Kajian Sebaran dan Karakteristik Kawah di Gunungapi Dieng

55
1 |KULIAH KERJA LAPANGAN III BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan dataran tinggi Dieng merupakan kawasan hasil pembentukan proses vulkanik yang masih terdapat aktivitas hingga sekarang. Berdasarkan wilayah administratif, kawasan Dieng termasuk dalam wilayah Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Wonosobo yang memiliki ketinggian tempat berkisar antara 1500-2000 mdpal, dengan curah hujan rata-rata lebih dari 3500 mm/tahun. Secara umum geologis kondisi fisik lahan sebagian besar merupakan bentukan dan pengaruh dari aktivitas gunungapi dengan kemiringan lahan mulai dari datar, curam hingga sangat curam serta lapisan tanah dari jenis andosol dan regosol yang memiliki karakteristik mudah tererosi dan longsor. Gambar 1.1Panorama Sebagian Kompleks Gunungapi Dieng Komplek Gunungapi Dieng merupakan satu kesatuan gunungapi besar yang mengalami letusan dan kehilangan kalderanya dengan kerucutnya terdiri dari Bisma, Seroja, Binem, Pangonan Merdada, Pagerkandang, Telogo Dringo, Pakuwaja,

Transcript of Kajian Sebaran dan Karakteristik Kawah di Gunungapi Dieng

1 |KULIAH KERJA LAPANGAN III

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kawasan dataran tinggi Dieng merupakan kawasan hasil pembentukan

proses vulkanik yang masih terdapat aktivitas hingga sekarang. Berdasarkan wilayah

administratif, kawasan Dieng termasuk dalam wilayah Kabupaten Banjarnegara dan

Kabupaten Wonosobo yang memiliki ketinggian tempat berkisar antara 1500-2000

mdpal, dengan curah hujan rata-rata lebih dari 3500 mm/tahun. Secara umum

geologis kondisi fisik lahan sebagian besar merupakan bentukan dan pengaruh dari

aktivitas gunungapi dengan kemiringan lahan mulai dari datar, curam hingga sangat

curam serta lapisan tanah dari jenis andosol dan regosol yang memiliki karakteristik

mudah tererosi dan longsor.

Gambar 1.1Panorama Sebagian Kompleks Gunungapi Dieng

Komplek Gunungapi Dieng merupakan satu kesatuan gunungapi besar yang

mengalami letusan dan kehilangan kalderanya dengan kerucutnya terdiri dari Bisma,

Seroja, Binem, Pangonan Merdada, Pagerkandang, Telogo Dringo, Pakuwaja,

2 |KULIAH KERJA LAPANGAN III

Sikunir, dan Prambanan. Selama ratusan tahun setelah mengalami letusan, kaldera

Gunungapi Dieng kemudian ditumbuhi oleh beberapa kawah dan gunungapi baru

yang sampai saat ini masih bisa dilihat aktivitas keaktifannya melalui pos vulkanologi

yang berada di sekitar daerah tersebut.Daerah komplek Gunungapi Dieng ditutupi

oleh endapan berumur kuarter yang berupa aliran lava, material piroklastik, endapan

freatik, endapan lahar, endapan permukaan dan hasil erupsi Gunungapi Sindoro.

Menurut R Sukhyar (1986), endapan tersebut dapat dibagi menjadi 5 endapan

berdasarkan sumber erupsinya dengan urutan muda ke tua terdiri dari :

a. Endapan Permukaan

b. Endapan Dieng Muda

c. Endapan Dieng Dewasa

d. Endapan Dieng Tua

e. Hasil Erupsi Gunungapi Sindoro

Melihat kondisi fisik tersebut komplek Gunungapi Dieng termasuk

gunungapi aktif. Hal ini dibuktikan dengan aktivitas beberapa kawah yang ada di

komplek Gunungapi Dieng. Kawah-kawah tersebut masih aktif dan mengeluarkan

lumpur maupun asap yang mengepul bebas di udara. Melihat beberapa ciri fisik yang

ada diketahui bahwa komplek Gunungapi Dieng memiliki aktivitas vulkanik yang

masih cukup tinggi hingga saat ini dan cenderung memiliki potensi berupa panas

bumi yang dihasilkan dari aktivitas vulkanik tersebut.

Selain memiliki manfaat yang sangat besar, aktivitas kawah-kawah yang ada

di komplek Gunungapi Dieng juga memiliki beberapa ancaman yang serius. Gas

ataupun mineral yang dihasilkan dari aktivitas kawah tersebut dapat mengancam

kehidupan penduduk yang ada di sekitar kawah. Harian Kompas (18 Maret 2013)

memberitakan bahwa aktivitas Kawah Timbang Dieng terus meningkat terkait dengan

perkembangan gas yang keluar dari kawah tersebut. Tercatat bahwa Kawah Timbang

mengeluarkan luncuran uap air dan gas yang semakin jauh dari biasanya dan hal ini

sangat membahayakan penduduk yang ada di sekitar kawah tersebut. Kemudian pada

3 |KULIAH KERJA LAPANGAN III

Harian Sinar Harapan (13 Maret 2013) juga memberitakan hal yang sama dan

menghimbau warga agar selalu waspada sehingga kejadian bencana nasional gas

beracun yang pernah menewaskan 149 warga pada 20 Februari 1979 tidak terulang

kembali.

Kegiatan Post Volcanic yang terus terjadi di kompleks Dieng membentuk

kawah yang aktivitasnya berpotensi menimbulkan bencana.Tingkat kepadatan

penduduk rata-rata di Kawasan Dieng hampir mencapai 100 jiwa/km2 dan berladang

di sekitar daerah yang masuk dalam zona bahaya aktivitas gas tersebut. Pengelolaan

bencana gas beracun berupa langkah-langkah mitigasi, kesiapsiagaan, pengurangan

dampak bencana sampai dengan langkah pemulihan yang berupa rekonstruksi dan

rehabilitasi pasca bencana. Diharapkan dengan upaya pengurangan risiko bencana,

warga dapat mengelola bencana dengan baik dan mampu hidup berdampingan

dengan bencana (Living Harmony with Disaster)

1.2 Rumusan Masalah

Aktivitas vulkanik yang berada di Kompleks Gunungapi Dieng membentuk

banyak kawah.Keberadaan kawah tersebut dapat mengancam masyarakat yang

tinggal di sekitar kawah. Beberapa kejadian erupsi yang terjadi pada kawah yang

berada di Kompleks Gunungapi Dieng dapat dilihat pada tabel 1.1 berikut

Tabel 1.1 Aktivitas letusan gunungapi/kawah di kompleks Dieng

Tahun Nama Gunung (G.)

/Kawah (Kw.) Aktivitas letusan Produk Letusan/korban

1450 G. Pakuwojo Letusan normal Abu/Pasir

1825/1826 G. Pakuwojo Letusan normal Abu/Pasir

1883 Kw.Sikidang/Banteng Peningkatan kegiatan Lumpur kawah

1884 Kw.Sikidang Letusan normal -

1895 G. Siglagak Pembentukan celah Uap belerang

4 |KULIAH KERJA LAPANGAN III

1928 G. Batur Letusan Normal Lumpur dan batu

1939 G. Batur Letusan normal Uap dan Lumpur,5 orang meninggal

1944 Kw.Sileri Gempabumi dan letusan Lumpur/59 meninggal,38 luka-

luka, 55 orang hilang

1964 Kw.Sileri Letusan normal Lumpur

1965 Kw. Condrodimuko/

Telaga Dringo

Hembusan fumarola, lumpur

Uap air dominan

1979 Kw.Sinila

Hembusan gas racun mencapai 3 km ke arah

bawah lereng gunung

Gas CO2, CO ?, CH4, Korban 149

meninggal

1990 Kw. Dieng Kulon Letusan freatik Lumpur

2011 Kw. Timbang Hembusan gas racun Gas CO2

Sumber :Suprapto Dibyosaputro (2014)

Berdasarkan fakta erupsi yang terjadi pada kawah disekitar Kompleks

Gunungapi Dieng yang terdapat pada tabel 1.1 tersebut dapat dirumuskan masalah

sebagai berikut :

1. Apa saja karakteristik gas yang keluar dari kawah di kawasan Gunungapi

Dieng?

2. Dimana saja zona kerawanan gas CO2 yang keluar dari kawah di kawasan

Gunungapi Dieng?

3. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap gas CO2 yang keluar dari kawah di

kawasan Gunungapi Dieng?

5 |KULIAH KERJA LAPANGAN III

1.3 Tujuan

1. Mengetahui karakteristik gas yang keluar dari kawah di kawasan Gunungapi

Dieng.

2. Mengetahui zona kerawanan gas CO2 yang keluar dari kawah di kawasan

Gunungapi Dieng.

3. Mengetahui persepsi masyarakat terhadap gas CO2 yang keluar dari kawah di

kawasan Gunungapi Dieng.

4. Mengetahui bentuk mitigasi Bencana Gas CO2

6 |KULIAH KERJA LAPANGAN III

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kompleks Gunungapi Dieng

Komplek Dieng terletak pada zona Serayu Utara yang berumur Tersier,

dibatasi sebelah barat oleh daerah Karangkobar dan sebelah timur oleh daerah

Ungaran. Material vulkanik yang menutupi sebagian wilayahnya berasal dari

gunungapi dan letusan kawah yang masih aktif sejak kala Holosen sampai sekarang.

Daerah Dieng termasuk ke dalam cekungan Serayu Utara bagian tengah, yang secara

umum dapat dibagi menjadi 3 yaitu, cekungan Serayu Utara bagian barat, tengah dan

bagian timur. Cekungan serayu utara bagian tengah memiliki stratigrafi dari tua ke

muda yaitu Lapisan Sigugur, Formasi Merawu, Formasi Pengatan, Lapisan

Batugamping Dasar, Formasi Bodas, Formasi Ligung, Formasi Jembangan, Endapan

Aluvial dan Vulkanik Dieng. Stratigrafi tersebut terbagi menjadi 10 unit litologi yaitu

lava andesit Prau, lava andesit Nagasari, lava andesit Bisma, lava andesit

Pagerkandang, lava andesit Merdada-Pangonan, lava andesit Kendil, lava andesit

Pakuwaja, lava andesit Seroja, endapan alluvial-koluvial, satuan teralterasi.

Satuan geomorfologi di komplek Dieng terbagi menjadi dua yaitu satuan

pegunungan dan satuan dataran tinggi (plato). Satuan pegunungan berupa barisan

Gunung Seroja : gunung Kunir, gunung Prambanan, gunung Pakuwaja dan barisan

Dunung Kendil : gunung Butak, gunung Petarangan, gunung Prau, gunung

Patakbanteng, gunung Jurangrawah, gunung Blumbang, gunung Bisma (kerucut

soliter), gunung Nagasari, semuanya adalah gunungapi strato vulkanik. Satuan

geomorfologi berupa plato berada diantara barisan gunungapi dan kerucut – kerucut

soliter yang sebagian besar ditempati oleh material vulkanik.

Sesar dan kelurusan gunungapi pada umumnya berarah Barat Laut–Tenggara

dan Barat-Timur.Sesar vulkanik terdapat di sekitar erupsi.Sektor graben membuka ke

arah barat dan utara Kawah Sileri.Pada sesar–sesar muncul manifestasi solfatar dan

7 |KULIAH KERJA LAPANGAN III

air panas.Sesar radial yang dijumpai di selatan Pangoran, dan pada struktur ini

muncul kegiatan solfatar.

2.2 Gunungapi dan Gas Beracun (CO2,SO2,H2S)

Menurut Departemen Energi dan Sumber Daya Mineralgunungapi adalah

kepundan atau rekahan dalam kerak bumi tempat keluarnya cairan magma atau gas

cairan lainnya kepermukaan bumi. Gunungapi terbentuk karena adanya gerakan

magma sebagai arus konveksi, Diana arus tersebut menyebabkan gerakan dari gunung

api. (Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2006). Material yang di

erupsikan kepermukaan bumi umumnya membentuk kerucut terpancung. Dibagian

puncak terdapat bentukan kubah atau sebuah lubang besar yang disebut kawah

(kadang kadang terisi air menjadi danau kawah) dan sering terdapat semburan gas

belerang.

Magma adalah suatu benda cair panas dan pijar yang terdapat didalam

lapisan kulit bumi dengan suhu yang tinggi (8000 C – 12000C ) mempunyai sifat

kimia fisika tertentu yang terdiri dari unsur-unsur pembentuk batuan, bila mengalir

kepermukaan disebut lava dan bila sudah membeku disebut batuan beku. Gas yang

dikeluarkan gunung berapi pada saat meletus. Gas tersebut antara lain Karbon

Monoksida (CO), Karbon dioksida (CO2), Hidrogen Sulfida (H2S), Sulfur

dioksida(S02), dan Nitrogen (NO2) yang dapat membahayakan manusia.

Karbon dioksida (rumus kimia: CO2) atau zat asam arang adalah sejenis

senyawa kimia yang terdiri dari dua atom oksigen yang terikat secara kovalen dengan

sebuah atom karbon. Karbon dioksida memiliki ciri-ciri yaitu gastidak berwarna,

tidak beracun, dan berbau merangsang (Rahmawati dan Patunru, 2011). Gejala yang

ditimbulkan dari keracunan karbon dioksida adalah sebagai berikut : pada paparan

rendah menyebabkan sakit kepala, rasa sakit/nyeri – perut, muntah. Pada paparan

8 |KULIAH KERJA LAPANGAN III

sedang yaitu kejang, kedut – Otot, denyut jantung tak beraturan. Pada paparan tinggi

dapat menyebabkan kematian.

Menurut Shroder 1979 (Ratnawati 2003), Sulfur dioksida (SO2) merupakan

oksida belerang yang tidak mudah terbakar, beraroma tajam dan waktu tinggal

diudara selama 4 hari. Gas belerang dioksida (SO2) mempunyai sifat tidak berwarna,

tetapi berbau sangat menyengat dan dapat menyesakkan napas meskipun dalam kadar

rendah. Gas ini dihasilkan dari oksidasi atau pembakaran belerang yang terlarut

dalam bahan bakar miyak bumi serta dari pembakaran belerang yang terkandung

dalam bijih logam yang diproses pada industri pertambangan. Penyebab terbesar

berlebihnya kadar oksida belerang di udara adalah pada pembakaran batu bara.

Gas H2S adalah rumus kimia dari gas Hidrogen Sulfida yang terbentuk dari 2

unsur Hidrogen dan 1 unsur Sulfur. Satuan ukur gas H2S adalah PPM (part per

milion). Gas H2S disebut juga gas telur busuk, gas asam, asam belerang atau uap bau.

(Sasangko, 2008). Hidrogen sulfida (H2S) merupakan gas yang mudah terbakar,

aromanya khas seperti telur busuk dan waktu tinggal di udara selama 2 hari. Dalam

konsentrasi tinggi, gas emisi ini juga berbahaya bagi hewan dan manusia. Gas H2S

terbentuk akibat adanya penguraian zat-zat organik oleh bakteri. Oleh karena itu gas

ini dapat ditemukan di dalam operasi pengeboran minyak / gas dan panas bumi,

lokasi pembuangan limbah industri, peternakan atau pada lokasi pembuangan

sampah.

Efek fisik gas H2S terhadap manusia tergantung dari beberapa faktor,

diantaranya adalah (1) Lamanya seseorang berada di lingkungan paparan H2S. (2)

Frekuensi seseorang terpapar. (3) Besarnya konsentrasi H2S. (4) Daya tahan

seseorang terhadap paparan H2S.Efek fisik gas H2S pada tingkat rendah dapat

menyebabkan terjadinya gejala-gejala sebagai berikut yaitu, sakit kepala atau pusing,

badan terasa lesu, hilangnya nafsu makan, rasa kering pada hidung, tenggorokan dan

dada. batuk – batuk, kulit terasa perih

9 |KULIAH KERJA LAPANGAN III

Tabel 2.1.Jenis jenis Gas hasil Aktivitas Vulkanik

No Macam Gas PPM Keterangan

1 Karbon Monoksida (CO) 50

Di udara

Tidak Berbau

Tidak Berwarna (Putih Asap)

2 Karbondioksida (CO2) 5

Di Udara

Tidak Berwarna (Putih Asap)

Tidak Berbau

3 Hydrogen Sulfida (H2S) 20

Di Udara

Tidak Berwarna / Asap

Berbau

4 Amoniak (NH3) 100

Di udara

Berbau

Tidak Berwarna

5 HCN 10

6 H3As 0.05

7 Flour (F2) 0,1 Di udara

Berwarna Kuning Muda

8 Asam Florida (HF) 3 Di udara

Tidak Berwarna / Putih

9 Klor (Cl2) 1 Di udara

Berwarna Kuning Muda

10 Asam Klorida (HCL) 5 Di udara

Tidak Berwarna / Putih

11 Asam Sulfat (H2SO4) 1 Cairan Tidak Berwarna

1 Mg M Exp.3

12 Belerang Dioksida (SO2) 5

Di udara

Tidak Berwarna/putih

Berbau

13 NO 5

Sumber: Badan Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Dieng (2014)

10 |KULIAH KERJA LAPANGAN III

Tabel 2.2.Kosentrasi dan pengaruh gas H2S pada manusia

No

Kosentr

asi

(PPM)

Waktu Pengaruh (Menit)

0–2 2 –15 15–30 30–60

1 10 – 50

Dapat Dicium

Dapat Dicium Dapat Dicium

Dapat Dicium

Seperti Telur Busuk

Diijinkan Bekerja 8 Jam Tanpa Masker

2 50 – 100

Dapat DiCium

Dapat Dicium Dapat Dicium Merangsang Saraf Pernapasan (Ringan)

Seperti Telur Busuk

3 100 – 150

Dapat Dicium

Batuk-batuk Mata Pedih Merangsang Kerongkongan

Seperti Telur Busuk

Merangsang Mata

Saraf Penciuman Lumpuh

4 150 – 250

Saraf Penciuman Lumpuh

Merangsang Mata dan Kerongkongan

Merangsang Mata dan Kerongkongan

5 250 – 350

Merangsang Mata

Mata Pedih Merangsang Mata dan Kerongkongan

Sukar Bernafas Saraf Penciuman Lumpuh

6 350 – 450

Merangsang Mata Merangsang

Mata dan Kerongkongan

Sukar Bernafas Kepala Pusing Saraf Penciuman Lumpuh

7 450 – 600

Batuk-Batuk

Sukar Bernafas Kerja Jantung Terganggu

Kekuatan Tubuh Melemah

Tidak Sadar

Collapse Meninggal

8 600 – 10000

Tidak Sadar

Collapse Meninggal Meninggal

Meninggal

Sumber: Badan Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Dieng 2014

11 |KULIAH KERJA LAPANGAN III

Tabel 2.3 Kosentrasi dan pengaruh gas CO2 pada manusia

No

CO2

(%Volume) Keterangan

1 <0.5 Aman

2 >1.5 Segera Dilakukan Evakuasi

3 1.5-7.99 Sesak Nafas, Berkeringat, Pusing, Lemas

4 8-14.99 Pusing, Mual, Kehilangan Kesadaran / Pingsan

5 15-24.99 Kehilangan Kesadaran

6 >25 Kehilangan Kesadaran secara cepat dan ebrakibat kematian

Sumber: Badan Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Dieng (2014)

Tabel 2.4 Aktivitas Vulkanik / Sejarah Erupsi G. Dieng

No Tahun Nama Kawah Keterangan

1 1786 Kw. Dringo jumlah korban tidak diketahui

2 1825/1826 Kw. Pakuwojo

3 1847 Kw. (?) hujan abu

4 1928 Kw. Timbang 39 korban jiwa

5 1939 Kw. Timbang 10 korban jiwa

6 1944 Kw. Sileri 144 korban jiwa

7 1964 Kw Sileri Erupsi lumpur

8 1979 Kw. Sinila Erupsi freatik dan gas beracun, 149 korban jiwa

9 1984 Kw. Sileri Semburan lumpur

10 1986 Kw. Sileri Semburan lumpur

11 1991 & 1992

Terjadi peningkatan gempa bumi

Muncul Semburan Lumpur

12 1993 Kw. Padang Sari Semburan lumpur

14 2003 Kw. Sileri Erupsi freatik

15 2006 Kw. Sileri Erupsi freatik

16 Jan-09 Kw. Sileri Erupsi lumpur

17 Mei 2011 Kw. Timabang Muncul aliran gas CO2

Sumber: Badan Vulkanologi dan Mitigasi Benana Dieng (2014)

12 |KULIAH KERJA LAPANGAN III

2.3 Batasan Istilah

1. Bencana adalah rangkaian peristiwa yang mengancam, megganggu, dan

merugikan

2. Mitigasi bencana adalah suatu tindakan untuk mengurangi risiko bencana

untuk meminimalisasi dampak ancaman (Marfai, Muh., 2011). Mitigasi

dilakukan untuk mengurangi risiko ben-cana bagi masyarakat yang ada

pada kawasan rawan bencana.

3. Bahaya adalah suatu kondisi, secara alamiah maupun karena ulah

manusia, yang berpotensi menimbulkan kerusakan atau kerugian dan

kehilangan jiwa manusia. Bahaya berpotensi menimbulkan bencana, tetapi

tidak semua bahaya selalu menjadi bencana.

4. Kerentanan (vulnerability) adalah Sekumpulan kondisi dan atau suatu

akibat keadaan (faktor fisik, sosial, ekonomi dan lingkungan) yang

berpengaruh buruk terhadap upayaupaya pencegahan dan penanggulangan

bencana.

5. Risiko adalah Potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada

suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka,

sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau

kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat. (UU no 24 tahun

2007).

6. Penanggulangan Bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi

penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana,

kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, rehabilitasi dan

rekonstruksi (UU24/2007).

Gambar 2.1.

Siklus Manajeman Bencan

13 |KULIAH KERJA LAPANGAN III

a. Tanggap darurat (response) adalah Upaya yang dilakukan segera pada saat

kejadian bencana, untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan, terutama

berupa penyelamatan korban dan harta benda, evakuasi dan pengungsian.

b. Rehabilitasi (rehabilitation)memrupakan upaya langkah yang diambil setelah

kejadian bencana untuk membantu masyarakat memperbaiki rumahnya,

fasilitas umum dan fasilitas sosial penting, dan menghidupkan kembali roda

perekonomian.

c. Rekonstruksi (reconstruction) merupakan program jangka menengah dan

jangka panjang guna perbaikan fisik, sosial dan ekonomi untuk

mengembalikan kehidupan masyarakat pada kondisi yang sama atau lebih

baik dari sebelumnya.

d. Pemulihan (recovery) merupakan proses pemulihan darurat kondisi

masyarakat yang terkena bencana, dengan memfungsikan kembali prasarana

dan sarana pada keadaan semula.

e. Kesiapsiagaan merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk

mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang

tepat guna dan berdaya guna.

14 |KULIAH KERJA LAPANGAN III

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan

Alat dan Bahan yang digunakan untuk analisis kerawanan bencana GAS CO2

di Kompleks Gunungapi Dieng adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1 Deskripsi Bahan

Bahan Spesifikasi Sumber Peta Struktur Geologi Kompleks Gunungapi Dieng

Skala 1: 100.000 ESDM, PVMBG

Peta Sebaran Gas CO2 Tahun 2012 Skala 1: 20.000 BNPB, ESDM

Data Time Series Kejadian CO2 Bulan Desember PVMBG Dieng

Data Laporan Bulanan Gas CO2 Laporan Bulan Desember

PVMBG Dieng

Tabel 3.2 Deskripsi Alat

Alat Fungsi

GPS reciever Untuk menentukan posisi absolut di lapangan Drager Untuk menyedot gas CO2 dan mengetahui kadarnya

Linggis / Tongkat Untuk melubangi tanah Kamera Untuk dokumentasi kegiatan lapangan

3.2Tahapan Penelitian

3.2.1 Tahap Persiapan

Tahap persiapan untuk melakukan penelitian ini yaitu pengumpulan data

sekunder seperti peta persebaran gas CO2 dan tingkat konsentrasinya, lalu data peta

zona kerawanan gas beracun yang dibuat Oleh BNPB. Pada tahap ini dilakukan

pembuatan peta dasar daerah penelitian, yaitu sebagian Kompleks Gunungapi Dieng

yang akan digunakan untuk survey lapangan. Peta dasar yang dibuat antara lain

seperti peta lereng, peta penggunaan lahan, peta blok pemukiman, serta peta sebaran

dan konsentrasi gas CO2 di daerah peneltian. Peta – peta tersebut dibuat dengan dasar

15 |KULIAH KERJA LAPANGAN III

Peta RBI lembar Kejajar, lembar Batur skala 1:25.000, Citra GeoEye Kompleks

Gunungapi Dieng, data ketinggian (DEM), data kontur, Peta Geologi Bersistem

Lembar Banjarnegara – Pekalongan, dan Peta Sebaran serta Konsentrasi gas CO2 di

sebagian Kompleks Gunungapi Dieng

Gambar 3.1 dan 3.2 Beberapa Contoh Data Sekunder

3.2.2 Pengukuran Konsentrasi CO2 Langsung di Lapangan

Data yang diperoleh berasal dari pengukuran langsung di lapangan mengenai

seberapa besar konsentrasi gas CO2 yang terkandung di udara dan di dalam tanah.

Pengukuran tersebut dilakukan dilokasi kawah yang merupakan sumber utama

keluarnya gas CO2, disamping itu juga dilakukan pada rekahan-rekahan yang bisa

menjadi jalan keluar gas CO2.Pengukuran gas CO2 menggunakan alat yang bernama

Drager.Prinsip kerja alat tersebut adalah dengan menyedot gas CO2 dengan beberapa

pompa yang ada di dalamnya, selanjutnya secara otomatis dapat diketahui konsentrasi

gas CO2 yang ada pada dalam tanah. Tingkat ambang batas yang dapat diukur

menggunakan alat Drager ini hanya sebesar 5% dari total konsentrasi gas CO2 yang

terkandung dalam tanah. Ambang batas gas CO2 yang diperbolehkan memang hanya

sebesar 5%, selebihnya dapat membahayakan untuk makhluk hidup. Apabila alat

16 |KULIAH KERJA LAPANGAN III

merekam konsentrasi gas lebih dari 5% maka alat akan berbunyi secara otomatis,

yang menandakan konsentrasi gas CO2 dalam tanah lebih dari 5%.

Gambar 3.3Drager, alat untuk Mengukur Konsentrasi Kadar Gas CO2

Gambar 3.4 Pengecekan Alat Pemantauan Gas CO2

3.2.3 Penilaian Persepsi Masyarakat

Penilaian persepsi masyarakat tentang bencana gas beracun CO2 dilakukan

dengan menggunakan kuesioner.Setiap responden yang berada pada daerah penelitian

diberikan kuesioner tipe pertanyaan tertutup.Teknik pengambilan sampel

17 |KULIAH KERJA LAPANGAN III

menggunakan metode random sampling, dan kuota sampling, dimana pada satu desa

diambil sebanyak 15 responden.Penggunaan metode random sampling disebabkan

karena terbatasnya waktu penelitian.Wawancara dilakukan untuk menggali informasi

serta penilaian masyarakat terhadap bencana gas beracun yang berada di

daerahnya.Peran serta masyarakat sangat diperlukan untuk menggali informasi dan

melibatkannya langsung dalam upaya pengurangan risiko bencana gas

beracun.Wawancara dilakukan di Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara yaitu di

Desa Pekasiran, Desa Sumberejo, Desa Kepakisan, dan Desa Karangtengah.Desa

tersebut merupakan desa yang berada disekitar Kawah Timbang dan Kawah

Sinila.Pada tahun 2013 serta tahun 1979 desa – desa tersebut merupakan desa yang

terdampak oleh gas beracun CO2.Sehingga diperlukan penilaian persepsi masyarakat

tentang gas beracun

Gambar 3.5 Wawancara Persepsi dengan Masyarakat

18 |KULIAH KERJA LAPANGAN III

3.3 Pengolahan dan Analisis Data

3.3.1 Karakteristik Gas CO2 di Kompleks Gunungapi Dieng

Analisis data dilakukan secara deskriptif kuantitatif. Sebelum dilakukan

analisis, dilakukan pengolahan data yang dikumpulkan dari hasil pengukuran

lapangan dan data historis tentang kejadian munculnya gas beracun (CO2). Analisis

meliputi karakteristik gas beracun yang muncul pada Kompleks Gunungapi Dieng

bagian barat, serta karakteristik munculnya gas CO2 pada bagian Timur.Perbedaan

karakteristik tersebut didapatkan dari hasil pengamatan dan pengukuran di lapangan,

sehingga patut untuk dilakukan analisis lebih mendalam.

3.3.2 Kerawanan Bencana Gas CO2

Hasil pengolahan data sekunder yang berupa data historis munculnya gas CO2

yang disertai dengan konsentrasinya dan data primer hasil pengukuran diolah mejadi

sebuah peta kerawanan.Pembuatan peta kerawanan berdasarkan beberapa parameter

yang terkait dengan perbedaan karakteristik munculnya gas CO2 serta persebarannya,

seperti lembah, arah angin, keberadaan sesar serta posisi pemukiman.Kombinasi dari

beberapa parameter tersebut diolah dan disajikan dalam sebuah peta kerawanan.

3.3.3 Mitigasi Bencana dan Kerifan Lokal Gas CO2

Analisis tentang upaya mitigasi bencana juga dilakukan terkait dengan

bencana gas beracun (CO2). Analisis ini berfungsi untuk mengurangi risiko bencana

terhadap dampak bencana gas CO2. Selain itu analisis tentang Local Wisdom

masyarakat yang tinggal disekitar daerah rawan gas CO2 juga akan dilakukan analisis

dan diukur keefektifannya dalam upaya mengurangi risiko. Sehingga diharapkan, dari

hasil kuliah kerja lapangan ini dapat menghasilkan suatu peta serta analisis yang

bermanfaat bagi warga masyarakat yang tinggal di daerah rawan munculnya gas

beracun CO2, serta dapat mengurangi risiko bencana terhadap munculnya gas beracun

CO2.

19 |KULIAH KERJA LAPANGAN III

3.5 Diagram Alir Penelitian

Struktur

Geologi

Pengumpulan Data Sekunder

Peta Geologi Titik

Keluarnya

CO2

Lembah

Sungai

Data

Permukiman

Peta Persebaran Gas CO2

(PVMBG)

Pengolahan Data Sekunder

Pengukuran Langsung

Lapangan

Pengeplotan

Konsentrasi CO2

Peta Kerawanan Gas CO2

Overlay dengan Blok

Permukiman

Peta Kerentanan Gas CO2

Penilaian Resiko Bencana

Penilaian Persepsi

Masyarakat

20 |KULIAH KERJA LAPANGAN III

BAB IV

DESKRIPSI WILAYAH

4.1 Kondisi Wilayah Administrasi

Kawasan Pegunungan Dieng terletak pada dua wilayah administrasi, yaitu

Kabupaten Wonosobo, dan Kabupaten Banjarnegara.Batas antara kedua kabupaten

tersebut juga sudah sangat jelas, dimana sebagian selatan dari Kompleks Gunungapi

Dieng merupakan wilayah administrasi Kabupaten Wonosobo, sedangkan bagian

utara termasuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Banjarnegara.Daerah

penelitian bahaya gas CO2 berada pada dua wilayah administrasi, yaitu kecamatan

Kejajar dan Kecamatan Batur.

Gambar 4.1 Peta Administrasi Sebagian Kawasan Dieng

21 |KULIAH KERJA LAPANGAN III

Kecamatan Kejajar yang masuk wilayah penelitian bahaya gas CO2 hanya

terdiri dari satu desa, yaitu Desa Sikunang. Untuk wilayah Kecamatan Batur, desa

yang termasuk dalam daerah penelitian antara lain desa Dieng, Dieng Kulon, Desa

Bakal, Karangtengah, Kepakisan, Pasurenan, Pekasiran, Sumberejo, Batur, dan Desa

Gembol.Tidak semua daerah administrasi yang berada dalam Kompleks Gunungapi

Dieng masuk dalam wilayah penelitian.

4.2 Kondisi Penggunaan Lahan

Pola penggunaan lahan pada daerah kajian gas CO2 sebagian besar berupa

tegalan.Selain itu juga terdapat penggunaan lahan yang berupa kebun, semak belukar,

serta sawah tadah hujan namun dengan prosentase yang sangat kecil. Pola

penggunaan lahan semak belukar lebih dominan di bagian selatan daerah penelitian,

yaitu di Kecamatan Kejajar serta sebagian berada pada bagian Kecamatan Batur

dengan luasan proporsi yang hampir sama. Sedangkan untuk pemukiman memiliki

pola yang menyebar tidak merata.

Gambar 4.2 Peta Penggunaan Lahan Kawasan Dieng

22 |KULIAH KERJA LAPANGAN III

Persebaran pola pemukiman ini disebabkan karena tidak semua wilayah pada daerah

kajian cocok untuk digunakan sebagai kawasan pemukiman. Hal ini dipengaruhi oleh

kemiringan lereng, ketersediaan, adanya pola patahan dan kelurusan, serta dengan

pertimbangan potensi munculnya gas CO2.

Peta penggunaan lahan yang dibuat ini berdasarkan Peta Rupabumi Indonesia

(RBI) skala 1:25.000. Sehingga untuk update data penggunaan lahan, kemungkinan

besar masih menggunkana data tahun 1992. Berdasarkan pengamatan visual di

lapangan, tidak terjadi banyak perubahan penggunaan lahan pada daerah penelitian

tersebut.Faktor yang mempengaruhi sedikitnya perubahan penggunaan lahan tersebut

adalah karena factor alam seperti lereng, kondisi geologi, serta faktor ketersediaan

air.Sedangkan faktor sosio-kultural yang mungkin berpengaruh adalah keberadaan

hubungan kekeluargaan.

Sebagian besar daerah penelitian didominasi oleh tegalan tidak lepas dari pola

pemanfaatan lahan masyarakat sekitar.Sebagian besar lahan dimanfaatkan untuk

bercocok tanam, tanaman kentang, serta sayuran lainnya seperti kobis, cabai, dan

wortel.Faktor iklim dengan curah hujan yang cukup tinggi dan tingkat kelembaban

yang sangat tinggi sangat berpengaruh terhadap pola pemanfaatan lahan oleh

masyarakat.Pemanfaatan lahan tegalan untuk bertanam kentang sudah sejak lama

dilakukan oleh penduduk di Kompleks Gunungapi Dieng. Sumber – sumber air tawar

sebagai suplai air untuk tanaman diambil dari danau air tawar yang berada di sekitar

tegalan tersebut. Namun erosi dan kerusakan lingkungan lainnya menjadi kendala

dalam produktivitas tanaman kentang dan tanaman sayur lainnya. Hal ini tidak lepas

dari tidak tepatnya pengolahan lahan yang dilakukan oleh masyarakat sekitar

4.3 Kondisi Lereng

Letak daerah penelitian yang berada di pegunungan secara langsung

menunjukkan bahwa daerah penelitian sebagian besar terletak pada kemiringan lereng

kelas 31 – 70%.Perbedaan kelas kemiringan lereng disebabkan oleh perbedaan batuan

23 |KULIAH KERJA LAPANGAN III

penyusun, serta morfologi dari bentuklahan.Pola persebaran lereng sangat bervariasi,

lereng dengan kelas kemiringan tinggi terletak pada bagian pinggir yang mempunyai

topografi lebih tinggi dan terjal, sedangkan pada bagian tengah yang berupa depresi

dan dataran, lebih didominasi oleh lereng dengan kelas kemiringan lebih rendah.

Gambar 4.3 Peta Lereng Sebagian Kawasan Dieng

Kompleks Gunungapi Dieng terdiri dari sisa – sisa hasil letusan gunungapi

pada masa lampau yang berupa lereng – lereng yang terjal dan lembah – lembah yang

dalam membentuk konfigurasi bentuklahan dengan topografi bervariasi.Kemiringan

lereng yang curam ini sangat berisiko untuk terjadi longsoran.Selain itu dipicu juga

oleh pemanfaatan penggunaan lahan untuk menanam kentang.Curah hujan yang

tinggi juga memicu terjadinya erosi serta longsor dengan intensitas yang tinggi.

24 |KULIAH KERJA LAPANGAN III

4.4 Kondisi Geologi

Menurut VSI Kompleks Gunungapi Dieng termasuk dalam tipe gunungapi

strato dengan ketinggian 2.565 mdpal. Pada kawasan gunungapi Dieng banyak

dijumpai Solfatara, fumarola serta banyak kawah. Tipe letusan kawah – kawah yang

berada pada daerah ini bersifat freatik pada sebelah timur dari daerah penelitian ini,

dan pada bagian sebelah barat lebih bersifat magmatik

Gambar 4.4 Peta Geologi Sebagian Kawasan Dieng

Kondisi geologi wilayah kajian sebagian Kompleks Gunungapi Dieng

didominasi oleh Batuan Gunungapi Dieng, selain itu juga terdiri dari Batuan

Gunungapi Jembangan, dan batuan Aluvial dan Endapan Danau. Secara genesis,

kawasan Kompleks Gunungapi Dieng dulunya merupakan satu kesatuan. Kompleks

Gunungapi Dieng terdiri dari kelompok gunungapi, diantaranya terdapat Plato dengan

25 |KULIAH KERJA LAPANGAN III

beberapa pusat letusan kecil. Gunungapi Sundoro adalah gunungapi muda yang

terletak disebelah tenggara Dieng dan merupakan peralihan gunungapi zona tengah.

Kompleks gunungapi jembangan sebelah utara Dieng, terdiri dari gunungapi tua dan

depresi volkano tektonik yang dipengaruhi oleh sesar. Sesar yang terdapat pada

Kompleks Gunungapi Dieng terbentang dari timur sampai ke barat, seperti yang

terlihat dalam peta.

26 |KULIAH KERJA LAPANGAN III

BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Umum Gunungapi Dieng

Dataran tinggi Dieng lebih dikenal sebagai lokasi wisata ketimbang sebuah

kompleks gunungapi tua dengan segala seluk beluknya. Secara geologi Dieng

merupakan sebuah kompleks gunungapi tua yang berada di Jawa Tengah. Lokasi

wisata ini sudah dikenal di dalam maupun luar negeri. Berita tentang naiknya status

Waspada (level 3) Kompleks Gunungapi Dieng ini tentunya banyak mengundang

pertanyaan. Apa sebenernya kompleks gunung Dieng ini.

Menurut catatan VSI (Vulkanological Survey Indonesia) kompleks gunungapi

ini dikenal dengan

Nama : G. Dieng (Nama Lain : Gunung Parahu)

Lokasi : Nama kota Dieng Kulon. Kota terdekat Banjar-negara (kota

Kabupaten)

Koordinat : 7°12′ LS dan 109°54′ BT

Ketinggian : 2565 m. dpl

Tipe Gunungapi : Strato, dengan lapangan solfatara dan fumarola, serta

banyak kawah (cone)

Gunungapi Dieng memang berupa kompleks gunungapi yang memiliki

banyak kawah. Diantaranya nama kawahnya adalah : Timbang, Sikidang, Upas,

Sileri, Condrodimuko, Sibanteng dan Telogo Terus. Yang membahayakan dari

Gunung Dieng ini adalah hembusan gas beracun yang berupa CO2. Emisi gas yang

dihasilkan oleh beberapa kawah sudah diketahui sejak lama (Bemmelen, 1949; Allard

dkk., 1989). Pada tahun 1979, terjadi erupsi freatik pada kawah Sinila, menghasilkan

gas-gas, khususnya CO2. Akumulasi gas CO2 yang cukup tinggi tersebut bergerak

27 |KULIAH KERJA LAPANGAN III

menuruni lereng dan lembah serta melewati jalan perkampungan, menyebabkan

terbunuhnya 149 penduduk yang tinggal disekitar daerah letusan tersebut.

5.2 Sejarah Geologi Kawasan Gunungapi Dieng

Kegiatan gunungapi pada komplek G.Dieng dari yang tua hingga yang termuda

dapat dibagi dalam tiga episoda yang didasarkan pada umur relatif, sisa morfologi,

tingkat erosi, hubungan stratigrafi dan tingkat pelapukan.

Gambar 5.1 Peta Kawah-kawah di Kompleks Gunungapi Dieng

Formasi pra Kaldera, dindikasikan oleh kegiatan vulkanik dari Rogo

Jembangan, Tlerep, Djimat dan vulkanik Prau. Produknya tersebar dibagian

luar dari komplek Dieng.

28 |KULIAH KERJA LAPANGAN III

Formasi setelah Kaldera, diperlihatkan oleh aktivitas vulkanik yang berada

didalam kaldera. Diantaranya, Bisma-Sidede, Seroja, Nagasari, Pangonan, Igir

Binem dan Vulkanik Pager Kandang. Produknya berupa piroklastik jatuhan

yang menyelimuti hampir seluruh daerah, dikenal juga sebagai endapan

piroklastik daerah Dieng yang tak terpisahkan. Kegiatan saat ini ditandai oleh

lava berkomposisi biotit andesitberasosiasi dengan jatuhan piroklastik.

Aktivitas terahir ditandai oleh erupsi-erupsi preatik.

5.2.1 Episoda Pertama (Formasi Pra Kaldera)

Produk piroklastika Rogojembangan (Djimat) menutupi daerah utara dan selatan

komplek, kemungkinan terbentuk pada Kuarter bawah (Gunawan, 1968). Kawah

Tlerep yang terdapat pada batas timur memperlihat terbuka kearah selatan

membentuk struktur dome berkomposisi hornblende andesit. Krater vulkanik Prau

terletak kearah utara dari Tlerep.Setengah dari kawah bagian barat membentuk

struktur kaldera. Prau vulkanik menghasilkan endapan piroklastik dan lava andesit

basaltis.

5.2.2 Episoda Kedua

Beberapa aktivitas vulkanik berkembang didalam kaldera, diantaranya:

G. Bisma, yaitu kawah tua yang terpotong membuka kearah barat, dengan

produknya berupa lava dan jatuhan piroklastik.

G. Seroja memperlihatkan umur lebih muda dengan tingkat erosi selope yang

kurang kuat dibandingkan G.Bisma. Produknya berupa lava berkomposisi

andesitis dan endapan piroklastika.

G.Nagasari, yaitu gunungapi composite, terdapat diantara Dieng-Batur dan

berkembang dari utara ke selatan.

29 |KULIAH KERJA LAPANGAN III

G. Palangonan dan Mardada memiliki kawah yang berlokasi kearah timur dari

Nagasari, masih memperlihatkan morfologi muda (bertekstur halus), serta

menghasilkan lava dan endapan piroklastika.

G. Pager Kandang (Sipandu) memiliki kawah pada bagian utara. Solfatara dan

fumarola tersebar sepanjang bagian dalam dan luar kawah dengan suhu 74oC,

serta batuan lava berkomposisi basaltis, yang tersingkap di dinding kawah.

G. Sileri, merupakan kawah preatik yang memperlihatkan aktivitas

hydrothermal berupa airpanas dan fumarola. Kawah ini telah aktif sejak dua

ratus tahun terahir, menghasilkan piroklastika jatuhan.

G. Igir Binem, adalah gunungapi strato yang memiliki dua kawah, disebut

dengan telaga warna, yang tingkat aktivitas hidrothermalnya cukup kuat.

Group G. Dringo-Paterangan terletak didalam daerah depresi Batur, terdiri

dari kawah komposite, menghasilkan lava andesitis dan piroklastik jatuahan.

5.2.3 Episoda Ketiga (Formasi Pasca Kaldera)

Gambar 5.2 Peta Geologi Dieng yang dibuat oleh Sukhyar (1994)

30 |KULIAH KERJA LAPANGAN III

Aktivitas gunungapi pada episoda ini, menghasilkan lava andesit biotit, jatuhan

piroklastik dan aktivitas hydrothermal

5.3 Sejarah Letusan Dieng

Sejak tahun 1600, kegiatan G.api Dieng tidak memperlihatkan adanya letusan

magmatik, tetapi lebih didominasi oleh aktivitas letusan freatik atau hydrothermal,

sebagaimana diperlihatkan oleh beberapa aktivitas yang telah diperlihatkan dalam

sejarah letusan.

Tabel 5.1

No Tahun Keterangan

1 1786 Kw. Dringo, Korban (?)

2 1825/1826 Kw. Pakuwojo

3 1847 Kawah (?), Hujan abu

4 1928 Kw. Timbang, 39 korban meninggal

5 1939 Kw. Timbang, 10 korban meninggal

6 1944 Kw. Sileri, 114 korban meninggal

7 1964 Kw. Sileri, erupsi lumpur

8 1979 Kw. Sinila, erupsi freatik dan gas racun, 149 korban meninggal

9 1984 Kw. Sileri, semburan lumpur

10 1986 Kw. Sileri, semburan lumpur

11 1991 & 1992 Peningkatan gempa

12 1993 Kw. Padang Sari, Muncul semburan lumpur

13 1996/1997 Kw. Padang Sari, semburan lumpur

14 2003 Kw. Sileri, erupsi freatik

15 2006 Kw. Sileri, erupsi freatik

16 Jan-09 Kw. Sibanteng, erupsi freatik

17 Sep-09 Kw. Sileri, erupsi lumpur

18 Mei 2011 Kw. Timbang munculnya aliran gas CO2

Kegiatan Vulkanik/Sejarah Erupsi Gunungapi Dieng

Sumber : Pos Pengamatan Gunungapi Dieng

31 |KULIAH KERJA LAPANGAN III

5.4 Karakteristik Sebaran Gas di Zona Barat dan Timur Kawasan Gunungapi

Dieng

5.4.1 Karakteristik Sebaran Gas di Zona Barat Kawasan Gunungapi Dieng

Erupsi freatik cukup sering terjadi di dataran tinggi Dieng, hal ini

diperlihatkan oleh jumlah kawah yang terbentuk, yaitu ± 70 buah dibagian timur dan

tengah komplek, serta ± 30 buah dibagian barat sector Batur. Sedikitnya 10 erupsi

freatik telah terjadi dalam kurun waktu 200 tahun terahir.Letusan freatik inilah yang

merupakan bentuk bahaya dari kompleks Gunung Dieng.

Menurut VSI erupsi freatik komplek Dieng dapat dibagi dalam dua katagori:

Erupsi tanpa adanya tanda-tanda (precursor) dari seismisitas, yaitu hasil dari

proses “self sealing” dari solfatar aktif (erupsi hydrothermal).

Erupsi yang diawali oleh gempabumi lokal atau regional, atau oleh adanya

retakan dimana tidak adanya indikasi panas bumi di permukaan. Erupsi dari

tipe ini umum terjadi di daerah Graben Batur, sebagaimana diperlihatkan oleh

erupsi freatik dari vulkanik Dieng pada Februari 1979. Aktivitas erupsi di

komplek Dieng termasuk dalam kategori kedua.

Pengukuran di lapangan dilakukan pada titik-titik yang ditentukan

berdasarkan data sekunder aliran gas dari Kawah Timbang.Pengukuran ini dilakukan

oleh Tim KKL 3 Fakultas Geografi UGM didampingi oleh petugas dari Pos

Pengamatan Gunungapi Dieng dengan menggunakan gas detector pada 3 titik di zona

barat.Berikut beberapa dokumentasi saat pengukuran dengan menggunakan gas

detector di lapangan.

32 |KULIAH KERJA LAPANGAN III

Gambar 5.3 Pengukuran Gas CO2 di Lapangan

Berdasarkan pengukuran di lapangan, kandungan gas CO2 dalam tanah pada

titik pengukuran tersebut ditemukan melebihi ambang batas yaitu 0.5 %

volume.Sedangkan kandungan gas CO2 yang ada di udara masih dalam batas aman

yaitu sebesar 0.03 % volume.Melalui hasil tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa

kandungan gas CO2 yang ada di dalam tanah lebih berbahaya daripada kandungan gas

yang berada di udara. Kandungan gas CO2 yang ada di dalam tanah ini akan keluar

jika ada retakan-retakan tanah. Retakan-retakan tanah tersebut bisa terjadi jika ada

gempa bumi maupun aktivitas manusia.Retakan tanah yang terjadi akibat aktivitas

manusia inilah yang sangat berpotensi besar dikarenakan aktivitas pertanian.Aktivitas

pertanian yang ada di kawasan Gunungapi Dieng ini sangat intensif dan membuat

degradasi lingkungan yang berat.Perlu diketahui bahwa kandungan gas CO2 sangat

berbahaya bagi manusia.Berikut beberapa karakteristik gas CO2 yang bisa dijadikan

acuan.

Tabel 5.2

No CO2 (% Volume) Keterangan

1 < 0.5 Aman

2 > 1.5 Segera dilakukan evakuasi

3 1.5 - 7.99 Sesak nafas, berkeringat, pusing, lemas

4 8 - 14.99 Pusing, mual, kehilangan kesadaran/pingsan

5 15 - 24.99 Kehilangan kesadaran

Kehilangan kesadaran secara cepat dan

berakibat kematian6 > 25

Sumber : Rangkuman dari Baxter, 2000; Faivre-Pierret and Le Guern, 1983

dan NIOSH, 1981

Kisaran Pengukuran Gas CO2 dan Dampak Terhadap Manusia

33 |KULIAH KERJA LAPANGAN III

Melihat karakteristik kawah di zona barat yang cenderung memiliki erupsi

freatik maka muncul juga karakteristik gas yang keluar dari kawah tersebut berupa

gas H2S. Gas ini merupakan gas berbahaya dan dapat menyebabkan dampak yang

signifikan bagi kehidupan makhluk hidup utamanya manusia atau penduduk yang

tinggal di sekitar wilayah sebaran gas tersebut. Kawah-kawah yang termasuk ke

dalam zona barat diantaranya adalah kawah timbang, sinila, dan candradimuka.

Berikut disajikan tabel dampak gas H2S terhadap manusia.

Tabel 5.3

Berdasarkan Tabel 5.2 dan 5.3 perlu diperhatikan dengan seksama masing-

masing karakteristik gas dan dampaknya. Semakin besar kadarnya dalam tubuh dan

semakin lama terpapar gas maka akan membuat dampak buruk bagi manusia bahkan

dapat mengalami kematian.

No Konsentrasi (PPM) 0 - 2 Menit 2 - 15 Menit 15 - 30 Menit 30 - 60 Menit

Dapat dicium Dapat dicium Dapat dicium Dapat dicium

sebagai telur diijinkan bekerja selama 8 jam

busuk tanpa masker

Dapat dicium Dapat dicium Dapat dicium Merangsang

sebagai telur syaraf

busuk pernapasan ringan

Dapat dicium Batuk-batuk Mata pedih Merangsang

sebagai telur merangsang syaraf pencium kerongkongan

busuk mata lumpuh

Syaraf Merangsang mata Merangsang mata

penciuman dan kerongkongan dan kerongkongan

lumpuh

Merangsang mata Mata pedih Merangsang mata Sukar bernapas

syaraf pencium dan kerongkongan

lumpuh

Merangsang mata Merangsang Sukar bernafas Kepala pusing

syaraf pencium mata dan

lumpuh kerongkongan

Batuk-batuk Sukar Kerja jantung Kekuatan tubuh

Tidak sadar bernafas terganggu melemah

collapse meninggal

Tidak sadar collapse Meninggal

meninggal

Sumber : Pos Pengamatan Gunungapi Dieng

Dampak Gas H2S Terhadap Manusia

7

8

10 - 50

50 - 100

100 - 150

150 - 250

250 - 350

350 - 450

450 - 600

600 - 1000

1

2

3

4

5

6

34 |KULIAH KERJA LAPANGAN III

5.4.2 Karakteristik Sebaran Gas di Zona Timur Kawasan Gunungapi Dieng

Karakteristik sebaran gas di zona timur kawasan gunungapi Dieng juga

memiliki karakteristik yang sama dengan zona barat. Namun, pada zona timur ini

sebaran gas yang ada meliputi gas-gas berbahaya berupa H2S dan SO2. Gas H2S

muncul lagi pada zona timur ini disebabkan oleh adanya air pada kawah zona timur.

Kemudian adanya SO2 kemungkinan disebabkan aktivitas magmatic yang masih

bergejolak di bawah kawah. Gas H2S dan SO2 ini sangat berbahaya bagi manusia jika

kadarnya terlalu banyak. Berikut beberapa karakteristik gas H2S dan SO2.

Tabel 5.4

No Konsentrasi (PPM) 0 - 2 Menit 2 - 15 Menit 15 - 30 Menit 30 - 60 Menit

Dapat dicium Dapat dicium Dapat dicium Dapat dicium

sebagai telur diijinkan bekerja selama 8 jam

busuk tanpa masker

Dapat dicium Dapat dicium Dapat dicium Merangsang

sebagai telur syaraf

busuk pernapasan ringan

Dapat dicium Batuk-batuk Mata pedih Merangsang

sebagai telur merangsang syaraf pencium kerongkongan

busuk mata lumpuh

Syaraf Merangsang mata Merangsang mata

penciuman dan kerongkongan dan kerongkongan

lumpuh

Merangsang mata Mata pedih Merangsang mata Sukar bernapas

syaraf pencium dan kerongkongan

lumpuh

Merangsang mata Merangsang Sukar bernafas Kepala pusing

syaraf pencium mata dan

lumpuh kerongkongan

Batuk-batuk Sukar Kerja jantung Kekuatan tubuh

Tidak sadar bernafas terganggu melemah

collapse meninggal

Tidak sadar collapse Meninggal

meninggal

Sumber : Pos Pengamatan Gunungapi Dieng

Dampak Gas H2S Terhadap Manusia

7

8

10 - 50

50 - 100

100 - 150

150 - 250

250 - 350

350 - 450

450 - 600

600 - 1000

1

2

3

4

5

6

35 |KULIAH KERJA LAPANGAN III

Tabel 5.5

No Macam Gas PPM Keterangan

Karbon Di Udara

Monoksida Tidak Berbau

(CO) Tidak Berwarna (Putih Asap)

Karbon Di Udara

Dioksida Tidak Berwarna (Putih Asap)

(CO2) Tidak Berbau

Hydrogen Di Udara

Sulfida Tidak Berwarna/Asap

(H2S) Berbau

Amoniak Di Udara

(NH3) Berbau

Tidak Berwarna

5 HCN 10 -

6 H3As 0.05 -

Flour Di Udara

(F2) Berwarna Kuning Muda

Asam Di Udara

Flourida (HF) Tidak Berwarna/Putih

Chlour Di Udara

(Cl2) Berwarna Kuning Muda

Asam Di Udara

Khlorida (HCl) Tidak Berwarna/Putih

Asam Cairan Tidak Berwarna

Sulfat (H2SO4) 1 MG M EXP. 3

Belerang Di Udara

Dioksida Tidak Berwarna/Putih

(SO2) Berbau

13 NO2 5 -

100

5

Sumber : Pos Pengamatan Gunungapi Dieng

Karakteristik Gas Beracun

1

5

1

2

3

4

12

5000

20

9

10

11

50

0.1

3

1

7

8

36 |KULIAH KERJA LAPANGAN III

Kedua gas tersebut termasuk berbahaya dan telah dibuktikan melalui

penelitian yang ada. Melalui pengukuran lapangan ditemukan bahwa gas-gas muncul

di daerah tempat wisata dan sering dikunjungi oleh wisatawan. Tempat tersebut

berada di Telaga Warna dan Kawah Sikidang. Berikut beberapa dokumentasi dari

pengukuran lapangan yang telah dilakukan.

Gambar 5.4 Pengukuran Gas di Telaga Warna

Gambar 5.5 Pengukuran Gas di Kawah Sikidang

37 |KULIAH KERJA LAPANGAN III

Berdasarkan pengukuran di lapangan yang dilakukan di Telaga Warna dan

Kawah Sikidang didapatkan hasil bahwa di kedua tempat tersebut didominasi oleh

gas H2S dan SO2. Gas tersebut berada di dalam tanah dan keluar dari kawah. Pada

lokasi Telaga Warna ditemukan kandungan gas H2S dalam tanah melebihi ambang

batas dan sangat berbahaya bagi manusia. Kemudian pada lokasi Kawah Sikidang

juga ditemukan gas yang didominasi oleh gas SO2 dengan kadar yang cukup banyak.

Apabila terpapar dalam waktu yang cukup lama maka akan mengakibatkan kondisi

yang berbahaya. Pada kedua lokasi wisata tersebut direkomendasikan untuk

memberikan papan peringatan agar jangan terlalu dekat dengan bibir kawah dan

jangan terlalu lama berada di objek tersebut.

5.4.3 Karakteristik Sebaran Gas di Kawasan Gunungapi Dieng

Sebaran gas yang ada di kawasan Gunungapi Dieng tidak selalu keluar

melalui kawah-kawah yang ada di daerah tersebut. Akan tetapi juga akan keluar

melalui retakan-retakan tanah di daerah sekitarnya. Salah satu faktor yang membuat

retakan tanah dapat terbentuk adalah gempa bumi yang berada di patahan-patahan

sekitar daerah tersebut.

38 |KULIAH KERJA LAPANGAN III

Gambar 5.6 Peta Sebaran Gas CO2 Sebagian Kompleks Gunungapi Dieng

Sesar-sesar mengepung daerah barat dari kawasan Gunungapi Dieng dan ini

mengindikasikan bahwa daerah ini sangat rentan akan keluarnya gas dari retakan-

retakan tanah. Apabila aktivitas kawah meningkat maka dapat dipastikan

permukiman yang ada di sekitar kawah maupun sesar tersebut akan terkena dampak

dari aktivitas kawah yaitu dapat berupa gas yang keluar dari retakan tanah. Kemudian

juga daerah-daerah tersebut juga akan mendapatkan bahaya berupa kerusakan yang

cukup parah jika ada gempa bumi. Oleh karena itu daerah tersebut perlu mendapatkan

perhatian dan perlu langkah strategis dalam kaitannya dengan pengelolaan

kebencanaan.

5.5 Analisis Kerawanan Bencana Gas CO2

Salah satu upaya untuk mengurangi risiko bencana adalah membuat sebuah

peta kerawanan. Pengurangan risiko bencana akan maksimal apabila masyarakat

dapat langsung berperan serta. Elemen risiko dari sebuah bencana tentunya berbeda –

39 |KULIAH KERJA LAPANGAN III

beda, salah satunya adalah masyarakat atau penduduk yang tinggal di daerah rawan

bencana. Peran serta masyarakat sangat diperlukan dalam upaya pengurangan risiko,

karena warga masyarakat secara langsung dapat terlibat dalam upaya pengurangan

risiko tersebut.

Penanganan bencana pada masing – masing daerah tidak selalu sama, hal ini

harus disesuaikan dengan tipe atau jenis bencana yang ada pada daerah tersebut.

Penanganan bencana erupsi gunungapi berbeda dengan penanganan bencana

munculnya gas beracun.Penanganan bencana gas beracun tidak cukup dengan hanya

sebatas tindakan responsif atau sesaat setelah terjadi bencana. Namun diperlukan

pemantauan terus menerus, terhadapa titik – titik munculnya gas beracun tersebut.

Gas merupakan sebuah obyek yang mematikan namun kasat mata, dan tingkat

persebarannya tidak dapat diketahui secara pasti. Pemantauan titik gas beracun juga

tidak sebatas hanya memantau titik tersebut, namun juga melibatkan parameter lain,

seperti kejadian gempa, letak sesar dan kelurusan, arah angina, serta jarak dengan

pemukiman. Untuk daerah yang diteliti adalah daerah sekitar Kawah Timbang yang

sempat meletus pada tahun 2011 lalu.

40 |KULIAH KERJA LAPANGAN III

Gambar 5.7 Peta Kerawanan Gas CO2 Kawah Timbang

41 |KULIAH KERJA LAPANGAN III

Peta kerawanan yang dihasilkan dari kombinasi antara beberapa parameter

serta data pengukuran lapangan merupakan salah satu output yang dapat dijadikan

sebagai upaya pengurangan becana. Peta kerawanan yang dihasilkan mempunyai tiga

kelas kerawanan, yaitu kerawanan kelas III,II, dan I. Zonasi tingkat kerawanan

berdasarkan parameter tingkat konsentrasi gas CO2 di dalam tanah, letak lembah,

letak patahan serta dengan modifikasi peta KRB dari BNPB.

Kelas kerawanan III merupakan kelas yang paling tinggi.Kelas kerawanan III

merupakan daerah yang terletak di sekitar lembah yang menjadi jalur gas CO2 dari

kawah timbang. Konsentrasi gas CO2 yang terdapat pada wilayah kerawanan III

sangat tinggi dan melebihi ambang batas normal kadar CO2 di udara. Hasil

pengukuran gas CO2 di lapangan pada KRB III menunjukkan bahwa kadar CO2

dalam tanah melebihi ambang batas, yaitu lebih dari 5%.

Gambar 5.8 Pengukuran Gas CO2 di Dusun Kalimati

(Sumber Foto: Agus Winoto, 13 Januari 2014)

Kadar gas CO2 dalam tanah pada KRB III sangat tinggi disebabkan pada

wilayah tersebut banyak gas CO2 yang terjebak ddidalam tanah akibat dari

42 |KULIAH KERJA LAPANGAN III

meletusnya Kawah Timbang.Daerah ini terletak pada lembah yang menjadi jalur gas

CO2 dari Kawah Timbang.Wilayah ini juga terdapat sesar yang mempunyai potensi

untuk keluarnya gas CO2 dari dalam tanah dengan intensitas yang sangat tinggi

apabila terjadi gempa lokal ataupun gempa volkanik.

Blok pemukiman yang berada disekitar KRB III mempunyai potensi untuk

terkena gas CO2. Berdasarkan data historis yang diperoleh dari PVMBG, gas CO2

mempunyai jarak tempuh yang cukup jauh yaitu sejauh ±700 m. Peta Kerawanan

menunjukkan bahwa sebagian blok pemukiman yang berada di Desa Sumberejo

mempunyai tingkat potensi terkena mempunyai jarak yang sangat dekat dengan

lembah yang menjadi jalur gas CO2.

Gambar 5.9 Kondisi Kawah Timbang

(Sumber Foto: Aldhila Gusta 12 Januari 2014)

Wilayah KRB II mempunyai tingkat kerawanan kandungan gas dalam tanah

tinggi dan mempunyai potensi keluarnya gas dari sesar apabila terjadi gempa.Wilayah

43 |KULIAH KERJA LAPANGAN III

KRB II ini lebih luas jika dibandingkan dengan wilayah KRB III.Luas masing –

masing KRB ini sesuai dengan peta KRB dari BNPB, selanjutnya dilakukan

modifikasi dengan memperhatikan letak sesar dan sebaran konsentrasi gas CO2.KRB

II bukan jalur gas CO2 namun memiliki potensi terkena gas CO2 yang dihasilkan dari

sesar yang banyak terdapat di dalamnya. Wilayah blok pemukiman yang berpotensi

terkena becana di KRB II ini antara lain Desa Gempol dan Desa Sumberejo.

Gas beracun CO2 dari kawah timbang kemungkinan masih dapat menjangkau

wilayah KRB II ini.Jika dilihat dari peta yang dihasilkan KRB II masih terdapat pada

range area radius 1 km. Namun sebaran gas CO2 dari kawah timbang dapat terhalang

dengan adanya lembah dan sungai yang berada di sekitar jalur keluarnya gas CO2

tersebut. Gas CO2 mempunyai dua sifat, yaitu apabila gas CO2 diikuti oleh embun,

gas CO2akan mengalir seperti air mengikuti gravitasi karena mempunyai berat jenis

yang lebih berat. Sifat yang kedua adalah apabila gas CO2 tidak mengikat uap air,

maka gas CO2 mempunyai masa jenis lebih rendah. Masa jenis gas yang lebih rendah

tersebut akan mudah hilang apabila terkena sinar matahari. Gas CO2 yang terikat oleh

uap air, akan cenderung mengikuti lembah, sehingga semakin mudah untuk diprediksi

dan dlakukan penanganan apabila terjadi gempa

Wilayah KRB I merupakan wilayah dengan kadungan gas CO2 dalam tanah

diluar ambang batas.Meskipun masuk dalam wilayah KRB I, wilayah ini jauh dari

sumber gas beracun CO2.Wilayah KRB ini mempunyai topografi yang lebih tinggi

dibandingkan wilayah KRB III dan KRB II.Sehingga potensi untuk terkena dampak

gas beracun lebih kecil.Topografi yang tinggi dengan morfologi berbukit

menyebabkan kemungkinan terkena dampak dari gas CO2 semakin kecil. Letak sesar

yang berada di utara menjadi salah satu ancaman dapat mengancam keberadaan

pemukiman di sekitar wilayah KRB I, seperti Desa Pekasiran, Desa Pasurenan, dan

Desa Batur. Penjelasan tentang karakteristik masing – masing wilayah KRB I, II, dan

III dapat dilihat pada profil penampang melintang Gambar 5.10

44 |KULIAH KERJA LAPANGAN III

Gambar 5.10 Penampang Melintang Sebagian Kawah Timbang

45 |KULIAH KERJA LAPANGAN III

Desa Sumberejo dan desa Gembol merupakan desa yang memiliki tingkat

kerawanan tinggi untuk terkena dampak dari bencana gas beracun.Selain ancaman

dari kawah Timbang, ancaman juga muncul dari kawah Sinila yang berada di atas

kawah Timbang dengan letak topografi yang lebih tinggi.Mengingat sifat gas CO2

yang bergerak seperti air, yaitu mengikuti gravitasi. Tingkat kelembaban yang tinggi

pada Kompleks Gunungapi Dieng menyebabkan gas CO2 cenderung terikat oleh uap

air, sehingga mempunyai masa jenis lebih berat dan bergerak sesuai gravitasi.

Akses jalan yang menjadi jalur evakuasi yang berada di sekitar daerah Kalisat

menjadi jalur bergeraknya gas CO2 yang berasal dari Kawah Timbang. Berdasarkan

fakta yang terjadi di lapangan pada saat terjadi bencana gas beracun, akses jalan

tersebut menjadi terputus disebabkan jalan yang digunakan menjadi jalur gas CO2,

Upaya mitigasi yang dapat dilakukan adalah mengevakuasi masyarakat ke arah atas,

yaitu ke arah Kecamatan Batur karena untuk melakukan evakuasi kearah Dieng tidak

mungkin dilakukan. Terputusya jalur evakuasi yang disebabkan gas CO2 tersebut,

juga dapat menjadi masukan untuk Pemangku Kepentingan (Stakeholders) terkait,

guna mencari solusi dengan mencari jalan alternative saat terjadi bencana gas

beracun. Tingkat kerentanan masyarakat Desa Sumberejo dan Gembol akan semakin

tinggi apabila bencana munculnya gas beracun terjadi pada saat malam hari. Karena

gas merupakan suatu obyek yang kasat mata, maka akan sulit dikenali pada saat

malam hari

46 |KULIAH KERJA LAPANGAN III

Gambar 5.11 Pengukuran Gas CO2 di Dusun Kalimati

5.6 Persepsi Masyarakat Dieng Terhadap Gas Beracun

Gas beracun yang menjadi salah satu permasalahan di dieng plateu memiliki

dampak yang cukup serius bagi perkembangan masyarakat sekitar. Berdasarkan hasil

wawancara terhadap 25 masyarakat di 3 desa yang rawan gas beracun diantaranya

desa kaliputih, desa sumberejo, dan desa simbar serang didapatkan beberapa data

tentang persepsi masyarakat dalam menghadapi bencana gas beracun. Hasil

wawancara menunjukkan bahwa sebagian besar warga yaitu hampir 95% mengetahui

bahwa daerah mereka rawan terhadap bencana gas beracun dan hampir 30%

masyarakat mengetahui asal dari munculnya gas beracun yaitu dari adanya intensitas

maupun besarnya gempa vulkanik atau rekahan lereng yang terbentuk. Besarnya

dampak dari gas-gas yang terkomposisi dalam gas beracun masih belum diketahui

oleh masyarakat hal ini terlihat dari kurangnya pengetahuan masyarakat tentang

kandungan gas yang berbahaya. Masyarakat mengetahui hanya sebatas gas yang

47 |KULIAH KERJA LAPANGAN III

berbahaya tanpa mengetahui komposisi lebih detail seperti gas CO, CO2, H2S

(belerang) dan Sulfur.

Gambar 5.12 Diagram Pengetahuan Lokasi Tempat Tinggal Rawan Bencana

Peristiwa keluarnya gas beracun cukup sering terjadi, namun terkadang

intensitas gas yang di keluarkan tidak banyak sehingga tidak mengganggu kehidupan

masyarakat sekitar. Berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap beberapa

masyarakat, hampir 84% masyarakat telah mengalami adanya peristiwa gas beracun

dan sebagian besar akibat adanya peristiwa tersebut masyarakat mengalami gangguan

infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) sebanyak 68% sedangkan untuk korban jiwa

hampir tidak ada hanya 8 %. Berdasarkan hasil wawancara masyarakat, pertanda akan

keluarnya gas beracun berasal dari bunyi gemuruh dari kawasan kawah gunungapi

yang diikuti oleh kematian hewan maupun tumbuhan secara mendadak.

Upaya masyarakat ketika ada tanda-tanda akan adanya gas beracun seperti

bunyi gemuruh dari kawasan kawah makan masyarakat akan berlari untuk mengungsi

48 |KULIAH KERJA LAPANGAN III

menjauhi lereng atau lembah. Waktu keluarnya gas beracun sebanyak 32%

masyarakat mengetahui dari aktivitas didanau kawah, sebanyak 24% masyarakat

mengetahui ketika musim hujan, 16% masyarakat mengetahui setelah gempa atau

ketika mendung, dan sebanyak 28% masyarakat tidak mengetahui waktu-waktu

tertentu gas beracun keluar. Penyebab lain gas beracun keluar selain dari aktivitas

didanau kawah adalah dari rekahan tanah sebanyak 36% masyarakat memilih

penyebabnya. Kemudian disusul dengan curah hujan yang tinggi sehingga kondisi

tanah semakin gembur dan mudah untuk merekah oleh sebab itu ketika musim hujan

dengan curah hujan yang tinggi beberapa masyarakat sudah mulai memperhatian

kondisi alam sekitar untuk mengetahui pergerakan gas CO2 dari rekahan tanah yang

cukup membahayakan.

Gambar 5.13 Diagram Pengetahuan Masyarakat tentang Kemunculan Gas

Beracun

49 |KULIAH KERJA LAPANGAN III

Gas CO2 yang aktif keluar dari kawah timbang sudah memiliki jalur

perjalanan tersendiri yaitu menuruni lembah dan mengikuti alur ke kalisat sedangkan

apabila hanya terjadi gempa dan terjadi rekahan tanah, hal ini yang cukup

mengkhawatirkan sebab rekahan tanah masih belum dapat di prediksi oleh sebab itu

apabila terjadi gempa masyarakat dihimbau untuk mengungsi kearah barat menjauh

dari kawah. Adanya peristiwa keluarnya gas beracun sangat berdampak kerugian baik

keselamatan jiwa maupun kerugian harta benda sehingga masih sangat perlu

dilakukan upaya sosialisasi terkait bahaya gas beracun, waktu yang sering keluarnya

gas beracun serta upaya mitigasi yang paling utama ketiga gas beracun mulai terasa.

Berdasarkan hasil wawancara terhadap beberapa masyarakat didapatkan

bahwa sebagian besar dampak kerugian terbesar akibat adanya fenomena gas beracun

adalah kerusakan lahan pertanian yang berimbas pada aktivitas ekonomi yang

menurun. Kematian penduduk tidak menimbulkan banyak korban begitu pula dengan

adanya kerusakan kesehatan (pernafasan) juga hampir tidak menimbulkan korban

jiwa. Berbeda dengan keluarnya gas beracun dari kawah timbang tahun 1978 yang

menimbulkan banyak korban jiwa, hal ini mengindikasikan bahwa upaya mitigasi dan

pengetahuan penduduk mengenai kondisi alam sekitar meningkat lebih baik.

Fenomena gas beracun cukup menganggu kehidupan masyarakat bahkan

terdapat masyarakat yang beranggapan bahwa gas beracun merupakan sebuah

bencana meskipun demikian masyarakat untuk pindah lokasi rumah namun menolak.

Sebanyak 52% masyarakat yang diwawancara memberikan alasan tidak akan pindah

50 |KULIAH KERJA LAPANGAN III

karena berkaitan dengan tempat mencari nafkah, 28% masyarakat beralasan tidak

memiliki tanah di lain tempat dan 20% masyarakat beralasan adanya warisan dari

orang tua. Kondisi permukiman yang sangat dengan kawah maupun tebing sangat

beresiko terkena dampak gas beracun. Oleh karenanya sosialisasi serta pemantauan

kondisi lingkungan harus senantiasa diperhatikan agar tidak menimbulkan korban

jiwa.

Gambar 5.14 Diagram Alasan Masyarakat Tetap Tinggal di Dieng

5.7 Upaya Mitigasi dan Kearifan Lokal dalam Menanggapi Bencana Gas

Beracun

Upaya mitigasi yang dilakukan masyarakat sekitar kawah Timbang untuk

mengetahui pergerakan gas beracun salah satunya bekerjasama dengan pengeboran

gas alam GeoDipa. Ketika GeoDipa melakukan pengeboran dan tersendat/tersumbat

51 |KULIAH KERJA LAPANGAN III

maka dapat diketahui terjadi peningkatan aktivitas di kawah timbang sehingga

masyarakat diharapkan untuk selalu waspada. Karakteristik gas CO2 yang unik, yaitu

tidak berwarna dan berbau cukup menyulitkan dalam proses identifikasi, namun

masyarakat sekitar mengetahui dari bau belerang terlebih dahulu yang kemudian

diikuti oleh gas beracun sehingga apabila masyarakat telah mencium bau belerang

maka masyarakat segera mengungsi kearah barat seperti yang terjadi pada tahun 2013

ketika aktivitas kawah Timbang meningkat.

Masyarakat dieng dan sekitarnya yang memiliki fenomena alam gas beracun

mampu living harmony with disaster yaitu hidup berdampingan dengan bencana

sehingga ketika bencana gas beracun muncul masyarakat tidak mengalami kepanikan.

Masyarakat mampu membentengi diri dengan beberapa kearifan lokal sebagai

pertanda akan datangya bencana gas beracun. Salah satunya adalah ketika cuaca

mendung dan cukup banyak kabut, masyarakat mulai membakar ban di sekitar kawah

timbang dengan radius beberapa ratus meter sebagai pertanda keluarnya gas beracun,

hingga saat ini gas beracun banyak dikeluarkan dari kawah Timbang. Saat

pembakaran ban, api tidak akan mati meskipun hujan deras atau angin namun api

akan mati ketika ada gas CO2 sehingga masyarakat menggunakan cara demikian

sebagai pertanda adanya gas CO2 yang keluar dan telah mencapai jarak tertentu. oleh

karena itu masyarakat segera menyelamatkan diri dengan membawa kain basah

sebagai salah satu alat evakuasi. Kain basah atau handuk basah digunakan untuk

menutup hidung dan mulut agar tidak menghirup gas beracun. Kondisi handuk yang

52 |KULIAH KERJA LAPANGAN III

masah mampu menghambat partikel-partikel gas beracun masuk kedalam paru-paru.

Namun efektivitas dari handuk basah ini hanya 5 menit sehingga dengan handuk

basah merupakan salah satu usaha penyelamatan diri yang pertama mengingat gas

beracun terutama CO2 memiliki karakteristik tidak berwarna dan berbau yang

keberadaannya sulit dikenali.

Upaya yang telah dilakukan oleh stakeholder setempat adalah menghimbau

warga untuk selalu memperhatikan kondisi cuaca ketika akan melakukan aktivitas di

sekitar kawah Timbang. Ketika cuaca mendung dan berkabut tanpa sinar matahari,

masyarakat dilarang mendekati kawah Timbang sebab saat cuaca yang demikian gas

beracun lebih intensif keluar.

53 |KULIAH KERJA LAPANGAN III

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Karakteristik persebaran gas (CO2) dipengaruhi oleh letak lembah, keberadaan

sesar, dan kandungan CO2. Sifat gas CO2 yang dapat mengikat uap air menyebabkan

gas tersebut dapat mengalir melewati lembah Kalisat ke arah selatan. Lembah Kalisat

merupakan lembah yang berhulu di kawah Timbang. Selain itu semburan gas dapat

keluar melalui rekahan dan sesar jika terjadi gempabumi. Gas yang keluar tersebut

merupakan gas-gas yang terperangkap di dalam tanah akibar proses hidrotermal.

2. Kerawanan gas CO2 di Kawah Timbang terbagi menjadi tiga, yaitu Kelas

Kerawanan III terletak di sekitar lembah yang menjadi jalur gas CO2 dari kawah

timbang. Kelas kerawanan ini memiliki sesar yang mempunyai potensi untuk

keluarnya gas CO2 dari dalam tanah dengan intensitas yang sangat tinggi apabila

terjadi gempa lokal ataupun gempa volkanik. Pemukiman yang berpotensi terkena

becana adalah Desa Sumberejo. Kelas Kerawanan II merupakan wilayah dengan

kandungan gas dalam tanah tinggi dan mempunyai potensi keluarnya gas dari sesar

apabila terjadi gempa. Pemukiman yang berpotensi terkena becana di KRB II ini

antara lain Desa Gempol dan Desa Sumberejo. Kelas Kerawanan I merupakan

wilayah yang memiliki kadungan gas CO2 dalam tanah diluar ambang batas.

Meskipun masuk dalam wilayah KRB I, wilayah ini jauh dari sumber gas beracun

CO2.

3. Persepsi masyarakat terhadap gas beracun yang keluar dari kawah di kawasan

gunungapi Dieng sebagai besar telah menujukkan kesiapsiagaan dengan mengetahui

kondisi wilayah yang rawan terhadap bencana gas beracun, mengetahui karakteristik

tanda-tanda ketika gas beracun keluar dari kawah maupun rekahan, namun

pengetahuan mengenai kandungan komposisi dari gas beracun masih kurang sehingga

masih perlu dilakukan sosialisasi terkait gas beracun.

54 |KULIAH KERJA LAPANGAN III

4. Bentuk mitigasi bencana gas beracun yang dilakukan masyarakat dengan cara

sederhana namun cukup efektif dalam mendeteksi keberadaan gas beracun terutama

gas CO2 yang tidak terlihat secara kasat mata. Selain mitigasi yang dilakukan

masyarakat, kearifan lokal yang sudah terbentuk menjadikan masyarakat selalu

waspada sehingga mampu mengurangi dampak kerugian ketika gas beracun keluar.

Terutama mengurangi hingga meniadakan korban jiwa.

6.2. Saran

1. Diperlukan Peta yang menginformasikan tentang Kawasan Rawan Bencana yang

mudah dipahami oleh masyarakat setempat, sehingga dapat mengurangi risiko

bencana yang dapat ditimbulkan oleh bencana Gas CO2

2. Diperlukan sosialisasi mengenai dampak bahaya gas beracun serta komposisi yang

terkandung didalam gas beracun sehingga masyarakat semakin waspada dan

mengurangi jumlah korban jiwa.

3. Kegiatan simulasi tanggap bencana perlu untuk dilakukan oleh masyarakat apabila

terjadi bencana munculnya gas beracun (CO2), disebabkan terbatasnya akses jalan

untuk melakukan evakuasi bencana.

55 |KULIAH KERJA LAPANGAN III

DAFTAR PUSTAKA

Badan Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Dieng 2014

Bemmelen, R. W. V.,1949, The Geology of Indonesia vol. 1A General Geology of

Indonesia and Adjacent Archipelagos, Government Printing Office, The Hague.

Dana, Isya Nurrahmat. 2010. Pengertian Dasar Gunungapi. Kementrian Energi Dan

Sumber Daya Mineral Badan Geologi PVMBG

Dibyosaputro,Suprapto. 2014. Rangkuman Gunungapi Dieng. Jurusan Geografi Ilmu

Lingkungan, Yogyakarta : UGM

Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. 2006. Gunung Api.

Kementrian Energi Dan Sumber Daya Mineral Badan Geologi PVMBG

Marfai, Muh Aris. 2011. Pengelolaan Kebencanaan di Indonesia. Prodi GIL, F.

Geografi, Yogyakarta : UGM

Rahmawati, dan A. Patunru, Syahrani. Penuntun Praktikum Kimia Air.

Makassar.2011

Santoro, Djoko. 2003. Volkanologi Fisik. ITB

Sasongko, Harry. 2008. H2S Monitoring And Safety. Elnusa : Jakarta

http://www.esdm.go.id/batubara/doc_download/490-pengenalan-gunung-api.html