LAPORAN TUGAS KELOMPOK PENDIDIKAN AGAMA ISLAM AKHLAK MANUSIA TERHADAP TUHAN YANG MAHA ESA
Agama Islam Akhlak
Transcript of Agama Islam Akhlak
1 Agama Islam
Resume Agama Islam
Disusun oleh :
Eka Ashar Maulana/52412397
2IA17
Teknik Informatika
Universitas Gunadarma
2014
2 Agama Islam
A. Konsep Manusia Dalam Islam
Dalam pandangan Islam, manusia didefinisikan sebagai makhluk, mukalaf, mukaram,
mukhaiyar, dan mujizat. Manusia adalah makhluk yang memiliki nilai-nilai fitri dan sifat-
sifat insaniah, seperti dha’if ‘lemah’ (an-Nisaa’: 28), jahula ‘bodoh’ (al-Ahzab: 72), faqir
‘ketergantungan atau memerlukan’ (Faathir: 15), kafuuro ‘sangat mengingkari nikmat’
(al Israa’: 67), syukur (al-Insaan:3), serta fujur dan taqwa (asy-Syams: 8).
Selain itu, manusia juga diciptakan untuk mengaplikasikan beban-beban ilahiah yang
mengandung maslahat dalam kehidupannya. Ia membawa amanah ilahiah yang harus
diimplementasikan dalam kehidupan nyata. Keberadaannya dialam maya pada
memiliki arti yang hakiki, yaitu menegakkan khilafah. Keberadaannya tidaklah untuk
huru-hara dan tanpa hadaf ‘tujuan’ yang berarti. Perhatikanlah ayat-ayat Qur`aniah di
bawah ini.
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata: “Mengapa Engkau
hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan
padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji
Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui
apa yang tidak kamu ketahui.” (al-Baqarah: 30)
Karena itu manusia harus mampu menjabarkan kehendak-kehendak ilahiah dalam
setiap misi dan risalah yang diembannya, Yaitu :
1.Misi Manusia
Manusia di dalam hidup ini memiliki tiga misi khusus: misi utama; misi fungsional; dan
misi operasional.
A. Misi Utama
Keberadaan manusia di muka bumi ini mempunyai misi utama, yaitu beribadah kepada
Allah SWT. Maka, setiap langkah dan gerak-geriknya harus searah dengan garis yang
3 Agama Islam
telah ditentukan. Setiap desah nafasnya harus selaras dengan kebijakan-kebijakan
ilahiah, serta setiap detak jantung dan keinginan hatinya harus seirama dengan
alunan-alunan kehendak-Nya.
Semakin mantap langkahnya dalam merespon seruan Islam dan semakin teguh
hatinya dalam mengimplementasikan apa yang telah menjadi tugas dan kewajibannya,
maka ia akan mampu menangkap sinyal-sinyal yang ada di balik ibadahnya. Karena,
dalam setiap ibadah yang telah diwajibkan oleh Islam memuat nilai filosofis, seperti
nilai filosofis yang ada dalam ibadah shalat, yaitu sebagai ‘aun (pertolongan) bagi
manusia dalam mengarungi lautan kehidupan (al-Baqarah:153), dan sebagai benteng
kokoh untuk menghindari, menghadang, dan mengantisipasi gelombang kekejian dan
kemungkaran (al-Ankabuut: 45).
• Sabiqun bil khairat
Hamba Allah SWT yang termasuk dalam kategori ini adalah hamba yang tidak hanya
puas melakukan kewajiban dan meninggalkan hal-hal yang diharamkan oleh-Nya,
namun ia terus berlomba dan berpacu untuk mengaplikasikan sunnah-sunnah yang
telah digariskan, dan menjauhi hal-hal yang dimakruhkan. Akal sehatnya menerawang
jauh ke depan untuk menggagas karya-karya besar dan langkah-langkah positif.
• Muqtashidun
Hamba Allah yang masuk dalam kategori ini adalah manusia muslim yang puas ketika
mampu mengamalkan perintah dan meninggalkan larangan Allah SWT. Dalam
benaknya,
tidak pernah terlintas ruh kompetitif dalam memperluas wilayah iman ke wilayah
ibadah yang lebih jauh lagi, yaitu wilayah sunnah. Imannya hanya bisa menjadi
benteng dari hal-hal yang diharamkan dan belum mampu membentengi hal-hal yang
dimakruhkan.
• Dzalimun linafsihi
4 Agama Islam
Hamba yang termasuk dalam kelompok ini adalah yang masih mencampuradukkan
antara hak dan batil. Selain ia mengamalkan perintah-perintah Allah SWT, ia juga
masih sering berkubang dalam kubangan lumpur dosa. Jadi, dalam diri seorang hamba
ada dua kekuatan yang mempengaruhinya, tergantung kekuatan mana yang lebih
dominan, dan dalam kelompok ini, nampaknya kekuatan syahwat yang mendominasi
kehidupannya, sehingga hatinya sakit parah.
B. Misi Fungsional
Selain misi utama yang harus diemban manusia, ia juga mempunyai misi fungsional
sebagai khalifah. Manusia tidak mampu memikul misi ini, kecuali ia istiqamah di atas
rel-rel robbaniah. Manusia harus membuang jauh bahasa khianat dari kamus
kehidupannya. Khianat lahir dari rahim syahwat, baik syahwat mulkiah ‘kekuasan’,
syahwat syaithaniah, maupun syahwat bahaimiah ‘binatang ternak’.(al-Jawab al-Kaafi,
Ibnu Qaiyim al-Jauziah)
C.Misi Operasional
Manusia diciptakan di bumi ini—selain untuk beribadah dan sebagai khalifah, juga
harus bisa bermain cantik untuk memakmurkam bumi (Huud: 61). Kerusakan di dunia,
di darat, maupun di lautan bukan karena binatang ternak yang tidak tahu apa-apa,
tetapi ia lahir dari tangan-tangan jahil manusia yang tidak pernah mengenal rambu-
rambu Tuhannya. Benar, semua yang ada di bumi ini diciptakan untuk manusia, namun
ia tidak bebas bertindak diluar ketentuan dan rambu ilahi (ar-Ruum: 41). Oleh karena
itu, bumi ini membutuhkan pengelola dari manusia-manusia yang ideal. Manusia yang
memiliki sifat-sifat luhur sebagaimana disebutkan di bawah ini. Syukur (Luqman: 31)
Sabar (Ibrahim: 5) Mempunyai belas kasih (at-Taubah: 128)Santun (at Taubah:
114)Taubat (Huud: 75) Jujur (Maryam: 54) Terpercaya (al-A’raaf: 18)
Maka, manusia yang sadar akan misi sucinya harus mampu mengendalikan nafsu dan
menjadikannya sebagai tawanan akal sehatnya dan tidak sebaliknya, diperbudak hawa
nafsu sehingga tidak mampu menegakkan tonggak misi-misinya.
5 Agama Islam
B. Islam dan Ruang Lingkup Kajiannya
Ruang lingkup Pendidikan Agama Islam meliputi keserasian, keselarasan, dan
keseimbangan antara hubungan manusia dengan Allah SWT, hubungan manusia
dengan sesama manusia, dan ketiga hubungan manusia dengan dirinya sendiri, serta
hubungan manusia dengan makhluk lain dan lingkungannya. Ruang lingkup Pendidikan
Agama Islam juga identik dengan aspek-aspek Pengajaran Agama Islam karena materi
yang terkandung didalamnya merupakan perpaduan yang saling melengkapi satu
dengan yang saling melengkapi satu dengan yang lainnya.
Cakupan tersebut setidaknya menggambarkan bahwa ruang lingkup Pendidikan
Agama Islam diharapkan dapat mewujudkan keserasian, keselarasan dan
keseimbangan hubungan manusia dengan Allah SWT, diri sendiri, sesama manusia,
makhluk lainnya maupun lingkungannya.
Masing-masing mata pelajaran tersebut saling terkait dan saling melengkapi. Al-
Qur'an merupakan sumber utama ajaran Islam, dalam arti ia merupakan sumber
akidah-akhlak, syari’ah/fikih (ibadah, muamalah), sehingga kajiannya berada di setiap
unsur tersebut. Akidah (usuluddin) atau keimanan merupakan akar atau pokok agama.
Syariah/fikih (ibadah, muamalah) dan akhlak bertitik tolak dari akidah, yakni sebagai
manifestasi dan konsekuensi dari akidah (keimanan dan keyakinan hidup). Syari’ah/fikih
merupakan sistem norma (aturan) yang mengatur hubungan manusia dengan Allah,
sesama manusia dan dengan makhluk lainnya.
Akhlak merupakan aspek sikap hidup atau kepribadian hidup manusia, dalam arti
bagaimana sistem norma yang mengatur hubungan manusia dengan Allah (ibadah
dalam arti khas) dan hubungan manusia dengan manusia dan lainnya (muamalah) itu
menjadi sikap hidup dan kepribadian hidup manusia dalam menjalankan sistem
kehidupannya (politik, ekonomi, sosial, pendidikan, kekeluargaan, kebudayaan/seni,
iptek, olahraga/kesehatan, dan lain-lain) yang dilandasi oleh akidah yang kokoh.
Sejarah Kebudayaan Islam merupakan perkembangan perjalanan hidup manusia
muslim dari masa ke masa dalam usaha beribadah, bermuamalah, dan berakhlak serta
dalam mengembangkan sistem kehidupannya yang dilandasi oleh akidah.
6 Agama Islam
Ruang Lingkup agama islam (Dinul Islam). Kata Islam berasal dari kata ‘as la ma
– yus li mu –Is la man artinya, tunduk patuh dan menyerahkan diri. Kata Islam diambil
dari kata salama atau salima artinya sejahtera, selamat, tidak cacat, tidak tercela. Din
akar kata dari sa la ma itu juga terbentuk dari kata salamun, silmun artinya patuh dan
menyerahkan diri..
Din dalam bahasa smit berarti undang-undang atau hukum. Dalam al-quran mempunyai
arti yang berbeda-beda :
1. Din berarti “agama” dalam surat Al-Fath 28.
2. Din berarti “Ibadah” surat Al-Mukminun :14.
3. Din berarti “kekuatan” Surat Luqman : 32.
4. Din berarti pembalasan hari kiamat. (Surat Asy- Syuara :82).
Jika kedua kata din dan islam digabungkan menjadi DInul Islam yang bias
digunakan menjadi Agama Islam. Menurut pandangan islam, agama ialah kaidah hidup
yang diturunkan kepada ummat manusia, sejak manusia digelar ke atas benua ini, dan
terbina dalam bentuknya yang terakhir dan sempurna dalam Al-Quran yang suci yang
diwahyukan Allah kepada Nabi-Nya yang terakhir yakni Muhammad bin Abdullah
sebagai Rasulullah SAW.
Pada dasarnya agama islam terdiri dari tiga unsur pokok yaitu iman, islam dan
ihsan, walaupun artinya berbeda tetapi dalam satu peraktek intinya sama.
Iman artinya membenarkan dengan hati, mengucapkan dalam perkataan dan
merealisasikan dalam perbuatan akan adanya Allah SWT, dengan segala kemaha
sempurnaan-Nya, para malaikat, kitab-kitab Allah, para nabi dan Rasul, hari akhir dan
qada dan qadhar.
Islam artinya taat, tanduk, patuh dan menyerahkan diri dari segala ketentuan
yang telah ditetapkan oleh Allah swt. Yang terdiri atas syahadatain (dua kalimat
syahadat), shalat, puasa, zakat dan haji bagi yang mampu.
Ihsan artinya berakhlak serta berbuat shalih sehingga melaksanakan ibadah
kepada Allah dan bermuamalah (interaksi) sesama makhluk dilaksanakan dengan
penuh keikhlasan seakan-akan Allah menyaksikan gerak – geriknya sepanjang waktu
meskipun ia sendiri tidak melihatnya.
Secara garis besar ruang lingkup agama islam mencakup :
7 Agama Islam
1. Hubungan manusia dengan penciptanya (Allah SWT)
2. Hubungan manusia dengan manusia
3. Hubungan manusia dengan makhluk lainnya/lingkungannya.
C. Akhlak Islamiyah
Etika Islam (bahasa Arab: الق ية أخ سالم atau "Adab dan Akhlak Islamiyah" adalah etika (إ
dan moral yang dianjurkan di dalam ajaran Islam yang tercantum di dalam Al-Quran
dan Sunnah, dengan mengikuti contoh dari teladan Nabi Muhammad, yang di dalam
akidah Islamiyah dinyatakan sebagai manusia yang paling sempurna akhlaknya.
Akhlak Islamiyah adalah akhlak dengan sumber ajaran wahyu Allah yang tercantum
dalam kitab suci al-Qur’an dan dicontohkan oleh Rasul Muhammad melalui sunnahnya
sehingga tidak dipengaruhi oleh ruang dan waktu. Moral atau etika adalah prilaku yang
bersumber dari masyarakat sehingga dipengaruhi oleh ruang dan waktu.
Bagi seorang muslim, akhlak yang terbaik ialah seperti yang terdapat pada diri Nabi
Muhammad SAW karena sifat-sifat dan perangai yang terdapat pada dirinya adalah
sifat-sifat yang terpuji dan merupakan uswatun hasanah yaitu contoh teladan terbaik
bagi seluruh kaum Muslimin. Allah swt sendiri memuji akhlak Nabi Muhammad SAW di
dalam Al-Quran sebagaimana firman-Nya: “Dan sesungguhnya engkau (Muhammad)
benar-benar berakhlak agung.” (Al-Qalam:4). Rasulullah SAW memerintahkan umatnya
untuk berakhlak baik seperti yang terkandung dalam hadis: “Orang mukmin yang paling
sempurna keimanannya adalah yang paling baik akhlaknya.” Akhlak-akhlak baik
(mahmudah) meliputi : ikhlas, sabar, syukur, khauf (takut kemurkaan Allah), Roja’
(mengharapkan keridhaan Allah), jujur, adil, amanah, tawadhu (merendahkan diri
sesama muslim), bersyukur. Selain menjaga akhlak mahmudah, seorang muslim juga
harus menghindari akhlak mazmumah yang meliputi: tergesa-gesa, riya (melakukan
sesuatu dengan tujuan ingin menunjukkan kepada orang lain), dengki (hasad), takabbur
(membesarkan diri), ujub (kagum dengan diri sendiri), bakhil, buruk sangka, tamak dan
pemarah. Dalam pembahasan LTM ini penulis hanya menjabarkan akhlak mahmudah
yang meliputi ikhlas, sabar, syukur, jujur, adil dan amanah.
8 Agama Islam
1. Ikhlas
Kata ikhlas (bentuk mashdar akhlasha) mempunyai beberapa pengertian. Menurut al-
Qurtubi, ikhlas pada dasarnya berarti memurnikan perbuatan dari pengaruh-pengaruh
makhluk. Abu Al-Qasim Al-Qusyairi mengemukakan arti ikhlas dengan menampilkan
sebuah riwayat dari Nabi Saw, “Aku pernah bertanya kepada Jibril tentang ikhlas. Lalu
Jibril berkata, “Aku telah menanyakan hal itu kepada Allah,” lalu Allah berfirman,
“(Ikhlas) adalah salah satu dari rahasiaku yang Aku berikan ke dalam hati orang-orang
yang kucintai dari kalangan hamba-hamba-Ku.” Pengertian yang demikian dapat
dijumpai di dalam S. Al-Insan (76): 9, ”Sesungguhnya kami memberi makan kepadamu
hanya untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak mengharapkan balasan dari
kamu dan tidak pula ucapan terima kasih.” Ikhlas adalah inti dari setiap ibadah dan
perbuatan seorang muslim. Allah SWT berfirman dalam QS. Al Bayyinah: 5), ”Padahal
mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan –
keikhlasan— kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya
mereka mendirikan sholat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama
yang lurus.” Keikhlasan seseorang ini, akan menghasilkan kemenangan dan kejayaan.
Anggota masyarakat yang mengamalkan sifat ikhlas, akan mencapai kebaikan lahir-
bathin dan dunia-akhirat, bersih dari sifat kerendahan dan mencapai perpaduan,
persaudaraan, perdamaian serta kesejahteraan.
2. Amanah.
Secara bahasa amanah bermakna al-wafa’ (memenuhi) dan wadi’ah (titipan)
sedangkan secara definisi amanah berarti memenuhi apa yang dititipkankan
kepadanya. Hal ini didasarkan pada firman AllaH SWT: “Sesungguhnya AllaH
memerintahkan kalian untuk mengembalikan titipan-titipan kepada yang memilikinya,
dan jika menghukumi diantara manusia agar menghukumi dengan adil…” (QS 4:58).
Dalam ayat lainnya, Allah juga berfirman :“Sesungguhnya Kami telah menawarkan
amanah kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka mereka semua enggan
memikulnya karena mereka khawatir akan mengkhianatinya, maka dipikullah amanah
itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan bodoh…” (QS. 33:72)
Amanah yang diberikan Allah kepda manusia meliputi :
9 Agama Islam
1. Amanah Fitrah: Yaitu amanah yang diberikan oleh Sang Pencipta
SWT sejak manusia dalam rahim ibunya, bahkan jauh sejak dimasa alam
azali, yaitu mengakui bahwa AllaH SWT sebagai Pencipta, Pemelihara
dan Pembimbing (QS 7:172).
2. Amanah Syari’ah/Din: Yaitu untuk tunduk patuh pada aturan AllaH
SWT dan memenuhi perintah-NYA dan menjauhi larangan-NYA,
barangsiapa yang tidak mematuhi amanah ini maka ia zhalim pada dirinya
sendiri, dan bodoh terhadap dirinya, maka jika ia bodoh terhadap dirinya
maka ia akan bodoh terhadap Rabb-nya (QS. 33:72).
3. Amanah Hukum/Keadilan: Amanah ini merupakan amanah untuk
menegakkan hukum Allah SWT secara adil baik dalam kehidupan pribadi,
masyarakat maupun bernegara (QS 4/58). Makna adil adalah jauh dari
sifat ifrath (ekstrem/berlebihan) maupun tafrith (longgar/berkurangan).
4. Amanah Ekonomi: Yaitu bermu’amalah dan menegakkan sistem
ekonomi yang sesuai dengan aturan syariat Islam, dan menggantikan
ekonomi yang bertentangan dengan syariat serta memperbaiki kurang
sesuai dengan syariat (QS. 2: 283).
5. Amanah Sosial: Yaitu bergaul dengan menegakkan sistem
kemasyarakatan yang Islami, jauh dari tradisi yang bertentangan dengan
nilai Islam, menegakkan amar ma’ruf dan nahi munkar, menepati janji
serta saling menasihati dalam kebenaran, kesabaran dan kasih-sayang
(QS 23: 8).
6. Amanah Pertahanan dan Kemanan: Yaitu membina fisik dan mental,
dan mempersiapkan kekuatan yang dimiliki agar bangsa, negara dan
10 Agama Islam
ummat tidak dijajah oleh imperialisme kapitalis maupun komunis dan
berbagai musuh Islam lainnya (QS. 8:27).
Sifat mulia ini harus diamalkan oleh setiap orang. Dalam suatu sumber menyebutkan,
amanah adalah asas ketahanan umat, kestabilan negara, kekuasaan, kehormatan dan
roh kepada keadilan. Singkatnya, amanah berarti sesuatu yang dipercayakan sehingga
kita harus menjaga amanah tersebut. Dalam hal ini, Allah berfirman dalam Alquran,
yang artinya: “….maka tunaikanlah oleh orang yang diamanahkan itu akan amanahnya
dan bertakwalah kepada Allah Tuhannya;….” (QS. Al Baqarah: 283).
3. Adil
Adil berarti menempatkan/ meletakan sesuatu pada tempatnya. Adil juga tidak lain ialah
berupa perbuatan yang tidak berat sebelah. Para Ulama menempatkan adil kepada
beberapa peringkat, yaitu adil terhadap diri sendiri, bawahan, atasan/ pimpinan dan
sesama saudara. Nabi Saw bersabda, “Tiga perkara yang menyelamatkan yaitu takut
kepada Allah ketika bersendiriaan dan di khalayak ramai, berlaku adil pada ketika suka
dan marah, dan berjimat cermat ketika susah dan senang; dan tiga perkara yang
membinasakan yaitu mengikuti hawa nafsu, terlampau bakhil, dan kagum seseorang
dengan dirinya sendiri.” (HR. AbuSyeikh).
4. Bersyukur
Syukur menurut kamus “Al-mu’jamu al-wasith adalah mengakui adanya
kenikmatan dan menampakkannya serta memuji (atas) pemberian nikmat
tersebut.Sedangkan makna syukur secara syar’i adalah : Menggunakan nikmat
AllahSWT dalam (ruang lingkup) hal-hal yang dicintainya. Lawannya syukur adalah
kufur.Yaitu dengan cara tidak memanfaatkan nikmat tersebut, atau menggunakannya
pada hal-hal yang dibenci oleh Allah SWT. Definisi ini ditulis oleh Ibnu Quddamah
dalam bukunya “minhajul qashidin”. Bersyukur pada tataran menjadi pribadi unggul
berlaku pada dua keadaan yaitu sebagai tanda kerendahan hati terhadap segala nikmat
yang diberikan oleh Sang Pencipta adalah sama, baik sedikit atau banyak dan sebagai
ketetapan daripada Allah, supaya kebajikan senantiasa dibalas dengan kebajikan. Allah
11 Agama Islam
berfirman, “…. Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah
(nikmat) kepadamu, dan sekiranya kamu mengingkari –kufur— (nikmat-Ku), maka
sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim: 7). Al Baqarah ayat 152 : ‘Maka
ingatlah Aku ( Allah ) niscaya Aku akan mengingatimu dan syukurilah nikmatku serta
jangan sekali-kali kamu menjadi kafir ‘. Lalu syukur dibagi menjadi tiga macam:
1. Syukur dengan hati, yaitu niat melakukan kebaikan dan tidak
menampakkannya kepada manusia. Adapun syukur dengan hati ialah
Syukur dengan lisan ialah Rasulullah SAW. bersabda: “Membicarakan
kenikmatan itu adalah syukur dan meninggalkannya
adalahkekufuran(akan nikmat).” (HR.Ahmad).
2. Syukur dengan lisan, yaitu menampakkan rasa terima kasih kepada
Allah SWT dengan pujian.
3. Syukur dengan anggota badan, ialah menggunakan seluruh nikmat
Allah dalam ketaatan kepadaNya. Oleh karena makna syukur adalah
menggunakan seluruh kenikmatan dengan cara yang dicintai oleh Allah,
maka tidak mungkin seseorang dapat mensyukuri nikmatNya kecuali
dengan mengetahui apa-apa yangdicintai oleh Allah dan apa-apa yang
dibenci-Nya.
5. Sabar
Sabar yaitu sifat tahan menderita sesuatu (tidak lekas marah; tidak lekas patah hati;
tidak lepas putus asa, tenang dsb). Di dalam menghadapi cobaan hidup, ternyata
kesabaran ini sangat penting untuk membentuk individu/ pribadi unggul. Manusia
diciptakan dengan disertai sifat tidak sabar dan karenanya ia banyak berbuat
kesalahan. Akan tetapi, agama meminta setiap orang agar bersabar karena Allah.
Orang beriman harus bersabar menunggu keselamatan yang besar yang Allah janjikan.
Inilah perintah di dalam Al-Qur`an, “Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu,
bersabarlah.” (al-Muddatstsir: 7) Sabar merupakan salah satu sifat penting untuk
mencapai ridha Allah; itulah kebaikan yang harus diusahakan agar lebih dekat kepada
12 Agama Islam
Allah. “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu
dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertaqwalah kepada Allah
supaya kamu beruntung.” (Ali Imran: 200).
Al Qur`an juga menyatakan hal ini, “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai
penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-
orang yang khusyuk.” (Al-Baqarah: 45). Ayat lain dari surah yang sama menekankan
bahwa kegembiraan diberikan kepada orang-orang yang bersabar dalam menghadapi
rintangan atau kesusahan. “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu,
dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan
berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang
apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, ‘Innaa lillaahi wa innaa ilaihi
raaji`uun.’” (al-Baqarah: 155-156). Sabar merupakan sifat mulia yang dapat
meningkatkan kekuatan orang-orang beriman. Allah menyatakan pada ayat berikut,
betapa kekuatan sabar ini bisa mengalahkan sesuatu. “Sekarang, Allah telah
meringankan kepadamu dan Dia telah mengetahui bahwa padamu ada kelemahan.
Maka jika ada di antaramu seratus orang yang sabar, niscaya mereka dapat
mengalahkan dua ratus orang; dan jika di antaramu ada seribu orang (yang sabar),
niscaya mereka dapat mengalahkan dua ribu orang dengan seizin Allah. Dan Allah
beserta orang-orang yang sabar.” (al-Anfaal: 66). Sabar merupakan sifat yang
tergolong positif yang diterangkan dalam Al-Qur`an. Seseorang bisa saja rendah hati,
sederhana, baik budi, taat atau patuh; namun semua kebaikan ini hanya akan berharga
ketika kita menggabungkannya dengan kesabaran. Kesabaranlah yang diperlihatkan
dalam berdo’a dan merupakan sifat orang beriman, yang membuat do’a-do’a kita dapat
diterima.
6. Jujur
Shiddiq (jujur, benar) adalah lawan kata dari kidzib (bohong atau dusta). Secara
morfologi, akar kata shidq berasal dari kata shadaqa, yashduqu, shadqun, shidqun.
Ungkapan shaddaqahu mengandung arti qabila qauluhu ‘pembicarannya diterima’. Ayat
Allah yang memberikan ilustrasi yang jelas tentang makna (shiddiq): “Agar Dia
menanyakan kepada orang-orang yang jujur (benar) tentang kebenaran mereka dan
13 Agama Islam
Dia menyediakan bagi orang-orang kafir siksa yang pedih.” (Al-Ahzab:8)
Imam al-Ghazali membagi sikap benar atau jujur (shiddiq) ke dalam enam jenis:
1. Jujur dalam lisan atau bertutur kata. Setiap orang harus dapat
memelihara perkataannya. Menepati janji termasuk kategori kejujuran
jenis ini.
2. Jujur dalam berniat dan berkehendak. Kejujuran seperti ini mengacu
kepada konsep ikhlas, yaitu tiada dorongan bagi seseorang dalam segala
tindakan dan gerakannya selain dorongan karena Allah. Jika dicampuri
dengan dorongan obsesi dari dalam jiwanya, maka batallah kebenaran
niatnya. Orang yang seperti ini dapat dikatakan pembohong. Hal ini
sebagaimana dijelaskan dalam hadist Abu Hurairah yang diriwayatkan
Imam Muslim sebagai berikut: “Ketika Rasulullah saw bertanya kepada
seorang alim, ‘Apa yang telah kamu kerjakan dari yang telah kamu
ketahui?’ Ia menjawab, ‘Aku telah mengerjakan hal ini dan hal itu.’ Lalu
Allah berkata, ‘Engkau telah berbohong karena kamu ingin dikatakan
bahwa si Fulan orang alim.”
3. Jujur dalam berobsesi atau bercita-cita (azam). Manusia terkadang
mengemukakan obsesinya untuk melakukan sesuatu. Misalnya, “Jika
Allah menganugerahkan banyak harta kepadaku, aku akan sedekahkan
setengahnya.” Janji atau obsesi ini harus diucapkan secara jujur.
4. Jujur dalam menepati obsesi. Dalam suatu kondisi, hati terkadang
banyak mengumbar obsesi. Baginya mudah saat itu untuk mengumbar
obsesi. Kemudian, saat kondisi realitas sudah memungkinkannya untuk
menepati janji obsesinya itu, ia memungkirinya. Nafsu syahwatnya telah
menghantam keinginannya untuk merealisasikan janjinya. Hal itu sungguh
bertentangan dengan kejujuran (shiddiq).
14 Agama Islam
5. Jujur dalam beramal atau bekerja. Jujur dalam maqam-maqam
beragama. Merupakan kejujuran paling tinggi. Contohnya adalah
kejujuran dalam khauf (rasa takut akan siksaan Allah), raja’
(mengharapkan rahmat Allah), ta’dzim (mengagungkan Allah), ridha (rela
terhadap segala keputusan Allah), tawwakal (mempercayakan diri kepada
Allah dalam segala totalitas urusan), dan mencintai Allah.
“Kalian harus jujur, karena jujur itu bersama-sama dengan kebaktian yang sempurna
(birr). Keduanya akan berada di dalam surga. Dan hati-hatilah kalian dengan berbohong
karena bohong itu bersama-sama perbuatan dosa yang terus-menerus (fujur).
Keduanya akan masuk neraka. Dan mintalah kalian keyakinan dan perlindungan dari
segala penyakit kepada Allah. Karena seseorang setelah diberi keyakinan akan lebih
baik daripada diberi perlindungan dari segala penyakit. Dan janganlah kalian saling
hasut, saling membenci, saling memutuskan (tali silaturahmi), saling memebenci, saling
membelakangi, serta jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara sebagaimana Allah
perintahkan kepada kalian.” (HR. Bukhari, Ahmad, dan Ibnu Maajah)
Akhlak adalah ruh risalah Islam sementara syariat adalah lembaga jelmaan daripada
roh tersebut. Ini berarti Islam tanpa akhlak seperti rangka yang tidak mempunyai isi,
atau jasad yang tidak bernyawa. Sabda Rasulullah saw yang bermaksud : “Islam itu
akhlak yang baik”. Begitu juga sabda Baginda yang bermaksud : “Tidak ada sesuatu
yang lebih berat timbangannya selain daripada akhlak yang mulia.” Keberadaan akhlak
mulia bagi setiap pribadi adalah buah dari keimanan yang kental dan kekayaan yang
tinggi nilainya dalam kehidupan manusia menuju kepada kesempurnaan keperibadian
manusia sebagai mana keterangan hadis yang berbunyi: ”Rasulullah sallallahu alaihi
wasallam bersabda: Paling sempurna keimanan orang-orang mukmin ialah yang lebih
baik akhlaknya.” (HR At-Tirmizi dari Abu Hurairah). Kemuliaan akhlak bangsa ini akan
tumbuh dengan baik, bila individu-individu itu telah memiliki akhlak mulia. Harapan
demikian, insya Allah akan terwujud, manakala setiap diri kita meniatkan secara
sungguh-sungguh lagi ikhlas mengharap ridha-Nya. Sehingga dari sini akan terbentuk
15 Agama Islam
sebuah tatanan yang terjalin dengan nilai-nilai akhlakul karimah. Dan melalui nilai-nilai
ini dan disiplin yang diamalkan oleh anggota masyarakat, maka akan lahirlah sebuah
masyarakat yang aman, damai, harmonis dan diselimuti ruhiah Islam.
D. Tasawuf
Tasawuf secara sederhana dapat diartikan sebagai usaha untuk menyucikan hati
sesuci mungkin dengan usaha mendekatkan diri kepada Allah, sehingga kehadiran-Nya
senantiasa dirasakan secara sadar dalam kehidupan. Ibnu Khaldun pernah menyatakan
bahwa tasawuf para sahabat bukanlah pola ketasawufan yang menghendaki kasyful-
hijab (tersingkapnya tabir antara Tuhan dengan makhluk) atau hal-hal sejenisnya yang
diburu oleh para sufi di masa sesudahnya. Corak sufisme yang mereka tunjukkan
adalah ittiba’ dan iqtida’ (kesetiaan meneladani) perilaku hidup Nabi. Beliau
mengajarkan tentang ketakwaan, qana’ah, keutamaan akhlak dan juga keadilan, dan
tidak pernah mengajarkan hidup kerahiban, pertapaan atau uzlah sebagai mana
dilakukan oleh agama sebelumnya.
a. Secara Etimologi (Bahasa)
1. Tasawuf berasal dari kata Shuffah, yaitu sebutan bagi orang – orang yang hidup di
sebuah gubuk yang dibangun oleh Rasulullah SAW. di sekitar Masjid Madinah, mereka
ikut nabi saat hijrah dari Mekah ke Madinah. Mereka hijrah dengan meninggalkan harta
benda, mereka hidup miskin, mereka bertawakal (berserah diri) dan mengabdikan
hidupnya untuk beribadah kepada Allah SWT. Mereka tinggal di sekitar masjid nabi dan
tidur diatas bangku yang terbuat dari batu dan berbantalkan pelana kuda yang disebut
suffah. Mereka Ahlus-Suffah walaupun miskin, tapi berhati dan berakhlak mulia, ini
merupakan sebagian dari sifat-sifat kaum sufi.
2. Tasawuf juga berasal dari kata Shafa’ (suci bersih), yaitu sekelompok orang yang
berusaha menyucikan hati dan jiwanya karena Allah. Sufi berarti orang – orang yang
16 Agama Islam
hati dan jiwanya suci bersih dan disinari cahaya hikmah, tauhid, dan hatinya terus
bersatu dengan Allah SWT.
3. Tasawuf juga berasal dari kata shuf (pakaian dari bulu domba atau wol). Mereka di
sebut sufi karena memakai kain yang terbuat dari bulu domba. Pakaian yang menjadi
ciri khas kaum sufi, bulu domba atau wol saat itu bukanlah wol lembut seperti sekarang
melainkan wol yang sangat kasar, itulah lambang dari kesederhanaan. Berbeda dengan
orang-orang kaya saat itu yang kebanyakan memakai kain sutra.
b. Secara Teminologi (isthilah)
Imam Junaidi al-Baghdadi berpendapat : “Tasawuf adalah membersihkan hati
dari yang selain Allah, berjuang memadamkan semua ajakan yang berasal dari hawa
nafsu, mementingkan kehidupan yang lebih kekal, menyebarkan nasihat kepada umat
manusia, dan mengikuti contoh Rasulullah SAW dalam segala hal.
Dari segi bahasa dan istilah, kita dapat memahami bahwa tasawuf adalah sikap
mental yang selalu memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela
berkorban untuk kebaikan umat manusia dan selalu bersikap bijak sana. Dengan cara
ini akan mudah bagi manusia menghiasi jiwanya dengan sifat-sifat yang mulia, ber-
taqarrub dan ber-musyahadah dengan Allah SWT.
Hukum mempelajari ilmu tasawuf adalah fardhu ‘ain bagi setiap mukallaf. Sebab
apabila mempelajari semua ilmu yang dapat memperbaiki dan memperbagus lahiriyah
menjadi wajib, maka demikian juga halnya mempelajari semua ilmu yang akan
memperbaiki dan memperbagus batiniyah manusia.
Karena fungsi ilmu tasawuf adalah untuk mensucikan batin agar dalam ber-
musyahadah dengan Allah semakin kuat, maka kedudukan ilmu tasawuf diantara ajaran
Islam merupakan induk dari semua ilmu. Hubungan tasawuf dengan aspek batin
manusia, adalah seperti hubungan Fiqh dengan aspek lahiriyah manusia. Para ulama
penegak pilar-pilar ilmu tasawuf telah menciptakan istilah-istilah untuk memudahkan
17 Agama Islam
jalan bagi mereka yang ingin menapaki ilmu tasawuf yang sesuai dengan
kedudukannya sebagai pem bersih dan pensuci hati dan jiwa.
Adapun tasawuf yang berkembang pada masa berikutnya sebagai suatu aliran
(mazhab), maka sejauh hal itu tidak bertentangan dengan Islam dapat dikatakan positif
(ijabi). Tetapi apabila telah keluar dari prinsip-prinsip keislaman maka tasawuf tersebut
menjadi mazhab yang negatif (salbi).
Tasawuf ijabi mempunyai dua corak : (1) tasawuf salafi, yakni membatasi diri
pada dalil-dalil naqli atau atsar al-Qur’an dan Hadits. (2) tasawuf sunni, yakni
memasukkan penalaran-penalaran yang rasional ke dalam pemahaman dan
pengamalannya. Adapun perbedaan yang mendasar antara tasawuf salafi dengan
tasawuf sunni terletak pada takwil. Salafi menolak adanya takwil, sementara sunni
menerima takwil rasional sejauh masih berada dalam kerangka syari’ah.
Sedangkan tasawuf salbi atau disebut juga tasawuf falsafi adalah tasawuf yang
telah terpengaruh oleh faham-faham spiritual dari bangsa Timur maupun Barat.
Adapun lahirnya ilmu tasawuf didorong dan disebabkan oleh beberapa factor:
1. Reaksi atas kecenderungan hidup hedonis yang mengumbar syahwat, serta
cendrung mementingkan nilai-nilai kebendaan,
2. Perkembangan teologi yang cenderung mengedepankan rasio yang kering dari
aspek moral-spiritual,
3. Katalisator yang sejuk dari realitas umat yang secara politis maupun teologis
didominasi oleh nalar kekerasan, penipuan dan memperturutkan hawa nafsu.
Oleh sebab itu, sebagian besar ulama sufi memilih menarik diri dari pergulatan
kepentingan politik yang mengatasnamakan agama dengan praktek-praktek yang
penuh dengan tipu daya bahkan banyak menimbulkan pertumpahan darah.
18 Agama Islam
E. Filsafat Dalam Islam
Perkataan Filsafat berasar dari bahasa arab falsafah yang diturunkan dari
bahasa yunani philosophia, artinya cinta kepada pengetahuan dan cinta kepada
kebenaran. Orang yang cinta kepada pengetahuan dan kebenaran disebut philosophos,
atau failosuf dalam bahasa arab, Filsuf dalam bahasa Indonesia.
Filsafat Islam merupakan filsafat yang seluruh cendekianya adalah muslim. Ada
sejumlah perbedaan besar antara filsafat Islam dengan filsafat lain. Pertama, meski
semula filsuf-filsuf muslim klasik menggali kembali karya filsafat Yunani terutama
Aristoteles dan Plotinus, namun kemudian menyesuaikannya dengan ajaran Islam.
Kedua, Islam adalah agama tauhid. Maka, bila dalam filsafat lain masih 'mencari
Tuhan', dalam filsafat Islam justru Tuhan 'sudah ditemukan, dalam arti bukan berarti
sudah usang dan tidak dibahas lagi, namun filsuf islam lebih memusatkan perhatiannya
kepada manusia dan alam, karena sebagaimana kita ketahui, pembahasan Tuhan
hanya menjadi sebuah pembahasan yang tak pernah ada finalnya.
1. Pemecahan Masalah dengan Filsafat
Keyakinan kepada adanya Tuhan harus didasarkan atas kesadaran akal, bukan
sekedar kesa daran yang bersifat tradisional yakni melestarikan warisan nenek moyang
betapapun corak dan konsepnya (Ahmad Azhar Basyir, 1993:17). Akal adalah potensi
(luar biasa) yang dianugerahkan Allah kepada manusia,karena dengan akalnya
manusia memperoleh pengetahuan tentang berbagai hal. Dengan akalnya manusia
dapat membedakan mana yang benar mana yang salah, mana yang baik mana yang
buruk, mana yang menyelamatkan mana yang menyesatkan, mengetahui rahasia hidup
dan kehidupan dan seterusnya. Oleh karena itu, adalah pada tempatnya kalau agama
dan ajaran Islam memberikan tempat yang tinggi kepada akal, karena akal dapat
digunakan memahami agama dan ajaran Islam sebaik – baiknya dan seluas –luasnya.
2. Proses Filsafat dalam Rangka mencapai Iman
19 Agama Islam
Melalui filsafat orang dapat sampai kepada keyakinan atau sekurang-kurangnya
pengetahuan tentang adanya Tuhan. Tetapi sebaliknya, dengan filsafat orang bias lari
kepada kekafiran dan pembuaian Tuhan. Dengan demikian filsafat itudapat diandaikan
sebagai pisau tajam yang bermata dua, yang dapat dmanfaatkan tetapi kalau salah
menggunakanya dapat membahayakan. Filsafat yang dapat membawa pada keimanan
hanyalah filsafat yang mendalam. Orang yang setengah-setengah belajar filsafat,
cenderung membawa dirinya kepada kekafiran.
3. Cabang-cabang filsafat
Sekalipun bertanya tentang seluruh realitas, filsafat selalu bersifat "filsafat
tentang" sesuatu: tentang manusia, tentang alam, tentang akhirat, tentang kebudayaan,
kesenian, bahasa, hukum, agama, sejarah. Semua selalu dikembalikan ke empat
bidang induk:
1. filsafat tentang pengetahuan:
obyek material : pengetahuan ("episteme") dan kebenaran
epistemologi;
logika;
kritik ilmu-ilmu;
2. filsafat tentang seluruh keseluruhan kenyataan:
obyek material : eksistensi (keberadaan) dan esensi (hakekat)
metafisika umum (ontologi);
metafisika khusus:
antropologi (tentang manusia);
kosmologi (tentang alam semesta);
20 Agama Islam
teodise (tentang tuhan);
3. filsafat tentang nilai-nilai yang terdapat dalam sebuah tindakan:
obyek material : kebaikan dan keindahan
etika;
estetika;
4. sejarah filsafat.
DAFTAR PUSTAKA
Seri Diktat Kuliah, Pendidikan Agama Islam, Penerbit Gunadarma
http://sitikhadijahibrahim.blogspot.com/2013/08/tujuan-dan-ruang-lingkup-
pendidikan_12.html
http://leviyamani.blogspot.com/2009/12/konsep-manusia-dalam-islam.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Etika_Islam
http://darmi-ar.blogspot.com/2008/04/al-akhlak-al-islamiyah.html
http://filzahazny.wordpress.com/2008/04/25/akhlak-islamiah/
http://4binajwa.wordpress.com/2009/04/22/a-definisi-tasawuf/
http://ocw.gunadarma.ac.id/course/letters/study-program-of-english-literature-
s1/pendidikan-agama-islam/agama-islam-dan-filsafat
http://niamspot.blogspot.com/2012/05/pandangan-islam-tentang-filsafat.html