Consumption Model of Altruism

7
1 Consumption Model of Altruism by Zein Muttaqin Kepuasan seorang individu merupakan sebuah fungsi yang menggambarkan banyaknya variable yang mempengaruhi dalam besarnya jumlah barang dan jasa yang dikonsumsi. Dalam beberapa teori ekonomi modern, menyampaikan bahwa dorongan perilaku individu untuk mengkonsumsi barang dan jasa diasumsikan sebagai berikut; (1) konsumen akan memutuskan apa yang akan dikonsumsi dan seberapa besarkah manfaat dan kepuasaan yang akan diterima; (2) kegiatan konsumsi sebagian besar hanya untuk memenuhi kebutuhannya seorang dan ia tidak merasa terganggu untuk memuaskan kebutuhan orang lain; (3) jika konsumen dianggap rasional maka;(a) konsumen tidak akan menumpuk dan membelanjakan kekayaan secara sia-sia; (b) konsumen tidak akan menumpuk kekayaannya (kikir). Berdasarkan asumsi perilaku konsumen yang dibahas sebelumnya, Islam telah mengajarkan nilai-nilai tentang kegiatan konsumsi secara spesifik, disamping itu dalam teori ekonomi klasik, konsumsi merupakan bagian dari alokasi pendapatan yang diperoleh seseorang, yang secara umum diformulasikan sebagai, = + + Sehingga dapat dipahami bahwa pendapatan individu secara umum dialokasikan kedalam beberapa sektor, yakni konsumsi, investasi, dan tabungan. Namun hal menarik yang perlu dikaji ialah bahasan spesifik yang menyanggah pada asumsi perilaku konsumen yang menyatakan bahwa kegiatan konsumsi sebagian besar hanya untuk memenuhi kebutuhannya seorang dan ia tidak merasa terganggu untuk memuaskan kebutuhan orang lain. Di dalam Islam hal tersebut tidak dibenarkan, Khan (1984) menegaskan bahwasanya seorang konsumen muslim memiliki dua macam pengeluaran akhir, yakni a. Pengeluaran untuk kebutuhan ia sendiri dan keluarganya secara materi (E 1 ) b. Pengeluaran buat orang yang membutuhkan (E 2 ) Secara garis besar kedua macam pengeluaran seorang konsumen Islam telah termaktub dalam Q.S. Al-Qashash: 77, β€œDan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang- orang yang berbuat kerusakan”. Menyesuaikan dengan kedua macam perilaku konsumen muslim, pada poin (a) termaktub dalam Q.S. Al-Baqarah: 168 dan Q.S.

Transcript of Consumption Model of Altruism

1

Consumption Model of Altruism by

Zein Muttaqin Kepuasan seorang individu merupakan sebuah fungsi yang menggambarkan banyaknya variable yang mempengaruhi dalam besarnya jumlah barang dan jasa yang dikonsumsi. Dalam beberapa teori ekonomi modern, menyampaikan bahwa dorongan perilaku individu untuk mengkonsumsi barang dan jasa diasumsikan sebagai berikut; (1) konsumen akan memutuskan apa yang akan dikonsumsi dan seberapa besarkah manfaat dan kepuasaan yang akan diterima; (2) kegiatan konsumsi sebagian besar hanya untuk memenuhi kebutuhannya seorang dan ia tidak merasa terganggu untuk memuaskan kebutuhan orang lain; (3) jika konsumen dianggap rasional maka;(a) konsumen tidak akan menumpuk dan membelanjakan kekayaan secara sia-sia; (b) konsumen tidak akan menumpuk kekayaannya (kikir). Berdasarkan asumsi perilaku konsumen yang dibahas sebelumnya, Islam telah mengajarkan nilai-nilai tentang kegiatan konsumsi secara spesifik, disamping itu dalam teori ekonomi klasik, konsumsi merupakan bagian dari alokasi pendapatan yang diperoleh seseorang, yang secara umum diformulasikan sebagai,

π‘Œ = 𝐢 + 𝐼 + 𝑆 Sehingga dapat dipahami bahwa pendapatan individu secara umum

dialokasikan kedalam beberapa sektor, yakni konsumsi, investasi, dan tabungan. Namun hal menarik yang perlu dikaji ialah bahasan spesifik yang menyanggah pada asumsi perilaku konsumen yang menyatakan bahwa kegiatan konsumsi sebagian besar hanya untuk memenuhi kebutuhannya seorang dan ia tidak merasa terganggu untuk memuaskan kebutuhan orang lain. Di dalam Islam hal tersebut tidak dibenarkan, Khan (1984) menegaskan bahwasanya seorang konsumen muslim memiliki dua macam pengeluaran akhir, yakni

a. Pengeluaran untuk kebutuhan ia sendiri dan keluarganya secara materi (E1)

b. Pengeluaran buat orang yang membutuhkan (E2) Secara garis besar kedua macam pengeluaran seorang konsumen Islam

telah termaktub dalam Q.S. Al-Qashash: 77, β€œDan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”. Menyesuaikan dengan kedua macam perilaku konsumen muslim, pada poin (a) termaktub dalam Q.S. Al-Baqarah: 168 dan Q.S.

2

Al-β€˜Araaf: 31, sedangkan pada poin (b) termaktub dalam Q.S. Al-Hasyr: 7. Sehingga Khan (1984) memodelkan pengeluaran akhir seorang muslim diformulasikan sebagai berikut:

𝐸 = 𝐸! + 𝐸! ………(1) Berdasarkan pada pokok idea sebelumnya mengenai pengeluaran akhir, penulis mengembangkan konsep tersebut dikhususkan kepada konsep konsumsi, dimana seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa konsumsi merupakan bagian dari alokasi pendapatan yang ditambahkan dengan alokasi investasi dan tabungan, kemudian diformulasikan kedalam,

π‘Œ = 𝐢 + 𝐼 + 𝑆 ………(2) dengan memfokuskan pembahasan kedalam fungsi konsumsi, penulis mengembangkan formulasi yang mana idea pokoknya memiliki kesamaan dengan yang ditawarkan oleh Khan (1984), yang mana dengan formulasi sebagai berikut:

𝐢 = 𝐢! + 𝐢! ………(3) keterangan,

C : Total konsumsi 𝐢! : Konsumsi dasar 𝐢! : Konsumsi altruistik

Pada fungsi konsumsi (3), menunjukkan bahwa total konsumsi individu terdiri dari konsumsi dasar dan konsumsi altruistik. Konsumsi dasar merupakan konsumsi serorang individu dalam memenuhi kebutuhan fisik untuk melindungi prinsip-prinsip maqasid-syariah, yang dalam hal ini konsumsi atas barang dan jasa baik untuk kepentinga individu maupun keluarga. Sedangkan konsumsi altruistik, merupakan konsumsi individu yang merupakan sebuah pengorbanan atas konsumsi dasar untuk kepentingan orang lain, biasanya konsumsi individu diwujudkan dalam bentuk sedekah. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, konsep konsumsi altruistik ini berkembang dari pokok perintah Tuhan dalam Q.S. Al-Qashahsh:77 dan Al-Hasyr: 7. Sehingga dapat dipahami bahwa subjek konsumsi ini telah memiliki pengetahuan keislaman yang mumpuni dan memiliki kesadaran yang tinggi untuk memotivasi aktifitas konsumsi sehari-harinya. Di satu sisi, konsumsi dasar merupakan konsumsi yang sifatnya duniawi atau dapat disebut physical needs, di sisi lain konsumsi altruistik sifatnya ukhrawi atau dapat disebut spiritual needs. Untuk memahami fungsi konsumsi altruistik ini, penulis mengambil beberapa variable yang diyakini mempengaruhi besaran konsumsi altruistik dan diformulasikan sebagai berikut:

𝐢! = 𝑓(π‘Œ, 𝐼! , 𝛾)………(4) 𝐢! = 𝑓(π‘Œ! , 𝐼! , 𝛾)………(5)

keterangan, Y : Total Pendapatan π‘Œ! : Pendapatan zakat

3

Z : Total zakat 𝐼! : Infak altruistik 𝛾 Rasa peduli (socio-economic conscience)

Pada fungsi (5) menunjukkan bahwa variable yang mempengaruhi besaran

besaran konsumsi altruistik meliputi, pendapatan setelah zakat, jumlah infak altruistik, dan besaran rasa peduli terhadap orang lain, untuk memperjelas fungsi diatas ditunjukkn dalam model sebagai berikut,

π‘Œ = 𝐢 + 𝐼 + 𝑆 π‘Œ = 𝐢! + 𝐼! + 𝑆!

π‘Œ = 0+ 𝐼! + 𝑆! (𝑧) π‘Œ! = 𝐼 + 𝑆 𝑧

π‘Œ! = 𝐼 𝑧 + 𝑆 𝑧 π‘Œ! = 𝐼! + 𝑆! ……… (5.1) π‘Œ = π‘Œβ€²+ π‘Œ!……….(5.1.1) π‘Œβ€² = π‘Œ βˆ’ π‘Œ!……….(5.1.2)

keterangan, Y : Total Pendapatan π‘Œ! : Pendapatan zakat π‘Œβ€² : Pendapatan setelah zakat 𝑧 : Persentase zakat 𝐼! : Zakat dari investasi 𝑆! : Zakat dari tabungan

Pada model ini, ditunjukkan bahwa alokasi pengeluaran seseorang

meliputi, konsumsi, investasi, dan tabungan. Diasumsikan bahwa besaran konsumsi pada saat itu adalah sama (constant pada beberapa waktu), dan jumlah investasi dan tabungan yang dialokasikan adalah sama, kemudian model tersebut diintegrasikan dengan variable tambahan, yakni zakat (z). seperti yang diketahui bahwa jumlah persentase zakat adalah tetap dan tertentu sesuai dengan ketentuan syariat, maka konsumsi tidak dimasukkan kedalam perhitungan dan dinotasikan dengan nol (0) dengan alasan konsumsi disini merupakan konsumsi tetap yang tidak dapat dikurangi ataupun ditambah, sehingga dalam model tersebut zakat berinteraksi dengan komponen variable investasi dan tabungan yang harus dikeluarkan. Interaksi variable tersebut berakhir dengan ditunjukkannya fungsi (π‘Œ!) sebagai pendapatan zakat, yang terdiri dari total hasil persentase zakat (𝐼!) terhadap investasi dan hasil persentase zakat terhadap tabungan (𝑆!). Variable pendapatan zakat ini diyakini mempengaruhi besaran konsumsi altruistik karena semakin besarnya investasi dan tabungan yang dialokasikan oleh seseorang maka semakin besar pula, besaran konsumsi altruistik, mengingat komponen zakat

4

sifatnya adalah wajib berdasarkan pada ajaran Islam. Choudry dan Harahap (2008) menyatakan adanya kaitan erat antara zakat dan perekonomian dan untuk mengarah pada kondisi sejahtera yang lebih baik, dapat direalisasikan melalui proses interaksi, integrasi, dan evolusioner (IIE Process), sehingga komponen zakat dalam alokasi pendapatan sifatnya circumstantial. Variable selanjutnya yang mempengaruhi besaran konsumsi ialah besaran infak altruistik. Baidan (2001) mendefinisikan infak sebagaimana yang ada dalam kamus bahasa Indonesia sebagai pemberian (sumbangan) harta dan sebagainya (selain kewajiban zakat) untuk kebaikan dan kepentingan umum. Di dalam fungsi ini, penulis menggambarkan infak sebagai konsumsi tak terduga yang besarannya dipengaruhi oleh pendapatan setelah zakat, waktu, situasi makro, yang kemudian dirumuskan kedalam formulasi sebagai berikut,

𝐼! = 𝑓(π‘Œβ€², 𝑑,𝜌)………(5.2) dimana,

π‘Œβ€² = 𝐢 + (𝐼 βˆ’ 𝐼!)+ (𝑆 βˆ’ 𝑆!)+ 𝐼! π‘Œβ€² = 𝐢 + 𝐼′+ 𝑆′+ 𝐼!

𝐼! = π‘Œβ€²βˆ’ 𝐢 βˆ’ πΌβ€²βˆ’ 𝑆′………(5.3) dimasukkan variable waktu (t) dan situasi makro (𝜌), maka

𝐼! = (π‘Œ! βˆ’ 𝐢 βˆ’ 𝐼! βˆ’ 𝑆!)! + 𝜌 ………(5.4) keterangan,

π‘Œβ€² : Pendapatan setelah zakat 𝐼′ : Investasi setelah zakat 𝑆′ : Tabungan setelah zakat t : Waktu 𝜌 : Situasi makro

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa pada fungsi (5.2), infak altruistik dipengaruhi oleh pendapatan setelah zakat, waktu, dan situasi makro. Pendapatan setelah zakat, merupakan pendapatan yang telah dikurangi dengan besaran zakat, yang terdiri dari alokasi untuk konsumsi, investasi dan tabungan yang tentunya telah dikurangi zakat, sehingga posisi dari infak tidak terikat dari kewajiban syariat seperti zakat yang sifatnya voluntary (sukarela) untuk dikeluarkan setiap saat yang tergantung dengan situasi makro yang ada. Sebagai catatan penting, waktu merupakan milik Allah, sehingga intensitas infak yang akan dikeluarkan juga bergantung pada izin Yang Maha Kuasa, sehingga variable waktu ukurannya ialah antara ( 1 - ∞ ) dan semakin tinggi intensitas infak dari waktu ke waktu, maka semakin besar pula besaran infak altruistik yang dikeluarkan demi kepentingan orang lain, terlebih lagi didukung oleh situasi makro yang kondusif maka dapat digambarkan sebagai berikut, (𝑑 ↑  β†’ 𝜌 β†’ 𝐼! ↑).

5

Variable terakhir yang diyakini memberikan pengaruh semakin besarnya konsumsi altruistik ialah rasa peduli yang mendorong socio-economic conscience yang dilambangkan dengan (𝛾). Variable ini diambil untuk mengukur seberapa besar dorongan seorang individu untuk mengorbankan sebagian kebahagiannya (willingness to sacrifice) demi meningkatkan kesejahteraan bahkan kebahagiaan orang lain. Secara logika, tidak banyak orang yang mau mengorbankan kebahagiaanya untuk orang lain, namun bagi mereka yang memiliki socio-economic conscience yang tinggi, dapat merealisasikan bentuk pengorbanan mereka dalam berbagai cara baik pengorbanan secara materi maupun non-materi. Zarqa (2003) menambahkan bahwa pengorbanan dalam bentuk altruistik ialah aplikasi hanya dengan tujuan yang mulia dengan mengharapkan ridho, rahmat, dan pahala dari Allah semata. Tujuan mulia ini diharapkan dapat menolong yang lain (orang yang membutuhkan) secara finansial dan membelanjakan hanya di jalan yang telah ditetapkan oleh Allah, serta mendedikasikan diri pada hal-hal yang bersifat sosial, tentu saja perilaku ini boleh dilakukan ketika seorang muslim telah mencapai pada titik minimum untuk melindungi maqashid syariahnya. Sehingga besaran (𝛾) untuk mempengaruhi besaran konsumsi altruistik akan semakin besar apabila rasa peduli dengan sesama manusia semakin besar dan implikasi dalam mempengaruhi seseorang untuk berikhtiyar lebih baik untuk merealisasikan haus dan laparnya kebutuhan spiritual tersebut. Guna memenuhi kebutuhan fisik dan spritiual yang dibutuhkan oleh seorang konsumen muslim dengan tujuan yang mulia yakni pencapaian falah, maka dalam fungsi konsumsi ini memiliki fungsi tujuan yang diformulasikan sebagai berikut,

π‘ˆ = 𝑓 𝐢!,𝐢! ………(6) dengan fungsi kendala,

𝑀 = π‘Œβ€²!"  πΆ! + π‘Œβ€²!"  πΆ! ……… (7) 𝑀 βˆ’ π‘Œ!!"  πΆ! + π‘Œ!!"  πΆ! = 0 ………(7.1)

adapun fungsi konsumsi diatas memilki beberapa sifat, yaitu

𝑓!" =  !"!!!

> 0 (Mu positif) ……… (6.1)

𝑓!" =  !"!!!

< 0 (Mu negative,konstan) ………(6.2)

𝑓!" =  !"!!!

> 0 (Mu positif; konstan) ………(6.3)

pada fungsi marginal diatas diasumsikan bahwa, dengan adanya konsumsi atruistik jumlah konsumsi atas konsumsi dasar cenderung berkurang hingga pada titik impasnya (6.2), karena adanya pengalokasian konsumsi kepada konsumsi altruistik, sehingga dapat disimpulkan dengan adanya konsumsi altruistik

6

kecendrungan konsumen muslim dalam mengkonsumsi dasar berkurang demi meningkatkan konsumsi altruistik (6.3). selanjutnya untuk mengetahui optimisasi fungsi konsumsi tersebut, maka kedua fungsi perlu dikombinasikan menjadi satu persamaan dalam bentuk fungsi Lagrangian, sebagai berikut,

𝐿 = π‘ˆ + πœ†(𝑀 βˆ’ π‘Œ!!"  πΆ! + π‘Œ!!"  πΆ!) 𝐿 = 𝑓 𝐢!,𝐢! + πœ†(𝑀 βˆ’ π‘Œ!!"  πΆ! + π‘Œ!!"  πΆ!) ………(8)

pada turunan pertama fungsi L terhadap 𝐢! diperoleh, !"!!!

= 𝑓!! βˆ’ πœ†π‘Œ!!" = 0………(8.1.1)

𝑓!! βˆ’ πœ†π‘Œ!!" = 0………(8.1.2)

πœ†π‘Œ!!" = 𝑓!!……….(8.1.3)

πœ† =!!!!!!"

  ……….(9)

selanjutnya turunan pertama fungsi L terhadap 𝐢! diperoleh, !"!!!

= 𝑓!! βˆ’ πœ†π‘Œ!!" = 0………(8.2.1)

𝑓!! βˆ’ πœ†π‘Œ!!" = 0………(8.2.2)

πœ†π‘Œ!!" = 𝑓!!……….(8.2.3)

πœ† = !!!!!!"

……….(10)

kemudian, menyamakan persamaan antara persamaan (9) dan (10) diperoleh !!!!!!"

<   !!!!!!"

………(11)

seperti yang diketahui, 𝑓!! dan 𝑓!! adalah marginal utility untuk  π‘€π‘’!! dan 𝑀𝑒!", sehingga dapat dituliskan kembali bahwa konsumsi altruitik akan optimal pada saat,

!"!!!!!"

<  !"!!!!!"

………. (12)

Reference Baidan. Nashruddin., 2001. β€œTafsir Maudhu’i Solusi Qur’ani atas Masalah Sosial

Kontemporer”.Yogyakarta:Pustaka Pelajar Khan, M.Fahim., 1984. β€œMacro Consumption In An Islamic Framework”.

J.Res.IslamicEcon., Vol.1, No.2, hal. 3-25 Nicholson, Walter., 2004. β€œMicroeconomic Theory: Basic Principles and

Extensions”. South-Western College Pub, 9 edition Zarqa, M.Anas., 2003. β€œA Partial Relationship in A Muslim’s Utility Function”.

Jeddah: IRTI IDB

7