INDERAJA LAPAN_Volume VIII No 10 November 2017.pdf

92
Kawasan Ekonomi Khusus, Arun Lhokseumawe, Aceh Citra Satelit GeoEye, Tanggal Perekaman 12 Juli 2015 Kawasan Ekonomi Khusus, Arun Lhokseumawe, Aceh Citra Satelit GeoEye, Tanggal Perekaman 12 Juli 2015

Transcript of INDERAJA LAPAN_Volume VIII No 10 November 2017.pdf

Kawasan Ekonomi Khusus, Arun Lhokseumawe, AcehCitra Satelit GeoEye, Tanggal Perekaman 12 Juli 2015Kawasan Ekonomi Khusus, Arun Lhokseumawe, AcehCitra Satelit GeoEye, Tanggal Perekaman 12 Juli 2015

1

Sidang Pembaca Yang Terhormat,

Penerbitan Majalah Inderaja LAPAN Volume VIII No. 10, edisi November 2017 ini memuat hasil hasil penelitian, pengembangan, dan ulasan tentang teknologi penginderaan jauh serta pemanfaatannya.

Artikel yang ditulis merupakan hasil kegiatan litbangyasa dan operasional di lingkungan Deputi Bidang Penginderaan Jauh LAPAN. Adapun artikel utama yang disajikan adalah :Teknologi dan Data Penginderaan Jauh : Data Citra Satelit Penginderaan Jauh Resolusi Sangat

Tinggi Melalui Sistem Penerimaan Langsung Stasiun Bumi Untuk Mendukung Program Prioritas Nasional

Pengembangan Teknologi Satelit LAPAN-A2 Dan Pemanfaatan Datanya Untuk Kelautan Dan Peman-tauan Penutup / Penggunaan Lahan Perkotaan

Produk Data CRIS Dan ATMS Dari Satelit SNPP Untuk Pemantauan Atmosfer

Teknologi LAPAN-A3 LISA Dan Pemanfaatan CitranyaLiDAR Pesawat Dan Aplikasinya Untuk Penginderaan Jauh

Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh : Identifikasi Dan Estimasi Luas Akses Terbuka Bekas

Penambangan Menggunakan Data Penginderaan JauhPemanfaatan Data Penginderaan Jauh Untuk

Identifikasi Dan Estimasi Luas Area Terbakar Di Provinsi Riau Tahun 2016

Pemanfaatan Data Foto Pesawat LAPAN Surveillance UAV Untuk Pemantauan Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

Kami berusaha menyajikan informasi Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh dan Teknologi Penginderaan Jauh yang terkini. Informasi disampaikan melalui makalah/ tulisan, artikel dan pemuatan poster Peta Citra Satelit Penginderaan Jauh meliputi wilayah di Indonesia. Pada kesempatan ini, redaksi menyampaikan permohonan maaf, karena belum dapat memenuhi semua permintaan pembaca yang disampaikan melalui pengembalian Formulir Tanggapan Surat Pembaca. Diharapkan pada edisi mendatang, secara bertahap kami dapat memenuhi permintaan pembaca. Terima kasih atas perhatiannya, selamat membaca.

Hormat Kami,

Redaksi

Diterbitkan oleh :Bidang DiseminasiPusat Teknologi dan Data Penginderaan JauhLembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional

Pengarah : Prof. Dr. Thomas Djamaludin, M.ScDr. Orbita Roswintiarti, M.Sc

Penanggung Jawab :Ir. Dedi Irawadi

Penyunting :Prof. Dr. Rr. Erna Sri Adiningsih, M.SiDr. Ir. Dony Kushardono, M.Eng

Penyunting Pelaksana :Ketua :Ir. Rubini Jusuf, M.Si

Anggota :Bambang Haryanto, S.E.Dra. Endang PurwantiNorjanah, S.SosDrs. NgadinoRita Silviana Arlis, ST

Staf Sekretariat :MulyadiAminahSiti Rahmi Pratiwi, S.T

Alamat Redaksi :Bidang DiseminasiPusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh LAPANJl. Lapan No. 70 Jakarta 13710Telp.: (021) 8717715, 8710786, 8721870.Fax.: (021) 8717715Email: [email protected]

Majalah Inderaja adalah majalah ilmiah semi populer yang diterbitkan satu kali setahun untuk mendesiminasikan perkembangan hasil-hasil penelitian dan pengembangan teknologi penginderaan jauh dan pemanfaatannya, khususnya bagi pengguna data penginderaan jauh di Indonesia. Redaksi menerima naskah hasil penelitian, pengembangan dan pengulasan bidang penginderaan jauh dari penulis yang orsinil, memiliki validasi ilmiah dan kejelasan pemaparan serta belum pernah dipublikasikan.

Iwan Adi Katmoko, S.Hut., M.SiBappeda dan Litbang Kabupaten BanyuasinKomplek Perkantoran Pemkab. BanyuasinJl. Sekoso No. 5 Pangkalan Balai, Provinsi Sumatera Selatan

Komentar : Majalah & buku buku/Jurnal Inderaja yang tersedia sangat bermanfaat bagi kami terutama yang berasal dari daerah, Informasi berkesinambungan sangat kami harapkan

Saran : Kalau bisa di sebar ke daerah daerah terutama luar jawa

Jawaban : Terima kasih atas komentar dan saran bapak, bahwa Majalah Inderaja ini didistribusikan seluruh Indonesia kepada pengguna Kementerian/Lembaga, perguruan tinggi dan pada khususnya pemerintah daerah. Majalah Inderaja terbit 2 kali dalam setahun.

Joni, S.PsiBappeda Kabupaten Mamuju TengahJl. Tammani Pue Ballung No. 2, Komplek KTM Tobadak - Provinsi Sulawesi Barat

Komentar : Sangat bermanfaat dan memberikan informasi data penginderaan jauh

Saran : Memberikan gambaran bagi pemula yang memanfaatkan data penginderaan jauh

Jawaban : Majalah Inderaja memajikan ilmiah populer agar supaya dapat dipahami oleh seluruh pengguna tentang teknologi dan manfaat informasi data citra satelit penginderaan jauh

R. Wiwin Atmaja.J, ST., MTKasubbid Sumber Daya Alam dan Lingkungan HidupBappeda Kabupaten Mamuju TengahJl. Tammani Pue Ballung No 2, Komplek KTM Tobadak - Provinsi Sulawesi Barat

Komentar : Mohon majalah dapat di download sehingga kami di daerah dapat terus menerima manfaatnya dan update akan informasinya

Jawaban : Kami berupaya memberikan pelayanan kepada pengguna, Majalah Inderaja selain di distribusikan juga kami lakukan download ke http://pustekdata.lapan.go.id/ konten publikasi “majalah inderaja” dan harapan kami majalah inderaja dapat membantu tentang teknologi dan manfaat informasinya sesuai ke butuhan.

Astri Dwi Sundari, SHBappeda Kabupaten Kepulauan AruJl. Pemuda I Kabupaten Kepulauan Aru, Dobo - Provinsi Maluku 97662

Komentar : Adanya majalah ini dapat membantu para Aparatur Pemerintah dalam membuat RDTR dan sangat bermanfaat bagi kami.

Saran : - Majalah ini kalau bisa ada CD nya yang berisi data informasi penginderaan jauh yang bereolusi tinggi dan

- CD tutorial cara penginstal dan pengerjaannya

Jawaban : Terima kasih majalah inderaja dapat memberikan support kepada Pemerintah Daerah di bidang RDTR, dan terima kasih atas saran yang sangat bagus sebagai bahan pertimbangan ke depan Majalah Inderaja juga dialihkan kemedia CD juga isi Majalah Inderaja tentang tutorial cara menginstal dan pengoperasiannya

2

1. Meja Redaksi2. Surat Pembaca3. Daftar isi4. Teknologi dan Data Penginderaan Jauh :Data Citra Satelit Penginderaan Jauh Resolusi Sangat Tinggi Melalui Sistem Penerimaan Langsung Stasiun Bumi

Untuk Mendukung Program Prioritas NasionalPengembangan Teknologi Satelit LAPAN-A2 dan Pemanfaatan Datanya untuk Kelautan dan Pemantauan Penutup /

Penggunaan Lahan Perkotaan Produk Data CRIS Dan ATMS Dari Satelit SNPP Untuk Pemantauan AtmosferTeknologi LAPAN-A3 LISA Dan Pemanfaatan CitranyaLiDAR Pesawat Dan Aplikasinya Untuk Penginderaan Jauh

5. Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh :Identifikasi Dan Estimasi Luas Akses Terbuka Bekas Penambangan Menggunakan Data Penginderaan JauhPemanfaatan Data Penginderaan Jauh Untuk Identifikasi Dan Estimasi Luas Area Terbakar Di Provinsi Riau Tahun 2016 Pemanfaatan Data Foto Pesawat LAPAN Surveillance UAV Untuk Pemantauan Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

6. Berita Ringan :1. LAPAN Serahkan Data Satelit Penginderaan Jauh Dan Sistem Pemantauan Bumi Provinsi Kepada Para Pemangku

Kepentingan 2. LAPAN Laksanakan Workshop Untuk Peningkatan Pemanfataan Data Satelit Resolusi Sangat Tinggi Dan Radar 3. Gelombang Perdana Lapan Memberikan Pelatihan Pengolahan Data Penginderaan Jauh Kepada Staf Dari Beberapa

Pemerintah Daerah 4. LAPAN Menerima Kunjungan SMK Angkasa I Margahayu Bandung 5. LAPAN Ikut Serta Pameran Hari Hutan Internasional Di Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan 6. Sosialisasi Dan Bimbingan Teknis Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Mendukung Pembangunan Daerah Di

Provinsi Kalimantan Timur7. Sosialisasi Dan Bimbingan Teknis Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Mendukung Pembangunan Daerah Di

Provinsi Kalimantan Selatan 8. LAPAN Memberikan Sosialisasi Dan Bimbingan Teknis Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh Di Provinsi Sulawesi

Tenggara Untuk Mendukung Pembangunan Daerah 9. LAPAN Dengan Pemprov Dki Jalin Kerja Sama Perkuat Pembangunan Jakarta 10. Sosialisasi Rencana Induk Keantariksaan Dan Halal Bi Halal 1 Syawal 1438 H Di Kedeputian Bidang Penginderaan

Jauh LAPAN 11. Penandatanganan Nota Kesepahaman Antara LAPAN – WRI Indonesia (Yayasan Institut Sumberdaya Dunia –

Indonesia) Untuk Mendukung Pembangunan Nasional Berkelanjutan Melalui Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh

7 Poster :1. Taman Laut Nasional Bunaken Kota Manado, Citra Satelit Landsat-82. Kawasan Ekonomi Khusus, Mandalika, Lombok Tengah, Citra Satelit Peiades3. Pulau Karakitang, Sulawesi Utara, Citra Satelit SPOT-7 4. Duri, Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau, Citra Satelit SPOT-7 5. Tambang Emas Newmont Kabupaten Sumbawa Barat, Citra Satelit SPOT-76. Gunung Kelud Provinsi Jawa Timur, Citra Satelit SPOT-77. Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten, Citra Satelit Peiades8. Situ Ciburuy, Padalarang Kabupaten Bandung Barat, Citra Satelit Peiades9. Kantor Bappeda Provinsi Sumatera Barat, Citra Satelit GeoEye-110. Monumen Nasional DKI Jakarta, Citra Satelit Worldview-2

8. Redaksional Majalah Inderaja9. Form Surat Pembaca10. Cover :

1. Cover Depan : Kawasan Ekonomi Khusus, Arun Lhokseumawe, Aceh, Citra Satelit GeoEye2. Cover Depan Dalam : Kawasan Wisata Borobudur Kabupaten Magelang, Citra Satelit Pleiades3. Cover Belakang Dalam : Kawasan Pertambangan Lhoong Setia Mining Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh, Citra Satelit SPOT-74. Cover Belakang : Pelabuhan Tanjung Mas Kota Semarang, Citra Satelit Pleiades

3

1. Pendahuluan

Kebutuhan data Citra Satelit Resolusi Sangat Tinggi (CSRST resolusi spasial pankromatik < 1 meter sudah menjadi kebutuhan prioritas

yang tidak dapat tunda lagi untuk memenuhi pelaksanakan kegiatan prioritas nasional. Kebutuhan penyelesaian penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), pemetaan Kawasan Industri Prioritas (KIP) dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), pemetaan perbatasan membutuhkan data CSRST. Selain untuk memenuhi kebutuhan prioritas tersebut, data CSRST juga dipergunakan untuk membantu mengoptimalkan perencanaan dan pemantauan pembangungan di daerah, melalui kerjasama LAPAN dengan seluruh Pemerintah Provinsi. Hingga tahun 2016 telah dilaksanakan kerjasama dalam pemanfaatan data satelit penginderaan jauh dengan sembilan belas (19) Pemerintah Provinsi. Sedangkan untuk tahun 2017, Sepuluh (10) Pemerintah Provinsi direncanakan menjadi mitra kerjasama dalam pemanfaatan data satelit penginderaan jauh. Sehingga pada tahun 2019 seluruh Pemerintah Provinsi di seluruh Wilayah Indonesia dapat terlayani dan memanfaatkan data satelit penginderaan jauh dalam perencanaan dan pemantauan pembangunan.

Kewajiban LAPAN dalam penyediaan data CSRST tertuang dalam dalam Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2012 tentang Penyediaan, Penggunaan, Pengendalian Kualitas, Pengolahan dan Distribusi Data Satelit Penginderaan Jauh Resolusi Tinggi. LAPAN bekerjasama dengan Badan Informasi Geosapsial (BIG) harus menyediakan data satelit penginderaan jauh resolusi tinggi dengan lisensi Pemerintah Indonesia. Kemudian sesuai amanat yang tertuang dalam

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2013 tentang Keantariksaan, LAPAN harus siap membangun dan mengoperasikan stasiun bumi untuk perolehan resolusi rendah, menengah, tinggi dan sangat tinggi memenuhi kebutuhan Kementerian/ Lembaga, TNI, Polri, serta Pemerintah Daerah. Selanjutnya di dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Tata Cara Penyelenggaraan Kegiatan Penginderaan Jauh penyediaan data satelit penginderaan jauh resolusi rendah, menengah, tinggi dan sangat tinggi melalui pengoperasian stasiun bumi dilaksanakan melalui Bank Data Penginderaan Jauh Nasional.

Penyediaan data CSRST dapat dilakukan dengan dua alternatif: (1) melalui pembelian/pengadaaan untuk multi pengguna (lisensi terbatas); (2) melalui akuisisi langsung DRS (direct receiving station) dengan lisensi Pemerintah Republik Indonesia. Penyediaan data melalui pembelian data di LAPAN telah dilakukan sejak Januari 2013 hingga Oktober 2016. Data CSRST yang telah diadakan hingga tahun 2016 yang tersedia dalam arsip Bank Data Penginderaan Jauh Nasional (BDPJN) seluas 998.835,21 km2 yang didalamnya termasuk data yang overlap dengan tujuan untuk mendapatkan data dengan kondisi awan yang seminimal mungkin. Berdasarkan kondisi tersebut, masih dibutuhkan data CSRST seluas 923.734,79 km2 untuk dapat menutupi seluruh wilayah daratan Indonesia dengan total luasan 1.922.570 km2.

Untuk memenuhi kebutuhan nasional tersebut, maka LAPAN merencanakan penyediaan data CSRST melalui sistem penerimaan langsung Stasiun Bumi. Hal ini dikarenakan penyediaan data melalui pembelian data akan sangat terbatas pada ketersediaan data arsip yang telah diakuisisi

Ali Syahputra Nasution, Rahmat Rizkiyanto, Ayom Widipaminto, Dedi Irawadi, Orbita Roswintiarti

Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh LAPANE-mail : [email protected]

Data Citra Satelit Penginderaan Jauh Resolusi Sangat Tinggi Melalui Sistem Penerimaan Langsung Stasiun Bumi Untuk Mendukung Program Prioritas Nasional

4

oleh operator satelit. Selain itu, lisensi yang diberikan biasanya terbatas, dengan maksimum 10 pengguna. Untuk memenuhi target cakupan yang ada, diperlukan pemesanan atau programming satelit tentu dengan harga yang lebih mahal hampir 2 kali lipat harga data arsip, dan untuk memenuhi seluruh kebutuhan K/L dan daerah, lisensi yang terbatas akan membatasi penggunaannya.

Tulisan ini menguraikan terkait kebutuhan data CSRST, data CSRST yang tersedia saat ini di dunia, ketersediaan dan distribusi data CSRST, serta alternatif penyediaan data CSRST melalui DRS. Hasil analisis diharapkan dapat menjadi bahan rekomendasi rencana pemenuhan kebutuhan data CSRST melalui akuisisi langsung DRS dengan lisensi Pemerintah Republik Indonesia.

2. Kebutuhan Data CSRSTUntuk konsolidasi kebutuhan dan ketersedi-

aan data CSRST, LAPAN telah menyelenggarakan

Focus Discussion Group (FGD) kebutuhan data CSRST bersama BIG, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Kemen-terian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutananan, Kementerian Pertanian. Kementerian Keuangan, serta Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). FGD tersebut berhasil mengidentifika-si kebutuhan data CSRST di seluruh K/L dan dae-rah. FGD ini akan menjadi dasar dalam perenca-naan pengadaan data CSRST sampai tahun 2019. Konsolidasi informasi kebutuhan data CSRST ter-sebut diharapkan dapat menjawab secara sinergis kebutuhan prioritas yang saling overlap dan dalam penentuan tahapan pengadaan data CSRST yang disesuaikan dengan tingkat prioritasnya. Kebutu-han pemerintah Indonesia akan data CSRST dapat dilihat dalam Tabel 1 di bawah ini.

No Instansi Kebutuhan1. BIG Penyusunan peta dasar skala 1: 5.000, peta desa dan peta wilayah

perbatasan 2. BNPB Manajemen penanganan bencana (tanggap darurat, dampak bencana) 3. BNN Identifikasi lahan ganja 4. KKP Pemetaan dan inventarisasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil 5. KLHK Pemetaan batas kawasan hutan, validasi potensi hutan, pemantauan

pelestarian sumber daya alam 6. Kementeriaan Kooordinator

Maritim Pemantauan pembangunan infrastruktur maritim (pelabuhan, pariwisata, dll.)

7. Kementeriaan Kooordinator Perekonomian

Percepatan pembangunan infrastruktur dan pengembangan wilayah

8. Kementerian Keuangan Identifikasi objek pajak 9. Kementerian PUPR Pembangunan infrastruktur proyek strategis nasional

10. Kementerian Pertanian Pembangunan infrastruktur pertanian (irigasi, lahan baku sawah, dll) 11. Kementerian ATR/BPN Penyelesaian RDTR sampai tahun 2019, registrasi peta pertanahan 12. Kementerian PPN/

Bappenas Perencanaan dan pemantauan pembangunan, pembangunan wilayah KEK dan KIP

13. BNPT Identifikasi dan monitoring wilayah perbatasan negara 14. KPK Penegakan hukum (izin konsesi tambang, perkebunan, dll) 15. Kementerian Kesehatan Inventarisasi vektor penyakit menular 16. BPK Audit sumber daya alam 17. BASARNAS Lokasi untuk pencarian dan pertolongan koban 18. Kementerian ESDM Bencana geologi dan inventarisasi sumber daya alam

Tabel 1. Kebutuhan data CSRST dari Kementerian/ Lembaga, TNI, POLRI, dan Pemerintah Daerah

5

3. Ketersediaan dan Distribusi Data CSRSTData satelit penginderaan jauh optis resolusi

sangat tinggi yang tersedia saat ini di dunia untuk rencananya dapat direkam oleh sistem stasiun bumi LAPAN, dapat dilihat dalam Tabel 2 di atas.

Dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan data CSRST, pada tahun 2015 LAPAN telah bekerjasama dengan BIG untuk mengadakan data CSRST antara lain Pleiades, GeoEye-1, Quickbird, Worldview-2, Worldview-3 akuisisi dari Januari 2013 hingga Oktober 2016, sehingga sampai saat ini total data CSRST yang telah tersedia dalam arsip Bank Data Penginderaan Jauh Nasional

No Instansi Kebutuhan19. TNI AD Peta skala besar, operasi pertahanan (latihan dan intelejen militer), dll 20. TNI AL Pemetaan hidro-oseanografi (Pushidros AL), 21. POLRI Intelejen penanganan teroris (Densus 88)

Informasi spasial jalur mudik (Korlantas) Penegakan hukum: wilayah tambang, perkebunan dll (Bareskrim)

22. Pemerintah Daerah (Pemprov, Pemkab/Pemkot)

Rencana Kawasan Prioritas Provinsi (RKPP), penyelesaian RDTR, pemantauan sumber daya alam, kebencanaan

Tabel 2.Spesifikasi data CSRST yang tersedia

Satelit Payload Jumlah Kanal SpektralResolusi spasial Swath

WidthMS PANASNARO-1 OPS 1 PAN + 6 MS 2 m 0.5 m 10 kmGeoEye-1 GIS 1 PAN + 4 MS (Blue, Green, Red, NIR) 1.64 m 0.41 m 15.2 km

KOMPSAT-2 MSC 1 PAN + 4 MS (Blue, Green, Red, NIR) 4 m 1 m 15 kmKOMPSAT-3 AEISS 1 PAN + 4 MS (Blue, Green, Red, NIR) 2.8 m 0.7 m 15 km

KOMPSAT-3A AEISS-A 1 PAN + 4 MS (Blue, Green, Red, NIR) 2.2 m 0.55 m 12 kmPléiades (2 satelit)

HiRI 1 PAN + 4 MS (Blue, Green, Red, Near-IR) 2.8 m 0.7 m 20 km

WorldView-1 WV60 1 PAN - 0.50 m 17.6 kmWorldView-2 WV110 1 PAN + 8 MS (Coastal, Blue, Green,

Yellow, Red, Red Edge, NIR1, NIR2)1.84 m 0.46 m 16.4 km

WorldView-3 WV3 Imager 1 PAN + 8 MS + 8 SWIR + 12 CAVIS Bands (Desert Clouds, Aerosol-1, Green, Aerosol-2,

Water-1, Water-2, Water-3, NDVI-SWIR, Cirrus, Snow, Aerosol-3, Aerosol-4)

1.24 m 0.31 m 13.1 km

WorldView-4 SpaceViewTM 110

4 MS (Blue, Green, Red, NIR) 1.24 m 0.31 m 13.1 km

(BDPJN) seluas 998.835,21 km2. Adapun jumlah ketersediaan data CSRST di LAPAN dapat dilihat dalam Tabel 3 berikut ini. Cakupan data CSRST yang telah tersedia di LAPAN dapat dilihat dalam Gambar 1 pada halaman berikut. Untuk menutupi seluruh wilayah daratan Indonesia dibutuhkan data CSRST seluas 1.922.570 km2. Mengingat cakupan ketersediaan data hasil kegiatan pembelian/pengadaan ini belum sepenuhnya memenuhi kebutuhan prioritas dan pelayanan yang ada, dengan demikian dibutuhkan data CSRST minimal seluas 923.734,79 km2.

6

Tabel 3.Ketersediaan data CSRST tahun 2013-2016

Jenis data Level DataLuasan (km2)

2013 2014 2015 2016Pleiades Primary 20.345 3.495 285.775,02 4.370,19

GeoEye-1 2A 9.560 1.980 230.140 -Quickbird 2A 6.429 1.560 - -

Worldview-2 2A 17.666 2.545 233.425 -Worldview-3 2A - 1.420 180.125 -

Total 54.000 11.000 929.465.02 4.370,19Total Seluruhnya (2013-2016) 998.835,21 km2

Gambar 2. Distribusi data resolusi sangat tinggi tahun 2015 vs 2016

Gambar 1. Cakupan ketersediaan data CSRST

7

Gambar 3. Permintaan data resolusi sangat tinggi yang belum terlayani(dampak penghematan anggaran TA 2016)

Gambar 2 pada halaman sebelumnya menunjukkan jumlah data CSRST yang telah didistribusikan oleh LAPAN pada tahun 2015 dan 2016. Distribusi data CSRST meningkat sangat signifikan pada tahun 2016. Hal tersebut menandakan bahwa kebutuhan akan data CSRST sangat tinggi. Pada tahun 2016, sebanyak 14.415 data CSRST telah didistribusikan ke Kementerian dan 8.595 data CSRST ke Pemerintah Daerah.

Dari banyaknya distribusi data pada tahun 2016, masih ada permintaan data CSRST yang belum bisa dipenuhi oleh LAPAN. Hal tersebut dikarenakan adanya penghematan anggaran pada tahun 2016. Beberapa kebutuhan data CSRST seperti untuk Pemerintah Daerah, Kawasan Perbatasan, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), dan Kawasan Industri Prioritas (KIP) masih belum bisa dipenuhi oleh LAPAN. Luas permintaan data CSRST yang belum terpenuhi sebagai dampak dari penghematan anggaran TA 2016 dapat dilihat pada Gambar 3 diatas.

4. Analisis Penyediaan Data CSRST melalui DRS (Direct Receiving System)Penyediaan data melalui pembelian data akan

sangat terbatas pada ketersediaan data arsip yang telah diakuisisi oleh operator satelit. Untuk memenuhi target cakupan yang ada, diperlukan pemesanan atau programming satelit tentu dengan harga yang lebih

mahal hampir 2 kali lipat harga data arsip. Dan untuk memenuhi seluruh kebutuhan K/L dan daerah, lisensi yang terbatas akan membatasi penggunaannya. Namun penyediaan data satelit melalui pembelian untuk multi pengguna (lisensi terbatas) ini, pada awalnya akan lebih murah dan lebih sederhana bila dibandingkan dengan akuisisi data langsung. Melalui pembelian data, tidak perlu meng-upgrade sistem antenna pengolahan di stasiun bumi.

Jika dilihat untuk jangka panjang, biaya penyediaan data satelit melalui akuisisi langsung DRS akan jauh lebih hemat dibandingkan melalui pembelian data. Selain itu, akses pengguna untuk seluruh K/L dan pemerintah daerah tidak dibatasi, karena lisensi penggunaannya adalah Lisensi Pemerintah Indonesia. Fleksibilitas untuk mendapatkan data SRST dalam pemenuhan kebutuhan prioritas tinggi yang dapat mencakup seluruh wilayah Indonesia, merupakan keuntungan lain dalam penyediaan melalui DRS. Alternatif pembelian data memiliki resiko tersendiri, dikarenakan data yang dibutuhkan belum tentu tersedia. Melalui akuisisi data langsung atau DRS, data terbaru dapat tersedia dengan cepat dan sesuai prioritas. Keunggulan lain penyediaan data dengan akuisisi data langsung antara lain fleksibel dalam menghasilkan beberapa level data (bundle product dan/atau pansharpened product); layanan akses yang

8

Tabel 4.Perbandingan penyediaan data CSRST melalui pembelian dengan DRS

Parameter Pembelian langsung DRS(Direct Receiving Station)

Biaya (-) Mahal (+) Efisien Pemenuhan prioritas (-) Tidak fleksibel (+) Efektif dan fleksibel Akses pengguna (-) Limitasi dalam lisensi

(maksimal 10 pengguna) (+) Lisensi Pemerintah

Waktu layanan (-) Lamban (+) Responsif Investasi peralatan (+) Tidak perlu investasi (-) Perlu penambahan peralatan Resiko kegagalan sistem (+) Rendah (-) Tinggi, perlu pemeliharaan peralatan Kontinuitas (-) Sporadis/sementara (+) Terjamin

lebih baik (emergency tasking, priority tasking, standard tasking dan/atau data arsip); jaminan operasional akuisisi oleh beberapa satelit, luasan data yang lebih luas dibandingkan dengan pembelian data arsip untuk jumlah anggaran yang sama, dan data dengan lisensi Pemerintah Republik Indonesia. Hal tak kalah penting

Gambar 4. Desain rencana upgrading sistem DRS data CSRST di Stasiun Bumi Parepare-LAPAN

lainnya dengan akuisisi data langsung, LAPAN akan dapat melakukan akuisisi data CSRST sehingga data yang disediakan dapat memenuhi kebutuhan pengguna sesuai dengan prioritasnya. Perbandingan penyediaan data CSRST melalui pembelian dengan DRS dapat dilihat dalam Tabel 4 di atas ini.

Sistem DRS data CSRST rencananya akan ditempatkan di Sta-siun Bumi Pare-pare dikarenakan lokasinya dapat mengcover ham-pir seluruh wilayah Indonesia. Namun melihat kondisi yang ada saat ini di Sta-siun Bumi Parepare, infrastruktur penye-diaan data CSRST secara langsung (DRS) perlu diting-katkan. Peningkatan infrastuktur yang di-perlukan antara lain penambahan peralatan satu sistem antena X-band beserta sistem perekaman yaitu demodulator/high rate data receiver untuk mempersiapkan sistem

akusisi data CSRST serta sistem pengolahan atau disebut sebagai Terminal Processing. Terminal pro-cessing yang akan ditambahkan adalah terminal multi satelit sehingga dapat terintegrasi dengan sistem yang sudah ada. Sistem terminal DRS mini-mal memiliki 4 fungsi utama: Ingestion and inven-

tory; Archiving and Cataloging; Production; dan Editing and delivering Selain itu, dibutuhkan sistem pendukung antara lain sistem storage (penyim-panan), peningkatan bandwidth internet, UPS dan Genset. Desain rencana upgrading sistem DRS data CSRST di Stasiun Bumi Parepare-LAPAN dapat dilihat dalam Gambar 4 di bawah ini.

9

Tabel 5.Kebutuhan teknis fasilitas DRS untuk pemenuhan CSRST

Output DRS Spesifikasi TeknisSistem antenna X-band ≥ 7,3 meter

• Dapat menerima data dari multimisi CSRST (Pleiades, GeoEye-1, Worldview-2, Worldview-3, Worldview-4).

• Target lokasi dapat ditentukan dan lebih efisien serta cakupan data yang diperoleh lebih luas.

Terminal peneri-maan dan pengola-han data

• Dapat menyediakan sistem penerimaan dan pengolahan data optis CSRST dengan lisensi untuk Pemerintah Republik Indonesia secara langsung di Stasiun Bumi Penginderaan Jauh Parepare –LAPAN

• Dapat menyediakan data sesuai dengan kebutuhan nasional secara langsung pertahun dengan kuota minimum 350.000 km2 (liputan awan < 20%)

• Fleksibilitas menghasilkan beberapa level data (bundle product dan/atau pansharpened product).

• Dapat diintegrasikan dengan sistem antena X-band ≥ 7,3 meter Data CSRST • Memiliki konstelasi minimal 2 (dua) satelit untuk memenuhi kapasitas km2/tahun

dan memenuhi kebutuhan quick respon dikarenakan kerapatan pengamatan lebih banyak (revisit time lebih besar).

• Mempunyai kontinyuitas misi dan telah mempunyai history data pengamatan seluruh wilayah Indonesia.

• Resolusi spasial Pankromatik < 1 meter , standar minimum ketelitian citra untuk peta 1:5000.

• Incidence angle ≤ 200, standar minimum ketelitian citra untuk peta 1:5000.• Liputan awan < 20%, standar minimum untuk mendapatkan pengamatan

obyek lebih luas. • Resolusi spektral minimal terdiri dari minimal 4 (empat) kanal Multispekstral

(Blue, Green, Red dan NIR dan atau Green, Red, Near Infra-Red, and Short-wave Infra-Red) serta minimal 1 (satu) kanal Pankromatik.

Adapun kebutuhan teknis untuk dapat melakukan penerimaan, perekaman, pengolahan, penyimpanan, pengarsipan, dan kataloging data CSRST dapat dilihat dalam Tabel 5 di atas.

5. PenutupPenyediaan data CSRST untuk pemenuhan

kebutuhan nasional telah dilakukan melalui pembelian data sejak Januari 2013 hingga Oktober 2016 dengan total luasan yang tersedia di BDPJN 998.835,21 km2. Penyedian data melalui pembelian CSRST hingga tahun 2016 belum mampu memenuhi seluruh kebutuhan kegiatan prioritas nasional pengguna. Berdasarkan hasil perbandingan antara

spesifikasi dan kebutuhan biaya, maka untuk memenuhi kebutuhan data CSRST, penyediaan data CSRST melalui akuisisi langsung dari stasiun bumi Parepare-LAPAN akan lebih menguntungkan, karena target lokasi dapat ditentukan dan lebih efisien yaitu dari jumlah kebutuhan anggaran lebih sedikit dan cakupan data yang diperoleh lebih luas. Untuk menyediakan kebutuhan data CSRST seluas 923.734,79 km2 dapat dilakukan secara langsung melalui stasiun bumi Parepare-LAPAN dengan kuota pertahun minimum 350.000 km2 (liputan awan < 20%).

10

1. Pendahuluan

Salah satu tugas dan fungsi LAPAN adalah penguasaan dan pengembangan teknologi satelit sebagaimana dimaksud pada Un-

dang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Ta-hun 2013 tentang Keantariksaan Pasal 24 ayat (2) huruf b. Sampai tahun 2017, LAPAN telah mengor-bitkan tiga buah satelit eksperimental, dimulai dari LAPAN-A1/TUBSAT pada tahun 2007 yang meru-pakan satelit yang dikembangkan dengan kerjasa-ma antara LAPAN dengan TU Berlin dan membawa muatan kamera video. Program dilanjutkan dengan pengorbitan LAPAN-A2/ORARI pada tahun 2015 yang meru-pakan satelit yang dikembangkan sepenuhnya oleh anak bangsa dengan misi kamera surveillance, komunikasi dan identifikasi ka-pal. Selanjutnya pada tahun 2016 satelit LAPAN-A3/IPB diorbitkan untuk misi penginderaan jauh dan identifikasi kapal.

Roadmap pengembangan satelit LAPAN seperti terlihat pada Gambar 1, dimana setelah LAPAN berhasil meluncurkan dan mengoperasikan Satelit LAPAN-A1, A2 dan A3, LAPAN sedang mengembangkan Satelit LAPAN-A4 misi penginderaan jauh sensor multispektral yang akan diluncurkan tahun 2018, dan tahun 2019 akan meluncurkan Satelit LAPAN A5 misi penginderaan jauh sensor radar. Selain itu dengan berkolaborasi de-ngan instansi nasional yang lain

juga akan membuat satelit penginderaan jauh nasional Indonesian Remote Sensing Satellite/ INARSSAT-1 optik dan INARSSAT-2 radar yang rencananya akan diluncurkan berturut-turut tahun 2020 dan 2023. INARSSAT juga dikenal dengan sebutan Satelit LAPAN-B, dimana satelit LAPAN seri B adalah dimaksudkan satelit operasional penginderaan jauh. Selain itu juga direncanakan akan membangun dan meluncurkan satelit orbit geostationer atau Satelit LAPAN-C untuk misi komunikasi mendukung tele-medicine, navigasi dan meteorologi pada tahun 2021.

Pengembangan Teknologi Satelit LAPAN-A2 dan Pemanfaatan Datanya Untuk Kelautan dan Pemantauan Penutup / Penggunaan Lahan Perkotaan

Galdita Aruba Chulafak, Agung Wahyudiono, Dony KushardonoPusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh LAPAN

Pusat Teknologi Satelit LAPANE-mail: [email protected]

Gambar 1. Roadmap pengembangan Satelit LAPAN (sumber: Pusteksat LAPAN, 2016)

11

Pada tulisan ini dijelaskan tentang teknologi Satelit LAPAN-A2 yang telah diluncurkan dan beroperasi sejak 28 September 2015 dan pemanfaatan datanya untuk penutup / penggunaan lahan perkotaan.

2. Teknologi Satelit LAPAN-A2Satelit LAPAN-A2 atau LAPAN-ORARI diluncur-

kan dari Satish Dhawan Space Centre, Sriharikota, India menggunakan ISRO Polar Satellite Launch Vehicle (PSLV) bersama dengan beberapa satelit lain seperti ASTROSAT dan LEMUR-2. Total mas-sa dari LAPAN-A2 kurang lebih sekitar 75 kg dan termasuk dalam kategori satelit mikro. LAPAN-A2 mengorbit pada ketinggian 650 km yang masih ter-masuk dalam kategori orbit rendah.

LAPAN-A2 merupakan satelit multi misi, tiga misi utama dari satelit LAPAN-A2/ORARI yaitu:1. Memonitor trafik kapal dari angkasa menggu-

nakan AIS (Automatic Identification System) di-karenakan sistem berbasis stasiun pesisir mem-punyai keterbatasan di mana sistem ini tidak cocok digunakan pada area perairan yang luas.

2. Membangun komunikasi antar komunitas radio amatir Indonesia (ORARI) menggunakan frekuensi radio untuk mitigasi bencana.

3. Sistem pengamatan untuk memonitor permu-kaan bumi. Sistem ini menggunakan dua buah kamera resolusi tinggi.

2.1. Orbit Satelit LAPAN-A2LAPAN-A2 mempunyai orbit ekuatorial dengan

sudut inklinasi 6 derajat dan melintasi wilayah Indonesia sebanyak 14 kali sehari.

2.2. Muatan Satelit LAPAN-A2/ORARIInstrumen pertama yang terdapat pada Satelit

LAPAN-A2/ORARI Automatic Identification System (AIS) merupakan suatu sistem pelacakan otomatis yang digunakan untuk menghindari tabrakan pada kapal. Penggunaan AIS ini tidak hanya dapat digunakan untuk menghindari tabrakan antar kapal, namun bisa juga digunakan untuk operasi keamanan laut serta eksplorasi sumber daya kelautan dan perikanan.

Instrumen lain yang terdapat pada Satelit LAPAN-A2/ORARI yaitu voice repeater dan instrumen Automatic Packet Relay System (APRS). APRS ini digunakan untuk komunikasi radio amatir di mana dapat digunakan untuk kondisi-kondisi darurat seperti ketika terjadi bencana serta penggunaan

Gambar 2. Lintasan satelit LAPAN-A2 (sumber: Pusteksat LAPAN, 2016).

12

pada pulau-pulau terdepan di Indonesia. Setelah diluncurkan LAPAN-A2/ORARI mendapat sebutan IO86 atau Indonesia-OSCAR 86 dan dapat digunakan di seluruh wilayah yang dilintasinya termasuk negara-negara di luar Indonesia.

Muatan berupa kamera video juga terdapat pada Satelit LAPAN-A2. Terdapat dua kamera video yang dipasang di Satelit LAPAN-A2, yang pertama mempunyai resolusi rendah namun mempunyai lebar sapuan 80 km, dan video kamera yang mempunyai resolusi 6 meter dengan cakupan 11 x 6 km tiap framenya.

Selain kamera video, Satelit LAPAN-A2 juga dipasang kamera matriks yang mempunyai resolusi spasial pada posisi nadir 3.5 meter dan lebar sapuan 7 km. Kamera matriks ini akan menghasilkan citra berukuran 2048 x 2048 pixel. Kamera ini dapat dihidupkan selama 20 hingga 25 detik dan bila dimosaik akan menghasilkan citra berukuran 7 x 280 km dengan overlap sebesar 20%.

2.3. Mode Akuisisi / Perolehan Data LAPAN-A2LAPAN-A2 mempunyai tiga mode pengambilan

citra. Mode yang pertama yaitu nadir pointing, di mana satelit mengarah ke arah nadir dari posisi satelit dan mengambil citra sesuai dengan jalurnya. Yang kedua adalah target pointing, di mana satelit akan mengambil citra pada suatu target lokasi sekalipun tidak berada pada lokasi nadirnya. Pengambilan menggunakan mode ini dapat menghasilkan citra stereo. Mode yang ketiga adalah inertia pointing, di mana pada mode ini satelit mengarahkan kamera ke arah luar angkasa. Ketiga mode tersebut seperti terlihat pada Gambar 3.

3. Pemanfaatan Data Satelit LAPAN-A23.1. Pemanfaatan Deteksi Kapal dengan Data AIS

Dari 2.4 juta data AIS yang diturunkan dari satelit LAPAN-A2 di Stasiun Bumi LAPAN Biak Papua, saat ini LAPAN bisa memproses hingga 800 ribu data, di mana dari data tersebut, sekitar 100 ribuan data adalah data kapal yang beroperasi di perairan Indonesia. Gambar 4 halaman berikut memperlihatkan distribusi kapal selama 24 jam hasil deteksi dari LAPAN-A2.

Gambar 3. Mode akuisisi LAPAN-A2/ORARI (sumber: Pusteksat LAPAN).

Nadir Pointing Target Pointing Inertial Pointing

13

Gambar 5. Penggunaan data AIS dari LAPAN-A2 untuk maritime surveillance (sumber: Pusteksat LAPAN, 2016).

Dari pemantauan kapal menggunakan AIS tersebut nantinya dapat digunakan untuk menjaga keamanan wilayah laut Indonesia misalnya dari maritime surveillance, transhipment, ataupun illegal fishing seperti terlihat pada Gambar 5.

Gambar 4. Distribusi titik-titik hasil deteksi kapal 24 jam dari data AIS satelit LAPAN-A2 (sumber: Pusteksat LAPAN, 2016).

14

3.2. Pemanfaatan Data Kamera Satelit LAPAN-A2 untuk Penutup/ Penggunaan Lahan PerkotaanData kamera yang dihasilkan oleh Satelit

LAPAN-A2 pada awalnya tidak berbentuk citra yang telah terkomposit dan tidak pula terbentuk dalam citra yang terbagi tiap kanal seperti pada satelit-satelit konvensional yang ada. Citra pada LAPAN-A2 terbentuk dalam format Bayer pattern yang bentuk datanya seperti terlihat pada Gambar 6. Pada citra dengan format ini di dalam citranya terdapat semua kanal, baik itu merah (R), hijau (G), maupun biru (B) namun menempati posisi piksel yang berbeda-beda.

Gambar 6. Bayer pattern pada data LAPAN-A2

Gambar 7. Demosaicing Bayer pattern pada data LAPAN-A2 (Sumber: Pusfatja LAPAN)

Dari Bayer pattern tersebut untuk mendapatkan citra yang terkomposit dapat dilakukan pengolahan data dengan metode demosaicing citra seperti terlihat pada diagram Gambar 7.

Tahapan Demosaicing pada Gambar 7, pertama citra asli diambil tiap kanalnya baik itu pada kanal merah, hijau, ataupun biru. Dikarenakan terdapat piksel-piksel yang tidak mempunyai nilai pada masing-masing kanal maka perlu dilakukan pengisian nilai pada piksel kosong tersebut dengan suatu metode tertentu menggunakan nilai piksel disekelilingnya, sehingga akan tercipta suatu citra kanal yang utuh dan kemudian tiap-tiap kanal itu dapat dikomposit untuk menghasilkan citra yang berwarna. Contoh perbandingan citra LAPAN A2 sebelum dan sesudah dilakukan demosaicing seperti terlihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Perbandingan data LAPAN-A2 pengambilan 22-08-2016 03:06:42 UTC sebelum (kiri) dan sesudah

dilakukan demosaicing (sumber: Pusfatja LAPAN, 2016)

15

(a) Semarang dari mozaik 3 foto, (1) pemukiman padat, (2) pepohonan, (3) pergudangan,(4) bandara, (5) pelabuhan, (6) sedimentasi, dan (7) laut

Gambar 9. Contoh Data Kamera satelit LAPAN-A2 yang direkam pada tahun 2016(sumber: Pusteksat LAPAN, 2016).

(c) Jurong Singapura(b) Nunukan, Kalimantan

Contoh-contoh data dari kamera Satelit LAPAN-A2 hasil pengolahan data metode demosaicing se-perti terlihat pada Gambar 9, dimana telah diperoleh citra satelit berwarna daerah Semarang, Nunukan dan Singapura. Pada citra Gambar 9 daerah Sema-rang, nampak disela-sela awan berwarna putih, ada

pemukiman padat berwarna kemerahan, pepohonan berwarna hijau tua, bangunan industri pergudangan dengan atapnya yang nampak berwarna putih, lan-dasan pacu bandara, pelabuhan dan sedimentasi sungai berwarna coklat cerah ke laut yang berwarna kebiruan.

16

Data penginderaan jauh dari Satelit LAPAN-A2 juga telah dikaji pemanfaatannya untuk inter-pretasi dan klasifikasi penutup penggunaan lahan di daerah Semarang, Jawa Tengah. Dimana se-bagaimana Gambar 10 pada hasil interpretasi Citra LAPAN-A2 dibandingkan dengan hasil interpretasi Citra Pleiades sebagai citra referensi menghasilkan tingkat akurasi sebesar 62%.

4. PenutupPengembangan teknologi satelit orbit ekua-

torial untuk pemantauan bumi, telah dikembang-kan oleh LAPAN untuk mencapai penguasaan

teknologi satelit dan pengoperasiannya. LAPAN-A2 merupakan satelit penginderaan jauh dengan or-bit ekuatorial pertama yang telah diluncurkan dan diorbitkan pada tahun 2015. Sementara itu, data satelit LAPAN-A2 berpotensi dimanfaatkan untuk mendukung misi pemantauan tutupan lahan serta indentifikasi kapal, selain wahananya juga dapat di-pergunakan untuk komunikasi radio.

Satelit LAPAN-A2 merupakan satelit eksperi-men yang nantinya akan dikembangkan lebih lanjut untuk menuju ke satelit operasional dengan misi penginderaan jauh bagi Indonesia maupun negara-negara di wilayah tropis lainnya.

Gambar 10. Contoh uji akurasi hasil interpretasi citra kamera satelit LAPAN-A2(sumber: Pusfatja LAPAN, 2017).

LAPAN A2 Citra Referensi(Pleiades -1)

Akurasi HasilInterpretasi 62%

17

18

1. Pendahuluan

Satelit NPP (National Polar-Orbiting Operational Environmental Satellite System Preparatory Project) diluncurkan pada 28

Oktober 2011. NASA juga memberikan nama NPP menjadi Suomi atau S-NPP untuk menghormati Verner E. Suomi, seorang pakar meteorologi di University of Wisconsin yang dikenal sebagai “Bapak Satelit Meteorologi”. NPP mengobservasi seluruh permukaan bumi dua kali setiap hari, yakni sekali pada siang hari dan sekali pada malam hari. Orbit NPP berada pada ketinggian 824 km di atas permukaan bumi dengan orbit polar, mengelilingi bumi sekitar 14 kali sehari. NPP menjadi penghubung antara satelit-satelit EOS (Earth Observing System) dan satelit-satelit JPSS (Joint Polar Satellite System). Satelit-satelit JPSS yang sebelumnya dikenal dengan sebutan NPOESS (National Polar-orbiting Operational Environmental Satellite System) dikembangkan oleh NASA untuk NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration). NPP dibuat oleh Amerika yang juga merepresentasikan pemantauan iklim, mengumpulkan baik data iklim maupun data operasional mengenai cuaca dan melanjutkan kesinambungan rekaman data yang sangat penting untuk sains perubahan global. NPP dapat digunakan untuk objek perubahan

Produk Data CRIS dan ATMS Dari Satelit NPP Untuk Pemantauan Atmosfer

Haris Suka Dyatmika, Liana Fibriawati, Andy Indradjad, Noriandini Dewi Salyasari,Masnita Indriani, dan Erna Sri Adiningsih

Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh, LAPANE-mail: [email protected]

cuaca, keadaan lapisan ozon, kebencanaan alam, perkiraan cuaca, pemantauan vegetasi, pemantauan tutupan es, polusi udara, suhu sampai pertukaran enegi di atmosfer bumi.

NPP membawa lima instrumen sensor yang mengumpulkan data permukaan daratan, laut, dan atmosfer bumi (Gambar 1).

Gambar 1. Instrumen yang dibawa satelit NPP[sumber : NASA, 2011]

Kelima sensor pada satelit NPP adalah sebagai berikut :(1). VIIRS - Visible Infrared Imaging Radiometer

Suite. Sensor VIIRS merupakan instrumen terbesar yang dibawa NPP. Sensor ini mengumpulkan citra radiometrik pada panjang gelombang tampak dan infra merah. Data VIIRS

19

dikumpulkan dari 22 kanal pada spektrum gelombang elektromagnetik yang dapat digunakan untuk mengobservasi titik panas, vegetasi, keadaan laut, suhu permukaan laut dan lainnya dengan lebar sapuan sekitar 3.000 km. Sensor VIIRS mempunyai kemiripan dengan sensor MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometers) yang saat ini dioperasikan di dua satelit NASA yakni Tera dan Aqua.

(2). CERES – Clouds and the Earth’s Radiant Energy System. Sensor CERES mengukur baik energi dari matahari yang dipantulkan bumi maupun panas yang diemisikan oleh bumi sendiri. Energi matahari dan panas merupakan bagian kunci yang digunakan dalam kesetimbangan energi radiasi bumi. Dari sini dibutuhkan data dalam periode yang panjang dan stabil untuk membuat proyek akurat dari perubahan iklim global.

(3). CrIS – Cross-track Infrared Sounder. Sensor CrIS dan ATMS (Advanced Technology Microwave Sounder) bersama-sama meghasilkan data profil global suhu dan kelembaban dengan lebar sapuan sekitar 2.300 km. Sensor CrIS mengukur secara berkesinambungan pada area gelombang infra merah untuk mendapatkan profil global suhu dengan akurasi yang dapat dibandingkan dengan data-data sebelumnya yakni sensor AIRS pada Aqua.

(4). ATMS – Advanced Technology Microwave Sounder. Sensor ATMS dapat bekerja baik pada kondisi cerah maupun berawan, menyediakan pengukuran gelombang radio dari profil global suhu dan kelembaban dengan lebar sapuan sekitar 2.300 km dan ukuran satu titik data sekitar 1,5 km dengan resolusi sebenarnya yang lebih baik, yakni sekitar 0,5 km. Hal tersebut merupakan akibat dari proses yang menerapkan perataan spasial untuk meningkatkan SNR (Signal-to-Noise Ratio).

(5). OMPS – Ozone Mapping and Profiler Suite. Sensor OMPS mengukur lapisan ozon dibagian atas atmosfer, melacak status distribusi ozon secara global termasuk juga “lubang ozon”. Juga memonitor level ozon di troposfer, lapisan

terbawah atmosfer.Penelitian dan pengembangan tentang

pemantauan atmosfer menjadi salah satu kegiatan LAPAN sebagai Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional. Sejak bulan Mei 2012, stasiun bumi penginderaan jauh LAPAN Parepare telah menerima data satelit NPP secara langsung atau Direct Broadcast (DB). Sistem pengolahan data penginderaan jauh satelit NPP menggunakan perangkat-perangkat lunak sebagai berikut: (1) Real-Time Software Telemetry Processing System (RT-STPS) untuk mengolah data dari level rawdata menjadi level Raw Data Record (RDR); (2) Community Satellite Processing Package (CSPP) Science Data Record (SDR) untuk mengolah data dari level RDR menjadi level Sensor Data Record (SDR); dan (3) CSPP Environmental Data Record (EDR) untuk mengolah data dari level SDR menjadi produk EDR. Pustekdata LAPAN juga mengembangkan pengolahan lanjutan data EDR khususnya pada sensor CrIS dan ATMS dengan meregistrasi data geolokasi dengan data pengambilan parameter fisis. Produk dari penelitian dan pengembangan pengolahan geolokasi tersebut dapat menyajikan data gas rumah kaca (GRK) yang teregistrasi secara spasial.

2. Pengukuran Profil Vertikal di Atmosfer dengan Metode KonvensionalMetode konvensional untuk pengukuran profil

vertikal di atmosfer adalah dengan metode upper-air yang biasanya dilakukan dengan melepaskan balon yang membawa sebuah radiosonde. Teknologi pengukuran yang lebih maju dilakukan dengan radiometer untuk mendukung metode upper-air. Pengukuran dengan metode konvensional tersebut memiliki biaya operasional yang tinggi dan tempat yang terbatas. Untuk meningkatkan cakupan pengukuran, teknologi satelit meteorologi berorbit polar telah dikembangkan dan digunakan untuk pengukuran profil vertikal di atmosfer.

3. Pengukuran Profil Atmosfer dengan Satelit Penginderaan JauhBerbagai molekul gas di atmosfer menyerap

20

gelombang elektromagnetik pada sebagian freku-ensi. Hukum kirchoff mengenai radiasi thermal me-nyatakan bahwa semakin banyak objek menyerap gelombang elektromagnetik pada frekuensi ter-tentu, maka akan semakin efisien emisi gelombang elektromagnetik pada frekuensi tersebut secara thermal. Oleh karena itu, atmosfer juga meman-carkan gelombang elektromagnetik. Satelit meteo-rologi orbit polar mengukur profil vertikal atmosfer dengan menghitung jumlah gelombang elektromag-netik yang diemisikan.

Sounder infra merah pada satelit NPP bekerja dengan merekam energi gelombang elektromag-netik yang dipancarkan oleh lapisan atmosfer pada spektrum infra merah. Menurut hukum Stefan-Boltzman, semakin panas suatu objek maka akan semakin banyak gelombang elektromagnetik yang diemisikan.

Profil vertikal di atmosfer dapat diperoleh dengan melakukan pengukuran intensitas dari gelombang elektromagnetik yang diemisikan oleh atmosfer pada berbagai frekuensi, sehingga frekuensi yang berbeda mengindikasikan kondisi atmosfer pada ketinggian yang berbeda. Sebagai contoh, jika pengukuran dilakukan pada frekuensi yang banyak diserap oleh atmosfer, maka gelombang elektromagnetik yang terukur oleh sensor satelit hanya gelombang elektromagnetik yang diemisikan dari atas atmosfer. Hal ini dikarenakan gelombang elektromagnetik yang diemisikan di dekat permukaan bumi seharusnya diserap oleh atmosfer yang berada di atasnya sehingga tidak sampai pada sensor satelit. Di lain pihak ketika gelombang elektromagnetik yang digunakan pada frekuensi yang sedikit diserap oleh atmosfer, sensor satelit akan mengukur gelombang eletromagnetik yang diemisikan di dekat permukaan bumi. Hal ini dikarenakan kerapatan udara di bagian bawah atmosfer jauh lebih besar dari pada bagian atas atmosfer. Gelombang elektromagnetik yang diemisikan di dekat permukaan bumi masih akan mendominasi intensitasnya walaupun sebagiannya diemisikan dari bagian atas atmosfer. Dengan pengukuran pada berbagai frekuensi, pengukuran dapat fokus pada berbagai ketinggian pada atmosfer.

Profil vertikal kemudian dihasilkan dari integrasi informasi yang diperoleh dari hasil pengukuran pada berbagai frekuensi.

4. Produk Data Profil Atmosfer dari CrIS dan ATMSContoh produk data parameter fisis dari satelit

NPP ditampilkan pada Gambar 2. Gambar 2 (a) merupakan visualisasi data suhu yang diperoleh satelit NPP tanggal 22 Februari 2017 dalam K (Kelvin). Z=97 merupakan lapisan atmosfer dengan tekanan sebesar 1042,232 hPa, terdapat 100 Z layer data NPP dengan tekanan dari 1100 sampai 0,016 hPa. Semakin tinggi tekanannya berarti semakin dekat dengan permukaan bumi dan yang lebih rendah adalah bagian atas atmosfer. Layer Z=100 adalah layer dengan tekanan tertinggi dengan tekanan sebesar 1100 hPa dan layer di bawahnya menunjukkan tekanan yang lebih rendah seperti misalnya Gambar 2 (b) dengan Z=44 dengan tekanan sebesar 117,777 hPa.

Gambar 2 (c) adalah contoh produk data mixing rasio gas karbon monoksida (CO) dalam ppb (part per billion). Selain visualisasi yang ditampilkan, pengolahan geolokasi juga menyediakan produk nilai yang disimpan dalam digital number (DN) citra yang dapat dianalisis lebih lanjut secara akurat.

Selain data yang divisualisasikan pada Gambar 2 dapat diproduksi juga data parameter-parameter atmosfer lainnya dari satelit NPP antara lain Suhu, mixing rasio H2O, H2O cair, O3, CH4, CO2, CO, SO2, HNO3 dan N2O.

5. Potensi Pemanfaatan Data CrIs dan ATMSProduk data CrIs dan ATMS dari satelit NPP

dapat digunakan untuk pemantauan kondisi atmosfer yang dinamis. Untuk prediksi cuaca buruk, peneliti da Sylva dari University of Maryland telah menggunakan dan mengevaluasi kestabilan atmosfer yang diturunkan dari produk NUCAPS (NOAA Unique CrIS ATMS Processing System).

Untuk menganalisis stabilitas atmosfer, dilaku-kan dengan menghitung TPW (Total Precipitable Water) dan nilai-nilai indeks stabilitas udara, dian-taranya SWI (Showalter Index), LI (Lifted Index), KI

21

(K-Index), TT (Total Total Index), dan GDI (Galvez-Davidson Index).

TPW didefinisikan sebagai jumlah air dalam suatu kolom udara jika seluruh uap air dalam kolom tersebut mengalami kondensasi. SWI diturunkan

(a)

(c)

(b)

Gambar 2. Produk CrIS dan ATMS yang teregistrasi secara spasial [sumber : Pustekdata LAPAN, 2017]

dari hukum termodinamika yang dipergunakan un-tuk memperhitungkan tingkat stabilitas atmosfer ber-dasarkan analisis distribusi energi secara vertikal, yang kemudian digeneralisir secara geometris pada diagram aerogram.

22

LI merupakan indeks stabilitas atmosfer yang digunakan untuk menentukan potensi badai petir. Nilai LI didapatkan dari perbedaan suhu parsel udara yang bergerak naik secara adiabatik dengan suhu lingkungan pada tekanan udara 500 hPa di atmosfer. LI secara umum oleh NOAA diskalakan sebagai berikut :• LI 6 atau lebih untuk kondisi sangat stabil• LI 1 - 6, kondisi stabil, tidak ada kemungkinan

badai

Gambar 3. Contoh citra LI yang diturunkan dari data NUCAPS [sumber : da Sylva, Univ. of Maryland]

• LI 0 – (-2), sedikit labil, kemungkinan badai, dengan mekanisme angkat (lifting mechanism) yakni front (perbedaan) suhu, siang yang panas, dan lain-lain.

• LI (-2) – (-6), labil, sangat mungkin badai, beberapa diikuti dengan lifting mechanism yang hebat

• LI kurang dari -6, sangat labil, badai hebat, sangat mungkin diikuti lifting mechanism yang hebat.

KI merupakan indeks yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi proses gerak konveksi udara dan hujan deras berdasarkan selang suhu vertikal

dan kelembaban atmosfer. Indeks ini penting untuk mengidentifikasi hujan dengan intensitas sangat lebat. GDI adalah indeks stabilitas yang dikembangkan untuk memperbaiki prediksi badai petir dan jenis gerak konveksi udara di daerah tropis.

Produk data NPP yang teregistrasi spasial dapat digunakan untuk menghitung nilai-nilai indeks kestabilan atmosfer tersebut. Meskipun demikian, diperlukan penelitian lebih lanjut dalam pengolahan sampai verivikasi keakuratannya.

6. PenutupKegiatan penelitian dan pengembangan produk

data CrIS dan ATMS dari satelit NPP yang telah dilaksanakan oleh Pustekdata LAPAN pada tahun 2017 telah menghasilkan sistem perolehan dan pra-pengolahan data dari kedua sensor tersebut. Produk data CrIS dan ATMS dari satelit NPP spasial yang teregistrasi masih terus dikembangkan untuk dapat dioperasionalkan bagi layanan pengguna. Pengembangan masih diperlukan ke arah otomatisasi pengolahan agar produk kedua sensor tersebut cepat sampai ke pengguna dan dapat dimanfaatkan dengan mudah untuk kegiatan penelitian maupun pemantauan atmosfer.

23

1. Pendahuluan

Setelah hampir 45 tahun LAPAN mulai mengkaji dan memanfaatkan teknologi penginderaan jauh satelit untuk penyediaan informasi

spasial lahan untuk mendukung pembangunan bangsa, Indonesia pada dekade terakhir ini memulai ekspansi ke penguasaan teknologi satelit guna mengejar ketertinggalan dengan negara lainnya, dalam hal ini dilakukan oleh LAPAN yang ditunjuk oleh pemerintah untuk melakukan penguasaan teknologi keantariksaan. Saat ini Pusat Teknologi Satelit LAPAN sudah mengorbitkan satelit generasi pertama yaitu LAPAN-A1 pada tanggal 10 Januari 2007 yang dilengkapi sensor video kamera, kemudian dilanjutkan dengan LAPAN-A2 pada tanggal 28 September 2015 yang merupakan satelit pemantauan berorbit ekuatorial pertama di dunia yang berhasil beroperasi, dimana pada LAPAN A2 selain membawa sensor video kamera juga memiliki sensor utama kamera matrik yang dapat menghasilkan citra resolusi tinggi, dan sensor lain untuk deteksi kapal (AIS/Automatic Identification System) serta Voice Repeater untuk komunikasi radio oleh ORARI.

Pada tanggal 22 Juli 2016 LAPAN kembali meluncurkan Satelit LAPAN-A3, dimana Satelit yang kenal juga dengan nama Satelit LAPAN-IPB atau LISAT, merupakan satelit riset berukuran mikro berbobot 120kg dan merupakan satelit pertama

yang memiliki misi penginderaan jauh buatan Indonesia. Satelit LAPAN A3 merupakan satelit LEO orbit polar pada ketinggian 650km, dimana dengan orbit inklinasi 98 deg satelit ini akan melintasi wilayah Indonesia 2 kali sehari. Satelit LAPAN A3 selain dilengkapi sensor utama berupa kamera multispektral yang diberi nama LISA (Line Imager Space Aplication), juga memiliki muatan sensor lain sebagaimana ini generasi sebelumnya. Pada Gambar 1 ditunjukan spesifikasi satelit LAPAN A3.

Satelit LAPAN-A3 memiliki misi utama yaitu untuk pengamatan di bidang pertanian di Indonesia yang sedianya untuk membantu program pemerintah dalam ketahanan pangan. Misi yang lain juga untuk pemantauan kondisi lingkungan baik di wilayah pesisir maupun di daratan serta penguatan pertahanan negara. Selama ini untuk misi penginderaan jauh Indonesia masih mempergunakan citra satelit internasional yang disediakan oleh negara lain, dimana keberadaan citra satelit internasional tersebut sebenarnya masih belum mencukupi sehubungan dengan tingginya liputen awan yang tinggi di wilayah Indonesia. LAPAN-A3 diharapkan menjadi sumber perolehan informasi penginderaan jauh dan menjadi komplemen dari informasi penginderaan jauh yang diperoleh dari satelit internasional.

Teknologi LAPAN-A3 LISA dan Pemanfaatan Citranya

Dony Kushardono, Rachmad Wirawan, Zylshal, Mujtahid, Muhamad MukayadiPusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh LAPAN

Jurusan Geografi Universitas Negeri MalangPusat Teknologi Satelit LAPAN

Email : [email protected]

24

2. Data Satelit LAPAN A3 Data satelit LAPAN-A3 yang diperoleh dari sensor

LISA memiliki spesifikasi sebagaimana ditunjukan pada Tabel 1, dimana merupakan sensor pushbroom multispektral 4 band yang bekerja pada panjang gelombang cahaya tampak dan inframerah dekat, serta melakukan akuisisi data untuk objek di wilayah nadir. Sensor LISA memiliki karakteristik spektral yang mirip dengan 6 satelit penginderaan jauh internasional lain untuk pemantauan sumberdaya alam, yaitu Landsat 8 OLI dan Landsat 7 ETM milik Amerika, Sentinel 2 MSI milik Eropa, CBERS milik China bersama Brasilia, dan ALOS AVNIR-2 milik Jepang, serta IRS-P6 LISS milik India. Sebagimana ditunjukan pada Gambar 2, sensor LISA band 1, 2, 3, dan 4 berturut-turut pada panjang biru (B), hijau (G), merah (R) dan inframerah dekat

(NIR) memiliki kemiripan pada sensor satelit Landsat-8 band 2, 3, 4, 5; pada sensor Landsat-7 band 1, 2, 3, 4; pada sensor Sentinel-2 band 2, 3, 4, 8; dan juga pada 4 satelit yang lain.

Tabel 1 Karakteristik sensor LISA pada LAPAN-A3

Kamera LISA Pencitra Pushbroom multispektral 4 band

Band spektral 1. Biru (B) : 450 – 520 nm2. Hijau (G) : 520 – 600 nm3. Merah (R) : 630 690 nm 4. NIR : 760 – 900 nm

Resolusi spasial 18m/pikselResolusi radiometrik 16bits

Lebar Cakupan 120km

Gambar 2. Perbandingan sensor multispektral Satelit LAPAN-A3 dengan beberapa satelit internasional.

COMPARISON OF LAPAN A3 AND OTHER SATELLITES

Wavelength (nm)

Atm

osph

eric

Tra

nsm

issi

on (%

)

Gambar 1.Satelit LAPAN-A3 dan spesifikasinya

25

Setelah 4 bulan Satelit LAPAN-A3 diluncurkan dan melalui berbagai persiapan operasi, mulai bulan Oktober 2016 sensor LISA mulai berkerja melakukan akuisisi data. Hingga saat ini hasilnya, LAPAN-A3 yang setiap hari 2 kali melintasi wilayah Indonesia, telah memperoleh data citra untuk 8 bulan terakhir sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 3. Dimana tidak setiap melintas data LISA diakuisisi, hanya dipilih citra yang memiliki liputan awan relative rendah. Nampak pula panjang

lintasan citra LISA bervariasi ukurannya, dimana panjang lintasan ditentukan operator satelit dengan target akuisisi data adalah wilayah daratan. Adapun tampilan citranya sebagaimana yang ditunjukan pada Gambar 3 (b) dan (c) untuk contoh daerah akuisisi di Papua, nampak sekilas citra LISA yang memiliki resolusi spasial 18m per piksel dalam kondisi cuaca cerah dapat mendeteksi objek lahan

Gambar 3. Data Citra Satelit LAPAN-A3 perolehan 8 bulan terakhir dan detail informasi lahannya.

cukup detail, sehingga dapat dilihat dengan jelas objek lahan seperti sungai, hutan dan lahan terbuka.

Sebagaimana umumnya dalam pemanfaatan citra satelit penginderaan jauh yang lain, citra LAPAN-A3 LISA perlu dikoreksi awal baik geometrik maupun radiometrik sebelum dimanfaatkan untuk analisis kondisi lahan. Selain distorsi geometrik akibat perputaran bumi dan orbit satelit dapat dilakukan koreksi geometrik secara sistematik, maupun distorsi akibat posisi detektor tiap band

pada sensor LISA yang menyebabkan posisi piksel suatu objek pada tiap band yang berbeda-beda. Pada Gambar 4(a) ditunjukan perbedaan posisi piksel tiap band pada bagian sudut citra. Untuk mendapatkan citra yang presisi secara geometrik, koreksi mempergunakan titik ikat tanah dan koreksi tegak berdasarkan data kemiringan lahan juga perlu dilakukan.

26

Selain koreksi tersebut di atas, koreksi akibat distorsi radiometrik pada citra LAPAN-A3 LISA juga perlu dilakukan. diantaranya akibat sistem lensa kamera pushbroom pada LISA terdapat distorsi sebagaimana yang ditunjukan pada contoh traksek di wilayah laut pada citra Gambar 4(b). Dimana nampak pada citra LISA level rendah muncul variasi

nilai digital setiap band terutama pada band-band cahaya tampak pada dibagian tepi kiri dan kanan citra nilainya selalu menurun atau citra lebih gelap. Distorsi radiometrik akibat lensa ini dapat diperbaiki dengan cross-track illumination correction yang berfungsi memperbaiki variasi iluminasi cahaya pada citra tersebut.

(b) Transek nilai digital per band sebelum illumination correction.

Gambar 4. Kondisi citra LAPAN-A3 LISA level sebelum koreksi.

(a) Posisi piksel tiap band

27

3. Pemanfaatan Citra LAPAN-A3 LISACitra LAPAN-A3 LISA dengan 4 band cahaya

tampak dan inframerah dekat, sebagaimana umumnya citra multispektral satelit penginderaan jauh lain yang memiliki karateristik spektral yang sama, berpotensi dimanfaatkan untuk identifikasi kondisi lahan khususnya vegetasi dan fisik perairan. Pada penelitian yang dilaksanakan di Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh LAPAN, citra LISA telah dicoba untuk identifikasi pembukaan lahan hutan, analisis sedimentasi di muara sungai dan klasifikasi penutup penggunaan lahan. Pada Gambar 5 ditunjukan dengan citra komposit warna

band merah, inframerah dekat dan hijau (band 3-4-2) dari citra LISA Satelit LAPAN-A3, nampak di Distrik Tanah Miring Kabupaten Merauke, Papua, pada disebelah timur Sungai Kumbe bagian hulu yang airnya Nampak sedang meluap, terpantau pembukaan lahan yang ditunjukan dengan warna kemerahan. Kemudian dengan mengetahui resolusi

Gambar 5. Pemanfaatan citra LAPAN-A3 LISA untuk deteksi pembukaan lahan

spasial LISA sebesar 18m per piksel maka dapat diketahui luas lahan perkebunan yang terbuka tersebut, dalam hal ini dapat terukur seluas 4.205Ha.

Uji coba pemanfaatan citra LAPAN-A3 LISA untuk analisis sedimentasi telah dilaksanakan di muara Sungai Banyuasin Sumatera Selatan. Pada Gambar 6 ditunjukan melalui kombinasi warna band 4 3 2 atau band infra merah dekat, merah dan hijau pada filter warna merah hijau biru, nampak perairan dengan sedimentasi dengan warna hijau dan rendah dengan warna biru. Kemudian dengan menggunakan model konversi sedimentasi hasil

kajian Budhiman (LAPAN, 2004) dengan formula MPT = 8.1429 x exp (23.704* band merah), dimana MPT adalah muatan padatan tersuspensi (mg/l), band merah adalah band pada Landsat-7 ETM. Maka setelah dilakukan standarisasi data citra LAPAN A3 LISA dilakukan konversi dan dapat diperoleh citra sedimentasi di muara Sungai

28

Banyuasin seperti Gambar 6. Jika dilihat transek nilai MPT melintang sungai (garis warna biru pada citra), diketahui bahwa sedimentasi di muara

Sungai Banyuasin bervariasi, yakni sangat tinggi sedimentasinya pada pinggir sungai dan rendah di sekitar tengah sungai.

Dalam rangka mengkaji potensi citra Satelit LAPAN-A3 LISA sebagai komplemen dari informasi penginderaan jauh dari satelit internasional yang sudah ada seperti Landsat, SPOT dan seterusnya, telah dilakukan kajian pemanfaatan citra LISA untuk klasfikasi penutup penggunaan lahan untuk skala menengah sesuai resolusi spasial citranya. Pada Gambar 7(a) ditunjukan hasil kajian pemanfaatan untuk klasifikasi 5 kelas penutup lahan yang ada pada citra sebagian wilayah Danau Toba, dimana hasilnya dibandingkan dengan hasil

Gambar 6. Pemanfaatan Citra LAPAN-A3 LISA untuk monitoring sedimentasi sungai.

klasifikasi penutup lahan dari Landsat-8. Nampak hasil klasifikasinya dari kedua jenis citra agak berbeda, dimana hasil dari citra :Landsat-8 lebih

detail luasan penutup lahannya dibanding dengan hasil klasifikasi dengan LAPAN-A3 LISA. Dan berdasarkan perhitungan akurasi hasil klasifikasi berdasarkan referensi hasil interpretasi citra satelit resolusi yang lebih tinggi, akurasi hasil klasifikasi penutup lahan dari citra LISA untuk 5 kelas adalah 80% dan 5% lebih rendah dibanding hasil dari Landsat-8. Sedang pada Gambar 7(b) untuk kelas penutup lahan yang lebih detail untuk citra disekitar Jember Jawa Timur, citra LAPAN A3 LISA juga masih mampu untuk mengkelaskan 9 kelas penutup penggunaan lahan, akan tetapi akurasi hasil klasifikasinya agak turun menjadi 67%.

29

4. PenutupSatelit LAPAN-A3 yang merupakan satelit kelas

eksperimen, telah dapat beroperasi melakukan akuisisi data permukaan bumi yang salah satunya dari kamera multispektral LISA. Sejak beroperasi mulai bulan Oktober 2016, citra LAPAN-A3 LISA sudah mulai banyak diakuisisi LAPAN dan dapat menambah jumlah ketersediaan data penginderaan jauh untuk pemantauan wilayah Indonesia skala menengah.

Berdasarkan hasil kajian awal pemanfaatan

(b) Hasil klasifikasi penutup penggunaan lahan dengan citra LAPAN-A3 LISAGambar 7. Pemanfaatan Citra LAPAN-A3 LISA untuk klasifikasi penutup lahan

datanya, citra LAPAN-A3 LISA berpotensi untuk mendukung produksi informasi penginderaan jauh seperti deteksi perubahan lahan, analisis kondisi perairan pesisir dan penyediaan informasi penutup lahan skala menengah. Akan tetapi sebagai satelit eksperimen yang masih baru, citra satelit LAPAN-A3 LISA masih perlu banyak digali potensinya untuk mendeteksi objek objek lain dan untuk meningkatkan kualitas informasi penginderaan jauh yang dihasilkan.

(a) Klasifikasi penutup lahan dengan citra LAPAN-A3 LISA dan perbandingannya dengan citra Landsat-8.

1. Pendahuluan

Sistem Light Detection and Raging (LiDAR) adalah perangkat atau sistem yang sering digunakan dalam aktivitas-

aktivitas survei, pengukuran, atau pengamatan yang menggunakan teknik atau metode penginderaan jauh (remote sensing) aktif menggunakan cahaya (optis) dalam bentuk pulsa-pulsa sinar laser yang dipancarkan ke permukaan Bumi. Pulsa sinar laser ini ditembakkan untuk mengukur jarak sensor terhadap objek-objek di permukaan Bumi dengan kerapatan dan akurasi tinggi. LiDAR adalah salah satu teknologi penginderaan jauh yang sangat berpotensi untuk membantu (memetakan, memonitor, dan menaksir lokasi-lokasi secara spasial) dan diaplikasikan dalam banyak bidang yang terkait penyediaan basis data geospasial. Pada tingkatan implementasi, LiDAR merupakan suatu sistem yang dapat menghasilkan model-model ketinggian digital (DEM) yang akurat (Prahasta, 2015). Pengumpulan data LiDAR menggunakan pesawat (airborne LiDAR acquisition system) dilakukan dengan menembakkan gelombang aktif berupa sinar laser ke permukaan Bumi di mana gelombang tersebut akan kembali mengenai objek-objek di permukaan Bumi. Setiap objek yang memantulkan gelombang cahaya tersebut akan direkam oleh sensor berupa titik-titik dengan koordinat X, Y, dan Z.

Gelombang tersebut merupakan sinar laser gelombang infra merah (infrared), sehingga bisa menembus celah dedaunan untuk mencapai permukaan tanah dan dipantulkan kembali ke sensor. Sistem akan mencatat beda waktu antara saat gelombang tersebut dipancarkan hingga gelombang tersebut diterima kembali setelah dipantulkan. Data LiDAR terbagi menjadi tiga berdasarkan wahana akuisisi, yaitu: ground based LiDAR (sensor ditempatkan di permukaan tanah), spaceborne LiDAR (sensor ditempatkan di satelit luar angkasa) dan airborne LiDAR (sensor ditempatkan di wahana terbang di atmosfer Bumi). Tulisan ini mengulas tentang prinsip kerja penginderaan jauh dengan teknologi LiDAR dan beberapa contoh aplikasinya untuk survei dan pemetaan.

2. Komponen LiDARLiDAR pada dasarnya merupakan hasil

integrasi dari 3 (tiga) unsur teknologi yaitu: sensor LiDAR, GPS, dan IMU. Ketiga teknologi tersebut memungkinkan sistem untuk menentukan posisi-posisi tapak atau jejak (footprint) sinar laser begitu menyentuh objek-objeknya (Prahasta, 2015). Berikut ini diuraikan ketiga komponen LiDAR.

2.1 Sensor LiDARSensor LiDAR berfungsi sebagai pemancar

sinar laser ke objek dan merekam kembali gelombang pantulannya setelah mengenai

LiDAR Pesawat dan Aplikasinya Untuk Penginderaan Jauh

Kuncoro Adi Pradono, Nurul Musvirini, Rahmat AriefPusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh - LAPAN

Departemen Teknik Elektro, Universitas IndonesiaE-mail: [email protected]

30

objek. Sinar laser (Light Amplification by Stimulated Emission of Radiation) merupakan mekanisme pemancar radiasi elektromagnetik dalam bentuk cahaya tunggal dan koheren pada spektrum dan frekuensi tertentu, sehingga pancarannya memiliki sudut pancaran yang kecil dan memiliki intensitas yang tinggi untuk dapat mencapai jarak yang jauh dan terarah dengan tepat pada suatu objek. Jenis gelombang yang dipancarkan oleh sensor laser biasanya gelombang hijau dan gelombang near infrared (NIR) atau infra merah. Gelombang infra merah memiliki panjang gelombang 1.500 nm yang berfungsi untuk mengukur topografi daratan di permukaan Bumi. Panjang gelombang ini tidak diperuntukkan untuk digunakan mengukur perairan, karena air akan menyerap gelombang NIR sehingga pantulan yang diterima sensor akan sangat sedikit bahkan tidak ada sama sekali. Panjang gelombang hijau antara 500-550 nm dapat berperan sebagai gelombang penetrasi daerah perairan. Gelombang hijau biasanya digunakan untuk Hydrography LiDAR, yaitu teknologi pengukuran batimetri atau kedalaman laut yang relatif dangkal. Sensor laser tersebut memiliki karakteristik yang dapat disesuaikan, berupa kekuatan sinar laser yang dipancarkan, cakupan daerah pancaran sinar laser dan jumlah sinar yang dihasilkan per detik. Selain itu, kemampuan gelombang ini melakukan multiple returns, yaitu sensor LiDAR dapat merekam beberapa gelombang pantul dari objek yang ada di permukaan Bumi untuk setiap gelombang yang dipancarkan (Sithole, 2001). Multiple returns digunakan untuk menentukan bentuk objek atau vegetasi yang menutupi permukaan tanah. Sistem akuisisi data sensor LiDAR dilengkapi alat pengukur waktu untuk menghitung selang waktu antara setiap kali sinar dipancarkan dan diterima kembali oleh sensor. Sensor LiDAR dapat

mengukur jarak antara sensor pada wahana pesawat terbang dengan titik objek yang ada di permukaan Bumi yang diketahui koordinatnya.

2.2 Global Positioning System (GPS)GPS (Global Positioning System) adalah

sistem penentuan posisi, kecepatan dan waktu (Sithole, 2001). GPS merupakan sistem satelit navigasi dan penentuan posisi yang didesain untuk memberikan posisi dan kecepatan tiga dimensi serta informasi mengenai waktu secara kontinyu di seluruh dunia tanpa bergantung waktu dan cuaca kepada banyak orang secara simultan. Pada sistem LiDAR, GPS merupakan salah satu komponen penting yang berfungsi menentukan posisi wahana pesawat terbang atau koordinat sensor laser secara 3 dimensi (X, Y, Z) terhadap suatu sistem referensi tertentu. Penentuan posisi GPS yang digunakan dalam sistem LiDAR menggunakan metode diferensial kinematik. Karena posisi wahana terbang akan selalu bergerak dan berubah-ubah dengan cepat ketika pengambilan data dilakukan, maka metode ini diterapkan agar diperoleh posisi dengan ketelitian tinggi. Dalam metode diferensial, konfigurasi dari dua buah receiver mengurangkan data yang diamati oleh 2 receiver GPS pada waktu yang bersamaan, sehingga beberapa jenis kesalahan dan bias data dapat dieliminasi atau direduksi. Dengan demikian ketelitian posisi yang dihasilkan dapat ditingkatkan. Metode diferensial kinematik memerlukan dua buah receiver GPS berupa sebuah receiver diletakkan di sebuah titik yang telah diketahui koordinatnya di permukaan Bumi sebagai basis (stasiun referensi), sedangkan satu buah receiver lainnya akan ditempatkan di dalam wahana pesawat terbang sebagai roving receiver, sehingga posisi sensor laser wahana pesawat dapat diketahui secara real time dan akurat. Data GPS yang dihasilkan kemudian diolah secara post processing dan digabungkan

31

dengan data IMU sehingga diperoleh koordinat yang telah terdefinisi secara geografis.

2.3 Inertial Measuring Unit (IMU)IMU (Inertial Measuring Unit) merupakan

perangkat elektronik sistem penentuan kecepatan, sudut, dan gaya-gaya gravitasi (Mongus, 2012). IMU merupakan salah satu komponen utama LiDAR yang berfungsi sebagai instrumen yang dapat mendeteksi pergeseran rotasi wahana pesawat terbang terhadap sumbu-sumbu sistem sumbu terbang. Sistem navigasi tersebut mengukur sudut perubahan berupa attitude wahana pesawat terbang (pitch, roll dan heading) terhadap sumbu terbang. Pengukuran ini diperlukan karena ketika proses pengambilan data menggunakan wahana pesawat terbang dilakukan, akan sulit bagi wahana tersebut untuk tetap berada diposisi idealnya pada jalur terbang. Selain itu IMU juga mampu mendeteksi perubahan percepatan pada wahana pesawat terbang. Pitch merupakan pergerakan rotasi sumbu y wahana terhadap sumbu Y sistem referensi terbang. Sumbu y wahana terbang dapat didefinisikan sebagai garis pada bidang horizontal yang tegak lurus terhadap sumbu x wahana terbang. Roll merupakan pergerakan rotasi sumbu x wahana terbang terhadap sumbu X pada sistem referensi terbang. Sumbu x wahana terbang dapat didefinisikan sebagai garis lurus pada bidang horizontal yang melalui bagian depan wahana hingga bagian belakang wahana yang membagi dua badan pesawat sama besar. Sumbu X dari sistem referensi terbang didefinisikan sebagai garis yang berimpit dengan arah terbang horizontal wahana. Pergeseran sumbu x wahana ini akan menyebabkan sumbu y dan sumbu z wahana menjadi tidak berimpit dengan sumbu Y dan Z sistem referensi terbang dengan besar sudut sama besar. Heading merupakan sudut antara sumbu z wahana terbang terhadap arah utara.

Sumbu z wahana terbang dapat didefinisikan sebagai garis yang tegak lurus terhadap sumbu x dan sumbu y wahana terbang. IMU akan memantau attitude wahana sehingga dapat dilakukan koreksi untuk setiap posisi objek pada saat akuisisi data. Tanpa informasi dari IMU, posisi footprint sinar laser yang dipancarkan tidak dapat diketahui secara tepat dan pasti.

3. Prinsip Kerja LiDARDi dalam prinsip kerjanya, sistem LiDAR

mengombinasikan berkas sinar laser yang sempit dengan sebuah sub-sistem penerima (receiver). Laser ini menghasilkan pulsa-pulsa optik yang akan dikirimkan dan kemudian dipantulkan kembali oleh objek-objek permukaan Bumi hingga dapat diterima kembali oleh subsistem penerimanya. Sub-sistem penerima ini kemudian mengukur secara akurat, waktu perjalanan pulsa dari awal hingga akhirnya diterima kembali. Dengan berjalannya pulsa-pulsa tersebut pada kecepatan cahaya, subsistem penerimanya dapat mengindera pulsa-pulsa yang kembali (returns) sebelum pulsa-pulsa berikutnya dikirimkan menuju objek-objek, karena nilai kecepatan gelombang cahaya telah diketahui, maka nilai waktu perjalanan pulsa-pulsa yang bersangkutan bisa dikonversikan menjadi ranges (jarak) pengukuran. Oleh sebab itu, dengan mengkombinasikan laser ranges, laser scan angle, dan posisi absolut perangkat sistem lasernya yang didapat dari pengukuran posisi oleh penerima (melalui GPS) beserta orientasi lasernya dari perangkat IMU, maka posisi absolut objek-objek permukaan Bumi dapat dihitung secara akurat berupa koordinat-koordinat tanah (ground coordinates) untuk setiap pulsa lasernya (Prahasta, 2015). Gambar 1 menunjukkan ilustrasi sistem akuisisi/pengambilan data airborne LiDAR.

32

4. Data LiDAROutput pengukuran LiDAR menghasilkan

data point clouds berupa raw data (data mentah) dalam format digital LAS file (Prahasta, 2015). Selain itu, point clouds dilengkapi juga oleh single frame foto udara dalam format digital. Penentuan posisi LiDAR terekam dalam raw data GPS dan hasil pengolahan metode diferensial kinematik dalam format digital. Point clouds merupakan data LiDAR baik yang masih “mentah” maupun yang sudah di-post-processing dan diorganisasikan secara spasial. Point clouds pada dasarnya merupakan kumpulan titik 3D yang mencakup x, y, z beserta atribut-atribut tambahan seperti GPS time stamps, intensity, dan sejenisnya. Kerapatan point clouds ditunjukkan oleh jarak antar titik dalam sekelompok titik, apabila jarak antar point clouds tersebut semakin dekat maka semakin tinggi pula kerapatannya. Kerapatan

point clouds yang tinggi akan menghasilkan model elevasi permukaan yang teliti, namun tergantung pada proses pengolahan, metode dan konfigurasi akuisisi data LiDAR. Pada dasarnya kerapatan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: ketinggian terbang, kecepatan terbang, sudut pemindaian (scan angle), frekuensi gelombang yang dipancarkan, pola scanning, kekuatan pulsa laser, geometri tanah, dan reflektifitas dari objek yang dipantulkan. Data hasil pengukuran LiDAR berupa point clouds atau data titik dikonversikan ke dalam bentuk raster agar dapat melakukan ekstraksi informasi berdasarkan area studinya. Point clouds yangdiolah dapat menghasilkan :

a. Digital Terrain Model (DTM)Digital Terrain Model (DTM) didefinisikan

sebagai model permukaan digital tanpa objek-objek yang terletak di atas permukaan Bumi.

Gambar 1. Ilustrasi akuisisi data pada airborne LiDAR [Sumber: Vosselman, 2000].

33

DTM dapat membentuk model digital permukaan tanah 3D dari data hasil pengukuran terhadap beberapa titik yang dianggap dapat mewakili bentuk permukaan tanah secara menyeluruh.

b. Digital Surface Model (DSM) Digital Surface Model (DSM) adalah

model permukaan digital dengan objek-objek (bangunan, pohon, jalan, dan lain sejenisnya)

yang terletak di atas permukaan Bumi. DSM juga merupakan model tiga dimensi pantulan yang berasal dari kanopi pepohonan. Pantulan point clouds dari kanopi yang digunakan untuk DSM dihasilkan dari titik-titik tertinggi permukaan tanah yang dipantulkan kanopi pohon tersebut. Untuk lebih jelasnya perbedaan Digital Terrain Model (DTM) dan Digital Surface Model (DSM) dapat di lihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Perbedaan antara DTM dan DSM (Sumber: Prahasta, 2015).

34

5. Aplikasi LiDAR untuk Penginderaan Jauh

5.1. LiDAR untuk Pemetaan LahanAirborne LiDAR scanner (ALS) biasanya

digunakan untuk membuat data digital terrain model (DTM) atau digital elevation model (DEM). Data tersebut dikumpulkan melalui sensor yang terpasang pada wahana pesawat, helikopter, drone sesuai dengan luas area pengamatan. Umumnya sebuah wahana pesawat mampu mengakuisisi dengan lebar

sapuan 3-4 kilometer dalam satu garis terbang. Wahana drone lebih murah, aman dan cepat untuk luas area pengamatan yang kecil.

5.2. LiDAR untuk Pemetaan Topografi dan BatimetriUntuk keperluan survey topografi dan

batimetri umumnya menggunakan wahana pesawa tatau helikopter agar mencakupi area yang luas. Pemetaan topografi dilakukan

Gambar 3. Contoh hasil survey batimetri dengan LiDAR (Sumber: Rieglusa, 2017)

dengan sensor laser inframerah dekat, sedangkan untuk batimetri untuk keperluan pengukuran kedalaman paling dan dasar laut membutuhkan kemampuan menembus permukaan air yaitu dengan sensor Cahaya hijau. Contoh hasil pemetaan batimetri dengan LiDAR disajikan pada Gambar 3. Menurut Rieglusa (2017), Pemetaan batimetri dengan LiDAR lebih efektif dari segi biaya dibandingkan dengan pengukuran langsung.

5.3. LiDAR untuk Pertanian dan KehutananFoto udara dan LiDAR dapat digunakan

untuk mengidentifikasi daerah pertanian guna mengefektifkan penggunaan pupuk untuk meningkatkan produktifitas. Selain itu LiDAR dapat digunakan pula untuk identifikasi kehu-tanan secara presisi. Contoh data LiDAR un-tuk survey kehutanan disajikan pada Gambar 4 berikut ini.

35

5.4. LiDAR untuk PertambanganData airborne LiDAR (ALS) dapat

digunakan untuk pemantauan sumber daya alam, pertambangan dan bahan perencanaan penggalian telah menjadi bisnis dalam dunia penginderaan jauh. Kegiatan ini melibatkan penelitian, perencanaan, pengumpulan dan

Gambar 4. TLS LiDAR data untuk survey kehutanan [Sumber: Rieglusa, 2017]

pengolahan data di lapangan dengan perhitu-ngan pengukuran survei tambang. Data yang diolah dengan tapis (filter) morfologis ini menjadi dasar dalam perencanaan dan pengendalian operasi tambang. Contoh data LiDAR untuk pertambangan disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5. ALS LiDAR data survei perencaan pertambangan (Sumber: Rieglusa, 2017).

36

5.5. LiDAR untuk ArkeologiKemampuan LiDAR menembus vegetasiini

bias digunakan untuk mengungkap fitur yang biasanya tersembunyi oleh vegetasi. Hal ini sangat berguna dalam arkeologi karena bersifat non - invasive dan destruktif. Ini juga bias digunakan untuk membuat model struktur kuno dan peradaban dengan tepat. Pada Gambar 6 disajikan contoh data LiDAR digunakan untuk

mengungkapkan adanya dinding pertanian, jalan dan wisma yang tersembunyi di dalam Hutan Negara Bagian Pachaug di Connecticut. Situs arkeologi tersebut berasal dari tahun 1700-an yang ditinggalkan pada tahun 1950-an dan sejak lama ditutup ivegetasi.

Gambar 6. Data citra airborne dan data LiDAR pada lokasi arkeologi (Sumber: Rieglusa, 2017).

5.6. LiDAR untuk Transportasi dan InfrastrukturPenggunaan LiDAR baik statis atau mo-

bile, untuk industry transportasi dan infrastruk-tur dapat mengubah cara industry untuk me-rencanakan, merancang, membangun, dan memelihara jaringan infrastruktur. LiDAR un-tuk industri ini dengan teknologi pengukuran

3D dapat dengan cepat memperoleh sejumlah besa informasi geospasial yang sangat rinci.Contoh data LiDAR untuk transportasi disaji-kan pada Gambar 7 pada halaman berikut ini.

37

6. KesimpulanSebagai kesimpulan dalam tulisan ini dapat

dijelaskan bahwa melalui informasi prinsip ker-ja dari komponen sistem teknologi LiDAR akan bisa dijadikan sebagai informasi awal untuk melakukan proses integrasi antar komponen-nya dan pemanfaatan untuk keperluan pengin-deraan jauh. Integrasi dimaksudkan sebagai upaya untuk memadukan dan menghitung po-sisi unit perekam pengukur jarak, sudut cermin penyiam, posisi GPS dan informasi IMU pada saat perekaman. Salah satu yang dipaparkan dalam tulisan ini bahwa sensor laser pada Li-DAR memberikan informasi jarak dari sensor yang terpasang pada wahana terbang dengan objek yang dipetakan.

Kelebihan dari penginderaan jauh dengan sensor LiDAR ini antara lain penggunaan gel-ombang aktif sehingga dapat melakukan akusi-si kapan pun, dengan sensor yang dipasang di

Gambar 7. Data LiDAR untuk analisis infrastrukrur transportasi (Sumber: Rieglusa, 2017)

wahana udara (airborne) lebih efektif menjang-kau berbagai area, gelombang LiDAR mampu mengukur ke sela vegetasi karena spektrum elektromagnetik sampai 1064 nm. Adapun kekurangan penggunaan sensor LiDAR yaitu pulsa pantulan tidak baik bila permukaan ba-sah dan biaya yang digunakan untuk pemeta-an saat ini masih relatif mahal.

Pemanfaatan data LiDAR dalam bidang sur-vei pemetaan, topografi batimetri, kehutanan, pertambangan, arkeologi, dan infrastruktur, di-lakukan dengan mengolah hasil akusisi data mentah (raw data) untuk membantu pengam-bilan keputusan strategis di berbagai sektor. Kajian pengenalan airborne laser scan (ALS) ini diharapkan mampu membuka wawasan me-ngenai teknologi LiDAR dan aplikasinya untuk penginderaan jauh di Indonesia.

38

1. Pendahuluan

Kegiatan penambangan selain dapat men-jadi sumber mata pencaharian bagi rakyat (dampak positif) juga dapat menimbulkan

kerusakan dan menurunkan kualitas lingkun-gan di sekitarnya. Kerusakan lingkungan dapat berupa berubahnya ekosistem, rusaknya habitat flora dan fauna, berubahnya topografi, hilangnya lapisan atas tanah (top soil), tercemarnya sumber mata air, polusi udara, polusi suara (kebisingan), dan sebagainya. Oleh karena itu, perlu upaya pengendalian kerusakan lingkungan sesuai den-gan yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Salah satu upaya pengendalian kerusakan lingkungan yang dapat dilakukan adalah me-lalui inventarisasi guna memperoleh data dan informasi keberadaan dan kondisi area penam-bangan. Hal ini dimaksudkan agar proses hu-kum dan upaya rehabilitasi lahan dapat dilaku-kan pada area penambangan yang telah rusak. Area bekas penambangan umumnya berupa lahan terbuka yang dikenal sebagai Lahan Akses Terbuka (LAT). LAT tersebut umumnya merupakan area bekas penambangan yang ditinggalkan dan dibiarkan begitu saja.

Hasil inventarisasi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada tahun 2015 melalui verifikasi lapangan (ground check) terdapat sekitar 342 titik lokasi LAT yang tersebar di 33 provinsi di wilayah

Identifikasi dan Estimasi Luas Akses Terbuka Bekas Penambangan Menggunakan Data Penginderaan Jauh

Indah Prasasti, Suwarsono, Nanik Suryo Haryani, Sulistyowati, M. Rokhis KhomarudinPusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh - LAPAN

Direktorat Pemulihan Kerusakan Lahan Akses Terbuka, KLHKEmail: [email protected]

Indonesia. KLHK menduga bahwa sebenarnya jumlah titik lokasi LAT tersebut lebih banyak dari hasil verifikasi lapangan yang telah dilakukan. Namun, adanya kendala dalam perolehan data dan informasi secara konvensional dengan verifikasi di lapangan seperti sulitnya medan (lokasi LAT) dan kebutuhan biaya yang lebih banyak, menyebabkan baru dapat diperolehnya sekitar 342 titik lokasi LAT yang teridentifikasi. Selain itu, informasi LAT tersebut masih berupa koordinat titik lokasi LAT dan belum menyatakan luas area LAT. Informasi estimasi luas area LAT dibutuhkan guna membantu program perencanaan rehabilitasi lahan. Oleh karena itu, diperlukan dukungan teknologi penginderaan jauh (inderaja) dalam mendapatkan informasi sebaran dan kondisi serta luas LAT tersebut. Data inderaja; seperti Landsat, dapat dimanfaatkan dalam membantu upaya pemutakhiran informasi keberadaan atau identifikasi LAT secara lebih luas dengan biaya yang relatif lebih rendah, sehingga diharapkan lebih efektif dan efisien.

Tulisan ini membahas hasil identifikasi dan estimasi luas LAT bekas penambangan menggu-nakan data penginderaan jauh. Identifikasi dan es-timasi LAT ini dilakukan di 33 provinsi di Indonesia. LAT yang dimaksud adalah lahan terbuka akibat aktivitas penambangan yang masih aktif (berope-rasi) maupun sudah tidak beroperasi. Kegiatan ini merupakan hasil kerjasama antara LAPAN de-ngan Direktorat Pengendalian Kerusakan Lahan Akses Terbuka, KLHK pada tahun 2016.

39

2. Identifikasi Dan Estimasi Lat Bekas Penambangan Menggunakan Data Penginderaan JauhIdentifikasi dan estimasi luas LAT bekas

penambangan dilakukan menggunakan data Landsat 7 tahun perekaman 2000, 2001, 2002, dan 2003 serta Landsat-8 tahun 2013, 2014, dan 2015 yang tersedia di LAPAN atau dari sumber lainnya. Data citra Landsat 7 dan 8 yang digunakan dalam kegiatan ini adalah data dengan tutupan awan minimum, sudah terko-reksi secara radiometrik dan geometrik dengan sistem proyeksi UTM atau Geodetik dengan Datum WGS-84. Data Landsat 7 tahun 2000, 2001, 2002, dan 2003 digunakan sebagai data baseline atau data sebelum dibukanya lahan untuk kegiatan penambangan. Sementara itu, data Landsat 8 digunakan sebagai data setelah adanya kegiatan penambangan.

Proses interpretasi citra satelit dilakukan dengan menggabungkan metode visual dan metode digital. Interpretasi citra secara visual dilakukan berdasarkan kunci interpretasi citra (unsur diagnostik citra), yaitu: rona/warna, bentuk, ukuran, tekstur, pola, bayangan, situs, dan asosiasi. Sementara itu, interpretasi secara digital dilakukan dengan menerapkan teknik-teknik digital, seperti klasifikasi citra berdasarkan nilai statistik pikselnya. Selanjutnya, dari data beda periode tersebut dilakukan analisis dengan menerapkan metode deteksi perubahan (change detection) dan untuk mendapatkan nilai estimasi luas LAT di 33 wilayah propinsi di Indonesia.

Informasi sebaran LAT di Indonesia yang dihasilkan berupa peta sebaran LAT skala Nasional 33 Provinsi di wilayah Indonesia (Gambar 1) dan peta sebaran skala provinsi (Gambar 2 dan 3), juga berupa Tabel 1. Peta sebaran LAT menunjukkan sebaran lokasi LAT di setiap provinsi dan kabupaten di seluruh wilayah Indonesia, sedangkan Tabel menyajikan banyaknya lokasi LAT, estimasi total luas LAT,

dan rata-rata luas masing-masing. Gambar 1 memperlihatkan hasil identifikasi dan sebaran LAT menggunakan data inderaja di 33 provinsi di Indonesia (warna merah adalah area LAT atau lingkaran kuning), sedangkan Gambar 2 dan 3 masing-masing menunjukkan sebaran LAT di Provinsi Riau dan Jambi.

Hasil identifikasi dan estimasi luas LAT menggunakan data citra penginderaan jauh mendapatkan sekitar 8,386 lokasi LAT yang tersebar di beberapa kabupaten/kota di 33 provinsi dengan total luas 550,902 Ha dan rata-rata luas 197.84 Ha per lokasi LAT. Jumlah lokasi LAT terbanyak dan paling luas terdapat di wilayah Provinsi Bangka Belitung, yakni sebanyak 1803 lokasi LAT dengan luas sekitar 129,964.35 Ha. Lokasi dan luas LAT paling sedikit teridentifikasi di Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat, yakni sebanyak 19 lokasi denan total luas sebesar 36.38 Ha. Provinsi Kalimantan Timur merupakan provinsi kedua dengan jumlah LAT terbanyak, yakni 1,071 lokasi dengan total luas 118,365.97 Ha. Provinsi Kalimantan Selatan merupakan provinsi ketiga yang teridentifikasi memiliki jumlah LAT yang banyak, yakni 756 lokasi dengan luas sebesar 68,427.99 Ha. Jumlah lokasi LAT yang melebihi 500 lokasi juga terjadi di Kalimantan Tengah dengan total luas 66,275.34 Ha.

Di Pulau Jawa, Jawa Timur merupakan daerah yang paling banyak terdapat LAT, yakni sekitar 397 lokasi dengan luas 5,841.26 Ha. Sementara itu, Jawa Barat dan Jawa Tengah juga teridentifikasi LAT sekitar lebih dari 300 lokasi LAT, yakni masing-masing 320 lokasi dengan luas 3,072.61 Ha Jawa Barat, dan 300 lokasi dengan luas 2,561.16 Ha Jawa Tengah. Wilayah Pulau Bali dan Nusa Tenggara, jumlah LAT paling banyak terdapat di NTB 245 lokasi dengan luas 3,376.66 Ha, sedangkan jumlah lokasi LAT di Provinsi Bali sekitar158 lokasi dengan luas 1,702.18 Ha, dan NTT sekitar 104 lokasi dengan luas 1,389.53 Ha.

40

Gambar 1. Hasil identifikasi dan luas sebaran LAT di seluruh wilayah di 33 provinsi di Indonesia

Gambar 2. Contoh Hasil identifikasi dan luas sebaran LAT di wilayah Provinsi Riau

41

Gambar 3. Contoh Hasil identifikasi dan luas sebaran LAT di wilayah Provinsi Jambi

42

Jumlah LAT di masing-masing provinsi di Pulau Sulawesi umumnya kurang dari 100 lokasi, kecuali Provinsi Sulawesi Utara yang memiliki jumlah LAT sebanyak 110 lokasi dengan luas 1,324.61 Ha. Total luas LAT tertinggi terdapat di Sulawesi Tenggara 4,190.97 Ha dan Sulawesi Selatan 2,283.04 Ha. Di wilayah Kepulauan Maluku, jumlah lokasi LAT Provinsi Maluku Utara 151 lokasi dengan luas 5,337.84 Ha lebih banyak dibandingkan dengan Provinsi Maluku 61 lokasi LAT dengan luas 887.98 H. Sementara di Papua, lokasi LAT terbanyak di Provinsi Papua Barat 75 lokasi dengan total luas 7,028.28 Ha, namun terluas terdapat di Provinsi Papua dengan total luas 24,410.83 Ha dari 33 lokasi LAT.

3. Penutup Data penginderaan jauh sangat baik

digunakan untuk identifikasi dan estimasi LAT bekas penambangan, karena selain memiliki keunggulan cakupan yang luas, juga mampu menjangkau daerah yang sulit dijangkau manusia, biaya relatif lebih murah dibandingkan dengan survei lapangan secara langsung,

sehingga cukup efektif dan efisien. Beberapa keterbatasan dari hasil identifikasi dan estimasi LAT adalah: 1) Batasan skala informasi LAT adalah 1:50.000 jika dianalisis dari citra Landsat-7 dan Landsat-8 pansharpened, 2) Luasan terkecil LAT yang dapat dideteksi adalah 30 x 30 m2 atau 900 m2 3) Citra optis memiliki kendala awan, sehingga memungkinkan ada LAT yang tidak teridentikasi dikarenakan adanya tutupan awan dan keterbatasan resolusi citra 4) Tidak mampu membedakan antara LAT yang terbentuk akibat dari aktivitas penambangan liar/tidak berizin dengan LAT yang berizin 5) Tidak mampu membedakan lahan terbuka yang dibuka untuk tujuan pembangunan atau akibat longsor dengan lahan terbuka yang digunakan sebagai areal penambangan batu atau pasir; khususnya yang berada di daerah pegunungan, seperti yang ditemui di wilayah Propinsi Sumatera Barat 6) Tidak mudah mengidentifikasi LAT dari kegiatan penambangan yang berada di tubuh air (seperti: sungai) atau pesisir pantai, seperti yang terdapat di Kabupaten Sijunjung dan Lumajang, serta 7) Tidak mampu mendeteksi secara langsung LAT akibat penambangan bawah tanah.

43

1. Pendahuluan

Provinsi Riau merupakan salah satu wilayah dengan frekuensi kejadian kebakaran hutan/lahan yang tinggi. Oleh karena itu,

sebagai bentuk pelaksanaan amanat Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 dan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 serta Perda Provinsi Riau Nomor 2 Tahun 2010, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Riau perlu melakukan penanggulangan secara terencana, terpadu dan menyeluruh terhadap bencana kebakaran hutan/lahan baik yang disebabkan oleh faktor alam maupun yang disebabkan ulah manusia.

Informasi spasial luas area terbakar yang akurat sangat penting dalam upaya penanggulangan bencana kebakaran hutan dan lahan di wilayah Indonesia. Hal ini dikarenakan, kedua informasi tersebut diperlukan dalam perencanaan pemantauan kondisi hutan dan lahan guna membantu upaya penegakan hukum, rehabilitasi kerusakan akibat kebakaran, perencanaan pengadaan sarana dan prasarana serta pendanaan penanggulangan bencana. Selain itu, informasi luas area terbakar juga diperlukan dalam pemodelan estimasi emisi karbon akibat kebakaran hutan dan lahan guna mendukung upaya antisipasi perubahan cuaca dan iklim. Oleh sebab itu, akurasi kedua informasi tersebut sangat dibutuhkan.

Selama ini, penyediaan data dan informasi keduanya dikumpulkan berdasarkan hasil pemadaman petugas di lapangan, hasil investigasi Tim Penegakan Hukum, dan informasi dari masyarakat. Sementara untuk daerah terbakar yang tidak mudah dijangkau oleh petugas tidak dapat diperoleh informasinya. Selain itu, data

Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh Untuk Identifikasi dan Estimasi Luas Area Terbakar di Provinsi Riau Tahun 2016

Indah Prasasti, Sayidah Sulma, Any Zubaidah, SuwarsonoPusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh, LAPAN

Email : [email protected]

luasan terbakar tidak cukup akurat karena dihitung berdasarkan perkiraan semata. Oleh karena itu, informasi luas area terbakar yang akurat sangat penting dan perlu melibatkan penggunaan teknologi yang mampu menjangkau area yang luas, yang sulit dijangkau, dan biaya yang lebih murah dibandingkan dengan biaya operasional di lapangan. Alternatif yang paling baik adalah dengan memanfaatkan data penginderaan jauh.

Beberapa teknologi satelit penginderaan jauh dapat dimanfaatkan untuk kepentingan tersebut, antara lain MODIS, NPP, dan Landsat 8. Data MODIS dan NPP dapat digunakan untuk ekstraksi informasi hotspot dan titik terbakar secara harian, sehingga sangat bermanfaat untuk pemantauan kondisi kebakaran hutan/lahan. Sementara itu, dari data Landsat-8 dapat diperoleh informasi sebaran dan luas area terbakar di suatu wilayah.

Tulisan ini memaparkan hasil dari pemanfaatan data penginderaan jauh untuk identifikasi titik terbakar dan estimasi luas terbakar di Provinsi Riau pada tahun 2016. Informasi dan data yang dihasilkan ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi perencanaan penanggulangan bencana kebakaran hutan/lahan oleh para pemangku kepentingan, khususnya oleh BPBD Provinsi Riau.

2. Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh Untuk Identifikasi Titik Terbakar Dan Estimasi Luas Area TerbakarInformasi titik terbakar dan luas area terbakar

dapat diperoleh dengan memanfaatkan data penginderaan jauh. Terkait dengan hal ini, data yang digunakan untuk mendapatkan informasi titik terbakar adalah data Terra/Aqua MODIS dan

44

NPP serta data titik api (hotspots), sedangkan untuk estimasi luas area terbakar menggunakan data Landsat-8 wilayah Provinsi Riau. Data yang dipilih adalah data dengan tutupan awan minimum. Data juga telah terkoreksi secara radiometrik dan geometrik dengan sistem proyeksi UTM atau Geodetik dengan Datum WGS-84.

Informasi titik terbakar diseleksi dan dianalisis berdasarkan data yang diolah dari data Terra/Aqua MODIS dan NPP serta sebaran asap dari data RGB Terra/Aqua MODIS kombinasi kanal 1, 2, dan 18. Penentuan lokasi titik terbakar berdasarkan kriteria sebagai berikut:

1. Hotspot memiliki pola mengelompok, dengan minimal ada 3 titik hotspot yang berdekatan tanpa jarak piksel; atau

2. Hotspot yang menyebabkan dan menampakkan adanya asap; atau

3. Hotspot berulang pada lokasi yang sama selama minimal 3 hari berturut-turut.

Pengolahan dan analisis informasi titik terbakar dari citra satelit Terra/Aqua MODIS dan NPP ini mengacu pada Panduan Teknis Informasi Titik Panas (Hotspot) Kebakaran Hutan/ Lahan versi V.01 (Pusfatja LAPAN, 2016).

Pengolahan dan analisis citra untuk menghasilkan informasi area terbakar dari citra Terra/Aqua MODIS menggunakan metode deteksi perubahan (change detection) berbasis parameter perubahan nilai NBR (Normalized Burned Ratio) yang diekstraksi dari citra sebelum dan sesudah terjadinya kebakaran. Sementara itu, pengolahan dan analisis citra untuk menghasilkan informasi area terbakar dari citra Landsat-8 mengacu pada Pedoman Pemanfaatan Data Landsat-8 untuk Deteksi Daerah Terbakar Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh LAPAN.

Informasi area terbakar ini disajikan dalam peta sebaran titik dan luas area terbakar secara spasial harian maupun dalam bentuk tabel. Gambar 1 memperlihatkan contoh informasi lokasi dan sebaran spasial titik terbakar di Provinsi Riau pada Tanggal 15 Agustus 2016, sedangkan Gambar 2 merupakan contoh informasi sebaran jumlah titik terbakar harian dari data Terra/Aqua MODIS dan NPP periode Bulan Agustus 2016 di Provinsi Riau dalam bentuk tabel. Kedua informasi ini diolah secara harian, sehingga dapat digunakan sebagai alat pemantauan, khususnya selama periode musim kemarau. Informasi sebaran area terbakar ini dapat disajikan per provinsi Gambar 3 maupun per kabupaten Gambar 4.

Gambar 1. Sebaran spasial lokasi titik terbakar Tanggal 15 Agustus 2016 di Provinsi Riau(Sumber: LAPAN – BPBD Provinsi Riau, 2016)

45

Gambar 2. Sebaran jumlah titik terbakar harian dari data Terra/Aqua MODIS dan NPP/VIIRS periode Bulan Agustus 2016 di Provinsi Riau (Sumber: LAPAN – BPBD Provinsi Riau, 2016)

Gambar 3. Informasi sebaran area terbakar yang diekstraksi dari data Landsat-8 di wilayah Provinsi Riau selama periode Januari – November 2016 (Sumber: LAPAN – BPBD Provinsi Riau, 2016)

46

Gambar 3 dan Gambar 4 menunjukkan contoh informasi sebaran area terbakar yang diekstraksi dari data Landsat-8 di wilayah Provinsi Riau dan di Kabupaten Rokan Hilir selama periode Januari – November 2016. Berdasarkan informasi ini juga dapat diperoleh wilayah kabupaten mana saja yang teridentifikasi sering terjadi kebakaran selama dalam rentang waktu tertentu. Hasil uji akurasi melalui pengecekan lapangan dan perbandingan dengan citra resolusi tinggi yang dilakukan oleh LAPAN, kedua informasi ini mempunyai akurasi yang cukup tinggi di atas 80%.

Gambar 4. Informasi sebaran area terbakar yang diekstraksi dari data Landsat-8 di wilayah Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau selama periode Januari – November 2016 (Sumber: LAPAN – BPBD Provinsi Riau, 2016)

3. PenutupDari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa

data MODIS dan NPP dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan informasi titik terbakar, dan data Landsat-8 dapat diekstraksi guna mendapatkan informasi luas area terbakar yang terjadi di Provinsi Riau dengan tingkat akurasi yang cukup tinggi. Informasi ini sangat penting bagi upaya perencanaan penanggulangan bencana kebakaran hutan/lahan, penegakan hukum, pemantauan kondisi wilayah hutan/lahan, khususnya oleh BPBD Provinsi Riau.

47

1. Pendahuluan

Sejak berdirinya Pusat Teknologi Penerbangan di LAPAN pada tahun 2010, pengembangan teknologi penerbangan,

khususnya pesawat, oleh LAPAN untuk berbagai misi telah dilakukan. Jenis pesawat yang telah dikembangkan oleh LAPAN bekerjasama dengan PT Dirgantara Indonesia adalah pesawat berawak N219 untuk misi transportasi nasional dan pesawat berawak ringan LSA (LAPAN Surveillance Aircraft), serta pesawat tanpa awak LSU (LAPAN Surveillance UAV). Sebagaimana disampaikan dalam hasil kajian (LAPAN, 2016) bahwa pesawat tanpa awak karya LAPAN selain memiliki tujuan sebagai pembelajaran praktis tentang teknologi pesawat terbang, juga memiliki beberapa misi yaitu (1). Menghasilkan data inderaja sebagai pelengkap citra satelit; (2). Verifikasi dan validasi citra satelit; (3). Monitoring dan manajemen pertanian; (4). Fotogrametri; (5). Pemantauan banjir dan pemetaan; (6). Deteksi dan pemantauan hotspot;(7). Pencarian dan penyelamatan; dan (8). Penelitian pengembangan sensor satelit.

Pada tahun 2015, Presiden RI menyampaikan gagasan Indonesia sebagai poros maritim dunia yang yang diwujudkan dengan lima pilar utama yaitu pilar pertama ialah menghidupkan kembali budaya kemaritiman di Indonesia, pilar

Pemanfaatan Data Foto Pesawat LAPAN Surveillance UAV Untuk Pemantauan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Nurwita Mustika Sari, Agus Bayu Utama, Dony KushardonoPusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh LAPAN

Pusat Teknologi Penerbangan LAPANEmail: [email protected]

kedua yaitu komitmen menjaga dan mengelola sumber daya laut dengan fokus membangun kedaulatan pangan laut melalui pengembangan industri perikanan dengan menempatkan nelayan sebagai pilar utama, pilar ketiga yaitu komitmen mendorong pengembangan infrastruktur dan konektivitas maritim dengan membangun tol laut, pelabuhan laut, logistik dan industri perkapalan serta pariwisata maritim, pilar keempat ialah diplomasi maritim yang mengajak semua mitra Indonesia untuk bekerja sama pada bidang kelautan, terakhir untuk pilar kelima yaitu sebagai negara yang menjadi titik tumpu dua samudera Indonesia berkewajiban membangun kekuatan pertahanan maritim. Dengan adanya deklarasi yang menciptakan paradigma baru bagi orientasi pembangunan di Indonesia ini, kajian penelitian terkait tema kelautan, termasuk di dalamnya pesisir dan pulau-pulau kecil menjadi hal yang sangat penting bagi keberhasilan program tersebut.

Pada tulisan ini diuraikan potensi pemanfaatan data kamera pesawat tanpa awak (surveillance UAV) LAPAN untuk mendukung program kemaritiman melalui pemantauan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia. Beberapa contoh hasil pemotretan dengan UAV untuk beberapa objek di sekitar pesisir juga disajikan dalam tulisan ini.

48

2. Pesawat Tanpa Awak LAPANUntuk mendukung berbagai misi

sebagaimana disampaikan diatas, LAPAN sudah mengembangkan berbagai tipe LSU dari yang kecil hingga yang besar dengan kemampuan terbang makin lama, berturut-turut adalah LSU-01, LSU-02, LSU-03, LSU-04, dan LSU-05 sebagaimana pada Gambar 1.

Beberapa misi pengamatan baik itu sipil maupun militer telah dilaksanakan oleh LSU, diantaranya yang pernah dilakukan adalah melalui kerjasama dengan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan untuk deteksi kebakaran hutan serta validasi hotspot, ujicoba untuk pemantauan padi di Cianjur bekerjasama dengan Kementerian Pertanian, pemantauan kebencanaan Gunung Merapi, tanah longsor di Banjarnegara, juga pemantauan lokasi banjir yang terjadi di Provinsi DKI Jakarta.

Pada tahun 2013, pesawat LSU-02 berhasil meraih rekor MURI atas kemampuannya

terbang sejauh 200 km secara autonomous yang merupakan rekor terbang terjauh bagi pesawat tanpa awak, kemudian pada 29 November 2015 rekor dipecahkan oleh LSU-03 yang terbang sejauh 340 km selama 3 jam 39 menit dengan no rekor 7219. Pesawat LSU-02 memiliki dimensi dan bobot yang cukup ringan, yakni panjang pesawat ini yaitu 1,7 m dan rentang sayap 2,4 m, dengan berat total 15 kg, serta mampu mengangkut muatan sebesar 3 kg. Dan LSU-03 memiliki bentang sayap 3.5 m dan panjang badan 2.5 m dan berat pesawat 29 kg serta mampu membawa muatan hingga seberat 7 kg. Sedang LSU-05 yang lebih besar dengan lebar sayap 5,5m dan panjang 4,1m didisain untuk mampu terbang hingga 8 jam dengan membawa muatan hingga 30kg. Pesawat tanpa awak LAPAN dirancang mampu terbang hingga ketinggian 3.000 meter dan kecepatan 100 km/ jam, serta dapat membawa kamera yang dilengkapi GPS untuk misi penginderaan jauh udara.

Gambar 1. Berbagai jenis pesawat tanpa awak LAPAN (sumber : Pustekbang LAPAN, 2016)

49

Gambar 2. Kualitas data kamera pesawat LAPAN yang diakuisisi dari ketinggian 2.075 meterdi Subang-Indramayu-Cirebon (sumber: Pusfatja, 2014)

Pada Gambar 2 ditunjukan contoh data yang telah diakuisisi oleh kamera pada Pesawat LAPAN pada ketinggian 2.075 m, dimana terlihat bahwa pada area pesisir yang diperbesar, objek terlihat dan memperlihatkan ukuran serta kondisi dengan detail. Pada salah satu sisi pesisir yang diperbesar, objek terlihat diantaranya terdapat

tambak, persawahan dan area pasang surut. Bahkan dengan kondisi diperbesar tersebut, gambar masih terlihat dengan sangat jelas. Hal ini sangat membantu untuk tujuan penghitungan luas objek maupun analisis kondisi suatu objek berdasarkan kenampakan visualnya.

3. Potensi Pemanfaatan Untuk Pemantauan Pesisir Dan Pulau Kecil Seiring dengan pembangunan berorientasi

maritim yang diimplementasikan dalam berbagai sektor, kerjasama dalam kegiatan penelitian dan pengembangan turut dilakukan antara LAPAN dan BIG untuk melakukan pemotretan terhadap

area pesisir. Pemotretan garis pantai yang dilaksanakan pada tahun 2016 menggunakan LSU-02 ini berhasil memotret lebih dari 200 km garis pantai sepanjang pesisir selatan pulau Jawa mulai dari Pantai Parangtritis, DIY hingga Trenggalek, Jawa Timur (Pustekbang LAPAN, 2016). Data diakuisisi menggunakan kamera

50

Gambar 3. Rute pengambilan data foto LSU-02 tahun 2016 dan hasil mozaik foto di pantai selatan Jawa (sumber: Pusfatja, 2017).

dengan spesifikasi non metrik yang memiliki band RGB dan resolusi spasial yang dimiliki mencapai 10 cm.

Pada Gambar 3 ditunjukkan sebagian rute akuisisi LSU-02 dan hasil mozaik sebanyak 2.300 foto pesisir selatan Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah dan Kabupaten Pacitan, Jawa Timur. Beberapa pantai yang termasuk dalam area akuisisi yaitu Pantai Sembukan, Pantai

Nampu, Pantai Watukarung dan Pantai Taman. Data ini memiliki resolusi spasial sangat tinggi yang mencapai 10 cm bahkan lebih, dimana dengan resolusi tersebut objek-objek yang terdapat dalam citra akan terlihat dengan sangat jelas. Dengan tingginya resolusi tersebut, identifikasi terhadap objek pesisir akan lebih mudah dan akurat.

Gambar 4 berikut ini merupakan salah satu contoh produk informasi yang dihasilkan oleh Pesawat LSU yang memotret salah satu area pesisir di Kabupaten Pacitan. Dari foto tersebut

dapat terlihat dengan jelas kondisi pesisir dan objek di sekitarnya secara rinci. Gambar 4 menunjukkan salah satu area pesisir yang informasinya dapat diperoleh dari data foto LSU-02. Area yang dimaksud adalah Pantai Taman, Pacitan dengan detail objek pesisir berupa tambak yang telihat cukup jelas pada citra. Dengan kemampuan tersebut potensi lebih lanjut untuk menghitung luas objek

pada gambar juga dapat dilakukan. Selain itu dari gambar tersebut juga dapat terlihat jarak pasang surut sejauh 105.5 meter.

Demikian banyak fenomena di pesisir yang dapat terlihat dari foto yang diakuisisi oleh Pesawat LAPAN diantaranya adalah gambar yang menunjukkan adanya kapal yang karam pada salah satu area pesisir Pacitan yang dilintasi oleh Pesawat LSU-02. Dari Gambar 5 berikut kapal tersebut terlihat bahkan hingga kondisi detail kapal yang ternyata mengakibatkan terjadinya tumpahan minyak di sekelilingnya.

51

Gambar 4. Contoh produk informasi dari data foto LSU-02: detail objek pesisir dan area pasang surut di pesisir Pacitan

Gambar 5. Deteksi tumpahan minyak (oil spill) dari data foto LSU-02 di pesisir Pacitan

52

Gambar 6. Peta jalur evakuasi bencana tsunami di Pantai Watukarung, Pacitan dari data LSU-02

Dari Gambar 5 dapat diketahui bahwa data foto LSU-02 potensial untuk melihat pencemaran lingkungan. Dengan resolusi yang dimiliki data foto LSU-02, deteksi tumpahan minyak dari kapal juga dapat dilakukan sebagaimana terlihat pada gambar. Terlihat dengan jelas bahwa sumber dan arah tumpahan dapat diamati, termasuk area yang terkena dampaknya. Mengingat dampak tumpahan minyak terhadap habitat hewan di area tumpahan serta ekosistem kelautan secara lebih luas maka penting bagi kita untuk mengetahui lokasi tumpahan dan langkah penanganannya.

Potensi data foto LSU-02 untuk bidang lain terkait pembuatan peta jalur evakuasi bencana tsunami terlihat pada gambar 6. Model 3D yang diperoleh menunjukkan lokasi yang lebih tinggi dari daerah sekitarnya seperti bukit atau dataran tinggi sehingga ketika bencana tsunami terjadi, lokasi tersebut menjadi area evakuasi

untuk menghindari korban akibat gelombang tsunami yang bisa mencapai area pesisir.

Pesawat tanpa awak dapat dioperasikan kapan saja, hal ini sangat bermanfaat untuk dipergunakan dalam pemantauan objek yang dinamis serta terjadi hanya pada waktu tertentu. Sebagai misal untuk memantau laut surut yang terjadi pada sore hari dimana tidak dapat dilakukan oleh satelit penginderaan jauh resolusi spasial tinggi yang orbitnya sun-syncronous atau pada pagi hari sekitar pukul 9 hingga 10 waktu setempat, untuk itu pengambilan data menggunakan wahana pesawat tanpa awak seperti LSU dibutuhkan. Pada Gambar 7 ditunjukkan contoh hasil pengambilan data pada saat laut surut oleh LSU. Terlihat dalam Gambar 7 pasang surut di TPI Pantai Tawang, Pacitan dapat dilakukan dengan membandingkan model surut dengan data foto LSU-02 yang terjadi pada pukul 15.05 WIB dengan model pasang dari data satelit

53

yang terjadi pada pukul 09.30 WIB. Dimana dengan data citra model pasang-surut tersebut diketahui pada Pantai Tawang surut bisa terjadi hingga sejauh 385 meter. Informasi seperti ini penting bagi mereka yang berhubungan

langsung dengan pasang surut secara spesifik area jam waktu tertentu seperti nelayan dan untuk pembuatan garam. Dalam kasus lain pasang surut ini penting bagi peselancar maupun terkait transportasi laut.

Gambar 7. Monitoring pasang surut foto LSU-02 dengan citra satelit WorldView di Pantai Tawang, Pacitan

MonitoringPasang SurutTPI Pantai Tawang

Pacitan

Kendala dalam pemanfaatan data foto LSU adalah masih terbatasnya jumlah kanal band dari data foto yang dihasilkan karena keterbatasan kemampuan wahana terbang untuk memuat payload dalam proses akuisisi.

Hal ini menyebabkan keterbatasan dalam pengolahan data secara digital, sehingga analisis data foto LSU untuk berbagai aplikasi lebih banyak dilakukan berbasis interpretasi visual.

54

4. PenutupUntuk mendukung program pemerintah

guna menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia, data foto pesawat tanpa awak LAPAN dapat dimanfaatkan untuk kajian pesisir dan pulau-pulau kecil sebagai wujud dukungan terhadap program pemerintah tersebut. Pembangunan berorientasi maritim memerlukan data penginderaan jauh dengan resolusi tinggi untuk pengelolaan pesisir yang lebih baik. Pemanfaatan data LSU dapat melengkapi citra satelit khususnya di wilayah

yang sering tertutup awan maupun untuk tujuan pemetaan yang lebih rinci.

Ke depan, kajian lebih lanjut terhadap pemanfaatan data kamera pesawat tanpa awak yang mampu terbang lama menjadi penting untuk aplikasi penginderaan jauh pesisir dan pulau-pulau kecil seperti pemetaan penutup lahan, area pasang surut, pemetaan jalur evakuasi bencana tsunami, deteksi oil spill bahkan batimetri dan sebagainya, selain potensinya untuk misi keamanan wilayah.

55

Dalam rangka meningkatkan peman-faatan data satelit penginderaan jauh dalam berbagai sektor, LAPAN meny-

elenggarakan seremonial serah terima data satelit penginderaan jauh (inderaja) dan sistem Pemantauan Bumi Provinsi (SPBP) kepada para pengguna dari Kementerian, Lembaga, dan Pemerintah Provinsi di Indonesia. Kegiatan berlangsung di Gedung Indriya Bhuwana, Kan-tor Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh LAPAN, Jakarta Timur, Selasa (24/01).

Kegiatan ini merupakan kegiatan rutin tahunan yang diselenggarakan LAPAN sebagai sarana sosialisasi terkait ketersediaan data dan informasi serta bimbingan teknis penginderaan jauh bagi para pemangku kepentingan/pengguna. Kegiatan tahunan ini sekaligus dijadikan ajang temu muka untuk mendapatkan informasi lebih dini terkait kebutuhan data/informasi/bimbingan teknis yang diperlukan oleh Kementerian/Lembaga, TNI, POLRI, dan Pemerintah Daerah.

LAPAN Serahkan Data Satelit Penginderaan Jauh dan Sistem Pemantauan Bumi Provinsi Kepada Para Pemangku Kepentingan

Dalam seremonial tahun ini, LAPAN menyerahkan data satelit inderaja kepada 12 Kementerian/Lembaga dan 10 pemerintah provinsi serta prototype SPBP kepada sejumlah 19 pemerintah provinsi yang sudah menjalin kerja sama dengan LAPAN. Sedangkan data yang diserahkan kali ini adalah data satelit inderaja resolusi sangat tinggi, data resolusi tinggi SPOT-6/7, mosaic data landsat-8, mosaic data SPOT-6/7 terbaru, serta prototype SPBP.

Dalam sambutannya, Kepala LAPAN, Prof. Dr. Thomas Djamaluddin menyampaikan, bah-wa permintaan akan data satelit inderaja se-makin meningkat. Apalagi, Indonesia mempu-nyai ratusan wilayah di tingkat kabupaten/kota. Agar pemanfaatannya lebih efektif dan efisien, maka layanan terhadap kebutuhan data di daerah menggunakan alur satu pintu, melalui SPBP. “Dengan demikian, distribusi data bisa lebih tepat, akurat, dan penyalurannya lebih optimal,” imbuhnya.

Gambar 1. Sambutan Kepala LAPAN Prof. Thomas Djmaluddin, M.Sc dalam acara serah Data penginderaan jauh dan sistem pemantauan bumi provinsi kepada pemangku kepentingan

56

Kebijakan tersebut menurutnya sebagai salah satu tujuan untuk menginformasikan data-data yang tersedia, bagaimana memanfaatkan, serta bagaimana pengolahannya. Alur satu pintu juga sangat bermanfaat untuk mencegah adanya duplikasi anggaran. Ia berharap, hasil akuisisi data inderaja yang ada di Bank Data LAPAN benar-benar bisa memenuhi semua stakeholder.

Sementara, Deputi Bidang Penginderaan Jauh, Dr. Orbita Roswintiarti mengungkapkan, untuk menjangkau seluruh wilayah di Indone-sia, LAPAN masih menargetkan sejumlah 15 provinsi lagi agar terpenuhi kebutuhan akan data in-deraja. “Tahun ini kami merencanakan memban-gun kerjasama dengan 10 provinsi dan sisanya akan dicapai sampai dengan ta-hun 2019,” paparnya. Na-mun kendalanya, LAPAN tidak dapat melakukan pen-gadaan citra satelit resolusi sangat tinggi pada tahun 2016. “Sehingga, tahun lalu kami hanya bisa mempri-oritaskan kebutuhan untuk kawasan ekonomi strategis,

kawasan industri prioritas, dan Da-nau Toba,” imbuhnya. Harapan-nya, tahun ini LAPAN memperoleh dukungan anggaran untuk pen-gadaan tersebut.

Kebutuhan data satelit inderaja dengan resolusi sangat tinggi su-dah sangat dibutuhkan di Indonesia untuk berbagai keperluan di ber-bagai sektor. Apalagi Pemerintah Provinsi sedang giatnya menyusun Rencana Detil Tata Ruang (RDTR)

di daerahnya. Untuk memenuhi kebutuhan data inderaja, LAPAN berupaya meningkatkan per-an tugas dan fungsinya yang secara kebijakan dilaksanakan oleh Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh dan Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh.

Untuk meningkatkan pemanfaatan terse-but, LAPAN menjalin kerja sama dengan para stakeholder sebagai salah satu usaha untuk meningkatkan pemahaman tentang data in-deraja dan penyebarluasannya kepada peng-guna. Jalinan kerja sama sebagai upaya LA-PAN dalam mendukung optimalisasi pening-katan kapasitas SDM dalam pengelolaan data inderaja agar data tersebut bisa bermanfaat semaksimal mungkin.( RJ)

Gambar 2. Deputi Bidang Penginderaan Jauh Dr. Or-bita Roswintiarti, M.Sc menyerahkan Data penginderaan jauh dan sistem pemantauan bumi provinsi kepada pemangku kepentingan

57

Dalam rangka meningkatkan peman-faatan data satelit penginderaan jauh resolusi sangat tinggi dan data radar,

Deputi Bidang Penginderaan Jauh LAPAN berkerjasama dengan Digital Globe dan MDA menyelenggarakan workshop dengan tajuk “Pemanfaatan Data Satelit Penginderaan Jauh Resolusi Sangat Tinggi dan Synthetic Apeture Radar (SAR) dalam Mendukung Penataan Ruang, Manajemen Bencana, serta Aplikasi Pesisir dan Laut”. Workshop berlangsung se-lama dua hari, Selasa dan Rabu, tanggal 7-8 Februari 2017 dengan lokasi kegiatan di dua tempat, Hotel Santika TMII dan Kantor Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh Pe-kayon, Jakarta Timur. Hadir dalam kesempatan tersebut sejumlah perwakilan dari Kementrian/Lembaga, Perguruan Tinggi, TNI, Pemerintah Daerah, Organisasi Kemasyarakatan Nasional dan Internasional.

Melalui kegiatan ini diharapkan terjadi per-tukaran informasi terkait pemanfaatan data satelit resolusi tinggi dan SAR di Indonesia. Data tersebut mencakup khususnya peren-canaan tata ruang, tanggap darurat bencana dan dampak resiko bencana, pemetaan ba-timetri, terumbu karang dan pulau-pulau kecil, deteksi kapal laut, serta pertukaran informasi terkait ketersediaan dan metode pengolahan data satelit resolusi sangat tinggi dan SAR ter-kini dari Digital Globe dan MDA. Sebagaimana diketahui, Digital Globe dan MDA adalah peru-sahaan swasta internasional yang bergerak di bidang penginderaan jauh.

Dalam sambutannya, Senior Director Digital Globe, Mr. Lim Ser Chin mengenalkan produk digital globe, sebagai perusahaan satelit optis yang menyediakan citra dasar (basic imagery) serta informasi. Digital Globe juga bergerak dalam industri pertahanan. “kami juga

Gambar 1. Workshop Untuk Peningkatan Pemanfataan Data Satelit Resolusi Sangat Tinggi dan Radar di Hotel Santika TMII, Jakarta

LAPAN Laksanakan Workshop Untuk Peningkatan Pemanfataan Data Satelit Resolusi Sangat Tinggi dan Radar

58

menyediakan high resolution satellite imagery dengan resolusi 1 meter sampai dengan 30 sentimeter,” ujarnya.

Sementara, Pihak MDA mengatakan, MDA sebagai perusahaan bonafit tingkat dunia yang bergerak di bidang layanan jasa dan sistem informasi, pembuat satelit komunikasi, sistem UAV, dan radar. MDA telah aktif membangun kerja sama di kawasan Asia Tenggara dan memiliki stasiun bumi di Bali. “Perusahaan kami telah aktif di Indonesia dalam menyediakan pelayanan kepada kantor-kantor pemerintah dan swasta dengan pengalaman membangun “Stasiun Bumi” imbuhnya.

Deputi Bidang Penginderaan Jauh - LAPAN, Dr. Orbita Roswintiarti, M.Sc mengapresiasi partisipasi peserta workshop yang mewakili seluruh stakeholder. Menurutnya, kewajiban LAPAN dalam menyediakan data resolusi tinggi berawal dari Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2012 tentang Pengunaan, Pengendalian, Kualitas, Pengolahan, dan Distribusi Data satelit Penginderaan Jauh Resolusi Tinggi. Dalam instruksi tersebut, LAPAN mempunyai kewajiban antara lain menyediakan data satelit penginderaan jauh resolusi tinggi dengan lisensi pemerintah.

Sebagai tindak lanjut, akan ditetapkan Peraturan Pemerintah (PP) sebagai salah satu turunan dari UU Nomor 21 Tahun 2013 tentang Keantariksaan. Dengan disahkan PP tersebut, kewajiban LAPAN lebih jelas lagi. Mekanisme diatur dengan tata cara yang lebih jelas lagi melalui penetapan standar kewajiban LAPAN yang harus disampaikan kepada pengguna.

Beliau menambahkan, sampai saat ini su-dah banyak stakeholder dari beberapa kemen-terian/lembaga dan organisasi yang mengu-nakan data penginderaan jauh. “Kami selalu membuka kesempatan dengan para maha-siswa di perguruan tinggi untuk berpartisipasi. Sehingga nantinya bisa bersama-sama dis-kusi untuk memecahkan berbagai persoalan,” tegasnya. Beliau juga berharap pemanfaatan data yang disediakan LAPAN dapat diman-faatkan. Dengan menjalin kerja sama dengan Digital Globe dan MDA maka LAPAN bisa me-nambah referensi data inderaja mulai tahun

2013 yang bisa dimanfaat-kan pengguna. Harapannya, pada tahun 2017 dapat data inderaja resolusi yang se-makin tinggi. Hal ini sangat penting untuk membangun kapasitas di Indonesia di masa mendatang. (RJ)

Gambar 3. Foto bersama peserta Workshop untuk Peningkatan Pemanfataan Data Satelit Resolusi Sangat Tinggi dan Radar

Gambar 2. Deputi Bidang Penginderaan JauhDr. Orbita Roswintiarti, M.Sc menyerahkan cinderamata

kepada pemangku kepentingan

59

Awal bulan Februari 2017, Deputi Bidang Penginderaan Jauh LAPAN kembali menyelenggarakan pelatihan Data

Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG) Gelombang I yang di ikuti oleh 20 peserta dari beberapa Pemerintahan Daerah dan Kementerian/Lembaga. Pelatihan dilaksanakan selama 5 hari kerja mulai tanggal 6 hingga 10 Februari 2017 bertempat di Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh, Pekayon Jakarta.

Pelatihan Pengolahan Data Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG) kali ini di ikuti oleh tenaga teknis yang berasal dari Kabupaten Paser Provinsi Kalimantan Timur, Kabupaten Banyuwangi Provinsi Jawa Timur,

Kabupten Kebumen Provinsi Jawa Tengah, Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara, Balai PPIKHL Provinsi Kalimantan Tengah, Direktorat Adaptasi Perubahan Iklim Kementerian LHK, P3SDLP Kementerian KP, Bappeda Provinsi Bengkulu, dan peserta dari Provinsi Lampung.

Dalam sambutan dan pembukaan acara tersebut, Deputi Bidang Penginderaan Jauh Dr. Orbita Roswintiarti, M.Sc menyampaikan perlunya diadakan pelatihan reguler tentang pengolahan data penginderaan jauh untuk pe-ngenalan dasar bagaimana mengolah data dan informasi penginderaan jauh untuk mendukung pembangunan pemerintah daerah, terutama dalam perencanaan pembangunan, monitor-

Gelombang Perdana LAPAN Memberikan Pelatihan Pengolahan Data Penginderaan Jauh Kepada Staf dari Beberapa Pemerintah Daerah

Gambar 1. Deputi Bidang Penginderaan Jauh Dr. Orbita Roswintiarti, M.Sc didampingi Struktural, Narasumber, Instruktur foto bersama dengan peserta

60

ing kebencanaan maupun in-ventarisasi sumber daya alam. Deputi Bidang Penginderaan Jauh Dr. Orbita Roswintiarti, M.Sc menegaskan bahwa merupakan komitmen LAPAN dalam menyediakan data satelit inderja resolusi tinggi dengan lisensi Pemerintah Indonesia sesuai dengan INPRES Nomor 6 Tahun 2012 dan UU Nomor 21 Tahun 2013 tentang Kean-tariksaan. Dengan demikian data satelit resolusi tinggi dengan resolusi spasial dibawah 4 meter akan disediakan oleh LAPAN dan diberikan se-cara gratis kepada Kementrian/Lembaga/TNI/POLRI dan Pemerintah Daerah. Adapun data resolusi tinggi yang dapat di akusisi dari Stasi-un Bumi LAPAN adalah data satelit SPOT-6/7 dengan resolusi spasial pansharpen 1,5 meter. Sedangkan data resolusi sangat tinggi lainnya (resolusi spasial 0,5 meter) seperti Pleiades, WorldView-2/3, GeoEye-1 dan Quick Bird dise-diakan LAPAN melalui pembelian data untuk mencukupi kebutuhan nasional.

Selain itu untuk pemenuhan kebutuhan data penginderaan jauh resolusi menengah LAPAN juga mengakusisi data satelit Landsat-8 dengan resolusi spasial pansharpen 15 meter, sementara untuk data satelit resolusi rendah LAPAN menerima data satelit Terra/Aqua MODIS, Himawari-8 dan lain-lain. Data tersebut juga telah diolah untuk menghasilkan informasi yang dapat diperoleh diwebsite LAPAN seperti informasi hotspot/kebakaran hutan, Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI), lahan baku sawah dan fase pertumbuhan padi, deforestasi, informasi

untuk mendukung kebencanaan dan lain-lain. Oleh karena itu LAPAN berharap data satelit inderaja tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal oleh pemerintah daerah.

Adapun Materi pelatihan Pengolahan Data Penginderaan Jauh Dan Sistem Informasi Geografis (SIG) meliputi praktikum pengolahan citra satelit landsat 8 (koreksi radiometrik dan pansharpen), praktikum menampilkan citra dan pembuatan citra komposit, survey lapangan, digitasi/deliniasi objek penutup lahan, perhitungan luas area tutupan lahan, layout peta tutupan lahan, dan diakhiri dengan presentasi kelompok. (Humas Pustekdata)

Gambar 2. Perkenalan peserta pada acara pembukaan pelatihan perdana di tahun 2017.

61

Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh – LAPAN menerima kunjungan SMK Angkasa I Margahayu dari

yayasan Pia Ardiya Garini Cabang IV Lanud Sulaiman Bandung, Rabu//14/3/2017 Jurusan Teknik Transmisi Telekomunikasi (TTT) dan Teknik Switching (TSW) kelas XI sebanyak 29 siswa. Kunjungan ke LAPAN dalam rangka kunjungan industri dengan di dampingi 10 guru pedamping, ketua rombongan Rusnata Sumarna, S.Sos, M.Pdi Kepala Sekolah SMK Angkasa I Margahayu.

Tamu Kunjungan diterima oleh Dra. Endang Purwanti (Tim Humas) didampingi Randy Prima Brahmantara, S.T. peneliti Pustekdata LAPAN sebagai narasumber di ruang Indriya Bhuwan Pustekdata.

Randy Prima Brahmantara, S.T. peneliti Pustekdata menjelaskan tentang gambaran

umum struktur organisasi LAPAN, tugas dan fungsi dari masing-masing di kedeputian LAPAN. Dilanjutkan dengan penjelasan tentang dasar hukum yang memperkuat tugas dan fungsi LAPAN di bidang penginderaan jauh. Dasar hukum tersebut yaitu Inpres No. 6 Tahun 2012 dan UU No. 21 Tahun 2013 tentang Keantariksaan.

Tamu kunjungan juga diperkenalkan dengan definisi penginderaan jauh, sistem perekaman data dengan menggunakan satelit penginderaan jauh, orbit-orbit satelit, hingga resolusi data penginderaan jauh.

Setelah para tamu mendapatkan wawasan tentang penginderaan jauh, narasumber menjelaskan tentang fasilitas, jenis layanan dan kerjasama yang telah dilakukan Kedepu-tian Penginderaan Jauh. Dalam penjelasannya, narasumber menyebutkan bahwa Kedeputian

Gambar 1. Narasumber dan penerima kunjungan foto bersama dengan tamu kunjungan dari SMK Angkasa I Margahayu Bandung

LAPAN Menerima Kunjungan SMK Angkasa I Margahayu Bandung

62

Penginderaan Jauh LAPAN memiliki tiga stasi-un bumi penginderaan jauh yaitu Stasiun Bumi Parepare, Rumpin dan Pekayon. Stasiun Bumi Parepare dapat penerimaan dan pengolahan data satelit Terra, Aqua, S-NPP, Landsat-7/8, dan SPOT-6/7. Stasiun Bumi Rumpin untuk sistem penerimaan dan pengolahan data satelit Terra, Aqua, dan Landsat-7/8. Sementara itu, Stasiun Bumi Jakarta untuk sistem penerimaan dan pengolahan data satelit Himawari, MTSAT, NOAA, dan METOP.

Agar para tamu tidak penasaran dengan data-data penginderaan jauh, tak lupa narasumber menyampaikan beberapa contoh data satelit penginderaan jauh yang diakuisisi oleh LAPAN, seperti Pleiades, Geoeye, QuickBird, Worldview2, Worldview3, Landsat 8, Terra/Aqua, Himawari 8, SPOT 6 dan SPOT 7, dan data satelit (Synthetic Aperture Radar) TerraSAR-X.

Data satelit penginderaan jauh LAPAN didistribusikan kepada para pengguna antara lain Kementerian/Lembaga, Pemerintah Dae-rah, TNI / POLRI untuk dimanfaatkan informa-sinya sesuai dengan bidang disiplin masing masing. Untuk mendapatkan data citra satelit

penginderaan jauh para pengguna/user telah diatur dalam Instruksi Presiden Republik Indo-nesia No.6 Tahun 2012 Tentang Penyediaan, Penggunaan, Pengendalian Kualitas, Pengola-han dan Distribusi Data Satelit Penginderaan Jauh Resolusi Tinggi.

Dari sisi pemanfaatan data citra sate-lit penginderaan jauh adalah untuk dapat di-manfaatkan infomasinya antara lain mitigasi bencana, pertanian, perikanan, tata ruang, tambang, sumber daya air, kehutanan, dan pengembangan wilayah.

Dalam sesi tanya jawab ada beberapa siswa sangat antusias ingin tahu dengan bertanya tentang penginderaan jauh, pesawat yang telah dikembangkan oleh LAPAN, satelit LAPAN dan apakah datanya bisa dijual atau dimanfaatkan oleh negara lain. Beberapa siswa juga tertarik untuk bisa bekerja di LAPAN dan menanyakan bagaimana agar bisa bekerja di LAPAN dan kompetensi yang seperti apa yang dicari.

Kunjungan diakhiri dengan mengajak siswa SMK Angkasa I Margahayu ke Stasiun Bumi dan Pelayanan data serta Showroom Pustekdata. (Humas Pustekdata)

Gambar 2. Tamu kunjungan dari SMK Angkasa I Margahayu Bandung

63

Jakarta, 21 Maret 2017, Kedeputian Bidang Penginderaan Jauh LAPAN ikut serta pada Pameran Hari Hutan Internasional

2017 yang diselenggarakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di Gedung Manggala Wanabakti 21 – 24 Maret 2017. Pameran Hari Hutan Internasional 2017 ini diharapkan menjadi momentum yang menggugah kesadaran masyarakat terhadap pentingnya hutan. Acara tersebut terbagi atas 7 (tujuh) rangkaian kegiatan yaitu berupa Informasi dan Edukasi, Lomba Foto dan Video, Talkshow, Menanam Pohon, Exhibition, Lomba Bercerita Anak, Forest Day Fun Run. Pameran Hari Hutan Internasional 2017 ini dibuka langsung oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), yang dihadiri oleh duta besar negara sahabat dan para pejabat dari KLHK serta pelajar dan mahasiswa.

LAPAN Ikut Serta Pameran Hari Hutan Internasional di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Kedeputian Bidang Penginderaan Jauh LAPAN memperkenalkan aplikasi monitoring titik-titik panas (hotspots) yang dapat diakses melalui web-browser dan juga aplikasi android di smartphone. Dalam kunjungannya ke stand pameran LAPAN, Menteri LHK, Siti Nurbaya Bakar yang didampingi Kepala Bagian Humas LAPAN Ir. Jasyanto, MM melihat dan mencoba aplikasi monitoring LAPAN fire hotspot untuk memperoleh informasi keberadaan titik-titik panas yang bisa menjadi potensi kebakaran hutan. Selain itu juga Kedeputian Bidang Penginderaan Jauh LAPAN turut menyumbang informasi-informasi penting terkait monitoring hutan dan perubahannya, diantaranya adalah informasi klasifikasi hutan dan bukan hutan, konversi hutan, dan reboisasi hutan yang dihasilkan dari kegiatan INCAS (Indonesia National Carbon Accounting System). Hasil

Gambar 1. Acara Pembukaan Pameran Hari Hutan Internasional 2017 di Gedung Manggala Wanabakti

64

penelitian berupa identifikasi lahan terbakar juga ikut dipamerkan dalam acara ini.

KLHK dan FAO (Food and Agriculture Organization) PBB pada peringatan Hari Hutan Internasional 2017 ini menyatakan bahwa lingkungan hidup dan hutan sebagai sebuah ekosistem majemuk yang kaya kandungan biomasa, sehingga banyak sekali energi yang tersimpan di hutan. Perlu diketahui bahwa hutan tidak hanya bisa dilihat dari sumber daya energinya saja, namun bisa sebagai wahana untuk mitigasi perubahan iklim melalui penyerapan energi. Secara umum, hutan menahan energi yang diperkirakan sekitar 10 kali konsumsi energi primer dunia tiap tahunnya. Di Indonesia, dengan lebih dari 120 juta hektar wilayah hutan, terdapat energi yang melimpah yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan energi harian warga Indonesia. Tantangan terbesarnya adalah bagaimana memanfaatkannya secara berkesinambungan.”Perlu dicatat bahwa hutan-hutan di Indonesia mengalami perubahan dari

sebuah sumber energi utama menjadi wahana untuk mitigasi perubahan iklim, tidak hanya untuk negara bersangkutan saja, namun juga untuk dunia. Hutan memiliki kemampuan yang sangat besar untuk menyerap dan menyimpan energi, sehingga pengelolaan secara berkesinambungan untuk hutan sangatlah penting” kata Mark Smulders, perwakilan FAO di Indonesia.

Pengelolaan hutan secara berkesinambu-ngan akan membantu Indonesia menyediakan sumber daya energi dari hutan yang ber-kesinambungan, khususnya dalam peningka-tan pasokan energi terbarukan sampai dengan tahun 2030. Kolaborasi antar pemangku ke-pentingan sangatlah penting untuk menggapai tujuan tersebut, sehingga hutan-hutan di Indo-nesia tetap menjadi sumber utama energi ter-barukan dunia yang bisa dimanfaatkan untuk masyarakat umum dan penyerap emisi karbon untuk mendapatkan iklim dunia yang lebih baik. (Humas_Pustekdata)

Gambar 2. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya mengunjungi Stand LAPAN dipandu oleh Kabag. Humas LAPAN, Jasyanto.

65

Kegiatan Sosialisasi dan bimbingan teknis untuk Pemerintah Daerah yang dilaksanakan oleh satuan-satuan kerja di

lingkungan Deputi Bidang Penginderaan Jauh Pada tahun 2017, dengan tema “Penyediaan dan pemanfaatan data satelit penginderaan jauh untuk mendukung perencanaan pembangunan Provinsi Kalimantan Timur”, yang dilaksanakan di Kantor BAPPEDA, Jl. Kusuma Bangsa No.2, Sungai Pinang Luar, Samarinda Ulu, Kota Samarinda, Kalimantan Timur, 75123, Indonesia, selama dua hari, yakni dari tanggal 21 - 22 Maret 2017. Kegiatan sosialisasi dan lokakarya dibuka oleh Dr. Meiliana, S.E., M.M., selaku Asisten Pemerintahan Sekretariat Daerah, Provinsi Kalimantan Timur.

Pada acara pembukaan ini dijelaskan terkait One Data One Map di wilayah di Provinsi Ka-

limantan Timur, agar one data one map dapat berperan sebagai salah satu alat yang dapat mengidentifikasi dan memberikan informasi mengenai terjadinya tumpang tindih perizinan diberbagai sektor. Pada acara Sosialisasi dan Bimbingan Teknis ini Deputi Bidang Pengin-deraan Jauh, LAPAN, Dr. Orbita Roswintiarti, M.Sc., memberikan paparan terkait penyediaan dan pemanfaatan data satelit penginderaan jauh untuk mendukung perencanaan pemba-ngunan Provinsi Kalimantan Timur, diikuti de-ngan demo Sistem Pemantauan Bumi Provinsi (SPBP) yang merupakan data dan informasi spasial berbasis data satelit resolusi rendah hingga resolusi tinggi. Terkait dengan paparan materi presentasi kegiatan ini, Deputi Bidang Penginderaan Jauh, menawarkan kepada pemerintah daerah baik Satuan Kerja Perang-

Sosialisasi dan Bimbingan Teknis Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Mendukung Pembangunan Daerah di Provinsi Kalimantan Timur

Gambar 1. Deputi Bidang Penginderaan Jauh - LAPAN Dr. Orbita Roswintiarti, M.Sc di damping Kapusfatja Dr. Ir. M. Rokhis Komarudin, M.sc menyerahkan cendera mata berupa poster citra satelit penginderaan jauh kepada

Asisten Pemerintah Sekretariat Daerah provinsi Kalimantan Timur Dr. Meiliana, S.E., MM.

66

kat Daerah (SKPD) Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Timur, terkait dengan pengolahan dan Pemanfaatan Data Satelit Penginderaan Jauh lanjutan maupun kerjasama litbangyasa lainnya terkait penginderaan jauh.

Selain itu juga pada dijelaskan terkait peman-tauan perubahan lahan perkebunan baik Land Use/Land Cover, pemantauan sumber daya ekosistem pesisir dan kelautan, pemantauan perubahan tingkat kehijauan di daerah sekitar delta Mahakam dan eksploitasi sumberdaya alam dan lingkungan, perubahan kondisi terum-bu karang, lamun, dan kondisi lainnya, dan monitoring kebencanaan, seperti kebakaran hu-tan/lahan dan asap, pemodelan dampak banjir berbasis data satelit penginde-raan jauh.

Selain itu juga dijelaskan ketersediaan data dan informasi yang dapat diberikan bagi Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Timur Kegiatan ini dihadiri oleh pejabat dari Bappeda Provinsi Kalimantan Timur, yakni Hj. Charmarijaty, M.Si., selaku Kepala UPTD Pusat Data dan Informasi, Dr. Ir. H. Zairin Zain, M.Si., selaku Kepala BAPPEDA, Provinsi Kalimantan Timur, dan pejabat struktural lainnya baik dari Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Timur

dan satuan kerja di lingkungan Deputi Bidang Penginderaan Jauh.

Pada kesempatan ini juga dihadiri oleh pejabat struktural di lingkungan satuan kerja Deputi Bidang Penginderaan Jauh, LAPAN, yakni Dr. Ir. M. Rokhis Khomarudin, M.Si., selaku Kepala Pusat Pemanfaatan Pengin-deraan Jauh; Muhammad Priyatna, S.Si., MTI., selaku Kepala Bidang Diseminasi Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh, dan Staf ahli di Lingkungan Deputi Penginderaan Jauh, Ir. Muhammad Muchlis, M.Si., Pada kegiatan ini juga ikut serta tim teknis dan instruktur bim-bingan teknis, yakni : Suwarsono, S.Si., M.Si., Aby Alkhudri, S.Kom., Gusti Darma Yudha, S.Kom, dan Kuncoro Adi Pradono, S.T. Pada acara sosialisasi dan juga bimbingan teknis ini dihadiri peserta dari non-governmental or-ganization (NGO), K/L dan Satuan Kerja Pe-rangkat Daerah (SKPD) Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Timur. Jumlah peserta sosialisasi dan bimbingan teknis Penyediaan dan pemanfaatan data satelit penginderaan jauh untuk mendukung perencanaan pem-bangunan Provinsi Kalimantan Timur dihadiri sebanyak kurang lebih 80 peserta. (Priyatna)

Gambar 2. Undangan Sosialisasi dan bimbingan teknis SKPD di Provinsi Kalimantan Timur

67

Kegiatan Sosialisasi dan Bimbingan Tek-nis untuk Pemerintah Daerah yang di-laksanakan oleh satuan kerja di lingku-

ngan Deputi Bidang Penginderaan Jauh pada tahun 2017, dengan tema “Penyediaan dan Pemanfaatan Data Satelit Penginderaan Jauh untuk Mendukung Perencanaan Pembangu-nan Provinsi Kalimantan Selatan” yang dilak-sanakan di kantor BAPPEDA, Jl. Dharma Praja I, Kawasan Perkantoran Cempaka Banjarbaru Kalimantan Selatan 70713 Indonesia, yaitu se-lama dua hari dari tanggal 04-05 April 2017.

Kegiatan sosialisasi dan bimbingan teknik ini dibuka oleh Kepala Bappeda Provinsi Kali-mantan Selatan Ir. H. Nurul Fajar Desira, CES. Pada acara pembukaan ini dijelaskan terkait One Data One Map di wilayah Provinsi Kali-mantan Selatan agar dapat berperan sebagai

Sosialisasi dan Bimbingan Teknis Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Mendukung Pembangunan Daerah di Provinsi Kalimantan Selatan

Gambar 1. Deputi Bidang Penginderaan Jauh Dr. Orbita Roswintiarti, M.Sc menyerahkan cinderamata kepada Kepala Bappeda Provinsi Kalimantan Selatan Ir. H. Nurul Fajar Desira, CES

salah satu alat yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan memberikan informasi spasial penutup/penggunaan lahan serta pe-rubahannya yang akan terkait dengan perizinan di berbagai sektor. Pada acara sosialisasi dan bimbingan teknis ini Deputi Bidang Penginde-raan Jauh, LAPAN, Dr. Orbita Roswintiarti, M. Sc memberikan paparan terkait penyediaan dan pemanfaatan data satelit penginderaan jauh untuk mendukung perencanaan pemba-ngunan Kalimantan Selatan, dilanjutkan de-ngan demo Sistem Pemantauan Bumi Provinsi (SPBP) yang merupakan data dan informasi spasial berbasis data satelit resolusi rendah hingga resolusi tinggi.

Selain itu, Deputi Bidang Penginderaan Jauh, menawarkan kepada pemerintah daerah baik Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)

68

Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Se-latan, terkait dengan pengolahan dan peman-faatan data satelit penginderaan jauh lanjutan maupun kerjasama litbangyasa.

Pada paparan tersebut dijelaskan juga ten-tang pemantauan perubahan lahan perkebu-nan baik Land Use/Land Cover, pemantauan dibidang pertanian, pemantaun perubahan hutan dan non hutan, Pemantauan sumber daya ekosistem pesisir dan kelautan, peman-

Gambar 2. Kabid. Diseminasi Pustekdata Ir. Rubini Jusuf, M.Si bersama dengan peserta Bimtek di Pemprov. Kalimatan Selatan.

tauan lahan tambang dan non tambang serta eksploitasi sumberdaya alam dan lingkungan, perubahan kondisi terumbu karang, lamun, dan kondisi lainnya. Monitoring kebencanaan, seperti kebakaran hutan/lahan serta asap, dan pemodelan dampak banjir berbasis data satelit penginderaan jauh. Selain itu juga dijelaskan ketersediaan data dan informasi yang dapat diberikan kepada Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.

Kegiatan ini dihadiri oleh Kasubbag Program

Bappeda Provinsi Kalimantan Selatan Rahmi-yanti J. P, ST, MA; dan pejabat struktural lain-nya baik dari Pemerintah Daerah Provinsi Kali-mantan Selatan serta satuan kerja di lingkungan Deputi Bidang Penginderaan Jauh Pada kesem-patan ini juga dihadiri oleh pejabat struktural di lingkungan satuan kerja Deputi Bidang Pengin-deraan Jauh, LAPAN, yaitu Kepala Bidang Desiminasi Pusat Teknologi dan Data Ir. Rubini Jusuf, M. Si; Kasubbag Administrasi dan Sum-

berdaya Manusia Pusat Pemanfaatan Pengin-deraan Jauh Kuncoro Teguh Setiawan, S. Si, M. Si. Kegiatan ini juga ikut serta tim teknis dan instruktur bimbingan teknis, yaitu: Mukhoriyah, ST, M. Si.; Nurwita Mustika Sari, S. Si., Rahmat Rizkiyanto, S.Kom, dan Haris Suka Dyatmika, S. Si. Pada acara sosialisasi dan juga bimbi-ngan teknis ini dihadiri peserta dari Satuan Ker-ja Perangkat Daerah (SKPD) Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan dengan Jumlah peserta kurang lebih 50 peserta (Mukhoriyah)

69

LAPAN Bekerjasama dengan Bappeda Provinsi Sulawesi Tenggara, Deputi Bidang Penginderaan Jauh LAPAN

melaksanakan kegiatan Sosialisasi dan Bimbingan Teknis dengan tema “Penyediaan dan Pemanfaatan Data Satelit Penginderaan Jauh untuk Mendukung Pembangunan Daerah” Provinsi Sulawesi Tenggara. Kegiatan

LAPAN Memberikan Sosialisasi dan Bimbingan Teknis Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh Di Provinsi Sulawesi Tenggara Untuk Mendukung Pembangunan Daerah

yang dilaksanakan pada tanggal 17-18 April 2017 di AULA Kantor Bappeda Jalan. Haluoleo kompleks perkantoran bumi praja Anduonohu Kendari Sulawesi Tenggara ini diikuti oleh 35 peserta dari staf Bappeda dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait. Acara Sosialisasi dihadiri oleh Deputi Bidang Penginderaan Jauh, LAPAN, Dr.

70

Orbita Roswintiarti, M. Sc , didampingi Kepala Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh LAPAN, Ir. Dedi Irawadi, Kepala Stasiun Bumi Penginderaan Jauh Parepare, STA Munawar, B.Eng, Kepala Bidang Program dan Fasilitas Pusat Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh, Syarif Budiman, S.Pi, M.Sc.

Acara tersebut dibuka oleh Dr.Harmin Ramba, S.E, M.M. selaku Kepala Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Bappeda Provinsi Sulawesi Tenggara. Pada sambutannya Kepala Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Bappeda Provinsi Sulawesi Tenggara Dr. Harmin Ramba, S.E., M.M. menyampaikan pentingnya pemanfaatan data penginderaan jauh di berbagai sektor untuk membangun Provinsi Sulawesi Tenggara yang terdiri dari kurang lebih 651 pulau-pulau dengan 24 juta penduduk. Data penginderaan jauh dapat dimanfaatkan pada bidang pertambangan dan kelautan yang sangat berkembang di wilayah Sulawesi Tenggara.

Pada acara sosialisasi Deputi Bidang Penginderaan Jauh, LAPAN, Dr. Orbita Roswintiarti, M. Sc memberikan paparan terkait penyediaan dan pemanfaatan data satelit penginderaan jauh untuk mendukung perencanaan pembangunan Sulawesi Tenggara, dilanjutkan dengan demo Sistem Pemantauan Bumi Provinsi (SPBP) yang merupakan data dan informasi spasial berbasis data satelit resolusi rendah hingga

resolusi tinggi. Pada paparannya, Deputi Bidang Penginderaan Jauh menjelaskan pemantauan perubahan lahan secara multi temporal, pemantauan dibidang pertanian, pemantaun perubahan hutan dan non hutan, Pemantauan sumber daya ekosistem pesisir dan kelautan, pemantauan lahan tambang dan non tambang, pemantauan terumbu karang berbasis data satelit penginderaan jauh di Provinsi Sulawesi Tenggara. Selain itu juga dijelaskan ketersediaan data dan informasi yang dapat diberikan bagi Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara. Deputi Bidang Penginderaan Jauh sangat menegaskan bahwa permohonan data penginderaan jauh ke Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh sangat mudah dan memotong segala birokrasi yang menyulitkan, guna mendukung pembangunan di berbagai daerah dengan cepat.

Kegiatan bimbingan teknis pemanfaatan data penginderaan jauh yang dilakukan selama satu setengah hari dengan materi ajar meliputi informasi penyediaan dan pemanfaatan data penginderaan jauh, pengenalan dasar dan pengolahan data satelit inderaja, browse catalog dan cara perolehan data satelit inderaja di LAPAN, interpretasi visual dan deliniasi objek penutup lahan. Pembimbingan bimtek dari LAPAN disampaikan oleh Destri Yanti Hutapea, S.T, Liana Fibriawati, S.Si, Udhi Catur Nugraha, S.Si dan Zylshal S.Si. (Destri Y. H.)

71

Jakarta, Rabu, 31 Mei 2017, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional menjalin kerjasama dengan Pemerintah

Provinsi DKI Jakarta tentang Pemanfaatan Sains Teknologi Penerbangan dan Antariksa untuk Mendukung Pembangunan di Pemprov DKI Jakarta. Naskah Kesepakatan Bersama kedua pihak ditandatangani oleh Kepala LAPAN, Prof. Dr. Thomas Djamaluddin dan Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat. Penandatanganan berlangsung di Balai Kota DKI Jakarta

Dalam acara tersebut Juga dilakukan penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara LAPAN dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Pemprov DKI Jakarta. Naskah tersebut untuk mengimplementasikan pemanfaatan data penginderaan jauh dan teknologi penerbangan

Gambar 1. Kepala LAPAN, Prof. Dr. Thomas Djamaluddin, M.Sc dan Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat. Penandatanganan berlangsung di Balai Kota DKI Jakarta

LAPAN dengan Pemprov DKI Jalin Kerja Sama Perkuat Pembangunan Jakarta

untuk mendukung perencanaan pembangunan. Naskah ditandatangani Sekretaris Daerah Pemprov DKI Jakarta, Saefullah dan LAPAN oleh Kepala Biro Kerjasama, Hubungan Masyarakat, dan Umum, Ir.Christianus R. Dewanto, M.Sc Momentum ini diakhiri dengan penandatanganan naskah PKS antara Pemprov DKI Jakarta dengan Badan Pusat Statistik (BPS).

Sambutan, Kepala LAPAN Prof. Dr. Thomas Djamaluddin, M.Sc menjelaskan beberapa potensi LAPAN yang bisa dimanfaatkan oleh Pemprov DKI Jakarta seperti data citra satelit penginderaan jauh. Adapun data citra satelit penginderaan jauh yang ada di LAPAN pada Deputi Bidang Penginderaan Jauh adalah data Terra Aqua, Himawari-8, Landsat 7/8, SPOT 5/6/7, Pleiades, Quickbird, Worldview dan GeoEye. Data - data tersebut diolah dan dapat digunakan untuk pemantauan sumber daya

72

alam seperti Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI), Pemantauan kondisi lingkungan seperti pemantauan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Data citra satelit yang dibutuhkan juga bisa untuk memantau perkembangan Kota Jakarta. Selama ini, LAPAN sudah berkontribusi mendukung pemantauan banjir di wilayah Jakarta menggunakan LAPAN Surveillance UAV (LSU), pesawat tanpa awak ini bisa memantau dari udara dengan ketinggian di bawah tutupan awan, yang selama ini menjadi kendala perolehan citra satelit.

Sambutan, Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat, ada 2 aspek yang tidak bisa dipisahkan dalam pembangunan di Pemprov DKI Jakarta. Aspek tersebut adalah data yang terkait penduduk oleh BPS dan data sumber daya lingkungan dengan bantuan LAPAN. “Kerjasama ini dalam rangka memperkuat rencana pembangunan pemprov DKI Jakarta. Bagaimana Sumber Daya Manusia Jakarta ini diperlukan bukan cuma Bappeda tapi juga SKP terkait,” ujar Djarot di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Rabu (31/5/2017).

Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat menyambut baik kerjasama yang dibangun baik dengan LAPAN maupun BPS. “Dari kerjasama yang dijalin ini terdapat dua aspek yang tidak terpisahkan,

yaitu aspek udara dan darat bersatu. BPS akan mendukung penggalian potensi Sumber Daya Manusia. Sedangkan LAPAN akan memantau Sumber Daya Lingkungan dari udara,” ujarnya.

Menurut Djarot, Kita ketahui bersama, BPS sangat identik dengan data kependudukan, seperti sensus, survey, kondisi lingkungan, ekspor-impor, generasio, kesehatan, ekonomi, dan sebagainya. Sedangkan teknologi LAPAN di bidang penginderaan jauh, potensial dalam mendukung pemantauan jumlah RTH di Jakarta dan dapat mengetahui posisi penangkapan ikan, sehingga pihaknya bisa mengerahkan sekurangnya 2400 nelayan di DKI untuk mencari ikan. Dengan menggunakan data citra satelit pemanfaatan informasi dapat di manfaatkan untuk mengetahui potensi pencemaran, bencana, serta mengetahui titik-titik kebakaran.

Djarot Saiful Hidayat Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta mengharapkan agar teknologi produk litbang LAPAN dapat diguna-kan untuk memantau pergerakan keluar-masuk kendaraan di Jakarta. Sehingga bisa dijadikan acuan dalam mengelola jalur transportasi di Jakarta yang makin hari makin padat. Maka ia menegaskan kembali agar sinergi yang diba-ngun kali ini dapat mendukung perencanaan pembangunan Kota Jakarta di berbagai sektor. (Humas Pustekdata)

Gambar 2. Foto bersama Kepala LAPAN, Prof. Dr. Thomas Djamaluddin dan Pelaksana Tugas Gubernur

DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat.

Gambar 3. Kepala LAPAN, Prof. Dr. Thomas Djamaluddin menyerahkan cinderamata kepada Pelaksana Tugas

Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat.

73

Jakarta, Selasa, 4 Juli 2017, bertempat di Gedung Indriya Bhuwana, Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta Timur, Deputi Bidang

Penginderaan Jauh menyelenggarakan acara “Sosialisasi Rencana Induk Keantariksaan dan Halal bi halal 1438 H”. Acara ini dihadiri oleh Kepala LAPAN, Prof. Dr Thomas Djamaluddin beserta Ibu, Sekretaris Utama Drs. Ignatius Loyola. Arisdiyo, M.Si. beserta Ibu, Deputi Bidang Sains, Pengkajian dan Informasi

Kedirgantaraan Drs. Afif Budiyono, M.T., Kepala Inspektorat LAPAN Ratih Pratiwi, S.H. serta Kepala Pusat Teknologi dan Data serta Kepala Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh beserta seluruh pegawai di lingkungan Kedeputian Penginderaan Jauh LAPAN.

Acara diawali dengan bersalam-salaman dengan seluruh peserta yang hadir dalam rangka menyambut hari Raya Idhul Fithri 1 Syawal 1438 H. Selanjutnya penyampaian sambutan

Sosialisasi Rencana Induk Keantariksaan dan Halal bi Halal 1 Syawal 1438 H di Kedeputian Bidang Penginderaan Jauh LAPAN

Gambar 1. Kepala LAPAN, Prof. Dr Thomas Djamaluddin, M.Sc memberikan pemaparan Sosialisasi Rencana Induk Keantariksaan dan Halal bi Halal 1438 H

74

Deputi Bidang Penginderaan Jauh Dr. Orbita Roswintiarti, M.Sc. Dalam sambutannya De-Inderaja menyampaikan kegiatan yang sudah dicapai Kedeputian Bidang Penginderaan Jauh selama ini, yang meliputi kegiatan Penelitian dan Kerekayasaan serta Pelayanan kepada masyarakat. Disampaikan pula beberapa hasil

Penelitian, Pengembangan dan Perekayasaan (Litbangyasa) yang dimanfaatkan oleh masya-rakat diantaranya membantu penanganan bencana, monitoring kebakaran, banjir, letusan gunung berapi, tsunami, pemantauan hutan, lahan pertanian, perkebunan, kelautan dan perikanan. Dalam bidang pelayanan Data juga disampaikan peran Kedeputian Inderaja kepada stake holder yang telah memanfaatkan produk data dari Pustekdata Inderaja LAPAN diantaranya membantu Pemerintah Daerah yang menyusun Rencana Tata Ruang/Wilayah (RTRW) dan Rencana Detil Tata Ruang (RDTR), informasi penggunaan lahan, dan disampaikan juga permohonan data dari beberapa pemangku kepentingan lainnya seperti dari Kementerian

Gambar 2. Kepala LAPAN, Prof. Dr Thomas Djamaluddin, M.Sc memberikan pemaparan Sosialisasi Rencana Induk Keantariksaan dan Halal bi halal 1438 H

Lembaga, TNI/POLRI dan Institusi Pendidikan. Kerjasama antara LAPAN dengan Pemerintah Daerah dari tahun 2015 sampai dengan 2017 mencapai 27 Provinsi dan 9 Provinsi diantaranya dilaksanakan di tahun anggaran 2017.

Acara selanjutnya “Sosialisasi Rencana Induk Keantariksaan“ yang disampaikan

oleh Kepala LAPAN, Prof. Dr. Thomas Djamaluddin, M.Sc. Pada kesempatan tersebut beliau menyampaikan perlunya perubahan mindset dari seluruh pegawai LAPAN dalam rangka membangun bangsa dalam bidang keantariksaan yang dituangkan dalam Rencana Induk LAPAN. Salah satu hal penting yang disampaikan oleh beliau adalah perlunya meningkatkan kemampuan sumber daya manusia melalui peningkatan kapasitas pendidikan. Dalam bidang penelitian dan pengembangan keantariksaan diharapkan mampu mengejar ketertinggalan dari negara-negara maju, sehingga kita bisa maju dan mandiri dalam bidang keantariksaan. (Humas Pustekdata)

75

Kegiatan penandatanganan Nota Kesepahaman (MOU) antara LAPAN dan WRI Indonesia (Yayasan Institut

Sumberdaya Dunia – Indonesia) dilaksanakan di kantor WRI Indonesia, Jakarta, tanggal 05 Juli 2017. Penandatanganan MOU dilakukan oleh Deputi Bidang Penginderaan Jauh (Inderaja) Dr. Orbita Roswintiarti, M.Sc. dan Direktur WRI Indonesia Dr. Tjokorda Nirarta Samadhi. Dalam kegiatan tersebut juga disampaikan pemaparan singkat oleh Deputi Inderaja mengenai struktur organisasi LAPAN, landasan hukum dalam perolehan data

inderaja, metode pengolahan, penyimpanan, pendistribusian data serta pemanfaatan data dan diseminasi informasi, yaitu berlandaskan pada Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2012 dan UU No. 21 Tahun 2013 tentang Keantariksaan. Dalam paparan tersebut disampaikan juga kegiatan utama Kedeputian Inderaja yaitu Pengembangan Bank Data Penginderaan Jauh Nasional (BDPJN) dan Pengembangan Sistem Pemantauan Bumi Nasional (SPBN). Disampaikan pula beberapa contoh data inderaja beserta informasi pemanfaatannya.

Penandatanganan Nota Kesepahaman Antara LAPAN - WRI Indonesia (Yayasan Institut Sumberdaya Dunia - Indonesia) Untuk Mendukung Pembangunan Nasional Berkelanjutan Melalui Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh

Gambar 1. Penandatanganan MOU dilakukan oleh Deputi Bidang Penginderaan Jauh (Inderaja) DR. Orbita Roswintiarti, M.Sc. dan Direktur WRI Indonesia Dr. Tjokorda Nirarta Samadhi.

76

Direktur WRI Indonesia, dalam kesempatan tersebut juga menyampaikan bahwa WRI sebagai lembaga riset dan kajian independen geospasial dalam kegiatannya untuk mendukung pembangunan nasional yang berkelanjutan tidak dapat bekerja sendiri, namun memerlukan kolaborasi dengan semua pihak, termasuk dengan LAPAN, sehingga manfaat nyata akan dirasakan generasi yang akan datang.

Dengan demikian diperlukan adanya MOU sebagai pedoman hukum kegiatan kerjasama LAPAN dan WRI Indonesia, diantaranya menyediakan informasi dan data dalam mendukung pengembangan metode. Salah satu bentuk kerjasama adalah pengembangan metode “National Forest Monitoring System

Gambar 2. Foto bersama Deputi Bidang Penginderaan Jauh (Inderaja) Dr. Orbita Roswintiarti, M.Sc. dan Direktur WRI Indonesia Dr. Tjokorda Nirarta Samadhi.

Platform based on Remote Sensing Data”. Tujuan utamanya adalah mengembangkan metode pemantauan hutan dengan mengidentifikasi kondisi hutan di tahun 1990, mengetahui luasan deforestasi dan degradasi dari tahun 1990 - 2016, berikut mengidentifikasi penyebab/drivers perubahan hutan tersebut. LAPAN telah berkontribusi dalam penyediaan data terbaru meliputi mosaik Landsat tahun 2015 - 2016 dan data mosaik SPOT-6/7 tahun 2013 - 2016. Lembaga lain yang juga terlibat dalam kegiatan tersebut adalah Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, University of Maryland, serta Badan Restorasi Gambut, Institut Pertanian Bogor dan Universitas Gajah Mada (Inggit L.S.)

77

78

79

80

81

82

83

84

85

86

87

REDAKSIONALMAJALAH INDERAJA

Majalah Inderaja adalah majalah populer milik Deputi Bidang Penginderaan Jauh LAPAN yang berfungsi sebagai media distribusi informasi perkembangan teknologi dan pemanfaatan penginderaan jauh bagi masyarakat pengguna Indonesia. Naskah yang bisa dimuat harus terbukti orsinil belum pernah dipublikasi dan sudah memiliki validitas ilmiah. Naskah dikirim ke Sekretariat Majalah Inderaja d/a Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh LAPAN, Jl. Lapan No. 70, Pekayon, Pasar Rebo Jakarta Timur, E-mail : [email protected].

Sistematika Penulisan :Naskah terdiri dari halaman judul dan isi makalah yang terdiri dari bab pendahuluan, bab inti

dan bab penutup.Naskah diketik dengan MS Word dengan Arial font 11 pt pada kerta A4 dengan 1½ spasi dan

maksimal 10 halaman. Khusus untuk judul naskah ditulis huruf besar dengan font 14 pt.Halaman judul berisi judul ringkas tanpa singkatan, nama (para) penulis tanpa gelar, alamat

instansi, dan e-mail penulis utama.Bab Pendahuluan, merupakan pembuka permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan,

tidak boleh terlalu panjang, hanya merupakan pengenalan kea rah yang akan dituju. Terdapat pembatasan masalah dan pengertian-pengertian sehingga pembaca sudah dibawa kea rah tertentu. Presentasi pendahuluan dari suatu keseluruhan tulisan sekitar 20 persen.

Bab Inti, merupakan bagian yang berisi paparan dan pembahasan persoalan pokok ditulis secara sistematis dan logis menuju kepada satu klimaks. Presentasi bagian ini sekitar 70 persen dari seluruh tulisan.

Bab Penutup berisi kesimpulan, saran atau pendapat penulis tentang pokok persoalan yang dikemukakan sebagai arahan bagi pembaca.

Penulis naskah dibuat popular dengan bahasa yang sederhana tanpa ada rumusan-rumusan/formula agar mudah difahami masyarakat umum.

Gambar dan table masuk dalam batang tubuh naskah bukan dilampirkan, diberi nomor sesuai nomor bab dan nomor urut pada bab tersebut, misalnya Gambar 2-2 atau Tabel 2-1 disertai keterangan singkat gambar dan judul dari table yang bersangkutan. Keterangan dalam gambar termasuk legenda gamba ditulis dengan jelas dan harus terbaca.

Formula dan rujukan ditulis sebagaimana layaknya penulisan popular tanpa bentuk rumus-rumus

Daftar pustaka dituliskan dalam lembar terpisah

Tim Redaksi

Majalah Inderaja