Ketentuan Gadai Menurut Fatwa DSN-MUI No.25/DSN-MUI/III/2002

23
Ketentuan Gadai Menurut Fatwa DSN-MUI No.25/DSN-MUI/III/2002: 1. Murtahin (penerima gadai) mempunyai hak untuk menahan marhun (barang gadaian) sampai semua utang rahin dilunasi. 2. Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik rahin. Pada prinsipnya, marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh murtahin kecuali seizin rahin, dengan tidak mengurangi nilai marhun dan pemanfaatannya itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan dan perawatannya. 3. Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasaranya menjadi kewajiban rahin, namun dapat dilakukan juga oleh murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban rahin. 4. Besar biaya pemeliharaan dan penyimpanan marhun tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman. http://ahby007.blogspot.com/2012/09/pegadaian-syariah_4.html http://anget-team.blogspot.com/2012/05/pegadaian-syariah.html http://emapratiwi.blogspot.com/2013/06/efektivitas-operasional- dan-prospek.htmlv Di samping itu, para ulama sepakat membolehkan akad Rahn ( al- Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adilatuhu, 1985,V:181) Landasan ini kemudian diperkuat dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional no 25/DSN- MUI/III/2002 tanggal 26 Juni 2002 yang menyatakan bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk rahn diperbolehkan dengan ketentuan sebagai berikut :

Transcript of Ketentuan Gadai Menurut Fatwa DSN-MUI No.25/DSN-MUI/III/2002

Ketentuan Gadai Menurut Fatwa DSN-MUI No.25/DSN-MUI/III/2002:

1.      Murtahin (penerima gadai) mempunyai hak untuk menahan

marhun (barang gadaian) sampai semua utang rahin dilunasi.

2.      Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik rahin. Pada

prinsipnya, marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh murtahin kecuali

seizin rahin, dengan tidak mengurangi nilai marhun dan

pemanfaatannya itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan dan

perawatannya.

3.      Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasaranya

menjadi kewajiban rahin, namun dapat dilakukan juga oleh

murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap

menjadi kewajiban rahin.

4.      Besar biaya pemeliharaan dan penyimpanan marhun tidak

boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.

http://ahby007.blogspot.com/2012/09/pegadaian-syariah_4.html

http://anget-team.blogspot.com/2012/05/pegadaian-syariah.html

http://emapratiwi.blogspot.com/2013/06/efektivitas-operasional-dan-prospek.htmlv

Di samping itu, para ulama sepakat membolehkan akad Rahn ( al-

Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adilatuhu, 1985,V:181) Landasan ini

kemudian diperkuat dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional no 25/DSN-

MUI/III/2002 tanggal 26 Juni 2002 yang menyatakan bahwa pinjaman

dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk

rahn diperbolehkan dengan ketentuan sebagai berikut :

KETENTUAN GADAI BARANG   

Dalam menggadaikan barang di pegadaian syariah harus memenuhi

ketentuan – ketentuan sebagai berikut :

1. Barang yang tidak boleh dijual tidak boleh digadaikan.

Artinya barang yang digadaikan diakui oleh asyarakat

memiliki nilai yang bisa dijadikan jaminan.

2. Tidak sah menggadaikan barang rampasan atau barang yang

pinjam dan semua barang yang diserahkan kepada orang lain

sebagai jaminan.

3. gadai itu tidak sah apabila utangnya belum pasti.

4. Disyaratkan pula agar utang piutang dalam gadai itu

diketahui oleh kedua belah pihak.

5. Menerima barang gadai oleh pegadaian adalah salah satu rukun

akad gadai atas tetapnya gadaian. Karena itu, gadai belum

ditetapkan selama barang yang digadaikan itu belum diterima

oleh pegadaian.

6. Seandainya ada orang menggadaikan barang namun barang

tersebut belum diterima oleh pegadaian, maka orang tersebut

boleh membatalkannya.

7. Jika barang gadaian tersebut sudah diterima oleh pegadaian,

maka gadai tersebut telah resmi dan tidak dapat dibatalkan

atau ditarik kembali.

8. Penarikan kembali atau pembatalan akad gadai itu biasanya

dilakukan dengan ucapan dan tindakan. Jika pegadaian

menggunakan barang gadaian itu dalam bentuk perbuatan yang

dapat menghilangkan status kepemilikan, maka batallah akad

gadai itu.

9. Jika akhir masa sewanya belum tiba maka waktu membayar

utangnya tidak termasuk pembatalan.

10. Jika masa membayar utang pada gadai lebih awal dari

pada masa sewa ( masa sewanya lebih lama dari pada masa

gadai ) , maka tidaklah termasuk pembatalan gadai dan

memperbolehkan penjualan barang yang digadaikan.

11. Barang gadaian adalah amanat di tangan penerima gadai,

karena ia telah menerima barang itu dengan ijin nasabah.

Maka status amanat barang gadai, seperti amanat berupa

barang yang disewakan. Jadi, pegadaian tidak wajib

menanggung kerusakan barang gadai, kecuali jika disengaja

atau lengah.

12. Jika barang gadaian tersebut musnah tanpa ada

kesengajaan dari pihak pegadaian, pegadaian tidak wajib

menanggung barang tersebut dan jumlah ppinjaman yang telah

diterima oleh pegadai tidak boleh dipotong atau dibebaskan.

Sebab, barang tersebut adalah amanat dari nasabah untuk

mendapatkan pinjaman, maka pinjaman itu tidak boleh

dibebasakan akibat musnahnya barang gadaian itu.

13. Seandainya pegadaian mengaku bahwa barang gadai

terssebut musnah, maka pengakuan tersebut dapat dibenarkan

dengan disertai sumpah, sebab pegadaian tidak menjelaskan

sebab – sebab musnahnya barang tersebut, atau ia menyebutnya

tetapi tidak jelas.

.    KETENTUAN UMUM GADAI SYARIAH

Adapun ketentuan dari gadai syariah adalah :

1.    Murtahin ( penerima barang ) mempunyai hak untuk menahan

marhun ( barang ) sampai semua utang rahin ( yang menyerahkan

barang ) lunas.

2.    Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik rahin. Pada

prinsipnya marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh murtahin kecuali

seizin rahin, dengan tidak mengurangi nilai marhun dan

pemanfaatannya sekedar pengganti biaya pemeliharaan perawatannya.

3.    Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasarnya menjadi

kewajiban rahin, namun dapat dilakukan juga oleh murtahin, sedangkan

biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban rahin.

4.    Besar biaya administrasi dan penyimpanan marhun tidak boleh

ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.

5                                                   Penjualan marhun:

a.    Apabila jatuh tempo, murtahin harus memperingatkan rahin untuk

segera melunasi hutangnya.

b.    Apabila rahin tetap tidak melunasi utangnya, maka marhun

dijual paksa / dieksekusi.

c.    Hasil penjualan marhun digunakan untuk melunasi utang,

biaya pemeliharaan, dan penyimpanan yang belum dibayar serta

biaya penjualan.

d.   Kelebihan hasil penjualan menjadi milik rahin dan

kekurangannya menjadi kewajiban rahin.

Kewajiban murtahin adalah memelihara barang jaminan yang

dipercayakan kepadanya sebagai barang amanah, sedang haknya

adalah menerima biaya pemeliharaan dari rahin. Sebaliknya rahin

berkewajiban membayar biaya pemeliharaan yang dikeluarkan

murtahin, sedang haknya adalah menerima barang yang menjadi

tanggungan hutang dalam keadaan utuh. Pemilik barang gadai berhak

menikmati hasilnya dan wajib memikul bebannya ( beban

pemeliharaannya.

Gadai diadakan dengan persetujuan dan hak itu hilang jika

gadai itu lepas dari kekuasaan si pemilik utang. Si pemegang

gadai berhak menguasai benda yang di gadaikan kepadanya selama

utang si berutang belum lunas, tetapi ia tidak berhak

mempergunakan benda itu. Selanjutnya ia berhak menjual gadai itu,

jika si berutang tidak mau membayar utangnya. Jika hasil gadai

itu lebih besar dari pada utang yang harus dibayar, maka

kelebihan itu harus dikembalikan kepada si penggadai.

Tetapi jika hasil itu tidak mencukupi pembayaran utang, maka

si pemiutang tetap berhak menagih piutangnya yang belum dilunasi

itu. Penjualan gadai harus dilakukan di depan umum dan sebelum

penjualan dilakukan biasanya hal itu harus diberitahukan terlebih

dahulu kepada si penggadai. 

Seandainya pegadaian mengaku telah mengembalikan barang gadaian,

pengakuan tidak dapat

diterima kecuali disertai dengan bukti ( kesaksian ) sebab bukti

bagi pegadaian itu

Persamaan dan Perbedaan Gadai Syariah (Rahn) dan Gadai

Konvensional

Apabila kita membandingkan produk gadai syariah dan gadai

konvensional, maka pegadaian syariah dapat menjadi alternatif

bagi orang yang membutuhkan dana murah, cepat dan juga sesuai

dengan hukum Islam.

Persamaan gadai dengan gadai syariah (rahn) adalah:

a) Hak gadai berlaku atas pinjaman uang

b) Adanya agunan sebagai jaminan utang

c) Tidak boleh mengambil manfaat barang yang digadaikan

d) Biaya barang yang digadaikan ditanggung oleh pemberi gadai

e) Apabila batas waktu pinjaman uang telah habis, barang yang

digadaikan boleh dijual atau dilelang.

Perbedaan antara gadai konvensional dan rahn adalah:

Rahn dalam hukum Islam dilakukan secara sukarela atas dasar

tolong-menolong juga menarik keuntungan dengan cara menarik bunga

atau sewa modal yang ditetapkan.

a) Di dalam pegadaian konvensioanal, tambahan yang harus dibayar

oleh nasabah yang disebut sebagai sewa modal, dihitung dari nilai

pinjaman. Sedangkan dalam rahn hanya diperkenankan untuk mengambil

sejumlah dana dari biaya perawatan dan sewa atas pemeliharaan.

b) Pegadaian konvensioanal hanya melakukan satu akad perjanjian,

hutang piutang dengan jaminan barang bergerak yang bisa ditinjau

dari aspek hukum konvensional, keberadaan barang jaminan dalam

gadai bersifat acessoir, sehingga Pegadaian konvensioanal bisa

tidak melakukan penahanan barang jaminan atau dengan kata lain

melakukan praktek fidusia. Berbeda dengan pegadaian syariah yang

mensyaratkan secara mutlak keberadaan barang jaminan untuk

membenarkan penarikan bea jasa simpanan.

c) Gadai menurut hukum perdata, dilaksanakan melalui suatu

lembaga (perum pegadaian), dan rahn menurut hukum Islam dapat

dilaksanakan tanpa melalui suatu lembaga.

d) Kelebihan uang hasil dari penjualan barang pada pegadaian

syariah tidak diambil oleh nasabah, diserahkan kepda lembaga ZIS,

sedangkan pada gadai konvensional kelebihan uang hasil lelang

barang tidak diambil oleh nasabah tetapi menjadi pemilik

pegadaian.

Berikut disajikan table perbedaan teknis antara Pegadaian syariah

dan Pegadaian konvensioanal:

No Pegadaian syariah Pegadaian konvensioanal

1 Biaya administrasi

menurut ketetapan

berdasarkan golongan

barang.

Biaya administrasi menurut

prosentase berdasarkan

golongan barang.

2 Jasa simpanan

berdasarkan taksiran.

Sewa modal berdasarkan

pinjaman.

3 Bila lama pengembalian

melebihi perjanjian,

barang dijual kepada

masyarakat.

Bila lama pengembalian

melebihi perjanjian, barang

dilelang kepada masyarakat.

4 Maksimal jangka waktu 4

bulan.

Maksimal jangka waktu 3

bulan.

5 Bila uang kelebihan

dalam satu tahun tidak

diambil diserahkan

kepada lembaga ZIS

Bila uang kelebihan dalam

satu tahun tidak diambil

menjadi milik pegadaian.

Prinsip Operasional

Salah satu bentuk jasa pelayanan lembaga keuangan yang menjadi

kebutuhan masyarakat adalah pembiayaan dengan menggadaikan barang

sebagai jaminan. Landasan akad yang digunakan dalam operasional

perusahaan dalam pegadaian syariah adalah rahn. Berlakunya rahn

adalah bersifat mengikuti (tabi’iyah) terhadap akad tertentu yang

dijalankan secara tidak tunai tunai (dayn) sebagai jaminan untuk

mendapatkan kepercayaan. Adapun secara teknis, implementasi akad

rahn dalam lembaga pegadaian adalah sebagai berikut:

1) Nasabah menjaminkan barang (marhun) kepada pegadaian syariah

untuk mendapatkan pembiayaan. Kemudian pegadaian menaksir barang

jaminan tersebut untuk dijadikan dasar dalam memberikan

pembiayaan.

2) Pegadaian syariah dan nasabah menyapakati akad gadai. Akad ini

meliputi jumlah pinjaman, pembebanan biaya jasa simpanan dan

biaya administrasi. Jatuh tempo pengembalian pembiayaan yaitu 120

hari (4 bulan).

3) Pegadaian syariah memberikan pembiayaan atau jasa yang

dibutuhkan nasabah sesuai kesepakatan.

4) Nasabah menebus barang yang digadaikan setelah jatuh tempo.

Apabila pada saat jatuh tempo belum dapat mengembalikan uang

pinjaman, dapat diperpanjang 1 (satu) kali masa jatuh tempo,

demikian seterusnya. Apabila nasabha tidak dapat mengembalikan

uang pinjaman dan tidak memperpanjang akad gadai, maka pegadaian

dapat melakukan kegiatan pelelangan dengan menjual barang

tersebut untuk melunasi pinjaman.

5) Pegadaian (murtahin) mengembalikan harta benda yang digadai

(marhun) kepada pemiliknya (nasabah).

    Risiko dari Barang Gadai

Adapun risiko yang mungkin terjadi pada gadai yaitu:

1.Risiko tak terbayarnya utang nasabah, risiko ini terjadi pabila

nasabah kesulitan dalam melunasi kembali barang yang telah

dijaminkan karena beberapa alasan. Nasabah gadai dapat saja

terbebas dari kwajiban membayar cicilan dikarenakan dalam

perjalanan waktu nasabah berniat untuk mengorbankan barang

gadainya

2. Risiko penurunan nilai aset yang ditahan atau rusak, walaupun

telah ditaksir nilai barang yang digadaikan kemungkinan adanya

penurunan nilai barang dari awal penaksiran akan terjadi. Hal itu

disebabkan oleh berbagai masalah ekonomi, misalnya menurunya

nilai tukar rupiah terhadap dolar.

  3Kegunaan PenelitianDalam penelitian ini diharapakan dapat memberikan manfaat baik secara langsung maupun tidak langsung bagi:1.PenelitiDengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan danwawasan bagi penulis terutama mengenai audit operasional dalam penilaian prosedur pemberian pembiayaan gadai syariah.2.PerusahaanHasil penelitian diharapkan dapat memberikansumbangan pemikiran dan masukan mengenai pentingnya audit operasional dalam penilaian prosedur pemberian pembiayaan

gadai syariah, sehingga dapat membantu pencapaian sasaran yang diinginkan dari Pegadaian syariah yaitu pelaksanaan operasional Pegadaian yang sesuai dengan syariat Islam.3.Pihak LainHasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu tambahan pengetahuan dan dapat menjadi bahan referensi khususnya bagi pihak-pihak yang mengkaji topik-topik yang berkaitan dengan masalah yang dibahas.II.TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESISTinjauan PutakaDalam melakukan suatu penelitian kita perlu mengungkapkan apa yang kita teliti, hal tersebut dapat memudahkan dan menjelaskan lebih rincin tentang variabel yang kita teliti.A.Audit OperasionalAudit operasional merupakan audit atas operasi yang dilaksanakan dari sudut pandang manajemen untuk menilai efektivitas dan efisiensi dari tiap bagian suatu organisasi.Pengertian Audit Operasional, berikut ini dikemukakan beberapa pendapat dari para ahli:a.Sunarto (2003:16-17) mengungkapkan definisi audit operasional sebagai berikut:Auditing adalah suatu proses sistematis untuk mendapatkan dan mengevaluasi bukti yang berhubungan dengan asersi tentang tindakan-tindakan dan kejadian-

kejadian ekonomi secara objektif untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan dan mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan.b.William C. Boyton yang diterjemahkan oleh Ichsan Setiyo Budi(2003:7)mengungkapkan definisi audit operasional sebagai berikut:Audit operasional berkaitan dengan kegiatan memperoleh dan mengevaluasi bukti-bukti tentang efesiensi dan efektivitas kegiatan operasi entitas dalam hubungannya dengan pencapaian tujuan tertentu. 4Dari definisidi atas memberikan pernyataan bahwa dalam melakukan kegiatan auditing dilakukan tindakan-tindakan mengumpulkan, mengevaluasi, menentukan, dan melaporkan. Tindakan ini harus dilakukan oleh seseorang yang kompeten dan independen. Kompeten menunjukkan seorang yang mampu dan mengetahui serta memahami dengan betul apa pekerjaannya, sedangkan independen menunjukkan seorang yang bebas dalam melakukan kegiatan auditnya, bebas dari pengaruh pribadi dan bebas menyatakan pendapat sehingga dapat memberikan penilaian yang objektif. B.Prosedur Pemberian Pembiayaan gadai SyariahProsedur memperoleh uang pinjaman dari pegadaian bagi masyarakat yang membutuhkan

dana segera sangat sederhana, mudah, dan cepat. Pada dasarnya prosedurpemberian pembiayaan gadai syariah hampir sama dengan prosedur pemberian kredit gadai pada pegadaian konvensional, namun perbedaannya pemberian pembiayaan gadai syariah ini menggunakan akad terlebih dahulu.Pengertian Audit Operasional, berikut ini dikemukakan beberapa pendapat dari para ahli:a.Muhammad (2007:64) mengemukakan definisi gadai syariah (rahn) sebagai berikut:Rahnadalah menahan salah satu harta milik seseorang (peminjam sebagai jaminanatas pinjaman yang diterimanya.b.A.A Basyir yang dikutip oleh Sasli Rais (2006:38) mengemukakan definisi gadai syariah (rahn) sebagai berikut:Rahn adalah perjanjian menahan sesuatu barang sebagai tanggungan utang, atau menjadikan sesuatu benda bernilai menurut pandangan syara‟ sebagai tanggungan marhun bih, sehingga dengan adanya tanggungan utang itu seluruh atau sebagian utang dapat diterima.Dari pengertian diatas maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa rahn merupakan suatu akad utang piutang dengan menjadikan barang yang memiliki nilai harta menurut pandangan syara’sebagai jaminan marhun bih,sehin

gga marhunboleh mengambil marhun bih. Pegadaian Syariah sebagai lembaga pinjaman yang berada langsung di bawah Perum Pegadaian terkadang prosedur pemberian pembiayaan gadai syariah masih sedikit mengikuti prosedur Pegadaian kovensional, maka diperlukan pengawasan yang melekat baik internal terutama keberadaan Dewan Pengawas Syariah (DPS) sebagai pertanggungjawab eksternal, agar prosedur pemberian pembiayaan gadai syariah berjalan efektif dan efesien serta tidak menyimpang dari syariat Islam.Sesuai denganyang dikemukakan oleh Sasli Rais(2006:68) sebagai berikut:Mekanisme Operasional gadai Syariah sangat penting untuk diperhatikan,karena jangan sampai operasional gadai syariah tidak efektif dan efesien.5Kerangka PemikiranSaat ini pegadaian membawahi pegadaian konvensional dan pegadaian syariah. Pada hakikatnya pegadaian konvensional dan pegadaian syariah mempunyai tujuan yang sama. Produk dari Pegadaian Syariah ada 2 jenis yaitu rahn (gadai syariah) serta arum.Pengendalian (controlling) merupakan sal

ah satu fungsi manajemen.Audit operasional mencakup suatu penelaahan yang sistematis atas aktivitas-aktivitas organisasi yang dihubungkan dengan tujuan khusus. Dengan adanya audit operasional ini dapat membantu manajemen dalam memberikan peringatan dini atau sistem deteksi dalam mengungkapkan penyimpangan-penyimpangan pada area tertentu organisasi yang dikaji serta berupaya untuk memberikan kesempatan perbaikan.Tujuan umum dari audit operasional yaitu menilai kinerja, mengidentifikasi untuk perbaikan, danmengembangkan rekomendasi untuk perbaikan atau tindakan lebih lanjut. Apabila tindaklanjut dilaksanakan, makaseluruh kerangka kegiatan pemeriksaan dinamakan pengendalian.

C. OPERASIONALISASI PEGADAIAN SYARIAH

Implementasi operasi Pegadaian Syariah hampir bermiripan dengan Pegadaian konvensional. Seperti halnya Pegadaian konvensional, Pegadaian Syariah juga menyalurkan uang pinjaman dengan jaminan barangbergerak. Prosedur untuk memperoleh kredit gadai syariah sangat sederhana, masyarakat hanya menunjukkan bukti identitas diri dan barang bergerak sebagai jaminan, uang pinjaman dapat diperoleh dalam waktu yang tidak relatif lama ( kurang lebih 15 menit saja ). Begitupun untuk melunasi pinjaman, nasabah cukup dengan menyerahkan sejumlah uang dan surat bukti rahn saja dengan waktu proses yang juga singkat.

Di samping beberapa kemiripandari beberapa segi, jika ditinjau dari aspek landasan konsep; teknik transaksi; dan pendanaan, PegadaianSyariah memilki ciri tersendiri yang implementasinya sangat berbeda dengan Pegadaian konvensional. Lebih jauh tentang ketiga aspek tersebut, dipaparkan dalam uraian berikut. Sebagaimana halnya instritusi yang berlabel syariah, maka landasan konsep pegadaian Syariah juga mengacu kepada syariah Islam yang bersumber dari Al Qurandan Hadist Nabi SAW. Adapun landasan yang dipakai adalah :

Quran Surat Al Baqarah : 283

“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai)sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yangdipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah MahaMengetahui apa yang kamu kerjakan”.

Hadist

“Aisyah berkata bahwa Rasul bersabda : Rasulullah membeli makanandari seorang yahudi dan meminjamkan kepadanya baju besi”. HR Bukhari dan Muslim

Dari Abu Hurairah r.a. Nabi SAW bersabda : “Tidak terlepas kepemilikanbarang gadai dari pemilik yang menggadaikannya. Ia memperoleh manfaat dan menanggung risikonya.” HR Asy’Syafii, al Daraquthni dan Ibnu Majah

Nabi Bersabda : “Tunggangan ( kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki dengan menanggung biayanya dan bintanag ternak yang digadaikandapat diperah susunya dengan menanggung biayanya. Bagi yang menggunakan kendaraan dan memerah susu wajib menyediakan biaya perawatan dan pemeliharaan.” HR Jamaah, kecuali Muslim dan An Nasai.

Dari Abi Hurairah r.a. Rasulullah bersabda : Apabila ada ternak digadaikan, maka punggungnya

boleh dinaiki (oleh yang menerima gadai), karena ia telah mengeluarkanbiaya ( menjaga)nya. Apabila ternak itu digadaikan, maka air susunya yang deras boleh diminum (oleh orang yang menerima gadai) karena ia telah mengeluarkan biaya (menjaga)nya. Kepada orang yang naik dan minum, maka ia harus mengeluarkan biaya (perawatan)nya. HR Jemaah kecuali MuslimdanNasai-Bukhari.

Ijtihad Berkaitan dengan pembolehan perjanjian gadai ini, jumhur ulama juga berpendapat boleh dan mereka tidak pernah berselisih pendapat mengenai ini. Jumhur ulama berpendapat bahwa disyariatkan pada waktu tidak berpergian maupun pada waktu berpergian, berargumentasi kepada perbuatan Rasulullah SAW terhadap riwayat hadis tentang orang Yahudi tersebut di Madinah Di samping itu, para ulama sepakat membolehkan akad Rahn ( al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adilatuhu, 1985,V:181) Landasan ini kemudian diperkuat dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional no 25/DSN-MUI/III/2002 tanggal 26 Juni 2002 yang menyatakan bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk rahn diperbolehkan dengan ketentuan sebagaiberikut:

A. Ketentuan Umum :

1.      Murtahin (penerima barang) mempunya hak untuk menahan Marhun ( barang ) sampai semua utang rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi.

2.      Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik Rahin. Pada prinsipnya marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh murtahin kecuali seizin Rahin,

dengan tidak mengurangi nilai marhun dan pemanfaatannya itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan perawatannya.

3.      Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasarnya menjadi kewajibanrahin, namun dapat dilakukan juga oleh murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban rahin.

4.      Besar biaya administrasi dan penyimpanan marhun tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.

5.      Penjualanmarhun, apabila jatuh tempo, murtahin harus memperingatkanrahin untuk segera melunasi utangnya. Apabila rahin tetap tidak melunasi utangnya, maka marhun dijual paksa/dieksekusi. Hasil Penjualan Marhun digunakan untuk melunasi utang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan. Kelebihan hasil penjualan menjadi milik rahin dan kekurangannya menjadi kewajiban rahin.

B. Ketentuan Penutup

1.      Jika salah satu pihak tidak dapat menunaikan kewajibannya atau jikaterjadi perselisihan diantara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbritase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

2.      Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika dikemudian hari terdapat kekeliruan akan diubah dan disempurnakan sebagai mana mestinya.

C. Teknik Transaksi

Sesuai dengan landasan konsep di atas, pada dasarnya Pegadaian Syariah berjalan di atas dua akad transaksi Syariah yaitu.

1.      Akad Rahn. Rahn yang dimaksud adalah menahan harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Dengan akad ini Pegadaian menahan barang bergeraksebagai jaminan atas utang nasabah.

2.      Akad Ijaroh. Yaitu akad pemindahan hak guna atas barang dan atau jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan

kepemilikan atas barangnya sendri. Melalui akad ini dimungkinkan bagi Pegadaian untuk menarik sewa atas penyimpanan barang bergerak milik nasabah yang telah melakukan akadrukun dari akad transaksi tersebut meliputi :

a. Orang yang berakad :

1) Yang berhutang (rahin) dan 2) Yang berpiutang (murtahin).

b. Sighat ( ijab qabul)

c. Harta yang dirahnkan (marhun)

d. Pinjaman (marhun bih)

Dari landasan Syariah tersebut maka mekanisme operasional Pegadaian Syariah dapat digambarkan sebagai berikut : Melalui akad rahn, nasabah menyerahkan barang bergerak dan kemudian Pegadaian menyimpan dan merawatnya di tempat yang telah disediakan oleh Pegadaian. Akibat yang timbul dari proses penyimpanan adalah timbulnyabiaya-biaya yang meliputi nilai investasi tempat penyimpanan, biaya perawatan dan keseluruhan proses kegiatannya. Atas dasar ini dibenarkan bagi Pegadaian mengenakan biaya sewa kepada nasabah sesuai jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak.

Adapun ketentuan atau persyaratan yang menyertai akad tersebut meliputi :

1.      Akad. Akad tidak mengandung syarat fasik/bathil seperti murtahin mensyaratkan barang jaminan dapat dimanfaatkan tanpa batas.

2.      Marhun Bih ( Pinjaman). Pinjaman merupakan hak yang wajib dikembalikan kepada murtahin dan bisa dilunasi dengan barang yang dirahnkan tersebut. Serta, pinjaman itu jelas dan tertentu.

3.      Marhun (barang yang dirahnkan). Marhun bisa dijual dan nilainya seimbang dengan pinjaman, memiliki nilai, jelas ukurannya,milik sah

penuh dari rahin, tidak terkait dengan hak orang lain, dan bisa diserahkan baik materi maupun manfaatnya.

4.      Jumlah maksimum dana rahn dan nilai likuidasi barang yang dirahnkanserta jangka waktu rahn ditetapkan dalam prosedur.

5.      Rahin dibebani jasa manajemen atas barang berupa: biaya asuransi,biaya penyimpanan,biaya keamanan, dan biaya pengelolaan sertaadministrasi.

Untuk dapat memperoleh layanan dari Pegadaian Syariah, masyarakathanya cukup menyerahkan harta geraknya ( emas, berlian, kendaraan, danlain-lain) untuk dititipkan disertai dengan copy tanda pengenal. Kemudian staf Penaksir akan menentukan nilai taksiran barang bergerak tersebut yang akan dijadikan sebagai patokan perhitungan pengenaan sewa simpanan (jasa simpan) dan plafon uang pinjaman yang dapat diberikan. Taksiran barang ditentukan berdasarkan nilai intrinsik dan harga pasar yang telah ditetapkan oleh Perum Pegadaian.

Maksimum uang pinjaman yang dapat diberikan adalah sebesar 90% dari nilai taksiran barang. Jika nasabah sudah tidak mampu melunasi hutang atau hanya membayar jasa simpan, maka Pegadaian Syariah melakukan eksekusi barang jaminan dengan cara dijual, selisih antara nilai penjualan dengan pokok pinjaman, jasa simpan dan pajak merupakanuang kelebihan yang menjadi hak nasabah. Nasabah diberi kesempatan selama satu tahun untuk mengambil Uang kelebihan, dan jika dalam satu tahun ternyata nasabah tidak mengambil uang tersebut, Pegadaian Syariah akan menyerahkan uang kelebihan kepada Badan Amil Zakat sebagai ZIS.

BAB III

PENUTUP

A.KESIMPULAN

1.      Pegadaian ialah perjanjian menahan suatu barang sebagai tanggungan utang. Sedangkan pegadaian syari’ah adalah pegadaian yang dalam menjalankan operasionalnya berpegang kepada prinsip syari’ah.

2.      a. Memberikan kemudahan kepada masyarakat yang ingin melakukan transaksi yang halal.b. Memberikan superior return bagi investorc. Memberikan ketenangan kerja bagi karyawan.

3. a. Adanya lafaz

b. Adanya pemberi dan penerima gadai. (Aqid)

c. Adanya barang yang digadaikan. (Marhun)

d. Adanya utang/ hutang.

B.SARAN

Seharusnya kita sebagai seorang muslim harus sudah memulaimelepaskan diri dari segala macam belenggu riba. Salah satunya yaitu bila kita ingin menggadaikan suatu barang hendaknya digadaikan di pegadaian syariah.

Selanjutnya saya sebagai penulis mengharapkan kritik dan saran kepada para pembaca yang bersifat membangun demi kebaikan makalah ini kedepannya, terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA

         http://bukanisapanjempol.blogspot.com/2011/06/pegadaian-syariah-dan-pegadaian.html#ixzz2MlFzOuB1

         al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adilatuhu, 1985,V:181

         http://pegadaianislam.blogspot.com/2012/05/pegadaian-dalam-islam.html