LOVE RELATIONSHIP PADA PENYANDANG TUNA NETRA (Studi pada Interpersonal Relationship Pasangan Kekasih...

14
1 LOVE RELATIONSHIP PADA PENYANDANG TUNA NETRA (Studi pada Interpersonal Relationship Pasangan Kekasih Penyandang Tuna Netra Dewasa Muda di Surabaya) Laily Puspita Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya Abstract Love Relationship is usually experienced by half-adults. Started with physical attraction, the relationship can go further, it is also can be experienced by people with visual impairment. Using qualitative research methodology with descriptive level, the focus of this research is about how personal attractiveness, relationship development, relationship maintenance and conflict in the visual impairment. The results of this study are summarized based on formulation of problem and the focus of research, that the visual impairments rely on auditory function as a substitute for the sense of sight. They can recognize and memorize the others through sounds such as vocal tone and marching. They assess handsome or beauty of people by listening sound they hear. Their first impression come from partners’s sound and physical appearance. Physical appearance can be recognited by asking to people with normal sight. Then they build and maintain relationships with a distinctive way: verbal language is the most important thing, when going on a date to somewhere they bring a companion each as a guide, and for indirect communication or long distance, they use gadget that has a special application so that the gadget can sound. Although there are signs of relationship destruction, their a strong commitment will help them to not make it over. The way they resolved the conflict is by relying verbal language. Keywords: Love Relationship, Visual Impairment, Relationship Development, Relationship Maintenance Abstrak Love Relationship atau hubungan cinta adalah hal yang biasa dialami oleh sebagian besar dari kita yang berusia dewasa muda. Berawal dari ketertarikan secara fisik, sebuah hubungan dapat terbangun lebih jauh. Hal ini juga yang dialami oleh para penyandang tuna netra. Menggunakan metodologi penelitian kualitatif dengan tataran deskriptif, fokus penelitian ini adalah mengenai bagaimana interpersonal attractiveness, relationship development, relationship maintenance dan konflik hubungan pada pasangan tuna netra (visual impairment).

Transcript of LOVE RELATIONSHIP PADA PENYANDANG TUNA NETRA (Studi pada Interpersonal Relationship Pasangan Kekasih...

1

LOVE RELATIONSHIP PADA PENYANDANG TUNA NETRA

(Studi pada Interpersonal Relationship Pasangan Kekasih Penyandang Tuna

Netra Dewasa Muda di Surabaya)

Laily Puspita

Ilmu Komunikasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Brawijaya

Abstract

Love Relationship is usually experienced by half-adults. Started with

physical attraction, the relationship can go further, it is also can be experienced by

people with visual impairment. Using qualitative research methodology with

descriptive level, the focus of this research is about how personal attractiveness,

relationship development, relationship maintenance and conflict in the visual

impairment. The results of this study are summarized based on formulation of

problem and the focus of research, that the visual impairments rely on auditory

function as a substitute for the sense of sight. They can recognize and memorize

the others through sounds such as vocal tone and marching. They assess

handsome or beauty of people by listening sound they hear. Their first impression

come from partners’s sound and physical appearance. Physical appearance can be

recognited by asking to people with normal sight. Then they build and maintain

relationships with a distinctive way: verbal language is the most important thing,

when going on a date to somewhere they bring a companion each as a guide, and

for indirect communication or long distance, they use gadget that has a special

application so that the gadget can sound. Although there are signs of relationship

destruction, their a strong commitment will help them to not make it over. The

way they resolved the conflict is by relying verbal language.

Keywords: Love Relationship, Visual Impairment, Relationship Development,

Relationship Maintenance

Abstrak

Love Relationship atau hubungan cinta adalah hal yang biasa dialami oleh

sebagian besar dari kita yang berusia dewasa muda. Berawal dari ketertarikan

secara fisik, sebuah hubungan dapat terbangun lebih jauh. Hal ini juga yang

dialami oleh para penyandang tuna netra. Menggunakan metodologi penelitian

kualitatif dengan tataran deskriptif, fokus penelitian ini adalah mengenai

bagaimana interpersonal attractiveness, relationship development, relationship

maintenance dan konflik hubungan pada pasangan tuna netra (visual impairment).

2

Hasil penelitian ini dirangkum berdasarkan rumusan masalah dan fokus

penelitian, bahwa penyandang tuna netra mengandalkan fungsi indra pendengaran

sebagai pengganti indra penglihatan. Mereka dapat mengenal dan menghafal

orang lain melalui suara seperti nada bicara, bahkan derap langkah. Mereka

menilai tampan atau cantiknya seseorang dari suara yang terdengar. Awal

ketertarikanpun dari suara dan penampilan fisik pasangan. Penampilan fisik

mereka ketahui dengan bertanya pada orang-orang berpenglihatan normal.

Kemudian mereka membangun dan mempertahankan hubungan dengan cara yang

khas: kata-kata verbal adalah hal yang paling utama, saat pergi berkencan ke suatu

tempat mereka membawa pendamping masing-masing sebagai penunjuk jalan,

dan komunikasi tidak langsung atau jarak jauh menggunakan gadget yang terdapat

aplikasi khusus sehingga gadget mereka dapat mengeluarkan suara. Meskipun

terdapat tanda perusakan hubungan namun komitmen yang kuat tidak

membuatnya berakhir. Cara mereka menyelesaikan konflik adalah dengan

mengandalkan kata-kata verbal.

Kata Kunci : Love Relationship, Tuna Netra, Relationship Development,

Relationship Maintenance

Pendahuluan

Ketertarikan dengan lawan jenis biasa dimulai dari penglihatan. Saat

berinteraksi dengan orang lain, persepsi alat indra penglihatan akan menilai

penampilan fisik seseorang menarik atau tidak. Seperti yang dijelaskan DeVito

(1997, h. 233) menurut beberapa periset, dalam empat menit pertama interaksi

awal, seseorang memutuskan apakah ingin melanjutkan hubungan ini atau tidak.

Pada tahap inilah penampilan fisik begitu penting, karena dimensi fisik paling

terbuka untuk diamati secara mudah.

Penampilan fisik yang diamati melalui indra penglihatan akan membentuk

kesan. Dan dari kesan tersebut, seseorang akan menentukan untuk lebih dekat atau

tidak terhadap orang lain yang diamati. Jika ketertarikan itu ada dan proses

pengenalan berlanjut lebih dekat, maka tidak menutup kemungkinan terjalinnya

love relationship. DeVito (2004, h. 287) menjelaskan of all the qualities of

interpersonal relationship, none seems as important as love “we are all born for

love”.

Love relationship tidak hanya terjadi pada dua orang yang memiliki panca

indra sempurna yang dapat saling tertarik satu sama lain melalui penglihatan,

namun juga para penyandang tuna netra. Secara garis besar dapat dikatakan tuna

netra merupakan orang-orang berkebutuhan khusus karena ketidaksempurnaan

pada indra penglihatan.

Menurut Direktorat Pembinaaan Sekolah Luar Biasa (2008), yang

dimaksud dengan tunanetra adalah seseorang yang memiliki hambatan dalam

penglihatan serta tidak berfungsinya indera penglihatan. Meskipun demikian,

bukan berarti para penyandang tuna netra ini tidak dapat menjalin hubungan cinta.

3

Merekapun dapat saling tertarik dengan lawan jenis walaupun tidak saling

menatap. Interaksi yang terjalin antar penyandang tuna netra dapat dilakukan

melalui indra peraba dan indra pendengaran. Pada penelitian psikologi yang

dilakukan di badan sosial penyandang tuna netra Jogjakarta, Meriyani & Hidayah

(2013) menyebutkan bahwa syarat interaksi sosial yang terdapat dalam interaksi

antar anggota tuna netra yakni kontak yang khas menggunakan indra peraba dan

komunikasi melalui handphone dengan cara pemakaian yang khas, yakni dengan

menggunakan indra peraba dan indra pendengaran.

Kemudian ditemukan juga penelitian, masih dari sudut pandang psikologi,

membahas mengenai makna cinta pada pasangan tuna netra berstatus suami istri.

Fauzana (2012) menjelaskan dari hasil penelitian ditemukan bahwa cara subjek

dan pasangan memaknai cinta mereka adalah subjek dan pasangan subjek tetap

saling memberikan perhatian, saling mengetahui kelebihan dan kekurangan satu

sama lain, menerima pasangan apa adanya, serta tetap menjaga komitmen yang

telah di bangun bersama pasangan. Dari hasil wawancara, pasangan ini masih

memiliki 3 komponen cinta.

Fenomena mengenai percintaan pasangan tuna netra juga pernah

diberitakan oleh detikNews.com. Penulis artikel Yulianti (2013) memberitakan

bahwa di Bandung terdapat pasangan suami istri penyandang tuna netra yang

menikah karena insting. Kedua penyandang tuna netra ini membangun hubungan

bermula dari ketertarikan yang tumbuh dari perasaan senasib, kemudian saling

membuka diri dengan banyak mengobrol dan bercerita sehingga timbul

keakraban. Dari keakraban ini muncul perasaan cinta. Lalu perasaan cinta itu

terwujud dalam komitmen pernikahan.

Dari fakta-fakta diatas, diketahui bahwa meskipun interaksi antar

penyandang tuna netra berbeda dengan orang yang memiliki panca indra

sempurna, tetapi dalam hal pemaknaan cinta mereka tidak jauh berbeda seperti

halnya pasangan dengan panca indra sempurna lainnya. Kemudian persamaan

pandangan hidup membuat banyak orang jatuh cinta. Jika ditinjau dari sudut

pandang komunikasi, fenomena ini memunculkan pertanyaan, seseorang biasanya

mengalami ketertarikan melalui fisik yang terlihat, tapi bagaimanakah dengan

penyandang tuna netra? Apakah interaksi melalui indra pendengaran dan indra

peraba yang membuat dua orang penyandang tuna netra saling tertarik? Benarkah

insting yang membuat mereka jatuh cinta? Dalam menjalin love relationship

bagaimanakah pola komunikasi mereka sehingga satu sama lain dapat saling

percaya dan menjaga ikatan tersebut? Pertanyaan-pertanyaan ini yang akan diteliti

secara empiris oleh peneliti, kemudian dikaji dengan sudut pandang komunikasi.

Penelitian dilakukan pada pasangan kekasih penyandang tuna netra

dewasa muda di Surabaya, dimana satu pasangan adalah tuna netra dengan tuna

netra dan pasangan kedua tuna netra dengan yang berpanca indra lengkap atau

normal. Mengapa di Surabaya? Karena pada awalnya peneliti menemukan hal

menarik di lingkungan peneliti, yakni di Surabaya. Peneliti mendapati pasangan

suami istri penyandang tuna netra yang hidup dengan baik dan bahagia, sehingga

membuat peneliti penasaran untuk menelisik lebih jauh mengenai pasangan yang

tidak dapat melihat tapi dapat saling jatuh cinta ini. Karena pasangan suami istri

4

sudah pernah diteliti sebelumnya, jadi peneliti memutuskan pasangan kekasih

untuk diteliti.

Mengapa dewasa muda? Karena pada masa ini seseorang membutuhkan

pendidikan yang lebih tinggi untuk jenjang karirnya dan mulai membangun

hubungan intim. Seperti yang dijelaskan oleh Iriani & Ninawati (2005) bahwa

masa dewasa dapat dibagi menjadi 3 periode, yaitu: masa dewasa muda (20-40

tahun), masa dewasa menengah (40-65 tahun), dan masa dewasa akhir (65-

meninggal). Masa dewasa muda umumnya berada pada kondisi fisik dan

intelektual yang baik. Pada masa ini, mereka membuat keputusan karir dan

membentuk hubungan yang intim.

Metode Penelitian

Pendekatan penelitian menggunakan kualitatif karena membutuhkan data

berbentuk deskriptif dengan wawancara mendalam. Untuk teknik pengumpulan

data peneliti menggunakan teknik wawancara mendalam. Teknik wawancara

dipilih karena peneliti membutuhkan informasi dan deskripsi mendalam mengenai

kehidupan percintaan subjek. Penelitian ini difokuskan pada

1. Attractiveness yang terjadi pada tuna netra

Bagaimana pasangan tuna netra dapat saling tertarik satu sama lain. Daya

tarik apa yang dimiliki oleh satu sama lain (interpersonal attractiveness)

2. Proses Membangun Hubungan (Relationship Development)

Bagaimana pasangan tuna netra membangun kontak, keterlibatan dan

keakraban satu sama lain.

3. Proses Pemeliharaan Hubungan (Relationship Maintenance)

Upaya apa yang dilakukan satu sama lain untuk memelihara hubungan.

4. Konflik yang terjadi pada pasangan tuna netra

Bagaimanakah pasangan tuna netra mengelola konflik

Informan dalam penelitian ini dipilih menggunakan teknik purposive

Sampling yaitu, teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan

tertentu yang diterapkan secara sengaja oleh peneliti (Sugiyono, 2011, h.218).

Adapun kriteria informan bagi penelitian ini adalah sebagai berikut,

1. Pasangan kekasih penyandang tuna netra berusia 21-25 tahun. Hal ini

peneliti lakukan sesuai dengan tema yang diangkat. Usia tersebut

dipilih karena di usia tersebut seseorang berada pada masa dewasa

muda.

2. Peneliti menentukan informan sebanyak 2 pasangan kekasih dengan

kriteria satu pasangan adalah tuna netra dengan tuna netra dan

pasangan kedua tuna netra dengan normal. Hal ini dirasa menarik oleh

peneliti karena adanya perbedaan tersebut. Peneliti ingin mendalami

fenomena ini secara lebih intrinsik. Mengapa hanya dua pasangan?

Karena untuk mencari informan yang sesuai dengan kriteria peneliti,

hanya 2 pasangan ini yang cocok dan dapat dijangkau.

5

Hasil dan Pembahasan

Data pada penelitian ini berdasarkan dari hasil wawancara mendalam

peneliti dengan informan utama yakni Agus Dhyana, Noer Laili, Riski Nurilawati,

dan Ismu Aziz, serta informan pendukung yakni Ratih Tria dan Afisyahrin yang

merupakan sahabat dari informan utama.

Dalam proses mencari informasi mendalam tentang penelitian ini, peneliti

melakukan proses pertemanan terlebih dahulu kepada semua informan, agar

informan menjadi nyaman dengan peneliti dan pada akhirnya dapat terbuka.

Peneliti juga menjadi relawan atau mitra bakti terhadap kegiatan yang diadakan

oleh Pertuni (Persatuan Tuna Netra) Surabaya untuk dapat mengenal lebih dekat

bagaimana interaksi para penyandang tuna netra.

Peneliti melakukan percakapan kepada beberapa orang tuna netra dengan

rentan usia 15-25 tahun yang peneliti jumpai pada sebuah acara Pertuni (Persatuan

Tuna Netra) termasuk informan sendiri, mereka mengaku bahwa memang indra

pendengaran dan perabalah yang banyak mereka gunakan sebagai pengganti indra

penglihatan. Mereka dapat mengenal dan menghafal orang lain melalui nada

bicara, bahkan derap langkah. Dan indra peraba mereka gunakan untuk memakai

gadget sebagai media berkomunikasi dengan orang lain yang jaraknya jauh, dan

aktivitas lainnya seperti memakai tongkat sebagai penunjuk arah. Aplikasi modern

saat ini sangat membantu mereka untuk berkomunikasi secara mudah pada ponsel

maupun laptop mereka. Terdapat aplikasi Talkback yang sudah dijelaskan pada

bab sebelumnya yang membantu ponsel untuk dapat berbicara. Kemudian aplikasi

Jaws milik windows yang berguna sebagai screen reader atau pembaca layar pada

laptop sehingga ketika tombol keyboard ditekan akan mengeluarkan suara. Hal ini

yang membantu mereka untuk proses belajar dan aktivitas komunikasi lainnya,

seperti bersosial media sepeti facebook.

Mereka menjalani hubungan antar pribadi dengan usaha-usaha pendekatan

seperti perjumpaan langsung, telpon, sms, dan facebook. Perjumpaan adalah hal

yang sering mereka lakukan. Saat berjumpa, mereka akan berbincang tentang

banyak hal. Sama seperti orang berpenglihatan normal kebanyakan, mereka akan

membicarakan hal-hal yang mereka senangi. Saat jauh, telpon dan sms lah yang

sering mereka gunakan untuk mengetahui keberadaan atau kabar pasangan. Hal

ini lebih mudah karena terdapat aplikasi pada ponsel yang sudah dijelaskan diatas

yang membuat mereka tetap terhubung meskipun jaraknya berjauhan. Facebook

merupakan sosial media yang mereka gunakan untuk saling berbagi dengan

pasangan maupun khalayak umum. Sosial media facebook ini terkenal dikalangan

penyandang tuna netra, karena penggunaannya tidak rumit dan seperti yang

kebanyakan anak muda lainnya, sebagai ajang eksistensi.

Seperti orang kebanyakan lainnya yang sedang menjalin hubungan cinta,

mereka juga melakukan kencan. Kencan dapat mereka lakukan saat jam kampus

sudah selesai atau pada waktu hari libur. Mereka dapat berkencan di taman atau

tempat makan. Untuk pasangan tuna netra dengan tuna netra masing-masing dari

mereka memerlukan pendamping untuk mengantarkan mereka ke tempat tujuan.

Pendamping akan pergi ketika mereka berjumpa, dan akan dihubungi kembali

6

untuk menjemput ketika sudah selesai berkencan. Untuk pasangan tuna netra

dengan berpenglihatan normal, mereka tidak perlu membawa pendamping, karena

yang berpenglihatan normal lah yang menjadi penunjuk jalan. Hal ini sangat unik

jika dilihat dari kaca mata umum. Bagaimana bisa seorang yang berpenglihatan

normal berlapang dada berkencan dengan seorang tuna netra. Fenomena ini

menarik karena tidak semua orang mengetahui terdapat pasangan yang

sedemikian rupa.

Setiap dari informan memiliki karakter yang berbeda-beda. Meskipun

demikian mereka tidak ragu untuk menjalin hubungan cinta. Justru perbedaan

karakter inilah yang membuat hubungan mereka lebih berwarna. Seperti orang

kebanyakan, mereka memberikan perhatian satu sama lain seperti menanyakan

lagi ngapain, lagi dimana, sudah makan belum, dan pertanyaan sejenis. Perhatian

kecil seperti ini yang membuat hubungan mereka lebih awet.

1. Interpersonal Attractiveness pada Penyandang Tuna Netra

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, menurut percakapan yang dilakukan

peneliti kepada beberapa orang tuna netra mereka mengaku bahwa memang indra

pendengaran dan perabalah yang banyak mereka gunakan sebagai pengganti indra

penglihatan. Mereka dapat mengenal dan menghafal orang lain melalui nada

bicara, bahkan derap langkah. Dan indra peraba mereka gunakan untuk memakai

gadget sebagai media berkomunikasi dengan orang lain yang jaraknya jauh, dan

aktivitas lainnya seperti memakai tongkat sebagai penunjuk arah.

Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Meriyani & Hidayah (2013) bahwa

syarat interaksi sosial yang terdapat dalam interaksi antar anggota tuna netra yakni

kontak yang khas menggunakan indra peraba dan komunikasi melalui handphone

dengan cara pemakaian yang khas, yakni dengan menggunakan indra peraba dan

indra pendengaran.

Dari hasil wawancara tersebut diketahui bahwa awal ketertarikan tuna

netra dengan lawan jenis (Risky Nurilawati, Ismu Aziz, Agus Dhyana) adalah

melalui indra pendengaran. Dapat dikatakan mereka mengalami ketertarikan dari

“telinga turun ke hati”. Mereka dapat menilai bagaimana seseorang itu cantik atau

tampan menurut mereka dari suara yang terdengar.

Temuan lain dari penelitian ini adalah penampilan fisik melalui anggapan

orang lain mengenai pasangan turut andil dalam daya tarik ini. Faktanya, orang-

orang tuna netra ternyata juga memperhatikan penampilan fisik seseorang dengan

bertanya pada mereka yang berpenglihatan normal. Hal ini seperti yang dikatakan

DeVito (1997, h. 233) menurut beberapa periset, dalam empat menit pertama

interaksi awal, seseorang memutuskan apakah ingin melanjutkan hubungan ini

atau tidak. Pada tahap inilah penampilan fisik begitu penting, karena dimensi fisik

paling terbuka untuk diamati secara mudah.

7

2. Relationship Development

Pada penelitian ini menunjukkan bahwa sama halnya dengan orang-orang

berpenglihatan normal, pasangan tuna netra juga menjalin kontak, keterlibatan dan

keakraban. Tapi tentu saja dengan cara-cara yang unik.

Adakalanya saat si pria mengajak berkencan, mereka masing-masing harus

membawa orang lain yang memiliki penglihatan normal sebagai pendamping atau

penunjuk jalan bagi mereka. Tapi bagi pasangan tuna netra dengan orang

berpenglihatan normal, tidak perlu membawa orang lain, cukup pasangannya

sendiri yang menjadi penunjuk jalan, bahkan membonceng atau menyetir ketika

berkendara. Pendamping disini adalah anggota keluarga atau teman dari informan.

Pendamping adalah orang yang mendampingi sekaligus penunjuk jalan bagi

mereka untuk mengantarkan ke tempat tujuan. Ketika sampai ditempat yang

dimaksud, pendamping meninggalkan mereka dan akan di hubungi kembali jika

sudah selesai.

Untuk berkomunikasi, selain secara langsung mereka juga menggunakan

gadget seperti ponsel dan laptop yang memiliki aplikasi khusus agar gadget

mereka seolah berbicara ketika ditekan tombolnya. Dengan begitu mempermudah

mereka berinteraksi seperti lewat telepon, sms, dan sosial media untuk saling

menjalin komunikasi secara intens.

3. Love Relationship

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bagi penyandang tuna netra

menjalani kehidupan sebagai kekasih seseorang tidaklah berbeda dengan orang

lain, tapi tentu saja dengan cara mereka sendiri. Setelah menjalani kontak,

keakraban, dan dirasa hubungan dapat lebih dijalani secara berkelanjutan,

merekapun mengungkapkan cinta secara langsung atau verbal seperti yang

dilakukan Ismu Aziz pada Riski Nurilawati. Bahkan cara pengungkapan cinta

yang unik pun terjadi, yakni lewat lagu yang dinyanyikan secara khusus untuk

orang yang disukainya di depan umum. Itulah yang dilakukan Agus Dhyana saat

mengungkapkan cinta pada Noer Laili Rahmawati. Agus mengungkapkan

perasaannya melalui lagu yang dinyanyikannya sendiri saat pentas seni di kampus

mereka.

Jika ditanya mengenai makna cinta bagi mereka, dapat diringkas bahwa

mereka memaknai cinta seperti orang pada umumnya, yaitu suatu perasaan

khusus yang diberikan kepada seseorang sehingga terjalinlah love relationship

sebagai pasangan kekasih untuk saling memberi dan menyanyangi satu sama lain.

Meskipun dengan cara-cara yang sedikit berbeda dengan orang lain karena

keterbatasan yang mereka miliki, tapi mereka tetap bisa menikmati perjalanan

hubungan cinta.

Menurut Guerrero (1997) dalam DeVito (2004, h. 291) mengemukakan

bahwa secara nonverbal cinta juga dapat dikomunikasikan. Menjaga kontak mata

adalah hal yang penting dilakukan saat berinteraksi dengan pasangan. Tetapi

dalam kasus percintaan tuna netra hal ini tidak berlaku. Menjaga kontak mata,

antara pasangan tuna netra dengan tuna netra tidak bisa dilakukan. Mereka

8

melakukan kedekatan melalui komunikasi dengan gestur tubuh agak saling

mendekat, agar suara mereka dapat terdengar dengan jelas. Jadi dalam kasus

percintaan penyandang tuna netra, konsep Guerrero (1997) yang menyebutkan

bahwa kontak mata merupakan bagian dari mengkomunikasikan cinta tidak

berlaku.

Mengenai harapan dalam hubungan percintaan yang mereka jalani,

harapan mereka adalah sampai pada pernikahan. Dari hasil wawancara

membuktikan bahwa love relationship yang mereka jalani bukan hanya sekedar

untuk bermain-main melainkan hubungan yang serius. Hal ini sesuai seperti yang

dikatakan oleh Wood (2009, h. 220) bahwa setiap hubungan romantis selalu

diharapkan untuk mencapai pernikahan dan bertahan selamanya. Hal inilah yang

membedakan hubungan romantis dengan hubungan lainnya.

Di Indonesia sendiri hubungan romantis semacam ini lebih familiar

disebut dengan pacaran. Dari hasil wawancara informanpun mereka mengaku

mendapatkan perhatian, kasih sayang, teman berdiskusi, dan dapat juga

bergandengan tangan. Hal ini sesuai dengan yang disebutkan oleh Bannet dalam

Wisnuwardhani dan Mashoedi (2012, h. 83) menjelaskan bahwa pacaran adalah

hubungan pranikah antara pria dan wanita yang diterima oleh masyarakat.

Individu menilai hubungan pacaran merupakan sarana dimana adanya

persahabatan, mendapatkan dukungan emosional, kasih sayang, kesenangan, dan

eksplorasi seksual.

Kemudian hubungan yang dijalani oleh para informan ini terdapat

karakteristik tertentu, yakni hasrat untuk bersama-sama yang tercipta dari rasa

ketertarikan personal, keintiman satu sama lain yang terbentuk melalui tahapan

proses, dan komitmen menjadi sepasang kekasih yang berharap sampai pada

pernikahan. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Gamble & Gamble (2005, h.

268) bahwa terdapat tiga karakteristik unik dalam hubungan romantis, yaitu

komitmen, dimana seseorang berkeputusan tetap bersama dengan pasangannya.

Lalu passion atau hasrat yaitu meningkatnya intensitas rasa tertarik terhadap daya

tarik fisik dan daya tarik seksual pada orang lain membuat diri ingin bersama

pasangan. Kemudian intimacy atau keintiman, tahap yang tertuju pada kedekatan

perasaan antara dua orang dan dua kekuatan yang mengikat untuk bersama.

Kemudian mengenai usia para informan yang berada pada 20-25 tahun

merupakan golongan usia dewasa muda. Pada fase ini seseorang memang

membutuhkan cinta dalam hidupnya. Hal seperti ini seperti yang dijelaskan oleh

Iriani & Ninawati (2005), masa dewasa dapat dibagi menjadi 3 periode, yaitu:

masa dewasa muda (20-40 tahun), masa dewasa menengah (40-65 tahun), dan

masa dewasa akhir (65- meninggal). Masa dewasa muda umumnya berada pada

kondisi fisik dan intelektual yang baik. Pada masa ini, mereka membuat

keputusan karir dan membentuk hubungan yang intim.

4. Relationship Maintenance

Dalam menjalin hubungan cinta, tentu ada upaya-upaya untuk

mempertahankannya agar tidak terjadi kerusakan. Hal ini juga yang dilakukan

oleh para penyandang tuna netra yang menjalin hubungan sebagai kekasih

9

seseorang. Mengenai pemeliharaan hubungan ini sesuai dengan yang dikatakan

Devito (2007, h. 240) bahwa memelihara hubungan adalah tindakan yang

mengacu pada usaha untuk mempertahankan, memelihara hubungan. Individu

akan melakukan usaha pemeliharaan hubungan ketika terjadi hal-hal yang

dianggap salah dalam hubungan atau perlu peningkatan hubungan menjadi lebih

baik.

Cara mereka berkomunikasi tidak jauh berbeda dengan orang

berpenglihatan normal yaitu secara langsung, telepon, sms, dan media sosial lewat

gadget mereka yang bisa ‘bersuara’ karena terdapat aplikasi khusus seperti

talkback. Sikap saling perhatian, pengertian, saling percaya, dan keterbukaan juga

mendukung mereka untuk saling mempertahankan.

Dari hal ini, yang membedakan dengan orang berpanca indra lengkap

adalah ketika mereka berjumpa dan hendak pergi ke suatu tempat, masing-masing

dari mereka harus ada yang menemani oleh orang berpanca indra lengkap untuk

menunjukkan jalan. Bagi orang berpenglihatan normal yang menjalin hubungan

cinta dengan penyandang tuna netra, menjadi pusat perhatian saat berkencan

sudah menjadi hal biasa. Menurut Devito (2007, h. 244-245), terdapat strategi

untuk mempertahankan hubungan diantaranya be nice, communicate, controlling,

be open, give assurance, dan be positive.

5. Konflik

Dalam setiap hubungan antar pribadi selalu ada hal-hal yang memicu

konflik. Tetapi apakah konflik itu akan menjadi sebab rusaknya hubungan, atau

justru mengakrabkan. Dalam konsep yang diusung DeVito (2011, h.274) beberapa

sebab perusakan hubungan diantaranya adalah ketidakmerataan distribusi dan

biaya.

Masalah seperti ini diakui oleh informan yang menjadi pemicu

perselisihan dalam hubungan mereka. Salah satu pihak merasa selalu mengalah

sedangkan pihak yang lain selalu merasa benar. Terlalu banyak menuntut diberi

pengertian, sedangkan pihak yang lain tidak menerima hal yang sama.

Dari hasil penelitian, pemicu perusakan hubungan dari kedua pasangan

tersebut sama yakni ketidakmerataan distribusi penghargaan dan biaya, yakni

salah satu pihak merasa terlalu banyak mengalah, terlalu banyak memberi

pengertian dan perhatian, sedangkan pihak yang lain dirasa tidak memberikan hal

yang seimbang.

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa perhatian disini adalah

dengan sering-sering menghubungi lewat telepon maupun sms untuk menanyakan

kabar seperti “Lagi ngapain? Udah makan apa belom? Hari ini kegiatannya apa

saja? Ada hal menarik apa?” dan pertanyaan sejenis lainnya. Perhatian semacam

ini yang lebih sering dari pihak laki-laki yang menanyakannya dari pada pihak

wanita. Hal demikian yang memicu adanya kerenggangan, karena sebenarnya

laki-laki juga ingin diperhatikan sedemikian rupa.

10

Pengertian disini adalah tentang bagaimana pasangan mengerti keinginan

dan kebutuhan pasangan, termasuk disini adalah perhatian yang sudah dijelaskan

diatas. Dalam hal mengerti atau memahami ini, pihak laki-laki sering merasa

harus mengalah ketika berhadapan dengan suatu konflik, seperti pada saat mereka

bertengkar karena kurangnya komunikasi. Disaat pihak laki-laki memang sedang

banyak tugas atau kegiatan penting lainnya sehingga terlambat atau belum sempat

menghubungi, hal demikianpun dapat menyebabkan kerenggangan berujung pada

pertengkaran yang selalu pada akhirnya laki-laki yang sebenarnya ingin

dimengerti harus selalu mengalah agar konflik dapat diredam. Pada akhirnya laki-

laki lah yang selalu meminta maaf dan merayu agar pasangannya tidak merajuk

atau marah Istimewanya dalam hal ini adalah cara mereka berkomunikasi saat

konflik terjadi adalah dengan mengandalkan kata-kata atau verbal. Satu sama lain

tidak dapat mengetahui ekspresi atau mimik wajah, tapi yang mereka perhatikan

adalah seperti nada bicara yang meninggi atau merendah yang dapat menunjukkan

emosi seseorang.

Umumnya kita mempertahankan hubungan yang menguntungkan dan

meninggalkan hubungan yang merugikan. Jika salah satu pihak terlalu banyak

memberi tanpa menerima, hal tersebut dapat memicu kerenggangan dalam

hubungan.

Distribusi yang tidak merata antara penghargaan yang diterima dengan

biaya atau hal yang diberikan dapat membuat salah satu pihak merasa terbebani.

Namun jika dalam hubungan tersebut terdapat komitmen yang kuat untuk

bersama, tanda-tanda perusakan ini tidak sampai membuat hubungan menjadi

berakhir. Demikian pula yang dialami para informan pada penelitian ini.

Komitmen mereka kuat untuk menjadi sepasang kekasih, sehingga meskipun

terdapat konflik atau tanda perusakan, hubungan mereka tetap berlanjut.

Dalam hal ini kedua informan menggunakan gaya pengelolaan konflik

yang disebut dengan gaya kancil. Seperti yang dijelaskan oleh Supratiknya (1995,

h. 94-95) yang menjelaskan bahwa seekor kancil sangat mengutamakan

hubungan, dan kurang mementingkan tujuan-tujuan pribadinya. Ia ingin diterima

dan disukai oleh binatang lain. Ia berkeyakinan bahwa konflik harus dihindari,

demi kerukunan.

Penutup

Kesimpulan

1. Bagi penyandang tuna netra, indra pendengaran sebagai pengganti indra

penglihatan. Mereka dapat mengenal dan menghafal orang lain melalui suara

seperti nada bicara, bahkan derap langkah. Mereka menilai tampan atau

cantiknya seseorang dari suara yang terdengar.

2. Selain dari indra pendengaran, interpersonal attractiveness atau ketertarikan

personal pada penyandang tuna netra juga dari penampilan fisik. Cara mereka

mengetahui bagaimana penampilan seseorang adalah dengan bertanya pada

mereka yang berpenglihatan normal.

11

3. Membangun hubungan (relationship development) dan memelihara hubungan

(Relationship Maintenance) dilakukan dengan cara mereka sendiri. Yakni

dengan seringnya perjumpaan dan berkomunikasi secara intens satu sama lain.

Mereka melakukan usaha-usaha agar hidupnya mudah seperti orang-orang

berpenglihatan normal. Mereka bisa menggunakan gadget seperti ponsel dan

laptop dengan menggunakan aplikasi khusus sehingga ketika mereka menekan

tombol, gadget mereka akan mengeluarkan suara. Hal ini yang membantu

mereka untuk berkomunikasi jarak jauh. Ketika berkencan, mereka masing-

masing harus membawa orang lain yang memiliki penglihatan normal sebagai

pendamping atau penunjuk jalan bagi mereka. Tapi bagi pasangan tuna netra

dengan orang berpenglihatan normal, tidak perlu membawa orang lain, cukup

pasangannya sendiri yang menjadi penunjuk jalan, bahkan membonceng atau

menyetir ketika berkendara.

4. Para informan memaknai cinta seperti orang pada umumnya, yaitu suatu

perasaan khusus yang diberikan kepada seseorang sehingga terjalinlah love

relationship sebagai pasangan kekasih untuk saling memberi dan menyanyangi

satu sama lain, dengan komunikasi sebagai landasan untuk membangun dan

mempertahankan hubungan.

5. Terdapat konflik dalam hubungan, tetapi komitmen yang kuat membuatnya

tidak berakhir. Cara mereka menyelesaikan konflik adalah dengan

mengandalkan kata-kata atau verbal. Satu sama lain tidak dapat mengetahui

ekspresi atau mimik wajah, tapi yang mereka perhatikan adalah seperti nada

bicara yang meninggi atau merendah yang dapat menunjukkan emosi

seseorang.

Saran

Pertama, penelitian ini dapat dikembangkan lagi oleh peneliti selanjutnya.

Bisa saja penelitian ini diperdalam dengan subjeknya adalah pasangan suami istri

tuna netra. Atau bisa saja penelitian ini diambil dari sudut pandang yang lain,

lebih diperkaya dengan teori-teori komunikasi antar pribadi yang lain.

Kedua, diharapkan penelitian ini dapat membuka pikiran dan hati pembaca

untuk lebih peka terhadap saudara-saudara kita yang merupakan penyandang

difabel. Bahwa mereka juga memiliki banyak bakat dan kemampuan, mereka bisa

mencintai dan menjalin hubungan dengan baik, mahir menggunakan gadget,

mahir bernyanyi, mahir berdiskusi, mahir menjadi guru, sehingga banyak

universitas yang diharapkan lebih membuka kesempatan bagi mereka dan juga

lapangan kerja dapat lebih luas bagi mereka.

Ketiga, bagi informan maupun pembaca diharapkan dari penelitian ini

akan lebih membuka wawasan untuk memahami mengenai bagaimana baiknya

menjalin hubungan interpersonal menurut teori-teori seperti DeVito sehingga

dapat di praktekkan dalam kehidupan sehari-hari untuk membantu kelancaran

hubungan interpersonal.

12

Daftar Pustaka

Buku

Badudu & Zain. (1994). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar

Harapan.

Budyatna, M. & Ganiem. L. (2011). Teori Komunikasi Antar Pribadi. Jakarta:

Kencana Prenada Media Group.

Dariyo, A. (2003). Psikologi perkembangan dewasa muda. Jakarta: Gramedia

Widiasarana Indonesia.

Dayakisni, T dan Salis Y. (2004). Psikologi Lintas Budaya. Malang: UMM Press.

Dayakisni, T & Hudaniah. (2009). Psikologi Sosial. Malang: UMM Press.

DeVito, J.A. (2004). The Interpersonal Communication Book. USA : Pearson

Education, Inc.

DeVito, J.A. (1997). Komunikasi Antar Manusia. Jakarta: Professional Books.

Devito, J.A. (2011). Komunikasi Antar Manusia Edisi ke Lima. Tangerang:

Karisma Publishing Group.

DeVito, J. A. (2007). The Interpersonal Communication Book. 11th edn. Boston:

Pearson Education.

Gamble, T.K & Gamble, M. (2005). Communication Works. 8th edn. New York:

McGraw Hill.

Hamidi. (2007). Metode Penelitian dan Teori Komunikasi. Malang: UMM Press.

Herdiansyah, H. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif untuk ilmu-ilmu Sosial.

Jakarta : Salemba Humanika

Kriyantono, R. (2010). Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana

Prenada Media Group.

Moleong, J. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja

Rosdakarya

Mulyana, D. (2005). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja

rosdakarya.

Mulyana, D. (2007). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja

Rosdakarya

Sugiyono. (2010). Metode penelitian Kuantitatif, Kualitatif , dan R&D. Bandung:

Alfabeta.

13

Supratiknya. (1995). Tinjauan psikologis Komunikasi Antar Pribadi. Yogyakarta:

Kanisius

Wahyuni, S. (2012). Qualitative Research Method. Jakarta: Salemba Empat.

Wisnuwardhani, D. (2012). Hubungan Interpersonal. Jakarta: Salemba

Humanika.

Widjaja. (2000). Ilmu Komunikasi Pengantar Studi. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Wood, J.T. (2009). Communication in Our Lives. 5th edn. United States:

Wadsworth

Wisnuwardhani, D & Mashoedi, S. (2012). Hubungan Interpersonal. Jakarta:

Salemba Humanika

Skripsi dan Jurnal

Aloni, M & Bernieri, F. J. (2004). Is love blind? the effects of experience

and infatuation on the perception of love. Journal of Nonverbal Behavior,

28 (4), 294. Diakses pada 27 Maret 2014, dari

http://eresources.pnri.go.id:2056/docview/229274980?accountid=25704

Davis, P. B. (2010). The social psychology of love and attraction. McNair

Scholars Journal, 14 (1), 10. Diakses pada 21 Maret 2014, dari

http://scholarworks.gvsu.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1235&context=

mcnair

Dewi, A. (2013). Studi komparasi faktor-faktor daya tarik interpersonal pada

mahasiswa unnes yang berpacaran ditinjau dari jenis kelamin. Journal of Social and Industrial Psychology.

Vol.2 No.1, 33. Diakses pada 2 April 2014, pada

http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/sip

Emmons, R.A. & Colby, P. M. (1995). Emotional conflict and well-being:

relation to perceived availability, daily utilization, and observer reports of

social support. Journal of Personality and Social Psychology. Vol. 68 No.

5, 947-959. Diakses pada 28 Maret, dari

hpq.sagepub.com/content/16/4/621.refs

Fauzana, D.N. (2012). Makna cinta pada pasangan tunanetra. (Skripsi,

Perpustakaan Universitas Gunadarma, 2012). Di akses pada 21 Maret

2014 dari

http://library.gunadarma.ac.id/repository/view/15311/makna-cinta-pada-

pasangan-tunanetra.html/

14

Iriani, F. & Ninawati. (2005). Gambaran Kesejahteraan Psikologis pada Dewasa

Muda Ditinjau dari Pola Attachment. Jurnal Psikologi. Vol. 3 No.1, 44-

60. Diakses pada 28 Maret 2014, dari

http://ejurnal.esaunggul.ac.id/index.php/Psi/article/view/28/29

Meriyani & Hidayah , N. (2013). Interaksi sosial antar sesama penyandang tuna

netra dalam dadan sosial mardiwuto, yayasan Dr. Yap Prawirohusodo,

Yogyakarta. Jurnal UNY, 3 (3), 1. Diakses pada 21 Maret 2014, dari

http://journal.student.uny.ac.id/jurnal/artikel/2776/34/337

Roe, J. (2008). Social inclusion: meeting the socio-emotional needs of children

with vision needs. The British Journal of Visual Impairment. 26 (2), 147-

158. Diakses pada 27 Maret 2014, dari

http://jvi.sagepub.com/content/26/2/147.2.full.pdf+html

Sternberg, R. J. (1986). A triangular theory of love. Psychological Review. Vol.

93, No. 2, 119-135. Diakses pada 27 Maret 2014, dari

http://content2.learntoday.info/shu/PS520/media/Sternberg%20Love.pdf

Turner, J. S. & Helms, D. B. (1995). Lifespan development. (5th ed.). Fort Worth.

Harcourt Brace College Publishers, TX. Diakses pada 2 April 2014, dari

http://dlibrary.acu.edu.au/digitaltheses/public/adt-

acuvp204.15072009/06references%20and%20appendices.pdf

Internet

Direktorat Pembinaaan Sekolah Luar Biasa. (2008). Definisi Tuna netra. Di akses

pada 27 Maret 2014, dari www.ditplb.or.id.

Kamus Bahasa Indonesia. Definisi Pasangan. Di akses pada 2 April 2014, dari

http://kamusbahasaindonesia.org/pasangan

Nawawi, A. (2007). Definisi Tuna Netra. Di akses pada 28 April 2014, dari

http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195412071

981121-AHMAD_NAWAWI/HANDOUT_PENDK_TUNET_1.pdf

Pertuni. (2013). Definisi, Tujuan, Visi, dan Misi Pertuni. Di akses pada 13

Agustus 2014, dari http://pertuni.idp-europe.org/index.php

Yulianti, T. (2013). Kisah Cinta Pasutri Tuna Netra yang ‘Melihat’ Pasangan

Lewat Insting. Diakses pada 5 Mei 2014, dari

http://news.detik.com/bandung/read/2013/06/26/161302/2285009/486/kisa

h-cinta-pasutri-tuna-netra-yang-melihat-pasangan-lewat-insting