Erlangga Aba Mujahidah

21
“NEO TRADISIONALISME” ABDURRAHMAN WAHID & MUH. ABID AL-JABIRI (Studi Tematik Pemikiran Islam Modern dan Kontemporer) Makalah Disajikan untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah dan Pemikiran Islam (SPI) Dosen DR. Halid Alkaf, M.Ag. Oleh Erlangga Aba Mujahidah NPM: 41189901130055 1 | Neo Tradisionalisme Gusdur & M. Abid Al- Jabiri

Transcript of Erlangga Aba Mujahidah

“NEO TRADISIONALISME”

ABDURRAHMAN WAHID & MUH. ABID AL-JABIRI

(Studi Tematik Pemikiran Islam Modern dan

Kontemporer)

Makalah

Disajikan untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah dan

Pemikiran Islam (SPI)

Dosen

DR. Halid Alkaf, M.Ag.

Oleh

Erlangga Aba MujahidahNPM: 41189901130055

1 | N e o T r a d i s i o n a l i s m e G u s d u r & M . A b i d A l -J a b i r i

MAGISTER PENDIDIKAN ISLAM

KONSENTRASI MANAJEMEN PENDIDIKAN

TAHUN AKADEMIK GENAP 2013/2014

UNIVERSITAS ISLAM “45” BEKASI

BEKASI 1435 H / 2014 M

Kata Pengantar

Pujian hanyalah milik Alloh Subhanahu Wa Ta’ala,

hanya kepadaNya kita beribadah dan hanya kepadaNya kita

memohon pertolongan. Ya Alloh tunjukanlah kepada kami

jalan yang lurus, mudah-mudah kita semua selalu berada

pada jalan yang diridhoiNya. Amin.

Makalah ini di buat berdasarkan tugas mata kuliah

Sejarah dan Pemikiran Islam. Berisi tentang Studi

Tematik Pemikiran Islam Maodern dan Kontemporer;

Pemikiran Islam Abdurrahman Wahid & Muhammad Abid Al-

Jabiri “NEO TRADISIONALISME”. Semoga dengan adanya

makalah ini dapat membantu teman-teman dalam mencari

informasi tentang pemikiran Islam “Neo Tradisionalisme”

Abdurrahman Wahid dan M. Abid Al-Jabiri.

Dalam kesempatan ini juga saya ucapkan terima kasih

kepada DR. Halid Alkaf, M.Ag, yang  telah membimbing,

serta para penulis blog dan makalah di dunia maya yang

telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.

2 | N e o T r a d i s i o n a l i s m e G u s d u r & M . A b i d A l -J a b i r i

Demikian makalah ini saya buat, kritik saran guna

perbaikan makalah ini sangat saya harapkan.

Wassalamu’alaikum warohmatullohi wabarokatuh.

Bekasi, 30 Mei 2014

Permasalahan

Munculnya gerakan modernisme menyebabkan para

pengamat keislaman membagi umat Islam Indonesia menjadi

dua kelompok, yaitu kaum modernis dan kaum

tradisionalis. 

Kaum tradisionalis di Indonesia terstimulasi untuk3 | N e o T r a d i s i o n a l i s m e G u s d u r & M . A b i d A l -J a b i r i

membentuk organisasi. Pada tahun 1917 K.H. Abdul Halim

di Majalengka mendirikan Persyarikatan Ulama (sejak 1952

bernama Persatuan Umat Islam atau PUI). Lalu pada 31

Januari 1926 (17 Rajab 1344) di Surabaya lahir

Nahdlatul-`Ulama (NU) yang didirikan K.H. Hasyim Asy`ari

(1871±1947). Kemudian menyusul dua organisasi di

Sumatera, yaitu Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) di

Minangkabau pada tanggal 5 Mei 1928 (15 Dzulqa`dah

1346), serta Jam`iyyahal-Washliyyah di Medan pada

tanggal 30 November 1930 (9 Rajab 1349). Semua

organisasi kaum tradisionalis ini mempertahankan mazhab

Syafi`i. Gerakan-gerakan modernisme Islam oleh beberapa

pengamat dinilai telah kehilangan semangat

pembaharuannya, karena terlalu sibuk mengelola amal

usaha dan kegiatan rutin lainnya, sehingga kurang

tanggap terhadap masalah-masalah baru yang dihadapi umat

Islam.1

Pada makalah ini penulis akan menguraikan biografi

singkat dua tokoh pembaru pemikiran Islam “neo-

tradisionalisme” Abdurrahman Wahid dan Muhammad Abid Al-

Jabiri serta pemikiran keduanya, Pluralisme ala Gus Dur

dan Kritik Pemikiran Arab M. Abid Al-Jabiri.

1 http://raudlatina.blogspot.com/2012/03/makalah-islam-dan-modernitas.html, pada Mei 20144 | N e o T r a d i s i o n a l i s m e G u s d u r & M . A b i d A l -J a b i r i

Metodologi Penulisan

Sebagaima telah saya uraikan pada kata pengantar,

makalah ini saya sampaikan untuk memenuhi salah satu

tugas mata kuliah Sejarah dan Pemikiran Islam (SPI)

tahun ajaran 2013/2014 dosen Dr. Halid Alkaf, M.Ag,

dengan bobot mata kuliah 3 SKS.

Dalam penyusunan makalah ini penulis menggunakan

metode Sejarah Bibliografis untuk mencari, menganalisa,

membuat interpretasi serta generalisasi dari fakta-fakta

yang merupakan pendapat para ahli dalam suatu masalah

atau suatu organisasi.2 Langkah-langkah dalam penyusunan

makalah ini adalah: pertama, penulis mengumpulkan

beberapa tulisan yang merupakan hasil pemikiran dan ide

yang telah ditulis oleh pemikir-pemikir, kedua, penulis

menuliskan kembali hasil pemikiran dan ide tersebut

2 Moh. Nazir, Ph.D., Metode Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia,1999) hal. 61-625 | N e o T r a d i s i o n a l i s m e G u s d u r & M . A b i d A l -J a b i r i

dengan sedikit memberikan ringkasan pada akhir makalah

ini.

Sumber data yang penulis dapat lebih banyak didapat

dari internet karena kondisi zaman dan teknologi

komunikasi terkini mengharuskan penulis mengikuti zaman

terkini.

Pembahasan

“NEO TRADISIONALISME”

Diantara tokoh pembaharu Islam “neo-tradisionalisme”

adalah Abdurrahman Wahid dan M. Abid Al-Jabiri. Sebelum6 | N e o T r a d i s i o n a l i s m e G u s d u r & M . A b i d A l -J a b i r i

kita membahas pemikiran Islam “neo-tradisionalisme” saya

akan uraikan biografi singkat kedua tokoh tersebut:

1. Abdurrahman Wahid

Abdurrahman Wahid dilahirkan di Jombang Jawa Timur

pada tanggal 4 Agustus 1940. Ayahnya adalah KH Wahid

Hasyim, putra pendiri NU H{adratus Shaykh KH Hasyim

Asy’ari yang masa hidupnya pernah menjadi ketua

PBNU, salah seorang penanda tangan piagam Jakarta,

serta Meteri Agama pada kabinet Hatta, Natsir, dan

Sukiman. Sedang ibunya adalah putri KH Bisri

Syamsuri, seorang yang semasa hidupnya pernah jadi

Rais ‘Am PBNU. Dengan demikian, maka Abdurrahman

Wahid dilahirkan di tengah-tengah orbit tokoh santri

sehingga dia mempunyai keunggulan komparatif dan

askriptif yang jarang dimiliki tokoh Islam lain.

Nama lengkap Gus Dur adalah Abdurrahman al-Dakhil.

Al-Dakhil secara leksikal berarti sang penakluk,

sebuah nama yang diambil oleh ayahnya dari seorang

perintis dinasti Bani Umaiyyah yang telah

menancapkan tonggak kejayaan Islam di Spanyol

berabad silam. Dalam nama al-Dakhil tersebut

terkandung sebuah harapan (tafa’ul) dari ayahnya agar

Gus Dur menjadi seorang penakluk. Tampaknya, harapan

tidaklah sia-sia, karena Gus Dur mampu

merealisasikan harapan itu. Dia sekarang telah

menjadi penakluk, meski ayahnya tidak sempat

melihatnya karena semasa Gus Dur berusia 13 tahun7 | N e o T r a d i s i o n a l i s m e G u s d u r & M . A b i d A l -J a b i r i

ayahnya wafat. Pendidikan Gus Dur dimulai di

keluarganya sendiri, kemudian dia sekolah SMEP di

Yogyakarta. Ketika di SMEP tersebut Gus Dur banyak

membaca buku-buku yang sulit dipahami bahkan oleh

orang-orang dewasa terpelajar sekalipun,

seperti What is to be done? karya Lenin yang

diinggriskan, Captain’s Doughter, oleh Turgenev, atau

karya monumental Marx, Des Capital. Kemudian, Gus Dur

melanjutkan pendidikannya di pesantren Tegalrejo

Magelang Jawa Tengah selama tiga tahun sejak tahun

1956 dengan asuhan langsung KH Chudlori. Dari

Tegalrejo, dia pindah ke Tambakberas Jombang selama

empat tahun (1959-1963). Pada tahun 1964-1966, dia

melanjutkan studinya ke Universitas al-Azhar Kairo

Mesir pada Department of Higher Islamic and Arabic Studies.

Selepas dari Mesir, dia sempat kuliah di Universitas

Baghdad sampai tahun 1970. Pada tahun 1970, Gus Dur

kembali ke Indonesia dan menetap di Jombang. Dari

tahun 1973-1974, dia menjadi dosen sekaligus dekan

fakultas Ushuludin Unhasy Jombang. Kemudian, ia

menjadi sekretaris Pesantren Tebuireng Jombang. Pada

tahun 1978, dia pindah ke Jakarta. Dia mendirikan

pesantren Ciganjur sekaligus menjadi pengasuh

pesantren itu. Pada tahun itu juga, Gus Dur menjadi

ketua DKJ. Selain itu, dia pernah menjabat sebagai

ketua umum PBNU (1984-1999), ketua Forum Demokrasi,

8 | N e o T r a d i s i o n a l i s m e G u s d u r & M . A b i d A l -J a b i r i

dan ketuaWorld Conference on Religion and Peace (WCRP). Gus

Dur menjadi presiden RI keempat pada tahun 1999.3

Gus Dur meninggal pada tanggal 30 Desember 2009.

2.M. Abid Al-Jabiri

Muhammad Abid Al Jabiri adalah dosen filsafat dan

pemikiran Islam di Fakultas Sastra, Universitas

Muhammad V, Rabat, Maroko. Dilahirkan di Figuig,

Maroko Tenggara, tahun 1936. Beliau pertama kali

masuk sekolah agama, kemudian sekolah swasta

nasional (madrasah hurrah wathaniah) yang didirikan

oleh gerakan kemerdekaan. Dari tahun 1951-1953,

beliau belajar disekolah lanjutan setingkat dengan

SMA milik pemerintahan Casablanca. Seiring dengan

kemerdekaan Maroko, beliau melanjutkan pendidikan 

sekolah tingginya setingkat diploma pada Sekolah

Tinggi Arab dalam bidang Ilmu Pengetahuan

(science section). Pada tahun 1959 Al-Jabiri memulai

studi filsafat di Universitas Damaskus, Syria,

tetapi satu tahun kemudian beliau masuk di

Universitas Rabat yang baru didirikan. Pada tahun

1967 beliau menyelesaikan ujian Negara dengan

tesisnya yang berjudul, “The Philosophy of History

of Ibn Khaldun” , (filsafat al-tarikh ‘inda Ibn

Khaldun dibawah bimbingan M. Aziz Lahbabi). Dan

menyelesaikan program doktornya pada almamater yang

3 NN dalam http://www.reocities.com/HotSprings/6774/j-30.html, padaMei 20149 | N e o T r a d i s i o n a l i s m e G u s d u r & M . A b i d A l -J a b i r i

sama pada tahun 1970,  dengan disertasi berjudul

“Fikr Ibn Khaldun al-Asabiyyah wa ad-Daulah: Ma’alim

Nazariyyah Khalduniyyah fi at-Tarikh al-Islami”

(Pemikiran Ibn Khaldun. Asabiyah dan Negara: Rambu-

Rambu Paradigmatik Pemikiran Ibn Khaldun dalam

Sejarah Islam).4

Menurut Nor Cholish Madjid, slogan paham modernisme,

yaitu kembali pada Al Quran dan penentangan terhadap

tradisi memiliki efek penolakan atas warisan khazanah

islam klasik. Sehingga, lanjut madjid, hal ini lah yang

mengakibatkan modernisme kekeringan intelektual.5

Modernisme bukan sesuatu yang harus ditolak. Tetapi,

dengan modernisme juga, bukan berarti alam pemikiran

tradisional harus dikesampingkan. Bahkan, dalam beberapa

hal dua pemikiran ini saling seiring dan sejalan.6

Munculnya pemikiran Islam “neo-tradisionalisme” membuat

bertambahnya khazanah keilmuan pemikiran Islam, berikut

diantara pemikikiran Gus Dur dan M. Abid Al-Jabiri;4 Muhammad ‘Abid Al-Jabiri, Kritik Pemikiran Islam Wacana BaruFilsafat Islam, alih bahasa, Burhan, (Yogyakarta: Fajar PustakaBaru, 2003), dalam pengantar, hlm. vi-viii, dikutip darihttp://syafieh.blogspot.com/2013/03/epistemologi-islam-muhammad-abid-al.html#ixzz32c42PF8k pada bulan Mei 20145 Ahmad Amir Aziz, Neo Modernisme Islam di Indonesia, (Jakarta: RinekaCipta, 1999), hal. 7, dikutip oleh Miftah Arifin, Neo ModernismeIslam pada http://madurapost.blogspot.com/2013/04/neo-modernisme-islam-indonesia_20.html pada Mei 20146 Zuli Qodir, Pembaharuan Pemikiran Islam, Wacana Dan Aksi Islam diIndonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), hal. 67, dikutip olehMiftah Arifin, Neo Modernisme Islam padahttp://madurapost.blogspot.com/2013/04/neo-modernisme-islam-indonesia_20.html, pada bulan Mei 201410 | N e o T r a d i s i o n a l i s m e G u s d u r & M . A b i d A l -J a b i r i

1. Pluralisme ala Gus Dur7

Menurut Gus Dur berdirinya negara Indonesia ini,

lebih disebabkan oleh adanya kesadaran berbangsa

daripada faktor ideologi Islam, dan inilah

kenyataan yang harus diterima secara obyektif.

Pandangan ini dikemukakan karena Gus Dur melihat

bahwa kondisi obyektif ini belum dipahami secara

tuntas oleh sebagian kalangan pergerakan Islam di

Indonesia. Karena itulah, dia berpendapat bahwa

ajaran Islam lebih baik ditempatkan sebagai

komponen yang membentuk dan mengisi kehidupan

bermasyarakat warga negara kita. Fungsi ini

disebut dengan komplementer.

Gus Dur dalam hal ini tampaknya mencari jalan

keluar dari pergumulan antara doktrin-doktrin

Islam dan umatnya. Dengan memakai pola pemikiran

neomodernisme, dia mencari penyelesaian dengan

kembali pada jalan pemikiran tradisionalis Islam

yang lunak dan lentur sebagai basis usaha-usaha

penyelesaian di masa kini dan masa depan. Dari

pendapat ini, maka jelas Gus Dur menolak sifat

mutlak-mutlakan. Dengan demikian, maka

sesungguhnya Gus Dur lebih mencari jalan tengah

atau pola pemikiran wasathan. Pemikiran inilah

7 Abd. Haris, Abdurrahman Wahid telaah atas ide neo-modernisme, dalamhttp://www.reocities.com/HotSprings/6774/j-30.html, pada bulan Mei201411 | N e o T r a d i s i o n a l i s m e G u s d u r & M . A b i d A l -J a b i r i

yang sampai sekarang secara konsisten

diperjuangkan.

Pendekatan yang digunakan Gus Dur dalam usaha

menampilkan citra Islam ke dalam kehidupan

kemasyarakatan adalah pendekatan sosio-kultural.

Pendekatan ini mengutamakan sikap mengembangkan

pandangan dan perangkat kultural yang dilengkapi

oleh upaya membangun sistem kemasyarakatan yang

sesuai dengan wawasan budaya yang ingin dicapai

itu. Pendekatan ini lebih mementingkan aktifitas

budaya dalam konteks pengembangan lembaga-lembaga

yang dapat mendorong transformasi sistem sosial

secara evolutif dan gradual. Pendekatan seperti

ini dapat mempermudah masuknya ‘agenda Islam’ ke

dalam ‘agenda nasional’ bangsa secara

inklusifistik .

Menurut Din Syamsudin, pemikiran Gus Dur

sebagaimana diuraikan di atas lebih tepat sebagai

pemikiran yang bersifat substantivistik.

Menurutnya, dengan pendekatan substantivistik

dalam islamisasi Indonesia membuka ruang bagi

terjadinya pribumisasi Islam (domestication of

Islam), usaha mewujudkan nilai-nilai universal

Islam ke dalam kultur bangsa Indonesia yang

beragam. Dalam konteks ini pula kultur Islam

harus dipandang hanya sebagai salah satu dari

sekian banyak kultur bangsa. Ia hanya bersifat12 | N e o T r a d i s i o n a l i s m e G u s d u r & M . A b i d A l -J a b i r i

komplementer terhadap kultur Indonesia secara

keseluruhan. Dengan pemikiran ini diharapkan

masyarakat muslim mempunyai kesadaran kebangsaan,

termasuk bahwa negara Indonesia harus dibangun

atas dasar kesadaran ini. Implikasi dari

implementasi pemikiran Gus Dur ini adalah adanya

pluralisme.8

2. Pemikiran Islam ala M. Abid Al-Jabiri9

Pada decade 50-an, ketika masih kuliah di

Universitas Muhammad V, Jabiri banyak membaca dan

mempelajari ajaran Marxisme yang memang tumbuh

subur di dunia Arab saat itu. Ia bahkan mengaku

sebagai seorang yang mengagumi ajaran Marx.

Kenyataan ini bukanlah sesuatu yang aneh. Sebagai

seseorang ynag lahir dan tumbuh di negara bekas

protektoriat Prancis, al-jabiri tidak kesulitan

untuk mengakses buku atau pemikiran berbahasa

Prancis, termasuk pemikiran kaum strukturalis.

post-strukturalis maupun post-modernis  yang

rata-rata lahir di Prancis. Akan tetapi Ia

kemudian meragukan efektifitas pendekatan Marxian

dalam konteks sejarah pemikiran Islam.10

8 Plu.ra.lis.me; keberadaan masyarakat yang majemuk (bersangkutan dengan sistem sosial dan politiknya), baca KAMUS BESAR BAHASA INDONESIA, hal.8839 NN dalam http://syafieh.blogspot.com/2013/03/epistemologi-islam-muhammad-abid-al.html#ixzz32c42PF8k pada bulan Mei 201410 A. Khudori Soleh, M. Abid Al-Jabiri Model Epistemologi Islam,dalam, A. Khudori Soleh, (edt), Pemikiran Islam Kontemporer,(Yogyakarta: Jendela, 2003), hlm. 232 oleh NN, ibid13 | N e o T r a d i s i o n a l i s m e G u s d u r & M . A b i d A l -J a b i r i

Berdasarkan metode yang digagasnya, al-Jabiri

mulai meneliti tentang kebudayaan dan pemikiran

Islam. Namun, dalam hal ini dia membatasi diri

hanya pada Islam-Arab, pada teks-teks yang

ditulis dengan bahasa Arab, tidak mencakup teks-

teks non-Arab seperti teks-teks Persia, meski

ditulis oleh cendikiawan muslim. Selain itu Ia

juga membatasi diri pada persoalan epistemologi,

yakni mekanisme berfikir yang mendominasi

kebudayaan Arab dalam babak-babak tertentu.

Karena itu, karya-karya al-Jabiri tidak akan

membahas persoalan-persoalan seperti, ortodoksi,

wahyu, mitos, imajiner, symbol atau persoalan

teologis yang lain seperti yang dominant terdapat

dalam karya-karya tokoh lain contohnya Arkoun.11

Proyek al-Jabiri yang sangat monumental adalah

Naqd al-‘Aql al-‘Arabi (kritik nalar arab).12

Mungkin menjadi pertanyaan dalam bentuk kaum

muslimin mengapa buku tersebut “Nalar Arab” bukan

“Nalar Islam”. Al-Jabiri tidak menjelaskan

posisinya mengapa memakai sebutan “Nalar Arab”,

bukan “Nalar Islam”, selain alasan-alasan bahwa

literature-literatur yang digelutinya adalah

literatur klasik berbahasa Arab dan lahir dalam

11 ibid12 Muhammad Abed Al-Jabiri, Bunyah al-‘Aql al-‘Arabi, (Beirut: al-Markaz al-Tsaqafi al-Arabi, 1991). Oleh NN, ibid14 | N e o T r a d i s i o n a l i s m e G u s d u r & M . A b i d A l -J a b i r i

lingkungan geografis, cultural, dan social-

politik masyarakat Arab.13

Dalam buku tersebut al-Jabiri menjelaskan, bahwa

apa yang dikatakan oleh teks dan apa yang tidak

dikatakan (not-said), dalam pandangannya,

merefleksikan ketegangan antara beberapa jenis

nalar yang muncul saat itu. Dan ini penting bagi

al-Jabiri yang ingin menjadikan teks tersebut

sebagai titik tolak bagi kemunculan apa yang

disebutnya sebagai nalar bayani14, ‘irfani15 dan

burhani16. Kritik nalar Arab ini terbagi atas dua13 Muhammad Abed Al Jabiri, Post Tradisionalisme Islam, Terj, AhmadBaso, (Yogyakarta: LKiS, 2000), kata pengantar, hlm. Xxviii, olehNN, ibid14 bayan mempunyai dua arti (1) sebagai aturan penafsiran wacana,(2) sebagai syarat-syarat memproduksi wacana. Berbeda dengan maknaetimologi yang telah ada sejak awal peradaban Islam, maknaetimologis ini baru lahir belakangan, yakni pada masa kodifikasi(tadwin). Bayani adalah metode pemikiran khas Arab yang menekankanotoritas teks (nash), secara langsung atau tidak langsung. Secaralangsung artinya memahiami teks sebagai pengetahuan jadi danlangsung mengaplikasikannya tanpa perlu pemikiran; secara tidaklangsung berarti memahami teks sebagai pengetahuan mentah sehinggaperlu tafsir dan penalaran. Meski demikian, hal ini bukan berartiakal atau rasio bisa bebas menentukan makna dan maksudnya, tetapitetap harus bersandar pada teks.15 Irfan dari kata dasar bahasa Arab ‘arafah semakna denganmakrifat berarti pengetahuan. Tapi ia berbeda dengan ilmu. Irfanatau makrifat berkaitan dengan pengetahuan yang diperoleh secaralangsung lewat pengalaman sedangkan ilmu menunjuk pada pengetahuanyang diperoleh lewat transformasi (naql) atau rasianalitas (aql).Karena itu, secara terminologis, irfan bisa diartikan sebagaipengungkapan atas pengetahuan yang diperoleh lewat penyinaranhakikat oleh Tuhan kepada hambaNya setelah adanya olah ruhani yangdilakukan atas dasar cinta. baca Reynold A. Nicholson, TasawufMenguak Cinta Ilahi, terj. A. Nashir Budiman (Jakarta: Rajawali,1987), hlm. 68 dari NN, ibid16 Dalam bahasa Arab al-burhan berarti argumen yang jelas. Bahasalatinnya berarti demonstration yang berarti al-isyarah15 | N e o T r a d i s i o n a l i s m e G u s d u r & M . A b i d A l -J a b i r i

seri, seri pertama yang berjudul “Takwin al-‘Aql

al-‘Arabi”, Muhammad Abid al-Jabiri

mengkonsentrasikan analisisnya pada proses-

proses histories, baik epistemologis, maupun

ideologis, yang memungkinkan terbentuknya nalar-

nalar bayani, ‘irfani, dan burhani, termasuk

interaksi diantara ketiga nalar tersebut beserta

kritis-kritis yang menyertainya.17

Sementara pada Bunyah al-‘Alq al-Arabi,18 seri

yang kedua, ia berupaya menyingkap struktur

internal masing-masing ketiga nalar ini, lengkap

dengan segenap basis epistemologinya. Kelebihan

seri kedua ini terletak pada konklusi yang

diberikan al-Jabiri pada bagian akhir, yang

diantaranya menyatakan bahwa nalar (dalam

pengertian yang dikemukakan diatas) yang kita

terima saat ini yang kita pakai untuk

menafsirkan, menilai, dan memproduksi

pengetahuan, adalah nalar yang tidak pernah

berubah sejak awal diresmikan dari masa tadwin,(isyarat/tanda), al-washf (sifat), al-bayan (penjelasan), al-idzhar(menampakkam). Secara umum ia berarti pembuktian untuk membenarkansesuatu.baca Muhammad ‘Abid al-Jabiri, Bunyah al-‘Aql al-‘Araby,383 dari NN, ibid17 Muhammad ‘Abid Al-Jabiri, Takwin al-‘Aql al-‘Arabi, (Beirut: al-Markaz al-Tsaqafi al-Arabi, 1991). Dan telah diterjemahkan dalambahasa Indonesia. Muhammad ‘Abid Al-Jabiri, Formasi Nalar ArabKritik Tradis Menuju Pembebasan dan Pluralisme WacanaInterrelegius, alih bahasa, Imam Khoiri, (Yogyakarta: IRCiSoD,2003).oleh NN, ibid18 Muhammad ‘Abid Al-Jabiri, Takwin al-‘Aql al-‘Arabi, (Beirut: al-Markaz al-Tsaqafi al-Arabi, 1991).oleh NN, ibid16 | N e o T r a d i s i o n a l i s m e G u s d u r & M . A b i d A l -J a b i r i

sehingga dari sini ia menegaskan perlunya

membangun satu babak tadwin  baru agar kita bias

melampaui konservatisme jenis nalar tersebut yang

tidak berubah sejak dua belas abad lalu hingga

kini.19

Kesimpulan

Dua tokoh “Neo Tradisionalisme” Gus Dur dan M. Abid

Al-Jabiri dikenal sebagai tokoh tradisionalisme, Gus Dur

atau K. H. Abdurrahman Wahid dikenal sebagai tokoh

tradisionalisme Islam di Indonesia, sedangkan M. Abid

Al-Jabiri adalah tokoh tradisionalisme timur tengah,

mereka merupakan tokoh pembaru Islam yang sangat dikenal

dalam dunia pemikiran Islam.

Pluralisme Islam20 ala Gus Dur sebagaimana

dikemukakan Din Syamsudin akan memunculkan domestication of

Islam (pribumisasi Islam) dapat mewujudkan nilai-nilai

universal Islam ke dalam kultur bangsa Indonesia yang

beragam, sehingga seperti telah dijelaskan sebelumnya

dengan pemikiran ini diharapkan masyarakat muslim

mempunyai kesadaran kebangsaan, sehingga diharapkan19 Muhammad Abed Al Jabiri, Post Tradisionalisme Islam, alihbahasa, Ahmad Baso, (Yogyakarta: LKiS, 2000), kata pengantar, hlm.xxviii.oleh NN, ibid20 dalam kamus besar bahasa indonesia berarti berbagai ummat Islamyang berbeda-beda dalam suatu masyarakat Islam17 | N e o T r a d i s i o n a l i s m e G u s d u r & M . A b i d A l -J a b i r i

dengan kesadaran kebangsaan yang dimiliki oleh setiap

orang Islam dapat membawa rahmat bagi seluruh alam,

sebagaimana firmanNya dalam Qur’an:21

Artinya:107. dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk(menjadi) rahmat bagi semesta alam.108. Katakanlah: "Sesungguhnya yang diwahyukan kepadakuadalah: "Bahwasanya Tuhanmu adalah Tuhan yang Esa. Makahendaklah kamu berserah diri (kepada-Nya)".109. jika mereka berpaling, Maka Katakanlah: "Aku telahmenyampaikan kepada kamu sekalian (ajaran) yang sama(antara kita) dan aku tidak mengetahui Apakah yangdiancamkan kepadamu itu sudah dekat atau masih jauh?".110. Sesungguhnya Dia mengetahui Perkataan (yang kamuucapkan) dengan terang-terangan dan Dia mengetahui apayang kamu rahasiakan.111. dan aku tiada mengetahui, boleh Jadi hal itu cobaanbagi kamu dan kesenangan sampai kepada suatu waktu.112. (Muhammad) berkata: "Ya Tuhanku, berilah keputusandengan adil. dan Tuhan Kami ialah Tuhan yang MahaPemurah lagi yang dimohonkan pertolongan-Nya terhadapapa yang kamu katakan".

21 Al-Qur’an Surat al-Anbiya’/21 ayat 107-11218 | N e o T r a d i s i o n a l i s m e G u s d u r & M . A b i d A l -J a b i r i

Kritik Nalar Muhammad abid Al-Jabiri atas pemikiran

Arab membuahkan tiga metode pemikiran22 yaitu Bayani,

Irfani dan Burhani. Perbandingan ketiga pemikiran ini

adalah bahwa bayani menghasilkan pengetahuan lewat

analogi furû` kepada yang asal; irfani menghasilkan

pengetahuan lewat proses penyatuan ruhani pada Pencipta,

burhani menghasilkan pengetahuan melalui prinsip-prinsip

logika atas pengetahuan sebelumnya yang telah diyakini

kebenarannya. Dengan demikian, sumber pengetahuan

burhani adalah rasio, bukan teks atau intuisi. Rasio

inilah yang memberikan penilaian dan keputusan terhadap

informasi yang masuk lewat indera.

22 Tiga metode pemikiran M. Abid Al-Jabiri; (1) Bayani adalahmetode pemikiran khas Arab yang didasarkan atas otoritas teks(nash), secara langsung atau tidak langsung Secara langsung artinyamemahami teks sebagai pengetahuan jadi dan langsung mengaplikasikantanpa perlu pemikiran; secara tidak langsung berarti memahami tekssebagai pengetahuan mentah sehingga perlu tafsir dan penalaran.Meski demikian, hal ini bukan berarti akal atau rasio bisa bebasmenentukan makna dan maksudnya, tetapi tetap harus bersandar padateks. (2) Irfan, Pengetahuan irfan tidak didasarkan atas teksseperti bayani. Karena itu, pengetahuan irfani tidak diperolehberdasarkan analisa teks tetapi dengan olah ruhani, dimana dengankesucian hati, diharapkan Robbul ‘Alamin akan melimpahkanpengetahuan langsung kepadanya. Masuk dalam pikiran, dikonsepkemudian dikemukakan kepada orang lain secara logis. Dengandemikian pengetahuan irfani setidaknya diperoleh melalui tigatahapan, pertama; persiapan, kedua; penerimaan, ketiga;pengungkapan, dengan lisan atau tulisan. (3) Burhani, Berbedadengan bayani dan irfani yang masih berkaitan dengan teks suci,burhani sama sekali tidak mendasarkan diri pada teks. Burhanimenyandarkan diri pada kekuatan rasio, akal, yang dilakukan lewatdalil-dalil logika.19 | N e o T r a d i s i o n a l i s m e G u s d u r & M . A b i d A l -J a b i r i

Referensi

Al-Qur’an

Nazir, Moh., Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia,

1999

http://madurapost.blogspot.com/2013/04/neo-modernisme-

islam-indonesia_20.html, Mei 2014

http://syafieh.blogspot.com/2013/03/epistemologi-islam-

muhammad-abid-al.html#ixzz32c42PF8k,Mei2014

http://bio.or.id/biografi-kyai-haji-abdurrahman-wahid/,

mei 2014

http://raudlatina.blogspot.com/2012/03/makalah-islam-

dan-modernitas.html, mei 2014

20 | N e o T r a d i s i o n a l i s m e G u s d u r & M . A b i d A l -J a b i r i

http://www.reocities.com/HotSprings/6774/j-30.html, mei

2014

Alwi, Hasan dkk., KAMUS BESAR BAHASA INDONESIA, Jakarta:

Balai Pustaka, 2002.

21 | N e o T r a d i s i o n a l i s m e G u s d u r & M . A b i d A l -J a b i r i