PEMANFAATAN MEDIA GAMBAR BERSERI DALAM METODE TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT) UNTUK MENINGKATKAN...

10
1 PEMANFAATAN MEDIA GAMBAR BERSERI DALAM METODE TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT) UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS PADA PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS MATERI NARRATIVE TEXT DI KELAS XI IPA-4 SMA NEGERI 1 PATIANROWO – NGANJUK TAHUN PELAJARAN 2013/2014 1 Ely Saidah 1 SMA Negeri 1 Patianrowo Jl. Jl. Raya PG Lestari No.1 Patianrowo – Nganjuk 64391 [email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas Pembelajaran Bahasa Inggris Materi Narrative Text, khususnya peningkatan keterampilan menulis (writing skill) melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) dengan media gambar berseri di Kelas XI IPA-4 SMA Negeri 1 Patianrowo – Nganjuk Tahun Pelajaran 2013/2014. Kualitas tersebut dianalisis berdasarkan aspek-aspek motivasi, aktivitas belajar, serta kompetensi siswa. Penelitian dilakukan dalam 2 siklus. Masing-masing siklus terdiri atas tahapan: perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Penulis mengambil data aktivitas siswa pada setiap siklus dengan instrumen observasi, sedangkan data hasil belajar diperoleh dari hasil permainan dan turnamen. Penulis juga mengambil data awal berupa hasil ulangan harian dan tugas untuk memetakan kemampuan awal siswa. Kesimpulan dari Penelitian adalah: 1) Penerapan metode TGT dengan memanfaatkan media gambar berseri berpengaruh positif terhadap peningkatan keterampilan menulis pada pembelajaran Bahasa Inggris materi Narrative Text di Kelas XI IPA-4 SMA Negeri 1 Patianrowo Tahun Pelajaran 2013/2014; 2) Penerapan metode TGT dengan memanfaatkan media gambar berseri dapat meningkatkan aktivitas dan motivasi belajar siswa dalam rangka peningkatan keterampilan menulis pada pembelajaran Bahasa Inggris materi Narrative Text di Kelas XI IPA-4 SMA Negeri 1 Patianrowo Tahun Pelajaran 2013/2014; 3) Penerapan metode TGT dengan memanfaatkan media gambar berseri dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam rangka peningkatan keterampilan menulis pada pembelajaran Bahasa Inggris materi Narrative Text di Kelas XI IPA-4 SMA Negeri 1 Patianrowo Tahun Pelajaran 2013/2014. Saran dari Peneliti adalah: 1) Guru sebaiknya lebih memperhatikan karakteristik siswanya, terutama sekali dalam sistem monitoring yang lebih efektif dan efisien, sehingga guru dapat mengontrol sikap dan perilaku siswa pada saat proses berlangsung; 2) Pihak guru, sekolah serta stakeholder lainnya sebaiknya memberikan dukungan dan kontribusi yang nyata terhadap berbagai upaya pengembangan lebih lanjut; 3) Bagi guru mitra yang akan menggunakan perangkat dan model pembelajaran ini, sebaiknya terlebih dahulu melakukan simulasi dan selalu berkonsultasi dengan peneliti, sehingga kekurangan yang terjadi pada ujicoba ini dapat teratasi sebelum mengajarkan di kelas; serta 4) Bagi peneliti lain yang hendak mengembangkan ataupun mereplikasi penelitian ini, sebaiknya mempertimbangkan berbagai keterbatasan penelitian yang telah diutarakan penulis. Kata Kunci : Model Pembelajaran Kooperatif, Teams Games Tournament, Keterampilan Menulis, Narrative Text Pendahuluan Berkomunikasi adalah cara memahami dan mengungkapkan informasi, pikiran, perasaan, mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, serta budaya. Kemampuan berkomunikasi dengan Bahasa Inggris dalam pengertian yang utuh adalah kemampuan berwacana, yakni kemampuan memahami dan menghasilkan teks lisan dan tulis yang direalisasikan dalam keterampilan reseptif dan keterampilan produktif. Keterampilan reseptif meliputi menyimak/mendengarkan (listening) dan membaca (reading), sedangkan keterampilan produktif meliputi berbicara (speaking) dan menulis (writing). Oleh karena itu, mata pelajaran Bahasa Inggris diarahkan untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan tersebut agar (lulusan) peserta didik mampu berkomunikasi dan berwacana dalam bahasa Inggris pada tingkat literasi tertentu (Badan Standar Nasional Pendidikan, 2006). Tingkat literasi tersebut mencakup performative, functional, informational, dan epistemic. Pada tingkat performative, peserta didik mampu membaca, menulis, mendengarkan, dan berbicara dengan simbol-simbol yang digunakan. Pada tingkat functional, orang mampu menggunakan bahasa untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari seperti

Transcript of PEMANFAATAN MEDIA GAMBAR BERSERI DALAM METODE TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT) UNTUK MENINGKATKAN...

1

PEMANFAATAN MEDIA GAMBAR BERSERI DALAM METODE TEAMS GAMES

TOURNAMENT (TGT) UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS

PADA PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS MATERI NARRATIVE TEXT

DI KELAS XI IPA-4 SMA NEGERI 1 PATIANROWO – NGANJUK

TAHUN PELAJARAN 2013/2014

1 Ely Saidah

1SMA Negeri 1 Patianrowo

Jl. Jl. Raya PG Lestari No.1 Patianrowo – Nganjuk 64391

[email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas Pembelajaran Bahasa Inggris Materi Narrative Text, khususnya

peningkatan keterampilan menulis (writing skill) melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games

Tournament (TGT) dengan media gambar berseri di Kelas XI IPA-4 SMA Negeri 1 Patianrowo – Nganjuk Tahun Pelajaran

2013/2014. Kualitas tersebut dianalisis berdasarkan aspek-aspek motivasi, aktivitas belajar, serta kompetensi siswa. Penelitian

dilakukan dalam 2 siklus. Masing-masing siklus terdiri atas tahapan: perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi.

Penulis mengambil data aktivitas siswa pada setiap siklus dengan instrumen observasi, sedangkan data hasil belajar diperoleh

dari hasil permainan dan turnamen. Penulis juga mengambil data awal berupa hasil ulangan harian dan tugas untuk

memetakan kemampuan awal siswa. Kesimpulan dari Penelitian adalah: 1) Penerapan metode TGT dengan memanfaatkan

media gambar berseri berpengaruh positif terhadap peningkatan keterampilan menulis pada pembelajaran Bahasa Inggris

materi Narrative Text di Kelas XI IPA-4 SMA Negeri 1 Patianrowo Tahun Pelajaran 2013/2014; 2) Penerapan metode TGT

dengan memanfaatkan media gambar berseri dapat meningkatkan aktivitas dan motivasi belajar siswa dalam rangka

peningkatan keterampilan menulis pada pembelajaran Bahasa Inggris materi Narrative Text di Kelas XI IPA-4 SMA Negeri

1 Patianrowo Tahun Pelajaran 2013/2014; 3) Penerapan metode TGT dengan memanfaatkan media gambar berseri dapat

meningkatkan hasil belajar siswa dalam rangka peningkatan keterampilan menulis pada pembelajaran Bahasa Inggris materi

Narrative Text di Kelas XI IPA-4 SMA Negeri 1 Patianrowo Tahun Pelajaran 2013/2014. Saran dari Peneliti adalah: 1) Guru

sebaiknya lebih memperhatikan karakteristik siswanya, terutama sekali dalam sistem monitoring yang lebih efektif dan

efisien, sehingga guru dapat mengontrol sikap dan perilaku siswa pada saat proses berlangsung; 2) Pihak guru, sekolah serta

stakeholder lainnya sebaiknya memberikan dukungan dan kontribusi yang nyata terhadap berbagai upaya pengembangan

lebih lanjut; 3) Bagi guru mitra yang akan menggunakan perangkat dan model pembelajaran ini, sebaiknya terlebih dahulu

melakukan simulasi dan selalu berkonsultasi dengan peneliti, sehingga kekurangan yang terjadi pada ujicoba ini dapat teratasi

sebelum mengajarkan di kelas; serta 4) Bagi peneliti lain yang hendak mengembangkan ataupun mereplikasi penelitian ini,

sebaiknya mempertimbangkan berbagai keterbatasan penelitian yang telah diutarakan penulis.

Kata Kunci : Model Pembelajaran Kooperatif, Teams Games Tournament, Keterampilan Menulis, Narrative Text

Pendahuluan

Berkomunikasi adalah cara memahami dan

mengungkapkan informasi, pikiran, perasaan,

mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, serta

budaya. Kemampuan berkomunikasi dengan Bahasa

Inggris dalam pengertian yang utuh adalah

kemampuan berwacana, yakni kemampuan

memahami dan menghasilkan teks lisan dan tulis yang

direalisasikan dalam keterampilan reseptif dan

keterampilan produktif. Keterampilan reseptif

meliputi menyimak/mendengarkan (listening) dan

membaca (reading), sedangkan keterampilan

produktif meliputi berbicara (speaking) dan menulis

(writing). Oleh karena itu, mata pelajaran Bahasa

Inggris diarahkan untuk mengembangkan

keterampilan-keterampilan tersebut agar (lulusan)

peserta didik mampu berkomunikasi dan berwacana

dalam bahasa Inggris pada tingkat literasi tertentu

(Badan Standar Nasional Pendidikan, 2006).

Tingkat literasi tersebut mencakup performative,

functional, informational, dan epistemic. Pada tingkat

performative, peserta didik mampu membaca,

menulis, mendengarkan, dan berbicara dengan

simbol-simbol yang digunakan. Pada tingkat

functional, orang mampu menggunakan bahasa untuk

memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari seperti

2

membaca surat kabar, manual atau petunjuk. Pada

tingkat informational, orang mampu mengakses

pengetahuan dengan kemampuan berbahasa,

sedangkan pada tingkat epistemic orang mampu

mengungkapkan pengetahuan yang dimilikinya ke

dalam bahasa sasaran (Wells, 1987).

Writing (menulis) merupakan salah satu

keterampilan berbahasa yang dirasa sering menjadi

masalah bagi siswa dalam proses pembelajaran

Bahasa Inggris. Kegiatan menulis dalam pengajaran

bahasa kedua (Bahasa Inggris) biasanya dianggap

sebagai keterampilan sekunder yang nilai pentingnya

terletak di bawah kemampuan menyimak, berbicara,

dan membaca. Pada kenyataannya, menulis banyak

digunakan sebagai cara untuk mempraktekkan unsur-

unsur linguistik atau untuk mengekspresikan hal-hal

yang bersifat personal bagi siswa (Ghazali, 2010:295).

Menurut Ghazali (2010:295), pengembangan

keterampilan menulis bahasa kedua, sama seperti

keterampilan berbahasa lisan, yaitu memerlukan

pemahaman tentang cara menggabungkan komponen-

komponen linguistik (pengetahuan tentang kosakata,

tata bahasa, ortografi, struktur (genre)) agar dapat

menghasilkan sebuah teks.

Vygotsky (dalam Bodrova & Leong, 1996:102)

beragumentasi bahwa, “...written speech is not just

oral speech on paper but represents a higher level of

thinking”. Dalam konteks mengenal kata-kata baru,

Bloodgood (1999) menegaskan bahwa, “...found that

names serve an ongoing role, helping children make

connections to letters, words, sound, reading, and

writing concepts”. Oleh karena itu, melatih

memperkenalkan kosakata tentang benda-benda dan

media tertentu akan menjadi bagian penting dalam

membangun kemampuan bahasa dan kemampuan

latihan menulis.

Oleh karenanya, usaha memperkaya kosakata,

kalimat-kalimat sederhana dan pengenalan benda-

benda di sekitar mereka melalui pengembangan model

assessment untuk mendeteksi kemampuan

penguasaan bahasa mesti dilakukan guna

meningkatkan kemampuan bahasa mereka.

Bersamaan dengan itu, pengembangan assessment

guna mengukur dan menilai tingkat perkembangan

kemampuan bahasa mereka menjadi penting.

Masih bertalian dengan perkembangan bahasa

dan gagasan berpikir, tidak terlepas dari

memperkenalkan dan mengajarkan kata-kata baru

secara tepat. Kekayaan gagasan berpikir pada peserta

didik merupakan implikasi dari usaha mengenalkan

konsep/benda yang ada di alam dan lingkungan

sekitarnya. Gagasan berpikir yang telah tumbuh dan

berkembang dangan baik tersebut menurut Marlin et

al (2003), dapat mendukung mereka dalam

mengembangkan kemampuan menulis. Bertalian

dengan hal tersebut, penelitian (Schilisselberg, 2004;

Neoman, 2006; Leonard, 1976) menemukan bahwa

identifikasi vocab berkorelasi dengan proses

penguasaan merangkai dan menyusun beberapa vocab

yang bertalian kedalam tulisan.

Dengan demikian, keterampilan menulis (writing

skill) cenderung dipengaruhi oleh penguasaan

kosakata, struktur bahasa dan kemampuan siswa

dalam merangkai kata menjadi sebuah teks yang

berterima. Selama ketiga faktor tersebut belum

dikuasai, siswa akan mengalami kesulitan dalam

mengasah kemampuan menulis dalam pembelajaran

Bahasa Inggris. Beban siswa akan semakin bertambah

karena terdapat perbedaan secara gramatikal antara

Bahasa Inggris sebagai bahasa asing dan Bahasa

Indonesia sebagai bahasa utama.

Blogspot Syam-Education saat menulis artikel

“Collaborative Writing: Strategi Pengajaran Menulis

dengan Menggunakan Pendekatan Proses”,

menguraikan beberapa penyebab rendahnya

keterampilan menulis (writing skill) siswa, yaitu:

1. keterampilan menulis (writing skill) cenderung

jarang diajarkan di sekolah;

2. guru kesulitan dalam merencanakan dan

mengajarkan keterampilan ini;

3. guru lebih sering disibukkan dengan tindakan

menjelaskan grammar serta bagian-bagian

(generic structure) dari sebuah teks dibanding

mengaplikasikan ke dalam sebuah tulisan siswa;

4. pembelajaran keterampilan menulis sangat

menyita waktu, baik prosesnya maupun dalam

pemberian umpan balik;

5. jumlah siswa terlalu banyak dalam satu kelas

menyulitkan guru membimbing siswa secara

efektif;

6. siswa tidak menguasai vocabulary serta kesulitan

mengorganisisr ide mereka dan menuangkannya

ke dalam paragraf sederhana;

7. dalam memberikan tugas menulis guru terkadang

tidak memberikan contoh dan bimbingan tentang

cara menuangkan ide dan mengembangkannya

pada setiap proses menulis, sehingga

pembelajaran keterampilan menulis hanya

bertumpu pada hasil (product oriented) bukan

pada proses (proccess oriented).

Salah satu Kompetensi Dasar (KD) yang harus

dikuasai siswa Kelas XI adalah kemampuan

mengungkapkan makna dan langkah retorika dalam

esei dengan menggunakan ragam bahasa tulis secara

akurat, lancar dan berterima dalam konteks kehidupan

sehari-hari dalam teks berbentuk: narrative, spoof, dan

hortatory exposition. Berdasarkan pengalaman dan

pengamatan peneliti saat mengajar mata pelajaran

Bahasa Inggris di SMA Negeri 1 Patianrowo –

Nganjuk, selama pembelajaran KD tersebut dilakukan

3

secara klasikal / konvensional, keterampilan menulis

(writing skill) siswa Kelas XI cenderung stagnan.

Stagnansi tersebut timbul karena terkendala oleh:

1) kurang bervariasinya metode atau teknik yang

digunakan atau diterapkan oleh guru; 2) kurangnya

media pembelajaran yang sesuai dan menarik bagi

siswa; 3) kurangnya kompetensi guru dalam

melaksanakan pembelajaran interaktif – inovatif

khususnya yang menyangkut skill tersebut; 4)

rendahnya motivasi siswa dalam mengikuti

pembelajaran yang kurang menarik menurut mereka,

5) keterampilan siswa dalam menulis cenderung

lemah karena mereka kesulitan merubah budaya lisan

ke budaya tulis, tidak paham bagaimana harus

memulai, lemah dalam mengorganisasi informasi

kedalam teks yang akurat, serta miskin ide, gagasan

dan imajinasi.

Khusus keterampilan menulis (writing skill)

narrative text, siswa Kelas XI idealnya mampu

menulis narrative text sesuai dengan kaidah-kaidah

penulisan yang tercakup dalam langkah-langkah

retorika narrative text, yaitu: generic stucture

(susunan umun teks) yang mencakup orientation,

complication dan resolution, serta menggunakan

languange features seperti simple past tense (verb 2),

action verbs, dan conjunction. Selain itu, tulisan yang

dihasilkan oleh peserta didik mengandung pesan

moral (moral value). Kenyataannya, banyak siswa

belum memahami perbedaan-perbedaan yang ada

dalam setiap teks tersebut. Siswa cenderung lemah

dalam penguasaan kosakata dan grammar, serta

kurang memanfaatkan waktu untuk bertanya tentang

kesulitan mereka dalam memahami materi narrative

text.

Peneliti berusaha mencari metode dan strategi

pembelajaran yang tepat sebagai solusinya. Guru

harus mampu mencari suatu teknik pembelajaran yang

sesuai dengan situasi dan kondisi kelas. Prinsip

PAIKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif,

Efektif dan Menyenangkan) harus dilaksanakan. Guru

bukan lagi sosok yang ditakuti dan bukan pula sosok

otoriter, tetapi guru harus jadi seorang fasilitator dan

motor yang mampu memfasilitasi dan menggerakkan

siswanya untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang

mereka butuhkan.

Dibutuhkan suatu pembelajaran yang dibangun

secara aktif oleh individu, bukan ditransfer dari guru

kepada siswa. Salah satu model pembelajaran tersebut

adalah model pembelajaran kooperatif. Model ini

dapat mengembangkan respons positif dengan cara

melatih sikap kepemimpinan, menghargai diri sendiri

dan teman yang lain, saling bertanggungjawab,

memberi kebebasan berpendapat, melibatkan siswa

dalam proses pembelajaran, dan memotivasi siswa

untuk mencapai prestasi belajar melalui belajar

kooperatif. Peneliti bereksperimen dengan model

kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT)

karena dapat melibatkan peran siswa sebagai tutor

sebaya dan mengandung unsur permainan dan

reinforcement. Aktivitas belajar dengan permainan

yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif TGT

memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks

disamping menumbuhkan tanggungjawab, kejujuran,

kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.

Metode TGT akan diterapkan dengan media

gambar berseri. Gambar berseri adalah gambar

rangkaian kegiatan atau cerita yang disajikan secara

berurutan. Siswa berlatih mendeskripsikan setiap

gambar, hasil deskripsi dari setiap gambar apabila

dirangkai akan menjadi suatu karangan yang utuh

(Arsyad, 2011:119). Tizen (2008) menjelaskan bahwa

gambar berseri merupakan sejumlah gambar yang

menggambarkan suasana yang sedang diceritakan dan

menunjukkan adanya kesinambungan antara gambar

yang satu dengan gambar lainnya.

Manfaat dari penggunaan media gambar berseri

(Angkowo dan Kosasih, 2007:29), antara lain: 1)

membantu siswa dalam mengingat nama benda atau

orang yang mereka lihat; 2) membantu mempercepat

siswa dalam memahami materi, dan 3) membantu

siswa dalam memahami konsep-konsep dari materi

yang dipelajari. Menurut Davis (1997), guru dapat

mengembangkan keinginan dalam belajar bahasa

siswa melalui gambar berseri, memudahkan mereka

dalam belajar bahasa, memberikan kebermaknaan

belajar dengan media autentik dalam kehidupan

sehari-hari, dan dapat memberikan keberagaman

dalam belajar bahasa dan unsur-unsur bahasa.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan, yaitu

pada bulan Pebruari – Maret 2014. Penelitian ini

dilaksanakan di SMA Negeri 1 Patianrowo Kabupaten

Nganjuk, khususnya di Kelas XI IPA-4. Lokasi ini

dipilih karena peneliti merupakan guru pengajar mata

pelajaran Bahasa Inggris di kelas tersebut. Jumlah

siswa Kelas XI IPA-4 adalah 36 orang yang terdiri dari

8 siswa laki-laki dan 28 siswa perempuan, dengan

kemampuan siswa yang heterogen (tidak sama).

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan

Kelas (Classroom Action Research) yang

dilaksanakan sesuai dengan prinsip prosedur

penelitian dari Kemmis dan Taggart (1988), yaitu:

kegiatan perencanaan (planning), tindakan (action),

observasi (observation), refleksi (reflection) atau

evaluasi. Keempat kegiatan itu berlangsung secara

berulang dalam bentuk siklus. Peneliti berencana

melakukan kegiatan penelitian sebanyak dua siklus,

dengan opsi menambah satu siklus lagi apabila hasil

yang dicapai belum memenuhi ekspektasi.

4

Pengambilan data dilakukan dengan cara: a) data

aktivitas kelas diambil melalui observasi pada saat

pelaksanaan tindakan berlangsung dengan bantuan

lembar observasi; b) data hasil belajar siswa diambil

setelah masing-masing siklus berlangsung dengan

instrumen LKS turnamen; c) data tentang keterkaitan

antara perencanaan dengan pelaksanaan didapat dari

rencana pembelajaran dan observasi.

Data hasil penelitian yang telah dikumpulkan

diklasifikasikan atas dua tipe data, yaitu: kualitatif dan

kuantitatif. Data kuantitatif berupa nilai para siswa

pada setiap siklus akan diolah dengan teknik tabulasi

sesuai dengan RPP. Data kualitatif berupa hasil

observasi diolah dengan cara: 1) mengklasifikasikan

seluruh materi-materi data berdasarkan sumber-

sumber data yang diperoleh; 2) editing, yakni

penelaahan terhadap data yang telah terkumpul untuk

diklasifikasikan berdasarkan satuan gejala yang

diteliti; 3) melakukan pengkodean (coding) untuk

diklasifikasikan sesuai dengan kebutuhan berdasarkan

satuan gejala yang diteliti; dan 4) melakukan

presentasi data untuk keperluan analisis.

Teknik analisis data dikembangkan berdasarkan

kriteria penilaian RPP. Oleh karena itu, indikator

keberhasilan tindakan yang digunakan adalah yang

telah dirumuskan di RPP, ditambah dengan indikator

hasil belajar siswa yang telah disepakati, yaitu: 1)

KKM = 75; 2) Ketuntasan Klasikal = 80%.

Hasil Penelitian pada Siklus 1

Hasil pengamatan observer menunjukkan bahwa

sebagian besar siswa di Kelas XI IPA-4 cenderung

aktif terlibat dalam pembelajaran Bahasa Inggris

materi narrative text pada aspek peningkatan

keterampilan menulis dengan menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe Teams Games

Tournament. Data analisis menunjukkan bahwa dari

36 siswa Kelas XI IPA-4, sebanyak 12 siswa (33,33%)

termasuk kategori Cukup Aktif, sebanyak 7 siswa

(19,44%) termasuk kategori Sangat Aktif. Meski

demikian, masih terdapat 17 siswa (47,22%) yang

dinilai Kurang Aktif terlibat dalam eksperimen

penelitian tindakan kelas.

Gambar 1. Pie Chart Proporsi Keaktifan Siswa

pada Siklus 1

Analisis data dilanjutkan pada level indikator

keaktifan, antara lain: a) perhatian siswa terhadap

materi pelajaran (1); b) kerjasama kelompok (2); dan

c) tingkat partisipasi di turnamen (3). Apabila jumlah

siswa di Kelas XI IPA-4 yang terlibat adalah 36 siswa,

maka jumlah minimal pencapaian adalah 36 indikator

sementara jumlah maksimal pencapaian adalah 108

indikator. Jadi, pada interval 36 – 108 tersebut

diperoleh nilai tengah yaitu (108 + 36)/2 = 72

(66,67%). Total jumlah indikator yang dicapai oleh 36

siswa di Kelas XI IPA-4 pada Siklus 1 tercatat

sebanyak 62 indikator (57,41%). Oleh karena 62 < 72,

maka tingkat keaktifan siswa pada level indikator

keaktifan terbukti masih rendah.

Analisis data secara mendalam dilanjutkan pada

masing-masing indikator, dengan tujuan untuk

mengetahui secara detail indikator keaktifan siswa

yang paling signifikan. Hasilnya adalah sebanyak 27

siswa (75,00%) aktif menunjukkan perhatian pada

materi pelajaran (1), sebanyak 24 siswa (66,67%) aktif

bekerjasama dalam kelompoknya (2), serta sebanyak

11 siswa (30,56%) cenderung aktif berpartisipasi

dalam pelaksanaan turnamen pada pembelajaran

Teams Games Tournament.

Gambar 2. Diagram Proporsi Keaktifan Siswa per

Indikator pada Siklus 1

Analisis data hasil turnamen pada Siklus 1

menunjukkan bukti bahwa sebanyak 27 siswa di Kelas

XI IPA-4 (75%) berhasil memenuhi syarat KKM

(tuntas belajar), dan sebanyak 9 siswa (25%) belum

memenuhi syarat KKM. Nilai rata-rata yang dicapai

adalah sebesar 75,86, sehingga verifikasi nilai

membuktikan bahwa sebanyak 14 siswa (38,89%)

memiliki nilai diatas rata-rata, dan sebanyak 22 siswa

(61,11%) memiliki nilai dibawah rata-rata.

Analisis data hasil permainan (games) pada

Siklus 1 menunjukkan bukti bahwa nilai rata-rata yang

dicapai adalah sebesar 78,06, sehingga verifikasi nilai

membuktikan bahwa sebanyak 23 siswa (63,89%)

memiliki nilai diatas rata-rata, dan sebanyak 13 siswa

(36,11%) memiliki nilai dibawah rata-rata. Sebanyak

13 siswa dengan nilai dibawah rata-rata

5

didistribusikan ke turnamen 5 dan 6. Berdasarkan

perolehan nilai mereka dalam permainan, serta

komposisi siswa dalam turnamen, maka terdapat satu

siswa yang mengikuti turnamen 4 meskipun nilainya

dibawah rata-rata nilai permainan (games).

Analisis data hasil turnamen pada Siklus 1

membuktikan bahwa sebanyak 10 siswa (27,78%)

berhasil menempati peringkat “good” yang berarti

mendapatkan nilai 80 – 89. Temuan lain membuktikan

bahwa sebanyak 2 siswa (5,55%) masih berada di

peringkat terbawah, yaitu “poor” yang berarti

mendapatkan nilai antara 60 – 69. Secara umum, hasil

turnamen siswa di Kelas XI IPA-4 cenderung berada

di level “fair” (70 – 79), yaitu sebanyak 24 siswa

(66,67%).

Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Turnamen Siklus 1

Gambar 3. Pie Chart Komposisi Peringkat Siswa

pada Siklus 1

Peneliti melakukan analisis lebih lanjut dengan

menggunakan pendekatan statistik. Caranya adalah

mengkonversi hasil post-test pada Siklus 1 ke dalam

format interval dengan range sebesar 10. Masing-

masing interval nilai dicari frekuensi (F) dan nilai

tengahnya (NT), kemudian dikalikan. Hasil kali dari

(F) dengan (NT) dari masing-masing interval

dijumlahkan, dan hasilnya dibagi dengan total jumlah

frekuensi (F). Nilai yang dihasilkan merupakan indeks

ketuntasan klasikal yang dinotifikasikan dalam persen.

Data pada Tabel 2. menunjukkan bahwa total

nilai (F) X (NT) = 2738,0 dan total frekuensi (F) = 36,

sehingga indeks ketuntasan klasikal yang diperoleh

adalah = 2738,0 / 36 = 76,06; divalidasi menjadi

76,06%. Diketahui bahwa 76,06% < 80%, sehingga

hasil turnamen siswa di Kelas XI IPA-4 pada Siklus 1

terbukti belum memenuhi syarat ketuntasan klasikal

sebesar 80%. Temuan ini didukung oleh bukti lain,

yaitu sebanyak 30 siswa (83,33%) memiliki nilai di

interval 71 – 80. Beberapa dari mereka memiliki nilai

dibawah KKM = 75, ditmbah dengan 2 siswa (5,56%)

memiliki nilai di interval 61 – 70.

Tabel 2. Tabulasi Ketuntasan Klasikal pada Siklus 1

Gambar 4. Histogram Distribusi Frekuensi Hasil

Turnamen pada Siklus 1

Guru memberikan penghargaan kepada

kelompok belajar yang anggotanya meraih hasil baik

dalam pelaksanaan turnamen serta mengumumkan

siapa saja yang mendapatkan skor tertinggi. Peraih

gelar “super team” adalah kelompok belajar 1 dengan

total nilai 466,25 serta nilai rata-rata 77,71. Peraih

gelar “great team” adalah kelompok belajar 3 dengan

total nilai 455,00 serta nilai rata-rata 75,83; kelompok

belajar 4 dengan total nilai 454,11 serta nilai rata-rata

75,69; kelompok belajar 5 dengan total nilai 453,75

serta nilai rata-rata 75,63; serta kelompok belajar 6

dengan total nilai 455,00 serta nilai rata-rata 75,83.

Peraih gelar “good team” adalah kelompok belajar 2

dengan total nilai 446,97 serta nilai rata-rata 74,50.

Hasil pengamatan terhadap tingkat keaktifan

siswa menunjukkan bahwa aspek paling lemah dari

siswa adalah tingkat partisipasi di turnamen. Perhatian

terhadap materi pembelajaran juga dinilai belum

optimal karena jumlah siswa yang memenuhi aspek

ini hanya 75%. Sementara kemampuan bekerjasama

di dalam kelompok juga belum optimal karena baru

66,67%. Faktor-faktor inilah yang menjadi penyebab

masih banyaknya siswa yang dinilai kurang aktif (KA)

saat mengikuti proses pembelajaran.

Pengamatan terhadap hasil belajar siswa, yang

difokuskan kepada hasil turnamen, membuktikan

6

bahwa siswa yang mengikuti turnamen 1 dan 2

terkendala oleh kesempatan serta kemampuan mereka

dalam mengidentifikasi dan menentukan struktur

generik dari media gambar berseri yang menceritakan

The Legend of Kesodo Feast. Khususnya siswa yang

mengikuti turnamen 2, mereka cenderung butuh

waktu lebih lama untuk mengidentifikasi dan menen-

tukan struktur generik dari media gambar berseri.

Siswa yang mengikuti turnamen 3 dan 4 masih

terkendala oleh kemampuan mereka dalam menyusun

langkah retorika dan tata bahasa dengan benar. Selain

itu, mereka juga belum optimal dalam penguasaan

kosakata (vocabulary) serta ada indikasi demam

panggung / canggung dengan penerapan metode TGT.

Meski demikian, kondisi tersebut masih lebih baik

daripada kondisi siswa yang mengikuti turnamen 5

dan 6, terbukti siswa tersebut kurang dapat

bekerjasama di dalam kelompoknya, serta kurang

berpartisipasi dalam pelaksanaan turnamen.

Nilai belum optimal di beberapa indikator

kompetensi menyebabkan sebanyak 22 siswa

memiliki nilai dibawah rata-rata, meskipun tercatat

hanya 9 siswa yang belum memenuhi syarat KKM.

Sementara itu, meski terdapat 10 siswa yang memiliki

nilai antara 80 – 89, dan berada di peringkat “good”,

tetapi ada tidak satupun siswa berhasil mencapai

peringkat “very good” apalagi “excellent”. Dengan

demikian, pada saat ketuntasan klasikal belum

tercapai, jumlah siswa yang nilainya rendah masih

banyak sedangkan yang nilainya tinggi cenderung

lebih sedikit, tanpa ada yang meraih nilai tertinggi /

istimewa. Banyak siswa yang nilainya mencapai

KKM tapi masih banyak siswa yang nilainya dibawah

rata-rata mengindikasikan bahwa banyak siswa yang

nilainya hanya sedikit diatas KKM, bahkan beberapa

hanya sama dengan KKM.

Kekurangan-kekurangan tersebut menurut

observer terjadi karena penggunaan media

pembelajaran yang belum optimal, efektif dan efisien.

Penggunaan media sangat penting dalam tahap

presentasi kelas dan belajar kelompok, karena pada

tahap ini siswa seharusnya diberi penguatan materi

secara spesifik mengenai langkah-langkah retorika

membuat sebuah narrative text dengan bantuan media

gambar berseri. Aktivitas siswa di kelas cenderung

kurang disiplin dan kurang efektif karena terdapat

siswa yang tidak memperhatikan, canggung, ogah-

ogahan, malu, bingung, tidak bisa bekerjasama,

kurang pro aktif, serta cenderung beranggapan bahwa

kegiatan itu hanya sebuah permainan. Selain itu, guru

model hendaknya menjelaskan secara rinci aturan

main dan batasan waktu dalam setiap tahapan metode

TGT agar siswa tidak kebingungan dan mampu

mengimplementasikan perintah yang diberikan oleh

guru. Guru model juga dituntut untuk lebih bisa

mengendalikan serta mengontrol situasi dan kondisi

kelas. Perlu dipahami bahwa yang bersangkutan harus

memberikan bimbingan dan perhatian yang sama

kepada 6 kelompok belajar yang sudah dibentuk.

Hasil Penelitian pada Siklus 2

Hasil pengamatan observer menunjukkan bahwa

sebagian besar siswa di Kelas XI IPA-4 cenderung

sangat aktif terlibat dalam pembelajaran Bahasa

Inggris materi narrative text pada aspek peningkatan

keterampilan menulis (writing skill) dengan

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe

Teams Games Tournament. Data analisis

menunjukkan bahwa dari 36 siswa Kelas XI IPA-4,

sebanyak 15 siswa (41,67%) termasuk kategori Cukup

Aktif, sebanyak 17 siswa (47,22%) termasuk kategori

Sangat Aktif. Meski demikian, masih terdapat 4 siswa

(11,11%) yang dinilai Kurang Aktif terlibat dalam

eksperimen penelitian tindakan kelas. Jumlah siswa

yang sangat aktif meningkat tajam dari 7 siswa pada

Siklus 1 menjadi 17 siswa pada Siklus 2, sedangkan

julah siswa kurang aktif menurun dari 17 siswa

menjadi 4 siswa saja.

Gambar 5. Pie Chart Proporsi Keaktifan Siswa

pada Siklus 2

Gambar 6. Diagram Proporsi Keaktifan Siswa per

Indikator pada Siklus 2

Analisis data dilanjutkan pada level indikator

keaktifan, dimana Total jumlah indikator yang dicapai

oleh 36 siswa di Kelas XI IPA-4 pada Siklus 2 tercatat

sebanyak 85 indikator (78,70%). Oleh karena 85 > 72,

maka tingkat keaktifan siswa pada level indikator

7

keaktifan terbukti meningkat signifikan dibandingkan

pada Siklus 1 sebanyak 62. Secara rinci, sebanyak 34

siswa (94,44%) aktif menunjukkan perhatian pada

materi pelajaran (1), sebanyak 30 siswa (83,33%) aktif

bekerjasama dalam kelompoknya (2), serta sebanyak

21 siswa (58,33%) aktif berpartisipasi dalam

pelaksanaan turnamen.

Analisis data hasil turnamen pada Siklus 2

menunjukkan bukti bahwa sebanyak 33 siswa di Kelas

XI IPA-4 (91,67%) berhasil memenuhi syarat KKM

(tuntas belajar), dan sebanyak 3 siswa (8,33%) belum

memenuhi syarat KKM. Nilai rata-rata yang dicapai

adalah sebesar 82,16, sehingga verifikasi nilai

membuktikan bahwa sebanyak 13 siswa (36,11%)

memiliki nilai diatas rata-rata, dan sebanyak 23 siswa

(63,89%) memiliki nilai dibawah rata-rata.

Analisis data hasil permainan (games) pada

Siklus 2 menunjukkan bukti bahwa nilai rata-rata yang

dicapai adalah sebesar 80,32, sehingga verifikasi nilai

membuktikan bahwa sebanyak 22 siswa (61,11%)

memiliki nilai diatas rata-rata, dan sebanyak 14 siswa

(38,89%) memiliki nilai dibawah rata-rata. Sebanyak

14 siswa dengan nilai dibawah rata-rata didistri-

busikan ke turnamen 5 dan 6. Berdasarkan perolehan

nilai mereka dalam permainan, serta komposisi siswa

dalam turnamen per kelompok, maka terdapat tiga

siswa yang mengikuti turnamen 4 meskipun nilainya

dibawah rata-rata nilai permainan (games).

Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Turnamen Siklus 2

Gambar 7. Pie Chart Komposisi Peringkat Siswa

pada Siklus 2

Analisis data hasil turnamen pada Siklus 2

membuktikan bahwa sebanyak 3 siswa (8,33%)

berhasil menempati peringkat “very good” yang

berarti mendapatkan nilai 90 – 99. Temuan lain

membuktikan bahwa sebanyak 9 siswa (25,00%)

berada di peringkat terbawah, yaitu “fair” yang berarti

mendapatkan nilai antara 70 – 79. Secara umum, hasil

turnamen siswa di Kelas XI IPA-4 cenderung berada

di level “good” (80 – 89), yaitu sebanyak 24 siswa

(66,67%).

Peneliti tetap melakukan analisis lebih lanjut

dengan menggunakan pendekatan yang pernah

digunakan observer saat melakukan penelitian

tindakan kelas, yaitu pendekatan statistik. Caranya

sama dengan yang sudah dilakukan pada Siklus 1.

Tabel 4. Tabulasi Ketuntasan Klasikal pada Siklus 2

Gambar 8. Histogram Distribusi Frekuensi Hasil

Turnamen pada Siklus 2

Data pada Tabel 4. menunjukkan bahwa total

nilai (F) X (NT) = 2898,00 dan total frekuensi (F) =

36, sehingga indeks ketuntasan klasikal yang

diperoleh adalah = 2898,00 / 36 = 80,50; divalidasi

menjadi 80,50%. Diketahui bahwa 80,50% > 80%,

sehingga hasil turnamen siswa di Kelas XI IPA-4 pada

Siklus 2 terbukti sudah memenuhi syarat ketuntasan

klasikal sebesar 80%. Temuan ini didukung oleh bukti

lain, yaitu sebanyak 17 siswa (47,22%) memiliki nilai

di interval 81 – 90; sebanyak 14 siswa (38,89%)

memiliki nilai di interval 71 – 80.

Guru memberikan penghargaan kepada

kelompok belajar yang anggotanya meraih hasil baik

dalam pelaksanaan turnamen serta mengumumkan

siapa saja yang mendapatkan skor tertinggi. Peraih

gelar “super team” adalah kelompok belajar 1 dengan

total nilai 510,28 serta nilai rata-rata 85,05; kemudian

kelompok belajar 4 dengan total nilai 506,28 serta nilai

rata-rata 84,38. Peraih gelar “great team” adalah

kelompok belajar 2 dengan total nilai 491,42 serta nilai

8

rata-rata 81,90; kelompok belajar 3 dengan total nilai

484,28 serta nilai rata-rata 80,71; serta kelompok

belajar 6 dengan total nilai 488,28 serta nilai rata-rata

81,38. Peraih gelar “good team” adalah kelompok

belajar 5 dengan total nilai 477,14 serta nilai rata-rata

79,52.

Hasil pengamatan terhadap tingkat keaktifan

siswa menunjukkan bahwa aspek terlemah dari siswa

masih sama, yaitu tingkat partisipasi siswa saat

mengikuti turnamen. Padahal, aspek tersebut

cenderung meningkat secara signifikan. Perhatian

terhadap materi pembelajaran dan kerjasama

kelompok siswa juga dinilai meningkat. Hampir

semua siswa (34 siswa) menunjukkan atensi yang

bagus saat materi pelajaran dipresentasikan.

Berdasarkan kondisi tersebut, masih ditemui beberapa

siswa yang dinilai kurang aktif (KA) saat mengikuti

proses pembelajaran meski jumlahnya cenderung

berkurang dari 17 menjadi 4 siswa. Jumlah siswa

sangat aktif meningkat pesat dari 7 menjadi 17 siswa,

atau bertambah hampir dua kali lipat. Hal ini

membuktikan bahwa dengan mengoptimalkan

sumberdaya yang tersedia, guru mampu memotivasi

siswa dalam belajar di kelas.

Nilai rata-rata turnamen meningkat dari 75,86

menjadi 82,16, yang berimplikasi pada meningkatnya

jumlah siswa yang nilainya memenuhi syarat KKM =

75. Meski jumlah siswa yang nilainya dibawah rata-

rata cenderung bertambah, tetapi secara umum hampir

semua siswa mengalami kenaikan nilai turnamen pada

Siklus 2. Bahkan nilai yang diraih siswa di fase

permainan juga mengalami tren kenaikan karena nilai

rata-rata pada Siklus 1 = 78,06 meningkat menjadi

80,32 pada Siklus 2.

Meskipun hanya 3 siswa yang memiliki nilai

lebih dari 90, dan berada di peringkat “very good”

bahkan “excellent”, namun peringkat terendah siswa

berada di “fair”, lebih baik daripada Siklus 1 yang

berada di “poor”. Perubahan terbesar terjadi di level

menengah, dimana pada Siklus 1 nilai siswa

terkonsentrasi di level “fair” yaitu sebanyak 24 siswa

di rentang 70 – 79, pada Siklus 2 konsentrasi nilai

siswa bergeser ke level “good” yaitu sebanyak 24

siswa di rentang 80 – 89. Peningkatan hasil belajar

pada Siklus 2 juga terjadi pada pencapaian ketuntasan

klasikal = 80%, dimana sebanyak 33 siswa berhasil

mencapai KKM, serta indeks ketuntasan klasikal hasil

perhitungan yang mencapai 80,50%.

Secara umum, eksperimen pada Siklus 2 relatif

berhasil meningkatkan kompetensi siswa dalam hal

keterampilan menulis (writing skill) pada materi

narrative text. Kuncinya adalah keberhasilan

meningkatkan kemampuan siswa untuk menentukan

struktur generik, menyusun langkah-langkah retorika

serta mendorong siswa agar lebih meningkatkan

penguasaan terhadap kosakata (vocabulary). Hal lain

yang berhasil dikelola guru model adalah waktu.

Manajemen waktu sangat penting dalam kelancaran

dan keberhasilan penerapan metode TGT, karena

metode ini membutuhkan waktu yang lebih lama

daripada metode lain yang berbasiskan model

pembelajaran kooperatif.

Selama pelaksanaan tindakan dari Siklus 1

sampai dengan Siklus 2, peneliti masih menemui

berbagai kendala, antara lain: 1) kemampuan siswa

bekerjasama dalam kelompok belajar dan

berpartisipasi dalam turnamen; 2) keterbatasan

mengenai media pembelajaran, baik kualitas maupun

kuantitas; 3) keterbatasan waktu; 4) keterbatasan

biaya; serta 5) keterbatasan tenaga, pikiran dan

perhatian. Beberapa kendala dapat diatasi sendiri

maupun dengan meminta bantuan kepada observer,

namun beberapa kendala belum dapat teratasi,

misalnya: soal waktu dimana peneliti cenderung

terikat dengan waktu yang sudah ditentukan di dalam

RPP. Kemudian soal perhatian kepada kelompok yang

berjumlah 6 kelompok belajar, dimana peneliti

cenderung kesulitan membagi perhatian meskipun

sudah dibantu oleh observer.

Pembahasan

Penelitian telah menghasilkan beberapa temuan

yang membuktikan bahwa aspek kognitif siswa

cenderung mengalami peningkatan secara signifikan,

khususnya dalam keterampilan menulis sebagai

keterampilan dasar siswa dalam memahami dan

menguasai pembelajaran Bahasa Inggris materi

narrative text. Mulai dengan kondisi awal hingga hasil

turnamen pada Siklus 2, telah menunjukkan bahwa

nilai siswa cenderung meningkat, baik secara individu

maupun secara kelompok.

Hasil turnamen pada Siklus 1 menunjukkan

bahwa nilai tertinggi adalah 85,00 dan nilai terendah

adalah 64,29, dengan nilai rata-rata sebesar 75,86.

Sebanyak 27 siswa (75,00%) memiliki nilai di atas

atau sama dengan KKM, serta sebanyak 9 siswa

(25,00%) memiliki nilai di bawah KKM. Tingkat

keberhasilan secara klasikal pada Siklus I mencapai

76,06% dari ketentuan minimal 80% (belum tercapai).

Hasil turnamen pada Siklus 2 menunjukkan bahwa

nilai tertinggi adalah 94,00 dan nilai terendah adalah

70,00, dengan nilai rata-rata sebesar 82,16. Sebanyak

33 siswa (91,67%) memiliki nilai di atas atau sama

dengan KKM, serta sebanyak 3 siswa (8,33%)

memiliki nilai di bawah KKM. Tingkat keberhasilan

secara klasikal pada Siklus 2 naik mencapai 80,50%

dari ketentuan minimal 80% (sudah tercapai).

Akbar (2011) di dalam blogspot-nya mengatakan

bahwa penggunaan media gambar berseri tidak hanya

meningkatkan kemampuan menulis narrative text

9

tetapi juga dapat meningkatkan kemampuan

penguasaan kosakata, tata bahasa, dan struktur kalimat

yang berterima. Kreativitas siswa juga dapat

berkembang saat menulis narrative text dengan

bantuan media gambar berseri.

Penerapan metode TGT menjadi sedemikian

efektif setelah dikombinasikan dengan pemanfaatan

media gambar berseri. Agustin (2011) dalam

penelitiannya mengungkapkan bahwa penggunaan

media gambar berseri sangat berpengaruh positif bagi

siswa. Media gambar berseri yang menarik akan

membuat siswa tertarik untuk melihat serta

memperhatikan jalan ceritanya mulai awal hingga

akhir. Begitu siswa tertarik dan merasa senang untuk

menulis, maka mereka lupa bahwa sebelumnya (pada

kondisi awal sebelum penggunaan media) mereka

merasa terbebani bahkan merasa takut karena tidak

tahu apa yang harus ditulis. Pemanfaatan media

gambar berseri pada siswa terbukti dapat

membangkitkan keaktifan dan motivasi mereka untuk

mampu menulis teks narrative berbahasa Inggris.

Karena media gambar berseri yang menarik bisa

memberikan siswa inspirasi ide-ide cerita serta

penggunaan kosakatanya terkait dengan cerita yang

mereka tulis.

Sejalan dengan Agustin, Puspitarukmi dkk.

(2014) juga menyimpulkan bahwa penerapan metode

TGT disertai dengan media gambar berseri dapat

meningkatkan motivasi dan keterampilan menulis

siswa. Meskipun penelitiannya tersebut tidak untuk

narrative text, tetapi untuk eksposisi, Puspitarukmi

dkk. membuktikan bahwa metode TGT cukup

fleksibel untuk diterapkan di berbagai mata pelajaran.

Hasil penelitian pada kelas eksperimen telah

menghasilkan beberapa temuan yang membuktikan

bahwa aspek aktivitas dan motivasi belajar siswa

cenderung mengalami peningkatan secara signifikan,

khususnya dalam keterampilan menulis (writing skill)

sebagai keterampilan dasar siswa dalam memahami

dan menguasai pembelajaran Bahasa Inggris materi

narrative text. Hasil eksperimen pada Siklus 1 dan 2

menunjukkan adanya peningkatan keberanian dalam

bekerjasama, berpartisipasi, berdiskusi dan

mengeluarkan pendapat, mengidentifikasi dan

menentukan struktur generik, serta menyusun

langkah-langkah retorika dalam narrative text menjadi

teks yang berterima.

Secara spesifik, pada level (SA) peningkatan

terjadi dari 7 siswa sangat aktif menjadi 17 siswa

sangat aktif. Pada level (CA) peningkatan terjadi dari

12 siswa cukup aktif menjadi 15 siswa cukup aktif.

Pada level (KA) penurunan yang signifikan terjadi

dari 17 siswa kurang aktif menjadi 4 siswa kurang

aktif. Dengan demikian, penerapan model kooperatif

tipe Teams Games Tournament cenderung

mempengaruhi keaktifan siswa dari (KA) menjadi

(CA), dan dari (CA) menjadi (SA). Salah satu yang

menyebabkan tingkat keaktifan siswa cenderung

meningkat adalah karena penerapan model Teams

Games Tournament cenderung dapat meningkatkan

motivasi belajar siswa di Kelas XI IPA-4.

Penerapan metode TGT dengan media gambar

berseri dapat mendorong siswa lebih partisipatif dalam

pelaksanaan turnamen. Iklim kompetisi yang

terbangun dalam turnamen telah memotivasi siswa

agar lebih kompetitif dengan cara menguasai materi

pembelajaran. Dari 11 siswa yang berpartisipasi aktif

pada Siklus 1 naik menjadi 21 siswa dalam turnamen

pada Siklus 2. Siswa lebih aktif dalam bekerjasama,

berdiskusi, mengeluarkan pendapat di kelompoknya

masing-masing. Dari 24 siswa yang aktif bekerjasama

dalam kelompok belajarnya pada Siklus 1 naik

menjadi 30 siswa pada Siklus 2. Iklim kompetisi juga

mendorong siswa lebih memperhatikan materi

pembelajaran yang disampaikan guru. Dari 27 siswa

yang aktif memperhatikan dan menyimak materi

pembelajaran pada Siklus 1 naik menjadi 34 siswa

pada Siklus 2.

Astuti (2010) menyatakan bahwa penerapan

model pembelajaran kooperatif tipe TGT efektif

meningkatkan hasil belajar siswa di Kelas XI IPS-4

SMA Negeri 2 Surakarta mata pelajaran Akuntansi.

Salah satu kuncinya adalah penerapan metode TGT

mampu mendorong peningkatan aktivitas dan

motivasi belajar siswa, khususnya pada saat

bekerjasama dan berdiskusi kelompok. Astuti juga

menyoroti bahwa model permainan dan turnamen

tidak hanya menjadi obyek bermain, tetapi menjadi

arena berkompetisi.

Model pembelajaran kooperatif tipe Teams

Games Tournament dapat mempengaruhi

keterampilan siswa dalam mendalami, memahami,

serta meningkatkan aktivitas dan kualitas menulis

pada materi narrative text. Model tersebut juga

terbukti dapat memotivasi siswa dalam mendalami,

memahami, serta meningkatkan aktivitas dan kualitas

menulis siswa pada materi narrative text. Motivasi

yang dapat ditingkatkan dengan terlibat dalam proses

pembelajaran kooperatif tipe Teams Games

Tournament terbukti dapat meningkatkan aktivitas

belajar siswa. Dengan kata lain, aspek afektif siswa

ikut mengalami perbaikan saat mengaplikasikan

model pembelajaran tersebut.

Kesempatan siswa merekonstruksi, menyusun

dan menulis narrative text dengan tema cerita tertentu

telah menstimulasi aspek psikomotor mereka.

Kemampuan bertindak dalam kelompoknya masing-

masing, menulis paragraf, berdiskusi, mengeluarkan

pendapat, serta bersaing dalam turnamen merupakan

exercise yang bagus dan mendidik bagi siswa.

10

Kemampuan menjawab dan menyelesaikan soal, baik

dalam permainan maupun dalam turnamen, telah

mendorong peningkatan aspek kognitif siswa.

Artinya, penerapan metode TGT mampu

meningkatkan aspek kognitif, afektif dan psikomotor

siswa.

Kesimpulan dan Saran

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di

atas maka dapat disimpulkan bahwa: 1) Penerapan

metode TGT dengan memanfaatkan media gambar

berseri berpengaruh positif terhadap peningkatan

keterampilan menulis pada pembelajaran Bahasa

Inggris materi Narrative Text di Kelas XI IPA-4 SMA

Negeri 1 Patianrowo Tahun Pelajaran 2013/2014; 2)

Penerapan metode TGT dengan memanfaatkan media

gambar berseri dapat meningkatkan aktivitas dan

motivasi belajar siswa dalam rangka peningkatan

keterampilan menulis pada pembelajaran Bahasa

Inggris materi Narrative Text di Kelas XI IPA-4 SMA

Negeri 1 Patianrowo Tahun Pelajaran 2013/2014; 3)

Penerapan metode TGT dengan memanfaatkan media

gambar berseri dapat meningkatkan hasil belajar siswa

dalam rangka peningkatan keterampilan menulis pada

pembelajaran Bahasa Inggris materi Narrative Text di

Kelas XI IPA-4 SMA Negeri 1 Patianrowo Tahun

Pelajaran 2013/2014.

B. Saran 1. Guru sebaiknya lebih memperhatikan

karakteristik siswanya, terutama sekali dalam

sistem monitoring yang lebih efektif dan efisien,

sehingga guru dapat mengontrol sikap dan

perilaku siswa pada saat proses berlangsung.

2. Pihak guru, sekolah serta stakeholder lainnya

sebaiknya memberikan dukungan dan kontribusi

yang nyata terhadap berbagai upaya

pengembangan lebih lanjut.

3. Bagi guru mitra yang akan menggunakan

perangkat dan model pembelajaran ini, sebaiknya

sebelum menggunakannya, terlebih dahulu

melakukan simulasi dan selalu berkonsultasi

dengan peneliti, sehingga kekurangan yang

terjadi pada ujicoba ini dapat teratasi sebelum

mengajarkan di kelas.

4. Bagi peneliti lain yang hendak mengembangkan

ataupun mereplikasi penelitian ini, sebaiknya

mempertimbangkan berbagai keterbatasan

penelitian yang telah diutarakan penulis pada

pembahasan sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Agustin, Hetty Dwi. 2011. Peningkatan

Kemampuan Siswa Menulis Bahasa Inggris

Narrative Text dengan Media Gambar

Berseri. Jurnal PTK. Tidak Dipublikasikan.

SMP Negeri 3 Surakarta.

Angkowo, R., dan Kosasih, A. 2007. Optimalisasi

Media Pembelajaran. Jakarta: Grasindo.

Arsyad, A. 2011. Media Pembelajaran. Jakarta: Raja

Grafindo Persada.

Astuti, Sri Yarsi. 2010. Efektifitas Pembelajaran

Kooperatif Tipe Teams Games Tournament

(TGT) dalam Meningkatkan Prestasi

Belajar Siswa pada Mata Pelajaran

Akuntansi Kelas XI IPS-4 SMA Negeri 2

Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010. Skripsi.

Surakarta: FKIP UNS.

Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Standar

Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan

Menengah: SK-KD SMP/MTs. Jakarta:

BSNP.

Bodrova, Elena and Leong, Deborah.1996. Tools of

The Mind: The Vygotskian Approach to Early

Childhood Education. New Jersey: Merill

Prentice Hall.

Ghazali, H.A. Syukur. 2010. Pembelajaran

Keterampilan Berbahasa. Malang: Aditama.

Puspitarukmi, P.S., et al. 2014. Pemanfaatan Media

Gambar Berseri dengan Metode Teams

Games Tournament (TGT) untuk

Meningkatkan Motivasi Belajar dan

Keterampilan Menulis Eksposisi. Jurnal

Penelitian Bahasa, Sastra Indonesia dan

Pengajarannya, 1(3): 551 – 561.

Tizen, Ella Farida. 2008. Media Gambar. Bandung:

Nujahid Press.

Wells, M.A.1987. College English. New York:

Harcourt: Brace and World, Inc.

http://arnodhaemon22.blogspot.com/2011/10/kema

mpuan-menulis-narasi.html