Oral Submucous Fibrosis

13
Oral Submucous Fibrosis Definisi Oral submucous fibrosis merupakan kondisi dimana terdapat jaringan fibrosis pada corium mukosa. 1 Walaupun kadang didahului atau disertai pembentukan vesikel, kondisi ini selalu berkaitan dengan reaksi inflamasi juxtaepithelial yang diikuti oleh perubahan fibroelastis pada lamina propria dengan atrofi epitel yang menyebabkan kekakuan pada mukosa oral sehingga menyebabkan trismus dan kesulitan saat makan. 2 Epidemiologi Kondisi ini sangat umum terjadi di India, benua Asia bagian selatan, dan penduduk Asia lainnya. Prevalensi oral submucous fibrosis di India, Burma dan Afrika Selatan berkisar 0 – 1,2 %. Di India, insidennya sekitar 0,2% sampai 0,5%. Insiden ini tinggi di daerah India Selatan dimana insiden kanker mulut juga tinggi. 2 Oral submucous fibrosis juga muncul pada penduduk Asia lainnya serta kepulauan pasifik. Migrasi penduduk yang memiliki kebiasaan mengunyah pinang juga menyebabkan kondisi ini 1

Transcript of Oral Submucous Fibrosis

Oral Submucous Fibrosis

Definisi

Oral submucous fibrosis merupakan kondisi dimana terdapat

jaringan fibrosis pada corium mukosa.1 Walaupun kadang

didahului atau disertai pembentukan vesikel, kondisi ini

selalu berkaitan dengan reaksi inflamasi juxtaepithelial yang

diikuti oleh perubahan fibroelastis pada lamina propria dengan

atrofi epitel yang menyebabkan kekakuan pada mukosa oral

sehingga menyebabkan trismus dan kesulitan saat makan.2

Epidemiologi

Kondisi ini sangat umum terjadi di India, benua Asia

bagian selatan, dan penduduk Asia lainnya. Prevalensi oral

submucous fibrosis di India, Burma dan Afrika Selatan berkisar 0 –

1,2 %. Di India, insidennya sekitar 0,2% sampai 0,5%. Insiden

ini tinggi di daerah India Selatan dimana insiden kanker mulut

juga tinggi.2

Oral submucous fibrosis juga muncul pada penduduk Asia lainnya

serta kepulauan pasifik. Migrasi penduduk yang memiliki

kebiasaan mengunyah pinang juga menyebabkan kondisi ini1

menjadi masalah kesehatan umum dibanyak negara, termasuk

Inggris, Afrika Selatan, dan negara Asia tenggara.3

Etiologi

Penyebab oral submucous fibrosis belum diketahui secara pasti,

tetapi penelitian terbaru menunjukkan bahwa kerentanan genetik

dan respon fibroblastik terhadap kebiasaan mengunyah pinang

dapat menjadi faktor pemicu terjadinya oral submucous fibrosis.1

Faktor lain yang dapat menjadi faktor predisposisi adalah

cabai, tembakau, lemon, defisiensi nutrisi, metabolisme zat

besi yang tidak efektif, infeksi bakteri, gangguan kolagen,

gangguan imunologis, dan perubahan komposisi saliva.2,3

Patogenesis

Mengunyah pinang merupakan faktor predisposisi yang

paling berperan dalam proses terjadinya oral submucous fibrosis.3

Kebiasaan mengunyah sirih pinang dengan durasi dan frekuensi

yang lama menyebabkan iritasi kronis yang memicu respon

inflamasi kronis. Respon inflamasi berupa aktivasi sel T dan

makrofag pada daerah iritasi serta peningkatan sitokin (IL-6

dan IF-alfa) dan peningkatan faktor pertumbuhan (TGF-beta).

Hal ini akan mengaktivasi gen prokolagen sehingga meningkatkan

2

jumlah kolagen soluble dan kolagen insoluble. Perubahan kolagen

soluble menjadi insoluble difasilitasi oleh peningkatan aktifitas

oksidasi lysyl yang distimulasi oleh cooper dan aksi flavanoid

seperti catechin dan tannin yang terkandung dalam pinang. Proses

inflamasi juga mengaktivasi gen TIMP (tissue inhibitor of matrix

metalloproteinase) dan PAI (plasminogen activator) yang menghambat

aktivasi kolagenase dan konversi prokolagen menjadi kolagen

sehingga menyebabkan penurunan degradasi kolagen. Peningkatan

jumlah kolagen dalam bentuk insoluble menimbulkan oral submucous

fibrosis.4

Gambaran klinis

Oral submucous fibrosis paling sering ditemukan pada mukosa

bukal dan area retromolar. Selain itu dapat juga ditemukan

pada palatum lunak, palatal fauces, uvula, lidah, dan mukosa

labial, kadang-kadang melibatkan dasar mulut dan gingiva.2,5

Oral submucous fibrosis secara klinis terbagi menjadi tiga tahap

dan gambaran klinis yang ditemukan bervariasi pada setiap

tahapnya.3

Gejala awal (tahap pertama) yang paling umum adalah

sensasi terbakar, mulut kering, mukosa oral memucat dan

3

ulserasi. Sensasi terbakar biasanya terjadi saat mengunyah

makanan berbumbu. Warna mukosa yang pucat disebabkan oleh

gangguan vaskularitas lokal akibat peningkatan fibrosis dan

menunjukkan gambaran “marble like”. Warna mukosa yang pucat

dapat terlokalisasi, difus atau retikuler. Pada beberapa

kasus, warna pucat dapat dihubungkan dengan vesikel kecil yang

pecah membentuk erosi. Pasien mengeluhkan vesikel ini

terbentuk setelah mereka mengkonsumsi makanan berbumbu, yang

menunjukkan kemungkinan reaksi alergi terhadap capsaicin.2,4,6

Pada mukosa juga dapat terjadi pigmentasi melanotik dan petechie

pada mukosa.3

Pada tahap lanjut, gambaran pentingnya adalah fibrous band

vertikal dan sirkuler (gambar 1) yang menyebabkan kesulitan

membuka mulut dan mengunyah, berbicara, menelan dan memelihara

oral hygiene. Fibrous band pada bibir menyebabkan bibir menebal,

elastis, dan sulit diretraksi, fibrous band pada sekeliling bibir

menyebabkan mulut terbuka dalam bentuk elips (gambar 2).

Fibrosis membuat pipi menebal dan kaku, pada lidah depapilasi

dapat terjadi pada ujung dan tepi lateral disertai warna pucat

atau fibrosis pada bagian ventral (gambar 3). Fibrosis pada

lidah dan dasar mulut mengganggu pergerakan lidah.

4

Keterlibatan palatum durum menunjukkan mukosa yang memucat

(gambar 4).2,4,6

Gambar 1. Mukosa bukal tampak pucat dan tampak adanya fibrosis dengankesulitan untuk membuka mulut.4

Gambar 2. Foto ekstraoral menunjukkan keterbatasan membuka mulut denganatrofi bibir dan erosi pada sudut mulut.4

Gambar 3. Permukaan ventral lidah tampak pucat dan fibrosis.4

5

Gambar 4. Mukosa palatal yang tampak pucat.2

Fibrosis dapat meluas ke palatum lunak dan uvula. Uvula

dapat terlihat mengecil dan pada kasus yang lebih berat tampak

seperti kuncup (gambar 4). Keterlibatan gingiva jarang terjadi

dan ditandai oleh fibrosis, warna memucat, dan hilangnya

‘stippling’ pada gingiva.

Gambar 5. Tampak uvula yang atrofi menyerupai kuncup.2

Tahap ketiga merupakan sequelae dari oral submucous fibrosis

dapat berupa leukoplakia yang merupakan lesi pre kanker dan

6

ditemukan pada 25 % pasien oral submucous fibrosis.3 Pada kasus yang

jarang, dapat terjadi ketulian akibat obstruksi tuba eustachi

dan kesulitan menelan akibat fibrosis pada esofagus.2,3,4

Gambaran histopatologis

Gambaran histopatologis awal oral submucous fibrosis ditandai

oleh inflamasi juxta-epithelial termasuk udem, peningkatan jumlah

fibroblas dan infiltrat inflamasi, terutama netrofil dan

eosinofil. Selanjutnya, tampak serabut kolagen yang mulai

mengalami hyalinisasi. Terjadi peningkatan jumlah infiltrat

inflamasi yang mengandung sel inflamasi tipe kronik, seperti

limfosit dan sel plasma. Hyalinisasi merupakan proses

degenerasi jaringan ikat dimana elemen struktural sel yang

terlibat digantikan oleh jaringan translusen yang homogen.3,4,6

Pada tahap lanjut, oral submucous fibrosis ditandai oleh

pembentukan ‘band’ kolagen yang tebal dan hyalinisasi meluas

sampai ke jaringan submukosa dan penurunan vaskularisasi.

Lapisan mukosa sering menjadi tipis dan mengalami

hipopigmentasi atau mengalami hiperkeratosis. Kadang perubahan

displastik muncul pada epitel. Inflamasi dan fibrosis pada

7

kelenjar saliva minor juga dapat ditemukan. Degenerasi otot

dapat terjadi pada tahap oral submucous fibrosis selanjutnya.3,4,6

Diagnosis dan pemeriksaan penunjang

Diagnosis oral submucous fibrosis didasarkan pada gambaran

klinis dan riwayat pasien yang memiliki kebiasaan mengunyah

sirih pinang. Kesepakatan internasional menyatakan salah satu

dari tiga gambaran klinis berikut dapat menjadi pedoman

menentukan diagnosis oral submucous fibrosis2,6:

Fibrous band yang dapat di palpasi

Tekstur mukosa terasa keras dan kasar

Mukosa pucat disertai gambaran histopatologis oral

submucous fibrosis.

Pemeriksaan histopatologis melalui biopsi dengan

pewarnaan hematoksilin dan eosin memberikan diagnosis yang

yang lebih pasti dan penting dilakukan berkaitan dengan

hubungan oral submucous fibrosis dengan kanker mulut.3

Diagnosis banding

Diagnosis banding untuk oral submucous fibrosis adalah lichen

planus, scleroderma dan squamous cell carcinoma.7

8

Terapi

Perawatan pasien dengan oral submucous fibrosis tergantung

pada derajat keterlibatan klinis. Jika penyakit dideteksi pada

tahap awal maka tindakan menghentikan kebiasaan mengunyah

sirih sudah cukup. Kebanyakan pasien datang dengan kondisi

penyakit sedang sampai parah, yang sudah bersifat irreversible.

Pada tahap ini perawatan yang diberikan berupa terapi

simptomatis dan terutama bertujuan untuk memperbaiki

pergerakan mulut.2,3 Beberapa terapi yang dapat diberikan pada

pasien adalah2:

1. Terapi obat-obatan

Terapi suportif

Diet kaya vitamin E dan B serta zat besi membantu

dalam pergerakan mulut tetapi memiliki efek

terapeutik yang kecil dalam menyembuhkan trismus.

Preparat B kompleks-iodine (injeksi Ranodine)

merupakan kombinasi iodine dengan vitamin B kompleks

sintetis yang berperan dalam stimulasi proses

metabolik dan enzimatik (reduksi dan transminasi

oksigen). Injeksi intramuskuler dimulai dengan dosis

kecil dan dilanjutkan dengan dosis yang lebih besar

9

(2 ampul sehari) selama 5 hari. Proses ini diulang

setelah tujuh hari.

Injeksi arsenotyphoid and iodine sebagai agen pelarut

fibrin

Steroid

Lokal: injeksi hidrokortison dan prokain hidroklorida

secara lokal pada area fibrosis dua minggu sekali.

Sistemik: terapi hidrokortisone tablet 25 mg dengan

dosis 100 mg/hari dapat bermanfaat dalam terapi

sensasi terbakar. Triamcinolone atau dexamethasone 90

mg dapat diberikan.

Ekstrak Plasenta

Ekstrak plasenta merupakan stimulator biogenik yang

esensial. Ekstrak placenta menstimulasi korteks adrenal

pituitary dan mengatur metabolisme jaringan. Ekstrak

plasenta jika diimplantasi akan menstimulasi proses

metabolik atau regenerasi untuk mendukung penyembuhan.

Regio yang terkena dibagi menjadi 5 regio. Setiap regio

di injeksi larutan 2 ml secara lokal intramuskuler

disekitar fibrous band dengan interval 3 hari selama 15

10

hari. Proses ini bisa diulang setelah 1 bulan jika

diperlukan.

Hyaluronidase

Perbaikan kondisi kesehatan membran mukosa, sensasi

terbakar dan trismus terjadi dengan injeksi

hyaluronidase.

Lycopene

Merupakan antioksidan dari ekstrak tomat dapat diberikan

dalam bentuk tablet Lycopene 2000mcg selama 3 bulan

dengan kontrol setiap 15 hari.

Vitamin E

Vitamin E bekerja dengan mencegah oksidasi kandungan

seluler esensial dan meningkatkan ketahanan eritrosit.

Injeksi vasodilator untuk menghilangkan efek iskemik

serta membantu nutrisi dan obat-obatan mencapai area

yang terkena. Obat yang digunakan adalah fluorouracil.

Injeksi interferon gamma secara intralesi dapat

memperbaiki pembukaan mulut dan mengurangi sensasi

terbakar pada mukosa.

2. Pembedahan

Konvensional

11

Diindikasikan untuk kasus dimana pembukaan mulut sangat

terbatas, hasil biopsi menunjukkan perubahan neoplastik

dan kondisi trismus dan disfagia berat.

Laser

Bedah laser CO2 memberikan keuntungan dalam mengurangi

restriksi fungsional jika dibandingkan dengan teknik

bedah konvensional atau grafting.

Cryosurgery

Merupakan metode destruksi lokal jaringan dengan

membekukannya secara in situ.

3. Fisioterapi oral pada kasus ringan dan sedang yang

bertujuan untuk menekan fibrous band.

4. Diathermy untuk kasus sedang sampai berat dengan mekanisme

fisiofibrinolisis. Jika dikombinasikan dengan terapi lain

akan memberikan hasil yang lebih baik.

Prognosis

Oral submucous fibrosis dapat bersifat persisten atau berubah

menjadi keganasan.3,4 Oral submucous fibrosis sangat berkaitan

dengan resiko kanker mulut karena dapat menyebabkan atrofi

epitel yang meningkatkan resiko penetrasi karsinogen.

Penelitian menunjukkan bahwa displasia ditemukan pada 25 %

12

kasus yang dibiopsi dan tingkat transformasi keganasan

bervariasi dari 3 sampai 19 %.4

Daftar Pustaka

1. Field, A., Longman, L., (2004) Tyldesley’s oral medicine. 5th ed.New York: Oxford University Press. p: 114-5.

2. Ghom, A.G. (2010) Textbook of oral medicine. 2nd ed. New Delhi:Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd. p: 217-24.

3. Lountzis, N.I. (2012) Oral submucous fibrosis [Online]. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/1077241-overview#a0199. Diakses: 25 April 2014.

4. Auluck, A., Rosin, M.P., Zhang, L., Sumanth, K.N. (2008) ‘Oral submucous fibrosis, a clinically benign but potentially malignant disease: report of 3 cases and review of the literature’ Jornal of Canadian Dental Assoc, 74:(8). p: 734-40. [Online]. Available at: http://cda-adc.ca/jcda/vol-74/issue-8/735.pdf. Diakses: 24 April 2014.

5. Bruch, J.M. and Treister, N.S. (2010) Clinical Oral Medicine andPathology. New York: Humana Press. p:123.

6. Jontel, M. And Holmstrup, P. (2008) ‘ Red and whitelesions of the oral mucosa’ in Greenberg, MS., Glick, M.,Ship, JA (ed) Burket’s oral medicine [Online]. Available at:http://www.dentalebooksfree.blogspot.com. Diakses: 26Juni 2013. p: 88-9.

7. Cook, V. M. (2013) Oral submucous fibrosis, [Online].Available at:http://vanessacook.myefolio.com/Uploads/Oral%20Submucous%20Fibrosis.pdf. Diakses: 24 April 2014.

13