MODEL KIRKPATRICK DAN APLIKASINYA

21
MODEL KIRKPATRICK DAN APLIKASINYA (Makalah ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas dari Mata Kuliah: Dasar-Dasar Evaluasi Kebijakan) Dosen Pengampu: Mami Hajaroh, M. Pd. Disusun Oleh: 1. Ali S. T. 10110241004 2. Dita P. 10110241018 3. Rini S. 10110241019 4. Hanif H. 10110241020 KEBIJAKAN PENDIDIKAN FILSAFAT DAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2011 BAB I PENDAHULUAN Mutu pendidikan dipengaruhi banyak faktor, yaitu siswa, pengelola sekolah (kepala sekolah, guru, staf, dan dewan/komite sekolah), lingkungan (orangtua, masyarakat, dan sekolah), kualitas pembelajaran, dan kurikulum (Suhartoyo, 2005:2). Hal senada juga dikemukakan oleh Mardapi (2003:8) bahwa usaha

Transcript of MODEL KIRKPATRICK DAN APLIKASINYA

MODEL KIRKPATRICK DAN APLIKASINYA

(Makalah ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas dari Mata

Kuliah:

Dasar-Dasar Evaluasi Kebijakan)

Dosen Pengampu: Mami Hajaroh, M. Pd.

Disusun Oleh:

1.      Ali S. T.           10110241004

2.      Dita P.             10110241018

3.      Rini S.              10110241019

4.      Hanif H.           10110241020

KEBIJAKAN PENDIDIKAN

FILSAFAT DAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2011

BAB I

PENDAHULUAN

Mutu pendidikan dipengaruhi banyak faktor, yaitu siswa,

pengelola sekolah (kepala sekolah, guru, staf, dan dewan/komite

sekolah), lingkungan (orangtua, masyarakat, dan sekolah),

kualitas pembelajaran, dan kurikulum (Suhartoyo, 2005:2). Hal

senada juga dikemukakan oleh Mardapi (2003:8) bahwa usaha

peningkatan kualitas pendidikan dapat ditempuh melalui

peningkatan kualitas pembelajaran dan kualitas sistem penilaian.

Keduanya saling terkait, sistem pembelajaran yang baik akan

menghasilkan kualitas belajar yang baik. Selanjutnya sistem

penilaian yang baik akan mendorong guru untuk menentukan

strategi mengajar yang baik dan memotivasi siswa untuk belajar

yang lebih baik.

Salah satu faktor yang penting untuk mencapai tujuan

pendidikan dengan demikian adalah proses pembelajaran yang

dilakukan, sedangkan salah satu faktor penting untuk efektivitas

pembelajaran adalah faktor evaluasi baik terhadap proses maupun

hasil pembelajaran. Evaluasi dapat mendorong siswa untuk lebih

giat belajar secara terus menerus dan juga mendorong guru untuk

lebih meningkatkan kualitas proses pembelajaran serta mendorong

sekolah untuk lebih meningkatkan fasilitas dan kualitas

manajemen sekolah.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka di dalam pembelajaran

dibutuhkan guru yang tidak hanya mampu mengajar dengan baik

tetapi juga mampu melakukan evaluasi dengan baik. Kegiatan

evaluasi sebagai bagian dari program pembelajaran perlu lebih

dioptimalkan. Evaluasi tidak hanya bertumpu pada penilaian hasil

belajar, tetapi juga perlu penilaian terhadap input, output,

maupun kualitas proses pembelajaran itu sendiri. Optimalisasi

sistem evaluasi menurut Mardapi (2003:12) memiliki dua makna,

yaitu 1) sistem evaluasi yang memberikan informasi yang optimal

dan 2) manfaat yang dicapai dari evaluasi. Manfaat yang utama

dari evaluasi adalah meningkatkan kualitas pembelajaran dan

selanjutnya akan terjadi peningkatan kualitas pendidikan.

Bidang pendidikan ditinjau dari sasarannya, evaluasi ada

yang bersifat makro dan ada yang mikro. Evaluasi yang bersifat

makro sasarannya adalah program pendidikan, yaitu program yang

direncanakan untuk memperbaiki bidang pendidikan. Evaluasi mikro

sering digunakan di tingkat kelas, khususnya untuk mengetahui

pencapaian belajar peserta didik. Pencapaian belajar ini bukan

hanya yang bersifat kognitif saja, tetapi juga mencakup semua

potensi yang ada pada peserta didik. Jadi sasaran evaluasi mikro

adalah program pembelajaran di kelas dan yang menjadi

penanggungjawabnya adalah guru (Mardapi, 2000:2).

Konteks program pembelajaran di sekolah menurut Mardapi

(2003:8) bahwa keberhasilan program pembelajaran selalu dilihat

dari hasil belajar yang dicapai siswa. Di sisi lain evaluasi

pada program pembelajaran membutuhkan data tentang pelaksanaan

pembelajaran dan tingkat ketercapaian tujuannya. Keberhasilan

program pembelajaran selalu dilihat dari aspek hasil belajar,

sementara implementasi program pembelajaran di kelas atau

kualitas proses pembelajaran itu berlangsung jarang tersentuh

kegiatan penilaian.

Perkembangan bisnis dan persaingan antar organisasi dewasa

ini bergerak dengan cepat dan dinamis. Program pelatihan dan

pengembangan (training and development) sebagai bagian integral

dari proses pengembangan SDM menjadi penting dan strategis dalam

mendukung visi dan misi organisasi. Untuk menjamin kualitas

penyelenggaraan program pelatihan, maka diperlukan suatu fungsi

kontrol yang dikenal dengan evaluasi. Evaluasi pelatihan

memiliki fungsi sebagai pengendali proses dan hasil program

pelatihan sehingga akan dapat dijamin suatu program pelatihan

yang sistematis, efektif dan efisien. Evaluasi pelatihan

merupakan suatu proses untuk mengumpulkan data dan informasi

yang diperlukan dalam program pelatihan. Evaluasi pelatihan

lebih difokuskan pada peninjauan kembali proses pelatihan dan

menilai hasil pelatihan serta dampak pelatihan yang dikaitkan

dengan kinerja SDM.

Stufflebeam dan Guba (1974) mengemukakan bahwa “The purpose of

evaluation is to provide information to aid decision making at several levels in the

implementation of a program”.

Djuju Sudjana (2006) menyatakan berbagai macam tujuan

evaluasi, yaitu:

1.      Memberikan masukan untuk perencanaan program.

2.      Memberikan masukan untuk kelanjutan, perluasan, dan

penghentian program.

3.      Memberi masukan untuk memodifikasi program.

4.      Memperoleh informasi tentang faktor pendukung dan penghambat

program.

5.      Memberi masukan untuk motivasi dan Pembina pengelola dan

pelaksana program.

6.      Memberi masukan untuk memahami landasan keilmuan lagi

evaluasi program.

BAB II

ISI

A.    Model Evaluasi Kirkpatrick

Model evaluasi Kirkpatrick merupakan model evaluasi

pelatihan yang dikembangkan pertama kali oleh Donald L.

Kirkpatrick (1959) dengan menggunakan empat level dalam

mengkategorikan hasil-hasil pelatihan. Empat level tersebut

adalah level reaksi, pembelajaran, perilaku dan hasil.

Keempat level dapat dirinci sebagai berikut:

         Reaksi dilakukan untuk mengukur tingkat reaksi yang didisain

agar mengetahui opini dari para peserta pelatihan mengenai

program pelatihan.

         Pembelajaran mengetahui sejauh mana daya serap peserta

program pelatihan pada materi pelatihan yang telah diberikan.

         Perilaku diharapkan setelah mengikuti pelatihan terjadi

perubahan tingkah laku peserta (karyawan) dalam melakukan

pekerjaan.

         Hasil untuk menguji dampak pelatihan terhadap kelompok kerja

atau organisasi secara keseluruha.

         Penerapan model evaluasi empat level dari Kirkpatrick dalam

pelatihan dapat diuraikan dengan persyaratan yang diperlukan

sebagai berikut.

1.      Level 1: Reaksi

Evaluasi reaksi ini sama halnya dengan mengukur tingkat kepuasan

peserta pelatihan. Komponen-komponen yang termasuk dalam level

reaksi ini yang merupakan acuan untuk dijadikan ukuran. Berikut

indikator-indikator dari komponen-komponen tersebut:

1.      Instruktur/ pelatih

Dalam komponen ini terdapat hal yang lebih spesifik lagi yang

dapat diukur yang disebut juga dengan indikator. Indikator-

indikatornya adalah kesesuaian keahlian pelatih dengan bidang

materi, kemampuan komunikasi dan ketermapilan pelatih dalam

mengikut sertakan peserta pelatihan untuk berpartisipasi.

2.      Fasilitas pelatihan

Dalam komponen ini, yang termasuk dalam indikator-indikatornya

adalah ruang kelas, pengaturan suhu di dalam ruangan dan bahan

dan alat yang digunakan.

3.      Jadwal pelatihan

Yang termasuk indikator-indikator dalam komponen ini adalah

ketepatan waktu dan kesesuaian waktu dengan peserta pelatihan,

atasan para peserta dan kondisi belajar.

4.      Media pelatihan

Dalam komponen ini, indikator-indikatornya adalah kesesuaian

media dengan bidang materi yang akan diajarkan yang mampu

berkomunikasi dengan peserta dan menyokong instruktur/ pelatihan

dalam memberikan materi pelatihan.

5.      Materi Pelatihan

Yang termasuk indikator dalam komponen ini adalah kesesuaian

materi dengan tujuan pelatihan, kesesuaian materi dengan topik

pelatihan yang diselenggarakan.

6.      Konsumsi selama pelatihan berlangsung

Yang termasuk indikator di dalamnya adalah jumlah dan kualitas

dari makanan tersebut.

7.      Pemberian latihan atau tugas

Indikatornya adalah peserta diberikan soal.

8.      Studi kasus

Indikatornya adalah memberikan kasus kepada peserta untuk

dipecahkan.

9.      Handouts

Dalam komponen ini indikatornya adalah berapa jumlah handouts

yang diperoleh, apakah membantu atau tidak.

2.      Level 2: Pembelajaran

Pada level evaluasi ini untuk mengetahui sejauh mana daya serap

peserta program pelatihan pada materi pelatihan yang telah

diberikan, dan juga dapat mengetahui dampak dari program

pelatihan yang diikuti para peserta dalam hal peningkatan

knowledge, skill dan attitude mengenai suatu hal yang dipelajari

dalam pelatihan. Pandangan yang sama menurut Kirkpatrick, bahwa

evaluasi pembelajaran ini untuk mengetahui peningkatan

pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diperoleh dari materi

pelatihan. Oleh karena itu diperlukan tes guna utnuk mengetahui

kesungguhan apakah para peserta megikuti dan memperhatikan

materi pelatihan yang diberikan. Dan biasanya data evaluasi

diperoleh dengan membandingkan hasil dari pengukuran sebelum

pelatihan atau tes awal (pre-test) dan sesudah pelatihan atau

tes akhir (post-test) dari setiap peserta. Pertanyaan-pertanyaan

disusun sedemikian rupa sehingga mencakup semua isi materi dari

pelatihan.

3.      Level 3: Perilaku

Pada level ini, diharapkan setelah mengikuti pelatihan terjadi

perubahan tingkah laku peserta (karyawan) dalam melakukan

pekerjaan. Dan juga untuk mengetahui apakah pengetahuan,

keahlian dan sikap yang baru sebagai dampak dari program

pelatihan, benar-benar dimanfaatkan dan diaplikasikan di dalam

perilaku kerja sehari-hari dan berpengaruh secara signifikan

terhadap peningkatan kinerja/ kompetensi di unit kerjanya

masing-masing.

4.      Level 4: Hasil

Hasil akhir tersebut meliputi, peningkatan hasil produksi dan

kualitas, penurunan harga, peningkatan penjualan. Tujuan dari

pengumpulan informasi pada level ini adalah untuk menguji dampak

pelatihan terhadap kelompok kerja atau organisasi secara

keseluruhan. Sasaran pelaksanaan program pelatihan adalah hasil

yang nyata yang akan disumbangkan kepada perusahaan sebagai

pihak yang berkepentingan. Walaupun tidak memberikan hasil yang

nyata bagi perusahan dalam jangka pendek, bukan berarti program

pelatihan tersebut tidak berhasil. Ada kemungkinan berbagai

faktor yang mempengaruhi hal tersebut, dan sesungguhnya hal

tersebut dapat dengan segera diketahui penyebabnya, sehingga

dapat pula sesegera mungkin diperbaiki.

Proses pengukuran dan pengumpulan data evaluasi yang lebih rinci

dapat dilihat dari tabel 1 berikut:

  Tabel 1

Proses Pengukuran dan Pengumpulan Data

Level Evaluasi Deskripsi Metode Pengumpulan Data

1.      Reaksi Mengukur tingkat kepuasan peserta pelatihan terhadap

program pelatihan yang diikuti. Survai dengan skala pengukuran

yaitu skala Likert.

2.      Pembelajaran Mengukur tingkat pembelajaran yang dialami oleh

peserta pelatihan. Formal tes (tertulis)

3.      Perilaku Mengukur implementasi hasil pelatihan di tempat

kerja. Action Plan, observasi.

4.      Hasil Mengukur keberhasilan pelatihan dari sudut pandang

bisnis dan organisasi yang disebabkan adanya peningkatan

kinerja/komtenesi peserta pelatihan. Evaluasi action plan dan

data laporan hasil kerja.

Pengukuran dan evaluasi adalah instrumen yang berguna untuk

membantu menginternalisasi hasil pelatihan. Uraian secara rinci

tentang bidang kerja evaluasi yang mencakup level data, fokus

data dan kegunaan data dapat dilihat pada tabel-2 berikut ini.

  Tabel 2

Bidang Kerja Evaluasi

Bidang Evaluasi

Level Data Fokus Data Kegunaan Data

Level 1:

Reaksi dan atau kepuasan dan rencana tindakan Fokus pada program

pelatihan, fasilitator dan bagaimana aplikasinya. Untuk

mengungkap apa yang dipikirkan peserta terhadap program –

kepuasan terhadap program pelatihan dan pelatih. Mengukur

dimensi lain: rencana tindakan peserta sebagai hasil pelatihan,

bagaimana implementasi kebutuhan, program, atau proses yang

baru, bagaimana mengguna kan kapabilitas baru. Digunakan untuk

menyesuaikan atau memperbaharui isi, desain, atau pelaksanaan

pelatihan. Proses dari pengembangan rencana tindakan,

mempertinggi transfer dari pelatihan tempat kerja. Data rencana

tindakan dapat digunakan untuk menentukan poin fokus untuk

tindak lanjut evaluasi serta membandingkan hasil yang ada dengan

standar. Temuan ini dapat ditujukan untuk peningkatan mutu

program.

Level 2:

Belajar Fokusnya adalah pada partisipan serta berbagai dukungan

mekanik untuk belajar. Mengukur pengetahuan, fakta, proses,

prosedur, teknik atau keterampilan yang telah diperoleh dari

pelatihan. Mengukur hasil belajar harus objektif, dengan

indikator kuantitatif mengenai pengetahuan serta pengertian yang

telah dimiliki. Data ini digunakan untuk membuat pengaturan

program, isi, desain dan pelaksanaan.

Level 3:

Aplikasi dan atau implementasi pekerjaan Fokusnya adalah pada

partisipan, tempat kerja, dan dukungan mekanis untuk

mengaplikasikan hasil belajar. Mengukur perubahan perilaku pada

pekerjaan. Ini juga meliputi aplikasi spesifik dari keterampil

an, pengetahuan khusus yang telah dipelajari dalam pelatihan.

Ini diukur setelah hasil pelatihan di implementasi kan di tempat

kerja. Menghasilkan data yang mengindikasikan frekuensi dan

efektifitas aplikasi pekerjaan. Jika berhasil perlu diketahui

kenapa, agar dapat adaptasi pengaruh yang mendukung dalam

situasi lain. Jika tidak berhasil, perlu diketahui penyebabnya,

agar dapat mengkoreksi situasi untuk mem fasilitasi implementasi

yang lain.

Level 4:

Dampak Fokus pada akibat dari proses pelatihan dalam hasil

spesifik organisasi. Menentukan pengaruh pelatihan dalam

meningkatkan kinerja organisasi. Menyangkut data seperti

penghematan biaya, peningkatan hasil, penghematan waktu atau

peningkaan kualitas. Menyangkut data subjektif, seperti:

kepuasan konsumen atau karyawan, penguatan pelanggan,

peningkatan dalam waktu merespon konsumen. generalisasi data ini

meliputi: pengumpulan data sebelum dan sesudah pelatihan dan

penghubungannya kepada hasil dari pelatihan dan pengukuran

bisnis dengan menganalisa perhitungan peningkatan kinerja

bisnis.

Level 5:

ROI Fokusnya ada pada keuntungan finansial sebagai hasil dari

pelatihan. Merupakan hasil evaluasi nilai finansial akibat

bisnis pada pelatihan, dibandingkan dengan biaya pelatihan. Data

akibat bisnis dikonversi ke nilai finansial untuk aplikasi dalam

rumus untuk menghitung Return on investment. Ini menunjukkan

hasil sesungguhnya dari program dalam batasan kontribusinya ke

tujuan perusahaan. Ini direpresentasikan sebagai nilai ROI atau

Cost-Benefit Ratio, biasanya dalam persen (%) .

Benefit Fokus pada nilai tambahan dari pelatihan dalam batasan

non finansial Data yang tidak terukur ini adalah data yang tidak

perlu dikonversi dalam nilai moneter. Ini disebabkan kurang

objektifnya data sehingga sulit untuk dikonversi kedalam nilai

moneter. Terkadang terlalu mahal untuk mengkonversi data

tertentu kedalam nilai moneter. Data subjektif yang timbul dalam

evaluasi akibat bisnis mungkin masuk dalam kategori ini

(peningkatan kepuasan konsumen atau karyawan, penguatan

pelanggan, peningkatan dalam waktu merespon konsumen).

Keuntungan lain yang tidak terukur diantaranya: peningkatan

komitmen organisasi, peningkatan kerja tim, peningkatan

pelayanan costumer, pengurangan konflik dan pengurangan stres.

Seringkali data ini berupa hal sebagai hasil postif dari

pelatihan, tetapi organisasi tidak memiliki cara moneter untuk

mengukurnya. Data yang tidak terukur dalam batasan moneter tidak

bisa dibandingkan dengan biaya pelatihan, sehingga ROI pun tidak

bisa ditentukan, ini menempatkan data dalam kategori yang tidak

bisa diukur.

B.     Kriteria/Standar objektif dalam evaluasi Model Kirkpatrick

1.      Masukan (anttecedents):

a.       Perekrutan siswa baru dilakukan dengan melalui seleksi one

line dan harus memenuhi persyaratan. Hasil seleksi menunjukkan

rata –rata siswa yang diterima adalah siswa yang mendapat nilai

yang baik yaitu skor akademis diperoleh dengan rata – rata nilai

hasil ujian nasional atau nilai SKHU 6,0 dan seleksi tes

kemampuan atau tes penerimaan siswa baru dengan rata – rata 5,0.

b.      Guru dan instruktur

Guru memiliki latar belakang pendidikan minimal S1 atau D4 dan

berpengalaman mengajar minimal 2 tahun serta telah mengalami

pengalaman diklat atau on the job training, sedangkan instruktur

minimal D3 berpengalaman dibidangnya mempunyai pengalaman

membimbing minimal 1 tahun menguasai materi latihan kerja dan

strategi pembimbingan.

c.       Sarana dan prasarana

Keberadaan fasilitas dan bahan praktek harus layak antara lain:

  Prasarana yaitu tersedianya ruang belajar, ruang praktik, aula,

lapangan olah raga, kantin, toilet.

  Sarana pendukung belajar meliputi sumber belajar (buku/ modul),

media belajar (radio/ tape, TV, OHP, LCD, Komputer) dan

teknologi informasi. Bahan praktek antara lain format tiket,

format laporan, ATK, dan sebagainya.

  Pembiayaan. Sumber biaya didapat dari dana rutin, dana penunjang

pendidikan, dana bantuan oang tua, unit produksi, sharing

institusi pasangan.

2.      Proses (transactions)

a.       Kegiatan pembelajaran disekolah:

Guru produktif dalam penyiapan administrasi/ bahan pembelajaran

mencakup pembuatan program pembelajaran (silabus/ RPP)

berdasarkan kompetensi, penyusunan modul pembelajaran

berdasarkan kompetensi, penyusunan penilaian/ Uji kompetensi.

Guru produktif dalam kegiatan pembelajaran antaralain penguasaan

materi, pendekatan pembelajaran berbasis kompetensi (competensi

based training) dengan system blok, keterampilan menggunakan

media/ metode yang bervariasi, penggunaan modul pembelajaran

berdasarkan kompetensi, penggunaan bahan/ peralatan praktek

terutama computer/ software, pemberian uji kompetensi setiap

akhir pembelajaran dari setiap unit kompetensi, dan pemberian

materi remedial tes bagi siswa yang belum kompeten.

Interaksi dengan siswa, memberikan perhatian kepada siswa,

memberikan umpan balik, intensitas umpan balik. Pengelolaan

praktek kerja siswa dalam hal naskah kerjasama dengan industry

penempata kerja siswa dan seminar hasil praktek kerja siswa.

b.      Kegiatan pelatihan siswa di industri (institusi pasangan).

Identitas industry tempat praktek kerja siswa dan pengalaman

industry (institusi pasangan) yang menerima siswa praktek selama

1 tahun.

c.       Latar belakang pendidikan instruktur minimal D3 atau setara,

pengalaman kerja minimal 1 tahun, penguasaan materi dengan

praktek kerja siswa strategi/ metode pembimbingan yang

bervariasi.

d.      Proses pelatihan kerja siswa di industri (institusi pasangan)

yaitu pelaksanaan praktek kerja di industry berdasarkan program

keahlian siswa minimal empat bulan, keahlian siswa dalam

menggunakan peralatan/ bahan praktek kerja, pengisian jurnal

oleh siswa dengan lengkap dari pekerjaan yang dilatihkan

sebanyak 90%dari jumlah siswa dan monitoring minimal 1x sebulan.

3.      Hasil (outcomes/output) antaralain:

a.       Prestasi akademik berdasarkan hasil skor Ujian Nasional (UN)

yang terdiri dari tiga mata pelajaran yaitu Bahasa Indonesia

minimal 50% jumlah tamatan memperoleh nilai ≥ 7.0, Bahasa

Inggris minimal 50% jumlah tamatan memperoleh nilai ≥ 7.01, dan

Matematika minimal 50% jumlah tamatan memperoleh nilai ≥ 5. 6

b.      Ujian Nasional Komponen Produktif dengan pendekatan project

work untuk mata pelajaran produktif minimal 90% jumlah tamatan

memperoleh nilai ≥ 7.0 dan mendapat sertifikat.

c.       Keterserapan tamatan di dunia kerja minimal ≥ 50% dari jumlah

tamatan yang lulus uji kompetensi sesuai dengan program

keahliannya dengan tenggang waktu enam bulan.

Dilihat dari penilaian objektif tersebut maka focus dari

evaluasi ini adalah: Berdasarkan Kriteria/Standar

1.      Pada tahapan masukan (anttecedents) yang akan di evaluasi

antara lain adalah prosedur perekrutan siswa, persyaratan

administrasi guru produktif, pengembangan kurikulum dengan

keterlibatan industri/ asosiasi, kalender pendidikan,

ketersediaan sarana dan prasarana di sekolah dan di industry

(institusi pasangan) yang mendukung ketercapaian tujuan yang

telah ditetapkan dan biaya pelaksanaan program system ganda.

2.      Pada tahapan proses (transactions) yang akan dievaluasi

antaralain adalah kegiatan proses belajar mengajar yang terdiri

dari: penguasaan guru dalam penyiapan adminstrasi/ bahan

pembelajaran, penguasaan guru dalam kegiatan pembelajaran

interaksi guru dan siswa, pengelolaan praktek kerja siswa dan

kegiatan pelatihan kerja di industry (institusi pasangan) yang

terdiri dari identitas, kompetensi instruktur, dan proses

praktek kerja di industry (institusi pasangan) pelaksanaan

program pendidikan system ganda.

3.      Hasil (outcomes/output) yang akan dievaluasi antaralain

adalah hasil ujian nasional, hasil ujian nasional komponen

produktif dengan pendekatan project work; sertifikasi dan

keterserapan tamatan di dunia kerja.

C.    Hasil Penelitian

1.      Masukan (antecedents)

Hasil-hasil analisis evaluative selanjutnya dirangkum pada case-

order effect matrix menunjukkan bahwa berdasarkan evaluasi

masukan terdapat 6 aspek dan 12 sub aspek, yang telah memenuhi

standar objektif yakni 5 aspek dan 9 sub aspek, 1 sub aspek dan

1 aspek yang tidak memenuhi standar objektif yaitu pembiayaan, 1

sub aspek yang bisa ditolerir yaitu pendidikan minimal guru

produtif dan 2 sub aspek yang perlu perbaikan yaitu tes

wawancara dan keterlibatan industri dalam rekruitmen siswa.

2.      Proses (transaction)

Hasil-hasil analisis evaluative selanjutnya dirangkum pada case-

order effect matrix menunjukkan bahwa berdasarkan sub evaluasi

proses, 7 aspek dan 30 sub aspek. Dari 30 sub aspek ada 27 sub

aspek yang memenuhi standar objektif, 1 aspek yang tidak

terpenuhi standar objektif tetapi dapat ditolerir yaitu

pengisian jurnal siswa dan 2 sub aspek yang perlu perbaikan

yaitu penyusunan naskah kerjasama dengan industry (institusi

pasangan) dan penilaian praktek kerja siswa.

3.      Hasil (outcomes)

Hasil-hasil analisis evaluative selanjutnya dirangkum pada case-

order effect matrix menunjukkan bahwa berdasarkan sub evaluasi

hasil, terdapat 2 aspek telah memenuhi standar objektif, 1 aspek

yang dapat ditolerir yaitu keterserapan tamatan di dunia kerja.

BAB III

PENUTUP

1.      Kesimpulan

a.       Antecedents (Masukan)

Pembiayaan system ganda tidak tercapai karena beban

pendidikan sebesar 80% persen diambil dari iuran pendidikan.

Seharusnya sekolah mencari sumber pendanaan dari lainnya dan

tidak mengikat. Salah satunya mengembangkan unit produksi

mencari sponsor baik dari alumni ataupun dari masyarakat pada

umumnya.

Perekrutan siswa perlu diperbaiki karena pada prosedur/

system seleksi masih ada yang diterima siswa nilai ujian

nasionalnya dibawah standar yang telah ditentukan dan pada tes

wawancara tidak melibatkan pihak industri untuk menentukan

kelulusan seleksi untuk memberi gambaran profil siswa yang

dikehendaki oleh industry baik dari segi kognitif, efektif dan

psikomotorik.

Persyaratan administrasi guru mencapai kriteria atau standar

objektif terlihat dari latarbelakang pendidikan guru dan

pengalaman guru mengajar.

Kurikulum pendidikan sistem ganda dikembangkan berdasarkan

kebutuhan industry melalui sinkronasi atau maping kurikulum.

Kalender pendidikan sistem ganda dibuat selama tiga tahun.

Kalender pendidikan dibuat sebagai acuan dalam melaksanakan

kegiatan belajar mangajar sehingga pembelajaran berjalan secara

efektif.

Sarana dan prasarana belajar sebagai bagian pendukung yang

berpengaruh baik yang langsung maupun tidak langsung terhadap

keberhasilan program pendidikan sistem ganda.

b.      Transaction (Proses)

Penguasaan guru dalam penyiapan administrasi/ bahan

pembelajaran membantu siswa sehingga menjadi lebih mudah

belajar.

Ketercapaian guru dalam penguasaan kegiatan pembelajaran

karena adanya dukungan yang kuat dari Kepala Sekolah,

ketersediaan fasilitas yang baik di sekolah, pengalaman diklat

guru-guru produktif terutama tentang pembelajaran competency

based training (CBT) dan competency based assessment (CBA) yang

diselenggarakan oleh Makassar tourism Training Project (MTTP)

for Tourism and Travel Department-SMKN 4.

Interaksiguru dengan siswa dalam pembelajaran mencapai

kriteria atau standar objektif terlihat dari guru yang selalu

memberikan perhatian dan membantu siswa ketika menghadapi

kesulitan dalam belajar.

Pengelolaan praktek kerja siswa mencapai kriteria atau

standar objektif dalam hal penempatan praktek kerja siswa,

tetapi dalam hal naskah administrasi tidak tercapai karena ada

industry yang mau bekerja sama dengan sekolah tanpa diberikan

naskah admininstrasi oleh pihak sekolah.

Idenstitas industry mencakup tempat praktek kerja siswa dan

pengalaman industry menerima praktek kerja mencapai kriteria

karena sudah lama membangun kerjasama dengan sekolah.

Kompetensi instruktur mencapai kriteria atau standar objektif

karena hanya satu yang memiliki latarbelakang SMK, tetapi pada

umumnya instruktur sudah membimbing lebih dari satu tahun dan

menguasai materi secara profesional serta penguasaan strategi

yang baik.

Proses praktek kerja siswa di industri (institusi pasangan)

yang tidak mencapai kriteria dan perlu diperbaiki adalah

penilaian hasil praktek kerja industry karena prosedur penilaian

tidak tepat. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya pedoman

penilain di industri.

c.       Outcome (hasil)

Dalam keterserapan dunia kerja dapat ditolerir karena

industry tidak mengenal sekolah secara dekat dengan segala

kompetensi yang dimiliki siswa.

2.      Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas dapat dikemukakan beberapa

saran sebagai berikut:

a.       Umum, banyaknya aspek yang mencapai kategori tinggi pada

setiap tahapan evaluasi, ini menunjukkan bahwa program

Pendidikan Sistem Ganda (PSG) pada SMKN 4 Kota Bengkulu

berhasil. Walaupun masih terdapat beberapa sub aspek yang perlu

perbaikan. Artinya, keberhasilan tersebut dapat dijadikan acuan

sedang yang belum berhasil dijadikan bahan pertimbangan untuk

mengoptimalisasikan pelaksanaan PSG.

b.      Khusus, beberapa rekomendasi yang perlu diperhatikan untuk

penyempurnaan program pendidikan sistem ganda sebagai berikut:

SMKN 4 Kota Bengkulu antaralain adalah:

Sekolah perlu melibatkan secara langsung industri dalam

penerimaan siswa baru, membuat naskah kerjasama/ Momorandum of

Undersatanding (MOU) dengan industri, meningkatkan kualifikasi

pendidikan guru produktif UJP, menyusun program diklat yang

dilatihkan di industri (institusi pasangan), menyusun pedoman

penilaian praktek kerja, penilaian di industi sepenuhnya

dilakukan oleh instruktur dan meningkatkan intensitas monitoring

sehingga guru secara tidak langsung akan mendapat pengalaman

tentang kesesuaian kompetensi siswa dengan kebutuhan kerja yang

ada di industri. Pembiayaan pendidikan yang banyak dibebankan

kepada siswa kiranya dapat dikurangi dengan memberdayakan sumber

daya yang dimiliki sekolah. Bahkan, kalau memungkinkan gratis

melalui program pendidikan wajib belajar 12 tahun.

Untuk meningkatkan capaian keterserapan tamatan dapat dilakukan

berbagai kegiatan yaitu lebih meningkatkan pendekatan

pembelajaran berbasis kompetensi (competency based training),

lebih meningkatkan peran Bursa Kerja Khusus (BKK) yang ada di

sekolah, meningkatkan dan mengembangkan kerjasama dengan

Association of Indonesia Tours and Travel Agency (ASITA)

terutama dalam penyaluran tenaga kerja, Membuat program

pendidikan dan pelatihan dengan Mitra Internasional (MI).

Dinas Pendidikan Provinsi Bengkulu Dan Dinas Pendidikan Kota

Bengkulu; (1) Untuk meningkatkan efektifitas pelaksanaan PSG di

SMKN 4 Kota Bengkulu, maka sebaiknya memperhatikan hasil

penelitian evaluasi ini terutama temuan yang masih memerlukan

penyempurnaan, (2) Khusus untuk biaya pendidikan yang banyak

dibebankan kepada sekolah sudah saatnya mendapat perhatian

khusus dari Pemerintah Provinsi Bengkulu dan atau pemerintah

Kota Bengkulu untuk meningkatkan jumlah biaya pendidikan antara

lain melalui program pendidikan wajib belajar 12 tahun. Bila

memungkinkan, masuk bagian dari pendidikan gratis.

Sekolah MenengahDirektorat Pembinaan Kejuruan (PSMK) Direktorat

Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departeman

Pendidikan Nasional; (1) Melalui Pendidikan Sistem Ganda (PSG)

sebagai gabungan subsistem pendidikan di sekolah dan subsistem

pendidikan di dunia kerja merupakan sisitem pendidikan kejuruan

yang efektif yang dapat meningkatkan kompetensi siswa sesuai

dengan kebutuhan kerja. Oleh karena itu, perlu mengintensifkan

monitoring, evaluasi dan supervisi serta pembinaan

keterlaksanaan program Pendidikan Sistem Ganda (PSG). Bila

memungkinkan ada sebuah lembaga yang menangani secara khusus.

(2) memanfaatkan hasil penelitian sebagai salah satu bahan

kajian untuk pengembangan program Pendidikan Sisten Ganda (PSG).

Para Peneliti Lain: Perlu dilakukan penelitian lanjutan temuan-

temuan yang diperoleh dalam penelitian evaluasi program ini baik

secara terminal maupun longitudinal tentang program Pendidikan

Sistem Ganda (PSG). Khususnya menyangkut efektifitas

keterlibatan indusri dalam pelaksanaan pelatihan kerja siswa.