Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi ...

206
ICSE – 07 : PERHITUNGAN DESAIN IRIGASI PELATIHAN AHLI SUPERVISI KONSTRUKSI JARINGAN IRIGASI DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI

Transcript of Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi ...

ICSE – 07 : PERHITUNGAN DESAIN IRIGASI

PELATIHAN AHLI SUPERVISI KONSTRUKSI

JARINGAN IRIGASI

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM

BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA

PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

i

KATA PENGANTAR

Usaha dibidang Jasa konstruksi merupakan salah satu bidang usaha yang telah

berkembang pesat di Indonesia, baik dalam bentuk usaha perorangan maupun sebagai

badan usaha skala kecil, menengah dan besar. Untuk itu perlu diimbangi dengan kualitas

pelayanannya. Pada kenyataannya saat ini bahwa mutu produk, ketepatan waktu

penyelesaian, dan efisiensi pemanfaatan sumber daya relatif masih rendah dari yang

diharapkan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain adalah ketersediaan

tenaga ahli/ terampil dan penguasaan manajemen yang efisien, kecukupan permodalan

serta penguasaan teknologi.

Masyarakat sebagai pemakai produk jasa konstruksi semakin sadar akan kebutuhan

terhadap produk dengan kualitas yang memenuhi standar mutu yang dipersyaratkan.

Untuk memenuhi kebutuhan terhadap produk sesuai kualitas standar tersebut, perlu

dilakukan berbagai upaya, mulai dari peningkatan kualitas SDM, standar mutu, metode

kerja dan lain-lain.

Salah satu upaya untuk memperoleh produk konstruksi dengan kualitas yang diinginkan

adalah dengan cara meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang menggeluti

perencanaan baik untuk bidang pekerjaan jalan dan jembatan, pekerjaan sumber daya air

maupun untuk pekerjaan dibidang bangunan gedung.

Kegiatan inventarisasi dan analisa jabatan kerja dibidang sumber daya air, telah

menghasilkan sekitar 130 (seratus Tiga Puluh) Jabatan Kerja, dimana Jabatan Kerja Ahli

Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi merupakan salah satu jabatan kerja yang

diprioritaskan untuk disusun materi pelatihannya mengingat kebutuhan yang sangat

mendesak dalam pembinaan tenaga kerja yang berkiprah dalam perencanaan konstruksi

bidang sumber daya air.

Materi pelatihan pada Jabatan Kerja Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi ini

terdiri dari 12 (duabelas) modul yang merupakan satu kesatuan yang utuh yang

diperlukan dalam melatih tenaga kerja yang menggeluti Ahli Supervisi Konstruksi

Jaringan Irigasi. Namun penulis menyadari bahwa materi pelatihan ini masih banyak kekurangan

khususnya untuk modul Perhitungan Desain Irigasi pekerjaan konstruksi Sumber Daya

Air.

Untuk itu dengan segala kerendahan hati, kami mengharapkan kritik, saran dan masukan

guna perbaikan dan penyempurnaan modul ini.

Jakarta, Desember 2005

Tim Penyusun

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

ii

LEMBAR TUJUAN

JUDUL PELATIHAN : PELATIHAN AHLI SUPERVISI KONSTRUKSI

JARINGAN IRIGASI

TUJUAN PELATIHAN

A. Tujuan Umum Pelatihan

Mampu mengkoordinasi, mengarahkan pelaksanaan konstruksi jaringan irigasi

oleh kontraktor dan melakukan pengawasan sesuai dengan gambar

pelaksanaan, spesifikasi teknik, metode pelaksanaan, jangka waktu pelaksanaan

yang tercantum dalam kontrak kontraktor dan jasa konsultan supervisi.

B. Tujuan Khusus Pelatihan

Setelah mengikuti pelatihan peserta mampu :

1. Menguasai dokumen kontrak kontraktor dan kontrak konsultan supervisi.

2. Melakukan pertemuan awal pelaksanaan dengan kontraktor dan direksi

pekerjaan.

3. Melakukan kunjungan lapangan diareal lokasi proyek, mengidentifikasi

permasalahan teknis maupun non teknis.

4. Mengecek kesiapan kontraktor untuk mulai pelaksanaan pekerjaan, sesuai

yang tercantum dalam RMK.

5. Melaksanakan pengawasan pelaksanaan konstruksi sesuai spesifikasi

teknis, gambar pelaksanaan, metode pelaksanaan, K3 serta pencemaran

lingkungan.

6. Mengadakan pertemuan periodik dan khusus dengan kontraktor dan direksi

pekerjaan.

7. Memberikan petunjuk, saran pelaksanaan, teguran langsung kepada

kontraktor atau melalui direksi pekerajan, tergantung sistem kontraknya.

8. Mengecek laporan-laporan dari kontraktor dan usulan perubahan desain.

9. Melakukan opname hasil kemajuan pekerjaan bersama kontraktor dan atau

direksi pekerjaan sesuai penugasan.

10. Mengawasi uji coba fungsi jarinan irigasi yang selesai dilaksanakan oleh

kontraktor.

11. Membantu direksi dalam mengevaluasi kinerja kontraktor.

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

iii

NOMOR MODUL : ICSE. 07

JUDUL MODUL : PERHITUNGAN DESAIN IRIGASI

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)

Setelah selesai mempelajari modul ini, peserta mampu menjelaskan dan melakukan

Perhitungan Perencanaan Irigasi

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS (TIK)

Setelah modul ini diajarkan, peserta mampu :

1. Menerapkan hasil perhitungan hidrologi (ketersediaan air, kebutuhan air, water

balance, debit rencana saluran dan debit banjir rencana)

2. Menganalisis perhitungan hidrolika (dimensi saluran dan bangunan)

3. Menganalisis perhitungan struktur (perhitungan stabilitas dan beton/baja).

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

iv

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................... i

LEMBAR TUJUAN......................................................................................................... ii

DAFTAR ISI................................................................................................................... iv

DESKRIPSI SINGKAT PENGEMBANGAN MODUL PELATIHAN

AHLI PERENCANA IRIGASI ....................................................................................... xii

DAFTAR MODUL.......................................................................................................... xiii

PANDUAN PEMBELAJARAN ..................................................................................... xiv

MATERI SERAHAN ..................................................................................................... xviii

BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................................... 1 – 1

BAB 2 PERHITUNGAN HIDROLOGI. ...................................................................... 2 – 1

2.1 Ketersediaan Air ................................................................................... 2 – 1

2.1.1 Contoh Perhitungan Ketersediaan Air (Cara Rational) ........... 2 – 1

2.1.2 Contoh ...................................................................................... 2 – 3

2.2 Perhitungan Kebutuhan Air ................................................................. 2 – 3

2.2.1 Pendahuluan ............................................................................ 2 – 6

2.2.2 Evaporasi ................................................................................. 2 – 6

2.2.2.1 Data-data .................................................................. 2 – 6

2.2.2.2 Perhitungan Evaporation (Prosedure) ...................... 2 – 8

2.2.3 Water Requirement .................................................................. 2 – 11

2.2.3.1 Data-data .................................................................. 2 – 11

2.2.3.2 Perhitungan Water Requirement (Prosedure) ......... 2 – 15

2.3 Water Balance (Keseimbangan Air) ..................................................... 2 – 23

2.4 Debit Rencana Saluran Irigasi dan Pembuang.................................... 2 – 26

2.4.1 Debit Rencana Saluran Irigasi ................................................. 2 – 26

2.4.2 Debit Rencana Saluran Pembuang ......................................... 2 – 28

2.5 Debit Banjir Rencana ........................................................................... 2 – 31

2.5.1 Periode Ulang (Return Period) ................................................ 2 – 31

2.5.2 Metode Perhitungan ................................................................ 2 – 32

2.5.3 Bila Data yang ada Data Curah Hujan (tidak ada data debit).. 2 – 34

2.5.3.1 Stasiun Hujan ............................................................ 2 – 35

2.5.3.2 Curah Hujan Rata-rata ............................................. 2 – 35

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

v

2.5.3.3 Metode Melchior ....................................................... 2 – 36

2.5.3.4 Metode Weduwen ..................................................... 2 – 38

2.5.3.5 Contoh Perhitungan Debit Maksimum dengan

Metode Melchior ....................................................... 2 – 47

2.5.3.6 Contoh Perhitungan Design Flood dengan

Metode Weduwen ..................................................... 2 – 49

2.5.4 Kombinasi Melchior dan Gumbel ............................................ 2 – 51

2.5.4.1 Contoh Perhitungan Debit Banjir Rencana

Kombinasi Untuk A > 100 km2 ................................. 2 – 53

2.5.4.2 Contoh Perhitungan Debit Banjir Rencana

Kombinasi Untuk A < 100 km2 .................................. 2 – 66

2.5.4.3 Contoh Lain Perhitungan Debit Banjir Rencana

Kombinasi Untuk A < 100 km2 .................................. 2 – 73

2.5.5 Contoh Perhitungan Debit Banjir Rencana Dengan

Unit Hidrograf (UH) .................................................................. 2 – 76

BAB 3 PERHITUNGAN HIDROLIKA ...................................................................... 3 – 1

3.1 Dimensi Saluran.................................................................................... 3 – 1

3.1.1 Perhitungan Dimensi Saluran Tersier dan Kuarter ................. 3 – 1

3.1.2 Perhitungan Dimensi Saluran Sekunder dan Primer .............. 3 – 4

3.1.3 Perencanaan Profil Saluran .................................................... 3 – 18

3.2 Perhitungan Elevasi Muka Air Rencana .............................................. 3 – 27

3.3 Dimensi Bangunan Air ......................................................................... 3 – 28

3.3.1 Dimensi Bangunan Utama (Bendung)...................................... 3 – 28

3.3.2 Dimensi Bangunan Bagi Sadap .............................................. 3 – 53

3.3.3 Dimensi Bangunan Ukur .......................................................... 3 – 54

3.3.4 Pelimpah .................................................................................. 3 – 57

3.3.5 Kolam Olak .............................................................................. 3 – 64

BAB 4 PERHITUNGAN STRUKTUR........................................................................ 4 – 1

4.1 Stabilitas Bendung ................................................................................ 4 – 1

4.1.1 Gaya-gaya Yang Bekerja ........................................................ 4 – 1

4.1.2 Angapan-anggapan Dalam Stabilitas ...................................... 4 – 6

4.1.3 Syarat-syarat Stabilitas ............................................................ 4 – 6

4.1.4 Contoh Perhitungan Stabilitas Weir (Bendung) ...................... 4 – 8

4.2 Stabilitas Lereng Tanggul .................................................................... 4 – 19

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

vi

4.3 Pengenalan Hidromekanikal (Perencanaan Alat-alat Pengangkut) .... 4 – 22

4.3.1 Pendahuluan ............................................................................ 4 – 22

4.3.2 Perhitungan Pekerjaan Stang dan Transmisi ......................... 4 – 23

4.3.3 Contoh Perhitungan ................................................................. 4 – 29

4.4 Perhitungan Beton .............................................................................. 4 – 35

4.4.1 Perhitungan Plat Beton Pelayan ............................................. 4 – 35

4.4.2 Perhitungan Plat Beton Pada Bangunan Gorong-gorong ...... 4 – 37

RANGKUMAN

DAFTAR PUSTAKA

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

vii

DESKRIPSI SINGKAT PENGEMBANGAN MODUL

PELATIHAN AHLI PERENCANA IRIGASI

1. Kompetensi kerja yang disyaratkan untuk jabatan kerja Ahli Supervisi Konstruksi

Jaringan Irigasi(Irrigation Construction Supervisor Engineer) dibakukan dalam

Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) yang didalamnya telah

ditetapkan unit-unit kompetensi, elemen kompetensi, dan kriteria unjuk kerja

sehingga dalam Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi unit-unit tersebut

menjadi Tujuan Khusus Pelatihan.

2. Standar Latihan Kerja (SLK) disusun berdasarkan analisis dari masing-masing Unit

Kompetensi, Elemen Kompetensi dan Kriteria Unjuk Kerja yang menghasilkan

kebutuhan pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku dari setiap Elemen

Kompetensi yang dituangkan dalam bentuk suatu susunan kurikulum dan silabus

pelatihan yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan kompetensi tersebut.

3. Untuk mendukung tercapainya tujuan khusus pelatihan tersebut, maka berdasarkan

Kurikulum dan Silabus yang ditetapkan dalam SLK, disusun seperangkat modul

pelatihan (seperti tercantum dalam Daftar Modul) yang harus menjadi bahan

pengajaran dalam pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi.

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

viii

DAFTAR MODUL

MODUL NOMOR : ICSE. 07

JUDUL : PERHITUNGAN DESAIN IRIGASI

Merupakan salah satu modul dari :

NO. KODE JUDUL

1. ICSE. 01 Etika Profesi, Etos Kerja, UU Jasa Konstruksi Dan UU SDA

2. ICSE. 02 Sistem Manajemen K3, Pedoman Teknis K3, RKL dan RPL

3. ICSE. 03 Pengenalan Survai Dan Investigasi

4. ICSE. 04 Pengenalan Dokumen Tender Dan Dokumen Kontrak

5. ICSE. 05 Pengenalan Manual O & P

6. ICSE. 06 Kriteria Desain Irigasi

7. ICSE. 07 Perhitungan Desain Irigasi

8. ICSE. 08 Pengetahuan Gambar Konstruksi/Pelaksanaan

9. ICSE. 09 Manajemen Konstruksi

10. ICSE. 10 Manejemen Mutu

11 ICSE. 11 Metode Pelaksanaan (Construction Method) dan

Perhitungan Biaya Konstruksi

12. ICSE. 12 Admnistrasi Teknik

PANDUAN PEMBELAJARAN

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

ix

PELATIHAN : AHLI SUPERVISI KONSTRUKSI JARINGAN IRIGASI

JUDUL MODUL : PERHITUNGAN DESAIN IRIGASI KETERANGAN

KODE MODUL : ICSE. 07

DESKRIPSI : Materi ini terutama membahas : perhitungan

desain irigasi pada pekerjaan desain di bidang

sumber daya air, yang meliputi ; perhitungan

hidrologi (ketersediaa air, kebutuhan air, water

balance, debit rencana saluran pembawa dan

pembuang, debit banjir rencana).

Perhitungan hidrolika (dimensi saluran, elevasi

saluran dan dimensi bangunan).

Perhitungan standar (stabilitas air, beton dan

hidro mekanika dan spesifikasi program

komputer).

TEMPAT KEGIATAN : Dalam ruang kelas lengkap dengan

fasilitasnya

WAKTU KEGIATAN : 8 jam pelajaran (1 JP = 45 menit)

KEGIATAN INSTRUKTUR KEGIATAN PESERTA PENDUKUNG

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

x

1. CERAMAH : PEMBUKAAN

Menjelaskan Tujuan Instruksional (TIU & TIK)

Merangsang motivasi peserta dengan pertanyaan atau pengalamannya dalam penerapan Perhitungan Desain Irigasi

Waktu : 5 menit

Bahan : Lembar tujuan

2. CERAMAH : PENDAHULUAN

Gambaran perhitungan hidrologi, hidrolika dan struktur.

Menjelaskan perhitungan hidrologi (ketersediaan air, water balance, debit rencana, debit banjir rencana)

Menjelaskan perhitungan dimensi saluran dan bangunan

Menjelaskan perhitungan stabilitas dan hidromekanikal

Waktu : 10 menit

Bahan : Materi serahan

(Bab 1 Pendahuluan)

Mengikuti penjelasan TIU dan TIK dengan tekun dan aktif

Mengajukan pertanyaan apabila kurang jelas

Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif

Mencatat hal-hal yang perlu

Mengajukan pertanyaan bila perlu

OHT

No. 3

OHT

No. 4 s/d 5

KEGIATAN INSTRUKTUR KEGIATAN PESERTA PENDUKUNG

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

xi

3. CERAMAH : Perhitungan Hidrologi

Ketersediaan air

Kebutuhan air

Water balance

Debit rencana saluran

Debit rencana banjir

Menjelaskan perhitungan ketersediaan air, kebutuhan air, water balance, debit rencana saluran, debit rencana banjir.

Waktu : 140 menit

Bahan : Materi serahan (Bab 2 Perhitungan Hidrologi)

4. CERAMAH : Perhitungan Hidrolika; Dimensi Saluran, Perhitungan Elevasi Muka Air dan Dimensi Bangunan

Menjelaskan dimensi saluran

Menjelaskan perhitungan elevasi muka air

Menjelaskan perhitungan bangunan air

Waktu : 125 menit

Bahan : Materi serahan

(Bab 3 Perhitungan Hidrolika)

Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif

Mencatat hal-hal yang perlu

Mengajukan pertanyaan bila perlu

Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif

Mencatat hal-hal yang perlu

Mengajukan pertanyaan bila perlu

OHT

No. 6 s/d 42

OHT

No. 43 s/d 64

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

xii

KEGIATAN INSTRUKTUR KEGIATAN PESERTA PENDUKUNG

5. CERAMAH : Perhitungan

Struktur; Stabilitas Bendung, Stabilitas Lereng dan Perhitungan Hidromekanikal

Menjelaskan perhitungan stabilitas bendung, perhitungan stabilitas lereng tebing dan pengenalan hidromekanikal.

Waktu : 80 menit

Bahan : Materi serahan

(Bab 4 Perhitungan Struktur)

Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif

Mencatat hal-hal yang perlu

Mengajukan pertanyaan bila perlu

OHT

No. 65 s/d 83

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

xiii

MATERI

SERAHAN

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

1 - 1

BAB 1

PENDAHULUAN

Perhitungan desain irigasi ini dimaksudkan untuk dipakai sebagai pedoman atau contoh

dalam melaksanakan pekerjaan desain irigasi, khususnya dalam bagian perhitungannya.

Tetapi tidak menutup kemungkinan contoh dari luar modul ini akan lebih baik.

Perhitungan desain irigasi ini terdiri dari ;

1. Perhitungan hidrologi

2. Perhitungan hidrolika dan

3. Perhitungan struktur

Perhitungan hidrologi ini dimaksudkan hanya sebagai pengetahuan tambahan yang mana

akan dilakukan oleh ahli hidrologi tetapi sebagai Ahli Desain Irigasi juga harus

mengetahui karena hasil perhitungan hidrologi ini dipakai sebagai dasar perhitungan

hidrolika.

Perhitungan hidrolika ini dimaksudkan untuk menghitung dimensi saluran dan bangunan

irigasi dan pembuang.

Sedangkan perhitungan struktur ini dimaksudkan hanya sebagai pengetahuan tambahan

yang mana akan dilakukan oleh ahli struktur.

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 1

BAB 2

PERHITUNGAN HIDROLOGI

Dalam perencanaan irigasi perhitungan hidrologi yang sering dilakukan adalah

perhitungan mengenai ;

a. Ketersediaan Air

b. Kebutuhan Air

c. Water Balance

d. Debit Rencana Saluran Irigasi

e. Debit Banjir

2.1 Ketersediaan Air

Dalam perhitungan jumlah air yang tersedia pada sungai yang menjadi sumber air

untuk daerah irigasi, didapat dari taksiran berdasarkan data debit sungai bulanan

yang didapat dari rata-rata debit selama bulan-bulan tersebut tertentu, dimana

datanya diambil dari pengukuran debit sungai otomatik maupun manual.

Bila tidak ada data debit, dapat menggunakan data hujan bulanan, kemudian

besarnya debit dihitung dengan bermacam-macam metode antara lain rational, DR

FJ Mock, dan lain-lain.

Jumlah air yang tersedia penting sekali diketahui dengan sebaik mungkin karena

akan menentukan luas areal yang dapat diairi. Berikut ini diberikan contoh

perhitungan ketersediaan air dengan Metode Rational dan DR FJ Mock.

2.1.1 Contoh Perhitungan Ketersediaan Air (Cara Rational)

Dalam perhitungan jumlah air yang tersedia pada sungai yang menjadi sumber air

untuk daerah irigasi, seharusnya ditaksir berdasarkan pada data debit sungai

bulanan. Jumlah air yang tersedia penting sekali diketahui dengan sebaik mungkin

karena akan menentukan luas areal yang dapat diairi.

Data pengukuran debit sungai Langkeme tidak ada, oleh karena itu debit sungai di

estimate dengan menggunakan perumusan hubungan antara curah hujan (rain

fall) dengan debit sungai.

Dalam hal ini dihitung dengan metode rasional yaitu suatu cara menentukan

hubungan antara debit dengan intensitas curah hujan yang merupakan fungsi dari

physical parameter.

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 2

Q = c.i.A

dimana :

Q = debit

i = intensitas curah hujan

A = luas catchment area (DAS)

c = koefesien run-off

a). Analisa Curah Hujan

Sebagai penyebab adanya aliran sungai adalah curah hujan. Oleh karena itu

diperlukan adanya analisa curah hujan yang terjadi di daerah pengaliran.

Seperti telah disebutkan bahwa stasiun pengukuran curah hujan yang dapat

dianggap mempengaruhi daerah catchment adalah Waton Sopeng (407),

Sumpang Binange (408). Besarnya curah hujan bulanan dari kedua stasiun

curah hujan tersebut dapat dilihat dalam tabel 2.1 dalam menetapkan

intensitas curah hujan yang mewakili catchment area dipertimbangkan

menggunakan cara arithmatic.

Data dan perhitungan analisa curah hujan dapat dilihat didepan, yang hasilnya

adalah sebagai berikut;

Tabel 2.1 Data curah hujan rata-rata

Bulan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

S. Binange 417 327 320 183 132 71 36 18 20 76 201 461

Waton Sopeng 189 168 176 261 285 227 119 52 44 88 151 145

Rata-rata 303 247.5 248 222 208.5 149 77.5 35 32 82 176 303

b). Catchment Area

Catchment Area adalah daerah yang mempengaruhi debit sungai dalam

kaitannya dengan curah hujan dengan kata lain curah hujan yang jatuh pada

catchment area baik yang berupa direct run off maupun aliran di dalam tanah

akan menentukan besarnya debit pada sungai.

Penetapan batas daerah pengaliran (catchment area) untuk sungai Langkeme

ini didasarkan pada peta skala 1:50.000. Luas catchment area adalah 95 km2.

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 3

c). Koefisien Run Off

Dalam mengestimate debit pada sungai dengan menggunakan data-data

curah hujan akan lebih baik apabila digunakan metode water balance (Dr. FJ

Mock). Tetapi metode tersebut membutuhkan data-data tanah yang agak

terperinci dimana data untuk daerah ini tidak ada.

Sekalipun demikian run off dihitung dengan metode rational yang sangat

sederhana dimana koefisien run off diambil 0,65. Dalam musim kemarau

dimana curah hujan kecil sekali, debit sungai di estimate dengan

memperhitungkan infiltrasi pada bulan sebelumnya.

Infiltrasi setelah menjenuhkan top soil kemudian menjadi perkolasi ke ground

water;

ndc

0 e.QQ

dimana ;

Q0 = debit bulanan untuk d = 0

n = 1 (konstanta)

c = suatu konstanta yang besarnya bertambah secara bertahap sebesar

0,5

d = 1,2,3 dan seterusnya.

d). Perhitungan Debit Sungai Bulanan (Ketersediaan Air)

2.1.2 Contoh

Hasil perhitungan inflow bulanan dengan cara DR. F.J. MOCK dapat dilihat pada

tabel 2.2.

Pela

tihan A

hli S

uperv

isi K

onstru

ksi J

arin

gan Irig

asi

Perh

itungan D

esain

Irigasi

2-4

Tabel 2.2 Hasil Perhitungan Inflow Bulanan Dengan Cara DR. F. J. MOCK

PERHITUNGAN EVAPOTRANSPIRATION DAN DEBIT SUNGAI LOKOJANGE ( Catchment Area = 2.05 km2 )

DENGAN METODE DR. F.J.MOCK

Keterangan :

HIDROLOGICAL DATA

1 Catchment precipitation P 336 311 269 260 145 95 70 32 20 80 219 337 mm / bulan (1) = data

2 Catch rain days n 16.7 17.9 15.1 12.8 7.9 5.1 4.9 2.4 2.2 5.4 12.7 16.8 hari (2) = data

3 Temperature T 23.5 23.4 23.6 14.5 24.4 24.3 24.5 24.4 25 25.2 24.6 23.8 * C (3) = data

4 Sunshine S 0.5 0.54 0.56 0.6 0.68 0.73 0.79 0.79 0.77 0.68 0.6 0.55 % (4) = data

5 Relatif Humidity h 83 84 83 82 78 76 70 69 67 71 76 84 % (5) = data

6 Kecepatan angin W 85 85 80 75 75 80 85 85 80 75 75 80 Mil / hari (6) = data

POTENTIAL EVAPOTRANSPIRATION

7 F1 = f (T,S) F1 0.331 0.350 0.356 0.377 0.400 0.430 0.454 0.453 0.449 0.414 0.379 0.354 (7) = Lampiran 4

8 F2 = f (T,h) F2 1.920 1.900 1.920 1.850 2.000 2.050 2.210 2.260 2.310 2.130 2.000 1.860 (8) = Lampiran 5

9 F3 = f (T,h) F3 0.350 0.330 0.350 0.380 0.460 0.500 0.630 0.650 0.700 0.620 0.500 0.330 (9) = Lampiran 6

10 Latitude Q 7' . LS 7' . LS 7' . LS 7' . LS 7' . LS 7' . LS 7' . LS 7' . LS 7' . LS 7' . LS 7' . LS 7' . LS (10) = data

11 Roughness Coefficient k 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 (11) = Lampiran 2

12 Solar Radiation R 15.44 15.52 15.16 14.1 12.88 12.14 12.38 13.36 14.58 14.24 15.4 15.34 (12) = Lampiran 3

13 Reflection Coefficient r 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 (13) = Lampiran 1

14 F1 ( 1 - r ) E1 4.089 4.346 4.318 4.253 4.122 4.176 4.496 4.842 5.237 4.716 4.669 4.344 (14) = Rumus

15 F2 ( 0,1 + 0,9 S ) E2 1.056 1.113 1.160 1.184 1.424 1.552 1.792 1.833 1.832 1.517 1.280 1.107 (15) = Rumus

16 F3 ( k + 0,01 W ) E3 0.648 0.611 0.630 0.665 0.805 0.900 1.166 1.203 1.260 1.085 0.875 0.594 (16) = Rumus

17 ( E1 - E2 + E3 ) Ep 3.7 3.8 3.8 3.7 3.5 3.5 3.9 4.2 4.7 4.3 4.3 3.8 mm / hari (17) = (14)-(15)+(16)

18 Evapotranspiration Ep 114.1 107.6 117.4 112.0 108.6 105.7 120.0 130.6 140.0 132.8 127.9 118.8 mm / bulan (18) = (17)x(…hari/bulan)

LIMITED EVAPOTRANSPIRATION

19 Exposed Surface m 20 20 20 20 20 20 30 40 50 50 40 30 % (19) = Tabel

20 ( m/20 )( 18-n )% E/Ep 1.3 0.1 2.9 5.2 10.1 12.9 19.65 31.2 39.5 31.5 10.6 1.8 % (20) = Rumus

21 (E/Ep)(Ep) E 1.5 0.1 3.4 5.8 11.0 13.6 23.6 40.7 55.3 41.8 13.6 2.1 0 mm / bulan (21) = (20)x(17)

22 ( Ep - E ) El 112.6 107.5 114.0 106.2 97.6 92.1 96.4 89.8 84.7 91.0 114.4 116.6 0 mm / bulan (22) = (18)-(21)

23 Limit Evapotranspiration El 3.6 3.8 3.7 3.5 3.1 3.1 3.1 2.9 2.8 2.9 3.8 3.8 mm / hari (23) = (22)/(…hari/bulan)

KeteranganOkt Nop Des TahunanJun Jul Agus SepPeb Mart Aprl MeiNo. Uraian Kode Jan

Pela

tihan A

hli S

uperv

isi K

onstru

ksi J

arin

gan Irig

asi

Perh

itungan D

esain

Irigasi

2-5

24 ( P - El ) 223 204 155 154 47 3 -26 -58 -65 -11 105 220 0 mm / bulan (24) = (1)-(22) yang hasilnya positip

25 Soil Storage -26 -58 -65 -11 105 125 mm / bulan (25) = (1)-(22) yang hasilnya Negatip

26 Soil Moisture 200 200 200 200 200 200 174 116 51 40 145 200 200 mm / bulan (26) = yang jenuh = 200 ; MK = 200 + (25)

27 Water Surplus 223 204 155 154 47 3 0 0 0 0 0 95 0 mm / bulan (27) = (24)-(25)

RUN OFF AND GROUND WATER

28 Infiltration I 89 81 62 62 19 1 0 0 0 0 0 38 mm / bulan (28) = 0.4 x (27)

29 1/2 ( 1 + k ) I 67 61 46 46 14 1 0 0 0 0 0 29 mm / bulan (29) = Rumus

30 k ( Vn-1 ) 20 43 52 49 48 31 16 8 4 2 1 0 mm / bulan (30)n = (11) x (31)n-1; (30)1= 0

31 Storage Volume Vn 87 104 99 96 62 32 16 8 4 2 1 29 mm / bulan kemudian = (11) x (31)12 (1=Jan; 12=Des)

32 ( - Vn-1 + Vn ) Vm 58 18 -6 -3 -34 -30 -16 -8 -4 -2 -1 28 mm / bulan (31) = (29)+(30)

33 Base Flow = ( i - Vm ) 32 64 68 65 52 31 16 8 4 2 1 10 mm / bulan (32)n = (31)n - (31)n-1

34 Direct Run Off 134 122 93 92 28 2 0 0 0 0 0 57 mm / bulan (33) = (28)-(32)

35 Run off 166 186 161 157 81 33 16 8 4 2 1 67 mm / bulan (34) = (27)-(28)

(35) = (33)+(34)

STORM RUN OFF

36 Storm Run Off 4 2 1 4 0 0 0 mm / bulan (36) = 0.05 x (10) -- MK ; 0 -- MH

37 Soil Moisture 170.1 114.2 50.1 36.1 144.8 200 200 mm / bulan (37) = (26)-(36)n-(36)n+1

38 Water Surplus 223 204 155 154 47 3 0 0 0 0 0 95 0 mm / bulan (38) = 27

39 Base Flow 32 64 68 65 52 31 16 8 4 2 1 10 0 mm / bulan (39) = 33

40 Direct Run off 134 122 93 92 28 2 4 2 1 4 0 57 0 mm / bulan (40) = (34)+(36)

41 Run off q 166 186 161 157 81 33 19 10 5 6 1 67 0 mm / bulan (41) = (39)+(40)

42 Debit Q 0.127 0.158 0.123 0.124 0.062 0.026 0.015 0.007 0.004 0.005 0.001 0.051 m3 / dt (42) = (41)*A*1000000/1000*30*24*60*60

43 Volume V 339665 381031 329473 321923 165895 67695 39829 19607 10214 12282 2041 137874 m3 (43) = (42) * 30*24*60*60

44 Komulatif KV 339665 720696 1050169 1372091 1537986 1605681 1645510 1665118 1675331 1687613 1689654 1827527 m3 (44)n+1 = (44)n+(43)n+1

= A = luas Catchment ( km2 ) = 2.05 km2

No. Uraian Kode Jan Peb Mart Aprl Mei Jun Jul Agus Sep KeteranganOkt Nop Des Tahunan

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 6

2.2 Perhitungan Kebutuhan Air

2.2.1 Pendahuluan

Perhitungan kebutuhan air untuk tanaman (Water Requirement) untuk daerah

irigasi Langkeme ini didasarkan pada suatu kriteria keseimbangan air pada petak

sawah, dimana faktor-faktor iklim diperhitungkan dengan rumus-rumus empiris

yang telah biasa digunakan. Titik tolak perhitungan banyaknya air yang dibutuhkan

terhadap macam tanaman telah ditentukan adalah padi karena merupakan bahan

makanan pokok di negara kita, yaitu padi rendengan yang biasa ditanam pada

musim hujan dan padi gadu pada musim kemarau.

Data klimatologi diambil dari data iklim di Indonesia (Lembaga Meteorologi dan

Geofisika) dari tahun 1971 sampai dengan tahun 1975.

Stasiun klimatologi yang dianggap representatif untuk daerah pengairan ini adalah

stasiun PG Bone (lokasi 05° 43’ S) ketinggian 24 m.

Yang selanjutnya merupakan dasar perhitungan Evapotranspiration dimana

dipergunakan Cara Hargreaves. Data-data curah hujan diambil dari Regen

Waarnemingen in Nederlandsch Indie dengan periode pengamatan dari tahun

1919 sampai dengan 1941 untuk stasiun-stasiun hujan Watan Sopeng (407) dan

Sumpang Binangae (408).

Perhitungan curah hujan effektif pada daerah irigasi yang akan mempengaruhi

perhitungan requirement dipergunakan data-data curah hujan stasiun hujan Watan

Sopeng dan Sumpang Binangae.

2.2.2 Evaporation

2.2.2.1 Data-data

Data yang digunakan untuk menghitung evaporation yaitu : koordinat di daerah

irigasi relative humidity temperatur udara kecepatan angin, duration of sunshine

dan elevation rata-rata di daerah irigasi.

Data tersebut didapat dari station meteorologi daerah PG. Bone.

a). Koordinat di Daerah Irigasi

Dari top cart didapat bahwa koordinat di daerah irigasi Langkeme lebih kurang

pada 4° 30’S.

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 7

b). Relative Humidity (H)

Data relative humidity diambil dari stasiun meteorologi PG Bone dengan

koordinat 05° 43’S dan dengan ketinggian lebih dari 24 m.

Tabel 2.3 Kelembaban udara stasiun meteorologi PG Bone

Bulan

Tahun

1971 - - - - - - - 79 81 80 82 80

1972 82 80 78 81 - 79 77 76 73 72 72 77

1973 81 81 82 82 83 - 83 83 82 79 81 -

1974 77 77 77 83 82 81 82 80 79 79 80 80

1975 80 79 80 84 84 85 82 85 77 83 81 80

Rata-rata

2 3 4

Rata-rata Kelembaban Udara dalam %

9 10 11 125 6 7 81

c). Temperatur Udara (T)

Tabel 2.4 Temperatur udara (T) stasiun meteorologi PG Bone

Bulan

Tahun

1971 - - - - - - - 25,7 26,1 26,5 26,2 26,4

1972 25,5 26,2 26,4 26,4 - 26,2 25,5 25,2 25,6 26,8 28,0 27,4

1973 26,8 27,0 26,7 27,3 26,9 - 25,7 25,9 26,2 27,1 26,6 -

1974 26,5 26,7 26,5 26,5 26,8 26,1 25,7 26,0 26,9 27,5 26,7 26,4

1975 26,4 26,6 24,4 26,4 26,1 25,4 25,7 26,1 27,2 27,3 26,6 26,3

Rata-rata

Temperatur Udara Rata-rata dalam 0C

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

d). Kecepatan Angin (w)

Tabel 2.5 Kecepatan angin (w) stasiun meteorologi PG Bone

Bulan

Tahun

1971 - - - - - - - 58 45 41 34 46

1972 172 82 128 188 - 95 40 54 3 - 31 178

1973 26 - - - - - 52 - 55 85 50 -

1974 30 50 33 32 51 54 48 70 68 71 52 44

1975 48 39 40 67 49 43 62 76 77 70 57 -

Rata-rata

Kecepatan Angin Rata-rata dalam Knot

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 8

e). Duration of Sunshine (S)

Tabel 2.6 Duration of Sunshine (S) stasiun meteorologi PG Bone

Bulan

Tahun

1971 - - - - - - - 58 45 41 34 46

1972 172 82 128 188 - 95 40 54 3 - 31 178

1973 26 - - - - - 52 - 55 85 50 -

1974 30 50 33 32 51 54 48 70 68 71 52 44

1975 48 39 40 67 49 43 62 76 77 70 57 -

Rata-rata

Rata-rata Penyinaran Matahari dalam %

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

f). Elevation Rata-rata di Daerah Irigasi

Elevasi daerah yang akan diairi lebih dari 108.

2.2.2.2 Perhitungan Evaporation (Prosedure)

Untuk menghitung evaporation di DI Langkeme dipakai suatu perhitungan

perkiraan dengan metode Hargreaves. Dalam hal ini yang perlu dihitung adalah ;

a). Monthly Day Time Factor (D)

Daerah Irigasi Langkeme terletak pada lintang 4° 30”S. Dengan interpolasi

akan didapat D. Hasil adalah sebagai berikut ;

Tabel 2.7 Monthly Day Time Factor (D) di Langkeme

Month 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

0 1,02 1,02 1,02 0,99 1,02 0,99 1,02 1,02 0,99 1,02 0,99 1,02

4030

'1,04 0,93 1,02 0,98 1,00 0,96 1,00 1,01 0,98 1,03 1,01 1,04

5030

'1,04 0,93 1,02 0,98 1,00 0,96 1,00 1,01 0,98 1,03 1,01 1,04

b). Relative Humidity Factor (FH)

Telah didapatkan relative humidity rata-rata (Hm) dari data yang telah

dicantumkan diatas. Untuk menghitung FH diperlukan rumus sebagai berikut ;

Hn = 0.4 Hm + 0,6 Hm2

FH = 0.59 – 0.55 Hn2

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 9

Hasilnya adalah sebagai berikut ;

Tabel 2.8 Relative Humidity Factor (FH) di Langkeme

Month 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Hm 0,80 0,79 0,79 0,83 0,83 0,82 0,81 0,81 0,78 0,79 0,79 0,79

Hn 0,70 0,69 0,69 0,75 0,75 0,73 0,72 0,72 0,68 0,69 0,69 0,69

FH 0,321 0,328 0,328 0,281 0,281 0,297 0,305 0,305 0,336 0,328 0,328 0,328

c). Mean Monthly Temperatur (TC)

Dari data temperatur bulanan rata-rata (TC) selama 5 tahun telah tercantum di

atas, didapatkan temperatur rata-rata. Hasilnya adalah sebagai berikut ;

Tabel 2.9 Mean Monthly Temperatur (TC) di Langkeme

Month 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

TC 26,3 26,6 26,5 26,7 26,6 25,9 25,6 25,8 26,4 27,0 26,8 26,0

d). Nd Velocity Factor (FW)

Untuk mendapatkan FW dipakai rumus FW = 0.75 + 0.125. m2kHW

sedangkan W kH2m = kecepatan angin pada ketinggian dua meter dari

permukaan tanah dalam km/jam. Bila letak alat pengukuran kecepatan angin

diketahui maka W kH2m = C x W kH sedangkan C = hlog

6.6log

h = tinggi letak alat dari permukaan tanah dalam feet. Dalam hal ini h = 24 m.

Catatan ; bila letak alat tidak diketahui maka untuk keamanan dianggap h =

0,50 m. Biasanya data dalam knot (Wk) atau meter/ detik (WMs) sehingga

didapatkan ;

WkH = 3,6 W MS = 85.1

1 Wk

Maka didapatkan hasil sebagai berikut ;

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 10

Tabel 2.10 Nd Velocity Factor (FW)

Month 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Wk 6 6 6 5 4 6 6 8 8 7 6 7

Wkh 3,24 3,24 3,24 2,7 2,16 3,24 3,24 4,32 4,32 3,78 3,24 3,78

C 0,432 0,432 0,432 0,432 0,432 0,432 0,432 0,432 0,432 0,432 0,432 0,432

Wkh 2m 1,399 1,399 1,399 1,166 0,933 1,399 1,399 1,866 1,866 1,633 1,399 1,633

Fw 0,898 0,898 0,898 0,885 0,871 0,898 0,898 0,921 0,921 0,909 0,898 0,909

e). Duration of Sunshine Factor (Fs)

Untuk mendapatkan Fs dipakai rumus Fs = 0.478 + 0.58 s. Dimana S adalah

duration of sunshine yang datanya telah dicantumkan diatas. Dengan

menggunakan rumus tersebut didapatkan hasil sebagai berikut ;

Tabel 2.11 Duration of Sunshine Factor (Fs)

Month 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

S 69,00 57 67 96 50 64 51 65 50 67 45 89

Fs 0,878 0,809 0,867 1,035 0,768 0,849 0,774 0,855 0,769 0,867 0,739 0,995

f). Elevation Factor (Fe)

Untuk mendapatkan Fe dipakai rumus Fe = 0.950 + 0.0001 E, dimana E =

elevation rata-rata dari daerah irigasi yang datanya telah dicantumkan diatas

yaitu lebih dari 108. Dengan menggunakan rumus tersebut didapatkan hasil

sebagai berikut ; Fe = 0.961

g). Clas A Pan Evaporation (Ev)

Untuk mendapatkan Ev dipakai rumus sebagai berikut ;

E v = 17.4 x D X TC x FH x FW x FS x FE

Dengan menggunakan rumus tersebut didapatkan hasil sebagai berikut ;

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 11

Tabel 2.12 Calculation of Evaporation (Ev )

E v = 17.4 x D X TC x FH x FW x FS x FE

Unit Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sept

1 D - 1,03 1,01 1,04 1,04 0,93 1,02 0,98 1 0,96 1 1,01 0,98

2 Tc0C 27 26,8 26,6 26,3 26,6 26,5 26,7 26,6 25,9 25,6 25,8 26,4

3 FH 0,328 0,328 0,328 0,321 0,328 0,328 0,281 0,297 0,297 0,305 0,336 0,328

4 Fw 0,909 0,898 0,909 0,898 0,898 0,898 0,885 0,871 0,898 0,898 0,921 0,921

5 Fs 0,867 0,739 0,995 0,878 0,809 0,867 1,035 0,769 0,849 0,774 0,855 0,768

6 FE 0,961 0,961 0,961 0,961 0,961 0,961 0,961 0,961 0,961 0,961 0,961 0,961

7 EV mm 120,21 88,52 137,23 115,75 98,57 115,42 112,62 83,61 94,14 90,75 115,29 100,37

2.2.3 Water Requirement

2.2.3.1 Data-Data

Data-data yang digunakan untuk menghitung kebutuhan air yaitu ;

• Hasil perhitungan evaporation

• Hujan bulanan

• Crop consumptive use factor

• Percolation

• Puddling water requirement

• Irrigation efficiency

a). Hasil Perhitungan Evaporation

Evaporation telah didapat dengan menggunakan rumus ;

E v = 17.4 x D X TC x FH x FW x FS x FE

Tabel 2.13 Hasil perhitungan evaporasi

Month 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

EV 115,75 98,57 115,42 112,62 83,61 94,14 90,75 115,29 100,37 120,21 98,52 137,23

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 12

b). Hujan Bulanan

Data hujan bulanan diambil dari stasiun hujan Watan Sopeng (407) dan

Simpang Binange (408). Data tersebut adalah sebagai berikut ;

Tabel 2.14 Curah hujan bulanan Stasiun Watan Sopeng (407)

Elevasi : + 120

Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Total Max

1919 79 207 249 198 207 147 88 12 6 7 114 134 1448

1920 157 75 343 596 146 367 54 35 121 202 194 185 2475

1921 73 189 139 205 171 267 136 111 6 348 145 31 1821

1922 76 81 93 85 300 211 251 0 94 74 248 179 1692

1923 260 145 18 284 212 105 225 0 18 6 173 205 1651

1924 98 129 170 402 330 383 41 71 233 217 191 194 2459

1925 131 250 46 429 670 222 18 6 18 0 99 178 2067

1926 179 262 125 160 141 80 19 50 15 33 66 119 1249

1927 381 162 188 245 226 353 62 40 52 75 85 150 2019

1928 142 23 97 175 150 184 36 45 22 60 143 30 1107

1929 388 28 104 316 164 61 164 15 0 0 245 129 1614

1930 86 162 418 390 234 74 0 0 0 74 60 125 1623

1931 91 154 192 195 419 233 239 45 80 117 131 177 2073

1932 229 71 184 222 248 353 169 48 5 140 80 191 1940

1933 187 201 80 229 303 167 146 229 94 196 60 72 1964

1934 358 192 140 212 243 450 254 66 22 109 144 116 2306

1935 107 224 427 251 406 220 81 27 1 161 251 133 2289

1936 111 50 132 308 243 293 124 115 14 47 110 106 1653

1937 151 152 158 330 276 310 191 46 96 26 49 194 1979

1938 495 163 311 211 448 191 200 138 84 52 339 246 2878

1939 199 601 116 192 284 205 161 74 36 20 99 61 2048

1940 272 213 109 179 492 149 12 20 0 35 125 127 1733

1941 93 135 205 240 246 188 15 0 0 34 316 243 1715

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 13

Tabel 2.15 Curah hujan bulanan Stasiun Sumpang Binange (408)

Elevasi : + 2

Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Total Max

1919 414 361 147 384 81 15 67 0 4 20 175 385 2053

1920 590 294 231 87 29 77 105 170 99 95 489 508 2774

1921 337 594 811 85 29 39 17 0 86 244 165 625 3032

1922 404 352 391 81 166 125 40 0 42 72 92 1044 2809

1923 585 565 192 95 199 26 137 0 0 89 58 442 2388

1924 280 625 477 313 212 57 29 58 39 350 264 743 3447

1925 243 660 226 308 84 106 41 0 17 0 67 339 2091

1926 573 404 75 116 45 17 0 3 14 2 39 713 2001

1927 560 285 510 192 188 228 4 0 6 87 231 244 2535

1928 235 394 586 111 89 77 7 19 76 33 288 768 2683

1929 692 225 488 171 46 8 76 0 3 28 139 491 2367

1930 324 231 143 347 75 35 0 1 0 30 120 709 2015

1931 102 237 94 323 177 9 53 4 22 262 177 357 1817

1932 398 365 330 344 209 26 16 2 17 77 233 651 2668

1933 301 446 216 289 145 122 6 7 8 66 452 327 2385

1934 635 358 393 188 254 74 72 39 5 49 337 279 2683

1935 272 146 848 209 113 13 4 0 0 132 106 156 1999

1936 873 69 263 248 46 202 27 81 0 54 132 302 2297

1937 207 135 120 96 33 66 0 6 8 18 53 314 1056

1938 667 133 338 44 121 138 67 14 15 21 338 302 2198

1939 254 243 198 6 0 35 49 21 0 9 32 137 984

1940 315 252 80 101 404 9 0 0 0 0 306 360 1827

1941 323 150 210 91 287 120 1 0 0 0 332 401 1915

c). Crop Consumption Use Factor

Besar coefficient ini ditentukan oleh banyak faktor antara lain ;

• Jenis tanah persawahan

• Macam bibit padi

• Macam metode untuk perhitungan evapotranspiration

Untuk standar perhitungan dibawah ini kami cantumkan crop consumption use

coefficients by percent of growing season dari jenis tanaman padi.

Tabel 2.16 Koefesien dari tanaman padi

% 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

k 0,80 0,95 1,05 1,15 1,20 1,30 1,30 1,20 1,10 0,90 0,50

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 14

d). Percolation

Maksud percolation yaitu proses penjenuhan subsurfase, sebaiknya angka ini

ditentukan dengan cara mengadakan pengukuran di lapangan.

Angka perkolasi ini dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu jenis tanahnya,

keadaan topografi sawah dan sebagainya. Mengingat hasil pengukuran

dilapangan seperti dimaksudkan diatas belum ada, maka penetapan angka

perkolasi tersebut pada saat ini hanya dengan cara perkiraan saja. Banyak

cara untuk memperkirakan tersebut dan salah satu cara tersebut yaitu dengan

mengambil angka-angka perkolasi harian sebagai berikut ;

Tabel 2.17 Angka-angka perkolasi harian

Bulan ke Percolation

1

2

3

4

6 mm/hari

5 mm/hari

4 mm/hari

2 mm/hari

e). Puddling Water Requirement (Pra Irigasi)

Maksud pemberian air pada tanaman padi dengan nama pra irigasi ini yaitu

untuk ;

• Pawinihan

• Meninggikan muka air tanah

• Melunakan tanah dipermukaan untuk mempermudah pengerjaannya

• Mengusir tikus dari lubang-lubang

• Dan lain sebagainya

Banyak faktor yang mempengaruhi angka pra irigasi ini yaitu antara lain jenis

tanahnya dan sebagainya. Untuk keperluan report ini angka tersebut

diperkirakan saja sebesar 52,5 mm untuk bulan pertama dan 127,5 untuk

bulan kedua. Bulan-bulan selanjutnya pra irigasi ini tidak diperlukan.

f). Irrigation Efficiency

Karena adanya kehilangan air pada saat air bergerak menuju ke sawah

(conveyance loss) dan saat air berada di sawah (conveyance loss) maka perlu

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 15

faktor yang memperhitungkan hal ini. Diperkirakan besarnya losses tersebut

adalah sebagai berikut ;

• Conveyance losses pada saluran induk 10%

• Conveyance losses pada lain-lain saluran serta field losses 20%

Maka besarnya irrigation efficiency 90% x 80% = 72 %.

2.2.3.2 Perhitungan Water Requirement (Prosedure)

Untuk menghitung kebutuhan air dari daerah irigasi Langkeme yang perlu dihitung

adalah ;

a). Consumptive Use Factor after Hargreaves (Ev )

Lihat di 2.2.3.1 a)

b). Effective Rain Fall (FE)

Curah hujan efektif adalah curah hujan pada masa pertumbuhan tanaman

yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan air tanaman. Curah hujan

yang dipergunakan adalah curah hujan yang diukur di stasiun Watan Sopeng

(407) dan Simpang Binange (408) yang merupakan stasiun yang paling

berdekatan dengan daerah rencana irigasi ini.

Stasiun hujan tersebut dianggap cukup representatif untuk memperhitungkan

curah hujan efektif pada daerah rencana irigasi.

Cara yang dipergunakan untuk memperhitungkan curah hujan efektif ini adalah

dasar perhitungan R80 x R80 dapat dihitung dengan rumus (80% n –1) dimana

n = periode lamanya pengamantan. Hasilnya harga a = (80% n –1).

Ini berarti bahwa curah hujan efektif adalah curah hujan yang ke a dari yang

terbesar. Untuk ini n = 23 tahun dan a = (80% x 23 –1 ) = 17

Hasil analisa perhitungan adalah sebagai berikut ;

Tabel 2.18 Hasil analisa perhitungan curah hujan

Bulan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

407 98 129 109 198 212 167 41 15 6 33 99 119

408 280 231 192 95 46 26 4 0 0 20 106 314

Rata-rata 189 180 150 146 129 96 22 7 3 26 102 216

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 16

Tabel 2.19 Analisa perhitungan curah hujan bulanan Stasiun Watan Sopeng (407)

Elevasi : + 120

No. Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

1 495 601 427 596 670 450 285 229 233 348 339 246

2 388 262 418 429 492 383 254 138 121 217 316 243

3 381 250 343 402 448 367 251 115 96 202 251 205

4 358 224 311 390 419 353 239 111 94 196 248 194

5 272 213 249 330 406 353 200 74 94 161 245 194

6 260 207 205 316 330 310 191 71 84 140 194 191

7 229 201 192 308 303 293 169 66 80 117 191 185

8 199 192 188 251 300 267 164 50 52 109 173 179

9 187 189 184 245 284 233 161 48 36 75 145 178

10 179 163 170 240 276 222 146 46 22 74 144 177

11 157 162 158 229 248 220 136 45 22 74 143 150

12 151 162 140 224 246 211 124 45 18 60 131 134

13 142 154 139 222 243 205 88 40 18 52 125 133

14 131 152 132 212 243 191 81 35 15 47 114 129

15 111 145 125 211 234 188 62 27 14 35 110 127

16 107 135 116 205 226 184 54 20 6 34 99 125

17 98 129 109 198 212 167 41 15 6 33 99 119

18 93 81 104 195 207 149 36 12 5 26 85 116

19 91 75 97 192 171 147 19 6 1 20 80 106

20 86 71 93 179 164 105 18 0 0 7 66 72

21 79 50 80 175 150 80 15 0 0 6 60 61

22 76 28 46 160 146 74 12 0 0 0 60 31

23 73 23 18 85 141 61 0 0 0 0 49 30

Total 4343 3869 4044 5994 6559 5213 2746 1193 1017 2033 3467 3325

Rata-rata 189 168 176 261 285 227 119 52 44 88 151 145

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 17

Tabel 2.20 Analisa perhitungan curah hujan bulanan Stasiun Sumpang Binange (408)

Elevasi : + 2

Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

1 873 660 848 384 404 228 137 170 99 350 489 1044

2 692 625 811 347 284 202 105 81 86 262 452 768

3 667 594 586 344 254 138 76 58 76 244 338 743

4 635 565 510 323 212 125 72 39 42 132 337 713

5 590 446 488 313 209 122 67 21 39 95 332 709

6 585 404 477 308 199 120 67 19 22 89 306 651

7 573 394 393 289 188 106 53 14 17 87 288 625

8 560 365 391 248 177 77 49 7 17 77 264 508

9 414 361 338 209 166 77 41 6 15 72 233 491

10 404 358 330 192 145 74 40 4 14 66 231 442

11 398 352 263 188 121 66 29 3 8 54 177 401

12 337 294 231 171 113 57 27 2 8 49 175 385

13 324 285 226 116 89 39 17 1 6 33 165 360

14 323 252 216 111 84 35 16 0 5 30 139 357

15 315 243 213 101 81 35 7 0 4 28 132 339

16 301 237 198 96 75 26 6 0 3 21 120 327

17 280 231 192 95 46 26 4 0 0 20 106 314

18 272 225 147 91 46 17 4 0 0 18 92 302

19 254 150 143 87 45 15 1 0 0 9 67 302

20 243 146 120 85 33 13 0 0 0 2 58 279

21 235 135 94 81 29 9 0 0 0 0 53 244

22 207 133 80 44 29 9 0 0 0 0 39 156

23 102 69 75 6 0 8 0 0 0 0 32 137

Total 9584 7524 7370 4229 3029 1624 818 425 461 1738 4625 10597

Rata-rata 417 327 320 184 132 71 36 18 20 76 201 461

c). Monthly Consumptive use Factor (k)

k didapat dengan membuat grafik dari tabel 2.16 yang telah dicantumkan pada

2.2.3.1 c). Umur padi yang ditanam di daerah Langkeme adalah ;

• Padi rendengan ( 135 – 30 ) hari

• Padi gadu (165 + 30) hari

Dengan jalan mengeplot pada grafik maka didapatkan harga K bulanan.

d). Consumptive use by Crop (Et)

Et = k. Ev

e). Percolation

Lihat 2.2.3.1 d)

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 18

f). Water Requirement by Crop

Water requirement by crop = consumptive use by crop + percolation

g). Puddling Water Requirement

Lihat 2.2.3.1 e)

h). Field Delivery Requirement

Field delivery requirement = water requirement by crop + puddling water

requirement – effective rain fall.

i). Irrigation Efficiency

Seperti telah dijelaskan pada 2.2.3.1 f) maka irrigation efficiency = 72 %.

j). Alternative

Mulai tanam sebaiknya dijatuhkan pada saat mulainya musim hujan.

Berdasarkan angka-angka hujan bulanan dan hari hujan dapatlah disimpulkan

bahwa musim hujan jatuh pada bulan Nopember. Selanjutnya dengan angka-

angka seperti tertera pada point 2.2.3.2 a) s/d 2.2.3.2 i) berikut ini dihitung

besarnya water requirement (kebutuhan air) untuk empat alternatif mulai

tanam ;

• Alternatif 1 ; mulai tanam bulan Nopember dan Mei (Tabel 2.20)

• Alternatif 2 ; mulai tanam bulan Desember dan Juni (Tabel 2.21)

• Alternatif 3 ; mulai tanam bulan Januari dan Juli (Tabel 2.22)

• Alternatif 4 ; mulai tanam bulan Desember dan Mei (Tabel 2.23)

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 19

Ta

be

l 2

.21

R

enca

na

Ta

ta T

ana

m (

Alte

rna

tif

1)

NO

.IT

EM

UN

ITO

CT

NO

VD

EC

JA

NF

EB

MA

RA

PR

MA

YJ

UN

JU

LA

UG

SE

P

2.

Eff

ective

Rain

fall

mm

26

102

216

189

180

150

146

129

96

22

73

5.

Pe

rco

latio

nm

m0

180

155

124

58

00

78

150

124

62

0

7.

Pu

dd

ling w

ate

r re

qu

ire

me

nt

mm

52.5

127.5

00

00

52.5

127.5

00

0

9.

Ditto

l/d

/ha

0.4

98

1,1

88

0.4

04

0.3

16

00

00.6

02

0.6

31

0.8

14

0.7

24

0.3

17

10.

1.1

91.3

1.2

20.8

6

0.4

40

0.9

1.0

91.2

41.3

1.2

40.9

90.7

31.0

3

0.8

36

0.8

76

1.1

31

1.0

06

0.4

39

00

0l/d

/ha

0.6

92

1.6

50

0.5

61

166.0

3219.9

8195.6

583.3

18

86.3

2

mm

134.6

9312.8

9109.1

785.4

75

0.2

268

00

162.6

2

164.1

2262.0

3241.9

8202.6

5274.4

8180.2

3114.2

782.2

1m

m108.1

9287.3

9325.1

7

112.0

3117.9

8140.6

586.3

18

100.3

7

mm

108.1

9107.3

9170.1

7150.4

8122.2

3114.2

782.2

13

86.1

18

83.6

194.1

490.7

5115.2

9115.7

598.5

7115.4

2112.6

2m

m120.2

198.5

2137.2

3

Fie

ld d

eliv

ery

re

qu

ire

me

nt

(6)

+ (

7)

- (2

)

I. CONDI

TIONS

II. CROPPING

PATTERN

Div

ers

ion r

equ

ire

me

nt

(9)

: 0

,72

)

III. WATER REQUIREMENT

1.

3.

4.

6.

8.

Co

nsu

mp

tive

use

fa

cto

r a

fte

r

harg

rea

ve

s

Mon

thly

cro

p c

onsu

mp

tive

use

fa

cto

r

Co

nsu

mp

tive

use

by c

rop

(1)

x (

3)

Wa

ter

Re

qu

ire

me

nt

by c

rop

(4)

+ (

5)

RE

ND

EN

G (

165

)G

AD

U (

135

)

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 20

Ta

be

l 2

.22

R

enca

na

Ta

ta T

ana

m (

Alte

rna

tif

2)

NO

.IT

EM

UN

ITO

CT

NO

VD

EC

JA

NF

EB

MA

RA

PR

MA

YJ

UN

JU

LA

UG

SE

P

2.

Eff

ective

Rain

fall

mm

26

102

216

189

180

150

146

129

96

22

73

5.

Pe

rco

latio

nm

m0

0186

155

116

62

00

72

155

124

60

7.

Pu

dd

ling w

ate

r re

qu

ire

me

nt

mm

052.5

127.5

00

00

052.5

127.5

00

9.

l/d

/ha

0.2

90.1

50.9

10.4

10.2

50.2

00

0.7

60.8

90.9

90.6

8

1.0

56

1.2

36

1.3

75

0.9

44

0.3

47

0.2

78

00

368.4

9266.8

8179.4

5

10.

Div

ers

ion r

equ

ire

me

nt

(9)

: 0

,72

)l/d

/ha

0.4

03

0.2

08

1.2

64

0.5

69

55.1

20

0125.4

6

273.8

8182.4

5

8.

Fie

ld d

eliv

ery

re

qu

ire

me

nt

(6)

+ (

7)

- (2

)m

m77.3

839.1

7247.0

8109.5

364.1

4

111.4

961.0

4168.9

6262.9

9

122.4

5

6.

Wa

ter

Re

qu

ire

me

nt

by c

rop

(4)

+ (

5)

mm

103.3

888.6

7335.5

8298.5

3244.1

4205.1

2

61.0

496.9

6107.9

9149.8

8143.5

3128.1

4143.1

2111.4

9

1.1

91.3

1.2

2

III. WATER REQUIREMENT

4.

Co

nsu

mp

tive

use

by c

rop

(1

)

x (

3)

mm

103.3

888.6

7149.5

8

1.2

40.9

90.7

31.0

3

100.3

7

II. CROPPING

PATTERN

3.

Mon

thly

cro

p c

onsu

mp

tive

use

fa

cto

r0.8

60.9

1.0

91.2

41.3

83.6

194.1

490.7

5115.2

9115.7

598.5

7115.4

2112.6

2m

m120.2

198.5

2137.2

3

I. CONDI

TIONS

1.

Co

nsu

mp

tive

use

fa

cto

r a

fte

r

harg

rea

ve

s

RE

ND

EN

G (

165

)G

AD

U (

135

)

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 21

Ta

be

l 2

.23

R

enca

na

Ta

ta T

ana

m (

Alte

rna

tif

3)

NO

.IT

EM

UN

ITO

CT

NO

VD

EC

JA

NF

EB

MA

RA

PR

MA

YJ

UN

JU

LA

UG

SE

P

2.

Eff

ective

Rain

fall

mm

26

102

216

189

180

150

146

129

96

22

73

5.

Pe

rco

latio

nm

m62

00

186

145

124

60

00

72

155

120

7.

Pu

dd

ling w

ate

r re

qu

ire

me

nt

mm

00

52.5

127.5

00

00

52.5

127.5

00

9.

Ditto

l/d

/ha

0.6

67

00

0.9

27

0.3

36

0.4

59

0.1

91

00.1

14

0.9

99

1.0

85

0.9

4

1.3

88

1.5

07

1.3

06

0.6

38

0.2

65

00.1

58

00

1.2

88

0.4

67

10.

Div

ers

ion r

equ

ire

me

nt

(9)

: 0

,72

)l/d

/ha

0.9

26

29.9

3270.0

7293.2

7247.4

886.2

4124.0

550.2

70

180.2

50

0250.6

7

73.4

3164.5

7300.2

7250.4

8266.2

4274.0

5196.2

788.6

3206.2

586.7

0123.5

1312.1

7

73.4

392.5

7145.2

7130.4

8121.2

4150.0

5136.2

788.6

3144.2

586.7

0123.5

1126.1

7

III. WATER REQUIREMENT

4.

Co

nsu

mp

tive

use

by c

rop

(1)

x (

3)

mm

6.

Wa

ter

Re

qu

ire

me

nt

by c

rop

(4)

+ (

5)

mm

8.

Fie

ld d

eliv

ery

re

qu

ire

me

nt

(6)

+ (

7)

- (2

)m

m

0.7

81.0

21.2

61.3

1.2

31.3

1.2

11.0

61.2

0.8

80.9

1.0

9

II. CROPPING

PATTERN

3.

Mon

thly

cro

p c

onsu

mp

tive

use

fa

cto

r

94.1

490.7

5115.2

9100.3

798.5

7115.4

2112.6

283.6

1120.2

198.5

2137.2

3115.7

5

I. CONDI

TIONS

1.

Co

nsu

mp

tive

use

fa

cto

r a

fte

r

harg

rea

ve

sm

m

RE

ND

EN

G (

165

)G

AD

U (

135

)

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 22

Ta

be

l 2

.24

R

enca

na

Ta

ta T

ana

m (

Alte

rna

tif

4)

NO

.IT

EM

UN

ITO

CT

NO

VD

EC

JA

NF

EB

MA

RA

PR

MA

YJ

UN

JU

LA

UG

SE

P

2.

Eff

ective

Rain

fall

mm

26

102

216

189

180

150

146

129

96

22

73

5.

Pe

rco

latio

nm

m0

0186

155

116

62

078

150

124

62

0

7.

Pu

dd

ling w

ate

r re

qu

ire

me

nt

mm

052.5

127.5

00

052.5

127.5

00

00

9.

Ditto

l/d

/ha

00.1

60.9

30.4

20.2

40.1

30

0.6

0.6

30.8

10.7

20.3

2

0.8

81.1

31.0

00.4

4

219.9

8195.6

583.3

2

241.9

886.3

2

00.8

3

0162.6

2166.0

3

202.6

5164.1

2262.0

3

10.

Div

ers

ion r

equ

ire

me

nt

(9)

: 0

,72

)l/d

/ha

00.2

21.2

90.5

8

35.5

0

0.3

30.1

8

42.1

2252.5

7114.1

662.1

7

185.5

0

8.

Fie

ld d

eliv

ery

re

qu

ire

me

nt

(6)

+ (

7)

- (2

)m

m0

81.0

9

86.3

2

6.

Wa

ter

Re

qu

ire

me

nt

by c

rop

(4)

+ (

5)

mm

091.6

2341.0

7303.1

6242.1

7

140.6

5148.1

6126.1

7123.5

081.0

986.1

2112.0

3117.9

8

1.3

1.2

20.8

6

III. WATER REQUIREMENT

4.

Co

nsu

mp

tive

use

by c

rop

(1)

x (

3)

mm

091.6

2155.0

7

1.0

70.7

21.0

31.1

9

100.3

7

II. CROPPING

PATTERN

3.

Mon

thly

cro

p c

onsu

mp

tive

use

fa

cto

r0

0.9

31.1

31.2

81.2

8

83.6

194.1

490.7

5115.2

9115.7

598.5

7115.4

2112.6

2

I. CONDI

TIONS

1.

Co

nsu

mp

tive

use

fa

cto

r a

fte

r

harg

rea

ve

sm

m120.2

198.5

2137.2

3

RE

ND

EN

G (

135

)G

AD

U

(1

35

)

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 23

2.3 Water Balance (Keseimbangan Air)

Water balance atau keseimbangan air yang dimaksudkan adalah keseimbangan

antara ketersediaan air dan kebutuhan air. Bila telah diketahui ketersediaan air

(m3/dt) dan kebutuhan air irigasi (liter/det/ha) maka dengan keseimbangan air ini

didapat luas yang dapat diairi.

Luas areal sawah yang didapat diairi bergantung pada jumlah debit yang tersedia

pada sumber dan kebutuhan air untuk tanaman (Irr). Secara umum dapat ditulis ;

80.0Irrx

QA

dimana ;

A = luas areal yang dapat diairi

Q = debit sungai

Irr = kebutuhan air untuk tanaman

0,8 = koefisien

Seperti telah diperkirakan dalam perhitungan water requirement, bahwa Irr dihitung

dengan cara cropping calender yaitu menggeser-geser waktu permulaan menanam

padi.

Juga Irr ini didasarkan pada perhitungan evapotranspiration yang dalam hal ini

dipergunakan Metode Hargeaves. Perhitungan luas areal sawah yang dapat diairi

dalam metode tersebut untuk setiap variasi dari cropping calender dapat dilihat pada

halaman berikutnya.

Kesimpulan yang dapat diambil dari perhitungan water requirement adalah sebagai

berikut ; Dari hasil perhitungan water requirement, water availability yang

selanjutnya dapat dihitung luas areal sawah yang dapat diairi untuk setiap alternatif

sesuai dengan mulai tanamnya, dapat diambil kesimpulan bahwa cropping calender

I yaitu mulai tanam padi rendengan pada bulan Nopember memberikan areal paling

kecil, yaitu luas areal yang dapat diairi pada musim hujan 3129 ha musim kemarau

1553 ha. Jumlah air yang dibutuhkan yang akan digunakan dalam memperkirakan

kebutuhan air normal dari daerah irigasi Langkeme ini adalah sebagai berikut ;

a). Musim kemarau : 0 – 1.130 l/dt/ha

b). Musim hujan : 0 – 1,650 l/dt/ha

Dapat ditambahkan bahwa tidak terdapatnya jumlah air yang dibutuhkan pada bulan

Februari, Maret dan April yang juga mengakibatkan tidak diketahui Irr dan A pada

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 24

bulan tersebut, dipertimbangkan tidak terlalu menentukan perhitungan untuk hal-hal

yang pokok. Karena dapat dilihat bahwa pada bulan-bulan tersebut curah hujan

efektifnya adalah 180, 150 – 146 mm yang relatif besar sehingga Irr pada bulan-

bulan tersebut tentu saja akan mengecil. Juga debit sungai yang tersedia adalah

5.96 m3/det, 5.67 m3/det dan 5,21 m3/det berturut-turut yang merupakan debit bulan-

bulan yang besar.

Oleh karena itu perhitungan luas areal yang dapat diairi pada bulan-bulan tersebut

akan luas sekali. Jadi mengingat penetapan cropping calender yang menentukan

berdasarkan luas areal terkecil dari setiap musim pada setiap alternatif maka

ketiadaan hasil kebutuhan air tanaman pada bulan-bulan tersebut tidak terlalu

menentukan.

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 25

Tabel 2.2

5

Perh

itung

an luas a

real saw

ah y

ang

dapat

dia

iri

JA

NF

EB

MA

RA

PR

MA

YJ

UN

JU

LA

UG

SE

PO

CT

NO

VD

EC

m3/d

t6.9

25.9

65.6

75.2

14.7

63.5

2.0

61.2

50.7

81.8

74.1

36.9

2P

AD

I R

EN

DE

NG

AN

PA

DI

GA

DU

Cro

pp

ing

Irr

l/d

t/h

a0.4

39

00

00.8

36

0.8

76

1.1

31

1.0

06

0.4

40

0.6

92

1.6

50

0.5

61

Ca

lend

er

IA

Ha

19704

--

-7118

4994

2279

1553

2216

3383

3129

15419

3129

1553

Cro

pp

ing

Irr

l/d

t/h

a0.5

69

0.3

47

0.2

78

00

1.0

56

1.2

36

1.3

75

0.9

44

0.4

03

0.2

08

1.2

64

Ca

lend

er

IIA

Ha

15202

21470

25425

--

4143

2083

1136

1033

5800

24820

6843

6843

1033

Cro

pp

ing

Irr

l/d

t/h

a1.2

88

0.4

67

0.6

38

0.2

65

0.0

00

0.1

58

1.3

88

1.5

07

1.3

06

0.9

26

00

Ca

lend

er

III

AH

a6721

15953

11126

24575

-27690

1857

1030

747

2524

--

6721

747

-

Cro

pp

ing

Irr

l/d

t/h

a0.5

80.3

30.1

80

0.8

30.8

81.1

31.0

00.4

40

0.2

21

Ca

lend

er

IVA

Ha

14914

22576

39375

-5735

3977

2279

1563

2216

-23466

6705

6705

1563

LU

AS

AR

EA

L Y

AN

G D

AP

AT

DIA

IRI

(HA

)

DE

BIT

SU

NG

AI

BU

LA

N

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 26

2.4 Debit Rencana Saluran Irigasi Dan Pembuang

2.4.1 Debit Rencana Saluran Irigasi

Yang dimaksud dengan Debit Rencana Saluran irigasi adalah debit maksimum

yang direncanakan untuk melalui saluran kapasitas saluran = debit rencana

saluran = Q

Besarnya tergantung dari ;

• Luas daerah yang diairi = (A)

• Kebutuhan bersih air disawah = (NFR)

• Efisiensi (e)

• Koefisien pengurangan (c)

e

ANFRCQ

..

a). Luas daerah yang diairi adalah sama dengan 0.90 x luas hasil planimeter

dari petak tersier atau jumlah dari peta-petak tersier dengan satuan ha,

b). Kebutuhan bersih air di sawah = NFR adalah didapat dari perhitungan

kebutuhan air pada sub bab 2.2 dimana dipilih yang paling besar luasnya

pada bulan masa pengolahan lahan dengan satuan l/d/ha.

c). Efisiensi = e adalah angka akibat adanya kebocoran-kebocoran di saluran

dan bangunan

Untuk ;

• Tersier kebocoran (15 - 22,5) % et = (0.85 – 0.775)

• Sekunder kebocoran (7.5 - 12.5)% es = (0.925 – 0.875)

• Primer kebocoran (7.5 - 12.5)% ep = (0.925 – 0.875)

2

2 2

2

1

1

1

1 1

111

1

33

t

1e

A.NFR.CQ

st

2e.e

A.NFR.CQ

pst

3e.e.e

A.NFR.CQ

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 27

• Koefisien pengurangan = C adalah pengurangan debit akibat dari

perbedaan menanam. Waktu menanam ada bermacam ;

1) Cara serentak yaitu dimana waktu pengolahan tanah dikerjakan pada

waktu yang sama, ini baru bisa dilaksanakan bila tenaga penggarap

banyak atau dengan menggunakan traktor. Dalam hal ini koefisien

pengurangan C = 1 untuk saluran tersier calender maupun primer.

2) Cara Golongan yaitu dimana waktu pengolahan tanah atau waktu

tanam dilakukan secara teratur bergilir, biasanya berbeda waktu 0,5

bulan. Cara golongan ada 3 macam;

a) Golongan pada daerah irigasi

Saluran tersier C = 1

Saluran sekunder C = 1

Saluran Primer C < 1 C = 0,80

b) Golongan pada daerah sekunder

Saluran tersier C = 1

Saluran sekunder C < 1 C = 0,80

Saluran Primer C < 1 C = 0,80

c) Golongan pada daerah tersier

Saluran tersier C < 1 C = 0,80

Saluran sekunder C < 1 C = 0,80

Saluran Primer C < 1 C = 0,80

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 28

2.4.2 Debit Rencana Saluran Pembuang

a). Saluran Pembuang

Biasanya tanaman padi tumbuh dalam keadaan tergenang dan dengan

demikian, dapat bertahan dengan sedikit kelebihan air. Untuk varietas unggul,

tinggi air 10 cm dianggap cukup dengan tinggi muka air antara 5 sampai 15 cm

dapat diizinkan. Tinggi air yang lebih dari 15 cm harus dihindari, karena air

yang lebih tinggi untuk jangka waktu yang lama akan mengurangi hasil panen.

Varietas lokal unggul dan khususnya varietas lokal (biasa) kurang sensitif

terhadap tinggi air. Walaupun demikian, tinggi air yang melibihi 20 cm tetap

harus dihindari.

Kelebihan air di petak tersier dapat diakibatkan oleh hujan deras, limpahan

kelebihan air irigasi atau air buangan dari jaringan utama ke petak tersebut,

serta limpahan air irigasi akibat kebutuhan air irigasi yang berkurang di petak

tersier.

Besar kecilnya penurunan hasil panen yang diakibatkan oleh air yang

berlebihan bergantung kepada;

• Dalamnya kelebihan air

• Berapa lama genangan yang berlebihan itu berlangsung

• Tahap pertumbuhan tanaman

• Varietas padi

• Kekeruhan dan sedimen yang terkandung dalam genangan air

Tahap-tahap pertumbuhan padi yang paling peka terhadap banyaknya air yang

berlebihan adalah selama transplantasi (pemindahan bibit ke sawah),

persemian dan permulaan masa berbunga. Merosotnya hasil panen serta

tajam akan terjadi apabila dalamnya lapisan air di sawah melebihi separoh dari

tinggi tanaman padi selama tiga hari atau lebih. Jika tanaman padi tergenang

air seluruhnya jangka waktu lebih dari 3 hari, maka tidak akan ada panen. Jika

pada masa penanaman, kedalaman air melebihi 20 cm selama jangka waktu 3

hari atau lebih maka tidak ada panen.

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 29

b). Modulus Pembuang

Jumlah kelebihan air yang harus dibuang per satuan luas per satuan waktu

disebut modulus pembuang atau koefisien pembuang dan ini bergantung

pada;

• Curah hujan selama periode tertentu

• Pemberian air irigasi pada waktu itu

• Kebutuhan air untuk tanaman

• Perkolasi tanah

• Genangan di sawah-sawah selama atau pada akhir periode yang

bersangkutan

• Luasnya daerah

• Sumber-sumber kelebihan air yang lain

Pembuang air permukaan untuk satuan luas dinyatakan sebagai ;

D (n) = R (n)T + n (IR – ET – P) - s

dimana ;

n = jumlah hari berturut-turut

D (n) = pengaliran air permukaan selama n hari, mm

R(n)T = curah hujan dalam n hari berturut-turut dengan periode ulang T

tahun mm

IR = pemberian air irigasi, mm/hari

ET = evapotranspirasi, mm . hari

P = perkolasi, mm/hari

s = tambahan genangan, mm

untuk penghitungan modulus pembuang, komponennya dapat diambil sebagai

berikut ;

• Dataran rendah

1) Irigasi IR = nol jika irigasi dihentikan, a * au

2) Irigasi IR = evapotranspirasi ET jika irigasi diteruskan

3) Kadang-kadang irigasi mungkin dihentikan ke sawah, tetapi air dari

jaringan irigasi utama dialirkan ke dalam jaringan pembuang melalui

petak tersier.

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 30

4) Tampungan tambahan di sawah pada 150 mm lapisan air maksimum,

tampungan S pada akhir hari-hari berturutan n diambil maksiumum 50

mm

5) Perkolasi P sama dengan nol

• Daerah Terjal

Seperti untuk kondisi dataran rendah, tetapi perkolasi P sama dengan 3

mm/hari.

Untuk modulus pembuang rencana, dipilih curah hujan 3 hari dengan periode

ulang 5 tahun.

Kemudian modulus pembuang tersebut adalah ;

64.8x3

)3(DDm l/dt/ha.

Pada gambar 2.1 rumus diatas disajikan dalam bentuk grafik sebagai contoh.

Dengan mengambil harga-harga untuk R, ET, I dan S, modulus pembuang

dapat dihitung.

c). Debit Rencana

Debit drainase rencana dari sawah di petak tersier dihitung sebagai berikut ;

ADfQ md

dimana ;

Qd = debit rencana l/dt

f = faktor pengurangan (reduksi) daerah yang dibuang airnya, (satu

petak tersier)

Dm = modulus pembuang l/dt/ha

A = luas daerah yang dibuang airnya, ha.

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 31

Gambar 2.1 Contoh perhitungan modulus pembuang

2.5 Debit Banjir Rencana

Yang dimaksud dengan debit banjir rencana (design flood) adalah besarnya debit

yang direncanakan untuk melewati bendung atau spillway atau bisa juga bangunan

pembuang/ drainase. Hal ini hendaknya dibedakan pengertiannya dengan banjir

terbesar. Banjir terbesar akan terjadi kapan saja (tidak tertentu waktunya) dan tidak

akan ada banjir yang lebih besar dari banjir terbesar ini. Debit banjir rencana (design

flood) tidak sebesar banjir terbesar.

2.5.1 Periode Ulang (Return Period)

Debit banjir rencana (design flood) direncanakan sebagai debit banjir (flood) yang

diharapkan akan terjadi pada waktu jangka waktu tertentu. Artinya pada suatu

jangka waktu (periode) tersebut, banjir ini akan terjadi lagi. Misalnya banjir 50

tahun adalah banjir yang akan terjadi pada tiap-tiap 50 tahun sekali. Demikian

pula banjir 100 tahun akan terjadi pada tiap 100 tahun sekali. Angka 50 tahun dan

100 tahun diatas disebut periode ulang (return period). Banjir dengan periode

ulang 50 tahun disebut Q50, untuk periode ulang 100 tahun disebut Q100 dan

seterusnya.

Jadi kalau suatu bendung direncanakan dengan debit banjir rencana Q50, artinya

bendung itu akan mampu dilewati oleh banjir yang datangnya tiap 50 tahun sekali.

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 32

Biasanya untuk bendung direncanakan dengan design flood antara Q50 sampai

Q100, tergantung dari besar kecilnya bendung dan penting tidaknya bendung serta

penting tidaknya daerah sebelah hilir bendung.

2.5.2 Metode Perhitungan

Untuk mencari besarnya design flood dengan return period tertentu, bisa

menggunakan data-data debit sungai atau dapat pula data-data curah hujan.

Analisis untuk mencari harga suatu besaran dengan suatu periode ulang tertentu

disebut Frequency Analisis.

Beberapa cara frequency analisis yang telah di kenal dan dipakai antara lain cara

gumbel, cara huspers dan lain-lain. Disini hanya akan kita pelajari bagaimana

penggunaan cara tersebut dan bukan teorinya.

a). Cara Gumbel

Data-data untuk metode ini yang harus tersedia adalah debit musiman tahunan

atau curah hujan maksimum tahunan dengan pengamatan minimum 10 tahun.

Xt = Xa + k . Sx

dimana ;

Xt = besaran yang diharapan terjadi dalam t tahun

T = return period

Xa = harga pengamatan rata-rata selama n tahun (automatic) selama n

tahun

k = frequency factor

Sx = standar deviasi

Harga frequency factor k tergantung dari banyaknya data yang teranalisis dan

tergantung dari return period yang dikehendaki, sehingga didapat ;

Sn

YnYtK

SxSn

YnYtXaXt

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 33

dimana ;

Yt = reduced periode (untuk ini ada tabel hubungan antara Yt dan t (lihat

tabel 2.31)

Yn = reduced mean (ada tabel hubungan antara Yn dan n, dimana n adalah

banyaknya pengamatan (lihat tabel 2.29)

Sn = reduced standard deviation (ada berhubungan antara Sn dan n) lihat

tabel 2.30)

Harga standar deviasi = Sn ada dua rumus ;

1n

XaXiSn

2

atau

1n

XiXaXiSn

2

dimana ;

Xi = harga besaran pada pengamatan

n = banyaknya data pengamatan

Xa = harga besaran rata-rata

b). Contoh Cara Gumbel

Data debit maksimum tahunan suatu sungai dalam m3/det adalah sebagai

berikut ;

Tabel 2.26 Data debit maksimum tahunan

Tahun Q (m3/dt)

1950

1951

1952

1953

1954

1955

1956

1957

1958

1959

1960

37

20

32

60

25

52

46

70

92

48

24

Harus dicari debit terbesar yang terjadi tiap 100 tahun sekali atau Q100. untuk

menyelesaikan soal ini agar praktis dibuat daftar seperti dibawah ini ;

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 34

Tabel 2. 27 Penentuan simpangan baku

Tahun Xi (Xi)2 Xi-Xa (Xi-Xa)

2

1950 37 1369 -9 81

1951 20 400 -26 676

1952 32 1024 -14 196

1953 60 3600 14 196

1954 25 625 -21 441

1955 52 2704 6 36

1956 46 2116 0 0

1957 70 4900 24 576

1958 92 8464 46 2116

1959 48 2304 2 4

1960 24 576 -22 484

Total 506 28082 0 4806

4611

506

n

XiXa

Dari tabel 2.30 ; untuk n = 11 maka Sn = 0.9697

Dari tabel 2.29 ; untuk n = 11 maka Yn = 0,4996

Dari tabel 2.31 ; untuk t = 100 maka Yt = 4.6001

9.21

10

4806

1n

XaXiSx

2

SxSn

YnYtXaXt

61.1389.21x9697.0

4996.06001.446Xt

Jadi Q100 = 139 m3/det

2.5.3 Bila Data yang ada Data Curah Hujan (tidak ada data debit)

Terlebih dahulu dibedakan antara curah hujan yang jatuh di daerah aliran dan

yang jatuh di daerah yang akan diairi.

Pengamatan curah hujan dari stasiun yang terletak di daerah aliran dipergunakan

untuk mencari debit sungai. Sedangkan curah hujan dari stasiun di daerah yang

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 35

akan diairi digunakan untuk menghitung banyaknya air sebagai sumbangan

terhadap supply air dari saluran irigasi.

2.5.3.1 Stasiun Hujan

Untuk mencari debit sungai, terlebih dahulu ditentukan stasiun hujan yang

mewakili daerah alirannya, yakni stasiun yang terletak di dalam daerah aliran yang

bersangkutan. Jika tidak ada stasiun yang dimaksud maka kita memakai stasiun

hujan yang terdekat dengan daerah aliran tersebut.

Hal ini sebetulnya tidak benar menurut prosedur yang semestinya. Tetapi

dilakukan hanya sekedar daripada tidak ada data sama sekali, sedangkan kita

harus mengerjakannya. Sudah barang tentu kwalitas data ini kurang baik. Jika

kita memakai data semacam itu sebaiknya kita imbangi dengan faktor keamanan

yang layak.

Letak stasiun hujan yang telah dipilih kemudian diplot dalam gambar catchment

areanya.

2.5.3.2 Curah Hujan Rata-rata

a). Aritmatic

Rata-rata aritmatic curah hujan adalah jumlah besarnya curah hujan dibagi

banyaknya bilangan penjumlahan. Misalnya stasiun A = 200 mm, B = 300 mm

dan C = 100 mm maka rata-ratanya = 1/3 (200 + 300 + 100) = 200 mm

b). Thiessen Metode

Cara ini disebut pula thiessen polygon karena akan digunakan polygon-

polygon. Setelah letak stasiun-stasiun hujan diplot dalam gambar catchment

area, maka dibuatlah sumbu-sumbu garis-garis penghubung stasiun-stasiun

hujan tersebut.

Garis-garis sumbu ini akan membagi-bagi catchment area, yang akan diwakili

oleh tiap-tiap stasiun.

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 36

Gambar 2.2 Polygon Thiessen

Stasiun A mewakili daerah antara catchment area dan sumbu 1 dan 2.

Stasiun C antara catchment area, sumbu 3 dan 1. Jika Ra = curah hujan

stasiun A dan La = luas daerah A, begitu pula Rb dan Lb untuk stasiun B, serta

Rc dan Lc untuk stasiun C maka ;

LcLbLa

Lc.RcLb.RbLa.RaR ratarata

Sudah barang tentu metode ini mempunyai batas-batas berlakunya, yakni

pada kondisi bagaimana metode ini paling baik dipakai, atau sebaliknya. Hal

ini lebih lanjut dapat dipelajari pada ilmu hidrologi. Juga cara-cara lain untuk

mencari harga rata-rata dapat dipelajari pada ilmu hydrologi.

2.5.3.3 Metode Melchior

Metode ini adalah metode yang sudah lama dipakai di Indonesia. Rumus yang

dipakai adalah ;

200

R.q.A.Q max

max

dimana ;

Qmax = debit max yang diharapkan terjadi (m3/det)

= koefisien pengaliran

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 37

A = luas catchment area (km2)

q = debit tiap km2 (m3/det/km2)

Rmax = curah hujan harian absolut max rata-rata dari stasiun yang mewakili

(mm)

Harga dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor antara lain ; kondisi tanah,

kondisi tumbuh-tumbuhan, kemiringan terrain, kelembaban dan sebagainya. Pada

tanah yang lebih porous harga makin kecil kondisi tumbuh-tumbuhan yang lebat

harga kecil. Makin miring permukaan tanah, makin besar harga .

Karena itu adalah sukar sekali untuk memastikan harga pada suatu kondisi

tertentu sekalipun. Namun demikian secara praktis dapatlah harga diambil

antara 0,62 dan 0,75. Demikianlah yang telah sering dipakai dan menghasilkan

harga Qmax yang tidak jauh meleset.

Apabila harga-harga , A dan Rmax telah ditentukan atau didapat dari data-data

yang ada, maka tinggal harga Q yang perlu dicari. Untuk memudahkan

perhitungan maka rumusnya telah dijadikan grafik dan tabel. Pada hakekatnya

pencarian harga q ini adalah coba-coba.

Prosedur pemakaian cara melchior adalah sebagai berikut ;

a). Dibuat ellips pada gambar catchment area. Ellips ini bersifat meliputi

catchment area dengan ketentuan ;

a = 2/3.b,

kalau a = sumbu pendek ellips

b = sumbu panjang ellips

Luas ellips = 1/4..a.b (km2).= 2A

b). Miring sungai rata-rata, l

Hi

Kalau l = panjang teoritis sungai

H = perbedaan tinggi antara tempat rencana bendung dan tempat

mulainya teoritis sungai

L = 9/10.L, kalau L = panjang sungai

c). Panjang sungai L yang diambil adalah panjang antara sumber anak sungai

sampai ke tempat rencana bendung, harga L ini diambil yang terpanjang

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 38

diantara anak-anak sungai yang ada. Apabila akan dihasilkan L yang sama

diantara beberapa anak sungai, maka diambil anak sungai dengan sumber

yang elevasinya tertinggi.

d). Luas catchment area = A diukur dari gambar catchment area (dalam km2)

e). Kita mulai mencoba dengan sesuatu harga q tertentu. Untuk percobaan ini

supaya tidak terlalu jauh meleset hasilnya maka digunakan daftar 1 pada pada

gambar 2.4. Untuk nA tertentu akan didapat harga q (m3/dt/km2). Namakanlah

q ini adalah q1.

f). Dengan harga A.q1 dan i, dengan rumus ; 2Aqi31.1v , atau dengan grafik

pada gambar 2.3 didapat harga v (m/dt). Perlu diperhatikan bahwa harga

kemiringan dalam grafik tersebut adalah 104 i dan bukan i

g). Time of concentration V

LT , T ini dinyatakan dalam menit.

h). Dengan harga T dan nA maka dari grafik pada gambar 2.4 didapat harga q

(m3/dt/km2). Pada grafik tersebut harga T dalam jam dan nA dalam km2. Harga

q ini namakan sebagai q2

i). Apabila harga q2 ini tidak sama dengan harga q1 (yang dicoba tadi) maka

prosedur f s/d h di atas diulang-ulang terus sampai didapatkan harga q yang

sama. Namakanlah harga q yang telah sama ini sebagai q.

j). Harga q ini harus ditambah dengan prosentase tertentu tergantung dari harga

T yang bersangkutan, sebagai koreksi. Hubungan antara T dan prosentase ini

bisa didapat pada daftar 2 pada gambar 2.4. Harga q yang telah dikoreksi

inilah yang akan dipakai pada rumus Q diatas. Dengan demikian harga Qmax

akan didapat.

2.5.3.4 Metode Weduwen

Metode ini digunakan untuk catchment area yang kurang dari 100 km2. Weduwen

mengembangkan metode ini di Jakarta dengan menggunakan data pengamatan

hujan selama 70 tahun. Data hujan yang akan digunakan dalam cara Weduwen

ini berbeda dengan data yang dipakai untuk cara Melchior. Sebagaimana

diketahui untuk cara Melchior digunakan data curah hujan harian absolut

maximum dan menghasilkan suatu debit tanpa return period tertentu. Sedangkan

pada cara Weduwen dipakai cara curah hujan maksimum kedua selama masa

pengamatan tertentu, dan menghasilkan suatu debit untuk return period tertentu.

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 39

Curah hujan maksimum kedua adalah curah hujan setingkat dibawah absolut

maksimum. Cara Weduwen menggunakan salah satu rumus dari ;

k x A x q Qn atau 240

RxmnxAxqQn 70

dimana ;

Qn = debit max. dalam suatu return period tertentu (m3/dt)

n = return period

q = debit pada tiap km2 pada curah hujan harian 240 mm (m3/dt/km2)

mn = koefisien (untuk suatu return period tertentu)

R70 = curah hujan dengan return period 70 th.

Data yang diperlukan dalam cara Weduwen ini adalah ;

a). Data curah hujan harian maximum kedua (R) dan lama waktu pengamatanya

(P)

b). Luas catchment area (A)

c). Kemiringan medan tebas (i)

d). Return period yang kita kehendaki (n)

Persamaan (a)

a). Dengan harga A dan i, dari gambar 2.5 didapat harga q

b). Dengan harga R dan P , dari nomogram dalam tabel 2.28 didapat harga R70.

c). Dengan harga R70 dan return period yang kita kehendaki (n) dari tabel yang

terdapat dalam tabel 2.28 didapat harga k

d). Dengan persamaan (a) didapat harga Qn

Persamaan (b)

a). Dengan harga A dan i, dari gambar 2.5 didapat harga q .

b). Dengan harga P, dari tabel 2.28 dalam halaman 2.43 didapat harga mp,

yaitu suatu koefisien untuk R70 berhubungan dengan lamanya waktu

pengamatan (P).

c). R70 = Mp

R dimana R adalah curah hujan max. kedua selama pengamatan N

tahun.

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 40

d). Dengan retun period yang kita kehendaki (n) dari tabel (seperti b) didapat

harga mn, suatu koefisien berhubungan dengan return period.

e). Dengan persamaan (b) didapat harga Qn.

Pada hakekatnya mn dan mp adalah sama. Bedanya index n menunjukkan

sebagai return period dan index p menunjukkan lamanya waktu pengamatan.

Jika karena satu dan lain hal harga R (maksimum kedua) tidak diketahui tetapi

harga absolut max. (M) diketahui, maka sebagai pendekatan dapat diambil ;

M6

5R

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 41

Gambar 2.3 Grafik untuk menentukan V (dalam m/dt)

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 42

Gambar 2.4 Grafik untuk menentukan nF

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 43

Perhitungan curah hujan pada return period tertentu

Contoh perhitungan cara Weduwen

Tabel 2.28 Nilai mn/mp untuk return period tertentu

n/p (tahun) mn/mp n/p (tahun) mn/mp

1/5 1/4 1/3 1/2 1 2 3 4 5 10 15

0.238 0.262 0.291 0.336 0.410 0.492 0.541 0.579 0.602 0.705 0.766

20 25 30 40 50 60 70 80 90 100 125

0.811 0.845 0.875 0.915 0.948 0.975 1.00 1.02 1.03 1.05 1.08

p

p

nn Rx

m

mR

dimana:

p = lama pengamatan

n = return period

mp = koefesien faktor

mn = koefesien faktor

Rp = hujan max selama p tahun

Rn = hujan max pada return period n tahun

Contoh :

Rp = 150 mm

p = 15 tahun

dari tabel 2.28 didapat mp = 0.766

206150x766.0

05.1R100

186150x766.0

948.0R50

165150x766.0

845.0R25

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 44

Perhitungan Desain Banjir

Metode Weduwen

♦ A = Luas daerah aliran = ......km2

♦ L = Panjang sungai = ......km

♦ i = 9/10 L = ........km = .........m

♦ Elevasi dasar sungai di hulu + ........

♦ Elevasi dasar sungai dekat bendung + ......

♦ h = perbedaan elevasi = ......m

♦ i = l

h = kemiringan sungai = ......

♦ Hubungan A dan i akan didapat nilai q = ....(m3/det/km2) berdasarkan

Gambar 2.5

♦ R100 =

♦ Q100 = q x A x 240

R100 =

♦ R.....=

♦ Q….= q x A x 240

......R=

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 45

A < 100 km2 A < 1 km2 dibulatkan = 1 km2

(untuk mendapatkan q)

Gambar 2.5 Grafik hubungan luas daerah pengaliran dan debit

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 46

Tabel 2.29 Reduced Mean Yn

n 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

10 0.4952 0.4996 0.5035 0.5070 0.5100 0.5128 0.5157 0.5182 0.5202 0.5120

20 0.5236 0.5252 0.5260 0.5283 0.5296 0.5309 0.5320 0.5332 0.5343 0.5353

30 0.5362 0.5371 0.5380 0.5388 0.5396 0.5402 0.5410 0.5418 0.5424 0.5430

40 0.5436 0.5442 0.5448 0.5453 0.5468 0.5463 0.5468 0.5473 0.5477 0.5481

50 0.5485 0.5489 0.5493 0.5497 0.5501 0.5504 0.5508 0.5522 0.5515 0.5518

60 0.5521 0.5524 0.5527 0.5530 0.5533 0.5535 0.5538 0.5540 0.5543 0.5545

70 0.5548 0.5550 0.5552 0.5555 0.5557 0.5559 0.5561 0.5563 0.5565 0.5567

80 0.5569 0.5570 0.5572 0.5574 0.5576 0.5578 0.5580 0.5581 0.5583 0.5585

90 0.5586 0.5587 0.5589 0.5591 0.5592 0.5593 0.5595 0.5596 0.5598 0.5599

100 0.5600

Tabel 2.30 Reduced Standard Deviation Sn

n 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

10 0.9496 0.9697 0.9833 0.9971 1.0095 1.0206 1.0316 1.0411 1.0493 1.0565

20 1.0628 1.0696 1.0754 1.0812 1.0864 1.0915 1.0961 1.1044 1.1047 1.1086

30 1.1124 1.1159 1.1193 1.1226 1.1255 1.1285 1.1313 1.1339 1.1363 1.1388

40 1.1413 1.1436 1.1458 1.1480 1.1499 1.1519 1.1538 1.1557 1.1574 1.1590

50 1.1607 1.1623 1.1638 1.1658 1.1667 1.1681 1.1696 1.1708 1.1721 1.1734

60 1.1747 1.1759 1.1770 1.1782 1.1793 1.1803 1.1814 1.1824 1.1824 1.1844

70 1.1854 1.1863 1.1873 1.1881 1.1890 1.1898 1.1903 1.1915 1.1923 1.1930

80 1.1938 1.1945 1.1953 1.1962 1.1967 1.1973 1.1980 1.1987 1.1994 1.2001

90 1.2007 1.2013 1.2020 1.2026 1.2032 1.2038 1.2044 1.2049 1.2055 1.2060

100 1.2065

Tabel 2.31 Reduced Variate Yt

Return Period (year) = T Reduced Variate = Yt

2

5

10

20

25

50

100

200

0.3665

1.4999

2.2502

2.9702

3.1985

3.9019

4.6001

5.2958

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 47

Tabel 2.32 Koefisien Kekerasan (f)

Material Koefesien (f)

Batuan kompak, tak berurutan Batuan

sedikit pecah-pecah

Koral dan pasir kasar

Pasir

Lumpur dan Lempung

0.80

0.70

0.40

0.30

(Perlu penyelidikan)

2.5.3.5 Contoh Perhitungan Debit Maksimum dengan Metode Melchior

Data-data ;

a). Daerah aliran : sungai Cilangla

b). Luas catchment area = A = 212 km2

c). Panjang seluruh sungai = L = 37.50 km

d). Peil di tempat 9/10 panjang sungai = + 775

e). Peil di tempat rencana bendung = + 225

f). Stasiun-stasiun hujan yang berpengaruh dan besarnya curah hujan absolut

maximum adalah ;

Tabel 2.33 Curah hujan absolute maksimum

No. Stasiun Stasiun R. Absolut Max (mm)

221

235

236

240

242

Sodonghilir

Cisegel

Madur

Cikancung

Nagrak

343

298

303

330

326

Ditanyakan ; debit maximum untuk sungai tersebut di tempat rencana bendung.

Penyelesaian ;

a). Stasiun hujan diplot pada catchment areanya, kemudian dibuat polygon

thiessen. (gambar terlampir)

b). Harga rata-rata curah hujan absolut maximum dicari sebagai berikut ;

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 48

Tabel 2.34 Harga rata-rata curah hujan absolut maximum

No. Stasiun Area Koefesien Thiessen Abs Max. R (4) x (5)

1 2 3 4 5 6

221 b Sodonghilir 74,20 0,35 343 120,05

235 Cisegel 33,90 0,16 298 47,68

236 Madur 80,60 0,38 303 115,14

240 Cikancung 21,20 0,10 330 33,00

242 Nagrak 2,10 0,01 326 3,26

Jumlah 212,00 1,00 1600 319,13

c). Dibuat ellips yang melingkupi catchment area dan didapatkan sumbu

panjang ellips = a = 27.30 km. Sumbu pendek ellips = b = 2/3.a = 18.20 km.

Luas ellips = nA = 1/4 x x a x b = 390 km2

d). Miring sungai rata-rata =

016.033750

500

li

m500)225()775(H

km75.33km50.37x10/9l

e). Percobaan (1)

Daftar 1pada gambar 2.4

nA = 390 km2, didapat q1 = 3.20 m3/dt/km2

A x q1 = 212 x 3.20 = 680, i = 0.016. Dari gambar 2.3 didapat v = 0.92

m/det

33.1168092.060

37500 menit

xV

LT jam

T = 11,33 jam dan nA = 390 km2, dari gambar 2.4 didapat q2 = 3.10

m3/dt/km2. q2 q1.

f). Percobaan (2)

A x q2 = 2121 x 3.10 = 658 km2 dan i = 0.016 dari gambar 2.3 didapat v =

0.91 m/det

jammenitxV

LT 43.11686

91.060

37500

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 49

T = 11.43 jam dan nA = 390 km2, dari gambar 2.4 didapat q3 = 3.10

m3/dt/km2. q3 = q2.

g). Jadi didapat q’ = 3.10 m3/dt/km2 dan dengan T = 686 menit, dari daftar-daftar

pada lembaran gambar 2.4 didapat harga p = 10%.

Jadi q = 3.10 + 0.31 = 3.41 m3/dt/km2

Daerah tersebut terletak di Jawa Barat dimana sudah banyak kampung-

kampung dan hutannya tidak lebat lagi, disamping itu daerahnya bergunung-

gunung curam.

Maka diambil = 0.75

Q max = x A x q x 200

8

= dt/m865200

13.319x41.3x212x75.0 3

2.5.3.6 Contoh Perhitungan Design Flood dengan Metode Weduwen

Data-data ;

a). Daerah aliran sungai Cipalu

b). Luas catchment area = A = 48.30 km2

c). Panjang seluruh sungai = L = 21 km

d). Peil ditempat 9/10 panjang sungai = + 720

e). Peil ditempat rencana bendung = + 270

f). Stasiun hujan yang berpengaruh, besarnya curah hujan maksimum kedua

serta lamanya pengamatan adalah ;

Tabel 2.35 Curah hujan maksimum dan lamanya pengamatan

No Stasiun R Max. Kedua Pengawasan (th)

190a

221b

235

237

Cikupa

Sodonghilir

Cisegel

Bantankalong

189

204

237

276

24

25

27

35

Ditanyakan ; debit maksimum untuk sungai tersebut ditempat rencana bendung

yang terjadi sekali dalam 100 tahun.

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 50

Penyelesaian ;

024.018900

450

li

450)270()720(

km90,18km21x10/9Lx10/9l

Stasiun-stasiun hujan diplot dalam catchment areanya, kemudian dibuat polygon

thiessen dan dicari koefisiennya (lihat gambar terlampir).

Dengan persamaan (a) qxFxkQn ;

• Dengan A = 48.30 km2 dan i = 0,024 dari gambar 2.5 didapat

23 km/dt/m80.7q

• Untuk tiap-tiap stasiun, dengan harga R dan Pnya, dari nomogram pada

tabel 2.28 didapat R70.

• Untuk tiap-tiap stasiun, dengan R70nya dan return period 100 tahun, dari

tabel 2.28 didapat harga k

• Hasil-hasil dari No 2 dan 3 diatas seperti tabel dibawah;

Tabel 2.36 Nilai R, P dan jumlah koefesien (k) untuk R70

Stasiun R P R70 k Koefesien Thiessen k (5) x (6)

1 2 3 4 5 6 7

Cikupa 189 24 226 0.99 0.48 0.48

Sodonghilir 204 25 241 1.05 0.13 0.14

Cisegel 237 27 276 1.21 0.12 0.15

Bantarkalong 276 35 308 1.35 0.27 0.36

Jumlah 1.12

Jadi Qn = dt/m42212.1x30.48x80.7kxAxq 3

Dengan persamaan (b) 240

RmnxAxqQn 70

Dengan A = 48.30 km2 dan i = 0,024 dari gambar 2.5 didapat

23 km/dt/m80.7q

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 51

Pada hakekatnya harga 240

Rmnx 70 disini adalah sama dengan harga k pada

persamaan (a). Harga 240

Rmnx 70 untuk tiap-tiap stasiun dicari, kemudian dirata-

ratakan dengan cara Thiessen.

Misalnya untuk stasiun Cikupa. Dengan P = 24 dapat dari Tabel 2.28, Mp = 0.838

226838.0

189

Mp

RR70 . Dengan return period (n) = 100, maka mn = 1.05

Hasil-hasil untuk tiap-tiap stasiun seperti pada tabel dibawah ini ;

Tabel 2.37 Nilai R, P dan R70 rata-rata

Stasiun R P Mp R70 Koefesien Thiessen R70 (5) x (6)

1 2 3 4 5 6 7

Cikupa 189 24 0.838 226 0.48 108.26

Sodonghilir 204 25 0.845 241 0.13 31.38

Cisegel 237 27 0.857 276 0.12 33.12

Bantarkalong 276 35 0.895 308 0.27 83.26

Jumlah 256.025

Jadi dt/m422240

025.256x05.1x30.48x80.7

240

RxmnxAxqQn 370

2.5.4 Kombinasi Melchior dan Gumbel

Oleh karena dengan cara Melchior didapatkan debit tanpa suatu return period

tertentu, maka sementara perencanaan mengadakan kombinasi antara cara

Melchior dan Gumbel.

Melchior : Q max =200

maxRFxqx

Harga R max disini diganti dengan harga Rn, yaitu curah hujan yang akan terjadi

pada return period n tahun. Rn bisa dicari dengan metode Gumbel, dengan

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 52

menganggap data-data curah hujan max tahunan sebagai rata-rata pengamatan

(xi). Jadi data curah hujan yang dipakai disini bukan absolut maximum, tetapi

data-data maximum tahunan.

Dibawah ini diberikan contoh perhitungan kombinasi antara Melchior-Weduwen,

Melchior Hoopers, Melchior-Gumbel, Rational Weduwen, Rational Haspers dan

Rational Gumbel untuk luas catchment lebih besar dari 100 km2. Sedangkan

untuk luas catchment lebih kecil dari 100 km2, kombinasi antara Weduwen-

Weduwen, Weduwen Harpers, Weduwen Gumbel, Rational-Weduwen, Rational

Haspers dan Rational Gumbel.

Sebagai tambahan juga diberikan contoh perhitungan banjir dengan metode unit

hydrograf.

Gambar 2.6 Contoh perhitungan banjir dengan metode unit hidrograf

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 53

2.5.4.1 Contoh Perhitungan Debit Banjir Rencana Kombinasi Untuk A > 100 km2

I. Perhitungan Debit Pengaliran tiap km2 dalam 24 jam (q)

♦ Luas daerah aliran sampai rencana bendung = A = 256 km2

♦ A > 100 km2 dipakai metode Melchior

♦ Panjang sungai dari hulu sampai bendung = L = 33.20 km

l = 9/10 x L = 9/10 x 33.2 = 29.88 km = 29880 m

♦ Sumbu ellips; a = 31.50 km

b = 2/3 a = 2/3 x 31.50 = 21.00 km

nA = 1/4..a.b

= 1/4 x 3.14 x 31.50 x 21.00 = 519.278 km2

♦ Peil dasar sungai pada 1/10 L dari hulu = + 1900

♦ Peil dasar sungai pada rencana bendung = + 201

H = 1699

♦ i = H/l = 1699/29880 = 0.05686

♦ Daftar I pada gambar 2.4

nA = 504 km2 q = 2.85

nA = 576 km2 q = 2.65

nA = 72 km q = 0.20

Untuk nA = 519.278 km2 8075.220.0x72

3.1585.2q

q = 2.81

A.q = 256 x 2.84 = 719.36

♣ Untuk A.q = 719.36 dan i = 0.05686

Menurut gambar 2.3 terdapat V = 1.54

jam96.5menit307.3594.92

33200

V60

L1000T

untuk T = 359.307 dan nA = 519.278

Menurut gambar 2.4 terdapat q = 4

A.q = 4 x 256 = 1024

♣ Untuk A.q = 1024 dan i = 0.05686

Menurut gambar 2.3 terdapat V = 1.66

jam56.5menit33.33360.99

33200

V60

L1000T

untuk T = 5.56 jam dan nA = 519.278

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 54

Menurut gambar 2.4 terdapat q = 4.3

A.q = 4.3 x 256 = 1100.8

♣ Untuk A.q = 1100.8 dan i = 0.05686

Menurut gambar 2.3 terdapat V = 1.67

jam52.5menit34.33120.100

33200

V60

L1000T

untuk T = 5.52 jam dan nA = 519.278

Menurut gambar 2.4 terdapat q = 4.4

A.q = 4.4 x 256 = 1126.4

♣ Untuk A.q = 1126.4 dan i = 0.05686

Menurut gambar 2.3 terdapat V = 1.67

jam52.5menit34.33120.100

33200

V60

L1000T

untuk T = 5.52 jam dan nA = 519.278

Menurut gambar 2.4 terdapat q = 4.4

A.q = 4.4 x 256 = 1126.4

karena V dan T dalam percobaan ke 3 dan 4 sama maka didapat :

q = 4.4

T = 331.34 menit

menurut daftar 2 pada gambar 2.4 untuk T = 331.34 terdapat P = 6 %

q’ = q + 6% q = 4.4 + (6/100) x 4.4 = 4.4 + 0.264

q’ = 4.664

II. Perhitungan curah hujan (R)

1. Menghitung R50 dan R100 dari masing-masing stasiun hujan

Dari poligon thiessen ternyata bahwa dari ke 5 stasiun hujan yang ada maka ada 2

stasiun hujan yang mempengaruhi catchment area yaitu :

- No. stasiun 382 Taripa

- No. stasiun 384 Koekoe

a. Cara Weduwen dengan Abs.Max. II

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 55

Tabel 2.38 R50 dan R100 Cara Weduwen dengan Abs Max II untuk A > 100 km2

No.

Stasiun

Nama Stasiun

Lama Penyelidikan

Abs. Max II

R50 R100

382 384

Taripa Koekoe

27

25

159

187

(0.948/0.857) x 159 = 175.9 (0.948/0.845) x 187 = 209.8

(1.05/0.857) x 159 = 194.8 (1.05/0.845) x 187 = 232.4

b. Cara Haspers

- Stasiun Hujan Taripa (382)

• R abs max I = M1 = 161

• R abs max II = M2 = 159

• R rata-rata max = M = 140

• Lama penyelidikan = 27 th = n

Rain Fall

R(M)

Rank

m

Return Period T=(n+1)/m

Standard Variable

161

159

1

2

28

14

2.19

1.57

Standar deviasi

MMS

57.1

140159

19.2

1401612/1

MMMM2/1S 21

102.12589.92/1

= 10.846

M50 = R50 = M + S. 50 = 140 + 10.846 x 2.75 = 140 + 29.827 = 169.827

M100 = R100 = M + S. 100 = 140 + 10.846 x 3.43 = 140 + 37.202 = 177.202

- Stasiun Hujan Koekoe (384)

• R abs max I = M1 = 187

• R abs max II = M2 = 137

• R rata-rata max = M = 142

• Lama penyelidikan = 25 th = n

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 56

Rain Fall

R(M)

Rank

m

Return Period T=(n+1)/m

Standard Variable

187

137

1

2

26

13

2.13

1.50

Standar deviasi

MMS

50.1

142137

13.2

1421872/1

MMMM2/1S 21

333.3127.212/1

= 8.897

M50 = R50 = M + S. 50 = 142 + 8.897x 2.75 = 142 + 24.467= 166.467

M100 = R100 = M + S. 100 = 142 + 8.897 x 3.43 = 142 + 30.5167 = 172.517

c. Cara Gumbel

Stasiun Hujan Taripa (382)

Tabel 2.39 Analisis curah hujan untuk Stasiun Hujan Taripa

Tahun x x2 Tahun x x

2

1917 75 5625 1929 113 12769

1918 78 6084 1930 90 8100

1919 98 9604 1931 130 16900

1920 161 25921 1932 85 7225

1921 81 6561 1933 63 3969

1922 125 15625 1934 87 7569

1923 81 6561 1935 105 11025

1924 159 25281 1936 117 13689

1925 66 4356 1937 84 7056

1926 104 10816 1938 137 18769

1927 88 7744 1939 78 6084

1928 76 5776 1940 49 2401

24 2330 245510

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 57

Diketahui :

n = 24 ; Σx = 2330 ; Σx2= 245510

083.9724

2330

n

xx

untuk n = 24, maka didapat :

• Yn = 0.5296 (tabel 2.29)

• Sn = 1.0864 (tabel 2.30)

• YTR = 3.9019, untuk periode 50 th (tabel 2.31)

• YTR = 4.6001, untuk periode 100 th (tabel 2.31)

Sehingga :

972.283841.839

124

2330083.97245510

1n

)x(xxSx

2

Sx.Sn

YnYxX TR

TR

016.187972.28x0754.1

5268.09019.3083.97XR TR50

635.205972.28x0754.1

5268.06001.4083.97XR TR100

Stasiun Hujan Koekoe (384)

Tabel 2.40 Analisis curah hujan untuk Stasiun Hujan Koekoe

Tahun x x2 Tahun x x

2

1917 108 11664 1928 76 5776

1918 92 8464 1929 101 10201

1919 81 6561 1930 117 13689

1920 57 3249 1931 100 10000

1921 81 6561 1932 80 6400

1922 121 14641 1933 100 10000

1923 91 8281 1934 60 3600

1924 90 8100 1935 100 10000

1925 125 15625 1936 80 6400

1926 90 8100 1937 91 8281

1927 80 6400 1938 100 10000

24 2021 191993

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 58

Diketahui :

n = 22 ; Σx = 2021 ; Σx2=191993

864.9122

2021

n

xx

untuk n = 22, maka didapat :

• Yn = 0.5268 (tabel 2.29)

• Sn = 1.0754 (tabel 2.30)

• YTR = 3.9019, untuk periode 50 th (tabel 2.31)

• YTR = 4.6001, untuk periode 100 th (tabel 2.31)

Sehingga :

695.17707.301

122

2021864.91191993

1n

xxxSx

2

Sx.Sn

YnYxX TR

TR

400.147695.17x0754.1

5268.09019.3864.91XR TR50

887.158695.17x0754.1

5268.06001.4864.91XR TR100

2. Menghitung R50 dan R100 daerah pengaliran

a. Cara Weduwen Thiessen

Tabel 2.41 R50 dan R100 Cara Weduwen Thiessen

No. St. Nama St. Luas (km2) R50 R100 (3) x (4) (3) x (5)

1 2 3 4 5 6 7

382 Taripa 211.5 175.9 194.8 37202.85 41200.20

384 Koekoe 44.5 209.8 232.4 9336.10 10341.80

256 385.7 427.2 46538.95 51542.00Jumlah

793.181256

95.46538R50

336.201256

51542R100

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 59

b. Cara Haspers Thiessen

Tabel 2.42 R50 dan R100 Cara Haspers Thiessen

No. St. Nama St. Luas (km2) R50 R100 (3) x (4) (3) x (5)

1 2 3 4 5 6 7

382 Taripa 211,5 169,8 177,2 35912,70 37477,80

384 Koekoe 44,5 166,5 172,5 7409,25 7676,25

256 336,3 349,7 43321,95 45154,05Jumlah

226.169256

95.43321R50

383.176256

45154R100

c. Cara Gumbel Thiessen

Tabel 2.43 R50 dan R100 Cara Gumbel Thiessen

No. St. Nama St. Luas (km2) R50 R100 (3) x (4) (3) x (5)

1 2 3 4 5 6 7

382 Taripa 211.5 187.0 205.6 39553.88 43491.80

384 Koekoe 44.5 147.4 158.9 6559.30 7071.05

256 334.416 364.535 46113.18 50562.85Jumlah

130.180256

18.46113R50

511.197256

85.50562R100

III. Perhitungan Design Flood

a. Melchior

200

R'.q.AQ

A = 256 km2

q’ = 4.664

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 60

R Weduwen Thiessen : R50 = 181.793 ; R100 = 201.336

Haspers Thiessen : R50 = 169.226 ; R100 = 176.383

Gumbel Thiessen : R50 = 180.130 ; R100 = 197.511

Tabel 2.44 Perhitungan Debit Banjir (Qbanjir) Melchior Weduwen

No. Periode Ulang A (km2) q' R R/200 Q (m

3/det)

1 2 3 4 5 6 7 (3) x (4) x (5) x (7)

1 Q50 0.52 256 4.664 181.793 0.909 564.350

2 Q50 0.62 256 4.664 181.793 0.909 672.879

3 Q50 0.75 256 4.664 181.793 0.909 813.966

4 Q100 0.52 256 4.664 201.336 1.007 625.019

5 Q100 0.62 256 4.664 201.336 1.007 745.215

6 Q100 0.75 256 4.664 201.336 1.007 901.470

Tabel 2.45 Perhitungan Debit Banjir (Qbanjir) Melchior Haspers

No. Periode Ulang A (km2) q' R R/200 Q (m

3/det)

1 2 3 4 5 6 7 (3) x (4) x (5) x (7)

1 Q50 0.52 256 4.664 169.226 0.846 525.339

2 Q50 0.62 256 4.664 169.226 0.846 626.366

3 Q50 0.75 256 4.664 169.226 0.846 757.701

4 Q100 0.52 256 4.664 176.383 0.882 547.556

5 Q100 0.62 256 4.664 176.383 0.882 652.855

6 Q100 0.75 256 4.664 176.383 0.882 789.744

Tabel 2.46 Perhitungan Debit Banjir (Qbanjir) Melchior Gumbel

No. Periode Ulang A (km2) q' R R/200 Q (m

3/det)

1 2 3 4 5 6 7 (3) x (4) x (5) x (7)

1 Q50 0.52 256 4.664 180.130 0.901 559.187

2 Q50 0.62 256 4.664 180.130 0.901 666.723

3 Q50 0.75 256 4.664 180.130 0.901 806.520

4 Q100 0.52 256 4.664 197.511 0.988 613.145

5 Q100 0.62 256 4.664 197.511 0.988 731.058

6 Q100 0.75 256 4.664 197.511 0.988 884.344

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 61

b. Rasional metode dari Mononobe

Mencari V dengan rumus Bayerr :

V = 72 (H/L)0.6 km/jam

dimana :

H = beda tinggi (km)

L = 9/10 L’ (km)

Dari metode Melchior sudah didapat :

♦ H = 1699 m

♦ L’ = 33.20 km, sehingga L = 9/10 L’ = 9/10 x 33.20 = 29.88 km

♦ V = 72 (1.699/29.88)0.6 = 12.889 km/jam

318.2889.12

88.29T jam

3/2

24 24

24

T

Rr

a). Hasil Weduwen Thiessen

R50 = 181.8 ; R100 = 201.3

Jadi 989.35318.2

24

24

8.1813/2

50

r

851.39318.2

24

24

3.2013/2

100

r

b). Hasil Haspers Thiesen

R50 = 169.2 ; R100 = 176.4

Jadi 495.33318.2

24

24

2.1693/2

50

r

920.34318.2

24

24

4.1763/2

100

r

c). Hasil Gumbel Thiessen

R50 = 180.1 ; R100 = 197.5

Jadi 648.35318.2

24

24

1.1803/2

50

r

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 62

092.39318.2

24

24

5.1973/2

100

r

Besarnya Design Flood

Rumus Mononobe :

A.r..6.3

1Q

dimana :

A = 256 km2

Tabel 2.47 Perhitungan Debit Banjir (Qbanjir) Rasional Weduwen

No. Periode Ulang r A (km2) Q (m

3/det)

1 2 3 4 5 (1/3.6) x (3) x (4) x (5)

1 Q50 0.52 35.989 256 1330.793

2 Q50 0.62 35.989 256 1586.715

3 Q50 0.75 35.989 256 1919.413

4 Q100 0.52 39.851 256 1473.601

5 Q100 0.62 39.851 256 1756.986

6 Q100 0.75 39.851 256 2125.387

Tabel 2.48 Perhitungan Debit Banjir (Qbanjir) Rasional Harpers

No. Periode Ulang r A (km2) Q (m

3/det)

1 2 3 4 5 (1/3.6) x (3) x (4) x (5)

1 Q50 0.52 33.495 256 1238.571

2 Q50 0.62 33.495 256 1476.757

3 Q50 0.75 33.495 256 1786.400

4 Q100 0.52 34.920 256 1291.264

5 Q100 0.62 34.920 256 1539.584

6 Q100 0.75 34.920 256 1862.400

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 63

Tabel 2.49 Perhitungan Debit Banjir (Qbanjir) Rasional Gumbel

No. Periode Ulang r A (km2) Q (m

3/det)

1 2 3 4 5 (1/3.6) x (3) x (4) x (5)

1 Q50 0.52 35.648 256 1318.184

2 Q50 0.62 35.648 256 1571.681

3 Q50 0.75 35.648 256 1901.227

4 Q100 0.52 39.092 256 1445.535

5 Q100 0.62 39.092 256 1723.523

6 Q100 0.75 39.092 256 2084.907

Resume

Tabel 2.50 Resume Debit Banjir (Qbanjir) dengan = 0.52 untuk A > 100 km2

No. Metode Q50 (m3/det) Q100 (m

3/det)

1 2 3 4

1 Melchior Weduwen 564.350 625.019

2 Melchior Harpers 525.339 547.556

3 Melchior Gumbel 559.187 613.145

4 Rasional Weduwen 1330.793 1473.601

5 Rasional Harpers 1238.571 1291.264

6 Rasional Gumbel 1318.184 1445.535

Tabel 2.51 Resume Debit Banjir (Qbanjir) dengan = 0.62 untuk A > 100 km2

No. Metode Q50 (m3/det) Q100 (m

3/det)

1 2 3 4

1 Melchior Weduwen 672.879 745.215

2 Melchior Harpers 626.366 652.855

3 Melchior Gumbel 666.723 731.058

4 Rasional Weduwen 1586.715 1756.986

5 Rasional Harpers 1476.757 1539.584

6 Rasional Gumbel 1571.681 1723.523

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 64

Tabel 2.52 Resume Debit Banjir (Qbanjir) dengan = 0.75 untuk A > 100 km2

No. Metode Q50 (m3/det) Q100 (m

3/det)

1 2 3 4

1 Melchior Weduwen 813.966 901.470

2 Melchior Harpers 757.701 789.744

3 Melchior Gumbel 806.520 884.344

4 Rasional Weduwen 1919.413 2125.387

5 Rasional Harpers 1786.400 1862.400

6 Rasional Gumbel 1901.227 2084.907

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 65

Gambar 2.7 Catchment area

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 66

2.5.4.2 Contoh Perhitungan Debit Banjir Rencana Kombinasi Untuk A < 100 km2

I. Perhitungan Debit Pengaliran tiap km2 dalam 24 jam (q)

♦ Luas daerah aliran sampai rencana bendung = A = 20 km2

♦ A < 100 km2 dipakai metode Weduwen

♦ Panjang sungai dari hulu sampai bendung = L = 5.30 km

l = 9/10 x L = 9/10 x 5.30 = 4.77 km = 4770 m

♦ Peil dasar sungai pada 1/10 L dari hulu = + 850

♦ Peil dasar sungai pada rencana bendung = + 201

H = 649

♦ i = H/l = 649/4770 = 0.1360

♦ Untuk A = 20 km2 dan i = 0.1360, maka didapat q = 16 pada gambar 2.5.

II. Perhitungan Curah Hujan (R)

1. Menghitung R50 dan R100 dari masing-masing stasiun hujan

Dari poligon thiessen ternyata bahwa dari ke 5 stasiun hujan yang ada maka ada 2

stasiun hujan yang mempengaruhi catchment area yaitu :

- No. stasiun 382 Taripa

a. Cara Weduwen dengan hujan Abs.Max. II

Tabel 2.53 R50 dan R100 Cara Weduwen dengan Abs Max II untuk F < 100 km2

No.

Stasiun

Nama Stasiun

Lama Penyelidikan

Abs. Max II

R50 R100

382

Taripa

27

159

(0.948/0.857) x 159 = 175.9

(1.05/0.857) x 159 = 194.8

b. Cara Haspers

- Stasiun Hujan Taripa (382)

• R abs max I = M1 = 161

• R abs max II = M2 = 159

• R rata-rata max = M = 140

• Lama penyelidikan = 27 th = n

Rain Fall

R(M)

Rank

m

Return Period T=(n+1)/m

Standard Variable

161

159

1

2

28

14

2.19

1.57

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 67

Standar deviasi

MMS

57.1

140159

19.2

1401612/1

MMMM2/1S 21

102.12589.92/1

= 10.846

M50 = R50 = M + S. 50 = 140 + 10.846 + 2.75 = 140 + 29.827 = 169.827

M100 = R100 = M + S. 100 = 140 + 10.846 + 3.43 = 140 + 37.202 = 177.202

c. Cara Gumbel

Stasiun Hujan Taripa (382)

Tabel 2.54 Analisis curah hujan untuk Stasiun Hujan Taripa

Tahun x x2 Tahun x x

2

1917 75 5625 1929 113 12769

1918 78 6084 1930 90 8100

1919 98 9604 1931 130 16900

1920 161 25921 1932 85 7225

1921 81 6561 1933 63 3969

1922 125 15625 1934 87 7569

1923 81 6561 1935 105 11025

1924 159 25281 1936 117 13689

1925 66 4356 1937 84 7056

1926 104 10816 1938 137 18769

1927 88 7744 1939 78 6084

1928 76 5776 1940 49 2401

24 2330 245510

Diketahui :

n = 24 ; Σx = 2330 ; Σx2= 245510

083.9724

2330

n

xx

untuk n = 24, maka didapat :

• Yn = 0.5296 (tabel 2.28)

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 68

• Sn = 1.0864 (tabel 2.29)

• YTR = 3.9019, untuk periode 50 th (tabel 2.30)

• YTR = 4.6001, untuk periode 100 th (tabel 2.30)

Sehingga :

972.283841.839

124

2330083.97245510

1n

)x(xxSx

2

Sx.Sn

YnYxX TR

TR

016.187972.28x0754.1

5268.09019.3083.97XR TR50

635.205972.28x0754.1

5268.06001.4083.97XR TR100

2. Menghitung R50 dan R100 daerah pengaliran

Berhubung hanya 1 stasiun yang berpengaruh terhadap catchment area maka

hasilnya sama dengan di atas.

a. Cara Weduwen Thiessen

R50 = 175.9

R100 = 194.8

b. Cara Haspers Thiessen

R50 = 169.8

R100 = 177.2

c. Cara Gumbel Thiessen

R50 = 187.0

R100 = 205.6

III. Perhitungan Design Flood

a. Weduwen

240

R'.q.AQ

A = 20 km2

q’ = 16

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 69

R Weduwen Thiessen : R50 = 175.9 ; R100 = 194.8

Haspers Thiessen : R50 = 169.8 ; R100 = 177.2

Gumbel Thiessen : R50 = 187.0 ; R100 = 205.6

Tabel 2.55 Perhitungan Debit Banjir (Qbanjir) Weduwen Weduwen

No. Periode Ulang A (km2) q' R R/240 Q (m

3/det)

1 2 3 4 5 6 7 (3) x (4) x (5) x (7)

1 Q50 0.52 20 16 175.9 0.733 121.957

2 Q50 0.62 20 16 175.9 0.733 145.411

3 Q50 0.75 20 16 175.9 0.733 175.900

4 Q100 0.52 20 16 194.8 0.812 135.061

5 Q100 0.62 20 16 194.8 0.812 161.035

6 Q100 0.75 20 16 194.8 0.812 194.800

Tabel 2.56 Perhitungan Debit Banjir (Qbanjir) Weduwen Haspers

No. Periode Ulang A (km2) q' R R/240 Q (m

3/det)

1 2 3 4 5 6 7 (3) x (4) x (5) x (7)

1 Q50 0.52 20 16 169.800 0.708 117.728

2 Q50 0.62 20 16 169.800 0.708 140.368

3 Q50 0.75 20 16 169.800 0.708 169.800

4 Q100 0.52 20 16 177.200 0.738 122.859

5 Q100 0.62 20 16 177.200 0.738 146.485

6 Q100 0.75 20 16 177.200 0.738 177.200

Tabel 2.57 Perhitungan Debit Banjir (Qbanjir) Weduwen Gumbel

No. Periode Ulang A (km2) q' R R/240 Q (m

3/det)

1 2 3 4 5 6 7 (3) x (4) x (5) x (7)

1 Q50 0.52 20 16 187.016 0.779 129.664

2 Q50 0.62 20 16 187.016 0.779 154.600

3 Q50 0.75 20 16 187.016 0.779 187.016

4 Q100 0.52 20 16 205.635 0.857 142.574

5 Q100 0.62 20 16 205.635 0.857 169.992

6 Q100 0.75 20 16 205.635 0.857 205.635

b. Rational Metode dari Mononobe

Mencari V dengan rumus Bayerr :

V = 72 (H/L)0.6 km/jam

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 70

dimana :

H = beda tinggi (km)

L = 9/10 L’ (km)

Dari metode Melchior sudah didapat :

♦ H = 0.649 km

♦ L = 4.77 km

♦ V = 72 (0.649/4.77)0.6 = 21.74976 km/jam

219.074976.21

77.4T jam

3/2

24 24

24

T

Rr

a). Hasil Weduwen Thiessen

R50 = 175.9 ; R100 = 194.8

Jadi 838.167219.0

24

24

9.175r

3/2

50

883.185219.0

24

24

8.194r

3/2

100

b). Hasil Haspers Thiesen

R50 = 169.8 ; R100 = 177.2

Jadi 021.162219.0

24

24

8.169r

3/2

50

074.169219.0

24

24

2.177r

3/2

100

c). Hasil Gumbel Thiessen

R50 = 187.0 ; R100 = 205.6

Jadi 433.178219.0

24

24

0.187r

3/2

50

181.196219.0

24

24

6.205r

3/2

100

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 71

Besarnya Design Flood

Rumus Mononobe :

A.r..6.3

1Q

dimana :

A = 20 km2

Tabel 2.58 Perhitungan Debit Banjir (Qbanjir) Rasional Weduwen

No. Periode Ulang r A (km2) Q (m

3/det)

1 2 3 4 5 (1/3.6) x (3) x (4) x (5)

1 Q50 0.52 167.838 20 484.865

2 Q50 0.62 167.838 20 578.109

3 Q50 0.75 167.838 20 699.325

4 Q100 0.52 185.883 20 536.995

5 Q100 0.62 185.883 20 640.264

6 Q100 0.75 185.883 20 774.513

Tabel 2.59 Perhitungan Debit Banjir (Qbanjir) Rasional Haspers

No. Periode Ulang r A (km2) Q (m

3/det)

1 2 3 4 5 (1/3.6) x (3) x (4) x (5)

1 Q50 0.52 162.021 20 468.061

2 Q50 0.62 162.021 20 558.072

3 Q50 0.75 162.021 20 675.088

4 Q100 0.52 169.074 20 488.436

5 Q100 0.62 169.074 20 582.366

6 Q100 0.75 169.074 20 704.475

Tabel 2.60 Perhitungan Debit Banjir (Qbanjir) Rasional Gumbel

No. Periode Ulang r A (km2) Q (m

3/det)

1 2 3 4 5 (1/3.6) x (3) x (4) x (5)

1 Q50 0.52 178.433 20 515.473

2 Q50 0.62 178.433 20 614.603

3 Q50 0.75 178.433 20 743.471

4 Q100 0.52 196.181 20 566.745

5 Q100 0.62 196.181 20 675.735

6 Q100 0.75 196.181 20 817.421

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 72

Resume

Tabel 2.61 Resume Debit Banjir (Qbanjir) dengan = 0.52 untuk A < 100 km2

No. Metode Q50 (m3/det) Q100 (m

3/det)

1 2 3 4

1 Weduwen Weduwen 121.957 135.061

2 Weduwen Harpers 117.728 122.859

3 Weduwen Gumbel 129.664 142.574

4 Rasional Weduwen 484.865 536.995

5 Rasional Harpers 468.061 488.436

6 Rasional Gumbel 515.473 566.745

Tabel 2.62 Resume Debit Banjir (Qbanjir) dengan = 0.62 untuk A < 100 km2

No. Metode Q50 (m3/det) Q100 (m

3/det)

1 2 3 4

1 Weduwen Weduwen 145.411 161.035

2 Weduwen Harpers 140.368 146.485

3 Weduwen Gumbel 154.600 169.992

4 Rasional Weduwen 578.109 640.264

5 Rasional Harpers 558.072 582.366

6 Rasional Gumbel 614.603 675.735

Tabel 2.63 Resume Debit Banjir (Qbanjir) dengan = 0.75 untuk A < 100 km2

No. Metode Q50 (m3/det) Q100 (m

3/det)

1 2 3 4

1 Weduwen Weduwen 175.900 194.800

2 Weduwen Harpers 169.800 177.200

3 Weduwen Gumbel 187.016 205.635

4 Rasional Weduwen 699.325 774.513

5 Rasional Harpers 675.088 704.475

6 Rasional Gumbel 743.471 817.421

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 73

2.5.4.3 Contoh Lain Perhitungan Debit Banjir Rencana Kombinasi Untuk A < 100 km2

I. Perhitungan Debit Pengaliran tiap km2 dalam 24 jam (q)

♦ Luas daerah aliran sampai rencana bendung = A = 20 km2

♦ A < 100 km2 dipakai metode Weduwen

♦ Panjang sungai dari hulu sampai bendung = L = 5.30 km

l = 9/10 x L = 9/10 x 5.30 = 4.77 km = 4770 m

♦ Peil dasar sungai pada 1/10 L dari hulu = + 850

♦ Peil dasar sungai pada rencana bendung = + 201

H = 649

♦ i = H/l = 649/4770 = 0.1360

♦ Untuk A = 20 km2 dan i = 0.1360, maka didapat q = 16 pada gambar 2.5.

II. Perhitungan Curah Hujan

Cara Aritmatik

Tabel 2.64 R100 Cara Aritmatik

Nama Lama

Stasiun Penyelidikan

381 Tomata 26 233 168 162.4 1.05 0.851 207.3

382 Taripa 27 161 159 140.0 1.05 0.857 194.8

383 Tentena 28 245 186 100.4 1.05 0.863 226.3

384 Koekoe 25 187 137 142.0 1.05 0.845 170.2

385 Poso 45 165 165 132.7 1.05 0.932 186.0

991 815 677.5 984.6

198 163 135.5 197Rata-rata

mn Mp R100

Jumlah

No. Sta Max I Max II Rata-rata

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 74

III. Perhitungan Debit

Rumus Weduwen

240

R'.q.A.Q

Tabel 2.65 Perhitungan Debit Banjir (Qbanjir) Weduwen

No. R A (km2) q' R R/240 Q (m

3/det)

1 2 3 4 5 6 7 (3) x (4) x (5) x (7)

1 0.52 20 16 198 0.826 137.419

2 0.62 20 16 198 0.826 163.845

3 0.75 20 16 198 0.826 198.200

4 0.52 20 16 163 0.679 113.013

5 0.62 20 16 163 0.679 134.747

6 0.75 20 16 163 0.679 163.000

7 0.52 20 16 135.5 0.565 93.947

8 0.62 20 16 135.5 0.565 112.013

9 0.75 20 16 135.5 0.565 135.500

10 0.52 20 16 196.9 0.821 136.534

11 0.62 20 16 196.9 0.821 162.791

12 0.75 20 16 196.9 0.821 196.925

R100 rata-rata

RMax I rata-rata

RMax II rata-rata

R rata-rata

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 75

Gambar 2.8 Catchment area

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 76

2.5.5 Contoh Perhitungan Debit Banjir Rencana Dengan Unit Hidrograf (UH)

a). Perhitungan Unit Hidrograf

Perhitungan

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

Luas Catchment

Panjang sungai

Jarak titik berat dengan

lokasi

Waktu banjir

Debit banjir/ maksimum

A

L

Lg

tp

te

tr

Cek

Tp

cp

qp

Qp

W

V

= 2.05 km2

= 2.2 km

= 1.1 km

= 1.4 (L x Lg)0.3

= tp/ 5.5

= lihat tabel

( te < tr )

= tp + 0.5 x tr

= lihat tabel

= 275 x cp/tp

= qp x (25.4/1000) x A

= 1000 x 25.4 x A

= Qp x Tp x 3600/ W

= 1.825 jam

= 0.332 jam

= 1.1 jam

= ok

= 2.375 jam

= 0.69

= 103.970

= 5.414 m3/det

= 52070

= 0.889

Catchment Area tr Cp

0 – 50

50 – 300

> 300

1.1

1.25

1.4

0.69

0.63

0.56

Menghitung t dan Q

♦ X = tentukan

♦ V = 0.889

♦ Y = lihat tabel tergantung dari besarnya X dan V

♦ Tp = 2.375 jam

♦ t = X . Tp

♦ Qp = 5.414 m3/dt

♦ Q = Y . Qp

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 77

Tabel 2.6

6

Wate

r D

ischarg

e in P

roport

ion t

o M

axim

um

Dis

ch

arg

e

V

No

.

X =

T/T

p

Y =

q/q

pY

= q

/qp

Y =

q/q

pY

= q

/qp

Y =

q/q

pY

= q

/qp

Y =

q/q

pY

= q

/qp

Y =

q/q

pY

= q

/qp

Y =

q/q

pY

= q

/qp

Y =

q/q

pY

= q

/qp

Y =

q/q

pY

= q

/qp

Y =

q/q

pY

= q

/qp

10.1

0.0

00

0.0

00

0.0

00

20.2

0.0

30

0.0

14

0.0

03

0.0

00

0.0

00

0.0

00

0.0

00

30.3

0.1

80

0.1

00

0.0

50

0.0

20

0.0

10

0.0

03

0.0

03

0.0

00

0.0

00

0.0

00

0.0

00

40.4

0.3

90

0.2

80

0.1

90

0.1

20

0.0

80

0.0

40

0.0

20

0.0

10

0.0

06

0.0

03

0.0

01

0.0

00

0.0

00

0.0

00

0.0

00

0.0

00

0.0

00

50.5

0.5

90

0.4

90

0.4

00

0.3

10

0.2

40

0.1

80

0.1

30

0.1

00

0.0

60

0.0

40

0.0

20

0.0

10

0.0

10

0.0

05

0.0

03

0.0

02

0.0

01

0.0

00

60.6

0.7

50

0.6

90

0.6

10

0.5

40

0.4

70

0.3

90

0.3

30

0.2

70

0.2

20

0.1

80

0.1

40

0.1

10

0.1

00

0.0

70

0.0

50

0.0

40

0.0

30

0.0

20

70.7

0.8

70

0.8

30

0.7

90

0.6

90

0.6

40

0.6

40

0.5

90

0.5

40

0.4

80

0.4

30

0.3

90

0.3

40

0.3

00

0.2

60

0.2

20

0.1

90

0.1

60

0.1

40

80.8

0.9

50

0.9

30

0.9

10

0.8

90

0.8

70

0.8

40

0.8

10

0.7

80

0.7

50

0.7

20

0.6

90

0.6

60

0.6

20

0.5

90

0.5

50

0.5

20

0.4

90

0.4

60

90.9

0.9

90

0.9

80

0.9

80

0.9

80

0.9

70

0.9

60

0.9

60

0.9

50

0.9

40

0.9

30

0.9

20

0.9

10

0.9

00

0.8

90

0.8

80

0.8

70

0.8

50

0.8

40

10

1.0

1.0

00

1.0

00

1.0

00

1.0

00

1.0

00

1.0

00

1.0

00

1.0

00

1.0

00

1.0

00

1.0

00

1.0

00

1.0

00

1.0

00

1.0

00

1.0

00

1.0

00

1.0

00

11

1.1

0.9

90

0.9

90

0.9

80

0.9

80

0.9

70

0.9

70

0.9

60

0.9

60

0.9

50

0.9

40

0.9

30

0.9

30

0.9

20

0.9

10

0.9

00

0.8

90

0.8

80

0.8

70

12

1.2

0.9

60

0.9

40

0.9

50

0.9

20

0.9

10

0.8

90

0.8

70

0.8

50

0.8

30

0.8

00

0.7

80

0.7

50

0.7

30

0.7

00

0.6

80

0.6

50

0.6

20

0.6

00

13

1.3

0.9

30

0.9

10

0.8

80

0.8

50

0.8

20

0.7

80

0.7

50

0.7

10

0.6

80

0.6

40

0.6

00

0.5

60

0.5

20

0.4

80

0.4

40

0.4

10

0.3

70

0.3

40

14

1.4

0.8

90

0.8

50

0.8

10

0.7

70

0.7

20

0.5

70

0.6

20

0.5

70

0.5

20

0.4

48

0.4

30

0.3

80

0.3

40

0.3

00

0.2

60

0.2

30

0.2

00

0.1

70

15

1.5

0.8

40

0.7

90

0.7

40

0.6

80

0.6

20

0.5

60

0.5

00

0.4

40

0.3

90

0.3

40

0.2

90

0.2

50

0.2

10

0.1

70

0.1

40

0.1

20

0.0

90

0.0

80

16

1.6

0.7

90

0.7

30

0.6

60

0.5

90

0.5

20

0.4

60

0.3

90

0.3

40

0.2

80

0.2

23

0.1

90

0.1

50

0.1

20

0.0

90

0.0

70

0.0

50

0.0

40

0.0

30

17

1.7

0.7

40

0.6

60

0.5

90

0.5

10

0.4

40

0.3

70

0.3

00

0.2

50

0.2

00

0.1

15

0.1

20

0.0

90

0.0

70

0.0

50

0.0

30

0.0

20

0.0

20

0.0

10

18

1.8

0.6

90

0.6

00

0.5

20

0.4

40

0.3

60

0.2

90

0.2

30

0.1

80

0.1

40

0.1

00

0.0

70

0.0

50

0.0

30

0.0

20

0.0

20

0.0

10

0.0

10

0.0

04

19

1.9

0.6

40

0.5

50

0.4

60

0.3

70

0.2

90

0.2

30

0.1

70

0.1

30

0.0

90

0.0

60

0.0

40

0.0

30

0.0

20

0.0

10

0.0

10

0.0

04

0.0

02

0.0

01

20

2.0

0.5

90

0.4

90

0.4

00

0.3

10

0.2

40

0.1

80

0.1

50

0.0

90

0.0

60

0.0

40

0.0

20

0.0

20

0.0

08

0.0

05

0.0

03

0.0

01

0.0

01

0.0

00

21

2.2

0.5

00

0.4

00

0.3

00

0.2

10

0.1

50

0.1

00

0.0

70

0.0

40

0.0

20

0.0

10

0.0

10

0.0

05

0.0

02

0.0

00

0.0

00

0.0

00

0.0

00

22

2.4

0.4

20

0.3

20

0.2

20

0.1

50

0.1

00

0.0

60

0.0

30

0.0

20

0.0

10

0.0

05

0.0

02

0.0

01

0.0

00

23

2.6

0.3

50

0.2

50

0.1

60

0.1

00

0.0

60

0.0

30

0.0

20

0.0

10

0.0

04

0.0

02

0.0

01

0.0

00

24

2.8

0.2

90

0.1

90

0.1

20

0.0

70

0.0

40

0.0

20

0.0

10

0.0

04

0.0

01

0.0

01

0.0

00

25

3.0

0.2

40

0.1

50

0.0

90

0.0

40

0.0

20

0.0

10

0.0

04

0.0

02

0.0

00

0.0

00

26

3.5

0.1

50

0.0

80

0.0

40

0.0

20

0.0

10

0.0

02

0.0

00

0.0

00

27

4.0

0.0

90

0.0

40

0.0

20

0.0

10

0.0

02

0.0

00

28

4.5

0.0

60

0.0

20

0.0

10

0.0

02

0.0

00

29

5.0

0.0

30

0.0

10

0.0

03

0.0

00

30

6.0

0.0

10

0.0

03

0.0

00

31

7.0

0.0

06

0.0

01

0.0

00

32

8.0

0.0

02

0.0

00

2.1

2.2

1.7

1.8

1.9

2.0

1.3

1.4

1.5

1.6

0.9

1.0

1.1

1.2

0.5

0.6

0.7

0.8

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 78

Tabel 2.67 Perhitungan unit hidrograf

1 2 3 4 5 5 7 6

1 0.000 0.889 0.000 2.375 0.000 5.414 0.000

2 0.100 0.889 0.000 2.375 0.238 5.414 0.000

3 0.200 0.889 0.004 2.375 0.475 5.414 0.022

4 0.300 0.889 0.010 2.375 0.713 5.414 0.054

5 0.400 0.889 0.080 2.375 0.950 5.414 0.433

6 0.500 0.889 0.240 2.375 1.188 5.414 1.299

7 0.600 0.889 0.470 2.375 1.425 5.414 2.544

8 0.700 0.889 0.640 2.375 1.663 5.414 3.465

9 0.800 0.889 0.970 2.375 1.900 5.414 5.251

10 0.900 0.889 1.000 2.375 2.138 5.414 5.414

11 1.000 0.889 0.970 2.375 2.375 5.414 5.251

12 1.100 0.889 0.910 2.375 2.613 5.414 4.926

13 1.200 0.889 0.820 2.375 2.850 5.414 4.439

14 1.300 0.889 0.720 2.375 3.088 5.414 3.898

15 1.400 0.889 0.620 2.375 3.325 5.414 3.357

16 1.500 0.889 0.520 2.375 3.563 5.414 2.815

17 1.600 0.889 0.440 2.375 3.800 5.414 2.382

18 1.700 0.889 0.360 2.375 4.038 5.414 1.949

19 1.800 0.889 0.290 2.375 4.275 5.414 1.570

20 1.900 0.889 0.240 2.375 4.513 5.414 1.299

21 2.000 0.889 0.205 2.375 4.750 5.414 1.110

22 2.100 0.889 0.150 2.375 4.988 5.414 0.812

23 2.200 0.889 0.125 2.375 5.225 5.414 0.677

24 2.300 0.889 0.100 2.375 5.463 5.414 0.541

25 2.400 0.889 0.080 2.375 5.700 5.414 0.433

26 2.500 0.889 0.060 2.375 5.938 5.414 0.325

27 2.600 0.889 0.050 2.375 6.175 5.414 0.271

28 2.700 0.889 0.040 2.375 6.413 5.414 0.217

29 2.800 0.889 0.030 2.375 6.650 5.414 0.162

30 2.900 0.889 0.020 2.375 6.888 5.414 0.108

31 3.000 0.889 0.018 2.375 7.125 5.414 0.097

32 3.100 0.889 0.016 2.375 7.363 5.414 0.087

33 3.200 0.889 0.014 2.375 7.600 5.414 0.076

34 3.300 0.889 0.012 2.375 7.838 5.414 0.065

35 3.400 0.889 0.010 2.375 8.075 5.414 0.054

36 3.500 0.889 0.008 2.375 8.313 5.414 0.045

37 3.600 0.889 0.007 2.375 8.550 5.414 0.037

38 3.700 0.889 0.005 2.375 8.788 5.414 0.028

39 3.800 0.889 0.004 2.375 9.025 5.414 0.019

40 3.900 0.889 0.002 2.375 9.263 5.414 0.011

41 4.000 0.889 0.002 2.375 9.500 5.414 0.009

42 4.100 0.889 0.001 2.375 9.738 5.414 0.006

43 4.200 0.889 0.001 2.375 9.975 5.414 0.004

44 4.300 0.889 0.000 2.375 10.213 5.414 0.002

45 4.400 0.889 0.000 2.375 10.450 5.414 0.000

46 4.500 0.889 0.000 2.375 10.688 5.414 0.000

47 4.600 0.889 0.000 2.375 10.925 5.414 0.000

48 4.700 0.889 0.000 2.375 11.163 5.414 0.000

49 4.800 0.889 0.000 2.375 11.400 5.414 0.000

50 4.900 0.889 0.000 2.375 11.638 5.414 0.000

51 5.000 0.889 0.000 2.375 11.875 5.414 0.000

52 5.100 0.889 0.000 2.375 12.113 5.414 0.000

53 5.200 0.889 0.000 2.375 12.350 5.414 0.000

54 5.300 0.889 0.000 2.375 12.588 5.414 0.000

55 5.400 0.889 0.000 2.375 12.825 5.414 0.000

56 5.500 0.889 0.000 2.375 13.063 5.414 0.000

57 5.600 0.889 0.000 2.375 13.300 5.414 0.000

58 5.700 0.889 0.000 2.375 13.538 5.414 0.000

59 5.800 0.889 0.000 2.375 13.775 5.414 0.000

60 5.900 0.889 0.000 2.375 14.013 5.414 0.000

No. X=T/Tp V Q=YxQpY=q/qp Tp t=XxTp Qp

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 79

Grafik Unit Hidrograf

0

1

2

3

4

5

6

0 2 4 6 8 10 12 14

Waktu (jam)

Deb

it (

m3/d

et)

Gambar 2.9 Grafik Unit Hidrograf

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

2 - 80

b). Hasil perhitungan hidrograf banjir

Tabel 2.6

8

Hasil

Perh

itung

an H

idro

gra

f B

anjir

QQ

QQ

QQ

QQ

Da

ri J

am

Da

ri J

am

Da

ri J

am

Da

ri J

am

Da

ri J

am

Da

ri J

am

Inflo

wIn

flo

w

No

.W

aktu

Ke

. 1

Ke

. 2

Ke

. 3

Ke

. 4

Ke

. 5

Ke

. 6

Hyd

rog

raf

Hyd

rog

raf

Ja

mT

ingg

iT

ingg

iT

ingg

iT

ingg

iT

ingg

iT

ingg

i(

6 ja

m )

( 1

ja

m )

Ru

n o

ffR

un

off

Ru

n o

ffR

un

off

Ru

n o

ffR

un

off

ters

eba

r

(0 m

m)

(0 m

m)

(33 m

m)

(156

mm

)(2

7 m

m)

(14 m

m)

(230

mm

)(3

13

mm

)

%6.2

7.9

14.1

55.2

10.7

5.9

100

mm

18

23

41

160

31

17

290

Hila

ng

mm

-30

-12

-7-4

-4-3

-60

Ru

n o

ffm

m0

033

156

27

14

230

(ja

m)

(m3/d

t)(m

3/d

t)(m

3/d

t)(m

3/d

t)(m

3/d

t)(m

3/d

t)(m

3/d

t)(m

3/d

t)(m

3/d

t)

10

0.0

00

0.0

00

0.0

00

0.0

00

21

0.6

15

0.0

00

0.0

00

0.0

00

7.5

79

32

4.9

38

0.0

00

0.0

00

0.0

00

0.0

00

60.8

50

43

4.6

17

0.0

00

0.0

00

0.7

99

0.0

00

0.7

99

56.8

95

54

2.4

49

0.0

00

0.0

00

6.4

16

3.7

77

0.0

00

10.1

93

30.1

79

65

1.0

43

0.0

00

0.0

00

5.9

98

30.3

28

0.6

54

0.0

00

36.9

80

12.8

53

76

0.4

04

0.0

00

0.0

00

3.1

82

28.3

56

5.2

49

0.3

39

37.1

26

4.9

78

87

0.1

37

0.0

00

0.0

00

1.3

55

15.0

41

4.9

08

2.7

22

24.0

26

1.6

88

98

0.0

68

0.0

00

0.0

00

0.5

25

6.4

06

2.6

03

2.5

45

12.0

79

0.8

38

10

90.0

29

0.0

00

0.0

00

0.1

78

2.4

81

1.1

09

1.3

50

5.1

18

0.3

57

11

10

0.0

06

0.0

00

0.0

00

0.0

88

0.8

41

0.4

29

0.5

75

1.9

34

0.0

74

12

11

0.0

00

0.0

00

0.0

00

0.0

38

0.4

18

0.1

46

0.2

23

0.8

24

0.0

00

13

12

0.0

00

0.0

08

0.1

78

0.0

72

0.0

76

0.3

34

14

13

0.0

00

0.0

37

0.0

31

0.0

37

0.1

05

15

14

0.0

00

0.0

06

0.0

16

0.0

22

16

15

0.0

00

0.0

03

0.0

03

17

16

0.0

00

0.0

00

Dis

trib

us

i H

uja

n

290

mm

s

ela

ma

6

jam

Q

Un

it

Hyd

rog

raf

( 1

in

ch

i )

(25.4

mm

)

Hu

jan

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

3 - 1

BAB 3

PERHITUNGAN HIDROLIKA

Dalam perencanaan irigasi perhitungan hidrolika yang sering dilakukan adalah

perhitungan mengenai ;

a. Dimensi saluran

b. Perhitungan elevasi muka air di saluran

c. Dimensi bangunan air

3.1 Dimensi Saluran

Dalam perencanaan irigasi perhitungan dimensi saluran ada dua macam ;

a). Perhitungan dimensi saluran untuk saluran tersier dan kuarter

b). Perhitungan dimensi saluran untuk saluran sekunder dan primer

3.1.1 Perhitungan Dimensi Saluran Tersier dan Kuarter

Setelah debit rencana ditentukan dimensi saluran dapat dihitung dengan rumus

strickler berikut ;

V = k . R 2/3 . I1/2

h

bn

VAQ

1mh2bP

h)mhb(A

P

AR

2

dimana ;

Q = debit saluran m3/dt

V = kecepatanaliran m/dt

A = potongan melintang m2 (luas penampang)

R = jari-jari hidrolis, m

P = keliling basah, m

b = lebar dasar, m

h = tinggi air, m

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

3 - 2

n = perbandingan lebar dan dalam, b = nh

I = kemiringan saluran

k = koefisien kekerasan strickler, m1/3/dt

m = kemiringan talut hor/vert (m : 1)

Disini dianjurkan untuk merencanakan saluran irigasi dengan kriteria yang dirinci

pada tabel 3.1. dalam lampiran 1 diberikan grafik dimana dimensi saluran dapat

langsung dibaca dengan masukan (input) debit dan kemiringan rencana saluran.

Karena digunakan saluran-saluran berukuran kecil nilai b/h adalah satu. Dalam

grafik-grafik itu juga diberikan harga-harga kecepatan maksimum yang diizinkan.

Untuk tujuan yang sama dalam buku petunjuk perencanaan jaringan irigasi tabel-

tabel dengan contoh-contoh perhitungan.

Tabel 3.1 Kriteria perencanaan untuk saluran irigasi tanpa pasangan.

Karakteristik Saluran Saluran

Perencanaan Tersier Kuarter

Kecepatan maksimum m/det

Kecepatan minimum m/det 0.20 0.20

Harga k m1/3

/det 35 30

Lebar minimum dasar saluran m 0.30 0.30

Kemiringan talud 1 : 1 1 : 1

Lebar minimum mercu m 0.50 0.40

Tinggi minimum jagaan m 0.30 0.20

sesuai dengan grafik perencanaan

Satuan

Catatan ;

• Lebar dasar saluran akan sama dengan kedalaman air (b/h =1)

• Lebar tanggul akan lebih lebar daripada lebar minimum jika tanggul juga

dipakai sebagai jalan petani atau inspeksi.

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

3 - 3

Gambar 3.1 Grafik Perencanaan untuk saluran tersier tanpa pasangan (k = 35, m = 1)

Gambar 3.2 Grafik Perencanaan untuk saluran kuarter (k = 30, m = 1)

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

3 - 4

3.1.2 Perhitungan Dimensi Saluran Sekunder dan Primer

1. Langkah-langkah perhitungan dimensi saluran (setiap ruas saluran)

a). Luas sawah dan kebutuhan air /ha Q = ? (data)

Medan (kemiringan) I = ? (diperlukan tinggi muka air rencana)

b). Plot Q dan I pada gambar 3.5 RI

c). Keadaan sidemen < 1000 ppm atau > 20000 ppm

Keadaan tanah :

lempung CL simpul

indek plastik PI

nilai banding tangga dalamairkaanlebarpermu

ngjarilengkujari*

Untuk mendapatkan nilai Vb maka menggunakan gambar 3.3, dan yang perlu

diketahui adalah :

- < 1000 ppm

- PI

- CL

Untuk mendapatkan faktor koreksi maka menggunakan gambar 3.4,

Faktor koreksi A, data yang perlu diketahui adalah :

- CL

- Nilai banding rongga

Faktor koreksi B, data yang perlu diketahui adalah :

- kedalaman air (h)

Faktor koreksi C, data yang perlu diketahui adalah :

)mh2b(

P

)mh2b(permukaanlebar

)P(lengkungJari

d). Q menurun : - RI membesar – dasar saluran tidak ada pengendapan

- RI mengecil – dasar saluran ada pengendapan

e). Bila : - Vba > Vbd tidak ada erosi,

- Vba < Vbd mudah tererosi

dimana Vbd adalah kecepatan dasar rencana, Vbd = 0.70

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

3 - 5

f). Buat tabel : Q, n, k, I, h, b, V, RI dan Vbd

Tentukan besarnya Q. Tentukan besarnya, m, n dan k (berdasarkan

Tabel 3.5. Tentukan besarnya I berdasarkan Ploting Q dan I. Hitung h, b

dan V dan RI dengan rumus Strickler.

g). Hitung Vbd

Dari data h didapat faktor koreksi B (gambar 3.4.c)

AxVV

CxBxAxVV

B

VV

bba

bmax

bd

dimana:

V = kecepatan

Vmax = kecepatan max yang diizikan

Vb = kecepatan dasar

Vba = kecepatan dasar yang diizinkan

Vbd = kecepatan dasar rencana

h). Menghitung Dimensi Saluran dengan dasar Vbd, Q, m, n, k, h, b dan I

2. Langkah-langkah Perhitungan Dimensi Saluran (setiap jenis tanah dasar)

I. Kapasitas Saluran

e

ANFRCQ

..

Effisien (e) :

Tersier (15-22) % = et = 0.78 – 0.85

Sekunder (7.5-12,5) % = es = 0.875 – 0.925

Primer (7.5-12,5) % = ep = 0.875 – 0.925

sehingga :

e = et x es x ep = (0.59 – 0.73) %

2

2 2

2

1

1

1 1

111

1

33

2

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

3 - 6

t

1e

A.NFR.CQ untuk saluran tersier

st

2e.e

A.NFR.CQ untuk saluran sekunder

pst

3e.e.e

A.NFR.CQ untuk saluran primer

Koefisien Pengurangan (C) :

Serentak C = 1

Golongan pada DI

a. tersier C = 1

b. sekunder C = 1

c. primer C < 1 C = 0.80

Golongan pada sekunder

a. tersier C = 1

b. sekunder C < 1 C = 0.80

c. primer C < 1 C = 0.80

Golongan pada tersier

a. tersier C < 1 C = 0.80

b. sekunder C < 1 C = 0.80

c. primer C < 1 C = 0.80

Luas daerah yang diairi (A) :

A = 0.90 x uas hasil planimeter

Kebutuhan Bersih Air disawah (NFR) :

NFR = kebutuhan air maksimum selama umur tanaman

II. Perencanaan Dimensi Saluran

Q = V.A

R = A/P

P = b+2h 2m1

V = k. R2/3 .I1/2

A = (b + mh) h ; b =nh ; d = h+w

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

3 - 7

Tabel 3.2 Nilai k berdasarkan jenis saluran dan atau Q rencana

Jenis/Q Rencana k

1. Saluran beton

2. Saluran pasangan

3. Saluran tanah dengan :

• Q > 10 m3/det

• 5 < Q < 10

• 1 < Q < 5

• Q < 1 m3/det

70

60

45

42.5

40

35

3/2n

15.1

i

i3/2

k

PPk

III. Kemiringan Saluran

Diambil dari kemiringan medan yang dilalui as saluran. Hitung kemiringan

medan setiap ruas saluran atau setiap penampang melintang.

IV. Keadaan Sedimen

Banyak sedimen yang dikandung oleh air yang mengalir ke saluran (sungai

dekat rencana bendung) = …. ppm. Grafik a) > 20.000 ppm dan grafik b) <

1.000 ppm

V. Keadaan Tanah Dasar Saluran

Nama jenis tanah : ……………

Simbol kelompok : …………… (tabel 3.6)

Batas cair = WL = …... (25 x hentakan) pecah

Batas plastik = WP = …… (diameter 1/8 inchi) 4 cm (digiling)

Indek plastis = PI = WL – WP =

Volume tanah jenuh = VJ =

Volume air = Va =

Nilai banding rongga = a = Vj

Va

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

3 - 8

VI. Kecepatan Dasar yang diizinkan (Vba)

Vba = Vb x A

Nilai kecepatan dasar (Vb) didapat dari grafik 3.3 berdasarkan :

▪ Sedimen : ppm

▪ Simbol :

▪ PI :

Nilai faktor koreksi (A) didapat dari grafik 3.4 berdasarkan :

▪ Simbol :

▪ Rongga :

Kontrol :

a). Pengendapan

Q mengecil RI membesar tidak terjadi pengendapan

b). Erosi

Vbd < 0.70 m/dt (kecepatan dasar rencana)

Vbd < Vba tidak terjadi erosi

VII. Kemiringan Medan

pst e.e.e

A.NFR.CQ

dimana:

NFR = kebutuhan air netto

et = efisiensi di saluran tersier

es = efisiensi di saluran sekunder

ep = efisiensi di saluran primer

A = luas yang diairi

C = koefisien akibat golongan

I = jarak

hilir.ELhulu.EL

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

3 - 9

Tabel 3.3 Form Perhitungan Dimensi Saluran

A Q EL. Hulu EL. Hilir Jarak

(ha) (m3/det) (m) (m) (m)

Nama SaluranNo. I Keterangan

A = ah2 = (n + m)h2

P = ph = (n + 2 1m2 )h

R = ch = hp

a

2/13/2

3/8

I.k.C.a

Qh

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

3 - 10

Ta

be

l 3

.4 D

ata

pro

fil sa

lura

n g

aris A

Q

ka

bc

(m3/d

t)(m

1/3/d

et)

A =

ah

2P

= p

hR

=a

/p h

12

34

56

78

910

11

12

13

14

15

16

17

18

19

0.3

01.0

1.0

35

2.0

3.8

28

0.5

22

0.6

49

0.5

01.0

1.2

35

2.2

4.0

28

0.5

46

0.6

68

0.7

51.5

1.3

35

2.8

4.9

06

0.5

71

0.6

88

1.5

1.5

1.8

40

3.3

5.4

06

0.6

10

0.7

20

3.0

1.5

2.3

40

3.8

5.9

06

0.6

43

0.7

45

4.5

1.5

2.7

40

4.2

6.3

06

0.6

66

0.7

63

6.0

1.5

3.1

42.5

4.6

6.7

06

0.6

86

0.7

78

7.5

1.5

3.5

42.5

5.0

7.1

06

0.7

04

0.7

91

9.0

1.5

3.7

42.5

5.2

7.3

06

0.7

12

0.7

97

11.0

2.0

4.2

45

6.2

8.6

72

0.7

15

0.7

99

15.0

2.0

4.9

45

6.9

9.3

72

0.7

36

0.8

15

25.0

2.0

6.5

45

8.5

10.9

72

0.7

75

0.8

44

40.0

2.0

9.0

45

11.0

12.4

72

0.8

82

0.9

20

C2

/3I

I1/2

h8

/3h

bv

I(R

)1/2

B(b

d)1

/2(a

b)1

/2v

bd <

va

bm

n

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

3 - 11

Ta

be

l 3

.5 D

ata

pro

fil sa

lura

n g

aris B

Q

ka

bc

(m3/d

t)(m

1/3/d

et)

A =

ah

2P

= p

hR

=a

/p h

12

34

56

78

910

11

12

13

14

15

16

17

18

19

0.3

01.0

1.0

35

2.0

3.8

28

0.5

22

0.6

49

0.5

01.0

1.2

35

2.2

4.0

28

0.5

46

0.6

68

0.7

51.5

1.3

35

2.8

4.9

06

0.5

71

0.6

88

1.5

1.5

1.8

40

3.3

5.4

06

0.6

10

0.7

20

3.0

1.5

2.3

40

3.8

5.9

06

0.6

43

0.7

45

4.5

1.5

2.7

40

4.2

6.3

06

0.6

66

0.7

63

6.0

1.5

3.1

42.5

4.6

6.7

06

0.6

86

0.7

78

7.5

1.5

3.5

42.5

5.0

7.1

06

0.7

04

0.7

91

9.0

1.5

3.7

42.5

5.2

7.3

06

0.7

12

0.7

97

11.0

2.0

4.2

45

6.2

8.6

72

0.7

15

0.7

99

15.0

2.0

4.9

45

6.9

9.3

72

0.7

36

0.8

15

25.0

2.0

6.5

45

8.5

10.9

72

0.7

75

0.8

44

40.0

2.0

9.0

45

11.0

12.4

72

0.8

82

0.9

20

mn

C2

/3I

I1/2

h8

/3h

bv

I(R

)1/2

B(b

d)1

/2(a

b)1

/2v

bd <

va

b

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

3 - 12

Q = A . V

V = k . R2/3 . I1/2

Q = ah2 . k . (ch)2/3 . I1/2

ah2 . (ch)2/3 = 2/1I.k

Q

2/13/2

3/23/6

I.k.ac

Qh.h

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

3 - 13

Tabel 3.6 Kriteria klasifikasi tanah secara laboratorium dari USBR/ USCE

INFORMASI YANG DIPERLUKAN UNTUK MENJELASKAN TANAH KRITERIA KLASIFIKASI LABORATORIS

Berikan nama jenis, tunjukkan perkiraan persentase

pasir dan kerikil, ukuran maks; persikuan,kondisi

permukaan dan kekasaran butir; nama setempat atau

geologis dan informasi deskriptif yang relevan lainnya;

dan simbol dalam tanda kurung ( ).

Untuk tanah tak terganggu tambahkan informasi

mengenai perlaisan, tingkat kepadatan, sementasi,

kondisi kelembapan dan karakteristik pembuangan

(drainase)

Contoh :

Pasir lanauan, kerikilan; kurang lebih 20% keras.

Partikel kerikil bersiku, ukuran maks.1/2 inci; partikel

pasir bulat dan kasar sampai halus; sekitar 15%

bahan halus nonplastis dengan kekuatan kering

rendah; padat dan lembab di tempat; pasir aluvial;

(SM)

Berikan nama jenis; tunjukkan tingkat dan sifat

besarnya plastisitas dan ukuran maks. butir kasar;

warna dalam kondisi basah, bau (kalau berbau),

nama setempat atau geologis, dan informasi deskriptif

yang relevan lainnya; dan simbol dalam tanda kurung.

Untuk tanah tidak terganggu, tambahkan informasi

mengenai struktur, perlapisan konsistensi dalam

keadaan tak terganggu, kondisi kelembapan dan

drainase.

Contoh :

Lumpur lanauan coklat, agak plastis; persentase pasir

halusnya rendah; terdapat lubnag-lubang akar

vertikal; kuat dan kering di tempat, lus; (ML)

GW

, G

P,

SW

, S

P

GM

, G

C,

SM

, S

C

Yang terleta

k d

i g

aris b

ata

s m

em

erlu

kan

dua s

imbol

Tentu

kan p

ers

enta

se k

erikil

dan p

asir d

ari k

urv

e u

ku

ran b

utir.

Berg

an

tung k

epada

pers

enta

se

baha

n h

alu

s (

fraksi yang lebih

kecil

dari a

yak n

o.

200),

tanah

berb

utir

ka

sar

dik

lasifik

asi se

baga

i beriku

t :

Kura

ng d

ari 5

%

Leb

ih d

ari 1

2%

Gunaka

n k

urv

e u

kura

n b

utir

dala

m m

engid

en

tifikasi fr

aksi yang d

iberikan m

enuru

t id

entifikasi la

pa

ngan

Batas Atterberg di bawah

garis "A" atau PI kurang

dari 4

Batas Atterberg di atas

garis "A" dengan PI lebih

dari 7

Tidak memenuhi semua pernyataan gradasi untuk

GW

Di atas garis "A"

dengan PI antara 4

dan 7 berarti ada di

garis batas dan

memerlukan dua

simbol.

Batas Atterberg di bawah

garis "A" atau PI kurang

dari A

Batas Atterberg di atas

garis "A" dengan PI lebih

besar dari 7

Tidak memenuhi semua persyaratan untuk SW

5%

sam

pai 12%

Di atas garis "A"

dengan PI antara 4

dan 7 berarti ada di

garis batas dan

memerlukan dua

simbol.

4daribesarlebihD

Dc

60

10u

3dansatuantara

DxD

Dc

6010

2

30c

6daribesarlebihD

Dc

10

60u

3dansatuantara

DxD

Dc

6010

2

10c

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

3 - 14

Tabel 3.6

K

rite

ria k

lasifik

asi ta

nah s

ecara

labora

toris d

ari U

SB

R/

US

CE

(la

nju

tan)

PR

OS

ED

UR

ID

EN

TIF

IKA

SI L

AP

AN

GA

N

GW

Kerikil

gra

dasi, b

aik

cam

pura

n k

erikil-

pasir,

dengan s

edik

it a

tau tanpa b

ahan h

alu

s

GP

kerikil

gra

dasi je

lek, cam

pura

n k

erikil-

pasir,

dengan s

edik

it/ ta

k b

erb

ahan h

alu

s

GM

Kerikil

lanauan, cam

pura

n k

erikil-

pasir lanau

berg

radasi je

lek

GC

Kerikil

lum

pura

n, cam

pura

n k

erikil-

pasir lanau

berg

radasi je

lek

SW

Pasir g

radasi baik

, pasir k

erikila

n, dengan

sedik

it a

tau tanpa b

ahan h

alu

s

SP

Pasir g

radasi je

lek, pasir k

erikila

n; dengan

sedik

it/ ta

npa b

ahan h

alu

s

SM

Pasir lanauan, cam

pura

n p

asir-lanau

berg

radasi je

lek

SC

Pasir lem

pungan, cam

pura

n p

asir lem

pung

berg

radasi je

lek

KE

KU

AT

AN

KE

RIN

G

(KA

RA

KT

ER

IST

IK

PE

CA

H)

DIL

AN

TA

SI

(RE

AK

SI

TE

RH

AD

AP

GE

TA

RA

N)

KE

KE

RA

SA

N

(KE

KE

NT

ALA

N

ME

ND

EK

AT

I

BA

TA

S P

LA

ST

IS)

Nol sam

pai re

ndah

Cepat sam

pai

lam

bat

Nol

ML

Lanau inorg

anik

dan p

asir, batu

tum

buk y

ang

am

at halu

s, pasir lanauan a

tau h

alu

s, pla

stisitas

rendah

Sedang s

am

pai

tinggi

Nol sam

pai

sangat la

mbat

Sedang

CL

Lem

pung lia

t in

org

anik

dengan p

lastisitas

rendah s

am

pai sedang, le

mpung lanauan

pasiran, kerikila

n, dan lem

pung k

uru

s

Rendah s

am

pai

sedang

Lam

bat

Rendah

OL

Lanau o

rganik

dan lanau-lem

pung d

engan

pla

stisitas r

endah

Rendah s

am

pai

sedang

Lam

bat sam

pai

Nol

Rendah s

am

pai

sedang

MH

Lanau inorg

anik

, pasir h

alu

s b

erm

ika/ dia

tom

ea

ata

u tanah lanauan, la

nau e

lastis

Tin

ggi sam

pai

sangat tinggi

Nol

Tin

ggi

CH

Lanau inorg

anik

dengan p

lastisitas tin

ggi,

lem

pung g

em

uk

Sedang s

am

pai

tinggi

Nol sam

pai

sangat la

mbat

Rendah s

am

pai

sedang

OH

Lem

pung o

rganik

dengan p

lastisitas s

edang

sam

pai tinggi

TA

NA

H O

RG

AN

IK T

ING

GI

Pt

Tanah g

am

but dan jenis

-jenis

tanah o

rganik

tinggi yang lain

1.

Kla

sifik

asi m

enuru

t kebula

tan : tanah-t

anah y

ang m

em

iliki kara

kte

ristik d

ua k

elo

mpok d

itunju

kkan d

engan d

ua s

imbol

kelo

mpok, m

isaln

ya G

W -

GC

, cam

pura

n k

erikil-

pasir h

alu

s d

engan p

engik

at le

mpung

2.

Ukura

n-u

kura

n a

yak d

ala

m tabel in

i m

enuru

t sta

ndar

Am

erika.

DIS

AD

UR

OLE

H U

S C

OR

PS

OF

EN

GIN

EE

R A

ND

US

BU

RE

AU

OF

RE

CLA

MA

TIO

N, JA

NU

AR

I 1952

(Tid

ak term

asuk p

art

ikel-part

ikel yang lebih

besar

dari 3

inci dan m

endasark

an f

raksi pada b

era

t

perk

iraan)

SIM

BO

L

KE

LO

MP

OK

1)

NA

MA

JE

NIS

Mudah d

ikenali

lew

at w

arn

a , b

au, em

puk s

pt spon, dan

sering lew

at ja

ringannya y

ang tam

pak s

epert

i sera

t

Lebih dari separoh bahan lebih besar dari ukuran

ayak No. 200

TANAH BERBUTIR KASAR TANAH BERBUTIR HALUS

Lebih dari separoh bahan lebih kecil dari ukuran ayak No.

200

KERIKIL PASIR

PR

OS

ED

UR

ID

EN

TIF

IKA

SI B

UT

IR Y

AN

G L

EB

IH K

EC

IL D

AR

I U

KU

RA

N A

YA

K N

O. 4

0

(Ayak No. 200 sebesar kurang dari partikel terkecil yang bisa dilihat dengan mata telanjang)

LA

NA

U D

AN

LE

MP

UN

G

(Untuk klasifikasi visual, ukuran 1/4 dapat

dianggap sama dengan ukuran ayak No. 4)

Lebih separoh dari fraksi

kasar lebih besar dari

ukuran ayak No. 4

Lebih separoh dari fraksi

kasar lebih kecil dari

ukuran ayak No. 4

LA

NA

U D

AN

LE

MP

UN

G

Bata

s c

air k

ura

ng d

ari 5

0

Bata

s c

air lebih

dari 5

0

Berm

acam

-macam

ukura

n b

utir

dan p

art

ikel beru

kura

n

sedang d

ala

m jum

lah b

esar.

Ada s

atu

ukura

n d

om

inan, ata

u b

erb

agai ukura

n d

engan

bebera

pa u

kura

n s

edang h

ilang.

Bahan h

alu

s n

onpla

stis (

untu

k p

rosedur

identifikasi lih

at

ML d

i baw

ah ini).

Bahan h

alu

s p

lastis (

untu

k p

rosedur

identifikasi lih

at C

L

di baw

ah ini)

Berm

acam

-macam

ukura

n b

utir

dan p

art

ikel beru

kura

n

sedang d

ala

m jum

lah b

esar.

Ada s

atu

ukura

n d

om

inan, ata

u b

erb

agai ukura

n d

engan

bebera

pa u

kura

n s

edang h

ilang.

Bahan h

alu

s n

onpla

stis (

untu

k p

rosedur

identifikasi lih

at

ML d

i baw

ah ini).

Bahan h

alu

s p

lastis (

untu

k p

rosedur

identifikasi lih

at C

L

di baw

ah ini)

KE

RIK

IL B

ER

SIH

(dengan s

edik

it/ ta

npa

bahan h

alu

s)

KE

RIK

IL D

EN

GA

N

BA

HA

N H

ALU

S

(bahan h

alu

s c

ukup

banyak)

PA

SIR

BE

RS

IH

(dengan s

edik

it/ ta

npa

bahan h

alu

s)

PA

SIR

DE

NG

AN

BA

HA

N H

ALU

S

(bahan h

alu

s c

ukup

banyak)

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

3 - 15

Gambar 3.3 Kecepatan-kecepatan dasar untuk tanah koheren (SCS)

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

3 - 16

Gambar 3.4 Faktor-faktor koreksi terhadap kecepatan dasar (SCS)

V maks = Vb x A x B x C

dimana ;

Vmaks = kecepatan maksimum yang diizinkan m/dt

Vb = kecepatan dasar m/dt

A = faktor koreksi untuk angka pori permukaan saluran

B = faktor koreksi untuk kedalaman air

C = faktor koreksi untuk lengkung dan kecepatan dasar yagn

diizinkan Vba = Vb x A

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

3 - 17

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

3 - 18

Tabel 3.7 Karakteristik saluran yang dipakai dengan gambar 3.5.

Debit Kemiringan talud Perbandingan b/h Faktor

(m3/dt) 1 : m n kekasaran k

0.15 - 0.30 1.0 1.0 35

0.30 - 0.50 1.0 1.0 - 1.2 35

0.50 - 0.75 1.0 1.2 - 1.3 35

0.75 - 1.00 1.0 1.3 - 1.5 35

1.00 - 1.50 1.0 1.5 - 1.8 40

1.50 - 3.00 1.5 1.8 - 2.3 40

3.00 - 4.50 1.5 2.3 - 2.7 40

4.50 - 5.00 1.5 2.7 - 2.9 40

5.00 - 6.00 1.5 2.9 - 3.1 42.5

6.00 - 7.50 1.5 3.1 - 3.5 42.5

7.50 - 9.00 1.5 3.5 - 3.7 42.5

9.00 - 10.00 1.5 3.7 - 3.9 42.5

10.00 - 11.00 2.0 3.9 - 4.2 45

11.00 - 15.00 2.0 4.2 - 4.9 45

15.00 - 25.00 2.0 4.9 - 6.5 45

25.00 - 40.00 2.0 6.5 - 9.0 45

3.1.3 Perencanaan Profil Saluran

Dalam merencanakan saluran, ikutilah langkah-langkah berikut ;

a). Tentukan debit rencana serta kemiringan yang terbaik untuk tiap ruas saluran,

berdasarkan kemiringan medan yang ada dan tinggi bangunan sadap tersier

yang diperlukan. Ini menghasilkan titik dengan harga khusus Qd dan I.

b). Plotlah titik-titik Qd – I untuk masing-masing saluran berikutnya, mulai dari

bangunan utama hingga ujung saluran sekunder dan tariklah garis melalui titik-

titik ini. Dalam gambar 3.5 diberikan contoh dua garis untuk dua jaringan

saluran yang berbeda. Perlu diingat bahwa garis-garis ini bisa berbeda untuk

jaringan-jaringan saluran lainnya.

c). Tentukan harga kecepatan dasar yang diizinkan Vba bagi setiap ruas saluran

berdasarkan kondisi tanah dengan gambar 3.3b. Misalnya ; jaringan irigasi

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

3 - 19

akan dibangun pada bahan tanah yang terdiri dari lempung CL dengan harga

indeks plastisitas PI di atas 16 dan kandungan sedimen dibawah 1.000 ppm.

Ini menghasilkan Vb-1 m/dt. Angka tanah tersebut lebih dari 0.8 dan oleh

sebab itu, faktor koreksi A pada gambar 3.4a sekurang-kurangnya 1.0. Ini

menghasilkan kecepatan dasar yang diizinkan Vba = Vb x A = 1.0 x 1.0 = 1.0

m/dt untuk seluruh daerah proyek.

d). Garis-garis Qd – I A dan B mempunyai harga-harga RI yang makin besar

dengan menurunnya harga Qd. Hal ini berarti bahwa harga kapasitas

angkutan sedimen di kedua jaringan saluran tersebut makin bertambah besar

ke arah hilir. Diperkirakan sedimentasi tidak akan terjadi.

e). Garis-garis Qd-I ,menunjukkan bahwa kecepatan dasar rencana Vbd jelas di

bawah 0,70 m/dt. Karena kecepatan dasar rencana yang diizinkan (langkah 3)

dihitung 1.0 m/dt, maka diperkirakan tidak akan timbul masalah erosi.

f). Potongan melintang dihitung dengan Qd-I kurve Gambar 3.5 sebagaimana

ditunjukkan pada Tabel 3.8 dan 3.9. Harga-harga untuk kolom 2,3 dan 4

diambil dari kriteria perencanaan. Harga-harga pada kolom 6,7,8 dan 9

dihitung dengan rumus strickler, sedangkan pada kolom 10 dihitung dengan

cara membagi harga kecepatan rencana pada kolom 8 dengan faktor koreksi

kedalaman B dari Gambar 3.4.

g). Harga-harga kemiringan saluran mungkin harus dimodifikasi sebagai berikut ;

• Jika Vbd melampui Vba, maka harga kemiringan saluran diambil lebih

rendah dan mungkin diperlukan bangunan terjun.

• Bila kemiringan saluran pada langkah 1 untuk suatu ruas ternyata lebih

landai dari kemiringan yang dibutuhkan untuk garis RI yang baik, maka

kemiringan tersebut akan ditambah dan sebagai akibatnya pelaksanaan

dilakukan pada timbunan.

• Tabel 3.8 dan 3.9 memberikan potongan melintang untuk harga-harga

debit rencana yang dipilih. Untuk harga Qd yang lain, potongan melintang

dihitung dengan mengambil harga-harga m,n dan k dari kriteria

perencanaan dan potongan memanjang diambil dari grafik perencanaan

saluran.

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

3 - 20

Tabel 3.8 Data Profil saluran Garis A

Q k I h b v I(R)1/2 vbd

(m3/dt) (m

1/3/det) (10

-3) m m m/dt (10

-4) m/dt

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

0.30 1.0 1.0 35 0.56 0.62 0.62 0.39 3.19 0.42

0.50 1.0 1.2 35 0.50 0.73 0.88 0.42 3.16 0.44

0.75 1.5 1.3 35 0.46 0.78 1.02 0.44 3.07 0.46

1.5 1.5 1.8 40 0.39 0.92 1.66 0.54 2.92 0.55

3.0 1.5 2.3 40 0.32 1.16 2.66 0.59 2.76 0.57

4.5 1.5 2.7 40 0.28 1.32 3.57 0.61 2.63 0.58

6.0 1.5 3.1 42.5 0.25 1.41 4.37 0.66 2.46 0.61

7.5 1.5 3.5 42.5 0.23 1.5 5.25 0.67 2.36 0.62

9.0 1.5 3.7 42.5 0.21 1.6 5.93 0.67 2.24 0.61

11.0 2.0 4.2 45 0.20 1.6 6.71 0.70 5 0.64

15.0 2.0 4.9 45 0.17 1.76 8.64 0.70 1.94 0.63

25.0 2.0 6.5 45 0.15 2 12.98 0.74 1.87 0.64

40.0 2.0 9.0 45 0.13 2.19 19.73 0.74 1.79 0.65

nm

Tabel 3.9 Data Profil saluran Garis B

Q k I h b v I(R)1/2 vbd

(m3/dt) (m

1/3/det) (10

-3) m m m/dt (10

-4) m/dt

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

0.30 1.0 1.0 35 0.44 0.65 0.65 0.36 2.56 0.39

0.50 1.0 1.2 35 0.38 0.77 0.92 0.38 2.46 0.40

0.75 1.5 1.3 35 0.35 0.82 1.07 0.40 2.4 0.41

1.5 1.5 1.8 40 0.30 0.97 1.74 0.49 2.3 0.49

3.0 1.5 2.3 40 0.25 1.21 2.79 0.54 2.21 0.52

4.5 1.5 2.7 40 0.225 1.38 3.71 0.57 2.51 0.53

6.0 1.5 3.1 42.5 0.20 1.47 4.55 0.60 2.01 0.56

7.5 1.5 3.5 42.5 0.19 1.55 5.44 0.62 1.99 0.57

9.0 1.5 3.7 42.5 0.175 1.66 6.14 0.63 1.9 0.57

11.0 2.0 4.2 45 0.16 1.67 7.00 0.64 1.75 0.58

15.0 2.0 4.9 45 0.145 1.82 8.91 0.66 1.68 0.59

25.0 2.0 6.5 45 0.13 2.05 13.34 0.70 1.64 0.61

40.0 2.0 9.0 45 0.12 2.23 20.03 0.73 1.62 0.62

m n

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

3 - 21

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

3 - 22

Cara I

Untuk Saluran Tersier, Sekunder dan Primer

Tabel 3.10 Perhitungan untuk saluran tersier, sekunder dan primer

Q v (m/dt)

(m3/dt) utk lempung biasa

0 - 0.150 1 0.25 1 : 1

0.150 - 0.300 1 0.30 1 : 1 Nilai K

0.300 - 0.400 1.5 0.35 1 : 1

0.400 - 0.500 1.5 0.40 1 : 1 50 Untuk saluran-saluran yang

0.500 - 0.750 2 0.45 1 : 1 dipelihara baik, dengan debit

0.750 - 1.50 2 0.50 1 : 1 diatas 10 m3/dt

1.50 - 3.00 2.5 0.55 1 : 1.5 47.5 dengan debit 5 - 10 m3/dt

3.00 - 4.50 3 0.60 1 : 1.5 45.0 dengan debit dibawah 5 m3/dt

4.50 - 6.00 3.5 0.65 1 : 1.5 42.5 untuk saluran muka

6.00 - 7.50 4 0.70 1 : 1.5 40.0 untuk saluran tersier

7.50 - 9.00 4.5 0.70 1 : 1.5 60.0 untuk saluran pasangan

9.00 - 11.00 5 0.70 1 : 1.5

11.00 - 15.00 6 0.70 1 : 1.5

15.00 - 25.00 8 0.70 1 : 2

25.00 - 40.00 10 0.75 1 : 2

40.00 - 80.00 12 0.80 1 : 2

Talud utk

lempung biasaKeteranganb/h

Bila B ≠ nh V = tabel

Rumus yang dipakai :

Q = A x V

R = P

A

V = k. R2/3. I1/2

I =

2

3/2R.k

V

Caranya :

Q = diketahui

V, k, n = b/h didapat dari tabel

A = 2hnmV

Q

h = didapat

b = n..h didapat dan dibulatkan

F = (b + mh)h dengan menggunakan rumus ini

H = dapat dicari lagi

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

3 - 23

P = b + 2 (h 2m1 )

R = P

A

R2/3 = didapat

I =

3/2R.k

V

Cara II

Untuk Saluran Tersier, Sekunder dan Primer

Tabel 3.11 Perhitungan untuk saluran tersier, sekunder dan primer

Q v (m/dt)

(m3/dt) utk lempung biasa

0 - 0.150 1 0.25 - 0.30 1 : 1

0.150 - 0.300 1 0.30 - 0.35 1 : 1 Nilai K

0.300 - 0.400 1.5 0.35 - 0.40 1 : 1

0.400 - 0.500 1.5 0.40 - 0.45 1 : 1 50 Untuk saluran-saluran yang

0.500 - 0.750 2 0.45 - 0.50 1 : 1 dipelihara baik, dengan debit

0.750 - 1.50 2 0.50 - 0.55 1 : 1 diatas 10 m3/dt

1.50 - 3.00 2.5 0.55 - 0.60 1 : 1.5 47.5 dengan debit 5 - 10 m3/dt

3.00 - 4.50 3 0.60 - 0.65 1 : 1.5 45.0 dengan debit dibawah 5 m3/dt

4.50 - 6.00 3.5 0.65 - 0.70 1 : 1.5 42.5 untuk saluran muka

6.00 - 7.50 4 0.70 1 : 1.5 40.0 untuk saluran tersier

7.50 - 9.00 4.5 0.70 1 : 1.5 60.0 untuk saluran pasangan

9.00 - 11.00 5 0.70 1 : 1.5

11.00 - 15.00 6 0.70 1 : 1.5

15.00 - 25.00 8 0.70 1 : 2

25.00 - 40.00 10 0.75 1 : 2

40.00 - 80.00 12 0.80 1 : 2

b/hTalud utk

lempung biasaKeterangan

Bila B ≠ nh V = tabel

Rumus yang dipakai :

Q = A x V

R = P

A

V = k. R2/3. I1/2

I =

2

3/2R.k

V

Caranya :

Q = diketahui

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

3 - 24

V, k, n = b/h didapat dari tabel

A = 2hnmV

Q

h = didapat

b = n..h didapat dan dibulatkan

F = (b + mh)h dengan menggunakan rumus ini

H = dapat dicari lagi

P = b + 2 (h 2m1 )

Tabel 3.12 Nilai perbandingan antara P dan h

1 1 3.828 h

1 2 4.828 h

1.5 3 6.606 h

1.5 4 7.606 h

1.5 5 8.606 h

2 8 12.472 h

2 12 16.472 h

1 1.5 4.328 h

1 2.5 5.328 h

1.5 3.5 7.106 h

1.5 4.5 8.106 h

1.5 6 9.606 h

2 10 14.472 h

m n P

R = P

A

R2/3 = didapat

I =

3/2R.k

V

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

3 - 25

Cara III

Urutan perhitungan dimensi saluran primer dan sekunder

1. Ambil skema saluran irigasi (hasil perencanaan)

2. Tentukan saluran dari bendung sampai dengan saluran sekunder ruas terakhir,

kemudian sekunder lainnya.

3. Hitung debit rencana saluran primer Qd = (A x NFR)/ (et x es x ep)

4. Hitung debit rencana saluran sekunder Qd = (A x NFR)/ (et x es x ep)

5. Tentukan kemiringan saluran I dari keadaan medan as saluran dengan tabel 3.3

6. Tentukan n, m dan k dengan melihat Qd dan tabel 3.7

7. Hitung lebar saluran b dan dalam air di saluran h dengan rumus di bawah ini dan

tabel 3.4 dan 3.5

Q = A x V

V = k.R2/3.I1/2

A = (n + m)h = ah2

P = (n + 2 2m1 )h = ph

R = A/P = (a/p) h = ch

Q = ah2 . k . (ch)2/3 . I1/2

ah2 . (ch)2/3 = Q/k . I1/2

h6/3 . h2/3 = Q/a . c2/3 . k . I1/2

h8/3 = Q/a . c2/3 . k . I1/2

8. Hitung lagi V = Qd/ (b.h + mh2)

9. Hitung I R

10. Dari data h tentukan faktor koreksi B denga melihat gambar 3.4

11. Hitung Vbd = V/B

12. Lakukan pengecekan dasar recana Vbd dengan Vbd

13. Bila Vbd > Vba saluran akan tererosi jadi V harus dikurangi atau i dilandaikan

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

3 - 26

Ka

nd

un

ga

n

se

dim

en

Je

nis

wa

rna

tan

ah

da

sa

r

sa

lura

n

Pla

stik In

de

k

Nila

i b

an

din

g

ron

gg

a

Da

lam

air d

i

sa

lura

n

Ja

ri-ja

ri

hid

rolis

Le

ba

r

pe

rmu

ka

an

air

< 1

00

0 p

pm

> 2

0.0

00

pp

m

PI

Le

mp

un

g

CL h

R =

A/P

R/(

b+

2m

h)

(b+

2m

h)

Ke

ce

pa

tan

da

sa

rV

b

Fa

kto

r ko

reksi

A

Fa

kto

r ko

reksi

B

Fa

kto

r ko

reksi

C

Qd/A

V

Lih

at g

am

ba

r 3.3

Lih

at g

am

ba

r 3

.4

Lih

at g

am

ba

r 3

.4

Lih

at g

am

ba

r 3.4

Ke

ce

pa

tan

da

sa

r

ya

ng

diiz

inka

nV

ba

Ke

ce

pa

tan

ma

x

ya

ng

diiz

inka

nV

ma

x

Ke

ce

pa

tan

da

sa

r

ren

ca

na

Vb

d

= V

b x

A

= V

b x

A x

B x

C

= V

/B

Bila

Vb

d >

Vb

a m

aka

ke

ce

pa

tan

V d

iku

ran

gi a

tau

ke

mirin

ga

n I d

ilan

da

ika

n

Ga

mb

ar

3.7

F

low

ch

art

Pe

ng

ece

ka

n k

ece

pa

tan

Da

sa

r R

en

cn

a V

bd

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

3 - 27

3.2 Perhitungan Elevasi Muka Air Rencana

Untuk menentukan muka air rencana saluran harus tersedia data-data topografi

yang lengkap misalnya ;

a). peta lay out skala 1:5000

b). peta trase saluran skala 1:2000

c). potongan memanjang as saluran/ rencana saluran skala horisontal 1:2000

dan vertikal 1:200

d). potongan melintang setiap jarak 50 m

e). elevasi sawah 7.5 meter dari as saluran irigasi atau pembuang tersier atau

kwarter harus diketahui.

Hal ini penting karena ;

a). saluran kwarter harus dapat memberikan air ke sawah-sawah yang

direncanakan akan diairi

b). pembuang kwarter dan tersier harus dapat menerima kelebihan air dari

sawah di dekatnya

c). jalan inspeksi atau jalan petani 0,5 m diatas permukaan sawah disekitarnya

Pada waktu menentukan elevasi tanah sawah tertinggi di sawah dalam petak

tersier hendaknya selalu diingat apakah daerah itu sudah diratakan atau akan

diratakan dimasa yang akan datang. Kadang-kadang tidak diajukan untuk

mengairi bagian petak tersier yang sangat tinggi, karena ini akan memerlukan

muka air yang lebih tinggi di saluran tingkat sekunder dan primer. Biaya

pelaksanaan yang amat besar akan diperlukan untuk ini.

Sebagai contoh penentuan muka air disaluran induk (primer) atau sekunder dapat

dilhat pada halaman berikut.

Gambar 3.8 Elevasi bangunan sadap tersier yang diperlukan

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

3 - 28

Elevasi muka air yang diperlukan disaluran primer/ sekunder di hulu bangunan

sadap tersier dapat ditentukan dengan rumus berikut ;

P = A + a + b + n.c + d+ m.e + f + g + H + z

dimana ;

P = muka air yang dibutuhkan jaringan utama di hulu bangunan sadap tersier

A = elevasi sawah yang menentukan di petak tersier

a = kedalaman air disawah (~ 10 cm)

b = kehilangan tinggi energi dari saluran kuarter sampai sawah (~ 10 cm)

c = kehilangan tinggi energi di boks bagi kuarter (5 – 15 cm/boks)

n = jumlah boks bagi kuarter pada saluran yang direncana

d = kehilangan tinggi energi selama pengaliran di saluran tersier dan kuarter

(I x L cm)

e = kehilangan tinggi energi di boks bagi tersier (~ 10 cm/boks)

m = jumlah boks tersier pada saluran yang direncana

f = kehilangan tinggi energi di gorong-gorong (~ 5 cm per gorong-gorong)

z = kehilangan tinggi energi bangunan-bangunan tersier yang lain

g = kehilangan tinggi energi di pintu romijn (~ 2/3 H)

H = variasi tinggi muka air di jaringan utama di hulu bangunan sadap tersier

(- 0.18 h100)

h100 = kedalaman air rencana di saluran primer atau sekunder pada bangunan

sadap

3.3 Dimensi Bangunan Air

3.3.1 Dimensi Bangunan Utama (Bendung)

a). Peil Mercu Bendung

1. Elevasi

Peil mercu bendung ditentukan oleh beberapa macam faktor, antara lain

elevasi sawah tertinggi yang akan diairi, tingginya air di sawah,

kehilangan tekanan pada pemasukan kesaluran-saluran, pada alat-alat

ukur, pada bangunan-bangunan lain yang terdapat di saluran dan

sebagainya.

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

3 - 29

Pada umumnya angka-angka patokan dibawah ini dapat dipakai ;

Tabel 3.13 Angka-angka acuan untuk penetapan kehilangan tekan

Uraian Elevasi

Elevasi sawah tertinggi

Tingginya air disawah

Kehilangan tek. Dari tersier ke sawah

Kehilangan tek. dari sekunder ke tersier

Kehilangan tek. dari primer ke sekunder

Kehilangan tek. karena miring saluran

Kehilangan tek. di alat-alat ukur

Kehilangan tek. dari sungai ke primer

Persediaan tek. karena ekploitasi

Persediaan untuk lain-lain bangunan

+ x

0.10

0.10

0.10

0.10

0.15

0.40

0.20

0.10

0.25

Peil mercu bendung X + 1.50 m

(ini belum termasuk kehilangan air akibat jarak antara sawah dan

bendung).

Angka diatas hanyalah sekedar untuk acuan bila data-data yang lengkap

tidak tersedia. Sudah barang tentu angka-angka tersebut akan berubah

sesuai dengan kebutuhan.

Perlu dijelaskan disini bahwa persediaan tekanan karena ekploitasi ini

adalah perlu, sebab pada saat muka air di sungai mencapai peil normal,

yaitu setinggi mercu bendung, maka karena kemungkinan adanya

gelombang, sebagian airnya akan melimpasi mercu.

Dalam hal ini berarti bahwa peil air normal sebenarnya tidak lagi setinggi

mercu bendung, tetapi kurang dari itu, dan di taksir 10 cm di bawahnya.

Karena itu dalam exploitasi dan dalam perhitungan pintu intake dianggap

bahwa peil air normal sungai adalah 10 cm di bawah peil mercu.

2. Tinggi Bendung

Yang dimaksud dengan tinggi bendung disini adalah jarak antara lantai

muka bendung sampai puncak bendung (P). Dalam hal ini belum ada

ketentuan yang tegas mengenai harga P. Tetapi dilihat dari segi stabilitas

bendung maka dapatlah dianjurkan agar : P < 4 m dengan minimum P =

0,5 H.

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

3 - 30

Mengenai lantai muka bendung, jika bendung tersebut dibangun di

palung sungai maka peilnya adalah peil dasar sungai ditempat rencana

bendung, agar tidak merubah terlalu banyak sifat pengalirannya.

Jika bendung dibangun di coupure sedapat mungkin peilnya sama

dengan peil dasar sungai. Akan tetapi bila ternyata P > 4 m maka peil

lantai muka dapat dipasang lebih tinggi sepanjang tidak mengganggu

konstruksi pintu pemasukan.

Dan dengan demikian maka penggalian coupure akan menjadi sedikit,

tidak perlu dalam-dalam.

b). Lebar Bendung

Yang dimaksud dengan lebar bendung adalah jarak antara tembok pangkal

disatu sisi dan tembok pangkal disisi yang lain.

Untuk tidak terlalu banyak mengganggu aliran sungai setelah ada bendung

maka yang paling ideal, lebar bendung adalah sama dengan lebar normal

sungai. Jadi B = Bn.

Akan tetapi oleh karena satu dan lain hal, bila ternyata dengan lebar yang

sama dengan lebar normal sungai akan mengakibatkan tingginya air diatas

mercu tinggi sekali, maka lebar bendung masih dapat dibesarkan samap 6/5

Bn.

Jadi B < 6/5 Bn

Jika B terlalu kecil maka tinggi air di atas mercu akan membesar dan ini

menuntut tanggul di udik bendung yang tinggi, atau luas genangan di udik

bendung bertambah. Sementara itu pasangan untuk tubuh bendung menjadi

sedikit.

Jika B terlalu besar maka pasangan untuk tubuh bendung menjadi besar dan

karena adanya pelebaran profil sungai dari profil normalnya, akan terjadi

pengendapan di depan bendung. Ini akan berakibat terjadinya aliran

melintang yang tidak dikehendaki. Sebaliknya tanggul tidak usah terlalu

tinggi.

Hal-hal diatas hendaknya menjadi pertimbangan dalam menetapkan lebar

bendung.

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

3 - 31

1. Lebar Efektif

Tidak seluruh lebar bendung ini akan bermanfaat untuk melewatkan

debit, oleh karena kemungkinan adanya pyler-pyler dan pintu-pintu

penguras.

Lebar bendung yang bermanfaat untuk melewatkan debit disebut lebar

efektif. Sudah barang tentu lebar efektif ini kurang dari lebar seluruhnya

atau paling besar adalah sama.

Untuk menetapkan besarnya lebar efektif perlu diketahui mengenai

ekploitasi bendung.

Pada saat air banjir datang maka pintu bilas dan pintu-pintu lain harus

tertutup. Hal ini untuk mencegah masuknya benda-benda hanyut yang

akan menyumbat pintu bilas (bila pintu terbuka) dan masuknya air banjir

ke saluran.

Selain itu bila pintu bilas tertutup, ujung atas pintu tidak boleh lebih tinggi

dari mercu bendung, sehingga air bisa lewat di atas pintu.

Karena pengaliran air diatas pintu lebih sukar dari pada pengaliran diatas

mercu bendung, maka kemampuan pintu bilas untuk mengalirkan air

dianggap hanya 80 % saja.

Atas penjelasan-penjelasan diatas maka dapat disimpulkan sebagai

berikut ;

btBB

btbBB

ef

ef

20.0

80.0

dimana ;

Bef = lebar efektif bendung

B = lebar seluruh bendung

t = jumlah tebal pilar-pilar

b = jumlah lebar pintu-pintu bilas

2. Tebal Pilar

Pilar-pilar yang terdapat pada tubuh bendung kemungkinan adalah pilar-

pilar jembatan dan pilar-pilar pintu bilas. Tebal pilar jembatan ditentukan

oleh beban yang akan ditanggungnya. Namun demikian sebagai

pegangan untuk merencanakan bendungnya dapat diambil sebesar

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

3 - 32

antara 2 m sampai 3 m untuk pasangan batu kali, dan antara 1 m sampai

2 m untuk pasangan dari beton.

Tebal pilar pintu bilas, tergantung ada atau tidaknya pengambilan lewat

tubuh bendung dan tergantung dari lebar pintu bilas serta tingginya pilar

itu sendiri.

Jika ada pengambilan lewat tubuh bendung maka tentu harus ada pintu

dan schotbalk pada pilar tersebut, sehingga pilar akan tebal. Demikian

pula jika pintu bilas lebar, akan membutuhkan sponing perletakan yang

dalam pada pilar dan pilar akan lebih tebal.

Jika t’ = lebar coakan maka t t’ dengan minimum 1 m.

3. Lebar pintu penguras (bilas)

Berhubung pintu penguras berfungsi untuk menguras bahan-bahan

endapan dan pintunya sendiri harus diangkat pada waktu pengurasan,

maka lebarnya tidak boleh terlalu kecil atau terlalu lebar. Jika lebar pintu

terlalu kecil maka efek pengurasan akan kecil pula. Tetapi jika terlalu

besar maka pintu akan menjadi berat dan sukar diangkat.

Sebagai patokan lebar pintu penguras bisa diambil harga terbesar

antara; 1/2 lebar pintu intake, atau 1/10 lebar bendung B).

Jika kita memiliki data-data yang cukup, maka rumus-rumus dibawah ini

dapat pula dipakai;

qqBp

gVq

dCVc

/

/3

5,1

dimana ;

Vc = kecepatan kritis yang diperlukan pengurasan (m/det)

C = koefisien (tergantung dari bentuk endapan) harga C bergerak

antara 3,2 dan 5.5.

d = diameter terbesar dari endapatn (m)

q = debit pengurasan per satuan lebar

Q = debit pengurasan (m3/det)

g = percepatan gravitasi

Bp = lebar pintu penguras (m)

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

3 - 33

c). Muka Air Maksimum di Sungai

Yang dimaksud adalah tinggi air banjir di sungai sebelum ada bendung. Ini

akan sama dengan tingginya air banjir di hilir bendung setelah adanya

bendung, karena profil sungai disitu tidak dirubah.

1. Miring sungai rata-rata

Dari profil memanjang sungai dicari kemiringan sungai rata-rata. Garis

miring sungai rata-rata digambar pada potongan memanjang sungai,

sehingga bagian atas dan bagian bawah yang terpotong mempunyai

jumlah luas yang kira-kira sama.

Gambar 3.9 Sketsa kemiringan sungai

2. Profil melintang

Dipilih beberapa profil melintang yang baik untuk mengetahui tingginya

air untuk debit tertentu. Yang dimaksud dengan profil melintang yang

baik adalah profil dititik potong antara garis miring sungai rata-rata dan

garis profil memanjang.

Pada profil-profil melintang ini digambarkan sesuatu tinggi air dan akan

didapat luas penampang basah serta keliling basahnya. Harga-harga ini

dirata-ratakan sehingga hanya didapat satu angka untuk luas

penampang basah dan satu harga keliling basah. Minimum diambil 3

profil melintang, misalnya profil 1,2 dan 3 (gambar diatas).

3. Rumus pengaliran

Rumus-rumus yang dipergunakan dalam perhitungan ini ialah ;

De Chezy : RICV

Bazin :

R

C

1

87 R =

P

A dan A.VQ

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

3 - 34

dimana ;

Q = debit sungai (m3/det)

V = kecepatan (m/det)

A = luas penampang basah (m2)

C = koef. kecepatan, (fungsi dari bentuk profil dan kekasarannya)

R = jari-jari hydraulis (m)

I = miring sungai rata-rata

P = keliling basah (m)

= koef. kekerasan

Untuk sungai harga dapat diambil antara 1.50 dan 1.75. Dari rumus-

rumus di atas dapat dilihat bahwa nilai-nilai R, C, A dan P adalah fungsi

dari h (tinggi air di sungai). Jadi Q adalah fungsi dari h pula.

Apa yang hendak kita ketahui adalah pada tinggi berapa atau pada peil

muka air berapa Q desain terjadi. Karenanya setelah didapat harga-

harga rata-rata dari A dan P pada profil melintang yang telah dipilih,

berarti didapat pula harga R rata-rata maka dengan menggunakan

rumus-rumus diatas akan kita ketahui harga Q pada tiap-tiap harga h

tertentu.

Dengan memilih harga-harga h akan didapatkan beberapa hubungan

antara h dan Q. Titik-titik ini digambarkan dalam suatu grafik dan disebut

grafik langsung debit. Dan dengan perantaraan grafik tersebut akan

didapatkan harga h untuk pada P desain, cara ini dilakukan, karena

dengan menggunakan secara langsung rumus-rumus diatas akan sukar,

berhubung kita akan menjumpai persamaan pangkat 3/2.

4. Sifat pengaliran

Yang dimaksud disini adalah sifat pengaliran lewat bendung. Sifat

pengaliran disebut sempurna, kalau debit-debit pengalirannya tidak

dipengaruhi oleh tingginya air di belakang bendung. Dan sebaliknya

adalah pengaliran tak sempurna. Syarat suatu pengaliran disebut

sempurna adalah bila tingginya air dibelakang bendung, di atas mercu

tidak melebihi 2/3 ho kalau ho adalah tinggi air diatas di udik mercu.

Sudah barang tentu bahwa rumus-rumus pengaliran sempurna dan tidak

sempurna adalah berbeda. Hal ini akan kita bicarakan berikut mengenai

tingginya air banjir dipuncak bendung.

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

3 - 35

Jadi setelah peil mercu kita tetapkan dan muka air di hilir bendung kita

ketahui, maka akan diketahui pula sifat pengalirannya.

5. Muka air maksimum diatas mercu

Yang dimaksud dengan muka air diatas mercu adalah muka air sedikit di

udik mercu, sebelum muka air itu merubah bentuknya menjadi

melengkung ke bawah.

Tinggi air maximum di atas mercu, sampai sekarang belum ada

ketentuan yang pasti. Tetapi dilihat dari segi keamanan stabilitas

bendung ukurang pintu-pintu, tinggi tanggul banjir dan sebagainya. Maka

dianjurkan untuk tidak melebihi 4.50 meter.

Untuk mencari tinggi air maximum di atas mercu bendung, tergantung

dari sifat pengalirannya.

Pengaliran Sempurna

Rumus Bundschu :

khH

Hd

dqdbmQ

3/2

...

harga-harga dan m dicari dari rumus-rumus Verwoerd sebagai

berikut;

2

2

32

r

h5018,049,1m

ph

1hm.27/4k

dimana ;

Q = debit yang lewat diatas mercu (m3/dt)

b = lebar efektif bendung (m)

h = tinggi air (depan) diatas mercu (m)

k = tinggi energy kecepatan (m)

g = percepatan gravitasi (m/dt1/2)

m = koefisien pengaliran

p = tinggi bendung (m)

r = jari-jari pembulatan puncak mercu (m)

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

3 - 36

Untuk menentukan harga r, dipakai cara Kregten (sebagai

pendekatan) yaitu : dengan mengambil harga m = 1.34 harga yang

baik untuk H/r adalah 3.80. Jadi dipakai terlebih dahulu pendekatan ;

dgdbmQ ... dengan m = 1.34

Setelah didapat harga d maka H pun didapat dan selanjutnya harga r

diketahui pula. Harga r sebaiknya dibulatkan keatas sampai ukuran

yang baik (misalnya kelipatan perempat m). Setelah harga r

ditetapkan maka dengan berbagai-bagai harga h akan didapat harga-

harga Q.

Dengan membuat lengkung debitnya, maka akan didapat harga h

yang sesuai dengan Q desain.

Pengaliran tak sempurna

Untuk ini dipakai rumus ;

g

Vzgth

g

VzbQ

22

243.0

2

1

2

Tabel 3.14 Harga h1/h, t dan

h1/h 0.05 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 0.80 0.90

0.31 0.39 0.48 0.54 0.57 0.59 = 2

t 0.59 0.61 0.64 0.69 = 2.3

Gambar 3.10 Sketsa bendung dan potongan di hilir bendung

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

3 - 37

A/QV P.2/1hP.2/1hmBA

Back Water Curve

Yang dimaksud adalah kurva untuk mengetahui sampai dimana

pengaruh kenaikan muka air setelah adanya pengempangan oleh

bendung. Banyak teori yang mempelajari problema ini, antara lain

dengan cara Bresse, Direct Method, Standard Method, Integration

Method dan sebagainya.

Akan tetapi untuk praktisnya dapat dipakai rumus sebagai berikut ;

L = 2h/i

dimana ;

L = panjangnya pengaruh pengempangan kearah udik, dihitung

dari titik bendung

i = miring sungai

h = tinggi kenaikan muka air di titik bendung, akibat

pengempangan

Gambar 3.11 Sketsa back water

Jadi di sebelah udik titik A pengempangan sudah tidak mempunyai

pengaruh lagi. Dan tinggi air disitu sudah sama seperti sebelum

adanya bendung. Jadi peninggian tanggul sepanjang sungai itu

diperlukan hanya antara titik A dan B saja.

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

3 - 38

6. Tipe Bendung

Beberapa tipe bendung yang dikenal antara lain seperti gambar dibawah

ini;

Gambar 3.12 Tipe-tipe bendung

Pemakaian Tipe-tipe ;

Tipe A disebut pula sebagai tipe Vlugter. Dipakai pada tanah dasar

aluvial dengan sungai yang tidak banyak membawa batu-

batu yang besar. Tipe ini adalah tipe yang banyak

digunakan di Indonesia dan ternyata dari beberapa

konstruksi yang telah dibangun menunjukkan hasil yang

baik.

Tipe A’ dikenal pula sebagai tipe Schoklistch tipe ini adalah sama

sifatnya dengan tipe Vlugter, dan dipakai apabila pada tipe

vlugter harga R atau D terlalu besar, sehingga penggalian

untuk lantai ruang olakan beserta koperannya terlalu dalam.

Apabila R kira-kira sekitar 8 m atau lebih, atau apabila H

sekitar 4,50 m atau lebih, dipakailah tipe schoklitsch ini.

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

3 - 39

Tipe B tipe ini digunakan pada tanah dasar yang lebih baik

daripada aluvial, dengan sungai yang membawa banyak

batu-batuan. Agar tidak cepat tergerus, maka koperannya

harus masuk kedalam tanah dasar dengan biasanya

minimum 4 m. Jika nantinya setelah bendung tersebut

dipakai dan ternyata terjadi gerusan sehingga koperan yang

tinggal di dalam tanah hanya 1/3 nya, maka dibelakang

koperan lama dibuat koperan baru sedalam 4 m lagi,

dengan bidang kontak 1/2 nya atau 1/3 nya.

Gambar 3.13 Sketsa koperan pada bendung

Tipe C tipe ini biasanya digunakan pada waktu-waktu sebagai

spillway. Yakni spillway dari high-dam, dengan terjunan

yang tinggi dan dengan air yang bersih.

Disini kita hanya akan mempelajari tipe A saja, sebagai tipe yang sudah

banyak dipakai di Indonesia.

7. Ukuran Hidrolis Bendung

Yang dimaksud sebagai ukuran hidrolis bendung adalah dimensi

bendung yang diakibatkan oleh sentuhan langsung karena pengaliran air.

Untuk tipe Vlugter dipakai ketentuan-ketentuan seperti dibawah ini;

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

3 - 40

Gambar 3.14 Sketsa ukuran hidrolis bendung

Jika : 4/3 < Z/H < 10

Maka : D = L = R = 1.1 Z + H

a = 0.15 H SH /

Jika : 1/3 < Z/H < 4/3

Maka : D = L = R = 0.6 H + 1.4 Z

a = 0.20 H ZH /

8. Pintu

Pintu-pintu yang terdapat dalam bendung adalah ;

1. Pintu pengambilan

2. Pintu penguras

1. Pintu Pengambilan

Pintu pengambilan berfungsi mengatur banyaknya air yang masuk

saluran dan mencegah masuknya benda-benda padat dan kasar

kedalam saluran.

Pada bendung, tempat pengambilan bisa terdiri dari dua buah yaitu

kanan dan kiri, dan bisa juga hanya sebuah, tergantung dari

letaknya daerah yang akan diairi.

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

3 - 41

Kalau tempat pengambilan 2 buah, menuntut adanya bangunan

penguras 2 buah pula. Kadang-kadang bila suatu pengambilan

debitnya kecil, maka pengambilannya lewat suatu urung-urung

yang dibangun dalam tubuh bendung. Dan dengan demikian tidak

perlu lagi dibuat 2 buah bangunan penguras, dan cukup satu saja.

Gambar 3.15 Sketsa pintu pengambilan

Sudut yang paling tepat ditentukan oleh laboratorium. Sudah

barang tentu dalam penentuan sudut ini harus mengingat pula

situasi di tempat rencana bendung.

a) Tinggi Ambang

Ini tergantung dari material yang terbawa oleh sungai. Ambang

makin tinggi makin baik untuk mencegah masuknya benda-

benda padat dan kasar ke saluran. Tetapi tinggi ini tentu saja

dibatasi oleh ukuran pintu pengambilan nantinya. Kalau ambang

tinggi, berarti tingginya air yang masuk pintu pengambilan

menjadi kecil dan pada debit tertentu menuntut pintu yang lebar.

Sebagai pegangan dapatlah diambil sebagai berikut; jika sungai

mengandung lumpur, diambil 0,50 meter. Untuk pasir dan kerikil

dapat diambil 0.75 m a’ 1,00 m. Dan jika mengandung batu-batu

dapat diambil 1,00 m a’ 1.50m. Angka-angka tersebut adalah

angka-angka minimum.

b) Tinggi Pengempangan

Pada waktu banjir, pintu pengambilan ditutup untuk mencegah

masuknya benda-benda kasar ke saluran. Penutupnya pintu ini

tidak akan berakibat apa-apa, karena saat banjir di sungai

biasanya tidak lama.

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

3 - 42

Dengan demikian yang dianggap sebagai tinggi air normal di

sungai adalah setinggi mercu. Pada tinggi air normal ini ada

kemungkinan terjadi gelombang karena angin, dan air masih

melimpas mercu. Karena itu khusus untuk keperluan

pengambilan, tingginya pengempangan diambil 10 cm lebih

rendah dari tingginya mercu.

c) Rumus Pengaliran

Air yang masuk saluran lewat ambang pengambilan ini

dianggap sebagi pengaliran lewat ambang lebar dan sempurna.

Kesempurnaan pengaliran ini diusahakan agar pada ukuran

pintu yang tertentu, debitnya menjadi besar. Atau pada debit

tertentu, ukuran pintu menjadi kecil.

gH2H.b385.0Q

gH2H.3/13/2.b

H.3/2Hg2H.3/2.b

YHg2y.bQ

diambil antara 0.90 a’ 0.95.

Untuk amannya biasanya faktor kecepatan diabaikan sehingga

H = h

Jadi ; ghhbQ 2.385,0

d) Ukuran Pintu

Ukuran pintu ditentukan selain oleh segi praktis, juga oleh segi

estetika. Ukuran yang baik adalah antara ;

B : h = 1:1

B : h = 1,5 :1

B : h = 2:1

Lebar pintu (b) antara 2 a’ 2’50 meter untuk pintu-pintu dari

kayu. Jika terdapat ukuran yang lebih besar lagi, harus dibuat

lebih dari satu pintu dengan pilar-pilar diantaranya.

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

3 - 43

e) Pengambilan Lewat Pipa

Pipa pengambilan ini dikonsruir dalam tubuh bendung dengan

syarat-syarat ;

a. T > D

b. Kecepatan air dalam pipa dapat diambil antara 1,50 m/dt

sampai 2.50 m/dt

c. Untuk pipa-pia dengan D yang besar perlu diberi tulangan

Karena syarat-syarat diatas, maka pengaliran dalam pipa akan

bersifat sebagai shypon;

9

11

1

D

0005078.001989.05.1

g2

V

D

L1

2

2

2

antara 0.75 a’ 0.90

2. Pintu Penguras

Mengenai lebar pintu penguras sudah dibicarakan di muka. Oleh

karena pada saat banjir pintu penguras ditutup, dan banjir lewat

diatasnya, maka tingginya pintu penguras harus setinggi mercu

bendung. Dan karena itu pula tebal pintu harus diperhitungkan

untuk tinggi air setinggi air banjir.

a) Ukuran Pintu

Daun pintunya biasanya dibuat sebagai gabungan balok-balok

kayu yang kuat (kayu jati) dan disatukan dengan kerangka dari

besi. Karena itu balok yang menderita tekanan terbesar adalah

yang terbawah. Tekanan yang diderita balok pintu ini sama

dengan yang diderita oleh schotbalk.

Perletakannya dianggap sebagai perletakan bebas, sedangkan

P sebagai beban merata.

Kalau panjang perletakan = L maka ;

M = 1/8 . P. L2

W = 1/6 . b . a2

= M/W < (tegangan kayu yang diijinkan)

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

3 - 44

Gambar 3.16 Sketsa pintu pengambilan

Harga P ini harap diperhitungkan sebagai akibat dari tekanan

air setinggi air banjir ditambah tekanan lumpur setinggi ambang

pengambilan.

b) Onderspuier

Untuk mencegah masuknya benda-benda padat dan kasar ke

dalam saluran, dipakailah perlengkapan yang disebut

onderspuier. Onderspuier ini adalah suatu plat beton yang

diletakkan mendatar setinggi ambang intake, di depan ambang

diantara pintu intake, pintu penguras dan pilar pintu penguras.

Dengan adanya plat beton ini pusaran air yang sering terjadi di

depan ambang intake akan ditiadakan. Dan dengan demikian

benda-benda kasar tidak akan naik dan masuk ke dalam

saluran. Sudah tentu benda-benda kecil yang berbentuk

suspension kemungkinan masih akan masuk ke dalam saluran.

Tetapi ini tidak akan membawa akibat yang besar, karena justru

benda-benda macam ini dibutuhkan oleh tanaman sebagai

pupuk, sepanjang tidak mengandung zat-zat yang membawa

akibat jelek bagi tanaman.

Disamping itu dengan adanya onderspuier ini efek pengurasan

menjadi besar karena seolah-olah terbentuk suatu lorong

sempit, dan dengan demikian memperbesar daya sedot air

terhadap bahan-bahan endapan.

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

3 - 45

Jika exploitasi bendung terutama waktu-waktu pengurasan

dijalankan sebagaimana disyaratkan, maka kecil

kekawatirannya bahwa onderspuier tersebut akan tersumbat.

Dengan menggunakan onderspuier ini dianjurkan agar tinggi

ambang intake tidak lebih rendah dari 1,00 meter, agar

kemungkinan tersumbat menjadi kecil.

Peralatan onderspuier ini adalah ambang intake disatu sisi dan

perpanjangan pilar pintu penguras disisi lain.

Bila bentang perletakan ini terlalu panjang, dapat dibuat pilar

(sebagai penyangga) diantara kedua perletakan tersebut.

c) Pengurasan

Menurut cara-cara exploitasi yang selama ini dilakukan, maka

pengurasan dan waktunya diatur sebagai berikut ;

▪ Selama debit sungai masih memungkinkan, yaitu sepanjang

tidak mengganggu kebutuhan air oleh tanaman maka

pengurasan dilakukan dua kali sebulan pada saat air

setinggi mercu bendung.

▪ Waktu pengurasan routine tersebut diadakan pada waktu

siang hari antara jam 11.00 sampai jam 13.00 pada saat

para petani pulang ke rumah.

▪ Sehabis banjir, pada saat air melimpah di atas mercu

setinggi 0,50 meter atau 1,00 meter diadakan pengurasan.

▪ Bila bendung dilengkapi dengan onderspuier, selama

pengurasan pintu pengambilan diturunkan (dibuka sedikit)

bila dibutuhkan air ke saluran. Tetapi bila tidak mengganggu

akan kebutuhan air, maka pintu pengambilan ditutup.

▪ Bila bendung tanpa onderspuier, maka selama pengurasan

pintu pengambilan harus ditutup.

d) Rumus Pengaliran

Pengurasan yang membawa efek paling kecil adalah

pengurasan rutin yaitu pada saat air setinggi mercu. Jika

bendung dengan onderspuier, maka pengurasan bisa terjadi

dua macam. Yaitu pintu dibuka setinggi onderspuier dan pintu

dibuka penuh.

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

3 - 46

▪ Pintu dibuka setinggi onderspuier

62.0dengan

A/QV

y2/1pg2y.bQ

h.g2FQ

y.bA

dimana ;

b = lebar pintu penguras

y = tinggi bukaan (setinggi onderpsuier)

p = tinggi bendung

▪ Pintu dibuka penuh

h.bAdanA/QV

H.b.31.1Q

8.9g

75.0dengan

g.H.b.55.0

H.g.3/2H.3/2.bQ

Z.g2h.bQ

H3/2h

H3/1Z

2/3

2/12/3

3. Lantai Muka

Pada saat air terbendung maka terjadi perbedaan tinggi air di

depan dan di belakang bendung, yang akan menimbulkan

perbedaan tekanan. Perbedaan tekanan ini mengakibatkan adanya

aliran di bawah bendung, lebih-lebih bila tanah dasar bendung

bersifat tiris (porous). Aliran air ini akan menimbulkan tekanan pada

butir-butir tanah dibawah bendung.

Bila tekanan ini cukup besar untuk mendesak butir-butir tanah

maka lama kelamaan akan timbul penggerusan, terutama di ujung

belakang bendung.

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

3 - 47

Sebaliknya selama pengalirannya air tersebut akan mendapat

hambatan-hambatan karena geseran.

a) Fungsi Lantai Muka

Sebagaimana dinyatakan di atas bahwa air tersebut akan

mendapat hambatan-hambatan, maka sudah tentu air tersebut

akan mencari jalan dengan hambatan yang paling kecil, yaitu

pada bidang kontak antara bangunan dan tanah, yang disebut

sebagai creep line.

Makin pendek creep line ini makin kecil hambatannya dan

makin besar tekanan yang ditimbulkan di ujung belakang

bendung. Demikian pula sebaliknya.

Untuk memperbesar hambatan, creep line tersebut harus

diperpanjang, antara lain dengan memberi lantai muka dan atau

suatu dinding vertikal (cut off wall). Jadi itulah fungsi dari lantai

muka.

H

H

Gambar 3.17 Sketsa lantai bendung

b) Tekanan Aliran Air dibawah Bendung

Sebagaimana kita ketahui tekanan air itu berarah ke segala

jurusan. Demkikian pula air yang mengalir di bawah bendung.

Gaya tekan yang menekan bendung ini disebut sebagai “uplift

pressure” yang hakekatnya berusaha mencungkil ke atas

terhadap bendung.

h1

h

h2

H

h1

Gambar 3.18 Diagram tekanan

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

3 - 48

Tekanan pada titik A = h sebagai tekanan hydrostatis.

Tekanan pada titik B, jika tidak ada tanah akan sebesar h1.

tetapi karena ada tanah dan air ini harus melewati jalan

sepanjang AB dan dengan sendirinya akan mengurangi

energinya (untuk dirubah menjadi kecepatan) maka tekanan di

B akan menjadi kecil, kurang dari h1.

Jumlah pengurangan tekanan sebesar H di atas (gambar)

akan terbagai pada seluruh creep linenya (ABCD). Banyak

teori-teori untuk mencari pembagian besarnya pengurangan

tekanan tersebut, antara lain ;

▪ Net flow analysis

▪ Theory Bligh

▪ Theory Lane

New flow analysis adalah jaring-jaring bujur sangkar aliran

antara garis-garis arus dan garis-garis equipotensial. Dan ini

bersifat lebih teoritis daripada teori-teori yang lain.

Karena itu tidak kita bicarakan disini. Kita akan mempelajari

teori-teori Bligh dan Lane saja.

c) Teori Bligh

Bligh berpendapat bahwa besarnya perbedaan tekanan dijalur

pengaliran adalah sebanding dengan panjangnya jalan air

(creep line) dan dinyatakan sebagai ;

Ch

dimana ;

h = beda tekanan

= panjang creep line

C = creep ratio

Ch AB

AB

;

Ch BC

BC

Ch CD

CD

dan seterusnya

Kalau kita ambil jumlah seluruh beda tekanan dan jumlah

seluruh creep line, maka rumus diatas menjadi ;

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

3 - 49

C

L

hABhCD

hEF

H

Gambar 3.19 Sketsa pengaliran bligh

Supaya konstruksi aman terhadap tekanan air ini maka ;

C

L atau xCL

dan dengan ketentuan ini panjangnya lantai muka dapat

ditentukan. Harga C tergantung dari material dasar dibawah

bendung. Untuk ini ada daftar sebagai tabel 4.1.

d) Hydraulic Gradient

h=L/C

KK’

Gambar 3.20 Garis-garis hidraulic gradient

Apabila garis-garis yang menyatakan perbedaan tekana seperti

pada teori Bligh itu disambungkan satu sama lain, maka

terbentuklah sebuah garis yang disebut sebagai garis Hydraulic

Gradient.

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

3 - 50

Sebagaimana dijelaskan di muka tentang fungsi lantai muka

yakni menjaga jangan sampai pada ujung belakang bendung

terjadi tekanan yang bisa membawa butir-butir tanah. Tekanan

ini minimum adalah nol. Kalau tekanan pada titik di ujung

belakang bendung besarnya nil, maka tentu tidak

membahayakan bendung. Dengan memasang lantai muka ini

bisa diusahakan agar tekanan dititik tersebut menjadi nol.

Untuk itu kita dapat menggunakan garis hydraulic gradient.

Garis hydraulic gradient ini kita gambar ke arah udik dengan titik

ujung belakang bendung sebagai titik permulaan dengan

tekanan sebesar nol.

Miring garis hyraulic gradient ini disesuaikan dengan kemiringan

yang diijinkan untuk sesuatu tanah dasar tertentu yaitu

menggunakan creep ratio (C) .

tgLC

latau

C

L

Jadi garis hydraulic gradient untuk bidang-bidang yang

horizontal akan membentuk sudut dengan horisontal sebesar

dimana C

tg1

.

Untuk mencari panjangnya lantai muka, maka yang

menentukan adalah H yang terbesar.

H terbesar ini terjadi biasanya pada saat air di muka setinggi

mercu bendung sedangkan dibelakang bendung adalah kosong.

Sebagaimana pada teori Bligh maka prosedure mencari

panjang lantai muka dengan hydraulic gradient ini kita akan

menggunakan perbedaan tekanan.

Tekanan titik A = 0

Ch 1

AB

= garis A - 1

Ch 2

BC

= garis 1-2’

Ch 3

CD

= garis 2’-3’

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

3 - 51

Ch 4

DE

= garis 3’-4’ demikian seterusnya

Kita tarik garis horisontal dari titik-titik : 2’; 3’;4’ dan seterusnya

sampai memotong garis-garis vertikal dari titik yang

bersangkutan di C, D, E dan seterusnya di titik-titik : 2, 3, 4 dan

seterusnya.

Jika titik 1,2,3,4 dan seterusnya dihubungkan dengan garis,

maka terbentuklah garis hydraulic gradient. Garis hydraulic

gradient akan memotong garis permukaan a dititik 8. Jadi

panjangnya lantai muka cukup hanya sampai titik K saja.

Tetapi karena untuk keamanan, biasanya lantai muka dipas

lebih panjang lagi, misalnya sampai K’.

e) Tebal Lantai

Seperti telah diketahui maka setiap titik pada dasar bangunan

akan menerima tekanan air (uplift pressure). Akan tetapi pada

lantai muka karena di atas lantai selalu ada air yang akan

menekan ke bawah, maka praktis tekanan ke atas akan tidak

berbahaya. Dan ini berarti bahwa lantai muka tidak perlu tebal.

Yang penting adalah bahwa lantai muka ini harus rapat air,

supaya fungsinya untuk memperpanjang creep line masih

dipenuhi.

Untuk ini maka dibwah lantai muka dipasang suatu lapisan

rapat air dari bahan tanah liat dipadatkan setebal antara 0.75 a’

1,50 meter, yang disebut Puddel.

Sebaliknya lantai belakang bendung akan menerima tekanan

keatas yang besar, karena lapisan air diatasnya hanya tipis,

lebih-lebih pada waktu air muka setinggi mercu (air normal)

maka diatas lantai ini dianggap kosong.

Untuk menentukan tebalnya lantai ini, sebagai patokan bisa

digunakan garis hydraulic gradient, sebab hydraulic gradient

juga menunjukkan besarnya tekanan keatas pada tiap-tiap titik

didasar bendung.

Tekanan titik A = A - A’; tentukan di B = B – B’. misalnya kita

akan mencari tebal lantai dititik A.

Tekanan keatas di titik A = A – A’ = t + p

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

3 - 52

Tekanan kebawah di A = t x bd pasangan (untuk pasangan

batu, bd = 1.80 )

Maka t + p < t x 1,80 atau 80,1

AAt

f) Teori Lane

Profesor Lane memberikan koreksi terhadap teori Bligh dengan

menyatakan jalan yang vertikal lebih besar dari pada jalan yang

horizontal, dengan perbandingan 3 : 1.

Jadi dianggap bahwa Lv = 3 Lh untuk suatu panjang yang

sama.

Sehingga rumus menurut bligh dirubah menjadi ;

C

LL HV3

1

Dengan harga C yang berlainan dengan cara bligh seperti

tertera pada tabel 4. Jadi syarat yang dikehendaki Lane adalah;

CxLLL VV3

1

Dengan catatan bahwa untuk bidang-bidang yang bersudut

dengan horizontal 45° atau lebih dianggap sebagai bidang

vertikal. Dan untuk bidang-bidang yang bersudut dengan

horizontal kurang dari 45 ° dianggap sebagai horizontal.

Dengan demikian kita akan mendapatkan dua harga L yaitu

menurut Lane dan menurut Bligh. Harga L yang terbesarlah

yang kita ambil.

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

3 - 53

3.3.2 Dimensi Bangunan Bagi/Sadap

Saluran Induk (A)

Gambar 3.21 Skema bangunan sadap

Dimensi saluran induk A, sekunder B, tersier C dan tersier D biasanya sudah

didapat pada tahap perhitungan saluran.

Sedangkan untuk pintu-pintu ;

a). Dari saluran induk A ke sekunder B dipasang pintu pengatur atau balok

sekat dengan rumus ;

zghbQ .2..

dimana ;

h = h saluran induk A

z = 0.10

g = 9.81

= 1 sehingga b didapat = 22. gh

Q

Gambar 3.22 Sketsa pintu pengatur di saluran

Saluran Tersier ( C )

Saluran Sekunder ( B )

Saluran Tersier ( D )

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

3 - 54

Dari saluran induk A ke saluran tersier C dan D dipasang pintu. Perhitungan

Romijn dapat dilihat pada 3.3.3 b)

3.3.3 Dimensi Bangunan Ukur

Ada beberapa pintu ukur yang ada secara garis besar ada 3 macam yaitu lewat

ambang Tajam, ambang lebar dan lewat lubang. Yang biasa dipakai yaitu pintu

ukur Crump-de Gruyter dan Romijn.

a). Pintu Ukur Crump De Gruyter

det900Q t

max

(dianjurkan)

Z = 0.30 – 0.50 m

Ymin 0.02 m (bila y min < 0.02 diperkecil)

max = 0.63 H

Tabel 3.15 Nilai , k dan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

k 0.630 0.218 0.140 0.100 0.080 0.065 0.055 0.049 0.044 0.040

0.167 0.386 0.496 0.575 0.620 0.665 0.690 0.715 0.735 0.750

Gambar 3.23 Sketsa bangunan ukur di saluran

Q = 1.594 . b. H 3/2

dimana :

k = Ymin/H

= Z/H

= Qmax/Qmin

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

3 - 55

Contoh ;

Qmax = 1 m3/det

Tentukan : Z = 0.31

Coba-coba = 5 k = 0.080

= 0.620

50.0620.0

31.0

ZH

Ymin = k.H = 0.080 x 0.50 = 0.04 0.02 ok

Ymax = 0.63 H = 0.63 x 0.50 = 0.315

m75.1b

77.1353.0x594.1

1

050.594.1

1

H.594.1

Qb

2/32/3

max

b). Pintu Ukur Romijn

det/900450

..71.1 2/3

lQ

HbQ

Gambar 2.24 Sketsa pintu ukur romijn

Tabel 3.16 Debit bangunan ukur romijn

H b

cm

0.30

m

0.40

m

0.50

m

0.60

m

0.80

m

1.00

m

1.30

m

28 76 102 126 151 202 252 328

29 80 106 133 160 213 266 346

30 84 112 140 168 224 280 364

31 88 118 147 176 235 294 382

32 83 124 155 185 247 309 402

33 87 130 162 194 259 324 421

34 102 135 169 203 270 338 440

35 106 141 177 212 282 353 459

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

3 - 56

Contoh ;

Qmax = Qrencana = 0.300 m3/det

Tentukan b = 1.00 m

105.0H3/1r

942.0H3R

524.021.0Ht

628.0H2L

105.0H3/1Z

314.01*71.1

300.0

b.171

QH

3/23/2

c). Pintu Ukur Ambang Tajam

• Cipoletti

hhbQ 2..42.0

• Thomson

2/5.39,1 hQ

• Rehboch

W

h

hbQ

0011.0.0813.06035.0

..953.2 2/3

Gambar 2.25 Sketsa pintu ukur ambang tajam

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

3 - 57

3.3.4 Pelimpah

Tipe pelimpah yang dipilih tergantung dari beberapa faktor antara lain ; besarnya

bangunan tersebut. Keadaan hidrolisnya misalnya pelimpah sempurna atau tidak

sempurna, kemudian bentuk dari permukaan bulan atau tajam dan lain-lain.

Perhitungan umumnya dengan coba-coba H dan h kemudian dibuat grafik.

a). Tipe Ogee

Tipe Ogee ini dimaksudkan untuk bangunan yang besar dimana permukaan

pelimpah sesuaikan dengan bentuk aliran, perhitungan dan pelaksanaan

lebih rumit;

• Puncak bendung bagian hulu

625.0

d

375.0

dd85.0

d

85.1d H270.0XH4315.0H126.0

H

)H270.0X(724.0y

Gambar 2.26 Sketsa permukaan pelimpah

• Puncak bendung bagian hilir

d

2/3

85.0

d85.1

H)kaNkp(2LLe

H.Le.CQ

Y.H2X

dimana ;

C = 2.1

N = jumlah pilar

Kp = 0.02 pilar segi empat ( )

Kp = 0.01 pilar bulat runcing ( )

Kp = 0.01 pilar segi empat runcing ( )

Ka = 0.2 tembok segi empat ( )

Ka = 0.1 tembok segi empat ( )

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

3 - 58

b). Tipe Verwoerd

Tipe Verwoerd, tipe sederhana, muka air di hilir lebih tinggi dari mercu.

Gambar 2.27 Sketsa pelimpah tipe verwoerd

gddbmQ ..

dimana ;

d = 2/3 Ho

m =

2

0

r

h5018.049.1

r = 1/3.8 h0

k = 4/27 * m2 * h3

2

1

hp

p = ditentukan

Coba-coba buat grafik (h0, hs dan Q)

c). Pelimpah Sempurna

Dimana muka air di hilir lebih rendah dari elevasi mercu;

Gambar 2.28 Sketsa pelimpah sempurna

p

h09.0

r

h501.030.0312.0

gh2h.b.3/2Q

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

3 - 59

r dan p = ditentukan.

Coba-coba buat grafik (h, hs dan Q)

d). Pelimpah Tidak Sempurna

Dimana muka air dihilir lebih tinggi dari elevasi mercu ;

r

h1

Z

Gambar 2.29 Sketsa pelimpah tidak sempurna

p

h09.0

r

h501.030.0312.0

gh2h.b.Q

r dan p = ditentukan.

Coba-coba buat grafik (h, hs dan Q)

e). Ambang Lebar

Dimana muka air di hilir lebih tinggi dari elevasi mercu ;

Z

y h1

Gambar 2.30 Sketsa ambang lebar

g2

vxzg2hk

g2

Vx243.0bQ

2

1

2

y = 2/3h

c 2H

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

3 - 60

Tabel 3.17 Nilai h1/h, k dan

h1/h 0.05 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9

k 0.31 0.39 0.48 0.54 0.57 0.59 2

0.57 0.59 0.61 0.64 0.69 2.3

f). Pelimpah Sempurna Mercu Bulat

Dimana muka air dihilir lebih rendah dari elevasi Mercu ;

Gambar 2.31 Sketsa pelimpah sempurna mercu bulat

f.H.Be.g3

2

3

2.CdQ 2/3

dimana ;

Cd = Cd’.C0

Ambang lebar : Cd ‘ = 1.030

C0 = 1

Ambang bulat : C0 = lihat grafik tergantung dari H/2 (gambar 3.32)

Cd’ = 1.030

f = 1

Be = (B - 0.20 H)

q = 9.81

H = Tinggi air

r = ditentukan

H coba-coba buat grafik (h, hs dan Q)

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

3 - 61

Contoh Perhitungan Dimensi Spillway/Pelimpah

Rumus spillway

Q = Cd . 2/3 . g.3/2 . Be . H3/2 . f

Untuk f = 1,

2/3. g.3/2 = 2/3. )81,9(3/2 = 1.705

Be = B – 0,20H

maka :

Q = Cd . 1,705 Be . H3/2

C0 = lihat grafik tergantung dari H/2 (gambar 3.32)

Cd = 1.030

Ukuran spillway Tentukan H = 2.00 m

Q = 70.000 m3/det

Q = 1.8 x Be x H3/2

Be = Q/(1.8H3/2)

Be = 70/(1.8 x 23/2) = 13.75 m = 15.00 m

r = 3.00 m

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

3 - 62

Tabel 3.18 Perhitungan dimensi spillway

Be Cd

(B-0.20H) (Co x Cd*)

(m) (m) m3/det

1 0.00 15.00 0.000 0.000 1.030 0.000 0.000

2 0.25 14.95 0.083 0.600 1.030 0.618 1.969

3 0.50 14.90 0.167 0.750 1.030 0.773 6.938

4 0.75 14.85 0.250 0.900 1.030 0.927 15.245

5 1.00 14.80 0.333 0.950 1.030 0.979 24.691

6 1.25 14.75 0.417 1.009 1.030 1.039 36.527

7 1.50 14.70 0.500 1.029 1.030 1.060 48.801

8 1.75 14.65 0.583 1.055 1.030 1.087 62.836

9 2.00 14.60 0.667 1.070 1.030 1.102 77.597

10 2.25 14.55 0.750 1.105 1.030 1.138 95.293

11 2.50 14.50 0.833 1.128 1.030 1.162 113.540

12 2.75 14.45 0.917 1.150 1.030 1.185 133.084

13 3.00 14.40 1.000 1.170 1.030 1.205 153.742

No. H QH/r Co Cd*

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

3 - 63

Gambar 2.32 Harga-harga koefesien C0 untuk bendung ambang bulat sebagai fungsi

perbandingan H1/r

Gambar 2.33 Grafik debit spillway

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

3 - 64

3.3.5 Kolam Olak

Kolam olak adalah kolam untuk memecahkan energi agar bagian hilir tidak terjadi

gerusan. Ada beberapa macam kolam olak, diantaranya adalah ;

a). Vlugter

Jika 4/3 < Z/H < 10, maka D = L = R = 1.1 Z + H

a = 0.15 H ZH /

Jika 1/3 < Z/H < 4/3, maka D = L = R = 0.6 H + 1.4 Z

a = 0.20H ZH /

Gambar 2.34 Sketsa kolam olak vlugter

Untuk perhitungan ;

H = telah didepan dari hasil perhitungan pelimpah

Z = beda tinggi antara elevasi energi hulu dan hilir (sungai/sec)

R = juga sudah ditentukan

Hitung Z/H =…..

1. Bila 4/3 < Z/H < 10 , maka D = L = R = 1.1 Z + H

a = 0.15 H ZH /

2. Bila 1/3 < Z/H < 4/3, maka D = L = R = 0.6 H + 1.4Z

a = 0.20 H ZH /

b). Schoklitsch

r1 = ½ H

r2 = H

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

3 - 65

Gambar 2.35 Sketsa kolam olak schoklitsch

r3 > 0.15 W

W-Z = 2.4 hg + 0.4 Z

Hg = 3 2 g/q

g = 9.81

W = 1.4 Z + 2.4 hg

Untuk perhitungan ;

Q = didapat

B = didapat

H = didapat r1 = ½ H r2 =H

q = Q/B = dapat dicari

hg = 3 2 g/q = dapat dicari

Z = beda tinggi antara elevasi energi hilir dan elevasi mercu

W = 1.4 Z +2.4 hg = dapat dicari

r3 > 0.15 W = dapat dicari

W = l = r3/2 = dapat dicari (l > 0.075 W)

=W

2/r3 = dapat dicari

q dan W = didapat S’ = … (dari nomogram) atau S’ = q1/2 (W/g)1/4

= didapat = ….(dari grafik)

S’ dan B = didapat S = … (dari nomogram) atau S’ = .q1/2 (W/g)1/4 =S’

0.5 < 1 : ditentukan

L = .W = dapat dicari

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

3 - 66

Gambar 2.36 Bentuk Pola aliran pada kolam olak schoklitsch

Gambar 2.37 Kolam olak tipe schoklitsch

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

3 - 67

Gambar 2.38 Nomogram

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

4 - 1

BAB 4

PERHITUNGAN STRUKTUR

4.1 Stabilitas Bendung

Dalam peninjauan stabilitas bendung, maka potongan yang ditinjau terutama adalah

potongan-potongan I – I dan II – II, karena potongan-potongan ini adalah yang

terlemah. Potongan-potongan lain yang perlu ditinjau akan dijelaskan di belakang.

I

I

II

II

A

Gambar 4.1 Tinjauan stabilitas bendung

4.1.1 Gaya-gaya Yang Bekerja

Sebuah bendung akan mendapat tekanan-tekanan gaya seperti gaya berat, gaya

gempa, tekanan lumpur, gaya hydrostatis dan gaya uplit-presure.

a. Gaya berat

Gaya berat ini adalah berat dari konstruksi, berarah vertikal ke bawah yang

garis kerjanya melewati titik berat konstruksi.

Untuk memudahkan perhitungan, biasanya dibagi-bagi dalam bagian-bagian

yang berbentuk segitiga-segitiga, segi empat atau trapesium. Karena

peninjauannya adalah tiap lebar 1 meter, maka gaya yang diperhitungan

adalah luas bidang kali berat jenis konstruksi (untuk pasangan batu kali

biasanya di ambil 1.80)

G1G2

G3

G4

Gambar 4.2 Gaya berat

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

4 - 2

b. Gaya Gempa

Untuk daerah-daerah yang banyak gunung merapinya seperti di Indonesia,

maka gaya gempa harus diperhitungkan terhadap konstruksi;

K = f.G

dimana :

K = gaya gempa

f = koefisien gempa

G = berat konstruksi

Gaya gempa ini berarah horisontal, ke arah yang berbahaya (yang merugikan),

dengan garis kerja yang melewati titik berat konstruksi. Sudah tentu juga ada

komponen vertikal, tetapi ini relatif tidak berbahaya dibandingkan dengan

komponen yang horizontal.

Harga f tergantung dari lokasi tempat konstruksi sesuai dengan peta zone

gempa.

c. Tekanan Lumpur

Apabila bendung sudah berexploitasi, maka akan tertimbun endapat didepan

bendung. Endapan lumpur ini diperhitungkan sebagai setinggi mercu.

WL

h

Gambar 4.3 Diagram tekanan lumpur

sin1

sin1h..2/1W 2

1

dimana;

s = b.d lumpur (biasanya diambil 1.60)

= sudut geser alam dari silt (repose angle)

untuk silt diambil = 30°

3/1051

5.01

sin1

sin1

jadi W1 = 1/6.s h2

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

4 - 3

d. Gaya Hydrostatis

Sebagaimana akan tercantum dalam syarat-syarat stabilitas nanti, maka harus

ditinjau pada waktu air banjir dan pada waktu air normal (air di muka setinggi

mercu dan di belakang kosong).

Disamping itu ditinjau pula terhadap pengaliran dimana mercu tenggelam dan

mercu tidak tenggelam.

• Mercu tidak tenggelam ; (tidak ada air mengalir)

W2

W1

a

h

Gambar 4.4 Gaya hidrostasis pada mercu tidak tenggelam, tidak ada air mengalir

22

a1

h..2/1W

h..2/1W

• Mercu tidak Tenggelam (ada air mengalir)

W4

W3

a

h

h1W5

W6

b

h2

Gambar 4.5 Gaya hidrostasis pada mercu tidak tenggelam, ada air mengalir

2

26

2b5

1h4

1a3

h..2/1W

h..2/1W

hh2.2/1w

hh2.2/1W

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

4 - 4

untuk mercu tidak tenggelam pada saat air banjir sebenarnya ada lapisan

air yang mengalir di atas mercu. Tetapi karena lapisan ini biasanya tidak

tebal, dan disamping itu kecepatannya besar, maka untuk keamanan

lapisan ini tidak diperhitungkan.

Lain halnya dengan untuk mercu tenggelam, yang lapisannya lebih tebal.

• Mercu Tenggelam

Pada saat air normal adalah sama dengan pada peritiwa mercu tidak

tenggelam. Pada saat air banjir maka keadaanya adalah sebagai berikut ;

W2

W1

a

h

h1W4

W5

c

h2

W3

b

d

Gambar 4.6 Gaya hidrostasis pada mercu tenggelam

)hh2.(h..2/1W

)hh2.(.2/1W

1h2

1a1

2

25

2h4

1c3

h..2/1W

dh.2/1w

dhh.2/1W

e. Uplift Pressure

Untuk ini harus dicari tekanan pada tiap-tiap titik sudut, baru kemudian bisa

dicari besarnya gaya yang bekerja pada tiap-tiap bidang.

A

X

E hx

D

BC

Hx

DH

Gambar 4.7 Uplift pressure

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

4 - 5

Secara umum besarnya tekanan pada titik X adalah ;

D

D

D

D

D

L

lHU

lh

hL

lU

xxx

xx

xx

x

dimana ;

Ux = Uplift pressure titik X

Hx = Tingginya titik X terhadap air dimuka

lx = Panjangnya creep line sampai ketitik X (ABCX)

L = Jumlah panjang creep line (ABCXDE)

DH = Beda tekanan

dengan demikian maka besarnya tekanan tiap-tiap titik akan dapat diketahui.

Dilihat dari rumus diatas maka teoritis uplift pressure kemungkinan dapat

bernilai positip maupun negatif. Dalam hal ini tekanan negatif kenyataannya

tidak akan terjadi, oleh karena adanya liang-liang renik diantara butir-butir

tanah, sehingga akan berhubungan dengan atmosphere. Jadi untuk tekanan

negatip ini besarnya dianggap nol.

Gaya uplift dibidang XD adalah ;

X D

UX

UDUXD

b

Gambar 4.8 Uplift pressure pada bidang XD

dxXD UUbU .2/1

dan bekerja pada titik berat transpesium.

Untuk tanah dasar yang baik disertai dengan drain yang baik pula, maka uplift

dapat dianggap bekerja 67 %nya. Jadi bekerjanya uplift pressure antara 67%

dan 100%.

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

4 - 6

4.1.2 Anggapan-anggapan Dalam Stabilitas

Untuk menyederhanakan perhitungan tanpa mengurangi hakekat dari perhitungan

itu sendiri, maka diadakan anggapan-anggapan sebagai berikut ;

a. Peninjauan potongan vertikal adalah pada potongan-potongan yang paling

lemah (dalam hal ini potongan I-I dan II-II pada gambar 4.1)

b. Lapisan puddel tetap berfungsi

c. Titik guling pada peninjauan vertikal di atas adalah titik A

d. Konstruksi bagian depan bendung akan penuh lumpur setinggi mercu bendung

e. Harus diperhitungkan sekurang-kurangnya pada dua keadaan muka air, yaitu

muka air banjir dan muka air normal

f. Ditinjau pula potongan-potongan mendatar pada kedudukan-kedudukan ;

• Bagian di atas lantai muka, tiap 1 meter vertikal

• Bagian di bawah lantai muka, dua potongan pada tempat-tempat yang

dianggap terlemah

4.1.3 Syarat-Syarat Stabilitas

a. Pada konstruksi dengan batu kali, maka tidak boleh terjadi tegangan tarik. Ini

berarti bahwa resultante gaya-gaya yang bekerja pada tiap-tiap potongan

harus masuk kern.

RV

H

e e e = 1/6B

B/2 B/2

Gambar 4.9 Uplift pressure pada bidang XD

b. Momen tahanan (Mt) harus lebih besar dari pada momen guling (Mg). Faktor

keamanan untuk ini dapat diambil antara 1,50 dan 2.

g

t

M

MR R = faktor keamanan

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

4 - 7

c. Konstruksi tidak boleh menggeser

Faktor keamanan untukini dapat diambil antara 1.50 dan 1.20.

H

fxVF

dimana:

F = faktor keamanan

f = koefisien geser antara konstruksi dan dasarnya

Harga untuk f ini seperti pada tabel 4.2

d. Tegangan tanah yang terjadi tidak boleh melebihi tegangan tanah yang

diijinkan. gg

e. Setiap titik pada seluruh konstruksi harus tidak boleh terangkat oleh gaya

keatas. (balance antara tekanan ke atas dan tekanan ke bawah).

Tabel 4.1 Weighted Creep Ratio

No. Macam Tanah Lane Bligh

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

14.

Very fine sand or silt (pasir sangat halus atau waled)

Fine sand (pasir halus)

Medium sand (pasir sedang)

Coarse sand (pasir kasar)

Fine gravel (kerikil halus)

Medium gravel (kerikil sedang)

Gravel and sand (kerikil dan pasir)

Coarse gravel (kerikil kasar) termasuk brankal

Boulders with some cobales and gravel (batu-batu bongkah

besar dengan beberapa brankal dan kerikil)

Boulders, gravel and sand (batu bongkah kerikil dan pasir)

Soft clay (lempung lembek)

Medium clay (lempung sedang)

Hard clay (lempung keras)

Very hard clay as hardpan (lempung sangat keras)

8.5

7.0

6.0

5.0

4.0

3.5

-

3.0

2.5

-

2

1.8

1.8

1.6

18

15

-

12

-

-

9

-

-

4.6

-

-

-

-

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

4 - 8

Tabel 4.2 Koefesien kekasaran (f)

No. Material Koefesien (f)

1.

2.

3.

4.

5.

Batuan Kompak, tak beraturan

Batuan sedikit pecah-pecah

Koral dan pasir kasar

Pasir

Lumpur dan lempung

0.80

0.70

0.40

0.30

Perlu penyelidikan

4.1.4 Contoh Perhitungan Stabilitas Weir (Bendung)

Gaya-gaya yang bekerja pada weir:

1. Berat sendiri (w)

2. Gempa bumi (G) = c.W

3. Tekanan air (W) dan (Ha)

4. Tekanan walet (lumpur)

5. Gaya tanah pondasi

6. Uplift pressure

Syarat-syarat yang harus dipenuhi :

1. 5.1)M(gulingMomen

)M(tahanMomen

G

T

2. Resultante masuk Kern (inti)

3.

5.1H

f

L.CtanV

( f = 3 )

4.

5. Perhitungan ditinjau dalam keadaan normal dan banjir

6. Yang ditinjau adalah tubuh bendung (tidak termasuk lantai depan dan

belakang)

7. Dalam menghitung yang timbul uplift pressure dianggap tidak ada

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

4 - 9

Perhitungan gaya-gaya yang bekerja

1. Berat sendiri

Tabel 4.3 Perhitungan berat sendiri

Titik Uraian W Jarak Momen (tm)

W1 80.1x05.3x2

70.500.2 21.1365 7.80 164.8647

W2 80.1x50.0x2

30.670.5 5.4 7.10 38.3400

W3 80.1x50.1x2

50.100.1 3.375 9.50 31.9125

W4 80.1x50.1x2

60.310.2 7.695 4.50 34.6275

W5 80.1x50.1x2

60.310.2 7.695 3.00 23.0850

W6 80.1x00.3x5.175.0x2

00.310.2

11.5825 1.54 17.8371

Jumlah 56.8850 310.6668

2. Gempa bumi

Koefisien gempa = 0.03

Tabel 4.4 Perhitungan gempa bumi

Titik Uraian W Jarak Momen

G1 21.1365 x 0.03 0.6341 7.05 4.4704

G2 5.4 x 0.03 0.1620 5.49 0.8894

G3 7.695 x 0.03 0.2309 4.45 1.0275

G4 7.695 x 0.03 0.2309 4.45 1.0275

G5 7.695 x 0.03 0.2309 4.45 0.6812

G6 11.5825 x 0.03 0.3475 1.055 0.3666

Jumlah 1.7067 7.8960

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

4 - 10

3. Tekanan air

Tabel 4.5 Perhitungan tekanan air keadaan normal

Titik Horizontal, Vertikal W Ha Jarak Momen

W1 00.12

60.005.3x

0.5150 18.00 -9.1500

Ha1 12

05.305.3x

4.6513 6.77 + 31.4880

Jumlah 0.9150 4.6513 22.3380

Tabel 4.6 Perhitungan tekanan air keadaan air banjir

Titik Uraian Vert Horis Jarak Momen

W1 00.12

00.105.3x

0.9750 17.00 - 9.1500

W2 5 x1.10 x 1 3.0000 9.90 - 29.700

W3 122

32.573xx 8.3300 1.65 - 11.8545

W4 (7.30 x 2.66) + ( 12

30.730.7x

x

46.0630

3.00 -138.1890

Ha1’ 00.105.32

05.85xx

+19.9013 7.25 +144.2141

Ha2’ 00.12

96.966.230.7 xx

- 46.0630 4.40 -202.6772

Jumlah 51.3080 -26.1617 -317.4844

4. Tekanan waled (lumpur)

Pe = ½ .H2.e.k H = 3.05 m

e = 1.6 ton/m3

k = 0.406

Pe = ½ x 3.052 x 1.6 x 0.406

Pe = 9.3025 x 0.3248

Pe = 3.0214 ton

Momen guling = 6.77 x 3.0214 = 20.4549 ton m

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

4 - 11

5. Uplift pressure

HxL

VzU 3

H

H = 39.30 m ; V = 18.75 m

L = 3

HV

= 18.75 +13.10 = 31.85 m

a). Up titik

1). Keadaan normal

H = (+16.40) – (+10.40) = 6 m

2). Keadaan normal

H = (+21.22) – (+18.86) = 2.34 m

Tabel 4.7 Perhitungan up titik keadaan air normal dan air banjir

Titik Uraian U Titik Uraian U

U1 3.85 - 685.31

00.73

10.12

x

1.776 U1 8.65 - 34.285.31

00.73

10.12

x

7.845

U2 5.25 - 685.31

80.83

10.12

x

2.837 U2 10.05 - 34.285.31

80.83

10.12

x

9.113

U3 5.25 - 685.31

80.83

0.13

x

2.775 U3 10.05 - 34.285.31

80.83

0.13

x

9.089

U4 3.75 - 685.31

40.103

0.13

x

0.974 U4 8.55 - 34.285.31

40.103

0.13

x

7.472

U5

3.75 - 685.31

40.103

80.15

x

0.974 U5 8.55 - 34.285.31

40.103

80.15

x

7.406

U6 5.25 - 685.31

90.113

80.15

x

2.023 U6 10.05 - 34.285.31

90.113

80.15

x

8.797

U7 5.25 - 685.31

90.113

30.17

x

1.929 U7 10.05 - 34.285.31

90.113

30.17

x

8.760

U8 7.75 - 6x85.31

40.133

30.17 4.147 U8 12.55 - 34.2x

85.31

40.133

30.17 11.510

U9 7.75 - 685.31

40.133

80.18

x

4.053 U9 12.55 - 34.285.31

40.133

80.18

x

11.144

U10 10.0 - 685.31

65.153

80.18

x

5.880 U10 14.80 - 34.285.31

65.153

80.18

x

13.200

U11 10.0 - 6x85.31

65.153

80.21 5.692 U11 14.80 - 34.2x

85.31

65.153

80.21 13.270

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

4 - 12

b). Up bidang

Tabel 4.8 Perhitungan up bidang keadaan air normal

Titik Uraian Vert Horis Jarak Momen

U1 12

40.1776.1x

x +1.2432 4.68 5.8182

U2 12

40.1837.2x

x +1.9859 4.22 8.3805

U2’ 12

00.1837.2x

x -1.4185 9.87 14.0006

U3 12

00.1775.2x

x -1.3875 9.53 13.2229

U3’LV 12

60.1775.2

6.1

5.0x

xx -0.6889 9.03 6.2208

U3’LH 12

60.1775.2

6.1

5.1x

xx -2.0667

4.25

-8.7835

U4’LV 12

60.1974.0

6.1

5.0x

xx -0.2435 8.87 2.1598

U4’LH 12

60.1974.0

6.1

5.1x

xx -0.7305

4.75

-3.4699

U4’ 12

70.2974.0x

x -1.3149 7.80 10.2562

U5 12

70.2805.0x

x -1.0868 6.90 7.4986

U5’ 12

50.1805.0x

x +0.6038 4.75 2.8678

U6 12

50.1023.2x

x +1.5173 4.25 6.4483

U6’ 12

50.1023.2x

x -1.5173 5.50 8.3449

U7 12

50.1929.1x

x - 1.4468 5.00 7.2338

U7’ 12

50.1929.1x

x +1.4468 3.25 4.7019

U8 12

50.1147.4x

x +3.1103 2.75 8.5532

U8’ 12

50.1147.4x

x -3.1103 4.00 12.4410

U9 12

50.1053.4x

x -3.0398 3.50 10.6370

U9’ 12

25.2053.4x

x +4.5585 1.50 6.8378

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

4 - 13

Tabel 4.8 Perhitungan up bidang keadaan air normal (lanjutan)

Titik Uraian Vert Horis Jarak Momen

U10 12

25.288.5x

x +6.6150 0.75 4.9613

U10’ 12

00.3180.5x

x -8.8200 2.00 17.6400

U11 12

00.3692.5x

x -8.5380 1.00 8.5380

Jumlah 32.6323 18.2836 154.5113

Tabel 4.9 Perhitungan up bidang keadaan air banjir

Titik Uraian Vert Horis Jarak Momen

U1 12

40.1845.7x

x +5.4915 4.68 25.7002

U2 12

40.1113.9x

x +6.3791 4.22 26.9198

U2’ 12

00.1113.9x

x -4.5565 9.87 44.9726

U3 12

00.1089.9x

x -4.5445 9.53 43.3091

U3’LV 12

60.1089.9

6.1

5.0x

xx -2.2722 9.03 20.5180

U3’LH 12

60.1089.9

6.1

5.1x

xx -6.8680

4.25

-28.9706

U4’LV 12

60.14742.7

6.1

5.0x

xx -1.8680 8.87 16.5692

U4’LH 12

60.1472.7

6.1

5.1x

xx -5.6040

4.75

-26.6190

U4’ 12

70.2472.7x

x -10.0872 7.80 78.6802

U5 12

70.2406.7x

x -10.0081 6.90 69.0559

U5’ 12

50.14065.7x

x +5.547 4.75 26.3848

U6 12

50.1717.8x

x +6.5978 4.25 28.0404

U6’ 12

50.1717.8x

x -6.5978 5.50 36.2876

U7 12

50.1760.8x

x - 6.570 5.00 32.8500

U7’ 12

50.1760.8x

x +6.5700 3.25 21.3525

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

4 - 14

Tabel 4.9 Perhitungan up bidang keadaan air banjir (lanjutan)

Titik Uraian Vert Horis Jarak Momen

U8 12

50.1151.11x

x +8.3633 2.75 22.9989

U8’ 12

50.1151.11x

x -8.3633 4.00 33.4530

U9 12

50.1114.11x

x -8.3355 3.50 29.1743

U9’ 12

25.2114.11x

x +12.5033 1.50 18.7549

U10 12

25.2200.13x

x +14.8500 0.75 11.1275

U10’ 12

00.3200.13x

x -19.800 2.00 39.600

U11 12

00.3127.13x

x -19.6405 1.00 19.6905

Jumlah 182.6936 43.8891 589.8491

6. Kontrol Stabilitas

a). Stabilitas waktu air normal

♦ V (gaya vertikal)

Akibat berat sendiri = + 56.8850

Akibat air = + 0.9150

Sub total = + 57.8000

Akibat uplift bekerja 66.6 % = 2/3 x 32.6323 = - 27.7549

V =+ 36.0456 ton

♦ H (gaya horizontal)

Akibat gempa = + 1.7067

Akibat air = + 4.6513

Akibat Lumpur = + 3.0214

Sub total = + 9.3794

Akibat uplift bekerja 66.6 % = 2/3 x 18.2836 = + 12.1891

H = + 21.5685 ton

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

4 - 15

♦ MT (momen tahan)

Akibat berat sendiri = 310.6668 ton m = MT

♦ MG (momen guling)

Akibat air = + 22.3380

Akibat gempa = + 7.8960

Akibat Lumpur = + 20.4540

Sub total = + 50.6889

Akibat uplift bekerja 66.6 % = 2/3 x 154.5113 = +103.0075

MG = +153.6964 ton.m

♦ Perbandingan momen

50.102.26964.153

6668.310

M

M

G

T

♦ Eksentrisitet

36.48451.36

9764.156

8451.36

8964.1536668.310

V

MMa GT

70.1b

20.106/B74.036.4

2

20.10a

2

Be

♦ Tegangan geser

V = 57.8000

= 45 tan = 1

f = 3

H = 9.3794

50.105.23794.9

2665.19

3794.9

3/800.57

H

f

)Tg(V

♦ Tegangan tanah (tanpa uplift pressure)

B = 10.20

I = 57.8000

a = 50.4800.57

9779.257

8000.57

6859.526668.310

e = 5.10 - 4.60 = 0.60 10/6 = 1.70

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

4 - 16

22

1 /3675.0/675.3647.067.520.10

60.31

20.10

800.57cmkgmtonxg

222g cm/kg757.0m/ton757353.1x67.5

20.10

60.31

20.10

800.57

b). Stabilitas waktu air banjir

♦ V (gaya vertikal)

Akibat berat sendiri = + 56.8850

Akibat air = + 51.5088

Sub total = +115.1938

Akibat uplift bekerja 66.6 % = 2/3 x102.6936 = - 68.4624

V = + 46.7314 ton

♦ H (gaya horizontal)

Akibat gempa = + 1.7067

Akibat air = - 26.1617

Akibat Lumpur = + 3.0214

Sub total = - 21.4336

Akibat uplift bekerja 66.6 % = 2/3 x 43.889 = + 25.9261

H = + 4.4925 ton

♦ MT (momen tahan)

Akibat berat sendiri = 310.6668 ton m = MT

♦ MG (momen guling)

Akibat air = - 307.4866

Akibat gempa = + 7.8960

Akibat Lumpur = + 20.4541

Sub total = - 279.1357

Akibat uplift bekerja 66.6 % = 2/3x 589.8498 = +393.2329

MG = +114.0972 ton.m

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

4 - 17

♦ Perbandingan momen

50.177.20972.114

6668.310

G

T

M

M

♦ Eksentrisitet

40.47306.44

5696.196

7306.44

0472.1146668.310

V

MMa GT

70.16

20.106/B70.040.4

2

20.10a

2

Be

♦ Tegangan geser

V = 115.1930

= 45 tan = 1

f = 3

H = -21.4336

50.199.14336.21

3977.38

4336.21

3/193.115

H

f

)Tg(V

♦ Tegangan tanah (tanpa uplift pressure)

B = 10.20

I = 115.1930

a = 12.51930.115

7025.589

4930.115

1357.2796668.310

e = 5.10-5.12 = -0.02 10/6 = 1.70

22

1 /994.0/94.9)88.0(2934.1112.0120.10

1930.115cmkgmtonxg

22

2 /265.1.0/65.1212.12934.1112.0120.10

1930.115cmkgmtonxg

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

4 - 18

Gambar 4.10 Gaya-gaya yang bekerja pada bendung

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

4 - 19

4.2 Stabilitas Lereng Tanggul

Untuk menentukan lereng tanggul keseimbangan massa tanah yang cenderung slip

harus diselidiki. Dengan melakukan beberapa kali penyelidikan pada permukaan

yang rawan slip, permukaan tersebut akan ditemukan, yakni permukaan yang harga

faktor keamanannya minimum.

Dalam metode Bishop, irisan tebal satuan, yakni volume yang cenderung slip,

dibagi-bagi menjadi irisan-irisan vertikal (lihat gambar 4.11.)

Gambar 4.11 Metode irisan untuk perhitungan stabilitas lereng

Masing-masing irigasi pada gambar 4.11 (a), dengan tinggi h dan lebar b adalah

seimbang terhadap bekerjanya kelima gaya yang ditunjukkan pada gambar 4.11.

Gaya-gaya yang dimaksud ialah ;

a. Berat irisan, W = h l cos ;

dimana;

W = berat irisan, kN

= berat volume tanah kN/m3

h = tinggi irisan, m

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

4 - 20

l = Lebar irisan, m (l = b/cos = b sec )

= sudut antara permukaan horisontal dan permukaan slip.

b. Reaksi normal N pada permukaan slip, yang terdiri dari reaksi antara butir N’

ditambah dengan gaya U akibat tekanan pori.

c. Gaya tangen T akibat perlawanan kohesif dan gesekan yang terjadi pada

permukaan slip.

F

tan'Nl'cT

dimana ;

c’ = tegangan kohesif efektif kN/m2

l = lebar irisan, m

N’ = tegangan normal efektif pada muka slip, kN/m2

F = faktor keamanan

’ = Sudut efektif gesekan dalam

d. dan e. Reaksi-reaksi antar irisan En dan En+1

Dalam metode Bishopl, gaya-gaya antar irisan dianggap sebagai horizontal dan

konon kesalahan yang ditimbulkan oleh asumsi sederhana ini tidak akan lebih dari

satu persen.

Untuk sembaran irigasi, dengan menguraikan gaya itu secara vertikal ;

W = N cos + T sin

dan

T = s /F

dimana ;

S = tegangan geser, kN/m2

l = lebar irisan, m

F = faktor keamanan

Tekanan normal pada muka irisan adalah ;

F

s

b

WN

tan

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

4 - 21

ini mengacu kepada persamaan berikut ;

sinWR

X

F/tantan1

sectanWcb

sinWR

1F

Persamaan ini harus dikerjakan untuk F dengan beberapa perkiraan berturut-turut.

Hasil perhitungan ini akan paling efektif jika dicantumkan dalam bentuk tabel (lihat

tabel 4.10)

Contoh ;

Diketahui ; Tinggi tanggul 6.0 m dengan kemiringan 1:1.5 (gambar 4.12), terdiri

dari dua lapisan dengan karakteristik tanah yang berbeda.

Hitunglah ; Faktor keamanan untuk lingkaran slip dengan jari-jari R = 12,00 pada

titik O.

Jawab ;

♦ Ambil =10° untuk irisan n. 6 dan 20° untuk yang lain

♦ Andaikan F = 2.00

♦ Hitung W sind dan X dengan tabel 4.10

♦ Hitung F = X/W sin

Gambar 4.12 Tanggul tanpa air tanah (tekanan pori = 0)

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

4 - 22

Tabel 4.10 Metode Bishop-tabel perhitungan (Capper, 1976)

(a) (b) (c) (d) (e) (f) (g) (h)

Irisan Sin Tinggi

kN

Berat

kN

W Sin

kN

c.b + W tan

.sec

F/)tan.(tan1

g

fx

1 -0.075 0.80 33.1 -2.5 75.8 0.984 77.0

2 0.108 2.20 91 9.9 96.9 1.104 95.6

3 0.296 3.20 138.5 41.0 117.1 1.009 116.1

4 0.488 3.80 164.5 80.2 126.6 0.873 145.0

5 0.650 3.30 99.3 64.5 82.5 0.878 94.0

6 0.792 1.25 38.8 30.7 28.4 0.680 41.8

W Sin X = 569.5

54.28.223

5.569

sin

W

XF

Ulangi lagi perhitungan tersebut untuk lingkaran-lingkaran slip yang lain (selain titik

O) sampai diperoleh harga F terkecil. Inilah lingkaran slip kritis.

4.3 Pengenalan Hidromekanikal (Perencanaan Alat-alat Pengangkat)

4.3.1. Pendahuluan

Lampiran ini memberikan petunjuk perencanaan dan perhitungan pekerjaan

transmisi yang dikerjakan dengan tangan untuk pintu sorong. Pekerjaan transmisi

itu bisa berupa satu atau dua stang.

Dasar perhitungannya adalah bahwa gaya dorong sama dengan gaya angkat

ditambah dengan gaya geser di dalam komponen pekerjaan transmisi.

Gaya angkat adalah jumlah :

berat pintu (beban mati)

gaya air yang mengalir tegak lurus pada pintu, dan

gaya geser di dalam alur pengarah (beban statis).

Untuk mendapatkan perhitungan kekuatan yang maksimal, pemblokiran gerak

pintu selama terjadi gaya dorong penuh akan dianggap sebagai kondisi ekstrem.

Hal ini bisa terjadi:

1. Di bawah kondisi normal, pada waktu pintu ditutup rapat sama sekali. harus

disediakan longgaran agar supaya gaya-gaya yang ada pada stang tidak

melebihi harga-harga kekuatan nominal.

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

4 - 23

2. Di bawah kondisi luar biasa:

a. dengan menarik ke luar bagian persegi pintu, gaya-gaya geser di dalam

alur pengarah bisa ditambah sampai ketinggian tertentu sehingga pintu

akan terblokir.

b. adanya batu-batu, kayu atau benda-benda hanyut lainnya yang tersangkut

dibawah pintu;

c. korosi, tumbuhan atau pelumpuran yang berlebihan.

4.3.2. Perhitungan Pekerjaan Stang dan Transmisi

A. Tegangan Yang Dizinkan

Dalam penghitungan pekerjaan transmisi dan stang, kondisi-kondisi berikut

harus dipertimbangkan:

1. Kondisi normal (tidak terblokir)

harus dipakai tegangan yang diizinkan,

persyaratan mengenai kekuatan berkenaan dengan pelenturan dan

sudut geser oleh puntiran persatuan panjang harus dipenuhi

2. Kondisi luar biasa

tegangan luluh (yield stress) bisa dipakai.

B. Beban Maksimum

Untuk pintu yang dioperasikan dengan tenaga manusia, harus dipakai faktor

keamanan 2 pada beban maksimum yang mungkin oleh satu orang. Satu

orang dapat menggerakkan gaya/ tenaga 400 N selama waktu yang singkat.

Ini berarti bahwa beban maksimum untuk perhitungan ini adalah 2 X 400 N =

800 N. Beban yang dapat ditahan oleh seseorang dalam waktu yang lama, 30

menit atau lebih adalah 100 N. nilai banding antara beban maksimum yang

mungkin dan beban minimal adalah 800 : 100 = 8

Diandaikan bahwa sebuah roda tangan dengan jari-jari 0.30 m dapat berputar

sebanyak 15-20 kali putaran per menit. Jumlah putaran untuk roda tangan

dengan as tegak atau datar sama saja.

Seandainya ada dua orang atau lebih yang akan mengoperasikan pekerjaan

transmisi itu, maka harga-harga beban yang telah disebutkan diatas menjadi

1.6 kali harga-harga untuk satu orang.

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

4 - 24

Apabila satu pintu mempunyai dua stang, maka masing-masing stang harus

dihitung sedemikian sehingga bisa mengambil 2/3 dari beban maksimum yang

mungkin, termasuk faktor keamanan yang telah disebutkan di atas.

C. Koefisien Gesekan

Perbandingan antara tinggi dan lebar pintu harus lebih kecil dari koefisien

gesekan f antara sisi samping pintu akibat ditarik-keluarnya bagian segi empat

(square). Apabila perbandingan h/b lebih kecil dari pada f, maka diperlukan

dua stang.

Harga-harga koefisien gesekan f disajikan pada tabel berikut

Tabel 4.11 Harga-harga koefisien gesekan f

Bahan yang dipakai

Koefisien gesekan f

Bergerak Tak bergerak

kering basah Sedikit

dilumasi kering basah

Sedikit

dilumasi

Besi tuang pada besi tuang 0.5 0.3 0.15 - - 0.2

Besi tuang pada baja 0.2 - - 0.25 - -

Besi tuang pada perunggu 0.2 - - - - -

Baja pada baja 0.15 - 0.1 0.2 - 0.15

Baja pada perunggu 0.11 - 0.1 0.13 - -

Perunggu pada perunggu 0.2 - 0.1 - - 0.12

Kayu pada logam 0.5 0.3 0.2 0.7 0.6 -

Kayu pada kayu 0.4 - 0.1 0.5 - 0.2

Baja pada batu - - - 0.5 - -

Kayu pada batu - - - 0.6 - -

Dengan mempertimbangkan pemeliharan yang jelek, kotoran , korosi dan

sebagainya, maka dianjurkan untuk menambah koefisien gesekan untuk

berbagai komponen pekerjaan transmisi dengan 40 – 50 % dan untuk

pengarah dengan 100%. Maksudnya, koefisen gesekan yang dianjurkan untuk

gerakan baja pada perunggu adalah 0,15 bukannya 0.11 untuk perhitungan

stang dan gir.

Alur pengarah f=0.3 untuk baja pada perunggu, bukannya 0.13 (tak bergerak).

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

4 - 25

D. Perhitungan Untuk Stang

Perhitungan pekerjaan transmisi dimulai dengan :

1. Menemukan beban tarik T pada stang.

a). untuk kondisi normal, gaya tarik nominal T adalah :

T = (G + W)

b). untuk kondisi tidak normal, gaya maksimum T maks adalah :

T maks = n.T = n(G + W)

dimana:

G = berat total pintu termasuk stangnya (berat mati)

W = beban gesekan vertikal di dalam alur

W = fH

f = koefisien gesekan

H = beban gesekan maksimum pada pintu

n = faktor beban (= 8, perbandingan antara beban maksimum dan

nominal )

Untuk dua stang, gaya tarik maksimum pada masing-masing adalah 2/3

dari nominal maupun dari vertikal maksimum.

2. Gaya tekan as pada stang:

a). untuk kondisi normal, gaya tekan nominal P adalah :

P = (W-G)

b). untuk kondisi tidak normal gaya tekan maksimum Pmaks adalah :

min

maksmaks

tan

tan).WG.(nP

3. Puntiran pada stang:

Mw = (G+W).tan (max + ).rg

dimana:

Mw = puntiran, Nm

d = diameter bagian luar stang, m

dk = (d - 2t) diameter bagian tengah stang, m

rg = jari-jari rata-rata stang, rg 1/4(d + dk), m

s = ulir

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

4 - 26

= sudut ulir (tan = kd

s

)

= sudut gesekan

maks = sudut gesekan (gerak) maksimum yang mungkin

min = sudut gesekan minimum (diberi pelumas)

Gambar 4.13 Tipe ulir

4. Penentuan puntiran maksimum pada stang untuk kondisi tidak normal :

Mw = n.(G+W).tan ( max + ).rg

5. Diameter minimum teras stang yang diperlukan ditentukan dengan

memperhitungkan tekukan stang untuk gaya tekan maksimum dan puntiran

maksimum. Tegangan nominal untuk tegangan dan tekanan, tegangan

maksimum dan sudut maksimum karena perubahan bentuk diperiksa

dengan mengunakan diameter teras yang sudah dihitung.

Untuk tekukan, ada tiga kondisi yang harus dipertimbangkan:

a. Tekanan:

2

k

2

kl

I.EP

: kondisi Pk ≥ P maks

b. Puntiran

k

kl

EI..2M

: kondisi Mk ≥ Mw maks

c. Kombinasi tekanan dan puntiran; penekukan puntiran :

2

k

maksw

k

*

kM

M1PP

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

4 - 27

2/1

k

maksk

*

kM

P1MM

dimana:

Pmaks = gaya desak maksimim pada stang, N

Mw maks = puntiran maksimum pada stang,Nm

lk = panjang tekukan, m

E = modulus elastisitas, N/m2

I = 1/64 d4 (momon lembam), m4

dk = diameter teras stang, m

E. Perencanaan Pekerjaan Transmisi

a. Satu stang.

Apabila digunakan satu stang, sebagaimana umumnya dipraktekkan untuk

pintu-pintu yang lebih kecil dari 1.00 sampai 1.20 m, maka pekerjaan

transmisi dapat direncana sebagai berikut :

Gerak putar mur menyebabkan pintu bergerak vertikal. Untuk mengangkat

pintu, momen-momen berikut harus dipecahkan:

momen nominal untukmengangkat pintu:

M1 = (G+W) tan ( max + ).rg

momen gesekan antara mur dan dudukan :

Mw = (G+W).tan 2 *rn

dimana:

tan 2 = koefisien gesekan antara mur dan dudukan

rn = jarak antara as stang dan bagian tengah dudukan.

Momen-momen ini harus dipecahkan dengan momen yang digunakan oleh

operator pintu :

M = P x R

dimana:

R = jari-jari roda tangan (m)

P = gaya yang digunakan oleh operator pintu (Newton)

Karena M = M1 + M2, maka gaya P dapat dihitung jika ukuran-ukuran

pekerjaan transmisi sudah diketahui.

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

4 - 28

b. Dua stang

Momen nominal masing-masing stang untuk mengangkat pintu adalah :

M1 = 1/2(G+W) tan (max + ).rg

Momen gesekan bergantung pada :

Gaya tarik nominal

Koefisien gesekan

Jarak dari beban gesek ke as stang.

Momen gesekan antara mur dan dudukan setiap stang adalah:

Mw = ½.(G+W).tan 2 *rn

Jumlah momen untuk gerak ulir adalah Ms = M1+M2

Momen dorong adalah :

M = 2 x 0.9 x 0.9(x0.8) x R x P

dimana :

P = gaya maksimum 1 orang N

R = jari-jari roda tangan dari roda kapstan m

0,9 = efisensi akibat kehilangan pada setiap transmisi

0.8 = pengurangan jika roda dioperasikan oleh 2 orang

Momen untuk gerak ulir sama dengan momen dorong kali nilai banding gir.

Nilai banding i, adalah perbandingan antara r.p.m. atau antara diameter

roda gigi. Untuk pintu-pintu yang dioperasikan dengan tangan, nilai

banding gir harus lebih kecil dari 6 atau 7.

762

1

2

1 sampaiD

D

n

ni

Jika digunakan lebih banyak lagi roda transmisi jumlah nilai banding gir

menjadi :

i = i1+ i2

Nilai banding gir itu didapat dari :

M

Mx2

dorongkopel

ulirmomenjumlahi s

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

4 - 29

Gambar 4.14 Gir pada pengangkat pintu

c. Waktu Pengangkatan

Setelah pekerjaan transmisi selesai direncana, waktu pengangkatan pintu

bisa dihitung. Pada waktu pintu diangkat h dan puncak stang s, ulir

membuat putaran h/s. Jumlah putaran roda tangan tergantung pada nilai

banding gir i dan jumlahnya i x h/s.

Sebuah roda tangan dengan jari-jari 0.30 m dapat membuat 15 – 20 kali

putaran per menit yang memberikan kecepatan putaran 0.63 m/dt. Satu

putaran roda tangan memerlukan s0.363.0

R.2

dan jumlah putaran per menit mencapai sekitar 20

Waktu angkat maksimum:

sx20

hxit

4.3.3. Contoh Perhitungan

Berikut contoh perhitungan dimensi pekerjaan transmisi pintu sorong dengan lebar

1.80 dan tinggi 1.50 m. Tinggi maksimum muka air yang mungkin di atas dasar

saluran peralihan adalah 1.80 m

A. Perhitungan berat mati dan beban statis

Beban yang harus diperhitungkan adalah:

G = berat mati pintu

H = beban horisontal maksimum pada pintu

W = gaya gesek antara pintu dan alur-alur pengarah

T = gaya tarik pada stang

P = gaya tekan pada stang

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

4 - 30

Gambar 4.15 Pintu sorong

Gaya-gaya maksimum dibawah kondisi tidak normal adalah 8 kali harga gaya-

gaya dibawah kondisi normal.

Andaikan ada dua stang Bj 50 (kualitas baja berdasarkan PPBBI 1984) dan

mur perunggu, koefisien gesekan maksimum pada bagian pekerjaan transmisi

ini ialah :

fmaks = tan maks = 0.14 (maks = 8)

dan koefisien gesekan minimum :

fmin = tan min = 0.09 (min = 5)

Andaikan diameter stang 52 mm dan ulir 8 mm,

r = s/2 = 4 mm dk = d - 2t = 52 - 8 = 44 mm

rg = 1/4 (d + dk) = 1/4 (52 + 44) = 24 mm

tan = 0.3053.0242

8

.2

dan

xrg

hilir

Andaikan bahwa koefisien gesekan gesekan f antara pintu dan alur pengarah

adalah 0.40.

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

4 - 31

Berat total pintu, termasuk stangnya adalah :

1. Pelat 1,86*1,50*0,012*7,8*104 2.610 N

2. Baja alur 2*10,60*1,65*10 350 N

3. Baja alur 1*10,60*1,80*10 190 N

4. Baja siku 2*8,62*1,30*10 220 N

5. Baja siku 1*13,4*1,80*10 240 N

6. Stang 2*2,70*1/4*0,052*7,8*104 830 N

G = 4,400 N

Beban horisontal maksimum akibat tekanan air pada pintu :

2

30.080.1 H *1.50*1.80*10.000 = 28.400 N

Gaya gesekan antara pintu dan alur-alur pengarah, dengan mengandaikan

koefisien gesekan untuk alur-alur tersebut, adalah :

f = 0.40 (baja pada baja)

W = f x H = 0.40 x 28.400 = 11.360 N

Gaya-gaya angkat dan tekan diperoleh dari :

W = 0,40 x 28.400 = 11.360 N W = 11.360 N

G = weight of gate = 4.400 N G = 4.400 N

W + G = 15.800 N W – G = 6.920 N

Gaya angkat total : T = W + G = 15.800 N

Gaya tekan total : P = W - G = 6920 N

Beban untuk masing-masing stang adalah 2/3 dari jumlah nominal dan beban

maksimum.

Gaya tarik nominal : T = 2/3*15.800 = 10.530 N

Gaya tarik maksimum : T = 2/3 *8*15.800 = 84.270 N

Gaya tekan nominal adalah :

P = 2/3 * 6.920 = 4.610 N

Gaya tekan maksimum didapat dari :

P = 2/3 *8(G+W) (tan ( maks+)/ tan( min + ))

P = 84.270 tan (8+3,0)/ tan(5+3,0) = 116.553 N

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

4 - 32

Puntiran dibawah kondisi abnormal adalah juga 8 kali puntiran selama

pengangkatan dibawah kondisi normal. Momen nominal adalah:

MW = 2/3 (W+G) tan (maks + ) rg

= 2/3*15.800*tan (8+3,0)*24*10-3

= 49,1 Nm

Momen maksimum adalah :

MW = 8*49,1 = 393.1 Nm

Pada waktu menghitung tekukan, pintu harus dalam keadaan tertutup. Dalam

keadaan demikian, tekukan atau panjang efektif menjadi maksimum : lk =1,70

m. Modulus elastisitas untuk baja adalah E = 210*109 N/m2. Diameter teras dk

= 44 mm. Momen polar kelembaman didapat dari :

I = .dk4 /64 = * (44*10-3)4 /64 = 184*10-9 (m4)

untuk mencek diameter teras kedua stang beban-beban puntiran dan desakan

berikut harus diperhitungkan :

a. Tekanan : 2

2

l

EIPk

2

992

7,1

10*184*10*210*14,3

= 132*103 N

Persyaratan : Pk ≥ Pmaks 132*103 > 116,5*103

b. Puntiran : Mk kl

EI..2

7,1

10*184*10*210*14,3*2 99

= 143*103 Nm

Persyaratan : Mk ≥ Mw maks 143*103 ≥ 393,1*103

c. Kombinasi tekanan dan puntiran :

Pk*

2

k

maksw3

M

M110*132

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

4 - 33

2

3

3

10*143

1,393110.132

= 132*103

Mk*

2/1

k

maksk

P

P1M

2/1

3

33

10*132

10*5,116110*143

= 49,0*103 Nm

Persyaratan untuk tekukan puntiran adalah :

Pk* ≥ Pmaks : 132*103 ≥ 116,5*103

Mk* ≥ Mmaks : 49,*103 ≥ 393,1

Apabila persyaratan-persyaratan dibawah a,b dan c semuanya terpenuhi,

maka diameter yang diandaikan untuk stang 52 mm adalah memadai untuk

beban-beban tarik, tekanan dan puntiran.

Tegangan-tegangan yang harus dicek :

Tegangan tarik nominal :

2

kd..4/1

T

2310*44*4/1

530.10

26 /10*93,6 mN

Tegangan tarik maksimum :

2

k

maksmaks

d..4/1

T

2310*44**4/1

270.84

= 55,4*106 n/m2

Tegangan tarik maksimum adalah lebih kecil daripada tegangan luluh

untuk Bj 50, yaitu 290 N/mm2 atau 290*106 N/m2. Tegangan tarik nominal

yang dijinkan adalah 193*106 N/m2.

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

4 - 34

Perhitungan ulir dan diameter stang

Jari-jari rata adalah rg = 1/4 (d + dk), dimana d adalah diameter bagian luar

dan dk adalah teras stang.

Perbedaan antara kedua diameter adalah t = d - dk, jadi rg = 1/4 (d + dk) = 1/4

(dk + t).

Andaikan t = n*d dan s= 2*t

Persyaratan sudut ulir adalah a < wmin, dimana w adalah sudut gesekan.

Sudut puncak stang diperoleh dari :

gr2

stan

atau

)td(2/1*2

t2tan

k

min

kk

k tand.nd2/1*2

d.n.2tan

karena tg min adalah koefisien gesekan f, hubungan antara diameter teras dan

t bisa dinyatakan sebagai :

fn

n

)1(

2

atau

f

fn

.2

Ini berarti bahwa t/dk ≥ *f/(2 - .f) atau t ≥ dk** f/(2 - .f)

Sudut minimum gesekan min = 5, jadi f = 0,09 dan t < 0,16 d10. Diameter

teras dk adalah 44 mm dan t < 0,16*44 = 7 mm dan s= 2.x t = 8 mm.

Sudut ulir didapat dari tan = ,324*2

8

.2

gr

sdan sudut puncak

stang lebih kecil dari sudut minimum gesekan (min= 5)

Pekerjaan transmisi :

Untuk gerakan ulir, diperlukan momen nominal :

M1 = ½(W+G)*tan ((maks + )*rg

= ½*15.800*tan 11,5*(24*10-3)

= 36,9 Nm per stang.

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

4 - 35

Jika dipakai bantalan peluru antara mur dan dukungan, maka koefisien

gesekan bantalan peluru adalah f = 0,002. Apabila jarak antara pusat peluru

dan as stang r= 0,0525 m, momen puntiran menjadi:

M2 = r.1/2 ( W + G)*f =

= 0,00525*1/2*15.800*0,002 =

= 0,83 Nm

Jumlah kopel yang diperlukan untuk menggerakkan ulir adalah :

Ms = M1 + M2 = 36,9 + 0,83

= 37,7 Nm per stang.

Andaikan pada setiap transmisi 10% hilang dan dipakai roda tangan dengan

diameter 0,60 m untuk transmisi itu, maka momen yang digunakan oleh satu

orang (T = 100 N) adalah :

= 1*0,9*0,9*0,30*100 = 24,30 Nm

Nilai banding gir i harus paling tidak :

1,330,24

7.37*2*2

M

Mi s ambil saja 4

Waktu angkat didapatkan dari :

)10*8(*20

4*50,1

*20

*3

s

iht =37.5 menit

Apabila tinggi angkat h = 1.50 m, maka jumlah putarannya adalah 20 per menit

dan ulir 8 mm.

Waktu angkat akan berkurang apabila harga ulir s, dan jumlah putaran

bertambah dan apabila besarnya nilai banding gir i berkurang.

4.4 Perhitungan Beton

4.4.1 Perhitungan Plat Beton Pelayan

A. Data

Lebar bentang l = m

Tebal plat d = m

Bentang teoritis l+d = m

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

4 - 36

B. Perhitungan beban momen dan gaya lintang

Berat beban berguna = kg/m

Berat sendiri plat x 2400 = kg/m

q = kg/m

Mq = 1/8.q.l2

Rq = 1/8.q.l

C. Perhitungan tulangan

Dipergunakan beton k 125 b = 40 kg/cm2

baja U 22 a = 1250 kg/cm2

n = 30

nxb

a0

h = d - 3 =

a

a

.b

M.n

hC

dari tabel didapat =

100.n.w =

’ =

Tulangan tarik

....h.b.n.100

w.n.100A cm2

Tulangan minimum 0,25% x d x 100 = cm2

Dipakai Hw = A = cm2

Tulangan bagi

A = 20% x Hw = cm2

Dipakai Vw = A = cm2

Tulangan miring

hx8/7x100

Ra = .................. = ............ kg/cm2

..... kg/cm2 >

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

4 - 37

4.4.2 Perhitungan Plat Beton Pada Bangunan Gorong-Gorong

A. Data

Lebar bentang L’ = m

Tebal plat d = m

Bentang teoritis L = m

Tebal tanah diatas gorong-gorong = m

kelas jalan P = kg

B. Perhitungan beban momen dan gaya lintang

I. Dibawah saluran

Berat air = ton/m

Berat pasangan = ton/m

Berat sendiri plat = ton/m

q1 = ton/m

Mq1 = 1/8.q1.l2 =

Rq1 = 1/2 .q1 .l =

II. Dibawah tanggul

Beban berguna = 0,08 x p = ton/m

Berat tanah diatasnya x 1800 = ton/m

Berat plat x 2400 = ton/m

q2 = ton/m

Mq2 = 1/8.q2.l2 =

Rq2 = 1/2 .q2 .l =

III. Dibawah jalan inspeksi

a. Akibat beban mati.

berat beban berguna = ton/m

berat tanah diatasnya x 1800 = ton/m

berat plat x 2400 = ton/m

q3 = ton/m

Mq3 = 1/8.q3.l2 =

Rq3 = 1/2 .q3 .l =

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

4 - 38

b. Akibat beban hidup

1. Roda depan wals.

p1 = P = ton

Mp1 = 1/4 . p1.l =

Rp1 = p1 =

b =

B = b + 1/3 =

Momen dan gaya lintang tiap 1 m lebar

Mp1 = B

..........

Rp1 = B

..........

2. Roda belakang wals.

p2 = 3/2 .P =

Mp2 = 1/4 .P2.L =

Rp2 = P2 =

b =

B = b + 1/3 =

Momen dan gaya lintang tiap 1 m lebar

Mp2 = B

..........

Rp2 = B

..........

Koefisien kejut. C = 1.35 - 0.5.2Rpq

q

=

C =

Mmax = Mq3 + C.Mp2 =

Dmax = Rg3 + C.Rp2 =

c. Perhitungan tulangan

Mmax =

Dmax =

Dipergunakan beton K 125 b = 40 kg/cm2

baja U 22 a = 1250 kg/cm2

n = 30

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

4 - 39

nxb

a0

h = ht – 3 =

a

a

.b

M.n

hC

Tulangan tarik

....h.b.n.100

w.n.100A cm2

Tulangan minimum 0,25% x d x 100 = cm2

Dipakai Hw = A = cm2

Tulangan bagi

A = 20% x Hw = cm2

Dipakai Vw = A = cm2

Tulangan miring

hx)8/7(x100

Dmaks = .................. = ............ kg/cm2< = 5 kg/cm2

δ

didapat =

100.n.w =

’ =

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

4 - 40

Tabel 4.12 Penampang-penampang dari baja bulat dalam cm2 untuk lebar plat 100 cm

Jarak Jumlah

as-as batang

dalam cm tiap-tiap m 6 8 10 12 14 16 19 22

7.0 14.29 4.04 7.18 11.22 16.16 21.99 28.73 40.51 54.30

7.5 13.33 3.77 6.70 10.47 15.08 20.52 26.81 37.81 50.81

8.0 12.50 3.53 6.28 9.82 14.14 19.24 25.13 33.45 47.51

8.5 11.76 3.33 5.91 9.24 13.31 18.11 23.65 33.37 44.72

9.0 11.11 3.14 5.59 8.73 12.57 17.10 22.34 31.52 42.23

9.5 10.53 2.98 5.29 8.27 11.90 16.20 21.16 29.86 40.01

10.0 10.00 2.83 5.03 7.85 11.31 15.39 20.11 28.36 38.01

10.5 9.53 2.69 4.79 7.48 10.77 14.66 19.15 27.01 36.20

11.0 9.10 2.57 4.57 7.14 10.28 13.99 18.28 25.78 34.55

11.5 8.70 2.46 4.37 6.83 9.83 13.39 17.48 24.66 33.05

12.0 8.34 2.36 4.19 6.54 9.42 12.83 16.76 23.63 31.67

12.5 8.00 2.26 4.02 6.28 9.05 12.32 16.08 22.69 30.41

13.0 7.70 2.17 3.87 6.04 8.70 11.84 15.47 21.82 29.24

13.5 7.41 2.09 3.72 5.82 8.38 11.40 14.89 21.01 28.16

14.0 7.15 2.02 3.59 5.61 8.08 11.00 14.36 20.26 27.15

14.5 6.90 1.95 3.47 5.42 7.80 10.62 13.87 19.56 26.21

15.0 6.67 1.89 3.35 5.24 7.54 10.26 13.41 18.91 25.34

15.5 6.46 1.82 3.24 5.07 7.30 9.93 12.97 18.30 24.52

16.0 6.25 1.77 3.14 4.91 7.07 9.62 12.57 17.73 23.76

16.5 6.06 1.71 3.05 4.76 6.85 9.33 12.19 17.19 23.04

17.0 5.89 1.66 2.96 4.62 6.65 9.05 11.82 16.68 22.36

17.5 5.72 1.62 2.87 4.49 6.46 8.79 11.49 16.21 21.72

18.0 5.56 1.57 2.79 4.36 6.28 8.55 11.17 15.75 21.12

18.5 5.41 1.53 2.72 4.25 6.11 8.32 10.87 15.33 20.55

19.0 5.27 1.49 2.65 4.14 5.95 8.10 10.58 14.92 20.01

19.5 5.15 1.45 2.58 4.03 5.80 7.89 10.31 14.54 19.49

20.0 5.00 1.41 2.51 3.93 5.65 7.69 10.05 14.18 19.01

Garis tengah dalam mm

Tabel 4.13 Lebar balok minimum (dalam cm) dengan 3 s/d 7 batang dalam 1 baris

(diameter begel 8 jam)

mm 3 4 5 6 7 mm 3 4 5 6 7

6 12.4 15.5 18.6 21.7 24.8 25 18.1 23.1 28.1 33.1 38.1

8 13.0 16.3 19.6 22.9 26.2 28 19.6 25.2 30.8 36.4 42.0

10 13.6 17.1 20.6 24.1 27.6 32 21.6 28.0 34.4 40.8 47.2

12 14.2 17.9 21.6 25.3 29.0 36 23.6 30.8 38.0 45.2 52.4

14 14.8 18.7 22.6 26.5 30.4 40 25.6 33.6 41.6 49.6 57.6

16 15.4 19.5 23.6 27.7 31.8 45 28.1 37.1 46.2 55.1 64.1

19 16.3 20.7 25.1 29.5 33.9 50 30.6 40.6 50.6 60.6 70.6

22 17.2 21.9 26.6 31.3 36.0

Jumlah batang Jumlah batang

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

4 - 41

Tabel 4.14 Daftar besi bulat

BERAT KELILING

Inch mm Kg/m2 (cm) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

- 5 0.15 1.57 0.20 0.39 0.59 0.78 0.98 1.18 1.37 1.57 1.77 1.96

- 6 0.22 1.80 0.28 0.56 0.85 1.13 1.41 1.70 1.98 2.26 2.54 2.83

1/4 6.35 0.25 2.00 0.32 0.63 0.93 1.27 1.58 1.90 2.22 2.53 2.85 3.17

- 7 0.30 2.20 0.38 0.77 1.15 1.54 1.92 2.31 2.69 3.08 3.46 3.65

3/10 7.94 0.39 2.40 0.49 0.99 1.48 1.98 2.47 2.97 3.47 3.90 4.46 4.95

- 8 0.39 2.51 0.50 1.00 1.51 2.01 2.51 3.01 3.52 4.02 4.52 5.09

3/8 9.52 0.54 2.99 0.71 1.42 2.13 2.85 3.50 4.27 4.98 5.69 6.41 7.12

- 10 0.62 3.14 0.79 1.57 2.30 3.14 3.93 4.71 5.50 6.28 7.07 7.80

- 12 0.89 3.77 1.13 2.20 3.30 4.52 5.85 6.79 7.91 9.05 10.18 11.31

1/2 12.7 1.00 3.09 1.27 2.53 3.80 5.07 6.33 7.50 8.87 10.13 11.40 12.67

- 13 1.03 4.08 1.33 2.63 3.98 5.31 6.64 7.96 9.20 10.62 11.95 13.27

- 14 1.21 4.40 1.54 3.08 4.62 6.16 7.70 9.24 10.77 12.32 13.66 15.39

5/9 14.29 1.27 4.40 1.61 3.21 4.82 6.42 8.03 9.64 11.24 12.85 14.45 16.06

- 15 1.38 4.71 1.77 3.53 5.30 7.97 8.84 10.60 12.37 14.14 15.91 17.57

5/8 15.87 1.55 5.00 1.98 3.97 5.96 7.94 9.93 11.91 13.90 15.88 17.87 19.86

- 16 1.58 5.03 2.01 4.02 6.03 8.04 10.05 12.06 14.07 15.08 18.09 20.11

- 18 1.99 5.66 2.54 5.09 7.63 10.18 12.72 15.26 17.81 20.36 22.90 25.45

3/4 19.05 2.22 5.97 2.83 5.67 8.50 11.34 14.18 17.01 19.85 23.08 25.52 28.35

- 20 2.47 6.28 3.14 6.20 9.42 12.57 15.71 18.84 21.99 25.14 28.28 31.42

- 22 2.98 6.91 3.60 7.60 11.40 15.21 19.01 22.81 28.61 30.41 34.21 38.01

7/8 22.22 3.04 6.97 3.87 7.74 11.51 15.48 19.35 23.22 27.09 30.97 34.84 38.71

- 25 3.85 7.85 4.01 9.62 14.73 19.03 24.54 29.45 34.35 39.27 44.18 49.08

1 25.4 3.98 7.96 5.07 10.13 15.20 20.27 25.33 30.40 35.47 40.52 45.60 50.67

- 26 4.13 8.17 5.81 10.62 15.93 21.24 26.55 31.96 37.17 42.47 47.78 53.08

- 28 4.83 8.80 6.16 12.31 18.47 24.63 30.76 36.94 43.10 49.26 55.42 61.55

1 1/10 28.57 5.04 8.99 6.42 12.85 19.27 25.70 32.12 38.54 44.97 51.39 57.62 64.24

- 30 5.51 9.43 7.07 14.14 21.21 28.27 35.34 42.41 49.48 56.55 63.52 70.68

1 1/4 31.75 6.19 9.96 7.89 15.78 23.88 31.57 39.46 47.35 55.25 63.14 71.03 78.92

- 32 6.31 10.05 8.04 16.08 24.13 32.17 10.21 48.26 58.30 64.34 72.38 80.42

- 34 7.10 10.68 9.08 18.15 27.24 36.32 45.40 54.48 63.56 72.63 81.71 90.75

1 1/3 34.92 7.51 10.96 9.57 19.13 28.70 38.26 47.83 57.40 66.96 76.53 86.10 95.65

- 35 7.60 11.00 9.62 19.24 28.86 38.48 48.17 57.73 67.34 76.97 86.59 96.21

- 36 7.99 11.31 10.18 20.36 30.54 40.72 50.90 61.07 71.20 81.43 91.61 101.71

- 38 8.85 11.83 11.34 22.68 34.02 45.36 56.70 68.04 79.38 90.73 102.07 113.41

1 1/2 38.1 8.95 11.87 11.40 22.80 34.20 45.50 57.00 68.40 79.81 91.21 102.61 114.01

- 40 9.85 12.56 12.50 25.13 37.70 50.30 62.83 75.40 87.96 100.53 113.09 125.66

DIAMETER LUAS TAMPANG (cm2)

RANGKUMAN

Rangkuman materi pelatihan ini sebagai berikut :

Bab 1

Modul Perhitungan desain irigasi sebagai pedoman dalam menghitung desain

irigasi, terdiri dari perhitungan hidrologi, hidrolika dan struktur.

Bab 2

Perhitungan hidrologi meliputi :

- Ketersediaan air

- Kebutuhan air

- Water balance

- Debit rencana saluran irigasi

- Debit banjir

Bab 3

Perhitungan hidrolika meliputi :

......... saluran

- Perhitungan elevasi muka air di saluran

- Demensi bangunan air

Bab 4

Perhitungan struktur, dengan tinjauan aspek stabilitas bangunan, yang

dianalysis dari :

- Gaya-gaya yang bekerja

- Syarat-syarat stabilitas atau angka keamanan bangunan

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi

DAFTAR PUSTAKA

1. Standar Perencanaan Irigasi disusun oleh Sub Dit Perencanaan Teknis, Direktorat

Irigasi I, Direktorat Pengairan Departemen Pekerjaan Umum, 1986