jurnal hubungan faktor ibu dan janin dengan kejadian ruptur ...

14
JURNAL HUBUNGAN FAKTOR IBU DAN JANIN DENGAN KEJADIAN RUPTUR PERINEUM DI CIPTA MEDIKA CIKARANG 2013 Oleh RATNA AGUSTIN 0712000943 PROGRAM STUDI DIPLOMA IV KEBIDANAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU JAKARTA 2014

Transcript of jurnal hubungan faktor ibu dan janin dengan kejadian ruptur ...

1

JURNAL

HUBUNGAN FAKTOR IBU DAN JANIN DENGAN KEJADIAN RUPTUR

PERINEUM DI CIPTA MEDIKA CIKARANG 2013

Oleh

RATNA AGUSTIN

0712000943

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV KEBIDANAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU

JAKARTA

2014

Hubungan Faktor Ibu Dan Janin Dengan Kejadian Ruptur Perineum Di

Cipta Medika Cikarang 2013

Ratna Agustin

1, Hafizurrahman

2

1Mahasiswa Program DIV Kebidanan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Maju Jakarta

2Dosen DIV Kebidanan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Maju Jakarta

[email protected], [email protected]

ABSTRAK

Di seluruh dunia pada tahun 2009 terjadi 2,7 juta kasus ruptur perineum pada ibu bersalin. Angka ini

diperkirakan mencapai 6,3 juta pada tahun 2050. Di Asia ruptur perineum juga merupakan masalah

yang cukup banyak dalam masyarakat, 50% dari kejadian ruptur perineum di dunia terjadi di Asia.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara faktor ibu dan faktor janin terhadap kejadian

ruptur perineum di Klinik Cipta Medika dan Rumah Bersalin 1 Cikarang tahun 2013. Penelitian dengan

metode deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional yaitu untuk mempelajari dinamika

korelasi antara faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data

sekaligus pada suatu saat. Hasil penelitian, variabel paritas ≥ 2 sebanyak 26 orang(28,6%)paritas < 2

lebih 65 orang (71,4%). lama persalinan ≥ 3jam sebanyak 28 orang (30,8%) < 3 jam lebih yaitu 63

orang (69,2%). berat bayi lahirnya < 3.500 gram sebanyak 25 orang (27,5%), ≥ 3.500 gram sebanyak

66 orang (72,5%). presentasi kepala sebanyak 59 orang(64%)presentasi bukan kepala sebanyak 32

orang(35,2%). Kesimpulannya yaitu rupture perineum, paritas, lama persalinan, berat bayi lahir

mempunyai hubungan dan besaran dengan kejadian ruptur perineum, sedangkan presentasi tidak ada

hubungan dengan kejadian ruptur perineum. Saran dapat dilakukan pencegahan dini, seperti konseling

tentang pemijatan perineum saat Ante Natal Care dan untuk para bidan agar selalu menggunakan

Asuhan Persalinan Normal dan meningkatkan kualitas pelayanan demi kenyamanan pasien.

Kata Kunci : rupture perineum, paritas, lama persalinan, berat bayi lahir, presentasi.

ABSTRACT

Arround the world in 2009, there were 2.7 million cases of rupture maternal perineum. This figure is

estimated to reach 6.3 million 2050. In Asia ruptured perineum is also considerable problem in the

community, 50 % of the rupture of the perineum in the world. The purpose this study was to determine

the relationship between maternal factors and fetal factors on the incidence of ruptured perineum.

Research with descriptive analytic methods with cross sectional, observation or data collection at once

at a time . The results of the study, the variable parity ≥ 2 were 26 (28.6 %) parity < 2 over 65 (71.4 %).

≥ 3 hours long labor by 28 (30.8%) < 3 hours over that 63 people (69.2%). infant birth weight < 3,500

grams of 25 (27.5%), ≥ 3,500 grams of 66 people (72.5%), presentation o head as many 59 (64.8%)

presentation isn’t the head of as many as 32 (35.2%). In conclusion, namely rupture perineum, parity,

duration of labor, birth weight and mass have a relationship, while presenting no association with

rupture perineum. Suggestions can be done early prevention, such as counseling about perineal massage

while Ante Natal Care and to the midwives to always use Normal Care and improve the quality of care

for convenience of patients .

Keyword : rupture of the perineum, parity, duration of labor, birth weight, presentation.

1

Pendahuluan

Kematian ibu atau kematian maternal saat

ini masih merupakan salah satu masalah

kesehatan reproduksi yang sangat penting.

Tingginya angka kematian maternal mempunyai

dampak yang besar terhadap keluarga dan

masyarakat. Kematian seorang wanita saat

melahirkan sangat mempengaruhi kelangsungan

hidup bayinya, karena bayi yang bersangkutan

akan mengalami nasib yang sama dan

keluarganya bercerai berai. Oleh karena itu

angka kematian maternal dapat digunakan

sebagai salah satu indikator kesejahteraan

masyarakat, khususnya indikator kesehatan

ibu.1

Berdasarkan profil kesehatan Indonesia

Tahun 2012, angka kematian ibu (kematian

maternal) berkisar antara 359/100.000 kelahiran

hidup. Jika dibandingkan dengan angka

kematian ibu tahun 2007 sebesar 228/100.000

kelahiran hidup, angka kematian ibu tersebut

mengalami kenaikan. Target Rencana Strategi

(RENSTRA) 2010-2014 Angka kematian ibu

(AKI) diharapkan menurun dari 228 menjadi

118 per 100.000 kelahiran hidup. Upaya

Menurunkan AKI Departemen Kesehatan

menargetkan angka kematian ibu pada tahun

2015 menjadi 102 / 100.000 orang per tahun.2

Angka Kematian Ibu (AKI) menjadi

salah satu indikator penting dalam menentukan

derajat kesehatan masyarakat. Salah satu

prioritas utama dalam pembangunan sektor

kesehatan sebagaimana tercantum dalam

Propenas serta strategi Making Pregnancy Safer

(MPS) atau kehamilan yang aman sebagai

kelanjutan dari program Safe Motherhood

dengan tujuan untuk mempercepat penurunan

kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir,

dalam pernyataan yang diterbitkan di situs

resmi WHO dijelaskan bahwa untuk mencapai

target Millennium Development Goal’s,

penurunan angka kematian ibu dari tahun 1990

sampai dengan 2015 haruslah mencapai 5,5

persen pertahun.3

Angka kematian ibu (AKI) melahirkan,

tahun 2010 di Provinsi Jawa Barat mencapai

187 per seribu kelahiran hidup, sedangkan rata-

rata nasional berada pada angka 228 perseribu

kelahiran hidup. Angka kematian bayi 23 per

seribu kelahiran hidup, dan rata-rata nasional

sebesar 35 per seribu kelahiran hidup.

Diharapkan angka ini akan jauh menurun sesuai

target MDG’S yaitu sebanyak 102 / 100.000

kelahiran hidup di tahun 2015. Penyebab utama

kematian tersebut adalah perdarahan yaitu

sebanyak 47 % atau kira–kira sebanyak 89

ibu.Pada tahun 2007, 53% ibu tidak mengalami

komplikasi selama persalinan, persalinan lama

37%, perdarahan lebih dari 500 cc sebesar 9%,

dan demam sebesar 7%, komplikasi kejang 2%

dan KPD lebih dari 6 jam 17%).4

Di seluruh

dunia pada tahun 2009 terjadi 2,7 juta kasus

ruptur perineum pada ibu bersalin. Angka ini

diperkirakan mencapai 6,3 juta pada tahun

2050. Di Asia ruptur perineum juga merupakan

masalah yang cukup banyak dalam masyarakat,

50 % dari kejadian ruptur perineum di dunia

terjadi di Asia.5

Perdarahan postpartum menjadi penyebab

utama 40% kematian ibu di Indonesia. Robekan

jalan lahir merupakan penyebab kedua

perdarahan setelah atonia uteri yang terjadi pada

hampir persalinan pertama dan tidak jarang juga

pada persalinan berikutnya. Pada seorang

primipara atau orang yang baru pertama kali

melahirkan ketika terjadi peristiwa "kepala

keluar pintu". Pada saat ini seorang primipara

biasanya tidak dapat tegangan yang kuat ini

sehingga robek pada pinggir depannya. Luka-

luka biasanya ringan tetapi kadang-kadang

terjadi juga luka yang luas dan berbahaya.

Sebagai akibat persalinan terutama pada

seorang primipara, biasa timbul luka pada vulva

di sekitar introitus vagina yang biasanya tidak

dalam akan tetapi kadang-kadang bisa timbul

perdarahan banyak .6

Salah satu penyebab morbiditas dan

mortalitas ibu adalah infeksi pada masa nifas

dimana infeksi tersebut berawal dari ruptur

perineum. Ruptur Perineum dapat terjadi karena

adanya rupture spontan maupun episiotomi

perineum yang dilakukan atas indikasi antara

lain: bayi besar, perineum kaku, persalinan yang

kelainan letak, persalinan dengan menggunakan

alat baik forceps maupun vacum. Karena

apabila episiotomi itu tidak dilakukan atas

indikasi dalam keadaan yang tidak perlu

dilakukan dengan indikasi di atas, maka

menyebabkan peningkatan kejadian dan

beratnya kerusakan pada daerah perineum yang

lebih berat.7

Beberapa faktor penyebab

terjadinya ruptur perineum terdiri atas faktor ibu

seperti: usia, paritas, partus presipitatus, berat

bayi lahir, ibu yang tidak mampu berhenti

mengejan, partus yang diselesaikan dengan

buru-buru, edema dan kerapuhan perineum,

varises vulva, arkus pubis yang sempit sehingga

kepala terdorong kebelakang dan episiotomi

yang sempit, dan faktor janin antara lain: bayi

besar, kelainan presentasi, kelahiran bokong,

distosia bahu .8

2

Dalam penelitiannya yang berjudul

hubungan berat badan janin dengan terjadinya

laserasi perineum pada proses persalinan di

Puskesmas Srondol Semarang menyebutkan ibu

yang melahirkan bayi dengan berat >3.500 gram

lebih banyak (35,5%) mengalami laserasi

perineum daripada ibu yang melahirkan bayi

dengan berat < 3.500 gram (32,9%).9

Kejadian

mal presentasi ditemukan sekitar 3-4% dari

seluruh persalinan tunggal. Angka kejadiannya

adalah 3-4% dari seluruh kehamilan. Beberapa

peneliti lain seperti Greenhill melaporkan

kejadian persalinan mal presentasi( presentasi

bukan kepala) sebanyak 4-4,5%.Di Parkland

Hospital 3,5% dari 136.256 persalinan tunggal

dari tahun 1990 sampai 1999 merupakan letak

sungsang. Sedangkan di RSUP dr. Mohammad

Hoesin Palembang sendiri pada tahun 2003-

2007 didapatkan kejadian ruptur perineum

dengan persalinan presentasi bokong (bukan

kepala) sebesar 8,63%.10

Berdasarkan hasil data prasurvey tahun

2011, angka kejadian ruptur perineum di Klinik

Cipta Medika dan Rumah Bersalin 1 Cikarang

masih tinggi yaitu sebanyak 320 ibu dari 467

persalinan normal, dan pada tahun 2012 dari

sebanyak 333 ibu dari 472 persalinan normal

yang mengalami ruptur perineum. Berdasarkan

latar belakang tersebut diatas, maka penulis

bermaksud melakukan penelitian dengan judul

hubungan faktor ibu dan faktor janin dengan

kejadian ruptur perineum di Klinik Cipta

Medika dan Rumah Bersalin 1 Cikarang tahun

2013. Angka kematian ibu (AKI) melahirkan,

tahun 2010 di Provinsi Jawa Barat mencapai

187 per seribu kelahiran hidup, sedangkan rata-

rata nasional berada pada angka 228 perseribu

kelahiran hidup. Angka kejadian ruptur

perineum di Klinik Cipta Medika dan Rumah

Bersalin 1 Cikarang yang masih tinggi pada

persalinan normal yaitu tahun 2011, yaitu

sebanyak 320 ibu dari 467 persalinan normal,

dan dari sebanyak 333 ibu dari 472 persalinan

normal yang mengalami ruptur perineum dan

dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya

usia, paritas, lama persalinan, berat bayi lahir

dan presentasi kepala dan presentasi bukan

kepala. Tujuan dari penelitian adalah

mengetahui hubungan langsung dan tidak

langsung serta besarannya antara faktor ibu

(paritas, lama persalinan) dan faktor janin (berat

bayi lahir, presentasi) terhadap kejadian ruptur

perineum di Klinik Cipta Medika dan Rumah

Bersalin 1 Cikarang tahun 2013.

Metode

Penelitian ini merupakan penelitian yang

bersifat Analitik dengan desain cross sectional

untuk mempelajari dinamika hubungan usia,

paritas, berat bayi lahir, lama persalinan. Model

rancangan ini adalah model pendekatan potong

lintang (point time) yaitu variabel–variabel yang

termasuk dalam factor –factor dan efeknya

diobservasi secara bersamaan pada suatu saat

yang sama.

Penelitian ini menggunakan data

sekunder yang dicatat dari hasil rekam medis

ibu bersalin normal di Klinik dan Rumah

Bersalin 1 Cipta Medika Cikarang tahun 2013.

Penelitian ini menggunakan data

sekunder yang dicatat dari hasil rekam medis

ibu bersalin normal di Klinik dan Rumah

Bersalin 1 Cipta Medika Cikarang Tahun 2013

tentang kejadian ruptur perineum, frekuensi ibu

bersalin yang mengalami ruptur perineum, serta

data-data yang diperlukan untuk mendukung

penelitian ini.

Populasi adalah wilayah generalisasi

yang terdiri atas: objek/subjek yang mempunyai

kuantitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

kemudian ditarik kesimpulannya10

. Populasi

dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang

bersalin normal yang mengalami ruptur

perineum, pada tahun 2013 yaitu 454 orang.

Sampel merupakan bagian populasi yang

akan diteliti atau sebagian jumlah dari

karakteristik yang dimiliki oleh populasi10

.

Sampel penelitian diambil dari populasi studi

yang dipilih dengan karakteristik yang sama

yaitu sebagian ibu bersalin normal yang

mengalami ruptur perineum.

Teknik pengambilan dalam penelitian ini

menggunakan metode simple random

sampling/acak sederhana. Hakikat dari

pengambilan sampel secara acak sederhana

adalah bahwa setiap anggota atau unit dari

populasi mempunyai kesempatan yang sama

untuk diseleksi sebagai sampel.

Teknik pengambilan dalam penelitian ini

menggunakan metode simple random

sampling/acak sederhana. Hakikat dari

pengambilan sampel secara acak sederhana

adalah bahwa setiap anggota atau unit dari

populasi mempunyai kesempatan yang sama

untuk diseleksi sebagai sampel. Berdasarkan

Arikunto11

jika populasi lebih besar dari pada

100 maka dapat diambil sampel 10-15% atau

20-25% dari populasi. Pada penelitian ini

diambil sampel sebanyak 20% : 454 = 91 orang.

3

Kriteria inklusi adalah karakteristik

umum subjek penelitian dari suatu populasi

target yang terjangkau yang akan diteliti10

.

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah : ibu

bersalin normal yang mengalami kejadian

ruptur perineum di Klinik dan Rumah Bersalin

1 Cipta Medika Cikarang Tahun 2013. Kriteria

non inklusi Ibu bersalin tidak rupture perineum

dan rupture perineum yang datanya tidak

lengkap di register persalinan di Klinik dan

Rumah Bersalin 1 Cipta Medika Cikarang

Tahun 2013. Kriteria eksklusi adalah

menghilangkan/mengeluarkan subjek yang

memenuhi kriteria inklusi dari penelitian karena

sebab-sebab tertentu11

.

Instrument yang digunakan dalam

penelitian ini berupa Rekam medic yang

dimasukkan kedalam Checklist. Dalam

penelitian ini pengujian validitas instrumen

menggunakan alat bantu pengolahan SPSS

Statistic Windows. Data adalah keterangan yang

benar dan nyata, atau bahan nyata yang dapat

dijadikan dasar kajian. Dalam pengumpulan

data penulis menggunakan data Sekunder yang

diperoleh dari rekam medic diKlinik dan

Rumah Bersalin 1 Cipta Medika Cikarang

Tahun 2013.

Univariate adalah analisis yang

digunakan untuk mengetahui hubungan antara

satu atau lebih variabel faktor, variabel random

faktor covariate dengan satu variabel

dependen12

.

Analisis bivariate adalah hubungan antar

dua variabel atau sering disebut korelasi

sederhana. Dalam perhitungan kolerasi akan

didapat koefisien korelasi yang menujukkan

keeratan hubungan antara dua variabel tersebut.

Korelasi merupakan kuantifikasi atas hubungan

suatu variabel. Korelasi tidak menjelaskan

hubungan sebab -akibat dan tidak menjelaskan

pengaruh variabel bebas (independen) terhadap

variabel terikat (dependen).Korelasi peringkat

Spearman (Rank-Spearman) dan Kendall lebih

mengukur keeratan hubungan antara peringkat-

peringkat dibandingkan hasil pengamatan itu

sendiri (seperti pada korelasi Pearson).

Perhitungan korelasi ini dapat digunakan untuk

menghitung koefisien korelasi pada data ordinal

dan penggunaan asosiasi pada statistik non

parametrik13

.

Memakai uji Regresi Logistik karena uji

regresi data independen dan dependenya

kategorik. Independennya lebih dari 2 maka

memakai uji regresi logistik atau ganda.Tujuan

analisis regresif berganda adalah untuk

menemukan model regresif yang paling sesuai

menggambarkan faktor-faktor yang

berhubungan dengan variabel dependen.

Penyajian data dengan narasi (kalimat)

atau memberikan keterangan secara tulisan.

Pengumpulan data dalam bentuk tertulis mulai

dari pengambilan sampel, pelaksanan

pengumpulan data dan sampai hasil analisis

yang berupa informasi dari pengumpulan data

tersebut14

.

Penyajian data secara tabular yaitu

memberikan keterangan berbentuk angka. Jenis

yang digunakan dalam penelitian ini adalah

master table dan table distribusi frekuensi.

Dimana data disusun dalam baris dan kolom

dengan sedemikian rupa sehingga dapat

memberikan gambaran14

.

Hasil

Tabel 1 Analisis Univariat

Variabel N %

Ruptur Perineum

Tidak Ruptur 37 40,7

Ruptur 54 59,3

Paritas

≥ 2 26 28,6

< 2 65 71,4

Lama Persalinan

≥ 3jam 28 30,8

< 3jam 63 69,2

Berat Bayi Lahir

< 3.500 gram 25 27,5

≥ 3.500 gram 66 72,5

Berat Bayi Lahir

Kepala 59 64,8

Bukan Kepala 32 35,2

Sumber : olahan data spss tahun 2014

Pada tabel 1 Analisa univariat yang

dilakukan bertujuan untuk mengetahui distribusi

frekuensi dari masing-masing variabel yang

diteliti, yaitu meliputi variabel paritas, lama

persalinan, berat bayi lahir, presentasi, dan

ruptur perineum. Hasil analisa univariat akan

disajikan dalam beberapa tabel berikut: bahwa

ibu bersalin di Klinik dan Rumah Bersalin Cipta

Medika Cikarang Selatan yang tidak mengalami

4

ruptur sebanyak 37 orang dengan persentase

40,7%. Sedangkan ibu bersalin yang mengalami

ruptur perineum sebanyak 54 orang dengan

persentase 59,3%. ibu bersalin di Klinik dan

Rumah Bersalin Cipta Medika Cikarang Selatan

tahun 2013, ibu bersalin dengan paritas ≥2

sebanyak 26 orang dengan persentase 28,6%.

Sedangkan ibu bersalin dengan paritas <2

sebanyak 65 orang dengan persentase 71,4%.

ibu bersalin di Klinik dan Rumah Bersalin Cipta

Medika Cikarang Selatan tahun 2013 yang lama

persalinannya ≥3jam sebanyak 28 orang dengan

persentase 30,8%. Sedangkan ibu dengan lama

persalinan < 3 jam sebanyak 63 orang dengan

persentase 69,2%. ibu bersalin di Klinik dan

Rumah Bersalin Cipta Medika Cikarang Selatan

tahun 2013 yang berat bayi lahirnya < 3.500

gram sebanyak 25 orang dengan persentase

27,5%. Sedangkan ibu bersalin yang berat bayi

lahirnya ≥3.500 gram sebanyak 66 orang

dengan persentase 72,5%. ibu bersalin di Klinik

dan Rumah Bersalin Cipta Medika Cikarang

Selatan tahun 2013 dengan presentasi kepala

sebanyak 59 orang dengan persentase 64,8 %.

Sedangkan ibu bersalin dengan presentasi bukan

kepala sebanyak 32 orang dengan persentase

35,2 %.

Hasil

Tabel 2 Analisis Bivariat

Ruptur

Perineum Paritas

Lama

Persalinan

Berat Bayi

Lahir

Presentasi

Kepala

Spearman'

s rho

Ruptur

Perineum

Correlation

Coefficient

1,000 ,368**

,369**

,269**

,001

Sig. (2-tailed) . ,000 ,000 ,010 ,996

N 91 91 91 91 91

Paritas Correlation

Coefficient

,368**

1,000 ,316**

,246* ,109

Sig. (2-tailed) ,000 . ,002 ,019 ,303

N 91 91 91 91 91

Lama

Persalinan

Correlation

Coefficient

,369**

,316**

1,000 ,158 -,107

Sig. (2-tailed) ,000 ,002 . ,134 ,311

N 91 91 91 91 91

Berat Bayi

Lahir

Correlation

Coefficient

,269**

,246* ,158 1,000 ,313

**

Sig. (2-tailed) ,010 ,019 ,134 . ,003

N 91 91 91 91 91

Presentasi

Kepala

Correlation

Coefficient

,001 ,109 -,107 ,313**

1,000

Sig. (2-tailed) ,996 ,303 ,311 ,003 .

N 91 91 91 91 91

Sumber : olahan data spss, 2014

Berdasarkan tabel 2 di atas, dapat dilihat

ibu bersalin yang mengalami ruptur perineum

berdasarkan paritas mempunyai nilai r 0,368

dengan nilai p 0,000, maka ada hubungan antara

paritas dengan ruptur perineum. Ibu bersalin

yang mengalami ruptur perineum berdasarkan

lama persalinan mempunyai nilai r 0,369

dengan nilai p 0,000, maka ada hubungan antara

lama persalinan dengan kejadian ruptur

perineum. Ibu bersalin yang mengalami ruptur

perineum berdasarkan berat bayi lahir

mempunyai nilai r 0,269 dengan nilai p 0,010,

maka ada hubungan antara berat bayi lahir

dengan kejadian ruptur perineum. Ibu bersalin

yang mengalami ruptur perineum berdasarkan

presentasi kepala mempunyai nilai r 0,001

dengan nilai p 0,996, maka ada hubungan antara

lama persalinan dengan kejadian ruptur

5

perineum. Dapat disimpulkan bahwa paritas,

lama persalinan dan berat bayi lahir mempunyai

hubungan dengan kejadian ruptur perineum,

sedangkan presentasi tidak ada hubungan

dengan kejadian ruptur perineum.

Hasil

Tabel 3 Analisis Multivariat

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 1a Paritas 1,233 ,546 5,102 1 ,024 3,432

LP 1,329 ,527 6,363 1 ,012 3,778

BBL ,892 ,534 2,789 1 ,095 2,440

Constant -2,013 ,631 10,167 1 ,001 ,134

Sumber : olahan data spss, 2014

Berdasarkan hasil tabel 3 analisis

multivariate Maka, rupture perineum = -2,013 +

1,233 (paritas)+1,329 (lama persalinan)+0,892

(berat bayi lahir). Dari persamaan garis tersebut

dapat diartikan jika intervensi bertambah

sebesar -2,200+1,233 (paritas)+1,329 (lama

persalinan)+0,892 (berat bayi lahir), maka ada

pengaruh hubungan terhadap rupture perineum,

jika ada penambahan atau intervensi satu kali

dari variabel.

Dari analisis diatas dari tiga variabel

yang lebih dominan dalam mempengaruhi

angka kejadian rupture adalah variabel paritas

(0,024), lama persalinan (0,012), dan berat bayi

lahir (0,095).

Diskusi

Rupture Perineum

Ruptur adalah robek atau koyaknya

jaringan secara paksa. Perineum adalah lantai

pelvis dan struktur yang berhubungan yang

menempati pintu bawah panggul, bagian ini

dibatasi disebelah anterior oleh simfisis pubis,

di sebelah lateral oleh tuber ischiadikum, dan di

sebelah posterior oleh os. Coccygeus.15

Dalam kepustakaan lain dinyatakan

bahwa perineum adalah bagian yang terletak

antara vulva dan anus panjangnya rata-rata 4

cm.16

Rupture perineum adalah robekan yang

terjadi pada perineum sewaktu persalinan.17

Perineum terletak antara vulva dan

anus, panjangnya rata-rata 4 cm. jaringan yang

mendukung perineum terutama ialah diafragma

pelvis dan diagfragma urogenitalis. Diafrgama

pelvis terdiri atas otot levator ani dan otot

koksigis posterior serta fasia yang meutupi

kedua otot ini. Diafragma urogenitalis terletak

eksternal dari diafragma pelvis, yaitu di daerah

segitiga antara tuber ischiadika dan simpisis

pubis. Diafragma urogenitalis meliputi

muskulus transverses perinea profunda, otot

konstriktor uretra dan fasia internal maupun

eksternal.20

Ruptur perineum adalah robek atau

koyaknya perineum secara spontan saat

persalinan atau dengan di sengaja seperti pada

tindakan episiotomi. Episiotomi adalah tindakan

insisi pada perineum yang menyebabkan

terpotongnya selaput lendir vagina, cincin

selaput dara, jaringan pada septum rektovaginal,

otot-otot dan fasia perineum dan kulit depan

perineum.21

Ruptur perineum umumnya terjadi

digaris tengah dan bisa meluas apabila kepala

janin lahir, sudut arkus pubis lebih kecil

daripada biasa sehingga kepala janin terpaksa

lahir lebih ke belakang dari biasa, kepala janin

melewati pintu bawah panggul dengan ukuran

lebih besar daripada sirkumferensia

suboksipito-bregmantika, atau anak dilahirkan

dengan tindakan.18

Ruptur perineum adalah robek atau

koyaknya perineum secara spontan saat

persalinan atau dengan di sengaja seperti pada

tindakan episiotomi. Episiotomi adalah tindakan

insisi pada perineum yang menyebabkan

terpotongnya selaput lendir vagina, cincin

selaput dara, jaringan pada septum rektovaginal,

otot-otot dan fasia perineum dan kulit depan

perineum.21

Robekan perineum terjadi pada hampir

semua persalinan dan tak jarang juga pada

persalinan berikutnya. Robekan ini dapat

dihindarkan atau dikurangi dengan menjaga

jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala

janin dengan cepat. Sebaliknya kepala janin

yang akan lahir jangan ditahan terlampau kuat

dan lama, karena akan menyebabkan asfiksia

6

dan perdarahan dalam tengkorak janin, dan

melemahkan otot-otot dan fasia pada dasar

panggul karena diregangkan terlalu lama19

.

Robekan perineum umumnya terjadi di

garis tengah dan bisa menjadi luas apabila

kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus

pubis lebih kecil daripada biasa sehingga kepala

janin terpaksa lahir lebih ke belakang dari pada

biasa, kepala janin melewati pintu bawah

panggul dengan ukuran yang lebih besar

daripada sirkumferensia suboksipito-

bregmatika, atau anak dilahiirkan dengan

pembedahan vaginal.17

Berdasarkan hasil penelitian ibu bersalin

di Klinik dan Rumah Bersalin Cipta Medika

Cikarang Selatan yang tidak mengalami ruptur

sebanyak 37 orang dengan persentase 40,7%.

Sedangkan ibu bersalin yang mengalami ruptur

perineum sebanyak 54 orang dengan persentase

59,3%.

Risiko yang ditimbulkan karena robekan

jalan lahir adalah perdarahan yang dapat

menjalar ke segmen bawah uterus. Risiko lain

yang dapat terjadi karena robekan jalan lahir

dan perdarahan yang hebat adalah ibu tidak

berdaya, lemah, tekanan darah turun, anemia

dan berat badan turun.17

Keluarnya bayi melalui jalan lahir

umumnya menyebabkan robekan pada vagina

dan perineum. Meski tidak tertutup

kemungkinan robekan itu memang sengaja

dilakukan untuk memperlebar jalan lahir.

Petugas kesehatan atau dokter akan segera

menjahit robekan tersebut dengan tujuan untuk

menghentikan perdarahan sekaligus

penyembuhan. Penjahitan juga bertujuan

merapikan kembali vagina ibu menyerupai

bentuk semula.22

Tujuan penjahitan robekan perineum

adalah untuk menyatukan kembali jaringan

tubuh dan mencegah kehilangan darah yang

tidak perlu. Penjahitan dilakukan dengan cara

jelujur menggunakan benang catgut kromik.

Dengan memberikan anastesi lokal pada ibu

saat penjahitan laserasi, dan mengulangi

pemberian anestesi jika masih terasa sakit.

Penjahitan dimulai satu cm dari puncak luka.

Jahit sebelah dalam ke arah luar, dari atas

hingga mencapai bawah laserasi. Pastikan jarak

setiap jahitan sama dan otot yang terluka telah

dijahit. Ikat benang dengan membuat simpul

dalam vagina. Potong ujung benang dan sisakan

1,5 cm. melakukan pemeriksaan ulang pada

vagina dan jari paling kecil ke dalam anus untuk

mengetahui terabanya jahitan pada rectum

karena bisa menyebabkan fistula dan bahkan

infeksi.17

Paritas

Paritas menunjukkan kehamilan-

kehamilan terdahulu yang telah mencapai batas

viabilitas (kemampuan hidup). Paritas

menunjukkan jumlah kehamilan terdahulu yang

telah mencapai viabilitas dan telah dilahirkan,

tanpa mengingat jumlah anaknya. Seorang

Primipara adalah seorang wanita yang telah

pernah melahirkan satu kali dengan janin yang

telah mencapai batas viabilitas, tanpa mengingat

janinnya hidup atau mati pada waktu lahir.16

Paritas adalah keadaan ibu yang

menunjukan banyaknya anak yang dilahirkan

pada usia 28 minggu (mencapai tahap bisa

hidup) jumlah anak yang sudah dilahirkan

kemungkinan besar mempengaruhi ibu dalam

menghadapi masa kehamilan.17

Paritas adalah jumlah janin dengan berat

badan lebih dari 500 gram yang pernah

dilahirkan, hidup maupun mati, bila berat badan

belum diketahui maka dipakai umur kehamilan

lebih dari 24 minggu. Primipara adalah wanita

yang pernah melahirkan satu kali. Multipara

adalah wanita yang pernah melahirkan dua kali

atau lebih. Grandemultipara adalah wanita yang

pernah melahirkan lima kali atau lebih.

Pada seorang primipara atau orang yang

baru pertama kali melahirkan ketika terjadi

peristiwa "kepala keluar pintu". Pada saat ini

seorang primipara biasanya tidak dapat

tegangan yang kuat ini sehingga robek pada

pinggir depannya. Luka-luka biasanya ringan

tetapi kadang-kadang terjadi juga luka yang luas

dan berbahaya. Sebagai akibat persalinan

terutama pada seorang primipara, biasa timbul

luka pada vulva di sekitar introitus vagina yang

biasanya tidak dalam akan tetapi kadang-kadang

bisa timbul perdarahan banyak.21

Berdasarkan tabel 1 diatas, dapat dilihat

pada ibu bersalin dengan paritas ≥ 2 terdapat 18

orang dengan persentase 30,8% dan ibu dengan

paritas < 2 terdapat 19 orang dengan presentase

29,2% tidak mengalami ruptur perineum,

namun pada ibu bersalin dengan paritas ≥ 2

terdapat 8 orang dengan persentase 30,8% dan

ibu dengan paritas <2 terdapat 70,8%

mengalami ruptur perineum .

Setelah dilakukan penelitian di Klinik

dan Rumah Bersalin 1 Cipta Medika Cikarang

Tahun 2013 didapatkan hasil uji statistik regresi

logistik membuktikan bahwa ada hubungan

antara ruptur perineum dengan paritas. Hasil

7

perhitungan korelasi antara paritas dengan

ruptur perineum diperoleh koefisien korelasi

sederhana r = 1,233 signifikan, artinya dapat

dikatakan bahwa terdapat hubungan sangat kuat

dan berpengaruh antara paritas dengan kejadian

ruptur perineum.

Lama Persalinan

Partus presipitatus adalah persalinan yang

berlangsung dalam waktu 3 jam. Akibatnya

mungkin fatal, yaitu terjadi persalinan tidak

pada tempatnya, terjadi trauma janin karna tidak

ada persiapan dalam persalinan, trauma jalan

lahir ibu yang luas dan menimbulkan

perdarahan. Partus Presipitatus merupakan

persalinan yang lebih pendek dari 3jam.

Kadang-kadang pada multipara dan jarang

sekali pada primipara terjadi persalinan yang

yang terlalu cepat sebagai akibat his yang kuat

dan kurangnya tahanan dari jalan lahir.

Partus presipitatus sering berkaitan

dengan Solusio plasenta (20%) Aspirasi

mekonium, Perdarahan post partu,Pengguna

cocain, Apgar score rendah. Komplikasi

maternal Jarang terjadi bila dilatasi servik dapat

berlangsung secara normal. Bila servik panjang

dan jalan lahir kaku, akan terjadi robekan servik

dan jalan lahir yang luas, Emboli air ketuban

(jarang), Atonia uteri dengan akibat HPP.

terjadi karena Kontraksi uterus yang terlalu

kuat akan menyebabkan asfiksia intrauterine,

Trauma intrakranial akibat tahanan jalan lahir.21

Partus presipitatus adalah persalinan yang

terlalu cepat yakni kurang dari 3 jam. Sehingga

sering petugas belum siap untuk menolong

persalinan dan ibu mengejan kuat tidak

terkontrol, kepala janin terjadi defleksi terlalu

cepat. Keadaan ini akan memperbesar

kemungkinan terjadi laserasi perineum.

Partus presipitatus adalah persalinan yang

berlangsung sangat cepat, dimana terjadi

kemajuan cepat dari persalinan yang berakhir

kurang dari 3 jam dari kelahiran.Partus

presipitatus apabila terjadi di luar rumah sakit

adalah situasi kedaruratan yang dapat

meningkatan risiko komplikasi dan atau hasil

yang tidak baik pada klien/janin.19

Partus presipitatus sering berkaitan

dengan Solusio plasenta (20%) Aspirasi

mekonium, Perdarahan post partu,Pengguna

cocain, Apgar score rendah. Komplikasi

maternal Jarang terjadi bila dilatasi servik dapat

berlangsung secara normal. Bila servik panjang

dan jalan lahir kaku, akan terjadi robekan servik

dan jalan lahir yang luas, Emboli air ketuban

(jarang), Atonia uteri dengan akibat HPP.

terjadi karena Kontraksi uterus yang terlalu

kuat akan menyebabkan asfiksia intrauterine,

Trauma intrakranial akibat tahanan jalan lahir.

Berdasarkan tabel 1 diatas, dapat dilihat

pada ibu bersalin dengan lama persalinan ≥ 3

jam terdapat 19 orang dengan presentase 67,9 %

dan ibu dengan lama persalinan <3 jam terdapat

18 orang dengan presentase 28,6 % yang tidak

mengalami ruptur perineum, namun pada ibu

bersalin dengan lama persalinan ≥3 jam terdapat

9 orang dengan presentase 32,1% dan ibu

bersalin dengan lama persalinan <3 jam terdapat

45 orang dengan presentase 71,4 % mengalami

ruptur perineum .

Hasil uji statistik regresi logistik

membuktikan bahwa ada hubungan antara

ruptur perineum dengan lama persalinan. Hasil

perhitungan korelasi antara lama persalinan

dengan ruptur perineum diperoleh koefisien

korelasi sederhana r = 1,329 signifikan, artinya

dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan

sangat kuat dan berpengaruh antara lama

persalinan dengan kejadian ruptur perineum.

Hal ini sesuai dengan teori yang ada,

yaitu laserasi spontan pada vagina atau

perineum dapat terjadi saat kepala dan bahu

dilahirkan. Kejadian laserasi akan meningkat

jika bayi dilahirkan terlalu cepat dan tidak

terkendali. Sumber lain menyebutkan bahwa

partus presipitatus dapat menyebabkan

terjadinya robekan perineum bahkan robekan

serviks yang dapat mengakibatkan perdarahan

pasca persalinan.20

Berat Bayi Lahir

Berat badan bayi lahir adalah berat badan

bayi yang ditimbang dalam 24 jam pertama

setelah kelahiran. Semakin besar bayi yang

dilahirkan, semakin meningkatkan resiko

rupture perineum.

Makrosomia adalah berat bayi lahir

≥4500 gram. Faktor resikonya meliputi diabetes

pada ibu, obesitas, kenaikan berat badan yang

besar pada kehamilan, multiparitas, riwayat

makrosomia, usia ibu <19 tahun. Komplikasi

pada janin yaitu distosia bahu, peningkatan

cedera lahir. komplikasi pada ibu yaitu

disfungsi persalinan, laserasi jalan lahir,

perdarahan postpartum.20

Berat Badan dipakai sebagai indikator

yang terbaik pada saat ini untuk mengetahui

keadaan gizi dan tumbuh kembang anak,

sensitif terhadap perubahan sedikit saja,

pengukuran obyektif dan dapat diulangi, dapat

8

digunakan timbangan apa saja yang relatif

murah, mudah dan tidak membutuhkan banyak

waktu. Kerugiannya, indikator berat badan ini

tidak sensitif terhadap proporsi tubuh, misalnya

pendek gemuk atau tinggi kurus.21

Berat badan lahir adalah berat badan bayi

yang ditimbang 24 jam pertama kelahiran.

Semakin besar bayi yang dilahirkan

meningkatkan risiko terjadinya ruptur perineum.

Bayi besar adalah bayi yang begitu lahir

memiliki bobot lebih dari 4000 gram.1

Robekan perineum terjadi pada kelahiran

dengan berat badan bayi baru lahir yang besar.

Hal ini terjadi karena semakin besar berat badan

bayi yang dilahirkan akan meningkatkan resiko

terjadinya ruptur perineum karena perineum

tidak cukup kuat menahan regangan kepala bayi

dengan berat badan bayi yang besar sehingga

pada proses kelahiran bayi dengan berat badan

bayi lahir yang besar sering terjadi ruptur

perinuem.1

Kelebihan berat badan dapat disebabkan

oleh beberapa hal diantaranya ibu menderita

Diabetes Melitus, ibu yang memiliki riwayat

melahirkan bayi besar, faktor genetik, pengaruh

kecukupan gizi dan bukan kehamilan

pertama.Demikian pula menyatakan bahwa

derajat ruptur perineum semakin besar bila berat

badan bayi baru lahir terlalu besar pula atau

berat badan bayi baru lahir lebih 4000 gram.23

Hal ini didukung oleh data di Rumah

Sakit Umum Daerah Kota Surakarta bahwa

jumlah persalinan normal dengan ruptur

perineum pada bulan Januari sampai Maret

2008 sebanyak 92 (67,2%) dari 137 persalinan

normal dengan berat badan bayi baru lahir lebih

2500 sampai 4000 gram sebanyak 80 (87%),

sehingga dapat diduga ada hubungan antara

berat badan bayi baru lahir dengan kasus ruptur

perineum pada persalinan normal.24

Berat badan adalah suatu indikator

kesehatan bayi baru lahir. Rata-rata berat

bayinormal (gestasi 37-41 minggu) adalah

3000-3500 gram. Berat badan ini tergantung

juga dari ras, status ekonomi orang tua, ukuran

orang tua, dan paritas ibu . Secara umum berat

bayi lahir rendah dan berat bayi lahir berlebih

lebih besarresikonya untuk mengalami

masalah.16

Berat badan janin dapat mengakibatkan

terjadinya ruptur perineum yaitu berat badan janin

lebih dari 3500 gram, karena resiko trauma partus

melalui vagina seperti distosia bahu dan

kerusakan jaringan lunak pada ibu. Perkiraan

berat janin bergantung pada pemeriksaan klinik

atau ultrasonografi.16

Berat Badan merupakan ukuran

antropometrik yang terpenting, dipakai pada

setiap kesempatan memeriksa kesehatan anak.

Berat badan merupakan hasil peningkatanf/

penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh,

antara lain otot, tulang, lemak dan cairan

tubuh.17

Berat Badan dipakai sebagai indikator

yang terbaik pada saat ini untuk mengetahui

keadaan gizi dan tumbuh kembang anak,

sensitif terhadap perubahan sedikit saja,

pengukuran obyektif dan dapat diulangi, dapat

digunakan timbangan apa saja yang relatif

murah, mudah dan tidak membutuhkan banyak

waktu. Kerugiannya, indikator berat badan ini

tidak sensitif terhadap proporsi tubuh, misalnya

pendek gemuk atau tinggi kurus.17

Perlu diketahui, bahwa terdapat fluktuasi

wajar dalam sehari sebagai akibat masukan

(intake) makanan atau minuman, dengan

keluaran (output) melalui urine, feses, keringat,

bernafas. Besarnya fluktuasi tergantung pada

kelompok umur dan bersifat sangat individual,

yang berkisar antara 100-200 gram, sampai 500-

1.000 gram bahkan lebih, sehingga dapat

mempengaruhi hasil penilaian.17

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

berat bayi lahir adalah sebagai berikut: pertama,

Usia Ibu hamil. Kehamilan dibawah umur 20

tahun merupakan kehamilan berisiko tinggi, 2-4

kali lebih tinggi di bandingkan dengan

kehamilan pada wanita yang cukup umur. Pada

umur yang masih muda, perkembangan organ-

organ reproduksi dan fungsi fisiologinya belum

optimal. Selain itu emosi dan kejiwaannya

belum cukup matang, sehingga pada saat

kehamilan ibu tersebut belum dapat menanggapi

kehamilannya secara sempurna dan sering

terjadi komplikasi. Selain itu semakin muda

usia ibu hamil, maka anak yang dilahirkan akan

semakin ringan.

Kehamilan diatas usia 35 tahun juga tidak

dianjurkan, mengingat mulai usia ini sering

muncul penyakit seperti hipertensi, tumor jinak

peranakan, atau penyakit degeneratif pada

persendian tulang belakang dan panggul.

Kesulitan lain kehamilan diatas usia 35 tahun

ini yakni bila ibu ternyata mengidap penyakit

seperti diatas yang ditakutkan bayi lahir dengan

membawa kelainan. Dalam proses persalinan

sendiri, kehamilan di usia lebih ini akan

menghadapi kesulitan akibat lemahnya

kontraksi rahim serta sering timbul kelainan

9

pada tulang panggul tengah. Mengingat bahwa

faktor umur memegang peranan penting

terhadap derajat kesehatan dan kesejahteraan

ibu hamil serta bayi, maka sebaiknya

merencanakan kehamilan pada usia antara 20-

30 tahun.

Kedua, Jarak Kehamilan/Kelahiran.

Menurut anjuran yang dikeluarkan oleh badan

koordinasi keluarga berencana(BKKBN) jarak

kelahiran yang ideal adalah 2 tahun atau lebih,

kerena jarak kelahiran yang pendek akan

menyebabkan seorang ibu belum cukup untuk

memulihkan kondisi tubuhnya setelah

melahirkan sebelumnya. Ini merupakan salah

satu faktor penyebab kelemahan dan kematian

ibu serta bayi yang dilahirkan.17

Ketiga, Paritas secara luas mencakup

gravida/jumlah kehamilan, prematur/jumlah

kelahiran, dan abortus/jumlah keguguran.

Sedang dalam arti khusus yaitu jumlah atau

banyaknya anak yang dilahirkan. Paritas

dikatakan tinggi bila seorang ibu/wanita

melahirkan anak ke empat atau lebih. Seorang

wanita yang sudah mempunyai tiga anak dan

terjadi kehamilan lagi keadaan kesehatannya

akan mulai menurun, sering mengalami kurang

darah (anemia), terjadi perdarahan lewat jalan

lahir dan letak bayi sungsang ataupun

melintang.17

Keempat, Kadar Hemoglobin (Hb).

Kadar hemoglobin (Hb) ibu hamil sangat

mempengaruhi berat bayi yang dilahirkan.

Anemia pada ibu hamil akan menambah risiko

mendapatkan bayi berat lahir rendah (BBLR),

risiko perdarahan sebelum dan pada saat

persalinan, bahkan dapat menyebabkan

kematian ibu dan bayinya, jika ibu hamil

tersebut menderita anemia berat. Hal ini

disebabkan karena kurangnya suplai darah

nutrisi akan oksigen pada placenta yang akan

berpengaruh pada fungsi plesenta terhadap

janin.17

Status Gizi Ibu Hamil. Status gizi ibu

pada waktu pembuahan dan selama hamil dapat

mempengaruhi pertumbuhan janin yang sedang

dikandung, Selain itu gizi ibu hamil

menentukan berat bayi yang dilahirkan, maka

pemantauan gizi ibu hamil sangatlah penting

dilakukan. Pengukuran antropometri merupakan

salah satu cara untuk menilai status gizi ibu

hamil. Ukuran antropometri ibu hamil yang

paling sering digunakan adalah kenaikan berat

badan ibu hamil dan ukuran lingkar lengan atas

(LLA) selama kehamilan.Sebagai ukuran

sekaligus pengawasan bagi kecukupan gizi ibu

hamil bisa dilihat dari kenaikan berat badannya.

Ibu yang kurus dan selama kehamilan disertai

penambahan berat badan yang rendah atau turun

sampai 10 kg, mempunyai resiko paling tinggi

untuk melahirkan bayi dengan BBLR. Sehingga

ibu hamil harus mengalami kenaikan berat

badan berkisar 11-12,5 Kg atau 20% dari berat

badan sebelum hamil.Sedang Lingkar Lengan

Atas (LLA) adalah antropometri yang dapat

menggambarkan keadaan status gizi ibu hamil

dan untuk mengetahui resiko.

Kekurangan Energi Kalori (KEK) atau

gizi kurang. Ibu yang memiliki ukuranLingkar

Lengan Atas (LLA) di bawah 23,5 cm berisiko

melahirkan bayi BBLR. Pengukuran LLA lebih

praktis untuk mengetahui status gizi ibu hamil

karena alat ukurnya sederhana dan mudah

dibawa kemana saja, dan dapat dipakai untuk

ibu dengan kenaikan berat badan yang ekstrim.

Kenaikan volume darah selama kehamilan akan

meningkatkan kebutuhan Fe atau Zat Besi.

Jumlah Fe pada bayi baru lahir kira-kira 300 mg

dan jumlah yang diperlukan ibu untuk

mencegah anemia akibat meningkatnya volume

darah adalah 500 mg.

Selama kehamilan seorang ibu hamil

menyimpan zat besi kurang lebih 1.000 mg

termasuk untuk keperluan janin, plasenta dan

hemoglobin ibu sendiri. Berdasarkan Widya

Karya Nasional Pangan dan Gizi Tahun 1998,

seorang ibu hamil perlu tambahan zat gizi rata-

rata 20 mg perhari. Sedangkan kebutuhan

sebelum hamil atau pada kondisi normal rata-

rata 26 mg per hari (umur 20 – 45 tahun).

Gizi Kurang pada Ibu Hamil

Bila ibu mengalami kekurangan gizi selama

hamil akan menimbulkan masalah, baik pada

ibu maupun janin, seperti diuraikan berikut

ini.25

Berat badan adalah suatu indikator

kesehatan bayi baru lahir. Rata-rata berat

bayinormal (gestasi 37-41 minggu) adalah

3000-3500 gram. Berat badan ini tergantung

juga dari ras, status ekonomi orang tua, ukuran

orang tua, dan paritas ibu . Secara umum berat

bayi lahir rendah dan berat bayi lahir berlebih

lebih besar resikonya untuk mengalami

masalah.16

Berdasarkan tabel 6.2.3, dapat dilihat

pada ibu bersalin dengan berat bayi lahir <

3.500 gram terdapat 16 orang dengan presentase

64 % dan ibu bersalin dengan berat bayi lahir ≥

3.500 gram terdapat 21 orang dengan presentase

28,6 % yang tidak mengalami ruptur perineum,

namun pada ibu bersalin dengan berat bayi lahir

< 3.500 gram terdapat 9 orang dengan

10

presentase 36% dan ibu bersalin dengan berat

bayi lahir ≥3.500 gram terdapat 45 orang

dengan presentase 63 % yang mengalami ruptur

perineum.

Hasil uji statistik regresi logistik

membuktikan bahwa ada hubungan antara

ruptur perineum dengan berat bayi lahir. Hasil

perhitungan korelasi antara berat bayi lahir

dengan ruptur perineum diperoleh koefisien

korelasi sederhana r = 0.892 signifikan, artinya

dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan

sangat kuat dan berpengaruh antara berat bayi

lahir dengan kejadian ruptur perineum.

Hal ini sesuai dengan teori yaitu berat

badan janin dapat mengakibatkan terjadinya

ruptur perineum yaitu berat badan janin lebih

dari 3.500 gram, karena resiko trauma partus

melalui vagina seperti distosia bahu dan

kerusakan jaringan lunak pada ibu.21

Robekan perineum terjadi pada kelahiran

dengan berat badan bayi baru lahir yang besar.

Hal ini terjadi karena semakin besar berat badan

bayi yang dilahirkan akan meningkatkan resiko

terjadinya ruptur perineum karena perineum

tidak cukup kuat menahan regangan kepala bayi

dengan berat badan bayi yang besar sehingga

pada proses kelahiran bayi dengan berat badan

bayi lahir yang besar sering terjadi ruptur

perinuem.21

Presentasi

Presentasi adalah bagian janin yang

pertama kali memasuki pintu atas panggul dan

terus melalui jalan lahir saat persalinan

mencapai aterm. Malpresentasi merupakan

bagian terendah janin yang berada di bagian

segmen bawah rahim, bukan bagian belakang

kepala sedangkan malposisi merupakan

penunjuk (presenting part) tidak berada di

anterior. Malpresentasi mengacu pada bagian

tubuh bayi selain kepala, seperti bahu, kaki atau

wajah, yang keluar dari jalan lahir sebelum

mahkota kepala.

Bagian presentasi ialah bagian tubuh

janin yang teraba oleh jari pemeriksa saat

melakukan pemeriksaan dalam.Faktor-faktor

yang mempengaruhi bagian presentasi adalah

letak janin, sikap janin dan ekstensi atau fleksi

kepalajanin. Letak dan presentasi janin dalam

rahim merupakan salah satu faktor penting

yang berpengaruh terhadap proses persalinan,

menurut 95% persalinan terjadi dengan letak

belakang kepala.21

Letak dan presentasi janin dalam rahim

merupakan salah satu faktor penting yang

berpengaruh terhadap prosespersalinan,menurut

95% persalinan terjadi dengan letak belakang

kepala.21

Mekanisme persalinan merupakan suatu

proses dimana kepala janin berusaha

meloloskan diri dari ruang pelvik dengan

menyesuaikan ukuran kepala janin dengan

ukuran pelvik melalui proses sinklitismus

posterior, sinklitismus anterior,fleksi maksimal,

rotasi internal, ekstensi, ekspulsi, rotasi

eksternal dan ekspulsi total, namun pada

beberapa kasus proses ini tidak berlangsung

dengan sempurna, karena adanya kelainan letak

dan presentasi sehingga proses tersebut pada

umumnya berlangsung lama, akibat ukuran dan

posisi kepala janin selain presentasi belakang

yang tidak sesuai dengan ukuran rongga

panggul.18

Dengan demikian presentasi dapat

disintesiskan sebagai berikut bagian terendah

janin terletak di segmen bawah rahim yakni

ubun-ubun kecil. Kelainan letak dan presentasi /

posisi tersebut antara lain : Pada letak belakang

kepala biasanya ubun-ubun kecil akan memutar

ke depan dengan sendirinya dan janin lahir

secara spontan. Kadang-kadang UUK tidak

berputar ke depan, tetapi tetap berada di

belakang, yang disebut Positio Occiput

Posterior Persistens. Dalam menghadapi

persalinan dimana UUK terdapat di belakang,

kita harus sabar, sebab rotasi ke depan kadang-

kadang baru terjadi didasar pangggul. Dalam

hal ini persalinan akan menjadi lebih lama dan

dapat terjadi perlukaan pada perinium.

Presentasi Belakang Kepala Oksiput

Melintang Adalah keadaan dimana kepala sudah

masuk panggul sedangkan ubun-ubun masih

disamping, terjadi karena putaran paksi

terlambat sehingga persalinan berlangsung

lama.16

Presentasi Puncak Kepala Adalah

keadaan dimana puncak kepala merupakan

bagian terendah, hal ini terjadi apabila derajat

defleksinya ringan.

Pada umumnya presentasi puncak kepala

merupakan kedudukan sementara yang

kemudian berubah menjadi presentasi belakang

kepala. Mekanisme persalinannya hampir sama

dengan posisi oksipitalis posterior persistens,

sehingga keduanya sering kali dikacaukan satu

dengan yang lainnya. Perbedaannya ialah : pada

presentasi puncak kepala tidak terjadi fleksi

kepala yang maksimal, sedangkan lingkaran

kepala yang melalui jalan lahir adalah

sirkumferensia frontooksipitalis dengan titik

perputaran yang berada dibawah symfisis ialah

11

glabella. Presentasi Dahi Adalah keadaan

dimana kedudukan kepala berada diantara fleksi

maksimal dan defleksi maksimal, sehingga dahi

merupakan bagian terendah. Pada umumnya

presentasi dahi ini merupakan kedudukan yang

bersifat sementara dan sebagian besar akan

berubah menjadi presentasi muka dan presentasi

belakang kepala.

Komplikasi yang bisa terjadi pada

presentasi dahi adalah partus kasep, robekan

hebat dan ruptur uteri, sedangkan pada anak

mortalitas tinggi, saat memimpin persalinan

harus diobservasi apakah dapat lahir spontan,

bila ada indikasi dan syarat terpenuhi lakukan

ekstrasi forsep atau vacum, bila ada indikasi

lakukan sectio caesaria. Presentasi Muka

Adalah letak kepala tengadah (defleksi)

sehingga bagian kepala yang terletak paling

rendah ialah muka. Letak ini merupakan letak

defleksi paling maksimal, jadi oksiput dan

pungggung berhubungan rapat, muka terlihat

kebawah .

Pada umumnya penyebab presentasi muka

adalah keadaan-keadaan yang menekan

terjadinya defleksi kepala atau keadaan-keadaan

yang menghalangi terjadinya fleksi kepala. Oleh

karena itu presentasi muka dapat ditemukan

pada panggul sempit atau pada janin besar.

Multiparitas dan perut gantung juga merupakan

faktor yang memudahkan terjadinya presentasi

muka. Selain itu kelainan janin seperti

anosefalus dan tumor dileher bagian depan

dapat mengakibatkan presentasi muka. Kadang-

kadang presentasi muka juga dapat terjadi pada

kematian janin intrauterin, akibat otot-otot janin

yang telah kehilangan tonusnya.19

Persalinan muka dapat berlangsung tanpa

kesalahan karena kepala masuk panggul dengan

sirkumferensia trachelo perietal yang hanya

sedikit lebih besar dari sub oksipito bregmatika,

tetapi kesulitan persalinan terjadi karena

kesempitan panggul dan janin besar, selain itu

muka tidak dapat melakukan dilatasi serviks

secara sempurna.19

Kira-kira 10% keadaan ini dagu berada

dibelakang dan menetap, janin cukup bulan

tidak mungkin lahir pervaginam, kecuali janin

mati, kesulitan kelahiran disebabkan kepala

sudah berada dalam defleksi maksimal dan

tidak mungkin menambah defleksinya lagi

sehingga kepala dan badan terjepit dalam

panggul dan persalinan tidak akan maju. Tetapi

persalinan dapat dilakukan dengan vacum

ekstraksi, forcep atau sectio caesaria.19

Berdasarkan tabel 1 diatas, dapat dilihat

pada ibu bersalin dengan presentasi kepala

terdapat 24 orang dengan presentase 40,7%, dan

yang presentasi bukan kepala terdapat 13 orang

dengan presentase 40,6% tidak mengalami

ruptur perineum. Sedangkan pada ibu bersalin

dengan presentasi kepala terdapat 35 orang

dengan presentase 59,3% dan yang presentasi

bukan kepala terdapat 19 orang dengan

presentase 59,4 mengalami kejadian ruptur

perineum.

Hasil uji statistik regresi logistik

membuktikan bahwa tidak ada hubungan antara

ruptur perineum dengan presentasi. Hal ini tidak

sesuai dengan teori yakni Komplikasi yang bisa

terjadi pada mal presentasi adalah partus kasep,

robekan hebat dan ruptur uteri, sedangkan pada

anak mortalitas tinggi, saat memimpin

persalinan harus diobservasi apakah dapat lahir

spontan, bila ada indikasi dan syarat terpenuhi

lakukan ekstrasi forsep atau vacum, bila ada

indikasi lakukan sectio caesaria.18

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang

hubungan antara faktor ibu dan faktor janin di

Klinik dan Rumah Bersalin 1 Cipta Medika

Cikarang Tahun 2013 didapatkan kesimpulan

sebagai berikut:

Dari hasil penelitian ini bahwa paritas

berhubungan pada kejadian ruptur perineum dan

ibu bersalin dengan paritas <2 berpeluang lebih

besar mengalami ruptur perineum. Hasil

perhitungan korelasi antara paritas dengan

ruptur perineum diperoleh koefisien korelasi

sederhana r = 1,233 signifikan, artinya dapat

dikatakan bahwa terdapat hubungan sangat kuat

dan berpengaruh antara paritas dengan kejadian

ruptur perineum.

Dari hasil penelitian ini bahwa kejadian

ruptur perineum di Klinik dan Rumah Bersalin

1 Cipta Medika Cikarang Tahun 2013

berhubungan dengan lamanya persalinan.Ibu

bersalin dengan lama persalinan ≤ 3 jam

berpeluang lebih besar mengalami ruptur

perineum. Hasil perhitungan korelasi antara

lama persalinan dengan ruptur perineum

diperoleh koefisien korelasi sederhana r = 1,329

signifikan, artinya dapat dikatakan bahwa

terdapat hubungan sangat kuat dan berpengaruh

antara lama persalinan dengan kejadian ruptur

perineum.

Dari hasil penelitian ini bahwa kejadian

ruptur perineum di Klinik dan Rumah Bersalin

1 Cipta Medika Cikarang Tahun 2013

12

berhubungan dengan berat bayi lahir. Ibu yang

melahirkan dengan berat bayi lahir ≥3.500 gram

berpeluang lebih besar mengalami ruptur

perineum. Hasil perhitungan korelasi antara

berat bayi lahir dengan ruptur perineum

diperoleh koefisien korelasi sederhana r = 0,892

signifikan, artinya dapat dikatakan bahwa

terdapat hubungan sangat kuat dan berpengaruh

antara berat bayi lahir dengan kejadian ruptur

perineum.

Dari hasil penelitian ini bahwa kejadian

ruptur perineum di Klinik dan Rumah Bersalin

1 Cipta Medika Cikarang Tahun 2013 tidak

berhubungan dengan presentasi. Hasil

statistiknya di peroleh nilai r = 1,002.

Daftar Pustaka

1. Manuaba. Memahami Kesehatan

Reproduksi Wanita edisi 2. Jakarta.

EGC,2009.

2. Departemen Kesehatan, Rencana Strategi,

Jakarta, 2010.

3. Http.bidanstasiun.blogspot.com. Faktor-

faktor yang berhubungan dengan kejadian

ruptur perineum. diakses tanggal 10

Oktober 2013.

4. http://Hilmy.2010.www.scribd.com/doc/35

338955/preskas -ruptur-perineum diakses

tanggal 15 Oktober 2013.

5. Prawirohardjo. Ilmu Kebidanan. Bina

Pustaka. Jakarta, 2008.

6. Prawirohardjo. Pelayanan Kesehatan

Maternal dan Neonatal. Bina Pustaka.

Jakarta. 2010.

7. Oxorn. Ilmu Kebidanan Potologi dan

Fisiologi Persalinan. Yayasan Essentia

Medica. Yogyakarta, 2010

8. Rahman.Hubungan Berat Bayi Lahir

dengan Kejadian Ruptur Perineum, 2010.

http://www.scribd.com/doc/25871549,

diakses tanggal 9 Desember 2013.

9. Ali,Muhammad . Hubungan mal presentasi

dengan kejadian ruptur perineum.

http://library.usu.ac.id/modules.php.op.

2007. Diakses tanggal 16 november 2013

10. Alimul Azis. Metode Penelitian

Keperawatan dan Teknik Analisis Data.

Jakarta: Salemba Medika. 2013.

11. Hary Susilo, W. Statistika dan Aplikasi

Untuk Penelitian Ilmu Kesehatan. Jakarta:

Trans Info Media. 2012.

12. Priyatno. 5 Jam Belajar Olah Data Dengan

SPSS 18. Yoyakarta: Andi. 2009.

13. Nursalam. Konsep & Penerapan

Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan:

Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen

Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba

Medika. 2008.

14. Notoatmodjo, Soekidjo. Metodologi

Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rinekacipta.

2012.

15. Dorland.WA.Neuman,Kamus Kedokteran

Dorland. Jakarta.EGC. 2008. 16. Mochtar, Rustam,Sinopsis Obstetry jilid

1.Jakarta. EGC. 2008. 17. Pusdiknakes. Konsep Asuhan Kebidanan.

Jakarta. JHPIEGO. 2007.

18. Wiknjosastro H. Patologi Persalinan dan

Penanganannya. Ilmu Kebidanan, edisi ke-

3.Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo, Jakarta. 2005.

19. Henderson, C. Buku Ajar Konsep

Kebidanan. EGC.Jakarta. 2005.

20. Prawirohardjo. Ilmu Kebidanan. Bina

Pustaka. Jakarta. 2008. 21. Prawirohardjo,Sarwono.Pelayanan

Kesehatan Maternal dan Neonatal.Yayasan

Bina Pustaka.Jakarta. 2010.

22. Wijanarko, Bambang. Patologi Obstetri.

http://obfkumj.blogspot.com. Jakarta.

2009.

23. Yayuk Farida, Balawati d.k.k, Pengantar

Pangan dan Gizi, Jakarta. 2008. 24. Yuhani, Hubungan Antara Berat Bayi

Lahir dengan Ruptur Perineum di Rumah

Sakit Umum Daerah Kota Surakarta. Solo.

2008.

25. Saifuddin. Abdul Bahri. Panduan Praktis

Pelayanan Kesehatan Maternal dan

Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.

2006.