HIV virus

17
1 A. PENDAHULUAN HIV adalah retrovirus yang biasanya menyerang organ-organ vital sistem kekebalan tubuh manusia. Virus ini menyerang manusia dan menyerang sistem kekebalan (imunitas) tubuh, sehingga tubuh menjadi lemah dalam melawan infeksi. Dengan kata lain, kehadiran virus ini dalam tubuh akan menyebabkan defisiensi (kekurangan) sistem imun (Page et al, 2006). Virus ini merupakan penyebab dari AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome). Pada awalnya virus itu disebut ALV (lymphadenopathy-associated virus), kemudian pada tahun 1986, istilah yang digunakan untuk menyebut virus tersebut adalah HIV, atau lebih spesifik lagi disebut HIV-1 (Coffin et al, 1986). HIV dapat ditularkan melalui injeksi langsung ke aliran darah, serta kontak membran mukosa atau jaringan yang terluka dengan cairan tubuh tertentu yang berasal dari penderita HIV. Cairan tertentu itu meliputi darah, semen, sekresi vagina, dan ASI. Beberapa jalur penularan HIV yang telah diketahui adalah melalui hubungan seksual, dari ibu ke anak (perinatal), penggunaan obat-obatan intravena, transfusi dan transplantasi (Hughes, 2002). Orang yang terinfeksi HIV AIDS umumnya tidak memberikan gejala apabila orang tersebut memiliki sistem kekebalan tubuh yang baik. Kebanyakan kondisi tersebut akibat infeksi oleh bakteri, virus, fungi dan parasit, yang biasanya dikendalikan oleh unsur-unsur sistem kekebalan tubuh yang dirusak HIV (Holmes et al, 2003). Sebaliknya untuk penderita AIDS yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah biasanya memiliki gejala infeksi seperti demam, berkeringat (terutama pada malam hari), pembengkakan kelenjar, kedinginan, lemah, serta penurunan berat badan (Guss, 1994). Sampai saat ini belum ada vaksin atau obat untuk HIV atau AIDS. Penanganan infeksi HIV terkini adalah dengan terapi antiretrovirus yang sangat aktif (Highly Active Antiretroviral Therapy, disingkat HAART) (Department of Health and Human Services, 2006). HAART merupakan kombinasi dari setidaknya 3 obat antiretrovirus. Kombinasi yang umum digunakan adalah Nucleoside Analogue Reverse Transcriptase Inhibitor (NRTI) dengan protease

Transcript of HIV virus

1

A. PENDAHULUAN

HIV adalah retrovirus yang biasanya menyerang organ-organ vital sistem

kekebalan tubuh manusia. Virus ini menyerang manusia dan menyerang sistem

kekebalan (imunitas) tubuh, sehingga tubuh menjadi lemah dalam melawan

infeksi. Dengan kata lain, kehadiran virus ini dalam tubuh akan menyebabkan

defisiensi (kekurangan) sistem imun (Page et al, 2006). Virus ini merupakan

penyebab dari AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome). Pada awalnya virus

itu disebut ALV (lymphadenopathy-associated virus), kemudian pada tahun 1986,

istilah yang digunakan untuk menyebut virus tersebut adalah HIV, atau lebih

spesifik lagi disebut HIV-1 (Coffin et al, 1986).

HIV dapat ditularkan melalui injeksi langsung ke aliran darah, serta kontak

membran mukosa atau jaringan yang terluka dengan cairan tubuh tertentu yang

berasal dari penderita HIV. Cairan tertentu itu meliputi darah, semen, sekresi

vagina, dan ASI. Beberapa jalur penularan HIV yang telah diketahui adalah

melalui hubungan seksual, dari ibu ke anak (perinatal), penggunaan obat-obatan

intravena, transfusi dan transplantasi (Hughes, 2002). Orang yang terinfeksi HIV

AIDS umumnya tidak memberikan gejala apabila orang tersebut memiliki sistem

kekebalan tubuh yang baik. Kebanyakan kondisi tersebut akibat infeksi oleh

bakteri, virus, fungi dan parasit, yang biasanya dikendalikan oleh unsur-unsur

sistem kekebalan tubuh yang dirusak HIV (Holmes et al, 2003). Sebaliknya untuk

penderita AIDS yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah biasanya

memiliki gejala infeksi seperti demam, berkeringat (terutama pada malam hari),

pembengkakan kelenjar, kedinginan, lemah, serta penurunan berat badan (Guss,

1994).

Sampai saat ini belum ada vaksin atau obat untuk HIV atau AIDS.

Penanganan infeksi HIV terkini adalah dengan terapi antiretrovirus yang sangat

aktif (Highly Active Antiretroviral Therapy, disingkat HAART) (Department of

Health and Human Services, 2006). HAART merupakan kombinasi dari

setidaknya 3 obat antiretrovirus. Kombinasi yang umum digunakan adalah

Nucleoside Analogue Reverse Transcriptase Inhibitor (NRTI) dengan protease

2

inhibitor, atau dengan non nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI). Di

negara-negara berkembang yang menyediakan perawatan HAART, seorang

dokter akan mempertimbangkan kuantitas beban virus, kecepatan berkurangnya

CD-4+, serta kesiapan mental pasien saat memulai perawatan awal (Department of

Health and Human Services, 2006). Tanpa perawatan HAART, berubahnya

infeksi HIV menjadi AIDS terjadi dengan kecepatan rata-rata (median) antara

sembilan sampai sepuluh tahun, dan selanjutnya waktu bertahan setelah terjangkit

AIDS hanyalah 9,2 bulan (Morgan et al, 2002).

A. PATOFISIOLOGI AIDS

Sesuai dengan namanya, virus HIV hanya menyerang manusia khususnya

sistem kekebalan tubuh manusia yang melindungi tubuh dari infeksi. Sel imun

yang terinfeksi adalah CD-4+ sel T, makrofag, dan sel dendritik. CD-4

+ sel T

secara langsung maupun tidak langsung dihancurkan oleh virus tersebut. Infeksi

HIV menyebabkan sistem kekebalan tubuh akan semakin lemah. Keadaan ini

akan membuat orang mudah diserang beberapa jenis penyakit (sindrom) yang

kemungkinan tidak mempengaruhi orang dengan sistem kekebalan tubuh yang

sehat. Penyakit tersebut disebut sebagai infeksi oportunistik.

Pada awal infeksi, HIV tidak segera menyebabkan kematian dari sel yang

diinfeksinya tetapi terlebih dahulu mengalami replikasi (penggandaan), sehingga

ada kesempatan untuk berkembang dalam tubuh penderita tersebut, yang lambat

laun akan menghabiskan atau merusak sampai jumlah tertentu dari CD-4+ sel T.

Jika seseorang didiagnosis terinfeksi HIV (HIV positif), orang tersebut dapat tetap

sehat tanpa gejala klinis sehingga disebut penyakit HIV tanpa gejala. Setelah

timbul gejala, maka disebut sebagai infeksi HIV bergejala atau penyakit HIV

lanjutan. Masa antara terinfeksinya HIV dengan timbulnya gejala-gejala penyakit

(masa inkubasi) adalah 6 bulan sampai lebih dari 10 tahun, rata-rata 21 bulan pada

anak-anak dan 60 bulan pada orang dewasa (WHO, 2006).

Pasien HIV positif tidak langsung didiagnosis menderita AIDS. AIDS itu

sendiri merupakan kumpulan gejala dan infeksi akibat melemahnya sistem

3

kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV. Beberapa negara mempunyai

kriteria tertentu dalam mendiagnosis pasien AIDS. Di Amerika Serikat dan

beberapa negara lainnya, seseorang didiagnosis menderita AIDS ketika HIV

membunuh CD-4+ sel T hingga jumlah CD-4

+ sel T dalam darah kurang dari 200

sel/µL darah akibatnya kekebalan seluler menjadi hilang. Sedangkan di Kanada,

orang yang terinfeksi HIV didiagnosis menderita AIDS ketika muncul infeksi

oportunistik.

Tanpa terapi antiretroviral, rata-rata waktu infeksi HIV berubah menjadi

penyakit AIDS adalah sekitar 9 hingga 10 tahun dan rata-rata harapan hidup

penderita AIDS adalah 9,2 bulan. Bagaimanapun perkembangan klinis masing-

masing pasien bervariasi, mulai dari 2 minggu hingga 20 tahun. Banyak faktor

yang mempengaruhi perkembangan penyakit ini, misalnya kemampuan tubuh

untuk melawan HIV yang bekaitan dengan sistem imun tubuh. Pasien AIDS yang

lebih tua mempunyai sistem imun tubuh yang lebih lemah daripada pasien muda

sehingga resiko perkembangan penyakit AIDS menjadi lebih besar. Akses yang

sulit untuk mencapai pelayanan kesehatan dan kehadiran agen infeksiseperti TBC

juga dapat memperburuk perkembangan penyakit.

B. HIV(Human Immunodeficiency Virus)

Retrovirus adalah virus RNA yang mempunyai enzim reverse transcriptase.

Dengan menggunakan enzim reverse transcriptase, virus ini menggunakan RNA

sebagai cetakan untuk membuat DNA komplementer yang dapat berintegrasi

dengan DNA sel inang.

4

Gambar 1. Anatomi HIV

Infeksi awal HIV terjadi ketika virion berikatan dengan reseptor spesifik

pada sel inang. Limfosit CD-4+ dan makrofag merupakan sel-sel target primer dari

HIV. Glikoprotein gp120 pada selubung permukaan virus berikatan dengan sel

limfosit tersebut dengan afinitas yang kuat. Ikatan gp120 terhadap CD-4+ sendiri

tidak cukup menghasilkan penetrasi virus, sehingga dibutuhkan reseptor sekunder

atau ko-reseptor(Borkowsky W., 2001, Nadler JP., 2006, Raffanti S. dan Haas

DW., 2001,dan National pediatric and family HIV resource center, 1998).

Beberapa reseptor kemokin terutama reseptor CCR5 dan CXCR4 berperan

sebagai reseptor sekunder yang memfasilitasi proses masuknya virus. Peran

reseptor-reseptor kemokin ini sebagai ko-faktor dalam masuknya virus

memperjelas pengertian mengenai proses masuknya virus. Baik makrofag maupun

limfosit T memerlukan ko-reseptor, dimana makrofag CCR5 merupakan ko-

reseptornya, sedangkan CXCR4 merupakan ko-faktor bagi sel T. Setelah melekat

pada sel target, selubung virus kemudian berfusi dengan membran sel inang

sehingga virus dapat masuk. Fusi ke membran ini difasilitasi oleh interaksi dengan

protein selubung gp41(Borkowsky W., 2001, Nadler JP., 2006, Raffanti S. dan

Haas DW., 2001,dan National pediatric and family HIV resource center, 1998).

Setelah protein selubung virus berfusi dengan sel inang, virion HIV

mengalami internalisasi, RNA virus (2 rantai tunggal tiap virion) kemudian

diubah oleh enzim reversetranscriptase virus. Enzim ini memfasilitasi produksi

rantai deoxyribonucleic acid (DNA)komplementer yang akan menjadi rantai

5

ganda dan dibawa ke inti sel inang. Rantai gandaDNA berikatan pada komplek

pre-integrasi yang ditransfer melewati pori-pori inti sel dankemudian

ditranslokasikan pada tempat yang berdekatan dengan genom sel inang.

Tiruanrantai ganda DNA kemudian diintegrasikan ke dalam genom sel inang.

Langkah inimembutuhkan derivat enzim yaitu enzim integrase virus. Enzim

reverse transcriptase adalahpolimerase DNA yang bergantung RNA yang

berperan dalam memulai sintesis rantai DNAdari RNA yang kemudian dicerna

oleh RNA-ase virus. Enzim reverse transcriptase ini rentan membuat kesalahan,

disamping hal tersebut virus HIV juga kurang memiliki histon khusus yang

berfungsi memperbaiki enzim-enzim sehingga terjadi akumulasi terbentuknya

beberapa pasang basa yang salah selama replikasi HIV. Ketidakakuratan dalam

proses pengkodean ini mengakibatkan variasi urutan nukleotida yang bervariasi

antar strain yang menyebabkan heterogenitas virus yang disebut ”quasispecies

mixture”(Borkowsky W., 2001, Nadler JP., 2006, Raffanti S. dan Haas DW.,

2001,dan National pediatric and family HIV resource center, 1998).

Enzim reverse transcriptase merupakan target dari penghambat nukleosida,

nukleotida, dan non-nukleosida. Penghambat integrase HIV merupakan tujuan

berikutnya dari penelitian yang dilakukan untuk mengatasi infeksi HIV. Aktivasi

sel inang menghasilkan RNA HIV baru, yang sebagian ditranslasikan menjadi

genom dan sebagian ditranslasikan menjadi poliprotein HIV. Poliprotein ini

dipecah oleh enzim virus menjadi komponen pengatur dan struktural yang

kemudian berada disekitar RNA HIV genom yang muncul dari sel inang. Enzim

protease HIV berperan menyelesaikan pemecahan poliprotein menjadi protein

yang berfungsi secara penuh sehingga menghasilkan virion HIV baru yang matur

dan infeksius. Langkah terakhir ini merupakan langkah yang penting dalam

infeksi HIV dan merupakan target dari obat antiretroviral yaitu sebagai

penghambat protease (protease inhibitor)(Borkowsky W., 2001, Nadler JP., 2006,

Raffanti S. dan Haas DW., 2001,dan National pediatric and family HIV resource

center, 1998).

6

C. OBAT ANTIRETROVIRAL

Obat-obat antiretroviral terbagi dalam 5 kelas yang berbeda yaitu nucleoside

reverse transcriptase inhibitors (NRTI), nucleotide reverse transcriptase

inhibitors (NtRTI), non-nucleoside reverse transcriptase inhibitors (NNRTI),

protease inhibitors (PI), dan fusion inhibitors (Akib AAP., 2004).

1. Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NRTI)

Penghambat enzim reverse transcriptase adalah golongan obat pertama

yang digunakan untuk pengobatan HIV-1. Golongan obat NRTI adalah

penghambat kuat enzim reverse transcriptase dari RNA menjadi DNA yang

terjadi sebelum penggabungan DNA virus dengan kromosom sel inang. Obat ini

membutuhkan enzim kinase sel untuk membentuk zat aktifnyamelalui proses

fosforilasi intraseluler. Aksi obat yang sudah difosforilasi adalah

menghambatsecara kompetitif enzim reverse transcriptase virus dan mengakhiri

proses elongasi DNAvirus selanjutnya. Oleh karena obat-obat ini beraksi pada

tahap sebelum integrasi dalam siklushidup virus, obat ini hanya sedikit berefek

pada sel yang sudah terinfeksi secara kronis dimana DNA virus sudah tergabung

dalam kromosom sel(Raffanti S. dan Haas DW, 2001 dan WHO, 2007).

2. Nucleotide Reverse Transcriptase Inhibitor (NtRTI)

Tenofovir disoproksil fumarat merupakan nukleutida reverse transcriptase

inhibitor pertama yang ada untuk terapi infeksi HIV-1. Obat ini digunakan dalam

kombinasi dengan obat anti retrovirus lainnya. Tidak seperti NRTI yang harus

melalui tiga tahap fosforilase intraselular untuk menjadi bentuk aktif, NtRTI

hanya membutuhkan dua tahap fosforilase saja. Diharapkan berkurangnya satu

tahap fosforilase obat dapat bekerja lebih cepat dan konversinya menjadi bentuk

aktif lebih sempurna (Raffanti S. dan Haas DW, 2001 dan WHO, 2007).

3. Non Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NNRTI)

Golongan non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI) secara

spesifik menghambat aktivitas enzim reverse transcriptase dengan mengikat

7

secara langsung tempat yang aktif pada enzim tanpa aktivasi sebelumnya (WHO,

2007).

4. Protease Inhibitor (PI)

Golongan protease inhibitor (PI) menghambat enzim protease HIV yang

dibutuhkan untukmemecah prekursor poliprotein virus dan membangkitkan fungsi

protein virus. Enzimprotease penting pada tahap replikasi virus yang terjadi

setelah transkripsi DNA virus ke RNA dan translasi ke dalam protein virus.

Karena golongan PI beraksi pada langkah setelah integrasi dalam siklus virus,

maka golongan obat ini efektif dalam menghambat replikasi baik pada sel-sel

yang baru terinfeksi maupun yang sudah kronis(Borkowsky W., 2001, Raffanti S.

dan Haas DW, 2001 dan WHO, 2007).

5. Fusioninhibitor

Golongan obat ini menghambat masuknya virus HIV tipe 1 (HIV-1) ke

dalam sel target pada orang yang terinfeksi. Obat ini secara spesifik mencegah

fusi glikoprotein transmembran gp41 HIV-1 dengan reseptor CD-4+ pada sel

inang (WHO, 2007).

D. PROSES RETROTRANSKRIPSI

Setelah virus berfusi dengan permukaan sel inang, partikel yang terkandung

dalam sitoplasma virus dikeluarkan ke dalam sitoplasma sel inang di mana RNA

untai tunggal virus menjadi template untuk pembentukan DNA untai ganda yang

akan terintegrasi ke dalam genom sel inang. Hasil integrasi tersebut akan

ditrnaskripsikan menjadi mRNA yang akan menyandi protein-protein virus dan

RNA untai tunggal yang akan membentuk virus baru. Konversi dari RNA untai

ganda menjadi DNA untai ganda terintegrasi disebut retrotranskripsi (Esposito

F.et al. 2012).

Setiap HIV, mengandung dua kopi RNA untai tunggal identik yang terdiri

dari 9.7 kb yang mengkode protein struktural dan non struktural. Pada sisi 5’-end

terdapat bagian sepanjang 18 nukleotida yang merupakan primer binding site

8

(PBS), yang komplemen dengan 3’-end nukleotida dari tRNALys3 pada manusia.

Ketika tRNA terhibridisasi pada PBS, maka reverse transcriptase akan

mengawali sintesis untai (-) DNAnascent dengan RNA virus sebagai template.

Elongasi tRNA menuju sisi 5’-end dari RNA akan menghasilkan untai (-)

DNAnascent. Hasil hibridisasi RNA dan untai (-) DNA nascent tersebut

merupakan substrat dari RNase H yang akan mendegradasi RNA dari hibrid

tersebut. Untai (-) DNA nascent selanjutnya akan menempel pada R region dari

RNA dan akan terjadi perpanjangan DNA dimulai dari sisi 3’-end (Esposito F.et

al. 2012).

Gambar 2. Proses retrotranskripsi pada HIV (Esposito F. et al. 2012)

Ketika sintesis berjalan, RNase H mendegradasi RNA pada beberapa titik.

Polypurine tract (PPTs) resisten terhadap RNase H sehingga tetap terhibridisasi

dengan untai (-) DNA nascent. PPT tersebut selanjutnya akan menjadi primer

pada sintesis untai (+) DNA. Perpanjangan DNA terjadi hingga sisi 5’-end dari

untai (-) DNA yang berlanjut hingga 18 nukleotida dari PBS sebagai template.

9

Basa ke-19 dari sisi 3’-end tRNALys3 merupakan methyl A akan mengeblok

kerja dari reverse transcriptase dan menghentikan sintesis untai (+) DNA. RNase

kemudian akan mendegradasi bagian RNA dari hibrid yang terbentuk sehingga

sisi PBS dari untai (+) DNA akan dapat terhibridisasi dengan sisi PBS dari untai

(-) DNA. Kemudian akan terjadi sintesis bidirectional untuk melengkapi DNA

untai ganda yang akan terdiri dari 90 nukleotida pada masing-masing untainya.

PPT selanjutnya akan didegradasi oleh endonuklease-1 (Esposito F.et al. 2012).

E. STRUKTUR DAN FUNGSI REVERSE TRANSCRIPTASE

Reverse transcriptase oleh sebuah enzim protease dipecah menjadi 2

subunit protein yaitu p66 dan p51 yang membentuk heterodimer asimetrik.

Analisis struktur kristal dari reverse transcriptase menunjukkan bahwa p66 terdiri

dari 2 domain yaitu polimerase dan RNase H. Domain polimerase berbentuk

seperti tangan kanan terdiri dari subdomain yang berbentuk seperti jari (residu 1-

85 dan residu 118-155), telapak tangan (residu 86-117 dan 156-237), serta ibu jari

(residu 238-318). Sisi aktif polimerase terdapat pada tengah antara subdomain

telapak tangan, jari dan ibu jari. Subunit p66 juga terdiri dari subdomain konektor

(residu 319-426) dan domain RNase (residu 427-560). Subunit p51 tidak memiliki

domain RNase dan memili 4 domain yang sama dengan p66, namun terlipat

dengan cara yang berbeda dengan p66. Oleh karena itu, p51 tidak memiliki

aktivitas enzimatik. Fungsi dari p51 adalah untuk membuat p66 berada pada

lipatan yang tepat sehingga bisa menjalankan semua aktivitas katalitiknya

(Esposito F.et al. 2012).

Gambar 3. Struktur reverse transcriptase

10

Keterangan gambar : domain p66 (berwarna), domain p51 (abu-abu), subdomain jari

(magenta), subdomain telapak tangan (cyan), subdomain ibu jari (biru), domain konektor

(orange), domain RNase (kuning). 3 katalitik residu asam aspartat (D110, D185 dan D186)

terletak pada subdomain telapak tangan yang berikatan dengan ion Mg2+ (merah). Domain

RNase terletak pada daerah C-terminus dari p66, berjarak 60Å dari sisi aktif polimerase.

Sisi aktif RNase terdiri dari residu karboksilat dari D443, E478, D498 dan D549 yang dapat

berikatan dengan Mg2+(Esposito F.et al. 2012).

Reverse transcriptase dapat berikatan dengan substrat asam nukleat pada 2

orientasi yaitu RNase H dan polimerase. Kedua orientasi tersebut berada pada

kesetimbangan yang dinamis, dapat secara spontan dan cepat berganti orientasi

tanpa harus berpisah dengan substrat. Reverse transcriptase bertanggung jawab

terhadap aktivitas yang terjadi dalam proses retrotranskripsi seperti sintesis DNA,

aktivitas RNase, strand transfer dan strand displacement synthesis(Esposito F.et

al. 2012).

F. MEKANISME AKSI NUCLEOSIDE REVERSE TRANSCRIPTASE

INHIBITOR

Obat golongan NRTI untuk dapat menghambat kerja dari enzim reverse

transcriptase harus difosforilasi dengan kinase seluler untuk membentuk derivat

triphosphate. Semua NRTI memiliki mekanisme aksi yang sama, sekali

teraktivasi dalam bentuk triphosphate nya, mereka akan dapat berikatan dengan

primer yang tumbuh, berkompetisi dengan dNTP natural, dan mengakhiri sintesis

DNA karena tidak adanya gugus 3’-hydroxyl. Oleh karena itu, sekali senyawa

NRTI terintegrasi ke dalam DNA, maka mereka akan mencegah integrasi

nukleotida lebih lanjut. Yang menarik adalah ketika HIV reverse transcriptase

menggunakan senyawa NRTI sebagai substrat, DNA polimerase dari sel tidak

dapat berikatan dengan mereka dengan afinitas yang sama (Esposito F.et al.

2012) sehingga menjamin selektivitas kerjanya.

11

Gambar 4. Mekanisme aksi NRTI sebagai chain terminator

Keterangan gambar : reverse transcriptase (lingkaran berwarna hijau pucat), PBS binding

site (cyan), nucleotide binding site (putih), template RNA (biru), untai (-) DNA (ungu),

NRTI triphosphate (hijau) akan berkompetisi dengan dNTP natural, terintegrasi dengan

DNA dan mencegah elongasi karena tidak adanya gugus 3’-hydroxyl (Esposito F.et al.

2012)

Adanya resistensi terhadap obat NRTI melibatkan 2 mekanisme yaitu NRTI

discrimination yang akan mengurangi kecepatan integrasi NRTI terhadap DNA

dan NRTI excision yang menghalangi proses terminasi primer. Sebagai contoh

dari NRTI discrimination adalah adanya hambatan sterik seperti pada kasus

mutasi M184V dan lamivudine, di mana substitusi sisi aktif menjadi valin

menyebabkan adanya kontak sterik dengan cincin oxathiolane dari lamivudine

triphosphate sehingga mencegah aktivitas katalitiknya. Mutasi pada sisi aktif

nukleosida seperti K65R, T69D, L74V, V75T yang berlokasi pada subdomain jari

p66, juga dilaporkan menyebabkan NRTI discrimination antara NRTI

triphosphate dengan dNTP natural (Esposito F.et al. 2012).

12

Gambar 5. Residu asam amino yang terlibat dalam RTI binding

Keterangan gambar : domain p66 (hijau), domain p51 (abu-abu), residu katalitik dari sisi aktif polimerase dan RNase (kuning), NRTI berinteraksi dengan residu yang dekat dekat

sisi aktif polimerase (biru) (Esposito F.et al. 2012)

G. EMTRICITABINE

Emtricitabine digunakan dalam bentuk kombinasi dengan obat

antiretroviral yang lain dalam terapi infeksi HIV. Menurut WHO, 2013,

emtricitabine bersama dengan tenofovir disoproxil fumarate dan efavirens

merupakan first line therapy antiretroviral pada orang dewasa, wanita hamil dan

menyusui, serta anak di atas usia 10 tahun atau memiliki berat badan ≥ 35 kg.

Emtricitabine termasuk ke dalam golongan NRTI (nucleoside reverse

transcriptase inhibitor). Emtricitabine merupakan analog nukleosida sintetik

cytidine yang beraksi secara spesifik terhadap human immunodeficiency virus

(HIV-1 dan HIV-2) dan hepatitis B virus (HBV). Obat ini difosforilasi oleh enzim

seluler menghasilkan emtricitabine 5’-triphosphate yang akan berkompetisi

dengan susbtrat asli deoxycytidine 5’-triphosphate untuk berikatan dengan enzim

reverse transcriptase dan menghasilkan reaksi terminasi pada pembentukan DNA.

Emtricitabine merupakan inhibitor yang lemah terhadap DNA polimerase (Gilead,

2003).

13

NH2

F

HOS

O

O

N

N

1'

5'

4'3'

2'

(a)

NH2

O S

O

O

N

N

P

O

P

O

P

HO

O

O

O

OH

HO

HO

F

5'

2'

(b)

NH2

O

O

O

N

N

PO

P

O

P

OH

O

O

O

OH

OH

OH

1'2'

3'4'

5'

HO

(c)

Gambar 6. Emtricitabine, hasil fosforilasi, dan kompetitornya

Keterangan gambar : Emtricitabine (a), Emtricitabine 5’-triphosphate (b), 2-

Deoxycytidine 5;-triphosphate (c)

Emtricitabine digunakan sebagai pengganti lamivudine terkait adanya

resistensi M184V (mutasi methionin menjadi valin pada kodon 184) yang

dihasilkan oleh lamivudine pada enzim reverse transcriptase (WHO, 2012).

Emtricitabine diketahui memiliki kecenderungan yang lebih rendah untuk dapat

memunculkan resistensi tersebut berdasarkan uji secara in vitro (Svicher V.et al.

2010). Emtricitabine telah diketahui memiliki ekivalensi secara farmakologi dan

clinical interchangeability terhadap lamivudine. Review telah dilakukan melalui

14

studi preklinik, efikasi dan keamanan, kemungkinan munculnya resistensi,

perbandingan analisis harga dan ketersediaan obat (WHO, 2012).

Gambar 7. Lamivudine

Berdasarkan pada studi in vitro, emtricitabine diklaim superior terhadap

lamivudine oleh Gilead Sciences :

− Waktu paruh intrasel yang lebih lama dibanding lamivudine (39 jam vs

15-22 jam)

− Potensi yang lebih besar dibanding lamivudine (EC50 rata-rata 11

kalinya, dan kira-kira 3 kali pada dual infection)

− Inhibisi replikasi virus yang lebih baik jika digunakan bersama dengan

tenovofir disoproxil fumarate bila dibandingkan dengan kombinasi

lamivudine dan tenovofir disoproxil fumarate

− Sinergi yang lebih baik dengan tenofovir tenovofir disoproxil fumarate

dibanding lamivudine

− Afinitas ikatan yang lebih besar terhadap reverse transcriptase dan

afinitas lebih kecil terhadap DNA polimerasi mitokondria bila dibanding

lamivudine

Emtricitabine tidak menghambat metabolisme obat oleh isoenzim CYP450

seperti 1A2, 2A6, 2B6, 2C9, 2C19, 2D6 dan 3A4. Emtricitabine juga tidak tidak

menghambat kerja enzim uridine-5’-diphosphoglucuronyl transferase, yaitu

enzim yang bertanggung jawab dalam proses glukuronidasi. Namun demikian,

dalam tubuh emtricitabine dimetabolisme secara terbatas. Biotransformasi dari

emtricitabine terjadi pada gugus thiol melalui proses oksidasi sehingga dihasilkan

15

3’-sulphoxide diastereomers (± 9% dosis) dan konjugasi dengan asam glukuronat

membentuk 2’-O-glukuronida ((± 4% dosis) (Gilead, 2003).

(a) (b)

Gambar 8. Hasil biotransformasi Emtricitabine

Keterangan gambar : Emtricitabine 3’-sulphoxide (a), Emtricitabine 2’-O-glukuronida (b)

16

DAFTAR PUSTAKA

Akib AAP., 2004, Infeksi HIV pada bayi dan anak, Sari Pediatri, 6:1:1-14

Borkowsky W., 2001, Acquired immunodefficiency syndrome (AIDS) and

humanimmunodefficiency virus (HIV) in: Katz SL, Gershon AA, Hotez PJ,

editors, Krugman’sinfectious diseases of children, 10th edition, St Louis:

Mosby-Year Book Inc., p. 1-24

Coffin, J, Haase, A.,Levy J.A, Montagnier L. Orozian,S. Teich N. Temin, H,

Toyoshima.K, Varmus, H. Vogt, P and weiss, R.A, 1986, what to call the

AIDS virus

Department of Health and Human Servives Panel on Clinical practices for

treatment of HIV infection, 2005 “ Guidlines for the use of Antiretroviral

Agents in HIV-1-Infected Adults an Adolescents”

Esposito F., Corona A., and Tramontano E., 2012, HIV-1 Reverse Transcriptase

Still Remains a New Drug Target: Structure, Function, Classical Inhibitors,

and New Inhibitors with Innovative Mechanisms of Actions, Review

Article, Molecular Biology International, Vol. 2012, Hindawi Publishing

Corporation

Gilead, 2003, Summary of product characteristics of Emtriva, diakses dari

http://www.ema.europa.eu/docs/en_GB/document_library/EPAR_-

_Product_Information/human/000533/WC500055586.pdf

Guss D.A 1994, The Aquired immuno deficiency syndrome, “An overview for the

emergency physcian, Part 1, J. Emerg. Med, 12 (3) PubMed

Holmes, C.B.,Losina, E. walensky, R.P.,Yazdanpanah, Y.,Freedberg,K.A, 2003

“Review of Human immunodeficiency virus type 1-related opportunistic

infections in sub-saharan Africa”

Jenny Page, Maylani Louw, Delene Pakkiri, Monica Jacobs, 2006. Working with

HIV/AIDS. Cape Town: Juta Legal and Academic Publisher

Jonathan Richard Hughes, 2002, HIV, structure, Life cycle, and Pathogenecity.

Morgan.,D. Mahe,C. Mayanja,B.,Okongo, J, M.,Lubega,R. and whitworth J.A,

2002, “HIV-1 infection in rural Africa: Is there a difference in median time

to AIDS and survival compared with that in industrialized countries”

National pediatric and family HIV resource center, 1998, Antiretroviral therapy

and medicalmanagement of pediatric HIV infection, Pediatrics, 102:1005-

63

Nadler JP., 2006, Pathophysiology of HIV infection, diakses dari

http://www.faetc.org/PDF/Primary_Care_Guide/Chapter_03-

Pathophysiology.pdf

Raffanti S. and Haas DW.,2001, Antiretroviral agents in: Hardman JG, Limbird

LE, Gilman AG editors, Gooman & Gilman’s the pharmacological basis of

17

therapeutics, 10th edition, NewYork: Mcgraw-Hill Medical Publishing

Division, p. 1349-73

Svicher V., Alteri C., Artese A., Forbici F., Santoro MM., Schols D., Laethem

KV., Alcaro S., Costa G., Tommasi C., Zaccarelli M., Narciso P., Antinori

A., Silberstein FC., Balzarini J., and Perno CF., 2010, Different Evolution

of Genotypic Resistance Profiles to Emtricitabine Versus Lamivudine in

Tenofovir-Containing Regimens, J. Acquir Immune Defic Syndr, Vol. 55,

No. 3

WHO, 2006, Progress on global access to HIV antiretroviral therapy: a report on

"3 by 5" and beyond

WHO, 2007, Antiretroviral therapy for HIV infection in infants andchildren:

toward universal access, recomendations for a public health approach,

Geneva, p. 1-143

WHO, 2012, Pharmacological equivalence and clinical interchangeability of

lamivudine and emtricitabine: a review of current literature, Technical

update on treatment optimization, Geneva, p. 4-6

WHO, 2013, Consolidated guidelines on the use of antiretroviral drugs for

treating and preventing HIV infection, recommendations for a public health

approach, Chapter 7, p. 90-151