keefektifan model experiential learning terhadap motivasi dan ...

85
KEEFEKTIFAN MODEL EXPERIENTIAL LEARNING TERHADAP MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR IPA KELAS V SD DEBONG KIDUL KOTA TEGAL SKRIPSI disusun untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan oleh Afief Zuhryzal 1401415230 JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2019

Transcript of keefektifan model experiential learning terhadap motivasi dan ...

KEEFEKTIFAN MODEL EXPERIENTIAL LEARNING

TERHADAP MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR IPA

KELAS V SD DEBONG KIDUL KOTA TEGAL

SKRIPSI

disusun untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

oleh

Afief Zuhryzal

1401415230

JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2019

i

KEEFEKTIFAN MODEL EXPERIENTIAL LEARNING

TERHADAP MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR IPA

KELAS V SD DEBONG KIDUL KOTA TEGAL

SKRIPSI

disusun untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

oleh

Afief Zuhryzal

1401415230

JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2019

ii

iii

iv

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto:

“Sesungguhnya bersama kesulitan pasti ada kemudahan.” (QS Al-Insyirah 6)

“Tuhan tidak menuntut kita untuk sukses. Tuhan hanya menyuruh kita

berjuang tanpa henti.” (Cak Nun)

“Selalu tabah dan tangguh ketika melewati langkah yang sulit, berpikir positif

itu jalan terbaik” (Penulis)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahan kepada kedua orang tua saya, Ibu Sri Hartati dan

Alm.Bapak Sumantri, kedua kakak saya Indah Nur Ikhsani dan Arief Budiman,

serta teman baik saya Ummu Chojanah yang selalu mendoakan, memotivasi, dan

memberi dukungan.

vi

ABSTRAK

Zuhryzal, Afief. 2019. Keefektifan Model Experiential Learning terhadap

Motivasi dan Hasil Belajar IPA Kelas V SD Debong Kidul Kota Tegal.

Sarjana Pendidikan. Universitas Negeri Semarang. Pembimbing: Mur

Fatimah, S.Pd., M.Pd. 389 halaman.

Kata Kunci: Experiential Learning, Hasil Belajar, Motivasi Belajar

Motivasi belajar merupakan hal yang harus diperhatikan oleh guru. Guru

harus mampu menggugah motivasi belajar siswa, sehingga siswa dapat mencapai

tujuan pembelajaran yang optimal. Tercapainya tujuan pembelajaran dapat dilihat

dengan hasil belajar siswa yang baik. Upaya yang dapat dilakukan guru yaitu

menciptakan kegiatan pembelajaran yang aktif dan mengesankan, salah satunya

dengan menerapkan model Eperiential Learning. Model Experiential Learning

mampu memberikan pengalaman yang bermakna dalam pembelajaran.

Penelitian ini bertujuan mengetahui keefektifan model Experiential

Learning terhadap motivasi dan hasil belajar IPA kelas V SD Debong Kidul Kota

Tegal. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SD Debong

Kidul Kota Tegal sebanyak 67 siswa. Teknik pengambilan sampel menggunakan

teknik sampel jenuh di mana seluruh anggota populasi adalah sampel penelitian.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan metode eksperimen.

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan independent sample t test

dan one sample t test.

Hasil penelitian menunjukkan: (1) terdapat perbedaan motivasi belajar siswa

dalam pembelajaran IPA materi sifat-sifat cahaya antara pembelajaran yang

menggunakan model Experiential Learning dengan pembelajaran konvensional

yang dibuktikan dengan nilai signifikansi < 0,05 (0,000 < 0,05) dan nilai thitung ≥

ttabel (4,583 ≥ 2,294); (2) terdapat perbedaan motivasi belajar siswa dalam

pembelajaran IPA materi sifat-sifat cahaya antara pembelajaran yang

menggunakan model Experiential Learning dengan pembelajaran konvensional

yang dibuktikan dengan nilai signifikansi < 0,05 (0,000 < 0,05) dan nilai thitung ≥

ttabel (3,732≥ 2,294); (3) penerapan model Experiential Learning efektif terhadap

motivasi belajar IPA materi sifat-sifat cahaya yang dibuktikan dengan nilai

signifikansi < 0,05 (0,000 < 0,05) dan nilai thitung ≥ ttabel (3,882 ≥ 2,037); (4)

penerapan model experiential learning efektif terhadap hasil belajar IPA materi

sifat-sifat cahaya yang dibuktikan dengan nilai signifikansi < 0,05 (0,000 < 0,05)

dan nilai thitung ≥ ttabel (5,269 ≥ 2,037). Hasil analisis deskriptif motivasi belajar

siswa kelas eksperimen tergolong tinggi sebesar 79,43% dan analisis deskriptif

hasil belajar yang mencapai rata-rata nilai diatas nilai KKM yaitu 73,94.

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa model Experiential

Learning efektif terhadap motivasi dan hasil belajar serta menjadi model

pembelajaran yang disarankan dalam pembelajaran IPA.

vii

PRAKATA

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Keefektifan Model Experiential Learning terhadap Motivasi dan Hasil Belajar

IPA Kelas V SD Debong Kidul Kota Tegal”. Skripsi ini disusun sebagai salah

satu syarat untuk memeroleh gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Guru

Sekolah Dasar.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari

bantuan dan bimbingan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan

terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum, Rektor Universitas Negeri Semarang

yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk belajar di Unnes.

2. Dr. Achmad Rifai RC, M.Pd., Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Unnes yang

telah mengizinkan dan mendukung penelitian ini.

3. Drs. Isa Ansori, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Fakultas Ilmu Pendidikan Unnes yang telah memberi kesempatan untuk

memaparkan gagasan dalam bentuk skripsi.

4. Drs. Utoyo, M.Pd., Koordinator PGSD UPP Tegal Fakultas Ilmu Pendidikan

Unnes yang telah mengizinkan penulis untukmelakukanpenelitian.

5. Mur Fatimah, S.Pd., M.Pd. selaku dosen pembimbing yang telah

membimbing, mengarahkan, menyarankan, dan memotivasi penulis, sehingga

skripsi ini dapat terselesaikan.

viii

ix

DAFTAR ISI

Halaman

Judul ................................................................................................................. i

Persetujuan Pembimbing .................................................................................. ii

Pengesahan ....................................................................................................... iii

Pernyataan Keaslian Tulisan ............................................................................ iv

Motto dan Persembahan ................................................................................... v

Abstrak ............................................................................................................. vi

Prakata .............................................................................................................. vii

Daftar Isi........................................................................................................... ix

Daftar Tabel ..................................................................................................... xv

Daftar Gambar .................................................................................................. xvii

Daftar Lampiran ............................................................................................... xviii

Bab

1 PENDAHULUAN ............................................................................. 1

1.1 Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1

1.2 Identifikasi Masalah ............................................................................ 10

1.3 Pembatasan Masalah ........................................................................... 11

1.4 Rumusan Masalah ............................................................................... 11

1.5 Tujuan Penelitian ................................................................................ 12

1.5.1 Tujuan Umum ..................................................................................... 12

1.5.2 Tujuan Khusus .................................................................................... 12

1.6 Manfaat Penelitian .............................................................................. 13

x

1.6.1 Manfaat Teoritis .................................................................................. 13

1.6.2 Manfaat Praktis ................................................................................... 14

1.6.2.1 Bagi Guru ............................................................................................ 14

1.6.2.2 Bagi Sekolah ....................................................................................... 14

1.6.2.3 Bagi Peneliti ........................................................................................ 14

2. KAJIAN PUSTAKA ........................................................................... 16

2.1 Kajian Teori ........................................................................................ 16

2.1.1 Pengertian Belajar ............................................................................... 16

2.1.2 Pengertian Pembelajaran ..................................................................... 18

2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Belajar ............................................................ 19

2.1.3.1 Faktor Internal ............................................................................................. 20

2.1.3.2 Faktor Eksternal ........................................................................................... 20

2.1.4 Karakteristik Siswa Sekolah Dasar.............................................................. 21

2.1.5 Pengertian IPA............................................................................................. 22

2.1.6 Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar ............................................................ 24

2.1.7 Model Pembelajaran ........................................................................... 25

2.1.8 Model Pembelajaran Konvensional .................................................... 26

2.1.9 Model Experiential Learning .............................................................. 27

2.1.10 Materi Pembelajaran IPA kelas V....................................................... 32

2.1.11 Motivasi Belajar .................................................................................. 33

2.1.11.1 Pengertian Motivasi Belajar ................................................................ 33

2.1.11.2 Faktor Motivasi Belajar ...................................................................... 33

2.1.12 Hasil Belajar........................................................................................ 36

2.2 Kajian Empiris .................................................................................... 37

xi

2.3 Kerangka Berpikir ............................................................................... 50

2.4 Hipotesis Penelitian ............................................................................ 52

3 METODE PENELITIAN.................................................................... 55

3.1 Desain Penelitian ................................................................................ 55

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................. 59

3.3 Variabel Penelitian .............................................................................. 59

3.3.1 Variabel Independen ........................................................................... 60

3.3.2 Variabel Dependen.............................................................................. 60

3.4 Definisi Operasional Variabel ............................................................. 60

3.4.1 Variabel Model Experiential Learning ............................................... 61

3.4.2 Variabel Motivasi Belajar Siswa ........................................................ 61

3.4.3 Variabel Hasil Belajar Siswa .............................................................. 62

3.5 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data .......................................... 62

3.5.1 Teknik Pengumpulan Data .................................................................. 62

3.5.1.1 Wawancara .......................................................................................... 63

3.5.1.2 Dokumentasi ....................................................................................... 64

3.5.1.3 Obsevasi .............................................................................................. 65

3.5.1.4 Tes ....................................................................................................... 66

3.5.1.5 Angket ................................................................................................. 67

3.5.2 Instrumen Pengumpulan Data ............................................................. 67

3.5.2.1 Instrumen Wawancara Tidak Terstruktur ........................................... 68

3.5.2.2 Instrumen Observasi Pembelajaran ..................................................... 68

3.5.2.3 Instrumen Angket Motivasi Belajar .................................................... 69

xii

3.5.2.3.1 Uji Validitas Instrumen ..................................................................... 70

3.5.2.3.2 Uji Reliabilitas Instrumen .................................................................. 73

3.5.2.4 Instrumen Tes Variabel Hasil Belajar ................................................. 74

3.5.2.4.1 Uji Validitas ...................................................................................... 74

3.5.2.4.2 Uji Reliabilitas .................................................................................. 76

3.5.2.4.3 Tingkat Kesulitan Soal ...................................................................... 77

3.5.2.4.4 Daya Beda......................................................................................... 79

3.6 Teknik Analisis Data........................................................................... 81

3.6.1 Analisis Statistik Deskriptif ................................................................ 81

3.6.1.1 Analisis Deskriptif Variabel Model Experiential Learning ................ 82

3.6.1.2 Analisis Deskriptif Variabel Motivasi Belajar .................................... 82

3.6.1.3 Analisis Deskriptif Variabel Hasil Belajar ......................................... 85

3.6.2 Analisis Akhir ..................................................................................... 86

3.6.2.1 Uji Perbedaan ...................................................................................... 86

3.6.2.2 Uji Keefektifan.................................................................................... 86

4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................. 88

4.1.� Objek Penelitian .................................................................................. 88

4.1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian .................................................... 88

4.1.2 Kondisi Responden .............................................................................. 90

4.2.� Deskripsi Pelaksanaan Pembelajaran ................................................... 91

4.2.1 Pembelajaran di Kelas Eksperimen ..................................................... 91

4.2.2 Pembelajaran di Kelas Kontrol ............................................................ 93

4.3 Analisis Deskriptif Data Hasil Penelitian .......................................... 95

xiii

4.3.1 Analisis Deskriptif Data Variabel Model Pembelajaran Experiential

Learning .............................................................................................. 96

4.3.2 Analisis Deskriptif Data Hasil Pretest IPA ........................................ 97

4.3.3 Analisis Deskriptif Data Variabel Motivasi Belajar .......................... 100

4.3.4 Analisis Deskriptif Data Variabel Hasil Belajar ................................ 107

4.4 Analisis Statistik Data Hasil Penelitian .............................................. 111

4.4.1 Uji Kesamaan Rata-rata Nilai Pretest IPA ......................................... 111

4.4.2 Uji Prasyarat Analisis ......................................................................... 112

4.4.2.1 Uji Normalitas Variabel Motivasi Belajar Siswa ................................ 113

4.4.2.2 Uji Normalitas Variabel Hasil Belajar Siswa ..................................... 114

4.4.2.3 Uji Homogenitas Variabel Motivasi Belajar Siswa ............................ 115

4.4.2.4 Uji Homogenitas Variabel Hasil Belajar Siswa .................................. 116

4.4.3 Uji Hipotesis ....................................................................................... 117

4.4.3.1 Uji Perbedaan Motivasi Belajar Siswa ............................................... 118

4.4.3.2 Uji Perbedaan Hasil Belajar Siswa ..................................................... 120

4.4.3.3 Uji Keefektifan Model Experiential Learning terhadap Motivasi

Belajar ................................................................................................. 122

4.4.3.4 Uji Keefektifan Model Experiential Learning terhadap Hasil

Belajar ................................................................................................. 124

4.5 Pembahasan......................................................................................... 126

4.5.1 Perbedaan Motivasi Belajar Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas

Kontrol ................................................................................................ 126

4.5.2 Perbedaan Hasil Belajar Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas

xiv

Kontrol ................................................................................................ 129

4.5.3 Keefektifan Model Experiential Learning terhadap Motivasi

Belajar ................................................................................................. 131

4.5.4 Keefektifan Model Experiential Learning terhadap Hasil Belajar ..... 133

4.6 Implikasi ............................................................................................. 135

4.6.1 Implikasi Teoritis ................................................................................ 136

4.6.2 Implikasi Praktis ................................................................................. 137

5 PENUTUP........................................................................................... 139

5.1 Simpulan ............................................................................................. 139

5.2 Saran ................................................................................................... 140

5.2.1 Bagi Guru ............................................................................................ 140

5.2.2 Bagi Sekolah ....................................................................................... 140

5.2.3 Bagi Dinas Pendidikan ........................................................................ 141

5.2.4 Bagi Peneliti Lanjutan......................................................................... 141

Daftar Pustaka ................................................................................................... 142

Lampiran ........................................................................................................... 149

xv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Kriteria Penskoran Angket Motivasi Belajar Siswa ........................... 70

3.2 Rekapitulasi Hasil Uji Validitas Angket Motivasi Uji Coba .............. 72

3.3 Hasil Reliabilitas Instrumen Uji Coba Motivasi Belajar Siswa .......... 73

3.4 Rekapitulasi Hasil Uji Validitas Soal Uji Coba .................................. 76

3.5 Hasil Reliabilitas Instrumen Uji Coba Soal Uji Coba ........................ 77

3.6 Hasil Tingkat Kesukaran Soal ............................................................ 78

3.7 Hasil Analisis Daya Beda Soal ........................................................... 80

3.8 Kriteria Three Box Method ................................................................. 85

3.9 Standar Penilaian Skala 100 ................................................................ 85

4.1 Rekapitulasi Data Pengamatan Pembelajaran ..................................... 96

4.2 Deskripsi Data Hasil Pretest IPA ........................................................ 97

4.3 Distribusi Frekuensi Nilai Pretest IPA ............................................... 98

4.4 Deskripsi Data Hasil Motivasi Belajar Siswa ..................................... 100

4.5 Kriteria Three Box Method ................................................................. 102

4.6 Hasil Penghitungan Analisis Indeks Motivasi Belajar Siswa Kelas

Kontrol ................................................................................................ 103

4.7 Hasil Penghitungan Analisis Indeks Motivasi Belajar Kelas Siswa

Eksperimen ......................................................................................... 107

4.8 Deskripsi Data Hasil Postest IPA ....................................................... 108

4.9 Distribusi Frekuensi Nilai Postest IPA ............................................... 109

4.10 Frekuensi Nilai Postest IPA ................................................................ 110

xvi

4.11 Hasil Uji Kesamaan Rata-rata ............................................................. 112

4.12 Hasil Uji Normalitas Data Motivasi Belajar ....................................... 113

4.13 Hasil Uji Normalitas Data Hasil Belajar ............................................. 115

4.14 Hasil Uji Homogenitas Data Motivasi Belajar ................................... 116

4.15 Hasil Uji Homogenitas Data Hasil Belajar ......................................... 117

4.16 Hasil Uji Perbedaan Motivasi Belajar Siswa ...................................... 119

4.17 Hasil Uji Perbedaan Hasil Belajar Siswa ............................................ 121

4.18 Uji Keefektifan Model Experiential Learning terhadap Motivasi

Belajar ................................................................................................. 123

4.19 Uji Keefektifan Model Experiential Learning terhadap Hasil

Belajar .................................................................................................. 125

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Bagan Siklus Expeiential Learning .................................................... 29

2.2 Bagan Kerangka Berpikir ................................................................... 52

3.1 Desain Nonequivalent Control Group Design .................................... 57

4.1 Histogram Nilai Pretest Kelas Eksperimen ........................................ 99

4.2 Histogram Nilai Pretest Kelas Kelas Kontrol ..................................... 99

4.3 Histogram Nilai Postest Kelas Eksperimen ....................................... 109

4.4 Histogram Nilai Postest Kelas Kelas Kontrol .................................... 110

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Daftar Nama Siswa Kelas VA SD Debong Kidul ........................................... 150

2 Daftar Nama Siswa Kelas VB SD Debong Kidul .............................................. 151

3 Daftar Nama Siswa Kelas V SD Debong Kulon ............................................... 152

4 Daftar Nilai UAS IPA Kelas VA SD Debong Kidul Semester Gasal ............... 153

5 Daftar Nilai UAS IPA Kelas VB SD Debong Kidul Semester Gasal ................ 154

6 Pedoman Wawancara Tidak Terstruktur ........................................................... 155

7 Hasil Uji Persyaratan ......................................................................................... 156

8 Silabus Pembelajaran ......................................................................................... 157

9 Pengembangan Silabus Pembelajaran Kelas Eksperimen ................................. 159

10 Pengembangan Silabus Pembelajaran Kelas Kontrol ........................................ 161

11 RPP Kelas Eksperimen Pertemuan Pertama ..................................................... 163

12 RPP Kelas Eksperimen Pertemuan Kedua......................................................... 180

13 RPP Kelas Eksperimen Pertemuan Ketiga ........................................................ 197

14 RPP Kelas Eksperimen Pertemuan Keempat..................................................... 213

15 RPP Kelas Kontrol Pertemuan Pertama............................................................. 229

16 RPP Kelas Kontrol Pertemuan Kedua ............................................................... 245

17 RPP Kelas Kontrol Pertemuan Ketiga ............................................................... 261

18 RPP Kelas Kontrol Pertemuan Keempat ........................................................... 276

19 Kisi-kisi Lembar Observasi Pelaksanaan Model Experiential Learning ........... 291

20 Lembar Observasi Pelaksanaan Model Experiential Learning ......................... 292

21 Rekapitulasi Skor Lembar Observasi Pelaksanaan Model Experiential

Learning ............................................................................................................. 294

22 Kisi-kisi Observasi Pembelajaran Konvensional ............................................... 295

23 Lembar Observasi Pembelajaran Konvensional ................................................ 296

xix

24 Rekapitulasi Skor Observasi Pembelajaran Konvensional ................................ 298

25 Kisi-kisi Angket Uji Coba Motivasi Belajar Siswa ........................................... 299

26 Angket Uji Coba Motivasi Belajar Siswa .......................................................... 301

27 Lembar Validitas Logis Angket Motivasi Belajar Penilai Ahli 1 ...................... 305

28 Lembar Validitas Logis Angket Motivasi Belajar Penilai Ahli 2 ..................... 309

29 Tabulasi Uji Coba Angket Motivasi .................................................................. 313

30 Output Data Uji Reliabilitas dan Uji Validitas Angket Uji Coba ...................... 316

31 Kisi-kisi Angket Motivasi Belajar ..................................................................... 318

32 Angket Motivasi Belajar Siswa ......................................................................... 319

33 Analisis Indeks Skor Motivasi Belajar Siswa Kelas Eksperimen ...................... 322

34 Analisis Indeks Skor Motivasi Belajar Siswa Kelas Eksperimen ...................... 324

35 Data Skor Angket Motivasi Belajar ................................................................... 326

36 Output Analisis Deskriptif Skor Motivasi Belajar Siswa Kelas Kontrol

dan Kelas Eksperimen ....................................................................................... 327

37 Output Analisis Data Motivasi Belajar .............................................................. 328

38 Kisi-kisi Soal Tes Uji Coba Mata Pelajaran IPA ............................................... 329

39 Soal Tes Uji Coba Mata Pelajaran IPA ............................................................. 330

40 Kunci Jawaban Soal Tes Uji Coba Mata Pelajaran IPA .................................... 337

41 Lembar Validitas Logis Soal Pilihan Ganda Penilai Ahli 1 .............................. 338

42 Lembar Validitas Logis Soal Pilihan Ganda Penilai Ahli 2 .............................. 343

43 Tabulasi Skor Uji Coba Tes Hasil Belajar ........................................................ 348

44 Output Data Uji Reliabilitas dan Uji Validitas Soal Uji Coba ........................... 351

45 Rekapitulasi Tingkat Kesukaran Soal ................................................................ 353

46 Rekapitulasi Daya Beda Soal ............................................................................. 354

47 Kisi-kisi Soal Tes Hasil Belajar ........................................................................ 355

xx

48 Soal Pretest dan Postest Hasil Belajar Mata Pelajaran IPA ............................... 357

49 Kunci Jawaban Soal Pretest dan Postest Hasil Belajar Mata Pelajaran IPA ..... 360

50 Daftar Nilai Pretest Mata Pelajaran IPA ............................................................ 361

51 Output Analisis Data Nilai Pretest Hasil Belajar ............................................... 362

52 Output Hasil Analisis Deskriptif Data Nilai Pretest Ipa Kelas Kontrol

dan Kelas Eksperimen ....................................................................................... 363

53 Daftar Nilai Postest Mata Pelajaran IPA ........................................................... 364

54 Output Analisis Data Nilai Posttest Hasil Belajar ............................................. 365

55 Output Hasil Analisis Deskriptif Data Nilai Posttest IPA Kelas Kontrol

dan Kelas Eksperimen ....................................................................................... 366

56 Perhitungan Manual Cara Membuat Distribusi Frekuensi Data Nilai

Pretest Kelas Kontrol dan Eksperimen .............................................................. 367

57 Perhitungan Manual Cara Membuat Distribusi Frekuensi Data Nilai

Postest Kelas Kontrol dan Eksperimen .............................................................. 369

58 Daftar Jurnal ...................................................................................................... 371

59 Surat Pernyataan Penggunaan Referensi dan Sitasi dalam Penulisan Skripsi ... 377

60 Surat Ijin Penelitian dari Universitas Negeri Semarang .................................... 378

61 Surat Ijin Penelitian dari BAPPEDA Kota Tegal .............................................. 379

62 Surat Rekomendasi dari Dinas Pendidikan ........................................................ 380

63 Surat Rekomendasi dari UPPD Tegal Selatan ................................................... 381

64 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Uji Coba dari Debong Kulon

Kota Tegal ......................................................................................................... 382

65 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian dari Debong Kidul Kota

Tegal .................................................................................................................. 383

66 Foto Kegiatan .................................................................................................... 384

1

BAB I

PENDAHULUAN

Bagian pendahuluan memiliki beberapa hal yang dibahas diantaranya yaitu latar

belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah,

tujuan penelitian, dan manfaat penelitian.

1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang sangat penting

bagi setiap manusia di manapun mereka berada. Pendidikan memiliki peranan

dalam memberikan perubahan manusia, bangsa, dan negara melalui setiap proses

perkembangannya. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 Ayat (1) menjelaskan:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,

serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan

negara.

Pendapat lain dikatakan oleh Munib dkk (2015:36) menyatakan bahwa

pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis, yang dilakukan oleh orang-orang

yang diserahi tanggung jawab untuk memengaruhi siswa agar mempunyai sifat

dan tabiat sesuai dengan cita-cita pendidikan. Berdasarkan pengertian tersebut,

dapat disimpulkan bahwa adanya usaha sadar untuk meningkatkan kualitas hidup

melalui pendidikan, baik dirasakan oleh diri pribadi maupun negara dan bangsa.

2

Penjelasan tersebut sesuai dengan fungsi dan tujuan pendidikan yang dirumuskan

oleh pemerintah. Fungsi dan tujuan pendidikan tercantum dalam Undang-undang

Republik Indonesia tentang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003

Bab II Pasal 3, yaitu:

... mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban

bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan

bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar

menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang

maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan

menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Mengingat pentingnya pendidikan bagi kualitas kehidupan warga negara,

pendidikan harus terus ditingkatkan. Adanya upaya yang dilakukan oleh

pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan, dengan selalu

mengembangkan kurikulum dan pengadaan literasi yang mumpuni. Berkaitan

dengan hal tersebut, pelaksanaan pendidikan dapat dilaksanakan melalui 3 jalur

sebagaimana tertuang pada Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 3 ayat

(1) yaitu, ”Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal dan

informal yang saling dapat melengkapi dan memperkaya”.

Coombs dalam Munib (2015:82) menyatakan ”Pendidikan formal adalah

pendidikan berprogram, berstruktur, dan berlangsung di persekolahan”.

Pendidikan formal terdiri atas beberapa jenjang yaitu pendidikan dasar,

pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Salah satu bentuk pendidikan

formal pada jenjang pendidikan dasar adalah Sekolah Dasar (SD). Kegiatan

pendidikan di SD terdiri dari kegiatan mengajar atau menyampaikan informasi

yang disampaikan oleh guru kepada siswa sebagai penerima informasi. Kegiatan

3

tersebut bertujuan memberikan kemampuan dan kecakapan dasar kepada siswa

melalui proses pembelajaran.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 Ayat (20) menjelaskan bahwa “Pembelajaran

adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada

suatu lingkungan belajar”. Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran melibatkan

siswa dengan guru, siswa dengan siswa lainnya, serta siswa dengan lingkungan

belajar. Dalam hal ini uru memiliki kunci penting dalam pembelajaran. Guru

merencanakan kegiatan pembelajaran agar siswa dapat belajar secara sistematik

dan mencapai tujuan dari pembelajaran tersebut. Undang-undang Nomor 14

Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Bab 1 Pasal 1 Ayat (1), menjelaskan “Guru

adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,

membimbing, mengarahkan, melatih, dan mengevaluasi siswa, pada pendidikan

anak usia dini, jalur formal pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”. Dapat

disimpulkan bahwa guru memiliki tugas yaitu mengelola pembelajaran yang

melibatkan siswa dengan lingkungan sekolah.

Guru dituntut untuk menghadirkan pembelajaran yang kreatif, inovatif, aktif

dan menyenangkan bagi siswa. Guru akan membuat siswa termotivasi dalam

proses pembelajaran. Kualitas proses pembelajaran yang efektif akan berpengaruh

terhadap motivasi dan hasil belajar. Pembelajaran yang efektif perlu diterapkan

dalam semua mata pelajaran di SD. Undang-undang Republik Indonesia Nomor

20 tahun 2003 Bab X Pasal 37 Ayat (1) tentang Sistem Pendidikan Nasional

menyebutkan bahwa ada sepuluh mata pelajaran yang wajib diberikan pada

4

jenjang pendidikan dasar dan menengah. Adapun sepuluh mata pelajaran tersebut

yaitu: (1) Pendidikan Agama; (2) Pendidikan Kewarganegaraan; (3) Bahasa;

(4) Matematika; (5) Ilmu Pengetahuan Alam(IPA); (6) Ilmu Pengetahuan Sosial;

(7) Seni Budaya; (8) Pendidikan Jasmani Olahraga; (9) Ketrampilan; dan

(10) Muatan Lokal. Salah satu mata pelajaran wajib dari sepuluh mata pelajaran

tersebut adalah Ilmu Pengetahuan Alam.

Hendro Darmojo (1992) dalam Samatowa (2016:2), menjelaskan “IPA

adalah pengetahuan yang rasional dan objektif tentang alam semesta dengan

segala isinya”. IPA memiliki tiga unsur, yaitu produk, proses, dan sikap. Unsur-

unsur tersebut terdapat dalam pembelajaran IPA di SD sehingga siswa

memperoleh proses pembelajaran yang utuh. Siswa menggunakan rasa

keingintahuannya untuk mempelajari fenomena alam melalui pengalaman dan

pemecahan masalah menggunakan langkah-langkah metode ilmiah.

Blough et.al. (1958) dalam Samatowa (2016:104) menjelaskan bahwa

pembelajaran IPA di sekolah dasar perlu didasarkan pada pengalaman untuk

membantu siswa belajar IPA, mendeskripsikan dan menjelaskan hasil kerja dan

prosedurnya. Tujuan pembelajaran IPA di SD adalah membantu siswa memeroleh

ide, pemahaman, keterampilan (life skills) esensial sebagai warga Negara. Life

skills esensial yang harus dimiliki siswa adalah kemampuan menggunakan alat

tertentu, kemampuan mengamati benda dan lingkungan sekitarnya, kemampuan

mendengarkan, kemampuan berkomunikasi secara efektif, menanggapi dan

memecahkan masalah secara efektif.

5

Kemampuan yang dimiliki siswa membantu tercapainya tujuan

pembelajaran. Pembelajaran membutuhkan dorongan dari diri siswa berupa rasa

keingintahuannya dalam suatu pemecahan masalah. Faktor dari luar juga

berpengaruh dalam keberhasilan suatu pembelajaran, yaitu adanya stimulus dari

guru dan lingkungan belajar. Stimulus dan dorongan dalam suatu pembelajaran

sangat penting diperhatikan oleh guru dan siswa. Dengan konsep ini, hasil

pembelajaran diharapkan lebih bermakna dan memotivasi siswa dalam

pembelajaran.

Motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa yang

sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku, pada umumnya dengan

beberapa indikator atau unsur yang mendukung Uno (2016:23). Motivasi belajar

dalam mata pelajaran IPA dapat diartikan sebagai dorongan yang dimiliki siswa

untuk memahami materi yang diajarkan serta melakukan perubahan tingkah laku

atas dasar diri sendiri maupun rangsangan dari luar yang berkaitan dengan proses

pembelajaran. Motivasi belajar IPA salah satunya dapat ditunjukkan dengan

munculnya perhatian siswa terhadap kegiatan pembelajaran seperti

memperhatikan guru saat penjelasan materi, memberikan tanggapan terhadap

sesuatu di dalam pembelajaran dan lain sebagainya. Lebih lanjut Anitah

(2014:1.8) menyatakan bahwa siswa akan melaksanakan tindakan karena adanya

motivasi sebagai penggerak bagi aktifitas belajar siswa. Guru harus mengarahkan

motivasi siswa dalam pembelajaran menjadi suatu dorongan dalam mencapai

prestasi berupa hasil belajar yang baik.

6

Karwati dan Priansa (2015:169) menyatakan bahwa motivasi belajar

memiliki fungsi sebagai pemicu bagi pencapaian prestasi. Pernyataan tersebut

memiliki pengertian bahwa semakin tinggi motivasi dalam belajar maka semakin

tinggi prestasi yang ingin diraih siswa dalam belajar. Prestasi belajar siswa dapat

ditunjukkan dengan hasil belajar siswa yang baik. Sukmadinata dalam Karwati

dan Priansa (2015:214) menyatakan bahwa hasil belajar adalah realisasi dari

pengembangan kemampuan atau potensi yang dimiliki siswa. Hasil belajar dapat

diartikan sebagai suatu pencapaian bagi siswa akibat berubahnya ranah psikologis

akibat pengalaman dan proses belajar. Guru harus mampu memunculkan motivasi

belajar sebagai pendorong tercapainya hasil belajar yang maksimal. Keberhasilan

dalam pembelajaran IPA dipengaruhi oleh model pembelajaran. Model

Pembelajaran merupakan hal yang penting karena berfungsi untuk membantu

suatu kegiatan pembelajaran. Siswa terlibat aktif dalam pembelajaran melalui

model-model pembelajaran. Menurut Huda (2014:73) menyatakan bahwa model

pembelajaran dirancang untuk tujuan-tujuan tertentu dalam pengajaran konsep-

konsep informasi, cara-cara berpikir, studi niai-nilai sosial, dan sebagainya.

Dewey dalam Majid (2016:13), mendefinisikan:

Model pembelajaran sebagai a plan or pattern that we can use to

design face to face teaching in the classroom or tutorial setting and to

shape instructional material (suatu rencana atau pola yang dapat kita

gunakan untuk merancang pembelajaran tatap muka di kelas, atau

pembelajaran tambahan di luar kelas dan unuk menajamkan materi

pembelajaran).

Penggunaan model pembelajaran yang tepat dapat meningkatkan hasil

belajar siswa. Tidak semua model pembelajaran dapat digunakan untuk semua

materi. Mata pelajaran IPA merupakan salah satu mata pelajaran yang perlu

7

menggunakan model pembelajaran yang sesuai. Model yang digunakan dalam

pembelajaran IPA harus menarik dan dapat mengaktifkan siswa dalam proses

pembelajaran.

Berdasarkan studi pendahuluan di SD Debong Kidul Kota Tegal pada hari

Rabu, 5 Desember 2018 melalui wawancara dengan guru kelas VA Sonitawati,

S.Pd. dan guru kelas VB Ganny Purnawan, S.E., S.Pd. dan dilanjutkan dengan

observasi dan dokumentasi, diperoleh beberapa informasi bahwa: (1) Siswa kelas

VA sebanyak 33 siswa dan kelas VB sebanyak 33 siswa; (2) KKM untuk mata

pelajaran IPA yaitu 70; (3) Rata-rata nilai UAS IPA semester gasal kelas VA yaitu

70, dan kelas VB yaitu 70; (4) Motivasi belajar siswa terhadap mata pelajaran IPA

masih kurang, ditunjukkan dengan kurangnya rasa ingin tahu dan antusias siswa

dalam pembelajaran, siswa lebih memilih untuk asik bermain sendiri ataupun

bersikap pasif dan malas untuk memerhatikan pembelajaran.

Melihat adanya permasalahan pembelajaran IPA di SD Debong Kidul di

kelas V, peneliti ingin memfokuskan pada penerapan model pembelajaran yang

dapat menjadikan siswa antusias dan berperan aktif dalam pembelajaran. Peneliti

berusaha memberikan informasi kepada guru mengenai model yang akan

digunakan peneliti dalam eksperimen. Hal ini dilakukan karena pada dasarnya

guru belum memahami model-model pembelajaran yang inovatif yang dapat

diterapkan dalam pembelajaran. Selain itu, guru juga tidak mempunyai informasi

mengenai tingkat keefektifan model-model pembelajaran, sehingga guru masih

ragu untuk menerapkan model-model pembelajaran. Diperlukan sebuah inovasi

dalam pembelajaran untuk menguji keefektifan model pembelajaran, sehingga

8

pemahaman guru mengenai model pembelajaran dapat meningkat. Apabila model

pembelajaran yang diuji terbukti efektif, maka diharapkan motivasi dan hasil

belajar siswa dapat lebih baik. Salah satu model pembelajaran yang menekankan

pada keaktifan semua siswa adalah model Experiential Learning. Secara harfiah

Experiential Learning terdiri dari dua kata yang berasal dari Bahasa Inggris yaitu

experiential berasal dari kata experience yang berarti pengalaman dan learning

yang berarti pembelajaran. Dalam pembelajaran Experiential Learning terjadi

proses belajar aktif dari pengalaman dan refleksi yang dipelajari.

Silberman (2016:3) mengungkapkan bahwa salah satu model

pembelajaran yang menggunakan pendekatan pembelajaran aktif dan

berbasis dengan pengalaman nyata adalah model Experiential Learning. Lebih

lanjut Majid (2016:93) menjelaskan bahwa Experiential Learning adalah suatu

model proses belajar mengajar yang mengaktifkan pembelajar untuk membangun

pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai serta sikap melalui pengalaman secara

langsung. Pengalaman digunakan sebagai katalisator untuk menolong siswa

mengembangkan kapasitas dan kemampuannya dalam proses pembelajaran.

Model Experiential Learning bermakna apabila siswa berperan aktif dalam

melakukan kegiatan pembelajaran. Siswa dapat menuangkan hasil belajar dalam

bentuk lisan maupun tulisan sesuai dengan tujuan pembelajaran. Model

Experiential Learning tidak hanya memberikan wawasan pengetahuan konsep-

konsep saja, tetapi juga membangun keterampilan melalui penugasan-penugasan

nyata. Model ini memberikan umpan balik serta evaluasi antara hasil penerapan

dengan apa yang seharusnya dilakukan.

9

Terdapat dua penelitian yang dapat dijadikan penelitian relevan, yaitu

penelitian yang dilakukan oleh Rita Irawati pada tahun 2015 yang berjudul

“Pengaruh Penerapan Model Experiential Learning terhadap Hasil Belajar IPS

Siswa Kelas IV SD Negeri Seyegan Pundong Bantul”. Dari hasil penelitian

tersebut dapat diketahui bahwa penerapan model Experiential Learning

berpengaruh terhadap hasil belajar IPS siswa kelas IV SD Negeri Seyegan

Pundong Bantul. Hal tersebut dibuktikan dengan perhitungan uji t berpasangan

(paired sample test) dengan bantuan SPSS, maka didapatkan hasil nilai

signifikansi kurang dari 0,05, yaitu 0.000 (p= 0,000<0,05), sehingga dapat

dikatakan bahwa terdapat perbedaan/peningkatan secara signifikan pada pretest

dan posttest. Berdasarkan hasil tersebut dengan H0 ditolak, maka hipotesis

penelitian dinyatakan diterima.

Penelitian yang kedua dilakukan oleh Widiya Septian Dewi dan Anita Restu

Puji Raharjeng pada tahun 2017 dari Universitas Islam Negeri Raden Fatah

Palembang dalam e-Journal Universitas Islam Negeri Raden Fatah Volume 4 No.

1 Edisi Januari 2018 yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Experiential

Learning terhadap Motivasi Belajar Siswa Pada Materi Ekosistem”. Dari hasil

penelitian tersebut dapat diketahui bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran

Experiential Learning terhadap motivasi belajar siswa teri ekosistem mata

pelajaran Biologi kelas X SMA di OKU Selatan. Hal ini dapat diketahui dari hasil

penelitian nilai skor kategori motivasi belajar siswa pada kelas eksperimen yang

menggunakan model pembelajaran Experiential Learning lebih tinggi daripada

kelas kontrol dengan menggunakan metode konvensional (ceramah). Selain itu,

10

hasil analisis nilai angket menunjukkan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima. Oleh

sebab itu, hipotesis menyatakan bahwa model pembelajaran Experiential Learning

berpengaruh terhadap motivasi belajar.

Dua hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa model Experiential

Learning berpengaruh terhadap motivasi dan hasil belajar siswa. Berdasarkan

uraian latar belakang tersebut, peneliti bermaksud melakukan penelitian

eksperimen yang berjudul “Keefektifan Model Experiential Learning terhadap

Motivasi dan Hasil Belajar IPA Kelas V SD Debong Kidul Kota Tegal”.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan, beberapa masalah

diidentifikasikan sebagai berikut:

(1) Pembelajaran IPA yang diajarkan guru kurang bermakna dan cenderung

konvensional, belum menggunakan model pembelajaran yang bervariatif.

(2) Siswa cenderung sebagai obyek pembelajaran sehingga siswa kurang aktif

mengikuti pembelajaran, proses pembelajaran masih berpusat pada guru.

(3) Proses pembelajaran lebih kepada transfer pengetahuan dari guru ke siswa

dan bukan secara alamiah oleh siswa.

(4) Guru belum pernah menerapkan model Experiential Learning pada materi

sifat-sifat cahaya.

(5) Rendahnya hasil belajar mata pelajaran IPA kelas V SD Debong Kidul Kota

Tegal dilihat dari nilai UAS semester gasal.

11

(6) Belum diketahui efektifitas model Experiential Learning pada pembelajaran

IPA materi Sifat-Sifat Cahaaya

1.3 Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, masalah yang ada masih bersifat umum

dan terlalu luas. Oleh karena itu perlu dibatasi untuk menghindari melebarnya

penelitian dan pembahasan yang menyesatkan. Penulis membatasi permasalahn

sebagai berikut:

(1) Populasi dalam penelitian yaitu siswa kelas VA dan VB SD Debong Kidul

Kota Tegal, serta siswa kelas V SD Debong Kulon Kota Tegal tahun ajaran

2018/2019.

(2) Variabel yang diteliti terdiri variabel dependen berupa hasil belajar siswa

ranah.

(3) Materi Pembelajaran IPA yang akan ditelti yaitu sifat-sifat cahaya.

1.4 Rumusan Masalah

Sugiyono (2016:58) menjelaskan rumusan masalah merupakan sejumlah

pertanyaan yang akan dijawab melalui pengumpulan data pada penelitian.

Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah, rumusan masalah yang akan

diteliti yaitu:

(1) Apakah terdapat perbedaan motivasi belajar IPA materi sifat-sifat cahaya

antara pembelajaran yang menggunakan model Experiential Learning dengan

pembelajaran konvesional?

12

(2) Apakah terdapat perbedaan hasil belajar IPA materi sifat-sifat cahaya antara

pembelajaran yang menggunakan model Experiential Learning dengan

pembelajaran konvesional?

(3) Apakah penerapan model Experiential Learning efektif terhadap motivasi

belajar IPA materi sifat-sifat cahaya?

(4) Apakah penerapan model Experiential Learning efektif terhadap hasil belajar

IPA materi sifat-sifat cahaya?

1.5 Tujuan Penelitian

Penelitian ini memilik tujuan yang mencangkup tujuan umum dan tujuan

khusus. Tujuan umun dan tujuan khusus dalam penelitian ini, yaitu:

1.5.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini untuk mengetahui keefektifan penerapan model

Experiential Learning terhadap motivasi dan hasil belajar siswa dalam

pembelajaran IPA materi sifat-sifat cahaya kelas V SD Debong Kidul Kota Tegal.

1.5.2 Tujuan Khusus

(1) Menganalisis dan mendeskripsi perbedaan motivasi belajar IPA materi sifat-

sifat cahaya antara pembelajaran yang menggunakan model Experienial

Learning dengan pembelajaran konvensional.

(2) Menganalisis dan mendeskripsi perbedaan hasil belajar IPA materi sifat-sifat

cahaya antara pembelajaran yang menggunakan model Experienial Learning

dengan konvensional.

13

(3) Menganalisis dan mendeskripsi tingkat perbedaan motivasi belajar IPA

materi sifat-sifat cahaya antara pembelajaran yang menggunakan model

Experiential Learning dengan pembelajaran konvensional. Melalui perbedaan

tersebut, dapat dilihat keefektifan model Experiential Learning terhadap

motivasi belajar siswa.

(4) Menganalisis dan mendeskripsi tingkat perbedaan hasil belajar IPA materi

sifat-sifat cahaya antara pembelajaran yang menggunakan model

Experiential Learning dengan pembelajaran konvensional. Melalui perbedaan

tersebut, dapat dilihat keefektifan model Experiential Learning terhadap hasil

belajar siswa.

1.6 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat baik manfaat teoritis dan

manfaat praktis. Manfaat teoritis yaitu manfaat dalam bentuk hasil pemikiran yang

berkaitan dengan teori yang digunakan. Manfaat praktis adalah manfaat yang

dapat dirasakan oleh guru, sekolah, dan peneliti. Berikut manfaat teoritis dan

manfaat praktis penelitian ini:

1.6.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat teoritis yang menemukan

keefektifan penerapan model pembelajaran Experiential Learning dengan model

konvensional terhadap motivasi dan hasil belajar IPA materi sifat-sifat cahaya

14

pada siswa kelas V SD Debong Kidul Kota Tegal, dan memberikan pedoman bagi

peneliti lain yang akan meneliti dengan variabel serupa secara lebih mendalam.

1.6.2 Manfaat Praktis

Manfaat praktis dapat memberi manfaat bagi guru, sekolah, dan peneliti.

Penjelasan manfaat praktis dalam penelitian ini sebagai berikut:

1.6.2.1 Bagi Guru

Penelitian ini guna memberikan manfaat bagi guru, yaitu:

(1) Bahan pertimbangan guru dalam mengelola pembelajaran IPA materi sifat-

sifat cahaya dengan model Experiential Learning.

(2) Memberi masukan kepada guru tentang model pembelajaran inovatif guna

meningkatkan kualitas pembelajaran IPA materi sifat-sifat cahaya.

1.6.2.2 Bagi Sekolah

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi sekolah, yaitu:

(1) Terciptanya pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna.

(2) Memberikan kontribusi pada sekolah dalam rangka perbaikan proses

pembelajaran IPA, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

1.6.2.3 Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi peneliti, yaitu:

(1) Menjadi prasyarat kelulusan dan melengkapi penilaian akhir penulisan skripsi

peneliti pada Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasa, Fakultas Ilmu

Pendidikan, Universitas Neageri Semarang.

(2) Bertambahnya pengetahuan mengenai penerapan model pembelajaran

Experiential Learning di SD.

15

(3) Mengembangkan daya pikir dan keterampilan dalam pembelajaran IPA

menggunakan model Experiential Learning.

(4) Sebagai bekal pengetahuan bagi peneliti saat menjadi guru nanti di SD dan

saat peneliti melaksanakan penelitian selanjutnya.

16

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Kajian pustaka merupakan bagian dari proposal penilitian yang terdiri dari kajian

teori, kajian empiris, kerangka berpikir, dan hipotesis. Pembahasan kajian pustaka

penelitian akan diuraikan lebih mendalam pada bagian di bawah ini.

2.1 Kajian Teori

Landasan teoritis merupakan dasar dalam melaksanakan penelitian

berkaitan dengan masalah yang diteliti. Sugiyono (2016:83) menyatakan bahwa

teori merupakan suatu penalaran atau logika yang memuat tentang definisi,

konsep serta proporsi yang disusun secara sistematis untuk menjelaskan,

memprediksikan serta mengendalikan suatu gejala. Dalam kajian teori, diuraikan

mengenai pengertian belajar, pengertian pembelajaran, faktor yang mempengaruhi

belajar, karakteristik siswa sekolah dasar, pengertian IPA, pembelajaran IPA di

sekolah dasar, model pembelajaran, model pembelajaran konvensional, model

Experiential Learning, materi pembelajaran IPA kelas V, motivasi belajar, dan

hasil belajar. Berikut ini merupakan penjabaran teori-teori yang digunakan dalam

penelitian ini.

2.1.1 Pengertian Belajar

Belajar merupakan kegiatan yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.

Belajar tidak mengenal waktu, belajar sudah berlangsung dalam diri manusia dari

dalam kandungan sampai akhir hayat. Menurut Aunurrahman (2016:33)

17

menjelaskan bahwa usia, tempat belajar dan waktu pembelajaran tidak membatasi

proses belajar seseorang karena proses perubahan dalam belajar yang menuntut

terjadinya aktivitas belajar itu juga tidak pernah berhenti. Gagne dalam Purwanto

(1990) dalam Karwati dan Priansa (2015:186) menyebutkan bahwa proses

pembelajaran terjadi apabila terdapat situasi stimulus bersama ingatan

memengaruhi siswa sehingga muncul perubahan tingkah laku atau perbuatan

yang membedakan dari tingkah laku sebelumnya.

Perubahan itu terjadi karena adanya pengaruh dari dalam diri sebagai upaya

adanya perbuatan baru. Burton dalam Susanto (2016:3) menjelaskan bahwa

belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu berkat

adanya interaksi antara individu dengan individu lain dan individu dengan

lingkungannya sehingga mereka lebih mampu berinteraksi dengan lingkungannya.

Oleh sebab itu belajar dapat dikatakan mengubah tingkah laku seseorang akibat

adanya interaksi dengan dunia luar. Belajar dapat diukur dengan perbandingan

tingkah laku sebelum dan sesudah adanya interaksi tersebut. Perubahan tingkah

laku tersebut didahului dengan adanya proses pengalaman. Slavin (1994) dalam

Rifa’i dan Anni (2012:66) menyatakan bahwa penyebab adanya perubahan pada

individu yaitu pengalaman. Oleh karena itu, belajar merupakan pengalaman hidup

seseorang yang dialami yang memberikan sebuah perubahan.

Slavin (1994) dalam Rifa’i dan Anni (2012:66) menyatakan bahwa belajar

merupakan perubahan individu yang disebabkan oleh pengalaman. Perubahan

perilaku individu dalam belajar bersifat permanen. Diperkuat dengan pendapat

Morgan (1986) dalam Rifa’i dan Anni (2012:66) yang menyatakan bahwa belajar

18

merupakan perubaan relatif permanen yang terbentuk dari praktik atau

pengalaman seseorang. Perubahan permanen ini yang menyebabkan seseorang

mampu untuk mengubah perilaku yang diinginkannya.

Berdasarkan pengertian menurut para ahli, dapat disimpulkan bahwa belajar

merupakan suatu perubahan tingkah laku manusia yang dilakukan oleh seseorang

setelah mendapatkan pengetahuan baru. Perubahan perilaku tersebut

memunculkan sebuah proses pengalaman baru melalui interaksi dengan

lingkungan dan berlangsung secara permanen melalui sebuah pembelajaran.

2.1.2 Pengertian Pembelajaran

Undang-undang Republik Indonesia Nomot 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

ayat (20) mengemukakan bahwa ”Pembelajaran merupakan proses interaksi siswa

dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”. Interaksi ini

terjadi melibatkan komponen lingkungan belajar. Interaksi yang dimaksud adalah

hubungan antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru, dan siswa dengan

sumber belajarnya.

Hal tersebut diperjelas oleh pendapat Anitah (2014:1.31) yang menyatakan

bahwa pembelajaran merupakan suatu lingkungan untuk belajar yang memiliki

beberapa komponen di antaranya tujuan, bahan pelajaran, strategi, alat, siswa dan

guru. Pembelajaran merupakan suatu perpaduan dari dua dimensi yang terdiri dari

belajar dan mengajar yang harus direncanakan, diaktualisasi serta diarahkan pada

pencapaian tujuan atau penguasaan sejumlah kompetensi dan indikator sebagai

gambaran hasil belajar (Majid, 2016:5). Dimensi-dimensi ini secara terpadu

membentuk sebuah pola yang melibatkan guru dengan siswa dan siswa dengan

siswa lainnya untuk membentuk sebuah proses pembelajaran. Susanto (2016:19)

19

menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik

agar dapat belajar dengan baik.

Berdasarkan teori-teori yang disampaikan para ahli, dapat disimpulkan

bahwa pembelajaran merupakan proses interaksi antarkomponen sebagai upaya

pencapaian hasil belajar. Komponen pembelajaran yang harus diperhatikan yaitu

tujuan, bahan, strategi, alat, guru, dan siswa dalam sebuah kegiatan pembelajaran.

Keberhasilan sebuah pembelajaran didukung oleh salah satu komponennya yaitu

guru sebagai penentu keberhasilan suatu pembelajaran. Komponen-komponen

dalam pembelajaran tidak akan berjalan dengan semestinya tanpa adanya seorang

guru dalam kegiatan pembelajaran. Jika guru mampu mengelola lingkungan

belajar dengan baik maka tujuan pembelajaran akan mudah tercapai.

2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Belajar

Dalam kegiatan belajar terdapat faktor yang mempengaruhi proses belajar.

Faktor tersebut diharapkan dapat mengoptimalkan hasil belajar siswa. Faktor yang

dapat memberikan kontribusi terhadap proses dan hasil belajar adalah kondisi

internal dan eksternal siswa (Rifa’i dan Anni, 2012:81). Kondisi internal

mencakup jiwa dan raga siswa sedangkan kondisi eksternal mencakup lingkungan

yang menstimulus siswa dalam pembelajaran.

Proses belajar memerlukan dukungan atau sesuatu yang baik yang berasal

dari diri siswa sendiri maupun pengaruh dari lingkungannya (Susanto, 2016:12).

Wasliman (2007) dalam Susanto (2016:12) mengungkapkan bahwa hasil belajar

yang dicapai oleh peserta didik merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor

yang mempengaruhi, baik faktor internal maupun eksternal.

20

2.1.3.1 Faktor Internal

Faktor internal merupakan faktor yang terdapat dalam diri peserta didik

yang terbagi menjadi aspek fisiologis (jasmani) dan aspek psikologis yang

meliputi intelegensi, sikap, bakat, minat, dan motivasi siswa (Syah (2008) dalam

Karwati dan Priansa, 2015:219). Salah satu aspek fisiologis dalam faktor internal

belajar yang harus diperhatikan yaitu motivasi. Peneliti sebagai pengajar harus

mengupayakan siswa memiliki motivasi yang cukup dalam proses pembelajaran.

Dengan demikian proses pembelajaran siswa di dalam kelas dapat berjalan dengan

maksimal.

2.1.3.2 Faktor Eksternal

Faktor eksternal merupakan faktor di luar dari diri siswa. Beberapa faktor

eksternal menurut Rifa’i dan Anni (2012:81) diantaranya yaitu variasi dan tingkat

kesulitan materi belajar (stimulus) yang dipelajari (direspon), tempat belajar,

iklim, suasana lingkungan, dan budaya. Salah satu faktor eksternal belajar siswa

yang harus diperhatikan adalah stimulus yang diberikan dalam proses

pembelajaran. Stimulus yang dimaksud yaitu bagaimana guru menyampaikan

materi pembelajaran yang nantinya akan mendapatkan respon dari siswa. Stimulus

tersebut diberikan oleh guru sebagai fasilitator di dalam kelas.

Hasbullah (2006) dalam Susanto (2016:178) menyatakan “Guru adalah

orang yang berfungsi sebagai pembimbing untuk menumbuhkan aktivitas peserta

didik dan sekaligus sebagai pemegang tanggung jawab terhadap pelaksanaan

pendidikan”. Guru memiliki peran penting dalam meningkatkan mutu pendidikan.

Salah satu cara guru dalam meningkatkan mutu pendidikan yaitu dengan

mengadakan pembelajaran yang terbaik bagi siswa. Guru dapat membuat

21

pembelajaran di kelas menjadi lebih baik dan menarik dengan menggunakan

model atau metode pembelajaran.

2.1.4 Karakeristik Siswa Sekolah Dasar

Piaget (1950) dalam Susanto (2016:77) menyatakan bahwa perkembangan

kognitif dibagi menjadi empat tahap, yaitu: (1) tahap sensori motor (usia 0-2

tahun); (2) tahap pra-operasional (usia 2-7 tahun); (3) tahap operasional konkret

(usia 7-11 tahun); (4) tahap operasional formal (usia 11-15 tahun).

Dilihat dari perkembangan kognitif Piaget, anak usia Sekolah Dasar (SD)

termasuk dalam tahap operasional konkret (usia 7-11 tahun). Tahap operasional

konkret (usia 7-11 tahun) merupakan tahap perkembangan kognitif siswa di mana

pada tahap ini siswa sudah mampu mengoperasionalkan berbagai logika namun,

masih dalam bentuk benda konkret dan belum bisa berpikir secara abstrak. Dalam

tahap ini siswa masih melakukan percobaan atau perbuatan secara coba-coba.

Percobaan tersebut banyak dijumpai ketidakselarasan antara satu dengan lainnya.

Siswa belum dapat secara mental mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan

yang beragam untuk memecahkan suatu masalah. Siswa juga belum

mengoptimalkan pengetahuan secara logis pada benda yang bersifat abstrak.

Mereka masih berpikir konkret dengan suatu permasalahan yang mereka hadapi.

Hal ini sejalan dengan pernyataan Sapriati dkk. (2014:1.13) yang menyatakan

bahwa pembelajaran IPA lebih banyak melibatkan peran siswa secara langsung

dengan percobaan-percobaan nyata sehingga siswa dapat menjelaskan pentingnya

materi dalam pembelajaran IPA di SD.

Selain karakteristik perkembangan kognitif, terdapat pula karakteristik yang

menonjol, yaitu karakteritik perkembangan emosi anak. Emosi akan tercermin

22

dalam perilaku dan tindakan yang terwujud dalam perbuatan dan sikap siswa yang

ditunjukkan. Emosi dimiliki oleh setiap orang, salah satunya anak usia sekolah

dasar dengan kadar dan intesitas yang berbeda. Yusuf (2007) dalam Susanto

(2016:76) mengungkapkan, bahwa siswa yang berada pada usia jenjang sekolah

dasar baru memulai belajar untuk mengendalikan dan mengontrol ekspresi

emosinya. Emosi yang stabil (sehat) ditandai dengan ekspresi wajah ceria,

berteman dengan baik, berkonsentrasi dalam belajar, menghargai diri sendiri dan

orang lain. Dalam pembelajaran IPA dibutuhkan pembelajaran yang melibatkan

emosi siswa sehingga diharapkan adanya suatu pengalaman yang lebih berkesan.

Berdasarkan pendapat di atas, siswa berada dalam tahap mencoba dan selalu

melakukan percobaan sederhana menggunakan pemikiran yang konkret dan

menggunakan emosi sebagai bentuk pengalaman dan pemecahan masalah. Oleh

sebab itu, pembelajaran harus dikemas sesuai dengan karakteristik siswa sekolah

dasar. Pengaplikasian pembelajaran IPA yang lebih menekankan percobaan secara

langsung dan melibatkan sebuah pengalaman.

2.1.5 Pengertian IPA

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu pengetahuan yang

mempelajari tentang alam dan seisinya. IPA atau science (dibaca: sains) dapat

disebut juga sebagai ilmu tentang alam yakni ilmu yang mempelajari peristiwa-

peristiwa yang terjadi di alam. Hendro Darmojo dalam Samatowa (2016:2)

mengungkapkan “IPA adalah pengetahuan yang rasional dan objektif tentang

alam semesta dengan segala isinya”. Susanto (2016:167) menyatakan bahwa

sains atau IPA adalah usaha manusia dalam memahami alam semesta melalui

23

pengamatan yang tepat pada sasaran, serta menggunakan prosedur, dan dijelaskan

dengan penalaran, sehingga mendapatkan suatu kesimpulan.

Sutrisno (2007) dalam Susanto (2016:168) menjelaskan bahwa IPA

diklasifikasikan menjadi tiga bagian,yaitu: (1) IPA sebagai produk; (2) proses;

dan (3) sikap. IPA sebagai produk merupakan sekumpulan fakta-fakta, prinsip,

hukum, dan teori-teori. Sebagai proses, IPA merupakan keterampilan proses

seperti mengamati, mengukur, mengklasifikasikan, dan menyimpulkan. Sebagai

sikap, IPA merupakan sikap ilmiah yang dikembangkan dalam pembelajaran

sains.

Samatowa (2016:3) mengemukakan bahwa pembahasan IPA disusun

secara sistematis berdasarkan hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan

manusia dengan menggunakan keterampilan proses. Fatimah (2013:21)

menjelaskan bahwa sasaran yang dipelajari dalam IPA berupa alam semesta

beserta isinya. IPA tidak hanya kumpulan pengetahuan tentang benda atau

makhluk hidup, tetapi memerlukan kerja cara berpikir, dan cara memecahkan

masalah.

Berdasarkan teori-teori di atas mengenai Ilmu Pengetahuan Alam (IPA),

dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan ilmu pengetahuan yang sistematis

berkaitan dengan fenomena alam semesta yang dikaitkan dengan teori atau

konsep dan dikembangkan melalui sebuah proses yang mana menciptakan

kebermanfaatan pada kehidupan, salah satunya pembelajaran IPA di SD.

2.1.6 Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar

Pembelajaran IPA yang baik harus mengaitkan IPA dengan kehidupan

sehari-hari siswa (De Vito etal. dalam Samatowa, 2016:104). Siswa harus

24

mengembangkan ide-ide, rasa ingin tahuannya terhadap lingkungan,

mengembangkan keterampilan (skills), dan membangun kesadaran bahwa

pentingnya pembelajaran IPA. Paolo dan Marten (1993) dalam Samatowa

(2016:5) mengungkapkan keterampilan dalam IPA meliputi: (1) mengamati; (2)

mencoba memahami apa yang diamati; (3) mempergunakan pengetahuan baru

untuk mengamalkan apa yang terjadi; (4) menguji ramalan-ramalan di bawah

kondisi-kondisi untuk melihat apakah ramalan tersebut benar. Pembelajaran IPA

mencakup kegiatan mencoba, melakukan kegagalan dan berusahan mencoba lagi.

Siswa dan guru harus tetap bersikap ragu-ragu (skeptic) sehingga kita siap

memodifikasi pembelajaran dengan model-model yang akan digunakan sejalan

dengan penemuan baru yang didapatkan.

Tujuan pembelajaran IPA di Sekolah Dasar menurut Badan Nasional

Standar Pendidikan (BSNP 2016) dalam Susanto (2016:171), antara lain: (1)

memperoleh keyakinan terhadap kesearan Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan

keberadaan,keindahan , dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari; (2)

mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang

bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari; (3)

mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya

hubungan yang saling memengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan

masyarakat; (4) mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam

sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan; (5) meningkatkan

kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan

lingkungan alam; (6) meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala

25

keteraturannya sebagai salah satu ciptaan tuhan; serta (7) memeroleh bekal

pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan

pendidikan ke SMP.

Piaget (1950) dalam Susanto (2016:170) mengungkapkan bahwa usia siswa

sekolah dasar yang berada pada rentang 6 atau 7 tahun sampai 11 atau 12 tahun

merupakan kategori fase operasional konkret. Pada tahapan ini, siswa memiliki

rasa ingin tahu yang tinggi dan suka mencoba. Mereka tertarik untuk melakukan

penggalian, melakukan kegiatan, melakukan permainan, mendapatkan

pengalaman yang bervariasi, memenuhi rasa keingintahuannya. Guru berperan

untuk memfasilitasi siswa dalam menanamkan konsep-konsep IPA dengan

perencanaan yang sesuai dengan materi pembelajarannya dan menghasilkan

sebuah pengalaman.

2.1.7 Model Pembelajaran

Guru berperan untuk mengadaptasikan dan mengkombinasikan model-

model pembelajaran dalam suatu proses pembelajaran. Model pembelajaran

adalah kerangka konseptual dan prosedur yang sistematik dalam

mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu,

berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pengajaran, sera para guru dalam

merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar (Majid, 2016:13).

Joyce & Weil (2009) dalam Huda (2015:37) mendeskripsikan model

pengajaran sebagai rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk

kurikulum, mendesain materi-materi instruksional, dan memandu proses

pengajaran di ruang kelas atau di setting yang berbeda. Wisudawati dan

Sulistyowati (2017:48) menjelaskan bahwa model pembelajaran merupakan

26

sarana yang dapat memadukan proses pembelajaran yang terdiri dari beberapa

komponen seperti pendekatan, strategi, metode, dan teknik pembelajaran. Kardi

dan Nur (2000) dalam Majid (2016:14) model pembelajaran memiliki ciri khusus

antara lain:

(1) rasional teoritis logis yang disusun oleh para pencipta atau

pengembangnya; (2) landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana

peserta didik belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai); (3)

tingkah laku pembelajaran yang diperlukan agar model tersebut dapat

dilaksanakan dengan berhasil; (4) lingkungan belajar yang diperlukan

agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran

merupakan pola rancangan yang sistematis yang digunakan oleh guru sebagai

pedoman perencanaan dan pelaksanaan pengalaman belajar siswa dalam suatu

pembalajaran.

2.1.8 Model Pembelajaran Konvensional

Majid (2016:165) mengungkapkan bahwa pembelajaran konvensional

adalah pembelajaran dalam konteks klasikal yang sudah terbiasa dilakukan dan

berpusat pada guru. Guru dalam pembelajaran sangan dominan. Guru merupakan

pemberi informasi saja dan siswa sebagai penerima informasi. Pelaksanaan

pembelajaran konvensional dilakukan siswa dengan cara mendengarkan (lecture),

tanya jawab, dan membaca, atau dalam arti lain pembelajaran hanya terpusat

pada guru. Susanto (2016:192) menjelaskan bahwa pembelajaran konvensional

dilakukan dengan ceramah, tanya jawab, dan pekerjaan rumah (PR) yang

menyebabkan siswa tidak berpartisipasi aktif dalam mengikuti pembelajaran.

Model pembelajaran konvensional menekankan latihan pengerjaan soal atau drill

sehingga siswa dilatih mengerjakan soal seperti mekanik atau mesin.

27

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

konvensional merupakan pembelajaran yang berpusat pada guru. Guru

mendominasi dalam pelaksanaan pembelajaran, sedangkan siswa hanya menerima

informasi yang diberikan oleh guru secara pasif. Kegiatan pembelajaran

konvensional bersifat monoton, diawali dengan ceramah dari guru, tanya jawab,

diskusi dan pemberian tugas.

2.1.9 Model Experiential Learning

Model pembelajaran Experiential Learning adalah suatu model proses

belajar mengajar yang mengaktifkan pembelajar untuk membangun pengetahuan

dan keterampilan melalui pengalamannya secara langsung (Majid, 2016:93). Kolb

(1984) dalam Silberman (2016:43) mendefinisikan pembelajaran sebagai proses di

mana pengetahuan diciptakan melalui transformasi pengalaman. Pengetahuan

dianggap sebagai perpaduan antara memahami dan mentransformasikan

pengalaman.

Silberman (2016:10) mendefinisikan bahwa Experiential Learning

melibatkan siswa dalam kegiatan konkret yang membuat mereka mampu untuk

mengalami apa yang tengah mereka pelajari dan kesempatan untuk merefleksikan

kegiatan tersebut. Majid (2016:93) menjelaskan bahwa “Experiential Learning

menunjuk pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan murid”. Model

pembelajaran ini didasarkan pada siswa dengan menentukan konsep yang

memiliki arti untuk dirinya sendiri, yang berbeda dari pelajaran yang diperoleh

dengan model pembelajaran konvensional yang konsepnya selalu diberikan oleh

guru. Siswa harus bekerja sama dengan guru agar tujuan pembelajaran dapat

28

tercapai. Oleh kerena itu, model ini akan bermakna apabila siswa berperan serta

dalam melakukan kegiatan. Siswa memandang kritis kegiatan tersebut, kemudian

siswa mendapatkan pemahaman serta menuangkannya dalam bentuk lisan atau

tulisan sesuai dengan tujuan pembelajaran.

Tujuan penggunaan model Experiential Learning salah satunya yaitu

membantu siswa untuk mencapai pembelajaran dengan baik (Silberman,

2016:43). Pembelajaran tersebut dikatakan baik dengan adanya proses

pemerolehan pengalaman yang terdapat dalam pembelajaran IPA. Siswa akan

menyerap materi pembelajaran dengan mudah sesuai dengan tahap perkembangan

kognitifnya. Dengan demikian pencapaian tujuan pembelajaran akan berjalan

seuai dengan harapan peneliti sebagai pengajar.

Warrick (1998) dalam jurnal Exploring Experiential Learning Simulations

and Experiential Exercises, Volume 5 menjelaskan tujuan lain dari metode

pembelajaran berbasis pengalaman adalah siswa dapat memiliki pemahaman

tentang prinsip-prinsip dan teori-teori yang diterapkan pada situasi konkret,

keterampilan interpersonal dan metode pengambilan keputusan dan keterampilan

dalam mengamati dan mendiagnosa fenomena perilaku. Oleh karena itu belajar

tidak hanya sekedar “tahu tentang” dan “tahu bagaimana” tetapi dapat

“melakukan”. Kemampuan untuk “melakukan” dapat mendorong pembelajaran

dan menghasilkan kelengkapan konteks belajar.

Selanjutnya Kolb (1984) dalam Majid (2016:95) mengungkapkan ada empat

tahap dalam pembelajaran Experiential Learning, antara lain: (1) concrete

29

experience (pengalaman konkret); (2) reflecive observation (refleksi observasi);

(3) abstract conceptualization (penyusunan konsep abstrak); (4) active

experiementation (aplikasi). Keempat tahap tersebut digambarkan dengan bagan

yang menunjukkan siklus sebagai berikut:

Gambar 2.1 Bagan Siklus Experiential Learning

Dari Bagan Siklus Experiential Learning di atas dapat dijelaskan bahwa:

(1) Tahap concrete experience (pengalaman konkret).

Pada tahap ini siswa disediakan stimulus yang mendorong mereka untuk

melakukan yang pernah dialami sebelumnya, baik formal maupun informal,

atau situasi yang realistik. Aktivitas yang disediakan bisa di dalam ataupun di

luar kelas, dan dikerjakan oleh pribadi atau kelompok.

(2) Tahap reflective observation (refleksi observasi).

Pada tahap ini siswa mengamati pengalaman dari aktivitas yang

dilakukan dengan menggunakan pancaindra maupun dengan bantuan alat

peraga. Selanjutnya siswa merefleksikan pengalamannya, dari hasil refleksi

ini mereka menarik pelajaran. Dalam hal ini, proses refleksi akan terjadi bila

Active

Experimental Reflective

Observation

Abstract

Conceptualisation

Concrete

Experience

30

guru mampu mendorong siswa untuk mendeskripsikan kembali pengalaman

yang diperolehnya, mengomunikasikan kembali dan belajar dari pengalaman

tersebut.

(3) Tahap abstract conceptualisation (konsep abstrak).

Pada tahap ini terjadi pembentukan konseb abstrak, siswa mulai mencari

alasan dan hubungan timbal balik dari pengalaman yang diperolehnya.

Selanjutnya siswa mulai mengonseptualisaasi suatu teori atau model dari

pengalaman yang diperoleh, dan mengintegrasikan dengan pengalaman

sebelumnya. Pada fase ini dapat ditentukan apakah terjadi pemahaman baru

atau proses belajar pada diri siswa atau tidak.

(4) Tahap active experimental (aplikasi).

Pada tahap ini siswa mencoba merencanakan bagaimana menguji

keampuhan model atau teori untuk menjelaskan pengalaman baru yang akan

diperoleh selanjutnya. Pada tahap aplikasi akan terjadi proses belajar yang

bermakna, karena pengalaman yang diperoleh siswa sebelumnya dapat

diterapkan pada pengalaman baru siswa.

Berdasarkan tahapan di atas, bahwa model Experiential Learning lebih

menekankan kepada siswa untuk aktif dalam pembelajaran dan berdampak pada

hasil belajar siswa. Pembelajaran berlangsung dengan cara siswa berperan

langsung dengan cara siswa berperan langsung dengan melihat pengalaman siswa.

Siswa bebas untuk menyampaikan pendapat selama pembelajaran berlangsung,

dan guru berperan sebagai fasilitator. Model Experiential Learning tidak hanya

berpusat pada hasil belajar namun juga memperhatikan proses belajar siswa yang

31

berbeda-beda sehingga mengakibatkan aktivitas siswa di dalam kelas berbeda

pula.

Model Experiential Learning dirancang dalam pembelajaran untuk

memudahkan siswa memahami materi berdasarkan pengalaman siswa itu sendiri.

Model pembelajaran tersebut dipilih karena beberapa kelebihan yang

memudahkan siswa dalam memahami materi. Adapun kelebihan model

experietial learning yaitu: (1) hasil pembelajaran dapat dirasakan bahwa

pembelajaran lebih efektif; (2) tujuan pembelajaran dapat tercapai secara

maksimal. Model pembelajaran Experiential Learning dianggap sebagai solusi

permasalahan dalam kegiatan pembelajaran. Namun tidak menutup kemungkinan

jika model pembelajaran Experiential Learning memiliki kelemahan dalam

pelaksanaannya. Guru harus mengetahui kelemahan model pembelajaran

Experiential Learning agar dapat menemukan solusi di dalam penerapannya.

Adapun kelemahan model pembelajaran Experiential Learning yang dapat

ditemukan guru dalam kegiatan pembelajaran yaitu: (1) pembahasan tidak

dimengerti secara mudah; 2) cakupan teori masih luas (Kolb dalam Silberman,

2016:43).

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa model

Experiential Learning memiliki kelebihan yang dapat dimanfaatkan dan

kekurangan yang harus disiasati. Terdapat dua kelemahan model Experiential

Learning yang dapat menghambat kegiatan pembelajaran yaitu pembahasan tidak

dimengerti secara mudah dan cakupan teori masih luas pada kegiatan

32

pembelajaran. Guru dapat memanfaatkan kemampuan dan fasilitas untuk

menyiasati kelemahan tersebut melalui penggunaan model Experiential Learning.

2.1.10 Materi Pembelajaran IPA kelas V

Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah materi sifat-sifat cahaya.

Materi ini terdapat di kelas V semester 2, pada standar kompetensi 6: Menerapkan

sifat-sifat cahaya melalui kegiatan membuat suatu karya/model. Kompetensi dasar

materi ini yaitu mendeskripsikan sifat-sifat cahaya dan membuat suatu

karya/model misalnya periskop atau lensa dari bahan sederhana dengan

menerapkan sifat sifat cahaya. Menurut Azmiyawati dkk (2008:109) materi

tersebut adalah: “sifat sifat cahaya dan pemanfaatan sifat-sifat cahaya dalam karya

sederahana”.

Materi sifat-sifat cahaya akan mudah dipahami oleh siswa apabila guru

menggunakan model pembelajaran yang mendukung. Jika guru membelajarkan

materi tersebut dengan model pembelajaran konvensional hasil belajar siswa akan

kurang optimal. Materi sifat-sifat cahaya sangan cocok dengan model

pembelajaran yang melibatkan siswa aktif dalam pembelajaran karena siswa dapat

menjadikan materi ini sebagai sebuah pengalaman.

Peneliti bertindak sebagai guru membelajarkan materi Sifat-Sifat Cahaya

dengan model Experiential Learning. Siswa akan belajar dengan mempraktikkan

proses terjadinya fenomena sifat-sifat cahaya. Siswa berperan aktif dalam proses

pembelajaran sehingga pembelajaran akan lebih bermakna serta membawa

dampak postif dari segi motivasi dan hasil belajar siswa.

2.1.11 Motivasi Belajar

33

Pembahasan teori motivasi belajar mencakup pengertian motivasi belajar

dan factor motivasi belajar.

2.1.11.1 Pengertian Motivasi Belajar

Sardiman (2011:40) mengemukakan bahwa prinsip dari hukum pertama

dalam kegiatan pendidikan dan pengajaran adalah keigininan dari diri individu

untuk melakukan tindakan belajar. Pendorong seseorang untuk belajar adalah

motivasi belajar. Kemauan dari diri individu sebagai bekal dirinya untuk

berusaha mempelajari sesuatu sebaik-baiknya. Kemauan dari individu inilah yang

bisa menjadi pendorong untuk belajar. Majid (2016:308) menyatakan bahwa

motivasi merupakan suatu penggerak yang berasal dari dalam hati seseorang

untuk mencapai atau melakukan sesuatu. Motivasi merupakan dorongan yang

terdapat dalam diri seseorang untuk berusaha mengadakan perubahan tingkah laku

yang lebih baik dalam memenuhi kebutuhannya (Uno, 2016:3). Soemanto (1987)

dalam Majid (2016:307) mengungkapkan: “Motivasi sebagai satu perubahan

tenaga yang ditandai oleh dorongan efektif dan reaksi-reaksi pencapaian tujuan”.

Berdasarkan pendapat menurut beberapa ahli tentang motivasi belajar, dapat

disimpulkan bahwa motivasi belajar adalah dorongan dari dalam diri individu

untuk melakukan sesuatu dan mencapai tujuan.

2.1.11.2 Fator Motivasi Belajar

Motivasi belajar muncul karena adanya faktor dari dalam dan luar.

Sardiman (2011:89) menjelaskan tentang motivasi intrinsik dan ekstrinsik,

sebagai berikut: (1) motivasi instrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau

berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu

sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu (2) motivasi ekstrinsik adalah

34

motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena adanya perangsang dari luar.

Karwati dan Priansa (2015:167-168) menyatakan bahwa faktor intrinsik

merupakan faktor yang sudah ada di dalam diri setiap siswa sedangkan faktor

ekstrinsik merupakan faktor yang muncul akibat rangsangan dari luar. Motivasi

belajar siswa muncul karena faktor intrinsik berupa: 1) dorongan kebutuhan

belajar; 2) keinginan untuk berhasil; 3) harapan akan cita-cita, sedangkan faktor

ekstrinsiknya berupa: 1) adanya penghargaan; 2) lingkungan belajar yang

kondusif; 3) kegiatan belajar yang menarik (Uno, 2016:23).

Guru sebagai fasilitator sekaligus sumber belajar di kelas harus

mengetahui bagaimana sebuah motivasi dapat muncul dalam diri siswa.

Minimnya faktor dari dalam diri siswa dapat mendorong guru untuk

memunculkan motivasi melalui faktor dari luar. Guru dapat mengupayakan

beberapa hal untuk menimbulkan motivasi di dalam diri siswa seperti

menciptakan kegiatan belajar yang menarik. Hal tersebut dilakukan mengingat

kegiatan belajar merupakan kegiatan yang dilakukan oleh siswa.

Dari berbagai penjelasan mengenai motivasi belajar yang dijelaskan di

atas, dapat disimpulkan bahwa faktor motivasi belajar adalah adanya dorongan

dari dalam diri siswa dan dorongan dari luar siswa. Motivasi dari dalam muncul

dari kesadaran diri sendiri dengan tujuan secara esensial, bukan sekedar simbol

dan seremonial. Motivasi dari luar juga tak kalah pentingnya dengan motivasi dari

dalam terutama dalam kegiatan belajar-mengajar, sebab keadaan siswa dinamis,

35

berubah-ubah dan komponen lain dalam proses belajar-mengajar ada yang kurang

menarik bagi siswa, sehingga diperlukan motivasi dari luar.

Indikator motivasi dapat dilihat dari komponen yang terkandung

didalamnya. Indikator motivasi siswa yang disampaikan oleh Uno (2016:31),

yaitu (1) Adanya Hasrat dan Keinginan untuk Belajar; (2) Adanya Dorongan dan

Kebutuhan dalam Belajar; (3) Adanya Harapan dan Cita-cita Masa Depan; (4)

Adanya Penghargaan dalam Belajar; (5) Adanya Kegiatan yang Menarik dalam

Belajar; (6) Adanya Lingkungan Belajar yang Kondusif.

Motivasi sangat diperlukan dalam proses pembelajaran karena motivasi

menyangkut dorongan dari dalam diri siswa untuk melangsungkan suatu

pembelajaran. Uno (2016:27) menyatakan bahwa motivasi memiliki peranan

penting dalam proses belajar yaitu: (1) memberikan penguatan untuk mempelajari

sesuatu; (2) memperjelas tujuan belajar; (3) menentukan ketekunan belajar.

Sardiman (2011:85) menyatakan motivasi belajar dapat berfungsi sebagai

pendorong usaha dalam pencapaian prestasi atau dengan kata lain apabila seorang

siswa memiliki motivasi yang baik dalam belajar maka ia juga akan mendapatkan

hasil yang yang baik dalam belajar.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa indikator

motivasi belajar adalah tolok ukur suatu keberhasilan dalam belajar. Dengan

adanya tolak ukur, seorang siswa dapat diketahui indikator kebutuhannya

kemudian dilakukan sebuah dorongan baik dari dalam maupun luar untuk

tercapainya suatu tujuan pembelajaran yang baik.

36

2.1.12 Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan suatu pencapaian siswa setelah melakukan

kegiatan pembelajaran. Sudjana (2016:22) mengungkapkan bahwa kemampuan-

kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar disebut

dengan hasil belajar. Rifa’i dan Anni (2012:69) menyatakan bahwa hasil belajar

merupakan perubahan perilaku siswa yang diperoleh setelah mengalami kegiatan

belajar. Berdasarkan pendapat ahli mengenai hasil belajar, dapat disimpulkan

bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku berupa kemampuan-kemampuan

yang diperoleh siswa menyangkut ranah kognitif, afektif dan psikomotor setelah

mengalami pembelajaran.

Berdasarkan pengertian hasil belajar dapat kita ketahui bahwa hasil belajar

mencakup ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Hal tersebut diperkuat dengan

pernyataan Bloom dalam Sudjana (2016:22) yang membagi hasil belajar ke dalam

tiga ranah yaitu: 1) ranah kognitif, berkaitan dengan hasil belajar intelektual yang

terdiri dari pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi; 2)

afektif, berupa sikap yang terdiri dari penerimaan, reaksi, penilaian, organisasi

dan internalisasi; 3) psikomotor, berkaitan kemampuan dan ketrampilan bertindak.

Ketiga ranah tersebut diukur dalam suatu tindakan yang dinamakan

penilaian. Sudjana (2016:3) menyatakan bahwa penilaian adalah proses

memberikan atau menetukan nilai kepada objek tertentu berdasarkan suatu

kriteria. Penilaian dilakukan oleh guru terhadap hasil belajar siswa untuk

mengetahui sejauh mana kemampuan atau perubahan perilaku setelah melakukan

kegiatan pembelajaran. Penilaian juga disebut sebagai upaya yang dilakukan guru

37

untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran. Suatu penilaian membutuhkan

alat yang dapat mengukur hasil belajar siswa dengan akurat.

Penilaian hasil belajar dapat dilakukan menggunakan tes. Hal tersebut

diperkuat dengan pendapat Sudjana (2016:35) yang menyatakan bahwa tes adalah

pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada siswa untuk mendapat jawaban

dalam bentuk lisan, tulisan atau perbuatan.

Tiga ranah pembelajaran itu terdapat pada pembelajaran IPA menggunakan

model Experiental Learning yang akan dilakukan peneliti. Pembelajaran dengan

model Experiental Learning akan menghasilkan output atau hasil belajar berupa

pengetahuan yang akan diuji menggunakan tes kognitif tentang sifat-sifat cahaya

serta keterampilan yang muncul dalam proses percobaan pembuatan alat

sederhana yang berkaitan dengan sifat-sifat cahaya. Penggunaan model

Experiental Learning pada pembelajaran ini diharapkan mampu menambah

pengetahuan siswa secara kognitif dan memperkaya siswa dari segi afektif dan

psikomotor melalui pengalaman yang dihadirkan dalam pembelajaran.

2.2 Kajian Empiris

Terdapat beberapa penelitian yang relevan mengenai penerapan model

Experiential Learning yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu. Penelitian-

penelitian tersebut diantaranya yaitu:

(1) Penelitian yang dilakukan oleh Munif dan Mosik (2009) mahasiswa

Universitas Negeri Semarang yang berjudul “Penerapan Metode Experiential

Learning pada Pembelajaran IPA untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa

38

Sekolah Dasar”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan Metode

Experiential Learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata

pelajaran IPA kelas V SD. Hal tersebut ditunjukkan dengan meningkatnya

rata-rata nilai IPA dan ketuntasan belajar siswa.

(2) Penelitian yang dilakukan oleh Moore dkk (2010) dosen Southern Arkansas

University yang berjudul “The Effects of Experiental Learning with an

Emphasis on Reflective Writing on Deep-Level Processing of Leadership

Students”. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa penggunaan model

Experiental Learning dapat menambah pemahaman siswa.

(3) Penelitian yang dilakukan oleh Rasdawati dkk (2012) mahasiswa Universitas

Tadulako yang berjudul “Meningkatkan Hasil IPA dengan Mengoptimalkan

Pemanfatan Lingkungan Alam Sekitar sebagai Sumber Belajar Kelas IV”.

Berdasarkan penelitian tersebut diketahui bahwa pembelajaran IPA yang

memberikan siswa kesempatan untuk mendapat pengalaman langsung saat

belajar dapat meningkatkan hasil belajar.

(4) Penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati dkk (2013) mahasiswa Universitas

Negeri Semarang yang berjudul “Keefektifan Experiential Learning dengan

Strategi REACT terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis”. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa siswa yang belajar menggunakan model

Experiential Learning lebih antusias dan memiiki semangat belajar yang

tinggi dengan adanya kelompok diskusi serta kesempatan untuk memiliki

pengalaman tersendiri.

(5) Penelitian yang dilakukan oleh Machromah dkk (2014) mahasiswa

Universitas Negeri Semarang yang berjudul “Keefektifan Experiential

39

Learning berbantuan Origami terhadap Kemampuan Keruangan Siswa Kelas

VIII”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model Experiential Learning

memberikan pengaruh terhadap proses pembelajaran seperti memberikan

pengalaman konkret, observasi reflektif, konseptualisasi abstrak dan

eksperimentasi aktif.

(6) Peneltian yang dilakukan oleh Sulisworo dan Suryani (2014) mahasiswa

Universitas Ahmad Dahlan yang berjudul “The Effect of Cooperative

Learning, Motivation and Information and Technology Literacy to

Achivement”. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa penggunaan

strategi pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar.

(7) Peneltian yang dilakukan oleh Taung dkk (2014) mahasiswa Universitas

Tadulako yang berjudul “Penerapan Experiential Learning dalam

Pembelajaran IPA pada Materi Ciri Khusus Makhluk Hidup untuk

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VI SDN Inpres Mandok”. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa penerapan model Experiential Learning dapat

meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA materi cirri khusus

makhluk hidup.

(8) Penelitian yang dilakukan oleh Yuliarti dkk (2014) mahasiswa Universitas

Negeri Surakarta yang berjudul “Implementasi Model Experiential Learning

untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Biologi Siswa Kelas XI IPA I

SMA Negeri 2 Surakarta Tahun Pelajaran 2013/2014”. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa implementasi model Experiential Learning dapat

memberikan pengaruh positif berupa peningkatan kualitas belajar pada mata

pelajaran Biologi (IPA).

40

(9) Penelitian yang dilakukan oleh Lestari dkk (2014) mahasiswa Pascasarjana

Universitas Pendidikan Ganesha yang berjudul “Pengaruh Model

Experiential Learning terhadap Keterampilan Berpikir Kritis dan Motivasi

Berprestasi Siswa”. Hasil penelitian menunjukkan model Experiential

Learning menjadikan siswa sebagai pusat pembelajaran sehingga model

tersebut dapat memberikan dampak positif bagi motivasi berprestasi siswa.

Siswa juga lebih mudah memahami materi pelajaran dan berpikir lebih kritis.

(10) Penelitian yang dilakukan oleh Laksana dkk (2014) mahasiswa Univeristas

Negeri Semarang yang berjudul “Penerapan Pembelajaran Model

Experiential Learning Kolb untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada

Kompetensi Memahami Dasar-Dasar Mesin”. Berdasarkan penelitian tersebut

dapat diketahui model Experiential Learning menciptakan suasana belajar

dua arah sehingga dapat memaksimalkan proses belajar siswa. Model tersebut

disarankan menjadi solusi dan alternatif untuk meningkatkan prestasi belajar

siswa.

(11) Penelitian yang dilakukan oleh Suryani dkk (2014) mahasiswa Universitas

Negeri Semarang yang berjudul “Pengaruh Experiential Learning Kolb

melalui Kegiatan Praktikum terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa”.

Berdasarkan penelitian tersebut dapat diketahui kegiatan praktikum dalam

model pembelajaran Experiential Learning Kolb dapat meningkatkan hasil

belajar IPA siswa SMA Negeri 1 Ngawen.

(12) Penelitian yang dilakukan oleh Maulana (2015) mahasiswa Universitas

Islam Negeri Walisongo Semarang yang berjudul “Implementasi Model

41

Experiential Learning dalam Pembelajaran IPA Materi Energi Dan

Perubahannya Siswa Kelas IV MI Miftahus Shibyan Mijen Semarang”. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa model experiential learning merupakan

sebuah model yang sangat cocok digunakan dalam pembelajaran IPA materi

energi dan perubahannya karena model tersebut menggunakan pengalaman

peserta didik yang akhirnya dapat mempermudah pemahaman materi serta

mengaktifkan peserta didik dalam pembelajaran. Hal ini terbukti dengan hasil

kerja peserta didik di atas KKM (kriteria ketuntasan minimal). Selain itu

model experiential learning bukan hanya mengutamakan pengalaman peserta

didik saja namun membuat pengalaman baru yang berkesan pada diri peserta

didik dan menumbuhkan rasa percaya diri pada peserta didik.

(13) Penelitian yang dilakukan oleh Kusumastuti (2015) mahasiswa Universitas

Negeri Semarang yang berjudul “Implementasi Experiential Learning Dengan

Strategi TTW terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis pada Materi

Geometri Siswa Kelas-VIII”. Hasil penelitian menunjukkan kemampuan

komunikasi matematis siswa pada kelas yang diajar menggunakan model

Experiential Learning dengan strategi TTW lebih baik dibandingkan dengan

kemampuan komunikasi matematis siswa pada kelas yang diajar

menggunakan model pembelajaran think-pair-share pada materi teorema

Pythagoras Kelas VIII di SMP Negeri 2 Ungaran tahun ajaran 2014/2015.

Model Experiential Learning menjadi model yang dapat disarankan pada

materi teorema Pythagoras dan materi lain yang relevan.

42

(14) Penelitian yang dilakukan oleh Irawati (2015) mahasiswa Universitas

Negeri Yogyakarta yang berjudul “Pengaruh Penerapan Model Experiential

Learning terhadap Hasil Belajar IPS Siswa Kelas IV SD Negeri Seyegan

Pundong Bantul”. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa

penerapan model experiential learning berpengaruh terhadap hasil belajar IPS

siswa kelas IV SD Negeri Seyegan Pundong Bantul. Hal ini ditunjukkan

dengan adanya peningkatan hasil belajar mengenal perkembangan teknologi

produksi, komunikasi, dan transportasi serta pengalaman menggunakannya.

(15) Penelitian yang dilakukan oleh Sari (2015) mahasiswa Universitas Negeri

Semarang yang berjudul “Pengembangan Bahan Ajar Fisika Berbasis

Experiential Learning dalam Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Minds-

On Siswa”. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa bahan ajar

dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa. Bahan ajar juga dapat

meningkatkan minds-on siswa yaitu mendengarkan, mengajukan pertanyaan,

menulis, mengamati dan mengemukakan pendapat, membuat kesimpulan, dan

membuat keterkaitan dengan kehidupan nyata.

(16) Penelitian yang dilakukan oleh Jamiati dkk (2015) mahasiswa Universitas

Tanjungpura Pontianak yang berjudul “Upaya Meningkatkan Motivasi

Belajar IPA Siswa Kelas IV Menggunakan Model Pembelajaran Talking

Stick di Sekolah Dasar”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan

model pembelajaran yang menarik dan mendukung aktifitas siswa dapat

meningkatkan motivasi belajar siswa.

43

(17) Penelitian yang dilakukan oleh Aprilia (2015) mahasiswa IKIP PGRI

Madiun yang berjudul “Penerapan Pembelajaran Experiential Learning untuk

Meningkatkan Kualitas Pembelajaran IPA Kelas V Sekolah Dasar”. Hasil

penelitian tersebut menunjukkan penggunaan model Experiential Learning

dapat meningkatkan kualitas pembelajaran IPA di Sekolah Dasar sehingga

penggunaan model tersebut sangat disarankan.

(18) Penelitian yang dilakukan oleh Amaliyah (2016) mahasiswa Universitas

Negeri Semarang yang berjudul “Efektivitas Model Experiential Learning

Kolb (ELK) Berbasis Praktikum pada Materi Sistem Saraf”. Berdasarkan

hasil penelitian dapat disimpulkan model ELK berbasis praktikum efektif

diterapkan pada materi IPA sistem saraf di SMA Negeri 1 Pemalang.

(19) Penelitian yang dilakukan oleh Sagusman (2016) mahasiswa Universitas

Negeri Yogyakarta yang berjudul “Keefektifan Metode Pembelajaran

Berbasis Pengalaman (Experiential Learning) dalam Pembelajaran Menulis

Teks Cerita Pendek pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 3 Kalasan”.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang

signifikan keterampilan menulis teks cerita pendek antara siswa yang

mengikuti pembelajaran menggunakan metode berbasis pengalaman dan

siswa yang mengikuti pembelajaran tanpa menggunakan metode berbasis

pengalaman.

(20) Penelitian yang dilakukan oleh Libao dkk (2016) mahasiswa Quirino State

University (Philipines) yang berjudul “Science Learning Motivation as

44

Correlate of Students Academic Performances”. Hasil penelitian tersebut

menunjukkan bahwa aktifitas belajar sains yang melibatkan siswa dalam

kegiatan praktik dapat memberikan antusias tersendiri bagi siswa. Hal itu

kemudian memberikan dampak positif berupa motivasi belajar yang baik

dalam kegiatan pembelajaran sains atau IPA.

(21) Peneltian yang dilakukan oleh Baker dan Robinson (2016) dosen

Oklahoma State University yang berjudul “The Effects of Kolb’s Experiental

Learning Model on Successful Intelligence in Secondary Agriculture

Students”. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa model Experiental

Learning dapat meningkatkan tingkat kreatifitas dan kemampuan praktik

siswa dalam belajar.

(22) Penelitian yang dilakukan oleh Sholihah dkk (2016) mahasiswa

Pascasarjana Universitas Negeri Malang yang berjudul “Pengaruh Model

Experiential Learning terhadap Kemampuan Berpikir Siswa SMA”. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa model Experiential Learning berpengaruh

positif pada kemampuan berpikir kritis siswa serta mampu meningkatkan

motivasi berprestasi siswa.

(23) Penelitian yang dilakukan oleh Yusup dan Suhandi (2016) mahasiswa

Universitas Pendidikan Indonesia yang berjudul “Pengaruh Penerapan

Pembelajaran Berbasis Pengalaman menggunakan Percobaan Secara Inkuiri

terhadap Peningkatan Keterampilan Proses Sains Siswa Sekolah Dasar pada

Pembelajaran IPA”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran

menggunakan percobaan secara inkuiri (pembelajaran berbasis pengalaman)

45

dapat memberikan pengaruh positif pada peningkatan keterampilan proses

belajar siswa.

(24) Penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati (2017) mahasiswa Universitas

Riau yang berjudul “Keefektifan Experiential Learning Model dalam

Pembelajaran Sains untuk Meningkatkan Literasi Sains di MI Sultan Agung

Sleman Yogyakarta”. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1)

penerapan Experiential Learning Model pada pembelajaran Sains efektif

untuk meningkatkan Literasi Sains peserta didik dan (2) penerapan Model

Experiential Learning lebih efektif dari pembelajaran Konvensional untuk

meningkatkan Literasi Sains peserta didik.

(25) Penelitian yang dilakukan oleh Sabrina dkk (2017) mahasiswa Universitas

Syiah Kuala yang berjudul “Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Motivasi

Belajar Siswa dalam Proses Pembelajaran Matematika di Kelas V SD Negeri

Garot Geuceu Aceh Besar”. Berdasarkan hasil penelitian tersebut diketahui

bahwa tinggi-rendahnya motivasi belajar dapat disebabkan oleh tata cara guru

dalam membimbing siswa. Semakin baik guru dalam menyajikan

pembelajaran maka semakin tinggi motivasi belajar siswa. Salah satu cara

yang dapat dilakukan guru dalam menghadirkan pembelajaran yang baik

yaitu dengan menggunakan model pembelajaran.

(26) Penelitian yang dilakukan oleh Schulze & Lemmer (2017) mahasiswa

University of South African yang berjudul “Family Experiences, The

Motivation for Science Learning and Science Achievement of Different

Learner Groups”. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa motivasi

46

belajar IPA dapat ditingkatkan dengan pembelajaran yang menggunakan

pengalaman nyata. Siswa tertarik dengan apa yang dikerjakan secara

langsung sehingga tidak hanya motivasi belajar yang meningkat namun hasil

belajar siswa juga ikut membaik.

(27) Penelitian yang dilakukan oleh Emda (2017) mahasiswa Universitas Islam

Negeri Ar-Raniry Banda Aceh yang berjudul “Kedudukan Motivasi Belajar

Siswa dalam Pembelajaran”. Berdasarkan penelitian tersebut, dapat diketahui

bahwa motivasi belajar dapat dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik berupa

pembelajaran yang aktif dan menarik. Motivasi juga dapat memacu siswa

agar lebih tertarik dalam memahami materi pelajaran.

(28) Penelitian yang dilakukan oleh Nurhasanah dkk (2017) mahasiswa

Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati yang berjudul “Penerapan

Model Experiential Learning untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir

Kritis Siswa”. Hasil penelitian menunjukkan terdapat peningkatan

keterampilan berpikir kritis siswa dalam mengikuti pembelajaran IPA di

SMAN 1 Rancaekek.

(29) Penelitian yang dilakukan oleh Kastawaningtyas dan Martini (2017)

mahasiswa Universitas Negeri Surabaya yang berjudul “Peningkatan

Keterampilan Proses Sains Siswa melalui Model Experiential Learning pada

Materi Pencemaran Lingkungan”. Hasil penelitian mennjukkan bahwa

penggunaan model Experiential Learning dapat meningkatkan keterampilan

proses siswa dalam pembelajaran IPA. Keterampilan tersebut meliputi

kognitif, intelektual, manual dan social.

47

(30) Penelitian yang dilakukan oleh Sukma (2017) mahasiswa Universitas

Kristen Satya Wacana yang berjudul “Peningkatan Motivasi dan Hasil Belajar

IPA melalui Pendekatan Inquiri pada Siswa Kelas IV SD Negeri Wonoyoso”.

Berdasarkan penelitian tersebut dapat diketahui penggunaan model

pembelajaran yang melibatkan keaktifan siswa saat proses pembelajaran

dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran

IPA.

(31) Penelitian yang dilakukan oleh Williams dkk (2018) mahasiswa Portland

State University yang berjudul “Science in the Learning Gardens (SciLG): A

Study of Student’s Motvation, Achievement and Science Identity in Low-

Income Middle Schools”. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa

pembelajaran IPA berbasis pengalaman dapat mendukung pemahaman siswa.

Siswa memiliki ingatan jangka panjang yang lebih baik setelah melakukan

pembelajaran yang aktif. Siswa juga memiliki motivasi belajar yang

dibuktikan dengan antusias yang tinggi.

(32) Penelitian yang dilakukan oleh Barida (2018) mahasiswa Univeristas

Ahmad Dahlan yang berjudul “Model Experiential Learning dalam

Pembelajaran untuk Meningkatkan Keaktifan Bertanya Mahasiswa”. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa penggunaan model Experiential Learning

dapat meningkatkan keaktifan peserta didik sehingga pembelajaran menjadi

lebih bermakna.

(33) Penelitian yang dilakukan oleh Haryanti dkk (2018) mahasiswa

Universitas Sebelas Maret yang berjudul “Penerapan Model Experiential

Learning untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Tema Panas dan

48

Perpindahannya di Sekolah Dasar”. Hasil penelitian menunjukkan model

Experiential Learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata

pelajaran IPA. Hal tersebut dilihat dari kemampuan siswa pada ranah

kognitif mengingat dan memahami mata pelajaran dengan baik.

(34) Penelitian yang dilakukan oleh Garina dkk (2018) mahasiswa Universitas

Muhammadiyah Sukabumi yang berjudul “Penerapan Pendekatan

Experiential Learning dalam Pembelajaran IPA untuk Meningkatkan Berpikir

Kritis pada Siswa Sekolah Dasar”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

penenerapan Experiential Learning sebagai pendekatan pembelajaran dapat

meningkatkan kemampuan siswa dalam berpikir kritis pada pembelajaran

IPA kelas 5 Sekolah Dasar. Hal tersebut juga berpengaruh pada motivasi

belajar siswa.

(35) Penelitian yang dilakukan oleh Nuriyah dkk (2018) mahasiswa

Pascasarjana Universitas Negeri Malang yang berjudul “Eksplorasi

Penguasaan Konsep Experiential Learning pada Materi Hukum Newton”.

Berdasarkan penelitian tersebut dapat diketahui tingkat penguasaan mata

pelajaran IPA materi konsep hukum Newton meningkat setelah siswa belajar

menggunakan pembelajaran Experiential Learning.

(36) Penelitian yang dilakukan oleh Khumairoh dan Istianah (2018) mahasiswa

Universitas Negeri Surabaya yang berjudul “Pengaruh Model Experiential

Learning terhadap Hasil Belajar IPA Kelas IV di SDN Warugunung 1

Surabaya”. Hasil penelitian menunjukkan model Experiential Learning

memberikan pengaruh positif terhadap hasil belajar IPA materi sifat-sifat

cahaya di kelas IV SDN Warugunung 1 Surabaya.

49

(37) Penelitian yang dilakukan oleh Siswanto dkk ( 2018) mahasiswa

Pascasarjana Universitas Negeri Semarang yang berjudul “The Use of

Experiential Learning-Based Group Counseling Model to Improve Student’s

Emotional Maturity”. Berdasarkan penelitian tersebut dapat diketahui bahwa

model Experiential Learning dapat menambah kemampuan siswa dalam hal

kematangan perasaan dengan adanya pengalaman langsung yang diperoleh

siswa.

(38) Penelitian yang dilakukan oleh Distira dkk (2019) mahasiswa Pascasarjana

Universitas Negeri Semarang yang berjudul “Experiential Learning Strategy-

Based Group Counseling to Improve Self-Efficacy”. Berdasarkan penelitian

tersebut diketahui Pembelajaran menggunakan strategi Experiential Learning

memberikan pengaruh positif terhadap kepercayaan diri siswa dalam

mengerjakan tugas dan keyakinan mereka dalam belajar.

Penelitian-penelitian tersebut memiliki persamaan dengan penelitian yang

dilakukan oleh peneliti yaitu berkaitan dengan motivasi, hasil belajar serta

penggunaan Model Experiential Learning dalam pembelajaran. Hal yang

membedakan penelitian yang dilakukan peneliti dengan penelitian terdahulu yaitu

materi IPA yang diajarkan dalam pembelajaran eksperimen serta lokasi penelitian.

Berdasarkan penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa: (1) penggunaan model

Experiential Learning memiliki dampak yang baik dalam pembelajaran berupa

motivasi dan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran IPA maupun mata pelajaran

lain; (2) hasil belajar siswa dapat dipengaruhi oleh treatment yang diberikan guru

ketika proses pembelajaran salah satunya dengan menerapkan model

50

pembelajaran; (3) guru dapat meningkatkan motivasi belajar siswa dengan model

pembelajaran yang menarik serta melibatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran.

Penelitian tersebut dikaji peneliti menjadi suatu kajian empiris bagi peneliti untuk

melakukan penelitian tentang model Experiential Learning terhadap pembelajaran

IPA kelas V SD Debong Kidul Kota Tegal ditinjau dari segi motivasi dan hasil

belajar.

2.3 Kerangka Berpikir

Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar seharusnya menjadi pembelajaran

yang kaya akan pengalaman dengan melibatkan aktifitas siswa secara langsung.

Pembelajaran tersebut sesuai dengan apa yang dibutuhkan siswa dalam

pembelajaran IPA. Siswa membutuhkan pembelajaran yang ideal di mana siswa

mendapatkan peran utama dalam proses penerimaan informasi dan pengalaman

baru yang bersifat nyata. Adanya pembelajaran IPA yang ideal menjadikan

pembelajaran IPA semakin bermakna sehingga tujuan pembelajaran akan lebih

mudah tercapai.

Peneliti menemukan beberapa permasalahan terkait dengan pembelajaran

IPA yang terdapat di SD. Mayoritas pembelajaran IPA yang dilaksanakan di SD

yang diamati peneliti masih menggunakan pembelajaran yang bersifat

konvensional. Pembelajaran IPA kurang melibatkan peran siswa dalam

memperoleh pengetahuan dan pengalaman baru secara langsung. Kondiai

pembelajaran konvensional yang masih berpusat pada guru berdampak pada

rendahnya motivasi belajar IPA siswa di SD. Dengan demikian peneliti berupaya

51

membuktikan pembelajaran IPA di kelas V SD akan lebih efektif jika

pembelajaran dilaksanakan menggunakan model Experiential Learning.

Model Experiential Learning merupakan model inovatif dengan

mengaktifkan siswa untuk membangun pengetahuan dan keterampilan dalam

pembelajaran di dalam kelas dengan harapan dapat melatih perkembangan

kognitif siswa yang berpengaruh pada hasil belajar. Pada penelitian ini mata

pelajaran yang akan diteliti adalah mata pelajaran IPA yaitu materi sifat-sifat

cahaya. Model Experiential Learning memberikan kesempatan pada siswa untuk

menggunakan pengalamannya masing-masing untuk belajar dengan arahan guru.

Siswa menjadi lebih mandiri dengan gagasan dan pendapat yang

disampaikan.Siswa memiliki rasa kerjasama dengan pasangan pada saat

melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan model Expeiential Learning.

Pada penelitian ini kelas yang akan dijadikan penelitian yaitu kelas kontrol

dengan pembelajaran menggunakan model konvensional serta kelas eksperimen

dengan model pembelajaran Experiential Learning. Pembelajaran yang

dilaksanakan pada kedua kelas kemudian menghasilkan outcome berupa motivasi

dan hasil belajar siswa. Outcome tersebut kemudian dibandingkan untuk

menganalisis dan mendeskripsikan ada tidaknya perbedaan motivasi dan hasil

belajar pada kelas kontrol dan eksperimen. Berdasarkan uraian tersebut, dapat

digambarkan alur pemikiran dalam penelitian sebagai berikut:

52

Gambar 2.2 Bagan Kerangka Berpikir

2.4 Hipotesis Penelitian

Sebuah penelitian membutuhkan sebuah jawaban sementara atas masalah

yang telah dirumuskan dalam bentuk pertanyaan yang kemudian. Jawaban

tersebut berasal dari sebuah teori yang dikaji peneliti sebagai landasan dalam

melakukan penelitian yang kemudian disebut dengan hipotesis. Sugiyono

(2016:99) menyatakan bahwa hipotesis merupakan jawaban teoritis dari rumusan

masalah penelitian. Hipotesis bersifat sementara karena jawaban yang diperoleh

hanya berdasarkan fakta, sedangkan rumusan masalah penelitian membutuhkan

jawaban yang berasal dari fakta empiris suatu data yang sudah dikumpulkan.

Sugiyono (2016:100) menyatakan bahwa terdapat dua jenis hipotesis dalam

penelitian yaitu hipotesis kerja atau hipotesis alternatif yang dirumuskan untuk

IPA materi sifat-sifat cahaya

pada siswa kelas V SD Debong

Kidul Kota Tegal

Model pembelajaran

Experiential

Learning

Model pembelajaran

Konvensional

Motivasi dan hasil

belajar siswa dengan

model pembelajaran

Experiential Learning

Motivasi dan hasil

belajar siswa dengan

model pembelajaran

Konvensional

Proses

Pembelajaran

Dibandingkan

53

menjawab rumusan masalah dan hipotesis nol yang menyatakan tidak adanya

hubungan atau pengaruh suatu variabel dalam penelitian. Hipotesis nol merupakan

lawan dari hipotesis alternatif.

Berdasarkan uraian yang terdapat pada kajian teori dan kerangka berpikir,

maka peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut.

H01 : Tidak terdapat perbedaan motivasi belajar IPA materi sifat-sifat cahaya

antara pembelajaran yang menggunakan model Experiential Learning

dengan pembelajaran konvesional.

H0 : μ1 = μ2

Ha1 : Terdapat perbedaan motivasi belajar IPA materi sifat-sifat cahaya antara

pembelajaran yang menggunakan model Experiential Learning dengan

pembelajaran konvesional

Ha : μ1 ≠ μ2

H02 : Tidak terdapat perbedaan hasil belajar IPA materi sifat-sifat cahaya antara

pembelajaran yang menggunakan model Experiential Learning dengan

pembelajaran konvesional.

H0 : μ1 = μ2

Ha2 : Terdapat perbedaan hasil belajar IPA materi sifat-sifat cahaya antara

pembelajaran yang menggunakan model Experiential Learning dengan

pembelajaran konvesional.

Ha : μ1 ≠ μ2

H03 : Penerapan model Experiential Learning tidak efektif terhadap motivasi

belajar IPA materi sifat-sifat cahaya.

H0 : 𝜇1 ≤ 𝜇2

54

Ha3 : Penerapan model Experiential Learning efektif terhadap motivasi belajar

IPA materi sifat-sifat cahaya.

Ha : 𝜇1 > 𝜇2

H04 : Penerapan model Experiential Learning tidak efektif terhadap hasil belajar

IPA materi sifat-sifat cahaya.

H0 : 𝜇1 ≤ 𝜇2

Ha4 : Penerapan model Experiential Learning efektif terhadap hasil belajar IPA

materi sifat-sifat cahaya.

Ha : 𝜇1 > 𝜇2

139

BAB V

PENUTUP

Peneliti telah selesai melaksanakan penelitian serta menganalisis data yang telah

dikumpulkan. Bab ini merupakan bagian penutup yang berisi simpulan dan saran.

Simpulan merupakan ringkasan hasil penelitian yang telah dianalisis. Simpulan

tersebut merupakan jawaban dari rumusan masalah penelitian. Selain simpulan,

pada bagian penutup terdapat saran. Adapun penjelasannya sebagai berikut.

5.1 Simpulan

Hasil penelitian yang berjudul Keefektifan Model Experiential Learning

terhadap Motivasi dan Hasil Belajar IPA Kelas V SD Debong Kidul Kota Tegal

telah dianlisis dan dihitung secara statistik. Berdasarkan hasil penelitian tersebut

dapat diambil kesimpulan sebagai berikut.

(1) Terdapat perbedaan motivasi belajar IPA materi sifat-sifat cahaya antara

pembelajaran yang menggunakan model Experiential Learning dengan

pembelajaran konvesional yang dibuktikan dengan nilai signifikansi < 0,05

(0,000 < 0,05) dan nilai thitung ≥ ttabel (4,583 ≥ 2,294).

(2) Terdapat perbedaan hasil belajar IPA materi sifat-sifat cahaya antara

pembelajaran yang menggunakan model Experiential Learning dengan

pembelajaran konvesional yang dibuktikan dengan nilai signifikansi < 0,05

(0,000 < 0,05) dan nilai thitung ≥ ttabel (3,732≥ 2,294).

140

(3) Penerapan model Experiential Learning efektif terhadap motivasi belajar IPA

materi sifat-sifat cahaya yang dibuktikan dengan nilai signifikansi < 0,05

(0,000 < 0,05) dan nilai thitung ≥ ttabel (3,882 ≥ 2,037).

(4) Penerapan model Experiential Learning efektif terhadap hasil belajar IPA

materi sifat-sifat cahaya yang dibuktikan dengan nilai signifikansi < 0,05

(0,000 < 0,05) dan nilai thitung ≥ ttabel (5,269 ≥ 2,037).

5.2 Saran

Melihat beberapa kondisi yang dialami responden maupun pihak yang

terkait dengan penelitian, peneliti memiliki saran yang ditujukan bagi guru, siswa

dan sekolah. Adapun penjabaran saran diantaranya sebagai berikut.

5.2.1 Bagi Guru

Guru dapat menggunakan model pembelajaran Experiential Learning

sebagai alternatif dalam melaksanakan proses pembelajaran IPA terutama pada

sifat-sifat cahaya dan materi lain yang relevan. Dengan adanya model

pembelajaran Experiential Learning siswa berani menyampaikan pendapat atau

pertanyaan sehingga dapat meningkatkan keaktifan dalam pembelajaran.

Keaktifan dalam pembelajaran akan berbanding lurus dengan wawasan yang

diterima siswa karena dapat menangkap pembelajaran dengan baik.

5.2.2 Bagi Sekolah

Memberikan sosialisasi kepada guru-guru kelas mengenai model

pembelajaran Experiential Learning agar semua guru kelas menerapkan bahwa

141

model Experiential Learning efektif untuk meningkatkan motivasi dan hasil

belajar siswa.

5.2.3 Bagi Dinas Pendidikan

Dinas Pendidikan harus mendukung setiap progam sekolah salah satunya

dalam mengembangkan model pembelajaran Experiential Learning pada materi

sifat-sifat cahaya dan materi lain yang relevan dan bahwasannya model

Experiential Learning efektif untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar

siswa. Dengan adanya bantuan Dinas Pendidikan dalam pengembangan model

pembelajaran guru akan mendapatkan pengalaman dan motivasi untuk

mengadakan kegiatan pembelajaran yang berkualitas.

5.2.4 Bagi Peneliti Lanjutan

Peneliti lain dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai tambahan

relevansi efektivitas model pembelajaran Experiential Learning untuk melakukan

penelitian sejenis. Peneliti mengalami hambatan seperti susahnya mengontrol

keaktifatan siswa, oleh karena itu peneliti menyarankan sebelum melakukan

penelitian agar mempersiapkan kemampuan mengelola suasana kelas dan

kesabaran dalam menghadapi siswa yang aktif karena model Experiential

Learning banyak mengaktifkan siswa dalam pembelajaran.

142

DAFTAR PUSTAKA

Amaliyah , R. 2016. Efektivitas Model Experiential Learning Kolb (ELK)

Berbasis Praktikum pada Materi Sistem Saraf. . Skripsi. Universitas Negeri

Semarang. (Online), https://lib.unnes.ac.id/28937 (Diakses pada 18

Desember 2018)

Anitah, S. 2014. Strategi Pembelajaran di SD. Jakarta: Universitas Terbuka.

Anggoro, Toha, dkk. 2011. Metode Penelitian. Jakarta: Universitas Terbuka.

Aprilia, S. 2015. Penerapan Pembelajaran Experiential Learning untuk

Meningkatkan Kualitas Pembelajaran IPA Kelas V Sekolah Dasar. Jurnal

Premiere Educandum, 5(1): 20-33. (Online), http://e-

journal.unipma.ac.id/index.php/PE/article/download/322/294

Arikunto, S. 2016. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka

Cipta.

Aunurrahman. 2016. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

Azmiyati Choiril. Dkk. 2008. IPA Salingtemas 5 untuk SD/MI kelas V. Jakarta: Pusat

Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Baker, M.A. & Robinson, J.S. 2016. The Effects of Kolb’s Experiental Learning

Model on Successful Intelligence in Secondary Agriculture Students. Journal

of Agricultural Education, 57(3), 129-144. (Online),

https://files.eric.ed.gov/fulltext/EJ1123045.pdf (Diakses pada 23 Desember

2018)

Barida, M. 2018. Model Experiential Learning dalam Pembelajaran untuk

Meningkatkan Keaktifan Bertanya Mahasiswa. Jurnal Fokus Konseling,

4(2): 153-161. (Online), https://doi.org/10.26638/jfk.409.2099 (Diakses

pada 10 Juni 2019)

Dewi, W.S. & Puji, A.R. 2017. Pengaruh Model Pembelajaran Experiential

Learning terhadap Motivasi Belajar Siswa Pada Materi Ekosistem. e-

Journal Universitas Islam Negeri Raden Fatah, 4(1): 14-17. (Online),

http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/bioilmi/article/view/1729 (Diakses

pada 20 Desember 2018)

Distira, R.P.A., Sugiyo & Japar, M. 2019. Experiential Learning Strategy-Based

Group Counseling to Improve Self-Efficacy. Jurnal Bimbingan Konseling:

8(2): 146-150.

(Online),https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jubk/article/view/28174

(Diakses pada 10 Juni 2019)

143

Emda, A. 2017. Kedudukan Motivasi Belajar Siswa dalam Pembelajaran.

Lantanida Journal, (5) 2 : 93-196. (Online), http://jurnal.ar-

raniry.ac.id/index.php/lantanida/article/download/2838/2064 (Diakses pada

18 Desember 2018)

Fatimah, M. 2013. Pengembangann Konsep Dasar IPA SD. Yogyakarta:

Deepublish.

Ferdinand, Augusty. 2014. Metode Penelitian Manajemen. Semarang: Badan

Penerbit Universitas Diponegoro.

Garina, W., Nurasiah & Lyesmaya, D. 2018. Penerapan Pendekatan Experiential

Learning dalam Pembelajaran IPA untuk Meningkatkan Berpikir Kritis

pada Siswa Sekolah Dasar. Journal of Elementary Education, 2(1): 1-10.

(Online), www.jurnalfai-uikabogor.org/index.php/attadib/article/view/249

(Diakses pada 10 Juni 2019)

Haryanti, A., Suhartono & Salimi, M. 2018. Penerapan Model Experiential

Learning untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Tema Panas dan

Perpindahannya di Sekolah Dasar. Jurnal Pijar MIPA, 14(1): 18-22.

(Online), http://jurnalfkip.unram.ac.id/index.php/JPM/article/view/1046

(Diakses pada 10 Juni 2019)

Huda, M. 2014. Model Model Pengajaran dan Pembelajaran.Yogyakarta:Pustaka

Belajar.

Irawati, R. 2015. Pengaruh Penerapan Model Experiential Learning terhadap

Hasil Belajar IPS Siswa Kelas IV SD Negeri Seyegan Pundong Bantul.

Jurnal Teknologi Pendidikan, 4(5): 1-7. (Online),

http://journal.student.uny.ac.id/ojs/index.php/fiptp/article/view/739/713

(Diakses pada 18 Desember 2018)\

Jamiati, Saputra R. & Akip, M. 2015. Upaya Meningkatkan Motivasi Belajar IPA

Siswa Kelas IV Menggunakan Model Pembelajaran Talking Stick di Sekolah

Dasar. Jurnal Pendidikan Dasar, 3(1): 56-63. (Online),

http://jurnalstkipmelawi.ac.id/index.php/JPD/article/download/40/pdf_35

(Diakses pada 10 Juni 2019)

Karwati, E. & Priansa, D.J. 2015. Manajemen Kelas. Bandung: Alfabeta.

Kastawaningtyas, A. & Martini. 2017. Peningkatan Keterampilan Proses Sains

Siswa melalui Model Experiential Learning pada Materi Pencemaran

Lingkungan. Jurnal Penelitian Pendidikan IPA, 2(2): 45-52. (Online),

https://journal.unesa.ac.id/index.php/jppipa/article/view/3090 (Diakses pada

10 Juni 2019)

144

Khumairoh, E. & Istianah, F. 2018. Pengaruh Model Experiential Learning

terhadap Hasil Belajar IPA Kelas IV di SDN Warugunung 1 Surabaya.

Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar, 6(6): 914-924. (Online),

http://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/jurnal-penelitian-

pgsd/article/view/23828 (Diakses pada 10 Juni 2019)

Kusumastuti, N.F. 2015. Implementasi Experiential Learning Dengan Strategi

TTW terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis pada Materi Geometri

Siswa Kelas-VIII. Skripsi. Universitas Negeri Semarang. (Online),

https://lib.unnes.ac.id/21248 (Diakses pada 22 Desember 2018)

Laksana, N.A.S., Sudarman dan Suwahyo. 2014. Penerapan Pembelajaran Model

Experiential Learning Kolb untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada

Kompetensi Memahami Dasar-Dasar Mesin. Journal of Mechanical

Engineering Learning, 3(1): 12-17. (Online),

https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jmel/article/view/4495/4149

(Diakses pada 10 Juni 2019)

Libao, P. 2016. Science Learning Motivation as Correlate of Students Academic

Performances. Journal of Technology and Science Education,6(3): 209-

218. (Online), http://dx.doi.org/10.3926/jotse.231 (Diakses pada 18

Desember 2018)

Lestari, N.W.R., Sadia, I.W. & Suma, K. 2014. Pengaruh Model Experiential

Learning terhadap Keterampilan Berpikir Kritis dan Motivasi Berprestasi

Siswa. E-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha, 4.

(Online), https://media.neliti.com/.../122810-ID-pengaruh-model-

experiential-learning-ter.pdf (Diakses pada 10 Juni 2019)

Machromah, I.U., Dwijanto & Darmo. 2014. Keefektifan Experiential Learning

berbantuan Origami terhadap Kemampuan Keruangan Siswa Kelas VIII.

Jurnal Kreano, 5(2): 150-156. (Online),

https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/kreano/article/view/4542 (Diakses

pada 10 Juni 2019)

Majid, A. 2016. Strategi Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Maulana, M. F. 2015. Implementasi Model Experiential Learning dalam

Pembelajaran IPA Materi Energi Dan Perubahannya Siswa Kelas IV MI

Miftahus Shibyan Mijen Semarang. Skripsi. UIN Walisongo. (Online),

http://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/5207. (Diakses pada 18 Desember

2018)

Moore, C. , Boyd, B.L.& Dooley, K.E. 2010. The Effects of Experiental Learning

with an Emphasis on Reflective Writing on Deep-Level Processing of

Leadership Students.Journal of Leadership Education, 9(1): 36-52.

(Online),

145

http://www.journalofleadershiped.org/attachments/article/170/JOLE_9_1_

Moore_Boyd_Dooley.pdf (Diakses pada 18 Desember 2018)

Munib, A.2015. Pengantar Ilmu Pendidikan. Semarang: UPT UNNES Press.

Munif, I.R.S. & Mosik. 2009. Penerapan Metode Experiential Learning pada

Pembelajaran IPA untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Sekolah Dasar.

Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, 5: 79-82. (Online),

https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/JPFI/article/view/1014 (Diakses

pada 10 Juni 2019)

Nurhasanah, S., Malik, A. & Mulhayatiah, D. 2017. Penerapan Model

Experiential Learning untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis

Siswa. Jurnal Wahana Pendidikan Fisika, 2(2): 58-62. (Online),

http://ejournal.upi.edu/index.php/WapFi/article/view/8280/0 (Diakses

pada 10 Juni 2019)

Nuriyah, R., Yuliati, L. & Supriana. 2018. Eksplorasi Penguasaan Konsep

Experiential Learning pada Materi Hukum Newton. Jurnal Pendidikan,

3(10): 1270-1277. (Online), http://journal.um.ac.id/index.php/jptpp/

(Diakses pada 10 Juni 2019)

Priyatno, D. 2010. Paham Analisa Statistik Data dengan SPSS. Jakarta: Mediakom.

Rahmawati, D.N.U. 2017. Keefektifan Experiential Learning Model dalam

Pembelajaran Sains untuk Meningkatkan Literasi Sains di MI Sultan Agung

Sleman Yogyakarta. Tesis. Universitas Islam Sunan Kalijaga.. (Online),

http://digilib.uin-suka.ac.id/27713/1/1520420014_BAB-I_IV-atau-

V_DAFTAR-PUSTAKA.pdf (Diakses pada 23 Desember 2018)

Rahmawati, J. Hidayah, I. & Darmo. 2013. Keefektifan Experiential Learning

dengan Strategi REACT terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis.

Unnes Journal of Mathemathics Education, 2(3): 1-6. (Online),

https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujme/article/view/3445 (Diakses

pada 10 Juni 2019)

Rasdawati, L., Najamuddin & Korja, I.N. 2012. Meningkatkan Hasil IPA dengan

Mengoptimalkan Pemanfatan Lingkungan Alam Sekitar sebagai Sumber

Belajar Kelas IV. Jurnal Kreatif Tadulako Online, 1(4): 1-17. (Online),

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JKTO/article/view/2704 (Diakses

pada 10 Juni 2019)

Razali, N.M. & Wah, Y.B. 2011. Power Comparison of Shapiro-Wilk,

Kolmogorof-Smirnov, Lilliefors and Anderson-Darling tests. Journal of

Statistical Modeling and Analytics, 2(1): 21-33. (Online),

http://www.de.ufpb.br/~ulisses/disciplinas/normality_tests_comparison.pdf

(Diakses pada 20 Desember 2018)

146

Riduwan. 2015. Belajar Mudah Penelitian untuk Guru – Karyawan dan Peneliti

Pemula. Bandung: Alfabeta.

Rifa’i, A. & Catharina T.A. 2012. Psikologi Pendidikan. Semarang: Pusat

Pengembangan MKU-MKDK UNNES.

Sabrina,R. & Fauzi, M.Y. 2017. Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Motivasi

Belajar Siswa dalam Proses Pembelajaran Matematika di Kelas V SD

Negeri Garot Geuceu Aceh Besar. Jurnal Ilmiah Pendidikan Guru Sekolah

Dasar, 2(4): 108-118. (Online),

http://www.jim.unsyiah.ac.id/pgsd/article/download/7736/3350 (Diakses

pada 18 Desember 2018)

Sagusman , A.D. 2016. Keefektifan Metode Pembelajaran Berbasis Pengalaman

(Experiential Learning) dalam Pembelajaran Menulis Teks Cerita Pendek

pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 3 Kalasan.. E- Journal Student UNY,

5(4): 1-10. (Online),

http://journal.student.uny.ac.id/ojs/ojs/index.php/pbsi/article/view/3074/277

1 (Diakses pada 18 Desember 2018)

Samatowa, U. 2016. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. Jakarta: PT Indeks.

Sapriati, A. Dkk. 2014. Pembelajaran IPA di SD. Tanggerang Selatan: Universitas

Terbuka

Sardiman, A.M. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar dan Mengajar. Jakarta: Raja

Grafindo Persada.

Sari,D.S .2015. Pengembangan Bahan Ajar Fisika Berbasis Experiential

Learning dalam Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Minds-On Siswa.

Skripsi. Universitas Negeri Semarang. (Online),

https://lib.unnes.ac.id/21993 (Diakses pada 18 Desember 2018)

Schulze, S. & Lemmer, E. 2017. Family Experiences, The Motivation for Science

Learningand Science Achievement of Different Learner Group. South

African Journal of Education, 37(1): 1-9. (Online),

http://www.scielo.org.za/pdf/saje/v37n1/04.pdf (Diakses pada 20 Desember

2018)

Sholihah, M., Utaya, S. & Susilo, S. 2016. Pengaruh Model Experiential Learning

terhadap Kemampuan Berpikir Siswa SMA. Jurnal Pendidikan, 1(11): 2096-

2100. (Online), http://journal.um.ac.id/index.php/jptpp/article/view/7869

(Diakses pada 10 Juni 2019)

Silberman, Mel. 2016. Handbook Experiential Learning Strategi Pembelajaran dari

Dunia Nyata. Bandung : Nusa Media.

147

Siswanto, J., Sutoyo, A. & Japar, M. 2018. The Use of Experiential Learning-Based

Group Counseling Model to Improve Student’s Emotional Maturity. Jurnal

Bimbingan Konseling, 7(1): 75-80. (Online),

https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jubk/article/view/24609 (Diakses

pada 10 Juni 2019)

Sudjana, N. 2016. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kombinasi. Bandung: Alfabeta.

Sukma, E.S. 2017. Peningkatan Motivasi dan Hasil Belajar IPA melalui

Pendekatan Inquiri pada Siswa Kelas IV SD Negeri Wonoyoso. Jurnal

Penelitian Pendidikan, 34(2): 113-119. (Online),

https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/JPP/article/view/9429 (Diakses

pada 10 Juni 2019)

Sulisworo, D & Suryani, F. 2014. The Effect of Cooperative Learning, Motivation

and Information and Technology Literacy to Achivement. International

Journal of Learning & Development, 4(2): 58-64. (Online),

http://dx.doi.org/10.5296/ijld.v4i2.4908 (Diakses pada 18 Desember 2018)

Suryani, Rudyatmi, E. & Pribadi, T.A. 2014. Pengaruh Experiential Learning

Kolb melalui Kegiatan Praktikum terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa.

Unnes Journal of Biology Education, 3(2): 220-228. (Online),

https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujbe/article/view/4463 (Diakses

pada 10 Juni 2019)

Susanto, A. 2016. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta: Prenada

Media Grup.

Taung, R. Tangkas, I.M. & Ratman. 2014. Penerapan Experiential Learning dalam

Pembelajaran IPA pada Materi Ciri Khusus Makhluk Hidup untuk

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VI SDN Inpres Mandok. Jurnal

Kreatif Tadulako Online, 2(2): 1-11. (Online),

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JKTO/article/view/2817 (Diakses

pada 10 Juni 2019)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional. 2019. http://luk.staff.ugm.ac.id/atur/bsnp (diunduh pada 19

Januari 2019)

Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 14 Tahun 2005. tentang. Guru Dan

Dosen.2019.http://luk.staff.ugm.ac.id/atur/UU14-2005GuruDosen.pdf

(diunduh pada 19 Januari 2019)

Uno, H.B. 2016. Teori Motivasi dan Pengukurannya. Jakarta: Bumi Aksara.

148

Warrick, D.D. 1978. Insights Into Debriefing Experiential Learning Exercises.

Exploring Experiential Learning Simulations and Experiential Exercises, 5 :

1-2. (Online),

https://journals.tdl.org/absel/index.php/absel/article/download/2635/2584

(Diakses pada 18 Desember 2018)

Widoyoko, E.P. 2016. Penialaian Hasil Pembelajaran di Sekolah. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Williams, D.R., Brule, H., Kelley, S.S. & Skinner, E..2018. Science in the

Learning Gardens (SciLG): A Study of Student’s Motvation, Achievement

and Science Identity in Low-Income Middle Schools. International Journal

of STEM Education, 5(8): 1-14. (Online),

https://stemeducationjournal.springeropen.com/track/pdf/10.1186/s40594-

018-0104-9 (Diakses pada 20 Desember 2018)

Yuliarti, E.D., Sajidan & Marjono. 2014. Implementasi Model Experiential

Learning untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Biologi Siswa Kelas

XI IPA I SMA Negeri 2 Surakarta Tahun Pelajaran 2013/2014. Jurnal Bio-

Pedagogi, 3(2): 72-80. (Online),

https://jurnal.uns.ac.id/pdg/article/view/5342 (Diakses pada 10 Juni 2019)

Yusup, M. & Suhandi, A. 2016. Pengaruh Penerapan Pembelajaran Berbasis

Pengalaman menggunakan Percobaan Secara Inkuiri terhadap

Peningkatan Keterampilan Proses Sains Siswa Sekolah Dasar pada

Pembelajaran IPA. Jurnal Pendidikan Dasar, 8(2): 211-216. (Online),

https://media.neliti.com/media/publications/240790-pengaruh-penerapan-

pembelajaran-berbasis-31f164d3.pdf (Diakses pada 10 Juni 2019)