INTERPRETASI SKOR DAN PENGUJIAN HASIL UJIAN, PROFIL, ANALISIS KEMAMPUAN

19
INTERPRETASI SKOR DAN PENGUJIAN HASIL UJIAN, PROFIL, ANALISIS KEMAMPUAN DENGAN KRITERIA Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Pengujian Dosen Pengampu Dr. Haryanto, M.Pd., M.T. Oleh : Ika Sunu Dharma Suswantari 12701251001 Muh. Syahrul Sarea 13701251019 Soffan Nurhaji 13701251021 PENELITIAN DAN EVALUASI PENDIDIKAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2014

Transcript of INTERPRETASI SKOR DAN PENGUJIAN HASIL UJIAN, PROFIL, ANALISIS KEMAMPUAN

INTERPRETASI SKOR DAN PENGUJIAN HASIL UJIAN,

PROFIL, ANALISIS KEMAMPUAN

DENGAN KRITERIA

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah

Manajemen Pengujian

Dosen Pengampu Dr. Haryanto, M.Pd., M.T.

Oleh :

Ika Sunu Dharma Suswantari 12701251001

Muh. Syahrul Sarea 13701251019

Soffan Nurhaji 13701251021

PENELITIAN DAN EVALUASI PENDIDIKAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2014

1

A. Pengantar

Pendidikan merupakan salah satu sektor penting dalam pembangunan

di setiap Negara. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 pendidikan

merupakan usaha sadar dan terencana untuk mengembangkan segala potensi

yang dimiliki peserta didik melalui proses pembelajaran. Pendidikan

bertujuan untuk mengembangkan potensi anak agar memiliki kekuatan

spiritual keagamaan, pengendalian diri, berkepribadian, memiliki kecerdasan,

berakhlak mulia, serta memiliki keterampilan yang diperlukan sebagai

anggota masyarakat dan warga negara. Untuk mencapai tujuan pendidikan

yang mulia ini disusunlah kurikulum yang merupakan seperangkat rencana

dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan dan metode pembelajaran.

Kurikulum digunakan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan kegiatan

pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan. Untuk

melihat tingkat pencapaian tujuan pendidikan, diperlukan suatu bentuk

evaluasi.

Dengan demikian evaluasi pendidikan merupakan salah satu

komponen utama yang tidak dapat dipisahkan dari rencana pendidikan.

Namun perlu dicatat bahwa tidak semua bentuk evaluasi dapat dipakai untuk

mengukur pencapaian tujuan pendidikan yang telah ditentukan. Informasi

tentang tingkat keberhasilan pendidikan akan dapat dilihat apabila alat

evaluasi yang digunakan sesuai dan dapat mengukur setiap tujuan. Tes yang

tidak relevan dapat mengakibatkan hasil pengukuran tidak tepat bahkan salah

sama sekali.

Secara sederhana Allen dan Yen (1979 : 1) menyebut tes sebagai “a

test is device for optaining a sample of an indifidual’s behavior”. Hal yang

hampir sama juga dikemukakan oleh Gronlund (1990:5) yang mendefinisikan

tes sebagai instrumen atau prosedur sistematis untuk mengukur perilaku

sampel. Ahli pengukuran yang lain, Djaali (2006:57) menyatakan tes adalah

suatu cara atau alat untuk mengadakan penilaian yang berbentuk suatu tugas

atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan oleh siswa atau sekelompok

2

siswa sehingga menghasilnya nilai tentang tingkah laku atau prestasi siswa

sebagai peserta didik.

Tes yang merupakan alat ukur dalam dunia pendidikan lebih dikenal

dengan istilah ujian. Ujian hendak mengukur kompetensi peserta didik

sebagai pengakuan prestasi belajar dan atau penyelesaian dari suatu satuan

pendidikan yang lebih dikenal dengan istilah ujian nasional (UN).

Ujian Nasional (UN) adalah kegiatan penilaian hasil belajar peserta

didik yang telah menyelesaikan jenjang pendidikan pada jalur

sekolah/madrasah yang diselenggarakan secara nasional. UN (Ujian

Nasional) menurut Peraturan Mentri Pendidikan Nasional RI Nomor 20

Tahun 2005 Pasal 4, dijadikan pertimbangan untuk: a) penentuan kelulusan

peserta didik dari suatu satuan pendidikan, b) seleksi masuk jenjang

pendidikan selanjutnya, c) pemetaan mutu satuan dan/ atau program

pendidikan, d) akreditasi satuan pendidikan, dan e) pembinaan dan pemberian

bantuan pada satuan pendidikan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.

B. Profil Pengujian

1. Dasar Hukum Pelaksanaan UN

Sebagai sebuah kebijakan publik yang menyentuh kepentingan

rakyat banyak, keputusan politik menjadi hal yang penting. Dengan

keputusan politik ini diharapkan, persoalan ada atau tidak ada UN tidak

lagi manjadi bahan perdebatan yang berulang setiap tahun, sehingga

menghabiskan energi yang tidak perlu. Sudah waktunya evaluasi

terhadap UN bukan lagi terletak pada perlu atau tidaknya UN, tetapi pada

masalah yang lebih substansial, yaitu bagaimana meningkatkan mutu

penyelenggaraan dan memanfaatkan hasil UN dalam rangka peningkatan

dan pemerataan mutu pendidikan di seluruh tanah air. Peningkatan dan

pemerataan mutu pendidikan merupakan tuntutan yang mendesak, dalam

rangka peningkatan dan pemerataan mutu SDM bangsa, yang sangat

diperlukan di era globalisasi saat ini, dengan persaingan yang semakin ketat,

adapun dasar hukum tentang penyelenggaraan UN adalah sebagai berikut:

3

a. Undang­Undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

Pasal 58 ayat (2): “Evaluasi peserta didik, satuan pendidikan, dan program

pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri secara berkala,

menyeluruh, transparan, dan sistemik untuk menilai pencapaian standar

nasional pendidikan”.

b. Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional

Pendidikan.

Pasal 63 ayat (1): Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar

dan menengah terdiri atas: penilaian hasil belajar oleh pendidik; b.

penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan; dan c. penilaian hasil

belajar oleh Pemerintah.

Pasal 66 ayat (1): Penilaian hasil belajar sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 63 ayat (1) butir c bertujuan untuk menilai pencapaian

kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam

kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan teknologi dan dilakukan

dalam bentuk Ujian Nasional.

Pasal 66 ayat (2): Ujian Nasional dilakukan secara obyektif,

berkeadilan, dan akuntabel.

Pasal 66 ayat (3): Ujian Nasional diadakan sekurang­kurangnya satu

kali dan sebanyak­banyaknya dua kali dalam satu tahun pelajaran.

Pasal 68: Hasil Ujian Nasional digunakan sebagai salah satu

pertimbangan untuk: a). pemetaan mutu program dan/atau satuan

pendidikan; b). dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya; c).

penentuan kelulusan peserta didik dari program dan/atau satuan

pendidikan; d). pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan

pendidikan dalam upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan.

Pasal 69 ayat (1): Setiap peserta didik jalur formal pendidikan dasar

dan menengah dan pendidikan jalur nonformal kesetaraan berhak

mengikuti ujian nasional dan berhak mengulanginya sepanjang

belum dinyatakan lulus dari satuan pendidikan.

4

Pasal 69 ayat (2): Setiap peserta didik sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) wajib mengikuti satu kali Ujian Nasional tanpa dipungut

biaya.

Pasal 69 ayat (3): Peserta didik pendidikan informal dapat mengikuti

Ujian Nasional setelah memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Badan

Standar Nasional Pendidikan (BSNP).

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 59 tahun 2011

tentang Kriteria Kelulusan Peserta Didik dari Satuan Pendidikan dan

Penyelenggaraan Ujian Sekolah/Madrasah dan Ujian Nasional.

c. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 3 tahun 2013 tentang

Kriteria kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan dan

penyelenggaraan ujian sekolah/madrasah/pendidikan kesetaraan dan ujian

nasional. Pada pasal 2 berbunyi “Peserta didik dinyatakan lulus dari satuan

pendidikan setelah: a.menyelesaikan seluruh program pembelajaran;

b.memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata

pelajaran yang terdiri atas: 1) kelompok mata pelajaran agama dan akhlak

mulia; 2) kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian; 3)

kelompok mata pelajaran estetika; dan 4) kelompok mata pelajaran

jasmani, olah raga, dan kesehatan; c. lulus Ujian S/M/PK untuk kelompok

mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; dan d. lulus UN.

Selanjutnya pada pasal 15 berbunyi “BSNP menyelenggarakan UN bekerja

sama dengan instansi terkait dilingkungan pemerintah, pemerintah

propinsi, pemerintah kabupaten/kota, dan satuan pendidikan.”

2. Tujuan Penyelenggaraan UN

UN bertujuan menilai pencapaian kompetensi lulusan secara

nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu

pengetahuan dan teknologi. Keberhasilan dalam proses pembelajaran dapat

dilihat melalui proses penilaian. Penilaian akan menyediakan informasi secara

komprehensif tentang keberhasilan dalam proses pembelajaran. Tinggi atau

rendahnya hasil belajar siswa akan diinterpretasi melalui proses penilaian

5

dengan standar yang telah ditentukan. Tinggi rendahnya hasil belajar siswa

yang dihasilkan melalui penilaian selanjutnya akan dievaluasi sebagai sebuah

judgment terhadap pembelajaran yang dilaksanakan dalam kurun waktu

tertentu.

Proses penilaian terhadap keberhasilan pembelajaan tersebut tentunya

tidak terlepas dari proses pengukuran yang dilaksanakan dengan instrumen

tertentu. Hasil pengukuran yang dilakukan dengan instrumen tertentu itulah

yang selanjutnya dinilai dan dievaluasi. Hasil UN digunakan sebagai bahan

pertimbangan dalam: (a) pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidikan;

(b) dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya; (c) penentu kelulusan

peserta didik dari satuan pendidikan; dan (d) dasar pembinaan dan pemberian

bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan dan

memeratakan mutu pendidikan.

3. Fungsi Penyelenggaraan UN

Sejalan dengan tujuan dari UN, fungsi UN pun telah termaktub dalam

Keputusan Mendiknas. Nomor 153, yang terdapat dalam pasal 3, yaitu

berfungsi sebagai:

a. Alat pengendali mutu pendidikan secara nasional;

Alat pengendali mutu pendidikan secara nasional maksudnya adalah

bahwa UN merupakan alat untuk dapat mengetahui mutu pendidikan

secara nasional dan dapat pula memperbaiki kekurangan-kekurangan

yang terdapat dalam pelaksanaan UN pada tahun berikutnya.

b. Pendorong peningkatan mutu pendidikan;

Pendorong peningkatan mutu pendidikan maksudnya adalah dengan

adanya UN diharappkan tingkat kompetisi untuk berprestasi semakin

meningkat di antara sekolah/ madrasah maupun antara peserta didik,

karena mengetahui tolak ukur dari kualitas lulusan peserta didik yang

lulus pada tahun tersebut, hingga memotifasi untuk dapat menjadi lebih

baik lagi.

6

c. Bahan dalam menentukan kelulusan peserta didik.

Bahan daam menentukan kelulusan peserta didik maksudnya UN

diadakan tidak lain adalah untuk mengukur kemampuan siswa serta

memutuskan untuk lulus tidaknya seorang peserta didik untuk dapat

melanjutkan ke jenjang berikutnya.

Jadi, pelaksanaan UN ini berfungsi sebagai alat untuk mengendalikan

mutu pendidikan sehingga diketahui mutu pendidikan yang telah dilaksanakan

secara nasional dan dapat berfungsi sebagai pendoronhg agar pendidikan di

Indonesia dapat terus meningkat dalam hal mutunya. Dalam pelaksanaan UN

juga berfungsi sebagai penentu kelulusan dan sebagai bahan pertimbangan

bagi lembaga pendidikan yang lebih tinggi melakukan seleksi dalam

penerimaan siswa baru.

4. Penyelanggara Ujian Nasional

Dalam bentuk diagram dapat digambarkan penyelenggara UN dari

tingkat pusat sampai dengan satuan pendidikan, unsur­unsurnya sebagai

berikut:

Satuan

Pendidikan

Provinsi Kab/Kota Satuan

Pendidikan

1. BSNP

2. Kemdikbud

3. Kemenag

4. MR-PTN

1. Gubernur

2. PTN

3. Dinas

Pendidikan

4. Kanwil

Kemenag

5. LPMP

6. Instansi

terkait

1. Bupati/Walikota

2. PT

3. Dinas

4. Pendidikan

5. Kantor

Kemenag

1. PT

2. Kepala

3. Sekolah

4. Guru

5. Pengawas

7

C. Interpretasi Skor dan Penggunaan Hasil Pengujian

Pemerintah telah mengambil kebijakan untuk menerapkan UN (Ujian

Nasional) sebagai salah satu bentuk evaluasi pendidikan. Menurut

Permendiknas No 20 Tahun 2005 tentang Ujian Nasional tahun 2005 pasal 3

disebutkan bahwa Ujian nasional bertujuan untuk menilai pencapaian

kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran yang ditentukan dari

kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi, dalam rangka

pencapaian standar nasional pendidikan. sehingga Ujian Nasional dijadikan

tolak ukur dalam mengukur mutu pendidikan dan mempertanggungjawabkan

penyelenggaraan pendidikan di tingkat Nasional, provinsi, kabupaten, sampai

di tingkat sekolah.

Dengan demikian, berdasarkan isi pasal 3 di atas maka dapat

disimpulan bahwa tujuan dari dilaksanakannya Ujian Nasional (UN) tersebut

adalah sebagai pengatur untuk mencapai hasil belajar para siswa di sekolah,

disamping itu juga sebagai pengukur mutu atau kualitas pendidikan yang

selama ini diselenggarakan oleh sekolah/ madrasah masing-masing sehingga

dapat diketahui berhasil tidaknya tujuan masing-masing lembaga tersebut

serta untuk mempertanggungjawabkan pendidikan yang telah dilakukan

kepada masyarakat sebagai penerima kelulusan.

Posisi ujian nasional memberikan dampak yang bagus terhadap

peserta didik dimana ketertekanan dalam menghadapi UN telah menjadikan

UN sebagai pemacu semangat belajar. UN menuntut sekolah dan siswa untuk

unjuk prestasi, bimbingan belajar di galakkan, dan program program

pendukung serupa giat di laksanakan. Senada dengan fenomena ini,

demikianlah pendapat yang dinyatakan oleh kelompok pendukung UN yakni

bahwa UN di yakini akan mampu meningkatkan mutu pendidikan di

Indonesia. Adapun hasil-hasil ujian nasional tingkat SMP dan SMA pada

tahun pelajaran 2013/2014 antara lain:

8

Rata-rata nilai ujian nasional tingkat SMP se Indonesia tahun pelajaran

2013/2014

Berdasarkan grafik diatas diperoleh hasil bahwa rata-rata nilai ujian

nasional tingkat SMP tertinggi di Indonesia adalah Provinsi Sumatera Utara

dengan rata-rata nilai UN 7,89. Sementara yang memperoleh rata-rata nilai

UN terendah di Indonesia adalah Provinsi Bengkulu yaitu 6,44

9

Rata-rata nilai ujian nasional tingkat SMA se Indonesia tahun pelajaran

2013/2014

Berdasarkan grafik diatas diperoleh hasil bahwa rata-rata nilai ujian

nasional tingkat SMA tertinggi di Indonesia adalah Provinsi Bali dengan rata-

rata nilai UN 8,27. Sementara yang memperoleh rata-rata nilai UN terendah

di Indonesia adalah Provinsi Kalimantan Utara yaitu 6,05

Pelaksanaan ujian nasional sampai saat ini masih menjadi pembahasan

dikalangan pakar-pakar pendidikan. Meskipun rata-rata hasil ujian nasional

baik SMP maupun SMA terbilang tinggi, namun tidak sedikit pakar-pakar

pendidikan yang meminta penghapusan pelaksanaan ujian nasional. Seperti

yang dikutip tribunnews dikatakan bahwa ”Guru Besar yang tergabung dalam

Koalisi Damai Reformasi Pendidikan meminta pemerintah melakukan

reposisi terhadap Ujian Nasional. Menurut Guru Besar Fakultas Ekonomi UI

Profesor Mayling Oey-Gardiner, UN membuat anak menjadi tidak dapat

bersaing “.

10

Ujian Nasional juga dianggap sebagai jenis ujian kelulusan berisiko

tinggi bagi siswa, guru, dan sekolah. Dinas pendidikan daerah telah

menyepelekan proses pendidikan dasar dan menengah menjadi berfokus pada

kelulusan dalam ujian nasional semata. Budayawan Romo Mudji Sutrisno

mengatakan, UN justru menjadi tembok besar yang menghalangi siswa untuk

dapat mengembangkan pola pikir dan kreativitas. Sebab, pelaksanaan UN

hanya mengandalkan jawaban tertutup berupa pilihan ganda.(

suaramerdeka.com)

Fathun Niam dalam makalahnya juga menambahkan bahwa dampak

negatif dari ujian nasional yang ada sekarang ini adalah bergesernya

paradigma bagi para praktisi pendidikan, peserta didik dan wali peserta didik.

Pertama, konstruk berfikir para kepala sekolah dan guru tentang hakekat atau

substansi dari kegiatan pendidikan sekarang ini hanyalah sebatas

mengantarkan peseerta didik untuk lulus ujian nasional saja, akibatnya

tentang bagaimana mengantarkan peserta didik untuk menjadi anak yang

cerdas sebagaimana di rumuskan dalam tujuan utama pendidikan nasional

tidak pernah di pikirkan. Karena yang penting bagaiman para peserta didik itu

siap berlaga dalam Ujian Nasional yang hanya terdiri dari tiga mata pelajaran

tersebut.

Kedua, dampak ujian nasional bagi peserta didik adalah timbulnya

pemahaman yang keliru terhadap makna belajar di sekolah. Tujuan belajar

yang mestinya dalam rangka mencari ilmu, kecerdasan, dan ahlak mulia

berubah menjadi sekedar meraih kelulusan ujian nasional. Akibatnya, mata

pelajaran yang tidak di ujian nasional kan akhirnya menjadi di nomorduakan,

termasuk gurunya. Pengastaan mata terjadi karena secara kasatmata jumlah

mata ajar yang dipelajari di sekolah dengan mata ajar yang akan diujikan

secara nasional dan memengaruhi kelulusan siswa sangat mencolok. SMP dan

SMA belajar kurang lebih 13-14 mata pelajaran, yang diujikan secara

nasional hanya 4-6. Belum lagi pengastaan secara rumpun, yang terkadang

baik guru maupun orangtua memberikan status berbeda antara anak-anak

yang cenderung ke ilmu sosial dan anak-anak ilmu pengetahuan alam.

11

Setiap kali ada pelaksanaan Ujian Nasional hampir pasti muncul

aroma yang cukup tajam bahwa ada beberapa sekolah yang dalam

pelaksanaan ujian nasionalnya tidak fair-play alias tidak jujur. Hai ini

dibenarkan oleh mantan menteri pendidikan "Ya memang ada oknum kepala

sekolah yang sudah teridentifikasi melakukan kecurangan," ungkap M. Nuh

di Gedung Kemendikbud, Jakarta, Jumat (16/5/2014).

Artinya dalam pelaksanaan ujian nasional tingkat sekolah itu

panitianya dan tentu dengan kepala sekolahnya secara langsung atau tidak

langsung membantu siswa supaya lulus ujian nasional, misalnya dengan cara

memberi kunci jawaban kepada peserta ujian nasional dan juga bisa

menggunakan siswa pandai untuk 'dicontoh' oleh peserta didik yang lemah.

Sebenarnya untuk mendeteksi sebuah sekolah yang berbuat curang atau tidak

itu tidak terlalu sulit, di antaranya menanyakan kepada peserta didik yang

baru saja menyelesaikan belajarnya (tamat).

Dari informasi tersebut dapat diketahui bahwa sebuah sekolah itu

melakukan curang atau tidak. Bagi sekolah yang dalam pelaksanaan ujian

nasionalnya curang, maka akan berdampak pada peserta didik kelas

bawahnya yang tahun berikutnya akan menempuh ujian nasional. Mereka

adik kelas yang mengetahui bahwa kakak kelasnya dalam ujian nasional itu di

bantu oleh guru. Maka jelas mereka akan malas dalam belajarnya karena

mereka tahu bahwa nanti saat ujian nasional pasti di bantu oleh guru

sebagaimana kakak kelasnya dulu. Bahkan ada yang berpendapat UN malah

menghambat perkembangan anak didik. Ujian Nasional merupakan

pemborosan untuk sesuatu yang tidak berarti dalam peningkatan

perkembangan peserta didik.

D. Analisis Kemampuan dengan Kriteria

Nilai tes mencerminkan kinerja atau tingkat kemampuan seseorang

setelah menyelesaikan tes. Ujian nasional yang diselenggarakan oleh

pemerintah tidak lain untuk mengetahui tingkat daya serap materi dan

kemampuan peserta didik yang diajarkan oleh guru di sekolah secara

12

nasional. Berdasarkan hasil ujian nasional dapat memberikan gambaran

kepada pemerintah tentang sekolah-sekolah dengan kualitas dan mutu

pendidikan yang tinggi, sedang dan rendah. Sehingga pemerintah dapat

memberikan sebuah kebijakan untuk pemerataan pendidikan secara nasional.

Ujian nasional menyaring kemampuan peserta didik. Tidak semua

peserta didik yang mengikuti ujian nasional baik SMP, SMA maupun SMK

dapat melulusi ujian nasional. Hal ini disebabkan karena ujian masional

memiliki kriteria-kriteria kelulusan berdasarkan satuan pendidikan tertentu.

Mengenai peyelanggaraan UN saat ini telah ditetapkan Kemdikbud RI,

selain itu telah ditetapkan pula Kriteria Kelulusan Peserta Didik untuk Ujian

Nasional / UN tahun 2014 tingkat SMP / MTs / SMPLB, SMA / MA /

SMALB / SMK / MAK, Program Paket B / Wustha, Program Paket C, dan

Program Paket C Kejuruan melalui Permendikbud RI Nomor 97 Tahun

2013, sebagai berikut :

a. NA (Nilai Akhir) setiap mata pelajaran yang diujinasionalkan paling

rendah 4,0 (empat koma nol); dan rata-rata NA untuk semua mata

pelajaran paling rendah 5,5 (lima koma lima).

b. NA (Nilai Akhir) ini merupakan gabungan dari Nilai S/M/PK dan

Nilai UN dengan bobot 40% Nilai S/M/PK dan 60% Nilai UN (Ujian

Nasional tahun 2014).

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk Kriteria

Kelulusan Ujian Nasional / UN 2014, pada seluruh tingkat / jenjang

pendidikan adalah sama yakni Nilai Akhir (NA) dari setiap mata pelajaran

yang di ujikan dalam Ujian Nasional / UN 2014 nilai paling rendahnya 4,0

(empat koma nol, sedangkan untuk rata-rata NA (Nilai Akhir) dari semua

mata pelajaran yang diujikan dalam UN / Ujian Nasional 2014 paling

rendah 5,5 (lima koma lima).

13

Berdasarkan data dari puspendik, diperoleh data tentang jumlah siswa

yang lulus dan tidak lulus untuk satuan pendidikan SMP, SMA dan SMK

antara lain:

Jumlah siswa yang lulus dan tidak lulus tingkat SMP di Indonesia

2013/2014

Berdasarkan data diatas diperoleh hasil bahwa jumlah siswa yang

tidak melulusi ujian nasional tingkat SMP tertinggi di Indonesia adalah

Provinsi Aceh sebanyak 313 siswa. Sementara siswa yang tidak melulusi

ujian nasional tingkat SMP terendah di Indonesia adalah Provinsi Maluku

Utara sebanyak 4 siswa. Sedangkan jumlah siswa yang tidak lulus ujian

nasional untuk seluruh indonesia sebanyak 2335 siswa dari 3773372 siswa

yang mengikuti UN.

14

Jumlah siswa yang lulus dan tidak lulus tingkat SMA Program IPA di

Indonesia 2013/2014

Berdasarkan data diatas diperoleh hasil bahwa jumlah siswa yang

tidak melulusi ujian nasional tingkat SMA program IPA tertinggi di Indonesia

adalah Provinsi Aceh sebanyak 224 siswa. Sementara siswa yang tidak

melulusi ujian nasional tingkat SMA Program IPA terendah di Indonesia

adalah Provinsi Gorontalo dimana seluruh siswanya lulus. Sedangkan jumlah

siswa yang tidak lulus ujian nasional untuk seluruh indonesia sebanyak 2056

siswa dari 742434 siswa yang mengikuti UN.

15

Jumlah siswa yang lulus dan tidak lulus tingkat SMK di Indonesia

2013/2014

Berdasarkan data diatas diperoleh hasil bahwa jumlah siswa yang

tidak melulusi ujian nasional tingkat SMK tertinggi di Indonesia adalah

Provinsi Nusa Tenggara Timur sebanyak 133 siswa. Sementara siswa yang

tidak melulusi ujian nasional tingkat SMK terendah di Indonesia adalah

Provinsi Gorontalo sebanyak 2 siswa. Sedangkan jumlah siswa yang tidak

lulus ujian nasional untuk seluruh indonesia sebanyak 1159 siswa dari

1171907 siswa yang mengikuti UN.

Hasil ujian nasional memberikan gambaran bahwa siswa yang

melampaui kriteria yang ditetapkan pada ujian nasional (lulus ujian nasional)

dianggap memiliki kemampuan yang lebih jika dibandingkan siswa yang

16

tidak melampaui kriteria standar kelulusan pada ujian nasional. Namun

faktanya dilapangan, ada beberapa kasus yang justru berbanding terbalik

dengan kenyataan yang ada:

1. Melati Murti Pertiwi, siswa SMA Negeri 6, Jakarta, mengaku dirinya tidak

lulus UN. Tentu saja gadis kelahiran Jakarta, 9 Oktober 1988 ini kecewa.

Apalagi, ia selalu mendapatkan peringkat 5 besar di kelasnya dan masuk

10 besar di sekolahnya yang kelas 3 nya ada 10 kelas ini. "Karena

prestasinya saya, saya ditawari beasiswa dari perguruan tinggi di Jerman,

Australia, dan Belanda. Karena saya tak bisa berbahasa Belanda, saya

hanya mempertimbangkan ikut tes di Jerman dan Australia. Akhirnya,

saya diterima di Psikologi di dua negara itu," papar bungsu dua bersaudara

ini.

2. “REPUBLIKA.CO.ID, SOLO-- Dua pelajar pada sebuah SMK di Kota

Solo yang tertangkap polisi karena terlibat kasus narkotika jenis ganja,

Mws (17) warga Jebres dan Ry (18), dinyatakan lulus ujian nasional (UN)

2014. Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) Kota

Surakarta, Etty Retnowati, di Solo, Selasa, mengatakan, kedua siswa yang

terlibat kasus ga Tiwi, perwakilan siswa, di Cikarang, Minggu,

mengatakan kedelapan siswa jurusan IPA yang tidak lulus tersebut

masing-masing bernama, Niken, Ala, Nabila Shafira, Amelia Mustofa,

Ama, Ikhsan, Aisyah, dan Husaibah. Mereka dinyatakan tidak lulus pada,

Selasa (16/6).

3. “Kita tidak menyangka mereka tidak lulus, padahal mereka adalah siswa

berprestasi di sekolah kami. Husaibah adalah ketua OSIS (Organisasi

Siswa Intra Sekolah), sementara Niken dan Nabila pernah menjuarai

lomba bahasa Inggris dan IPA tingkat provinsi. Katanya ada nilai

Matematika dan Fisika yang rendah, katanya.

Menurut Tiwi, sejumlah siswa yang tidak lulus tersebut, sebelum

menjalani UN pernah mendaftar di Institut Teknologi Bandung (ITB) dan

dinyatakan lulus dengan nilai yang cukup memuaskan.

17

Namun, yang membuat siswa terkejut adalah kenyataan nilai rata-rata UN

mereka di bawah rata-rata 5,5 untuk semua mata pelajaran.nja tersebut

dinyatakan lulus UN, dan kedua ijazah akan segera diserahkan pihak

sekolah kepada yang bersangkutan.”

4. “Merdeka.com - Gita Saraswati (17) kecewa bukan kepalang. Siswi SMA

Negeri 15, Sunggal, Medan ini gundah setelah dinyatakan tidak lulus ujian

nasional (UN) karena nilai ujian Bahasa Indonesia-nya hanya 0,82.

Padahal, Gita yakin mampu menjawab soal-soal yang diujikan pada Senin

(15/4) itu. "Gita tidak bisa terima. Gita yakin bisa jawab soalnya. Minimal

20 soal saya bisa jawab, apalagi itu kan mata ujian hari pertama, boleh

tanya orangtua, saat itu Gita benar-benar fokus belajar. Kok nilainya cuma

0,82," kata Gita kepada wartawan, Rabu (29/5). Remaja berjilbab ini

mengklaim selalu berada pada peringkat 5 besar di kelasnya. Terakhir dia

menempati ranking 3 pada kelas 3 IPS 1 SMA Negeri 15 Medan.”

18

DAFTAR PUSTAKA

Allen, M.J., & Yen, W.M. (1979).Introduction to measurement

theory.Belmont, CA: Brooks/Cole publishing Company

Data Hasil UN Nasional 2014/2015. Pusat Penilaian Pendidikan. Jakarta

Depdiknas. (2003)Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun

2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional

Depdiknas. (2005). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia

Nomor 20 Tahun 2005, Tentang Ujian Nasional Tahun Pelajaran

2005/2006

Djaali. (2006). Hasil belajar evaluasi dalam evaluasi pendidikan : konsep dan

aplikasi. Jakarta : Uhamka Press

Djaali, P.M. (2004). Pengukuran dalam bidang pendidikan. Jakarta: Program

Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta.

Gronlund, N.E. & Linn, R.L. (1990).Measurement and evaluation in teaching

(6thed.). New York: MacMillan Publishing Company.

Mardapi,D. (2012). Pengukuran, penilaian, dan evaluasi pendidikan.

Yogyakarta: Nuha Litera.

Sudjana, N. (2012). Penilaian hasil proses belajar mengajar. Bandung: PT

Remaja Rosdakarya.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar

Nasional Pendidikan