kajian pustaka Pemda, Kebijakan Publik, City Branding

48
A. Pemerintahan Daerah 1. Pengertian Pemerintahan Daerah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi. Daerah provinsi itu dibagi lagi atas daerah kabupaten dan daerah kota. Setiap daerah provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota mempunyai pemerinthan daerah yang diatur dengan undang-undang. Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mngurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan (perwiranto:2011,11). Menurut Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal 1, Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi seluas-luasnya dalam system dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945. Harris dalam Nurcholis (2007) menjelaskan bahwa pemerintahan daerah adalah pemerintahan yang diselenggarakan oleh badan-badan daearah yang dipilih

Transcript of kajian pustaka Pemda, Kebijakan Publik, City Branding

A. Pemerintahan Daerah

1. Pengertian Pemerintahan Daerah

Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas

daerah-daerah provinsi. Daerah provinsi itu dibagi lagi

atas daerah kabupaten dan daerah kota. Setiap daerah

provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota mempunyai

pemerinthan daerah yang diatur dengan undang-undang.

Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan

kota mengatur dan mngurus sendiri urusan pemerintahan

menurut asas otonomi dan tugas pembantuan

(perwiranto:2011,11).

Menurut Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah pasal 1, Pemerintahan Daerah adalah

penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah

daerah dan DPRD menurut asas otonomi seluas-luasnya

dalam system dan prinsip Negara Kesatuan Republik

Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang

Dasar 1945. Harris dalam Nurcholis (2007) menjelaskan

bahwa pemerintahan daerah adalah pemerintahan yang

diselenggarakan oleh badan-badan daearah yang dipilih

secara bebas dengan tetap mengakui supremasi

pemerintahan nasional.

Hoessein dalam Indardi (2008:15) mengungkapkan

bahwa pemerintahan daerah atau local government dapat

mengandung 3 makna yaitu:

- Pertama, local government dalam pengertianpemerintah lokal yang dipertukarkan denganlocal authority yang mengacu pada organ ataustruktur, yakni council atau DPRD dan mayor ataukepala daerah (bupati/walikota).

- Kedua, local government dalam pengertian lokalyang dilakukan pemerintah lokal sesuaikewenangan yang diberikan oleh pemerintahpusat.

- Ketiga, local government dalam pengertian sebagaidaerah otonom, yaitu sebagai kesatuanmasyarakat hokum yang berada pada batas-bataswilayah tertentu yang berwenang mengatur danmengurus urusan pemerintahan menurut prakarsasendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.

De Guzman dan Taples dalam Nurcholis (2007),

menyebutkan unsur-unsur pemerintahan daerah yaitu :

a. Pemerintahan daerah adalah subdivisi politikdari kedaulatan bangsa dan Negara;

b. Pemerintahan daerah diatur oleh hokum;c. Pemerintahan daerah mempunyai badanpemerintahan yang dipilih oleh penduduksetempat;

d. Pemerintahan daerah menyelenggarakan kegiatanberdasarkan peraturan perundangan;

e. Pemerintahan daerah memberikan pelayanandalam wilayah jurisdksinya.

2. Peran Pemerintahan Daerah

Dijelaskan bahwa lahirnya pemerintah pada

awalnya adalah untuk menjaga suatu sistem

ketertiban di dalam masyarakat, sehingga masyarakat

tersebut bisa menjalankan kehidupan secara wajar

(Rasyid, 2002: 13). Seiring dengan perkembangan

masyarakat modern yang ditandai dengan meningkatnya

kebutuhan, maka peran pemerintah berubah menjadi

melayani. Dengan kata lain, hakekat dari pemerintah

modern adalah pelayanan kepada masyarakat.

Berdasarkan pandangannya tersebut maka, Rasyid

(2002: 14-17) memetakan dan menyebutkan secara umum

tugas-tugas pokok pemerintahan mencakup:

a. Menjamin keamanan negara dari segalakemungkinan serangan dari luar, dan menjagaagar tidak terjadi pemberontakan dari dalamyang dapat menggulingkan pemerintahan yangsah melalui cara-cara kekerasan.

b. Memelihara ketertiban dengan mencegahterjadinya gontok- gontokan diantara wargamasyarakat, menjamin agar perubahan apapunyang terjadi di dalam masyarakat dapatberlangsung secara damai.

c. Menjamin diterapkannya perlakuan yang adilkepada setiap warga masyarakat tanpamembedakan status apapun yangmelatarbelakangi keadaan mereka.

d. Melakukan pekerjaan umum dan memberikanpelayanan dalam bidang-bidang yang tidakmungkin dikerjakan oleh pemerintah atau yangakan lebih baik dikerjakan oleh pemerintah.

e. Melakukan upaya-upaya untuk meningkatkankesejahteraan sosial: membantu orang miskindan memelihara orang cacat, jompo dan anakterlantar; menampung seta menyalurkan paragelandangan ke sektor kegiatan yangproduktif, dan semacamnya.

f. Menerapkan kebijakan ekonomi yangmenguntungkan masyarakat luas, sepertimengendalikan laju inflasi, mendorongpenciptaan lapangan kerja baru, memajukanperdagangan domestik dan antar bangsa, sertakebijakan lain yang secara langsung menjaminpeningkatan ketahanan ekonomi negaramasyarakat.

g. Menerapkan kebijakan untuk memelihara sumberdaya alam dan lingkungan hidup, seperti tanahair, tanah dan hutan.

Lebih lanjut Rasyid, meyatakan bahwa tugas-tugas

pokok tersebut dapat diringkas menjadi 3 (tiga) fungsi

hakiki yaitu: pelayanan (service), pemberdayaan

(empowerment), dan pembangunan (development). Pelayanan

akan membuahkan keadilan dalam masyarakat,

pemberdayaan akan mendorong kemandirian masyarakat,

dan pembangunan akan menciptakan kemakmuran dalam

masyarakat.

B. Kebijakan Publik

1. Pengertian Kebijakan Publik

Guna memahami mengenai kebijakan publik dapat

dilihat dari pengertian kebijakan publik. Pengertian

kebijakan publik dapat dilihat berasarkan beberapa

pendapat tokoh kebijakan. Menurut Laswell dan Kaplan

dalam Nugroho (2011:93) menyatakan bahwa kebijakan

sebagai suatu program yang diproyeksikan dengan

tujuan-tujuan tertentu, nilai-nilai tertentu, dan

praktik-praktik tertentu (a projected program of goals, values,

and practices). Selanjutnya, Frederich seperti dikutip

oleh Abdul Wahab (2008: 3) mendefinsikan kebijakan

sebagai suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang

diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah

dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya

hambatan- hambatan tertentu seraya mencari peluang-

peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran

yang diinginkan.

William N. Dunn yang dikutip Pasolong (2008: 39)

mengatakan bahwa kebijakan publik adalah suatu

rangkaian pilihan-pilihan yang saling berhubungan yang

dibuat oleh lembaga atau pejabat pemerintah pada

bidang-bidang yang menyangkut tugas pemerintah,

seperti pertahanan keamanan, energi, kesehatan,

pendidikan, kesejahteraan masyarakat, kriminalitas,

perkotaan dan lain-lain

Di sisi lain, Anderson dalam Islamy (2007: 19)

mendefinisikan kebijakan publik sebagai kebijakan-

kebijakan yang dikembangkan oleh badan-badan dan

pejabat-pejabat pemerintah. Sebagai implikasi

turunan yang timbul dari pengertian kebijakan

oleh Anderson tersebut diantaranya:

a. Bahwa kebijakan public itu selalumempunyaitujuan tertenti atau merupakan tindakan yangberorientasi pada tujuan.

b. Bahwa kebijakan itu berisi tindakan-tindakanatau pola-pola tindakan pejabat-pejabatpemerintah.

c. Bahwa kebijkan itu merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, jadi bukanmerupakan apa yang pemerintah bermakasud akanmelakukan sesuatu atau menyatakan akanmelalukakan sesuatu.

d. Bahwa kebijakan publik itu bersifat positifdalam arti merupakan beberapa bentuktindakan pemerintah mengenai suatumasalah tertentu atau bersifat negatif dalamarti merupakan keputusan pejabat pemerintahuntuk tidak melakukan sesuatu.

e. Bahwa kebijakan publik, setidak-tidaknya dalam arti positif, didasarkanatau selalu dilandaskan pada peraturanperundang- undangan dan bersifat memaksa(otoritatif).

Adanya kebijakan publik adalah sebagai alternatif

pilihan yang dilakukan oleh pemerintah untuk

menyelesaikan masalah publik serta harus

berorientasi pada kepentingan masyarakat. Berdasarkan

beberapa uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan

bahwa kebijakan publik merupakan serangkaian tindakan

yang dilakukan oleh pemerintah baik dalam bentuk

program atau keputusan lainnya guna tercapainya

tujuan dalam kepentingan masyarakat luas.

2. Ciri-Ciri Kebijakan Publik

David Easton yang dikutip oleh Abdul Wahab (2008:

5-6) menyatakan bahwa ciri-ciri khusus yang melekat

pada kebijakan publik bersumber pada kenyataan bahwa

kebijakan itu dirumuskan oleh orang-orang yang

memiliki wewenang dalam sistem poltik, yaitu para

tetua adat, para ketua suku, para eksekutif, para

legislator, para hakim, para administrator, para

monarki dan lain sebagainya. Hal ini dapat dilihat

bahwa kebijakan publik dibentuk oleh mereka yang

berada dalam sistem politik. Mereka bertanggungjawab

mengambil tindakan atau keputusan sesuai dengan tugas

dan wewenangnya.

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka yang

menjadi ciri-ciri kebijakan publik diantaranya:

a. Kebijakan publik lebih merupakantindakan yang mengarah pada tujuan daripada sebagai perilaku atau tindakan yangserba acak dan kebetulan. Kebijakan publikdalam sistem politik modern pada umumnyabukanlah merupakan tindakan yang serbakebetulan, melainkan tindakan yangdirencanakan.

b. Kebijakan pada hakekatnya terdiri atastindakan-tindakan yang saling terkait danberpola yang mengarah pada tujuantertentu yang dilakukan oleh pejabat-pejabat pemerntah dan bukan merupakankeputusan-keputusan yang berdiri sendiri.Misalnya, kebijakan tidak hanya menckupkeputusan untuk membuat Undang-Undang dalambidang tertentu, melainkan pula diikuti

dengan keputusan-keputusan yang bersangkutpaut dengan implementasi dan pemaksaanpemberlakuannya.

c. Kebijakan bersangkut paut dengan apayang senyatanya dilakukan pemerintah dalambidang-bidang tertentu, misalnya dalammengatur perdagangan, mengendalikan inflasi,atau menggalakkan program perumahan rakyatbagi golongan masyarakat berpenghasilanrendah dan bukan hanya sekedar apa yang ingindilakukan oleh pemerintah- pemerintah dalambidang-bidang tersebut.

d. Kebijakan publik mungkin berbentuk positif,mungkin pula negatif.

e. Dalam bentuknya yang positif, kebijakanpublik mungkin akan mencakup beberapa bentuktindakan pemerintah yang dimaksudkan untukmempengaruhi masalah tertentu, sementaradalam bentuknya yang negatif, ia kemunginanakan meliputi keputusan-keputusan pejabat-pejabat pemerintah untuk tidakbertindak, atau tidak melakukan tindakanapapun dalam masalah-masalah dimana campurtangan pemerintah justru diperlukan (AbdulWahab, 2008 : 6-7).

Berdasarkan cici-ciri tersebut dapat disimpulkan

bahwa kebijakan public merupakan tindakan yang secara

terencana dilakukan oleh pemerintah yang saling

berkaitan atau berpola guna tercapainya tujuan.

Tindakan yang dilakukan pemerintah tersebut dapat

berupa tindakan yang berpengaruh pada masalah ataupun

tindakan untuk tidak bertindak atau tidak melakukan

apapun.

3. Proses Kebijakan Publik

Kebijakan publik dipahami sebagai sebuah proses

untuk mencapai tujuan. Secara umum proses yang

dipahami dalam kebijakan publik adalah formulasi

kebijakan, implementasi kebijakan dan evaluasi

kebijakan. Menurut Thomas R. Dye proses kebijakan

publik dapat digambarkan seperti dibawah ini:

Gambar 1. Tahapan dalam Proses KebijakanSumber: Nugroho (2011: 495)

Keterangan :

Thomas R. Dye seperti yang dikutip oleh Widodo

(2009:16-17) menjelaskan proses kebijakan public

sebagai berikut :

a. Identifikasi Masalah Kebijakan (identification ofpolicy problem)Identifikasi masalah kebijakan dapatdilakukan melalui identifikasi apa yang

menjadi tuntutan (demands) atas tindakanpemerintah.

b. Penyusunan Agenda (agenda setting)Penyusunan Agenda (agenda setting) merupakanaktivitas memfokuskan perhatian pada pejabatpublic dan media masa atas keputusan apa yangakan diputuskan terhadap masalah publictertentu.

c. Perumusan Kebijakan (Policy Formulation)Perumusan Kebijakan (Policy Formulation)merupakan tahapan pengusulan rumusankebijakan melalui organisasi perencanaankebijakan, kelompok kepentingan, birokrasipemerintah, presiden, dan lembagalegislative.

d. Pengesahan Kebijakan (legitimating of policies)Pengesahan Kebijakan (legitimating of policies)melalui tindakan politik oleh partai politik,kelompok penekan, presiden,d an kongres.

e. Implementasi kebijakan (implementing of policies)Implementasi kebijakan dilakukan melaluibirokrasi, anggaran public, dan aktivitasagen eksekutif yang terorganisasi.

f. Evaluasi Kebijakan (policy evaluation)Evaluasi Kebijakan dilakukan oleh lembagapemerintah sendiri, konsultan diluarpemerintah, pers, dan masyarakat (publik).

Pada proses kebijakan Thomas R. Dye

menggambarkan secara linear tahap-tahap kebijakan.

Namun dari kegiatan pokok kebijakan publik, Nugroho

menggambarkan proses yang tidak sederhana dengan

bentuk seperti ini:

Gambar 2. Proses Kebijakan secara UmumSumber : Nugroho (2011:159)

Lebih rinci Nugroho (2011: 157-159)

menjelaskan proses kebijakan sebagai berikut:

a. Isu kebijakan. Disebut isu apabila bersifatstrategis, yakni bersifat mendasar, yangmenyangkut banyak orang atau bahkankeselamatan bersama, (biasanya) berjangka

panjang, tidak bisa diselesaikan oleh orang-seorang, dan memang harus diselesaikan.Sebuah isu, baik berupa maslah bersamamaupun tujuan bersama, ditetapkan sebagai isukebijakan.

b. Isu kebijakan ini kemudian menggerakkanpemerintah untuk merumuskan kebijakan publikdalam rangka menyelesaikan masalah tersebut.Rumusan kebijakan ini akan menjadi hukum bagiseluruh negara dan warganya-temasuk pimpinannegara.

c. Setelah dirumusakan, kebijakan publik inikemudian dilaksanakan baik oleh pemerintahatau masyarakat maupun pemerintah bersama-sama masyarakat. hal ini disebut implementasikebijakan. Implementasi kebijakan bermuara padaoutput yang dapat berupa kebijakan itu sendiriataupun manfaat

d. Pada sat implementasi, dilakukan pemantauanatau monitoring untuk memastikan implementasikebijakan konsisten dengan rumusan kebijakan.Hasil implementasi kebijakan adalah kinerjakebijakan. Pada saat inilah diperlukan evaluasikebijakan.

e. Evaluasi yang pertama berkenaan dengankinerja kebijakan, yaitu berkenaan denganseberapa jauh kebijakan mencapai hasil yangdiharapkan. Selanjutnya dilakukan evaluasisecara pararel pada implementasi kebijakan,rumusan kebijakan, dan lingkungan tempatkebijakan dirumusakan, diimplementasikan, dankinerja. Hasil evaluasi menentukan apakahkebijakan dilanjutkan ataukah membawa isukebijakan yang baru, yang mengarah pada duapilihan diperbaiki atau revisi kebijakan, ataukahdihentikan, penghentian kebijakan.

Melihat proses yang dipaparkan, kebijakan publik

merupakan hal yang kompleks dengan melalui rangkaian

yang tidak sederhana. Namun dapat disimpulkan secara

sederhana bahwa proses kebijakan publik

adalah isu kebijakan, rumusan kebijakan,

implementasi kebijakan, dan evaluasi kebijakan

terhadap kinerja dan keseluruhan lingkungan

kebijakan. Pada penelitian ini, peneliti akan

mengkaji pada tahapan evaluasi pelaksanaan kebijakan

pengelolaan sampah.

C. Evaluasi Kebijakan Publik

1. Pengertian Evaluasi Kebijakan Publik

Jika dilihat dari siklus atau proses kebijakan,

evaluasi kebijakan dapat dipahami sebagai suatu

tahapan proses pada saat implementasi kebijakan sedang

berlangsung ataupun sudah dilaksanakan. Evaluasi

kebijakan dilakukan untuk menilai seberapa jauh

kebijakan mencapai hasil yang diharapkan. Tidak hanya

itu evaluasi kebijakan dilakukan untuk melihat

apakah kebijakan sudah dilakasanakan dengan baik dan

benar.

Terdapat berbagai definisi yang dikemukakan oleh

para ahli guna memahami mengenai evaluasi kebijakan.

Menurut Dye dalam Parson (2006: 547), evaluasi

kebijakan adalah pemeriksaan yang obyektif,

sistematis, dan empiris terhadap efek dari kebijakan

dan program publik terhadap targetnya dari segi

tujuan yang ingin dicapai. Selanjutnya Dunn (2000:

608) mengungkapkan istilah evaluasi memiliki arti yang

berhubungan, masing-masing menuju pada aplikasi

beberapa skala nilai terhadap hasil kebijakan dan

program. Definisi yang diungkapkan oleh Dunn senada

dengan Suchman, dimana evaluasi adalah proses

meletakan suatu nilai pada beberapa tujuan tertentu

yang dapat ditentukan derajat keberhasilannya dalam

mencapai nilai-nilai yang telah ditentukan

sebelumnya (Abdul Wahab, 2001: 23).

Berdasarkan beberapa pengertian di atas

dapat disimpulkan bahwa evaluasi kebijakan

merupakan proses yang dilakukan untuk melihat dan

memberikan nilai terhadap efektivitas kebijakan

dari segi tujuan yang ingin dicapai.

2. Fungsi Evaluasi Kebijakan Publik

Dalam setiap kebijakan diperlukan proses evaluasi

untuk melihat sejauh mana pelaksanaan kebijakan

tersebut berlangsung. Kemudian evaluasi dipandang

dapat mendukung keberlanjutan kebijakan menjadi lebih

baik. Evaluasi memiliki beberapa fungsi dalam

kebijakam.

Menurut Dunn (2000: 609), evaluasi memainkan

sejumlah fungsi utama, yaitu:

a. Evaluasi memberikan informasi yang valid dan dapat dipercaya Evaluasi tersebut mengenai kinerja kebijakan yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai, dan kesempatan telah dicapai melalui tindakan publik.

b. Evaluasi memberikan sumbangan pada klarfikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari pemilihan tujuan dan target Nilai-nilai diperjelas dengan mendefinisikan dan mengoperasikan tujuan dan target. Nilai juga dikritik dengan menanyakan secara sistematis kepantasan tujuan dan target dalam hubungan dengan masalah yang dituju. Dalam alternatif sumber nilai (misalnya, kelompok kepentingan dan kelompok-kelompok klien) maupun landasan mereka dalam berbagai bentuk rasionalitas (teknis, ekonomis,

legal, sosial, substantif).c. Evaluasi memberi sumbangan pada aplikasi metode-

metode analisis kebijakan lainnya, termasuk perumusan masalah dan rekomendasi. Informasi tentang tidak memadainya kinerja kebijakan dapat memberi sumbangan pada perumusan ulang masalah kebijakan. Evaluasi dapat pula menyumbang pada definisi alternatif kebijakan yang baru atau revisi kebijakan dengan menunjukkan bahwa alternatif kebijakan yang diunggulkan sebelumnya perlu dihapus dan diganti dengan yang lain.

Mengutip dari pendapat Guba dan Lincoln dalam

Abdul wahab (2001:8) terdapat lima fungsi penting dari

evaluasi kebijakan, yaitu :

a. Evaluasi mengemban fungsi pembelajaran, artinyadengan mengidentifikasikan kegiatan-kegiatanyang berhasil dan kegiatan- kegiatan yangtidak berhasil dalam mengantarkan pada hasilyang diharapkan, serta dengan menemukan apayang menyebabkan keberhasilan dan kegagalanitu maka akan dimungkinkan penyempurnaankinerja proyek atau program dimasa yang akandatang dan dengan demikian menghindarikesalahan yang telah dibuat di masa lalu.

b. Evaluasi sebagai kemudi dan manajemen. Hasil-hasilyang diperoleh dari evaluasi akan memberikanumpan balik dan memungkinkan pihak manajemenmengendalikan proyek tetap pada arahnyasesuai dengan tujuan yang akan dicapai.

c. Evaluasi sebagai fungsi kontrol dan inspeksi, dalamartian bahwa dapat digunakan untukmenginformasikan kepada pimpinan puncak atau

negara donor apakah kegiatan-kegiatanditunjukkan dalam dokumen proyek telahdilaksanakan dengan semestinya danmenunjukkan hasil-hasil sebagai yangdiharapkan.

d. Evaluasi sebagai fungsi akuntabilitas karena memberikaninformasi dan atas dasar informasi itu pihakDewan Perwakilan Rakyat dan pembayar pajakdapat menilai apakah dana yang telah merekasediakan telah digunakan dengan benar dandemi tujuan yang diharapkan.

e. Evaluasi sebagai fungsi kepenasehatan, dalam artianbahwa hasil- hasil evaluasi akan dapatdigunakan untuk mendapatkan dana yang lebihbanyak guna mendanai suatu proyek atauproyek-proyek sejenis di masa yang akandatang.

Sedangkan menurut Putra (2003: 95), terdapat tiga

fungsi pokok dalam kebijakan publik yaitu :

a. Memberi informasi yang valid tentang kinerjakebijakanPada fungsi ini, evaluasi kebijakanpublik akan lebih banyak meneliti padaaspek instrumental dari kebijakan publik yangada. Ia akan melakukan evaluasi ataspenampilan atau kinerja dari prosesberjalannya organ kebijakan publik yangdievaluasi. Sampai sejauh mana organkebijakan publik itu mampu mengatasipersoalan yang dihadapi dan sampai sejauhmana pula organ kebijakan publik tersebutefektif sebagai instrumen pemberi solusisebagaimana raison d’etre kebijakan publiksendiri.

b. Menilai keppantasan tujuan atau target

dengan masalah yang dihadapiPada fungsi ini, evaluasi kebijakan publiklebih memfokuskan diri pada substansi darikebijakan publik yang ada. Dimana sepertitelah disadari bahwa sebuah kebijakan publikpada dasarnya adalah dibuat untukmenyelesaikan masalah publik tertentu, makapada fungsi evaluasi kebijakan akan menilaiapakah tujuan yang telah ditetapkan kebijakanpublik tersebut benar-benar mampumenyelasaikan masalah yang ada. Karena sebuahkebijakan publik itu pada dasarnya ditetapkanberikut dengan tujuannya dan umumnyaimplementing agents bekerja untuk mencapaitujuan kebijakan yang telah ditetapkanitu.

c. Memberi sumbangan pada kebijkan lainterutama dari segi metodologinya.Pada fungsi ini, evaluasi kebijakan publikakan lebih diupayakan untuk mengahasilkanrekomendasi dari penilaian yang dilakukannyaatas kebijakan yang dievaluasi. Fungsievaluasi kebijakan publik, dalam posisi iniakan lebih bersifat produktif, karena iatidak lagi bertitik berat pada kritikterhadap kelemahan-kelemahan yang ada, namunpada bagaimana kemudian dapat belajar danbagaimana caranya agar kelemahan-kelemahan dalam kebijakan itu tidakterulang lagi pada waktu dan tempat yangberbeda nantinya.

Berbagai uraian sebelumnya menggambarkan bahwa

suatu kegiatan evaluasi pada dasarnya memberikan

informasi mengenai kinerja kebijakan serta

membandingkan hasil kinerja kebijakan dengan tujuan

atau target yang ingin dicapai. Pada penilitian

evaluasi kebijakan city branding ini, peniliti ingin

mengoptimalkan kebijakan tersebut dengan berdasar

sudut pandang pemerintahan, lembaga swadaya masyarakat

dan masyarakat.

3. Penilitian Evaluasi Kebijakan Publik

Mayer dan Greenwood dalam bukunya yang

diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan judul

Rancangan Penelitian Kebijakan Sosial, seperti yang dikutip

oleh Nugroho (2011: 191) menyatakan bahwa penelitian

kebijakan adalah penelitian empirik yang dilakukan

untuk memverifikasikan proposisi-proposisi mengenai

beberapa aspek hubungan antara alat-tujuan

dalam pembuatan kebijakan. Dalam bukunya Mayer dan

Greenwood menjelaskan bahwa penelitian kebijakan

memiliki fokus utama yang sama dengan penelitian

sosial terapan, yaitu pemecahan masalah praktis.

Berbeda dengan Hill dalam Nugroho (2011: 192)

mengemukakan bahwa ada dua analisis kebijakan, yaitu

analisis tentang suatu (atau beberapa) kebijakan

(studies of policies), dan analisis untuk (merumuskan suatu

atau beberapa) kebijakan (studies for policies). Nugroho

menjelaskan bahwa pemahaman tentang analisis

kebijakan tidak serta-merta berkenaan dengan

analisis untuk merumuskan kebijakan, namun bisa juga

analisis tentang kebijkan. Dimana analisis tentang

kebijakan dapat berupa penelitian isi kebijakan

yang berbentuk analisis dalam kerangka hukum dan

kelembagaan suatu kebijakan, penelitian tentang output

kebijakan yang dilakukan dalam bentuk kajian dari

hasil suatu kebijakan, serta penelitian tentang proses

kebijakan yang berkenaan dengan bagaimana kebijakan

dibentuk dan dilaksanakan (Nugroho, 2011: 193).

Tujuan penelitian evaluasi menurut Abdul_Wahab

(2001: 10-11) adalah untuk menaksir secara kritis

dan kemudian menetapkan apakah program atau

proyek pembangunan tertentu telah mencapai tujuan atau

hasil akhir yang diharapkan atau tidak. Penelitian

evaluasi biasanya diarahkan untuk menjawab dua

pertanyaan kunci berikut ini:

a. Perubahan-perubahan apakah yang terjadisebagai akibat intervensi dan sejauhmanakah perubahan-peubahan tadi sejalandengan tujuan program atau proyek?

b. Bagaimanakah pencapaian hasil akhir (outcome) proyek itu secara meyakinkan terkaitlangsung dengan berbagai sumber yang telahdicurahkan pada proyek tersebut?

Edward A. Suchman yang dikutip oleh Winarno

(2012: 233-234) mengemukakan enam langkah dalam

evaluasi kebijakan, yaitu :

a. Mengidentifiksasi tujuan programyang akan dievaluasi. Analisisterhadap masalah.

b. Deskripsi dan standarisasi kegiatan.c. Pengukuran terhadap tingkatan perubahan yangterjadi.

d. Menentukan apakah perubahan yang diamatimerupakan akibat dari kegiatan tersebut ataukarena penyebab lain.

e. Beberapa indikator untuk menentukankeberadaan suatu dampak.

Menurut Alkin dalam Abdul Wahab (2001: 12) unsur-

unsur utama yang harus ada dalam penilitian evaluasi

adalah :

a. Penghimpun informasi secara sistematikbagi kebutuhan sekelompok orang yangberkepentingan (stakeholder).

b. Untuk memperoleh pemahaman mendalam mengenai

proses-proses perubahan yang ditimbulkan olehsuatu proyek atau program.

c. Pengambilan keputusan mengenai efektivitasprogram atau upaya- upaya tertentu untukpenyempurnaannya di masa datang.

Sesuai dengan konsep penilitian kebijakan,

penilitian ini adalah penilitian evaluasi mengenai

suatu kebijakan. Penilitian evaluasi kebijakan city

branding bertujuan untuk mengoptimalkan kecamatan bangil

kabupaten pasuruan sebagai sentra kerajinan bordir

dengan menghimpun informasi dari semua pemangku

kepentingan yang terlibat dalam kebijakan tersebut.

4. Tipe Evaluasi Kebijakan

Menurut Anderson dalam Winarno (2012: 230-232)

membagi evaluasi kebijkan dalam tiga tipe yaitu :

a. Evaluasi kebijakan dipahami sebagai kegiatanfungsional. Bila evaluasi kebijakan dipandangsebagai kegiatan fungsional, maka evaluasikebijakan dipandang sebagai kegiatan yangsama pentingnya dengan kebijakan itu sendiri.

b. Evaluasi yang memfokuskan diri padabekerjanya kebijakan atau program-programtertentu. Tipe evaluasi seperti ini berangkatdari pertanyaan-pertanyan dasar. Denganmenggunakan pertanyaan dasar dalam melakukanevaluasi dengan tipe seperti ini akan lebihmembicarakan sesuatu mengenai kejujuran atauefisiensi dalam melaksanakan program.

c. Tipe evaluasi kebijakan ketiga adalah tipeevaluasi kebijakan sistematis. Tipe inisecara komparatif masih dianggap baru, tetapiakhir-akhir ini telah mendapat perhatian yangmeningkat dari para peminat kebijakan publik.Evaluasi sistematis melihat secara obyektifprogram-program kebijakan yang dijalankanuntuk mengukur dampaknya bagi masyarakat danmelihat sejauh mana tujuan-tujuan yang telahdinyatakan tersebut tercapai. Evaluasi iniakan memberi suatu pemikiran tentang dampakdari kebijakan dengan merekomendasikanperubahan-perubahan kebijakan denganmendasarkan kenyataan yang sebenarnya kepadapara pembentuk kebijakan dan masyarakat umum.

Dalam suatu penelitian evaluasi, menurut Abdul

Wahab (2001: 29) pada dasarnya akan dibedakan lagi

berdasarkan dua kriteria pokok, yaitu:

a. Siapa yang melaksanakan studi evaluasi itu ?

b. Pada tahapan perencanaan pembangunan manakah

evaluasi tersebut dilaksanakan ?

Berdasarkan kriteria yang pertama, dapat dibedakan

lagi menjadi dua jenis, yaitu evaluasi eksternal dan

evaluasi internal. Studi evaluasi yang dilaksanakan

oleh orang-orang yang terlibat langsung dalam

persiapan atau implementasi proyek disebut evaluasi

internal. Sedangkan evaluasi eksternal terjadi apabila

evaluasi dilaksanakan oleh orang-orang yang tidak

terlibat langsung dalam persiapan desain proyek

ataupun implementasinya. Berdasarkan kriteria yang

kedua dapat dibagi lagi menjadi dua jenis, yaitu:

a. Evaluasi ex ante, yaitu evaluasi yang dilaksanakan

sebelum kegiatan tertentu dilaksanakan.

b. Evaluasi ex post, yaitu evaluasi yang dilaksanakan

sesudah kegiatan tertentu dilaksanakan.

Menurut Abdul Wahab (2001: 34) pada jenis evaluasi ex

post ini kemungkinan masih dapat dibedakan lebih lanjut

ke dalam evaluasi interim yang biasanya dilakukan

ketika proyek masih berlangsung dan evaluasi akhir

yang dilakukan pada saat proyek dinyatakan selesai.

Lengbein dalam Widodo (2009: 116-118) membedakan

tipe riset evaluasi (type of evaluastion research) menjadi

dua macam tipe, yaitu riset process dan riset outcomes.

Metode riset evaluasi juga dibedakan menjadi dua macam

yaitu metode deskriptif dan kausal. Metode deskriptif

lebih mengarah pada tipe penelitian evaluasi proses

(process of public policy implementation), sementara metode

kausal lebih mengarah pada penelitian evaluasi

dampak (outcomes of public policy implementation), sementara

metode kausal sulit untuk menemukan atau membuat

hubungan sebab akibat. Metode deskriptif berusaha

menemukan apakah semua program utama telah tercapai

dengan baik atau sebaliknya. Metode deksriptif ini

juga mengevaluasi tingkat atau derajat

manfaat/keuntungan yang telah ditetapkan dalam suatu

program atau menentukan apakah manfaat nyata yang

dari suatu program dinikmati oleh mereka yang menjadi

kelompok sasaran (target group) yang paling banyak atau

paling sedikit. Sementara riset evaluasi yang

menggunakan metode kausal berorientasi pada access issues

tentang sebab dan akibat (cause and effects). Riset kausal

ini berusaha mencari/melihat apakah outcomes utama yang

terjadi disebabkan oleh program utama atau dengan

kata lain program utama menjadi penyebab dari dampak

(effects) utama.

D. City branding (Pencitraan Kota)

1. Pengertian Brand

Menurut Undang-Undang No.15 Tahun 2001 tentang

Merek pasal 1 ayat 1, merek adalah tanda yang berupa

gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan

warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang

memeiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan

perdagangan barang dan jasa.

Menurut ensiklopedi Wikipedia, sebuah brand adalah

perwujudan simbolis atas semua informasi yang terkait

dengan perusahaan, produk atau jasa

(http://en.wikipedia.org). sebuah brand secara tipikal

terdiri dari nama, logo dan elemen visual lain seperti

gambar, font, warna dan simbol yang memuat sekumpulan

nilai yang diharpkan dapat diasosiasikan dengan

perusahaan itu ketika orang-orang elihat logo tersebut.

Menurut Mathieson brand memiliki pengertian : “…

brand, it can run the gamut from the communication of a mixture of

attribute, to a logo or symbol, to a “promise” or emotional compact

between a consumer and a company that “creates influence or value for

stakeholders” to all of the above and more”(Mathieson, 2005).

(Brand dapat menjalankan keseluruhan dari proses

komunikasi campuran atribut, untuk sebuah logo atau

simbol, untuk sebuah “janji” atau proses emosional

antara konsumen dan perusahaan yang menciptakan

pengaruh atau “bernilai untuk stakeholder” untuk semua

konsumen).

“A brand is the translation of business strategyinto a consumer experience that brings aboutspecific consumer behavior. It means that properunderstanding of into business strategy isimperative to any brand development work.Whatever the situation, it is still imperativethat the business strategy and brand strategyare aligned in order to create value for theorganization’s stakeholder, and specifically itscustomer” (Gelder, 2003). (Brand adalahterjemehan dari strategi bisnis untuk menjadikanpengalaman konsumen yang membawa perilakukonsumen secara spesifik. Hal ini berkaitandengan pemahaman yang tepat dalam strategibisnis yang sangat penting untuk pekerjaanpengembangan merek. Apapun situasinya, menjadihal yang penting bahwa strategi bisnis danstrategi merek sejalan dalam rangka menciptakannilai bagi para pemangku kepentingan, danorganisasi, dan khususnya pelanggan).

Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa brand

meupakan perluasan dari strategi bisnis yang secara

spesifik menggambarkan bagaimana perilaku konsumen yang

didasari dari pengalaman konsumen menggunakan brand

tersebut. Pemahaman terhadap strategi menjadi hal yang

sangat penting dalam membentuk brand itu sendiri. Untuk

dapat membentuk nilai dengan situasi apapun perlu

menjaga stabilitas antara strategi bisnis dan strategi

brand agar tetap berjalan.

Membentuk brand berarti membentuk sebuah komunikasi

dengan cara memberikan informasi, membujuk secara

persuasi dan juda mengingatkan embali mengenai produk

maupun brand sehingga kemudian brand itu sendiri yang

akan menjadi identitas dan membangun hubungan antara

produk (brand) dengan pelanggannya.

“brand building tools are the means ofmarketing communication by witch companies aimto inform, persuade, and remind customers-directly or inderictly- about its product andbrands. In a way, they act as the “voice” ofthe brand and create a platform to establish adialog and build relationship with customers”(Kotler and Pfoertsch, 2006). (alat membangunbrand berartu sebuah komunikasi marketing denganperusahaan baik untuk menginformasikan,persuasi dan meningkatkan kembali secaralangsung atau tidak langsung mengenai produkdan brand. Selanjutnya berlaku sebagai “suara”dari brand dan membuat panggung untuk mengadakandialog dan membangun hubungan dengan pembeli).

Dalam praktiknya terdapat 4 strategi untuk menarik

investasi ke suatu daerah yang salah satunya dengan

image marketing (Kuncoro, 2004). Untuk dapat menarik

investor ke suatu kota dapar menggunakan strategi

differentiation melalui brand yang memberikan sebuah

pemaparan baru mengenai identitas atau image, serta

menjadikannya sebuah pembeda yang unik dengan pesaing

lain.

Terdapat 4 elemen dari sebuah brand secara visual

dan fisik yang menampilakn identitas dan membedakannya

dengan pesaing lainnya (Kotler dan Pfoertsch, 2006),

yaitu :

- Nama- Logo- Tagline (slogan)- Brand story

Elemen formal seperti nama, logo dan slogan

serangkai bersama sebagai identitas visual yang

merefleksikan brand essense, brand personality serta culture dari

perusahaan atau kota dalam berbisnis. Logo, slogan dan

tagline secara visual diciptakan oleh iklan produk serta

promosi untuk menarik minat dari konsumen yang sekedar

ingin tahu dan memutuskan untuk menggunakannya atau

melakukan pembelian.

Elemen atau identitas dari brand merupakan ekspresi

kasat mata dari sebuah brand, termasuk nama dan tampilan

visual. Merupakan makna fundamental bagi pengenalan dan

pengukuan konsumen akan suatu brand yang menyimbolkan

diferensiasi sebuah brand dari kompetitornya.

2. Brand Positioning

Brand positioning memiliki arti sempit berupa

penempatan sebuah brand. “Positioning brands is about finding the

right spot in customer’s minds in orderto create the desired associations.

It is therefore absolutely crucial to know who your customers are and

where to find them” (Kotler and Pfoertsch, 2006). (positioning

brand adalah tentang menemukan tempat yang tepat dibenak

konsumen dalam rangka untuk menciptakan asosiasi yang

diinginkan. Oleh karena itu penting sekali untuk

mengetahui siapa pelanggan anda dan dimana untuk

menemukan mereka).

Selain itu brand positioning diartikan sebagai “the

distinctive position that a brand adopts in its competitive environment to

ensure thath individualis in its target market can tell the brand apart from

other”(interbrand Group. Interbrand glossary) (yakni suatu

posisi tersendiri ang digunakan sebuah brand pada

lingkungan kompetitifnya untuk memastikan bahwa

individu dalam target pasarnya dapat memisahkan brand

tersebut dari brand lain).

Dalam melakukan positioning, harus diawali dengan

segmentasi yang jelas dan targeting yang dinamis. Tujuan

utama positioning adalah untuk memberitahukan kepada

audience bahwa sebuah brand berbeda dan lebih baik

daripada pesaingnya. Kemudian berusaha memperoleh

posisi dalam benak konsumen. “a brand can only have one

true positioning. An effectively positioned brand

communicates its core values to all stakeholders,

internally an externally”( Kotler and Pfoertsch, 2006)

(brand hanya dapat memiliki satu posisi yang benar.

Brand diposisikan secara efektif untuk

mengkomunikasikan nilai-nilai inti kepada semua

stakeholder, baik secara internal maupun eksternal).

Sebuah brand dalam pikiran konsumen ditentukan

oleh bagaimana menentukan target yang dtuju, hal

tersebut bertujuan agar memberikan nilai ata makna yang

berbeda dari pesaing lainnya. Apabila sebuah brand

telah diposisikan dengan benar maka pengkomunikasian

pun dapat berjalan dengan efektif pada selurh

stakeholder.

3. Brand Image

Brand image diciptakan melalui kesan-kesan yang

telah terintegrasi oleh konsumen terhadap sebuah brand.

Kesan baik dan buruk yang ditangkap oleh konsumen

tentunya akan sangat mempengaruhi nilai dari sebuah

brand tersebut. Hal ini sesuai dengan yang

didefinisikan oleh Thompson dalam Brand Management

Modul yaitu “the total impression created in the customer’s mind by a

brand all its association, functional and non-functional”. (kesan

keseluruhan yang dibuat dalam bentuk konsumen terhadap

brand dan semua itu diasosiasikan, difungsikan dan

dinon-fungsikan).

Terbentuknya brand image didasari pada pengalaman

praktis terhadap suatu produk atau jasa yang

bersangkutan dan bagaimana brand dapat memenuhi harapan

konsumen. Brand strategi harus diatur secara tepat

sehingga mampu memberikan dan mengendalikan image yang

muncul dalam benak calon konsumen sehingga tidak

terjadi perbedaan antara image yang dibentuk dengan

image yang muncul dibenak konsumen. Salah satu contohnya

adalah pada produk shampoo lifebuoy yang memiliki image

sebagai shampoo keluarga, yang memiliki kelebihan bisa

dipakai seluruh anggota keluarga, serta kesan yang

lebih ekonois dibandingkan shampoo yang lain, sehingga

dapat dikatakan cukup populaer dan telah lama dikenal

semua keluarga di Indonesia.

4. Brand Strategy

Strategi yang tepat sangat dibutuhkan dalam

membentuk sebuah brand agar dapat mencapai sasaran dan

tujuannya. Diperlukan suatu rencana atau strategi yang

sistematis agar sebuah brand mencapai sasara-sasaran

yang telah disetujui. Strategi yang digunakan harus

bermula dari visi dan misi yang dapat mempengaruhi

pelaksanaan suatu bisnis untuk memastikan konsistensi

suatu brand tersebut.

“The branding strategy for a company can be described the

disposition of the number and nature of common and distinctive brand

element that company applies thought out its organization”(Kotler

and Pfoertsch, 2006). (strategi branding untuk sebuah

perusahann dapat dideskripsikan sebagai pengaturan

jumlah sifat umum dari elemen sebuah brand yang

diaplikasikan sebuah perusahaan untuk memecahkan

persoalan dalam organisasinya).

5. Pengertian City branding

Pencitraan kota termasuk dalam konsep yang lebih

dikenal sebagai “City branding”. City branding merupakan

salah satu strategi suatu wilayah seperti Negara,

provinsi, kabupaten, atau kota untuk memiliki kedudukan

atau tempat (positioning) yang kuat dan dapat dikenal

secara luas. Secara sederhana, City brand dapat

didefinisikan sebagai identitas, simbol, logo atau

merek yang melekat pada suatu daerah (skripsi orang).

Dalam dunia bisnis, brand atau merek sanat

menentukan keberhasilan suatu perusahaan. Makanya

banyak perusahaan mengalokasikan anggaran yang sangat

besar untuk dapat mempromosikan merek atau brand-nya ke

masyarakat luas. Dengan kata lain agar brand-nya dapat

menjadi Brand Equity.

Di sector public, dengan penerapam otonomi daerah,

daerah pun harus saling berebut satu sama lain dalam

berbagai hal seperti pendapat Widodo (2007), yaitu :

- Perhatian (attention)- Pengaruh (influence)- Pasar (market)- Tujuan Bisnis dan Investasi (business &

investment destination)- Turis (tourist)- Tampat tinggal penduduk (residents)- Orang-orang berbakat (talents), dan- Pelaksanaan kegiatan (events)

Oleh karena itu sebuah daerah atau kota sangat

membutuhkan brand atau pencitraan yang kuat. Sebuah

pemerintah daerah harus membangun City branding untuk

kotanya, tentu yang sesuai dengan potensi maupun

positioning yang menjadi target kota tersebut.

City branding berarti merancang suatu tempat untuk

memenuhi kebutuhan target market (Keller, 2003).

Apalagi apabila kota tersebut sudah memilih untuk

menjadi tujuan wisata. Tujuan dari “menjual kota” tidak

hanya sekedar untuk membangun daerah untuk warganya

saja, namun juga bagaimana dalam strategi city marketing

kota tersbut mampu menarik wisatawan (target market)

untuk datang ke kotanya berulang-ulang dan menghabiskan

uangnya di kota tersebut serta menjadi teringat akan

kota tersebut dengan ciri khasnya.

Banyak manfaat yang dapat diperoleh dari City

branding, antara lain :

a. Daerah tersebut dikenal luas (high awareness),

disertai dengan persepsi yang baik.

b. Dianggap sesuai untuk tujuan-tujuan khusus

(specific purpose).

c. Dianggap tepat untuk tempat investasi, tujuan

wisata, tujuan tempat tinggal, dan

penyelenggaraan kegiatan-kegiatan (events).

d. Dipersepsikan sebagai tempat dengan

kemakmuran dan keamanan yang tinggi.

Identitas suatu kota dapat mencitrakan ciri-ciri

dari masyarakat di kota tersebut. Kegiatan City branding

sebenarnya tidak hanya sebatas membentuk slogan atau

logo dari suatu kota, tetapi membentuk susuatu yang

merupakan ciri dari segala aktivitas kota tersbut.

Menurut Noe’man (2008), ketika Branding dikaitkan

dengan suato kota, maka harus bisa mengkomunikasikan

dengan jelas seperti apa kota tersebut, apa yang

dimilikinya, dan mengapa kota tersbut patut mendapat

perhatian. Sehingga dapat dikatakan apabila orang lain

atau penduduk kota lain maupun penduduk kota itu

sendiri dapat menjelaskan mengenai citra kota tersebut

dengan baik.

Langkah-langkah utama dalam membangun City branding

yang kuat (widodo, 2007), yaitu :

a. Mapping Survey : kegiatan ini meliputi surveypersepsi dan ekspektasi tentang suatu daerahdari masyarakat atau pihak-pihak luar yangterkait.

b. Competitive Analysis : yaitu melakukan analisisdaya saing pada level makro maupun mikrodaerah itu sendiri.

c. Blue Print : merupakan penyusunan cetak birudaerah yang diinginkan, baik logo, semboyan,nama panggilan, tag line, berserta strategibranding dan strategi komunikasinya.

d. Implementation : yaitu pelaksanaa grand designtersebut dalam berbagai bentuk media, sepertipembuatan media center, pembuatan events, iklan,dan lain sebagainya.

Pencitraan suatu kota sangat tergantung pada sikap

dan perilaku penduduk kota terhadap pembangunan atau

perubahan yang ada pada kota tersebut. Pencitraan

kotatidak dapat dilakukan dalam waktu sekejap.

Terbentuknya pencitraan kota yang sering dengan

pembangunan tentunya menuntut waktu yang panjang.

Konsep City branding atau pencitraan kota menjasi

sangat penting karena nantinya akan diimplementasikan

di beberoa aspek yang berpengaruh, seperti ikon kota,

souvenir, merchandise dan strret furniture yang nantinya bisa

mewakili bahkan mempertegas image kota.

Dengan ditetapkannya otonomi daerah, menuntut

kreativitas dalam upaya memperoleh Pendapatan Asli

Daerah (PAD) dan salah satu upaya dalam memasarkan

daerah adalah melalui kegiatn City branding. Kegiatan City

branding menuntut setiap daerah berlomba menciptakan

citra tertentu dibenak masyarakat luas dalam

merepresentasikan karakter kota. Dalam tujuan

mempresentasikan kota atau daerah di Indonesia selama

ini secara disadari maupun tidak selalu terhubung

dengan kegiatan industri kecil local daerah tersebut.

Sebab hal-hal yang bersifat local terebutlah yang

selama ini mampu membedakan kota atau daerah satu

dengan yang lain.

Berikut adalah beberapa contoh kota di dunia serta

di Indonesia yang telah memiliki City branding yang

dikenal secara luas.

Tabel 1. pembanding City branding lainnya

No Kota Brand Makna

1. Roma City of Seven Hills Roma dikelilingi oleh 7

bukit yaitu : Aventine

Hill, Caelian Hill,

Capitoline Hill, Esquiline

Hill, Palatine Hill,

Quirial Hill dan Viminal

Hill.

2. Paris City of Romance Kota Paris dengan

pemandangan dan bangunan

yang ada memberikan

inspirasi cerita. Setiap

sudut kota menawarkan

suasana yang romantic,

salah satunya dapat

terlihat dari menara

Eiffel

3 New York The City That

Never Sleep

Kehidupan di New York

berjalan selama 24 jam

non-stop. Kota ini

merupakan kota terpadat di

AS bahkan di dunia.

Dilengkapi dengan Broadway,

Lower Manhattan yang

terkenal dalam dunia

entertainment.

4. Bogor The Rainy City Keunikan iklim yang

memiliki curah hujan lokal

ini dimanfaatkan oleh para

perencana kolonial Belanda

dengan menjadikan Bogor

sebagai pusat penilitian

botani dan pertanian yang

diteruskan hingga

sekarang.

5. Bali The Island of

Paradise

Agama hindu menjadi

mayoritas di wilayah Bali.

Kota ini juga memiliki

berbagai adat, kesenia

serta budaya yang mampu

dijual sebagai sebuah

pariwisata. Memiliki

ribuan Pura sebagai tempat

sembahyangan umat Hindu

yang tersebar di selruh

Bali sehingga dalam setiap

elemen kehidupan agama

bisa menjadi keunikan

tersendiri.

6. Solo The Spirit of Java Disebut sebagai pusat

kebudayaan Jawa karena

membawahi Kerasidenan

Surakarta atau Keraton

yang masih memiliki budaya

kerajaan yang sangat

kental. Secara mistis

diapit oleh Gunung Merapi

(salah satu gunung paling

aktif di dunia) yang

dianngap sebagai pusat

dari pulau Jawa.

7. Surabaya Sparkling

Surabaya

Surabaya dikenal karena

gemerlap, terang, nyaman

dan tidak pernah tidur

kotanya yang menuju kota

metropolitan, selain itu

kota ini dipertimbangkan

menjadi kota pusat

perhiasan.

Sumber : (skripsi orang)

6. Teknik Branding

Branding sebuah kota atau tempat bukanlah sebuah

fenomena baru, setiap lokasi selalu menciptakan simbol

untuk diidentitikkan dengan keberadaan mereka. Simbol

tersebut diwujudkan melalui bendera, panji, lambanf-

lambang atau atribut lain. Destination Branding berarti

merancang suatu tempat untuk memenuhi kebutuhan target

market.

Branding is the process of creating a slogan from a message and

then designing a symbol or logo that together with the slogan will

communicate to potensial visitors the image of the city along with the

futures, benefits, and values is has to offer (Kolb, 2006).(Branding

merupakan proses menciptakan sebuah slogan dari sebuah

pesan dan kemudian merancang simbol dan logo yang

bersama-sama dengan slogan akan menyampaikan kepada

calon pengunjung kota bersama dengan fitur, manfaat,

dan nilai-nilai yang ditawarkan).

Terdapat beberapa langkah teknis dalam melakukan

branding kota, yaitu :

a. Differantation : membedakan branding sebuah kotadan menonjolkan keunggulan kota. Branding dankeunggulan kota itu harus berbeda denganbranding yang sudah ada dan juga menunjukkanperbedaan kualitas kota tersebut dibandingkankota lainnya.

b. Relevance : Kota sebagai sebuah produk yangharus memiliki branding sesuai dengankualitasnya. Maksudnya seperti, jika sebuahkota tidak memiliki kualitas teknologi yangmemadai, maka sebaiknya jangan melakukanbranding kota itu sebagai kota teknologi.

c. Esteem : dihargai oleh target pasar karenamemiliki konsistensi antara branding dengankenyataan kualitas kota yang sebenarnya.

d. Awareness : memunculkan kesadaran target pasarakan sebuah kota. Langkah ini penting. Jikabranding tidak memunculkan kesadaran dalam diricalon investor atau wisatawan, maka brandingini dapat dikatakan gagal.

e. Mind : branding memiliki kemampuan masik kedalam alam pikiran dan kesasdaran targetpasar, sehingga sebuah kota selalu diingat,dibayangkan dan dirindukan (Kolb, 2006).

7. Konsep City Marketing

Dalam membentuk suatu pencitraan kota atau city

branding diperlukan pemahaman mengenai keunggulan

kompetitif dan strategi yang berbeda di setiap kota.

Seperti yang disampaikan Kotler dalam Kavaratzis (2006)

bahwa : “although adoption the marketing mix as suggested by

general marketing, distinguish between four distinct strategies for place

improvement that are the foundation building a competitive advantage”.

(meskipun menerapkan bauran pemasaran seperti yang

disarankan oleh pemasaran umum, bedakan antara empat

strategi yang berbeda untuk perbaikan tempat (kota)

yang merupakan dasar untuk membangun keunggulan

kompetitif) strategi tersebut adalah :

a. Karakter tempat atau wilayah : suatu tempatatau wilayah memerlukan rencana, rancangan danupaya pengembangan yang baik yang dapatmeningkatkan daya tarik dan kualitas sertanilai estetika yang tinggi.

b. Lingkungan fisik atau infrastruktur : suatutempat atau wilayah perlu mengembangkan danmemelihara prasarana dasar yang cocok denganlingkungan alamnya.

c. Ketersediaan layanan dasar : suatu tempatatau wilayah harus menyediakan layanan dasardengan kualitas yang cukup untuk memenuhikebutuhan bisnis dan public.

d. Aspek rekreasi dan hiburan : suatu tempatatau wilayah memerlukan sekumpulan atraksi

atau daya tarik untuk warganya dan untukpengunjung atau turis. (kavaratzis, 2006)

Terdapat empat strategi umum dalam memasarkan atau

mendorong agar suatu kota dapat menjadi lebih menarik

baik bagi pendatang, pengusaha maupun investor ke kota

atau wilayah tertentu, yaitu dengan :

a. Pemasaran citra (image marketing): keunikan dankebaikan citra dan sering kali didukung denganslogan, contohna “solo, the spirit of java”.

b. Pemasaran atraksi/ daya tarik (attractionmarketing): atraksi atau keindahan alam,bangunan dan tempat bersejarah, taman danlandscape, pusat konvensi dan pameran serta malldan pedestrian.

c. Pemasaran prasaran (infrastructure marketing):prasarana sebagai pendukung daya tariklingkungan kehidupan dan lingkungan bisnis,antara lain meliputi jalan raya, kereta api,bandara, serta jaringan telekomunikasi danteknologi informasi.

d. Pemasaran penduduk (people marketing): antaralain mencakup keramahan, pahlawan atau orangterkenal, tenaga kompeten, kemampuanberwirausaha dan komentar atau tanggpanpositif penduduk yang lebih dulu pindah ketempat yang dipasarkan tersebut. (Anholt,2007)

Dalam memasarkan suatu kota dengan membangun city

branding, layaknya membuat marketing plan suatu produk. Kota

haurs memetakan perubahan yang terjadi pada lingkungan,

target pasar, pesaing daerah dan perubahan yang terjadi

di dalam daerah itu sendiri.