ICSE – 07 : PERHITUNGAN DESAIN IRIGASI
PELATIHAN AHLI SUPERVISI KONSTRUKSI
JARINGAN IRIGASI
DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM
BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA
PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
i
KATA PENGANTAR
Usaha dibidang Jasa konstruksi merupakan salah satu bidang usaha yang telah
berkembang pesat di Indonesia, baik dalam bentuk usaha perorangan maupun sebagai
badan usaha skala kecil, menengah dan besar. Untuk itu perlu diimbangi dengan kualitas
pelayanannya. Pada kenyataannya saat ini bahwa mutu produk, ketepatan waktu
penyelesaian, dan efisiensi pemanfaatan sumber daya relatif masih rendah dari yang
diharapkan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain adalah ketersediaan
tenaga ahli/ terampil dan penguasaan manajemen yang efisien, kecukupan permodalan
serta penguasaan teknologi.
Masyarakat sebagai pemakai produk jasa konstruksi semakin sadar akan kebutuhan
terhadap produk dengan kualitas yang memenuhi standar mutu yang dipersyaratkan.
Untuk memenuhi kebutuhan terhadap produk sesuai kualitas standar tersebut, perlu
dilakukan berbagai upaya, mulai dari peningkatan kualitas SDM, standar mutu, metode
kerja dan lain-lain.
Salah satu upaya untuk memperoleh produk konstruksi dengan kualitas yang diinginkan
adalah dengan cara meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang menggeluti
perencanaan baik untuk bidang pekerjaan jalan dan jembatan, pekerjaan sumber daya air
maupun untuk pekerjaan dibidang bangunan gedung.
Kegiatan inventarisasi dan analisa jabatan kerja dibidang sumber daya air, telah
menghasilkan sekitar 130 (seratus Tiga Puluh) Jabatan Kerja, dimana Jabatan Kerja Ahli
Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi merupakan salah satu jabatan kerja yang
diprioritaskan untuk disusun materi pelatihannya mengingat kebutuhan yang sangat
mendesak dalam pembinaan tenaga kerja yang berkiprah dalam perencanaan konstruksi
bidang sumber daya air.
Materi pelatihan pada Jabatan Kerja Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi ini
terdiri dari 12 (duabelas) modul yang merupakan satu kesatuan yang utuh yang
diperlukan dalam melatih tenaga kerja yang menggeluti Ahli Supervisi Konstruksi
Jaringan Irigasi. Namun penulis menyadari bahwa materi pelatihan ini masih banyak kekurangan
khususnya untuk modul Perhitungan Desain Irigasi pekerjaan konstruksi Sumber Daya
Air.
Untuk itu dengan segala kerendahan hati, kami mengharapkan kritik, saran dan masukan
guna perbaikan dan penyempurnaan modul ini.
Jakarta, Desember 2005
Tim Penyusun
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
ii
LEMBAR TUJUAN
JUDUL PELATIHAN : PELATIHAN AHLI SUPERVISI KONSTRUKSI
JARINGAN IRIGASI
TUJUAN PELATIHAN
A. Tujuan Umum Pelatihan
Mampu mengkoordinasi, mengarahkan pelaksanaan konstruksi jaringan irigasi
oleh kontraktor dan melakukan pengawasan sesuai dengan gambar
pelaksanaan, spesifikasi teknik, metode pelaksanaan, jangka waktu pelaksanaan
yang tercantum dalam kontrak kontraktor dan jasa konsultan supervisi.
B. Tujuan Khusus Pelatihan
Setelah mengikuti pelatihan peserta mampu :
1. Menguasai dokumen kontrak kontraktor dan kontrak konsultan supervisi.
2. Melakukan pertemuan awal pelaksanaan dengan kontraktor dan direksi
pekerjaan.
3. Melakukan kunjungan lapangan diareal lokasi proyek, mengidentifikasi
permasalahan teknis maupun non teknis.
4. Mengecek kesiapan kontraktor untuk mulai pelaksanaan pekerjaan, sesuai
yang tercantum dalam RMK.
5. Melaksanakan pengawasan pelaksanaan konstruksi sesuai spesifikasi
teknis, gambar pelaksanaan, metode pelaksanaan, K3 serta pencemaran
lingkungan.
6. Mengadakan pertemuan periodik dan khusus dengan kontraktor dan direksi
pekerjaan.
7. Memberikan petunjuk, saran pelaksanaan, teguran langsung kepada
kontraktor atau melalui direksi pekerajan, tergantung sistem kontraknya.
8. Mengecek laporan-laporan dari kontraktor dan usulan perubahan desain.
9. Melakukan opname hasil kemajuan pekerjaan bersama kontraktor dan atau
direksi pekerjaan sesuai penugasan.
10. Mengawasi uji coba fungsi jarinan irigasi yang selesai dilaksanakan oleh
kontraktor.
11. Membantu direksi dalam mengevaluasi kinerja kontraktor.
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
iii
NOMOR MODUL : ICSE. 07
JUDUL MODUL : PERHITUNGAN DESAIN IRIGASI
TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)
Setelah selesai mempelajari modul ini, peserta mampu menjelaskan dan melakukan
Perhitungan Perencanaan Irigasi
TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS (TIK)
Setelah modul ini diajarkan, peserta mampu :
1. Menerapkan hasil perhitungan hidrologi (ketersediaan air, kebutuhan air, water
balance, debit rencana saluran dan debit banjir rencana)
2. Menganalisis perhitungan hidrolika (dimensi saluran dan bangunan)
3. Menganalisis perhitungan struktur (perhitungan stabilitas dan beton/baja).
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
iv
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................... i
LEMBAR TUJUAN......................................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................................... iv
DESKRIPSI SINGKAT PENGEMBANGAN MODUL PELATIHAN
AHLI PERENCANA IRIGASI ....................................................................................... xii
DAFTAR MODUL.......................................................................................................... xiii
PANDUAN PEMBELAJARAN ..................................................................................... xiv
MATERI SERAHAN ..................................................................................................... xviii
BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................................... 1 – 1
BAB 2 PERHITUNGAN HIDROLOGI. ...................................................................... 2 – 1
2.1 Ketersediaan Air ................................................................................... 2 – 1
2.1.1 Contoh Perhitungan Ketersediaan Air (Cara Rational) ........... 2 – 1
2.1.2 Contoh ...................................................................................... 2 – 3
2.2 Perhitungan Kebutuhan Air ................................................................. 2 – 3
2.2.1 Pendahuluan ............................................................................ 2 – 6
2.2.2 Evaporasi ................................................................................. 2 – 6
2.2.2.1 Data-data .................................................................. 2 – 6
2.2.2.2 Perhitungan Evaporation (Prosedure) ...................... 2 – 8
2.2.3 Water Requirement .................................................................. 2 – 11
2.2.3.1 Data-data .................................................................. 2 – 11
2.2.3.2 Perhitungan Water Requirement (Prosedure) ......... 2 – 15
2.3 Water Balance (Keseimbangan Air) ..................................................... 2 – 23
2.4 Debit Rencana Saluran Irigasi dan Pembuang.................................... 2 – 26
2.4.1 Debit Rencana Saluran Irigasi ................................................. 2 – 26
2.4.2 Debit Rencana Saluran Pembuang ......................................... 2 – 28
2.5 Debit Banjir Rencana ........................................................................... 2 – 31
2.5.1 Periode Ulang (Return Period) ................................................ 2 – 31
2.5.2 Metode Perhitungan ................................................................ 2 – 32
2.5.3 Bila Data yang ada Data Curah Hujan (tidak ada data debit).. 2 – 34
2.5.3.1 Stasiun Hujan ............................................................ 2 – 35
2.5.3.2 Curah Hujan Rata-rata ............................................. 2 – 35
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
v
2.5.3.3 Metode Melchior ....................................................... 2 – 36
2.5.3.4 Metode Weduwen ..................................................... 2 – 38
2.5.3.5 Contoh Perhitungan Debit Maksimum dengan
Metode Melchior ....................................................... 2 – 47
2.5.3.6 Contoh Perhitungan Design Flood dengan
Metode Weduwen ..................................................... 2 – 49
2.5.4 Kombinasi Melchior dan Gumbel ............................................ 2 – 51
2.5.4.1 Contoh Perhitungan Debit Banjir Rencana
Kombinasi Untuk A > 100 km2 ................................. 2 – 53
2.5.4.2 Contoh Perhitungan Debit Banjir Rencana
Kombinasi Untuk A < 100 km2 .................................. 2 – 66
2.5.4.3 Contoh Lain Perhitungan Debit Banjir Rencana
Kombinasi Untuk A < 100 km2 .................................. 2 – 73
2.5.5 Contoh Perhitungan Debit Banjir Rencana Dengan
Unit Hidrograf (UH) .................................................................. 2 – 76
BAB 3 PERHITUNGAN HIDROLIKA ...................................................................... 3 – 1
3.1 Dimensi Saluran.................................................................................... 3 – 1
3.1.1 Perhitungan Dimensi Saluran Tersier dan Kuarter ................. 3 – 1
3.1.2 Perhitungan Dimensi Saluran Sekunder dan Primer .............. 3 – 4
3.1.3 Perencanaan Profil Saluran .................................................... 3 – 18
3.2 Perhitungan Elevasi Muka Air Rencana .............................................. 3 – 27
3.3 Dimensi Bangunan Air ......................................................................... 3 – 28
3.3.1 Dimensi Bangunan Utama (Bendung)...................................... 3 – 28
3.3.2 Dimensi Bangunan Bagi Sadap .............................................. 3 – 53
3.3.3 Dimensi Bangunan Ukur .......................................................... 3 – 54
3.3.4 Pelimpah .................................................................................. 3 – 57
3.3.5 Kolam Olak .............................................................................. 3 – 64
BAB 4 PERHITUNGAN STRUKTUR........................................................................ 4 – 1
4.1 Stabilitas Bendung ................................................................................ 4 – 1
4.1.1 Gaya-gaya Yang Bekerja ........................................................ 4 – 1
4.1.2 Angapan-anggapan Dalam Stabilitas ...................................... 4 – 6
4.1.3 Syarat-syarat Stabilitas ............................................................ 4 – 6
4.1.4 Contoh Perhitungan Stabilitas Weir (Bendung) ...................... 4 – 8
4.2 Stabilitas Lereng Tanggul .................................................................... 4 – 19
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
vi
4.3 Pengenalan Hidromekanikal (Perencanaan Alat-alat Pengangkut) .... 4 – 22
4.3.1 Pendahuluan ............................................................................ 4 – 22
4.3.2 Perhitungan Pekerjaan Stang dan Transmisi ......................... 4 – 23
4.3.3 Contoh Perhitungan ................................................................. 4 – 29
4.4 Perhitungan Beton .............................................................................. 4 – 35
4.4.1 Perhitungan Plat Beton Pelayan ............................................. 4 – 35
4.4.2 Perhitungan Plat Beton Pada Bangunan Gorong-gorong ...... 4 – 37
RANGKUMAN
DAFTAR PUSTAKA
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
vii
DESKRIPSI SINGKAT PENGEMBANGAN MODUL
PELATIHAN AHLI PERENCANA IRIGASI
1. Kompetensi kerja yang disyaratkan untuk jabatan kerja Ahli Supervisi Konstruksi
Jaringan Irigasi(Irrigation Construction Supervisor Engineer) dibakukan dalam
Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) yang didalamnya telah
ditetapkan unit-unit kompetensi, elemen kompetensi, dan kriteria unjuk kerja
sehingga dalam Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi unit-unit tersebut
menjadi Tujuan Khusus Pelatihan.
2. Standar Latihan Kerja (SLK) disusun berdasarkan analisis dari masing-masing Unit
Kompetensi, Elemen Kompetensi dan Kriteria Unjuk Kerja yang menghasilkan
kebutuhan pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku dari setiap Elemen
Kompetensi yang dituangkan dalam bentuk suatu susunan kurikulum dan silabus
pelatihan yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan kompetensi tersebut.
3. Untuk mendukung tercapainya tujuan khusus pelatihan tersebut, maka berdasarkan
Kurikulum dan Silabus yang ditetapkan dalam SLK, disusun seperangkat modul
pelatihan (seperti tercantum dalam Daftar Modul) yang harus menjadi bahan
pengajaran dalam pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi.
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
viii
DAFTAR MODUL
MODUL NOMOR : ICSE. 07
JUDUL : PERHITUNGAN DESAIN IRIGASI
Merupakan salah satu modul dari :
NO. KODE JUDUL
1. ICSE. 01 Etika Profesi, Etos Kerja, UU Jasa Konstruksi Dan UU SDA
2. ICSE. 02 Sistem Manajemen K3, Pedoman Teknis K3, RKL dan RPL
3. ICSE. 03 Pengenalan Survai Dan Investigasi
4. ICSE. 04 Pengenalan Dokumen Tender Dan Dokumen Kontrak
5. ICSE. 05 Pengenalan Manual O & P
6. ICSE. 06 Kriteria Desain Irigasi
7. ICSE. 07 Perhitungan Desain Irigasi
8. ICSE. 08 Pengetahuan Gambar Konstruksi/Pelaksanaan
9. ICSE. 09 Manajemen Konstruksi
10. ICSE. 10 Manejemen Mutu
11 ICSE. 11 Metode Pelaksanaan (Construction Method) dan
Perhitungan Biaya Konstruksi
12. ICSE. 12 Admnistrasi Teknik
PANDUAN PEMBELAJARAN
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
ix
PELATIHAN : AHLI SUPERVISI KONSTRUKSI JARINGAN IRIGASI
JUDUL MODUL : PERHITUNGAN DESAIN IRIGASI KETERANGAN
KODE MODUL : ICSE. 07
DESKRIPSI : Materi ini terutama membahas : perhitungan
desain irigasi pada pekerjaan desain di bidang
sumber daya air, yang meliputi ; perhitungan
hidrologi (ketersediaa air, kebutuhan air, water
balance, debit rencana saluran pembawa dan
pembuang, debit banjir rencana).
Perhitungan hidrolika (dimensi saluran, elevasi
saluran dan dimensi bangunan).
Perhitungan standar (stabilitas air, beton dan
hidro mekanika dan spesifikasi program
komputer).
TEMPAT KEGIATAN : Dalam ruang kelas lengkap dengan
fasilitasnya
WAKTU KEGIATAN : 8 jam pelajaran (1 JP = 45 menit)
KEGIATAN INSTRUKTUR KEGIATAN PESERTA PENDUKUNG
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
x
1. CERAMAH : PEMBUKAAN
Menjelaskan Tujuan Instruksional (TIU & TIK)
Merangsang motivasi peserta dengan pertanyaan atau pengalamannya dalam penerapan Perhitungan Desain Irigasi
Waktu : 5 menit
Bahan : Lembar tujuan
2. CERAMAH : PENDAHULUAN
Gambaran perhitungan hidrologi, hidrolika dan struktur.
Menjelaskan perhitungan hidrologi (ketersediaan air, water balance, debit rencana, debit banjir rencana)
Menjelaskan perhitungan dimensi saluran dan bangunan
Menjelaskan perhitungan stabilitas dan hidromekanikal
Waktu : 10 menit
Bahan : Materi serahan
(Bab 1 Pendahuluan)
Mengikuti penjelasan TIU dan TIK dengan tekun dan aktif
Mengajukan pertanyaan apabila kurang jelas
Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif
Mencatat hal-hal yang perlu
Mengajukan pertanyaan bila perlu
OHT
No. 3
OHT
No. 4 s/d 5
KEGIATAN INSTRUKTUR KEGIATAN PESERTA PENDUKUNG
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
xi
3. CERAMAH : Perhitungan Hidrologi
Ketersediaan air
Kebutuhan air
Water balance
Debit rencana saluran
Debit rencana banjir
Menjelaskan perhitungan ketersediaan air, kebutuhan air, water balance, debit rencana saluran, debit rencana banjir.
Waktu : 140 menit
Bahan : Materi serahan (Bab 2 Perhitungan Hidrologi)
4. CERAMAH : Perhitungan Hidrolika; Dimensi Saluran, Perhitungan Elevasi Muka Air dan Dimensi Bangunan
Menjelaskan dimensi saluran
Menjelaskan perhitungan elevasi muka air
Menjelaskan perhitungan bangunan air
Waktu : 125 menit
Bahan : Materi serahan
(Bab 3 Perhitungan Hidrolika)
Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif
Mencatat hal-hal yang perlu
Mengajukan pertanyaan bila perlu
Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif
Mencatat hal-hal yang perlu
Mengajukan pertanyaan bila perlu
OHT
No. 6 s/d 42
OHT
No. 43 s/d 64
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
xii
KEGIATAN INSTRUKTUR KEGIATAN PESERTA PENDUKUNG
5. CERAMAH : Perhitungan
Struktur; Stabilitas Bendung, Stabilitas Lereng dan Perhitungan Hidromekanikal
Menjelaskan perhitungan stabilitas bendung, perhitungan stabilitas lereng tebing dan pengenalan hidromekanikal.
Waktu : 80 menit
Bahan : Materi serahan
(Bab 4 Perhitungan Struktur)
Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif
Mencatat hal-hal yang perlu
Mengajukan pertanyaan bila perlu
OHT
No. 65 s/d 83
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
1 - 1
BAB 1
PENDAHULUAN
Perhitungan desain irigasi ini dimaksudkan untuk dipakai sebagai pedoman atau contoh
dalam melaksanakan pekerjaan desain irigasi, khususnya dalam bagian perhitungannya.
Tetapi tidak menutup kemungkinan contoh dari luar modul ini akan lebih baik.
Perhitungan desain irigasi ini terdiri dari ;
1. Perhitungan hidrologi
2. Perhitungan hidrolika dan
3. Perhitungan struktur
Perhitungan hidrologi ini dimaksudkan hanya sebagai pengetahuan tambahan yang mana
akan dilakukan oleh ahli hidrologi tetapi sebagai Ahli Desain Irigasi juga harus
mengetahui karena hasil perhitungan hidrologi ini dipakai sebagai dasar perhitungan
hidrolika.
Perhitungan hidrolika ini dimaksudkan untuk menghitung dimensi saluran dan bangunan
irigasi dan pembuang.
Sedangkan perhitungan struktur ini dimaksudkan hanya sebagai pengetahuan tambahan
yang mana akan dilakukan oleh ahli struktur.
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 1
BAB 2
PERHITUNGAN HIDROLOGI
Dalam perencanaan irigasi perhitungan hidrologi yang sering dilakukan adalah
perhitungan mengenai ;
a. Ketersediaan Air
b. Kebutuhan Air
c. Water Balance
d. Debit Rencana Saluran Irigasi
e. Debit Banjir
2.1 Ketersediaan Air
Dalam perhitungan jumlah air yang tersedia pada sungai yang menjadi sumber air
untuk daerah irigasi, didapat dari taksiran berdasarkan data debit sungai bulanan
yang didapat dari rata-rata debit selama bulan-bulan tersebut tertentu, dimana
datanya diambil dari pengukuran debit sungai otomatik maupun manual.
Bila tidak ada data debit, dapat menggunakan data hujan bulanan, kemudian
besarnya debit dihitung dengan bermacam-macam metode antara lain rational, DR
FJ Mock, dan lain-lain.
Jumlah air yang tersedia penting sekali diketahui dengan sebaik mungkin karena
akan menentukan luas areal yang dapat diairi. Berikut ini diberikan contoh
perhitungan ketersediaan air dengan Metode Rational dan DR FJ Mock.
2.1.1 Contoh Perhitungan Ketersediaan Air (Cara Rational)
Dalam perhitungan jumlah air yang tersedia pada sungai yang menjadi sumber air
untuk daerah irigasi, seharusnya ditaksir berdasarkan pada data debit sungai
bulanan. Jumlah air yang tersedia penting sekali diketahui dengan sebaik mungkin
karena akan menentukan luas areal yang dapat diairi.
Data pengukuran debit sungai Langkeme tidak ada, oleh karena itu debit sungai di
estimate dengan menggunakan perumusan hubungan antara curah hujan (rain
fall) dengan debit sungai.
Dalam hal ini dihitung dengan metode rasional yaitu suatu cara menentukan
hubungan antara debit dengan intensitas curah hujan yang merupakan fungsi dari
physical parameter.
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 2
Q = c.i.A
dimana :
Q = debit
i = intensitas curah hujan
A = luas catchment area (DAS)
c = koefesien run-off
a). Analisa Curah Hujan
Sebagai penyebab adanya aliran sungai adalah curah hujan. Oleh karena itu
diperlukan adanya analisa curah hujan yang terjadi di daerah pengaliran.
Seperti telah disebutkan bahwa stasiun pengukuran curah hujan yang dapat
dianggap mempengaruhi daerah catchment adalah Waton Sopeng (407),
Sumpang Binange (408). Besarnya curah hujan bulanan dari kedua stasiun
curah hujan tersebut dapat dilihat dalam tabel 2.1 dalam menetapkan
intensitas curah hujan yang mewakili catchment area dipertimbangkan
menggunakan cara arithmatic.
Data dan perhitungan analisa curah hujan dapat dilihat didepan, yang hasilnya
adalah sebagai berikut;
Tabel 2.1 Data curah hujan rata-rata
Bulan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
S. Binange 417 327 320 183 132 71 36 18 20 76 201 461
Waton Sopeng 189 168 176 261 285 227 119 52 44 88 151 145
Rata-rata 303 247.5 248 222 208.5 149 77.5 35 32 82 176 303
b). Catchment Area
Catchment Area adalah daerah yang mempengaruhi debit sungai dalam
kaitannya dengan curah hujan dengan kata lain curah hujan yang jatuh pada
catchment area baik yang berupa direct run off maupun aliran di dalam tanah
akan menentukan besarnya debit pada sungai.
Penetapan batas daerah pengaliran (catchment area) untuk sungai Langkeme
ini didasarkan pada peta skala 1:50.000. Luas catchment area adalah 95 km2.
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 3
c). Koefisien Run Off
Dalam mengestimate debit pada sungai dengan menggunakan data-data
curah hujan akan lebih baik apabila digunakan metode water balance (Dr. FJ
Mock). Tetapi metode tersebut membutuhkan data-data tanah yang agak
terperinci dimana data untuk daerah ini tidak ada.
Sekalipun demikian run off dihitung dengan metode rational yang sangat
sederhana dimana koefisien run off diambil 0,65. Dalam musim kemarau
dimana curah hujan kecil sekali, debit sungai di estimate dengan
memperhitungkan infiltrasi pada bulan sebelumnya.
Infiltrasi setelah menjenuhkan top soil kemudian menjadi perkolasi ke ground
water;
ndc
0 e.QQ
dimana ;
Q0 = debit bulanan untuk d = 0
n = 1 (konstanta)
c = suatu konstanta yang besarnya bertambah secara bertahap sebesar
0,5
d = 1,2,3 dan seterusnya.
d). Perhitungan Debit Sungai Bulanan (Ketersediaan Air)
2.1.2 Contoh
Hasil perhitungan inflow bulanan dengan cara DR. F.J. MOCK dapat dilihat pada
tabel 2.2.
Pela
tihan A
hli S
uperv
isi K
onstru
ksi J
arin
gan Irig
asi
Perh
itungan D
esain
Irigasi
2-4
Tabel 2.2 Hasil Perhitungan Inflow Bulanan Dengan Cara DR. F. J. MOCK
PERHITUNGAN EVAPOTRANSPIRATION DAN DEBIT SUNGAI LOKOJANGE ( Catchment Area = 2.05 km2 )
DENGAN METODE DR. F.J.MOCK
Keterangan :
HIDROLOGICAL DATA
1 Catchment precipitation P 336 311 269 260 145 95 70 32 20 80 219 337 mm / bulan (1) = data
2 Catch rain days n 16.7 17.9 15.1 12.8 7.9 5.1 4.9 2.4 2.2 5.4 12.7 16.8 hari (2) = data
3 Temperature T 23.5 23.4 23.6 14.5 24.4 24.3 24.5 24.4 25 25.2 24.6 23.8 * C (3) = data
4 Sunshine S 0.5 0.54 0.56 0.6 0.68 0.73 0.79 0.79 0.77 0.68 0.6 0.55 % (4) = data
5 Relatif Humidity h 83 84 83 82 78 76 70 69 67 71 76 84 % (5) = data
6 Kecepatan angin W 85 85 80 75 75 80 85 85 80 75 75 80 Mil / hari (6) = data
POTENTIAL EVAPOTRANSPIRATION
7 F1 = f (T,S) F1 0.331 0.350 0.356 0.377 0.400 0.430 0.454 0.453 0.449 0.414 0.379 0.354 (7) = Lampiran 4
8 F2 = f (T,h) F2 1.920 1.900 1.920 1.850 2.000 2.050 2.210 2.260 2.310 2.130 2.000 1.860 (8) = Lampiran 5
9 F3 = f (T,h) F3 0.350 0.330 0.350 0.380 0.460 0.500 0.630 0.650 0.700 0.620 0.500 0.330 (9) = Lampiran 6
10 Latitude Q 7' . LS 7' . LS 7' . LS 7' . LS 7' . LS 7' . LS 7' . LS 7' . LS 7' . LS 7' . LS 7' . LS 7' . LS (10) = data
11 Roughness Coefficient k 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 (11) = Lampiran 2
12 Solar Radiation R 15.44 15.52 15.16 14.1 12.88 12.14 12.38 13.36 14.58 14.24 15.4 15.34 (12) = Lampiran 3
13 Reflection Coefficient r 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 (13) = Lampiran 1
14 F1 ( 1 - r ) E1 4.089 4.346 4.318 4.253 4.122 4.176 4.496 4.842 5.237 4.716 4.669 4.344 (14) = Rumus
15 F2 ( 0,1 + 0,9 S ) E2 1.056 1.113 1.160 1.184 1.424 1.552 1.792 1.833 1.832 1.517 1.280 1.107 (15) = Rumus
16 F3 ( k + 0,01 W ) E3 0.648 0.611 0.630 0.665 0.805 0.900 1.166 1.203 1.260 1.085 0.875 0.594 (16) = Rumus
17 ( E1 - E2 + E3 ) Ep 3.7 3.8 3.8 3.7 3.5 3.5 3.9 4.2 4.7 4.3 4.3 3.8 mm / hari (17) = (14)-(15)+(16)
18 Evapotranspiration Ep 114.1 107.6 117.4 112.0 108.6 105.7 120.0 130.6 140.0 132.8 127.9 118.8 mm / bulan (18) = (17)x(…hari/bulan)
LIMITED EVAPOTRANSPIRATION
19 Exposed Surface m 20 20 20 20 20 20 30 40 50 50 40 30 % (19) = Tabel
20 ( m/20 )( 18-n )% E/Ep 1.3 0.1 2.9 5.2 10.1 12.9 19.65 31.2 39.5 31.5 10.6 1.8 % (20) = Rumus
21 (E/Ep)(Ep) E 1.5 0.1 3.4 5.8 11.0 13.6 23.6 40.7 55.3 41.8 13.6 2.1 0 mm / bulan (21) = (20)x(17)
22 ( Ep - E ) El 112.6 107.5 114.0 106.2 97.6 92.1 96.4 89.8 84.7 91.0 114.4 116.6 0 mm / bulan (22) = (18)-(21)
23 Limit Evapotranspiration El 3.6 3.8 3.7 3.5 3.1 3.1 3.1 2.9 2.8 2.9 3.8 3.8 mm / hari (23) = (22)/(…hari/bulan)
KeteranganOkt Nop Des TahunanJun Jul Agus SepPeb Mart Aprl MeiNo. Uraian Kode Jan
Pela
tihan A
hli S
uperv
isi K
onstru
ksi J
arin
gan Irig
asi
Perh
itungan D
esain
Irigasi
2-5
24 ( P - El ) 223 204 155 154 47 3 -26 -58 -65 -11 105 220 0 mm / bulan (24) = (1)-(22) yang hasilnya positip
25 Soil Storage -26 -58 -65 -11 105 125 mm / bulan (25) = (1)-(22) yang hasilnya Negatip
26 Soil Moisture 200 200 200 200 200 200 174 116 51 40 145 200 200 mm / bulan (26) = yang jenuh = 200 ; MK = 200 + (25)
27 Water Surplus 223 204 155 154 47 3 0 0 0 0 0 95 0 mm / bulan (27) = (24)-(25)
RUN OFF AND GROUND WATER
28 Infiltration I 89 81 62 62 19 1 0 0 0 0 0 38 mm / bulan (28) = 0.4 x (27)
29 1/2 ( 1 + k ) I 67 61 46 46 14 1 0 0 0 0 0 29 mm / bulan (29) = Rumus
30 k ( Vn-1 ) 20 43 52 49 48 31 16 8 4 2 1 0 mm / bulan (30)n = (11) x (31)n-1; (30)1= 0
31 Storage Volume Vn 87 104 99 96 62 32 16 8 4 2 1 29 mm / bulan kemudian = (11) x (31)12 (1=Jan; 12=Des)
32 ( - Vn-1 + Vn ) Vm 58 18 -6 -3 -34 -30 -16 -8 -4 -2 -1 28 mm / bulan (31) = (29)+(30)
33 Base Flow = ( i - Vm ) 32 64 68 65 52 31 16 8 4 2 1 10 mm / bulan (32)n = (31)n - (31)n-1
34 Direct Run Off 134 122 93 92 28 2 0 0 0 0 0 57 mm / bulan (33) = (28)-(32)
35 Run off 166 186 161 157 81 33 16 8 4 2 1 67 mm / bulan (34) = (27)-(28)
(35) = (33)+(34)
STORM RUN OFF
36 Storm Run Off 4 2 1 4 0 0 0 mm / bulan (36) = 0.05 x (10) -- MK ; 0 -- MH
37 Soil Moisture 170.1 114.2 50.1 36.1 144.8 200 200 mm / bulan (37) = (26)-(36)n-(36)n+1
38 Water Surplus 223 204 155 154 47 3 0 0 0 0 0 95 0 mm / bulan (38) = 27
39 Base Flow 32 64 68 65 52 31 16 8 4 2 1 10 0 mm / bulan (39) = 33
40 Direct Run off 134 122 93 92 28 2 4 2 1 4 0 57 0 mm / bulan (40) = (34)+(36)
41 Run off q 166 186 161 157 81 33 19 10 5 6 1 67 0 mm / bulan (41) = (39)+(40)
42 Debit Q 0.127 0.158 0.123 0.124 0.062 0.026 0.015 0.007 0.004 0.005 0.001 0.051 m3 / dt (42) = (41)*A*1000000/1000*30*24*60*60
43 Volume V 339665 381031 329473 321923 165895 67695 39829 19607 10214 12282 2041 137874 m3 (43) = (42) * 30*24*60*60
44 Komulatif KV 339665 720696 1050169 1372091 1537986 1605681 1645510 1665118 1675331 1687613 1689654 1827527 m3 (44)n+1 = (44)n+(43)n+1
= A = luas Catchment ( km2 ) = 2.05 km2
No. Uraian Kode Jan Peb Mart Aprl Mei Jun Jul Agus Sep KeteranganOkt Nop Des Tahunan
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 6
2.2 Perhitungan Kebutuhan Air
2.2.1 Pendahuluan
Perhitungan kebutuhan air untuk tanaman (Water Requirement) untuk daerah
irigasi Langkeme ini didasarkan pada suatu kriteria keseimbangan air pada petak
sawah, dimana faktor-faktor iklim diperhitungkan dengan rumus-rumus empiris
yang telah biasa digunakan. Titik tolak perhitungan banyaknya air yang dibutuhkan
terhadap macam tanaman telah ditentukan adalah padi karena merupakan bahan
makanan pokok di negara kita, yaitu padi rendengan yang biasa ditanam pada
musim hujan dan padi gadu pada musim kemarau.
Data klimatologi diambil dari data iklim di Indonesia (Lembaga Meteorologi dan
Geofisika) dari tahun 1971 sampai dengan tahun 1975.
Stasiun klimatologi yang dianggap representatif untuk daerah pengairan ini adalah
stasiun PG Bone (lokasi 05° 43’ S) ketinggian 24 m.
Yang selanjutnya merupakan dasar perhitungan Evapotranspiration dimana
dipergunakan Cara Hargreaves. Data-data curah hujan diambil dari Regen
Waarnemingen in Nederlandsch Indie dengan periode pengamatan dari tahun
1919 sampai dengan 1941 untuk stasiun-stasiun hujan Watan Sopeng (407) dan
Sumpang Binangae (408).
Perhitungan curah hujan effektif pada daerah irigasi yang akan mempengaruhi
perhitungan requirement dipergunakan data-data curah hujan stasiun hujan Watan
Sopeng dan Sumpang Binangae.
2.2.2 Evaporation
2.2.2.1 Data-data
Data yang digunakan untuk menghitung evaporation yaitu : koordinat di daerah
irigasi relative humidity temperatur udara kecepatan angin, duration of sunshine
dan elevation rata-rata di daerah irigasi.
Data tersebut didapat dari station meteorologi daerah PG. Bone.
a). Koordinat di Daerah Irigasi
Dari top cart didapat bahwa koordinat di daerah irigasi Langkeme lebih kurang
pada 4° 30’S.
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 7
b). Relative Humidity (H)
Data relative humidity diambil dari stasiun meteorologi PG Bone dengan
koordinat 05° 43’S dan dengan ketinggian lebih dari 24 m.
Tabel 2.3 Kelembaban udara stasiun meteorologi PG Bone
Bulan
Tahun
1971 - - - - - - - 79 81 80 82 80
1972 82 80 78 81 - 79 77 76 73 72 72 77
1973 81 81 82 82 83 - 83 83 82 79 81 -
1974 77 77 77 83 82 81 82 80 79 79 80 80
1975 80 79 80 84 84 85 82 85 77 83 81 80
Rata-rata
2 3 4
Rata-rata Kelembaban Udara dalam %
9 10 11 125 6 7 81
c). Temperatur Udara (T)
Tabel 2.4 Temperatur udara (T) stasiun meteorologi PG Bone
Bulan
Tahun
1971 - - - - - - - 25,7 26,1 26,5 26,2 26,4
1972 25,5 26,2 26,4 26,4 - 26,2 25,5 25,2 25,6 26,8 28,0 27,4
1973 26,8 27,0 26,7 27,3 26,9 - 25,7 25,9 26,2 27,1 26,6 -
1974 26,5 26,7 26,5 26,5 26,8 26,1 25,7 26,0 26,9 27,5 26,7 26,4
1975 26,4 26,6 24,4 26,4 26,1 25,4 25,7 26,1 27,2 27,3 26,6 26,3
Rata-rata
Temperatur Udara Rata-rata dalam 0C
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
d). Kecepatan Angin (w)
Tabel 2.5 Kecepatan angin (w) stasiun meteorologi PG Bone
Bulan
Tahun
1971 - - - - - - - 58 45 41 34 46
1972 172 82 128 188 - 95 40 54 3 - 31 178
1973 26 - - - - - 52 - 55 85 50 -
1974 30 50 33 32 51 54 48 70 68 71 52 44
1975 48 39 40 67 49 43 62 76 77 70 57 -
Rata-rata
Kecepatan Angin Rata-rata dalam Knot
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 8
e). Duration of Sunshine (S)
Tabel 2.6 Duration of Sunshine (S) stasiun meteorologi PG Bone
Bulan
Tahun
1971 - - - - - - - 58 45 41 34 46
1972 172 82 128 188 - 95 40 54 3 - 31 178
1973 26 - - - - - 52 - 55 85 50 -
1974 30 50 33 32 51 54 48 70 68 71 52 44
1975 48 39 40 67 49 43 62 76 77 70 57 -
Rata-rata
Rata-rata Penyinaran Matahari dalam %
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
f). Elevation Rata-rata di Daerah Irigasi
Elevasi daerah yang akan diairi lebih dari 108.
2.2.2.2 Perhitungan Evaporation (Prosedure)
Untuk menghitung evaporation di DI Langkeme dipakai suatu perhitungan
perkiraan dengan metode Hargreaves. Dalam hal ini yang perlu dihitung adalah ;
a). Monthly Day Time Factor (D)
Daerah Irigasi Langkeme terletak pada lintang 4° 30”S. Dengan interpolasi
akan didapat D. Hasil adalah sebagai berikut ;
Tabel 2.7 Monthly Day Time Factor (D) di Langkeme
Month 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
0 1,02 1,02 1,02 0,99 1,02 0,99 1,02 1,02 0,99 1,02 0,99 1,02
4030
'1,04 0,93 1,02 0,98 1,00 0,96 1,00 1,01 0,98 1,03 1,01 1,04
5030
'1,04 0,93 1,02 0,98 1,00 0,96 1,00 1,01 0,98 1,03 1,01 1,04
b). Relative Humidity Factor (FH)
Telah didapatkan relative humidity rata-rata (Hm) dari data yang telah
dicantumkan diatas. Untuk menghitung FH diperlukan rumus sebagai berikut ;
Hn = 0.4 Hm + 0,6 Hm2
FH = 0.59 – 0.55 Hn2
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 9
Hasilnya adalah sebagai berikut ;
Tabel 2.8 Relative Humidity Factor (FH) di Langkeme
Month 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Hm 0,80 0,79 0,79 0,83 0,83 0,82 0,81 0,81 0,78 0,79 0,79 0,79
Hn 0,70 0,69 0,69 0,75 0,75 0,73 0,72 0,72 0,68 0,69 0,69 0,69
FH 0,321 0,328 0,328 0,281 0,281 0,297 0,305 0,305 0,336 0,328 0,328 0,328
c). Mean Monthly Temperatur (TC)
Dari data temperatur bulanan rata-rata (TC) selama 5 tahun telah tercantum di
atas, didapatkan temperatur rata-rata. Hasilnya adalah sebagai berikut ;
Tabel 2.9 Mean Monthly Temperatur (TC) di Langkeme
Month 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
TC 26,3 26,6 26,5 26,7 26,6 25,9 25,6 25,8 26,4 27,0 26,8 26,0
d). Nd Velocity Factor (FW)
Untuk mendapatkan FW dipakai rumus FW = 0.75 + 0.125. m2kHW
sedangkan W kH2m = kecepatan angin pada ketinggian dua meter dari
permukaan tanah dalam km/jam. Bila letak alat pengukuran kecepatan angin
diketahui maka W kH2m = C x W kH sedangkan C = hlog
6.6log
h = tinggi letak alat dari permukaan tanah dalam feet. Dalam hal ini h = 24 m.
Catatan ; bila letak alat tidak diketahui maka untuk keamanan dianggap h =
0,50 m. Biasanya data dalam knot (Wk) atau meter/ detik (WMs) sehingga
didapatkan ;
WkH = 3,6 W MS = 85.1
1 Wk
Maka didapatkan hasil sebagai berikut ;
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 10
Tabel 2.10 Nd Velocity Factor (FW)
Month 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Wk 6 6 6 5 4 6 6 8 8 7 6 7
Wkh 3,24 3,24 3,24 2,7 2,16 3,24 3,24 4,32 4,32 3,78 3,24 3,78
C 0,432 0,432 0,432 0,432 0,432 0,432 0,432 0,432 0,432 0,432 0,432 0,432
Wkh 2m 1,399 1,399 1,399 1,166 0,933 1,399 1,399 1,866 1,866 1,633 1,399 1,633
Fw 0,898 0,898 0,898 0,885 0,871 0,898 0,898 0,921 0,921 0,909 0,898 0,909
e). Duration of Sunshine Factor (Fs)
Untuk mendapatkan Fs dipakai rumus Fs = 0.478 + 0.58 s. Dimana S adalah
duration of sunshine yang datanya telah dicantumkan diatas. Dengan
menggunakan rumus tersebut didapatkan hasil sebagai berikut ;
Tabel 2.11 Duration of Sunshine Factor (Fs)
Month 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
S 69,00 57 67 96 50 64 51 65 50 67 45 89
Fs 0,878 0,809 0,867 1,035 0,768 0,849 0,774 0,855 0,769 0,867 0,739 0,995
f). Elevation Factor (Fe)
Untuk mendapatkan Fe dipakai rumus Fe = 0.950 + 0.0001 E, dimana E =
elevation rata-rata dari daerah irigasi yang datanya telah dicantumkan diatas
yaitu lebih dari 108. Dengan menggunakan rumus tersebut didapatkan hasil
sebagai berikut ; Fe = 0.961
g). Clas A Pan Evaporation (Ev)
Untuk mendapatkan Ev dipakai rumus sebagai berikut ;
E v = 17.4 x D X TC x FH x FW x FS x FE
Dengan menggunakan rumus tersebut didapatkan hasil sebagai berikut ;
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 11
Tabel 2.12 Calculation of Evaporation (Ev )
E v = 17.4 x D X TC x FH x FW x FS x FE
Unit Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sept
1 D - 1,03 1,01 1,04 1,04 0,93 1,02 0,98 1 0,96 1 1,01 0,98
2 Tc0C 27 26,8 26,6 26,3 26,6 26,5 26,7 26,6 25,9 25,6 25,8 26,4
3 FH 0,328 0,328 0,328 0,321 0,328 0,328 0,281 0,297 0,297 0,305 0,336 0,328
4 Fw 0,909 0,898 0,909 0,898 0,898 0,898 0,885 0,871 0,898 0,898 0,921 0,921
5 Fs 0,867 0,739 0,995 0,878 0,809 0,867 1,035 0,769 0,849 0,774 0,855 0,768
6 FE 0,961 0,961 0,961 0,961 0,961 0,961 0,961 0,961 0,961 0,961 0,961 0,961
7 EV mm 120,21 88,52 137,23 115,75 98,57 115,42 112,62 83,61 94,14 90,75 115,29 100,37
2.2.3 Water Requirement
2.2.3.1 Data-Data
Data-data yang digunakan untuk menghitung kebutuhan air yaitu ;
• Hasil perhitungan evaporation
• Hujan bulanan
• Crop consumptive use factor
• Percolation
• Puddling water requirement
• Irrigation efficiency
a). Hasil Perhitungan Evaporation
Evaporation telah didapat dengan menggunakan rumus ;
E v = 17.4 x D X TC x FH x FW x FS x FE
Tabel 2.13 Hasil perhitungan evaporasi
Month 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
EV 115,75 98,57 115,42 112,62 83,61 94,14 90,75 115,29 100,37 120,21 98,52 137,23
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 12
b). Hujan Bulanan
Data hujan bulanan diambil dari stasiun hujan Watan Sopeng (407) dan
Simpang Binange (408). Data tersebut adalah sebagai berikut ;
Tabel 2.14 Curah hujan bulanan Stasiun Watan Sopeng (407)
Elevasi : + 120
Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Total Max
1919 79 207 249 198 207 147 88 12 6 7 114 134 1448
1920 157 75 343 596 146 367 54 35 121 202 194 185 2475
1921 73 189 139 205 171 267 136 111 6 348 145 31 1821
1922 76 81 93 85 300 211 251 0 94 74 248 179 1692
1923 260 145 18 284 212 105 225 0 18 6 173 205 1651
1924 98 129 170 402 330 383 41 71 233 217 191 194 2459
1925 131 250 46 429 670 222 18 6 18 0 99 178 2067
1926 179 262 125 160 141 80 19 50 15 33 66 119 1249
1927 381 162 188 245 226 353 62 40 52 75 85 150 2019
1928 142 23 97 175 150 184 36 45 22 60 143 30 1107
1929 388 28 104 316 164 61 164 15 0 0 245 129 1614
1930 86 162 418 390 234 74 0 0 0 74 60 125 1623
1931 91 154 192 195 419 233 239 45 80 117 131 177 2073
1932 229 71 184 222 248 353 169 48 5 140 80 191 1940
1933 187 201 80 229 303 167 146 229 94 196 60 72 1964
1934 358 192 140 212 243 450 254 66 22 109 144 116 2306
1935 107 224 427 251 406 220 81 27 1 161 251 133 2289
1936 111 50 132 308 243 293 124 115 14 47 110 106 1653
1937 151 152 158 330 276 310 191 46 96 26 49 194 1979
1938 495 163 311 211 448 191 200 138 84 52 339 246 2878
1939 199 601 116 192 284 205 161 74 36 20 99 61 2048
1940 272 213 109 179 492 149 12 20 0 35 125 127 1733
1941 93 135 205 240 246 188 15 0 0 34 316 243 1715
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 13
Tabel 2.15 Curah hujan bulanan Stasiun Sumpang Binange (408)
Elevasi : + 2
Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Total Max
1919 414 361 147 384 81 15 67 0 4 20 175 385 2053
1920 590 294 231 87 29 77 105 170 99 95 489 508 2774
1921 337 594 811 85 29 39 17 0 86 244 165 625 3032
1922 404 352 391 81 166 125 40 0 42 72 92 1044 2809
1923 585 565 192 95 199 26 137 0 0 89 58 442 2388
1924 280 625 477 313 212 57 29 58 39 350 264 743 3447
1925 243 660 226 308 84 106 41 0 17 0 67 339 2091
1926 573 404 75 116 45 17 0 3 14 2 39 713 2001
1927 560 285 510 192 188 228 4 0 6 87 231 244 2535
1928 235 394 586 111 89 77 7 19 76 33 288 768 2683
1929 692 225 488 171 46 8 76 0 3 28 139 491 2367
1930 324 231 143 347 75 35 0 1 0 30 120 709 2015
1931 102 237 94 323 177 9 53 4 22 262 177 357 1817
1932 398 365 330 344 209 26 16 2 17 77 233 651 2668
1933 301 446 216 289 145 122 6 7 8 66 452 327 2385
1934 635 358 393 188 254 74 72 39 5 49 337 279 2683
1935 272 146 848 209 113 13 4 0 0 132 106 156 1999
1936 873 69 263 248 46 202 27 81 0 54 132 302 2297
1937 207 135 120 96 33 66 0 6 8 18 53 314 1056
1938 667 133 338 44 121 138 67 14 15 21 338 302 2198
1939 254 243 198 6 0 35 49 21 0 9 32 137 984
1940 315 252 80 101 404 9 0 0 0 0 306 360 1827
1941 323 150 210 91 287 120 1 0 0 0 332 401 1915
c). Crop Consumption Use Factor
Besar coefficient ini ditentukan oleh banyak faktor antara lain ;
• Jenis tanah persawahan
• Macam bibit padi
• Macam metode untuk perhitungan evapotranspiration
Untuk standar perhitungan dibawah ini kami cantumkan crop consumption use
coefficients by percent of growing season dari jenis tanaman padi.
Tabel 2.16 Koefesien dari tanaman padi
% 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
k 0,80 0,95 1,05 1,15 1,20 1,30 1,30 1,20 1,10 0,90 0,50
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 14
d). Percolation
Maksud percolation yaitu proses penjenuhan subsurfase, sebaiknya angka ini
ditentukan dengan cara mengadakan pengukuran di lapangan.
Angka perkolasi ini dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu jenis tanahnya,
keadaan topografi sawah dan sebagainya. Mengingat hasil pengukuran
dilapangan seperti dimaksudkan diatas belum ada, maka penetapan angka
perkolasi tersebut pada saat ini hanya dengan cara perkiraan saja. Banyak
cara untuk memperkirakan tersebut dan salah satu cara tersebut yaitu dengan
mengambil angka-angka perkolasi harian sebagai berikut ;
Tabel 2.17 Angka-angka perkolasi harian
Bulan ke Percolation
1
2
3
4
6 mm/hari
5 mm/hari
4 mm/hari
2 mm/hari
e). Puddling Water Requirement (Pra Irigasi)
Maksud pemberian air pada tanaman padi dengan nama pra irigasi ini yaitu
untuk ;
• Pawinihan
• Meninggikan muka air tanah
• Melunakan tanah dipermukaan untuk mempermudah pengerjaannya
• Mengusir tikus dari lubang-lubang
• Dan lain sebagainya
Banyak faktor yang mempengaruhi angka pra irigasi ini yaitu antara lain jenis
tanahnya dan sebagainya. Untuk keperluan report ini angka tersebut
diperkirakan saja sebesar 52,5 mm untuk bulan pertama dan 127,5 untuk
bulan kedua. Bulan-bulan selanjutnya pra irigasi ini tidak diperlukan.
f). Irrigation Efficiency
Karena adanya kehilangan air pada saat air bergerak menuju ke sawah
(conveyance loss) dan saat air berada di sawah (conveyance loss) maka perlu
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 15
faktor yang memperhitungkan hal ini. Diperkirakan besarnya losses tersebut
adalah sebagai berikut ;
• Conveyance losses pada saluran induk 10%
• Conveyance losses pada lain-lain saluran serta field losses 20%
Maka besarnya irrigation efficiency 90% x 80% = 72 %.
2.2.3.2 Perhitungan Water Requirement (Prosedure)
Untuk menghitung kebutuhan air dari daerah irigasi Langkeme yang perlu dihitung
adalah ;
a). Consumptive Use Factor after Hargreaves (Ev )
Lihat di 2.2.3.1 a)
b). Effective Rain Fall (FE)
Curah hujan efektif adalah curah hujan pada masa pertumbuhan tanaman
yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan air tanaman. Curah hujan
yang dipergunakan adalah curah hujan yang diukur di stasiun Watan Sopeng
(407) dan Simpang Binange (408) yang merupakan stasiun yang paling
berdekatan dengan daerah rencana irigasi ini.
Stasiun hujan tersebut dianggap cukup representatif untuk memperhitungkan
curah hujan efektif pada daerah rencana irigasi.
Cara yang dipergunakan untuk memperhitungkan curah hujan efektif ini adalah
dasar perhitungan R80 x R80 dapat dihitung dengan rumus (80% n –1) dimana
n = periode lamanya pengamantan. Hasilnya harga a = (80% n –1).
Ini berarti bahwa curah hujan efektif adalah curah hujan yang ke a dari yang
terbesar. Untuk ini n = 23 tahun dan a = (80% x 23 –1 ) = 17
Hasil analisa perhitungan adalah sebagai berikut ;
Tabel 2.18 Hasil analisa perhitungan curah hujan
Bulan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
407 98 129 109 198 212 167 41 15 6 33 99 119
408 280 231 192 95 46 26 4 0 0 20 106 314
Rata-rata 189 180 150 146 129 96 22 7 3 26 102 216
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 16
Tabel 2.19 Analisa perhitungan curah hujan bulanan Stasiun Watan Sopeng (407)
Elevasi : + 120
No. Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
1 495 601 427 596 670 450 285 229 233 348 339 246
2 388 262 418 429 492 383 254 138 121 217 316 243
3 381 250 343 402 448 367 251 115 96 202 251 205
4 358 224 311 390 419 353 239 111 94 196 248 194
5 272 213 249 330 406 353 200 74 94 161 245 194
6 260 207 205 316 330 310 191 71 84 140 194 191
7 229 201 192 308 303 293 169 66 80 117 191 185
8 199 192 188 251 300 267 164 50 52 109 173 179
9 187 189 184 245 284 233 161 48 36 75 145 178
10 179 163 170 240 276 222 146 46 22 74 144 177
11 157 162 158 229 248 220 136 45 22 74 143 150
12 151 162 140 224 246 211 124 45 18 60 131 134
13 142 154 139 222 243 205 88 40 18 52 125 133
14 131 152 132 212 243 191 81 35 15 47 114 129
15 111 145 125 211 234 188 62 27 14 35 110 127
16 107 135 116 205 226 184 54 20 6 34 99 125
17 98 129 109 198 212 167 41 15 6 33 99 119
18 93 81 104 195 207 149 36 12 5 26 85 116
19 91 75 97 192 171 147 19 6 1 20 80 106
20 86 71 93 179 164 105 18 0 0 7 66 72
21 79 50 80 175 150 80 15 0 0 6 60 61
22 76 28 46 160 146 74 12 0 0 0 60 31
23 73 23 18 85 141 61 0 0 0 0 49 30
Total 4343 3869 4044 5994 6559 5213 2746 1193 1017 2033 3467 3325
Rata-rata 189 168 176 261 285 227 119 52 44 88 151 145
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 17
Tabel 2.20 Analisa perhitungan curah hujan bulanan Stasiun Sumpang Binange (408)
Elevasi : + 2
Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
1 873 660 848 384 404 228 137 170 99 350 489 1044
2 692 625 811 347 284 202 105 81 86 262 452 768
3 667 594 586 344 254 138 76 58 76 244 338 743
4 635 565 510 323 212 125 72 39 42 132 337 713
5 590 446 488 313 209 122 67 21 39 95 332 709
6 585 404 477 308 199 120 67 19 22 89 306 651
7 573 394 393 289 188 106 53 14 17 87 288 625
8 560 365 391 248 177 77 49 7 17 77 264 508
9 414 361 338 209 166 77 41 6 15 72 233 491
10 404 358 330 192 145 74 40 4 14 66 231 442
11 398 352 263 188 121 66 29 3 8 54 177 401
12 337 294 231 171 113 57 27 2 8 49 175 385
13 324 285 226 116 89 39 17 1 6 33 165 360
14 323 252 216 111 84 35 16 0 5 30 139 357
15 315 243 213 101 81 35 7 0 4 28 132 339
16 301 237 198 96 75 26 6 0 3 21 120 327
17 280 231 192 95 46 26 4 0 0 20 106 314
18 272 225 147 91 46 17 4 0 0 18 92 302
19 254 150 143 87 45 15 1 0 0 9 67 302
20 243 146 120 85 33 13 0 0 0 2 58 279
21 235 135 94 81 29 9 0 0 0 0 53 244
22 207 133 80 44 29 9 0 0 0 0 39 156
23 102 69 75 6 0 8 0 0 0 0 32 137
Total 9584 7524 7370 4229 3029 1624 818 425 461 1738 4625 10597
Rata-rata 417 327 320 184 132 71 36 18 20 76 201 461
c). Monthly Consumptive use Factor (k)
k didapat dengan membuat grafik dari tabel 2.16 yang telah dicantumkan pada
2.2.3.1 c). Umur padi yang ditanam di daerah Langkeme adalah ;
• Padi rendengan ( 135 – 30 ) hari
• Padi gadu (165 + 30) hari
Dengan jalan mengeplot pada grafik maka didapatkan harga K bulanan.
d). Consumptive use by Crop (Et)
Et = k. Ev
e). Percolation
Lihat 2.2.3.1 d)
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 18
f). Water Requirement by Crop
Water requirement by crop = consumptive use by crop + percolation
g). Puddling Water Requirement
Lihat 2.2.3.1 e)
h). Field Delivery Requirement
Field delivery requirement = water requirement by crop + puddling water
requirement – effective rain fall.
i). Irrigation Efficiency
Seperti telah dijelaskan pada 2.2.3.1 f) maka irrigation efficiency = 72 %.
j). Alternative
Mulai tanam sebaiknya dijatuhkan pada saat mulainya musim hujan.
Berdasarkan angka-angka hujan bulanan dan hari hujan dapatlah disimpulkan
bahwa musim hujan jatuh pada bulan Nopember. Selanjutnya dengan angka-
angka seperti tertera pada point 2.2.3.2 a) s/d 2.2.3.2 i) berikut ini dihitung
besarnya water requirement (kebutuhan air) untuk empat alternatif mulai
tanam ;
• Alternatif 1 ; mulai tanam bulan Nopember dan Mei (Tabel 2.20)
• Alternatif 2 ; mulai tanam bulan Desember dan Juni (Tabel 2.21)
• Alternatif 3 ; mulai tanam bulan Januari dan Juli (Tabel 2.22)
• Alternatif 4 ; mulai tanam bulan Desember dan Mei (Tabel 2.23)
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 19
Ta
be
l 2
.21
R
enca
na
Ta
ta T
ana
m (
Alte
rna
tif
1)
NO
.IT
EM
UN
ITO
CT
NO
VD
EC
JA
NF
EB
MA
RA
PR
MA
YJ
UN
JU
LA
UG
SE
P
2.
Eff
ective
Rain
fall
mm
26
102
216
189
180
150
146
129
96
22
73
5.
Pe
rco
latio
nm
m0
180
155
124
58
00
78
150
124
62
0
7.
Pu
dd
ling w
ate
r re
qu
ire
me
nt
mm
52.5
127.5
00
00
52.5
127.5
00
0
9.
Ditto
l/d
/ha
0.4
98
1,1
88
0.4
04
0.3
16
00
00.6
02
0.6
31
0.8
14
0.7
24
0.3
17
10.
1.1
91.3
1.2
20.8
6
0.4
40
0.9
1.0
91.2
41.3
1.2
40.9
90.7
31.0
3
0.8
36
0.8
76
1.1
31
1.0
06
0.4
39
00
0l/d
/ha
0.6
92
1.6
50
0.5
61
166.0
3219.9
8195.6
583.3
18
86.3
2
mm
134.6
9312.8
9109.1
785.4
75
0.2
268
00
162.6
2
164.1
2262.0
3241.9
8202.6
5274.4
8180.2
3114.2
782.2
1m
m108.1
9287.3
9325.1
7
112.0
3117.9
8140.6
586.3
18
100.3
7
mm
108.1
9107.3
9170.1
7150.4
8122.2
3114.2
782.2
13
86.1
18
83.6
194.1
490.7
5115.2
9115.7
598.5
7115.4
2112.6
2m
m120.2
198.5
2137.2
3
Fie
ld d
eliv
ery
re
qu
ire
me
nt
(6)
+ (
7)
- (2
)
I. CONDI
TIONS
II. CROPPING
PATTERN
Div
ers
ion r
equ
ire
me
nt
(9)
: 0
,72
)
III. WATER REQUIREMENT
1.
3.
4.
6.
8.
Co
nsu
mp
tive
use
fa
cto
r a
fte
r
harg
rea
ve
s
Mon
thly
cro
p c
onsu
mp
tive
use
fa
cto
r
Co
nsu
mp
tive
use
by c
rop
(1)
x (
3)
Wa
ter
Re
qu
ire
me
nt
by c
rop
(4)
+ (
5)
RE
ND
EN
G (
165
)G
AD
U (
135
)
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 20
Ta
be
l 2
.22
R
enca
na
Ta
ta T
ana
m (
Alte
rna
tif
2)
NO
.IT
EM
UN
ITO
CT
NO
VD
EC
JA
NF
EB
MA
RA
PR
MA
YJ
UN
JU
LA
UG
SE
P
2.
Eff
ective
Rain
fall
mm
26
102
216
189
180
150
146
129
96
22
73
5.
Pe
rco
latio
nm
m0
0186
155
116
62
00
72
155
124
60
7.
Pu
dd
ling w
ate
r re
qu
ire
me
nt
mm
052.5
127.5
00
00
052.5
127.5
00
9.
l/d
/ha
0.2
90.1
50.9
10.4
10.2
50.2
00
0.7
60.8
90.9
90.6
8
1.0
56
1.2
36
1.3
75
0.9
44
0.3
47
0.2
78
00
368.4
9266.8
8179.4
5
10.
Div
ers
ion r
equ
ire
me
nt
(9)
: 0
,72
)l/d
/ha
0.4
03
0.2
08
1.2
64
0.5
69
55.1
20
0125.4
6
273.8
8182.4
5
8.
Fie
ld d
eliv
ery
re
qu
ire
me
nt
(6)
+ (
7)
- (2
)m
m77.3
839.1
7247.0
8109.5
364.1
4
111.4
961.0
4168.9
6262.9
9
122.4
5
6.
Wa
ter
Re
qu
ire
me
nt
by c
rop
(4)
+ (
5)
mm
103.3
888.6
7335.5
8298.5
3244.1
4205.1
2
61.0
496.9
6107.9
9149.8
8143.5
3128.1
4143.1
2111.4
9
1.1
91.3
1.2
2
III. WATER REQUIREMENT
4.
Co
nsu
mp
tive
use
by c
rop
(1
)
x (
3)
mm
103.3
888.6
7149.5
8
1.2
40.9
90.7
31.0
3
100.3
7
II. CROPPING
PATTERN
3.
Mon
thly
cro
p c
onsu
mp
tive
use
fa
cto
r0.8
60.9
1.0
91.2
41.3
83.6
194.1
490.7
5115.2
9115.7
598.5
7115.4
2112.6
2m
m120.2
198.5
2137.2
3
I. CONDI
TIONS
1.
Co
nsu
mp
tive
use
fa
cto
r a
fte
r
harg
rea
ve
s
RE
ND
EN
G (
165
)G
AD
U (
135
)
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 21
Ta
be
l 2
.23
R
enca
na
Ta
ta T
ana
m (
Alte
rna
tif
3)
NO
.IT
EM
UN
ITO
CT
NO
VD
EC
JA
NF
EB
MA
RA
PR
MA
YJ
UN
JU
LA
UG
SE
P
2.
Eff
ective
Rain
fall
mm
26
102
216
189
180
150
146
129
96
22
73
5.
Pe
rco
latio
nm
m62
00
186
145
124
60
00
72
155
120
7.
Pu
dd
ling w
ate
r re
qu
ire
me
nt
mm
00
52.5
127.5
00
00
52.5
127.5
00
9.
Ditto
l/d
/ha
0.6
67
00
0.9
27
0.3
36
0.4
59
0.1
91
00.1
14
0.9
99
1.0
85
0.9
4
1.3
88
1.5
07
1.3
06
0.6
38
0.2
65
00.1
58
00
1.2
88
0.4
67
10.
Div
ers
ion r
equ
ire
me
nt
(9)
: 0
,72
)l/d
/ha
0.9
26
29.9
3270.0
7293.2
7247.4
886.2
4124.0
550.2
70
180.2
50
0250.6
7
73.4
3164.5
7300.2
7250.4
8266.2
4274.0
5196.2
788.6
3206.2
586.7
0123.5
1312.1
7
73.4
392.5
7145.2
7130.4
8121.2
4150.0
5136.2
788.6
3144.2
586.7
0123.5
1126.1
7
III. WATER REQUIREMENT
4.
Co
nsu
mp
tive
use
by c
rop
(1)
x (
3)
mm
6.
Wa
ter
Re
qu
ire
me
nt
by c
rop
(4)
+ (
5)
mm
8.
Fie
ld d
eliv
ery
re
qu
ire
me
nt
(6)
+ (
7)
- (2
)m
m
0.7
81.0
21.2
61.3
1.2
31.3
1.2
11.0
61.2
0.8
80.9
1.0
9
II. CROPPING
PATTERN
3.
Mon
thly
cro
p c
onsu
mp
tive
use
fa
cto
r
94.1
490.7
5115.2
9100.3
798.5
7115.4
2112.6
283.6
1120.2
198.5
2137.2
3115.7
5
I. CONDI
TIONS
1.
Co
nsu
mp
tive
use
fa
cto
r a
fte
r
harg
rea
ve
sm
m
RE
ND
EN
G (
165
)G
AD
U (
135
)
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 22
Ta
be
l 2
.24
R
enca
na
Ta
ta T
ana
m (
Alte
rna
tif
4)
NO
.IT
EM
UN
ITO
CT
NO
VD
EC
JA
NF
EB
MA
RA
PR
MA
YJ
UN
JU
LA
UG
SE
P
2.
Eff
ective
Rain
fall
mm
26
102
216
189
180
150
146
129
96
22
73
5.
Pe
rco
latio
nm
m0
0186
155
116
62
078
150
124
62
0
7.
Pu
dd
ling w
ate
r re
qu
ire
me
nt
mm
052.5
127.5
00
052.5
127.5
00
00
9.
Ditto
l/d
/ha
00.1
60.9
30.4
20.2
40.1
30
0.6
0.6
30.8
10.7
20.3
2
0.8
81.1
31.0
00.4
4
219.9
8195.6
583.3
2
241.9
886.3
2
00.8
3
0162.6
2166.0
3
202.6
5164.1
2262.0
3
10.
Div
ers
ion r
equ
ire
me
nt
(9)
: 0
,72
)l/d
/ha
00.2
21.2
90.5
8
35.5
0
0.3
30.1
8
42.1
2252.5
7114.1
662.1
7
185.5
0
8.
Fie
ld d
eliv
ery
re
qu
ire
me
nt
(6)
+ (
7)
- (2
)m
m0
81.0
9
86.3
2
6.
Wa
ter
Re
qu
ire
me
nt
by c
rop
(4)
+ (
5)
mm
091.6
2341.0
7303.1
6242.1
7
140.6
5148.1
6126.1
7123.5
081.0
986.1
2112.0
3117.9
8
1.3
1.2
20.8
6
III. WATER REQUIREMENT
4.
Co
nsu
mp
tive
use
by c
rop
(1)
x (
3)
mm
091.6
2155.0
7
1.0
70.7
21.0
31.1
9
100.3
7
II. CROPPING
PATTERN
3.
Mon
thly
cro
p c
onsu
mp
tive
use
fa
cto
r0
0.9
31.1
31.2
81.2
8
83.6
194.1
490.7
5115.2
9115.7
598.5
7115.4
2112.6
2
I. CONDI
TIONS
1.
Co
nsu
mp
tive
use
fa
cto
r a
fte
r
harg
rea
ve
sm
m120.2
198.5
2137.2
3
RE
ND
EN
G (
135
)G
AD
U
(1
35
)
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 23
2.3 Water Balance (Keseimbangan Air)
Water balance atau keseimbangan air yang dimaksudkan adalah keseimbangan
antara ketersediaan air dan kebutuhan air. Bila telah diketahui ketersediaan air
(m3/dt) dan kebutuhan air irigasi (liter/det/ha) maka dengan keseimbangan air ini
didapat luas yang dapat diairi.
Luas areal sawah yang didapat diairi bergantung pada jumlah debit yang tersedia
pada sumber dan kebutuhan air untuk tanaman (Irr). Secara umum dapat ditulis ;
80.0Irrx
QA
dimana ;
A = luas areal yang dapat diairi
Q = debit sungai
Irr = kebutuhan air untuk tanaman
0,8 = koefisien
Seperti telah diperkirakan dalam perhitungan water requirement, bahwa Irr dihitung
dengan cara cropping calender yaitu menggeser-geser waktu permulaan menanam
padi.
Juga Irr ini didasarkan pada perhitungan evapotranspiration yang dalam hal ini
dipergunakan Metode Hargeaves. Perhitungan luas areal sawah yang dapat diairi
dalam metode tersebut untuk setiap variasi dari cropping calender dapat dilihat pada
halaman berikutnya.
Kesimpulan yang dapat diambil dari perhitungan water requirement adalah sebagai
berikut ; Dari hasil perhitungan water requirement, water availability yang
selanjutnya dapat dihitung luas areal sawah yang dapat diairi untuk setiap alternatif
sesuai dengan mulai tanamnya, dapat diambil kesimpulan bahwa cropping calender
I yaitu mulai tanam padi rendengan pada bulan Nopember memberikan areal paling
kecil, yaitu luas areal yang dapat diairi pada musim hujan 3129 ha musim kemarau
1553 ha. Jumlah air yang dibutuhkan yang akan digunakan dalam memperkirakan
kebutuhan air normal dari daerah irigasi Langkeme ini adalah sebagai berikut ;
a). Musim kemarau : 0 – 1.130 l/dt/ha
b). Musim hujan : 0 – 1,650 l/dt/ha
Dapat ditambahkan bahwa tidak terdapatnya jumlah air yang dibutuhkan pada bulan
Februari, Maret dan April yang juga mengakibatkan tidak diketahui Irr dan A pada
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 24
bulan tersebut, dipertimbangkan tidak terlalu menentukan perhitungan untuk hal-hal
yang pokok. Karena dapat dilihat bahwa pada bulan-bulan tersebut curah hujan
efektifnya adalah 180, 150 – 146 mm yang relatif besar sehingga Irr pada bulan-
bulan tersebut tentu saja akan mengecil. Juga debit sungai yang tersedia adalah
5.96 m3/det, 5.67 m3/det dan 5,21 m3/det berturut-turut yang merupakan debit bulan-
bulan yang besar.
Oleh karena itu perhitungan luas areal yang dapat diairi pada bulan-bulan tersebut
akan luas sekali. Jadi mengingat penetapan cropping calender yang menentukan
berdasarkan luas areal terkecil dari setiap musim pada setiap alternatif maka
ketiadaan hasil kebutuhan air tanaman pada bulan-bulan tersebut tidak terlalu
menentukan.
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 25
Tabel 2.2
5
Perh
itung
an luas a
real saw
ah y
ang
dapat
dia
iri
JA
NF
EB
MA
RA
PR
MA
YJ
UN
JU
LA
UG
SE
PO
CT
NO
VD
EC
m3/d
t6.9
25.9
65.6
75.2
14.7
63.5
2.0
61.2
50.7
81.8
74.1
36.9
2P
AD
I R
EN
DE
NG
AN
PA
DI
GA
DU
Cro
pp
ing
Irr
l/d
t/h
a0.4
39
00
00.8
36
0.8
76
1.1
31
1.0
06
0.4
40
0.6
92
1.6
50
0.5
61
Ca
lend
er
IA
Ha
19704
--
-7118
4994
2279
1553
2216
3383
3129
15419
3129
1553
Cro
pp
ing
Irr
l/d
t/h
a0.5
69
0.3
47
0.2
78
00
1.0
56
1.2
36
1.3
75
0.9
44
0.4
03
0.2
08
1.2
64
Ca
lend
er
IIA
Ha
15202
21470
25425
--
4143
2083
1136
1033
5800
24820
6843
6843
1033
Cro
pp
ing
Irr
l/d
t/h
a1.2
88
0.4
67
0.6
38
0.2
65
0.0
00
0.1
58
1.3
88
1.5
07
1.3
06
0.9
26
00
Ca
lend
er
III
AH
a6721
15953
11126
24575
-27690
1857
1030
747
2524
--
6721
747
-
Cro
pp
ing
Irr
l/d
t/h
a0.5
80.3
30.1
80
0.8
30.8
81.1
31.0
00.4
40
0.2
21
Ca
lend
er
IVA
Ha
14914
22576
39375
-5735
3977
2279
1563
2216
-23466
6705
6705
1563
LU
AS
AR
EA
L Y
AN
G D
AP
AT
DIA
IRI
(HA
)
DE
BIT
SU
NG
AI
BU
LA
N
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 26
2.4 Debit Rencana Saluran Irigasi Dan Pembuang
2.4.1 Debit Rencana Saluran Irigasi
Yang dimaksud dengan Debit Rencana Saluran irigasi adalah debit maksimum
yang direncanakan untuk melalui saluran kapasitas saluran = debit rencana
saluran = Q
Besarnya tergantung dari ;
• Luas daerah yang diairi = (A)
• Kebutuhan bersih air disawah = (NFR)
• Efisiensi (e)
• Koefisien pengurangan (c)
e
ANFRCQ
..
a). Luas daerah yang diairi adalah sama dengan 0.90 x luas hasil planimeter
dari petak tersier atau jumlah dari peta-petak tersier dengan satuan ha,
b). Kebutuhan bersih air di sawah = NFR adalah didapat dari perhitungan
kebutuhan air pada sub bab 2.2 dimana dipilih yang paling besar luasnya
pada bulan masa pengolahan lahan dengan satuan l/d/ha.
c). Efisiensi = e adalah angka akibat adanya kebocoran-kebocoran di saluran
dan bangunan
Untuk ;
• Tersier kebocoran (15 - 22,5) % et = (0.85 – 0.775)
• Sekunder kebocoran (7.5 - 12.5)% es = (0.925 – 0.875)
• Primer kebocoran (7.5 - 12.5)% ep = (0.925 – 0.875)
2
2 2
2
1
1
1
1 1
111
1
33
t
1e
A.NFR.CQ
st
2e.e
A.NFR.CQ
pst
3e.e.e
A.NFR.CQ
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 27
• Koefisien pengurangan = C adalah pengurangan debit akibat dari
perbedaan menanam. Waktu menanam ada bermacam ;
1) Cara serentak yaitu dimana waktu pengolahan tanah dikerjakan pada
waktu yang sama, ini baru bisa dilaksanakan bila tenaga penggarap
banyak atau dengan menggunakan traktor. Dalam hal ini koefisien
pengurangan C = 1 untuk saluran tersier calender maupun primer.
2) Cara Golongan yaitu dimana waktu pengolahan tanah atau waktu
tanam dilakukan secara teratur bergilir, biasanya berbeda waktu 0,5
bulan. Cara golongan ada 3 macam;
a) Golongan pada daerah irigasi
Saluran tersier C = 1
Saluran sekunder C = 1
Saluran Primer C < 1 C = 0,80
b) Golongan pada daerah sekunder
Saluran tersier C = 1
Saluran sekunder C < 1 C = 0,80
Saluran Primer C < 1 C = 0,80
c) Golongan pada daerah tersier
Saluran tersier C < 1 C = 0,80
Saluran sekunder C < 1 C = 0,80
Saluran Primer C < 1 C = 0,80
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 28
2.4.2 Debit Rencana Saluran Pembuang
a). Saluran Pembuang
Biasanya tanaman padi tumbuh dalam keadaan tergenang dan dengan
demikian, dapat bertahan dengan sedikit kelebihan air. Untuk varietas unggul,
tinggi air 10 cm dianggap cukup dengan tinggi muka air antara 5 sampai 15 cm
dapat diizinkan. Tinggi air yang lebih dari 15 cm harus dihindari, karena air
yang lebih tinggi untuk jangka waktu yang lama akan mengurangi hasil panen.
Varietas lokal unggul dan khususnya varietas lokal (biasa) kurang sensitif
terhadap tinggi air. Walaupun demikian, tinggi air yang melibihi 20 cm tetap
harus dihindari.
Kelebihan air di petak tersier dapat diakibatkan oleh hujan deras, limpahan
kelebihan air irigasi atau air buangan dari jaringan utama ke petak tersebut,
serta limpahan air irigasi akibat kebutuhan air irigasi yang berkurang di petak
tersier.
Besar kecilnya penurunan hasil panen yang diakibatkan oleh air yang
berlebihan bergantung kepada;
• Dalamnya kelebihan air
• Berapa lama genangan yang berlebihan itu berlangsung
• Tahap pertumbuhan tanaman
• Varietas padi
• Kekeruhan dan sedimen yang terkandung dalam genangan air
Tahap-tahap pertumbuhan padi yang paling peka terhadap banyaknya air yang
berlebihan adalah selama transplantasi (pemindahan bibit ke sawah),
persemian dan permulaan masa berbunga. Merosotnya hasil panen serta
tajam akan terjadi apabila dalamnya lapisan air di sawah melebihi separoh dari
tinggi tanaman padi selama tiga hari atau lebih. Jika tanaman padi tergenang
air seluruhnya jangka waktu lebih dari 3 hari, maka tidak akan ada panen. Jika
pada masa penanaman, kedalaman air melebihi 20 cm selama jangka waktu 3
hari atau lebih maka tidak ada panen.
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 29
b). Modulus Pembuang
Jumlah kelebihan air yang harus dibuang per satuan luas per satuan waktu
disebut modulus pembuang atau koefisien pembuang dan ini bergantung
pada;
• Curah hujan selama periode tertentu
• Pemberian air irigasi pada waktu itu
• Kebutuhan air untuk tanaman
• Perkolasi tanah
• Genangan di sawah-sawah selama atau pada akhir periode yang
bersangkutan
• Luasnya daerah
• Sumber-sumber kelebihan air yang lain
Pembuang air permukaan untuk satuan luas dinyatakan sebagai ;
D (n) = R (n)T + n (IR – ET – P) - s
dimana ;
n = jumlah hari berturut-turut
D (n) = pengaliran air permukaan selama n hari, mm
R(n)T = curah hujan dalam n hari berturut-turut dengan periode ulang T
tahun mm
IR = pemberian air irigasi, mm/hari
ET = evapotranspirasi, mm . hari
P = perkolasi, mm/hari
s = tambahan genangan, mm
untuk penghitungan modulus pembuang, komponennya dapat diambil sebagai
berikut ;
• Dataran rendah
1) Irigasi IR = nol jika irigasi dihentikan, a * au
2) Irigasi IR = evapotranspirasi ET jika irigasi diteruskan
3) Kadang-kadang irigasi mungkin dihentikan ke sawah, tetapi air dari
jaringan irigasi utama dialirkan ke dalam jaringan pembuang melalui
petak tersier.
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 30
4) Tampungan tambahan di sawah pada 150 mm lapisan air maksimum,
tampungan S pada akhir hari-hari berturutan n diambil maksiumum 50
mm
5) Perkolasi P sama dengan nol
• Daerah Terjal
Seperti untuk kondisi dataran rendah, tetapi perkolasi P sama dengan 3
mm/hari.
Untuk modulus pembuang rencana, dipilih curah hujan 3 hari dengan periode
ulang 5 tahun.
Kemudian modulus pembuang tersebut adalah ;
64.8x3
)3(DDm l/dt/ha.
Pada gambar 2.1 rumus diatas disajikan dalam bentuk grafik sebagai contoh.
Dengan mengambil harga-harga untuk R, ET, I dan S, modulus pembuang
dapat dihitung.
c). Debit Rencana
Debit drainase rencana dari sawah di petak tersier dihitung sebagai berikut ;
ADfQ md
dimana ;
Qd = debit rencana l/dt
f = faktor pengurangan (reduksi) daerah yang dibuang airnya, (satu
petak tersier)
Dm = modulus pembuang l/dt/ha
A = luas daerah yang dibuang airnya, ha.
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 31
Gambar 2.1 Contoh perhitungan modulus pembuang
2.5 Debit Banjir Rencana
Yang dimaksud dengan debit banjir rencana (design flood) adalah besarnya debit
yang direncanakan untuk melewati bendung atau spillway atau bisa juga bangunan
pembuang/ drainase. Hal ini hendaknya dibedakan pengertiannya dengan banjir
terbesar. Banjir terbesar akan terjadi kapan saja (tidak tertentu waktunya) dan tidak
akan ada banjir yang lebih besar dari banjir terbesar ini. Debit banjir rencana (design
flood) tidak sebesar banjir terbesar.
2.5.1 Periode Ulang (Return Period)
Debit banjir rencana (design flood) direncanakan sebagai debit banjir (flood) yang
diharapkan akan terjadi pada waktu jangka waktu tertentu. Artinya pada suatu
jangka waktu (periode) tersebut, banjir ini akan terjadi lagi. Misalnya banjir 50
tahun adalah banjir yang akan terjadi pada tiap-tiap 50 tahun sekali. Demikian
pula banjir 100 tahun akan terjadi pada tiap 100 tahun sekali. Angka 50 tahun dan
100 tahun diatas disebut periode ulang (return period). Banjir dengan periode
ulang 50 tahun disebut Q50, untuk periode ulang 100 tahun disebut Q100 dan
seterusnya.
Jadi kalau suatu bendung direncanakan dengan debit banjir rencana Q50, artinya
bendung itu akan mampu dilewati oleh banjir yang datangnya tiap 50 tahun sekali.
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 32
Biasanya untuk bendung direncanakan dengan design flood antara Q50 sampai
Q100, tergantung dari besar kecilnya bendung dan penting tidaknya bendung serta
penting tidaknya daerah sebelah hilir bendung.
2.5.2 Metode Perhitungan
Untuk mencari besarnya design flood dengan return period tertentu, bisa
menggunakan data-data debit sungai atau dapat pula data-data curah hujan.
Analisis untuk mencari harga suatu besaran dengan suatu periode ulang tertentu
disebut Frequency Analisis.
Beberapa cara frequency analisis yang telah di kenal dan dipakai antara lain cara
gumbel, cara huspers dan lain-lain. Disini hanya akan kita pelajari bagaimana
penggunaan cara tersebut dan bukan teorinya.
a). Cara Gumbel
Data-data untuk metode ini yang harus tersedia adalah debit musiman tahunan
atau curah hujan maksimum tahunan dengan pengamatan minimum 10 tahun.
Xt = Xa + k . Sx
dimana ;
Xt = besaran yang diharapan terjadi dalam t tahun
T = return period
Xa = harga pengamatan rata-rata selama n tahun (automatic) selama n
tahun
k = frequency factor
Sx = standar deviasi
Harga frequency factor k tergantung dari banyaknya data yang teranalisis dan
tergantung dari return period yang dikehendaki, sehingga didapat ;
Sn
YnYtK
SxSn
YnYtXaXt
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 33
dimana ;
Yt = reduced periode (untuk ini ada tabel hubungan antara Yt dan t (lihat
tabel 2.31)
Yn = reduced mean (ada tabel hubungan antara Yn dan n, dimana n adalah
banyaknya pengamatan (lihat tabel 2.29)
Sn = reduced standard deviation (ada berhubungan antara Sn dan n) lihat
tabel 2.30)
Harga standar deviasi = Sn ada dua rumus ;
1n
XaXiSn
2
atau
1n
XiXaXiSn
2
dimana ;
Xi = harga besaran pada pengamatan
n = banyaknya data pengamatan
Xa = harga besaran rata-rata
b). Contoh Cara Gumbel
Data debit maksimum tahunan suatu sungai dalam m3/det adalah sebagai
berikut ;
Tabel 2.26 Data debit maksimum tahunan
Tahun Q (m3/dt)
1950
1951
1952
1953
1954
1955
1956
1957
1958
1959
1960
37
20
32
60
25
52
46
70
92
48
24
Harus dicari debit terbesar yang terjadi tiap 100 tahun sekali atau Q100. untuk
menyelesaikan soal ini agar praktis dibuat daftar seperti dibawah ini ;
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 34
Tabel 2. 27 Penentuan simpangan baku
Tahun Xi (Xi)2 Xi-Xa (Xi-Xa)
2
1950 37 1369 -9 81
1951 20 400 -26 676
1952 32 1024 -14 196
1953 60 3600 14 196
1954 25 625 -21 441
1955 52 2704 6 36
1956 46 2116 0 0
1957 70 4900 24 576
1958 92 8464 46 2116
1959 48 2304 2 4
1960 24 576 -22 484
Total 506 28082 0 4806
4611
506
n
XiXa
Dari tabel 2.30 ; untuk n = 11 maka Sn = 0.9697
Dari tabel 2.29 ; untuk n = 11 maka Yn = 0,4996
Dari tabel 2.31 ; untuk t = 100 maka Yt = 4.6001
9.21
10
4806
1n
XaXiSx
2
SxSn
YnYtXaXt
61.1389.21x9697.0
4996.06001.446Xt
Jadi Q100 = 139 m3/det
2.5.3 Bila Data yang ada Data Curah Hujan (tidak ada data debit)
Terlebih dahulu dibedakan antara curah hujan yang jatuh di daerah aliran dan
yang jatuh di daerah yang akan diairi.
Pengamatan curah hujan dari stasiun yang terletak di daerah aliran dipergunakan
untuk mencari debit sungai. Sedangkan curah hujan dari stasiun di daerah yang
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 35
akan diairi digunakan untuk menghitung banyaknya air sebagai sumbangan
terhadap supply air dari saluran irigasi.
2.5.3.1 Stasiun Hujan
Untuk mencari debit sungai, terlebih dahulu ditentukan stasiun hujan yang
mewakili daerah alirannya, yakni stasiun yang terletak di dalam daerah aliran yang
bersangkutan. Jika tidak ada stasiun yang dimaksud maka kita memakai stasiun
hujan yang terdekat dengan daerah aliran tersebut.
Hal ini sebetulnya tidak benar menurut prosedur yang semestinya. Tetapi
dilakukan hanya sekedar daripada tidak ada data sama sekali, sedangkan kita
harus mengerjakannya. Sudah barang tentu kwalitas data ini kurang baik. Jika
kita memakai data semacam itu sebaiknya kita imbangi dengan faktor keamanan
yang layak.
Letak stasiun hujan yang telah dipilih kemudian diplot dalam gambar catchment
areanya.
2.5.3.2 Curah Hujan Rata-rata
a). Aritmatic
Rata-rata aritmatic curah hujan adalah jumlah besarnya curah hujan dibagi
banyaknya bilangan penjumlahan. Misalnya stasiun A = 200 mm, B = 300 mm
dan C = 100 mm maka rata-ratanya = 1/3 (200 + 300 + 100) = 200 mm
b). Thiessen Metode
Cara ini disebut pula thiessen polygon karena akan digunakan polygon-
polygon. Setelah letak stasiun-stasiun hujan diplot dalam gambar catchment
area, maka dibuatlah sumbu-sumbu garis-garis penghubung stasiun-stasiun
hujan tersebut.
Garis-garis sumbu ini akan membagi-bagi catchment area, yang akan diwakili
oleh tiap-tiap stasiun.
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 36
Gambar 2.2 Polygon Thiessen
Stasiun A mewakili daerah antara catchment area dan sumbu 1 dan 2.
Stasiun C antara catchment area, sumbu 3 dan 1. Jika Ra = curah hujan
stasiun A dan La = luas daerah A, begitu pula Rb dan Lb untuk stasiun B, serta
Rc dan Lc untuk stasiun C maka ;
LcLbLa
Lc.RcLb.RbLa.RaR ratarata
Sudah barang tentu metode ini mempunyai batas-batas berlakunya, yakni
pada kondisi bagaimana metode ini paling baik dipakai, atau sebaliknya. Hal
ini lebih lanjut dapat dipelajari pada ilmu hidrologi. Juga cara-cara lain untuk
mencari harga rata-rata dapat dipelajari pada ilmu hydrologi.
2.5.3.3 Metode Melchior
Metode ini adalah metode yang sudah lama dipakai di Indonesia. Rumus yang
dipakai adalah ;
200
R.q.A.Q max
max
dimana ;
Qmax = debit max yang diharapkan terjadi (m3/det)
= koefisien pengaliran
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 37
A = luas catchment area (km2)
q = debit tiap km2 (m3/det/km2)
Rmax = curah hujan harian absolut max rata-rata dari stasiun yang mewakili
(mm)
Harga dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor antara lain ; kondisi tanah,
kondisi tumbuh-tumbuhan, kemiringan terrain, kelembaban dan sebagainya. Pada
tanah yang lebih porous harga makin kecil kondisi tumbuh-tumbuhan yang lebat
harga kecil. Makin miring permukaan tanah, makin besar harga .
Karena itu adalah sukar sekali untuk memastikan harga pada suatu kondisi
tertentu sekalipun. Namun demikian secara praktis dapatlah harga diambil
antara 0,62 dan 0,75. Demikianlah yang telah sering dipakai dan menghasilkan
harga Qmax yang tidak jauh meleset.
Apabila harga-harga , A dan Rmax telah ditentukan atau didapat dari data-data
yang ada, maka tinggal harga Q yang perlu dicari. Untuk memudahkan
perhitungan maka rumusnya telah dijadikan grafik dan tabel. Pada hakekatnya
pencarian harga q ini adalah coba-coba.
Prosedur pemakaian cara melchior adalah sebagai berikut ;
a). Dibuat ellips pada gambar catchment area. Ellips ini bersifat meliputi
catchment area dengan ketentuan ;
a = 2/3.b,
kalau a = sumbu pendek ellips
b = sumbu panjang ellips
Luas ellips = 1/4..a.b (km2).= 2A
b). Miring sungai rata-rata, l
Hi
Kalau l = panjang teoritis sungai
H = perbedaan tinggi antara tempat rencana bendung dan tempat
mulainya teoritis sungai
L = 9/10.L, kalau L = panjang sungai
c). Panjang sungai L yang diambil adalah panjang antara sumber anak sungai
sampai ke tempat rencana bendung, harga L ini diambil yang terpanjang
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 38
diantara anak-anak sungai yang ada. Apabila akan dihasilkan L yang sama
diantara beberapa anak sungai, maka diambil anak sungai dengan sumber
yang elevasinya tertinggi.
d). Luas catchment area = A diukur dari gambar catchment area (dalam km2)
e). Kita mulai mencoba dengan sesuatu harga q tertentu. Untuk percobaan ini
supaya tidak terlalu jauh meleset hasilnya maka digunakan daftar 1 pada pada
gambar 2.4. Untuk nA tertentu akan didapat harga q (m3/dt/km2). Namakanlah
q ini adalah q1.
f). Dengan harga A.q1 dan i, dengan rumus ; 2Aqi31.1v , atau dengan grafik
pada gambar 2.3 didapat harga v (m/dt). Perlu diperhatikan bahwa harga
kemiringan dalam grafik tersebut adalah 104 i dan bukan i
g). Time of concentration V
LT , T ini dinyatakan dalam menit.
h). Dengan harga T dan nA maka dari grafik pada gambar 2.4 didapat harga q
(m3/dt/km2). Pada grafik tersebut harga T dalam jam dan nA dalam km2. Harga
q ini namakan sebagai q2
i). Apabila harga q2 ini tidak sama dengan harga q1 (yang dicoba tadi) maka
prosedur f s/d h di atas diulang-ulang terus sampai didapatkan harga q yang
sama. Namakanlah harga q yang telah sama ini sebagai q.
j). Harga q ini harus ditambah dengan prosentase tertentu tergantung dari harga
T yang bersangkutan, sebagai koreksi. Hubungan antara T dan prosentase ini
bisa didapat pada daftar 2 pada gambar 2.4. Harga q yang telah dikoreksi
inilah yang akan dipakai pada rumus Q diatas. Dengan demikian harga Qmax
akan didapat.
2.5.3.4 Metode Weduwen
Metode ini digunakan untuk catchment area yang kurang dari 100 km2. Weduwen
mengembangkan metode ini di Jakarta dengan menggunakan data pengamatan
hujan selama 70 tahun. Data hujan yang akan digunakan dalam cara Weduwen
ini berbeda dengan data yang dipakai untuk cara Melchior. Sebagaimana
diketahui untuk cara Melchior digunakan data curah hujan harian absolut
maximum dan menghasilkan suatu debit tanpa return period tertentu. Sedangkan
pada cara Weduwen dipakai cara curah hujan maksimum kedua selama masa
pengamatan tertentu, dan menghasilkan suatu debit untuk return period tertentu.
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 39
Curah hujan maksimum kedua adalah curah hujan setingkat dibawah absolut
maksimum. Cara Weduwen menggunakan salah satu rumus dari ;
k x A x q Qn atau 240
RxmnxAxqQn 70
dimana ;
Qn = debit max. dalam suatu return period tertentu (m3/dt)
n = return period
q = debit pada tiap km2 pada curah hujan harian 240 mm (m3/dt/km2)
mn = koefisien (untuk suatu return period tertentu)
R70 = curah hujan dengan return period 70 th.
Data yang diperlukan dalam cara Weduwen ini adalah ;
a). Data curah hujan harian maximum kedua (R) dan lama waktu pengamatanya
(P)
b). Luas catchment area (A)
c). Kemiringan medan tebas (i)
d). Return period yang kita kehendaki (n)
Persamaan (a)
a). Dengan harga A dan i, dari gambar 2.5 didapat harga q
b). Dengan harga R dan P , dari nomogram dalam tabel 2.28 didapat harga R70.
c). Dengan harga R70 dan return period yang kita kehendaki (n) dari tabel yang
terdapat dalam tabel 2.28 didapat harga k
d). Dengan persamaan (a) didapat harga Qn
Persamaan (b)
a). Dengan harga A dan i, dari gambar 2.5 didapat harga q .
b). Dengan harga P, dari tabel 2.28 dalam halaman 2.43 didapat harga mp,
yaitu suatu koefisien untuk R70 berhubungan dengan lamanya waktu
pengamatan (P).
c). R70 = Mp
R dimana R adalah curah hujan max. kedua selama pengamatan N
tahun.
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 40
d). Dengan retun period yang kita kehendaki (n) dari tabel (seperti b) didapat
harga mn, suatu koefisien berhubungan dengan return period.
e). Dengan persamaan (b) didapat harga Qn.
Pada hakekatnya mn dan mp adalah sama. Bedanya index n menunjukkan
sebagai return period dan index p menunjukkan lamanya waktu pengamatan.
Jika karena satu dan lain hal harga R (maksimum kedua) tidak diketahui tetapi
harga absolut max. (M) diketahui, maka sebagai pendekatan dapat diambil ;
M6
5R
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 41
Gambar 2.3 Grafik untuk menentukan V (dalam m/dt)
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 42
Gambar 2.4 Grafik untuk menentukan nF
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 43
Perhitungan curah hujan pada return period tertentu
Contoh perhitungan cara Weduwen
Tabel 2.28 Nilai mn/mp untuk return period tertentu
n/p (tahun) mn/mp n/p (tahun) mn/mp
1/5 1/4 1/3 1/2 1 2 3 4 5 10 15
0.238 0.262 0.291 0.336 0.410 0.492 0.541 0.579 0.602 0.705 0.766
20 25 30 40 50 60 70 80 90 100 125
0.811 0.845 0.875 0.915 0.948 0.975 1.00 1.02 1.03 1.05 1.08
p
p
nn Rx
m
mR
dimana:
p = lama pengamatan
n = return period
mp = koefesien faktor
mn = koefesien faktor
Rp = hujan max selama p tahun
Rn = hujan max pada return period n tahun
Contoh :
Rp = 150 mm
p = 15 tahun
dari tabel 2.28 didapat mp = 0.766
206150x766.0
05.1R100
186150x766.0
948.0R50
165150x766.0
845.0R25
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 44
Perhitungan Desain Banjir
Metode Weduwen
♦ A = Luas daerah aliran = ......km2
♦ L = Panjang sungai = ......km
♦ i = 9/10 L = ........km = .........m
♦ Elevasi dasar sungai di hulu + ........
♦ Elevasi dasar sungai dekat bendung + ......
♦ h = perbedaan elevasi = ......m
♦ i = l
h = kemiringan sungai = ......
♦ Hubungan A dan i akan didapat nilai q = ....(m3/det/km2) berdasarkan
Gambar 2.5
♦ R100 =
♦ Q100 = q x A x 240
R100 =
♦ R.....=
♦ Q….= q x A x 240
......R=
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 45
A < 100 km2 A < 1 km2 dibulatkan = 1 km2
(untuk mendapatkan q)
Gambar 2.5 Grafik hubungan luas daerah pengaliran dan debit
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 46
Tabel 2.29 Reduced Mean Yn
n 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 0.4952 0.4996 0.5035 0.5070 0.5100 0.5128 0.5157 0.5182 0.5202 0.5120
20 0.5236 0.5252 0.5260 0.5283 0.5296 0.5309 0.5320 0.5332 0.5343 0.5353
30 0.5362 0.5371 0.5380 0.5388 0.5396 0.5402 0.5410 0.5418 0.5424 0.5430
40 0.5436 0.5442 0.5448 0.5453 0.5468 0.5463 0.5468 0.5473 0.5477 0.5481
50 0.5485 0.5489 0.5493 0.5497 0.5501 0.5504 0.5508 0.5522 0.5515 0.5518
60 0.5521 0.5524 0.5527 0.5530 0.5533 0.5535 0.5538 0.5540 0.5543 0.5545
70 0.5548 0.5550 0.5552 0.5555 0.5557 0.5559 0.5561 0.5563 0.5565 0.5567
80 0.5569 0.5570 0.5572 0.5574 0.5576 0.5578 0.5580 0.5581 0.5583 0.5585
90 0.5586 0.5587 0.5589 0.5591 0.5592 0.5593 0.5595 0.5596 0.5598 0.5599
100 0.5600
Tabel 2.30 Reduced Standard Deviation Sn
n 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 0.9496 0.9697 0.9833 0.9971 1.0095 1.0206 1.0316 1.0411 1.0493 1.0565
20 1.0628 1.0696 1.0754 1.0812 1.0864 1.0915 1.0961 1.1044 1.1047 1.1086
30 1.1124 1.1159 1.1193 1.1226 1.1255 1.1285 1.1313 1.1339 1.1363 1.1388
40 1.1413 1.1436 1.1458 1.1480 1.1499 1.1519 1.1538 1.1557 1.1574 1.1590
50 1.1607 1.1623 1.1638 1.1658 1.1667 1.1681 1.1696 1.1708 1.1721 1.1734
60 1.1747 1.1759 1.1770 1.1782 1.1793 1.1803 1.1814 1.1824 1.1824 1.1844
70 1.1854 1.1863 1.1873 1.1881 1.1890 1.1898 1.1903 1.1915 1.1923 1.1930
80 1.1938 1.1945 1.1953 1.1962 1.1967 1.1973 1.1980 1.1987 1.1994 1.2001
90 1.2007 1.2013 1.2020 1.2026 1.2032 1.2038 1.2044 1.2049 1.2055 1.2060
100 1.2065
Tabel 2.31 Reduced Variate Yt
Return Period (year) = T Reduced Variate = Yt
2
5
10
20
25
50
100
200
0.3665
1.4999
2.2502
2.9702
3.1985
3.9019
4.6001
5.2958
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 47
Tabel 2.32 Koefisien Kekerasan (f)
Material Koefesien (f)
Batuan kompak, tak berurutan Batuan
sedikit pecah-pecah
Koral dan pasir kasar
Pasir
Lumpur dan Lempung
0.80
0.70
0.40
0.30
(Perlu penyelidikan)
2.5.3.5 Contoh Perhitungan Debit Maksimum dengan Metode Melchior
Data-data ;
a). Daerah aliran : sungai Cilangla
b). Luas catchment area = A = 212 km2
c). Panjang seluruh sungai = L = 37.50 km
d). Peil di tempat 9/10 panjang sungai = + 775
e). Peil di tempat rencana bendung = + 225
f). Stasiun-stasiun hujan yang berpengaruh dan besarnya curah hujan absolut
maximum adalah ;
Tabel 2.33 Curah hujan absolute maksimum
No. Stasiun Stasiun R. Absolut Max (mm)
221
235
236
240
242
Sodonghilir
Cisegel
Madur
Cikancung
Nagrak
343
298
303
330
326
Ditanyakan ; debit maximum untuk sungai tersebut di tempat rencana bendung.
Penyelesaian ;
a). Stasiun hujan diplot pada catchment areanya, kemudian dibuat polygon
thiessen. (gambar terlampir)
b). Harga rata-rata curah hujan absolut maximum dicari sebagai berikut ;
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 48
Tabel 2.34 Harga rata-rata curah hujan absolut maximum
No. Stasiun Area Koefesien Thiessen Abs Max. R (4) x (5)
1 2 3 4 5 6
221 b Sodonghilir 74,20 0,35 343 120,05
235 Cisegel 33,90 0,16 298 47,68
236 Madur 80,60 0,38 303 115,14
240 Cikancung 21,20 0,10 330 33,00
242 Nagrak 2,10 0,01 326 3,26
Jumlah 212,00 1,00 1600 319,13
c). Dibuat ellips yang melingkupi catchment area dan didapatkan sumbu
panjang ellips = a = 27.30 km. Sumbu pendek ellips = b = 2/3.a = 18.20 km.
Luas ellips = nA = 1/4 x x a x b = 390 km2
d). Miring sungai rata-rata =
016.033750
500
li
m500)225()775(H
km75.33km50.37x10/9l
e). Percobaan (1)
Daftar 1pada gambar 2.4
nA = 390 km2, didapat q1 = 3.20 m3/dt/km2
A x q1 = 212 x 3.20 = 680, i = 0.016. Dari gambar 2.3 didapat v = 0.92
m/det
33.1168092.060
37500 menit
xV
LT jam
T = 11,33 jam dan nA = 390 km2, dari gambar 2.4 didapat q2 = 3.10
m3/dt/km2. q2 q1.
f). Percobaan (2)
A x q2 = 2121 x 3.10 = 658 km2 dan i = 0.016 dari gambar 2.3 didapat v =
0.91 m/det
jammenitxV
LT 43.11686
91.060
37500
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 49
T = 11.43 jam dan nA = 390 km2, dari gambar 2.4 didapat q3 = 3.10
m3/dt/km2. q3 = q2.
g). Jadi didapat q’ = 3.10 m3/dt/km2 dan dengan T = 686 menit, dari daftar-daftar
pada lembaran gambar 2.4 didapat harga p = 10%.
Jadi q = 3.10 + 0.31 = 3.41 m3/dt/km2
Daerah tersebut terletak di Jawa Barat dimana sudah banyak kampung-
kampung dan hutannya tidak lebat lagi, disamping itu daerahnya bergunung-
gunung curam.
Maka diambil = 0.75
Q max = x A x q x 200
8
= dt/m865200
13.319x41.3x212x75.0 3
2.5.3.6 Contoh Perhitungan Design Flood dengan Metode Weduwen
Data-data ;
a). Daerah aliran sungai Cipalu
b). Luas catchment area = A = 48.30 km2
c). Panjang seluruh sungai = L = 21 km
d). Peil ditempat 9/10 panjang sungai = + 720
e). Peil ditempat rencana bendung = + 270
f). Stasiun hujan yang berpengaruh, besarnya curah hujan maksimum kedua
serta lamanya pengamatan adalah ;
Tabel 2.35 Curah hujan maksimum dan lamanya pengamatan
No Stasiun R Max. Kedua Pengawasan (th)
190a
221b
235
237
Cikupa
Sodonghilir
Cisegel
Bantankalong
189
204
237
276
24
25
27
35
Ditanyakan ; debit maksimum untuk sungai tersebut ditempat rencana bendung
yang terjadi sekali dalam 100 tahun.
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 50
Penyelesaian ;
024.018900
450
li
450)270()720(
km90,18km21x10/9Lx10/9l
Stasiun-stasiun hujan diplot dalam catchment areanya, kemudian dibuat polygon
thiessen dan dicari koefisiennya (lihat gambar terlampir).
Dengan persamaan (a) qxFxkQn ;
• Dengan A = 48.30 km2 dan i = 0,024 dari gambar 2.5 didapat
23 km/dt/m80.7q
• Untuk tiap-tiap stasiun, dengan harga R dan Pnya, dari nomogram pada
tabel 2.28 didapat R70.
• Untuk tiap-tiap stasiun, dengan R70nya dan return period 100 tahun, dari
tabel 2.28 didapat harga k
• Hasil-hasil dari No 2 dan 3 diatas seperti tabel dibawah;
Tabel 2.36 Nilai R, P dan jumlah koefesien (k) untuk R70
Stasiun R P R70 k Koefesien Thiessen k (5) x (6)
1 2 3 4 5 6 7
Cikupa 189 24 226 0.99 0.48 0.48
Sodonghilir 204 25 241 1.05 0.13 0.14
Cisegel 237 27 276 1.21 0.12 0.15
Bantarkalong 276 35 308 1.35 0.27 0.36
Jumlah 1.12
Jadi Qn = dt/m42212.1x30.48x80.7kxAxq 3
Dengan persamaan (b) 240
RmnxAxqQn 70
Dengan A = 48.30 km2 dan i = 0,024 dari gambar 2.5 didapat
23 km/dt/m80.7q
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 51
Pada hakekatnya harga 240
Rmnx 70 disini adalah sama dengan harga k pada
persamaan (a). Harga 240
Rmnx 70 untuk tiap-tiap stasiun dicari, kemudian dirata-
ratakan dengan cara Thiessen.
Misalnya untuk stasiun Cikupa. Dengan P = 24 dapat dari Tabel 2.28, Mp = 0.838
226838.0
189
Mp
RR70 . Dengan return period (n) = 100, maka mn = 1.05
Hasil-hasil untuk tiap-tiap stasiun seperti pada tabel dibawah ini ;
Tabel 2.37 Nilai R, P dan R70 rata-rata
Stasiun R P Mp R70 Koefesien Thiessen R70 (5) x (6)
1 2 3 4 5 6 7
Cikupa 189 24 0.838 226 0.48 108.26
Sodonghilir 204 25 0.845 241 0.13 31.38
Cisegel 237 27 0.857 276 0.12 33.12
Bantarkalong 276 35 0.895 308 0.27 83.26
Jumlah 256.025
Jadi dt/m422240
025.256x05.1x30.48x80.7
240
RxmnxAxqQn 370
2.5.4 Kombinasi Melchior dan Gumbel
Oleh karena dengan cara Melchior didapatkan debit tanpa suatu return period
tertentu, maka sementara perencanaan mengadakan kombinasi antara cara
Melchior dan Gumbel.
Melchior : Q max =200
maxRFxqx
Harga R max disini diganti dengan harga Rn, yaitu curah hujan yang akan terjadi
pada return period n tahun. Rn bisa dicari dengan metode Gumbel, dengan
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 52
menganggap data-data curah hujan max tahunan sebagai rata-rata pengamatan
(xi). Jadi data curah hujan yang dipakai disini bukan absolut maximum, tetapi
data-data maximum tahunan.
Dibawah ini diberikan contoh perhitungan kombinasi antara Melchior-Weduwen,
Melchior Hoopers, Melchior-Gumbel, Rational Weduwen, Rational Haspers dan
Rational Gumbel untuk luas catchment lebih besar dari 100 km2. Sedangkan
untuk luas catchment lebih kecil dari 100 km2, kombinasi antara Weduwen-
Weduwen, Weduwen Harpers, Weduwen Gumbel, Rational-Weduwen, Rational
Haspers dan Rational Gumbel.
Sebagai tambahan juga diberikan contoh perhitungan banjir dengan metode unit
hydrograf.
Gambar 2.6 Contoh perhitungan banjir dengan metode unit hidrograf
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 53
2.5.4.1 Contoh Perhitungan Debit Banjir Rencana Kombinasi Untuk A > 100 km2
I. Perhitungan Debit Pengaliran tiap km2 dalam 24 jam (q)
♦ Luas daerah aliran sampai rencana bendung = A = 256 km2
♦ A > 100 km2 dipakai metode Melchior
♦ Panjang sungai dari hulu sampai bendung = L = 33.20 km
l = 9/10 x L = 9/10 x 33.2 = 29.88 km = 29880 m
♦ Sumbu ellips; a = 31.50 km
b = 2/3 a = 2/3 x 31.50 = 21.00 km
nA = 1/4..a.b
= 1/4 x 3.14 x 31.50 x 21.00 = 519.278 km2
♦ Peil dasar sungai pada 1/10 L dari hulu = + 1900
♦ Peil dasar sungai pada rencana bendung = + 201
H = 1699
♦ i = H/l = 1699/29880 = 0.05686
♦ Daftar I pada gambar 2.4
nA = 504 km2 q = 2.85
nA = 576 km2 q = 2.65
nA = 72 km q = 0.20
Untuk nA = 519.278 km2 8075.220.0x72
3.1585.2q
q = 2.81
A.q = 256 x 2.84 = 719.36
♣ Untuk A.q = 719.36 dan i = 0.05686
Menurut gambar 2.3 terdapat V = 1.54
jam96.5menit307.3594.92
33200
V60
L1000T
untuk T = 359.307 dan nA = 519.278
Menurut gambar 2.4 terdapat q = 4
A.q = 4 x 256 = 1024
♣ Untuk A.q = 1024 dan i = 0.05686
Menurut gambar 2.3 terdapat V = 1.66
jam56.5menit33.33360.99
33200
V60
L1000T
untuk T = 5.56 jam dan nA = 519.278
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 54
Menurut gambar 2.4 terdapat q = 4.3
A.q = 4.3 x 256 = 1100.8
♣ Untuk A.q = 1100.8 dan i = 0.05686
Menurut gambar 2.3 terdapat V = 1.67
jam52.5menit34.33120.100
33200
V60
L1000T
untuk T = 5.52 jam dan nA = 519.278
Menurut gambar 2.4 terdapat q = 4.4
A.q = 4.4 x 256 = 1126.4
♣ Untuk A.q = 1126.4 dan i = 0.05686
Menurut gambar 2.3 terdapat V = 1.67
jam52.5menit34.33120.100
33200
V60
L1000T
untuk T = 5.52 jam dan nA = 519.278
Menurut gambar 2.4 terdapat q = 4.4
A.q = 4.4 x 256 = 1126.4
karena V dan T dalam percobaan ke 3 dan 4 sama maka didapat :
q = 4.4
T = 331.34 menit
menurut daftar 2 pada gambar 2.4 untuk T = 331.34 terdapat P = 6 %
q’ = q + 6% q = 4.4 + (6/100) x 4.4 = 4.4 + 0.264
q’ = 4.664
II. Perhitungan curah hujan (R)
1. Menghitung R50 dan R100 dari masing-masing stasiun hujan
Dari poligon thiessen ternyata bahwa dari ke 5 stasiun hujan yang ada maka ada 2
stasiun hujan yang mempengaruhi catchment area yaitu :
- No. stasiun 382 Taripa
- No. stasiun 384 Koekoe
a. Cara Weduwen dengan Abs.Max. II
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 55
Tabel 2.38 R50 dan R100 Cara Weduwen dengan Abs Max II untuk A > 100 km2
No.
Stasiun
Nama Stasiun
Lama Penyelidikan
Abs. Max II
R50 R100
382 384
Taripa Koekoe
27
25
159
187
(0.948/0.857) x 159 = 175.9 (0.948/0.845) x 187 = 209.8
(1.05/0.857) x 159 = 194.8 (1.05/0.845) x 187 = 232.4
b. Cara Haspers
- Stasiun Hujan Taripa (382)
• R abs max I = M1 = 161
• R abs max II = M2 = 159
• R rata-rata max = M = 140
• Lama penyelidikan = 27 th = n
Rain Fall
R(M)
Rank
m
Return Period T=(n+1)/m
Standard Variable
161
159
1
2
28
14
2.19
1.57
Standar deviasi
MMS
57.1
140159
19.2
1401612/1
MMMM2/1S 21
102.12589.92/1
= 10.846
M50 = R50 = M + S. 50 = 140 + 10.846 x 2.75 = 140 + 29.827 = 169.827
M100 = R100 = M + S. 100 = 140 + 10.846 x 3.43 = 140 + 37.202 = 177.202
- Stasiun Hujan Koekoe (384)
• R abs max I = M1 = 187
• R abs max II = M2 = 137
• R rata-rata max = M = 142
• Lama penyelidikan = 25 th = n
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 56
Rain Fall
R(M)
Rank
m
Return Period T=(n+1)/m
Standard Variable
187
137
1
2
26
13
2.13
1.50
Standar deviasi
MMS
50.1
142137
13.2
1421872/1
MMMM2/1S 21
333.3127.212/1
= 8.897
M50 = R50 = M + S. 50 = 142 + 8.897x 2.75 = 142 + 24.467= 166.467
M100 = R100 = M + S. 100 = 142 + 8.897 x 3.43 = 142 + 30.5167 = 172.517
c. Cara Gumbel
Stasiun Hujan Taripa (382)
Tabel 2.39 Analisis curah hujan untuk Stasiun Hujan Taripa
Tahun x x2 Tahun x x
2
1917 75 5625 1929 113 12769
1918 78 6084 1930 90 8100
1919 98 9604 1931 130 16900
1920 161 25921 1932 85 7225
1921 81 6561 1933 63 3969
1922 125 15625 1934 87 7569
1923 81 6561 1935 105 11025
1924 159 25281 1936 117 13689
1925 66 4356 1937 84 7056
1926 104 10816 1938 137 18769
1927 88 7744 1939 78 6084
1928 76 5776 1940 49 2401
24 2330 245510
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 57
Diketahui :
n = 24 ; Σx = 2330 ; Σx2= 245510
083.9724
2330
n
xx
untuk n = 24, maka didapat :
• Yn = 0.5296 (tabel 2.29)
• Sn = 1.0864 (tabel 2.30)
• YTR = 3.9019, untuk periode 50 th (tabel 2.31)
• YTR = 4.6001, untuk periode 100 th (tabel 2.31)
Sehingga :
972.283841.839
124
2330083.97245510
1n
)x(xxSx
2
Sx.Sn
YnYxX TR
TR
016.187972.28x0754.1
5268.09019.3083.97XR TR50
635.205972.28x0754.1
5268.06001.4083.97XR TR100
Stasiun Hujan Koekoe (384)
Tabel 2.40 Analisis curah hujan untuk Stasiun Hujan Koekoe
Tahun x x2 Tahun x x
2
1917 108 11664 1928 76 5776
1918 92 8464 1929 101 10201
1919 81 6561 1930 117 13689
1920 57 3249 1931 100 10000
1921 81 6561 1932 80 6400
1922 121 14641 1933 100 10000
1923 91 8281 1934 60 3600
1924 90 8100 1935 100 10000
1925 125 15625 1936 80 6400
1926 90 8100 1937 91 8281
1927 80 6400 1938 100 10000
24 2021 191993
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 58
Diketahui :
n = 22 ; Σx = 2021 ; Σx2=191993
864.9122
2021
n
xx
untuk n = 22, maka didapat :
• Yn = 0.5268 (tabel 2.29)
• Sn = 1.0754 (tabel 2.30)
• YTR = 3.9019, untuk periode 50 th (tabel 2.31)
• YTR = 4.6001, untuk periode 100 th (tabel 2.31)
Sehingga :
695.17707.301
122
2021864.91191993
1n
xxxSx
2
Sx.Sn
YnYxX TR
TR
400.147695.17x0754.1
5268.09019.3864.91XR TR50
887.158695.17x0754.1
5268.06001.4864.91XR TR100
2. Menghitung R50 dan R100 daerah pengaliran
a. Cara Weduwen Thiessen
Tabel 2.41 R50 dan R100 Cara Weduwen Thiessen
No. St. Nama St. Luas (km2) R50 R100 (3) x (4) (3) x (5)
1 2 3 4 5 6 7
382 Taripa 211.5 175.9 194.8 37202.85 41200.20
384 Koekoe 44.5 209.8 232.4 9336.10 10341.80
256 385.7 427.2 46538.95 51542.00Jumlah
793.181256
95.46538R50
336.201256
51542R100
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 59
b. Cara Haspers Thiessen
Tabel 2.42 R50 dan R100 Cara Haspers Thiessen
No. St. Nama St. Luas (km2) R50 R100 (3) x (4) (3) x (5)
1 2 3 4 5 6 7
382 Taripa 211,5 169,8 177,2 35912,70 37477,80
384 Koekoe 44,5 166,5 172,5 7409,25 7676,25
256 336,3 349,7 43321,95 45154,05Jumlah
226.169256
95.43321R50
383.176256
45154R100
c. Cara Gumbel Thiessen
Tabel 2.43 R50 dan R100 Cara Gumbel Thiessen
No. St. Nama St. Luas (km2) R50 R100 (3) x (4) (3) x (5)
1 2 3 4 5 6 7
382 Taripa 211.5 187.0 205.6 39553.88 43491.80
384 Koekoe 44.5 147.4 158.9 6559.30 7071.05
256 334.416 364.535 46113.18 50562.85Jumlah
130.180256
18.46113R50
511.197256
85.50562R100
III. Perhitungan Design Flood
a. Melchior
200
R'.q.AQ
A = 256 km2
q’ = 4.664
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 60
R Weduwen Thiessen : R50 = 181.793 ; R100 = 201.336
Haspers Thiessen : R50 = 169.226 ; R100 = 176.383
Gumbel Thiessen : R50 = 180.130 ; R100 = 197.511
Tabel 2.44 Perhitungan Debit Banjir (Qbanjir) Melchior Weduwen
No. Periode Ulang A (km2) q' R R/200 Q (m
3/det)
1 2 3 4 5 6 7 (3) x (4) x (5) x (7)
1 Q50 0.52 256 4.664 181.793 0.909 564.350
2 Q50 0.62 256 4.664 181.793 0.909 672.879
3 Q50 0.75 256 4.664 181.793 0.909 813.966
4 Q100 0.52 256 4.664 201.336 1.007 625.019
5 Q100 0.62 256 4.664 201.336 1.007 745.215
6 Q100 0.75 256 4.664 201.336 1.007 901.470
Tabel 2.45 Perhitungan Debit Banjir (Qbanjir) Melchior Haspers
No. Periode Ulang A (km2) q' R R/200 Q (m
3/det)
1 2 3 4 5 6 7 (3) x (4) x (5) x (7)
1 Q50 0.52 256 4.664 169.226 0.846 525.339
2 Q50 0.62 256 4.664 169.226 0.846 626.366
3 Q50 0.75 256 4.664 169.226 0.846 757.701
4 Q100 0.52 256 4.664 176.383 0.882 547.556
5 Q100 0.62 256 4.664 176.383 0.882 652.855
6 Q100 0.75 256 4.664 176.383 0.882 789.744
Tabel 2.46 Perhitungan Debit Banjir (Qbanjir) Melchior Gumbel
No. Periode Ulang A (km2) q' R R/200 Q (m
3/det)
1 2 3 4 5 6 7 (3) x (4) x (5) x (7)
1 Q50 0.52 256 4.664 180.130 0.901 559.187
2 Q50 0.62 256 4.664 180.130 0.901 666.723
3 Q50 0.75 256 4.664 180.130 0.901 806.520
4 Q100 0.52 256 4.664 197.511 0.988 613.145
5 Q100 0.62 256 4.664 197.511 0.988 731.058
6 Q100 0.75 256 4.664 197.511 0.988 884.344
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 61
b. Rasional metode dari Mononobe
Mencari V dengan rumus Bayerr :
V = 72 (H/L)0.6 km/jam
dimana :
H = beda tinggi (km)
L = 9/10 L’ (km)
Dari metode Melchior sudah didapat :
♦ H = 1699 m
♦ L’ = 33.20 km, sehingga L = 9/10 L’ = 9/10 x 33.20 = 29.88 km
♦ V = 72 (1.699/29.88)0.6 = 12.889 km/jam
318.2889.12
88.29T jam
3/2
24 24
24
T
Rr
a). Hasil Weduwen Thiessen
R50 = 181.8 ; R100 = 201.3
Jadi 989.35318.2
24
24
8.1813/2
50
r
851.39318.2
24
24
3.2013/2
100
r
b). Hasil Haspers Thiesen
R50 = 169.2 ; R100 = 176.4
Jadi 495.33318.2
24
24
2.1693/2
50
r
920.34318.2
24
24
4.1763/2
100
r
c). Hasil Gumbel Thiessen
R50 = 180.1 ; R100 = 197.5
Jadi 648.35318.2
24
24
1.1803/2
50
r
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 62
092.39318.2
24
24
5.1973/2
100
r
Besarnya Design Flood
Rumus Mononobe :
A.r..6.3
1Q
dimana :
A = 256 km2
Tabel 2.47 Perhitungan Debit Banjir (Qbanjir) Rasional Weduwen
No. Periode Ulang r A (km2) Q (m
3/det)
1 2 3 4 5 (1/3.6) x (3) x (4) x (5)
1 Q50 0.52 35.989 256 1330.793
2 Q50 0.62 35.989 256 1586.715
3 Q50 0.75 35.989 256 1919.413
4 Q100 0.52 39.851 256 1473.601
5 Q100 0.62 39.851 256 1756.986
6 Q100 0.75 39.851 256 2125.387
Tabel 2.48 Perhitungan Debit Banjir (Qbanjir) Rasional Harpers
No. Periode Ulang r A (km2) Q (m
3/det)
1 2 3 4 5 (1/3.6) x (3) x (4) x (5)
1 Q50 0.52 33.495 256 1238.571
2 Q50 0.62 33.495 256 1476.757
3 Q50 0.75 33.495 256 1786.400
4 Q100 0.52 34.920 256 1291.264
5 Q100 0.62 34.920 256 1539.584
6 Q100 0.75 34.920 256 1862.400
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 63
Tabel 2.49 Perhitungan Debit Banjir (Qbanjir) Rasional Gumbel
No. Periode Ulang r A (km2) Q (m
3/det)
1 2 3 4 5 (1/3.6) x (3) x (4) x (5)
1 Q50 0.52 35.648 256 1318.184
2 Q50 0.62 35.648 256 1571.681
3 Q50 0.75 35.648 256 1901.227
4 Q100 0.52 39.092 256 1445.535
5 Q100 0.62 39.092 256 1723.523
6 Q100 0.75 39.092 256 2084.907
Resume
Tabel 2.50 Resume Debit Banjir (Qbanjir) dengan = 0.52 untuk A > 100 km2
No. Metode Q50 (m3/det) Q100 (m
3/det)
1 2 3 4
1 Melchior Weduwen 564.350 625.019
2 Melchior Harpers 525.339 547.556
3 Melchior Gumbel 559.187 613.145
4 Rasional Weduwen 1330.793 1473.601
5 Rasional Harpers 1238.571 1291.264
6 Rasional Gumbel 1318.184 1445.535
Tabel 2.51 Resume Debit Banjir (Qbanjir) dengan = 0.62 untuk A > 100 km2
No. Metode Q50 (m3/det) Q100 (m
3/det)
1 2 3 4
1 Melchior Weduwen 672.879 745.215
2 Melchior Harpers 626.366 652.855
3 Melchior Gumbel 666.723 731.058
4 Rasional Weduwen 1586.715 1756.986
5 Rasional Harpers 1476.757 1539.584
6 Rasional Gumbel 1571.681 1723.523
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 64
Tabel 2.52 Resume Debit Banjir (Qbanjir) dengan = 0.75 untuk A > 100 km2
No. Metode Q50 (m3/det) Q100 (m
3/det)
1 2 3 4
1 Melchior Weduwen 813.966 901.470
2 Melchior Harpers 757.701 789.744
3 Melchior Gumbel 806.520 884.344
4 Rasional Weduwen 1919.413 2125.387
5 Rasional Harpers 1786.400 1862.400
6 Rasional Gumbel 1901.227 2084.907
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 65
Gambar 2.7 Catchment area
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 66
2.5.4.2 Contoh Perhitungan Debit Banjir Rencana Kombinasi Untuk A < 100 km2
I. Perhitungan Debit Pengaliran tiap km2 dalam 24 jam (q)
♦ Luas daerah aliran sampai rencana bendung = A = 20 km2
♦ A < 100 km2 dipakai metode Weduwen
♦ Panjang sungai dari hulu sampai bendung = L = 5.30 km
l = 9/10 x L = 9/10 x 5.30 = 4.77 km = 4770 m
♦ Peil dasar sungai pada 1/10 L dari hulu = + 850
♦ Peil dasar sungai pada rencana bendung = + 201
H = 649
♦ i = H/l = 649/4770 = 0.1360
♦ Untuk A = 20 km2 dan i = 0.1360, maka didapat q = 16 pada gambar 2.5.
II. Perhitungan Curah Hujan (R)
1. Menghitung R50 dan R100 dari masing-masing stasiun hujan
Dari poligon thiessen ternyata bahwa dari ke 5 stasiun hujan yang ada maka ada 2
stasiun hujan yang mempengaruhi catchment area yaitu :
- No. stasiun 382 Taripa
a. Cara Weduwen dengan hujan Abs.Max. II
Tabel 2.53 R50 dan R100 Cara Weduwen dengan Abs Max II untuk F < 100 km2
No.
Stasiun
Nama Stasiun
Lama Penyelidikan
Abs. Max II
R50 R100
382
Taripa
27
159
(0.948/0.857) x 159 = 175.9
(1.05/0.857) x 159 = 194.8
b. Cara Haspers
- Stasiun Hujan Taripa (382)
• R abs max I = M1 = 161
• R abs max II = M2 = 159
• R rata-rata max = M = 140
• Lama penyelidikan = 27 th = n
Rain Fall
R(M)
Rank
m
Return Period T=(n+1)/m
Standard Variable
161
159
1
2
28
14
2.19
1.57
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 67
Standar deviasi
MMS
57.1
140159
19.2
1401612/1
MMMM2/1S 21
102.12589.92/1
= 10.846
M50 = R50 = M + S. 50 = 140 + 10.846 + 2.75 = 140 + 29.827 = 169.827
M100 = R100 = M + S. 100 = 140 + 10.846 + 3.43 = 140 + 37.202 = 177.202
c. Cara Gumbel
Stasiun Hujan Taripa (382)
Tabel 2.54 Analisis curah hujan untuk Stasiun Hujan Taripa
Tahun x x2 Tahun x x
2
1917 75 5625 1929 113 12769
1918 78 6084 1930 90 8100
1919 98 9604 1931 130 16900
1920 161 25921 1932 85 7225
1921 81 6561 1933 63 3969
1922 125 15625 1934 87 7569
1923 81 6561 1935 105 11025
1924 159 25281 1936 117 13689
1925 66 4356 1937 84 7056
1926 104 10816 1938 137 18769
1927 88 7744 1939 78 6084
1928 76 5776 1940 49 2401
24 2330 245510
Diketahui :
n = 24 ; Σx = 2330 ; Σx2= 245510
083.9724
2330
n
xx
untuk n = 24, maka didapat :
• Yn = 0.5296 (tabel 2.28)
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 68
• Sn = 1.0864 (tabel 2.29)
• YTR = 3.9019, untuk periode 50 th (tabel 2.30)
• YTR = 4.6001, untuk periode 100 th (tabel 2.30)
Sehingga :
972.283841.839
124
2330083.97245510
1n
)x(xxSx
2
Sx.Sn
YnYxX TR
TR
016.187972.28x0754.1
5268.09019.3083.97XR TR50
635.205972.28x0754.1
5268.06001.4083.97XR TR100
2. Menghitung R50 dan R100 daerah pengaliran
Berhubung hanya 1 stasiun yang berpengaruh terhadap catchment area maka
hasilnya sama dengan di atas.
a. Cara Weduwen Thiessen
R50 = 175.9
R100 = 194.8
b. Cara Haspers Thiessen
R50 = 169.8
R100 = 177.2
c. Cara Gumbel Thiessen
R50 = 187.0
R100 = 205.6
III. Perhitungan Design Flood
a. Weduwen
240
R'.q.AQ
A = 20 km2
q’ = 16
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 69
R Weduwen Thiessen : R50 = 175.9 ; R100 = 194.8
Haspers Thiessen : R50 = 169.8 ; R100 = 177.2
Gumbel Thiessen : R50 = 187.0 ; R100 = 205.6
Tabel 2.55 Perhitungan Debit Banjir (Qbanjir) Weduwen Weduwen
No. Periode Ulang A (km2) q' R R/240 Q (m
3/det)
1 2 3 4 5 6 7 (3) x (4) x (5) x (7)
1 Q50 0.52 20 16 175.9 0.733 121.957
2 Q50 0.62 20 16 175.9 0.733 145.411
3 Q50 0.75 20 16 175.9 0.733 175.900
4 Q100 0.52 20 16 194.8 0.812 135.061
5 Q100 0.62 20 16 194.8 0.812 161.035
6 Q100 0.75 20 16 194.8 0.812 194.800
Tabel 2.56 Perhitungan Debit Banjir (Qbanjir) Weduwen Haspers
No. Periode Ulang A (km2) q' R R/240 Q (m
3/det)
1 2 3 4 5 6 7 (3) x (4) x (5) x (7)
1 Q50 0.52 20 16 169.800 0.708 117.728
2 Q50 0.62 20 16 169.800 0.708 140.368
3 Q50 0.75 20 16 169.800 0.708 169.800
4 Q100 0.52 20 16 177.200 0.738 122.859
5 Q100 0.62 20 16 177.200 0.738 146.485
6 Q100 0.75 20 16 177.200 0.738 177.200
Tabel 2.57 Perhitungan Debit Banjir (Qbanjir) Weduwen Gumbel
No. Periode Ulang A (km2) q' R R/240 Q (m
3/det)
1 2 3 4 5 6 7 (3) x (4) x (5) x (7)
1 Q50 0.52 20 16 187.016 0.779 129.664
2 Q50 0.62 20 16 187.016 0.779 154.600
3 Q50 0.75 20 16 187.016 0.779 187.016
4 Q100 0.52 20 16 205.635 0.857 142.574
5 Q100 0.62 20 16 205.635 0.857 169.992
6 Q100 0.75 20 16 205.635 0.857 205.635
b. Rational Metode dari Mononobe
Mencari V dengan rumus Bayerr :
V = 72 (H/L)0.6 km/jam
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 70
dimana :
H = beda tinggi (km)
L = 9/10 L’ (km)
Dari metode Melchior sudah didapat :
♦ H = 0.649 km
♦ L = 4.77 km
♦ V = 72 (0.649/4.77)0.6 = 21.74976 km/jam
219.074976.21
77.4T jam
3/2
24 24
24
T
Rr
a). Hasil Weduwen Thiessen
R50 = 175.9 ; R100 = 194.8
Jadi 838.167219.0
24
24
9.175r
3/2
50
883.185219.0
24
24
8.194r
3/2
100
b). Hasil Haspers Thiesen
R50 = 169.8 ; R100 = 177.2
Jadi 021.162219.0
24
24
8.169r
3/2
50
074.169219.0
24
24
2.177r
3/2
100
c). Hasil Gumbel Thiessen
R50 = 187.0 ; R100 = 205.6
Jadi 433.178219.0
24
24
0.187r
3/2
50
181.196219.0
24
24
6.205r
3/2
100
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 71
Besarnya Design Flood
Rumus Mononobe :
A.r..6.3
1Q
dimana :
A = 20 km2
Tabel 2.58 Perhitungan Debit Banjir (Qbanjir) Rasional Weduwen
No. Periode Ulang r A (km2) Q (m
3/det)
1 2 3 4 5 (1/3.6) x (3) x (4) x (5)
1 Q50 0.52 167.838 20 484.865
2 Q50 0.62 167.838 20 578.109
3 Q50 0.75 167.838 20 699.325
4 Q100 0.52 185.883 20 536.995
5 Q100 0.62 185.883 20 640.264
6 Q100 0.75 185.883 20 774.513
Tabel 2.59 Perhitungan Debit Banjir (Qbanjir) Rasional Haspers
No. Periode Ulang r A (km2) Q (m
3/det)
1 2 3 4 5 (1/3.6) x (3) x (4) x (5)
1 Q50 0.52 162.021 20 468.061
2 Q50 0.62 162.021 20 558.072
3 Q50 0.75 162.021 20 675.088
4 Q100 0.52 169.074 20 488.436
5 Q100 0.62 169.074 20 582.366
6 Q100 0.75 169.074 20 704.475
Tabel 2.60 Perhitungan Debit Banjir (Qbanjir) Rasional Gumbel
No. Periode Ulang r A (km2) Q (m
3/det)
1 2 3 4 5 (1/3.6) x (3) x (4) x (5)
1 Q50 0.52 178.433 20 515.473
2 Q50 0.62 178.433 20 614.603
3 Q50 0.75 178.433 20 743.471
4 Q100 0.52 196.181 20 566.745
5 Q100 0.62 196.181 20 675.735
6 Q100 0.75 196.181 20 817.421
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 72
Resume
Tabel 2.61 Resume Debit Banjir (Qbanjir) dengan = 0.52 untuk A < 100 km2
No. Metode Q50 (m3/det) Q100 (m
3/det)
1 2 3 4
1 Weduwen Weduwen 121.957 135.061
2 Weduwen Harpers 117.728 122.859
3 Weduwen Gumbel 129.664 142.574
4 Rasional Weduwen 484.865 536.995
5 Rasional Harpers 468.061 488.436
6 Rasional Gumbel 515.473 566.745
Tabel 2.62 Resume Debit Banjir (Qbanjir) dengan = 0.62 untuk A < 100 km2
No. Metode Q50 (m3/det) Q100 (m
3/det)
1 2 3 4
1 Weduwen Weduwen 145.411 161.035
2 Weduwen Harpers 140.368 146.485
3 Weduwen Gumbel 154.600 169.992
4 Rasional Weduwen 578.109 640.264
5 Rasional Harpers 558.072 582.366
6 Rasional Gumbel 614.603 675.735
Tabel 2.63 Resume Debit Banjir (Qbanjir) dengan = 0.75 untuk A < 100 km2
No. Metode Q50 (m3/det) Q100 (m
3/det)
1 2 3 4
1 Weduwen Weduwen 175.900 194.800
2 Weduwen Harpers 169.800 177.200
3 Weduwen Gumbel 187.016 205.635
4 Rasional Weduwen 699.325 774.513
5 Rasional Harpers 675.088 704.475
6 Rasional Gumbel 743.471 817.421
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 73
2.5.4.3 Contoh Lain Perhitungan Debit Banjir Rencana Kombinasi Untuk A < 100 km2
I. Perhitungan Debit Pengaliran tiap km2 dalam 24 jam (q)
♦ Luas daerah aliran sampai rencana bendung = A = 20 km2
♦ A < 100 km2 dipakai metode Weduwen
♦ Panjang sungai dari hulu sampai bendung = L = 5.30 km
l = 9/10 x L = 9/10 x 5.30 = 4.77 km = 4770 m
♦ Peil dasar sungai pada 1/10 L dari hulu = + 850
♦ Peil dasar sungai pada rencana bendung = + 201
H = 649
♦ i = H/l = 649/4770 = 0.1360
♦ Untuk A = 20 km2 dan i = 0.1360, maka didapat q = 16 pada gambar 2.5.
II. Perhitungan Curah Hujan
Cara Aritmatik
Tabel 2.64 R100 Cara Aritmatik
Nama Lama
Stasiun Penyelidikan
381 Tomata 26 233 168 162.4 1.05 0.851 207.3
382 Taripa 27 161 159 140.0 1.05 0.857 194.8
383 Tentena 28 245 186 100.4 1.05 0.863 226.3
384 Koekoe 25 187 137 142.0 1.05 0.845 170.2
385 Poso 45 165 165 132.7 1.05 0.932 186.0
991 815 677.5 984.6
198 163 135.5 197Rata-rata
mn Mp R100
Jumlah
No. Sta Max I Max II Rata-rata
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 74
III. Perhitungan Debit
Rumus Weduwen
240
R'.q.A.Q
Tabel 2.65 Perhitungan Debit Banjir (Qbanjir) Weduwen
No. R A (km2) q' R R/240 Q (m
3/det)
1 2 3 4 5 6 7 (3) x (4) x (5) x (7)
1 0.52 20 16 198 0.826 137.419
2 0.62 20 16 198 0.826 163.845
3 0.75 20 16 198 0.826 198.200
4 0.52 20 16 163 0.679 113.013
5 0.62 20 16 163 0.679 134.747
6 0.75 20 16 163 0.679 163.000
7 0.52 20 16 135.5 0.565 93.947
8 0.62 20 16 135.5 0.565 112.013
9 0.75 20 16 135.5 0.565 135.500
10 0.52 20 16 196.9 0.821 136.534
11 0.62 20 16 196.9 0.821 162.791
12 0.75 20 16 196.9 0.821 196.925
R100 rata-rata
RMax I rata-rata
RMax II rata-rata
R rata-rata
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 75
Gambar 2.8 Catchment area
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 76
2.5.5 Contoh Perhitungan Debit Banjir Rencana Dengan Unit Hidrograf (UH)
a). Perhitungan Unit Hidrograf
Perhitungan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
Luas Catchment
Panjang sungai
Jarak titik berat dengan
lokasi
Waktu banjir
Debit banjir/ maksimum
A
L
Lg
tp
te
tr
Cek
Tp
cp
qp
Qp
W
V
= 2.05 km2
= 2.2 km
= 1.1 km
= 1.4 (L x Lg)0.3
= tp/ 5.5
= lihat tabel
( te < tr )
= tp + 0.5 x tr
= lihat tabel
= 275 x cp/tp
= qp x (25.4/1000) x A
= 1000 x 25.4 x A
= Qp x Tp x 3600/ W
= 1.825 jam
= 0.332 jam
= 1.1 jam
= ok
= 2.375 jam
= 0.69
= 103.970
= 5.414 m3/det
= 52070
= 0.889
Catchment Area tr Cp
0 – 50
50 – 300
> 300
1.1
1.25
1.4
0.69
0.63
0.56
Menghitung t dan Q
♦ X = tentukan
♦ V = 0.889
♦ Y = lihat tabel tergantung dari besarnya X dan V
♦ Tp = 2.375 jam
♦ t = X . Tp
♦ Qp = 5.414 m3/dt
♦ Q = Y . Qp
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 77
Tabel 2.6
6
Wate
r D
ischarg
e in P
roport
ion t
o M
axim
um
Dis
ch
arg
e
V
No
.
X =
T/T
p
Y =
q/q
pY
= q
/qp
Y =
q/q
pY
= q
/qp
Y =
q/q
pY
= q
/qp
Y =
q/q
pY
= q
/qp
Y =
q/q
pY
= q
/qp
Y =
q/q
pY
= q
/qp
Y =
q/q
pY
= q
/qp
Y =
q/q
pY
= q
/qp
Y =
q/q
pY
= q
/qp
10.1
0.0
00
0.0
00
0.0
00
20.2
0.0
30
0.0
14
0.0
03
0.0
00
0.0
00
0.0
00
0.0
00
30.3
0.1
80
0.1
00
0.0
50
0.0
20
0.0
10
0.0
03
0.0
03
0.0
00
0.0
00
0.0
00
0.0
00
40.4
0.3
90
0.2
80
0.1
90
0.1
20
0.0
80
0.0
40
0.0
20
0.0
10
0.0
06
0.0
03
0.0
01
0.0
00
0.0
00
0.0
00
0.0
00
0.0
00
0.0
00
50.5
0.5
90
0.4
90
0.4
00
0.3
10
0.2
40
0.1
80
0.1
30
0.1
00
0.0
60
0.0
40
0.0
20
0.0
10
0.0
10
0.0
05
0.0
03
0.0
02
0.0
01
0.0
00
60.6
0.7
50
0.6
90
0.6
10
0.5
40
0.4
70
0.3
90
0.3
30
0.2
70
0.2
20
0.1
80
0.1
40
0.1
10
0.1
00
0.0
70
0.0
50
0.0
40
0.0
30
0.0
20
70.7
0.8
70
0.8
30
0.7
90
0.6
90
0.6
40
0.6
40
0.5
90
0.5
40
0.4
80
0.4
30
0.3
90
0.3
40
0.3
00
0.2
60
0.2
20
0.1
90
0.1
60
0.1
40
80.8
0.9
50
0.9
30
0.9
10
0.8
90
0.8
70
0.8
40
0.8
10
0.7
80
0.7
50
0.7
20
0.6
90
0.6
60
0.6
20
0.5
90
0.5
50
0.5
20
0.4
90
0.4
60
90.9
0.9
90
0.9
80
0.9
80
0.9
80
0.9
70
0.9
60
0.9
60
0.9
50
0.9
40
0.9
30
0.9
20
0.9
10
0.9
00
0.8
90
0.8
80
0.8
70
0.8
50
0.8
40
10
1.0
1.0
00
1.0
00
1.0
00
1.0
00
1.0
00
1.0
00
1.0
00
1.0
00
1.0
00
1.0
00
1.0
00
1.0
00
1.0
00
1.0
00
1.0
00
1.0
00
1.0
00
1.0
00
11
1.1
0.9
90
0.9
90
0.9
80
0.9
80
0.9
70
0.9
70
0.9
60
0.9
60
0.9
50
0.9
40
0.9
30
0.9
30
0.9
20
0.9
10
0.9
00
0.8
90
0.8
80
0.8
70
12
1.2
0.9
60
0.9
40
0.9
50
0.9
20
0.9
10
0.8
90
0.8
70
0.8
50
0.8
30
0.8
00
0.7
80
0.7
50
0.7
30
0.7
00
0.6
80
0.6
50
0.6
20
0.6
00
13
1.3
0.9
30
0.9
10
0.8
80
0.8
50
0.8
20
0.7
80
0.7
50
0.7
10
0.6
80
0.6
40
0.6
00
0.5
60
0.5
20
0.4
80
0.4
40
0.4
10
0.3
70
0.3
40
14
1.4
0.8
90
0.8
50
0.8
10
0.7
70
0.7
20
0.5
70
0.6
20
0.5
70
0.5
20
0.4
48
0.4
30
0.3
80
0.3
40
0.3
00
0.2
60
0.2
30
0.2
00
0.1
70
15
1.5
0.8
40
0.7
90
0.7
40
0.6
80
0.6
20
0.5
60
0.5
00
0.4
40
0.3
90
0.3
40
0.2
90
0.2
50
0.2
10
0.1
70
0.1
40
0.1
20
0.0
90
0.0
80
16
1.6
0.7
90
0.7
30
0.6
60
0.5
90
0.5
20
0.4
60
0.3
90
0.3
40
0.2
80
0.2
23
0.1
90
0.1
50
0.1
20
0.0
90
0.0
70
0.0
50
0.0
40
0.0
30
17
1.7
0.7
40
0.6
60
0.5
90
0.5
10
0.4
40
0.3
70
0.3
00
0.2
50
0.2
00
0.1
15
0.1
20
0.0
90
0.0
70
0.0
50
0.0
30
0.0
20
0.0
20
0.0
10
18
1.8
0.6
90
0.6
00
0.5
20
0.4
40
0.3
60
0.2
90
0.2
30
0.1
80
0.1
40
0.1
00
0.0
70
0.0
50
0.0
30
0.0
20
0.0
20
0.0
10
0.0
10
0.0
04
19
1.9
0.6
40
0.5
50
0.4
60
0.3
70
0.2
90
0.2
30
0.1
70
0.1
30
0.0
90
0.0
60
0.0
40
0.0
30
0.0
20
0.0
10
0.0
10
0.0
04
0.0
02
0.0
01
20
2.0
0.5
90
0.4
90
0.4
00
0.3
10
0.2
40
0.1
80
0.1
50
0.0
90
0.0
60
0.0
40
0.0
20
0.0
20
0.0
08
0.0
05
0.0
03
0.0
01
0.0
01
0.0
00
21
2.2
0.5
00
0.4
00
0.3
00
0.2
10
0.1
50
0.1
00
0.0
70
0.0
40
0.0
20
0.0
10
0.0
10
0.0
05
0.0
02
0.0
00
0.0
00
0.0
00
0.0
00
22
2.4
0.4
20
0.3
20
0.2
20
0.1
50
0.1
00
0.0
60
0.0
30
0.0
20
0.0
10
0.0
05
0.0
02
0.0
01
0.0
00
23
2.6
0.3
50
0.2
50
0.1
60
0.1
00
0.0
60
0.0
30
0.0
20
0.0
10
0.0
04
0.0
02
0.0
01
0.0
00
24
2.8
0.2
90
0.1
90
0.1
20
0.0
70
0.0
40
0.0
20
0.0
10
0.0
04
0.0
01
0.0
01
0.0
00
25
3.0
0.2
40
0.1
50
0.0
90
0.0
40
0.0
20
0.0
10
0.0
04
0.0
02
0.0
00
0.0
00
26
3.5
0.1
50
0.0
80
0.0
40
0.0
20
0.0
10
0.0
02
0.0
00
0.0
00
27
4.0
0.0
90
0.0
40
0.0
20
0.0
10
0.0
02
0.0
00
28
4.5
0.0
60
0.0
20
0.0
10
0.0
02
0.0
00
29
5.0
0.0
30
0.0
10
0.0
03
0.0
00
30
6.0
0.0
10
0.0
03
0.0
00
31
7.0
0.0
06
0.0
01
0.0
00
32
8.0
0.0
02
0.0
00
2.1
2.2
1.7
1.8
1.9
2.0
1.3
1.4
1.5
1.6
0.9
1.0
1.1
1.2
0.5
0.6
0.7
0.8
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 78
Tabel 2.67 Perhitungan unit hidrograf
1 2 3 4 5 5 7 6
1 0.000 0.889 0.000 2.375 0.000 5.414 0.000
2 0.100 0.889 0.000 2.375 0.238 5.414 0.000
3 0.200 0.889 0.004 2.375 0.475 5.414 0.022
4 0.300 0.889 0.010 2.375 0.713 5.414 0.054
5 0.400 0.889 0.080 2.375 0.950 5.414 0.433
6 0.500 0.889 0.240 2.375 1.188 5.414 1.299
7 0.600 0.889 0.470 2.375 1.425 5.414 2.544
8 0.700 0.889 0.640 2.375 1.663 5.414 3.465
9 0.800 0.889 0.970 2.375 1.900 5.414 5.251
10 0.900 0.889 1.000 2.375 2.138 5.414 5.414
11 1.000 0.889 0.970 2.375 2.375 5.414 5.251
12 1.100 0.889 0.910 2.375 2.613 5.414 4.926
13 1.200 0.889 0.820 2.375 2.850 5.414 4.439
14 1.300 0.889 0.720 2.375 3.088 5.414 3.898
15 1.400 0.889 0.620 2.375 3.325 5.414 3.357
16 1.500 0.889 0.520 2.375 3.563 5.414 2.815
17 1.600 0.889 0.440 2.375 3.800 5.414 2.382
18 1.700 0.889 0.360 2.375 4.038 5.414 1.949
19 1.800 0.889 0.290 2.375 4.275 5.414 1.570
20 1.900 0.889 0.240 2.375 4.513 5.414 1.299
21 2.000 0.889 0.205 2.375 4.750 5.414 1.110
22 2.100 0.889 0.150 2.375 4.988 5.414 0.812
23 2.200 0.889 0.125 2.375 5.225 5.414 0.677
24 2.300 0.889 0.100 2.375 5.463 5.414 0.541
25 2.400 0.889 0.080 2.375 5.700 5.414 0.433
26 2.500 0.889 0.060 2.375 5.938 5.414 0.325
27 2.600 0.889 0.050 2.375 6.175 5.414 0.271
28 2.700 0.889 0.040 2.375 6.413 5.414 0.217
29 2.800 0.889 0.030 2.375 6.650 5.414 0.162
30 2.900 0.889 0.020 2.375 6.888 5.414 0.108
31 3.000 0.889 0.018 2.375 7.125 5.414 0.097
32 3.100 0.889 0.016 2.375 7.363 5.414 0.087
33 3.200 0.889 0.014 2.375 7.600 5.414 0.076
34 3.300 0.889 0.012 2.375 7.838 5.414 0.065
35 3.400 0.889 0.010 2.375 8.075 5.414 0.054
36 3.500 0.889 0.008 2.375 8.313 5.414 0.045
37 3.600 0.889 0.007 2.375 8.550 5.414 0.037
38 3.700 0.889 0.005 2.375 8.788 5.414 0.028
39 3.800 0.889 0.004 2.375 9.025 5.414 0.019
40 3.900 0.889 0.002 2.375 9.263 5.414 0.011
41 4.000 0.889 0.002 2.375 9.500 5.414 0.009
42 4.100 0.889 0.001 2.375 9.738 5.414 0.006
43 4.200 0.889 0.001 2.375 9.975 5.414 0.004
44 4.300 0.889 0.000 2.375 10.213 5.414 0.002
45 4.400 0.889 0.000 2.375 10.450 5.414 0.000
46 4.500 0.889 0.000 2.375 10.688 5.414 0.000
47 4.600 0.889 0.000 2.375 10.925 5.414 0.000
48 4.700 0.889 0.000 2.375 11.163 5.414 0.000
49 4.800 0.889 0.000 2.375 11.400 5.414 0.000
50 4.900 0.889 0.000 2.375 11.638 5.414 0.000
51 5.000 0.889 0.000 2.375 11.875 5.414 0.000
52 5.100 0.889 0.000 2.375 12.113 5.414 0.000
53 5.200 0.889 0.000 2.375 12.350 5.414 0.000
54 5.300 0.889 0.000 2.375 12.588 5.414 0.000
55 5.400 0.889 0.000 2.375 12.825 5.414 0.000
56 5.500 0.889 0.000 2.375 13.063 5.414 0.000
57 5.600 0.889 0.000 2.375 13.300 5.414 0.000
58 5.700 0.889 0.000 2.375 13.538 5.414 0.000
59 5.800 0.889 0.000 2.375 13.775 5.414 0.000
60 5.900 0.889 0.000 2.375 14.013 5.414 0.000
No. X=T/Tp V Q=YxQpY=q/qp Tp t=XxTp Qp
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 79
Grafik Unit Hidrograf
0
1
2
3
4
5
6
0 2 4 6 8 10 12 14
Waktu (jam)
Deb
it (
m3/d
et)
Gambar 2.9 Grafik Unit Hidrograf
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
2 - 80
b). Hasil perhitungan hidrograf banjir
Tabel 2.6
8
Hasil
Perh
itung
an H
idro
gra
f B
anjir
Da
ri J
am
Da
ri J
am
Da
ri J
am
Da
ri J
am
Da
ri J
am
Da
ri J
am
Inflo
wIn
flo
w
No
.W
aktu
Ke
. 1
Ke
. 2
Ke
. 3
Ke
. 4
Ke
. 5
Ke
. 6
Hyd
rog
raf
Hyd
rog
raf
Ja
mT
ingg
iT
ingg
iT
ingg
iT
ingg
iT
ingg
iT
ingg
i(
6 ja
m )
( 1
ja
m )
Ru
n o
ffR
un
off
Ru
n o
ffR
un
off
Ru
n o
ffR
un
off
ters
eba
r
(0 m
m)
(0 m
m)
(33 m
m)
(156
mm
)(2
7 m
m)
(14 m
m)
(230
mm
)(3
13
mm
)
%6.2
7.9
14.1
55.2
10.7
5.9
100
mm
18
23
41
160
31
17
290
Hila
ng
mm
-30
-12
-7-4
-4-3
-60
Ru
n o
ffm
m0
033
156
27
14
230
(ja
m)
(m3/d
t)(m
3/d
t)(m
3/d
t)(m
3/d
t)(m
3/d
t)(m
3/d
t)(m
3/d
t)(m
3/d
t)(m
3/d
t)
10
0.0
00
0.0
00
0.0
00
0.0
00
21
0.6
15
0.0
00
0.0
00
0.0
00
7.5
79
32
4.9
38
0.0
00
0.0
00
0.0
00
0.0
00
60.8
50
43
4.6
17
0.0
00
0.0
00
0.7
99
0.0
00
0.7
99
56.8
95
54
2.4
49
0.0
00
0.0
00
6.4
16
3.7
77
0.0
00
10.1
93
30.1
79
65
1.0
43
0.0
00
0.0
00
5.9
98
30.3
28
0.6
54
0.0
00
36.9
80
12.8
53
76
0.4
04
0.0
00
0.0
00
3.1
82
28.3
56
5.2
49
0.3
39
37.1
26
4.9
78
87
0.1
37
0.0
00
0.0
00
1.3
55
15.0
41
4.9
08
2.7
22
24.0
26
1.6
88
98
0.0
68
0.0
00
0.0
00
0.5
25
6.4
06
2.6
03
2.5
45
12.0
79
0.8
38
10
90.0
29
0.0
00
0.0
00
0.1
78
2.4
81
1.1
09
1.3
50
5.1
18
0.3
57
11
10
0.0
06
0.0
00
0.0
00
0.0
88
0.8
41
0.4
29
0.5
75
1.9
34
0.0
74
12
11
0.0
00
0.0
00
0.0
00
0.0
38
0.4
18
0.1
46
0.2
23
0.8
24
0.0
00
13
12
0.0
00
0.0
08
0.1
78
0.0
72
0.0
76
0.3
34
14
13
0.0
00
0.0
37
0.0
31
0.0
37
0.1
05
15
14
0.0
00
0.0
06
0.0
16
0.0
22
16
15
0.0
00
0.0
03
0.0
03
17
16
0.0
00
0.0
00
Dis
trib
us
i H
uja
n
290
mm
s
ela
ma
6
jam
Q
Un
it
Hyd
rog
raf
( 1
in
ch
i )
(25.4
mm
)
Hu
jan
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
3 - 1
BAB 3
PERHITUNGAN HIDROLIKA
Dalam perencanaan irigasi perhitungan hidrolika yang sering dilakukan adalah
perhitungan mengenai ;
a. Dimensi saluran
b. Perhitungan elevasi muka air di saluran
c. Dimensi bangunan air
3.1 Dimensi Saluran
Dalam perencanaan irigasi perhitungan dimensi saluran ada dua macam ;
a). Perhitungan dimensi saluran untuk saluran tersier dan kuarter
b). Perhitungan dimensi saluran untuk saluran sekunder dan primer
3.1.1 Perhitungan Dimensi Saluran Tersier dan Kuarter
Setelah debit rencana ditentukan dimensi saluran dapat dihitung dengan rumus
strickler berikut ;
V = k . R 2/3 . I1/2
h
bn
VAQ
1mh2bP
h)mhb(A
P
AR
2
dimana ;
Q = debit saluran m3/dt
V = kecepatanaliran m/dt
A = potongan melintang m2 (luas penampang)
R = jari-jari hidrolis, m
P = keliling basah, m
b = lebar dasar, m
h = tinggi air, m
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
3 - 2
n = perbandingan lebar dan dalam, b = nh
I = kemiringan saluran
k = koefisien kekerasan strickler, m1/3/dt
m = kemiringan talut hor/vert (m : 1)
Disini dianjurkan untuk merencanakan saluran irigasi dengan kriteria yang dirinci
pada tabel 3.1. dalam lampiran 1 diberikan grafik dimana dimensi saluran dapat
langsung dibaca dengan masukan (input) debit dan kemiringan rencana saluran.
Karena digunakan saluran-saluran berukuran kecil nilai b/h adalah satu. Dalam
grafik-grafik itu juga diberikan harga-harga kecepatan maksimum yang diizinkan.
Untuk tujuan yang sama dalam buku petunjuk perencanaan jaringan irigasi tabel-
tabel dengan contoh-contoh perhitungan.
Tabel 3.1 Kriteria perencanaan untuk saluran irigasi tanpa pasangan.
Karakteristik Saluran Saluran
Perencanaan Tersier Kuarter
Kecepatan maksimum m/det
Kecepatan minimum m/det 0.20 0.20
Harga k m1/3
/det 35 30
Lebar minimum dasar saluran m 0.30 0.30
Kemiringan talud 1 : 1 1 : 1
Lebar minimum mercu m 0.50 0.40
Tinggi minimum jagaan m 0.30 0.20
sesuai dengan grafik perencanaan
Satuan
Catatan ;
• Lebar dasar saluran akan sama dengan kedalaman air (b/h =1)
• Lebar tanggul akan lebih lebar daripada lebar minimum jika tanggul juga
dipakai sebagai jalan petani atau inspeksi.
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
3 - 3
Gambar 3.1 Grafik Perencanaan untuk saluran tersier tanpa pasangan (k = 35, m = 1)
Gambar 3.2 Grafik Perencanaan untuk saluran kuarter (k = 30, m = 1)
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
3 - 4
3.1.2 Perhitungan Dimensi Saluran Sekunder dan Primer
1. Langkah-langkah perhitungan dimensi saluran (setiap ruas saluran)
a). Luas sawah dan kebutuhan air /ha Q = ? (data)
Medan (kemiringan) I = ? (diperlukan tinggi muka air rencana)
b). Plot Q dan I pada gambar 3.5 RI
c). Keadaan sidemen < 1000 ppm atau > 20000 ppm
Keadaan tanah :
lempung CL simpul
indek plastik PI
nilai banding tangga dalamairkaanlebarpermu
ngjarilengkujari*
Untuk mendapatkan nilai Vb maka menggunakan gambar 3.3, dan yang perlu
diketahui adalah :
- < 1000 ppm
- PI
- CL
Untuk mendapatkan faktor koreksi maka menggunakan gambar 3.4,
Faktor koreksi A, data yang perlu diketahui adalah :
- CL
- Nilai banding rongga
Faktor koreksi B, data yang perlu diketahui adalah :
- kedalaman air (h)
Faktor koreksi C, data yang perlu diketahui adalah :
)mh2b(
P
)mh2b(permukaanlebar
)P(lengkungJari
d). Q menurun : - RI membesar – dasar saluran tidak ada pengendapan
- RI mengecil – dasar saluran ada pengendapan
e). Bila : - Vba > Vbd tidak ada erosi,
- Vba < Vbd mudah tererosi
dimana Vbd adalah kecepatan dasar rencana, Vbd = 0.70
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
3 - 5
f). Buat tabel : Q, n, k, I, h, b, V, RI dan Vbd
Tentukan besarnya Q. Tentukan besarnya, m, n dan k (berdasarkan
Tabel 3.5. Tentukan besarnya I berdasarkan Ploting Q dan I. Hitung h, b
dan V dan RI dengan rumus Strickler.
g). Hitung Vbd
Dari data h didapat faktor koreksi B (gambar 3.4.c)
AxVV
CxBxAxVV
B
VV
bba
bmax
bd
dimana:
V = kecepatan
Vmax = kecepatan max yang diizikan
Vb = kecepatan dasar
Vba = kecepatan dasar yang diizinkan
Vbd = kecepatan dasar rencana
h). Menghitung Dimensi Saluran dengan dasar Vbd, Q, m, n, k, h, b dan I
2. Langkah-langkah Perhitungan Dimensi Saluran (setiap jenis tanah dasar)
I. Kapasitas Saluran
e
ANFRCQ
..
Effisien (e) :
Tersier (15-22) % = et = 0.78 – 0.85
Sekunder (7.5-12,5) % = es = 0.875 – 0.925
Primer (7.5-12,5) % = ep = 0.875 – 0.925
sehingga :
e = et x es x ep = (0.59 – 0.73) %
2
2 2
2
1
1
1 1
111
1
33
2
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
3 - 6
t
1e
A.NFR.CQ untuk saluran tersier
st
2e.e
A.NFR.CQ untuk saluran sekunder
pst
3e.e.e
A.NFR.CQ untuk saluran primer
Koefisien Pengurangan (C) :
Serentak C = 1
Golongan pada DI
a. tersier C = 1
b. sekunder C = 1
c. primer C < 1 C = 0.80
Golongan pada sekunder
a. tersier C = 1
b. sekunder C < 1 C = 0.80
c. primer C < 1 C = 0.80
Golongan pada tersier
a. tersier C < 1 C = 0.80
b. sekunder C < 1 C = 0.80
c. primer C < 1 C = 0.80
Luas daerah yang diairi (A) :
A = 0.90 x uas hasil planimeter
Kebutuhan Bersih Air disawah (NFR) :
NFR = kebutuhan air maksimum selama umur tanaman
II. Perencanaan Dimensi Saluran
Q = V.A
R = A/P
P = b+2h 2m1
V = k. R2/3 .I1/2
A = (b + mh) h ; b =nh ; d = h+w
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
3 - 7
Tabel 3.2 Nilai k berdasarkan jenis saluran dan atau Q rencana
Jenis/Q Rencana k
1. Saluran beton
2. Saluran pasangan
3. Saluran tanah dengan :
• Q > 10 m3/det
• 5 < Q < 10
• 1 < Q < 5
• Q < 1 m3/det
70
60
45
42.5
40
35
3/2n
15.1
i
i3/2
k
PPk
III. Kemiringan Saluran
Diambil dari kemiringan medan yang dilalui as saluran. Hitung kemiringan
medan setiap ruas saluran atau setiap penampang melintang.
IV. Keadaan Sedimen
Banyak sedimen yang dikandung oleh air yang mengalir ke saluran (sungai
dekat rencana bendung) = …. ppm. Grafik a) > 20.000 ppm dan grafik b) <
1.000 ppm
V. Keadaan Tanah Dasar Saluran
Nama jenis tanah : ……………
Simbol kelompok : …………… (tabel 3.6)
Batas cair = WL = …... (25 x hentakan) pecah
Batas plastik = WP = …… (diameter 1/8 inchi) 4 cm (digiling)
Indek plastis = PI = WL – WP =
Volume tanah jenuh = VJ =
Volume air = Va =
Nilai banding rongga = a = Vj
Va
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
3 - 8
VI. Kecepatan Dasar yang diizinkan (Vba)
Vba = Vb x A
Nilai kecepatan dasar (Vb) didapat dari grafik 3.3 berdasarkan :
▪ Sedimen : ppm
▪ Simbol :
▪ PI :
Nilai faktor koreksi (A) didapat dari grafik 3.4 berdasarkan :
▪ Simbol :
▪ Rongga :
Kontrol :
a). Pengendapan
Q mengecil RI membesar tidak terjadi pengendapan
b). Erosi
Vbd < 0.70 m/dt (kecepatan dasar rencana)
Vbd < Vba tidak terjadi erosi
VII. Kemiringan Medan
pst e.e.e
A.NFR.CQ
dimana:
NFR = kebutuhan air netto
et = efisiensi di saluran tersier
es = efisiensi di saluran sekunder
ep = efisiensi di saluran primer
A = luas yang diairi
C = koefisien akibat golongan
I = jarak
hilir.ELhulu.EL
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
3 - 9
Tabel 3.3 Form Perhitungan Dimensi Saluran
A Q EL. Hulu EL. Hilir Jarak
(ha) (m3/det) (m) (m) (m)
Nama SaluranNo. I Keterangan
A = ah2 = (n + m)h2
P = ph = (n + 2 1m2 )h
R = ch = hp
a
2/13/2
3/8
I.k.C.a
Qh
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
3 - 10
Ta
be
l 3
.4 D
ata
pro
fil sa
lura
n g
aris A
Q
ka
bc
(m3/d
t)(m
1/3/d
et)
A =
ah
2P
= p
hR
=a
/p h
12
34
56
78
910
11
12
13
14
15
16
17
18
19
0.3
01.0
1.0
35
2.0
3.8
28
0.5
22
0.6
49
0.5
01.0
1.2
35
2.2
4.0
28
0.5
46
0.6
68
0.7
51.5
1.3
35
2.8
4.9
06
0.5
71
0.6
88
1.5
1.5
1.8
40
3.3
5.4
06
0.6
10
0.7
20
3.0
1.5
2.3
40
3.8
5.9
06
0.6
43
0.7
45
4.5
1.5
2.7
40
4.2
6.3
06
0.6
66
0.7
63
6.0
1.5
3.1
42.5
4.6
6.7
06
0.6
86
0.7
78
7.5
1.5
3.5
42.5
5.0
7.1
06
0.7
04
0.7
91
9.0
1.5
3.7
42.5
5.2
7.3
06
0.7
12
0.7
97
11.0
2.0
4.2
45
6.2
8.6
72
0.7
15
0.7
99
15.0
2.0
4.9
45
6.9
9.3
72
0.7
36
0.8
15
25.0
2.0
6.5
45
8.5
10.9
72
0.7
75
0.8
44
40.0
2.0
9.0
45
11.0
12.4
72
0.8
82
0.9
20
C2
/3I
I1/2
h8
/3h
bv
I(R
)1/2
B(b
d)1
/2(a
b)1
/2v
bd <
va
bm
n
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
3 - 11
Ta
be
l 3
.5 D
ata
pro
fil sa
lura
n g
aris B
Q
ka
bc
(m3/d
t)(m
1/3/d
et)
A =
ah
2P
= p
hR
=a
/p h
12
34
56
78
910
11
12
13
14
15
16
17
18
19
0.3
01.0
1.0
35
2.0
3.8
28
0.5
22
0.6
49
0.5
01.0
1.2
35
2.2
4.0
28
0.5
46
0.6
68
0.7
51.5
1.3
35
2.8
4.9
06
0.5
71
0.6
88
1.5
1.5
1.8
40
3.3
5.4
06
0.6
10
0.7
20
3.0
1.5
2.3
40
3.8
5.9
06
0.6
43
0.7
45
4.5
1.5
2.7
40
4.2
6.3
06
0.6
66
0.7
63
6.0
1.5
3.1
42.5
4.6
6.7
06
0.6
86
0.7
78
7.5
1.5
3.5
42.5
5.0
7.1
06
0.7
04
0.7
91
9.0
1.5
3.7
42.5
5.2
7.3
06
0.7
12
0.7
97
11.0
2.0
4.2
45
6.2
8.6
72
0.7
15
0.7
99
15.0
2.0
4.9
45
6.9
9.3
72
0.7
36
0.8
15
25.0
2.0
6.5
45
8.5
10.9
72
0.7
75
0.8
44
40.0
2.0
9.0
45
11.0
12.4
72
0.8
82
0.9
20
mn
C2
/3I
I1/2
h8
/3h
bv
I(R
)1/2
B(b
d)1
/2(a
b)1
/2v
bd <
va
b
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
3 - 12
Q = A . V
V = k . R2/3 . I1/2
Q = ah2 . k . (ch)2/3 . I1/2
ah2 . (ch)2/3 = 2/1I.k
Q
2/13/2
3/23/6
I.k.ac
Qh.h
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
3 - 13
Tabel 3.6 Kriteria klasifikasi tanah secara laboratorium dari USBR/ USCE
INFORMASI YANG DIPERLUKAN UNTUK MENJELASKAN TANAH KRITERIA KLASIFIKASI LABORATORIS
Berikan nama jenis, tunjukkan perkiraan persentase
pasir dan kerikil, ukuran maks; persikuan,kondisi
permukaan dan kekasaran butir; nama setempat atau
geologis dan informasi deskriptif yang relevan lainnya;
dan simbol dalam tanda kurung ( ).
Untuk tanah tak terganggu tambahkan informasi
mengenai perlaisan, tingkat kepadatan, sementasi,
kondisi kelembapan dan karakteristik pembuangan
(drainase)
Contoh :
Pasir lanauan, kerikilan; kurang lebih 20% keras.
Partikel kerikil bersiku, ukuran maks.1/2 inci; partikel
pasir bulat dan kasar sampai halus; sekitar 15%
bahan halus nonplastis dengan kekuatan kering
rendah; padat dan lembab di tempat; pasir aluvial;
(SM)
Berikan nama jenis; tunjukkan tingkat dan sifat
besarnya plastisitas dan ukuran maks. butir kasar;
warna dalam kondisi basah, bau (kalau berbau),
nama setempat atau geologis, dan informasi deskriptif
yang relevan lainnya; dan simbol dalam tanda kurung.
Untuk tanah tidak terganggu, tambahkan informasi
mengenai struktur, perlapisan konsistensi dalam
keadaan tak terganggu, kondisi kelembapan dan
drainase.
Contoh :
Lumpur lanauan coklat, agak plastis; persentase pasir
halusnya rendah; terdapat lubnag-lubang akar
vertikal; kuat dan kering di tempat, lus; (ML)
GW
, G
P,
SW
, S
P
GM
, G
C,
SM
, S
C
Yang terleta
k d
i g
aris b
ata
s m
em
erlu
kan
dua s
imbol
Tentu
kan p
ers
enta
se k
erikil
dan p
asir d
ari k
urv
e u
ku
ran b
utir.
Berg
an
tung k
epada
pers
enta
se
baha
n h
alu
s (
fraksi yang lebih
kecil
dari a
yak n
o.
200),
tanah
berb
utir
ka
sar
dik
lasifik
asi se
baga
i beriku
t :
Kura
ng d
ari 5
%
Leb
ih d
ari 1
2%
Gunaka
n k
urv
e u
kura
n b
utir
dala
m m
engid
en
tifikasi fr
aksi yang d
iberikan m
enuru
t id
entifikasi la
pa
ngan
Batas Atterberg di bawah
garis "A" atau PI kurang
dari 4
Batas Atterberg di atas
garis "A" dengan PI lebih
dari 7
Tidak memenuhi semua pernyataan gradasi untuk
GW
Di atas garis "A"
dengan PI antara 4
dan 7 berarti ada di
garis batas dan
memerlukan dua
simbol.
Batas Atterberg di bawah
garis "A" atau PI kurang
dari A
Batas Atterberg di atas
garis "A" dengan PI lebih
besar dari 7
Tidak memenuhi semua persyaratan untuk SW
5%
sam
pai 12%
Di atas garis "A"
dengan PI antara 4
dan 7 berarti ada di
garis batas dan
memerlukan dua
simbol.
4daribesarlebihD
Dc
60
10u
3dansatuantara
DxD
Dc
6010
2
30c
6daribesarlebihD
Dc
10
60u
3dansatuantara
DxD
Dc
6010
2
10c
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
3 - 14
Tabel 3.6
K
rite
ria k
lasifik
asi ta
nah s
ecara
labora
toris d
ari U
SB
R/
US
CE
(la
nju
tan)
PR
OS
ED
UR
ID
EN
TIF
IKA
SI L
AP
AN
GA
N
GW
Kerikil
gra
dasi, b
aik
cam
pura
n k
erikil-
pasir,
dengan s
edik
it a
tau tanpa b
ahan h
alu
s
GP
kerikil
gra
dasi je
lek, cam
pura
n k
erikil-
pasir,
dengan s
edik
it/ ta
k b
erb
ahan h
alu
s
GM
Kerikil
lanauan, cam
pura
n k
erikil-
pasir lanau
berg
radasi je
lek
GC
Kerikil
lum
pura
n, cam
pura
n k
erikil-
pasir lanau
berg
radasi je
lek
SW
Pasir g
radasi baik
, pasir k
erikila
n, dengan
sedik
it a
tau tanpa b
ahan h
alu
s
SP
Pasir g
radasi je
lek, pasir k
erikila
n; dengan
sedik
it/ ta
npa b
ahan h
alu
s
SM
Pasir lanauan, cam
pura
n p
asir-lanau
berg
radasi je
lek
SC
Pasir lem
pungan, cam
pura
n p
asir lem
pung
berg
radasi je
lek
KE
KU
AT
AN
KE
RIN
G
(KA
RA
KT
ER
IST
IK
PE
CA
H)
DIL
AN
TA
SI
(RE
AK
SI
TE
RH
AD
AP
GE
TA
RA
N)
KE
KE
RA
SA
N
(KE
KE
NT
ALA
N
ME
ND
EK
AT
I
BA
TA
S P
LA
ST
IS)
Nol sam
pai re
ndah
Cepat sam
pai
lam
bat
Nol
ML
Lanau inorg
anik
dan p
asir, batu
tum
buk y
ang
am
at halu
s, pasir lanauan a
tau h
alu
s, pla
stisitas
rendah
Sedang s
am
pai
tinggi
Nol sam
pai
sangat la
mbat
Sedang
CL
Lem
pung lia
t in
org
anik
dengan p
lastisitas
rendah s
am
pai sedang, le
mpung lanauan
pasiran, kerikila
n, dan lem
pung k
uru
s
Rendah s
am
pai
sedang
Lam
bat
Rendah
OL
Lanau o
rganik
dan lanau-lem
pung d
engan
pla
stisitas r
endah
Rendah s
am
pai
sedang
Lam
bat sam
pai
Nol
Rendah s
am
pai
sedang
MH
Lanau inorg
anik
, pasir h
alu
s b
erm
ika/ dia
tom
ea
ata
u tanah lanauan, la
nau e
lastis
Tin
ggi sam
pai
sangat tinggi
Nol
Tin
ggi
CH
Lanau inorg
anik
dengan p
lastisitas tin
ggi,
lem
pung g
em
uk
Sedang s
am
pai
tinggi
Nol sam
pai
sangat la
mbat
Rendah s
am
pai
sedang
OH
Lem
pung o
rganik
dengan p
lastisitas s
edang
sam
pai tinggi
TA
NA
H O
RG
AN
IK T
ING
GI
Pt
Tanah g
am
but dan jenis
-jenis
tanah o
rganik
tinggi yang lain
1.
Kla
sifik
asi m
enuru
t kebula
tan : tanah-t
anah y
ang m
em
iliki kara
kte
ristik d
ua k
elo
mpok d
itunju
kkan d
engan d
ua s
imbol
kelo
mpok, m
isaln
ya G
W -
GC
, cam
pura
n k
erikil-
pasir h
alu
s d
engan p
engik
at le
mpung
2.
Ukura
n-u
kura
n a
yak d
ala
m tabel in
i m
enuru
t sta
ndar
Am
erika.
DIS
AD
UR
OLE
H U
S C
OR
PS
OF
EN
GIN
EE
R A
ND
US
BU
RE
AU
OF
RE
CLA
MA
TIO
N, JA
NU
AR
I 1952
(Tid
ak term
asuk p
art
ikel-part
ikel yang lebih
besar
dari 3
inci dan m
endasark
an f
raksi pada b
era
t
perk
iraan)
SIM
BO
L
KE
LO
MP
OK
1)
NA
MA
JE
NIS
Mudah d
ikenali
lew
at w
arn
a , b
au, em
puk s
pt spon, dan
sering lew
at ja
ringannya y
ang tam
pak s
epert
i sera
t
Lebih dari separoh bahan lebih besar dari ukuran
ayak No. 200
TANAH BERBUTIR KASAR TANAH BERBUTIR HALUS
Lebih dari separoh bahan lebih kecil dari ukuran ayak No.
200
KERIKIL PASIR
PR
OS
ED
UR
ID
EN
TIF
IKA
SI B
UT
IR Y
AN
G L
EB
IH K
EC
IL D
AR
I U
KU
RA
N A
YA
K N
O. 4
0
(Ayak No. 200 sebesar kurang dari partikel terkecil yang bisa dilihat dengan mata telanjang)
LA
NA
U D
AN
LE
MP
UN
G
(Untuk klasifikasi visual, ukuran 1/4 dapat
dianggap sama dengan ukuran ayak No. 4)
Lebih separoh dari fraksi
kasar lebih besar dari
ukuran ayak No. 4
Lebih separoh dari fraksi
kasar lebih kecil dari
ukuran ayak No. 4
LA
NA
U D
AN
LE
MP
UN
G
Bata
s c
air k
ura
ng d
ari 5
0
Bata
s c
air lebih
dari 5
0
Berm
acam
-macam
ukura
n b
utir
dan p
art
ikel beru
kura
n
sedang d
ala
m jum
lah b
esar.
Ada s
atu
ukura
n d
om
inan, ata
u b
erb
agai ukura
n d
engan
bebera
pa u
kura
n s
edang h
ilang.
Bahan h
alu
s n
onpla
stis (
untu
k p
rosedur
identifikasi lih
at
ML d
i baw
ah ini).
Bahan h
alu
s p
lastis (
untu
k p
rosedur
identifikasi lih
at C
L
di baw
ah ini)
Berm
acam
-macam
ukura
n b
utir
dan p
art
ikel beru
kura
n
sedang d
ala
m jum
lah b
esar.
Ada s
atu
ukura
n d
om
inan, ata
u b
erb
agai ukura
n d
engan
bebera
pa u
kura
n s
edang h
ilang.
Bahan h
alu
s n
onpla
stis (
untu
k p
rosedur
identifikasi lih
at
ML d
i baw
ah ini).
Bahan h
alu
s p
lastis (
untu
k p
rosedur
identifikasi lih
at C
L
di baw
ah ini)
KE
RIK
IL B
ER
SIH
(dengan s
edik
it/ ta
npa
bahan h
alu
s)
KE
RIK
IL D
EN
GA
N
BA
HA
N H
ALU
S
(bahan h
alu
s c
ukup
banyak)
PA
SIR
BE
RS
IH
(dengan s
edik
it/ ta
npa
bahan h
alu
s)
PA
SIR
DE
NG
AN
BA
HA
N H
ALU
S
(bahan h
alu
s c
ukup
banyak)
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
3 - 15
Gambar 3.3 Kecepatan-kecepatan dasar untuk tanah koheren (SCS)
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
3 - 16
Gambar 3.4 Faktor-faktor koreksi terhadap kecepatan dasar (SCS)
V maks = Vb x A x B x C
dimana ;
Vmaks = kecepatan maksimum yang diizinkan m/dt
Vb = kecepatan dasar m/dt
A = faktor koreksi untuk angka pori permukaan saluran
B = faktor koreksi untuk kedalaman air
C = faktor koreksi untuk lengkung dan kecepatan dasar yagn
diizinkan Vba = Vb x A
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
3 - 18
Tabel 3.7 Karakteristik saluran yang dipakai dengan gambar 3.5.
Debit Kemiringan talud Perbandingan b/h Faktor
(m3/dt) 1 : m n kekasaran k
0.15 - 0.30 1.0 1.0 35
0.30 - 0.50 1.0 1.0 - 1.2 35
0.50 - 0.75 1.0 1.2 - 1.3 35
0.75 - 1.00 1.0 1.3 - 1.5 35
1.00 - 1.50 1.0 1.5 - 1.8 40
1.50 - 3.00 1.5 1.8 - 2.3 40
3.00 - 4.50 1.5 2.3 - 2.7 40
4.50 - 5.00 1.5 2.7 - 2.9 40
5.00 - 6.00 1.5 2.9 - 3.1 42.5
6.00 - 7.50 1.5 3.1 - 3.5 42.5
7.50 - 9.00 1.5 3.5 - 3.7 42.5
9.00 - 10.00 1.5 3.7 - 3.9 42.5
10.00 - 11.00 2.0 3.9 - 4.2 45
11.00 - 15.00 2.0 4.2 - 4.9 45
15.00 - 25.00 2.0 4.9 - 6.5 45
25.00 - 40.00 2.0 6.5 - 9.0 45
3.1.3 Perencanaan Profil Saluran
Dalam merencanakan saluran, ikutilah langkah-langkah berikut ;
a). Tentukan debit rencana serta kemiringan yang terbaik untuk tiap ruas saluran,
berdasarkan kemiringan medan yang ada dan tinggi bangunan sadap tersier
yang diperlukan. Ini menghasilkan titik dengan harga khusus Qd dan I.
b). Plotlah titik-titik Qd – I untuk masing-masing saluran berikutnya, mulai dari
bangunan utama hingga ujung saluran sekunder dan tariklah garis melalui titik-
titik ini. Dalam gambar 3.5 diberikan contoh dua garis untuk dua jaringan
saluran yang berbeda. Perlu diingat bahwa garis-garis ini bisa berbeda untuk
jaringan-jaringan saluran lainnya.
c). Tentukan harga kecepatan dasar yang diizinkan Vba bagi setiap ruas saluran
berdasarkan kondisi tanah dengan gambar 3.3b. Misalnya ; jaringan irigasi
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
3 - 19
akan dibangun pada bahan tanah yang terdiri dari lempung CL dengan harga
indeks plastisitas PI di atas 16 dan kandungan sedimen dibawah 1.000 ppm.
Ini menghasilkan Vb-1 m/dt. Angka tanah tersebut lebih dari 0.8 dan oleh
sebab itu, faktor koreksi A pada gambar 3.4a sekurang-kurangnya 1.0. Ini
menghasilkan kecepatan dasar yang diizinkan Vba = Vb x A = 1.0 x 1.0 = 1.0
m/dt untuk seluruh daerah proyek.
d). Garis-garis Qd – I A dan B mempunyai harga-harga RI yang makin besar
dengan menurunnya harga Qd. Hal ini berarti bahwa harga kapasitas
angkutan sedimen di kedua jaringan saluran tersebut makin bertambah besar
ke arah hilir. Diperkirakan sedimentasi tidak akan terjadi.
e). Garis-garis Qd-I ,menunjukkan bahwa kecepatan dasar rencana Vbd jelas di
bawah 0,70 m/dt. Karena kecepatan dasar rencana yang diizinkan (langkah 3)
dihitung 1.0 m/dt, maka diperkirakan tidak akan timbul masalah erosi.
f). Potongan melintang dihitung dengan Qd-I kurve Gambar 3.5 sebagaimana
ditunjukkan pada Tabel 3.8 dan 3.9. Harga-harga untuk kolom 2,3 dan 4
diambil dari kriteria perencanaan. Harga-harga pada kolom 6,7,8 dan 9
dihitung dengan rumus strickler, sedangkan pada kolom 10 dihitung dengan
cara membagi harga kecepatan rencana pada kolom 8 dengan faktor koreksi
kedalaman B dari Gambar 3.4.
g). Harga-harga kemiringan saluran mungkin harus dimodifikasi sebagai berikut ;
• Jika Vbd melampui Vba, maka harga kemiringan saluran diambil lebih
rendah dan mungkin diperlukan bangunan terjun.
• Bila kemiringan saluran pada langkah 1 untuk suatu ruas ternyata lebih
landai dari kemiringan yang dibutuhkan untuk garis RI yang baik, maka
kemiringan tersebut akan ditambah dan sebagai akibatnya pelaksanaan
dilakukan pada timbunan.
• Tabel 3.8 dan 3.9 memberikan potongan melintang untuk harga-harga
debit rencana yang dipilih. Untuk harga Qd yang lain, potongan melintang
dihitung dengan mengambil harga-harga m,n dan k dari kriteria
perencanaan dan potongan memanjang diambil dari grafik perencanaan
saluran.
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
3 - 20
Tabel 3.8 Data Profil saluran Garis A
Q k I h b v I(R)1/2 vbd
(m3/dt) (m
1/3/det) (10
-3) m m m/dt (10
-4) m/dt
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
0.30 1.0 1.0 35 0.56 0.62 0.62 0.39 3.19 0.42
0.50 1.0 1.2 35 0.50 0.73 0.88 0.42 3.16 0.44
0.75 1.5 1.3 35 0.46 0.78 1.02 0.44 3.07 0.46
1.5 1.5 1.8 40 0.39 0.92 1.66 0.54 2.92 0.55
3.0 1.5 2.3 40 0.32 1.16 2.66 0.59 2.76 0.57
4.5 1.5 2.7 40 0.28 1.32 3.57 0.61 2.63 0.58
6.0 1.5 3.1 42.5 0.25 1.41 4.37 0.66 2.46 0.61
7.5 1.5 3.5 42.5 0.23 1.5 5.25 0.67 2.36 0.62
9.0 1.5 3.7 42.5 0.21 1.6 5.93 0.67 2.24 0.61
11.0 2.0 4.2 45 0.20 1.6 6.71 0.70 5 0.64
15.0 2.0 4.9 45 0.17 1.76 8.64 0.70 1.94 0.63
25.0 2.0 6.5 45 0.15 2 12.98 0.74 1.87 0.64
40.0 2.0 9.0 45 0.13 2.19 19.73 0.74 1.79 0.65
nm
Tabel 3.9 Data Profil saluran Garis B
Q k I h b v I(R)1/2 vbd
(m3/dt) (m
1/3/det) (10
-3) m m m/dt (10
-4) m/dt
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
0.30 1.0 1.0 35 0.44 0.65 0.65 0.36 2.56 0.39
0.50 1.0 1.2 35 0.38 0.77 0.92 0.38 2.46 0.40
0.75 1.5 1.3 35 0.35 0.82 1.07 0.40 2.4 0.41
1.5 1.5 1.8 40 0.30 0.97 1.74 0.49 2.3 0.49
3.0 1.5 2.3 40 0.25 1.21 2.79 0.54 2.21 0.52
4.5 1.5 2.7 40 0.225 1.38 3.71 0.57 2.51 0.53
6.0 1.5 3.1 42.5 0.20 1.47 4.55 0.60 2.01 0.56
7.5 1.5 3.5 42.5 0.19 1.55 5.44 0.62 1.99 0.57
9.0 1.5 3.7 42.5 0.175 1.66 6.14 0.63 1.9 0.57
11.0 2.0 4.2 45 0.16 1.67 7.00 0.64 1.75 0.58
15.0 2.0 4.9 45 0.145 1.82 8.91 0.66 1.68 0.59
25.0 2.0 6.5 45 0.13 2.05 13.34 0.70 1.64 0.61
40.0 2.0 9.0 45 0.12 2.23 20.03 0.73 1.62 0.62
m n
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
3 - 22
Cara I
Untuk Saluran Tersier, Sekunder dan Primer
Tabel 3.10 Perhitungan untuk saluran tersier, sekunder dan primer
Q v (m/dt)
(m3/dt) utk lempung biasa
0 - 0.150 1 0.25 1 : 1
0.150 - 0.300 1 0.30 1 : 1 Nilai K
0.300 - 0.400 1.5 0.35 1 : 1
0.400 - 0.500 1.5 0.40 1 : 1 50 Untuk saluran-saluran yang
0.500 - 0.750 2 0.45 1 : 1 dipelihara baik, dengan debit
0.750 - 1.50 2 0.50 1 : 1 diatas 10 m3/dt
1.50 - 3.00 2.5 0.55 1 : 1.5 47.5 dengan debit 5 - 10 m3/dt
3.00 - 4.50 3 0.60 1 : 1.5 45.0 dengan debit dibawah 5 m3/dt
4.50 - 6.00 3.5 0.65 1 : 1.5 42.5 untuk saluran muka
6.00 - 7.50 4 0.70 1 : 1.5 40.0 untuk saluran tersier
7.50 - 9.00 4.5 0.70 1 : 1.5 60.0 untuk saluran pasangan
9.00 - 11.00 5 0.70 1 : 1.5
11.00 - 15.00 6 0.70 1 : 1.5
15.00 - 25.00 8 0.70 1 : 2
25.00 - 40.00 10 0.75 1 : 2
40.00 - 80.00 12 0.80 1 : 2
Talud utk
lempung biasaKeteranganb/h
Bila B ≠ nh V = tabel
Rumus yang dipakai :
Q = A x V
R = P
A
V = k. R2/3. I1/2
I =
2
3/2R.k
V
Caranya :
Q = diketahui
V, k, n = b/h didapat dari tabel
A = 2hnmV
Q
h = didapat
b = n..h didapat dan dibulatkan
F = (b + mh)h dengan menggunakan rumus ini
H = dapat dicari lagi
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
3 - 23
P = b + 2 (h 2m1 )
R = P
A
R2/3 = didapat
I =
3/2R.k
V
Cara II
Untuk Saluran Tersier, Sekunder dan Primer
Tabel 3.11 Perhitungan untuk saluran tersier, sekunder dan primer
Q v (m/dt)
(m3/dt) utk lempung biasa
0 - 0.150 1 0.25 - 0.30 1 : 1
0.150 - 0.300 1 0.30 - 0.35 1 : 1 Nilai K
0.300 - 0.400 1.5 0.35 - 0.40 1 : 1
0.400 - 0.500 1.5 0.40 - 0.45 1 : 1 50 Untuk saluran-saluran yang
0.500 - 0.750 2 0.45 - 0.50 1 : 1 dipelihara baik, dengan debit
0.750 - 1.50 2 0.50 - 0.55 1 : 1 diatas 10 m3/dt
1.50 - 3.00 2.5 0.55 - 0.60 1 : 1.5 47.5 dengan debit 5 - 10 m3/dt
3.00 - 4.50 3 0.60 - 0.65 1 : 1.5 45.0 dengan debit dibawah 5 m3/dt
4.50 - 6.00 3.5 0.65 - 0.70 1 : 1.5 42.5 untuk saluran muka
6.00 - 7.50 4 0.70 1 : 1.5 40.0 untuk saluran tersier
7.50 - 9.00 4.5 0.70 1 : 1.5 60.0 untuk saluran pasangan
9.00 - 11.00 5 0.70 1 : 1.5
11.00 - 15.00 6 0.70 1 : 1.5
15.00 - 25.00 8 0.70 1 : 2
25.00 - 40.00 10 0.75 1 : 2
40.00 - 80.00 12 0.80 1 : 2
b/hTalud utk
lempung biasaKeterangan
Bila B ≠ nh V = tabel
Rumus yang dipakai :
Q = A x V
R = P
A
V = k. R2/3. I1/2
I =
2
3/2R.k
V
Caranya :
Q = diketahui
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
3 - 24
V, k, n = b/h didapat dari tabel
A = 2hnmV
Q
h = didapat
b = n..h didapat dan dibulatkan
F = (b + mh)h dengan menggunakan rumus ini
H = dapat dicari lagi
P = b + 2 (h 2m1 )
Tabel 3.12 Nilai perbandingan antara P dan h
1 1 3.828 h
1 2 4.828 h
1.5 3 6.606 h
1.5 4 7.606 h
1.5 5 8.606 h
2 8 12.472 h
2 12 16.472 h
1 1.5 4.328 h
1 2.5 5.328 h
1.5 3.5 7.106 h
1.5 4.5 8.106 h
1.5 6 9.606 h
2 10 14.472 h
m n P
R = P
A
R2/3 = didapat
I =
3/2R.k
V
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
3 - 25
Cara III
Urutan perhitungan dimensi saluran primer dan sekunder
1. Ambil skema saluran irigasi (hasil perencanaan)
2. Tentukan saluran dari bendung sampai dengan saluran sekunder ruas terakhir,
kemudian sekunder lainnya.
3. Hitung debit rencana saluran primer Qd = (A x NFR)/ (et x es x ep)
4. Hitung debit rencana saluran sekunder Qd = (A x NFR)/ (et x es x ep)
5. Tentukan kemiringan saluran I dari keadaan medan as saluran dengan tabel 3.3
6. Tentukan n, m dan k dengan melihat Qd dan tabel 3.7
7. Hitung lebar saluran b dan dalam air di saluran h dengan rumus di bawah ini dan
tabel 3.4 dan 3.5
Q = A x V
V = k.R2/3.I1/2
A = (n + m)h = ah2
P = (n + 2 2m1 )h = ph
R = A/P = (a/p) h = ch
Q = ah2 . k . (ch)2/3 . I1/2
ah2 . (ch)2/3 = Q/k . I1/2
h6/3 . h2/3 = Q/a . c2/3 . k . I1/2
h8/3 = Q/a . c2/3 . k . I1/2
8. Hitung lagi V = Qd/ (b.h + mh2)
9. Hitung I R
10. Dari data h tentukan faktor koreksi B denga melihat gambar 3.4
11. Hitung Vbd = V/B
12. Lakukan pengecekan dasar recana Vbd dengan Vbd
13. Bila Vbd > Vba saluran akan tererosi jadi V harus dikurangi atau i dilandaikan
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
3 - 26
Ka
nd
un
ga
n
se
dim
en
Je
nis
wa
rna
tan
ah
da
sa
r
sa
lura
n
Pla
stik In
de
k
Nila
i b
an
din
g
ron
gg
a
Da
lam
air d
i
sa
lura
n
Ja
ri-ja
ri
hid
rolis
Le
ba
r
pe
rmu
ka
an
air
< 1
00
0 p
pm
> 2
0.0
00
pp
m
PI
Le
mp
un
g
CL h
R =
A/P
R/(
b+
2m
h)
(b+
2m
h)
Ke
ce
pa
tan
da
sa
rV
b
Fa
kto
r ko
reksi
A
Fa
kto
r ko
reksi
B
Fa
kto
r ko
reksi
C
Qd/A
V
Lih
at g
am
ba
r 3.3
Lih
at g
am
ba
r 3
.4
Lih
at g
am
ba
r 3
.4
Lih
at g
am
ba
r 3.4
Ke
ce
pa
tan
da
sa
r
ya
ng
diiz
inka
nV
ba
Ke
ce
pa
tan
ma
x
ya
ng
diiz
inka
nV
ma
x
Ke
ce
pa
tan
da
sa
r
ren
ca
na
Vb
d
= V
b x
A
= V
b x
A x
B x
C
= V
/B
Bila
Vb
d >
Vb
a m
aka
ke
ce
pa
tan
V d
iku
ran
gi a
tau
ke
mirin
ga
n I d
ilan
da
ika
n
Ga
mb
ar
3.7
F
low
ch
art
Pe
ng
ece
ka
n k
ece
pa
tan
Da
sa
r R
en
cn
a V
bd
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
3 - 27
3.2 Perhitungan Elevasi Muka Air Rencana
Untuk menentukan muka air rencana saluran harus tersedia data-data topografi
yang lengkap misalnya ;
a). peta lay out skala 1:5000
b). peta trase saluran skala 1:2000
c). potongan memanjang as saluran/ rencana saluran skala horisontal 1:2000
dan vertikal 1:200
d). potongan melintang setiap jarak 50 m
e). elevasi sawah 7.5 meter dari as saluran irigasi atau pembuang tersier atau
kwarter harus diketahui.
Hal ini penting karena ;
a). saluran kwarter harus dapat memberikan air ke sawah-sawah yang
direncanakan akan diairi
b). pembuang kwarter dan tersier harus dapat menerima kelebihan air dari
sawah di dekatnya
c). jalan inspeksi atau jalan petani 0,5 m diatas permukaan sawah disekitarnya
Pada waktu menentukan elevasi tanah sawah tertinggi di sawah dalam petak
tersier hendaknya selalu diingat apakah daerah itu sudah diratakan atau akan
diratakan dimasa yang akan datang. Kadang-kadang tidak diajukan untuk
mengairi bagian petak tersier yang sangat tinggi, karena ini akan memerlukan
muka air yang lebih tinggi di saluran tingkat sekunder dan primer. Biaya
pelaksanaan yang amat besar akan diperlukan untuk ini.
Sebagai contoh penentuan muka air disaluran induk (primer) atau sekunder dapat
dilhat pada halaman berikut.
Gambar 3.8 Elevasi bangunan sadap tersier yang diperlukan
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
3 - 28
Elevasi muka air yang diperlukan disaluran primer/ sekunder di hulu bangunan
sadap tersier dapat ditentukan dengan rumus berikut ;
P = A + a + b + n.c + d+ m.e + f + g + H + z
dimana ;
P = muka air yang dibutuhkan jaringan utama di hulu bangunan sadap tersier
A = elevasi sawah yang menentukan di petak tersier
a = kedalaman air disawah (~ 10 cm)
b = kehilangan tinggi energi dari saluran kuarter sampai sawah (~ 10 cm)
c = kehilangan tinggi energi di boks bagi kuarter (5 – 15 cm/boks)
n = jumlah boks bagi kuarter pada saluran yang direncana
d = kehilangan tinggi energi selama pengaliran di saluran tersier dan kuarter
(I x L cm)
e = kehilangan tinggi energi di boks bagi tersier (~ 10 cm/boks)
m = jumlah boks tersier pada saluran yang direncana
f = kehilangan tinggi energi di gorong-gorong (~ 5 cm per gorong-gorong)
z = kehilangan tinggi energi bangunan-bangunan tersier yang lain
g = kehilangan tinggi energi di pintu romijn (~ 2/3 H)
H = variasi tinggi muka air di jaringan utama di hulu bangunan sadap tersier
(- 0.18 h100)
h100 = kedalaman air rencana di saluran primer atau sekunder pada bangunan
sadap
3.3 Dimensi Bangunan Air
3.3.1 Dimensi Bangunan Utama (Bendung)
a). Peil Mercu Bendung
1. Elevasi
Peil mercu bendung ditentukan oleh beberapa macam faktor, antara lain
elevasi sawah tertinggi yang akan diairi, tingginya air di sawah,
kehilangan tekanan pada pemasukan kesaluran-saluran, pada alat-alat
ukur, pada bangunan-bangunan lain yang terdapat di saluran dan
sebagainya.
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
3 - 29
Pada umumnya angka-angka patokan dibawah ini dapat dipakai ;
Tabel 3.13 Angka-angka acuan untuk penetapan kehilangan tekan
Uraian Elevasi
Elevasi sawah tertinggi
Tingginya air disawah
Kehilangan tek. Dari tersier ke sawah
Kehilangan tek. dari sekunder ke tersier
Kehilangan tek. dari primer ke sekunder
Kehilangan tek. karena miring saluran
Kehilangan tek. di alat-alat ukur
Kehilangan tek. dari sungai ke primer
Persediaan tek. karena ekploitasi
Persediaan untuk lain-lain bangunan
+ x
0.10
0.10
0.10
0.10
0.15
0.40
0.20
0.10
0.25
Peil mercu bendung X + 1.50 m
(ini belum termasuk kehilangan air akibat jarak antara sawah dan
bendung).
Angka diatas hanyalah sekedar untuk acuan bila data-data yang lengkap
tidak tersedia. Sudah barang tentu angka-angka tersebut akan berubah
sesuai dengan kebutuhan.
Perlu dijelaskan disini bahwa persediaan tekanan karena ekploitasi ini
adalah perlu, sebab pada saat muka air di sungai mencapai peil normal,
yaitu setinggi mercu bendung, maka karena kemungkinan adanya
gelombang, sebagian airnya akan melimpasi mercu.
Dalam hal ini berarti bahwa peil air normal sebenarnya tidak lagi setinggi
mercu bendung, tetapi kurang dari itu, dan di taksir 10 cm di bawahnya.
Karena itu dalam exploitasi dan dalam perhitungan pintu intake dianggap
bahwa peil air normal sungai adalah 10 cm di bawah peil mercu.
2. Tinggi Bendung
Yang dimaksud dengan tinggi bendung disini adalah jarak antara lantai
muka bendung sampai puncak bendung (P). Dalam hal ini belum ada
ketentuan yang tegas mengenai harga P. Tetapi dilihat dari segi stabilitas
bendung maka dapatlah dianjurkan agar : P < 4 m dengan minimum P =
0,5 H.
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
3 - 30
Mengenai lantai muka bendung, jika bendung tersebut dibangun di
palung sungai maka peilnya adalah peil dasar sungai ditempat rencana
bendung, agar tidak merubah terlalu banyak sifat pengalirannya.
Jika bendung dibangun di coupure sedapat mungkin peilnya sama
dengan peil dasar sungai. Akan tetapi bila ternyata P > 4 m maka peil
lantai muka dapat dipasang lebih tinggi sepanjang tidak mengganggu
konstruksi pintu pemasukan.
Dan dengan demikian maka penggalian coupure akan menjadi sedikit,
tidak perlu dalam-dalam.
b). Lebar Bendung
Yang dimaksud dengan lebar bendung adalah jarak antara tembok pangkal
disatu sisi dan tembok pangkal disisi yang lain.
Untuk tidak terlalu banyak mengganggu aliran sungai setelah ada bendung
maka yang paling ideal, lebar bendung adalah sama dengan lebar normal
sungai. Jadi B = Bn.
Akan tetapi oleh karena satu dan lain hal, bila ternyata dengan lebar yang
sama dengan lebar normal sungai akan mengakibatkan tingginya air diatas
mercu tinggi sekali, maka lebar bendung masih dapat dibesarkan samap 6/5
Bn.
Jadi B < 6/5 Bn
Jika B terlalu kecil maka tinggi air di atas mercu akan membesar dan ini
menuntut tanggul di udik bendung yang tinggi, atau luas genangan di udik
bendung bertambah. Sementara itu pasangan untuk tubuh bendung menjadi
sedikit.
Jika B terlalu besar maka pasangan untuk tubuh bendung menjadi besar dan
karena adanya pelebaran profil sungai dari profil normalnya, akan terjadi
pengendapan di depan bendung. Ini akan berakibat terjadinya aliran
melintang yang tidak dikehendaki. Sebaliknya tanggul tidak usah terlalu
tinggi.
Hal-hal diatas hendaknya menjadi pertimbangan dalam menetapkan lebar
bendung.
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
3 - 31
1. Lebar Efektif
Tidak seluruh lebar bendung ini akan bermanfaat untuk melewatkan
debit, oleh karena kemungkinan adanya pyler-pyler dan pintu-pintu
penguras.
Lebar bendung yang bermanfaat untuk melewatkan debit disebut lebar
efektif. Sudah barang tentu lebar efektif ini kurang dari lebar seluruhnya
atau paling besar adalah sama.
Untuk menetapkan besarnya lebar efektif perlu diketahui mengenai
ekploitasi bendung.
Pada saat air banjir datang maka pintu bilas dan pintu-pintu lain harus
tertutup. Hal ini untuk mencegah masuknya benda-benda hanyut yang
akan menyumbat pintu bilas (bila pintu terbuka) dan masuknya air banjir
ke saluran.
Selain itu bila pintu bilas tertutup, ujung atas pintu tidak boleh lebih tinggi
dari mercu bendung, sehingga air bisa lewat di atas pintu.
Karena pengaliran air diatas pintu lebih sukar dari pada pengaliran diatas
mercu bendung, maka kemampuan pintu bilas untuk mengalirkan air
dianggap hanya 80 % saja.
Atas penjelasan-penjelasan diatas maka dapat disimpulkan sebagai
berikut ;
btBB
btbBB
ef
ef
20.0
80.0
dimana ;
Bef = lebar efektif bendung
B = lebar seluruh bendung
t = jumlah tebal pilar-pilar
b = jumlah lebar pintu-pintu bilas
2. Tebal Pilar
Pilar-pilar yang terdapat pada tubuh bendung kemungkinan adalah pilar-
pilar jembatan dan pilar-pilar pintu bilas. Tebal pilar jembatan ditentukan
oleh beban yang akan ditanggungnya. Namun demikian sebagai
pegangan untuk merencanakan bendungnya dapat diambil sebesar
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
3 - 32
antara 2 m sampai 3 m untuk pasangan batu kali, dan antara 1 m sampai
2 m untuk pasangan dari beton.
Tebal pilar pintu bilas, tergantung ada atau tidaknya pengambilan lewat
tubuh bendung dan tergantung dari lebar pintu bilas serta tingginya pilar
itu sendiri.
Jika ada pengambilan lewat tubuh bendung maka tentu harus ada pintu
dan schotbalk pada pilar tersebut, sehingga pilar akan tebal. Demikian
pula jika pintu bilas lebar, akan membutuhkan sponing perletakan yang
dalam pada pilar dan pilar akan lebih tebal.
Jika t’ = lebar coakan maka t t’ dengan minimum 1 m.
3. Lebar pintu penguras (bilas)
Berhubung pintu penguras berfungsi untuk menguras bahan-bahan
endapan dan pintunya sendiri harus diangkat pada waktu pengurasan,
maka lebarnya tidak boleh terlalu kecil atau terlalu lebar. Jika lebar pintu
terlalu kecil maka efek pengurasan akan kecil pula. Tetapi jika terlalu
besar maka pintu akan menjadi berat dan sukar diangkat.
Sebagai patokan lebar pintu penguras bisa diambil harga terbesar
antara; 1/2 lebar pintu intake, atau 1/10 lebar bendung B).
Jika kita memiliki data-data yang cukup, maka rumus-rumus dibawah ini
dapat pula dipakai;
qqBp
gVq
dCVc
/
/3
5,1
dimana ;
Vc = kecepatan kritis yang diperlukan pengurasan (m/det)
C = koefisien (tergantung dari bentuk endapan) harga C bergerak
antara 3,2 dan 5.5.
d = diameter terbesar dari endapatn (m)
q = debit pengurasan per satuan lebar
Q = debit pengurasan (m3/det)
g = percepatan gravitasi
Bp = lebar pintu penguras (m)
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
3 - 33
c). Muka Air Maksimum di Sungai
Yang dimaksud adalah tinggi air banjir di sungai sebelum ada bendung. Ini
akan sama dengan tingginya air banjir di hilir bendung setelah adanya
bendung, karena profil sungai disitu tidak dirubah.
1. Miring sungai rata-rata
Dari profil memanjang sungai dicari kemiringan sungai rata-rata. Garis
miring sungai rata-rata digambar pada potongan memanjang sungai,
sehingga bagian atas dan bagian bawah yang terpotong mempunyai
jumlah luas yang kira-kira sama.
Gambar 3.9 Sketsa kemiringan sungai
2. Profil melintang
Dipilih beberapa profil melintang yang baik untuk mengetahui tingginya
air untuk debit tertentu. Yang dimaksud dengan profil melintang yang
baik adalah profil dititik potong antara garis miring sungai rata-rata dan
garis profil memanjang.
Pada profil-profil melintang ini digambarkan sesuatu tinggi air dan akan
didapat luas penampang basah serta keliling basahnya. Harga-harga ini
dirata-ratakan sehingga hanya didapat satu angka untuk luas
penampang basah dan satu harga keliling basah. Minimum diambil 3
profil melintang, misalnya profil 1,2 dan 3 (gambar diatas).
3. Rumus pengaliran
Rumus-rumus yang dipergunakan dalam perhitungan ini ialah ;
De Chezy : RICV
Bazin :
R
C
1
87 R =
P
A dan A.VQ
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
3 - 34
dimana ;
Q = debit sungai (m3/det)
V = kecepatan (m/det)
A = luas penampang basah (m2)
C = koef. kecepatan, (fungsi dari bentuk profil dan kekasarannya)
R = jari-jari hydraulis (m)
I = miring sungai rata-rata
P = keliling basah (m)
= koef. kekerasan
Untuk sungai harga dapat diambil antara 1.50 dan 1.75. Dari rumus-
rumus di atas dapat dilihat bahwa nilai-nilai R, C, A dan P adalah fungsi
dari h (tinggi air di sungai). Jadi Q adalah fungsi dari h pula.
Apa yang hendak kita ketahui adalah pada tinggi berapa atau pada peil
muka air berapa Q desain terjadi. Karenanya setelah didapat harga-
harga rata-rata dari A dan P pada profil melintang yang telah dipilih,
berarti didapat pula harga R rata-rata maka dengan menggunakan
rumus-rumus diatas akan kita ketahui harga Q pada tiap-tiap harga h
tertentu.
Dengan memilih harga-harga h akan didapatkan beberapa hubungan
antara h dan Q. Titik-titik ini digambarkan dalam suatu grafik dan disebut
grafik langsung debit. Dan dengan perantaraan grafik tersebut akan
didapatkan harga h untuk pada P desain, cara ini dilakukan, karena
dengan menggunakan secara langsung rumus-rumus diatas akan sukar,
berhubung kita akan menjumpai persamaan pangkat 3/2.
4. Sifat pengaliran
Yang dimaksud disini adalah sifat pengaliran lewat bendung. Sifat
pengaliran disebut sempurna, kalau debit-debit pengalirannya tidak
dipengaruhi oleh tingginya air di belakang bendung. Dan sebaliknya
adalah pengaliran tak sempurna. Syarat suatu pengaliran disebut
sempurna adalah bila tingginya air dibelakang bendung, di atas mercu
tidak melebihi 2/3 ho kalau ho adalah tinggi air diatas di udik mercu.
Sudah barang tentu bahwa rumus-rumus pengaliran sempurna dan tidak
sempurna adalah berbeda. Hal ini akan kita bicarakan berikut mengenai
tingginya air banjir dipuncak bendung.
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
3 - 35
Jadi setelah peil mercu kita tetapkan dan muka air di hilir bendung kita
ketahui, maka akan diketahui pula sifat pengalirannya.
5. Muka air maksimum diatas mercu
Yang dimaksud dengan muka air diatas mercu adalah muka air sedikit di
udik mercu, sebelum muka air itu merubah bentuknya menjadi
melengkung ke bawah.
Tinggi air maximum di atas mercu, sampai sekarang belum ada
ketentuan yang pasti. Tetapi dilihat dari segi keamanan stabilitas
bendung ukurang pintu-pintu, tinggi tanggul banjir dan sebagainya. Maka
dianjurkan untuk tidak melebihi 4.50 meter.
Untuk mencari tinggi air maximum di atas mercu bendung, tergantung
dari sifat pengalirannya.
Pengaliran Sempurna
Rumus Bundschu :
khH
Hd
dqdbmQ
3/2
...
harga-harga dan m dicari dari rumus-rumus Verwoerd sebagai
berikut;
2
2
32
r
h5018,049,1m
ph
1hm.27/4k
dimana ;
Q = debit yang lewat diatas mercu (m3/dt)
b = lebar efektif bendung (m)
h = tinggi air (depan) diatas mercu (m)
k = tinggi energy kecepatan (m)
g = percepatan gravitasi (m/dt1/2)
m = koefisien pengaliran
p = tinggi bendung (m)
r = jari-jari pembulatan puncak mercu (m)
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
3 - 36
Untuk menentukan harga r, dipakai cara Kregten (sebagai
pendekatan) yaitu : dengan mengambil harga m = 1.34 harga yang
baik untuk H/r adalah 3.80. Jadi dipakai terlebih dahulu pendekatan ;
dgdbmQ ... dengan m = 1.34
Setelah didapat harga d maka H pun didapat dan selanjutnya harga r
diketahui pula. Harga r sebaiknya dibulatkan keatas sampai ukuran
yang baik (misalnya kelipatan perempat m). Setelah harga r
ditetapkan maka dengan berbagai-bagai harga h akan didapat harga-
harga Q.
Dengan membuat lengkung debitnya, maka akan didapat harga h
yang sesuai dengan Q desain.
Pengaliran tak sempurna
Untuk ini dipakai rumus ;
g
Vzgth
g
VzbQ
22
243.0
2
1
2
Tabel 3.14 Harga h1/h, t dan
h1/h 0.05 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 0.80 0.90
0.31 0.39 0.48 0.54 0.57 0.59 = 2
t 0.59 0.61 0.64 0.69 = 2.3
Gambar 3.10 Sketsa bendung dan potongan di hilir bendung
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
3 - 37
A/QV P.2/1hP.2/1hmBA
Back Water Curve
Yang dimaksud adalah kurva untuk mengetahui sampai dimana
pengaruh kenaikan muka air setelah adanya pengempangan oleh
bendung. Banyak teori yang mempelajari problema ini, antara lain
dengan cara Bresse, Direct Method, Standard Method, Integration
Method dan sebagainya.
Akan tetapi untuk praktisnya dapat dipakai rumus sebagai berikut ;
L = 2h/i
dimana ;
L = panjangnya pengaruh pengempangan kearah udik, dihitung
dari titik bendung
i = miring sungai
h = tinggi kenaikan muka air di titik bendung, akibat
pengempangan
Gambar 3.11 Sketsa back water
Jadi di sebelah udik titik A pengempangan sudah tidak mempunyai
pengaruh lagi. Dan tinggi air disitu sudah sama seperti sebelum
adanya bendung. Jadi peninggian tanggul sepanjang sungai itu
diperlukan hanya antara titik A dan B saja.
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
3 - 38
6. Tipe Bendung
Beberapa tipe bendung yang dikenal antara lain seperti gambar dibawah
ini;
Gambar 3.12 Tipe-tipe bendung
Pemakaian Tipe-tipe ;
Tipe A disebut pula sebagai tipe Vlugter. Dipakai pada tanah dasar
aluvial dengan sungai yang tidak banyak membawa batu-
batu yang besar. Tipe ini adalah tipe yang banyak
digunakan di Indonesia dan ternyata dari beberapa
konstruksi yang telah dibangun menunjukkan hasil yang
baik.
Tipe A’ dikenal pula sebagai tipe Schoklistch tipe ini adalah sama
sifatnya dengan tipe Vlugter, dan dipakai apabila pada tipe
vlugter harga R atau D terlalu besar, sehingga penggalian
untuk lantai ruang olakan beserta koperannya terlalu dalam.
Apabila R kira-kira sekitar 8 m atau lebih, atau apabila H
sekitar 4,50 m atau lebih, dipakailah tipe schoklitsch ini.
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
3 - 39
Tipe B tipe ini digunakan pada tanah dasar yang lebih baik
daripada aluvial, dengan sungai yang membawa banyak
batu-batuan. Agar tidak cepat tergerus, maka koperannya
harus masuk kedalam tanah dasar dengan biasanya
minimum 4 m. Jika nantinya setelah bendung tersebut
dipakai dan ternyata terjadi gerusan sehingga koperan yang
tinggal di dalam tanah hanya 1/3 nya, maka dibelakang
koperan lama dibuat koperan baru sedalam 4 m lagi,
dengan bidang kontak 1/2 nya atau 1/3 nya.
Gambar 3.13 Sketsa koperan pada bendung
Tipe C tipe ini biasanya digunakan pada waktu-waktu sebagai
spillway. Yakni spillway dari high-dam, dengan terjunan
yang tinggi dan dengan air yang bersih.
Disini kita hanya akan mempelajari tipe A saja, sebagai tipe yang sudah
banyak dipakai di Indonesia.
7. Ukuran Hidrolis Bendung
Yang dimaksud sebagai ukuran hidrolis bendung adalah dimensi
bendung yang diakibatkan oleh sentuhan langsung karena pengaliran air.
Untuk tipe Vlugter dipakai ketentuan-ketentuan seperti dibawah ini;
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
3 - 40
Gambar 3.14 Sketsa ukuran hidrolis bendung
Jika : 4/3 < Z/H < 10
Maka : D = L = R = 1.1 Z + H
a = 0.15 H SH /
Jika : 1/3 < Z/H < 4/3
Maka : D = L = R = 0.6 H + 1.4 Z
a = 0.20 H ZH /
8. Pintu
Pintu-pintu yang terdapat dalam bendung adalah ;
1. Pintu pengambilan
2. Pintu penguras
1. Pintu Pengambilan
Pintu pengambilan berfungsi mengatur banyaknya air yang masuk
saluran dan mencegah masuknya benda-benda padat dan kasar
kedalam saluran.
Pada bendung, tempat pengambilan bisa terdiri dari dua buah yaitu
kanan dan kiri, dan bisa juga hanya sebuah, tergantung dari
letaknya daerah yang akan diairi.
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
3 - 41
Kalau tempat pengambilan 2 buah, menuntut adanya bangunan
penguras 2 buah pula. Kadang-kadang bila suatu pengambilan
debitnya kecil, maka pengambilannya lewat suatu urung-urung
yang dibangun dalam tubuh bendung. Dan dengan demikian tidak
perlu lagi dibuat 2 buah bangunan penguras, dan cukup satu saja.
Gambar 3.15 Sketsa pintu pengambilan
Sudut yang paling tepat ditentukan oleh laboratorium. Sudah
barang tentu dalam penentuan sudut ini harus mengingat pula
situasi di tempat rencana bendung.
a) Tinggi Ambang
Ini tergantung dari material yang terbawa oleh sungai. Ambang
makin tinggi makin baik untuk mencegah masuknya benda-
benda padat dan kasar ke saluran. Tetapi tinggi ini tentu saja
dibatasi oleh ukuran pintu pengambilan nantinya. Kalau ambang
tinggi, berarti tingginya air yang masuk pintu pengambilan
menjadi kecil dan pada debit tertentu menuntut pintu yang lebar.
Sebagai pegangan dapatlah diambil sebagai berikut; jika sungai
mengandung lumpur, diambil 0,50 meter. Untuk pasir dan kerikil
dapat diambil 0.75 m a’ 1,00 m. Dan jika mengandung batu-batu
dapat diambil 1,00 m a’ 1.50m. Angka-angka tersebut adalah
angka-angka minimum.
b) Tinggi Pengempangan
Pada waktu banjir, pintu pengambilan ditutup untuk mencegah
masuknya benda-benda kasar ke saluran. Penutupnya pintu ini
tidak akan berakibat apa-apa, karena saat banjir di sungai
biasanya tidak lama.
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
3 - 42
Dengan demikian yang dianggap sebagai tinggi air normal di
sungai adalah setinggi mercu. Pada tinggi air normal ini ada
kemungkinan terjadi gelombang karena angin, dan air masih
melimpas mercu. Karena itu khusus untuk keperluan
pengambilan, tingginya pengempangan diambil 10 cm lebih
rendah dari tingginya mercu.
c) Rumus Pengaliran
Air yang masuk saluran lewat ambang pengambilan ini
dianggap sebagi pengaliran lewat ambang lebar dan sempurna.
Kesempurnaan pengaliran ini diusahakan agar pada ukuran
pintu yang tertentu, debitnya menjadi besar. Atau pada debit
tertentu, ukuran pintu menjadi kecil.
gH2H.b385.0Q
gH2H.3/13/2.b
H.3/2Hg2H.3/2.b
YHg2y.bQ
diambil antara 0.90 a’ 0.95.
Untuk amannya biasanya faktor kecepatan diabaikan sehingga
H = h
Jadi ; ghhbQ 2.385,0
d) Ukuran Pintu
Ukuran pintu ditentukan selain oleh segi praktis, juga oleh segi
estetika. Ukuran yang baik adalah antara ;
B : h = 1:1
B : h = 1,5 :1
B : h = 2:1
Lebar pintu (b) antara 2 a’ 2’50 meter untuk pintu-pintu dari
kayu. Jika terdapat ukuran yang lebih besar lagi, harus dibuat
lebih dari satu pintu dengan pilar-pilar diantaranya.
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
3 - 43
e) Pengambilan Lewat Pipa
Pipa pengambilan ini dikonsruir dalam tubuh bendung dengan
syarat-syarat ;
a. T > D
b. Kecepatan air dalam pipa dapat diambil antara 1,50 m/dt
sampai 2.50 m/dt
c. Untuk pipa-pia dengan D yang besar perlu diberi tulangan
Karena syarat-syarat diatas, maka pengaliran dalam pipa akan
bersifat sebagai shypon;
9
11
1
D
0005078.001989.05.1
g2
V
D
L1
2
2
2
antara 0.75 a’ 0.90
2. Pintu Penguras
Mengenai lebar pintu penguras sudah dibicarakan di muka. Oleh
karena pada saat banjir pintu penguras ditutup, dan banjir lewat
diatasnya, maka tingginya pintu penguras harus setinggi mercu
bendung. Dan karena itu pula tebal pintu harus diperhitungkan
untuk tinggi air setinggi air banjir.
a) Ukuran Pintu
Daun pintunya biasanya dibuat sebagai gabungan balok-balok
kayu yang kuat (kayu jati) dan disatukan dengan kerangka dari
besi. Karena itu balok yang menderita tekanan terbesar adalah
yang terbawah. Tekanan yang diderita balok pintu ini sama
dengan yang diderita oleh schotbalk.
Perletakannya dianggap sebagai perletakan bebas, sedangkan
P sebagai beban merata.
Kalau panjang perletakan = L maka ;
M = 1/8 . P. L2
W = 1/6 . b . a2
= M/W < (tegangan kayu yang diijinkan)
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
3 - 44
Gambar 3.16 Sketsa pintu pengambilan
Harga P ini harap diperhitungkan sebagai akibat dari tekanan
air setinggi air banjir ditambah tekanan lumpur setinggi ambang
pengambilan.
b) Onderspuier
Untuk mencegah masuknya benda-benda padat dan kasar ke
dalam saluran, dipakailah perlengkapan yang disebut
onderspuier. Onderspuier ini adalah suatu plat beton yang
diletakkan mendatar setinggi ambang intake, di depan ambang
diantara pintu intake, pintu penguras dan pilar pintu penguras.
Dengan adanya plat beton ini pusaran air yang sering terjadi di
depan ambang intake akan ditiadakan. Dan dengan demikian
benda-benda kasar tidak akan naik dan masuk ke dalam
saluran. Sudah tentu benda-benda kecil yang berbentuk
suspension kemungkinan masih akan masuk ke dalam saluran.
Tetapi ini tidak akan membawa akibat yang besar, karena justru
benda-benda macam ini dibutuhkan oleh tanaman sebagai
pupuk, sepanjang tidak mengandung zat-zat yang membawa
akibat jelek bagi tanaman.
Disamping itu dengan adanya onderspuier ini efek pengurasan
menjadi besar karena seolah-olah terbentuk suatu lorong
sempit, dan dengan demikian memperbesar daya sedot air
terhadap bahan-bahan endapan.
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
3 - 45
Jika exploitasi bendung terutama waktu-waktu pengurasan
dijalankan sebagaimana disyaratkan, maka kecil
kekawatirannya bahwa onderspuier tersebut akan tersumbat.
Dengan menggunakan onderspuier ini dianjurkan agar tinggi
ambang intake tidak lebih rendah dari 1,00 meter, agar
kemungkinan tersumbat menjadi kecil.
Peralatan onderspuier ini adalah ambang intake disatu sisi dan
perpanjangan pilar pintu penguras disisi lain.
Bila bentang perletakan ini terlalu panjang, dapat dibuat pilar
(sebagai penyangga) diantara kedua perletakan tersebut.
c) Pengurasan
Menurut cara-cara exploitasi yang selama ini dilakukan, maka
pengurasan dan waktunya diatur sebagai berikut ;
▪ Selama debit sungai masih memungkinkan, yaitu sepanjang
tidak mengganggu kebutuhan air oleh tanaman maka
pengurasan dilakukan dua kali sebulan pada saat air
setinggi mercu bendung.
▪ Waktu pengurasan routine tersebut diadakan pada waktu
siang hari antara jam 11.00 sampai jam 13.00 pada saat
para petani pulang ke rumah.
▪ Sehabis banjir, pada saat air melimpah di atas mercu
setinggi 0,50 meter atau 1,00 meter diadakan pengurasan.
▪ Bila bendung dilengkapi dengan onderspuier, selama
pengurasan pintu pengambilan diturunkan (dibuka sedikit)
bila dibutuhkan air ke saluran. Tetapi bila tidak mengganggu
akan kebutuhan air, maka pintu pengambilan ditutup.
▪ Bila bendung tanpa onderspuier, maka selama pengurasan
pintu pengambilan harus ditutup.
d) Rumus Pengaliran
Pengurasan yang membawa efek paling kecil adalah
pengurasan rutin yaitu pada saat air setinggi mercu. Jika
bendung dengan onderspuier, maka pengurasan bisa terjadi
dua macam. Yaitu pintu dibuka setinggi onderspuier dan pintu
dibuka penuh.
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
3 - 46
▪ Pintu dibuka setinggi onderspuier
62.0dengan
A/QV
y2/1pg2y.bQ
h.g2FQ
y.bA
dimana ;
b = lebar pintu penguras
y = tinggi bukaan (setinggi onderpsuier)
p = tinggi bendung
▪ Pintu dibuka penuh
h.bAdanA/QV
H.b.31.1Q
8.9g
75.0dengan
g.H.b.55.0
H.g.3/2H.3/2.bQ
Z.g2h.bQ
H3/2h
H3/1Z
2/3
2/12/3
3. Lantai Muka
Pada saat air terbendung maka terjadi perbedaan tinggi air di
depan dan di belakang bendung, yang akan menimbulkan
perbedaan tekanan. Perbedaan tekanan ini mengakibatkan adanya
aliran di bawah bendung, lebih-lebih bila tanah dasar bendung
bersifat tiris (porous). Aliran air ini akan menimbulkan tekanan pada
butir-butir tanah dibawah bendung.
Bila tekanan ini cukup besar untuk mendesak butir-butir tanah
maka lama kelamaan akan timbul penggerusan, terutama di ujung
belakang bendung.
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
3 - 47
Sebaliknya selama pengalirannya air tersebut akan mendapat
hambatan-hambatan karena geseran.
a) Fungsi Lantai Muka
Sebagaimana dinyatakan di atas bahwa air tersebut akan
mendapat hambatan-hambatan, maka sudah tentu air tersebut
akan mencari jalan dengan hambatan yang paling kecil, yaitu
pada bidang kontak antara bangunan dan tanah, yang disebut
sebagai creep line.
Makin pendek creep line ini makin kecil hambatannya dan
makin besar tekanan yang ditimbulkan di ujung belakang
bendung. Demikian pula sebaliknya.
Untuk memperbesar hambatan, creep line tersebut harus
diperpanjang, antara lain dengan memberi lantai muka dan atau
suatu dinding vertikal (cut off wall). Jadi itulah fungsi dari lantai
muka.
H
H
Gambar 3.17 Sketsa lantai bendung
b) Tekanan Aliran Air dibawah Bendung
Sebagaimana kita ketahui tekanan air itu berarah ke segala
jurusan. Demkikian pula air yang mengalir di bawah bendung.
Gaya tekan yang menekan bendung ini disebut sebagai “uplift
pressure” yang hakekatnya berusaha mencungkil ke atas
terhadap bendung.
h1
h
h2
H
h1
Gambar 3.18 Diagram tekanan
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
3 - 48
Tekanan pada titik A = h sebagai tekanan hydrostatis.
Tekanan pada titik B, jika tidak ada tanah akan sebesar h1.
tetapi karena ada tanah dan air ini harus melewati jalan
sepanjang AB dan dengan sendirinya akan mengurangi
energinya (untuk dirubah menjadi kecepatan) maka tekanan di
B akan menjadi kecil, kurang dari h1.
Jumlah pengurangan tekanan sebesar H di atas (gambar)
akan terbagai pada seluruh creep linenya (ABCD). Banyak
teori-teori untuk mencari pembagian besarnya pengurangan
tekanan tersebut, antara lain ;
▪ Net flow analysis
▪ Theory Bligh
▪ Theory Lane
New flow analysis adalah jaring-jaring bujur sangkar aliran
antara garis-garis arus dan garis-garis equipotensial. Dan ini
bersifat lebih teoritis daripada teori-teori yang lain.
Karena itu tidak kita bicarakan disini. Kita akan mempelajari
teori-teori Bligh dan Lane saja.
c) Teori Bligh
Bligh berpendapat bahwa besarnya perbedaan tekanan dijalur
pengaliran adalah sebanding dengan panjangnya jalan air
(creep line) dan dinyatakan sebagai ;
Ch
dimana ;
h = beda tekanan
= panjang creep line
C = creep ratio
Ch AB
AB
;
Ch BC
BC
Ch CD
CD
dan seterusnya
Kalau kita ambil jumlah seluruh beda tekanan dan jumlah
seluruh creep line, maka rumus diatas menjadi ;
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
3 - 49
C
L
hABhCD
hEF
H
Gambar 3.19 Sketsa pengaliran bligh
Supaya konstruksi aman terhadap tekanan air ini maka ;
C
L atau xCL
dan dengan ketentuan ini panjangnya lantai muka dapat
ditentukan. Harga C tergantung dari material dasar dibawah
bendung. Untuk ini ada daftar sebagai tabel 4.1.
d) Hydraulic Gradient
h=L/C
KK’
Gambar 3.20 Garis-garis hidraulic gradient
Apabila garis-garis yang menyatakan perbedaan tekana seperti
pada teori Bligh itu disambungkan satu sama lain, maka
terbentuklah sebuah garis yang disebut sebagai garis Hydraulic
Gradient.
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
3 - 50
Sebagaimana dijelaskan di muka tentang fungsi lantai muka
yakni menjaga jangan sampai pada ujung belakang bendung
terjadi tekanan yang bisa membawa butir-butir tanah. Tekanan
ini minimum adalah nol. Kalau tekanan pada titik di ujung
belakang bendung besarnya nil, maka tentu tidak
membahayakan bendung. Dengan memasang lantai muka ini
bisa diusahakan agar tekanan dititik tersebut menjadi nol.
Untuk itu kita dapat menggunakan garis hydraulic gradient.
Garis hydraulic gradient ini kita gambar ke arah udik dengan titik
ujung belakang bendung sebagai titik permulaan dengan
tekanan sebesar nol.
Miring garis hyraulic gradient ini disesuaikan dengan kemiringan
yang diijinkan untuk sesuatu tanah dasar tertentu yaitu
menggunakan creep ratio (C) .
tgLC
latau
C
L
Jadi garis hydraulic gradient untuk bidang-bidang yang
horizontal akan membentuk sudut dengan horisontal sebesar
dimana C
tg1
.
Untuk mencari panjangnya lantai muka, maka yang
menentukan adalah H yang terbesar.
H terbesar ini terjadi biasanya pada saat air di muka setinggi
mercu bendung sedangkan dibelakang bendung adalah kosong.
Sebagaimana pada teori Bligh maka prosedure mencari
panjang lantai muka dengan hydraulic gradient ini kita akan
menggunakan perbedaan tekanan.
Tekanan titik A = 0
Ch 1
AB
= garis A - 1
Ch 2
BC
= garis 1-2’
Ch 3
CD
= garis 2’-3’
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
3 - 51
Ch 4
DE
= garis 3’-4’ demikian seterusnya
Kita tarik garis horisontal dari titik-titik : 2’; 3’;4’ dan seterusnya
sampai memotong garis-garis vertikal dari titik yang
bersangkutan di C, D, E dan seterusnya di titik-titik : 2, 3, 4 dan
seterusnya.
Jika titik 1,2,3,4 dan seterusnya dihubungkan dengan garis,
maka terbentuklah garis hydraulic gradient. Garis hydraulic
gradient akan memotong garis permukaan a dititik 8. Jadi
panjangnya lantai muka cukup hanya sampai titik K saja.
Tetapi karena untuk keamanan, biasanya lantai muka dipas
lebih panjang lagi, misalnya sampai K’.
e) Tebal Lantai
Seperti telah diketahui maka setiap titik pada dasar bangunan
akan menerima tekanan air (uplift pressure). Akan tetapi pada
lantai muka karena di atas lantai selalu ada air yang akan
menekan ke bawah, maka praktis tekanan ke atas akan tidak
berbahaya. Dan ini berarti bahwa lantai muka tidak perlu tebal.
Yang penting adalah bahwa lantai muka ini harus rapat air,
supaya fungsinya untuk memperpanjang creep line masih
dipenuhi.
Untuk ini maka dibwah lantai muka dipasang suatu lapisan
rapat air dari bahan tanah liat dipadatkan setebal antara 0.75 a’
1,50 meter, yang disebut Puddel.
Sebaliknya lantai belakang bendung akan menerima tekanan
keatas yang besar, karena lapisan air diatasnya hanya tipis,
lebih-lebih pada waktu air muka setinggi mercu (air normal)
maka diatas lantai ini dianggap kosong.
Untuk menentukan tebalnya lantai ini, sebagai patokan bisa
digunakan garis hydraulic gradient, sebab hydraulic gradient
juga menunjukkan besarnya tekanan keatas pada tiap-tiap titik
didasar bendung.
Tekanan titik A = A - A’; tentukan di B = B – B’. misalnya kita
akan mencari tebal lantai dititik A.
Tekanan keatas di titik A = A – A’ = t + p
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
3 - 52
Tekanan kebawah di A = t x bd pasangan (untuk pasangan
batu, bd = 1.80 )
Maka t + p < t x 1,80 atau 80,1
AAt
f) Teori Lane
Profesor Lane memberikan koreksi terhadap teori Bligh dengan
menyatakan jalan yang vertikal lebih besar dari pada jalan yang
horizontal, dengan perbandingan 3 : 1.
Jadi dianggap bahwa Lv = 3 Lh untuk suatu panjang yang
sama.
Sehingga rumus menurut bligh dirubah menjadi ;
C
LL HV3
1
Dengan harga C yang berlainan dengan cara bligh seperti
tertera pada tabel 4. Jadi syarat yang dikehendaki Lane adalah;
CxLLL VV3
1
Dengan catatan bahwa untuk bidang-bidang yang bersudut
dengan horizontal 45° atau lebih dianggap sebagai bidang
vertikal. Dan untuk bidang-bidang yang bersudut dengan
horizontal kurang dari 45 ° dianggap sebagai horizontal.
Dengan demikian kita akan mendapatkan dua harga L yaitu
menurut Lane dan menurut Bligh. Harga L yang terbesarlah
yang kita ambil.
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
3 - 53
3.3.2 Dimensi Bangunan Bagi/Sadap
Saluran Induk (A)
Gambar 3.21 Skema bangunan sadap
Dimensi saluran induk A, sekunder B, tersier C dan tersier D biasanya sudah
didapat pada tahap perhitungan saluran.
Sedangkan untuk pintu-pintu ;
a). Dari saluran induk A ke sekunder B dipasang pintu pengatur atau balok
sekat dengan rumus ;
zghbQ .2..
dimana ;
h = h saluran induk A
z = 0.10
g = 9.81
= 1 sehingga b didapat = 22. gh
Q
Gambar 3.22 Sketsa pintu pengatur di saluran
Saluran Tersier ( C )
Saluran Sekunder ( B )
Saluran Tersier ( D )
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
3 - 54
Dari saluran induk A ke saluran tersier C dan D dipasang pintu. Perhitungan
Romijn dapat dilihat pada 3.3.3 b)
3.3.3 Dimensi Bangunan Ukur
Ada beberapa pintu ukur yang ada secara garis besar ada 3 macam yaitu lewat
ambang Tajam, ambang lebar dan lewat lubang. Yang biasa dipakai yaitu pintu
ukur Crump-de Gruyter dan Romijn.
a). Pintu Ukur Crump De Gruyter
det900Q t
max
(dianjurkan)
Z = 0.30 – 0.50 m
Ymin 0.02 m (bila y min < 0.02 diperkecil)
max = 0.63 H
Tabel 3.15 Nilai , k dan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
k 0.630 0.218 0.140 0.100 0.080 0.065 0.055 0.049 0.044 0.040
0.167 0.386 0.496 0.575 0.620 0.665 0.690 0.715 0.735 0.750
Gambar 3.23 Sketsa bangunan ukur di saluran
Q = 1.594 . b. H 3/2
dimana :
k = Ymin/H
= Z/H
= Qmax/Qmin
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
3 - 55
Contoh ;
Qmax = 1 m3/det
Tentukan : Z = 0.31
Coba-coba = 5 k = 0.080
= 0.620
50.0620.0
31.0
ZH
Ymin = k.H = 0.080 x 0.50 = 0.04 0.02 ok
Ymax = 0.63 H = 0.63 x 0.50 = 0.315
m75.1b
77.1353.0x594.1
1
050.594.1
1
H.594.1
Qb
2/32/3
max
b). Pintu Ukur Romijn
det/900450
..71.1 2/3
lQ
HbQ
Gambar 2.24 Sketsa pintu ukur romijn
Tabel 3.16 Debit bangunan ukur romijn
H b
cm
0.30
m
0.40
m
0.50
m
0.60
m
0.80
m
1.00
m
1.30
m
28 76 102 126 151 202 252 328
29 80 106 133 160 213 266 346
30 84 112 140 168 224 280 364
31 88 118 147 176 235 294 382
32 83 124 155 185 247 309 402
33 87 130 162 194 259 324 421
34 102 135 169 203 270 338 440
35 106 141 177 212 282 353 459
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
3 - 56
Contoh ;
Qmax = Qrencana = 0.300 m3/det
Tentukan b = 1.00 m
105.0H3/1r
942.0H3R
524.021.0Ht
628.0H2L
105.0H3/1Z
314.01*71.1
300.0
b.171
QH
3/23/2
c). Pintu Ukur Ambang Tajam
• Cipoletti
hhbQ 2..42.0
• Thomson
2/5.39,1 hQ
• Rehboch
W
h
hbQ
0011.0.0813.06035.0
..953.2 2/3
Gambar 2.25 Sketsa pintu ukur ambang tajam
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
3 - 57
3.3.4 Pelimpah
Tipe pelimpah yang dipilih tergantung dari beberapa faktor antara lain ; besarnya
bangunan tersebut. Keadaan hidrolisnya misalnya pelimpah sempurna atau tidak
sempurna, kemudian bentuk dari permukaan bulan atau tajam dan lain-lain.
Perhitungan umumnya dengan coba-coba H dan h kemudian dibuat grafik.
a). Tipe Ogee
Tipe Ogee ini dimaksudkan untuk bangunan yang besar dimana permukaan
pelimpah sesuaikan dengan bentuk aliran, perhitungan dan pelaksanaan
lebih rumit;
• Puncak bendung bagian hulu
625.0
d
375.0
dd85.0
d
85.1d H270.0XH4315.0H126.0
H
)H270.0X(724.0y
Gambar 2.26 Sketsa permukaan pelimpah
• Puncak bendung bagian hilir
d
2/3
85.0
d85.1
H)kaNkp(2LLe
H.Le.CQ
Y.H2X
dimana ;
C = 2.1
N = jumlah pilar
Kp = 0.02 pilar segi empat ( )
Kp = 0.01 pilar bulat runcing ( )
Kp = 0.01 pilar segi empat runcing ( )
Ka = 0.2 tembok segi empat ( )
Ka = 0.1 tembok segi empat ( )
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
3 - 58
b). Tipe Verwoerd
Tipe Verwoerd, tipe sederhana, muka air di hilir lebih tinggi dari mercu.
Gambar 2.27 Sketsa pelimpah tipe verwoerd
gddbmQ ..
dimana ;
d = 2/3 Ho
m =
2
0
r
h5018.049.1
r = 1/3.8 h0
k = 4/27 * m2 * h3
2
1
hp
p = ditentukan
Coba-coba buat grafik (h0, hs dan Q)
c). Pelimpah Sempurna
Dimana muka air di hilir lebih rendah dari elevasi mercu;
Gambar 2.28 Sketsa pelimpah sempurna
p
h09.0
r
h501.030.0312.0
gh2h.b.3/2Q
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
3 - 59
r dan p = ditentukan.
Coba-coba buat grafik (h, hs dan Q)
d). Pelimpah Tidak Sempurna
Dimana muka air dihilir lebih tinggi dari elevasi mercu ;
r
h1
Z
Gambar 2.29 Sketsa pelimpah tidak sempurna
p
h09.0
r
h501.030.0312.0
gh2h.b.Q
r dan p = ditentukan.
Coba-coba buat grafik (h, hs dan Q)
e). Ambang Lebar
Dimana muka air di hilir lebih tinggi dari elevasi mercu ;
Z
y h1
Gambar 2.30 Sketsa ambang lebar
g2
vxzg2hk
g2
Vx243.0bQ
2
1
2
y = 2/3h
c 2H
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
3 - 60
Tabel 3.17 Nilai h1/h, k dan
h1/h 0.05 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9
k 0.31 0.39 0.48 0.54 0.57 0.59 2
0.57 0.59 0.61 0.64 0.69 2.3
f). Pelimpah Sempurna Mercu Bulat
Dimana muka air dihilir lebih rendah dari elevasi Mercu ;
Gambar 2.31 Sketsa pelimpah sempurna mercu bulat
f.H.Be.g3
2
3
2.CdQ 2/3
dimana ;
Cd = Cd’.C0
Ambang lebar : Cd ‘ = 1.030
C0 = 1
Ambang bulat : C0 = lihat grafik tergantung dari H/2 (gambar 3.32)
Cd’ = 1.030
f = 1
Be = (B - 0.20 H)
q = 9.81
H = Tinggi air
r = ditentukan
H coba-coba buat grafik (h, hs dan Q)
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
3 - 61
Contoh Perhitungan Dimensi Spillway/Pelimpah
Rumus spillway
Q = Cd . 2/3 . g.3/2 . Be . H3/2 . f
Untuk f = 1,
2/3. g.3/2 = 2/3. )81,9(3/2 = 1.705
Be = B – 0,20H
maka :
Q = Cd . 1,705 Be . H3/2
C0 = lihat grafik tergantung dari H/2 (gambar 3.32)
Cd = 1.030
Ukuran spillway Tentukan H = 2.00 m
Q = 70.000 m3/det
Q = 1.8 x Be x H3/2
Be = Q/(1.8H3/2)
Be = 70/(1.8 x 23/2) = 13.75 m = 15.00 m
r = 3.00 m
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
3 - 62
Tabel 3.18 Perhitungan dimensi spillway
Be Cd
(B-0.20H) (Co x Cd*)
(m) (m) m3/det
1 0.00 15.00 0.000 0.000 1.030 0.000 0.000
2 0.25 14.95 0.083 0.600 1.030 0.618 1.969
3 0.50 14.90 0.167 0.750 1.030 0.773 6.938
4 0.75 14.85 0.250 0.900 1.030 0.927 15.245
5 1.00 14.80 0.333 0.950 1.030 0.979 24.691
6 1.25 14.75 0.417 1.009 1.030 1.039 36.527
7 1.50 14.70 0.500 1.029 1.030 1.060 48.801
8 1.75 14.65 0.583 1.055 1.030 1.087 62.836
9 2.00 14.60 0.667 1.070 1.030 1.102 77.597
10 2.25 14.55 0.750 1.105 1.030 1.138 95.293
11 2.50 14.50 0.833 1.128 1.030 1.162 113.540
12 2.75 14.45 0.917 1.150 1.030 1.185 133.084
13 3.00 14.40 1.000 1.170 1.030 1.205 153.742
No. H QH/r Co Cd*
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
3 - 63
Gambar 2.32 Harga-harga koefesien C0 untuk bendung ambang bulat sebagai fungsi
perbandingan H1/r
Gambar 2.33 Grafik debit spillway
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
3 - 64
3.3.5 Kolam Olak
Kolam olak adalah kolam untuk memecahkan energi agar bagian hilir tidak terjadi
gerusan. Ada beberapa macam kolam olak, diantaranya adalah ;
a). Vlugter
Jika 4/3 < Z/H < 10, maka D = L = R = 1.1 Z + H
a = 0.15 H ZH /
Jika 1/3 < Z/H < 4/3, maka D = L = R = 0.6 H + 1.4 Z
a = 0.20H ZH /
Gambar 2.34 Sketsa kolam olak vlugter
Untuk perhitungan ;
H = telah didepan dari hasil perhitungan pelimpah
Z = beda tinggi antara elevasi energi hulu dan hilir (sungai/sec)
R = juga sudah ditentukan
Hitung Z/H =…..
1. Bila 4/3 < Z/H < 10 , maka D = L = R = 1.1 Z + H
a = 0.15 H ZH /
2. Bila 1/3 < Z/H < 4/3, maka D = L = R = 0.6 H + 1.4Z
a = 0.20 H ZH /
b). Schoklitsch
r1 = ½ H
r2 = H
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
3 - 65
Gambar 2.35 Sketsa kolam olak schoklitsch
r3 > 0.15 W
W-Z = 2.4 hg + 0.4 Z
Hg = 3 2 g/q
g = 9.81
W = 1.4 Z + 2.4 hg
Untuk perhitungan ;
Q = didapat
B = didapat
H = didapat r1 = ½ H r2 =H
q = Q/B = dapat dicari
hg = 3 2 g/q = dapat dicari
Z = beda tinggi antara elevasi energi hilir dan elevasi mercu
W = 1.4 Z +2.4 hg = dapat dicari
r3 > 0.15 W = dapat dicari
W = l = r3/2 = dapat dicari (l > 0.075 W)
=W
2/r3 = dapat dicari
q dan W = didapat S’ = … (dari nomogram) atau S’ = q1/2 (W/g)1/4
= didapat = ….(dari grafik)
S’ dan B = didapat S = … (dari nomogram) atau S’ = .q1/2 (W/g)1/4 =S’
0.5 < 1 : ditentukan
L = .W = dapat dicari
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
3 - 66
Gambar 2.36 Bentuk Pola aliran pada kolam olak schoklitsch
Gambar 2.37 Kolam olak tipe schoklitsch
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
3 - 67
Gambar 2.38 Nomogram
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
4 - 1
BAB 4
PERHITUNGAN STRUKTUR
4.1 Stabilitas Bendung
Dalam peninjauan stabilitas bendung, maka potongan yang ditinjau terutama adalah
potongan-potongan I – I dan II – II, karena potongan-potongan ini adalah yang
terlemah. Potongan-potongan lain yang perlu ditinjau akan dijelaskan di belakang.
I
I
II
II
A
Gambar 4.1 Tinjauan stabilitas bendung
4.1.1 Gaya-gaya Yang Bekerja
Sebuah bendung akan mendapat tekanan-tekanan gaya seperti gaya berat, gaya
gempa, tekanan lumpur, gaya hydrostatis dan gaya uplit-presure.
a. Gaya berat
Gaya berat ini adalah berat dari konstruksi, berarah vertikal ke bawah yang
garis kerjanya melewati titik berat konstruksi.
Untuk memudahkan perhitungan, biasanya dibagi-bagi dalam bagian-bagian
yang berbentuk segitiga-segitiga, segi empat atau trapesium. Karena
peninjauannya adalah tiap lebar 1 meter, maka gaya yang diperhitungan
adalah luas bidang kali berat jenis konstruksi (untuk pasangan batu kali
biasanya di ambil 1.80)
G1G2
G3
G4
Gambar 4.2 Gaya berat
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
4 - 2
b. Gaya Gempa
Untuk daerah-daerah yang banyak gunung merapinya seperti di Indonesia,
maka gaya gempa harus diperhitungkan terhadap konstruksi;
K = f.G
dimana :
K = gaya gempa
f = koefisien gempa
G = berat konstruksi
Gaya gempa ini berarah horisontal, ke arah yang berbahaya (yang merugikan),
dengan garis kerja yang melewati titik berat konstruksi. Sudah tentu juga ada
komponen vertikal, tetapi ini relatif tidak berbahaya dibandingkan dengan
komponen yang horizontal.
Harga f tergantung dari lokasi tempat konstruksi sesuai dengan peta zone
gempa.
c. Tekanan Lumpur
Apabila bendung sudah berexploitasi, maka akan tertimbun endapat didepan
bendung. Endapan lumpur ini diperhitungkan sebagai setinggi mercu.
WL
h
Gambar 4.3 Diagram tekanan lumpur
sin1
sin1h..2/1W 2
1
dimana;
s = b.d lumpur (biasanya diambil 1.60)
= sudut geser alam dari silt (repose angle)
untuk silt diambil = 30°
3/1051
5.01
sin1
sin1
jadi W1 = 1/6.s h2
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
4 - 3
d. Gaya Hydrostatis
Sebagaimana akan tercantum dalam syarat-syarat stabilitas nanti, maka harus
ditinjau pada waktu air banjir dan pada waktu air normal (air di muka setinggi
mercu dan di belakang kosong).
Disamping itu ditinjau pula terhadap pengaliran dimana mercu tenggelam dan
mercu tidak tenggelam.
• Mercu tidak tenggelam ; (tidak ada air mengalir)
W2
W1
a
h
Gambar 4.4 Gaya hidrostasis pada mercu tidak tenggelam, tidak ada air mengalir
22
a1
h..2/1W
h..2/1W
• Mercu tidak Tenggelam (ada air mengalir)
W4
W3
a
h
h1W5
W6
b
h2
Gambar 4.5 Gaya hidrostasis pada mercu tidak tenggelam, ada air mengalir
2
26
2b5
1h4
1a3
h..2/1W
h..2/1W
hh2.2/1w
hh2.2/1W
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
4 - 4
untuk mercu tidak tenggelam pada saat air banjir sebenarnya ada lapisan
air yang mengalir di atas mercu. Tetapi karena lapisan ini biasanya tidak
tebal, dan disamping itu kecepatannya besar, maka untuk keamanan
lapisan ini tidak diperhitungkan.
Lain halnya dengan untuk mercu tenggelam, yang lapisannya lebih tebal.
• Mercu Tenggelam
Pada saat air normal adalah sama dengan pada peritiwa mercu tidak
tenggelam. Pada saat air banjir maka keadaanya adalah sebagai berikut ;
W2
W1
a
h
h1W4
W5
c
h2
W3
b
d
Gambar 4.6 Gaya hidrostasis pada mercu tenggelam
)hh2.(h..2/1W
)hh2.(.2/1W
1h2
1a1
2
25
2h4
1c3
h..2/1W
dh.2/1w
dhh.2/1W
e. Uplift Pressure
Untuk ini harus dicari tekanan pada tiap-tiap titik sudut, baru kemudian bisa
dicari besarnya gaya yang bekerja pada tiap-tiap bidang.
A
X
E hx
D
BC
Hx
DH
Gambar 4.7 Uplift pressure
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
4 - 5
Secara umum besarnya tekanan pada titik X adalah ;
D
D
D
D
D
L
lHU
lh
hL
lU
xxx
xx
xx
x
dimana ;
Ux = Uplift pressure titik X
Hx = Tingginya titik X terhadap air dimuka
lx = Panjangnya creep line sampai ketitik X (ABCX)
L = Jumlah panjang creep line (ABCXDE)
DH = Beda tekanan
dengan demikian maka besarnya tekanan tiap-tiap titik akan dapat diketahui.
Dilihat dari rumus diatas maka teoritis uplift pressure kemungkinan dapat
bernilai positip maupun negatif. Dalam hal ini tekanan negatif kenyataannya
tidak akan terjadi, oleh karena adanya liang-liang renik diantara butir-butir
tanah, sehingga akan berhubungan dengan atmosphere. Jadi untuk tekanan
negatip ini besarnya dianggap nol.
Gaya uplift dibidang XD adalah ;
X D
UX
UDUXD
b
Gambar 4.8 Uplift pressure pada bidang XD
dxXD UUbU .2/1
dan bekerja pada titik berat transpesium.
Untuk tanah dasar yang baik disertai dengan drain yang baik pula, maka uplift
dapat dianggap bekerja 67 %nya. Jadi bekerjanya uplift pressure antara 67%
dan 100%.
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
4 - 6
4.1.2 Anggapan-anggapan Dalam Stabilitas
Untuk menyederhanakan perhitungan tanpa mengurangi hakekat dari perhitungan
itu sendiri, maka diadakan anggapan-anggapan sebagai berikut ;
a. Peninjauan potongan vertikal adalah pada potongan-potongan yang paling
lemah (dalam hal ini potongan I-I dan II-II pada gambar 4.1)
b. Lapisan puddel tetap berfungsi
c. Titik guling pada peninjauan vertikal di atas adalah titik A
d. Konstruksi bagian depan bendung akan penuh lumpur setinggi mercu bendung
e. Harus diperhitungkan sekurang-kurangnya pada dua keadaan muka air, yaitu
muka air banjir dan muka air normal
f. Ditinjau pula potongan-potongan mendatar pada kedudukan-kedudukan ;
• Bagian di atas lantai muka, tiap 1 meter vertikal
• Bagian di bawah lantai muka, dua potongan pada tempat-tempat yang
dianggap terlemah
4.1.3 Syarat-Syarat Stabilitas
a. Pada konstruksi dengan batu kali, maka tidak boleh terjadi tegangan tarik. Ini
berarti bahwa resultante gaya-gaya yang bekerja pada tiap-tiap potongan
harus masuk kern.
RV
H
e e e = 1/6B
B/2 B/2
Gambar 4.9 Uplift pressure pada bidang XD
b. Momen tahanan (Mt) harus lebih besar dari pada momen guling (Mg). Faktor
keamanan untuk ini dapat diambil antara 1,50 dan 2.
g
t
M
MR R = faktor keamanan
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
4 - 7
c. Konstruksi tidak boleh menggeser
Faktor keamanan untukini dapat diambil antara 1.50 dan 1.20.
H
fxVF
dimana:
F = faktor keamanan
f = koefisien geser antara konstruksi dan dasarnya
Harga untuk f ini seperti pada tabel 4.2
d. Tegangan tanah yang terjadi tidak boleh melebihi tegangan tanah yang
diijinkan. gg
e. Setiap titik pada seluruh konstruksi harus tidak boleh terangkat oleh gaya
keatas. (balance antara tekanan ke atas dan tekanan ke bawah).
Tabel 4.1 Weighted Creep Ratio
No. Macam Tanah Lane Bligh
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
Very fine sand or silt (pasir sangat halus atau waled)
Fine sand (pasir halus)
Medium sand (pasir sedang)
Coarse sand (pasir kasar)
Fine gravel (kerikil halus)
Medium gravel (kerikil sedang)
Gravel and sand (kerikil dan pasir)
Coarse gravel (kerikil kasar) termasuk brankal
Boulders with some cobales and gravel (batu-batu bongkah
besar dengan beberapa brankal dan kerikil)
Boulders, gravel and sand (batu bongkah kerikil dan pasir)
Soft clay (lempung lembek)
Medium clay (lempung sedang)
Hard clay (lempung keras)
Very hard clay as hardpan (lempung sangat keras)
8.5
7.0
6.0
5.0
4.0
3.5
-
3.0
2.5
-
2
1.8
1.8
1.6
18
15
-
12
-
-
9
-
-
4.6
-
-
-
-
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
4 - 8
Tabel 4.2 Koefesien kekasaran (f)
No. Material Koefesien (f)
1.
2.
3.
4.
5.
Batuan Kompak, tak beraturan
Batuan sedikit pecah-pecah
Koral dan pasir kasar
Pasir
Lumpur dan lempung
0.80
0.70
0.40
0.30
Perlu penyelidikan
4.1.4 Contoh Perhitungan Stabilitas Weir (Bendung)
Gaya-gaya yang bekerja pada weir:
1. Berat sendiri (w)
2. Gempa bumi (G) = c.W
3. Tekanan air (W) dan (Ha)
4. Tekanan walet (lumpur)
5. Gaya tanah pondasi
6. Uplift pressure
Syarat-syarat yang harus dipenuhi :
1. 5.1)M(gulingMomen
)M(tahanMomen
G
T
2. Resultante masuk Kern (inti)
3.
5.1H
f
L.CtanV
( f = 3 )
4.
5. Perhitungan ditinjau dalam keadaan normal dan banjir
6. Yang ditinjau adalah tubuh bendung (tidak termasuk lantai depan dan
belakang)
7. Dalam menghitung yang timbul uplift pressure dianggap tidak ada
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
4 - 9
Perhitungan gaya-gaya yang bekerja
1. Berat sendiri
Tabel 4.3 Perhitungan berat sendiri
Titik Uraian W Jarak Momen (tm)
W1 80.1x05.3x2
70.500.2 21.1365 7.80 164.8647
W2 80.1x50.0x2
30.670.5 5.4 7.10 38.3400
W3 80.1x50.1x2
50.100.1 3.375 9.50 31.9125
W4 80.1x50.1x2
60.310.2 7.695 4.50 34.6275
W5 80.1x50.1x2
60.310.2 7.695 3.00 23.0850
W6 80.1x00.3x5.175.0x2
00.310.2
11.5825 1.54 17.8371
Jumlah 56.8850 310.6668
2. Gempa bumi
Koefisien gempa = 0.03
Tabel 4.4 Perhitungan gempa bumi
Titik Uraian W Jarak Momen
G1 21.1365 x 0.03 0.6341 7.05 4.4704
G2 5.4 x 0.03 0.1620 5.49 0.8894
G3 7.695 x 0.03 0.2309 4.45 1.0275
G4 7.695 x 0.03 0.2309 4.45 1.0275
G5 7.695 x 0.03 0.2309 4.45 0.6812
G6 11.5825 x 0.03 0.3475 1.055 0.3666
Jumlah 1.7067 7.8960
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
4 - 10
3. Tekanan air
Tabel 4.5 Perhitungan tekanan air keadaan normal
Titik Horizontal, Vertikal W Ha Jarak Momen
W1 00.12
60.005.3x
0.5150 18.00 -9.1500
Ha1 12
05.305.3x
4.6513 6.77 + 31.4880
Jumlah 0.9150 4.6513 22.3380
Tabel 4.6 Perhitungan tekanan air keadaan air banjir
Titik Uraian Vert Horis Jarak Momen
W1 00.12
00.105.3x
0.9750 17.00 - 9.1500
W2 5 x1.10 x 1 3.0000 9.90 - 29.700
W3 122
32.573xx 8.3300 1.65 - 11.8545
W4 (7.30 x 2.66) + ( 12
30.730.7x
x
46.0630
3.00 -138.1890
Ha1’ 00.105.32
05.85xx
+19.9013 7.25 +144.2141
Ha2’ 00.12
96.966.230.7 xx
- 46.0630 4.40 -202.6772
Jumlah 51.3080 -26.1617 -317.4844
4. Tekanan waled (lumpur)
Pe = ½ .H2.e.k H = 3.05 m
e = 1.6 ton/m3
k = 0.406
Pe = ½ x 3.052 x 1.6 x 0.406
Pe = 9.3025 x 0.3248
Pe = 3.0214 ton
Momen guling = 6.77 x 3.0214 = 20.4549 ton m
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
4 - 11
5. Uplift pressure
HxL
VzU 3
H
H = 39.30 m ; V = 18.75 m
L = 3
HV
= 18.75 +13.10 = 31.85 m
a). Up titik
1). Keadaan normal
H = (+16.40) – (+10.40) = 6 m
2). Keadaan normal
H = (+21.22) – (+18.86) = 2.34 m
Tabel 4.7 Perhitungan up titik keadaan air normal dan air banjir
Titik Uraian U Titik Uraian U
U1 3.85 - 685.31
00.73
10.12
x
1.776 U1 8.65 - 34.285.31
00.73
10.12
x
7.845
U2 5.25 - 685.31
80.83
10.12
x
2.837 U2 10.05 - 34.285.31
80.83
10.12
x
9.113
U3 5.25 - 685.31
80.83
0.13
x
2.775 U3 10.05 - 34.285.31
80.83
0.13
x
9.089
U4 3.75 - 685.31
40.103
0.13
x
0.974 U4 8.55 - 34.285.31
40.103
0.13
x
7.472
U5
3.75 - 685.31
40.103
80.15
x
0.974 U5 8.55 - 34.285.31
40.103
80.15
x
7.406
U6 5.25 - 685.31
90.113
80.15
x
2.023 U6 10.05 - 34.285.31
90.113
80.15
x
8.797
U7 5.25 - 685.31
90.113
30.17
x
1.929 U7 10.05 - 34.285.31
90.113
30.17
x
8.760
U8 7.75 - 6x85.31
40.133
30.17 4.147 U8 12.55 - 34.2x
85.31
40.133
30.17 11.510
U9 7.75 - 685.31
40.133
80.18
x
4.053 U9 12.55 - 34.285.31
40.133
80.18
x
11.144
U10 10.0 - 685.31
65.153
80.18
x
5.880 U10 14.80 - 34.285.31
65.153
80.18
x
13.200
U11 10.0 - 6x85.31
65.153
80.21 5.692 U11 14.80 - 34.2x
85.31
65.153
80.21 13.270
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
4 - 12
b). Up bidang
Tabel 4.8 Perhitungan up bidang keadaan air normal
Titik Uraian Vert Horis Jarak Momen
U1 12
40.1776.1x
x +1.2432 4.68 5.8182
U2 12
40.1837.2x
x +1.9859 4.22 8.3805
U2’ 12
00.1837.2x
x -1.4185 9.87 14.0006
U3 12
00.1775.2x
x -1.3875 9.53 13.2229
U3’LV 12
60.1775.2
6.1
5.0x
xx -0.6889 9.03 6.2208
U3’LH 12
60.1775.2
6.1
5.1x
xx -2.0667
4.25
-8.7835
U4’LV 12
60.1974.0
6.1
5.0x
xx -0.2435 8.87 2.1598
U4’LH 12
60.1974.0
6.1
5.1x
xx -0.7305
4.75
-3.4699
U4’ 12
70.2974.0x
x -1.3149 7.80 10.2562
U5 12
70.2805.0x
x -1.0868 6.90 7.4986
U5’ 12
50.1805.0x
x +0.6038 4.75 2.8678
U6 12
50.1023.2x
x +1.5173 4.25 6.4483
U6’ 12
50.1023.2x
x -1.5173 5.50 8.3449
U7 12
50.1929.1x
x - 1.4468 5.00 7.2338
U7’ 12
50.1929.1x
x +1.4468 3.25 4.7019
U8 12
50.1147.4x
x +3.1103 2.75 8.5532
U8’ 12
50.1147.4x
x -3.1103 4.00 12.4410
U9 12
50.1053.4x
x -3.0398 3.50 10.6370
U9’ 12
25.2053.4x
x +4.5585 1.50 6.8378
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
4 - 13
Tabel 4.8 Perhitungan up bidang keadaan air normal (lanjutan)
Titik Uraian Vert Horis Jarak Momen
U10 12
25.288.5x
x +6.6150 0.75 4.9613
U10’ 12
00.3180.5x
x -8.8200 2.00 17.6400
U11 12
00.3692.5x
x -8.5380 1.00 8.5380
Jumlah 32.6323 18.2836 154.5113
Tabel 4.9 Perhitungan up bidang keadaan air banjir
Titik Uraian Vert Horis Jarak Momen
U1 12
40.1845.7x
x +5.4915 4.68 25.7002
U2 12
40.1113.9x
x +6.3791 4.22 26.9198
U2’ 12
00.1113.9x
x -4.5565 9.87 44.9726
U3 12
00.1089.9x
x -4.5445 9.53 43.3091
U3’LV 12
60.1089.9
6.1
5.0x
xx -2.2722 9.03 20.5180
U3’LH 12
60.1089.9
6.1
5.1x
xx -6.8680
4.25
-28.9706
U4’LV 12
60.14742.7
6.1
5.0x
xx -1.8680 8.87 16.5692
U4’LH 12
60.1472.7
6.1
5.1x
xx -5.6040
4.75
-26.6190
U4’ 12
70.2472.7x
x -10.0872 7.80 78.6802
U5 12
70.2406.7x
x -10.0081 6.90 69.0559
U5’ 12
50.14065.7x
x +5.547 4.75 26.3848
U6 12
50.1717.8x
x +6.5978 4.25 28.0404
U6’ 12
50.1717.8x
x -6.5978 5.50 36.2876
U7 12
50.1760.8x
x - 6.570 5.00 32.8500
U7’ 12
50.1760.8x
x +6.5700 3.25 21.3525
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
4 - 14
Tabel 4.9 Perhitungan up bidang keadaan air banjir (lanjutan)
Titik Uraian Vert Horis Jarak Momen
U8 12
50.1151.11x
x +8.3633 2.75 22.9989
U8’ 12
50.1151.11x
x -8.3633 4.00 33.4530
U9 12
50.1114.11x
x -8.3355 3.50 29.1743
U9’ 12
25.2114.11x
x +12.5033 1.50 18.7549
U10 12
25.2200.13x
x +14.8500 0.75 11.1275
U10’ 12
00.3200.13x
x -19.800 2.00 39.600
U11 12
00.3127.13x
x -19.6405 1.00 19.6905
Jumlah 182.6936 43.8891 589.8491
6. Kontrol Stabilitas
a). Stabilitas waktu air normal
♦ V (gaya vertikal)
Akibat berat sendiri = + 56.8850
Akibat air = + 0.9150
Sub total = + 57.8000
Akibat uplift bekerja 66.6 % = 2/3 x 32.6323 = - 27.7549
V =+ 36.0456 ton
♦ H (gaya horizontal)
Akibat gempa = + 1.7067
Akibat air = + 4.6513
Akibat Lumpur = + 3.0214
Sub total = + 9.3794
Akibat uplift bekerja 66.6 % = 2/3 x 18.2836 = + 12.1891
H = + 21.5685 ton
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
4 - 15
♦ MT (momen tahan)
Akibat berat sendiri = 310.6668 ton m = MT
♦ MG (momen guling)
Akibat air = + 22.3380
Akibat gempa = + 7.8960
Akibat Lumpur = + 20.4540
Sub total = + 50.6889
Akibat uplift bekerja 66.6 % = 2/3 x 154.5113 = +103.0075
MG = +153.6964 ton.m
♦ Perbandingan momen
50.102.26964.153
6668.310
M
M
G
T
♦ Eksentrisitet
36.48451.36
9764.156
8451.36
8964.1536668.310
V
MMa GT
70.1b
20.106/B74.036.4
2
20.10a
2
Be
♦ Tegangan geser
V = 57.8000
= 45 tan = 1
f = 3
H = 9.3794
50.105.23794.9
2665.19
3794.9
3/800.57
H
f
)Tg(V
♦ Tegangan tanah (tanpa uplift pressure)
B = 10.20
I = 57.8000
a = 50.4800.57
9779.257
8000.57
6859.526668.310
e = 5.10 - 4.60 = 0.60 10/6 = 1.70
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
4 - 16
22
1 /3675.0/675.3647.067.520.10
60.31
20.10
800.57cmkgmtonxg
222g cm/kg757.0m/ton757353.1x67.5
20.10
60.31
20.10
800.57
b). Stabilitas waktu air banjir
♦ V (gaya vertikal)
Akibat berat sendiri = + 56.8850
Akibat air = + 51.5088
Sub total = +115.1938
Akibat uplift bekerja 66.6 % = 2/3 x102.6936 = - 68.4624
V = + 46.7314 ton
♦ H (gaya horizontal)
Akibat gempa = + 1.7067
Akibat air = - 26.1617
Akibat Lumpur = + 3.0214
Sub total = - 21.4336
Akibat uplift bekerja 66.6 % = 2/3 x 43.889 = + 25.9261
H = + 4.4925 ton
♦ MT (momen tahan)
Akibat berat sendiri = 310.6668 ton m = MT
♦ MG (momen guling)
Akibat air = - 307.4866
Akibat gempa = + 7.8960
Akibat Lumpur = + 20.4541
Sub total = - 279.1357
Akibat uplift bekerja 66.6 % = 2/3x 589.8498 = +393.2329
MG = +114.0972 ton.m
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
4 - 17
♦ Perbandingan momen
50.177.20972.114
6668.310
G
T
M
M
♦ Eksentrisitet
40.47306.44
5696.196
7306.44
0472.1146668.310
V
MMa GT
70.16
20.106/B70.040.4
2
20.10a
2
Be
♦ Tegangan geser
V = 115.1930
= 45 tan = 1
f = 3
H = -21.4336
50.199.14336.21
3977.38
4336.21
3/193.115
H
f
)Tg(V
♦ Tegangan tanah (tanpa uplift pressure)
B = 10.20
I = 115.1930
a = 12.51930.115
7025.589
4930.115
1357.2796668.310
e = 5.10-5.12 = -0.02 10/6 = 1.70
22
1 /994.0/94.9)88.0(2934.1112.0120.10
1930.115cmkgmtonxg
22
2 /265.1.0/65.1212.12934.1112.0120.10
1930.115cmkgmtonxg
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
4 - 18
Gambar 4.10 Gaya-gaya yang bekerja pada bendung
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
4 - 19
4.2 Stabilitas Lereng Tanggul
Untuk menentukan lereng tanggul keseimbangan massa tanah yang cenderung slip
harus diselidiki. Dengan melakukan beberapa kali penyelidikan pada permukaan
yang rawan slip, permukaan tersebut akan ditemukan, yakni permukaan yang harga
faktor keamanannya minimum.
Dalam metode Bishop, irisan tebal satuan, yakni volume yang cenderung slip,
dibagi-bagi menjadi irisan-irisan vertikal (lihat gambar 4.11.)
Gambar 4.11 Metode irisan untuk perhitungan stabilitas lereng
Masing-masing irigasi pada gambar 4.11 (a), dengan tinggi h dan lebar b adalah
seimbang terhadap bekerjanya kelima gaya yang ditunjukkan pada gambar 4.11.
Gaya-gaya yang dimaksud ialah ;
a. Berat irisan, W = h l cos ;
dimana;
W = berat irisan, kN
= berat volume tanah kN/m3
h = tinggi irisan, m
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
4 - 20
l = Lebar irisan, m (l = b/cos = b sec )
= sudut antara permukaan horisontal dan permukaan slip.
b. Reaksi normal N pada permukaan slip, yang terdiri dari reaksi antara butir N’
ditambah dengan gaya U akibat tekanan pori.
c. Gaya tangen T akibat perlawanan kohesif dan gesekan yang terjadi pada
permukaan slip.
F
tan'Nl'cT
dimana ;
c’ = tegangan kohesif efektif kN/m2
l = lebar irisan, m
N’ = tegangan normal efektif pada muka slip, kN/m2
F = faktor keamanan
’ = Sudut efektif gesekan dalam
d. dan e. Reaksi-reaksi antar irisan En dan En+1
Dalam metode Bishopl, gaya-gaya antar irisan dianggap sebagai horizontal dan
konon kesalahan yang ditimbulkan oleh asumsi sederhana ini tidak akan lebih dari
satu persen.
Untuk sembaran irigasi, dengan menguraikan gaya itu secara vertikal ;
W = N cos + T sin
dan
T = s /F
dimana ;
S = tegangan geser, kN/m2
l = lebar irisan, m
F = faktor keamanan
Tekanan normal pada muka irisan adalah ;
F
s
b
WN
tan
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
4 - 21
ini mengacu kepada persamaan berikut ;
sinWR
X
F/tantan1
sectanWcb
sinWR
1F
Persamaan ini harus dikerjakan untuk F dengan beberapa perkiraan berturut-turut.
Hasil perhitungan ini akan paling efektif jika dicantumkan dalam bentuk tabel (lihat
tabel 4.10)
Contoh ;
Diketahui ; Tinggi tanggul 6.0 m dengan kemiringan 1:1.5 (gambar 4.12), terdiri
dari dua lapisan dengan karakteristik tanah yang berbeda.
Hitunglah ; Faktor keamanan untuk lingkaran slip dengan jari-jari R = 12,00 pada
titik O.
Jawab ;
♦ Ambil =10° untuk irisan n. 6 dan 20° untuk yang lain
♦ Andaikan F = 2.00
♦ Hitung W sind dan X dengan tabel 4.10
♦ Hitung F = X/W sin
Gambar 4.12 Tanggul tanpa air tanah (tekanan pori = 0)
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
4 - 22
Tabel 4.10 Metode Bishop-tabel perhitungan (Capper, 1976)
(a) (b) (c) (d) (e) (f) (g) (h)
Irisan Sin Tinggi
kN
Berat
kN
W Sin
kN
c.b + W tan
.sec
F/)tan.(tan1
g
fx
1 -0.075 0.80 33.1 -2.5 75.8 0.984 77.0
2 0.108 2.20 91 9.9 96.9 1.104 95.6
3 0.296 3.20 138.5 41.0 117.1 1.009 116.1
4 0.488 3.80 164.5 80.2 126.6 0.873 145.0
5 0.650 3.30 99.3 64.5 82.5 0.878 94.0
6 0.792 1.25 38.8 30.7 28.4 0.680 41.8
W Sin X = 569.5
54.28.223
5.569
sin
W
XF
Ulangi lagi perhitungan tersebut untuk lingkaran-lingkaran slip yang lain (selain titik
O) sampai diperoleh harga F terkecil. Inilah lingkaran slip kritis.
4.3 Pengenalan Hidromekanikal (Perencanaan Alat-alat Pengangkat)
4.3.1. Pendahuluan
Lampiran ini memberikan petunjuk perencanaan dan perhitungan pekerjaan
transmisi yang dikerjakan dengan tangan untuk pintu sorong. Pekerjaan transmisi
itu bisa berupa satu atau dua stang.
Dasar perhitungannya adalah bahwa gaya dorong sama dengan gaya angkat
ditambah dengan gaya geser di dalam komponen pekerjaan transmisi.
Gaya angkat adalah jumlah :
berat pintu (beban mati)
gaya air yang mengalir tegak lurus pada pintu, dan
gaya geser di dalam alur pengarah (beban statis).
Untuk mendapatkan perhitungan kekuatan yang maksimal, pemblokiran gerak
pintu selama terjadi gaya dorong penuh akan dianggap sebagai kondisi ekstrem.
Hal ini bisa terjadi:
1. Di bawah kondisi normal, pada waktu pintu ditutup rapat sama sekali. harus
disediakan longgaran agar supaya gaya-gaya yang ada pada stang tidak
melebihi harga-harga kekuatan nominal.
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
4 - 23
2. Di bawah kondisi luar biasa:
a. dengan menarik ke luar bagian persegi pintu, gaya-gaya geser di dalam
alur pengarah bisa ditambah sampai ketinggian tertentu sehingga pintu
akan terblokir.
b. adanya batu-batu, kayu atau benda-benda hanyut lainnya yang tersangkut
dibawah pintu;
c. korosi, tumbuhan atau pelumpuran yang berlebihan.
4.3.2. Perhitungan Pekerjaan Stang dan Transmisi
A. Tegangan Yang Dizinkan
Dalam penghitungan pekerjaan transmisi dan stang, kondisi-kondisi berikut
harus dipertimbangkan:
1. Kondisi normal (tidak terblokir)
harus dipakai tegangan yang diizinkan,
persyaratan mengenai kekuatan berkenaan dengan pelenturan dan
sudut geser oleh puntiran persatuan panjang harus dipenuhi
2. Kondisi luar biasa
tegangan luluh (yield stress) bisa dipakai.
B. Beban Maksimum
Untuk pintu yang dioperasikan dengan tenaga manusia, harus dipakai faktor
keamanan 2 pada beban maksimum yang mungkin oleh satu orang. Satu
orang dapat menggerakkan gaya/ tenaga 400 N selama waktu yang singkat.
Ini berarti bahwa beban maksimum untuk perhitungan ini adalah 2 X 400 N =
800 N. Beban yang dapat ditahan oleh seseorang dalam waktu yang lama, 30
menit atau lebih adalah 100 N. nilai banding antara beban maksimum yang
mungkin dan beban minimal adalah 800 : 100 = 8
Diandaikan bahwa sebuah roda tangan dengan jari-jari 0.30 m dapat berputar
sebanyak 15-20 kali putaran per menit. Jumlah putaran untuk roda tangan
dengan as tegak atau datar sama saja.
Seandainya ada dua orang atau lebih yang akan mengoperasikan pekerjaan
transmisi itu, maka harga-harga beban yang telah disebutkan diatas menjadi
1.6 kali harga-harga untuk satu orang.
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
4 - 24
Apabila satu pintu mempunyai dua stang, maka masing-masing stang harus
dihitung sedemikian sehingga bisa mengambil 2/3 dari beban maksimum yang
mungkin, termasuk faktor keamanan yang telah disebutkan di atas.
C. Koefisien Gesekan
Perbandingan antara tinggi dan lebar pintu harus lebih kecil dari koefisien
gesekan f antara sisi samping pintu akibat ditarik-keluarnya bagian segi empat
(square). Apabila perbandingan h/b lebih kecil dari pada f, maka diperlukan
dua stang.
Harga-harga koefisien gesekan f disajikan pada tabel berikut
Tabel 4.11 Harga-harga koefisien gesekan f
Bahan yang dipakai
Koefisien gesekan f
Bergerak Tak bergerak
kering basah Sedikit
dilumasi kering basah
Sedikit
dilumasi
Besi tuang pada besi tuang 0.5 0.3 0.15 - - 0.2
Besi tuang pada baja 0.2 - - 0.25 - -
Besi tuang pada perunggu 0.2 - - - - -
Baja pada baja 0.15 - 0.1 0.2 - 0.15
Baja pada perunggu 0.11 - 0.1 0.13 - -
Perunggu pada perunggu 0.2 - 0.1 - - 0.12
Kayu pada logam 0.5 0.3 0.2 0.7 0.6 -
Kayu pada kayu 0.4 - 0.1 0.5 - 0.2
Baja pada batu - - - 0.5 - -
Kayu pada batu - - - 0.6 - -
Dengan mempertimbangkan pemeliharan yang jelek, kotoran , korosi dan
sebagainya, maka dianjurkan untuk menambah koefisien gesekan untuk
berbagai komponen pekerjaan transmisi dengan 40 – 50 % dan untuk
pengarah dengan 100%. Maksudnya, koefisen gesekan yang dianjurkan untuk
gerakan baja pada perunggu adalah 0,15 bukannya 0.11 untuk perhitungan
stang dan gir.
Alur pengarah f=0.3 untuk baja pada perunggu, bukannya 0.13 (tak bergerak).
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
4 - 25
D. Perhitungan Untuk Stang
Perhitungan pekerjaan transmisi dimulai dengan :
1. Menemukan beban tarik T pada stang.
a). untuk kondisi normal, gaya tarik nominal T adalah :
T = (G + W)
b). untuk kondisi tidak normal, gaya maksimum T maks adalah :
T maks = n.T = n(G + W)
dimana:
G = berat total pintu termasuk stangnya (berat mati)
W = beban gesekan vertikal di dalam alur
W = fH
f = koefisien gesekan
H = beban gesekan maksimum pada pintu
n = faktor beban (= 8, perbandingan antara beban maksimum dan
nominal )
Untuk dua stang, gaya tarik maksimum pada masing-masing adalah 2/3
dari nominal maupun dari vertikal maksimum.
2. Gaya tekan as pada stang:
a). untuk kondisi normal, gaya tekan nominal P adalah :
P = (W-G)
b). untuk kondisi tidak normal gaya tekan maksimum Pmaks adalah :
min
maksmaks
tan
tan).WG.(nP
3. Puntiran pada stang:
Mw = (G+W).tan (max + ).rg
dimana:
Mw = puntiran, Nm
d = diameter bagian luar stang, m
dk = (d - 2t) diameter bagian tengah stang, m
rg = jari-jari rata-rata stang, rg 1/4(d + dk), m
s = ulir
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
4 - 26
= sudut ulir (tan = kd
s
)
= sudut gesekan
maks = sudut gesekan (gerak) maksimum yang mungkin
min = sudut gesekan minimum (diberi pelumas)
Gambar 4.13 Tipe ulir
4. Penentuan puntiran maksimum pada stang untuk kondisi tidak normal :
Mw = n.(G+W).tan ( max + ).rg
5. Diameter minimum teras stang yang diperlukan ditentukan dengan
memperhitungkan tekukan stang untuk gaya tekan maksimum dan puntiran
maksimum. Tegangan nominal untuk tegangan dan tekanan, tegangan
maksimum dan sudut maksimum karena perubahan bentuk diperiksa
dengan mengunakan diameter teras yang sudah dihitung.
Untuk tekukan, ada tiga kondisi yang harus dipertimbangkan:
a. Tekanan:
2
k
2
kl
I.EP
: kondisi Pk ≥ P maks
b. Puntiran
k
kl
EI..2M
: kondisi Mk ≥ Mw maks
c. Kombinasi tekanan dan puntiran; penekukan puntiran :
2
k
maksw
k
*
kM
M1PP
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
4 - 27
2/1
k
maksk
*
kM
P1MM
dimana:
Pmaks = gaya desak maksimim pada stang, N
Mw maks = puntiran maksimum pada stang,Nm
lk = panjang tekukan, m
E = modulus elastisitas, N/m2
I = 1/64 d4 (momon lembam), m4
dk = diameter teras stang, m
E. Perencanaan Pekerjaan Transmisi
a. Satu stang.
Apabila digunakan satu stang, sebagaimana umumnya dipraktekkan untuk
pintu-pintu yang lebih kecil dari 1.00 sampai 1.20 m, maka pekerjaan
transmisi dapat direncana sebagai berikut :
Gerak putar mur menyebabkan pintu bergerak vertikal. Untuk mengangkat
pintu, momen-momen berikut harus dipecahkan:
momen nominal untukmengangkat pintu:
M1 = (G+W) tan ( max + ).rg
momen gesekan antara mur dan dudukan :
Mw = (G+W).tan 2 *rn
dimana:
tan 2 = koefisien gesekan antara mur dan dudukan
rn = jarak antara as stang dan bagian tengah dudukan.
Momen-momen ini harus dipecahkan dengan momen yang digunakan oleh
operator pintu :
M = P x R
dimana:
R = jari-jari roda tangan (m)
P = gaya yang digunakan oleh operator pintu (Newton)
Karena M = M1 + M2, maka gaya P dapat dihitung jika ukuran-ukuran
pekerjaan transmisi sudah diketahui.
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
4 - 28
b. Dua stang
Momen nominal masing-masing stang untuk mengangkat pintu adalah :
M1 = 1/2(G+W) tan (max + ).rg
Momen gesekan bergantung pada :
Gaya tarik nominal
Koefisien gesekan
Jarak dari beban gesek ke as stang.
Momen gesekan antara mur dan dudukan setiap stang adalah:
Mw = ½.(G+W).tan 2 *rn
Jumlah momen untuk gerak ulir adalah Ms = M1+M2
Momen dorong adalah :
M = 2 x 0.9 x 0.9(x0.8) x R x P
dimana :
P = gaya maksimum 1 orang N
R = jari-jari roda tangan dari roda kapstan m
0,9 = efisensi akibat kehilangan pada setiap transmisi
0.8 = pengurangan jika roda dioperasikan oleh 2 orang
Momen untuk gerak ulir sama dengan momen dorong kali nilai banding gir.
Nilai banding i, adalah perbandingan antara r.p.m. atau antara diameter
roda gigi. Untuk pintu-pintu yang dioperasikan dengan tangan, nilai
banding gir harus lebih kecil dari 6 atau 7.
762
1
2
1 sampaiD
D
n
ni
Jika digunakan lebih banyak lagi roda transmisi jumlah nilai banding gir
menjadi :
i = i1+ i2
Nilai banding gir itu didapat dari :
M
Mx2
dorongkopel
ulirmomenjumlahi s
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
4 - 29
Gambar 4.14 Gir pada pengangkat pintu
c. Waktu Pengangkatan
Setelah pekerjaan transmisi selesai direncana, waktu pengangkatan pintu
bisa dihitung. Pada waktu pintu diangkat h dan puncak stang s, ulir
membuat putaran h/s. Jumlah putaran roda tangan tergantung pada nilai
banding gir i dan jumlahnya i x h/s.
Sebuah roda tangan dengan jari-jari 0.30 m dapat membuat 15 – 20 kali
putaran per menit yang memberikan kecepatan putaran 0.63 m/dt. Satu
putaran roda tangan memerlukan s0.363.0
R.2
dan jumlah putaran per menit mencapai sekitar 20
Waktu angkat maksimum:
sx20
hxit
4.3.3. Contoh Perhitungan
Berikut contoh perhitungan dimensi pekerjaan transmisi pintu sorong dengan lebar
1.80 dan tinggi 1.50 m. Tinggi maksimum muka air yang mungkin di atas dasar
saluran peralihan adalah 1.80 m
A. Perhitungan berat mati dan beban statis
Beban yang harus diperhitungkan adalah:
G = berat mati pintu
H = beban horisontal maksimum pada pintu
W = gaya gesek antara pintu dan alur-alur pengarah
T = gaya tarik pada stang
P = gaya tekan pada stang
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
4 - 30
Gambar 4.15 Pintu sorong
Gaya-gaya maksimum dibawah kondisi tidak normal adalah 8 kali harga gaya-
gaya dibawah kondisi normal.
Andaikan ada dua stang Bj 50 (kualitas baja berdasarkan PPBBI 1984) dan
mur perunggu, koefisien gesekan maksimum pada bagian pekerjaan transmisi
ini ialah :
fmaks = tan maks = 0.14 (maks = 8)
dan koefisien gesekan minimum :
fmin = tan min = 0.09 (min = 5)
Andaikan diameter stang 52 mm dan ulir 8 mm,
r = s/2 = 4 mm dk = d - 2t = 52 - 8 = 44 mm
rg = 1/4 (d + dk) = 1/4 (52 + 44) = 24 mm
tan = 0.3053.0242
8
.2
dan
xrg
hilir
Andaikan bahwa koefisien gesekan gesekan f antara pintu dan alur pengarah
adalah 0.40.
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
4 - 31
Berat total pintu, termasuk stangnya adalah :
1. Pelat 1,86*1,50*0,012*7,8*104 2.610 N
2. Baja alur 2*10,60*1,65*10 350 N
3. Baja alur 1*10,60*1,80*10 190 N
4. Baja siku 2*8,62*1,30*10 220 N
5. Baja siku 1*13,4*1,80*10 240 N
6. Stang 2*2,70*1/4*0,052*7,8*104 830 N
G = 4,400 N
Beban horisontal maksimum akibat tekanan air pada pintu :
2
30.080.1 H *1.50*1.80*10.000 = 28.400 N
Gaya gesekan antara pintu dan alur-alur pengarah, dengan mengandaikan
koefisien gesekan untuk alur-alur tersebut, adalah :
f = 0.40 (baja pada baja)
W = f x H = 0.40 x 28.400 = 11.360 N
Gaya-gaya angkat dan tekan diperoleh dari :
W = 0,40 x 28.400 = 11.360 N W = 11.360 N
G = weight of gate = 4.400 N G = 4.400 N
W + G = 15.800 N W – G = 6.920 N
Gaya angkat total : T = W + G = 15.800 N
Gaya tekan total : P = W - G = 6920 N
Beban untuk masing-masing stang adalah 2/3 dari jumlah nominal dan beban
maksimum.
Gaya tarik nominal : T = 2/3*15.800 = 10.530 N
Gaya tarik maksimum : T = 2/3 *8*15.800 = 84.270 N
Gaya tekan nominal adalah :
P = 2/3 * 6.920 = 4.610 N
Gaya tekan maksimum didapat dari :
P = 2/3 *8(G+W) (tan ( maks+)/ tan( min + ))
P = 84.270 tan (8+3,0)/ tan(5+3,0) = 116.553 N
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
4 - 32
Puntiran dibawah kondisi abnormal adalah juga 8 kali puntiran selama
pengangkatan dibawah kondisi normal. Momen nominal adalah:
MW = 2/3 (W+G) tan (maks + ) rg
= 2/3*15.800*tan (8+3,0)*24*10-3
= 49,1 Nm
Momen maksimum adalah :
MW = 8*49,1 = 393.1 Nm
Pada waktu menghitung tekukan, pintu harus dalam keadaan tertutup. Dalam
keadaan demikian, tekukan atau panjang efektif menjadi maksimum : lk =1,70
m. Modulus elastisitas untuk baja adalah E = 210*109 N/m2. Diameter teras dk
= 44 mm. Momen polar kelembaman didapat dari :
I = .dk4 /64 = * (44*10-3)4 /64 = 184*10-9 (m4)
untuk mencek diameter teras kedua stang beban-beban puntiran dan desakan
berikut harus diperhitungkan :
a. Tekanan : 2
2
l
EIPk
2
992
7,1
10*184*10*210*14,3
= 132*103 N
Persyaratan : Pk ≥ Pmaks 132*103 > 116,5*103
b. Puntiran : Mk kl
EI..2
7,1
10*184*10*210*14,3*2 99
= 143*103 Nm
Persyaratan : Mk ≥ Mw maks 143*103 ≥ 393,1*103
c. Kombinasi tekanan dan puntiran :
Pk*
2
k
maksw3
M
M110*132
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
4 - 33
2
3
3
10*143
1,393110.132
= 132*103
Mk*
2/1
k
maksk
P
P1M
2/1
3
33
10*132
10*5,116110*143
= 49,0*103 Nm
Persyaratan untuk tekukan puntiran adalah :
Pk* ≥ Pmaks : 132*103 ≥ 116,5*103
Mk* ≥ Mmaks : 49,*103 ≥ 393,1
Apabila persyaratan-persyaratan dibawah a,b dan c semuanya terpenuhi,
maka diameter yang diandaikan untuk stang 52 mm adalah memadai untuk
beban-beban tarik, tekanan dan puntiran.
Tegangan-tegangan yang harus dicek :
Tegangan tarik nominal :
2
kd..4/1
T
2310*44*4/1
530.10
26 /10*93,6 mN
Tegangan tarik maksimum :
2
k
maksmaks
d..4/1
T
2310*44**4/1
270.84
= 55,4*106 n/m2
Tegangan tarik maksimum adalah lebih kecil daripada tegangan luluh
untuk Bj 50, yaitu 290 N/mm2 atau 290*106 N/m2. Tegangan tarik nominal
yang dijinkan adalah 193*106 N/m2.
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
4 - 34
Perhitungan ulir dan diameter stang
Jari-jari rata adalah rg = 1/4 (d + dk), dimana d adalah diameter bagian luar
dan dk adalah teras stang.
Perbedaan antara kedua diameter adalah t = d - dk, jadi rg = 1/4 (d + dk) = 1/4
(dk + t).
Andaikan t = n*d dan s= 2*t
Persyaratan sudut ulir adalah a < wmin, dimana w adalah sudut gesekan.
Sudut puncak stang diperoleh dari :
gr2
stan
atau
)td(2/1*2
t2tan
k
min
kk
k tand.nd2/1*2
d.n.2tan
karena tg min adalah koefisien gesekan f, hubungan antara diameter teras dan
t bisa dinyatakan sebagai :
fn
n
)1(
2
atau
f
fn
.2
Ini berarti bahwa t/dk ≥ *f/(2 - .f) atau t ≥ dk** f/(2 - .f)
Sudut minimum gesekan min = 5, jadi f = 0,09 dan t < 0,16 d10. Diameter
teras dk adalah 44 mm dan t < 0,16*44 = 7 mm dan s= 2.x t = 8 mm.
Sudut ulir didapat dari tan = ,324*2
8
.2
gr
sdan sudut puncak
stang lebih kecil dari sudut minimum gesekan (min= 5)
Pekerjaan transmisi :
Untuk gerakan ulir, diperlukan momen nominal :
M1 = ½(W+G)*tan ((maks + )*rg
= ½*15.800*tan 11,5*(24*10-3)
= 36,9 Nm per stang.
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
4 - 35
Jika dipakai bantalan peluru antara mur dan dukungan, maka koefisien
gesekan bantalan peluru adalah f = 0,002. Apabila jarak antara pusat peluru
dan as stang r= 0,0525 m, momen puntiran menjadi:
M2 = r.1/2 ( W + G)*f =
= 0,00525*1/2*15.800*0,002 =
= 0,83 Nm
Jumlah kopel yang diperlukan untuk menggerakkan ulir adalah :
Ms = M1 + M2 = 36,9 + 0,83
= 37,7 Nm per stang.
Andaikan pada setiap transmisi 10% hilang dan dipakai roda tangan dengan
diameter 0,60 m untuk transmisi itu, maka momen yang digunakan oleh satu
orang (T = 100 N) adalah :
= 1*0,9*0,9*0,30*100 = 24,30 Nm
Nilai banding gir i harus paling tidak :
1,330,24
7.37*2*2
M
Mi s ambil saja 4
Waktu angkat didapatkan dari :
)10*8(*20
4*50,1
*20
*3
s
iht =37.5 menit
Apabila tinggi angkat h = 1.50 m, maka jumlah putarannya adalah 20 per menit
dan ulir 8 mm.
Waktu angkat akan berkurang apabila harga ulir s, dan jumlah putaran
bertambah dan apabila besarnya nilai banding gir i berkurang.
4.4 Perhitungan Beton
4.4.1 Perhitungan Plat Beton Pelayan
A. Data
Lebar bentang l = m
Tebal plat d = m
Bentang teoritis l+d = m
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
4 - 36
B. Perhitungan beban momen dan gaya lintang
Berat beban berguna = kg/m
Berat sendiri plat x 2400 = kg/m
q = kg/m
Mq = 1/8.q.l2
Rq = 1/8.q.l
C. Perhitungan tulangan
Dipergunakan beton k 125 b = 40 kg/cm2
baja U 22 a = 1250 kg/cm2
n = 30
nxb
a0
h = d - 3 =
a
a
.b
M.n
hC
dari tabel didapat =
100.n.w =
’ =
Tulangan tarik
....h.b.n.100
w.n.100A cm2
Tulangan minimum 0,25% x d x 100 = cm2
Dipakai Hw = A = cm2
Tulangan bagi
A = 20% x Hw = cm2
Dipakai Vw = A = cm2
Tulangan miring
hx8/7x100
Ra = .................. = ............ kg/cm2
..... kg/cm2 >
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
4 - 37
4.4.2 Perhitungan Plat Beton Pada Bangunan Gorong-Gorong
A. Data
Lebar bentang L’ = m
Tebal plat d = m
Bentang teoritis L = m
Tebal tanah diatas gorong-gorong = m
kelas jalan P = kg
B. Perhitungan beban momen dan gaya lintang
I. Dibawah saluran
Berat air = ton/m
Berat pasangan = ton/m
Berat sendiri plat = ton/m
q1 = ton/m
Mq1 = 1/8.q1.l2 =
Rq1 = 1/2 .q1 .l =
II. Dibawah tanggul
Beban berguna = 0,08 x p = ton/m
Berat tanah diatasnya x 1800 = ton/m
Berat plat x 2400 = ton/m
q2 = ton/m
Mq2 = 1/8.q2.l2 =
Rq2 = 1/2 .q2 .l =
III. Dibawah jalan inspeksi
a. Akibat beban mati.
berat beban berguna = ton/m
berat tanah diatasnya x 1800 = ton/m
berat plat x 2400 = ton/m
q3 = ton/m
Mq3 = 1/8.q3.l2 =
Rq3 = 1/2 .q3 .l =
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
4 - 38
b. Akibat beban hidup
1. Roda depan wals.
p1 = P = ton
Mp1 = 1/4 . p1.l =
Rp1 = p1 =
b =
B = b + 1/3 =
Momen dan gaya lintang tiap 1 m lebar
Mp1 = B
..........
Rp1 = B
..........
2. Roda belakang wals.
p2 = 3/2 .P =
Mp2 = 1/4 .P2.L =
Rp2 = P2 =
b =
B = b + 1/3 =
Momen dan gaya lintang tiap 1 m lebar
Mp2 = B
..........
Rp2 = B
..........
Koefisien kejut. C = 1.35 - 0.5.2Rpq
q
=
C =
Mmax = Mq3 + C.Mp2 =
Dmax = Rg3 + C.Rp2 =
c. Perhitungan tulangan
Mmax =
Dmax =
Dipergunakan beton K 125 b = 40 kg/cm2
baja U 22 a = 1250 kg/cm2
n = 30
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
4 - 39
nxb
a0
h = ht – 3 =
a
a
.b
M.n
hC
Tulangan tarik
....h.b.n.100
w.n.100A cm2
Tulangan minimum 0,25% x d x 100 = cm2
Dipakai Hw = A = cm2
Tulangan bagi
A = 20% x Hw = cm2
Dipakai Vw = A = cm2
Tulangan miring
hx)8/7(x100
Dmaks = .................. = ............ kg/cm2< = 5 kg/cm2
δ
didapat =
100.n.w =
’ =
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
4 - 40
Tabel 4.12 Penampang-penampang dari baja bulat dalam cm2 untuk lebar plat 100 cm
Jarak Jumlah
as-as batang
dalam cm tiap-tiap m 6 8 10 12 14 16 19 22
7.0 14.29 4.04 7.18 11.22 16.16 21.99 28.73 40.51 54.30
7.5 13.33 3.77 6.70 10.47 15.08 20.52 26.81 37.81 50.81
8.0 12.50 3.53 6.28 9.82 14.14 19.24 25.13 33.45 47.51
8.5 11.76 3.33 5.91 9.24 13.31 18.11 23.65 33.37 44.72
9.0 11.11 3.14 5.59 8.73 12.57 17.10 22.34 31.52 42.23
9.5 10.53 2.98 5.29 8.27 11.90 16.20 21.16 29.86 40.01
10.0 10.00 2.83 5.03 7.85 11.31 15.39 20.11 28.36 38.01
10.5 9.53 2.69 4.79 7.48 10.77 14.66 19.15 27.01 36.20
11.0 9.10 2.57 4.57 7.14 10.28 13.99 18.28 25.78 34.55
11.5 8.70 2.46 4.37 6.83 9.83 13.39 17.48 24.66 33.05
12.0 8.34 2.36 4.19 6.54 9.42 12.83 16.76 23.63 31.67
12.5 8.00 2.26 4.02 6.28 9.05 12.32 16.08 22.69 30.41
13.0 7.70 2.17 3.87 6.04 8.70 11.84 15.47 21.82 29.24
13.5 7.41 2.09 3.72 5.82 8.38 11.40 14.89 21.01 28.16
14.0 7.15 2.02 3.59 5.61 8.08 11.00 14.36 20.26 27.15
14.5 6.90 1.95 3.47 5.42 7.80 10.62 13.87 19.56 26.21
15.0 6.67 1.89 3.35 5.24 7.54 10.26 13.41 18.91 25.34
15.5 6.46 1.82 3.24 5.07 7.30 9.93 12.97 18.30 24.52
16.0 6.25 1.77 3.14 4.91 7.07 9.62 12.57 17.73 23.76
16.5 6.06 1.71 3.05 4.76 6.85 9.33 12.19 17.19 23.04
17.0 5.89 1.66 2.96 4.62 6.65 9.05 11.82 16.68 22.36
17.5 5.72 1.62 2.87 4.49 6.46 8.79 11.49 16.21 21.72
18.0 5.56 1.57 2.79 4.36 6.28 8.55 11.17 15.75 21.12
18.5 5.41 1.53 2.72 4.25 6.11 8.32 10.87 15.33 20.55
19.0 5.27 1.49 2.65 4.14 5.95 8.10 10.58 14.92 20.01
19.5 5.15 1.45 2.58 4.03 5.80 7.89 10.31 14.54 19.49
20.0 5.00 1.41 2.51 3.93 5.65 7.69 10.05 14.18 19.01
Garis tengah dalam mm
Tabel 4.13 Lebar balok minimum (dalam cm) dengan 3 s/d 7 batang dalam 1 baris
(diameter begel 8 jam)
mm 3 4 5 6 7 mm 3 4 5 6 7
6 12.4 15.5 18.6 21.7 24.8 25 18.1 23.1 28.1 33.1 38.1
8 13.0 16.3 19.6 22.9 26.2 28 19.6 25.2 30.8 36.4 42.0
10 13.6 17.1 20.6 24.1 27.6 32 21.6 28.0 34.4 40.8 47.2
12 14.2 17.9 21.6 25.3 29.0 36 23.6 30.8 38.0 45.2 52.4
14 14.8 18.7 22.6 26.5 30.4 40 25.6 33.6 41.6 49.6 57.6
16 15.4 19.5 23.6 27.7 31.8 45 28.1 37.1 46.2 55.1 64.1
19 16.3 20.7 25.1 29.5 33.9 50 30.6 40.6 50.6 60.6 70.6
22 17.2 21.9 26.6 31.3 36.0
Jumlah batang Jumlah batang
Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Perhitungan Desain Irigasi
4 - 41
Tabel 4.14 Daftar besi bulat
BERAT KELILING
Inch mm Kg/m2 (cm) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
- 5 0.15 1.57 0.20 0.39 0.59 0.78 0.98 1.18 1.37 1.57 1.77 1.96
- 6 0.22 1.80 0.28 0.56 0.85 1.13 1.41 1.70 1.98 2.26 2.54 2.83
1/4 6.35 0.25 2.00 0.32 0.63 0.93 1.27 1.58 1.90 2.22 2.53 2.85 3.17
- 7 0.30 2.20 0.38 0.77 1.15 1.54 1.92 2.31 2.69 3.08 3.46 3.65
3/10 7.94 0.39 2.40 0.49 0.99 1.48 1.98 2.47 2.97 3.47 3.90 4.46 4.95
- 8 0.39 2.51 0.50 1.00 1.51 2.01 2.51 3.01 3.52 4.02 4.52 5.09
3/8 9.52 0.54 2.99 0.71 1.42 2.13 2.85 3.50 4.27 4.98 5.69 6.41 7.12
- 10 0.62 3.14 0.79 1.57 2.30 3.14 3.93 4.71 5.50 6.28 7.07 7.80
- 12 0.89 3.77 1.13 2.20 3.30 4.52 5.85 6.79 7.91 9.05 10.18 11.31
1/2 12.7 1.00 3.09 1.27 2.53 3.80 5.07 6.33 7.50 8.87 10.13 11.40 12.67
- 13 1.03 4.08 1.33 2.63 3.98 5.31 6.64 7.96 9.20 10.62 11.95 13.27
- 14 1.21 4.40 1.54 3.08 4.62 6.16 7.70 9.24 10.77 12.32 13.66 15.39
5/9 14.29 1.27 4.40 1.61 3.21 4.82 6.42 8.03 9.64 11.24 12.85 14.45 16.06
- 15 1.38 4.71 1.77 3.53 5.30 7.97 8.84 10.60 12.37 14.14 15.91 17.57
5/8 15.87 1.55 5.00 1.98 3.97 5.96 7.94 9.93 11.91 13.90 15.88 17.87 19.86
- 16 1.58 5.03 2.01 4.02 6.03 8.04 10.05 12.06 14.07 15.08 18.09 20.11
- 18 1.99 5.66 2.54 5.09 7.63 10.18 12.72 15.26 17.81 20.36 22.90 25.45
3/4 19.05 2.22 5.97 2.83 5.67 8.50 11.34 14.18 17.01 19.85 23.08 25.52 28.35
- 20 2.47 6.28 3.14 6.20 9.42 12.57 15.71 18.84 21.99 25.14 28.28 31.42
- 22 2.98 6.91 3.60 7.60 11.40 15.21 19.01 22.81 28.61 30.41 34.21 38.01
7/8 22.22 3.04 6.97 3.87 7.74 11.51 15.48 19.35 23.22 27.09 30.97 34.84 38.71
- 25 3.85 7.85 4.01 9.62 14.73 19.03 24.54 29.45 34.35 39.27 44.18 49.08
1 25.4 3.98 7.96 5.07 10.13 15.20 20.27 25.33 30.40 35.47 40.52 45.60 50.67
- 26 4.13 8.17 5.81 10.62 15.93 21.24 26.55 31.96 37.17 42.47 47.78 53.08
- 28 4.83 8.80 6.16 12.31 18.47 24.63 30.76 36.94 43.10 49.26 55.42 61.55
1 1/10 28.57 5.04 8.99 6.42 12.85 19.27 25.70 32.12 38.54 44.97 51.39 57.62 64.24
- 30 5.51 9.43 7.07 14.14 21.21 28.27 35.34 42.41 49.48 56.55 63.52 70.68
1 1/4 31.75 6.19 9.96 7.89 15.78 23.88 31.57 39.46 47.35 55.25 63.14 71.03 78.92
- 32 6.31 10.05 8.04 16.08 24.13 32.17 10.21 48.26 58.30 64.34 72.38 80.42
- 34 7.10 10.68 9.08 18.15 27.24 36.32 45.40 54.48 63.56 72.63 81.71 90.75
1 1/3 34.92 7.51 10.96 9.57 19.13 28.70 38.26 47.83 57.40 66.96 76.53 86.10 95.65
- 35 7.60 11.00 9.62 19.24 28.86 38.48 48.17 57.73 67.34 76.97 86.59 96.21
- 36 7.99 11.31 10.18 20.36 30.54 40.72 50.90 61.07 71.20 81.43 91.61 101.71
- 38 8.85 11.83 11.34 22.68 34.02 45.36 56.70 68.04 79.38 90.73 102.07 113.41
1 1/2 38.1 8.95 11.87 11.40 22.80 34.20 45.50 57.00 68.40 79.81 91.21 102.61 114.01
- 40 9.85 12.56 12.50 25.13 37.70 50.30 62.83 75.40 87.96 100.53 113.09 125.66
DIAMETER LUAS TAMPANG (cm2)
RANGKUMAN
Rangkuman materi pelatihan ini sebagai berikut :
Bab 1
Modul Perhitungan desain irigasi sebagai pedoman dalam menghitung desain
irigasi, terdiri dari perhitungan hidrologi, hidrolika dan struktur.
Bab 2
Perhitungan hidrologi meliputi :
- Ketersediaan air
- Kebutuhan air
- Water balance
- Debit rencana saluran irigasi
- Debit banjir
Bab 3
Perhitungan hidrolika meliputi :
......... saluran
- Perhitungan elevasi muka air di saluran
- Demensi bangunan air
Bab 4
Perhitungan struktur, dengan tinjauan aspek stabilitas bangunan, yang
dianalysis dari :
- Gaya-gaya yang bekerja
- Syarat-syarat stabilitas atau angka keamanan bangunan
Top Related