Makalah Akhlak Tasawuf: Muhasabah, Khauf, Raja', Shiddiq
Transcript of Makalah Akhlak Tasawuf: Muhasabah, Khauf, Raja', Shiddiq
BAB I
PENDAHULUANI. LATAR BELAKANG
Muhasabah dalam agama kita mengandung arti yang
begitu mendalam bila kita mengetahui hakikat muhasabah
itu sendiri. Terutama dalam kehidupan dunia dan juga
kehidupan akherat nan kekal abadi. Mengerti, memahami
akan arti definisi muhasabah dalam Islam perlu untuk
setiap mukmin dalam rangka memperbaiki dirinya ke dalam
hal-hal yang baik dan positif.1
Hakikat muhasabah bukan mengingat dosa-dosa yang
telah lalu, kemudian menyesali dan menangisinya. Namun,
hakikat muhasabah adalah memaksakan diri untuk taat
melaksanakan semua perintah Allah SWT dan menjauhi
segala larangannya.2
Pada intinya, dakwah harus dievaluasi, agar
harakah dakwah tidak hanya menjadi simbol yang
substansinya telah beralih pada sektor lain yang jauh
dari nilai-nilai dakwah itu sendiri.3
Shiddiq merupakan hakikat kebaikan yang memiliki
dimensi yang luas, karena mencakup segenap aspek
keislaman. Hal ini tergambar dalam firman Allah
SWT: ”Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan1 http://www.safiyhati.com/2013/06/muhasabah-dalam-islam.html2 http://www.hilman.web.id/posting/blog/1052/pengertian-makna-dan-hakikat-muhasabah.html3 http://www.ahmarembang.com/2011/11/arti-makna-muhasabah-dalam-islam.html1 | Akhlak Tasawuf Muhasabah, Khauf, Raja’, Shiddiq
barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya
kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari
kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan
memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya,
anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang
memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-
minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan
shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang
menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang
yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam
peperangan.Mereka itulah orang-orang yang benar imannya
(yakni bersifat siddiq); dan mereka itulah orang-orang
yang bertakwa. ” (QS Al-Baqarah: 177)
Ayat ini digambarkan dimensi yang dicakupi oleh
siddiq yaitu meliputi keimanan, menginfakkan harta yang
dicintai, mendirikan shalat, menunaikan zakat, menepati
janji, bersabar dalam kesulitan, dll. Karena itulah,
dalam ayat lain, Allah SWT memerintahkan kita untuk
senantiasa bersama-sama para shiddiqin: ”Hai orang-
orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan
hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar
(siddiq).” (QS At- Taubah: 119)
II. RUMUSAN MASALAH
1. Apa Makna Muhasabah secara bahasa dan Istilah?
2 | Akhlak Tasawuf Muhasabah, Khauf, Raja’, Shiddiq
2. Bagaimana indikasi kegagalan dan kesuksesan dalam
Muhasabah?
3. Apa Manfaat dan Tujuan Muhasabah?
4. Apa Pengertian Khauf dan Raja’ secara bahasa dan
istilah?
5. Apa saja macam-macam Khauf dan Raja’?
6. Apa Pengertian Shiddiq secara bahasa dan istilah?
7. Bagaimana ruang lingkup Shiddiq?
TUJUAN
III. TUJUAN
1. Untuk mengetahui Makna Muhasabah secara bahasa dan
Istilah
2. Untuk mengetahui indikasi kegagalan dan kesuksesan
dalam Muhasabah
3. Untuk mengetahui Manfaat dan Tujuan Muhasabah
4. Untuk mengetahui Pengertian Khauf dan Raja’ secara
bahasa dan istilah
5. Untuk mengetahui macam-macam Khauf dan Raja’
6. Untuk mengetahui Pengertian Shiddiq secara
bahasa dan istilah
7. Untuk mengetahui ruang lingkup Shiddiq
3 | Akhlak Tasawuf Muhasabah, Khauf, Raja’, Shiddiq
BAB II
PENGERTIANMUHASABAH, KHAUF, RAJA’, DAN SHIDDIQ
I. MUHASABAH
1. Makna Muhasabah
Pengertian muhasabah adalah evaluasi diri sendiri.
Sehingga penjabaran akan makna arti muhasabah berasal
dari kata hasiba yang artinya adalah menghisab atau pun
menghitung. Dalam penggunaan katanya, muhasabah
diidentikan dengan menilai diri sendiri atau
mengevaluasi, atau pun introspeksi diri.4
Muhasabah menurut Rasulullah SAW sama artinya
dengan jihad nafs atau jihad memerangi dan mengekang
hawa nafsu. Rasulullah SAW dalam sabdanya yang lain
menegaskan jihad nafs adalah salah satu jihad paling
besar dan termasuk ke dalam hakikat seorang mujahid.
''Mujahid adalah orang yang mengekang jiwanya untuk
taat kepada perintah Allah.'' (HR Ahmad).5
Muhasabah berarti introspeksi diri, menghitung
diri dengan amal yang telah dilakukan dari masa-masa
yang telah lalu. Manusia yang beruntung adalah manusia4 Husain Al-Habsyi, Kamus Al-Kautsar Lengkap, (Bangil: Yayasan Pesantren Islam, 1986).5 http://www.republika.co.id/kolom.asp?kat_id=144 | Akhlak Tasawuf Muhasabah, Khauf, Raja’, Shiddiq
yang tahu akan dirinya sendiri. Dan manusia
beruntung akan selalu mempersiapkan dirinya untuk
kehidupan kelak yang abadi di yaumul akhir di akhirat
yang pasti adanya.
Muhasabah dalam agama kita mengandung arti yang
begitu mendalam bila kita mengetahui hakikat muhasabah
itu sendiri. Terutama dalam kehidupan dunia dan juga
kehidupan akherat nan kekal abadi. Mengerti, memahami
akan arti definisi muhasabah dalam Islam perlu untuk
setiap mukmin dalam rangka memperbaiki dirinya ke dalam
hal-hal yang baik dan positif.6
Dari pengertian di atas, jelas bahwa hakikat
muhasabah bukan mengingat dosa-dosa yang telah lalu,
kemudian menyesali dan menangisinya. Namun, hakikat
muhasabah adalah memaksakan diri untuk taat
melaksanakan semua perintah Allah SWT dan menjauhi
segala larangannya.7
Pada intinya, dakwah harus dievaluasi, agar
harakah dakwah tidak hanya menjadi simbol yang
substansinya telah beralih pada sektor lain yang jauh
dari nilai-nilai dakwah itu sendiri.8
6 http://www.safiyhati.com/2013/06/muhasabah-dalam-islam.html7 http://www.hilman.web.id/posting/blog/1052/pengertian-makna-dan-hakikat-muhasabah.html8 http://www.ahmarembang.com/2011/11/arti-makna-muhasabah-dalam-islam.html5 | Akhlak Tasawuf Muhasabah, Khauf, Raja’, Shiddiq
Dalil yang berkaitan dengan makna muhasabah ini
juga banyak. Diantaranya yaitu hadist Rasulullah SAW
yang artinya adalah :
"Dari Syadad bin Aus r.a, dari Rasulullah SAW, bahwa beliau
berkata, "Orang yang pandai adalah yang menghisab (mengevaluasi)
dirinya sendiri serta beramal untuk kehidupan sesudah kematian.
Sedangkan orang yang lemah adalah yang dirinya mengikuti hawa
nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah SWT". (HR. Imam
Turmudzi).9
Dalil Al-Qur'an yang berkaitan dengan muhasabah
juga telah Allah Firman kan dalam Al-Qur'an yaitu
Q.S.Al-Hasyr (59):18:
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk
hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan."
2. Indikasi Kesuksesan dan Kegagalan
Dalam Al-Qur’an, Allah swt. seringkali
mengingatkan hamba-hamba-Nya mengenai visi besar ini,
di antaranya adalah dalam QS. Al-Hasyr (59): 18–19.
9 http://www.safiyhati.com/2013/06/muhasabah-dalam-islam.html6 | Akhlak Tasawuf Muhasabah, Khauf, Raja’, Shiddiq
Muhasabah atau evaluasi atas visi inilah yang
digambarkan oleh Rasulullah saw. sebagai kunci pertama
dari kesuksesan. Selain itu, Rasulullah saw. juga
menjelaskan kunci kesuksesan yang kedua, yaitu action
after evaluation. Artinya setelah evaluasi harus ada
aksi perbaikan. Dan hal ini diisyaratkan oleh
Rasulullah saw. dengan sabdanya dalam hadits di atas
dengan ’dan beramal untuk kehidupan sesudah kematian.’
Potongan hadits yang terakhir ini diungkapkan
Rasulullah saw. langsung setelah penjelasan tentang
muhasabah. Karena muhasabah juga tidak akan berarti
apa-apa tanpa adanya tindak lanjut atau perbaikan.
Terdapat hal menarik yang tersirat dari hadits di
atas, khususnya dalam penjelasan Rasulullah saw.
mengenai kesuksesan. Orang yang pandai senantiasa
evaluasi terhadap amalnya, serta beramal untuk
kehidupan jangka panjangnya yaitu kehidupan akhirat.
Dan evaluasi tersebut dilakukan untuk kepentingan
dirinya, dalam rangka peningkatan kepribadiannya
sendiri.
Sementara kebalikannya, yaitu kegagalan. Disebut
oleh Rasulullah saw, dengan ‘orang yang lemah’,
memiliki dua ciri mendasar yaitu orang yang mengikuti
hawa nafsunya, membiarkan hidupnya tidak memiliki visi,
tidak memiliki planing, tidak ada action dari
planingnya, terlebih-lebih memuhasabahi perjalanan
7 | Akhlak Tasawuf Muhasabah, Khauf, Raja’, Shiddiq
hidupnya. Sedangkan yang kedua adalah memiliki banyak
angan-angan dan khayalan, ’berangan-angan terhadap
Allah.’ Maksudnya, adalah sebagaimana dikemukakan oleh
Imam Al-Mubarakfuri dalam Tuhfatul Ahwadzi, sebagai
berikut: Dia (orang yang lemah), bersamaan dengan
lemahnya ketaatannya kepada Allah dan selalu mengikuti
hawa nafsunya, tidak pernah meminta ampunan kepada
Allah, bahkan selalu berangan-angan bahwa Allah akan
mengampuni dosa-dosanya.10
3. Urgensi Muhasabah
Imam Turmudzi setelah meriwayatkan hadits di atas, juga
meriwayatkan ungkapan Umar bin Khattab dan juga
ungkapan Maimun bin Mihran mengenai urgensi dari
muhasabah.
a. Mengenai muhasabah, Umar r.a. mengemukakan:
‘Hisablah (evaluasilah) diri kalian sebelum
kalian dihisab, dan berhiaslah (bersiaplah) kalian
untuk hari aradh akbar (yaumul hisab). Dan
bahwasanya hisab itu akan menjadi ringan pada hari
kiamat bagi orang yang menghisab (evaluasi) dirinya
di dunia.
Sebagai sahabat yang dikenal ‘kritis’ dan
visioner, Umar memahami benar urgensi dari evaluasi
10 http://www.dakwatuna.com/2007/09/17/258/makna-muhasabah/#axzz2guMJ9vXj8 | Akhlak Tasawuf Muhasabah, Khauf, Raja’, Shiddiq
ini. Pada kalimat terakhir pada ungkapan di atas,
Umar mengatakan bahwa orang yang biasa mengevaluasi
dirinya akan meringankan hisabnya di yaumul
akhir kelak. Umar paham bahwa setiap insan akan
dihisab, maka iapun memerintahkan agar kita
menghisab diri kita sebelum mendapatkan hisab dari
Allah swt.11
b. Sementara Maimun bin Mihran r.a. mengatakan:
‘Seorang hamba tidak dikatakan bertakwa hingga
ia menghisab dirinya sebagaimana dihisab pengikutnya
dari mana makanan dan pakaiannya’.
Maimun bin Mihran merupakan seorang tabiin yang
cukup masyhur. Beliau wafat pada tahun 117 H.
Beliaupun sangat memahami urgensi muhasabah,
sehingga beliau mengaitkan muhasabah dengan
ketakwaan. Seseorang tidak dikatakan bertakwa,
hingga menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri.
Karena beliau melihat salah satu ciri orang yang
bertakwa adalah orang yang senantiasa mengevaluasi
amal-amalnya. Dan orang yang bertakwa, pastilah
memiliki visi, yaitu untuk mendapatkan ridha Ilahi.12
c. Urgensi lain dari muhasabah adalah karena setiap
orang kelak pada hari akhir akan datang menghadap
Allah swt. dengan kondisi sendiri-sendiri untuk11 http://www.dakwatuna.com/2007/09/17/258/makna-muhasabah/#axzz2guMJ9vXj12 Ibid,.9 | Akhlak Tasawuf Muhasabah, Khauf, Raja’, Shiddiq
mempertanggung jawabkan segala amal perbuatannya.
Allah swt. menjelaskan dalam Al-Qur’an: “Dan tiap-
tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari
kiamat dengan sendiri-sendiri.” [QS. Maryam (19):
95, Al-Anbiya’ (21): 1].13
4. Aspek-Aspek Yang Perlu Dimuhasabahi
Terdapat beberapa aspek yang perlu dimuhasabahi oleh
setiap muslim, agar ia menjadi orang yang pandai dan
sukses.
a. Aspek Ibadah
Pertama kali yang harus dievaluasi setiap
muslim adalah aspek ibadah. Karena ibadah
merupakan tujuan utama diciptakannya manusia di
muka bumi ini.
Artinya: Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka mengabdi kepada-Ku. [QS. Adz-Dzaariyaat
(51): 56]
b. Aspek Pekerjaan & Perolehan Rizki
Aspek kedua ini sering kali dianggap remeh,
atau bahkan ditinggalkan dan ditakpedulikan oleh
kebanyakan kaum muslimin. Karena sebagian
menganggap bahwa aspek ini adalah urusan duniawi
yang tidak memberikan pengaruh pada aspek
13 Ibid,.10 | Akhlak Tasawuf Muhasabah, Khauf, Raja’, Shiddiq
ukhrawinya. Sementara dalam sebuah hadits,
Rasulullah saw. bersabda:
Dari Ibnu Mas’ud ra dari Nabi Muhammad saw.
bahwa beliau bersabda, ‘Tidak akan bergerak tapak kaki
ibnu Adam pada hari kiamat, hingga ia ditanya tentang 5 perkara;
umurnya untuk apa dihabiskannya, masa mudanya, kemana
dipergunakannya, hartanya darimana ia memperolehnya dan ke
mana dibelanjakannya, dan ilmunya sejauh mana
pengamalannya.’ (HR. Turmudzi)
c. Aspek Kehidupan Sosial Keislaman
Aspek yang tidak kalah penting untuk
dievaluasi adalah aspek kehidupan sosial, dalam
artian hubungan muamalah, akhlak dan adab dengan
sesama manusia. Karena kenyataannya aspek ini juga
sangat penting, sebagaimana yang digambarkan
Rasulullah saw. dalam sebuah hadits:
Dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw.
bersabda, ‘Tahukah kalian siapakah orang yang bangkrut itu?’
Sahabat menjawab, ‘Orang yang bangkrut diantara kami adalah
orang yang tidak memiliki dirham dan tidak memiliki perhiasan.’
Rasulullah saw. bersabda, ‘Orang yang bangkrut dari umatku
adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan (pahala)
shalat, puasa dan zakat, namun ia juga datang dengan membawa
(dosa) menuduh, mencela, memakan harta orang lain, memukul
(mengintimidasi) orang lain. Maka orang-orang tersebut diberikan
pahala kebaikan-kebaikan dirinya. Hingga manakala pahala
11 | Akhlak Tasawuf Muhasabah, Khauf, Raja’, Shiddiq
kebaikannya telah habis, sebelum tertunaikan kewajibannya,
diambillah dosa-dosa mereka dan dicampakkan pada dirinya, lalu
dia pun dicampakkan ke dalam api neraka. (HR. Muslim)
Melalaikan aspek ini, dapat menjadi orang
yang muflis sebagaimana digambarkan Rasulullah
saw. dalam hadits di atas. Datang ke akhirat
dengan membawa pahala amal ibadah yang begitu
banyak, namun bersamaan dengan itu, ia juga datang
ke akhirat dengan membawa dosa yang terkait dengan
interaksinya yang negatif terhadap orang lain;
mencaci, mencela, menuduh, memfitnah, memakan
harta tetangganya, mengintimidasi dsb. Sehingga
pahala kebaikannya habis untuk menutupi
keburukannya. Bahkan karena kebaikannya tidak
cukup untuk menutupi keburukannya tersebut, maka
dosa-dosa orang-orang yang dizaliminya tersebut
dicampakkan pada dirinya. Hingga jadilah ia tidak
memiliki apa-apa, selain hanya dosa dan dosa,
akibat tidak memperhatikan aspek ini.
Na’udzubillah min dzalik.14
d. Aspek Dakwah
Aspek ini sesungguhnya sangat luas untuk
dibicarakan. Karena menyangkut dakwah dalam segala
aspek; sosial, politik, ekonomi, dan juga
14 http://www.dakwatuna.com/2007/09/17/258/makna-muhasabah/#axzz2guMJ9vXj12 | Akhlak Tasawuf Muhasabah, Khauf, Raja’, Shiddiq
substansi dari da’wah itu sendiri mengajak orang
pada kebersihan jiwa, akhlaqul karimah,
memakmurkan masjid, menyempurnakan ibadah,
mengklimakskan kepasrahan abadi pada ilahi, banyak
istighfar dan taubat dsb.
Tetapi yang cukup urgens dan sangat
substansial pada evaluasi aspek dakwah ini yang
perlu dievaluasi adalah, sudah sejauh mana pihak
lain baik dalam skala fardi maupun jama’i,
merasakan manisnya dan manfaat dari dakwah yang
telah sekian lama dilakukan? Jangan sampai sebuah
‘jamaah’ dakwah kehilangan pekerjaannya yang
sangat substansial, yaitu dakwah itu sendiri.
Evaluasi pada bidang dakwah ini jika
dijabarkan, juga akan menjadi lebih luas. Seperti
evaluasi dakwah dalam bidang tarbiyah dan
kaderisasi, evaluasi dakwah dalam bidang dakwah
‘ammah, evaluasi dakwah dalam bidang siyasi,
evaluasi dakwah dalam bidang iqtishadi, dsb?
Pada intinya, dakwah harus dievaluasi, agar
harakah dakwah tidak hanya menjadi simbol yang
substansinya telah beralih pada sektor lain yang
jauh dari nilai-nilai dakwah itu sendiri. Mudah –
mudahan ayat ini menjadi bahan evaluasi bagi
dakwah yang sama-sama kita lakukan: Katakanlah:
“Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang
13 | Akhlak Tasawuf Muhasabah, Khauf, Raja’, Shiddiq
mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan
hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada
termasuk orang-orang yang musyrik”. [QS. Yusuf
(12): 108]15
5. Manfaat dan Keutamaan Muhasabah
a. Dengan bermuhasabah diri, maka diri setiap
muslim akan bisa mengetahui akan aib serta
kekurangan dirinya sendiri. Baik itu dalam hal
amalan ibadah, kegiatan yang memberikan manfaat
untuk banyak manusia. Sehingga dengan demikian
akan bisa memperbaiki diri apa-apa yang dirasa
kurang pada dirinya.
b. Dalam hal ibadah, kita akan semakin tahu akan
hak kewajiban kita sebagai seorang hambaNya dan
terus memperbaiki diri dan mengetahui hakekat
ibadah bahwasannya manfaat hikmah ibadah adalah
demi kepentingan diri kita sendiri. Bukan demi
kepentingan Allah Ta'ala. Karena kita lah manusia
yang lemah dan penuh dosa yang memerlukan akan
pengampunan dosa-dosa kita yang banyak.
c. Mengetahui akan segala sesuatu baik itu kecil
maupun besar atas apa yang kita lakukan di dunia
ini, akan dimintai pertanggungjawabannya kelak di
15 http://www.dakwatuna.com/2007/09/17/258/makna-muhasabah/#axzz2guMJ9vXj14 | Akhlak Tasawuf Muhasabah, Khauf, Raja’, Shiddiq
akherat. Inilah salah satu hikmah muhasabah dalam
diri setiap manusia.
d. Membenci hawa nafsu dan mewaspadainya. Dan
senantiasa melaksanakan amal ibadah serta ketaatan
dan menjauhi segala hal yang berbau kemaksiatan,
agar menjadi ringan hisab di hari akhirat kelak.16
II. KHAUF DAN RAJA'
1. Khauf (takut kepada Allah SWT)
a. Pengertian Khauf
Secara bahasa Khauf berasal dari kata khafa, yakhafu,
khaufan yang artinya takut. Takut yang dimaksud disini
adalah takut kepada Allah SWT. Khauf adalah takut
kepada Allah SWT dengan mempunyai perasaan khawatir
akan adzab Allah yang akan ditimpahkan kepada kita.
Cara untuk dekat kepada Allah yaitu mengerjakan segala
perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.17
Dalam KBBI, khauf adalah kata benda yang memiliki
arti ketakutan atau kekhawatiran. Khawatir sendiri
merupakan kata sifat yang bermakna takut (gelisah,
cemas) terhadap suatu hal yang belum diketahui dengan
pasti. Sedangkan takut adalah kata sifat yang memiliki
beberapa makna seperti, merasa gentar menghadapi
sesuatu yang dianggap akan mendatangkan bencana. Jadi
16 http://www.safiyhati.com/2013/06/muhasabah-dalam-islam.html17 Husain Al-Habsyi, Kamus Al-Kautsar Lengkap, (Bangil: Yayasan Pesantren Islam, 1986).15 | Akhlak Tasawuf Muhasabah, Khauf, Raja’, Shiddiq
khauf berarti perasaan gelisah atau cemas terhadap
suatu hal yang belum diketahui dengan pasti.18
Adapun secara terminologi, sebagaimana diuraikan
dalam kamus tasawuf, khauf adalah suatu sikap mental
merasa takut kepada Allah karena kurang sempurna
pengabdiannya, takut atau khawatir kalau-kalau Allah
tidak senang padanya. Khauf timbul karena pengenalan
dan cinta kepada Allah yang mendalam sehingga ia merasa
khawatir kalau Allah melupakannya atau takut kepada
siksa Allah.19
Menurut Imam Qusyairy, takut kepada Allah berarti
takut terhadap hukumNya. Menurutnya khauf adalah
masalah yang berkaitan dengan kejadian yang akan
datang, sebab seseorang hanya merasa takut jika apa
yang dibenci tiba dan yang dicintai sirna. Dan realita
demikian hanya terjadi di masa depan.20
Menurut Sayyid Ahmad bin Zain al-Habsyi, khauf
adalah:
“Suatu keadaan yang menggambarkan resahnya hati
karena menunggu sesuatu yang tidak disukai yang
diyakini akan terjadi dikemudian hari.”
18 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990).19 Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Tasawuf, (Penerbit Amzah, 2005).20 Al-Qusyairy An-Naisabury, Ar-Risalah al-Qusyairiyyah fî ‘Ilmi At-Tasawufi, terj. Mohammad Luqman Hakim dengan judul Risalatul Qusyairiyyah: Induk Ilmu Tasawuf, (Surabaya: Risalah Gusti, 2000).16 | Akhlak Tasawuf Muhasabah, Khauf, Raja’, Shiddiq
Ibn Jalla’ berkata bahwa orang tidak dikatakan
takut karena menangis dan megusap air matanya, tetapi
karena takut melakukan sesuatu yang mengakibatkan ia
disiksa karenanya.
Ibnu Khabiq berkata, “Makna khauf menurutku adalah
berdasarkan waktunya, yaitu takut yang tetap ada pada
Allah saat ia dalam keadaan aman.” Menurutnya, orang
yang takut adalah seorang yang lebih takut akan dirinya
sendiri dari pada hal-hal yang ditakutkan syaitan.
Imam Qonadi berkata, “Alamat dari pada khauf adalah
ia tidak menyakitkan dirinya dengan banyak angan.”
Sebagian Arifin berkata, “Alamat khauf yaitu beku dan
layunya hati dari kesenangan.”
Al-Falluji berpendapat bahwa khauf adalah suatu
bentuk kegelisahan ketika seseorang memperkirakan
sesuatu yang ia benci akan menimpanya.21
Dalam al-Quran, kata khauf diulang sebanyak seratus
dua puluh kali. Diantaranya adalah dalam surah al-Qasas
ayat 21;
“Maka keluarlah Musa dari kota itu dengan rasa
takut menunggu-nunggu dengan khawatir, dia berdoa: "Ya
Tuhanku, selamatkanlah Aku dari orang-orang yang zalim
itu".22
21 Ibid,.22 Depag. RI, Al-Quran dan Tafsir Per Kata, (indeks ayat) (Bandung: 2007).17 | Akhlak Tasawuf Muhasabah, Khauf, Raja’, Shiddiq
Ayat yang serupa dengan ayat tersebut yaitu surah
al-Naml ayat 10 dan surah al-Qasas ayat 33. Ayat
tentang khauf yang lain diantaranya dalam surah az-
Zumar ayat 13, al-Nur ayat 37, al-Insan ayat 10 yang
menunjukkan ketakutan pada siksaan hari akhir. Sedang
khauf dalam surah Asy-Syuara’ ayat 14 menunjukkan
ketakutan terhadap bahaya. Ayat-ayat tentang khauf ini,
khauf bermakna ketakutan yang diikuti dengan perasaan
cemas atau khawatir akan sesuatu.
Khauf berbeda dengan khasyyah dan haibah. Khauf
merupakan salah satu syarat iman dan hukum-hukumnya,
khasyyah adalah salah satu syarat pengetahuan,
sedangkan haibah adalah salah satu syarat pengetahuan
makrifat. Khasyyah merupakan ketakutan yang hanya
diperuntukkan bagi Allah. Khasyyah adalah kekhawatiran
yang disertai pengagungan, dan biasanya itu ter23jadi
karena tahu dengan apa yang ia takutkan. Khasyyah lebih
khusus daripada khauf, karena khasyyah hanya dimiliki
oleh orang alim yang mengetahui Allah.
Haibah lebih tinggi lagi dari khasyyah, haibah
berarti ketakutan yang terhormat, ketakutan dalam
menghadapi keagungan Allah. Menurut Syekh Abu Ali ad-
Daqqaq, ketiga ketakutan tersebut merupakan tahapan
khauf.
Firman Allah surah An-Nur 52:23 Depag. RI, Al-Quran dan Tafsir Per Kata, (indeks ayat) (Bandung: 2007).18 | Akhlak Tasawuf Muhasabah, Khauf, Raja’, Shiddiq
Artinya: “Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan
takut kepada Allah dan bertaqwa kepada-Nya, maka mereka adalah
orang-orang yang mendapat kemenangan.
Firman Allah Ta’ala :
Artinya: “Maka janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah
kepada-Ku, jika kamu benar-benar orang yang beriman.” (Q.S Al- Imran :
175)
b. Macam-Macam Khauf (Takut)
a. Khouf thabi’i seperti halnya orang takut hewan
buas, takut api, takut tenggelam, maka rasa takut
semacam ini tidak membuat orangnya dicela akan
tetapi apabila rasa takut ini menjadi sebab dia
meninggalkan kewajiban atau melakukan yang
diharamkan maka hal itu haram.
b. Khouf ibadah yaitu seseorang merasa takut
kepada sesuatu sehingga membuatnya tunduk
beribadah kepadanya maka yang seperti ini tidak
boleh ada kecuali ditujukan kepada Allah ta’ala.
Adapun menujukannya kepada selain Allah adalah
syirik akbar.
19 | Akhlak Tasawuf Muhasabah, Khauf, Raja’, Shiddiq
c. Khouf sirr seperti halnya orang takut kepada
penghuni kubur atau wali yang berada di kejauhan
serta tidak bisa mendatangkan pengaruh baginya
akan tetapi dia merasa takut kepadanya maka para
ulama pun menyebutnya sebagai bagian dari
syirik.24
c. Alasan manusia takut kepada Allah
a. Karena kekuasaan dan keagungan Allah
b. Karena balasan Allah
c. Karena taufiq dan hidayah yang diberikan
kepada manusia
d. Karena rahmat dan minat yang dilimpahkan
kepada manusia.25
2. Raja’ (Mengharap ridho kepada Allah SWT)
a. Pengertian Raja’
Raja’ secara bahasa artinya harapan atau cita-cita.
Raja’ adalah mengharap ridho, rahmat dan pertolongan
kepada Allah SWT, serta yakin hal itu dapat diraihnya,
atau suatu jiwa yang sedang menunggu (mengharapkan)
sesuatu yang disenangi dari Allah SWT, setelah
melakukan hal-hal yang menyebabkan terjadinya sesuatu
yang diharapaknnya. Jika mengharap ridha, rahmat dan
24 BKS BSL-PAI-SMA/SMK Semester Gasal Kelas XI25 Mahjuddin, H, Drs. 2009, Akhlak Tasawuf 1; Mukjizat Nabi, Karamah Wali dan Ma’rifah suci. Jakarta : Kalam Mulia20 | Akhlak Tasawuf Muhasabah, Khauf, Raja’, Shiddiq
pertolong Allah SWT, kita harus memenuhi ketentuan
Allah SWT. Jika kita tidak pernah melakukan shalat
ataupun ibadah-ibadah lainnya, jangan harap meraih
ridha,rahmat,dan pertolongan Allah SWT.26
Firman Allah Ta’ala :
Artinya: “Untuk itu, barangsiapa yang mengharap perjumpaan dengan
Robbnya, maka hendaklah ia mengerjakan amal shaleh dan janganlah
mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Robb-
Nya.” (QS.Al-Kahfi:110)
b. Macam-macam Raja’
Dua bagian termasuk termasuk raja` yang terpuji
pelakunya sedangkan satu lainnya adalahraja` yang
tercela. Yaitu:
a. Seseorang mengharap disertai dengan amalan
taat kepada Allah di atas cahaya Allah, ia
senantiasa mengharap pahala-Nya
b. Seseorang yang berbuat dosa lalu bertaubat
darinya, dan ia senantiasa mengharap ampunan
Allah, kebaikan-Nya dan kemurahan-Nya.
c. Adapun yang menjadikan pelakunya tercela
ialah seseorang yang terus-menerus dalam
26 http://modulakhlak.blogspot.com/2011/12/khauf-dan-raja.html21 | Akhlak Tasawuf Muhasabah, Khauf, Raja’, Shiddiq
kesalahan-kesalahannya lalu mengharap rahmat
Allah tanpa dibarengi amalan. Raja`yang seperti
ini hanyalah angan-angan belaka, sebuah harapan
yang dusta.27
c. Sifat Raja’ kepada Allah SWT
1). Optimis
Optimis adalah memungkinkan seseorang melewati
setiap warna kehidupan dengan lebih indah dan membuat
suasana hati menjadi tenang.28
Allah berfirman dalam Q.S Yusuf ayat : 87
Artinya: “Dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah.
Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum
yang kafir. ”
Rasullah SAW bersabda:
Artinya: “Orang berdosa yang mengharap rahmat Allah jauh lebih
disayang Allah dari pada orang taat yang berputus asa.” (H.R Ibnu
Mas’ud)
2). Dinamis
27 Mahjuddin, H, Drs. 2009, Akhlak Tasawuf 1; Mukjizat Nabi, Karamah Wali danMa’rifah suci. Jakarta : Kalam Mulia28 http://modulakhlak.blogspot.com/2011/12/khauf-dan-raja.html22 | Akhlak Tasawuf Muhasabah, Khauf, Raja’, Shiddiq
Adalah sikap untuk terus berkembang, berfikir
cerdas, kreatif, rajin, dan mudah beradaptasi dengan
lingkungan.
Orang yang bersikap dinamis tidak akan mudah puas
dengan prestasi-prestasi yang ia peroleh, tetapi akan
berusaha terus menerus untuk meningkatkan kualitas
diri.29
Rasulaah SAW bersabda:
Artinya: “Bekerjalah kamu untuk urusan dunia, seolah-olah kamu akan
hidup selamanya, dan bekerjalah untuk akhiratmu seolah-olah kamu
akan mati esok hari.” (H.R Ibnu Majah).30
d. Faktor dalam Raja’:
a. Selalu berpegang teguh kepada tali agama
Allah yaitu agama Islam
b. Selalu berharap kepada Allah, agar selalu
diberikan kesuksesan dalam berbagai macam usaha
dan mendapat ridha dari-Nya
c. Selalu merasa takut kepada ancaman dan
siksaan Allah di hari akhirat kelak
d. Selalu cinta (mahabbah) kepada Allah31
e. Hikmah Raja’
a. Menciptakan prasangka baik membuang jauh
prasangka buruk
29 http://www.scribd.com/doc/35607216/raja’30 Mahjuddin, H, Drs. 2009, Akhlak Tasawuf 1; Mukjizat Nabi, Karamah Wali dan Ma’rifah suci. Jakarta : Kalam Mulia31 BKS BSL-PAI-SMA/SMK Semester Gasal Kelas XI23 | Akhlak Tasawuf Muhasabah, Khauf, Raja’, Shiddiq
b. Mengharapkan rahmat Allah dan tidak mudah
putus asa
c. Menjadikan dirinya tenang, aman, dan tidak
merasa takut pada siapapun kecuali kepada Allah
d. Dapat meningkatkan amal sholeh untuk bertemu
Allah
e. Dapat meningkatkan jiwa untuk berjuang
dijalan Allah32
f. Dapat meningkatkan kesadaran bahwasannya
azab Allah itu amat pedih sehingga harus berpacu
dalam kebaikan
g. Dapat meningkatkan rasa syukur atas nikmat
yang telah diteriamnya
h. Dapat menghilangkan rasa hasud, dengki, dan
sombong kepada orang lain
i. Dapat meningkatkan rasa halus untuk
mencintai sesama manusia dan dicintainya.33
Baik Khauf maupun raja` merupakan dua ibadah yang
sangat agung. Bila keduanya menyatu dalam diri seorang
mukmin, maka seluruh aktivitas kehidupannya akan
menjadi seimbang. Dengankhauf akan membawa diri
seseorang untuk selalu melaksanakan ketaatan dan
menjauhi perkara yang diharamkan; dengan raja` akan
32 Alfat, Masan, H, Drs. 1994, Aqidah Akhlak. Semarang : PT Karya Toha Putra33 Mahjuddin, H, Drs. 2009, Akhlak Tasawuf 1; Mukjizat Nabi, Karamah Wali dan Ma’rifah suci. Jakarta : Kalam Mulia24 | Akhlak Tasawuf Muhasabah, Khauf, Raja’, Shiddiq
menghantarkan dirinya untuk selalu mengharap apa yang
ada di sisi Allah.34
III. JUJUR (SHIDDIQ)
1. Pengertian jujur (shidiq)
Jujur adalah sebuah kata yang telah dikenal
oleh hampir semua orang. Bagi yang telah mengenal kata
jujur mungkin sudah tahu apa itu arti atau makna dari
kata jujur tersebut. Namun masih banyak yang tidak tahu
sama sekali dan ada juga hanya tahu maknanya secara
samar-samar. Berikut saya akan mencoba memberikan
pemahaman sebatas mampu saya tetang makna dari kata
jujur ini. Kata jujur adalah kata yang digunakan untuk
menyatakan sikap seseorang. Bila seseorang berhadapan
dengan suatu atau fenomena maka seseorang itu akan
memperoleh gambaran tentang sesuatu atau fenomena
tersebut. Bila seseorang itu menceritakan informasi
tentang gambaran tersebut kepada orang lain tanpa ada
“perobahan” (sesuai dengan realitasnya ) maka sikap
yang seperti itulah yang disebut dengan jujur.
Jujur jika diartikan secara baku adalah “mengakui,
berkata atau memberikan suatu informasi yang sesuai
kenyataan dan kebenaran”. Dalam praktek dan
penerapannya, secara hukum tingkat kejujuran seseorang
biasanya dinilai dari ketepatan pengakuan atau apa yang34 Alfat, Masan, H, Drs. 1994, Aqidah Akhlak. Semarang : PT Karya Toha Putra25 | Akhlak Tasawuf Muhasabah, Khauf, Raja’, Shiddiq
dibicarakan seseorang dengan kebenaran dan kenyataan
yang terjadi. Bila berpatokan pada arti kata yang baku
dan harafiah maka jika seseorang berkata tidak sesuai
dengan kebenaran dan kenyataan atau tidak mengakui
suatu hal sesuai yang sebenarnya, orang tersebut sudah
dapat dianggap atau dinilai tidak jujur, menipu,
mungkir, berbohong, munafik atau lainnya.
Perlu juga diketahui bahwa ada juga seseorang
memberikan berita atau informasi sebelum terjadinya
peristiwa atau fenomena. Misalnya sesorang mengatakan
dia akan hadir dalam pertemuan di sebuah gedung bulan
depan. Kalau memang dia hadir pada waktu dan tempat
yang telah di sampaikannya itu maka seseorang itu
bersikap jujur. Dengan kata lain jujur juga berkaitan
dengan janji. Disini jujur berarti mencocokan atau
menyesuaikan ungkapan (informasi) yang disampaikan
dengan realisasi (fenomena).
Mungkin kita juga pernah melihat atau
memperhatikan Tukang bekerja. Dia bekerja berdasarkan
sebuah pedoman kerja. Dalam pedoman kerja (tertulis
atau tidak) ada ketentuan sebuah perbandingan yakni
3 : 5. Tapi dalam pelaksanaan kerja Tukang tersebut
tidak mengikuti angka perbandingan itu, dia membuat
perbandingan yang lain yakni 3 : 6, Peristiwa ini
jelas memperlihatkan si Tukang tidak mengikuti
ketentuan yang ada dalam pedoman kerja. Dengan demikian
26 | Akhlak Tasawuf Muhasabah, Khauf, Raja’, Shiddiq
berarti si Tukang tidak bersikap jujur. Dalam kasus
ini sang Tukang tidak berusaha menyesuaikan informasi
yang ada dengan fenomena (tindakan yang
dilaksanakan ). Kejujuran juga bersangkutan dengan
pengakuan. Dalam hal ini kita ambil contoh , orang
Eropa membuat pernyataan atau menyampaikan informasi,
bahwa ….orang pertama sekali yang sampai ke Benua
Amerika adalah Cristofer Colombus…Padahal menurut
sejarah yang berkembang, sebelum Colombus mendarat di
Benua Amerika telah sampai kesana armada Laksmana Cheng
ho. Artinya apa, tidak ada pengakuan. Dalam hal ini
kita juga melihat persoalan kesesuaian antara fenomena
(realitas) dengan informasi yang disampaikan.
Jadi dari uraian di atas dapat diambil semacam rumusan,
bahwa apa yang disebut dengan jujur adalah sebuah
sikap yang selalu berupaya menyesuaikan atau mencocokan
antara Informasi dengan fenomena. Dalam agama Islam
sikap seperti inilah yang dinamakan shiddiq. Makanya
jujur itu ber-nilai tak terhingga.
2. Keutamaan Berbuat Jujur (shiddiq)
ن� ي� ادق ع الص وا م �ون وك وا اهلل ق وا ات ن� ن� ءام ي!� ذ� ها ال ي&� اا) �ي“ Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan
hendaklah kalian beserta orang-orang yang jujur. ” (Q.S. At Taubah:
27 | Akhlak Tasawuf Muhasabah, Khauf, Raja’, Shiddiq
119).
Seorang muslim adalah seorang yang jujur. Dia
mencintai kejujuran melazimkannya lahir batin di dalam
hati (Shidqul qalb), ucapan (Shidqul hadits) dan
perbuatan (Shidqul ‘amal), karena kejujuran merupakan
kebaikan, dan kebaikan menunjukkan kepada surga. Surga
merupakan tujuan yang paling mulia bagi seorang muslim
dan merupakan tujuan yang paling diidam-idamkannya.
Adapun kebalikan dari jujur adalah dusta. Sifat ini
menunjukkan kepada kejahatan dan kejahatan menunjukkan
kepada neraka, sedangkan neraka merupakan hal yang
paling ditakuti seorang muslim.
Rasulullah SAW bersabda: “Hendaklah kamu semua
bersikap jujur, karena kejujuran membawa kepada
kebaikan, dan kebaikan membawa kepada surga. Seseorang
yang selalu jujur dan mencari kejujuran akan ditulis
oleh Allah sebagai orang yang jujur (shidiq). Dan
jauhilah sifat bohong, karena kebohongan membawa kepada
kejahatan, dan kejahatan membawa ke neraka. Orang yang
selalu berbohong dan mencari-cari kebohongan,akan
ditulis oleh Allah sebagai pembohong (kadzdzab).”
Sesungguhnya orang yang telah mengenal kejujuran dan
menetapkan janji, orang-orang akan cinta kepadanya; dan
mereka mencintai perilakunya. Apabila ia seorang yang
alim, mereka akan mengambil manfaat ilmunya dan
merekapun akan menghormatinya. Andaikata ia seorang
28 | Akhlak Tasawuf Muhasabah, Khauf, Raja’, Shiddiq
pedagang, mereka akan mempercayai usahanya.
Sesungguhnya hanya terletak pada kejujuranlah seorang
pengusaha akan sukses; seorang pekerja akan meraih
keberhasilan, seorang pedangang mampu maraih
keuntungan.
Sesungguhnya kejujuran adalah budi pekerti yang
sangat kuat kaitannya dengan kemaslahatan perorangan
atau jama’ah dan merupakan sisi yang paling kuat untuk
mem-benahi dan membina masyarakat dan menerapkan serta
menegakkan aturan-aturannya. Menghias diri dengan keju-
juran adalah keutamaan, dan melepas diri daripadanya
adalah kehinaan. Kejuj uran adalah tanda keimanan dan
kesucian jiwa serta suatu tanda dari keselamatan kita.
Kejujuran yang menunjukkan keindahan sifat dan
ketinggian moral seseorang. Kejujuran juga membentuk
pelakunya menjadi cinta kepada Allah SWT dan cinta
kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin.
3. Manfaat berbuat jujur (shidiq)
Kejujuran senantiasa mendatangkan berkah,
sebagaimana disitir dalam hadist yang diriwayatkan dari
Hakim bin Hizam dari Nabi, beliau bersabda,
“Penjual dan pembeli diberi kesempatan berfikir selagi mereka belum
berpisah. Seandainya mereka jujur serta membuat penjelasan mengenai
barang yang diperjualbelikan, mereka akan mendapat berkah dalam jual
beli mereka. Sebaliknya, jika mereka menipu dan merahasiakan
29 | Akhlak Tasawuf Muhasabah, Khauf, Raja’, Shiddiq
mengenai apa-apa yang harus diterangkan tentang barang yang
diperjualbelikan, maka akan terhapus keberkahannya.”
Tidaklah kita dapati seorang yang jujur,
melainkan orang lain senang dengannya, memujinya. Baik
teman maupun lawan merasa tentram dengannya. Berbeda
dengan pendusta. Temannya sendiripun tidak merasa aman,
apalagi musuh atau lawannya. Alangkah indahnya ucapan
seorang yang jujur, dan alangkah buruknya perkataan
seorang pendusta.
Orang yang jujur diberi amanah baik berupa harta,
hak-hak dan juga rahasia-rahasia. Kalau kemudian
melakukan kesalahan atau kekeliruan, kejujurannya –
dengan izin Allah- akan dapat menyelamatkannya.
Sementara pendusta, sebiji sawipun tidak akan
dipercaya. Jikapun terkadang diharapkan kejujurannya
itupun tidak mendatangkan ketenangan dan kepercayaan.
Dengan kejujuran maka sah-lah perjanjian dan tenanglah
hati. Barang siapa jujur dalam berbicara, menjawab,
memerintah (kepada yang ma’ruh), melarang (dari yang
mungkar), membaca, berdzikir, memberi, mengambil, maka
ia disisi Allah dan sekalian manusia dikatakan sebagai
orang yang jujur, dicintai, dihormati dan dipercaya.
Kesaksiaannya merupakan kebenaran, hukumnya adil,
muamalahnya mendatangkan manfaat, majlisnya memberikan
barakah karena jauh dari riya’ mencari nama. Tidak
berharap dengan perbuatannya melainkan kepada Allah,
30 | Akhlak Tasawuf Muhasabah, Khauf, Raja’, Shiddiq
baik dalam salatnya, zakatnya, puasanya, hajinya,
diamnya, dan pembicaraannya semuanya hanya untuk Allah
semata, tidak menghendaki dengan kebaikannya tipu daya
ataupun khiyanat. Tidak menuntut balasan ataupun rasa
terima kasih kecuali kepada Allah. Menyampaikan
kebenaran walaupun pahit dan tidak mempedulikan celaan
para pencela dalam kejujurannya. Dan tidaklah seseorang
bergaul dengannya melainkan merasa aman dan percaya
pada dirinya, terhadap hartanya dan keluarganya. Maka
dia adalah penjaga amanah bagi orang yang masih hidup,
pemegang wasiat bagi orang yang sudah meninggal dan
sebagai pemelihara harta simpanan yang akan ditunaikan
kepada orang yang berhak.
Seorang yang beriman dan jujur, tidak berdusta dan
tidak mengucapkan kecuali kebaikan. Berapa banyak ayat
dan hadist yang menganjurkan untuk jujur dan benar,
sebagaimana firman-firman Allah yang berikut.
“Allah berfirman, ‘Ini adalah suatu hari yang
bermanfaat bagi orang-orang yang benar kebenaran
mereka. Bagi mereka surga yang di bawahnya mengalir
sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.
Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha
terhadap-Nya. Itulah keberuntungan yang paling besar.’”
(Q.S. al-Maidah:119)35
35 http://faristin-ichsan.blogspot.com/2012/06/jujur-shidiq.html31 | Akhlak Tasawuf Muhasabah, Khauf, Raja’, Shiddiq
4. Ciri-Ciri Orang yang Bersifat Siddiq
Orang-orang yang siddiq memiliki beberapa fitur,
di antara fitur-fitur mereka yang Allah gambarkan dalam
Al-Quran adalah:
a. Teguh pendiriannya terhadap apa yang dicita-citakan
(diyakininya). Firman Allah SWT: “Diantara orang-orang
mukmin itu ada orang-orang yang menepati (membenarkan) apa
yang telah mereka janjikan kepada Allah, maka di antara mereka
ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-
nunggu dan mereka sedikitpun tidak merubah (janjinya). ” (QS Al-
Ahzab: 23)
b. Tidak ragu untuk berjihad dengan harta dan jiwa
mereka. Allah SWT berfirman dalam Al-
Quran: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-
orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka
tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka
pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar. ”(QS Al-
Hujurat: 15)
c. Memiliki keimanan kepada Allah SWT, Rasulullah SAW,
bersedekah, mendirikan shalat, menunaikan zakat,
menepati janji dan sabar. FirmanNya: “Bukanlah
menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu
kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman
kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-
nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya,
32 | Akhlak Tasawuf Muhasabah, Khauf, Raja’, Shiddiq
anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir dan orang-orang yang
meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan
shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati
janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam
kesempitan , penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah
orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang
yang bertakwa. ”(QS Al-Baqarah: 177)
d. Memiliki komitmen yang tinggi terhadap Islam. Firman
Allah SWT: “… barang siapa yang berpegang teguh dengan
agama Allah, maka sungguh ia telah mendapatkan hidayah menuju
jalan yang lurus …” (QS Ali Imran: 101).36
5. Cara Mencapai Sifat Shiddiq
Setelah kita melihat urgensitas sifat sidiq
ini, maka setidaknya muncul dalam hati kita keinginan
untuk melengkapi diri dengan sifat ini. Karena sifat
ini benar-benar merupakan intisari dari kebaikan. Dan
sifat ini pulalah yang dimiliki oleh sahabat yang
paling dicintai Rasulullah SAW yaitu Abu Bakar Asidiq.
Penulis melihat ada beberapa cara yang semoga dapat
membantu menumbuhkan sifat ini:
a. Senantiasa memperbaharui keimanan dan keyakinan kita
(baca; ketsiqahan) kepada Allah SWT. Karena pondasi
dari sifat sidiq ini adalah kuatnya keyakinan kepada
Allah.36 http://ekaputri12.wordpress.com/2012/12/19/makalah-agama-islam-sidiq/33 | Akhlak Tasawuf Muhasabah, Khauf, Raja’, Shiddiq
b. Melatih diri untuk bersikap jujur diamana saja dan
kapan saja serta kepada siapa saja. Karena kejujuran
merupakan karakter mendasar sifat sidiq.
c. Melatih diri untuk senantiasa membenarkan sesuatu
yang datang dari Allah (Al-Qur’an dan sunnah) ,
meskipun hal tersebut terkesan bertentangan dengan
rasio. Karena kebenaran mutlak hanyalah milik Allah.
Sementara ijtihad manusia masih sangat memungkinkan
adanya kesalahan.
d. Senantiasa melatih diri untuk komitmen dengan Islam
dalam segala aspeknya; aqidah, ibadah, akhlaq dan
syari’ah. Karena salah satu ciri siddiqin adalah
memiliki komitmen yang tinggi terhadap Islam:
م ي� ق ست لى صراط م ذي� ا7 ذ ه ق � ف اهلل =م ي ص عت �ن� ت وم“…barang siapa yang berpegang teguh dengan agama Allah, maka
sungguh dia telah mendapatkan hidayah menuju jalan yang
lurus…”
e. Sering mentadaburi ayat-ayat Allah, hadits-hadits
Rasulullah SAW mengenai sifat sidiq. Karena
mentadaburi ayat dan hadits juga merupakan cara
tersendiri yang sangat membekas dalam jiwa manusia.
f. Senantiasa membuka-buka lembaran-lembaran sejarah
kehidupan salafu shaleh, terutama pada sikap-sikap
mereka yang menunjukkan kesiddiqannya.
34 | Akhlak Tasawuf Muhasabah, Khauf, Raja’, Shiddiq
g. Memperbanyak dzikir dan amalan-amalan sunnah. Karena
dengan hal-hal tersebut akan menjadikan hati tenang
dan tentram. Hati yang seperti ini akan mudah
dihiasi sifat sidiq.37
6. Ruang Lingkup Sifat Shiddiq
Imam Ghazali menyebutkan ada 6 jenis sidik yang
perlu direalisasikan dalam diri seorang mu’min agar
menjadi mu’min yang sebenarnya.(Ihya Vol4. :375 – 380).
a. Sidqul Lisan (Benar dalam ucapan). Ucapan manusia adalah
ekspresi yang ada dihatinya. Hati yang baik
melahirkan ucapan yang baik. Sebaliknya hati yang
buruk mengeluarkan ucapan yang buruk. Perbaikan
ucapan harus dimulai dari perbaikan hati. Apabila
hati baik, ucapan yang keluar menjadi baik dan
selanjutnya akan mengikuti oleh prilaku yang baik.
Dan prilaku yang baik akan dibalas dengan ampunan
dosa yang dapat membersihkan diri manusia.
“Hai orang-orang yang beriman bertaubatah kepada
Allah dan berkatalah yang benar, niscaya Allah
akan memperbaiki amal-amal perbuatan dan
mengampuni dosa-dosamu(QS.33: )
b. Sidqul Niyah dan Irodah (Benar dalam keyakinan dan motivasi).
Nilai perbuatan seseorang tergantung motivasi dan
niatnya. Manakala perbuatan yang baik dilandasi37 http://ekaputri12.wordpress.com/2012/12/19/makalah-agama-islam-sidiq/35 | Akhlak Tasawuf Muhasabah, Khauf, Raja’, Shiddiq
denga niat yang baik, mangharap ridho Allah maka
nilai perbuatan itu menjadi baik, sebaliknya
manakala motivasi dan niatnya buruk sekaligus
tampak lahiriahnya kelihatan baik, seperti apa-apa
yang kadang-kadang dilakuakan oleh orang munafik.
Nabi bersabda : “sesungguhnya amal perbuatan
manusia tergantung niatnya. Dan amal setiap orang
mendapatkan balasan perbuatan yang tergantung
niatnya.”
c. Sidqul Wafa (Benar dalam Kesetiaan). Untuk melakukan
perbuatan yang baik dan benar tidak cukup dengan
adanya keinginan dan motivasi, tetapi harus
ditopang dengan tekad yang kuat untuk
merealisasikan perbuatan tersebut banyak
rintangan, tantangan dan kedalanya.
Suksesnya Abu Bakar dalam memerangi orang-orang
yang murtad, tidak mau membayar zakat, karena
tekadnya yang luar biasa untuk memerangi orang-
orang murtad sekalipun sendirian tanpa dukungan
sahabat-sahabatnya yang lain. Tekad inilah yang
kemudian mendapatkan dukungan dan simpati Umar dan
seluruh sahabat yang lain.
d. Sidqul Wafa (Benar dalam kesetiaan) Wafa (setia) adalah
sifat ulul albab, orang-orang suci, orang-orang
mu’min dan mutaqin yang dipuji didalam Al Qur’an.
Ulul albab adalah “orang-orang yang setia memenuhi
36 | Akhlak Tasawuf Muhasabah, Khauf, Raja’, Shiddiq
janjinya kepada Allah dan tidak merusak janji” (13
: 20) orang-orang Abror (suci) adalah yang setia
menunaikan nazarnya dan takut akan sesuatu hari
(kiamat) yang azabnya tersebar dimana-mana (76:7)
e. Sidqul Amal (Benar dalam Perbuatan) : Risalah manusia
adalah untuk beramal, berbuat yang shaleh dan
positif. “Dan katakanlah : “Bekerjalah kamu maka
Allah dan RasulNya serta orang-orang mu’min akan
melihat amal perbuatannya.(9 : 105). Amal
perbuatan yang benar yang akan menjadi bekal yang
membahagiakan manusia kelak di akhirat.” Barang
siapa yang lebih berat timabangan amal baiknya
maka dia akan mendapatkan kehidupan yang
menyenangkan” (101 :7)
f. Sidik dalam merealisir tingkatan-tingkatan terpuji. Mu’min
sejati adalah yang dapat mengembangkan seluruh
pontensi dan sifat-sifatnya. Seperti yang
digamabrkan dalam surat Attaubah (9: 111-112)
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang
mu’min diri dan harta mereka dengan memberikan
surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan
Allah lalu mereka membunuh atau terbunuh.
Sesungguhnya itu telah menjadi janji yang benar
dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al-Qur’an
dan siapakah yang lebih menepati janjinya selain
dari pada Allah ? maka bergembiralah dengan jual
37 | Akhlak Tasawuf Muhasabah, Khauf, Raja’, Shiddiq
beli yang elahkamu lakukan. Dan itulah kemenangan
yang besar . “mereka itulah orang-orang yang
bertaubat, yang beribadah, yangmemuji Allah, yang
melawat untuk mencari ilmu pengetahuan atau
berjihad, yang ruku, yang sujud, yang menyuruh
berbuat ma’ruf dan mencegah berbuat mungkar dan
yang memelihara hukum hukum Allah dan gembiralah
orang-orang mu’min itu.38
“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan
perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang
benar, laki-laki dan perempuan yang khusu, laki-laki dan perempuan
yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan
perempuan yang memlihara kehormatan, laki-laki dan perempuan yang
banyak menyebut (nama) Alla. Allah telah menyediakan untuk
menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.
(33:35).39
38 http://ekaputri12.wordpress.com/2012/12/19/makalah-agama-islam-sidiq/39 http://ekaputri12.wordpress.com/2012/12/19/makalah-agama-islam-38 | Akhlak Tasawuf Muhasabah, Khauf, Raja’, Shiddiq
sidiq/39 | Akhlak Tasawuf Muhasabah, Khauf, Raja’, Shiddiq
BAB III
PENUTUP
I. KESIMPULAN
Muhasabah atau introspeksi diri sangat
dibutuhkan seorang muslim dalam bertasawwuf serta untuk
membangun akhlaknya. Muhasabah akan senantiasa
memajukan peradaban Islam selama muslim masih
memakainya. Sehingga tidak timbul lagi dikemudian hari,
sebuah Negara non-muslim yang Islami atau Negara muslim
yang non-Islami. Muhasabah sendiri adalah salah satu
jihad terbesar, yakni jihad melawan hawa nafsu.
Khauf dan Raja’ adalah sarana pengendali lain
bagi seorang muslim untuk lebih memahami Allah. Khauf
adalah takut secara positif yang sangat bermanfaat
dalam ketaatan yang hakiki serta menjauhkan Allah dari
Perspektif ada dan tiada dengan jalan mengagumi
ciptaan-Nya.
Shiddiq bukan hanya dimiliki Rasul yang diutus
Allah di muka bumi saja. Kita pun bias menumbuhkan
sifat shiddiq dengan memulai sesuatu bagian kecil yang
positif dari hidup kita. jujur adalah sebuah sikap yang
selalu berupaya menyesuaikan atau mencocokan antara
40 | Akhlak Tasawuf Muhasabah, Khauf, Raja’, Shiddiq