diri ia mendapatkan 1/2 bagian. 2/3 bagian jika bersama dengan

saudaranya. Apabila anak perempuan bersama dengan anak laki-laki

mendapatkan 2:1 bagian. 1 bagian karena kedudukannya bersama dengan

anak laki-laki dalam Islam bagian anak perempuan sebagai ashabah.

Seharusnya bagian yang didapatkan Aprilia Susilowati 2/3 bagian sesuai

dengan ashabul furudh karena bersama dengan saudara perempuannya.

Dengan ini bisa ditinjau adanya faktor penggeseran yang terjadi pada bagian

waris Aprilia Susilowati dibagi sama rata bersama saudara perempuannya.

3 Aprilia Susilowati, Masyarakat, Wawancara Pribadi, Paseban, 9 Agustus 2018.

4 Abdul Manan & M. Fauzan , Pokok-Pokok Hukum Perdata Wewenang

Peradilan Agama, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, h., 106.

53

Tabel 4.2

Kasus III: Keluarga Sho Teng

Giok Nio, Pewaris bernama: Ang

Pian Nio meninggal pada umur 83

tahun tahun 2016 yang beralamat di

Jalan Cipinang Jaya II No.13

RT.3/RW.9, Cipinang Besar

Selatan, Jatinegara, Kota Jakarta

Timur, Daerah Khusus Ibukota

Jakarta.

Pewaris meninggalkan 4 anak yakni:

a. Sho Hok San, laki-laki beragama

Konghucu tinggal di Bekasi.

b. Sho Teng Giok Nio, perempuan

beragama Islam pada tahun 2014

tinggal di Matraman, Jakarta

Timur.5

c. Sho Giok Lie Nio, perempuan

beragama Konghucu tinggal di

Cipinang Jaya II, Jakarta Timur.

d. Sho Giok Tan, perempuan

beragama Konghucu tinggal

Manggarai, Jakarta Selatan.

Kasus pembagian waris yang ketiga yang terjadi di Jakarta, penulis

melakukan wawancara dengan keluarga Sho Teng Giok Nio. Ibunya

Bernama Ang Pian Nio meninggal pada umur 83 tahun tahun 2016 yang

beralamat di Jalan Cipinang Jaya II No.13 RT.3/RW.9, Cipinang Besar

Selatan, Jatinegara, Kota Jakarta Timur, Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

Almarhumah tersebut meninggalkan empat orang anak. Mereka adalah Sho

Hok San, laki-laki beragama Konghucu tinggal di Bekasi, Sho Teng Giok

Nio, perempuan beragama Islam pada tahun 2014 tinggal di Matraman,

Jakarta Timur, Sho Giok Lie Nio, perempuan beragama Konghucu tinggal

di Cipinang Jaya II, Jakarta Timur, dan anak terakhirnya adalah Sho Giok

Tan, perempuan beragama Konghucu tinggal Manggarai, Jakarta Selatan

Sho Teng Giok Nio muallaf pada tahun 2014. Berlainan dengan Aprilia

Susilowati, Sho Teng Giok Nio sebagai anak ke-2 dari ke-4 saudaranya

5 Sho Teng Giok Nio, Masyarakat, Wawancara Pribadi, Matraman, 10 Agustus

2018.

54

terdiri anak laki-laki pertama dan dua adik perempuannya. Hubungan

kekeluargaan Sho Teng Giok Nio masih terjalin dengan baik. Hubungan

yang baik itu dikarenakan Sho Teng Giok Nio berbakti kepada kedua orang

tua semasa hidupnya, hal itu menyebabkan Sho Teng Giok Nio masih

mendapatkan bagianya sebagai ahli Waris Tunggal. Namun adik bungsu

Sho Giok Tan tidak mendapatkan bagian sebagai ahli Waris dikarenakan

adiknya yang mempunyai masalah yang tidak pernah terlupakan kepada

kedua orang tua Sho Teng Giok Nio semasa hidupnya. Analisa ketiga Sho

Teng Giok Nio anak ke-2 dari 4 bersaudara sebagai pewaris tunggal 2/3

bagian dari ahli Waris lainnya. Berbeda menurut Amir Syarifuddin di dalam

bukunya yang berjudul “Hukum Kewarisan Islam”. Pada pembagian anak

perempuan yang harusnya diterima Sho Teng Giok Nio karena bersama

dengan beberapa saudaranya sebagai Muslim yang diatur dalam Islam

adalah 1/2 bagian jika anak perempuan seorang diri, dan jika beberapa

orang 2/3 bagian, masing-masing 1 bagian dari sisa jika mewarisi bersama

anak laki-laki dan kedudukan perempuan sebagai ashabah bil-ghairir.

Adapun pembagian yang seharusnya didapatkan oleh Sho Teng Giok Nio

sebagai muallaf dalam hukum Islam 2/3 bagian bersama 2 saudara

perempuannya. Bagian yang diterima Sho Teng Giok Nio berbeda dengan

konsep Islam hal tersebut dikarenakan pembagian Waris yang ada

dikeluarga Sho Teng Giok Nio Berdasarkan Asas kekeluargaan.

Tabel 4.3

Kasus IV: Keluarga Almarhum

Bapak Desdiandi Hartopo

meninggal dunia pada tahun 2016

beragama Khonghucu di Kebon

Nanas, Jakarta Timur.

Meninggalkan istri dan 2 anaknya

yakni:

- Istrinya Almarhum Bapak Desdiandi

Hartopo bernama Shindy Wahyu

Kurnia beragama Khonghucu

bertempat tinggal di Kebon Nanas,

Jakarta Timur

- Vinsen Hermawan, Laki-laki

beragama Islam pada tahun 15

55

Febuari 2015 bertempat tinggal di

Makassar, Jakarta Timur.6

- Aurellia Virly, Perempuan beragama

Khonghucu bertempat tinggal di

Duren Sawit, Jakarta Timur.

- Elsa Tabita, Perempuan beragama

Khonghucu bertempat tinggal di

Cipayung, Jakarta Timur.

Anak laki-laki di masyarakat Tionghoa yang bersifat Patrilinieal yang

mempunyai sifat kebapak bapakan, mengharapkan kelahiran anak laki-laki

dari bagian keluarganya yang akan bertanggung jawab dan menjaga harta

keluarganya. Diantara hasil wawancara dengan muallaf laki-laki sebagai

ahli waris sebagai berikut Vinsen Hermawan sebagai anak pertama dari 3

bersaudara, Vinsen Hermawan bersama 2 (dua) adik perempuannya Aurelia

Virly, Elsa Tabita dan Ibu Shindy Wahyu Kurnia yang ditinggal mati oleh

ayahnya Vinsen Hermawan sebagai ahli waris utama mendapatkan 1/3

bagian harta warisnya.

Vinsen Hermawan muallaf pada 15 Februari 2015. Vinsen

Hermawan sebagai anak pertama dari ke-2 saudara perempuannya bersama

Ibu Shindy Wahyu Kurnia yang ditinggalkan oleh ayah mempunyai

hubungan yang terjalin dengan sangat baik. Vinsen Hermawan mempunyai

budi pekerti yang baik dari sebelum muallaf sampai menjadi mullaf, hal itu

tidak menghalangi bagiannya sebagai ahli Waris utama laki-laki. Yang

diharapkan ayah Vinsen Hermawan untuk menjaga keluarganya dan harta

yang ditinggalkan jika sudah tiada. Harta yang ditinggalkan ayahnya berupa

rumah di Kebon Nanas, 4 kendaraan bermotor dan beberapa benda tidak

bergerak. Semua harta peninggalan ayah yang akan diberikan kepada

6 Vinsen Hermawan, Masyarakat, Wawancara Pribadi, Kebon Nanas, 25 Agustus

2018.

56

Vinsen Hermawan sebagai ahli Waris tunggal dan sisanya akan diberikan

kepada Ibu Shindy Wahyu Kurnia dan 2 adik-adiknya: Aurelia Virly dan

Elsa Tabita.

Analisis keempat pembagian pada anak laki-laki berdasarkan hasil

wawancara dengan Vinsen Hermawan sebagai muallaf di Masjid Al Fida.

Vinsen Hermawan sebagai anak pertama dari 3 bersaudara, Vinsen

Hermawan mendapatkan 1/3 bagian harta Waris. Dan sisa harta 2/3 bagian

akan diberikan kepada ke-2 adik perempuan dan 1/6 bagian diberikan

Ibunya. Ketentuan dalam hukum Kewarisan Islam pembagian pada Anak

laki-laki adalah bagian yang pasti, mereka menerima Waris dengan jalannya

ashobah baik bersama anak laki-laki maupun anak perempuan. Pembagian

2:1 yang artinya bagian yang diterima laki-laki lebih banyak dari bagian

anak perempuan. Hal ini sudah diatur dalam Al-Qur’an QS. An-Nisa: 11:

ه ي ت ى ق اح ى اء ف س هه و ن ك إ ه ف ي ي خ و ظ ال م ح خ ز م ك هذه م ن ك د ال و في أ م هللاه يك ىص ي

ا م ه ى د م اح م و ك ن ي ى ب ل و ا انىصف ه ه ف ة د اح ت و او ن ك إ و ك ز ا ت ا م خ ه ههه ح ه ف

م ل ف اي ى ب أ ح ر و د و ن و ه ن ك م ي ن ن إ د ف ن و ان ن ن ك ك إ ز ا ت مه س م د انس

ه ي و د ا أ ه ىصي ب هت ي ي ص د و ع ه ب س م د انس م ل ف ة ى خ إ ان ن ن ك إ ج ف ه انخ

م ال ك اؤ ى ب أ م و ك اؤ ان آب ك نه هللاه إ ه هللاه ت م يض ا فز ع ف م و ك ب ن ز ق م أ ه ي ون أ ر د ت

ا يم ه حكيماع

Artinya: Allah mewasiatkan bagi kamu tentang (pembagian pusaka) anak-

anakmu. Yaitu: bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagaimana dua

orang anak perempuan. Dan jika anak itu semuanya perempuan dan lebih

dua orang, maka bagi mereka 2/3 dari harta yang ditinggalkan. Jika anak

perempuan itu seorang diri maka ia memperoleh 1/2 harta.

Anak laki-laki bernama Vinsen Hermawan yang mulai masuk Agama

Islam pada 15 Febuari 2015 dan bertempat tinggal di Makassar, Jakarta

Timur. Vinsen seharusnya mendapatkan harta warisan sebanyak 1/3 harta

waris tersebut. Sedangkan kedua saudaranya yaitu Aurellia Virly

57

seharusnya tidak mendapatkan warisan yang disebabkan mereka

beragama Khonghucu. Dalam hal ini agama pewaris dengan keluarga yang

ditinggalkan terjadi perbedaan agama sehingga mereka yang beragama

Khonghucu tidak diperboehkan mendapatkan harta warisan.

Tabel 4.4

Kasus ke V: Keluarga Almarhum

Prayogi Hendratno meninggal pada

tahun 2010 beragama Kristen

Katolik bertempat tinggal di

Kembangan, Jakarta Barat. Istrinya

lebih dahulu meninggalkannya yang

bernama Murdaningsih Magdalena

pada tahun 2009 selisih 1 (satu)

tahun dengan Almarhum Prayogi

Hendratno.

Pewaris meninggalkan 4 orang

anak:

a. Michael Adi Putro, beragama

Kristen Katolik bertempat

tinggal di Palmerah, Jakarta

Barat.

b. Widyawati Setya Erani,

beragama Kristen Katolik

bertempat tinggal di Taman

Sari, Jakarta Barat.

c. Hariadi Budi Kristetranto,

beragama Islam sejak 2006

menikah dengan istrinya yang

Islam mualaf bertempat tinggal

di Tebet, Jakarta Selatan.7

d. Julia Ratnawaty Wulandari,

beragama Kristen Katolik

bertempat tinggal di Kebon

Jeruk, Jakarta Barat.

Hariadi Budi Kristetranto menjadi muallaf pada tahun 2006 setelah

menikah dengan Indah Budi Susanto. Hariadi Budi Kristetranto menjadi

muallaf karena sudah mendapatkan hidayah. Hariadi Budi Kristetranto

7 Hariadi Budi Kristetranto, Masyarakat, Wawancara Pribadi, Tebet, 20 Agustus

2018.

58

sebagai anak ke-3 dari ke-4 saudara diantaranya, 2 orang perempuan dan 2

orang laki-laki. Hubungan Hariadi Budi Kristetranto dengan keluarganya

masih dalam keadaan yang baik meskipun ia seorang sebagai muallaf dari

beberapa 4 bersaudara. Hubungan yang terjalin baik pada keluarga Hariadi

Budi Kristetranto tetap menutup bagianya sebagai ahli waris dengan alasan

Hariadi Budi Kristetranto yang berbeda agama dengan kedua orang tua

dan saudara-saudaranya.

Hariadi Budi Kristetranto tetap mendapatkan bagian harta Waris yang

diberikan berupa wasiat yang disampaikan ayahnya secara tertulis bahwa

Hariadi Budi Kristetranto berhak mendapatkan sebagian harta Warisnya.

Mengenai harta yang akan diberikan oleh kakaknya Michael Adi Putro

berupa hibah kepada Hariadi Budi Kristeranto atas wasiat yang diberikan

semasa almarhum Prayogi Hendratno hidup. Adapun harta yang

ditinggalkan kedua orang tuanya berupa rumah, 8 buah kontrakan dan

beberapa 5 mobil dan 2 motor yang akan diberikan kepada ahli Warisnya

kecuali Hariadi Budi Kristetranto yang mendapatkan bagianya 1/3 dari

harta Waris yang diberikan oleh kakaknya berupa hibah atas Wasiat yang

diberikan kepada Hariadi Budi Kristetranto.

Analisis kelima pada Wasiat Hibah, Sistem pembagian yang

didapatkan Hariadi Budi Kristetranto sebagai muallaf berupa “Wasiat

hibah”. Wasiat hibah yang dimaksud adalah pesan yang ditulis pewaris

kepada Hariadi Budi Kristetranto untuk mendapatkan bagian dari harta

peninggalan yang dihibahkan oleh kakaknya sebagai pelaksanaan Wasiat

kedua orang tuanya. Hariadi Budi Kristetranto sebagai anak ke-3 dari ke-4

bersaudara, terdiri 2 anak laki-laki dan 2 anak perempuan yang masih

menjadi bagian dari ahli Waris keluarganya. Hariadi Budi Kristetranto

yang sudah tidak menjadi bagian ahli waris tetap mendapatkan harta waris

yang digantikan berupa wasiat hibah dengan 1/3 bagian dari harta yang

ditinggalkan oleh orang tuanya. Dalam kompilasi hukum Islam Wasiat

adalah pemberian sesuatu benda dari pewaris kepada orang lain atau

lembagayang akan berlaku setelah pewaris meninggal dunia.

59

Hibah dalam kompilasi hukum Islam adalah suatu pemberian benda

secara suka rela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada orang lain yang

masih hidup untuk dimiliki. Jadi pembagian yang diterima Hariadi Budi

Kristetranto tidak berbeda dengan Wasiat wajibah yang diatur dalam

hukum Islam merupakan suatu wasiat yang di peruntukan kepada ahli

Waris atau kerabat yang tidak memperoleh bagian harta Warisan dari

orang yang wafat karena adanya suatu halangan. Maka kepada

keturunanya dari anak pewaris diberikan wasiat wajibah tidak melebih 1/3

dari harta peninggalan pewaris.

2. Kasus VI:

Keluarga Alm Bapak H.Windya Rachman bin Abdul Rachman

seorang pengusaha telah berpulang ke rahmatullah pada tanggal 4 Juni

2004 meninggalkan istrinya Siti Asmilah binti Ginoprawiro yang 13 tahun

kemudian pulang ke rahmatullah juga pada 25 September 2017. Pewaris

meninggalkan 7 orang anak yaitu:

a. Ny. Siswayati, perempuan beragama Islam di Tanjung Duren, Jakarta

Barat.

b. Sarli beragama, perempuan Islam di Tanjung Duren, Jakarta Barat.

c. Sri Hastuti, perempuan beragama Protestan sejak menikah dengan

suaminya yang beragama Protestan mengikuti anutan agamanya suami=

J.Endrow Pardede di Tanjung Duren, Jakarta Barat.

d. Riatini Widowati, perempuan beragama Islam di Tanjung Duren,

Jakarta Barat.

e. Linggar Wardhana, laki-laki beragama Islam di Tanjung Duren, Jakarta

Barat.

f. Sangaji Jayeng Prasetya, laki-laki beragama Islam di Modernland,

Tangerang.8

8 Sangaji Jayeng Prasetya, Masyarakat, Wawancara Pribadi, Tanjung Duren, 27

Agustus 2018.

60

g. Dyah Ayu Suyati, perempuan beragama Islam di Tanjung Duren,

Jakarta Barat

Pada kasus ini anaknya Alm Bapak H. Windya Rachman bin Abdul

Rachman mendapatkan harta waris berupa tanah seluas 1500m2 dan

dibagikan secara kekeluargaan. Perihal itu kasus ini sangat bertentangan

dengan yang seharusnya menurut KHI Pasal 171 ayat (C) Ahli waris

adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah

atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak

terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris. Maka dari itu praktik

pembagian waris ini tidak sama dengan yang ada di KHI maupun hukum

Islam di dunia ini. Kalau di dalam Hukum Islam dinamakan Hirman bil

wasfi, yaitu hijab yang menyebabkan seorang ahli waris tidak

mendapatkan warisan karena ada hal-hal atau keadaan tertentu, seperti

membunuh, beda agama, dan murtad. Berdasarkan hasil penelitian yang

dilakukan oleh penulis, makan penulis dapat menyimpulkan bahwa dalam

hukum positif tidak mengenal adanya perbedaan agama menjadi halangan

dalam hal-hal waris-mewaris, selama anak tersebut memiliki hubungan

darah dengan pewaris maka hak anak tersebut tetap melekat. Sebagaimana

yang telah disebutkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam

pasal 832 KUH Perdata menegaskan bahwa yang berhak menjadi ahli

waris ialah keluarga sedarah, baik yang sah menurut undang-undang,

maupun yang diluar perkawinan, dan suami atau istri yang hidup terlama.

Beda halnya dengan hukum Islam dimana perbedaan agama antara si

pewaris dan ahli waris menjadi hijab untuk menerima harta warisan.

Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa:

a. Pembunuh tidak berhak mendapat warisan dari pewaris yang

dibunuhnya.

b. Orang murtad tidak berhak mendapatkan warisan dari pewaris yang

beragama Islam.

61

c. Orang kafir tidak berhak mendapat warisan dari keluarga yang

beragama Islam.

Kemudian dalam Hadits Rasulullah SAW disebutkan bahwa “ Tidaklah

berhak orang muslim mewaris harta orang kafir dan tidaklah berhak

orang kafir mewaris harta orang muslim (HR. Bukhari dan Muslim)”.

Berdasarkan penjelas ini bahwa sangatlah jelas adanya penghalang atau

hijab seorang anak yang berbeda agama dengan orang tuanya untuk

menerima warisan dan hukum Islam tidak mengenal adanya waris mewaris

antara pewaris ahli waris yang berbeda agama.

Seiring dengan hal tersebut bahwasannya ahli waris yang berbeda

agama dengan pewaris dengan pewaris akan menjadi penghalang untuk

menerima warisan. Dalam hukum Islam mengenal adanya Hibah dan

Wasiat. Hibah merupakan pemberian atau hadiah kepada seseorang dari

seseorang yang masih hidup berupa harta atau apapun. Wasiat ialah

penyataan yang dikeluarkan oleh pewaris ketika masih hidup kepada

seseorang untuk memberikan sebagian hartanya kepada orang yang

dikehendaki. Perbedaan antara hibah dan wasiat ialah dimana, orang yang

memberikan hibah atau hadiah kepada seseorang masih hidup, sementara

wasiat akan terlaksana ketika yang memberikan harta telah meninggal

dunia. Berdasarkan hal ini bahwasannya anak yang berbeda agama dengan

orang tuanya akan menerima harta orang tuanya dengan jalan hibah dan

wasiat. Dalam memberikan wasiat atau hibah kepada seseorang ialah 1/3

dari harta yang dimiliki atau yang ditinggalkan untuk menghindari ahli

waris yang sebenarnya agar pada saat ditinggalkan tidak dalam keadaan

miskin. Analisis disini seharusnya 4 anak perempuan yang Muslim yakni:

a. Ny. Siswayati, perempuan beragama Islam di Tanjung Duren, Jakarta

Barat.

b. Sarli beragama, perempuan Islam di Tanjung Duren, Jakarta Barat.

c. Riatini Widowati, perempuan beragama Islam di Tanjung Duren,

Jakarta Barat.

62

d. Dyah Ayu Suyati, perempuan beragama Islam di Tanjung Duren,

Jakarta Barat.

Seharusnya mereka ber-empat (4) mendapatkan harta waris ashabah

(sisa) karena memiliki 2 orang atau lebih saudara perempuan dan saudara

laki-laki. Berbeda dengan hukum Islam yang diterapkan pada Sri Hastuti,

perempuan beragama Protestan sejak menikah dengan suaminya yang

beragama Protestan mengikuti anutan agamanya suami= J.Endrow

Pardede di Tanjung Duren, Jakarta Barat seharusnya Sri Hastuti tidak

mendapatkan harta waris sepeserpun. Karena pewaris ialah Bapak dan

Ibunya Sri Hastuti beragama Islam berbeda dengan Sri yang beragama

Protestan. Anak laki-lakinya bernama:

a. Linggar Wardhana, laki-laki beragama Islam di Tanjung Duren, Jakarta

Barat.

b. Sangaji Jayeng Prasetya, laki-laki beragama Islam di Modernland,

Tangerang.

Mereka berdua seharusnya mendapatkan bagian waris ashabah (sisa)

masing-masing anak laki-laki tersebut. Jadi prakteknya pembagian warisan

secara rata mau itu laki-laki dan perempuan tidak sesuai dengan norma

hukum yang berlaku.

3. Kasus VII:

Keluarga Almarhum Gow Ki Choy meninggal pada tahun 1996 dan

istrinya Chung Ling Nyong yang beragama Khonghucu meninggal pada

tahun 2000 bertempat tinggal di Cililitan. Pewaris meninggalkan 3 orang

anak yakni:

a. Gow Can Kong laki-laki beragama Islam pada tahun 1990 bertempat

tinggal di Cililitan dekat Pratama Perpajakan.9

9 Gow Cang Kong, Masyarakat, Wawancara Pribadi, Cililitan, 5 Agustus 2018.

63

b. Gow Can Lung laki-laki beragama Khonghucu bertempat tinggal di

Tangerang.

c. Wu Can Kang perempuan beragama Khonghuchu bertempat tinggal di

Citayam, Bogor.

Inti dari masalah ini Alm Gow Ki Choy membagi warisnya kepada

Gow Can Kong yang beragama Islam yang notabenenya terhalang malah

tidak terhalang dalam kasus ini. Dibagikannya rumah seluas 800m2 secara

merata tidak ada landasan hukumnya. Biasanya juga di dalam tradisi etnis

Tionghoa anak laki-laki maupun perempuan yang sudah berlainan agama

tidak dapat waris seperti di Islam. Dari kasus diatas, analisa saya adalah

sebagai berikut: pada kasus ini hanya Gow Can Kong yang beragama

Islam dan dia tidak berhak mendapatkan waris sebesar 1/3 sesuai dengan

asbabul furudh. Sedangkan saudara-saudara yang lainnya berhak

mendapatkan hak waris karena faktor agamanya tidak terhalangi.

4. Kasus VIII:

Keluarga Alm R. Iyah Sahriyah binti R.H. Emun Musan pergi ke

rahmatullah pada hari Sabtu tanggal 13 Januari 2018 di Ekor Kuning Kel

Jati Kec Pulo Gadung, Jakarta Timur. Pewaris meninggalkan 6 orang anak

yakni:

a. R. Yutje Yundriyati, perempuan beragama Islam tinggal di Bekasi.

b. R. Devie Roselawati, perempuan beragama Kristen sejak menikah

dengan Rainhard Sihombing tinggal di Jatinegara.

c. R.Hj Elly Aprilia, perempuan beragama Islam tinggal di Ekor Kuning.

d. R.Moh Maksudi, perempuan beragama Islam tinggal di Kramat Jati.

e. R. Moh Wahyudi, perempuan beragama Islam tinggal di Pisangan.10

f. R. Nurcahyawati, perempuan beragama Islam tinggal di Gambir.

Pada keluarga ini ada yang unik yakni anak yang murtad itu

mendapatkan harta waris yang serupa dengan 5 saudara-saudara yang lain

10

R.Moh Wahyudi, Masyarakat, Wawancara Pribadi, Pisangan, 6 Agustus 2018.

64

berupa tanah 1500m2

di Cibubur, Jakarta Timur yang dibagi rata. Tidak

adil yang seharusnya beda agama itu terhalang malah tidak sama sekali

disini dan laki laki juga harusnya mendapatkan waris lebih besar daripada

perempuan yaitu 2:1.

Analisa yang saya lakukan pada kasus ini adalah: Pada keluarga

Almarhum R. Iyah Sahriyah binti R.H. Emun Musan. Yang 2 anak laki-

laki seharusnya mendapatkan ashabah (sisa) bagian masing-masing,

sedangkan 3 anak perempuannya mendapatkan ashabah (sisa) dari anak

laki-laki yang sudah dibagikan.

5. Keluarga IX:

Keluarga Almarhum Samsul Bahri adalah seorang pensiunan TNI

(Tentara Nasional Indonesia) yang pergi ke rahmatullah pada tahun 2008

di Cijantung, Jakarta Timur. Pewaris meninggalkan 5 orang anak

perempuan yakni:

a. Delila Bahri agama Islam tinggal di Condet, Jakarta Timur.

b. Dela Bahri agama Islam tinggal tinggal di Cawang, Jakarta Timur.

c. Diana Bahri agama Kristen Protestan tinggal di Pulo Gadung.11

d. Nirmala Bahri agama Islam tinggal di BSD, Tangerang.

e. Ade Bahri agama Islam tinggal di Sentul, Bogor.

Yang terjadi disini pewaris mewariskan sebuah rumah type 70

berkisar (70m2) pada 4 orang anak karena yang membeli rumah yang di

Cijantung dibeli oleh Delila Bahri ialah anak nomor 1 dari pewaris.

Kemudian uangnya dibagi tidak rata karena pada kasus ini waris tersebut

malah dibagi lebih sedikit untuk Nirmala Bahri anak Ke-4 pewaris karena

pada saat itu menikah membutuhkan dana lebih dan itu sudah di

musyawarahkan kepada 4 anak tersebut yang menikah tidak terhitung

mengenai hal diberikannya dana lebih. Walau ada 1 yang berbeda

11

Diana Bahri, Masyarakat, Wawancara Pribadi, Gereja Protestan Indonesia

Barat Nazareth, 9 Agustus 2018.

65

keyakinan dengan pewaris yakni Protestan Ibu Diana Bahri. Sebidang

tanah berukuran 1000m2 di Medan, Sumatra Utara yang dijual dan dibagi

rata pada tahun 2008. Pada saat Diana Bahri menikah dengan suami yang

notabenenya Kristen Protestan, Alm Bapak Samsul Bahri memberikan

kesepakatan berupa “Kalau terjadi apa apa pada mahlik rumah tangga

yang ia (Diana) Bapaknya tidak akan ikut serta membantu Ibu Diana sama

sekali”. Pada keluarga ini memang mempelajari 2 agama tersebut karena

Bapak Almarhum Samsul Bahri menikah dengan seorang Protestan yang

bernama Agustina Balsoman seorang berkewarganegaraan Portugis pada

tahun 1955 dan meninggal pada tahun 1996. Dari kecil ke-5 anak-anaknya

Bapak Almarhum Samsul Bahri: Delila Bahri, Dela Bahri, Diana Bahri,

Nirmala Bahri dan Ade Bahri mengetahui:

Anak-anak keluarga Almarhum Bapak Samsul Bahri turut Mengikuti

sebuah pesan khas yang mendefinisikan kedamaian dengan Tuhan (dan

kemungkinan harmonis dengan sesama manusia) sebagai hasil dari “Injil”.

Pengertian Kitab Injil ini berisi anugerah belas kasih Allah yang

diwahyukan dan terungkap dalam kehidupan, kematian dan kebangkitan

Yesus Kristus. Mereka percaya bahwa pesan ini menjadi hidup orang

percaya melalui kuasa Roh Kudus yang diberikan oleh Allah. Orang

Kristen Protestan melihat Alkitab secara khas sebagai penyataan wahyu

kehendak umum Allah.

Memegang satu Kitab Suci yang paling penting: Alkitab. Tidak hanya

Alkitab sebagai pedoman Firman Tuhan yang berfungsi untuk membuat

orang mendapatkan iman, tetapi Alkitab ini juga tertulis mengenai alasan-

alasan mengapa kita sebagai orang percaya ingin mengikuti Yesus dan

beriman kepadaNya. Menjadikan pembenaran oleh iman sebagai titik tolak

teologi Kristen. Hal ini mengungkapkan keyakinan dasar Reformasi: ada

jarak yang luar biasa antara Allah dan ciptaanNya, namun Allah, dalam

kedaulatan dan oleh kasih karunia-Nya (Sola Gratia), mengambil inisiatif

untuk mengampuni, membenarkan dan menyelamatkan umat manusia.

Penekanan pada pembenaran oleh iman – pada pihak lain, dapat menjadi

66

suatu dorongan yang kuat bagi keterlibatan dalam misi memberitakan Injil.

Titik tolak Reformasi fokus pada janji – janji Tuhan Yesus bagi orang

percaya berisi apa yang telah Allah lakukan di dalam Kristus.

Menekankan dosa (tunggal) dan keberdosaan umat manusia yang

hakiki. Menekankan dimensi subyektif keselamatan. Hal ini berarti bahwa

orang percaya akan menekankan pengalaman pribadi dan subyektif dalam

kelahiran baru oleh Roh Kudus, maupun tanggung jawab individu

dibandingkan dengan tanggung jawab kelompok. Penegasan peranan dan

tanggung jawab pribadi individu menyebabkan penemuan kembali ajaran

tentang imamat am orang percaya. Artinya bahwa orang percaya berada

dalam hubungan langsung dengan Allah, suatu hubungan yang hadir

secara terpisah dari gereja.

Memandang semua orang percaya sebagai “imamat kudus” (1 Petrus

2:5). Setiap orang Kristen adalah imam di bawah Imam Besar Agung

Yesus Kristus, yang adalah satu-satunya orang beriman dan satu-satunya

perantara di hadapan Allah (1 Timotius 2: 5). Memiliki tradisi denominasi

yang kuat melalui berbagai tindakan dan otoritas sesuai dengan etika

Kristen.Mengikuti sakramen Kristen Protestan yang memiliki dua cara:

sakramen perjamuan kudus dan sakraman baptisan kudus. Mereka bisa

mengakui bahasa roh tetapi tidak semua orang bisa memperolehnya.

Mengenal dan menggunakan simbol – simbol Kristen Protestan.

Melakukan hak dan tanggung jawab masing-masing individu. Mereka

harus memiliki keinginan untuk hidup berkenan kepada Allah. Contohnya

adalah menjaga kasih pesaudaraan Kristen dalam berhubungan dengan

sesama orang percaya, menjaga nama baik di depan mata orang bukan

Kristen.

Menyatukan teologi Kristen dengan 5 prinsip reformasi gereja yang

dikenal dengan istilah Panca Sola, yaitu : Sola Fide (Hanya Iman), Sola

Scriptura (Hanya Alkitab), Solus Christus (Hanya Kristus), Sola Gratia

(Hanya Anugerah), dan Soli Deo Gloria (Segala Kemuliaan Hanya Bagi

Allah). Prinsip lain berbunyi semper reformanda yang berarti “selalu

67

direformasikan”. Artinya gereja yang benar selalu direformasikan atau

diperbaharui melalui Firman Tuhan dan karya Roh Kudus.

Analisa yang saya lakukan pada kasus ini adalah: seharusnya

dibagikan sepatutnya 4 anak perempuan disini dibagikan 2/3 sesuai

dengan asbabul furudh sedangkan 1 anak perempuannya yang non-muslim

itu tidak dibagikan sama sekali sesuai dengan Pasal 171 (C) terhalang oleh

agama.

6. Keluarga ke X:

Keluarga Almarhum Raden Satria yang meninggal pada tahun 1998

dan Almarhumah Ibu Raden Suhamah yang meninggal pada tahun 1994.

Pewaris meninggalkan 7 orang anak, yaitu:

a. Raden Iwan, laki-laki beragama Islam tinggal di Bandung.

b. Raden Erik, laki-laki beragama Islam tinggal di Bandung.

c. Raden Robi, laki-laki beragama Islam tinggal di Bandung.

d. Raden Santi, perempuan beragama Islam tinggal di Bandung.

e. Raden Lis Fatimah, perempuan beragama Kristen Protestan tinggal di

Sodong Utara, Jakarta Timur.12

f. Raden Chepi, laki-laki beragama Islam tinggal di Bandung.

g. Raden Yanti, perempuan beragama Islam tinggal di Bandung

Di dalam keluarga ini hanya Lis yang berbeda agama dikarenakan Lis

waktu itu sedang sakit keras yang tidak diketahui penyakitnya apa oleh

dokter dan manapun itu dan disembuhkan oleh seorang pendeta di (GPIB)

Gereja Protestan Indonesia Barat Nazareth, Rawamangun, Jakarta Timur.

Maka dari itu dia pindah ke Protestan. Sebenarnya yang disini yang

meninggal terlebih dahulu adalah Almarhumah Ibu Raden Suhamah dan

kemudian 4 tahun berikutnya diikuti oleh Almarhum Bapak Raden Satria

yang pulang ke rahmatullah. Lalu yang dibagikan oleh pewaris adalah

12

Raden Lis Siti Fatimah, Masyarakat, Wawancara Pribadi, Gereja Protestan

Indonesia Barat Nazareth, 19 Agustus 2018.

68

cincin yang dipakai Almarhum Bapak Raden Satria diberikan pada ahli

waris yang laki-laki. Kalau yang perempuan diberikan kalung, gelang dan

cincin yang dipakai Almarhuman Bapak Raden Suhamah secara rata

pembagiannya.

Almarhum Bapak Raden Satria memberikan 1 tanah 1000 m2

di

Bandung yang dibagikan secara rata pada anak-anaknya tersebut dan

sebuah rumah berukuran 500 m2

di Bandung. Analisa: Seharusnya 4 anak

laki-laki yang beragama Islam itu ashabah (sisa) dan 2 anak perempuan

yang Islam itu mendapatkan ashabah (sisa). Kalau anak perempuan yang

non Muslim tidak mendapatkan harta waris karena terhalang. Hak waris

sesorang tidaklah muncul tiba-tiba tetapi keberadaannya didasari oleh

sebab-sebab tertentu yang berfungsi mengalihkan daripada hak-hak yang

telah meninggal dunia. Ahli waris merupakan perseorangan yang

keberadaannya telah ditentukan nash-nash baik al-Qu’ran dan Hadits.

Sebab- sebab kewarisan itu meliputi: pertama, adanya hubungan

kekerabatan atau nasab, seperti ayah, ibu, anak, cucu, saudara-saudara dan

sebagainya.13

Dengan itu, dapat dikatakan bahwa esensi kewarisan dalam Al-Qur’an

adalah proses pelaksanaan hak-hak pewaris kepada ahli warisnya dengan

pembagian harta pusaka melalui tata cara yang telah ditetapkan oleh nash.

Atau lebih khusus dapat dicatat bahwa apabila seseorang telah wafat, maka

siapa ahli warisnya yang terdekat dan berapa saham yang diterima setiap

ahli waris.14

Dalam pembagian waris harus ada dan diketahui wafatnya

pemberi waris secara hakiki atau menurut hukum. Pembandingan tirkah

tidak mungkin dilaksanakan, sehingga muwaris (pemberi waris) nyata-

nyata telah mati, atau hakim telah menetapkan kematiannya. Inilah yang

dimaksud dengan mati secara hukum. Apabila hakim menetapkan

13

Habiburrahman, Rekonstruksi Hukum Kewarisan Islam di Indonesia,

(Kementrian Agama,2001), h.17.

14 Ali Parman, Kewarisan Dalam Al-Qur’an, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

1995), h.27

69

kematiannya berdasarkan butki-bukti, maka ketika itu dimungkinkan

membagikan harta peninggalannya kepada ahli waris.15

Bahwa pembagian waris non muslim pada keluarga Islam yang salah

satunya keluarga Islam nampaknya tidak sinkron tidak seperti yang

ditetapkan yurisprudensi yang membagikan ahli waris non muslim melalui

wasiat wajibah yang ukurannya maksimalnya itu 1/3.

Diuraikan atau dijelaskan untuk mendukung pendapat kita yang

mengatakan bahwa untuk non muslim itu diberikan bagian melalui wasiat

wajibah yang besarnya maksimal atau tidak melebihi dari 1/3. Yang ini

seperti yang tertuang dalam amar putusan:. Putusan ini adalah perkara

waris yang salah satu ahli warisnya adalah non muslim.

Penyelesaian pembagian harta peninggalan pada kasus keluarga dua,

tiga, empat, dan lima terdapat muallaf yang mana dia mendapatkan harta

peninggalan dengan cara wasiat wajibah. Menurut analisis penulis

seharusnya mereka (non muslim) mendapatkan harta peninggalan dengan

jalan sistem pembagian waris bukan dengan jalan wasiat wajibah kenapa

demikian, karena dia sudah masuk Islam (muallaf) sebelum pembagian

harta peninggalan. Ketika pembagian harta peninggalan dia sudah

beragama Islam dan secara garis keturunan dia mempunyai hubungan

darah dengan si pewaris, maka dari itu dia seharusnya mendapatkan harta

warisan karena sebab dia sebagai ahli waris yang mempunyai ketentuan

sebagaimana dalam furudhul muqadarah.

Analisis penulis, dari hasil wawancara diketahui setidaknya ada 7

alasan yang mendasari pembagian waris dengan sistem sama rata tersebut

yaitu:

1) Menjaga persaudaraan keluarga agar tidak putus

2) Imbalan dari keluarga karena ahli waris yang beda agama

tadilah yang peduli

15

Muhammaf Ali Ash-Shabuniy, Hukum Waris Islam, (Surabaya,1995), h.56

70

3) Telaten merawat orang tua yang meninggalkan harta warisan

tersebut mempersatukan kembali ikatan keluarga mereka yang

sempat renggang karena perbedaan agama

4) Alasan kemanusiaan karena kondisi ekonomi yang tidak

mendukung

5) Upaya mengajak kembali menjadi muslim dan non muslim

6) Hukum waris Islam telah dipenuhi, yaitu dengan menjelaskan

terlebih dahulu hak masing-masing anak. Wasiat kedua orang

tua juga terpenuhi, yaitu harta warisan dibagi rata.

7) Ada nilai sedekah dari ahli waris yang seharusnya mendapat 2

bagian, tetapi kemudian hanya mendapat 1 bagian, 1

bagiaannya disedehkan kepada ahli waris yang lain.

C. Analisis pembagian harta peninggalan pewaris kepada keluarga beda

agama

Dalam sebuah keluarga sudah menjadi kewajiban untuk tetap saling

menjaga keharmonisan dan menjalin hubungan baik sesama anggota

keluarga. Dalam pembagian waris akan menimbulkan suatu konflik ketika

ada salah satu anggota keluarga yang tidak mendapatkan harta peninggalan

karena sebab perbedaan agama. Untuk keluarga yang muslim sistem

pembagiannya dengan cara menerapkan ketentuan yang sudah ditetapkan

dalam furudhul muqadarah, akan tetapi untuk keluarga yang non muslim agar

mendapatkan harta dari si pewaris dengan jalan sistem pembagian waris

maka dia terhalang, di sisi lain mereka (non muslim) berdasarkan

kesepakatan keluarga harus mendapatkan harta peninggalan, karena hal ini

sebagai wujud pemeliharaan hubungan baik dan keharmonisan dalam

keluarga mereka.

Dalam penyelesaian kasus pembagian harta peninggalan kepada

keluarga yang non muslim dalam penerapannya diberikan dengan cara

wasiat wajibah.

71

D. Analisis Yurisprudensi Pengadilan Agama

Hal ini sebagaimana telah diterapkan dalam putusan pengadilan

agama yang sudah berkekuatan hukum tetap sebagai berikut:

a. Putusan Pengadilan Agama Nomor 0701/Pdt.G/2013/PA.Sky

Putusan Pengadilan Agama Nomor 0701/Pdt.G/2013/PA.Sky, pada

halaman 72, Hakim memberikan pertimbangan hukum seperti dalam

kutipan dibawah ini “Menimbang, bahwa Tjhin Njoen Lan (Turut

Tergugat) yang merupakan ibu kandung dari almarhum Ardiyanto Lojaya

memiliki hubungan darah sebagai ibu dan anak, dalam salah satu asas

hukum kewarisan dikenal dengan asas egaliter dimana kerabat karena

hubungan darah yang memeluk agama selain Islam dapat diberikan

bahagiannya berdasarkan wasiat wajibah maksimal 1/3 (sepertiga) bagian,

dan tidak boleh melebihi bagian Ahli Waris yang sederajad dengannya, hal

ini juga sejalan dengan Yurisprudensi MARI No.51 K/AG/1999 tanggal 28

September 1999 dan No.368 K/1995 tanggal 16 Juli 1998”.16

b. Penetapan Pengadilan Agama Nomor 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg

Penetapan Pengadilan Agama Nomor 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg,

pembagian harta peninggalan terhadap keluarga yang non muslim Hakim

memberikan pertimbangan hukum sebagaimana dalam kutipan pada

halaman 12, Hakim memberikan pertimbangan hukum seperti dalam

kutipan dibawah ini “Menimbang, bahwa meskipun demikian, karena

hukum kewarisan Islam di Indonesia mengandung asas egaliter, maka

kerabat yang beragama selain Islam yang mempunyai hubungan darah

dengan pewaris, dalam perkara a quo adalah SAUDARA PERTAMA

PEMOHON I DAN II dan SAUDARA KETIGA PEMOHON I DAN II,

tetap berhak mendapat bagian waris dengan jalan wasiat wajibah dengan

tidak melebihi bagian ahli waris yang sederajat dengannya (Yurisprudensi

16

Putusan Pengadilan Agama Nomor 0701/Pdt.G/2013/PA.Sky diakses dari

https://www.google.co.id/search?q=Putusan+Pengadilan+Agama+Nomor+0701%2FPdt.

G%2F2013%2FPA.Sky&oq=Putusan+Pengadilan+Agama+Nomor+0701%2FPdt.G%2F

2013%2FPA.Sky&aqs=chrome..69i57.910j0j7&sourceid=chrome&ie=UTF-8

72

MARI dan Buku Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan

Agama, Dirjen Badilag Mahkamah Agung RI Tahun 2011).17

c. Putusan Pengadilan Agama Nomor: 3321/Pdt.G/2010/PA.Sby.

Putusan Pengadilan Agama Nomor: 3321/Pdt.G/2010/PA.Sby

pembagian harta peninggalan terhadap keluarga yang non muslim Hakim

memberikan pertimbangan hukum sebagaimana dalam kutipan pada

halaman 40, Hakim memberikan pertimbangan hukum seperti dalam

kutipan dibawah ini “ Menimbang bahwa namun begitu karena pemberian

bagian untuk XXXX dan XXXX dan ahli waris lainnya tersebut sampai

saat ini belum dituntaskan secara formal sampai dengan balik nama, maka

sebagai ahli waris non muslim yang terhalang hak warisnya terhadap

XXXX, dengan pertimbangan bahwa karena ternyata keduanya dalam

keadaan yang membutuhkan biaya penghidupan, maka sebagai ahli waris

non muslim, bagian untuk keduanya didasarkan pada kriteria wasiat

wajibah, sesuai dengan pembagian yang telah ditentukan/disepakati ketika

XXXX masih hidup; halmana sesuai dengan yurisprudensi Putusan

Mahkamah Agung RI nomor 368K/AG/1995 dan 51 K/AG/1999; pula

karena bagian yang diperuntukkan XXXX binti XXXX dan XXXX

dipandang tidak melebihi sepertiga dari seluruh harta warisan XXXX,

dengan mempertimbangkan pula bahwa di dalam harta-harta tersebut

terdapat harta bersama XXXX-XXXX, dimana sebenarnya XXXX sebagai

janda XXXX berhak mendapatkan seperduanya, tetapi yang bersangkutan

17

Penetapan Pengadilan Agama Nomor 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg diakses dari

//www.google.co.id/search?safe=strict&ei=L0bHW8eEKMTUvAT4wrrIBg&q=Penetapa

n+Pengadilan+Agama+Nomor+4%2FPdt.P%2F2013%2FPA.Bdg&oq=Penetapan+Penga

dilan+Agama+Nomor+4%2FPdt.P%2F2013%2FPA.Bdg&gs_l=psy-

ab.12...419133.420300.0.422154.2.2.0.0.0.0.231.231.2-1.2.0....0...1c.1.64.psy-

ab..0.1.136.6..35i39k1.137.X4GFfQJpWSs

73

telah merelakannya, dan menganggap bahwa semua harta tersebut adalah

peninggalan XXXX”.18

Pertimbangan hakim dalam Putusan Pengadilan Agama diatas

diketahui bahwa hakim memutuskan tergugat (keluarga) non muslim

mendapatkan wasiat wajibah, hal tersebut didasari asas egaliter yaitu

persamaan derajat pada setiap manusia. Setiap manusi mempunyai derajat

yang sama di hadapan Tuhan tanpa membedakan kedudukan, kekayaan,

keturunan, suku, ras, golongan, dan sebagainya melainkan karena sikap

masing-masing individu.

18

Putusan Pengadilan Agama Nomor:3321/Pdt.G/2010/PA.Sby diakses

//www.google.co.id/search?safe=strict&ei=X0rHWjxBoXe9QPmx6KwB&q=Putusan+Pe

ngadilan+Agama+Nomor%3A+3321%2FPdt.G%2F2010%2FPA.Sby&oq=Putusan+Peng

adilan+Agama+Nomor%3A+3321%2FPdt.G%2F2010%2FPA.Sby&gs_l=psyab.12...573

056.574519.0.575706.2.2.0.0.0.0.156.156.0j1.2.0....0...1c.1.64.psy-

ab..0.1.181.6..35i39k1.183.2iweDvikuhw.

74

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Praktek pembagian waris pada sepuluh keluarga di Jakarta yang terdiri

dari agama muslim dan non muslim dalam masing-masing keluarganya

dibagikan dengan sistem sama rata. Harta warisan yang merupakan

peninggalan pewaris dibagi sama rata baik itu kepada laki-laki atau

perempuan, muslim atau non muslim. Diantara faktor yang mendorong

sistem pembagian waris sama rata karena mereka memandang dan

menerapkan prinsip sama rata dalam keadilan yang didasarkan atas kasih

sayang kekeluargaan, menjaga keharmonisan, dengan tidak memandang

agama yang dianut oleh mereka.

2. Sistem sama rata dalam pembagian waris pada sepuluh keluarga

majemuk di Jakarta dalam prakteknya tidak sesuai dengan ketentuan

hukum Islam yang berlaku di Indonesia. Sistem pembagian waris yang

benar adalah ketika dalam sebuah keluarga terdapat keluarga non muslim

maka secara hukum dia (non muslim) terhalang mendapat warisan.

Kemudian sistem perbandingan pembagian waris antara laki-laki dan

perempuan berdasarkan ketentuan yang sebenarnya adalah dua banding

satu. Hal ini sebagaimana tertuang dalam KHI pasal 176 dan Al-Qur’an

surah An-Nisa ayat 11. Selanjutnya apabila dalam sebuah keluarga

terdapat beberapa anggota keluarga non muslim dan berdasarkan

kesepakatan, keluarga tersebut tetap berupaya agar mereka yang non

muslim mendapatkan harta peninggalan, maka alternatif cara

pembagiannya adalah dengan cara wasiat wajibah. Hal ini sesuai dengan

ketentuan beberapa yurisprudensi Hakim di Pengadilan Agama. Dalam hal

ini penulis mengambil tiga sampel yurisprudensi pada putusan nomor

0701/Pdt.G/2013/PA.Sky, 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg, dan 3321/Pdt.G/2010/PA

.Sby.

75

B. Rekomendasi

Penulis sudah melakukan penelitian terkait praktek pembagian waris pada

keluarga yang terdiri dari muslim dan non muslim serta melakukan analisis

ditinjau dari hukum Islam dan hukum positif di Indonesia. Berdasarkan penilitian

yang sudah penulis lakukan, maka penulis memberikan rekomendasi:

1. Fakultas, menambah khazanah keilmuan bidang Fiqh Mawarits yang lebih

difokuskan pada praktek pembagian waris yang terjadi pada masyarakat

Jakarta.

2. Akademisi, hasil penelitian sebagai bahan referensi untuk studi pustaka

bagi pihak yang ingin mengetahui praktek pembagian waris pada

masyarakat Jakarta dan analisisnya.

3. Masyarakat, memberikan sarana informasi terkait kemajemukan keluarga

dalam hal umat muslim dan non muslim serta praktek pembagian waris

pada keluarga tersebut.

76

Datar Pustaka

Al-Qur’an dan Tarjamah

Abi abdilllah Muhammad ibn Ismail Ibn Ibrahum al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari,

(Beirut: Daarul al-ahya al-arabiyah, tt.,).

Abdul Manan & M. Fauzan , Pokok-Pokok Hukum Perdata Wewenang Peradilan

Agama, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada).

Asy- Syaikh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin, Ilmu Waris, (Tegal, Ash-Shaf,

2007).

Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris, cet.II, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 1995).

Ali Parman, Kewarisan Dalam Al- Qur’an, (Jakarta Utara, PT Raja Grafindo

Persada, 1995).

Asyhari Abta & Djunaidi Abd. Syakur, Ilmu Waris Al-Faraidh, ( Jakarta: Pustaka

Hikmah Perdana).

Amin Husein Nasution, Hukum Kewarisan, (jakarta: PT. Rajagrafindo Persada,

2012).

Amir Syrifuddin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: PrenadaMedia Group, 2011).

Ahmad Rofiq, Hukum Mawaris, (Jakarta Utara, PT Raja Grafindo Persada, 1995).

Abi abdilllah Muhammad ibn Ismail Ibn Ibrahum al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari,

(Beirut: Daarul al-ahya al-arabiyah, ttt.,).

Aprilia Susilowati, Masyarakat, Wawancara Pribadi, Paseban, 9 Agustus 2018.

Asy- Syaikh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin, Ilmu Waris, (Tegal, Ash-Shaf,

2007), h. 27.

77

Diana Bahri, Masyarakat, Wawancara Pribadi, Gereja Protestan Indonesia Barat

Nazareth, 9 Agustus 2018.

Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, Statistik Daerah Provinsi DKI

Jakarta 2017 (Jakarta: BPS Prov. DKI Jakarta, 2017).

Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, Statistik Daerah Provinsi DKI

Jakarta 2017.

Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, Statistik Daerah Provinsi DKI

Jakarta 2017,.

Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, Jakarta Dalam Angka 2017 (Jakarta:

BPS Prov. DKI Jakarta, 2017).

Fathur Rahman, Ilmu Waris, (Bandung, PT Alma’arif, 1971).

http://en.wikipedia.org/wiki/Islamic_inheritance_jurisprudence, diakses Pada

tanggal 7 Mei 2018 Pukul 11.00.

Halid & Abdul Hakim, Hukum Waris, (Jakarta: Senayan Abadi Publishing, 2004,

Cet. Pertama).

Habiburrahman, Rekonstruksi Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, (Kementrian

Agama,2001).

http://marieotedja.blogspot.com/2013/04/wasiat-wajibah-dalam-hukum-

kewarisan.html. diakses Pada tanggal 7 Mei 2018 Pukul 08.00.

http://marieotedja.blogspot.com/2013/04/wasiat-wajibah-dalam-hukum-

kewarisan.html. Diakses pada tanggal 7 Mei 2018.

http://marieotedja.blogspot.com/2013/04/wasiat-wajibah-dalam-hukum-

kewarisan.html. Diakses pada tanggal 7 Mei 2018.

78

http://www.islam101.com/sociology/wills.htm, di akses pada 7 Mei 2018 Pukul

10.00.

http://www.merriam-webster.com/dictionary/heir di akses pada 5 Mei 2018 Pukul

12:30.

Komite Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar, Mesir, Hukum Waris, (Jakarta

Selatan, Senayan Abadi Publishing 2004).

M. Ali Hasan, Hukum Warisan Dalam Islam, (Jakarta: Pt Bulan Bintang, 1996).

Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Sejak 1975,

(Jakarta: Erlangga,2001).

Mardani, Hukum Kewarisan Islam Di Indonesia, (Jakarta: Pt. RajaGrafindo

Persada, 2014, Cet. Pertama).

Muchith A Karim, Pelaksanaan Hukum Waris di Kalangan Umat Islam

Indonesia, (Jakarta: Malaho Jaya Abadi Press, 2010).

M. Idris Ramulyo, Perbandingan Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Pedoman

Ilmu Jaya, 1992).

Muhammad Abu Zuhrah, Hukum Waris: Menurut Ja’far Shadiq, Cet.I, (Jakarta:

Dar al-Ma’arif, 1983).

Muhammad Ali Ash-Shabuny, Pembagian Waris Menurut Islam, ( Jakarta: Gema

Insani Press, 1995, Cet. Pertama).

Mohammad Daud Ali, Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum

Islam di Indonesia, cet. Ketujuh, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1998).

Muhibbin dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam: Sebagai Pembaruan

Hukum Positif di Indonesia.

79

Muhammad Ali Ash-Shabuni, Pembagian Waris Menurut Islam, (Jakarta, Gema

Insani Press, 1995, Cet. Pertama).

N.M. Wahyu Kuncoro, Waris Permasalahan Dan Solusinya, (Jakarta: Raih Asa

Sukses, 2015, Cet. Pertama).

M. Idris Ramulyo, Perbandingan Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Pedoman

Ilmu Jaya, 1992).

M. Idris Ramulyo, Perbandingan Hukum Kewarisan Islam Di Pengadilan dan

Kewarisan Menurut Undang-undang Hukum Perdata (suatu Studi Kasus),

Cet.I, (Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 1992).

Riana Kesuma Ayu, Penghalang Mewarisi, artikel diakses pada 27 Agustus 2018

dari http://rianan-kesuma–ayu.com/penghalang-mewarisi.

R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, KUH Perdata Burgalijk Wetboek dengan

tambahan: UU Pokok Agraria dan UU Perkawinan, Cet. 39 (Jakarta: PT.

Pradnya Paramita).

Suhrawardi K. Lubis dan Komis Simanjuntak, Hukum Waris Islam(Lengkap dan

Praktis), (Jakarta, Sinar Grafika, 1995).

Sugiarto, Masyarakat, Wawancara Pribadi, Ciputat, 19 Agustus 2018.

Syekh Ali Ahmad al-Jarjawi, Indahnya Syariat Islam, cet.1, (Jakarta: Gema Insani

Press, 2006).

Tim Redaksi Fokus Media, Kompilasi Hukum Islam: Hukum Perkawinan, Hukum

kewarisan, Hukum Perwakafan, Dilengkapi dengan: UU RI No.41 tahun

2004 dan UU RI No.38 tahun 1999, (Bandung: Fokusmedia, 2007).

Tim Redaksi Fokus Media, Kompilasi Hukum Islam: Hukum Perkawinan.

Sho Teng Giok Nio, Masyarakat, Wawancara Pribadi, Matraman, 10 Agustus

2018.

80

Vinsen Hermawan, Masyarakat, Wawancara Pribadi, Kebon Nanas, 25 Agustus

2018.

Hariadi Budi Kristetranto, Masyarakat, Wawancara Pribadi, Tebet, 20 Juli 2018.

Sangaji Jayeng Prasetya, Masyarakat, Wawancara Pribadi, Tanjung Duren, 25

Juli 2018.

Gow Cang Kong, Masyarakat, Wawancara Pribadi, Cililitan, 5 Agustus 2018.

R.Moh Wahyudi, Masyarakat, Wawancara Pribadi, Pisangan, 3 Agustus 2018.

Raden Lis Siti Fatimah, Masyarakat, Wawancara Pribadi, Gereja Protestan

Indonesia Barat Nazareth, !9 Agustus 2018.

Putusan Pengadilan Agama Nomor 0701/Pdt.G/2013/PA.Sky diakses dari

https://www.google.co.id/search?q=Putusan+Pengadilan+Agama+Nomor+0

701%2FPdt.G%2F2013%2FPA.Sky&oq=Putusan+Pengadilan+Agama+No

mor+0701%2FPdt.G%2F2013%2FPA.Sky&aqs=chrome..69i57.910j0j7&so

urceid=chrome&ie=UTF-8

Penetapan Pengadilan Agama Nomor 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg diakses dari

//www.google.co.id/search?safe=strict&ei=L0bHW8eEKMTUvAT4wrrIBg

&q=Penetapan+Pengadilan+Agama+Nomor+4%2FPdt.P%2F2013%2FPA.

Bdg&oq=Penetapan+Pengadilan+Agama+Nomor+4%2FPdt.P%2F2013%2

FPA.Bdg&gs_l=psy-ab.12...419133.420300.0.422154.2.2.0.0.0.0.231.231.2-

1.2.0....0...1c.1.64.psy-ab..0.1.136.6..35i39k1.137.X4GFfQJpWSs

Putusan Pengadilan Agama Nomor:3321/Pdt.G/2010/PA.Sby diakses

//www.google.co.id/search?safe=strict&ei=X0rHWjxBoXe9QPmx6KwB&q

=Putusan+Pengadilan+Agama+Nomor%3A+3321%2FPdt.G%2F2010%2FP

A.Sby&oq=Putusan+Pengadilan+Agama+Nomor%3A+3321%2FPdt.G%2F

2010%2FPA.Sby&gs_l=psyab.12...573056.574519.0.575706.2.2.0.0.0.0.156

.156.0j1.2.0....0...1c.1.64.psy-ab..0.1.181.6..35i39k1.183.2iweDvikuhw.

81

http://data.jakarta.go.id/dataset/jumlah-penduduk-dki-jakarta-berdasarkan-agama

Diana Bahri, Masyarakat, Wawancara Pribadi, Gereja Protestan Indonesia Barat

Nazareth, 9 Agustus 2018.

Sidik Tono, Kedudukan Wasiat Dalam Sistem Pembagian Harta Peninggalan,

(Jakarta: Kementrian Agama Republik Indonesia)

Tim Redaksi Fokusmedia, Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: Fokusmedia,

2007)

82

LAMPIRAN

PEDOMAN WAWANCARA

Daftar pernyataan penilitian skripsi “Pembagian Warisan Pada Keluarga Beda Agama”

Objek penelitian: Masyarakat DKI Jakarta

Hari/Tanggal: 6 Agustus 2019

Masalah Pokok dalam Skripsi ini yaitu:

1. Bagaimana praktek pembagian waris bagi non muslim dalam keluarga Islam

di Jakarta?

2. Bagaimana analisis hukum Islam dan yurisprudensi pada praktek pembagian

waris non muslim pada keluarga Islam?

Daftar Pertanyaan:

1. Bagaimana praktek pembagian waris bagi non muslim dalam keluarga Islam di Jakarta?

2. Mengapa masyarakat lebih memilih pembagian warisan secara rata?

4. Apakah anda mengetahui hukum Islam perihal waris?

5. Bagaimana pandangan hukum Islam terhadap pembagian warisan secara rata?

6. Bagaimana pandangan masyarakat Jakarta sendiri mengenai pembagian warisan secara

rata?

7. Bagaimana proses pembagian warisan yang berupa harta atau benda?

83

Narasumber 1: Vinsen Hermawan

84

Narasumber 2: Sugiarto

Narasumber 3: Goe Can Kong

85

Narasumber 4: Sho Teng Giok Nio

Pendeta GPIB Nazareth: Hendri Jacob

86

Narasumber 5: Raden Lis Fatimah

87

Narasumber 7: Haryadi Budi Kristeranto

Narasumber 6: Diana Bahri

88

Narasumber 9: Aprilia Susilowati

Narasumber 8: Sangajai Jayeng Prasetya

89

Narasumber 10: Er. Moh Wahyudi

90

Lampiran Foto-foto di GPIB Nazareth