Chapter II
Transcript of Chapter II
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Malaria merupakan penyakit infeksi yang bersifat akut maupun kronis
yang disebabkan oleh protozoa intrasel dari genus Plasmodium. Ada
empat parasit yang dapat menginfeksi manusia, yaitu P.malariae, P.vivax,
P.falciparum dan P.ovale.2,13 P.falciparum paling sering didapati pada
daerah tropis dan sering menyebabkan kematian pada manusia karena
dapat menginvasi sel darah merah pada semua usia dan sering resisten
terhadap obat-obat anti malaria.14
2.2. Sejarah
Penyakit ini pertama kali dinamakan mal air (udara busuk) oleh seseorang
yang berkebangsaan Itali pada abad ke-18, namun tulisan yang pertama
kali menyebutkan tentang demam periodik didapati dalam tulisan Hindu
dan Cina. Terobosan besar dalam hal etiologi malaria yaitu pada tahun
1880, setelah seorang ahli bedah militer dari Algeria pertama kali
menemukan gametosit P.falciparum pada pemeriksaan apusan darah tepi
penderita malaria.13
Universitas Sumatera Utara
2.3. Epidemiologi
Malaria merupakan penyakit endemis atau hiperendemis di daerah tropis
maupun subtropis dan menyerang negara dengan penduduk padat.1-3 Kini
Malaria terutama dijumpai di Meksiko, sebagian Karibia, Amerika Tengah
dan Selatan, Afrika Sub-sahara, Timur tengah, India, Asia Selatan, Indo
Cina, dan pulau-pulau di Pasifik Selatan. Diperkirakan prevalensi malaria
di seluruh dunia berkisar antara 160-400 juta kasus pertahun.1
Di Indonesia malaria tersebar di seluruh pulau dengan derajat
endemisitas yang berbeda-beda dengan ketinggian sampai 1800 meter di
atas permukaan laut. Di Indonesia terdapat 15 juta kasus malaria dengan
38000 kematian setiap tahun dan diperkirakan 35% penduduk Indonesia
tinggal di daerah yang beresiko tertular malaria.1
2.4. Transmisi
Malaria ditransmisikan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang
terinfeksi malaria, atau melalui inokulasi langsung dari sel darah yang
terinfeksi.13 Seperti melalui transfusi darah, penggunaan jarum suntik yang
terkontaminasi, dari ibu hamil ke bayi yang dikandungnya, dan dari
transplantasi organ.2
Universitas Sumatera Utara
2.5. Siklus Hidup Plasmodium falciparum
Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya, yaitu
manusia dan nyamuk Anopheles.
2.5.1. Siklus hidup pada manusia
Pada waktu nyamuk Anopheles infektif menghisap darah manusia,
sporozoit yang berada di kelenjar air liur nyamuk akan masuk ke dalam
peredaran darah selama kurang lebih ½ jam. Setelah itu sporozoit akan
masuk ke dalam sel hati dan menjadi tropozoit hati. Kemudian
berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari 10 000-30 000 merozoit
hati (tergantung spesiesnya). Siklus ini disebut siklus ekso-eritrositer yang
berlangsung selama lebih kurang 2 minggu.15-17
Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke
peredaran darah dan menginfeksi sel darah merah. Di dalam sel darah
merah, parasit tersebut berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon
(8-30 merozoit, tergantung spesiesnya). Proses perkembangan aseksual
ini disebut skizogoni. Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi (skizon) pecah
dan merozoit yang keluar akan menginfeksi sel darah merah lainnya.
Siklus ini disebut siklus eritrositer.15 Siklus eritrositer ini menyebabkan
timbulnya gejala malaria.16,17
Universitas Sumatera Utara
Setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang
menginfeksi sel darah merah akan membentuk stadium seksual
(gametosit jantan dan betina).
2.5.2.Siklus hidup pada nyamuk Anopheles betina
Apabila nyamuk Anopheles betina menghisap darah yang mengandung
gametosit, di dalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan betina melakukan
pembuahan menjadi zigot. Zigot berkembang menjadi ookinet kemudian
menembus dinding lambung nyamuk. Pada dinding luar lambung nyamuk
ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit,15 dan
bermigrasi ke kelenjar air liur nyamuk.1 Sporozoit ini bersifat infektif dan
siap ditularkan ke manusia.1,15 Siklus hidup malaria dapat dilihat pada
gambar 2.1.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1. Siklus hidup malaria17
2.6. Diagnosis Malaria Falsiparum
Pada daerah endemis malaria, biasanya diagnosis ditegakkan
berdasarkan gejala dan tanda klinis. Tetapi walaupun di daerah bukan
endemis malaria, diagnosis banding malaria harus dipikirkan pada riwayat
demam tinggi berulang, apalagi jika disertai gejala trias yaitu demam,
Universitas Sumatera Utara
splenomegali dan anemia. Diagnosis malaria merupakan hasil
pertimbangan klinis dan tidak selalu disertai hasil laboratorium karena
beberapa kendala pada pemeriksaan laboratorium.1 Anak dengan keluhan
demam atau gejala sistemik yang tidak diketahui penyebabnya dan ada
riwayat perjalanan atau tinggal di daerah endemis malaria dalam setahun
terakhir dapat didiagnosis menderita malaria sampai terbukti.2
2.6.1. Manifestasi klinis malaria falsiparum tanpa komplikasi
Manifestasi klinis malaria tergantung status imunitas pejamu dan spesies
malaria yang menginfeksi. Secara umum, infeksi P.falciparum lebih berat
dan lebih jelas gejala klinisnya dibandingkan infeksi spesies Plasmodium
lainnya.16 Pada anak dan dewasa seringkali gejala bersifat asimtomatik
selama fase awal, yaitu pada masa inkubasi infeksi malaria. Masa
inkubasi P.falsiparum berlangsung dalam 9-14 hari, dimana masa ini
dapat lebih lama pada pasien dengan imunitas parsial. Gejala prodromal
berlangsung selama 2-3 hari sebelum parasit dijumpai dalam darah.
Gejala prodromal berupa sakit kepala, mudah lelah, anoreksia, myalgia,
demam, nyeri dada, nyeri sendi dan sakit perut.2
Gambaran klinis malaria berupa demam yang paroksismal yang
merupakan gejala khas dari malaria. Demam paroksismal bersamaan
dengan pecahnya skizon dan lepasnya merozoit dari eritrosit yang
berlangsung setiap 48 jam pada malaria vivax dan falsifarum.13,16 Gejala
Universitas Sumatera Utara
paroksismal ini ditandai dengan adanya periode menggigil hebat, diikuti
dengan demam tinggi yang dapat mencetuskan kejang demam; lalu
berkeringat banyak yang diikuti dengan turunnya suhu tubuh.16 Pada
pemeriksaan fisik biasanya dijumpai hepatosplenomegali dan pucat.
Dapat pula dijumpai takikardia. Ikterik berhubungan dengan
hiperparasitemia.13 Pada anak usia < 2 bulan gejala malaria sangat
bervariasi dari mulai demam yang tidak terlalu tinggi sampai demam >
40°C disertai sakit kepala, mengantuk, anoreksia, mual, muntah, diare,
pucat, sianosis, splenomegali, hepatomegali, anemia, trombositopeni,
leukosit yang menurun atau normal.2,13,16
2.6.2. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan baku emas dalam menegakkan diagnosis malaria yaitu
pemeriksaan apusan darah,13 baik apusan darah tebal maupun tipis
dengan pewarnaan Giemsa.16 Pemeriksaan ini untuk menentukan : ada
tidaknya parasit malaria (positif atau negatif); spesies dan stadium
Plasmodium; dan kepadatan parasit.15
Plasmodium falciparum menyerang semua bentuk eritrosit mulai
dari retikulosit sampai eritrosit yang matang. Pada pemeriksaan darah tepi
baik apusan maupun tetes tebal terutama dijumpai parasit muda
berbentuk cincin (ring form). Juga dijumpai gametosit dan pada kasus
berat yang biasanya disertai komplikasi, dapat dijumpai bentuk skizon.
Universitas Sumatera Utara
Bentuk seksual/gametosit muncul dalam waktu 1 minggu dan dapat
bertahan sampai beberapa bulan setelah sembuh. Tanda-tanda parasit
malaria yang khas pada sediaan tipis, gametositnya berbentuk pisang dan
terdapat bintik Maurer pada sel darah merah. Pada sediaan darah tebal
dapat dijumpai gametosit bentuk pisang, banyak sekali bentuk cincin
tanpa bentuk lain yang dewasa (star in the sky), terdapat balon merah di
sisi luar gametosit.1
Tes serologis yang digunakan untuk diagnosis malaria adalah
Indirect Fluorescent Antibody test (IFA), Indirect Hemaglutination test
(IHA) dan Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay (ELISA). Kegunaan tes
serologis untuk diagnosis malaria akut sangat terbatas, karena baru akan
positif beberapa hari setelah parasit malaria ditemukan dalam darah. Jadi
sampai saat ini tes serologi merupakan cara terbaik untuk studi
epidemiologi.1
Teknik diagnostik lainnya adalah pemeriksaan Quantitative Buffy
Coat (QBC), dengan menggunakan tabung kapiler dan pulasan jingga
akridin kemudian diperiksa di bawah mikroskop fluoresens. Teknik
mutakhir lainnya dengan menggunakan pelacak DNA probe untuk
mendeteksi antigen. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan yaitu
Malaquick test dan Parasight F.1
Anemia pada malaria dapat terjadi akut maupun kronis. Anemia ini
disebabkan kerusakan eritrosit oleh parasit, penekanan eritropoesis dan
Universitas Sumatera Utara
terjadinya hemolisis oleh proses imunologis. Pada darah tepi dapat
dijumpai poikilositosis, anisositosis, polikromatosis dan bintik-bintik
basofilik yang menyerupai anemia pernisiosa. Terjadi ikterus ringan
dengan peningkatan bilirubin indirek dan tes fungsi hati yang abnormal
seperti meningkatnya enzim transaminase, kadar glukosa dan alkali
fosfatase menurun.1,16
2.7. Pengobatan Malaria Falsiparum Tanpa Komplikasi
Pemilihan obat antimalaria berdasarkan atas spesies Plasmodium yang
menginfeksi, kemungkinan terjadinya resistensi obat, dan keparahan
penyakit.11 Obat antimalaria bekerja pada stadium yang berbeda dalam
siklus hidup parasit. Obat skizontosid darah menyerang parasit dalam
eritrosit, mencegah atau menghilangkan gejala klinis. Obat gametosid
menghancurkan bentuk seksual pada manusia, menurunkan transmisi.
Obat skizontosid jaringan bekerja pada fase awal perkembangan parasit
di hati, sebelum lepasnya merozoit ke dalam darah. Obat hipnozoitosid
membunuh hipnozoit yang bersifat dormant di hati, mencegah relaps.
Obat sporontosid menginhibisi perkembangan ookista di tubuh nyamuk,
menurunkan transmisi malaria.18
Risiko resistensi terhadap obat antimalaria bervariasi, tergantung
spesies dan jenis obat.19 Saat ini, P.falciparum sangat resisten terhadap
klorokuin didapati pada hampir seluruh daerah yang terkena malaria.20
Universitas Sumatera Utara
Oleh karena itu, World Health Organization merekomendasikan suatu
kebijakan terapi bagi negara-negara yang telah didapati kasus
P.falciparum resisten terhadap antimalaria monoterapi, seperti klorokuin,
amodiakuin, atau sulfadoksin/pirimetamin, berupa terapi kombinasi yang
mengandung derivat artemisinin atau yang disebut dengan Artemisinin-
based Combination Therapies (ACT). Berikut ini merupakan beberapa
ACT yang dapat dijadikan pilihan :
1. Artemeter + Lumefantrin
2. Artesunate + Amodiakuin
3. Artesunate + Sulfadoksin-Pirimetamin (pada daerah yang efikasi
Sulfadoksin-Pirimetamin masih tinggi)
4. Artesunate + Meflokuin (pada daerah dengan transmisi rendah)
5. Amodiakuin + Sulfadoksin-Pirimetamin (pada daerah yang efikasi
kedua obat masih tinggi) 21
Selain itu WHO juga merekomendasikan pengobatan untuk daerah yang
terbukti resistensi klorokuin dengan memberikan kombinasi berikut:
1. Kinin + Tetrasiklin
2. Kinin + Doksisiklin
3. Kinin + Sulfadoksin-Pirimetamin3,15,18
Universitas Sumatera Utara
2.7.1. Kinin
Kinin adalah suatu derivat alkaloid dari kulit pohon Cinchona. Ada 4
alkaloid antimalaria yang dapat diturunkan dari kulit pohon ini, yaitu : kinin,
kuinidin, kinkonin dan kinkinidin. Kinin merupakan bentuk L-stereoisomer
dari kuinidin.21 Rumus bangun kinin dapat dilihat pada gambar 2.2.
Gambar 2.2. Struktur kimia kinin10
Farmakokinetik
Kinin diabsorbsi baik jika diberikan secara oral maupun intramuskular.
Absorbsi secara oral terutama terjadi di usus halus dan mencapai 80%,
walaupun pada pasien diare. Setelah pemberian secara oral, kadar kinin
dalam plasma mencapai maksimum dalam waktu 3-8 jam dan, kemudian
didistribusikan keseluruh tubuh. Farmakokinetik kinin dapat berubah
sesuai dengan keparahan infeksi malaria.22 Waktu paruh obat pada orang
sehat mencapai 11 jam, penderita malaria tanpa komplikasi mencapai 16
jam dan 18 jam pada penderita malaria berat.23
Universitas Sumatera Utara
Alkaloid kinkona dieksresikan terutama melalui urin dalam bentuk
metabolit hidroksi, dan sebagian kecil melalui tinja, getah lambung,
empedu dan air liur. Ekskresi lengkap terjadi dalam 24 jam. Ekskresi
dalam urin yang asam 2 kali lebih cepat dibandingkan dalam urin alkali.24
Farmakodinamik
Kinin beraksi terutama melawan parasit malaria bentuk eritrositik aseksual
dan memiliki efek minimal terhadap parasit di hepar.22 Seperti antimalaria
lainnya, kinin juga membunuh bentuk seksual P.vivax, P.malariae dan P.
ovale, namun tidak membunuh bentuk gametosit dewasa P.falciparum.
Kinin juga tidak membunuh parasit malaria bentuk pre eritrositik.
Mekanisme aksi kinin sebagai antimalaria yaitu melalui inhibisi
detoksifikasi haem parasit dalam vakuola makanan, namun
mekanismenya tidak jelas diketahui.10
Pemberian kinin secara oral untuk mempertahankan konsentrasi
terapeutik diberikan selama 5-7 hari. Terutama untuk pengobatan malaria
falsiparum resisten banyak obat, skizontosidal kerja lambat, seperti
sulfonamid atau tetrasiklin, dapat diberikan bersamaan untuk
meningkatkan efikasi kinin.22
Universitas Sumatera Utara
2.7.2. Doksisiklin
Doksisiklin adalah turunan dari tetrasiklin yang mempunyai aktifitas yang
hampir sama. Perbedaannya dimana doksisiklin diabsorbsi lebih baik dan
mempunyai waktu paruh yang lama. Rumus bangun doksisiklin dapat
dilihat pada gambar 2.3
Gambar 2.3. Struktur Kimia Doksisiklin. 10
Farmakokinetik
Doksisiklin diabsorbsi sempurna melalui saluran cerna dan tidak
dipengaruhi oleh adanya makanan. Konsentrasi puncak plasma terjadi 2
jam setelah pemberian, 80-95% berikatan dengan protein dan mempunyai
waktu paruh 10-24 jam. Distribusinya keseluruh jaringan tubuh dan cairan
kecuali cairan serebrospinal. Pada pasien dengan fungsi ginjal yang
normal, 40% doksisiklin diekskresikan keluar melalui urin. Akan tetapi
kebanyakan diekskresikan melalui feses.10,12,25
Universitas Sumatera Utara
Farmakodinamik
Doksisiklin bersifat bakteriostatik. Dimana bersifat menginhibisi síntesis
protein dengan berikatan dengan ribosom 30s dan menghalangi
masuknya komplek tRNA-asam amino pada lokasi asam amino.10,12,25
Doksisiklin dapat digunakan sebagai profilaxis malaria di daerah yang
resisten terhadap klorokuin dan atau sulfadoksin pirimetamin.10,12
2.7.3. Klindamisin
Klindamisin (7-chloro-lincomycin) merupakan derivat semisintetik dari
linkomisin dan diperkenalkan pada tahun 1960-an sebagai suatu
antibiotik.17 Rumus bangun klindamisin (gambar 2.4.) mirip dengan
linkomisin. Perbedaannya hanya pada 1 gugus hidroksil pada linkomisin
yang diganti dengan atom Cl.26
Gambar 2.4. Struktur kimia klindamisin10
Universitas Sumatera Utara
Farmakokinetik
Klindamisin diserap hampir lengkap pada pemberian oral. Adanya
makanan dalam lambung tidak banyak mempengaruhi absorpsi obat ini.
Setelah pemberian dosis oral 150 mg tercapai kadar puncak plasma 2-3
mcg/mL dalam waktu 1 jam, dengan waktu paruh 2,7 jam.
Klindamisin didistribusikan dengan baik ke berbagai cairan tubuh,
jaringan dan tulang, kecuali ke cairan serebrospinal. Sebanyak 90%
klindamisin dalam serum terikat dengan albumin. Hanya 10% klindamisin
diekskresikan dalam bentuk asal melalui urin. Sejumlah kecil klindamisin
ditemukan dalam feses. Sebagian besar obat dimetabolisme menjadi N-
demetilklindamisin dan klindamisin sulfoksid untuk selanjutnya diekskresi
melalui urin dan empedu.26
Farmakodinamik
Penelitian sejak 1970-an sampai dengan 1980-an telah menunjukkan
efikasi, keamanan dan kepraktisan klindamisin sebagai terapi malaria
falsiparum.17 In vitro, klindamisin dan ketiga metabolitnya memiliki efek
inhibisi yang kuat terhadap P.falciparum. Obat ini berakumulasi di
parasit.27 Klindamisin merupakan obat yang bekerja lambat, ditoleransi
dengan baik dengan efek samping yang minimal. Efek samping yang
sering dikeluhkan pada pemakaian klindamisin berupa diare dan ruam di
sekitar mulut.17
Universitas Sumatera Utara
2.8. Kerangka Konseptual
: yang diamati dalam penelitian
Gambar 2.5. Kerangka konseptual
Lini Pertama : WHO: artesunate-amodiakuin
vivax ovale malariae
- bentuk cincin - gametosit
- Quantitative buffy coat method - PCR - Malaquick test - Parasight F
Berat Tanpa komplikasi
Pengobatan Resistensi ↑ (klorokuin)
Alternatif : - artesunate - klindamisin - kinin-azitromisin
Parasitemia H-0, 2, 7, 28
MALARIA
- Apusan darah tepi
Efek samping Efikasi
- kinin-doksisiklin - kinin-klindamisin
P. falciparum
Efek samping
Efikasi
Universitas Sumatera Utara