Kajian Hadis Tahlili Riwayat Muslim dan Perbandingannya
Transcript of Kajian Hadis Tahlili Riwayat Muslim dan Perbandingannya
Kajian Hadits Tahlili
Kriteria seseorang dikatakan mukmin
1. Teks Hadits dan Artinya
د ب� ا ع� ب� � ث د الا ح� م ق�� ك ح ن� ال� ر ب�� ش ي$ وب�� مك مر ال� ي$ ع� � ب ا. �ن ي ب�� ي$ ح ن� ي�$ د ب�� م ح ا م� ب� � ث د ح� �ن د ب�� م ح ن� م� هاد ع� ال� �ن د ب�� ي$7 ز9 ن� ي�$ راوردي$ ع� د ال�د م ح ن� م� و اب�� وه� ي7$ز� عز� ال�
مع ه س� � ن لب� ا. مط د ال� ب� ع� �ن اس ب�� عب� ن� ال� عد ع� س� �ن امر ب�� ن� ع� م ع� ي$ زاه� ي�7 Wاول ق� م ي�$ ل ه وس� لي$ ع� ي اهلل ل ص� ول اهلل << رس� �مان ي$7 Wعم الا اق� ط� د�
ولا د رس� م مح ا وي�� ب� $iث لام د س� Wالا ا وي�� � ي ر اهلل ي$ ي�� ن� رض� >> م�
“Telah diceritakan kepada kami Muhammad bin Yahya bin Abu Umar al-Makkidan Bisyr bin al-Hakam keduanya berkata, telah diceritakan kepada kami AbdulAziz -yaitu Ibnu Muhammad ad-Darawardi- dari Yazid bin al-Had dariMuhammad bin Ibrahim dari Amir bin Sa'ad dari al-Abbas bin Abdul Muththalibbahwa dia mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:"Orang yang ridha dengan Allah sebagai Rabb-nya dan Islam sebagaiagamanya serta Muhammad sebagai Rasulnya, maka dia telah merasakannikmatnya iman."1
1 Sumber : Muslim Kitab : Iman Bab : Dalil bahwa barangsiapa ridha bahwa Allah sebagai Rabb, Islam sebagai agama dan Muhammad No. Hadist : 56
1
2. Syarah mufrodat
ان��ب� دره ق� ت�ر ي�� sر م�ست مت$ اع�له ض�� ح وق�� ت� ي$ ع�لي ف�� ي� ي م�ب� عل ال�ماض� اق� : ف�� ""د�
Artinya Merasakan, merupakan bentuk dari kata kerja Fi’il Madhi2 dengan tanwin fathah. Karena Fi’il Madhi merupakan penjelasan tentang penjelasan waktu lampau, maka dalam bahasa Indonesia diartikan “telah” atau “sudah” maka yangmerasakan disini bisa diartikan “telah merasakan”atau “sudah merasakan. Dan juga merupakan Kata ganti yang tersembunyi untuk pengganti orang ketiga “Kamu”.
اف� ح وه�و م�ض� ت� ي$ ع�لي ف�� ي� ي م�ب� عل ال�ماض� ط�عم : ف��Artinya sesuatu yang dirasakan atau bisa diartikan nikmat, merupakan bentuk kerja lampau yakni Fi’il Madhi dengan Fathah. Dan ditujukan untuk orang kedua “Dia”.
ه اف� ال�ي$ اع�ل وه�و م�ض� مان� : اسم ق�� $ الايArtinya Iman, merupakan bentuk dari Isim Fa’il yang berarti sebagaipelaku yang melakukan suatu pekerjaan, dan Fa’il nya adalah
�مان $ الاي yang berarti orang-orang yang diliputi iman dengan isim sebelumnya menjadi “orang-orang yang merasakan nikmatnya Iman”.Dengan dia sebagai kedudukan yang terkenda sandaran atau tempatsandaran.
هام ف� م�ن� : ح�زف� اس�ت�2 Fuad, Sa’ad.2001.Tata Bahasa Al-Qur’an (Ash-Sharf). Jakarta: Yayasan Bina Insan Mandiri. Hal, 50.
2
Artinya dari seseorang, merupakan dari huruf istifhaam yang berarti menanyakan pada sesuatu yang menyangkut tentang akal pikiran. Man disini merujuk pada orang-orang yang dimaksud telah merasakan nikmatnya iman.
ح ت� ف� صوب� ي�� داء م�ن� ب� ي م�ب� عل م�اض� ي$ : ف�� رض�Artinya yang ridho, merupakan bagian dari Fi’il Madhi yang berada di awal kalimat (mubtada) dan manshub dengan memiliki fathah.
ز ا : ح�زف� ح�� ي��Artinya dengan, pada. Merupakan bagian dari Huruf Jar yang menyebabkan kata setelahnya menjadi harokat kasroh.
اف� كشره� وه�و م�ض� لاله م�ج�زور ي�� ال�له : اسم ح��Artinya Allah. Merupakan isim Jalalah majrur.
ه اف� ال�ي$ ح م�ض� ت� ف� صوب� ي�� داء م�ن� ب� ر م�ب� ت� ا : خ� � ريArtinya sebagai Tuhannya. Merupakan khabar mubtada yang manshub.
و : ح�زف� ع�طف�Artinya Dan, merupakan salah satu bagian dari huruf ‘athof.
ز ا : ح�زف� ح�� ي��Artinya dengan, pada. Merupakan bagian dari Huruf Jar yang menyebabkan kata setelahnya menjadi harokat kasroh.
اف� كشره� وه�و م�ض� الاس�لام : م�ج�زور ي��Artinya Islam. Dengan bagian majrur.
3
ه اف� ال�ي$ ا : م�ض� ب� $iث دArtinya sebagai agamanya. Merupakan mudhof ilaih yang dengan dia sebagai kedudukan yang terkenda sandaran atau tempat sandaran.
و :ح�زف� ع�طف�Artinya Dan, merupakan salah satu bagian dari huruf ‘athof.
ز ب� : ح�زف� ح��Artinya dengan, pada. Merupakan bagian dari Huruf Jar yang menyebabkan kata setelahnya menjadi harokat kasroh.
اف� كشره� وه�و م�ض� م�حمد : م�ج�زور ي��Artinya Nabi Muhammad. Merupakan bagian dari majrur.
ه اف� ال�ي$ رس�ولا : م�ض�Artinya sebagai Rasulnya. Mudhof ilaih sebagai sesuatu yang disandarkan dari kalimat sebelumnya.
4
3. Kajian Perawi HadisHadis Riwayat Muslim ini memiliki jalur sanad
sebagai berikut:
Rasulullah =< Abbas bin Abdul Muthalib =< Amir bin sa’adbin abi waqash =< Muhammad bin Ibrahim =< yazid binAbdullah =< abdul aziz bin Muhammad
a. Riwayat Abbas bin ‘Abdul Muthallib bin Hasyim bin ‘Abdu Manaf
Beliau merupakan perawi pada masa Rasulullah dan
masih dalam kalangan shahabat. Biasanya dipanggil Abul
Fadhil. Gelarnya ‘saaqi ah-haramain’ (Pemberi minum dua
kota suci). Lahir 51 tahun sebelum Hijriah. beliau
adalah paman Rasulullah. Anaknya, Abdullah bin ‘Abbas,
adalah ahli tafsir al-Qur’an dan salah satu ulama
cerdik pandai umat Islam waktu itu.
5
Muhammad bin Yahya
Bisyir bin Al Hakam
Imam Muslim
Mengenai waktu beliau masuk Islam, para ulama masih
berselisih pendapat. Satu pendapat mengatakan beliau
masuk Islam sebelum Hijriah tapi keislamannya tidak
ditampakkan. Pendapat lain mengatakan beliau masuk
Islam ketika terjadi peristiwa hijrah. Sejak dirinya
masuk Islam, beliau sangat benci dengan perbudakan.
Dalam satu hari beliau membeli 70 budak untuk kemudian
dimerdekakan.
Selama menemani perjuangan Rasulullah, beliau telah
meriwayatkan kurang lebih 35 hadits. Di akhir hayatnya
beliau buta. Tepat pada hari Jum’at 14 Rajab tahun 32
Hijriah beliau menghembuskan nafas terakhir.
b. Riwayat Amir bin Sa’ad bin Abi Waqash
Beliau merupakan termasuk dalam masa tabi’in di
kalangan pertengahan. Beliau tinggal di Madinah dan
kemudian wafat pada tahun 104 Hijriah. Menurut Ulama
Al’Ajli dan Muhammad bin Sa’ad, Amir bin Sa’ad
merupakan yang dikenal kemampuan dhabith-annya
(kemampuan memahami dan kesetiaan ingatannya. Daya
ingat dan hafalannya yang baik) atau tsiqoh-nya. Adapun
menurut Ibnu Hibban, beliau mentsiqohkannya.
c. Riwayat Muhammad bin Ibrahim bin al-Harits bin Khalid
Beliau salah satu Tabi’in di kalangan biasa.
Muhammad bin Ibrahim tinggal di Madinah dan kemudian
wafat pada tahun 120 Hijriah. Kuniyah (panggilan)
6
beliau yakni Abu ‘Abdullah. Menurut Ulama Ya’kub bin
Syaibah, Muhammad bin Ibrahim bin al-Harits yang diakui
ke-dhabith-annya atau tsiqoh-nya. Sedangkan menurut Ulama
Ibnu Hajar al-‘Asqalani beliau merupakan tsiqoh lahu Afrod.
Adapun Ulama Adz Dzahabi mereka men-tsiqoh-kannya.
d. Riwayat Yazid bin ‘Abdullah bin Usamah bin al-Had
Beliau salah satu Tabi’in di kalangan biasa. Yazid
bin ‘Abdullah tinggal di Madinah dan kemudian wafat
pada tahun 139 Hijriah. Kuniyah beliau yakni Abu
‘Abdullah. Ada berbagai macam pendapat Ulama tentang
Yazid bin ‘Abdullah. Menurut Ulama Yahya bin Ma’in, An-
Nasa’i, Abu Hatim, Ya’kub bin Sufyan dan Al’Ajli,
beliau yang telah diakui ke-tsiqah-annya dan ke-dhabith-
annya. Adapun menurut ulama Ibnu Hajar al-Asqalani dan
Adz-Dzahabi beliau termasuk tsiqoh mukatsir. Ulama Ibnu
Hibban menyebutkannya dalam ats-tsiqaat dan Ulama Ahmad
bin Hambal mengatakan laisa bihi ba’s.
e. Riwayat Abdul ‘Aziz bin Muhammad bin ‘Ubaid bin Abi ‘Ubaid
Beliau merupakan kalangan pertengahan Tabi’ut
Tabi’in. Kuniyah beliau yakni Abu Muhammad. Semasa
hidupnya beliau tinggal di Madinah dan wafat pada tahun
187 Hijriah. Menurut Ulama Al’Ajli menyebutkan bahwa
beliau tsiqah. Sedangkan menurut Ibnu Hibban disebutkan
dalam ats-tsiqaat. Menurut Yahya bin Ma’in menyebutkan
7
laisa bihi ba’s sementara menurut ulama Abu Zur’ah dia yang
memiliki kemampuan hafalan yang buruk.
f. Riwayat Muhammad bin Yahya bin Abi ‘Umar (Jalur sanad 1, perawi
terakhir)
Beliau merupakan kalangan tertua Tabi’ul Atba.
Kuniyah beliau yakni Abu ‘Abdullah. Beliau tinggal di
Marur Rawdz dan wafat pada tahun 243 Hijriah. Menurut
Ibnu Uyainah dan Ibnu Hajar al-‘Asqalani menyebut
tentang beliau merupakan orang yang Shaduuq. Menurut
Adz-Dzahabi menyebutkan beliau termasuk seorang yang
Hafizh. Ahmad bin Hambal menyebutkan beliau termasuk
Shalih. Sedangkan ulama Ibnu Hiban mengatakan bahwa
beliau disebutkan dalam ats’ tsiqaat dan Maslamah bin
Qasim mengatakan la ba’sa bih.
g. Riwayat Bisyr bin al-Hakam bin Habib bin Mihran (Jalur sanad 2,
Perawi terakhir)
Beliau merupakan kalangan tertua dalam Tabi’ul
Atba’. Kuniyah beliau yakni Abu ‘Abdur Rahman. Beliau
tinggal di Himsh kemudian wafat pada tahun 238 Hijriah.
Ulama Ibnu Hibban menyebutkan bahwa beliau disebutkan
dalam ats-tsiqaat. Sementara ulama Adz Dzahabi tidak
menyebutkannya tentang beliau. Adapun Ibnu Hajar
mengatakan beliau tsiqah zahid faqih
8
4. Syarah Kalimat dan Pendapat Ulama
�مان ا ي�$ Wعم ال اق� ط� د�“Maka dia telah merasakan nikmatnya iman"
Seseorang yang telah merasa ridha dengan sesuatu maka
sesuatu itu akan terasa mudah baginya. Demikian pula
seorang mukmin apabila iman telah meresap ke dalam hatinya
maka akan terasa mudah segala ketaatan kepada Allah dan dia
akan merasakan nikmat dengannya (lihat Syarh Muslim [2/86]
cet. Dar Ibnu al-Haitsam).
Dia bisa merasakan nikmatnya iman tatkala ia memenuhi tiga
kriteria sebagai serang mukmin, yakni:
1. Ridha Allah sebagai Rabb
2. Ridha Islam sebagai agama
3. Ridha Muhammad sebagai rasul
ا � اال�له ري ي ي�� م�ن� رض� “orang yang ridha Allah sebagai Rabb-nya”
Imam ar-Raghib al-Ashfahani rahimahullah berkata, “Akar kata dari
Rabb adalah tarbiyah; yaitu menumbuhkan sesuatu dari satu keadaan kepada
keadaan berikutnya secara bertahap hingga mencapai kesempurnaan.”
(lihat al-Mufradat fi Gharib al-Qur’an [1/245])
9
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah berkata,
“Rabb artinya adalah yang mentarbiyah seluruh alam; dan alam itu adalah
segala sesuatu selain Allah. Tarbiyah itu berupa penciptaan mereka, pemberian
berbagai sarana yang Allah sediakan untuk mereka, pemberian nikmat kepada
mereka dengan kenikmatan yang sangat agung; yang seandainya mereka tidak
mendapatkannya niscaya mereka tidak mungkin bertahan hidup di alam dunia.
Nikmat apapun yang ada pada diri mereka adalah bersumber dari Allah ta’ala.”
(lihat Taisir al-Karim ar-Rahman, sebagaimana tercantum dalam al-
Majmu’ah al-Kamilah [1/34])
Syaikh Prof. Dr. Ibrahim ar-Ruhaili hafizhahullah berkata,
“Rabb menurut bahasa digunakan untuk tiga makna; sayyid/tuan yang
dipatuhi, maalik/pemilik atau penguasa, atau sosok yang melakukan
ishlah/perbaikan untuk selainnya.” (lihat transkrip ceramah Syarh
Tsalatsat al-Ushul milik beliau)
Syaikh as-Sa’di rahimahullah menjelaskan, “Tarbiyah Allah ta’ala
kepada makhluk-Nya ada dua macam: umum dan khusus. Tarbiyah yang
bersifat umum adalah berupa penciptaan seluruh makhluk, pemberian rizki dan
petunjuk kepada mereka menuju kemaslahatan hidup mereka untuk bisa
bertahan hidup di alam dunia. Adapun tarbiyah yang bersifat khusus adalah
tarbiyah yang Allah berikan kepada para wali-Nya. Allah mentarbiyah mereka
dengan keimanan, memberikan taufik kepada mereka untuk itu dan
menyempurnakan iman mereka...” (Taisir al-Karim ar-Rahman, lihat al-
Majmu’ah al-Kamilah [1/34], lihat juga Tafsir Surah al-Fatihah, hal.
12)
10
Hal ini berkaitan dengan Tauhid rububiyah, yakni seorang
hamba meyakini bahwa Allah adalah satu-satunya Rabb, Yang
Maha Mencipta, Yang Maha Memberikan Rizki, Yang Mengatur
segala urusan, yang memelihara dan menjaga seluruh makhluk
dengan segala bentuk nikmat dan Allah pula yang memelihara
dan menjaga makhluk-makhluk pilihan-Nya yaitu para nabi dan
pengikut mereka dengan bimbingan akidah yang benar, akhlak
yang mulia, ilmu-ilmu yang bermanfaat, maupun amal salih.
Inilah bentuk tarbiyah (pemeliharaan dan penjagaan) yang
bermanfaat bagi hati dan ruh, yang akan membuahkan
kebahagiaan di dunia dan di akherat (lihat al-Qaul as-Sadid fi
Maqashid at-Tauhid, hal. 13)
Tauhid rububiyah bisa didefinisikan dengan mengesakan Allah
dalam hal penciptaan, kekuasaan, dan pengaturan. Allah ta’ala
berfirman (yang artinya), “Apakah ada pencipta selain Allah yang
memberikan rizki kepada kalian dari langit dan bumi?” (QS. Fathir: 3).
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan milik Allah lah
kekuasaan atas langit dan bumi.” (QS. Ali ‘Imran: 189). Allah ta’ala
berfirman (yang artinya), “Katakanlah: Siapakah yang memberikan
rizki kepada kalian dari langit dan bumi, atau siapakah yang menguasai
pendengaran dan penglihatan, siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari
yang mati, siapakah yang mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan
siapakah yang mengatur segala urusan. Niscaya mereka akan menjawab, Allah.
Maka katakanlah, Lalu mengapa kalian tidak bertakwa.” (QS. Yunus: 31)
(lihat al-Qaul al-Mufid ‘ala Kitab at-Tauhid [1/5-6] cet. Maktabah
al-’Ilmu, lihat juga Syarh al-Arba’in an-Nawawiyah hal. 34)
11
Ridha terhadap Uluhiyyah-Nya Subhanahu wa Ta’ala mengandung
keridhan dengan cara mencintai-Nya semata, takut, berharap,
patuh, dan tunduk hanya kepada-Nya. dan hal itu
mengharuskan untuk beribadah hanya kepada-Nya dan ikhlash
di dalamnya.
Ridha terhadap Rububiyyah-Nya mencakup ridha terhadap
pengaturan-Nya terhadap hamba-Nya, pengesaan-Nya dalam
bertawakkal hanya kepada-Nya, dalam meminta pertolongan,
merasa yakin dan hanya bersandar kepada-Nya dan hendaknya
ia ridha dengan segala sesuatu yang Allah perbuat kepada-
Nya.” (Madarijus Salikin)
Maka yang pertama adalah mencakup keridha-an seorang hamba
terhadap apa yang diperintahkan kepadanya, dan yang keduan
ridha terhadap apa yang ditakdirkan untuknya
ا ب� $iث لام د ا لاس� � ي و“dan Islam sebagai agamanya”
Secara bahasa islam artinya adalah menyerahkan diri. Adapun
menurut syari’at, islam adalah sikap pasrah kepada Allah
dengan mentauhidkan-Nya, tunduk kepada-Nya dengan
melaksanakan ketaatan, dan berlepas diri dari syirik dan
pelakunya (lihat at-Tauhid li ash-Shaff al-Awwal al-’Aali, hal. 62)
Dari Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu’anhuma, beliau berkata:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Islam dibangun di
12
atas lima perkara: syahadat bahwa tidak ada sesembahan -yang benar- selain
Allah dan Muhammad adalah utusan Allah –dalam riwayat lain syahadat
diungkapkan dengan kata-kata: mentauhidkan Allah, dalam riwayat lain lagi
disebutkan: beribadah kepada Allah dan mengingkari sesembahan selain-Nya–,
mendirikan sholat, menunaikan zakat, berhaji, dan berpuasa Ramadhan.”
(HR. Bukhari dalam Kitab al-Iman [8] dan Muslim dalam Kitab al-
Iman [16])
Islam ditegakkan di atas dua prinsip pokok. Pertama;
beribadah kepada Allah semata. Kedua; beribadah kepada
Allah hanya dengan syari’at-Nya. Kedua hal ini telah
tercakup di dalam dua kalimat syahadat yang kita ucapkan:
asyhadu an laa ilaha illallah wa asyhadu anna Muhammadar rasulullah. “Aku
bersaksi bahwa tidak ada sesembahan -yang benar- selain Allah, dan aku
bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah.”
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda, “Iman itu terdiri dari tujuh puluh lebih atau enam
puluh lebih cabang. Yang paling utama adalah ucapan laa ilaha illallah, yang
paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan, dan rasa malu
adalah salah satu cabang keimanan.” (HR. Bukhari dalam Kitab al-Iman
[9] dan Muslim dalam Kitab al-Iman [35], lafal ini milik
Muslim). Imam an-Nawawi rahimahullah berkata, “Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam telah menegaskan bahwa yang paling utama di antara semua
cabang itu adalah tauhid; yang hukumnya wajib atas setiap orang, dan tidaklah
dianggap sah cabang-cabang iman yang lain kecuali setelah sahnya hal ini.”
(lihat Syarh Muslim [2/88] cet. Dar Ibnul Haitsam)
13
Islam merupakan agama yang telah sempurna. Allah ta’ala
berfirman (yang artinya), “Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk
kalian agama kalian, Aku telah cukupkan nikmat-Ku atas kalian, dan Aku telah
ridha Islam sebagai agama bagi kalian.” (QS. al-Ma’idah: 3). Ibnu
Katsir rahimahullah berkata, “Ini adalah nikmat terbesar dari Allah ta’ala
untuk umat ini. Dimana Allah ta’ala telah menyempurnakan untuk mereka
agama mereka sehingga mereka tidak membutuhkan lagi agama selainnya,
dan juga tidak butuh nabi selain nabi mereka -semoga salawat dan
keselamatan terus terlimpah kepada beliau-. Oleh sebab itulah Allah ta’ala
menjadikan beliau sebagai penutup nabi-nabi dan diutus kepada segenap jin
dan manusia…” (lihat Tafsir al-Qur’an al-’Azhim [3/20])
Sedangkan ridha menjadikan Islam sebagai agamanya dalah
jika Allah berfirman, atau menghukumi, atau memerintahkan,
atau melarang, ia akan ridha sepenuh keridha-an, tidak
tersisa sedikitpun sempit (keberatan) terhadap hukumnya,
menerimanya dengan sebenar-benar penerimaan, sekalipun
bertentangan dengan keinginan jiwanya atau hawa nafsunya
atau bertentangan dengan perkataan orang yang dijadikan
panutan olehnya, guruny dan kelompoknya.(Dinukil dari
Madarijus Saalikin)
ولا مد رس� مح وي��“dan Muhammad sebagai Rasulnya”
Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Allah Yang Maha Suci telah
memberikan karunia dua perkara agung kepada keturunan Adam. Kedua hal
itu merupakan pokok kebahagiaan. Pertama; Setiap bayi yang terlahir berada
14
di atas fitrah (tauhid). Setiap jiwa apabila dibiarkan begitu saja niscaya ia akan
mengakui bahwasanya Allah adalah ilah/sesembahan baginya. Ia akan
mencintai-Nya dan akan menyembah-Nya tanpa mempersekutukan-Nya
dengan sesuatu apapun. Akan tetapi karena adanya bisikan setan dari
kalangan jin dan manusia satu sama lain itulah yang menyebabkan kebatilan di
mata mereka seolah menjadi sesuatu yang tampak indah dan menawan. Kedua;
Allah ta’ala telah memberikan petunjuk kepada umat manusia dengan
bimbingan yang bersifat umum. Sehingga di dalam diri mereka secara fitrah
telah terpatri pengenalan -kepada kebenaran- dan sebab-sebab guna meraih
ilmu. Setelah itu, Allah pun menurunkan kitab-kitab suci dan mengutus para
rasul sebagai pembimbing bagi mereka.” (lihat Mawa’izh Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah, hal. 35)
Ibnul Qoyyim rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya kehidupan
yang membawa manfaat hanya bisa digapai dengan merespon seruan Allah
dan rasul-Nya. Barang siapa yang tidak merespon seruan tersebut maka tidak
ada kehidupan sejati padanya. Meskipun dia memiliki kehidupan ala binatang
yang tidak ada bedanya antara dirinya dengan hewan yang paling rendah
sekalipun. Oleh sebab itu kehidupan yang hakiki dan baik adalah kehidupan
orang yang memenuhi seruan Allah dan rasul-Nya secara lahir dan batin.
Mereka itulah orang-orang yang benar-benar hidup, walaupun tubuh mereka
telah mati. Adapun selain mereka adalah orang-orang yang telah mati,
meskipun badan mereka hidup. Oleh karena itu orang yang paling sempurna
kehidupannya adalah yang paling sempurna di antara mereka dalam
memenuhi seruan dakwah Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena
sesungguhnya di dalam setiap ajaran yang beliau dakwahkan terkandung
unsur kehidupan sejati. Barang siapa yang kehilangan sebagian darinya maka
dia kehilangan sebagian unsur kehidupan, bisa jadi di dalam dirinya masih
15
terdapat kehidupan sekadar dengan responnya terhadap ajakan Rasul
shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (lihat al-Fawa’id, hal. 85-86 cet. Dar
al-’Aqidah)
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah berkata, “Makna
syahadat bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah yaitu mentaati segala
perintahnya, membenarkan berita yang disampaikannya, menjauhi segala yang
dilarang dan dicegah olehnya, dan tidak beribadah kepada Allah kecuali
dengan syari’atnya.” (lihat Hushul al-Ma’mul bi Syarh Tsalatsat al-Ushul,
hal. 116)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan tidaklah Kami utus
seorang rasul pun melainkan supaya ditaati dengan izin Allah.” (QS. an-
Nisaa’: 64). Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Apa saja
yang dibawa oleh rasul kepada kalian maka ambillah, dan apa saja yang
dilarang olehnya kepada kalian maka tinggalkanlah.” (QS. al-Hasyr: 7).
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan tidaklah dia -
Muhammad- berbicara dari hawa nafsunya, tidaklah hal itu melainkan wahyu
yang diwahyukan kepadanya.” (QS. an-Najm: 3-4). Allah ta’ala
berfirman (yang artinya), “Dan ikutilah dia (rasul) mudah-mudahan
kalian mendapatkan petunjuk.” (QS. al-A’raaf: 158). Allah ta’ala
berfirman (yang artinya), “Apabila mereka tidak mau memenuhi
seruanmu (Muhammad), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka itu
mengikuti hawa nafsunya. Dan siapakah orang yang lebih sesat daripada orang
yang mengikuti hawa nafsunya tanpa petunjuk dari Allah.” (QS. al-
Qashash: 50)
Allah ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Hendaknya merasa
takut orang-orang yang menyelisihi urusan rasul itu, karena mereka akan
16
tertimpa fitnah atau merasakan siksaan yang sangat pedih.” (QS. an-Nur:
63). Allah ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Tidak pantas
bagi seorang beriman lelaki ataupun perempuan apabila Allah dan rasul-Nya
telah memutuskan suatu perkara kemudian ternyata masih ada bagi mereka
pilihan yang lain dalam menyelesaikan urusan mereka.” (QS. al-Ahzab:
36). Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Kemudian, apabila
kalian berselisih tentang perkara apa saja maka kembalikanlah kepada Allah
dan rasul, apabila kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir.”
(QS. an-Nisaa’: 59).
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang taat
kepada rasul, sesungguhnya dia telah taat kepada Allah.” (QS. an-Nisaa’:
80). Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Maka demi Rabbmu,
mereka sama sekali tidak beriman sampai mereka mau menjadikan kamu
sebagai hakim/pemutus perkara dalam apa yang mereka perselisihkan di
antara mereka, kemudian mereka tidak lagi mendapati rasa sempit di dalam
diri mereka atas apa yang kamu putuskan dan mereka pun pasrah secara
sepenuhnya.” (QS. an-Nisaa’: 65)
Adapun ridha menjadikan Nabinya (Muhammad) sebagai seorang
Rasul, maka ia mencakup kesempurnaan ketundukkan kepadanya,
dan kepasrahan mutlak untuknya, yang mana beliau shallallahu
‘alaihi wasallam menjadi manusia yang paling didahulukan
dibandingkan dirinya sendiri, sehingga ia tidak mengambil
petunjuk kecuali dari sabda-sabda beliau, tidak berhukum
kecuali kepada beliau, tidak menghukuminya (petunjuk
beliau) dengan selainnya, dan tidak ridha sedikitpun dengan
hukum selain hukum beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, tidak pada
masalah nama-nama Allah, sifat-sifat-Nya dan perbuatan-Nya,
17
tidak pada hakekat keimanan dan tingkatan-tingkatannya, dan
tidak pula pada hukum-hukum yang tampak dan yang
tersembunyi.
a. Penjelasan Makna Keseluruhan Hadis Menurut Para Ulama
Imam An Nawawi ketika menjelaskan hadits di atas, beliau
berkata: “Orang yang tidak menghendaki selain (ridha) Allah
dan tidak menempuh selain jalan agama Islam serta tidak
melakukan ibadah kecuali dengan apa yang sesuai dengan
syariat (yang dibawa oleh) Rasulullah , tidak diragukan
lagi bahwa barangsiapa yang memiliki sifat ini, maka
niscaya kemanisan iman akan masuk ke dalam hatinya sehingga
dia bisa merasakan kemanisan dan kelezatan iman tersebut
(secara nyata)”.
Sedangkan Ibnul Qayyim rahimahullah ketika mengomentari
hadits ini dan hadits:
محمد رس�ول ا ، وي�� ب� $iث س�لام د Wالا ا ، وي�� � ال�له ري ي$ ي�� مان� م�ن� رض� ي$7 Wاق� ط�عم الا د�
"Orang yang ridha dengan Allah sebagai Rabb-nya dan Islamsebagai agamanya serta Muhammad sebagai Rasulnya, maka diatelah merasakan nikmatnya iman."
Beliau rahimahullah berkata:”Di atas kedua hadits ini,
berkisar (berputar) tingkatan agama, dan kepada keduanya ia
18
(tingkatan agama) berhenti, keduanya telah mencakup ridha
terhadap rububiyyah dan uluhiyyah-Nya Subhanahu wa Ta’ala,
ridha terhadap Rasul-Nya dan tunduk patuh kepadanya, dan
ridha terhadap agamanya dan pasarah kepadanya. Dan
barangsiapa yang terkumpul pada dirinya empat hal ini, maka
ia benar-benar orang yang shiddiiq. Ia mudah diklaim dan
diucapkan oleh lisan, namun ia pada kenyataannya ia adalah
perkara dan ujian yang paling susah, lebih-lebih jika
datang sesuatu yang menyelisihi hawa nafsu dan
keinginannya.”
Sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam (ا � ال�ل������������ه ري ت� ي�� ي$ aku) (رض��������������
ridha/rela Allah sebagai Rabb), maksudnya adalah aku rela
dengan-Nya, aku mencukupkan diri dengan-Nya, dan aku tidak
mencari selain-Nya. Dan sabda beliau ا) ب� $iث لام د س������ Wالا dan (aku) (وي��ridha) Islam sebagai agamaku), maksudnya adalah aku ridha
dengan menjadikan Islam sebagai agamaku, dalam artian aku
tidak akan berjalan di atas jalan selain Islam, dan aku
tidak akan menempuh kecuali apa-apa yang sesuai dengan
syari’at Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan sabda beliau (
ولا محم�������������د رس������������� dan) (وي�� ridha dengan Muhammad sebagai Rasul),
maksudnya aku ridha dengan Muhammad menjadi Rasul, dalam
artian aku beriman dengan status beliau sebagai seorang
yang diutus kepadaku, dan kepada seluruh kaum Muslimin.
(Syarh Sunan Abu Dawud 5/439)
19
5. Hikmah yang dapat dipetik dari hadits
Iman kepada Allah subhanahu wata?ala memiliki rasa manis
yang tidak mungkin dinikmati, kecuali oleh orang-orang
yang beriman dengan sebenarnya, yang disifati dengan
ciri-ciri yang mengindikasikan sebagai ahlinya. Oleh
karena itu, tidak semua orang yang menyatakan dirinya
mukmin otomatis dapat merasakan manisnya iman itu.
Cinta Allah, kemudian disusul cinta Rasul-Nya shallallahu ?
alaihi wasallammerupakan ciri terpenting yang harus dimiliki
oleh siapa saja yang ingin merasakan lezatnya iman. Cinta
Allah dan cinta rasul-Nya tidak boleh diungguli oleh
cinta kepada siapa pun selain keduanya. Bahkan cinta
Allah dan Rasul-Nya merupakan parameter dan tolok ukur
bagi kecintaan terhadap diri sendiri, orang tua, anak,
dan seluruh manusia.
Mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah
merupakan tuntutan dari kecintaan terhadap Allah
subhanahu wata?ala. Ia berada di atas kecintaan terhadap
seluruh manusia.
Selayaknya jalinan seorang muslim dengan muslim yang lain
dibangun di atas landasan cinta kepada Allah subhanahu
wata?ala. Karena jenis cinta seperti ini memiliki keutamaan
yang amat besar, dan mendatangkan pahala yang banyak.
Imam al-Bukhari dan imam Muslim meriwayatkan hadits
Nabi shallallahu ?alaihi wasallam tentang tujuh golongan yang
akan dinaungi oleh Allah pada hari tidak ada naungan
20
kecuali naungan-Nya. Salah satu di antaranya adalah, "Dua
orang yang saling menyintai karena Allah, berkumpul karena-Nya dan
berpisah karena-Nya."
6. Hadis Pembanding
Hadis pembanding ini merupakan riwayat dari Ahmad Hambali
no. 208, yakni sebagai berikut :
ن� ال�هاد ع�ن� م�حمد ي اب�� عي� د ي�$ $ ي ن� م�حمد ع�ن� ي�$ز� ي7$ز� ب�� دال�عز� ا ع�ب� ب� عي ث�� اف�� ي ال�س عي� ن� ادرس ي�$ ا م�حمد ب�� ب� د ث�� ح�ه س�مع رس�ول ال�له ص�لي ال�له دال�مطلب� ان�� اس ب��ن� ع�ب� ن� س�عد ع�ن� ع�ب� ب$7 م ع�ن� ع�ا مر ن� اي��زه�ي$ اب��
ا رس�ولا. ب$ ب� محمد ن�� ا وي�� ب� $iث ا الاس�لم د ا وي�� � ا ال�له ري ي ي�� مان� م�ن� رض� $ اق� ط�عم الاي ول : د� ق� ه وس�لم ي�$ ع�لي$Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Idris yaitu Asy Syafi'i, telah
menceritakan kepada kami Abdul Aziz bin Muhammad dari Yazid yaitu Ibnu Al Had,
dari Muhammad bin Ibrahim dari 'Amir bin Sa'd dari Abbas bin Abdul Muththalib
bahwa dia mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Yang bisa
21
merasakan manisnya iman adalah orang yang rela Allah sebagai Rabbnya, Islam
sebagai diennya, dan Muhammad sebagai Rasulnya."
a. Jalur sanad Hadis Riwayat Imam Ahmad Hambali No. 208
Rasulullah =< Abbas bin Abdul Muthalib =< Amir bin sa’ad binabi waqash =< Muhammad bin Ibrahim =< yazid bin Abdullah =<abdul aziz bin Muhammad =< Muhammad bin Idris (Syafi’i) =<Ahmad Hambali
b. Perbedaan dari segi sanad
c. Perbedaan dari segi matan
22
d. Keterkaitan hadis melalui jalur sanad Muslim dengan Ahmad
Rasulullah =< Abbas bin Abdul Muthalib =< Amir bin sa’ad bin abi waqash =< Muhammad bin Ibrahim =< yazid bin Abdullah =< abdul aziz bin Muhammad
KESIMPULAN
23
Muhammad binYahya
Bisyir binAl- Hakam
Imam Muslim
Muhammad binIdris (Syafi’i)
Imam Hambali
Kajian hadis yang dipergunakan merupakan ilmu hadisdirayah dimana untuk mengetahui hakikat periwayatan (penukilanhadis dan penyandaraannya), syarat-syarat periwayatannya,mengetahui keadaan para perawi serta diterima atau ditolaknyasuatu hadis berdasarkan hukum –hukum periwayatannya.
Setelah ditelaah, dapat diambil sebuah kesimpulan biladitinjau dari segi kuantitasnya, hadis ini merupakan hadisAhad yang jumlah perawinya tidak mencapai batas perawi hadismuttawatir
Dan ditinjau dari segi kualitasnya, hadis ini merupakanhadis hasan dikarenakan salah satu perawi dari hadis riwayatMuslim dan Ahmad, yakni ‘Abdul Aziz bin Muhammad memilikihafalan yang buruk atau lemah hafalannya, sementara syaratsalah satu hadis dapat dikatakan shahih adalah yang dhabit(kuat hafalannya), ‘adil, serta tersambung sanadnya.
24
DAFTAR PUSTAKA
al-Mufradat fi Gharib al-Qur’an [1/245]
Fuad, Sa’ad.2001.Tata Bahasa Al-Qur’an (Ash-Sharf). Jakarta: Yayasan Bina Insan Mandiri.
Ishom ashobuti, hazim mahmud.2001.Kitab Shahih Muslim Cetakan IV. Darul hadis: Kairo.
Taisir al-Karim ar-Rahman, lihat al-Majmu’ah al-Kamilah [1/34], lihat juga Tafsir Surah al-Fatihah, hal. 12
25