ipa

25
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Genetika (dari bahasa Yunani γέννω atau genno yang berarti "melahirkan") merupakan cabang biologi mempelajari berbagai aspek yang menyangkut pewarisan sifat dan variasi sifat pada organisme maupun suborganisme (seperti virus dan prion). Dalam ilmu ini dipelajari bagaimana sifat keturunan (hereditas) itu diwariskan kepada anak cucu, serta variasi yang mungkin timbul didalamnya. Namun, bahan sifat keturunan itu tidaklah bersifat baka. Selalu mengalami perubahan, berangsur atau mendadak. Seluruh makluk bumi mengalami evolusi termasuk manusia. Evolusi itu terjadi karena perubahan bahan sifat keturunan, dan dilaksanakan oleh seleksi alam. Dalam proses pewarisan sifat di kenal dengan dua hukum, yaitu Hukum Mendel I (segregasi) dan Hukum Mendel II (asortasi). Hukum Mendel ditemukan dan diperkenalkan oleh Gregor Johann Mendel tahun 1822-1884. Dengan penemuannya Mendel didaulat sebagai Bapak Genetika. Mendel melakukan penelitiannya menggunakan tanaman ercis karena umurnya yang pendek, mudah tumbuh, berketurunan banyak dan berbunga sempurna. 1

Transcript of ipa

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Genetika (dari bahasa Yunani γέννω atau genno yang

berarti "melahirkan") merupakan

cabang biologi mempelajari berbagai aspek yang

menyangkut pewarisan sifat dan variasi sifat

pada organisme maupun suborganisme (seperti virus dan

prion). Dalam ilmu ini dipelajari bagaimana sifat

keturunan (hereditas) itu diwariskan kepada anak cucu,

serta variasi yang mungkin timbul didalamnya. Namun,

bahan sifat keturunan itu tidaklah bersifat baka.

Selalu mengalami perubahan, berangsur atau mendadak.

Seluruh makluk bumi mengalami evolusi termasuk manusia.

Evolusi itu terjadi karena perubahan bahan sifat

keturunan, dan dilaksanakan oleh seleksi alam. Dalam

proses pewarisan sifat di kenal dengan dua hukum, yaitu

Hukum Mendel I (segregasi) dan Hukum Mendel II

(asortasi).

Hukum Mendel ditemukan dan diperkenalkan oleh

Gregor Johann Mendel tahun 1822-1884. Dengan

penemuannya Mendel didaulat sebagai Bapak Genetika.

Mendel melakukan penelitiannya menggunakan tanaman

ercis karena umurnya yang pendek, mudah tumbuh,

berketurunan banyak dan berbunga sempurna.

1

Meskipun hukum Mendel merupakan dasar dari

perwarisan sifat, penelitian lebih lanjut menemukan

bahwa banyak gen yang tidak sesuai hukum Mendel. Jika

perbandingan dengan fenotipe F2 hasil persilangan

monohibrid dan dihibrid berdasarkan hukum Mendel adalah

3:1 dan 9:3:3:1, penelitian lain menghasilkan

perbandingan F2 yang berbeda. Misalnya, 9:3:4, 12:3:1,

dan 9:7.

Selain itu, dalam penelitian juga diungkapkan

bahwa hal tersebut disebabkan oleh adanya interaksi

antargen. Interaksi tersebut menghasilkan perbandingan

fenotipe yang menyimpang dari hukum Mendel atau yang

lebih dikenal dengan penyimpangan semu hukum mendel.

Penyimpangan semu hukum Mendel merupakan bentuk

persilangan yang menghasilkan rasio fenotipe yang

berbeda dengan dasar dihibrid menurut hukum Mendel.

Meskipun tampak berbeda sebenarnya rasio fenotipe yang

diperoleh merupakan modifikasi dari penjumlahan rasio

fenotipe hukum Mendel semula. Dalam makalah ini di

bahas lebih mendetail mengenai penyimpangan semu hukum

mendel.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian Penyimpangan Semu Hukum Mendel?

2. Apakah ciri-ciri Penyimpangan Semu Hukum Mendel?

2

3. Bagaimana macam-macam Penyimpangan Semu Hukum

Mendel?

C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui pengertian Penyimpangan Semu Hukum

Mendel.

2. Mengetahui ciri-ciri Penyimpangan Semu Hukum Mendel.

3. Mendeskripsikan macam-macam Penyimpangan Semu Hukum

Mendel.

3

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Penyimpangan Semu Hukum Mendel

Hukum kedua Mendel menyatakan bahwa bila dua

individu mempunyai dua pasang atau lebih sifat, maka

diturunkannya sepasang sifat secara bebas, tidak

bergantung pada pasangan sifat yang lain. Dengan kata

lain, alel dengan gen sifat yang berbeda tidak saling

mempengaruhi. Namun, pada kenyataanyya tak selalu

demikian. Seringkali terjadi penyimpangan atau hasil

yang jauh dari harapan yang mungkin disebabkan oleh

beberapa hal seperti adanya interaksi gen, adanya gen

yang bersifat homozigot letal dan sebagainya. Peristiwa

ini disebut dengan penyimpangan semu hukum Mendel.

Penyimpangan semu ini terjadi karena adanya 2 pasang

gen atau lebih saling memengaruhi dalam memberikan

fenotipe pada suatu individu.

Dapat disimpulkan bahwa penyimpangan semu hukum

Mendel merupakan bentuk persilangan yang menghasilkan

rasio fenotipe yang berbeda dengan dasar dihibrid

menurut hukum Mendel. Meskipun tampak berbeda

sebenarnya rasio fenotipe yang diperoleh merupakan

modifikasi dari penjumlahan rasio fenotipe hukum Mendel

semula.

4

B. Ciri-ciri Penyimpangan Semu Hukum Mendel

Penyimpangan semu hukum Mendel merupakan

persilangan yang menghasilkan rasio fenotipe yang

berbeda dari asar persilangan dihibrid hokum Mendel.

Kenapa "Semu", karena prinsip segregasi bebas tetap

berlaku, hal ini disebabkan oleh gen-gen yang membawa

sifat memiliki ciri tertentu.

Ciri-Ciri Penyimpangan Semu Hukum Mendel:

1. Rasio fenotip yang dihasilkan berbeda dengan hukum

Mendel

2. Adanya sifat-sifat tertentu pada gen yang

menyebabkan perbedaan hasil pada fillial 2

3. Adanya interaksi antar gen

C. Macam-macam Penyimpangan Semu Hukum Mendel

1. Atavisme (Interaksi Gen)

Atavisme atau interaksi bentuk pada pial

(jengger) ayam diungkap pertama kali oleh W. Bateson

dan R.C. Punnet.Karakter jengger tidak hanya diatur

oleh satu gen, tetapi oleh dua gen yang berinteraksi.

Pada beberapa jenis ayam, gen R mengatur jengger untuk

bentuk ros, gen P untuk fenotipe pea, gen R dan gen P

jika bertemu membentuk fenotipe walnut. Adapun gen r

bertemu p menimbulkan fenotipe singel.

5

Berdasarkan hasil persilangan tersebut, kita

mendapatkan rasio fenotipe sebagai berikut:

9 Walnut : 3 Ros : 3 Pea : 1

Singel

Berbeda dengan persilangan yang dilakukan oleh

Mendel dengan kacang ercisnya maka sifat dua buah

bentuk jengger dalam satu ayam sangatlah ganjil.Dengan

adanya interaksi antara dua gen dominan dan gen resesif

seluruhnya akan menghasilkan variasi fenotipe baru,

6

yakni ros dan pea. Gen dominan R yang berinteraksi

dengan gen resesif P akan menghasil- kan bentuk jengger

ros dan gen resesif r yang bertemu dengan gen dominan P

akan menghasilkan bentuk jengger pea. Perbedaan bentuk

jengger ayam ini dinamakan dengan atavisme.

Contoh:

Diadakan penyilangan antara ayam berpial pea dan ayam

berpial ros.Anak ayam keturunan F1 ada yang berpial

tunggal.Dari hasil penyilangan ini, bagaimanakah

Genotip parentalnya?

Jawab:

Diketahui bahwa rrP = pial pea, Rpp = pial ros, RP =

pial walnut, dan rrpp = pial  singel.

Kita coba kemungkinan pertama bahwa kedua parentalnya

bergenotip heterozigot.

Jadi, genotipe parental yang akan menghasilkan salah

satu keturunan berpial tunggal adalah rrPp × Rrpp.

2. Kriptomeri

7

Salah satu penyimpangan dari hukum Mendel adalah

adanya kriptomeri, yaitu gen dengan sifat dominan yang

hanya akan muncul jika hadir bersama dengan gen dominan

lainnya. Peristiwa ini pertama kali diamati oleh

Correns pada saat pertama kali mendapatkan hasil

perbandingan persilangan bunga Linaria maroccana dari

galur alaminya yaitu warna merah dan putih.Hasil F1

dari persilangan tersebut ternyata menghasilkan bunga

berwarna ungu seluruhnya.

Dari hasil persilangan antara generasi F1

berwarna ungu ini, dihasilkan

generasi Linaria maroccana dengan perbandingan F2

keseluruhan antara bunga warna ungu : merah : putih

adalah 9 : 3 : 4.

Setelah dilakukan penelitian, warna bunga merah

ini disebabkan oleh antosianin, yakni suatu pigmen yang

berada dalam bunga.Bunga berwarna merah diidentifikasi

sebagai bunga yang tidak memiliki antosianin. Dari

penelitian lebih jauh, ternyata warna merah disebabkan

oleh antosianin yang hadir dalam kondisi sel yang asam

8

dan jika hadir dalam kondisi basa akan dihasilkan bunga

dengan warna ungu. Bunga tanpa antosianin akan tetap

berwarna putih jika hadir dalam kondisi asam ataupun

basa. Bunga merah ini bersifat dominan terhadap bunga

putih yang tidak berantosianin.

Jika kita misalkan bunga dengan antosianin adalah

A dan bunga tanpa antosianin adalah a, sedangkan

pengendali sifat sitoplasma basa adalah B dan

pengendali sitoplasma bersuasana asam adalah b,

persilangan antara bunga putih dengan bunga merah

hingga dihasilkan keturunan kedua  sebagai berikut.

AABB, 2 AABb

2 AaBB, 4 AaBb = 9 ungu

9

AAbb, 2 Aabb = 3 merah

aaBB, 2 aaBb, aabb = 4 putih

 

 

3. Polimeri

Salah satu tujuan dari persilangan adalah

menghasilkan varietas yang diinginkan atau hadirnya

varietas baru. Dari persilangan yang dilakukan oleh

Nelson Ehle pada gandum dengan warna biji merah dengan

putih, ia menemukan variasi warna merah yang dihasilkan

pada keturunannya.

Peristiwa ini mirip dengan persilangan dihibrid

tidak dominan sempurna yang menghasilkan warna

peralihan seperti merah muda. Hanya saja, warna yang

dihasilkan ini tidak hanya dikontrol oleh satu pasang

10

gen saja, melainkan oleh dua gen yang berbeda lokus,

namun masih memengaruhi terhadap sifat yang sama.

Peristiwa ini dinamakan dengan polimeri.

Pada contoh kasus persilangan antara biji gandum

berwarna merah dengan biji gandum berwarna putih dapat

Anda perhatikan pada bagan berikut.

Hasil persilangan di atas menghasilkan perbandingan

fenotipe 15 kulit biji berwarna merah dan hanya satu

kulit biji berwarna putih. Warna merah dihasilkan oleh

gen dominan yang terkandung di dalam gandum tersebut,

baik M1 maupun M2.

Pada kenyataannya, warna merah yang dihasilkan

sangat bervariasi, mulai dari warna merah tua, merah

sedang, merah muda, hingga merah pudar mendekati putih.

11

Semakin banyak gen dominan yang menyusunnya, semakin

merah juga warna kulit gandum tersebut.

Peristiwa polimeri ini melibatkan beberapa gen

yang berada di dalam lokus berbeda namun memengaruhi

satu sifat yang sama. Pada kasus warna kulit biji

gandum ini, efek dari hadirnya gen dominan bersifat

akumulatif terhadap penampakan warna merah. Jadi,

semakin banyak gen dominan pada organisme, akan semakin

merah juga dihasilkan warna kulit biji gandumnya.

4. Epistasis dan hypostasis

Dalam interaksi beberapa gen ini, kadang salah

satu gen bersifat menutupi baik terhadap alelnya dan

alel lainnya. Sifat ini dikenal dengan nama epistasis

12

dan hipostatis.  Epistasis adalah sifat yang menutupi,

sedangkan hipostasis adalah sifat yang ditutupi.

Pasangan gen yang menutup sifat lain tersebut

dapat berupa gen resesif atau gen dominan. Apabila

pasangan gen dominan yang menyebabkan epistasis,

prosesnya dinamakan dengan epistasis dominan, sedangkan

jika penyebabnya adalah pasangan gen resesif, prosesnya

dinamakan dengan epistasis resesif.

a. Epistasis Dominan

Peristiwa epistasis ini dapat ditemukan pada

pembentukan warna biji tanaman sejenis gandum dan

pembentukan warna kulit labu (Cucurbita pepo).Pada

pembentukan warna kulit biji gandum, Nelson Ehle

menyilangkan dua varietas gandum warna kulit biji hitam

dengan warna kulit biji kuning.

Nelson Ehle adalah seorang peneliti yang pertama

kali mengamati pengaruh epistasis dan hipostatis pada

pembentukan warna kulit biji gandum.Hasil pengamatannya

menunjukkan bahwa 100% warna kulit biji yang dihasilkan

adalah hitam.

13

Dari diagram tersebut dapat kita peroleh perbandingan

fenotipenya, yaitu

12 hitam : 3 kuning : 1 putih.

Dapat dilihat pada persilangan ini, setiap

kemunculan gen H dominan maka fenotipe yang

dihasilkannya adalah langsung warna biji hitam. Warna

biji kuning hanya akan hadir apabila gen dominan K

bertemu dengan gen resesif h, sedangkan warna putih

disebabkan oleh interaksi sesama gen resesif. Dengan

demikian, gen dominan H bersifat epistasis terhadap gen

K sehingga peristiwa ini dinamakan dengan epistasis

dominan.

14

b. Epistasis Resesif

Peristiwa epistasis lainnya dapat ditemukan pada

pembentukan warna rambut tikus. Warna hitam pada rambut

tikus disebabkan oleh adanya gen R dan C bersama,

sedangkan warna krem disebabkan oleh rr dan C. Apabila

terdapat gen cc, akan dihasilkan warna albino.

Perhatikan diagram berikut.

Persilangan antar tikus berwarna hitam homozigot dengan

tikus berwarna albino menghasilkan generasi pertama F1

tikus berwarna hitam semua. Berdasarkan hasil

15

persilangan kedua, ternyata dihasilkan rasio

fenotipe    

9 hitam : 3 krem : 4 albino

Kita dapat melihat, adanya gen resesif cc

menyebabkan semua warna rambut tikus albino. Adapun

kombinansi gen dominan menyebabkan warna hitam.

Hadirnya gen dominan C menyebabkan warna rambut tikus

krem.

c. Epistasis Dominan dan Resesif

Epistasis dominan-resesif terjadi apabila gen

dominan dari pasangan gen I epistatis terhadap pasangan

gen II yang bukan alelnya, sementara gen resesif dari

pasangan gen II ini juga epistatis terhadap pasangan

gen I. Epistasis ini menghasilkan nisbah fenotipe 13 :

3 pada generasi F2. Contoh peristiwa epistasis dominan-

resesif dapat dilihat pada pewarisan warna bulu ayam

ras. Dalam hal ini terdapat pasangan gen I, yang

menghalangi pigmentasi, dan alelnya, i, yang tidak

menghalangi pigmentasi. Selain itu, terdapat gen C,

yang menimbulkan pigmentasi, dan alelnya, c, yang tidak

menimbulkan pigmentasi. Gen I dominan terhadap C dan c,

sedangkan gen c dominan terhadap I dan i.

Contoh:

16

Bulu ayam leghorn, gen I besar epistasis terhadap C

besar dan c kecil serta cc kecil epistasis terhadap I

dan i.

P : IICC >< iiCC

(putih)

(putih)

G : IC iC

F1 : IiCc

F1 >< F1 : IiCc >< IiCc

F2 :

♀♂

IC Ic iC ic

IC IICC

(putih)

IICc

(putih)

IiCC

(pituh)

IiCc

(putih)

Ic IICc

(putih)

IIcc

(putih)

IiCc

(putih)

Iicc

(putih)

iC IiCC

(putih)

IiCc

(putih)

iiCC

(berwarna)

iiCc

(berwarna)

ic IiCc Iicc iiCc Iicc

17

(putih) (putih) Berwarna (putih)

Dari diagram hasil persilangan F1 di atas,

Meskipun gen C mempengaruhi munculnya warna bulu,

tetapi karena bertemu dengan gen I (gen yang

menghalangi munculnya warna), maka menghasilkan

keturunan dengan fenotip ayam berbulu putih.

Jadi, perbandingan fenotip = ayam putih : ayam

berwarna = 13 : 3

5. Komplementer

Salah satu tipe interaksi gen-gen pada organisme

adalah saling men- dukung munculnya suatu fenotipe atau

sifat. W. Bateson dan R.C. Punnet yang bekerja pada

bunga Lathyrus adoratus menemukan kenyataan ini.

Mereka melakukan persilangan sesama bunga putih

dan menghasilkan keturunan F2 bunga berwana ungu

seluruhnya. Pada persilangan bunga-bunga berwarna ungu

F2, ternyata dihasilkan bunga dengan warna putih dalam

jumlah yang banyak dan berbeda dengan perkiraan

sebelumnya, baik hukum Mendel atau sifat kriptomeri.

Penelitian lebih lanjut yang dilakukan oleh

keduanya mengungkapkan ada dua gen yang berinteraksi

memengaruhi warna bunga, yakni gen yang mengontrol

munculnya bahan pigmen (C) dan gen yang mengaktifkan

bahan tersebut (P). Jika keduanya tidak hadir

18

bersamaan, tentu tidak saling melengkapi antara sifat

satu dengan yang lainnya dan menghasilkan bunga dengan

warna putih (tidak berpigmen). Apabila tidak ada bahan

pigmen, tentu tidak akan muncul warna, meskipun ada

bahan pengaktif pigmennya.

Begitupun sebaliknya, apabila tidak ada pengaktif

pigmen maka pigmen yang telah ada tidak akan

dimunculkan dan tetap menghasilkan bunga tanpa pigmen

(berwarna putih). Persilangan yang dilakukan oleh

Bateson dan Punnet dapat diamati pada diagram berikut

ini.

 

Sifat yang dihasilkan oleh interaksi gen yang

saling melengkapi dan bekerja sama ini dinamakan dengan

19

komplementer. Ketidakhadiran sifat dominan pada suatu

pasangan gen tidak akan memunculkan sifat fenotipe dan

hanya akan muncul apabila hadir bersama-sama dalam

pasangan gen dominannya.

6. Gen-Gen Rangkap Yang Mempunyai Pengaruh Kumulatif

Miyake dan Imai (Jepang) menemukan bahwa pada

tanaman gandum (Hordeum vulgare) terdapat biji yang

kulitnya berwarna ungu tua, ungu, dan putih.

Jika gen dominan A dan B terdapat bersama-sama

dalam genotip, kulit buah akan berwarna ungu tua. Bila

terdapat salah satu gen dominan saja (A atau B), kulit

buah berwarna ungu. Absennya gen dominan menyebabkan

kulit buah berwarna putih. Perhatikan diagram

persilangan berikut.

20

F2 :

Berdasarkan diagram di atas dihasilkan

perbandingan genotip F2 sebagai berikut.

9 A_B_ = ungu tua

3 A_bb = ungu

3 aaB_ = ungu

1 aabb = putih

Jadi, perbandingan fenotip F2 antara ungu tua : ungu :

putih = 9 : 6 : 1.

21

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Penyimpangan semu hukum Mendel merupakan bentuk

persilangan yang menghasilkan rasio fenotipe yang

22

berbeda dengan dasar dihibrid menurut hukum Mendel.

Meskipun tampak berbeda sebenarnya rasio fenotipe yang

diperoleh merupakan modifikasi dari penjumlahan rasio

fenotipe hukum Mendel semula. Terdapat beberapa ciri

yang menandai adanya penyimpangan semu hukm mendel,

yaitu: Rasio fenotip yang dihasilkan berbeda dengan

hukum Mendel, Adanya sifat-sifat tertentu pada gen yang

menyebabkan perbedaan hasil pada fillial 2, Adanya

interaksi antar gen.

Penyimpangan Semu dalam Hukum Mendel, dibagi

menjadi enam macam, yaitu: atavisme (interaksi gen),

kriptomeri, polimeri, epistasis dan hipostasis, gen

komplemente, serta gen-gen yang mempunyai pengaruh

kumulatif. Epistasis dan hipostasis dibagi menjadi

tiga, yaitu epistasis dominan, epistasis resesif, dan

epistasis dominan dan resesif.

B. Saran

Penyimpangan Hukum Mendel merupakan salah satu

unsur dalam kajian materi genetika. Penyimpangan ini

memiliki banyak macam dan harus benar-benar dimengerti

oleh siswa. Dalam memecahkan soalnya pun terkadang

membutuhkan pemahaman yang tinggi dari siswa. Oleh

karena itu guru hendaknya mengajarkan materi ini

23

terutama genetika dengan hati-hati dan jelas, agar

tujuan dari pembelajaran dapat tercapai dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Adnyana, Gede Putra. 2009. Penyimpangan Semu Hukum Mendel.

Diunduh dari http://putradnyana-

bahanajar.blogspot.com/2009/11/penyimpangan-semu-hukum-

mendel.html pada tanggal 23 Maret 2014.

Anonim. 2013. Penyimpangan Semu Hukum Mendel. Diunduh dari

http://biologi-indonesia.blogspot.com/2013/10/penjelasa

n-tentang-penyimpangan-semu.html pada tanggal 23 Maret

2014.

Anonim. 2012. Penyimpangan Semu Hukum Mendel. Diunduh dari

http://www.berbagipengetahuan.com/2012/06/penyimpangan-

semu-hukum-mendel.html pada tanggal 23 Maret 2014.

Anonim. 2012. Pengertian Ilmu Genetik. Diunduh dari

http://ilmupengetahuana.blogspot.com/2012/03/pengertian

-ilmu-genetik.html pada tanggal 23 Maret 2014.

Gut, Windarsih. 2010. PR Biologi Untuk SMA. Klaten: Intan

Pariwara

24

Reswari, Chamalia. Tanpa Tahun. Genetika dan Hukum Mendel.

Diunduh dari

http://www.academia.edu/5433084/GENETIKA_DAN_HUKUM_MEND

EL pada tanggal 23 Maret 2014.

Saktoyono. 2008. Seribu Pena Biologi SMA Kelas XII Jilid 3. Jakarta:

Erlangga

Sembiring, Langkah dan Sudjino. Biologi Kelas XII untuk SMA dan MA.

Jakarta: Pusat Perbukuan Depdiknas.

25