perbedaan kapasitas dan kapabilitas petani padi dan bawang ...
MODEL KIRKPATRICK DAN APLIKASINYA
Transcript of MODEL KIRKPATRICK DAN APLIKASINYA
MODEL KIRKPATRICK DAN APLIKASINYA
(Makalah ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas dari Mata
Kuliah:
Dasar-Dasar Evaluasi Kebijakan)
Dosen Pengampu: Mami Hajaroh, M. Pd.
Disusun Oleh:
1. Ali S. T. 10110241004
2. Dita P. 10110241018
3. Rini S. 10110241019
4. Hanif H. 10110241020
KEBIJAKAN PENDIDIKAN
FILSAFAT DAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2011
BAB I
PENDAHULUAN
Mutu pendidikan dipengaruhi banyak faktor, yaitu siswa,
pengelola sekolah (kepala sekolah, guru, staf, dan dewan/komite
sekolah), lingkungan (orangtua, masyarakat, dan sekolah),
kualitas pembelajaran, dan kurikulum (Suhartoyo, 2005:2). Hal
senada juga dikemukakan oleh Mardapi (2003:8) bahwa usaha
peningkatan kualitas pendidikan dapat ditempuh melalui
peningkatan kualitas pembelajaran dan kualitas sistem penilaian.
Keduanya saling terkait, sistem pembelajaran yang baik akan
menghasilkan kualitas belajar yang baik. Selanjutnya sistem
penilaian yang baik akan mendorong guru untuk menentukan
strategi mengajar yang baik dan memotivasi siswa untuk belajar
yang lebih baik.
Salah satu faktor yang penting untuk mencapai tujuan
pendidikan dengan demikian adalah proses pembelajaran yang
dilakukan, sedangkan salah satu faktor penting untuk efektivitas
pembelajaran adalah faktor evaluasi baik terhadap proses maupun
hasil pembelajaran. Evaluasi dapat mendorong siswa untuk lebih
giat belajar secara terus menerus dan juga mendorong guru untuk
lebih meningkatkan kualitas proses pembelajaran serta mendorong
sekolah untuk lebih meningkatkan fasilitas dan kualitas
manajemen sekolah.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka di dalam pembelajaran
dibutuhkan guru yang tidak hanya mampu mengajar dengan baik
tetapi juga mampu melakukan evaluasi dengan baik. Kegiatan
evaluasi sebagai bagian dari program pembelajaran perlu lebih
dioptimalkan. Evaluasi tidak hanya bertumpu pada penilaian hasil
belajar, tetapi juga perlu penilaian terhadap input, output,
maupun kualitas proses pembelajaran itu sendiri. Optimalisasi
sistem evaluasi menurut Mardapi (2003:12) memiliki dua makna,
yaitu 1) sistem evaluasi yang memberikan informasi yang optimal
dan 2) manfaat yang dicapai dari evaluasi. Manfaat yang utama
dari evaluasi adalah meningkatkan kualitas pembelajaran dan
selanjutnya akan terjadi peningkatan kualitas pendidikan.
Bidang pendidikan ditinjau dari sasarannya, evaluasi ada
yang bersifat makro dan ada yang mikro. Evaluasi yang bersifat
makro sasarannya adalah program pendidikan, yaitu program yang
direncanakan untuk memperbaiki bidang pendidikan. Evaluasi mikro
sering digunakan di tingkat kelas, khususnya untuk mengetahui
pencapaian belajar peserta didik. Pencapaian belajar ini bukan
hanya yang bersifat kognitif saja, tetapi juga mencakup semua
potensi yang ada pada peserta didik. Jadi sasaran evaluasi mikro
adalah program pembelajaran di kelas dan yang menjadi
penanggungjawabnya adalah guru (Mardapi, 2000:2).
Konteks program pembelajaran di sekolah menurut Mardapi
(2003:8) bahwa keberhasilan program pembelajaran selalu dilihat
dari hasil belajar yang dicapai siswa. Di sisi lain evaluasi
pada program pembelajaran membutuhkan data tentang pelaksanaan
pembelajaran dan tingkat ketercapaian tujuannya. Keberhasilan
program pembelajaran selalu dilihat dari aspek hasil belajar,
sementara implementasi program pembelajaran di kelas atau
kualitas proses pembelajaran itu berlangsung jarang tersentuh
kegiatan penilaian.
Perkembangan bisnis dan persaingan antar organisasi dewasa
ini bergerak dengan cepat dan dinamis. Program pelatihan dan
pengembangan (training and development) sebagai bagian integral
dari proses pengembangan SDM menjadi penting dan strategis dalam
mendukung visi dan misi organisasi. Untuk menjamin kualitas
penyelenggaraan program pelatihan, maka diperlukan suatu fungsi
kontrol yang dikenal dengan evaluasi. Evaluasi pelatihan
memiliki fungsi sebagai pengendali proses dan hasil program
pelatihan sehingga akan dapat dijamin suatu program pelatihan
yang sistematis, efektif dan efisien. Evaluasi pelatihan
merupakan suatu proses untuk mengumpulkan data dan informasi
yang diperlukan dalam program pelatihan. Evaluasi pelatihan
lebih difokuskan pada peninjauan kembali proses pelatihan dan
menilai hasil pelatihan serta dampak pelatihan yang dikaitkan
dengan kinerja SDM.
Stufflebeam dan Guba (1974) mengemukakan bahwa “The purpose of
evaluation is to provide information to aid decision making at several levels in the
implementation of a program”.
Djuju Sudjana (2006) menyatakan berbagai macam tujuan
evaluasi, yaitu:
1. Memberikan masukan untuk perencanaan program.
2. Memberikan masukan untuk kelanjutan, perluasan, dan
penghentian program.
3. Memberi masukan untuk memodifikasi program.
4. Memperoleh informasi tentang faktor pendukung dan penghambat
program.
5. Memberi masukan untuk motivasi dan Pembina pengelola dan
pelaksana program.
6. Memberi masukan untuk memahami landasan keilmuan lagi
evaluasi program.
BAB II
ISI
A. Model Evaluasi Kirkpatrick
Model evaluasi Kirkpatrick merupakan model evaluasi
pelatihan yang dikembangkan pertama kali oleh Donald L.
Kirkpatrick (1959) dengan menggunakan empat level dalam
mengkategorikan hasil-hasil pelatihan. Empat level tersebut
adalah level reaksi, pembelajaran, perilaku dan hasil.
Keempat level dapat dirinci sebagai berikut:
Reaksi dilakukan untuk mengukur tingkat reaksi yang didisain
agar mengetahui opini dari para peserta pelatihan mengenai
program pelatihan.
Pembelajaran mengetahui sejauh mana daya serap peserta
program pelatihan pada materi pelatihan yang telah diberikan.
Perilaku diharapkan setelah mengikuti pelatihan terjadi
perubahan tingkah laku peserta (karyawan) dalam melakukan
pekerjaan.
Hasil untuk menguji dampak pelatihan terhadap kelompok kerja
atau organisasi secara keseluruha.
Penerapan model evaluasi empat level dari Kirkpatrick dalam
pelatihan dapat diuraikan dengan persyaratan yang diperlukan
sebagai berikut.
1. Level 1: Reaksi
Evaluasi reaksi ini sama halnya dengan mengukur tingkat kepuasan
peserta pelatihan. Komponen-komponen yang termasuk dalam level
reaksi ini yang merupakan acuan untuk dijadikan ukuran. Berikut
indikator-indikator dari komponen-komponen tersebut:
1. Instruktur/ pelatih
Dalam komponen ini terdapat hal yang lebih spesifik lagi yang
dapat diukur yang disebut juga dengan indikator. Indikator-
indikatornya adalah kesesuaian keahlian pelatih dengan bidang
materi, kemampuan komunikasi dan ketermapilan pelatih dalam
mengikut sertakan peserta pelatihan untuk berpartisipasi.
2. Fasilitas pelatihan
Dalam komponen ini, yang termasuk dalam indikator-indikatornya
adalah ruang kelas, pengaturan suhu di dalam ruangan dan bahan
dan alat yang digunakan.
3. Jadwal pelatihan
Yang termasuk indikator-indikator dalam komponen ini adalah
ketepatan waktu dan kesesuaian waktu dengan peserta pelatihan,
atasan para peserta dan kondisi belajar.
4. Media pelatihan
Dalam komponen ini, indikator-indikatornya adalah kesesuaian
media dengan bidang materi yang akan diajarkan yang mampu
berkomunikasi dengan peserta dan menyokong instruktur/ pelatihan
dalam memberikan materi pelatihan.
5. Materi Pelatihan
Yang termasuk indikator dalam komponen ini adalah kesesuaian
materi dengan tujuan pelatihan, kesesuaian materi dengan topik
pelatihan yang diselenggarakan.
6. Konsumsi selama pelatihan berlangsung
Yang termasuk indikator di dalamnya adalah jumlah dan kualitas
dari makanan tersebut.
7. Pemberian latihan atau tugas
Indikatornya adalah peserta diberikan soal.
8. Studi kasus
Indikatornya adalah memberikan kasus kepada peserta untuk
dipecahkan.
9. Handouts
Dalam komponen ini indikatornya adalah berapa jumlah handouts
yang diperoleh, apakah membantu atau tidak.
2. Level 2: Pembelajaran
Pada level evaluasi ini untuk mengetahui sejauh mana daya serap
peserta program pelatihan pada materi pelatihan yang telah
diberikan, dan juga dapat mengetahui dampak dari program
pelatihan yang diikuti para peserta dalam hal peningkatan
knowledge, skill dan attitude mengenai suatu hal yang dipelajari
dalam pelatihan. Pandangan yang sama menurut Kirkpatrick, bahwa
evaluasi pembelajaran ini untuk mengetahui peningkatan
pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diperoleh dari materi
pelatihan. Oleh karena itu diperlukan tes guna utnuk mengetahui
kesungguhan apakah para peserta megikuti dan memperhatikan
materi pelatihan yang diberikan. Dan biasanya data evaluasi
diperoleh dengan membandingkan hasil dari pengukuran sebelum
pelatihan atau tes awal (pre-test) dan sesudah pelatihan atau
tes akhir (post-test) dari setiap peserta. Pertanyaan-pertanyaan
disusun sedemikian rupa sehingga mencakup semua isi materi dari
pelatihan.
3. Level 3: Perilaku
Pada level ini, diharapkan setelah mengikuti pelatihan terjadi
perubahan tingkah laku peserta (karyawan) dalam melakukan
pekerjaan. Dan juga untuk mengetahui apakah pengetahuan,
keahlian dan sikap yang baru sebagai dampak dari program
pelatihan, benar-benar dimanfaatkan dan diaplikasikan di dalam
perilaku kerja sehari-hari dan berpengaruh secara signifikan
terhadap peningkatan kinerja/ kompetensi di unit kerjanya
masing-masing.
4. Level 4: Hasil
Hasil akhir tersebut meliputi, peningkatan hasil produksi dan
kualitas, penurunan harga, peningkatan penjualan. Tujuan dari
pengumpulan informasi pada level ini adalah untuk menguji dampak
pelatihan terhadap kelompok kerja atau organisasi secara
keseluruhan. Sasaran pelaksanaan program pelatihan adalah hasil
yang nyata yang akan disumbangkan kepada perusahaan sebagai
pihak yang berkepentingan. Walaupun tidak memberikan hasil yang
nyata bagi perusahan dalam jangka pendek, bukan berarti program
pelatihan tersebut tidak berhasil. Ada kemungkinan berbagai
faktor yang mempengaruhi hal tersebut, dan sesungguhnya hal
tersebut dapat dengan segera diketahui penyebabnya, sehingga
dapat pula sesegera mungkin diperbaiki.
Proses pengukuran dan pengumpulan data evaluasi yang lebih rinci
dapat dilihat dari tabel 1 berikut:
Tabel 1
Proses Pengukuran dan Pengumpulan Data
Level Evaluasi Deskripsi Metode Pengumpulan Data
1. Reaksi Mengukur tingkat kepuasan peserta pelatihan terhadap
program pelatihan yang diikuti. Survai dengan skala pengukuran
yaitu skala Likert.
2. Pembelajaran Mengukur tingkat pembelajaran yang dialami oleh
peserta pelatihan. Formal tes (tertulis)
3. Perilaku Mengukur implementasi hasil pelatihan di tempat
kerja. Action Plan, observasi.
4. Hasil Mengukur keberhasilan pelatihan dari sudut pandang
bisnis dan organisasi yang disebabkan adanya peningkatan
kinerja/komtenesi peserta pelatihan. Evaluasi action plan dan
data laporan hasil kerja.
Pengukuran dan evaluasi adalah instrumen yang berguna untuk
membantu menginternalisasi hasil pelatihan. Uraian secara rinci
tentang bidang kerja evaluasi yang mencakup level data, fokus
data dan kegunaan data dapat dilihat pada tabel-2 berikut ini.
Tabel 2
Bidang Kerja Evaluasi
Bidang Evaluasi
Level Data Fokus Data Kegunaan Data
Level 1:
Reaksi dan atau kepuasan dan rencana tindakan Fokus pada program
pelatihan, fasilitator dan bagaimana aplikasinya. Untuk
mengungkap apa yang dipikirkan peserta terhadap program –
kepuasan terhadap program pelatihan dan pelatih. Mengukur
dimensi lain: rencana tindakan peserta sebagai hasil pelatihan,
bagaimana implementasi kebutuhan, program, atau proses yang
baru, bagaimana mengguna kan kapabilitas baru. Digunakan untuk
menyesuaikan atau memperbaharui isi, desain, atau pelaksanaan
pelatihan. Proses dari pengembangan rencana tindakan,
mempertinggi transfer dari pelatihan tempat kerja. Data rencana
tindakan dapat digunakan untuk menentukan poin fokus untuk
tindak lanjut evaluasi serta membandingkan hasil yang ada dengan
standar. Temuan ini dapat ditujukan untuk peningkatan mutu
program.
Level 2:
Belajar Fokusnya adalah pada partisipan serta berbagai dukungan
mekanik untuk belajar. Mengukur pengetahuan, fakta, proses,
prosedur, teknik atau keterampilan yang telah diperoleh dari
pelatihan. Mengukur hasil belajar harus objektif, dengan
indikator kuantitatif mengenai pengetahuan serta pengertian yang
telah dimiliki. Data ini digunakan untuk membuat pengaturan
program, isi, desain dan pelaksanaan.
Level 3:
Aplikasi dan atau implementasi pekerjaan Fokusnya adalah pada
partisipan, tempat kerja, dan dukungan mekanis untuk
mengaplikasikan hasil belajar. Mengukur perubahan perilaku pada
pekerjaan. Ini juga meliputi aplikasi spesifik dari keterampil
an, pengetahuan khusus yang telah dipelajari dalam pelatihan.
Ini diukur setelah hasil pelatihan di implementasi kan di tempat
kerja. Menghasilkan data yang mengindikasikan frekuensi dan
efektifitas aplikasi pekerjaan. Jika berhasil perlu diketahui
kenapa, agar dapat adaptasi pengaruh yang mendukung dalam
situasi lain. Jika tidak berhasil, perlu diketahui penyebabnya,
agar dapat mengkoreksi situasi untuk mem fasilitasi implementasi
yang lain.
Level 4:
Dampak Fokus pada akibat dari proses pelatihan dalam hasil
spesifik organisasi. Menentukan pengaruh pelatihan dalam
meningkatkan kinerja organisasi. Menyangkut data seperti
penghematan biaya, peningkatan hasil, penghematan waktu atau
peningkaan kualitas. Menyangkut data subjektif, seperti:
kepuasan konsumen atau karyawan, penguatan pelanggan,
peningkatan dalam waktu merespon konsumen. generalisasi data ini
meliputi: pengumpulan data sebelum dan sesudah pelatihan dan
penghubungannya kepada hasil dari pelatihan dan pengukuran
bisnis dengan menganalisa perhitungan peningkatan kinerja
bisnis.
Level 5:
ROI Fokusnya ada pada keuntungan finansial sebagai hasil dari
pelatihan. Merupakan hasil evaluasi nilai finansial akibat
bisnis pada pelatihan, dibandingkan dengan biaya pelatihan. Data
akibat bisnis dikonversi ke nilai finansial untuk aplikasi dalam
rumus untuk menghitung Return on investment. Ini menunjukkan
hasil sesungguhnya dari program dalam batasan kontribusinya ke
tujuan perusahaan. Ini direpresentasikan sebagai nilai ROI atau
Cost-Benefit Ratio, biasanya dalam persen (%) .
Benefit Fokus pada nilai tambahan dari pelatihan dalam batasan
non finansial Data yang tidak terukur ini adalah data yang tidak
perlu dikonversi dalam nilai moneter. Ini disebabkan kurang
objektifnya data sehingga sulit untuk dikonversi kedalam nilai
moneter. Terkadang terlalu mahal untuk mengkonversi data
tertentu kedalam nilai moneter. Data subjektif yang timbul dalam
evaluasi akibat bisnis mungkin masuk dalam kategori ini
(peningkatan kepuasan konsumen atau karyawan, penguatan
pelanggan, peningkatan dalam waktu merespon konsumen).
Keuntungan lain yang tidak terukur diantaranya: peningkatan
komitmen organisasi, peningkatan kerja tim, peningkatan
pelayanan costumer, pengurangan konflik dan pengurangan stres.
Seringkali data ini berupa hal sebagai hasil postif dari
pelatihan, tetapi organisasi tidak memiliki cara moneter untuk
mengukurnya. Data yang tidak terukur dalam batasan moneter tidak
bisa dibandingkan dengan biaya pelatihan, sehingga ROI pun tidak
bisa ditentukan, ini menempatkan data dalam kategori yang tidak
bisa diukur.
B. Kriteria/Standar objektif dalam evaluasi Model Kirkpatrick
1. Masukan (anttecedents):
a. Perekrutan siswa baru dilakukan dengan melalui seleksi one
line dan harus memenuhi persyaratan. Hasil seleksi menunjukkan
rata –rata siswa yang diterima adalah siswa yang mendapat nilai
yang baik yaitu skor akademis diperoleh dengan rata – rata nilai
hasil ujian nasional atau nilai SKHU 6,0 dan seleksi tes
kemampuan atau tes penerimaan siswa baru dengan rata – rata 5,0.
b. Guru dan instruktur
Guru memiliki latar belakang pendidikan minimal S1 atau D4 dan
berpengalaman mengajar minimal 2 tahun serta telah mengalami
pengalaman diklat atau on the job training, sedangkan instruktur
minimal D3 berpengalaman dibidangnya mempunyai pengalaman
membimbing minimal 1 tahun menguasai materi latihan kerja dan
strategi pembimbingan.
c. Sarana dan prasarana
Keberadaan fasilitas dan bahan praktek harus layak antara lain:
Prasarana yaitu tersedianya ruang belajar, ruang praktik, aula,
lapangan olah raga, kantin, toilet.
Sarana pendukung belajar meliputi sumber belajar (buku/ modul),
media belajar (radio/ tape, TV, OHP, LCD, Komputer) dan
teknologi informasi. Bahan praktek antara lain format tiket,
format laporan, ATK, dan sebagainya.
Pembiayaan. Sumber biaya didapat dari dana rutin, dana penunjang
pendidikan, dana bantuan oang tua, unit produksi, sharing
institusi pasangan.
2. Proses (transactions)
a. Kegiatan pembelajaran disekolah:
Guru produktif dalam penyiapan administrasi/ bahan pembelajaran
mencakup pembuatan program pembelajaran (silabus/ RPP)
berdasarkan kompetensi, penyusunan modul pembelajaran
berdasarkan kompetensi, penyusunan penilaian/ Uji kompetensi.
Guru produktif dalam kegiatan pembelajaran antaralain penguasaan
materi, pendekatan pembelajaran berbasis kompetensi (competensi
based training) dengan system blok, keterampilan menggunakan
media/ metode yang bervariasi, penggunaan modul pembelajaran
berdasarkan kompetensi, penggunaan bahan/ peralatan praktek
terutama computer/ software, pemberian uji kompetensi setiap
akhir pembelajaran dari setiap unit kompetensi, dan pemberian
materi remedial tes bagi siswa yang belum kompeten.
Interaksi dengan siswa, memberikan perhatian kepada siswa,
memberikan umpan balik, intensitas umpan balik. Pengelolaan
praktek kerja siswa dalam hal naskah kerjasama dengan industry
penempata kerja siswa dan seminar hasil praktek kerja siswa.
b. Kegiatan pelatihan siswa di industri (institusi pasangan).
Identitas industry tempat praktek kerja siswa dan pengalaman
industry (institusi pasangan) yang menerima siswa praktek selama
1 tahun.
c. Latar belakang pendidikan instruktur minimal D3 atau setara,
pengalaman kerja minimal 1 tahun, penguasaan materi dengan
praktek kerja siswa strategi/ metode pembimbingan yang
bervariasi.
d. Proses pelatihan kerja siswa di industri (institusi pasangan)
yaitu pelaksanaan praktek kerja di industry berdasarkan program
keahlian siswa minimal empat bulan, keahlian siswa dalam
menggunakan peralatan/ bahan praktek kerja, pengisian jurnal
oleh siswa dengan lengkap dari pekerjaan yang dilatihkan
sebanyak 90%dari jumlah siswa dan monitoring minimal 1x sebulan.
3. Hasil (outcomes/output) antaralain:
a. Prestasi akademik berdasarkan hasil skor Ujian Nasional (UN)
yang terdiri dari tiga mata pelajaran yaitu Bahasa Indonesia
minimal 50% jumlah tamatan memperoleh nilai ≥ 7.0, Bahasa
Inggris minimal 50% jumlah tamatan memperoleh nilai ≥ 7.01, dan
Matematika minimal 50% jumlah tamatan memperoleh nilai ≥ 5. 6
b. Ujian Nasional Komponen Produktif dengan pendekatan project
work untuk mata pelajaran produktif minimal 90% jumlah tamatan
memperoleh nilai ≥ 7.0 dan mendapat sertifikat.
c. Keterserapan tamatan di dunia kerja minimal ≥ 50% dari jumlah
tamatan yang lulus uji kompetensi sesuai dengan program
keahliannya dengan tenggang waktu enam bulan.
Dilihat dari penilaian objektif tersebut maka focus dari
evaluasi ini adalah: Berdasarkan Kriteria/Standar
1. Pada tahapan masukan (anttecedents) yang akan di evaluasi
antara lain adalah prosedur perekrutan siswa, persyaratan
administrasi guru produktif, pengembangan kurikulum dengan
keterlibatan industri/ asosiasi, kalender pendidikan,
ketersediaan sarana dan prasarana di sekolah dan di industry
(institusi pasangan) yang mendukung ketercapaian tujuan yang
telah ditetapkan dan biaya pelaksanaan program system ganda.
2. Pada tahapan proses (transactions) yang akan dievaluasi
antaralain adalah kegiatan proses belajar mengajar yang terdiri
dari: penguasaan guru dalam penyiapan adminstrasi/ bahan
pembelajaran, penguasaan guru dalam kegiatan pembelajaran
interaksi guru dan siswa, pengelolaan praktek kerja siswa dan
kegiatan pelatihan kerja di industry (institusi pasangan) yang
terdiri dari identitas, kompetensi instruktur, dan proses
praktek kerja di industry (institusi pasangan) pelaksanaan
program pendidikan system ganda.
3. Hasil (outcomes/output) yang akan dievaluasi antaralain
adalah hasil ujian nasional, hasil ujian nasional komponen
produktif dengan pendekatan project work; sertifikasi dan
keterserapan tamatan di dunia kerja.
C. Hasil Penelitian
1. Masukan (antecedents)
Hasil-hasil analisis evaluative selanjutnya dirangkum pada case-
order effect matrix menunjukkan bahwa berdasarkan evaluasi
masukan terdapat 6 aspek dan 12 sub aspek, yang telah memenuhi
standar objektif yakni 5 aspek dan 9 sub aspek, 1 sub aspek dan
1 aspek yang tidak memenuhi standar objektif yaitu pembiayaan, 1
sub aspek yang bisa ditolerir yaitu pendidikan minimal guru
produtif dan 2 sub aspek yang perlu perbaikan yaitu tes
wawancara dan keterlibatan industri dalam rekruitmen siswa.
2. Proses (transaction)
Hasil-hasil analisis evaluative selanjutnya dirangkum pada case-
order effect matrix menunjukkan bahwa berdasarkan sub evaluasi
proses, 7 aspek dan 30 sub aspek. Dari 30 sub aspek ada 27 sub
aspek yang memenuhi standar objektif, 1 aspek yang tidak
terpenuhi standar objektif tetapi dapat ditolerir yaitu
pengisian jurnal siswa dan 2 sub aspek yang perlu perbaikan
yaitu penyusunan naskah kerjasama dengan industry (institusi
pasangan) dan penilaian praktek kerja siswa.
3. Hasil (outcomes)
Hasil-hasil analisis evaluative selanjutnya dirangkum pada case-
order effect matrix menunjukkan bahwa berdasarkan sub evaluasi
hasil, terdapat 2 aspek telah memenuhi standar objektif, 1 aspek
yang dapat ditolerir yaitu keterserapan tamatan di dunia kerja.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
a. Antecedents (Masukan)
Pembiayaan system ganda tidak tercapai karena beban
pendidikan sebesar 80% persen diambil dari iuran pendidikan.
Seharusnya sekolah mencari sumber pendanaan dari lainnya dan
tidak mengikat. Salah satunya mengembangkan unit produksi
mencari sponsor baik dari alumni ataupun dari masyarakat pada
umumnya.
Perekrutan siswa perlu diperbaiki karena pada prosedur/
system seleksi masih ada yang diterima siswa nilai ujian
nasionalnya dibawah standar yang telah ditentukan dan pada tes
wawancara tidak melibatkan pihak industri untuk menentukan
kelulusan seleksi untuk memberi gambaran profil siswa yang
dikehendaki oleh industry baik dari segi kognitif, efektif dan
psikomotorik.
Persyaratan administrasi guru mencapai kriteria atau standar
objektif terlihat dari latarbelakang pendidikan guru dan
pengalaman guru mengajar.
Kurikulum pendidikan sistem ganda dikembangkan berdasarkan
kebutuhan industry melalui sinkronasi atau maping kurikulum.
Kalender pendidikan sistem ganda dibuat selama tiga tahun.
Kalender pendidikan dibuat sebagai acuan dalam melaksanakan
kegiatan belajar mangajar sehingga pembelajaran berjalan secara
efektif.
Sarana dan prasarana belajar sebagai bagian pendukung yang
berpengaruh baik yang langsung maupun tidak langsung terhadap
keberhasilan program pendidikan sistem ganda.
b. Transaction (Proses)
Penguasaan guru dalam penyiapan administrasi/ bahan
pembelajaran membantu siswa sehingga menjadi lebih mudah
belajar.
Ketercapaian guru dalam penguasaan kegiatan pembelajaran
karena adanya dukungan yang kuat dari Kepala Sekolah,
ketersediaan fasilitas yang baik di sekolah, pengalaman diklat
guru-guru produktif terutama tentang pembelajaran competency
based training (CBT) dan competency based assessment (CBA) yang
diselenggarakan oleh Makassar tourism Training Project (MTTP)
for Tourism and Travel Department-SMKN 4.
Interaksiguru dengan siswa dalam pembelajaran mencapai
kriteria atau standar objektif terlihat dari guru yang selalu
memberikan perhatian dan membantu siswa ketika menghadapi
kesulitan dalam belajar.
Pengelolaan praktek kerja siswa mencapai kriteria atau
standar objektif dalam hal penempatan praktek kerja siswa,
tetapi dalam hal naskah administrasi tidak tercapai karena ada
industry yang mau bekerja sama dengan sekolah tanpa diberikan
naskah admininstrasi oleh pihak sekolah.
Idenstitas industry mencakup tempat praktek kerja siswa dan
pengalaman industry menerima praktek kerja mencapai kriteria
karena sudah lama membangun kerjasama dengan sekolah.
Kompetensi instruktur mencapai kriteria atau standar objektif
karena hanya satu yang memiliki latarbelakang SMK, tetapi pada
umumnya instruktur sudah membimbing lebih dari satu tahun dan
menguasai materi secara profesional serta penguasaan strategi
yang baik.
Proses praktek kerja siswa di industri (institusi pasangan)
yang tidak mencapai kriteria dan perlu diperbaiki adalah
penilaian hasil praktek kerja industry karena prosedur penilaian
tidak tepat. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya pedoman
penilain di industri.
c. Outcome (hasil)
Dalam keterserapan dunia kerja dapat ditolerir karena
industry tidak mengenal sekolah secara dekat dengan segala
kompetensi yang dimiliki siswa.
2. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas dapat dikemukakan beberapa
saran sebagai berikut:
a. Umum, banyaknya aspek yang mencapai kategori tinggi pada
setiap tahapan evaluasi, ini menunjukkan bahwa program
Pendidikan Sistem Ganda (PSG) pada SMKN 4 Kota Bengkulu
berhasil. Walaupun masih terdapat beberapa sub aspek yang perlu
perbaikan. Artinya, keberhasilan tersebut dapat dijadikan acuan
sedang yang belum berhasil dijadikan bahan pertimbangan untuk
mengoptimalisasikan pelaksanaan PSG.
b. Khusus, beberapa rekomendasi yang perlu diperhatikan untuk
penyempurnaan program pendidikan sistem ganda sebagai berikut:
SMKN 4 Kota Bengkulu antaralain adalah:
Sekolah perlu melibatkan secara langsung industri dalam
penerimaan siswa baru, membuat naskah kerjasama/ Momorandum of
Undersatanding (MOU) dengan industri, meningkatkan kualifikasi
pendidikan guru produktif UJP, menyusun program diklat yang
dilatihkan di industri (institusi pasangan), menyusun pedoman
penilaian praktek kerja, penilaian di industi sepenuhnya
dilakukan oleh instruktur dan meningkatkan intensitas monitoring
sehingga guru secara tidak langsung akan mendapat pengalaman
tentang kesesuaian kompetensi siswa dengan kebutuhan kerja yang
ada di industri. Pembiayaan pendidikan yang banyak dibebankan
kepada siswa kiranya dapat dikurangi dengan memberdayakan sumber
daya yang dimiliki sekolah. Bahkan, kalau memungkinkan gratis
melalui program pendidikan wajib belajar 12 tahun.
Untuk meningkatkan capaian keterserapan tamatan dapat dilakukan
berbagai kegiatan yaitu lebih meningkatkan pendekatan
pembelajaran berbasis kompetensi (competency based training),
lebih meningkatkan peran Bursa Kerja Khusus (BKK) yang ada di
sekolah, meningkatkan dan mengembangkan kerjasama dengan
Association of Indonesia Tours and Travel Agency (ASITA)
terutama dalam penyaluran tenaga kerja, Membuat program
pendidikan dan pelatihan dengan Mitra Internasional (MI).
Dinas Pendidikan Provinsi Bengkulu Dan Dinas Pendidikan Kota
Bengkulu; (1) Untuk meningkatkan efektifitas pelaksanaan PSG di
SMKN 4 Kota Bengkulu, maka sebaiknya memperhatikan hasil
penelitian evaluasi ini terutama temuan yang masih memerlukan
penyempurnaan, (2) Khusus untuk biaya pendidikan yang banyak
dibebankan kepada sekolah sudah saatnya mendapat perhatian
khusus dari Pemerintah Provinsi Bengkulu dan atau pemerintah
Kota Bengkulu untuk meningkatkan jumlah biaya pendidikan antara
lain melalui program pendidikan wajib belajar 12 tahun. Bila
memungkinkan, masuk bagian dari pendidikan gratis.
Sekolah MenengahDirektorat Pembinaan Kejuruan (PSMK) Direktorat
Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departeman
Pendidikan Nasional; (1) Melalui Pendidikan Sistem Ganda (PSG)
sebagai gabungan subsistem pendidikan di sekolah dan subsistem
pendidikan di dunia kerja merupakan sisitem pendidikan kejuruan
yang efektif yang dapat meningkatkan kompetensi siswa sesuai
dengan kebutuhan kerja. Oleh karena itu, perlu mengintensifkan
monitoring, evaluasi dan supervisi serta pembinaan
keterlaksanaan program Pendidikan Sistem Ganda (PSG). Bila
memungkinkan ada sebuah lembaga yang menangani secara khusus.
(2) memanfaatkan hasil penelitian sebagai salah satu bahan
kajian untuk pengembangan program Pendidikan Sisten Ganda (PSG).
Para Peneliti Lain: Perlu dilakukan penelitian lanjutan temuan-
temuan yang diperoleh dalam penelitian evaluasi program ini baik
secara terminal maupun longitudinal tentang program Pendidikan
Sistem Ganda (PSG). Khususnya menyangkut efektifitas
keterlibatan indusri dalam pelaksanaan pelatihan kerja siswa.