MAKALAH PSIKOLOGI PERKEMBANGAN "Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Fisik, Kognitif, dan...

49
MAKALAH PSIKOLOGI PERKEMBANGAN “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Fisik, Kognitif, dan Sosioemosi Pada Masa Dewasa Akhir dan Kematian” Dosen Pengampu : Ibu Ni’matuzahroh S.Psi, M.Si DISUSUN OLEH : Syifa Amalia E.P 201410230311187 Tia Harmita Amelia 201410230311188 Farida Alisha Fasa 201410230311203 Kholif Arimindani 201410230311197 Ramadhani Putri Isnaeni 201410230311226 Kelas D FAKULTAS PSIKOLOGI

Transcript of MAKALAH PSIKOLOGI PERKEMBANGAN "Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Fisik, Kognitif, dan...

MAKALAH PSIKOLOGI PERKEMBANGAN

“Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Perkembangan Fisik, Kognitif, dan

Sosioemosi Pada Masa Dewasa Akhir dan

Kematian”

Dosen Pengampu : Ibu Ni’matuzahroh S.Psi, M.Si

DISUSUN OLEH :

Syifa Amalia E.P 201410230311187

Tia Harmita Amelia 201410230311188

Farida Alisha Fasa 201410230311203

Kholif Arimindani 201410230311197

Ramadhani Putri Isnaeni 201410230311226

Kelas D

FAKULTAS PSIKOLOGI

ii

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

TAHUN AJARAN 2014/2015

i

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI……………………………………………………...............................iKATA PENGANTAR..............................................iiBAB I PENDAHULUAN...........................................1BAB II FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN FISIK, KOGNITIF DAN SOSIOEMOSI…........................7BAB III PEMBAHASAN..........................................22BAB IV KESIMPULAN…..........................................24DAFTAR PUSTAKA….............................................25

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT,

karena dengan limpahan karunia dan nikmat-Nya kami dapat

menyelesaikan makalah ini.

Makalah tentang “Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Perkembangan Fisik, Kognitif, dan Sosioemosi Pada Masa Dewasa

Akhir dan Kematian” ini kami buat untuk memenuhi tugas yang

diberikan oleh Ibu Ni’matuzahroh S.Psi, M.Si selaku dosen

pembimbing psikologi perkembangan. Dan semoga, makalah ini

dapat bermanfaat bagi khalayak pembaca pada umumnya dan kami

khususnya.

Di dalam makalah ini kami menyampaikan hasil makalah

kami.Kami menyampaikan banyak terima kasih kepada pihak-pihak

dan berbagai media yang telah membantu terselesaikannya

makalah ini.Kritik dan saran yang membangun sangat kami

harapkan dalam upaya perbaikan dalam pembuatan makalah ini.

Karena sangat kami sadari bahwa pembuatan makalah ini masih

ada banyak kekurangan.

Malang, 20 November 2014

iii

Penulis

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Psikologi perkembangan adalah ilmu yang mempelajari

tahap demi tahap perkembangan manusia dan faktor-faktor

pendorong serta penghambat perkembangan seseorang sejak

lahir hingga selanjutnya (Jahja, 2011).

Usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup

seseorang, yaitu suatu periode di mana seseorang telah

beranjak jauh dari periode terdahulu yang lebih

menyenangkan, atau beranjak dari waktu yang penuh dengan

manfaat. Masa dewasa ahhir dapat juga disebut masa tua

atau masa usia lanjut. Berbagai pengartian tentang usia

lanjut adalah sebagai berikut:

Menurut Santrock (2012), ada dua pandangan tentang

definisi orang lanjut usia atau lansia, yaitu menurut

pandangan orang barat dan orang indonesia. Pandangan

orang barat yang tergolong orang lanjut usia atau lansia

adalah orang yang sudah berumur 65 tahun ke atas, dimana

usia ini akan membedakan seseorang masih dewasa atau

sudah lanjut, Sedangkan pandangan orang indonesia, lansia

adalah orang yang berumur lebih dari 60 tahun. Lebih

dari 60 tahun karena pada umumnya di indonesia dipakai

sebagai usia maksimal kerja dan mulai tampaknya ciri-ciri

ketuan.

A. FISIK

2

Perkembangan masa dewasa akhir atau usia lanjut,

membawa penurunan fisik yang lebih besar dibandingkan

dengan periode periode usia sebelumnya. Kita akan

mencatat rentetan perubahan-perubahan dalam penurunan

fisik yang terkait dengan penuaan, dengan penekanan

pentingnya perkembangan perkembangan baru dalam

penelitian proses penuaan yang mencatat bahwa kekuatan

tubuh perlahan lahan menurun dan hilangnya fungsi tubuh

kadangkala dapat diperbaiki.

Panjang Usia :

1. Harapan Hidup : perkiraan jumlah tahun dari rata-

rata orang yang dilahirkan di tahun tertentu masih

akan hidup

Masa hidup : batas atas hidup, jumlah tahun maksimum

dimana individu dapat hidup

2. Tua awal (65-74 tahun) ; Tua menengah (75 ke atas) ;

Tua akhir (85 ke atas)

Tua awal dengan tua akhir memiliki perbandingan yang

terlihat jelas yang secara substansial, orang tua

awal memiliki potensi untuk sehat secara fisik dan

kognitif, memiliki kesejahteraan emosional yang

lebih tinggi, dan strategi yang lebih efektif untuk

mengatasi keuntungan dan kerugian di usia lanjut.

Hampir seperempat dari orang yang tua akhir ini

tinggal di panti jompo dan mereka merasa

aktifitasnya disana terbatas.

3

(Akbar, 2001) beberapa penurunan dan

hilanagnya fungsi tubuh dalam hal fisiologis masa

perkembangan masa dewasa akhir atau usia lanjut:

Otak dan sistem syaraf, Perkembangan Sensori, Sistem

peredaran darah, Sistem pernafasan, dan Seksualitas.

Obat anti penuaan :Acai Berry, Anggur Merah, Air,

Yogurt, dan Ekstrak testikel anjing.

Perkembangan masa dewasa akhir atau usia

lanjut, membawa penurunan fisik yang lebih besar

dibandingkan dengan periode periode usia sebelumnya.

Kita akan mencatat rentetan perubahan perubahan

dalam penurunan fisik yang terkait dengan penuaan,

dengan penekanan pentingnya perkembangan baru dalam

penelitian proses penuaan yang mencatat bahwa

kekuatan tubuh perlahan lahan menurun dan hilangnya

fungsi tubuh kadangkala dapat diperbaiki. Penurun

fisik yang terjadi pada dewasa akhir itu antara

lain, otak yang menjadi tua, sistem kekebalan tubuh,

penampilan fisik dan pergerakan, perkembangan

sensoris, sistem sirkulasi dan paru- paru, serta

seksualitas.

Volume otak pada masa dewasa akhir berkurang

(Bondare, 2007), volume otak orang lanjut usia 15

persen lebih sedikit dari orang muda ( Shan, dkk,

2005). Penyusutan ini berkaitan dengan menurunnya

kerja memori dan aktivitas kognitif lainnya pada

lanjut usia (Pardo, dkk, 2007; Sakatini, Tanida, &

Katsuyama, 2010). Tidak hanya dengan menurunnya

4

memori, penyusutan ini juga disebabkan karena

menurunnya asetikolin yang berperan terhadap

menurunnya fungsi memori dalam taraf kecil dan

bahkan kehilangan memori yang parah seperti pada

penyakit Alzheimer (Bentley, Driver, & Dolan, 2009).

Dalam perkembangan fisik dewasa akhir juga terjadi

perubahan pada sistem kekebalan tubuh. Menderita

stress yang berkepanjangan dan berkurangnya proses

penyembuhan pada orang-orang lanjut usia dapat

mempercepat efek penuaan terhadap kekebalan

(Zitrogel, Kepp, & Kroemer, 2010). Kekurangan

nutrisi yang berkaitan dengan rendahnya kadar

protein berkaitan dengan menurunnya sel T yang

menghancurkan sel- sel yang terinfeksi, sehingga

sistem kekebalannya bertambah buruk (Hughes, dkk,

2010). Untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh,

bisa dilakukan olahraga dan melakukan vaksinasi

terhadap influenza ( De la Fuente, Gimenez, Maggi &

Michel, 2010).

Perubahan yang ketiga dalam masa dewasa akhir

yaitu pada penampilan fisik dan pergerakan. Kerutan

dan bercak penuaan adalah perubahan yang terlihat

jelas. Disini pria dan wanita juga menjadi lebih

pendek karena tulang belakang mengalami penyusutan

(Hoyer & Roodin, 2003). Menyusutnya otot juga

membuat tubuh kita menjadi lentur (Evans, 2010).

Gerakan pada usia lanjut juga jauh lebih lambat dari

dewasa awal, tingkat kesulitan ini bervariasi.

5

Obesitas juga berkaitan dengan keterbatasan

mobilitas pada orang dewasa lanjut (Houston, dkk,

2009). Dalam meningkatkan penampilan tubuh dan

penggerakan, orang pada dewasa akhir dapat melakukan

angkat beban dan olahraga yang rutin (Peterson, dkk,

2009).

Perubahan pada dewasa akhir juga ada pada

perkembangan sensoris. Penglihatan pada malam hari

akan menjadi sulit yang dikarenakan karena

berkurangnya toleransi terhadap cahaya (Babizhayev,

Minasyan, & Richer, 2009). Kejadian yang jauh

mungkin juga tidak terdeteksi (Stutts, 2007).

Penurunan sensor pada orang dewasa lanjut usia

berkaitan dengan penurunan fungsi kognitif serta

penurunan visual berhubungan dengan pemrosesan

informasi yang lebih lambat (Clay, dkk). Penglihatan

warna juga menurun pada orang lanjut usia karena

lensa mata menguning (Scialfa & Kline, 2007). Orang

dewasa akhir juga kehilangan sebagian kemampuan

mencium atau merasakan (Murphy, 2009). Seiring

bertambahnya usia, individu juga mengalami

pengurangan kepekaan terhadap sentuhan pada tubuh

bagian bawah disbanding tubuh bagian atas (Corso,

1977).

Gangguan kardiovaskuler meningkat di masa

dewasa akhir (Ballard, 2010). Meningkatnya tekanan

darah seiring dengan meningkatnya usia dapat

berkaitan dengan sakit, obesitas, kecemasan,

6

mengerasnya pembuluh darah, atau kurang olahraga

(Shizukuda, Plummer, Harrelson, 2010). Proses

penuaan dapat juga mengakibatkan beberapa perubahan

di dalam performa seksual, khususnya pada pria

(Bauman, 2008). Kualitas kehidupan seksual yang

baik, dan minat terhadap seks secara positif

berkaitan dengan kesehatan di masa dewasa akhir

(Lindau & Gavrilova, 2010). Seksualitas ini lebih

tinggi bagi pria yang lanjut usia dibanding dengan

wanita lanjut usia.

B. KOGNITIF

Kecepatan dalam memproses informasi mengalami

penurunan pada masa dewasa akhir. Selain itu, orang-

orang dewasa usia lanjut juga kesulitan untuk

mengulangi informasi yang telah disimpan dalam memori

ingatannya. Kecepatan memproses informasi secara pelan-

pelan akan mengalami penurunan, namun faktor individual

differences juga berperan dalam hal ini. Nancy Denney

(1986) menyatakan bahwa kebanyakan tes kemampuan

mengingat dan memecahkan masalah mengukur bagaimana

orang-orang dewasa lanjut usia melakukan aktivitas yang

abstrak atau sederhana. Ketika kita memikirkan

perubahan kognitif di masa dewasa, kita perlu

mempertimbangkan bahwa kognisi merupakan suatu konsep

yang bersifat multidimensional (Margrett &Deshpande-

Kamat, 2009).Multidimensional adalah perkembangan

terdiri atas dimensi biologis, kognitif, dan

sosial.Dimensi inilah yang dikaji dalam setiap periode

7

perkembangan manusia. Pendidikan, pekerjaan dan

kesehatan merupakan tiga komponen penting yang

berpengaruh pada fungsi kognitif orang-orang dewasa

lanjut usia. Dari hasil penelitian kondisi kesehatan

berkorelasi positif dengan kemampuan intelektual

individu (Hultsch, Hammer 7 Small, 1993).Semakin tua,

semakin banyak masalah kesehatan yang dihadapi (Siegler

& Costa, 1985).

Dimensia adalah berkurangnya kognisi pada tingkat

kesadaran yang stabil.Fungsi kognisi yang terserang

demensia meliputi intelegensi umum, pengetahuan dan

memori, bahasa, pemecahan masalah, orientasi, persepsi,

atensi dan konsentrasi, daya nilai, serta kemampuan

sosial.(Kaplan & Sadock, 2010).

Ketakutan Menjadi Korban, Kejahatan dan Perlakuan

yang Salah Terhadap Orang Lanjut Usia: Hampir

seperempat dari orang lanjut usia menyatakan bahwa

mereka memiliki ketakutan dasar akan menjadi korban

dari kejahatan. Dibanding para laki-laki lanjut usia,

para perempuan lanjut usia lebih sering menjadi korban

atau mengalami kekerasan.

C. SOSIOEMOSI

Pada tahap dewasa akhir, tujuan hidup merupakan

gagasan yang menonjol dalam tahap terakhirintegritas

versus kepuasan menurut Erikson. Disamping itu, di masa

dewasa akhir ini terdapat tinjauan hidup yang juga

mencakup dimensi-dimensi sosiobudaya, seperti budaya,

8

etnisitas dan juga gender. Tinjauan hidup juga dapat

melibatkan dimensi intrapersonal atau relasi, termasuk

berbagi dan menjalin keakraban dengan anggota keluarga

atau teman.(Cappeliez & O’Rourke, 2006).

Beberapa ahli perkembangan percaya bahwa terjadi

penurunan feminitas pada perempuan dan penurunan

maskulinitas pada laki-laki saat mereka memasuki masa

dewasa akhir. (Gutmann, 1975). Seperti halnya juga

perubahan-perubahan sosiohistoris yang terjadi dan

lebih sering diteliti dalam penyelidikan-penyelidikan

masa hidup, apa yang orang persepsikan sebagai pengaruh

usia mungkin adalah pengaruh kohort. (Schaie, 2007).

Dalam masyarakat pun partisipasi sosial oleh

orang-orang lanjut usia sering kali tidak memperoleh

dukungan karena adanya ageism. Ageism adalah prasangka

terhadap orang lain sehubungan dengan usia orang

tersebut, khususnya prasangka terhadap orang-orang

dewasa yang lebih tua. (Leifheit-Limson & Levy, 2009).

Dukungan dan integrasi sosial berperan penting

terhadap kesehatan fisik dan mental orang lanjut usia.

(Antonucci, dkk, 2011; Birditt, 2009 ; Kahana, Kahana &

Hammel, 2009). Perasaan mereka mencerminkan jaringan

social yang lebih selektif dan penerimaan terhadap

kesepian dalam hidup mereka (Koropeck-Cox, 2009).

Menjadi individu yang aktif penting bagi

keberhasilam proses masa tua (Erickson & Kramer, 2009).

Istilah self-efficacy sering kali digunakan untuk

mendeskripsikan penghayatan akan adanya kendali

9

terhadap lingkungan dan kemampuan menghasilkan sesuatu

yang positif. (Bandura, 2009, 2010).

D. AKHIR KEHIDUPAN

Menurut Kalish (1987) menyebut kematian sebagai

berhentinya fungsi kognitif dan dengan sebuah

tindakakan, fungsi kognitif tersebut akan berfungsi

kembali. Manusia juga mengalami hilang kebolehan untuk

mengalami apa saja perkara seperti berfikir,

bertingkahlaku dan mempunyai perasaan. Secara umum

kematian dapat dikatakan sebagai lenyapnya proses

biologikal, psikologikal dan pengalaman social dalam

sebuah budaya kehidupan.

Berkomunikasi dengan orang yang menjelang

kematian, individu dapat menyesuaikan hidupnya dengan

cara meninggal sesuai keinginan keduanya dan setelah

itu mereka dapat menyelesaikan beberapa rencana dan

proyek, lalu yang ketiga yaitu individu berkesempatan

meninjau kembali hidupnya.

Dukacita : kumpulan emosi ketidayakinan kecemasan

karena keterpisahan keputusasaan, kesedihan dan

kesepian yang menyertai kehilangan seseorang yang kita

cintai.

Memahami dunia ini : tidak hanya individu yang

menjelang ajalnya yang mencari arti kehidupan, namun

juga individu yang sedang berduka (Carr, 2009; Park

10

2009). Salah satu keuntungan yang diperoleh dari

berduka cita adalah bahwa duka cita merangsang banak

individu untuk mencoba memahami dunianya (Kalish,

1981).

Kehilangan pasangan hidup : setelah pasangan yang

sangat di cintai meninggal pasangannya yang masih hidup

sering kali mengalami duka cita mendalam dan sering

kali diikuti dengan kesulitan keuangan, kesepian,

meningkatnya penyakit fisik, gangguan psikologi

termasuk depresi (Kowalski & BondMass, 2008).

Bentuk-bentuk berkabung : Pemakaman merupakan

sebuah aspek penting dari perkabungan.

BAB IIFaktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan

Fisik, Kognitif, Sosioemosi Pada Masa Dewasa

Akhir

A.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan

Fisik Pada Masa Dewasa Akhir Menjelang Kematian

Perkembangan masa dewasa akhir atau usia lanjut, membawa

penurunan fisik yang lebih besar dibandingkan dengan periode

11

periode usia sebelumnya. Kita akan mencatat rentetan perubahan

perubahan dalam penurunan fisik yang terkait dengan penuaan,

dengan penekanan pentingnya perkembangan baru dalam penelitian

proses penuaan yang mencatat bahwa kekuatan tubuh perlahan

lahan menurun dan hilangnya fungsi tubuh kadangkala dapat

diperbaiki. Penurun fisik yang terjadi pada dewasa akhir itu

antara lain, otak yang menjadi tua, sistem kekebalan tubuh,

penampilan fisik dan pergerakan, perkembangan sensoris, sistem

sirkulasi dan paru- paru, serta seksualitas.

Volume otak pada masa dewasa akhir berkurang (Bondare,

2007), volume otak orang lanjut usia 15 persen lebih sedikit

dari orang muda (Shan, dkk, 2005). Penyusutan ini berkaitan

dengan menurunnya kerja memori dan aktivitas kognitif lainnya

pada lanjut usia (Pardo, dkk, 2007; Sakatini, Tanida, &

Katsuyama, 2010). Tidak hanya dengan menurunnya memori,

penyusutan ini juga disebabkan karena menurunnya asetikolin

yang berperan terhadap menurunnya fungsi memori dalam taraf

kecil dan bahkan kehilangan memori yang parah seperti pada

penyakit Alzheimer (Bentley, Driver, & Dolan, 2009). Dalam

perkembangan fisik dewasa akhir juga terjadi perubahan pada

sistem kekebalan tubuh. Menderita stress yang berkepanjangan

dan berkurangnya proses penyembuhan pada orang-orang lanjut

usia dapat mempercepat efek penuaan terhadap kekebalan

(Zitrogel, Kepp, & Kroemer, 2010). Kekurangan nutrisi yang

berkaitan dengan rendahnya kadar protein berkaitan dengan

menurunnya sel T yang menghancurkan sel- sel yang terinfeksi,

sehingga sistem kekebalannya bertambah buruk (Hughes, dkk,

2010). Untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh, bisa

12

dilakukan olahraga dan melakukan vaksinasi terhadap influenza

( De la Fuente, Gimenez, Maggi & Michel, 2010).

Perubahan yang ketiga dalam masa dewasa akhir yaitu pada

penampilan fisik dan pergerakan.Kerutan dan bercak penuaan

adalah perubahan yang terlihat jelas.Disini pria dan wanita

juga menjadi lebih pendek karena tulang belakang mengalami

penyusutan (Hoyer & Roodin, 2003).Menyusutnya otot juga

membuat tubuh kita menjadi lentur (Evans, 2010). Gerakan pada

usia lanjut juga jauh lebih lambat dari dewasa awal, tingkat

kesulitan ini bervariasi. Obesitas juga berkaitan dengan

keterbatasan mobilitas pada orang dewasa lanjut (Houston, dkk,

2009).Dalam meningkatkan penampilan tubuh dan penggerakan,

orang pada dewasa akhir dapat melakukan angkat beban dan

olahraga yang rutin (Peterson & kawan- kawan, 2009).

Perubahan pada dewasa akhir juga ada pada perkembangan

sensoris. Penglihatan pada malam hari akan menjadi sulit yang

dikarenakan karena berkurangnya toleransi terhadap cahaya

(Babizhayev, Minasyan, & Richer, 2009). Kejadian yang jauh

mungkin juga tidak terdeteksi (Stutts, 2007). Penurunan sensor

pada orang dewasa lanjut usia berkaitan dengan penurunan

fungsi kognitif serta penurunan visual berhubungan dengan

pemrosesan informasi yang lebih lambat (Clay, dkk).

Penglihatan warna juga menurun pada orang lanjut usia karena

lensa mata menguning (Scialfa & Kline, 2007). Orang dewasa

akhir juga kehilangan sebagian kemampuan mencium atau

merasakan (Murphy, 2009). Seiring bertambahnya usia, individu

juga mengalami pengurangan kepekaan terhadap sentuhan pada

tubuh bagian bawah disbanding tubuh bagian atas (Corso, 1977).

13

Gangguan kardiovaskuler meningkat di masa dewasa akhir

(Ballard, 2010). Meningkatnya tekanan darah seiring dengan

meningkatnya usia dapat berkaitan dengan sakit, obesitas,

kecemasan, mengerasnya pembuluh darah, atau kurang olahraga

(Shizukuda, Plummer, Harrelson, 2010). Proses penuaan dapat

juga mengakibatkan beberapa perubahan di dalam performa

seksual, khususnya pada pria (Bauman, 2008). Kualitas

kehidupan seksual yang baik, dan minat terhadap seks secara

positif berkaitan dengan kesehatan di masa dewasa akhir

(Lindau & Gavrilova, 2010). Seksualitas ini lebih tinggi bagi

pria yang lanjut usia dibanding dengan wanita lanjut usia.

Perkembangan fisik pada dewasa akhir disebabkan atau

dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu penyakit, lingkungan,

olahraga, dan pengobatan/terapi.

1. Faktor penyakit

Menurut Jamie Reilly (2010), perubahan fisik pada

dewasa akhir disebabkan oleh penyakit, dimana penyakit

itu adalah penyakit demensia dan Alzheimer. Penyakit

demensia itu sendiri adalah penyakit semantic klasik yang

terkait dengan atrofi korteks temporal lateral (Mummery,

2001), sedangkan penyakit Alzheimer yaitu penyakit yang

ditandai dengan pemutusan dan atrofi struktur lobus

temporal medial. Kedua penyakit ini berkaitan dengan

berkurangnya daya ingat pada masa dewasa akhir. Penyebab

spesifik dari penyakit demensia yaitu bisa disebabkan

beberapa penyakit atau kondisi tertentu sehingga terjadi

perubahan kepribadian dan tingkah laku, misalnya

penyakit yang diderita yaitu stroke, Huntington,

14

Parkinson, dan AIDS. Sedangkan penyebab spesifik dari

penyakit Alzheimer itu sendiri belum dapat dipastikan

hingga sekarang, tetapi kemungkinannya disebabkan karena

adanya peran plak, kemungkinan adanya peran

neurofibrillary tangles, inflamasi serta kekurangan zat

kimiawi pengantar di otak. Faktor usia pun juga ada dalam

penyakit ini.

2. Faktor lingkungan

Lingkungan juga berpengaruh dalam perkembangan fisik

usia lanjut. Menurut Widjayanti (2007), kualitas fisik

yang terjaga disebabkan oleh adanya lingkungan yang baik.

Yang dimaksut lingkungan baik itu adalah sebuah rumah

yang memiliki tata udara yang baik, pencahayaan yang

cukup, suhu kelembapan yang sesuai, terdapat MCK, serta

jaluran air hujan atau air limbah tersedia. Jika

lingkungan yang baik terjaga dengan baik, maka kualitas

fisik yang dimiliki oleh lansia akan meningkat. Jika

kualiatas itu meningkat, maka kesehatan dari lansia tidak

akan terganggu dan dapat menurunkan tingkat kematian yang

lebih cepat. Lingkungan yang baik ini berpengaruh pada

kualitas fisik sudah terbukti di daerah Kelurahan Pudak

Payung Kecamatan Banyumanik, Semarang. Penelitian di

daerah itu menghasilkan hasil yang akurat dan memang

lingkungan berpengaruh pada perkembangan fisik usia

lanjut.

Menurut Astari, Adiatmika, dan Pande (2011),

perkembangan fisik ini juga dipengaruhi oleh olahraga.

15

Disini olahraga yang dimaksut adalah senam. Jika senam

ini dilakukan secara rutin, maka resiko terkena gangguan

kardiovaskuler akan berkurang karena kegiatan senam ini

dapat menstabilkan tekanan darah kita. Secara alami,

lansia dapat menderita penurunan fungsi organ dan

mengalami labilitas tekanan darah (Mubarak, dkk, 2006).

Menurut Handono dan Richard (2013), aspek dalam

perkembangan fisik juga terdapat dalam hal pengobatan

atau yang biasanya disebut dengan terapi. Terapi yang

dimaksut disini adalah pengobatan medikamentosa.

Pengobatan medikamentosa adalah pengobatan untuk

penderita nyeri sendi lutut. Pengobatan ini juga

berkenaan dengan obat- obatan dalam pengobatan atau

perawatan penyakit (Stanley, 2007). Persendian yang

biasanya terkena nyeri adalah persendian pada jari-

jari, tulang punggung, sendi penahan berat tubuh (lutut

dan panggul). Penyakit sendi ini disebabkan karena adanya

kerusakan pada permukaan sendi tulang dan kegemukan pada

lansia.

3. Faktor olahraga

Menurut Astari, Adiatmika, dan Pande (2011),

perkembangan fisik ini juga dipengaruhi oleh olahraga.

Disini olahraga yang dimaksut adalah senam. Jika senam

ini dilakukan secara rutin, maka resiko terkena gangguan

kardiovaskuler akan berkurang karena kegiatan senam ini

dapat menstabilkan tekanan darah kita. Secara alami,

16

lansia dapat menderita penurunan fungsi organ dan

mengalami labilitas tekanan darah (Mubarak, dkk, 2006).

Menurut Handono dan Richard (2013), aspek dalam

perkembangan fisik juga terdapat dalam hal pengobatan

atau yang biasanya disebut dengan terapi. Terapi yang

dimaksut disini adalah pengobatan medikamentosa.

Pengobatan medikamentosa adalah pengobatan untuk

penderita nyeri sendi lutut.Pengobatan ini juga berkenaan

dengan obat- obatan dalam pengobatan atau perawatan

penyakit (Stanley, 2007). Persendian yang biasanya

terkena nyeri adalah persendian pada jari-jari, tulang

punggung, sendi penahan berat tubuh (lutut dan panggul).

Penyakit sendi ini disebabkan karena adanya kerusakan

pada permukaan sendi tulang dan kegemukan pada lansia.

B.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan

Kognitif Pada Masa Dewasa Akhir Menjelang

Kematian

1. Faktor Depresi

Menurut Djaali & Sappaile (2013) Faktor-faktor yang

mempengaruhi depresi sangat terkait dengan perubahan-

perubahan yang terjadi pada diri mereka saat memasuki

usia lanjut, seperti pensiun dari pekerjaan, penurunan

pekerjaan, perubahan rutinitas, dan hilangnya lingkungan

sosial, dimana semua hal tersebut terjadi bersamaan

dengan penurunan fungsi tubuh, penurunan kodisi

17

kesehatan, penurunan fungsi kognitif, dan munculnya

penyakit-penyakit kronis.

Masalah yang timbul atau dampak dari depresi adalah

perubahan perilaku pada dirinya dan dapat mengganggu

fungsi kehidupannya mulai dari kognitif, motivasi, emosi

dan perasaan, tingkah laku, sampai pada penurunan kondisi

fisiknya. Dan perubahan inilah yang merupakan indicator

terdapatnya masalah psikososial pada lansia yaitu

depresi. Hal tersebut akan berdampak pada penurunan

kualitas hidup lansia hingga pada kematian, dan

meningkatnya kebutuhan akan pelayanan terhadap lansia.

Depresi lansia di pelayanan kesehatan lebih tinggi

dari pada lansia yang mendapatkan asuhan rumah, peneliti

jurnal ini adalah Nur Asniati Djaalia & Dra. Nursiah

Sappaileb, Akademi Kebidanan Suluh Bangsa, Universitas

Negeri Jakarta.

Dapat disimpulkan bahwa depresi merupakan gangguan

kejiwaan yang umum dialami oleh usia lanjut. Kejadian

depresi tersebut didukung oleh adanya proses penuaan yang

dialami para lansia yang menyebabkan penurunan dalam

fungsi hidup dan timbulnya berbagai kondisi psikologis

seperti kehilangan pekerjaan, perubahan status sosial,

berkurangnya kemandirian, dan munculnya penyakit

degeneratif. Gejala yang timbul akibat depresi dapat

berupa perubahan motivasi, emosi, kognitif atau fungsi

18

diri, tingkah laku, dan biologis.Hal tersebut berakibat

pada penurunan kualitas hidup lansia.

2. Faktor Kebermaknaan Hidup

Berdasarkan hasil penelitian Uswatun & Suprapto

(2013) terdapat beberapa faktor yang menyebabkan subjek

merasa kehilangan kebermaknaan hidup, diantaranya faktor

usia yang sudah memasuki masa lansia. Subjek sering

mencari pelayanan medis karena mengeluh sakit kepala

(pusing), punggung kaku, nyeri di persendian tangan dan

kaki, dada sesak, perut kembung, lambung perih, lemah

pada bagian kaki, suara serak.

Masalah yang ditimbulkan dari faktor-faktor tersebut

yaitu subjek merasa sebagai kepala keluarga sudah tidak

mampu memberikan nafkah secara finansial kepada

keluarga.Subjek merasa mudah marah karena istri dan anak-

anaknya sering tidak menuruti perkataannya.Subjek merasa

bahwa dirinya tidak berharga dan merasa bahwa hidupnya

tidak bermakna.

Dampak yang ditimbulkan pada subjek diantaranya

subjek menjadi mudah marah.Merasa hidupnya tidak memiliki

makna.Keadaan rumah tangga jadi kurang harmonis.

Tahap yang seharusnya dicapai dalam usia dewasa

akhir (lansia) adalah jika dilihat secara kognitif

seharusnya lebih dekat kepada Tuhan, dan dapat berfikir

dewasa, mulai berfikir kearah kematian. Sedang secara

sosioemosi, menjadi orang tua yang lebih sabar.Menikmati

sisa kehidupan bersama keluarga besar. Hidup sejahtera

19

bersama keluarga, dan memberikan hal-hal yang bermanfaat

bagi orang lain.

Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah bahwa

lansia yang tidak mampu menjalani proses lansia dengan

baik akan menimbulkan rasa depresi dan tidak memiliki

rasa kebermaknaan hidup, sedangkan lansia yang mampu

melewati masa lansianya dengan baik akan memiliki rasa

kebermaknaan hidup.

3. Faktor Penyakit pada Saraf Otak seperti Demensia dan

Gangguan Aktivitas

Menurut Muharyani (2010) faktor yang menyebabkan

timbulnya demensia adalah penyakit, trauma, obat-obatan,

dan depresi. Disamping itu juga disebabkan oleh

melambatnya proses peredaran darah dikarenakan kurangnya

aktivitas.

Dampak yang ditimbulkan seperti penurunan kemampuan

intelektual progresif yang menyebabkan kemunduran

kognitif dan fungsional. Gangguan dalam aktivitas sehari-

hari maupun hubungan dengan orang sekitarnya.Kehilangan

kemampuan untuk memecahkan masalah, mengontrol emosi, dan

bahkan bisa mengalami perubahan kepribadian dan masalah

tingkah laku seperti mudah marah dan berhalusinasi.

Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah Salah

satu sistem tubuh yang mengalami kemunduran adalah sistem

kognitif atau intelektual yang sering disebut

demensia.Demensia adalah suatu sindrom penurunan

kemampuan intelektual progresif yang menyebabkan

20

kemunduran kognitif dan fungsional.Seorang penderita

demensia memiliki fungsi intelektual yang terganggu dan

menyebabkan gangguan dalam aktivitas sehari-hari maupun

hubungan dengan orang sekitarnya.Penderita demensia juga

kehilangan kemampuan untuk memecahkan masalah, mengontrol

emosi, dan bahkan bisa mengalami perubahan kepribadian

dan masalah tingkah laku seperti mudah marah dan

berhalusinasi.

4. Faktor Terapi dan Senam Melatih Otak

Menurut Prasetya , Hamid & Susanti faktor yang dapat

menyebabkan turunnya tingkat depresi pada lansia adalah

dengan melakukan terapi kognitif dan senam latih otak.

Terapi ini melatih untuk mengontrol distorsi

pikiran/gagasan/ide.Terapi ini berprinsip bahwa pikiran

dapat mempengaruhi mood individu.

Dampak yang ditimbulkan pada pasien adalah perubahan

pikiran negatif dari lansia depresi dengan harga diri

rendah menjadi lebih kearah positif.

Kesimpulan dari hasil penelitian ini di dapatkan

bahwa dengan terapi kognitif dan senam latih otak dapat

mengurangi kadar depresi pada klien. Karena terapi ini

bertujuan untuk melatih pengontrolan distorsi

pikiran/gagasan/ide.

5. Faktor-faktor Persepsi yang Memperngaruhi Lansia

21

Dalam jurnal ini melibatkan di UPT PSTW Khusnul

Khotimah sebanyak 77 orang dengan jumlah partisipan pada

penelitian ini adalah sebanyak 4 orang lansia yang

dipilih dengan memperhatikan prinsip saturasi data yang

berusia 60 tahun ketas. Jurnal ini dibuat oleh Puspita

Harapan, Febriana Sabrian, Wasisto Utomo.

Menurut World Health Organization (WHO) (2010) lansia

merupakan seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun.

Secara umum telah diindentifikasi bahwa usia lanjut pada

umumnya mengalami berbagai gejala akibat terjadinya

penurunan fungsi biologis, psikologis, sosial, dan

ekonomi. Dari fisik atau mental, penyakit yang mengancam

nyawa, kehilangan orang yang dicintai, kehilangan sumber

material, kehilangan otonomi, kehilangan peran, kesepian,

isolasi, kebosanan, dan kekhawatiran terhadap saat

kematian dapat terjadi pada setiap tahap kehidupan.

Penelitian Adelina (2007) tentang hubungan

kecerdasan ruhaniah dengan kesiapan menghadapi kematian

pada lansia menunjukkan bahwa lansia yang memiliki

kecerdasan ruhaniah yang tinggi menghadapi kematiannya

dengan menghargai waktu yang dimiliki dan mengisi

kegiatan yang bermanfaat bagi diri sendiri, orang lain

dan alam. Penelitian ini mengengemukakan bahwa kecerdasan

spiritual berpengaruh terhadap kecemasan lansia dalam

menghadapi kematian. Lansia dengan tingkat spiritual yang

tinggi tidak merasa cemas menghadapi kematian. Dan dengan

adanya persiapan khusus dari lansia dalam mengahdapi

kematiannya membuat lansia semakin siap.

22

Dengan adanya bantun dari para perawat sampai dengan

perawat yang profesional pada lansia oleh asuhan

keperawatan terutama dalam perawatan menghadapi ajal.

inti penerimaan diri pada individu lanjut usia adalah

individu mampu menerima kelebihan dan kekurangan dirinya,

dan mau hidup dengan keadaan tersebut. Dan adanya

kematangan emosi berkorelasi positif dengan penerimaan

diri.

Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi lansia

tentang kematian dipengaruhi oleh tiga aspek yaitu:

spiritual, dukungan keluarga, dan pengalaman pribadi.

Sebagian besar lansia ingin menghadapi kematian dengan

proses yang cepat, khusnul khotimah dan lansia lainnya

pasrah ingin meninggal dalam kondisi apapun. Adanya

dukungan dari keluarga dalam lansia mempersiapkan

kematiannya itu sangat dibutuhkan.

Dengan adanya perawat yang mendampingi lansia dan

juga dukungan keluarga diharapkan bisa mendampingi lansia

dalam menghadapi kematian.Dengan kecerdasan spiritual

lansia dalam kehidupannya, juga mendukung dalam kualitas

hidup pada lansia untuk mempersiapkan kematiannya.Dan

lansia juga berharap bisa meninggal di tempat yang mereka

inginkan, misalnya di rumah, di panti, dalan lain

sebagainya.

Subjek yang diteliti dalam penelitian ini berjumlah

50 orang lanjut usia yang meliputi pria dan wanita.

Penelitian ini dibuat oleh Fredy Setya Wijaya dan Ranny

M.S dari Universitas Mercu Buana Yogyakarta.

23

Lanjut usia merupakan suatu proses berkelanjutan

dalam kehidupan yang ditandai dengan berbagai arah

penurunan seperti menurunnya barbagai fungsi organ tubuh.

Perasaan cemas yang dialami lansia mengganggu dalam

kegiatan sehari-hari lansia.Terutama kecemasan dalam

nasib dan kematian pada lansia.

Sehingga dalam memikirkan kematian pada lansia

memiliki dampak kecemasan dalam keadaan yang tidak pasti

dalam menghadapi kepastian tersebut. Pikiran tersebut

muncul dikarenakan adanya pikiran-pikiran pada lansia

yang meliputi tempat selanjutnya yang ia huni setelah

kematiannya adalah tempat yang buruk, merasa akan

kehilangan hidupnya.

Adanya aspek psikologis terdiri dari reaksi kognitif

yaitu respon dalam pikiran individu ketika mengahdapi

keadaan yang berhubungan dengan kematian. Dan juga reaksi

afektif yaitu reaksi emosi yang muncul ketika individu

mengahdapi permasalahan yang berhubungan dengan

keamatian. Dan ada juga reaksi perilaku yaitu tindakan

yang dilakukan individu ketika dirinya sedang terancam

oleh kematian.

Adanya kecemasan dalam mengahadapi kematian

berdampak pada kondisi emosional yang tidak nyaman,

tegang, gelisah, tidak tenag, was-was, bingung, dan lain

sebagainya. Penyebab kecemasan ini bisa berupa dari

faktor stimulus internal maupun eksternal lansia itu

sendiri. Faktor internal bisa berupa kecemasan lansia

dalam kewaspadaan yang menyebabkan dia meninggal.Adanya

24

perspersi dalam lansia dalam mengahdapi kematian

merupakan salah satu faktor yang dapat menurunkan tingkat

kecemasan dalam menghadapi kematian. Lansia yang memiliki

persepsi yang positif dalam kematiannya akan menimbulkan

perilaku yang positif.

C.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan

Sosioemosi Pada Masa Dewasa Akhir Menjelang

Kematian

1. Faktor-faktor Kesejahteraan Lansia

Faktor yang mempengaruhi kesejahteraan hidup lansia

paling utama adalah mengenai usia lansia yang juga

pemikiran lansia terhadap bagaimana hidup yang

kesejahtera di akhir masa-masa hidupnya. Hidup sejahtera

pada lansia juga memiliki standart masing-masing atau

bernilai subjektif diteliti oleh Yeniar (2011) dengan

melibatkan lansia yang berusia 60-70 tahun, pada lansia

di PMI Semarang.

Faktor yang paling utama dalam Kesejahteraan

Psikologis Lansia menurut Nurlailiwangi, dkk (2013)

mempengaruhi lansia dalam di panti werdha adalah karena

usia yang semakin renta yang menyebabkan kondisi fisik,

kognitif dan sosioemosi menurun, disamping itu karena

adanya faktor dari kerluarga, lingkungan dan masyarkat

itu sendiri yang membuat lansia berada di Panti Werdha

juga, dan sebaliknya.

25

Faktor penghambat lansia menurut Yeniar (2011) yaitu

adanya pemikiran bahwa lansia sudah tidak muda lagi, dan

memiliki kesadaran mendekati kematian, para lansia

semakin mendekatkan diri kepada Tuhan. Dan hal ini

semakin meningkatnya sisi religiusitas lansia, tidak

disebabkan dengan adanya pasangan hidupnya atau

kesejahteraannya, melainkan kesadaran diri masing-masing.

Kemudian, adanya pikiran pada lansia bahwa tidak ada

hidup yang abadi merupakan faktor pendorong juga.

Faktor yang muncul menurut Nurlailiwangi, dkk (2013)

adalah saat lansia berada di panti werdha, lansia

terkadang merasa kesepian karena keluarga yang jarang

menjenguk, adanya kesulitan dalam berkomunikasi sosial

dengan lansia lain,mindset lansia yang berpresepsi

tentang teman dalam berkomunikasi sosial, dan lansia

juga mulai terkena penyakit-penyakit orang tua.

Sehingga dampaknya menimbulkan adanya rasa syukur

yang dialami lansia dalam hal segi psikologis maupun

dalam kondisi sosial mereka. Sehingga, dalam hal

kesejahteraan dan religuiusitas pada lansia, letak

kesadarannya ada pada diri masing-masing, tidak pada

pasangannya. Yeniar (2011).

Dampaknya yang terjadi adalah lansia lebih memilih

menghindari konflik antar sesama teman yang berupa

kegiatan sosial atau berkomunikasi, lansia lebih

mendekatkan diri kepada Tuhan atau meningkatkan sisi

religiusitasnya dengan mengadakan atau mengahdiri

pengajian, dan juga menolong sesama teman yang

26

membutuhkan jika ada teman yang sedang sakit.

Nurlailiwangi, dkk (2013).

Dan seharusnya tahap yang sudah dicapai oleh lansia

pada usia ini adalah adanya tahap kesadaran berserah diri

kepada Tuhan, kepada kepercayaan masing-masing, karena

dianggap telah mendekati kematian. Yeniar (2011).

Tahap yang dicapai lansia menurut Nurlailiwangi, dkk

(2013) pada masa iniharusnya adasikap wibawa, dihormati,

menjadi sesepuh dan siap menghadapi atau mempersiapkan

kematian. Lansia tahu akan keterbatasan yang dimilikinya,

semakin tua, kondisi fisik, kognitif semakin menurun, dan

sosial emosinya semakin sadar akan kondisinya sekarang.

2. Faktor Kualitas Lansia

Faktor Kualitas dalam pemenuhan kebutuhan sosial

lansia di komunitas cenderung lebih baik dari pada di

panti, karena interaksi lansia di komunitas pada dasarnya

lebih luas dari pada lansia di panti. Hal ini disebabkan

karena, ada penurunan efisiensi keseluruhan, sosialisasi,

tingkat keterlibatan dalam pekerjaan dan aktifitas

sehari-hari, serta penurunan dukungan dari keluarga.

Penelitian ini dilakukan dan dilaporkan oleh Yuliati,

Baroya, dan Ririanty di Wilayah Kerja Puskesmas Kasiyan

dengan di Pelayanan Sosial Lanjut Usia Kabupaten Jember

dengan 210 responden yang dipilihdengan multistage random

sampling.

Faktor penghambat masalah yang biasa dialami oleh

lansia diantaranya adalah kesepian, keterasingan dari

27

lingkungan, ketidakberdayaan, ketergantungan, kurang

percaya diri, keterlantaran terutama bagi lansia yang

miskin serta kurangnya dukungan dari anggota keluarga.

Karena dukungan keluarga yang kurang mengakibatkan lansia

harus memiliki tingkat kemandirian yang tinggi. (Yulianti

dan Boraya).

Kesimpulan hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak

terdapat perbedaan kualitas hidup lansia yang tinggal di

komunitas dengan di Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jember.

Domain sosial memiliki perbedaan kualitas hidup menurut

status pernikahan pada lansia yang tinggal di komunitas.

Sementara itu, domain sosial memiliki perbedaan kualitas

hidup lansia menurut usia, partisipasi sosial, dukungan

keluarga, dan tingkat kemandirian pada lansia yang

tinggal di Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jember.

Berdasarkan domain lingkungan, terdapat perbedaan

kualitas hidup lansia antara lansia yang tinggal di

komunitas dengan Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jember

menurut dukungan keluarga. Sementara itu, domain

lingkungan memiliki perbedaan kualitas hidup lansia

menurut partisipasi sosial dan tingkat kemandirian hanya

pada lansia yang tinggal di Pelayanan Sosial Lanjut Usia

Jember. (Yulianti dan Boraya).

3. Faktor Self-Esteem Pada Lansia

Faktor Self-Esteem pada pensiunan PNS diteliti oleh

Setyarini dan Atamimi (2011) di daerah Ranting Srandakan,

Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta yang

28

terdaftar sebagai anggota Persatuan Wredatama Republik

Indonesia (PWRI). Subjek di ambil dengan purposive sampling

sebanyak 32 orang.Variabel independen (X) adalah self-

esteem, sedangkan variabel dependen (X) adalah makna

hidup.Instrumen untuk pengumpulan data menggunakan skala

self-esteem (29 aitem) dan skala makna hidup (34 aitem) yang

disusun oleh peneliti. Pengumpulan data tambahan juga

dilakukan mewawancarai lima subjek penelitian.

Self-esteem dianggap sebagai hal esensial dalam

psychological survival (Mckay & Fanning, 2000) dan sebagai

faktor primer kualitas hidup.Self-esteem mempengaruhi

kebahagiaan, resiliensi, dan memotivasi individu untuk

hidup sehat dan produktif.Self-esteem merupakan faktor

esensial bagi kesehatan, kemampuan coping, bertahan hidup

(Schiraldi, 2007), mempengaruhi motivasi, perilaku

fungsional, kepuasan hidup, dan berkaitan dengan well-being

seumur hidup secara signifikan (Guindon, 2010).

Pensiun sendiri merupakan sebuah transisi atau

proses yang disertai dengan perubahan status atau

aktivitas (Phillips, Ajrouch, & H-Nallétamby, 2010).

Sistem pensiun di Indonesia menetapkan bahwa Pegawai

Negeri Sipil (PNS) Indonesia yang bekerja di kantor

dipensiunkan pada usia 56 tahun, sedangkan guru dan

pengawas dipensiunkan setelah berusia 60 tahun..

Penelitian menunjukkan bahwa selfesteem tinggi pada

masa kanak-kanak.Kemudian menurun ketika masa remaja

(Robins, Trzesniewski, Tracy, Gosling, & Potter, 2002).

Pada usia dewasa tengah, selfesteem meningkat lalu menurun

29

secaradrastis pada usia dewasa akhir (Agarwal,2012) dan

saat memasuki usia pension (Nauert, 2012). Tren tersebut

berlaku untuksegala usia, lintas gender, etnis, skala

selfesteem, kebangsaan, dan tahun publikasi penelitian

(Trzesniewski, Donnellan, & Robins, 2003).

Masalah yang timbul pada tingginya self-esteem pada

individu ketika masih bekerja disebabkan karena adanya

perasaan berguna bagi orang lain dan lingkungan di

sekitarnya. Sebenarnya pensiun bisa membuat individu

senang karena bebas dari beban pekerjaan namun menurut

Ilmuwan gerontology, pensiun akan menimbulkan sejumlah

efek negatif. Pensiun dapat menyebabkan masalah seperti

kesulitan ekonomi, demoralisasi, menurunnya self-esteem,

berkurangnya aktivitas, meningkatkan isolasi dan

kesepian, menurunkan kondisi fisik dan kesehatan mental

(Atchley, 2007), serta perasaan tidak berguna bagi

lingkungan dan sesamanya. Mampu menyebabkan

tekanan.Ketika individu meninggalkan pekerjaan,

pendapatan maupun partisipasi sosial di dunia kerjanya

menurun (Wegman & Mcgee, 2004).

Perubahan status sosial ekonomi dan kesehatan fisik

diketahui dapat mempengaruhi penurunan self-esteem pada

orangdewasa akhir (Orth, Trzesniewski, & Robins,

2010).Individu yang berpendidikan diketahui memiliki self-

esteem lebih tinggi daripada yang tidak berpendidikan

(McMullin & Carney, 2004).

Penemuan makna hidup berkaitan dengan kepribadian

dan religiusitas (Steger, Frazier, Oishi, & Kaler, 2006),

30

serta berefek positif pada well-being (Steger, dkk., 2009;

Park, Park, &Peterson, 2010). Subjek yang telah memasuki

masa dewasa akhir diketahui dapat menemukan makna

hidupnya (Steger, dkk., 2009). Kepuasan hidup yang lebih

besar, lebih bahagia, dan depresi yang rendah dijumpai

pada individu yang telah memiliki makna hidup yang kuat

(Park, Malone, Suresh, Bliss, & Rosen, 2008).

Kebermaknaan hidup berkaitan dengan kesehatan dan secara

tidak langsung mempengaruhi tingkat lamanya usia dan

memperlambat kematian individu. Makna hidup selalu

berubah namun tidak pernah bisa berhenti (Frankl, 1992).

Relatif stabil meskipun usia seseorang terus bertambah

(Baumeister & Vohs, 2002).

Dari penelitian yang dilakukan didapatkan hasil

dimana tingkat self-esteem individu mampu meningkatkan

kebermaknaan hidup pensiun. Lalu penelitian pun mampu

memperkuat teori sumber makna hidup Westerhof, dkk.

(dalam Wong, 2012). Sumber makna hidup dalam diri

seseorang menurut Westerhof, dkk. (Wong, 2012): (1)

Berasal dari dalam diri (sifat dan karakter, perkembangan

personal dan prestasi, penerimaan diri,

pleasure/kesenangan, pemenuhan, dan kedamaian). (2) Relasi

(perasaan terikatan, intimasi, kualitas relasi,

altruisme, pelayanan, dan kesadaran komunal/berhubungan

dengan umum). (3) Integritas fisik (fungsi, kesehatan,

dan penampilan yang tampak). (4) Aktivitas (kerja, leisure,

dan aktivitasaktivitas hedonis). (5) Kebutuhan materi

(kepemilikan, keamanan keuangan, dan meeting basicneeds/

31

kebutuhan dasar dalam hierarchyneed Abraham Maslow). Sumber

makna hidup lain yang mempengaruhi makna hidup yaitu

kebutuhan holistik, pandangan filosofis (nilai-nilai dan

kepercayaan), idealisme, perhatian pada kemanusiaan.

4. Faktor Kematangan Emosi Pada Lansia

Faktor kematangan emosi pada lansia diteliti pada 32

lansia dengan usia minimal 65 tahun, yang memenuhi

syarat minimal lulusan SMP mampu merespon dengan baik dan

seorang pensiunan serta tidak tinggal di Panti Tresna

Werdha. Subjek berasal dari anggota Perhimpunan Puna

Karyawan PERTAMINA (HIMPANA) di DIY, Ranting Utara pada

10 Agustus 2002. Sari dan Nuryoto (2002) menggunakan

analisis kuantitatif.Data diperoleh dengan menggunakan

metode skala dan lembar identitas yang berisi data

faktual tentang subjek. Variabel Independen (x) adalah

kematang emosi yang di ukur dengan menggunakan skala

kematangan emosi berdasarkan teori yang dikemukakan oleh

Overstreet (dalam Schneiders, 1955) dan variabel dependen

(x) adalah penerimaan diri yang menggunakan pengukuran

skala penerimaan diri berdasarkan teori yang dikemukakan

oleh Sheerer (dalam Cronbach, 1963).

Dan mendapatkan hasil bahwa ada hubungan positif

antara kematangan emosi dan penerimaan diri.Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa kematangan emosi

berkorelasi positif dengan penerimaan diri.Semakin tinggi

kematangan emosi maka semakin tinggi pula peneriman diri,

32

dan sebaliknya semakin rendah kematangan emosi maka

semakin rendah pula peneriman dirinya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan diri

adalah pendidikan dan dukungan sosial.Penerimaan diri

adalah suatu tingkatan kesadaran individu tentang

karakteristik pribadinya dan adanya kemauan untuk hidup

dengan keadaan tersebut (Pannes dalam Hurlock, 1973).

Kematangan Emosi Schneiders (dalam Kurniawan, 1995)

mengemukakan bahwa individu disebut matang emosinya jika

potensi yang dikembangkannya dapat ditempatkan dalam

suatu kondisi pertumbuhan, dimana tuntutan yang nyata

dari kehidupan individu dewasa dapat dihadapi dengan cara

yang efektif dan positif. Hurlock (1959) berpendapat

bahwa individu yang matang emosinya dapat dengan bebas

merasakan sesuatu tanpa beban.

Individu yang memiliki kematangan emosi dapat

mengatasi masalah yang dihadapinya dengan memunculkan

mekanisme psikologi yang sesuai dan bermanfaat untuk

menghadapi berbagai keadaan dalam kehidupan sehari-hari.

Dimana individu beradaptasi pada perubahan yang ada pada

dirinya untuk mencapai successful aging. Seorang individu

dapat saja secara kronologis sudah memasuki periode

perkembangan dewasa, tetapi secara psikologis masih belum

matang hal ini lah yang akan menimbulkan masalah dimana

masih saja ada lansia yang berperilaku seperti anak-anak.

Reichard’s (dalam Decker, 1980) menyatakan bahwa ada

dua gambaran dari individu lanjut usia yang tidak

memiliki kematangan emosi, yaitu (1) Angry. Individu-

33

individu akan memusuhi lingkungan, menyalahkan lingkungan

apabila ada sesuatu yang salah, melihat dunia sebagai

suatu perlawanan yang kompetitif. (2) Self-haters. Individu-

individu akan menyalahkan dirinya, memiliki hubungan

sosial yang buruk, dan sangat depresi dalam menjalani

kehidupan masa tuanya. Individu yang tidak dapat menerima

perubahan tersebut akan menggunakan mekanisme pertahanan

diri untuk menghadapinya

Oleh karena itu, individu lanjut usia seharusnya

meluaskan perhatian, tidak hanya kepada dirinya saja.

Successful aging menekankan bahwa individu mampu mengambil

keuntungan dari kesempatan-kesempatan yang diberikan oleh

lingkungan.

5. Faktor Kesepian dan Kerohaniahan Pada Lansia

Penelitian ini dilakukan dengan subjek yang

berjumlah 60 orang Lansia dan berusia diatas 60 tahun.

Jurnal ini dibuat oleh Della Adelina dan Triana Noor E.S

dari Fakultas Psikologi Universitas Wangsa Manggala.

Adanya faktor teknologi yang canggih dengan didukung

perbaikan gizi di indonesia telah meningkatkan jumlah

lansia dari tahun ke tahun. Namun adanya peningkatan

dalam jumlah lansia, membuat bagaimana adanya

kesejahteraan pada lansia. Adanya penurunan fisik seperti

penyusutan berat badan, peningkatan jumlah masa lemak

bagian yang kurus, berkurangnya jumlah air dalam tubuh,

34

munculnya keriput, sensivitas mata terhadap ketajaman

penglihatan, dll. Dalam kognitif juga terdapat penurunan

terhadap performasi intelektual, psikomotor menjadi

lambat, dan lain sebagainya. Sedangkan dalam

sosioemosinya adanya perlakuan dari masyarakat terhadap

lansia itu sendiri bisa berupa pengurangan dalam kegiatan

aktivitas bagi lansia di masyarakat.

Faktor penghambat dari permasalahan tersebut dari

segi fisik, kognitif dan sosioemosi menyebabkan penyakit

reumatik, tekanan darah tinggi, kepikunan,

ketidakpercayaan diri pada lansia di masyarakat sampai

dengan menimbulkan stress dan depresi pada lansia. Tanpa

adanya dukungan dari keluarga dan lingkungan sosialnya,

ternyata stress dan depresi dapat menyebabkan kematian

pada lansia yang kemampuan merespon stressnya telah

menurun. Disamping itu, ketakutan lansia pada dosa-dosa

yang pernah ia perbuat dan akan mendapatkan

pertanggungjawaban setelah kematian, berpisahnya dengan

orang-orang yang telah dikasihi, dll.

Sehingga, dampaknya lansia yang mengalami fase

kehilangan dalam hidupnya pun ada yang merasa belum siap

dalam menerima datangnnya kematian, sehingga lansia takut

menjalani kehidupan lansianya. Sehingga, adanya kegiatan

memperbaiki ketakutan lansia yang berupa hobby yang

lansia lakukan, lebih mendekatkan diri kepada Tuhan YME,

adanya thap integritas pada lansia sehingga lansia siap

dalam menghadapi kematiannya.

35

Dari aspek-aspek tersebut, adanya kecerdasan

spiritual dan keruhaniahan akan membantu lansia lebih

kualitas dalam kehidupannya dalam menghadapi kematiannya.

Karena kecerdasan tersebut menggunakan otak sebagai pola

pikir lansia kepada agama dan visi hidup yang berupa

mersakan kehadiran Tuhan, mengingat Tuhan dan berdo’a,

memiliki kualitas sabar dll.

Kematian merupakan suatu hal yang pasti bagi makhluk

hidup, terutama pada manusia yang meiliki fase-fase dalam

hidupnya. Dalam kematian yang akan dialami oleh lansia

atau masa dewasa akhir, telah memiliki ciri-ciri dalam

segi fisik, kognitif dan sosioemosinya, serta bagaimana

lansia itu bisa menerima dan mempersiapkan kematiannya.

Adanya sikap menerima dirinya yang berbeda di masa

terdahulunya dan berpikir positif terhadap kematian itu

merupakan ciri-ciri lansia yang siap menghadapi

kematiannya.

36

BAB III

PEMBAHASAN

1. Ciri-ciri perubahan fisik yang terjadi pada lansia di

masa dewasa akhir :

a. Bertambahnya kerutan pada wajah dan bertambah pendek.

Pada masa dewasa akhir, terjadi penyusutan tulang

belakang pada lansia pria dan wanita (Hoyer & Roodin,

2003). Pada usia 60 tahun, biasanya terjadi penurunan

berat badan yang disebabkan oleh penyusutan otot,

sehingga tubuh terlihat mengendur (Evans, 2010).

b. Pada masa tua, orang dewasa lanjut usia cenderung

mengalami perubahan pergerakan. Gerak tubuh menjadi

lebih lambat. Bahkan untuk melakukan kegiatan seperti

menggenggam, bergerak dari satu tempat ke tempat lain,

37

orang lanjut usia cenderung makin lambat dibandingkan

ketika masih muda (Mollenkopf, 2007).

2. Ciri-ciri perubahan kognitif yang terjadi pada lansia

diantaranya, seperti :

a. Depresi

Faktor yang mempengaruhi depresi menurut Djaali dan

Sappaile (2013) terkait dengan perubahan-perubahan yang

terjadi pada diri mereka saat memasuki usia lanjut,

seperti pensiun dari pekerjaan, penurunan pekerjaan,

perubahan rutinitas, dan hilangnya lingkungan sosial,

dimana semua hal tersebut terjadi bersamaan dengan

penurunan fungsi tubuh, penurunan kodisi kesehatan,

penurunan fungsi kognitif, dan munculnya penyakit-

penyakit kronis. Hal ini bersangkutan dengan sebuah

studi yang menemukan bahwa, semakin rendah frekuensi

simtom depresi pada orang dewasa lanjut usia dibanding

orang dewasa paruh baya dikaitkan dengan kesulitan

ekonomi yang lebih kecil, pertukaran sosial negatif

yang lebih jarang, dan meningkatnya religiusitas

(Schieman, van Gundy, & Taylor, 2004).

b. Demensia

Demensia adalah istilah umum untuk semua gangguan

neurologis yang gejala utamanya meliputi kemunduran

fungsi mental. Individu yang mengalami demensia sering

kali kehilangan kemampuan untuk merawat dirinya sendiri

dan dapat kehilangan kemampuan untuk mengenali dunia

sekitar dan orang-orang yang sudah biasa dikenalnya

38

(Mast & Healy, 2009; Okura, dkk, 2010; Travers, Martin-

Kahn, & Lie, 2010). Dampak yang ditimbulkan seperti

penurunan kemampuan intelektual progresif yang

menyebabkan kemunduran kognitif dan fungsional.Gangguan

dalam aktivitas sehari-hari maupun hubungan dengan

orang sekitarnya.

3. Ciri-ciri perubahan sosioemosi yang terjadi pada lansia

di masa dewasa akhir diantaranya adalah :

a. Ciri-ciri yang tampak pada perubahan sosioemosi

yang dialami lansia, seperti integritas versus

keputusan yang dialami individu di masa dewasa akhir

yang melibatkan refleksi terhadap masa lalu, yang

menyimpulkan bahwa kehidupannya belum dimanfaatkan

secara baik (Santrock, 2012), sehingga menyebabkan

adanya perilaku positif yang dilakukan lansia,

menghindari konflik antar sesama, lebih berwibawa dan

bersikap positif.

b. Pada lansia memiliki feminitas dan maskulinitas pada

lansia di masa dewasa akhir ini (Gutmann,1975). Hal ini

menimbulkan penurunan dalam segi fisik dan seksualitas

pada lansia. Sehingga adanya penerimaan diri pada

lansia, agar lansia siap menghadapi kematian. Kualitas

hidup dan kesejahteraan pada lansia memiliki standar

masing-masing pada setiap lansia.

c. Kemajuan teknologi dalam peralatan penunjang-hidup

menimbulkan isu-isu mengenai kualitas hidup (Durnova &

Gottweis, 2010; Givens & Mitchell, 2009). Itu mengapa

39

terjadi pertumbuhan jumlah lansia tiap tahun. Adanya

kualitas hidup bagi lansia, membawa lansia menjadi

mendekatkan diri kepada Tuhan atau semakin

meningkatkan sisi religiusitasnya, sehingga siap dalam

menghadapi kematiannya dalam masa-masa tua.

d. Berbagai emosi dan gejolak mulai dialami lansia

dalam mempersiapkan diri pada kematiannya dengan

menjadi lebih spiritual (Park, 2009). Elisabeth

Kubler-Ross (1969) membagi perilaku dan pikiran

manusia yang mendekati ajal kedalam 5 tahapan yaitu:

Penolakan dan isolasi dimana pada tahapan awal ini

orang yang akan meninggal menyangkal keadaan itu.

Marah, dimana orang pada tahapan ini menyadari

bahwa penyangkalannya tidak dapat dipertahankan

lagi, maka muncul lah rasa marah ini.

Menawar adalah tahapan orang itu menawar

kematiannya untuk di undur atau ditangguhkan.

Depresi merupakan tahapan keempat mulai menerima

keadaannya dengan tekanan dalam dirinya

Menerima adalah tahapan akhir dimana orang itu

menerima dengan rasa damai kematiannya.

e. Lansia didorong untuk lebih sering mengkaji makna

dari kehidupan dan kematian dibandingkan masa dewasa

awal dan menengah (Santrock, 2011). Persepsi lansia

terhadap kematiannya, dapat begitu bervariasi, dapat

berupa kebahagiaan atau kesulitan, merupakan penebusan

dosa atau malah hukuman sang pencipta. Hal itu

40

dipengaruhi oleh bagaimana lansia semasa hidupnya

(Santrock, 2011).

BAB IV

KESIMPULAN

41

Jadi, pada masa dewasa akhir atau atau pada usia 60 tahun

keatas bila ditinjau dari segi kognitif adalah adanya

penurunan daya ingat atau mengalami kepikunan, serta adanya

penyakit-penyakit yang berhubungan dengan kognitif misalnya

adalah dimensia dan alzaimer yang juga ada pada usia masa tua

ini.

Bila ditinjau dari segi fisik, usia dewasa akhir ini

sudah memiliki daya tahan tubuh yang tidak sekuat masa-masa

sebelumnya. Satu masalah stres misalnya, akan menimbulkan

banyak penyakit fisik, diantaranya adalah tekanan darah

tinggi, linu kaki dan tangan, migrain dan sebagainya. Tenaga

yang semakin berkurang, juga menyebabkan adanya masa pensiun,

sehingga, pekerjaan yang berat sudah tidak bisa dikerjakan

lagi. Sehingga mengalami kondisi yang bermasalah pada

sosioemosinya.

Pada sosioemosi, kesejahteraan pada masa dewasa akhir

atau lansia ini memberikan pengaruh positif atau negatif yang

berpengaruh pada keadan sosial emosi lansia itu sendiri.

Karena kesejahteraan lansia pada kondisi fisik dan

sosioemosinya akan berpengaruh pada tingkat kemungkinan

bertambahnya umur. Dalam teori erikson, pada masa dewasa akhir

ini, lansia mengalami evaluasi diri, dimana itu digunakan

untuk mempersiapkan arah menuju kematian. Sehingga, dalam

prsesnya itu, sikap lansia terhadap sesama menjadi lebih

tentram dan menghindari konflik, semakin mendekatkan diri

kepada Tuhan atau menambah sisi religiusitasnya, dan mengisi

kegiatan hari-harinya dengan kegiatan yang positif dan

bermanfaat.

42

DAFTAR PUSTAKA

Nurlaili, E., Coralia, F., Verawati. (2013). Studi MengenaiKesejahteraan Psikologis Lansia Di Balai PerlindunganTresna Werdha (BPSTW) Ciparay Bandung. Jurnal PsikologiIndonesia. Bandung: No 1). Vol. X. ISSN 0853-3098.

Indriana, Y., Desiningrum, D.R., Kristiana I.F. (2011.Religiositas, keberadaan pasangan dan kesejahteraansosial (social well being) pada lansia binaan PMISemarang. Jurnal Psikologi Undip. Semarang: PSIKOLOGIUNDIP.Vol. 10. No. 2.

Reily, J.(2010). Effects of Semantic and phonologicalreladness on world list recall : a case study insemantic dimentia and alzheimer’s disease. ScienceDirectPredia Social and behavioral science 6.

Harapan, P., Febriana, S.,& Wasisto, U.(2014).StudiFenomenologi Persepsi Lansia dalam mempersiapkan dirimenghadapi kematian. Pekanbaru: JOM PSIK vol 1 No.2

Wicaksono, W.(2003). Ketakutan Terhadap Kematian ditinjau dariKebijaksanaan dan Orientasi Religius pada Periode Remaja

43

Akhir yang Berstatus Mahasiswa. Yogyakarta: JurnalPsikologi. No 1, 57-65.

Pamungkas, A., Sri W., &Rin W.A. Hubungan antara Religiusitasdan Dukungan Sosial dengan Kecemasan Menghadapi TutupUsia pada Lanjut Usia di Kelurahan Jebres Surakarta.Surakarta.

Wijaya, F.S. & Ranni, M.S.(2006). Persepsi Terhadap Kematiandan Kecemasan Menghadapi Kematian pada Lanjut Usia.Yogyakarta.

Melati, K., Yayan S.& Faizah. Pencapaian Kehidupan Bermakna(The Meaningful Life) Setelah Kematian PasanganBerdasarkan Teori Viktor Frankl pada Janda Lanjut Usia.Malang.

Adeliana, D.& Triana N.E.D.S. Hubungan Kecerdasan Ruhaniahdengan Kesiapan Menghadapi Kematian pada Lansia.Magelang.

Suprapto, H.U.H.(2013).Konseling Logoterapi untuk MeningkatkanKebermaknaan Hidup Lansia.Jurnal sains dan praktik psikologi. Vol1.

Muharyani, P.W.(2010).Demensia dan Gangguan AktivitasKehidupan Sehari-hari (AKS) Lansia di Panti SosialTresna Werdha Wargatama Inderalaya. Program Studi IlmuKeperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.

Prasetya, A.S.,Achir Y. S.H.,& Herni S.Penurunan TingkatDepresi Klien Dengan Terapi Kognitif danSenam Latih Otakdi Panti Werdha.

Widjayanti. (2007). Hubungan Kualitas Fisik dan Lingkungandengan Pola Kehidupan Lansia di Kelurahan Pudak PayungKecamatan Banyumanik Semarang. Jurnal Ilmiah PerancanganKota dan Pemukiman. Vol 6.No 1. Maret 2007.

Astari, P.D., Adiatmika, P.G., dkk. (2011). Pengaruh SenamLansia Terhadap Tekanan Darah Lansia dengan Hipertensipada Kelompok Senam Lansia di Bajar Kaja SesetanDenpasar Selatan. Universitas Udayana Denpasar.

44

Handono, S.& Richard, S.D. (2013). Upaya Menurunkan KeluhanNyeri Sendi Lutut pada Lansia di Posyandu LansiaSejahtera.Jurnal Stikes. Vol 6. No. 1. Juli 2013.

Asniati, N.D. & Nursiah, S.(2014).A Syistem Review: GroupCounselling for Older People with Depression.Jakarta:Akademi Kebidanan Suluh Bangsa, Universitas NegeriJakarta.

Yulianti, A.,dkk.(2014).Perbedaan Kualitas Hidup Lansia yangTinggal di Komunitas dengan di Pelayanan Sosial LanjutUsia.Jember: JurnalFakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Jember.

Setyarini, R & Nuryati, A. (2011). Self-Esteem dan Makna HiduppadaPensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Jurnal PsikologiUniversitas Gajah Mada. Yogyakarta: Vol. 38 N.

Sari, E.P.& Sartini, N. (2002). Penerimaan Diri pada LanjutUsiaditinjau dari Kematangan Emosi. Jurnal Psikologi UniversitasGajah Mada. Yogyakarta: No. 2

Santrock, J.W. (2012). Life-Span Development : PerkembanganMasa Hidup Lansia. Erlangga:Jakarta